identifikasi bahaya dan penilaian risiko sebagai upaya pencegahan
TRANSCRIPT
LAPORAN KHUSUS
IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENILAIAN RISIKO SEBAGAIUPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN DAN PENYAKIT
AKIBAT KERJA DI UNIT AMMONIUM SULFAT IIPT. PETROKIMIA GRESIK JAWA TIMUR
Oleh:Eko Andriani
NIM. R0007039
PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA2010
ii
PENGESAHAN
Laporan khusus dengan judul :
Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Sebagai UpayaPencegahan Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja
di Unit Ammonium Sulfat II PT. Petrokimia Gresik
Jawa Timur
dengan peneliti :
Eko AndrianiNIM. R0007039
telah diuji dan disahkan pada tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Lusi Ismayenti, ST, M. Kes Seviana Rinawati, SKMNIP. 19720322 200812 2001
Ketua Program
Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja FK UNS
Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.OkNIP. 19481105198111100
iii
LEMBAR PENGESAHAN PERUSAHAAN
LAPORAN KHUSUS
IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENILAIAN RISIKO SEBAGAIUPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN DAN PENYAKIT
AKIBAT KERJA DI UNIT AMMONIUM SULFAT IIPT. PETROKIMIA GRESIK JAWA TIMUR
Disusun oleh :
Eko Andriani (NIM. R0007039)
Menyetujui,
Ka. RO. LINGKUNGAN & K3 Pembimbing
Ir. Nanang Teguh S. Achmad Zaid, ST.
Kepala Biro Diklat
Ir. Slamet Supriyanto
iv
ABSTRAK
Eko Andriani, 2010. IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENILAIAN RISIKO SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA DI UNIT AMMONIUM SULFAT II PT. PETROKIMIA GRESIK JAWA TIMUR, PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penilaian risiko yang diterapkan perusahaan, mengetahui bahaya-bahaya yang termasuk dalam kategori tinggi, sedang serta rendah dan mengetahui apakah upaya identifikasi dan penilaian risiko telah sesuai dengan peraturan yang ada.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif berdasarkan observasi dan wawancara kemudian dianalisa atau dievaluasi.
Dari hasil penelitian bahwa bahaya dan risiko akan selalu ada di lingkungan kerja sehingga perlu identifikasi penilaian dan pengendalian risiko sebagai upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan selamat.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penilaian risiko yang dilakukan oleh PT. Petrokimia Gresik adalah dengan mengalikan antara dampak risiko dengan peluang risiko. Dari hasil identifikasi bahaya dan analisa tingkat risiko tidak ditemukan bahaya yang termasuk dalam kategori risiko tinggi. Hanya ada kategori sedang dan rendah. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko yang sudah dilakukan di PT. Petrokimia Gresik telah sesuai dengan Permenaker No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Serta sesuai dengan Pedoman OHSAS 18001:2007 Elemen No. 4.3.1 tentang Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Risiko.
Kata kunci : Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, Upaya PengendalianKepustakaan : 13, 1987-2009
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan laporan dengan judul “Identifikasi Bahaya dan
Penilaian Risiko Sebagai Upaya Pencegahan Kecelakaan dan Penyakit Akibat
Kerja di Unit Ammonium Sulfat II PT. Petrokimia Gresik Jawa Timur”.
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan
Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini tidak akan
berhasil tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. A.A. Subijanto, dr, MS, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Putu Suriyasa, dr, MS, PKK, Sp.Ok selaku Ketua Program Diploma III
Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
3. Ibu Lusi Ismayenti, ST, M. Kes, selaku pembimbing I.
4. Ibu Seviana Rinawati, SKM, selaku pembimbing II.
vi
5. Bapak Ir. Slamet Supriyanto, selaku Kepala Biro Diklat PT. Petrokimia
Gresik serta bapak Parmiadi Utomo dan Eko Subagiyo yang telah
memberikan ijin pada penulis untuk melaksanakan kerja praktek.
6. Bapak Ir. Nanang Teguh S, selaku Karo Lingkungan dan K3 di PT.
Petrokimia Gresik.
7. Bapak Achmad Zaid, ST, selaku pembimbing perusahaan di PT. Petrokimia
Gresik.
8. Bapak Firman dan Bapak Bowo selaku pembimbing lapangan di pabrik III
yang dengan sabar membimbing penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
9. Bapak Zaenal, Edy Swastono, Arifin, Suhud Muchtar, Enny Ariningsih,
Mujiyono dan Lukito yang membimbing penulis di bagian K3 dan juga
bapak Harto Agianto serta teman-temannya di bagian DAMKAR di PT.
Petrokimia Gresik.
10. Teman-teman praktek kerja lapangan dari UNAIR, ITS, UNDIP, UPN dan
UNHAS di PT. Petrokimia Gresik serta temen kos di Gresik yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
11. Keluarga yang selalu memberikan dukungan baik secara moril dan doa
kepada penulis.
12. Moko yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis.
13. Teman-teman kos selama melakukan magang yang telah membantu dan
memberi semangat.
14. Semua teman baikku yang dari UNDIP Moly dan Restu yang selalu memberi
dorongan serta motivasi.
vii
15. Semua teman-teman angkatan 06, 07 dan 08 yang sealu ada untuk membantu
dan saling bertukar ilmu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini belum sepenuhnya
sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap dapat memperoleh kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, 10 Mei 2010
Penulis,
Eko Andriani
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN.............................................. iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 4
BAB II. LANDASAN TEORI ....................................................................... 5
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 5
1. Tempat Kerja......................................................................... 5
2. Bahaya................................................................................... 5
3. Kecelakaan Kerja .................................................................. 10
4. Penyakit Akibat Kerja ........................................................... 18
ix
5. Identifikasi Bahaya................................................................ 19
6. Penilaian Risiko .................................................................... 22
7. Pengendalian Risiko………………………………………………… 26
B. Kerangka Pemikiran.................................................................... 31
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................. 32
A. Jenis Penelitian............................................................................ 32
B. Persiapan ..................................................................................... 32
C. Lokasi Penelitian......................................................................... 33
D. Sumber Data................................................................................ 33
E. Teknik Pengumpulan Data.......................................................... 33
F. Analisa Data ................................................................................ 34
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 35
A. Hasil Penelitian .......................................................................... 35
1. Proses Produksi ..................................................................... 35
2. Identifikasi Bahaya................................................................ 40
3. Penilaian Risiko .................................................................... 41
B. Pembahasan ................................................................................ 42
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 48
A. Kesimpulan ................................................................................. 48
B. Saran ........................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 50
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Skala Kriteria Dampak Risiko ........................................................... 23
Tabel 2. Skala Pengukuran Peluang Risiko ..................................................... 24
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Teori Domino ................................................................................. 12
Gambar 2. Teori Gunung Es ............................................................................ 18
Gambar 3. Peta Risiko...................................................................................... 26
Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran............................................................ 31
Gambar 5. Bagan Proses Produksi ZA II ......................................................... 36
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Selesai Magang.
Lampiran 2. Laporan Kegiatan Harian Kerja Praktek.
Lampiran 3. Struktur Organisasi Departemen Produksi III Unit ZA II.
Lampiran 4. Hasil Identfikasi Potensi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian
yang sudah diterapkan di Unit ZA II PT. Petrokimia Gresik.
Lampiran 5. Formulir Identifikasi, Pengukuran dan Rencana Pengendalian Risiko.
Lampiran 6. Formulir Kegiatan Pengendalian Risiko Signifikan.
Lampiran 7. Laporan Pemantauan Risiko K3 dan PAK.
Lampiran 8. Blok Diagram Pabrik ZA II.
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi di industri dapat
memberikan dampak negatif terhadap kondisi tempat kerja. Untuk itu kita perlu
mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor perindustrian dalam rangka
menekan serendah mungkin terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang
timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi
(Departemen Tenaga Kerja UNDP/ILO-PIACT Project, 1987).
Setiap proses produksi, peralatan/mesin dan tempat kerja yang digunakan
untuk menghasilkan suatu produk, selalu mengandung potensi bahaya tertentu
yang bila tidak mendapat perhatian secara khusus akan dapat menimbulkan
kecelakaan kerja. Potensi bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja dapat
berasal dari berbagai kegiatan atau aktivitas dalam pelaksanaan operasi atau juga
berasal dari luar proses kerja. (Tarwaka, 2008)
Sumber-sumber bahaya perlu dikendalikan untuk mengurangi kecelakaan
dan penyakit akibat kerja. Untuk mengendalikan sumber-sumber bahaya, maka
sumber-sumber bahaya tersebut harus ditemukan dengan melakukan identifikasi
sumber bahaya potensial yang ada di tempat kerja (Suma’mur, 1996).
Setelah sumber bahaya teridentifikasi, maka dilakukan pengukuran
tingkat risiko sumber bahaya terhadap tenaga kerja. Dari kegiatan tersebut maka
xiv
diusahakan suatu pengendalian sampai tingkat yang aman untuk tenaga kerja
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan.
PT. Petrokimia Gresik, merupakan salah satu perusahaan yang bergerak
dalam bidang industri pupuk dan merupakan produsen pupuk terlengkap di
Indonesia, yang memiliki banyak faktor bahaya dan melibatkan manusia,
peralatan dan lingkungan yang tentu dapat menimbulkan potensi bahaya yang
dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja didalam proses
produksinya.
Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja PT. Petrokimia Gresik khususnya di unit ZA II, menyediakan sarana
keselamatan kerja seperti penyediaan Alat Pelindung Diri (APD), pengendalian
bahan berbahaya dan penyediaan peralatan pemadam kebakaran serta pelatihan
pemadam kebakaran untuk menanggulangi kebakaran yang terjadi akibat
pemakaian bahan-bahan kimia yang berpotensi menimbulkan bahaya,
pemasangan tanda keselamatan (safety sign) selain itu upaya sanitasi, pengaturan
jam kerja, safety permit, sikap kerja, letak mesin dan mensertifikasi semua
peralatan dan mesin yang dipergunakan untuk mempermudah dalam melakukan
proses. Berdasarkan latar belakang diatas penulis mencoba untuk mengidentifikasi
potensi bahaya dan upaya pengendalian yang akan digunakan untuk membuat
laporan dengan judul ”Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Sebagai Upaya
Pencegahan Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja di Unit Ammonium Sulfat
II PT. Petrokimia Gresik Jawa Timur”.
xv
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana penilaian risiko yang dilakukan oleh PT. Petrokimia Gresik?
2. Bahaya apa saja yang termasuk dalam kategori tinggi, sedang dan rendah di
Unit ZA II?
3. Apakah upaya identifiksi bahaya dan penilaian risiko yang ada di unit ZA II
PT. Petrokimia Gresik telah sesuai dengan Permenaker No. Per-
05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
serta sesuai dengan Pedoman OHSAS 18001:2007 Elemen No. 4.3.1 tentang
Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Risiko?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penilaian risiko yang diterapkan oleh PT. Petrokimia
Gresik.
2. Untuk mengeahui bahaya apa saja yang termasuk dalam kategori tinggi,
sedang serta rendah di unit ZA II.
4. Untuk mengetahui apakah upaya identifikasi bahaya dan penilaian risiko yang
ada di unit ZA II PT. Petrokimia Gresik telah sesuai dengan Permenaker No.
Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, serta sesuai dengan Pedoman OHSAS 18001:2007 Elemen No. 4.3.1
tentang Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Risiko.
xvi
D. Manfaat Penelitian
1. Penulis
a. Dapat meningkatkan wawasan dalam mengidentifikasi bahaya yang ada di
tempat kerja khususnya di unit ZA II.
b. Dapat mengetahui penilaian risiko serta upaya pengendalian apabila terjadi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di unit ZA II.
2. Perusahaan
a. Memberikan gambaran tentang bahaya yang ada di tempat kerja secara lebih
jelas khususnya di unit ZA II PT. Petrokimia Gresik.
b. Dapat melakukan penilaian serta upaya pengendalian terhadap terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang disebabkan karena faktor bahaya
di unit tersebut.
3. Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Untuk menambah referensi ilmu pengetahuan di perpustakaan tentang
identifikasi bahaya dan penilaian risiko di suatu perusahaan.
xvii
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tempat Kerja
Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja dalam pasal 1 tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau
terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering
dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dimana terdapat sumber atau
sumber-sumber bahaya, termasuk tempat kerja adalah semua ruangan, lapangan,
halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan
dengan tempat kerja tersebut.
2. Bahaya
a. Pengertian Bahaya
Bahaya merupakan sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya
kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan
kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja (Tarwaka, 2008).
Bahaya pekerjaan adalah faktor–faktor dalam hubungan pekerjaan yang
dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut disebut potensial, jika faktor–
faktor tersebut belum mendatangkan kecelakaan (Suma’mur, 1996).
b. Sumber-sumber Bahaya
Sumber bahaya merupakan sesuatu yang merupakan inti atau pusat dari
xviii
proses kegiatan yang mengakibatkan timbulnya risiko, bisa berupa equipment,
lokasi/area, sistem, peraturan, produk, unit kegiatan, Sumber Daya Manusia dan
lain-lain (Biro Manajemen Risiko, 2008).
Sumber-sumber bahaya yang ada di unit ZA II bisa berasal dari :
1) Manusia
Kesalahan utama sebagian besar kecelakaan adalah terletak pada pekerja
itu sendiri, mereka kurang terampil, kurang tepat, kurang mentaati tata tertib
dalam mengoperasikan mesin atau peralatan.
2) Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam suatu proses dapat menimbulkan bahaya
jika tidak digunakan sesuai fungsinya, tidak dilengkapi dengan pelindung saat
memasuki area.
3) Bahan
Bahaya dari bahan ZA II meliputi berbagai risiko sesuai dengan sifat
bahan, antara lain :
a) Mudah terbakar, oleh Natrium gas di B-5601 di unit drying dan cooling yang
disebabkan karena kebocoran gas.
b) Mudah meledak yang disebabkan oleh amoniak di Carbonation Tower pada
seksi Carbonation.
c) Menimbulkan alergi atau iritasi, apabila terpercik oleh asam sulfat, amoniak,
dan kristal ammonium sulfat pada seksi neutralisasi.
d) Bersifat racun, oleh gas chlorine di area operasional cooling tower.
e) Radioaktif, pada amoniak di Carbonation Tower pada seksi Carbonation.
xix
f) Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh, apabila terpercik
asam sulfat, amoniak dan kristal ammonium sulfat pada seksi neutralisasi.
4) Proses
Dalam proses kadang menimbulkan asap, debu, panas, bising dan bahaya
mekanis seperti terjepit, terbentur atau terjatuh, hal ini dapat mengakibatkan
kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
5) Cara atau sikap kerja
Cara kerja yang berpotensi terhadap terjadinya bahaya atau kecelakaan
berupa tindakan tidak aman, misalnya :
a) Cara mengangkat dan mengangkut yang salah
b) Posisi tubuh yang tidak benar
c) Tidak menggunakan APD
d) Lingkungan kerja yang terlalu panas
e) Menggunakan alat atau mesin yang tidak sesuai dengan peraturan
f) Keadaan mesin-mesin, perlengkapan dan peralatan kerja serta bahan-bahan.
g) Sikap kerja yang salah, yaitu pada saat pengepakan pekerja berdiri, duduk
berjalan dan membungkuk terlalu lama.
6) Lingkungan Kerja
Bahaya dari lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan berbagai
gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Bahaya tersebut adalah :
a) Faktor lingkungan fisik
Bahaya yang bersifat fisik seperti ruangan yang terlalu panas di
xx
Centrifuge, bising yang melebihi Nilai Ambang Batas di Pump House dan
Centrifuge.
b) Faktor lingkungan kimia
Bahaya yang bersifat kimia yang berasal dari bahan–bahan yang
digunakan maupun bahan yang dihasilkan selama proses produksi. Bahan ini
berhamburan ke lingkungan, kerusakan atau kebocoran dari peralatan atau
instalasi yang digunakan dalam proses serta bau dari bahan-bahan kimia yang
sangat menyengat. Paparan dari gas amoniak di Pump House dan seksi filtrasi
c) Faktor lingkungan biologis
Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari bakteri, virus
maupun dari binatang lainnya yang ada di tempat kerja.
d) Faktor faal kerja atau ergonomi
Gangguan yang bersifat faal karena beban kerja yang terlalu berat,
peralatan yang digunakan tidak serasi dengan tenaga kerja.
e) Faktor psikologis
Gangguan yang disebabkan karena hubungan atasan dengan bawahan
yang tidak serasi, hal ini dapat menimbulkan ketegangan jiwa pada karyawan.
c. Pengertian bahaya
Pengertian bahaya atau hazard adalah suatu yang berpotensi
menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau
bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan
sistem kerja. Hazard mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan
kerugian kepada :
xxi
1) Manusia baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap
pekerjaan.
2) Properti termasuk peralatan kerja dan mesin-mesin.
3) Lingkungan baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar
perusahaan.
4) Kualitas produk barang dan jasa.
5) Nama baik perusahaan (Company’s Public Image).
Setiap proses produksi, peralatan/mesin dan tempat kerja yang digunakan
untuk menghasilkan suatu produk, selalu mengandung bahaya tertentu yang bila
tidak mendapat perhatian secara khusus akan dapat menimbulkan kecelakaan
kerja. Potensi bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja dapat berasal
dari berbagai kegiatan atau aktivitas dalam pelaksanaan operasi atau juga berasal
dari luar proses kerja (Biro Manajemen Risiko, 2008).
Jika potensi penyebab kecelakaan dibiarkan saja untuk terjadi, maka
jalannya akan selalu terbuka untuk kontak dengan sumber bahaya. Kecelakaan
tersebut dapat berupa :
a) Terbentur/tertabrak benda/alat yang bergerak.
b) Jatuh ke tingkat yang lebih rendah.
c) Jatuh pada tingkat yang sama (tergelincir, tersandung, terpeleset).
d) Terjepit ke dalam alat/benda yang berputar.
e) Kontak dengan panas, dingin, bising, radiasi, bahan beracun.
f) Terkena larutan berbahaya/yang menyebabkan iritasi.
3. Kecelakaan Kerja
xxii
a. Pengertian Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan
sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu,
harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses
kerja industri atau yang berkaitan dengannya. Dengan demikian kecelakaan kerja
mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1) Tidak diduga semula, oleh karena dibelakang peristiwa kecelakaan tidak
terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan;
2) Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan akan
selalu disertai kerugian baik fisik maupun mental;
3) Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang sekurang-kurangnya
menyebabkan gangguan proses kerja (Tarwaka, 2008).
Kecelakaan menurut Suma’mur (1996) adalah kejadian yang tidak
terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga oleh karena di belakang peristiwa itu
tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Tidak
diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material ataupun
penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat.
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan
hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa
kecelakaan terjadi disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan
pekerjaan.
b. Klasifikasi Kecelakaan
Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan
xxiii
Penyebab dasar
Faktor personalFaktor pekerjaan
Penyebab langsung
Tindakan dan kondisi tak aman
Insiden
Kontak dengan energi atau bahan
Kerugian
- Manusia- Harta
benda- Proses
produksi
Kurangnya PengawasanTidak tersedia nya:- Standar
program- pemenuhan
pada standar
Internasional tahun 1962 (Tarwaka, 2008) adalah sebagai berikut :
1) Klasifikasi menurut jenis kecelakaan.
2) Klasifikasi menurut penyebab kecelakaan.
3) Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan.
4) Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh.
c. Pencegahan Kecelakaan
Pencegahan kecelakaan kerja pada umumnya adalah upaya untuk
mencari penyebab dari suatu kecelakaan dan bukan mencari siapa yang salah
(Tarwaka, 2008).
Pencegahan kecelakaan merupakan upaya untuk menghambat terjadinya
suatu kecelakaan dengan mencari sumber kecelakaan.
Cara penelusuran penyebab kecelakaan sesuai dengan urutan Domino
yang digunakan pada cara berpikir modern dalam prinsip pencegahan kecelakaan.
Teori ini menyatakan bahwa kecelakaan tidak datang dengan sendirinya, akan
tetapi ada serangkaian peristiwa sebelumnya yang mendahului terjadinya
kecelakaan tersebut.
Urutan Domino adalah sebagai berikut :
xxiv
1 2 3 4 5
Gambar 1. Teori Domino
(Sumber : Rudi Suardi, 2005)
1) Kurangnya Pengawasan
Dalam urutan domino, kurangnya pengawasan merupakan urutan
pertama menuju suatu kejadian yang mengakibatkan kerugian. Pengawasan dalam
hal ini ialah salah satu dari empat fungsi manajemen yaitu perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (leading) dan
pengendalian (controlling).
Teori Domino yang pertama akan jatuh karena kelemahan pengawas dan
pihak manajemen yang tidak merencanakan dan mengorganisasi pekerja dengan
benar serta tidak mengarahkan para pekerjanya untuk terampil dalam
melaksanakan pekerjaannya.
2) Penyebab Dasar
Adalah penyebab nyata yang dibelakang atau melatarbelakangi penyebab
langsung yang mendasari terjadinya kecelakaan, terdiri dari dua unsur yaitu:
a) Faktor personal/pribadi yaitu kurang pengetahuan, ketrampilan, kurang
pengarahan, problem fisik dan mental.
b) Faktor pekerjaan yaitu kepemimpinan dan pengawasan yang tidak memadai,
standar kerja yang tidak cukup, alat dan peralatan kurang memadai,
pemeliharaan yang tidak memakai standar pembelian yang kurang dan lain-
lain.
xxv
3) Penyebab Langsung
Adalah tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman yang secara
langsung menyebabkan kecelakaan yang biasanya dapat dilihat dan dirasakan.
Penyebab langsung terdiri dari dua unsur yaitu :
a) Unsafe action (tindakan tidak aman) yaitu merupakan tindakan berbahaya dari
para tenaga kerja yang mungkin dilatar belakangi oleh berbagai sebab antara
lain:
(1) Kekurangan pengetahuan dan ketrampilan (lack of knowledge and skill).
(2) Ketidak mampuan untuk bekerja secara normal (Inadequate Capability).
(3) Ketidak fungsian tubuh karena cacat yang tidak nampak (bodilly defect).
(4) Kelelahan dan kejenuhan (fatique and boredom).
(5) Sikap dan tingkah laku yang tidak aman (unsafe altitude and habits).
(6) Kebingungan dan stres (Confuse and Stress) karena prosedur kerja yang
baru belum dapat dipahami.
(7) Belum menguasai/belum trampil dengan peralatan atau mesin-mesin baru
(lack of skill).
(8) Penurunan konsentrasi (difficulty in concentrating) dari tenaga kerja saat
melakukan pekerjaan.
(9) Sikap masa bodoh (ignore) dari tenaga kerja.
(10) Kurang adanya motivasi kerja (Improrer Motivation) dari tenaga kerja.
(11) Kurang adanya kepuasan kerja (low job satisfaction).
(12) Sikap kecenderungan mencelakai diri sendiri.
b) Unsafe condition (kondisi tidak aman) yaitu kondisi tidak aman dari:
xxvi
(1) Mesin, peralatan serta pesawat yang sudah tua atau sudah rusak.
(2) Bahan-bahan kimia yang berbahaya.
(3) Lingkungan serta tempat kerja yang terlalu panas, bising, berdebu serta
penerangan yang kurang.
(4) Tenaga kerja yang kurang berpengalaman atau trampil.
(5) Hubungan antar pekerja yang kurang harmonis.
(6) Kondisi ekonomi dan politik yang bisa mengganggu konsentrasi.
(7) Desain mesin dan peralatan kerja yang tidak sesuai.
4) Insiden
Insiden yang mengakibatkan cidera fisik atau kerusakan harta benda, tipe
kecelakaan kerja antara lain ; terbentur, terjatuh ke bawah atau pada permukaan
yang sama, terjepit, terperangkap, terpeleset, panas, dingin, radiasi, kebisingan,
kontak dengan bahan-bahan berbahaya dan beban kerja yang berlebihan.
5) Kerugian
Akibat rentetan faktor sebelumnya akan mengakibatkan kerugian pada
manusia itu sendiri, harta benda atau properti. Kerugian-kerugian yang penting
dan tidak langsung adalah terganggunya proses produksi yang berakibat
menurunnya produktifitas.
Menurut Suma’mur (1996) kecelakaan menyebabkan 5 jenis kerugian
(K) yaitu :
a) Kerusakan.
b) Kekacauan organisasi.
c) Keluhan dan kesedihan.
xxvii
d) Kelainan dan cacat.
e) Kematian.
Bagian mesin, pesawat, alat kerja, bahan, proses, tempat dan lingkungan
kerja mungkin rusak oleh kecelakaan. Akibat dari itu, terjadilah kekacauan
organisasi dalam proses produksi. Orang yang ditimpa kecelakaan mengeluh dan
menderita, sedangkan keluarga dan kawan-kawan sekerja akan bersedih hati.
Kecelakaan tidak jarang berakibat luka-luka, terjadinya kelainan tubuh dan cacat.
Bahkan tidak jarang kecelakaan merenggut nyawa dan berakibat kematian.
Pada umumnya kerugian akibat kecelakaan kerja cukup besar dan dapat
mempengaruhi upaya peningkatan produktifitas kerja perusahaan (Tarwaka,
2008).
Secara garis besar kerugian akibat kecelakaan kerja dapat dikelompokkan
menjadi:
Kerugian/biaya Langsung (direct costs)
Suatu kerugian yang dapat dihitung secara langsung dari mulai terjadinya
peristiwa sampai dengan tahap rehabilitasi, seperti:
a) Penderitaan tenaga kerja yang mendapatkan kecelakaan dan keluarganya.
b) Biaya pertolongan pertama pada kecelakaan.
c) Biaya pengobatan dan perawatan.
d) Biaya angkut dan biaya rumah sakit.
e) Biaya kompensasi pembayaran asuransi kecelakaan.
f) Upah selama tidak mampu bekerja.
g) Biaya perbaikan peralatan yang rusak.
xxviii
Kerugian/biaya Tidak Langsung (indirect costs)
Kerugian berupa biaya yang dikeluarkan dan meliputi suatu yang tidak
terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah terjadinya kecelakaan, biaya tidak
langsung ini antara lain mencakup :
a) Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja yang mendapat kecelakaan.
b) Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja lain, seperti rasa ingin tahu dan rasa
simpati serta setia kawan untuk membantu dan memberikan pertolongan pada
korban, mengantar ke rumah sakit.
c) Terhentinya proses produksi sementara, kegagalan pencapaian target,
kehilangan bonus.
d) Kerugian akibat kerusakan mesin, perkakas atau peralatan kerja lainnya.
e) Biaya penyelidikan dan sosial, seperti:
(1) Mengunjungi tenaga kerja yang sedang menderita akibat kecelakaan.
(2) Menyelidiki sebab-sebab terjadinya kecelakaan.
(3) Mengatur dan menunjuk tenaga kerja lain untuk meneruskan pekerjaan
dari tenaga kerja yang menderita kecelakaan.
(4) Merekrut dan melatih tenaga kerja baru.
(5) Timbulnya ketegangan dan stres serta menurunnya moral dan mental
tenaga kerja.
Pada umumnya kita terfokus pada kerugian atau biaya langsung, padahal
pada kenyataannya, kerugian atau biaya-biaya yang tidak langsung dan
terselubung jauh lebih besar dan mempunyai dampak yang lebih luas. Hal ini
dapat dilihat dari “Fenomena Gunung Es” dimana puncak gunung es yang
xxix
A
Keterangan:
A : Biaya langsung
B : Biaya tak langsung
nampak hanya sebagian kecil dibandingkan dengan bagian gunung es yang
terpendam di dalamnya dan belum kelihatan pada saat kejadian. Dengan demikian
jelas bahwa di samping kerugian langsung akibat kejadian kecelakaan, kerugian
yang tidak langsung harus mendapatkan perhatian yang serius karena sangat
mempengaruhi kelangsungan proses produksi perusahaan secara keseluruhan
(Tarwaka, 2008), seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 2. Teori Gunung Es
(Sumber: Bird and Germani, 1990)
4. Penyakit Akibat Kerja
Menurut Permennaker No. Per. 01/Men/1981 Penyakit Akibat Kerja
(PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan
kerja. Faktor penyebab penyakit akibat kerja (Suma’mur, 2009) antara lain :
a. Faktor Fisik
1) Kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas yang menyebabkan ketulian.
xxx
2) Radiasi elektromagnetis, yaitu : gelombang-gelombang mikro, radiasi laser,
radiasi panas, sinar infra merah, sinar ultraviolet, radioaktif/alfa/beta/gama/X
menyebabkan gangguan terhadap sel tubuh manusia.
3) Getaran mekanis yang berakibat timbulnya resonansi dari alat-alat tubuh.
4) Tekanan udara tinggi dan rendah yang menyebabkan coison disease.
5) Penerangan lampu yang kurang baik misalnya menyebabkan kelaianan pada
indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.
b. Faktor Kimia
1) Debu yang menyebabkan pneumoconioses.
2) Uap yang dapat menyebabakan metal fume, dermatitis atau keracunan.
3) Gas, misalnya keracunan oleh NH3, CO2, H2SO4 dan lain-lain.
4) Larutan yang misalnya menyebabkan dermatitis.
c. Faktor Biologi
Berasal dari virus, bakteri, parasit, jamur, serangga.
d. Faktor Fisiologi
1) Disebabkan oleh cara kerja yang kurang baik, posisi kerja yang salah, desain
alat kerja yang tidak sesuai, lingkungan kerja yang kurang memadai dan
sebagainya.
2) Efek terhadap tubuh menimbulkan kelelahan fisik, nyeri otot, deformitas
tulang, perubahan bentuk, dislokasi.
e. Faktor Mental Psikologis
1) Akibat dari suasana kerja yang monoton dan tidak nyaman, hubungan kerja
kurang baik, upah kerja yang kurang, tidak sesuai dengan bakat.
xxxi
2) Manifestasinya berupa stress.
Sedangkan untuk tata cara pelaporan penyakit akibat kerja sesuai dengan
Permenaker No. Per. 01/Men/1981 tentang Kewajiban Melapor PAK.
a. Pasal 2 (a) : pengurus dan badan yang ditunjuk wajib melaporkan secara
tertulis kepada Kantor Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan
dan Perlindungan Tenaga Kerja setempat.
b. Pasal 3 (a) : Laporan dilakukan dalam waktu paling lama 2 kali 24 jam setelah
penyakit dibuat diagnosanya.
5. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk
mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat
kerja. Suatu bahaya di tempat kerja mungkin nampak jelas dan kelihatan, seperti:
sebuah tangki berisi bahan kimia, atau mungkin juga tidak nampak dengan jelas
atau tidak kelihatan, seperti: radiasi, gas pencemar di udara (Tarwaka, 2008).
Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dari suatu sistem
manajemen pengendalian risiko yang merupakan suatu cara untuk mencari dan
mengenali terhadap semua jenis kegiatan, alat, produk dan jasa yang dapat
menimbulkan potensi cidera atau sakit yang bertujuan dalam upaya mengurangi
dampak negatif risiko yang dapat mengakibatkan kerugian aset perusahaan, baik
berupa manusia, material, mesin, hasil produksi maupun finansial (Slamet ichsan,
2004).
Identifikasi bahaya di tempat kerja yang berisiko menyebabkan
xxxii
terjadinya kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh berbagai faktor (Biro
Lingkungan dan K3, 2007):
a. Kegagalan komponen, antara lain berasal dari :
1) Rancangan komponen pabrik termasuk peralatan/mesin dan tugas-tugas
yang tidak sesuai dengan kebutuhan pemakai.
2) Kegagalan yang bersifat mekanis.
3) Kegagalan sistem pengendalian.
4) Kegagalan sistem pengaman yang disediakan.
5) Kegagalan operasional peralatan kerja yang digunakan.
b. Kondisi yang menyimpang
1) Kegagalan pengawasan atau monitoring.
2) Kegagalan manual suplai dari bahan baku.
3) Kegagalan pemakaian dari bahan baku.
4) Kegagalan dalam prosedur shut down dan start up.
5) Terjadinya pembentukan antar bahan sisa dan sampah yang berbahaya.
c. Kesalahan manusia dan organisasi.
1) Kesalahan operator.
2) Kesalahan sistem pengaman.
3) Kesalahan dalam mencampur bahan produksi berbahaya.
4) Kesalahan komunikasi.
5) Kesalahan kekurangan dalam upaya perbaikan dan perawatan alat.
6) Melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak sesuai prosedur kerja aman.
d. Pengaruh kecelakaan dari luar, yaitu terjadinya kecelakaan dalam suatu industri
xxxiii
akibat kecelakaan lain yang terjadi di luar pabrik, seperti :
1) Kecelakaan pada waktu pengankutan produk.
2) Kecelakaan pada stasiun pengisihan bahan.
3) Kecelakaan pada pada pabrik disekitarnya.
e. Kecelakaan akibat adanya sabotase, yang bisa dilakukan oleh orang luar
ataupun dari dalam pabrik, biasanya hal ini akan sulit diatasi atau dicegah,
namun faktor ini frekuensinya sangat kecil dibanding dengan faktor penyebab
lainnya.
6. Penilaian Risiko
Risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa atau kejadian yang dapat
menghambat perusahaan mencapai tujuan, sasaran dan target-target yang
ditetapkan, atau terjadinya peristiwa atau kejadian yang dapat menimbulkan
kerugian bagi perusahaan dan/atau akan mengganggu kelangsungan hidup
perusahaan.
Penilaian risiko merupakan proses menyeluruh dalam memperkirakan
besarnya risiko dan menentukan apakah risiko tersebut bisa di toleransi.
Berdasarkan hasil proses identifikasi risiko yang telah dilaksanakan di masing-
masing unit kerja terkait sesuai dengan proses bisnis yang ada, kemudian
dilakukan evaluasi terhadap sumber risiko dan penyebab risiko tersebut, untuk
selanjutnya diukur peluang/kemungkinan terjadinya serta dampaknya terhadap
pencapaian kinerja perusahaan. Proses penilaian risiko ini akan digunakan sebagai
dasar untuk memetakan dan menetapkan prioritas risiko yang harus dikendalikan
(Biro Lingkungan dan K3, 2007).
xxxiv
Penilaian risiko pada hakikatnya merupakan proses untuk menentukan
pengaruh atau akibat pemaparan bahaya yang dilaksanakan melalui tahap atau
langkah yang berkesinambungan. Oleh karenanya dalam melakukan penilaian
risiko ada dua komponen yang utama yaitu :
a. Analisis Risiko
Risiko tidak hanya berupa ancaman (threats) yang menyebabkan
kerugian/hal yang negaif bagi perusahaan atau sering disebut downside risk, tetapi
juga dapat berupa peluang (opportunity) yang akan hilang apabila tidak dikelola
dengan baik sehingga menjadi risiko hilangnya suatu kesempatan/peluang atau
sering disebut upside risk. Dalam kegiatan ini, semua jenis bahaya, sumber
bahaya, penyebab bahaya, kontrol atau proteksi yang sudah ada, peluang
terjadinya risiko, akibat yang mungkin timbul, dibahas secara rinci dan dicatat
selengkap mungkin (Biro Lingkungan dan K3, 2007).
b. Evaluasi Tingkat Risiko
Dalam kegiatan ini dilakukan prediksi tingkat risiko melalui evaluasi dan
merupakan langkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian tingkat
risiko (Slamet ichsan, 2004).
Untuk menghitung besarnya tingkat risiko dihitung berdasarkan perkalian
antara dampak risiko dan peluang risiko.
1) Dampak Risiko (D)
Merupakan ukuran risiko atau besarnya pengaruh terjadinya risiko
terhadap tenaga kerja atau manusia.
Tabel 1. Skala Kriteria Dampak Risiko
xxxv
Skala Kriteria Dampak
1 InsignificantTidak significant terhadap tenaga kerja/manusia (tidak ada cidera)
2 Minor
Kecil terhadap tenaga kerja/manusia (cidera dan masih
bisa bekerja)
3 Moderate
Sedang terhadap tenaga kerja/manusia (cidera dan tidak
bisa bekerja)
4 MajorBesar terhadap tenaga
kerja/manusia (cacat tubuh)
SkalaKriteria Dampak
5 CatastrophicSignifikan/sangat besar terhadap
tenaga kerja/manusia(meninggal dunia)
(Sumber : Biro Lingkungan dan K3, 2007)
2) Peluang Risiko (P)
Merupakan besarnya kemungkinan atau frekuensi terjadinya risiko
tersebut dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan.
Sedangkan skala pengukuran Peluang risiko didasarkan atas kriteria sebagai
berikut :
Tabel 2. Skala Pengukuran Peluang Risiko
Skala Kriteria Peluang
1 RareKemungkinan terjadinya sangat kecil/jarang.
0-1 kali terjadi setiap tahun (0-20%)
2 Unlikely
Kemungkinan terjadinya kecil/cukup sekali-kali.>1-2 kali terjadi setiap tahun (>20%-40%)
3 ModerateKemungkinan dapat terjadi/sedang>2-4 kali terjadi setiap tahun(>40%-60%)
Bersambung...
Sambungan.
xxxvi
4 Likely
Kemungkinan cenderung pasti/sering terjadinya>4-6 kali terjadi setiap tahun (>60%-80%)
5 Certain
Kemungkinannya hampir selalu terjadi/pasti terjadi>6 kali terjadi setiap tahun(>80%-100%)
(Sumber : Biro Lingkungan dan K3, 2007)
Kriteria dampak dan peluang dalam skala pengukuran 1 sampai 5 terlebih
dahulu harus ditetapkan dan disepakati oleh masing-masing Unit Kerja dan
ditetapkan sebagai standar baku oleh Unit Kerja yang bersangkutan dan
dievaluasi secara periodik.
3) Penentuan Tingkat Risiko
Tingkat atau besarnya risiko diperoleh dari hasil perkalian dampak dan
peluang risiko tersebut.
Risiko = Dampak x Peluang
4) Pemetaan dan Penetapan Prioritas Risiko
Mengingat besar dan kompleksitas jenis risiko yang dihadapi perusahaan,
maka terlebih dahulu harus dilakukan pemetaan risiko untuk kemudian ditetapkan
prioritas risiko yang secara signifikan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
perusahaan. Untuk menetapkan prioritas risiko dilakukan dengan cara
menganalsis hasil akhir dari proses pengukuran risiko, yaitu dengan berdasarkan
hasil ranking.
Berdasarkan hasil ranking/urutan tingkat risiko yang ada, dilakukan
pemetaan risiko. Besarnya risiko dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) tingkatan
berdasarkan hasil analisis dampak dan peluang risiko, yaitu:
xxxvii
Risiko tinggi : nilai > 12 -25
Risiko sedang : nilai > 5 – 12
Risiko rendah : nilai 1 – 5
Tingkat risiko yang tertinggi adalah bernilai = 25 (5 x 5), sedang tingkat
risiko yang terendah adalah bernilai = 1 (1 x 1).
Adapun cara pemetaan risiko sebagai berikut:
Gambar 3. Peta Risiko
(Sumber: Biro Lingkungan dan K3, 2007)
7. Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko merupakan suatu proses untuk mengantisipasi risiko,
agar seluruh kegiatan yang terintegrasi dalam proses bisnis dapat dilaksanakan
xxxviii
secara efektif dengan tingkat risiko sekecil/seminimal mungkin, sehingga
diharapkan dapat diperoleh hasil yang optimal. Pengendalian risiko terdiri dari
kegiatan berikut:
a. Avoid, yaitu menghindari suatu tindakan berbahaya yang dapat menyebabkan
kecelakaan/transaksi tertentu.
b. Retain, yaitu menahan suatu kegiatan agar tidak memperbesar biaya atau
kerugian.
c. Reduce, yaitu mengurangi risiko.
d. Transfer, yaitu memindahkan risiko.
e. Exploit, yaitu memanfaatkan risiko untuk kepentingan jangka panjang.
Penetapan rencana pengendalian risiko didasarkan pada hasil evaluasi
terhadap berbagai kemungkinan cara atau upaya-upaya yang dapat diambil,
karena risiko akan menjadi ancaman atau peluang sangat tergantung pada cara
pengendaliannya.
Pilihan alternatif atas rencana strategi pengendalian yang akan
dilaksanakan harus mempertimbangkan faktor “cost and benefit”, yaitu tindakan
yang memberikan manfaat terbesar dengan biaya terendah (Biro Manajemen
Risiko, 2008).
Apabila suatu risiko terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja telah
diidentifikasi dan dinilai, maka pengendalian risiko harus diimplementasikan
untuk mengurangi risiko sampai batas-batas yang dapat diterima berdasarkan
ketentuan peraturan dan standar yang berlaku. Pengendalian risiko dapat
mengikuti pendekatan hirarki pengendalian (Hirarchy of Control). Hirarki
xxxix
pengendalian risiko adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan
pengendalian risiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan
secara berurutan. Hirarki pengendalian risiko (Tarwaka, 2008) antara lain :
a. Eliminasi (elimination)
Eliminasi adalah menghilangkan atau meniadakan suatu bahan atau
tahapan proses yang berbahaya. Eliminasi dapat dicapai dengan memindahkan
objek kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang
kehadirannya pada batas yang tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan atau
standar baku K3 atau kadarnya melampaui Nilai Ambang Batas (NAB)
diperkenankan. Eliminasi adalah cara pengendalian risiko yang paling baik,
karena risiko terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja ditiadakan.
b. Substitusi (substitution)
Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahan-bahan dan
perlatan yang lebih berbahaya dengan yang kurang berbahaya atau yang lebih
aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih diterima. Misalnya:
1) Mengganti bahan bentuk serbuk dengan bentuk pasta.
2) Proses menyapu diganti dengan proses vakum.
3) Bahan solvent diganti dengan bahan deterjen.
4) Proses pengecatan spray diganti dengan pencelupan.
c. Rekayasa teknik (engineering control)
Pengendalian atau rekayasa teknik termasuk merubah struktur objek
kerja untuk mencegah seseorang terpapar kepada potensi bahaya, seperti
pemberian pengaman mesin, penutup ban berjalan, pembuatan struktur pondasi
xl
mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu mekanik, pemberian absorben
suara pada dinding ruang mesin yang menghasilkan kebisingan tinggi.
d. Isolasi (isolation)
Isolasi merupakan pengendalian risiko dengan cara memisahkan
seseorang dari objek kerja, seperti menjalankan mesin-mesin produksi dari tempat
tertutup (control room).
e. Pengendalian Administrasi (administration control)
Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu sistem
kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya.
Metode pengendalian ini sangat tergantung dari perilaku pekerjanya dan
memerlukan pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya pengendalian
administrasi ini. Metode ini meliputi; rekruitmen tenaga kerja baru sesuai jenis
pekerjaan yang akan ditangani, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi
kerja untuk mengurangi kebosanan dan kejenuhan, penerapan prosedur kerja,
pengaturan kembali jadwal kerja, training keahlian dan training K3.
f. Alat Pelindung Diri (Personal Protective Equipment)
Alat pelindung diri (APD) merupakan sarana pengendalian yang
digunakan untuk jangka pendek dan bersifat sementara jika sistem pengendalian
yang lebih permanen belum dapat diimplementasikan. APD merupakan pilihan
terakhir dari suatu sistem pengendalian risiko di tempat kerja. Selain itu APD juga
mempunyai beberapa kelemahan antara lain:
1) APD tidak menghilangkan risiko bahaya yang ada, tetapi hanya membatasi
antara terpaparnya tubuh dengan potensi bahaya yang diterima.Bila
xli
penggunaan APD gagal, maka secara otomatis bahaya yang ada akan
mengenai tubuh pekerja.
2) Penggunaan APD dirasakan tidak nyaman, karena kekurangleluasaan gerak
pada waktu kerja dan dirasakan adanya beban tambahan karena harus dipakai
selama bekerja.
Alat pelindung diri yang tersedia di PT. Petrokimia Gresik antara lain :
a) Alat pelindung kepala (safety helmet).
b) Alat pelindung kaki (safety shoes).
c) Alat pelindung pernafasan (respirator protection) berupa masker dan
chemical respirator.
d) Alat pelindung mata (eye protection) seperti goggles.
e) Alat pelindung tangan (hand protection).
f) Alat pelindung telinga (ear protection) seperti ear plug dan ear muff.
g) Pakaian pelindung tahan asam/basa, pakaian tahan api.
h) Sabuk pengaman keselamatan kerja (safety belt).
Dalam penggunaan APD tetap dibutuhkan pelatihan atau training bagi
karyawan yang menggunakannya, termasuk pemeliharaannya. Karyawan juga
harus mengerti bahwa penggunaan APD tidak menghilangkan bahaya yang akan
terjadi. Jadi bahaya akan tetap terjadi jika ada kecelakaan.
xlii
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 4. Bagan kerangka pemikiran
Tempat kerja(Area Unit ZA II)
Sumber bahaya
Di identifikasi
Penilaian Risiko
Potensi bahaya
Upaya Pengendalian
AMAN
Faktor bahaya
Menyebabkan:- Kecelakaan Kerja- Penyakit Akibat
Kerja
xliii
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan laporan ini adalah
penelitian deskriptif yaitu metode penelitian untuk meneliti suatu kondisi atau peristiwa
dengan cara memberikan gambaran secara jelas dan terbatas guna mengungkapkan suatu
masalah, dan data yang diperoleh digunakan sebagai bahan penulisan laporan.
B. Persiapan
Pada tahap ini penulis melakukan persiapan penelitian yang meliputi:
1. Penentuan lokasi magang, pengajuan proposal magang pada bulan Oktober
2009 dan surat ijin ke PT. Petrokimia Gresik.
2. Penerimaan surat balasan dari PT. Petrokimia Gresik pada bulan November
2009.
3. Membaca dan mempelajari buku-buku yang ada hubungannya dengan
kesehatan dan keselamatan kerja serta pengetahuan lain.
C. Lokasi Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan di area unit ZA II PT. Petrokimia
Gresik, Jalan Jendral Ahmad Yani 61119 Gresik Jawa Timur.
xliv
D. Sumber Data
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan data-data yang
diperoleh dari :
1. Data primer
Sumber data ini diperoleh dari hasil pengamatan langsung ke
lapangan/tempat kerja, wawancara dengan pihak karyawan PT. Petrokimia Gresik
khususnya di unit ZA II.
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari dokumen perusahaan dan referensi yang
berkaitan dengan objek yang diteliti sebagai pelengkap laporan ini.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi Lapangan
Teknik pengumpulan data dengan pengamatan langsung sekaligus survey
ke lapangan untuk mengetahui proses produksi, serta mengidentifikasi potensi dan
faktor bahaya yang ada.
2. Wawancara
Suatu teknik pengumpulan data dengan tanya jawab secara langsung
dengan karyawan yang berwenang dan berkaitan dengan masalah K3.
3. Kepustakaan
Membaca buku-buku yang ada hubungannya dengan masalah K3,
laporan-laporan penelitian yang sudah ada dan sumber-sumber lain yang
xlv
berhubungan dengan topik magang.
4. Dokumentasi
Pengumpulan data dengan mempelajari dokumen-dokumen terkendali
maupun tidak terkendali yang ada di perusahaan serta catatan-catatan perusahaan
yang berhubungan dengan obyek yang diteliti.
F. Analisa Data
Analisa data yang digunakan termasuk analisa deskriptif atau
penggambaran masalah identifikasi bahaya dan penilaian risiko di unit ZA II PT.
Petrokimia Gresik. Kemudian data yang diperoleh dianalisa apakah telah sesuai
dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/MEN/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Serta sesuai dengan Pedoman
OHSAS Elemen No. 4.3.1 tentang Prosedur Identikasi Bahaya dan Penilaian
Risiko (HIRA).
xlvi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Proses Produksi
Berdasarkan hasil magang yang dilakukan, maka peneliti mengambil
sampel data yang di observasi langsung yaitu di pabrik III unit ZA II PT.
Petrokimia Gresik. Ammonium Sulfat II merupakan jenis pupuk nitrogen yang
dapat membantu tanaman dalam memenuhi kebutuhan nitrogen. Pupuk ini dapat
menghasilkan ion NH4+ yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. ZA II
(Ammonium Sulfat) berupa suatu padatan yang berbentuk kristal berwarna putih,
ukurannya 70 % tertahan Tyler Mesh 30 dan mempunyai kadar Nitrogen (N2)
20,80 % berat (minimum), Asam bebas (H2SO4) 0,10 % berat (maksimum) serta
H2O 0,15 % berat (maksimum). Proses yang digunakan dalam pembuatan pupuk
ini adalah ici (chemico) untuk reaksinya dan ssic untuk evaporatornya. Target
produksi pada unit ini sebesar 8100 ton/hari (kristal za).
Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan pupuk ZA II yaitu:
a) Amoniak Cair
Rumus kimia sering disebut NH3 yang mempunyai kadar 99,00 - 99,50 %,
temperatur 1°C, dengan tekanan 3 - 4 kg/cm2.g dan mempunyai kadar air
(H2O) 0,5 % maximum.
xlvii
b) CO2 Gas
Dengan kadar 99,00 % minimum, Inert 0,3% maximum, dengan temperatur
35 C dan tekanan 0,44 kg/cm2.g
c) Asam Sulfat (H2SO4)
Dengan kadar 98,5 % minimum, H2O 2,0 % maximum dan temperatur 34 C.
d) Fosfo Gypsum (CaSO4.2H2O)
Dengan kadar 94 % minimum, P2O5 total 0,33 % maximum, F total 0,69 %
maximum dan CaO 3 % minimum.
Proses produksi ZA II sebagai berikut:
NH3
CO2
H2O
ANTI CACKING
Gambar 5. Bagan proses produksi ZA II.
(Sumber: PT. Petrokimia Gresik, 2010)
Secara garis besar, proses produksi ZA II terdiri dari beberapa tahapan
yaitu:
1) Carbonasi
CARBO-NATION
REACTION & GAS SCRUB FILTRATION NEUTRALISASI
EVAPOR & CRYSTAL
DRYING & COOLING
BAGGING
CaCO3
H2SO4
xlviii
Gas CO2 suhunya diturunkan sampai 27°C didalam Chiller sisi tube
sedangkan amoniak cair dengan suhu -30°C masuk sisi shell CO2 Chiller dan
menjadi gas. Gas amoniak selanjutnya masuk Carbonation Tower yang
sebelumnya dipanaskan lebih lanjut Ammonia Superheater sampai suhu 27°C
sedangkan CO2 ditekan dengan Compressor sampai 1,2 kg/cm2 suhu +80°C
masuk Tower. Produk larutan (Carbonat Liquor) dari dasar tower dialirkan ke
Storage Tank sedangkan gas yang lolos di bagian atas diserap oleh Scrubber
Liquor dan yang tak terserap dialirkan ke Reaksi dan Penyerapan Gas.
Reaksi utamanya adalah:
NH3 + CO2 + H2O (NH4)2CO3
2 NH3 + CO2 + H2O (NH4)2CO3 + energi
2) Reaksi dan Penyerapan Gas
Gypsum dari Pa Plant masuk ke atas Reaktor I suhu +65°C melalui
Vortex Mixer dicampur dengan carbonat liquor sedangkan Reaktor berikutnya
suhu operasi 70-73°C dan dari bawah Reaktor slurry dikirim ke Filtrasi. Gas-gas
yang mengandung NH3 dan CO2 masuk bawah Scrubber dikontakkan CO2
kondensat /proses kondensat dari atas. Scrubber liquor selanjutnya dikirim ke
Carbonation Tower sedangkan sisa gas yang terserap dibuang ke atmosfer melalui
Stack.
Reaksi yang terjadi:
(NH4)2CO3 + CaSO4.2H2O (NH4)2SO4 + CaCO3 + 2H2O
3) Filtrasi
xlix
Dalam tahapan ini tidak ada reaksi yang ada pemisahan larutan ZA
dengan padatan kapur dan kapur yang masih terikut larutan akan diendapkan di
bejana pengendap kapur (Chalk Settler). Pada Primary Filter larutan ZA dari
Reaktor terakhir dipisahkan filtrat (strong liquor) sebagai produk filter dan cake
yang akan dilarutkan dengan weak liquor untuk diumpankan ke Secondary Filter.
Sedangkan pada Secondary Filter terjadi proses pemisahan cake (kapur) dengan
filtratnya berupa weak liquor yang dipakai sebagai pelarut cake filtrat pertama dan
untuk pencuci cake serta pencuci kain pada filter pertama. Strong liquor dari
Primary Filter masih mengandung solid maka diendapkan dulu dalam Settler
sampai terjadi pengendapan pada dasar Settler sebagai sludge dan over flownya
merupakan produk strong liquor untuk dikirim ke Liquor Storage Tank.
4) Netralisasi
Pada tahapan ini kelebihan NH3 dan ammonium carbonat dinetralkan
dengan asam sulfat menjadi ZA tambahan, sedangkan CO2 terlepas.
Reaksi yang terjadi di Reaktor Netralisasi :
NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4
(NH4)2CO3 + H2SO4 (NH4)2SO4 + H2O + CO2
2NH4HCO3 + H2SO4 (NH4)2SO4 + 2H2O + CO2
Hasil dari reaksi-reaksi tersebut membentuk ammonium sulfat tambahan
yang selanjutnya dengan pompa dikirim ke Evaporator dan gas CO2 yang lepas
dihisap dengan blower untuk dibawa ke Scrubber.
5) Evaporasi dan Kristalisasi
l
Pada tahapan ini adalah menguapkan H2O dari larutan ZA supaya larutan
menjadi pekat hingga terbentuk kristal ZA II sedangkan untuk memisahkan kristal
dan larutannya digunakan Centrifuge. Larutan ZA masuk Evaporator I (P = 0,93
kg/cm2.A) sisi tube untuk memekatkan sampai mendekati jenuh pada suhu 98°C
dengan pemanas steam di sisi shell. Keluar Evaporator I larutan masuk
Evaporator II (P = 0,43 kg/cm2.A vakum) untuk dipekatkan menjadi lewat jenuh
pada suhu 85,5°C selanjutnya masuk Evaporator III (P = 0,14 kg/cm2. A vakum)
hingga suhu +60°C. Slurry dari Evaporator III selanjutnya dikirim ke Centrifuge
untuk memisahkan kristal dari larutannya. Kristal basah dikirim ke unit Dryer
Cooler sedangkan larutan/mother liquor disirkulasi ke Evaporator III.
6) Pengeringan dan Pendinginan Kristal (Drying and cooling)
Pada tahapan ini kristal ZA basah dari Centrifuge dikeringkan serta
didinginkan di Rotary Dryer dan ditambah Anti Cacking/Armoflo 11 sedangkan
pengeringan dengan panas yang berasal dari pembakaran LSFO. Kristal basah
dikeringkan dengan hembusan udara panas dari Furnace suhu 162°C pada bagian
Drying sedangkan dibagian Cooler kristal didinginkan dengan udara dari Cooler
Air Feed Fan. Produk kristal selanjutnya dikirim ke pengantongan atau Bulk
Storage dengan spesifikasi : bentuk kristal, ukuran 70% tertahan tyler mesh 30,
kadar nitrogen 21% berat, asam bebas 0,1% berat dan H2O 0,15% berat
maksimum.
2. Identifikasi Bahaya
li
Pada proses produksi ZA II terdapat bahaya-bahaya yang dapat
menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja yaitu pada, peralatan, proses
kerja serta lingkungan kerja. Bahaya yang ada di unit ini teridentifikasi sebagai
berikut:
a) Bahaya getaran
Bersumber dari Centrifuge dan Dryer (pengering) yang pada saat
pengoperasian M-5501 ABCD (evaporasi dan kristalisasi), pengoperasian M-
5601 (pengeringan dan pendinginan)
b) Bahaya debu kapur
Bersumber pada saat proses filtrasi berlangsung, debu kapur berhamburan di
lingkungan kerja.
c) Bahaya terbentur
Bersumber dari piping di area 5200 (unit reaksi), 5300 (unit filtrasi), 5500
(unit evaporasi dan kristalisasi), karena pemasangan pipa yang terlalu rendah.
d) Bahaya kebisingan
Bersumber dari C-5101 (unit carbonasi), C-5302 AB (unit filtrasi) oleh
compressor putaran tinggi.
e) Bahaya gangguan penglihatan atau pencahayaan
Lampu penerangan sering mati pada waktu hujan.
f) Bahaya terjatuh dari ketinggian
Deck conveyor kropos atau korosif.
g) Bahaya terjepit
lii
Saat pengoperasian peralatan yang berputar.
h) Bahaya terhirup gas chlorine
Saat pengopeasional di area cooling tower.
i) Bahaya terpercik, tersiram cairan B3
Asam sulfat (H2SO4) yang berada di seksi 5400 (netralisasi).
j) Bahaya terpercik kristal ZA (saat washing)
Pada centrifuge (M- 5501 ABCD) di unit evaporasi dan kristalisasi.
k) Bahaya terbakar oleh natrium gas
Dari natrium gas di B-5601 di unit drying dan cooling.
l) Bahaya limbah padat
Kapur di seksi 5300 (filtrasi) saat proses filtrasi.
m) Bahaya limbah gas
Gas amoniak (NH3) di area 5300 (filtrasi) pada pengoperasian Filter.
n) Bahaya limbah cair
Tumpahan bahan baku di area 5200, 5500 (reaksi dan evaporasi–kristalisasi).
3. Penilaian Risiko
Penilaian risiko yang dilakukan oleh PT. Petrokimia Gresik adalah
dengan mengalikan antara dampak dengan peluang risiko. Dampak merupakan
ukuran besarnya pengaruh terjadinya risiko sedangkan peluang merupakan
besarnya frekwensi terjadinya risiko dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan.
Dengan cara melakukan analisa dampak dan peluang dari risiko tersebut akan
dapat diketahui besarnya risiko yang akan menjadi hambatan dalam pencapaian
target kinerja, untuk memperoleh informasi dibantu oleh sebagian pekerja dan
liii
pekerja yang bertanggung jawab terhadap kelancaran di unit ZA II serta
pembimbing lapangan yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
pengamatan. Adapun hasil penilaian risiko di unit ZA II antara lain (terlampir
pada lampiran 4):
B. Pembahasan
Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko di unit ZA II PT. Petrokimia
Gresik selanjutnya digunakan untuk dasar perencanaan program pengendalian
kecelakaan kerja. Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/MEN/1996
tentang Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja pada lampiran 1
pedoman Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan kerja.
Sumber bahaya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat risiko
yang merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.
Dari hasil identifikasi bahaya, penilaian tingkat risiko dan pengendalian
bahaya yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Bahaya getaran
Hal ini bersumber dari Centrifuge dan Dryer (pengering) yang pada saat
pengoperasian M-5501 ABCD (evaporasi dan kristalisasi), pengoperasian M-
5601 (pengeringan dan pendinginan), dapat menyebabkan penyakit akibat
lingkungan kerja misalnya tremor, dengan nilai dampak risiko 1 dan nilai
peluang risiko 2, maka jumlah nilai tingkat risikonya 2. Berarti masih dalam
kategori risiko rendah yatu ≤ 5. Upaya pengendalian yang sudah diterapkan
liv
yaitu perbaikan peralatan secara rutin, di beri pelumas pada peralatan dan
penggantian peralatan.
2. Bahaya debu kapur yang berhamburan di lingkungan kerja
Hal ini bersumber pada saati proses filtrasi berlangsung, debu kapur
berhamburan di lingkungan kerja dan dapat menyebabkan sesak napas, batuk.
Dengan nilai dampak risiko 2 dan nilai peluang risiko 3, maka jumlah nilai
tingkat risikonya 6, masuk dalam kategori risiko sedang yaitu > 5–12. Upaya
pengendalian yang sudah ada yaitu menggunakan masker yang sesuai dan
perbaikan sistem exhauser.
3. Bahaya terbentur
Hal ini bersumber dari piping di area 5200 (unit reaksi), 5300 (unit filtrasi),
5500 (unit evaporasi dan kristalisasi) yang disebabkan karena pemasangan
pipa yang terlalu rendah, dapat menyebabkan gegar otak dan bengkak pada
kepala nilai dampak risiko 2 dan nilai peluang risiko 3, jumlah nilai tingkat
risiko 6 termasuk dalam kategori risiko sedang yaitu > 5–12. Pengendalian
yang sudah ada yaitu modifikasi line/pipa yang menggantung terlalu rendah.
4. Bahaya kebisingan
lv
Hal ini bersumber dari C-5101 (seksi carbonasi), C-5302 AB (seksi filtrasi)
disebabkan oleh compressor putaran tinggi, kemungkinan dapat
menyebabkan pendengaran berkurang, tuli, dengan nilai dampak risiko 2 dan
nilai peluang risiko 2, mempunyai jumlah nilai tingkat risiko 4, termasuk
dalam kategori risiko rendah yaitu 1–5. Pengendalian yang sudah ada yaitu
harus menggunakan pelindung telinga yang sesuai dan diberi peredam.
5. Bahaya gangguan penglihatan atau pencahayaan
Hal ini bersumber dari lampu penerangan sering mati pada waktu hujan,
disebabkan karena instalasi lampu penerangan sudah tua dan akibatnya
lingkungan kerja gelap dan rawan terjadinya kecelakaan kerja, dengan nilai
dampak risiko 3 dan nilai peluang 4, jumlah nilai tingkat risiko 12, termasuk
dalam kategori risiko sedang yaitu > 5 – 12. Pengendalian yang sudah ada
yaitu benahi instalasi lampu penerangan yang rusak.
6. Bahaya terjatuh dari ketinggian
Pada saat melakukan pembersihan conveyor system yang disebabkan karena
Deck conveyor kropos atau korosif berakibat patah tulang serta dapat
menyebabkan meninggal dunia, memiliki nilai dampak risiko 4 dan nilai
peluang risiko 1, jumlah nilai tingkat risikonya 4 dan termasuk dalam
kategori risiko rendah yaitu 1–5. Pengendalian yang sudah ada yaitu
cek/inspect kondisi deck conveyor secara rutin dan melakukan pengecatan
peralatan yang korosif.
7. Bahaya terjepit
lvi
Pada saat melakukan pengoperasian peralatan yang berputar, pangoperasian
conveyor system, dapat mengakibatkan patah tulang serta meninggal dunia,
dengan nilai dampak risiko 2 sedangkan nilai peluang risikonya 2, jumlah
nilai tingkat risiko 4, termasuk dalam kategori risiko rendah yaitu 1 – 5.
Pengendalian yang sudah ada yaitu pasang cover pengaman pada semua
peralatan berputar dan memakai alat pelindung yang sesuai.
8. Bahaya terhirup gas chlorine
Hal ini bersumber di area operasional cooling tower yang dapat
menyebabkan gangguan pernapasan di T-6510, dengan nilai dampak risiko 2
dan nilai peluang risiko 1, jumlah nilai tingkat risikonya 2 dan termasuk
dalam kategori risiko rendah yaitu ≤ 5. Pengendalian yang telah ada adalah
menggunakan masker gas yang sesuai ketika akan memasuki area tersebut.
Pengendalian yang sudah ada yaitu menggunakan masker gas yang sesuai dan
perbaikan system exhauser.
9. Bahaya terpercik, tersiram cairan B3
Hal ini bersumber dari asam sulfat (H2SO4) yang berada di seksi 5400
(netralisasi) yang disebabkan oleh kebocoran line, kebocoran pompa dan
dapat berakibat kebutaan, luka bakar, iritasi pada kulit dan infeksi, dengan
nilai dampak risiko 4 dan nilai peluang risiko 1, nilai tingkat risiko berjumlah
4, masuk dalam kategori risiko rendah yaitu 1–5. Pengendalian yang sudah
ada yaitu harus menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dan cek kondisi
peralatan secara rutin.
10. Bahaya terpercik kristal ZA pada saat washing
lvii
Hal ini bersumber pada centrifuge (M- 5501 ABCD) di unit evaporasi dan
kristalisasi, dapat menyebabkan iritasi pada mata atau infeksi pada mata, nilai
dampak risikonya 2 sedangkan nilai peluang risiko 4, jumlah nilai tingkat
risikonya adalah 8 termasuk dalam kategori sedang yaitu > 5 – 12.
Pengendalian yang sudah ada yaitu harus memakai eye gougle pada waktu
washing.
11. Bahaya terbakar
Hal ini bersumber dari Natrium gas di B-5601 di unit drying dan cooling
disebabkan oleh kebocoran dari Natrium gas dapat mengakibatkan kebutaan,
luka bakar dan akhirnya sampai meninggal dunia, dengan nilai dampak risiko
3 dan nilai peluang risiko 1, jumlah nilai tingkat risiko 3 termasuk dalam
kategori risiko rendah yaitu ≤ 5. Pengendalian yang sudah ada yaitu cek
bocoran gas alam secara rutin dan memakai alat pelindung yang sesuai pada
saat memasuki area tersebut.
12. Bahaya limbah padat
Hal ini bersumber dari kapur di seksi 5300 (filtrasi) yang disebabkan oleh
proses filtrasi, dapat berakibat sesak napas dan batuk apabila terhirup, nilai
dampak risiko 2 dan nilai peluang risiko 3, jumlah nilai tingkat risikonya
adalah 6, bahaya limbah kapur ini masuk dalam kategori risiko sedang yaitu >
5–12. Pengendalian yang sudah ada yaitu menggunakan masker yang sesuai
dan perbaikan system exhauser.
13. Bahaya limbah gas
lviii
Hal ini bersumber dari gas amoniak (NH3) di area 5300 (filtrasi) pada
pengoperasian Filter yang dapat mengakibatkan iritasi pada kulit, gangguan
pada pernapasan dan pencemaran lingkungan, dengan nilai dampak risiko 2
dan nilai peluang risiko 5, jumlah nilai tingkat risikonya adalah 10, termasuk
dalam kategori risiko sedang yaitu > 5-12. Pengendalian yang sudah ada yaitu
dengan perbaikan system exhauser gas dan menggunakan alat pelindung yang
sesuai.
14. Bahaya limbah cair
Hal ini bersumber dari tumpahan di area 5200, 5500 (reaksi dan evaporasi–
kristalisasi) yang disebabkan karena kwalitas bahan baku jelek dan berakibat
lingkungan kerja menjadi tidak nyaman, dengan nilai dampak risiko 2 dan
nilai peluang risiko 4, jumlah nilai tingkat risikonya adalah 8, masuk dalam
kategori risiko sedang yaitu > 5–12. Pengendalian yang sudah ada yaitu
dengan memilih bahan baku yang baik.
Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko merupakan suatu
program yang dilakukan untuk meminimalkan kecelakan dan penyakit akibat
kerja di PT. Petrokimia Gresik agar tercipta tempat kerja yang aman.
Identifikasi bahaya dan penilaian risiko di PT. Petrokimia Gresik telah
sesuai dengan Permenaker No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Serta sesuai dengan Pedoman OHSAS Elemen
No. 4.3.1 tentang Prosedur Identikasi Bahaya dan Penilaian Risiko (HIRA).
lix
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Unit ZA II PT. Petrokimia Gresik
mengenai Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko pada pekerjaan mempunyai
banyak bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Penilaian risiko yang dilakukan oleh PT. Petrokimia Gresik adalah dengan
mengalikan antara dampak risiko dengan peluang risiko, sehingga dapat
diketahui besarnya risiko.
2. Di Unit ZA II tidak ditemukan bahaya yang termasuk dalam kategori rsiko
tinggi. Hanya ada kategori risiko sedang dan risiko rendah yaitu pada bahaya
yang termasuk dalam kategori risiko sedang adalah bahaya debu, bahaya
terbentur, bahaya gangguan penglihatan/pencahayaan, bahaya terpercik
kristal ZA, bahaya limbah padat, bahaya limbah gas dan bahaya limbah cair
karena tumpahan. Sedangkan bahaya yang termasuk dalam kategori risiko
rendah yaitu bahaya getaran, bahaya kebisingan, bahaya terjatuh dari
ketinggian, bahaya terjepit, bahaya terhirup gas chlorine, bahaya terpercik
atau tersiram B3 dan bahaya terbakar oleh natrium gas.
3. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko yang sudah dilakukan di PT.
Petrokimia Gresik telah sesuai dengan Permenaker No. Per-05/MEN/1996
tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Serta sesuai
dengan Pedoman OHSAS 18001:2007 Elemen No. 4.3.1 tentang Prosedur
lx
Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Risiko.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis dapat memberikan
saran-saran sebagai berikut :
1. Perlu ditambah lagi system exhauser agar debu kapur yang berhamburan di
area kerja bisa keluar.
2. Perlu penggantian instalasi lampu penerangan yang sudah tua atau rusak.
3. Sebaiknya setiap tindakan pengendalian harus dilaksanakan secara teratur dan
konsisten serta selalu dilakukan evaluasi menyesuaikan dengan setiap
perubahan yang ada.
4. Sebaiknya dilakukan eliminasi untuk Deck conveyor yang kropos atau
korosif.
DAFTAR PUSTAKA
Bird, F.E Jr., dan Germain, G. L., 1990. Practical Loss Control Leadership. Loganville : Institute Publishing (A Division of International Loss Control Institute).
lxi
Biro Lingkungan dan K3, 2007. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko PT. Petrokimia Gresik. PT. Petrokimia Gresik.
Biro Manajemen Risiko, 2008. Identifikasi Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja. PT. Petrokimia Gresik.
Departemen Tenaga Kerja RI, 1997. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Iqra Media.
Departemen Tenaga Kerja UNDP/ILO-PIACT Project, 1987. Keselamatan Kerja Bidang Kimia. Jakarta : Iqra Media.
OHSAS 18001:2007 Elemen No. 4.3.1 tentang Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko.
Permenaker No. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
Rudi Suardi, 2005. Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.Jakarta: PPM.
Slamet Ichsan, 2004. Penialian Risiko Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Pusat Hiperkes Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.
Suma’mur, 1996. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta : CV Haji Masagung.
Suma’mur, 2009. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Toko Gunung Agung.
Syukri Sahab, 1997. Teknik Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : PT. Bina Sumber Daya Manusia.
Tarwaka, 2008. Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press.