identifikasi cemaran salmonella sp dan …digilib.unila.ac.id/21600/3/tesis tanpa bab...
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI CEMARAN SALMONELLA sp DAN ISOLASI
BAKTERIOFAGE SEBAGAI BIOKONTROL DALAM
PENANGANAN PASCA PANEN UDANG VANNAMEI
(LITOPENNAUS VANNAMEI)
(Tesis)
Oleh :
MUMPUNI UJI KAWEDAR ANJUNG
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER TEKNOLOGI AGROINDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRACT
CONTAMINATION IDENTIFICATION AND ISOLATION
BACTERIOPHAGE OF SALMONELLA sp AS BIOCONTROL IN POST-
HARVEST VANNAMEI SHRIMP (LITOPENNAUS VANNAMEI)
By
MUMPUNI UJI KAWEDAR ANJUNG
Indonesia's shrimp production has increased every year, but the export to overseas
encountered resistance and rejection, which are caused by bacterial contamination
of Salmonella sp. Salmonella contamination causes a decrease in the quality and
shrimp is not safe to eat. Decrease in Salmonella contamination during cultivation
and processing with the use of antibiotics banned for causing a negative effect on
consumers. One alternative natural ingredients that are safe to use to reduce
Salmonella contamination is the use of bacteriophages. This study was conducted
to identify the Salmonella contamination to the decline of the organoleptic quality
of vannamei shrimp, isolate Salmonella bacteria and Salmonella’s bacteriophages
in vannamei shrimp.
The study was conducted by taking a sample of vannamei shrimp from the
District of Wonosobo, Kotaagung, Padang Cermin and Eastern Rawajitu
respectively of 3 replications to test the organoleptic quality and identification of
Salmonella bacteria contamination. Salmonella isolates produced subsequently
used as a host cell for the isolation of bacteriophage virulent to Salmonella by
following the method used by Sartika (2012).
Salmonella contamination on vannamei shrimp from the District of Wonosobo,
Kotaagung and Padang Cermin resulted shrimp samples decreased organoleptic
value. Organoleptic value of District of Wonosobo shrimp sample was 8.80, 7.79
and 8.54, District Kotaagung 8.93 8.54, and 7.59, while the District of Padang
Cermin 8.80, 8.80 and 8.36. Average organoleptic shrimp from District of East
Rawajitu 9, meaning not change the quality of fresh shrimp. Average organoleptic
shrimp still above 7 so that they can be accepted by consumers and has not shown
any decay due to Salmonella contamination. Vannamei shrimp samples from
District of Wonosobo 100% positive contaminated with Salmonella, District
Kotaagung and District Padang Cermin a 33.3% positive samples contaminated
with Salmonella while Rawajitu Eastern District of shrimp, no contaminated with
Salmonella. The result of the isolation of Salmonella isolates obtained 2 as a
candidate host for insulation bacteriophages. Obtained 42 isolates of
bacteriophages as biocontrol Salmonella on post-harvest handling of Vannamei
shrimp.
KEYWORDS: Salmonella, bacteriophage, Vannamei shrimp, Post-Harvest
ABSTRAK
IDENTIFIKASI CEMARAN SALMONELLA sp DAN ISOLASI
BAKTERIOFAGE SEBAGAI BIOKONTROL DALAM
PENANGANAN PASCA PANEN UDANG VANNAMEI
(LITOPENNAUS VANNAMEI)
Oleh
MUMPUNI UJI KAWEDAR ANJUNG
Produksi udang Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, namun
ekspor udang ke luar negeri mengalami hambatan dan penolakan, diantaranya
disebabkan oleh cemaran bakteri Salmonella sp. Cemaran bakteri Salmonella
menyebabkan penurunan mutu udang tidak aman dikonsumsi. Penurunan cemaran
Salmonella selama budidaya dan pengolahan dengan menggunakan antibiotik
dilarang karena menyebabkan efek negatif terhadap konsumen. Salah satu
alternatif bahan alami yang aman digunakan untuk menurunkan cemaran
Salmonella adalah penggunaan bakteriofage. Penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi cemaran Salmonella terhadap penurunan mutu organoleptik
udang vannamei, mengisolasi bakteri Salmonella dan bakteriofage Salmonella
pada udang vannamei.
Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel udang vannamei dari
Kecamatan Wonosobo, Kotaagung, Padang Cermin dan Rawajitu Timur masing-
masing sebanyak 3 ulangan untuk dilakukan uji terhadap mutu organoleptik dan
identifikasi cemaran bakteri Salmonella. Isolat Salmonella yang dihasilkan
selanjutnya digunakan sebagai sel inang untuk isolasi bakteriofage Salmonella
dengan mengikuti metode yang digunakan Sartika (2012).
Cemaran Salmonella pada udang vannamei dari Kecamatan Wonosobo,
Kotaagung dan Padang Cermin mengakibatkan sampel udang mengalami
penurunan nilai organoleptik. Nilai organoleptik sampel udang dari Kecamatan
Wonosobo adalah 8,80, 7,79 dan 8,54, Kecamatan Kotaagung 8,93 8,54, dan 7,59,
sedangkan Kecamatan Padang Cermin 8,80, 8,80 dan 8,36. Rata-rata organoleptik
udang dari Kecamatan Rawajitu Timur 9, artinya belum mengalami perubahan
mutu udang segar. Rata-rata organoleptik udang masih di atas 7 sehingga masih
dapat diterima oleh konsumen dan belum menunjukkan adanya pembusukan
akibat cemaran Salmonella. Udang vannamei Kecamatan Wonosobo 100% positif
tercemar Salmonella, Kecamatan Kotaagung dan Kecamatan Padang Cermin
sejumlah 33,3% positif tercemar Salmonella sedangkan sampel udang Kecamatan
Rawajitu Timur, tidak ada yang tercemar Salmonella.. Hasil isolasi Salmonella
diperoleh 2 isolat Salmonella sebagai kandidat inang untuk isolasi bakteriofage.
Diperoleh 42 isolat bakteriofage Salmonella sp sebagai biokontrol Salmonella
pada penanganan pasca panen udang Vannamei.
KATA KUNCI : Salmonella, Bakteriofage, Udang Vannamei, Pasca Panen
IDENTIFIKASI CEMARAN SALMONELLA sp DAN ISOLASI
BAKTERIOFAGE SEBAGAI BIOKONTROL DALAM
PENANGANAN PASCA PANEN UDANG VANNAMEI
(LITOPENNAUS VANNAMEI)
Oleh :
MUMPUNI UJI KAWEDAR ANJUNG
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER SAINS
Pada
Program Pascasarjana Magister Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNOLOGI
AGROINDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kediri, pada tanggal 24 Juni 1979 merupakan istri dari
Endang Ismail, A.Pi, M.Si dan ibu dari Rasyid Rahmat Suria, Arsyad Rahmat
Mustakim serta Dafinah Rahmah Alya. Penulis merupakan anak ke lima buah
hati pasangan Andjung Marsono, BA dan Dra. Sofaria Tabri Utami.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak di TK Raudatul Atfal,
Madiun pada tahun 1986, kemudian melanjutkan ke SD N Madiun Lor XII hingga
lulus tahun 1992. SLTP penulis tekuni di SMP N 7 Madiun hingga tahun 1995
dan dilanjutkan ke jenjang SLTA di SMA N 1 Madiun sampai tahun 1998. Pada
tahun 1998 penulis mengawali masa perkuliahan di Sekolah Tinggi Perikanan,
Jakarta, Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan hingga lulus pada tahun
2002.
Pada tahun 2002, penulis bekerja sebagai Quality Control pada perusahaan
pengolahan perikanan, PT. ISCP di Benoa, Bali. Pada tahun 2003 penulis diterima
sebagai PNS di lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta ditempatkan
di Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Kotaagung sebagai guru hingga
sekarang. Penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Magister
Teknologi Industri Pertanian, Universitas Lampung dari tahun 2013 hingga 2016.
KEPADA SUAMI TERCINTA DAN
ANAK-ANAKKU TERSAYANG
SANCAWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Tesis dengan judul “Identifikasi
Cemaran Salmonella sp dan Isolasi Bakteriofage Sebagai Biokontrol Dalam
Penanganan Pasca Panen Udang Vannamei (Litopennaus Vannamei) “ adalah
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magisster Sains di Universitas
Lampung. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Dewi Sartika, STP, M.Si, selaku Pembimbing Utama sekaligus
Pembimbing Akademik.
2. Ir. Susilawati, M.Si, selaku Pembimbing Kedua.
3. Prof. Ir. Neti Yuliana, Ph.D, selaku Pembahas.
4. Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P, selaku Ketua Program Studi Magister
Teknologi Industri Pertanian Unila.
5. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si, selaku Dekan Fakultas Pertanian
Unila.
6. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pasca Sarjana.
7. Suami tercinta dan anak-anakku Rasyid, Arsyad, Alya serta keluarga besar
Papi, Mami, Puh Ita, Puh Ake, Puh Tang, Puh La, serta keluarga besar
Anjung dan keluarga besar Hadi bin Tuti.
8. Rekan-rekan Magister Teknologi Industri Pertanian angkatan 2013 (Dian
Wulandari, Sintawati, Nursiti, Dian Puspitorini, Zana, Rio, Mr Arafat).
9. Adik-adik S1 (Anitsa, Lia, Nabila, Yoan, Gusman dkk), Laboran, dosen
serta karyawan MTIP dan THP, teman-teman SKI serta semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan. Akan tetapi sedikit harapan penulis semoga tesis ini dapat berguna
dan bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
Bandarlampung, Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang dan Masalah……………………………. ................. 1
B. Tujuan ................................................................................................ 4
C. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 5
D. Hipotesis ............................................................................................ 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8
A. Bakteriofage ………………………….. ........................................... 8
1. Karakteristik Bakteriofage ............................................................. 9
2. Aplikasi Bakteriofage ..................................................................... 10
B. Salmonella sp .................................................................................... 14
1. Ciri-ciri Salmonella ........................................................................ 14
2. Klasifikasi Salmonella ................................................................... 15
3. Patogenesis ..................................................................................... 17
4. Pencegahan dan Penurunan Cemaran Salmonella Pada Pangan .... 18
C. Isolasi Salmonella dan bakteriofage Salmonella ............................... 19
D. Penanganan Pasca Panen Udang Vannamei....................................... 25
1. Komposisi Kimia Udang Vannamei .............................................. 25
2. Kemunduran Mutu Pasca Panen Udang Vannamei ....................... 25
3. Prosedur Penanganan Pasca Panen Udang Vannamei ................... 29
4. Standar Mutu Udang Segar ............................................................ 30
III. METODE ................................................................................................. 32
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 32
B. Bahan dan Alat .................................................................................. 32
C. Metode Penelitian .............................................................................. 32
D Pelaksanan Penelitian ......................................................................... 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 38
A. Identifikasi Cemaran Salmonella dengan Uji Organoleptik .............. 39
B. Isolasi dan Pengkayaan Salmonella ................................................... 46
C. Isolasi Bakteriofage Sebagai Biokontrol Salmonella.......................... 56
V. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 64
A. Simpulan ............................................................................................ 64
B. Saran ................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Bakteri Patogen Penyebab Keracunan Makanan dan Penyakit Terkait ....... 16
2. Alternatif Sistem Pre-Enrichment yang Digunakan Untuk Beberapa Jenis
Pangan ............................................................................................................... 23
3. Alternatif Metode Untuk Skrining Salmonella ............................................. 24
4. Komposisi Kimia Udang Vannamei ............................................................ 25
5. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Udang Segar .............................. 31
6. Kriteria Penilaian Organoleptik Udang ........................................................ 34
7. Nilai Pengujian Organoleptik Udang Vannamei di Kecamatan Wonosobo,
Kotaaagung, Padang Cermin dan Rawajitu Timur .......................................... 39
8. Hasil Pengujian Cemaran Salmonella pada Udang Vannamei di Kecamatan
Wonosobo, Kotaaagung, Padang Cermin dan Rawajitu Timur ....................... 47
9. Data Deskriptif Cemaran Salmonella pada Udang Vannamei di Kecamatan
Wonosobo, Kotaaagung, Padang Cermin dan Rawajitu Timur ....................... 48
10. Kuantifikasi Cemaran Salmonella pada Udang Vannamei di Kecamatan
Wonosobo, Kotaaagung, Padang Cermin dan Rawajitu Timur ....................... 48
14. Hasil Isolasi Bakteriofage .......................................................................... 58
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Elektron Mikrograph Struktur Umum Bakteriofage .............................. 9
2. Daur Lisis ................................................................................................ 11
3. Scanning Mikrograf Salmonella typhimurium ....................................... 15
4. Virulen faktor pada patogenesis Salmonella ........................................... 18
5. Conventional Method for the isolation and identification of Salmonella
sp ............................................................................................................ 20
6. Degradasi ATP Pada Udang .................................................................... 27
7. Flowchart Penelitian ................................................................................ 37
8. Sampel Udang Vannamei ........................................................................ 38
9. Hasil Positif Isolasi Salmonella Pada Media XLD ................................. 46
10. Hasil Negatif Isolasi Salmonella Pada Media XLD .............................. 47
11. Lokasi Budidaya Kecamatan Wonosobo dan Pemukiman .................... 50
12. Lokasi Budidaya Kecamatan Padang Cermin ....................................... 51
13. Lokasi Budidaya Kecamatan Kotaagung ............................................... 51
14. Lokasi Budidaya Kecamatan Rawajitu Timur ...................................... 51
15. Peremajaan Isolat Salmonella ............................................................... 56
16. Double Layer Tanpa Zona Bening ........................................................ 57
17. Double Layer Menghasilkan Zona Bening ........................................... 57
18. Hasil Positif Isolasi Bakteriofage .......................................................... 61
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir utama produk
perikanan, terutama udang. Jenis udang yang banyak dibudidayakan di Indonesia
antara lain udang windu, udang galah dan udang vannamei. Udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) adalah salah satu spesies udang varietas unggul yang saat
ini dikembangkan oleh para pembudidaya udang di Indonesia. Udang vannamei
merupakan udang introduksi yang resmi diperkenalkan di Indonesia pada tahun
2001 (Subyakto, 2009) dengan tujuan meningkatkan produksi udang Indonesia.
Peningkatan produksi udang pada kenyataannya tidak diimbangi peningkatan
ekspor udang.
Permintaan ekspor udang Indonesia mengalami penurunan, hal ini terlihat
pada permintaan ekspor udang tahun 2009 sebesar 208.802 ton, turun menjadi
100.800 ton pada tahun 2010 (Pusat Data Statistik dan Informasi, 2012). Ekspor
udang pada tahun 2011 mengalami peningkatan menjadi 119.828,4 ton, pada
tahun 2012 sebesar 122.898,8 ton, pada tahun 2013 meningkat menjadi 126.969,9
ton dan pada tahun 2014 tercatat sebesar 148.519,4 ton (Badan Pusat Statistik,
2015). Ekspor udang ke Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang pada periode
2011-2012 juga tercatat mengalami penurunan volume ekspor. Volume ekspor ke
Uni Eropa turun dari 102.334 ton menjadi 87.116 ton, ekspor ke Amerika Serikat
dari 70.059 ton menjadi 62.194 ton sedangkan ekspor ke Jepang turun dari 37.897
2
ton menjadi 33.521 ton. Penurunan tersebut karena sebagian udang ekspor
Indonesia tidak memenuhi standar mutu negara konsumen, diantaranya bebas
bakteri patogen, antibiotik dan pengawet. Menurut SNI 01-2728.1-2006, udang
harus bebas bakteri Salmonella dan Vibrio cholera (Badan Standardisasi Nasional,
2006). Sedangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan mentargetkan pada tahun
2016 peningkatan volume produksi udang meningkat menjadi 600.000 ton
(Wardani, 2016) dan sebagian besar (50%) ditujukan untuk ekspor (Noviani,
2013). Hal ini menjadi kendala bagi pemasaran udang Indonesia ke pasar ekspor.
Udang ekspor dari Indonesia ditolak karena pada umumnya terkontaminasi
bakteri Salmonella. Amerika Serikat hingga tahun 2012 menolak 181 produk
perikanan dari Indonesia karena tercemar Salmonella (Supriadi, 2012). Demikian
pula Uni Eropa hingga 2011 menolak 17 produk perikanan dari Indonesia. Food
and Drug Administration (FDA) pada Juli 2013 menolak 5 lot Udang vannamei
yang diekspor dari Indonesia karena dilaporkan tercemar bakteri Salmonella
(Maas, 2013). Cemaran Salmonella merupakan indikasi kurangnya sanitasi pada
penanganan pangan.
Cemaran Salmonella pada pangan menyebabkan Salmonellosis. Salmonellosis
dapat menimbulkan infeksi serius bagi manusia dan melemahkan sistem
kekebalan pada anak-anak, wanita tua dan hamil. Gejala Salmonellosis umumnya
adalah sakit kepala, demam, kekejangan perut, diare, mual dan muntah (Multi
Cultural Health Communication, 2011). Pada manusia, pola klinis Salmonellosis
meliputi demam enterik, gastroenteristis, bakteremia dan komplikasi nonthypoid
sebagai carrier (Pui et al, 2011). Cemaran Salmonella pada udang juga dapat
menyebabkan penurunan mutu udang secara organoleptik sehingga tidak diterima
3
oleh konsumen. Untuk mengurangi akibat cemaran Salmonella, harus dilakukan
penurunan paparan Salmonella pada pangan yang umumnya dilakukan dengan
penggunaan antibiotik dan pengawet sintetis oleh pembudidaya maupun industri
pengolah udang.
Penggunaan antibiotik pada udang selama budidaya dan pengolahan dilarang,
baik di Indonesia maupun negara tujuan ekspor. Ekspor udang yang terdeteksi
terdapat komponen antibiotik akan ditolak. Penggunaan antibiotik pada dosis yang
tidak sesuai, selain menyebabkan resistensi antibiotik (Bahri, 2008) juga dapat
memberikan efek negatif yaitu produk pangan tidak aman dikonsumsi, reaksi
hipersensitivitas, bahkan depresi sumsum tulang belakang (Wibowo et al, 2010)
atau gangguan fisiologis pada manusia.
Bahan-bahan alami dibutuhkan sebagai alternatif dalam menurunkan cemaran
Salmonella. Salah satu alternatif bahan alami yang aman digunakan adalah
penggunaan bakteriofage. Bakteriofage adalah virus yang inangnya bakteri.
Mekanisme bakteriofage menginfeksi sel inangnya menyebabkan pengrusakan
total terhadap bakteri dengan cara melisiskan bakteri inang (Davidson, 2003).
Bakteriofage dapat digunakan sebagai agen hayati (biocontrol) Salmonella
yang ramah lingkungan. Bakteriofage nanomedicines bersifat aman untuk
toksisitas dan imunogenetik (Vaks and Benhar, 2011). Modifikasi kombinasi
bakteriofage, SalmoLyse ™, secara signifikan dapat mengurangi kontaminasi
permukaan oleh Salmonella paratyphii (Woolston, et al, 2013). Bakteriofage juga
telah menjadi alternatif biocontrol Salmonella serovar enteritidis dan
typhimurium pada makanan siap saji, ternak, buah dan sayuran (Kang et al,
4
2013). Terapi bakteriofage secara oral pada manusia dinyatakan aman (McCallin
et al, 2013)
Di Indonesia belum tersedia bakteriofage secara komersial. Hal ini disebabkan
karena penelitian tentang bakteriofage masih sedikit. Penelitian bakteriofage yang
telah dilakukan ditemukan isolasi, spesifitas, karakterisasi dan keamanan
bakteriofage. Bakteriofage hanya melisiskan bakteri target, sehingga bakteriofage
untuk melisiskan Salmonella sp dapat diperoleh dari isolasi bakteriofage yang
berasal dari media yang tercemar bakteri Salmonella sp (Atterbury, et al, 2007).
Bakteriofage yang dapat melisiskan Salmonella pada udang vannamei dapat
diperoleh dengan mengisolasi bakteriofage dengan menggunakan Salmonella
yang terdapat pada udang dan lingkungannya.
Penelitian bakteriofage di Indonesia tidak diiringi pemanfaatannya pada
pangan dan lingkungan secara komersial. Pemanfaatan bakteriofage Salmonella
secara komersial memerlukan penelitian tentang isolasi dan pemanfaatan
bakteriofage. Pada penelitian ini dilakukan uji organoleptik udang vannamei dan
isolasi Salmonella pada udang vannamei segar untuk mengetahui kemunduran
mutu akibat cemaran Salmonella pada udang vannamei segar, serta dan isolasi
bakteriofage sebagai biokontrol dalam menurunkan Salmonella. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat menurunkan cemaran Salmonella.
B. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi cemaran Salmonella pada udang vannamei terhadap
penurunan mutu organoleptik.
5
2. Mengidentifikasi dan mengisolasi bakteri Salmonella pada udang
vannamei
3. Mengisolasi bakteriofage Salmonella sp pada udang Vannamei.
C. Kerangka Pemikiran
Udang merupakan bahan makanan yang tergolong mudah rusak (perishable
food) atau menurun mutunya segera setelah udang mati. Perubahan-perubahan
yang terjadi setelah ikan mati secara garis besar adalah terjadinya rigormortis
kemudian autolisis dan terakhir pembusukan (Sanger, 2010). Pada saat mulai
terjadi pembusukan, jumlah bakteri meningkat.
Penilaian mutu udang dapat dilakukan secara sensori dengan uji organoleptik.
Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia
sebagai alat utama untuk menilai mutu ikan hidup dan produk perikanan yang
segar utuh (Badan Standardisasi Nasional, 2006). Pengamatan dilakukan dengan
uji organoleptik berdasarkan SNI 01-2728.1-2006 terhadap udang untuk
mengetahui penerimaan konsumen terhadap sampel udang. Kriteria udang mutu
udang segar adalah kenampakan udang utuh, bening bercahaya asli menurut jenis,
antar ruas kokoh hingga kurang bening, cahaya mulai pudar, berwarna asli, bau
sangat segar spesifik jenis hingga netral, tekstur sangat elastis hingga kurang
elastis, kompak dan padat. Kriteria mutu udang yang mengalami pembusukan
oleh bakteri adalah warna merah sangat kusam, noda hitam banyak, bau amoniak
kuat dan bau busuk, tekstur udang lunak.
Penurunan mutu udang dapat disebabkan oleh cemaran bakteri Salmonella.
Udang dapat tercemar oleh Salmonella dan beberapa bakteri lain sekaligus,.
6
Isolasi Salmonella akan memisahkan Salmonella dari bakteri lain yang mencemari
udang tersebu,t seperti E. Coli, Shigella dan Vibrio. Isolasi bakteri merupakan
suatu cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu dari
lingkungannya sehingga diperoleh kultur murni atau biakan murni. Isolasi
Salmonella dilakukan dengan metode konvensional dengan media Xylose Lysine
Deoxycholate agar (XLD). Media XLD memiliki konsentrasi deoksikolat yang
tinggi (0,25%) sehingga menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan
bakteri gram negatif seperti Salmonella dapat tumbuh. XLD dapat membedakan
Salmonella dan Shigella karena medium ini mengandung xilosa laktosa dan
sukrosa yang difermentasi oleh sebagian besar coloform intestinal normal yang
menghasilkan koloni kuning. Shigella tidak memfermentasi gula dan
menghasilkan koloni warna merah (atau jernih). Salmonella memfermentasi
xilasa, namun bakteri ini melakukan dekarboksilasi lisin pada medium,
menyebabkan produksi amonia. Salmonella akan memfermentasi laktosa dan
sukrosa hadir dalam medium ke tingkat yang akan mencegah pH reversi oleh
dekarboksilasi dan mengasamkan media mengubahnya kuning, sehingga
Salmonella pada awalnya tampak berwarna kuning tetapi kemudian menjadi
merah. Salmonella menghasilkan hidrogen sulfida dari natrium tiosulfat dan
karenanya tampak sebagai koloni merah dengan pusat hitam. Pada saat diperoleh
isolat Salmonella, akan dipilih yang paling stabil, tidak smear, warna koloni hitam
mengkilat dan isolat tersebut yang akan dimurnikan.
Penurunan cemaran Salmonella dapat dilakukan dengan penggunaan
bakteriofage. Bakteriofage pada perkembangbiakan secara vegetatif akan
melisiskan bakteri inang sehingga bakteri inang mati (Haq, et al, 2012).
7
Bakteriofage litik yang menginfeksi sel bakteri akan mengakibatkan bakteriofage
bereplikasi di dalam sel inang dan akan membentuk sejumlah bakteriofage baru,
kemudian akan membuat sel inang pecah dan akan menginfeksi sel inang lainnya
(Astriningsih, 2012). Sel inang yang pecah megakibatkan kematian sel inang
sehingga jumlah bakteri menurun. Bakteriofage untuk menurunkan cemaran
Salmonella diperoleh dengan mengisolasi bakteriofage yang sel inangnya
Salmonella dengan mengikuti metode yang digunakan Sartika (2012). Hasil
penelitian berupa data rata-rata organoleptik udang dan data cemaran Salmonella
pada udang dan isolat bakteriofage sebagai biokontrol Salmonella dipaparkan
menggunakan metode deskriptif.
D. Hipotesis
1. Cemaran Salmonella menurunkan mutu udang vannamei secara
organoleptik.
2. Bakteri Salmonella sp pada udang vannamei dapat diisolasi dengan
metode konvensional menggunakan media XLD.
3. Bakteriofage Salmonella sp dapat diisolasi.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bakteriofage
Bakteriofage adalah entitas virus bakteri yang memiliki materi genetik
baik dalam bentuk DNA maupun RNA, terkapsid oleh mantel protein (Haq et al,
2012). Lebih lanjut dijelaskan kapsid bakteriofage terpasang ke ekor yang
memiliki serat, digunakan untuk menginokulasi ke reseptor pada permukaan sel
bakteri. Sebagian besar fage memiliki kapsid polyhedral kecuali fage berserabut.
Bakteriofage memiliki ciri umum yang sama dengan virus. Perbedaan
bakteriofage dan virus adalah bakteriofage hanya menginfeksi bakteri target saja
dan tidak dapat menyerang manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan (Astriningsih,
2012) sedangkan virus dapat menyerang manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Istilah virus merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota
(organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal) sementara istilah
bakteriofage untuk jenis-jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri
dan organisme lain yang tidak berinti sel).
Berdasarkan morfologi, bakteriofage terdiri atas bagian kepala, ekor, dan
serabut ekor. Kepala berbentuk polyhedral (segi banyak) yang di dalamnya
mengandung DNA atau RNA saja. Tubus atau selubung memanjang yang
dinamakan sebagai ekor virus muncul di atas kepala. Ekor ini berfungsi sebagai
9
alat penginfeksi. Selubung antara bagian kepala dan ekor disebut kapsid.
Morfologi dan struktur bakteriofage dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Elektron Mikrograph Struktur Umum BakteriofageSumber : Davidson College, 2003
Kapsid tersusun atas molekul-molekul protein, oleh sebab itu disebut
sebagai selubung protein atau pembungkus protein, fungsinya sebagai pelindung
asam nukleat (DNA dan RNA). Kapsid dapat membantu menginfeksi ke sel
inangnya dan menentukan macam sel yang akan dilekati. Bagian ujung ekor
ditumbuhi serabut-serabut ekor yang berfungsi sebagai penerima rangsang atau
reseptor. Sejumlah subunit molekul protein yang menyusun kapsid dan identik
satu dengan yang lain disebut kapsomer.
1. Karakteristik Bakteriofage
Bakteriofage diklasifikasikan ke dalam 13 famili. Lebih dari 95%
Bakteriofage tergolong ordo Caudovirales atau fage ekor dsDNA. Tiga famili
10
utama Caudovirales dibedakan oleh morfologi ekor yang berbeda. Famili tersebut
adalah Siphoviridae (60%), Myoviridae (25%), dan Podoviridae (15%).
Siphoviridae bentuk ekor panjang, fleksibel sedangkan Myoviridae ekor lapis
ganda, ekor kontraktil, dan Podoviridae ditandai dengan bentuk ringkas, ekor
gemuk. Polyhedral, berserabut dan pleomorfik hanya mewakili 3-4% fag dan 10
famili (Ceyssens, 2009).
Menurut Abedon (2008), bakteriofage berdasarkan kekerabatan, morfologi
dan tipe genom dikelompokkan sebagai berikut :
1. Fage T4 : famili Myoviridae, memiliki ekor, dsDNA, antaralain P1-, P2-, Mu dan SPO1-like fages
2. Fage λ : famili Siphoviridae, memiliki ekor, antara lain T1-,T5-, c2-, dan L5- like fages
3. Fage T3 dan T7 : famili Podoviridae, memiliki ekor, dsDNA, antaralain ϕ29- da P22- like fages
4. Fage ϕX174 : famili Microviridae, icosahedral, ssDNA5. Fage ϕ6 : famili Cystoviridae, icosahedral dan terbungkus,
terbagi dsRNA
6. Fage MS2 : famili Leviviridae, icosahedral, ssRNA, termasukfage F2 dan Qß
7. Fage f1, fd dan M13 : famili Inoviridae, filamentous, ssDNA
2. Aplikasi Bakteriofage
Bakteriofage memiliki dua daur siklus reproduksi yang berbeda, yaitu lisis
dan lisogenik. Bakteriofage lisis dapat memecahkan atau melisiskan bakteri
sehingga bakteri mati. Siklus bakteriofage secara lisis terdiri atas tahapan
adsorpsi, penetrasi, biosintesis, pematangan dan pelepasan. Adsorpsi dilakukan
dengan menggunakan reseptor. Laju adsorpsi bakteriofage meningkat menjadi
90% dalam kurun waktu 30 menit setelah infeksi (Phumkhacorn and Pongsak,
11
2010). Pada tahap penetrasi, bakteriofage melepaskan lisozim untuk memecah
sebagian dinding sel dan kapsid didorong menembus membran plasma. Genom
kemudian disuntikkan ke dalam bakteri dilanjutkan tahapan biosintesis. Selama
tahap pematangan atau perakitan bakteriofage, DNA dan kapsid dirakit menjadi
virus yang lengkap dan siap dilepaskan. Pelepasan terjadi ketika lisozim
bakteriofage memecah dinding sel dan partikel bakteriofage yang baru disintesis
dilepaskan (gambar 2).
Gambar 2. Daur Lisis (Sturino and Klaenhammer, 2006)
Pemanfaatan bakteriofage untuk menurunkan kontaminasi bakteri
dilakukan pada fase lisis. Bakteriofage dapat melisiskan bakteri target sehingga
populasi bakteri menurun. Bakteriofage mampu menginfeksi bakteri dan
membunuh sel bakteri tersebut secara langsung atau mengintegrasikan DNA virus
12
ke dalam kromosom bakteri inang (Buana dan Krisna, 2014). Bakteriofage
merupakan virus yang menginfeksi bakteri dan mampu membunuh sel bakteri
tersebut secara langsung atau mengintegrasikan DNA virus ke dalam kromosom
bakteri inang. Penelitian dan penemuan bakteriofage lisis mulai berkembang sejak
tahun 1896. Pada tahun 1896 Ernest Hanbury Hankin mengamati aktivitas
bakteriofage yang menginfeksi Vibrio cholerae di India. Penggunaan bakteriofage
lisis secara klinis pada manusia mulai dilakukan setelah penemuan bakteriofage
lisis pada tahun 1915-1917, khususnya di Eropa Timur (Abedon, 2007). Pada
tahun 1921 bakteriofage lisis dimanfaatkan untuk perlakuan terhadap infeksi
Staphylococcus pada kulit. Pada tahun 1940-an, perusahaan Eli Lilly di Amerika
Serikat telah memproduksi 7 produk bakteriofage untuk digunakan pada manusia.
Hingga ini penelitian bakteriofage di dunia terus berkembang di berbagai negara.
Penelitian pemanfaaatan bakteriofage sebagai biokontrol Salmonella
diantaranya dilakukan oleh Fiorentin, et al (2005) untuk menurunkan Salmonella
enteridis pada ayam potong, menurunkan Salmonella pada produk peternakan
(Hargis, et al. 2005), Salmonella enterica pada kompos (Heringa, et al. 2010),
menurunkan Salmonella enterica (Bao, Zhang and Wang, 2011), efek terapi
bakteriofage melawan Salmonella gallinarum (Hong, et al. 2013), menurunkan
Salmonella enteridis pada ayam broiler (Gonçalves, et al. 2014). Pemanfaatan
bakteriofage untuk menurunkan infeksi Salmonella juga telah dilaporkan oleh
Zhang, et al.(2015). Lebih lanjut dijelaskan hingga saat ini sedikitnya 25 genome
bakteriofage Salmonella telah dilaporkan dengan ukuran genome berkisar antara
33 hingga 240 kb. Hal ini mengindikasikan bahwa keanekaragaman bakteriofage
Salmonella hidup di alam.
13
Penelitian bakteriofage di Indonesia tidak berkembang pesat. Penelitian
bakteriofage masih terbatas pada penemuan bakteriofage lisis. Beberapa penelitian
yang telah dilakukan diantaranya penelitian bakteriofage untuk mengendalikan
infeksi bakteri pada tanaman kubis (Widadi, Linayanti, Sumiyati, 2012). Budiarti,
Pratiwi and Rusmana (2011) meneliti bakteriofage lisis pada pasien diare, isolasi
bakteriofage untuk meningkatkan keamanan pangan (Nurizkiawan, 2011),
spesifitas dan karakteristik bakteriofage lisis Salmonella (Astriningsih, 2012 dan
Sunarti, 2012), isolasi bakteriofage Shigella (Iswadi, 2012). Penelitian Sartika,
Budiarti and Sudarwanto (2012) telah menemukan manfaat dan keamanan
bakteriofage pada pangan. Berbagai hasil penelitian bakteriofage di Indonesia
belum disertai pemanfaatannya secara komersial.
Penelitian dan penemuan bakteriofage di berbagai negara telah diiringi
pemanfaatannya di berbagai aspek kehidupan. Pemanfaatan bakteriofage untuk
bidang kesehatan diantaranya untuk vaksin antigen untuk imunisasi terhadap
Schistosoma mansoni (Rao et al, 2003), terapi melawan infeksi pada kulit, tulang,
saluran gastrointestinal, dada, abdomen, kepala, leher dan sistem organ tubuh
lainnya (Abedon, 2008). Staphylococcus aureus pada sentral vena kateter
(Lungren et al, 2013). Di bidang pertanian dan peternakan antara lain untuk layu
pada tembakau, kanker pada jeruk, bercak pada jeruk, hawar pada geranium,
lodoh pada jamur merang, dan hawar Xanthomonas pada bawang, (Jones et al,
2007), bercak pada apel (Youssef et al, 2011), Escherichia coli Septicemia dan
Meningitis pada ayam dan anak sapi (Barrow, 1998), Salmonella pada ternak
ayam (Bardina et al, 2012), multidrug resistant Klebsiella pneumonia pada ternak
ruminansia (Kęzik-Szeloch et. al, 2013). Di bidang pangan, bakteriofage lisis
14
banyak dimanfaatkan dalam menurunkan cemaran Listeria monocytogenes pada
melon (Leverentz et al, 2004), Vibrio harveyi (Phumkacorn and Pongsak, 2010),
Shigella (Garcia et al, 2010), E. Coli (Budiarti, Pratiwi and Rusmana, 2011), dan
Salmonella (Hooton et al, 2011 dan Woolston et al, 2013).
B. Salmonella sp
Salmonella adalah bakteri yang menjadi indikator sanitasi pada pangan.
Salmonella pada umumnya tergolong bakteri patogen.
1. Ciri-ciri Salmonella
Salmonella adalah bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, dengan
panjang 1,0 sampai 3,0 µm memiliki lebar 0,8 sampai 1,0 µm. Salmonella akan
menghasilkan batang warna merah muda pada pewarnaan gram pada pemeriksaan
mikroskopis. Salmonella dapat memfermentasikan glukosa, memproduksi gas,
namun tidak memfermentasikan laktosa dan sukrosa. Salmonella bersifat patogen
terhadap manusia dan hewan bila tertelan.
Salmonella tersebar luas di alam dan mereka bertahan dengan baik dalam
berbagai makanan (Pui et al, 2011). Cemaran Salmonella dapat dijumpai pada
tanah dan air. Cemaran Salmonella akan menyebar ke sayuran, ternak, bahan
pangan, dan manusia melalui ekskresi manusia dan hewan. Salmonella tidak
berlipat jumlahnya dengan cepat jika berada di luar inangnya, tetapi dapat
bertahan beberapa minggu di air dan beberapa tahun di tanah jika kondisi
lingkungan mendukung.
Salmonella dapat tumbuh optimum di berbagai kondisi lingkungan di luar
inang. Sebagian besar serotipe Salmonella tumbuh pada kisaran suhu 5-47oC dan
15
optimum pada kisaran suhu 35-37oC. Salmonella tumbuh dalam kisaran pH antara
4-9 dengan pH optimal antara 6.5 dan 7.5. mereka membutuhkan aktivitas air
tinggi (aw) antara 0,99 dan 0,94 (Pui et al, 2011)
2. Klasifikasi Salmonella
Lebih dari 2300 serovar Salmonella telah dijelaskan namun meskipun
seluruhnya bersifat potensial patogenik sangat berbeda pada inang dan
patogenisitas (Wray et al, 2000). Salmonella (Gambar 3) merupakan salah satu
bakteri patogen penyebab keracunan makanan (tabel 1) pada hewan dan manusia.
Bakteri ini masuk melalui kontaminasi makanan dan minuman. Bakteri ini
menyebabkan infeksi Salmonella.
Berikut gambar scanning mikrograf Salmonella typhimurium
Gambar 3. Scanning Mikrograf Salmonella typhimuriumSumber : Madigan et al, 2012
16
Tabel 1. Bakteri Patogen Penyebab Keracunan Makanan dan Penyakit Terkait
Organisme PatogenisitasWaktu Inkubasi
(jam)Durasi Penyakit
(hari)Salmonella Infeksi 6–36 1–7Shigella Infeksi 6–12 2–3Escherichia coli Infeksi 12–72 1–7Yersinia enterocolitica Infeksi 24–36 3–5Campylobacter jejuni Infeksi 3–5 (days) 5–7Listeria monocytogenes Infeksi Variable —aVibrio parahemolyticus Infeksi 2–48 2–5Aeromonas hydrophila Infeksi 2–48 2–7Staphylococcus aureus Toksin pada makanan 2–6 ≤ 1Clostridium botulinum Toksin pada makanan 12–96 1–8bClostridium perfringenstoxin in intestine
Toksin pada usus 8–22 1–2
Bacillus cereusc Toksin pada makanan 1–5 ≤ 1Bacillus cereusd Toksin pada usus 8–16 >1a mempengaruhi orang dengan faktor predisposisi, tingkat kematian yang tinggib angka kematian tinggi, pemulihan lengkap membutuhkan waktu 6-8 bulanc tipe emetikd tipe diareSumber : Vries, 1996
Klasifikasi Salmonella didasarkan pada struktur antigen. Struktur antigen
utama yaitu somatic, surface dan flagellar. Somatic (O) atau Cell Wall Antigen
tergolong serovar tahan panas dan alkohol, sedangkan surface disebut juga
envelope antigen, dan flagellar (H) antigen yang labil terhadap panas (Todar,
2009).
Bakteri dapat diklasifikasikan berdasarkan filogeni. Sebuah pohon
filogenetik dapat diturunkan dari perbandingan dengan 16S rRNA atau urutan gen
lainnya. Ada 2.463 serotipe Salmonella yang sekarang ditempatkan di bawah 2
spesies karena perbedaan 16S analisis urutan rRNA: Salmonella enterica (2443
serotipe) dan Salmonella bongori (20 serotipe). Sistem saat ini digunakan oleh
World Health Organisasi (WHO) Collaborating Centre, Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (CDC) dan beberapa organisasi lainnya. Salmonella
enterica selanjutnya dibagi menjadi enam subspesies, yang ditunjuk oleh angka
romawi. Subspesies Salmonella enterica I terutama diisolasi dari hewan berdarah
17
panas dan menyumbang lebih dari 99% dari isolat klinis sedangkan sisanya
subspesies dan S. bongori yang terutama terisolasi dari hewan berdarah dingin dan
mencapai kurang dari 1% dari isolat klinis. Sebagai contoh, spesies Salmonella
typhimurium kini ditunjuk sebagai Salmonella subspesies enterica I serotipe
Typhimurium. Dibawah sistem nomenklatur modern, subspesies
informasi sering diabaikan dan budaya disebut S. enterica serotipe Typhimurium
dan selanjutnya, tertulis sebagai S. Typhimurium. Ini sistem tata nama yang
digunakan saat ini untuk membawa keseragaman dalam pelaporan (Pui et al,
2011).
3. Patogenesis
Patogenesis adalah mekanisme penyebab penyakit. Istilah ini juga dapat
digunakan untuk menggambarkan asal usul dan perkembangan penyakit, apakah
akut, kronis atau berulang. Kata ini berasal dari bahasa Yunani. Patogen
Salmonella umumnya terkait dengan pencemaran tinja yang terdeteksi secara
sporadis atau tidak sama sekali (Paola et al, 2010).
Mekanisme patogenesis Salmonella umumnya dengan proses infeksi
sistemik. Gejala yang timbul umumnya adalah demam, diare, mual, muntah, dan
sakit perut. Gejala ini disebut salmonellosis. Salmonella masuk melalui makanan
ke lambung dan usus halus. Selanjutnya akan menyebar ke kelenjar getah bening,
pembuluh darah dan seluruh tubuh sehingga feses dan urin penderita mengandung
Salmonella.
18
Gambar 4. Virulen Faktor pada Patogenesis SalmonellaSumber : Madigan et al (2012)
Gejala infeksi Salmonella atau Salmonellosis umumnya adalah demam,
diare, mual, muntah , dan sakit perut. Dalam beberapa kasus, Salmonellosis dapat
menyebar ke aliran darah yang mengakibatkan penyakit yang lebih berat seperti
infeksi arteri, endokarditis, dan arthritis (Sartika, 2012). Strategi pencegahan
penyakit Salmonellosis yang efektif adalah deteksi kasus, perbaikan sanitasi
lingkungan, pencegahan kontaminasi dalam industri makanan, menekan angka
reaktor Salmonellosis, pendidikan kesehatan masyarakat serta eliminasi sumber
infeksi (Ariyanti dan Supar, 2005).
4. Pencegahan dan Penurunan Cemaran Salmonella Pada Pangan
Pencegahan cemaran Salmonella pada pangan dapat dilakukan dengan
mengontrol sanitasi dan higiene pada pengolahan. Penurunan suhu penyimpanan
beku dan penambahan waktu memasak beberapa menit dapat mengurangi resiko
cemaran Salmonella pada daging babi (Gonzales-Barron et al, 2012).
19
Penurunan cemaran Salmonella pada pangan dapat dilakukan secara
biologi, fisik (sterilisasi dengan panas, radiasi dan filter), dan kimia (Madigan et
al, 2012). Penurunan cemaran Salmonella pada pengan secara biologi yakni
dengan menggunakan bakteriofage. Perubahan suhu dari 37oC ke 50oC dan 60oC
mematikan Salmonella typhimurium (Migeemanathan et al, 2011). Penurunan
cemaran Salmonella secara kimia menggunakan antibiotik menyebabkan
resistensi Salmonella. Cardoso (2009) menyatakan, diantara Salmonella yang
berhasil diisolasi dari sosis babi segar prevalensi terbesar resisten terhadap
antibiotik tetracycline. Penggunaan antibiotik pada produk seafood menyebabkan
resistensi mikrobial (Amagliani et al, 2011).
C. Isolasi Salmonella dan bakteriofage Salmonella
Metode isolasi Salmonella pada makanan dapat dilakukan dengan cara
konvensional atau metode alternatif lain. Secara konvensional, metode isolasi
dapat dilakukan dengan media xylose lysine desoxycholate agar (XLD),
desoxycholate citrate agar (DCA), desoxycholate citrate lactose saccharose agar
(DCLS), Salmonella Shigella agar (SS), bismuth sulphite agar (BS), dan brilliant
green agar (BG). Media untuk isolasi terbaik adalah BS (Lim et al, 1980).
Metode isolasi konvensional dasar meliputi pre-enrichment of the sample, sub-
culturing from the pre-enrichment broth, streaked onto two selective plating
media, purified to confirmation, identification and further caracterisation (Bell
and Kyriakides, 2002). Tahapan metode isolasi konvensional dapat dilihat pada
gambar 5 berikut.
20
Test MethodsPre-enrichment
Inoculate preenrichment medium, e.g bufeered peptonewater (1 part test portion + 9 parts medium)
Incubate 35oC or 37oC/16-20 hours
Selective enrichmentSub-culture to 2 selective enrichment broths, e.gSelenite-Cystine (SC) broth (1+9), Rappaport-
Vassiliadis (RV) broth (1+100)
Incubate SC 37oC/24 hours + 24 hoursRV 42oC/24 hours + (if necessary) 24
hours
Selective platingStreak at each 24 hour selective enrichmnet stage onto 2
selective agars, e.g Brilliant Green Agar (modified)Hektoen Enteric Agar, XLD Agar
Incubate 35oC or 37oC/20-24 hoursand further 18-24 hours if necessary
Inspect plates for the presence of characteristic coloniesand any primary biochemical reactions
Confirmation of suspect coloniesPurify suspect colonies on Nutrient Agar
Incubate 35oC or 37oC/18-24 hours
Serology using ‘O” & “H” antiseraInoculate media or test strips to obtain biochemical
profile
Incubate according to themanufacturer’s instructions, usually
35oC or 37oC/18-24 hours
Read reactionsGambar 5. Conventional Method for the isolation and identification of Salmonella
spSumber : Bell and Kyriakides (2002)
Metode konvensional juga dapat dilakukan dengan menambahkan 225 ml
media lactose broth (BPW) ke dalam 25 gram sampel, selanjutnya dihomogenkan
selama 2 menit lalu dibiarkan pada suhu ruang selama 60 menit. Kocok rata
larutan dan diinkubasikan pada suhu 35oC selama 24 jam. Untuk produk
perikanan dengan tingkat kontaminasi tinggi, pindahkan 0,1 ml larutan contoh ke
dalam 10 ml Rappaport-Vassiliadis (RV) medium dan 1 ml larutan contoh ke
dalam 10 ml Tetrathionate Broth (TTB); Untuk jenis produk perikanan lain,
pindahkan 1 ml larutan contoh ke dalam masing-masing 10 ml SCB dan 10 ml
TTB.
Inkubasi media pengkayaan selektif sebagai berikut : Untuk produk
perikanan dengan tingkat kontaminasi tinggi, inkubasi RV medium selama 24
21
jam±2 jam pada suhu 42°C ± 0,2°C (Water bath); Inkubasi TTB selama 24 jam± 2
jam pada suhu 43°C ± 0,2°C (Water bath); Untuk jenis produk perikanan lain,
inkubasi TTB dan SCB selama 24 jam ± 2 jam pada suhu 35°C ± 1°C.
Kocok tabung (dengan vortex) dan dengan mengggunakan jarum loop
(3mm) gores TTB yang diinkubasi ke dalam media HE, XLD dan BSA. Siapkan
BSA sehari sebelum digunakan dan simpan di tempat gelap pada suhu ruang.
Gores ke dalam media yang sama dari RV Broth atau SCB. Inkubasi cawan BSA,
HE dan XLD selama 24 jam pada suhu 35°C ± 1°C. Amati kemungkinan adanya
koloni Salmonella. Ambil 2 atau lebih koloni Salmonella dari masing-masing
media Agar selektif setelah 24 jam ± 2 jam inkubasi. Koloni-koloni Salmonella
yang khas (typical) adalah sebagai berikut:
a) HE Agar. Koloni hijau kebiruan sampai biru dengan atau tanpa inti hitam.
Umumnya kultur Salmonella membentuk koloni besar, inti hitam mengkilat
atau hampir seluruh koloni terlihat berwarna hitam.
b) XLD Agar. Koloni merah jambu (pink) dengan atau tanpa inti hitam.
Umumnya kultur Salmonella membentuk koloni besar, inti hitam mengkilat atau
hampir seluruh koloni terlihat berwarna hitam.
c) BSA.Koloni coklat, abu-abu atau hitam; kadang-kadang metalik. Biasanya
media di sekitar koloni pada awalnya berwarna coklat, kemudian berubah menjadi
hitam (halo effect) dengan makin lamanya waktu inkubasi. Apabila koloni yang
khas (typical) tumbuh pada BSA setelah 24 jam ± 2 jam inkubasi, ambil 2 koloni
atau lebih. Inkubasikan kembali media BSA selama 24 jam ± 2 jam. Setelah 48
jam ± 2 jam, ambil 2 atau lebih koloni yang khas (typical) yang tumbuh pada
media BSA. Pengambilan ini dilakukan hanya bila koloni yang tumbuh pada
22
media BSA yang diinkubasi selama 24 jam ± 2 jam memberikan reaksi yang tidak
sesuai pada TSI dan LIA, yang menjadikan kultur ini dinyatakan sebagai bukan
Salmonella.Ambil secara hati-hati bagian tengah koloni dengan menggunakan
jarum inokulasi steril dan goreskan ke permukaan media TSI agar dengan cara
menggores agar miring dan menusuk agar tegak. Tanpa mengambil koloni baru,
gunakan jarum yang sama untuk menggores media LIA dengan cara menusuk
agar tegak lebih dahulu, setelah itu goreskan pada agar miring. Karena reaksi
Lysine Decarboxylase sangat anaerobik, LIA miring harus mempunyai tusukan
yang dalam (4 cm). Simpan media agar selektif yang telah diambil koloninya pada
suhu 5°C – 8°C. Inkubasi TSI dan LIA selama 24 jam ± 2 jam pada suhu 35°C ±
1°C dengan membiarkan tutup sedikit kendur untuk mencegah terbentuknya H2S
yang berlebihan. Pada TSI, kultur Salmonella yang khas memberikan reaksi
alkalin (merah) pada goresan agar miring dan asam (kuning) pada tusukan agar
tegak, dengan atau tanpa H2S (warna kehitaman pada agar). Pada LIA, kultur
Salmonella yang khas memberikan reaksi alkaline (ungu) pada keseluruhan
tabung. Reaksi yang benar-benar kuning pada tusukan dinyatakan sebagai kultur
negatif. Jangan hanya melihat diskolorisasi pada tusukan untuk menyatakan kultur
negatif. Umumnya kultur Salmonella membentuk H2S pada LIA. Beberapa kultur
non Salmonella membentuk reaksi merah bata pada agar miring LIA.
Alternatif sistem pre-enrichment untuk beberapa jenis pangan dapat
dilihat pada tabel 2 berikut :
23
Tabel 2. Alternatif Sistem Pre-Enrichment yang Digunakan Untuk Beberapa JenisPangan
Food Type Pre-enrichment EffectFood with a high fat content,e.g. cheese
Buffered peptone water with0.22% Tergitol 7
Aids fat dispersion
Highly acidic or alkalineproduct
Adjust pH of pre-enrichment brothto 6.6-7.0 before incubation
Neutralises acid or alkali
Chocolate and confectioneryproducts
Reconstituted skim milk powder(10% w/v) with Brilliant GreenDye (final concentration of 0.002%w/v)
Reduces inhibition ofSalmonella
Garlic and onion Buffered peptone water withpotassium sulphite) 0.5% finalconcentration)
Reduces inhibition ofSalmonella
Products that may containinhibitory substances orproducts that may osmoticallyactive, e.g. some herbs andspices (oregano, cinnamon,cloves), honey
1:100 dilution of sample inbuffered peptone water, e.g. 25g+2475 ml
Reduces inhibition ofSalmonella
Sumber : Bell and Kyriakides (2002)
Selain secara konvensional, dapat digunakan alternatif metode antara lain
enzyme-linked immuno-sorbent assays (ELISA), immuno-chromatography,
chemiluminescent immunoassays, antibody coated dipsticks or beads, latex
agglutination dan teknologi lain seperti electrical conductance methods dan
polymerase chain reaction (PCR) (Bell and Kyriakides, 2002). Metode PCR dapat
digunakan untuk direct detecting Salmonella (Marathe et al, 2012). Contoh
metode alternatif tersebut dapat dilihat pada tabel 3 berikut.
24
Tabel 3. Alternatif Metode untuk Skrining Salmonella.
Tipe Metode Nama Pengujian WaktuPengujian
Pensuplai
Electricalconductance
BactometerMalthusRABIT
42 maximum42 maximum42
bioMérieux UK LtdMalthus InstrumentsDon Whitley Scientific Ltd
Enzyme-linkedimmuno-sorbentassay (ELISA)
Vidas SalmonellaSalmonella-TekTECRA Salmonella VisualAssayTransia Plate SalmonellaEIAFOSSLocate
265242-52
522652
bioMérieux UK LtdOrganon Teknika LtdTECRA Diagnostics, UK
DiffChamb, S.A.Foss UK LtdRhône-diagnosticsTechnologies Ltd
Chemiluminescentimmunoassay
ISO Screen Salmonella 24 Stratecon Diagnostics
Immuno-chromatography
Path-StikREVEAL® for Salmonella
5621
Celsis International plcNeogen Corporation
Immunoprecipitate Visual ImmunoprecipitateAssay (VIP) for Salmonella
24/48 Bio Control Systems Inc.
Ice-nucleation BIND® (Bacteril IceNucleation Detection)Salmonella
22 Bio Control Systems Inc.
Nucleic AcidHybridisation Probe
Gene Trak Slmonella assay 48 Gene Trak Systems
Polymerase chainreaction
Foodproof® SalmonellaTaqMan® for SalmonellaProbeliaTM
BAXTM for screeningSalmonella
24242424
BioteCon DiagnosticsPE Applied BiosystemsSanofi DiagnosticvPasteurQualicon
Sumber : Bell and Kyriakides (2002)
Metode isolasi bakteriofage Salmonella dapat dilakukan dengan berbagai
metode. Metode isolasi bakteriofage diantaranya metode Clokie and Kropinski
(2009), Budiarti et al (2011) dan metode yang digunakan Sartika (2012). Metode
yang digunakan Sartika merupakan kombinasi dari metode Clokie dan Budiarti.
Isolat bakteriofage yang dihasilkan selanjutnya dilakukan pengkayaan.
Pengkayaan bakteriofage Salmonella dilakukan dengan metode yang
digunakan Sartika. Hasil pengkayaan digunakan untuk stok atau bahan produksi.
Penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa buffer terbaik untuk penyimpanan
fage pada pH 7 dan suhu 37oC (Astriningsih, 2012).
25
D. Penanganan Pasca Panen Udang Vannamei
1. Komposisi Kimia Udang Vannamei
Udang merupakan sumber protein yang sangat baik dan itu adalah salah
satu bagian spesies popular yang kaya protein dan mineral, yang merupakan
keunggulan dibandingkan daging dan unggas. Udang memiliki kualitas tinggi
dari komposisi tubuh termasuk protein, lemak dan asam amino dan lain lain yang
merupakan indikator dari keberadaan fisiologis yang baik dan kondisi biokimia.
Adapun komposisi kimia udang windu dan vannamei disajikan dalam tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Kimia Udang
Analisis ProksimatJenis Udang
Windu VannameiProtein (mg/g) 11,41 ±0,183 19,99±0,74Karbohidrat (mg/g) 1,55 ±0,070 ±Lemak (%) 10,66 ±0,333 1,34±0,18Air (%) 80,89 ±0,175 73,14±1,23Kadar Abu (mg/g) 2,20±0,88
2. Kemunduran Mutu Pasca Panen Udang Vannamei
Proses kemunduran mutu pada udang terjadi karena adanya aktivitas
enzim, mikroorganisme atau oksidasi oksigen. Setelah udang mati, berbagai
proses perubahan fisik maupun kimiawi berlangsung lebih cepat. Semua
perubahan ini akhirnya mengarah ke pembusukan.
Pada saat ditangkap, udang masih bernafas hingga beberapa waktu
kemudian. Seluruh jaringan peredaran darah udang masih mampu menyerap
oksigen hingga proses kimia yang terjadi dapat berlangsung secara aerob.
26
Menurut Huss (1995) perubahan yang paling dramatis adalah rigor mortis.
Segera setelah kematian otot benar-benar santai dan tekstur elastis lemas biasanya
berlangsung selama beberapa jam, setelah itu otot akan berkontraksi. Otot udang
menjadi keras dan kaku, seluruh tubuh menjadi tidak fleksibel pada fase rigor
mortis. Kondisi ini biasanya berlangsung selama satu hari atau lebih dan
kemudian kekakuan selesai. Resolusi rigor mortis membuat otot rileks lagi dan itu
menjadi lemas, tetapi tidak lagi sebagai elastis seperti sebelum kekakuan. Tingkat
onset dan resolusi kekakuan bervariasi dari spesies ke spesies dan dipengaruhi
oleh suhu, penanganan, ukuran dan kondisi fisik udang.
Autolisis berarti " pencernaan- sendiri ". Telah diketahui selama bertahun-
tahun bahwa setidaknya ada dua jenis pembusukan ikan: bakteri dan enzimatik.
Autolisis kontribusi untuk berbagai tingkat hilangnya kualitas keseluruhan di
samping proses mikroba-dimediasi. Produksi energi di otot post mortem
Pada titik kematian, pasokan oksigen ke jaringan otot terganggu karena darah
tidak lagi dipompa oleh jantung dan tidak diedarkan. Karena tidak ada oksigen
yang tersedia untuk respirasi normal, produksi energi dari nutrisi yang tertelan
sangat dibatasi. Glikogen (disimpan karbohidrat) atau lemak teroksidasi atau
"terbakar" oleh enzim jaringan dalam serangkaian reaksi yang akhirnya
menghasilkan karbon dioksida (CO2), air dan organik senyawa adenosin trifosfat
kaya energi (ATP). Jenis respirasi berlangsung dalam dua tahap: anaerobik dan
tahap aerobik. Yang terakhir tergantung pada kehadiran lanjutan oksigen (O2)
yang hanya tersedia dari sistem peredaran darah. Kebanyakan krustasea mampu
bernapas di luar lingkungan air dengan penyerapan oksigen atmosfer untuk waktu
yang terbatas.
27
Gambar 6. Degradasi ATP pada udang.
Sumber : Gill (1992) dalam Sriket (2006).
Penurunan post mortem di pH otot ikan memiliki efek pada sifat fisik otot.
Setelah pH turun, jumlah permukaan bersih dari protein otot berkurang,
menyebabkan sebagian otot terdenaturasi dan kehilangan kapasitas daya ikat air.
Jaringan otot dalam keadaan rigor mortis kehilangan kelembaban ketika dimasak
dan sangat cocok untuk diproses lebih lanjut yang melibatkan pemanasan, karena
denaturasi panas meningkatkan kehilangan air. Kehilangan air memiliki efek yang
merugikan pada tekstur otot udang. Menurut Nurmeilita Taher (2010), perubahan
tekstur daging menjadi lunak disebabkan terjadinya perombakan pada jaringan
otot daging oleh proses enzimatis.
Pengurangan trimetilamin oksida (TMAO), suatu senyawa osmoregulatory di
banyak ikan teleost laut, biasanya karena aksi bakteri tetapi dalam beberapa
spesies enzim hadir dalam jaringan otot yang mampu memecah TMAO menjadi
dimetilamina ( DMA) dan formaldehid (FA):
(CH3)3 NO (CH3)2NH + HCHO
28
Jumlah formaldehida dihasilkan setara dengan dimetilamine tetapi terbentuk
perubahan komersial penting yang jauh lebih besar. Formaldehida menginduksi
silang dari protein otot membuat otot mudah kehilangan daya ikat airnya. Enzim
yang bertanggung jawab untuk finduksi disebut TMAO-ase atau TMAO
demethylase. Sebagian besar enzim demethylase TMAO dilaporkan sampai saat
ini terikat membran dan menjadi yang paling aktif ketika membran jaringan
terganggu dengan pembekuan atau artifisial oleh deterjen solubilisasi. Hal tersebut
didukung oleh pendapat Pardio, et al (2010) bahwa Trimetilamina oksida
(TMAO), ditemukan di sebuah besar jumlah ikan laut dan kerang, dipecah
menjadi trimetilamina (TMA) oleh salah satu enzim endogen atau bakteri enzim
trimetilamina oksidase.
Di perairan tercemar, Enterobacteriaceae dapat ditemukan dalam jumlah
tinggi. Di perairan beriklim bersih, organisme ini hilang dengan cepat, tetapi telah
menunjukkan bahwa Escherichia coli dan Salmonella dapat bertahan untuk waktu
yang sangat lama di perairan tropis.
Daging ikan hidup atau baru-tertangkap sehat adalah steril sebagai sistem
kekebalan tubuh ikan mencegah bakteri tumbuh di dalam daging. Ketika ikan
mati, sistem kekebalan tubuh runtuh dan bakteri berkembang biak secara bebas.
Tidak ada perbedaan yang ditemukan dalam pola invasif bakteri tertentu
pembusukan (misalnya, S. putrefaciens) dan bakteri non-pembusukan. Karena
hanya sejumlah organisme sebenarnya menyerbu daging dan pertumbuhan
mikroba terutama terjadi di permukaan, pembusukan mungkin untuk sebagian
besar konsekuensi dari enzim bakteri menyebar ke dalam daging dan nutrisi
menyebar ke luar.
29
Pada suhu kamar (25 ° C), mikroflora pada titik pembusukan didominasi
oleh mesofilik Vibrionaceae dan, terutama jika ikan yang ditangkap di perairan
tercemar, Enterobacteriaceae. Sulit untuk menentukan dari mana bakteri yang
diisolasi yang menyebabkan pembusukan, dan memerlukan studi luas mengenai
sensorik, mikrobiologi dan kimia.
Perbandingan senyawa kimia berkembang pada udang yang telah mati
menunjukkan bahwa sebagian besar senyawa volatil diproduksi oleh bakteri
termasuk trimetilamina, senyawa belerang yang mudah menguap, aldehid, keton,
ester, hipoksantin serta senyawa dengan berat molekul rendah lainnya.
Substrat untuk produksi volatil adalah karbohidrat (misalnya, laktat dan ribose),
nukleotida (misalnya, inosin mono-fosfat dan inosin) dan molekul lainnya NPN.
Asam amino merupakan yang substrat sangat penting untuk pembentukan sulfida
dan amonia yang menyebabkan penurunan penerimaan konsumen secara sensori.
Mikroorganisme akan mengubah struktur protein selama penyimpanan dan akan
menghasilkan bau yang tidak menyenangkan (Hastarini, et al 2014).
3. Prosedur Penanganan Pasca Panen Udang Vannamei
Penanganan pasca panen adalah penanganan yang dilakukan terhadap hasil
budidaya ataupun tangkapan setelah kegiatan panen. Tujuan kegiatan penanganan
ini adalah mempertahankan mutu hasil panen sampai ke tahap distribusi kepada
konsumen. Udang merupakan salah satu produk perikanan yang mudah busuk
atau rusak oleh karena itu proses penanganan udang perlu dilakukan lebih cepat
agar memperoleh harga jual yang tinggi. Harga udang akan merosot tajam apabila
mutunya terlihat mundur (Soeseno, 1983).
30
Tahapan yang dianjurkan bagi penanganan pasca panen udang segar adalah
sebagai berikut (Ilyas, 1993) :
a. Sortasi, memilih udang dan memisahkannya dari hasil tangkapan samping
lainnya
b. Pencucian, dengan air laut bersih atau air tawar mutu air minum
c. Pemotongan kepala atau operasi penyiangan lainnya Pencucian
d. Perlakuan pencelupan, untuk menghambat pembentukan bercak hitam
e. Pendinginan, menurunkan suhu udang segera mencapai 0ºC sampai -1ºC
dengan menggunakan hancuran es halus, atau air laut atau air tawar yang
didinginkan
f. Penyimpanan dingin (pada sekitar 0ºC sampai -1ºC) dan transportasi
dingin selama udang itu dipasarkan segar atau selama mengangkutnya ke
pabrik pengolahan beku (cold storage).
Selama kegiatan penanganan pasca panen, udang segar dapat
terkontaminasi. Kontaminasi ini baik secara mikrobiologi, kimia, maupun fisik.
Pemerintah maupun negara pengimpor udang segar mensyaratkan udang segar
yang diproduksi harus bebas kontaminan, seperti Salmonella, Escherichia coli,
Vibrio Harveyi (mikrobiologi), kloramfenikol, nitrofuran, tetrasiklin dan
antibiotik lain (kimia), besi, rambut, kayu dll (fisik) (Badan Standardisasi
Nasional, 2006).
4. Standar Mutu Udang Segar
Standar mutu udang segar menurut SNI 01-2728.1-2006 untuk persyaratan
mutu dan keamanan pangan sebagaimana tabel 5 berikut.
31
Tabel 5. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Udang Segar
Jenis Uji Satuan Persyaratana. Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7b. Cemaran mikroba*- ALT- Escherichia coli- Salmonella- Vibrio cholerae
Koloni/gAPM/g
APM/25gAPM/25g
Maksimal 5,0x105Maksimal < 2NegatifNegatif
c. Cemaran kimia*- Kloramfenikol- Nitrofuran- Tetrasiklin
µg/kgµg/kgµg/kg
Maksimal 0Maksimal 0Maksimal 100
d. Filth - Maksimal 0Catatan* bila diperlukan
32
`
III. METODE
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian
Jurusan THP, Laboratorium Hama dan Penyakit Ikan SUPM N Kotaagung serta
Laboratorium Kualitas Air SUPM N Kotaagung pada bulan Juli 2014 - Desember
2015.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah udang vannamei dengan kisaran size 40-65
yang diperoleh dari Tambak Udang di Kecamatan Rawa Jitu Timur, Tambak
Udang di Kecamatan Padang Cermin, Tambak Udang di Kecamatan Kotaagung
dan Tambak Udang di Kecamatan Wonosobo., es, alkohol, spiritus, Media NA,
Media NB, Media SSA, Media XLD, Media SM, Soft Agar, Pengencer BPW.
Alat yang digunakan meliputi refrigerator, erlenmeyer, falcon, tabung durham,
petri dish, eppendorf, saringan milipore 0.22, gelas sampel, masker, kapas, tisu,
karet, sarung tangan karet, plastik tahan panas, timbangan, sentrifuge, stryrer,
incubator, laminar, jarum ose, syringe, shaker waterbath, mikropipet.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu penelitian tahap 1 dan
penelitian tahap 2. Penelitian tahap 1 meliputi kegiatan Pengambilan sampel
33
udang Vannamei, Isolasi Bakteri Salmonella dan pengujian organoleptik udang
Vannamei. Penelitian tahap 2 meliputi Isolasi bakteriofage dengan mengikuti
metode yang digunakan Sartika (2012). Data yang diperoleh diolah dalam bentuk
tabel dan grafik. Hasil penelitian dipaparkan menggunakan metode deskriptif.
D. Pelaksanaan Penelitian
Prosedur Penelitian tahap 1
Penelitian dilaksanakan dengan pengambilan sampel di empat tempat,
yaitu Tambak Udang di Kecamatan Rawa Jitu Timur, Tambak Udang di
Kecamatan Padang Cermin, Tambak Udang di Kecamatan Kotaagung dan
Tambak Udang di Kecamatan Wonosobo. Sampel yang diambil adalah udang
vannamei dan air media hidup udang vannamei. Sampel diambil dari lokasi dan
disimpan dalam coolbox dan diberi es sehingga dapat dipertahankan pada suhu
rendah.
1. Identifikasi cemaran Salmonella dengan Uji Organoleptik
Sampel yang diambil dilakukan pengujian organoleptik. Pengujian
organoleptik dilakukan dengan cara sampel diambil sebanyak minimal 25 gr lalu
dilakukan penilaian secara organoleptik oleh 5 orang panelis. Score sheet yang
digunakan sesuai dengan SNI 01-2728.1 2006 (. Kriteria yang digunakan dapat
dilihat pada tabel 4). Pengujian dilakukan pengulangan masing-masing 3 ulangan.
Data yang diperoleh meliputi kriteria kenampakan, bau dan tekstur diolah
dalam bentuk tabel. Hasil pengujian kemudian dihitung rata-ratanya sesuai dengan
SNI 01-2346-2006 (Badan Standardisasi Nasional Indonesia, 2006) selanjutnya
34
disajikan dalam bentuk tabel rata-rata Uji Organoleptik terhadap udang vannamei.
Hasil penelitian dipaparkan menggunakan metode deskriptif.
Tabel 6. Kriteria Penilaian Organoleptik Udang Segar
SPESIFIKASI NILAI1 Kenampakan
Utuh, bening bercahaya asli meurut jenis, antar ruas kokoh 9 Utuh, kurang bening, cahaya mulai pudar, berwarna asli, antar
ruas kokoh Utuh, kebeningan agak hilang, sedikit kusam, antar ruas kurang
kokoh7
Utuh, kebeningan hilang, kusam, warna agak mera muda, sedikitnoda hitam, antar ruas kurang kokoh
5
Warna merah, noda hitam banyak, kulit mudah lepas dari daging 3 Warna merah sangat kusam, banyak sekali noda hitam 1
2 Bau Bau sangat segar spesifik jenis 9 Bau segar spesifik jenis 8 Bau spesifik jenis netral 7 Mulai timbul bau amoniak 5 Bau asam sulfit (H2S) 3 Bau amoniak kuat dan bau busuk 1
3 Tekstur Sangat elastis, kompak dan padat 9 Elastis, kompak dan padat 8 Kurang elastis, kompak dan padat 7 Tidak elastis, tidak kompak dan tidak padat 5 Agak lunak 3 Lunak 1
Rumus yang digunakan dalam menghitung rata-rata adalah sebagai
berikut:( – (1,96. s/ )) ≤ μ ≤ ( ̅ + 1,96. /√ ) ≅ 95%̅ = x
35
= (x – x)n= (x − x)
Dengan :N adalah banyaknya panelisS2 adalah keragaman nilai mutu1,96 adalah koefisien standar deviasi pada taraf 95%̅ adalah nilai mutu rata-rataUntuk penulisan nilai akhir organoleptik udang segar diambil nilai terkecil.
2. Identifikasi dan Isolasi Salmonella
Isolasi Salmonella dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 25 gram
untuk ditambahkan 225 ml media preenrichment buffer peptone water (BPW),
selanjutnya dilakukan pengenceran bertahap dengan memindahkan 1 ml larutan ke
dalam 9 ml BPW dalam tabung reaksi dan tiap pengenceran ditanam pada media
XLD dan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam. Koloni yang tumbuh
dimurnikan pada media XLD, diinkubasi 37oC selama 24 jam. Pada saat diperoleh
isolat Salmonella, akan dipilih yang paling stabil, tidak smear, warna koloni hitam
mengkilat dan isolat tersebut yang akan digunakan sebagai inang untuk isolasi
bakteriofage. Selanjutnya dilakukan isolasi bakteriofage dari isolat Salmonella
yang diperoleh.
Penelitian tahap 2
Isolasi bakteriofage dilakukan dengan pengambilan isolat Salmonella dan
ditambahkan 45 ml sampel dan 5 ml NB, lalu diinkubasikan pada shaker
36
waterbath pada suhu ±37oC selama 24-48 jam. Larutan selanjutnya disentrifuse
dengan kecepatan 2500 rpm selama 20 menit dan disaring menggunakan syringe
filter 0.22 µl. Sejumlah 100 µl filtrat divortek dengan 5 ml NB, dan diinkubasikan
selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan pembiakan dengan metode double
overlay dengan media NA dan diinkubasikan selama 24 jam. Bakteriofage efektif
melisiskan Salmonella jika timbul plak (zona bening). Data yang diperoleh lalu
diolah dalam bentuk tabel dan hasilnya disajikan dalam bentuk deskriptif.
Prosedur penelitian dapat dilihat pada diagram alir berikut :
37
Gambar 7. Flowchart Penelitian
Udang
Terdeteksi
Pengambilan Sampel
Identifikasi cemaran Salmonelladengan uji mikrobiologi
Isolasi Salmonella
Cemaran
Isolat Salmonella
Tidak terdeteksi
Identifikasi Cemaran Mikrobia
Uji Sensori
Isolat BakteriofageSalmonella
Isolasi Bakteriofage untukmenurunkan cemaran Salmonella
Cemaran Salmonella padaudang vannamei menurun
64
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah :
1. Cemaran Salmonella pada udang vannamei dari Kecamatan Wonosobo,
Kotaagung dan Padang Cermin mengakibatkan sampel udang mengalami
penurunan nilai organoleptik. Nilai organoleptik sampel udang dari Kecamatan
Wonosobo adalah 8,80, 7,79 dan 8,54, udang dari Kecamatan Kotaagung 8,93
8,54, dan 7,59, sedangkan Kecamatan Padang Cermin 8,80, 8,80 dan 8,36. Rata-
rata organoleptik udang dari Kecamatan Rawajitu Timur 9, artinya belum
mengalami perubahan mutu udang segar. Rata-rata organoleptik udang masih
di atas 7 sehingga masih dapat diterima oleh konsumen dan belum
menunjukkan adanya pembusukan akibat cemaran Salmonella.
2. Sampel udang vannamei dari Kecamatan Wonosobo 100% positif tercemar
Salmonella, Kecamatan Kotaagung dan Kecamatan Padang Cermin sejumlah
33,3% positif tercemar Salmonella sedangkan sampel udang Kecamatan
Rawajitu Timur, tidak ada yang tercemar Salmonella.. Hasil isolasi Salmonella
diperoleh 2 isolat Salmonella sebagai kandidat inang untuk isolasi
bakteriofage.
3. Diperoleh 42 isolat bakteriofage Salmonella sp sebagai biokontrol Salmonella
pada penanganan pasca panen udang Vannamei.
65
B. Saran
Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah :
1. Pembudidaya disarankan untuk memperhatikan konstruksi tambak serta
menggunakan bahan alami dalam penurunan cemaran bakteri (biokontrol)
Salmonella
2. Pembudidaya udang hendaknya lebih meningkatkan kesadaran tentang
pentingnya menjaga sanitasi lingkungan untuk mencegah cemaran
Salmonella pada udang.
3. Penelitian lebih lanjut diperlukan khususnya tentang pemurnian, produksi
dan efektifitas lisis bakteriofage Salmonella sebagai biokontrol dalam
menurunkan cemaran Salmonella.
66
DAFTAR PUSTAKA
Abedon, S. T. 2008. Bacteriophage Ecology. Cambridge University Press. UnitedKongdom. 508 pp.
Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 2011. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius.Yogyakarta. 57 hlm.
Amagliani, G., G. Brandi, G.F. Schiavano. 2012. Incidence and role ofSalmonella in seafood safety. Food Research International. 45: 780-788.
Ariyanti, T. dan Supar. 2005. Cemaran salmonella enteritidis pada ternak danproduknya. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan.125-135.
Asikin, A.N., S. Hutabarat, Ys. Darmanto, dan S. B. Prayitno. 2014. Kandunganbakteri patogen pada udang windu (Penaeus monodon fabricus) pascapanenasal tambak. Jurnal Dinamika Pertanian. 29 (2) : 199-206.
Astriningsih, S.A.P.L. 2012. Characterization lytic phage of salmonella sp. FR38,FR19, and FR84. (Thesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 36 pp.
Atterbury, R.J., M.A.P.V. Bergen, F. Ortiz, M.A. Lovvel, J.A. Harris, A.D. Boer,J.A. Wagenaar, V.M. Allen, P.A Barrow. 2007. Bacteriophage therapy toreduce Salmonella colonization of broiler chickens. Appl. Environ Microbiol73:4543-4549.
Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia 01-2346-2006Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori. Badan StandarisasiIndonesia. Jakarta. 131 hlm
Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia 01-2728.1-2006Udang Segar-Bagian 1: Spesifikasi. Badan Standarisasi Indonesia. Jakarta. 5hlm.
Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia 01-2728.3-2006Udang Segar-Bagian 3: Penanganan dan Pengolahan. Badan StandarisasiIndonesia. Jakarta. 3 hlm.
67
Bahri, S. 2008. Beberapa aspek keamanan pangan asal ternak di Indonesia.Pengembangan Inovasi Pertanian. 1 (3) : 225-242.
Balfour, S.T., N. Badrie, I.C. Yen, and L. Chatergoon. 2014. Microbiological,physical and sensory quality of marine shrimp (Peneaus spp.) sold by vendorsin Trinidad, West Indies. International Food Research Journal 21(4): 1279-1288.
Bardina, C., D.A. Spricigo, P. Cortés and M. Llagostera. 2012. Significance of thebacteriophage treatment schedule in reducing Salmonella colonization ofpoultry. Appl. Environ Microbiology. 78 (18) : 6600-6607.
Barrow, P., M. Lovell and A. Berchieri Jr. 1998. Use of lytic bacteriophage forcontrol of experimental Escherichia coli septicemia and meningitis inchickens and calves. Clinical and Diagnostic Laboratory Immunology, May1998 : 294-298
Bell, C. And Alec Kyriakides. 2002. Salmonella : A Practical Approach to theOrganism and Its Control in Foods. Blackell Publishing Ltd. London. 315 pp.
Buana, E.O. dan A.K Wardani. 2014. Isolasi bakteriofag litik sebagai agenbiosanitasi pada proses pelisisan bakteri pembentuk biofilm. Jurnal Pangandan Agroindustri. 2 (2) : 36-34.
Budiarti, S., Pratiwi, R.H. and Rusmana. 2011. Infectivity of lytic phage toenteropathogenic Escheria coli from diarrheal patients in Indonesia. US-China Medical Science. 8 (78) : 273-282.
Capparelli, R.N., N. Nocerino, M. Iannaccone, D. Ercolini, M. Parlato, M. Chiara,D. Iannelli. 2010. Bacteriophage therapy of Salmonella enterica: A freshappraisal of bacteriophage therapy. J. Infect Dis. 201 : 52-61.
Cardoso, M., M.C. Dos Santos and L. Murmann. 2009. Prevalence, geneticcharacterization and antimicrobial resistence of Salmonella isolated fromfresh pork sausages in Porto Alegre, Brazil. Food Control. 20 (3) : 191-195.
Chibani-Chennoufi, S., A. Bruttin, M. Dillmann, and H. Brűssow. 2004. Phage-host interaction : an ecological perspective. Journal of Bacteriology. 186(12) : 3677-3686.
Cita, Y.P. 2011. Bakteri Salmonella typhi dan demam tifoid. Jurnal KesehatanMasyarakat. 6 (l) : 42-46.
Clokie M.R.J., Kropinski, A.M. 2009. Bacteriophages: Methods and Protocols.Humana Press. UK.
68
Davidson College. 2003. Molecular Tool: Plasmids and Phages Combine ForBluescript.http://www.bio.davidson.edu/courses/molbio/molstudents/spring2003/keogh/plasmids.html
De Paola, A., J.L. Jones, J. Woods, W. Burkhardt, K.R. Calci, J.A. Krantz, J.C.Bowers, K. Kasturi, R.H. Byars, E. Jacobs, D. Williams-Hill, and K. Nabe.2010. Bacterial and Viral Pathogens in Live Oysters : 2007 United StatesMarket Survey. Appl Environ Microbiology. 76 (9) : 2754-2768.
De Vries, John. 1996. Food safety and toxicity. CRC Press. USA. 334 pp.
Djumena, E. 2012. Indonesia Targetkan Jadi Produsen Utama Udang Dunia.Kompas.com. Sabtu, 9 Juni 2012 21:08 WIB.http://nasional.kompas.com/read/2012/06/09/21083241/Indonesia.Targetkan.Jadi.Produsen.Utama.Udang.Dunia.
Efri dan T.N. Aeny. 2004. Keefektifan ekstrak mengkudu pada berbagaikonsentrasi terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri Ralstonia sp.secara in vitro. J Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika. 4 (2) : 83-88.
Elbreki, M., R.P. Ross, C. Hill, J. O’Mahony, O. McAuliffe and A. Coffey. 2014.Bacteriophages and their derivatives as biotheraupetic agents in diesaseprevention and treatment. Journal of Viruses. 2014 (382539) : 20 p.
Farid, M.M., G. Susianto, N.R. Dhany, N.F. Azizi, S.R. Resita. 2013.Pemanfaatan bakteriofag untuk pengembangan kit deteksi bakteri penyebabhawar bakteri pada kedelai. Jurnal Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian. 1-10.
Fey, P.D., T.J. Safranek, M.E. Rupp, E.F. Dunne, E. Ribot, P.C. Iwen, P. A.Bradford, F.J. Angulo and S.H. Hinrichs. 2000. Ceftriaxone-resistantsalmonella infection acquired by a child from cattle. The New EnglandJournal of Medicine. 342 (17) : 1242-`1249.
Fiorentin, L., N.D. Vierirera, W. Barioni Junior. 2005. Use of lytic bacteriophagesto reduce Salmonella enteridis in experimentally contamined chicken cuts.Brazillian Journal of Poultry Science. 7 (4) : 255-260.
Garcia, P., L. Rodriguez, A. Rodrigues, B. Martinez. 2010. Food biopreservation:Promising strategies using bacteriocins, bacteriophages and endolysins.Trends in Food Science & Technology. 21 (8) : 373-382.
Gonzales-Barron, U.A, G. Redmond, F. Butler. 2012. A risk characterizationmodel of Salmonella Typhimurium in Irish fresh pork sausages. FoodResearch International. 45 (20) : 1184-1193.
69
Gunarto dan Hendrajat, E.A. 2008. Budidaya udang vanamei, Litopenaeusvannamei pola semi intensif dengan aplikasi beberapa jenis probiotikkomersial. Jurnal Riset Akuakultur. 3 (3) : 339-349.
Haq, I.U., W.N. Chaudhry, M.N. Akhtar, S. Andleeb, and I. Qadri. 2012.Bacteriophages and their implications on future biotechnology: a review.Virology Journal, 9 (9) : 1-8.
Hargis, B.M., J.P. Higgins, K.L. Guenther, W. Huff, A.M. Donoghue, D.J.Donoghue. 2005. Use of a spesific bacteriophage treatment to reduceSalmonella in poultry Products. Poultry Science. 84:1141-1145.
Harsojo. 2008. Kualitas udang yang dijual di pasar Jakarta Selatan dari aspekmikrobiologi. Berk. Penel Hayati. 14 : 109-112.
Heringa, S.D., J.K. Kim, X. Jiang, M.P. Doyle, and M.C. Erickson. 2010. Use of amixture of bacteriophages for biological cotrol of Salmonella enterica strainsin compost. Appl.Environ Microbiology. 76 (15) : 5327-5332.
Hong, S.S., J. Jeong, J. Lee, S. Kim, W. Min, H. and Myung, 2013. Therapeuticeffects of bacteriophages against Salmonella gallinarum infection inchickens. J. Microbiol. Biotechnol. 23 (10) : 1478–1483.
Hooton, S.P.T., A.R.Timms, J. Rowsell, R. Wilson, and I.F. Connerton,. 2011.Salmonella Typhimurium-specific bacteriophage ΦSH19 and the origins ofspecies specificity in the Vi01-like phage family. Virology Journal. 8:498.
Hungaro, H.M., R.C.S. Mendonga, D.M. Gouvea, M.C.D. Vanetti, C.L.O. Pinto.2013. Use of bacteriophages to reduce Salmonella in chicken skin incomparison with chmeical agents. Food Research International. 52 : 75-81.
Huq, Khandaker Anisul. 2009. Quality aspects of frozen shrimp product inprocessing industry : A case study in Khulna, Bangladesh. BangladeshResearch Publications Journal. 3 (2) : 945 -962.
Huss, H. H. 1995. Quality and Quality Changes In Fresh Fish. Food AndAgriculture Organization Of The United Nations. Rome. 348 pp.
Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan: Teknik Pendinginan Ikan.Paripurna. Jakarta. 237 hlm.
Iswadi. 2012. Isolasi fage litik spesifik Shigella sp. Jurnal Ilmiah PendidikanBiologi, Biologi Edukasi. 4 (2) : 112-117.
Jan Ceyssens, P. 2009. Isolation and characterization of lytic bacteriophagesinfecting Pseudomonas aeruginosa. (Doctoraatsproefschrift) nr. 879 aan defaculteit Bio-ingenieurswetenschappen van de K.U.Leuven. 166 p.
70
Jin, M., T. Ye, and X. Zhang. 2013. Roles of bacteriophage GVE2 endolysin inhost lysis at high temperatures. J. Microbiology 159 : 1597-1605.
Kang, H-W., J-W. Kim, T-S. Jung, G-J. Woo. 2013. A new biocontrol agent forSalmonella enterica serovars enteritidis and typhimurium in foods:characterization, application, sequence analysis, and oral acute toxicitystudy. Appl. Environ Microbiol. 79 (6) :1956-1968.
Karnila, R., Suparmi dan M. Romaida. 2006. Kajian Sifat Mutu Udang Galah(Macrobrachium Rosenbergii) Segar Pada Penyimpanan Suhu Kamar.Berkala Perikanan Terubuk. 33 (2) : 121-125.
Kęzik-Szeloch, A., Z. Drullis-Kawa, B. Weber-Dąbrowska, J. Kassner, G.Majkowska-Skrobek, D. Augustyniak, M. Lusiak-Szelachowska, M. Zaczek,A. Gȯrski, and A.M. Kropinski. 2013. Characterising the biology of novellytic bacteriophages infecting multidrug resistant Klebsiella pneumoniae.Virology Journal, 10 (100) : 1-12.
Kusumah, S.W.D., dan H.D Ariesyady, 2012. Microbiological source trackingbakteri Salmonella sp dan Escherichia coli dengan metode antibioticresistance analysis di Sungai Citarum hulu.
Leverentz, B., W.S. Conway, W. Janisiewicz and M.J. Camp. 2004. Optimizingconcentration and timing of a phage spray application to reduce listeriamonocytogenes on honeydew melon tissue. Journal of Food Protection. 67 (8): 1682-1686.
Lim, Y.S., M. Jegathesan and M.Y. Ong. 1980. Comparison of six selective mediafor recovering Salmonella. Malaysian J. Pathol. 3 : 31-33.
Lungren, M.P., D. Christensen, R. Kankotia, I. Falk, B.E. Paxton, and C.Y Kim.2013. Bacteriophage K for reduction of Staphylococcus aureus biofilm oncentral venous catheter material. J. Bacteriophage. 3 (4) : 1-3.
Maas, R. 2013. Wholey Brand Cooked Shrimp Recall Issued Due To SalmonellaRisk. Lawsuits.Com. Http://Www.Aboutlawsuits.Com/Shrimp-Recall-Salmonella-Risk-51148/ Kamis 21 Nopember 2013 14:52.
Madigan. et al. 2012. Brock Biology of Microorganisms 13th edition. PearsonEducation, Inc. San Fransisco.
Marathe, S.A., R. Chowdhury, R. Bhattacharya, A.G. Nagarajan and D.Chakravortty. 2012. Direct detection of Salmonella without pre-enrichmnetin milk, ice cream, and fruit juice by PCR against hilA gene. Food Control.23 (2) : 559-563.
McCallin, S., S.A. Sarker, C. Barretto, S. Sultana, B. Berger, S. Huq, L. Krause,R. Bibiloni, B. Schmitt, G. Reuteler, H. Brüssowa. 2013. Safety analysis of a
71
Russian phage cocktail: From MetaGenomic analysis to oral application inhealthy human subjects. Virology. 443: 187–196.
Migeemanathan, S. R. Bhat, L. Min-Tse and W. Wan-Abdullah. 2011. Effect oftemperature abuse on the survival, growth, and inactivation of Salmonellatyphimurium in goat milk. Foodborne Pathogens and disease. 8 (11) : 1235-1240.
Muliani, Nurbaya, dan M. Atmomarsono. 2010. Penggunaan probiotik padapemeliharaan udang windu (Penaeus monodon) dengan Dosis yang Berbeda.Prosiding Forum Teknologi Akuakultur. 249-259.
Multi Cultural Health Communication. 2011. Salmonellosis. Multi CulturalHealth Communication. http://www.mhcs.health.nsw.gov.au/publicationsandresources/pdf/publication-pdfs/diseases-and-conditions/7190/doh-7190-ind.pdf
Narumi, H.E., Zuhriansyah dan I. Mustofa. 2009. Deteksi pencemaran bakteriSalmonella sp (Penaeus merguiensis) segara di pasar tradisional kotamadyaSurabaya. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1 (1) :
Noviani, A. 2013. Produksi di dunia turun, ekspor udang Indonesia bisa naik.Bisnis Indonesia.com. Rabu, 14 Agustus 2013, 17:58 WIB.http://industri.bisnis.com/read/20130814/99/156625/produksi-di-dunia-turun-ekspor-udang-indonesia-bisa-naik. 06 Agustus 2014 20:18.
Nurizkiawan, Z. 2011. Isolasi bakteriofag dan aplikasinya dalam mengendalikanbakteri patogen untuk meningkatkan keamanan pangan. (Skripsi). UniversitasBrawijaya. Malang.
Olgunoğlu, İlkan Ali. 2012. Salmonella in Fish and Fishery Products, Salmonella- A Dangerous Foodborne Pathogen, InTech. http://www.intechopen.com/books/salmonella-a-dangerous-foodborne-pathogen/salmonella-in-fish-andfishery-products 23 Januari 2014 15:03.
Pardio, V.T., K.N. Waliszewski and P. Zuniga. 2011. Biochemical, microbial andsensory changes in shrimp (Panaeus aztecus) dipped in different salutionsusing face-centre central composite design. International Journal of FoodScience and Technology. 46:305-314.
Perdana, Damar. 2013. Sukses Bisnis Udang Galah. Pustaka Baru Press.Yogyakarta.
Phumkhacorn, P. and Pongsak R. 2010. Isolation and partial characterization of abacteriophage infecting the shrimp pathogen Vibrio harveyi. African JournalOf Microbiology Research. 4 (16) : 1794-1800.
72
Poeloengan, M., Komala, I dan Susan M. Noor. 2005. Bahaya Salmonellaterhadap kesehatan. Prosiding Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis.Bogor. 216-223.
Pratiwi, R.H., S.Budiarti. 2010. Karakterisasi fage litik dari limbah cai rumahtangga terhadap enteropathogenic Escherichia coli resisten antibiotik.Prosiding Seminar Nasional Biologi. 726-736.
Pui, C.F, W.C .Wong, L.C. Chai, R. Tunung, P. Jayeletchumi, M.S. NoorHidayah, A. Ubong, M.G. Farinazleen, Y.K. Cheah and R. Son. 2011.Review article Salmonella: A foodborne pathogen. International FoodResearch Journal. 18: 465-473.
Purwantiningsih, T.I, Y.Y. Suranindyah, dan Widodo. 2014. Aktivitas senyawafenol dalam buah mengkudu (Morinda citrifolia) sebagai antibakteri alamiuntuk penghambatan bakteri penyebab mastitis. Buletin Peternakan. 38(1):59-64.
Pusat Data Statistik dan Informasi . 2012. Statistik Perikanan Tangkap, PerikananBudidaya, dan Ekspor Impor Setiap Provinsi Seluruh Indonesia 2003-2010.Pusat Data Statistik dan Informasi Sekretariat Jenderal Kelautan danPerikanan. Jakarta. 302 hlm.
Puspitasari, G., S. Murwani, Herawati. 2010. Uji daya antibakteri perasan buahmengkudu matang (Morinda citrifolia) terhadap bakteri Methicillin ResistanStaphylococcus Aureus (MRSA) M.2036.T secara in vitro. Program StudiPendidikan Dokter Hewan. Universitas Brawijaya. Malang. 1–7.
Rahaju, S.H. 2014. Metoda pengkayaan, filtrasi dan pertumbuhan untuk isolasibakteriofag spesifik Salmonella typhimurium pada sampel air. ProsidingSnaPP2014 Sains, Teknologi dan Kesehatan. 315-322.
Rao, K.V.N., Yi-Xun He, and R. Kalyanasundaram. 2003. Expression of a 28-kilodalton Glutathione s-transferase antigen of schistosoma mansoni on thesurface of filamentous phages and evaluation of its vaccine potential. Clinicaland Diagnostis Laboratory Immunology. 536-541.
Sanger, Grace. 2010. Mutu Kesegaran Ikan Tongkol (Auxis Tozordl SelamaPenyimpanan Dingin Warta WIPTEK (Nomor :35/Th. 2010 / MAR.http://repo.unsrat.ac.id/38/1/4_-_Mutu_Kesegaran_Ikan.pdf.
Sangha, K.K., B.V.S. Kumar, R.K. Agrawal, D. Deka, and R. Verma. 2014.Proteomic characterization of lytic bacteriophages of staphylococcus aureusisolated from sewage affluent of India. International Scholarly ResearchNotices. 2014 (ID 265298) : 6 pp.
73
Santos, S.B., C. Carvalho, J. Azerado, E.C. Ferreira. 2014. Population dynamicsof a Salmonella lytic phageand its host: implication of the host bacterialgrowth rate in modelling. Plos one. 9 (7) : 1-10.
Sarida, M., Tarsim dan I. Faizal. 2010. Pengaruh ekstrak buah mengkudu(Morinda citrifolia L.) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Vibrioharveyi secara in vitro. Jurnal Penelitian Sains. 13 (3D) : 13312.
Sartika, D. 2012. Efektifitas dan keamanan in vivo fage litik FR38 dari limbahdomestik dalam menurunkan cemaran salmonella P38 indigenous pada sosis,susu dan air. (Desertasi). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Sartika, D., S.Budiarti, M. Sudarwanto. 2012. Phage FR38 treatmen on spraguedawley rat inferred from blood parameter and organ systems. Hayati Journalof Biosciences. 19 (3) : 131-136.
Shakir, Zakiya. 2012. Molecular Characterization of Fluoroquinolone-ResistantAeromonas spp. Isolated from Imported Shrimp. Appl. Environ.Microbiology. 78(22):8137-8141.
Soeseno, S. 1983. Budidaya Ikan dan Udang Dalam Tambak. Gramedia. Jakarta.
Sriket, P. 2006. Comparative study on the characteristics and quality changesduring iced storage of Black tiger and White shrimps. (Thesis). Prince ofSongkla University. Thailand. 139 pp.
Sturino, J.M. and T.R. Klaenhammer. 2006. Engineered bacteriophage-defencesystems in bioprocessing. Nature Reviews Microbiology. 4 : 395–404.
Subyakto, S. 2009. Budidaya Udang Vannnamei (Litopenaeus vannamei) SemiIntensif Dengan Metode Resirkulasi Tertutup Untuk MenghindariSerangan Virus. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1 (2).
Sunanti. 2007. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tunggal Bawang Putih (Alliumsativum Linn.) Dan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) TerhadapSalmonella typhimurium. Skripsi. IPB. Bogor. 27hlm.
Sunarti, Riri Novita. 2012. Spesifitas dan efektivitas fage litik salmonella sp.(Thesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Supriadi. 2012. Mengandung Salmonela, Produk RI Sempat Ditolak AS. Surabayapos, Rabu, 03/10/2012 12:14 WIB.http://www.seafoodservicecentre.com/index.php?option=com_content&view=article&id=201%3Amengandung-salmonela-produk-ri-sempat-ditolak-as-&catid=34&Itemid=1.
74
Taha, R.R., Alghalibi, S.M., and Saleh, M.G.S. 2013. Salmonella spp. in patientssuffering from enteric fever and food poisoning in Thamar city, Yemen.Eastern Mediterranean Health Journal. 19 (1) : 88-93.
Taher, Nurmeilita. 2010. Penilaian mutu organoleptik ikan mujair (Tilapiamossambica) segar dengan ukuran yang berbeda selama penyimpanandingin. Jurnal Perikanan dan Kelautan. IV (1) : 8-12.
Tim Karya Tani Mandiri. 2009. Pedoman Budidaya Tambak Udang. NuansaAulia. Bandung.
Trobos. 2015. Perkuat Dominasi Udang Indonesia. Trobos.http://www.trobos.com/detail_berita.php?sir=12&sid=5856
Vaks, L., and I. Benhar. 2011. In vivo characteristics of targeted drug-carryingfilamentous bacteriophage nanomedicines. Journal of Nanobiotechnology. 9(58) : 1-10.
Violeta T. P, Waliszewski & P Zun˜ iga. 2011. Biochemical, microbiological andsensory changes in shrimp (panaeus aztecus) dipped in different solutionsusing face-centred central composite design. International Journal of FoodScience and Technology. 46 : 305–314.
Wibowo, A., L. Muliana, M.H. Prabowo. 2010. Analisis residu antibiotikkloramfenikol dalam daging ikan gurami (Osphronemus gouramy, Lac)menggunakan metode high performance liquid chromatography. JurnalIlmiah Farmasi. 7 (1) : 1-10.
Widadi, S., Linayanti, Sumiyati. 2012. Exploration of bacteriophage virulent toxanthomonas campestris pv campetris toward development as biocontrolagent for cabbage black rot disease. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Caraka Tani27 (1) : 1-9.
Widanarni, M.A. Lidaenni, D. Wahjuningrum. 2010. Pengaruh PemberianBakteri Probiotik Vibrio SKT-b dengan Dosis Yang Berbeda TerhadapKelangsungan Hidup Dan Pertumbuhan Larva Udang Windu (Penaeusmonodon). Jurnal Akuakultur Indonesia. 9 (1) : 21–29.
Woolston, J., Parks, A.R., Abuladze, T., Anderson, B., Li, M., Carter, C., Hanna,F.L., Heyse, S., Charbonneau, D., Sulakvelidze, A. 2013. Bacteriophageslytic for Salmonella rapidly reduce Salmonella contamination on glass andstainless steel surfaces. Bacteriophage 3 (e25697) : 1-6.
Wray, C., R.H. Davies and S.J. Evans. 2000. Poultry Meat Science.www.adiveter.com.articles
Youssef, F., A. Marais, C. Faure, P. Gentit, and T.Candresse, 2011. Strategies tofacilitate the development of uncloned or cloned infectious full-length viral
75
cDNAs: Apple chlorotic leaf spot virus as a case study. Virology Journal, 8(488) : 1-12.
Yudiati, E., Z. Arifin dan I. Riniatsih. 2010. Pengaruh aplikasi probiotik terhadaplaju sintasan dan pertumbuhan tokolan udang Vanamei (Litopeneusvannamei), populasi bakteri Vibrio, serta kandungan amoniak dan bahanorganik media budidaya. Ilmu Kelautan. 15 (3) : 153-158.
Zhang, J., Z. Li, Z. Cao, L. Wang, X. Li, S. Li and Y. Xu. 2015. Bacteriophagesas antimicrobial agents againts major pathogens in swine: a review. Journalof Animal Science and Biotechnology. 1-7