analisa bakteri salmonella sp dan organoleptik pada
TRANSCRIPT
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
36
ANALISA BAKTERI Salmonella sp. DAN ORGANOLEPTIK PADA PENGOLAHAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SEGAR DAN
UDANG BEKU TANPA KEPALA DI PT.WAHYU PRADANA BINA MULIA
Rachmin Munadi1, Tirzah Datulinggi 2
1) Kimia Universitas Islam Makassar
2) Akademi Analis Kimia YAPIKA Makassar
ABSTRAK
Udang windu merupakan salahsatu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi tinggi dan menempati posisi penting dan lebih unggul dibandingkan jenis lainnya karena bisa mencapai ukuran besar dan dewasa ini mempunyai nilai ekspor tinggi. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu bahan baku dan produk akhir udang windu (Penaeus monodon) dengan uji bakteri Salmonella sp. dan uji organoleptik. Metode penelitian untuk uji bakteri Salmonella sp. menggunakan teskip, sedangkan untuk uji organoleptik menggunakan uji skoring (Scoring Test). Hasil Penelitian menunjukkan udang windu (Penaeus monodon) pada bahan baku dan produk akhir di PT. Wahyu Pradana Bina Mulia adalah negatif (-) Salmonella. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa nilai terendah bahan baku adalah 7,06 < µ < 7,95 pada pengamatan 1 dan nilai terendah produk akhir setelah dilelehkan adalah 7,35 < µ < 7,96 pada pengamatan 1 dan 2. Berdasarkan data yang diperoleh, maka disimpulkan udang windu (Penaeusmonodon) pada bahan baku dan produk akhir di PT. Wahyu Pradana Bina Mulia masih memenuhi Standar Nasional Indonesia. Kata Kunci : Bakteri, Salmonella, Organoleptik, Udang
PENDAHULUAN Secara garis besar, Indonesia
merupakan Negara Kepulauan di kawasan tropis yang terletak pada titik silang antara Benua Asia dan Benua Australia dan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Indonesia diberkahi sumber daya perairan lautan dan daratan yang sangat kaya akan flora dan fauna akuatik.
Salahsatu potensi perikanan laut yang memiliki prospek yang sangat cerah adalah udang terutama pada udang windu. Udang windu merupakan salahsatu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi tinggi dan menempati posisi penting dan lebih unggul dibandingkan jenis lainnya karena bisa mencapai ukuran besar dan dewasa ini mempunyai nilai ekspor tinggi. Disamping itu, daging udang banyak mengandung asam amino esensial yang penting bagi manusia,
seperti lisin, histidin, arginin, tirosin, triptofan, dan sistein (Purwaningsih, 1995).
Dalam era globalisasi, tuntutan konsumen terhadap standar mutu keamanan pangan dan produk perikanan semakin meningkat. Oleh karena itu walaupun permintaan dunia terhadap impor produk perikanan terus meningkat, jalan kedepan cukup sulit dan berliku. Tuntutan ini seiring dengan arah globalisasi perdagangan yang terus mengedepankan pentingnya aspek mutu dan keamanan pangan, sehingga perbaikan sistem pembinaan mutu sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing dan akses pasar (Putro, 2006). Hal ini disebabkan karena produk perikanan merupakan bahan pangan yang mudah busuk, sehingga menuntut cara penanganan dan pengolahan yang cepat dan tepat
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
37
agar mutu dan kesegarannya tetap prima.
Salahsatu produk yang dihasilkan dari produk olahan udang segar dan produk hasil perikanan yang mampu memberikan nilai tambah adalah udang beku tanpa kepala (head less). Head less merupakan salahsatu komoditi ekspor yang dapat mendatangkan devisa bagi negara dalam rangka persaingan dunia, maka faktor mutu, kesegaran bahan mentah dan keutuhan bahan mentah dengan harga jual yang tinggi perlu diperhatikan.
Usaha untuk memacu peningkatan ekspor udang khususnya udang beku, maka perlu adanya beberapa perhatian yang menyangkut masalah mutu produk. Salahsatu penyebab menurunnya mutu udang adalah sering terjadi kerusakan fisik yang selalu diikuti dengan terkontaminasinya udang, akibat penanganan udang yang kurang baik pada masa panen. Sebagai komoditi ekspor, keberhasilan pemasarannya sangat ditentukan oleh mutu. Oleh karena itu mutu perlu mendapat perhatian utama. Hasil penelitian menunjukkan cara penanganan yang kurang baik, telah mengakibatkan terjadinya kontaminasi oleh bakteri penyakit dan kerusakan pasca panen sekitar25 – 30%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang windu (Penaeusmonodon) yang baru saja dipanen dari tambak ternyata telah terkontaminasi oleh Salmonella (Putro, 2007). Masalah ini sering menjadi penghambat dalam usaha industri udang nasional dan diperkirakan menjadi penyebab utama terjadinya kasus penahan dan penolakan terhadap ekspor udang Indonesia di luar negeri (Putro, 2003). METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakanpadapenelitianiniadalah : Erlenmeyer 1000 ml dan 250 ml, stomacher, autoclave, hot plate, magnetik stirer, pipet mikro, waterbath, teskip, lemari pendingin, inkubator, bunsen, alumunium foil, timbangan
analitik, plastik, lembar score sheet mutu organoleptik bahan baku dan produk akhir udang beku. Bahan-bahan yang digunakan adalah : Bahan baku udang windu (Penaeus monodon), air, es, aquabides, media BPW (Buffered Pepton Water) B. Metode Pengujian Bakteri Salmonella
Menimbang 25 gram sampel udang windu (Penaeus monodon) tanpa kepala, kemudian tambahkan 225 ml media BPW (Buffered Pepton Water) kemudian stomacher (blender) udang tersebut sampai larut selama 2 menit dengan 23 rpm. Kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan diinkubasi selama 24 jam + 2 jam dengan suhu 35 0C. Kemudian larutan tersebut di teskip dengan memasukkan 0,1 ml larutan udang dan 1 ml aquabides (setelah diinkubasi selama 24 jam + 2 jam dengan suhu 350C), dikeringkan lalu dimasukkan ke dalam waterbath selama 24 jam + 2 jam. Kemudian diamati, jika hasil teskip berwarna dasar kuning atau bintik hitam berarti positif (+) salmonella. Selain dari warna tersebut, misalnya berwarna merah jambu berarti negatif (-) salmonella. Pengujian Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian (score sheet) dengan skala angka 1 (satu) sebagai nilai terendah, angka 9 (sembilan) untuk nilai tertinggi dan angka 5 (lima) untuk batas penolakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Bakteri Salmonella sp.
Pengujian Salmonella ini dilakukan untuk mengetahui adanya kontaminasi bakteri pada udang/makanan, dimana bakteri ini dapat menyebabkan adanya demam tipus. Gejala yang disebabkan oleh bakteri ini adalah masa inkubasi 12 jam – 36 jam, pusing, muntah, sakit perut bagian bawah dan diare.
Dari hasil pengujian mikrobiologi yaitu pengujian bakteri Salmonellayang diekspor oleh PT. Wahyu Pradana Bina Mulia diperoleh hasil sebagai berikut :
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
38
Tabel 1. Hasil Pengujian Bakteri Salmonella sp.
Sampel Bahan Baku
Bahan Beku/Produk Akhir
1 Negatif (-)/ 25 g
Negatif (-)/ 25 g
2 Negatif (-)/ 25 g
Negatif (-)/ 25 g
3 Negatif (-)/ 25 g
Negatif (-)/ 25 g
4 Negatif (-)/ 25 g
Negatif (-)/ 25 g
5 Negatif (-)/ 25 g
Negatif (-)/ 25 g
6 Negatif (-)/ 25 g
Negatif (-)/ 25 g
7 Negatif (-)/ 25 g
Negatif (-)/ 25 g
8 Negatif (-)/ 25 g
Negatif (-)/ 25 g
9 Negatif (-)/ 25 g
Negatif (-)/ 25 g
10 Negatif (-)/ 25 g
Negatif (-)/ 25 g
Keterangan : Tanda (-) = negatif Salmonella sp.
Ada beberapa faktor yang sangat penting yang mempengaruhi mutu mikrobiologi udang. Penanganan udang pada saat proses terdapat faktor bahaya pertumbuhan mikrobiologi. Faktor-faktor tersebut adalah bakteri-bakteri patogen yang menghambat proses pengolahan udang, yaitu bakteri Salmonella sp.
Berdasarkan tabel pengamatan diatas dapat disimpulkan bahwa bahan baku yang masuk ke PT. Wahyu Pradana Bina Mulia masih memiliki mutu memiliki mutu mikrobiologi yang memenuhi standar SNI. Hal ini dikarenakan pada saat penanganan awal hingga menjadi produk akhir, penerapan rantai dingin dan sanitasi hygiene di setiap tahapan proses telah dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari 10 kali pengujian yang menunjukkan hasil analisis bakteri Salmonella pada udang windu (Penaeus monodon) mentah beku pada bahan baku dan produk akhir yang diekspor
adalah negatif Salmonella sp. Hal ini ditandai dengan hasil teskip berwarna merah jambu yang menandakan tidak adanya bakteri Salmonella sp. Pada udang dan apabila hasil teskip terdapat warna dasar kuning atau bintik hitam, maka udang tersebut dinyatakan positif (+) Salmonella.
Berdasarkan hal ini, maka jelas dapat dilihat bahwa bahan baku yang diekspor oleh PT. Wahyu Pradana Bina Mulia terbebas dari kontaminasi cemaranbakteri dan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 012332.2.2.2006) yang menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi pada uji pencemaran Salmonella pada udang windu (Penaeus monodon) per 25 gram adalah negatif. Standar tersebut mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) 03726/B/SK/VII/89 tentang batas maksimum pencemaran mikroba makanan. Pengujian Organoleptik 1. Mutu Organoleptik Bahan Baku Pada pengujian organoleptik bahan baku, diperoleh hasil yang ditunjukkan sebagai berikut : Tabel 2. Pengujian Organoleptik Udang Segar
Pengamatan Rata-rata Pengamatan
Udang Segar
1 7,51 7,06 < µ < 7,95
2 7,73 7,57 < µ < 7,88
3 7,75 7,33 < µ < 7,99
4 7,88 7,49 < µ < 8,05
5 7,96 7,72 < µ < 8,19
6 7,66 7,35 < µ < 7,96
2. Mutu Organoleptik Produk Akhir
Hasil pengujian organoleptik produk akhir di PT. Wahyu Pradana Bina Mulia dapat dilihat pada tabel berikut :
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
39
Tabel 3. Pengujian Organoleptik Udang Beku Tanpa Kepala Setelah Dilelehkan
Pengamatan Rata-rata Pengamatan
Udang Beku
1 7,66 7,35 < µ < 7,96
2 7,66 7,35 < µ < 7,96
3 7,77 7,40 < µ < 8,14
4 8,94 8,05 < µ < 8,75
5 8,94 8,05 < µ < 8,75
6 7,99 7,63 < µ < 8,26
Uji Organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesegaran udang. Pengujian organoleptik terhadap bahan baku dilakukan pada saat bahan baku masuk ke ruang penerimaan (purchase) yang meliputi kenampakan, bau dan tekstur. Sedangkan untuk produk akhir meliputi lapisan es, dehidrasi dan diskolorisasi. Penanganan harus benar-benar diperhatikan agar tidak mempengaruhi mutu pada produk yang telah diproses. Penanganan dengan benar selain mempengaruhi mutu juga mempengaruhi bakteri-bakteri penghambat yang tumbuh pada produk. Bila Penanganan kurang baik, perkembangan bakteri terjadi sangat cepat (Hadiwiyoto, 1993). Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil yang diperoleh berbeda-beda antara bahan baku dengan produk akhir pada tiap pengamatan. Hal ini dikarenakan oleh perbedaan parameter pengujian yang digunakan, score sheet dan bentuk produk yang diuji. Berdasarkan pengamatan mutu bahan baku, nilai organoleptik terkecil adalah 7,06 < µ < 7,95 pada pengamatan 1. Hal ini berarti bahwa udang segar yang akan diolah dalam keadaan cukup baik standar dengan nilai bahan baku ekspor. Hal ini dapat dilihat dari organoleptiknya meliputi kenampakan, bau, dan konsistensi yang menunjukkan mutu bahan baku sudah memenuhi persyaratan SNI 01-2728-1992 yang
mempersyaratkan nilai organoleptik minimal adalah 7. Sedangkan hasil pengujian organoleptik produk akhir udang windu mentah beku tanpa kepala yang telah dilelehkan terkecil adalah 7,35 < µ < 7,96 pada pengamatan 1 dan 2. Penilaian organoleptik terhadap produk akhir adalah 7 meliputi kondisi es padaproduk, adanya dehedrasi dan perubahan warna (diskolorisasi). Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan telah memenuhi standar organoleptik udang beku. Hal ini disebabkan mutu udang yang akan diolah menjadi udang beku adalah udang dengan mutu bagus yang dilihat dari kenampakan, bau dan konsistensinya. Hal ini menunjukkan nilai yang baik, bahwa proses pembekuan sudah berjalan dengan baik. Dari hasil pengujian tersebut telah memenuhi persyaratan SNI 01-2705-1992 dimana nilai minimal organoleptik udang mentah beku adalah 6. Dengan kata lain, udang windu (Penaeusmonodon) mentah beku tanpa kepala yang dihasilkan PT. Wahyu Pradana Bina Mulia telah sesuai dengan standar SNI. KESIMPULAN
Dari pengujian Salmonella dan pengujian organoleptik pada udang windu (Penaeus monodon) mentah beku tanpa kepala (head less), dapat disimpulkan bahwa : 1. Udang windu (Penaeus monodon) pada bahan baku dan produk akhir di PT. Wahyu Pradana Bina Mulia adalah negatif (-) Salmonella dan masih memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2332.2.2.2006). 2. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa nilai terendah bahan baku adalah 7,06 < µ < 7,95 pada pengamatan 1 dan nilai terendah produk akhir setelah dilelehkan adalah 7,35 < µ < 7,96 pada pengamatan 1 dan 2. Nilai tersebut masih memenuhi SNI yang ditetapkan yaitu 7 untuk udang segar dan 6 untuk udang beku.
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
40
DAFTAR PUSTAKA Amri, K., 2003, Budidaya Udang Windu
Secara Intensif, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Hadiwiyoto, S., 1993, Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Hariadi, S., 1994, Pengolahan Udang Beku, Karya Anda, Surabaya.
Moelyanto, 1992, Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan, Penebar Swadaya, Jakarta.
Purwaningsih, S., 1995, Teknologi Pembekuan Udang, Penebar Swadaya, Jakarta.
Standar Nasional Indonesia, 2006, Standar Nasional Perikanan (SNI 01-2332.2.2.2006) Penentuan Salmonella, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Standar Nasional Indonesia, 2006, Udang Segar (SNI 01-2346-2006), Departemen Pertanian, Jakarta.
___________, 1992, Penanganan dan Pengolahan Udang Mentah Beku (SNI 01-2705.2-1992), Departemen Pertanian, Jakarta.
Suyanto, S.R., dan Mujiman, 2003, Budidaya Udang Windu, Penebar Swadaya, Jakarta.
Witjaksono dan Wiryanti, 2001, Dasar-dasar Sistem Manajemen Mutu Hasil Perikanan, Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta.
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
41
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KLIKA KELOR(Moringa oleifera Lam.)DENGAN METODE KLT -
BIOAUTOGRAFI
Fitrianti, H. Guntur Yusuf 1), Rusli 2)
Farmasi Universitas Islam Makassar
Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 9 No. 29 Makassar-Indonesia
ABSTRAK
Penelitian tentang uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) denganmetodeKLT-Bioautografi telah dilakukan.Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas antibakteri ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) dengan metodeKLT-Bioautografi dan untuk menentukan golongan senyawa kimia dari ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.)yang memiliki aktivitas antibakteri.Ekstraksi klika kelorsecara maserasidengan menggunakan cairan penyari etanol 96%.Dilakukan pengujian awal skrining antibakteri kemudian dilanjutkan dengan pemisahan senyawa secara KLT dengan eluen n-heksan:etil asetat (7:3) dan uji aktivitas denganKLT-Bioautografi yang diinkubasi pada suhu 370C selama 1x24 jam kemudian dilakukan identifikasi golongan senyawa kimia aktif dengan pereaksi semprot.Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak etanol klika kelor(Moringa oleifera Lam.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis, Streptococcus mutans, Salmonella typhi dan Bacillus subtilis pada nilai Rf 0,47, 0,40, 0,33, 0,25, 0,18 dan 0,09. Hasil identifikasi golongan senyawa kimia yang aktif yaitu flavonoid, terpenoid, dan fenol.
Kata Kunci:Uji Aktivitas Antibakteri, Moringa oleifera Lam.,KLT-Bioautografi
PENDAHULUAN
Tanaman kelor sering disebut “miracle tree” dikarenakan semua bagian tanaman kelor sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.Mulai dari daun, kulit batang, biji hingga akarnya, tumbuhan ini sudah dikenal luas sebagai tumbuhan obat.Akar kelor diolah untuk obat luar penyakit beri-beri, serta daunnya digunakan untuk obat kulit. Sementara untuk obat dalam, sering dimanfaatkan untuk penyakit rematik, epilepsi, kekurangan vitamin C, gangguan atau infeksi saluran kemih, bahkan sampai penyakit kelamin “gonorrhoea” (Jonni, 2008).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ikalinus dkk (2015) kulit batang kelor memiliki kandungan kimia steroid, flavonoid, alkaloid, fenolat, dan tanin. Kandungan kimia yang paling banyak ditemukan pada kulit batang kelor adalah steroid dan alkaloid.
Menurut penelitian sebelumnya yaitu Nugraha (2013) bahwa ekstrak
daun kelor memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Eschericia coli.Dimana ekstrak daun kelor (Moringa oleifera Lam.) dengan pelarut air memiliki daya hambat optimum pada konsentrasi 50% (8.3 ± 3.1544) mm, sedangkan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera Lam.) dengan pelarut etanol memiliki daya hambat optimum pada konsentrasi 75% (14 ± 1.0000) mm. Selain daun kelor, biji kelor juga memiliki aktivitas antibakteri yaitu ekstrak etanol biji kelor mampu menghambat bakteri uji Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella typhi masing-masing sebesar 11,3 mm, 12 mm, dan 9,3 mm (Syarif Anshori dkk, 2014). Aktivitas antibakteri yang terdapat pada bagian-bagian tanaman tersebut, memungkinkan khasiat yang sama juga ada pada bagian tanaman yang lain yaitu seperti pada bagian klika kelor.Hal inilah yang mendasari perlu dilakukan penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) dengan metode KLT-Bioautografi.
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
42
METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, botol eluen, cawan porselin, cawan petri, corong, chamber, gelas kimia, gelas ukur 50 ml, inkubator, Laminar Air Flaw, la mpu UV, oven, penotol, penangas air, tabung reaksi dan wadah maserasi.
Bahan-bahanyangdigunakan adalah air suling, klika kelor (Moringa oliefera Lam.), bakteri uji, dimetil sulfoksida (DMSO), etanol, etil asetat, heksan, lempeng KLT, NaCl 0,9%, dan Nutrien Agar (NA).
B. Metode 1. Pengambilan sampel
Sampel berupa klika kelor, klika adalah kulit bagian terluar dari tanaman tingkat tinggi yang berkayu, klika diambil dari batang utama dan cabang.Sampel klika kelor (Moringa oleifera Lam.) diperoleh di daerah sudiang permata raya di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan (Deniyati, 2016). 2. Pengolahan sampel
Bagian yang digunakan yaitu klika kelor.Klika kelor dicuci dengan air mengalir sampai bersih lalu dipotong kecil-kecil. Dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari dan diangin-anginkan di udara terbuka lalu diserbukkan dan diekstraksi dengan etanol 96% dengan menggunakan metode maserasi (Deniyati, 2016). 3. Ekstraksi sampel
Sampel klika kelor (Moringa oleifera Lam.) ditimbang sebanyak 200 g dimasukkan dalam wadah maserasi kemudian ditambahkan etanol 96% sebanyak 1100 mL, ditutup dan dibiarkan selama 3x24 jam pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk, lalu disaring. Perlakuan maserasi diulang hingga 3 kali dengan menggunakan pelarut yang sama. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan lalu diuapkan dengan rotaryevaporator sampai diperoleh ekstrak kental (Deniyati, 2016). 4. Penyiapan bakteri uji
a. Peremajaan bakteri uji
Bakteri ujidiinokulasikan dengan cara digoreskan pada medium Nutrien Agar(NA) miring dan diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu 37oC. Setelah itu dapat digunakan sebagai mikroba uji (Mustary, dkk 2011).
b. Pembuatan suspensi bakteri uji
Mikroba uji yang telah diremajakan disuspensikan dengan larutan NaCl 0,9% dan dimasukkan kedalam kuvet, lalu diukur transmitannya pada 25% menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 580 nm. Sebagai blangko digunakan NaCl 0,9% steril (Mustary, dkk 2011).
5. Pengujian skrining antibakteri
Ekstrak klika kelor (Moringa oleifera Lam.) ditimbang sebanyak 100 mg lalu dilarutkan dengan DMSO sebanyak 300 µl (0,3 mL). Setelah larut ditambahkan medium NA 9,7 mL sehingga diperoleh konsentrasi 10 mg/mL. Campuran tersebut dituang ke dalam cawan petri lalu dihomogenkan dan dibiarkan memadat. Kontrol negatif digunakan DMSO 0,3 mL. Bakteri yang telah disuspensikan, masing-masing diambil menggunakan ose bulat dan digoreskan di atas medium yang telah memadat. Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam untuk bakteri. Setelah itu diamati aktivitas antibakteri yang ditandai dengan ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba (Ridhoheni, 2015). 6. Pemisahan secara Kromatografi
Lapis Tipis (KLT)
Lempeng KLT diaktifkan dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100oC selama 30 menit sebelum digunakan.Ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) yang memiliki aktivitas antibakteri ditotolkan pada lempeng KLT ukuran 7x1 cm dengan menggunakan pipa kapiler. Lalu dielusi dengan menggunakan eluen n-heksan : etil asetat (7:3). Lempeng dikeluarkan dari chamber diangin-anginkan hingga cairan pengelusinya menguap. Kemudian kromatogram yang dihasilkan diamati nodanya di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
43
366 nm, serta penampakan noda penyemprotan H2SO4 10 % dan dihitung nilai Rf-nya (Ridhoheni, 2015). 7. Uji KLT Bioautografi
Hasil identifikasi KLT dilanjutkan dengan uji KLT-Bioautografi langsung dengan cara media NA steril sebanyak 9 ml yang dituang ke dalam cawan petri steril, lempeng KLT yang telah dielusi dengan eluen n-heksan : etil asetat (7:3), diletakkan di atas permukaan medium agar yang telah disuspensi dengan mikroba uji dan dibiarkan selama 60 menit. Setelah itu lempeng tersebut diangkat dan dikeluarkan. Selanjutnya media diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 x 24 jam dan diamati bercak noda yang memiliki daya hambat (Ridhoheni, 2015). 8. Identifikasigolongan senyawa
kimia
Kromatogram disemprot dengan menggunakan pereaksi semprot untuk masing-masing komponen kimia berikut (Sutrisno,1993): a. Flavonoid
Aluminium klorida: Setelah disemprot tampak bercak berpendar kuning dalam sinar UV 366 nm.
b. Alkoloid Dragendorff-HCl:Setelah lempeng disemprot dikeringkan diudara, tampak bercak berwarna jingga sampai coklat
c. Fenolik Kromatografi di semprot dengan FeCl3: Setelah lempeng disemprot dikeringkan diudara tampak bercak berwarna abu- abu sampai hitam.
d. Terpenoid Lieberman – Bourchard: Setelah
lempeng disemprot kemudian dipanaskan tampak bercak ungu muda,ungu kemerahan dan merah mudah atau merah jambu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Klika kelor (Moringa oleifera Lam.) sebanyak 200 gram sampel kering diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan etanol 96% diperoleh 6,62 gram ekstrak etanol kental. Hasil rendamen ekstrak dapat dilihat pada tabel 1.
. Tabel 1. Hasil rendamen ekstrak klika kelor (Moringa oleifera Lam.)
Sampel Bobot (gram)
Volume pelarut (mL) Persen Rendamen (%)
Sampel Kering 200 1100 3,31
Ekstrak Kental 6,62
Tabel 2. Hasil skrining antibakteri ekstrak etanol klika kelor (Moringaoleifera Lam.)
terhadap beberapa bakteri uji.
Sampel SA SD SE SM ST BS EC PA VC
Ekstraketanol Klika kelor
- - + + + + - - -
Keterangan : SA = Staphylococcus aureus SD = Shigella dysenteriae SE = Staphylococcus epidermidis SM = Streptococcus mutans ST = Salmonella typhi BS = Bacillus subtilis EC = Escherichia coli PA = Pseudomonas aeruginosa VC = Vibrio colera + = Menghambat pertumbuhan bakteri - = Tidak menghambat pertumbuhan bakteri
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
44
Tabel 3. Hasil pengujian pemisahan golongan senyawa secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.)menggunakan eluen n-heksan : etil asetat (7 : 3)
Bercak Penampakan bercak pada
UV 254 nm UV 366 nm H2SO4 10% Rf Warna Rf Warna Rf Warna
1 Hijau 0,76 Putih 0,93 Kuning 2
0,53 Hijau 0,47 Merah muda 0,82 Merah
muda 3
0,47 Hijau 0,40 Merah muda 0,73 Merah
muda 4
0,40 Hijau 0,33 Merah muda 0,53 Merah
muda 5 0,33 Hijau 0,25 Merah muda 0,47 Jingga 6 0,25 Hijau 0,18 Merah muda 0,40 Kuning 7 0,18 Hijau 0,09 Merah muda 0,33 Coklat 8 0,09 Hijau - - 0,25 Coklat
Tabel 4.Hasil pengujian KLT-Bioautografi dari kromatogram ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.)
No Bercak Rf Warna pada penampak bercak Bakteri Uji UV 254 UV 366 H2SO4
1 3 0,47 Hijau Merah muda Jingga 2 4
0,40 Hijau Merah muda Kuning SE, SM,
ST, BS 3 5
0,33 Hijau Merah muda Coklat SE, SM,
ST, BS 4 6
0,25 Hijau Merah muda Coklat SE, SM,
ST, BS 5 7
0,18 Hijau Merah muda - SE, SM,
ST, BS 6 8
0,09 Hijau Merah muda - SE, SM,
ST, BS
Keterangan : SE = Staphylococcus epidermidis SM = Streptococcus mutans ST = Salmonella typhi BS = Bacillus subtilis
Tabel 5. Hasil pengujian identifikasi golongan senyawa dari kromatogram ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.)
Bercak Rf Golongan senyawa
Pereaksi Pengamatan
Hasil Uji
6 7
0,25 0,18
Flavonoid AlCl3 Bercak berpendar pada UV 366
Positif mengandung flavonoid
3 4 8
0,47 0,40 0,09
Terpenoid Lieberman-Burchard
Ungu Positif mengandung terpenoid
0,33
Fenolik
FeCl3
Bercak berwarna abu-abu
Positif mengandung fenolik
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
45
Kelor (Moringa oleifera Lam.) adalah salah satu tanaman yang dimanfaatkan untuk mengobati penyakit. Tanaman ini merupakan salah satu bahan makanan dan sering juga diigunakan sebagai tanaman pagar di Indonesia.
Penelitian khasiat antibakteri dari kelor saat ini hanya sebatas pada daun serta biji tanaman tersebut sehingga penelitian ini lebih ditujukan pada khasiat klika kelor untuk pengobatan penyakit yang disebabkan oleh bakteri.Oleh sebab itu, maka dilakukan pengujian uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) dengan metode KLT-bioautografi.
Penelitian ini menggunakan sampel serbuk klika kelor (Moringa oleifera Lam.) yang diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%.Pelarut etanol 96% merupakan pelarut yang baik digunakan untuk ekstraksi karena dapat mengekstraksi senyawa polar maupun non polar.Etanol memiliki dua gugus dengan tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang bersifat non polar.Adanya dua gugus tersebut pada etanol menyebabkan etanol dapat digunakan untuk mengekstrak senyawa yang berbeda tingkat kepolarannya (Hart, 2003).Pemilihan metode maserasi ini karena maserasi merupakan metode ektraksi dingin,metode ini tidak menggunakan pemanasan sehingga aman untuk senyawa yang rusak dengan suhu tinggi yang terkandung dalam sampel (Ditjen POM, 1986). Hasil ekstraksi klika kelor (Moringa oleifera Lam.) sebanyak 200 gram sampel kering diperoleh 6,62 gram ekstrak etanol kental dan hasil rendamen 3,31% dapat dilihat pada tabel 1.
Selanjutnyadilakukan skrining aktivitas antibakteri pada sampel ekstrak klika kelor (Moringa oleifera Lam.) terhadap bakteri uji yaitu Escherichia coli, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhi, Streptococcus mutans, Shigella dysenteriae, dan Vibrio
cholera. Pemilihan bakteri uji berdasarkan sifat patogenesisnya yaitu bakteri Escherichia coli: penyebab hemolisis pada darah, diare, infeksi saluran kemih, meningitis. Bacillus subtilis: jumlah yang banyak dalam usus mampu menyebabkan diare melalui kontaminasi makanan. Staphylococcus aureus: penyebab infeksi kulit ringan dan berat, keracunan makanan. Staphylococcus epidermidis: penyebab infeksi nosokomial dan menyerang orang-orang yang rentan atau imunitas rendah. Pseudomonas aeruginosa: penyebab infeksi pada luka, luka bakar, menimbulkan pus hijau kebiruan, meningitis dan infeksi saluran kemih jika masuk bersama cateter. Salmonella typhi: penyebab penyakit tifoid (tipes). Streptococcus mutans: penyebab karies gigi. Shigella dysenteriae: penyebab disentri, diare sering terjadi pada anak-anak umur 10 tahun.Vibrio cholera: penyebab kolera (Jawetz, 2007). Bakteri-bakteri ini juga bisa mewakili bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Hasil uji skrining aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) pada konsentrasi 10 mg/mL dapat menghambat 4 pertumbuhan bakteri uji yaitu Staphylococcus epidermidis, Streptococcus mutans, Salmonella typhi dan Bacillus subtilis dapat dilihat pada tabel 2.
Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukan bahwa ekstrak lebih mudah menghambat bakteri Gram positif dibandingkan bakteri Gram negatif, artinya bakteri Gram positif lebih rentan terhadap senyawa-senyawa kimia dibandingkan bakteri Gram negatif.Hal ini disebabkan oleh perbedaan komposisi dan struktur dinding sel pada bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Struktur dinding sel Gram positif lebih sederhana yaitu berlapis tunggal dengan kandungan lipid yang rendah (1-4%) sehingga memudahkan bahan bioaktif masuk ke dalam sel. Struktur dinding sel bakteri Gram negatif lebih kompleks, yaitu berlapis tiga terdiri dari lapisan luar lipoprotein, lapisan tengah lipopolisakarida, yang berperan sebagai penghalang masuknya bahan bioaktif
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
46
antibakteri, dan lapisan dalam berupa peptidoglikan dengan kandungan lipid tinggi (11-12%) (Jawetz, 2005).
Pemisahan golongan senyawa secara KLT merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif, atau preparatif, dalam bidang farmasi, lingkungan, industri, dan sebagainya. Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Kelebihan KLT dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan kromotografi kolom, demikian juga peralatan yang digunakan (Gandjar, 2012).
Hasil uji pemisahan golongan senyawa dari ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) secara KLT menggunakan campuran eluen n-heksan : etil (7:3) dengan penampak bercak UV 254 nm tampak 8 bercak, pada UV 366 nm tampak 7 bercak, dan penampak bercak menggunakan H2SO4 tampak 8 bercak dapat dilihat pada table3.
Pengujian selanjutnya secara KLT-Bioautografi, karena metode ini merupakan pengujian lanjutan yang berfungsi untuk menemukan suatu senyawa antimikroba yang belum terindentifikasi dengan cara melokasilir aktivitas antimikroba tersebut pada suatu kromatogram. Metode ini memanfaatkan pengerjaan Kromatografi Lapis Tipis (Djide, 2008).
Hasil pengujian secara KLT-Bioautografi ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) dengan menggunakan eluen n-heksan : etil asetat (7:3) terdapat 6 bercak yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis, Streptococcus mutans, Salmonella typhi dan Bacillus subtilispada nilai Rf 0,47, 0,40, 0,33, 0,25, 0,18 dan 0,09 dapat dilihat pada tabel 4.
Identifikasi golongan senyawa dengan menggunakan beberapa pereaksi penampak bercak yaitu deteksi flavonoid dengan pereaksi AlCl3 akan
menghasilkan bercak berpendar dalam sinar UV 366 nm. Senyawa alkaloid dapat dideteksi dengan pereaksi Dragendorff tampak bercak berwarna jingga sampai coklat. Senyawa fenolik dideteksi dengan pereaksi FeCl3
tampak bercak berwarna abu-abu sampai hitam, dan senyawa terpenoid dapat dideteksi dengan pereaksi Liebermen- Bourchard akan menghasilkan bercak berwarna ungu muda, ungu kemerahan, dan merah muda atau merah jambu (Sutrisno, 1993).
Hasil identifikasi golongan senyawa pada ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) menunjukkan senyawa yang aktif yaitu flavonoid, terpenoid dan fenol dapat dilihat pada tabel 5.Hal ini menunjukkan senyawa tersebut bersifat sebagai antibakteri.
Ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) memiliki aktivitas antibakteri karena adanya kandungan senyawa kimia yaitu senyawa flavonoid, mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri adalah membentuk senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler (Cowan,1999). Senyawa fenolik , mekanisme kerja fenolik sebagai antibakteri adalah karena fenolik mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel sehingga sel bakteri akan mati atau terhambat pertumbuhannya dan mengendapkan protein (Pratt and Hudson,1990).Senyawa terpenoid, mekanisme kerja terpenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin. Rusaknya porin yang merupakan pintu keluar masuknya senyawa akan mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi, sehingga pertumbuhan bakteri terlambat atau mati (Cowan, 1999). KESIMPULAN
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
47
1. Ekstrak etanol klika kelor (Moringa
oleifera Lam.) dapat menghambat
bakteri uji yaitu Staphylococcus
epidermidis, Streptococcus mutans,
salmonella typhi dan Bacillus subtilis
pada nilai Rf 0,47, 0,40, 0,33, 0,25,
0,18 dan 0,09.
2. Golongan senyawa yang
memberikan aktivitas antibakteri
secara KLT-Bioautografi yaitu
flavonoid, fenolik dan terpenoid
yang dapat menghambat
pertumhuhanbakteri Staphylococcus
epidermidis, Streptococcus mutans,
salmonella typhi dan Bacillus subtilis
pada nilai Rf 0,47, 0,40, 0,33, 0,25,
0,18, dan 0,09.
SARAN 1. Untuk melengkapi data ilmiah
sebaiknya dilakukan isolasi dan
identifikasi senyawa aktif yang
bersifat sebagai antibakteri dari
ekstrak etanol Klika kelor (Moringa
oleifera Lam.)
2. Untuk melengkapi data ilmiah
sebaiknya dilakukan uji daya
hambat ekstrak etanol Klika
kelor (Moringa oleifera Lam.)
DAFTAR PUSTAKA Cowan, M., 1999. Plant Product as
AntimicrobialAgent, Clinical Mikrobiology Review.
Deniyati.2016. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Biji dan Klika Kelor (Moringa Oleivera Lam.)Terhadap Larva Udang (Artemia salina Leach.) dengan Metode Brine Shrimp Lethalit Test (BST).Universitas Islam Makassar.Makassar.
Dirjen POM. 1986. Sediaan Galenik.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Djide, N., Sartini. 2008. Analisis Mikrobiologi Farmasi. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Makassar.
Gandjar, I.,G., Abdul Rohman. 2012. Kimia Farmasi Analisi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Hart, H.,L.E. Craine, and D.J. Hart. 2003. Organik Cremistry.Erlangga. Jakarta. (JURNAL MIPA UNSARAT ONLINE,1(1): p.1-4. Lumempouwa, L.I., E Suryantoa, and J.J.E. Paendonga .2012.Aktivitas Anti UV-B Ekstrak Fenolik dari Tongkol Jagung (Zea Mays L.).)
Ikalinus Robertino, dkk. 2015. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Batang Kelor (Moringa oleifera). Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana. Bali.
Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s. 2005. Mikrobiologi kedokteran (medical microbiology). Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta.
Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s. 2007. Mikrobiologi kedokteran (medical microbiology) edisi 23. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Jonni MS, Sitorus M, Katharina dan Nelly. 2008. Cegah Malnutisi dengan kelor. Penerbit: Kanisius. Yogyakarta.
Mustary Mardiyah, Natsir Djide M., Mahmud Ilham, Hasyim Nursiah. 2011. Uji Daya Hambat Dan Analisis Klt- Bioatorafi Perasan Buah Sawo Manila (Achras Zapota Linn) Terhadap Bakteri Uji Salmonella Thyposa.Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Makassar.
Nugraha Aditya. 2013. Bioaktivitas (Moringa oleifera) Terhadap Eschericia coli Penyebab Kolibasilosis Pada Babi. UDAYA.Denpasar.
Pratt DE dan Hudson BJF. 1990. Natural Antioxidant Not Exploited Commercially. Di dalam Food antioxidant. Hudson, B.J.F (ed) Elservier Applied science, London.
Ridhoheni Justan. 2015. Uji Aktivitas Antifungi Ekstrak Akar Parang Romang (Boehmeria virgata(Frost) Guill) Dengan Metode Klt- Bioautografi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Farmasi Universitas Islam Makassar. Makassar..
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
48
Syarif Anshori dkk. 2014. Efektivitas Ekstrak Biji Kelor (Moringa oleifera)
Sebagai Sifat Antimikrobia. Prosiding: Seminar Nasional
“Optimalisasi Potensi Hayati untuk Mendukung Agroindustri
Berkelanjutan”. Universitas Trunojoyo Madura.
Sutrisno, R. B. 1993. Pereaksi KLT (kromatografi lapis tipis). Fakultas Famasi Universitas Pancasakti: Jakarta.
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
55
STUDI SISTEM PENYIMPANAN OBAT DI GUDANG OBAT PUSKESMAS BATUA KOTA MAKASSAR
Jayadi, Zainuddin
Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia Timur, Makassar Email : [email protected]
ABSTRAK
Telah dilakukan Penelitian tentang Studi Sistem Penyimpanan Obat di Gudang Obat Puskesmas Batua Kota Makassar, dengan tujuan untuk mengetahui sistem penyimpanan obat di gudang obat Puskesmas Batua Kota Makassar. Penelitian ini merupakan jenis deskriptif yaitu dengan observasi langsung dan wawancara langsung dengan apoteker pengelola dan apoteker pendamping gudang obat Puskesmas Batua Kota Makassar. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sistem penyimpanan obat di gudang obat Puskesmas Batua Kota Makassar, belum sepenuhnya memenuhi standar penyimpanan obat yang baik berdasarkan variabel observasi yang tidak mencapai 100 % yaitu sarana dan prasarana penyimpanan obat 75 %, sarana dan prasarana keamanan gudang 87,5 %, pengaturan penyimpanan obat 88,89 % dan pengaturan tata letak ruang penyimpanan 66,67 %. Kata Kunci: Gudang obat, Puskesmas Batua, Penyimpanan
PENDAHULUAN Upaya kesehatan adalah setiap
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dalam bentuk pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. (Permenkes RI No.30/2014)
Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dalam pembangunan kesehatan, Kementrian Kesehatan memiliki Visi yaitu “Masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan”. (Dirjen Binfar dan Alkes, 2010)
Untuk menjamin mutu, khasiat, keamanan dan keabsahan obat sampai ketangan konsumen diperlukan pengawasan obat secara komprehensif termasuk pada fasilitas distribusi obat. Fasilitas distribusi obat harus menggunakan semua perangkat dan cara yang tersedia untuk memastikan
bahwa sumber obat yang diterima berasal dari industri farmasi yang mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan, dengan kondisi penyimpanan yang sedemikian rupa untuk mencegah kerusakan, kontaminasi dan campur baur. (BPOM, 2012)
Pada berbagai upaya kesehatan, obat merupakan salah satu unsur penting yang digunakan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Untuk menunjang pelayanan kesehatan diperlukan pengelolaan obat yang baik. Upaya peningkatan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan sangat diperlukan suatu sistem penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan yang baik.
Penyimpanan obat jika tidak dilakukan dengan baik akan berpengaruh terhadap kualitas mutu obat (rusak) dan sangat berpengaruh ke pengadaan obat sehingga dapat berakibat terjadinya kekosongan obat. Dampak dari semua itu adalah berpengaruh terhadap pelayanan yang baik kepada pasien karena pasien dapat memperoleh obat yang mutunya tidak baik dan bisa tidak mendapatkan obat karena kekosongan tersebut.
Tujuan penyimpanan obat-obatan adalah untuk memelihara mutu
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
55
obat, menghindari penyalahgunaan dan penggunaan yang salah, menjaga kelangsungan persediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan. Kegiatan penyimpanan obat meliputi pengaturan tata ruang, penyusunan stok obat, pencatatan stok obat serta pengamatan mutu obat. Obat harus selalu disimpan di ruang penyimpanan yang layak. Bila obat rusak, maka mutu obat akan menurun dan akan memberi pengaruh buruk bagi penggunan obat. (Dirjen Binfar dan Alkes, 2010)
Puskesmas Batua merupakan salah satu puskesmas terbesar di kota Makassar. Yang memiliki visi menjadi puskesmas dengan pelayanan terbaik di kota Makassar. Puskesmas Batua di dukung oleh gudang obat yang bertanggung jawab dalam mengelola dan menyelenggarakan kegiatan yang mendukung ketersediaan obat dan alat kesehatan. Selain itu Puskesmas Batua memiliki salah satu misi yaitu mengembangkan jenis layanan dan mutu pelayanan kesehatan. Sehingga sistem penyimpanan obat di gudang obat puskesmas menjadi salah satu poin untuk mendukung misi tersebut. Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan di gudang obat Puskesmas Batua terlihat adanya penumpukan obat dan perbekalan kesehatan di gudang obat.
Dari uraian tersebut di atas timbul permasalahan apakah penyimpanan obat di Gudang Obat Puskesmas Batua Kota Makassar memenuhi standar penyimpanan obat yang baik seperti sarana dan prasarana penyimpanan obat, pangaturan tata ruang, penyusunan stok obat, pencatatan stok obat serta pengamatan mutu obat yang telah ditetapkan oleh Dirjen Binfar dan Alkes Kemenkes RI, 2010?
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem penyimpanan obat di Gudang Obat Puskesmas Batua.
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pengambil keputusan sebagai masukan untuk menyempurnakan sistem
penyimpanan obat di Gudang Obat Puskesmas Batua agar pengelolaan logistik farmasi menjadi lebih efektif, sehingga meningkatkan kualitas pelayanan puskesmas.
METODE PENELITIAN A. Jenis dan desain Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan instrument observasi langsung dan wawancara. Hasil observasi dan wawancara kemudian dideskripsikan dalam bentuk narasi.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Gudang Obat Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Mei 2016
. C. Metode Kerja
1. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah Gudang Obat di Puskesmas Batua Kota Makassar dan Sampel penelitian ini adalah semua obat yang ada di Gudang Obat Puskesmas Batua Kota Makassar 2. Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan cara
observasi langsung sistem
penyimpanan obat di Gudang Obat
Puskesmas Batua Kota Makassar
dan wawancara langsung dengan
penanggung jawab.
Wawancara dilakukan untuk
mengetahui sistem penyimpanan
obat.
D. Teknik Pengolahan Data Data yang diperoleh kemudian
disajikan dalam bentuk persentase dan tabulasi berdasarkan hasil observasi langsung dan wawancara.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan observasi langsung yang telah dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
55
Tabel 1. Hasil observasi penyimpanan
obat di gudang obat Puskesmas Batua Kota Makassar.
No Variabel Observasi
% Hasil Observasi
1 Dokumen 100
2 Sarana dan prasarana penyimpanan obat
75
3 Sarana dan prasarana keamanan gudang
87,5
4 Pengaturan penyimpanan obat
88,89
5 Pengaturan tata letak ruang penyimpanan
66,67
6 Pelaksanaan penyimpanan
100
7 Pencatatan dan pelaporan
100
% rata-rata 88,29
Dokumen penyimpanan obat
dibutuhkan dalam kegiatan
penyimpanan obat guna menghindari
terjadinya kesalahan dalam kegiatan
yang berkaitan dengan penyimpanan.
Dokumen juga berfungsi sebagai alat
bukti dan sebagai laporan pertanggung
jawaban tugas seorang pegawai.
Dokumen penyimpanan obat di gudang
obat Puskesmas Batua Kota Makassar
terdiri dari kartu stok obat, kartu induk
persediaan obat, buku harian
penerimaan obat, buku harian
pengeluaran obat, surat bukti barang
keluar, buku distribusi obat/alkes
perawatan inap/UGD, laporan
pemakaian dan lembar permintaan obat
(LPLPO), dokumen obat kadaluarsa,
dokumen hasil stok opname obat.
Ini semua sesuai dengan yang
terdapat dalam materi pelatihan
manajemen kefarmasian milik Dirjen
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(2010) bahwa terdapat beberapa
dokumen atau sarana administrasi
dalam kegiatan penyimpanan obat
antara lain adalah kartu stok obat, kartu
induk persediaan obat, buku harian
penerimaan obat, buku harian
pengeluaran obat, surat bukti barang
keluar, laporan pemakaian dan lembar
permintaan obat (LPLPO), dokumen
obat kadaluarsa dan hasil stok opname.
Berdasarkan observasi langsung dan
hasil wawancara pengisian semua
dokumen yang tersedia dilakukan
secara teratur oleh petugas
Sarana penyimpanan juga
merupakan salah satu input yang
mendukung kegiatan penyimpanan obat
di gudang obat. Sarana penyimpanan
obat yang tersedia di Puskesmas Batua
berupa gudang penyimpanan yang
memiliki luas 2,5 x 7 m2 dengan
kelengkapan sebagai berikut :
a. Pintu dan jendela, dimana jendela
pada gudang dapat terbuka dan
dilengkapi dengan teralis dan
gorden.
b. Lantai gudang terbuat dari tegel dan
dinding gudang dibuat licin.
c. Pendingin ruangan/AC untuk
mengatur suhu ruangan.
Selain sarana penyimpanan obat
juga terdapat prasarana penyimpanan
obat di gudang obat Puskesmas Batua
untuk menunjang kegiatan penyimpanan
obat. Prasarana yang disediakan terdiri
dari dua rak, empat buah lemari
penyimpanan yaitu satu buah lemari
kayu, satu buah lemari besi, lemari
penyimpanan obat narkotik dan
psikotropik serta lemari dokumen dan
terdapat pula lemari pendingin untuk
menyimpan jenis obat tertentu yang
memerlukan suhu dingin. Selain
rak/lemari penyimpanan juga sudah
disediakan kartu stok obat. Untuk
prasarana tambahan seperti pallet
sudah tersedia di gudang obat.
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
55
Dalam materi pelatihan manajemen
kefarmasian di puskesmas
menyebutkan bahwa luas gudang obat
di puskesmas yaitu minimal 3 x 4 m2.
Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara diketahui bahwa luas
gudang penyimpanan ini dinilai masih
kurang mencukupi untuk kegiatan
penyimpanan obat di Puskesmas Batua.
Luas gudang yang kurang memadai
tentunya sangat menghambat petugas
dalam melakukan tugas penyimpanan
obat di gudang tersebut. Petugas
menjadi tidak leluasa bergerak pada
saat akan menyusun obat-obatan yang
baru diterimanya karena kurangnya
lemari/rak penyimpanan obat sehingga
petugas terpaksa harus menumpuk
obat-obatan dan alat kesehatan yang
disimpan di dalamnya. Ini tentunya akan
sangat menyulitkan petugas saat akan
melakukan pengambilan obat.
Mutu obat sangat dipengaruhi oleh
kelembaban udara atau suhu dalam
ruangan sehingga ruangan
penyimpanan idealnya terdapat AC dan
termometer ruangan yang dapat
memonitoring suhu dan kelembaban
ruangan gudang obat. Berdasarkan
hasil observasi langsung gudang obat
Puskesmas Batua memiliki AC yang
berfungsi dengan baik dan termometer
ruangan yang selalu dimonitoring suhu
dan kelembabannya oleh petugas
gudang obat.
Sarana dan prasarana pengamanan
gudang sangat penting untuk menjaga
obat dari pencurian dan
penyalahgunaan. Berdasarkan hasil
observasi gudang obat Puskesmas
Batua sudah cukup aman dari pencurian
dan penyalahgunaan hal ini dikarenakan
pintu ruangan dibuat berlapis, kunci
ruang gudang dan lemari psikotropika
dan narkotika hanya dipegang oleh
apoteker pengelola dan yang
diperbolehkan untuk mengambil obat
hanyalah petugas gudang dan kamar
obat Puskesmas Batua. Petugas sangat
menjaga kebersihan gudang sehingga di
ruangan gudang obat terbebas dari
serangga pengganggu.
Namun gudang obat Puskesmas
Batua belum dilengkapi dengan sistem
keamanan kebakaran. Di ruangan
gudang tersebut tidak terdapat tabung
pemadam. Padahal dalam pedoman
penyimpanan obat yang dibuat oleh
Dirjend Binfar dan Alkes (2010)
disebutkan bahwa sarana penyimpanan
obat harus dilengkapi alat pemadam
ringan (seperti bak pasir, tabung
pemadam, karung goni).
Pengaturan penyusunan obat
berdasarkan alfabetis, jenis atau ukuran
tujuannya adalah untuk memudahkan
petugas dalam melakukan pendataan
obat di gudang dan pencarian obat saat
dibutuhkan. (Dirjen Binfar dan Alkes,
2010)
Berdasarkan observasi langsung
dan wawancara diketahui bahwa obat-
obatan yang disimpan pada rak dan
lemari penyimpanan di gudang obat
tidak diletakkan menempel pada
dinding, disusun berdasarkan alfabetis,
jenis atau sediaan. Selain itu kartu stok
penyimpanan yang disediakan sudah
digunakan oleh petugas dengan
melakukan pencatatan secara teratur
terhadap obat yang masuk maupun
keluar.
Obat-obatan jenis narkotika dan
psikotropika sudah disimpan dan
diletakkan di tempat terpisah dengan
jenis obat lainnya. Penyimpanan obat
narkotik dan psikotropik dilakukan di
lemari khusus penyimpanan obat dan
dikunci setiap saat. Untuk obat-obatan
yang memerlukan kondisi penyimpanan
dengan suhu dingin sudah diletakkan di
lemari es/kulkas.
Untuk obat-obatan yang tidak muat
diletakkan di rak atau lemari
penyimpanan, petugas membiarkan
obat disimpan didalam kardus dan
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
55
diletakkan diatas pallet. Dimana
penggunaan pallet sangat dianjurkan
sebelum barang diletakkan pada lantai,
tujuannya adalah agar obat terhindar
dari kerusakan.
Penyusunan obat yang dilakukan di
rak-rak dan lemari penyimpanan obat di
gudang obat Puskesmas Batua belum
dilakukan pemberian nama obat karena
obat disimpan tetap di dalam dus obat.
Pengaturan obat yang dilakukan di
rak/lemari dan mencantumkan nama
masing-masing obat pada rak dapat
memberikan kemudahan bagi petugas
gudang dalam mencari barang saat
dibutuhkan dan dapat membuat
penyimpanan menjadi lebih efisien.
(Dirjen Binfar dan Alkes, 2010).
Untuk mendapatkan kemudahan
dalam penyimpanan, penyusunan,
pencarian dan pengawasan obat, maka
diperlukan pengaturan tata ruang yang
baik. (Dirjen Binfar dan Alkes 2010)
Berdasarkan hasil observasi, rak
penyimpanan dan lemari penyimpanan
yang terdapat di gudang obat
Puskesmas Batua disusun membentuk
huruf U. Meskipun rak dan lemari
penyimpanan disusun secara sederhana
namun, petugas terkadang masih
merasa kesulitan dalam bergerak pada
saat akan mengambil obat. Hal ini
dikarenakan adanya tumpukan barang
yang terdapat di lorong ruang
penyimpanan.
Rak dan lemari penyimpanan yang
terdapat di gudang farmasi tidak
diletakkan menyentuh dinding dan tidak
langsung menempel pada lantai.
Pemberian jarak antara rak/lemari
dengan dinding dan dengan lantai
seperti ini dapat menghindari obat dari
kerusakan akibat suhu dinding/lantai.
Selain itu jarak yang dibuat antara lantai
dengan lemari dapat membantu
menghindari kerusakan obat jika terjadi
genangan air pada lantai.
Sistem penyimpanan obat yang
dilakukan di gudang obat Puskesmas
Batua menggunakan sistem
penyimpanan FIFO (First In First Out)
dan (First Expire First Out), dimana obat
yang lebih awal diterima itu yang
terlebih dahulu dikeluarkan dan
disesuaikan dengan batas
kadaluarsanya. Menurut Dirjen Binfar
dan Alkes (2010) penerapan sistem
FEFO dan FIFO sangat penting karena
obat yang sudah terlalu lama biasanya
kekuatannya atau potensinya
berkurang. Selain itu kartu stok
penyimpanan yang disediakan sudah
digunakan dengan baik, petugas
melakukan pencatatan secara teratur
terhadap obat yang masuk dan keluar.
Sehingga petugas tidak mengalami
kesulitan dalam pencarian obat saat
dibutuhkan dan saat terjadi selisih
jumlah obat petugas tidak kesulitan
dalam mendeteksi selisih tersebut.
Menurut Dirjen Binfar dan Alkes
(2010) bahwa mutu obat yang disimpan
di ruangan penyimpanan dapat
mengalami perubahan baik karena
faktor fisik maupun kimiawi. Oleh karena
itu setiap pengelolaan obat perlu
melakukan pengamatan mutu obat dan
pemeriksaan tanggal kadaluarsa obat
secara visual yang dilakukan secara
berkala. Berdasarkan hasil observasi
petugas gudang obat Puskesmas Batua
setiap bulan melakukan pengecekan
dan pencatatan terhadap mutu obat dan
tanggal kadaluarsa obat dalam kegiatan
stok opname.
Selain itu untuk menjaga mutu obat
perlu juga diperhatikan kebersihan
gudang penyimpanan. Ruangan yang
kotor dapat mengundang tikus dan
serangga lain yang kemudian merusak
obat. Etiket dapat menjadi kotor dan
sulit dibaca. Berdasarkan hasil
observasi langsung petugas gudang
obat Puskesmas Batua selalu menjaga
kebersihan gudang setiap harinya
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
55
terlihat dari lantai, dinding dan rak yang
bersih.
Pencatatan dan pelaporan data obat
di Puskesmas merupakan kegiatan
dalam rangka penatalaksanaan obat-
obatan secara tertib, baik obat-obatan
yang diterima, disimpan, didistribusikan
dan digunakan di Puskesmas dan atau
unit pelayanan lainnya. Tujuan
pencatatan dan pelaporan adalah bukti
bahwa suatu kegiatan telah dilakukan,
sumber data untuk perencanaan
kebutuhan dan juga untuk pembuatan
laporan. (Dirjen Binfar dan Alkes, 2010)
Pencatatan yang harus dilakukan
pada saat penerimaan obat adalah
pencatatan pada buku harian
penerimaan obat, berfungsi sebagai
lembar kerja pencatatan penerimaan
obat. Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara diketahui kegiatan
penerimaan obat yang dilakukan oleh
petugas Puskesmas Batua meliputi
pemeriksaan terhadap kesesuaian obat
yang datang (jumlah dan jenis) dengan
barang yang dipesan, pemeriksaan
kemasan, tanggal kadaluarsa obat dan
melakukan pencacatan pada buku
harian penerimaan obat dan kartu stok
obat.
Pengeluaran obat dari gudang obat
dan kamar obat Puskesmas Batua
selama jam kerja dilakukan setelah
adanya permintaan obat berupa resep
dari sub unit (perawatan inap/UGD)
yang membutuhkan obat, namun di luar
jam kerja masing-masing sub unit
menggunakan stok obat di ruangan,
diperoleh dari permintaan obat yang
dibuat. Stok obat dari masing-masing
sub unit selalu dimonitoring oleh
apoteker pengolola melalui laporan sub
unit pelayanan obat yang dibuat setiap
bulannya. Sistem pengeluaran obat
yang dilakukan memperhatikan sistem
FIFO/FEFO. Pengeluaran dengan
memperhatikan sistem FIFO/FEFO
dimaksudkan agar setiap persediaan
obat yang terdapat digudang terhindar
dari kadaluarsa. Sebagaimana tujuan
dari penyimpanan obat yang dilakukan
yaitu menjaga mutu persediaan obat.
Pencatatan yang dilakukan pada saat
pengeluaran obat dimulai dari pengisian
kartu stok, pencatatan pada buku harian
pengeluaran obat dan membuat surak
bukti barang keluar untuk sub unit yang
membutuhkan dalam hal ini pencatatan
pada buku distribusi obat/alkes
perawatan inap/UGD. Ketiga dokumen
ini menampilkan data mengenai tanggal
pengeluaran, nama obat/alkes, jenis
obat dan jumlah obat yang dikeluarkan.
Hal ini sesuai dengan pedoman yang
dibuat oleh Dirjen Bina Farmasi dan Alat
Kesehatan (2010) yang menyebutkan
bahwa pada proses pengeluaran
terdapat dokumen pencatatan yang
harus dibuat yaitu kartu stok, buku
harian pengeluaran obat dan buku
distribusi obat/alkes perawatan
inap/UGD.
Adapun dokumen-dokumen
penyimpanan obat yang perlu untuk
dilaporkan terdiri dari laporan
pemakaian dan lembar permintaan obat
(LPLPO), laporan dokumen obat
kadaluarsa dan laporan hasil stok
opname. Pelaporan dokumen-dokumen
tersebut dilakukan secara rutin oleh
petugas gudang Puskesmas Batua.
Kegiatan pencatatan dan pelaporan
dokumen terkait penyimpanan obat di
gudang obat sudah berjalan dengan
baik.
Dengan dilakukannya pelaporan
diharapkan bisa menjadi bahan evaluasi
dan memberikan informasi yang akurat
mengenai kegiatan penyimpanan obat
sehingga memudahkan penelusuran
surat dan laporan, mendapat data atau
laporan yang lengkap untuk membuat
perencanaan.
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
55
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sistem penyimpanan obat di gudang obat Puskesmas Batua Kota Makassar, belum sepenuhnya memenuhi standar penyimpanan obat yang baik berdasarkan variabel observasi yang tidak mencapai 100 % yaitu sarana dan prasarana penyimpanan obat 75 %, sarana dan prasarana keamanan gudang 87,5 %, pengaturan penyimpanan obat 88,89 %, dan pengaturan tata letak ruang penyimpanan 66,67 %.
SARAN
Petugas perlu melakukan evaluasi terhadap cara penyimpanan obat yang baik di gudang obat Puskesmas Batua Kota Makassar dan mengikuti aturan yang terbaru.
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian di Puskesmas lain tentang cara penyimpanan obat yang baik.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2011, Profil Puskesmas Batua Raya
Kota Makassar, http://pkmbatua.blogspot.co.id/, diakses Tanggal 07 Maret 2015.
Anggisahada, 2014, DMC (Drug Manajemen Cycle) Apotek, https://sahadaanggi.wordpress.com/2014/04/24/dmc-drug-manajemen-cycle-apotek/, diakses Tanggal 16 Maret 2016
Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik Indonesia, 2012, Keputusan Kepala BPOM No : HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012
Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik, Jakarta
Depkes RI, 2005, Pedoman Pengelolaan Obat di Gudang Farmasi, Jakarta.
Hadikurniawan, 2012, Drug Management Cycle Apotek Pasca Idul Adha,http://hadikurniawanapt.blogspot.co.id/2012/10/tugas-dmc-apotek-babarsari-pasca-idul.html, diakses Tanggal 16 Maret 2016.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010, Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Dit Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Jakarta.
Palupiningtyas, R, 2014. Analisis Sistem Penyimpanan Obat Di Gudang Farmasi Rumah Sakit Mulya Tangerang Tahun 2014, Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 Tahun 2015. Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 30 Tahun 2014. Standar Pelayanan Kefarmasiaan Di Puskesmas, Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75 Tahun 2014. Pusat Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Quick et al,1996 “Managing Drug Suplly”, Jonathan. D., (Eds), Second Edition, Reursod and Expanded, Kumarin Press, USA.:
Restinugrahaeni, 2013, DMC (Penyimpanan dan Distribusi Obat), http://restinugrahaeni.blogspot.co.id/2013/06/dmc-penyimpanan-dan-distribusi-obat.html, diakses Tanggal 08 Maret 2016.
Seto Soerjono, dkk. 2008, Manajemen Farmasi. Penerbit Airlangga University Press, Surabaya.
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
68
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TANIN PADA DAUN TEKELAN (Chromolaena odorata (L) R.M.KING) ASAL MAMUJU
SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS 2 DIMENSI
Endah Dwijayanti1, Sri Widyastuti2 1) Fakultas MIPA, Universitas Islam Makassar
2)Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia Timur email: [email protected]
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian isolasi dan Identifikasi komponen kimia tanin daun tekelan (Chromolaena odorata (L) R.M.KING) yang berasal dari Mamuju. Daun tekelan merupakan tanaman yang digunakan oleh masyarakat Mamuju yang dipercaya secara empiris berkhasiat sebagai anti koagulan pada luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa kimia tanin dari ekstrak daun tekelan mulai dari uji pendahuluan sampai pada Kromatografi Lapis Tipis. Proses isolasi senyawa kimia meliputi ekstraksi maserasi dengan pelarut etanol, fraksinasi dengan n-butanol, isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif serta uji kemurnian. Isolasi fraksi n-butanol ekstrak daun tekelan Chromolaena odorata (L) R.M.KING) menggunakan eluen N-heksan-etil asetat ( 7 : 3 ) menghasilkan 4 isolat yang dinamakan isolat A, B, C, dan D, isolat dilanjutkan proses pemisahan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis dua dimensi. Hasil kromatografi lapis tipis preparatif dan dua dimensi berupa isolat C memberikan penampakan noda yang tunggal pada uji kemurnian sehingga dapat dikatakan merupakan noda murni yang merupakan ciri dari senyawa tanin.
Kata kunci : Daun Tekelan (Chromolaena odorata (L) R.M.KING), Identifikasi, Tanin,
Ktomatografi Lapis Tipis. PENDAHULUAN
Secara historis, bahan alam telah menjadi dasar pengobatan. Sejumlah teori telah diusulkan tentang mengapa senyawa-senyawa ini diproduksi dalam tumbuhan yang kemungkinan besar bahwa bahan alam tersebut diproduksi sebagai bagian dari sistem pertahanan kimia untuk melindungi tumbuhan dari serangan mikro organisme atau seranga.
Pengetahuan tentang kandungan komponen tumbuhan berkembang dengan sangat pesat karena perkembangannya metode ekstraksi, isolasi dan karakterisasi menggunakan jenis kromatografi berdasarkan perbedaan kecepatan kelarutan. Hal ini mendorong berkembangnya bidang kemotaksonomi atau sistematik kimia yang mengarah ke pembagian kandungan tumbuhan berdasarkan taksa tumbuhan, dengan kata lain isi dari kandungan tumbuhan dianggap sebagai tanda bagi evolusi
dan klasifikasi tumbuhan (Wiryowidagdo, 2007)
Umumnya tumbuhan mengandung senyawa aktif dalam bentuk metabolit sekunder seperti terpenoid, steroid flavanoid, alkaloid dan tannin. Salah satu dari tumbuhan yang mengandung senyawa kimia adalah tanaman tekelan (Chromolaena odorata (L) R.M.KING) yang merupakan tumbuhan dari famili astereceae (Depkes, 2000).
Daun tekelan (Chromolaena odorata (L) R.M.KING) banyak digunakan sebagai obat dalam penyembuhan luka, obat kumur untuk pengobatan sakit pada tenggorokan, obat batuk, obat malaria, antimikroba, sakit kepala, antidiare, astrigen, antispasmodic, antihipertensi, anti inflamasi dan diuretic (Latief., A, 2012).
Salah satu kandungan senyawa kimia yang diduga terkandung dalam tanaman tekelan (Chromolaena odorata (L) R.M.KING) yang sangat bermanfaat
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
68
untuk pengobatan yaitu tanin. Tanin merupakan senyawa polifenol larut air, yang dapat memilki bobot molekul tinggi dan memiliki sifat utama yaitu kemampuannya yang dapat berikatan dengan protein (Heinrich, etc., 2009). Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak tanaman daun tekelan (Chromolaena odorata (L) R.M.KING) dari Mamuju mengandung senyawa kimia golongan tanin yang diidentifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis yang dikembangan secara dua dimensi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa kimia tanin yang terkandung dalam ekstrak tanaman daun tekelan (Chromolaena odorata (L) R.M.KING) secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Dua Dimensi, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan informasi mengenai kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam daun tanaman tekelan Chromolaena odorata (L) R.M.KING) khususnya dari golongan tanin.
METODE KERJA A. Alat dan Bahan yang digunakan
Alat yang digunakan adalah peralatan laboratorium berupa batang pengaduk, Chamber dan kaca penutup, corong gelas, corong pisah, erlenmeyer, gelas kimia 100 mL, 250 mL, 500 mL, gelas ukur, kertas saring, lampu ultraviolet, lempeng kaca, oven, pemanas listrik, penangas air, botol semprot, rotavavor, seperangkat alat maserasi, silika gel G60F254 nm. Bahan yang digunakan diantaranya akuades, alumunium foil, Daun Tekelan (chromolaena odorata (L) R.M. KING), etanol (96%), n-hexan, etil asetat, dieti eter, n-butanol.
B. Pengolahan sampel Daun Tekelan dibersihkan dari
kotoran yang melekat, disortasi basah dengan air yang mengalir hingga bersih, lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan diluar pengaruh cahaya matahari langsung, selanjutnya dipotong-potong kecil sekitar 1-2 cm persegi.
C. Ekstraksi secara maserasi dengan pelarut etanol (96%)
Simplisia dimasukkan kedalam wadah maserasi, lalu ditambahkan pelarut etanol kira-kira dua bagian dari sampel kemudian ditutup dengan aluminium foil pada temperatur kamar selama 5 hari. Filtrat dan endapan dipisahkan, filtrat diambil dan diuapkan hingga kering atau kental.
D. Estraksi dengan pelarut dietil eter
Estrak etanol kering yang diperoleh disuspensikan dengan pelarut dietil eter dan air, kemudian disentrifugasi sebanyak tiga kali, dan diperoleh dua lapisan yaitu lapisan air dan dietil eter. Sampel ditampung dalam wadah berbeda.
E. Ekstraksi dengan pelarut n-butanol
Lapisan air yang diperoleh disuspensikan dengan pelarut n-butanol dan air, kemudian disentrifugasi sebanyak tiga kali dan diperoleh dua lapisan yaitu lapisan air dan ekstrak n-butanol. Sampel ditampung dalam wadah berbeda. Lapisan n-butanol kemudian diuapkan sampai diperoleh ekstrak n-butanol kental, kemudian dilanjutkan dengan KLT.
F. Uji pendahuluan
Ekstrak n-butanol daun Tekelan (Chromolaena Odorata (L) R.M. KING) dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan pereaksi FeCl3 kemudian dikocok. Selanjutnya mengamati perubahan warna yang terjadi yang ditandai dengan terbentuknya warna coklat yang menunjukkan positif adanya tanin
G. Pemisahan Komponen Kimia Kromatografi Lapis Tipis
Ekstrak n-butanol dimasukkan ke dalam vial lalu dilarutkan dengan pelarut kemudian ditotolkan ke lempeng GF254 nm dan dielusi dengan cairan pengelusi n-hexan-etil asetat (7:3) kemudian diamati dibawah sinar lampu UV 366 nm,. Lempeng selanjutnya disemprot dengan FeCl3 1% v/v, diangin-anginkan hingga diperoleh warna noda.
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
68
Isolasi dengan KLT preparative Ekstrak yang diperoleh
ditotolkan secara tegak lurus pada permukaan lempeng yang telah dibuat parit menggunakan pipa kapiler, dimasukkan dalam chamber yang berisi eluen n-hexan-etil asetat (7:3), yang telah dijenuhkan dengan posisi berdiri (diusahakan tempat penotolan tidak kontak dengan eluen yang digunakan) kemudian chamber ditutup dan lempeng dibiarkan terelusi, setelah itu lempeng dikeluarkan dan di angin-anginkan sampai kering, lalu diamati penampakan nodanya pada lampu UV 366 nm. Pita-pita yang terbentuk dikeruk dari plat kaca dan ditampung kedalam vial sesuai dengan fraksinya. Kromatografi lapis tipis 2 dimensi
KLT 2 dimensi dilakukan terhadap fraksi noda tunggal dengan dua jenis eluen yang berbeda dengan maksud untuk membuktikan bahwa fraksi tersebut adalah senyawa murni yaitu dengan dengan fraksi tunggal diperoleh yang ditotolkan pada lempeng silica gel GF254 ukuran 10x10 cm dengan cairan pengelusi n-hexan-etil asetat (7:3) untuk arah pertama, setelah terelusi, dikeringkan kemudian dideteksi penampakan noda dengan sinar UV, selanjutnya lempeng diputar 90o dan dilakukan pengerjaan seperti sebelumnya. Fraksi yang diperoleh dinyatakan sebagai senyawa tunggal atau murni jika dari kedua arah elusi memperlihatkan satu noda.
Pengamatan dilakukan dengan melihat jumlah noda yang diperoleh dari hasil kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi lapis tipis preparative (KLTP).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
Sampel di ektrak dengan etanol kemudian dilakukan uji pendahuluan (Tabel 1 dan Gambar 1) dan sebagian dilakukan pemisahan dan permurnian tanin yaitu dengan KLT preparatif
menggunakan pengembang n-hexan-etil asetat (7:3) yang terlihat pada Tabel 2.
Untuk mengetahui pita yang positif mengandung tanin, dilakukan penyemprotan dengan penampak bercak asam sulfat 10 % pada pinggir pelat. Pita yang positif Tanin dikerok dan dilarutkan dalam etanol kemudian disaring. Tabel 1. Uji pendahuluan senyawa Tanin
No
Sampel
Pereaksi
Hasil
Ket
1
Ekstrak n-
butanol tekelan
+FeCl3 Ungu
Coklat ke-
hitaman
(+)
Gambar 1. Hasil uji pendahuluan eksrak n-butanol daun Tekelan (Chromolaena Odorata (L) R.M. KING)
Tabel 2. Identifikasi KLTP ekstrak daun Tekelan Fraksi n-butanol dengan Cairan Pengelusi n-hexan-etil asetat (7:3)
Fraksi Warna Pita Noda Hasil KLTP ada Penampak Noda Lampu
UV 254 nm
A B C D
Kehitaman Coklat kehijauan Ungu kehitama
Coklat
Filtrat yang diperoleh dari hasil penyemprotan kemudian diperiksa dengan kromatografi lapis tipis dua dimensi dari fraksi yang positif menggunakan pengembang n-hexan-etil asetat (7:3) terlihat pada Tabel 3 dan diperiksa menggunakan lampu ultraviolet (UV) pada panjang gelombang 254 nm (Gambar 2).
(a)
(b)
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
68
Tabel 3. Hasil identifikasi Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi dari Fraksi B dan C dengan Cairan Pengelusi n-hexan-etil asetat (7:3)
Fraksi Arah Elusi
Warna bercak pada UV 254 nm
B
C
(Arah I) (Arah II)
(Arah I)
(Arah II)
Hijau tua Hijau tua
Coklat kemerahan Coklat kemerahan
Gambar 2 : Kromatograpi Lapis Tipis Dua Dimensi (Arah I (a) dan Arah II (b)) Fraksi B Dan C Menggunakan Cairan Pengelusi N-Hexan – Etil Asetat (7;3) Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia pada daun tekelan (Chromolaena Odorata (L) R.M. KING) berupa senyawa tanin dengan metode kromatografi. Penelitian terlebih dahulu dilakukan dengan pengambilan sampel daun tekelan (Chromolaena Odorata (L) R.M. KING) dari Mamuju, Sulawesi Barat.
Prinsip kromatografi adalah pemisahan berdasarkan kecepatan zat-zat terlarut yang berbegark bersama-sama dengan pelarutnya (Hahn-
Deinstrop, etc., 2007). Cara ini umum dilakukan pada pemisahan zat berwarna seperti tanin.
Tanin merupakan komponen zat organik derivat polimer glikosida yangterdapat dalam bermacam-macam tumbuhan, terutama tumbuhan berkeping dua (dikotil). Ekstrak tanin terdiri dari campuran senyawa polifenol yang sangat kompleks dan biasanya tergabung dengan karbohidrat rendah (Khanbabaee and Teunis, 2001).
Hasil identifikasi isolasi ekstrak n-butanol dari daun tekelan (Chromolaena Odorata (L) R.M. KING) secara kromatografi lapis tipis preparatif diperoleh 4 isolat yaitu A, B, C dan D. setelah dilakukan pemurnian dengan KLT 2 dimensi (Tabel 2).
Penggunaan kromatografi lapis tipis 2 dimensi dilakukan untuk lebih memperjelas dan mempertegas penampakan noda pada sampel (Roman, A., 2007). Selain itu, 2 sistem fase gerak sangat berbeda dalam hal ini penggunaan pengelusi, dapat digunakan secara berurutan sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat kepolaran yang berbeda (Hahn-Deinstrop, etc., 2007), sehingga dapat menguatkan dugaan peneliti bahwa noda yang muncul tersebut adalah senyawa yang di identifikasi.
Berdasarkan dari Tabel 1 dan 2 dapat di lihat bahwa dari setiap langkah tersebut dilakukan pemantauan di setiap perubahan warna pada sampel uji daun tekelan (Chromolaena Odorata (L) R.M. KING) baik secara kualitatif dengan menggunakan pereaksi maupun dengan identifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis menggunakan fase gerak yang sesuai. Hasil identifikasi secara kualitatif diperoleh hasil positif pada penambahan pereaksi FeCl3 yaitu berwarna coklat yang dapat dilihat pada Gambar 1 yang menunjukkan adanya kandungan senyawa kimia tanin.
Kromatografi lapis tipis dua dimensi dilakukan untuk mengetahul isolat tersebut sudah murni atau tidak yang ditandai dengan adanya noda tunggal (Harborne, 1987). Hasil pengujian…..menunjukkan terbentuknya
Fraksi C
Fraksi B
Fraksi B
Fraksi C
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
68
1 noda yang menunjukkan senyawa yang diperoleh merupakan senyawa murni pada pengamatan di bawa lampu UV 254 nm pada isolat hasil kromatografi lapis tipis preparatif fraksi C.
Penampakan noda pada 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika electron tereksitasi dari tingkat energy dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi (Wall, P.E., 2005).
Berdasarkan hasil pengamatan KLT 2 dimensi pada Gambar 2 juga dapat di duga bahwa fraksi C mengandung senyawa kimia tanin jenis non-polar yang ditandai dengan penampakan noda berwarna coklat kemerahan untuk arah I dan begitupun penampakan noda pada arah II yaitu coklat kemerahan, hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hayati, etc., (2010) dan Nurhalimah, (2015) yang menyatakan bahwa noda hasil KLT yang diduga senyawa tanin berwarna coklat kemerahan. juga yang di jelaskan dalam literatur bahwa ciri khas senyawa kimia tanin yaitu coklat, ungu dan hitam. KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil identifikasi isolasi ekstrak n-butanol secara kromatografi lapis tipis preparatif diperoleh 4 isolat yaitu A, B, C dan D. setelah dilakukan pemurnian dengan KLT 2 dimensi, fraksi C dapat diduga mengandung senyawa kimia tanin yang ditandai dengan noda tunggal berwarna coklat kemerahan. Selanjutnya disarankan agar dilakukan identifikasi senyawa lainnya serta bagian tanaman lain dari tanaman Tekelan (Chromolaena odorata (L) R.M. KING) berasal dari Mamuju dengan menggunakan Spektrofotometer Infra merah.
DAFTAR PUSTAKA Departemen kesehatan dan
kesejahteraan social RI, 2000.
Inventaris tanaman obat
Indonesia, Jilid I
Hahn-Deinstrop, Elke, 2007. Applied
Thin-Layer Chromatography,
Best Practiceand Avoindace of
Mistakes. Second, Revised and
Enlarge Edition. Jerman;
WILEY-VCH
Harborne, 1987. Metode Fitokimia :
Penuntun Cara Modern
Menganalisis Tumbuhan. Edisi
II. Terjemahan Kosasih
Padmawinata dan Iwang
Soediro. Bandung; ITB
Hayati Kamilah Elok, A. Fasyah
Ghanaim, Sa’adah Lailis, 2010.
Fraksinasi Dan Identifikasi
Senyawa Tanin Pada Daun
Belimbing Wuluh (Averrhoa
Bilimbi L.). J. Kimia vol.4 No.2.
Heinrich Michael, Gibbons Simon,
Barmes Joanne, Williamson
Elisabeth 2009. Farmakognosi
dan Fitoterapi, Jakarta; EGC.
Khanbabaee, Karamali and van Ree, Teunis. Tannins: Classification and Definition.
J. Nat. Prod. Rep., 18, 641–649. Latief Abdul., 2012. Obat
Tradisonal,Jakarta; EGC.
Nurhalimah, 2015. Aktivitas
Penyembuhan Luka Dari
Ekstrak Etanol Daun Tekelan
(Chromolaena Odorata (L.)
R.M.King.) Yang Diformulasi
dalam Sediaan Gel Pada Mencit
Diabetes. Diakses pada Maret
2016.
Roman Abdul, 2007. Kimia Farmasi
Analisis, Yogyakarta; Pustaka
Pelajar.
Wall, Peter E., 2005. Thin-Layer
Chromatography, A Modern
Practical Approach. UK ; RS.C7.
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
68
Wiryowidagdo sumali, 2007. Kimia dan Farmakologi Bahan Alam, Edisi 2. Jakarta: EGC
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
68
UJI EFEK HIPOGLIKEMIK EKSTRAK ETANOL BIJI PETAI CINA (Leucaena glauca Bth.)
TERHADAP MENCIT JANTAN (Mus musculus)
Ayu Wandira, Hasyim Bariun,Yasnidar Yasir, St. Fauziah Noer, Anri Gunawan Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Islam Makassar
ABSTRAK
Penelitian tentang uji efek hipoglikemik ekstrak etanol biji petai cina terhadap mencit jantan telah dilakukan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui konsentrasi yang paling efektif terhadap efek hipoglikemik ekstrak etanol biji petai cina terhadap mencit jantan. Metode yang digunakan yaitu maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96% dan metode statistika dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Penelitian ini menggunakan hewan uji mencit jantan sebanyak 18 ekor yang dibagi dalam 6 kelompok perlakuan. Mencit dipuasakan selama 4 jam sebelum perlakuan, kemudian pengukuran kadar glukosa awal, setelah itu diinduksi dengan glukosa 10 mg dan diukur kadar glukosa setelah induksi. Kelompok I diberi suspensi Na.CMC 10 mg sebagai kontrol negatif, kelompok II, III, IV, dan V masing-masing diberikan perlakuan suspensi ekstrak etanol biji petai cina 10 mg, 20 mg, 40 mg, dan 80 mg, kelompok VI diberi suspensi dari tablet glibenklamid 6,8 mg sebagai kontrol positif. Pemberian dilakukan peroral dengan volume pemberian 1 mL. Kemudian kadar glukosa darah diamati setelah perlakuan dengan menggunakan glukometer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji petai cina (Leucaena glauca Bth.) dosis 10 mg, 20 mg,40 mg, 80 mg, mg/25 g BB mencit memiliki efek hipoglikemik bila dibandingkan 0,68 mg/25 g BB pada taraf kepercayaan 1 % uji lanjut Duncan. Kata kunci: Biji Petai Cina (Leucaena glauca Bth.) Hipoglikemik, Mencit Jantan (Mus
musculus)
PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) merupakan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik gangguan hormonal. Penyakit diabetes melitus memerlukan pengobatan jangka panjang dan biaya yang mahal, sehingga perlu mencari obat anti diabetes yang relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat. Salah satu pengobatan alternatif adalah penggunaan obat tradisional yang mempunyai efek hipoglikemik. Tahun 1980, WHO merekomendasikan agar dilakukan penelitian terhadap tanaman yang memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah karena pemakaian obat modern kurang aman (Maulana, 2008; Moehyi, 1995).
Pengobatan dan tentang keindahan alam semesta yang dapat dijadikan sebagai sumber pembuat obat-obatan dijelaskan dalam surah Asy
Syu’ara ayat 7 menggambarkan segala sesuatu yang baik bagi setiap objek yang disifatinya. Tumbuhan yang baik adalah tumbuhan yang subur dan bermanfaat. Tumbuhan yang bermacam-macam jenisnya dapat digunakan sebagai obat berbagai penyakit dan ini merupakan anugerah Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang harus dipelajari dan dimanfaatkan. Salah satu tanaman obat yang berpotensi menurunkan kadar glukosa darah penderita diabetes melitus (DM) adalah biji petai cina (Leucaena glauca Bth). Setiap 100 g biji petai cina mengandung kalori sebesar 148 kalori; protein 10,6 g; lemak 0,5 g; hidrat arang 26,6 g; kalsium 155 g; besi 2,2 mg; vitamin A; vitamin B1 0,23 mg. Petai cina juga mengandung zat- zat aktif alkaloid, saponin, flafonoid, alkohol, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
68
dan vitamin B. Berbagai kandungan yang terdapat dalam tanaman petai cina yang diperkirakan sebagai antiinflamasi adalah flafonoid. Flafonoid dalam bentuk agligon bersifat non polar. Berdasarkan sifat flafonoid tersebut, maka untuk ekstraksi dapat digunakan etanol 96 % sebagai bahan penyari, karena etanol 96 % semi polar yang dapat melarutkan senyawa yang bersifat polar. (Arief, 2007; Raina, 2011).
Rosmini (2004), telah melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa uji efek infus biji petai cina (Leucaena glauca Bth.) dapat menurunkan kadar glukosa darah setelah diujikan pada mencit(Mus musculus) dengan konsentrasi yang efektif adalah pada dosis 10% (Rosmini, 2004).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek hipoglikemik ekstrak biji petai cina (Leucaena glauca Bth.) dengan beberapa konsentrasi terhadap mencit jantan (Mus musculus).
Manfaat penelitian ini bagi institusi adalah sebagai bahan acuan atau pedoman bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya, menambah pengetahuan dan wawasan untuk peneliti, serta menjadi bahan informasi kepada masyarakat tentang efek hipoglikemik ekstrak etanol biji petai cina. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang petai cina yang merupakan tanaman liar kemudian dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan diabetes melitus.
METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan adalah aluminium foil, batang pengaduk, magnetik stirer, botol coklat, rotavapor, Erlenmeyer 250 mL (Pyrex), gelas piala 250 mL (Pyrex), gelas ukur 100 mL (Pyrex), gelas ukur 50 mL (Pyrex), glukometer (Easy Touch), kandang mencit, kanula, labu tentukur, mortir dan stamfer, bejana maserasi, spoit 1 cc, timbangan analitik dan timbangan hewan.
Bahan-bahan yang digunakan adalah air suling, biji petai cina (LeucaenaglaucaBth.) etanol 96%, mencit jantan, larutan glukosa 10%, larutan Na-CMC 10 %, suspense tablet glibenklamid.
B. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Biofarmasi Universitas Islam Makassar pada bulan Maret 2015. Penelitian ini berskala laboratorium.
C. Penyiapan Sampel Penelitian 1. Pengambilan Sampel
Sampel penelitian berupa Biji petai cina diperoleh di desa Balieng Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. 2. Pengolahan Sampel
Sampel berupa biji petai cina yang sudah tua dicuci bersih dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan tanpa sinar matahari langsung. Sampel berupa biji petai cina yang sudah tua dicuci bersih dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan tanpa sinar matahari langsung. Sampel biji petai cina dipotong-potong kecil, diserbukkan sampai diperoleh simplisia kering.
D. Pembuatan Bahan Penelitian
Simplisia biji petai cina (Leucaena glauca Bth.) sebanyak 200 mg dimasukkan dalam bejana maserasi kemudian ditambahkan etanol 96% sampai terendam (kurang lebih 2 liter) ditutup dan dibiarkan selama 2 hari, pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk, diulangi beberapa kali sampai cairan penyari jernih. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan lalu diuapkan dalam rotavapor sampai diperoleh ekstrak pekat yang dapat dituang ke dalam gelas piala, selanjutnya diuapkan sampai kental. Ekstrak etanol kental yang diperoleh kemudian ditimbang untuk mengetahui rendamen.
E. Pembuatan Larutan Koloidal Na-CMC 1% b/v
Na.CMC ditimbang sebanyak 1 gram lalu dimasukkan sedikit demi sedikit dalam 50 mL air panas (suhu
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
68
70oC), sambil diaduk dengan pengaduk elektrik hingga terbentuk larutan koloid yang homogen dalam gelas piala kemudian volumenya dicukupkan dengan air suling hingga 100mL dalam labu tentukur.
F. Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Biji Petai Cina
Ekstrak biji petai cina untuk konsentrasi 1% mg/kg BB ditimbang 10 mg, kemudian digerus dalam lumpang dan ditambahkan larutan koloidal Na-CMC 1%,diaduk dan dihomogenkan menggunakan megnetik stirer. Supensi ekstrak etanol biji petai cina dibuat cara yang sama untuk konsentrasi 1%, 2%,4%dan 8%.
G. Pembuatan Larutan Glukosa 10% b/v
Ditimbang glukosa sebanyak 10 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL, lalu dilarutkan dengan air suling sebanyak 5mL, dikocok hingga larut kemudian dicukupkan volumenya hingga 100 mL dalam erlenmeyer.
H. Pemelihan dan Penyiapan Hewan Uji 1. Pemilihan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan dengan bobot 20-25 g, sehat dan telah diadaptasikan untuk menyesuaikan dengan lingkungannya selama satu minggu. 2. Penyiapan Hewan Uji
Disiapkan 18 ekor mencit jantan, yang dibagi dalam 6 kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok perlakuan terdiri dari 3 ekor mencit jantan. 3. Perlakuan terhadap Hewan Uji
Mencit jantan yang digunakan 18 ekor dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri atas 3 ekor dilakukan secara acak. Mencit dipuasakan selama 3-4 jam, sebelum perlakuan, diukur kadar glukosa darah puasa awal dengan cara mengambil darah melalui vena lateralis. Setelah itu diberikan larutan glukosa 10% secara oral sebanyak 1mL/30g BB dan 60 menit kemudian diambil lagi darah
melalui vena lateralis. Kelompok I diberi larutan Na-CMC 10mg/25g BB sebagai kontrol negatif, kelompok II diberi ekstrak etanol biji petai cina 10mg/25g BB, kelompok III diberi ekstrak etanol biji petai cina 20mg/25g BB, kelompok IV diberi ekstrak etanol biji petai cina 40mg/25g BB, kelompok V diberi ekstrak etanol biji petai cina 80mg/25g BB dan kelompok VI diberi suspensi tablet glibenklamid6,8mg/25g BB sebagai kontrol posotif. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan selama 6 kali dengan interval waktu 60 menit, yaitu pada menit ke-60, 120, 180, 240 dan 300 dengan menggunakan glukometer.
I. Pengambilan Cuplikan Darah
Cara pengambilan darahnya yaitu ekor mencit diusap dengan kapas yang terlebih dahulu diberi alkohol 70% lalu ekor mencit (vena lateralis) dipotongdengan menggunakan gunting yang telah dibersihkan dengan alkohol 70%. Setelah itu ekor dipegang kuat-kuat sampai keluar darah di ujung vena lateralis. Darah yang keluar kemudian diteteskan ke strip glukometer. Selanjutnya ujung vena lateralis tersebut diusap dengan kapas yang telah diberi alkohol 70% agar darah dari vena lateralis tidak keluarlagi.
J. Pengumpulan dan Analisis Data
Data dikumpulkan berdasarkan efek yang ditimbulkan dari hasil pengukuran kadar glukosa darah setelah pemberian kontrol positif ekstrak etanol biji petai cina. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan metode ANAVA menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
Sampel biji petai cina sebanyak 200 gram diekstraksi dengan metode maserasi menghasilkan ekstrak sebanyak 14,67 gram. Hasil rendamen ekstrak etanol biji petai cina yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 1.
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
68
Tabel 1. Hasil Rendamen Ekstrak Etanol Biji Petai Cina (Lucaena glauca Bth.)
Sampel Berat Sampel
(gram) Berat Ekstrak (gram)
Rendamen
(%)
Biji petai cina 200 14,67 7,335
Hasil pengukuran kadar glukosa
darah mencit jantan (Mus musculus) sebelum dan setelah pemberian ekstrak
etanol biji petai cina dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah Rata-Rata pada Mencit Jantan (Mus
musculus)
Rata-Rata Kadar GlukosaDarah (mg/dL)
Klp Awal
Setelah
induksi
glukosa
Setelah perlakuan Penuruna
n
(%) 60’ 120’ 180’ 240’ 300’
I 97,33 131 128,66 127 124,33 122,33 119,66 8,61
II 96 151 136,66 121,33 106,66 95,33 79 48,11
III 79,66 133,66 121,33 111,33 94,33 81 61 54,18
IV 87,66 163,66 138,66 123 100,33 87 73,33 55,01
V 86 152,66 125,66 110,33 95,33 82,66 67 57,32
VI 89,66 163,33 108,66 94,33 96,66 84,66 73,33 54,32
Keterangan: Kelompok I : Suspensi Na CMC 10 mg Kelompok II : Ekstrak Etanol Biji Petai Cina 10 mg Kelompok III : Ekstrak Etanol Biji Petai Cina 20 mg Kelompok IV : Ekstrak Etanol Biji Petai Cina 40 mg Kelompok V :Ekstrak Etanol Biji Petai Cina 80 mg Kelompok VI : Suspensi Tablet Glibenklamid (6,8 mg )
Grafik hasil pengukuran kadar glukosa darah mencit jantan (Mus musculus) setelah dan sebelum pemberian ekstrak etanol biji petai cina dapat di lihat pada grafik di bawah ini:
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
68
Gambar 2. Histogram Rata-Rata Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit Jantan (Mus musculus)
B. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penurunan kadar glukosa darah atau efek hipoglikemik ekstrak etanol biji petai cina yang sebelumnya dipuasakan selama 3-4 jam dan setelah itu diinduksikan dengan glukosa 1% untuk menaikkan kadar glukosa darah mencit jantan. Menurut yayasan pengembangan obat bahan alam phyto medica (1993) bahwa keadaan diabetes melitus dapat diinduksi dengan cara pankreaktomi dan pemberian zat kimia. Dapat pula digunakan metode uji toleransi glukosa, dimana tubuh dibebani glukosa untuk mengetahui kemampuan tubuh untuk menggunakan glukosa.
Penelitian ini menggunakan hewan uji mencit jantan. Pemilihan jenis kelamin jantan lebih didasarkan pada pertimbangan bahwa mencit jantan tidak mempunyai hormon estrogen, kalaupun ada hanya dalam jumlah yang relatif sedikit. Kondisi hormonal pada mencit jantan lebih stabil jika dibandingkan dengan mencit betina karena pada mencit betina mengalami perubahan hormonal pada masa-masa tertentu seperti pada masa siklus estrus, masa kehamilan dan menyusui dimana kondisi tersebut dapat mempengaruhi kondisi psikologis hewan uji tersebut. Tingkat stress pada mencit betina lebih
tinggi dibandingkan dengan mencit jantan yang mungkin dapat mengganggu pada saat pengujian (Malole, 1989).
Sampel biji petai cina diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 96%. Digunakan etanol sebagai pelarut karena pada umumnya senyawa fenolik mudah larut dalam pelarut organik seperti etanol dengan air yang dapat meningkatkan senyawa fenolik. Metode dan pelarut yang digunakan sesuai dengan yang dilakukan pada penelitian sebelumnya oleh Rosmini (2004) mengenai uji efek infus biji petai cina. Penelitian ini dilakukan dengan metode uji toleransi glukosa secara oral, dan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Kadar glukosa darah pada hewan uji diperoleh dari ekor masing-masing mencit yang diukur dengan menggunakan alat glukometer (Easy Touch). Menurut Roche (2009) menyatakan bahwa Penggunaan alat glukometer merupakan salah satu contoh aplikasi pemeriksaan kadar glukosa darah, dimana strip mengandung enzim pengoksidasi glukosa yang akan bereaksi dengan glukosa darah.
Data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 2 dan grafik 1.
Na-CMC10 mg
EEBPTC1 0 mg
EEBPTC2 0 mg
EEBPTC4 0 mg
EEBPTC8o mg
Glibenklamid
6,8mg
% 8,61 48,11 54,18 55,01 57,31 54,31
0
10
20
30
40
50
60
70P
ENU
RU
NA
N K
AD
AR
GLU
KO
SA D
AR
AH
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
68
Penelitian yang telah dilakukan dengan pemberian ekstrak etanol biji petai cina dengan beberapa konsentrasi menyatakan efek yang baik untuk penurunan kadar glukosa darah pada mencit jantan, ini terlihat dari persentase hasil analisis statistik yang telah dilakukan dibandingkan dengan kontrol positif suspensi tablet glibenklamid. Glibenklamid merupakan obat pertama dari antidiabetika oral generasi kedua dengan khasiat hipoglikemisnya yang kira-kira 100 kali lebih kuat dari pada tolbutamit. Mekanisme kerja dari glibenklamid adalah dengan merangsang sekresi hormon insulin dari granul sel-sel β langer hans pankreas (Gunawan, 2012).
Antioksidan (Flavonoid) pada penilitian ini diharapkan akan mengurangi dampak negatif radikal bebas khususnya pada pankreas. Antioksidan adalah molekul yang berfungsi sebagai penetral senyawa-senyawa berbahaya atau senyawa yang bersifat toksik bagi tubuh yang disebut radikal bebas (Hernani, 2005). Penyakit hiperglikemik dapat meningkatkan stress oksidatif melalui kelebihan produksi spesies oksigen reaktif (SOR). SOR akan meningkatkan pembentukan ekspresi tumor nekrosis faktor-a (TNF-α) dan memperparah stress oksidatif. TNF-α dapat mengakibatkan resistensi insulin melalui penurunan autofosforilasi dari reseptor insulin serta mengubah fungsi sel β (Widowati, 2015; Sukarmin, 2008). Stress oksidatif adalah keadaan dimana jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya. Diabetes mellitus berhubungan erat dengan disfungsi sel β pankreas dan resistensi insulin. Kerusakan sel β pankreas dapat disebabkan oleh banyak faktor yaitu faktor genetik, Infeksi oleh kuman, nutrisi, dan radikal bebas (stress oksidatif). Pemberian antioksidan dan komponen senyawa polifenol dapat menangkap radikal bebas, mengurangi stress oksidatif, menurunkan ekspresi TNF-α. Senyawa kimia (Flavonoid) ternyata mampu mengurangi komplikasi
diabetes melalui pengurangan stress oksidatif, spesies oksigen reaktif, dan TNF-α.
PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian
analisis statistik dan pembahasan dapat
disimpulkan bahwa ekstrak etanol biji
petai cina (Leucaena glauca Bth.) dosis
10 mg, 20 mg,40 mg, 80 mg, mg/25 g
BB mencit memiliki efekhipoglikemik bila
dibandingkan 0,68 mg/25 g BB pada
taraf kepercayaan 1 % uji lanjut
Duncan.
B. Saran Sebaiknya dilakukan penilitian
lebih lanjut tentang identifikasi senyawa kimia dan uji-uji lainnya terhadap ekstrak etanol biji petai cina (Leucaena glauca Bth.)
DAFTAR PUSTAKA Arief, H., 2007. Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya Seri 2. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Departemen Agama RI., 2004. Al-Qur’an dan Terjemahnya Al-Jumanatul ‘Al. CV Penerbit J-Art. Bandung.
Ditjen POM RI., 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan R.I. Jakarta.
Ditjen POM., 1986. Sediaan Galenika. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Gunawan S.G., 2012. Farmakologi dan Terapi. Edisi V.Departemen Farmakologi dan terapeutik Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia. Jakarta.
Hariana, A., 2010. Resep untuk Mengobati 236 Penyakit. Penerbit Swadaya. Yogyakarta.
Maulana, M., 2008. Mengenal Diabetes Mellitus, Panduan Praktis Menangani Penyakit Kencing Manis. Katahati. Yogyakarta
Moehyi, S., 1995. Pengaturan Makanan dan Diet untuk Penyembuhan Penyakit. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Malole, M., 1989. Penanganan Hewan-hewan Coba di Laboratorium,
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017
68
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi, IPB, Bogor.
Rosmini, 2004. Uji Efek Infus Petai Cina terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit (Mus musculus). Fakultas Farmasi. Universitas Indonesia Timur. Makassar.
Raina, 2011. Eksiklopedi Tanaman Obat untuk Kesehatan. Absolut. Yogyakarta.
Soeryoko, H., 2011. 25 Tanaman Obat Ampuh Penakluk Diabetes Mellitus, CV. Andi offset. Yogyakarta.
Steenis ,V. C. G. G. J., 2008. Flora, PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Sunanto, H., 1992. Budidaya Petai dan Aspek Ekonominya. Kanisius. Jakarta.
Smith, J. Mangkoewidjojo, 1988. Pemeliharaan Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press. Jakarta.