idn kmbuletin ed3 story final ind jan16
DESCRIPTION
WeShare, merupakan sebuah media internal Plan International Indonesia untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan, antar staff di semua level, baik PU dan CO. Di sini, kita juga bisa belajar dari pengalaman rekan sesama staff , tanpa melihat posisi ataupun jabatan karena setiap orang pasti punya cerita, pengalaman, dan pengetahuan yang bisa dibagi.TRANSCRIPT
WESHARE KM BULETIN Issue #
WeShare KM buletin
Edisi 3, 2016
SHARING IS POWER CCCD DAN FATUNULU
Umumnya, orang tidak akan mempertimbangkan apa-apa sampai mereka yakin ada masalah yang benar-benar perlu ditangani. Kesadaran tentang suatu masalah, dapat diperoleh melalui berbagai proses. Proses yang bertumpu pada meihat dan merasakan langsung, biasanya lebih kuat daripada proses menganalisa dan berpikir. Pemikiran dan perasaan, keduanya sangat penting, tapi jantung perubahan ada dalam keterlibatan emosi yang mampu memotivasi orang untuk mengenali pentingnya masalah tertentu dan mengambil sikap serta tindakan tertentu.
Salah satu cara untuk memahami kelompok, subkultur, pengaturan, atau cara hidup adalah dengan membenamkan diri kedalamnya atau biasa disebut ‘immersion’ (imersi). Peneliti kualitatif sering melakukan imersi untuk mendapatkan pemahaman terbaik dari topik mereka. Imersi diambil dari bahasa Inggris 'to immerse' yang
berarti mencelupkan, menyerap atau melibatkan secara mendalam.
Dalam WeShare edisi 3 ini, editor akan menghadirkan pengalaman training CCCD yang dilakukan di desa Fatunulu dengan menggunakan metode imersi. Kali ini #Kotak Pengetahuan akan membahas tentang pentingnya cerita perubahan sebagai bagian dari perubahan itu sendiri.
Para relawan penulis yang luar biasa yaitu bu Rasita Purba, bang Ado Yahya, pak Syamsu Salewangang, mbak Saneri dan kakak Grace Maria telah menulis cerita cerita perubahan SC yang menarik
Sebagian tulisan mereka dapat dilihat di #Belajar adalah berubah.
Sementara dalam #Berbagi adalah Kekuatan, terlihat bahwa desa Fatunulu sendiri memiliki kearifan lokal, ‘indigenous knowledge’ yang bersinergi secara positif dengan program Plan International Indonesia.
Ini bisa terlihat dari keberadaan PAUD, SMA dan SMK, serta kuatnya nilai-nilai anti kekerasan, baik terhadap anak maupun perempuan. Terlepas dari semua itu, pembelajaran penting dari training CCCD dan aksi perbaikan disarikan dalam #Pengetahuan kita, Aksi kita.
Big applause (gambar tangan di WA) untuk para relawan penulis, khusus untuk bang Yahya, mantap bang…..ternyata diam diam menyimpan bakat menulis yang luar biasa…
Selamat menikmati !
WeShare, merupakan sebuah media internal untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan, antar staff di semua level, baik PU dan CO. Di sini, kita juga bisa belajar dari pengalaman rekan sesama Plan International Indonesia, tanpa melihat posisi ataupun jabatan karena setiap orang pasti punya cerita, pengalaman, dan pengetahuan yang bisa dibagi.
It’s too easily ignored if it doesn’t feel real
Terlalu mudah untuk diabaikan, bila tidak terasa nyata
Terlalu mudah untuk dilupakan atau diabaikan, bila tidak terasa nyata dari Editor
WESHARE KM BULETIN | Issue # 2
#Berbagi adalah kekuatan :
Bang Yahya berbagi tentang desa Fatunulu dan kehadiran Plan disana
#Kotak Pengetahuan :
Apa itu Case Story?
#Belajar adalah Berubah:
Menyoroti persoalan ketimpangan gender, Bu Rasita bercerita perubahan yang belum terjadi sepenuhnya, sementara Saneri bercerita tentang perubahan yang telah terjadi akibat program Plan
#Pengetahuan kita, Aksi kita : Pembelajaran dan Rekomendasi dari training CCCD
Perjalanan 50 kilometer ditempuh
dalam waktu dua jam dengan kendaraan roda empat. Gerombolan mobil-mobil itu berjejer menelusuri jalan berbatu penuh tikungan tajam. Dikelilingi bukit dan
lembah dan melewati sungai-sungai kecil. Itulah keindahan untuk mencapai desa Fatulunu, di kecamatan Amanatun Selatan, Timor Tengah Selatan (TTS), Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sehari berada di desa Fatulunu memberikan kesegaran jiwa dan semangat hidup. Betapa tidak, inspirasi itu selalu ada dari setiap senyum ribuan warga baik dewasa maupun anak-anak.
Mereka menyambut gembira tim Plan International Indonesia hari itu (15/10) untuk melakukan kunjungan lapangan dalam sebuah perhelatan pelatihan CCCD (Child Center Community Development) in Practice di desa tanpa listrik itu.
Sebuah syair indah dinyanyikan anak-anak, “jangan lupakan Fatulunu” seakan terus menyatukan rasa kebersamaan dan kekeluargaan yang kental. Tidak ada sekat antara satu dan yang lain, saat balutan salendang motif Timor mengikat leher. Inilah simbol persaudaraan dan kekeluargaan yang kuat di tanah yang memiliki tiga suku besar Missa, Ati dan Tamonob.
Modal kedekatan ini yang telah menjadikan 1,226 jiwa masyarakat desa Fatulunu dan Plan International Indonesia menyatu dalam kebersamaan untuk membangun anak desa, membangun anak Indonesia. Maka sejak tahun 2005 hingga kini, Plan International Indonesia dikenal sebagai keluarga di tengah 315 KK (kepala keluarga) dalam kebersamaan yang kuat
Merajut Mimpi di Rumah Bulat
Malam itu dingin menusuk hingga ke rusuk. Keluarga Adel (10), salah satu keluarga dampingan dimana kami menginap, sudah menyiapkan kamar istimewa buat kami sebagai tamu. Bahkan kamar keluarga disulap jadi
kamar tamu. Begitu ketulusan dan kopolosan keluarga ini di mata kami.
Tapi hati rasanya tak tega. Karena anak-anak harus tidur di lantai tanah bertikar. Maka kami pun memilih untuk tidur di rumah bulat. Selain unik, dalam hidup kami belum pernah merasakan. Maka berharap untuk tidur di rumah bulat kini sudah jadi nyata malam itu.
Di tanah Timor yang dingin, kebaikan berbagi tanah dengan negeri Timor Leste itu bukan hanya terjadi antar negara. Di setiap rumah dari cerita rekan-rekan yang berkunjung sebagai peserta CCCD, punya cerita yang mirip. Hampir semua keluarga memperlakukan tamunya bagai raja. Bukan karena menyediakan makan yang enak atau disuguhi hidangan yang serba modern, tapi justru dari keserderhanaan itu, kami menyatu dalam cerita dan mimpi.
Mimpi mereka dan mimpi kami berpadu di dalam rumah bulat. Agar anak-anak di Fatulunu bisa hidup lebih sehat, sejahtara dan punya cita-cita yang tinggi. Sebab siapa yang sangka, bila suatu
#Berbagi adalah kekuatan
Mutiara di Fatunulu Oleh Yahya Ado
WESHARE KM BULETIN | Issue # 3
waktu bupati, gubernur atau bahkan presiden adalah mereka yang lahir dari desa terpencil yang mayoritas penduduknya adalah petani musiman.
Air Mata Bahagia
Sepuluh tahun sudah Plan International Indonesia bekerja di desa itu dengan jumlah anak dampingan sebanyak 143. Melalui pendekatan pembangunan yang berpusat pada anak, bersama dengan masyarakat melakukan berbagai program pengembangan. Diantaranya adalah menyediakan Fasilitas Air Bersih, program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), program Perlindungan Anak melalui pembentukan Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD), program Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD) dengan fokus pada Kelas Pengasuhan Anak (KPA) dan TK/PAUD serta Pengembangan Ekonomi Kaum Muda Perempuan.
Program-program tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa anak-anak Fatulunu tumbuh sehat, cerdas, dilindungi dan berdaya. Dalam diskusi antar kelompok program ditemukan pengakuan sebagian besar kelompok dan warga merasakan manfaat program yang dijalankan. Bagi mereka, Plan International Indonesia telah meletakan landasan program yang kuat melalui pendekatan kepada anak, sehingga setiap orang di desa in sadar akan pentingnya masa depan anak-anak mereka.
Sepanjang sejarahnya, ternyata desa ini belum pernah dikunjungi oleh bupati, gubernur apalagi presiden.
“Ini pertama kali kami dikunjungi dan kami sangat bahagia. Ini air mata bahagia yang tumpah dari rasa dan bathin kami. Bukan karena kami meratapi keterbelakangan, tapi saat kami dikunjungi itu adalah sebuah berkah. Terima kasih Plan Indonesia, terima kasih Ibu Mingming. Ini sejarah pertama kali kami dikunjungi selama desa ini ada. Maka ini air mata kebahagiaan b Bagi kami ribuan warga di desa ini….” Tangis Yusuf Missa, kepala desa Fatunulu.
Air mata bahagia rupanya tak hanya tumpah dari mata kepala desa dan warganya. Plan International Indonesia juga menyimpan kisah haru dalam perjalanan sepuluh tahun dan moment spesial itu. Diwakili oleh Ibu MingMing, Country Director Plan International Indonesia, rasa itu terungkap tulus;
“Under the God eyes, we all brothers and sisters. We will never forget this beautiful moment. On behalf of Plan International around the world and in Indonesia we thank you very much for your hospitallity and kindnesss,” tutur ibu MingMing.
Mutiara di Fatulunu berserakan di sepenjang jalan. Di setiap mata bathin para penghuni yang tulus keluar dari setiap senyum yang terpancar. Bermimpi menjadi desa yang menjunjung tinggi kearifan lokal membuka ruang bagi masyarakatnya untuk mengekpresikan mimpi anak-anak. Mimpi untuk anak-anak Fatulunu yang lebih baik meski tinggal di pelosok terpencil.
Mutiara itu akan berkilau jika kita merawat dengan benar dan tulus. “ Meski kita terbelakang dari akses jalan, tapi kita tidak boleh terbelakang dari pendidikan. Meski kita terbelakang dari akses komunikasi, tapi kita tidak boleh terbelakang dari kesehatan “ demikian mimpi Kristian Tlonaen, Camat Amanatun
WESHARE KM BULETIN | Issue # 4
UNTUK REFERENSI KLIK DISINI
https://planet.planapps.org/Learning/KnowledgeManagement/Pages/Storytelling.aspx
https://planet.planapps.org/Learning/KnowledgeManagement/Pages/case-studies.aspx
Di Plan International, kita
menggunakan istilah "Case Study" dalam berbagai kesempatan. Namun, seperti dijelaskan dalam salah satu KMtools yaitu GLO-Knowledge_Management_Tool-_Case_Studies-Final-IO-Eng-aug15.pdf bahwa Case Study berbeda dengan Case Story. Bila Case Study menyediakan analisa yang mendalam dan lebih ditujukan untuk kepentingan menangkap pembelajaran, maka Case Story menyediakan cerita tentang para pelaku dengan maksud memanusiakan sebuah persoalan atau isu, sementara 'cerita' tentang pekerjaan atau program hadir hanya untuk memberikan kontekstualisasi terhadap apa yang dilakukan.
Case Story ditujukan terutama untuk membangun kesadaran akan isu/persoalan dan hasil/solusi dengan lampu sorot isu utama tertentu, misal pendidikan anak, kesetaraan jender dll. Case Story akan lebih mengilustrasikan dampak dalam bentuk perubahan positif atau negatif dari program bagi anak, keluarga atau komunitas tertentu. Karena itulah mengapa cerita perubahan yang dibungkus dalam case story merupakan bagian penting dari upaya perubahan itu sendiri.
“Sebuah cerita adalah kendaraan yang menempatkan fakta dalam konteks emosional. Data dan informasi dalam cerita tidak hanya duduk di sana karena keharusan tetapi
dibangun untuk menciptakan keterlibatan emosi dan panggilan untuk bertindak”
Itulah mengapa cerita sering digunakan dalam memobilisasi sumberdaya masyarakat untuk mendukung atau melakukan aksi tertentu.
Case Story Case Study
Ditujukan terutama untuk
khalayak eksternal
media, donor, masyarakat
Ditujukan terutama untuk khalayak
internal, staf dan mitra kerja
Menyediakan 'cerita' tentang
pekerjaan dalam kaitannya
untuk kegiatan pada satu individu
atau keluarga guna memberikan konteks apa yang
di lakukan
Menjelaskan bagaimana
pekerjaan dilakukan dalam
konteks khusus untuk mendukung
pembelajaran
Menyoroti "sukses" proyek
dan menekankan hasil
positif
Melihat proses yang berjalan dengan baik
dan yang tidak, sehingga dapat
ditarik pembelajaran untuk
meningkatkan atau
memperbaikinya
Bertujuan untuk membangun
kesadaran akan isu-isu dan
untuk merayakan keberhasilan
Bertujuan untuk belajar tentang
proses dan praktek sehingga
dapat disesuaikan dan
direplikasi
Lalu apa yang membuat sebuah cerita (case story) menjadi efektif?
Walau struktur cerita dan tradisi berubah dari satu budaya ke yang lain, dalam KM Tools GLO-Knowledge_Management_Tool_Storytelling-Final-IO-Eng-jul14.pdf diterangkan bahwa ada elemen umum yang diperlukan untuk membuat cerita yang bagus, yaitu:
Sebuah Struktur yang jelas dan membangun; ada awal, tengah, dan akhir cerita
Ada akhir cerita yang membawa semacam resolusi, pembelajaran atau perubahan (positif atau negatif)
Mampu menarik pembaca/pendengar karena ada unsur emosi, ketegangan, kesedihan, kegembiraan dll
Mudah dipahami karena mengandung pengalaman manusia
Mengandung unsur 5W 1 H (What, Who, Why, When, Where, How) yang jelas
Case story juga dapat ditampilkan dalam beragam bentuk; mulai dari multi-media presentasi dengan menggunakan Power point, atau Prezi sampai video atau film dokumenter. Dengan bantuan media sosial, maka cerita akan lebih cepat, dan lebih luas lagi tersebar.
Buku ‘Dari Desa untuk Anak Indonesia” merupakan contoh dari kumpulan case story tentang keberhasilan KPAD dalam mengkoordinasi pencegahan kasus kekerasan anak di desa.
#Kotak Pengetahuan
Case Study, Case Story
Apa bedanya?
oleh DR. Ir. Ikbal Maulana MSc, peneliti Inovasi LIPI
WESHARE KM BULETIN | Issue # 5
Metris dan temannya
Keluarga Metris dan Desa Fatunulu
Tinggal di desa Fatunulu meski hanya
semalam merupakan pengalaman belajar yang sangat berkesan dan berharga. Desa ini mengajari para tamunya bentuk ketulusan dan penghargaan, kedamaian, saling menghormati dan menghargai antara yang tua dan yang muda. Hubungan transaksional bukanlah dasar utama bagi penduduk di dalam membangun hubungan dengan orang luar. Ketulusan ini bisa dirasakan oleh semua peserta training CCCD. Tulisan ini merupakan bentuk refleksi dari apa yang dilihat, dengan menyoroti aspek kesetaraan gender
Kami tinggal di keluarga Metris yang terdiri dari bapak dan ibu serta 7 orang anak, 4 perempuan dan 3 laki-laki. Dengan lampu penerangan dari solar cell yang remang-remang, kami menghabiskan malam dengan berbincang bersama anggota keluarga yang bertambah ramai dengan hadirnya kerabat lain dan tetangga. Sementara itu anak tertua tak nampak batang hidungnya;
rupanya sibuk menyiapkan makan malam untuk kami.
Sebut saja Maya, kakak tertua Metris, berumur sekitar 23 tahun, berbadan sangat ramping, tidak banyak bicara, lebih banyak tersenyum bila ditanya. Maya sebenarnya adalah tulang punggung keluarga. Maya tidak tamat SD, begitu juga 2 anak laki-laki tertua lainnya hanya sekolah sampai SD. Namun adik-adik mereka lebih beruntung, karena sampai saat ini masih menempuh pendidikan di SMP dan SMA. Metris sendiri masih duduk di kelas 3 SD.
Kakak laki-laki tertua, James, sempat bekerja di Malaysia sebagai buruh di perkebunan. Dan saat ini telah kembali ke kampung halaman dan berencana menetap di desa. James sempat mengikuti pelatihan dari project YEE bersama puluhan anak-anak muda lainnya dari desa mereka. Maya juga pernah mengikuti pelatihan YEE yang diselenggarakan di Soe. Saat ini Maya suka menenun, memelihara babi, dan juga berkebun, sebagai tindak lanjut dari pelatihan YEE.
James dengan sapinya
Menenun untuk menunjang
keluarga
Hasil tenunan Maya sangat cantik,
dijual dengan harga 350,000 -1 juta
rupiah. Penghasilan yang diterimanya
tidaklah semata digunakan untuk
kepentingan dirinya. Bahkan bisa
dibilang, penghasilannya
dibaktikannya untuk keluarganya.
Membeli berbagai keperluan untuk
perayaan Natal dan menabung untuk
biaya pendidikan adik-adiknya. Tak
ada satupun kebutuhan yang
disebutkannya untuk dirinya sendiri
ketika menjabarkan peruntukkan
yang diperolehnya dari berbagai
aktivitas ekonomi yang dilakoninya.
Belum nampak keresahan terkait
pernikahan untuk dirinya sendiri
meskipun usianya untuk ukuran di
pedesaan sudah semestinya menikah.
Sebagai pencari nafkah, apakah Maya
bisa memutuskan untuk mengambil
kesempatan bagi dirinya untuk
mengembangkan diri?
Terlepas dari Maya memiliki kemauan
atau tidak, pada kenyataannya
sebagai anak perempuan, Maya
memang terbatas kesempatannya.
Sang bapak sudah mengatakan
bahwa Maya tidak akan diijinkan
mengikuti training YEE di Soe bila sang
adik, James, tidak ikut serta. Apalagi
kalau Maya bermaksud untuk
mencari peluang kerja di luar desa.
Dengan tegas bapak menyampaikan
bahwa hal itu tidaklah mungkin
karena bapak tidak akan memberi ijin.
Refleksi
Ini sebuah refleksi yang menarik.
Maya, salah satu tulang punggung
keluarga, sudah masuk usia dewasa,
memiliki berbagai ketrampilan,
namun tetaplah harus tinggal dan
#Belajar adalah Berubah
Hanya karena Maya seorang perempuan, Kesempatan menjadi tidak sama oleh Rasita Purba
WESHARE KM BULETIN | Issue # 6
menjalani hidupnya sesuai dengan
garis keputusan sang bapak. James,
sang adik, lebih muda, namun karena
dia laki-laki maka dia punya
kesempatan untuk menjelajah
tempat lain bahkan ke manca negara.
Meskipun harus diakui bahwa ada
pula keluarga yang memiliki
pandangan berbeda, seperti
dicontohkan oleh bibi atau tante dari
Maya, yang bersedia mengirimkan
anak gadis satu-satunya pergi
kemanapun, untuk kepentingan
sekolah maupun bekerja.
Peluang perubahan
Membuka peluang pasar yang lebih
besar untuk menjual berbagai produk
yang dihasilkan oleh warga, terutama
untuk perempuan dengan kain
tenunnya, bisa menjadi salah satu
solusi praktis. Saat ini biasanya
mereka menjual di pasar terdekat
pada hari Selasa (hari pasaran).
Namun tentu saja dengan pasar
terbatas maka peluang penjualan pun
akan terbatas.
Bagaimana teknologi bisa membantu
mereka menjangkau pasar-pasar di
luar sana, yang saat ini mungkin tak
pernah terlintas dalam bayangan
mereka? Bagaimana mereka bisa
menemui para peminat kain-kain
tenun di berbagai belahan Indonesia?
Bila peluang ini bisa terwujud,
setidaknya mereka akan punya posisi
tawar lebih tinggi daripada hanya
mengandalkan pasar lokal atau para
pengepul lokal.
Perlahan, intervensi dalam ranah
praktis ini penting dan akan lebih
efektif di dalam membawa pesan-
pesan terkait ‘hak’. Pesan-pesan strak
seperti ini akan lebih mudah
disampaikan dan dipahami ketika ada
media praktis untuk menjalin
komunikasi dan hubungan dengan
warga desa. Diharapkan intervensi
strategis melalui media praktis ini
akan ‘mendidik’ warga untuk bisa
mempertanyakan kembali cara pikir
yang ada saat ini bahwa: ‘anak
perempuan memang tidak sama
peluangnya dengan anak laki-laki’.
“Desa Fatunulu adalah contoh desa yang sangat progresif dalam menanamkan nilai-nilai anti kekerasan, baik terhadap anak maupun perempuan. Desa ini juga menekankan pentingnya pendidikan, sehingga semua level pendidikan ada di desa, mulai dari PAUD sampai SMA dan SMK. Namun akar masalah dari timpangnya kesempatan untuk laki-laki dan perempuan, masih harus terus digali. Dari sudut pandang CCCD, ini berarti bahwa pekerjaan untuk mendorong kesetaraan gender, salah satunya dengan memberi kesempatan yang sama kepada perempuan dan laki-laki, masihlah jauh dari selesai.”
WESHARE KM BULETIN | Issue # 7
#Belajar adalah Berubah
Mira dan Tradisi Pengasapan Ibu dan Bayi oleh Saneri
Si kecil Mira, anak sponsor Plan International Indonesia berusia lima tahun, tinggal bersama kedua orang tua, dua kakak perempuan, dan laki-laki, serta 1 kakak angkat perempuan di
Desa Fatulunu.
Seperti halnya sebagian besar anak-anak lain di Nusa Tenggara, Mira dilahirkan secara adat di
dalam sebuah Lopo - rumah bulat , dibantu dengan dukun tradisional. Di rumah bulat inilah,
Mira dan ibunya tinggal selama 30 hari tanpa ditemani anggota keluarga lainnya. Seluruh
aktivitas seperti makan, minum, menyusui, dan tidur dilakukan di dalam rumah bulat, kecuali
buang air besar.
Kepercayaan adat yang mengharuskan setiap Ibu dan bayi diasapi terus menerus selama
kurang lebih 40 hari pertama agar menjadi kuat, ternyata membuat Ibu dan si bayi Mira
menderita.
“Saya sesak napas karena asap dari tungku yang menyala 24 jam. Mira juga batuk dan menangis terus terutama satu
minggu pertama. Di dalam lopo sangat panas dan udara yang masuk sedikit” ungkap Ibunda Mira (40 thn).
WESHARE KM BULETIN | Issue # 8
Namun, Mira masih cukup beruntung karena dapat melewati tradisi ini dengan selamat. Banyak Ibu dan bayi baru lahir
lainnya harus mengalami komplikasi sampai meregang nyawa akibat
kehabisan darah dan infeksi paru-paru (Pneumonia) . Tradisi ini menyumbang tingginya angka kematian Ibu dan bayi
baru lahir di Nusa Tenggara Timur.
Tahun 2013, PU Soe bersama Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah
Selatan berhasil melakukan sosialisasi tentang bahaya tradisi ini serta
melakukan advokasi untuk mendorong kebijakan tentang melahirkan di tempat
pelayanan kesehatan.
”Saat ini bila ada yang melahirkan di dalam rumah bulat akan di denda 250 ribu. Saya pastikan tidak ada lagi warga saya
yang melakukan tradisi pengasapan ini. Rumah bulat hanya akan digunakan untuk menyimpan makanan.”, ucap ayah
Mira yang juga menjabat sebagai Kepala Desa.
Masyarakat dikatakan berubah jika mereka telah mengadopsi perilaku baru yang didasari oleh pemahaman dan pilihan mereka yang didasari oleh norma yang
baru pula. Pemahaman dan norma, saling melengkapi. Norma tanpa pemahaman hanya menjadi dogma. Pemahaman tanpa norma hanya menjadi pengetahuan
yang tidak akan memicu perubahan sosial
(Laporan Pembelajaran dari PU Grobogan)
WESHARE KM BULETIN | Issue # 9
CCCD training yang dilakukan
dengan metode imersi telah
memberikan pengalaman yang
berharga bagi peserta karena dapat
melihat dan berinteraksi langsung
dengan sekelumit kenyataan
kehidupan SC dan keluarganya.
Peserta training dapat melalukan
observasi dan interaksi langsung
terhadap masalah dan potensi yang
dihadapi oleh SC, keluarga dan desa
dampingan.
Interaksi langsung yang biasanya
melibatkan emosi ini menjadi penting
bukan saja bagi staf tetapi juga bagi
mitra karena bila sesuatu tidak terasa
nyata maka cenderung terlupakan
terutama bagi yang belum memiliki
pemahaman (kesadaran) yang
mendalam terkait hal tsb.
Bagi SC, keluarga dan warga desa,
keterkaitan emosi dengan staf (dan
mitra) juga akan meningkatkan rasa
percaya, sekaligus harapan, akan
perubahan yang lebih baik lagi bagi
mereka.
Bagi penyelenggara training,
merefleksikan dan menarik
pembelajaran langsung usai training,
akan meningkatkan kualitas
pembelajaran, karena proses belajar
sesudah (learning after) langsung
dilakukan saat peserta masih terikat
secara emosi dengan proses tsb.
Dalam KM, ada isitilah learning
before, during and after. Learning
before contohnya adalah Peer Assist,
learning during adalah Learning
Review, After Action Review (AAR)
yang sudah pernah dibahas di
WeShare edisi 2, sedangkan kegiatan
Learning after contohnya Refleksi,
Retrospect. WeShare edisi berikutnya
akan membahas ke tiga jenis learning
ini dengan lebih mendalam.
Perbaikan yang terus menerus atau
Continuous Improvement
Menggunakan hasil refleksi usai
training CCCD untuk perbaikan
training CCCD tahun depan adalah
keharusan. Bila proses belajar ini
dilakukan terus menerus, maka
continuous improvement, satu frasa
yang sering kita temui akhir akhir ini
di dokumen Program Quality, akan
menjadi sebuah kebiasaan dan
kebutuhan.
Beberapa rekomendasi perbaikan
yang telah didiskusikan dan
dipresentasikan dalam ECMT
meeting, ada yang untuk peningkatan
kualitas program YEE, ECCD dan
WASH, ada juga untuk penigkatan
kualitas training CCCD itu sendiri.
#Pengetahuan Kita, Aksi KIta
Usai Training, Usai pembelajaran,
Kemudian Apa lagi? Beberapa
pembelajaran untuk training CCCD ke
depan:
Keterlibatan mitra dalam training dirasakan
sangat positif manfaatnya, mitra
dapat memahami tujuan dan cara Plan
International Indonesia bekerja
Fasilitator dirasakan mampu membangun
suasana yang menyenangkan selama
training
Guideline dinilai perlu perbaikan, sebaiknya tidak bersifat mikro, namun lebih sebagai panduan bagaimana
seharunya prinsip dan strategi tergambarkan dalam program/project
Training CCCD in practice membantu
memudahkan peserta belajar bagaimana mereview sebuah
project dari design, implementasi serta
dampaknya di masyarakat
Dokumentasi project/program yang
baik menjadi salah satu kunci untuk memahami kedalaman CCCD pada
setiap program/project, yang dapat membantu
peserta memahami program
WESHARE KM BULETIN | Issue # 10
Marilah kita tunggu bagaimana pembelajaran dan rekomendasi program dan training akan bergulir …