identifikasi protozoa pada darah dan …repository.unair.ac.id/89154/1/abstrak.pdfberdasarkan...
TRANSCRIPT
i
SKRIPSI
.
IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA DARAH DAN
SALURAN PENCERNAAN BIAWAK AIR
(Varanus salvator)
Oleh
AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
NIM 061511133234
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
ii
IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA DARAH DAN SALURAN
PENCERNAAN BIAWAK AIR (Varanus salvator)
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga
oleh :
AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
NIM 061511133234
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Ratna Damayanti, drh., M. Kes.) (Dr. Mufasirin, drh., M. Si.)
Pembimbing Serta Pembimbing Utama
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi berjudul:
Identifikasi Protozoa pada Darah dan Saluran Pencernaan
Biawak Air (Varanus salvator)
Tidak pernah terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Surabaya, 14 Agustus 2019
Azizah Bilqis Nurkarimah
NIM. 061511133234
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
iv
Telah dinilai pada Seminar Hasil Penelitian
Tanggal : 7 Agustus 2019
KOMISI PENILAI SEMINAR HASIL PENELITIAN
Ketua : Prof. Dr. Lucia Tri Suwanti, drh., M.P.
Sekertaris : Dr. Boedi Setiawan, drh., M.P.
Anggota : Dr. Endang Suprihati, drh., M.S.
Pembimbing Utama : Dr. Mufasirin, drh., M.Si.
Pembimbing Serta : Ratna Damayanti, drh., M.Kes.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
v
Telah diuji pada
Tanggal : 14 Agustus 2019
KOMISI PENILAI SKRIPSI
Ketua : Prof. Dr. Lucia Tri Suwanti, drh., M.P.
Sekertaris : Dr. Boedi Setiawan, drh., M.P.
Anggota : Dr. Endang Suprihati, drh., M.S.
Pembimbing Utama : Dr. Mufasirin, drh., M.Si.
Pembimbing Serta : Ratna Damayanti, drh., M.Kes.
Surabaya, 14 Agustus 2019
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga
Dekan,
Prof. Dr. Pudji Srianto, drh., M. Kes
NIP 195601051986011001
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
vi
RINGKASAN
Azizah Bilqis Nurkarimah. Penelitian dengan judul “Identifikasi
Protozoa pada Darah dan Saluran Pencernaan Biawak Air (Varanus Salvator)” di
bawah bimbingan Dr. Mufasirin, drh., M. Si. selaku dosen pembimbing utama dan
Ratna Damayanti, drh., M. Kes. selaku dosen pembimbing serta.
Biawak air merupakan satwa liar yang mudah ditemukan di sekitar tempat
tinggal manusia. Biawak diburu untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia,
seperti penggunaan kulit untuk kerajinan dan daging untuk dikonsumsi atau
sebagai obat. Pemanfaatan biawak oleh manusia pada umumnya kurang diimbangi
dengan tata cara pemeliharaan yang benar, sehingga risiko penyebaran parasit
khususnya protozoa dapat terjadi terhadap reptil maupun pemelihara. Informasi
mengenai protozoa pada darah dan biawak air di Indonesia masih sedikit dan
terbatas dilaporkan.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jenis protozoa pada darah dan
saluran pencernaan biawak air, sehingga hasil penelitian dapat dijadikan tambahan
referensi untuk penelitian lebih lanjut mengenai potensi penyebaran penyakit
parasitik yang bersifat zoonosis.
Sampel dalam penelitian ini berupa darah dan feses dari 50 ekor biawak
air yang diambil di tempat pemotongan biawak di Sidoarjo. Sampel darah
diperiksa menggunakan metode ulas darah dengan pewarnaan Giemsa, sedangkan
sampel feses diperiksa menggunakan tiga metode yaitu natif, apung sukrosa, dan
modifikasi tahan asam. Pemeriksaan darah dicek menggunakan mikroskop
perbesaran 1000x dan pemeriksaan feses perbesaran 400x. Sampel dianggap
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
vii
positif apabila dalam pengamatan mikroskop ditemukan parasit yang sesuai
dengan karakteristik protozoa yang bersumber dari referensi ilmiah.
Hasil penelitian dari 50 ekor biawak air yang diperiksa ditemukan 8 ekor
positif protozoa, infeksi bersifat tunggal dengan rincian tujuh ekor terinfeksi
Haemogregarina sp. dan satu ekor terinfeksi oleh Eimeria sp., sedangkan
protozoa jenis lain tidak ditemukan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ditemukan jenis protozoa pada darah
yaitu Haemogregarina sp. (14%) dan Eimeria sp. (2%) pada feses biawak air di
pemotongan biawak Sidoarjo. Persentase total yang didapatkan sebesar 16%
positif infeksi tunggal protozoa dari 50 ekor biawak air. Saran yang dapat
diajukan adalah melakukan penelitian lebih lanjut menggunakan PCR dan
sekuensing untuk mendapatkan hasil identifikasi yang lebih spesifik serta akurat,
sampai subspesies atau strain.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
viii
IDENTIFICATION PROTOZOA IN THE BLOOD AND DIGESTIVE
TRACT ON WATER MONITOR LIZARD (Varanus salvator)
Azizah Bilqis Nurkarimah
ABSTRACT
The aim of this research is to identify the type of protozoa in the blood and
digestive tract on water monitor lizard (Varanus salvator) was captured in
Sidoarjo, East Java. This research was taken on March until June 2019. This
research used a non-experimental method through an observation study. The
samples of this research were made in thin blood smear using Giemsa stain, while
fecal examination using native method, sucrose flotation, and modified Ziehl-
Neelsen stain. As many as 50 water monitor lizard were used this research and
examined at the Laboratory of Parasitology, Faculty of Veterinary Medicine
Airlangga University. The results showed that two types of protozoa found were
single infection. Observations on the blood was obtained Haemogregarina sp.
(14%) and observations of feces obtained Eimeria sp. (2%). The conclusion of
this research indicate that type of protozoa was Haemogregarina sp. and Eimeria
sp. were found on water monitor lizard (Varanus salvator).
Keywords: Eimeria sp., Haemogregarina sp., Varanus salvator, water monitor
lizard.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah atas rahmat dan kehendak Allah SWT, penulis dapat
melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi dengan judul Identifikasi
Protozoa pada Darah dan Saluran Pencernaan Biawak Air (Varanus salvator).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu setiap langkah dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi
ini, semoga keberkahan dan rahmat tercurah kepada mereka semua. Dengan
kerendahan hati penulis sampaikan salam dan ucapan terima kasih kepada:
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof. Dr. Pudji
Srianto, drh., M. Kes. atas kesempatan mengikuti pendidikan di Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Dr. Mufasirin, drh., M. Si. selaku dosen pembimbing utama yang selalu
memberi ilmu, nasehat, motivasi dan semangat yang diberikan kepada penulis
selama menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Ibu Ratna Damayanti, drh., M. Kes. selaku dosen pembimbing serta yang selalu
memberi ilmu, nasehat, motivasi dan semangat yang diberikan. Terima kasih
kepada Prof. Dr. Lucia Tri Suwanti, drh., M.P. selaku ketua penguji, Dr. Boedi
Setiawan, drh., M.P. selaku sekretaris penguji dan Dr. Endang Suprihati, drh.,
M.S. selaku anggota penguji atas ilmu, koreksi, dan waktu yang diberikan. Terima
kasih kepada bapak Tri Bhawono Dadi, drh., M.Vet. selaku dosen wali atas doa
dan nasihat yang diberikan.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
x
Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
atas wawasan keilmuan selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Airlangga.
Terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis, bapak
Bambang Supriyantoro dan ibu Ida Nurcholis atas kasih sayang, dukungan, dan
doanya. Terima kasih kepada kakak penulis, Moch. Mahbub Adinegoro atas
perhatian, motivasi, dan semangatnya.
Teman penelitian Andita Nurma, sahabat-sahabat saya, terima kasih
menjadikan hari-hari saya penuh semangat selama pengerjaan skripsi. Seluruh
teman kelas D dan teman angkatan 2015 atas persahabatan, doa dan semangatnya.
Mas Ferli atas bantuannya di Laboratorium Departemen Parasitologi Veteriner
FKH Unair. Mas Yoshi atas kesediaannya membantu menyediakan biawak air
sebagai obyek penelitian.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan
skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Surabaya, 8 Juni 2019
Penulis
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................. iii
KOMISI PENILAI SEMINAR HASIL PENELITIAN ............................. iv
KOMISI PENILAI SKRIPSI .................................................................... v
RINGKASAN ........................................................................................... vi
ABSTRACT .............................................................................................. viii
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................... ix
DAFTAR ISI ............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xv
SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG .................................................. xv
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian...................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ................................................ 3
1.3 Landasan Teori ...................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian... ............................................................... 5
1.5 Manfaat Hasil Penelitian ....................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 6
2.1 Biawak Air ............................................................................ 6
2.1.1 Klasifikasi .................................................................. 6
2.1.2 Morfologi .................................................................. 7
2.1.3 Reproduksi ................................................................. 8
2.1.4 Habitat ........................................................................ 9
2.1.5 Nilai Ekonomi ............................................................ 9
2.1.6 Penyakit ..................................................................... 10
2.2 Protozoa ................................................................................ 12
2.2.1 Haemogregarina sp. ................................................. 13
2.2.2 Cryptosporidium sp. .................................................. 15
2.2.3 Eimeria sp. ................................................................ 17
BAB 3 MATERI DAN METODE .......................................................... 19
3.1 Rancangan Penelitian ........................................................... 19
3.2 Sampel Penelitian ................................................................. 19
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
xii
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 19
3.4 Materi Penelitian .................................................................. 19
3.4.1 Bahan penelitian ........................................................ 19
3.4.2 Alat penelitian ............................................................ 20
3.5 Prosedur Penelitian .............................................................. 20
3.5.1 Metode pemeriksaan darah ........................................ 20
3.5.2 Metode pemeriksaan feses ......................................... 21
3.6 Analisis Data ......................................................................... 22
3.7 Kerangka Penelitian ............................................................. 23
BAB 4 HASIL PENELITIAN ................................................................ 24
4.1 Identifikasi protozoa pada darah dan saluran pencernaan
biawak yang di peroleh dari tempat pemotongan
biawak di Sidoarjo ………………………………………… 24
BAB 5 PEMBAHASAN ......................................................................... 28
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 32
Daftar Pustaka ........................................................................................... 33
Lampiran ................................................................................................ 38
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Hasil Pemeriksaan Protozoa pada Biawak Air ................................ 24
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Biawak air ................................................................................. 6
2.2 Gambaran mikroskopis dari Haemogregarina sp. dengan
perbesaran 2200x menggunakan pewarnaan Giemsa ........... 15
2.3 Gambaran mikroskopis dari ookista Cryptosporidium sp.
dengan perbesaran 400x menggunakan pewarnaan
modifikasi tahan asam ........................................................... 17
2.4 Morfologi ookista Eimeria sp. yang sudah bersporulasi
dengan perbesaran 1600x ...................................................... 19
3.1 Diagram alir ……………………………………. ..................... 23
4.1 Haemogregarina sp. pada pemeriksaan mikroskopis
perbesaran 1000x ................................................................... 25
4.2 Hasil pengukuran Haemogregarina sp. ..................................... 26
4.3 Eimeria sp. pada pemeriksaan mikroskopis
perbesaran 400x …………………………………….. ............. 27
4.4 Hasil pengukuran Eimeria sp. ................................................... 27
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Jenis Protozoa pada Biawak Air ......................................... 39
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
xvi
SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG
AAZV = American Association of Zoo Veterinarians
CITES = The Convention on International Trade in Endangered Species of
Wild Fauna and Flora
EDTA = Ethylen Diamine Tetra Acetic Acid
et al. = Et alii
sp. = Spesies
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Biawak air (Varanus salvator) merupakan salah satu satwa endemik
Indonesia yang paling diminati sebagai peliharaan eksotik di dunia. Biawak air
dapat ditemukan hampir di seluruh kepulauan Indonesia. Keberadaan biawak yang
mudah ditemukan di alam bebas mendukung besarnya potensi eksploitasi oleh
manusia. Biawak air di Indonesia umumnya digunakan sebagai hewan konsumsi
dan bahan kerajinan. Pemelihara hewan kesayangan khususnya dari golongan
reptil sebagian besar kurang memahami tata cara pemeliharaan yang benar
(Dalton et al., 1995). Keadaan tersebut dapat menjadi faktor risiko terjadinya
penyebaran parasit terhadap reptil maupun pemelihara. Beberapa faktor yang
dapat menunjang hidup dan berkembangnya parasit antara lain makanan yang
tidak sehat, lingkungan yang tercemar, dan perilaku hidup individu (Natadisastra
dan Agoes, 2009). Salah satu parasit yang dapat menginfeksi reptil khususnya
biawak adalah protozoa, baik yang menginfeksi darah maupun saluran
pencernaan.
Berdasarkan laporan yang didapatkan dari Hanafiah dkk. (2018), diduga
terdapat banyak parasit yang dapat menginfeksi biawak air, namun belum
ditemukan protozoa pada biawak air khususnya di Indonesia. Mader (1996)
menemukan beberapa parasit khususnya protozoa pada darah dan saluran
pencernaan reptil. Jenis protozoa yang dapat menginfeksi biawak antara lain,
Cryptosporidium sp. (Prabayuda, 2017), Entamoeba invadens (Chia et al., 2009),
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
2
Giardia sp. (Upton and Zien, 1997), Eimeria ramadanensis (Abdel-Aziz et al.,
2019), dan Haemogregarina sp. (Cook et al., 2016). Beberapa protozoa yang
ditemukan pada biawak bersifat zoonosis, sehingga dapat menyebabkan penyakit
pada manusia seperti cryptosporidiosis dan giardiasis.
Manusia memanfaatkan biawak untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti
menggunakan kulit sebagai perhiasan, daging untuk konsumsi dan obat, serta
untuk peliharaan (Shine et al., 1996). Interaksi antara manusia dengan biawak
yang ditangkap liar memiliki potensi terjadinya penularan parasit yang zoonosis.
Penularan zoonosis parasitik berkaitan erat dengan penerapan kebersihan dan
sanitasi. Zoonosis parasitik pada umumnya tidak menimbulkan gejala klinis yang
jelas, sehingga seringkali diabaikan. Infeksi parasit pada hewan juga umumnya
tidak menimbulkan gejala klinis jika masih ringan, walaupun dapat
mengakibatkan kematian apabila sudah parah (Sopha, 2018). Penelitian tentang
biawak dan agen penyebab penyakitnya masih jarang dilaporkan (Wilson, 2010),
sehingga perlu dilakukan identifikasi parasit untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya penularan penyakit dari biawak air terhadap manusia.
Pada penelitian ini akan dilakukan identifikasi terhadap protozoa pada darah
dan saluran pencernaan biawak air yang didapat di Sidoarjo dengan pemeriksaan
secara mikroskopik. Pemeriksaan ini dilakukan karena biawak air dapat
digunakan sebagai model untuk mempelajari berbagai macam protozoa yang
menyerang jenis bangsa varanidae yang lain. Selain itu, hasil penelitian ini juga
dapat digunakan sebagai referensi potensi penyebaran penyakit parasitik pada
biawak yang bersifat zoonosis.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat ditarik rumusan
masalah jenis protozoa apa saja yang ditemukan pada darah dan saluran
pencernaan biawak air (Varanus salvator)?
1.3 Landasan Teori
Penyakit pada biawak dapat diakibatkan oleh parasit internal diantaranya
protozoa, nematoda, dan trematoda (Ramadhan, 2011). Penyakit yang disebabkan
protozoa dapat terjadi di lingkungan yang memiliki sanitasi buruk, kandang yang
terlalu padat atau meminum air yang telah terkontaminasi oleh protozoa (Chia et
al., 2009). Biawak air yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tangkapan
liar di alam bebas yang tidak memiliki pengendalian sanitasi lingkungan, sehingga
memiliki risiko penyebaran parasit khususnya protozoa. Protozoa pada biawak
yang berpotensi menular pada manusia adalah Cryptosporidium sp. dan Giardia
sp. Penularan zoonosis oleh parasit antara lain terjadi melalui makanan
(foodborne), udara (airborne), dan kontak langsung dengan hewan sakit
(Yudhastuti, 2012). Carmena (2010) melaporkan bahwa penyebaran
Cryptosporidium sp. dan Giardia sp. pada manusia terjadi melalui air
(waterborne).
Penularan Cryptosporidium sp. terjadi ketika ookista matang yang telah
mengandung 4 sporozoit ikut tertelan bersama air minum atau sumber air yang
telah terkontaminasi feses hospes yang terinfeksi atau dapat juga terhisap dari
sekret saluran respirasi hospes terinfeksi. Setelah masuk ke dalam tubuh hospes
ookista matang tersebut mengalami ekskistasi. Sporozoit dilepaskan dan
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
4
menginfeksi sel epitel pada saluran gastrointestinal dan dapat juga pada saluran
pernapasan, yang kemudian disebut meront. Kemudian meront tersebut akan
mengalami skizogoni atau merogoni dan menghasilkan merozoit yang memasuki
sel lain. Perkembangan selanjutnya adalah gametogoni yang menghasilkan
mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina) yang kemudian akan akan
fertilisasi menghasilkan ookista yang mengandung 4 sporozoit. Ookista yang
dihasilkan akan diekskresikan dari hospes bersama feses. Ookista yang
diekskresikan tersebut akan menimbulkan infeksi secara langsung dan cepat
melalui jalur fekal-oral (Smith, 2009). Ookista Cryptosporidium sp. merupakan
stadium infektif yang banyak ditemukan pada feses manusia atau hewan yang
terinfeksi (Roberts et al., 2005). Diagnosa cryptosporidiosis dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi ookista melalui pewarnaan asam pada feses, hasil
regurgitasi atau biopsi saluran pencernaan (Kahn and Line, 2010).
Menurut Carmena (2010), Giardia sp. dapat ditularkan ke manusia melalui
beragam mekanisme terutama yang melibatkan air dan makanan. Penularan
Giardia sp. terjadi ketika air dan makanan yang terkontaminasi oleh kista tertelan
oleh hospes. Setelah sampai di awal bagian usus halus, kista akan mengalami
ekskistasi dan mengeluarkan tropozoit. Tropozoit akan menyebar ke seluruh usus
halus dan berkembang biak dengan membelah diri atau asexual. Hasil pembelahan
dari tropozoit akan menghasilkan tropozoit-tropozoit yang siap menginfiltrasi
mukosa usus dan sebagian yang lain akan membentuk kista yang akan
dikeluarkan kembali bersama feses. Diagnosa giardiasis dapat dilakukan dengan
pemeriksaan natif pada feses segar (Hardiansyah, 2014).
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
5
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis protozoa pada darah
dan saluran pencernaan biawak air (Varanus salvator).
1.5 Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan melengkapi informasi
ilmiah tentang keberadaan protozoa yang menyerang biawak air dan memudahkan
dalam melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap suatu penyakit. Dapat
dijadikan sebagai data referensi maupun dokumentasi, dan memberikan
pengetahuan tentang penyakit yang disebabkan oleh protozoa pada darah dan
saluran perncernaan biawak air.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biawak Air
2.1.1 Klasifikasi Biawak Air
Menurut Banks (2004), klasifikasi biawak sebaga berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Subordo : Autarchoglossa
Famili : Varanidae
Genus : Varanus
Spesies : Varanus salvator
Biawak ini ditemukan di hampir seluruh kepulauan di Indonesia (Bennett
dan Sweet, 2010). Gambar biawak air dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Biawak air. Sumber: Koch et al. (2007).
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
7
2.1.2 Morfologi biawak air
Biawak air adalah sebangsa reptil yang masuk ke dalam golongan kadal
besar, famili Varanidae. Biawak air berasal dari Asia Selatan dan Tenggara,
tersebar dari Sri Lanka dan India sampai Indochina, Semenanjung Malaya, dan
berbagai pulau di Indonesia, yang tinggal di daerah dekat dengan air. Panjang
maksimal biawak air yang pernah dilaporkan mencapai 3 meter, walaupun
ukuran rata-rata usia dewasa yang sering ditemukan berukuran panjang 1,5
meter. Leher dan moncong biawak memiliki ukuran yang sangat panjang, posisi
lubang hidung berada di ujung depan moncong. Ekor lateral terkompresi dan
memiliki semacam taju pada dorsal. Sisik di bagian atas kepala relatif besar dan
semakin ke belakang semakin kecil. Pada umumnya biawak air memiliki tubuh
berwarna hitam dengan motif berbentuk bulatan bewarna kuning dan mata yang
berwarna kuning. Motif kuning yang ada cenderung berkurang saat individu
menjadi lebih tua (Steel, 1996).
2.1.3 Reproduksi pada biawak
Biawak jantan memiliki sepasang hemipenis yang berbentuk seperti
kantung, terletak di pangkal ekor dan menimbulkan tonjolan pada bagian ventral
ekor. Walaupun mempunyai sepasang hemipenis, pada saat kopulasi hanya satu
yang dimasukkan ke liang kloaka betina (Iyai dan Pattiselanno, 2006). Hemipenis
tidak digunakan pada saat urinasi karena urin dikeluarkan langsung dari kloaka
melalui ureter. Biawak betina memiliki sepasang oviduk dan ovarium. Ovarium
terletak pada posisi yang sama dengan testes pada biawak jantan yaitu di
dorsomedial rongga abdomen (Barten, 1996).
Faktor penentu utama kematangan seksual pada biawak adalah ukuran
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
8
tubuh. Umur dianggap tidak terlalu berpengaruh pada kematangan seksual karena
berbeda antara biawak di alam liar dan penangkaran. Umur kematangan seksual
biawak di alam liar berkisar antara 3-4 tahun, sedangkan usia kematangan seksual
biawak di penangkaran tidak dapat ditentukan karena dipengaruhi oleh perawatan
dan pakan yang berbeda (Barten, 1996).
Musim kawin pada biawak ditentukan oleh suhu, hujan dan ketersediaan
pakan. Biawak jantan akan menjadi agresif dan menjaga teritorial ketika musim
kawin. Frekuensi reproduksi biawak tergantung pada kondisi lingkungan dan
nutrisi biawak tersebut. Biawak bersifat ovipar dan dapat menghasilkan telur lebih
dari satu kali dalam setahun. Bila kopulasi terjadi sebelum ovulasi, sperma akan
disimpan oleh betina. Hal ini menyebabkan reptil betina mampu untuk
menghasilkan telur tanpa adanya kopulasi. Fertilisasi akan meningkat bila
kopulasi terjadi saat berlangsungnya pembentukan telur (Barten, 1996).
Gangguan reproduksi yang sering terjadi pada biawak adalah distokia,
prolapsus oviduk, kloaka dan hemipenis. Prolapsus oviduk dan kloaka terjadi
akibat oviposisi, namun banyak kasus yang terjadi akibat kesalahan penanganan
distokia. Prolapsus hemipenis terjadi karena trauma setelah kopulasi dan
mengalami inflamasi sehingga tidak dapat masuk kembali ke kloaka. Hemipenis
dapat mengalami pendarahan dan bahkan nekrosis sehingga harus diamputasi.
Prolapsus penis tidak mengganggu kemampuan reproduksi biawak karena
memiliki dua hemipenis (DeNardo, 1996).
2.1.4 Habitat
Habitat biawak diantaranya bakau, hutan hujan dan rawa dengan pakan yang
terdiri atas siput, katak, ikan, serangga, burung, telur burung, dan telur reptil lain.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
9
Biawak adalah predator oportunistik sehingga dapat mengubah pola pakan
berdasarkan ketersediaan pakan di habitat (Bennett, 2007).
2.1.5 Nilai ekonomi biawak
Indonesia telah lama menjadi negara pengeskpor reptil, baik dalam bentuk
reptil hidup maupun bentuk kulit. Reptil hidup diekspor untuk diambil daging atau
bagian lain atau sebagai hewan peliharaan. Reptil hidup yang diambil dagingnya
umumnya diekspor ke Cina, Hongkong dan Singapura, sedangkan reptil untuk
hewan peliharaan lebih banyak diekspor ke Amerika Serikat (Mardiastuti dan
Soehartono, 2003). Di beberapa daerah, daging biawak diolah menjadi bermacam-
macam hidangan. Konsumen daging biawak meningkat karena daging biawak
enak dan bermanfaat untuk mengatasi asam urat. Daging biawak dipercaya dapat
bertindak sebagai aphrodisiac dan memiliki khasiat untuk mengobati gatal-gatal,
menghaluskan kulit serta mengobati luka bakar (Hulu, 2011).
Selain daging, kulit biawak juga memiliki pasar yang baik. Perdagangan
kulit biawak didominasi oleh satu jenis biawak yaitu biawak karena tersebar di
seluruh Indonesia bagian barat meliputi Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Jumlah
ekspor kulit biawak lebih banyak dari jumlah ekspor kulit buaya yaitu rata-rata
sebanyak 650.000 lembar per tahun sedangkan ekspor kulit buaya hanya 1.000-
3.500 lembar per tahun. Negara pembeli utama kulit biawak adalah Amerika
Serikat, Jepang, Singapura, Meksiko dan Italia. Permasalahan utama ekspor reptil
adalah belum adanya data jumlah populasi di alam untuk menentukan jumlah
kuota, sehingga perdagangan sulit dilakukan berdasarkan ketentuan Konvensi
CITES, dan kemungkinan menurunnya populasi beberapa spesies reptil komersial
akibat banyak pemanenan dari alam (Mardiastuti dan Soehartono, 2003).
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
10
2.1.6 Penyakit pada biawak
Penyakit pada biawak meliputi penyakit yang umum terjadi pada reptil.
Biawak dapat mengalami gangguan kesehatan atau penyakit pada sistem
pernapasan, sistem pencernaan, sistem metabolisme, tulang, kulit dan sistem
reproduksi (Wilson, 2010). Gangguan kesehatan pada sistem pernapasan biawak
umumnya adalah pneumonia. Pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri aerobik
dan anaerobik, fungi, serta parasit dan terjadi akibat manajemen pemeliharaan
yang kurang baik. Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap fungsi pernapasan
dan sistem imun yang baik (Barten, 1996). Selain itu, nutrisi yang tidak seimbang
terutama vitamin A dan protein yang kurang dapat mengakibatkan gangguan
pernapasan. Defisiensi vitamin A mengakibatkan metaplasia pada epitel dan
duktus kelenjar mukus saluran pernapasan (Murray, 1996).
Beberapa spesies Varanus sp. dapat mengalami luka pada kulit yang
disebabkan oleh gesekan hewan tersebut dengan kandang. Luka tersebut dapat
terinfeksi bakteri atau fungi sehingga diperlukan pengobatan dengan
menggunakan antibiotik sistemik (Wilson, 2010). Penyakit pada biawak juga
dapat diakibatkan oleh parasit internal diantaranya protozoa, nematoda dan
trematoda. Beberapa protozoa yang ditemukan pada saluran pencernaan biawak
menyebabkan coccidiosis dan cryptosporidiosis.
Coccidiosis pada reptil disebabkan oleh protozoa genus Eimeria, Isospora,
dan Caryospora yang ditransmisikan melalui jalur fekal-oral, sedangkan
cryptosporidiosis bersifat sangat virulen pada ular dan kadal yang juga
ditransmisikan melalui jalur fekal-oral (Wilson, 2010). Cryptosporidium sp.
menyebabkan penebalan mukosa usus, regurgitasi, diare, dan penurunan bobot
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
11
badan. Diagnosa infeksi Cryptosporidium sp. dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi ookista melalui pewarnaan modifikasi tahan asam pada feses,
hasil regurgitasi atau biopsi saluran pencernaan (Kahn and Line, 2010). Nematoda
yang menginfeksi saluran pencernaan dan pernapasan reptil antara lain cacing
gelang, cacing kait (Oswalsocruzia sp.), cacing kremi (Oxyurus sp.), cacing hati
(Capillaria sp.), Strongyloides sp., dan cacing paru (Entomelas sp.) (Mader,
1996).
2.2 Protozoa
Protozoa merupakan organisme bersel tunggal, dimana pada beberapa
spesies mempunyai lebih dari satu nukleus (inti) pada bagian atau seluruh daur
hidupnya. Protozoa merupakan eukaryotik dengan inti yang diselubungi oleh
membran (selaput). Protozoa tersusun dari organela-organela yang berdiferensiasi
(Levine, 1990). Protozoa memiliki ukuran mikroskopis dan bentuk tubuh yang
bervariasi. Komponen dasar dari protozoa adalah inti dan sitoplasma. Inti
protozoa mempunyai berbagai bentuk, ukuran dan struktur (Tampubolon, 2004).
Komponen penting inti protozoa adalah membrana inti, kromatin, plastin
dan nukleoplasma atau cairan inti. Secara struktural inti dibagi menjadi dua tipe
yaitu, vesikuler dan kompak. Inti vesikuler terdiri dari membrana inti yang
kadang-kadang sangat lembut tetapi jelas nukleoplasma, akromatin dan kromatin.
Disamping itu badan intranuklear biasanya agak bulat, tersusun dari kromatin,
nukleolus atau plasmasoma. Sebaliknya inti kompak mengandung banyak
substansi kromatin dan sedikit jumlah nukleoplasma, karena itu bersifat padat.
(Tampubolon, 2004).
Sitoplasma protozoa tidak berbeda kepentingannya dari sitoplasma hewan
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
12
multiseluler. Sitoplasrna protozoa berisi berrnacam-macam organela, diantaranya
retikulum endoplasma dan ribosom seperti pada sel eukaryotik lain. Pada
mitokondria, krista berbentuk tubuler lebih banyak daripada yang berbentuk
piringan seperti yang terdapat pada organisme yang lebih tinggi, serta organel
yang lain seperti aparat golgi, vakuola kontraktil, zat cadangan seperti glikogen,
vakuola makanan, dan silia atau flagella (Tampubolon, 2004).
Menurut Levine (1990), protozoa bergerak dengan flagela, silia,
pseudopodia (kaki palsu), dan selaput undulasi. Flagela adalah organela
yang menyerupai cambuk tersusun oleh aksonema sentral dan selubung luar.
Flagela ditemukan pada Flagellata, beberapa Amoeba, dan gamet jantan dari
beberapa Apicomplexa. Silia adalah flagela yang kecil, silia umumnya tersusun
berjajar sehingga mirip seperti bulu mata. Satu atau lebih jajaran silia longitudinal
dapat bergabung membentuk selaput undulasi. Pseudopodia merupakan alat gerak
sementara yang dapat dibentuk dan ditarik apabila dibutuhkan.
Lobopodia merupakan pseudopodia yang relatif lebar dengan lapisan luar
yang tebal dan banyak cairan di dalamnya. Filopodia merupakan pseudopodia
yang bentuk penjulurannya langsing, lembut seperti benang, dan runcing.
Retikulopodia merupakan kaki palsu yang berfilamen dengan lapisan dalam yang
padat dan lapisan luar yang lebih encer di mana terjadi sirkulasi granuler.
Aksopodia merupakan kaki palsu langsing yang tidak terdapat cabang,
mempunyai filamen aksial (pipa fibriler) dan selaput luar tipis dari sitoplasma
yang encer. Tepi yang mengombak memanjang pada permukaan luar tubuh
memungkinkan untuk tipe gerak yang menggelinding pada beberapa protozoa
Apicomplexa, misalnya Gregarina. Protozoa Apicomplexa lain, misalnya
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
13
Coccidia, sanggup mengelinding. Mikrotubulus subpelikuler hanya dapat dilihat
dengan mikroskop elektron yang perannya belum diketahui. Gerakan dapat juga
dihasilkan dari pembengkokan atau meliukkan seluruh tubuh (Levine, 1990).
2.2.1 Haemogregarina sp.
Klasifikasi Haemogregarina sp. di dalam Jòzsef (2015) sebagai berikut:
Filum: Apicomplexa, Kelas: Conoidasida, Ordo: Eucoccidiorina, Sub ordo:
Adeleorina, Famili: Haemogregarinidae, Genus: Haemogregarina, Spesies:
Haemogregarina sp. Kebanyakan jenis dari famili haemogregarinidae parasit
dalam eritrosit katak dan kura-kura, sebagai hospes definitif, dan lintah sebagai
hospes intermediet (parasit dalam epitalium usus lintah). Parasit ini tidak dapat
diklasifikasikan secara akurat berdasarkan wujudnya dalam sel darah saja (Al-
Farraj, 2008). Pada sediaan ulas darah, gamont Haemogregarina sp. muncul
sebagai inklusi berbentuk sosis dengan sitoplasma pucat ke ungu dan yang
terpusat sedikit agak eksentrik, pewarnaan inti tampak lebih ungu gelap kecuali
pada infeksi di mana meront eritrositik dapat ditemukan. Meront tidak berpigmen
dan biasanya ditemukan sitoplasma eritrosit dan kadang-kadang dalam leukosit
(Jacobson, 1983). Gamont dapat mendorong inti sel inang ke dalam atau
mengelilinginya. Sel inang mungkin tampak tidak beraturan dalam bentuk dan
ukuran (Shazly, 1994). Dua atau lebih organisme dapat ditemukan dalam satu
eritrosit, atau gamont dapat ditemukan secara ekstraseluler. Gamont dari
Haemogregarina sp. yang berbeda secara morfologis tidak dapat dibedakan di
dalam darah tepi. Haemogregarina sp. dari genus Hepatozoon umumnya
ditemukan pada ular darat dan air. Sporozoit Haemogregarina sp. sering
ditularkan oleh arthropoda dan lintah yang terinfeksi. Protozoa ini mampu
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
14
beradaptasi dengan baik pada inang alami mereka, tetapi dapat menyebabkan
penyakit radang klinis yang signifikan apabila pada spesies inang yang tidak
biasanya (Keymer, 1981).
Siklus hidup Haemogregarina sp. dapat dijelaskan sebagai berikut : pada
saat lintah menghisap darah hospes definitif (kura-kura dan katak), zigot dari
tubuh lintah akan diinjeksi kedalam tubuh hospes definitif, lalu membentuk
sporozoit-sporozoit yang selanjutnya masuk ke dalam eritrosit dan terjadi
pembelahan nukleus beberapa kali untuk membentuk merozoit. Selanjutnya
merozoit berkembang secara skizogoni (membelah membentuk merozoit baru)
pada eritrosit. Beberapa merozoit akan mengalami proses membentuk gametosit
untuk menghasilkan mikrogamet dan makrogamet di dalam eritrosit. Pada saat
lintah menghisap darah hospes, eritrosit yang telah mengandung mikrogamet dan
makrogamet akan melebur untuk membentuk zigot. Kemudian zigot masuk ke
tubuh hospes definitif untuk membentuk sporozoit yang baru. Gambar
mikroskopis Haemogregarina sp. dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Gambaran mikroskopis dari Haemogregarina sp. dengan
perbesaran 2200x menggunakan pewarnaan Giemsa. P: Parasite;
NH: Nucleus of the host; PN: Nucleus of the parasite; RBC: Red
blood cells. Sumber: Al-Farraj (2008).
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
15
2.2.2 Cryptosporidium sp.
Cryptosporidium sp. pertama sekali ditemukan tahun 1907 oleh Tyzzer dari
dalam lambung dan usus halus tikus (Sinambela, 2008). Sejak itu
Cryptosporidium sp. telah diidentifikasi lebih dari 170 spesies yang berasal dari
hewan antara lain kalkun, ayam, babi, kuda, domba, anjing, tikus liar, ikan,
burung dan reptil. Klasifikasi terdiri dari filum Apicomplexa, kelas Coccidea,
ordo Eucoccidiorida, famili Cryptosporidiidae, genus Cryptosporidium, spesies C.
baileyi (pada burung), C. felis (pada kucing), C. maleagridis (pada kalkun), C.
muris (pada sapi dan tikus), C. nasorum (pada ikan), C. serpentis (pada ular), C.
wrairi (pada babi), C. parvum (terdiri dari dua genotype yaitu genotipe I yang
menyerang manusia yaitu Cryptosporidium hominis, serta genotipe II yang
menyerang manusia, sapi dan mammalia lain (Morgan-Ryan et al., 2002).
Cryptosporidium sp. pada biawak air di Indonesia berhasil ditemukan melalui
metode PCR (Prabayudha, 2017).
Cryptosporidium sp. dimulai ketika ookista matang yang telah mengandung
4 sporozoit ikut tertelan bersama air minum atau sumber air yang telah
terkontaminasi feses hospes yang terinfeksi atau dapat juga terhisap dari sekret
saluran respirasi hospes terinfeksi. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia ookista
matang tersebut mengalami ekskistasi. Sporozoit dilepaskan dan menginfeksi sel
epitel pada saluran gastrointestinal dan dapat juga pada saluran pernapasan, yang
kemudian disebut meront. Kemudian meront tersebut akan mengalami
perkembangan aseksual (skizogoni atau merogoni) dan menghasilkan merozoit
yang memasuki sel lain. Perkembangan selanjutnya adalah seksual (gametogoni)
yang menghasilkan mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina) (Smith,
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
16
2009).
Mikrogametosit dan makrogametosit ini akan berkembang menjadi
mikrogamet dan makrogamet yang selanjutnya akan fertilisasi menghasilkan
ookista yang mengandung 4 sporozoit. Ookista yang dihasilkan, berukuran
diameter 4-6 µm, terdiri dari 2 jenis yaitu ookista berdinding tebal yang akan
diekskresikan dari hospes bersama feses dan ookista berdinding tipis yang
umumnya berperan dalam terjadinya autoinfeksi dengan mengeluarkan sporozoit
di dalam usus pada tubuh hospes (Smith, 2009).
Menurut Smith (2009), ookista yang diekskresikan tersebut infektif yang
akan menimbulkan infeksi secara langsung dan cepat melalui transmisi fekal-oral.
Masa prepaten, yaitu waktu antara infeksi dan pengeluaran ookista berkisar antara
5-21 hari. Ookista dapat ditemukan pada feses hospes kira-kira sebulan atau lebih
setelah hospes terinfeksi. Gambar ookista Cryptosporidium sp. dapat dilihat pada
Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Gambaran mikroskopis dari ookista Cryptosporidium sp. dengan
perbesaran 400x menggunakan pewarnaan modifikasi tahan asam.
Sumber: Martinez and Belda (2001).
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
17
2.2.3 Eimeria sp.
Beberapa spesies Eimeria dapat ditemukan di saluran pencernaan,
menyebabkan penyakit coccidiosis yang ditransmisikan melalui rute fekal-oral.
Eimeria sp. pada reptil biasanya tidak patogen, namun faktor predisposisi seperti
stres, pakan, gangguan pencernaan, dan infeksi sekunder membuat protozoa
tersebut patogen. Eimeria sp. memiliki siklus hidup langsung tanpa perantara
Eimeria sp. pada stadium ookista mempunyai empat sporokista, masing-masing
sporokista mengandung dua sporozoit. Stadium ookista ditemukan pada feses,
karena pada siklus hidupnya ookista tersebut keluar dari usus kemudian terbawa
oleh feses. Umumnya stadium ookista berbentuk bulat, ovoid, atau ellipsoid
dengan ukuran yang beragam sesuai dengan spesiesnya. Dinding kista terdiri dari
dua lapis yang berbatas jelas (Levine, 1995).
Siklus hidup Eimeria sp. dimulai dari tertelannya ookista infektif yaitu
ookista yang sudah bersporulasi. Selanjutnya di dalam usus hospes, dinding
ookista pecah karena proses pencernaan sehingga menyebabkan keluarnya
sporokista. Kemudian sporokista membebaskan sporozoit yang akan bergerak
bebas menembus sel epitel usus halus. Eimeria sp. mengalami reproduksi seksual
dan aseksual di dalam sel epitel usus. Sporozoit di dalam epitel usus halus
menjadi meront atau skizon generasi pertama. Suatu proses reproduksi aseksual
atau skizogoni, setiap meront akan membentuk 900 merozoit yang panjangnya
masing-masing dua sampai tiga mikrometer. Selanjutnya meront generasi pertama
membentuk 200-350 merozoit dengan panjang sekitar 16 μm dengan cara
pembelahan banyak. Merozoit generasi kedua masuk ke dalam sel hospes baru
dan memulai fase seksual atau gametogoni. Beberapa dari merozoit tersebut akan
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
18
berkembang menjadi makrogamet (gamet betina) dan sisanya berkembang
menjadi mikrogamet (gamet jantan). Mikrogamet akan membuahi makrogamet
akan terbentuk zigot yang selanjutnya berkembang menjadi ookista. Selanjutnya
ookista keluar dari sel hospes menuju lumen usus dan terbawa bersama feses
hospes (Levine, 1995).
Diagnosa coccidiosis dilakukan melalui pemeriksaan feses untuk
menemukan ookista. Jika dalam pemeriksaan ditemukan ookista, maka sampel
feses didiamkan selama satu sampai tiga hari agar terjadi sporulasi untuk
mempermudah identifikasi bentuk ookista Eimeria sp.. Gambar ookista Eimeria
sp. dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Morfologi ookista Eimeria sp. yang sudah bersporulasi dengan
perbesaran 1600x. Spc: Sporocyst, OL: Outer layer of oocyst wall,
OW: Oocyst wall, IL: Inner layer of oocyst wall. Sumber: Abdel-
Aziz et al. (2019).
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
19
BAB 3
MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei dengan rancangan penelitian cross
sectional. Parasit yang didapat dicatat dan dideskripsikan sesuai dengan distribusi,
yaitu pada bagian darah dan saluran pencernaan.
3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian yang didapat dari tempat pemotongan biawak di Sidoarjo
adalah 50 ekor biawak masing-masing berupa sampel darah dan feses. Sampel
kemudian diberi nomor dan tanggal pengambilan sampel.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan sampel dilaksanakan di pemotongan biawak Kecamatan
Buduran, Kabupaten Sidoarjo. Pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium
Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – Juni 2019.
3.4 Materi Penelitian
3.4.1 Bahan penelitian
Bahan pemeriksaan darah menggunakan sampel darah biawak yang diambil
dari peternakan biawak di kecamatan Buduran, Sidoarjo. Bahan lain yang
digunakan untuk pemeriksaan yaitu metanol absolut, pewarna Giemsa 20%,
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
20
akuades dan oil emersi. Pada pemeriksaan feses dibutuhkan bahan berupa sampel
feses biawak, larutan kalium bikromat sebagai media transport, larutan sukrosa
40%, akuades, carbol fuchsin 0,3%, asam alkohol 3%, malachite green 0,3 %.
3.4.2 Alat penelitian
Alat pada pemeriksaan darah menggunakan object glass, cover glass, boks
penyimpanan, staining jar, tabung EDTA, dan mikroskop. Alat yang dibutuhkan
untuk pemeriksaan feses antara lain, pot salep sebagai tempat sampel feses, kertas
label untuk melabeli dan memberi keterangan sampel yang sudah diambil. Selain
itu alat-alat yang digunakan adalah lidi atau gelas pengaduk, saringan teh, pipet,
kaca obyek, kaca penutup, mikroskop, tabung sentrifus, alat sentrifus, rak tabung,
sarung tangan dan masker.
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Metode pemeriksaan darah
Sampel darah diambil dari darah yang mengalir setelah biawak dipotong
pada bagian leher dan ditampung menggunakan tabung EDTA 3 ml. Kemudian
tabung EDTA digoyangkan membentuk angka 8 agar darah tercampur dengan
larutan EDTA sehingga tidak menggumpal. Sampel darah yang sudah diambil
diteteskan ke satu object glass dengan posisi mendatar. Object glass dipegang
dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri. Kemudian object glass lain yang
ujungnya rata dipegang dengan tangan kanan, object glass pada tangan kanan
disentuhkan pada tetesan darah sehingga darah pada object glass yang berada di
tangan kiri menyebar pada ujung object glass tangan kanan. Object glass pada
tangan kanan dimiringkan dengan kemiringan 30-45o terhadap object glass pada
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
21
tangan kiri, dan object glass pada tangan kanan didorong sehingga darah terhapus
secara tipis. Hapusan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu
kamar. Kemudian hapusan darah diberi label.
Menurut Suwanti dkk. (2011) cara membuat pewarnaan ulas darah dengan
pewarnaan Giemsa diawali dengan memfiksasi hapusan darah ke dalam larutan
methanol absolut selama 3 menit. Kemudian hapusan darah dimasukkan ke dalam
larutan Giemsa 10 – 20 % selama 30 menit. Preparat diangkat dan dicuci dengan
air mengalir sampai air cucian bening. Ulas darah dikeringkan dengan meletakkan
object glass posisi berdiri pada bidang miring atau diangin-anginkan.
3.5.2 Metode pemeriksaan feses
a) Metode natif
Akuades diteteskan di atas object glass sebanyak dua tetes. Sampel feses
diambil menggunakan tusuk gigi dan oleskan di atas object glass yang telah
ditetesi akuades. Sampel dan akuades dihomogenkan menggunakan tusuk gigi.
Setelah feses dan akuades homogen, campuran homogen tersebut ditutup dengan
cover glass. Preparat diperiksa di bawah mikroskop (Taylor et al., 2007).
b) Metode apung sukrosa (sucrose flotation method)
Feses biawak disimpan di pot sampel tanpa tutup kemudian dibiarkan
selama tiga hari untuk menemukan ookista yang sudah bersporulasi.. Feses
biawak sebanyak 3 gram, ditambahkan air sehingga volume 15 ml. Larutan
diaduk sehingga homogen dan di diamkan selama 15 menit. Larutan disaring dan
disentrifugasi dengan kecepatan 1800 rpm selama 10 menit. Kemudian endapan
dibiarkan dan supernatan dibuang. Sesuai dengan metode (Dubey, 1972), hasil
endapan di tambahkan dengan larutan sukrosa 40% hingga 30 ml. Setelah
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
22
dicampur, larutan kembali di sentrifugasi selama 10 menit. Supernatan yang
terbentuk diambil sebanyak 1 cc pada setiap tabung kemudian di periksa di bawah
mikroskop perbesaran 400x.
c) Metode Pewarnaan Modifikasi Tahan Asam (Modified Ziehl Neelsen)
Sediaan sampel diletakkan dengan bagian apusan feses menghadap ke atas
pada rak pengecatan dengan jarak 1 jari antara satu sediaan dengan sediaan
lainnya. Fiksasi sediaan dengan methanol absolute. Carbol fuchsin 0,3% dituang
melalui kertas saring sampai menutupi seluruh permukaan sediaan dan didiamkan
hingga kering. Sesudah kering sediaan dibilas dengan air suling secara hati-hati.
Selanjutnya sediaan dituangi dengan asam alkohol 3% sampai semua warna
merah fuchsin luntur. Kemudian sediaan dibilas kembali dengan air mengalir.
Sediaan yang sudah terbilas dituang malachite green 0,3% selama 10-20 detik.
Sediaan dibilas dengan air mengalir secara hati-hati dan dikeringkan pada rak
pengering. Pemeriksaan sediaan menggunakan mikroskop dengan perbesaran
400x dan 1000x (Beauty et al., 2014).
3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil identifikasi protozoa pada darah dan saluran
pencernaan biawak air melalui pemeriksaan darah dan feses disajikan secara
deskriptif.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
23
3.7 Kerangka Penelitian
Alur penelitian ini dapat dijelaskan melalui diagram alir berikut ini:
Pembuatan preparat pemeriksaan darah dan pemeriksaan feses
Pemeriksaan dengan mikroskop
Positif
Identifikasi sampel
Penyajian data
Gambar 3.1 Diagram alir
Pengambilan sampel darah dan saluran pencernaan biawak di tempat
pemotongan biawak di Sidoarjo
Negatif
Pemeriksaan di Laboratorium (Departemen Parasitologi FKH Unair)
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
24
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Identifikasi protozoa pada darah dan saluran pencernaan biawak yang
di peroleh dari tempat pemotongan biawak di Sidoarjo
Pemeriksaan protozoa pada 50 ekor biawak air yang didapat dari tempat
pemotongan biawak di Sidoarjo selama bulan Maret-Juni 2019 telah ditemukan
dua macam jenis protozoa antara lain satu genus protozoa darah yaitu
Haemogregarina sp., dan satu genus protozoa dari saluran pencernaan yaitu
Eimeria sp.. Infeksi protozoa pada penelitian ini tergolong infeksi tunggal, yaitu
satu ekor biawak hanya terinfeksi satu jenis protozoa. Identifikasi pada penelitian
ini masih terbatas pada tingkatan genus yang diamati di bawah mikroskop
berdasarkan morfologi yang disesuaikan dengan beberapa buku dan jurnal terkait
serta konsultasi dengan dosen pembimbing dan dosen protozoologi. Tabel 4.1
menyajikan hasil protozoa yang ditemukan dari sampel darah dan feses dari 50
ekor biawak yang diamati.
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Protozoa pada Biawak Air.
Jumlah Sampel
(ekor)
Sampel
Positif
(ekor)
Darah Feses
Persentase
(%)
Jenis Protozoa
50
7 + - 14% Haemogregarina sp.
1 - + 2% Eimeria sp.
Total Sampel
Positif
8
16%
Keterangan: (+) Protozoa ditemukan, (-) Protozoa tidak ditemukan.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
25
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa didapatkan hasil 14% positif
Haemogregarina sp. dan 2% positif Eimeria sp., sehingga total persentase sampel
positif protozoa sebesar 16%. Hasil pemeriksaan lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Pada pemeriksaan ulas darah pada biawak terlihat protozoa dari
Haemogregarina sp. berbentuk lonjong seperti sosis, berwarna pucat dengan inti
lebih gelap, terletak di dalam sitoplasma eritrosit dan mendesak inti eritrosit
hingga ke tepi. Haemogregarina sp. ditemukan pada tujuh ekor dari 50 ekor
biawak yang diamati, sehingga persentase positif Haemogregarina sp. adalah
14%. Gambaran Haemogregarina sp. dapat dilihat pada Gambar 4.1. Hasil
pengukuran Haemogregarina sp. dengan perbesaran 1000x dapat dilihat pada
Gambar 4.2.
Gambar 4.1 Haemogregarina sp. pada pemeriksaan mikroskopis dengan
perbesaran 1000x. EN: Eritrosit normal, IH: Inti hospes, IP: Inti
Protozoa.
EN
IH
IP
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
26
Gambar 4.2 Hasil pengukuran Haemogregarina sp. pada pemeriksaan
mikroskopis dengan perbesaran 1000x.
Protozoa yang ditemukan dari saluran pencernaan biawak adalah Eimeria
sp.. Pemeriksaan feses biawak melalui metode natif didapatkan ookista Eimeria
sp. yang telah bersporulasi dengan empat sporokista masing-masing berisi dua
sporozoit, berbentuk ovoid, dan memiliki dinding yang berbatas jelas. Eimeria sp.
ditemukan pada satu ekor dari 50 ekor biawak yang diamati, sehingga persentase
positif Eimeria sp. adalah 2%. Gambaran Eimeria sp. dapat dilihat pada Gambar
4.3. Hasil pengukuran Eimeria sp. perbesaran 400x dapat dilihat pada Gambar
4.4.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
27
Gambar 4.3 Eimeria sp. pada pemeriksaan mikroskopis dengan perbesaran 400x.
SK: Sporokista, D: Dinding Ookista.
Gambar 4.4 Hasil pengukuran Eimeria sp. perbesaran 400x pada sampel feses
biawak.
D
SK
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
28
BAB 5
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian pada 50 ekor biawak yang diambil dari tempat
pemotongan biawak di Sidoarjo, didapatkan tujuh ekor biawak positif (14%)
Haemogregarina sp. dan satu ekor biawak positif Eimeria sp. (2%), sehingga
jumlah biawak yang terinfeksi protozoa bersifat tunggal sebanyak 8 ekor (16%).
Jumlah tersebut lebih tinggi daripada penelitian yang sudah pernah dilakukan
sebelumnya oleh Hanafiah dkk. (2018) di Banda Aceh yang melaporkan tidak
ditemukan adanya protozoa pada biawak. Perbedaan tersebut kemungkinan
disebabkan karena perbedaan kondisi wilayah, dimana biawak hidup, umur, serta
waktu penelitian yang berbeda pada biawak yang diteliti. Menurut Wilson and
Carpenter (1996), kerentanan hewan terhadap parasit dapat disebabkan antara lain,
kapasitas penangkaran, suhu lingkungan, kebersihan, musim, jumlah parasit,
ketersediaan hospes, serta gizi dan usia hospes.
Protozoa yang paling banyak ditemukan adalah Haemogregarina sp..
Spesies ini terlihat pada pemeriksaan ulas darah dengan pewarnaan Giemsa.
Gamont Haemogregarina sp. tampak berbentuk lonjong seperti sosis yang terletak
di dalam eritrosit, parasit berwarna pucat dengan inti gelap keunguan, mendesak
inti eritrosit hingga ke tepi. Karakteristik tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Tomé et al. (2018), Haemogregarina sp. merupakan parasit
intraeritrositik yang berbentuk memanjang dengan inti parasit berwarna gelap, dan
parasit mendesak inti eritrosit. Hasil pengukuran Haemogregarina sp. pada
penelitian ini adalah 11,38 x 2,45 µm. Pengukuran tersebut sesuai dengan rata-rata
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
29
ukuran gamont pada penelitian Rabie and Hussein (2014), yaitu (10−12.1) ×
(2.2−4.4) µm.
American Association of Zoo Veterinarians (AAZV) menyebutkan bahwa
Haemogregarina sp. ditularkan melalui gigitan vektor, sehingga kontak langsung
antar hewan bukan merupakan faktor risiko infeksi (AAZV, 2013). Salah satu
ektoparasit, yaitu tungau dari genus Ophionyssus berperan sebagai vektor dalam
siklus hidup Haemogregarina sp. (Bannert et al., 1995). Habitat biawak pada
lingkungan yang kotor memungkinkan biawak mudah terinfestasi ektoparasit
tersebut, sehingga biawak memiliki peluang untuk terinfeksi Haemogregarina sp.
melalui tungau Ophionyssus sp. Musim pengambilan sampel juga berpengaruh
pada penyebaran parasit. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Maret-Juni
saat musim hujan, sehingga kelembaban di pemotongan biawak Sidoarjo menjadi
tinggi. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor yang cocok untuk
perkembangan parasit (Subronto, 2006)
Infeksi Haemogregarina sp. pada reptil tidak dapat menular terhadap
manusia. Reptil yang terinfeksi Haemogregarina sp. pada umumnya tidak
menimbulkan gejala klinis, namun reptil dengan parasitemia yang tinggi dapat
mengalami anemia ringan hingga lemas dan anoreksia (AAZV, 2013).
Di dalam penelitian Abdel-Aziz et al. (2019), teridentifikasi ookista Eimeria
sp. dengan karakteristik terdapat empat sporokista yang dilengkapi dengan dua
sporozoit, berbentuk ovoid, memiliki mikropil, ukuran ookista bervariasi (23,7–
30,5) × (16,7–24,6) µm. Sporulasi terjadi dalam waktu 72 jam pada suhu kamar.
Karakteristik tersebut sesuai dengan Eimeria sp. yang ditemukan melalui
pemeriksaan natif pada penelitian ini, yaitu tampak ookista yang sudah
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
30
bersporulasi berisi empat sporokista, ukuran 31,96 – 32,25 µm, tanpa mikropil,
dan memiliki bentuk ovoid. Perbedaan keberadaan mikropil kemungkinan
disebabkan karena perbedaan jenis Eimeria pada biawak. Faktor lain yang
mempengaruhi ada atau tidaknya mikropil dapat disebabkan karena perbedaan
geografis dari hospes (Abdel-Aziz, 2019).
Penyebaran Eimeria sp. bergantung dengan suhu, kelembaban, manajemen
perawatan dan kebersihan lingkungan. Penelitian ini dilakukan ketika musim
hujan dimana suhu lingkungan rendah dan kelembaban tinggi, sehingga
kemungkinan timbul adanya infeksi Eimeria sp. pada biawak. Manajemen
perawatan dan kebersihan lingkungan biawak tidak terkontrol karena biawak yang
digunakan pada penelitian ini berasal dari tangkapan liar. Rendahnya prevalensi
Eimeria sp. yang berkaitan pada faktor-faktor seperti, suhu, kelembaban, dan
manajemen lingkungan diperlukan adanya penyelidikan yang lebih teliti terhadap
Eimeria sp.
Eimeria sp. merupakan penyebab coccidiosis pada reptil dan tidak bersifat
zoonosis terhadap manusia. Coccidiosis yang disebabkan infeksi Eimeria sp pada
reptil biasanya tidak patogen, namun faktor predisposisi seperti stres, pakan,
gangguan pencernaan, dan infeksi sekunder membuat protozoa tersebut patogen.
Reptil yang mengalami coccidiosis berat biasanya ditandai dengan anoreksia,
penurunan berat badan, dan diare yang disertai darah (Raś-Noryńska, 2015).
Tidak ditemukan protozoa lain khususnya yang bersifat zoonosis seperti,
Cryptosporidium sp. dan Giardia sp. Pemeriksaan Cryptosporidium sp. pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode apung sukrosa dan
modifikasi pewarnaan tahan asam (Modified Ziehl-Neelsen) pada feses biawak.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
31
Cryptosporidium sp. yang memiliki ukuran kecil kemungkinan menjadi penyebab
terlewatkannya identifikasi saat diperiksa menggunakan mikroskop, sehingga
diperlukan metode lanjutan yang lebih mendalam seperti PCR (Polymerase Chain
Reaction) agar Cryptosporidium sp. teridentifikasi (Robinson et al., 2008).
Hasil identifikasi Giardia sp. yang dilakukan melalui metode natif pada
feses biawak adalah negatif. Pemeriksaan melalui metode yang lain diperlukan
untuk menemukan Giardia sp. pada biawak, salah satunya dengan melakukan
swab mukosa saluran pencernaan bagian bawah kemudian diperiksa
menggunakan mikroskop (Raś-Noryńska and Sokół, 2015). Uji IFA
(Immunofluorescence Assay) dapat digunakan untuk mengidentifikasi kista
Giardia sp., karena uji IFA memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi
dalam mendeteksi Giardia sp. (El-Nahas et al., 2012).
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
32
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa jenis
protozoa yang ditemukan pada darah dan saluran pencernaan biawak air adalah
Haemogregarina sp. dan Eimeria sp.
6.2 Saran
Penelitian ini merupakan penelitian dasar berupa sebuah proses identifikasi.
Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengetahui protozoa pada biawak air yang
belum ditemukan, serta untuk identifikasi yang lebih spesifik hingga ke tingkat
spesies dengan PCR dan sekuensing.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
33
DAFTAR PUSTAKA
[AAZV] American Association of Zoo Veterinarians. 2013. Haemogregarines of
Reptiles.www.aazv.org/resource/resmgr/IDM/IDM_Hemogregarines_of_R
eptil.pdf. [8 Juli 2019]
Abdel-Aziz, A., F. M. Abou-Senna, M. A. Abdel-Gawad, and M. F. A. El-Nour.
2019. A new species of Eimeria (Apicomplexa: Eimeriidae) from the desert
monitor, Varanus griseus griseus (Lacertilia: Varanidae).
www.researchgate.net /publication/334224688. [8 Agustus 2019].
Al-Farraj, S. 2008. Light and electron microscopic study on a Haemogregarina
sp. infecting viper cerastes cerastes gasperitti from Saudi Arabia. Pakistan
J. Biol. Sci. 11: 141-142
Banks, R. C. 2004. Varanus indicus (Daudin, 1802). http://www.itis.gov/servlet/
SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_vaval=174116. [1
Desember 2018].
Bannert, B., E. Lux, and J. Sedlaczek. 1995. Studies on endo and ectoparasites of
Canarian Lizards. Sci. Herp. 1995: 293–296.
Barten, S.L. 1996. Section II lizards. Di dalam: Mader D. R., editor. Reptile
Medicine and Surgery. W.B. Saunders Company. USA: 48-49, 52.
Bennett, D. 2007. Varanus indicus (reptile).
http://www.issg.org/database/spesies/ecology.asp?si=1065&fr=1&sts=&lan
g=EN. [22 September 2018].
Bennett, D and S.S. Sweet. 2010. Varanus indicus. The IUCN Red List of
Threatened Species 2010. http://www.iucnredlist.org/details/178416/0. [22
September 2018].
Beauty, E.O., U.N. Uchechukwu, S.U. Chukwuneke and O.O. Francis. 2014.
Comparative diagnostic techniques for Cryptosporidium infection. J.
Molecules. 19: 2674-2683.
Carmena, D. 2010. Waterborne transmission of Cryptosporidium and Giardia:
detection, surveillance and implications for public health. Di dalam:
Méndez-Vilas, editor. Current Research, Technology and Education Topics
in Applied Microbiology and Microbial Biotechnology 1. Formatex
Research Center. UK. p. 3-14.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
34
Chia, M. Y., C. R. Jeng, S. H. Hsiao, A. H. Lee, C. Y. Chen and V. F. Pang.
2009. Entamoeba invadens myositis in a common water monitor lizard
(Varanus salvator). Vet. Pathol. 46: 673–676.
[CITES] Convention of International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna
and Flora. 2013. Appendices I, II, III. http://
www.cites.org/eng/app/appendices.php. [1 Oktober 2018].
Cook, C. A., E. C. Netherlands, and N. J. Smit. 2016. Redescription, molecular
characterisation and taxonomic re-evaluation of a unique African monitor
lizard haemogregarine Karyolysus paradoxa (Dias, 1954) n. comb.
(Karyolysidae). Parasite Vect. 9(1): 347.
Dalton, C., R. Hoffman and J. Pope. 1995. Iguana-associated salmonellosis in
children. Pediatr. Infect. Dis. J. 14: 319–320.
DeNardo, D. F. 1996. Reproductive biology. Di dalam: Mader D. R., editor.
Reptile Medicine and Surgery. W.B. Saunders Co. USA. p. 212-214, 220,
223-224, 370-371.
Dubey, J. P. 1972. A simplified method for isolation of Toxoplasma gondii from
the faces of cats. J. Parasitol. 58: 1005-1007.
El-Nahas, H. A., D. A. Salem, A. A. El-Henawy, H. I. El-Nimr, H. A. Abdel-
Ghaffar, and A. M. El-Meadawy. 2013. Giardia diagnostic methods in
human fecal samples: A comparative study. Clinic. Cytomet. 84B(1): 44-
49.
Hanafiah, M., H. D. Alfiansyah, A. Sayuti. 2018. Identifikasi parasit pada biawak
air (Varanus salvator). Jurnal Sain Veteriner. 36(1): 24-31.
Hardiansyah, F. S. N. 2014. Protozoa Parasitik Darah dan saluran pencernaan
pada ular sawah (Ptyas corros) di kabupaten Ngawi. [Skripsi]. Fakultas
Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Hulu, A. 2011. Rendang biawak, kuliner ekstrem nan lezat. http://www.nias-
bangkit.com/2011/04/rendang-biawak-kuliner-ekstrem-nan-lezat/. [21
September 2011].
Iyai, D.A. dan F. Pattiselanno. 2006. Diversitas dan ekologi biawak (Varanus
indicus) di pulau pepaya taman nasional teluk cenderawasih, Irian Jaya
Barat. Biodiversitas. 7(2):181-186.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
35
Jacobson, E. R. 1983. Parasitic diseases of reptiles. Di dalam: Krik R. W., editor.
Current Veterinary Therapy 8: Small Animal Practice. W. B. Saunders Co.
Philadelphia. p. 601.
Jòzsef, Özvegy, M. Darko, V. Miloš , G.Bojan , S. Jevrosima ,K. Dejan, A. K.
Sanja. 2015. Cytological and molecular identification of Haemogregarina
stepanowi in blood samples of the European pond turtle (Emys orbicularis)
from quarantine at Belgrade Zoo. Acta Vet. Beograd. 65 (4): 443-453.
Kahn, C.M. and S. Line. 2010. The Merck Veterinary Manual. 10th Ed. Merck &
Co., Inc. USA. p. 1768.
Keymer, I. F. 1981. Protozoa in Diseases of Reptiles. Vol. 1, Cooper JE and
Jackson OF (Eds.). Academic Press. New York. p. 169.
Koch, A., M. Auliya, A. Schmitz, U. Kuch and W. Böhme. 2007. Morphological
studies on the systematics of Southeast Asian water monitors (Varanus
salvator complex): nominotypic populations and taxonomic overview. J.
Mertensiella. 16: 109–180.
Levine, N. D. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner (terjemahan). Alih
bahasa: G. Ashadi. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. p. 147 -150, 420-424, 521.
Levine, N. D. 1995. Protozoologi Veteriner (terjemahan). Alih bahasa:
Soekardono, S. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Mader, D. R. 1996. Section IV Medicine Parasitology. Di dalam: Mader D. R.,
editor. Reptile Medicine and Surgey. W.B. Saunders Company. USA. p.
343-364.
Mardiastuti, A. dan T. Soehartono. 2003. Perdagangan reptil Indonesia di pasar
internasional dalam konservasi amfibi dan reptil di Indonesia. Prosiding
Seminar Hasil Penelitian Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. p.131-144.
Martinez, I. and F.M Belda. 2001. Contribution To The Laboratory Diagnosis Of
Human Cryptosporidiosis. Institute Tropical Medicine. Sao Paulo. p.79-82.
Murray, M.J. 1996. Section VI specific diseases and conditions pneumonia and
normal respiratory function. Di dalam: Mader D. R., editor. Reptile
Medicine and Surgery. W. B. Saunders Company. USA. p. 400.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
36
Morgan-Ryan, U.M., A. Fall, L.A. Ward, N. Hijjawi, I. Sulaiman, R. Fayer, R.C.
Thompson, M. Olson, A. Lal and L. Xiao. 2002. Cryptosporidium hominis
sp. (Apicomplexa: Cryptosporidiidae) from Homo sapiens. J. Eu.
Microbiol. 49: 433–440.
Natadisastra, D. dan R. Agoes. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ
Tubuh yang Diserang. EGC. Jakarta.
Prabayuda, F. D. 2017. Identifikasi Cryptosporidium sp. pada Biawak Air
(Varanus salvator) yang didapat di Surabaya [Tesis]. Fakultas Kedokteran
Hewan. Universitas Airlangga.
Rabie, S. A. H. and A. A. Hussein. 2014. A description of haemogregarina
species naturally infecting white-spotted gecko (Tarentola annularis) in
Qena, Egypt. 44(2): 351-358.
Ramadhan, R.A. 2011. Ragam Jenis Ektoparasit dan Manajemen Penangkaran
Biawak [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Raś-Noryńska, M. and R. Sokół. 2015. Internal parasites of reptiles. Ann.
Parasitol. 61(2): 115-117.
Roberts, L.S., J. Janovy, D. S. Gerald, S. Larry and Roberts. 2005. Foundations of
Parasitology. 7th. The Mc Graw- Hill Companies. New York. p. 141.
Robinson G., K. Elwin, R. M. Chalmers. 2008. Unusual Cryptosporidium
Genotypes in Human Cases of Diarrhea. Emer. Infect. Dis. 14: 1800-1802.
Shazly, M. A. 1994. Electron microscopic studies on the Gamogony and
sporogony of Hepatozoon najae n. comb, inside the vector Culex pipiens. J.
Egypt Ger. Soc. Zool. 195-211.
Shine, R., P.S. Harlow, J.S. Keogh, and Boeadi. 1996. Commercial harvesting of
giant lizards: the biology of water monitors Varanus salvator in Southern
Sumatra. Biol. Cons. 77: 125-134.
Sopha, P. 2018. Risiko Penularan Zoonosis Parasitik pada Mahasiswa
Kedokteran Hewan. https://www.researchgate.net/publication/323768393.
[8 Agustus 2019].
Sinambela A. H. 2008. Cryptosporidiosis. US e-Respository. Departemen
Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
37
Smith, S. 2009. Cryptosporidiosis. Parasites and Pestilence. HumBio: 153.
Steel, R. 1996. Living Dragons. a Natural History of the World’s Monitor
Lizards. Ralph Curtis Books, Sanibel Island.
Subronto. 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Suwanti, L. T., N. D. R. Lastuti, Mufasirin, dan E. Suprihati. 2011. Petunjuk dan
Laporan Praktikum Ilmu Penyakit Protozoa. Departemen Parasitologi
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.
Tampubolon, M. P. 2004. Protozoologi. Pusat Studi Ilmu Hayati Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Taylor, M.A., R. L. Coop, and R. L. Wall. 2007. Veterinary Parasitology. 3rd.
Blackwell Publishing Ltd. UK. p. 798.
Tomé, B., A. Pereira, D. J. Harris, M. A. Carretero, and A. Perera. 2019. A
paradise for parasites? Seven new haemogregarine species infecting lizards
from the Canary Islands. J. Parasitol. 1–12.
Upton, S. J., and C. A. Zien. 1997. Description of a Giardia varani-like flagellate
from a water monitor, Varanus salvator, from Malaysia. J. Parasitol. 83(5):
970.
Wilson, B. 2010. Lizards. Di dalam: Ballard BM, Cheek R, editor. Exotic Animal
Medicine for the Veterinary Technician. 2nd. Blackwell Publishing
Professional. UK. p. 76-84, 87-90, 104-106.
Wilson S. C. and J. W. Carpenter. 1996. Endoparasitic diseases of reptiles.
Seminars Avian Exo. Pet Med. 5: 64-74.
Yudhastuti, R. 2012. Penyakit Bersumber Binatang dan Pengendaliannya.
Pustaka Melati. Surabaya. p. 5.
Zaman, V. 1997. Atlas Parasitologi Kedokteran II. Hipokrates. Jakarta.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
38
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Jenis Protozoa pada Biawak Air.
No. Biawak
Jenis Protozoa
Darah Saluran pencernaan
1 - -
2 - -
3 - -
4 - -
5 - -
6 - -
7 - -
8 - -
9 Haemogregarina sp. -
10 - -
11 - -
12 - -
13 - -
14 - -
15 Haemogregarina sp. -
16 Haemogregarina sp. -
17 Haemogregarina sp. -
18 - -
19 - -
20 - -
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
39
21 Haemogregarina sp. -
22 - -
23 - -
24 - -
25 - -
26 - -
27 - -
28 Haemogregarina sp. -
29 Haemogregarina sp. -
30 - -
31 - -
32 - -
33 - -
34 - Eimeria sp.
35 - -
36 - -
37 - -
38 - -
39 - -
40 - -
41 - -
42 - -
43 - -
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH
40
44 - -
45 - -
46 - -
47 - Eimeria sp.
48 - -
49 - Eimeria sp.
50 - -
Keterangan: (-) Protozoa tidak ditemukan
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI IDENTIFIKASI PROTOZOA PADA... AZIZAH BILQIS NURKARIMAH