identifikasi forensik
DESCRIPTION
TUGASTRANSCRIPT
IDENTIFIKASI FORENSIK
Disusun Oleh
Hanna Anggitya
Perseptor : dr. Fitria Agustina Huspa, Sp.F
Identifikasi Forensik
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang.
Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologic dan secara eksklusi. Akhir – akhir ini dikembangkan pula metode identifikasi DNA.
Walaupun ada sembilan metode identifikasi yang kita kenal, maka di dalam prakteknya untuk menentukan jati diri tidak semua metode dikerjakan, melainkan cukup minimal dua metode saja: identifikasi primer dari pakaian; identifikasi konfirmatif dari gigi.
Metode Identifikasi Forensik
1. Primer. Merupakan metode yang paling sering dipakai karena bersifat spesifik untuk tiap individu dan bertahan tetap sepanjang hidup hingga setelah meninggal, serta dapat diandalkan pembuktiannya secara ilmiah. Beberapa di antaranya mencakup:
Odontologi Sidik jari Identifikasi DNA
2. Sekunder, merupakan metode identifikasi pendukung yang dapat berubah sepanjang hidup dan setelah kematian serta tidak bersifat individual. Metode ini mencakup:
Data antropologi: tinggi badan, berat badan, usia, jenis kelamin, ras, warna kulit, warna mata;
Serologi: menentukan golongan darah dengan pemeriksaan rambut, kuku, atau tulang;
Tanda khusus pada tubuh: tanda lahir, tindikan tato bekas luka;
Properti: pakaian, perhiasan, mata uang, alat komunikasi.
3. Ekslusi, Metode ini digunakan pada kecelakaan yang
melibatkan sejumlah orang yang dapat diketahui identitasnya (seperti data penumpang pesawat).
Identifikasi kasus mutilasi
Tujuan: memastikan potongan tubuh berasal dari manusia
pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan serologik berupa reaksi antigen-antibodi (reaksi presipitin)
Identifikasi kerangka
Penentuan jenis kelamin pada rangka Panggul:
Indeks isio-pubis (panjang pubis x 100 dibagi panjang iscium) laki – laki lebih kecil dari perempuan. Nilai laki-laki sekitar 83,6, wanita 99,5.
Tengkorak: pada laki-laki arsitektur tengkorak lebih besar dan kasar,
tonjolan lebih yata, orbita lebih persegi, dahi kurang bundar, tulang pipi berat, mandibula lebh besar dengan ramus lebar, palatum besar dan lebar, serta gigi geligi juga lebih besar pada tulang panjang.
Luas permukaan processus mastoideus pada pria lebih besar dibanding wanita, hal ini dikaitkan dengan adanya insersi otot leher yang lebih kuat pada pria.
Tulang dada Pada wanita manubrium sterni melebihi sparuh
panjang corpus sterni Tulang panjang
Pria pada umumnya memiliki tulang yang lebih panjang, lebih berat dan lebih kasar, serta impresinya lebih banyak.
Penentuan jenis kelamin secara histologis Pemeriksaan mikroskopik menentukan
jenis kelamin dengan menemukan kromatin seks perempuan, yaitu drum stick pada leukosit dan barr body pada sel epitel.
Penentuan Umur
Bayi yang baru dilahirkan kriteria umum yang dipakai adalah berat
badan, tinggi badan, dan pusat – pusat penulangan.
Tinggi badan diukur dari puncak kepala sampai ke tumit (crown-heel), dapat digunakan untuk perkiraan umur menurut rumus dari Haase. Cara pengukuran lain yaitu dari puncak kepala ke tulang ekor (Crown-rup) dipergunakan oleh Streeter.
Anak – anak dan dewasa di bawah 30 Persambungan speno-occipital
terjadi dalam umur 17 – 25 tahun. Pada wanita saat persambungan tersebut antara 17
– 20 tahun. Unifikasi tulang selangka
Unifikasi dimulai pada umur 18 – 25 tahun, dan mungkin tidak lengkap sampai 25 – 30 tahun, dalam usia 31 tahun ke atas unimenjadi lengkap
Tulang belakang ossis vertebrae sebelum 30 tahun akan menunjukkan alur-alur yang
dalam yang berjalan radier pada bagian permukaan atas dan bawah
Dewasa di atas 30 tahun Sutura sagitalis, coronaries dan sutura
lambdoideus mulai menutup pada umur 20 – 30 tahun.
Lima tahun berikutnya terjadi pada penutupan sutura parietomastoid dan sutura squamaeus, tetapi dapat juga terbuka atau menutup sebagian pada umur 60 tahun.
Tinggi badan ditentukan dengan berbagai rumus antara
lain rumus antropologi Universitas Gajah Mada (UGM), Trotter dan Gleser untuk Mongoloid, serta rumus hasil penelitan Djaja Surya Atmadja.