identifikasi penggunaan vasektomi sebagai alat …repository.poltekkes-kdi.ac.id/170/2/kti reni...

77
i IDENTIFIKASI PENGGUNAAN VASEKTOMI SEBAGAI ALAT KONTRASEPSI PRIA DI PUSKESMAS LEPO-LEPO KOTA KENDARI TAHUN 2016 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan pada Program Studi Diploma III Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kendari Disusun Oleh: RENI ANDRIANI NIM : P00324013027 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI DIII TAHUN 2016

Upload: duongmien

Post on 14-Jun-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

IDENTIFIKASI PENGGUNAAN VASEKTOMI SEBAGAI ALAT KONTRASEPSI PRIA DI PUSKESMAS LEPO-LEPO

KOTA KENDARI TAHUN 2016

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan padaProgram Studi Diploma III Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kendari

Disusun Oleh:

RENI ANDRIANINIM : P00324013027

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KENDARI

JURUSAN KEBIDANANPROGRAM STUDI DIII

TAHUN 2016

ii

iii

iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Reni Andriani

NIM : P00324013027

Program Studi : Kebidanan

Judul KTI : Identifikasi Penggunaan Vasektomi Sebagai Alat

Kontrasepsi Pria di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari

Tahun 2016

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar

hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran

orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila

dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka

saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Kendari, Agustus 2016Yang Membuat Pernyataan

Penulis

v

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini dengan judul

“Identifikasi Penggunaan Vasektomi Sebagai Alat Kontrasepsi Pria di Puskesmas

Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2016”.

Penulis menyadari bahwa semua ini dapat terlaksana karena dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak, secara langsung maupun tidak langsung dalam

memberikan bimbingan dan petunjuk sejak dari pelaksanaan kegiatan awal sampai

pada penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

kepada Ibu Askrening, SKM., M.Kes., selaku Pembimbing I dan Ibu Wa Ode Asma

Isra, S.Si.T., M.Kes., selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan

pikiran dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab guna memberikan bimbingan

dan petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang

terhormat:

1. Bapak Petrus, SKM., M.Kes., selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari.

2. Ibu Hj. dr. Maryam Rufiah, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Kendari.

3. Bapak Ir. Sukanto Toding, MSP., MA., selaku Kepala Badan Penelitian dan

Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara.

4. Ibu dr. Jeni Arni Harli T., selaku Kepala Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari dan

staf yang telah membantu dalam memberikan informasi selama penelitian ini

berlangsung.

5. Ibu Halijah, SKM., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes

Kemenkes Kendari.

vii

6. Ibu Sitti Zaenab, SKM., SST., M.Keb., selaku Penguji I, Ibu Sultina Sarita, SKM.,

M.Kes., selaku Penguji II, dan Ibu Wahida S, S.Si.T., M.Keb, selaku Penguji III.

7. Seluruh Dosen dan staf pengajar Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan

Kebidanan yang telah banyak membantu dan memberikan ilmu pengetahuan

maupun motivasi selama mengikuti pendidikan di Poltekkes Kemenkes Kendari.

8. Teristimewa kepada ayahanda La Ode Hermaide dan Ibunda Nurgaya yang telah

mengasuh, membesarkan dengan cinta dan penuh kasih sayang, serta

memberikan dorongan moril, material dan spiritual, serta saudara-saudaraku,

terima kasih atas pengertiannya selama ini.

9. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan

Kebidanan angkatan 2013.

Tiada yang dapat penulis berikan kecuali memohon kepada Allah SWT,

semoga segala bantuan dan andil yang telah diberikan oleh semua pihak selama ini

mendapat berkah dari Allah SWT. Akhir kata penulis mengharapkan semoga karya

tulis ilmiah ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan serta dapat bermanfaat

bagi kita semua, Amin.

Kendari, Agustus 2016

Penulis

viii

ABSTRAK

Identifikasi Penggunaan Vasektomi Sebagai Alat Kontrasepsi Pria di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2016

Reni Andriani 1, Askrening 2, Wa Ode Asma Isra 3

Latar Belakang: Data hasil laporan kabupaten/kota tahun 2010-2014 diketahuijumlah peserta vasektomi di Sulawesi Tenggara hanya 1,2%. Sedangkan tahun 2014, BKKBN menargetkan pemakian akseptor KB pria di Indonesia yaitu 90% tetapi hanya 1,2% yang menggunakan vasektomi. Tahun 2015 data peserta vasektomi di Kota Kendari sebanyak 0,2%.Tujuan Penelitian: untuk mengidentifikasi penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari.Metode Penelitian: Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2016 pada tanggal 24 Juni – 16 Juli 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan usia subur yang sudah menikah, yang belum memakai vasektomi tetapisudah memenuhi syarat untuk vasektomi sejumlah 84 PUS, dengan jumlah sampel sebanyak 46 responden.Hasil Penelitian: Menunjukkan bahwa tingkat inteligensi responden tentang penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria tertinggi dalam kategori kurang (71,7%); lingkungan responden tentang penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria tertinggi dalam kategori tidak mendukung (95,7%); tingkat pendidikan responden tentang penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria tertinggi dalam kategori pendidikan dasar (58,7%); dan agama responden tentang penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria tertinggi dalam kategori berpengaruh (65,2%).Kesimpulan: Tingkat inteligensi responden sehubungan dengan penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria masih kurang, dimana lingkungan tidak mendukung dan tingkat pendidikan responden yang rendah serta faktor agama sangat berpengaruh terhadap penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria. Saran: Suami hendaknya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang perananya dalam keluarga berencana terutama perannya dalam menggunakan vasektomi dengan cara aktif mencari informasi tentang vasektomi.

Kata Kunci : Kontrasepsi Pria, VasektomiDaftar Pustaka : 22 (2004-2015)

1. Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Kebidanan2. Dosen Pembimbing I Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Kebidanan3. Dosen Pembimbing II Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Kebidanan

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ iHALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iiHALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iiiSURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .............................................. ivRIWAYAT HIDUP ......................................................................................... vKATA PENGANTAR ..................................................................................... viABSTRAK .................................................................................................... viiiDAFTAR ISI ................................................................................................... ixDAFTAR TABEL ........................................................................................... xiDAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiiDAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiiiBAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................... 1B. Rumusan Masalah ................................................................. 4C. Tujuan Penelitian ................................................................... 4D. Manfaat Penelitian ................................................................. 5E. Keaslian Penelitian ................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kontrasepsi .............................................................. 7B. Metode Operasi Pria (MOP) / Vasektomi .............................. 9C. Konsep Dasar Perilaku ......................................................... 18D. Kerangka Teori ...................................................................... 27E. Kerangka Konsep ................................................................. 28

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...................................................................... 30B. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................... 30C. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................ 30D. Definisi Operasional .............................................................. 31E. Instrumen Penelitian ............................................................. 33F. Pengumpulan Data ............................................................... 33G. Pengolahan Data .................................................................. 34H. Analisis Data ......................................................................... 35I. Etika Penelitian Data ............................................................ 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian ...................................................................... 38B. Pembahasan ........................................................................ 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan ............................................................................ 49B. Saran .................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman1. Tenaga Kesehatan di Puskesmas Lepo-Lepo ..................................... 402. Distribusi Pendidikan Responden di Puskesmas Lepo-Lepo

Kota Kendari ........................................................................................ 413. Distribusi Intelegensi Responden di Puskesmas Lepo-Lepo

Kota Kendari ........................................................................................ 414. Distribusi Lingkungan Responden di Puskesmas Lepo-Lepo

Kota Kendari ........................................................................................ 425. Distribusi Agama Responden di Puskesmas Lepo-Lepo

Kota Kendari ........................................................................................ 42

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman1. Kerangka Konsep ....................................................................................... 28

xii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Permohonan Pengisian Kuisioner2 Surat Pernyataan Persetujuan Responden3 Kuisioner Penelitian4. Master Tabel5. Surat Ijin Penelitian dari Litbang6. Surat Telah Melakukan Penelitian

1

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kelurga Berencana adalah usaha untuk mengontrol jumlah dan

jarak kelahiran anak, untuk menghidari kehamilan yang bersifat sementara

dengan menggunakan kontrasepsi sedangkan untuk menghindari

kehamilan yang sifatnya menetap yang bisa dilakukan dengan cara

sterilisasi (BKKBN, 2011). Sterilisasi salah satu dengan jalan vasektomi.

Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas

reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa diferensia sehingga

alur trasportasi sperma terlambat dan proses fertilisasi (penyetuan dengan

ovum) tidak terjadi (Syaifuddin, 2006).

Setiap tahun ada 500.000 perempuan meninggal akibat berbagai

masalah yang melingkupi kehamilan, persalinan dan pengguguran

kandungan (aborsi) yang tak aman (Safrina, 2012). Selama ini akseptor

KB pria lebih sedikit dibandingkan akseptor KB wanita. Itu terbukti dengan

rendahnya target akseptor KB pria dalam propenas tahun 2005 – 2009.

Mestinya 75% tetapi hanya tercapai 1,3%. Rinciannya, pemakaian

kondom 0,9%, vasektomi 0,4% (BKKBN, 2008) karena peserta KB pria di

Indonesia hanya pada kisaran 1.3% dari target 75%. Maka untuk itu,

tahun 2014-2017, peran serta pria ditargetkan kembali menjadi 90%

karena kurangnya pastisipasi pria dalam ber-KB masih belum mkaskimal.

Sementara data peserta KB aktif menunjukan bahwa presentasi

vasektomi di Indonesia adalah 0.3%, meskipun angka yang di dapat

2

sedikit namun dari tahun ke tahun jumlah peserta vasektomi meningkat.

Angka yang dicatat BKKBN menunjukkan bahwa pada tahun 2011

terdapat 21.048 suami yang divasektomi dan meningkat pada tahun 2012

menjadi 24.144 suami (BKKBN, 2011).

Data hasil laporan kabupaten/kota tahun 2010-2014 diketahui

jumlah peserta vasektomi di Sulawesi Tenggara hanya 1,2% (BKKBN,

2014). Sedangkan tahun 2014, BKKBN menargetkan pemakian akseptor

KB pria di Indonesia yaitu 90% tetapi hanya 1,2% yang menggunakan

vasektomi. Tahun 2015 data peserta vasektomi di Kota Kendari sebanyak

0,2%, Sedangkan berdasarkan studi pendahuluan pada bulan Januari

2016 belum terdapat akseptor KB vasektomi di Puskesmas Lepo-Lepo

Kota Kendari.

Partisipasi pria dalam keluarga berencana bisa dikatakan belum

maksimal, hal itu pada dasarnya tidak terlepas dari operasional program

KB yang selama ini dilaksanakan mengarah kepada wanita sebagai

sasaran. Demikian juga masalah penyediaan alat kontrasepsi yang hampir

semuanya untuk wanita, sehingga terbentuk pola pikir bahwa para

pengelola dan pelaksana program mempunyai persepsi yang dominan

yakni yang hamil dan melahirkan adalah wanita, maka wanitalah yang

harus menggunakan alat kontrasepsi. Oleh sebab itu, semenjak tahun

2000 pemerintah secara tegas telah melakukan berbagai upaya untuk

meningkatkan partisipasi pria dalam keluarga berencana melalui kebijakan.

Masalah jangka panjang yang akan timbul adalah berhasil atau

tidaknya program KB pemerintah. Salah satu indikator keberhasilan

3

program KB dalam memberikan kontribusi yang nyata untuk mewujudkan

keluarga kecil berkualitas adalah adanya partisipasi pria dalam ber-KB

sesuai dengan Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah

(RPJM) (BKKBN, 2011).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 bahwa

metode MOP cenderung meningkat walaupun presentasinya masih rendah

di bandingkan metode kontrasepsi lainnya, karena dalam dua tahun

terakhir ini kembali digalakkan melalui revitalisasi program KB nasional.

Salah satunya program pelayanan KB metode kontrasepsi jangka panjang

(MKJP) berupa implant, vasektomi, IUD dan tubektomi (Kemenkes RI,

2013). Selama ini sudah dilakukan upaya yang ditempuh oleh Bidan,

Tokoh Masyarakat (TOMA) dan kader-kader untuk meningkatkan

partisipasi pria dalam ber-KB dengan penyuluhan, pelatihan petugas untuk

melakukan Metode Operasi Pria (MOP), tersedia tenaga penyuluh

lapangan keluarga berencana di tiap-tiap RT namun partisipasi pria masih

tetap rendah. Rendahnya partisipasi pria dalam mengikuti perkumpulan

disebabkan oleh tokoh masyarakat (TOMA) dan kader-kader yang kurang

efektif dalam penyuluhan baik karena kendala waktu yang tidak terjadwal

dan juga materi yang diberikan pada saat penyuluhan lebih bersifat umum

sehingga para suami PUS enggan untuk mengikuti kegiatan tersebut

(Depkes RI, 2008).

Berdasarkan data di atas penulis telah melakukan penelitian

dengan judul: Identifikasi Penggunaan Vasektomi Sebagai Alat

Kontrasepsi Pria di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2016.

4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan

masalah yaitu, “Bagaimanakah identifikasi penggunaan vasektomi sebagai

alat kontrasepsi pria di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengidentifikasi penggunaan vasektomi sebagai alat

kontrasepsi pria di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi

pria berdasarkan intelegensi.

b. Mengidentifikasi penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi

pria berdasarkan lingkungan.

c. Mengidentifikasi penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi

pria berdasarkan pendidikan.

d. Mengidentifikasi penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi

pria berdasarkan agama.

5

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana informasi bagi

ilmu kesehatan terutama mengenai teori-teori yang berhubungan

dengan penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

dan menjadikan pengalaman yang nyata dalam melakukan

penelitian secara baik dan benar.

b. Bagi PUS

Hasil penelitian ini dapat memberikan motivasi bagi keluarga

khususnya suami untuk meningkatkan partisipasi pria dalam ber-KB

di Puskesmas Lepo-lepo Kota Kendari Tahun 2016.

c. Bagi Poltekkes Kemenkes Kendari

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah

informasi bagi mahasiswa agar dapat dikembangkan pada penelitian

selanjutnya dan dijadikan bahan kepustakaan.

d. Bagi Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pelayanan

kesehatan selanjutnya sehingga menjadi lebih baik.

6

E . Keaslian Penelitian

Yuyun, (2013) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

rendahnya pemakaian alat kontrasepsi pada pria pada pria (MOP) di

wilayah kerja Puskesmas.

Perbedaan dari penelitian ini adalah penelitian menggunakan

metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik deskriptif serta

pengambilan sampel yang diggunakan yaitu teknik accidental sampling

dimana subjek dipilih karena aksesibilitas nyama dan pendekatan mereka

kepada peneliti.

Sedangkan pada Penelitian ini mengenai identifikasi penggunaan

vasektomi sebagai alat kontrasepsi pada pria di Puskesmas Lepo-Lepo

Kota Kendari. Jenis peneltian ini adalah deskriptif dengan besar sample 46

responden dan teknik pengambilang sampel adalah dengan cara purposive

sampel dimana pengambilan sampelnya secara sengaja sesuai dengan

persyaratan sampel yang diperlukan.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kontrasepsi

1. Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata Kontra yang berarti mencegah

atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur

yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan, maksud

dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan

sebagai akibat pertemuan antara sel telur matang dengan sel sperma

tersebut (BKKBN, 2011).

2. Tujuan Kontrasepsi

Menurut Hartanto (2010) tujuan kontrasepsi ada 2, yaitu:

a. Tujuan umum

Pemberian dukungan dan pemantapan penerimaan gagasan

KB yaitu dihayatinya NKKBS.

b. Tujuan pokok

Penurunan angka kelahiran yang bermakna Guna mencapai tujuan

tersebut maka di tempuh kebijaksanaan mengkategorikan tiga fase

untuk mencapai sasaran, yaitu:

1) Fase menunda perkawinan / kesuburan

2) Fase menjarangkan kehamilan

3) Fase menghentikan / mengakhiro kehamilan/kesuburan.

8

3. Sasaran kontrasepsi

a. Pasangan usia subur

b. Ibu yang mempunyai banyak anak

c. Ibu yang mempunyai resiko tinggi terhadap kehamilan.

4. Macam-macam kontrasepsi

Menurut Handayani (2010) macam-macam kontrasepsi adalah:

a. Metode kontrasepsi sederhana

Metode kontrasepsi sederhana ini terdiri dari:

1) Metode kontrasepsi sederhana dengan alat

a) Kondom

b) Diafragma

c) Cup serviks

d) spermisida

2) Metode kontrasepsi sederhana tanpa alat

a) Metode Amenorhoe Laktasi (MAL)

b) Coitus Interuptus

c) Metode Kalender

d) Metode Lendir Serviks (MOB)

e) Metode Suhu Basal Badan

f) Simptotermal Yaitu perpaduan antara suhu basal dan lender

seriks.

9

b. Metode Kontrasepsi Hormonal

1) Kombinasi (hormone progesterone dan estrogen sintetik)

a) Pil

b) Suntikan/ Injeksi

2) Progresteron

a) Pil

b) Suntikan/ Injeksi

c) Implant

c. Metode kontrasepsi dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)

Metode kontrasepsi ini secara garis besar dibagi menjadi:

1) AKDR yang mengandung hormone (sintetik progesterone)

2) AKDR yang tidak mengangundung hormone (sintetik

progesterone)

d. Metode Kontrasepsi Mantap

1) Metode Operasi Wanita (MOW) / Tubektomi

2) Metode Operasi Pria (MOP) / Vasektomi

e. Metode kontrasepsi Darurat

Metode yang digunakan dalam situasi darurat yaitu pil dan AKDR

B. Metode Operasi Pria (MOP) / Vasektomi

1. Kontrasepsi Vasektomi

Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas

reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa diferensia

10

sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi

(penyatuan dengan ovum) tidak terjadi (Syaifuddin, 2006).

2. Cara kerja/teknik vasektomi (MOP)

Ada dua cara kerja/teknik sterilisasi vasektomi yaitu :

a. Teknik vasektomi standar

Teknik ini ada 10 langkah, diantaranya yaitu:

1) Celana dibuka dan baringkan pasien dengan posisi terlentang.

2) Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis dan bagian dalam

bingkai dalam pangkal paha kiri kanan dibersihkan dengan

cairan yang tidak merangsang seperti larutan betadin 0,75 atau

larutan klorheksidini (hibiscrub) 4% atau asam pikrat 2%. Bila

ada bulu perlu dicukur terlebih dahulu, sebaiknya dilakukan oleh

pasien sendiri sebelum berangkat ke klinik.

3) Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain

steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar.

4) Tepat di linea mediana diatas vas deferens, kulit skrotum diberi

anastesi (Prokain atau Lidokain atau Novokain atau Xilokain

1-2%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk dan di daerah distal

serta proksimal vas deferens di deponir lagi masing-masing

0,5 ml.

5) Kulit skrotum diiris longitudinal 1 sampai 2 cm, tepat diatas vas

deferens yang telah ditonjolkan ke permukaan kulit.

6) Setelah kulit dibuka, vasdeferens dipegang dengan klem,

disiangi sampai tampak vas deferens mengkilat seperti mutiara,

11

perdarahan dirawat dengan cermat. Sebaiknya ditambah lagi

obat anastesi kedalam fasia vas deferens dan baru kemudian

fasia disayat longitudinal sepanjang 0,5 cm. Usahakan tepi

sayatan rata (dapat dicapai jika pisau cukup tajam) hingga

memudahkan penjahitan kembali. Setelah fasia vas deferens

dibuka terlihat vas deferens yang berwarna putih mengkilat

seperti mutiara. Selanjutnya vas deferens dan fasianya

dibebaskan dengan gunting halus berujung runcing.

7) Jepitkan vas deferens dengan klem pada dua tempat dengan

jarak 1-2 cm dan ikat dengan benang kedua ujungnya. Setelah

diikat jangan dipotong dulu. Tariklah benang yang mengkilat

kedua ujung vas deferen tersebut untuk melihat kalau ada

perdarahan yang tersembunyi. Jepitan hanya pada titik

perdarahan, jangan terlalu banyak karena dapat menjepit

pembuluh darah lain seperti arteri testikularis atau defernsialis

yang berakibat kematian testis itu sendiri.

8) Potonglah diantara dua ikatan tersebut sepanjang 1 cm.

Gunakan benang sutra no 00,0 atau 1 untuk mengikat vas

deferens tersebut. Ikatan tidak boleh terlalu longgar tetapi

juga jangan terlalu keras karena dapat memotong vas deferens.

9) Untuk mencegah rekanalisasi spontan yang dianjurkan

adalah dengan melakukan interposisi vas deferens, yakni

menjahit kembali fasia yang terluka sedemikian rupa, vas

deferens bagian distal (sebelah ureteral dibenamkan dalam

12

fasia dan vas deferens bagian proksimal (sebelah testis) terletak

diluar fasia. Cara ini akan mencegah timbulnya kemungkinan

rekanalisasi.

10)Lakukanlah tindakan di atas (langkah 6-9) untuk vas deferens

kanan dan kiri, dan setelah selesai, tutuplah kulit dengan 1-2

jahitan plain catgut no. 00,0 kemudian rawat luka operasi

sebagaimana mestinya, tutup dengan kasa steril dan diplester

(Syaifuddin, 2006).

b. Teknik Vasektomi Tanpa Pisau

1) Celana dibuka dan baringkan pasien dalam posisi

terlentang.

2) Rambut di daerah skrotum di cukur sampai bersih.

3) Penis di plester ke dinding perut.

4) Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis, dan bagian

dalam pangkal paha kiri kanan dibersihkan dengan cairan yang

tidak merangsang seperti larutan betadin 0,75%, atau larutan

klorheksidin (hibiscrub) 4%.

5) Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain

steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar.

6) Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum

diberi anastesi lokal (Prokain atau Lidokain atau Novokain atau

Xilokain 1-2%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk sejajar vas

13

deferens searah distal, kemudian di deponir lagi masing-masing

3-4 ml, prosedur ini dilakukan sebelah kanan dan kiri.

7) Vas deferens dengan kulit skrotum yang ditegangkan di fiksasi

di dalam lingkaran klem fiksasi pada garis tengah skrotum.

Kemudian klem direbahkan kebawah sehingga vas deferens

mengarah ke bawah kulit.

8) Kemudian tusuk bagian yang paling menonjol dari vas deferens,

tepat di sebelah distal lingkaran klem dengan sebelah ujung

klem diseksi dengan membentuk sudut ± 45 derajat. Sewaktu

menusuk vas deferens sebaiknya sampai kena vasdeferens,

kemudian klem diseksi ditarik, tutupkan ujung-ujung klem dan

dalam keadaan tertutup ujung klem dimasukkan kembali dalam

lobang tusukan, searah jalannya vas deferens.

9) Renggangkan ujung-ujung klem pelan-pelan. Semua lapisan

jaringan dari kulit sampai dinding vas deferens akan dapat

dipisahkan dalam satu gerakan. Setelah itu dinding vas

deferens yang telah telanjang dapat terlihat.

10)Dengan ujung klem diseksi menghadap ke bawah, tusukkan

salah satu ujung klem ke dinding vas deferens dan ujung klem

diputar menurut arah jarum jam, sehingga ujung klem

menghadap ke atas. Ujung klem pelan-pelan dirapatkan dan

pegang dinding anterior vas deferens. Lepaskan klem fiksasi

dari kulit dan pindahkan untuk memegang vasdefrens yang

14

telah terbuka. Pegang dan fiksasi vas deferens yang sudah

telanjang dengan klem fiksasi lalu lepaskan klem diseksi.

11)Pada tempat vas deferens yang melengkung, jaringan

sekitarnya dipisahkan pelan-pelan kebawah dengan klem

diseksi. Kalau lubang telah cukup luas, lalu klem diseksi

dimasukkan ke lubang tersebut. Kemudian buka ujung- ujung

klem pelan-pelan paralel dengan arah vas deferens yang

diangkat. Diperlukan kira-kira 2 cm vas deferens yang bebas.

Vas deferens di crush secara lunak dengan klem diseksi,

sebelum dilakukan ligasi dengan benang sutra.

12)Diantara dua ligasi kira-kira 1-1,5 cm vas deferens dipotong

dan diangkat. Benang pada putung distal sementara tidak di

potong. Kontrol perdarahan dan kembalikan putung-putung vas

deferens dalam skrotum.

13)Tarik pelan-pelan benang pada putung yang distal. Pegang

secara halus fasia vas deferens dengan klem diseksi dan tutup

lubang fasia dengan mengikat sedemikian rupa sehingga

putung bagian epididimis tertutup dan putung distal ada di luar

fasia. Apabila tidak ada perdarahan pada keadaan vas

deferens tidak tegang, maka benang yang terakhir dapat

dipotong dan vas deferens dikembalikan dalam skrotum.

14)Lakukan tindakan di atas (langkah 7-13) untuk vas deferens

sebelah yang lain, melalui luka di garis tengah yang sama,

kalau tidak ada perdarahan, luka kulit tidak

15

15)perlu di jahit hanya diproksimalkan dengan band aid atau

tensoplas (Syaifuddin, 2006).

3. Indikasi dan Kontraindikasi Kontrasepsi MOP (Vasektomi)

a. Indikasi Kontrasepsi MOP (Vasektomi)

Indikasi MOP menurut Syaifuddin (2006) yaitu terdiri atas

indikasi medik seperti: kelainan jiwa, kemungkinan kehamilan yang

dapat membahayakan, penyakit keturunan atau ingin membatasi

jumlah anak.

Menurut Thomas (2008) indikasi MOP yaitu: keluarga telah

lengkap setelah berumur 30 tahun, kontraindikasi untuk seorang istri

hamil atau intoleran metode kontrasepsi lain, dan ditawarkan pada

usia dibawah 30 tahun hanya dalam keadaan sangat khusus.

Menurut Hartanto (2010) yaitu: usia > 26 tahun, paritas > 2

tahun, yakni telah memenuhi keluarga besar yang sesuai, pada

kehamilannya pasangan menimbulkan risijko kesehatan, paham dan

sukarela dengan prosedur ini. Sedangkan menurut Wiknjosastro

(2008) indikasi MOP yaitu: umur minimal 25 tahun dengan 4 anak

hidup, umur 30 tahun dengan 3 anak hidup dan umur 35 tahun

dengan 2 anak hidup.

b. Kontraindikasi Kontrasepsi MOP (Vasektomi)

Kontraindikasi vasektomi, terjadi hanya apabila ada kelainan

lokal yang bersifat menggangu atau penyakit berat, penyakit DM,

kardiovaskuler atau penyakit berat lainnya. Beberapa hal yang

menimbulkan kontraindikasi dan cara penggunaannya:

16

1) Perdarahan

Bila perdarahan banyak, hendaknya dirujuk dan akan dilakukan

operasi kembali dengan anestesi umum kemudian mengeluarkan

bekuan darah dan mencari sumber perdarahan dan

menanganinya. Bekuan darah di dalam skrotum dapat

mengandung kuman-kuman dan menimbulkan infeksi.

2) Hematoma

Pembengkakan terjadi sekitar 3-5 hari. Biasanya terjadi bila

daerah skrotum diberi beban berlebihan, misalnya naik sepeda

atau duduk terlalu lama

3) Infeksi

Dikarenakan perawatan luka yang kurang baik, penanganannya

yaitu apabila basah dikompres, bila kering diberi salep antibiotika.

Apabila terjadi infiltrasi di dalam kulit skrotum di tempat vasektomi

sebaiknya dirujuk. Di sini pasien diistrahatkan dengan berbaring,

kompres es pemberian antibiotika dan analgetika

4) Granuloma sperma

Pembentukan granuloma relatif jarang dan dapat hilang sendiri.

Dapat terjadi pada ujung proksimal vasdeferens atau epidemilis.

Gejalanya benjolan kenyal dan kadang juga nyeri dan kadang

juga tidak nyeri. Granuloma terjadi 1-2 minggu setelah vasektomi.

Pada keadaan ini dilakukan eksisi granuloma dan mengikat

kembali vasdeferens.

17

5) Antibody sperma

Biasanya akseptor vasektomi akan membentuk antibody

terhadap sperma. Tetapi belum terbukti adanya penyulit yang

disebabkan aktibodi tersebut.

4. Keuntungan Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP)

Menurut Handayani (2010), keuntungan kontrasepsi Metode

Operasi Pria (MOP) adalah:

a. Efektif, Kemungkinan gagal tidak ada karena dapat di chek

kepastian dilaboratorium.

b. Aman, morbiditas rendah dan tidak ada mortalitas.

c. Cepat, hanya memerlukan waktu 5 – 10 menit dan pasien tidak

perlu di rawat di RS.

d. Menyenangkan bagi akseptor karena memerlukan anestesi

local saja.

e. Tidak menganggu hubungan seks selanjutnya

f. Biaya rendah.

g. Secara kultural sangat dianjurkan di negara-negara dimana wanita

merasa malu untuk diganti oleh dokter pria atau kurang tersedia

dokter wanita dan para medis wanita.

5. Kerugian Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP)

a. Harus dengan tindakan operatif.

b. Kemungkinan ada komplikasi seperti perdarahan dan infeksi.

18

c. Tidak seperti sterilisasi wanita yang langsung menghasilkan steril

permanen, pada vasektomi masih harus menunggu beberapa hari,

minggu atau bulan sampai sel mani menjadi negatif.

d. Tidak dapat dilakukan pada orang yang masih ingin punya anak

lagi (reversibilitas tidak terjamin).

e. Pada orang-orang yang mempunyai problem-problem psikologis

yang mempengaruhi seks, dapat menjadikan keadaan semakin

parah.

6. Efek samping/Komplikasi Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP)

a. Komplikasi Minor

1) Ecchymosis, terjadi pada 2-65%. Penyebabnya pecahnya

pembuluh darah kecil subcutan, sehingga terjadi perembesan

daerah bawah kulit.Tidak memerlukan terapi, akan hilang sendiri

1-2 minggu post operatif.

2) Pembengkakan (0,8-67%)

3) Rasa sakit / rasa tidak enak

4) Terapi pembengkakan dan rasa sakitb/ tidak enak dengan

kompres es, analgetika, penunjang skrotum.

b. Komplikasi mayor

1) Hematoma

a) Incident <1%

b) Terjadi pembentukan masa bekuan darah dalam kantung

skrotum yang berasal dari pembuluh darah yg pecah.

c) Pencegahan : hemostasis yang baik selama operasi.

19

d) Pengobatan: jika kecil kompres es, istirahat beberapa hari.

Sedangkan jika besar buka kembali skrotum, ikat pembuluh

darah dan lakukan drainase.

2) Infeksi

a) Jarang terjadi <2%

b) Infeksi dapat terjadi pada: insisi, vas deferens, epididimys

menyebabkan epididymiistis, testis menyebabkan orchitis.

3) Sperm granuloma

a) Granuloma adalah suatu abses non bacterial, yang terdiri

dari spermatozoa, sel sel epitel dan lymphocyte, dan

merupakan suatu respons inflamatoir terhadap spermatozoa

yang merembes ke dalam jaringan sekitarnya.

b) Insidens 0,1-3 %

c) Penyebab merembesnya/bocornya spermatozoa kedalam

jaringan sekitarnya.

d) Diagnosa: ras sakit yang tiba tiba dan pembengkakan pada

lokasi operasi setelah 1-2 minggu, sedasng sebelumnya

sama sekali a-simptomatik

e) Terapi Umumnya granuloma yang kecil akan menghilang

sendiri atau dapat dilakukan kompres es, istirahat dan

pemberian analgetika.

f) Bila granuloma besar dan sangat sakit, harus

dilakukan eksisi. Hanya saja eksisi satu granuloma tidak

20

menjamin bahwa tidak akan terjadi suatu granuloma

lainnya.

c. Efek samping sperma-granuloma

1) Bisa menyebabkan rekanalisasi vas deferens, karenater bentuk

saluran saluran didalam granuloma-nya.

2) Granuloma epididyma; dapat mencegah keberhasilan

reversal/pemulihan kembali kontap- pria.

3) Komplikasi lain: sangat jarang terjadi <1 %: perlekatan

vaskutaneous, hydrocele, fistula vaskutaneous.

C. Konsep Dasar Perilaku

1. Definisi perilaku

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas

manusia, baik yang dapat di amati langsung, maupun tidak langsung,

maupu yang tidak dapat di amati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2012).

Perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang

(stimulus) dan tanggapan (respon). Perilaku dinyatakan sebagai

kelakuan yang mencerminkan seseorang selalu menuju kearah tujuan.

Perilaku yang ditunjukkan dengan aktivitas yang sudah dilakukan atau

hal-hal yang mereka kerjakan.

Perilaku menurut Azwar (2008), terdiri dari tiga aspek yang

merupakan satu kesatuan urutan yang tidak di pisah- pisahkan. ketiga

aspek itu adalah:

21

a. Aspek Kognitif (Pengetahuan)

Yaitu aspek yang berhubungan dengan keinginan otak,

berupa proses berpikir mengenai suatu objek tertentu tentang

kontrasepsi dan bagaimana dalam memilih kontrasepsi.

b. Aspek Afektif (Sikap)

Yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan

seseorang untuk mengikut sertakan diri secara aktif dalam

fenomena tertentu dan membuat reaksi dengan cara tertentu.

Bahwasanya sikap adalah kecenderungan seseorang untuk

memberikan tanggapan pasif maupun negatif terhadap orang,

benda atau situasi tertentu. Dalam hal ini dapat diambil

kesimpulan bahwa sikap adalah kecenderungan bertindak. Sikap

bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan untuk

berperilaku dalam menggunakan kontrasepsi.

c. Aspek Psikomotorik (keterampilan)

Yaitu aspek yang berhubungan dengan keteerampilan

seseorang setelah menerima pengalaman belajar tertentu. Aspek

psikomotirik merupakan kelanjutan dari aspek pengetahuan

(kognitif) dan aspek sikap (afektif). Bentuk kecenderungan

bertindak atas respon yang diterimanya. Menurut Notoatmojo

(2010), ia membedakan adanya dua respon yakni:

1) Responden respon atau reflexive, yaitu respon yang timbul

dari rangsangan rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus

22

semacam ini disebut eliciting stimulation, karena menimbulkan

respon respon respon yang relative tetap.

2) Operant Respon atau instrumental respone, yaitu respon

yang timbul dan berkembang diikuti oleh stimulus atau

perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing

stimulation atau renforcer, karena memperkuat respon.

Dari segi biolagis, perilaku suatu kegiatan atau aktivitas

organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Sehingga yang

dimaksud dengan perilaku manusia hakikadnya adalah tindakan

atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai

bentangan yang sangat luas.

2. Bentuk perilaku

Secara operasional perilaku dapat diartikan suatu respon

organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar

subjek tersebut. Menurut Notoadmodjo (2010), bentuk respon ini

terhadap stimulus ini, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Perilaku tertutup (convert behavior). Respon seseorang terhadap

stimulus dalam bentuk selubung atau tertutup (convert). Reaksi

terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi

pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut, dan belum diamati secara jelas oleh

orang lain.

23

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap bentuk tindakan nyata/terbuka.

Respon stimulus sudah jelas dalam bentuk nyata atau praktek

(practice), yang dengan mudah dapat di amati atau dilihat oleh orang

lain. Perilaku pria yang terbuka dalam memperoleh segala informasi

mengenai vasektomi baik melalui bertanya, media, maupun diskusi

dengan orang klain yang dianggap lebih.

Menurut Green dalam Notoadmodjo (2012), perilaku manusia

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1) Faktor internal (berasal dari diri manusia)

a. Jenis ras atau keturunan

Setiap ras yang ada di dunia memperlihatkan tingkah

laku yang khas. Tingkah laku khas ini berbeda pada setiap ras,

karena memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri perilaku ras negrosis

antara lain bertemperamen keras, tahan menderita, menonjol

dalam kegiataan olahraga. Ras mongoid mempunyai ciri

ramah, senang bergotong royong, agak tertutup atau email

dan sering mengadakan upacara ritual. Demikian pula

beberapa ras lain memiliki ciri perilaku yang berbeda pula.

b. Jenis kelamin

Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara lain

cara berpakaian, melakukan pekerjaan sehari hari, dan

pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan ini bisa dimungkinkan

karena faktor hormonal, struktur fisik maupun norma

24

pembagian tugas. Wanita seringkali berperilaku berdasarkan

perasaan, sedangkan orang laki laki cenderung berperilaku

atau bertindakatas pertimbangan rasional.

c. Sifat fisik

Kretschmer Sheldon membuat tipologi perilaku

seseorang berdasarkan tipe fisiknya. Misalnya, orang yang

pendek, bulat, gendut, wajah berlemak adalah tipe piknis.

Orang dengan ciri demikian dikatakan senang bergaul,

humoris, ramah, dan banyak teman.

d. Kepribadian

Kepribadian adalah segala corak kebiasaan manusia

yang terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi

serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik

yang datang dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya,

sehingga corak dan kebiasaan itu merupakan suatu fungsional

yang khas untuk manusia itu. Dari pengertian tersebut,

kepribadian seseorang berpengaruh terhadap perilakunya

sehari harinya.

e. Intelegensia

Intelegensia adalah keseluruhan kemampuan individu

untuk berfikir dan bertindak secara terarah dan efektif. Bertitik

tolak dari pengertian tersebut, tingkah laku yang individu

sangat dipengaruhi oleh intelegansia adalah tingkah laku

25

intelegen dimana seseorang dapat bertindak cepat, tepat, dan

mudah terutama dalam mengambil keputusan.

f. Bakat

Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang

memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai

suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus

misalnya berupa kemampuan memainkan musik, melukis,

olahraga dan sebagaianya.

2) Faktor Eksternal (berasal dari luar diri manusia)

a. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar

individu, baik lingkungan fisik, biologis maupun sosial.

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku individu.

b. Pendidikan

Pendidikan dapat diartikan sebagai proses bantuan yang

diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum

dewasa untuk mencapai kedewasaan. Hasil dari proses

belajar mengajar adalah seperangkat perubahan perilaku.

c. Agama

Agama merupakan suatu keyakinan hidup seseorang sesuai

dengan norma-norma atau ajaran agamanya. Agama akan

menjadikan individu berperilaku sesuai norma dan nilai yang

diyakini. Seseorang penganut dengan ajaran agamanya.

26

Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan

masyarkat, tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan)

lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan koresi.

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan atau promosi kesehatan

adalah suatu bantuk intervensi atau upaya yang ditunjukkan kepada

perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan

perkataan lain, promosi kesehatan mengupayakan agar perilaku

individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif

terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Agar intervensi

atau upaya tersebut efektif, maka sebelum dilakukan intervensi perlu

diagnosis atau analisis terhadap masalah perilaku tersebut. Konsep

umum yang digunakan untuk mendiagnosa perilaku adalah konsep dari

Lawrence Green (1980) dalam Notoadmojdo (2012). Menurut Green,

perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu:

1) Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal

yang berkaitan dengan kesehtan, sistim nilai yang dianut

masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan

sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk

berperilaku kesehatan, misalnya untuk memutuskan menggunakan

vasektomi diperlukan pengetahuan dan kesadaran pria. Disamping

itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai

masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat pria untuk

27

menggunakan vasektomi. Misalnya adanya kepercayaan tentang

tidak bolehnya memakai alat kontrasepsi untuk agama-agama

tertentu.

2) Faktor pemungkin

Faktor pendukung adalah faktor yang mendukung untuk terjadinya

perilaku tertentu. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah

ketersediaan sumber daya kesehatan/fasilitas pelayanan

kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, prioritas dan

komitmen pemerintah terhadap kesehatan dan ketrampilan yang

berkaitan dengan kesehatan.

Tersedia atau tidaknya sarana yang dapat dimanfaatkan

adalah hal penting dalam munculnya perilaku seseorang dibidang

kesehatan. Betapapun positifnya latar belakang, kepercayaan dan

persiapan mental yang dimiliki tetapi jika sarana kesehatan tidak

tersedia tentu seseorang tidak akan dapat berbuat banyak dan

perilaku kesehatan tidak akan muncul.

3) Faktor Pendorong (reinforcing factors)

Faktor pendorong adalah faktor yang mendorong untuk terjadinya

perilaku tertentu. Yang termasuk faktor ini adalah pendapat,

dukungan, kritik baik dari keluarga, teman kerja, tokoh masyarakat,

tokoh agama, juga dari petugas kesehatan sendiri.

Dukungan istri dianggap melemahkan dampak stress dan

secara langsung memperkokoh kesehatan mental individu dalam

keluarga. Keberadaan dukungan istri yang adekuat terbukti

28

berhubungan dengan status kesehatan yaitu timbulnya suatu

motivasi bagi suami yang mengarah pada perilaku tertentu.

Bentuk dukungan dari istri dapat berupa persetujuan istri pada

suami untuk menggunakan vasektomi.

29

D. Kerangka Teori

Faktor Internal Faktor Eksternal

Gambar 2.1 kerangka konsep

(Sumber: Notoatmodjo, 2012)

- Jenis ras- Jenis kelamin- Sifat fisik- Intelengensia- bakat

- Lingkungan- Pendidikan- Agama

Penggunaan vasektomi

30

E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah

kerangka hubungan antara konsep konsep yang ingin diamati atau

diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan

(Notoadmodjo, 2002).

Faktor internal faktor eksternal

Gambar 1. Kerangka Konsep

Keterangan :

= tidak diteliti

= diteliti

Faktor rendahnya rendahnya pemakaian vasektomi adalah faktor

internal dan eksternal. Faktor internal meliputi jenis ras, jenis kelamin,

sifat fisik, intelegensi, kepribadian, dan bakat kesehatan. Sedangkan

Jenis Ras

Jenis Kelamin

Sifat Fisik

Kepribadian

bakat

Lingkungan

Pendidikan

agamaIntelegensia

Pemakaian vasektomi

31

faktor eksternal meliputi pendidikan, lingkungan, dan agama. Dari faktor

faktor tersebut peneliti meneliti berdasarkan dari faktor intelegensia,

lingkungan, pendidikan, dan agama.

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Deskriptif yaitu suatu metode

penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat

gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif.

Penelitian ini mengidentifikasi penggunaan vasektomi sebagai alat

kontrasepsi pria.

B. Waktu dan Tempat

1. Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 24 Juni – 16

Juli 2016

2. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Lepo-lepo Wilayah

Kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pasangan usia subur

yang sudah menikah, yang belum memakai vasektomi tetapi sudah

memenuhi syarat untuk vasektomi sejumlah 84 PUS.

33

2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah pria usia subur yang sudah

menikah yang belum memakai vasektomi tetapi sudah memenuhi

syarat untuk vasektomi sebanyak 46 responden. Tehnik dalam

penelitian ini adalah purposive sampel.

Adapun perkiraan besarnya sampel yang akan digunakan

dalam penelitian ini adalah :

=45,6 dibulatkan 46 responden.

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

e = Standar error (10 %)

Jadi jumlah sampel sebanyak 46 responden (Sugiyono,

2008).

D. Definisi Operasional

1. Pendidikan

Pendidikan adalah jenis pendidikan formal yang terakhir

yang diselesaikan oleh responden, dengan kategori:

34

a. Pendidikan Dasar : SD dan SMP

b. Pendidikan Menengah: SMA Sederajat

c. Perguruan Tinggi: Diploma dan Sarjana (Notoatmodjo, 2012).

2. Intelegensia

Intelegensia adalah keseluruhan kemampuan responden

untuk berfikir dan bertindak secara terarah dan efektif, atau

pemahaman tentang pengertian dan syarat vasektomi bertindak

cepat, tepat dan mudah terutama dalam mengambil keputusan,

dengan kategori:

a. Cukup, Bila skor yang diperoleh > 60%

b. Kurang, Bila skor yang diperoleh ≤ 60% (Armansyah, 2006).

3. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar

responden yang dirasakan fisik, sosial ekonomi, atau pengaruh

lingkungan terhadap pilihan memakai vasektomi, dengan kategori:

a. Mendukung, bila skor responden > 1

b. Tidak mendukung, bila skor responden 0 – 1 (Yani, 2013)

4. Agama

Agama adalah keyakinan hidup manusia sesuai dengan

norma dan ajaran agama, terhadap pilihan norma dan nilai yang

diatur dalam keyakinan responden memakai vasektomi, dengan

kategori:

35

a. Berpengaruh, bila skor responden 0 - 1

b. Tidak berpengaruh, bila skor responden > 1 (Septianto, 2010)

E. Instrumen Penelitian

a. Pengertian Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang

digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar

pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya baik (cermat, lengkap, dan

sistematis) sehingga lebih mudah diolah (Sugiyono, 2008).

Instrumen yang digunakan adalah dengan kuisioner terstruktur

dengan pertanyaan tertutup

b. Jenis Instrumen

Dalam penelitian ini menggunakan instrumen penelitian

berupa kuesioner. Responden akan mendapatkan lembar

pertanyaan, dan responden diminta untuk menjawab sesuai dengan

kondisi responden.

c. Bentuk atau Jenis Pertanyaan

Jenis petanyaan tertutup dengan pilihan jawaban, responden

memberikan tanda (√) pada jawaban yang dipilih sesuai kondisi

responden.

d. Jumlah Pertanyaan

Jumlah pertanyaan yang akan diberikan adalah sebanyak 18

butir peryantaan.

36

F. Pengumpulan Data

Prosedur penelitian data pengurusan perijinan penelitia kepada

Direktur Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari, kemudian Pengurusan

perijinan kepada BAKESBANGPOL dan LINMAS. Setelah semua

perijinan selesai, peneliti datang ke rumah calon responden dan

memberikan penjelasan kepada calon responden dan bila bersedia

menjadi responden diminta untuk menandatangani informed concent.

Peneliti memberikan kuesioner untuk di isi dengan cara memberikan

tanda chek (√) dan setelah diisi diserahkan kembali kepada peneliti.

Setelah kuisioner kembali kepada peneliti, peneliti memberikan kode

pada setiap lembar jawaban (kuisioner) dan terakhir peneliti

memberikan skor.

G. Pengolahan Data

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran

data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan

pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik

(angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.

Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis

data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode

dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (Code Book)

37

untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari

suatu variabel.

3. Scoring

Scoring adalah memberikan penilaian terhadap item- item

yang perlu diberi penilaian atau skor. Untuk pengukuran faktor

rendahnya pemakaian vasektomi yang sesuai diberi nilai 1, dan

tidak sesuai diberi nilai 0.

4. Tabulating

Tabulating adalah kegiatan untuk meringkas data yang

masuk dalam tabel-tabel yang telah dipersiapkan. Proses tabulasi

meliputi, pertama mempersiapkan tabel dengan kolom dan baris

yang disusun dengan cermat sesuai kebutuhan, kedua menghitung

banyaknya frekuensi untuk tiap kategori jawaban dan yang ketiga

menyusun distribusi frekuensi dengan tujuan agar data yang telah

tersusun rapi mudah dibaca dan dianalisa.

H. Analisa Data

Analisa data dilakukan secara manual dengan menggunakan

kalkulator, kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel frekuensi

disertai penjelasan-penjelasan. Sedangkan dalam pengolahan data

maka digunakan rumus:

%100¥N

fP

38

Keterangan:

f : Frekuensi yang sedang dicari persentasenya

N : Number Of Cases (jumlah frekuensi atau banyaknya individu)

P : Angka persentase (Sugiyono, 2008).

I. Etika Penelitian

1. Informed consent

Bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian Dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuanya

adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,

mengetahui dampaknya.

2. Anonimoty

Dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian.

3. Memberikan jaminan kerahasiaan

Hasil penelitian baik informasi atau masalah-masalah lainya.

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaanya

oleh peneliti hanya sekelompok data tertentu yang akan dilaporkan

pada hasil riset.

39

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Keadaan Geografis

Wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari terdiri

dari 4 (empat) Kelurahan, yakni Kelurahan Lepo-Lepo,

Wundudopi, Baruga, dan Watubangga yang merupakan wilayah

administratif Kecamatan Baruga, dengan luas wilayah ± 13.130

Ha. dengan batas wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo sebagai

berikut:

1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Wua-wua

dan Kecamatan Kadia

2) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Poasia

3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Konda

4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Ranomeeto

b. Keadaan Demografi

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo

pada tahun 2015 sebanyak 24.571 jiwa yang tersebar di 4

(empat) kelurahan dengan jumlah KK (Kepala Keluarga)

40

sebanyak 5.639 jiwa. Adapun penyebaran penduduk tiap

kelurahan adalah sebagai berikut:

1) Kelurahan Lepo-Lepo : 1.302 KK dengan 5.557 jiwa.

2) Kelurahan Wundudopi : 968 KK dengan 4.432 jiwa.

3) Kelurahan Baruga : 1.904 KK dengan 8.761 jiwa.

4) Kelurahan Watubangga : 1.465 KK dengan 5.821 jiwa.

c. Sarana dan Prasarana Kesehatan

Sarana Kesehatan yang terdapat di wilayah kerja

Puskesmas Lepo-Lepo terdiri dari:

1) Sarana Kesehatan Pemerintah

a) Puskesmas Induk 1 unit yang merupakan puskesmas

perawatan yang menyelenggarakan rawat jalan, rawat

inap, rawat umum dan kebidanan serta unit gawat

darurat 24 jam yang berlokasi di kelurahan Lepo-Lepo.

b) Puskesmas pembantu 2 unit, masing-masing terletak di

Kelurahan Watubangga dan Kelurahan Baruga.

c) Puskesmas keliling 2 unit, masing-masing berlokasi di

Kelurahan Baruga dan Kelurahan Watubangga,

keduanya sudah berfungsi.

2) Sarana Kesehatan

a) Rumah bersalin 2 unit, yang berlokasi di Kelurahan

Wundudopi dan Kelurahan Baruga.

41

b) Praktek dokter berkelompok 1 unit, berlokasi di

Kelurahan Wundudopi.

3) Sarana kesehatan bersumber daya masyarakat

a) Posyandu 18 unit, berlokasi di Kelurahan Lepo-Lepo 4

unit, di Kelurahan Baruga 4 unit, di Kelurahan

Watubangga 6 unit dan di Kelurahan Wundudopi 4 unit.

b) Posyandu lansia 3 unit, berlokasi di Kelurahan Lepo-

Lepo 1 unit, di Kelurahan Baruga 1 unit dan

Watubangga 1 unit.

d. Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan yang berkerja di Puskesmas Lepo-

Lepo adalah sebagai berikut:

42

Tabel 1. Tenaga Kesehatan di Puskesmas Lepo-Lepo.

Jumlah tenagaStatus

JumlahPNS Honorer Sukarela

Dokter Umum

Dokter Gigi

Sarjana Keperawatan

Sarjana Kes. Masyarakat

Sarjana Kebidanan

Apoteker

Ahli madya keperawatan

Ahli madya kebidanan

Ahli madya Gizi

Ahli madya kesling

Ahli madya analisis kes

Perawat

Perawat gigi

Bidan

SPAG

SPPH

SMF

Tenaga administrasi

Pekarya kesehatan

Sopir

Petugas kebersihan

3

1

3

10

1

1

17

16

2

1

1

11

3

5

1

2

1

3

1

1

1

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

1

-

-

-

1

-

-

17

-

3

1

3

2

-

-

-

-

-

-

-

-

-

3

1

3

11

1

1

34

16

5

2

4

13

3

5

1

2

1

3

1

1

2

43

Tukang masak dan cuci

SMU

-

-

2

1

-

-

2

1

Sumber: Data Sekunder, Tahun 2016.

2. Analisis Variabel Penelitian

a. Pendidikan Responden

Tabel 2. Distribusi Pendidikan Responden di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari

Pendidikan n %

Dasar 27 58,7

Menengah 8 17,4

Tinggi 11 23,9

Total 46 100,0

44

Sumber: Data Primer, Diolah, 2016.

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 46 responden,

terbanyak memiliki tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP),

yakni sebanyak 27 orang (58,7%), dan terendah adalah

responden yang memiliki tingkat pendidikan menengah (SMA)

sebanyak 8 orang (17,4%).

b. Intelegensi

Tabel 3. Distribusi Intelegensi Responden di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari

Intelegensi n %

Cukup 13 28,3

Kurang 33 71,7

Total 46 100,0

Sumber: Data Primer, Diolah, 2016.

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 46 responden,

terbanyak intelegensia responden dalam kategori kurang, yakni

sebanyak 33 orang (71,7%), dan responden dalam kategori

cukup sebanyak 13 orang (28,3%).

45

c. Lingkungan

Tabel 4. Distribusi Lingkungan Responden di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari

Lingkungan n %

Mendukung 2 4,3

Tidak Mendukung 44 95,7

Total 46 100,0

Sumber: Data Primer, Diolah, 2016.

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 46 responden,

terbanyak lingkungan tidak mendukung vasektomi, yakni

sebanyak 44 orang (95,7%), dan responden yang mendukung

vasektomi sebanyak 2 orang (4,3%).

d. Agama

Tabel 5. Distribusi Agama Responden di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari

Agama n %

Berpengaruh 30 65,2

Tidak Berpengaruh 16 34,8

Total 46 100,0

Sumber: Data Primer, Diolah, 2016.

46

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 46 responden,

terbanyak agama berpengaruh terhadap rendahnya

penggunaan alat kontrasepsi vasektomi, yakni sebanyak 30

orang (65,2%), dan responden yang menyatakan tidak

berpengaruh sebanyak 16 orang (34,8%).

B. Pembahasan

1. Faktor Pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 46 responden,

terbanyak memiliki tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP), yakni

sebanyak 27 orang (58,7%), dan terendah adalah responden yang

memiliki tingkat pendidikan menengah (SMA) sebanyak 8 orang

(17,4%).

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi pengetahuan dan sikap tentang metode kontrasepsi

pria (vasektomi). Orang berpendidikan tinggi akan memberikan

respon yang lebih rasional daripada mereka yang berpendidikan

rendah, lebih kreatif dan lebih terbuka terhadap usaha-usaha

pembaharuan.

Hal ini sejalan dengan pendapat Wulansari (2007), tingkat

pendidikan tidak saja mempengaruhi seseorang untuk memutuskan

ber-KB namun juga mempengaruhi orang tersebut untuk memilih

jenis apa yang digunakannya. Memperlihatkan bahwa metode

47

kalender lebih banyak digunakan oleh pasangan berpendidikan.

Dihipotesiskan bahwa suami yang berpendidikan menginginkan

keluarga berencana yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil

risiko yang terkait dengan sebagian metode kontrasepsi.

Demikian juga dengan pendapat Siagian menyatakan bahwa

semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin

tinggi keinginannya untuk menggunakan pengetahuan dan

keterampilan yang dimilikinya. Penggunaan pengetahuan akan

meningkatkan pemahaman seseorang terhadap sesuatu objek

yang tentu saja akan mempengaruhi persepsinya terhadap objek

tertentu.

Dan hal ini juga didukung dengan pendapat Notoatmodjo

(2012) menyatakan bahwa seorang yang memiliki pendidikan tinggi

cenderung mempunyai permintaan (demand) yang lebih tinggi.

Pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan kesadaran

akan status kesehatan dan konsekuensinya untuk menggunakan

pelayanan kesehatan.

Menurut hasil penelitian Haryani (2008) tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi akseptor Keluarga Berencana dalam

pemilihan penggunaan jenis kontrasepsi vasektomi menyatakan

ada pengaruh yang bermakna antara faktor pendidikan terhadap

pemilihan penggunaan kontrasepsi vasektomi. Sesuai dengan

pendapat Purwoko (2010) yang menyatakan bahwa semakin tinggi

48

tingkat pendidikan pasangan yang ikut KB, makin besar pasangan

suami istri memandang anaknya sebagai alasan penting untuk

melakukan KB, sehingga semakin meningkatnya pendidikan

semakin tinggi proporsi mereka yang mengetahui dan

menggunakan kontrasepsi untuk membatasi jumlah anaknya.

2. Faktor Intelegensi

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lebih dari

setengah responden yang memiliki intelegensi kurang tentang alat

kontrasepsi vasektomi. Intelegensi dalam penelitian ini di ukur dari

pemahaman tentang pengertian vasektomi, syarat syarat

vasektomi, keuntungan vasektomi, dan efek samping vasektomi.

Dari beberapa hal di atas dibuktikan dari hasil jawaban responden

didapatkan hasil kategori kurang sebanyak 33 orang (71,7%) dari

46 pria yang menjadi responden.

Hal itu dikarenakan karena rendahnya pendidikan yang di

peroleh para responden, dari data peneliti menunjukkan sebagian

besar pria berpendidikan dasar yaitu SD. Menurut Notoatmodjo

(2012) Intelegensia adalah keseluruhan kemampuan individu untuk

berfikir dan bertindak secara terarah dan efektif. Intelegensi akan

mempengaruhi seseorang untuk bertindak, dalam hal ini

menggunakan vasektomi sebagai alat kontrasepsi.

Selain itu, Notoatmodjo (2012) juga menjelaskan, pendidikan

tinggi akan mampu mengatasi menggunakan koping yang efektif

49

dan konstruktif dari pada seseorang dengan pendidikan rendah.

Semakin tinggi pendidikan seorang pria, maka akan semakin

mudah menerima informasi. Jadi dengan banyaknya pria yang

berpendidikan SMA dan Perguruan Tinggi atau Akademi maka

memungkinkan kemampuan pria untuk menerima informasi tentang

vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria menjadi lebih mudah.

Begitu pula sebaliknya, bila semakin banyak pria yang

berpendidikan SD semakin banyak maka semakin sulit kemampuan

pria untuk menerima informasi tentang vasektomi sebagai alat

kontrasepsi pria.

Menurut peneliti, rendahnya pendidikan suami menyebabkan

sulitnya untuk menerima informasi-informasi tentang vasektomi

sebagai alat kontrasepsi, juga pemahaman tentang vasektomi

rendah, maka pemakaian vasektomi sebagai alat kontrasepsi pun

rendah.

Untuk meningkatkan pemahaman responden, dapat dilakukan

dengan memberikan penyuluhan tentang vasektomi dan

menyarankan untuk lebih sering menambah wacana serta

mendengarkan dan melihat media masa yang menjelaskan

tentang vasektomi.

3. Faktor Agama

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 46 responden,

terbanyak agama berpengaruh terhadap rendahnya penggunaan

50

alat kontrasepsi vasektomi, yakni sebanyak 30 orang (65,2%), dan

responden yang menyatakan tidak berpengaruh sebanyak 16 orang

(34,8%).

Pengaruh ini terjadi karena begitu mendalamnya keimanan

yang mereka punya dan mereka imani, sehingga sulit untuk

menerima sebuah informasi.

Menurut Notoatmodjo (2010), agama merupakan suatu

keyakinan hidup seseorang sesuai dengan norma norma atau

ajaran agamanya. Agama akan menjadikan individu berperilaku

sesuai norma dan nilai yang diyakini. Seseorang penganut dengan

ajaran agamanya.

Keterpengaruhan agama ini tidak dapat dihindari dari

kehidupan individu dalam memutuskan sesuatu. Hal yang paling

berpengaruh adalah mereka meyakini dua hadist yang menyatakan

bahwa islam menganjurkan umatnya untuk mempunyai banyak

anak. Sama halnya dengan yang dikatakan oleh Al-ustad

Abdul hakim bin Amir Abdat bahwa dalam masalah Islam yang

menganjurkan umatnya untuk mempunyai banyak anak ini telah

datang dalil-dalil yang menunjukkan bahwa islam sangat

menganjurkan umatnya untuk mempunyai anak bahkan mempunyai

anak banyak sebagai mana akan datang keterangannya di fasal ke

tiga.

51

Hadist ini sangat mereka yakini sehingga sampai saat ini

mereka enggan untuk memakai alat kontrasepsi dan mensyukuri

anugrah anak yang mereka terima, walaupun jarak usia anak

sangatlah dekat. Banyak responden yang memiliki 4 anak dengan

jarak antar anak tidak kurang dari 2 tahun. Bahkan ada diantara

responden yang dalam 1,5 tahun melahirkan 2 anak.

Untuk mengatasi keterpengaruhan ini dengan memberikan

beberapa informasi kepada suami dari tenaga kesehatan atau

tokoh agama. Informasi ini diharapkan dapat meningkatkan

ketertarikan suami untuk menggunakan vasektomi sebagai alat

kontrasepsi.

Namun sebelum memberikan informasi kepada responden

melalui tokoh agama, tenaga kesehatan juga harus melihat kondisi

tenaga kesehatan terlebih dahulu. Tokoh agama yang akan

memberikan informasi hendaknya tokoh agama yang

mendukung program pemerintah tentang Keluarga Berencana,

bukan tokoh agama yang tidak mendukung program pemerintah

tentang Keluarga Berencana tetapi meyakini hadist tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian perilaku ber KB suami masih

dipengaruhi oleh agama, sehingga pemakaian vasektomi masih

rendah.

52

4. Faktor Lingkungan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 46 responden,

terbanyak lingkungan tidak mendukung vasektomi, yakni sebanyak

44 orang (95,7%), dan responden yang mendukung vasektomi

sebanyak 2 orang (4,3%).

Adanya sarana kesehatan yang memadai di lingkungan

sekitar akan mempengaruhi perilaku seseorang untuk memakai

vasektomi. Menurut Notoatmodjo (2010), Lingkungan adalah

segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik,

biologis maupun social. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap

perilaku individu. Jika lingkungan sekitar berpendidikan tinggi maka

pengaruh yang diberikan terhadap seseorang akan baik adanya,

begitu pula sebaliknya.

Menurut peneliti tidak mendukungnya lingkungan ini di

pengaruhi lingkungan keluarga yang kurang mendukung, dan

sedikitnya pemakai vasektomi di Puskesmas Lepo-Lepo kota

kendari tahun 2016. Sehingga alangkah baiknya jika fasilitas

kesehatan di tambah dan penyuluhan KB terutama vasektomi di

tingkatkan.

53

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah

dikemukakan di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Tingkat inteligensi responden tentang penggunaan vasektomi sebagai

alat kontrasepsi pria tertinggi dalam kategori kurang (71,7%).

2. Lingkungan responden tentang penggunaan vasektomi sebagai alat

kontrasepsi pria tertinggi dalam kategori tidak mendukung (95,7%).

3. Tingkat pendidikan responden tentang penggunaan vasektomi sebagai

alat kontrasepsi pria tertinggi dalam kategori pendidikan dasar (58,7%).

4. Agama responden tentang penggunaan vasektomi sebagai alat

kontrasepsi pria tertinggi dalam kategori berpengaruh (65,2%).

B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan mampu menambah wacana dan informasi khususnya

mahasiswi jurusan kebidanan mengenai perilaku suami terhadap

vasektomi sebagai alat kontrasepsi

54

2. Bagi Pasangan Usia Subur

Suami hendaknya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan

tentang perananya dalam keluarga berencana terutama perannya

dalam menggunakan vasektomi dengan cara aktif mencari

informasi tentang vasektomi

3. Bagi Peneliti

Diharapkan mampu menambah wawasan dan lebih

meningkatkan lagi pemberian informasi kepada suami tentang

vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria.

DAFTAR PUSTAKA

Adhyani, Annisa Rahma. 2011. Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Kontrasepsi Non IUD Pada Akseptor KB Wanita Usia 20-39 Tahun. Universitas Diponegoro. Semarang

Armansyah, 2006. Kecerdasan Manusia: Teori dan Praktik. Jakarta: Salemba Medika.

Azwar, S.A. 2008. Sikap dan Pengukurannya. Jakarta: Binarupa Aksara.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2008. Pedoman Tata Cara Pencatatan dan Pelaporan Pengendalian Lapangan Program KB Nasional di Kecamatan dan Desa/Kelurahan, Jakarta.

________. 2011. Badan Pelayanan kontasepsi & Pengendalian Lapangan Program KB Nasional. Jakarta: BKKBN.

Handayani, 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka Rihana.

Hartanto, Hanafi. 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI.

Manuaba, I. B. G. 2008. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

___________. 2012. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Poltekkes Kendari, 2014/2015. Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Kendari: Jurusan Kebidanan Poltekkes Kendari.

Puskesmas Lepo-Lepo, 2016. Rekapitulasi Laporan Bulanan Puskesmas-KIA Puskesmas Lepo-Lepo Tahun 2016. Kendari: Puskesmas Lepo-Lepo.

Safrina, 2012. Pengaruh Penggunaan Kontrasepsi Terhadap Pasangan Usia Subur di Kecamatan Tanjung Rejo. Jurnal Kesehatan. Vol. 4 No. 7. 275-282.

Septianto, 2010. Kategori Keberhasilan Penelitian Ilmiah. Surabaya: Aerlangga Press.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian. Bandung: CV. Alfa Beta.

Suratun, dkk., 2008. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info Media.

Syaifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Thomas, 2008. Pelayanan Alat Kontrasepsi MOP. Jakarta: Rineka Cipta.

Wiknjosastro, H. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Yani, Ahmad, 2013. Cara Penentuan Kriteria Objektif. Bandung: Puspa Persada.

Lampiran 1.

SURAT PERMOHONAN PENGISIAN KUESIONER

Lampiran : 1 (satu) berkasPerihal : Permohonan Pengisian KuesionerKepada Yth.

Saudara ............................

Di –Puskesmas Lepo-Lepo

Dengan Hormat,

Dalam rangka penulisan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul:

”IDENTIFIKASI PENGUNAAN VASEKTOMI SEBAGAI ALAT KONTRASEPSI

PRIA DI PUSKESMAS LEPO-LEPO KOTA KENDARI TAHUN 2016”, maka

saya mohon dengan hormat kepada saudara untuk menjawab beberapa

pertanyaan kuesioner (angket penelitian) yang telah disediakan. Jawaban

saudara diharapkan objektif (diisi apa adanya).

Kuesioner ini bukan tes psikologi, maka dari itu saudara tidak perlu

takut atau ragu-ragu dalam memberikan jawaban yang sejujur-jujurnya.

Artinya, semua jawaban yang saudara berikan adalah benar dan jawaban

yang diminta adalah sesuai dengan kondisi yang terjadi. Oleh karena itu,

data dan identitas saudara akan dijamin kerahasiaannya.

Demikian atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.

Kendari, Mei 2016

Ttd

...................................

Lampiran 2.

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN RESPONDEN

Dalam rangka memenuhi salah satu syarat penulisan Karya Tulis

Ilmiah yang berjudul “IDENTIFIKASI PENGUNAAN VASEKTOMI SEBAGAI

ALAT KONTRASEPSI PRIA DI PUSKESMAS LEPO-LEPO KOTA KENDARI

TAHUN 2016”, maka saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ...........................................................

Alamat : ...........................................................

Menyatakan Bersedia/Tidak Bersedia*) menjadi responden dalam

penelitian ini.

Kendari, 2016

Hormat Saya,

(.........................................)

Responden

*) Coret yang tidak perlu

Lampiran 3.

KUESIONER PENELITIAN

IDENTIFIKASI PENGGUNAAN VASEKTOMI SEBAGAI ALAT KONTRASEPSI PRIA DI PUSKESMAS LEPO-LEPO KOTA KENDARI TAHUN 2016

Identifikasi Responden :

1. Nama :

2. Umur :

3. Alamat :

4. Pendidikan :

Inteligensia

No. Pernyataan Ya Tidak

1. Vasektomi adalah metode kontrasepsi pada pria

2. Vasektomi merupakan alat kontrasepsi dengan jalan operasi

3 Vasektomi adalah Metode kontrasepsi yangpermanen

4 Semua laki laki boleh menggunakan metodekontrasepsi

5 jika pasangan suami istri masih menginginkan anakboleh

menggunakan Vasektomi .

6 Setelah menggunakan Vasektomi, terdapat kemungkinan

terjadi infeksi pada luka.

7 Pembengkakan kulit akan terjadi setelah melakukanoperasi

Vasektomi.

8 Kegiatan akan terganggu setelah melakukan operasi

Vasektomi.

9 Setelah melakukan operasi Vasektomi, hubunganseks akan

terganggu.

10 Biaya jika menggunakan Vasektomi rendah, karenahanya satu kali datang.

11 Suami yang telah melakukan operasi Vasektomi perlu dirawat di rumah sakit.

Agama

No. Pernyataan Ya Tidak

1. Dalam masyarakat terdapat pandangan bahwa"banyak anak banyak rejeki"

2. Mempunyai anak dalam jumlah banyak tidak dilarang agama

3 Pemakaian kontrasepsi Vasektomi dilarang agama

Lingkungan

No. Pernyataan Ya Tidak

1. Tetangga saya ada yang menggunakan vasektomi

2. Vasektomi banyak diminati diminati dalamlingkungan saya.

3 Sudah adanya sarana dan pelayanan tentangVasektomi di lingkungan sekitar

4 Saya mendengar kata Vasektomi pertama kali dari lingkungan sekitar.

Lampiran 4. Master TabelFAKTOR RENDAHNYA PEMAKAIAN VASEKTOMI SEBAGAI ALAT KONTRASEPSI PADA PRIA

DI PUSKESMAS LEPO-LEPO KOTA KENDARI

No. KodePendidikan

Kriteria InteligensiaJml %

Kriteria

Resp Resp Dasar Menengah Tinggi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Cukup Kurang

1 001 SD √0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 3 27.3

2 002 SD √1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 5 45.5

3 003 SMP √0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 6 54.5

4 004 PT √1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 9 81.8

5 005 SD √ 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 4 36.4 √

6 006 SD √0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 5 45.5

7 007 SD √0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 5 45.5

8 008 SD √1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 9.1

9 009 PT √1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 8 72.7

10 010 PT √1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 8 72.7

11 011 PT √ 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 9 81.8 √

12 012 SD √1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2 18.2

13 013 PT √1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 7 63.6

14 014 PT √1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 9 81.8

15 015 SMA √0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 2 18.2

16 016 SMA √1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 5 45.5

17 017 PT √ 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 9 81.8 √

18 018 PT √1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 81.8

19 019 SMA √1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 6 54.5

20 020 SD √0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 5 45.5

21 021 PT √1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 9 81.8

22 022 SMA √1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 8 72.7

23 023 SMA √1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 6 54.5

24 024 SD √0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 6 54.5

25 025 SD √0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 4 36.4

26 026 SMP √0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 5 45.5

27 027 SD √0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 5 45.5

28 028 SD √0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 18.2

29 029 SD √0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1 4 36.4

30 030 SD √0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 4 36.4

31 031 SD √0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 5 45.5

32 032 PT √1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 9 81.8

33 033 SMA √1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 6 54.5

34 034 SD √0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 5 45.5

35 035 PT √1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 9 81.8

36 036 SMA √1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 8 72.7

37 037 SMA √1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 6 54.5

38 038 SD √0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 6 54.5

39 039 SD √0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 4 36.4

40 040 SMP √0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 5 45.5

41 041 SD √0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 5 45.5

42 042 SD √0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 18.2

43 043 SMP √0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1 4 36.4

44 044 SD √0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 4 36.4

45 045 SD √0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 5 45.5

46 046 SD √0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 3 27.3