identifikasi potensi bahaya pada pekerja proyek
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA PADA PEKERJA PROYEK PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI
ASAHAN PAKET 2 PT PEMBANGUNAN PERUMAHAN (PERSERO) TBK
TAHUN 2018
SKRIPSI
Oleh:
SEPTIAN WIGUNANIM: 131000205
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA PADA PEKERJA PROYEK PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI
ASAHAN PAKET 2 PT PEMBANGUNANPERUMAHAN (PERSERO) TBK
TAHUN 2018
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syaratuntuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
SEPTIAN WIGUNANIM: 131000205
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
Telah diuji dan dipertahankan
Pada tanggal : 9 Agustus 2018
TIM PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Eka Lestari Mahyuni, S.K.M, M.Kes
Anggota : 1. Umi Salmah, S.K.M, M.Kes
2. Dra. Lina Tarigan, Apt, MS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
ABSTRAK
Kemajuan teknologi telah banyak menyumbangkan berbagai hal positif dalam pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial di dunia industri. Namun demikian, disisi lain kemajuan teknologi juga mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan perusahan dan pekerja antara lain berupa terjadinya peningkatan pencemaran lingkungan, kecelakaan kerja, dan timbulnya berbagai macam penyakit akibat kerja. Setiap aktivitas yang melibatkan faktor manusia, mesin dan bahan serta melalui tahap-tahap proses memiliki risiko bahaya memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja. Untuk mencegah terjadinya potensi bahaya harus mengenal bahaya dengan baik dan seksama dengan mengidentifikasi potensi bahaya. Proses identifikasi merupakan salah satu bagian dari manajemen risiko. Salah satu manajemen risiko yang paling banyak digunakan oleh perusahaan dan industri saat ini adalah metode HIRARC ( Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control ). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui identifikasi sumber bahaya dan cara penilaian risiko pada proyek pengendalian banjir sungai Asahan paket 2 yang dilakukan PT.Pembangunan Perumahan. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode deskriptif yaitu menggambarkan tentang identifikasi bahaya kecelakaan kerja dan penilaian risiko pada 2 tahapan kerja yaitu pemancangan concrete sheet pile dan pekerjaan timbunan dengan metode HIRARC menggunakan data sekunder. Hasil penilaian risiko dari potensi bahaya pada tahapan pemancangan concrete sheet pile tingkat risiko dikategorikan Low (6%), Medium Low (44%), Medium High (39%), High (11%) dan pada tahapan pekerjaan timbunan tingkat risiko dikategorikan Low (8%), Medium Low (21%), dan Medium High (71%). Potensi bahaya dengan kategori High terdapat pada pekerjaan pemancangan concrete sheet pile. Kontraktor pelaksana maupun pengawas sebaiknya lebih meningkatkan pengawasan dan koreksi pelaksanaan pekerjaan serta memberikan sanksi yang tegas apabila terdapat pekerja yang melanggar prosedur pekerjaan.
Kata kunci : Bahaya,Identifikasi, Konstruksi, Risiko
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
ABSTRACT
Technological progress has contributed a lot of positive things to economic growth and social progress in the industrial world. However, on the other hand technological advances have also resulted in various adverse effects for companies and workers, among others in the form of increased environmental pollution, work accidents, and the emergence of various types of occupational diseases. Every activity that involves human, machine and material factors andthrough the process stages has a risk of danger to allow work accidents. To prevent potential hazards must know the danger well and carefully by identifying potential hazards. The identification process is one part of risk management. One of the most widely used risk management by companies and industries is the HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control) method. The purpose of this study was to determine the identification of hazard sources and the way of risk assessment on the Asahan river flood control project package 2 conducted by PT. Pembangunan Perumahan. This research was carried out by descriptive method which describes the identification of work accident hazards and risk assessment in 2 stages of work, namely the erection of concrete sheet pile and the embankment work with the HIRARC method using secondary data. The results of the risk assessment of potential hazards in the concrete sheet pile level of risk level are categorized as Low (6%), Medium Low (44%), Medium High (39%), High (11%) and at the level of pile level categorized as Low risk level ( 8%), Medium Low (21%), and Medium High (71%). Hazard potential in the High category is found in concrete sheet pile erection work. The executing contractor and supervisor should better improve supervision and correction of the implementation of the work and provide strict sanctions if there are workers who violate work procedures.
Keywords: Hazard, Identification, Construction, Risk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada
Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA
PADA PEKERJA PROYEK PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI
ASAHAN PAKET 2 PT PEMBANGUNAN PERUMAHAN (PERSERO)
TBK TAHUN 2018” Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyakarat di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes., selaku Ketua Departemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
4. Eka Lestari Mahyuni, S.K.M., M.Kes., selaku Ketua Penguji yang telah
memberikan waktu bimbingan, saran, masukan dan arahan dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Dra. Lina Tarigan, Apt., MS., dan Umi Salmah, S.K.M., M.Kes., selaku
Anggota Penguji yang telah memberikan masukan dan koreksi bermanfaat
untuk perbaikan skripsi ini.
6. Drh, Hiswani M.Kes., selaku Dosen Penasehat Akademik dan seluruh
dosen serta staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menjalani
pendidikan.
7. Project Manager, Site Enginering Manager dan SHEO di Proyek
Pengendalian Banjir Sungai Asahan Paket 2 yang telah memberikan dan
membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
8. Kedua orang tua saya tercinta Bapak Sukarmin Aryadi S.p dan Ibu
Peristiwana yang telah memberikan dukungan moril serta materil, doa dan
cintanya untuk setiap langkah penulis. Saudara kandung saya Syukri
Ardani S.H., Diana Mariati S.Pi., Fadli Ramadhan S.T dan Rizky Ayu
Syafitri S.Hut., yang senantiasa melimpahkan cinta dan kasih sayangnya
serta selalu mendoakan dan mendukung penulis.
9. Teman-teman seperjuangan (Fauzi, Satrio, Ichwan, Obi, Fina, Rina, Firda,
Rohani), Teman-taman dari keluarga besar JRT (Dimas, Eki, Lenk, Bibie,
Ipul, Gorco) dan teman-teman peminatan Keselamatan dan Kesehatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI iHALAMAN PENGESAHAN iiABSTRAK ivABSTRACT .vKATA PENGANTAR viDAFTAR ISI ixDAFTAR TABEL xiDAFTAR GAMBAR xiiDAFTAR LAMPIRAN xiiiRIWAYAT HIDUP xiv
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 6 Tujuan Penelitian 7 Tujuan Umum 7 Tujuan Khusus 7 Manfaat Penelitian 7
TINJAUAN PUSTAKA 9 Konstruksi 9 Tanggul 10
Material Pembentuk Tanggul 10 Peralatan Produksi 11 Tahapan Produksi Tanggul 13 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 16 Keselamata Kerja 16 Kecelakaan Kerja 17 Pencegahan Kecelakaan Kerja 18 Kesehatan Kerja 20 Kecelakaan Kerja Konstruksi 22 Bahaya dan Risiko 26 Potensi Bahaya 27 Jenis Bahaya 28 Sumber Bahaya 29 Identifikasi Bahaya (Hazard Identification) 31 Tujuan Identifikasi bahaya 33 Persyaratan Identifikasi Bahaya 35 HIRARC (Hazard Identification Risk Assasment and Risk Control) 35 Tujuan HIRARC 36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
x
Langkah-langkah HIRARC 37
METODE PENELITIAN 45 Jenis Penelitian 45 Lokasi dan Waktu Penelitian 45 Informan Penelitian 45 Metode Pengumpulan Data 46 Metode Pengolahan Data 46
HASIL PENELITIAN 47 Sejarah Perusahaan PT. Pembangunan Perumahan 47 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Proyek Pengendalian Banjir Sungai Asahan Paket 2 PT. Pembangunan Perumahan .50 Visi dan Misi 51 Struktur Organisasi PT.Pembangunan Perumahan 51 Struktur Organisasi Proyek Pengendalian Banjir Sungai Asahan Paket 2 PT. Pembangunan Perumahan 52 Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Pengendalian Risiko serta Lingkungan 54 Program Kerja HSE 54 Jadwal Program HSE 56 Tahapan Pembangunan Tanggul Proyek Pengendalian Banjir Sungai Asahan Paket 2 PT. Pembanguan Perumahan 57 Tahapan Pemancangan Concrete Sheet pile 57 Tahapan Pekerjaan Timbunan 59 Cara Penilaian Risiko PT. Pembangunan Perumahan pada Proyek Pengendalian Banjir Sungai Asahan Paket 2 60 Identifikasi dan Penilaian Risiko pada Proyek Pengendalian Banjir Sungai Asahan Paket 2 PT. Pembangunan Perumahan 61 Identifikasi Bahaya pada Pemancangan Concrete Sheet Pile 62 Identifikasi Bahaya pada Pekerjaan Timbunan 65
PEMBAHASAN 68 Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Proses Pemancangan Concrete Sheet Pile 68 Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Pekerjaan Timbunan 75
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 82 Saran .83DAFTAR PUSTAKA 84DAFTAR LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xi
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1 Peringkat Penyebab Kematian Akibat Kecelakaan Kerja 25
2 Skala Likelihood pada Standar AS/NZS 4360-2004 39
3 Skala Severity pada Standar AS/NZS 4360-2004 40
4 Skala Risk Rating pada Standar AS/NZS 4360-2004 40
5 Jadwal Program HSE 56
6 Identifikasi Bahaya pada Pemancangan Concrete Sheet Pile 62
7 Identifiksi Bahaya pada Pekerjaan Timbunan 65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xii
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1 Hubungan Bahaya dan Risiko 26
2 Risiko Kecelakaan Menurut Dupont 33
3 Pedoman Pengendalian Risiko 41
4 Struktur Organisasi PT PP (Persero) Tbk 52
5 Struktur Organisasi Proyek 53
6 Pemancangan Concrete Sheet Pile 59
7 Pekerjaan Timbunan 60
8 Matrix Risk Rating 61
9 Persentase Tingkat Risiko pada Tahapan Pemancangan Concrete Sheet Pile
65
10 Persentase Tingkat Risiko pada Tahapan Timbunan 67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1 Surat Permohonan Izin Penelitian 87
2 Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian 88
3 Dokumentasi Penelitian 89
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xiv
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Septian Wiguna, lahir pada tanggal 20 September 1995 di
Kota Kisaran Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan. Penulis merupakan
anak ke lima dari lima bersaudara pasangan Bapak Sukarmin Aryadi dan Ibu
Peristiwana.
Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri 017973 Kisaran tahun
2001 sampai tahun 2007, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1
Kisaran tahun 2007 sampai tahun 2010, dan melanjutkan pendidikan di SMA
Negeri 1 Kisaran tahun 2010 sampai tahun 2013. Pada tahun 2013 sampai tahun
2018 penulis melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Sumatera Utara Fakultas
Kesehatan Masyarakat Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti beberapa organisi
seperti, Eternity Youth English (EYE) dan Lingkar Mahasiswa Asahan (LIMA).
Medan, 5 Oktober 2018
Septian Wiguna
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
Pendahuluan
Latar Belakang
Di zaman yang modern ini, hampir semua pekerjaan manusia telah dibantu
oleh alat-alat yang dapat memudahkan pekerjaan manusia, contohnya mesin,
disamping kualitas yang semakin baik dan standar, dengan bantuan mesin
produktivitas akan semakin meningkat (Anizar, 2009).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah membuat
penggunaan alat-alat produksi semakin komplek. Makin kompleknya peralatan
yang digunakan pekerja, makin besar pula potensi bahaya yang mungkin terjadi
dan makin besar pula kecelakaan kerja yang ditimbulkan apabila tidak dilakukan
penanganan dan pengendalian sebaik mungkin (ILO, 2013).
Kemajuan teknologi tersebut telah banyak menyumbangkan berbagai hal
positif dalam pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial di dunia industri.
Namun demikian, disisi lain kemajuan teknologi juga mengakibatkan berbagai
dampak yang merugikan perusahan dan pekerja antara lain berupa terjadinya
peningkatan pencemaran lingkungan, kecelakaan kerja, dan timbulnya berbagai
macam penyakit akibat kerja (Tarwaka, 2012).
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 164
mengenai kesehatan kerja disebutkan upaya kesehatan kerja ditujukan untuk
melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta
pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan, pengelola tempat kerja wajib
bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan kerja sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada pasal 165 disebutkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
bahwa pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan
melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga
kerja.
Secara umum masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di
Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukan dengan masih tingginya
angka kecelakaan kerja di Indonesia. Pada tahun 2011 terdapat 99.491 kasus atau
rata-rata 414 kasus kecelakaan kerja per hari, sedangkan tahun 2010 terdapat
98.711 kasus kecelakaan kerja, tahun 2009 terdapat 96.314 kasus, tahun 2008
terdapat 94.736 kasus, dan tahun 2007 terdapat 83.714 kasus. Direktur Pelayanan
PT Jamsostek Djoko Sungkono mengungkapkan hal ini berdasarkan
meningkatnya jumlah klaim kecelakaan kerja yakni Rp 504 miliar pada tahun
2011, dari Rp 401,2 miliar pada tahun 2010. Sementara pada tahun 2009 sebesar
Rp 328,5 miliar, tahun 2008 sebesar Rp 297,9 miliar, dan tahun 2007 hanya Rp
219,7 miliar (Tri, 2011). Tahun 2010, terdapat 65.000 kasus kecelakaan kerja,
sebanyak 1.965 pekerja meninggal, 3.662 pekerja mengalami cacat fungsi, 2.713
cacat sebagian, 31 cacat total dan sisanya dapat disembuhkan (Mubarak, 2012).
Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang
memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Risiko kecelakaan kerja yang
tinggi tersebut menjadi salah satu penyumbang penyebab kecelakaan kerja di
dunia (Ridley, 2014).
Hasil survei keselamatan tenaga kerja Trade Unions Congress (TUC)
Tahun 2014 menunjukkan bahwa sepuluh tahun terakhir lebih dari tujuh ratus ribu
pekerja terbunuh dalam bisnis konstruksi. Walaupun jumlah pekerjanya hanya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
sekitar lima persen dari angkatan kerja, setiap tahun konstruksi berada di puncak
daftar kematian dengan menyumbang 31 persen dari semua kematian di tempat
kerja dan 10 persen dari luka parah (Williams, 2011).
Menurut Suma’mur (2009), sumber- sumber bahaya perlu dikendalikan
untuk mengurangi / menghindari kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk
mengendalikan sumber-sumber bahaya, maka sumber-sumber bahaya tersebut
harus ditemukan dengan melakukan identifikasi sumber bahaya potensial yang
ada di tempat kerja.
Dalam penelitian Alawiyah dkk (2010) menyimpulkan bahwa apabila
suatu pekerjaan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja, maka potensi
bahayanya dapat teridentifikasi. Penyebab kecelakaan kerja harus benar-benar
diteliti dan diidentifikasi agar pekerja terhindar dari kecelakaan kerja dan atau
tidak terulang kembali. Setelah potensi bahaya diidentifikasi, maka akan
dikembangkan usulan tindak pencegahan sebagai bentuk perbaikan. Perbaikan ini
bertujuan agar tren perusahaan yang berhasil mencatatkan nol persen kecelakaan
kerja dapat berlanjut dan nama baik perusahaan terjaga.
Pada jurnal internasional tahun 2012 “The Effects of Risk Assesment
(Hirarc) on Organisational Performance in Selected Contruction Companies in
Nigeria” yang dikutip oleh Wildan (2014) menyebutkan ada keterkaitan antara
identifikasi risiko (HIRARC) dengan menurunnya insidensi kecelakaan. Hasil
menunjukan dari keenam perusahaan konstruksi yang diteliti, kinerja organisasi
menjadi lebih baik (mengurangi kecelakaan atau tingkat insiden, raktek keamanan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
membaik, peningkatan produktivitas dan peningkatan profitabilitas) tergantung
pada identifikasi (HIRARC).
Salah satu metode identifikasi bahaya yang juga digunakan oleh PT
Pembangunan Perumahan pada proyek pengendalian banjir sungai Asahan paket 2
adalah HIRARC (Hazard Identification Risk Assasment and Risk Control).
HIRARC merupakan salah satu tahap yang sangat penting dan juga salah satu
persyaratan yang harus ada ketika suatu organisasi atau perusahaan ingin
menerapkan SMK3 berdasarkan OHSAS 18001:2007. HIRARC dibagi menjadi 3
tahap yaitu identifikasi bahaya (hazard identification), penilaian risiko (risk
assessment), dan pengendalian risiko (risk control) (Shandy dkk, 2015).
Salah satu kasus kecelakaan kerja pada pembangunan tanggul terjadi pada
16 Oktober 2016 dibantaran kali Ciliwung, Tebet, Jakarta Selatan saat
pemancangan sheet pile. Pada saat pekerja yang bertugas mengarahkan sheet pile
ke lubang pressing, tali sling terputus. Akibat terputusnya sling, sheet pile dan
crane menimpa kaki korban hingga putus (“Poskotanews”, 2016).
PT. Pembangunan Perumahan (PP) (Persero) Tbk merupakan sebuah
perusahaan milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang konstruksi dan
investasi. Salah satu proyek yang sedang berlangsung saat ini adalah proyek
Pengendalian Banjir Sungai Asahan Paket 2 dengan masa kerja 15 September
2015 sampai dengan 15 Desember 2018.
Proyek Pengendalian Banjir Sungai Asahan Paket 2 meliputi
pembangunan Tanggul Sungai Asahan Kiri Sepanjang 10,00 km, pembuatan
shortcut Slincing-Daud-Jaksa sepanjang 1,60 km, pembuatan pintu kendali dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
pompa 1 buah, perbaikan alur dan proteksi jembatan (Jembatan Bandar Jepang,
Jembatan Bandar Jaksa, dan Jembatan Haji Daud), pekerjaan jalan masuk
sepanjang 8 km, dan pembuatan rumah jaga dan rumah panel diesel enginer.
Proses pembangunan tanggul masih dilakukan secara semi otomatis dimana alat-
alat yang digunakan masih dikendalikan oleh manusia.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan, pembangunan tanggul
meliputi tahapan pekerjaan pemancangan concrete sheet pile dan tahapan
pekerjaan timbunan. Tahapan pekerjaan pemancangan concrete shet pile
diantaranya pembersihan lahan yang akan dijadikan stockyard (tempat persediaan
tiang pancang) menggunakan excavator , sheepfoot roller dan tenaga manusia
(manual). Kemudian dilakukan pemancangan sheet pile (tiang pancang)
menggunakan crawl crane sebagai alat untuk mengangkat material tiang pancang,
dan pile driver hammer sebagai alat untuk memukul tiang pancang. Selanjutnya
dilakukan pemotongan atau pengupasan sisa sheet pile menggunakan alat bobok
hammer.
Setelah tahapan pemancangan selesai, selanjutnya dilakukan pekerjaan
penimbunan meliputi, pengambilan tanah dari quarry (tempat pengambilan tanah)
menggunakan excavator , tanah yang digali dipindahkan ke mobil dump truck lalu
diangkut menuju lokasi timbunan melewati jalan umum , setelah sampai dilokasi
tanah dibongkar lalu kemudian tanah dihamparkan secara merata menggunakan
bulldozer, penghamparan tanah dilakukan lapis demi lapis kelokasi yang akan
ditimbun. Setelah penghamparan selesai, tanah dipadatkan menggunakan vibro
roller. Setelah mencapai elevasi tanggul rencana maka slope tanggul dibentuk dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
dirapikan dengan excavator dengan kemiringan 1: 1.5, sisa tanah dari perapihan
slope dibuang ke disposal area.
PT Pembangunan Perumahan telah melakukan pengendalian Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) berupa mematuhi intruksi kerja, pemberian APD,
Rambu K3 serta APAR, namun masih terdapat insiden kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja seperti memar terbentur saat mobil angkut (dumn truck)
terbalik karena badan jalan rusak, tergores pecahan beton, iritasi mata dan
gangguan pernafasan. Mengingat pekerjaan penimbunan memerlukan banyak alat
berat yang akan beroperasi bersamaan maka diperlukan pengaturan yang benar –
benar agar tidak terjadi kecelakaan, untuk itu perlu diperhatikan penerapan K3
dalam pelaksanaan proyek pengendalian banjir sungai Asahan paket 2.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui bagaimana potensi
bahaya pada pekerja pembangunan tanggul proyek pengendalian banjir sungai
Asahan paket 2.
Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dan dikarenakan pihak perusahaan sudah
melakukan identifikasi bahaya dengan metode HIRARC namun belum mengacu
pada metode yang baku sesuai dengan standar yang telah ditentukan maka
penelitian ini ingin melihat identifikasi potensi bahaya dengan pendekatan
HIRARC berdasarkan Australian and New Zealand Standard Associations
(AS/NZS 4360 : 2004) yang dilakukan pada Pekerja Proyek Pengendalian Banjir
Sungai Asahan Paket 2 (Persero) Tbk.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dapat dibagi menjadi dua, secara umum dan secara
khusus.
Tujuan umum. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melihat
identifikasi potensi bahaya pada pekerja yang melaksanakan pekerjaan tanggul
proyek pengendalian banjir sungai Asahan paket 2 yang dilakukan PT.
Pembangunan Perumahan.
Tujuan khusus. Adapun tujuan khusus penelitian yaitu :
1. Untuk mengetahui identifikasi potensi bahaya pada pekerja yang
melaksanakan pekerjaan pemancangan concrete sheet pile yang dilakukan
PT. Pembangunan Perumahan.
2. Untuk mengetahui identifikasi potensi bahaya pada pekerja yang
melaksanakan pekerjaan timbunan yang dilakukan PT. Pembangunan
Perumahan.
3. Untuk mengetahui cara menilai risiko dari potensi bahaya yang timbul dari
segala aktivitas di tahapan pekerjaan pemancangan concrete sheet pile dan
tahapan pekerjaan timbunan yang dilakukan PT. Pembangunan
Perumahan.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan masukan bagi pekerja untuk mengenali potensi-potensi
bahaya di area pembangunan tanggul.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
2. Sebagai bahan masukan bagi pihak PT. Pembangunan Perumahan dalam
menanggulangi potensi bahaya yang terdapat pada proses pembangunan
tanggul.
3. Sebagai masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik dari kalangan
akademis, masyarakat, dan peneliti serta keilmuan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3).
4. Sebagai pengembangan wawasan keilmuan peneliti dalam memahami
potensi bahaya dan proses mengidentifikasi serta menganalisis bahaya
uuntuk pencegahan kecelakaan kerja.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
Tinjauan Pustaka
Konstruksi
Secara umum perusahaan konstruksi dikenal sebagai perusahaan yang
bergerak dalam bidang kontruksi bangunan, tower, jembatan, dermaga, lapangan
terbang dan sebagainya. Proyek konstruksi merupakan suatu upaya untuk
mencapai hasil dalam bentuk bangunan atau infrastruktur juga merupakan suatu
bidang yang dinamis dan mengandung risiko. Risiko dapat memberikan pengaruh
terhadap produktivitas, kinerja, kualitas dan dan batasan biaya dari proyek. Risiko
dapat dikatakan merupakan akibat yang mungkin terjadi secara tak terduga.
Walaupun suatu kegiatan telah direncanakan sebaik mungkin, namun tetap
mengandung ketidakpastian bahwa nanti akan berjalan sepenuhnya sesuai
rencana. Risiko pada proyek konstruksi bagaimanapun tidak dapat dihilangkan
tetapi dapat dikurangi atau ditransfer dari satu pihak kepihak lainnya (Kangari,
1995).
Menurut (Ervianto, 2004) Proyek konstruksi adalah suatu upaya untuk
mencapai suatu hasil dalam bentuk bangunan atau infrastruktur. Proses yang
terjadi pada suatu proyek tidak akan berulang pada proyek lainnya. Hal ini
disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi proses suatu proyek konstruksi
berbeda satu sama lain.
Bush (1983) membagi atau mengelompokkan industri menjadi 3 (tiga)
golongan besar, yaitu:
1. Konstruksi perteknikan yang dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
a. Konstruksi jalan raya misalnya penggalian, pengerasan jalan, jembatan,
dan sebagainya.
b. Konstruksi berat misalnya pembuatan bendungan, saluran air, dan
sebagainya.
2. Konstruksi industri, misalnya pembuatan kilang minyak, peleburan biji besar
dan sebagainya.
3. Konstruksi bangunan, misalnya bangunan pabrik, tempat tinggal, gedung,
dan sebagainya.
Tanggul
Tanggul adalah tambak (pematang besar) di tepi sungai. Tujuan utama
tanggul adalah untuk mencegah banjir di dataran yang dilindunginya.
Bagaimanapun, tanggul juga mengungkung aliran air sungai, menghasilkan aliran
yang lebih cepat dan muka air yang lebih tinggi. Tanggul juga dapat ditemukan di
sepanjang pantai, di mana gumuk / gundukan pasir pantainya tidak cukup kuat, di
sepanjang sungai untuk melindungi dari banjir, di sepanjang danau atau polder.
Tanggul juga dibuat untuk tujuan empoldering/membentuk batasan perlindungan
untuk suatu area yang tergenang serta suatu perlindungan militer.
Material pembentuk tanggul. Bahan baku atau pembentuk tanggul
diantaranya adalah :
1. Tanah
2. Sirtu
3. Semen
4. Concrete sheet pile (tiang pancang)
5. Geotekstil Woven
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
Geotekstil Woven adalah sejenis terpal atau anyaman yang tembus
air berfungsi sebagai separator , filter, proteksi, dan perkuatan.
Peralatan produksi. Peralatan produksi sangat membantu dalam
melaksanakan proyek konstruksi, terutama alat berat. Beberapa alat berat yang
digunakan sebagai berikut :
a. Excavator
Excavator adalah alat berat yang terdiri dari beberapa bagian
masing-masing yang memiliki fungsi tersendiri. Alat yang didominasi
dengan warna kuning tersebut terdiri dari bahu (boom), lengan (arm),
keranjang atau alat keruk (bucket), kabin dan tracker. Excavator digunakan
untuk penggalian, perataan dan pemindahan tanah.
b. Bulldozer
Buldozer merupakan alat berat yang dipasangkan pisau atau blade
di depannya. Pisau berfungsi untuk mendorong atau memotong material.
c. Vibro Roller
Vibro Roller merupakan alat berat yang digunakan untuk
menggilas, memadatkan tanah hasil timbunan, sehingga kepadatan tanah
yang dihasilkan lebih sempurna. Efek yang ditimbulkan oleh Vibro Roller
adalah gaya dinamis terhadap tanah, dimana butir-butir tanah cenderung
mengisi bagian-bagian kosong yang terdapat diantara butir-butirnya.
d. Dump Truck
Dump Truck merupakan alat yang digunakan untuk memindahkan
material hasil galian dari lokasi quary ke lokasi proyek. Alat tersebut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
biasanya digunakan untuk mengangkut material lepas (loose material)
baik berupa pasir, kerikil, tanah, dan material mineral/batubara yang
digunakan di dunia konstruksi dan pertambangan.
e. Crawler Crane
Crawler Crane adalah salah satu alat berat yang digunakan
sebagai alat pengangkut material sheet pile dengan jangkauan yang tidak
terlalu panjang.
f. Pile Driver Hammer
Pile Driver Hammer adalah alat untuk memancangkan tiang
pancang ke dalam tanah. Bagian-bagian pada alat ini :
1. Pemukul (Hammer) : Bagian ini biasanya terbuat dari baja
massif/pejal yang berfungsi sebagai palu untuk pemukul tiang
pancang agar masuk ke dalam tanah.
2. Leader : Bagian ini merupakan jalan (truck) untuk bergeraknya
pemukul (hammer) ke atas dan ke bawah.
g. Tamping Rammer
Tamping Rammer adalah alat atau mesin yang digunakan untuk
pemadatan tanah di tepi sungai.
h. Truck Mixer
Truck mixer adalah kendaraan untuk mengaduk / mencampur
campuran beton serta mengangkut kelokasi proyek.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
i. Alat Bobok Hammer
Alat bobo hammer adalah alat bor yang digunakan untuk
memotong kepala tiang pancang.
Tahapan produksi tanggul. Proses pembuatan tanggul diantaranya :
1. Pekerjaan Persiapan
Pekerjaan pembangunan suatu proyek biasanya diawali dengan pekerjaan
persiapan ada pun pekerjaan persiapan tersebut meliputi :
a. Tebas Tebang
Pekerjaan ini adalah kegiatan penebasan semak belukar, penebangan
pohon, tanaman lain serta bahan non-organik berupa pagar, bangunan,
fondasi, puing dan kotoran lainnya menggunakan chainsaw, escavator,
dan bulldozer pada lokasi yang ditunjukkan dalam gambar kerja atau
sebagaimana petunjuk Pengguna Jasa.
b. Cabut Tanggul
Pekerjaan ini adalah kegiatan pencabutan tunggul sisa penebangan pohon
menggunakan escavator. Tunggul pohon harus dicabut beserta akar-akar
pohon dari permukaan tanah pada lokasi pekerjaan yang ditunjukkan
dalam gambar kerja atau sebagaimana petunjuk Pengguna Jasa.
c. Stripping
Pekerjaan pengupasan lapisan atas tanah adalah pengupasan lapis atas
tanah yang banyak mengandung bahan orgnaik seperti rumput, akar-
akaran, humus maupun bahan non-organic seperti plastic, besi sisa
bangunan , fondasi dan lain-lainnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
d. Pemasangan Geotekstil Woven
Geotekstile woven dipasang pada jalur penimbunan tanggul yang kondisi
tanah asli sangat lunak atau berlumpur untu tujuan menghindari
tercampurnya butiran tanah timbunan dengan tanah lumpur, sekaligus
mengontrol kadar air pada lapisan dasar timbunan sebelum dilakukan
pemadatan.
e. Pekerjaan Timbunan
Pekerjaan timbunan tanah yang dimaksudkan dalam spesifikasi ini harus
mencakup semua jenis pekerjaan timbunan untuk saluran, tanggul sungai,
jalan inspeksi, untuk bangunan irigasi, bangunan pelengkap irigasi,
bangunan sungai dan bagian lain dari Pekerjaan, dengan bahan tanah yang
cocok dan disetujui Pengguna Jasa. Alat yang digunakan dump truck,
escavator, bulldozer, vibratory roller
2. Pekerjaan Perkuatan Tanggul
Pekerjaan perkuatan panggul diawali dengan proses pemancangan sheet
pile dengan menganalisa kedalaman pemancangan sheet pile berdasarkan tipe
sheet pile yang dipakai dan data tanah hasil soil investigation. Pengukuran area
pemancangan sheet pile untuk menentukan titik yang akan dipancang sesuai
dengan gambar yang telah di setujui. Melakukan pekerjaan galian untuk
mempermudah akses mobilisasi alat / sheet pile dan sebagai dudukan crane
pancang Untuk mendapatkan hasil pemancangan yang lurus, dibantu dengan
pemasangan guide beam yang terdiri dari H-BEAM & UNP. Sheet pile dipasang di
tengah guide beam yang terdiri dari H-BEAM & UNP. Pemancangan dilakukan di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
bantaran apabila bantaran sungai cukup lebar dan cukup kuat untuk ditempati oleh
pile driver hammer, pemancangan manual dilakukan di bantaran apabila bantaran
sungai tidak cukup lebar dan cukup kuat untuk ditempati oleh pile driver hammer.
Pengecoran capping beam menggunakan truck mixer. Dan dibantu oleh tenaga
manual (manpower). Setelah pengecoran beton caping beam selesai, bekisting
caping beam dibongkar dengan tenaga manual (manpower) dan dilakukan
pengurugan tanah yang didatangkan dari luar. Setelah pekerjaan urugan tanah
selesai Kemudian dilakukan perataan dengan alat bulldozer. Setelah perataan
tanah dilakukan, tanah tersebut dipadatkan dengan vibro roller pada tubuh tanggul
dan dengan alat tamping rammer pada tepi tanggul. Selanjutnya Pekerjaan
pemotongan kepala sheet pile dilakukan dengan man power dan alat bobok
hammer sesuai dengan elevasi design yang disetujui oleh direksi. Pemotongan
sheet pile ini bertujuan untuk menyatukan sheet pile dengan balok frame
revetment. Setelah dilakukan pemotongan, kemudian dipasang bekisting caping
beam bawah dengan material plat besi atau phenol film 12 mm Setelah
pemasangan bekisting selesai, Pengecoran capping beam dapat dilakukan dengan
truck mixer dan dibantu tenaga manual (manpower). Kemudian dilanjutkan
dengan pemasangan bekisting kolom frame revetment dilanjutkan pekerjaan
pengecoran beton, pemasangan batu muka sebagai badan dari frame beton
revetment dan pekerjaan pemasangan bekisting balok frame revetment. Selesai
bekisting dipasang pengecoran balok frame revetment dengan mutu beton K-225
dapat dilakukan menggunakan truck mixer dan alat bantu talang cor dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
pekerjaan batu muka secara keseluruhan sebagai isian frame beton revetment atau
sebagai badan dari revetment tersebut.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara filosofi adalah suatu upaya dan
pemikiran untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani diri manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya beserta hasil
karya menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Sedangkan secara
keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja adalah ilmu dan penerapannnya secara
teknis dan teknologis untuk melakukan pencegahan terhadap munculnya
kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja dan setiap pekerjaan yang dilakukan.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara hukum merupakan suatu upaya
perlindungan agar setiap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja
senantiasa dalam keadaan sehat dan selamat serta sumber-sumber proses produksi
dapat dijalankan secara aman dan efisien dan produktif (Tarwaka, 2008).
Keselamatan kerja. Menurut Husni (2005), keselamatan kerja bertalian
dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau
dikenal dengan istilah kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini secara umum
dapat diartikan sebagai suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak
dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas. Ada
4 (empat) faktor penyebabnya yaitu:
1) Faktor manusia.
2) Faktor material/bahan/peralatan.
3) Faktor bahaya/sumber bahaya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
4) Faktor yang dihadapi (pemeliharaan/perawatan mesin-mesin).
Menurut Husni (2005) bahwa disamping ada sebabnya maka suatu
kejadian juga akan membawa akibat. Akibat dari kecelakaan kerja ini dapat
dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain:
1. Kerusakan/kehancuran mesin, peralatan, bahan dan bangunan.
2. Biaya pengobatan dan perawatan korban.
3. Tunjangan kecelakaan.
4. Menurunnya jumlah maupun mutu produksi.
b. Kerugian yang bersifat non ekonomis
Pada umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang
bersangkutan baik itu merupakan kematian, luka/cedera berat maupun luka ringan.
Kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang
berhubungan dengan kerja disuatu perusahaan. Hubugan kerja disini dapat berarti
bahwa kecelakaan dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan
pekerjaan (Djati, 2006).
Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan seorang atau kelompok dalam
rangka melaksanakan kerja di lingkungan industri atau perusahaan. Kecelakaan
kerja biasanya timbul sebagai gabungan dari beberapa faktor, seperti faktor
peralatan, lingkungan kerja, dan pekerja itu sendiri. Dalam suatu pabrik,
terkadang ada mesin yang kurang baik, seperti tidak dilengkapi alat pengaman
yang cukup, maka kondisi seperti ini dapat menjadi sumber risiko (Siahaan,
2009).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
Pencegahan kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja pada prinsipnya dicegah
dan pencegahan kecelakaan ini menurut Bennet NBS (1995) merupakan tanggung
jawab para manajer lini, penyelia, mandor kepala, dan juga kepala urusan. Tetapi
menurut M. Sulaksmono (1997) dan yang tersirat dalam UU no.1 tahun 1970
pasal 10, bahwa tanggung jawab kecelakaan kerja selain pihak perusahaan juga
karyawan dan pemerintah (Gempur, 2004). Dibawah ini adalah cara pencegahan
kecelakaan kerja menurut beberapa orang:
1. Menurut Olishifki (1985) bahwa aktivitas pencegahan kecelakaan dalam
keselamatan kerja professional dapat dilakukan dengan beberapa hal berikut :
a. Memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan dari mesin, cara
kerja, material, dan struktur perencanaan,
b. Memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber daya
yang ada dalam perusahaan tersebut,
c. Memberikan pendidikan ( training) kepada tenaga kerja atau karyawan
tentang kecelakaan dan keselamatan kerja,
d. Memberikan alat pelindung diri tertentu terhadap tenaga kerja yang
berada pada area yang membahayakan.
2. Menurut Suma’mur (1996) bahwa kecelakan akibat kerja dapat dicegah
dengan 12 hal berikut:
a. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan –ketentuan yang diwajibkan
mengenai kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi,
perawatan, dan pemeliharaan pengawasan, pengujian dan cara kerja
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
peralatan industri, tugas – tugas pengusaha dan buruh, latihan,
supervise medis, P3K dan pemeriksaan medis,
b. Standarisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi, atau tidak
resmi mengenai misalnya syarat – syarat keselamatan sesuai konstruksi
peralatan industri dan alat pelindung diri (APD),
c. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan –
ketentuan perundang – undangan yang diwajibkan,
d. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat dan ciri–ciri dari
bahanbahan berbahaya, pengujian alat – alat pelindung diri,
e. Riset medis, terutama meliputi efek fisiologis dan patologis, faktor
lingkungan dan teknologi dan keadan yang mengakibatkan kecelakaan,
f. Penelitian psikologis, meliputi penelitian tentang pola–pola kejiwaan
yang mengakibatkan kecelakaan,
g. Penelitian secara statistik, untuk menetepkan jenis – jenis kecelakaan
yang terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa,
dan apa sebab- sebabnya,
h. Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam
kurikulum teknik, sekolah – sekolah perniagaan atau kursus – kursus
pertukangan,
i. Latihan – latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khusunya
tenaga kerja baru dalam keselamatan kerja,
j. Penggairahan yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau
pendekatan lain untuk menimbulkan sikap selamat,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
k. Asuransi yaitu insentif financial untuk meningkatkan pencegahan
kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar
oleh perusahaan, jika tindakan – tindakan keselamatan sangat baik,
l. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran
utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja.
Kesehatan kerja. Menurut Husni (2005), kesehatan kerja adalah bagian
dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan
kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, maupun sosial sehingga
memungkinkan dapat bekerja secara optimal.
Tujuan kesehatan kerja menurut adalah:
a. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-
tingginya baik fisik, mental, maupun sosial.
b. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja.
c. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga
kerja.
d. Meningkatkan produktivitas kerja.
Sumber-sumber bahaya bagi kesehatan tenaga kerja adalah:
1. Faktor fisik, berupa:
a. suara yang terlalu bising
b. suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
c. penerangan yang kurang memadai
d. ventilasi yang kurang memadai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
e. radiasi
f. getaran mekanis
g. tekanan udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
h. bau-bauan di tempat kerja
i. kelembapan udara.
2. Faktor kimia, berupa:
a. gas/ uap
b. cairan
c. debu
d. bahan- bahan kimia yang mempunyai sifat racun.
3. Faktor biologis, berupa:
a. bakteri virus
b. jamur, cacing dan serangga
c. tumbuh - tumbuhan dan lain - lain yang hidup/ timbul dalam lingkungan
tempat kerja.
4. Faktor faal, berupa:
a. sikap badan yang tidak baik pada waktu bekerja
b. peralatan yang tidak sesuai / tidak cocok dengan tenaga kerja
c. gerak yang senantiasa berdiri atau duduk
d. proses, sikap dan cara kerja yang monoton
e. beban kerja yang melampaui batas kemampuan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
5. Faktor psikologis, berupa:
a. kerja yang terpaksa/ dipaksakan yang tidak sesuai dengan kemampuan
b. suasana kerja yang tidak menyenangkan
c. pikiran yang senantiasa tertekan terutama karena sikap atasan atau teman
kerja yang tidak sesuai
d. pekerjaan yang cenderung lebih mudah menimbulkan kecelakaan.
Kecelakaan Kerja Konstruksi
Menurut Tarwaka (2008) kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang
jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat
menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa
yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya.
Frank Bird (1989) dikutip oleh Soehatman Ramli menyatakan bahwa
kecelakaan adalah kejadian yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kerugian
fisik bagi seseorang atau merusak properti. Hal tersebut biasanya akibat dari
kontak dengan sumber energi (kinetik, elektrik, kimia, suhu, dan lain-lain).
. Laporan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans)
menunjukkan tingkat kecelekaan kerja di Indonesia masih memprihatinkan. Meski
daridata yang didapatkan Badan Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa kasus kecelakaan kerja menurun dari
tahun 2015 ke tahun 2016, namun jumlah pekerja yang meninggal dunia
meningkat dari 2.375 orang menjadi 2.382 orang.
Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena
ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta
dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan
serupa tidak berulang kembali (Suma’mur, 2014).
Pada teori Frank Bird (1989), dalam proses terjadinya kecelakaan terkait
empat unsur produksi yaitu People, Equipment, Material, Environment (PEME)
yang saling berinteraksi dan bersama-sama menghasilkan suatu produk atau jasa.
Kecelakaan terjadi dalam proses interaksi tersebut yaitu ketika terjadi kontak
antara manusia dengan alat, material, dan lingkungan dimana ia berada.
Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi alat atau material yang kurang
baik atau berbahaya. Kecelakaan juga dapat dipicu oleh kondisi lingkungan kerja
yang tidak aman seperti ventilasi, penerangan, kebisingan, atau suhu yang tidak
aman melampaui ambang batas. Di samping itu, kecelakaan juga dapat bersumber
dari manusia yang melakukan kegiatan di tempat kerja dan menangani alat atau
material.
Heinrich (1980) dalam membagi faktor penyebab kecelakaan ke dalam dua
golongan, yaitu tindakan tidak aman dari manusia (unsafe act) dan kondisi tidak
aman (unsafe condition). Tindakan tidak aman misalnya tidak mau menggunakan
alat keselamatan, melepas alat pengaman atau bekerja sambil bergurau.
Sedangkan kondisi tidak aman terkain dengan lingkungan yang tidak baik seperti
alat, material atau lingkungan yang tidak aman dan membahayakan. Misalnya
lantai yang licin, tangga yang rusak, dan penerangan yang kurang baik.
Berdasarkan survei yang telah dilaksanakan oleh American Society of Civil
Engineers (ASCE) pada tahun 1993, dalam penerapan keselamatan dan kesehatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
kerja pada suatu proyek konstruksi, terdapat hal-hal utama yang dapat menjadi
penyebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu:
1. Kegagalan dalam mengidentifikasi kondisi tidak aman (unsafe condition)
yang ada sebelum aktivitas kegiatan konstruksi dilaksanakan atau yang
terjadi ketika aktivitas telah dilaksanakan.
2. Memutuskan untuk tetap melanjutkan aktivitas pekerjaan setelah kondisi
tidak aman (unsafe condition) teridentifikasi.
3. Memutuskan untuk melakukan tindakan tidak aman (unsafe act) tanpa
memperhatikan kondisi awal lokasi pekerjaan dan lingkungannya.Penyebab
terjadinya suatu kondisi tidak aman dapat disebabkan beberapa faktor yaitu
keputusan atau tidak membuat keputusan dari pihak manajemen, tindakan
tidak aman pekerja, kejadian disebabkan bukan faktor manusia, dan kondisi
tidak aman yang disebabkan oleh faktor alam dari lokasi aktivitas pekerjaan.
Data dari U.S Department of Labor-OSHA menyebutkan bahwa jatuh dari
ketinggian merupakan peringkat pertama penyebab kematian akibat kecelakaan
kerja pada industri konstruksi di Amerika Serikat (Indarto, 2006). Berikut ini
disimpulkan sepuluh penyebab kematian akibat kecelakaan kerja dalam presentase
sebagai berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
Tabel 1Peringkat Penyebab Kematian Akibat Kecelakaan Kerja
Category 1991-1998 1999
Falls from/through roof 11.2 10.6
Nonoperators run over by equipment 7.8 9.2
Falls from structure 7.6 8.1
Run over by highway vehicle 3.8 6.1
Operator crushed by equipment 5.2 5.8
Lifting equipment accident 5.4 5.4
Equipment concacting power source 8.4 5.2
Falls from scaffold 2.9 5.1
Collapse structure 4.3 5.0
Shock from equipment/tools 4.1 4.7
U.S Department of Labor-OSHA
Pada tahun 1980-an, telah dicatat dari berbagai sumber bahwa biaya
kecelakaan dalam industri konstruksi (construction accident cost), mencapai
sebesar 6,5% dari total biaya konstruksi sebesar US$ 300 miliar atau sebesar
kurang kebih US$ 20 miliar per tahun. Angka tersebut telah memberikan bukti
bahwa penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja serta pengurangan
kecelakaan menawarkan suatu penghematan biaya yang cukup besar dan dapat
menurunkan biaya keseluruhan proyek.
Upaya pencegahaan kecelakaan harus mencakup berbagai usaha antara
lain melakukan perbaikan teknis, tindakan persuasif, penyesuaian individu dengan
pekerjaannya, dan dengan melakukan penegakan disiplin. Keselamatan kerja
adalah sasaran utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian sebagai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi
keamanan tenaga kerja. Keberhasilan suatu industri menggerakkan roda usaha
tidak terlepas dari bagaimana mengupayakan keselamatan kerja karyawan mereka.
Bahaya dan Risiko
Menurut Ramli (2010), bahaya dan risiko memiliki hubungan yang erat.
Bahaya menjadi sumber terjadinya kecelakaan atau insiden baik yang menyangkut
manusia, properti, dan lingkungan. Risiko menggambarkan bersarnya
kemungkinan suatu bahaya dapat menimbulkan kecelakaan serta besarnya
keparahan yang dapat diakibatkannya. Besarnya risiko ditentukan oleh berbagai
faktor, seperti besarnya paparan, lokasi, pengguna, kuantiti serta kerentanan unsur
yang terlibat. Oleh karena itu, suatu risiko digambarkan sebagai pelung dan
kemungkinan (problability) suatu bahaya untuk menghasilkan kecelakaan serta
tingkat keparahan yang dapat ditimbulkan jika kecelakaan terjadi (severity).
Karena itu dalam konsep keselamatan kerja, sasaran utama adalah mengendalikan
atau menghilangkan bahaya sehingga secara otomatis risikonya dapat dikurangi
atau dihilangkan.
Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif OHS Risk Management
Gambar 1. Hubungan bahaya dan risiko
Bahaya Kecelakaan
Manusia
Lingkungan
Peralatan
Risiko
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
Potensi bahaya. Bahaya (hazard) adalah segala hal yang berpotensi
menimbulkan bahaya dan sering dikaitkan dengan suatu kondisi atau aktivitas tak
terkendali dan jika dibiarkan bisa mengakibatkan cedera (Roughton dkk, 2008).
Bahaya adalah sumber, situasi, atau tindakan berbahaya yang berhubungan
dengan luka-luka pada manusia atau penyakit manusia (OHSAS 18001).
ILO (1998) dalam Anugrah (2009), mendefinisikan potensi bahaya atau
bahaya kerja (work hazard) adalah suatu sumber potensi kerugian atau suatu
situasi yang berhubungan dengan pekerja, pekerjaan dan lingkungan kerja yang
berpotensi menyebabkan gangguan/kerugian.
Bahaya di tempat kerja timbul atau terjadi ketika ada interaksi antara
unsur-unsur produksi yaitu manusia, peralatan, material, proses, atau metode
kerja. Dalam proses tersebut terjadi kontak antara manusia dengan mesin,
material, lingkungan kerja yang diakomodir oleh proses atau prosedur kerja. Oleh
karena itu, sumber bahaya dapat berasal dari unsur-unsur produksi tersebut, yaitu
manusia, peralatan, material, proses serta sistem dan prosedur (Ramli, 2010).
Potensi bahaya merupakan segala sesuatu yang mempunyai kemungkinan
mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, lingkungan maupun manusia. Di
tempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko keselamatan dan kesehatan
akan selalu dijumpai.
Jika setiap bahaya-bahaya tersebut dapat diidentifikasi, tindakan harus
diambil untuk menghilangkan atau meminimalkan risiko yang dihadapi oleh
pekerja. Jika bahaya tersebut tidak dapat dihilangkan, suatu penilaian risiko perlu
dilakukan untuk menentukan tingkat pencegahan apa saja yang harus diambil. Hal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
ini diupayakan untuk melindungi pekerja yang merupakan aset yang sangat
berharga bagi perusahan.
Jenis bahaya. Bahaya dalam kehidupan banyak ragam dan jenisnya. Di
sekitar kita terdapat banyak bahaya yang potensial untuk mencederai tubuh kita,
baik ringan maupun fatal. Kita tidak dapat mencegah berbagai bahaya tersebut
jika kita tidak mengenali bahayanya dengan baik.
Ramli (2010) mengklasifikasikan jenis bahaya sebagai berikut:
1. Bahaya Mekanis
Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak
dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun dengan
penggerak. Misalnya mesin sinso, bubut, gerinda, tempa, dan lain-lain.
Bagian yang bergerak pada mesin mengandung bahaya seperti gerakan
mengebor, memotong, menempa, menjepit, menekan dan bentuk gerakan
lainnya. Gerakan mekanis ini dapat menimbulkan cedera atau kerusakat
seperti tersayat, terpotong, atau terkupas.
2. Bahaya Listrik
Suatu bahaya yang berasal dari energi listrik. Energi listrik dapat
mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan
hubungan singkat. Di lingkungan kerja banyak ditemukan bahaya listrik, baik
dari jaringan listrik, maupuun peralatan kerja atau mesin yang menggunakan
energi listrik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
3. Bahaya Fisis
Bahaya yang berasal dari faktor fisis seperti kebisingan yang dapat
mengakibatkan tuli atau kerusakan indera pendengaran, tekanan, getaran,
suhu panas atau dingin, cahaya atau penerangan, serta radiasi dari bahan
radioaktif, sinar ultra violet atau infra merah.
4. Bahaya Biologis
Sumber bahaya dari unsur biologis seperti flora dan fauna yang terdapat di
lingkungan kerja atau berasal dari aktivitas kerja. Potensi bahaya ini
mayoritas ditemukan dalam industri makanan, pertanian dan kimia,
pertambangan, minyak dan gas bumi.
5. Bahaya Kimia
Bahaya kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat dan
kandungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat bahaya kimiawi. Bahaya
yang dapat ditimbulkan oleh bahan kimia antara lain keracunan bahan kimia
iritasi, polusi dan pencemaran lingkungan, serta kebakaan dan peledakan.
Sumber bahaya. Pada tahun 1960-an Frank Bird melakukan pendekatan
pengendalian bahaya melalui proses terjadinya kecelakaan. Konsep ini
mengaitkan antara energi dan kecelakaan. Konsep tersebut dapat membantu
mengidentifikasi bahaya khususnya bahaya kimia atau fisis serta memberikan arah
yang tepat untuk mencegah dan mengendalikannya. Energi hadir dalam kehidupan
kitia dan terdapat di sekitar kita. Energi membuat sesuatu dapat bergerak,
mengeluarkan panas, menghasilkan cahaya atau suara (Ramli, 2010).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
Di dalam konsep energi, keberadaan energi inilah yang dinilai dapat
menimbulkan risiko kecelakaan atau cedera. Banyak sekali sumber energi sebagai
sumber bahaya di suatu lingkungan kerja, sebagian di antaranya adalah:
1. Gravitasi
Dapat terjadi jika suatu benda jatuh menimpa orang, jatuh dari ketinggian
atau terpeleset. Cedera bervariasi mulai dari terkilir, luka, dan fatal.
2. Bising dan Getaran
Ditemukan jika terpapar suara bising atau getaran. Cedera beragam dari
ringan sampai ketulian.
3. Kimia
Dapat terjadi jika manusia menghirup, menelan, atau menyerap cairan, debu,
gas, atau zat yang dapat mengakibatkan kerusakan seperti kebakaran,
peledakan, korosi dan lainnya. Cedera bervariasi mulai dari akut, kronis, dan
kematian.
4. Listrik
Ditemukan dalam penggunaah listrik untuk mengoperasikan peralatan.
Cedera bervariasi mulai dari cedera luka bakar sampai mati.
5. Mekanikal
Terdapat pada mesin atau bagian bergerak atau berputar yang mengeluarkan
bagian yang tajam, runcing, atau lontaran benda. Cedera beragam mulai dari
luka sayat, putus, dan mati.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
6. Termal
Terjadi pada lingkungan panas, dingin, atau peralatan yang menggunakan dan
menghasillkan panas atau dingin seperti dapur, ruang pendingin, proses
panas, pengelasan, benda panas atau dingin. Cedera bervariasi mulai dari luka
bakar, stress panas, sampai mati.
7. Tekanan
Ditemukan pada bejana atau objek bertekanan termasuk boiler, botol
bertekanan, dan kompresor. Cedera bervariasi mulai dari luka sampai mati.
8. Radiasi
Ditemukan pada pekerjaan atau peralatan yang menggunakan sinar X, radiasi
ultraviolet, gelombang mikro, laser atau pengelasan.
9. Mikrobiologis
Dapat terjadi jika terpajan dengan bakteri, virus atau zat pathogen lainnya
misalnya dalam menara pendingin, organ tubuh manusia atau hewan.Cedera
bervariasi mulai dari akut, kronis, yang bersifat jangka panjang menimbulkan
kematian seperti HIV, Hepatitis, dan keracunan.
Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)
Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui adanya
bahaya dalam aktivitas organisasi. Identifikasi bahaya merupakan landasan dari
manajemen risiko. Tanpa melakukan identifikasi bahaya tidak mungkin
melakukan pengelolaan risiko dengan baik (Ramli, 2010).
Menurut Rijanto (2011), untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya khusus
yang berhubungan dengan pekerjaan, maka dapat dimulai dengan mencari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
bahaya-bahaya. Untuk itu perlu dijawab beberapa pertanyaan tentang setiap
langkahnya:
1. Apakah ada bahaya terbentur, terpukul, atau lainnya yang membuat luka,
dengan suatu objek?
2. Dapatkah pekerja terjepit pada, atau diantara objek?
3. Apakah ada potensi untuk terpeleset, atau tersandung? Apakah pekerja
dapat terjatuh, pada lantai yang sama atau yang lain?
4. Apakah ada ketegangan karena mendorong, menarik, membungkuk, atau
memelintir?
5. Apakah lingkungan membahayakan keselamatan atau kesehatan?
Contohnya, apakah ada konsentrasi gas racun, uap, asap, debu, panas, atau
radiasi?
Pengamatan terhadap pekerjaan harus diulang sesering mungkin sesuai
dengan kebutuhan sampai semua bahaya dan potensi kecelakaan teridentifikasi.
Kadang risiko timbul secara tidak tetap, dan kondisi yang menunjukkan risiko
yang sebenarnya mungkin tidak timbul saat dilakukan pengamatan. Untuk itu
pekerja-pekerja dapat membantu mengidentifikasi risiko-risiko berdasarkan
pengalaman mereka.
Kegiatan lainnya yang berkaitan dengan identifikasi bahaya dan risiko
adalah melakukan penlaian setiap laporan survei dan/ atau inspeksi K3 atau
lingkungan yang berhubungan dengan lokasi. Sumber-sumber tambahan yang
mungkin dapat digunakan untuk mengidentifikasi risiko antara lain:
1. Analisis dan prosedur kerja yang dilaksanakan pada atau di dekat lokasi kerja.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
2. Laporan kecelakaan/ insiden dari area umum di lokasi kerja.
3. Laporan pengamatan kerja.
4. Peraturan kerja khusus di lokasi.
5. Kebutuhan alat pelindung diri.
6. Gambar, skema atau diagram alir berkaitan dengan lokasi.
Tujuan identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya merupakan landasan dari
program pencegahan kecelakaan atau pengendalian risiko. Tanpa mengenal
bahaya, maka risiko tidak dapat ditentukan sehingga upaya pencegahan dan
pengendalian risiko tidak dapat dijalankan. Identifikasi bahaya memberikan
berbagai manfaat antara lain:
a. Mengurangi peluang kecelakaan
Identifikasi bahaya berkaitan dengan faktor penyebab kecelakaan, dengan
maka berbagai sumber bahaya yang merupakan pemicu kecelakaan dapat
diketahui dan dihilangkan sehingga kecelakaan dapat ditekan.
Gambar 2. Rasio kecelakaan menurut Dupont
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
Menurut Dupont, rasio kecelakaan adalah:
1 : 30 : 300 : 3000 : 30.000
yang artinya untuk setiap 30.000 bahaya atau tindakan tidak aman atau
kondisi tidak aman, akan terjadi 1 kali kecelakaan fatal, 30 kali kecelakaan
berat, 300 kali kecelakaan serius, dan 3000 kali kecelakaan ringan.
Berdasarkan rasio ini dapat dilihat bahwa dengan mengurangi penyea
kecelakaan yang menjadi dasar piramida, maka peluang terjadinya kecelakaan
dapat diturunkan. Maka dari itu perlunya diupayakan mengidentifikasi
seluruh sumber bahaya di tempat kerja.
b. Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak (pekerja-manajemen dan
pihak terkait lainnya) mengenai potensi bahaya dari aktivitas perusahaan
sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dalam menjalankan operasi
perusahaan.
c. Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan
dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan menentukan skala prioritas
penanganannya sesuai dengan tingkat risikonya sehingga diharapkan hasilnya
akan leih efektif.
d. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam
perusahaan kepada semua pihak khususnya pemangku kepentingan. Dengan
demikian mereka dapat memperoleh gambaran mengenai risiko usaha yang
akan dilakukan (Ramli, 2010).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
Persyaratan identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya harus dilakukan
secara terencana dam komprehensif. Ada beberapa hal yang mendukung
keberhasilan program identifikasi bahaya antara lain:
1. Identifikasi bahaya harus sejalan dan relevan dengan aktivitas perusahaan
sehingga dapat berfungsi dengan baik.
2. Identifikasi bahaya harus dinamis dan selalu mempertimbangkan adanya
teknologi dan ilmu terbaru.
3. Keterlibatan semua pihak terkait dalam proses identifikasi bahaya. Proses
identifikasi bahaya harus melibatkan atau dilakukan melalui konsultasi
dengan pihak terkait misalnya dengan pekerja. Identifikasi bahaya juga
berdasarkan masukan dari pihak lain misalnya konsumen atau masyarakat
sekitar.
4. Ketersediaan metoda, peralatan, referensi, data dan dokumen untuk
mendukung kegiatan identifikasi bahaya. Salah satu sumber informasi
misalnya data kecelakaan yang pernah terjadi baik internal maupun
eksternal perusahaan.
5. Akses terhadap regulasi yang berkaitan dengan aktivitas perusahaan
termasuk juga pedoman industri dan data seperti MSDS (Material Safety
Data Sheet) (Ramli, 2010).
HIRARC (Hazard Identification Risk Assasment and Risk Control)
HIRARC adalah serangkaian proses mengidentifikasi bahaya yang dapat
terjadi dalam aktifitas rutin ataupun non rutin di perusahaan kemudian melakukan
penilaian risiko dari bahaya tersebut lalu membuat program pengendalian bahaya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
tersebut agar dapat diminimalisir tingkat risikonya ke yang lebih rendah dengan
tujuan dengan tujuan mencegah terjadi kecelakaan. Implementasi K3 dimulai
dengan perencanaan yang baik meliputi identifikasi bahaya, penilaian risiko.
HIRARC inilah yang menentukan arah penerapan K3 dalam perusahaan sehingga
perusahaan nantinya akan menyelesaikan masalahnya sendiri terutama masalah
manajemen (Ramli, 2010). Menurut OHSAS 18001, HIRARC harus dilakukan di
seluruh aktivitas organisasi untuk menentukan kegiatan organisasi yang
mengandung potensi bahaya dan menimbulkan dampak serius terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja.
Tujuan HIRARC. HIRARC merupakan suatu pedoman dalam
mengidentifikasi bahaya, menilai risiko dan mengendalikan risiko memiliki tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengidentifikasi semua faktor bahaya yang dapat menyebabkan
kerugian kepada karyawan dan lain-lain.
2. Untuk mempertimbangkan kemungkinan besar risiko yang
membahayakan siapa pun di lingkungan kerja, dan
3. Untuk memungkinkan pengusaha untuk merencanakan,
memperkenalkan dan memantau tindakan pencegahan untuk
memastikan bahwa risiko tersebut cukup dikendalikan setiap saat.
Dalam melakukan perencanaan kegiatan HIRARC kegiatan harus
memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Melihat kondisi
2. Mana bahaya yang tampaknya menjadi ancaman yang signifikan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
3. Memastikan apakah pengendalian yang ada memadai, dan
4. Dilakukan sebelum pelaksanaan tindakan perbaikan atau pencegahan.
Langkah-langkah HIRARC. Berikut ini merupakan langkah-langkah
manajemen risiko dengan menggunakan HIRARC :
1. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)
Menurut Ramli (2010), bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau
tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia,
kerusakan atau gangguan lainnya. Bahaya merupakan sifat yang melekat dan
menjadi bagian dari suatu zat, sistem, kondisi atau peralatan. Macam macam
kategori bahaya adalah bahaya mekanis, bahaya listrik, bahaya fisis, bahaya
biologis dan bahaya kimia.
Identifkasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan
manajemen risiko K3. Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk
mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas organisasi. Identifikasi risiko
merupakan landasan melakukan pengelolaan risiko dengan baik. Langkah
sederhana adalah dengan melakukan pengamatan. Melalui pengamatan maka kita
sebenarnya telah melakukan suatu identifikasi bahaya.
Identifikasi bahaya merupakan landasan dari program pencegahan
kecelakaan atau pengendalian risiko. Tanpa mengenal bahaya, maka risiko tidak
dapat ditentukan sehingga upaya pencegahan dan pengendalian risiko tidak dapat
dijalankan (Ramli, 2010).
berdasarkan pendapat Ramli (2010), identifikasi bahaya memberikan
berbagai manfaat antara lain :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
a. Mengurangi peluang kecelakaan
Identifkasi bahaya dapat mengurangi terjadinya kecelakaan, karena
identifikasi bahaya berkaitan dengan faktor penyebab kecelakaan.
b. Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak mengenai potensi
bahaya dari aktivitas perusahaan sehingga dapat meningkatkan
kewaspadaan dalam menjalankan operasi perusahaan.
c. Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi
pencegahan dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan mengenal
bahaya yang ada, manajemen dapat menentukan skala prioritas
penanganannya sesuai dengan tingkat risikonya sehingga diharapkan
hasilnya akan lebih efektif.
d. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya
dalam perusahaan. Dengan begitu mereka dapat memperoleh gambaran
mengenai risiko suatu usaha yang akan dilakukan.
Sumber identifikasi bahaya dapat diketahui dengan peristiwa atau kecelakaan
yang pernah terjadi, pemeriksaan tempat kerja, melakukan wawancara dengan
pekerja di lokasi kerja, data keselamatan bahan ( material safety data sheet )dan
lainnya.
2. Penilaian Risiko (Risk Assessment)
Setelah melakukan identifikasi bahaya dilanjutkan dengan penilaian risiko
yang bertujuan untuk mengevaluasi besarnya risiko serta dampak yang akan
ditimbulkan. Penilaian risiko adalah upaya untuk menghitung besarnya suatu
risiko dan menetapkan apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak. Penilaian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
risiko digunakan untuk menentukan tingkat risiko ditinjau dari kemungkinan
terjadinya (likehood) dan keparahan yang dapat ditimbulkan (severity) (Ramli,
2010).
Menurut AS/NZS yang dikutip Albert Wijaya, dkk (2015) bahwa tujuan
dari risk assessment adalah memastikan kontrol resiko dari proses, operasi atau
aktivitas yang dilakukan berada pada tingkat yang dapat diterima. Penilaian dalam
risk assessment yaitu likelihood dan severity. Likelihood menunjukkan seberapa
mungkin kecelakaan itu terjadi, severity menunjukkan seberapa parah dampak
dari kecelakaan tersebut. Nilai dari likelihood dan severity akan digunakan untuk
menentukan risk rating. Risk rating adalah nilai yang menunjukkan resiko yang
ada berada pada tingkat rendah, menengah, tinggi, atau ekstrim. Acuan yang
digunakan untuk melakukan penilaian resiko dapat dilihat pada tabel , tabel 2 dan
tabel 3.
Tabel 2Skala likehood pada standar AS/NZS 4360-2004Tingkat Deskripsi Keterangan5 Almost certain Terdapat ≥ 1 kejadiaan dalam setiap shift
4 Likely Terdapat ≥ 1 kejadian setiap hari
3 Possible Terdapat ≥ 1 kejadian setiap minggu
2 Unlikely Terdapat ≥ 1 kejadian setiap bulan
1 Rare Terdapat ≥ 1 kejadian setiap setahun atau lebih
(Sumber: AS/ANZ 4360-2004)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
Tabel 3 Skala severity pada standar AS/NZS 4360-2004Tingkat Deskripsi Keterangan 1 Insignificant Tidak terjadi cidera, kerugian financial sedikit 2 Minor Cidera ringan, kerugian finansial sedikit 3 Moderate Cidera sedang, perlu penanganan medis, kerugian
financial besar4 Major Cidera berat ≥ 1 orang, kerugian besar, gangguan
produksi5 Catastrophic Fatal ≥ 1 orang, kerugian sangat besar dan dampak
sangat luas, terhentinya seluruh kegiatan(Sumber: AS/ANZ 4360-2004)
Tabel 2Skala risk rating pada standar AS/NZS 4360-2004Frekuensi Risiko Dampak Risiko
1 2 3 4 5
5 H H E E E
4 M H E E E
3 L M H E E
2 L L M H E
1 L L M H H
(Sumber: AS/ANZ 4360-2004)
Keterangan :
1. E : Extreme Risk ( kegiatan tidak boleh dilaksanakan atau dilanjutkan dan
pengendalian )
2. H : High Risk ( kegiatan tidak boleh dilaksanakan atau dilanjutkan dan
pengendalian )
3. M : Moderate Risk ( perlu tindakan untuk mengurangi risiko)
4. L : Low Risk ( risiko masih dapat ditoleransi oleh perusahaan )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
3. Pengendalian Risiko (Risk Control)
Pengendalian risiko adalah langkah penting dan menentukan dalam
keseluruhan manajemen risiko. Risiko yang telah diketahui besar dan potensi
akibatnya harus dikelola dengan tepat, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan
kondisi perusahaan. OHSAS 18001 dalam Ramli (2010) memberikan pedoman
pengendalian risiko yang lebih spesifik untuk bahaya K3 dengan pendekatan
sebagai berikut :
Gambar 3. Pedoman Pengendalian Risiko
1) Eliminasi
Eliminasi adalah teknik pengendalian dengan menghilangkan sumber
bahaya. Eliminasi merupakan langkah ideal yang dapat dilakukan dan harus
menjadi pilihan utama dalam melakukan pengendalian risiko bahaya yang
bersifat permanen. Misalnya, lobang dijalan ditutup, ceceran minyak dilantai
dibersihkan, mesin yang bising dimatikan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
2) Substitusi
Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahan-bahan dan
peralatan yang lebih berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang
berbahaya atau lebih aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang
masih dapat diterima. Teknik ini banyak digunakan, misalnya bahan kimia
berbahaya dalam proses produksi diganti dengan bahan kimia lain yang lebih
aman. Bahan kimia CFC untuk AC yang berbahaya bagi lingkungan diganti
dengan bahan lain yang lebih ramah terhadap lingkungan.
3) Pengendalian Teknis (Engineering)
Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau sarana teknis yang ada
di lingkungan kerja. Oleh karena itu, pengendalian bahaya yang dapat
dilakukan melalui perbaikan pada desain, penambahan peralatan dan
pemasangan peralatan pengaman. Sebagai contoh, mesin yang bising dapat
diperbaiki secara teknis dengan memasang peredam suara sehingga tingkat
kebisingan dapat ditekan. Pencemaran diruang kerja dapat diatasi dengan
memasang sistem ventilasi yang baik. Bahaya pada mesin dapat dikurangi
dengan memasang pagar pengaman.
4) Pengendalian Administratif
Pengendalian bahaya juga dapat dilakukan secara administratif misalnya
dengan mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja atau prosedur kerja yang
lebih aman, rotasi kerja atau pemeriksaaan kesehatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
5) Alat Pelindung Diri (APD)
Perlindungan keselamatan pekerja melalui upaya teknis pengamanan
tempat, mesin, peralatan dan lingkungan kerja wajib diutamakan. Namun
kadang-kadang risiko terjadinya kecelakaan masih belum sepenuhnya dapat
dikendalikan, sehingga digunakan Alat Pelindung Diri (APD). Jadi,
penggunaan APD adalah alternative terakhir yaitu kelengkapan dari segenap
upaya teknis pencegahan kecelakaan. APD harus memenuhi persyaratan
(Suma’mur, 2009) :
a. Enak (nyaman) dipakai
b. Tidak menganggu pelaksanaan pekerjaan
c. Memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang
dihadapi
Alat proteksi diri beraneka ragam. Jika digolongkan menurut bagian tubuh
yang dilindunginya, maka jenis alat pelindung diri tersebut adalah :
1. Kepala : Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis topi
yaitu topi pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, tutup kepala
2. Mata : Kacamata pelindung ( protective goggles)
3. Muka : Pelindung muka (face shield)
4. Tangan dan jari : Sarung tangan (sarung tangan dengan ibu jari terpisah),
sarung tangan biasa (gloves), pelindung telapak tangan (hand pad), dan
sarung tangan yang menutupi pergelangan tangan sampai lengan (sleeve)
5. Kaki : Sepatu pengaman (safety shoes)
6. Alat pernafasan : Respirator, masker, alat bantu penafasan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
7. Telinga : Sumbat telinga, tutup telinga
8. Tubuh : Pakaian kerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja tahan panas,
pakaian kerja tahan dingin, pakaian kerja lainnya
9. Lainnya : Sabuk pengaman.
Alat pelindung diri dikenakan oleh pekerja sebagai pelindung terhadap
bahaya. Dengan memberikan alat pengaman ini dapat mengurangi keparahan
risiko yang timbul. Keberhasilan pengendalian ini tergantung dari alat yang
dikenakan sendiri, artinya alat yang digunakan haruslah sesuai dan dipilih dengan
benar sesuai dengan potensi bahaya dan jenis pekerjaan yang ada.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif.
Penggunaan metode penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran mendalam
tentang identifikasi bahaya kecelakaan kerja dengan menggunakan metode
HIRARC di tahapan pembangunan tanggul PT. Pembangunan Perumahan. Studi
deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama
untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai sejak bulan November 2017 – Agustus 2018 dan
dilakukan di Proyek Pembangunan Prasarana Pengendalian Banjir Sungai Asahan
PT. Pembangunan Perumahan (persero) Tbk berlokasi kira-kira 190 km (4 jam)
dari Medan, terletak di Kabupaten Asahan – Sumatera Utara. Alasan pemilihan
lokasi karena :
1. Pembangunan tanggul dalam industri konstruksi adalah salah satu pekerjaan
yang memiliki banyak hazard.
2. Masih sangat jarang penelitian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada
industri konstruksi tanggul.
3. Adanya kemudahan dan dukungan dari pihak PT Pembangunan Perumahan.
Informan Penelitian
Informan penelitian di ambil dari pihak-pihak yang berkompeten dalam
pelaksanaan proyek, yaitu SHEO (Safety Health Environtment Officer) , SEM
(Site Enginering Manager) dan subkontraktor.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan merupakan pengumpulan data
sekunder. Data sekunder diperoleh dari dokumen perusahaan PT. Pembangunan
Perumahan (Persero) Tbk. Data sekunder yang digunakan ialah hasil HIRARC
tanggal 18 April 2018, laporan berupa gambaran perusahaan, kebijakan
manajemen keselematan dan kesehatan kerja, dokumentasi, dan prosedur operasi
di area proyek.
Metode Analisis Data
Data yang diperoleh berupa HIRARC akan diolah secara deskriptif,
disajikan kedalam bentuk tabel berupa hasil Identifikasi potensi bahaya
berdasarkan komponen HIRARC yang digunakan PT. Pembangunan Perumahan
yaitu , Aktivitas Kerja, Sumber Bahaya, Potensi Bahaya dan Penilaian Risiko.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
Hasil Penelitian
Sejarah Perusahaan PT. Pembangunan Perumahan
PT. Pembangunan Perumahan (Persero) didirikan dengan nama NV.
Pembangunan Perumahan berdasarkan Akta Notaris No 48 tanggal 26 Agustus
1953. Pada saat itu didirikan PT. PP (Persero) telah dipercaya untuk membangun
rumah bagi para petugas PT Semen Gresik Tbk, anak perusahaan dari BAPINDO
di Gresik. Seiring dengan peningkatan kepercayaan, PT. PP (Persero) menerima
tugas untuk membangun proyek-proyek besar yang berhubungan dengan
kompensasi perang Pemerintah Jepang dibayarkan kepada Republik Indonesia,
yaitu: Hotel Indonesia, Bali Beach Hotel, Ambarukmo Palace Hotel dan
Samudera Beach Hotel.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 1961, NV.
Pembangunan Perumahan diubah menjadi PN (Perusahaan Negara) Pembangunan
Perumahan. PN (Perusahaan Negara) Pembangunan Perumahan telah
menyelesaikan bangunan Hotel Indonesia yang terdiri dari 14 lantai dan 427
kamar, yang pada saat itu merupakan bangunan tertinggi di Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 1971, PN. Pembangunan
Perumahan berubah statusnya menjadi PT PP (Persero) yang dikuatkan dengan
Akta No. 78 tanggal 15 Maret 1973. Kegiatan usaha inti perusahaan ini adalah di
bidang jasa konstruksi.
Selama lebih dari 5 (lima) dekade, PT. PP (Persero) telah menjadi pemain
utama dalam bisnis konstruksi nasional, berbagai mega proyek nasional dikelola
dan dikerjakan PT PP (Persero). Pada 1991, PT. PP (Persero) menempuh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
diversifikasi kegiatan usaha, yakni properti dan realti, di antaranya usaha sewa
ruang kantor di Plaza PP dan pengembangan usaha realti di kawasan Cibubur.
Selain itu, PT. PP (Persero) juga membentuk beberapa anak perusahaan dengan
menggandeng mitra dari dalam dan luar negeri di antaranya PT. PP-Taisei
Indonesia Construction, PT. Mitracipta Polasarana dan PT. Citra Waspphutowa.
PT. PP (Persero) melaksanakan program EMBO (Employee Management
Buy Out), yaitu pembelian Saham Negara Republik Indonesia untuk program
kepemilikan saham oleh karyawan dan manajemen, dalam hal ini diwakili oleh
Koperasi Karyawan Pemegang Saham PT PP (KSPSPP). Pelaksanaan program
EMBO tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Republik
Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 64 Tahun
2003 tentang Penjualan Saham Milik Negara Republik Indonesia pada Perusahaan
Perseroan (Persero) PT. Pembangunan Perumahan tanggal 31 Desember 2003.
Perjanjian jual beli saham tersebut dilakukan antara Pemerintah Negara Republik
Indonesia dan KKPSPP secara notarial pada 9 Februari 2004. Dengan pelaksanaan
program EMBO tersebut, terjadi perubahan kepemilikan saham Perseroan menjadi
RI sebesar 51% dan KKPSPP sebesar 49%.
Pada tahun ini, Perseroan melaksanakan program Penawaran Umum
Perdana Saham kepada masyarakat (Initial Public Offering/IPO). Pelaksanaan
program IPO PT. PP (Persero) Tbk telah mendapatkan persetujuan dari
Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 76 tahun 2009 tentang Perubahan Struktur Kepemilikan Saham
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
Negara melalui Penerbitan dan Penjualan Saham Baru pada PT. PP (Persero)
tanggal 28 Desember 2009.
Seiring dengan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Struktur
Kepemilikan Saham Negara, maka pada 9 Februari 2010 Perseroan telah
memenuhi kewajiban pencatatan di PT. Bursa Efek Indonesia (BEI). Sejak
tanggal tersebut, saham PT. PP (Persero) Tbk secara resmi telah tercatat dan dapat
diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Perseroan berhasil menyelesaikan proyek investasi pertama, yaitu
Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) dengan daya 65 megawatt di Talang
Duku, Sumatera Selatan. Proyek yang diresmikan oleh Direktur Perusahaan
Listrik Negara (PLN) pada Oktober 2011 ini turut memberikan kontribusi
kebutuhan listrik selama berlangsungnya SEA Games di Palembang. Dengan
demikian, PT. PP (Persero) Tbk kembali menempuh diversifikasi kegiatan usaha,
yakni Engineering, Procurement & Construction (EPC) dan investasi.
Perseroan dipercaya untuk mengerjakan berbagai proyek infrastruktur di
Indonesia di antaranya New Tanjung Priok dengan nilai kontrak Rp8,2 triliun,
salah satu mega proyek PT. PP (Persero) pada tahun ini. Selain itu, Perseroan juga
menangani pembangunan 7 (tujuh) bandar udara selama 2012. Perusahaan
melakukan berbagai aksi korporasi baik finansial maupun operasional, seperti
proses obligasi yang dilakukan pada penghujung 2012.
Akuisisi PT. Prima Jasa Aldo Dua menjadi PT. PP Peralatan. Persiapan
Perusahaan melakukan aksi Korporasi melalui Persiapan Obligasi berkelanjutan
Tahap II. PT. PP Properti Tbk melakukan penawaran umum perdana pada tanggal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
19 Mei 2015. Hal ini menandai dicatatkannya saham anak perusahaan PT. PP
(Persero) Tbk dan diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
Aksi Korporasi, Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar 2,25 triliun, dan
Spin Off 2 (dua) Divisi Bisnis menjadi Anak Perusahaan, Divisi Bisnis Energi
Menjadi PT. PP Energi dan Divisi Bisnis Infrastruktur menjadi PT. PP
Infrastruktur. (Profil PT.Pembangunan Perumahan)
Gambaran Umum Proyek Pengendalian Banjir Sungai Asahan Paket 2 PT. Pembangunan Perumahan
Proyek pengendalian banjir sungai Asahan paket 2 adalah salah satu
proyek yang sedang berlangsung saat ini. Lokasi proyek kira-kira 190 km atau
perjalanan 4 jam dari Medan berada di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara.
Lokasi proyek dikenal sebagai daerah yang rawan banjir, banjir akan menyulitkan
akses untuk kekota dikarenakan jalan tergenang dan banjir juga memasuki rumah
warga, oleh karena itu dilakukan pembangunan tanggul agar bisa menahan
tingginya permukaan air yang menyebabkan banjir.
Pekerjaaan yang termasuk pada proyek yaitu, pembangunan tanggul
sungai Asahan kiri sepanjang 10 km, pembuatan shortcut Slincing – Daud –Jaksa
sepanjang 1,6 km, pembuatan pintu pengendali dan pompa 1 buah, perbaikan alur
dan proteksi jembatan (jembatan Bandar Jepang, Jembatan Bandar Daud,
jembatan Bandar Jaksa), pekerjaan jalan masuk sepanjang 8 km, pekerjaan
pembuatan rumah jaga dan rumah panel diesel engginer. Pekerjaan yang
dilakukan banyak menggunakan alat berat seperti escavator, bulldozer, water
tank, dump truck, vibratory roller, crawl crane.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
Waktu kerja proyek yaitu 37 bulan untuk pelaksanaan, 12 bulan untuk
pemeliharan terhitung dari awal tahun 2016.
Visi. PT. Pembangunan Perumahan memiliki visi yaitu Menjadi
perusahaan konstruksi dan investasi terkemuka serta berkelanjutan di Asia
Tenggara.
Misi. Untuk mewujudkan visi tersebut perusahaan memiliki misi sebagai
berikut:
1. Menyediakan jasa konstruksi dan EPC serta melakukan investasi berbasis
Good Corporate Governance,Manajemen QSHE, Manajemen Risiko dan
Green Concept yang mengutamakan kepuasan pelanggan dan
berkelanjutan.
2. Mengembangkan Strategi Sinergi Bisnis untuk menciptakan daya saing
yang tinggi dan nilai tambah yang optimal kepada pemangku kepentingan.
3. Mewujudkan Sumber Daya Manusia Unggul dengan proses Pemenuhan,
Pengembangan dan Penilaian yang berbasis pada Budaya Perusahaan.
4. Optimalisasi Knowledge Management untuk mencapai Kinerja Unggul
yang Berkelanjutan.
5. Mengembangkan Strategi Korporasi melalui penguatan Keuangan untuk
meningkatkan Ekuitas.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
Struktur organisasi PT. Pembangunan Perumahan. Struktur
Organisasi PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk sebagai berikut
berdasarkan SK Direksi No.154/SK/DIR/PP/2016 pada tanggal 6 Desember 2016.
Gambar 4. Struktur perusahaan PT PP (Persero) Tbk
Struktur organisasi proyek pengendalian banjir sungai Asahan paket
2 PT. Pembangunan Perumahan. Struktur proyek pengendalian banjir sungai
Asahan paket 2 PT pembangunan perumahan di kepalai oleh Project Manager.
Pada struktur organisasi kedudukan Safety Health Environtment Officer (SHEO)
berada langsung dibawah Project Manager. Struktur organisasi dapat dilihat pada
gambar 4.2 berikut :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
Gambar 5. Struktur organisasi proyek
Project Manager
Quality Control Officer
Pengendalian Operasional
Proyek
Laborat
Ass. Laborat
Logistik Peralatan
Site Operasional Manager
Site Administrasi
Manager
Site Enginering Manager
General Superintendent
General Superintendent
Mekanikal Elektrikal
Ass. Pelaksana
Ass. Survey
General Affair Officer
StaffAkutansi
Office BoySurveyor
Staff Pelaksana
Ass. Logistik
Quantity Surveyor
Metode
Staff Teknik
Drafter
Drafter
P.P.D
Penerima Barang
Penerima Barang
Penerima Barag
Penerima Barang
Ass. Peralatan
Safety Health Environmental
Officer
Safety Supervisior
Adm. SHEGeneral Superintendent
General Superintendent
Staff Pelaksana
Surveyor
Surveyor
Ass. Survey
Ass. Survey Ass. Survey
Office Boy
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), pengendalian
risiko serta lingkungan. Perusahaan telah menetapkan kebijakan K3 sebagai
acuan setiap proyeknya termasuk Kebijakan K3 yang digunakan pada proyek
pengendalian banjir sungai Asahan adalah sebagai berikut :
1. Pencegahan terhadap terjadinya cedera dan sakit akibat kerja
2. Perbaikan yang berkesinambungan terhadap Keselamatan, Kesehatan
Kerja dan Pengelolaan Lingkungan dengan melibatkan pihak terkait
3. Peduli akan Lingkungan Kerja yang Sehat dan mempertimbangkan
Dampak Lingkungan dalam setiap kegiatan kerja
4. Penggunaan Sumber Daya yang efisien dalam setiap aktivitas untuk ikut
menjaga kelestarian Alam
5. Penerapan Sistem Manajemen SHE (Safety Health Environtment)
mengikuti peraturan-peraturan dan persyaratan yang berlaku
Program kerja SHE (Health Safety Environtment). Program kerja
SHE pada proyek pengendalian banjir Sungai Asahan adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan SHE
Perencanaa SHE sebagai Petunjuk / gambaran pelaksanaan SHE : IBPR
(Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko), IPPAL (Identifikasi,
Pengendalian dan Pemantauan Aspek Lingkugan) di area proyek.
2. Target
Target SHE adalah mengoptimalkan Keselamatan dan kesehatan kerja
sehingga tercapainya zero accident.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
3. SHE induction
Pengarahan SHE, Housekeeping dan Lingkungan serta ketertiban proyek
kepada pekerja baru sebelum melakukan pekerjaan.
4. Surat Izin Bekerja (SIB)
Check List Sebelum Bekerja sebagai syarat untuk bekerja seperti APD,
APK & Lingkungan Kerja tiap-tiap Jenis Pekerjaan, perlokasi, perhari untuk
pekerja, subkontraktor & mandor.
5. SHE Talk
Pengarahan tentang SHE kepada seluruh pekerja, subkontraktor, mandor &
personil PP.
6. SHE patrol dan inspeksi SHE
Inspeksi yang dilakukan untuk memonitor pelaksanaan SHE dan untuk
menjaga konsistensi penerapan SHE diproyek.
7. SHE meeting
Meeting untuk membahas masalah yang mungkin terjadi dan tindakan
perbaikannya
8. PSRS dan Assesment Online
Sistem laporan harian seluruh item SHE & diinput ke PP On Line setiap
bulannya.
9. Training SHE
Training tentang SHE kepada karyawan, mandor, subkontraktor tentang
dasar-dasar SHE, P3K, cara pemadaman api, tanggap darurat, dll.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
10. Environmental dan Green
Test kebisingan, getaran, ambient, emisi & manajemen sampah.
11. Audit SHE
Audit intern proyek implementasi dan monitoring penerapan SHE.
Jadwal program SHE. Jadwal program SHE yang dilaksanakan pada
proyek pengendalian banjir sungai Asahan paket 2 PT. Pembangunan Perumahan.
Tabel 5Jadwal program HSE
NO KEGIATAN PESERTA PERIODE WAKTU
1 SHE INDUCTION SHEO & SS Setiap waktu jika ada Pekerja baru
2 SHE PATROL PM, SOM, SEM, SHEO, SS, GSP, Peralatan, Subkont, Mandor
Setiap hari & sesuai jadwal
09.00 s/d 11.00
3 SHE INSPECTION PM, SOM, SEM, SHEO, GSP, SP, Subkont, Mandor
1 Minggu sekali hari Senin
09.00 s/d 11.00
4 SHE MEETING SHEO, SOM, SEM, SAM, GSP, SP,Peralatan, Subkont, Mandor
1 Minggu sekali hari Selasa
19.30 s/d 21.00
5 SHE TALK Staff PP, Seluruh Pekerja, Mandor & Subkont
1 Minggu sekali hari Jumat
07.30 s/d 08.00
6 TRAINING SHE Seluruh staff & pekerja, disesuaikan dengan materi training
Sesuai jadwalMin. 2 x sebulan
(Dapat bersamaan saat SHE TALK)
7 AUDIT SHE Seluruh personel proyek
Sesuai jadwal Audit Internal maupunExternal
(Sumber :PT.Pembangunan Perumahan)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
Tahapan Pembangunan Tanggul Proyek Pengendalian Banjir Sungai Asahan Paket 2 PT. Pembangunan Perumahan
Secara umum tahapan pembangunan tanggul melalui beberapa tahap dari
awal hingga pekerjaan timbunan. Sesuai dengan uraian pada latar belakang.
Terdapat dua tahapan pekerjaan pada pembangunan tanggul Sungai Asahan,
adapun tahapan pekerjaan tersebut :
Tahapan pekerjaan pemancangan concrete sheet pile. Pekerjaan
pemancangan concrete sheet pile menggunaan material sheet pile (tiang
pancang). Sebelum pengaadan tiang pancang lahan yang akan digunakan
dibersihkan terlebih dahulu. Pembersihan lahan yang akan dijadikan tempat
persediaan tiang pancang (stockyard) menggunakan alat bulldozer dan dibantu
dengan tenaga manusia. Pembuatan jalan akses ke lokasi pengadaan
menggunakan material lime stone kemudian dipadatkan menggunakan alat
sheepfoot roller. Selanjutnya dilakukan analisa kedalaman pemancangan sheet
pile berdasarkan type sheet pile yang dipakai dan data tanah hasil soil
investigation. Setelah itu dilakukan pengukuran area pemancangan tiang pancang
untuk menentukan titik yang akan dipancang sesuai dengan gambar yang telah di
setujui serta dilakukan pekerjaan galian untuk memudahkan mobilisasi / tiang
pancang dan sebagai dudukan crane. Untuk mendapatkan hasil pemancangan
yang lurus, dibantu dengan pemasangan guide beam yang terdiri dari H-BEAM
& UNP yaitu besi penyangga yang berbentuk huruf H dan huruf U. Material
tiang pancang dipasang ditengah guide beam menggunakan crawler crane, lalu
ditancapkan kedalam tanah menggunakan pile driver hammer. Dikarenakan
setiap kepadatan tanah tidak sama, maka dilakukan pemotongan sisa tiang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
pancang menggunakan alat bobok hammer dan tenaga manusia untuk meratakan
tinggi tiang pancang sesuai yang sudah ditentukan. Setelah dilakukan
pemotongan, kemudian dipasang bekisting caping beam bawah dengan material
plat besi atau phenol film 12 mm Setelah pemasangan bekisting selesai,
Pengecoran capping beam dapat dilakukan dengan truck mixer dan dibantu
tenaga manual (manpower). Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan bekisting
kolom frame revetment dilanjutkan pekerjaan pengecoran beton, pemasangan
batu muka sebagai badan dari frame beton revetment dan pekerjaan pemasangan
bekisting balok frame revetment. Selesai bekisting dipasang pengecoran balok
frame revetment dengan mutu beton K-225 dapat dilakukan menggunakan truck
mixer dan alat bantu talang cor dan pekerjaan batu muka secara keseluruhan
sebagai isian frame beton revetment atau sebagai badan dari revetment tersebut.
Tahap selanjutnya dalah pekerjaan timbunan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
Gambar 6. Pemancangan concrete sheet pile
Tahapan pekerjaan timbunan. Pekerjaan penimbunan dimulai dari
pengambilan tanah dari quarry (tempat pengambilan tanah) menggunakan
excavator , tanah yang digali dipindahkan ke mobil dump truck lalu diangkut
menuju lokasi timbunan melewati jalan umum , setelah sampai dilokasi tanah
dibongkar lalu kemudian tanah dihamparkan secara merata menggunakan
bulldozer, penghamparan tanah dilakukan lapis demi lapis kelokasi yang akan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
ditimbun. Setelah penghamparan selesai, tanah dipadatkan menggunakan vibro
roller. Setelah mencapai elevasi tanggul rencana maka slope tanggul dibentuk dan
dirapikan dengan excavator dengan kemiringan yang sudah ditentukan, sisa tanah
dari perapihan slope dibuang ke disposal area.
Gambar 7. Pengambilan tanah dari quarry
Cara Penilaian Risiko PT. Pembangunan Perumahan pada Proyek Pengendalian Banjir Sungai Asahan Paket 2
Penilaian risiko yang dilakukan pada proyek pengendalian banjir sungai
Asahan paket 2 menggunakan matrix risk rating sesuai dengan Work Intruction
PT. Pembangunan Perumahan. Pada matrix terdapat nilai yang menunjukkan
tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja (likelihood) dan tingkat
keparahan akibat kecelakaan kerja (severity). Untuk melihat tingkat kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja dan keparahan akibat kecelakaan kerja diberi nilai 1
sampai dengan 5. Setelah diketahui nilai tingkat kemungkinan kecelakaan kerja
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
dan nilai tingkat keparahan akibat kecelakaan kerja, nilai kemungkinan
(likelihood) dan nilai keparahan (severity) dikalikan untuk menentukan tingkat
risiko pada proses pekerjaan proyek pengendalian banjir sungai Asahan paket 2.
Risk Rating (RR)
Risk Matrix
Severity
1 2 3 4 5
Likelihood
1 1 2 3 4 5
2 2 4 6 8 10
3 3 6 9 12 15
4 4 8 12 16 20
5 5 10 15 20 25
KeyL= Likelihood
S= Severity
Rating L x S
15 to 25 = High
8 to 12 = Medium High
4 to 6 = Medium Low
2 to 3 = Low
1 = Insignificant(sumber: PT. Pembangunan Perumahan)
Gambar 8. Matrix penilaian risiko
Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Proyek Pengendalian Banjir Sungai Asahan Paket 2 yang dilakukan PT. Pembangunan Perumahan
Identifikasi bahaya dilakukan dengan memperhatikan interaksi antara
pekerja, tugas/pekerjaan, alat dan lingkungan. Untuk mempermudah dalam
mengidentifikasi bahaya pada setiap proses, PT. Pembangunan Perumahan
menggunakan HIRARC (Hazard identification, risk assasment & Risk control)
sehingga setiap proses pada pekerjaan tanggul diuraikan. Kemudian dari setiap
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
tahapan tersebut dapat diidentifikasi bahaya keesehatan dan keselamatan kerja
secara sistematis.
Setelah dilakukan identifikasi bahaya dengan mengurutkan secara
sistematis tahapan pekerjaan dan mendapatkan potensi bahaya yang terdapat
dalam setiap tahapan tersebut, lalu dilakukan penentuan tingkat risiko dengan
melakukan analisa risiko yakni memberikan penilaian terhadap keparahan
(severity) dan kemungkinan (likelihood).
Identifikasi bahaya pada pemancangan concrete sheet pile. Berikut ini
hasil HIRARC pada tahapan pekerjaan pemancangan concrete sheet pile diproyek
pengendalian banjir sungai Asahan Paket 2 yang dilakukan PT. Pembangunan
Perumahan :
Tabel 6Identifikasi Bahaya pada Pemancangan Concrete Sheet Pile
(continued)
Identifikasi Potensi Bahaya Penilaian Risiko
No Tahapan Pekerjaan
Sumber Bahaya
Potensi Bahaya L S RR
1. Pemancangan concrete sheet pile
Penggunaan Mobile Crawler Cranes
1. Terjungkir akibat kelebihan beban, kurangnya penopang atau kesalahan operator
2 5 Medium High
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
Tabel 6
(continued)
Identifikasi Potensi Bahaya Penilaian Risiko
No Tahapan Pekerjaan
Sumber Bahaya
Potensi Bahaya L S RR
1. Pemancangan concrete sheet pile
Penggunaan Mobile Crawler Cranes
2. Jatuhnya beban akibat kegagalan gigi pengangkat
3. Cedera terjebak / cedera terbentur
4. Kontak dengan saluran listrik di ketinggian
5. Terpukul alat berat
2
2
2
2
5
5
5
5
Medium High
Medium High
Medium High
Medium High
Pengadaaan Standar Alat Pengangkatan & Aksesoris Pengangkatan
1. Cedera fisik atau kerusakan karena kegagalan selama pekerjaan misalnya selama pekerjaan mengangkat
2 5 Medium High
Pengoperasian peralatan oleh personil yang tidak berkompeten
1. Cedera personil atau kerusakan karena kesalahan operator
1 5 Medium Low
Kurangnyakoordinasi pekerjaan pegangkatan
1. Tertabrak alat berat
2. Terpukul alat berat
3
3
5
5
High
High
Penggunaan sling / teknik rigging yang tidak aman
1. Tertimpa material akibat tali sling putus
1 5 Medium Low
Bekerja dalam kondisi gelap
1. Kecelakaan 1 4 Medium Low
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
Tabel 6
(Sumber: Proyek pengendalian banjir sungai Asahan paket 2 PT. Pembangunan Perumahan)
Keterangan :
Likehood (L)
1. Mungkin tidak akan pernah terjadi (sekali dalam sepuluh tahun)
2. Mungkin terjadi dalam 5 tahun
3. Mungkin terjadi setahun sekali
4. Mungkin terjadi sebulan sekali
5. Mungkin terjadi seminggu sekali atau sering
Severity (S)
1. Tidak terjadi cidera, kerugian finansal sedikit
2. Cidera ringan, kerugian financial sedikit
3. Cidera sedang, perlu medis, kerugian financial besar
4. Cidera berat ≥ 1 orang, kerugian besar, gangguan produksi
5. Fatal ≥ 1 orang, kerugian sangat besar dan dampak luas, terhentinya seluruh
kegiatan.
Identifikasi Potensi Bahaya Penilaian Risiko
No Tahapan Pekerjaan
Sumber Bahaya
Potensi Bahaya L S RR
1. Pemancangan concrete sheet pile
Bekerja dekat dengan mesin yang bergerak
1. Kontak dengan mesin
2 4 Medium High
Penggunaan generator
1. Luka bakar2. Keracunan
karbon monoksida
3. Tersengat listrik
4. Ketulian
1
1
1
1
4
4
4
3
Medium Low
Medium low
Medium Low
Low
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
Pada tahapan pemancangan concrete sheet pile teridentifikasi 8 sumber
bahaya, dimana ditemukan 16 potensi bahaya. Hasil penilaian risko didapat
tingkat risiko dengan kategori Low (6%), Medium Low (44%), Medium High
(39%), High (11%).
11%
39%44%
6%
Persentase Tingkat Risiko pada TahapanPemancangan Concrete Sheet Pile
High
Medium High
Medium Low
Low
Gambar 9. Persentase tingkat risiko pada tahapan pemancangan concrete sheet pile
Identifikasi bahaya pada pekerjaan timbunan. Berikut ini hasil
HIRARC pada tahapan pekerjaan timbunan diproyek pengendalian banjir sungai
Asahan Paket 2 yang dilakukan PT. Pembangunan Perumahan :
Tabel 7Identifikasi Bahaya pada Pekerjaan Timbunan
(continued)
Identifikasi Potensi Bahaya Penilaian Risiko
No Tahapan Pekerjaan
Sumber Bahaya
Potensi Bahaya L S RR
1. Pengambilan tanah di quarry
Penggunaan excavator
1. Terjungkirakibat kelebihan beban, bekerja dilereng
2 5 Medium High
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
66
Tabel 7Identifikasi Bahaya Penilaian Risiko
NoTahapan Kerja
Sumber Bahaya
Potensi BahayaL S RR
1 Pengambilan tanah di quarry
Penggunaan excavator
2. Tergelincir/terjatuh ketika mendaki masuk atau keluar kabin
3. Tertimpa bucket yang lepas
4. Tekanan cairan, elektris dari transmisi tenaga
5. Terpukul ayunan bucket
6. Tertabrak7. Kebisingan
dan getaran
2
2
2
2
2
2
4
4
4
4
4
4
Medium High
Medium High
Medium High
Medium High
Medium High
Medium High2 Mengangkut
tanah kelokasi pembuangan
1. Mobil 2. damntruck
melewati jalan umum
3. Badan jalan rusak
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Tersengat kabel listrik
3. Damntruck terbalik/terperosok
2
2
4
5
5
2
Medium High
Medium High
Medium High
3 Penghamparan dan pemadatan tanah
Penggunaanbulldozer danVibro roller
1. Tertabrak2. Tergelincir/jat
uh saat mendaki masuk atau keluar kabin
3. Getaran4. Terjungkir
saat bekerja dilereng
1
1
1
1
5
3
2
5
Medium Low
Medium Low
Low
Medium Low
(Sumber: Proyek pengendalian banjir sungai Asahan paket 2 PT. Pembangunan Perumahan)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
Keterangan :
Likehood (L)
1. Mungkin tidak akan pernah terjadi (sekali dalam sepuluh tahun)
2. Mungkin terjadi dalam 5 tahun
3. Mungkin terjadi setahun sekali
4. Mungkin terjadi sebulan sekali
5. Mungkin terjadi seminggu sekali atau sering
Severity (S)
1. Tidak terjadi cidera, kerugian finansal sedikit
2. Cidera ringan, kerugian financial sedikit
3. Cidera sedang, kehilangan waktu 1-5 hari, perlu medis, kerugian financial besar
4. Cidera berat ≥ 1 orang, kehilangan waktu lebih dari 5 hari, kerugian besar
5. Fatal ≥ 1 orang, kerugian sangat besar dan dampak luas, terhentinya seluruh
kegiatan.
Pada tahapan pekerjaan timbunan teridentifikasi 4 sumber bahaya, dimana
ditemukan 14 potensi bahaya. Hasil penilaian risiko didapat tingkat risiko dengan
kategori Low (8%), Medium Low (21%), dan Medium High (71%).
71%
21%
8%
Persentase Tingkat Risiko pada Tahapan Pekerjaan Timbunan
Medium High
Medium Low
Low
Gambar 10. Persentase tingkat risiko pada tahapan pekerjaan timbunan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
Pembahasan
Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Tahapan Pemancangan Concrete Sheet Pile
Pada tahapan pemancangan concrete sheet pile terdapat sumber bahaya
yang mengakibatkan potensi bahaya yaitu :
1. Penggunaan Crawler Crane
Crawler crane merupakan pesawat pengangkat material yang biasa
digunakan pada lokasi proyek pembangunan dengan jangkaun yang tidak terlalu
panjang. Tipe ini mempunyai bagian atas yang dapat bergerak 360 Derajat.
Dengan roda rantai baja (crawler) maka crane tipe ini dapat bergerak didalam
lokasi proyek saat melakukan pekerjaannya. Sumber tenaga crane diperoleh dari
mesin diesel yang terpasang dari mesin tersebut. Kemudian disalurkan ke
peralatan-peralatan lain yang juga terpasang pada konstruksi rangka mesin
tersebut melalui transmisi rantai dan transmisi roda gigi dan menghasilkan energi.
Pada proses pemancangan concrete sheet pile penggunakan crawler crane
menyebabkan potensi bahaya yaitu terjungkir akibat kelebihan beban material dan
kurangnya penopang. Hal ini disebabkan karena tidak seimbangnya antara beban
material yang terlalu berat dengan berat penopang. Selain itu, berat crawler crane
juga dapat menyebabkan tanah dipinggiran sungai sebagai bantaran crawler crane
longsor, sehingga berpotensi crawler crane terjungkir kesungai dan menyebabkan
pekerja sebagai operator crane cedera dan terjebak didalamnya crawler crane.
Selain itu potensi bahaya jatuhnya material akibat kegagalan gigi
pengangkat. Hal ini disebabkan kerusakan pada roda gigi pengangkat yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
berfungsi sebagai penahan dan pengatur ketinggian material yang di angkat dan
pengoperasian alat berat oleh personil yang tidak berkompetan. Potensi bahaya
pada kegagalan gigi dapat menyebabkan kecelakaan kerja seperti pekerja tertimpa
material. Tidak seimbangannya beban material dengan berat penopang dan
kegagalan gigi pengangkat yang dioperasikan oleh personil yang tidak
berkompeten adalah bentuk dari tindakan tidak aman (unsafe act) karena pekerja
tidak memeriksa dengan benar kelayakan roda gigi yang akan digunakan.
Menurut Ashfal (1999) proses terjadinya kecelakaan kerja 88%
disebabkan oleh tindakan-tindakan tidak aman (unsafe act), sebesar 10% kondisi
yang lingkungan kerja tidak aman (unsafe condition) dan 2% merupakan faktor
alam (act of God).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
Gambar 11. Pekerja berada dibawah material Penggunaan crawler crane pada proses pemancangan sheet pile juga
menyebabkan potensi bahaya kontak dengan saluran listrik di ketinggian. Hal ini
disebabkan banyaknya instalasi listrik karena lokasi proyek berada di daerah
pemukiman warga. Selain itu permukaaan crane yang kasar dan tajam dapat
membuat kabel listrik menjadi terkelupas ketika terkena gesekan dari crane
sehingga pekerja operator yang berada didalam crane berisiko tersengat listrik
karena hampir semua bagian dari crane merupakan konduktor listrik.
Menurut ILO (2013), arus kejut listrik yang mengenai tubuh dapat
menimbulkan berhentinya fungsi jantung serta menghambat pernapasan, panas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71
yang ditimbulkan dapat menyebabkan kulit atau tubuh terbakar, menimbulkan
pendarahan serta gangguan saraf dan gerakan spontan akibat terkena arus listrik,
dapat mengakibatkan cedera lain seperti terjatuh atau terkena/ tersandung benda
lain.
Berdasarkan penilaian risiko yang dilakukan PT. Pembangunan
Perumahan, tingkat risiko penggunakan crawler crane dikategorikan Medium
High yang berarti kategori ini cukup berbahaya sehingga memerlukan
pengendalian khusus. Nilai kemungkinan terjadinya kecelakaan pada penggunaan
crawler crane diberi nilai 2 yang berarti kecelakaan kerja mungkin terjadi dalam 5
tahun sekali dan nilai keparahan akibat kecelakaan kerja diberi niai 5 yang berarti
fatal, kerugian sangat besar dan hingga memakan korban jiwa. Perusahaan telah
melakukan pengendalian seperti personel diperingatkan mengenai bahaya
terperangkap dan bahaya benda jatuh, seperti personel yang tidak diijinkan di
bawah beban dan beban kerja aman ditandai di kabin dan indikator beban
terpasang. Perusahaan juga telah melakukan uji kepadatan tanah (soil
investigation) sebelum melakukan pekerjaan agar tanah yang digunakan sebagai
bantaran alat berat tidak longsor dan mengakibatkan kecelakaan.
2. Pengadaan Standar Alat Pengangkatan dan Aksesoris Pengangkatan
Pengadaan standar alat pengangkatan dan aksesoris pengangkatan
menyebabkan potensi bahaya kegagalan selama pekerjaan misalnya kerusakan
selama pekerjaan mengangkat. Hal ini bisa disebabkan karena penggunaan
peralatan yang tidak standar seperti tali sling yang digunakan untuk mengangkat
material sudah lama atau palsu atau alat yang digunakan sudah lama tetapi dijual
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
sebagai baru, atau alat berat yang digunakan tidak memiliki sertifikat kelayakan
beroperasi. kondisi ini dapat mengakibatkan pekerja mengalami cedera fisik sepeti
terbentur material dan tertimpa material karena ada kerusakan peralatan selama
pekerjaan. Alat-alat berat yang digunakan PT. Pembangunan Perumahan disewa
dari pihak ke-3, untuk itu perlunya pengawasan dari pihak PT. PP untuk
memeriksa terlebih dahulu apakah alat yang akan digunakan sudah memenuhi
standar atau tidak. Kurangnya pengawasan terhadap pemasok alat berdampak
negatif, dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja dikarenakan alat yang
digunakan rusak saat bekerja.
Perusahaan telah melakukan pengendalian dengan memeriksa dengan
benar item yang masuk untuk mengkonfirmasi tidak ada barang yang palsu atau
barang rekondisi telah dijual sebagai baru. Akan tetapi, Perusahaan harus lebih
detail lagi memeriksa alat-alat yang digunakan dan memeriksa surat-surat
kelayakan beroperasi seperti KIR untuk kendaraan bermotor dan SIA (sertfikat
izin alat) untuk alat berat.
Berdasarkan penilaian risiko yang dilakukan PT. Pembangunan
Perumahan, tingkat risiko pengadaan standar alat pengangkatan dan aksesoris
pengangkatan dikategorikan Medium High, dengan nilai kemungkinan terjadinya
kecelakaan diberi nilai 2 yang berarti kecelakaan kerja mungkin terjadi dalam 5
tahun sekali dan nilai keparahan akibat kecelakaan kerja diberi niai 5 yang berarti
fatal, kerugian sangat besar dan hingga memakan korban jiwa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
3. Kurangnya Koordinasi Pekerjaan Pengangkatan
Kurangnya koordinasi pekerjaan pengangkatan menyebabkan potensi
bahaya tertabrak dan terpukul alat berat serta material. Hal ini disebabkan
kelalaian dan tidak fokus pekerja pada saat bekerja. Pekerjaan pemancangan
dilakukan diarea terbuka, oleh karena itu panas matahari memmpercepat reaksi
tubuh melemah, mengakibatkan kelelahan pada pekerja yang membuat pekerja
kurang fokus pada saat pekerja.
Kurangnya koordinasi antara pekerja termasuk tindakan yang tidak aman.
Pekerja yang bertugas memegang langsung material yang berdiri tepat dibawah
material untuk mengarahkan material agar tepat masuk kelubang pressing dapat
mmengakibatkan kecelakaan kerja yang sangat fatal seperti tertabrak alat berat,
terpukul karena ayunan crane dan terpukul material. Dampak dari kecelakaan
tersebut dapat mengakibatkan pekerja mengalami kecacatan permanen, hingga
kehilangan nyawa.
Menurut H.W. Heinrich dalam terjadinya kecelakaan kerja dipengaruhi
oleh 2 (dua) penyebab langsung yaitu unsafe action (tindakan tidak aman) dan
unsafe condition (kondisi tidak aman). Tindakan tidak aman adalah suatu tindakan
yang tidak memenuhi keselamatan sehingga berisiko menyebabkan kecelakaan
kerja (Ramli, 2010).
Dalam penelitian Iwan dkk (2016), Hasil penelitian membuktikan bahwa
tindakan tidak aman dan kondisi lingkungan kerja yang tidak aman berhubungan
signifikan dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja konstruksi. Hasil
penelitian ini semakin menguatkan kesimpulan sebelumnya yang dilakukan oleh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
Chi dkk yang menyimpulkan perilaku tidak aman dalam bekerja dan kondisi
lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kejadian kecelakaan kerja dan
keparahan kecelakaan kerja pada pekerja Industri Konstruksi.
Dalam penilaian risiko yang dilakukan PT. Pembangunan Perumahan,
tingkat risiko kurangnya koordinasi pekerjaan pengngkatan dikategorikan High
yang berarti sangat berbahaya dan memerlukan pengendalian khusus, dengan nilai
kemungkinan terjadinya kecelakaan diberi nilai 3 yang berarti kecelakaan kerja
mungkin terjadi dalam 1 tahun sekali dan nilai keparahan akibat kecelakaan kerja
diberi niai 5 yang berarti fatal, kerugian sangat besar dan hingga memakan korban
jiwa serta berhentinya seluruh kegiatan. Kegiatan ini dikategorikan High karena
alat berat yang digunakan ialah semi otomatis yang berarti memerlukan tenaga
manusia yang memaksa pekerja harus bekerja langsung berada di bawah material
dan kontak dengan material untuk mengarahkan material ke lubang pressing
seperti pada Gambar 11. Oleh karena itu, Perusahaan hanya bisa melakukan
pengendalian dengan memberikan instruksi rencana pengangkatan lengkap
dengan jadwal secara umum yang telah disiapkan dan diawasi oleh SHE agar
pekerja tetap bekerja sesuai SOP dan memberikan surat peringatan apabila ada
pekerja yang bekerja tidak sesuai dengan peraturan yang ada.
4. Penggunaan Sling (Tali Baja) / Teknik Rigging yang Tidak Aman
Penggunaan sling / teknik rigging yang tidak aman menyebabkan potensi
bahaya tertimpa material. Hal ini disebabkan karena sling yang digunakan untuk
mengangkat material tidak sengaja terputus dan penggunaan teknik rigging yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
75
tidak aman dapat mengakibatkan sling terlepas. Terputus dan terlepasnya sling
dapat mengakibatkan pekerja tertimpa material.
Perusahaan telah melakukan pengendalian dengan selalu menggunakan tali
alat bantu setiap melakukan pengangkatan. Dalam penilaian risiko yang dilakukan
PT. Pembangunan Perumahan, tingkat risiko penggunaan sling dikategorikan
Medium Low, dengan nilai kemungkinan terjadinya kecelakaan diberi nilai 1 yang
berarti kecelakaan kerja mungkin terjadi dalam 10 tahun sekali dan nilai
keparahan akibat kecelakaan kerja diberi nilai 5 yang berarti fatal, kerugian sangat
besar dan hingga memakan korban jiwa serta berhentinya seluruh kegiatan.
Sesuai dengan teori Hakim (2001), selain melakukan pengawasan pekerja,
perlu juga adanya identifikasi dan evaluasi bahaya terhadap potensi bahaya di
tempat kerja dengan melakukan pengawasan terhadap mesin-mesin, peralatan
kerja dan bahan berbahaya lainnya.
5. Penggunaan Generator
Fungsi generator pada proses pemancangan concrete sheet pile adalah
sebagai sumber listrik disaat bekerja pada malam hari. Penggunaan generator
berada di area ter buka menyebabkan potensi bahaya tersetrum listrik dan
kebakaran. Hal ini disebabkan bahan bakar generator menggunakan solar yang
mudah tersambar oleh api, selain itu pekerja dapat tersetrum listrik apabila
menghidupkan generator dalam keadaan basah dan genangan air di sekitar
generator akibat hujan dapat mengakibatkan pekerja yang tidak sengaja melintas
tersetrum.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
76
Perusahaan telah melakukan pengendalian dengan selalu menggunakan tali
alat bantu setiap melakukan pengangkatan. Dalam penilaian risiko yang dilakukan
PT. Pembangunan Perumahan, tingkat risiko penggunaan sling dikategorikan
Medium Low, dengan nilai kemungkinan terjadinya kecelakaan diberi nilai 1 yang
berarti kecelakaan kerja mungkin terjadi dalam 10 tahun sekali dan nilai
keparahan akibat kecelakaan kerja diberi nilai 4 yang berarti cedera berat,
kerugian sangat besar dan cacat permanen.
Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Tahapan Pekerjaan Timbunan
Pada tahapan pekerjaan timbunan terdapat sumber bahaya yang
mengakibatkan potensi bahaya yaitu :
1. Penggunaan Excavator
Pada proses pengambilan tanah di quarry, penggunaan excavator
menyebabkan potensi bahaya yaitu terpeleset/terjatuh ketika mendaki masuk atau
keluar kabin. Hal ini disebabkan tingginya kabin escavator dan pekerja sebagai
operator tidak hati-hati saat mendaki masuk, keadaan tanah yang basah setelah
hujan juga dapat menjadi faktor pekerja terpeleset karena alas kaki yang
digunakan licin.
Potensi bahaya selanjutnya yaitu escavator yang digunakan terjungkir. Hal
ini disebabkan proses pengambilan tanah dilakukan di permukaan tanah berbukit
atau lereng. Berat excavator memperbesar kemungkinan terjadinya potensi bahaya
excavator terjungkir karena tanah yang dilalui tidak dapat menahan beban dan
menyebabkan longsor. Kondisi ini dapat menyebabkan pekerja sebagai pemberi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
77
aba-aba (signaler) yang sedang berada disekitar excavator tertimbun atau terjebak
karena longsoran tanah.
Gambar 12. Tahapan pengambilan tanah di quarry
Selain itu penggunaan excavator juga berpotensi menyebabkan pekerja
terpukul ayunan alat keruk (bucket). Hal ini disebabkan kurangnya koordinasi
antara signaller dengan operator pengoperasi escavator. Bucket yang digunakan
untuk menggali tanah juga dapat terlepas tidak sengaja, terlepasnya bucket
menyebabkan potensi bahaya tertimpa bucket. Hal ini disebabkan kurangnya
perawatan peralatan setelah digunakan. Kesalah pahaman antara pekerja juga
dapat mengakibatkan pekerja signaller tertabrak, terutama saat escavator bergerak
mundur.
Berikut adalah potensi-potensi bahaya pada saat pengoperasian excavator,
dari resiko paling ringan hingga fatality, yaitu disaat:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
78
1. Bergerak (moving). Pergerakan excavator berpotensi menabrak perja /
pejalan kaki (pedestrian) terutama saat bergerak mundur.
2. Berbelok / memutar (slewing). Excavator sering sekonyong-konyong
bergerak memutar yang berpotensi menjebak / menggencet seseorang
antara excavator dan struktur atau kendaraan / benda tetap lain.
3. Sedang bekerja (working). ketika bucket bergerak atau attachment lainnya
dapat berpotensi menabrak / membentur / menyerang seseorang atau
pejalan kaki atau juga ketika bucket secara tidak sengaja jatuh terlepas dari
excavator.
Dari pengalaman di lapangan bisa jadi korban akibat hal-hal diatas adalah
crew dari excavator itu sendiri misal pemberi aba-aba (signaller).
(Sekolahaja.com).
Kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian yang tidak diduga dan tidak
dikehendaki, yang mengacaukan proses aktifitas yang telah diatur, dan terdapat
empat faktor bergerak dalam suatu bagian berantai yakni: lingkungan, bahaya,
peralatan dan manusia.(Santoso,2004)
Menurut teori Frank Bird (1989), dalam proses terjadinya kecelakaan
terkait empat unsure produksi yaitu People, Equipment, Material, Environtment
(PEME) yang saling berinteraksi dan bersama-sama meghasilkan suatu produk
atau jasa. Kecelakaan terjadi dalam proses interaksi tersebut yaitu ketika terjadi
kontak antara manusia dengan alat, material, dan lingkungan ia berada.
Dalam penilaian risiko yang dilakukan PT. Pembangunan Perumahan,
tingkat risiko pada penggunaan escavator dikategorikan Medium High, dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
79
tingkat kemungkinan terjadinya kececelakan diberi nilai 2 yang berarti kecelakaan
kerja mungkin terjadi dalam 5 tahun sekali dan tingkat keparahan akibat
kecelakaan kerja diberi nilai 4 yang berarti cedera berat, kerugian besar dan
gangguan pada pekerjaan. Perusahaan telah melakukan pengendalian dengan
semua pekerjaan harus diawasi dan diperiksa dan dimonitor untuk memastikan
memenuhi prosedur kerja yang aman baik oleh pekerja maupun operative proyek.
2. Mobil Damntruck melewati Jalan Umum
Mengangkut tanah kelokasi pembuangan menggunakan damntruck
melewati jalan umum menyebabkan potensi bahaya kecelakaan lalu lintas. Hal ini
disebabkan banyaknya kendaraan pada jalan dan jarak tempuh yang cukup jauh
menyebabkan potensi bahaya kecelakaan lalu lintas. Kondisi Pasokan tanah yang
harus dikirim terus-menerus agar sesuai dengan target tidak melewati batas waktu
yang sudah tertulis dalam kontrak mengakibatkan pekerja supir bekerja lebih
ekstra, pekerja supir bekerja 8jam – 12 jam dalam 1 hari. Lembur kerja yang tidak
terlelakkan mengakibatkan kelelahan pada pekerja juga mengakibatkan pekerja
kurang istirahat sehingga mengantuk saat diperjalanan sangat berisko terjadinya
kecelakaan.
Menurut Warpani (2002), mengantuk merupakan keadaan dimana
pengendara kehilangan daya reaksi dan konsentrasi akibat kurang istirahat (tidur)
dan atau sudah mengemudikan kendaraan lebih dari 5 jam tanpa istirahat.
Pengendara yang mengantuk akan berkurang staminanya jika
mengendarai kendaraan dengan kecepatan 80 km/jam selama 2 jam tanpa
berhenti. Banyaknya kecelakaan yang disebabkan pengendara mengantuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
80
dikarenakan pengemudi pada umumnya tidak merasa bahwa dirinya mengantuk,
seringkali mereka memaksakan dirinya untuk tetap mengendarai (Kartika, 2009).
Dalam penelitian Marsaid dkk (2013) mengatakan pada umumnya
kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kejadian meninggal seringkali tidak
hanya disebabkan oleh satu faktor penyebab saja. Namun merupakan gabungan
dari beberapa faktor, misalkan faktor kendaraan berupa ban pecah terjadi karena
faktor lingkungan fisik berupa jalan berlubang, kemudian ditunjang dengan
faktor manusia berupa mengantuk dan tidak terampil yang pada akhirnya
menyebabkan kecelakaan dengan korban meninggal dunia.
Dalam penilaian risiko yang dilakukan PT. Pembangunan Perumahan,
tingkat risiko damntruck melewati jalan umum dikategorikan Medium High,
tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan diberi nilai 2 yang berarti
kemungkinan terjadinya kecelakaan dalam 5 tahun sekali dan tingkat keparahan
akibat kecelakaan diberikan nilai 5 yaitu fatal, kerugian sangat besar hingga
memakan korban jiwa.
3. Badan Jalan Rusak
Akses masuk damntruck menuju lokasi pembuangan setelah melewati
jalan umum sejauh 10 km kelokasi pembuangan. Tanah yang dilalui ialah tanah
merah yang sangak lembek ketika diguyur hujan. Tanah yang terus-menerus
dilalui oleh damntruck menjadi rusak dan tidak rata menyebabkan potensi bahaya
terbalik / terperosoknya damntruck yang mengangkut tanah kelokasi pembuangan.
pekerja supir damntruck berisiko mengalami cedera fisik akibat terbentur. tingkat
risiko pada kondisi ini dikategorikan Medium High.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
81
Akibat seringnya mobil damntruck terperosok / terbalik, dalam penilaian
risiko yang dilakukan PT. Pembangunan, tingkat kemungkinan terjadinya
kecelakaan diberi nilai 4 yang berarti kecelakaan kerja mungkin terjadi dalam
sebulan sekali dan nilai keparahan akibat kecelakaan kerja diberi nilai 2 yang
berarti cidera ringan, kerugian financial sedikit. Perusahaan telah melakukan
pengendalian dengan meletakkan lempengan-lempengan baja pada permukaan
tanah yang tidak padat.
4. Penggunaan Bulldozer dan Vibro Roller
Pada proses penghamparan dan pemadatan tanah, penggunaan bulldozer
dan vibro roller menyebabkan potensi bahaya terpeleset saat mendaki masuk,
tertabrak, dan terjungkir ssat bekerja di lereng. Hal ini disebabkan kurangnya
kehati-hatian saaat pekerja. Kurangnya koordinasi antara pekerja juga hal
penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Tingginya badan alat berat membatasi
penghilatan operator di sekitar alat berat terutama saat bulldozer atau vibro roller
bergerak mundur. Kondisi ini dapat mengakibatkan pekerja tertabrak alat berat
yang digunakan.
Dalam penilaian risiko yang dilakukan PT. Pembangunan Perumahan,
tingkat risiko penggunaan bulldozer dan vibro roller dikategorikan Medium Low,
dengan tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja diberi nilai 1 yang
berarti kecelakaan kerja mungkin terjadi dalam 10 tahun sekali, dan nilai
keparahan diberi nilai 5 yang berarti fatal, kerugian sangat besar dan sampai
memakan korban.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
82
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Proyek Pengendalian Banjir Sungai
Asahan Paket 2 PT Pembangunan Perumahan didapatkan kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pada proses pemancangan concrete sheet pile teridentifikasi 8 sumber
bahaya dimana ditemukan 16 potensi bahaya. Hasil penilaian risko didapat
tingkat risiko dengan kategori Low (6%), Medium Low (44%), Medium
High (39%), High (11%).
2. Pada proses pekerjaan timbunan teridentifikasi 4 sumber bahaya, dimana
ditemukan 14 potensi bahaya. Hasil penilaian risiko didapat tingkat risiko
dengan kategori Low (8%), Medium Low (21%), dan Medium High (71%).
3. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko yang dilakukan, menggunakan
HIRARC berdassarkan standar Work Instruction PT. Pembangunan
Perumahan.
4. Potensi bahaya berkategori High terdapat pada tahapan pekerjaan
pemancangan concrete sheet pile.
Saran
1. Kedisiplinan terhadap waktu sebaiknya lebih diperhatikan, sehingga
pelaksanaan pekerjaan setiap harinya tidak memerlukan waktu lembur
sampai malam hari yang bisa mempengaruhi kondisi kesehatan para pekerja.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
83
2. Kontraktor pelaksana maupun pengawas sebaiknya lebih meningkatkan
pengawasan dan koreksi pelaksanaan pekerjaan serta memberikan sanksi
yang tegas apabila terdapat pekerja yang melanggar prosedur pekerjaan.
3. Perusahaan sebaiknya menyediakan pelampung untuk para pekerja karena
tahapan pekerjaan dilakukan di tepi sungai.
4. Pada tahapan pekerjaan timbunan, pekerja pemberi aba-aba (signaller)
diharapkan bekerja di luar jalur alat berat beroperasi agar tidak tertabrak
atau tersenggol alat berat.
5. Pada kegiatan yang berkategori High, Perusahaan disarankan agar
menambah alat bantu keamanan seperti memasang tali bantu sling agar
material tidak mudah terjatuh.
6. Perlu ditingkatkan pengawasan terhadap pengadaan barang dari pihak
ketiga untuk menghindari risiko kecelakaan kerja.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
84
DAFTAR PUSTAKA
Adji. (16 Oktober 2016). Kaki pekerja putus tertimpa crane dan tiang pancang di Ciliwung. Diakses Februari 10 2018, dari http://poskotanews.com/2016/ 10/16/kakipekerjaputustertimpacranedantiangpancangdiciliwung/.
Anizar. (2009). Teknik keselamatan dan kesehatan kerja di industri. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Anugrah, D. (10 Oktober 2009). Tinjauan persepsi. Diakses 30 Januari 2018 dari http://www.dangertheory.com/.
Arikunto, S. (2013). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Djati, I. (2006). Bagaimana mencapai zero accident di perusahaan. Jakarta: UI
Press.
Ervianto, W.I. (2004). Teori aplikasi manajemen proyek konstruksi. Yogyakarta:Andi Yogyakarta.
Husni, L. (2005). Hukum ketenagakerjaan (Ed.Ke-2). Jakarta: PT. Raja Grafindo.
International Labour Office. (2013). Keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja sarana untuk produktivitas. Jakarta : Anonim.
Indarto, B. P. (2006). Identifikasi faktor risiko dominan dalam keselamatan dan kesehatan kerja pada proyek konstruksi bangunan gedung bertingkat (Studi Kasus PT Adhi Karya (Persero) Tbk) (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Irawan, S. (2015). Penyusunan hazard identification risk assasment and risk control (HIRARC) di PT. X. Jurnal Titra, 3 (1), 15-18.
Kangari, R. (1995). Risk management perceptions and trends of U.s. construction. Journal of Construction Enginering and Management. ASCE. 121, 422-429.
Lexy, J.M. (2011). Metode penelitian kualitatif (Ed.Ke-2). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mubarak, D. (2012). Gambaran sistem manajemen kesehatan keselamatan kerja Universitas Indonesia pada konstruksi pembangunan gedung FK-FKG(Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Jakarta.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
85
Ramli, S. (2010). Manajemen risiko dalam perspektif K3 OHS risk management. Jakarta: Dian Rakyat.
Ramli, S. (2010). Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS 18001 (Ed.Ke-2). Jakarta: Dian Rakyat.
Ridley, J. (2014). Kesehatan dan keselamatan kerja. Jakarta: Erlangga.
Rijanto, B. (2011). Pedoman pencegahan kecelakaan di industri. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Roughton, J. E, & Nathan Crutchfield. (2008). Job hazard analysis. UK: Elsevier Inc.
Santoso, G. (2004). Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Siahaan, H. (2009). Manajemen resiko pada perusahaan dan birokrasi (Ed.Ke-2).Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Silalahi, B.N.B. (1995). Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Jakarta:PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Siswanto, Dkk. (2014). Metodologi penelitian kesehatan dan kedokteran. Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Suma’mur. (2009). Higiene perusahaan dan keselamatan kerja. Jakarta: Sagung Seto.
Suma’mur. (2014). Kesehatan kerja dalam perspektif hiperkes dan keselamatan kerja. Jakarta: Erlangga.
Tarwaka. (2008). Keselamatan dan kesehatan kerja. Surakarta: Harapan Press.
Tarwaka. (2008). Manajemen dan implementasi K3 di tempat kerja. Surakarta:Harapan press
Tarwaka. (2012). Dasar-dasar keselamatan kerja serta pencegahan kecelakaan di tempat kerja. Harapan Press, Surakarta
Wijaya, A Dkk. (2015). Evaluasi kesehatan dan keselamatan kerja dengan Metode HIRARC pada PT. Charoen Pokphand Indonesia. Jurnal Titra, 3 (1), 30.http://studentjournal.petra.ac.id/index.php/teknikindustri/article/ download/2979/2684.
Williams, M. (2011). Hazards at work. UK: Trade Union Congress.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
86
Lampiran 1, Surat Permohonan Izin Penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
87
Lampiran 2, Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
88
Lampiran 3, Dokumentasi Penelitian
1. Proses Pemancangan
Gambar Lampiran 1. Pemancangan Sheet Pile
2. Proses Pekerjaan Timbunan
Gambar Lampiran 2. Pengambilan Tanah Di quarry
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
89
Gambar Lampiran 3. Mengangkut Tanah Kelokasi Timbunan
Gambar Lampiran 4. Penghamparan Tanah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
90
Gambar Lampiran 5. Pemadatan Tanah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA