hukum tentang perlindungan hak milikrepository.uir.ac.id/537/1/buku hak milik intelektual ed rev...

204
HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIK INTELEKTUAL Dalam Menghadapi Era Globalisasi Prof. Dr. H. Syafrinaldi, S.H., M.C.L. EDISI REVISI

Upload: buidat

Post on 06-Aug-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN

HAK MILIK INTELEKTUAL

Dalam Menghadapi Era Globalisasi

Prof. Dr. H. Syafrinaldi, S.H., M.C.L.

EDISI REVISI

Page 2: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang
Page 3: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN

HAK MILIK INTELEKTUAL

Dalam Menghadapi Era Globalisasi

Prof. Dr. H. Syafrinaldi, S.H., M.C.L.

UIR Press 2017

Page 4: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

Prof. Dr. H. Syafrinaldi, SH., MCL.

Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era Globalisasi

Hak Cipta © Pada Prof. Dr. H. Syafrinaldi, SH., MCL.

Sanksi Pidana :Pasal 113 ayat (1), (2). (3), & (4) Undang Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Cetakan Pertama Agustus 2001 Cetakan Kedua Juni 2003Cetakan Edisi Revisi Desember 2006 Cetakan Edisi Revisi Kedua Maret 2010 Cetakan Edisi Revisi Ketiga April 2017

Layout oleh SoeDESIGNDesain Cover oleh SoeDESIGNDicetak oleh Bina Karya [Bika] - JakartaISBN : 979-8885-40-6

Penerbit UIR PressJalan Kaharuddin Nst No. 113Pekanbaru, Riau 28284

[email protected]

Page 5: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

Karya ini kupersembahkan buat

Ibunda Hj. Nursiah dan Ayahanda (alm.)

Serta

Istriku Hj. Yusnidar

dan

Anak-Anakku Rani dan Rafi

Page 6: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang
Page 7: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

Kata Pengantar

Masalah hukum perlindungan Hak Milik Intelektual (HAMI) adalah sangat penting sekali, sehingga hal ini tidak saja menjadi urusan pemerintah semata melainkan juga sudah menjadi tanggungjawab kita semua. Apalagi hak milik intelektual tidak hanya bersinggungan dengan masalah nama dan kehormatan saja bagi si pencipta maupun bagi inventor dalam hal paten, tetapi juga sudah merupakan salah satu pintu gerbang untuk menghasilkan uang bagi kehidupan dia dan keluarganya.

Perkembangan ilmu dan teknologi (iptek) yang sangat cepat tidak hanya telah memberikan kemudahan bagi umat manusia dalam menyelesaikan pekerjaannya sehari-hari dalam berbagai segi kehidupan, tetapi sebaliknya juga telah mengancam sumber rezeki bagi si pencipta/inventor yang telah mengahasil berbagai karya cipta dan invensi sebagai hasil daya kreatifitasnya dalam mewujudkan mutu intelektualitasnya sebagai sumbangan untuk turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun ekonomi bangsa.

Berbagai praktek pelanggaran terhadap hak milik intelek-tual ini telah berlangsung sejak lama dan hingga kinipun masih saja terjadi bahkan dengan intensitas yang lebih tinggi. Apalagi kemajuan iptek turut memfasilitasi pelanggaran hak milik intelektual itu dengan berbagai cara seperti pembajakan buku, film dan rekaman lainnya melalui Disket, CD, VCD, DVD, LD dan lain-lain cara atau yang dikenal dengan istilah “Multi Media” yang

Page 8: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

viii

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

pada kenyataannya sangat sukar untuk dipantau. Celah-celah pelanggaran inilah yang seringkali dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang hendak meraup keuntungan besar dengan cara yang mudah dengan sedikit mengeluarkan biaya, tanpa memikirkan kerugian pihak lain, seperti si pencipta/inventor dan negara tentunya juga.

Buku ini mencoba untuk memberikan gambaran secara lengkap dan rinci tentang hukum yang mengatur tentang perlindungan HAMI mulai dari sejarahnya dari abad kuno hingga saat ini, juga menelaah keberadaan peraturan perundang-undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang HAMI. Disamping itu, buku ini juga mencoba untuk memberikan solusi atau jawaban tentang hukum perlindungan HAMI di masa mendatang.

Karena itu, menurut hemat penulis, buku ini sangat bermanfaat untuk dibaca dan ditelaah tidak hanya untuk tujuan ilmiah bagi mahasiswa dan dosen, tetapi juga bagi kalangan praktisi seperti pengusaha, pengacara dan para penegak hukum yang ingin mendalami hukum tentang perlindungan HAMI.

Dengan terbitnya buku ini, penulis menghaturkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis, sehingga buku ini terbit dihadapan para pembaca.

Penulis menyadari, bahwa buku ini masih sarat dengan kekurangan dan kelemahan. Saran dan kritik serta masukan yang berharga dari pembaca dengan segala kerendahan hati penulis senantiasa menadahkan tangan untuk menerimanya, sehingga menjadi masukan yang berharga kelak dalam penerbitan dimasa mendatang. Untuk itu penulis haturkan terimakasih. Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua. Amin!

Pekanbaru, Maret 2010Penulis,

Syafrinaldi

Page 9: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

Kata Pengantar Edisi Revisi

Dipenghujung tahun 2000 lalu Pemerintah Indonesia telah mensahkan empat paket Undang-undang baru dalam bidang Hak Milik Intelektual, yakni : UU tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Rahasia Dagang, Desain Industri dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Latar belakang dikeluarkannya keempat UU tersebut adalah sebagai konsekuensi dari ratifikasi yang dilakukan Indonesia terhadap Perjanjian mengenai World Trade Organization (WTO) dan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) dengan UU No. 7 Tahun 1994. Pasal 65 ayat (2) mewajibkan kepada developing countries untuk melengkapi legislasi nasionalnya yang sejiwa dengan ketentuan TRIPS sebelum tanggal jatuh tempo 1 Januari 2000.

Buku ini mencoba untuk memberikan gambaran secara lengkap dan rinci tentang hukum yang mengatur tentang perlindungan hak milik intelektual mulai dari sejarahnya dari abad kuno hingga saat ini, juga menelaah keberadaan peraturan peraturan perundang-undangan nasional serta juga hukum internaional dalam bidang hak milik intelektual. Disamping itu, buku ini juga mencoba untuk memberikan solusi atau jawaban tentang hukum perlindungan hak milik intelektual di masa datang.

Page 10: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

x

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Karena itu, menurut hemat penulis, buku ini sangat bermanfaat untuk dibaca dan ditelaah tidak hanya oleh untuk tujuan ilmiah bagi mahasiswa dan dosen, tetapi juga bagi kalangan praktisi seperti pengusaha, pengacara dan para penegak hukum yang inging mendalami hukum tentang perlindungan hak milik intelektual.

Dengan terbitnya buku ini dengan edisi ketiganya, penulis menghaturkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis, sehingga buku ini terbit dihadapan para pembaca.

Dibandingkan dengan edisi sebelumnya, edisi ketiga menyajikan berbagai perubahan dan penyesuaian mengenai ketentuan perundang-undangan yang baru.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih sarat dengan kekurangan dan kelemahan. Saran dan kritik serta masukan yang berharga dari pembaca dengan segala kerendahan hati penulis senantiasa menadahkan tangan untuk menerimanya, sehingga menjadi masukan yang berharga untuk penyempurnaan buku ini. Semoga buku ini bermanfaat untuk kita semua. Amin!

Pekanbaru, April 2017 Penulis,

Syafrinaldi

Page 11: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

Daftar Isi

Kata Pengantar .......................................................................................Kata Pengantar Edisi Revisi ..............................................................Daftar Tabel .............................................................................................Daftar Singkatan ....................................................................................

BAB I Sejarah Hak Milik Intelektual ...................................A. Abad Kuno Dan Pertengahan ...................................B. Masa Keistimewaan (Privileg) dan Hak Milik

Percetakan .......................................................................1) Jerman ..........................................................................2) Di Inggris .....................................................................3) Di Perancis..................................................................

C. Munculnya teori Hak Milik Intelektual ................D. Teori tentang Hak Kepribadian (Moral Right

atau Persönlichkeitsrecht) dan Hak atas Benda Tak Berwujud (Immaterialgüterrecht) ................

E. Pengaruh Hukum Internasional dalam Perkembangan Hak Milik Intelektual ...................

BAB II Istilah Hak Milik Intelektual ......................................A. Umum.................................................................................B. Keraguan Dengan Istilah Hak Milik

Intelektual ........................................................................C. Hakekat Yang Terkandung Dalam Hak Milik

Intelektual ........................................................................

viiix

xvxvii

11

23667

8

10

1313

14

15

Page 12: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

xii

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

D. Istilah Mana Yang Lebih Tepat : HAMI atau HAKI? .................................................................................

E. Pembagian HAMI Ke Dalam Dua Kelompok ...... 1) Hak Cipta Dan Hak-Hak Yang

Berdampingan .......................................................... 2) Hak Milik Industri ...................................................

BAB III Hak Milik Intelektual Di Indonesia ....................... A. Pengertian Benda Secara Umum ............................ B. Sejarah Hak Milik Intelektual Di Indonesia 1) Hak Cipta ..................................................................... 2) Paten ............................................................................. 3) Merek ............................................................................ 4) Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) ......... 5) Rahasia Dagang ........................................................ 6) Desain Industri ......................................................... 7) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu ................... C. Hubungan Antara UUD 1945 dengan HAMI ...... D. Letak Hak Milik Intelektual Dalam Kerangka

Hukum Positif Di Indonesia ...................................... E. Fungsi Sosial HAMI ......................................................

BAB IV Reformasi Hukum Di Bidang HAMI ....................... A. Umum................................................................................. B. Peraturan Perundang-undangan Dalam

Bidang HAMI ................................................................... 1) Undang-Undang tentang Hak Cipta ................. 2) Undang-Undang tentang Paten ......................... 3) Undang-Undang tentang Merek ........................

BAB V Hukum Perlindungan HAMI Di Era Globalisasi ...........................................................................

A. Menghadapi Milenium Ketiga .................................. 1) Menata Kembali Aturan Hukum HAMI .......... 2) Masyarakat Kurang Memahami HAMI ...........

1718

1819

2121222324262728282829

3132

3939

40405963

77777779

Page 13: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

xiii

Daftar Isi

3) Kelemahan Birokrasi Dan KurangProfesionalisme .......................................................

4) Mental Aparat Yang Korup ..................................B. Supremasi Hukum Harus Ditegakkan ..................C. Problema Penegak Hukum Program Komputer

Di Indonesia ....................................................................

BAB VI Perlindungan Hak Milik Intelektual Menurut Hukum Internasional .....................................................A. Umum.................................................................................B. Paris Convention 1883 ...............................................C. Berne Convention 1886 .............................................D. Universal Declaration of Human Rights 1948 ..E. World Intellectual Property Organization

(WIPO) 1967 ...................................................................F. Treaty on Intellectual Property in Respect of

Integrated Circuits (IPIC) 1989 ..............................G. Trademark Law Treaty 1994 ...................................H. TRIPS Agreement 1995 ..............................................

Daftar KepustakaanIndeksLampiran

808182

83

9191929497

98

100102103

115121127

Page 14: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang
Page 15: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

Daftar Tabel

Tabel 1 : Ciptaan Yang Dilindungi Menurut UUHC No. 6/1982 dan UU No. 7/1987 ..............................

Tabel 2 : Ciptaan Yang Dilindungi Menurut UUHC No. 7/1987 dan UU No. 12/1997 ............................

Tabel 3 : Ciptaan Yang Dilindungi Menurut UUHC No. 7/1987, No. 12/1997, dan 19/2002 .............

Tabel 4 : Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta Menurut UUHC No. 6/1982 .......................................

Tabel 5 : Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta Menurut UUHC No. 7/1987 .......................................

Tabel 6 : Jangka Waktu Perlindungan Hak CiptaMenurut UUHC No. 12/1997 ....................................

Tabel 7 : Jangka Waktu Perlindungan Hak CiptaMenurut UUHC No. 19/2002 ....................................

44

46

47

52

52

53

54

Page 16: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang
Page 17: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

Daftar Singkatan

Grundgesetz : Grundgesetz HAKI : Hak Atas Kekayaan IntelektualHKI : Hak Kekayaan IntelektualHAMI : Hak Milik IntelektualIPIC : Intellctual Property in Respect of Integrated

Circuits (Hak Milik Intelektual Yang Berkenaan Dengan Circuit Terpadu) 1989

LN : Lembaran Negara Republik IndonesiaNo. : NomorTLN : Tambahan Lembaran NegaraTLT : Trademark Law Treaty (Perjanjian Internasional

tentang Merek) 1994TRIPs : Trade Related Aspects of Intellectual Property

Rights (Aspek-Aspek Perdagangan Yang Berkaitan Dengan Hak Milik Intelektual)

UDHR : Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia) 1948

UU : Undang-UndangUUD : Undang-Undang DasarUUHC : Undang-Undang Hak CiptaWIPO : World Intellectual Property Organization (Organi-

sasi Dunia tentang Hak Milik Intelektual) 1967WTO : World Trade Organization (Organisasi Perdagangan

Dunia) 1994

Page 18: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang
Page 19: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

BAB ISejarah Hak Milik Intelektual

A. Abad Kuno dan Pertengahan

Sejarah hak milik intelektual sudah berlangsung lama sekali. Namun pengakuan masyarakat internasional terhadap hak milik yang berbeda dengan hak milik terhadap benda (barang) nyata (materielles Eigentum) belumlah lama. Lamanya proses pengakuan ini dikarenakan oleh faktor tidak sadarnya masyarakat pada waktu itu tentang sifat yang melekat pada hak milik intelektual itu, sebab mereka belum mengenal hak milik dalam bentuk lain, kecuali benda atau barang.

Hak milik intelektual dapat dibagi atas hak cipta, paten, merek, perlindungan varietas tanaman, rahasia dagang, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu. Pada abad kuno dan pertengahan (Altertum dan Mittelalter) hak cipta belum dikenal oleh masyarakat, sekalipun banyak karya cipta yang telah dihasilkan oleh manusia pada waktu itu. Karya cipta dianggap sebagai hal biasa yang eksistensinya tidak perlu dilindungi oleh peraturan perundang-undangan (Gesetz), karena mereka beranggapan, bahwa hak cipta tidak memiliki arti yang strategis dalam kehidupan manusia, seperti rumah, tanah atau benda lainnya.

Page 20: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

2

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Adalah „Corpus Juris“1 yang menyadari kehadiran hak milik baru yang merupakan ciptaan dalam bentuk tulisan atau lukisan diatas kertas. Namun pandangan itu belum sampai kepada pembedaan antara benda nyata (materielles Eigentum) dan benda tak nyata (immaterielles Eigentum) yang merupakan produk kreasi intelek-tualitas manusia. Istilah immaterielles Eigentum inilah yang sekarang disebut dengan hak milik intelektual (HAMI) atau hak atas kekayaan inteletual (HAKI) atau hak kekayaan intelektual (HKI) yang merupakan terjemahan dari kata asing „geistiges Eigentum“, atau „intellectual property right“.

Pada abad pertengahan, fenomena penguasaan sesuka hati terhadap hak cipta oleh publik semakin meningkat, karena pada waktu itu orang dapat dengan sesuka hatinya memperbanyak ciptaan orang lain dan memperjualbelikannya, sehingga fenomena itu melahirkan teori tentang hak milik percetakan (Verlagseigentumslehre). Jadi, pada masa ini karya cipta manusia itu masih dianggap sebagai penjelmaan dari ciptaan Tuhan, sehingga kehadirannya di tengah-tengah masyarakat dianggap sebagai karya cipta yang tidak bertuan atau „anonym“.

B. Masa Keistimewaan (Privileg) dan Hak Milik Percetakan

Yang dimaksud dengan masa hak keistimewaan atau Privileg adalah dimana hak untuk memperbanyak suatu karya cipta diberikan kepada percetakan/penerbit. Artinya, percetakan mendapat hak istimewa (Privileg) untuk memperbanyak dan menjual hasil ciptaan seseorang. Yang berhak memberikan Hak istimewa itu adalah raja atau penguasa.

Era Privileg ini telah dimulai sejak ditemukannya cetakan buku di Gutenberg sekitar tahun 1445 dan Kupfertich serta seni pahat kayu (Holzschneidekunst). Dari sini muncul teori tentang larangan untuk mencetak ulang suatu buku, kecuali diperolehnya 1 Institutiones II.1.33; Digesta XLI.1.9.1; Gieseke, Die geschichtliche Entwicklung

des deutschen Urheberrechts, 1957, hal. 3.

Page 21: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

3

Bab 1 : Sejarah Hak Milik Intelektual

privilege (izin) untuk melakukan cetak ulang. Pemberian privileg pada prinsipnya dimaksudkan untuk memerangi kejahatan pembajakan buku yang biasa dilakukan dengan cara mencetak ulang buku tersebut dalam jumlah besar dan secara ilegal. Privileg pertama diberikan oleh kota Venesia (Itali) kepada Johan von Speyer pada tahun 1469 untuk jangka waktu 5 tahun. Ini merupakan teori awal yang menunjukkan, bahwa hak milik intelektual itu dibatasi oleh waktu. Anehnya Privileg yang diterima Johan von Speyer bukan dimaksudkan sebagai suatu perlindungan hukum terhadap karya-karya sastra, melainkan perlindungan terhadap suatu proses baru, yakni seni dari suatu cetakan buku (Buchdruckkunst).

Dengan ketentuan Basler tahun 1531 barulah pemberian Privileg dimaksudkan untuk perlindungan hukum terhadap karya cipta berupa buku. Pada prinsipnya, perlindungan hukum yang diberikan pada karya cipta pada masa itu sangatlah jauh berbeda dengan perlindungan serupa yang dikenal pada masa kini. Dulu, yang diberikan perlindungan itu adalah buku (cetakan) dalam pengertian benda, sedangkan yang dilindungi sekarang ini adalah bukan bukunya itu dalam pengertian yang (konkret), melainkan isi dari buku itu yang merupakan hasil dari karya intelektual manusia.

Pada masa ini, teori tentang Privileg berkembang pesat di negara-negara Eropa, seperti di Jerman, Inggris dan Perancis.

1) Di Jerman

Di negara Jerman, pemberian suatu Privileg pada waktu itu erat kaitannya dengan hal sensor (Zensur) yang dilakukan oleh para raja atau para penasehat spiritual raja dengan untuk maksud melindungi buku-buku cetakan. Komisaris buku-buku yang dibentuk oleh kerajaan pada tahun 1579 di Frankfurt am Main dan di Leizig mempunyai arti khusus dalam sejarah privileg di Jerman, karena kedua kota tersebut menjadi pusat perdagangan buku dan tempat pameran buku-buku pada masa itu2. 2 Ulmer, Urheber- und Verlagsrecht, 1980, hal. 52; bandingkan Hilty, Das Basler

Page 22: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

4

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Ajaran tentang hak milik percetakan di Jerman berkembang pesat dengan dibuatnya ketentuan-ketentuan tentang pencetakan buku (Buchdrucker-ordnungen) di Frankfurt am Main tahun 1588, 1598 dan 1660, juga di Nürnberg tahun 1673. Untuk pertama kali melalui sebuah Keputusan Federal (Bundesbeschluß) pada tahun 1835 menyatakan pelarangan terhadap perbanyakan karya cipta di dalam teritorial Federal Jerman dan sekaligus juga memberikan perlindungan hukum terhadap karya cipta dimaksud. Melalui Keputusan Parlemen (Beschluß des Bundestags) tanggal 31 Oktober 1837 perlindungan hukum terhadap hak cipta dibatasi sampai 10 tahun p.m.a. (post mortem auctoris) atau setelah si pencipta meninggal. Jangka waktu perlindungan hak cipta ini kemudian diperpanjang menjadi 30 tahun p.m.a. dengan Beschluß tahun 1845.

Pada tanggal 11 Juli 1847 untuk pertama kalinya Preußen Jerman memiliki undang-undang hak cipta di bidang ilmu pengetahuan dan seni yang relatif modern sifatnya. Menurut undang-undang ini, pelanggaran terhadap larangan perbanyakan merupakan perbuatan yang dapat dipidana. Masalah pemidanaan terhadap pembaja-kan karya cipta ini sebenarnya telah diajarkan oleh Fries dalam bukunya “Philosophische Rechtslehre” pada tahun 18033. Perpanjangan jangka waktu perlindungan hak cipta kembali dilakukan pada tahun 1934 menjadi 50 tahun p.m.a. Tindakan untuk memperpanjang masa perlindungan hak cipta ini dilatar belakangi oleh Artikel 7 ayat 1 Konvensi Bern tahun 1886 yang memberikan perlindungan bagi hak cipta sampai 50 tahun p.m.a. Dengan Urhebergesetz (UU Hak Cipta) tahun 1965 Pasal 64 memberikan perlindungan hukum kepada hak cipta selama 70 tahun p.m.a.

Nachdrucksverbot von 1531 im Lichte der gegenwärtigen Entwicklungen des Urheberrechts, dalam Dittrich (Ed.), Die Notwendigkeit des Urheber-rechtsschutzes im Lichte seiner Geschichte, Österreiche Schriftenreihe zum gewerblichen Rechtsschutz, Urheber- und Medienrecht (ÖSGRUM), Jilid sembilan, 1991, hal. 25.

3 Hal. 120.

Page 23: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

5

Bab 1 : Sejarah Hak Milik Intelektual

Perkembangan selanjutnya semakin memperlihatkan keseriusan Jerman dalam mencermati hak cipta. Ini bisa dilihat pada tahun 1876 dihasilkan 3 undang-undang:1. Undang-undang Hak Cipta tentang Karya Seni (Das Gesetz

betreffend das Urheberrecht an Werken der bildenden Künste) tanggal 9 Januari 1876;

2. Undang-undang tentang Perlindungan Fotografi terhadap Reproduksi Secara Ilegal (Das Gesetz betreffend den Schutz der Photographien gegen unbefugte Nachbil-dung) tanggal 10 Januari 1876;

3. Undang-undang Hak Cipta tentang Muster dan Model (Geschmacksmustergesetz) tanggal 11 Januari 1876. Undang-undang ini hingga kini masih tetap berlaku seba-gai hukum positif di Jerman.

Melalui Rechtsreform di bidang hak milik intelektual, pada tanggal 9 September 1965 Parlemen Jerman (Bundestag) mengundangkan Urhebergesetz (UUHC) yang berlaku hingga saat ini. Untuk mengikuti tuntutan kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), Urhebergesetz 1965 mengalami beberapa kali amandement pada tahun 1987 dan tahun 1994. Disamping UUHC, Jerman juga memi-liki undang-undang tentang Paten (Patentgesetz) sejak tanggal 16 Desember 1980, undang-undang tentang Merek (Markengesetz) tanggal 25 Oktober 1994. Untuk lebih memperkuat perlindungan hukum kepada hak milik intelektual terhadap segala bentuk pelanggaran, pada tanggal 7 Maret 1990 Parlemen Jerman (Bundestag) telah menyetujui sebuah undang-undang tentang Memperkuat Perlindungan Hak Milik Intelektual dan Memerangi tindakan pembajakan (das Gesetz zur Stärkung des Schutzes des geistigen Eigentums und zur Bekämpfung der Produktpiraterie). Undang-undang ini dimaksudkan untuk mengantisipasi pelanggaran atas hak milik intelektual yang dila-kukan dengan menggunakan teknologi canggih di bidang informasi dan teleko-munikasi, seperti melalui internet, perbanyakan melalui Disket, CD, VCD, LCD, dan lain-lain.

Page 24: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

6

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

2) Di Inggris

Di Inggris teori tentang hak milik percetakan berkembang menurut “company of stationers”, yang maksudnya adalah hanya si pemilik percetakan yang memiliki hak untuk mencetak yang disebut dengan “owner of the copy”. Pada prinsipnya, tidak ada perbedaan antara Copyright System dengan Privilegiensystem, karena keduanya sama-sama melarang pencetakan ulang buku yang dilakukan secara ilegal atau istilah yang populer sekarang ini adalah pembajakan buku.

Inggris merupakan negara pertama di muka bumi ini memiliki undang-undang hak cipta yang disebut dengan Act of 1709 yang dikeluarkan pada masa kerajaan Ratu Anne. Menurut Act ini si pencipta mempunyai hak penuh dan terbatas untuk memperbanyak ciptaannya. Hak cipta ini berlangsung selama 14 tahun, tapi dapat diperpanjang apabila si autor masih hidup (the author af any book...and his assignee...shall have the sole liberty for the printing and reprinting such book for the term of fourteen years)4. Barulah sejak tahun 1959 ketentuan perundang-undangan hak cipta di Inggris memberikan perlindungan hak cipta selama 50 tahun setelah si pencipta meninggal.

3) Di Perancis

Semasa revolusi Perancis yang sangat terkenal itu, pada tanggal 7 Januari 1791 telah dilahirkan undang-undang pertama tentang hak milik intelektual yang disebut dengan: “propriété littéraire et artistique”. Pada tanggal 19 Juli 1793 diundangkan lagi ketentuan tentang perlindungan atas hak milik pencipta atas karya kesusasteraan, musik dan seni. Menurut ketentuan ini, jangka waktu perlindungan hak cipta berlaku selama hidup si pencipta dan 10 tahun setelah si pencipta meninggal.

Melalui Ordonansi Napoleon (Napoleonische Ordonanz) tanggal 8 Juni 1806 karya-karya seni seperti drama juga mendapat perlindungan hukum sebagai hak cipta. Tahun 1866 jangka waktu 4 Act of 1709 ini dicetak ulang dalam buku Kohler, Urheberrecht an Schriftwerken

und Verlagsrecht, 1907, hal. 847 dstnya.

Page 25: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

7

Bab 1 : Sejarah Hak Milik Intelektual

perlindungan hak cipta di Perancis diperpanjang menjadi 50 tahun setelah si pencipta meninggal. Setelah lampau waktu itu hak cipta menjadi domaine publique, artinya setiap orang bebas menggunakan hak cipta tersebut dengan sesuka hatinya, seperti memperbanyak, tetapi tetap harus menjaga dan memelihara droit moral si pencipta yang bersifat abadi itu.

C. Munculnya Teori Hak Milik IntelektualMunculnya istilah hak milik intelektual (HAMI) atau yang

dikenal dalam bahasa asing “geistiges Eigentum” (Jerman), atau intellectual property right (Inggris), atau intelectuele propriété (Perancis) sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke5 tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia itu lahir. Jadi benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualias manusia6.

Sehubungan dengan munculnya ajaran baru tentang hak milik intelektual, I. Kant dalam bukunya “Von der Unrechtmäßigkeit des Büchernachdrucks” tahun 1785 menekankan, bahwa si pencipta (Autor) memiliki hak yang tidak bisa dilihat atas karyanya, yang oleh Kant hak itu disebut dengan “ius personalissimus”, yaitu hak yang lahir dari dalam dirinya sendiri (hak kepribadian).

Sementara itu filsuf lain, seperti Fichte7 mengutarakan, bahwa seorang autor mempunyai hak atas suatu karya intelektualitasnya. Fichte lalu membedakan antara buku yang merupakan hasil karya dalam bentuk cetakan dengan isi dari buku itu sendiri (tulisannya). Dengan pembedaan ini eksistensi 5 Locke, Two Treatises of Government, edited and introduced by Peter Laslett,

1988, hal. 285 dst.nya.6 Hubmann, Geistiges Eigentum, dalam Bettermann/ Nipperdey/ Scheuner, Die

Grundrechte, Handbuch der Theorie und Praxis der Grundrechte, Jilid IV, hal. 8.7 Fichte, Beweis der Unrechtmäßigkeit des Büchernachdrucks, dalam Berliner

Zeitschrift, Jilid ke 21, 1793, hal. 443 dst.nya.; karya Fichte ini dicetak ulang dalam UFITA Jilid 106/ 1987, hal. 155 dstnya.

Page 26: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

8

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

ajaran “geistiges Eigentum” di Jerman semakin kokoh di kalangan masyarakat hukum. Hegel8 juga membedakan benda dalam dua bentuk: benda nyata (Sacheigentum) dan produksi intelektualitas manusia (geistige Produktion).

Seorang Jurist Jerman yang bernama, Klostermann, pada tahun 1869 untuk pertama kalinya memakai istilah hak milik intelektual (geistiges Eigentum) dalam karya yang berjudul: “Das geistige Eigentum an Schriftwerken, Kunstwerken und Erfindungen nach preußischem und internationalem Recht”, jilid 1. Karya Klostermann ini akhirnya memberikan sumbangan yang sangat berarti untuk lahirnya peraturan perundangan dalam bidang hak cipta dan design industeri di norddeutschen Bundes dan Jerman Raya (Deutsches Reich). Pada tahun 1878 karya Klostermann ini mengalami perbaikan dan penyempurnaan dan terbit dengan judul yang baru: “Das Urheberrecht an Schriftwerken, Abbildungen, musikalischen Kompo-sitionen und dramatischen Werken”. Karya Klostermann yang lain adalah: “Das Urheberrecht an Schrift- und Kunstwerken, Abbildungen, Kompositionen, Photographien, Mustern und Modellen”, juga “Die Patent-gesetzgebung aller Länder nebst den Gesetzen über Musterschutz und Markenschutz”. Setahun kemudian tahun 1877 muncul lagi karya dalam bidang paten: “Das Patentgesetz für das Deutsche Reich”. Bertitik tolak dari karya Klostermann ini, maka pengertian dari istilah “hak milik intelektual” (geistiges Eigentum) mencakup tidak hanya hak cipta saja, melainkan juga paten, paten sederhana, merek, disain industri dan tata letak sirkuit terpadu.

D. Teori tentang Hak Kepribadian (Moral Right or Persönlichkeitsrecht) dan Hak atas Benda Tak Berwujud (Immaterial-güterrecht)

Pada hak milik intelektual sesungguhnya terkandung dua sisi: hak kepribadian dan hak yang bersifat material (ekonomis). 8 Hegel, Vorlesungen über Rechtsphilosophie 1811-1831, Edition and Kommentar

von Ilting, Karl-Heinz, Jilid 3, 1974, §§ 68, 69.

Page 27: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

9

Bab 1 : Sejarah Hak Milik Intelektual

Pandangan kedua sisi ini pula yang melahirkan dua teori yang cukup tersohor dalam perkembangan hak milik intelektual sampai pada hari ini. Pandangan pertama mengatakan, bahwa pada hak milik intelektual itu terdapat kedua aspek itu yang merupakan satu kesatuan. Tetapi diatara kedua aspek itu, aspek kepribadian lebih dominan, dimana terjalinnya hubungan yang erat antara si pencipta dengan ciptaannya. Teori inilah yang dikenal dengan Monistism Theory (teori Monistisme) yang dipelopori oleh Bluntschi9 dan kemudian dikembangkan oleh Gierke10. Teori ini, seperti dikemukakan oleh Gierke, lebih jauh menjelaskan, bahwa sebuah karya cipta adalah merupakan hasil/ produk dari intelektualitas manusia, sehingga menimbulkan hubungan yang sangat erat antara karya cipta dengan si penciptanya (autor). Jadi, teori ini menempatkan sifat kepribadian dari si penciptanya sebagai hal yang “primair” dan menempatkan sifat ekonomisnya sebagai hal yang “sekundair”. Dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa kepentingan kepribadian si pencipta lebih ditonjolkan daripada kepentingan ekonomisnya. Sehingga, jika saja si penciptanya sudah meninggal, namun ahli warisnya masih tetap pempunyai hak untuk mempertahankan kepentingan kepribadian si penciptanya. Kepentingan si pencipta itu bersifat abadi dan kekal (forever), sedangkan kepentingan ekonomis si pencipta itu terbatas dengan waktu, seperti untuk hak cipta dibatasi sampai 50 (lima puluh) tahun p.m.a.

Pandangan kedua yang dikenal dengan teori Dualistism (teori Dualistisme) mengatakan, bahwa antara sisi kepribadian dan ekonomis itu merupakan dua hal yang terpisah satu sama lainnya. Hak cipta merupakan hak yang didalamnya terkandung nilai ekonomi semata. Teori ini dipelopori oleh ahli hukum terkenal dari Jerman, Josef Kohler dengan teorinya yang terkenal dengan “Immaterialgüterrecht”. Kohler menjelaskan, bahwa 9 Bluntschi, Deutsches Privatrecht, 1864, hal. 15; bandingkan juga Rehbinder,

Johan Caspar Bluntschi Beitrag zur Theorie des Urheberrechts, dalam UFITA Jilid 123/ 1993, hal. 29 dstnya.

10 Gierke, Deutsches Privatrecht, 1895 Band 1, edisi cetakan ulang tahun 1936, hal. 748 dstnya.

Page 28: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

10

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

adanya hubungan yang sangat istimewa antara orang (autor) dengan benda tak berwujud (immateriales Gut). Jadi, menurut Kohler, aspek ekonomis dari hak milik intelektual lebih menonjol dari aspek kepribadiannya.

Dari kedua teori diatas melahirkan teori ketiga yang pada prinsipnya merupakan penyempurnaan dari pandangan yang pertama, sehingga teori ini disebut dengan the modern monistism theory (teori monistisme moderen). Menurut teori ini, antara aspek kepribadian dan ekonomi dari hak milik intelektual itu merupakan satu kesatuan yang utuh. Keduanya sama-sama mendapat perlindungan hukum dari hukum positif, baik oleh hukum internasional maupun oleh hukum negara-negara nasional. Teori ini di Jerman dipelopori oleh Jurist abad ke 20, seperti Ulmer11, Schricker12, dll. Dalam Urhebergesetz tahun 1965 (UUHC Jerman) Pasal 11 secara jelas menganut teori yang terakhir ini. Begitu juga dengan UU Hak Cipta No. 6 tahun 1982 juga menganut paham yang ketiga ini.

E. Pengaruh Hukum Internasional Dalam Perkembangan Hak Milik Intelektual

Peranan hukum internasional, baik perjanjian bilateral maupun multilateral, dalam perkembangan hukum tentang perlindungan hak milik intelektual tidak bisa dipungkiri. Hal ini bisa dilihat dari berbagai perjanjian bilateral yang diadakan oleh negara-negara atau negara dengan kota pada waktu itu dengan tujuan melindungi hak milik intelektual seperti hak cipta. Misalnya saja, perjanjian Preußen (Jerman pada waktu itu) dengan kerajaan Inggris pada tanggal 13 Mei 1846 dan 14 Juni 1855. Perjanjian antara kota Hannover (di Jerman) dengan kerajaan Inggris tanggal 4 Agustus 1847 dan antara kota Hamburg dengan kerajaan Inggris tanggal 16 Agustus 1853.

11 Lihat Fn. No. 1.12 Schricker, Urheberrecht: Kommentar, 1987.

Page 29: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

11

Bab 1 : Sejarah Hak Milik Intelektual

Pada tingkat perjanjian multilateral, pada tanggal 20 Maret 1883 telah ditandatangani Konvensi Paris13 tentang Perlindungan Hak Milik Perindustrian (Paris Convention for the Protection of Industrial Property) dan tiga tahun kemudian, tanggal 9 September 1886 disepakati sebuah perjanjian internasional tentang Perlindungan terhadap Karya Kesusasteraan dan Seni (Berne Convention on the Protection of Literary and Artistic Works)14. Sepuluh negara yang sepakat pada waktu itu ialah: Belgia, Jerman, Perancis, Inggris, Itali, Luxemburg, Monako, Swiss, Spanyol dan Tunisia. Perjanjian Bern merupakan tonggak sejarah penting dalam hukum internasional untuk memberikan perlindungan hukum atas hak milik intelektual, khususnya hak cipta, sedangkan perjanjian Paris untuk bidang Hak Milik Perindutrian, seperti Paten dan Merek. Perjanjian Bern telah beberapa kali mengalami perbaikan dan penyempurnaan, yaitu pada tanggal 13 Nopember 1908 dan tanggal 20 Maret 1914 di Berlin, tanggal 2 Juni 1928 di Roma, tanggal 26 Juni 1948 di Brussel, tanggal 14 Juli 1967 di Stockohlm dan di Paris tanggal 24 Juli 1971. Indonesia sejak 5 Juni 1997 telah meratifikasi perjanjian Bern dan dengan demikian terikat dengan hukum internasional tersebut.

Setelah ditandantanganinya perjanjian Paris dan Bern, beberapa perjanjian internasional lainnya pun mengikuti langkah sepuluh negara penandatangan perjanjian Bern dengan mendirikan berbagai organisasi internasional yang bertugas untuk memperhatikan masalah perlindungan hak milik intelektual di berbagai negara di dunia ini.

Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang diproklamirkan oleh PBB (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 dalam Artikel 27 ayat 2 juga telah mengingatkan kepada negara-negara dunia tentang perlindungan hak milik intelektual itu yang berbunyi sebagai berikut :

13 Keanggotaan Paris Treaty hingga kini sudah mencapai 155 negara; sumber: WIPO, 15 Juli 1999.

14 Hingga kini Kovensi Bern memiliki 140 negara anggota; sumber: WIPO, 15 Juli 1999

Page 30: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

12

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

“Everyone has the right to the protection of the moral and material interests from any scientific, literary or artistic production of which he is the author”.

Perjanjian internasional untuk mendirikan Organisasi Hak Milik Inteletual se Dunia (World Intellectual Property Organisation – WIPO/OMPI) dilakukan pada tanggal 14 Juli 1967 di Stockohlm. Organisasi ini bertugas untuk menggalang kerjasama antar negara dalam bidang perlindungan hak milik intelektual, seperti yang termaktub dalam Artikel 3 huruf i WIPO. Menurut Artikel 2 viii WIPO, organisasi ini tidak saja mengurusi mengenai hak cipta, tetapi juga Hak Milik dalam Bidang Industri, seperti paten, rekaman suara, hak penyiaran, muster dan model, merek dan merek dagang serta masalah paten. WIPO adalah merupakan pusat administerasi dari perjanjian Bern dan mempunyai kerjasama yang erat dengan organ Persatuan Bangsa-Bangsa UNESCO (United Nations for Education, Social and Cultur Organisation).

Setelah ketidakberdayaan GATT (General Agreement on Tariff and Trade) dalam menjalankan misinya dalam mengatur berbagai hal dalam perdagangan dan tarif internasional, maka sejak tanggal 15 April 1994 secara resmi GATT diganti dengan lembaga baru yang mengurusi mengenai perdagangan dunia yang dikenal dengan World Trade Organisation (WTO). Disamping WTO pada waktu yang sama juga dihasilkan Perjanjian yang berkenaan dengan aspek-aspek hak milik intelektual (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights – TRIPs). Dalam Preambel perjanjian TRIPs ini dinyatakan, bahwa TRIPs bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih baik kepada hak milik intelektual. Lebih jauh mengenai TRIPs ini dan hukum internasional umumnya akan diulas secara rinci pada Bab VI dari buku ini.

Page 31: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

BAB IIIstilah Hak Milik Intelektual

A. Umum

Istilah atau terminologi “hak milik intelektual” (HAMI) dipergunakan untuk pertama kalinya pada sekitar tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada dalam buku yang ditulisnya. Yang dimaksud dengan hak milik disini jelas bukan “buku” sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian “isi” nya. Karena itu argumentasi hukum yang berkembang pada abad ke 19 memberikan sumbangan yang penting sekaligus menjadi dasar legitimasi teoritis dari hak cipta dan hak-hak dalam bidang industeri.

Pemakaian istilah HAMI dewasa ini sangat dipengaruhi oleh jurisprudensi di Eropa, seperti di Inggris dan Perancis dan Jerman. Kemantapan untuk menggunakan istilah HAMI dewasa ini didukung oleh pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) khususnya di bidang informasi dan komunikasi, seperti multi media. Melalui multi media, seperti internet pelanggaran terhadap hak milik intelektual, khususnya hak cipta dan merek telah meningkat secara tajam, karena si pemakai internet (Internet User) dengan mudah dan sesuka hatinya dapat memperbanyak karya cipta dan memalsukan merek-merek yang tujuannya untuk diperjualbelikan dan mengeruk keuntungan yang besar.

Page 32: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

14

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

B. Keraguan Dengan Istilah “geistiges Eigentum” (Hak Milik Intelektual)

Roeber adalah jurist yang menentang pemakaian istilah hak milik intelektual (geistiges Eigentum). Dia lebih suka menggunakan istilah hak cipta dari pada istilah hak milik intelektual. Sebenarnya, hak cipta hanya merupakan salah satu bagian saja dari pengertian yang dikandung dalam hak milik intelektual. Di dalamnya juga termasuk bagian lain, seperti paten, merek, muster dan model. Sebaliknya, ahli hukum dalam bidang HAMI, Rehbinder setuju dengan istilah HAMI itu, karena yang menjadi objek dari HAMI itu adalah benda (objek) abstrak yang merupakan hasil dari intelek-tualitas manusia. Kohler, pakar hukum Jerman yang hidup di abad ke 18, sebaliknya memilih istilah hak atas benda tidak berwujud (Immaterialgüterrecht).

Para Jurist di dunia saat ini, seperti di Jerman dan negara-negara Eropa lainnya dan tentunya juga di Indonesia dan negara asia lainnya lebih cenderung menggunakan istilah HAMI, karena kata HAMI itu merupakan terjemahan yang tepat dan cocok untuk kata asing “intellectual property right” atau “geistiges Eigentum”. Sebut saja nama-nama Jurist terkemuka di Jerman, seperti: Kirchhof15, Kreile16, Hubmann17 atau Schack18 setuju dengan istilah HAMI (geistiges Eigentum).

Di Jerman, istilah geistiges Eigentum (HAMI) itu tidak dikenal dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdatanya (Bürgerliches Gesetzbuch - BGB), sehingga pemakaian istilah geistiges Eigentum sendiri menjadi perdebatan yang hangat di kalangan Jurist di sana. Dalam pasal 90 BGB hanya mengenal 15 Kirchhof, Der Gesetzgebung zum Schutz des geistigen Eigentums gegenüber

modernen Vervielfältigungstechniken, 1988; idem, Der verfassungsrechtliche Gehalt des geistigen Eigentums, dalam: Festschrift für W. Zeidler, 1987, hal. 1639 ff.

16 Die Sozialbindung des geistigen Eigentums, dalam: Badura/ Scholz (Ed.), Wege und Verfahren des Verfassungslebens, Festschrift für Peter Lerche, 1993, hal. 251 – 266.

17 Geisties Eigentum, dalam: Bettermann/ Nipperdey/ Scheuner (Ed.), Die Grundrechte: Handbuch der Theorie und Praxis der Grundrechte, Jilid IV, 1972, hal. 1 – 36.

18 Schack, Neue Techniken und geistiges Eigentum, JZ 1998, hal. 753 – 763.

Page 33: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

15

Bab 2 : Istilah Hak Milik Intelektual

istilah benda berwujud (köperliche Sache). Begitupun dalam Grundgestznya (Undang-Undang Dasar Jerman) hanya mengenal istilah “Eigentum” yang dimuat dalam Artikel 14 Grundgesetz. Selain itu dalam Artikel 73 No. 9 Grundgesetz hanya ditemukan istilah hak cipta dan hak-hak dalam bidang industeri serta hak penerbitan. Jadi, istilah geistiges Eigentum di Jerman hanya diakui sebagai bentuk lain dari hak milik, yakni dalam kaitannya dengan hak milik dalam pengertian hukum ketatanegaraan (verfassungsrechtliches Eigentum). Dapat dikatakan, bahwa hak milik menurut hukum ketatanegaraan di Jerman mengakui tidak hanya hak milik yang dianut oleh Pasal 90 BGB, tetapi juga hak milik yang sudah diperluas jangkauan dan cakupannyanya melalui teori hukum dan keputusan mahkamah konstitusional (Bundesverfassungsgericht), yaitu pengadilan tingkat federal yang khusus mengadili kasus-kasus yang berkaitan dengan masalah Hak Asasi Manusia (Grundrechte). Dalam keputusan Mahkamah ini, dikatakan bahwa semua yang mengandung nilai ekonomis dapat dimasukan ke dalam pengertian Eigentum (Hak Milik), seperti: Hak Cipta, Paten, Merek, bahkan juga Hak Sewa, Hak atas uang pensiun, dan lain-lain.

C. Hakekat yang Terkandung Dalam HAMI

Klostermann19 mengatakan, bahwa yang bisa dinamakan dengan HAMI itu hanya apabila suatu syarat mekanis dapat dipenuhi, yakni objek yang menjadi hak milik intelektual itu dapat direproduksi secara mekanis. Dia memberikan contoh, seperti dialog seorang bintang film adalah tidak dapat direproduksi secara mekanis. Sedangkan, menurut Klostermann, sari dari hak milik intelektual itu adalah isi dari suatu produk intelektualitas manusia yang dapat direproduksi. Misalkan sebuah buku, bahwa isi dari buku tersebut bisa direproduksi baik melalui mekanisme fotokopi atau disimpan didalam disket, CD atau diperbanyak dengan cara-cara lainnya.19 Das geistige Eigentum an Schriftwerken, Kunstwerken und Erfindungen nach

preußischem und internationalem Recht, Jilid 1, 1869, hal. 112.

Page 34: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

16

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Jadi, pada hakekatnya pada hak milik intelektual itu terkait dua aspek: aspek ideal atau moral dan aspek material.

Aspek Ideal atau Moral, merupakan aspek yang berkenaan dengan identitas dari suatu peroduk dari hak milik intelektual yang menunjuk kepada si pencipta dari suatu karya yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun, meskipun si pencipta sudah meninggal dan waktu perlindungan hak ciptanya sudah habis. Sebab, pada si penciptalah segala isi dari karya tersebut dapat dimintakan pertanggungjawabannya, tidak kepada orang lain sebagai pihak ketiga. Karena, karya tersebut merupakan hasil daya pikir intelektu-alitasnya. Dengan karya cipta tersebut, sipencipta mendapatkan kehormatan dan nama baik dari masyarakat umum. Aspek ideal ini disebut juga dengan “moral rights” atau “droit moral” atau “Persönlichkeitsrecht”.

Aspek Material, merupakan aspek yang berkaitan dengan nilai materi atau nilai ekonomis dari HAMI. HAMI tidak hanya memberikan nama harum bagi si pencipta/si inventor dalam hal Paten, tetapi juga mendatangkan rezeki ekonomis berupa penghasilan dalam bentuk uang. Menurut jurisprudensi di Jerman, HAMI ini digolongkan ke dalam bentuk hak milik karena pertimbangan aspek ekonomis yang terkandung di dalamnya, bukan karena aspek moral rightnya. Lebih jauh jurisprudensi di Jerman mengatakan, bahwa dengan nilai ekonomis dari HAMI itulah si pencipta dapat menyambung hidupnya, karena hal itu diibaratkan sebagai mata pencaharian bagi si pencipta. Dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa ada semacam ketergantuan ekonomis antara si pencipta dengan ciptaannya.

Atas pertimbangan kedua aspek itulah pentingnya diciptakan hukum untuk memberikan perlindungan yang efektif atas HAMI dan sekaligus menempatkannya dalam kerangka hak asasi manusia (HAM). Hal itu dapat dilihat dalam Artikel 27 ayat 2 Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia pada tanggal 10 Desember 1948.

UUHC No. 6 tahun 1982 juga melindungi kedua aspek tersebut. Mengenai aspek material dari hak cipta dapat kita

Page 35: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

17

Bab 2 : Istilah Hak Milik Intelektual

lihat dalam Pasal 2 UUHC, yaitu hak untuk mengumumkan atau memperbanyak atas ciptaannya atau memberikan izin untuk itu. Untuk hak cipta atas karya film ataupun program komputer serta produser rekaman suara, si pemegang hak cipta mempunyai hak untuk menyewakan ciptaannya kepada pihak lain. Pemegang hak cipta berhak untuk mengizinkan atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk hal yang bersifat komersial. Sedangkan aspek moral atau ideal (kepribadian) dari hak cipta dapat kita lihat dalam beberapa Pasal dalam UUHC, seperti Pasal 4, 23 – 25, 41 dan 42. Pasal-pasal ini menegaskan tentang hubungan pencipta dengan ciptaannya, sekalipun si pencipta sudah meninggal.

D. Istilah Mana yang Lebih Tepat: Hak Milik Intelektual (HAMI) atau Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)?

Kedua istilah diatas sama-sama ada benarnya. Cuma, istilah pertama “Hak Milik Intelektual” (HAMI)20 lebih tepat pemakaiannya bila dilihat dari pengertian yang terkandung dalam kata itu sendiri. Beberapa alasan dapat dikemukakan disini. Kata “milik” mempunyai arti khusus dalam istilah tersebut. Karena kata milik itu menunjukkan, bahwa suatu karya cipta/invensi itu ada pemiliknya atau ada inventornya. Sedangkan dengan kata “hak milik” sudah terkandung di dalamnya nilai “kekayaan” yang dapat diukur dengan uang. “Intelektual” sendiri berarti kemampuan daya pikir manusia untuk menghasilkan suatu ciptaan. Jadi, pemilihan pada istilah HAMI itu lebih mendekatkan kepada pengertian hak milik pada umumnya, seperti rumah, mobil, dllnya. Hanya saja HAMI ini digolongkan dalam bentuk benda yang bergerak dan dapat dialihkan kepada pihak ketiga (Pasal 3 UU No. 7/ 1982).

Disamping itu, perbedaan lainnya dengan hak milik secara umum adalah, jika rumah, mobil ataupun tanah sebagai hak milik tidak dibatasi dengan waktu dan bersifat turun temurun. 20 Lihat T. Mulya Lubis, Undang-Undang tentang Paten, Gramedia, Jakarta, hal. x;

Harsono Adisumarto, Hak Milik Intelektual: Khususnya Hak Cipta, Akademika Pressindo, 1990.

Page 36: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

18

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Sedangkan HAMI sesuai dengan kekhasannya kepemilikannya dibatasi oleh waktu, seperti hak cipta berlaku sampai 50 tahun setelah si pencipta meninggal dunia, paten berlaku untuk 20 tahun, paten sederhana berlaku selama 10 tahun dan merek berlaku 10 tahun. Setelah lampaunya jangka waktu itu, HAMI menjadi milik umum (Publik domain). Selain itu, HAMI merupakan benda tidak berwujud yang membedakannya dengan benda lain, seperti tanah, mobil dan lain sebagainya. Kedua jenis hak milik ini sama-sama punya persamaan, yakni dapat dialihkan kepada pihak lain.

Jadi, pemilihan istilah HAMI lebih menegaskan arti kepemilikan secara legal yang bersifat subyektif kepada si pencipta atau si inventor dalam kurun waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan istilah HAMI juga lebih mendekatkan kedudukan HAMI tersebut dengan hak milik secara umum, sehingga perlindungan hukum yang diberikan Pemerintah terhadap Hak Milik secara umum juga diberikan kepada HAMI, sebagai Hak Milik yang sifatnya khusus.

E. Pembagian HAMI ke Dalam Dua Kelompok Besar

HAMI menurut sifat dan jenisnya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian: Hak Cipta plus Hak-Hak yang berdampingan atau Hak-Hak yang Berdekatan dan Hak-Hak dalam Bidang Industeri.

1. Hak Cipta plus Hak-Hak yang Berdampingan (Neigh-bouring Rights)

Yang termasuk dalam kelompok ini tidak saja hak cipta, tetapi juga hak-hak yang berdekatan dengan hak cipta, seperti seni-seni terapan, produsen rekaman suara, perusahaan penyiaran dan produsen Film. Semua kelompok ini memang tidak meng-hasilkan produk sebagai hak cipta, namun karena produknya yang merupakan hasil dari intelektualitas si penciptanya, maka hak-hak tersebut dikelompokkan kedalam hak cipta. Oleh sebab itu pula hak-hak ini selalu ditempatkan dalam satu undang-

Page 37: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

19

Bab 2 : Istilah Hak Milik Intelektual

undang dengan hak cipta, seperti yang diikuti juga oleh UUHC No. 6/1982.

2. Hak Milik Dalam Bidang Industri (Industrial Property)

Hak-hak yang dikelompokkan dalam golongan ini seperti: paten, paten sederhana, merek, disain industri dan disain tata letak sirkuit terpadu. Dari namanya dapat dipahami, bahwa hak-hak tersebut sangat terkait dengan industeri. Artinya, hak itu baru mempunyai nilai ekonomis apabila hak tersebut telah dimanfaatkan oleh industeri. Misalkan, invensi mesin penggiling kopi yang terus dilakukan pematenan terhadap temuan tersebut. Mesin itu akhirnya laku dijual di pasar dan dimanfaatkan oleh berbagai industeri sesuai dengan tujuan mesin itu. Contoh lain, di bidang merek seperti ABC. Merek ABC baru memiliki arti secara ekonomis setelah merek itu dipakai oleh industeri kecap dan produk kecap itu diberi merek kecap ABC. Sehingga merek kecap ABC memberikan pembedaan kepada merek kecap dari produk lain, seperti kecap cap Bangau, dll. Oleh karena itu, salah satu persyaratan untuk mendapat perlindungan hu-kum dari jenis hak-hak ini haruslah hak-hak tersebut dapat dimanfaatkan oleh industri.

Page 38: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang
Page 39: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

BAB IIIHak Milik Intelektual di Indonesia

A. Pengertian Benda Secara Umum

Meskipun Undang-undang Dasar 1945 tidak menyebutkan tentang perlin-dungan terhadap benda milik orang perorangan ataupun badan hukum bukanlah berarti bahwa benda ataupun sesuatu yang bisa dijadikan objek hak milik tidak mendapat perlindungan hukum positif. Bila kita lihat dari keseluruhan pasal dari batang tubuh UUD 1945, hanya ada satu pasal yang mempunyai kaitan dengan benda, yakni pasal 33 ayat 2 dan ayat 3, meskipun secara harfiah pasal 33 ayat 2 tidak menyebutkan secara eksplisit tentang benda. Pasal 33 ayat 2: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Ayat 3 menambahkan lagi:”bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 ini mempunyai hubungan yang erat dengan kebendaan, terutama tentang fungsi sosial atas hak kebendaan, karena ketentuan tersebut memberikan pembenaran secara legal bagi negara dan Pemerintahan untuk melaksanakan fungsi sosial atas kebendaan, yaitu bagi kepentingan umum (nasional) atau bagi kemakmuran rakyat.

Page 40: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

22

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Pengaturan tentang benda dalam hukum postif di Indonesia dapat kita temukan dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) atau Burgerlijk Wetboek (BW), Undang-undang Pokok Agraria (UUPA)21 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Berbeda dengan ketentuan hukum tentang benda di Jerman, benda dalam pengertian hukum di Indonesia hanya dapat dikelompokkan ke dalam hukum privat. Pasal 503 BW memberikan pembedaan atas benda berwujud dan benda tidak berwujud. Pasal 504 BW selanjutnya membedakan atara benda bergerak dan benda tak bergerak.

B. Sejarah Hak Milik Intelektual di Indonesia

Sebagai negara bekas jajahan Belanda, maka sejarah hukum tentang perlindungan HAMI di Indonesia tidak bisa dilepaskan dengan sejarah hukum serupa di Belanda pada masa itu, karena hampir segala peraturan yang berlaku di Belanda waktu itu juga diberlakukan di Hindia Belanda (nama Indonesia waktu itu) dengan azas konkordansi. Maka dari itu bila kita lihat dari masa penjajahan sampai sekarang ini, usia HAMI boleh dikatan sudah lama.

Tapi bila dilihat dengan kenyataan yang ada sampai saat ini, maka ketentuan HAMI masih jauh dari yang diharapkan menurut standar internasional, baik bila dilihat dari rumusan hukum positifnya apalagi dari segi pelaksanaan hukum itu sendiri di lapangan dalam menghadapi kasus-kasus berkenaan dengan pelanggaran HAMI.

Berdasarkan kepada Pasal II Aturan Peralihan UUD 194522, segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung 21 Sejak berlakunya UUPA tanggal 24 September 1960, maka segala ketentuan

buku kedua BW tentang tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. Karena masalah hukum tentang tanah diatur tersendir dalam UUPA. Lihat alasan pertimbangan No. 4 dari UU No. 5 tahun 1960 tentang UUPA.

22 Ketentuan serupa juga dimuat dalam dua jenis UUD yang lain; yakni pasal 192 Konstitusi RIS dan Pasal 142 UUDS 1950.

Page 41: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

23

Bab 3 : Hak Milik Intelektual Di Indonesia

berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini23. Secara khusus Keputusan Pemerintah tanggal 10 Oktober 1945 juga menegaskan hal itu. Berikut uraian sejarah HAMI di Indonesia.

1. Hak Cipta

UUHC yang pertama berlaku di Indonesia adalah UUHC tanggal 23 September 1912 (Auteurswet 1912) yang berasal dari negeri Belanda. UUHC tahun 1912 ini masih terus diberlakukan, meskipun baru untuk pertama kalinya Indonesia mencoba untuk mewujudkan suatu UU nasional tentang hak cipta. Usaha untuk me-wujudkan UUHC nasional ini dirintis dengan dihasilkannya RUU tentang Hak Cipta yang untuk pertama kalinya dibicarakan pada tanggal 9 Januari 1965.

Kajian lanjut terhdap RUU ini pada tanggal 20 sampai dengan 22 Oktober 1975 diadakan seminar tentang hak cipta guna mendapatkan masukan dari masyarakat tentang nasib RUU tersebut. Setelah menjalani waktu yang cukup panjang pada tanggal 12 April 1982 RUU Hak Cipta disetujui oleh DPR untuk ditetapkan menjadi UU No. 6 tahun 198224 tentang Hak Cipta dan diberlakukan sejak hari itu juga. Dengan diberlakukannya UU No. 6 tahun 1982, maka UUHC tahun 1912 dinyatakan tidak berlaku lagi25. Lima tahun kemudian UUHC ini mengalami perubahan dengan UU No. 7 tahun 198726 dan 12 tahun kemudian dirubah lagi dengan UU No. 12 tahun 199727. Perubahan terhadap UU tentang Hak Cipta, Paten dan Merek pada tahun 1997 ini memang merupakan satu paket reformasi hukum dalam bidang HAMI.

23 Setelah Amandemen IV UUD 1945, ketentuan serupa ditemukan dalam Pasal I Aturan Peralihan yang berbunyi : “Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menuru UUD ini.

24 Lembar Negara No. 15 tahun 1982.25 Lihat diktum memutuskan dari UU No. 6/ 1982.26 Lembaran Negara RI No. 42 tahun 1987. UU ini mulai berlaku pada tanggal 19

September 1987.27 Lembaran Negara RI No. 29 tahun 1997. UU ini mulai berlaku pada tanggal 7 Mei

1997.

Page 42: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

24

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Sebagai konsekuensi hukum atas ratifikasi Indonesia terhadap TRIPS Agreement dengan UU No. 7 Tahun 1994, maka dipandang perlu untuk dilakukan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan dalam bidang HAMI di Indonesia. Hasilnya, di penghujung tahun 2000 Pemerintah Indonesia menyetujui empat RUU menjadi UU, yaitu :a. UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas

Tanaman;b. UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;c. UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri; dand. UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit

Terpadu.UUHC yang terakhir kali direvisi dengan UU No. 12 Tahun

1997 pun akhirnya digantikan dengan UUHC yang baru yaitu UU No. 19 Tahun 2002 yang baru diberlakukan pada tanggal 29 Juli 200328.

2. Paten

Bila kita lihat peraturan zaman penjajahan tentang HAMI, dapat dikatakan bahwa ketentuan hukum tentang paten merupakan ketentuan tertua di bidang HAMI. Dalam “Reglement op het verlenen van uitsluitende regten op uitvindingen, invoeringen en verbeteringen van voorwerpen van kunst en volksvlijk 1817” (Ketentuan tentang pemberian hak secara eksklusif terhadap invensi, pengenalan dan perbaikan atas bidang kesenian rakyat) yang kemudian tahun 1844 diberlakukan di Hindia Belanda.

Pada tahun 1870 undang-undang ini tidak diberlakukan lagi atau dicabut. Undang-undang ini tidak segera diganti dengan yang baru, karena baru pada tahun 1911 UU tentang Paten diberlakukan yang setahun sebelumnya (tahun 1910) sudah diberlakukan di Belanda. UU tahun 1911 ini kemudian mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan. Perbaikan dan penyempurnaan

28 Lihat Pasal 78 UUHC; Lembaran Negara Tahun 2002 No. 85 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4220.

Page 43: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

25

Bab 3 : Hak Milik Intelektual Di Indonesia

itu dilakukan pada tahun 1916, 1921, 1922, 1931, 1936, 1937 dan terakhir tahun 1949.

Setelah Indonesia merdeka, keberadaan UU tentang Paten ini mulai mendapat perhatian para Jurist Indonesia, karena prinsip souverenität yang dianut oleh UU ini sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan nafas kemerdekaan RI. Sebabnya adalah, bahwa wewenang pengujian paten berada di Belanda, sedangkan Jakarta atau Indonesia hanya dianggap sebagai kantor cabang dari kantor paten pusat di Belanda. Hal ini jelas bertentangan dengan kedaulatan negara Indonesia sebagai negara merdeka yang diakui oleh dunia internasional.

Berdasarkan kepada hal diatas, maka pada tanggal 28 Agustus 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan Pengumuman tentang Pencatatan Sementara untuk Paten. Ketentuan ini merupakan temporary law di bidang paten untuk mengisi kekosongan hukum dan juga sebagai bukti, bahwa sebagai negara berdaulat Indonesia tidak bisa didikte oleh kekuatan luar negeri termasuk dalam hal paten. Polemik ketentuan hukum tentang paten ini baru dapat diselesaikan setelah pemerintah mengundangkan UU No. 6/198929 tentang Paten.

Dengan diberlakukannya UU No. 6/1989, maka muncul pertanyaan: apakah Pengumuman Menteri Kehakiman RI tanggal 28 Agustus 1953 masih tetap berlaku? Untuk jawabannya mari kita lihat pasal 131 UU No. 6/1989 tentang ketentuan peralihan. Dalam pasal 131 ayat 1 dinyatakan, bahwa dalam waktu satu tahun sejak tanggal mulai berlakunya UU No. 6/1989, mereka yang telah mengajukan pendaftaran permintaan paten berdasarkan Pengumuman Pemerintah tahun 1953 dalam 10 tahun sebelum tanggal mulai berlakunya UU No. 6/1989 ini, dapat mengajukan permintaan paten berdasarkan ketentuan undang-undang.

Selanjutnya ayat 2 menjelaskan lagi, bahwa apabila permintaaan paten yang telah terdaftar dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak diajukan kembali 29 Lembaran Negara RI No. 39 tahun 1989. UU ini mulai berlaku pada tanggal 1

Agustus 1991.

Page 44: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

26

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

dalam waktu satu tahun terhitung sejak tanggal berlakunya UU ini, permintaan paten tersebut dianggap berakhir. Ayat 3 melanjutkan lagi, bahwa pendaftran permintaan paten berdasarkan Pengumuman Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang diajukan lebih dari 10 tahun sebelum mulai tanggal berlakunya UU ini, dinyatakan gugur. UU tentang Paten ini pada tahun 1997 mengalami revisi dengan UU No. 13 tahun 199730.

Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI yang ke 56, pada tanggal 1 Agustus 2001 Presiden mengesahkan UU Paten yang baru, yaitu UU No. 14 Tahun 2001. UU Paten ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 200131.

3. Merek

Ketentuan hukum tentang perlindungan atas merek untuk pertama kalinya dimuat dalam KUH Pidana (Wetboek van Strafrecht – WvS) Hindia Belanda tahun 1848. Pasal 89 WvS menetapkan, bahwa penyalahgunaan atas segel, stempel dan merek atas lembaga Bank atau perdagangan yang dilindungi oleh hukum. Sedangkan undang-undang tentang merek untuk Hindia Belanda baru ditetapkan pada tahun 188532. Delapan tahun kemudian, tahun 1893 setelah Perjanjian Madrid tentang Pendaftaran Merek Internasional disetujui, UU Merek baru bagi Hindia Belanda diberlakukan untuk menggantikan UU Merek sebelumnya. UU Merek ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1894. Pada tahun 1905 UU Merek ini mengalami perubahan dengan Stb. No. 427 tahun 1905. Selanjutnya UU Merek tahun 1905 digantikan dengan UU Merek yang baru pada tahun 1912 (Reglement Industrieele Eigendom 1912)33 yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Maret 1913.

30 Lembaran Negara RI No. 30 tahun 1997. UU ini mulai berlaku pada tanggal 7 Mei 1997.

31 Lembaran Negara Tahun 2001 No. 109 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4130.

32 Staatsblad No. 109 tahun 1885. 33 Staatsblad No. 545 tahun 1912.

Page 45: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

27

Bab 3 : Hak Milik Intelektual Di Indonesia

Enam belas tahun setelah Indonesia merdeka barulah pada tahun 1961 kita mempunyai undang-undang nasional tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan, yakni UU No. 21 tahun 196134. Berbagai kelemahan yang dimiliki oleh UU No. 21 ini menyebabkan Pemerintah Indonesia untuk menggantikannya dengan UU tentang Merek yang baru dengan UU No. 19 tahun 199235.

Dengan diberlakukannya UU No. 19 ini, maka UU No. 21 tahun 1961 dinyatakan tidak berlaku lagi (Pasal 89 UU No. 19/1992). UU No. 19/1992 ini baru berlaku secara efektif pada tanggal 1 April 1993. UU Merek yang baru berlaku empat tahun ini mengalami nasib yang sama dengan UU tentang Paten, karena pada tahun 1997 UU No. 19/1992 direvisi dengan UU No. 14 tahun 199736.

Seperti halnya UU Paten, UU Merek baru pun pada paket yang sama dengan UU Paten diberlakukan pada tanggal 1 Agustus 2001, yaitu UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek37.

4. Perlindungan Varietas Tanaman

Undang-undang Perlindungan Varietas Tanaman (selanjut-nya disebut dengan PVT) merupakan cabang hukum baru di Indonesia dalam bidang HAMI. Adalah pertama kalinya Indonesia memiliki UU No. 29 Tahun 2000 tentang PVT. Berbeda dengan UU dalam bidang HAMI lainnya, PVT ini berada dibawah Departemen Pertanian, karena secara teknis berkaitan dengan tanaman.

Kehadiran UU PVT ini sekaligus memberikan warna positif bagi negara Indonesia di forum internasional sebagai negara yang telah meratifikasi TRIPS Agreement.

34 Lembaran Negara No. 290 tahun 1961. UU ini diundangkan oleh Presiden Sukarno pada tanggal 11 Oktober 1961 dan dinyatakan berlaku satu bulan setelah itu.

35 Lembaran Negara No. 81 tahun 1992.36 Lembaran Negara No. 31 tahun 1997. UU ini mulai berlaku pada tanggal 7 Mei

1997.37 Lembaran Negara Tahun 2001 No. 110 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor

4131.

Page 46: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

28

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

5. Rahasia Dagang

Rahasia Dagang diatur dengan UU No. 30 Tahun 200038. Selama ini dalam tatanan praktek, untuk rahasia dagang diberlakukan Pasal 1365 BW sebagai perbuatan melawan hukum. Ini berarti bahwa perkembangan hukum bisnis, seperti HAMI memerlukan bagian-bagian secara khusus pula yang perlu diatur dalam UU tersendiri.

Dalam bahasa asing UU ini disebut dengan Trade Secret atau undisclosed Information. Kelahiran UU Rahasia Dagang ini juga dalam rangka tuntutan TRIPS Agreement agar setiap negara anggota membuatkan UU tersendiri tentang Rahasia Dagang.

6. Desain Industri

Kehadiran hukum tentang Desain Industri di Indonesia juga telah melengkapi hukum dalam bidang HAMI. Untuk pertamakalinya Indonesia memiliki UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri39. Diharapkan pemberlakuan UU Desain Industri ini akan dapat memberikan motivasi bagi kemajuan dan meningkatkan daya kompetisi industri di tanah air di pasar internasional.

7. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu ini diatur dengan UU No. 32 Tahun 200040. Kehadiran UU ini juga baru pertama kali di Indonesia setelah Indonesia meratifikasi TRIPS Agreement. Pemberlakuan UU ini diharapkan akan dapat memberi dorongan bagi tumbuhkembangnya dunia industri dalam bidang desain tata letak sirkuit terpadu di Indonesia.

38 UU ini mulai berlaku tanggal 20 Desember 2000. Lembaran Negara Tahun 2000 No. 242 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4044.

39 UU ini mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 2000. Lembaran Negara Tahun 2000 No. 223 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4045.

40 UU ini mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 2000. Lembaran Negara Tahun 2000 No. 224 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4046.

Page 47: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

29

Bab 3 : Hak Milik Intelektual Di Indonesia

C. Hubungan Antara UUD 1945 dengan HAMI

Bila kita kaitkan antara UUD 1945 dengan HAMI jelas mempunyai hubungan yang erat sekali. Beberapa Pasal dalam UUD 1945 memperlihatkan kepada kita tentang pertalian tersebut, yakni Pasal 27 ayat 2, Pasal 28 dan Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3.

Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 menyebutkan: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan daan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Sesungguhnya pekerjaan atau kegiatan untuk menghasilkan suatu produk yang disebut dengan karya cipta adalah merupakan hak dari setiap orang yang dijamin dan dilindungi oleh UUD 1945. Apalagi pekerjaan dari seorang seniman, seperti pelukis, pemahat, pembatik dan juga komponis musik, penyanyi dan artis yang jelas-jelas ciptaannya merupakan pekerjaan untuk mencari nafkah dalam menyambung hidupnya dan tentunya juga keluarga mereka. Bahkan dengan profesinya sebagai seniman seperti Basuki Abdullah umpamanya, dari hasil karyanya itu mendatangkan rezeki yang tidak sedikit jumlahnya bila dinilai dengan uang disamping juga kehormatan dan nama harum. Karena itulah, pekerjaan dari pencipta untuk mengahsilkan karya cipta dipandang sebagai hak atas pekerjaan yang layak dalam pengertian Pasal 27 ayat 2 UUD 194541.

Pasal 28 UUD 1945 menyebutkan:”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Pasal ini juga dengan jelas memperlihatkan adanya hubungan yang sangat erat dengan HAMI. Menghasilkan suatu karya cipta seperti menulis buku, membuat syair lagu ataupun membuat sebuah lukisan adalah merupakan wujud dari kebebasan berpendapat dengan tulisan yang dituangkan dalam sebuah buku atau karya tulis ataupun yang dituliskan diatas kanvas sebagai suatu lukisan. Bahkan secara lisan sekalipun, seperti pidato, ceramah dan bahan kuliah juga merupakan bentuk dari kebebasan mengeluarkan pendapat yang dilindungi oleh UUD 1945. 41 Bandingkan juga penghasilan yang diperoleh oleh J.K. Rowling sang pengarang

buku “Harry Potter yang sangat kesohor itu mencapai triliunan rupiah dari hasil penjualan beberapa bukunya.

Page 48: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

30

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Jadi, karya cipta itu merupakan salah satu perwujudan dari kebebasan mengeluarkan pendapat yang dijamin oleh UUD 1945. Karena itu, pengertian kebebasan menge-luarkan berpendapat itu tidak bisa diartikan hanya dalam bentuk demonstrasi dengan melakukan orasi-orasi saja. Undang-undang di bidang HAMI merupakan salah satu saluran untuk memberikan kebebasan mengeluarkan pikiran tersebut, seperti yang diamanatkan oleh pasal 28 UUD 1945.

Setelah Amendemen II UUD 1945, Pasal 28 UUD 1945 merupakan ketentuan yang paling banyak penambahan dan penegembangan, yaitu dengan melahirkan Pasal 28A sampai Pasal 28J. Pasal 29E ayat (2):”Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” Kemudian dalam Ayat (3) :”Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.

Selanjutnya Pasal 28G menyebutkan :Ayat (1) : Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,

keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawa kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.

Pasal 28H ayat (4) menyebutkan lagi :”Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun”.

Selanjutnya dalam Pasal 28J ayat (2) disebutkan :”Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.

Page 49: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

31

Bab 3 : Hak Milik Intelektual Di Indonesia

Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3, seperti yang telah diuraikan diatas, juga mempunyai korelasi yang erat sekali dengan HAMI. Ketentuan ayat 2 dan 3 dari Pasal 33 UUD 1945 memberikan dasar hukum bagi fungsi sosial dari HAMI, sehingga HAMI mempunyai posisi yang sama dengan benda lainnya, seperti tanah yang terikat dengan fungsi sosial42.

D. Letak Hak Milik Intelektual Dalam Kerangka Hukum Positif di Indonesia

Ketentuan hukum tentang HAMI memang tidak ditemui dalam BW yang mengatur hukum tentang benda secara umum. Oleh karena sifatnya yang khas dan istimewa itulah, maka pengaturan tentang HAMI diatur dalam Undang-undang tersendiri, seperti UU tentang Hak Cipta43, Paten44, Merek45, PVT, Rahasia Dagang, Desain Industri dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Dari ketiga undang-undang tersebut hanya ketentuan dalam pasal 3 ayat 1 UU No. 6 tahun 1982 yang menyebutkan secara jelas, bahwa hak cipta dimasukkan ke dalam kelompok benda bergerak, meskipun dari sifatnya merupakan benda tidak berwujud. Hak cipta juga dapat dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain46.

Secara teoritis dapat dikatakan, bahwa pasal 3 UUHC ini didasari oleh pasal-pasal 503, 504 dan 509 BW, karena ketentuan-ketentuan mengenai benda dalam buku kedua BW itu berlaku secara umum, lagi pula hal tentang HAMI merupakan cabang 42 Dalam Konstitusi Jepang tahun 1946, masalah fungsi sosial ini dicantumkan

dalam Artikel 29: „The right to own or to hold property is invioable. 2) Property Rights shall be defined by law, in corformity with the public welfare. 3) Private Property may be taken for public use upon just compendation therefor“.

43 UU No. 6/ 1982 tentang Hak Cipta sebagaima telah direvisi pada tahun 1987 dengan UU No. 7 tahun 1987 dan tanun 1997 dengan UU No. 12 tahun 1997.

44 UU No. 6 tahun 1989 tentang Paten sebagaimana telah direvisi dengan UU No. 13 tahun 1997.

45 UU No. 19 tahun 1992 sebagaimana telah direvisi dengan UU no. 14 tahun 1997.

46 Pasal 3 ayat 2 UU No. 6/ 1982.

Page 50: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

32

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

ilmu hukum yang relatif masih baru di Indonesia, juga di negara-negara berkembang lainnya. Bahkan negara super maju di benua Eropa seperti Jerman sekalipun cabang ilmu hukum HAMI ini masih dianggap muda. Ini bisa dilihat, bahwa baru pada tahun 1965 Jerman memiliki Urhebergesetz yang bersifat modern dan komprehensif, tahun 1981 diberlakukannya Patentgesetz dan tahun 1994 diundangkannya Markengesetz.

Jadi, dapat dikatakan bahwa HAMI baik itu hak cipta, paten dan merek dikelompokkan ke dalam benda bergerak dan tidak berwujud atau berbentuk yang dapat dialihkan kepada pihak lain melalui pewarisan, hibah, wasiat, menjadi milik negara ataupun dengan perjanjian (lihat Pasal 3 (ayat 2) UUHC). Meskipun UU No. 6 tahun 1989 tentang Paten dan UU No. 19 tahun 1992 tentang Merek tidak ditemukan ketentuan yang mengelompokkan hak tersebut kedalam benda bergerak, dapat ditarik garis analogisnya, bahwa karena sifatnya sama-sama merupakan HAMI, maka baik itu Paten maupun Merek juga dapat dikelompokan ke dalam benda bergerak dan tidak berwujud serta dapat dialihkan kepada pihak lain kepemilikkannya47.

E. Fungsi Sosial HAMI

Seperti hak kebendaan lainnya, HAMI juga terikat dengan fungsi sosial, karena tujuan daripada ketentuan mengenai fungsi sosial itu sendiri mempunyai arti penguatan dan pembenaran dari suatu pemerintahan yang demokratis. Artinya, dalam keadaan dan dengan persyaratan tertentu yang diatur dalam undang-undang atau peraturan hukum lainnya negara dapat saja mengambil alih kepemilikan atas benda milik orang atau badan hukum yang ditujukan untuk kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan orang banyak atau kepentingan umum. Dengan demikian fungsi sosial ini memberikan pembatasan tertentu kepada pemegang hak cipta atau si inventor terhadap atas hak cipta atau atau atas invensinya. 47 Lihat Pasal 73 UU No. 6/ 1989; Pasal 41 UU No. 19/ 1992.

Page 51: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

33

Bab 3 : Hak Milik Intelektual Di Indonesia

Prinsip fungsi sosial ini merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, seperti yang terdapat dalam sila kelima dari Pancasila dan UUD 1945, khususnya pasal 33 ayat 2 dan ayat 3. Baik pemberian kesempatan kepada masyarakat maupun Pemerintah untuk menikmati hak cipta sesuai dengan batas-batas yang ditentukan oleh undang-undang harus diupayakan semaksimal mungkin untuk kepentingan orang banyak (umum) untuk tercapainya tujuan bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bagsa indonesia seluruhnya. Hal ini juga dapat diartikan sebagai hak masyarakat atas informasi yang diatur dengan ketentuan hukum. Hanya saja, dalam pelaksanaan fungsi sosial dengan alasan “kepentingan nasional” atau “kepentingan orang banyak (umum)” seringkali memiliki konsep dan ukuran yang rancu dan tidak jelas. Sebab, selama ini kepentingan nasional ataupun kepentingan umum itu ditentukan dan diukur sendiri oleh Pemerintah. Dan seringkali pula Keputusan Pemerintah itu bertentangan dengan prinsip keadilan (Gerechtigkeit) dan jauh dari kewajaran.

Dalam UUHC No. 19 Tahun 2002 dapat ditemukan ketentuan mengenai Pembatasan Hak Cipta atau fungsi sosial hak cipta dalam Pasal 14 sampai Pasal 18. Fungsi sosial yang terdapat dalam UUHC tersebut dapat dikelompokan menjadi dua bagian: yang kuat dan yang lemah.

Fungsi sosial yang kuat sifatnya ini adalah keikutsertaan masyarakat dalam menikmati hak cipta tersebut tanpa terlebih dahulu meminta izin kepada pemegang hak cipta dan tanpa harus membayar uang ganti rugi. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah:

Pasal 14 UU No. 19/2002 menyebutkan, bahwa tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta:a. pengumuman dan/atau perbanyakan lambang negara dan

lagu kebangsaan menurut sifat yang asli;b. Pengumuman dan/atau perbanyakan dari segala sesuatu yang

diumumkan oleh atau atas nama Pemerintah, kecuali apabila

Page 52: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

34

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

hak cipta itu dinyatakan dilindungi baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada ciptaan itu sendiri atau ketika ciptaan itu diumumkan dan/ atau diperbanyak; atau

c. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga penyiaran dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.

Pasal 15 UU No. 19/ 2002 menyebutkan, bahwa dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta :a. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta;

b. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam dan di luar pengadilan;

c. Pengambilan ciptaan pihak lain baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan: (i) ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan

ilmu pengetahuan; (ii) pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut

bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta;

d. Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dalam huruf braile guna keperluan tunanetera, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial;

e. Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan dan pusat dokumentasi yang non komersial, semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;

f. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti ciptaan Bangunan;

Page 53: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

35

Bab 3 : Hak Milik Intelektual Di Indonesia

g. Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer olehpemilik program komputer yang dilakukan semata-matauntuk digunakan sendiri.

Fungsi sosial yang lemah sifatnya adalah bahwa baik negara maupun masyarakat yang akan menggunakan atau yang menikmati hak cipta itu harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari pemegang hak cipta dan untuk itu harus membayar uang ganti rugi kepada pemegang hak cipta. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah sebagai berikut:

Pasal 16 UU No. 19/2002 : (1) Untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, serta

kegiatan penelitian dan pengembangan, terhadap Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra, Menteri setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta dapat :a. mewajibkan pemegang hak cipta untuk melaksanakan

sendiri penerjemahan dan/atau perbanyakan ciptaantersebut di wilayah negara RI dalam waktu yangditentukan;

b. mewajibkan pemegang hak cipta yang bersangkuta untukmemberi izin kepada pihak lain untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak ciptaan tersebut di wilayah negara RIdalam waktu yang ditentukan dalam hal pemegang hakcipta yang bersangkuta tidak melaksanakan sendiri ataumelaksanakan sendiri kewajiban sebagaimana dimaksuddalam huruf a;

c. menunjuk pihak lain untuk melakukan penerjemahan dan/atau perbanyakan ciptaan tersebut dalam hal pemeganghak cipta tidak melaksanakan kewajiban sebagaimanadimaksud dalam huruf b.

(2) Kewajiban untuk menerjemahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya ciptaan di bidang ilmu pengetahuan dan sastra selama karya tersebut belum pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Page 54: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

36

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

(3) Kewajiban untuk memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah lewat jangka waktu :a. 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang

matematika dan ilmu pengetahuan alam dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara RI;

b. 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang ilmusosial dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara RI;

c. 7 (tujuh) tahun sejak diumumkannya buku di bidang senidan sastra dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara RI.

(4) Penerjemahan atau perbanyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk pemakaian di dalam wilayah Negara RI dan tidak untuk diekspor ke wilayah Negara lain.

(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c disertai pemberian imbalan yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(6) Ketentuan tentang tata cara pengajuan permohonan untuk menertejemahkan dan/atau memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pemerintah melarang pengumuman setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan serta ketertiban umum setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta48.

Pengumuman suatu ciptaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah untuk kepentingan nasional melalui radio, televisi dan/ atau sarana lain dapat dilakukan dengan tidak meminta izin kepada pemegang hak cipta dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang hak cipta, dan kepada pemegang hak cipta diberi imbalan yang layak49.

48 Pasal 17 UUHC No. 19 Tahun 2002.49 Pasal 18 ayat (1) UUHC.

Page 55: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

37

Bab 3 : Hak Milik Intelektual Di Indonesia

Lembaga penyiaran yang mengumumkan ciptaan sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) berwenang mengabdikan ciptaan itu semata-mata untuk lembaga Penyiaran itu sendiri dengan ketentuan bahwa untuk penyiaran selanjutnya, Lembaga Penyiaran tersebut harus memberikan imbalan yang layak kepada Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan50.

Dalam ketentuan Pasal 22 UUHC disebutkan : Untuk kepentingan keamanan umum dan/atau untuk keperluan proses peradilan pidana, Potret seseorang dalam keadaan bagaimanapun juga dapat diperbanyak dan diumumkan oleh instansi yang berwenang.

Bila dibandingkan dengan fungsi sosial yang terdapat dalam UUHC, maka fungsi sosial yang terdapat dalam UU tentang Paten dan UU tentang Merek jauh lebih sedikit. Bab ketujuh dari UU tentang Paten menyebutkan tentang fungsi sosial dari suatu invensi. Pasal 99 ayat 1 UU No. 14/ 2001 menjelaskan, bahwa apabila Pemerintah berpendapat bahwa suatu Paten di Indonesia sangat penting artinya bagi pertahanan keamanan Negara dan kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat, Pemerintah dapat melaksanakan sendiri Paten yang bersangkutan. Paten seperti itu dilakukan dengan suatu Keputusan Presiden setelah mendengarkan pertimbangan dari Menteri atau pimpinan instansi yang bertanggungjawab di bidang terkait51. Fungsi sosial dalam bidang paten ini juga termasuk ke dalam kelompok fungsi sosial yang lemah sifatnya.

Merek tidak dapat didaftarkan apabila merek tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, moralitas agama, kesusilaan dan ketertiban umum52. Fungsi sosial dari ketentuan merek ini dari sifatnya dikelompokkan kepada fungsi sosial yang kuat.

50 Pasal 18 ayat (2).51 Pasal 99 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2001.52 Pasal 5 huruf a UU Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.

Page 56: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang
Page 57: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

BAB IVReformasi Hukum di Bidang HAMI

A. Umum

Dalam usahanya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap HAMI, pemerintah Indonesia (Presiden dan DPR) selaku pelaksana roda pemerintahan telah dan terus melakukan berbagai upaya ke arah yang lebih baik. Sebagai konsekwensi terhadap keikutsertaan Indonesia sebagai anggota World Trade Organisation (WTO) dan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) yang disetujui di Marakesh, negara Maroko pada tanggal 15 April 199453, maka mau tidak mau Indonesia harus dan wajib memberikan perlindungan yang lebih baik lagi terhadap HAMI. Untuk tujuan itu, maka perlu dilakukan kajian yang mendalam dengan menata kembali peraturan perundang-undangan di bidang HAMI maupun dalam bidang law enforcement. Usaha-usaha Pemerintah ke arah ini dapat dicermati dalam uraian berikut ini.53 Perjanjian TRIPs ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995. WTO hongga

kini memiliki anggota sebanyak 132 negara. Untuk negara-negara berkembang (Developing Countries) perjanjian TRIPs baru berlaku lima tahun kemudian, yaitu tanggal 1 Januari 2000 (lihat Artikel 65 ayat 2 TRIPs) dan untuk negara-negara terkebelakan TRIPs baru diberlakukan sepuluh tahun kemudian (Artikel 66 TRIPs). Indonesia telah meratifikasi Perjanjian TRIPs ini dengan UU No. 7/ 1994; Lembaran Negara No. 57/ 1994; Tambahan Lembaran Negara No. 3564.

Page 58: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

40

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

B. Peraturan Perundang-undangan di Bidang HAMI

Seperti yang telah dibicarakan diatas dalam sejarah HAMI, keberhasilan Indonesia dalam mengundangkan beberapa ketentuan hukum dalam bidang HAMI sebagai pengganti peraturan hukum zaman kolonial sedikit banyaknya dipengaruhi oleh dunia internasional, terutama oleh negara-negara industeri maju yang sangat berkepentingan dengan HAMI.

Berbagai kasus pembajakan dan pemalsuan merek-merek terkenal sejak awal tahun 1970an di beberapa negara berkembang, tidak terkecuali juga Indonesia, telah membuat marah negara-negara Barat, karena berbagai karya cipta dan merek dari negara itu telah dengan seenaknya dibajak dan dipalsukan di negara-negara berkembang tanpa adanya niat baik dari pemerintah yang bersangkutan untuk melakukan tindakan hukum terhadap pelaku pembajakan dan pemalsuan tersebut. Tekanan baik politis maupun ekonomis dari negara Barat dan terutama Amerika merupakan dorongan yang kuat dan efektif54, sehingga ditetapkannya UU No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta, UU No. 6 tahun 1989 tentang Paten dan UU No. 19 tahun 1992 (yang menggantikan UU No. 21 tahun 1961). Berikut ini mari kita lihat perjalanan undang-undang dibidang HAMI tersebut sejak diundangkan hingga saat ini secara jelimet.

1. Undang-Undang tentang Hak Cipta (UUHC)

UUHC yang diundangkan pada tanggal 12 April 1982 berhasil menggantikan undang-undang yang dibuat pada masa kolonial “auteurswet 1912”. Tindakan ini merupakan langkah reformasi di bidang hukum, agar peraturan-peraturan yang dibuat pada masa kolonial harus segera diganti, karena sudah tidak sesuai lagi dengan jiwa Proklamasi dan kemajuan dalam 54 Gautama, Beberapa masalah Perdagangan, Perjanjian, HPI dan Hak Milik

Intelektual, 1992, hal. 19 dstnya; Antons, The Indonesian Patent Act of 1989, dalam The International Review of Industrial Property and Copyright (IIC), Vo. 28 No. 3 Tahun 1997, hal. 320 – 347; Heath, Intelectual Property Rights in Asia – An Overview, dalam: The International Review of Industrial Property and Copyright (IIC), Vo. 28 No. 3 Tahun 1997, hal. 303 – 309.

Page 59: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

41

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kehadiran UU No. 6/ 1982 ternyata yang pada awalnya disambut dengan antusias oleh dunia internasional ternyata tidak diiringi dengan semangat UUHC itu dalam pelaksanaannya. Kasus-kasus pembajakan karya cipta bahkan semakin meningkat seiring dengan pesatnya kemajuan iptek. Sorotan internasional kembali ditujukan kepada pemerintah Indonesia, sehingga pada tahun 1986 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1986 tentang pembentukan Dewan Hak Cipta (DHC) yang bertugas untuk mengkaji dan mengembangkan hokum dalam bidang hak cipta.

1.1. Dewan Hak Cipta (DHC)

Pembentukan DHC ini memang diamanatkan oleh Bab IV pasal 39 dan 40 UU No. 6/ 1982. Dalam Pasal 39 dijelaskan, bahwa DHC ini dibentuk untuk membantu tugas pemerintah dalam memberikan penyuluhan, bimbingan serta pembinaan hak cipta yang keanggaotaan dewan ini terdiri dari wakil departemen/ instansi pemerintah yang bersangkuta serta wakil dari organisasi profesional di bidang hak cipta. Selanjutnya pasal 40 menyebutkan, bahwa kepengurusan dewan yang terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris dan anggota diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri Kehakiman. UUHC tidak menyebutkan tentang tugas dan wewenang dewan, hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Dalam PP No. 14 tahun 1986 menyebutkan, bahwa DHC merupakan wadah nonstruktural yang berkedudukan di Ibukota Negara RI (Pasal 1). Dalam menjalankan tugas yang dimaksud dalam Pasal 2, dewan mempunyai fungsi sebagai berikut:a. membantu Pemerintah dalam penyiapan dan pengolahan

bahan-bahan yang diperlukan baik dalam rangka penyusunan peraturan perundang-undangan mengenai hak cipta ataupun perumusan kebijaksanaan Pemerintah tentang tindakan atau langkah-langkah yang diperlukan dalam usaha memberikan perlindungan hak cipta;

Page 60: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

42

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

b. memberikan pertimbangan dan pendapat kepada Presiden baik diminta maupun tidak diminta mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hak cipta;

c. memberikan pertimbangan dan pendapat mengenai hak cipta atas permintaan pengadilan atau instansi Pemerintah lainnya;

d. memberikan pertimbangan dan pendapat kepada pencipta dan masyarakat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hak cipta;

e. memberikan pertimbangan dan pendapat dalam rangka penyelesaian perselisihan atas permintaan para pihak yang berselisih.

Dalam Pasal 4 ayat 2 PP ini menetapkan, bahwa Menteri Kehakiman menjabat posisi ketua DHC dengan dibantu wakil ketua (Dirjen Kebudayaan Depdikbud), sekretaris (Dirjen Kumdang Depkeh) dan wakil sekretaris (Direktur Paten dan Hak Cipta dari Direktorat Jenderal Kumdang Depkeh). Anehnya, meskipun lembaga ini merupakan lembaga nonstruktural, tetapi semua jabatan puncak diisi oleh orang-orang struktural di Pemerintahan, sehingga wakil-wakil dari organisasi profesi hanya sebagai pelengkap dan didudukkan sebagai anggota. Dengan suara mayoritas dari orang-orang pemerintahan, dapat dipastikan bahwa setiap keputusan yang diambil akan selalu berpihak kepada Pemerintah. Ini merupakan salah satu kelemahan dari DHC.

Melihat keberadaan DHC sejak terbentuknya hingga sekarang ini, dewan ini tidak banyak berfungsi, baik dalam mensosialisasikan hak cipta maupun dalam memberikan masukan kepada Pemerintah dalam penyelesaian kasus-kasus mengenai hak cipta. Sebenarnya, melihat kenyataan sekarang ini, bahwa permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia tidak hanya di bidang hak cipta, melainkan juga masalah di bidang lain yang tidak kalah pentingnya, yakni paten dan merek. Oleh karena itu, seharus Peraturan Pemerintah tentang Dewan Hak Cipta harus dirubah dan diganti dengan mendirikan lembaga baru dengan nama “Dewan Hak Milik Intelektual/Dewan Hak atas Kekayaan

Page 61: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

43

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

Intelektual”, sehingga fungsi dan tugas dewan tidak hanya terbatas kepada masalah hak cipta semata, tetapi juga meliputi paten dan merek, karena ketiga bidang tersebut merupakan HAMI yang harus mendapat perhatian dari Pemerintah.

Terhadap keanggotaan dewan, seharusnya diisi oleh orang-orang yang expert dan profesional dalam bidangnya, seperti kalangan akademisi dan LSM yang bergerak di bidang itu. Ketua dewan hendaknya dipilih oleh anggota, bukan ditetapkan oleh Pemerintah. Yang jelas dewan bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Kehakiman. Dengan begitu, dewan secara organisatoris lebih bersifat independen dan profesional dalam melaksanakan tugas yang semakin berat di masa mendatang. Kalau tidak, DHC hanya merupakan pajangan dan kamuflase yang menunjukkan seolah-olah Pemerintah bersungguh-sungguh dalam menangani masalah HAMI.

1.2. Reformasi Hukum di Bidang Hak Cipta: Bagian Pertama

Kelemahan dan ketidak sempurnaan UUHC No. 6/1982 dalam memberikan perlindungan hukum terhadap hak cipta telah mendorong dilakukannya reformasi hukum dalam bidang hak cipta. Dalam kurun waktu lima tahun sejak diberlakukannya UUHC, ternyata akibat kemajuan dunia iptek terutama di bidang program komputer telah membuat UUHC tidak mampu lagi untuk menampung permasalahan yang muncul. Sebaliknya, berbagai kasus pelanggaran hak cipta terus saja terjadi dalam jumlah yang lebih banyak dan sudah membahayakan kehidupan masyarakat, terutama masyarakat pencipta55. Hal ini mendorong dilakukannya revisi dan penyempurnaan terhadap UUHC pada tahun 1987 dengan UU No. 7/1987. UU ini mulai berlaku pada tanggal 19 September 198756.

Ada beberapa hal yang cukup signifikan dari perubahan UUHC dari UU No. 6/1982 dengan UU No. 7/1987 ini yang bisa dicatat.55 Lihat Diktum Pertimbangan UU No. 7/ 1987.56 Lembaran Negara No. 42 tahun 1987.

Page 62: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

44

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Pasal 11 UU No. 7/ 1987 memberikan perlindungan ciptaan yang lebih luas dari pasal 11 yang lama. Seni Batik dan Computer Program yang selama ini tidak dilindungi sekarang menjadi objek dari UUHC No. 7/1987. Untuk lebih jelas mengenai hak cipta yang dilindungi oleh UU No. 6/1982 dan UU No. 7/1987 lihat tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1Hak Cipta yang Dilindungi menurut UU No. 6/1982

dan UU No. 7/1987Psl. 11 ayat 1 UU No.

6/1982Psl. 11 ayat 1 UU No. 7/1987

Objek Hak Cipta Yang Dilindungi

a. Buku, pamflet dan semua hasil karya tulis lainnya;

b. Ceramah, kuliah, pidato dan sebagainya;

c. Karya pertunjukan seperti musik, karawitan, drama, tari, pewayangan, pantom, dan karya siaran antara lain untuk media radio, televisi, film dan rekaman;

d. Ciptaan musik dan tari (koreografi), dengan atau tanpa teks;

e. Segala bentuk seni rupa seperti seni lukis dan seni patung;

f. Karya Arsitektur;g. Peta;h. Karya Sinematografi;i. Karya Fotografi;j. Terjemahan,

tafsir, saduran dan penyusunan bunga rampai.

a. Buku, pamflet dan semua hasil karya tulis lainnya;

b. Ceramah, kuliah dan semua hasil karya tulis lainnya;

c. Pertunjukan seperti musik, karawitan, drama, tari, pewayangan, pantomim, dan karya siaran antara lain untuk media radio, televisi dan film serta karya rekaman video;

d. Ciptaan tari (koreografi), ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, dan karya rekaman suara atau bunyi;

e. Segala bentuk seni rupa seperti seni lukis, seni pahat, seni patung, dan kaligrafi yang perlindungannya diatur dalam Pasal 10 ayat 2;

f. Seni Batik;g. Arsitektur;h. Peta;i. Sinematografij. Fotografi;k. Program Komputer atau

Komputer Program;l. Terjemahan, tafsir, saduran

dan penyusunan bunga rampai.

Page 63: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

45

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

1.3. Reformasi Hukum di Bidang Hak Cipta: Bagian Kedua

Pada tahun 1997, di penghujung masa kerja Dewan Perwakilan Rakyat periode 1992–1997, Pemerintah melakukan amandemen terhadap UU No. 6/1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 7/1987. RUU tentang Hak Cipta itu mendapat perhatian yang serius dari kalangan masyarakat luas, karena beban kerja DPR yang sudah hampir berakhir masa bakti itu sarat sekali dengan pembahasan puluhan RUU yang harus dituntaskan dalam kurun waktu lebih kurang lima bulan, termasuk satu paket RUU tentang HAMI. Akhirnya, UUHC berhasil direvisi untuk kedua kalinya dengan UU No. 12/ 1997.

Latar belakang dilakukannya revisi terhadap UUHC ini bisa kita lihat dari alasan-alasan dibawah ini:1. Untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih efektif

terhadap HAMI seiring dengan kemajuan pesat di bidang ilmupengetahuan dan teknologi disamping juga untuk mendorongsemangat mencipta dalam bidang ilmu pengetahuan, senidan sastra kepada masyarakat indonesia untuk tercapainyatujuan masyarakat yang adil dan makmur melalui prosesmencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia secarakeseluruhan57;

2. Sebagai konsekwensi dari keikutsertaan Indonesia sebagaianggota dari Perjanjian tentang World Trade Organisation(WTO) dan Trade Related Aspects of Intellectual PropertyRihgts (TRIPs) pada tanggal 15 April 1994. Seperti diketahui,bahwa TRIPs adalah merupakan ketentuan HukumInternasional yang paling komprehensif di bidang HAMI,sehingga ketentuan hukum di bidang HAMI di Indonesia, danjuga negara-negara lain di dunia ini, harus disesuai denganketentuan TRIPs58.

3. Pada kenyataannya, bahwa dengan kemajuan di bidang Iptektelah membawa dampak negatif terhadap Hak Cipta, dimana

57 Lihat diktum Menimbang huruf a UU No. 12/ 1997.58 Lihat Diktum Menimbang huruf b UU No. 12/ 1997.

Page 64: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

46

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

pelanggaran Hak Cipta dengan menggunakan teknologi modern semakin meningkat dan berakibat membawa kerugian materi yang tidak sedikit jumlahnya yang diderita tidak hanya oleh pemilik hak cipta tetapi juga negara. Berbagai kasus pelanggaran hak cipta, seperti pembajakan buku, kaset, Compact Disc (CD), Video Compact Disc (VCD), Laser Compact Disc (LCD) dan program komputer semakin marak dan terang-terangan dilakukan oleh masyarakat.

Pada revisi UUHC tahun 1997 ini terdapat beberapa perubahan penting yang telah dilakukan oleh Pemerintah, seperti objek hak cipta yang dilindungi lebih diperluas lagi dari UUHC sebelumnya59. Mengenai objek hak cipta ini dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3 (dalam perbandingannya dengan UUHC sebelumnya) dibawah ini. Penataan dan penyesuaian masa waktu perlindungan hak cipta juga dilakukan perubahan yang mengarah kepada standarisasi internasional (TRIPs). Disamping itu, amandemen tahap kedua dari UUHC juga menambahkan beberapa hal baru yang belum diatur sebelumnya, seperti: masalah lisensi (Bab IIIA), Hak-hak yang berkaitan dengan Hak Cipta (Bab VA).

Tabel 2 Hak Cipta yang Dilindungi menurut UU No. 7/1987

dan UU No. 12/1997Psl. 11 ayat 1 UU No.

7/1987Psl. 11 ayat 1 UU No. 12/

1997

a. Buku, pamflet dan semua hasil karya tulis lainnya;

b. Ceramah, kuliah dan semua hasil karya tulis lainnya;

c. Pertunjukan seperti musik, karawitan, drama, tari, pewayangan,

a. Buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lainnya;

b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara diucapkan;

59 Lihat Syafrinaldi, Bestandaufnahme: Zwei Jahre nach der Rechsreform in Indonesien: Urheber-, Patent- und Markenrecht, Recht der Internationalen Wirtschaft (RIW), July 1999, hal. 527 – 530.

Page 65: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

47

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

Objek Hak Cipta Yang Dilindungi

pantomim, dan karya siaran antara lain untuk media radio, televisi dan film serta karya rekaman video;

d. Ciptaan tari (koreografi), ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, dan karya rekaman suara atau bunyi;

e. Segala bentuk seni rupa seperti seni lukis, seni pahat, seni patung, dan kaligrafi yang perlindungannya diatur dalam Pasal 10 ayat 2;

f. Seni Batik;g. Arsitektur;h. Peta;i. Sinematografij. Fotografi;k. Program Komputer atau

Komputer Program;l. Terjemahan,

tafsir, saduran dan penyusunan bunga rampai.

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan ilmu pengetahuan;

d. Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termasuk karawitan dan rekaman suara;

e. Drama, tari (koreografi), pewayangan, pantomim;

f. Karya pertunjukan;g. Karya siaran;h. Seni rupa dalam segala

bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, seni terapan yang berupa seni kerajinan tangan;

i. Arsitektur;j. Peta;k. Seni batik;l. Fotografi;m. Sinematografi;n. Terjemahan, tafsir,

saduran, bunga rampai dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan.

Tabel 3

Hak Cipta yang Dilindungi Menurut UU No. 7/1987, UU No. 12/1997 Dan UU No.19/002

UU No. 7/1987 UU No. 12/1997 UU.No 19/2002

Pasal 11 ayat 1a. Buku, pamflet

dan semua hasil karya tulis lainnya;

b. Ceramah, kuliah dan semua hasil karya tulis lainnya;

Pasal 11 ayat 1a. Buku, program

komputer, pamflet, susunan per-wajahan karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lainnya;

Pasal 12 ayat 1a. Buku, program

komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain

Page 66: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

48

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Hak Cipta yang

Dilindungi

c. Pertunjukan seperti musik, karawitan, drama, tari, pewayangan, pantom, dan karya siaran antara lain untuk media radio, televisi dan film serta karya rekaman video;

d. Ciptaan tari (koreografi), ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, dan karya rekaman suara atau bunyi;

e. Segala bentuk seni rupa se-perti seni lukis, seni pahat, seni patung, dan kaligrafi yang perlindung annya diatur dalam Pasal 10 ayat 2;

f. Seni Batik;g. Arsitektur;h. Peta;i. Sinematografij. Fotografi;k. Program

Komputer atau Komputer

l. Terjemahan, tafsir, saduran dan penyu-sunan bunga rampai.

b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara diucapkan;

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepen-tingan ilmu pengetahuan;

d. Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termasuk karawitan dan rekaman suara;

e. Drama, tari (koreografi), pewayangan, pantomim;

f. Karya pertunjukan;

g. Karya siaran;h. Seni rupa

dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, seni terapan yang berupa seni kerajinan tangan;

i. Arsitektur;j. Peta;

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang se-jenis dengan itu.

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.

e. Drama tau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.

f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan.

g. Arsitektur.h. Peta.i. Seni batik.j. Fotografi.k. Sinematografi.l. Terjemahan,

tefsir, saduran, bunga rampai,

Page 67: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

49

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

k. Seni batik;l. Fotografi;m. Sinematografi;n. Terjemahan,

tafsir, saduran, bunga rampai dan karya lainnya dari hasil pengalih- wujudan.

database, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.

1.4. Reformasi Hukum di Bidang Hak Cipta: Bagian Ketiga

Reformasi UU Hak Cipta bagian ketiga ini terjadi pada tahun 2002 dengan diberlakukannya UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta pada tanggal 29 Juli 2003. Berbagai perubahan yang diintrodusir dalam UU yang baru ini dimaksudkan agar terdapatnya harmonisasi dengan ketentuan hukum internasional TRIPS Agreement 1995.

Pemberlakuan UU No. 19 Tahun 2002 mulai tanggal 29 Juli 2003 tersebut, maka dengan sendirinya menggantikan UU Hak Cipta yang lama.

a) Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta

Dengan dilakukannya reformasi hukum dalam bidang hak cipta, khususnya mengenai jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum dapat dikatakan sudah menuju kepada standar internasional, bila kita bandingkan dengan jangka waktu berlakunya hak cipta menurut UUHC yang lama. Untuk karya cipta berupa:a. Buku, pamflet dan semua hasil karya tulis lainnya;b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lainnya yang diwujudkan

dengan cara diucapkan;c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan ilmu pengetahuan;d. Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termasuk

karawitan;

Page 68: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

50

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

e. Drama, tari (koreografi), pewayangan, pantomim;f. Karya pertunjukan;g. Karya siaran;h. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni

ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, seni terapan yang berupa seni kerajinan tangan;

i. Arsitektur;j. Peta;k. Seni batik;l. Fotografi;m. Sinematografi;n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai dan karya lainnya

dari hasil pengalihwujudan jangka waktu perlindungannya berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia60. Apabila si pencipta dari karya cipta itu dimiliki oleh lebih dari seorang, maka hak cipta itu berlaku selama hidup pencipta yang terlama hidupnya dan 50 (lima puluh) tahun sesudah pencipta yang terlama hidupnya meninggal dunia61.

Hak cipta atas ciptaan berupa:a. Program komputer;b. Sinematografi;c. Rekaman suara;d. Karya pertunjukan;e. Karya siaran

Jangka waktu perlindungannya berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan (Pasal 27 ayat 1 UU No. 12/1997).

60 Pasal 26 ayat 1 UU No. 12/ 1997.61 Bandingkan dengan Artikel 12 TRIPs: Whenever the term of protection of a work,

other than a photographic work or a work of applied art, ist calculated on a basis other than the life of a natural person, such term shall be no less than fifty years from the end of the calender year of authorized publication, or, failing such authorized publication within fifty years from the making of the work, fifty years from the end of the calender year of making.

Page 69: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

51

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

Hak Cipta atas ciptaan berupa fotografi, saduran, bunga rampai dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan jangka waktu perlindungannya berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun sejak pertama kali diumumkan (Pasal 27 ayat 2 UU No. 12/1997). Sedangkan hak cipta atas karya seni susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan atau yang dikenal dengan typographical arrangement jangka waktu perlindungannya berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun sejak pertama kali diterbitkan (Pasal 27 ayat 2a UU No. 12/1997). Dalam UUHC yang lama ketentuan Pasal 27 ayat 2a ini tidak ada. Dalam hal hak cipta dalam Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 26 ayat 1 dimiliki atau dipegang oleh badan hukum, maka hak cipta itu berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan, sedangkan hak cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 2 dan ayat 2a berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun62.

Untuk karya cipta yang hak ciptanya dipegang oleh negara, berlaku untuk selamanya, tanpa batas waktu (Pasal 27A ayat 1 UU No. 12/1997). Untuk ciptaan yang tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan, maka negara sebagai pemegang hak cipta atas ciptaan tersebut untuk kepentingannya diberikan jangka waktu perlindungan selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya cipta tersebut pertama kali diketahui umum (Pasal 27A ayat 2 UU No. 12/1997).

Penghitungan jangka waktu hak cipta yang dilindungi itu dimulai sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan atau setelah pencipta meninggal dunia (Pasal 28B UU No. 12/1997).

Mengenai perkembangan jangka waktu perlindungan hak cipta ini mulai dari UU No. 6/1982, UU No. 7/1987 sampai UU No. 12/1997 dapat dilihat pada Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6 dibawah ini.

62 Pasal 27 ayat 3 UU No. 12/ 1997.

Page 70: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

52

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Tabel 4Jangka Waktu Perlindungan menurut UU No. 6/ 1982

UU No. 6/1982 Jangka Waktu

Hak Cipta yang

Dilindungi

Pasal 11 ayat 1a. Buku, pamflet dan semua

hasil karya tulis lainnya;b. Ceramah, kuliah, pidato dan

sebagainya;c. Karya pertunjukan seperti

musik, karawitan, drama, tari, pewayangan, pantomim, dan karya siaran antara lain untuk media radio, televisi, film dan rekaman;

d. Ciptaan musik dan tari (koreografi), dengan atau tanpa teks;

e. Segala bentuk seni rupa seperti seni lukis dan seni patung;

f. Karya Arsitektur;g. Peta;h. Karya Sinematografi;i. Karya Fotografi;j. Terjemahan, tafsir, saduran

dan penyusunan bunga rampai.

Pasal 26 ayat 1Semua hak cipta, selain fotografi dan sinematografi, jangka waktu perlindungannya berlangsung hingga 25 tahun setelah si pencipta meninggal.

Pasal 27Untuk Fotografi dan Sinematografi jangka waktu perlindungannya selama 15 tahun sejak diumumkan pertama kali.

Tabel 5Jangka Waktu Perlindungan Menurut UU No. 7/ 1987

UU No. 7/1987 Jangka Waktu

Pasal 11 ayat 1a. Buku, pamflet dan semua

hasil karya tulis lainnya;b. Ceramah, kuliah dan semua

hasil karya tulis lainnya;c. Pertunjukan seperti musik,

karawitan, drama, tari, pewayangan, pantomim, dan karya siaran antara lain untuk media radio, televisi

Pasal 26 ayat 1Hak Cipta menurut Pasal 11 ayat 1 huruf a, d (kecuali karya rekaman suara dan bunyi), e, f dan g jangka waktu perlindungannya berlangsung hingga 50 tahun p.m.a.

Page 71: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

53

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

Hak Cipta yang

Dilindungi

dan film serta karyarekaman video;

d. Ciptaan tari (koreografi),ciptaan lagu atau musikdengan atau tanpa teks,dan karya rekaman suaraatau bunyi;

e. Segala bentuk seni rupaseperti seni lukis, senipahat, seni patung,dan kaligrafi yangperlindungannya diaturdalam Pasal 10 ayat 2;

f. Seni Batik;g. Arsitektur;h. Peta;i. Sinematografij. Fotografi;k. Program Komputer atau

Komputer Program;l. Terjemahan, tafsir, saduran

dan penyusunan bungarampai

Pasal 27 ayat 1Hak Cipta menurut Pasal 11 ayat 1 huruf b, c, d (kecuali karya rekaman suara dan bunyi), h, i, l (Terjemahan dan Tafsir) jangka waktu perlindungannya berlangsung selama 50 tahun sejak karya cipta itu diumumkan pertama kali.

Pasal 27 ayat 2Hak Cipta menurut Pasal 11 ayat 1 huruf j, k und l (Saduran dan Bunga rampai) jangka waktunya berlangsung selama 25 tahun sejak karya cipta itu diumumkan pertama kalinya.

Tabel 6Jangka Waktu Pelindungan Hak Cipta Menurut

UU No. 12/1997UU No. 12/1997 Jangka Waktu

Hak Cipta yang

Dilindungi

Pasal 11 ayat 1a. Buku, program

komputer, pamflet,susunan perwajahankarya tulis yangditerbitkan dan semuahasil karya tulis lainnya;

b. Ceramah, kuliah, pidatodan ciptaan lainnya yangdiwujudkan dengan caradiucapkan;

c. Alat peraga yang dibuatuntuk kepentingan ilmupengetahuan;

Pasal 26 ayat 1Hak Cipta menurut pasal 11 ayat 1 huruf a (buku, pamflet dan karya tulis lainnya), b, c, d (kecuali rekaman suara), e, f, g, h, i, j, k, l, m dan n jangka waktu perlindungannya berlangsung hingga 50 tahun p.m.a.

Pasal 27 ayat 1Hak Cipta menurut Pasal 11 ayat 1 huruf a (Program

Page 72: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

54

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Hak Cipta yang

Dilindungi

d. Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termasuk karawitan dan rekaman suara;

e. Drama, tari (koreografi), pewayangan, pantomim;

f. Karya pertunjukan;g. Karya siaran;h. Seni rupa dalam segala

bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, seni terapan yang berupa seni kerajinan tangan;

i. Arsitektur;j. Peta;k. Seni batik;l. Fotografi;m. Sinematografi; Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai dan karya lainnya dari hasil pengalih wujudan.

Komputer), d (rekaman suara), f, g dan m jangka waktu perlindungannya berlangsung selama 50 tahun sejak karya cipta itu diumumkan pertama kalinya.

Pasal 27 ayat 2Hak Cipta menurut Pasal 11 ayat 1 huruf l dan n (Saduran dan Bunga rampai) jangka waktu perlindungannya berlangsung selama 25 tahun sejak karya cipta itu pdiumumkan pertama kalinya.

Pasal 27 ayat 2aKarya Cipta menurut Pasal 11 ayat 1 huruf a (susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan atau typographical arrangement ) jangka waktu perlindungannya berlaku selama 25 tahun sejak karya cipta itu diumumkan pertama kalinya.

Tabel 7Jangka Waktu Pelindungan Hak Cipta Menurut

UU No. 19/2002UU No. 19/2002 Jangka Waktu

Hak Cipta yang

Dilindungi

Pasal 12 ayat 1n. Buku, program komputer,

pamflet, perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain;

o. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;

Pasal 29 ayat 1Hak Cipta menurut pasal 12 ayat 1 huruf a (buku, pamflet dan karya tulis lainnya), e (drama atau drama musikal, tari, koreografi), f (seni lukis, seni pahat dan seni patung), i, d, g, b,

Page 73: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

55

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

Hak Cipta yang

Dilindungi

p. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

q. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

r. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim;

s. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;

t. Arsitektur;u. Peta;v. Seni batik;w. Fotografi;x. Sinematografi; y. Terjemahan, tafsir,

saduran, bunga rampai, database dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.

c, h, dan l (terjemahan, tafsir, saduran dan bunga rampai) jangka waktu perlindungannya berlangsung hingga 50 tahun p.m.a.

Pasal 30 ayat 1Hak Cipta menurut Pasal 12 ayat 1 huruf a (Program Komputer), k, j, l (database dan karya hasil pengalih-wujudan) jangka wak-tu perlindungannya berlangsung selama 50 tahun sejak karya cipta itu diumumkan pertama kalinya.

Pasal 30 ayat 2Hak Cipta menurut Pasal 12 ayat 1 huruf a (Perwajahan karya tulis yang diterbitkan) dilindungi selama 50 tahun sejak diterbitkan.

b) Lisensi

Masalah lisensi adalah merupakan hal yang diatur dalam perjanjian TRIPs. Oleh karena itu, pengaturan lisensi dalam UUHC yang baru ini tidak dianggap sebagai hal yang istimewa. Lisensi atau dalam bahasa asingnya “licence” merupakan salah satu bentuk perjanjian, dimana si pemegang hak cipta memberikan lisensi kepada pihak lain untuk melaksanakan perbuatan untuk mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan ataupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-undang dan peraturan lainya63. Sepanjang tidak ditentukan lain, maka pemegang hak cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberi lisensi 63 Lihat Pasal 38A ayat 1 jo. Pasal 2 ayat 2 UU No. 12/ 1997.

Page 74: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

56

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

selanjutnya kepada pihak ketiga lainnya (lihat Pasal 38B UU No. 12/1997).

Jangka waktu perjanjian lisensi ini tidak boleh melebihi jangka waktu perlindungan atas ciptaan yang diberikan oleh Undang-undang dan berlaku dalam wilayah Republik Indonesia (Pasal 38A ayat 2 UU No. 12/1997). Disamping itu, perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat merugikan perekonomian Indonesia64. Agar perjanjian lisensi ini berlaku efektif dan memiliki kekuatan hukum terhadap pihak ketiga, maka harus dicatatkan di kantor Hak Cipta65.

c) Hak-Hak Yang Berkaitan Dengan Hak Cipta

Bab VA dari UUHC merupakan ketentuan baru yang belum pernah ada selama ini. Bab VA dengan tema “Hak-Hak yang Berkaitan dengan Hak Cipta” ini perlu kita sambut gembira kehadirannya, terutama oleh kalangan artis film, tarik suara dan produser rekaman. Betapa tidak, karena dengan lahirnya ketentuan baru ini, maka baik si pelaku, seperti artis film dan penyanyi maupun produsernya, diberikan hak khusus untuk menikmati hal ekonomis dari hasil pekerjaannya dan juga hak untuk melarang pihak lain tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak dan menyiarkan rekaman suara dan atau gambar dari pertunjukkannya66. Begitu juga dengan lembaga penyiaran diberikan hak khusus untuk memberi izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak dan menyiarkan ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem elektromagnetik lainnya67.

Hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta ini mempunyai kedudukan yang sama dengan hak cipta. Artinya, hak-hak tersebut juga mendapat perlindungan hukum yang diatur oleh undang-undang yang sama dengan hak cipta. 64 Pasal 38C ayat 1 UU No. 12/ 1997.65 Pasal 38C ayat 2 UU No. 12/ 1997.66 Lihat Pasal 43C ayat 1 dan 2 UU No. 12/ 1997.67 Pasal 43C ayat 3 UU No. 12/ 1997.

Page 75: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

57

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

Mengenai jangka waktu perlindungan untuk hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta ini, Pasal 43D ayat 1 huruf a menyatakan, bahwa pelaku yang menghasilkan karya pertunjukan jangka waktu berlakunya selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut diwujudkan atau dipertunjukkan. Sedangkan produser rekaman yang menghasilkan karya rekaman suara jangka waktu perlindungannya berlaku 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut selesai direkam68. Untuk lembaga penyiaran yang menghasilkan karya siaran berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak karya siaran tersebut pertama kali disiarkan69. Penghitungan jangka waktu perlindungan tersebut dimulai sejak 1 Januari tahun berikutnya setelah suatu karya pertunjukan selesai dipertunjukan atau setelah suatu karya rekaman suara selesai direkam atau setelah suatu karya siaran selesai disiarkan untuk pertama kalinya70.

Sehubungan dengan pemberlakuan UU Hack Cipta yang baru tahun 2002, maka pengaturan mengenai hak-hak terkait dapat ditemukan dalam Bab VII Pasal 49 sampai dengan Pasal 51.

1.5. Sanksi Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta

Sanksi hukum terhadap pelanggaran hak cipta memang tidak mengalami revisi dalam UU No. 12/1997. Jadi, setelah mengalami perubahan pada tahun 1987 sanksi hukum dalam hak cipta tetap berlaku hingga saat ini.

Bila kita bandingkan antara sanksi hukum yang terdapat dalam UU No. 6/1982 dengan UU No. 7/1987, dapat dikatakan, bahwa sanksi hukum yang diberlakukan sekarang ini jauh lebih baik dalam formulasi aturannya dan memberikan sanksi pidana yang cukup berat bagi si pelaku/pelanggar hak cipta.

Pasal 44 UUHC No. 7/1987:Ayat 1 : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumum-

kan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi 68 Pasal 43E ayat 1 huruf b UU No. 12/ 1997.69 Pasal 43E ayat 1 huruf c UU No. 12/ 1997.70 Pasal 43E ayat 2 UU No. 12/ 1997.

Page 76: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

58

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100 juta,- (seratus juta rupiah)

Ayat 2 : Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50 juta,- (lima puluh juta rupiah).

Ayat 3 : Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 1671, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 25 juta,- (dua puluh lima juta rupiah).

Ayat 4 : Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 1872, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 15 juta,- (lima belas juta rupiah)73.

71 Pasal 16 UUHC No. 7/ 1987): Pemerintah setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta, dapat melarang pengumuman setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan serta ketertiban umum.

72 Pasal 18 UUHC No. 6/ 1982: Ayat 1 : Pemegang hak cipta atas potret seseorang, untuk memperbanyak

atau mengumumkan ciptaannya, harus terlebih dahulu mendapat izin dari orang yang dipotret, atau dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah orang yang dipotret meninggal dunia, mendapat izin ahli warisnya.

Ayat 2 : Jika suatu potret memuat 2 (dua) orang atau lebih, maka untuk perbanyakan atau pengumuman masing-masing yang dipotret, apabila pengumuman atau perbanyakan itu memuat juga orang lain dalam potret itu, Pemegang hak cipta harus terlebih dahulu mendapat izin dari masing-masing dalam potret itu, atau dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah yang bersangkutan meninggal dunia dengan mendapat izin dari ahli waris masing-masing.

Ayat 3 : Pasal ini hanya berlaku terhadap potret yang dibuat: a. tanpa persetujuan orang yang dipotret; b. tanpa persetujuan orang lain atas nama orang yang dipotret; c. untuk kepentingan orang yang dipotret.

73 Sebelum direvisi, sanksi hukumannya adalah paling lama penjara 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 500 ribu,- (lima ratus ribu rupiah).

Page 77: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

59

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

Sebelum UUHC direvisi tahun 1987, hukuman penjara paling rendah hanya 9 (sembilan) bulan, paling tinggi 3 (tiga) tahun dan hukuman denda paling rendah Rp 500 ribu,- (lima ratus ribu rupiah) dan paling tinggi Rp. 5 juta,- (lima juta rupiah). UUHC sekarang ini jelas memberikan sanksi hukuman yang cukup berat bagi si pelanggar. Tapi, pertanyaan yang muncul sekarang ini: Bagaimana dalam pelaksanaannya? Sebab sekalipun sanksi hukuman yang berat itu sudah berjalan sejak tahun 1987, tetapi hingga kini masyarakat masih saja senang melakukan pelanggaran hak cipta tersebut dengan terang-terangan. Gejala ini menunjukkan, bahwa UUHC belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Jadi, sanksi hukuman yang berat dalam rumusan undang-undang belum menjadi jaminan untuk ditegakkannya peraturan hukum tersebut. Yang penting adalah meskipun sanksi hukumannya tidak seberat itu, tapi dilaksanakan dengan semestinya, sebab ini adalah menyangkut prinsip kepastian dan keadilan.

Dengan diberlakukannya UUHC yang baru tahun 2002, maka beberapa perubahan mengenai ketentuan pidana dapat dilihat dalam Bab XIII Pasal 72 sampai dengan Pasal 73.

2) Undang-Undang tentang Paten

UU tentang Paten yang diundangkan dengan UU No. 6/1989 merupakan sukses besar dari Pemerintah Indonesia dalam hal reformasi hukum di bidang teknologi. Sebab, masalah paten adalah masalah yang terkait dengan perlindungan hukum terhadap teknologi atau invensi74. Disamping itu, teknologi merupakan modal bagi suatu bangsa, terutama bagi negara berkembang, untuk melaksanakan pembangunan yang akan membawa bangsa itu menjadi bangsa yang kaya dan maju. Oleh karena itu, mengingat mahalnya nilai teknologi itu, maka perlu diadakan peraturan hukum yang memadai untuk melindunginya dari tindakan penciplakan dan pemalsuan, sehingga negar-negara industeri maju tidak perlu khawatir untuk membawa teknologinya 74 Lihat Syafrinaldi, Hukum Paten dan Teknologi, Riau Pos, 1 Juli 1997.

Page 78: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

60

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

ke negara-negara berkembang melalui jalur penanaman modal asing. Peraturan hukum itu disebut dengan UU tentang Paten. UU Paten tahun 1989 ini berhasil menggantikan ketentuan hukum tentang paten sebelumnya75.

2.1. Reformasi Hukum di Bidang Paten

Meskipun UU tentang Paten sudah diadakan, namun tetap saja dirasakan keberadaannya belum efektif dalam memberikan perlindungan terhadap suatu invensi. Apalagi masih banyak peneliti yang masih belum mengetahui tentang pentingnya paten itu. Mereka menganggap invensi yang ditemukannya itu hanya sekedar kebanggaan dan prestise semata. Padahal, bila invensinya itu dipatenkan, tentu akan mendatangkan rezeki ekonomi yang sangat besar manfaatnya bagi si inventor. Dengan masih ditemukannya titik lemah dari UU No. 6/1989 tentang Paten ini, maka pada tahun 1997 UU ini direvisi dengan UU No. 13 tahun 1997.

Ada beberapa alasan yang bisa dicatat sebagai latar belakang dilakukannya perubahan terhadap UU tentang Paten ini.

Pertama, perubahan terhadap UU tentang Paten ini diharapkan akan lebih memberikan jaminan hukum untuk melindungi suatu invensi, sehingga dengan demikian akan dapat memberikan rangsangan kepada para peneliti untuk melakukan penelitian-penelitian yang akhirnya akan menemukan suatu invensi untuk dipatenkan.

Kedua, perubahan dan perkembangan dalam dunia internasional dalam bidang hukum tentang HAMI, khususnya disepakatinya perjanjian internasional tentang TRIPs, meng-haruskan kepada negara-negara di dunia untuk menyesuaikan ketentuan-ketentuan hukum nasional tentang Paten dengan standar TRIPs.

75 Lihat Bab XIV tentang Ketentuan Peralihan Pasal 131 UU No. 6/1989 tentang Paten.

Page 79: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

61

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

Pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia kembali melakukan pembaruan terhadap dua UU dalam bidang HAMI, yakni UU Paten dan UU Merek. Mulai tanggal 1 Agustus 2001 UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten dinyatakan berlaku menggantikan UU Paten yang lama.

2.2. Jangka Waktu Perlindungan Paten

Jangka waktu perlindungan HAMI, juga dalam hal Paten tentunya, menjadi perhatian banyak orang. Karena, semakin lama suatu invensi itu dilindungi, maka semakin besar pula keuntungan ekonomis yang bisa diraihnya. Bila dalam Pasal 9 UU Paten No. 6/1989 memberikan jangka waktu perlindungan hanya 14 tahun, maka setelah dilakukan revisi, jangka waktunya menjadi selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan paten. Jangka waktu 20 (dua puluh) tahun ini sesuai dengan standar hukum internasional tentang Paten (Artikel 33 TRIPs)76.

Untuk invensi yang sifatnya sederhana (simple patent) juga telah dilakukan penyesuaian jangka waktu perlindungannya, yang semula hanya 5 (lima) tahun, sekarang menjadi 10 tahun terhitung sejak tanggal diberikannya Surat Paten Sederhana itu. (Pasal 10 UU No. 13/1997).

Dengan diberlakukannya UU Paten No. 14 Tahun 2001 tidak terdapat perbedaan jangka waktu perlindungan paten di Indonesia.

2.3. Sanksi Hukum Terhadap Pelanggaran Paten

Mengenai ketentuan hukum yang mengatur tentang sanksi terhadap pelanggaran Paten diatur dalam Bab XII Pasal 126 – 129 UU No. 6/ 1989. Pelanggaran dalam paten ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:a. Pelanggaran paten untuk paten produk berupa membuat,

menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, memakai, 76 Artikel 33 TRIPs: The term of protection available shall not end bevor the

expiration of a period of twenty years counted from the filing date.

Page 80: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

62

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten yang dilakukan oleh pihak lain tanpa seizin pemegang paten, dipidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 100 juta,- (seratus juta rupiah)77.

b. Pelanggaran paten untuk paten proses berupa menggunakanproses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatas yang dilakukan oleh pihak lain tanpa persetujuan pemegang paten, dipidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 100 juta,- (seratus juta rupiah)78.

c. Pelanggaran Paten Sederhana (simple Patent) juga berlakuterhadap perbuatan diatas (point a dan b) dan dapat dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 50 juta,- (lima puluh juta rupiah)79.

Semua bentuk pelanggaran paten dan paten sederhana adalah merupakan kejahatan (Pasal 129 UU Paten). Dalam perubahan UU Paten tahun 1997, ketentuan yang mengatur tentang sanksi hukum ini tidak mengalami perubahan. Sebab, ketentuan hukuman tersebut sudah dianggap memadai untuk memberikan perlindungan terhadap pelanggaran paten dan paten sederhana.

Ketentuan Pidana yang terdapat dalam UU No. 14 Tahun 2001 dapat dilihat pada Bab XV Pasal 130 sampai dengan Pasal 135.Pasal 130 : Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak Pemegang Paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).Pasal 131 : Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak Pemegang Paten Sederhana dengan melakukan salah satu 77 Lihat Pasal 17 ayat 1 huruf a jo. Pasal 126 UU Paten. 78 Lihat Pasal 17 ayat 1 huruf b jo. Pasal 126 UU Paten.79 Lihat Pasal 17 ayat a huruf a dan b jo. Pasal 127 UU Paten.

Page 81: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

63

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau dengan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).Pasal 132 : Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3), Pasal 40, dan Pasal 41 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.Pasal 133 : Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130, Pasal 131, dan Pasal 132 merupakan delik aduan.Pasal 134 : Dalam hal terbukti adanya pelanggaran Paten, hakim dapat memerintahkan agar barang-barang hasil pelanggaran Paten tersebut disita oleh negara untuk dimusnahkan.Pasal 135 : Dikecualikan dari ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini adalah :a. Mengimpor suatu produk farmasi yang dilindungi Paten di

Indonesia dan produk tersebut telah dimasukan ke pasar di suatu negara oleh pemegang Paten yang sah dengan syarat produk itu diimpor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Memproduksi produk farmasi yang dilindungi Paten di Indonesia dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya perlindungan Paten dengan tujuan untuk proses perizinan kemudian melakukan pemasaran setelah perlindungan Paten tersebut berakhir.

3) Undang-Undang tentang Merek

Suatu merek dapat berbentuk merek dagang/merek barang dan merek perniagaan serta merek yang menunjukkan asal usul barang merupakan hal yang penting dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam lalu lintas perdagangan. Seiring dengan majunya iptek, baik langsung maupun tidak langsung, telah membawa dampak yang cukup besar terhadap suatu produk yang diperdagangkan, karena hal itu berkaitan dengan kualitas dan

Page 82: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

64

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

jaminan atas barang/produk yang ditawarkan kepada konsumen. Dan dengan merek tersebut konsumen dapat membedakan antara produk yang satu dengan yang lainnya, antara produk yang berkualitas dengan produk yang tidak berkualitas.

Karena begitu pentingnya peran merek dalam kehidupan pasar, seringkali merek menjadi komoditi yang sangat laku untuk diperdagangkan, sehingga memunculkan praktek pemalsuan/peniruan merek atas suatu produk yang laris dan berkualitas di pasar dewasa ini. Yang jelas, merek mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi sekali. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka merek perlu dilindungi oleh hukum, baik oleh hukum nasional maupun hukum internasional.

Sejak Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, baru pada tahun 1961 untuk pertama kalinya kita memiliki undang-undang nasional yang mengatur tentang merek, yakni UU No. 21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek-Merek Perniagaan. Undang-undang Merek tahun 1961 yang dibuat pada masa Presiden Sukarno ini mulai diberlakukan pada tanggal 11 Nopember 196180. Stelah UU Merek tahun 1961 ini berlaku selama 31 tahun, maka pada tahun 1992 Pemerintah menetapkan undang-undang merek yang baru dengan UU No. 19 tahun 1992. Seperti UUHC dan UU tentang Paten, tahun 1997 UU Merek pun dirubah dengan UU No. 14 tahun 1997.

3.1. Reformasi Hukum di Bidang Merek: Bagian Pertama

Undang-undang Merek tahun 1961 yang merupakan produk legislatif masa Orde Lama (Orla) dibawah pimpinan Presiden Sukarno ini masih diteruskan pemberlakuannya oleh Pemerintah Orde baru (Orba) pimpinan Presiden Suharto hingga tahun 1992. Sebetulnya, pemberlakuan UU tahun 1961 ini oleh Orba sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan kemajuan iptek, tapi mengingat kemampuan Pemerintah Orba untuk menggantikan UU tahun 1961 itu sangat lamban, maka dengan segala kelemahan yang dimiliki oleh UU tahun 1961 itu 80 Lihat Pasal 24 UU No. 21/ 1961.

Page 83: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

65

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

pemberlakuannya selama lebih dari tiga dekade tidak dapat dielakkan.

Beberapa hal berikut ini dapat dicatat sebagai kelemahan yang dimiliki oleh UU tahun 1961.

a) Prinsip Pemakaian Pertama Kali

Ini merupakan titik paling lemah dari UU tahun 1961. Dengan diberlakukannya prinsip orang yang pertama kali memakai suatu merek di Indonesia, maka dia dianggap sebagai pihak pemegang merek. Pemberlakuan prinsip ini merugikan banyak pihak, terutama mereka yang memiliki merek-merek yang sudah dikenal lama di luar negeri namun belum dipakai dan didaftarkan di Indonesia81. Karena prinsip yang dianut dalam Pasal 2 ayat 1 UU No. 21/1961 inilah, maka selama tahun 70an sering muncul pemalsuan merek, sehingga ditemukan merek yang sama atas jenis dan kelas produk yang sama pula. Berarti, salah satu dari produk itu adalah asli tapi palsu. Dalam kurun waktu itu peradilan di Indonesia marak sekali dengan sengketa-sengketa tentang Merek82.

b) Jangka Waktu Berlakunya Merek

UU tahun 1961 tidak menyebutkan secara jelas tentang jangka waktu perlindungan merek tersebut. Dalam Pasal 7 disebutkan, bahwa pendaftaran merek mulai berlaku sejak tanggal dicatat dalam Daftar Umum. Sebaliknya Pasal 2 ayat 1 menyatakan, bahwa hak khusus untuk memakai merek diberikan kepada pemakai pertama kali atas merek itu. Bila ketentuan Pasal 7 ini kita hubungkan dengan Pasal 2 ayat 1 diatas, maka dapat dikatakan, bahwa mulai berlakunya suatu merek tidak ada hubungannya dengan pendaftaran yang dilakukan atas merek tersebut. Pendaftaran hanya dianggap sebagai proses administrasi dan sebagai bukti untuk proses hukum dikemudian hari. Jadi, secara de facto suatu merek mulai berlaku sejak dipakai pertama 81 Lihat Pasal 2 ayat 1 UU No. 21/ 1961.82 Lihat R. M. Suryodiningrat, Pengantar Ilmu Hukum Merek, Pradnya Paramita,

Jakarta, 1975, hal. 18 dstnya.

Page 84: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

66

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

kalinya, namun secara de jure sejak merek itu didaftarkan dan dicatat dalam Daftar Umum.

Untuk berapa lama suatu merek itu berlaku? Dalam Pasal 2 ayat 2 UU tahun 1961 dinyatakan, bahwa suatu merek berlaku hingga 3 (tiga) tahun setelah pemakaian terakhir dari merek itu. Ini berarti, bahwa suatu merek itu dapat saja berlaku untuk selamanya, tanpa batas waktu, sepanjang merek itu masih dipakai untuk produk dimaksud.

c) Batasan Istilah yang Tidak Jelas

Kelemahan lain dari UU merek tahun 1961 ini, bahwa UU merek tahun 1961 tidak memberikan batasan istilah yang jelas berkaitan dengan merek. Apakah merek itu hanya merupakan susunan huruf atau angka atau gabungan dari keduanya, UU tahun 1961 tidak menyebutkannya, juga dalam penjelasan UU tersebut. Begitu juga pembedaan antara merek dagang dan merek jasa juga tidak ditemukan dalam UU merek tahun 1961.

3.2. Reformasi Hukum di Bidang Merek: Bagian Kedua

UU tentang Merek No. 19/ 1992 yang menggantikan UU Merek tahun 1962 dimaksudkan untuk memberikan penyegaran dan pembaruan hukum di bidang HAMI, khususnya merek, sehingga akan memperlancar dan mampu meningkatkan perdagangan barang dan jasa. Disamping itu juga, harus diakui bahwa UU No. 21/1961 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Dari judul UU No. 19/1992 dapat dipahami, bahwa lahirnya UU No. 19/1992 bukan merupakan perubahan dari UU merek sebelumnya, melainkan mengganti secara total. Hal mana berbeda dengan perubahan terhadap UUHC dari tahun 1982 dan tahun 1987, karena UUHC tahun 1987 merupakan perubahan dari UUHC tahun 1982.

Dengan diberlakukannya UU No. 19/1992 tentang Merek sejak tanggal 1 April 1993, maka dalam peraturan perundangan-undangan di Indonesia sudah ditemukan definisi atau batasan dan

Page 85: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

67

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

pembedaan yang jelas tentang merek dan hal-hal yang berkaitan dengan merek tersebut. Hal ini dapat dilihat dari bunyi Pasal 1 UU Merek tahun 1992.1. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-

huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

2. Merek Dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

3. Merek Jasa adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.

4. Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.

5. Lisensi adalah izin yang diberikan pemilik merek terdaftar kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagain jenis barang atau jasa yang didaftarkan.

Beberapa hal penting dari UU merek tahun 1992 dapat diuraikan sebagai berikut.

a) Prinsip Pendaftaran Merek

Prinsip pemakaian pertama kali yang dianut oleh UU merek tahun 1961 tidak dipakai lagi dalam UU merek tahun 1992. UU merek tahun 1992 hanya mengakui merek yang telah didaftarkan pada Kantor Merek. Jadi, suatu merek hanya diakui dan dilindungi oleh hukum apabila merek tersebut telah didaftarkan. Hal ini dinyatakan dengan jelas dalam Pasal 7 UU No. 19/1992. Pendaftaran merek ini tentunya harus memenuhi persyaratan

Page 86: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

68

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

yang ditentukan oleh UU merek, yakni Bab II tentang Permintaan Pendaftaran Merek dan Bab IV tentang Pendaftaran Merek.

b) Merek Yang Tidak Dapat Didaftarkan dan Merek YangDitolak

Suatu merek tidak dapat didaftarkan, apabila83 :a. bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.b. Tidak memiliki daya pembeda.c. Telah menjadi milik umum.d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau

jasa yang dimintakan pendaftaran.Disamping itu, pendaftaran merek juga dapat ditolak oleh

Kantor Merek apabila84 :1. Merek yang didaftarkan itu mempunyai persamaan pada

pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik oranglain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang atau jasasejenis yang termasuk dalam satu kelas.

2. Merek merupakan atau menyerupai nama orang terkenal,foto, merek dan nama badan hukum yang dimiliki orang lainyang sudah terkenal, kecuali atas persetujuan tertulis dariyang berhak.

3. Merupakan peniruan atau menyerupai nama atau singkatannama, bendera, lambang atau simbol atau emblem, darinegara atau lembaga nasional maupun internasional, kecualiatas persetujuan tertulis dari pihak yang berhak.

4. Merupakan atau menyerupai ciptaan orang lain yang dilindungiHak Cipta, kecuali atas persetujuan tertulis dari pemegangHak Cipta tersebut.

c) Jangka Waktu Perlindungan Merek dan BerakhirnyaMerek

UU Merek tahun 1992 hanya melindungi merek yang telah didaftarkan pada Kantor Merek. Merek terdaftar ini diberikan 83 Pasal 5 UU No. 19/ 1992.84 Pasal 6 UU No. 19/ 1992.

Page 87: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

69

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

perlindungan hukum untuk jangka waktu selama 10 (sepuluh) tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan permintaan pendaftaran merek bersangkutan85. Atas permintaan pemilik merek, jangka waktu perlindungannya dapat diperpanjang setiap kali untuk jangka waktu yang sama86.

UU Merek tahun 1992 juga menyebutkan dengan jelas tentang berakhirnya jangka waktu perlindungan merek tersebut. Dalam Pasal 51 dijelaskan, berakhirnya suatu merek dapat dilakukan baik oleh si pemilik merek maupun oleh Kantor Merek.

Penghapusan merek yang dilakukan oleh pemilik merek, dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Kantor Merek. Selanjutnya Kantor Merek akan mencatatnya dalam Daftar Umum Merek (DUM) dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek (BRM)87.

Pembatalan merek yang dilakukan atas prakarsa Kantor Merek dapat dilakukan, apabila88 :a. Merek tidak digunakan berturut-turut selama 3 (tiga) tahun

atau lebih dalam perdagangan barang atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir.

b. Merek digunakan untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.

d) Pengalihan Hak Atas Merek

UU Merek tahun 1992 juga menentukan pengalihan hak atas merek. Dalam Pasal 41 ayat 1 dinyatakan, bahwa hak atas merek yang terdaftar dapat dialihkan dengan cara:

85 Lihat Pasal 7 UU No. 19/ 1992.86 Lihat Pasal 36 ayat 1 UU No. 19/ 1992. Bandingkan dengan Artikel 18 TRIPs:

Initial registration, and each renewal of registration, of a trademark shall be for a term of no less than seven years. The registration of a trademark shall be renewable indefinitely.

87 Pasal 51 ayat 3 UU No. 19/ 1992.88 Lihat Pasal 51 ayat 2 UU No.. 19/ 1992.

Page 88: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

70

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

a. pewarisanb. wasiatc. hibahd. perjanjiane. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.

e) Lisensi

Lisensi juga merupakan hal baru dalam UU merek tahun 1992. UU merek tahun 1961 tidak mengatur tentang lisensi. Lisensi adalah merupakan suatu hak dari pemegang merek terdaftar untuk memberikan lisensi kepada orang lain dengan perjanjian untuk menggunakan mereknya baik untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa yang termasuk dalam satu kelas89.

Perjanjian lisensi itu berlaku untuk seluruh wilayah negara RI, kecuali bila diperjanjikan lain. Jangka waktu lisensi tidak boleh melebihi jangka waktu perlindungan merek tersebut90. Perjanjian lisensi juga harus dicatatkan pada Kantor Merek91. Ditentukan juga, bahwa pemilik merek terdaftar yang telah memberi lisensi kepada orang lain itu, tetap dapat menggunakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk menggunakan merek tersebut, kecuali diperjanjikan lain92. Dalam sebuah perjanjian lisensi juga tidak dilarang, bahwa penerima lisensi dapat memberi lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga93.

3.3. Reformasi Hukum di Bidang Merek: Bagian Ketiga

UU Merek tahun 1992 yang baru saja diberlakukan empat tahun lalu, pada tahun 1997 juga dilakukan perubahan dengan UU No. 14 tahun 1997. Perubahan ini merupakan satu paket dengan perubahan UU dalam bidang HAMI lainnya. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa salah satu faktor yang mengharuskan 89 Pasal 44 ayat 1 UU No. 19/ 1992.90 Pasal 44 ayat 2 UU No. 19/ 1992.91 Pasal 44 ayat 3 UU No. 19/ 1992.92 Pasal 45 UU No. 19/ 1992.93 Pasal 46 UU No. 19/ 1992.

Page 89: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

71

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

UU merek tahun 1992 direvisi adalah karena telah disetujuinya perjanjian internasional TRIPs.

a) Perlindungan Khusus Terhadap Merek Terkenal

Meskipun dalam UU Merek tahun 1992 telah memberikan cukup perlindungan terhadap merek terkenal, namun dalam pelaksanaannya masih saja ditemukan pemalsuan atau peniruan terhadap merek terkenal ini. Oleh karena itu, pada revisi UU merek tahun 1997 ketentuan mengenai merek terkenal mengalamai perubahan dan penyempurnaan, sehingga dapat menyelaraskannya dengan ketentuan hukum internasional, yakni Konvensi Paris tahun 1883 (Paris Convention for the Protection of Industrial Property) yang telah beberapa kali mengalami perubahan.

Perhatian yang begitu besar terhadap merek terkenal ini dapat dilihat dengan dirubah dan ditambahkannya Pasal 6 UU merek tahun 1992. Pasal 6 menyebutkan:Ayat 1 : Permintaan pendaftaran merek harus ditolak oleh

Kantor Merek apabila mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan milik orang lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan atau jasa yang sejenis.

Ayat 2 huruf a): Permintaan pendaftaran merek juga harus ditolak oleh Kantor merek apabila merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, dan nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.

Selanjutnya ayat 3 dari Pasal 6 menyebutkan lagi, bahwa Kantor Merek dapat menolak permintaan pendaftaran merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik orang lain untuk barang dan atau jasa yang sejenis.

Page 90: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

72

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

b) Penghapusan/Berakhirnya Merek

Ketentuan mengenai penghapusan atau berakhirnya merek juga mengalami penyempurnaan, sehingga Pasal 51 yang baru berbunyi:Ayat 1 : Penghapusan merek dari Daftar Umum Merek

dilakukan Kantor Merek baik atas prakarsa sendiri maupun berdasarkan permintaan pemilik merek yang bersangkutan.

Ayat 2 : Penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa Kantor merek dapat dilakukan jika:a. Merek tidak digunakan berturut-turut selama 3

(tiga) tahun atau lebih dalam perdagangan barang dan atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Kantor Merek; atau

b. Merek digunakan untuk jenis barang dan atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftar.

Mengenai alasan yang disebutkan oleh huruf a diatas, dapat berupa: larangan impor, larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang menggunakan merek yang bersangkuta atau keputusan dari pihak yang berwenang yang bersifat sementara, atau larangan serupa yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah94.

Dalam hal penghapusan merek oleh pemilik merek yang masih terikat dengan perjanjian lisensi, maka penghapusannya hanya dapat dilakukan apabila hal tersebut disetujui secara tertulis oleh penerima lisensi95. Berarti, ketentuan baru ini lebih memperhatikan kepentingan pihak penerima lisensi dengan baik agar tidak dirugikan.

94 Lihat Pasal 51 ayat 3 UU No. 14/ 1997.95 Lihat Pasal 51A ayat 2 UU No. 14/ 1997.

Page 91: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

73

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

c) Gugatan Atas Pelanggaran MerekPelanggaran terhadap penggunaan merek terdaftar dengan

tanpa hak, dapat diajukannya gugatan oleh si pemilik merek terhadap pihak yang melanggar. Gugatan dimaksud dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atau Pengadilan Negeri lain yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Ketentuan ini dianggap terlalu sempit, karena hanya memberikan wewenang kepada PN Jakarta Pusat dan PN lainnya. Seharusnya, setiap Pengadilan Negeri diberi wewenang sama, karena bagaimanapun juga, keberadaan PN lainnya yang tersebar di setiap Daerah Tingkat II di Indonesia adalah sama, yakni sebagai Pengadilan tingkat pertama.

d) IndikasiGeografisdanIndikasiAsalKetentuan mengenai Indikasi Geografis dan Indikasi Asal

(Geographical Indications) ini merupakan ketentuan baru tidak hanya dalam UU merek kita, tetapi juga dalam hukum internasional. Keberadaan ketentuan ini dikarenakan oleh ketentuan serupa yang mencuat dalam Bab 3 Perjanjian TRIPs.

Bila dalam Artikel 22 TRIPs hanya ditemukan istilah “Geographical Indications” (Indikasi Geografis), UU No. 14/ 1997 dalam Bab IXA berjudul “Indikasi Geografis dan Indikasi Asal”. Pembedaan tersebut tidak perlu dipermasalahkan, karena maksud dari ketentuan Bab IXA tersebut adalah sama seperti dalam ketentuan TRIPs.

1. IndikasiGeografis

Yang dimaksud dengan Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan96.

Pendaftaran adalah merupakan persyaratan mutlak yang harus dilakukan, sehingga Indikasi Geografis mendapat 96 Lihat Pasal 79A ayat 1 UU No. 14/ 1997.

Page 92: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

74

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

perlindungan hukum. Permintaan pendaftaran itu dapat diajukan oleh97 :a. lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang

memproduksi barang yang bersangkuta, yang terdiri dari: 1. Pihak yang mengusahakan barang-barang yang merupakan

hasil alam atau kekayaan alam;2. Produsen barang-barang hasil pertanian;3. Pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil

industri;4. Pedagang yang menjual barang-barang tersebut.

b. Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu.c. Kelompok konsumen barang-barang tersebut.

Ketentuan mengenai pendaftaran merek juga berlaku untuk pendaftaran indikasi geografis ini98.

Kantor Merek, sebagai tempat didaftarkannya Indikasi Geografis, dapat menolak pendaftaran indikasi geografis, apabila 99:a. Bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, dapat

memperdayakan atau menyesatkan masyarakat mengenai sifat seperti ciri, kualitas, asal sumber, proses pembuatan, atau kegunaannya;

b. Tidak memenuhi syarat untuk didaftar sebagai indikasi geografis.

2. Indikasi Asal

Definisi mengenai Indikasi Asal sama dengan rumusan mengenai indikasi geografis (lihat Pasal 79D huruf a UU No. 14/ 1997). Perbedaannya, pendaftaran bagi indikasi asal tidak diperlukan, sedangkan bagi indikasi geografis pendaftaran itu mutlak sifatnya. Jadi, meskipun indikasi asal tidak perlu didaftarkan, namun tetap mendapatkan perlindungan hukum 97 Lihat Pasal 79A ayat 2 UU No. 14/ 1997.98 Lihat Pasal 79A ayat 3 UU No. 14/ 1997.99 Lihat Pasal 79A ayat 4 UU No. 14/ 1997.

Page 93: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

75

Bab 4 : Reformasi Hukum Di Bidang HAMI

seperti halnya merek atau indikasi geografis. Pada hakekatnya, indikasi asal ini semata-mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa yang membedakannya dengan barang ataupun jasa dari asal daerah lainnya100.

e) Sanksi Hukum Terhadap Pelanggaran Merek

Ketentuan mengenai sanksi hukum bagi pelanggar merek dalam UU No. 14/ 1997 hanya mengalamai perubahan mengenai rumusan kata saja. Jika dalam Pasal 81 lama menyebutkan “setiap orang”, maka Pasal 81 baru menyebutnya dengan “Barangsiapa”. Pasal 81 menyebutkan, bahwa: “Barangsiapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik orang lain untuk barang dan atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta,- (seratus juta rupiah)”.

Pasal 82: barangsiapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik orang lain atau badan hukum lain, untuk barang dan atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta (limapuluh juta rupiah).

UU No. 14/ 1997 juga menetapkan ketentuan baru mengenai sanksi hukum ini, yakni Pasal 82A dan 82B. Pasal 82A berbunyi: Ayat 1 : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan

tanda yang sama pada keseluruhannya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta,- (seratus juta rupiah).

Ayat 2 : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau

100 Lihat Pasal 79A ayat 4 UU No. 14/ 1997.

Page 94: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

76

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta,- (lima puluh juta rupiah).

Pasal 82B menyebutkan: “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau jasa tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta,- (lima puluh juta rupiah).

Tindak pidana yang dimaksudkan dalam ketentuan-ketentuan diatas adalah kejahatan.

3.4. Reformasi Hukum di Bidang Merek: Bagian Keempat

Pada tanggal 1 Agustus 2001 Pemerintah Indonesia memberlakukan UU Merek yang baru No. 15 Tahun 2001 menggantikan UU Merek yang lama. Penggantian UU Merek yang lama ini dimaksudkan dalam rangka harmonisasi hukum nasional Indonesia dengan hukum internasional TRIPS Agreement 1995.

UU No. 15 Tahun 2001 masih tetap mempertahankan sistem perlindungan merek terhadap merek yang terdaftar (the first to file principle).

Page 95: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

BAB VHukum Perlindungan Hak Milik Intelektual Di Era Globalisasi

A. Menghadapi Milenium Ketiga

Hukum Perlindungan HAMI di masa mendatang yang dikenal dengan era globalisasi/Milenium ketiga akan menghadapi tantangan yang semakin berat, karena kemajuan di bidang Iptek tidak selalu diiringi dengan kemajuan di bidang hukum yang memberikan perlindungan terhadapnya. Hal ini masih ditambah lagi dengan berbagai faktor yang turut mendukung semakin tidak konsistennya pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang HAMI, seperti masih belum lengkapnya aturan tentang HAMI, kelemahan birokrasi dan profesionalisme dan mental aparat yang korup.

1. Menata Kembali Aturan Hukum HAMI

1.1. Perlunya Harmonisasi Hukum

Agar posisi negara Indonesia di mata internasional tetap dihormati, maka keberadaan ketentuan hukum dalam bidang HAMI yang sudah lengkap ini perlu senantiasa dilakukan harmo-nisasi dan sinkronisasi dengan hukum internasional terkait.

Page 96: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

78

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Pemberlakuan UU Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 yang baru adalah merupakan bukti keseriusan Indonesia untuk melakukan harmonisasi hukum nasional dengan hukum internasional, yaitu TRIPS Agreement. Demikian juga bidang Paten dan Merek telah pula dilakukan dengan pemberlakuan UU Paten No. 14 Tahun 2001 dan UU Merek No. 15 tahun 2001.

1.2.PerluRatifikasiPerjanjianInternasionalLainnya

Usaha Pemerintah Indonesia untuk meratifikasi perjanjian internasional dalam bidang HAMI perlu terus dilakukan. Hingga saat ini Indonesia masih belum melakukan ratifikasi terhadap beberapa perjanjian internasional dalam bidang HAMI. Beberapa perjanjian internasional dalam bidang HAMI yang belum diratifikasi Indonesia tersebut, seperti:a. Treaty on Intellectual Property in Respect of Integrated

Circuits 1989b. Madrid Agreement Concerning the International Registration

of Marks 1891101 c. Budapest Treaty on the International Regognition of Deposit of

Microorganisms for the Purpose of Patent Procedure 1977102 d. Lisbon Agreement for the Protection of Appellation of Origin

and their International Registration 1958103 e. Nice Agreement Concerning the International Classification

of Goods and Services for the Purposes of the Registration of Marks 1957104

f. Convention for the Protection of Producers of Phonograms Against Unauthorized duplication of Their Phonograms 1971

g. International Convention for the Protection of Performers, Producers of Phonograms and Broadcasting Organisations 1961

h. WIPO Performances and Phonograms Treaty 1996105 101 Treaty ini terakhir dimanendemen pada tahun 1979.102 Treaty ini dimodifikasi tahun 1980; Sumber: WIPO, 15 Juli 1999.103 Treaty ini terakhir diamendemen tahun 1979104 Treaty ini terakhir diamendemen tahun 1979105 Indonesia adalah negara penandatangan treaty ini. Treaty ini belum berlaku

secara efektif. Sumber: WIPO, 15 Juli 1999.

Page 97: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

79

Bab 5 : Hukum Perlindungan HAMI Di Era Globalisasi

i. Locarno Agreement Establishing an International Classification for Industrial Designs 1968106

j. Strasbourg Agreement Concerning the International Patent Classification 1971107

2. Masyarakat Kurang Memahami HAMI

Harus diakui, bahwa kehadiran HAMI masih belum disadari oleh sebagaian besar masyarakat Indonesia108. Salah satu cara yang bisa kita pakai untuk mengukur sejauh mana pemahaman masyarakat tentang HAMI adalah seberapa banyak temuan-temuan yang dihasilkan yang sudah dipatenkan109. Untuk jawaban atas pertanyaan ini ialah: masih sedikitnya jumlah invensi domestik yang dipatenkan. Menurut data yang dirilis oleh Kantor Menristek, selama tahun 1998 Indonesia hanya mampu membukukan 202 paten sederhana (simple patent)110.

Disamping itu jumlah permintaan paten domestik di Kantor Paten hanya sebesar 3, 41 persen dari 22.743 permintaan. Menurut data dari Kantor Paten, sampai awal tahun 1999 ada 10.338 permintaan pemeriksaan substantif, namun yang diberi paten hanya 3.620 dan 568 ditolak.111 Dalam hal ini kita jauh tertinggal dengan negara Asean lainnya, seperti Thailand yang pada tahun 1994 saja sudah memiliki 634 Paten. Sedangkan Jepang dan Amerika masing-masing memiliki 320.000 dan 100.000 Paten. Jumlah yang dicapai oleh Indonesia tersebut jelas sangat minim sekali dari ketentuan jumlah minimum yang menetapkan 10 persen dari keseluruhan paten harus merupakan paten domestik, sedangkan jumlah 10 persen itu harus sudah dicapai paling lambat sampai akhir tahun 1999. Bila gagal, 106 Treaty ini diamendemen tahun 1979107 Treaty ini diamendeman tahun 1979108 Kapitalis Jangan Jadikan Peneliti „Sapi Perahan“, Suara Pembaruan, 24 Agustus

1999.109 100.000 Industri Kecil Belum Punya Hak Paten, Kompas, 7 September 1999;

Belum Satupun Keramik Bali Dipatenkan, Suara Pembaruan, tanggal 7 April 1999.

110 Lihat Kompas, 2 Juli 1999.111 Permintaan Hak Paten Sangat Rendah, Suara Pembaruan, 28 Pebruari 1999.

Page 98: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

80

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

maka Indonesia ditempatkan sebagai negara yang harus diawasi (priority watchlist), seperti negara-negara Cina, Bulgaria, Israel, Malaysia, Brunei, Afrika Selatan, Mexico dan Korea112. Akibatnya, segala eksport produk Indonesia ke luar negeri akan diragukan keasliannya, karena besar kemungkinan merupakan produk bajakan dari teknologi yang tidak dipatenkan. Akibat lanjut dari tindakan tersebut ialah kerugian devisa yang sangat besar bagi negara, dan bagi industriwan tentu saja merupakan ancaman bagi kelangsungan usahanya, karena marketing dari produknya tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Untuk melakukan sosialisasi HAMI kepada masyarakat memang bukan hal yang gampang, karena dari segi aparat saja Indonesia masih belum cukup mempunyai tenaga yang profesional dalam HAMI untuk memberikan pelatihan kepada tenaga-tenaga muda113. Disamping itu, upaya ke arah ini juga terbentur dengan masalah dana. Untuk mengatasi masalah dana khususnya, maka perlu digalang kerjasama yang saling menguntungkan antara Kantor HAKI dengan berbagai pihak, seperti dengan departemen terkait, industriawan, perguruan tinggi serta kalangan praktisi dalam bidang HAMI.

3. Kelemahan Birokrasi dan Kurang Profesionalisme

Birokrasi merupakan urat nadi dari suatu pemerintahan. Apabila birokrasi baik, maka baik pula Pemerintahan itu. Sebaliknya, bila birokrasi buruk, maka buruk pula Pemerintahan itu. Paling tidak, ungkapan itu berlaku di Indonesia.

Masalah birokrasi berkaitan erat dengan masalah prosedur ketatausahaan yang sudah barang tentu berkaitan pula dengan urusan waktu dan uang114. Waktu yang dibutuhkan oleh seorang inventor untuk mendaftarkan patennya pada Kantor Paten di 112 Ibid113 Salah satu upaya untuk mensosialisasikan HAMI yang telah ditempuh adalah

dengan mengadakan Lomba Karya Tulis HAKI yang diselenggarakan oleh Kantor Menristek, lihat Kompas, 16 Juli 1999.

114 Lihat Kompas Fn. 16; Dikti Bantu Pematenan Hasil Penelitian di Perguruan Tinggi, Kompas, 30 Maret 1999.

Page 99: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

81

Bab 5 : Hukum Perlindungan HAMI Di Era Globalisasi

Jakarta sangat dirasakan lama sekali hingga mencapai 2 (dua) tahun115. Begitu juga untuk mendaftarkan suatu merek di Kantor Merek membutuhkan waktu sedikitnya 9 (sembilan) bulan116.

Lamanya proses paten dan merek ini tentunya juga tidak terlepas dari ketidakprofesinalismenya tenaga yang ada di kantor tersebut. Solusi yang baik terhadap masalah ini ialah dengan mengadakan pelatihan kepada para tenaga teknis dalam bidang HAMI, khususnya paten dan merek. Kerjasama dengan badan-badan paten asing dan organisasi internasional mungkin merupakan salah satu cara untuk mendapatkan pelatihan bagi tenaga-tenaga dalam bidang HAKI.

Disisi lain, dirasakan juga perlu pelatihan bagi aparat penegak hukum kita, karena masalah HAKI adalah masalah khusus yang membutuhkan keahlian khusus pula. Tanpa memiliki pengetahuan yang cukup tentang HAMI, maka sulit rasanya bagi mereka untuk berbuat di lapangan. Kita ambil saja contoh dalam hak cipta. Masih ada anggapan dari Polisi, bahwa masalah pelanggaran hak cipta merupakan delik aduan, padahal tidak dan sudah dianggap sebagai delik pidana biasa. Jadi, begitu melihat ada pelanggaran hak cipta, seperti kasus pembajakan, semestinya kepolisian sudah dapat menyeret pihak-pihak yang melanggar tanpa harus menunggu pengaduan terlebih dahulu dari si pemegang hak cipta.

4. Mental Aparat yang Korup

Pelaksanaan hukum di lapangan sangat ditentukan oleh aparat penegak hukum. Bagaimanapun baiknya suatu aturan hukum itu, jika tidak diiringi dengan aparat yang baik sikap mentalnya, maka tetap saja hasilnya jelek. Jika Prof. DR. Anwar Nasution, Dekan Fakultas Ekonomi UI pernah mengatakan, bahwa 115 LihatKompas, tanggal 6 Mei 1998; bandingkan Hilpert/ Martsch/ Heath,

Technologieschutz für deutsche Investitionen in Asien, 1997, hal. 307; Heath, Gewerblicher Rechtsschutz in Südostasien – Ein Überblick, GRUR Int. 1997, hal 199 dstnya.

116 Lihat Dirjen HAKI, Proses Merek sampai sembilan bulan, Kompas, 20 Pebruari 1998; bandingkan Hilpert/ Martsch/ Heath (Fn. 8), hal 327.

Page 100: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

82

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Bank Indonesia merupakan “Sarang Penyamun”, maka Kantor Merek dapat disebut sebagai “Sarang Mafia”. Penyebutan dengan sarang mafia untuk Kantor Merek di Jakarta ini tentu bukan tanpa alasan. Masalah sertifikat ganda sudah merupakan rahasia umum saat ini. Munculnya sertifikat ganda ini adalah sebagai perbuatan dari oknum yang ada di Kantor Merek dengan cara merusak buku pencatatan merek, sehingga merek yang telah terdaftar dalam buku catatan tersebut seolah-olah tidak pernah ada. Hal ini membuka peluang untuk menjual merek tersebut kepada pihak lain dan kemudian didaftarkan kembali pada Kantor Merek117. Ini semua adalah permainan orang dalam sendiri. Dalam hukum perusahaan lakon seperti ini dikenal dengan “insider trading”, yang ingin cari untung untuk diri sendiri dengan mengorbankan pihak lain.

Untuk mengatasi tingkah pejabat seperti itu adalah menindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku dan tanpa pilih kasih, karena perbuatan seperti itu jelas menimbulkan kesan yang tidak baik tidak hanya dari masyarakat Indonesia sendiri, tetapi juga dari masyarakat luar negeri. Hanya dengan cara itulah aparat negara yang bersih dan berwibawa yang sesungguhnya akan dapat diwujudkan. Sehingga, pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) akan menjadi kenyataan.

B. Supremasi Hukum Harus Ditegakkan

Masyarakat yang tertib adalah masyarakat yang menjunjung tinggi dan patuh hukum. Produk hukum dalam bentuk undang-undang yang merupakan produk legislatif dimaksudkan tidak hanya mengikat warga negara ataupun rakyat saja, melainkan mengikat setiap orang tanpa terkecuali yang berada dalam teritorial negara itu. Hukum tidak mengenal pilih kasih. Equality before the law. Hal itu jelas-jelas dinyatakan dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.117 Lihat Dirjen HAKI, Peneliti Tak Sadar Paten, Kompas tanggal 10 Desember 1997.

Page 101: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

83

Bab 5 : Hukum Perlindungan HAMI Di Era Globalisasi

Kelemahan dari Pemerintah Indonesia selama ini, baik pada masa orde lama dibawah Presiden Sukarno, masa orde baru dibawah Presiden Suharto dan diteruskan oleh Presiden Habibie dengan Orde Reformasinya, adalah tidak ditegakkannya hukum. Hukum tidak dipandang sebagai panglima, melainkan hukum dijadikan alat oleh penguasa untuk membela dan membenarkan tindakan penguasa.

Untuk memberantas segala pelanggaran dalam bidang HAMI, maka UU HAMI mutlak harus dilaksanakan dengan konsekwen. Hukuman yang diberikan kepada si pelaku harus semaksimal mungkin, sehingga si pelanggar benar-benar kapok dengan perbuatannya itu. Teori hukuman yang bertujuan untuk membuat orang takut atau menciptakan rasa takut harus dibuktikan dengan cara menjatuhkan hukuman maksimal kepada si pelaku. Kepada para penegak hukum jangan mau diiming-iming oleh pelaku dengan cara-cara KKN, sehingga si pelaku akhirnya dibebaskan atau dijatuhkan putusan yang sangat ringan. Kasus yang terakhir inilah yang sering terjadi, sehingga si pelaku kembali melakukan tindakan serupa bahkan dengan skala yang lebih besar118. Keputusan yang demikian pula menyebabkan orang lain untuk berbuat serupa, sehingga upaya memberantas kasus-kasus dalam bidang HAMI semakin banyak dan sulit untuk diatasi119. Dalam kondisi begini, orang-orang akan malas untuk menghasilkan karya cipta, karena tidak adanya perlindungan hukum yang dirasakan oleh si pencipta. Sehingga keadilan itu semakin jauh dari kenyataan.

C. Problema Penegakan Hukum Program Komputer Di Indonesia

Sebagai Negara berkembang (developing country) Pemerintah Indonesia masih mempunyai banyak persoalan 118 Jangan Sepelekan Potensi Kejahatan di Bidang HAKI, Kompas, 7 September 1999.119 Pada tahun 1998 terdapat 85 kasus pelanggaran Merek, 1 kasus pelanggaran

Hak Cipta dan 2 kasus pelanggaran Paten. Sedangkan sampai Juli 1999 terdapat 32 kasus pelanggaran Merek, 5 kasus pelanggaran Hak Cipta dan 6 kasus di bidang Paten, lihat Kompas, Jangan Sepelekan Potensi Kejahatan di Bidang HAKI, 7 September 1999.

Page 102: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

84

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

yang harus diselesaikan, baik dalam bidang hukum, politik, ekonomi, social budaya dan sebagainya. Khusus mengenai persoalan hukum, Indonesia pun masih banyak dipertanyakan oleh masyarakat internasional dalam hal kepastian hukum (legal certainty), perlindungan hukum (legal protection) dan penegakan hukum (law enforcement) dalam berbagai bidang yang terjadi di tengah-tengah masyarakat120.

Di tengah-tengah derasnya arus globalisasi di era teknologi informasi (information technology) kompleksitas substansi hukum semakin dirasakan, dan ini harus diakui bahwa dewasa ini ilmu hukum sangat bergantung pada disiplin ilmu-ilmu lainnya, seperti ekonomi, politik, social budaya dan teknologi. Oleh karena itu, kemajuan zaman dan semakin berkembangnya masyarakat akan menjadikan tugas-tugas hukum itu semakin sulit untuk mencapai tujuannya, yaitu keadilan (justice).

Persoalan hak milik intelektual (intellectual property rights) merupakan bagian dari persoalan hak asasi manusia (human rights) sebagaimana disebutkan dalam Artikel 27 (2) Deklarasi Universal Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hak Asasi Manusia (United Nations Universal Declaration of Human Rights) tanggal 10 Desember 1948. Untuk itu sudah menjadi kewajiban bagi setiap Negara untuk memberikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia dengan penuh rasa tanggungjawab serta penegakannya berdasarkan ketentuan hukum internasional yang telah disepakati121. Demikian juga dengan perlindungan terhadap bidang-bidang hak milik intelektual, seperti hak cipta122, paten123, merek124, perlindungan 120 Syafrinaldi, Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam

Menghadapi Era Globalisasi, UIR Press, Pekanbaru, 2006, hal. 4.121 Syafrinaldi, Urgensi Dan Permasalahan Harmonisassi Undang-Undang Merek

Terhadap Protokol Madrid, Jurnal Hukum Bisnis, Vo. 28 No. 2 Tahun 2009, Hal. 9.122 Diatur dengan UU No. 19 Tahun 2002 dan mulai berlaku tanggal 29 Juli 2003;

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 No. 85 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4220.

123 Diatur dengan UU No. 14 Tahun 2001 dan mulai berlaku tanggal 1 Agustus 2001; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 No. 104 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4130.

124 Diatur dengan UU No. 15 Tahun 2001 dan mulai berlaku tanggal 1 Agustus

Page 103: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

85

Bab 5 : Hukum Perlindungan HAMI Di Era Globalisasi

varietas tanaman125, rahasia dagang126, desain industri127, dan desain tata letak sirkuit terpadu128 harus diberikan sesuai dengan standar hukum internasional yang berlaku129.

Di era teknologi informasi saat ini kehidupan manusia menjadi semakin dekat dengan teknologi komputer. Penggunaan komputer sudah merupakan kebutuhan manusia dalam melaksanakan tugas-tugas rutinnya baik kerja kantoran, perusahaan, mahasiswa, dan bahkan juga bagi murid-murid di sekolah. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya penjualan komputer di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Dengan demikian, secara otomatis penggunaan program komputer (software) juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dibalik keterbatasan kemampuan ekonomi masyarakat ditambah lagi dengan kesadaran hukum yang masih rendah menjadikan software yang digunakan pada komputer, baik dalam jumlah besar seperti di kantor-kantor dan perusahaan maupun oleh individu sebagian besar merupakan software illegal dan ini tentu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Masalah penegakan hukum (law enforcement) merupakan salah satu sub sistem dalam ilmu hukum yang memainkan peran yang sangat penting. Kemampuan dan daya paksa hukum (coercive

2001; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 No. 110 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4131.

125 Diatur dengan UU No. 29 Tahun 2000 dan mulai berlaku tanggal 20 Desember 2000; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 No. 241 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4043.

126 Diatur dengan UU No. 30 Tahun 2000 dan mulai berlaku tanggal 20 Desember 2000; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 No. 242 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4044.

127 Diatur dengan UU No. 31 Tahun 2000 dan mulai berlaku tanggal 20 Desember 2000; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 No. 243 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4045.

128 Diatur dengan UU No. 32 Tahun 2000 dan mulai berlaku tanggal 20 Desember 2000; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 No. 244 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4046.

129 Lihat Van Lindberg, Intellectual Property And Open Source, O’Reilly, Cambridge, 2008, hal. 4.

Page 104: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

86

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

law) akan dibuktikan ketika hukum itu diimplementasikan di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam konteks sosiologi hukum, fase atau tahapan penegakan hukum merupakan tahapan yang sangat penting untuk menentukan apakah hukum itu dapat menjalankan tugasnya dan berfungsi secara efektif atau tidak, apakah hukum tertulis betul-betul dapat memberikan rasa adil di tengah-tengah masyarakat ketika hukum itu sudah diterapkan case by case (in concreto).

Ada banyak faktor yang menentukan baik atau tidaknya suatu hukum itu dalam tataran praktis. Pertama, ketentuan hukum tertulis secara substantif, seperti undang-undang dan ketentuan perundangan lainnya, Kedua, lembaga penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, kehakiman dan advokat. Ketiga, kesadaran hukum masyarakat, dan keempat, budaya hukum yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Keempat factor ini harus bersinergi satu sama lainnya untuk dapat diwujudkannya penegakan hukum yang berkeadilan di dalam masyarakat yang pluralis.

Apa itu program komputer? Program komputer didefini-sikan sebagai sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk penyiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut130. Program komputer dilindungi untuk jangka waktu selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan131.

Program komputer merupakan bagian dari karya intelektual yang memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Oleh karena itu, negara yang merupakan produser dari program komputer ini, seperti Amerika sangat berkepentingan sekali dengan persoalan penegakan hukum terhadap program komputer. Menurut hasil penelitian Business Software Alliance (BSA), Badan yang dibentuk oleh Pemerintah Amerika berdasarkan United States Trade Act 130 Lihat Pasal 1 angka 8 UU No. 19 Tahun 2002.131 Pasal 30 UU No. 19 Tahun 2002.

Page 105: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

87

Bab 5 : Hukum Perlindungan HAMI Di Era Globalisasi

menyebutkan, bahwa angka penggunaan software computer illegal di Indonesia pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 85%132, tetapi jumlah kerugian yang diakibatkannya lebeih besar dari tahun sebelumnya, yaitu dari US $280 juta menjadi US $ 350 juta133. Menurut lembaga ini, sebanyak 35% dari program komputer yang diinstall pada personal computer (PC) merupakan software piracy dengan kerugian mencapai US $ 40 Milyar134. Data tersebut jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum pidana materil sebagaimana diatur di dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Dari aspek hukum pidana, UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta cukup memberikan sanksi yang tegas dan lebih berat jika dibandingkan dengan UU Hak Cipta sebelumnya135. Hal ini dimaksudkan agar hukum dapat dijadikan sebagai alat preventif terhadap terjadinya suatu tindak pidana. Artinya sanksi hukum yang diatur di dalam UU diharapkan dapat menimbulkan rasa takut bagi setiap orang untuk melanggarnya.

Dari sekian banyak jumlah pelanggaran pidana yang terjadi di Indonesia dalam bidang program komputer ini sudah berapa kasus yang telah ditindaklanjuti kasusnya oleh aparat penegak hukum kita? Hingga kini, tidak ada data yang dapat digambarkan. Hal ini berarti, bahwa tindak pidana yang diatur dalam UU Hak Cipta sebagai delik biasa tersebut tidak membawa konsekuensi apa-apa. Aparat hukum tidak tanggap dan tidak berfungsi dalam meberantas kasus-kasus tindak pidana dalam bidang program komputer. 132 Bisnis Indonesia, Senin, 11 Agustus 2008, hal. 24.133 Jika kurs yang berlaku saat ini Rp 10.600,- per 1 dolar AS, maka jumlah

kerugiannya mencapai Rp 3.710.000.000.000,- (tiga triliun tujuh ratus sepuluh milyar rupiah).

134 Jika kurs yang berlaku saat ini Rp 10.600,- per 1 dolar AS, maka jumlah kerugiannya mencapai Rp 424.000.000.000.000,- (empat ratus dua puluh empat triliun rupiah).

135 Di dalam Pasal 72 ayat (3) UU No. 19 Tahun 2002 disebutkan : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Page 106: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

88

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Keberadaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang ditugaskan oleh UU Hak Cipta juga tidak menjalankan tugasnya. Padahal PPNS seharusnya dapat memainkan peran pembantu yang cukup strategis dalam membantu penyidik kepolisian dalam mengungkap berbagai pelanggaran dalam bidang hak cipta. Pasal 71 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2002 menetapkan bahwa wewenang PPNS untuk melakukan penyidikan sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Dalam Pasal 71 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2002 disebutkan beberapa kewenangan PPNS :a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau kete-

rangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta;b. melakukan pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum

yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Hak Cipta;c. meminta kerangan dari pihak atau badan hukum sehubungan

dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta; d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan

dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta;

e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain;

f. melakukan penyitaan bersama-sama dengan pihak Kepolisian terhadap bahan atau barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Hak Cipta; dan

g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta.

Sebetulnya PPNS sesuai dengan kewenangan yang dimi-likinya tersebut dapat melakukan tindakan hukum sebagai inisiator dari rangkaian proses penegakan hukum. Ada beberapa hal yang menyebabkan kurang efektifnya PPNS dalam menjalankan tugas. Pertama, kurangnya profesionalisme PPNS dan itu telah mengkerdilkan eksistensi mereka sendiri sebagai alat penegak hukum. Untuk itu perlu dicarikan solusi yang tepat agar PPNS dapat diberdayakan dalam penegakan hukum dalam bidang hak

Page 107: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

89

Bab 5 : Hukum Perlindungan HAMI Di Era Globalisasi

cipta. Berbagai pelatihan khusus perlu diberikan kepada PPNS, karena untuk dapat memahami dengan baik tentang program komputer dituntut keterampilan dan pelatihan secara khusus. Kedua, perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja PPNS secara berkala dan terprogram. Bagi PPNS yang tidak memiliki prestasi setelah diberikan pelatihan yang cukup, maka kepada PPNS tersebut perlu dilakukan reposisi.

Dengan semakin merajalelanya kasus-kasus pelanggaran penggunaan program komputer ilegal di banyak negara dunia, termasuk di Indonesia BSA mencoba mengambil langkah persuasif di Indonesia dengan maksud untuk meminimalisir pelaggaran program komputer ilegal tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan oleh BSA bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia adalah program sertifikasi Hak Kekayaan Intelektual. Program ini bertujuan untuk memberikan keringganan biaya kepada pengguna program komputer dengan cara pendaftaran penggunaan program komputer untuk mendapatkan sertifikasi dari BSA dengan biaya yang cukup terjangkau.

Tabel1:BiayaSertifikasiProgramKomputer

No. Jumlah Komputer Biaya (US$ Per Tahun)1. 1 sampai 20 Unit 502. 21 – 50 Unit 1003. 51 sampai 100 Unit 1504. 101 sampai 249 Unit 2505. 300 sampai 499 Unit 3506. Lebih dari 500 Unit 500

Sumber : Bisnis Indonesia, Senin, 11 Agustus 2008, Hal. 14.

Program sertifikasi dapat saja dilaksanakan, namun proses penegakan hukum dalam hal terjadinya pelanggaran di bidang program computer harus dilaksanakan sebagaimana mestinya, sehingga masalah kepastian hukum dapat diciptakan di

Page 108: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

90

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Indonesia. Apalagi pelanggaran hukum dalam bidang hak cipta ini digolongkan sebagai tindak pidana penting yang penanganannya mendapat perhatian khusus dari Kejaksaan Agung.

Penegakan hukum dalam bidang hak cipta, khususnya program komputer di Indonesia masih sangat lemah, hal ini dapat dilihat dari tidak adanya kasus-kasus pelanggaran program komputer yang diperkarakan di pengadilan. Maraknya penggunaan program komputer secara ilegal di tanah air terkesan bukanlah merupakan suatu pelanggaran hukum yang serius, sehingga masyarakat tidak merasa takut dengan sanksi hukum yang diancamkan dalam undang-undang. Praktik pembiaran ini menimbulkan ketidakpastian hukum yang semakin parah di Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas hukum.

Pemerintah harus memiliki komitmen yang kuat dalam penegakan hukum di segala bidang. Terciptanya negara sejahtera (welfare State) juga ditentukan oleh aturan hukum dan penegakan hukum. Demikian juga dengan penciptaan citra positif suatu Negara di mata internasional juga harus didukung oleh penegakan hukum dan kepastian hukum yang mantap.

Page 109: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

Bab VIPerlindungan Hak Milik Intelektual Menurut Hukum Internasional

A. Umum

Masalah perlindungan hukum terhadap hak milik intelektual (HAMI) sudah merupakan masalah global, yakni sudah menjadi masalah umat manusia di seluruh dunia. Hukum internasional sudah memulai usahanya ini sejak tahun 1883 dengan disetujuinya Paris Convention for the Protection of Industrial Property. Hingga kini, usaha yang lebih baik dan nyata terus dilancarkan masyarakat internasional untuk melindungi HAMI. Sejak tahun 1948, dengan diberlakukannya Universal Declaration of Human Rights oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations), maka HAMI sudah menjadi bagian dari Human Rights (Hak Asasi Manusia). Ini adalah langkah tegas yang telah diambil oleh masyarakat internasional, bahwa masalah perlindungan HAMI perlu terus diperhatikan dan ditingkatkan.

Paparan berikut ini terfokus pada perlindungan hukum HAMI menurut hukum internasional yang bersumberkan kepada konvensi atau perjanjian internasional yang bersifat multilateral.

Page 110: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

92

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

B. Paris Convention for the Protection of Industrial Property 1883

Konvensi Paris tentang HAMI dalam bidang industri ditandatangani pada tanggal 20 Maret 1883 di kota Paris, Perancis. Konvensi Paris ini merupakan ketentuan hukum internasional yang tertua dalam bidang HAMI. Konvensi Paris merupakan perjanjian internasional yang bersifat multilateral, yaitu perjanjian internasional yang ditandatangani dan diikuti oleh banyak negara. Konvensi Paris ini telah beberapa kali mengalami perubahan:1. di Brusel tanggal 14 Desember 19002. di Washington tanggal 2 Juni 19113. di Den Haag tanggal 6 Nopember 19254. di London tanggal 2 Juni 19345. di Lisabon tanggal 31 Oktober 19586. di Stockholm tanggal 14 Juli 19677. dan dirubah kembali tanggal 2 Oktober 1979.

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Paris hasil revisi Sockholm ini pada tanggal 5 September 1997136. Konsekwensi hukum dari ratifikasi ini ialah Indonesia terikat dengan segala ketentuan hukum yang ada dalam konvensi Paris tersebut dengan membuatkan aturannya dalam perundang-undangan nasional. Beberapa hal penting yang ditetapkan dalam konvensi Paris ini dapat diuraikan dibawah ini.

1. HAMI Yang Dilindungi Menurut Konvensi Paris

Objek yang dilindungi dalam konvensi Paris disebutkan dalam Artikel 1 ayat 2: “The protectuion of industrial property has as ist object patents, utility models, industiral designs, trademarks, service marks, trade names, indications of source or appelations of origin, and the repression of unfair competition”. Sedangkan yang dimaksud dengan hak milik dalam bidang industri (industrial property) dijelaskan dalam ayat 3: “Industrial property shall be 136 Indonesia sudah menjadi anggota Konvensi Bern ini sejak tanggal 24 Desember

1950. Sampai saat ini, konvensi Bern memiliki anggota berjumlah 155 negara; sumber: WIPO, 15 Juli 1999.

Page 111: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

93

Bab 6 : Perlindungan Hak Milik Intelektual Menurut Hukum Internasional

understood in the broadest sense and shall apply not only to industry and commerce proper, but likewise to agricultural and extractive industries and to all manufactured or natural products, for example, wines, grain, tobacco, leaf, fruit, cattle, minerals, mineral waters, beer, flowers, and flour”.

2. Prinsip National Treatment

Prinsip National Treatment ini sangat penting sekali, karena prinsip ini memberikan jaminan kepada HAMI yang dilindungi di negera asalnya juga mendapat perlindungan hukum serupa di negara-negara lain yang menjadi anggota dari Konvensi Paris. Prinsip ini pada dasarnya berdasarkan mutual benefit atau saling menguntungkan.

Prinsip national treatment ini disebutkan dalam Artikel 2 Konvensi Paris:”Nationals of any country of the Union shall, as regards the protection of industrial property, enjoy in all the other countries of the Union the advantages that their respective law now grant, or may hereafter grant, to nationals; all without prejudice to the rights specially provided for by this Convention. Consequently, they shall have the same protection as the latter, and the same legal remedy against any infringement of their rights, provided that the conditions and formalities imposed upon nationals are compiled with”.

3. Perlindungan Hukum Terhadap Persaingan Usaha Tidak Sehat

Perlindungan hukum terhadap persaingan tidak sehat dalam dunia usaha menjadi salah satu objek dari konvensi Paris137. Artikel 10bis menyebutkan:Ayat 1 : The countries of the Union are bound to assure to nationals of such countries effective protection against unfair competition.Ayat 2 : Any act of competition contrary to honest practices in industrial or commercial matters constitutes an act of unfair competition.137 Lihat Artikel 1 ayat 2 Konvensi Paris.

Page 112: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

94

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Ayat 3 : The following in particular shall be prohibited:1. All acts of such a nature as to create confusion by

any means whatever with the establishment, the goods, or the industrial or commercial activities, of a competitor;

2. False allegations in the course of trade of such a nature as to discredit the establishment, the goods, or the industrial or commercial activities, of a competitor;

3. Indications or allegations the use of which in the course of trade is liable to mislead the public as to the nature, the manufacturing process, the characteristics, the suitability for their purpose, or the quantity, of the goods.

Indonesia sejak tanggal 5 Maret 1999138 sudah memiliki UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Berarti, Indonesia telah maju selangkah lagi untuk memenuhi tuntutan hukum internasional yang berkaitan dengan HAMI.

C. Berne Convention for The Protection of Scientific,Literary and Artistic Works 1886

Konvensi Bern yang ditandatangani pada tanggal 9 September 1886 di kota Bern, Swiss ini merupakan ketentuan hukum internasional tertua dalam bidang hak cipta139. Konvensi ini telah beberapa kali mengalami perubahan:1. di Paris tanggal 4 Mei 18962. di Berlin tanggal 13 Nopember 19083. di Bern tanggal 20 Maret 19144. di Roma tanggal 2 Juni 19285. di Brusel tanggal 26 Juni 1948138 Lembaran Negara No. 33 Tahun 1999. Berdasarkan Pasal 53, UU ini baru

diberlakukan satu tahun sejak diundangkan, yakni mulai 5 Maret 2000.139 Lihat Bab 1 sub E buku ini tentang Pengaruh Hukum Internasional Dalam

Perkembangan HAMI, hal. 9 dstnya.

Page 113: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

95

Bab 6 : Perlindungan Hak Milik Intelektual Menurut Hukum Internasional

6. di Stockholm tanggal 14 Juli 19677. di Paris tanggal 24 Juli 19718. dan dirubah kembali tanggal 28 September 1979.

Indonesia baru meratifikasi Konvensi Bern ini untuk pertama kali pada tanggal 5 September 1997140 dengan pengecualian (reservation) pada Artikel 33 ayat 2 Konvensi Bern tentang jurisdiksi Mahkamah Internasional dalam penyelesaian sengketa. Dengan demikian, Indonesia terikat dengan segala ketentuan yang ditetapkan dalam konvensi Bern dan konsekwensi hukum dari itu, maka Indonesia harus menjabarkannya dalam ketentuan perundang-undangan nasional. Beberapa hal penting yang dimuat dalam konvensi Bern ini dapat dilihat dibawah ini.

1. HAMI Yang Dilindungi Menurut Konvensi Bern

Mengenai objek yang dilindungi menurut Konvensi Bern ini luas sekali, seperti yang disebutkan dalam Artikel 2 ayat 1:”The expression literary and artistic works shall include every production in the literary, scientific and artistic domain, whatever may be the mode or form of ist expression, such as books, pamphlets and other writings; lectures, adderesses, sermons and other works of the same nature; dramatic or dramatico-musical works; choreographic works and entertainments in dumb show; musical compositions with or without words; cinematographic works to which are assimilated works expressed by a process analogous to cinematography; works of drawing, painting, architecture, sculpture, engraving and lithography; photography; works of applied art; illustrations, maps, plans, sketches and three-dimensional works relative to geography, topography, architecture or science”.

Meskipun Artikel 2 ayat 1 diatas telah menggambarkan cakupan objek yang dilindungi menurut konvensi, namun kepada negara-negara anggota diberikan keleluasaan untuk merumuskannya dalam undang-undang nasional tentang objek HAMI dimaksud. Hal ini tentunya dengan melihat kepada latar 140 Sampai saat ini anggota dari Konvensi Bern ini berjumlah 140 negara; sumber:

WIPO, 15 Juli 1999.

Page 114: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

96

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

belakang sejarah dan kebudayaan serta adat istiadat yang berlaku dalam suatu negara. Seperti di Indonesia, seni karawitan, seni batik dan berbagai bentuk dan wujud applied art lainnya adalah merupakan ke khasan/keistimewaan yang dimiliki Indonesia yang tidak ditemukan di negara lain.

2. Prinsip National Treatment

Konvensi Bern juga menganut prinsip national treatment yang dimuat dalam Artikel 6 ayat 1 yang menyatakan:”Where any country outside the Union fails to protect in an adequate manner the works of authors who are nationals of one of the countries of the Union, the latter country may restrict the protection given to the works of authors who are, at the date of the first publication threof, nationals of the other country and are not habitually resident in one of the countries of the Union. If the country of first publication avails itself of this right, the other countries of the Union shall not be required to grant to works thus subjected to special treatment a wider protection than that granted to them in the country of first publication”.

Dari bunyi ketentuan diatas dapat dikatakan, bahwa apabila suatu negara yang bukan menjadi anggota dari Konvensi Bern tidak memberikan perlindungan terhadap ciptaan dari seseorang yang berasal dari negara anggota konvensi, maka negara yang menjadi peserta konvensi ini dapat melakukan pembatasan untuk memberikan perlindungan terhadap ciptaan dari warga negara yang bukan berasal dari negara peserta konvensi. Jika suatu negara dimana ciptaan itu pertama kali dipublikasikan memberikan perlindungan terhadap ciptaan tersebut, maka negara anggota konvensi tidak diharuskan untuk memberikan perlindungan serupa yang melebihi dari perlindungan yang diberikan oleh negara pertama (yang bukan anggota konvensi).

3. Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta

Artikel 7 ayat 1 Konvensi Bern memberikan perlindungan kepada hak cipta selama hidup pencipta dan 50 (lima puluh)

Page 115: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

97

Bab 6 : Perlindungan Hak Milik Intelektual Menurut Hukum Internasional

tahun setelah pencipta meninggal (The term of protection granted by this Convention shall be the life of the author and fifty years after his death). Dalam ayat 2 disebutkan, bahwa karya cinematografi hanya berlaku selama 50 (lima puluh) tahun setelah karya tersebut diumumkan kepada publik.

Untuk karya yang tidak disebutkan penciptanya atau karya cipta dengan nama samaran (anonymous or pseudonymous works) berlaku untuk 50 (lima puluh) tahun setelah dipublikasikan. Bilamana dapat dibuktikan, bahwa nama samaran tersebut menunjuk kepada identitas orang yang pasti, maka jangka waktu perlindungannya berlaku sampai 50 (lima puluh tahun) setelah ia meninggal141.

Mengenai jangka waktu perlindungan untuk karya cipta berupa fotografi dan seni terapan (applied art) konvensi menyerahkan sepenuhnya kepada negara peserta untuk menetapkannya di dalam legislasi nasional negara tersebut, tetapi jangka waktu tersebut tidak boleh kurang dari 25 (dua puluh lima) tahun sejak karya tersebut dibuat142. Penghitungan jangka waktu dimulai dari tanggal 1 Januari tahun berikutnya143. Untuk karya cipta yang diciptakan oleh lebih dari satu orang (Joint Authorship) jangka waktunya dihitung dari pencipta yang paling lama hidupnya144.

D. Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 1948

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang ditandatangani pada tanggal 10 Desember 1948 oleh Majelis Umum PBB merupakan ketentuan hukum internasional pertama yang lahir setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua tahun 1945 dalam bidang Human Rights. Sejak itu, masalah Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi sorotan tajam dari negara-negara maju, khususnya 141 Artikel 7 ayat 3 Konvensi Bern.142 Artikel 7 ayat 4 Konvensi Bern143 Artikel 7 ayat 5 Konvensi Bern.144 Artike 7bis Konvensi Bern.

Page 116: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

98

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Amerika dan Eropa. Masalah perlindungan HAM seringkali menjadi ukuran bagi negara-negara maju untuk menentukan suatu negara itu demokratis atau tidak, sehingga ukuran itu juga dipakai sebagai salah satu persyaratan informal bagi negara-negara maju untuk memberikan bantuan ekonomi bagi negara dunia ketiga.

Dalam kaitannya dengan HAMI, Artikel 27 ayat 2 UDHR menyebutkan:”Everyone has the right to the protection of moral and material interests from any scientific, literary or artistic production of which he is the author”. Dari ketentuan Artikel 27 ayat 2 UDHR dapat dijelaskan, bahwa masalah HAMI adalah masalah HAM yang wajib dilindungi oleh setiap negara dalam ketentuan perundang-undangan nasional negara itu. Seperti Grundgesetz (UUD) Jerman jelas dinyatakan, bahwa Artikel 14 Grundgesetz juga dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap HAMI. Dengan demikian, maka HAMI adalah bagian dari HAM.

E. World Intellectual Property Organization (WIPO) 1967

Konvensi WIPO (Organisasi Dunia tentang Hak Milik Intelektual) ini ditandatangani di Stockholm, Swedia, pada tanggal 14 Juli 1967, dan pada tanggal 28 September 1979 dilakukan revisi pertama. Indonesia sudah meratifikasi perjanjian WIPO ini pada tanggal 18 Desember 1979145. Maksud didirikannya WIPO ialah untuk memodernisasi dan melakukan efisiensi administrasi dalam bidang perlindungan HAMI dengan tetap menghormati kebebasan setiap negara peserta146. Jadi, WIPO ini bertugas untuk melakukan kegiatan administrasi dari semua perjanjian internasional yang berkaitan dengan HAMI.

WIPO adalah Organisasi Internasional Antar Pemerintahan yang berkedudukan di kota Jenewa, Swiss dan merupakan 145 Jumlah negara anggota WIPO sampai saat ini 171 negara; sumber: WIPO 15 Juli

1999.146 Preabel WIPO.

Page 117: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

99

Bab 6 : Perlindungan Hak Milik Intelektual Menurut Hukum Internasional

salah satu dari 16 badan khusus PBB. WIPO bertanggungjawab untuk memajukan perlindungan HAMI di seluruh dunia dengan melakukan kerjasama yang berkenaan dengan aspek hukum dan aspek administrasi dari HAMI. Salah satu kegiatan yang penting dari WIPO adalah kerjasama yang bersifat membangun dengan negara-negara berkembang dalam hal perlindungan HAMI.

Beberapa hal penting yang diatur dalam Konvensi WIPO ini dapat disimak berikut ini.

1. HAMI Menurut WIPO

Artikel 2 viii WIPO menyebutkan tentang ruang lingkup HAMI yang sebenarnya merupakan kumulasi dari pada HAMI yang telah disebutkan dalam konvensi-konvensi internasional, seperti konvensi Paris dan konvensi Bern. Intelectual property shall include the rights relating to:a. literary, artistic and scientific works,b. performances of performing artists, phonograms, and

broadcasts,c. inventions in all fields of human endeavor,d. scientific discoveries,e. industrial designs,f. trademarks, service marks, and commercial names and

designations,g. protection against unfair competition, and other rights

resulting from intelectual activity in the industrial, scientific, literary or artistic fields.

2. Tujuan WIPO

Artikel 3 WIPO merinci tentang tujuan didirikannya organisasi ini. The objectives of the Organization are:1. to promote the protection of intelectual property throughout

the world through cooperation among States and, where appropriate, in collaboration with any other international organization,

2. to ensure administrative cooperation among the Unions.

Page 118: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

100

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Organisasi ini memiliki kantor pusat yang disebut dengan “International Bureu” untuk melakukan kegiatan administrasinya yang berdomisili di kota Jenewa, Swiss. WIPO dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal sebagai organ tertinggi dalam organisasi. Segala bentuk komunikasi yang dilakukan oleh negara-negara internasional yang berkenaan dengan HAMI, seperti ratifikasi perjanjian internasional dalam bidang HAMI ataupun masalah pengunduran diri sebagai anggota perjanjian internasional ditujukan kepada Dirjend WIPO.

F. Treaty on Intellectual Property in Respect of Inte-grated Circuits (IPIC Treaty) 1989

Perjanjian IPIC ditandatangani di Washington pada tanggal 26 Mei 1989 dan merupakan ketentuan hukum internasional baru dalam bidang HAMI, sebab hal ini belum diatur dalam ketiga konvensi yang telah dibicarakan diatas147. Meskipun perjanjian IPIC ini baru, tidak dapat dijadikan alasan bagi negara-negara yang sudah meratifikasi perjanjian TRIPs untuk tidak membuat perundang-undangan nasional tentang IPIC ini. Indonesia hingga saat ini belum memiliki UU tentang Disain Tata Letak Sirkuit Terpadu, juga tidak ditemukan dalam UU HAMI lainnya, sehingga masalah ini belum ditemukan pengaturannya dalam hukum nasional kita.

Beberapa hal penting yang dapat dicermati dalam perjanjian IPIC ini dapat diuraikan berikut ini.

1. HAMI Yang Dilindungi Menurut IPIC Treaty

Dalam Artikel 2 IPIC menyebutkan tentang objek yang dilindungi, yakni:147 Sampai saat ini IPIC Treaty belum berlaku secara efektif, karena baru 8 negara

yang memberikan tandatangannya: Cina, Mesir, Ghana, Guatemala, India, Liberia, Yugoslavia dan Zambia. Diantara 8 negara itu, baru Mesir yang sudah memasukkan dokumen ratifikasi. Artikel 16 ayat 1 IPIC Treaty ini mensyaratkan, bahwa Treaty ini mulai berlaku 3 (tiga) bulan setelah sedikitnya 5 (lima) negara atau Organisai Antar Pemerintahan memberikan dokumen ratifikasi, menerima, menyetujui dan menjadi anggota. Sumber: WIPO, 15 Juli 1999.

Page 119: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

101

Bab 6 : Perlindungan Hak Milik Intelektual Menurut Hukum Internasional

1. “Integrated Circuit” means a product, in ist final form or an intermediate form, in which the elements, at least one of which is an active element, and some or all of the interconnections are integrally formed in andor on a piece of material and which is intended to perform an electronic function.

2. “Layout-design” (topography) means the three-dimensional disposition, however expressed, of the elements, at least one of which is an active element, and of some or all the interconnections of an integrated circuit, or such a three-dimensional disposition prepared for an integrated circuit intended for manufacture.

2. Prinsip National Treatment

Perjanjian IPIC juga menganut prinsip national treatment, seperti Paris dan Bern Convention. Prinsip ini disebutkan dalam Artikel 5 ayat 1: Subject to cmpliance with ist obligation referred to in Article 3 (1)(a), each Contracting Party, shall in respect of the intelectual property protection of layout-designs (topographies), accord within ist territory, (i) to natural persons who are nationals of, or are domiciled in

the territory of, any of the other Contracting Parties, and(ii) to legal entities which or natural persons who, in the territory

of any of the other Contracting Parties, have a real and effective establishment for the creation of layout-designs (topographies) or the production of integrated circuits, the same treatment that it accords to ist own nationals.

3. Jangka Waktu Perlindungan

Artikel 8 IPIC Treaty menetapkan, bahwa jangka waktu perlindungan minimum bagi IPIC selama 8 (delapan) tahun. Berarti, negara-negara anggota boleh saja memberikan perlindungan lebih dari jangka waktu yang disebutkan dalam Artikel 8 tersebut.

Page 120: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

102

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

G. Trademark Law Treaty (TLT) 1994

Perjanjian tentang Merek Internasional (TLT) ini ditandatangani di Jenewa pada tanggal 27 Oktober 1994. Sejak tanggal 5 September 1997148 Indonesia telah menjadi anggota dari TLT dengan melakukan ratifikasi terhadap TLT ini. Secara khusus TLT ini mengatur tentang merek dagang dan merek jasa. Beberapa hal penting yang dimuat dalam TLT ini dapat dijelaskan berikut ini.

1. Merek dan Jenis Merek Yang Dilindungi

Artikel 2 TLT memuat ketentuan tentang jenis merek yang mendapat perlindungan oleh hukum internasional. Ayat 1: Nature of Marksa. This Treaty shall apply to marks consisting of visible signs,

provided that only those Contracting Parties which accept for registration three-dimensional marks shall be obliged to apply this Treaty to such marks.

b. This Treaty shall not apply to hologram marks and to marks not consisting of visible signs, in particular, sound marks and olfactory marks.

Ayat 2: Kinds of Marksa. This Treaty shall apply to marks relating to goods (trademarks)

or services (service marks) or both goods and services.b. This Treaty shall not apply to collective marks, certification

marks and guarantee marks.Dari ketentuan diatas, dapat dikatakan bahwa TLT hanya

memberikan perlindungan hukum terhadap merek yang kelihatan dengan mata (visible marks) dan juga merek dengan tiga dimensi. TLT tidak berlaku untuk merek hologram dan merek yang tidak visible, khususnya merek dalam bentuk rekaman suara suara. Disamping itu, TLT juga membagi merek menjadi dua bagian: merek dagang dan merek jasa (trademarks and service marks).

148 Sampai saat ini jumlah anggota TLT ini sebanyak 24 negara; sumber: WIPO, 15 Juli 1999.

Page 121: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

103

Bab 6 : Perlindungan Hak Milik Intelektual Menurut Hukum Internasional

Tetapi TLT ini juga tidak berlaku terhadap merek kolektiv, sertifikat merek dan jaminan merek.

Dalam pelaksanaan ketentuan yang dimuat dalam TLT ini, konvensi Paris tahun 1883 dan Nice Agreement concerning the International Classification of Goods and Services for the Purposes of the Registration of Marks yang ditandatangani di Nice, Perancis tanggal 15 Juni 1957 berkaitan erat dengan TLT. Hal ini dikarenakan, bahwa konvensi Paris juga mengatur tentang merek dan perjanjian Nice menetapkan aturan berkenaan dengan klasifikasi barang dan jasa untuk tujuan pendaftaran merek.

H. Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) 1994

Perjanjian tentang Aspek-Aspek yang Berkaitan Dengan HAMI (TRIPs) ditandantangani di Marakesh, negara Maroko pada 15 April 1994. Perjanjian TRIPs adalah merupakan bagian dari Perjanjian yang mendirikan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) sebagai pengganti General Agreement on Tariff and Trade (GATT). Latar belakang didirikannya WTO ialah karena kegagalan dan tidak efektifnya GATT dalam melaksanakan misinya sebagai badan yang berwenang untuk mengatur masalah perdagangan dan tarif internasional. Disamping itu, TRIPs adalah produk hukum internasional yang lahir sebagai akibat dari kemajuan di bidang iptek memasuki abad ke 21. Lahirnya TRIPs juga merupakan tuntutan yang sangat kuat dari negara-negara maju sebagai negara yang menguasai iptek.

TRIPs baru diberlakukan secara efektif pada tanggal 1 Januari 1995. Untuk negara berkembang (Developing Country) TRIPs baru diberlakukan 5 (lima) tahun kemudian, yakni per 1 Januari 2000149. Sedangkan untuk negara terkebelakang (Least-Developed Country) TRIPs mulai diberlakukan 10 (sepuluh) tahu kemudian, yakni per 1 Januari 2006150.149 Artikel 65 ayat 2 TRIPs.150 Artikel 66 ayat 1 TRIPs.

Page 122: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

104

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Harus diakui, bahwa kehadiran TRIPs ini banyak mencemaskan negara-negara internasional, khususnya negara-negara berkembang. Sebab, banyak diantara developing countries itu, seperti Cina, Indonesia, Malaysia, Korea, Bulgaria, dan negara-negara Asia lainnya belum memiliki legislasi nasional yang lengkap untuk memberikan perlindungan hukum terhadap HAMI. Disamping itu, penegakan hukum yang dilakukan oleh negara-negara tersebut juga masih jauh menyentuh rasa keadilan. Artinya, masalah penegakan hukum, khususnya terhadap pelanggaran HAMI, belum menjadi perhatian yang serius dari negara-negara berkembang tersebut. Beberapa hal penting dari perjanjian TRIPs ini diuraikan dibawah ini.

1. Sifat dan Ruang Lingkup Kewajiban

Sebagai perjanjian internasional yang bersifat multilateral, TRIPs tidak mewajibkan kepada negara-negara perserta perjanjian untuk memberikan perlindungan hukum terhadap HAMI melebihi dari yang ditetapkan dalam TRIPs. Jadi, negara-negara bebas untuk mewujudkan atau memformulasikan aturan-aturan TRIPs ke dalam legislasi nasional negara peserta151.

Ruang lingkup dari TRIPs ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah HAMI, seperti yang disebutkan dalam Bab 1 sampai 7 bagian II perjanjian TRIPs152. Bab 1 : Copyright and Related Rights (Artikel 9 – 14)Bab II : Trademarks (Artikel 15 – 21)Bab III : Geographical Indications (Artikel 22 – 24)Bab IV : Industrial Designs (Artikel 25 – 26)Bab V : Patents (Artikel 27 – 34)Bab VI : Layout-Design (Topographies) of Integrated Circuits

(Artikel 35 – 38)Bab VII : Protection of undisclosed Information (Artikel 39 – 39).

151 Lihat Artikel 1 ayat 1 TRIPs.152 Lihat Artikel 1 ayat 2 TRIPs.

Page 123: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

105

Bab 6 : Perlindungan Hak Milik Intelektual Menurut Hukum Internasional

Jadi, pemberlakuan TRIPs ini sangat terkait dengan perjanjian-perjanjian internasional lainnya, seperti Konvensi Paris, Konvensi Bern, WIPO, Konvensi Roma, Perjanjian Madrid, dan lain-lain perjanjian internasional. Hal ini disebabkan, karena TRIPs hanya mengatur masalah HAMI secara garis besar saja, sedangkan hal-hal yang detail merujuk kepada perjanjian-perjanjian internasional yang sesuai dengan permasalahannya. Sebagai contoh, tentang hak cipta dan hak-hak yang berhubungan dengan hak cipta, maka disamping ketentuan TRIPs secara otomatis juga berlaku ketentuan Konvensi Bern. Oleh karena itu, kepada negara-negara yang sudah meratifikasi perjanjian TRIPs ini diwajibkan secara otomatis untuk menjadi peserta konvensi-konvensi internasional lainnya yang mengatur masalah HAMI dan merumuskannya ke dalam legislasi nasional.

2. Prinsip National Treatment

Prinsip national treatment ini dimuat dalam Artikel 3 ayat TRIPs: “Each member shall accord to the nationals of other Members treatment no less favpurable than it accords to ist own nationals with regard to the protection of intelectual property, subject to the exceptions already provided in, respectively, the Paris Convention (1967), the Berne Convention (1971), the Rome Convention and the Treaty on Intellectual Property in respect of Integrated Circuits. In respect of performers, producers of phonograms and boradcasting organizations, this obligation only applies in respect of the rights provided under this Agreement...”. Maksud dari prinsip national tratment dalam TRIPs ini sama dengan prinsip national treatment yang sudah diuraikan diatas.

3. Prinsip Most-Favoured-Nation Treatment

Most-Favoured-Nation Treatment ini adalah prinsip yang memberikan keuntungan/keistimewaan kepada negara-negara tertentu. Jadi, bila suatu negara anggota memberikan keistimewaan/keuntungan tertentu kepada seorang warga negara dari negara anggota, maka perlakuan serupa juga harus

Page 124: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

106

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

diberikan kepada warga negara dari negara-negara anggota lainnya dengan tanpa persyaratan. Prinsip ini dimuat dalam Artikel 4 TRIPs: “With regard to the protection of intellectual property, any advantage, favour, privilege or immunity granted by a Member to the nationals of any other country shall be accorded immediately and unconditionally to the nationals of all other Members. Exempted from this obligation are any advantage, favour, privilege or immunity accorded by a Member:a. deriving from international agreements on judicial assistance

and law enforcement of a general nature and not particularly confined to the protection of intellectual property;

b. granted in accordance with the provisions of the Berne Convention (1971) or the Rome Convention authorizing that the treatment accorded be a function not of national treatment but of the treatment accorded in another country;

c. in respect of the rights of performers, producers of phonograms and boadcasting organizations not provided under this Agreement;

d. deriving from international agreements related to the protection of intellectual property which entered into force prior to the entry into force of the Agreements are notified to the Council for Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights and do not constitute an arbitrary or unjustifiable discrimination against nationals of other Members”.

4. Hak Cipta

Mengenai Hak Cipta yang dimuat dalam TRIPs ini, tidak semuanya digambarkan dalam uraian dibawah ini, kecuali hal-hal baru dan belum diatur secara jelas dalam konvensi Bern atau ketentuan hukum internasional lainnya.

4.1. Perlindungan Terhadap Program Komputer dan Bank Data

Perjanjian TRIPs dengan tegas menyatakan, bahwa program komputer dan bank data termasuk ke dalam hak cipta yang harus dilindungi. Mengenai program komputer memang bukan hal baru,

Page 125: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

107

Bab 6 : Perlindungan Hak Milik Intelektual Menurut Hukum Internasional

karena program komputer termasuk ke dalam kelompok karya kesusastraan yang diatur dalam konvensi Bern153. Sedangkan Bank Data (Compilations of Data) memang merupakan hal baru dalam HAMI, karena ketentuan hukum internasional sebelumnya belum mengatur tentang ini.

Artikel 10 ayat 2 TRIPs mengatakan: “Compilations of data or other material, whether in machine readeble or other form, which by reason of the selection or arrangement of their contents constitute intellectual creations shall be protected as such. Such protection, which shall not extend to the data or material itself, shall be without prejudice to any copyright subsisting in the data or material itself”. Jadi, yang dimaksud dengan bank data ialah kumpulan data atau bahan-bahan lainnya yang dapat dibaca dengan menggunakan mesin atau alat lainnya yang baik susunan ataupun pemilihan daripada isinya merupakan kreasi intelektual manusia. UUHC Indonesia belum memuat ketentuan tentang bank data ini. Karena itu, selayaknya UUHC dilakukan perubahan kembali guna disempurnakan dan disesuaikan dengan keadaan sekarang ini.

4.2. Hak Sewa

Mengenai hak sewa (Rental Rights) diatur dalam Artikel 11 TRIPs: “In respect of at least computer programs and cinematographic works, a Member shall provide authors and their successors in title the right to authorize or to prohibit the commercial rental to the public of originals or copies of their copyright works. A Member shall be exceoted from this obligation in respect of cinematographic works unless such rental has led to widespread copying of such works which is materially impairing the exclusive right of reproduction conferred in that Member on authors and their successors in title. In respect of computer programs, this obligation does not apply to rentals where the program itself is not the essential object of the rental”.

153 Lihat Artikel 10 ayat 1 TRIPs.

Page 126: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

108

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Jadi, untuk karya cipta film dan program komputer si pencipta dan ahli warisnya memperoleh hak dari negara melalui legislasi nasional untuk memberi izin atau melarang penyewaan secara komersial kepada publik atas ciptaannya, baik yang asli maupun kopiannya. Suatu negara dapat dibebaskan dari kewajiban ini berkenaan dengan karya cipta film, kecuali kalau penyewaan itu sudah merupakan penyebaran secara luas dari kopian karya cipta tersebut yang secara ekonomis telah menghalangi hak eksklusiv untuk reproduksi yang diberikan negara kepada pencipta atau ahliwarisnya. Kewajiban serupa tidak berlaku untuk program komputer, karena program komputer bukan merupakan objek dari sewa.

4.3. Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta

Jangka waktu perlindungan hak cipta, kecuali karya fotografi dan seni terapan, berlangsung sedikitnya selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut dipublikasikan, atau dalam hal karya tersebut tidak dipublikasikan, maka 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut dibuat (Artikel 12 TRIPs).

4.4. Pelaku, Produser Sound Recordings dan Organisasi Penyiaran

Artikel 14 TRIPs mengatur tentang hal pelaku, produser dan organisasi penyiaran. Pelaku mempunyai hak untuk mencegah dilakukannya tindakan-tindakan dengan tanpa persetujuannya, seperti menyiarkan dan menayangkan kepada publik pementasan langsung dari pelaku (live performance)154. Produser phonogram (rekaman suara) berhak untuk memberi izin atau melarang baik langsung ataupun tidak langsung terhadap tindakan untuk mereproduksi rekaman tersebut155. Begitu juga dengan organisasi penyiaran juga berhak untuk melarang, jika dilakukan tanpa seizinnya, tindakan-tindakan seperti fiksasi, reproduksi fiksasi, dan menyiarkan kembali serta mengkomunikasikannya kepada 154 Lihat Artikel 14 ayat 1 TRIPs.155 Lihat Artikel 14 ayat 2 TRIPs.

Page 127: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

109

Bab 6 : Perlindungan Hak Milik Intelektual Menurut Hukum Internasional

publik penyiaran-penyiaran televisi156.Jangka waktu perlindungan untuk pelaku dan produser

karya rekaman berlaku selama sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun sejak fiksasi pertunjukan itu dilakukan. Untuk organisasi penyiaran berlaku sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun sejak penyiaran itu dilakukan157.

5. Merek

5.1.DefinisiMerek

Mengenai definisi merek dinyatakan dalam Artikel 15 ayat 1 TRIPs: “Any sign, or any combination of signs, capble of distinguishing the goods or services of one undertaking from those of other undertakings, shall be capable of constituting a trademark. Such signs, in particular words including personal names, letters, numerals, figurative elements and combinations of colours as well as any combination of such signs, shall be eligible for registration as trademarks”. Where signs are not inherently capable of distinguishing the relevant goods or services, Members may make registrability depend on distinctiveness acquired through use. Members may require, as a condition of registration, that signs be visually perceptible.

Jadi, yang dimaksud dengan merek ialah suatu tanda, atau suatu kombinasi dari tanda yang dapat membedakan antara barang atau jasa dari satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Tanda-tanda dimaksud dapat berupa nama-nama, huruf-huruf, angka-angka, figurasi elemen dan kombinasi dari warna serta kombinasi dari tanda-tanda tersebut dapat didaftarkan sebagai merek.

Pemilik merek berhak untuk mencegah pihak ketiga, dengan tanpa persetujuannya, untuk menggunakan merek yang sama atau identik dengan merek yang sudah didaftarkan dalam

156 Lihat Artikel 14 ayat 3 TRIPs.157 Lihat Artikel 14 ayat 5 TRIPs.

Page 128: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

110

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

perdagangan158. Dalam hal merek jasa (service mark) Artikel 6bis Konvensi Paris berlaku secara mutatis mutandis159.

5.2. Jangka Waktu Perlindungan Merek

Jangka waktu perlindungan merek berlaku sekurang-kurangnya selama 7 (tujuh) tahun. Jangka waktu untuk setiap perpanjangan merek berlaku sekurang-kurangnya selama 7 (tujuh) tahun. Perpanjangan dimaksud dapat dilakukan secara terus menerus dan tanpa batas waktu160.

5.3. Lisensi

Negara-negara anggota TRIPs boleh menentukan persyaratan-persyaratan tentang lisensi dan pengalihan merek. Lisensi wajib terhadap merek tidak diperbolehkan. Pemilik dari merek terdaftar berhak untuk menyerahkan mereknya dengan atau tanpa harus mengalihkan usaha yang menggunakan merek tersebut161.

5.4.IndikasiGeografi

Indikasi geografi (Geographical Indications) ialah indikasi-indikasi yang menunjukkan tentang asal barang dari suatu negara anggota, suatu daerah atau tempat dalam wilayah, dimana sudah menjadi kualitas, reputasi atau karakter dari barang dimaksud (“Geographical Indications are, for the puroses of this Agreement, indications which identify a good as originating in the territory of a Member, or a region or locality in that territory, where a given quality of the good is essetially attributeble to ist geographical origin”)162.

Negara-negara anggota berhak, dengan menetapkan aturan dalam legislasi nasionalnya, untuk mencegah penggunaan indikasi 158 Lihat Artikel 16 ayat 1 TRIPs.159 Lihat Artikel 16 ayat 2 TRIPs.160 Lihat Artikel 18 TRIPs.161 Lihat Artikel 21 TRIPs.162 Lihat Artikel 22 ayat 1 TRIPs.

Page 129: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

111

Bab 6 : Perlindungan Hak Milik Intelektual Menurut Hukum Internasional

geografi oleh pihak lain terhadap barang yang tidak menunjukkan kepada asal barang dimaksud secara benar atau yang dapat meragukan masyarakat tentang asal barang dimaksud163. Secara khusus, TRIPs juga menetapkan aturan tentang indikasi geografi ini untuk produk anggur dan produk alkohol (Winesa and Spirits) dalam Artikel 23.

6. Disain Industri

Perjanjian TRIPs tidak memberikan batasan tentang apa yang dimaksud dengan disain industri (Industrial Design). Artikel 25 ayat 1 hanya menetapkan tentang persyaratan untuk mendapatkan perlindungan hukum bagi disain industri dimaksud, seperti syarat baru dan asli. Syarat baru dan asli tersebut dapat saja diabaikan oleh negara anggota dengan menetapkannya dalam legislasi nasional, asalkan disain tersebut tidak membedakan secara penting dari disain terkenal atau kombinasi dari ciri-ciri disain terkenal.

Jangka waktu perlindungan bagi disain industri berlaku sekurang-kurangnya selama 10 (sepuluh) tahun.

7. Paten

Menurut Artikel 27 ayat 1 TRIPs, paten dapat diberikan kepada setiap invensi dalam bidang teknologi, baik invensi berupa produk atau suatu proses, dengan syarat bahwa invensi itu harus baru dan dapat diaplikasikan dalam industri. Negara-negara anggota diperboleh untuk menetapkan dalam legislasi nasionalnya untuk tidak memberikan paten atas invensi yang bertentangan dengan moral dan ketertiban umum, termasuk juga invensi yang bisa membahayakan kehidupan dan kesehatan umat manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan164.

Disamping itu, invensi dibawah ini juga dapat dikesampingkan oleh negara-negara untuk pematenannya:

163 Lihat Artikel 22 ayat 3 TRIPs.164 Lihat Artikel 27 ayat 2 TRIPs.

Page 130: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

112

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

a. diagnostic, therapeutic and surgical methods for the treatment of human or animals;

b. plants and animals other than microorganisms, and essentially biological processes for the production of plants or animals other than non-biological and micobiological processes. However, Members shall provide for the protection of plant varieties either by patents or by an effective sui generis system or by any combination thereof165.

7.1. Hak-Hak Inventor atas Paten

Seorang inventor yang telah mematenkan temuannya pada kantor Paten akan mendapatkan hak-hak eksklusiv:a. dalam hal paten produk, pemilik paten berhak untuk mencegah

pihak ketiga, bila dilakukan dengan tanpa persetujuannya, untuk melakukan tindakan-tindakan, seperti: membuat, menggunakan, menawarkan untuk dijual, menjual atau mengimpor untuk tujuan produk dimaksud.

b. Dalam hal paten berupa suatu proses, pemilik paten berhak untuk mencegah pihak ketiga, bila dilakukan dengan tanpa persetujuannya, melakukan tindakan dari penggunaan proses tersebut, dan dari tindakan-tindakan: menggunakan, menawarkan untuk dijual, menjual, atau mengimpor untuk tujuan-tujuan produk yang diperoleh dengan proses dimaksud baik langsung maupun tidak langsung166.

7.2. Jangka Waktu Perlindungan Paten

Jangka waktu perlindungan paten berlaku selama 20 (dua puluh) tahun dan terhitung dari tanggal pemberian paten (Artikel 33 TRIPs).

7.3. Layout-Designs (Topographies) of Integrated Circuits

Disain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST) atau yang disebut dengan Layout-Designs of Integrated Circuits merupakan 165 Lihat Artikel 27 ayat 3 TRIPs.166 Lihat Artikel 28 TRIPs.

Page 131: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

113

Bab 6 : Perlindungan Hak Milik Intelektual Menurut Hukum Internasional

hal baru dalam hukum HAMI. DTLST adalah merupakan hasil dari Perjanjian internasional tentang Intellectual Property In Respect of Integrated Circuits yang disingkat dengan IPIC Treaty 1989167.

7.4. Perlindungan Terhadap Informasi Yang Dirahasiakan

Perlindungan terhadap informasi yang dirahasiakan (Protection of undisclosed Information) diatur dalam Bab 7, Artikel 39 TRIPs. Perlindungan terhadap informasi yang dirahasiakan ini erat kaitannya dengan perlindungan terhadap persaingan usaha yang tidak sehat (protection against unfair competition) seperti yang ditetapkan dalam Artikel 10bis konvensi Paris. Jadi, segala bentuk informasi yang dirahasiakan oleh suatu perusahaan harus mendapatkan perlindungan hukum yang layak dari negara, karena informasi seperti itu seringkali memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan dapat dikomersialkan oleh pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan dengan cara melawan hukum.

167 IPIC ini sudah diuraikan pada bagian huruf F diatas.

Page 132: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang
Page 133: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

Daftar Kepustakaan

A. Buku dan Artikel

Adisumarto, Harsono, Hak Milik Intelektual: Khususnya Hak Cipta, 1990.

Antons; Christph, The Indonesian Patent Act of 1989, in: The International

Review of Industrial Property and Copyright (IIC), Vol. 28 No. 3/ 1997, hal. 320-347.

Bluntschi, Johan Caspar, Deutsches Privatrecht, 1864

Fichte, Johann Gottlieb, Beweis der Unrechtmäßigkeit des Büchernachdrucks, in:

Berliner Zeitschrift, Band 21, 1793, hal. 443 dstnya; dicetak ulang dalam UFITA Band 106/ 1987, hal. 155 dstnya.

Gautama, Sudargo, Beberapa masalah Perdagangan, Perjanjian, Hukum

Perdata Internasional dan Hak Milik Intelektual, 1992.

Page 134: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

116

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Gieseke, Ludwig, Die geschichtliche Entwicklung des deutschen Urheberrechts,

1957.

Heath, Christoph, Gewerblicher Rechtsschutz in Südostasien – Ein Überblick,

GRUR Int., hal. 199 dstnya.

--------- Intellectual Property Rights in Asia – An Overview, in: The

International Review of Industrial Property and Copyright (IIC), Vol. 28 No. 3/ 1997, hal. 303-309.

Hegel, Georg Wilhelm Friedrich, Vorlesungen über Rechtsphilosophie 1811-1831, Edition

and Kommentar von Ilting, Karl-Heinz, Band 3, 1974, §§ 68, 69.

Hilpert, Hanns Günther/Martsch, Silvia/Heath, Christoph, Technologieschutz für deutsche Investitionen in Asien, 1997,

hal. 307 dstnya.

Hilty, Reto M., Das Basler Nachdrucksverbot von 1531 im Lichte der

gegenwärtigen Entwicklungen des Urheberrechts, in: Dittrich, Robert (Ed.), Die Notwendigkeit des Urheberrechtsschutzes im Lichte seiner Geschichte, Österreiche Schriftenreihe zum gewerblichen Rechtsschutz, Urheber- und Medienrecht (ÖSGRUM), Band 9, 1991, hal. 25.

Hubmann, Heinrich, Geistiges Eigentum, in: Bettermann/Nipperdey/Scheuner

(Ed.) Die Grundrechte: Handbuch der Theorie und Praxis der Grundrechte, Band IV, 1972.

Page 135: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

117

Daftar Kepustakaan

Kirchhof, Paul, Der Gesetzgebung zum Schutz des geistigen Eigentums

gegenüber modernen Vervielfältigungstechniken, 1988.

-----------, Der verfassungsrechtliche Gehalt des geistigen Eigentums,

in Festschrift für W. Zeidler, 1987.

Klostermann, Rudolf, Das geistige Eigentum an Schriftwerken, Kunstwerken und

Erfindungen nach preußischem und internationalem Recht, Band I, 1869.

Kompas, 10 Desember 1997; 24 Desember 1997; 20 Pebruari 1998;

6 Mei 1998; 20 Pebruari 1999; 30 Maret 1999; 2 Juli 1999; 16 Juli 1999; 23 Juli 1999

Kreile, Reinhold, Die Sozialbindung des geistigen Eigentums, in: Badura/

Scholz (Ed.), Wege und Verfahren des Vrfassungslebens, Festschrift für Peter Lerche, 1993.

Locke, John, Two Treatises of Government, edited and introduced by

Peter Laslett, 1988, hal. 285 dstnya.

Lubis, T. Mulya, Undang-Undang tentang Paten, Gramedia, Jakarta, 1992.

Media Indonesia, 16 Agustus 1999

Rehbinder, Manfred, Johan Caspar Bluntschi Beitrag zur Theorie des

Urheberrechts, in: UFITA Band 123/ 1993, hal. 29 dstnya.

Page 136: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

118

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Schack, Haimo, Neue Techniken und geistiges Eigentum, Juristische Zeitung

1998, Hal. 753 – 763.

Schricker, Gerhard, Urheberrecht: Kommentar, 1987.

Suara Pembaruan, 28 Februari 1999; 7 April 1999; 24 Agustus 1999

Suryodiningrat, R.M., Pengantar Ilmu Hukum Merek, Pradnya Paramita, Jakarta,

1975.

Syafrinaldi, Bestandsaufnahme: Zwei Jahre nach der Reform in

Indonesien: Urheber-, Patent- und Markenrecht, in: Recht der Internationalen Wirtschaft (RIW), Juli 1999, hal. 527 – 530.

-----------, Hukum Paten dan Teknologi, Riau Pos, 1 Juli 1997

Ulmer, Eugen, Urheber- und Verlagsrecht, 1980.

von Gierke, Otto Deutsches Privatrecht, 1895 Band 1, edisi cetakan ulang

tahun 1936, hal. 748 dstnya.

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar 1945Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Page 137: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

119

Daftar Kepustakaan

Undang-Undang 14 Tahun 2001 Tentang PatenUndang-Undang 15 Tahun 2001 Tentang MerekUndang-Undang No. 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varitas TanamanUndang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia DagangUndang-Undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain IndustriUndang-Undang No. 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

C. Konvensi/ Perjanjian Internasional

Berner Convention For the Protection of Literary and Art Works 1886Paris Convention For The Protection of Industrial Property 1883Trade Related Apects of Intellectual Property Rights (TRIPs) 1994Trademark Law Treaty 1994Treaty on Intellectual Property in Respect of Integrated Circuits 1989Universal Declaration of Human Rights 1948World Intellectual Property Organization (WIPO), 1999

Page 138: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang
Page 139: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

Indeks

Indeks ini disusun menurut abjad dan diikuti dengan nomor halaman yang dicetak miring.

A Anne 5 Anne Act of 1709 5 Aspek Moral 8, 14 Aspek Material/ ekonomis 9

B Benda 18 Bergerak 18 Tidak Bergerak 18 Berwujud 18 Tidak Berwujud 18

D Dewan Hak Cipta 31 Disain Industri 65

F Fichte 6 Fungsi Sosial HAMI 25

Page 140: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

122

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

G Grundgesetz 13

H Hak Hak Asasi Manusia 75 Hak Material 7 Hak Moral 8, 14 Hak Cipta 31 Ciptaan Yang Dilindungi 35, 38, 39 Jangka Waktu Perlindungan 40, 42, 43, 44 Lisensi 45 HAMI 12 Disain Industri 63 Hak Cipta 31, 33 Bank Data 64 Pembajakan 66 Program Komputer 38, 39 Merek lihat Merek dibawah Paten lihat Paten dibawah Paten Sederhana 49 Hegel 6 Hukum Internasional lihat Perjanjian Internasional

I Inggris 5 Istilah 12 Geistiges Eigentum 6,7, 12 Hakekat 14 HAKI 15 HAMI 12,15,16 Intellectual Property Right 13

J Jepang 23 Jerman 3

Page 141: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

123

Indeks

K Kant 6 Klostermann 7 Kohler 8

L Locke 6

M Merek 51 Indikasi Asal 59 Indikasi Geografi 59 Jangka Waktu Perlindungan 55 Lisensi 56 Merek Dagang 54 Merek Jasa 54 Merek Yang Ditolak 54

P Paten 48 Paten Yang Dilindung 48 Jangka Waktu Paten 49 Yang Tidak Bisa Dipatenkan 49 Perancis 5 Perjanjian Internasional 70 IPIC Treaty 78 Konvensi Paris 70 Konvensi Bern 73 Trade Law Treaty 79 TRIPs 80 UDHR 75 WIPO 76 WTO 36 Persönlichkeitsrecht 14

Page 142: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

124

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Q Queen Anne II 5 Queen Anne Act of 1709 5

R Ratifikasi 64 Perjanjian Internasional 64 Reformasi Hukum 30, 36 Hak Cipta 33, 36 Merek 51 Paten 48, 49

S Sanksi Hukuman 46, 50, 61 Hak Cipta 46 Merek 61 Paten 50 Schricker 9 Sejarah HAMI 1 Hak Cipta 19 Indonesia 19 Internasional 9 Merek 21 Paten 20 Syafrinaldi 48, 64

T Teori Dualistisme 8 HAMI 6 Immaterialgüterrecht 8 Monistisme 7 Moral Right 8 Privileg 2

Page 143: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

125

Indeks

U Undang-Undang UU Hak Cipta 19, 32 UU Merek 21 UU Paten 20

W WIPO 10,76 WTO 36

Page 144: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang
Page 145: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

Lampiran

Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit

Goods (TRIPs)

Page 146: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang
Page 147: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit

Goods (TRIPs)168

Members,

Desiring to reduce distortions and impediments to international trade, and taking into account the need to promote effective and adequate protection of intellectual property rights, and to ensure that measures and procedures to enforce intellectual property rights do not themselves become barriers to legitimate trade;

Recognizing, to this end, the need for new rules and disciplines concerning:(a) the applicability of the basic principles of the GATT 1994 and

of relevant international intellectual property agreements or conventions;

(b) the provisions of adequate standards and principles concerning the availability, scope and the use of trade-related intellectual property rights;

(c) the provision of effective and appropriate means for the enforcement of trade-related intellectual property rights, taking into account differences in national legal systems;

(d) the provision of effective and expeditious procedures for the multilateral prevention and settlement of disputes between governments; and

168 The TRIPs-Agreement is concluded on 15th April 1994 in Marrakesh, Maroco,

Page 148: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

130

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

(e) transitional arrangements aiming at the fullest participation in the results of the negotiations;

Recognizing the need for a multilateral framework of principles, rules and disciplines dealing with international trade in counterfeit goods;

Recognizing that intellectual property rights are private rights;

Recognizing the underlying public policy objectives of national systems for the protection of intellectual property, including developmental and technological objectives;

Recognizing also the special needs of the least-developed country Members in respect of maximum flexibility in the domestic implementation of laws and the regulations in order to enable them to create a sound and viable technological base;

Emphasizing the importance of reducing tensions by reaching strengthened commitments to resolve disputes on trade-related intellectual property issues through multilateral procedures;

Desiring to establish a mutually supportive relationship between the WTO and the World Intellectual Property Organization (WIPO) as well as other relevant international organizations;

Hereby agree as follows:

Page 149: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

131

Lampiran

Part I General Provisions and Basic Principles

Article 1Nature and Scope of Obligations

1. Members shall give effect to the provisions of this Agreement. Members may, but shall not be obliged to, implement in their domestic law more extensive protection than is required by this Agreement, provided that such protection does not contravene the provisions of this Agreement. Members shall be free to determine the appropriate method of implementing the provisions of this Agreement within their own legal system and practice.

2. For the purposes of this Agreement, the term “intellectual property” refers to categories of intellectual property that are the subject of Section 1 to 7 of Part II.

3. Members shall accord the treatment provided for in this Agreement to the nationals of other Members. In respect of the relevant intellectual property rights, the nationals of other Members shall be understood as those natural or legal persons that would meet the criteria for eligibility for protection provided for in the Paris Convention (1967), the Berne Convention (1971), the Rome Convention and the Treaty on Intellectual Property in Respect of Integrated Circuits, were all Members of the WTO members of those conventions. Any Member availing itself of the possibilities provided in paragraph 3 of Article 5 or paragraph 2 of Article 6 of the Rome Convention shall make a notification as foreseen in those provisions to the Council for Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights.

Page 150: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

132

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Article 2Intellectual Property Conventions

1. In respect of Parts II, III and IV of this Agreement, Members shall comply with Articles 1 – 12 and 19 of the Paris Convention (1967).

2. Nothing in Part I to IV of this Agreement shall derogate from existing obligations that Members may have to each other under the Paris Convention, the Berne Convention, the Rome Convention and the Treaty on Intellectual Property in Respect of Integrated Circuits.

Article 3National Treatment

1. Each Member shall accord to the nationals of other Members treatment no less than favourable than that it accords to its own nationals with regard to the protection of intellectual property, subject to the exceptions already provided in, respectively, the Paris Convention (1967), the Berne Convention, the Rome Convention and the Treaty on Intellectual Property in Respect of Integrated Circuits. In respect of performers, producers of phonograms and broadcasting organizations, this obligation only applies in respect of the rights provided under this Agreement. Any Member availing itself of the possibilities provided in Article 6 of the Berne Convention and paragraph 1 (b) of Article 16 of the Rome Convention shall make a notification as foreseen in those provisions to the Council for Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights.

2. Members may avail themselves of the exceptions permitted under paragraph 1 above in relation to judicial and administrative procedures, including the designation of an address for service or appointment of an agent within the jurisdiction of a Member, only where such exceptions are necessary to secure compliance

Page 151: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

133

Lampiran

with laws and regulations which are not inconsistent with the provisions of this Agreement and where such practices are not applied in a manner which would constitute a disguised restriction on trade.

Article 4Most-Favoured-Nation Treatment

With regard to the protection of intellectual property, any advantage, favour, privilege or immunity granted by a Member to the nationals of any other country shall be accorded immediately and unconditionally to the nationals of all other Members. Exempted from this obligation are any advantage, privilege or immunity accorded by a Member:

(a) deriving from international agreements on judicial assistance and law enforcement of a general nature and not particularly confined to the protection of intellectual property;

(b) granted in accordance with the provisions of the Berne Convention (1971) or the Rome Convention authorizing that the treatment accorded be a function not of national treatment but of the treatment accorded in another country;

(c) in respect of the rights of performers, producers of phonograms and broadcasting organizations not provided under this Agreement;

(d) deriving from international agreements related to the protection of intellectual property which entered into force prior to the entry into force of the Agreement Establishing the WTO, provided that such agreements are notified to the Council for Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights and do not constitute an arbitrary or unjustifiable discrimination against nationals of other Members.

Page 152: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

134

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Article 5Multilateral Agreements on Acquisition or Maintenance of

Protection

The obligations under Articles 3 and 4 above do not apply to procedures provided in multilateral agreements concluded under the auspices of the World Intellectual Property Organization relating to the acquisition or maintenance of intellectual property rights.

Article 6Exhaustion

For the purposes of dispute settlement under this Agreement, subject to the provisions of Articles 3 and 4 above nothing in this Agreement shall be used to address the issue of the exhaustion of intellectual property rights.

Article 7Objectives

The protection and enforcement of intellectual property rights should contribute to the promotion of technological innovation and to the transfer and dissemination of technology, to the mutual advantage of procedures and users of technological

Page 153: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

135

Lampiran

knowledge and in a manner conducive to social and economic welfare, and to a balance of rights and obligations.

Article 8Principles

1. Members may, in formulating or amending their national laws and regulations, adopt measures necessary to protect public health and nutrition, and to promote the public interest in sectors of vital importance to their socio-economic and technological development, provided that such measures are consistent with the provisions of this Agreement.

2. Appropriate measures, provided that they are consistent with the provisions of this Agreement, may be needed to prevent the abuse of intellectual property rights by right holders or the resort to practices which unreasonably restrain trade or adversely affect in the international transfer of technology.

Page 154: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

136

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Part IIStandards Concerning the Availability,

Scope and Use of Intellectual Property Rights

Section 1

Copyright and Related Rights

Article 9Relation to Berne Convention

1. Members shall comply with Articles 1 – 21 and the Appendix of the Berne Convention (1971). However, Members shall not have rights or obligations under this Agreement in respect of the rights conferred under Article 6bis of that Convention or of the rights derived therefrom.

2. Copyright protection shall extend to expressions and not to ideas, procedures, methods of operation or mathematical concepts as such.

Article 10Computer Programs and Compilations of Data

1. Computer programs, whether in source or object code, shall be protected as literary works under the Berne Convention (1971)

2. Compilations of data or material, whether in machine readable or other form, which by reason of the selection or arrangement

Page 155: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

137

Lampiran

of their contents constitute intellectual creations shall be protected as such. Such protection, which shall not extend to the data or material itself, shall be without prejudice to any copyright subsisting in the data or material itself.

Article 11Rental Rights

In respect of at least computer programs and cinematographic works, a Member shall provide authors and their successors in title the right to authorize or to prohibit the commercial rental to the public or originals or copies of their copyright works. A Member shall be excepted from this obligation in respect of cinematographic works unless such rental has led to widespread copying of such works which is materially impairing the exclusive right of reproduction conferred in that Member on authors and their successors in title. In respect of computer programs, this obligation does not apply to rentals where the program itself is not the essential object of the rental.

Article 12term of Protection

Whenever the term of protection of a work, other than a photographic work or a work of applied art, is calculated on a basis other than the life a natural person, such term shall be no less

Page 156: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

138

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

than fifty years from the end of the calender year of authorized publication, or failing such authorized publication within fifty years from the making of the work, fifty years from the end of the calender year of making.

Article 13Limitations and Exceptions

Members shall confine limitations or exceptions to exclusive rights to certain special cases which do not conflict with a normal exploitation of the work and do not unreasonably prejudice the legitimate interests of the right holder.

Article 14Protection of Performers, Producers of Phonograms (Sound

Recordings) and Broadcasting Organizations

1. In respect of a fixation of their performance on a phonogram, performers shall have the possibility of preventing the following acts when undertaken without their authorization: the fixation of their unfixed performance and the reproduction of such fixation. Performers shall also have the possibility of preventing the following acts when undertaken without their authorization: the broadcasting by wireless means and the communication to the public of their live performance.

2. Producers of phonograms shall enjoy the right to authorize or prohibit the direct or indirect reproduction of their phonograms.

Page 157: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

139

Lampiran

3. Broadcasting organizations shall have the right to prohibit the following acts when undertaken without their authori-zation: the fixation, the reproduction of fixations, and the rebroadcasting by wireless means of broadcasts, as well as the communication to the public of television broadcasts of the same. Where Members do not grant such rights to broadcasting organizations, they shall provide owners of copyright in the subject matter of broadcasts with the possibility of preventing the above acts, subject to the provisions of the Berne Convention (1971).

4. The provisions of Article 11 in respect of computer programs shall apply mutatis mutandis to producers of phonograms and any other right holders in phonograms as determined in domestic law. If, on the date of the Ministerial Meeting concluding the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, a Member has in force a system of equitable remuneration of right holders in respect of the rental of phonograms, it may maintain such system provided that the commercial rental of phonograms is not giving rise to the material impairment of the exclusive rights of reproduction of right holders.

5. The term of the protection available under this Agreement to performers and producers of phonograms shall last at least until the end of a period of fifty years computed from the end of the calender year in which the fixation was made of the performance took place. The term of protection granted pursuant to paragraph 3 above shall last for at least twenty years from the end of the calender year in which the broadcast took place.

6. Any Member may, in relation to the rights conferred under paragraphs 1 – 3 above, provide for conditions, limitations, exceptions and reservations to the extent permitted by the Rome Convention. However, the provisions of Article 18 of the Berne Convention (1971) shall also apply, mutatis mutandis, to the rights of performers and producers of phonograms in phonograms.

Page 158: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

140

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Section 2

Trademarks

Article 15

Protectable Subject Matter

1. Any sign, or any combination of signs, capable of distinguishing the goods or services of one undertaking from those of other undertakings, shall be capable of constituting a trademark. Such signs, in particular words including personal names, letters, numerals, figurative elements and combinations of colours as well as any combination of such signs, shall be eligible for registration of trademarks. Where signs are not inherently capable of distinguishing the relevant goods or services, Members may make registrability depend on distinctiveness acquired through use. Members may require, as a condition of registration, that signs be visually perceptible.

2. Paragraph 1 above shall not be understood to prevent a Member from denying registration of a trademark on other grounds, provided that they do not derogate from the provisions of the Paris Convention (1967).

3. Members may make registrability depend on use. However, actual use of a trademark shall not be a condition for filing an application for registration. An application shall not be refused solely on the ground that intended use has not taken place before the expiry of a period of three years from the date of application.

4. The nature of the goods or services to which a trademark is to be applied shall in no case form an obstacle to registration of the trademark.

5. Members shall publish each trademark either before it is registered or promptly after it is registered and shall afford a

Page 159: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

141

Lampiran

reasonable opportunity for petitions to cancel the registration. In addition, Members may afford an opportunity for the registration of a trademark to be opposed.

Article 16Right Conferred

1. The owner of registered trademark shall have the exclusive right to prevent all third parties not having his consent from using in the course of trade identical or similar signs for goods or services which are identical or similar to those in respect of which the trademark is registered where such use would result in a likelihood of confusion. In case of the use of an identical sign for identical goods or services, a likelihood of confusion shall be presumed. The rights described above shall not prejudice any existing prior rights, nor shall they affect the possibility of Members making rights available on the basis of use.

2. Article 6bis of the Paris Convention (1967) shall apply, mutatis mutandis, to services. In determining whether a trademark is well-known, account shall be taken of the knowledge of the trademark in the relevant sector of the public, including knowledge in that Member obtained as a result of the promotion of the trademark.

3. Article 6bis of the Paris Convention (1967) shall apply, mutatis mutandis, to goods or services which are not similar to those in respect of which a trademark is registered, provided that use of trademark in relation to those goods or services would indicate a connection between those goods or services and the owner of the registered trademark and provided that the interests of the owner of the registered trademark are likely to be damaged by such use.

Page 160: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

142

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Article 17Exceptions

Members may provide limited exceptions to the rights conferred by a trademark, such as fair use of descriptive terms, provided that such exceptions take account of the legitimate interests of the owner of the trademark and of third parties.

Article 18Term of Protection

Initial registration, and each renewal of registration, of a trademark shall be for a term of no less than seven years. The registration of a trademark shall be a renewable indefinitely.

Article 19Requirement of Use

1. If use is required to maintain registration, the registration may be cancelled only after an uninterrupted period of at least three years of non-use, unless valid reasons based on the existence of obstacles to such are shown by the trademark owner. Circumstances arising independently of the will of the owner of the trademark which constitute an obstacle to the use of the trademark, such as import restrictions on or other government requirements for goods or services protected by the trademark, shall be recognized as valid reasons for non-use.

Page 161: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

143

Lampiran

2. When subject to the control of the owner, use of a trademark by another person shall be recognized as use of the trademark for the purpose of maintaining the registration.

Article 20Other Requirements

The use of a trademark in the course of trade shall not be unjustifiably encumbered by special requirements, such as use with another trademark, use in a special form or use in a manner detrimental to is capability to distinguish the goods or services of one undertaking from those of other undertakings. This will not preclude a requirement prescribing the use of the trademark identifying the undertaking producing the goods pr services along with, but without linking it to, the trademark distinguishing the specific goods or services in question of that undertaking.

Article 21Licensing and Assignment

Members may determine conditions on the licensing and assignment of trademarks, it being understood that the compulsory licensing of trademarks shall not be permitted and that the owner of the registered trademark shall have the right to assign his trademark with or without the transfer of the business to which the trademark belongs.

Page 162: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

144

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Section 3

Geographical Indications

Article 22Protection of Geographical Indications

1. Geographical Indications are, for the purposes of this Agreement, indications which identify a good as originating in the territory of a Member, or a region or locality in that territory, where a given quality, reputation or other characteristic of the goods is essentially attributable to its geographical origin.

2. In respect of geographical indications, Members shall provide the legal means for interested parties to prevent:(a) the use of any means in the designation or presentation of

a good that indicates or suggests that the good in question originates in a geographical area other than the true place of origin in a manner which misleads the public as to the geographical origin of the good;

(b) any use which constitutes an act of unfair competition within the meaning of Article 10bis of the Paris Convention (1967).

3. A Member shall, ex officio if its legislation so permits or at the request of an interested party, refuse or invalidate the registration of a trademark which contains or consists of a geographical indication with respect to goods not originating in the territory indicated, if use of the indication in the trademark for such goods in that Member is of such a nature as to mislead the public as to the true place of origin.

4. The provisions of the preceding paragraphs of this Article shall apply to a geographical indication which, although literally true as to the territory, region or locality in which the goods originate in another territory.

Page 163: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

145

Lampiran

Article 23Additional Protection for Geographical Indications

for Wines and Spirits

1. Each Member shall provide the legal means for interested parties to prevent use of a geographical indication identifying wines for wines not originating in the place indicated by the geographical indication in question or identifying spirits not originating in the place indicated by the geographical indication in question, even where the true origin of the goods is indicated or the geographical indication is used in translation or accompanied by expression such as “kind”, “type”, “style”, “imitation” or the like.

2. The registration of a trademark for wines which contains or consists of a geographical indication identifying wines or for spirits which contains or consists of geographical indications identifying spirits shall be refused or invalidated, ex officio of domestic legislation so permits or at the request of an interested party, respect to such wines or spirits not having this origin.

3. In the case of homonymous geographical indications for wines, protection shall be accorded to each indication, subject to the provisions of paragraph 4 of Article 22 above. Each Member shall determine the practical conditions under which the homonymous indications in question will be differentiated from each other, taking into account the need to ensure equitable treatment for the procedures concerned and that consumers are not misled.

4. In order to facilitate the protection of geographical indications for wines, negotiations shall be undertaken in the Council for Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights concerning the establishment of a multilateral system of notification and registration of geographical indications for wines eligible for protection in those Members participating in the system.

Page 164: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

146

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Article 24International Negotiations; Exceptions

1. Members agree to enter into negotiations aimed at increasing the protection of individual geographical indications under Article 23. The provisions of paragraphs 4 – 8 below shall not be used by a Member to refuse to conduct negotiations or to conclude bilateral or multilateral agreements. In the context of such negotiations, Members shall be willing to consider the continued applicability of these provisions to individual geographical indications whose use was the subject of such negotiations.

2. The Council for Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights shall keep under review the application of the provisions of this Section; the first of such review shall take place within two years of the entry into force of the Agreement Establishing the WTO. Any matter affecting the compliance with the obligations under these provisions may be drawn to the attention of the Council, which, at the request of a Member, shall consult with any Member or Members in respect of such matter in respect of which it has not been possible to find a satisfactory solution through bilateral or plurilateral consultations between the Members concerned. The Council shall take such action as may be agreed to facilitate the operation and further the objectives of this Section.

3. In Implementing this Section, a Member shall not diminish the protection of geographical indications that existed in that Member immediately prior to the date of entry into force of the Agreement Establishing the WTO.

4. Nothing in this Section shall require a Member to prevent continued and similar use of a particular geographical indication of another Member identifying wines or spirits in connection with goods or services by any of its nationals or domiciliaries who have used that geographical indication in a continuous manner with regard to the same or related

Page 165: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

147

Lampiran

goods or services in the territory of that Member either (a) for at least ten years preceding the date of the Ministerial Meeting concluding the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations or (b) in good faith preceding that date.

5. Where a trademark has been applied for or registered in good faith, or where rights to a trademark have been acquired through use in good faith either:(a) before the date of application of these provisions in that

Member as defined in Part VI below; or(b) before the geographical indications is protected in its

country of origin; measures adopted to implement this Section shall not

prejudice eligibility for or the validity of the registration of a trademark, or the right to use a trademark, on the basis that such a trademark is identical with, or similar to, a geographical indication.

6. Nothing in this Section shall require a Member to apply its provisions in respect of a geographical indication of any other Member with respect to goods or services for which the relevant indication is identical with the term customary in common language as the common name for such goods or services in the territory of that Member. Nothing in this Section shall require a Member to apply its provisions in respect of a geographical indication of any other Member with respect to products of the vine for which the relevant indication is identical with the customary name of a grape variety existing in the territory of that Member as of the date of entry into force of the Agreement Establishing the WTO.

7. A Member may provide that any request made under this Section in connection with the use or registration of a trademark must be presented within five years after the adverse use of the protected indication has become generally known in that Member or after the date of registration of the trademark in that Member provided that the trademark has been published by that date, if such date is earlier than the date on which the adverse use became generally known in

Page 166: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

148

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

that Member, provided that the geographical indication is not used or registered in bad faith.

8. The provisions of this Section shall in no way prejudice the right of any person to use, in the course of trade, his name or the name of his predecessor in business, except where such name is used in such manner as to mislead the public.

9. There shall be no obligation under this Agreement to protect geographical indications which are not or cease to be protected in their country of origin, or which have fallen into disuse in that country.

Section 4

Industrial Designs

Article 25Requirements for Protection

1. Members shall provide for the protection of independently created industrial designs that are new or original. Members may provide that designs are not new or original if they do not significantly differ from known designs or combinations of known design features. Members may provide that such protection shall not extend to designs dictated essentially by technical or functional considerations.

2. Each Member shall ensure that requirements for securing protection for textile designs, in particular in regard to any cost, examination or publication, do not unreasonably impair the opportunity to seek and obtain such protection. Members shall be free to meet this obligation through industrial design law or through copyright law.

Page 167: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

149

Lampiran

Article 26Protection

1. The owner of protected industrial design shall have the rightto prevent third parties not having his consent from making,selling or importing articles bearing or embodying a designwhich is a copy, or substantially a copy, of the protected design,when such acts are undertaken for commercial purposes.

2. Members may provide limited exceptions to the protectionof industrial designs, provided that such exceptions donot unreasonably conflict with the normal exploitations ofprotected industrial designs and do not unreasonably prejudicethe legitimate interests of the owner of the protected design,taking into account of the legitimate interests of third parties.

3. The duration of protection available shall amount to at leastten years.

Section 5

Patents

Article 27Patentable Subject Matter

1. Subject to the provisions of paragraphs 2 and 3 below, patentsshall be available for any inventions, whether products orprocesses, in all fields of technology, provided that they arenew, involve an inventive step and are capable of industrialapplication. Subject to paragraph 4 of Article 65, paragraph 8of Article 70 and paragraph 3 of this Article, patents shall beavailable and patent rights enjoyable without discriminationas to the place of invention, the field of technology and whetherproducts are imported or locally produced.

Page 168: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

150

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

2. Members may exclude from patentability inventions, the prevention within their territory of the commercial exploitation of which is necessary to protect order public or morality, including to protect human, animal or plant life or health or to avoid serious prejudice to the environment, provided that such exclusion is not made merely because the exploitation is prohibited by domestic law.

3. Members may also exclude from patentability:(a) diagnostic, therapeutic and surgical methods for the

treatment of human or animals;(b) plant and animals other than microorganisms, and

essentially biological processes for the production of plants or animals other than non-biological and micro-biological processes. However, Members shall provide for the protection of plant varieties either by patents or by an effective sui generis system or by any combination thereof. The provisions of this sub-paragraph shall be reviewed four years after the entry into force of the Agreements Establishing the WTO.

Article 28Rights Conferred

1. A patent shall confer on its owner the following exclusive rights:(a) where the subject matter of a patent is a product, to

prevent third parties not having his consent from the acts of; making, using, offering for sale, selling, or importing for these purposes that product;

(b) where the subject matter of a patent is a process, to prevent third parties not having his consent from the acts of: using, offering for sale, selling, or importing for these purposes at least the product obtained directly by that process.

Page 169: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

151

Lampiran

2. Patent owners shall also have the right to assign, or transfer by succession, the patent and to conclude licensing contracts.

Article 29Conditions on Patent Applicants

1. Members shall require that an applicant for a patent shall disclose the invention in a manner sufficiently clear and complete for the invention to be carried out by a person skilled in the art and may require the applicant to indicate the best mode for carrying out the invention known to the inventor at the filing date or, where priority is claimed, at the priority date of the application.

2. Members may require an applicant for a patent to provide information concerning his corresponding foreign applications and grants.

Article 30Exceptions to Rights Conferred

Members may provide limited exceptions to the exclusive rights conferred by a patent, provided that such exceptions do not unreasonably conflict with a normal exploitation of the patent and do not unreasonably prejudice the legitimate interests of the patent owner, taking into account of the legitimate interests of the third parties.

Page 170: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

152

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Article 31Other Use Without Authorization of the Right Holder

Where the law of a Member allows for other use of the subject matter of a patent without the authorization of the right holder, including use by the government or third parties authorized by the government, the following provisions shall be respected:

(a) authorization of such use shall be considered on its individual merits;

(b) such use may only be permitted if, prior to such use, the proposed user has made efforts to obtain authorization from the right holder on reasonable commercial terms and conditions and that such efforts have not been successful within a reasonable period of time. This requirement may be waived by a Member in the case of a national emergency or other circumstances of extreme urgency or in cases of public non-commercial use. In situations of national emergency or other circumstances of extreme urgency, the right holder shall, nevertheless, be notified as soon as reasonably practicable. In case of public non-commercial use, where the government or contractor, without making a patent search, knows or has demonstrable grounds to know that a valid patent is or will be used by or for the government, the right holder shall be informed promptly;

(c) the scope and duration of such use shall be limited to the purpose for which it was authorized, and in the case of semi-conductor technology shall only be for public non-commercial use or to remedy a practice determined after judicial or administrative process to be anti-competitive.

(d) Such use shall be non-exclusive;(e) Such use shall be non-assignable, except with that part of the

enterprise or goodwill which enjoys such use;(f) Any such use shall be authorized predominantly for the supply

Page 171: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

153

Lampiran

of the domestic market of the Member authorizing such use;(g) Authorization of such use shall be liable, subject to adequate

protection of the legitimate interests of the persons so authorized, to be terminated if and when the circumstances which led to it cease to exist and are unlikely to recur. The competent authority shall have the authority to review, upon motivated request, the continued existence of these circumstances;

(h) The right holder shall be paid adequate remuneration in the circumstances of each case, taking into account the economic value of the authorization;

(i) The legal validity of any decision relating to the authorization of such use shall be subject to judicial review or other independent review by a distinct higher authority in that Member;

(j) Any decision relating to the remuneration provided in respect of such use shall be subject to judicial review or other independent review by a distinct higher authority in that Member;

(k) Members are not obliged to apply the conditions set forth in sub-paragraphs (b) and (f) above where such use is permitted to remedy a practice determined after judicial or administrative process to be anti-competitive. The need to correct anti-competitive practices may be taken into account in determining the amount of remuneration in such cases. Competent authorities shall have the authority to refuse termination of authorization if and when the conditions which led to such authorization are likely to recur;(l) Where such use is authorized to permit the exploitation of

a patent (“the second patent”) which cannot be exploited without infringing another patent (“the first patent”), the following additional conditions shall apply:

(i) the invention claimed in the second patent shall involve an important technical advance of considerable economic significance in relation to the invention claimed in the first patent;

Page 172: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

154

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

(ii) the owner of the first patent shall be entitled to a cross-licence on reasonable terms to use the invention claimed in the second patent; and

(iii) the use authorized in respect of the first patent shall be non-assignable except with the assignment of the second patent.

Article 32Revocation/ Forfeiture

An opportunity for judicial review of any decision to revoke or forfeit a patent shall be available.

Article 33Term of Protection

The term of protection available shall not end before the expiration of a period of twenty years counted from the filing date.

Article 34Process Patents: Burden of Proof

1. For the purposes of civil proceedings in respect of the infringement of the rights of the owner referred to in paragraph 1(b) of Article 28 above, if the subject matter of a patent is a

Page 173: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

155

Lampiran

process for obtaining a product, the judicial authorities shall have the authority to order the defendant to prove that the process to obtain an identical product is different from the patented process. Therefore, Members shall provide, in at least one of the following circumstances, that any identical product when produced without the consent of the patent owner shall, in the absence of proof to the contrary, be deemed to have been obtained by the patented process:(a) if the product obtained by the patented process is new;(b) if there is a substantial likelihood that the identical product

was made by the process and the owner of the patent has been unable through reasonable efforts to determine the process actually used.

2. Any Member shall be free to provide that the burden of proof indicated in paragraph 1 shall be on the alleged infringer only of the condition referred to in sub-paragraph (a) is fulfilled or only if the condition referred to in sub-paragraph (b) is fulfilled.

3. In the adduction of proof to the contrary, the legitimate interests of the defendant in protecting his manufacturing and business secrets shall be taken into account.

Section 6

Layout-Designs (Topographies) of Integrated Circuits

Article 35Relation to IPIC Treaty

Members agree to provide protection to the layout-designs (topographies) of integrated circuits (hereafter referred to as “layout-designs”) in accordance with Articles 2-7 (other than

Page 174: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

156

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

paragraph 3 of Article 6), Article 12 and paragraph 3 of Article 16 of the Treaty on Intellectual Property in Respect of Integrated Circuits and, in addition, to comply with the following provisions.

Article 36Scope of the Protection

Subject to the provisions of paragraph 1 of Article 37 below, Members shall consider unlawful the following acts if performed without the authorization of the right holder: importing, selling, or otherwise distributing for commercial purposes a protected layout-design, an integrated circuit in which a protected layout-design is incorporated, or an article incorporating such an integrated circuit only insofar as it continues to contain an unlawfully reproduced layout-design.

Article 37Acts not Requiring the Authorization of the Right Holder

1. Notwithstanding Article 36 above, no Member shall consider unlawful the performance of any of the acts referred to in that Article in respect of an integrated circuit incorporating an unlawfully reproduced layout-design or any article incorporating such an integrated circuit where the person performing or ordering such acts did not know and had no reasonable ground to know, when acquiring the integrated circuit or article incorporating such an integrated circuit,

Page 175: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

157

Lampiran

that in incorporated an unlawfully reproduced layout-design. Members shall provide that, after the time that such person has received sufficient notice that the layout-design was unlawfully reproduced, he may perform any of the acts with respect to the stock on the hand or ordered before such time, but shall be liable to pay to the right holder a sum equivalent to a reasonable royalty such as would payable under a freely negotiated licence in respect of such a layout-design.

2. The conditions set out in sub-paragraph (a)-(k) of Article 31 above shall apply mutatis mutandis in the event of any non-voluntary licensing of a layout-design or of its use by or for the government without the authorization of the right holder.

Article 38Term of Protection

1. In Members requiring registration as a condition of protection, the term of protection of layout-designs shall not end before the expiration of a period of ten years counted from the date of filing an application for registration or from the first commercial exploitation wherever in the world it occurs.

2. In Members not requiring registration as a condition for the protection, layout-designs shall be protected for a term of no less than ten years from the date of the first commercial exploitation wherever in the world occurs.

3. Notwithstanding paragraphs 1 and 2 above, a Member may provide that protection shall lapse fifteen years after the creation of the layout-design.

Page 176: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

158

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Section 7

Protection of undisclosed Information

Article 39

1. In the course of ensuring effective protection against unfair competition as provided in Article 10bis of the Paris Convention (1967), Members shall protect undisclosed information in accordance with paragraph 2 below and data submitted to governments or governmental agencies in accordance with paragraph 3 below.

2. Natural and legal person shall have the possibility of preventing information lawfully within their control from being disclosed to, acquired by, or used by others without their consent in a manner contrary to honest commercial practices so long as such information:- is secret in the sense that it is not, as body or in the precise

configuration and assembly of its components, generally known among or readily accessible to persons within the circles that normally deal with the kind of information in question;

- has commercial value because it is secret; and- has been subject to reasonable steps under the

circumstances, by the person lawfully in control of the information, to keep it secret.

3. Members, when requiring, as a condition of approving the marketing of pharmaceutical or of agricultural chemical products which utilize new chemical entities, the submission of undisclosed test or other data, the origination of which involves a considerable effort, shall protect such data against unfair commercial use. In addition, Members shall protect such data against disclosure, except where necessary to protect the public, or unless steps are taken to ensure that the data are protected against unfair commercial use.

Page 177: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

159

Lampiran

Section 8

Control of Anti-Competitive Practices in Contractual

Licences

Article 40

1. Members agree that some licencing practices or conditions pertaining to intellectual property rights which restrain competition may have adverse effect on trade and may impede the transfer and dissemination of technology.

2. Nothing in this Agreement shall prevent Members from specifying in their national legislation licensing practices or conditions that may in particular cases constitute an abuse of intellectual property rights having an adverse effect on competition in the relevant market. As provided above, a Member may adopt, consistently with the other provisions of this Agreement, appropriate measures to prevent or control such practices, which may include for example exclusive grantback conditions, conditions preventing challenges to validity and coercive package licensing, in the light of the relevant laws and regulations of that Member.

3. Each Member shall enter, upon request, into consultations with any other Member which has cause to believe that an intellectual property right owner that is a national or domiciliary of the Member to which the request for consultations has been addressed is undertaking practices in violation of the requesting Member’s laws and regulations on the subject matter of this section, and which wishes to secure compliance with such legislation, without prejudice to any action under the law and to the full freedom of an ultimate decision of either Member. The Member addressed shall full and symphathetic consideration to, and shall afford adequate opportunity for, consultations with the requesting Member, and shall co-operate through supply of publicly available non-

Page 178: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

160

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

confidential information of relevance to the matter in question and of other information of relevance to the matter in question and of other information available to the Member, subject to domestic law and to the conclusion of mutually satisfactory agreements concerning the safeguarding of its confidentiality by the requesting Member.

4. A Member whose nationals or domiciliaries are subject to proceedings in another Member concerning alleged violation of that other member’s laws and regulations on the subject matter of this section shall, upon request, be granted an opportunity for consultations by the other Member under the same conditions as those foreseen in paragraph 3 above.

Page 179: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

161

Lampiran

Part IIIEnforcement of Intellectual

Property Rights

Section 1

General Obligations

Article 41

1. Members shall ensure that enforcement procedure as specified in this Part are available under their national laws as to permit effective action against any act of infringement of intellectual property rights covered by this Agreement, including expeditious remedies to prevent infringements and remedies which constitute a deterrent to further infringements. These procedures shall be applied in such a manner as to avoid the creation of barriers to legitimate trade and to provide for safeguards against their abuse.

2. Procedures concerning the enforcement to intellectual property rights shall be fair and equitable. They shall not be unnecessarily complicated or costly, or entail unreasonable time-limits or unwarranted delays.

3. Decision on the merits of a case shall preferably be in writing and reasoned. They shall be made available at least to the parties to the proceeding without undue delay. Decisions on the merits of a case shall be based only on evidence in respect of which parties were offered the opportunity to be heard.

4. Parties to a proceeding shall have an opportunity for a review by a judicial authority of final administrative decisions and, subject to jurisdictional provisions in national laws concerning the importance of a case, of at least the legal aspects of initial

Page 180: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

162

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

judicial decisions on the merits of a case. However, there shall be no obligation to provide an opportunity for review of acquittals in criminal cases.

5. It is understood that in this Part does not create any obligation to put in a place a judicial system for the enforcement of intellectual property rights distinct from that for the enforcement of laws in general, nor does it affect the capacity of Members to enforce their laws in general. Nothing in this Part creates any obligation with respect to the distribution of resources as between enforcement of intellectual property rights and the enforcement of laws in general.

Section 2

Civil and Administrative Procedures and Remedies

Article 42Fair and Equitable Procedures

Members shall make available to right holder civil judicial procedures concerning the enforcement of any intellectual property right covered by this Agreement. Defendants shall have the right to written notice which is timely and contains sufficient detail, including the basis of the claims. Parties shall be allowed to be represented by independent legal counsel, and procedures shall not impose overly burdensome requirements concerning mandatory personal appearances. All parties to such procedures shall be duly entitled to substantiate their claims and to present all relevant evidence. The procedure shall provide a means to

Page 181: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

163

Lampiran

identify and protect confidential information, unless this would be contrary to existing constitutional requirements.

Article 43Evidence of Proof

1. The judicial authorities shall have the authority, where a party has presented reasonably available evidence sufficient to support its claims and has specified evidence relevant to substantiation of its claims which lies in the control of the opposing party, to order that this evidence be produced by the opposing party, subject in appropriate cases to conditions which ensure the protection of confidential information.

2. In cases in which a party to a proceeding voluntarily and without good reason refuses access to, or otherwise does not provide necessary information within a reasonable period, or significantly impedes a procedure relating to an enforcement action, a Member may accord judicial authorities the authority to make preliminary and final determinations, affirmative or negative, on the basis of the information presented by the party adversely affected by the denial of access to the information, subject to providing the parties an opportunity to be heard on the allegations or evidence.

Article 44Injunctions

1. The judicial authorities shall have the authority to order a party to desist from an infringement, inter alia to prevent the entry into the channels of commerce in their jurisdiction of imported goods that involve the infringement of an intellectual property right, immediately after customs clearance of such

Page 182: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

164

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

goods. Members are not obliged to accord such authority in respect of protected subject matter acquired or ordered by a person prior to knowing or having reasonable grounds to know that dealing in such subject matter would entail the infringement of an intellectual property right.

2. Notwithstanding the other provisions of this Part and provided that the provisions of Part II specifically addressing use by governments, or by third parties authorized by a government, without the authorization of the right holder are complied with, Members may limit the remedies available against such use to payment of remuneration in accordance with sub-paragraph (h) of Article 31 above. In other cases, the remedies under this Part shall apply or, where these remedies are inconsistent with national law, declaratory judgments and adequate compensation shall be available.

Article 45Damages

1. The judicial authorities shall have the authority to order the infringer to pay the right holder damages adequate to compensate for the injury the right holder has suffered because of an infringement of his intellectual property right by an infringer who knew or had reasonable grounds to know that he was engaged in infringing activity.

2. The judicial authorities shall have the authority to order the infringer to pay the right holder expenses, which may include appropriate attorney’ fees. In appropriate cases, Members may authorize the judicial authorities to order recovery of profits and/ or payment of pre-established damages even where the infringer did not know or had no reasonable grounds to know that he was engaged in infringing activity.

Page 183: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

165

Lampiran

Article 46Other Remedies

In order to create an effective deterrent to infringement, the judicial authorities shall have the authority to order that goods that they have found to be infringing be, without compensation of any sort, disposed of outside the channels of commerce in such a manner as to avoid any harm caused to the right holder, or, unless this would be contrary to existing constitutional requirements, destroyed. The judicial authorities shall also have the authority to order that materials and implements the predominant use of which has been in the creation of the infringing goods be, without compensation of any sort, disposed of outside the channels of commerce in such a manner as to minimize the risks of further infringements. In considering such requests, the need of proportionality between the seriousness of the infringement and the remedies ordered as well as the interests of third parties shall be taken into account. In regard to counterfeit trademark goods, t The judicial authorities shall have the authority to order the infringer to pay the right holder the simple removal of the trademark unlawfully affixed shall not be sufficient, other than in exceptional cases, to permit release of the goods into the channels of commerce.

Page 184: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

166

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Article 47Right of Information

Members may provide that the judicial authorities shall have the authority, unless this would be out of proportion to the seriousness of the infringement, to order the infringer to inform the right holder of the identity of the third persons involved in the production and distribution of the infringing goods or services and of their channels of distribution.

Article 48Indemnification of the Defendant

1. The judicial authorities shall have the authority to order a party at whose request measures were taken and who has abused enforcement procedures to provide to a party wrongfully enjoined or restrained adequate compensation for the injury suffered because of such abuse. The judicial authorities shall also have the authority to order the applicant to pay the defendant expenses, which may include appropriate attorney’s fees.

2. In respect of the administration of any law pertaining to the protection or enforcement of intellectual property rights, Members shall only exempt both public authorities and officials from liability to appropriate remedial measures where actions are taken or intended in good faith in the course of the administration of such laws.

Page 185: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

167

Lampiran

Article 49Administrative Procedures

To extent that any civil remedy can be ordered as a result of administrative procedures on the merits of a case, such procedures shall conform to principles equivalent in substance to those set forth in this Section.

Section 3

Provisional Measures

Article 50

1. The judicial authorities shall have the authority to order prompt and effective provisional measures:(a) to prevent an infringement of any intellectual property

right from occuring, and in particular to prevent the entry into the channels of commerce in their jurisdiction of goods, including imported goods immediately after customs clearance;

(b) to preserve relevant evidence in regard to the alleged infringement.

2. The judicial authorities shall have the authority to adopt provisional measures inaudita altera parte where appropriate, in particular where any delay is likely to cause irreparable harm to the right holder, or where there is a demonstrable risk of evidence being destroyed.

3. The judicial authorities shall have the authority to require

Page 186: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

168

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

the applicant to provide any reasonably available evidence in order to satisfy themselves with a sufficient degree of certainty that the applicant is the right holder and that his right is being infringed or that such infringement is imminent, and to order the applicant to provide a security or equivalent assurance sufficient to protect the defendant and to prevent abuse.

4. Where provisional measures have been adopted inaudita altera parte, the parties affected shall be given notice, without delay after the execution of the measures at the latest. A review, including a right to be heard, shall take place upon request upon the defendant with a view to deciding, within a reasonable period after the notification of the measures, whether these measures shall be modified, revoked or confirmed.

5. The applicant may be required to supply other information necessary for the identification of the goods concerned by the authority that will execute the provisional measures.

6. Without prejudice to paragraph 4 above, provisional measures taken on the basis of paragraphs 1 and 2 above shall, upon request by the defendant, be revoked or otherwise cease to have effect, if proceedings leading to a decision on the merits of the case are not initiated within a reasonable period, to be determined by the judicial authority ordering the measures where national law so permits or, in the absence of such a determination, not to exceed twenty working days or thirty one working calender days, whichever is the longer.

7. Where the provisional measures are revoked or where they lapse due to any act or omission by the applicant, or where it is subsequently found that there has been no infringement or threat of infringement of an intellectual property right, the judicial authorities shall have the authority to order the applicant, upon request of the defendant, to provide the defendant appropriate compensation for any injury caused by these measures.

8. To the extent that any provisional measure can be ordered as a result of administrative procedures, such procedures shall

Page 187: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

169

Lampiran

conform to principles equivalent in substance to those set forth in this Section.

Section 4

Special Requirements Related to Border Measures

Article 51Suspension of Release by Customs Authorities

Members shall, in conformity with the provisions set out below, adopt procedures to enable a right holder, who has valid grounds for suspecting that the importation of counterfeit trademark or pirated copyright goods may take place, to lodge an application in writing with competent authorities, administrative or judicial, for the suspension by the customs authorities of the release into free circulation of such goods. Member may enable such an application to be made in respect of goods which involve other infringements of intellectual property rights, provided that the requirements of this Section are met. Members may also provide for corresponding procedures concerning the suspension by the customs authorities of the release of infringing goods destined for exportation from their territories.

Page 188: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

170

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Article 52Application

Any right holder initiating the procedures under Article 51 above shall be required to provide adequate evidence to satisfy the competent authorities that, there is prima facie an infringement of his intellectual property right and to supply a sufficiently detailed description of the goods to make them readily recognizable by the customs authorities. The competent authorities shall inform the applicant within a reasonable period whether they have accepted the application and, where determined by the competent authorities the period for which the customs authorities will take action.

Article 53Security or Equivalent Assurance

1. The competent authorities shall have the authority to require an applicant to provide a security or equivalent assurance sufficient to protect the defendant and the competent authorities and to prevent abuse. Such security or equivalent assurance shall not unreasonably deter recourse to these procedures.

2. Where pursuant to an application under this Section the release of goods involving industrial designs, patents, layout-designs or undisclosed information into free circulation has been suspended by custom authorities on the basis of a decision other than by a judicial or other independent authority, and the period provided for in Article 55 has

Page 189: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

171

Lampiran

expired without the granting of provisional relief by the duly empowered authority, and provided that all other conditions for importation have been complied with, the owner, importer, or consignee of such goods shall be entitled to their release on the posting of a security in an amount sufficient to protect the right holder of any infringement. Payment of such security shall not prejudice any other remedy available to the right holder, it being understood that the security shall be released if the right holder fails to pursue his right of action within a reasonable period of time.

Article 54Notice of Suspension

The importer and the applicant shall be promptly notified of the suspension of the release of goods according to Article 51 above.

Article 55Duration of Suspension

If, within a period not exceeding ten working days after the applicant has been served notice of the suspension, the customs authorities have not been informed that proceedings leading to a decision on the merits of the case have been initiated by a party other than the defendant, or that the duly empowered authority has taken provisional measures prolonging the suspension of the release of the goods, the goods shall be released, provided

Page 190: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

172

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

that all other conditions for importation or exportation have been complied with; in appropriate cases, this time-limit may be extended by another ten working days. If proceedings leading to a decision on the merits of the case have been initiated, a review, including a right to be heard, shall take place upon request of the defendant with a view to deciding, within a reasonable period, whether these measures shall be modified, revoked or confirmed. Notwithstanding the above, where the suspension of the release of the goods is carried out or continued in accordance with a provisional judicial measure, the provision of Article 50, paragraph 6 above shall apply.

Article 56Indemnification of the Importer and the Owner of the Goods

Relevant authorities shall have the authority to order the applicant to pay the importer, the consignee and the owner of the goods appropriate compensation for any injury caused to them through the wrongful detention of goods or through the detention of goods released pursuant to Article 55 above.

Article 57Right of Inspection and Information

Without prejudice to the protection of confidential information, Members shall provide the competent authorities

Page 191: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

173

Lampiran

the authority to give the right holder sufficient opportunity to have any product detained by the customs authorities inspected in order to substantiate his claims. The competent authorities shall also have the authority to give the importer an equivalent opportunity to have any such product inspected. Where a positive determination has been made on the merits of a case, members may provide the competent authorities the authority to inform the right holder of the names and addresses of the consignor, the importer and the consignee and of the quantity of the goods in question.

Article 58Ex Officio Action

Where Members require competent authorities to act upon their own initiative and to suspend the release of goods in respect of which they have acquired prima facie evidence that an intellectual property right is being infringed:(a) the competent authorities may at any time seek from the right

holder any information that may assist them to exercise these powers;

(b) the importer and the right holder shall be promptly notified on the suspension. Where the importer has lodged an appeal against the suspension with the competent authorities, the suspension shall be subject to the conditions, mutatis mutandis, set out at Article 55 above;

(c) Members shall only exempt both public authorities and officials from liability to appropriate remedial measures where actions are taken or intended in good faith.

Page 192: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

174

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Article 59Remedies

Without prejudice to other rights of action open to the right holder and subject to the right of the defendant to seek review by a judicial authority, competent authorities shall have the authority to order the destruction or disposal of infringing goods in accordance with the principles set out in Article 46 above. In regard to counterfeit trademark goods, the authorities shall not allow the re-exportation of the infringing goods in unaltered state or subject them to a different customs procedure, other than in exceptional circumstances.

Article 60De Minimis Imports

Members may exclude from the application of the above provisions small quantities of goods of a non-commercial nature contained in travellers’ personal luggage or sent in small consignment.

Section 5

Criminal Procedures

Article 61

Members shall provide for criminal procedures and penalties to be applied at least in cases of wilful trademark counterfeiting

Page 193: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

175

Lampiran

or copyright piracy on a commercial scale. Remedies available shall include imprisonment and/ or monetary fines sufficient to provide a deterrent, consistently with the level of penalties applied for crimes of a corresponding gravity. In appropriate cases, remedies available shall also include the seizure, forfeiture and destruction of the infringing goods and of any materials and implements the predominant use of which has been in the commission of the offence. Members may provide for criminal procedures and penalties to be applied in other cases of infringement of intellectual property rights, in particular where they are committed wilfully and on a commercial scale.

Page 194: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

176

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Part IVAcquisition and maintenance of

Intellectual Property Rights and Related Inter-Partes Procedures

Article 62

1. Members may require, as a condition of the acquisition or maintenance of the intellectual property rights provided for under this Sections 2-6 of Part II this Agreement, compliance with reasonable procedures and formalities. Such procedures and formalities shall be consistent with the provisions of this Agreement.

2. Where the acquisition of an intellectual property right being granted or registered, Members shall ensure tha the procedures for grant or registration, subject to compliance with the substantive conditions for acquisition of the right, permit the granting or registration of the right within a reasonable period of time so as to avoid unwarranted curtailment of the period of protection.

3. Article 4 of the Paris Convention (1967) shall apply mutatis mutandis to service marks.

4. Procedures concerning the acquisition or maintenance of intellectual property rights and, where the national law provides for such procedures, administrative revocation and inter partes procedures such as opposition, revocation and cancellation, shall be governed by the general principles set out in paragraphs 2 and 3 of Article 41.

5. Final administrative decisions in any of the procedures referred to under paragraph 4 above shall be subject to review by a judicial or quasi-judicial authority. However, there shall be no obligation to provide an opportunity for such review of decisions in cases of unsuccessful opposition or administrative revocation, provided that the grounds for such procedure can be the subject of invalidation procedures.

Page 195: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

177

Lampiran

Part VDispute Prevention and Settlement

Article 63Transparency

1. Laws and regulations, and final decisions and administrative rulings of general application, made effective by any Member pertaining to the subject matter of this Agreement (the availability, scope, acquisition, enforcement and prevention of the abuse of intellectual property rights) shall be published, or where such publication is not practicable made publicly available, in a national language, in such a manner as to enable governments and the right holders to become acquainted with them. Agreements concerning the subject matter of this Agreement which are in force between the government or a governmental agency of any other Member shall be also published.

2. Members shall notify the laws and regulations referred to in paragraph 1 above to the Council for the Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights in order to assist that the Council in its review of the operation of this Agreement. The Council shall attempt to minimize the burden on Members in carrying out this obligation and may decide to waive the obligation to notify such laws and regulations directly to the Council if consultations with the World Intellectual Property Organization on the establishment of a common register containing these laws and regulations are successful. The Council shall consider in this connection any action required regarding notifications pursuant to the obligations under this Agreement stemming from the provisions of Article 6ter of the Paris Convention (1967).

3. Each Member shall be prepared to supply, in response to a written request from another Member, information of the sort referred to in paragraph 1 above. A Member, having reason to

Page 196: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

178

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

believe that a specific judicial decision or administrative ruling or bilateral agreement in the area of intellectual property rights affects its rights under this Agreement, may also request in writing to be given access to or be informed in sufficient detail of such specific judicial decisions or administrative rulings or bilateral agreements.

4. Nothing in this paragraphs 1 to 3 above shall require Member to disclose confidential information which would impede law enforcement or otherwise be contrary to the public interests of particular enterprises, public or private.

Article 64Dispute Settlement

1. The provisions of Articles XXII and XXIII of the General Agreement on Tariffs and Trade 1994 as elaborated and applied by the Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes shall apply to consultations and the settlement of disputes under this Agreement except as otherwise specifically provided herein.

2. Su-paragraphs XXIII: 1(b) and XXIII: 1 (c) of the General Agreement on Tariffs and Trade 1994 shall not apply to the settlement of disputes under this Agreement for a period of five years from the entry into force of the Agreement establishing the World Trade Organization.

3. During the time period referred to in paragraph 2, the TRIPS Council shall examine the scope and modalities for the Article XXIII: 1 (b) and Article XXIII: 1 (c)-type complaints made pursuant to this Agreement, and submit its recommendations to the Ministerial Conference for approval. Any decision of the Ministerial Conference to approve such recommendations or to extend the period in paragraph 2 shall be made only by consensus, and approved recommendations shall be effective for all Members without further formal acceptance process.

Page 197: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

179

Lampiran

Part VITransitional Arrangements

Article 65Transitional Arrangements

1. Subject to the provisions of paragraphs 2, 3 and 4 below, no Member shall be obliged to apply the provisions of this Agreement before the expiry of a general period of one year following the date of entry into force of the Agreement Establishing the WTO.

2. Any developing country Member is entitled to delay for a further period of four years the date of application, as defined in paragraph 1 above, of the provisions of this Agreement other than Articles 3, 4 and 5 of Part I.

3. Any other Member which is in the process of transformation from a centrally-planned into a market, free enterprise economy and which is undertaking structural reform of its intellectual property system and facing special problem in the preparation and implementation of intellectual property laws, may also benefit from a period of delay as foreseen in paragraph 2 above.

4. To the extent that a developing country Member is obliged by this Agreement to extend product patent protection to areas of technology not so protectable in its territory on the general date of application of this Agreement for that Member, as defined in paragraph 2 above, it may delay the application of the provisions on product patents of Section 5 of Part II of this Agreement to such areas of technology for an additional period of five years.

5. Any Member availing itself of a transitional period under paragraphs 1, 2, 3 or 4 above shall ensure that any changes in its domestic laws, regulations and practice made during that period do not result in a lesser degree of consistency with the provisions of this Agreement.

Page 198: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

180

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

Article 66Least-Developed Country Members

1. In view of their special needs and requirements, their economic, financial and administrative constraints, and their need for flexibility to create a viable technological base, least-developed country Members shall not be required to apply the provisions of this Agreement, other than Articles 3, 4 and 5, for a period of 10 years from the date of application as defined under paragraph 1 of Article 65 above. The Council shall, upon duly motivated request by a least-developed country Member, accord extensions of this period.

2. Developed country Members shall provide incentives to enterprises and institutions in their territories for the purpose of promoting and encouraging technology transfer to least-developed country Members in order to enable them to create a sound and viable technological base.

Article 67Technical Cooperation

In order to facilitate the implementation of this Agreement, developed country Members shall provide, on request and on mutually agreed terms and conditions, technological and financial cooperation in favour of developing and least-developed country Members. Such cooperation shall include assistance in the preparation of domestic legislation on the protection and enforcement of intellectual property rights as well as on the prevention of their abuse, and shall include support regarding the establishment or reinforcement of domestic offices and agencies relevant to these matters, including the training of personal.

Page 199: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

181

Lampiran

Part VIIInstitutional Arrangements;

Final Provisions

Article 68Council for Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights

The Council for Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights shall monitor the operation of this Agreement and, in particular, Members’ compliance with their obligations hereunder, and shall afford Members the opportunity of consulting on matters relating to the trade-related aspects of intellectual property rights. It shall carry out such other responsibilities as assigned to it by the Members, and it shall, in particular; provide any assistance requested by them in the context of dispute settlement procedures. In carrying out its functions, the Council may consult with and seek information from any source it deems appropriate. In consultation with the World Intellectual Property Organization, the Council shall seek to establish, within one year of its first meeting, appropriate arrangements for cooperation with bodies of that Organization.

Article 69International Cooperation

Members agree to cooperate with each other with a view to eliminating international trade in goods infringing intellectual

Page 200: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

182

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

property rights. For this purpose, they shall establish and not notify contact points in their national administrations and be ready to exchange information on trade in infringing goods. They shall, in particular, promote the exchange of information and cooperation between customs authorities with regard to trade in counterfeit trademark goods and pirated copyright goods.

Article 70Protection of Existing Subject Matter

1. This Agreement does not give rise to obligations in respect of acts which occur before the date of application of the Agreement for the Member in question.

2. Except as otherwise provided for in this Agreement, this Agreement give rise to obligations in respect of all subject matter existing at the date of application of this Agreement for the Member in question, and which is protected in that Member on the said date, which meets or comes subsequently to meet the criteria for protection under the terms of this Agreement. In respect of this paragraph and paragraphs 3 and 4 below, copyright obligations with respect to existing works shall be solely determined under Article 18 of the Berne Convention (1971), and obligations with respect to the rights of producers of phonograms and performers in existing phonograms shall be determined solely under Article 18 of the Berne Convention (1971) as made applicable under paragraph 6 of Article 14 of this Agreement.

3. There shall be no obligation to restore protection to subject matter which on the date of application of this Agreement for the Member in question has fallen into the public domain.

4. In respect of any acts in respect of specific objects embodying protected subject matter which become infringing under the

Page 201: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

183

Lampiran

terms of legislation in conformity with this Agreement, and which were commenced, or in respect of which a significant investment was made, before the date of acceptance of the Agreement establishing the WTO by that Member, any Member may provide for a limitation of the remedies available to the right holder as to the continued performance of such acts after the date of application of the Agreement for that Member. In such cases the Member shall, however, at least provide for the payment of equitable remuneration.

5. A Member is not obliged to apply the provisions of Article 11 and of paragraph 4 of Article 14 with respect to originals or copies purchased prior the date of application of this Agreement for that Member.

6. Members shall not be required to apply Article 31, or the requirement in paragraph 1 of Article 27 that patent rights shall be enjoyable without discrimination as to the field of technology, to use without the authorization of the right holder where authorization for such use was granted by the government before the date of this Agreement became known.

7. In the case of intellectual property rights for which protection is conditional upon registration, applications for protection which are pending on the date of application of this Agreement for that Member in question shall be permitted to be amended to claim any enhanced protection provided under the provisions of this Agreement. Such amendment shall not include new matter.

8. Where a Member does not make available as of the date of entry into force of the Agreement Establishing the WTO patent protection of pharmaceutical and agricultural chemical products commensurate with its obligations under Article 27, that Member shall:(i) notwithstanding the provisions of Part VI above, provide

as from the date of entry into force of the Agreement Establishing the WTO as means by which applications for patents for such inventions can be filed;

Page 202: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

184

Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual

(ii) apply to these applications, as of the date of application of this Agreement as if those criteria were being applied on the date of filing in that Member or, where priority available and claimed, the priority date of the application;

(iii) provide patent protection in accordance with this Agreement as from the grant of patent and for the remainder of the patent term, counted from the filing date in accordance with Article 33 of this Agreement, for those of these applications that meet the criteria for protection referred to in sub-paragraph (ii) above.

9. Where a product is the subject of a patent application in a Member in accordance with paragraph 8(I) above, exclusive marketing rights shall be granted, notwithstanding the provisions of Part VI above, for a period of five years after obtaining market approval in that Member, whichever period is shorter, provided that, subsequent to the entry into force of the Agreement Establishing the WTO, a patent application has been filed and a patent granted for that product in another Member and marketing approval obtained in such other Member.

Article 71Review and Amendment

1. The Council for Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights shall review the implementation of this Agreement after the expiration of the transitional period referred to in paragraph 2 of Article 65 above. The Council shall, having regard to the experience gained in its implementation, review it two years after that date, and at identical intervals thereafter. The Council may also undertake reviews in the light of any relevant new developments which may warrant modification on amendment of this Agreement.

2. Amendments merely serving the purpose of adjusting to a higher levels of protection of intellectual property rights achieved, and in force, in other multilateral agreements and

Page 203: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

185

Lampiran

accepted under those agreements by all Members of the WTO may be referred to the Ministerial Conference for action in accordance with Article X, paragraph 6, of the Agreement Establishing the WTO on the basis of a consensus proposal from the Council for Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights.

Article 72Reservations

Reservations may not be entered in respect of any of the provisions of this Agreement without the consent of other Members.

Article 73Security Exceptions

Nothing in this Agreement shall construed:(a) to require any Member to furnish any information the

disclosure of which it considers contrary to its essential security interests; or

(b) to prevent any Member from taking any action which it considers necessary for the protection of its essential security interests;(i) relating to fissionable materials or the materials from

which they are derived;(ii) relating to the traffic in arms, ammunition and implements

of war and to such traffic in other goods and materials as it carried on directly or indirectly for the purpose of supplying a military establishment;

(iii) taken in time of war or other emergency in international relations; or

Page 204: HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK MILIKrepository.uir.ac.id/537/1/Buku HAK MILIK INTELEKTUAL ed Rev 2017 lagi lagi.pdf · undangan nasional serta juga hukum internasional dalam bidang

(c) to preserve any Member from taking any action in pursuant of its obligations under the United Nations Charter for the maintenance of international peace and security.