identifikasi gen penciri sapi bali polled … · nama : radinda dwi choirunnisa nim : i 111 13 527...
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI GEN PENCIRI SAPI BALI POLLED
MENGGUNAKAN MIKROSATELIT ILSTS045 DAN HEL013
SKRIPSI
RADINDA DWI CHOIRUNNISA
I111 13 527
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
IDENTIFIKASI GEN PENCIRI SAPI BALI POLLED
MENGGUNAKAN MIKROSATELIT ILSTS045 DAN HEL013
Oleh :
RADINDA DWI CHOIRUNNISA
I111 13 527
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
3
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : RADINDA DWI CHOIRUNNISA
Nim : I 111 13 527
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
a. Karya Skripsi saya adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam Bab
Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia
dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, November 2017
RADINDA DWI CHOIRUNNISA
4
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi :
Nama : Radinda Dwi Choirunnisa
Nim : I 111 13 527
Fakultas : Peternakan
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:
Dr. Muhammad Ihsan A. Dagong, S.Pt, M.Si
Pembimbing Utama
Prof. Dr. Ir. Sudirman Baco, M.Sc
Dekan Fakultas Peternakan
Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc
Pembimbing Anggota
Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M,Sc
Ketua Program Studi Peternakan
Tanggal Lulus : November 2017
Identifikasi Gen Penciri Sapi Bali Polled Menggunakan
Mikrosatelit ILSTS045 dan HEL013
5
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa
Ta’ala,shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada RasulullahNabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta keluarganya, sahabat, dan
orang-orang yang mengikuti beliau hingga hari akhir, yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, dengan judul ”Identifikasi Gen Penciri Sapi Bali
Polled Menggunakan Mikrosatelit ILSTS045 dan HEL013” Skripsi ini
merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan jenjang Strata Satu (S1) pada
Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin Makassar.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemukan hambatan dan
tantangan, sehingga penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan sebagai suatu karya ilmiah, hal ini disebabkan oleh
faktor keterbatasan penulis sebagai manusia yang masih berada dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan partisipasi aktif dari
semua pihak berupa saran dan kritik yang bersifat membangun demi
penyempurnaan tulisan ini.
Limpahan rasa hormat, kasih sayang, cinta dan terima kasih yang tulus
kepada kedua orang tua saya Saifuddin S.E dan Ibunda Biddayatie yang telah
melahirkan, membesarkan, mendidik dan mengiringi setiap langkah penulis
dengan doa restu yang tulus serta tak henti-hentinya memberikan dukungan baik
6
secara moril maupun materil. Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada
saudara-saudara ku tercinta Muh. Adityo Eko Saputra S.Kom, Dimas
Faturrahman Saputra dan Dwi Noviana S.E yang selalu memberikan
dukungan moril dan memotivasi penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya untuk seluruh keluarga Djafar Family dan Achmaddin
Family yang selalu mendoakan dan dukungan yang tak henti-hentinya. Terima
Kasih.
Pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati
penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Muhammad Ihsan A. Dagong, S.Pt, M,Si selaku pembimbing utama
dan Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc selaku pembimbing anggota yang telah
memberikan nasehat, arahan, petunjuk dan bimbingan serta dengan sabar dan
penuh tanggungjawab meluangkan waktunya mulai dari penyusunan hingga
selesainya skripsi ini.
2. Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc, Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc,
Prof. Rr. Sri Rachma A. Bugiwati, M.Sc, Ph.D, dan Prof. Dr. Muhammad
Yusuf, S.Pt selaku pembahas mulai dari seminar proposal hingga seminar
hasil penelitian, terima kasih telah berkenan mengarahkan dan memberi saran
dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Syahriadi Kadir, M.Si selaku penasehat akademik yang sangat
membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan S1.
7
4. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, M.A, selaku Rektor Universitas
Hasanuddin.
5. Dosen Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah
banyak memberi ilmu yang sangat bernilai bagi penulis.
6. Seluruh Staf dalam lingkungan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,
yang selama ini telah banyak membantu dan melayani penulis selama
menjalani kuliah hingga selesai.
7. Terima kasih Sahabat segala-galanya sahabat, Majdah Pratiwi S.Pt., Andi
Rezky Dwi Putri P., Indah Aulia, Andi Jeniwari Elvina S.Pt., Dinda
Febrianti Adam., Chairunnisa Idrus Assegaf S.Pt., Nurul Hidayah S.Si.,
dan Andi Ekasari Febrianti P. yang setia menemani dalam suka maupun
duka, yang selalu setia mendengar keluhan, memberi dukungan dan motivasi
kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.
8. Terima Kasih Hamdi Septiadi S.H dan Keluarga yang selalu memberi
dukungan, motivasi dan setia menemani penulis sampai sekarang.
9. Teman Himabebs, Dwi, Alen, Indra, Widi, Wahyu, Gabriel, Awi, Majdah,
Dea, Aje, Nisa terima kasih sudah menemani penulis sampai sekarang.
10. Terima kasih Fizhero yang selalu ada untuk penulis disaat susah maupun
senang.
11. Teman seperjuangan peneliti Kakak Erwin Jufri, Kakak Hasman, Kakak
Arman, Dinda Adam, Husni S.Pt dan Pak Zulkarnaim Terima kasih atas
kerjasamanya dan pengalamannya.
8
12. Terima Kasih Adik-Adik Antang Bala Pitt, Alif, Randa, Fadil, Ikky, Inna
yang selalu ada menemani dan memberikan semangat kepada penulis
13. Terima kasih Kharisma S.Pt, Nabila S.Pt, Charles, Ahmad Rezky, Kak
Uci, Kak David, Kak Ridwan, Kak Winda, Kak Tami, yang menemani,
memberi dukungan, motivasi dan membantu penulis hingga selesainya skripsi
ini.
14. Keluarga besar HIMAPROTEK, Peternakan D dan LARFA 13 kalian
keluarga yang tak akan pernah penulis lupakan, terima kasih untuk semua
kenangan indah yang mengantarkan penulis meraih gelar sarjana..
15. Rekan-rekan Mahasiswa Fakultas Peternakan kepada Kakanda angkatan 09,
10, 11, 12 dan Adinda angkatan 14 dan 15 terima kasih atas kerjasamanya.
Penulis menyadari meskipun dalam penyelesaian tulisan skripsi ini masih
perlu masukan dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun agar
penulisan berikutnya senantiasa lebih baik lagi. Semoga Allah S.W.T membalas
budi baik semua yang penulis telah sebutkan diatas maupun yang belum sempat
ditulis. Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih dan menitip harapan
semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin ya robbal alamin.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Makassar, November 2017
Radinda Dwi Choirunnisa
9
ABSTRAK
Radinda Dwi Choirunnisa. I 111 13 527. Identifikasi Gen Penciri Sapi Bali
Polled Menggunakan Mikrosatelit ILSTS045 dan HEL013. Di bawah Bimbingan
Dr. Muhammad Ihsan A. Dagong, S.Pt, M,Si selaku pembimbing utama dan
Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc selaku pembimbing anggota.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gen penciri sifat Polled pada
sapi Bali. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ternak Potong,
Laboratorium Terpadu dan Ranch Maiwa Breeding Center Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, penelitian ini menggunakan 100 sampel sapi Bali yang
terbagi 89 sampel darah sapi Bali bertanduk dan 11 sampel darah sapi Bali Polled
dan dilakukan dengan tiga tahapan penelitian. Pada tahap pertama, koleksi sampel
darah, tahap kedua Ekstraksi DNA dimana DNA diisolasi dan dimurnikan dengan
menggunakan Kit DNA. DNA penciri dengan mikrosatelit Lokus ILST045 dan
HEL013 pada sapi Bali. Hasil Nilai Heterozigotsitas ILSTS045 menunjukkan
pada sapi Bali da sapi Bali Polled masing-masing yaitu 1.000 dan memiliki nilai
heterozigositas harapan (Hₑ) 0.674 untuk sapi Polled sedangkan untuk sapi Bali
bertanduk heterozigositas harapan (Hₑ) yaitu 0.671. dan Nilai Heterozigositas
HEL013, memiliki heterozigositas pengamatan (Hₒ) yaitu 0.909 pada sapi Polled
dan pada sapi Bali bertanduk yaitu 0.989 sedangkan heterozigositas harapan (Hₑ)
pada sapi Polled yaitu 0.496 dan pada sapi Bali bertanduk yaitu 0.500. Dapat
disimpulkan bahwa Hasil amplifikasi mikrosatelit terhadap lokus ILSTS045 dan
HEL013 menghasilkan pita/alel yang beragam (polimorfik) dan hasil yang diperoleh ditidak ditemukan gen penciri sapi Bali Polled dengan menggunakan
mikrosatelit ILSTS045 dan HEL013.
Kata Kunci : Sapi Bali bertanduk, sapi Bali Polled, Mikrosatelit ILSTS04,
HEL013
10
ABSTRACT
Radinda Dwi Choirunnisa.I 111 13 527. Identification of Balinese Cattle
Founder Polls Using ILSTS045 and HEL013 Microsatellites. Under Guidance
Dr. Muhammad Ihsan A. Dagong, S.Pt, M, Si as the main counselor and Prof.
Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc as member mentor.
The aim of this research to indintify gene characteristic for polled trait in Bali
cattle. The research conducted in Laboratory of beef cattle production, Integrated
Laboratory and Ranch Maiwa Breeding Center Faculty of Animal Husbandry
Hasanuddin University. In total 100 heads of Bali cattle were used, consist of 11
heads of polled and 89 Bali horned. To find the genetic characteristic, method that
used in this research were DNA microsatellites primers ILSTS045 and HEL013.
The result of research found that in ILSTS045 locus Heterozigosity value showed
that Bali horned and Bali polled respectively were 1,000 and had expected
heterozygosity (Hₑ) 0.674 for polled while for Bali horned heterozygosity (Hₑ)
was 0.671 and Heterozygosity HEL013 value, have observed heterozigositas (Hₒ)
was 0.909 in polled and horn Bali 0.989 whereas expected heterozigocity (Hₑ) in
polled were 0,496 and horned Bali were 0.500. It can be concluded that the results
of microsatellite amplification of ILSTS045 and HEL013 loci produced various
polymorphic bands and the results obtained cant not used genetic identifier for
polled trait.
Kata Kunci : Bali horned, Bali polled, Microsatellites ILSTS045 HEL013
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xiii
PENDAHULUAN .............................................................................
Error! Bookmark not defined.
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
Asal Usul Sapi Bali dan Penyebarannya ................................. 3
Karakteristik Sifat Polled pada Sapi........................................ 5
Identifikasi Potensi Genetik Sapi Bali Polled ......................... 8
Penentuan dan Peluang MAS (Marker Assisted Selection)
pada Sapi Bali Polled .............................................................. 12
METODE PENELITIAN ................................................................... 14
Waktu dan Tempat .................................................................. 14
Bahan dan Alat ........................................................................ 14
Tahapan Penelitian .................................................................. 15
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 19
Amplifikasi dan Genotip Mikrosatelit Lokus ILST045
dan HEL013 pada Sapi Bali .................................................... 19
Frekuensi Genotip dan Alel ..................................................... 21
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 25
LAMPIRAN ....................................................................................... 28
RIWAYAT HIDUP
xi
x
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Urutan Basa dan Ukuran Mikrosatelit............................................ 15
2. Frekuensi Genotipe dan Alel Mikrosatelit Lokus ILSTS045 ........ 16
3. Frekuensi Genotipe dan Alel Mikrosatelit Lokus HEL013 ........... 20
4. Nilai Heterozigositas Pengamatan (Ho) dan Heterozigositas
Harapan (He) pada Lokus ILSTS045 ............................................ 21
5. Nilai Heterozigositas Pengamatan (Ho) dan Heterozigositas
Harapan (He) pada Lokus HEL013 ............................................... 21
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Visualisasi Radiograph Perlekatan Tanduk .................................. 6
2. Pola Penurunan Sifat Tanduk pada Sapi ........................................ 9
3.Pola pita lokus mikrosatelit ILSTS045 pada sapi Bali. M: Marker
DNA. ; 1-8 sapi Bali Polled : 9-15 sapi Bali bertanduk ...……... 18
4.Pola pita lokus mikrosatelit HEL013 pada sapi Bali. M: Marker
DNA ; 2-5 sapi Bali Polled ; 6-9 sapi Bali bertanduk ….……... 18
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Dokumentasi Penelitian ..................................................................... 29
1
PENDAHULUAN
Program peningkatan mutu genetik sapi lokal khususnya sapi Bali
memiliki arti yang sangat strategis, yaitu dalam rangka mengurangi
ketergantungan akan sapi (bibit) impor yang jelas akan berdampak pada
terkurasnya devisa negara. Keunggulan produksi sapi Bali dapat dilihat dari
beberapa indikator sifat-sifat produksi seperti bobot lahir, bobot sapi, bobot
dewasa, laju pertambahan bobot badan, sifat-sifat karkas (persentase karkas dan
kualitas karkas), maupun sifat reproduksi seperti dewasa kelamin, umur
pubertas,jarak kelahiran (calving interval), dan persentase kelahiran. Beberapa
sifat produksi dan reproduksi tersebut merupakan sifat penting/ekonomis yang
dapat dipergunakan sebagai indikator seleksi (Handiwirawan dan Subandriyo,
2004).
Perkembangan sejumlah penanda molekuler (DNA Marker) dewasa ini
telah memungkinkan untuk melakukan identifikasi terhadap perubahan-perubahan
genetik yang terjadi dalam suatu persilangan serta hubungannya dengan
perubahan sifat kuantitatif dan sifat kualitatif ternak. Selain itu, penanda
molekuler juga dapat digunakan untuk membedakan antara suatu bangsa ternak
dengan ternak lainnya terutama dalam kaitannya dengan upaya pelestarian dan
menjaga kemurnian dari bangsa tersebut.
Ternak sapi Bali yang tanduknya tidak tumbuh secara alami diistilahkan
sebagai sapi Bali Polled. Polled merupakan sebuah sifat yang diturunkan melalui
pola autosomal dominan (Cargil dkk.,2008). Sebelum ternak didomestikasi, fungsi
2
tanduk sangat penting bagi kelangsungan hidup spesies liar. Fungsi tersebut
terutama sebagai instrument dalam mempertahankan diri dari ancaman hewan
lain. Bahkan setelah domestikasi, tanduk adalah sifat yang diinginkan di sebagian
besar wilayah peternakan sapi sampai saat ini.
Mikrosatelit merupakan kelas khusus dari tandem repeat loci yang terdiri
atas suatu motif dengan 1 - 6 pasang basa berulang sampai lebih dari 100 kali.
Variasi susunan nukleotida mikrosatelit yang sangat tinggi dapat dibuktikan pada
populasi keturunan pertama (F1) dari perkawinan silang antara dua bangsa ternak
yang secara genetik berbeda jauh. Pemanfaatan mikrosatelit sebagai salah satu
penciri genetik digunakan untuk mengetahui keragaman genetik dalam dan antar
populasi. Hal tersebut disebabkan pada mikrosatelit terdapat motif yang berulang
pada nukleotida sederhana dalam bentuk salinan berdampingan (tandem)
menjadikan mikrosatelit digunakan sebagai penciri genetik. Kelebihan penciri
mikrosatelit memiliki sifat dominan dan tersebar di seluruh genom sering
digunakan dalam kajian genetika populasi dan DNA fingerprinting.
Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan suatu penelitian
untuk mengidentifikasi gen penciri sapi Bali Polled menggunakan mikrosatelit
ILSTS045 dan HEL013
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gen yang mengontrol
terjadinya sifat Polled pada sapi Bali. Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk
memberikan informasi kepada peneliti, peternak, dan pemegang kebijakan dalam
pengembangan sapi potong lokal khususnya pada sapi Polled.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Asal Usul Sapi Bali dan Penyebarannya
Sapi Bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga bebangsa asli dari
hasil domestikasi Banteng liar (Bibos banteng). Menurut Rollinson (1984) proses
domestikasi sapi Bali itu terjadi sebelum 3.500 SM di Indonesia atau Indochina.
Banteng liar saat ini bisa di temukan di Jawa bagian Barat dan bagian Timur, di
pulau Kalimantan, serta ditemukan juga di Malaysia (Payne dan Rollinson, 1973).
Menurut Wello (2011) sapi Bali mempunyai taksonomi sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata / Vertebrata (bertulang belakang)
Class : Mammalia (menyusui)
Ordo : U1ngulata (berkuku)
Sub ordo : Artiodactila (berkuku genap)
Golongan : Ruminansia (memamah biak)
Famili : Bovidae (bertanduk berongga)
Genus : Bos (cattle)
Spesies : Bos sondaicus
Hardjosubroto dan Astuti (1993) mengemukakan bahwa di Indonesia saat
ini, Banteng liar hanya terdapat di hutan lindung Baluran, Jawa Timur dan Ujung
Kulon, Jawa Barat, serta di beberapa kebun binatang. Adanya Banteng liar ini
memberikan peluang untuk perbaikan mutu sapi Bali atau untuk persilangan
dengan jenis sapi lain (National Research Council, 1983). Tempat dimulainya
4
domestikasi sapi Bali masih terdapat perbedaan pendapat, dimana Meijer (1962)
berpendapat proses domestikasi terjadi di Jawa, namun Payne dan Rollinson
(1973) menduga asal mula sapi Bali adalah dari pulau Bali mengingat tempat ini
merupakan pusat distribusi sapi Bali di Indonesia.
Nozawa (1979) menduga gen asli sapi Bali berasal dari pulau Bali yang
kemudian menyebar luas ke daerah Asia Tenggara, dengan kata lain bahwa pusat
gen sapi Bali adalah di pulau Bali, di samping pusat gen sapi zebu di India dan
pusat gen primigenius di Eropa. Penyebaran sapi Bali di Indonesia dimulai pada
tahun 1890 dengan adanya pengiriman ke Sulawesi, pengiriman selanjutnya
dilakukan pada tahun 1920 dan 1927 (Herweijer, 1950). Kemudian pada sekitar
tahun 1947 dilakukan pengiriman besar-besaran sapi Bali oleh pemerintah
Belanda ke Sulawesi Selatan yang langsung didistribusikan kepada petani (Pane,
1991). Sejak saat itu, populasi sapi Bali berkembang dengan cepat sehingga
sampai saat ini Propinsi Sulawesi Selatan menjadi salah satu propinsi yang
memiliki sapi Bali dengan jumlah terbesar di Indonesia. Untuk penyebaran sapi
Bali ke Lombok mulai dilakukan pada abad ke-19 yang dibawa oleh raja-raja pada
zaman itu (Hardjosubroto dan Astuti, 1993), dan sampai ke Pulau Timor antara
tahun 1912 dan 1920 (Herweijer, 1950).
Penyebaran sapi Bali ke banyak wilayah di Indonesia kemudian dilakukan
sejak tahun 1962 (Hardjosubroto dan Astuti, 1993) dan saat ini telah menyebar
hampir di seluruh wilayah Indonesia. Tidak hanya di wilayah Indonesia, sapi Bali
juga telah disebarkan ke berbagai negara. Tercatat sapi Bali telah diintroduksikan
ke Semenanjung Cobourg di Australia Utara di antara tahun 1827 dan 1849.
5
Pernah juga dilakukan ekspor secara reguler sapi Balike Hongkong untuk
dipotong. Selain itu, pada masa lalu, sapi Bali juga pernah dikirim ke Philipina,
Malaysia dan Hawai (Payne dan Rollinson, 1973), telah juga dikirimkan ke Texas,
USA dan New South Wales, Australia sebagai ternak percobaan (National
Research Council, 1983).
Karakteristik Sifat Polled pada Sapi
Sifat Polled pada Sapi
Ternak sapi yang tanduknya tidak tumbuh secara alami diistilahkan
sebagai sapi Polled. Polled merupakan sebuah sifat yang diturunkan melalui pola
autosomal dominan (Cargill et al., 2008). Sifat Polled pada sapi merupakan
sebuah sifat autosomal dominan (Capitan et al., 2011). Sifat Polled merupakan
karakteristik tanduk yang tidak tumbuh disebabkan oleh faktor genetik yang tidak
normal dengan melibatkan bialel autosomal (Capitan et al., 2011). Lauwerier,
(2015) berpendapat sifat Polled terjadi disebabkan oleh terjadinya mutasi yang
ditentukan oleh sebuah gen tunggal (gen Polled).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi
mengenai pengontrol terjadinya sifat Polled sebagian besar menyimpulkan bahwa
kejadian sifat Polled disebabkan oleh terjadinya mutasi gen yang merubah asam
basa DNA sehingga terjadi perubahan asam amino yang terbentuk pada saat
proses transkrip DNA. Terdapat beberapa gen yang banyak digunakan untuk
mengidentifikasi letak mutasi di lokus Polled. Pada sapi Holstein (Bos taurus)
Single Nucleotide Polymorphisms (SNP) ditemukan pada intron 3 dari gen
Interferon Gamma Receptor 2 (IFNGR2), yang merubah Guanin (G) menjadi
6
Adenin (A) (Glatzer et al., 2013). Visualisasi radiograph perlekatan tanduk
disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1.Visualisasi Radiograph Perlekatan Tanduk : 1) tengkorak; 2) frontal
suture; 3) perlekatan antara tulang frontal dan tanduk; 4) sinus frontal
dan 5) tanduk (Capitan et al., 2011)
Fenomena tidak tumbuhnya tanduk pada sapi dikategorikan dalam dua
kondisi, 1) dikatakan Polled jika tanduk tidak tumbuh secara alami dan 2) kondisi
scurs yakni tidak tumbuhnya tanduk yang disebabkan oleh kegagalan
penggabungan antara inti tulang tanduk dengan tengkorak. Kondisi scurs dapat
juga dikatakan sebagai pertengahan antara kondisi sapi bertanduk dengan tidak
bertanduk, disebabkan sapi yang bersifat scurs tetap memiliki tanduk namun tidak
tumbuh secara sempurna. Hal tersebut menjadi penting untuk membedakan ternak
sapi yang bersifat Polled dengan sifat scurs (Capitan et al., 2011).
Keunggulan Sifat Polled dari Segi Manajemen Pemeliharaan
Pengembangan sapi potong di dunia saat ini mengarah pada
pengembangan sapi-sapi tanpa tanduk (Polled), disebabkan beberapa keunggulan
terutama pada keunggulan dibidang manajemen pemeliharaan. Peternakan sapi
potong dan sapi perah di dunia sebagian besar telah melakukan model
pemeliharaan di padang penggembalaan, sehingga keberadaan tanduk dianggap
7
mempunyai nilai yang relatif kecil, bahkan cenderung memberikan dampak
kerugian ekonomi yang cukup besar karena resiko yang lebih tinggi dari cedera
yang terjadi (infeksi dan kerusakan karkas) (Ivica et al., 2012).
Sifat tempramen pada sapi dapat diartikan sebagai respon tingkah laku
ternak ketika mendapatkan perlakuan dari manusia (Francisco et al., 2012).
Perlakuan tersebut dapat berupa kegiatan perawatan kesehatan maupun pada
pemberian pakan. Ternak sapi dengan temperamen yang buruk sangat merugikan
disebabkan dapat menstimulus terjadinya stres. Sifat tempramen sangat
dipengaruhi oleh faktor bangsa ternak dan jenis kelamin Sapi Bali merupakan
hasil domestikasi banteng (Bos banteng) sehingga cenderung masih memiliki sifat
liar.
Sapi bertanduk sering menimbulkan masalah dalam manajemen
pemeliharaan. Pada industri pemotongan sapi-sapi hasil penggemukan sangat
dipengaruhi oleh kehadiran tanduk. Pemotongan tanduk pada sapi bakalan muda
telah terbukti menjadi stres dan mengurangi tingkat pertumbuhan
(Goonewardenedan Hand, 1991). Masalah lain yang ditimbukan dari kehadiran
tanduk pada sapi-sapi muda, yakni ketidaknyamanan dan besarnya biaya yang
harus dikeluarkan untuk melakukan pemotongan tanduk (dehorning)
(Goonewardeneetal., 1999). Sehingga terkadang dilaksanakan pemilihan secara
selektif untuk memilih sapi-sapi Polled. Hal tersebut memperhatikan aspek
kesejahteraan ternak tanpa melaksanakan pemotongan tanduk.
Keunggulan dari sifat Polled, yakni gen bangsa homozigot pada sapi
Polled mengurangi biaya dan waktu untuk pemotongan tanduk dan
8
menghilangkan stres pada ternak. Beberapa Negara telah memberlakukan animal
walfare terkait dehorning, sehingga pemubiakan terhadap sapi Polled menjadi
lebih menguntungkan. Pada sapi Simmental, telah banyak upaya yang dilakukan
untuk menghasilkan bangsa murni Simmental Polled melalui seleksi penotifik
tradisional. Upaya tersebut telah menghabiskan waktu selama 25 tahun
(Brockmann et al., 2000). Beberapa keunggulan lain pada sapi Polled dari segi
manajemen pemeliharaan, seperti mengurangi resiko terluka yang sering terjadi
pada peternak yang disebabkan oleh tanduk, dapat mencegah memar pada karkas
dan kerusakan pada kulit. Seleksi terhadap sapi Polled menjadi sangat penting
terutama pada manajemen budidaya ternak yang modern (Brockmann et al.,
2000). Dampak paling jelas dari keberadaan tanduk, terlihat pada saat
pengangkutan menuju rumah potong hewan. Dimana terdapat banyak memar yang
ditemukan pada ternak yang bertanduk, disebabkan oleh adanya persaingan dan
persinggungan antar ternak yang terjadi di atas alat angkut (mobil pengangkut
sapi).
Identifikasi Potensi Genetik Sapi Bali Polled
Identifikasi Gen Pengontrol Sifat Polled
Sifat Polled pada sapi merupakan sebuah sifat autosomal dominan
(Capitan et al., 2011). Lokus Polled telah dipetakan pada kromosom 1 sapi
(Bovine Chromosome I/ BTA 1) (Georges et al., 1993). Fenotipe Polled
merupakan karakteristik tidak tumbuhnya tanduk yang disebabkan oleh faktor
genetik ketidaknormalan tanduk yang melibatkan bialel autusomal (Capitan et al.,
2011). Lauwerier (2015) berpendapat sifat Polled terjadi disebabkan oleh
9
terjadinya mutasi yang ditentukan oleh sebuah gen tunggal (gen Polled). Lebih
lanjut, sifat Polled dikodekan dengan alel Polled (P), bertanduk (p). Sifat Polled
bersifat dominan terhadap sifat bertanduk.Sapi-sapi tanpa tanduk selalu dalam
bentuk homozigot dominan (PP) atau heterozigot (Pp), sedangkan pada sifat
bertanduk hanya akan muncul jika dalam bentuk homozigot resesif (pp). Sehingga
untuk menghasilkan sapi Polled, hanya membutuhkan satu pejantan atau induk
untuk menghasilkan keturunan Polled.
Gambar 2. Pola Penurunan Sifat Tanduk pada Sapi (Schalles,1990)
Terdapat sekurang-kurangnya 5 pola penurunan sifat tanduk pada ternak
sapi (Gambar 2). Pola penurunan sifat tanduk yakni: 1) jika pejantan merupakan
1
2
3
4
5
Pejantan homozigotpolled (PP) x Induk homozigotpolled (PP)
Pejantan homozigotpolled (PP) x Induk heterozigotpolled (Pp)
Pejantan homozigotpolled (PP) x Induk bertanduk (pp)
Pejantan heterozigotpolled (Pp) x Induk bertanduk (pp)
Pejantan heterozigotpolled (Pp) x Induk heterozigotpolled (Pp)
10
homozigot Polled (PP) dikawinkan dengan induk homozigot Polled (PP), maka
akan didapatkan keturunan 100% sifat Polled pada anaknya; 2) jika pejantan
merupakan homozigot Polled (PP) dikawinkan dengan induk heterozigot Polled
(Pp), maka akan didapatkan keturunan 50% homozigot Polled (PP) dan 50%
heterozigot Polled (Pp) pada anaknya; 3) jika pejantan merupakan homozigot
Polled (PP) dikawinkan dengan induk bertanduk (pp), maka akan didapatkan
keturunan 100% sifat heterozigot Polled pada anaknya; 4) jika pejantan
merupakan heterozigot Polled (Pp) dikawinkan dengan induk bertanduk (pp),
maka akan didapatkan keturunan 50% heterozigot Polled (Pp) dan 50% bertanduk
(pp) pada anaknya; dan 5) jika pejantan merupakan heterozigot Polled (Pp)
dikawinkan dengan induk heterozigot Polled (Pp), maka akan didapatkan
keturunan 25% homozigot Polled (PP), 50% heterozigot Polled (Pp) dan 25%
bertanduk (pp) pada anaknya.
Identifikasi Potensi Genetik Menggunakan Mikrosatelit
Sapi Bali merupakan hasil domestikasi langsung dari Banteng liar
(Namikawa et al., 1980; Payne dan Hodges, 1997; Martojo, 2003), pendapat
tersebut diperkuat oleh ciri khas (fenotipe) sapi Bali yang sangat mirip dengan
Banteng. Sapi Bali yang dikenal saat ini diistilahkan sebagai Bos javanicus
(Zulkharnaim dkk., 2010). Fenomena sifat Polled pada sapi Bali seharusnya
memiliki dasar ilmiah yang menerangkan keabsahan jenis bangsanya. Hasil
pengkajian awal menunjukkan bahwa sapi Bali Polled masih sebangsa dengan
sapi Bali pada umumnya. Sehingga dibutuhkan pengkajian secara molekuler
terhadap kemurnian dari sapi Bali Polled.
11
Analisa potensi genetik sapi Bali telah dilakukan menggunakan beberapa
penanda genetik. Salah satu penanda molekuler (DNA marker) yang sangat
populer dewasa ini adalah mikrosatelit (Maskur dkk., 2007). Mikrosatelit
merupakan kelas khusus dari tandem repeat loci yang terdiri atas suatu motif
dengan 1 - 6 pasang basa berulang sampai lebih dari 100 kali. Variasi susunan
nukleotida mikrosatelit yang sangat tinggi dapat dibuktikan pada populasi
keturunan pertama (F1) dari perkawinan silang antara dua bangsa ternak yang
secara genetik berbeda jauh.
Pemanfaatan mikrosatelit sebagai salah satu penciri genetik digunakan
untuk mengetahui keragaman genetik dalam dan antar populasi. Hal tersebut
disebabkan pada mikrosatelit terdapat motif yang berulang pada nukleotida
sederhana dalam bentuk salinan berdampingan (tandem) menjadikan mikrosatelit
digunakan sebagai penciri genetic. Kelebihan penciri mikrosatelit memiliki sifat
kodominan dan tersebar di seluruh genom sering digunakan dalam kajian genetika
populasi dan DNA fingerprinting. Keragaman mikrosatelit ditunjukan dengan
variasi dalam jumlah pengulangan sekuen nukleotida. Tingkat keragaman
mikrosatelit secara positif berhubungan dengan panjang dari sekuen berulang.
Keragaman yang tinggi dari lokus mikrosatelit dihasilkan dari kecepatan mutasi
yang tinggi yaitu berkisar 10-3
, 10-5
dan 10-4
/lokus/gen bangsa (Lehmann et al.,
1996).
Pemanfaatan lain dari mikrosatelit pada pengkajian genetika populasi yang
digunakan untuk mendeteksi keragaman genetik, penetapan asal-usul keturunan,
penggalian sumber-sumber genetik dan menjadi penanda molekuler penting dalam
12
analisis genetik. Selain itu, mikrosatelit juga sering digunakan untuk mempelajari
pautan (linkage), pemetaan, analisis populasi, sistem perkawinan dan struktur
populasi. Sejumlah mikrosatelit telah diaplikasikan untuk mendeteksi sejumlah
alternatif alel pada lokus genetik spesifik, termasuk pada populasi sapi Bali.
Informasi penting yang didapatkan dari pemanfaatan mikrosatelit yakni alel-alel
individu mencerminkan frekuensi yang berbeda antar populasi yang berbeda.
Sehingga informasi mengenai perbedaan yang besar pada alel ini memungkinkan
ketersediaan data dasar untuk pendugaan jarak genetik (Bradley et al., 1998).
Perbedaan alel yang dihasilkan disebabkan oleh perbedaan jumlah pengulangan
basa (Bennet, 2000).
Penentuan dan Peluang (Marker Assisted Selection) MAS pada Sapi Bali Polled
Perkembangan sejumlah penanda molekuler (DNA Marker) dewasa ini
telah memungkinkan untuk melakukan identifikasi terhadap perubahan perubahan
genetik yang terjadi dalam suatu persilangan serta hubungannya dengan
perubahan sifat kuantitatif dan sifat kualitatif ternak. Selain itu, penanda
molekuler juga dapat digunakan untuk membedakan antara suatu bangsa ternak
dengan lainya terutama dalam kaitannya dengan upaya pelestarian dan menjaga
kemurnian dari bangsa tersebut (Maskur dkk., 2007).
Penelitian terkait identifikasi potensi genetik sapi Bali dengan
memanfaatkan teknologi molekuler telah banyak dilaksanakan. Penelitian-
penelitian tersebut mengkaji potensi genetik sapi Bali terutama pada gen-gen
pengontrol sifat-sifat produktif, seperti gen pengontrol pertumbuhan, reproduksi
dan daya adaptasi sapi Bali. Sapi Bali yang memiliki keunggulan produksi masih
13
membutuhkan pengkajian mendalam khususnya pada potensi genotipenya.
Keanekaragaman genotipe dapat digunakan sebagai penciri (marker) pada seleksi
sifat-sifat produktif dan identifikasi kekhasan sapi Bali. Penggunaan metode atau
teknik molekuler dalam mengidentifikasi potensi keanekaragam genotipe
beberapa bangsa sapi telah banyak dilaksanakan. Pengkajian potensi genotipe sapi
Bali Polled dikhususkan pada identifikasi sifat-sifat khas dan pada keunggulan
lainnya.
14
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Agustus 2017.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ternak Potong dan Ranch Maiwa
Breeding Center Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin untuk pengambilan
sampel pada sapi Bali dan Sapi Bali Polled serta tempat pengujian DNA
dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan 100 sampel sapi Bali yang terbagi 89 sampel
darah sapi Bali bertanduk dan 11 sampel darah sapi Bali Polled dari Laboratorium
Ternak Potong dan Ranch Maiwa Breeding Center Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin.
Bahan pendukung antara lain: Primer, bahan ekstraksi DNA (Kit DNA
ekstraksi (Thermo Scientific), Proteinase K, ethanol 96% ), bahan PCR (dNTP
mix, Enzim Taq DNA polymebangsa, 10x buffer, 10x TBE buffer), bahan
elektoforesis (agarose, Ethidium bromide, Marker DNA 100pb, Loading dye),
bahan gel poliakrilamid (acrylamida, bis-akrilamida, APS, TBE, H2O), bahan
stainning (AgNO3, NaOH, NH4OH, asam asetat glasial, formalin, gliserol 20%,
aquades) tissue dan plastic mika.
Alat yang digunakan yaitu : Venoject, tabung vakuttainer, mesin PCR
(sensoQuest Germany), centrifuge, alat pendingin, tabung eppendorf besar kecil,
15
gel documention, mikropipet, tip, rak tabung, elektroforesis, autoclave,
timbangan, dan sarung tangan
Tahapan Penelitian
Koleksi sampel darah
Materi genetik adalah sampel DNA yang diambil dari darah utuh
(wholeblood) sapi Bali dan sapi Bali Polled. Pengambilan sampel darah dilakukan
dengan mengumpulkan sekitar 5 ml sampel darah dari sapi melalui vena jugularis
dengan menggunakan venojet dan tabung vacuntainer yang diberi antikoagulan
(heparin atau EDTA). Sampel darah tersebut kemudian disimpan pada suhu 4°C
sampai waktu dianaisis (ekstraksi DNA dan PCR).
Ekstraksi DNA
DNA diisolasi dan dimurnikan dengan menggunakan Kit DNA ekstraksi
Genjet Genomic DNA Extraction (Thermo Scientific) dengan mengikuti protocol
ekstraksi yang disediakan. Sebanyak 200 µl sampel darah dilisiskan dengan
menambah 400 µl larutan lysis buffer dan 20 µl proitenase K (10 mg/ml),
dicampurkan kemudian diinkubasi pada suhu 56 ºC selama 60 menit di dalam
waterbath shaker. Setelah inkubasi larutan kemudian ditambahkan 200 µl
Ethanolabsolute 96% dan disentrifugasi 6.000 x g selama 1 menit.
Pemurnian DNA kemudian dilakukan dengan metode spin column dengan
penambahan 500 µl larutan pencuci wash buffer I yang kemudian dilanjutkan
dengan sentrifugasi pada 8.000 x g selama 1 menit. Setelah supernatannya
dibuang, DNA kemudian dicuci lagi dengan 500 µl wash buffer II dan
disentrifugasi pada 12.000 x g selama 3 menit. Setelah supernatannya dibuang,
16
DNA kemudian dilarutkan dalam 200 µl elution buffer dan disentrifugasi pada
8.000 x g untuk selanjutnya DNA hasil ekstraksi ditampung dan disimpan pada
suhu -20 ºC.
Primer Mikrosatelit
Penelitian ini menggunakan beberapa penciri mikrosatelit sebagai penanda
DNA. Urutan basa mikrosatelit untuk penanda tersebut disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Urutan Basa dan Ukuran Mikrosatelit
Lokus Urutan Basa Primer (5’-3’) Jumlah
Alel
Suhu
Anneling
(°C)
Ukuran
(bp) Sumber
ILSTS045 F: TTCTGGCAAACTATTCCACC
R: CATGAAAGACACAGATGACC 18 57 144-198
Kemp et
al.,(199
5)
HEL013 F: TAAGGACTTGAGATAAGGAG
R: CCATCTACCTCCATCTTAAC 12 55 174-204
Armstro
ng.
(2006)
F = Forward, R = Reverse
- Elektroporesis pada Gel Poliakrilamid
Komponen gel poliakrilamida terdiri atas campuran 30% acrylamida dan
bis-akrilamida sebanyak 6 ml, 10 x TBE sebanyak 6 ml, H2O sampai mencapai
volume 30 ml, temed sbanyak 20 μl, 10% APS 200 μl.Sampel DNA tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel setelah gel diletakkan pada tangki
elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga 1 x TBE.Elektroforesis
dilakukan pada voltase konstan 250 V selama 120 menit pada suhu ruang.
- Silver stainning (Pewarnaan Perak)
Pewarnaan dengan perak dilakukan melalui serangkaian proses yaitu
pewaraan gel dengan larutan stainning dengan merendam gel dalam larutan yang
terdiri atas 0,2 g AgNO3 ; 80 μl NaOH 10 N ; 0,8 ml NH4OH ; 200 ml akuades
17
selama selama 15 menit. Gel kemudian dicuci kembali dengan aquades selama 20
menit sambil digoyang untuk menghilangkan perak yang tidak berikatan dengan
DNA. Fragmen DNA yang berikatan dengan perak dapat dideteksi dengan
merendam gel dalam larutan NaOH 0,03 g/ml dan formalin yang dipanaskan pada
suhu 45 oC sampai fragmen pita DNA tampak. Setelah fragmen DNA tampak,
reaksi kemudian dihentikan dengan menggunakan asam asetat glasial (200 μl /
200 ml aquades).
- Penentuan posisi pita DNA
Penentuan posisi pita DNA pada gel poliakrilamida dilakukan secara
manual.Pita DNA yang muncul pada gel poliakrilamida diasumsikan sebagai alel
mikrosatelit. Ukuran dan jumlah dari alel yang muncul pada gel ditentukan
berdasarkan asumsi bahwa semua pita DNA dengan laju migrasi yang sama
adalah homolog (Leung et al., 1993), sedangkan alel dengan migrasi paling cepat
ditetapkan sebagai alel A, berikutnya adalah alel B dan seterusnya.
Analisis Data
1. Frekuensi Alel
Frekuensi alel mikrosatelit dan gen penentu sifat polled diperoleh dari
analisis penciri PCR-RLFP dihitung menggunakan rumus (Nei, 1987) :
( ∑
)
Keterangan :
xi = frekuensi alel ke-i
nii = jumlah individu bergenotipe AiAi
nij = jumlah individu bergenotipe AiAj
N = jumlah total sampel
18
2. Frekuensi Heterozigositas Pengamatan
Keragaman genetik (genetic variability) dilakukan melalui estimasi
frekuensi heterozigositas pengamatan (Ho), heterozigositas harapan (He) dan
standar eror heterozigositas harapan (Weir, 1996) :
∑
Keterangan :
Ho = frekuensi heterozigositas pengamatan
N1ij = jumlah individu heterozigositas pada lokus ke-1
N = jumlah individu yang dianalisis
3. Frekuensi Heterozigositas Harapan
∑
Keterangan :
Ho = frekuensi heterozigositas harapan
P1i = frekuensi alel ke-I pada lokus 1
n = jumlah alel pada lokus ke-1
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi DNA Mikrosatelit Lokus ILSTS045 dan HEL013 pada Sapi Bali
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa Mikrosatelit
Lokus ILSTS045 dan HEL013 berhasil di amplifikasi pada mesin PCR
SensoQuest Germany dengan suhu annealing yang berbeda yang mana
ILSTS045 menggunakan suhu 57oC dan HEL013 menggunakan suhu 55
oC.
Hasil amplifikasi dapat divisualisasikan pada gel polyacrylamide 8%. Panjang
produk hasil amplifikasi mikrosatelit ILSTS045 adalah berkisar antara 174-
188pb dan pada HEL013 adalah berkisar pada 182-200pb.
Gambar 3. Pola pita lokus mikrosatelit ILSTS045 pada sapi Bali. M: Marker
DNA. ; 1-8 sapi Bali Polled : 9-15 sapi Bali bertanduk
Gambar 4. Pola pita lokus mikrosatelit HEL013 pada sapi Bali. M: Marker
DNA ; 2-5 sapi Bali Polled ; 6-9 sapi Bali bertanduk
20
Pada penelitian ini, alel mikrosatelit ILSTS045 dan HEL013 yang
berhasil teramplifikasi (ditunjukkan dengan adanya band dengan ukuran yang
sesuai). Pada alel ILSTS045 berukuran panjang antara 144-198 pb (Kemp et al.,
1995) dan alel HEL013 berukuran panjang antara 174-204 pb (Armstrong, 2006).
Berdasarkan Gambar 3 pada penelitian ILSTS045 ditemukan 4 jenis alel
yaitu, alel A yang berukuran 174 pb, alel B berukuran 176 pb, alel D berukuran
180 dan alel E berukuran 188 pb dengan demikian fragmen 174 dan 180 pb
bergenotip AD, fragmen 176 dan 188 pb bergenotip BE, dan fragmen 180 dan
188 pb bergenotip DE. Keragaman mikrosatelit ditunjukkan dengan variasi
dalam jumlah pengulangan sekuen nukleotida. Hasil penelitian Weber (1990)
menyatakan bahwa Tingkat keragaman mikrosatelit secara positif berhubungan
dengan panjang dari sekuen berulang. DNA mikrosatelit berdasarkan kemurnian
pengulangan dibagi berdasarkan tiga kategori, yaitu: 1) mikrosatelit berulang
sederhana (perfect repeats) yang terdiri dari sekuen tanpa tersisipi oleh penyela
sepanjang unit berulangnya, 2) mikrosatelit berulang komplek (imperfect repeats)
terdiri dari sekuen dengan satu atau lebih penyela dalam unit berulangnya, 3)
mikrosatelit berulang campuran terdiri dari rangkaian perfect atau imperfect
repeats berdampingan dengan sebuah rangkaian sekuen ulangan sederhana yang
lain.
Berdasarkan Gambar 4 pada penelitian HEL013 ditemukan 2 jenis alel
yaitu, alel F yang berukuran 182 pb dan alel N yang berukuran 200 bp dengan
demikian fragmen 182 pb bergenotip FF, fragmen 200 pb bergenotip NN dan
fragmen 182 dan 200 pb bergenotip FN. Hal ini sesuai dengan pendapat Nei dan
21
Kumar (2000) yang menyatakan bahwa suatu gen dapat dinyatakan sebagai gen
polimorfik apabila salah satu dari alelnya tidak mencapai atau kurang dari 99%.
Perbedaan alel yang dihasilkan disebabkan oleh perbedaan jumlah pengulangan
basa (Bennett, 2000).
Frekuensi dan Alel
Frekuensi alel adalah perbandingan gen yang terdiri dari suatu varian gen
tertentu, dengan kata lain ia merupakan suatu alel tertentu dibagi dengan jumlah
keseluruhan alel pada lokus dalam suatu populasi. Hasil analysis frekuensi
genotipe dan alel pada lokus ILSTS045 dan HEL013 pada sapi Bali Polled dapat
dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Frekuensi Genotipe dan Alel Mikrosatelit Lokus ILSTS045
Breed N Genotipe Frek Genotipe Frek Alel
AD BE DE AD BE DE A B D E
Bali Polled 11 2 8 1 0.182 0.727 0.091 0.091 0.364 0.136 0.409
Bali Bertanduk 89 15 64 10 0.169 0.719 0.112 0.084 0.360 0.140 0.416
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2017
Hasil identifikasi genotipe sapi Bali pada lokus ILSTS045 pada Tabel 2
menunjukkan bahwa sapi Bali Polled mempunyai 3 jenis genotipe yaitu genotipe
AD sebanyak 2 ekor, genotip BE sebanyak 8 ekor, dan genotip DE sebanyak 1
ekor, pada sapi Bali bertanduk mempunyai 3 jenis genotipe yaitu genotipe AD
sebanyak 15 ekor, genotip BE sebanyak 64 ekor dan genotipe DE sebanyak 10
ekor, sedangkan genotipe AA, BB, DD, dan EE tidak ditemukan pada sapi Bali
Polled maupun yang bertanduk.
22
Tabel 3. Frekuensi Genotipe dan Alel Mikrosatelit Lokus HEL013
Breed N Genotipe Frek Genotipe Frek Alel
FF FN FF FN NN F N
Bali Polled 11 1 10 0.091 0.909 0.000 0.545 0.045
Bali Bertanduk 89 1 88 0.011 0.989 0.000 0.506 0.494
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2017
Adapun hasil identifikasi pada lokus HEL013 pada Tabel 3 menunujukkan
bahwa sapi Bali Polled mempunyai 2 jenis genotipe yaitu genotipe FF sebanyak
1 ekor dan genotip FN sebanyak 10 ekor, pada sapi Bali bertanduk mempunyai 2
jenis genotipe yaitu genotipe FF sebanyak 1 ekor dan genotipe FN sebanyak 88
ekor.
Dari hasil penelitian ILSTS045 dan HEL013 menunjukan bahwa setiap
populasi dari tiap lokus bersifat polimorfik atau beragam. Polimorfisme dapat
ditunjukkan dengan adanya dua alel atau lebih dalam satu populasi. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya keragaman genetik yang terjadi dalam suatu individu
yang ada. Hal ini sesuai dengan pendapat Indrawan dkk (2007) keragaman dapat
ditunjukkan dengan adanya dua alel atau lebih dalam populasi. Keragaman
genetik terdapat di dalam suatu individu bilamana ada dua alel untuk gen yang
sama merupakan perbedaan konfigurasi DNA yang menduduki lokus yang sama
pada suatu kromosom.
Nilai Heterozigositas
Keragaman genetik suatu populasi dapat diukur dengan nilai
heterozigositas. Pendugaan dari suatu nilai heterozigositas sangat diperlukan
untuk mengetahui suatu keragaman ternak pada suatu populasi dapat dilihat pada
Tabel 4 dan Tabel 5.
23
Tabel 4. Nilai Heterozigositas Pengamatan (Ho) dan Heterozigositas Harapan (He)
pada Lokus ILSTS045
Breed N Heterozigositas
H pengamatan H harapan
Polled 11 1.000 0.674
Bertanduk 89 1.000 0,671
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2017
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai nilai heterozigositas
pengamatan dan juga heterozigositas harapan untuk Tabel 4 pada Lokus
ILSTS045 memiliki nilai heterozigositas pengamatan (Hₒ) pada sapi Bali dan sapi
Bali Polled masing-masing yaitu 1.000 dan memiliki nilai heterozigositas harapan
(Hₑ) yaitu 0.674 untuk sapi Polled sedangkan untuk sapi Bali bertanduk
heterozigositas harapan (Hₑ) yaitu 0.671.
Tabel 5. Nilai Heterozigositas Pengamatan (Ho) dan Heterozigositas Harapan (He)
pada Lokus HEL013
Breed N Heterozigositas
H pengamatan H harapan
Polled 11 0.909 0.496
Bertanduk 89 0.989 0.500
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2017
Sedangkan pada Tabel 5 mengenai lokus HEL013 memiliki
heterozigositas pengamatan (Hₒ) yaitu 0.909 pada sapi Polled dan pada sapi Bali
bertanduk yaitu 0.989 sedangkan heterozigositas harapan (Hₑ) pada sapi Polled
yaitu 0.496 dan pada sapi Bali bertanduk yaitu 0.500 ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan genetik yang sangat dekat untuk kedua jenis sapi. Menurut Nei
(1987) menyatakan bahwa nilai heterozigositas berkisar antara 0-1, jika nilai
heterozigositas menunjukkan nilai sama dengan 0 (nol) maka diantara populasi
yang diukur memiliki hubungan genetik yang sangat dekat.
24
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan mikrosatelit
ILSTS045 dan HEL013 dapat disimpulkan bahwa :
- Hasil amplifikasi mikrosatelit terhadap lokus ILSTS045 dan HEL013
menghasilkan pita/alel yang beragam (polimorfik)
- Berdasarkan hasil yang diperoleh dengan menggunakan mikrosatelit
ILSTS045 dan HEL013 alel yang ditemukan tidak dapat dijadikan penciri
sifat Polled. ditidak ditemukan gen penciri sapi Bali Polled dengan
menggunakan mikrosatelit ILSTS045 dan HEL013
Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, maka disarankan untuk melakukan
penelitian lanjutan mengenai identifikasi gen sapi Bali bertanduk dan sapi Bali
tidak bertanduk terhadap hubungan genetik pada sapi tersebut.
25
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, M. 2006. A Handbook of Human Resource Management Practice 10th
Edition.London: Kogan Page Limited.
Bennet, P. 2000. Microsatellites.J. Clin. Pathol. Mol. Pathol. 53: 177-183.
Bradley DG, Loftus RT, Cunningham P, and MacHugh DE. 1998. Genetics and
Domestic Cattle Origin. Evolutionary Anthropology.Willey-Liss, Inc. hlm.79-86.
Brockmann, G. A., Martin, J., Teuscher, F., and Schwerin, M.2000. Marker
controlled inheritance of the Polled locus in Simmental cattle. Arch. Tierz.,
43(3), 207–212.
Capitan, A., Grohs, C., Weiss, B., Rossignol, M. N., Reversé, P., and Eggen, A.
2011. A newly described bovine type 2 scurs syndrome segregates with a
Frame-Shift mutation in TWIST1. PLoS ONE, 6(7).
http://doi.org/10.1371/journal.pone.0022242
Cargill, E. J., Nissing, N. J., and Grosz, M. D. 2008. Single nucleotide
polymorphisms concordant with the horned / Polled trait in Holsteins. BMC
Research Notes, 9(1), 1–9. http://doi.org/10.1186/1756-0500-1-128.
Francisco, C. L., Cooke, R. F., Marques, R. S., Mills, R. R., and Bohnert, D. W.
2012. Effects of temperament and acclimation to handling on feedlot
performance of Bos taurus feeder cattle originated from a rangeland-based
cow – calf system 1, 90, 5067–5077. http://doi.org/10.2527/jas2012-5447.
Glatzer, S. 2013. A Single Nucleotide Polymorphism within the Interferon
Gamma Receptor 2 Gene Perfectly Coincides with Polledness in Holstein
Cattle. PloS one, 8(6), pp.1–7
Georges M, Drinkwater R, Lefort A, and Libert F, K.T. 1993. Microsatelit
Mapping of a Gene Affecting Horn Development in Bos taurus. Nat Genet,
4, pp.206 – 210.
Goonewardene, L. A. and Hand, R. K. 1991. Studies on dehorning steers in
Alberta feedlots. Sci, Can. J. Anim., 71, 1249–1252.
Goonewardene, L. A., Price, M. A., Liu, M. F., Berg, R. T., and Erichsen, C. M.
1999. study of growth and carcass traits in dehorned and Polled composite
bulls. Canadian Journal Of Animal Science, 79, 383–385.
Handiwirawan, E and Subandriyo. 2004. Potensi dan keragaman
sumberdayagenetik sapi Bali. Wartazoa, 14(3):107-115.
26
Hardjosubroto, W. and J.M. Astuti. 1993. Buku Pintar Peternakan. Jakarta: Pt
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Herweijer, C.H. 1950. Enkele Aantekenigen Btreffende De Geschiedenis Van De
Runderveeteelt Op Het Eiland Timor. Hemera Zoa 56: 689.
Indrawan, M., R. B. Primack dan J. Supriatna. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta.
Ivica M, D. Seichter, A. Graf, I. Russ, H. Blum, K. H. Gopel, S. Rothammer, and
M. Forster. 2012. Bovine Polledness – An Autosomal Dominant Trait with
Allelic Heterogeneity. PloS One, 7(6), 1–11.
http://doi.org/10.1371/journal.pone.0039477.
Kemp, S.J., O. Hishida, J. Wambugu, A. Rink, A.J. Teale, M.L. Longeri, R.Z.
MA, Y. DA, H.A. Lewin, and W. Barendse 1995. A panel of polymorphic
bovine, ovine and caprine microsatelite markers. Anim. Genet. 26: 299-306
K.C.Prayaga, M. Mariasegaram, B. Harrison, B. Tier, J.M.H. and W.B., 2009.
Genetic Markers For Polled Condition In Cattle – The Current Status And
The Future Plans. Proc. Assoc. Advmt. Anim. Breed. Genet, 18, pp.92–95.
Lauwerier, R.C.G.M., 2015. Polled cattle in the Roman Netherlands. Livestock
Science, 179, pp.71–79.
Lehmann, T., A. H. William and F. H Collins. 1996. An evolutionary constraints
on microsatellite loci using null allels. J. Genet. 144: 1155-1163.
Leung H., R.J. Nelson and J.E. Leach. 1993. Population structure of plant
pathogenic fungi and bacteria. Adv. Plant Pathol. 10: 157 – 205
Martodjo H. 2003. A Simple Selection Program for Smallholder Bali Cattle
Farmers.In :Strategies to Improve Bali Cattle in Eastren Indonesia. K.
Entwistle and D.R . Lindsay (Eds). ACIAR Proc. No. 110. Canberra.
Maskur., B. Muladno dan Tappa. 2007. Identifikasi genetik menggunakan marker
mikrosatelit dan hubungannya dengan sifat kuantitatif pada sapi. Media
Peternakan.30 : 147-155.
.
Meijer, W.C.P. 1962. Das Balirind. A. Ziemsen Verslag, Wittenberg Lutherstandt.
Namikawa T, Otsuka J, and Martojo H. 1980. Coat colour variations of
Indonesian cattle. The origin and phylogeny of Indonesian native livestock
(Part III): Morphological and genetically investigations on the
interrelationship between domestic animals and their wild forms in
Indonesia. The Research Group of Overseas Scientific Survey 31-34.
27
National Research Council. 1983. Little-Known Asian Animals With A Promising
Economic Future. Washington, D.C.: National Academic Press.
Nei, M. 1987. Molecular Evolution and Genetics. Columbia University Press,
New York.
Nei, M. and S. Kumar. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. New York:
Oxford University Press.
Nozawa, K. 1979. Phylogenetic Studies On The Native Domestic Animals In East
And Southeast Asia. Proceeding Workshop Animal Genetic Resources In
Asia And Oceania. Tsukuba, 3-7 September 1979. Tsukuba: Society For The
Advancement Of Breeding Researches In Asia And Oceania (Sabrao). Hlm
23-43.
Pane, I. 1991.Produktivitas Dan Breeding Sapi Bali.Pros.Seminar Nasional Sapi
Bali. 2-3 September 1991. Fakultas Peternakan Universitas Hasanudin.
Ujung Pandang.
Payne, W.J.A. and D.H.L. Rollinson. 1973. Bali Cattle. World Anim. Rev. 7: 13-
21.
Payne WJA, and Hodges J. 1997. Tropical Cattle: Origin, Breeds and Breeding
Policies. Blackwell Science.
Rollinson, D.H.L. 1984. Bali Cattle. In: Evolution Of Domesticated Animals.
Mason, I.L. (Ed.). New York: Longman.
Schalles R.R. 1990. Inheritance of Color and ThePolled Traint.Dept.Of Animal
Sciences and Industry Kansas States University.
Weber, J.L. 1990. Informativeness of human (dC-dA)n(dGdT)n polymorphism.
Genomics 7: 524-530.
Weir BS. 1996. Genetic Data Analysis : Method for Discrete Population Genetic
Data. Second ed. Sinauer Associates. Sunderland, MA USA.
Wello, B. 2011. Manajemen Ternak Sapi Potong. Masagena Press. Makassar.
Zulkharnaim, Jakaria, D, and Ronny R. N. 2010. Identi fi kasi Keragaman Genetik
Gen Reseptor Hormon Pertumbuhan (GHR|. Media Peternakan, 33(2), 81–87.
28
LAMPIRAN
29
Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian
28
30
RIWAYAT HIDUP
RADINDA DWI CHOIRUNNISA (I111 13 527),
Bulukumba, pada tanggal 27 Januari 1995, Anak dari
pasangan Saifuddin S.E dan Biddayatie. Anak ke dua dari tiga
bersaudara. Mengenyam pendidikan tingkat dasar pada
Sekolah Dasar Negeri 2 Terang-Terang Bulukumba (2007), setelah di bangku
Sekolah Dasar kemudian melanjutkan pendidikan lanjutan pertama pada SMP
Pondok Pesantren Ummul Mukminin Makassar (2010), kemudian melanjutkan
pendidikan menengah pada SMA Negeri 1 Bulukumba (2013). Setelah
menyelesaikan Tingkat SMA, pada tahun 2013 penulis diterima di Perguruan
Tinggi Negeri (PTN) Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Penulis menyelesaikan Strata 1 (S1) dan mendapatkan gelar S.Pt pada Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin pada November 2017.