hvb pada kehamilan

11
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan sebagai penyebab utama terjadinya kesakitan dan kematian, serta tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Virus Hepatitis B (VHB) dapat menyerang semua umur dan semua suku bangsa, bahkan dapat menimbulkan berbagai macam manifestasi klinis (Siregar, 2001). Hepatitis B adalah infeksi virus yang menyerang hati dan dapat menyebabkan penyakit hati akut maupun kronis (WHO, 2008). World Health Organization memperkirakan lebih 2 milyar penduduk dunia telah terinfeksi virus hepatitis B, dimana 378 juta atau 4,8% terinfeksi yang bersifat carier kronis dengan angka kematian 620,000 jiwa setiap tahun. Lebih dari 4,5 juta kasus infeksi baru virus hepatitis B terjadi setiap tahun, dan ¼ dari kejadian kasus tersebut berkembang menjadi penyakit hati sirosis hepatis dan karsinoma hepatoseluler primer (Franco et al., 2012). Penyakit hepatitis B saat ini sudah menjadi penyakit endemis di berberapa negara termasuk Indonesia. Angka prevalensi infeksi virus hepatitis B di Indonesia antara 3-20% (Fauzah, 1997). Hal ini berhubungan dengan penularan virus hepatitis B secara vertikal dari ibu dengan HBsAg positif kepada bayi yang dilahirkannya terjadi sebanyak 25-45%. Penularan secara horizontal terjadi pada anak sebanyak 25-50%. Anak terinfeksi sebelum usia 5 tahun dengan daya tular tertinggi pada usia 3-5 tahun 66,7%. Keadaan ini menjadi penting, semakin muda usia terinfeksi VHB maka efek carier kronis semakin menetap (Gunawan, 1991). Indonesia digolongkan ke dalam kelompok daerah endemisitas sedang sampai tinggi, dan termasuk negara yang sangat dihimbau oleh WHO untuk segera melaksanakan usaha pencegahan terhadap hepatitis B (Soejoenoes, 2001).

Upload: sukandranaarya

Post on 27-Sep-2015

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

HVB

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan sebagai penyebab

    utama terjadinya kesakitan dan kematian, serta tetap menjadi masalah kesehatan

    masyarakat di seluruh dunia. Virus Hepatitis B (VHB) dapat menyerang semua

    umur dan semua suku bangsa, bahkan dapat menimbulkan berbagai macam

    manifestasi klinis (Siregar, 2001). Hepatitis B adalah infeksi virus yang

    menyerang hati dan dapat menyebabkan penyakit hati akut maupun kronis (WHO,

    2008).

    World Health Organization memperkirakan lebih 2 milyar penduduk

    dunia telah terinfeksi virus hepatitis B, dimana 378 juta atau 4,8% terinfeksi yang

    bersifat carier kronis dengan angka kematian 620,000 jiwa setiap tahun. Lebih

    dari 4,5 juta kasus infeksi baru virus hepatitis B terjadi setiap tahun, dan dari

    kejadian kasus tersebut berkembang menjadi penyakit hati sirosis hepatis dan

    karsinoma hepatoseluler primer (Franco et al., 2012).

    Penyakit hepatitis B saat ini sudah menjadi penyakit endemis di berberapa

    negara termasuk Indonesia. Angka prevalensi infeksi virus hepatitis B di

    Indonesia antara 3-20% (Fauzah, 1997). Hal ini berhubungan dengan penularan

    virus hepatitis B secara vertikal dari ibu dengan HBsAg positif kepada bayi yang

    dilahirkannya terjadi sebanyak 25-45%.

    Penularan secara horizontal terjadi pada anak sebanyak 25-50%. Anak

    terinfeksi sebelum usia 5 tahun dengan daya tular tertinggi pada usia 3-5 tahun

    66,7%. Keadaan ini menjadi penting, semakin muda usia terinfeksi VHB maka

    efek carier kronis semakin menetap (Gunawan, 1991). Indonesia digolongkan ke

    dalam kelompok daerah endemisitas sedang sampai tinggi, dan termasuk negara

    yang sangat dihimbau oleh WHO untuk segera melaksanakan usaha pencegahan

    terhadap hepatitis B (Soejoenoes, 2001).

  • 2

    Jumlah kasus hepatitis B di Provinsi Jawa Tengah yang terlaporkan oleh

    kabupaten/kota dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan.

    Distribusi kasus hepatitis B dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini:

    Sumber: profil Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah Tahun 2012

    Gambar 1. Distribusi Kasus Hepatitis B Tahun 2008-2011 Provinsi Jawa

    Tengah

    Prevalensi hepatitis B di Kabupaten Magelang tidak diketahui secara pasti

    karena belum pernah dilakukan survei kasus hepatitis B dan survei serologi.

    Jumlah kasus hepatitis B terlaporkan di Kabupaten Magelang tahun 2011

    sebanyak 51 kasus dengan diagnosis HBsAg positif. Kejadian kematian akibat

    infeksi virus hepatitis B di Kabupaten Magelang termasuk 10 besar jumlah

    kematian di ruangan rawat inap rumah sakit yang terdiagnosis sirosis hepatis,

    (Dinkes Kab. Magelang dan Medical Record RSUD Muntilan, 2012).

    Data kesakitan dan kematian karena infeksi hepatitis B tersebut tidak

    menjelaskan apakah penyebabnya virus hepatitis B atau penyebab lainnya karena

    data di atas hanya bersumber dari data pelayanan sehingga jauh dari angka

    kejadian kasus yang sebenarnya.

    Upaya untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian pada

    bayi dan anak balita akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

    (PD3I), maka dilaksanakan program imunisasi rutin dan tambahan seperti

    imunisasi Hepatitis B.

    0

    50

    100

    150

    200

    2008 2009 2010 2011

    Hepatitis B 57 74 117 170

  • 3

    Cakupan imunisasi dasar hepatitis B di Kabupaten Magelang di atas 95%

    dan diharapkan terbentuknya respon imun yang optimal. Cakupan imunisasi

    hepatitis B dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini :

    Sumber: Laporan Cakupan Imunisasi Dinas Kesehatan Kab. Magelang

    Gambar 2. Cakupan Imunisasi Bayi Hepatitis B Tahun 2010-2012

    Kabupaten Magelang

    Risiko kronisitas hepatitis B jauh lebih besar apabila infeksi virus terjadi

    pada masa awal kehidupan dibandingkan bila infeksi pada usia dewasa. Infeksi

    virus hepatitis B pada masa bayi risiko kronisitas 90-95%, dimana 25-30%

    diantaranya berkembang menjadi sirosis hepatis atau karsinoma hepatoseluler.

    Umumnya infeksi virus hepatitis B tidak menampakkan gejala klinis

    (asimtomatik), sehingga sulit diketahui. Ini menyebabkan tingginya angka

    penyakit hati kronis dan keganasan hati pada orang dewasa (Dusheiko, 2007).

    Pencegahan primer dengan vaksinasi untuk meningkatkan kekebalan

    tubuh tetap menjadi kekuatan utama dalam pengendalian infeksi virus hepatitis B

    pada orang-orang yang rentan, memutus transmisi penularan dan mengobati

    infeksi kronis. Vaksinasi telah tersedia selama lebih dari dua dekade, karena

    risiko tinggi infeksi virus hepatitis B banyak Negara Asia telah mengadopsi

    vaksinasi massal sejak tahun 1980 (Marfin & Gubler, 2005).

    0102030405060708090

    100110

    2010 2011 2012

    HB 0-7 hr 98,7 94,4 95,9

    DPT/HB 1 103,1 99,4 98,5

    DPT/HB 3 102,5 99,2 99,4

    Cakupan Imunisasi

  • 4

    World Health Organization (WHO) pada tahun 1997 mengembangkan

    strategi upaya pengendalian efektif untuk menurunkan angka infeksi hepatitis B

    kronis melalui Expended Program Immunization (EPI). Hasilnya WHO

    merekomendasikan pemberian vaksin hepatitis B yang terintegrasi ke dalam

    program imunisasi nasional suatu negara.

    Indonesia secara nasional melaksanakan imunisasi massal hepatitis B pada

    tahun 1997. Awalnya diberikan 3 dosis dengan jadwal pemberian HB1 umur

    bayi 3 bulan, HB2 umur 4 bulan dan HB3 umur 9 bulan. Keadaan ini

    menggambarkan sebagian besar bayi lahir di rumah, biasanya baru dibawa ke

    puskesmas atau posyandu pada usia 2-3 bulan. Melihat jadwal di atas maka bayi

    tidak terlindung dari penularan hepatitis B secara vertikal. Sehingga hal ini

    menyebabkan carier pada anak-anak, serta tidak terlindungi dari penularan

    secara horizontal selama 2-3 bulan pertama usia bayi (Herawati, 1999).

    Pada tahun 2006 Departemen Kesehatan menginstruksikan pemakaian

    vaksin HB Uniject yang diberikan 0-7 hari setelah bayi lahir, guna memutus

    rantai penularan VHB dari ibu ke anak. Sedangkan introduksi vaksin DPT/HB

    dalam rangka meningkatkan cakupan imunisasi hepatitis B, difteri, pertusis dan

    tetanus secara nasional, mengurangi trauma suntikan berulang pada bayi serta

    upaya meningkatkan respon imun terhadap hepatitis B.

    Diharapkan hasilnya memberikan perlindungan jangka panjang karena

    penggabungan DPT/HB menyebabkan terjadinya kinetik respon pada hepatitis B

    (komponen pertusis yang ada didalam vaksin DPT bersifat sebagai adjuvant bagi

    hepatitis B (Depkes RI, 2009).

    Satu seri vaksinasi hepatitis B yang tepat dapat membentuk respon imun

    yang cukup 95% orang sehat. Pada umumnya respon vaksin terhadap bayi dan

    anak yang sehat sangat baik untuk menghasilkan titer antibodi yang tinggi

    walaupun dengan dosis yang lebih rendah dari orang dewasa (Depkes RI, 2009).

    Bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR)

  • 5

    kekebalan selular dan humoral dibandingkan dengan bayi berat lahir normal dan

    lahir cukup bulan 37 minggu (Saari, 2003).

    Peneltian yang sama Schillie & Murphy, (2013) dan Golebiowska et al.,

    (1999) menemukan bahwa bayi berat lahir rendah

  • 6

    Penelitian Floreani et al., (2004), menemukan bahwa perempuan

    memiliki respon imun bertahan lebih lama terhadap titer anti-HBs dibandingkan

    pada laki-laki.

    Dukungan nutrisi pada bayi dan anak sangat penting untuk pertumbuhan

    dan perkembangan seperti kenaikan berat badan pada 6 bulan pertama kehidupan

    yang mempengaruhi respon imun (Gad & Shah, 2007).

    Pada bayi berat lahir rendah akan terjadi pertumbuhan kejar (catch up)

    dalam 6 bulan pertama setelah lahir, setelah itu tidak akan terjadi lagi

    pertumbuhan kejar. Oleh karena itu usaha untuk mencapai pertumbuhan kejar

    yang optimal sebaiknya difokuskan pada periode 6 bulan pertama menurut

    Nestle, (1990) dalam (Sriyono, 1994).

    Keadaan gizi yang buruk menurunkan fungsi sel sistem imun seperti

    makrofag dan limfosit. Imunitas selular menurun dan imunitas humoral

    spesifiknya rendah, immunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen

    dengan baik karena terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan untuk

    sintesa antibodi. Kadar komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag

    berkurang akibatnya respon terhadap vaksin atau toxoid berkurang (Judarwanto,

    2009).

    Pengkuran respon imun dengan melihat titer antibodi berdasarkan ada

    tidaknya pembentukan antibodi dilakukan dengan 2 klasifikasi

  • 7

    927 bayi atau 4,4% dan tahun 2012 adalah 862 bayi atau 4,3%, hal ini secara

    substansial meningkatkan risiko infeksi penyakit kronis di masa dewasa

    kehidupan anak.

    Pengamatan setelah vaksinasi dasar hepatitis B diharapkan tingkat

    perlindungan di atas 95%, atau titer anti-HBs mencapai perlindungan optimal.

    Peneltian serologi pada anak setelah menerima vaksinasi dasar hepatitis B serta

    dalam rangka menilai dampak BBLR terhadap tanggap kebal vaksin hepatitis B

    perlu diamati.

    Untuk melihat tanggap kebal vaksin hepatitis B pada bayi berat lahir

    rendah dan bayi berat lahir normal, serta faktor yang mempengaruhi

    pembentukan respon imun vaksin hepatitis B penting dilakukan penelitian

    tentang tanggap kebal vaksin hepatitis B pada bayi berat lahir rendah dan bayi

    berat lahir normal setelah vaksinasi dasar hepatitis B di Kabupaten Magelang

    Provinsi Jawa Tengah.

    B. Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas :

    1. Transmisi VHB secara vertikal yaitu penularan dari ibu ke bayi pada masa

    perinatal terjadi 25-45%.

    2. Transmisi VHB secara horizontal yaitu penularan dari anak ke anak 25-50%

    terinfeksi sebelum usia 5 tahun.

    3. Daya tular tertinggi terjadi pada usia 3-5 tahun 66,7% keadaan ini menjadi

    penting semakin muda usia terinfeksi VHB maka risiko efek kronisitas

    semakin menetap.

    4. Melihat dan mengetahui penelitian terdahulu, setelah vaksinasi dasar hepatitis

    B pada bayi berat lahir rendah dan bayi berat lahir normal ada yang

    mempengaruhi, ada pula yang tidak mempengaruhi respon imun setelah

    vaksinasi hepatitis B.

    Untuk memutus rantai penularan infeksi VHB secara horizontal

    dibutuhkan tanggap kebal optimal melalui vaksinasi dasar hepatitis B pada

    anak umur 13-15 bulan, sehingga dalam penelitian ini dirumuskan

    permasalahan penelitian adalah:

  • 8

    Apakah tanggap kebal vaksin hepatitis B pada bayi berat lahir rendah

    sama dibandingkan bayi berat lahir normal setelah pemberian satu seri

    vaksinasi dasar hepatitis B?. Faktor apa saja yang berhubungan pembentukan

    tanggap kebal atau respon imun?.

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah:

    1. Tujuan Umum :

    Melihat bayi berat lahir rendah dan bayi berat lahir normal terhadap tanggap

    kebal setelah vaksinasi dasar hepatitis B dan faktor lain yang berhubungan

    terhadap pembentukan tanggap kebal.

    2. Tujuan Khusus :

    a. Melihat hubungan bayi berat lahir rendah dan bayi berat lahir normal

    terhadap tanggap kebal setelah vaksinasi dasar hepatitis B.

    b. Melihat hubungan jenis kelamin bayi berat lahir rendah dan bayi berat lahir

    normal terhadap tanggap kebal setelah vaksinasi dasar hepatitis B.

    c. Melihat hubungan umur kehamilan bayi berat lahir rendah dan bayi berat

    lahir normal terhadap tanggap kebal setelah vaksinasi dasar hepatitis B.

    d. Melihat hubungan berat badan 6 bulan pertama kehidupan pada bayi berat

    lahir rendah dan bayi berat lahir normal terhadap tanggap kebal setelah

    vaksinasi dasar hepatitis B.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat bagi Program Kesehatan

    Memberikan tambahan data Evidence Based Medicine (EBM) pada program

    imunisasi tentang tanggap kebal vaksin hepatitis B pada bayi berat lahir

    rendah dan bayi berat lahir normal setelah vaksinasi dasar hepatitis B dan

    potensi penyabab kegagalan pembentukan anti-HBs yang memadai, sebagai

    upaya dalam pencegahan dan perlindungan terhadap infeksi hepatitis B yang

    menjadi tujuan utama program imunisasi.

  • 9

    2. Manfaat bagi Masyarakat

    Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya

    mendapatkan upaya vaksinasi hepatitis B sebagai upaya perlindungan dan

    proteksi terhadap bahaya infeksi horizontal hepatitis B sehingga masyarakat

    dapat menjaga dan mempertahankan kesehatannya.

    3. Manfaat bagi Peneliti

    Sebagai tambahan pengetahuan, pengalaman dan memperkaya wawasan

    ilmiah serta sebagai salah satu cara untuk menerapkan dan mengaplikasikan

    ilmu dan teori yang didapat di bangku kuliah sekaligus wujud pengabdian

    kepada masyarakat.

    E. Keaslian penelitian

    1. Lau et al., (2000), penelitian ini tentang response of preterm infants to

    hepatitis B vaccine in Hongkong. Tujuan adalah membandingkan respon imun

    bayi prematur dengan berat lahir 2000 gram. Persamaan penelitian adalah

    mengukur respon imun dengan melihat titer anti-HBs dan usia kehamilan.

    Perbedaan penelitian terletak pada variabel independen yaitu berat lahir, umur

    vaksinasi, status HBsAg ibu, dan status HBsAg bayi. Subjek penelitian bayi

    prematur, desain penelitian crossectional. Hasil adalah respon imun bayi

    prematur yang diberi 3 dosis vaksin hepatitis B di mulai berat lahir 1000 gram,

    2000 gram lebih rendah dibandingkan dengan bayi berat lahir normal.

    2. Kim et al., (2013), penelitian tentang immunogenicity of hepatitis B vaccine in

    pretem infants in Philadelphia. Tujuan adalah menentukan respon imun

    vaksin hepatitis B pada bayi prematur ketika dosis pertama saat lahir dan

    vaksinasi ditunda sampai selesai perawatan di rumah sakit pada BBLR dan

    dosis ke 2, 3 umur 1 dan 6 bulan. Persamaan penelitian ini adalah mengukur

    titer anti-HBs dan umur kehamilan. Perbedaan terletak pada variabel

    penelitian yaitu berat lahir, nilai apsgar score, ras, penggunaan steroid, jumlah

    transfusi, dan infeksi bakteri sebelum inisiasi vaksinasi. Desain penelitian

  • 10

    crossectional. Hasil 87 bayi menyelesaikan penelitian dengan dosis pertama

    vaksin diberikan usia bayi rata-rata 5 minggu dengan barat lahir rata-rata

    2.203 gram. 90% atau 78 bayi menanggapi vaksin hepatitis B dengan titer

    antibodi anti-HBs 10 mIU/ml dan 10% atau 9 bayi seronegatif titer anti-HBs

    7 hari, dosis ke 2, 3 sesuai jadwal imunisasi rutin. Desain

    penelitian quasi eksperimental. Hasil titer anti-HBs seroprotektif pada anak

    yang telah menjalankan program imunisasi hepatitis B 3 dosis lengkap sebesar

    95,50%. Perlindungan vaksin hepatitis B bila disuntikan pada bayi umur 0-7

    hari sebesar 100%, bila disuntikan pada bayi umur >7 hari tingkat

    perlindungan sebesar 90,28%.

    4. Soares et al., (2002) penelitian tentang immunigenecity of hepatitis B vaccine

    in preterm and full term infants vaccinated within the first week of life. Tujuan

    penelitian adalah mengevaluasi dan membandingkan tingkat serokonversi

    pasca vaksinasi pada bayi lahir prematur dan bayi lahir cukup bulan di Brazil.

    Persamaan penelitian mengukur titer antibodi anti-HBs dan umur kehamilan

  • 11

    prematur. 98,2% atau 56 bayi cukup bulan menanggapi pada 3 dosis

    rekombinan vaksin hepatitis B. 77,4% atau 41 bayi prematur menanggapi

    vaksin hepatitis B atau serokonversi CI 95% 63,7-87,1, p = 0,001. Probabilitas

    dari setiap bayi menunjukkan serokonversi pada bayi cukup bulan adalah 16,4

    kali lebih besar serokonversi dari pada bayi prematur OR = 16,36 CI 95%

    2,04-35,75. Rerata titer anti-HBs signifikan lebih tinggi bayi cukup bulan

    537,5 mIU/ml dibandingkan bayi prematur 186,6 mIU/ml dengan p = 0,0001.

    Tidak ada korelasi antara titer anti-HBs dengan usia kehamilan r = 0,22, p =

    0,05 dan berat lahir r = 0,26, p = 0,07.

    5. Gad & Shah, (2007) penelitian tentang special immunization concideration of

    the preterm infants in Mariland. Tujuan penelitian adalah memberikan

    rekomendasi untuk imunisasi hepatitis B pada bayi prematur dengan berat

    2000

    gram atau sampai usia 2 bulan. Persamaan penelitian ini adalah melihat respon

    imun dengan mengukur anti-HBs dan berat badan 6 bulan pertama kehidupan.

    Perbedaan terletak pada subjek penelitian dengan bayi dengan berat badan

    sangat rendah dari 1500 gram,

    penggunaan steroid pada bulan-bulan pertama kehidupan. Desain penelitian

    adalah crossectional. Hasil tingkat respon imun protektif setelah 3 dosis

    vaksin meningkat dengan berat lahir bayi