abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i kata pengantar...

215

Upload: others

Post on 09-Nov-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis
Page 2: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

FENOMENA KEBIJAKAN PUBLIK dalam PERSPEKTIF ADMINISTRASI

PUBLIK DI INDONESIA

OLEH

Dr. ABDUL KADIR, SH, M.Si

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MEDAN AREA

PENERBIT

CV. DHARMA PERSADA

DHARMASRAYA

2020

Page 3: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

i

KATA PENGANTAR

engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah

Subhanahu wa Ta’ala, penulis dapat menghadirkan

buku ini. Buku yang berjudul “FENOMENA KEBIJAKAN

PUBLIK DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK DI

INDONESIA”. Di dalam buku ini akan diuraikan mengenai Istilah,

Pengertian dan Unsur-unsur Administrasi; Pengertian dan Definisi

Publik; Pengertian dan Definisi Administrasi Publik; Sistem

Pemerintahan dan Fungsi Administrasi Publik; Administrasi Publik

dalam Ruang Lingkup Kebijakan Publik; Implementasi Kebijakan

Publik; Peranan Kebijakan Publik; Perkembangan Paradigma

Administrasi Publik; Pengertian Good Governance; Prinsip-prinsip

Good Governance; Good Governance dalam Pemerintahan dan

Good Governance dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

Buku ini merupakan rangkuman bahan materi kuliah bagi

Mahasiswa S1, S2, dan S3 yang berhasil penulis himpun. Naskah

bersumber dari beberapa buku, teks, jurnal, hasil-hasil penelitian,

serta sumber pemberitaan pada berbagai media cetak dan visual.

Bahan-bahan dari internet juga sangat membantu dalam

memperkaya pembahasan dan penalarannya.

Penulis menyadari benar bahwa penulisan dan pemaparan

dalam buku ini masih memiliki banyak kelemahan. Untuk itu,

penulis sangat mengharapkan saran dan masukan untuk

kesempurnaan buku ini.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih

kepada Bapak Ketua Yayasan H. Agus Salim, Bapak Rektor

Universitas Medan Area, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Medan Area dan Direktur Program

D

Page 4: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

ii

Pascasarjana Universitas Medan Area beserta rekan-rekan Dosen

Program Studi Magister Ilmu Administrasi Publik dan Program

Studi Administrasi Publik Universitas Medan Area, yang telah

memberikan dorongan dan motivasi dalam penerbitan buku ini.

Dengan diterbitkannya buku ini, mudah-mudahan akan

memberikan wawasan baru dan kepustakaan di bidang

Administrasi Publik. Selain itu, besar harapan penulis, buku ini

dapat dijadikan acuan atau rujukan dalam rangka pembelajaran

Ilmu Administrasi.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan dan

kesehatan untuk dapat menulis lagi buku-buku untuk

kepentingan mahasiswa dan masyarakat pada umumnya.

Medan, Februari 2020 Penulis,

Dr. Abdul Kadir, SH, M.Si

Page 5: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

BAB I KEBIJAKAN PUBLIK 1 A. Definisi Kebijakan Publik 1 B. Evolusi dalam Studi Kebijakan Publik 11 C. Domain Studi Kebijakan Publik 15 D. Analisis Kebijakan, Kebijakan Publik dan

Anjuran Kebijakan 17 E. Tahap-tahap Kebijakan Publik 19

BAB II ADMINISTRASI PUBLIK 23

A. Istilah, Pengertian dan Unsur Administrasi 23 1. Istilah Administrasi 23 2. Pengertian Administrasi 28 3. Unsur-unsur Administrasi 33

B. Pengertian dan Definisi Publik 35 1. Pengertian Publik 35 2. Definisi Publik 36

C. Pengertian dan Definisi Administrasi Publik 38 1. Administrasi Publik 38 2. Definisi Administrasi Pulik 41

BAB III SISTEM PEMERINTAHAN DAN FUNGSI

ADMINISTRASI PUBLIK 51 A. Pengertian Sistem 51 B. Sistem Pemerintahan 53 C. Dikotomi Politik dan Administrasi Publik 56 D. Fungsi Administrasi Publik 57

Page 6: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

iv

BAB IV ADMINISTRASI PUBLIK DALAM RUANG LINGKUP KEBIJAKAN PUBLIK DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK 60 A. Administrasi Publik dan Perumusan Kebijakan

Publik 60 B. Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan

Publik 67 C. Peranan Kebijakan Publik 77

BAB V PERKEMBANGAN PARADIGMA ADMINISTRASI

PUBLIK 86 A. Paradigma Administrasi Publik 86 B. Paradigma Birokrasi 90 C. Paradigma Pascabirokrasi 90 D. Paradigma Administrasi Publik Klasik 91 E. Paradigma New Publik Management (NPM)

Tahun 1990-2000 94 F. Paradigma New Public Service (NPS)

Tahun 2000 – Sekarang 95 BAB VI GOOD GOVERNANCE DALAM KONSEP

ADMINISTRASI PUBLIK 100 A. Pengertian Good Governance 100 B. Prinsip-prinsip Good Governance 102 C. Good Governance dalam Pemerintahan 113 D. Good Government dalam Penyelenggaraan

Pemerintah Daerah 118 BAB VII ETIKA PUBLIK DALAM KEBIJAKAN PUBLIK 128

A. Definisi Etika Publik 128 B. Kriteria Etika dalam Kebijakan Publik 131 C. Memutuskan Pilihan Etis dalam Kebijakan

Publik 135 D. Etika Individual dan Tipe-tipe Penalaran Etika 145 E. Etika Institusional dan Budaya Etika 156 F. Memutuskan Pilihan Etis dalam Kebijakan

Publik 165

Page 7: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

v

G. Budaya Etika dalam Organisasi untuk Integritas Publik 176

H. Program Membangun Budaya Etika Publik 180 BAB VIII PENUTUP 194 DAFTAR PUSTAKA 199

Page 8: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 1

BAB I KEBIJAKAN PUBLIK

A. Definisi Kebijakan Publik

aat ini, kota-kota besar di Indonesia menghadapi dua persoalan pokok, yakni tingkat polusi yang tinggi dan kemacetan lalu lintas. Penduduk Kota DKI Jakarta misalnya, yang mengendarai mobil menuju ke tempat

pekerjaannya atau pulang ke rumahnya sering dihadapkan pada rutinitas kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia bukan sesuatu yang terjadi begitu saja. Peristiwa kemacetan lalu lintas tersebut diakibatkan oleh apa yang sering disebut sebagai kebijakan publik. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah telah menekankan pembangunan pusat-pusat kegiatan perdagangan, seperti mal-mal di tengah Kota, membantu menekan rendah harga BBM melalui kebijakan subsidi, namun pada sisi yang lain juga nampak kurangnya perhatian Pemerintah terhadap sistem transportasi umum. Apakah kebijakan-kebijakan lain telah menghasilkan sistem transportasi yang lebih memuaskan masih terbuka untuk diperdebatkan, akan tetapi persoalan pokok adalah kemacetan lalu lintas ditambah dengan tingkat polusi tinggi yang terjadi di Jakarta atau kota-kota besar lainnya di Indonesia tersebut hingga kini bukanlah “alamiah”, tetapi kebijakan-kebijakan publik telah menyebabkan banyak hal yang membentuk situasi perkotaan seperti sekarang ini. Kemacetan lalu lintas dan tingkat polusi yang tinggi telah merupakan rutinitas bagian kehidupan penduduk yang tidak dapat dielakkan lagi.

Beberapa tahun belakangan ini, di mana persoalan-persoalan yang dihadapi Pemerintah sedemikian kompleks akibat krisis multidimensional, maka bagaimanapun keadaan ini sudah tentu membutuhkan perhatian yang besar dan penanganan oleh Pemerintah yang cepat namun juga akurat agar masalah-masalah

S

Page 9: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Kebijakan Publik…. 2

yang begitu kompleks dan berat yang dihadapi oleh Pemerintah segera dapat diatasi. Kondisi ini pada akhirnya menempatkan Pemerintah dan lembaga tinggi negara lainnya berada pada pilihan-pilihan kebijakan yang sulit. Kebijakan yang diambil tersebut terkadang membantu Pemerintah dan rakyat Indonesia keluar dari krisis, tetapi dapat juga terjadi sebaliknya, yakni malahan mendelegitimasikan Pemerintah itu sendiri.

Dengan demikian, dalam kehidupan modern seperti

sekarang ini, kita tidak dapat lepas dari apa yang disebut dengan kebijakan publik. Kebijakan-kebijakan tersebut kita temukan di dalam bidang kesejahteraan sosial (social welfare), bidang kesehatan, perumahan rakyat, pertanian, pembangunan ekonomi, hubungan luar negeri, pendidikan nasional dan lain sebagainya. Kebijakan-kebijakan tersebut ada yang berhasil namun banyak juga yang gagal. Oleh karena luasnya dimensi yang dipengaruhi oleh kebijakan publik, maka kita dapat mengajukan pertanyaan apakah sebenarnya yang dimaksud dengan kebijakan publik itu?

Istilah kebijakan publik sebenarnya telah sering kita dengar

dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kegiatan-kegiatan akademis, seperti dalam kuliah-kuliah ilmu politik. Istilah kebijakan (policy term) mungkin digunakan secara luas seperti dalam “Kebijakan Luar Negeri Indonesia”, “Kebijakan Ekonomi Jepang” atau “Kebijakan Pertanian di Negara-negara Berkembang atau Negara-negara Dunia Ketiga”. Namun, istilah ini mungkin juga dipakai untuk menunjuk sesuatu yang lebih khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan Pemerintah tentang debirokratisasi dan deregulasi.

Menurut Charles O. Jones (1984: 25), istilah kebijakan

(policy term) digunakan dalam praktek sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda. Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan (goals), program, keputusan (decisions), standard, proposal, dan grand design. Namun demikian, meskipun kebijakan publik mungkin kelihatannya sedikit abstrak atau mungkin dapat

Page 10: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 3

dipandang sebagai sesuatu yang “Terjadi” terhadap seseorang. Namun sebenarnya sebagaimana beberapa contoh yang telah dipaparkan di atas, pada dasarnya kita telah dipengaruhi secara mendalam oleh banyak kebijakan publik dalam kehidupan sehari-hari.

Secara umum, istilah “kebijakan” atau “policy” (J.E.

Anderson, 1979: 4) digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Pengertian kebijakan seperti ini dapat kita gunakan dan relatif memadai untuk keperluan pembicaraan-pembicaraan biasa, namun menjadi kurang memadai untuk pembicaraan-pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik. Oleh karena itu, kita memerlukan batasan atau konsep kebijakan publik yang lebih tepat.

Pada dasarnya terdapat banyak batasan atau definisi

mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan publik (public policy) dalam literatur-literatur ilmu politik. Masing-masing definisi tersebut memberi penekanan yang berbeda-beda. Sementara di sisi yang lain, pendekatan dan model yang digunakan oleh para ahli pada akhirnya juga akan menentukan bagaimana kebijakan publik tersebut hendak didefinisikan. Misalnya, apakah kebijakan dilihat sebagai rangkaian keputusan yang dibuat oleh Pemerintah atau sebagai tindakan-tindakan yang dampaknya dapat diramalkan?

Kesempatan ini kita akan menyebutkan beberapa batasan

saja dan untuk keperluan analisis, kegunaan dari masing-masing konsep atau definisi yang kita bicarakan akan dijelaskan kemudian. Selanjutnya, suatu batasan operasional akan kita berikan dengan cara menunjukkan ciri-ciri utama dari setiap konsep atau definisi yang kita bicarakan. Hal ini kita lakukan agar dapat memperoleh manfaat yang lebih besar serta lebih mudah dalam mengkomunikasikan konsep tersebut.

Page 11: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Kebijakan Publik…. 4

Salah satu definisi mengenai kebijakan publik diberikan oleh Robert Eyestone. Ia mengatakan bahwa “Secara Luas” kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai “hubungan suatu unit Pemerintah dengan lingkungannya” (Eyestone, 1971: 18). Konsep yang ditawarkan Robert Eyestone ini mengandung pengertian yang sangat luas dan kurang pasti karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal.

Batasan lain tentang kebijakan publik diberikan oleh

Thomas R. Dye yang mengatakan bahwa “kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan” (Dye, 1975: 1). Walaupun batasan yang diberikan oleh Thomas R. Dye ini dianggap agak tepat, namun batasan ini tidak cukup memberi perbedaan yang jelas antara apa yang diputuskan oleh Pemerintah untuk dilakukan dan apa yang sebenarnya dilakukan oleh Pemerintah. Di samping itu, konsep ini bisa mencakup tindakan-tindakan, seperti pengangkatan pegawai baru atau pemberian lisensi. Suatu tindakan yang sebenarnya berada di luar domain kebijakan publik.

Seorang pakar ilmu politik lain, Richard Rose menyarankan

bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai “serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri” (Rose, 1969: 79). Definisi ini sebenarnya bersifat ambigu, namun definisi ini berguna karena kebijakan dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekedar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.

Akhirnya marilah kita mendiskusikan definisi yang diberikan

oleh Carl Friedrich. Ia memandang kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau Pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu. Definisi yang diberikan oleh Carl Friedrich ini

Page 12: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 5

menyangkut dimensi yang luas karena kebijakan tidak hanya dipahami sebagai tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah, tetapi juga oleh kelompok maupun oleh individu. Selain itu, gagasan bahwa kebijakan mencakup perilaku yang mempunyai maksud yang layak mendapatkan perhatian dan sekaligus harus dilihat sebagai bagian definisi kebijakan publik yang penting, sekalipun maksud dan tujuan dari tindakan-tindakan Pemerintah yang dikemukakan dalam definisi ini mungkin tidak selalu mudah dipahami.

Namun demikian, satu hal yang harus diingat dalam

mendefinisikan kebijakan, adalah bahwa pendefinisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan, ketimbang apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Hal ini dilakukan karena kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup pula tahap implementasi dan evaluasi sehingga definisi kebijakan yang hanya menekankan pada apa yang diusulkan menjadi kurang memadai. Oleh karena itu, definisi mengenai kebijakan publik akan lebih tepat bila definisi tersebut mencakup pula arah tindakan atau apa yang dilakukan dan tidak semata-mata menyangkut usulan tindakan. Berdasarkan pada pertimbangan seperti ini, maka definisi kebijakan publik yang ditawarkan oleh James Anderson dalam hemat penulis lebih tepat dibandingkan dengan definisi-definisi kebijakan publik yang lain.

Menurut Anderson kebijakan merupakan arah tindakan

yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan (J.E, Anderson, 1979: 4). Konsep kebijakan ini kita anggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu, konsep ini juga membedakan kebijakan dari keputusan yang merupakan pilihan di antara berbagai alternatif yang ada.

Page 13: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Kebijakan Publik…. 6

Sementara itu, Amir Santoso dengan mengkomparasi berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli yang menaruh minat dalam bidang kebijakan publik menyimpulkan bahwa pada dasarnya pandangan mengenai kebijakan publik dapat dibagi ke dalam dua wilayah kategori (Santoso: 4-5). Pertama, pendapat ahli yang menyamakan kebijakan publik dengan tindakan-tindakan Pemerintah. Para ahli dalam kelompok ini cenderung menganggap bahwa semua tindakan Pemerintah dapat disebut sebagai kebijakan publik. Pandangan kedua, menurut Amir Santoso berangkat dari para ahli yang memberikan perhatian khusus kepada pelaksanaan kebijakan. Para ahli yang masuk dalam kategori ini terbagi ke dalam dua kubu, yakni mereka yang memandang kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan Pemerintah yang mempunyai tujuan dan maksud-maksud tertentu, dan mereka yang menganggap kebijakan publik sebagai memiliki akibat-akibat yang bisa diramalkan. Para ahli yang termasuk ke dalam kubu yang pertama melihat kebijakan publik dalam tiga lingkungan, yakni perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan penilaian. Dengan kata lain, menurut kubu ini kebijakan publik secara ringkas dapat dipandang sebagai proses perumusan, implementasi dan evaluasi kebijakan. Ini berarti bahwa kebijakan publik adalah “serangkaian instruksi dari para pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut (Santoso: 4-5). Sedangkan kubu kedua lebih melihat kebijakan publik terdiri dari rangkaian keputusan dan tindakan. Kubu kedua ini diwakili oleh Presman dan Wildavsky yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang bisa diramalkan (Jeffrey L. Presman dan Aaron Wildavsky, dalam Santoso: 5).

Tentu saja masih banyak kategori dan definisi yang dapat

dikemukakan menyangkut kebijakan publik. Masing-masing definisi tersebut cukup memuaskan untuk menjelaskan satu aspek, namun besar kemungkinan gagal dalam menjelaskan aspek yang lain. Oleh karena itu, preposisi yang menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan pejabat-pejabat pemerintah harus mendapat

Page 14: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 7

perhatian sebaik-baiknya agar kita bisa membedakan kebijakan publik dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain, seperti misalnya kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak swasta. Kebijakan tersebut akan dipengaruhi oleh aktor-aktor dan faktor-faktor bukan pemerintah, seperti misalnya kelompok-kelompok penekan (pressure groups), maupun kelompok-kelompok kepentingan (interest groups).

Keterlibatan aktor-aktor dalam perumusan kebijakan

kemudian menjadi ciri khusus dari kebijakan publik. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kebijakan itu diformulasikan oleh apa yang dikatakan oleh David Easton sebagai “Penguasa” dalam suatu sistem politik, yaitu para sesepuh tertinggi suku, anggota-anggota eksekutif, legislatif, yudikatif, administrator, penasehat, raja dan semacamnya. Menurut Easton, mereka ini merupakan orang-orang yang terlibat dalam masalah sehari-hari dalam suatu sistem politik, diakui oleh sebagian terbesar anggota sistem politik, mempunyai tanggung jawab untuk masalah-masalah ini, dan mengambil tindakan-tindakan yang diterima secara mengikat dalam waktu yang panjang oleh sebagian terbesar anggota sistem politik selama mereka bertindak dalam batas-batas peran yang diterapkan (David Easton, dalam Anderson, 1979: 3).

Menurut Anderson (1979: 3-4), konsep kebijakan publik ini

kemudian mempunyai beberapa implikasi, yakni pertama, titik perhatian kita dalam membicarakan kebijakan publik berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan perilaku secara serempangan. Kebijakan publik secara luas dalam sistem politik modern bukan sesuatu yang terjadi begitu saja melainkan direncanakan oleh aktor-aktor yang terlibat di dalam sistem politik. Kedua, kebijakan merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan yang tersendiri. Suatu kebijakan mencakup tidak hanya keputusan untuk menetapkan undang-undang mengenai suatu hal, tetapi juga keputusan-keputusan beserta dengan pelaksanaannya. Ketiga, kebijakan adalah apa yang sebenarnya dilakukan oleh Pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengendalikan inflasi, atau

Page 15: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Kebijakan Publik…. 8

mempromosikan perumahan rakyat dan bukan apa yang diinginkan oleh Pemerintah. Jika lembaga legislatif menetapkan undang-undang yang mengharuskan pengusaha menggaji karyawannya dengan upah minimum menurut undang-undang, tetapi tidak ada sesuatu pun yang dilakukan untuk melaksanakan undang-undang tersebut sehingga tidak ada perubahan yang timbul dalam perilaku ekonomi, maka hal ini dapat dikatakan bahwa kebijakan publik mengenai kasus ini sebenarnya merupakan salah satu dari nonregulasi upah. Keempat, kebijakan publik mungkin dalam bentuknya bersifat positif dan negatif. Secara positif, kebijakan mungkin mencakup bentuk tindakan Pemerintah yang jelas untuk mempengaruhi suatu masalah tertentu. Secara negatif, kebijakan mungkin mencakup suatu keputusan oleh pejabat-pejabat pemerintah, tetapi tidak untuk mengambil tindakan dan tidak untuk melakukan sesuatu mengenai suatu persoalan yang memerlukan keterlibatan pemerintah. Dengan kata lain, Pemerintah dapat mengambil kebijakan untuk tidak melakukan campur tangan dalam bidang-bidang umum maupun khusus. Kebijakan tidak campur tangan mungkin mempunyai konsekuensi-konsekuensi besar terhadap masyarakat atau kelompok-kelompok masyarakat. Dalam bentuknya yang positif, kebijakan publik didasarkan pada undang-undang dan bersifat otoritatif. Anggota-anggota masyarakat menerima secara sah bahwa pajak harus dibayar dan Undang-Undang Perkawinan harus dipatuhi. Pelanggaran terhadap kebijakan ini berarti menghadapi risiko denda, hukuman kurungan atau dikenakan secara sah oleh sanksi-sanksi lainnya. Dengan demikian, kebijakan publik mempunyai sifat “paksaan” yang secara potensial sah dilakukan. Sifat memaksa ini tidak dimiliki oleh kebijakan yang diambil oleh organisasi-organisasi swasta, hal ini berarti bahwa kebijakan publik menuntut ketaatan yang luas dari masyarakat. Sifat yang terakhir inilah yang membedakan kebijakan publik dengan kebijakan lainnya.

Sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami

secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori. Kategori-kategori itu antara lain adalah tuntutan-tuntutan

Page 16: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 9

kebijakan (policy demands), keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions), pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements), hasil-hasil kebijakan (policy outputs), dan dampak-dampak kebijakan (policy outcomes) (Anderson, 1979: 4-5).

Tuntutan-tuntutan kebijakan (policy decisions) adalah

tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu sistem politik. Tuntutan-tuntutan tersebut berupa desakan agar pejabat-pejabat pemerintah mengambil tindakan atau tidak mengambil tindakan mengenai suatu masalah tertentu. Biasanya tuntutan-tuntutan ini diajukan oleh berbagai kelompok dalam masyarakat dan mungkin berkisar antara desakan secara umum bahwa Pemerintah harus “Berbuat Sesuatu” sampai usulan agar Pemerintah mengambil tindakan tertentu mengenai suatu persoalan.

Sementara itu, keputusan kebijakan (policy demands)

didefinisikan sebagai keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik. Termasuk dalam kegiatan ini adalah menetapkan undang-undang, memberikan perintah-perintah eksekutif atau pernyataan-pernyataan resmi, mengumumkan peraturan-peraturan Administratif atau membuat Interpretasi yuridis terhadap undang-undang.

Sedangkan pernyataan-pernyataan kebijakan (policy

statements) adalah pernyataan-pernyataan resmi atau artikulasi-artikulasi kebijakan publik. Yang termasuk dalam kategori ini adalah undang-undang legislatif, perintah-perintah dan dekrit presiden, peraturan-peraturan administratif dan pengadilan, maupun pernyataan-pernyataan atau pidato-pidato pejabat-pejabat pemerintah yang menunjukkan maksud dan tujuan pemerintah dan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Page 17: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Kebijakan Publik…. 10

Hasil-hasil kebijakan (policy outputs) lebih merujuk pada “manifestasi nyata” dari kebijakan-kebijakan publik, yaitu hal-hal yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan kebijakan. Dengan menggunakan kalimat yang lebih sederhana, hasil-hasil kebijakan dapat diungkapkan sebagai apa yang dilakukan oleh suatu pemerintah dan keberadaannya perlu dibedakan dari apa yang dinyatakan oleh pemerintah untuk melakukan sesuatu. Di sini perhatian kita difokuskan kepada masalah-masalah seperti pembayaran pajak, pembangunan jalan-jalan raya, penghilangan hambatan-hambatan perdagangan, maupun pemberantasan usaha-usaha penyelundupan barang. Penyelidikan mengenai hasil-hasil kebijakan mungkin akan menunjukkan bahwa kebijakan dalam kenyataannya agak atau sangat berbeda dari apa yang tersirat dalam pernyataan-pernyataan kebijakan. Dengan demikian, kita dapat membedakan antara dampak-dampak kebijakan dengan hasil-hasil kebijakan. Hasil-hasil kebijakan lebih berpijak pada manifestasi nyata kebijakan publik, sedangkan dampak-dampak kebijakan (policy outcomes) lebih merujuk pada akibat-akibatnya bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan Pemerintah.

Kebijakan Pemerintah Indonesia di bidang pertanian dapat

dipakai untuk menjelaskan konsep ini. Dengan mudah kita dapat mengukur hasil-hasil kebijakan pertanian – jumlah kredit yang diberikan, jumlah petani yang mendapat kredit dan sarana produksi, tingkat rata-rata kredit yang diberikan dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah dampak atau akibat dari tindakan-tindakan ini? Apakah bantuan kredit dan sarana produksi (saprodi) meningkatkan produksi padi petani sehingga pada gilirannya memperbaiki kehidupan sosial dan ekonomi petani? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu pada dasarnya mengarahkan perhatian kita kepada dampak dari kebijakan publik, suatu hal yang merupakan perhatian utama dalam analisis kebijakan publik. Sementara itu, bila kita ingin mengetahui apakah kebijakan-kebijakan publik mencapai tujuan yang telah ditetapkan

Page 18: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 11

sebelumnya, maka pertanyaan-pertanyaan seperti ini telah mengarah ke tugas evaluasi kebijakan. B. Evolusi dalam Studi Kebijakan Publik

Ilmuwan politik, dalam pengajaran dan penelitian mereka,

biasanya memiliki perhatian yang besar terhadap proses-proses politik, seperti proses legislatif atau pemilihan, atau elemen-elemen sistem politik, kelompok-kelompok kepentingan maupun pendapat umum. Akan tetapi, hal ini tidak berarti bahwa para ilmuwan politik tidak memberikan perhatian sama sekali terhadap studi-studi kebijakan publik. Bagaimanapun, kebijakan luar negeri dan yang berhubungan dengan hak-hak sipil dan kebebasan, telah menarik banyak perhatian para ilmuwan politik. Dalam hal ini, Robert Salisbury menamakannya sebagai kebijakan konstitusional, yaitu peraturan-peraturan keputusan yang menentukan tindakan-tindakan kebijakan berikutnya (Robert H. Salisbury, dalam Ranney, 1988: 159).

Bila kebijakan publik dipahami sebagai tindakan yang

dilakukan oleh Pemerintah, maka minat untuk mengkaji kebijakan publik telah berlangsung sejak lama, bahkan sejak Plato dan Aristoteles. Namun demikian, pada waktu itu studi mengenai kebijakan publik masih berpijak pada lembaga-lembaga negara. Ilmu politik tradisional lebih menekankan pada studi-studi kelembagaan dan pembenaran filosofi terhadap tindakan-tindakan pemerintah, namun kurang menaruh perhatian terhadap hubungan antar lembaga tersebut dengan kebijakan-kebijakan publik. Setelah itu, perhatian para ilmuwan politik mulai beranjak pada masalah proses-proses dan pola tingkah laku yang berkaitan dengan pemerintahan dan aktor-aktor politik. Dengan adanya perubahan orientasi ini maka mulai ada anggapan bahwa ilmu politik mulai memberi perhatian kepada masalah-masalah pembuatan keputusan secara kolektif atau perumusan kebijakan (J.M. Mitchell dan W.C. Mitchel, dalam Santoso).

Page 19: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Kebijakan Publik…. 12

Dewasa ini, para ilmuwan politik mempunyai perhatian yang meningkat terhadap studi kebijakan publik – deskriptif, analisis dan penjelasan terhadap sebab-sebab dan akibat-akibat dari kegiatan pemerintah. Sebagaimana Thomas Dye (1975: 8)

mengatakannya dengan tepat: hal ini mencakup deskripsi tentang substansi kebijakan non-publik; penilaian terhadap dampak dari kekuatan-kekuatan lingkungan pada substansi kebijakan; suatu analisis terhadap efek dari bermacam-macam aturan kelembagaan; suatu penyelidikan terhadap konsekuensi-konsekuensi dari berbagai kebijakan publik bagi sistem politik; dan suatu evaluasi terhadap dampak kebijakan-kebijakan publik pada masyarakat yang menyangkut dampak yang diinginkan dan dampak yang tidak diinginkan. Dengan demikian, orang diarahkan untuk mencari jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah substansi yang sebenarnya dari kebijakan pemberantasan korupsi? Apakah dampak kebijakan debirokratisasi dan deregulasi terhadap ekspor nonmigas Indonesia? Bagaimanakah organisasi DPR membantu dalam membentuk kebijakan pertanian? Apakah pemilihan umum mempengaruhi arah kebijakan-kebijakan publik? Apakah program-program pembangunan yang berorientasi kepada pemerataan menunjang stabilitas politik? Siapa yang beruntung dan siapa yang menderita kerugian dengan adanya kebijakan pajak atau program-program pembangunan perkotaan dewasa ini? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini pada dasarnya ingin mencari jawaban mengapa para ilmuwan politik mempunyai perhatian yang besar terhadap studi kebijakan publik.

Minat para ilmuwan politik untuk mengkaji kebijakan publik

didasari oleh alasan, seperti dapat dilihat dalam uraian Lester dan Stewart maupun Anderson (1979: 5), alasan pertama, mengapa ilmuwan politik tertarik mengkaji kebijakan publik adalah karena alasan ilmiah. Kebijakan publik dapat dipelajari untuk memperoleh pengetahuan yang luas tentang asal-muasalnya, proses-proses perkembangannya dan konsekuensi-konsekuensinya bagi masyarakat. Pada gilirannya, hal ini akan menambah pengertian tentang sistem politik dan masyarakat secara umum. Dalam

Page 20: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 13

konteks seperti ini, maka kebijakan politik dapat dipandang sebagai variabel terikat (dependent variable) maupun sebagai variabel bebas (independent variable). Jika kebijakan dipandang sebagai variabel terikat, maka perhatian kita akan tertuju kepada faktor-faktor politik dan lingkungan yang membantu menentukan substansi kebijakan. Misalnya, bagaimana kebijakan dipengaruhi oleh distribusi kekuasaan (power distribution) antara kelompok-kelompok penekan dan lembaga-lembaga pemerintah? Bagaimana Urbanisasi dan Pendapatan Nasional membantu dalam menentukan substansi kebijakan? Bagaimana kebijakan mempengaruhi dukungan bagi sistem politik atau pilihan-pilihan kebijakan masa depan? Pengaruh apa yang ditimbulkan oleh kebijakan pada keadaan sosial masyarakat? Pertanyaan-pertanyaan ini pada akhirnya menggiring kita pada usaha mencari dampak dari kebijakan publik. Dengan demikian, suatu kebijakan publik dipandang sebagai variabel bebas, jika fokus perhatian kita tertuju kepada dampak kebijakan pada sistem politik dan lingkungan, sedangkan apabila sistem politik atau lingkungan yang berpengaruh terhadap kebijakan publik, maka kebijakan publik kita pandang sebagai variabel terikat.

Alasan kedua, para ilmuwan politik mengkaji kebijakan

publik adalah karena alasan profesional. Dalam hal ini, Don K. Price membuat perbedaan antara “tingkatan ilmiah” (the scientific estate) yang hanya menentukan pengetahuan dan “tingkatan profesional” (the professional estate) yang berusaha menerapkan pengetahuan ilmiah kepada penyelesaian masalah-masalah sosial praktis (Price, 1964: 122-123). Di sini kita tidak akan memberikan perhatian kepada masalah apakah para ilmuwan politik harus membantu dalam menentukan tujuan-tujuan kebijakan publik atau tidak, mengingat di kalangan ilmuwan politik sendiri terjadi perbedaan pandangan. Beberapa ilmuwan politik setuju bahwa seorang ilmuwan dapat membantu menentukan tujuan-tujuan kebijakan publik namun beberapa yang lain tidak sependapat. Menurut mereka, sebagai seorang ilmuwan mereka tidak mempunyai keahlian khusus untuk mengerjakan hal tersebut.

Page 21: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Kebijakan Publik…. 14

James Anderson (1979: 7) adalah salah seorang ilmuwan yang mendukung pendapat yang pertama. Menurut Anderson, jika kita mengetahui sesuatu tentang fakta-fakta yang membantu dalam membentuk kebijakan publik atau konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan-kebijakan yang mungkin timbul, sementara kita dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat mengenai bagaimana individu-individu, kelompok-kelompok atau pemerintah dapat bertindak untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan mereka, maka kita layak memberikan hal tersebut dan tidak layak untuk berdiam diri. Dengan demikian, seperti diungkapkan oleh Anderson adalah sah bagi seorang ilmuwan politik, karena pengetahuan yang dimilikinya, memberikan saran-saran kepada pemerintah maupun pemegang otoritas pembuat kebijakan agar kebijakan yang dihasilkannya mampu memecahkan persoalan dengan baik. Saran-saran tersebut dapat diarahkan untuk menunjukkan kebijakan apa yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus atau faktor-faktor politik dan lingkungan apa yang membantu bagi perkembangan kebijakan. Tentunya, pengetahuan yang mendasar pada fakta adalah prasyarat untuk menentukan dan menghadapi masalah-masalah masyarakat. Dengan demikian, dengan merujuk pada pandangan Anderson di atas maka kita dapat saja mengatakan apakah kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga tinggi negara “layak” ataukah “tidak layak” berdasarkan kemampuan kebijakan tersebut untuk menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat.

Alasan ketiga adalah alasan politik. Sebagaimana telah

diuraikan sebelumnya bahwa beberapa ilmuwan politik tidak sependapat, jika para ilmuwan politik tidak berbuat apapun untuk memberikan saran-saran yang berguna mengenai tujuan-tujuan kebijakan yang ditetapkan. Mereka cenderung pada pilihan bahwa studi kebijakan publik seharusnya diarahkan untuk memastikan apakah pemerintah mengambil kebijakan yang pantas untuk mencapai tujuan-tujuan yang “tepat”. Mereka dengan tegas menolak pendapat bahwa para analis kebijakan publik harus bersikap bebas nilai, tetapi mereka malahan mengatakan bahwa ilmu politik tidak dapat berdiam diri atau tidak berbuat apa-apa

Page 22: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 15

mengenai masalah-masalah sosial dan politik. Mereka ingin memperbaiki kualitas kebijakan politik dalam cara-cara menurut mereka sangat diperlukan meskipun dalam masyarakat terdapat perbedaan yang substansial mengenai apa yang merupakan kebijakan yang “benar” dan yang “tepat” itu.

Lester dan Stewart dengan merangkum berbagai jurnal dan

artikel yang terbit antara tahun 1975 hingga tahun 1986 menyimpulkan setidaknya ada lima kecenderungan dalam studi kebijakan publik (Lester dan Stewart: 27). Pertama, artikel-artikel yang diterbitkan tersebut lebih bersifat deskriptif dan retoris dibandingkan bersifat empiris dan kuantitatif. Kedua, kebanyakan artikel tersebut telah menghasilkan rekomendasi kebijakan tanpa memperhatikan metodologi yang digunakan dalam analisis. Ketiga, penelitian-penelitian yang melibatkan multidisiplin ilmu dalam studi kebijakan sedang tumbuh. Keempat, kebanyakan penelitian kebijakan lebih memfokuskan pada aspek tunggal dari proses kebijakan (biasanya pembuatan kebijakan) dan menggunakan pendekatan studi kasus. Kelima, sangat sedikit penelitian-penelitian tersebut yang memfokuskan pada evaluasi kebijakan dan dana analisis hasil, padahal penelitian yang menyangkut hasil dan evaluasi merupakan penelitian yang paling berguna bagi para perumus kebijakan publik. C. Domain Studi Kebijakan Publik

Kehidupan kenegaraan modern seperti sekarang ini, kita

tidak dapat lepas dari dampak yang ditimbulkan oleh apa yang sering disebut sebagai kebijakan publik. Dengan demikian, domain atau wilayah studi kebijakan publik mencakup area yang luas. Secara tradisional, bila kebijakan publik dipandang sebagai tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah maka domain studi kebijakan publik dapat dilihat dari ruang lingkup aktivitas yang dijalankan oleh Pemerintah. Area kegiatan tersebut dapat dikatakan terbatas pada masalah pertahanan, hubungan luar negeri, dan masalah mempertahankan hukum dan ketertiban. Oleh

Page 23: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Kebijakan Publik…. 16

karena itu, kebijakan publik dapat juga dikatakan meliputi ketiga bidang tersebut (Santoso: 12).

Namun demikian, dalam perkembangan selanjutnya seperti

dapat kita lihat dalam perkembangan penelitian kebijakan publik, domain kebijakan publik telah melampaui ketiga bidang yang disebutkan di atas. Saat ini, studi tentang kebijakan publik telah mencakup berbagai bidang, seperti misalnya pendidikan, kesehatan, perumahan, perdagangan maupun transportasi atau perhubungan. Para ilmuwan politik telah banyak melakukan kajian terhadap kebijakan publik dalam bidang-bidang tertentu dengan menggunakan pendekatan substantif, seperti misalnya studi mengenai kebijakan pemerintah di bidang perumahan, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. Di antara mereka bahkan dalam rangka lebih memahami kebijakan publik yang dijalankan oleh suatu negara mulai menggunakan studi-studi komparatif untuk mengkaji kebijakan publik.

Menurut Lester dan Stewart, studi kebijakan publik kini

telah meliputi berbagai tahap seperti rangkuman dalam lingkaran kebijakan publik (publik cycle) (Lester dan Stewart: 5) atau tahap-tahap kebijakan publik (Jones, 1984: 29). Dengan demikian, wilayah yang dapat dikaji oleh kebijakan publik meliputi wilayah yang luas tidak lagi terpaku pada lembaga-lembaga formal pemerintahan, seperti yang dilakukan oleh ilmu politik tradisional. Namun bila merujuk pada tahap-tahap kebijakan yang ditawarkan Jones dan beberapa ahli yang lain, domain kajian kebijakan publik meliputi:

− penyusunan agenda,

− formulasi kebijakan,

− adopsi kebijakan,

− implementasi dan

− penilaian kebijakan. Domain kajian kebijakan publik tersebut telah banyak

mendapat perhatian dari para ilmuwan politik. Saat ini para ilmuwan politik, terutama yang menaruh minat dalam kebijakan

Page 24: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 17

publik, telah melakukan kajian di bidang implementasi kebijakan (Utomo, 1997), kelompok-kelompok kepentingan yang berpengaruh dalam perumusan kebijakan, maupun kebijakan-kebijakan substantif, seperti misalnya kebijakan pemerintah di bidang kesehatan, perumahan, pendidikan dan lain sebagainya. Studi mengenai evaluasi kebijakan juga semakin luas mendapat perhatian dari para ilmuwan politik. Studi-studi mengenai dampak kebijakan akan sangat berguna bagi para perumus kebijakan untuk memperbaiki kebijakan publik di masa yang akan datang.

Sedangkan pihak-pihak yang menaruh minat untuk

mengkaji kebijakan publik (analisis kebijakan publik) dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) kelompok (Santoso: 5-6). Kelompok pertama adalah mereka yang tidak terlibat dalam perumusan maupun pelaksanaan kebijakan publik. Kelompok kedua merupakan para perumus kebijakan publik, dan kelompok ketiga adalah kelompok ilmuwan yang berminat dalam masalah kebijakan. Kelompok pertama melihat analisis kebijakan sebagai alat untuk menyeleksi kebijakan-kebijakan yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Biasanya kelompok ini berasal dan hidup di negara-negara demokratis. Sedangkan kelompok kedua, analisis kebijakan dipandang sebagai cara atau alat yang berfungsi menambah kemampuan para perumus kebijakan untuk membuat kebijakan-kebijakan yang baik. Dan kelompok yang terakhir menganggap kebijakan publik sebagai obyek studi mereka. Minat mereka yang paling utama adalah mengembangkan kebijakan publik sebagai cabang ilmu walaupun mungkin mereka juga menyediakan saran-saran bagi perumus kebijakan. D. Analisis Kebijakan, Kebijakan Publik dan Anjuran Kebijakan

Uraian berikut ini, kita akan membuat perbedaan secara jelas antara analisis kebijakan (policy analysis), kebijakan publik dan anjuran kebijakan (policy advocacy). Hal ini penting kita lakukan agar tidak terjebak ke dalam kerancuan dan kesalahpahaman yang mungkin timbul. Namun demikian,

Page 25: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Kebijakan Publik…. 18

perbedaan ini tidak dimaksudkan untuk membuat garis pembatas yang tegas sehingga ketiganya tidak dapat dihubungkan satu dengan yang lainnya. Tujuan perbedaan ini semata-mata karena alasan konseptual saja. Kebijakan publik sebagaimana telah dijelaskan dalam uraian sebelumnya merupakan arah tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah. Area studi meliputi segala tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah dan mempunyai pengaruh terhadap kepentingan masyarakat secara luas, seperti misalnya kebijakan Pemerintah dalam bidang pendidikan menyangkut wajib belajar dua belas tahun.

Kebijakan publik secara garis besar mencakup tahap-tahap

perumusan masalah kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan. Sementara itu, analisis kebijakan berhubungan dengan penyelidikan dan deskripsi sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan publik. Dalam analisis kebijakan, kita dapat menganalisis pembentukan, substansi dan dampak dari kebijakan-kebijakan tertentu, seperti siapakah yang diuntungkan dalam kebijakan tata niaga cengkeh atau kebijakan pertanian pangan pada masa Orde Baru, siapa aktor-aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan tersebut dan apa dampaknya bagi petani (Alwi dkk, 1993 dan Winarno, 2003). Analisis ini dilakukan tanpa mempunyai pretensi untuk menyetujui atau menolak kebijakan-kebijakan itu. Di sini seorang ilmuwan lebih memposisikan dan menempatkan ilmu sebagai sesuatu yang bebas nilai. Sedangkan anjuran kebijakan secara khusus berhubungan dengan apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah dengan menganjurkan kebijakan-kebijakan tertentu melalui diskusi, persuasi atau aktivitas politik. Bila seorang pengamat kebijakan publik mengatakan bahwa kenaikan harga BBM akan menimbulkan inflasi serta keresahan di tengah-tengah masyarakat, maka sebenarnya ia telah melakukan analisis kebijakan publik. Namun sebaliknya, bila pengamat tersebut mengatakan bahwa Pemerintah seharusnya tidak menaikkan harga BBM karena akan menambah penderitaan rakyat, maka sebenarnya ia telah melakukan anjuran kebijakan publik.

Page 26: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 19

Ada 3 (tiga) hal pokok yang perlu diperhatikan dalam analisis kebijakan publik, yakni:

1. Fokus utamanya adalah mengenai penjelasan kebijakan bukan mengenai anjuran kebijakan yang “pantas”.

2. Sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan-kebijakan publik diselidiki dengan teliti dan dengan menggunakan metodologi ilmiah.

3. Analisis dilakukan dalam rangka mengembangkan teori-teori umum yang dapat diandalkan tentang kebijakan-kebijakan publik dan pembentukannya, sehingga dapat diterapkan terhadap lembaga-lembaga dan bidang-bidang kebijakan yang berbeda.

Analisis kebijakan dapat bersifat ilmiah dan relevan bagi

masalah-masalah politik dan sosial sekarang ini (Dye, 1975 dalam Anderson, 1979: 8). Pada tataran tertentu analisis kebijakan publik sangat berguna dalam merumuskan maupun mengimplementasikan kebijakan publik. Teori-teori dalam analisis kebijakan publik pada akhirnya dapat digunakan untuk mengembangkan kebijakan publik yang baik di masa yang akan datang. Sementara itu, seorang analis kebijakan publik dapat mengambil posisi netral atau sebaliknya bertindak secara aktif untuk memperjuangkan kualitas kebijakan yang lebih baik dalam rangka menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Dengan demikian, antara kebijakan publik, analisis kebijakan publik dan anjuran kebijakan publik merupakan tiga area kegiatan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. E. Tahap-tahap Kebijakan

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang

kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita di dalam

Page 27: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Kebijakan Publik…. 20

mengkaji kebijakan publik (Lindblom, 1986: 3). Namun demikian, beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap ini dengan urutan yang berbeda. Seperti misalnya, tahap penilaian kebijakan seperti yang tercantum dalam bagan di bawah ini bukan merupakan tahap akhir dari proses kebijakan publik, sebab masih ada satu tahap lagi, yakni tahap perubahan kebijakan dan terminasi atau penghentian kebijakan. Tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut (Dunn, 1999: 24-25):

Penyusunan Agenda

Formulasi Kebijakan

Adopsi Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Evaluasi Kebijakan

1. Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan

masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.

2. Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian

dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau

Page 28: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 21

pilihan kebijakan (policy alternatives/policy options) yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

3. Tahap adopsi kebijakan

Sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh

para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

4. Tahap implementasi kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-

catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementors), namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

5. Tahap evaluasi kebijakan

Tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau

dievaluasi, untuk melihat sejauhmana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini,

Page 29: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Kebijakan Publik…. 22

memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

Istilah kebijakan dalam kehidupan sehari-hari sering digunakan untuk menunjuk suatu kegiatan yang mempunyai maksud berbeda. Para ahli mengembangkan berbagai macam definisi untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan kebijakan publik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang berbeda-beda, namun suatu definisi yang dianggap lebih tepat dalam buku ini adalah suatu definisi yang menekankan tidak hanya pada apa yang diusulkan Pemerintah, tetapi juga mencakup pula arah tindakan atau apa yang dilakukan oleh Pemerintah. Sementara itu, para ilmuwan dalam mengkaji kebijakan publik dapat menempatkan ilmu politik sebagai ilmu yang “bebas nilai” atau sebaliknya, ia dapat terlibat aktif dalam memecahkan persoalan-persoalan masyarakat. Dan dengan demikian tidak bebas nilai.

Sisi yang lain, perhatian para ilmuwan politik semakin

besar. Ini ditunjukkan oleh banyaknya tulisan dan studi menyangkut kebijakan publik. Area yang dapat dikaji dalam kebijakan publikpun semakin luas meliputi keseluruhan tahap dalam pembuatan kebijakan, seperti dalam tahap agenda kebijakan, perumusan kebijakan, implementasi kebijakan hingga evaluasi kebijakan. Pendeknya, studi kebijakan publik menjadi pokok kajian yang semakin menarik dari hari ke hari.

Page 30: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 23

BAB II ADMINISTRASI PUBLIK

A. Istilah, Pengertian dan Unsur Administrasi

1. Istilah Administrasi

ecara etimologis, administrasi berasal dari bahasa Latin dan ministrare, yang berarti “membantu, melayani, atau memenuhi”, serta administratio yang berarti “pemberian bantuan, pemeliharaan, pelaksanaan, pimpinan dan

pemerintahan, pengelolaan”. Di Italia disebut administrazione, sedangkan di Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat disebut administration. Pengertian tersebut kemudian berkembang mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan zaman.

Di Indonesia dikenal dan dipahami “administrasi” dari dua bahasa yang berbeda dengan makna yang berbeda pula. Pertama, administratie dari bahasa Belanda yang kita kenal sejak awal masuknya pengaruh sistem administrasi publik klasik (sistem administrasi negara Prancis atau sistem administrasi negara Eropa Barat Kontinental) yang dibawa oleh pemerintah jajahan Belanda. Istilah administratie dalam bahasa Belanda mencakup pengertian stelselmatige verkrijging, en verwerking van gegevens (“tata usaha” atau “administrasi dalam arti sempit”) dan bestuur en beheer sekaligus. Bestuur adalah manajemen akan kegiatan-kegiatan organisasi dan beheer adalah manajemen akan sumber dayanya (finansial, personil, materiil, gudang, dan sebagainya).

Administrasi sebagai ketatausahaan yang dalam bahasa

Inggris dipergunakan istilah clerical work, paper work, atau office work atau administrasi dalam arti sempit adalah berupa kegiatan pencatatan, pengolahan, pengumpulan, pemberian nomor/kode surat, pengetikan, penggandaan, penyimpanan (pengarsipan), pengiriman, berbagai informasi yang diterima atau yang

S

Page 31: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik…. 24

dikeluarkan oleh suatu organisasi atau institusi. Terhadap surat yang masuk ke sebuah organisasi atau institusi misalnya, yang harus dilakukan antara lain:

1. mencatat atau mengagendakan dalam buku agenda surat masuk (seperti asal, tanggal, nomor, dan perihal surat);

2. mengantarkan surat tersebut kepada pihak yang dituju (kepala dinas, kepala biro, kepala bidang, kepala bagian, kepala seksi, dan lain-lain); jika kemudian surat itu harus dijawab/dibalas, selanjutnya;

3. mengetik surat balasan yang drafnya telah disetujui pimpinan;

4. memberi nomor surat balasan; 5. mencatat surat balasan dalam buku agenda surat keluar; 6. menggandakan surat balasan termasuk tembusan (kepada

siapa surat ditembuskan) dan arsip; 7. mengirim surat balasan; 8. menyimpan/mengarsipkan salinan surat balasan yang

dikirim (keluar) dan surat yang awal diterima. Rangkaian aktifitas sampai di atas adalah administrasi dalam pengertian sebagai tata usaha atau kegiatan ketatausahaan atau administrasi dalam arti sempit. Kedua, administration yang berasal dari bahasa Inggris

sebagai administrasi dalam arti luas, yakni proses (rangkaian) kegiatan usaha kerjasama sekelompok orang secara terorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu sebagai efisien. Dengan demikian, dalam pengertian administrasi terkandung hal-hal berikut.

a. Kelompok orang (manusia), yakni berkumpulnya dua orang atau lebih dalam sebuah kumpulan (organisasi), organisasi sipil atau militer, negeri atau swasta, organisasi besar atau kecil. Pengelompokan orang dalam suatu kerjasama tersebut terjadi dengan asumsi bahwa tujuan yang ingin dicapai tidak dapat dilakukan seorang diri.

b. Kegiatan, yakni berupa sejumlah aktivitas yang harus dikerjakan baik secara individual, namun masih terkait dengan kegiatan orang lain, ataupun bersama-sama untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Kegiatan yang

Page 32: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 25

dilakukan dalam rangka administrasi merupakan kegiatan yang berangkaian satu dengan yang lain sehingga merupakan suatu proses yang sistematis atau suatu sistem yang bulat terpadu.

c. Kerjasama, yakni interaksi antar individu dalam kelompok untuk menyelesaikan suatu pekerjaan karena pekerjaan itu tidak dapat dan juga tidak boleh diselesaikan atau (dituntaskan) seorang diri.

d. Tujuan, yakni sesuatu yang ingin didapatkan/dicapai oleh kelompok orang yang bekerjasama tersebut dan biasanya berupa kebutuhan bersama yang tidak bisa diraih seorang diri.

e. Efisiensi, yakni perbandingan terbaik antara masukan (input) dan keluaran (output) (Syafri, 2012: 3-5). Sebagai “proses”, administrasi menggambarkan berjalannya

suatu kegiatan kelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Dalam sebuah proses, terdapat rencana-rencana, baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang, dan juga kebijakan, strategi, serta upaya untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Dengan kata lain, administrasi sebagai proses merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan mengarah pada pencapaian tujuan yang ingin dicapai.

Sebuah perguruan tinggi yang produknya (output)

menghasilkan lulusan yang berkualitas misalnya, terdapat kegiatan administrasi sebagai “proses” yang harus dilakukan oleh kelompok orang, baik sebagai tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan pada perguruan tinggi tersebut. Proses-proses tersebut antara lain:

a. penentuan persyaratan dan jumlah mahasiswa yang akan diterima pada satu ajaran tertentu;

b. penetapan mekanisme penerimaan dan pengumuman hasil tes (lewat internet atau mendaftar langsung atau diumumkan lewat surat kabar, dan sebagainya);

c. pembuatan soal tes masuk dan pelaksanaan tes penerimaan;

d. pembayaran uang kuliah oleh mahasiswa yang diterima;

Page 33: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik…. 26

e. pengisian kartu rencana studi (KRS); f. penyiapan bahan ajar oleh dosen; g. pelaksanaan proses belajar mengajar termasuk ujian tengah

semester, ujian akhir semester dan tugas-tugas lain (tugas terstruktur);

h. pembuatan dan bimbingan laporan akhir, skripsi, tesis atau disertasi;

i. wisuda dan mahasiswa mendapatkan ijazah serta transkrip nilai akademik. Seluruh kegiatan tersebut di atas adalah sebuah “proses”

yang dikerjakan oleh berbagai unit dalam perguruan tinggi tersebut. Dalam sebuah proses tentu terdapat masukan (input), proses (conversion) dan keluaran (output). Pada contoh di atas, inputnya adalah mahasiswa dan keluarannya adalah para lulusan atau alumni perguruan tinggi tersebut, sedangkan prosesnya adalah kegiatan (a) sampai (i) tersebut.

Selanjutnya, Andrew Dunsire dalam Administration, The

Word and the Science (1973) menyebutkan beberapa arti istilah administration, antara lain:

a. Help or service, pure and simple (with no notion of direction), yang artinya bantuan atau layanan, murni dan sederhana (dengan tanpa praduga dan petunjuk);

b. Government or direction in the implementation of a given purpose or end; execution, yang artinya pemerintah atau petunjuk arah dalam pelaksanaan tujuan yang telah ditentukan atau tujuan akhir; eksekusi;

c. Direction or execution in the interest of someone else; government as deputy or trustee, yang artinya petunjuk arah atau eksekusi terhadap kepentingan orang lain, pemerintah sebagai wakil atau yang dipercaya;

d. Collective noun the crown or the king and his servants engaged in the government, yang artinya keterkaitan/ hubungan antara raja dengan para pembantunya dalam pelaksanaan pemerintahan;

Page 34: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 27

e. Collective noun for the king’s ministers, without the king; the government of the day, yang artinya kerjasama dengan para menteri tanpa raja dalam pelaksanaan pemerintah sehari-hari;

f. Implementation of laws by non-judicial machinery of civil offices; the creation and maintenance of such machinery, and the provision of information generated by it for legislative purposes, yang artinya implementasi hukum dengan memanfaatkan mesin kantor sipil nonyudisial, pembentukan dan perawatan mesin tersebut, dan ketersediaan informasi yang dihasilkan untuk kepentingan legislatif.

g. Collective noun for the non-judicial machinery of civil offices, the complex of government departments headed by secretary of state, other ministers of the crown or boards and staffed by permanent civil servant; public administration, yang artinya perlengkapan kantor-kantor sipil nonyudisial, kompleks departemen pemerintahan yang dipimpin oleh sekretaris negara, menteri lain atau dewan pimpinan pegawai negeri sipil, administrasi publik;

h. The duties of administrative class; work concern with the formation of policy, with the coordination of and improvement of government machinery and with the general administration control of the departement of public service; yang artinya tugas kelompok pada tingkat administratif, memuaskan pekerjaan pada pembuatan kebijakan, dengan koordinasi dan pengembangan mesin pemerintahan dan dengan pengawasan administrasi umum departemen pelayanan umum;

i. Title of subject, field, disciline, course, or examination in a school, college, university or other institution of training, yang artinya judul suatu subjek, bidang, disiplin, kursus, atau ujian di sekolah, akademi, universitas atau intitusi pelatihan lainnya;

j. An area of academic and theoretical research, the description and evaluation of the machinery or work associated with one or more of the foregoing meaning, yang

Page 35: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik…. 28

artinya area akademik dan penelitian teoritis, deskripsi dan evaluasi perlengkapan atau pekerjaan yang berhubungan dengan satu atau lebih dari makna sebelumnya.

2. Pengertian Administrasi Beberapa pengertian tentang administrasi di bawah ini,

yaitu: (Syafri, 2012: 7-10) a. John M. Pfiffner dan Robert V. Presthus (1960)

“One may begin by nothing that administration is a general process which characterizes all collective effort”. (“Orang dapat memulai dengan menyatakan bahwa administrasi adalah suatu proses umum yang menandai (merupakan karakteristik) semua usaha bersama”).

b. Herbert A. Simon, Donald W. Smithburg & A. Thomson (1970) “In its broad sense, administration can be defined as the activities of groups cooperating to accomplish common goal”. (“Dalam arti luas, administrasi dapat didefinisikan sebagai kegiatan kelompok orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama”).

Lebih lanjut dikatakan Herbert A. Simon, Donald W. Smithburg & A. Thomson, “We have defined administration as cooperative group behavior” (kami mendefinisikan administrasi sebagai perilaku kerjasama kelompok orang).

Dari batasan ini dapat diungkap tiga ide pokok, yakni

sebagai berikut: 1) Administrasi adalah rangkaian kegiatan. 2) Kegiatan itu dilaksanakan dalam kerangka kerjasama

kelompok. 3) Kerangka kerjasama kelompok itu dilakukan untuk

mewujudkan tujuan bersama.

Page 36: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 29

c. John A. Vieg dalam Frizt Morstein Max (1959) “In simples terms, administration is determined action in pursuit of conscious purpose”. (“Dalam arti yang sederhana, administrasi ialah tindakan yang ditetapkan untuk mengejar maksud yang disadari”). Batasan di atas mengindikasikan dua hal, yaitu: 1) Kegiatan yang telah ditetapkan atau direncanakan; dan 2) Kegiatan itu dilakukan untuk mencapai maksud yang

dikehendaki.

d. Brooks Adams (1913) “Administration is the capacity of coordinating many, and often conflicting social energies in a single organism, so adroitly that they shall operate as a unity”. (“Administrasi adalah kemampuan mengkoordinasikan berbagai kekuatan sosial yang sering kali bertentangan satu dengan yang lain di dalam satu organisme sedemikian padunya sehingga kekuatan-kekuatan tersebut dapat bergerak sebagai satu kesatuan”). Dari batasan di atas diketemukan ide pokok sebagai berikut: 1) Administrasi adalah kemampuan untuk memadukan

kekuatan-kekuatan sosial di dalam satu organisasi. 2) Kekuatan itu dipadukan dengan maksud agar setiap

kekuatan yang ada bergerak sebagai satu kesatuan/ keseluruhan organisme.

e. Leonard D. White (1958) “Administration is a process common to all group effort, publik or private, civil or military, large scale or small scale”. (“Administrasi ialah yang selalu terdapat pada setiap usaha kelompok, publik atau privat, sipil atau militer, skala besar atau kecil”).

Page 37: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik…. 30

Pendapat ini juga menunjuk dua hal yakni sebagai berikut: 1) Administrasi adalah proses (rangkaian kegiatan). 2) Proses itu terdapat pada setiap usaha kelompok.

f. Sondang P. Siagian (2008)

Administrasi didefinisikan sebagai keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

g. E.N. Gladden (1953) “The first step is to define administration as a general human activity operating, both inside and outside the publik sphere throughout the community”. (“Langkah pertama adalah mendefinisikan administrasi sebagai aktivitas manusia yang bersifat umum yang dilaksanakan, baik di dalam maupun di luar lingkungan publik, di dalam masyarakat manapun”). Lebih lanjut E.N. Gladden mengatakan: “It may be defined as the organization and direction of human and material resources to achieve desired ends”. (“Administrasi dapat didefinisikan sebagai organisasi dan pengarahan sumber daya manusia dan sumber-sumber materi lain untuk mencapai tujuan yang dikehendaki”).

h. Dwight Waldo (1948)

Dwight Waldo menyebut administrasi sebagai “Cooperative rational action” (usaha kerjasama yang rasional). Rational action adalah “...action correctly calculated to realize given desired goals with minimum loss the realization of other desired goal” (...tindakan yang diperhitungkan dengan cermat untuk merealisasikan tujuan tertentu yang dikehendaki dengan kerugian/pengorbanan yang minimal untuk mewujudkan tujuan lain yang dikehendaki).

Page 38: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 31

Lebih lanjut dijelaskan “...men can and does maximize his goal achievement by taking through, by correctly relating means to ends” (...orang mampu dan dapat memaksimalkan usaha-usaha untuk mencapai tujuan dengan jalan menghubungkan dengan cermat antara sarana/usaha dan tujuan/hasil.

Ide pokok pendapat Waldo di atas adalah sebagai

berikut: 1) Administrasi adalah kegiatan. 2) Kegiatan itu dilakukan dalam rangka kerjasama

sekelompok orang. 3) Rangkaian kerjasama itu dilakukan secara efisien. 4) Rangkaian kerjasama yang efisien itu dilakukan untuk

mencapai tujuan yang dikehendaki. Berdasarkan berbagai pendapat tentang administrasi

di atas, dapat disimpulkan bahwa ide pokok yang terkandung dalam administrasi adalah:

a. Kerjasama kelompok orang; b. Tujuan; c. Efisiensi; d. Kegiatan.

Page 39: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik…. 32

Kesimpulan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Gagasan inti batasan administrasi

Berdasarkan pada kesimpulan di atas, batasan administrasi

ialah rangkaian kegiatan (proses) usaha kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu secara efisien. Karena kerjasama tersebut harus ada wadahnya, yaitu organisasi, batasan lengkap tentang administrasi adalah rangkaian kegiatan (proses) usaha kerjasama sekelompok orang dalam wadah organisasi untuk mencapai tujuan tertentu secara efisien.

Gagasan inti batasan

administrasi

Efisiensi

Tujuan

Kerjasama

kelompok

orang

kegiatan

Page 40: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 33

3. Unsur-unsur Administrasi Mencapai suatu tujuan tertentu, kelompok orang yang

bekerjasama memerlukan seperangkat instrumen yang saling terkait dan bersinergi. Seperangkat instrumen tersebut berwujud sejumlah unsur yang mutlak harus ada. Artinya tanpa adanya unsur-unsur tersebut, tujuan yang telah ditetapkan atau yang dikehendaki tidak akan tercapai. Para sarjana ilmu administrasi tampaknya telah sepakat bahwa adanya unsur-unsur administrasi adalah sebagai berikut: (Syafri, 2012: 11-13)

1. Organisasi

Organisasi merupakan unsur utama bagi kelompok orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu karena organisasi merupakan wadah (tempat) pengelompokan orang dan pembagian tugas sekaligus tempat berlangsungnya berbagai aktivitas (proses) bagi pencapaian tujuan. Sebagai wadah, organisasi berwujud kotak struktur yang menggambarkan hierarki, kedudukan dari orang-orang, pengelompokan orang dan pekerjaan, pola hubungan antarbagian atau unit yang ada. Organisasi sebagai proses menggambarkan berlangsungnya berbagai aktivitas dari kelompok orang dalam organisasi tersebut untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2. Manajemen Hakikat manajemen adalah proses pencapaian tujuan melalui orang lain. Oleh sebab itu, manajemen merupakan rangkaian aktivitas menggerakkan kelompok orang dalam organisasi untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen. Organisasi baru akan bermakna jika telah berlangsung proses manajemen.

Page 41: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik…. 34

3. Komunikasi Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan (informasi) dari seseorang (communicant) kepada orang lain (communicator) melalui suatu saluran/media (channel). Kelompok orang yang tergabung dalam organisasi perlu melakukan komunikasi dengan pihak lain (di dalam/luar organisasi) dalam usaha kerjasama mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.

4. Kepegawaian Kelompok orang yang tergabung dalam proses kerjasama pada suatu organisasi hanya akan menjadi kumpulan orang yang tidak bermanfaat jika tidak dilakukan pengaturan-pengaturan tentang siapa mengerjakan apa. Rangkaian aktivitas menyusun dan mengatur pemanfaatan orang-orang (pegawai) yang diperlukan dalam usaha kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu merupakan aktivitas kepegawaian yang menjadi unsur penting dalam administrasi.

5. Keuangan Setiap tujuan yang ingin diraih memerlukan sejumlah uang (dana). Tanpa ketersediaan dana, sejumlah atau seluruh kebijakan dan program tidak akan terlaksana yang berarti pula tidak tercapainya tujuan. Unsur keuangan dalam administrasi merupakan rangkaian aktivitas yang berkaitan dengan segi-segi pembiayaan (keuangan) dalam usaha kerjasama pencapaian tujuan tertentu.

6. Perbekalan Selain organisasi, manajemen, komunikasi, kepegawaian, dan keuangan, perbekalan merupakan sumber daya penting untuk mendukung pencapaian tujuan tertentu. Perbekalan berupa sejumlah barang kebutuhan/peralatan yang diperlukan guna mendukung pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Rangkaian aktivitas merencanakan, mengadakan, mengatur pemakaiannya, penyimpanan,

Page 42: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 35

pengendalian, perawatan, dan penghapusan barang-barang keperluan kerja dalam usaha kerjasama pencapaian tujuan tertentu merupakan kegiatan-kegiatan penting dalam administrasi.

7. Tata Usaha Tata usaha merupakan kegiatan pencatatan, pengolahan, pengumpulan, pemberian nomor/kode surat, pengetikan, penggandaan, penyimpanan (pengarsipan), pengiriman, berbagai informasi yang diterima atau yang dikeluarkan oleh suatu organisasi/institusi dalam upaya kerjasama mencapai tujuan tertentu.

8. Hubungan Masyarakat Hubungan masyarakat (humas) merupakan salah satu upaya untuk menjaga eksistensi melalui penciptaan hubungan baik dalam dukungan masyarakat sekeliling terhadap usaha kerjasama yang sedang dilakukan tersebut. Tanpa dukungan dan hubungan baik masyarakat sekeliling, tujuan tidak akan tercapai.

B. Pengertian dan Definisi Publik

1. Pengertian Publik Kehidupan sehari-hari kita mengenal banyak kalimat yang

menggunakan istilah PUBLIK, misalnya: a. Publik opinion (opini masyarakat); b. Publik relation (hubungan masyarakat); c. Publik health (kesehatan masyarakat); d. Publik hospital (rumah sakit umum); e. Publik administration (administrasi publik); f. Publik goods atau barang-barang publik (barang-barang

yang tersedia untuk orang banyak); g. Publik accountability (akuntabilitas publik); h. Publik interest (kepentingan umum);

Page 43: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik…. 36

i. Publik law (hukum masyarakat); j. Publik area (kawasan umum); k. Publik policy (kebijakan negara); l. Dan lain-lain.

Berdasarkan contoh di atas, istilah “publik” diartikan

sebagai “umum, orang banyak, masyarakat, dan negara”. Akan tetapi, secara sosiologi, istilah publik tidak dapat disamakan dengan masyarakat.

Secara Sosiologi, masyarakat diartikan sebagai sistem

antarhubungan sosial di antara manusia yang hidup dan tinggal secara bersama yang terikat dengan norma atau nilai-nilai yang disepakati bersama. Sementara itu, publik adalah kumpulan orang-orang yang menaruh perhatian, minat, atau kepentingan yang sama dan tidak diikat oleh nilai atau norma tertentu (Syafri, 2012: 14).

2. Definisi Publik

Beberapa definisi publik dapat dikemukakan di bawah ini

sebagai berikut: (Syafri, 2012: 14-16) a. Menurut Kimball Young, yang dimaksud dengan publik

adalah: 1) People (orang); 2) The general body totallity of member of community,

nation, or society (keseluruhan anggota suatu komunitas, bangsa, atau masyarakat);

3) A non-contigous and transitory mass individuals with a common or general interest (kumpulan individu dengan kepentingan yang sama).

b. Scott M. Cutlip dan Allen H. Center mengatakan: “A publik is a collective noun for a group of individuals tied together by some common kinds of interest and sharing a sense of togetherness”. (“Publik adalah kelompok individu

Page 44: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 37

yang terkait oleh kepentingan bersama dan berbagai rasa atas dasar kebersamaan”).

c. Lowell J. Car, mengatakan: The Publik is a from of association created by distance communication. There are two kinds: 1) Communication publik; 2) An interest publik.

Istilah publik berasal dari perkumpulan yang terbentuk

berdasarkan jarak komunikasi. Ada 2 (dua) macam pengertian publik: 1) Publik komunikasi; 2) Kelompok kepentingan.

Publik komunikasi adalah setiap orang yang melakukan

komunikasi atau memanfaatkan suatu alat/media seperti radio, televisi, surat kabar atau majalah, dan lain-lain untuk suatu kepentingan bersama; misalnya musik pendengar siaran pedesaan atau publik penonton/penggemar acara drama.

Sementara itu, yang dimaksud dengan publik interest

adalah setiap orang yang mempunyai kepentingan yang sama atau bersama dan dilayani dengan media apa pun, misalnya penggemar atau pendukung suatu klub sepak bola.

d. Menurut Ensiklopedi Administrasi [Pariata Westra, Sutarto,

dan Ibnu Syamsi, (ed.)]: Publik adalah sejumlah orang (yang tidak mesti berada

dalam satu tempat) yang dipersatukan oleh kepentingan yang sama, yang berbeda dengan kelompok orang lain.

Selanjutnya, dalam konteks organisasi, publik dapat

digolongkan menjadi:

Page 45: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik…. 38

1) Publik internal, yakni publik dalam lingkungan suatu instansi/perusahaan, misalnya dalam suatu perusahaan mulai dari penjaga malam sampai dengan presiden direkturnya, adalah publik intern dari perusahaan tersebut;

2) Publik eksternal, yakni publik di luar organisasi, instansi/perusahaan, yang mempunyai kepentingan dengan instansi/perusahaan tadi. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, unsur-unsur publik adalah: a. Adanya sejumlah manusia; b. Adanya kepentingan bersama yang mengikat

mereka; dan c. Adanya perasaan bersatu karena ikatan

kepentingan tersebut. Dengan memahami unsur-unsur publik, yang termasuk

pengertian publik adalah antara lain: a. Tax payer (pembayar pajak); b. Business and industrial group (kelompok

industrialis dan pedagang); c. Labour organization (organisasi buruh); d. School’s childern (murid sekolah); e. Government official (para pejabat/pegawai

pemerintah); f. Church group (kelompok gereja); g. Parent of school’s children (orang tua murid); h. Dan lain-lain.

C. Pengertian dan Definisi Administrasi Publik

1. Administrasi Publik

Terminologi publik administration ini berasal dari Amerika

Serikat dan Inggris yang pada awalnya dialihbahasakan menjadi

Page 46: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 39

ilmu administrasi publik. Jauh sebelumnya orang mempergunakan istilah ilmu pemerintahan untuk menyebut subjek ini, namun perlu diketahui bahwa ilmu pemerintahan tidak betul-betul sama dengan ilmu administrasi publik.

Istilah Ilmu Pemerintahan merupakan terjemahan yang dipandang ekuivalen (mengandung pengertian yang sama) dengan istilah “bestuurskunde, bestuurswetenschap atau betuursleer” dalam bahasa Belanda. Istilah ini diimpor ke Indonesia dari Eropa Barat Kontinental pada zaman pemerintahan Kolonial Belanda. Apabila dilacak lebih jauh, di dalam Bahasa Jerman juga ditemukan istilah yang dipergunakan untuk menunjuk subjek yang sama, yakni verwaltungslehre.

Apabila orang mempergunakan konsep analisis struktural fungsional dan konsep kebudayaan, orang tidak akan dapat memberikan batasan yang tepat tentang publik administration. Konsep analisis struktural fungsional memusatkan perhatian kepada pola-pola pengalaman manusia yang ajek atau rutin (universal), sedangkan konsep kebudayaan menitikberatkan pada keragaman pengalaman manusia (berbeda ruang dan waktu).

Sehubungan dengan itu, konsep analisis struktural fungsional menyediakan alat untuk membahas gejala-gejala yang ajek, sementara konsep kebudayaan menyediakan alat untuk mempelajari gejala-gejala yang selalu berubah-ubah. Namun demikian, kedua konsep tersebut dapat dipergunakan untuk memahami makna dan implikasi pengertian istilah administrasi publik. Dengan kedua konsep tersebut di atas, akan diperoleh kejelasan mengenai:

a. Sebab administrasi publik memiliki beberapa aspek yang umum;

b. Sebab administrasi publik dan administrasi privat antara satu tempat dan tempat yang lain berbeda-beda;

c. Sebab terjadi perbedaan makna publik di antara lingkungan kebudayaan tertentu dengan lingkungan kebudayaan lain.

Page 47: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik…. 40

Terlepas dari pertentangan pendapat mengenai istilah apa yang sebaiknya dipakai untuk menunjuk subjek ini, dalam tulisan ini public administration diterjemahkan sebagai administrasi publik atau secara formal tradisional, yaitu ilmu administrasi publik dan kedua istilah tersebut dipakai secara bergantian.

Sebagai sebuah ilmu yang bersifat elektik karena menyesuaikan dengan perkembangan peradaban manusia, administrasi publik memiliki banyak definisi sehingga melahirkan pemahaman yang beragam tentang administrasi publik. Akan tetapi, untuk membantu mempermudah pemahaman tentang administrasi publik, seseorang harus mencermati dan mengikuti perkembangan lokus dan fokus administrasi publik yang selalu berubah dari masa ke masa. Awalnya lokus studi administrasi publik adalah lembaga-lembaga pemerintah (aparatur negara/birokrasi) saja dengan fokus melaksanakan kebijakan-kebijakan negara/pemerintah. Saat ini lokus dan fokus studi administrasi publik telah bergeser. Lokus studi administrasi publik tidak lagi semata-mata hanya pada lembaga-lembaga/institusi pemerintah (aparatur negara/ birokrasi), tetapi juga mencakup berbagai institusi lain yang terkait dengan upaya memenuhi kepentingan publik seperti organisasi nonpemerintah (NGO), militer, kelompok kepentingan (interest group), partai politik, media massa, dan masyarakat sipil lainnya. Demikian juga fokusnya tidak lagi sekadar implementasi/ pelaksana kebijakan negara/pemerintah, tetapi mencakup pembuatan (formulasi) kebijakan negara, pelaksanaan kebijakan, dan penataan hubungan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil (civil society) (Syafri, 2012: 16-18). Intinya saat ini lokus dan fokus kajian studi administrasi publik sudah semakin luas.

Page 48: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 41

2. Definisi Administrasi Publik Definisi merupakan uraian kalimat singkat dan padat yang

menggambarkan sesuatu objek tertentu. Karena penggambaran tentang suatu objek, sering kali kita menemukan berpuluh atau beratus definisi tentang objek yang sama. Perbedaan definisi dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut: (Syafri, 2012: 18-19)

1. Perbedaan latar belakang pendidikan Seseorang yang berlatar belakang pendidikan ekonomi akan berbeda dengan seseorang yang berlatar belakang sosiologi ketika mendefinisikan pembangunan. Seorang ekonom akan mendefinisikan pembangunan sebagai upaya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sementara itu, seorang sosiolog mendefinisikan pembangunan sebagai upaya melakukan perubahan kehidupan bermasyarakat ke arah yang lebih baik. Substansinya sama, yaitu adanya “perubahan”.

2. Perbedaan sudut pandang Objek tertentu akan tergambarkan sesuai sudut pandangnya. Jika seseorang melihat gajah dari depan, pendefinisiannya tentang gajah akan berbeda dengan orang lain yang melihat gajah dari bagian belakang.

3. Kemampuan menggambarkan objek Kemampuan orang menggambarkan objek dalam sebuah kalimat singkat dan padat tidaklah sama. Dapat saja orang melihat suatu objek dari sudut yang sama (semua melihat gajah dari depan), tetapi kemampuan menggambarkan dalam bentuk definisi dapat berbeda.

4. Tujuan pendefinisian Definisi dapat berbeda karena perbedaan kepentingan atau tujuan. Definisi kemiskinan dari Badan Pusat Statistik (BPS) boleh jadi berbeda dengan definisi kemiskinan dari para ahli atau dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN).

5. Kurun waktu pendefinisian Seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan pemikiran manusia dan perubahan atau penambahan objek

Page 49: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik…. 42

yang didefinisikan karena adanya pergeseran paradigma akibat pergeseran lokus dan fokus dari ilmu bersangkutan. Pada ilmu administrasi publik juga ditemukan beragam definisi, namun substansinya tetap sama, yaitu berbicara tentang kerjasama kelompok orang dalam mencapai tujuan tertentu. Beberapa definisi tentang administrasi publik dari para ahli

dikemukakan sebagai berikut: (Syafri, 2012: 20-25)

a. Pfiffner & Presthus (1960) Publik Administration may be defined as the coordination of individual and group efforts to carry out publik policy. (Administrasi publik dapat didefinisikan sebagai suatu upaya koordinasi dari individu atau kelompok untuk menjalankan kebijakan publik).

b. Nigro & Nigro (dalam Stillman, 1992) Publik Administration: 1) Is cooperative group effort in public setting; 2) Covers all three branches, executive, legislative, and

judicial and their interrelatioship; 3) Has an important role in the formulation of public

policy, and is thus part of the political process; 4) Is different in significant wasy from private

administration; 5) Is closely associated with numerous private groups and

individuals in providing services to the community. Administrasi publik: 1) Adalah usaha kerjasama kelompok dalam kerangka

organisasi negara; 2) Meliputi ketiga cabang eksekutif (pemerintahan),

legislatif (DPR), dan yudisial/yudikatif (kehakiman) dan hubungan timbal balik antara ketiganya;

3) Memiliki peran penting dalam pembuatan kebijakan publik sehingga merupakan bagian dari proses politik;

Page 50: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 43

4) Berbeda secara signifikan dengan administrasi swasta; 5) Berhubungan erat dengan sejumlah kelompok swasta

dan individu dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat.

c. Rosenbloom and Goldavan (1989) Public administration is the use of managerial political, and legal theories and processes to fulfill legislative, and judicial governmental mandates for the provision of regulatory and service functions for the society as whole or for some segment of its. (Administrasi publik adalah penggunaan kepemimpinan secara politis dan berbagai proses dan teori yang sah untuk menjalankan tugas-tugas legislatif, eksekutif, dan yudisial dalam penyediaan peraturan bagi pelayanan seluruh atau sebagian masyarakat).

d. Levine, Peters, and Thomson (1990) Public administration is centrally concerned with the organization of government policies and programme as well as the behavior of officials (usually non elected) formally responsible for their conduct. (Administrasi publik memusatkan perhatiannya pada berbagai kebijakan dan program organisasi pemerintah, termasuk perilaku para pejabat (yang biasanya tidak dipilih) yang secara formal bertanggung jawab atas perilaku mereka).

e. Dwight Waldo Public administration is the organization and management of man and materials to achieve the purposes of government. (Administrasi publik adalah organisasi dan manajemen manusia dan material (peralatannya) untuk mencapai tujuan-tujuan pemerintah).

f. Woodrow Wilson Public administration is the practical or business end of government because its objective is to get the public business done as efficiently and as much in accord whit the

Page 51: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik…. 44

people’s tastes and desired as possible. It is trough administration that government responds to those needs of society that private initiative can not or will not supply. (Administrasi publik adalah urusan atau praktik urusan pemerintah karena tujuan pemerintah ialah melaksanakan pekerjaan publik secara efisien dan sejauh mungkin sesuai dengan selera dan keinginan rakyat. Dengan administrasi publik, pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat, yang tidak dapat atau tidak akan dipenuhi oleh usaha privat/swasta).

g. Marshall Edward Dimock & Gladys Ogden Dimock (1969) Public administration is the accomplishment of politically determined objectives. More than technique or even the orderly execution of programs, however, public administration is also concerned with policy for in the modern world, bureaucracy is the chief policy maker in government. (Administrasi publik ialah penyelenggaraan pencapaian tujuan yang ditetapkan secara politis. Meskipun demikian, administrasi publik bukan sekedar teknik atau pelaksanaan program-program secara teratur, melainkan juga berkenaan dengan kebijakan umum (policy) karena di dalam dunia modern, birokrasi merupakan pembuat kebijakan pokok di dalam pemerintahan). Lebih lanjut dikatakan Dimock, Whether considere as a study or as a career, public administration is highly practical because it deals with cooperative efforts to achiere common goals with increasingly sophisticated techniques. (Baik sebagai suatu studi maupun sebagai karir, administrasi publik betul-betul sangat praktis karena ia berkenaan dengan usaha-usaha kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dengan mempergunakan teknik-teknik yang semakin canggih).

Page 52: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 45

Ditambahkan pula oleh Dimock sebagai berikut. Public administration is the action, business side of government employing more than 90 percent for all government personnel and providing more than 90 percent for all public service and programs. (Administrasi publik ialah kegiatan atau aspek business dari pemerintahan, yang mempekerjakan 90% dari keseluruhan pegawai, pemerintah dan menangani lebih dari 90% dari seluruh jasa yang diberikan dan program-program yang dilaksanakan dinas publik).

h. Leonard D. White (1957) Defined in broadest terms, public administration consists of all those operations having for their purpose the fulfillment or enforcement of public policy. (Dalam arti luas administrasi publik terdiri dari semua kegiatan yang bermaksud melaksanakan dan memaksakan kebijakan umum atas kebijakan negara).

i. Herbert A. Simon, Donal W. Smithurg & Victor A. Thomson, (1970) By public administration is meant, in common usage the acitivities of executive branches of national, state, and local government; independent boards and commisions set up by congress and state legislatures: government corportions; and certain other agencies of a specialized character. Specifically excluded are yudicial and legislative agencies within the government administration. (Hal yang dimaksud dengan administrasi publik adalah aktivitas-aktivitas cabang eksekutif dari pemerintahan tingkat negara, negara bagian dan daerah, aktivitas badan dan komisi yang ditetapkan oleh kongres dan ketentuan perundang-undangan negara bagian, aktivitas perusahaan negara dan dinas-dinas tertentu lainnya yang bersifat khusus. Yang dikecualikan dalam hubungan ini ialah dinas yudisial dan legislatif di dalam administrasi pemerintahan).

Page 53: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik…. 46

Lebih lanjut dikatakan Simon, dkk: Legislative and judicial agencies are excluded from books on public administrative problems. (Badan legislatif dan yudisial tidak banyak dibicarakan di dalam literatur administrasi publik bukan karena dinas-dinas itu tidak menghadapi masalah-masalah administrasi).

j. Paul C. Bartholomew (1959). Public administration, in the political science sense, has two distinct meaning. In a broad sense it denotes the work involved in the actual conduct of any office. In a narrow sense the term denotes the operations of the administrative branch only, that is, the activities of the chief executive and affiliated called administrators. (Administrasi publik menurut pengertian ilmu politik, mempunyai dua arti. Dalam arti luas, administrasi publik berarti pekerjaan-pekerjaan yang meliput di dalam (yang dilakukan dalam rangka) penanganan yang aktual terhadap masalah-masalah pemerintahan, dalam arti sempit, administrasi publik berarti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh cabang administrasi saja, yakni kegiatan kepala eksekutif (kepala negara) dan para pejabat pembantunya yang disebut administrator). Lebih lanjut dikatakan Bartholomew: Public administration is essentially the process of carrying out the public will as expressed in law, the coordination of collective efforts to implement public policy. Thus, strictly, administration is concerned with how a particular course of action predetermined by the basic political or policy forming units of the total government – electorate, legislative, or executive-is to be carried out. (Administrasi publik adalah proses penyelenggaraan kehendak publik (publik will) sebagaimana yang dinyatakan di dalam hukum, dengan kata lain pengoordinasian usaha bersama untuk mengimplementasikan kebijakan umum. Lebih tegas dapat dikemukakan bahwa administrasi berkenaan dengan cara

Page 54: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 47

pelaksanaan rangkaian tindakan tertentu yang ditetapkan oleh unit-unit perumus kebijakan dari keseluruhan pemerintahan-pemilih, legislatif atau eksekutif).

k. John M. Pfiffner & R. Vance Presthus Public administration is concerned with the formulation and implementation of public policy with is hammered into final shape by representative political bodies. (Administrasi publik berkenaan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan negara (hukum negara) yang ditempah (diolah) sampai pada bentuknya yang final oleh badan-badan perwakilan).

l. Sondang P. Siagian Administrasi publik didefinisikan sebagai “keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintah dari suatu negara dalam usaha mencapai tujuan negara”.

m. Edward H. Litchfield Administrasi publik adalah studi mengenai bagaimana bermacam-macam badan-badan pemerintahan diorganisasi, diperlengkapi tenaga-tenaganya, dibiayai, digerakkan, dan dipimpin (dalam Bintoro, 1995). Jika diperhatikan, substansi sebagian besar definisi

di atas sama, yaitu menyangkut kerjasama kelompok orang dalam lingkup organisasi negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) untuk mencapai tujuan negara melalui berbagai kebijakan dan program yang telah dirumuskan sebelumnya.

Dilihat dari aspek waktu (kurun waktu), definisi-definisi di

atas dibuat dalam rentang puluhan tahun yang silam di mana dominasi institusi/organisasi negara dalam penyelenggaraan berbagai aspek kehidupan warganya masih sangat kokoh dengan mengabaikan peran serta institusi-institusi lain di luar organisasi/ institusi negara. Keseluruhan definisi di atas sebagian substansinya

Page 55: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik…. 48

cocok atau sesuai dengan zamannya, bahkan bagian masih relevan hingga saat ini.

Memperhatikan berbagai rumusan definisi administrasi

publik di atas dan melihat arah pergeseran pada lokus dan fokus administrasi publik dewasa ini, dalam buku ini administrasi publik atau administrasi negara diartikan sebagai “proses kerjasama kelompok orang dalam merumuskan, mengimplementasikan (melaksanakan) berbagai kebijakan dan program untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pencapaian tujuan negara secara efisien dan berkeadilan sosial”. Kelompok orang dalam definisi di atas meliputi aparatur negara, anggota legislatif, partai politik, lembaga swadaya masyarakat/LSM, kelompok kepentingan (interest group), organisasi profesi, media massa, atau masyarakat sipil lain yang berkepentingan dan berminat terhadap perumusan dan pelaksanaan kebijakan negara.

Dapat disimpulkan bahwa rumusan administrasi publik/

negara adalah “proses kerjasama kelompok orang yang terdiri dari aparatur negara, anggota legislatif, partai politik, lembaga swadaya masyarakat/LSM, kelompok kepentingan (interest group), organisasi profesi, media massa, atau masyarakat sipil lain dalam merumuskan, mengimplementasikan berbagai kebijakan dan program untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pencapaian tujuan negara secara efektif, efisien dan berkeadilan sosial”.

Pencantuman “efisien” dalam definisi di atas dilakukan

mengingat administrasi publik menurut para pakar bekerja dengan prinsip tiga E, yaitu efisiensi, efektivitas, dan ekonomis. Namun, menurut Wirman Syafri (2012), “efektivitas” dan “ekonomis” sudah termasuk dalam pengertian “efisiensi” sehingga pilar dasar administrasi publik adalah “efisiensi”. Perkembangan berikutnya administrasi publik harus bekerja berdasarkan prinsip “keadilan sosial” sehingga dasar administrasi publik adalah “efisiensi dan keadilan sosial”.

Page 56: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 49

Keadilan sosial merupakan elemen dasar bagi penyelenggaraan administrasi publik yang menjadi panduan moral dan etika perilaku birokrasi (Setyoko, 2011). Pentingnya keadilan sosial dalam administrasi publik dapat dilihat dari pendapat Frederickson, Rosenblom dan Svara (dalam Setyoko, 2011) yang mengatakan bahwa keadilan sosial adalah suatu pertimbangan penting dalam kebijakan dan manajemen publik. Ahli lain (Miller, Wise, Cooper, Johnson & Svara) mengatakan banwa keadilan sosial menjadi perhatian utama administrasi publik dalam beberapa tahun terakhir. Praktik administrasi publik yang berkeadilan harus semakin akrab dengan isu-isu demokrasi, partisipasi warga, prinsip-prinsip keadilan, dan kebebasan individu (Frederickson, dalam Setyoko, 2011). Administrasi publik harus bertanggung jawab untuk memperjuangkan keadilan sosial dalam penyusunan dan pelaksanaan undang-undang atau kebijakan (Frederickson, 2005).

Menurut perspektif administrasi publik, keadilan sosial

didefinisikan sebagai manajemen yang adil dan merata pada semua lembaga yang melayani publik. Baik secara langsung maupun kontrak, distribusi yang adil dan merata dilakukan terhadap pelayanan publik dan pelaksanaan kebijakan publik, disertai komitmen untuk mewujudkan kesetaraan, keadilan dan kesamaan dalam pembentukan kebijakan publik (National Academy of Public Administration, 2000). Keadilan melibatkan rasa fainerss dan justice, khususnya untuk memperbaiki ketidakseimbangan dalam distribusi nilai-nilai sosial dan politik.

Keadilan mengusulkan manfaat yang lebih besar bagi

mereka yang paling kurang beruntung (Denhardt, 2004). Oleh karena itu, administrator publik harus melakukan semua yang bisa mereka lakukan untuk membentuk kebijakan dan mempromosikan keadilan sosial dalam suatu kerangka kebijakan yang akan dan sedang dibangun. Keadilan sosial sekarang menjadi kriteria utama untuk mengevaluasi keinginan dari setiap kebijakan publik dan sebagai respons terhadap ketidakcukupan pilar efisiensi, efektivitas, dan ekonomis sebagai panduan administrasi publik (Setyoko, 2011).

Page 57: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik…. 50

Konsep keadilan sosial sangat relevan dengan bidang administrasi publik karena: pertama, pelaksanaan kebijakan publik adalah pekerjaan administrator publik; kedua, kebijakan publik sering kali kurang begitu tepat untuk diterapkan secara seragam dari kasus ke kasus; ketiga, jika administrasi publik adalah aksi kebijakan, mau tidak mau membutuhkan penafsiran dalam setiap pelaksanaannya; dan keempat, lembaga-lembaga publik harus bekerja dalam sistem pemerintahan demokratis yang harus memperjuangkan isu-isu keadilan dan kesetaraan (National Academy of Public Administration, 2000).

Menurut Svara & Brunet (Setyoko, 2011), administrasi

publik mengidentifikasi keadilan sosial pada empat wilayah, yaitu: pertama, keadilan prosedural, yang mencakup pemberian perlindungan dan hak yang sama untuk setiap kebijakan yang ada. Pelaksanaan keadilan prosedural memerlukan etika dan standar norma bagi administrator publik untuk melindungi hak-hak konstitusional warga negara. Kedua, aspek keadilan sosial yang relevan dengan administrasi publik adalah keadilan distributif. Keadilan distributif memastikan bahwa setiap warga negara memperoleh pelayanan publik dan kebijakan yang adil. Ketiga, keadilan berfokus pada hasil. Apakah kebijakan publik memiliki pengaruh yang sama atau dampak bagi semua kelompok yang dilayani? Apakah ada perbedaan khusus untuk kelompok tertentu? Keempat, tugas pegawai negeri adalah memberikan pelayanan publik sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat. Inilah yang membedakan pelayanan publik dan sektor bisnis.

Page 58: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 51

BAB III SISTEM PEMERINTAHAN DAN FUNGSI

ADMINISTRASI PUBLIK

A. Pengertian Sistem

stilah “sistem” berasal dari bahasa Yunani “systema”, yang artinya sesuatu keseluruhan yang kompleks yang disatupadukan (a complex a whole put together). Berbicara tentang sistem, Richard A, Johnson, Fremount E. Ksat, dan James E. Roseneweig mengemukakan batasan sistem sebagai berikut:

“Sistem ialah suatu keseluruhan kebulatan yang kompleks dan terorganisasi. Sistem ialah suatu kumpulan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian sehingga membentuk suatu kesatuan kebulatan yang kompleks, tetapi padu”. Ditambahkan pula bahwa kata sistem mempunyai konotasi:

1. Rencana; 2. Tata kerja (method); 3. Tata tertib (order); 4. Pengaturan (arrangement); dan 5. Tatanan.

Selanjutnya, The Liang Gie (1971) menyatakan bahwa

sistem ialah suatu kebulatan yang berliku-liku dan tetap atas hal-hal atau unsur-unsur yang saling berhubungan dan disatupadukan berdasarkan suatu asas tata tertib.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan

sebagai berikut: (Syafri, 2012: 132-133) 1. Sistem ialah suatu keseluruhan kebulatan. 2. Sistem merupakan sesuatu yang bersifat kompleks, tetapi

padu dan bersifat tetap.

I

Page 59: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Sistem Pemerintahan dan Fungsi Administrasi Publik…. 52

3. Sistem terdiri dari bagian-bagian (unsur-unsur atau komponen-komponen) yang membentuk sistem tersebut.

4. Bagian-bagian itu mempunyai hubungan saling ketergantungan satu dengan yang lain.

5. Terdapat asas tata tertib untuk mengatur sistem. 6. Terdapat pengaturan karena setiap subsistem

mengendalikan dirinya sendiri. 7. Terdapat tujuan yang hendak dicapai karena setiap sistem

dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Setiap sistem mempunyai struktur hierarkis. Sistem yang

lebih besar dan menyeluruh disebut super system dan sistem yang lebih kecil yang diliputi disebut subsystem. Setiap sistem mempunyai lingkungan berupa sistem yang lebih besar, kecuali sistem yang terbesar. Sebaliknya, setiap sistem meliputi subsistem yang merupakan bagian-bagiannya, kecuali sistem yang terkecil. Jadi sistem yang terbesar tidak diliput sistem yang lebih besar dan sistem yang terkecil tidak meliputi sistem yang lebih kecil.

Sistem dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai dasar

klasifikasi. Klasifikasi sistem umum dikemukakan oleh Kenneth Boulding (1956). Menurut Kenneth Boulding, sistem diklasifikasikan dalam sembilan tingkat berikut, yaitu:

1. Struktur yang statis, yakni sistem pada tingkatan kerangka, misalnya meja, kursi, dan sebagainya.

2. Sistem yang dinamis, tetapi masih sederhana, yakni sistem pada tingkat bekerjanya jam (berputar ke kanan terus- menerus).

3. Mekanisme pengendalian, yang juga disebut sistem sibernetik, yakni sistem pada tingkat termostat (alat pemanas ruangan), yang bekerja secara otomatis setelah ditetapkan patokan ukuran panas tertinggi dan terendah yang dikehendaki. Dengan pengaturan itu, termostat akan secara otomatis menutup jalan arus masuknya uap panas apabila ruangan telah mencapai panas tertinggi yang ditetapkan, kemudian akan membuka lagi secara otomatis

Page 60: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 53

alat penutup untuk menyalurkan uap panas apabila ruangan berada dalam panas terendah yang ditetapkan.

4. Sistem terbuka, yakni sistem atau struktur yang berusaha mempertahankan atau memelihara dirinya sendiri. Sistem ini disebut sebagai sistem pada tingkat sel.

5. Sistem masyarakat keturunan, yakni sistem pada tingkat masyarakat sel.

6. Sistem hewani, yakni sistem pada tingkat mobilitas, perilaku teleologis (perilaku yang telah mengenal tujuannya) dan kesadaran akan diri.

7. Sistem manusiawi, yakni sistem pada tingkat interpretasi lambang, komunikasi ide, memiliki kesadaran diri dan kualitas pribadi.

8. Sistem sosial, yakni pola interaksi antar sesama warga masyarakat.

9. Sistem transendental, yakni sistem pada tingkat terakhir atau tertinggi, mutlak, tidak dapat dihindari dan tidak dapat dimengerti.

B. Sistem Pemerintahan

Terkait dengan sistem pemerintahan, dalam arti luas

pemerintahan dapat diartikan sebagai segala usaha yang dilakukan oleh institusi negara untuk mencapai tujuan kenegaraan. Misalnya untuk negara kesejahteraan (welfare state), pemerintahan yang diselenggarakan negara ialah melakukan segala usaha/upaya untuk menciptakan kesejahteraan bagi warga negaranya.

Dalam pembahasan tentang fungsi administrasi publik

sekarang ini juga dibahas tentang sistem pemerintahan karena pemerintahan berkenaan dengan segala usaha/upaya yang dilakukan negara untuk mencapai tujuan kenegaraan, sedangkan administrasi publik berkenaan dengan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang disebut aparatur negara dan stakeholder lainnya untuk merumuskan, melaksanakan, mengimplementasikan, dan kalau perlu memaksakan haluan

Page 61: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Sistem Pemerintahan dan Fungsi Administrasi Publik…. 54

(kebijakan) negara guna mencapai tujuan kenegaraan secara efisien dan berkeadilan sosial. Apabila diamati, terminologi pemerintahan dan administrasi publik pada dasarnya mengandung pengertian yang sama. Pemerintahan berbicara tentang tugas-tugas pemerintah dan administrasi publik berbicara tentang fungsi-fungsi administrasi publik, meskipun pendekatannya berbeda. Ilmu pemerintahan menggunakan pendekatan legislatif, sementara ilmu administrasi publik mempergunakan pendekatan organisasi dan manajemen.

Menurut sejarah pemerintahan dikenal beberapa sistem

pemerintahan, seperti: (Syafri, 2012: 135-137) 1. Sistem Pemerintahan Ekapraja; 2. Sistem Pemerintahan Dwipraja; 3. Sistem Pemerintahan Tripraja; 4. Sistem Pemerintahan Caturpraja; 5. Sistem Pemerintahan Pancapraja; 6. Sistem Pemerintahan Satpraja.

Sistem Pemerintahan Ekapraja, seluruh kekuasaan

pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) berada di tangan seorang kepala pemerintahan, biasanya di tangan seorang raja. Sistem pemerintahan ini dikenal dengan nama monarki absolut/mutlak.

Sistem Pemerintahan Dwipraja atau dikenal sebagai

dikotomi politik dan administrasi membagi kekuasaan pemerintah dalam dua kekuasaan, yakni kekuasaan politik dan kekuasaan administrasi. Kekuasaan politik berkenaan dengan perumusan kebijakan publik, sedangkan kekuasaan administrasi berkenaan dengan pelaksanaan kebijakan publik yang telah ditetapkan.

Page 62: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 55

Sistem Pemerintahan Tripraja membagi kekuasaan pemerintah dalam:

1. kekuasaan legislatif; 2. kekuasaan eksekutif; 3. kekuasaan yudikatif. Sistem pemerintahan ini mula-mula diajarkan oleh

Montesquieu yang terkenal dengan sebutan Trias Politica di dalam karya tulisnya yang terkenal L’Esprit des toi” (Jiwa Undang-Undang). Menurut ajaran ini, setiap kekuasaan pemerintahan tersebut berdiri sendiri, lepas sama sekali dari kekuasaan yang lain. Negara penganut ajaran ini hanyalah Amerika Serikat (checks and balances system). Sementara itu, Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan pemerintahan secara mutlak sebagaimana yang diajarkan Montesquieu, tetapi menganut sistem pembagian kekuasaan pemerintahan dengan kewajiban bekerja sama antara satu dengan yang lain.

Sistem Pemerintahan Caturpraja, menurut C. Van

Vollenhoven kekuasaan pemerintah dibagi dalam empat kekuasaan, yaitu:

1. Pengaturan (regeling); 2. Pemerintahan (bestuur); 3. Peradilan (rechtsspraak); 4. Polisi (politie).

Menurut Sistem Pemerintahan Caturpraja, pemerintahan

tidak termasuk dalam lingkungan pengaturan, peradilan, dan polisi. Sementara itu, polisi adalah kekuasaan pemerintah untuk mengatur dan memelihara keamanan dan ketertiban.

Pendapat lain berasal dari W.F. Willoughby yang membagi

kekuasaan pemerintahan dalam: 1. Kekuasaan legislatif; 2. Kekuasaan eksekutif; 3. Kekuasaan yudikatif; dan 4. Kekuasaan administratif.

Page 63: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Sistem Pemerintahan dan Fungsi Administrasi Publik…. 56

Sistem Pemerintahan Pancapraja membagi kekuasaan pemerintahan dalam lima kekuasaan pemerintahan, yaitu:

1. Kekuasaan legislatif; 2. Kekuasaan eksekutif; 3. Kekuasaan yudikatif; 4. Kekuasaan administratif; dan 5. Kekuasaan pemilih (electorate).

Sistem Pemerintahan Satpraja membagi kekuasaan

pemerintahan berdasarkan fungsi-fungsi negara. Menurut Djoko Soetono, fungsi-fungsi negara adalah:

1. Melakukan kedaulatan rakyat; 2. Melakukan kekuasaan pemerintahan; 3. Melakukan kekuasaan membentuk undang-undang; 4. Melakukan kekuasaan kehakiman; 5. Melakukan pertimbangan bagi presiden; 6. Melakukan tugas pemeriksaan keuangan negara.

Berdasarkan tinjauan tersebut, dapat dipahami bahwa yang

dimaksud dengan sistem di dalam studi ini adalah “tatanan”. Jadi sistem pemerintahan dimaknai sebagai “tatanan pemerintahan”. Dengan demikian, istilah sistem mengandung pengertian yang lebih luas daripada sekadar “cara kerja” atau “tata kerja” sebagaimana terkandung di dalam istilah “stelsel”. C. Dikotomi Politik dan Administrasi Publik

Pembahasan tentang fungsi dan sistem administrasi publik

tidak lepas dari pembahasan tentang dwipraja, yang biasanya dikenal dengan sebutan dikotomi politik dan administrasi. Di dalam karya tulisnya yang berjudul Politics and Administration (1900), Frank J. Goodnow membagi kekuasaan pemerintahan menjadi dua fungsi yang berbeda, yakni politik dan administrasi.

Menurut Goodnow, politik berkenaan dengan perumusan

kebijakan negara (publik) atau perumusan pernyataan kehendak

Page 64: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 57

negara (publik). Dalam hubungan ini pemisahan kekuasaan pemerintahan dalam kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif merupakan dasar pembedaan dalam politik dan administrasi di atas. Jelasnya, cabang legislatif, dengan dibantu kemampuan interpretatif, menyatakan kehendak negara dan membentuk kebijakan publik, sedangkan cabang eksekutif mengadministrasikan (menjalankan) kebijakan secara tidak memihak dan tidak bersifat politis (apolitically).

Para pengikut Goodnow menghendaki adanya pemisahan

yang tegas antara kekuasaan politik dan kekuasaan administrasi. Mereka berpendapat bahwa apabila politik memasuki administrasi, pelaksanaan kebijakan publik yang merupakan ranah administrasi akan mengalami kekacauan/kerusakan.

Pertumbuhan lebih lanjut, berkembang pandangan yang

menyatakan bahwa antara tingkatan politik dan administrasi terjalin hubungan timbal balik yang oleh Leonard D. White disebut interpenetration, yakni jalinan hubungan timbal balik yang terus menerus antara politik dan administrasi. Proses administrasi publik tidak akan berjalan sebagaimana mestinya apabila hubungan timbal balik yang disebut interpenetration tersebut terhenti atau mengalami gangguan.

Dengan demikian, jelaslah bahwa pembagian kekuasaan

pemerintahan dalam dua kekuasaan, yakni kekuasaan politik dan administrasi bukanlah berarti pemisahan yang mutlak, tetapi merupakan pembagian kekuasaan yang menuntut kerjasama yang erat agar proses administrasi publik dapat berjalan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai tujuan kenegaraan yang diinginkan secara efisien (Syafri, 2012: 137-138). D. Fungsi Administrasi Publik

Sistem pemerintahan dwipraja atau yang dikenal dengan

sebutan dikotomi politik dan administrasi membagi kekuasaan

Page 65: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Sistem Pemerintahan dan Fungsi Administrasi Publik…. 58

Pemerintah ke dalam dua kekuasaan, yakni kekuasaan politik dan kekuasaan administrasi seperti telah diuraikan di atas. Sistem pemerintahan dwipraja juga menunjukkan bahwa proses administrasi publik terdiri dari dua tingkatan, yaitu:

1. Tingkat politik atau tingkat policy forming; dan 2. Tingkat administrasi atau policy executing.

Tingkat politik mempunyai fungsi merumuskan kebijakan

umum (kebijakan negara atau kebijakan publik). Perumusan kebijakan umum dilakukan oleh badan perwakilan rakyat (legislatif) sebagai organ tingkat politik bersama Presiden. Sementara itu, fungsi tingkat administrasi, yakni melaksanakan kebijakan umum atau kebijakan publik (policy executing) yang telah dirumuskan oleh tingkat politik. Di Indonesia, pelaksana kebijakan umum/publik dilaksanakan oleh Presiden dan pembantu-pembantu Presiden lainnya yaitu wakil presiden dan para menteri.

Dalam proses administrasi publik di Indonesia, antara organ

tingkat politik dan organ tingkat administrasi telah terjadi jalinan timbal balik yang pada bagian atas telah disebutkan sebagai interpenetration. Hal di atas senada dengan pendapat J. Wayong (dalam Bintoro, 1995) yang mengatakan bahwa fungsi atau tugas utama administrasi publik pada dasarnya adalah merencanakan dan merumuskan kebijakan politik, kemudian melaksanakan dan menyelenggarakannya. Dengan kata lain, fungsi administrasi publik adalah merumuskan/menetapkan dan melaksanakan kebijakan publik.

Sehubungan dengan hal di atas, praktik penyelenggaraan

pemerintahan negara di Indonesia dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:

Kewenangan menetapkan kebijakan negara atau policy forming berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah (Presiden) setelah dirumuskan dan dibahas bersama para stakeholders (anggota legislatif, partai politik, lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelompok kepentingan (interest group), organisasi profesi, media massa, atau kelompok

Page 66: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 59

kepentingan lain yang berkepentingan dan berminat terhadap perumusan dan pelaksanaan kebijakan negara. Karena kebijakan negara yang telah dirumuskan dan ditetapkan itu harus dilaksanakan oleh Presiden dengan segenap jajarannya, Presiden beserta jajarannya tersebut harus mengetahui secara detail tentang isi kebijakan yang akan dilaksanakan.

Dalam istilah “pelaksanaan” kebijakan negara, terkandung

pengertian sebagai berikut. 1. Kebijakan negara dilaksanakan sebagaimana yang tersurat,

antara lain karena kebijakan yang ditetapkan sudah jelas dan konkrit.

2. Dalam pelaksanaan kebijakan negara yang telah ditetapkan oleh para wakil rakyat, kadang-kadang harus dihadapi kondisi yang tidak menguntungkan (darurat/mendesak) dan di sisi lain kemauan (motivasi), serta kemampuan dari sebagian warga negara masih rendah (tidak mendukung) sehingga tidak jarang dilakukan secara paksa (otoriter). Metode pemaksaan dalam pelaksanaan kebijakan negara tidak bisa ditinggalkan sepenuhnya, namun penggunaan metode otoriter (memaksa) dalam pelaksanaan kebijakan negara harus dipertimbangkan sematang-matangnya, harus selektif, dan dalam frekuensi yang sangat rendah.

3. Mengimplementasikan kebijakan negara yang telah ditetapkan oleh organ perumus kebijakan negara. Implementasi berarti menjabarkan atau menerjemahkan kebijakan negara yang telah ditetapkan antara lain karena sifatnya yang konseptual dan abstrak, padahal pelaksanaan operasional harus bersifat konkrit serta dapat dilaksanakan (operationally workable). Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan menginterpretasikan kebijakan negara yang telah ditetapkan. Dengan kemampuan interpretatif, tingkat administrasi diharapkan dapat merumuskan dan menetapkan ketentuan-ketentuan pelaksanaan operasional yang konsisten dengan kebijakan negara yang telah ditetapkan dalam bentuk petunjuk pelaksana (juklak) atau petunjuk teknis (juknis).

Page 67: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik dalam Ruang Lingkup Kebijakan Publik…. 60

BAB IV ADMINISTRASI PUBLIK DALAM RUANG LINGKUP

KEBIJAKAN PUBLIK DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK

A. Administrasi Publik dan Perumusan Kebijakan Publik

dministrasi publik (public administration) yang lebih dikenal di Indonesia dengan istilah administrasi negara, selanjutnya dalam tulisan ini akan disebut administrasi publik, adalah salah satu aspek dari kegiatan

pemerintahan. Administrasi publik merupakan salah satu bagian dari ilmu administrasi yang erat kaitannya dengan proses politik, terutama kaitannya dengan perumusan berbagai kebijakan negara, sehingga administrasi publik itu, sudah dikenal sejak keberadaan sistem politik di suatu negara. Oleh karena itu, administrasi publik sangatlah berpengaruh tidak hanya terhadap tingkat perumusan kebijakan, karena memang administrasi publik berfungsi untuk mencapai tujuan program yang telah ditentukan oleh pembuat kebijakan politik (Kasim, 1994: 8).

Proses administrasi sebagai proses politik seperti dikemukakan oleh Dimock (1996: 40), merupakan bagian dari proses politik suatu bangsa (the administration process is an integral part of the political process of nation). Hal ini bisa dipahami, karena berdasarkan perkembangan paradigma administrasi, administrasi publik berasal dari ilmu, yang ditujukan agar proses kegiatan kenegaraan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Suradinata, 1993: 33).

Dalam konteks politik, administrasi publik sangat berperan

dalam perumusan kebijakan negara, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Nigro dan Nigro (1980: 14) yang menyebutkan bahwa: “Administrasi publik mempunyai suatu peranan yang

A

Page 68: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 61

sangat penting dalam perumusan kebijakan negara dan oleh karenanya merupakan bagian dari proses politik. (Public administration has an important role in the formulation of public policy and is thus part of the political process)”.

Jika demikian halnya maka administrasi publik, telah

dipandang sebagai bagian yang sama pentingnya dengan fungsi pelaksanaan kebijakan negara (public policy implementation), sehingga Hendri (1975: 3) menyatakan bahwa, “pada bagian yang penting di abad ke-20, birokrasi pemerintah telah menjadi ajang perumusan kebijakan negara dan penentu utama ke mana negara itu akan dituju (for the letter part of the twentieth century, the public bureaucracy has been the locus of public policy formulation and the major determinant of where this country is going)”.

Dengan demikian, birokrasi pemerintah semakin dituntut

untuk menerapkan prinsip-prinsip efisiensi agar penggunaan sumber daya berlangsung secara optimal di sektor publik, selain itu dituntut adanya keahlian administratif sehingga dapat diwujudkan pemerintahan yang efisien atau dengan perkataan lain, pejabat dalam administrasi pemerintah dapat ditingkatkan menjadi lebih profesional (Gordon, 1982: 26-27; dalam Henry, 1986: 21-22).

Dari pernyataan di atas, maka administrasi publik tercermin

dari definisi dan individu yang bertindak sesuai dengan peranan dan jabatan resmi sehubungan dengan pelaksanaan peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, dan peradilan. Definisi ini secara implisit menganggap administrasi publik terlibat dalam seluruh proses kebijakan publik (Gordon, 1982: 6).

Terminologi tentang kebijakan publik (public policy) itu

sendiri, para pakar administrasi menggunakan istilah yang berbeda-beda, karena memang ada yang menggunakan terminologi “public policy” dengan istilah kebijakan publik dan kebijaksanaan publik. Kedua istilah tersebut terdapat perbedaan yang mencolok sebab istilah kebijakan mengarah pada produk

Page 69: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik dalam Ruang Lingkup Kebijakan Publik…. 62

yang dikeluarkan oleh badan-badan publik yang bentuknya bisa berupa peraturan perundangan dan keputusan, sedangkan kebijaksanaan lebih menitikberatkan kepada fleksibilitas suatu kebijakan. Perbedaan pengertian seperti terlihat pada Gambar 2 berikut ini:

Sumber: Suradinata (1997: 153). Gambar 2. Kebijakan, keputusan dan kebijaksanaan

Administrasi publik mempunyai peranan yang lebih besar

dan lebih banyak terlibat dalam perumusan kebijakan, implementasi dan evaluasi kebijakan (Gordon, 1982: 82). Hal tersebut telah mempengaruhi perkembangan ilmu administrasi publik yang ruang lingkupnya mulai mencakup analisis dan perumusan kebijakan (policy analysis and formulation), pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan (policy implementation) serta pengawasan dan penilaian hasil pelaksanaan kebijakan tersebut (policy evaluation) (Kasim: 1994: 12).

Perkembangan lebih lanjut dari suatu administrasi publik,

sangat berkaitan erat dengan struktur birokrasi pemerintahan (the government’s bureaucracy structure) yaitu sebagai pengaturan organisasi dan konsep-konsep dalam ilmu politik (Suradinata,

Kebijakan

(Policy)

Keputusan

(Decision)

Kebijaksanaan

(Wisdom)

Page 70: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 63

1993: 34). Bahkan sekarang, seiring dengan terjadinya fenomena baru berupa perubahan-perubahan peran birokrasi ke arah paradigma baru, memandang birokrasi sebagai organisasi pemerintahan yang tidak lagi semata-mata hanya melakukan tugas-tugas pemenuhan akan barang-barang publik (public goods) tetapi juga melakukan dorongan dan motivator bagi bertumbuh kembangnya peran serta masyarakat (Kristiadi, 1997: 190).

White (dalam Handayaningrat, 1995: 2), menyatakan

bahwa administrasi publik terdiri atas semua kegiatan negara dengan maksud untuk menunaikan dan melaksanakan kebijakan negara (Public administration consists of all those operations having for their purpose the fulfillment and enforcement of public policy). Atmosudirdjo (1976: IX) memberikan definisi administrasi publik sebagai organisasi dan administrasi dari unit-unit organisasi yang mengejar tercapainya tujuan-tujuan kenegaraan.

Tujuan kenegaraan sebagaimana dimaksudkan adalah

upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui penyediaan berbagai barang-barang publik (public goods) dan memberikan pelayanan publik (public service) (Kristiadi, 1994: 23). Siagian (1985: 8) memberikan pengertian administrasi publik sebagai keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintah dari suatu negara dalam usaha mencapai tujuan negara.

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa pendekatan

administrasi publik Indonesia berhubungan dengan peranan birokrasi pemerintahan baik dalam tingkat pemerintah pusat maupun tingkat pemerintah daerah, pengaruh perilaku aparatur dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan publik akan mewarnai budaya organisasi birokrasi, yang pada gilirannya akan berpengaruh kepada tingkat kinerja birokrasi dalam sistem administrasi publik secara keseluruhan.

Pendekatan administrasi publik sebagaimana diuraikan

di atas, sangat berhubungan dengan peranan aparatur pemerintah

Page 71: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik dalam Ruang Lingkup Kebijakan Publik…. 64

dalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui aktivitas penyediaan berbagai barang-barang publik (public goods) dan aktivitas dalam pemberian pelayanan umum (public service) misalnya dalam bidang-bidang: pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, perhubungan (transportasi), perlindungan tenaga kerja, pertanian, keamanan dan sebagainya.

Penyelenggaraan berbagai kegiatan tersebut di atas, pada

dasarnya termasuk dalam kegiatan administrasi publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pemerintahan. Adanya kesejajaran fungsi antara politik dan administrasi dalam praktek kenegaraan, sehingga politik mempunyai hubungan yang erat sekali dengan administrasi, telah membantah pendapat yang mendikotomikan antara politik dan administrasi sebagaimana dinyatakan oleh Goodnow (dalam Islamy, 2001: 3) bahwa “Pemerintah mempunyai dua fungsi yang berbeda (two distinct functions of government) yaitu fungsi politik dan fungsi administrasi. Fungsi politik ada kaitannya dengan pembuatan kebijakan atau perumusan pernyataan keinginan negara (has to do with policies or expressions sof the state will) sedangkan fungsi administrasi adalah yang berkenaan dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut (has to do with the execution of these policies). Pada kenyataannya tidak semua pakar administrasi yang menyetujui adanya dikotomi antara politik dan administrasi sebagaimana dikemukakan Goodnow.

Berdasarkan pernyataan di atas, jelas sekali bahwa peranan

birokrasi pemerintah bukan saja melaksanakan kebijakan negara tetapi juga berperan pula dalam merumuskan kebijakan. Peranan kembar yang dimainkan oleh birokrasi pemerintah tersebut, memberikan gambaran, betapa pentingnya administrasi politik dalam proses politik. Dalam konteks tersebut, secara praktis, tugas birokrasi Pemerintah Indonesia merupakan sebagian saja dari fungsi administrasi publik, karena lebih banyak sebagai pelaksana (the execution or implementation) atas kebijakan yang telah ditetapkan oleh badan-badan politik melalui mekanisme dan

Page 72: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 65

proses politik dan sistem Demokrasi Pancasila yang telah kita anut selama kurun waktu setengah abad.

Konteks perumusan kebijakan, maka peran administrasi

publik sebagaimana dikemukakan Presthus (dalam Kristiadi, 1994: 24) bahwa administrasi publik menyangkut implementasi kebijakan publik yang telah ditetapkan oleh badan-badan perwakilan politik (public administration involves the implementation of public policy which has been determined by representative political bodies). Pernyataan Presthus di atas, mengindikasikan bahwa administrasi publik bukan sekedar melaksanakan kebijakan negara (public policy) melainkan juga terlibat dalam proses perumusan kebijakan negara dan penentuan tujuan serta cara-cara pencapaian tujuan negara tersebut. Dalam konteks ini, maka administrasi publik tidak hanya berkaitan dengan badan-badan eksekutif melainkan pula seluruh lembaga-lembaga negara dan hubungan antar lembaga tersebut satu sama lainnya. Dengan demikian perumusan fungsi politik telah menjadi fungsi administrasi publik.

Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa administrasi

publik dalam tingkat operasional oleh birokrasi pemerintah, memiliki peranan yang lebih besar, karena banyak terlibat tidak hanya dalam tingkat implementasi kebijakan (policy implementation) tetapi terlibat pula dalam tingkat perumusan kebijakan (policy formulation) dan evaluasi kebijakan (public policy evaluation). Peranan administrasi publik dalam proses politik, menurut Islamy (2001: 10) telah semakin dominan, yaitu terlibat dalam proses perumusan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan negara dengan kata lain, administrasi publik tidak hanya memainkan peranan instrumental (instrumental role) saja melainkan juga aktif dalam peranan politik.

Dengan demikian, perumusan kebijakan negara merupakan

hal yang sangat penting dalam administrasi publik. White (dalam Silalahi, 1992: 17) menyebutkan bahwa: “Administrasi publik terdiri dari semua kegiatan untuk mencapai tujuan atau melaksanakan kebijakan (Public administration consists of all those

Page 73: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik dalam Ruang Lingkup Kebijakan Publik…. 66

operations having for their purpose the fulfil or enforcement of public policy)”.

Pandangan yang sama dikemukakan oleh Pfiffner dan

Presthus (dalam Silalahi, 1992: 18), yang menyebutkan bahwa: “Administrasi publik kiranya dapat dirumuskan sebagai sarana koordinasi dari individu-individu dan kelompok dalam melaksanakan kebijakan negara (public administration may be defined as the coordination of individual and group effort to carry out public policy)”.

Dari uraian di atas, dapat dilihat mengenai bagaimana

hubungan antara kebijakan administrasi publik dan kebijakan negara, yang pada prinsipnya menurut Silalahi (1992: 21) dapat dilihat dari fungsi sebagai berikut:

1. Tingkat perumusan haluan negara; Tingkat di sini menunjukkan kepada kelembagaannya sedangkan makna perumusan adalah mencanangkan dan menetapkan lembaga yang berperan sebagai perumusan kebijakan dengan diuraikan hal-hal sebagai berikut: a. Mempunyai wewenang untuk menetapkan atau

menentukan kebijakan (yang harus diikuti oleh pemerintah);

b. Mempunyai wewenang untuk menyatakan kehendak publik dalam bentuk hukum;

c. Secara penuh memegang political authority; 2. Tingkat pelaksanaan haluan negara

Dalam pengertian administrasi negara tingkat pelaksanaan haluan negara sering disebut sebagai tingkat administrasi. Dengan demikian, sangatlah jelas, bahwa memang terdapat

hubungan antara kebijakan negara dengan administrasi publik serta keduanya dengan politik, karena memang setiap kehendak politik dapat mendesak masuk dalam kebijakan negara yang digariskan sedangkan di lain pihak, tingkat pelaksanaan kebijakan yaitu biokrasi sebagai bagian dari administrasi publik, juga dapat mendesakkan aspirasinya dalam penyusunan kebijakan negara.

Page 74: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 67

Dewasa ini, para ahli administrasi publik tidak hanya secara tradisional mengartikan “public administration”, semata-mata hanya bersifat kelembagaan, misalnya negara, tetapi hanya bersifat kelembagaan, misalnya negara, tetapi telah meluas dalam dimensi hubungan antara lembaga dalam arti lembaga dengan kepentingan publik (public interest). Dengan demikian, dalam konsep demokrasi modern, menurut pemahaman Islamy (2001: 10), kebijakan negara tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik (public opinion) juga mempunyai porsi yang sama besarnya untuk diisikan tercermin dalam kebijakan-kebijakan negara. Oleh karena itulah, maka kebijakan negara harus selalu berorientasi kepada kepentingan publik.

B. Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik

Terminologi kebijakan publik (public policy) itu, ternyata banyak sekali, tergantung dari sudut mana kita mengartikannya. Easton (dalam Islamy, 2001: 19) sebagai misal, memberikan definisi kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat (The authoritative allocation of values for the whole society). Berdasarkan definisi ini, Easton menegaskan bahwa hanya Pemerintahlah yang secara sah dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya dan pilihan Pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu tersebut, diwujudkan dalam pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Bahkan Dye (dalam Ramto, 1997: 9) menegaskan bahwa kebijakan publik adalah apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (public policy is whatever government choose to do or not to do).

Lasswell dan Kaplan (1970: 71) memberikan definisi tentang

kebijakan publik sebagai sesuatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dalam praktek-praktek yang terarah (a projected program of goal, value and practise). Demikian pula Anderson (1979: 3) mendefinisikan kebijakan publik sebagai tindakan yang mempunyai

Page 75: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik dalam Ruang Lingkup Kebijakan Publik…. 68

tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu (a purposeive cource of action followed by an actor on set at actors in dealing with a problem or matter of concern).

Lebih lanjut Anderson (dalam Miftah Toha, 1999: 3)

menyebutkan bahwa terdapat implikasi-implikasi dari adanya pengertian kebijakan negara tersebut, yaitu:

1. Bahwa kebijakan publik itu selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi kepada tujuan.

2. Bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.

3. Bahwa kebijakan itu adalah merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang pemerintah bermaksud akan melakukan sesuatu atau menyatakan akan melakukan sesuatu.

4. Bahwa kebijakan publik itu bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.

5. Bahwa kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang penting didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan-peraturan perundangan yang bersifat memaksa. Kebijakan publik, paling tidak dalam bentuknya yang positif,

pada umumnya dibuat berlandaskan hukum dan kewenangan tertentu. Dengan demikian, kebijakan publik memiliki daya ikat yang kuat terhadap masyarakat secara keseluruhan (community as a whole) dan memiliki daya paksa tertentu yang tidak memiliki kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh organisasi-organisasi swasta (Solichin, 2001: 17).

Menurut pemahaman Jones (1991: 46) kebijakan sering

digunakan dan dipertukarkan dengan tujuan (goal), program (program), keputusan (decision), hukum (law), proposal (proposal)

Page 76: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 69

dan maksud besar tertentu (the large certain goal). Heinz, Eulau dan Kenneth, Prewitt (dalam Jones, 1991: 47) mendefinisikan kebijakan sebagai keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (repetitiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut.

Secara teoritis, harus dibedakan antara kebijakan (policy)

dan keputusan (decision). Namun demikian dalam tingkat praktek, antara kedua konsep tersebut, cenderung untuk dicampuradukkan, padahal antara keduanya terdapat perbedaan yang cukup mencolok.

Tjokroamidjojo (1997: 5) membedakan pengertian

pembuatan keputusan dan pembuatan kebijakan, dengan menyatakan, “pembentukan kebijakan atau policy formulation sering pula disebut policy making dan ini berbeda dengan pengambilan keputusan (decision making)”. Lebih lanjut ia menyebutkan, bahwa “pengambilan keputusan adalah pengambilan pilihan suatu alternatif dan berbagai alternatif, sedangkan pembuatan kebijakan (policy making) meliputi banyak pengambilan keputusan”.

Nigro dan Nigro (1980: 95) membedakan antara pembuatan

keputusan (decision making) dan pembuatan kebijakan (policy making), dengan menyatakan bahwa, “Tidak ada perbedaan yang mutlak dapat dibuat antara pembuatan keputusan dan pembuatan kebijakan, karena setting penentuan kebijakan adalah merupakan suatu keputusan (no absolute distinction can be made, between policy making and decision making, because every policy determination is a decision. Policies, however, establish courses of action that guide the numerous decision made in implementhing the objective chosen)”.

Jika demikian halnya, maka pembuatan keputusan itu,

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses perumusan kebijakan. Solichin (2001: 23) menyebutkan, bahwa kebijakan, ruang lingkupnya jauh lebih besar daripada keputusan. Kebijakan

Page 77: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik dalam Ruang Lingkup Kebijakan Publik…. 70

pada umumnya terdiri dari serangkaian keputusan-keputusan yang saling terkait. Lebih lanjut Solichin (2001: 28) menjelaskan bahwa pengambilan keputusan mengandung arti pemilihan alternatif yang tersedia, sedangkan kebijakan merupakan tindakan yang mengarah kepada tujuan tertentu yang dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan suatu masalah atau persoalan tertentu.

Guna kepentingan analisis terhadap suatu kebijakan, Eulau

dan Prewitt (dalam Jones, 1991: 48) membedakan kebijakan dari komponen umum kebijakan sebagai berikut:

a. Niat (intentions): tujuan-tujuan sebenarnya dari sebuah tindakan.

b. Tujuan (goal): keadaan akhir yang hendak dicapai. c. Rencana atau usulan (plans or proposal): cara yang

ditetapkan untuk mencapai tujuan. d. Program: cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. e. Keputusan atau pilihan (decision or choices): tindakan-

tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan, mengembangkan rencana, melaksanakan dan mengevaluasikan program.

f. Pengaruh (effects): dampak program yang dapat diambil yang diharapkan dan tidak diharapkan, yang bersifat primer atau yang bersifat sekunder. Kebijakan bisa dilihat pula dari aspek lembaga sebagai

peraturan-peraturan dan konveksi-konveksi (institution as rules and conventions) sebagaimana dikemukakan Bromley (1989: 32) bahwa untuk mendefinisikan lembaga sebagai peraturan atau konvensi, masih membuka pertanyaan bagaimana mengonseptualisasikan peranan lembaga secara baik dan memahami tekanan-tekanan yang mendorong timbulnya perubahan kelembagaan. Lebih lanjut Bromley (1989: 32) menjelaskan bahwa, “Perubahan kelembagaan ini, merupakan alasan utama dalam menentukan kebijakan publik (an institutional change is the reason for public policy)”. Oleh karena itu, pengamatan proses kebijakan secara menyeluruh akan dapat

Page 78: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 71

mengetahui peranan lembaga dan proses perubahan kelembagaan yang mendorong adanya suatu kebijakan publik.

Menurut Bromley (1989: 32) terdapat tiga (3) level

sehubungan dengan proses perubahan kelembagaan tersebut yaitu: level kebijakan (a policy level), level organisasional (an organizational level) dan level operasional (an operational level). Dalam suatu negara demokrasi, adanya level kebijakan ini, selalu ditandai dengan adanya badan legislatif dan badan hukum, sementara adanya level organisasional, ditandai dengan adanya badan eksekutif. Pada level ini, biasanya keputusan-keputusan mengenai tata kehidupan yang diinginkan, dimusyawarahkan dan dirumuskan. Pada tahap implementasinya, aspirasi semacam ini akan tercapai sejalan dengan perkembangan lembaga dan perkembangan peraturan dari perundangan itu sendiri.

Peraturan perundangan itu sendiri, merupakan bentuk

konkrit dari kebijakan publik. Kebijakan publik inilah yang dapat dikategorikan sebagai barang-barang publik (public goods). Ciri peraturan perundangan (rule) sebagai barang-barang publik (public goods) menurut Sudarsono (1994: 16) diantaranya adalah sebagai berikut:

Bahwa rule atau peraturan perundang-undangan ini bertingkat sesuai hierarki proses kebijakan. Proses kebijakan pada policy level akan menghasilkan institutional arrangements (rule) misalnya Undang-Undang. Rule ini akan diterjemahkan oleh proses kebijakan pada organizational level, yang hasilnya adalah institutional arrangements yang tingkatannya lebih rendah dari undang-undang. Selanjutnya arrangements ini akan diterjemahkan oleh kebijakan di operasional level, seterusnya sampai mempengaruhi pattern of instruction out come dari kebijakan tertentu.

Saking besarnya implikasi kebijakan level di atas, terhadap

pola interaksi di tingkat bawah, maka kebijakan publik, dianggap sebagai salah satu sumber perubahan kelembagaan (institutional change) dalam masyarakat (Sudarsono, 1994: 18).

Page 79: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik dalam Ruang Lingkup Kebijakan Publik…. 72

Jika demikian halnya, maka definisi kebijakan itu tidaklah semata-mata dilihat dari sesuatu yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah, karena dalam perkembangan lebih lanjut, pemahaman terhadap kebijakan publik itu, tidak diartikan secara tradisional, menyangkut tindakan-tindakan pemerintah, akan tetapi kebijakan publik dalam wujud peraturan perundang-undangan (rule) telah dipandang sebagai barang-barang publik (public goods). Operasional “rule” sebagai barang publik, adalah fungsinya sebagai kompensasi atas kegagalan berbagai mekanisme koordinasi mekanisme pasar dan mekanisme sosial (Sudarsono, 1994: 17).

Adanya suatu kebijakan publik yang pada gilirannya

menghasilkan peraturan perundangan (rule) sebagai barang-barang publik (public goods), dalam pengertian lain bahwa kebijakan publik dalam bentuk yang konkrit sebagai “Peraturan perundangan”, telah dipandang sebagai suatu hal yang menyangkut kepentingan publik, walaupun dalam banyak hal pemerintah seringkali gagal menghasilkan hasil yang diinginkan, jika dilihat dari kacamata kepentingan publik (Barzeley, 1992: 119).

Kondisi demikian menurut Sudarsono (1994: 18)

disebabkan oleh ciri lain dari rule yang sifatnya tidak lengkap (income pleteness), hal ini terutama disebabkan oleh keterbatasan kemampuan manusia dalam mengantisipasi problem kepentingan masa mendatang, itulah sebabnya rule harus diperbaiki. Apabila “rule” sebagai barang publik sudah dipandang kurang sesuai dengan kepentingan publik (public interest), sesuai dengan hirarki proses kebijakan tersebut, jelas rule harus senantiasa direvisi, diperbaharui dan diserasikan dengan perkembangan lingkungan global (Sudarsono, 1994: 18). Sesuai tidaknya sesuatu kebijakan publik dalam bentuk peraturan perundang-undangan (rule) dengan kepentingan publik, hal ini sangat tergantung kepada penilaian hasil masyarakat (result citizens value).

Konstruksi retoris semacam ini, sebagaimana disebutkan

Barzeley (1992: 119) adalah berhubungan dengan ide organisasi

Page 80: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 73

yang berfokus pelanggan, menekankan hasil daripada input dan proses dan mengisyaratkan bahwa apa yang dinilai masyarakat, tidak bisa ditentukan oleh kelompok profesional di pemerintah. Walaupun Harmon (dalam Islamy, 2001: 14) pernah mengatakan, bahwa tugas administrator publik, mempunyai hubungan yang erat sekali dengan kepentingan publik.

Keterkaitan administrator publik sebagai “policy framer”

dengan kepentingan publik, dapat dilihat dari responsivitas administrator publik terhadap masalah-masalah, kebutuhan-kebutuhan dan tuntutan-tuntutan yang ada di lingkungannya. Dengan demikian, administrator yang mempunyai tingkat responsivitas yang tinggi terhadap masalah, kebutuhan dan tuntutan publik serta selalu berupaya secara efektif untuk meningkatkan mutu kebijakan yang dibuatnya sesuai dengan kepentingan publik, maka administrator itu, bisa disebut sebagai administrator publik yang selalu berorientasi kepada kepentingan publik (Islamy, 2001: 15).

Dalam tingkat operasional, seringkali beranggapan bahwa

jika suatu ketika pemerintah membuat kebijakan tertentu, maka kebijakan tersebut dengan sendirinya akan dapat dilaksanakan dan hasil-hasilnya pun akan mendekati seperti yang diharapkan oleh pembuat kebijakan tersebut. Pandangan demikian ternyata tidak seluruhnya betul, sebab di negara-negara dunia ketiga menurut Smith (dalam Solichin, 2001: 100), implementasi kebijakan publik, justru merupakan batu sandungan terberat dan serius bagi efektivitas pelaksanaan kebijakan pembangunan di bidang sosial dan ekonomi.

Pemerintah boleh jadi mempunyai sejumlah kebijakan,

beserta tujuan pembangunannya yang layak dipuji, misalnya yang bersangkut paut dengan pertumbuhan ekonomi, pangkat, keadilan, pemerataan pendapatan atau kepedulian terhadap kebutuhan orang miskin. Sayangnya, dalam menterjemahkan kebijakan-kebijakan tersebut ke dalam bentuk program-program

Page 81: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik dalam Ruang Lingkup Kebijakan Publik…. 74

dan proyek-proyek, pada saat tingkat implementasi terdapat sandungan yang berat.

Ada sejumlah alasan yang dapat diberikan mengapa

implementasi kebijakan merupakan batu sandungan dalam mewujudkan efektivitas organisasi birokrasi, yang salah satu penyebabnya adalah birokrasi pemerintah belum merupakan kesatuan yang efektif, efisien dan berorientasi kepada tujuan (Solichin, 1990: 150).

Permasalahan yang menyangkut implementasi

(pelaksanaan) kebijakan publik (publik policy) sekalipun sering dibicarakan, tetapi amat jarang dipelajari dan diteliti. Pembahasan terhadap implementasi kebijakan publik (public policy implementation) sesungguhnya berusaha untuk memahami, apa yang sedang terjadi. Sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan publik, baik itu menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa (Mazmanian dan Sabastier, dalam Solichin, 1986: 4).

Oleh karena itu, untuk memperoleh pemahaman tentang

implementasi kebijakan publik, kita seharusnya tidak hanya menyoroti perilaku dari lembaga administrasi publik atau benda-benda publik yang bertanggung jawab atas sesuatu program berkat pelaksanaannya, akan tetapi juga perlu mencermati berbagai jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku, yang terlibat dalam suatu program dari keluarnya suatu kebijakan publik.

Menurut Cleaves (dalam Solichin, 1980: 281) implementasi

kebijakan dianggap sebagai suatu proses tindakan administrasi dan politik (a proces of moving to ward a policy objective by mean administrative and political steps). Grindle (dalam Solichin, 2001: 59) menyebutkan bahwa implementasi kebijakan sesungguhnya

Page 82: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 75

bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dari siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan.

Lebih lanjut Mazmanian dan Sabatier (dalam Solichin, 2001:

68) menyebutkan bahwa: Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau badan peradilan lainnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dengan berbagai cara untuk menstruktur atau mengatur proses implementasinya. Hal penting esensial dalam membahas kebijakan publik,

adalah usaha untuk melaksanakan kebijakan publik itu sendiri (Silalahi, 1992: 148). Implementasi kebijakan, merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu pelaksanaan, maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan itu, akan sia-sia belaka. Oleh karena itulah, pelaksanaan kebijakan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pembahasan kebijakan publik (public policy).

Menurut Jones (dalam Silalahi, 1992: 150) dalam

membahas implementasi kebijakan terdapat 2 (dua) aktor yang terlibat, yaitu:

1. Beberapa orang di luar birokrat-birokrat yang mungkin terlibat dalam aktivitas-aktivitas implementasi seperti legislater, hakim, dan lain-lain

2. Birokrat-birokrat itu sendiri yang terlibat dalam aktivitas fungsional, di samping implementasi. Sedangkan menurut Mazmanian dan Sabastier (dalam

Solichin, 2001: 81) bahwa peran penting dari analisis implementasi

Page 83: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik dalam Ruang Lingkup Kebijakan Publik…. 76

kebijakan publik, adalah mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi antara lain meliputi:

a. Mudah tidaknya masalah yang akan digarap dikendalikan. b. Kemampuan keputusan kebijakan untuk menstrukturkan

secara tepat proses implementasi. c. Pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap

keseimbangan dukungan bagi tujuan yang memuat dalam keputusan kebijakan tersebut. Secara garis besar, kita dapat mengatakan bahwa fungsi

implementasi itu, adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan, sebagai hasil akhir (outcome) kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah (Solichin, 1990: 123). Dengan demikian, implementasi kebijakan merupakan terjemahan kebijakan publik yang pada umumnya masih berupa pertanyaan-pertanyaan umum yang berisikan tujuan, sasaran ke dalam program-program yang lebih operasional (program aksi) yang kesemuanya dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran yang telah dinyatakan dalam kebijakan tersebut.

Lain halnya dengan pandangan Islamy (2001: 99) bahwa

sekali usulan kebijakan telah diterima dan disahkan oleh pihak yang berwenang, maka keputusan kebijakan itu telah siap untuk diimplementasikan.

Terdapat beberapa kebijakan yang bersifat “self executing”

artinya dengan dirumuskannya kebijakan itu sekaligus (dengan sendirinya) kebijakan itu terimplementasikan (Islamy, 2001: 102).

Gambaran mengenai kerangka konseptual proses

implementasi kebijakan publik itu terdapat dilihat secara jelas pada Gambar 3 berikut ini:

Page 84: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 77

Sumber: Mazmanian dan Sebatier dalam Solichin, 2001, hal. 82.

Gambar 3. Variabel-variabel proses implementasi kebijakan

C. Peranan Kebijakan Publik

Setiap hal yang ada di dunia pasti ada tujuannya. Demikian

pula kebijakan publik, hadir dengan tujuan tertentu, yaitu untuk mengatur kehidupan bersama seperti yang dikemukakan di atas

A. Mudah atau tidaknya masalah dikendalikan - Kesukaran-kesukaran teknis - Keseragaman perilaku kelompok sasaran - Presentasi kelompok sasaran - Ruang lingkup perubahan perilaku yang

diinginkan

B. Kemampuan Kebijakan untuk Menstrukturkan Proses Implementasi

- Kejelasan dan konsistensi - Digunakan teori kausal yang

memadai - Ketepatan alokasi sumber

dana - Keterampilan hierarki

diantara lembaga pelaksana - Aturan-aturan keputusan dari

badan pelaksana - Rekruitmen pejabat

pelaksana - Akses formal pihak luar

C. Variabel di luar Kebijakan yang Mempengaruhi Proses Implementasi

- Kondisi sosial, ekonomi dan teknologi

- Dukungan Publik - Sikap dan sumber-sumber

yang dimiliki kelompok-kelompok

- Dukungan dari pejabat atasan

- Komitmen dan kemampuan

- Kepemimpinan pejabat –pejabat pelaksana

D. Tahapan-tahapan dalam Proses Implementasi

Output

Kebijakan

badan-

badan

pelaksana

Kesediaan

kelompok

sasaran

memenuhi

output

kebijakan

Dampak

nyata

output

kebijakan

Dampak

output

kebijakan

dipersepsi

Perbaikan

mendasar

dalam

Undang-

undang

Page 85: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik dalam Ruang Lingkup Kebijakan Publik…. 78

untuk mencapai tujuan (misi dan visi) bersama yang telah disepakati.

Gambar 4. Kebijakan publik

Gambar di atas menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah

jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan. Jika cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi, dan Keadilan) dan UUD 1945 (Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan hukum dan tidak semata-mata kekuasaan), kebijakan publik adalah seluruh prasarana (jalan, jembatan, dan sebagainya) dan sarana (mobil, bahan bakar, dan sebagainya) untuk mencapai “tempat tujuan” tersebut.

Dari sini kita bisa meletakkan peran atau fungsi “kebijakan

publik” sebagai “manajemen pencapaian tujuan nasional”. Dapat disimpulkan bahwa:

1. Kebijakan publik mudah dipahami karena maknanya adalah “hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional”.

Public Policy

Masyarakat

pada masa

awal

Masyarakat

pada masa

transisi

Masyarakat

yang dicita-

citakan

Page 86: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 79

2. Kebijakan publik mudah diukur karena ukurannya jelas, yakni sejauhmana kemajuan pencapaian cita-cita sudah ditempuh. Namun, bukan berarti kebijakan publik mudah dibuat,

mudah dilaksanakan, dan mudah dikendalikan karena kebijakan publik menyangkut faktor politik.

Kita mengetahui, politik adalah art of the possibility atau

seni membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Secara ideal, politik adalah cara untuk memperebutkan

kekuasaan memimpin pencapaian tujuan bangsa tersebut. Tujuan bangsa Indonesia adalah sudah jelas! Masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Akan tetapi, paradigma atau cara memandang dunia yang dipergunakan oleh Presiden Soekarno berbeda dengan Presiden Soeharto, Presiden Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo.

Setiap Negara di dalamnya pasti ada kelompok-kelompok

yang berbeda pemikiran tentang arah mana yang dipilih untuk mencapai tujuan bersama tadi. Taruh kata, ada tiga orang yang berada di Yogyakarta, dan ketiganya hendak ke Jakarta. Ada yang berpendapat “naik bis saja karena toh harganya murah dan waktunya hanya 10 jam”. Orang kedua memilih untuk naik kereta api, “toh harganya tidak banyak selisih, namun lebih aman, dan waktunya lebih cepat, hanya 8 jam”. Orang ketiga memilih untuk naik pesawat terbang, “memang lebih mahal, tetapi kita lebih cepat mencapai tujuan”. Mari kita buat matriks pilihan ketiganya.

Page 87: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik dalam Ruang Lingkup Kebijakan Publik…. 80

No Pilihan Kekuatan Kelemahan Kondisi “Kita”

1 Bus Murah Tidak aman, lama

Keterbatasan uang dan waktu; namun harus sampai dengan segera dan selamat.

2 Kereta Api Aman, Lebih cepat dari bus

Agak mahal, agak lama

3 Pesawat Terbang

Cepat Mahal, tidak aman

Jika kondisinya serba baik – terutama kondisi keuangan –

pilihan yang terbaik adalah naik pesawat terbang. Akan tetapi, jika uangnya terbatas, apa yang harus dilakukan? Naik bus? Kereta Api? Apalagi jika masalahnya adalah keterbatasan uang, tetapi harus segera sampai ke Jakarta karena masalah keselamatan jiwa.

Ini juga masalah bagi negara berkembang. Kita

terkebelakang jauh dibandingkan dengan negara maju, tidak cukup dukungan dan infrastruktur, sumber daya manusia, teknologi, namun harus mengejar ketertinggalan dengan segera agar tidak semakin tertinggal karena makna “tertinggal” tidak saja sekadar “tertinggal”, namun juga “dijajah” oleh mereka yang jauh di depan kita.

Soekarno memilih jalan populis-politik, dan dapat dikatakan

hasilnya masih jauh dari target, dan jauh karena krisis politik. Soeharto memilih jalan pragmatis-elitis-ekonomi, dan dapat mencapai keberhasilan, namun keberhasilan yang “rapuh di dalam” dan akhirnya jatuh ketika ada krisis ekonomi. Habibie hanya melakukan stabilisasi agar “pesawat yang sudah meluncur ke bawah tidak jatuh dan terhempas”. Ia berhasil, namun tidak dapat melanjutkan karena krisis kepercayaan. Abdurrahman Wahid memilih jalan “super-demokratis” karena membiarkan semua orang mengerjakan apa saja yang dianggap baik. Hasilnya, Indonesia belajar untuk berdemokrasi secara absolut, meskipun

Page 88: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 81

biaya yang harus dibayar cukup mahal. Megawati berusaha belajar dari kegagalan pendahulunya, namun belum menemukan dan menentukan pilihan sehingga ada kesan perjalanan pembangunan Indonesia ambigu-penuh keragu-raguan. Presiden Yudhoyono memulai langkah dengan ekstra hati-hati. Presiden Joko Widodo mencoba membangun bangsa dengan konsep “Nawa Cita” nya.

Masing-masing Kepala Negara mempunyai pilihan sendiri

sesuai dengan kondisi riil yang dihadapi dan kondisi objektif yang ada. Tidak ada yang lebih benar daripada yang lain, hanya lebih baik. Hal yang sama terjadi di tingkat pemerintahan di daerah-daerah. Perbedaan pemimpin akan menyebabkan perbedaan paradigma dan akhirnya perbedaan cara dan langkah, serta akhirnya perbedaan kebijakan publik yang diambil. Di sini kita bersua dengan nilai-nilai yang berbeda dari setiap leader dalam pemerintahan.

Pertanyaan adalah, apakah data satu benang merah untuk

acuan bersama mengembangkan kebijakan publik yang unggul? Kebijakan adalah kompas atau pedoman untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Kebijakan sebagai sebuah pedoman terdiri atas dua nilai luhur, yaitu kebijakan harus cerdas (intelligent), yang secara sederhana dapat dipahami sebagai suatu cara yang mampu menyelesaikan masalah sesuai dengan masalahnya sehingga sebuah kebijakan harus disusun setelah meneliti data dan menyusunnya dengan cara-cara yang ilmiah, dan kebijakan haruslah bijaksana, “bijaksana” sebenarnya didapat dari mengikuti kredo Perum Pegadaian, yaitu menyelesaikan masalah tanpa masalah (baru). Di sini kita sepakat bahwa kebijakan bukanlah kebijaksanaan. (Ke) bijaksana (an) adalah salah satu value kebijakan. Istilah ini belum lagi jika kita plesetkan dalam bentuk pernyataan “Mohon kebijakan dari Bapak”, yang berarti, minta dibuat penyimpangan otoritas dari pelaksana kebijakan, kebijaksanaan bukanlah hal yang bijaksana, bukan?

Pertanyaan yang selalu harus kita tarik ulang adalah,

apakah setiap kebijakan publik yang kita buat mempunyai dua nilai

Page 89: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik dalam Ruang Lingkup Kebijakan Publik…. 82

luhur tersebut: cerdas dan bijaksana? Oleh karena pada akhirnya, apa pun strategi yang kita pilih, apa pun reinvensi yang kita pilih - termasuk reinvensi itu sendiri. Faktor kunci kemudian adalah kualitas keprofesionalan pemerintahan. Arti penting ini saya kaitkan dengan konsep yang diikonkan oleh Sidney Low (dikutip Soedarsono, 2002) sebagai government amateurs, pemerintahan yang diselenggarakan oleh para amatir. Low memahami sebagai sebuah fenomena – terdapat kesenjangan antara perkembangan yang dahsyat di lapangan politik dan kemasyarakatan dengan kapasitas lembaga pembuat UUD (atau peraturan perundangan – red). Manifestasi dari government by amateurs ini adalah diperkuat kekuasaan eksekutif (verseking van de axecutive), serta perundangan dari arah terbalik atau langkah surut pembentuk undang-undang (wetgeving in amgekeerde richting). Konsep government by amateurs ini mengacu pada kondisi kesenjangan kompetensi antara kemajuan di dalam masyarakat yang mengakibatkan peningkatan tuntutan di satu sisi, dan di sisi lain pemerintah (atau negara) tidak mengalami peningkatan kapasitas serta kompetensi yang memadai untuk merespons kemajuan masyarakat dan peningkatan tantangan – di sini pemerintah kemudian mengambil kebijakan publik (sebagai mekanisme respons tuntutan masyarakat) yang tidak sesuai dengan tuntutan yang muncul tersebut.

Birokrasi pemerintah sangat rentang terhadap “penyakit”

ini. Oleh karena ukurannya yang raksasa, birokrasi sangat sulit untuk belajar, berubah, dan mengembangkan diri birokrasi yang sesungguhnya adalah sebuah mesin yang sangat ampuh untuk mengelola kehidupan publik berkembang menjadi mesin yang hebat yang dijalankan oleh orang-orang yang tidak cakap.

David Osborne dan Peter Plastrik dalam Banishing

Bureaucracy (1997), mengatakan bahwa bureucracies have described as systems designed by a genius to be run by idiots. Tantangannya adalah bagaimana mengembangkan kelembagaan birokrasi dan aparat birokrasi yang profesional untuk membangun government by professionals. Kebijakan publik adalah ukuran dari

Page 90: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 83

kinerja pemerintahan. Pemerintah yang unggul atau bodoh, amatiran atau profesional, dicerminkan dari kualitas kebijakan publik yang dibuat – dan dilaksanakannya.

Penekanan di dalam Reinventing Government, adalah

pemerintah yang mempunyai kecakapan membuat kebijakan yang unggul baik dari segi materi kebijakan, proses perumusan – implementasi – evaluasi, maupun dari segi kemampuan kebijakan tersebut menjangkau masalah-masalah yang muncul di masa depan. Inilah inti dari reiventing government untuk nasional negara-negara berkembang tersebut. Jadi, isu kita masih belum masuk ke “steering rather than rowing”, namun baru sampai pada how competent kita dalam hal kebijakan publik.

Kebijakan publik yang baik tidak lain adalah kebijakan

publik yang memberikan harapan bagi rakyat. Sebagaimana diceritakan pada mitologi Dewi Pandora, setelah Kotak Pandora dibuka, seluruh sifat dan tabiat keluar merasuki seluruh manusia. Mulai sifat yang baik hingga yang jahat. Satu yang tersisa dalam kotak itu, harapan.

Kebijakan publik harus mampu memberikan harapan

kepada seluruh warga bahwa mereka dapat memasuki hari esok lebih baik dari hari ini. Tidak lain! Di dalamnya kita berbicara tentang kebijakan yang memberdayakan hingga good governance. Namun, inti dari kesemuanya adalah apakah kebijakan ini memberikan kita harapan untuk masuk ke hari esok? Jika tidak, gagallah kita semua – para pihak yang terkait dengan kebijakan publik. Ini adalah dosa yang akan kita tanggung secara teknis, politis, dan spiritual. Kita berdosa kepada kebijakan itu sendiri, kepada rakyat yang menjadi pemilik saham, dan kepada Tuhan yang memberikan kita amanah untuk memimpin bangsa dan negara untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik manusiawi, dan memuliakan nama-Nya.

Namun, lagi-lagi, cukuplah kebijakan yang unggul? Tidak,

karena kita harus meletakkannya pada kondisi yang turbulen, atau

Page 91: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Administrasi Publik dalam Ruang Lingkup Kebijakan Publik…. 84

senantiasa berubah. Sering kali, kita mempunyai tiga kriteria dari kebijakan tersebut unggul untuk zamannya. Padahal, seperti dinasihatkan Drucker dalam Managing in the Turbulent Times (1991), bahwa the great danger in times of turbulence is not the turbulence (it self).... it is to act with yesterday logic. Jadi, dapat kita tarik benang merah, dalam rangka membangun setiap negara-bangsa, diperlukan negara kuat dan rakyat kuat – kriteria negara kuat di era rakyat yang kuat adalah terimplementasikannya nilai-nilai dan praktik good governance di satu sisi, dan berkembangnya kebijakan publik yang unggul, termasuk untuk hadir dalam waktu yang penuh perubahan.

Akhirnya, ada pertanyaan akhir: apakah ada key actor bagi

kebijakan publik yang unggul? Keunggulan kebijakan publik pada akhirnya ditentukan oleh PEMIMPIN yang mempunyai KEPEMIMPINAN. Pemimpin dengan kepemimpinan adalah pemimpin profesional, yang tidak sekadar mengandalkan legitimasi formal, intuisi, atau kharisma. Pemimpin profesional adalah pemimpin yang mempunyai ilmu dan pengetahuan tentang kepemimpinan, mampu mentransformasikan ilmu dan pengetahuan tentang kepemimpinan menjadi keterampilan (skill), dan pada waktu melaksanakan praktik kepemimpinan, mengikatkan diri pada etika.

Bagi negara, pemimpin adalah pemimpin lembaga

eksekutif, yaitu Presiden atau Perdana Menteri. Oleh karena, bagaimanapun, pemimpin eksekutif adalah leader of the nation yang membangun vision of the nation, mengeksekusi dan memimpin perjalanan negara-bangsa. Oleh karena itu berarti kita memerlukan pemimpin yang cakap atau capable. Tanpa pemimpin yang cakap, bukan saja kebijakan publik yang unggul sulit dibuat, bahkan seandainya pun dibuat, sulit untuk dapat diimplementasikan. Pemimpin yang diperlukan tidak harus pemimpin yang pandai, tetapi pribadi yang mempunyai kemampuan untuk melihat jauh ke depan dan mengajak setiap orang menuju ke masa depan yang dilihatnya. Pemimpin yang hebat bukanlah pemimpin yang membuat pengikutnya

Page 92: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 85

mengatakan, “Memang pemimpin kita ini hebat, ya”. Melainkan pemimpin yang membuat pengikutnya berkata, “Ternyata kita ini hebat, ya”. Itulah pemimpin yang memampukan dan memberdayakan pengikutnya. Pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang mampu membangun kebijakan-kebijakan publik yang memberdayakan seluruh pengikutnya – seluruh warga negara.

Page 93: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Perkembangan Paradigma Administrasi Publik…. 86

BAB V PERKEMBANGAN PARADIGMA ADMINISTRASI PUBLIK

A. Paradigma Administrasi Publik

erkembangan suatu bidang ilmu dapat ditelusuri melalui perubahan-perubahan paradigmanya. Paradigma adalah suatu cara pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar, ataupun cara memecahkan suatu masalah, yang

dianut oleh masyarakat ilmiah pada kurun waktu tertentu (Khun, 1970). Paradigma suatu ilmu akan berubah apabila paradigma tersebut mengalami krisis, kurang berwibawa, tidak lagi mendapat dukungan, ataupun dipandang tidak mampu mengatasi suatu problema keilmuan (anomalies) sehingga paradigma tersebut digantikan oleh paradigma baru yang lahir kemudian.

Dalam ruang lingkup ilmu administrasi publik, perubahan paradigma ini telah terjadi berulangkali. Ini terlihat pada pergantian cara pandang ilmu administrasi publik terhadap bidang kajian ilmu administrasi publik. Perubahan-perubahan paradigma penting yang dapat disimak adalah yang dikemukakan oleh Frederickson (1976) dan Henry (1980). Namun demikian, perlu dipahami perubahan paradigma menuju paradigma baru tidak berarti menghapuskan secara keseluruhan paradigma yang berlaku sebelumnya. Paradigma yang digantikan tersebut tetap berlaku sesuai dengan cara pandang, nilai-nilai atau metode-metode yang dianut oleh masyarakat ilmiah tertentu.

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Frederickson

(1976), dalam ilmu administrasi publik terdapat enam paradigma dalam pertumbuhannya.

Paradigma I adalah Birokrasi Klasik. Dalam paradigma ini

terungkap secara jelas fokus dan lokus administrasi publik. Fokus

P

Page 94: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 87

administrasi publik dalam paradigma ini adalah struktur organisasi dan fungsi atau prinsip-prinsip manajemen, sedangkan lokusnya adalah birokrasi pemerintahan dan organisasi bisnis. Nilai yang dikejar oleh administrasi publik pada paradigma ini adalah efisiensi, efektivitas, ekonomi, dan rasionalitas. Tokoh penting dalam paradigma ini antara lain adalah Weber, Wilson, Taylor, Gulick dan Urwick.

Paradigma II adalah birokrasi Neo-Klasik. Fokus

administrasi publik pada paradigma ini adalah proses pembuatan keputusan dengan menerapkan pendekatan ilmu perilaku, ilmu manajemen, analisis sistem, dan riset operasi. Sementara itu, lokusnya adalah keputusan birokrasi pemerintah. Nilai yang ingin diwujudkan oleh paradigma ini sama dengan paradigma I, yaitu efisiensi, efektivitas, ekonomi, dan rasionalitas.

Paradigma III adalah kelembagaan. Tokoh yang terkenal

dalam paradigma ini adalah Lindblom, Thomson, Mosher, dan Etzioni. Paradigma ini memusatkan perhatiannya pada pemahaman terhadap perilaku birokrasi, termasuk perilaku dalam pembuatan keputusan yang bersifat gradual dan inkremental.

Paradigma IV adalah hubungan kemanusiaan. Nilai yang

ingin dicapai oleh paradigma ini adalah partisipasi dalam pembuatan keputusan, minimalisasi perbedaan status dan hubungan pribadi, keterbukaan, aktualisasi diri dan peningkatan kepuasan kerja. Fokus paradigma ini adalah dimensi-dimensi hubungan kemanusiaan dan aspek sosial psikologis. Sementara itu, lokusnya adalah organisasi atau birokrasi.

Paradigma V adalah Pilihan Publik. Fokus paradigma ini

adalah pilihan-pilihan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat (publik). Karena berkaitan dengan pilihan publik, paradigma ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh politik. Tokoh yang terkenal antara lain adalah Ostrom, Buchanan, dan Tullock.

Page 95: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Perkembangan Paradigma Administrasi Publik…. 88

Paradigma VI adalah Administrasi Negara Baru. Fokus paradigma ini adalah desain organisasi yang searah dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial, pengembangan sistem desentralisasi, demokrasi, responsif, partisipatif, dan memberikan secara merata jasa-jasa yang diperlukan masyarakat. Tokoh yang terkenal dalam paradigma ini adalah Frederickson dan Marini.

Golembiewski (1977) menyatakan bahwa standar suatu

disiplin ilmu adalah fokus dan lokus (focus and locus). Fokus mempersoalkan metode dasar atau cara-cara ilmiah yang digunakan untuk memecahkan suatu persoalan, sedangkan lokus mencakup bidang (tempat) di mana metode tersebut digunakan atau diterapkan. Berdasarkan kedua kategori yang digunakan oleh Golembiewski tersebut, Henry (1986) mengklasifikasikan lima paradigma administrasi publik seperti di bawah ini.

Paradigma I (1900 – 1929), dikenal sebagai paradigma

dikotomi antara politik dan administrasi publik. Waldo, salah satu tokoh paradigma ini, menyatakan bahwa politik tidak boleh mengganggu administrasi publik dan administrasi publik hanya berkaitan dengan metode ilmiah. Administrasi harus bebas nilai dan diarahkan untuk mewujudkan nilai efisiensi dan ekonomi. Fokus paradigma ini adalah organisasi, kepegawaian, dan penyusunan anggaran dalam birokrasi pemerintah. Sementara itu, lokusnya adalah masalah pemerintahan, politik dan kebijakan. Tokoh yang dikenal dalam paradigma ini antara lain adalah Goodnow, Waldo, dan White.

Paradigma II (1927 – 1937), disebut paradigma prinsip-

prinsip administrasi karena fokus paradigma ini adalah planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting (prinsip-prinsip administrasi). Namun demikian, lokus paradigma ini tidak begitu jelas dan tidak pernah diungkapkan secara tegas karena ada semacam anggapan prinsip-prinsip administrasi tersebut dapat diterapkan di mana saja atau bersifat universal. Jadi lokusnya adalah pada setiap organisasi dalam

Page 96: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 89

bentuk apapun. Tokohnya adalah Follet, Willoughby, Gullick, dan Urwick.

Paradigma III (1950 – 1970), administrasi publik sebagai

ilmu politik. Morstein dan Gaus adalah tokoh yang mengkritik bahwa pemisahan politik dan administrasi adalah sesuatu yang tidak mungkin atau tidak realistis. Sementara itu, Herbert Simon mengungkapkan bahwa prinsip administrasi ternyata tidak konsisten dan tidak berlaku universal. Dalam konteks ini administrasi publik tidaklah bebas nilai (value free) atau berlaku di mana saja, tetapi justru selalu dipengaruhi oleh nilai-nilai yang spesifik. Oleh karena itu, muncul paradigma baru yang menganggap administrasi publik sebagai ilmu politik, di mana fokus administrasi publik dalam paradigma ini adalah perumusan kebijakan publik dan lokusnya adalah birokrasi.

Paradigma IV (1956 – 1970), administrasi publik sebagai

ilmu administrasi. Dalam paradigma ini manajemen dan organisasi dikembangkan secara ilmiah. Perilaku organisasi, analisis manajemen, penerapan teknologi modern seperti metode kuantitatif, analisis sistem, riset operasi, ekonometrik, dan sebagainya merupakan fokus paradigma ini. Dua arah perkembangan terjadi dalam paradigma ini, yaitu yang diarahkan kepada perkembangan ilmu administrasi murni yang didukung oleh psikologi sosial dan perkembangan kebijakan publik. Semua fokus yang dikembangkan di sini diasumsikan dapat diterapkan tidak hanya dalam dunia bisnis, tetapi juga dalam dunia administrasi publik. Oleh karena itu, lokus dalam paradigma ini menjadi tidak jelas atau di mana saja.

Paradigma V (1970 - ...), merupakan paradigma terakhir

yang menyatakan administrasi publik sebagai administrasi publik. Paradigma ini diakui telah memiliki fokus dan lokus yang tegas dan jelas. Fokus administrasi publik dalam paradigma ini adalah teori organisasi, teori manajemen, dan kebijakan publik. Sementara itu, lokusnya adalah masalah-masalah dan kepentingan-kepentingan publik.

Page 97: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Perkembangan Paradigma Administrasi Publik…. 90

B. Paradigma Birokrasi Paradigma birokrasi menekankan pada hal-hal sebagai

berikut: 1. Kepentingan publik, efisiensi, administrasi, dan kontrol,

artinya kepentingan publik menjadi prioritas utama yang harus diperjuangkan oleh birokrasi melalui penyelenggaraan kerjasama yang efisien dengan pengawasan yang ketat.

2. Mengutamakan fungsi, otoritas, dan struktur, maksudnya adalah menerapkan fungsi-fungsi administrasi merupakan landasan utama dalam pencapaian tujuan. Otoritas (kewenangan) yang dimiliki didapat berdasarkan pelaksanaan fungsi dan struktur yang ada juga memperoleh penekanan.

3. Menilai biaya, menekankan tanggung jawab, artinya biaya diperhitungkan secara ketat untuk meraih efisiensi sehingga tanggung jawab individu ataupun kelompok mendapat penekanan.

4. Ketaatan pada aturan dan prosedur, artinya aturan dan prosedur kerja yang berlaku harus dijalankan secara konsisten tanpa penyimpangan.

5. Beroperasinya sistem-sistem administrasi. Administrasi publik sebagai sistem terdiri atas subsistem-subsistem. Kegagalan pada subsistem menghambat operasional sistem secara keseluruhan yang pada gilirannya menghambat pencapaian tujuan.

C. Paradigma Pascabirokrasi

Michael Barzeley (1992) menggunakan istilah post-

bereaucratic paradigm untuk menggambarkan perubahan dari model birokrasi tradisional menuju manajemen publik modern. Karakteristik konsep manajemen publik modern menurut Barzelay adalah:

Page 98: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 91

1. Pengeseran dari kepentingan publik menjadi fokus pada hasil dan citizen’s value;

2. Pergeseran dari efisiensi menjadi fokus pada kualitas dan value;

3. Pergeseran dari administrasi menjadi produksi pelayanan; 4. Pergeseran dari ketaatan pada aturan (norma) ke fokus

pada pengendalian; 5. Pergeseran dari penentuan fungsi, otoritas, dan struktur

menjadi fokus pada misi, pelayanan pelanggan, dan outcomes;

6. Pergeseran dari pertimbangan biaya menjadi fokus pada pemberian nilai (value);

7. Pergeseran dari memaksakan tanggung jawab menjadi membangun tanggung jawab;

8. Pergeseran dari mengikut aturan dan prosedur menjadi berfokus pada pemahaman dan penerapan norma, identifikasi dan penyelesaian masalah, serta perbaikan proses secara berkelanjutan;

9. Pergeseran dari pemenuhan sistem administratif menjadi fokus pada pelayanan dan pengendalian, memperluas pilihan publik, mendorong tindakan kolektif, pemberian insentif, pengukuran dan analisis hasil kerja.

D. Paradigma Administrasi Publik Klasik

Paradigma administrasi publik klasik atau administrasi

publik klasik (old public administration) menurut para ahli administrasi publik berlangsung dari tahun 1887 – 1987. Administrasi publik klasik sangat dipengaruhi oleh pemikiran Woodrow Wilson, mantan Presiden Amerika Serikat dan Guru Besar Ilmu Politik di Princeton University Amerika Serikat. Melalui karya besarnya yang berjudul The Study of Administration, Wilson menyampaikan beberapa pemikiran tentang administrasi publik antara lain sebagai berikut:

1. Perlunya pemisahan antara aktivitas pembuatan kebijakan yang dilakukan dalam proses politik dan implementasi

Page 99: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Perkembangan Paradigma Administrasi Publik…. 92

kebijakan yang harus dilakukan oleh birokrasi pemerintah (dikotomi politik administrasi). Pemisahan tersebut dilakukan karena jika masalah administratif dicampuri politik, akan terjadi penyimpangan yang mengarah pada korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sehingga pemerintahan menjadi tidak efisien.

2. Nilai yang ingin dicapai dalam pelaksanaan tugas pemerintahan adalah efisiensi, ekonomis, dan rasionalitas dengan dasar pengambilan keputusan bureaucratic rational choiche.

3. Untuk mewujudkan nilai-nilai pada angka 2, perlu dibangun struktur organisasi yang efisien dan hierarkis. Organisasi yang tepat untuk itu adalah organisasi birokrasi. Menurut Thoha (2010), secara garis besar ide inti

administrasi publik klasik adalah sebagai berikut: 1. Titik perhatian pemerintah adalah pada jasa pelayanan

yang diberikan langsung oleh dan melalui instansi-instansi pemerintah yang berwenang.

2. Public policy dan administration berkaitan dengan merancang dan melaksanakan kebijakan-kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan politik.

3. Administrasi publik hanya memainkan peran yang lebih kecil pada proses pembuatan kebijakan-kebijakan pemerintah ketimbang upaya untuk melaksanakan (implementation) kebijakan publik.

4. Upaya memberikan pelayanan harus dilakukan oleh para administrator yang bertanggung jawab kepada pejabat politik dan yang diberikan diskresi terbatas untuk melaksanakan tugasnya.

5. Para administrator bertanggung jawab kepada pemimpin politik yang dipilih secara demokratis.

6. Program-program kegiatan diadministrasikan secara baik melalui garis hierarki organisasi dan dikontrol oleh para pejabat dari hierarki atas organisasi.

7. Nilai-nilai utama (the primary values) administrasi publik adalah efisiensi dan rasionalitas.

Page 100: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 93

8. Administrasi publik dijalankan sangat efisien dan sangat tertutup sehingga warga negara keterlibatannya amat terbatas.

9. Peran administrasi publik dirumuskan secara luas seperti planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting budgeting. Sementara itu, Hood (1991) menyebutkan beberapa

elemen kunci administrasi publik klasik yang pernah membumi dan berjaya pada era negara kesejahteraan (welfare state) 1945 – 1979, yaitu:

1. Kombinasi “rule of law”; 2. Ketaatan atau fokus pada aturan yang telah ditetapkan; 3. Pemisahan “politik-administrasi” pada organisasi publik; 4. Komitmen pada penganggaran yang bersifat incremental

(bertahap); 5. Hegemoni (dominasi) negara pada pelayanan publik.

Gagasan Wilson melakukan pemisahan antara politik dan

administrasi tidak sepenuhnya dapat dilakukan karena pada kenyataannya administrasi publik tidak dapat dipisahkan dari kegiatan politik. Administrasi publik tidak hanya sekadar pelaksana keputusan politik dalam bentuk kebijakan negara, tetapi administrasi publik juga ikut merumuskan kebijakan negara. Sifat organisasi pada administrasi publik klasik yang sangat hierarkis menimbulkan red-tap, kelambanan, tidak adil, dan biaya tinggi. Demikian menyebabkan keterlibatan warga negara sangat terbatas sehingga keadilan sosial terabaikan dan dianggap tidak mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.

Dengan alasan-alasan di atas ditambah dengan

perkembangan teknologi informasi, globalisasi, demokrasi, dan liberalisasi yang terjadi pada tahun 1990-an, berdampak pada perubahan lingkungan strategis administrasi publik sehingga mengharuskan administrasi publik meninjau kembali konsep-konsep yang telah ada selama ini, yang dianggap sudah tidak cocok dengan lingkungan strategis baru.

Page 101: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Perkembangan Paradigma Administrasi Publik…. 94

E. Paradigma New Publik Management (NPM) Tahun 1990-2000

Lahirnya konsep Public New Management (NPM) pada awal tahun 1990-an merupakan reaksi terhadap kelemahan birokrasi tradisional dalam Paradigma Publik Klasik (O’Flynn, 2007; Stoker, 2006). Setyoko (2011) mengompilasi pendapat ahli mengenai NPM ini, yaitu sebagai berikut:

1. NPM menggeser penekanan dari administrasi publik tradisional ke manajemen publik (Lane, 1994). Model tradisional organisasi dan penyaluran pelayanan publik berdasarkan prinsip hierarki birokrasi, sentralisasi perencanaan, dan pengendalian langsung oleh pemerintah digantikan oleh manajemen pelayanan berdasarkan kehendak pasar (market-based public service management) (Wals, 1995; Flynn, 1993).

2. NPM dimaknai sebagai visi, ideologi atau seperangkat pendekatan dan teknik manajemen publik yang diadopsi dari sektor swasta (Pollitt, 1994; Ferlie, dkk., 1996; Hood, 1991, 1995). NPM menganut nilai-nilai dan praktik-praktik administrasi

bisnis yang diterapkan ke dalam praktik administrasi publik (run government like business), misalnya dengan melakukan restrukturisasi sektor publik melalui privatisasi, perampingan struktur birokrasi, mengenalkan nilai persaingan (kompetisi) melalui pasar internasional, mengontrakkan pelayanan publik pada organisasi swasta, penerapan outsourcing (kontrak kerja), membatasi intervensi pemerintah (hanya dilakukan jika mekanisme pasar mengalami kegagalan), dan meningkatkan efisien melalui pengukuran kinerja (Setyoko, 2011).

NPM berkehendak meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan

produktivitas sehingga kurang memperhatikan keadilan sosial. Nilai-nilai ekonomis (bisnis) yang dianut NPM sering kali bertentangan dengan demokrasi dan kepentingan publik. Pengelolaan pelayanan publik yang diserahkan kepada swasta pada satu sisi memang dapat meningkatkan kinerja pelayanan

Page 102: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 95

publik, namun cenderung hanya dinikmati oleh orang-orang yang mampu membayar. Uraian di atas merupakan gambaran kegagalan konsep NPM dan sekaligus gambaran kegagalan administrasi publik dalam mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat. F. Paradigma New Public Service (NPS) Tahun 2000 – Sekarang

Ketidakberhasilan NPM mewujudkan administrasi publik

yang berkeadilan sosial melahirkan pendekatan baru yang berorientasi kepentingan masyarakat, yaitu new public service (NPS) (Denhardt & Denhardt, 2000, 2003). NPS dalam literatur administrasi publik dikenal juga dengan paradigma governance (Denhardt & Denhardt, 2003, 2007), public governance (Bovaired & Loffler, 2009), atau collaborative governance (Ansell & Gash, 2007) untuk menggantikan istilah government dalam paradigma Old Public Administration (OPA) dan paradigma NPM.

Pergeseran government ke governance dimaksudkan untuk

mendemokratisasi administrasi publik. Government menunjuk pada institusi pemerintah terutama dalam kaitannya dengan pembuatan kebijakan. Sementara itu, governance menunjuk pada keterlibatan Non Governmental Organization (NGO), kelompok-kelompok kepentingan, dan masyarakat, di samping institusi pemerintah dalam pengelolaan kepentingan umum, terutama dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Konsep governance memperhitungkan seluruh aktor dan area kebijakan yang berada di luar “pemerintah/eksekutif inti” yang terlibat dalam proses pembuatan kebijakan (Richard & Smith, 2002).

NPS menilai bahwa NPM dan OPA terlalu menekankan pada

efisiensi dan melupakan serta mengabaikan masyarakat sebagai sasaran dari kebijakan publik. NPS memperbaiki kekurangan ini dengan konsep pelayanan kepada warga masyarakat bukan kepada pelanggan (delivery service to citizen not customer) dalam proses penyelenggaraan administrasi publik dan kebijakan publik.

Page 103: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Perkembangan Paradigma Administrasi Publik…. 96

Berbagai kebijakan dan program diarahkan untuk memenuhi kepentingan warga masyarakat dan dilakukan melalui tindakan kolektif dan proses kolaboratif. Dengan demikian, kepentingan publik merupakan hasil dari proses dialog tentang nilai-nilai yang disetujui bersama oleh masyarakat dan bukan agregasi kepentingan pribadi atau kelompok administrator publik. Kebijakan publik tidak hanya sekedar memenuhi tuntutan pasar, tetapi juga memperhatikan nilai-nilai dan kepentingan masyarakat (Denhardt & Denhardt, 2000, 2003).

Menurut pendekatan NPS, administrasi publik tidak bisa

dijalankan seperti perusahaan swasta seperti dikehendaki dalam NPM karena administrasi negara harus mampu menciptakan suasana demokratis dalam keseluruhan proses kebijakan publik, yaitu dengan memperhatikan kepentingan dan nilai-nilai yang hidup di kalangan masyarakat. Pegawai pemerintah tidak melayani pelanggan, tetapi memberi pelayanan untuk kepentingan demokratis (Denhardt & Denhardt, 2003, 2007). Maknanya adalah NPS menaruh minat yang besar terhadap keadilan sosial, yaitu dengan melibatkan masyarakat secara langsung dalam setiap aktivitas proses kebijakan publik.

Istilah public governance menunjuk pada saling interaksi

antara para stakeholders dengan tujuan mempengaruhi hasil kebijakan publik (Boivaird & Loffler, 2009). Stakeholders di atas meliputi antara lain adalah masyarakat (warga negara), organisasi masyarakat, lembaga publik, media massa. Politisi, organisasi nirlaba, kelompok kepentingan, dan sebagainya.

Public governance berisi lima untaian berikut (Osborne,

2010: 6-7). 1. Socio-political governance: menyangkut hubungan

antarinstitusi dalam masyarakat. Kooiman (1999) mengatakan bahwa hubungan timbal balik dan interaksi antarinstitusi dalam masyarakat perlu dipahami secara totalitas dalam pembuatan kebijakan publik, tetapi

Page 104: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 97

bergantung kepada keseluruhan elemen masyarakat (stakeholders).

2. Public policy governance: berkaitan dengan bagaimana elite pembuat kebijakan beserta jaringannya berinteraksi dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik.

3. Administrative governance: menyangkut efektivitas penerapan administrasi publik dan reposisinya untuk menangani masalah-masalah pemerintahan yang dewasa ini semakin kompleks.

4. Contract governance: berkaitan dengan penerapan NPM, dipandang perlu adanya kontrak perjanjian dalam penyelenggaraan pelayanan publik (perjanjian antara penyedia pelayanan publik dengan pihak penerima layanan). Organisasi/institusi publik pada negara-negara modern memiliki tanggung jawab untuk menyediakan sistem pelayanan publik yang baik (Kettl, 1993 & 2000).

5. Network governance merupakan jaringan kerjasama mandiri antarorganisasi pemerintah atau tanpa organisasi pemerintah dalam penyediaan pelayanan publik (Rhodes, 1997; Kickert, 1993). Sementara itu, istilah collaborative governance merupakan

cara pengelolaan pemerintah yang melibatkan secara langsung stakeholder di luar negara, berorientasi konsensus, dan musyawarah dalam proses pengambilan keputusan kolektif, yang bertujuan untuk membuat atau melaksanakan kebijakan publik serta program-program publik (Ansell & Gash, 2007, dalam Setyoko, 2011: 15). Fokus collaborative governance adalah pada kebijakan dan masalah publik. Walaupun lembaga publik memiliki otoritas tertinggi dalam pembuatan kebijakan, tujuan dan proses kolaborasi adalah mencapai derajat konsensus di antara para stakeholders (bukan penekanan dari lembaga publik). Collaborative governance menghendaki terwujudnya keadilan sosial dalam memenuhi kepentingan publik (Setyoko, 2011: 16).

Kelahiran paradigma baru dalam administrasi publik secara

teoretis tidak berarti menghilangkan paradigma lama. Dalam

Page 105: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Perkembangan Paradigma Administrasi Publik…. 98

praktik, ketiga paradigma tersebut dapat berlaku secara bersama-sama atau bersamaan dalam suatu negara. Pada organisasi yang menjunjung tinggi aspek hierarki, prosedural, kesatuan perintah, dan kepatuhan seperti organisasi militer, kepolisian, kehakiman (lembaga pemasyarakatan), ketika merumuskan dan melaksanakan kebijakan, akan lebih cocok menggunakan paradigma Old Public Administration (OPA) daripada paradigma NPM yang berorientasi bisnis atau NPS yang berorientasi pelayanan (citizen charter).

Bagi organisasi pemerintah yang berorientasi bisnis

(mencari profit) seperti lembaga-lembaga keuangan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), industri-industri strategis negara, praktik administrasi dan kebijakan publiknya tentu lebih cocok menggunakan paradigma NPM. Sementara itu, institusi yang berorientasi pada pelayanan publik dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial seperti kesehatan, pendidikan, pelayanan publik, dinas/institusi sosial, akan lebih cocok menggunakan pendekatan NPS atau governance (Setyoko, 2011: 16-17).

Perbandingan antara ketiga paradigma di atas secara umum

digambarkan Osborne (2010: 10) sebagaimana pada tabel berikut:

Page 106: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 99

Tabel 1. Perbandingan Public Administration (PA), New Public Management (NPM), dan New Public Governance (NPG) atau NPS

Paradigma Dasar

Teoretis Sifat Fokus Tekanan/

Perhatian Mekanisme

Alokasi Sumber daya

Sifat Sistem

Pelayanan

Nilai Dasar

Publik Adminis-tration (PA)

Ilmu Politik dan Kebija-kan Publik

Kesera-gaman

Sistem politik

Pembua-tan kebijakan dan implemen-tasi kebijakan

Hierarki Tertutup Budaya Sektor Publik

New Publik Manage-ment (NPM)

Rasional/teori pilihan publik dan studi mana-jemen

Penga-turan

Organi-sasi

Manaje-men sumber daya organisasi dan kinerja

Pasar dan Neo classical kontrak

Rasional terbuka

Keung-gulan dan Pangsa pasar

New Publik Governan-ce (NPG)

Teori institu-sional dan jaringan kerja

Jamak dan berbe-da-beda

Organi-sasi dan lingku-ngan-nya

Negosiasi nilai makna dan saling keterkai-tan (saling hubungan-nya)

Jaringan kerja dan kontrak hubungan relasional

Terbuka, tertutup

Mem-per-juang-kan

Sumber: Osborne (2010: 10)

Page 107: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Good Governance dalam Konsep Administrasi Publik…. 100

BAB VI GOOD GOVERNANCE DALAM KONSEP

ADMINISTRASI PUBLIK

A. Pengertian Good Governance

stilah “Good Governance” mulai muncul dan populer di Indonesia sekitar tahun 1990-an. Dalam penyelenggaraan pemerintahan kita “Good Governance” menjadi sangat penting dan strategis, mengingat kemunculannya di saat

penyelenggaraan pemerintahan Indonesia sedang mengalami distorsi terhadap efektivitas pelayanan kepada publik, dalam arti bahwa sudah bukan menjadi rahasia umum apabila berurusan dengan birokrasi pemerintah yang dialami yaitu berbelit-belit, sangat lamban, penuh dengan pungutan liar, pelayanan yang kurang baik dan lain-lain. Oleh karena itu “Good Governance” seperti obat mujarab untuk mengobati penyakit birokrasi pemerintah tersebut.

Meskipun kita telah mengenal kata “Good Governance” selama lebih dari satu dasawarsa, apakah dalam pemerintahan telah dilaksanakan dengan baik atau belum dilaksanakan oleh aparatur birokrasi pemerintah Indonesia. Namun satu hal yang mendasar “Good Governance” hanya akan dijumpai pada sistem politik yang demokratis.

Selanjutnya pengertian “Good Governance” menurut Healy

dan Robinson (1992: 64) yang dikutip Hamdi (2002), mengatakan bahwa “Good Governance” bermakna” tingkat efektivitas organisasi yang tinggi dalam hubungan dengan formulasi kebijakan dan kebijakan yang senyatanya dilaksanakan, khususnya dalam pelaksanaan kebijakan ekonomi dan kontribusinya pada pertumbuhan, stabilitas dan kesejahteraan rakyat. Pemerintahan

I

Page 108: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 101

yang baik juga bermakna akuntabilitas, transparansi, partisipasi dan keterbukaan.

Pengertian “Good Governance” menurut UNDP dalam

Sadarmayanti (2003: 2), “Good Governance” merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and service disebut governance (pemerintah atau kepemerintahan), sedangkan praktek terbaik disebut “Good Governance” (kepemerintahan yang baik). Agar “Good Governance” dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan baik, maka dibutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak yaitu pemerintahan dan masyarakat. “Good Governance” yang efektif menuntut adanya “aligment” (koordinasi) yang baik dan integritas, profesional serta etos kerja dan moral yang tinggi. Dengan demikian penerapan konsep “Good Governance” dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintah negara merupakan tantangan tersendiri.

Memahami tentang pengertian “Good Governance” patut

menjadi catatan bagi kita agar tidak salah pengertian terhadap istilah “Good Governance” seperti yang disampaikan oleh Tjokroamidjojo (2001: 13) yaitu sebagai berikut: sebagai suatu pemikiran kontemporer banyak kesalahmengertian, “Good Governance” sering diartikan sebagai “clean government”, good governance bahkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, memang tidak dipungkiri “Good Governance” mulai berkembang dari perhatian terhadap “clean government” dan “Good Governance”.

Beberapa pengertian mengenai “Good Governance” dan

juga karakteristik Good Governance, dapat beberapa kesamaan dalam tuntutan serta sistem politik demokratis terutama yang meliputi; rule of law, transparansi, accountability, konsensus. Dari segi masing-masing tersebut adalah seiring dengan arti dan makna demokrasi sehingga sistem politik yang demokrasi dapat terwujud maka akan membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang

Page 109: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Good Governance dalam Konsep Administrasi Publik…. 102

memiliki tatanan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik, teratur dan tertib.

B. Prinsip-prinsip Good Governance

Pembahasan mengenai “Good Governance” diawali dengan menjelaskan tentang “prinsip-prinsip” dalam melaksanakan “tata kelola” pemerintahan yang baik dengan mengutip dari narasumber para pakar “pemerintahan” antara lain menurut “Tamim” yaitu mengatakan; terdapat 6 (enam) hal yang menunjukkan bahwa suatu pemerintahan memenuhi kriteria good governance, sebagai berikut: (Tamim, 2003: 15)

1. Competence, artinya bahwa penyelenggaraan

pemerintahan daerah harus dilakukan dengan mengedepankan profesionalitas dan kompetensi birokrasi. Untuk itu, setiap pejabat yang dipilih dan ditunjuk untuk menduduki suatu jabatan pemerintahan daerah harus benar-benar orang yang memiliki kompetensi dilihat dari semua aspek penilaian, baik dari segi pendidikan/keahlian, pengalaman, moralitas, dedikasi, maupun aspek-aspek lainnya.

Bahwa suatu “tata kelola” pemerintahan yang harus

memenuhi syarat yaitu setiap aparatur birokrasi dan juga pejabat publik senantiasa berorientasi kepada “kompetensi”. Artinya penunjukan atau pengangkatan pejabat aparatur birokrasi pemerintahan yang diutamakan adalah kompetensi, bukan berdasarkan nepotisme keluarga, pertemanan, alumni atau karena partai politik. Namun fenomena yang terjadi di era reformasi dalam penyelenggaraan pemerintahan justru kecenderungan dalam prakteknya mengabaikan “persyaratan kompetensi”. Akan tetapi yang dewasa ini semakin menonjol yaitu nepotisme berdasarkan “partai politik” atau dukungan dari partai politik. Terutama yang paling marak di pemerintahan

Page 110: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 103

daerah, misalnya ketika pejabat publik terpilih seperti Gubernur atau Bupati/Walikota, maka yang diangkat menjadi bawahannya bisa dipastikan yaitu yang menjadi “tim sukses” pada saat pemilu kada, tanpa mempertimbangkan “kompetensi”. Oleh sebab itu kecenderungan terjadi mis manajemen pemerintahan di berbagai daerah, apalagi para pejabat publik menjadi tersangka atau terdakwa kasus korupsi, menambah deretan panjang kegagalan pemerintahan di daerah sejak era otonomi daerah diterapkan. Salah satu fakta empiris yang bisa membuktikan salah urus dalam penyelenggaraan pemerintahan yaitu: pertama; pembangunan infrastruktur dasar yang buruk misalnya “infrastruktur jalan”, pengaturan transportasi dan lalu lintas kendaraan bermotor, dihampir semua daerah pertumbuhan seperti di “Jabodetabek”, mengalami kesemrawutan yang sangat mengganggu akselerasi mobilitas manusia, barang dan jasa. Kedua; lemahnya “kepemimpinan pemerintahan daerah” akibat sistem pemilu kada dan mandulnya partai politik dalam menyiapkan kader pemimpin, berpengaruh terhadap “tata kelola” pemerintahan yang kurang tertib, pelayanan publik yang belum memuaskan masyarakat serta para pemimpin pemerintahan itu sendiri banyak yang menjadi terdakwa kasus korupsi. Ketiga; dalam perencanaan pembangunan terutama yang terkait dengan eksistensi ruang publik, dalam perencanaan wilayah dan tata ruang kota, kurang dilakukan dengan serius dan bahkan selalu tidak konsisten dengan masterplan yang sudah dibuat dengan biaya yang mahal dan kemungkinan juga menggunakan para expert dari luar negeri, sehingga yang terjadi banyak daerah dalam pertumbuhan wilayah kurang memberikan apresiasi dan estetika pembangunan sebuah kota, akan tetapi cenderung pertumbuhan kota yang kumuh dan semrawut atau sering disebut “urbun sprawl”. Keempat; koordinasi antar daerah atau instansi lain relatif kurang intensif dilakukan dalam bentuk kerjasama antar instansi yang berada di wilayahnya, namun justru terjadi sengketa kewenangan dalam

Page 111: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Good Governance dalam Konsep Administrasi Publik…. 104

pengaturan seperti fungsi “Lalu-lintas Angkutan Jalan (LLAJ)”, yakni soal trayek Bus antar kabupaten/kota sering menimbulkan konflik antar daerah, kemudian konflik dengan BUMN yang berada di wilayahnya dan lain-lain. Kelima; pengawasan yang lemah baik oleh DPR/D maupun masyarakat luas, sehingga hasil pembangunan yang dalam proses pelaksanaan pembangunan banyak mengalami kebocoran, namun dibiarkan seolah-olah tidak terjadi kebocoran. Analisis terhadap beberapa fenomena tersebut di atas yang terkait dengan terjadinya mis manajemen pemerintahan salah satu variabel yang mempengaruhi adalah kurangnya “kompetensi” menjadi persyaratan yang utama dalam memilih dan atau mengangkat pemimpin pemerintahan terutama pada lembaga eksekutif. Akan tetapi lebih cenderung berdasarkan patron politik yang kurang mempertimbangkan aspek “kompetensi” tersebut.

2. Transprancy, artinya setiap proses pengambilan kebijakan

publik dan pelaksanaan seluruh fungsi pemerintahan harus diimplementasikan dengan mengacu pada prinsip keterbukaan. Kemudahan akses terhadap informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif mengenai penyelenggaraan pemerintahan oleh birokrasi daerah merupakan hak yang harus dijunjung tinggi.

Prinsip “keterbukaan” di era reformasi sudah mulai

digulirkan, walaupun belum diikuti dengan menggunakan dukungan teknologi informasi dengan intensif, misalnya dalam pelaksanaan “rekruitmen pegawai, pelaksanaan tender proyek pemerintah, penerimaan murid sekolah menengah dan atas informasi layanan masyarakat, merupakan bentuk transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan”. Jika dukungan pemerintah terhadap upaya membangun apa yang disebut E-Government maka efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan akan tumbuh dengan pesat. Keterbukaan merupakan kunci bagi “kepercayaan publik” terhadap pemerintah, sehingga

Page 112: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 105

kepercayaan masyarakat semakin meningkat maka pemerintahan akan semakin kuat.

3. Accountability, artinya bahwa setiap tugas dan tanggung

jawab pemerintahan daerah harus diselenggarakan dengan cara yang terbaik dengan pemanfaatan sumber daya yang efisien demi keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan di daerah, karena setiap kebijakan dan tindakan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan ke hadapan publik maupun dari kacamata hukum.

Prinsip akuntabilitas pemerintahan merupakan

bentuk keseriusan para aparatur pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan yang bertujuan menyediakan dan memberikan pelayanan publik yang murah, nyaman dan bermutu. Prinsip ini sesungguhnya memiliki makna yang mendalam dan tidak sekedar pertanggungjawaban bersifat administratif belaka seperti dalam laporan “LAKIP””, akan tetapi dalam akuntabilitas juga menyangkut aspek “moral”. Oleh sebab itu, jika prinsip tersebut dikembangkan menjadi prinsip “the accountability just not simple”. Artinya bahwa akuntabilitas yang dijalankan oleh para pejabat publik tidak sesederhana dalam bentuk laporan pertanggungjawaban dalam bentuk tertulis seperti “LAKIP”, akan tetapi sampai pada “pengunduran diri” dari jabatan publik jika gagal melaksanakan kebijakan yang dibuatnya sendiri.

4. Participation, artinya dengan adanya otonomi daerah,

maka magnitude dan intensitas kegiatan pada masing-masing daerah menjadi sedemikian besar. Apabila hal tersebut dihadapkan pada kemampuan sumber daya masing-masing daerah, maka mau tidak mau harus ada perpaduan antara upaya pemerintah daerah dengan masyarakat. Dengan demikian, pemerintah daerah harus mampu mendorong perkasa, kreativitas, dan peran serta masyarakat dalam setiap upaya yang dilakukan pemerintah

Page 113: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Good Governance dalam Konsep Administrasi Publik…. 106

daerah dalam rangka meningkatkan keberhasilan pembangunan daerah.

Salah satu prinsip dalam penyelenggaraan

pemerintahan yang penting dan strategis adalah partisipasi. Apabila partisipasi masyarakat tumbuh dan berkembang secara optimal, maka akselerasi pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah niscaya akan terpelihara dan terjaga serta bermanfaat bagi kepentingan dan kebutuhan masyarakat luas. Keterlibatan masyarakat dalam semua aspek kegiatan pemerintahan yang nota bene untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sudah barang tentu mudah terwujud, sebab beban pemerintahan yang berat dalam “mengurus” kepentingan publik akan terasa lebih ringan. Paradigma dalam pelaksanaan “tata kelola” kepemerintahan yang baik adalah salah satunya “partisipasi” yakni dalam menyelenggarakan pemerintahan yang terutama dalam hal pembangunan harus melibatkan para stakeholder yaitu; pemerintah, swasta dan masyarakat itu sendiri. Jika ketiga stakeholder tersebut lebih terintegrasi dalam kegiatan penyelenggaraan “pelayanan publik”, maka kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Dewasa ini sebagai salah satu bentuk “partisipasi” masyarakat atau lebih khusus kalangan “bisnis atau swasta”, memang sedang dikembangkan secara intensif “kerjasama pemerintah dengan swasta” yang disebut “privatisasi” dalam model “Public Private Partnership”.

5. Rule of Law, artinya dalam penyelenggaraan pemerintahan

daerah harus disandarkan pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang jelas. Untuk itu perlu dijamin adanya kepastian dan penegakan hukum yang merupakan prasyarat keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Sebagaimana disebutkan di atas “kepastian dan

penegakan hukum” dalam penyelenggaraan pemerintahan

Page 114: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 107

suatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, karena pada hakikatnya peran dan fungsi pemerintah adalah dalam rangka melaksanakan kebijakan dalam peraturan perundangan yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. Oleh sebab itu, “rule of law and law of enforcement” merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsi selaku lembaga eksekutif yakni menjalankan undang-undang tersebut dalam rangka mencapai tujuan negara. Kewibawaan dan kepercayaan pemerintah di mata rakyatnya adalah mampu melaksanakan penegakan hukum. Apabila Pemerintah lemah dan kurang serius dalam penegakan hukum dan memberikan jaminan kepastian hukum kepada rakyatnya, niscaya akan terjadi delegitimasi dan detrust terhadap pemerintah, pada gilirannya cepat atau lambat pemerintahan akan jatuh atau mendapat mosi tidak percaya dari rakyatnya.

6. Social Justice, artinya penyelenggaraan pemerintahan

daerah dalam implementasinya harus menjamin penerapan prinsip kesetaraan dan keadilan bagi setiap anggota masyarakat. Tanpa adanya hal tersebut, masyarakat tidak akan turun mendukung kebijakan dan program pemerintah daerah. Prinsip-prinsip good governance sebagaimana yang

dikemukakan oleh “Tamim” juga hampir sama dengan pendapat pakar lain walaupun penekanannya pada “keadilan sosial”, artinya bahwa penyelenggaraan pemerintahan meskipun sudah menerapkan “transparansi, rule of law, melibatkan partisipasi masyarakat dan lain-lain akan tetapi semua itu harus memberikan kontribusi kepada “terwujudnya keadilan sosial””. Meskipun pemahaman tentang keadilan sosial tidak ada ukuran yang tepat akan tetapi bisa dirasakan bersama jika semua warga negara bisa “hidup” pada kondisi yang paling minimal sesuai dengan “kehidupan minimal”.

Page 115: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Good Governance dalam Konsep Administrasi Publik…. 108

Sehubungan dengan hal itu, BAPPENAS dan Biro Pusat Statistik (BPS) yang disponsori oleh UNDP merumuskan 10 (sepuluh) prinsip Good Governance (Pakpahan) yang penting diperhatikan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Indonesia, yaitu:

1. Partisipasi, artinya mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagaimana disampaikan oleh pakar yang lain pada dasarnya “membangun atau melaksanakan suatu kebijakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat luas yang disebut dengan para stakeholder tetap akan lebih menguntungkan pemerintah dibanding jika pemerintah sendiri yang mengerjakan seluruh fungsi-fungsi pemerintahan”. Namun tetap harus proporsional dan bersifat pemberdayaan dan pembinaan, karena fungsi strategis misalnya “keselamatan, keamanan, perlindungan terhadap setiap warga negara, distribusi sumber-sumber daya secara adil dan merata dan lain-lain tetap dikerjakan oleh pemerintah”.

2. Penegakan Hukum, artinya mewujudkan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM, dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Seperti juga diuraikan di atas, penegakan hukum merupakan faktor kunci kesuksesan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, tertib, teratur, efisien dan efektif. Jika hukum tidak menjadi acuan dan pedoman dalam tindakan pemerintah maka akan sering terjadi apa yang disebut “abuse of power”. Oleh sebab itu, ketidakpastian hukum akan mengakibatkan timbulnya kekacauan dan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Seperti maraknya praktek “mafia hukum” di Indonesia dewasa ini cukup mencemaskan bagi efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Ketiga pilar penegak hukum sudah sedemikian rupa tersendera oleh praktek

Page 116: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 109

hukum yang hampir dikendalikan oleh “para mafia hukum” baik dilakukan oleh pihak luar maupun dari internal penegak hukum itu sendiri. Oleh sebab itu, membutuhkan waktu untuk bisa membangun kembali kesadaran hukum bagi masyarakat luas.

3. Transparansi, artinya menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Dalam hal transparansi atau keterbukaan perkembangannya sesungguhnya cukup menggembirakan. Pemerintah sangat menyadari akan tuntutan terhadap “keterbukaan”, apalagi undang-undang yang mengatur tentang “keterbukaan informasi publik”, maka pemerintah harus menyediakan informasi software maupun hardware untuk memberikan pelayanan informasi yang dibutuhkan masyarakat dari berbagai sektor. Bahkan jika pemerintah lalai atau tidak bisa menyediakan informasi tertentu yang dibutuhkan masyarakat, maka masyarakat bisa mengajukan tuntutan ke pengadilan sesuai dengan perundangan yang berlaku.

4. Kesetaraan, artinya memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Kesetaraan ini menjadi penting dalam perbincangan masyarakat luas ketika tuntutan keadilan dan pemerataan menjadi doktrin populis bagi negara yang menganut faham kesejahteraan rakyat, seperti di Jerman dan Perancis, meskipun dalam praktek ekonominya menggunakan pasar bebas. Tuntutan kesetaraan gender misalnya, juga merupakan perkembangan yang relatif baru bagi Indonesia, yakni saat ini masih dilakukan sosialisasi terus menerus tentang kesetaraan gender. Demikian pula kesetaraan di bidang yang lainnya, misalnya di bidang ekonomi, hukum, sosial dan lain-lain.

5. Daya Tanggap, artinya meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali. Daya tanggap atau responsif merupakan tuntutan yang disuarakan berbagai kalangan supaya

Page 117: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Good Governance dalam Konsep Administrasi Publik…. 110

pemerintah melakukan dengan cepat tindakan yang seharusnya dilakukan misalnya; menghadapi bencana alam, polemik perbedaan atau bahkan konflik perbedaan aliran dalam suatu agama seperti akhir-akhir ini berkembang yang menimbulkan konflik secara laten dan massif (kasus Ahmadiyah). Menghadapi dinamika masyarakat yang cukup tinggi menuntut kesigapan dan daya tanggap yang prima dari pemerintah, agar pemerintah tidak dianggap lalai atau melakukan proses pembiaraan terhadap persoalan yang muncul di masyarakat baik berskala nasional, regional dan lokal.

6. Wawasan ke Depan, artinya membangun daerah berdasarkan visi dan strategi yang jelas dan mengikutsertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan daerahnya. Dalam era membangun pemerintah dituntut memiliki wawasan ke depan atau outworld looking dalam melaksanakan pembangunan agar supaya masyarakat juga memiliki visi dan misi yang luas terhadap apa yang diinginkannya. Membangun sebuah negara besar yang modern dan demokratis sekaligus terwujudnya kesejahteraan masyarakat baik lahir maupun batin yang adil dan merata, juga merupakan cermin dari “wawasan ke depan”.

7. Akuntabilitas, artinya meningkatkan akuntabilitas publik para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Akuntabilitas merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyatnya yakni apa yang dikerjakan dan apa yang tidak dikerjakan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi janji terhadap mandat yang diberikan oleh rakyat melalui konstitusi negara. Dengan demikian, akuntabilitas publik bagi para pejabat publik yang berperan sebagai pelaksana kebijakan menyampaikan “akuntabilitas” tidak semata-mata bersifat serimonial misalnya dalam konteks “pidato pertanggungjawaban”, atau melalui dokumen “LAKIP”, melainkan harus disertai pertanggungjawaban moral

Page 118: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 111

misalnya “mengundurkan diri dari jabatan jika pertanggungjawaban ditolak atau tidak sukses melaksanakan kebijakan. Boleh jadi minimal pejabat publik tersebut tidak dipilih lagi dalam periode pemilihan berikutnya”.

8. Pengawasan, artinya meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat luas. Pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen merupakan pilar utama kesuksesan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan. Jika kegiatan pemerintahan tanpa dilakukan pengawasan niscaya kegiatan organisasi pemerintahan akan kehilangan arah dan bahkan bisa terjadi sesuatu yang berada di luar skenario atau perencanaan yang telah disiapkan, kemungkinan akan terjadi penyimpangan yang massif. Dalam penyelenggaraan pemerintahan misalnya di Indonesia lembaga pengawasan sudah cukup banyak seperti di tingkat internal pemerintah terdapat lembaga; Inspektorat Jenderal, BPKP, sedangkan di tingkat eksternal pemerintah eksekutif seperti BPK dan DPR/D serta pengawasan masyarakat seperti melalui LSM. Kehadiran kelembagaan dimaksud agar penyelenggaraan pemerintahan dapat mencapai tujuan dengan tepat sasaran, yakni efisien dan efektif.

9. Efisiensi dan Efektif, artinya menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab. Kata efisiensi dan efektivitas sering diterjemahkan “berhasil guna dan berdaya guna”. Kedua kata tersebut juga digunakan dalam satu paket, artinya efisiensi berkenaan dengan persoalan “pembiayaan” dan efektif berkaitan dengan tercapainya sasaran yang optimal. Pada dasarnya prinsip penyelenggaraan pemerintahan harus menuju pada efisiensi dan efektivitas. Sebab dengan paradigma tersebut hasil yang dicapai pemerintahan akan memiliki efek yang berganda yakni pada gilirannya tujuan

Page 119: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Good Governance dalam Konsep Administrasi Publik…. 112

akhir pemerintah adalah terwujudnya masyarakat yang sejahtera serta adil dan makmur.

10. Profesionalisme, artinya meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau. Kata “profesionalisme’ selalu menjadi jargon pada setiap pembicaraan dalam forum ilmiah maupun perkantoran. Sebab menempatkan kata profesionalisme menunjukkan penghargaan kepada seseorang yang memiliki keahlian dalam menangani setiap persoalan yang menyangkut berbagai masalah kompleks namun cepat bisa diatasi dengan baik. Oleh sebab itu, setiap persoalan jika ditangani secara profesional maka hasilnya juga lebih memuaskan secara prima dan berkualitas. Prinsip-prinsip Good Governance versi UNDP yang saling

memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri, sebagaimana dikutip Sadarmayanti (2003: 7), pemahamannya kurang lebih sama dengan pendapat di atas dan dielaborasi seperti dijelaskan di atas. Menurut Sadarmayanti penjelasan prinsip good governance adalah sebagai berikut:

a. Participation; setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

b. Rule of law; kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa perbedaan, terutama hukum hak asasi manusia.

c. Transparansi; transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses lembaga dan informal secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan informasi dapat dipahami dan dapat dipantau.

d. Responsiveness; lembaga dan proses harus mencoba untuk melayani setiap stakeholder.

e. Consensus orientation; “Good Governance” menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh

Page 120: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 113

pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.

f. Effectiveness and efficiency; proses dan lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber yang tersedia sebaik mungkin.

g. Accountability; para pembuat keputusan dalam pemerintahan sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada pihak publik dan stakeholder.

h. Strategy vision; para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif “Good Governance” dan pengembangan manusia yang luas serta jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

C. Good Governance dalam Pemerintahan

Setiap pemerintah di seluruh negara di dunia tentu memiliki

cara pandang tersendiri dalam merumuskan good governance. Setiap negara juga menentukan strategi yang berbeda dalam merumuskan nilai-nilai universal yang secara filosofis akan dijadikan landasan dalam menjalankan roda pemerintahan yang lebih baik bagi semua warga negara.

Dalam rangka memperbaiki pelayanan publik, penerapan

good governance di lingkungan pemerintah pusat dan daerah telah menimbulkan adanya kontroversi baru. Pemerintah pusat sering mengatakan bahwa pejabat birokrasi dan pimpinan daerah belum memiliki kapasitas manajemen, khususnya pengetahuan yang lengkap, organisasi yang tepat, SDM profesional dan finansial yang mandiri, untuk menerapkan good governance. Sebaliknya, banyaknya pejabat birokrasi pemerintah daerah dan pimpinan lembaga, badan dan kantor daerah yang mengatakan bahwa pemerintah pusat bukan hanya lebih sulit dan lebih tidak siap menerapkan good governance daripada pejabat birokrasi dan pegawai di daerah, semua punya argumentasi. Namun, warga

Page 121: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Good Governance dalam Konsep Administrasi Publik…. 114

masyarakat madani dan pelaku bisnis memahami bahwa penerapan good governance itu memang akan menimbulkan kontroversi yang menjadi bagian dinamika perubahan sosial di lingkungan pejabat dan birokrasi pemerintah.

Penerapan prinsip ‘good governance’ bukanlah hanya tugas

tanggung jawab pemerintah, tetapi juga organisasi pelaku bisnis di sektor swasta dan organisasi masyarakat madani. Sebagai bagian dari proses reformasi Indonesia, pelaksanaan good governance di lingkungan pemerintahan itu sangat menentukan apakah reformasi akan berjalan terus atau berhenti di sini. Terlepas dari naik turunnya demonstrasi mahasiswa, gemuruhnya kritik dan pendapat dari teknokrat, atau tekanan dari LSM domestik maupun luar negeri, persepsi warga masyarakat awam tetap sabar menunggu bahwa good governance itu terlaksana sebagai jaminan terhadap kinerja pemerintah.

Bagi pemerintahan mendatang, pelaksanaan good

governance di lingkungan birokrasi pemerintah seharusnya merupakan gerakan dan inisiatif untuk memperbaiki pelayanan warga. Artinya, lembaga pemerintah tidak harus bertanggung jawab semua urusan yang saat ini belum berfungsi, apalagi sebagai pengelola tunggal, di bidang ekonomi, sosial dan politik yang berada di luar kapasitas mereka. Pemerintah perlu merubah mind set ke arah yang lebih realistis dalam mensejahterakan masyarakat. Pemerintah di semua tingkatan dituntut mendefinisi ulang core business nya, dan core business pemerintah adalah pelayanan publik.

Setelah mencermati kendala, hambatan dan permasalahan

yang muncul dalam upaya melaksanakan good governance di lingkungan pemerintah selama masa reformasi, maka ada beberapa harapan yang perlu diperhatikan oleh pejabat dan birokrat di lingkungan pemerintah, yaitu:

1. Meneruskan deregulasi dan debirokratisasi pelayanan public, menselaraskan perundang-undangan antar sektor antar level manajemen pemerintah, menerapkan standar

Page 122: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 115

pelayanan minimal, merampingkan organisasi, dan mengintensifkan unit pemantau pelayanan publik.

2. Menjalankan profesionalisme pejabat pelayanan publik dengan langkah-langkah memperbanyak pejabat fungsional dan memperkuat asosiasi profesi untuk pelayanan publik.

3. Membudayakan korporasi di lembaga pemerintah, terutama melalui intensifikasi fungsi pelayanan publik, mengembangkan kemitraan dengan pelaku bisnis di sektor swasta dan melibatkan organisasi swadaya masyarakat.

4. Memperluas penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan publik dengan memperbanyak organisasi swadaya masyarakat.

5. Meningkatkan partisipasi masyarakat dengan cara mempertegas kontribusi dan kontrol rakyat penerima pelayanan publik melalui mekanisme perencanaan, pengambilan keputusan dan penggunaan keuangan rakyat.

6. Membiasakan untuk memberikan penghargaan terhadap program-program inisiatif, kreativitas, dan inovasi yang dilakukan oleh lembaga, dinas, kantor dalam memperbaiki kinerja pegawai pelayanan masyarakat.

7. Mendampingi lembaga maupun individual lembaga legislatif (DPR, DPD, dan DPRD) dalam berusaha melaksanakan good governance untuk memperbaiki kebijakan dan program strategis dalam pelayanan masyarakat. Rahman (2004: 1) menyatakan bahwa Indonesia

merupakan salah satu negara di Asia Tenggara dengan pemerintahan yang lemah tapi demokratis. Pemerintah Indonesia seharusnya tidak perlu malu untuk belajar dari rakyat, atau pemerintah dari negara lain. Lambannya pelayanan publik bukan hanya ada di lembaga pemerintah. Panjangnya birokrasi juga bukan hanya tumbuh di Indonesia. Jadi, pelaksanaan good governance merupakan ‘global movement’ dalam memperbaiki suatu sistem pemerintahan.

Page 123: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Good Governance dalam Konsep Administrasi Publik…. 116

Konsep dan teori reinventing government diperkenalkan kepada pemerintahan Amerika Serikat tahun 1990-an oleh pengarangnya yaitu David Osbonne dan Ted Gaibler (1996) yang oleh pemerintah Amerika dipakai sebagai konsep untuk membenahi birokrasi Pemerintah Amerika Serikat yang pada waktu itu mengalami defisit anggaran yang besar. Secara ringkas sepuluh prinsip reformasi pemerintahan dapat diuraikan sebagai berikut: (Salam, 2002: 199)

1. Pemerintahan katalitik (catality government), pedoman pemerintahan dalam menjalankan pemerintahan katalitik adalah mengendali lebih baik daripada mengayuh (steering rather the rowing). Peran pemerintah hendaknya lebih sebagai pengendali atau pengarah saja daripada sebagai pelaksana langsung atau layanan publik. Pemerintah lebih banyak memberikan peran publiknya kepada masyarakat atau swasta.

2. Pemerintah milik rakyat (community owned government), pemerintah berusaha mendorong adanya iklim kompetisi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (injecting competition into service delivery) efisiensi akan didapat dari acara ini, karena akan muncul keuntungan yang besar, memaksa pemerintah untuk memberikan pelayanannya, munculnya inovasi yang kreatif dalam sistem pelayanan dan membangkitkan harga dan semangat karyawan.

3. Pemerintah yang digerakkan oleh misi (mission driven government), gerak pemerintahan lebih memperhatikan keputusan dan pelaksanaan misi yang diembannya daripada aturan kaku yang menjadi pedoman kerjanya (transforming rule driven organization) aturan dilaksanakan secara luas dan memberikan kewenangan otonomi kepada daerah para birokrat secara profesional sehingga para karyawan dapat memanfaatkan sumber daya lingkungan secara efektif dan efisien mungkin tanpa melanggar aturan baku organisasi.

4. Pemerintah yang berorientasi pada hasil (result oriented government), prinsip kerja pemerintahan adalah membiayai tujuan-tujuan bukan pembiayaan sumber-sumber (funding out comes not inputs), setiap lembaga

Page 124: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 117

pemerintahan sebaiknya mempunyai tujuan organisasi yang jelas, sehingga ukuran yang dihadirkan panduan untuk menilai sejauhmana hasil yang sudah dicapai dapat disempurnakan dari waktu ke waktu dan mutu pekerjaan dapat selalu ditingkatkan.

5. Pemerintahan yang berorientasi pada pelanggan (customer driven government), masyarakat adalah para pembeli yang harus dilayani pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai pelanggannya, bukan memenuhi kebutuhan birokrasi (meeting the needs of the customer, not bureaucrac).

6. Pemerintahan wirausaha (enterprising governmnet), pemerintahan dituntut untuk berupaya seefisien mungkin untuk menggunakan energinya. Pemerintah berupaya mendapatkan energi baru dan pendapatannya, jadi pemerintah berusaha menghasilkan pendapatan, bukan pembelanjaan (earning rather than spending).

7. Pemerintahan yang antisipatif (anticipatory government), pemerintah berubah dari hierarki ke partisipasi dan tim kerja (hierarchy to participation and team work), pemerintah berusaha mendorong masyarakat untuk berhubungan dengan unit-unit kerja pemerintah yang telah dilupakan kekuasaan dan wewenang untuk mengurus keperluannya.

8. Pemerintah yang berorientasi pasar (market created government), gerak pemerintahan harus melihat situasi lingkungan yang kompetitif. Pemerintah telah ikut pada suatu lingkungan global dalam persaingan yang ketat, karena itu pemerintah harus melakukan perubahan melalui mekanisme pasar (leveraging change trough the market).

Pembahasan tentang penyelenggaraan pemerintah yang efektif artinya adalah bagaimana seluruh proses aktivitas yang dikerjakan oleh pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada publik dapat mencapai sasaran yang tepat, yakni berdaya guna. Oleh karena itu

Page 125: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Good Governance dalam Konsep Administrasi Publik…. 118

penyelenggaraan pemerintahan yang efektif ini tidak dilepaskan dari persoalan manajemen pemerintahan.

9. Pemerintahan desentralisasi (decentralization

government), dalam pandangan prinsip ini bahwa mendesentralisasikan kewenangan kepada pemerintah daerah atau kepada badan hukum swasta sudah merupakan tuntutan yang berkembang di masyarakat. Dengan prinsip ini maka pemerintah bisa bekerjasama dengan swasta dalam menyediakan pelayanan publik misalnya sarana transportasi seperti: Bus, Taxi, jalan TOL, diserahkan kepada swasta, sedang pemerintah membangun infrastruktur jalan dan juga sebagai regulatornya.

10. Pemerintah berorientasi pada pasar (market oriented government), dimaksudkan bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan cara melakukan perubahan dengan menggunakan sistem insentif sebagaimana dalam mekanisme pasar, bukan hanya sekedar menggunakan mekanisme sistem prosedur atau sistem administratif. Dengan perubahan cara penanganan seperti dalam mekanisme pasar yakni memberikan insentif maka pemerintah lebih responsif dan cepat dalam pemberian pelayanan publiknya.

D. Good Governance dalam Penyelenggaraan Pemerintah

Daerah

Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang notabene menyangkut kepentingan masyarakat maka akan terkait dengan aspek lingkungan baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Adanya perubahan lingkungan strategi maka akan berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan, hanya sejauhmana tingkat adaptasi atau penyesuaian terhadap perubahan tersebut direspons oleh pemerintah.

Page 126: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 119

Tjokroamidjojo (2001: 1) memperlihatkan kondisi dunia pada dasawarsa memasuki millenium sekarang. Menurutnya, perubahan lingkungan eksternal mengalami perubahan-perubahan transmisional yang besar. Memang tidak bisa dikatakan merata Benua Afrika di bawah Gurun Sahara (kecuali Afrika Selatan) kelihatannya masih berada dalam pergolakan primordial. Tetapi pada dasarnya para pemikir seperti Huntington (1996), Naisbit dan Aburdene (1996), Etzioni (1996), Ohmae (1985, 1995), Fukuyama (1992), dan Mc Ray (1999) menyiratkan adanya perubahan-perubahan di dunia dalam kecenderungan masa depan.

Sesuatu pemikiran, ide, sistem, produksi, jasa bahkan way

of life, pandangan hidup tidak lagi bisa dilihat country spesific, melainkan sudah jadi sesuatu yang menjadi global, hal ini juga disebut globalisasi; suatu pemikiran, ide, sistem pandangan hidup menjadi universal.

Selanjutnya dikatakan Indonesia juga terimbas

kecenderungan global ini dengan memahami isu-isu global tersebut perusahaan memilih hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka penyusunan kebijakan pembangunan demokrasi dan pemulihan ekonomi di Indonesia.

Menurut Huntington (2001: 200) dan Francis Fukuyama

(1992: 80) tren global yang ada saat ini adalah bahwa era globalisasi ideologi (terutama dalam artian pertumbuhan antara komunisme dan kapitalisme) dianggap sudah lampau, bahkan Naisbith dan Aburdene (1990: 67) membahas mengenai munculnya sosialisme pasar bebas dengan gagalnya negara sentralistik dan kurang berhasilnya negara kesejahteraan (walfare state). Kemudian Giddens (2002) mengemukakan adanya perkembangan dari ekonomi pasar ke arah pasar bebas, yang walaupun dapat diterima, tetapi masih memerlukan adanya fairness dan keadilan sosial.

Berdasarkan uraian di atas beberapa hal yang penting

untuk dicatat bahwa dengan perubahan global yang terjadi di

Page 127: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Good Governance dalam Konsep Administrasi Publik…. 120

lingkungan dunia internasional mau tidak mau akan mempengaruhi terhadap cara, strategi dan sistem dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Perubahan kerangka dan sistem tersebut yang disebut

paradigma juga menjadi panutan bagi penyelenggara pemerintahan. Secara ringkas perubahan ke arah paradigma baru yang dapat mempengaruhi terhadap penyelenggaraan pemerintahan, yaitu:

a. Dewasa ini birokrasi pemerintahan yang kuat merupakan hasil pengaruh birokrasi Max Weber dengan ditandai ciri organisasi pemerintah masih sangat hierarkis, kaku (rigid), birokratis lamban dan berbelit-belit. Namun di masa depan pemerintahan yang efektif adalah pemerintahan yang menerapkan sepuluh langkah penting yang terangkum dalam konsep “Reinventing Government” dari Osborne dan Geibler.

b. Pandangan Naisbith dalam “Megatrend” tentang negara sentralistik menuju negara demokratis yang dewasa ini banyak dipraktekkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

c. Pandangan Huntington dalam buku Gelombang Demokrasi Ketiga (1989) memberikan analisa bagaimana negara yang otoriter menjadi negara yang demokratis dan atau negara yang sudah demokratis melakukan konsolidasi untuk mendorong menjadi demokrasi.

d. Pandangan mengenai negara kesejahteraan (walfare state) yang dikemukakan Van Braan memberi stimulasi, mendorong dan mengembangkan yang menjadi tujuan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran hidup warga negara. Oleh Naisbith dianggap kurang berhasil yang kemudian muncul sosialisme pasar bebas. Orientasi mekanisme pasar bebas inilah yang kecenderungannya ke peran swasta menjadi lebih menonjol dan proses privatisasi terus bergulir.

e. Pandangan mengenai pelaksanaan demokrasi perwakilan yang selama ini dipraktekkan di berbagai negara

Page 128: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 121

berkembang termasuk Indonesia, pada dewasa ini sudah banyak digugat oleh kalangan akademis dan juga politisi tentang efektivitas dan unsur manipulatif pada demokrasi perwakilan mendorong untuk melakukan perubahan ke arah demokrasi langsung.

f. Pandangan yang selama ini terhadap pelaksanaan pemerintahan yang baik (good governance) atau pemerintahan yang bersih dan berwibawa dewasa ini sudah mulai bergeser ke arah “Good Governance” yang diantara keduanya memiliki perbedaan yang sangat prinsip sebagaimana dijelaskan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Perbedaan goverment dan governance

No Unsur Perbandingan

Kata Goverment Kata Governance

1 Pengertian Dapat berarti badan/lembaga atau fungsi yang dijalankan oleh suatu organ tertinggi dalam suatu negara

Dapat berarti cara penggunaan atau pelaksanaan

2 Sifat hubungan

Hierarchis Heterakhis dalam arti ada kesetaraan kedudukan dan hanya fungsi

3 Komponen yang terlibat

Sebagai subyek yang hanya ada satu yaitu institusi pemerintahan

Ada tiga komponen yang terlibat yaitu: sektor publik, sektor swasta; masyarakat

4 Pemegang peran dominan

Sektor pemerintahan Semua memegang peran sesuai dengan fungsi masing-masing

5 Efek yang diharapkan

Kepatuhan warga negara

Partisipasi warga negara

6 Hasil akhir yang diharapkan

Pencapaian tujuan negara melalui kepatuhan warga negara

Pencapaian tujuan negara dan tujuan masyarakat sebagai warga negara maupun sebagai warga masyarakat

Page 129: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Good Governance dalam Konsep Administrasi Publik…. 122

Dari beberapa perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan tersebut diharapkan akan dapat menjadi perhatian utama bagi pemerintah untuk paling tidak melakukan perubahan dalam manajemen pemerintahan, sebab menurut Drucker yang dikutip Wasistiono (: 33), sesungguhnya tidak ada suatu negara yang dikatakan sebagai negara yang terbelakang (under development country) yang ada adalah manajemen pemerintahan yang tidak baik.

Namun dalam perkembangan dewasa ini kebijakan

pemerintah ke arah penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik sudah mulai dilakukan dengan diawali desentralisasi kewenangan kepada daerah kabupaten/kota melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 beserta peraturan pemerintahnya. Amandemen keempat UUD 1945 yang antara lain mengubah masa jabatan Presiden hanya dua kali masa jabatan, fungsi MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi yang mengangkat dan memilih Presiden dan Wakil Presiden, menetapkan GBHN, akan tetapi hasil amandemen tersebut, menempatkan eksekutif yang menetapkan GBHN, Presiden dan Wakil Presiden akan dipilih langsung. Dengan demikian, maka di masa yang akan datang kekuasaan eksekutif akan seimbang dengan kekuasaan lembaga-lembaga tinggi negara Republik Indonesia yang lain. Oleh karena itu, dalam perspektif penyelenggaraan pemerintahan terjadi perubahan yang cukup signifikan menuju terwujudnya “Good Governance”. Demikian pula tujuan kebijakan otonomi daerah di Indonesia tersebut di atas dalam perspektif pendayagunaan aparatur negara pada hakikatnya adalah memberikan kesempatan yang luas bagi daerah untuk membangun struktur pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan responsif terhadap kepentingan masyarakat luas; membangun sistem pola karir politik dan administrasi yang kompetitif; mengembangkan sistem manajemen pemerintahan yang efektif; meningkatkan efisiensi pelayanan publik di daerah, serta meningkatkan transparansi pengambilan kebijakan dan akuntabilitas publik, pada akhirnya diharapkan pula pada penciptaan kepemerintahan yang baik (good governance) (Wasistiono: 1).

Page 130: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 123

Prinsip yang melandasi tata kepemerintahan yang baik (good governance) sangat bervariasi dari satu institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Menurut Mark Robinson, terdapat tiga istilah yang menjadi topik sentral dalam terminologi Good Governance, yaitu: 1) Akuntabilitas, yang menyatakan sebagian besar efektivitas pengaruh dari mereka yang diperintah terhadap orang yang memerintah; 2) legitimasi, yang berkaitan dengan hak negara untuk menjalankan kekuasaan terhadap warga-warganya dan seberapa jauh kekuasaan ini dianggap sah untuk diterapkan; dan 3) transparansi, yang didasarkan pada adanya mekanisme untuk menjamin akses umum kepada pengambilan keputusan (Kupper, 2000: 417).

Asian Development Bank sendiri menegaskan adanya

konsensus umum bahwa Good Governance dilandasi oleh empat pilar, yaitu:

(1) Accountability, (2) Transparancy, (3) Predictability, dan (4) Participation,

Sejalan dengan itu, Bappenas (dalam Loina, Lalolo Krina P)

menegaskan bahwa paling tidak ada 3 (tiga) prinsip utama yang melandasi Good Governance, yaitu:

(1) Akuntabilitas, (2) Transparansi, dan (3) Partisipasi Masyarakat (Loina, 2003: 8). Akuntabilitas (IASTP, 2004: 2) merupakan persyaratan

untuk melaporkan kinerja yang dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah disepakati sebelumnya kepada jenjang otoritas yang berada langsung di atasnya. Salah satu cara untuk memahami akuntabilitas adalah dengan melihat garis kewenangan dan tanggung jawab.

Model pemerintahan yang bertanggung jawab juga terkait

dengan rangkaian akuntabilitas sebagai berikut (IASTP, 2004: 17):

Page 131: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Good Governance dalam Konsep Administrasi Publik…. 124

Pegawai pemerintah bertanggung jawab kepada Menteri-Menteri terkait; Menteri-Menteri bertanggung jawab kepada Kabinet; Kabinet bertanggung jawab kepada Parlemen dan Parlemen bertanggung Jawab kepada rakyat, yaitu para pemilih. Apabila difokuskan kepada hasil yang dicapai dan budaya kinerja administrasi, maka pejabat publik:

1) Bertanggung jawab atas penggunaan biaya yang ada, 2) Harus mencapai target dan hasil tertentu, dan 3) Kinerja pejabat publik akan diukur dan dilaporkan sesuai

dengan indikator kinerja yang telah disepakati. Hakikatnya ada 3 (tiga) prinsip utama dari akuntabilitas

(IASTP, 2004: 18). Ketiga prinsip tersebut adalah: a. Akuntabilitas merupakan garis kewenangan dan tanggung

jawab atas tindakan yang diambil; b. Akuntabilitas merupakan kewenangan yang dimiliki oleh

rakyat untuk mengetahui bagaimana uang publik digunakan untuk kepentingan masyarakat; dan

c. Akuntabilitas juga akan memastikan apakah pejabat publik yang dipilih bertanggung jawab kepada rakyat atas keputusan-keputusan dan cara mereka menerapkan kebijakan dan program. Salah satu wujud dari good governance adalah adanya

partisipasi aktif anggota masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pentingnya partisipasi masyarakat dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah antara lain ditentukan oleh sistem pemerintahan daerah itu sendiri. Ditinjau dari segi organisasi, pemerintahan daerah merupakan organisasi yang bersistem terbuka (open system). Organisasi pemerintahan seperti ini ditandai oleh adanya impor energi (import of energy) dari lingkungannya agar dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya.

Pemerintah daerah di Indonesia dalam banyak hal

mengandalkan pemerintah pusat sebagai sumber energinya, baik yang berupa dana maupun berupa personil, sehingga melahirkan

Page 132: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 125

ketergantungan yang ekstrim terhadap pemerintah pusat. Akibatnya, di satu sisi prinsip Negara Kesatuan yang didesentralisasikan tidak dapat terwujud dan di sisi lain tidak mendidik daerah untuk mandiri dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri khususnya dalam memberikan pelayanan publik yang berkualitas.

Kondisi tersebut dapat diatasi dengan cara, antara lain

melibatkan masyarakat ikut serta bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Dalam hal ini, partisipasi masyarakat difungsikan sebagai substitusi energi pemerintah pusat dan sebagai sumber energi alternatif bagi daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak hanya melepaskan ketergantungannya pada pusat tetapi juga dapat mengoptimalkan fungsinya dalam memberikan kualitas pelayanan yang tinggi pada masyarakat.

Selain prinsip akuntabilitas dan partisipasi, prinsip

transparansi juga merupakan aspek yang sangat krusial dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Transparansi (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional & Departemen Dalam Negeri, 2002: 18) adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansi pada hakikatnya menekankan adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan. Misalnya, setiap informasi mengenai aspek kebijakan pemerintah dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik.

Prinsip transparansi pada dasarnya memiliki 2 (dua) aspek

(Badan Perencanaan Pembangunan Nasional & Departemen Dalam Negeri, 2002: 60). Pertama, komunikasi publik oleh pemerintah. Kedua, hak masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya akan sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan

Page 133: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Good Governance dalam Konsep Administrasi Publik…. 126

baik kinerjanya. Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal dari transparansi.

Komunikasi publik menuntut usaha afirmatif dari

pemerintah untuk membuka dan mendiseminasi informasi maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus seimbang dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Karena pemerintahan menghasilkan data dalam jumlah yang besar, maka dibutuhkan petugas informasi yang profesional dan bukan untuk dialih atas keputusan pemerintah, tetapi untuk menyebarkan keputusan-keputusan yang penting kepada masyarakat serta menjelaskan dari setiap kebijakan tersebut.

Peran media juga sangat penting bagi transparansi

pemerintah, baik sebagai kesempatan untuk berkomunikasi publik maupun dalam menjelaskan berbagai informasi yang relevan, juga sebagai “watchdog” atas berbagai aksi pemerintah dan perilaku menyimpang dari aparat birokrat. Jelas, media tidak akan dapat melakukan tugasnya secara optimal tanpa adanya kebebasan pers, bebas dari intervensi pemerintah maupun pengaruh kepentingan politik dan bisnis. Keterbukaan membawa konsekuensi adanya kontrol yang berlebihan dari masyarakat dan bahkan oleh media massa. Oleh karena itu, kewajiban akan keterbukaan harus diimbangi dengan nilai pembatasan, yang mencakup kriteria yang jelas dari aparat publik tentang jenis informasi apa saja yang seharusnya mereka berikan dan pada siapa informasi tersebut diberikan.

Oleh sebab itu, pelaksanaan “Good Governance” jika

pemerintah secara serius menjadikan prinsip tersebut sebagai paradigma yang dimiliki oleh aparatur pemerintah niscaya “upaya membangun pemerintah yang bersih dan berwibawa akan terwujud”. Bahkan dengan prinsip good governance akan lebih mendorong proses “demokratisasi” terhadap masyarakat seiring dengan pertumbuhan tingkat pendidikan dan ekonominya. Dengan demikian pada gilirannya menuju pada titik hubungan yang bersifat

Page 134: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 127

saling mempengaruhi bahwa dengan pemerintahan yang demokratis maka akan mendorong tumbuhnya pada sistem politik yang demokratis pula.

Page 135: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 128

BAB VII ETIKA PUBLIK DALAM KEBIJAKAN PUBLIK

tika publik diperlukan untuk pembaharuan dan perbaikan pelayanan publik. Konflik kepentingan, korupsi dan birokrasi yang berbelit menyebabkan buruknya pelayanan publik. Masalahnya bukan hanya terletak pada kualitas moral

seseorang (jujur, adil, fair), namun terutama pada sistem yang tidak kondusif. Sebetulnya banyak pejabat publik dan politisi yang jujur dan serius berjuang untuk kepentingan publik (Haryatmoko, 2011: 1). A. Definisi Etika Publik

Konsep “etika” sering digunakan sinonim dengan “moral”.

Di balik kedua istilah ini, tersirat nuansa tradisi pemikiran filsafat moral yang berbeda. Dalam buku Aristoteles Ethique a Nicomaque, selain kata ethos, yang berarti “kualitas suatu sifat” digunakan juga istilah “ethos”, yang berarti kebiasaan (H.G. Liddell, 1996). Makna ethos adalah suatu cara berpikir dan merasakan, cara bertindak dan bertingkah laku yang memberi ciri khas kepemilikan seseorang terhadap kelompok. Istilah yang kedua ini sesuai dengan terjemahan dalam bahasa Latin “moralis” (mos, moris = adat, kebiasaan). Istilah “moralis” ini kemudian menjadi istilah teknis yang tidak lagi berarti kebiasaan, tetapi mengandung makna “moral” seperti digunakan dalam pengertian sekarang.

Moral selalu dikaitkan dengan kewajiban khusus,

dihubungkan dengan norma sebagai cara bertindak yang berupa tuntutan entah relatif entah mutlak. Jadi “moral” merupakan wacana normatif dan imperatif yang diungkapkan dalam kerangka baik/buruk, benar/salah yang dianggap sebagai nilai mutlak atau transenden. Isinya adalah kewajiban-kewajiban. Dengan demikian,

E

Page 136: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 129

konsep “moral” mengacu ke seluruh aturan dan norma yang berlaku, yang diterima oleh suatu masyarakat tertentu sebagai pegangan dalam bertindak, dan diungkapkan dalam kerangka baik dan buruk, benar dan salah.

Etika dimengerti sebagai refleksi filosofis tentang moral.

Jadi etika lebih merupakan wacana normatif (tidak selalu harus berupa perintah yang mewajibkan, karena bisa juga kemungkinan bertindak) yang membahas tentang baik/jahat. Etika lebih dipandang sebagai seni hidup yang mengarahkan kepada kebahagiaan dan kebijaksanaan. Pendekatan Paul Ricoeur terhadap penggunaan istilah “moral” dan “etika” memberi nuansa baru. Dia mengaitkan kedua istilah tersebut pada dua tradisi pemikiran filsafat yang berbeda. Istilah “moral” dikaitkan dengan tradisi pemikiran filosofis Immanuel Kant (sudut pandang deontologi). Moral mengacu ke kewajiban, norma, prinsip bertindak, imperatif (“kategoris” = aturan atau norma yang berasal dari akal budi yang mengacu ke dirinya sendiri sebagai keharusan). Sedangkan “etika” dikaitkan dengan tradisi pemikiran Aristoteles yang bersifat “teleologis” (telos = finalitas atau tujuan). P. Ricoeur mendefinisikan “etika” sebagai tujuan hidup yang baik bersama dan untuk orang lain di dalam institusi yang adil (1990).

Biasanya etika lebih dipahami sebagai refleksi atas

baik/buruk, benar/salah yang harus dilakukan atau bagaimana melakukan yang baik atau benar, sedangkan moral mengaju pada kewajiban untuk melakukan yang baik atau apa yang seharusnya dilakukan. Tekanan etika yang diletakkan pada aspek reflektif dalam upaya mencari bagaimana bertindak (bukan hanya pada masalah kepatuhan pada norma) menjadi alasan utama mengapa istilah “etika publik” lebih cocok dipakai daripada “moral publik” atau “moralitas publik” (Haryatmoko: 2011: 2-3).

Etika publik adalah refleksi tentang standar/norma yang

menentukan baik/buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk mengarahkan kebijakan publik dalam rangka

Page 137: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 130

menjalankan tanggung jawab pelayanan publik. Ada 3 (tiga) fokus yang menjadi perhatian etika publik:

1. Berbeda dengan etika politik, keprihatinan utama etika publik adalah pelayanan publik yang berkualitas dan dan relevan;

2. Bukan hanya kode etik atau norma, tapi terutama dimensi reflektifnya. Ini berarti etika publik berfungsi sebagai bantuan dalam menimbang pilihan sarana kebijakan publik dan alat evaluasi yang memperhitungkan frekuensi etisnya; dan upaya politik, sosial, budaya dan ekonomi dikatakan sesuai dengan standar etika bila mampu menciptakan institusi-institusi yang lebih adil;

3. Fokus pada modalitas etika, yaitu bagaimana menjembatani antara norma moral (‘apa yang seharusnya dilakukan’) dan tindakan faktual. Keprihatinan etika publik pada modalitas membedakan dengan ajaran-ajaran saleh atau moral yang lain. Tekanan pada modalitas ini mau menjawab keluhan dan sinisme seperti “hampir di semua bidang kehidupan sudah mempunyai kode etiknya”, “moral sudah diajarkan di mana-mana”, “agama sudah memberi semua petunjuk untuk berbuat baik”, namun korupsi tetap merajarela. Lalu apa nilai lebih etika publik atau jangan-jangan hanya bentuk lain dari ajaran tentang “apa yang seharusnya”? Orang sering mengira kalau “mengetahui” seakan-akan

sama dengan “sudah melakukan”. Padahal masih ada jarak antara “tahu” dan “tindakan”. Orang bisa berkotbah bagus atau memberi nasehat yang baik, tetapi melakukan yang sebaliknya. Maka arah etika publik bukan hanya pada “apa yang baik atau moral”, tetapi memfokuskan pada refleksi bagaimana menjembatani agar norma moral bisa menjadi tindakan nyata.

Etika publik mengutamakan etika institusional, yaitu

bagaimana mengorganisir agar tanggung jawab bisa dijalankan, mencari prosedur atau modalitas apa yang bisa menolong. Jadi mencari sistem, prosedur, sarana, modalitas yang bisa memudahkan tindakan etis (Haryatmoko, 2011: 3).

Page 138: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 131

Etika publik mengatur terutama political society, semua orang yang terlibat di lembaga-lembaga negara. Semua pejabat publik, baik yang memperoleh jabatan karena terpilih dalam pemilu atau pilkada, maupun yang menjabat karena ditunjuk atau berkat karier. Mereka itu harus mengarahkan tanggung jawab, penilaian, dan proses pengambilan keputusan berdasarkan etika publik. Integritas publik menuntut pejabat publik untuk memiliki komitmen moral dengan mempertimbangkan keseimbangan antara penilaian kelembagaan, dimensi-dimensi pribadi, dan kebijaksanaan di dalam layanan publik (Haryatmoko, 2011: 4).

B. Kriteria Etika dalam Kebijakan Publik Pelayanan publik yang profesional membutuhkan

kompetensi teknik dan leadership. Kedua kompetensi ini membuat efektif dan efisien, namun masih mengabaikan satu hal penting, yaitu acuan ke nilai. Maka pelayanan publik masih menuntut kompetensi etika. Profesionalisme pelayanan publik tanpa kompetensi etika bisa tidak peduli pada masalah keadilan. Tanpa etika publik, pejabat publik cenderung:

1. Tidak peka bila merugikan pihak lain, termasuk merugikan Negara;

2. Tidak peduli terhadap korban; dan 3. Diskriminatif dalam memperlakukan warga negara.

Akibatnya, keadilan hanya menjadi lip-service dan

perlakuan setara di depan hukum diabaikan. Tiadanya kompetensi etika akan semakin mendorong

banalitas korupsi, artinya korupsi menjadi biasa sehingga tidak menumbuhkan rasa bersalah lagi. Dalam pelayanan publik, lemahnya perilaku etis melemahkan institusi-institusi sosial-politik, lalu pertaruhannya nasib banyak orang. Padahal hakikat utama pelaksanaan kekuasaan terletak dalam tanggung jawab moral. Dimensi moral ini melekat pada ciri kebijakan publik yang merupakan usaha alokasi nilai-nilai masyarakat untuk mencapai

Page 139: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 132

tujuan kesejahteraan bersama. Maka prioritas utama pelayanan publik seharusnya menjawab kebutuhan publik. Dalam menentukan prioritas nilai ini, kebijakan publik bisa memicu perbedaan pendapat dan ketegangan. Diskusi tentang prioritas kebijakan atas dasar standar nilai mengandaikan pemahaman penalaran etika (Haryatmoko, 2011: 33).

Kebijakan publik merupakan upaya pemerintah dengan

keputusan-keputusan dan tindakan-tindakannya yang didesain untuk menangani masalah-masalah pelayanan publik dengan semua keprihatinannya (C.L. Cochran dan E.F. Malone, 2005: 1). Bukan hanya proses pengambilan keputusan, tapi juga analisanya. Dari perspektif nilai, kebijakan publik merupakan tindakan atau kebijakan yang mengatasnamakan pemerintah untuk mengalokasikan sumber daya-sumber daya dalam upaya untuk mencapai nilai bersama yang diutamakan (M. Considine, 1994: 3).

Agar ada nilai-nilai bersama yang bisa menjadi acuan dan

kriteria dalam menghadapi masalah-masalah, praktik yang profesional harus mengintegrasikan kriteria etika ke dalam kebijakan publik. Dengan kriteria etika ini, pemecahan dalam perbedaan pendapat atau pengambilan keputusan memprioritaskan pertimbangan kepentingan publik, terutama kepentingan mereka yang ada dalam posisi paling tidak beruntung. Dasar pemikirannya ialah kesetaraan pelayanan publik harus memungkinkan semua warga negara mempunyai kesempatan sama. Sedangkan prioritas diberikan kepada yang paling tidak beruntung karena mereka secara struktural sudah dalam posisi lemah. “Semua mempunyai hak sama. Ketidaksamaan sosial-ekonomi diterima asal menguntungkan semua pihak, terutama bagi yang paling tidak beruntung…” (J. Rawls, 1971).

Jadi etika membantu memberi landasan berpikir yang

peduli terhadap upaya meningkatkan solidaritas sosial dan memerangi egoisme yang tidak rasional. Untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sosial dalam rangka pencapaian tujuan kolektif dibutuhkan solidaritas sosial. Dasar pemikiran seperti ini

Page 140: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 133

tidak diperoleh dari kompetensi teknis atau leadership, tetapi dipelajari melalui logika atau teori etika.

Prinsip etika publik semacam itu sangat membantu

memberi landasan pertimbangan etis pejabat publik dalam menentukan kebijakan publik karena dalam masyarakat selalu ada “pihak yang paling tidak diuntungkan”, bisa kaum miskin, yang tersingkir/kalah di dalam persaingan, kelompok gender atau kelompok minoritas. Dengan demikian, kemampuan teknis untuk menganalisa masalah masih perlu dilengkapi dengan kemampuan menangkap pertaruhan etis yang biasanya tidak lepas dari masalah keadilan (Haryatmoko, 2011: 34).

Kemampuan ini mengandalkan kompetensi etika. Kejujuran

profesional ditantang. Kebanyakan profesional kurang siap menghadapi konflik antara nilai-nilai etika seperti kejujuran, integritas, tepat janji, dan nilai-nilai yang tidak secara eksplisit dikategorikan etika seperti kesejahteraan, keamanan, sukses (J.S. Bowman, 2010: 71). Misalnya suatu daerah dicurigai menjadi tempat persembunyian teroris, maka banyak polisi berpakaian sipil hadir di tempat tersebut. Kapolres ketika ditanya penduduk setempat tidak mau menjelaskan sejujurnya apa yang sebetulnya sedang berlangsung, dengan alasan sebagai berikut:

1. bocornya informasi memungkinkan tersangka teroris meloloskan diri;

2. mencegah kepanikan dan kecurigaan berlebihan dari pihak penduduk agar tidak mengganggu kegiatan sehari-hari. Berdasarkan konteks tersebut, kejujuran bisa

membahayakan tujuan keamanan. Keberatan yang diajukan ialah privacy, rasa nyaman, dan hak informasi.

Dilema semacam itu sering dihadapi ketika pejabat publik

ingin menerapkan transparansi. Dalam pelayanan publik, bila menyangkut keamanan dan kerahasiaan dibutuhkan kemampuan komunikasi untuk meyakinkan bahwa cara yang ditempuh itu sudah merupakan pilihan terbaik untuk menjamin keamanan

Page 141: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 134

publik. Komunikasi itu menjadi sarana transparansi sehingga menjadi pintu masuk untuk membentuk identitas dan legitimasi suatu organisasi, artinya suatu kebijakan atau kegiatan organisasi pertama-tama akan dinilai dan dikenali sejauhmana menyesuaikan diri atau memperhitungkan nilai-nilai etika. Lalu kecurigaan dihindarkan dan menumbuhkan kepercayaan karena aparat keamanan memegang janji. Ricoeur menggunakan istilah “identitas naratif” dalam rangka mendefinisikan kemampuan kelompok untuk menepati janji. Kemampuan menepati janji merupakan identitas yang lebih tinggi karena meskipun ada perubahan-perubahan, masih tetap bisa diandalkan (Ricoeur, 1990).

Kemampuan menepati janji terjalin dari kesetiaan kepada

diri sendiri dan terhadap orang lain. Maka integritas publik, yang unsur dasarnya adalah setia pada janji, dibangun dari kesetiaan dan kejujuran kepada diri sendiri dan orang lain. Tujuan etika publik mau menjamin agar ada integritas organisasi atau badan pemerintah, yang dimulai dengan integritas pejabat publik yang tepat janji. Kompetensi etika ini sangat diperlukan.

Menurut Bowman, kompetensi etika meliputi kemampuan

dalam menajemen nilai, terampil di dalam penalaran moral, bisa diandalkan berkat moralitas individual, moralitas publik dan etika organisasi (Bowman, 2010: 67). Manajemen nilai dituntut bila organisasi dalam pelayanan publik tidak sentralistis dan hierarkis, tapi pemimpin mendelegasikan atau melimpahkan tanggung jawab ke bawahan supaya semakin tumbuh inisiatif, kreativitas, dan produktivitas. Pelimpahan tanggung jawab yang lebih besar kepada anggotanya itu membuat konsep “nilai” menjadi berperan di dalam strategi etika publik karena pengakuan akan nilai-nilai dasariah menawarkan landasan bertindak dalam pelayanan publik (Haryatmoko, 2011: 36).

Page 142: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 135

C. Memutuskan Pilihan Etis dalam Kebijakan Publik

Bagaimana seorang pejabat di dalam kerangka pelayanan publik harus mengambil keputusan di hadapan beberapa pilihan yang mungkin? Biasanya pilihan-pilihan tersebut dilematis, artinya hasil dari keputusan, di satu pihak, membawa keuntungan bagi suatu kelompok masyarakat, dan di lain pihak, ada kelompok yang dirugikan. Kemungkinan lain, keputusan tersebut tidak membawa dampak apa-apa atau orang tidak bisa ikut menikmati hasilnya, tetapi yang sering terjadi mengakibatkan jatuhnya korban. Masalah keputusan di dalam kebijakan publik selain menyangkut masalah hukum dan politik, pertama-tama adalah tanggung jawab moral. Jadi etika publik mau mengingatkan tanggung jawab moral pejabat publik agar sebisa mungkin dalam pengambilan keputusan menghindari jatuhnya korban atau pihak yang dirugikan.

Kekeliruan di dalam mengambil keputusan kebijakan publik

bisa dianggap sebagai bentuk kesalahan moral, artinya pejabat publik bisa bersalah dihadapkan pada tanggung jawabnya terhadap orang lain yang harus menanggung risiko, konsekuensi atau akibat dari kebijakan atau tindakannya (Ricoeur, 1991). Kesalahan moral memiliki tiga ciri, yaitu:

1. pelaku bertanggung jawab atas tindakannya; 2. tindakannya berakibat merugikan sehingga mengakibatkan

orang lain menderita atau menjadi korban; dan 3. penderitaan itu tidak mempunyai alasan yang bisa memberi

pembenaran. Kalau kerugian, penderitaan atau jatuhnya korban itu akibat

dari kebijakan publik yang secara sadar diputuskan, atau memang dimaksudkan, berarti kebijakan itu bukannya hanya salah secara moral, tetapi juga salah secara politik dan hukum. Contoh kebijakan itu adalah politik diskriminasi. Kebijakan diskriminasi itu bisa terbuka atau terselubung. Kebijakan diskriminatif yang terbuka dijalankan bila tanpa mencari pembenaran konstitusi mengabaikan status kesetaraan setiap warga negara di depan hukum dengan menafikan kelompok masyarakat tertentu (atas

Page 143: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 136

dasar agama, etnis atau gender) atau mengistimewakan kelompok lain. Contoh karena kepemilikan pada agama atau etnis tertentu, orang tidak bisa memangku jabatan publik di pemerintah daerah; pejabat publik memutuskan hanya memberi subsidi kepada sekolah swasta yang mempunyai afiliasi dengan organisasi keagamaan tertentu atau etnis tertentu. Sedangkan diskriminasi terselubung terjadi karena sebetulnya sudah cacat secara hukum atau politik, tetapi karena secara terselubung dibiarkan atau mendapat dukungan dari kelompok yang kuat, maka diskriminasi itu tetap berlangsung. Misalnya, penerimaan PNS, militer, polisi, dan jabatan-jabatan publik lain dengan memberi keistimewaan kepada kelompok (agama, etnis) tertentu (Haryatmoko, 2011: 61).

Meskipun secara moral kebijakan diskriminatif itu salah,

tetapi tetap berjalan karena baik hukum maupun politik sudah tidak berdaya. Dalam konteks ini, P. Bourdieu dengan tajam melihat sebabnya, yaitu karena budaya yang berlaku adalah budaya kelompok yang dominan. Istilah Bourdieu yang relevan untuk menjelaskan situasi itu ialah doxa, artinya sudut pandang penguasa atau yang dominan yang menyatakan diri dan memberlakukan diri sebagai sudut pandang semua orang atau universal (P. Bourdieu, 1994: 29). Contoh doxa yang mengundang polemik adalah gagasan yang umum diterima bahwa sekolah membuka kesempatan sama bagi semua orang. Sudut pandang ini diterima oleh semua sebagai benar, meski dalam praktik sebetulnya lebih menguntungkan kelas menengah ke atas, bukan kelas miskin. Sebenarnya pernyataan tersebut diskriminatif terhadap kelas bawah. Mengapa?

Doxa menunjukkan bahwa ada orang yang gagasan-

gagasannya mudah diterima, ada yang tidak memiliki pengaruh sama sekali dan harus menerima sebagai kebenaran apa yang merugikannya. Agar bisa menguasai bahasa untuk keperluan menulis dan berbicara demi keindahan, tuntutan ilmiah atau pantas diterbitkan membutuhkan perpustakaan, buku, keterampilan gramatika, khazanah kata yang kaya karena akan masuk dalam kategori bahasa resmi (P. Bourdieu, 1982: 46). Jadi

Page 144: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 137

penguasaan bahasa bukan sekedar belajar dan melatih diri, tapi membutuhkan kelengkapan fasilitas. Maka kelas atas lebih siap bersaing dalam pendidikan karena sudah memiliki habitus bahasa dan kapital budaya. Kemampuan mereka untuk menyerap komunikasi pedagogi di sekolah lebih efektif dibandingkan peserta didik dari kelas bawah. Pejabat publik sering tidak peka dalam bentuk-bentuk diskriminasi yang terselubung seperti itu sehingga membiarkan model pedadogi yang diterapkan mengabaikan kebutuhan peserta didik dari kalangan bawah.

Kesenjangan kepemilikan kapital budaya, termasuk habitus

bahasa dewasa ini, semakin terasa. Dalam perekrutan tenaga kerja di banyak perusahaan, salah satu syaratnya biasanya harus menguasai bahasa Inggris secara aktif, berarti sudah membuka peluang lebih besar kepada mereka yang pernah belajar di luar negeri atau setidaknya yang pernah belajar di international school, yang hanya terjangkau oleh kalangan tertentu saja. Kalangan yang lebih diuntungkan tentu saja yang berasal dari kelas atas. Dengan demikian seleksi tenaga kerja juga secara terselubung mendasarkan seleksi asal usul sosial. Bukan cara seleksi itu yang mau dikritik, tetapi sistem pendidikan harus memperhitungkan lemahnya kapital budaya kelas bawah agar kelompok sosial yang secara struktural sudah dalam posisi kalah ini, dimungkinkan mengejar ketinggalannya. Cara menyesuaikan komunikasi pedagogi yang memperhatikan kemampuan mereka.

Analisa ini menunjukkan mengapa etika publik tidak cukup

hanya direduksi menjadi kode etik atau aturan perilaku. Kalau hanya puas dengan aturan perilaku tidak akan mampu membuka alternatif kebijakan, membongkar praktik-praktik ketidakadilan dan diskriminasi yang terselubung. Maka etika publik bukan hanya berfungsi sebagai “penjaga gawang”, “penambal ban” atau “pemadam kebakaran”, artinya diperhitungkan hanya setelah terjadi masalah atau ada pelanggaran. Etika publik seharusnya mulai dipertimbangkan sejak awal proses kebijakan publik sehingga fungsi pencegahan terhadap korupsi, konflik kepentingan, kolusi atau bentuk pelanggaran-pelanggaran lain bisa efektif.

Page 145: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 138

Etika dalam analisis kebijakan publik seharusnya diperhitungkan sebagai dimensi dari setiap langkahnya. Hanya dengan menjadi bagian integral dari kebijakan publik yang tercermin dalam lima langkah prosesnya, etika mampu meningkatkan kualitas pelayanan hidup dan mengembalikan kepercayaan masyarakat. Kelima langkah analisa kebijakan publik itu, menurut Munger, meliputi:

1. rumusan masalah, 2. seleksi kriteria, 3. pembandingan alternatif dan seleksi kebijakan, 4. pertimbangan terhadap aspek politik dan organisasi, 5. implementasi dan evaluasi program (Munger, 2000: 7-21

dalam Haryatmoko, 2011: 63-69).

(i) Merumuskan masalah dalam kebijakan publik harus menampilkan secara jelas hubungan sebab-akibat dan klasifikasi masalah, dan terutama harus sudah mengandung alternatif jalan keluar. Tidak jarang konteks yang mengandung analisa lebih luas daripada rumusan masalah. Misalnya, tingginya angka kegagalan pendidikan sekolah dari kelompok penduduk miskin (65%) di wilayah Yogyakarta. Rumusan ini masih terlalu kabur, maka perlu dibuat lebih spesifik. Berapa persen angka kegagalan di tingkat pendidikan dasar, pendidikan tingkat menengah, dan di perguruan tinggi, lalu dibandingkan dengan kegagalan kelompok menengah ke atas? Mengapa dari kalangan menengah ke atas angka kegagalan relatif rendah? Rumusan masalah itu sudah mengisyaratkan adanya perbedaan latar belakang sosial, yang berarti juga perbedaan fasilitas dan modal budaya.

Pemecahan masalah akan memperhitungkan alternatif yang terkandung dalam rumusan masalah tersebut. Bukannya hanya masalah kurikulum atau bakat, tetapi rumusan masalah itu mengandung hipotesa sosiologi pendidikan, yaitu bahwa latar belakang sosial peserta didik mempengaruhi kemampuan dalam menyerap komunikasi pedadogi di sekolah, terutama sampai jenjang pendidikan menengah. Pada jenjang perguruan

Page 146: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 139

tinggi, perbedaan fasilitas dan kapital budaya semakin memperlebar kesenjangan kesempatan untuk berhasil. Jurusan-jurusan favorit (kedokteran, teknik, akuntansi, farmasi) mayoritas mahasiswa berasal dari kalangan menengah ke atas.

Dalam analisa kebijakan publik ini, ketajaman dalam

merumuskan agar pertanyaan tampil kreatif sangat penting. Pemecahan alternatif yang terkandung dalam rumusan masalah sarat dengan nilai-nilai etika karena sudah mengandung kewajiban atau tanggung jawab pejabat publik dan menyiratkan pilihan nilai. Mengubah sistem komunikasi pedagogi yang peduli kepada mereka yang lemah membutuhkan political-will dan perubahan mendasar yang tidak mudah. Affirmative action untuk membuka kesempatan lebih luas ke jurusan-jurusan favorit bagi kalangan sosial bawah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dari rumusan masalah itu, sudah terlihat kerangka pemikiran yang dipakai.

(ii) Seleksi kriteria. Cara memilih kerangka pemikiran untuk

merumuskan masalah sudah mengarah ke alternatif pemecahan masalah yang diharapkan. Kriteria yang dipakai sudah mencerminkan hipotesa pemecahan karena tersirat alternatif itu lebih baik daripada yang lain. Kriteria itu merepresentasikan visi etika pejabat publik dan pandangan etis masyarakat yang dilayani (Munger, 2000: 8). Maka perlu diberi alasan mengapa kriteria itu dipilih. Menurut Munger, ada lima alasan, yaitu: a. kriteria harus memfokuskan pada tujuan, bukan pada

sarana. Alasan ini dipahami karena dalam logika tindakan, tujuan biasanya menentukan hubungannya dengan nilai. Kalau tekanan pada sarana ada bahaya yang jatuh pada rasionalitas instrumental di mana sarana bisa berubah menjadi tujuan pada dirinya sendiri sehingga dilepaskan dari nilai atau makna;

b. setiap kriteria harus dirumuskan dalam pernyataan yang jelas dan tepat agar sebagai alat pengukur sungguh

Page 147: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 140

berfungsi membantu mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah;

c. kriteria operasional, kalau juga memungkinkan mengukur secara kuantitatif;

d. rangkaian kriteria itu harus lengkap agar bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat;

e. kriteria harus menunjuk pada aspek-aspek masalah kebijakan yang berbeda sehingga kriteria yang satu melengkapi yang lain.

Contoh, tujuan kebijakan publik adalah meningkatkan

keberhasilan peserta didik yang berasal dari kelas sosial bawah. Nilai keadilan menjadi keprihatinan utama karena budget pendidikan sangat tinggi. Jangan sampai ada sebagian besar kelompok masyarakat tidak bisa menikmati alokasi dana yang besar itu, sedangkan sebagian kecil penduduk yang sudah dalam posisi sosial-ekonomi kuat justru lebih diuntungkan. Perbaikan model komunikasi pedagogi harus dengan mempertimbangkan hasil identifikasi masalah (bahasa, waktu belajar, pendampingan, metode belajar atau fasilitas) agar ketertinggalan peserta didik kelas sosial bawah dapat ditangani secara tepat. Contoh kebijakan dengan mengatur agar jumlah peserta didik dalam kelas kecil; tambahan jam belajar yang disertai pendampingan intensif; disediakan komputer, buku acuan/pegangan, tempat belajar yang memadai setelah jam sekolah; pembiasaan dan perbaikan metode belajar.

(iii) Perbandingan alternatif dan seleksi kebijakan. Makna

“alternatif” mengandalkan adanya pembandingan dengan bentuk pemecahan lain. Maka kemungkinan pemecahan lain ialah mengorganisir kelas penyesuaian di tahun pertama. Pemecahan yang lebih mendasar lagi namun membutuhkan budget tinggi ialah program wilayah prioritas pendidikan, yaitu pada kurun waktu tertentu di wilayah yang sebagian besar penduduknya miskin secara khusus dibangun sekolah dengan fasilitas, tenaga pengajar, dan sistem pedagogi yang

Page 148: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 141

berkualitas (P. Bourdieu). Tahap ini digunakan untuk mengevaluasi bobot alasan pro dan kontra terhadap masing-masing alternatif, kemudian diambil keputusan ke arah alternatif yang paling menjawab kebutuhan atau kepentingan publik.

Menjawab kebutuhan publik, selain memperhitungkan

kualitas kebutuhan. Berarti juga semakin memperluas lingkup kebebasan warga negara serta membangun institusi yang lebih adil. Pendidikan yang baik menghasilkan warga negara yang lebih bebas karena dengan keterampilan dan pengetahuannya akan semakin memiliki banyak pilihan untuk masa depannya. Dengan memperhatikan peserta didik yang lemah kapital budaya karena latar belakang sosialnya, berarti Pemerintah peduli untuk menciptakan intitusi yang lebih adil. Pembobotan alternatif ini mengandalkan prioritas pilihan kriteria yang berbeda dan komitmen pribadi serta organisasi tertentu. Bila komitmen pribadi lemah maka cenderung mencari alternatif yang paling mudah, yang lebih memberi keuntungan pribadi. Jadi kerangka yang menentukan rumusan masalah, identifikasi alternatif, dan pilihan kriteria erat terkait dengan visi etika pejabat publik.

(iv) Pertimbangan aspek politik dan organisasi. Setelah alternatif

dipilih dan diputuskan, pengambil kebijakan publik masih harus berhadapan dengan masalah diterima atau tidak kebijakan itu oleh pihak-pihak lain yang terlibat. Pertama, apakah secara politik dapat dijalankan, artinya wakil rakyat atau representasi publik apakah menyetujui dan mendukung sehingga menjadikannya undang-undang. Kedua, apakah secara organisasional bisa dijalankan, pejabat publik, keuangan, dan waktu memungkinkan implementasinya. Dalam tahap ini, persuasi menjadi berperan penting. Mediasi melalui nilai, makna atau simbol menjadi konkret untuk mendapatkan persetujuan sebanyak mungkin pihak yang terlibat. Dalam menggalang opini, kemampuan komunikasi melalui media berperan besar. Legitimasi kebijakan publik sangat tergantung

Page 149: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 142

pada persetujuan publik, yang dalam demokrasi melalui representasinya. Dalam konteks ini, etika publik sebagai etika sosial tidak cukup hanya puas dengan premis norma-normanya yang sahih, tetapi harus bisa mendorong ke konsensus untuk menyetujui suatu kebijakan. Oleh karena itu, sejak awal proses kebijakan publik, politisi, birokrat, publik dan pihak-pihak lain harus sudah dilibatkan.

Godaan besar menjebak politisi dalam upaya mencari

persetujuan sebanyak mungkin pihak karena bisa terobsesi oleh politik pencitraan. Apalagi dengan maraknya lembaga jajak pendapat yang semakin memacu kebutuhan untuk menampilkan citra. Citra yang ditampilkan di media bukan lagi representasi dari realitas, tetapi justru mau menyembunyikan bahwa tidak ada realitas (J. Baudrillard, 1981). Presiden makan ketela bersama petani di sawah bukan realita kehidupan presiden. Citra bermain menjadi penampakannya untuk memberi kesan kepedulian kepada petani. Tetapi kebijakan publiknya sama sekali tidak pernah memperhitungkan nasib petani. Seperti gambar surealis diletakkan di sebelah pintu. Gambar di kanvas itu memberi kesan seakan itulah pemandangan di luar pintu. Lukisan itu berperan sebagai simulasi yang menomorduakan realita. Citra menutupi bahwa sebetulnya tidak ada realitas. Politik pencitraan selain membutuhkan biaya besar, juga menunjukkan bahwa politik hanya berorientasi ke kekuasaan. Maka keprihatinannya bukan pada pelayanan publik yang berkualitas dan relevan.

(v) Implementasi dan evaluasi program masuk ke dalam prosedur

akuntabilitas, artinya evaluasi itu merupakan bentuk pertanggungjawaban pejabat publik atas kebijakan dalam menjalankan kekuasaan yang dipercayakan oleh warga negara untuk melakukan pelayanan publik. Menurut MacRae, seperti dikutip oleh Munger (2000: 17-18), dalam analisa kebijakan publik, akuntabilitas meliputi pasar, politik, dan analisa pakar.

Page 150: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 143

(a) Akuntabilitas pasar sangat tergantung pada reaksi masyarakat apakah mereka puas dengan hasil kebijakan pemerintah atau kebijakan yang dilaksanakan dengan rekanan swasta, asosiasi nirlaba, LSM. Bila dianggap gagal karena ternyata kualitas pelayanan jelek, barang lebih rendah dari standar yang dituntut, atau biaya pelayanan terlalu mahal, maka akan diprotes atau perusahaan yang menjadi rekanan tidak akan lagi digunakan dan masuk ke daftar hitam. Akuntabilitas pasar merupakan evaluasi dari warga negara yang terorganisir dalam asosiasi atau LSM atau organisasi sosial-keagamaan. Evaluasi itu tentu saja akan berdampak pada kelangsungan kehidupan perusahaan rekanan, tetapi juga bisa menyeret pejabat publik ke pengadilan bila terbukti ada korupsi atau kolusi.

(b) Akuntabilitas politik berkaitan dengan persetujuan atau

penolakan warga negara terhadap kebijakan publik atau aktivitas pemerintah. Bila warga negara tidak setuju maka bisa mengungkapkannya melalui wakil rakyat atau melalui pemilihan umum. Hanya saja mekanisme akuntabilitas yang disediakan sistem demokrasi ini tidak terlalu efektif karena warga negara kurang terorganisir dan calon anggota legislatif lebih mendompleng partai politik. Maka perlu kemampuan warga negara untuk mengorganisir diri. Kemampuan warga negara untuk menghubungkan antara kepentingan publik dengan kinerja wakil rakyat akan membantu untuk membuat penilaian apakah akan memilih kembali incumbent atau memboikot untuk tidak memilihnya sebagai bentuk protes. Mengorganisir diri agar suaranya diperhitungkan di dalam pengambilan keputusan kebijakan publik adalah salah satu cara agar akuntabilitas politik lebih efektif karena meningkatkan kekuatan tawar warga negara. Akuntabilitas akan efektif bila konstituen memiliki informasi yang mencukupi untuk merumuskan kepentingan mereka di lingkup kebijakan publik dan bisa memberi sanksi yang efektif bila wakil

Page 151: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 144

rakyat dianggap bertindak tidak sesuai dengan kepentingan publik.

(c) Analisa pakar biasanya mendasarkan pada pendekatan

ilmiah dengan menentukan kriteria tertentu untuk memutuskan apakah suatu kebijakan publik dianggap berhasil atau gagal. Salah satu kriteria itu adalah kepuasan publik yang dilayani; apakah program tepat sasaran? Apakah hasil program itu memuaskan kebutuhan publik? Kedua, analisa biaya keuntungan, diukur apakah biaya yang dikeluarkan memberi dampak yang berarti atau apakah yang akan terjadi pada masyarakat seandainya tidak ada program tersebut. Ketiga, mengidentifikasi tujuan program sejauhmana pengukuran dan evaluasi dimungkinkan; mengembangkan disain penelitian yang bisa digunakan untuk membedakan apa yang diharapkan dari suatu program, apa yang secara nyata diamati, dan jangkauan hasil yang mungkin diamati yang sebetulnya bukan karena hasil kebijakan.

Penilaian harus sampai pada data yang dapat diamati dan

dihitung. Apakah secara statistik ada perbedaan yang signifikan yang memang dihasilkan dari kebijakan tersebut atau hanya karena faktor kebetulan. Jadi pengumpulan data yang akurat melalui survei, wawancara, dan studi tentang aturan serta prosedur yang dipakai dalam program tersebut harus dilakukan. Dengan demikian bukan hanya hasil segera atau jangka pendek yang bisa diperoleh, tetapi juga dampak jangka panjang. Dampak jangka panjang berarti bukan hanya membereskan gejala, tetapi menangani sampai pada sebab atau akar masalahnya. Dalam kasus pendidikan, ketertinggalan peserta didik dari kelas bawah bukan hanya masalah metode pembelajaran, tetapi masalah lemahnya kapital budaya karena latar belakang sosial.

Penanganan masalah seperti itu membutuhkan waktu yang

panjang dan biaya mahal. Contoh SMP khusus untuk siswa dari

Page 152: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 145

keluarga tidak mampu di Washington DC (900 Varnum Street, NE): jam belajar lebih panjang (7.30-19.30), tahun ajaran berlangsung sebelas bulan, tenaga pengajar berkualitas, disediakan makanan bergizi tiga kali sehari, jumlah murid di kelas kecil. Selain mendapat subsidi pemerintah, juga mendapat sumbangan dari donatur tetap. Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembentukan habitus bahasa dan investasi kapital budaya butuh waktu panjang. Proyek kebijakan pemerintah daerah ini akan menciptakan institusi baru (lebih adil) yang peduli pada kesenjangan kemampuan di sekolah. Ternyata komunikasi pedagogi tidak netral, tapi sudah memihak.

Kebijakan publik seharusnya peka terhadap ketimpangan-

ketimpangan yang sering dianggap sudah wajar seperti itu. Untuk memiliki kepedulian itu, pejabat publik tidak bisa mengabaikan kompetensi etika. Jadi pendidikan atau pelatihan etika publik harus masuk ke dalam:

(i) pemahaman macam-macam tipe penalaran etika; (ii) terjun langsung ke pengalaman untuk menghadapi

kasus-kasus konkret pelayanan publik yang penuh dilema etika;

(iii) mengidentifikasi infrastruktur etika untuk diintegrasikan ke manajemen organisasi.

Ketiga materi itu akan membantu mengembangkan tingkat kesadaran moral pejabat publik sehingga etika publik selalu diperhitungkan. Lalu integrasi publik bisa berkembang.

D. Etika Individual dan Tipe-tipe Penalaran Etika

Etika individual mempunyai objek tindakan manusia sebagai individu dengan mempertimbangkan kebebasan dan maksud, atau diarah secara rasional. Tekanan pemikirannya difokuskan pada kualitas moral pelaku. Kehendak baik dan pencarian keutamaan diarahkan untuk mempertajam makna

Page 153: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 146

tanggung jawab. Dalam konteks ini, hati nurani merupakan hasil pendidikan dan pembiasaan. Maka kesadaran moral seseorang berkembang di setiap tahapnya dengan menggunakan penalaran moral tertentu saat menghadapi dilema moral. Etika individual berperan sebagai faktor stabilisasi tindakan yang berasal dari dalam diri pelaku. Maka pembatinan nilai-nilai moral atau pencapaian keutamaan sangat membantu dalam membentuk integritas pribadi. Jadi, integritas pribadi adalah hasil dari proses yang panjang, seperti halnya habitus membutuhkan pelatihan, pembiasaan, dan lingkungan yang kondusif.

Dalam etika individual, keabsahan premis-premisnya

(argumennya koheren) sudah mencukupi untuk memberi pembenaran tindakan. Jadi dalam penalaran etika individual, hubungan antara visi dan tindakan adalah langsung. Haryatmoko mempunyai pandangan bahwa “audit dari pihak independen di luar organisasi merupakan salah satu cara mencegah korupsi”, sebagaimana pemimpin saya bisa langsung menerapkannya. Dari kaca mata etika individual, keputusan saya itu sah, tanpa menunggu persetujuan pihak lain (Haryatmoko, 2011: 44-45).

Ada 3 (tiga) tingkat dalam cara penalaran moral, yaitu:

1. Penalaran moral berupa penilaian khusus. Penilaian ini belum memberikan alasan dari pernyataan-pernyataannya. Penilaian ini terjadi ketika menghadapi suatu kejadian atau situasi konkret; pertama-tama muncul suatu protes, ketidakpuasan, perasaan tidak bisa menerima perlakuan tidak adil (indignation). Pada tingkat ini penafsiran etika atau persepsi sudah melihat alternatif tindakan dan dampaknya bagi pihak-pihak yang terlibat. Melihat adanya penggusuran, orang protes ketika melihat pemimpin daerah melakukan kunjungan ke luar negeri, padahal daerahnya sedang ditimpa bencana. Masyarakat mengkritik anggota DPR yang melakukan studi banding ke luar negeri karena tidak melihat urgensinya dan belum ada studi pendahuluan yang secara serius dipersiapkan.

2. Penilaian etis atau rumusan tentang apa yang baik yang harus dilakukan. Dalam tingkat ini, sudah mengacu ke aturan-aturan

Page 154: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 147

moral. Penilaian moral didukung oleh aturan-aturan yang datang dari komunitas dan lembaga-lembaga sosial. Tetapi supaya aturan-aturan ini mempunyai relevansi, mereka harus diukur dari prinsip-prinsip dasar. Maka perlu memahami prinsip-prinsip dasar etika dan teori-teori normatif. Pada tingkat ini ikut dibahas tidak hanya prinsip-prinsip, tetapi juga tipe-tipe penalaran etika. Ada beberapa tipe penalaran etika: (a) tipe deontologi; (b) tipe situasionis atau ekstrinsikalis serta komunitarian; (c) tipe teleologis yang aturan-aturannya mendapat pembenaran atas dasar tujuan tindakan, maksud atau konsekuensinya harus baik; (d) tipe altruis dalam keadilan.

3. Penerapan norma-norma moral menuntut bahwa etika publik sungguh mempunyai efektivitas sosial, artinya bagaimana agar motivasi untuk bertindak bisa efektif. Dalam sistem tindakan, perlu idealisasi makna tindakan agar memperoleh legimitasi dan menggerakkan. (a) Ideal tindakan itu harus bisa diaktualkan dengan suatu representasi diri atau model (patriot, pejuang, pelayan masyarakat). Gambaran tentang tugas yang diidealisasi ini memperkuat kode-kode penafsiran dalam bentuk ritualisasi (sikap dan ucapan yang pantas) dan stereotip (misalnya pembatasan yang boleh atau yang dilarang); (b) dengan membuat percaya bahwa pelayanan publik adalah panggilan hidup berarti memungkinkan kontak dengan makna terdalam, refleksi etika memperkuat motivasi tindakan; (c) acuan ke tujuan kebaikan memberi legitimasi dan mendasari sikap kritis terhadap tatanan yang ada. Idealisasi tindakan itu ditentukan oleh tipe etika yang menjadi pola pikirnya (Haryatmoko, 2011: 45-46).

Supaya tipe-tipe penalaran etika yang telah disebut dalam

tingkat kedua penalaran moral bisa dipahami lebih baik, perlu penjelasan satu demi satu. Dalam tipe deontologi, yang disebut baik secara moral adalah kehendak baik tanpa pamrih. Kehendak baik terwujud dalam menjalankan kewajiban demi kewajiban. Nilai moral tidak terletak pada hasil atau akibat tindakan, tetapi dalam kesadaran subjek. Tindakan selalu secara intrinsik baik atau jahat,

Page 155: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 148

benar atau salah tanpa melihat konsekuensinya, maka sifatnya wajib atau dilarang, tanpa memandang tujuan dilakukannya atau pertimbangan hasilnya. Maksim adalah kehendak subjektif yang hakiki, merupakan maksim a priori yang disebut imperatif kategoris (tanpa syarat). Imperatif kategoris mempunyai tujuan mutlak, universal, tanpa motif subjektif: “Bertindaklah agar selalu memperlakukan manusia sebagai tujuan, bukan sarana”.

Keputusan yang baik, bila sesuai dengan kewajiban khusus,

dihubungkan dengan norma sebagai cara bertindak yang berupa tuntutan mutlak. Deontologi dirumuskan dalam aturan dan norma yang berlaku sebagai pegangan dalam bertindak, dan diungkapkan dalam kerangka baik dan jahat. Maka penerapan aturan selalu menjadi keprihatinan deontologi. Deontologi sering dianggap menekankan gagasan tentang kewajiban yang benar/salah, baik/jahat, atau hukum moral yang bersifat perintah. Hanya saja kelemahannya ialah mengabaikan atau dipisahkan sama sekali dari konsekuensi-konsekuensi pemberlakuan prinsip-prinsip tersebut, bahkan seandainya merugikan pihak lain dan tidak memperhitungkan situasi.

Berbeda dari tipe deontologi adalah pendekatan teleologi.

Tipe teleologi, yang dikembangkan oleh Aristoteles, dikaitkan dengan finalitas atau tujuan (telos). Menurut teleologi, baik/buruk, benar/salah suatu tindakan ditentukan oleh kecenderungan yang menghasilkan konsekuensi yang secara intrinsik baik/buruk, benar/salah (L.S. Cahill, 1981: 603). Teleologi menekankan gagasan baik sebagai tujuan yang diarah dan kepuasan hasrat yang mau dicapai secara bertahap. Jadi dalam teleologi ada kecenderungan tindakan ke arah mencari manfaat. Maka utilitarianisme adalah salah satu bentuk teleologi.

Moral utilitarian mendefinisikan tindakan baik sebagai

tindakan yang memberikan maksimum kesenangan bagi sebanyak mungkin orang. Jeremy Bentham mendefinisikan kesenangan lebih dalam perspektif hedonis dan kuantitatif. Maka pertimbangannya akan memperhitungkan intensitas, lamanya, kepastian, kedekatan,

Page 156: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 149

banyaknya dan jumlah yang bisa menikmati. Sedangkan menurut John Stuart Mill, kesenangan atau manfaat dipahami dalam perspektif kualitatif atau kenikmatan yang lebih tinggi. Maka sering dikaitkan dengan selera tinggi budaya seperti seni, sastra, opera, musik klasik. Dalam perspektif Mill, sangat masuk akal bila orang bisa menunda memenuhi kebutuhan mendesak demi memperoleh kepuasan yang secara kualitatif lebih tinggi. Misalnya, pemerintah tidak membagi-bagi uang kepada warga negara yang miskin untuk konsumsi tujuan kebutuhan pokok (Jaringan Pengaman Sosial = JPS), tetapi bantuan diberikan untuk membiayai pendidikan atau suatu kegiatan produktif. Dengan demikian, penundaan konsumsi meningkatkan kualitas hidup yang diberi bantuan. Bagi Mill, bangsa yang mengejar kepuasan yang secara kualitatif tinggi akan mendorong bangsa untuk maju.

Kedua pemikir utilitarian itu mendefinisikan kebaikan dalam

kerangka kesejahteraan sosial. Jadi tindakan dianggap wajib ketika memenuhi tuntutan prinsip kegunaan untuk memaksimalkan kebahagiaan bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat. Yang baik disamakan dengan yang memberi kebahagiaan, yang identik dengan kesenangan atau tiadanya penderitaan atau rasa sakit dalam arti fisik, intelektual atau emosional (L.S. Cahill, 1981: 605). Perbedaan diantara kedua pemikir itu terletak dalam bagaimana menentukan kebahagiaan apakah secara kuantitatif atau kualitatif, bagaimana menghitungnya secara rata-rata atau dari jumlah keseluruhannya. Yang jelas, menurut L.S. Cahill, makna telos sudah bergeser menjadi “jaringan kesejahteraan sosial” sehingga bisa saja kepentingan minoritas dengan mudah diabaikan demi mengejar kesejahteraan mayoritas (L.S. Cahill, 1981: 605). Masalah keadilan tidak konkret bila dilepaskan dari prinsip kegunaan. Memang semua orang mempunyai hak untuk diperlakukan sama, kecuali bila manfaat sosial menuntut hak yang sebaliknya. Kelemahan cara berpikir ini ialah bahwa cenderung mengabaikan hak individu dengan alasan kepentingan umum atau aturan-aturan praktik sosial bisa tidak mengakui adanya kekecualian karena alasan manfaat sosial. Hasil yang baik tidak bisa mengorbankan

Page 157: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 150

nilai moral karena berarti ada tindakan yang tidak konsisten dengan tujuan baik.

Salah satu varian tipe utilitarian adalah konsekuensialisme.

Dalam konsekuensialisme, keputusan atau tindakan dikatakan baik bila menghasilkan maksimum kebaikan bagi sebanyak mungkin orang. Jadi yang baik ditentukan oleh konsekuensinya, bukan oleh maksud, motivasi atau hakikat intrinsik dari tindakan. Konsekuensi itu dinilai melalui standar-standar yang berlaku dalam masyarakatnya. Dalam konsekuensialisme, dengan memasukkan kewajiban sebagai bagian dari fungsi untuk mencapai kebahagiaan, G. Grisez, seperti dikutip oleh L.S Cahill, mau membuat sintesa antara teleologi dan deontologi. Grisez mengusulkan kunci pemahaman definisi baik/jahat, benar/salah terletak pada “efisiensi di dalam mengupayakan hasil baik yang dapat diukur” (L.S. Cahill, 1981: 613). Dalam konteks ini, tindakan yang berakibat jelek meski tidak dimaksudkan, asalkan mempunyai alasan yang proporsional, masih bisa dibenarkan. Keberatan terhadap cara berpikir ini ialah:

1. nilai-nilai seperti kejujuran, solidaritas, keadilan dalam kasus atau konteks tertentu bisa saja tidak memberikan hasil langsung atau bahkan merugikan, tetapi bukan berarti bahwa tidak baik secara moral; dan

2. nilai moral bisa dipertukarkan atau mirip dengan perdagangan.

Lalu ukuran dalam menentukan sejauhmana “proporsional”

akan menjadi bahan perdebatan. Proporsionalisme bisa dikatakan sebagai bagian dari tipe

teleologi. Proporsionalisme menekankan pada apa yang menyebabkan suatu nilai negatif (nonmoral, jelek secara pra-moral seperti sterilisasi, penipuan, melukai dan kekerasan) di dalam tindakan bukan karena fakta yang membuat tindakan secara moral salah, seperti yang dianggap oleh rumusan tradisional. Tindakan secara moral menjadi salah, ketika setelah semua dipertimbangkan, tidak ada alasan yang proporsional di dalam

Page 158: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 151

tindakan yang memberi pembenaran nilai negatif itu. Jadi persis seperti tidak semua yang menyebabkan kematian adalah pembunuhan, tidak semua yang menyesatkan adalah kebohongan, tidak semua campur tangan untuk mencegah atau membuat hamil di dalam perkawinan sudah pasti dianggap tindakan yang tidak suci (R. McCormick, 1973). Prinsip proporsionalisme:

1. Alasan yang lebih berbobot dituntut karena lebih berat kejahatan yang akan ditimbulkan bila tidak dilakukan.

2. Bila tidak dilakukan akan mengakibatkan sesuatu yang lebih parah.

3. Semakin besar tanggung jawab, semakin berat kewajiban untuk mencegah kejahatan (seorang pejabat lebih besar kewajibannya untuk mengingatkan bawahannya).

4. Bila tidak dilakukan bisa dianggap bekerjasama dengan pelaku kejahatan. Situasionisme moral menekankan prinsip bahwa

“sementara memperlakukan aturan-aturan dan nilai-nilai masyarakat dengan serius, tetapi berani melanggar peraturan itu bila dengan cara tersebut kesejahteraan atau kepentingan masyarakat bisa dipenuhi” (G. M Gillmore & J. Hunter, Review of Religious Research, Vol. 16, No. 1, Fall, 1974). Ajaran resmi suatu agama melarang penggunaan kontrasepsi (kecuali metode alami). Pemerintah Indonesia mencanangkan program Keluarga Berencana yang menganjurkan penggunaan kontrasepsi untuk pembatasan kelahiran demi kesejahteraan keluarga. Mayoritas pemeluk agama tersebut menggunakan kontrasepsi karena menganggap sebagai sarana paling efektif membatasi kelahiran. Demi kesejahteraan, tidak mampu memelihara dan mendidik banyak anak menjadi alasan utama. Para pemimpin agama membiarkan praktek itu berjalan tanpa mengeluarkan larangan atau persetujuan resmi. Situasionisme menganggap bahwa tindakan yang baik ditentukan oleh situasi atau konteks, artinya tindakan tidak instrinsik baik atau jahat, benar atau salah, dan tidak ditentukan secara a priori. Kelemahan cara berpikir ini bisa mudah menemukan kompromi bila menghadapi tuntutan prinsip kejujuran, kesetiaan, tepat janji sehingga beresiko melemahkan

Page 159: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 152

pembentukan keutamaan. Situasionisme mengabaikan etika keutamaan, padahal kualitas pelaku merupakan hasil membiasakan diri dalam bertindak yang baik. Kalau yang baik itu ekstrinsik (tergantung situasi), berarti menafikan nilai ideal suatu tindakan yang biasanya mengarahkan motivasi atau tujuan tindakan.

Tipe etika Altruis dalam keadilan dirumuskan oleh E.

Levinas. Konsep etika Levinas sangat berbeda dengan Kant (bukan otonomi, namun heteronomi). Levinas menulis bahwa etika menuntut kehadiran liyan, orang asing yang mengguncang diriku. “Yang tak terbatas memperkenalkan diri sebagai wajah dalam resistensinya yang melumpuhkan daya-daya kekuasaanku, dan tegak tegar, namun rentan tanpa perlindungan dalam ketelanjangan dan kesengsaraannya” (1971: 218). Memahami kesengsaraan atau penderitaan liyan berarti membangun kedekatan dengan “yang lain” itu sendiri. Dengan menjawab ajakan liyan, yang rentan terhadap kekerasan ini, kesadaran “diriku” terusik, tanpa harus mengandalkan atau menunggu keputusanku. Tanggung jawab diwarnai oleh kekhasannya, yaitu tak ada kata diam menghadapi penderitaan liyan. “Membiarkan manusia tanpa makanan merupakan kesalahan yang situasi apapun tidak bisa meringankan tanggung jawabnya. Terhadap kasus ini tidak bisa diterapkan masalah kesengajaan atau ketidaksengajaan” (1971: 219).

Wajah sebagai simbol kehadiran liyan adalah wujud

sempurna yang bukan kekerasan karena tidak melukai kebebasan saya, melainkan mengundang untuk bertanggung jawab dan meneguhkan kebebasan saya. Dengan demikian ia merupakan bentuk penerimaan pluralitas. Ia adalah kedamaian. Liyan tidak menjadi penghalang. Sebetulnya yang tidak masuk akal bukan pembatasan oleh liyan, namun egoisme tanpa landasan yang masih mendasarkan pada tujuan yang diwarnai oleh spontanitas. Maka hubungan dengan liyan sebagai hubungan dengan yang transenden berarti memasukkan ke dalam diriku apa yang bukan ada padaku. Ini berarti bahwa hubungan dengan yang transenden

Page 160: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 153

mempertanyakan brutalitas spontanitas tujuannya yang imanen (1971: 223).

Penampakan wajah membuat tidak mungkin untuk tidak

peduli, artinya kehadiran liyan berbicara sehingga “mendengarkan” hanya punya makna kalau merupakan jawaban terhadap rintihan penderitaan liyan. Liyan tidak membatasi kebebasanku. Dengan menggugah tanggung jawab, liyan memberi pembenaran kebebasan. Disebut pembenaran kebebasan karena kemampuan mengatasi diri adalah ungkapan kebebasan. Lalu bisa dikatakan tanggung jawab mendahului kebebasan. Saya sudah terusik atau tergerak, bahkan sebelum mengambil keputusan. Saya mengenali diri saya dengan mengenali liyan. Dengan kehadiran liyan dalam kebebasanku, justru mengakhiri kekerasan dan irasionalitas karena berarti menerima penalaran. Model penalaran etika levinas ini tentu saja mengandaikan orang sudah sampai ke tahap ke enam perkembangan kesadaran moral. Pengorbanan merupakan nilai yang dijunjung tinggi, kehadiran yang lain yang berbeda dan jawaban kepedulian terhadap liyan itu menandai perjumpaan etis. Etika pertama-tama adalah pengalaman, bukan teori.

Ketika yang dipahami sebagai politik yang bertanggung

jawab terhadap liyan berarti memperlakukan semua liyan sebagai wujud pluralitas dalam komunitas. Pusat etika adalah masalah keadilan. Etika membawa kembali keadilan ke politik, artinya tanggung jawab terungkap dalam mengupayakan politik agar menjadi adil. Liyan membuat hubungan etika selalu terjadi dalam konteks politik atau dalam ruang publik. Maka etika selalu sudah merupakan politik. Ketidakadilan yang memicu konflik SARA berasal dari penolakan akan kehadiran liyan atau mereduksi “yang transenden”. Lalu yang berbeda menjadi ancaman.

Semua prosedur dan aliran pemikiran dalam etika tersebut

dimaksudkan untuk memberi dasar rasional tindakan etis yang memungkinkan seleksi atau pilihan nilai-nilai untuk tindakan dalam situasi konkret. Masing-masing aliran etika itu mempunyai

Page 161: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 154

pendekatan yang berbeda maka sangat mungkin terjadi konflik dalam menghadapi kasus yang sama. Misalnya, untuk menyelamatkan banyak orang, polisi terpaksa menyiksa seorang yang dicurigai sebagai teroris agar bisa mendapat pengakuan di mana bom itu diletakkan. Pendekatan deontologi tentu tidak setuju dengan cara itu karena manusia tidak bisa dijadikan sarana untuk tujuan lain, apalagi status orang tersebut masih “dicurigai”. Sedangkan pendekatan proporsionalisme bisa memberi pembenaran cara itu dengan beberapa catatan. (i) Objek yang dicari adalah keselamatan banyak orang (akibat yang buruk tidak dimaksudkan). (ii) Kemungkinan keberhasilan harus besar. (iii) Secara proporsional ada alasan mendadak yang tidak-bisa-tidak menuntut segera ditangani. Argumen proporsionalisme ini bisa didiskualifikasi ketika sistem investigasi atau interogasi sudah maju, yang tanpa penyiksaan bisa diperoleh pengakuan. Sedangkan argumen deontologi sering tidak peka terhadap situasi kebutuhan mendesak atau konteks di mana individu atau sekelompok orang bisa merugikan kepentingan publik atau menyandera banyak orang.

Beragamnya tipe penalaran etika menunjukkan ada

beragam kemungkinan pemecahan di dalam menghadapi dilema moral. Setiap tipe penalaran mempunyai kekuatan dan kelemahannya, tetapi dalam etika publik, ukuran utama adalah bagaimana agar pelayanan publik menjadi semakin berkualitas dan relevan. Jadi, kinerja dan hasil menjadi keprihatinan utama. Efektivitas dan efisiensi menjadi ukuran meski harus tetap memperhitungkan tumbuhnya solidaritas dan memperhatikan mereka yang paling tidak beruntung, yang miskin, terpinggirkan atau kelompok minoritas. Tipe-tipe penalaran tersebut juga membantu melengkapi kelemahan pendekatan yang satu, menunjukkan keterbatasan atau kelebihan yang lain dalam menghadapi kasus-kasus tertentu. Dengan demikian pilihan tipe-tipe penalaran di atas bisa membantu menilai dan menempatkan masalah-masalah etika publik di bawah ini secara lebih jernih. Misalnya, penanganan suatu masalah dengan menekankan caranya sendiri sehingga membahayakan kinerja kelompok; melebih-

Page 162: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 155

lebihkan suatu usulan untuk mendapatkan dukungan; mengambil jalan pintas dari proses yang ada; menunjukkan ketidaksetiaan di saat dalam kesulitan; menyembunyikan kesalahan; melibatkan diri dalam favoritisme; tidak melaporkan pelanggaran kebijakan; menolak bertanggung jawab atas kekeliruan yang dilakukan (J.S. Bowman, 2010: 79).

Menurut tipe penalaran utilitarian dan konsekuensialisme,

pertimbangan prinsip “kebaikan yang optimal untuk sebanyak mungkin orang” hanya dicapai dengan menolak terlibat di dalam tindakan-tindakan tersebut di atas karena dampak negatif yang diakibatkannya (J.S. Bowman, 2010: 79). Atas dasar tipe penalaran deontologi sangat jelas bahwa tindakan seperti itu harus dihindari. Apalagi dilihat dari sudut pandang tipe penalaran altruis-dalam-keadilan, tindakan-tindakan tersebut sama sekali tidak peduli terhadap kerugian liyan dan terlalu egosentris. Jadi beragamnya tipe penalaran moral itu memudahkan manajemen nilai: memungkinkan untuk melahirkan sudut pandang alternatif, untuk mengevaluasi tindakan secara lebih sistematis dan melatih membuat penilaian dengan argumen yang terelaborasi.

Keputusan moral individual bukan proses yang terisolasi,

tetapi berinteraksi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor organisasi dan lingkungan, termasuk konteks pekerjaan, budaya organisasi, yang meliputi kebiasaan, kesempatan, perilaku yang signifikan. Maka terbentuknya kompetensi etika ditentukan beberapa faktor:

(i) intensitas kepedulian etika dan ada/tidaknya pelatihan etika yang teratur. Dengan pelatihan yang rutin, termasuk syarat sebelum kenaikan pangkat atau jabatan, dikembangkan keyakinan dan pembiasaan pada nilai-nilai etika;

(ii) komisi etika ikut berperan dalam pembentukan kompetensi etika karena budaya etika organisasi membantu mempertajam cara penalaran;

(iii) peran pemimpin atau tingkat manajer sangat penting untuk menciptakan perilaku etis di dalam organisasi agar jeli

Page 163: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 156

memahami faktor-faktor yang menyumbang keputusan dan tindakan yang sesuai dengan etika publik;

(iv) salah satu faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan etis adalah sanksi organisasi (imbalan atau hukuman);

(v) setiap orang menerima prinsip bahwa kebenaran selalu terbuka untuk didiskusikan untuk sampai pada persepsi tentang perilaku etika yang benar dan bagaimana masalah-masalah etika harus ditangani.

E. Etika Institusional dan Budaya Etika

Etika publik mengandalkan pada etika institusional. Maka

etika publik tidak puas hanya merumuskan apa yang baik dilakukan, tetapi menuntut ada sanksi jelas bila norma-norma etika tidak dijalankan. Etika publik sebagai etika institusional berarti mau mengorganisir tanggung jawab. Maka etika institusional masuk ke dalam etika sosial. Objek etika sosial adalah politik, strategi dan praktek kelompok, praktek komunitas dan lembaga-lembaga sosial. Objek etika sosial tidak hanya masalah tingkah laku dan tindakan individu di dalam masyarakat, tetapi juga berkaitan langsung dengan struktur sosial dan tindakan kolektif. Oleh karena itu, dari sudut epistemologi, etika sosial mengandalkan pengetahuan sosial tentang realitas sosial.

Dalam etika sosial, pembenaran tindakan tidak cukup hanya

didasarkan pada keabsahan premis-premisnya (alasan atau argumen), tetapi tergantung juga pada penerimaan premis atau argumen oleh sebanyak mungkin anggota masyarakat. Maka tipe-tipe penalaran etika yang telah dijelaskan di atas masih harus dihadapkan pada penerimaan masyarakat agar memiliki efektivitas sosial. Memang benar bahwa etika individual dan etika sosial mempunyai kesamaan. Kesamaan itu terletak dalam visi dan tujuan tindakan. Hanya saja dalam etika individual antara visi dan tindakan mempunyai hubungan langsung, artinya apa yang menjadi visi dan keyakinan seseorang bisa langsung dilakukan atau

Page 164: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 157

dijabarkan tanpa melalui mediasi atau tanpa harus melalui prosedur persetujuan orang lain. Sedangkan dalam etika sosial, hubungan antara visi dan tindakan tidak langsung, karena menyangkut tindakan kolektif dan berkaitan dengan struktur sosial. Maka dibutuhkan persetujuan melalui mediasi yang sering berupa simbol-simbol dan nilai-nilai agar sebanyak mungkin anggota kelompok menyetujui sebagai titik tolak atau tolak ukur dalam bertindak bersama, terutama dalam pilihan-pilihan sarana. Etika publik dalam konteks ini lebih merupakan etika sosial, namun proses penalaran moralitas individual berkelindan dengan etika sosial seperti tercermin dalam tahap-tahap pengambilan keputusan moral yang ketiga dan keempat, tetapi terutama pada tahap kelima dan keenam karena prinsip moral sudah menjadi dasar prasarana sosial dan penataan sosial.

Dalam hidup pribadi, tindakan dan perilaku seseorang

biasanya diarahkan oleh kesadaran moral untuk membedakan yang baik/jahat, benar/salah dengan tetap berusaha menghormati orang lain. Begitu masuk dalam ruang publik, sebagai pejabat publik, politisi, pemuka agama, pemimpin organisasi atau peran sosial lainnya, orang diarahkan juga oleh serangkaian aturan dan hukum yang sering belum tentu sesuai dengan prinsip-prinsip yang diyakinkan (J.S. Bowman, 2010: 84). Maka kalau dikatakan bahwa hubungan antara visi dan tindakan kolektif butuh mediasi untuk mendapat persetujuan dari sebanyak mungkin anggota masyarakat, berarti:

(i) dalam ruang publik pejabat publik bertindak bukan atas nama pribadi, tapi untuk kepentingan masyarakat;

(ii) kepentingan masyarakat tidak sama, padahal harus bertindak mengambil keputusan, berarti harus memilih salah satu;

(iii) bagaimana menjembatani keyakinannya dengan argumen pilihan masyarakat. Proses pengambilan keputusan itu peran mediasi penting.

Mediasi yang berupa nilai, simbol, atau pemaknaan, berfungsi sebagai sarana persuasif agar mendukung atau menerima suatu

Page 165: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 158

keputusan untuk suatu tindakan kolektif. Seorang pejabat publik atau politisi karena keyakinannya, tidak setuju dengan penggunaan kontrasepsi, tetapi ketika program KB dicanangkan oleh pemerintah dan disetujui DPR, sebagai pejabat yang mendapat mandat dari rakyat atau konstituen, dia tidak bisa menghalangi program tersebut. Pilihan bertindaknya ada tiga kemungkinan, yaitu:

(i) patuh pada undang-undang yang berlaku; (ii) tidak setuju dengan undang-undang yang berlaku, lalu

mengubah hukum melalui proses demokratis yang sudah berjalan;

(iii) tidak setuju dengan hukum yang berlaku, tidak bisa mengubahnya, lalu mengundurkan diri dari jabatan. Akuntabilitas, bukan kesewenangan memberlakukan nilai

pribadi, namun mengikuti hukum dan sistem politik yang disetujui bersama.

Kasus ini memperlihatkan bahwa tindakan seseorang sudah

dikondisikan oleh suatu struktur sehingga akan membatasi manuver pilihannya. Keputusan untuk menerima atau menolak struktur sosial tertentu merupakan bagian dari keputusan etis. Maka etika publik sebagai etika institusional tidak hanya menyangkut keputusan individual tetapi juga tindakan kolektif. Ricoeur mendefinisikan “etika” sebagai” tujuan hidup baik bersama dan untuk orang lain dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi yang adil” (1990). Definisi ini sekaligus memperbaiki kekurangan tipe penalaran teleologi karena tujuan yang baik tidak bisa sewenang-wenang membenarkan pilihan sarana. Efektifitas pilihan sarana harus mempertimbangkan apakah semakin memperluas lingkup kebebasan. Upaya memperluas lingkup kebebasan mengandalkan hormat akan nilai-nilai solidaritas, toleransi, dan penerimaan pluralitas. Maka kesamaan kesempatan, kesetaraan di depan hukum, prinsip subsidiaritas, dan opsi untuk mengutamakan kelompok yang lemah menjadi nilai-nilai utama.

Page 166: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 159

Terciptanya institusi-institusi sosial yang lebih adil menjadi tujuan etika institusional. Oleh karena itu etika institusional memperhitungkan pengaruh tempat kerja, organisasi, karena memang benar penilaian standar etika individual sangat berperan, tetapi institusi mendefinisikan dan mengontrol situasi di mana keputusan-keputusan itu diambil (J.S. Bowman, 2010: 85). Ilustrasi yang secara jernih menjelaskan mekanisme etika institusional ini ialah dualitas struktur A. Giddens yang didefinisikan sebagai “pembentukan agen dan struktur bukan dua fenomena terpisah, tetapi merupakan dualitas, artinya bagian struktural sistem sosial adalah sekaligus sarana dan hasil interaksi yang berulang dan terpola yang diorganisir” (1984: 19, 25; 1994: 129).

Giddens melihat adanya dualitas struktur, artinya bahwa

struktur sosial dibentuk oleh pelaku, namun sekaligus menjadi sarana pembentukan itu sendiri yang mempengaruhi tindakannya (J.S. Bowman, 2010: 129). Jadi, struktur sosial merupakan tujuan atau hasil dari interaksi yang berulang dan terpola, namun sekaligus menjadi sarana yang mengondisikan tindakan.

Dualitas struktural yang dielaborasi Giddens itu menjadi

relevan dalam kerangka etika publik bila modalitas interaksi sosial disesuaikan dengan tuntutan dinamika etika publik. Elaborasi modalitas di ketiga interaksi sosial mengarahkan pada pembentukan budaya etika dalam organisasi pemerintahan. Maka skema dinamika etika publik yang mendasarkan pada dimensi dualitas struktur bisa digambarkan sebagai berikut ini.

Page 167: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 160

INTERAKSI

KOMUNIKASI

KEKUASAAN

SANKSI [MORALITAS]

MODALITAS

KERANGKA PENAFSIRAN:

• Prinsip Keadilan, subsidiaritas & solidaritas

• Deontologi, Teleologi, (teori-teori etika lain)

• Enam Tahap Perkemba-ngan Kesadaran Moral (Kohlberg)

• Hak untuk Menjadi Bagian Komunitas

FASILITAS:

• Infrastruktur Etika

• Akuntabilitas

• Transparansi

• Netralitas

• Tiga Kompetensi (teknik, leadership, etika)

• E-Governance

NORMA

• Kode Etik,

• Hukum untuk mencegah Korupsi dan Konflik Kepentingan

• Integrasi Publik

• Pelayanan Publik yang Relevan dan Responsif

• Nilai-nilai Agama

STRUKTUR

PEMAKNAAN

DOMINASI

LEGITIMASI

BUDAYA ETIKA DALAM ORGANISASI PELAYANAN PUBLIK

Gambar 5. Dinamika Etika Publik, Mendasarkan pada Dimensi

Dualitas Struktur Sintesis dari dua etika sosial, yaiktu etika politik (Sutor,

1991: 86) dan dimensi-dimensi dualitas struktural (Giddens, 1994: 129).

Ada tiga bentuk interaksi sosial yang dominan di dalam

masyarakat, yaitu komunikasi, kekuasaan, dan moralitas. Pemaknaan akan apa yang dilakukan dan dikatakan tidak bisa lepas dari kerangka penafsiran. Kerangka penafsiran ini tidak lepas dari

Page 168: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 161

tatanan pengetahuan yang menjadi struktur pemaknaan suatu komunitas. Demikian pula sebaliknya, struktur pemaknaan suatu komunitas membentuk tatanan pengetahuan. Interaksi kekuasaan sangat ditentukan oleh fasilitas yang dimiliki. Semakin memiliki beragam fasilitas akan semakin meningkatkan kemampuan di dalam mempengaruhi perilaku pihak-pihak lain atau kemampuan dominasinya. Akhirnya, semua tindakan, terutama kekuasaan, selalu membutuhkan dasar pembenaran. Kerangka ini masuk di dalam interaksi moralitas. Dasar pembenaran tindakan atau kekuasaan itu diperoleh dengan mengacu pada norma (hukum, tradisi, agama, aturan, kebiasaan). Ketiga interaksi (komunikasi, kekuasaan, dan moralitas) dan struktur yang dibentuk (pemaknaan, dominasi, legitimasi) merupakan satu kesatuan, sedangkan pemisahan itu hanya pada tingkat analitis (A. Giddens, 1994: 129-130).

Prinsip-prinsip moral menjadi kerangka berpikir atau acuan

bertindak suatu organisasi pelayanan publik karena memberi kerangka penafsiran di dalam pemaknaan hubungan-hubungan sosial. Perekrutan karyawan memperhitungkan kepedulian etika, syarat kenaikan jenjang kepangkatan harus lulus pelatihan etika publik, jabatan harus diisi oleh mereka yang, selain memiliki kompetensi teknis dan leadership, juga mempunyai kompetensi etika. Organisasi memberi rambu-rambu agar keputusan-keputusan kebijakan publik selalu mempertimbangkan standar etika, seperti memberi perhatian kepada yang lemah, memperlakukan semua warga negara setara.

Dalam modalitas komunikasi tersebut, tipe-tipe penalaran

etika yang telah dijelaskan di atas berperan memberi kerangka penafsiran dalam interaksi di dalam organisasi. Kerangka penafisiran ini menentukan kriteria sejauhmana pelayanan publik berkualitas dan relevan. Interaksi komunikasi ini tidak bisa dipisahkan dari interaksi kekuasaan dan moralitas karena menyangkut legitimasi kekuasaan juga. Dalam interaksi moralitas ini yang dicari adalah legitimasi atau dasar pembenaran tindakan. Untuk itu, tindakan harus ke norma, hukum, aturan atau

Page 169: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 162

kebiasaan. Acuan ke norma itu bukan hanya alasan kepatuhan, aturan atau kebiasaan, tetapi hasil penalaran dan diskusi. Bila refleksi kritis seperti ini berjalan, budaya etika organisasi menjadi mungkin.

Tumbuhnya budaya etika dalam organisasi, menurut

Bowman, mengandalkan kepada kemampuan (2010: 70), yaitu: (i) kemampuan membangun konsensus moral di dalam

lembaga yang bersangkutan; (ii) kemampuan mendengarkan dengan baik dan

mengkomunikasikan kepentingan, dukungan, empati kepada semua pihak yang terlibat;

(iii) kemampuan untuk mendidik semua pihak yang terlibat tentang dimensi-dimensi etika dari situasi tertentu;

(iv) kecerdasan untuk memberi visi moral bagi semua pihak yang terlibat;

(v) memahami bagaimana merepresentasikan gagasan-gagasan berbagai pihak kepada yang lain;

(vi) mampu mendorong setiap pihak untuk mengkomunikasikan secara efektif gagasan atau kepentingan sehingga didengar dan dipahami pihak lain;

(vii) kemampuan untuk mengenali dan menghadapi berbagai hambatan dalam komunikasi. Menjadi jelas bahwa masalah etika publik tidak bisa

dipisahkan dari kemampuan komunikasi. Sumbangan gagasan Giddens sangat berarti untuk memetakan posisi komunikasi ini dalam interaksi sosial atau perubahan sosial. Komunikasi yang efektif bisa menghindar dari dilema etika. Komunikasi yang tidak seimbang cenderung mengarah ke manipulasi, eksploitasi atau penyesatan karena pemaknaan atau penafsiran cenderung menyembunyikan kepentingan entah pribadi atau kelompok. Penyembunyian kepentingan ini terkait dengan peran ideologi, dalam arti sebagai faktor integrasi dan pembenaran dominasi. Maka etika juga bisa jatuh menjadi ideologi. Lalu apa yang ditafsirkan dan mendapat pembenaran dari etika adalah hubungan kekuasaan karena setiap tindakan dan setiap kekuasaan selalu

Page 170: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 163

mencari legitimasi. Kekuasaan biasanya menuntut lebih dari keyakinan yang kita miliki. Untuk mengisi kekurangannya, etika bisa dijadikan alat atau sistem pembenaran dominasi. Maka etika juga bisa dijadikan alat pencitraan (ideologi). Namun akan ada resistensi terhadap mekanisme ideologi itu karena kuatnya transparansi sebagai tuntutan etika publik. Transparansi berarti mudah diakses sehingga topeng-topeng yang menyembunyikan kepentingan kekuasaan akan dibongkar.

Akuntabilitas dan transparansi bukan lagi masalah etika

individual, tetapi berurusan dengan etika institusional. Maka pengetahuan tentang tipe-tipe penalaran etika belum cukup karena berhadapan dengan struktur sosial dan tindakan kolektif. Contoh tipe penalaran etika yang memperhitungkan struktur sosial dan tindakan kolektif, selain teori keadilan Rawls, yang sudah disebut di atas, adalah gagasan Michael Walzer (1983). Menurutnya, ada dua prinsip dasar dan tiga hak yang tidak dapat dipisahkan yang memiliki keberlakuan lintas budaya. Dua prinsip dasar ialah:

(i) prinsip bahwa dominasi cenderung salah; prinsip ini harus dipahami dari perspektif bahwa pihak yang didominasi selalu sudah dalam posisi lemah dan dominasi adalah bentuk ketidakadilan;

(ii) pribadi dan komunitas harus selalu dihormati. Tiga hak yang bisa dipisahkan dari dua prinsip di atas:

(i) hak hidup; (ii) hak kebebasan; (iii) hak untuk menjadi anggota komunitas.

Hak hidup berarti hak untuk tidak dibunuh, ditelantarkan,

disiksa, tanpa tempat tinggal atau pelayanan kesehatan. Hak ini mengacu perlindungan dan keamanan, terutama hak akan sumber daya untuk mengembangkan kemampuan, memperoleh kesempatan agar berguna dan kreatif, serta memperoleh kekayaan, makna hidup, dan kebahagiaan.

Page 171: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 164

Hak kebebasan berarti setiap orang mempunyai hak untuk tidak dihalangi melaksanakan kebebasannya, terutama untuk ikut serta mengambil keputusan dan menciptakan nilai dalam suatu masyarakat. Sedangkan hak untuk menjadi anggota komunitas berarti hak untuk tidak dikeluarkan dari komunitas. Hak orang untuk membangun dan memelihara komunitas khas yang dihormati dan diakui oleh kelompok komunitas lain. Maka komunitas dengan sejarah khasnya mempunyai hak komunal untuk bisa memelihara gaya hidup mereka dan memiliki pola khusus pemahaman. Hak ini merupakan dasar martabat manusia dan penghargaan diri.

Prinsip keadilan model Walzer ini akan sangat membantu

untuk memberi pendasaran teoritis bagi hak kelompok-kelompok yang sering dipinggirkan di dalam masyarakat plural. Tentu teori ini diperhitungkan dalam cakrawala kebijakan publik bila pemimpin dalam leadership-nya memiliki visi politik dan mampu menghadapi tekanan sosial.

Kompetensi leadership, terutama manajemen organisasi,

harus dikuasai karena mekanisme organisasi pemerintah berbeda dengan swasta atau asosiasi nirlaba sehingga konteks institusional dalam arti budaya dan suasana yang terbentuk juga berbeda. Lalu integrasi norma-norma dan penalaran etika sangat ditentukan oleh tujuan organisasi. Oleh karena itu kode etik, perilaku profesional, dan arah akreditisasi organisasi harus relevan. Pakar etika harus bekerja sama dengan mereka yang memiliki kompetensi teknis dan leadership merumuskan masalah-masalah etika dan konsep-konsep etis yang khas muncul dari lingkungan pelayanan publik (Ibid: 70).

Agar keputusan yang berorientasi etika didukung sebanyak

mungkin pihak yang terlibat, masih ada tiga pertimbangan yang perlu diperhitungkan, yaitu:

1. keyakinan dan perspektif pihak-pihak yang terlibat; 2. kebijakan-kebijakan institusi setempat harus relevan

dengan pengambilan keputusan etis;

Page 172: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 165

3. kode etika akan bermakna bila dirumuskan oleh kelompok kerja yang mewakili semua pihak agar berakar dari kebutuhan mereka dan menggunakan perbendaharaan kata yang saling dipahami dan mendorong partisipasi (Ibid: 87). Jadi dalam etika institusional kemampuan persuasi

berperan untuk meyakinkan penerimaan suatu nilai demi mendorong tindakan kolektif.

F. Memutuskan Pilihan Etis dalam Kebijakan Publik

Seorang pejabat di dalam kerangka pelayanan publik harus

mengambil keputusan dihadapan beberapa pilihan. Biasanya pilihan-pilihan tersebut dilematis, artinya hasil dari keputusan, di satu pihak, membawa keuntungan bagi suatu kelompok masyarakat, dan di lain pihak, ada kelompok yang dirugikan. Kemungkinan lain, keputusan tersebut tidak membawa dampak apa-apa atau orang tidak bisa ikut menikmati hasilnya, tetapi yang sering terjadi mengakibatkan jatuhnya korban. Masalah keputusan di dalam kebijakan publik selain menyangkut masalah hukum dan politik, pertama-tama adalah masalah tanggung jawab moral. Jadi etika publik mau mengingatkan tanggung jawab moral pejabat publik agar sebisa mungkin dalam pengambilan keputusan menghindari jatuhnya korban atau pihak yang dirugikan (Haryatmoko, 2011: 60-61).

Kekeliruan dalam mengambil keputusan kebijakan publik

bisa dianggap sebagai bentuk kesalahan moral, artinya pejabat publik bersalah dihadapkan pada tanggung jawabnya terhadap orang lain yang harus menanggung resiko, konsekuensi atau akibat dari kebijakan atau tindakannya (Ricoeur, 1991). Kesalahan moral memiliki tiga ciri, yaitu:

1. pelaku bertanggung jawab atas tindakannya; 2. tindakannya berakibat merugikan sehingga mengakibatkan

orang lain menderita atau menjadi korban;

Page 173: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 166

3. penderitaan itu tidak mempunyai alasan yang bisa memberi pembenaran. Kalau kerugian, penderitaan atau jatuhnya korban itu akibat

dari kebijakan publik yang secara sadar diputuskan, atau memang dimaksudkan, berarti kebijakan itu bukan hanya salah secara moral, tetapi juga salah secara politik dan hukum. Contoh kebijakan itu adalah politik diskriminasi. Kebijakan diskriminasi itu bisa terbuka atau terselubung. Kebijakan diskriminatif yang terbuka dijalankan bila tanpa mencari pembenaran konstitusi mengabaikan status kesetaraan setiap warga negara di depan hukum dengan menafikan kelompok masyarakat tertentu (atas dasar agama, etnis atau gender) atau mengistimewakan kelompok lain. Contoh karena kepemilikan pada agama atau etnis tertentu, orang tidak bisa memangku jabatan publik di pemerintah daerah; pejabat publik memutuskan hanya memberi subsidi kepada sekolah swasta yang mempunyai afiliasi dengan organisasi keagamaan tertentu atau etnis tertentu.

Sedangkan diskriminasi terselubung terjadi karena

sebetulnya sudah cacat secara hukum atau politik, tetapi karena secara terselubung dibiarkan atau mendapat dukungan dari kelompok yang kuat, maka diskriminasi itu tetap berlangsung. Misalnya, penerimaan PNS, militer, polisi, jabatan-jabatan publik lain dengan memberi keistimewaan kepada kelompok (agama, etnis) tertentu.

Meskipun secara moral kebijakan diskriminatif itu salah,

tetapi tetap berjalan baik hukum maupun politik sudah tidak berdaya. Dalam konteks ini, P. Bourdieu (1994: 29) dengan tajam melihat sebabnya, yaitu karena budaya yang berlaku adalah budaya kelompok yang dominan. Istilah Bourdieu yang relevan untuk menjelaskan situasi itu adalah doxa, artinya sudut pandang penguasa atau yang dominan yang menyatakan diri dan memberlakukan diri sebagai sudut pandang semua orang atau universal. Contoh doxa yang mengundang polemik adalah gagasan yang umum diterima bahwa sekolah membuka kesempatan sama

Page 174: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 167

bagi semua orang. Sudut pandang ini diterima oleh semua sebagai benar, meski dalam praktik sebetulnya lebih menguntungkan kelas menengah ke atas, bukan kelas miskin. Sebenarnya pertanyaan itu diskriminatif terhadap kelas bawah. Mengapa?

Doxa menunjukkan bahwa ada orang yang gagasan-

gagasannya mudah diterima, ada yang tidak memiliki pengaruh sama sekali dan harus menerima sebagai kebenaran apa yang merugikannya. Agar bisa menguasai bahasa untuk keperluan menulis dan berbicara demi keindahan, tuntutan ilmiah atau pantas diterbitkan membutuhkan perpustakaan, buku, keterampilan gramatika, khazanah kata yang kaya karena akan masuk dalam kategori bahasa resmi (P. Bourdieu, 1982: 46).

Jadi penguasaan bahasa bukan sekedar belajar dan melatih

diri, tetapi membutuhkan kelengkapan fasilitas. Maka kelas atas lebih siap bersaing dalam pendidikan karena sudah memiliki habitus bahasa dan kapital budaya. Kemampuan mereka untuk menyerap komunikasi pedagogi di sekolah lebih efektif dibandingkan peserta didik dari kelas bawah. Pejabat publik sering tidak peka terhadap bentuk-bentuk diskriminasi yang terselubung seperti itu sehingga membiarkan model pedagogi yang diterapkan mengabaikan kebutuhan peserta didik dari kalangan bawah.

Kesenjangan kepemilikan kapital budaya, termasuk habitus

bahasa dewasa ini, semakin terasa. Dalam perekrutan tenaga kerja di banyak perusahaan, salah satu syaratnya biasanya harus menguasai bahasa Inggris secara aktif, berarti sudah membuka peluang lebih besar kepada mereka yang pernah belajar di luar negeri atau setidaknya yang pernah belajar di international school, yang hanya terjangkau oleh kalangan tertentu saja. Kalangan yang lebih diuntungkan tentu saja yang berasal dari kelas atas. Dengan demikian seleksi tenaga kerja juga secara terselubung mendasarkan seleksi asal usul sosial. Bukan cara seleksi itu yang mau dikritik, tetapi sistem pendidikan harus memperhitungkan lemahnya kapital budaya kelas bawah agar kelompok sosial yang secara struktural sudah dalam posisi kalah ini, dimungkinkan

Page 175: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 168

mengejar ketertinggalannya. Cara menyesuaikan komunikasi pedagogi yang memperhatikan kemampuan mereka.

Analisa ini menunjukkan mengapa etika publik tidak cukup

hanya direduksi menjadi kode etik atau aturan perilaku. Kalau hanya puas dengan aturan perilaku tidak akan mampu membuka alternatif kebijakan, membongkar praktik-praktik ketidakadilan dan diskriminasi yang terselubung. Maka etika publik bukan hanya berfungsi sebagai “penjaga gawang”, “penambal ban” atau “pemadam kebakaran”, artinya diperhitungkan hanya setelah terjadi masalah atau ada pelanggaran. Etika publik seharusnya mulai dipertimbangkan sejak awal proses kebijakan publik sehingga fungsi pencegahan terhadap korupsi, konflik kepentingan, kolusi atau bentuk pelanggaran-pelanggaran lain bisa efektif (Haryatmoko, 2011: 62-63).

Dalam analisa kebijakan publik, etika seharusnya

diperhitungkan sebagai dimensi dari setiap langkahnya. Hanya dengan menjadi bagian integral dari kebijakan publik yang tercermin dalam lima langkah prosesnya, etika mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik dan mengembalikan kepercayaan masyarakat. Kelima langkah analisa kebijakan publik itu, menurut Munger, meliputi:

I. rumusan masalah, II. seleksi kriteria,

III. pembandingan alternatif dan seleksi kebijakan, IV. pertimbangan terhadap aspek politik dan organisasi, V. implementasi dan evaluasi program (P. Bourdiew, 2000: 7-

21). I. Rumusan Masalah

Merumuskan masalah dalam kebijakan publik harus menampilkan secara jelas hubungan sebab-akibat dan klasifikasi masalah, dan terutama harus sudah mengandung alternatif jalan keluar. Tidak jarang konteks yang mengundang analisa lebih luas daripada rumusan masalah. Misalnya, tingginya angka kegagalan

Page 176: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 169

pendidikan sekolah dari kelompok penduduk miskin (65%) di wilayah Yogyakarta. Rumusan ini masih terlalu kabur, maka perlu dibuat lebih spesifik. Berapa persen angka kegagalan di tingkat pendidikan dasar, pendidikan tingkat menengah, dan di perguruan tinggi, lalu dibandingkan dengan kegagalan kelompok menengah ke atas? Mengapa dari kalangan menengah ke atas angka kegagalan relatif rendah? Rumusan masalah itu sudah mengisyaratkan adanya perbedaan latar belakang sosial, yang berarti juga perbedaan fasilitas dan modal budaya.

Pemecahan masalah akan memperhitungkan alternatif

yang terkandung dalam rumusan masalah tersebut. Bukan hanya masalah kurikulum atau bakat, tetapi rumusan masalah itu mengandung hipotesa sosiologi pendidikan, yaitu bahwa latar belakang sosial peserta didik mempengaruhi kemampuan dalam menyerap komunikasi pedagogi di sekolah, terutama sampai jenjang pendidikan menengah. Pada jenjang perguruan tinggi, perbedaan fasilitas dan kapital budaya semakin memperlebar kesenjangan kesempatan untuk berhasil. Jurusan-jurusan favorit (kedokteran, teknik, akuntansi, farmasi) mayoritas mahasiswa berasal dari kalangan menengah ke atas.

Dalam analisa kebijakan publik ini, ketajaman dalam

merumuskan agar pernyataan tampil kreatif sangat penting. Pemecahan alternatif yang terkandung dalam rumusan masalah sarat dengan nilai-nilai etika karena sudah mengandung kewajiban atau tanggung jawab pejabat publik dan menyiratkan pilihan nilai. Mengubah sistem komunikasi pedagogi yang peduli kepada mereka yang lemah membutuhkan political-will dan perubahan mendasar yang tidak mudah. Affirmative action untuk membuka kesempatan lebih luas ke jurusan-jurusan favorit bagi kalangan sosial bawah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dari rumusan masalah itu, sudah terlihat kerangka pemikiran yang dipakai.

Page 177: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 170

II. Seleksi Kriteria

Cara memilih kerangka pemikiran untuk merumuskan masalah sudah mengarah ke alternatif pemecahan masalah yang diharapkan. Kriteria yang dipakai sudah mencerminkan hipotesa pemecahan karena tersirat alternatif itu lebih baik daripada yang lain. Kriteria itu merepresentasikan visi etika pejabat publik dan pandangan etis masyarakat yang dilayani (ibid: 8). Maka perlu diberi alasan mengapa kriteria itu dipilih. Menurut Munger, ada lima alasan: a) kriteria harus memfokuskan pada tujuan, bukan pada sarana. Alasan ini bisa dipahami karena dalam logika tindakan, tujuan biasanya menentukan hubungannya dengan nilai. Kalau tekanan pada sarana ada bahaya yang jatuh pada rasionalitas instrumental di mana sarana bisa berubah menjadi tujuan pada dirinya sendiri sehingga dilepaskan dari nilai atau makna; b) setiap kriterium harus dirumuskan dalam pernyataan yang jelas dan tepat agar sebagai alat pengukur sungguh berfungsi membantu mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah; c) kriteria itu operasional kalau juga memungkinkan mengukur secara kuantitatif; d) rangkaian kriteria itu harus lengkap agar bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat; e) kriteria harus menunjuk pada aspek-aspek masalah kebijakan yang berbeda sehingga kriterium melengkapi yang lain (Ibid: 8).

Contoh, tujuan kebijakan publik adalah meningkatkan

keberhasilan peserta didik yang berasal dari kelas sosial bawah. Nilai keadilan menjadi kepribadian utama karena budget pendidikan sangat tinggi. Jangan sampai ada sebagian besar kelompok masyarakat tidak bisa menikmati alokasi dana yang besar itu, sedangkan sebagian kecil penduduk yang sudah dalam posisi sosial-ekonomi kuat justru lebih diuntungkan. Perbaikan model komunikasi pedagogi harus dengan mempertimbangkan hasil identifikasi masalah (bahasa, waktu belajar, pendampingan, metode belajar atau fasilitas) agar ketertinggalan peserta didik kelas sosial bawah dapat ditangani secara tepat. Contoh kebijakan dengan mengatur agar jumlah peserta didik dalam kelas kecil; tambahan jam belajar yang disertai pendampingan intensif;

Page 178: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 171

disediakan komputer, buku acuan/pegangan, tempat belajar yang memadai setelah jam sekolah; pembiasaan dan perbaikan metode belajar.

III. Perbandingan Alternatif dan Seleksi Kebijakan

Makna “alternatif” mengandalkan adanya pembandingan dengan bentuk pemecahan lain. Maka kemungkinan pemecahan lain ialah mengorganisir kelas penyesuaian di tahun pertama. Pemecahan yang lebih mendasar lagi namun membutuhkan budget tinggi ialah program wilayah prioritas pendidikan, yaitu pada kurun waktu tertentu di wilayah yang sebagian besar penduduknya miskin secara khusus dibangun sekolah dengan fasilitas, tenaga pengajar, dan sistem pedagogi yang berkualitas (P. Bourdieu). Tahap ini digunakan untuk mengevaluasi bobot alasan pro dan kontra terhadap masing-masing alternatif, kemudian diambil keputusan ke arah alternatif yang paling menjawab kebutuhan atau kepentingan publik.

Menjawab kebutuhan publik, selain memperhitungkan

kualitas kebutuhan, berarti juga semakin memperluas lingkup kebebasan warga negara serta membangun institusi yang lebih adil. Pendidikan yang baik menghasilkan warga negara yang lebih bebas karena dengan keterampilan dan pengetahuannya akan semakin memiliki banyak pilihan untuk masa depannya. Dengan memperhatikan peserta didik yang lemah kapital budaya karena latar belakang sosialnya, berarti pemerintah peduli untuk menciptakan institusi yang lebih adil. Pembobotan alternatif ini mengandalkan prioritas pilihan kriteria yang berbeda dan komitmen pribadi serta organisasi tertentu. Bila komitmen pribadi lemah maka cenderung mencari alternatif yang paling mudah, yang lebih memberi keuntungan pribadi. Jadi kerangka yang menentukan rumusan masalah, identifikasi alternatif, dan pilihan kriteria erat terkait dengan visi etika pejabat.

Page 179: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 172

IV. Pertimbangan Aspek Politik dan Organisasi Setelah alternatif dipilih dan diputuskan, pengambil

kebijakan publik masih harus berhadapan dengan masalah diterima atau tidak kebijakan itu oleh pihak-pihak lain yang terlibat. Pertama, apakah secara politik dapat dijalankan, artinya wakil rakyat atau representasi publik apakah menyetujui dan mendukung sehingga menjadikannya undang-undang. Kedua, apakah secara organisasional bisa dijalankan, pejabat publik, keuangan, dan waktu memungkinkan implementasinya. Dalam tahap ini, persuasi menjadi berperan penting. Mediasi melalui nilai, makna atau simbol menjadi konkret untuk mendapatkan persetujuan sebanyak mungkin pihak yang terlibat. Dalam menggalang opini, kemampuan komunikasi melalui media berperan besar. Legitimasi kebijakan publik sangat tergantung pada persetujuan publik, yang dalam demokrasi melalui representasinya. Dalam konteks ini, etika publik sebagai etika sosial tidak cukup hanya puas dengan premis norma-normanya yang sahih, tetapi harus bisa mendorong ke konsensus untuk menyetujui suatu kebijakan. Oleh karena itu, sejak awal proses kebijakan publik, politisi, birokrat, dan pihak-pihak lain harus sudah dilibatkan.

Godaan besar menjebak politisi dalam upaya mencari

persetujuan sebanyak mungkin pihak karena bisa terobsesi oleh politik pencitraan. Apalagi dengan maraknya lembaga jajak pendapat yang semakin memacu kebutuhan untuk menampilkan citra. Citra yang ditampilkan di media bukan lagi representasi dari realitas, tetapi justru mau menyembunyikan bahwa tidak ada realitas (J. Baudrillard, 1981). Presiden makan ketela bersama petani di sawah bukan realita kehidupan presiden. Citra bermain menjadi penampakannya untuk memberi kesan kepedulian kepada petani. Tetapi kebijakan publiknya sama sekali tidak pernah memperhitungkan nasib petani. Seperti gambar surealis diletakkan di sebelah pintu. Gambar di kanvas itu memberi kesan seakan itulah pemandangan di luar pintu. Lukisan itu berperan sebagai simulasi yang menomorduakan realita. Citra menutupi bahwa

Page 180: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 173

sebetulnya tidak ada realitas. Politik pencitraan selain membutuhkan biaya besar, juga menunjukkan bahwa politik hanya berorientasi ke kekuasaan. Maka keprihatinannya bukan pada pelayanan publik yang berkualitas dan relevan. V. Implementasi dan Evaluasi Program

Implementasi dan evaluasi program masuk ke dalam

prosedur akuntabilitas, artinya evaluasi itu merupakan bentuk pertanggungjawaban pejabat publik atas kebijakan dalam menjalankan kekuasaan yang dipercayakan oleh warga negara untuk melakukan pelayanan publik. Menurut MacRae, seperti dikutip oleh Munger (2000: 17-18), dalam analisa kebijakan publik, akuntabilitas meliputi pasar, politik, dan analisa pakar.

Akuntabilitas pasar sangat tergantung pada reaksi

masyarakat apakah mereka puas dengan hasil kebijakan pemerintah atau kebijakan yang dilaksanakan dengan rekanan swasta, asosiasi nirlaba, LSM. Bila dianggap gagal karena ternyata kualitas pelayanan jelek, barang lebih rendah dari standar yang dituntut, atau biaya pelayanan terlalu mahal, maka akan diprotes atau perusahaan yang menjadi rekanan tidak akan lagi digunakan dan masuk ke daftar hitam. Akuntabilitas pasar merupakan evaluasi dari warga negara yang terorganisir dalam asosiasi atau LSM atau organisasi sosial-keagamaan. Evaluasi itu tentu saja akan berdampak pada kelangsungan kehidupan perusahaan rekanan, tetapi juga bisa menyerat pejabat publik ke pengadilan bila terbukti ada korupsi atau kolusi.

Akuntabilitas politik berkaitan dengan persetujuan atau

penolakan warga negara terhadap kebijakan publik atau aktivitas pemerintah. Bila warga negara tidak setuju maka bisa mengungkapkannya melalui wakil rakyat atau melalui pemilihan umum. Hanya saja mekanisme akuntabilitas yang disediakan sistem demokrasi ini tidak terlalu efektif karena warga negara kurang terorganisir dan calon anggota legislatif lebih mendompleng partai politik. Maka perlu kemampuan warga

Page 181: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 174

negara untuk mengorganisir diri. Kemampuan warga negara untuk menghubungkan antara kepentingan publik dengan kinerja wakil rakyat akan membantu untuk membuat penilaian apakah akan memilih kembali incumbent atau memboikot untuk tidak memilihnya sebagai bentuk protes. Mengorganisir diri agar suaranya diperhitungkan di dalam pengambilan keputusan kebijakan publik adalah salah satu cara agar akuntabilitas politik lebih efektif karena meningkatkan kekuatan tawar warga negara. Akuntabilitas akan efektif bila konstituen memiliki informasi yang mencukupi untuk merumuskan kepentingan mereka di lingkup kebijakan publik dan bisa memberi sanksi yang efektif bila wakil rakyat dianggap bertindak tidak sesuai dengan kepentingan publik.

Analisa pakar biasanya mendasarkan pada pendekatan

ilmiah dengan menentukan kriteria tertentu untuk memutuskan apakah suatu kebijakan publik dianggap berhasil atau gagal. Salah satu kriteria itu adalah kepuasan publik yang dilayani; apakah program tepat sasaran? Apakah hasil program itu memuaskan kebutuhan publik? Kedua, analisa biaya keuntungan, diukur apakah biaya yang dikeluarkan memberi dampak yang berarti atau apakah yang akan terjadi pada masyarakat seandainya tidak ada program tersebut. Ketiga, mengidentifikasi tujuan program sejauhmana pengukuran dan evaluasi dimungkinkan; mengembangkan disain penelitian yang bisa digunakan untuk membedakan apa yang diharapkan dari suatu program, apa yang secara nyata diamati, dan jangkauan hasil yang mungkin diamati yang sebetulnya bukan karena hasil kebijakan.

Penilaian harus sampai pada data yang dapat diamati dan

dihitung. Apakah secara statistik ada perbedaan yang signifikan yang memang dihasilkan dari kebijakan tersebut atau hanya karena faktor kebetulan. Jadi pengumpulan data yang akurat melalui survei, wawancara, dan studi tentang aturan serta prosedur yang dipakai dalam program tersebut harus dilakukan. Dengan demikian, bukan hanya hasil segera atau jangka pendek yang bisa diperoleh, tetapi juga dampak jangka panjang. Dampak jangka panjang berarti bukan hanya membereskan gejala, tetapi

Page 182: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 175

menangani sampai pada sebab atau akar masalahnya. Dalam kasus pendidikan, ketertinggalan peserta didik dari kelas bawah bukan hanya masalah metode pembelajaran, tetapi masalah lemahnya kapital budaya karena latar belakang sosial.

Penanganan masalah seperti itu membutuhkan waktu yang

panjang dan biaya mahal. Contoh SMP khusus untuk siswa dari keluarga tidak mampu di Washington DC (900 Varnum Street, NE): jam belajar lebih panjang (7.30-19.30), tahun ajaran berlangsung sebelas bulan, tenaga pengajar berkualitas, disediakan makanan bergizi tiga kali sehari, jumlah murid di kelas kecil. Selain mendapat subsidi pemerintah, juga mendapat sumbangan dari donatur tetap. Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembentukan habitus bahasa dan investasi kapital budaya butuh waktu panjang. Proyek kebijakan pemerintah daerah ini akan menciptakan institusi baru (lebih adil) yang peduli pada kesenjangan kemampuan di sekolah. Ternyata komunikasi pedagogi tidak netral, tapi sudah memihak.

Kebijakan publik seharusnya peka terhadap ketimpangan-

ketimpangan yang sering dianggap sudah wajar seperti itu. Untuk memiliki kepedulian itu, pejabat publik tidak bisa mengabaikan kompetensi etika. Jadi pendidikan atau pelatihan etika publik harus masuk ke dalam:

1. Pemahaman macam-macam tipe penalaran etika; 2. Terjun langsung ke pengalaman untuk menghadapi kasus-

kasus konkret pelayanan publik yang penuh dilema etika; 3. Mengidentifikasi infrastruktur etika untuk diintegrasikan ke

manajemen organisasi.

Ketiga materi itu akan membantu mengembangkan tingkat kesadaran moral pejabat publik sehingga etika publik selalu diperhitungkan. Lalu integrasi publik bisa berkembang.

Page 183: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 176

G. Budaya Etika dalam Organisasi untuk Integritas Publik

Etika publik memiliki perhatian dasar, yaitu mengupayakan modalitas atau sarana untuk membangun budaya etika organisasi. Salah satu bentuknya ialah pencegahan. Maka untuk menjaga integritas publik perlu melakukan empat upaya pencegahan, yaitu: (OECD, 2009).

1. Mengidentifikasi risiko penyebab konflik kepentingan; 2. Membangun mekanisme akuntabilitas internal dan

eksternal yang mudah diakses oleh pemeriksaan publik; 3. Pendekatan manajemen yang menjamin bahwa pejabat

publik mengambil tanggung jawab pribadi, tidak menimpakan ke pihak lain, bila ada pelanggaran etika publik;

4. Budaya etika organisasi agar tumbuh kepedulian untuk menolak atau menghindari bentuk konflik kepentingan.

Ad.1. Mengidentifikasi risiko penyebab konflik kepentingan

Pada dasarnya, konflik kepentingan terjadi ketika kepentingan pribadi pejabat publik entah yang terkait dengan keluarga, asosiasi, perusahaan pribadi, atau organisasi agama/etnis ada potensi mempengaruhi dan mengganggu kinerja dalam menunaikan tugas pelayanan publik (OECD, 2009: 28). Untuk itu, departemen atau organisasi publik yang bersangkutan harus mendefinisikan secara jelas situasi dan kegiatan macam apa yang tidak sesuai dengan fungsi publik. Jenis kepentingan pribadi yang sering menggoda pejabat publik bisa berupa kepentingan finansial atau ekonomi, utang atau aset, hubungan dengan organisasi nirlaba atau perusahaan, hubungan politik, organisasi buruh atau profesi, perjanjian atau hubungan dengan kewajiban profesional, komunitas etnis atau agama (Ibid, 28). Sedangkan jenis pekerjaan yang biasanya riskan konflik kepentingan adalah posisi di bagian hubungan antara publik dan swasta, bagian penyediaan barang, bagian keuangan, pembuat peraturan dan badan pemeriksa keuangan, bagian tender, perpajakan, bea cukai serta bagian personalia.

Page 184: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 177

OECD membantu mengidentifikasi beberapa situasi (tujuh) berbahaya yang bisa menyeret pejabat publik terjebak di dalam konflik kepentingan: pekerjaan tambahan di luar jabatan; informasi konfidensial yang diperoleh karena jabatan bisa disalahgunakan; kontrak memerlukan persiapan, negosiasi, manajemen, bisa diarahkan untuk kepentingan pribadi; pemberian atau bentuk keuntungan lain; keluarga atau harapan komunitas; janji temu dengan pihak-pihak dari luar organisasi (organisasi profesi, agama, politik, perusahaan, sekolah) perlu terbuka terhadap pengawasan bila tidak godaan kepentingan diri kuat; aktivitas setelah selesai memegang jabatan (Ibid, 33).

Konflik kepentingan sangat sering terjadi dalam

menentukan alokasi budget, pilihan proyek (kontrak pembangunan, outsourcing, penyewaan), mekanisme pengadaan barang/jasa. Konflik kepentingan yang mendorong korupsi selalu melibatkan transaksi yang bisa tidak langsung, misalnya, kebijakan menteri yang menguntungkan salah satu perusahaan di mana menteri mempunyai kepentingan (perusahaan milik keluarga, teman, asosiasi, komisaris). Bisa juga imbalannya tidak langsung diterima, tetapi perusahaan menanggung biaya pendidikan anak menteri yang sedang belajar di universitas di luar negeri. Bentuk konflik kepentingan yang juga biasa terjadi ialah menggunakan pengaruhnya selama masih memegang jabatan untuk mempersiapkan diri agar diterima bekerja di instansi lain atau perusahaan setelah jabatan berakhir dengan imbalan selama masih menjabat membantu memberi jasa tertentu.

Untuk memudahkan identifikasi kemungkinan risiko konflik

kepentingan, pejabat publik, menurut OECD, pelu membuat pernyataan pada awal jabatan, ketika masih memegang jabatan dan pada akhir jabatan (OECD, 2008: 29, 30). Pernyataan tertulis itu berisi jumlah kekayaan perlu dilaporkan yang berbentuk aset, investasi, kegiatan-kegiatan di luar jabatan, keuntungan, pemberian dan pelayanan yang diterima. Menyerahkan dalam bentuk tertulis semua bentuk kepentingan (istri, anak, keluarga, mitra, asosiasi etnis/agama/profesi) yang mungkin bisa

Page 185: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 178

mempengaruhi dalam menghadapi konflik kepentingan (OECD, 2008: 42-44).

Awal masa jabatan, membuat pernyataan tertulis mengenai

informasi yang menunjukkan daftar kemungkinan-kemungkinan yang bisa menyeret ke konflik kepentingan. Pada saat masih menjabat juga dituntut untuk memberikan informasi yang relevan tentang konflik kepentingan karena situasi berkembang sejak pernyataan awal masa jabatan. Pada akhir masa jabatan, pelaporan tentang masalah-masalah konflik kepentingan yang cukup mendetail yang memungkinkan untuk menemukan jalan keluar. Kejujuran dalam pembuatan laporan ini akan diperiksa oleh pengawas internal organisasi. Jadi administrasi organisasi harus menjamin agar pelaporan tentang risiko konflik kepentingan itu dibuat secara berkala serta selalu diperbaharui dan akan dijadikan salah satu pertimbangan untuk penunjukan jabatan atau kenaikan karier (Ibid, 29-30). Akan lebih efektif bila semua pernyataan itu dipublikasikan sehingga pihak lain, klien, kontraktor, agen, lembaga-lembaga mitra kerja sama mengetahui aturan antikonflik kepentingan itu. Secara rutin didiskusikan dengan staf bagaimana bisa diterapkan untuk menjamin bahwa kebijakan itu dipahami dan diterima.

Ad.2. Membangun akuntabilitas baik secara internal atau dari luar

organisasi agar terbuka terhadap pemeriksaan publik

Secara internal misalnya dengan menyederhanakan dan memodifikasi prosedur-prosedur, mendorong efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, memperkuat audit dan integritas internal masing-masing unit kerja, menggunakan teknologi informasi untuk menjamin netralitas serta anonimitas, dan meningkatkan intensitas komunikasi internal. Bila pejabat publik menghadapi situasi yang potensial menyeret ke masalah konflik kepentingan harus dikemukakan secara terbuka sehingga memungkinkan kontrol yang memadai dan menerapkan manajemen pemecahan masalah. Mekanisme akuntabilitas mengarahkan kegiatan pelayanan publik, mengecek hasil yang

Page 186: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 179

telah dicapai dan mengawasi agar proses diikuti secara benar, termasuk prosedur-prosedur administrasi internal (harus ada laporan tertulis), audit, dan evaluasi terhadap kinerja atau penerapan prosedur baru yang mendorong keberanian whistle-blower (Public Sector Integrity, 2005: 69).

Perlindungan yang efektif terhadap whistle-blower akan

mendorong keberanian pelayanan publik untuk melaporkan konflik kepentingan dan mengatakan “tidak” bila diminta melakukan tindakan yang secara etika keliru. Maka perlu mekanisme untuk menangani keluhan, tuduhan, atau kritik yang masuk. Mekanisme itu harus menjamin bahwa pelaporan pelanggaran yang sesuai prosedur dijamin tidak akan mendapat pembalasan atau sanksi. Mekanisme itu sendiri tidak akan disalahgunakan. Akses terhadap laporan, audit dan evaluasi juga dilakukan oleh DPR, auditor independen, ombudsman, atau organisasi nirlaba.

Ad.3. Menerapkan pendekatan manajemen yang menjamin bahwa

pejabat publik mengambil tanggung jawab pribadi

Bentuk tanggung jawab itu berupa kemampuan mengidentifikasi dan memecahkan masalah bila harus menghadapi konflik kepentingan (OECD, 2009: 26). Sebelum menerima jabatannya, memberi peta kepada atasan atau Komisi Etika hubungan-hubungan yang berisiko menyeret ke konflik kepentingan. Selain itu, mengungkap urusan-urusan atau kepentingan-kepentingan yang dipertaruhkan. Terhadap kedua potensi yang mengancam integritasnya itu, tindak pencegahan apa yang bisa dibuat? Komitmen apa yang menjamin bahwa ia tidak akan terseret ke konflik kepentingan? Ad.4. Menciptakan budaya organisasi di mana tumbuh kepedulian

untuk menolak atau menghindari setiap bentuk konflik kepentingan

Manajemen dalam kebijakan, proses dan praktik di

lingkungan kerja harus dibuat agar ada kontrol efektif terhadap

Page 187: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 180

konflik kepentingan. Caranya mendorong pejabat publik untuk mau terbuka dan mendiskusikan masalah-masalah konflik kepentingan dan mengusulkan tindakan-tindakan yang masuk akal untuk melindungi pelaporan agar tidak disalahgunakan oleh pihak lain (OECD, 2009: 27). Untuk itu organisasi publik harus menciptakan dan mendukung budaya komunikasi yang terbuka dan membiasakan diri untuk berdialog tentang integritas dan perjuangan untuk memajukan integritas (Ibid, 27). Budaya etika harus mendapat dukungan dari masyarakat karena sebagai konsumen pelayanan publik masyarakat merasakan langsung dampak baik/buruknya kualitas pelayanan publik. Maka perlu berbagai upaya konkret dalam pemberdayaan civil society untuk fungsi pengawasan.

H. Program Membangun Budaya Etika Publik

Dua instrumen etika publik yaitu akuntabilitas dan transparansi merupakan modalitas untuk menjamin integritas publik para politisi dan pejabat publik. Integritas publik merupakan keutamaan sosial yang harus dilatih dan dibiasakan dalam keterlibatan organisasi dan pengabdian masyarakat, maka manajemen organisasi harus mengintegrasikan standar etika agar pelayanan publik menjadi lebih berkualitas dan relevan.

Supaya budaya etika publik ini bisa menjadi praktik

kehidupan dalam organisasi, keterlibatan sosial dan politik, maka akuntabilitas dan transparansi perlu diterjemahkan ke dalam lima program, yaitu:

1. Membangun budaya etika publik melalui akuntabilitas dan transparansi yang dimulai dengan mengusahakan pembentukan Komisi Etika dan pembangunan infrastruktur etika;

2. Transparansi dalam pengadaan barang/jasa publik, termasuk pentingnya pejabat publik kompeten yang khusus meniti karier di bidang ini;

Page 188: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 181

3. Memberdayakan civil society dengan mendorong partisipasi masyarakat dalam pengawasan terhadap pelayanan publik melalui kartu pelaporan oleh warga negara;

4. Pembentukan jaringan dan pendidikan/pelatihan dalam rangka pemberantasan korupsi;

5. Ikut serta dalam pengawasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

Karena sifatnya mengawasi dan mencegah, akuntabilitas

dan transparansi itu berfungsi menyadarkan, menumbuhkan kepekaan terhadap nilai-nilai moral serta memberi orientasi tindakan atau keputusan kebijakan publik ke arah standar etika. Kuatnya kontrol yang dilembagakan dalam manajemen dan orientasi pada nilai itu diharapkan membantu mencegah konflik kepentingan, sehingga membuat pejabat lebih responsif terhadap kebutuhan publik. Jadi arah etika publik difokuskan pada upaya menciptakan budaya etika dalam organisasi, untuk menggerakkan ke arah budaya etika ini, dalam setiap instansi pemerintah, perlu dibentuk Komisi Etika. Komisi Etika Pemerintahan ditunjuk oleh Presiden dengan mendapat persetujuan dari DPR. Komisi Etika Pemerintahan bukan instansi yang melakukan investigasi atau penuntutan perkara pelanggaran.

Tugas utama Komisi Etika meliputi tiga hal:

1. Merumuskan etika pelayanan publik untuk membangun standar etika yang tinggi dan menumbuhkan kepercayaan publik terhadap pemerintah;

2. Mencegah terjadinya konflik kepentingan dan memecahkan masalah bila terjadi konflik kepentingan. Maka perlu menentukan prinsip-prinsip pengaturan konflik kepentingan dan menafsirkan hukum yang mengatur konflik kepentingan;

3. Melakukan pendampingan dan penyadaran terhadap pejabat publik maupun calon pejabat publik untuk peka terhadap dimensi nilai etika dalam keputusan-keputusan yang menyangkut kebijakan publik.

Page 189: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 182

Untuk bisa menjalankan ketiga tugas itu, dua syarat harus dipenuhi, yaitu:

1. Komisi Etika Pemerintah harus diberi kesempatan untuk mengadakan pelatihan pembangunan keterampilan dalam menganalisa masalah-masalah etika dan nilai pelayanan publik. Pelatihan etika dilakukan ketika perekrutan karyawan baru, setiap kali ada kenaikan jenjang jabatan dan isu-isu aktual etika.

2. Komisi Etika harus dilibatkan dalam pertemuan-pertemuan staf untuk merumuskan dampak etika sebelum keputusan diambil.

Ketiga macam tugas tersebut dijadikan titik tolak Komisi

Etika untuk mengerakkan upaya menciptakan budaya etika organisasi. Dinamika ini akan semakin efektif bila manajemen organisasi memperhitungkan dua pilar pembangunan budaya etika. Pertama, peran pemimpin dengan kompetensi komunikasinya, dan kedua, integrasi infrastruktur etika ke dalam manajemen pelayan publik. Peran pemimpin selain sebagai teladan (jujur, kompeten, fair), juga memfasilitasi berkembangnya kemampuan-kemampuan yang diperlukan budaya etika (Bowman, 2010: 70): (i) kemampuan membangun konsensus moral di dalam lembaga; (ii) kemampuan mendengarkan dengan baik dan mengkomunikasikan kepentingan, dukungan, empati kepada pihak; (iii) kecerdasan dalam mensosialisasikan visi moral; (iv) memahami bagaimana merepresentasikan gagasan-gagasan berbagai pihak kepada orang lain; (v) mendorong untuk mengkomunikasikan secara efektif gagasan atau kepentingan sehingga didengar dan dipahami pihak lain; (vi) kemampuan untuk mengenali dan menghadapi berbagai hambatan dalam komunikasi. Semua kemampuan komunikasi itu hanya memberi gema dalam dinamika organisasi pemerintahan bila ditopang oleh infrastruktur etika karena membuka pola baru dalam interaksi dalam organisasi.

Ada lima bentuk infrastruktur etika yang perlu

diintegrasikan ke dalam manajemen organisasi pemerintah (Ibid., 88), yaitu (i) mekanisme konsultasi etika (komisi penasihat etika

Page 190: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 183

yang independen). Komisi etika ini berperan meningkatkan kesadaran akan masalah-masalah etika dalam pertemuan-pertemuan staf dan dalam merumuskan dampak etika sebelum keputusan diambil. (ii) saluran pelaporan, yaitu prosedur penyampaian keluhan, hotlines, informasi konfidensial, ombudsman, mekanisme whistle-blower dengan perlindungannya; (iii) perubahan sistem personalia: rotasi jabatan secara periodik dilakukan supaya pejabat pengganti bisa mengevaluasi kebijakan pejabat sebelumnya untuk mendeteksi adanya penyelewengan atau konflik kepentingan; merevisi sistem perekrutan, training, description; (iv) Audit etika secara berkala: merevisi dokumen, kerentanan di dalam penaksiran, survei dan wawancara dengan karyawan, evaluasi terhadap sistem untuk memudahkan dalam menilai efektivitas program; (v) pengambilan keputusan kunci harus setidaknya dua orang untuk mengurangi kesenangan dan hasrat korupsi. Infrastruktur etika semacam itu membantu menjamin integrasi publik, memungkinkan mengukur kemampuan diri sehingga fair dan menciptakan suasana keterbukaan.

Budaya etika organisasi itu akan mendorong pejabat publik

mau terbuka dan mendiskusikan masalah-masalah konflik kepentingan dan mengusulkan tindakan-tindakan yang akan masuk untuk melindungi pelaporan agar tidak disalahgunakan oleh pihak lain. (OECD, 2008: 27). Untuk itu, sebelum menerima jabatan, calon member pada jabatannya atau Komisi Etika peta hubungan-hubungan yang berisi yang potensial menyeret ke konflik kepentingan dan gambaran kepentingan-kepentingan yang dipertaruhkan. Menghadapi risiko itu, pejabat publik diminta mengusulkan tindak pencegahan yang mungkin dan ditantang memberi komitmen untuk menjamin bahwa ia tidak akan terseret ke konflik kepentingan.

Pengembangan budaya organisasi semacam itu juga dibuat

di setiap lembaga dengan melibatkan karyawan melalui wakil mereka serta pihak-pihak yang terkait untuk ikut merevisi kebijakan menghadapi konflik kepentingan. Salah satu bentuk pelibatan ialah mengkonsultasikan ke pihak-pihak tersebut

Page 191: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 184

tindakan-tindakan pencegahan dari aspek praktisnya agar terbangun pengamanan bersama. Harus membangun mekanisme untuk menopang para manager dalam merevisi dan meningkatkan keterampilan di dalam mengidentifikasi serta mencari pemecahan konflik kepentingan di dalam keseharian tugas mereka. Maka pelatihan etika secara berkala atau setiap kenaikan jenjang merupakan kesempatan untuk sosialisasi budaya etika mencegah konflik kepentingan. Maka identifikasi terhadap kegiatan yang rentan konflik kepentingan perlu dilakukan.

Perhatian khusus transparansi harus diarahkan pada konflik

kepentingan dalam pengadaan barang/jasa publik. Transparansi membutuhkan pejabat publik yang kompeten. Mereka harus secara khusus mempelajari masalah pengadaan barang/jasa dan meniti karier di bidang ini. Maka pemerintah harus menjamin agar pejabat publik memenuhi tuntutan kompetensi, yaitu menguasai seluk beluk pengadaan barang/jasa, memiliki integrasi pribadi. Perlu dijamin insentif dan kondisi yang baik dalam hal gaji, bonus, jenjang karier serta pengembangan diri. Dengan jaminan seperti itu dimaksudkan agar ada seorang profesional yang mengembangkan jabatan itu. Pengadaan barang/jasa membutuhkan tenaga profesional yang kompeten baik secara baik secara teknik, leadership, maupun etis. Untuk itu sebaiknya ditunjuk pejabat khusus yang memang meniti karier di bidang pengadaan barang/jasa publik.

Mekanisme pengawasan internal memang merupakan

unsur utama budaya etika, namun cenderung mudah kompromi, maka pengawasan dari masyarakat sebagai konsumen pelayanan publik diperlukan karena biasanya lebih kritis. Mekanisme pengawasan internal itu dimaksudkan untuk ciptaan transparansi sehingga publik bisa mempunyai akses ke informasi tentang apa yang telah dilakukan pemerintah. Jadi harus ada laporan terbuka terhadap pihak luar atau organisasi mandiri (legislator, auditor, publik) yang dipublikasikan. Lalu warga negara bisa menuntut organisasi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan. Masyarakat berkepentingan bahwa integrasi

Page 192: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 185

publik ditegakkan. Maka perlu berbagai upaya konkret dalam pemberdayaan civil society untuk fungsi pengawasan.

Untuk memberdayakan partisipasi masyarakat dalam

meningkatkan akuntabilitas, dengan meniru gagasan Samuel Paul, akan sangat berguna membuat program Kartu Pelaporan oleh Warga Negara (Citizen Report Card) sebagai alat umpan balik terhadap pejabat publik (dalam C. Sampford, 2006: 235). KWP itu berisi laporan tentang akses kepelayanan publik, kualitasnya, bisa dipercaya/tidaknya, masalah yang dihadapi konsumen, responsif/ tidaknya pelayan publik. Dari kartu pelaporan itu akan tersingkap standar kualitas pelayanan publik, norma-normanya, biaya yang harus dibayar, termasuk ongkos yang disembunyikan seperti suap (Improving Local Governance and Pro-Poor Service Delivery, Citizen Report Card Learning Toolkit).

Tujuan pembuatan Kartu Pelaporan oleh Warga Negara

adalah untuk memperoleh beberapa masukan: (i) penilaian tentang akses, kelengkapan dan kualitas pelayanan publik sejauh dialami atau dirasakan oleh masyarakat serta membandingkan dengan pelayanan-pelayanan publik yang lain sehingga bisa dibuat rating, (ii) ukuran kepuasan warga negara dengan memberi prioritas pada perbaikan. Dalam kartu tersebut secara sederhana dan jelas ditunjukan tingkat kepuasan atau ketidakpuasan; (iii) indikator lingkup masalah di dalam pelaksanaan pelayanan publik, misal memberi penjelasan segi khusus interaksi antara warga negara dan petugas pelayanan publik (ketidakpuasan berakibat kepada pasokan air atau listrik, ketersediaan obat di rumah sakit, pelayanan kepolisian), kesulitan-kesulitan yang dihadapi (nota lebih tinggi, dipersulit dalam urusan); (iv) memberi prakiraan adanya korupsi dan ongkos lain yang mungkin disembunyikan; (v) membantu warga negara mengeksplorasi kemungkinan memperbaiki pelayanan publik karena KWP juga untuk menjajaki berbagai pilihan yang diharapkan masyarakat dalam mengatasi beragam masalah. Lalu akan diketahui apakah masyarakat bersedia membayar lebih mahal pelayanan yang bisa lebih baik (C. Sampford, 2006: 236).

Page 193: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 186

Dari sisi pendidikan politik dan pemberdayaan, KPW itu membuka tiga kesempatan penting, yaitu (i) membantu pelayanan publik, memfasilitasi diskusi tentang kinerjanya; (ii) memberdayakan warga negara melakukan pengawasan dan monitoring terhadap badan pemerintah atau pemerintah daerah; (iii) investasi kapital sosial karena KPW mempertemukan berbagai komunitas melalui masalah-masalah yang mereka hadapi dan menjadi keprihatinan bersama (Sumber: Improving Local Governance and Pro-Poor Service Delivery, Citizen Report Card Learning Toolkit).

Bentuk partisipasi masyarakat dalam mendorong

akuntabilitas pejabat publik ini multi-guna dan menjadi pola pendidikan politik yang efektif. Melalui kartu Pelaporan Warga Negara tersebut ada masukan tentang tingkat kepuasan pelayanan publik di berbagai sektor dan sekaligus bisa digunakan sebagai alat untuk mendeteksi atau mengukur tingkat korupsi. KPW itu juga berfungsi sebagai alat diagnotik bagi pejabat publik, peneliti sebagai bahan untuk analisa dan mencari pemecahan masalah. Praktik KWP ini membiasakan warga negara untuk mengambil sikap dan menuntut hak-hak untuk meminta akuntabilitas, akses, dan respons dari pejabat publik. Sebaliknya, bagi pejabat publik adanya KWP mendorong untuk lebih terbuka, menentukan standar kinerja, dan meningkatkan transparansi (Ibid., 235). Jadi pemberdayaan civil society menentukan bentuk konkretnya di dalam praktek KWP. Kalau evaluasi akuntabilitas melalui KWP ini menekankan kepuasan/ketidakpuasan konsumen terhadap pelayanan publik, ada pola lain yang memberdayakan civil society untuk memberantas korupsi, yaitu melalui pembentukan jaringan.

Pembentukan jaringan ini melibatkan berbagai kalangan:

organisasi massa, organisasi keagamaan, asosiasi profesi, asosiasi nirlaba, LSM, dan semua kelompok yang mempunyai kepribadian terhadap good governance. Dalam hal ini, kita belajar dari komisi pemberantasan korupsi di Hongkong (Independent Commission Against Corruption, A. Lee dalam C., Sampford, 2006: 228-229). Struktur organisasi KPK di Indonesia, mungkin baik kalau selain

Page 194: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 187

memiliki Divisi Operasi atau Investigasi, juga dikembangkan Divisi Hubungan dengan Komunitas dan Divisi Pencegah Korupsi, Pendidikan dan Riset. Dua divisi ini sangat dibutuhkan dalam kerangka menciptakan budaya etika dalam organisasi atau pelayanan publik. Organisasi-organisasi yang peduli pada good governance dan sudah punya pengalaman dalam masalah pemberantasan korupsi perlu membantu sosialisasi dan pelatihan tentang permasalahan korupsi. Pelatihan atau penjelasan yang diberikan difokuskan pada pemahaman dan perkembangan aturan-aturan untuk mencegah konflik kepentingan dan bagaimana praktik serta penerapan di dalam lingkungan pekerjaan. Materi dasar tentu perlu seperti apa itu praktik korupsi, tanda-tanda korupsi, situasi-situasi yang mendorong korupsi, jabatan-jabatan yang riskan korupsi.

Model pelibatan dikembangkan melalui jaringan cabang-

cabang di daerah-daerah. Dengan mengajak masyarakat mendiskusikan masalah korupsi (sebab, mekanisme, jaringan, akibat, korban, kerugian) dalam pelatihan, seminar, workshop, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Dalam jangka waktu satu tahun diharapkan sudah ada sejumlah warga negara yang menyadari pentingnya pemberantasan korupsi. Lalu dibentuk berbagai jaringan yang mendasarkan pada keyakinan akan visi masyarakat yang bersih baik di organisasi lokal, keagamaan, asosiasi profesional maupun kelompok perdagangan dan orang bisnis. Para anggota jaringan tersebut menjadi sumber informasi bagi KPK. Diharapkan para anggota jaringan bersedia menjadi relawan bagi KPK, bahkan diharapkan kelompok-kelompok profesi ikut membantu jaringan pencegahan korupsi. Di setiap daerah, jaringan masyarakat ini diorganisi oleh komisi penasihat yang ditunjuk dari pemimpin kelompok oleh ketua pelaksana KPK. Komisi Independen juga dibentuk untuk mengawal dan mengawasi investigasi terhadap laporan-laporan korupsi. Setiap tahun ketiga komisi itu mengadakan pertemuan untuk membuat laporan, evaluasi, dan perkembangan strategi. Lalu menerbitkan laporan tahunan yang bisa diakses dan diperiksa oleh publik.

Page 195: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 188

Model lain pemberdayaan civil society ialah ikut mengontrol perencanaan anggaran belanja pemerintah daerah dan pelaksanaannya. Perhatian difokuskan pada alokasi anggaran, memperbaiki prosedur audit dan bagaimana membangun mekanisme untuk mengontrol serta menuntut akuntabilitas pejabat publik. Dengan hadirnya civil society dalam perencanaan anggaran, terbuka akses informasi tentang apa yang akan dilakukan pemerintah. Pada saat evaluasi pertanggungjawaban, meski wakil rakyat sudah melakukan pengawasan, tidak menuntut kemungkinan bahwa masyarakat menagih atau menuntut proyek-proyek yang tidak dilaksanakan dengan baik atau bila ada penyelewengan. Bentuk partisipasi pengawasan semacam ini mencegah terjadinya kolusi pemerintah dengan wakil rakyat.

Civil society diharapkan bisa memfokuskan pada pengadaan

barang/jasa publik. Terutama proyek-proyek besar pemerintah infrastruktur (jalan, jembatan, gedung, pabrik, universitas, instalasi listrik, telekomunikasi, universitas, sekolah dll), pembelian barang dan perlengkapan (transportasi, kebutuhan kantor, perlengkapan). Kalau dilihat sebagai bentuk kerja sama, sebetulnya partisipasi masyarakat semacam itu meningkatkan efektivitas kerja wakil rakyat dengan tidak membiarkan kedaulatan rakyat disita seluruhnya.

Siapa saja yang dilibatkan dalam kelima program

pembangunan etika publik ini? (i) LSM diharapkan akan menggerakkan program-program

tersebut berkat pengalaman, pengetahuan, dan organisasi yang sudah terstruktur. Sudah terbiasa dalam hal advokasi; jaringan yang luas dan komitmen yang jelas untuk pelayanan publik. Jadi kemampuan LSM untuk menjangkau beragam lapisan masyarakat, dan kuatnya bela rasa serta komitmen bisa membantu menggerakkan masyarakat. Kemampuan melihat masalah secara menyeluruh dan kemampuan menumbuhkan kepercayaan masyarakat sangat dibutuhkan.

Page 196: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 189

(ii) Lembaga-lembaga keagamaan harus melibatkan diri supaya pesan profetik mereka semakin berbobot karena didasarkan atas data dan pengalaman. Maka setiap organisasi keagamaan perlu mempunyai divisi khusus untuk pembangunan budaya etika dan pemberantasan korupsi. Letak kekuatan lembaga-lembaga agama ialah memiliki kapital sosial (jaringan dan pengikut) dan kapital simbolik (pengakuan sosial dan kepercayaan masyarakat) sehingga menjadi harapan kekuatan moral bisa terwujud. Keuntungan lembaga keagamaan adalah tidak langsung terkait dengan political society. Tujuannya bukan kekuasaan, tapi terwujud etika politik. Sebagai organisasi non politik, lembaga-lembaga keagamaan diharapkan lebih peduli pada pelayanan publik dan menjauhkan dari kepentingan kekuasaan atau mengadopsi politik partisan membela kelompok tertentu. Lalu fungsi pengawasan bukan hanya mengkritik dan mengingatkan, tetapi juga menyediakan modalitas pencegahan dengan terlibat mengawasi dan memverifikasi penyelenggaraan negara, dengan semboyannya: “Trust, but verify” (M.C. Munger, 2000)

(iii) Jaringan asosiasi-asosiasi profesi seperti akuntan, hukum, dokter, insinyur sipil, arsitek. Sumbangan kelompok-kelompok ini akan sangat berarti untuk analisa, investigasi, audit, evaluasi suatu proyek atau advokasi hukum. Sudah saatnya inisiatif ambil bagian dari para profesional ini untuk pelayanan masyarakat atau pemberdayaan civil society dengan ikut dalam pengawasan penyelenggaraan negara. Praktik pro bono (lengkapnya pro bono public artinya untuk kebaikan/kepentingan publik) sebaiknya mulai diterapkan untuk kaum profesional di Indonesia. Pro bono maksudnya ialah kerja sukarela dari kaum profesional yang tidak dibayar sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat. Bedanya dengan relawan biasa ialah Pro bono mengandalkan pada keahlian/profesi untuk memberi pelayanan cuma-cuma bagi mereka yang tidak bisa membayar, sebagai bentuk pangabdian masyarakat

Page 197: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 190

(sumber: The Free Encyclopedia). Mungkin salah satu caranya ialah dengan mulai memberlakukan jumlah jam bekerja Pro bono per bulan bagi profesional. Jumlah jam kerja ini dipakai sebagai salah satu syarat bagi seseorang untuk bisa menduduki jabatan, calon legislatif, atau jabatan-jabatan struktural lainnya baik pemerintah maupun swasta. kriterium Pro bono ini berfungsi mengingatkan bahwa jabatan publik dan profesi mengandung nilai etis atau kewajiban moral, yaitu sebagai panggilan untuk pengabdian masyarakat.

(iv) Organisasi-organisasi mahasiswa sangat dibutuhkan. Dari pengalaman, organisasi mahasiswa banyak berperan di dalam perubahan. Maka keterlibatan mereka di dalam pembangunan budaya etika dan pemberantasan korupsi ini selain memberi orientasi kegiatan mereka, juga sebagai bentuk penyadaran kepekaan etis. Dengan pelibatan organisasi mahasiswa ini, sejak awal keterlibatan dalam organisasi masyarakat, mereka sudah dibiasakan dengan tuntutan akuntabilitas dan transparansi. Dengan demikian, keterlibatan juga merupakan pelatihan kemudian untuk responsif terhadap kebutuhan publik. Demonstrasi atau mobilisasi massa pada saat tertentu perlu agar aspirasi didengarkan, tetapi bobot organisasi mahasiswa kelihatan di dalam sumbangan intelektual yang nyata. Kelima program di atas menjadi tantangan bagaimana organisasi mahasiswa responsif terhadap keprihatinan masyarakat dan situasi politik.

(v) Sebaiknya semua universitas memberikan pilihan, kalau perlu mewajibkan, kepada mahasiswa di semester akhir, dalam rangka KKN (Kuliah Kerja Nyata), untuk terlibat dalam program kegiatan pemberantasan korupsi dan pembangunan budaya etika ini. Supaya ada kesinambungan program, universitas harus mengorganisir dan membuat disain pokoknya untuk menempatkan mahasiswa sesuai dengan bidang kompetensi dan ketersediaan waktu mahasiswa, selain tugas resmi ini, perguruan tinggi perlu mendorong keterlibatan sukarela dari mahasiswa untuk

Page 198: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 191

ikut menunjang program pembangunan budaya etika dan pemberantasan korupsi, sebagai insentif, keterlibatan aktif itu memperoleh kredit SKS. Sebagai bagian dari pendidikan kewarganegaraan, praktik keterlibatan semacam itu sebaiknya bukan hanya berhenti untuk kelima program tersebut itu di atas, tetapi juga bentuk kerja relawan di bidang pengabdian masyarakat lainnya. Untuk pendidikan kewarganegaraan, bentuk-bentuk kerja sosial sukarela atau pengabdian masyarakat, baik bagi mahasiswa maupun pelajar SMU perlu diorganisir dan diintegrasikan kedalam kurikulum pendidikan karakter. Bentuk-bentuk kerja relawan lain bisa beragam: untuk kepentingan umum (bangunan publik, taman publik, lapangan, sekolah, hutan); demi pendidikan pluralitas (aktivitas lintas agama, rumah ibadah, kegiatan dialog, membantu kegiatan agama lain); untuk solidaritas dan peduli lingkungan: bekerja untuk orang miskin, rumah jompo, bencada alam, keanggotaan dalam kegiatan pramuka, olahraga, organisasi-organisasi kemasyarakatan.

(vi) Unsur pokok pengawasan dan perubahan yang utama adalah media. Media melalui penyebaran pesan dan pengungkapan kasus-kasus hasil penelitian atau investigasinya merupakan kekuatan tawar politik yang menentukan. Dampak sosial dalam membentuk opini publik dan mengungkap konflik kepentingan dan korupsi sangat besar.

Pendanaan kelima program pembangunan budaya etika

publik ini dicari dari berbagai sumber: (i) perusahaan swasta, organisasi atau kelompok/individu yang memiliki kepedulian untuk good governance dan integrasi publik. Perusahaan-perusahaan yang memegang etika bisnis juga berkepentingan terhadap akuntabilitas pemerintahan. (ii) sebagai dana Corporate Social Responsibility perusahaan-perusahaan itu sebaiknya secara tetap dialokasikan untuk pendanaan program pemberantasan korupsi dan pembangunan budaya etika dalam organisasi. (iii) donasi pribadi, iuran atau sumbangan sukarela; (iv) donasi perusahaan-

Page 199: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Etika Publik dalam Kebijakan Publik…. 192

perusahaan yang diberikan khusus untuk tujuan pemberantasan korupsi, atau bantuan finansial organisasi lain. Semua bantuan ini perlu mendapat insentif untuk pengurangan pajak; (v) lembaga-lembaga agama yang memperoleh dana, pemberian atau zakat penyisihan sebagian untuk program-program pembangunan budaya etika dalam organisasi dan pemberantasan korupsi; (vi) setiap siswa sekolah dan mahasiswa diminta memberi sumbangan Rp1000,-per bulan untuk memberantas korupsi. Tentu saja kalau ada yang mau membayar lebih akan sangat membantu. Cara pembayaran sumbangan ini supaya dipisahkan dari pembayaran-pembayaran yang lain. Tujuannya supaya selain sebagai bantuan finansial, juga merupakan bentuk penyadaran sosial akan mendesak masalah korupsi dan perlunya partisipasi nyata dalam pemberantasan korupsi daerah bertanggung jawab atas pengumpulan dan penggunaan dana tersebut.

Dengan melibatkan beragam kalangan masyarakat, kelompok

profesional terutama kaum muda (milenial) dalam menghadapi masalah-masalah sosial, pemberantasan korupsi, pengangguran, kemiskinan, bencana, sebelumnya membuat etika publik bukan lagi sekedar teori, tetapi sungguh suatu pengalaman dan perjumpaan dengan kebutuhan dan penderitaan liyan (orang lain). Etika bukan sekedar pemikiran, namun pengalaman. Pengamanan etika muncul dalam gerak kepedulian menuju ke yang lain, menuju alterias, yaitu kebaikan. Perjumpaan dengan liyan atau “penampakan wajah” (Levinas) merupakan bentuk hubungan yang yang ditandai kepedulian dan nirkepentingan. Hubungan ini menyapa seseorang untuk bertanggung jawab terhadap liyan, tanpa menuntut pihak lain melakukan yang sama. Tiadanya tuntutan timbal balik membuat hakikat hubungan bukan mengobjekkan atau dominasi. Pihak lain adalah mutlak lain, yang sama sekali lepas dari semua bentuk cukupan yang diukur dari diriku. Keterbatasanku mengingatkan bahwa fair bila mengobjekkan atau menamai liyan dengan mendasarkan pada identitas.

Page 200: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 193

Memahami kesengsaraan itu berarti membangun kedekatan dengan liyan itu sendiri. Wajah mengungkapkan kerentanan liyan (pihak lain) sebagai bentuk untuk menolong atau bertanggung jawab. Dengan menjawab ajakan liyan, yang rentan terhadap kekerasan ini, kesadaran ‘aku’ terusik tanpa harus mengandalkan pada keputusan subjek. Subjektivitas dan tanggung jawab adalah sinonim yang diwarnai oleh kekhasannya, yaitu tak ada kata diam menghadapi penderitaan liyan. Dengan menggugah ke arah tanggung jawab, orang lain (liyan) membangun dan memberi pembenaran kebesaranku. Resistensi liyan tidak membuat aku bereaksi dengan kekerasan. Resistensi liyan itu membentuk struktur yang positif karena mengundang kepedulian. Struktur positif itulah yang disebut etika. Maka hubungan etis tidak netral. Hubungan etika mau tidak mau mengusik kepedulian, artinya liyan berbicara sehingga “mendengarkan” hanya bisa dimengerti kalau itu merupakan jawaban terhadap rintihan penderitaan liyan (pihak lain).

Page 201: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Penutup…. 194

BAB VIII P E N U T U P

ahwa dalam fenomena yang lebih populer dikaitkan dengan perumusan suatu kebijakan publik yang pada intinya untuk kepentingan pemerintahan dan masyarakat, seyogyanya

dimulai dengan adanya suatu komulasi yang dilihat dari aspek perencanaan. Secara umum tugas pemerintahan yang meliputi penyelenggaraan pemerintahan umum, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik. Dalam hubungan penyusunan perencanaan pembangunan yang baik tentunya harus pula dilalui dengan suatu kebijakan atau perumusan formulasi yang baik, yang didukung dengan administrasi yang akurat, valid serta berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga kebijakan yang dirumuskan secara nyata dapat diimplementasikan secara baik dan benar terutama dari aspek program, pengelolaan dan pemanfaatan sumber dana/anggaran. Bahwa perencanaan adalah merupakan salah satu manajemen dalam mengawali suatu kegiatan yang dilakukan oleh instansi/kelembagaan yang erat kaitannya untuk mewujudkan suatu program yang telah ditetapkan dan menjadi komitmen yang telah disepakati dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan tanpa adanya suatu perencanaan yang baik tentu akan berdampak negatif dalam implementasinya bahkan akan menimbulkan kerugian baik waktu, dana/anggaran dan lainnya, karena itu setiap perencanaan yang disusun mutlak disertai dan dipersiapkan baik sumber dana/anggaran maupun sumber daya manusia yang relatif besar jumlahnya.

B

Page 202: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 195

Dapat dijadikan contoh bahwa di setiap negara melalui anggaran belanja yang begitu besar harus disediakan dari sumber pendapatan. Sebagaimana halnya Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri, secara nasional dibebankan dari uang rakyat antara lain melalui pembayaran kewajiban perpajakan dan sumber pendapatan lainnya, di samping sektor-sektor yang bersumber dari pembiayaan baik dalam negeri maupun luar negeri.

Oleh karena itu, kondisi seperti itu mau tidak mau, suka

tidak suka pemerintah melalui undang-undang pada setiap tahun anggaran mengalokasikan belanja pembangunan, dengan sistem anggaran dinamis dan berimbang yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk tingkat nasional dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) untuk Pemerintahan Desa.

Dalam menyusun suatu anggaran masing-masing lembaga

dalam hal ini untuk tingkat nasional oleh Lembaga Kementerian/ Badan (Satuan Kerja) dan Tingkat Daerah oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang masing-masing dikoordinir berdasarkan tugas pokok dan fungsinya oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPENAS) yang dapat masukan/usulan berupa rencana kerja Anggaran Pemerintah dan Satuan Kerja (SATKER) baik kementerian, non-kementerian dan lembaga-lembaga lainnya terkait sedangkan untuk di daerah Perencanaan Pembangunan di koordinir oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) untuk masing-masing tingkatan baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota, di mana dalam pelaksanaannya dilakukan untuk mendapatkan masukan-masukan, saran dari konsultan pembangunan yang memiliki keahlian, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lembaga-lembaga Penelitian termasuk di dalamnya dari Akademisi/Perguruan Tinggi.

Page 203: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Penutup…. 196

Dalam kaitan penyusunan perencanaan pembagunan, sebagaimana lazimnya sesuai dengan sistem perencanaan pembangunan nasional, dilaksanakan secara berjenjang melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG) yaitu dari MUSRENBANGDes, Kecamatan Kabupaten/Kota Provinsi, Regional dan Nasional.

Dalam penyusunan perencanaan pembangunan tersebut

membutuhkan pengeluaran biaya yang relatif besar. Oleh karena itu untuk menyusun perencanaan strategis dalam membuat program harus benar-benar mencermati kebutuhan dan aspirasi masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan pelayanan di sektor pembangunan.

Dalam hubungan penyusunan perencanaan pembangunan,

seyogyanya harus ada sosialisasi dan dilakukan penjaringan aspirasi masyarakat terhadap kebutuhan yang secara signifikan dapat ditampung dalam setiap penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja baik Ievel Nasional maupun Daerah.

Dalam kaitan ini disinyalir masih ada rencana pembangunan

yang bernilai strategis dan telah disusun oleh masing-masing kegiatan baik melalui MUSRENBANG, maupun pembahasan pada level Badan Anggaran Legislatif, sebagian besar dinilai tidak berbasis kebutuhan publik, rencana pembangunan ini pada prosesnya juga jarang sekali melibatkan partisipasi publik, dan setelah disusunpun tidak dilakukan sosialisasi yang merata, sehingga menyebabkan rencana-rencana pembangunan yang telah disusun dengan mengeluarkan biaya besar pada akhirnya tidak diperdulikan masyarakat, bahkan rencana-rencana pembangunan ini pada kenyataan materi atau isinya tidak selalu diketahui publik, sehingga apa yang dilakukan oleh Pemerintah melalui kegiatan Pembangunan menjadi kegiatan yang tidak diketahui dan dipahami oleh masyarakat.

Dalam implementasi perencanaan pembangunan, yang

pada dasarnya melaksanakan kebijakan-kebijakan publik sesuai

Page 204: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 197

dengan isi dan misi Pemerintah yang dijabarkan oleh Lembaga Kementerian, Non-Kementerian dan Badan lainnya serta Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Pemerintahan Desa, tidak jarang disinyalir penyalahgunaan kewenangan dan pemanfaatan anggaran yang terkadang tidak tepat sasaran dan adanya mark up yang terindikasi KKN (Kolusi Korupsi dan Nepotisme).

Dalam hubungan ini perlu secara mendasar dari aspek

fenomena kebijakan publik dalam perspektif administrasi publik yang berhubungan dengan sistem perencanaan pembangunan Nasional, maka melalui penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APB), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Provinsi) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), perlu secara mendalam pemahaman bahwa pada sisi Anggaran Pendapatan sebagaimana diketahui adalah sumber dana yang berasal dari rakyat (Publik), melalui pembayaraan kewajibannya kepada Negara/Daerah baik berupa Pajak maupun Pendapatan lain. Dari aspek tersebut menujukkan bahwa sumber-sumber yang berasal dari publik seyogyanya melalui suatu kebijakan untuk pemanfaatan dana tersebut yang difasilitasi dengan bentuk Anggaran Belanja tentu bagi Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran yang diberi tanggung jawab sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya baik di level Nasional (APBN) maupun level Daerah (APBD) Provinsi dan Kabupaten/Kota termasuk APBDes.

Dalam memaknai hal itu perlu adanya komitmen dan

kesadaran serta tanggung jawab dari semua pembuat kebijakan baik di level Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif beserta para stakeholder/pemangku kepentingan dan segenap jajaran dan lapisan masyarakat, mengingat secara filosofi bahwa dana Anggaran yang digunakan setiap tahun oleh Negara/Daerah yang bersumber dari rakyat maka perlu terminologi ditinjau dari Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dengan sebutan Anggaran Pendapatan dan Belanja Publik (APBP) Nasional dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Publik (APBP) untuk provinsi

Page 205: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Penutup…. 198

dan Kabupaten/Kota serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Publik (APBP) untuk Desa.

Melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja

Publilk diharapkan akan memberikan tanggung jawab moral dan material dalam setiap Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja tersebut akan lebih menjamin dilandasi dengan administratif pengelolaannya dengan baik dan benar, Akuntabel dan transparan, tertib, taat azas serta disiplin anggaran, penyusunan anggaran baik pendapatan maupun belanja dengan tetap berpedoman kepada undang-undang peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan-peraturan yang terkait lainnya.

Dengan demikian, secara monumental etika Kebijakan

Publik yang berhubungan dengan Etika Administrasi Publik maka dalam Perspeklif Penyelenggaraan Pemerintahan diharapkan akan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) dalam rangka pemerataan pembangunan terutama untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Page 206: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 199

DAFTAR PUSTAKA --------------------------------. 1990. Analisis Kebijaksanaan dari

Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Cetakan I, Edisi I, Jakarta, Bumi Aksara.

Adams, Brooks. 1913. The Theory of Social Revolutions. New York:

Macmillan Co. Alwi, Syafarudin., Afan Gaffar dan Budi Winarno. 1993, “Ekonomi

Politik Tata Niaga Cengkeh Hasil Produksi Dalam Negeri: 1980-1992”, dalam Berkala Penelitian Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Jilid 6, No. 2A (Mei).

Anderson, James. 1979. Public Policy Making, New York: Holt,

Rinehart and Winston. Atmosudirjo, Prajudi, 1997. Dasar-dasar Administrasi. Cetakan X.

Jakarta: Ghalia Indonesia. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional & Departemen Dalam

Negeri, Buku Pengaturan Pengamanan Program Pembangunan Daerah, Jakarta, 2002.

Barzelay, M. 1992. Breaking Through Bureaucracy: A New Vision

for Managing in Government. Berkeley and L.A: University of California Press.

Barzeley, Micheal, 1992. Breaking Through Bureaucracy. New

Vision for Managing in Government. Univercity of California Press. Barkeley USA.

Bourdieu, P. 1982. Ce que Parler Veut Dire. L’economi des

‘Echanges Linguistiques. Paris: Fayard.

Page 207: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Daftar Pustaka…. 200

Bourdieu, P. 1994. Raisons Pratique. Sur La Theorie de L’action. Paris: Seuil.

Bovaird, T. & Loffler, E. (ED). 2009. Public Management and

Governance. London: Routledge. Bowman, James S. 2010. Achieving Competencies in Public Services.

The Professional Edge. Second Edition. Armonk N.Y: M.E. Sharpe.

Baudrillard, Jean. 1981. Simulacres et Simulation. Paris: Galilee. Bromely, Daniel W. 1989. Economic Interest and Institutions, The

Conceptual Foundation of Public Policy. New York: Basic Blackwell. Inc.

Cahill, Lisa Sowle. Teleology, Utilitarianism and Christian Ethics, in:

Theological Studies. December 1981. Vol. 42, No. 4. Carr, Lowel J. 1954. Analytical Sociology, Social Situation, and

Social Problems. New York: Harper & Brothers Publishers. Cochran, Charles L dan Malone, Eloise F. 2005. Public Policy:

Perspectives and Choices. Colorado: Lynne Rienner. Considine, Mark. 1994. Public Policy: A Critical Approach. South

Melbourne: Macmillan. Cutlip, Scott M. 1957. Effective Public Relation. New York: Appleton

Century Crofts, Inc. Denhardt, J.V. and R.B. Denhardt. 2003. The New Public Service:

Serving Not Steering. Expanded Edition. New York: M.E. Sharpe.

Page 208: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 201

Dimock, Dimock. 1996. Public Administration (Administrasi Negara), Diterjemahkan oleh Husni Thamrin Pane, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Dimock, E Marshall, G.O. Dimock and L.W. Keoning. 1958. “Public

Administration”. New York: Holt, Rinehart and Winston. Dunn, William. 1999, Analisa Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gadjah

Mada Press. Dunsire, Andrew. 1973. Administration, The Word and The Science,

London: Martin Robertson & Company, Ltd. Dye, Thomas R. 1975, Understanding Public Policy, Second Edition.

Englewood Cliff, N.J: Prentice-Hall. Easton, David. A Systems Analysis of Political Life, dalam Anderson,

1979. E.N. Gladden. 1953. The Essentials of Public Administration.

London: Martin Robertson & Company, Ltd. Etzioni, Amitai. 1996, The Golden Role. Eyestone, Robert. 1971, The Threads of Policy: A Study in Policy

Leadership, Bobbs-Merril, Indianapolis. Frederickson, G. & Smith, K. 2003. The Public Administration

Primer. Boulder, Colo:Westview Press. Fukuyama, Francis. 1992, The End of Hostory and The Last Man. _______________. 1992, Trust; The Social Virtues and The Creation

of Prosperity, The Free Press. Giddens, Anthony. 2002, Jalan Ketiga Pembaharuan Demokrasi

Sosial, PT. Gramedia Pustaka Utama, Cetakan Keempat,

Page 209: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Daftar Pustaka…. 202

Jakarta, Terjemahan dari The Third Way The Renewal of Sosial Democracy, Blackwell Publisher Ltd., USA.

Gie, The Liang. 1978. “Unsur-unsur Administrasi, Suatu Kumpulan

Karangan. Yogyakarta: Karya Kencana. Golembiewski, R. 1995. Managing Diversity in Organization.

Tuscaloosa: University of Alabama Press. Gordon, I.J. Lewis and K. Young. 1997. Respectives on Policy

Analysis. Public Administration Bulletin, Vol 25. Hamdi, Muchlis. 2002. Bunga Rampai Pemerintahan. Jakarta:

Yarsif, Watampone. Haryatmoko. 2011. Etika Publik untuk Integritas Pejabat Publik dan

Politisi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Heidenmer, Arnold J., Hugh Heclo, dan Carolyn Teich Adams. 1975,

Comparative Public Policy: The Politics of Social Choice in Europe and America, New York: St. Martin’s Press.

Henry, N. 1988. Administrasi Negara dan Maaslah-masalah

Kenegaraan. Jakarta: Rajawali Pers. Hood, C. 1991. “A Public for All Seasons”. Public Administration,

Vol. 69: 3-9. Huntington, Samuel P. 1996, The Clash Of Civilizations And The

Remaking of Wordl Order. Huntington, Samuel P. 2001, The Third Wave: Democratization in

The Late Twentieth Century, from Julian J. Rothbaum Lectures 1989, Carl Albert Centre, University of Oklahoma, 1991, Terjemahan PT Pustaka Utama Grafiti, Cetakan Kedua.

Page 210: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 203

IASTP, 2004, Public Management International Institute, Funded by the Australian Government’s International Cooperation Program, Administered by AusAID.

Islamy. Irfan, 2001. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara.

Cetakan X, Jakarta; Bumi Aksara. Jhon A. Vieg. 1959 “The Growth of Public Administration”. Dalam

Fritz Morstein-Marx (Ed). Elements of Public Administration. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall.

Jones, Charles O. 1984. An Introduction to the Study of Public

Policy. Third Edition. Monterey: Books/Cole Publishing Company.

_______________. 1996. An Introduction to The Study of Public

Policy, Alih Bahasa Ricky Istanto, Raja Grafika Persada, Jakarta.

Kasim, Azhar. 1994. Tantangan terhadap Pembangunan

Administrasi Publik. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi Nomor 2/Vol 1/Maret 1996.

Kettl, D. 2000. Sharing Power: Public Governance and Private

Markets. Wahington, DC: The Brokings Institution. Kristiadi, J.B. 1994. Administrasi/Manajemen Pembangunan.

Jakarta; LAN-RI. Kristiadi, J.B. 1997. Dimensi Praktis Manajemen Pembangunan di

Indonesia, Jakarta: STIA LAN Press. Kuhn, T. 1970. The Structure of Scientific Revolutions. Chicago: The

University of Chicago Press.

Page 211: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Daftar Pustaka…. 204

Kupper, Adam & Kupper, Jessica, 2000, The Social Science Encyclopedia, (diterjemahkan: Haris Mundandar dkk) Raja Grafindo, Jakarta, Cetakan Kedua.

Lasswell, H.D. dan Kaplan A. 1970. Power and Society, New

Heaven; Yale University Press. Liddell, H.G. 1996. A Greek-English Lexicon. Oxford: Clarendon. Lindblom, Charles. 1986, Proses Penetapan Kebijakan Publik, Edisi

Kedua, Penerjemah Ardian Syamsudin, Jakarta: Airlangga. Loina, Lalolo Krina P. 2003, Indikator & Alat Ukur Prinsip

Akuntabilitas, Transparansi & Partisipasi, Sekretariat Good Public Governance, Bappenas, Jakarta.

Mazmanian, Daniel and Sebatier, Paul (eds). 1981. Efective Policy

Implementation. Lexington, Mass, D.C. Heath. McCormick, Richard. 1973. Ambiguity in Moral Choices.

Milwaukee: Marquette University Press. Mc Ray, Hamish. 1999, The World In 2020, Power Culture and

Property. Munger, Michael C. 2000. Analysing Policy Choices, Conflict and

Practices. New York: Norton. Naisbith, John., and Patricia Aburdene. 1996, Mega Trends 2000,

1990; dan Mega Tren Asia. Naisbith, John., dan Patricia Aburdene, 1990, Sepuluh Arah Baru

untuk Tahun 1990-an; Megatrends 2000, Terjemahan, Cetakan Pertama, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Nigro, F.A and Nigro, L.G. 1998. Modern Public Administration

(terjemahan). New York; Herper and Row Publisher.

Page 212: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 205

OECD. 2009, OECD Principles for Integrity in Public Procurements. Paris: OECD Publishing.

Ohmae, Kenichi. 1985, Editor a The Evolving Global Economy. _____________. 1995, The End of The Nation State. Osborne, David and Ted Gaebler. 1996, Reiventing Government

Mewirausahakan Birokrasi, Terjemahan Abdul Rosyid, Pustaka Binaman Presindo, Jakarta.

Osborne, Stephen P. 2010. The New Public Governance? Emerging

Persective on The Theory and Practice of Public Governance. London & New York: Routledge.

Pakpahan, Arlen T., www.forum-inovasi.or.id/jurnal/ Pfiffner, Jhon, M. & Presthus Robert V.1960. Public Administration.

New York: The Ronald Press Company. Price, Don. K. 1964. The Scientific Estate, Cambridge, Mass.:

Harvard University Press. Rahman, Abdul. 2004, Konsep dan Harapan dalam Pelaksanaan

Good Governance di Lingkungan Pemerintah, IASTP dan MENPAN, Jakarta.

Ramto, Bun Yamin. 1997. Inovasi Kebijakan Publik Sebagai Strategi

Menghadapi Dinamika Sosial dan Global, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Pemerintahan, FISIP-UNPAD 13 Desember 1997.

Ranney, Austin. (eds.), 1988. Political Science and Public Policy.

Chicago: Markham. Rawls, Jhon. 1971. A Theory Justice. England: The Belknap Press of

Harvard University Press.

Page 213: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Daftar Pustaka…. 206

Ricoeur, Paul. 1990. Soi-meme Comme un Autre. Paris: Esprit-Seuil. Ricoeur, Paul. 1991. Lectures 1. Autour du Politique. Paris: Esprit-

Seuil. Rose, Richard (ed.). 1969, Policy Making in Great Britain, London:

MacMillan. Rosenbloom, David H. 1986, Public Administration Understanding

Management, Politics, and Law in the Public Sector. New York: Random House Inc.

Sadarmayanti. 2003, Good Governance Kepemerintahan yang Baik

Dalam Rangka Otonomi Daerah, Bandung: CV. Mandar Maju. Salam, Dharma Setyawan. 2002, Manajemen Pemerintahan

Indonesia, Jakarta: Djambatan. Salisbury, Robert H. “The Analysis of Public Policy: a Search for

Theories and Roles” dalam Austin Ranney (eds.), 1988. Political Science and Public Policy. Chicago: Markham.

Setyoko, P. Israwan. 2011. Administrasi Negara dan Kebijakan

Publik; Mewujudkan Keadilan Sosial Melalui Proses Delibratif. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosialdan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman.

Siagian, Sondang P. 2008. Filsafat Administrasi. Jakarta: PT Gunung

Agung. Siagian, Sondang. P. 1995. Filsafat Administrasi, Gunung Agung,

Jakarta. Silalahi, Ulbert. 1992. Studi Tentang Ilmu Administrasi: Konsep

Teori dan Dimensi. CV. Sinar Baru, Bandung.

Page 214: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi Publik…. 207

Simon, Herbert A, Donal W. Smithburg & Victor A. Thompson. 1970. Public Administration. New York: Alfred A. Knopf.

Solichin Abdul Wahab, 2001. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi

ke Implementasi Kebijakan Negara. Cetakan II, Edisi II, Jakarta, Bumi Aksara.

Stillman II, R.J. 1991. Preface to Publik Administration: A Search for

Themes and Direction. New York, St. Martin’s Press. Sudarsono Hardjosoekarto. 1994. Perubahan Kelembagaan; Teori

Implikasi dan Kebijakan Publik. Jakarta; Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi Nomor I/Volume I/Maret.

Sudarsono, Juwono, 2002, dalam “Government by Amateurs”,

Kompas, 31 Desember 2002. Suradinata, Ermaya. 1994. Kebijaksanaan Pembangunan dan

Pelaksanaan Otonomi Daerah, (Perkembangan Teoridan Penerapan), Bandung: CV. Ramadhan.

Syafri, Wirman. 2012, Studi tentang Administrasi Publik, Jakarta:

Erlangga. Tamim, Feisal. 2003, Kebijakan Penataan Organisasi Perangkat

Daerah dalam Rangka Pengelolaan Pemerintahan yang Lebih Baik.

Thoha, Miftah. 1999. Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi

Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Thoha, Miftah. 2010. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Thompson, V.T. 1961. Modern Organization: A General Theory.

New York: Alfred A. Knopf.

Page 215: abdulkadir.blog.uma.ac.idabdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/... · i KATA PENGANTAR engan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, penulis

Daftar Pustaka…. 208

Tjokroamidjojo, Bintoro dan AR. Mustopadidjaja, 1997. Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan Perkembangan Teori dan Penerapan. LP3ES, Jakarta.

Tjokroamidjojo, Bintoro. 2001, Good Governance: Paradigma Baru

Ilmu Pemerintahan, ISBM, Jakarta. Utomo, Warsito. 1997. “Implementasi Desentralisasi dan Otonomi

Daerah Tingkat II Masa Orde Baru (Studi Kasus di Dati II Cilacap dan Dati II Kudus)”. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik. Volume 1, Nomor 2 (Juli).

Waldo, Dwight. 1996. Pengantar Study Public Administrations.

Jakarta: Bumi Aksara. Westra, Pariata. 1980. Aneka Sari Ilmu Administrasi. Yogyakarta:

Balai Pembinaan Administrasi Akademi dministrasi Negara. White, Leonard D. 1995. Introduction to the Study of Public

Administration. New York: MacMillan. Wilson, W. 1887. “The Study of Administration”. Political Science

Quarterly,2. Winarno, Budi. 1994, Kebijakan Publik di Brazil dan Kuba: Suatu

Analisa Komparasi, Laporan Penelitian pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

____________. 2003, Komparasi Organisasi Pedesaan dalam

Pembangunan: Indonesia vis-a-vis Taiwan, Thailand, dan Filipina. Yogyakarta: Media Pressindo.