hukum dan wajah hakim dalam dinamika …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/hukum...

156
Farkhani, S.HI., S.H., M.H Evi Ariyani, S.H., M.H HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA HUKUM ACARA PERADILAN

Upload: others

Post on 06-Sep-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

Farkhani, S.HI., S.H., M.HEvi Ariyani, S.H., M.H

HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA HUKUM

ACARA PERADILAN

Page 2: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

Hukum dan Wajah Hakim Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Farkhani, S.HI., S.H., M.H. & Evi Aryani, S.H., M.H.Hukum dan Wajah Hakim Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan; Farkhani, S.HI., S.H., M.H. & Evi Ariyani, S.H., M.H.; Editor: Luthfiaba Zahriani & Heni Satar Nurhaida; Solo: Pustaka Iltizam; 2016156 hlm.; 20,5 cm

ISBN: 978-602-7668-76-8

Penulis:Farkhani, S.HI., S.H., M.H.

Evi Ariyani, S.H., M.H.

Editor: Luthfiana Zahriani

Heni Satar Nurhaida

Tata Letak: Taufiqurrohman

Cover: naka_abee

Cetakan I : Oktober 2016

Diterbitkan Oleh :

Perum Gumpang BaruJl. Kresna No. 1, Gumpang, Kartasura, Solo.Phone : 0271-7652680, HP. 081548542512

Email : [email protected]

Page 3: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

3Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah-kan pada Nabi Muhammad Saw.

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan atas tersele-saikannya buku yang ada di tangan saudara ini. Harus penulis sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan dari dua penulisnya atas dua penelitian yang dilakukan tahun sebelumnya.

Keinginan untuk tidak sekedar menjadi laporan peneli-tian, mendorong penulis untuk bekerja lebih baik di sela relung waktu yang kosong diantara aktivitas mengajar dan kesibukan mengurusi administrasi perkuliahan, mengubahnya menjadi buku agar dapat dikonsumsi oleh mahasiswa dan khalayak, termasuk kritik konstruktif. Pilihan judul “Hukum dan Wajah Hakim dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan” karena pe-nelitian kami berkenaan dengan kinerja hakim dalam ruang sidang. Dissenting opinion, penemuan hukum dan praperadi-lan adalah bagian dari kinerja hakim yang dapat saja dilakukan sewaktu-waktu ketika kasus yang dihadapinya menuntut un-tuk melakukan itu.

Melakukan dissenting opinion, rechtsvinding dan praper-adilan dengan perkara baru yang belum ada pijakan hukumnya adalah pekerjaan berat yang mempertaruhkan diri, jabatan, institusi dan bahkan hukum itu sendiri. Tanggung jawab di du-nia dengan berbagai konsekuensinya harus dihadapi, belum lagi pertanggungjawaban akhirat yang pasti menanti. Pada proses ini hakim betul-betul harus mencurahkan segala daya

Page 4: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

4Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

upayanya untuk menghasilkan pendapat, hukum baru atau-pun putusan yang betul-betul harus dapat memenuhi tujuan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Prosedur beracara tetap harus dilalui, dibarengi dengan loncatan berpikir yang biasa-nya out of the box dengan hasil konklusi yang benar-benar brillian. Walaupun kesalahan bisa saja terjadi dan hakim tidak bisa dipidanakan karena persolan kesalahan dalam memberi-kan putusan tapi akan dapat berakibat fatal pada keberlangsu-ngan karier dan kredebilitasny sebagai hakim.

Bagi hakim-hakim yang tidak atau belum memiliki ke-beranian untuk menjalankan fungsi hakim yang sesungguhnya karena berbagai alasan, bermain aman, patuh pada prosedur dan teks book, pada satu sisi menguntungkan dirinya namun pada sisi lain hukum menjadi sangat prosedural, rigid, stagnan dan tanpa dinamika yang akan mendorong pendalaman terha-dap pembelajaran hukum, menjadi hukum menjadi ilmu yang kurang menarik dan hanya terukurung dalam teks books and procedures. Undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman sebenarnya sudah memberikan jaminan kemerdekaan bagi hakim untuk menggali segala nilai dan norma yang memung-kinkan dapat digunakan untuk memecahkan problem hukum, lokal maupun nasional.

Akhirnya, harapan penulis adalah semoga buku ini ber-manfaat.

Billaahi fii sabiililhaq, fastabiqul khairaat.

Penulis

Page 5: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

5

Daftar Isi

KATA PENGANTAR ..................................................................................... 3

DAFTAR ISI .................................................................................................. 5

BANGUNAN HUKUM DAN GERAKAN HUKUM PROGRESIF DI INDONESIA .................................................................................................. 7

A. Bangunan Hukum Indonesia ............................................................. 7

B. Sistem Hukum Indonesia ..................................................................15

C. Gerakan Hukum Progresif di Indonesia......................................22

D. Gerakan Hakim Progresif di Indonesia .......................................27

WAJAH DAN INTEGRITAS HAKIM ......................................................29

A. Buruk Rupa Hakim Kita .....................................................................29

B. Jaminan Kemerdekaan Hakim ........................................................35

WAJAH HAKIM INDONESIA DALAM BEDA PENDAPAT (DISENTING OPINION) DAN PENEMUAN HUKUM (RECHTSVINDING) .................41

A. Hakim Sebagai Judge Made Law dalam Sistem Hukum Indonesia .................................................................................................41

B. Perilaku Hakim Indonesia ................................................................45

C. Beda Pendapat (Dissenting Opinion) dan Penemuan Hukum Oleh Hakim ..............................................................................................55

DISSENTING OPINION DAN RECHTSVINDING DALAM PUTUSAN HAKIM (Sebuah Contoh Kecil dari Kinerja Hakim di PN dan PA Kota Salatiga) ........................................................69

Daftar Isi

Page 6: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

6Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

NEGARA HUKUM DAN KEWAJIBAN MEMBERIKAN JAMINAN PERLINDUNGAN TERHADAP WARGA NEGARANYA ......................81

A. Negara Hukum .......................................................................................81

B. Negara dan Perlindungan Terhadap Warga Negara ..............99

PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA ............................................................................................ 103

A. Dinamika Institusi Hukum ............................................................103

B. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Praperadilan di Indo-nesia ........................................................................................................110

C. Fungsi, Tujuan dan Wewenang Praperadilan.......................120

D. Pra Peradilan; Sebuah Upaya Perlindungan Terhadap Subyek Hukum ....................................................................................................123

E. Kebebasan Hakim dalam Pembuatan Putusan .....................125

CONTENT ANALYSIS TERHADAP PUTUSAN PRAPERADILAN NOMOR: O4/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. ....................................... 133

A. Pemberantasan Korupsi dan Perlawanan Balik Koruptor 133

B. Analisis Prosedur Hukum Putusan Nomor: O4/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. .....................................................................136

C. Content Analysis dari Perspektif Idealitas Putusan Hakim ...138

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 149

BIODATA PENULIS ................................................................................ 154

Page 7: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

7Bangunan Hukum dan GerakanHukum Progresif di Indonesia

BANGUNAN HUKUM DAN GERAKAN HUKUM PROGRESIF DI INDONESIA

A. Bangunan Hukum Indonesia

Sejak kemerdekaan Indonesia, negara ini dengan tegas menyatakan bahwa negara ini adalah negara hukum. Pernya-taan yang tertera tegas dalam konstitusi UUD 1945 ini bukan persoalan sepele bagi negara yang baru saja memerdekakan dirinya setelah lebih dari 3,5 abad dalam kangkangan jajahan beberapa negara Eropa dan Jepang. Sebab identitas dan bangu-nan hukum atas nama Indonesia dalam arti produksi legislasi Indonesia belum dapat memproduk berbagai aturan hukum yang melingkupi seluruh kebutuhan masyarakat Indonesia, ke-cuali konstitusi UUD 1945 yang bersifat sementara dan sangat simpel.

Keberanian menetapkan sebagai negara hukum bagi ne-gara yang baru saja lahir menjadi negara merdeka merupakan keputusan dan kesepakatan politik yang sungguh sangat bera-ni, untuk tidak mengatakan terlalu gegabah dan terburu-buru. Karena menetapkan diri sebagai negara hukum berarti menun-tut pemerintah yang baru terbentuk untuk memegang teguh paradigma awal lahirnya istilah negara hukum.

Gagasan awal tentang negara hukum dikemukakan oleh Aristoteles pada zaman Yunani Kuno 300SM. Ia menyatakan bahwa yang memerintah dalam negara hukum bukanlah ma-nusia, melainkan pikiran yang adil. Ini artinya, keadilanlah yang memerintah dan keadilan harus terjelma dalam kehidu-

Page 8: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

8Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

pan bernegara. Aristoteles mensejajarkan hukum (keadilan) dengan akal (kecerdasan dan bahkan dewa, sehingga barang-siapa memberi tempat bagi hukum untuk memerintah, berarti memberi tempat bagi dewa dan akal serta kecerdasan untuk memerintah, berarti pula telah memberi tempat bagi binatang buas, sebab menurut Aristoteles betapapun bijaksananya ma-nusia, ia tetap memiliki keinginan dan nafsu yang dapat men-dorongnya menjadi binatang buas dan menjadi makhluk yang paling rendah. Dengan demikiaan hukumlah yang patut me-miliki kedaulatan tertinggi dan hukumlah yang layak menjadi sumber kekuasaan dalam suatu negara. (Siti Fatimah, 2005: 23-24). Padahal belum ada perangkat hukum yang dibuat ke-cuali konstitusi yang sementara dan simpel itu (UUD 1945).

Sifat sementara dan simpel ini didasarkan pada statemen Bung Karno saat berpidato pada sidang PPKI tanggal 18 Agus-tus 1945;

“tuan-tuan tentu mengerti, bahwa ini adalah sekedar Un-dang-Undang Dasar sementara, Undang-Undang Dasar kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutiegrondwet. Nanti kita membuat Undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap” (A.B. Kususma, 2004: 470)

Konsekuensi selanjutnya yang harus diemban bagi sebuah negara hukum adalah bahwa negara yang pada awalnya adalah sebuah fakta kekuasaan menjadi institusi hukum yang mem-benarkan dirinya sebagai sebuah komunitas yang diatur oleh hukum (Hans Kelsen, 2008: 315). Hal ini membawa konsek-uensi bahwa setiap persoalan dan aktivitas negara baik yang bersifat pasif dan aktif harus memiliki landasan yuridis yang sah. Sementara pada sisi yang lain, negara baru saja lahir dan belum ada produk lain dari parlemen yang terbentuk dalam

Page 9: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

9

situasi peralihan kekuasaan selain undang-undang dasar. Bila demikian adanya, menurut Hans Kelsen (2008: 315) negara harus dipresentasikan sebagai makhluk pribadi yang berbeda dari hukum, dengan maksud agar hukum dapat membenarkan negara, jika negara benar dan menyalahkan negara jika negara salah (pen).

Apalagi diktum keramat “negara hukum” secara tegas di-jelaskan dalam penjelasan UUD 1945 pra amandemen adalah rechtstaat. Padahal menjadikan dan membangung negara hu-kum adalah persoalan pelik. Buktinya adalah pembangunan negara hukum sejak kemerdekaan belum juga selesai dengan baik, bahkan yang terjadi adalah sebaliknya. Indonesia menjadi terkenal di dunia sebagai negara dengan sistem hukum yang sangat buruk. Yang dimaksud dengan pembangunan hukum yang belum selesai disini, menurut Satjipto Rahardjo (2007: 46-47) adalah bagaimana menjadikan negara hukum itu sua-tu organisasi yang secara substansial mampu menjadi rumah yang menyenangkan, menyejahterakan dan membahagiakan bangsa Indonesia.

Pemilihan aliran negara hukum ini (rechtstaat) juga mem-bawa konsekuensi tersendiri sebagaimana juga bila memilih model rule of law dan Islamic law. Mengapa model-model aliran atau sistem hukum ini diungkapkan? Karena sangat mungkin atau ada peluang dari masing-masing sistem hukum tersebut untuk diadopsi oleh negara Indonesia yang baru merdeka ini. Alasan simplistiknya adalah; rechtstaat, karena negara ini per-nah dijajah oleh beberapa negara Eropa yang menganut model civil law, terutama Belanda. Adapun rule of law, karena Indo-nesia juga pernah dijajah oleh Inggris –negara hukum com-mon law- walau tidak begitu lama. Adapun kesempatan untuk menggunakan islamic law adalah mayoritas politisi dan pen-

Bangunan Hukum dan GerakanHukum Progresif di Indonesia

Page 10: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

10Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

duduk Indonesia adalah Islam, bahkan sempat terjadi perde-batan sengit tentang salah satu norma hukum dalam Pancasila.

Pilihan negara hukum rechtstaat oleh founding fathers da-pat dipahami dengan beberapa alasan berikut ini, diantaranya;1. Bahwa Indonesia adalah wilayah yang dijajah oleh Belanda

selama 3,5 abad. Kurun waktu yang lama tersebut, menjadi waktu yang sangat baik bagi Belanda untuk menanamkan semua sistem hukum yang dianutnya untuk ditransplan-tasikan ke dalam negara jajahannya. Oleh karena kendala situasi dan kondisi yang dihadapi, pilihan model negara hukum rechtstaat adalah yang paling memungkinkan un-tuk menghindari facum of law (kekosongan hukum), ketia-daan hukum yang mengatur kehidupan masyarakat Indo-nesia yang baru meredeka.

2. Hukum-hukum warisan Belanda dengan berbagai pranata hukumnnya yang telah establish dalam waktu lama dan dipatuhi, menjadi jalan keluar yang paling mudah dan se-mentara untuk menutup ruang kosong hukum yang belum disusun secara matang dan komprehensif oleh pemerintah Indonesia.

3. Bahwa bagi negara yang baru merdeka, kemerdekaan, ke-daulatan politik dan pengakuan dari dunia internasional menjadi urusan yang sangat mendesak dan penting. Anca-man dari bangsa asing atas suatu bangsa yang telah merde-ka akan menjadi alasan yang semakin kuat bagi bangsa tersebut untuk mempertahankan kemerdekaannya.

Berdasarkan pada realitas sejarah yang demikian itu, jelas bahwa hukum dan pranata hukum yang berlaku pada awal ke-merdekaan adalah warisan kolonial.

Page 11: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

11

Setelah lebih dari setengah abad Indonesia merdeka, ter-nyata kehidupan masyarakat dan bangsa ini masih banyak dia-tur oleh produk-pruduk hukum kolonial. Galibnya, justru pada persoalan-persoalan pokok dalam kehidupan bermasyarakat bangsa ini, belum juga bisa melepaskan diri dari kekang produk hukum kolonial, buktinya Kitab Undang-Undang Hu-kum Pidana (KUHPid), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdt) dan hukum acaranya. Produk-produk hukum kolo-nial itu tidak juga berubah, apalagi diganti, hanya penghapusan beberapa pasal saja yang dirasa sudah tidak relevan dan me-langgar hak-hak asasi manusia secara mendasar.

Bagi sebuah bangsa yang merdeka, persoalan hukum yang demikian tersebut dianggap bagian dari sebuah ironi negara yang merdeka. Sebagai bangsa merdeka tidak seharusnya menjadi pewaris yang loyal terhadap perangkat undang-un-dang pemerintah Kolonial. Karena pada hakekatnya, penjajah itu masih kokoh mencengkeram negara dan bangsa ini, bukan dalam bentuk fisik tapi dalam bentuk lainnya, dalam hal ini produk-produk hukumnya yang masih eksis mengatur jantung kehidupan masyarakat Indonesia. Bagaimanapun produk-produk hukum kolonial harus dirubah dan diperbarui, karena dasar falsafahnya tidak berpijak pada nilai-nilai moral dan kul-tural masyarakat kita. Disamping itu sebagian materinya sudah tidak sesuai lagi dengan dengan kebutuhan masyarakat dan za-man (Busyro Muqaddas dkk, 1992: vi).

Salah satu bukti bahwa produk hukum kolonial itu tidak sejalan dengan nilai-nilai moral dan kultural masyarakat In-donesia adalah soal perzinahan yang diatur dalam pasal 284 KUHPidana. Delik perzinahan hanya akan jatuh pada salah satu dan atau kedua pezina berstatus dalam ikatan perkawinan yang sah. Sementara itu nilai-nilai dan kultul bangsa Indonesia,

Bangunan Hukum dan GerakanHukum Progresif di Indonesia

Page 12: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

12Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

tidak membenarkan sama sekali hubungan persebadanan tan-pa akad nikah yang sah walaupun didasarkan atas suka sama suka dan tanpa konsekuensi apapun dari hubungan perse-badanan tersebut.

Seiring berlakunya zaman, kondisi hukum di Indonesia be-lum berubah. Kondisi yang belum berubah ini menggiring pada satu identitas bangunan hukum Indonesia, paling tidak ia akan membentuk satu unsur penting dalam bangunan hukumnya. Memperhatikan historisitas perkembangan dan pembangu-nan hukum di Indonesia, negara ini mengakomodir seluruh sis-tem hukum yang berlaku pada masyarakat Indonesia termasuk akulturasi budaya dan hukum yang telah memiliki kohesifitas dan nilai kesejarahannya. Dengan demikian kita dapat melihat bahwa banguna hukum negara Indonesia tegak di atas tiga pi-lar sistem hukum; hukum adat, hukum islam dan hukum kolo-nial.

Bangunan hukum yang demikian khasnya ini menjadikan identitas hukum Indonesia sulit untuk dipersamakan dengan sistem hukum yang berlaku secara spesifik pada aliran-aliran hukum tertentu. Bangunan hukum Indonesia tidak identik dengan sistem reachtstaat, bukan pula rule of law dan sulit pula dikatakan sebagai socialist legality, serta sangat jauh dengan identitas dan karakteristik Islamic law.

Sistem hukum negara Indonesia merangkum seluruh kepentingan atau unsur dari sistem yang ada dengan didasar-kan pada satu standarisasi nilai dan norma pada nilai dan nor-ma Pancasila sebagai paramount law di negara ini.

Dari bangunan dengan sistem yang menopangnya terse-but, nyata bahwa tidak begitu mengunggulkan kepentingan perorangan sebagaimana sistem rule of law, tidak juga men-

Page 13: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

13

gutamakan kepentingan umum (kepentingan negara) sebagia-mana sistem socialist legality. Tidak melepaskan agama namun tetap memerlukan nilai-nilai agama atau ketuhanan. Dengan sistem identitas bangunan hukum yang demikian dapat diten-garai bahwa sistem hukum Indonesia sengaja terbuka (Artidjo Alkotsar, 1997: 26) untuk berbagai unsur hukum yang ada asal sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia yng didasarkan pada Pancasila. Dengan sistem yang seperti ini, berarti membu-ka diri untuk senantiasa menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman yang mendorong akselerasi pembangu-nan masyarakat Indonesia yang adil, merata dan sejahtera.

Argumentasi mengenai bangunan hukum Indonesia semacam ini selaras dengan apa yang pernah dikatakan oleh Baharudin Lopa;

“Oleh karenanya hukum nasional yang kita ciptakan itu adalah hukum nasional yang terbuka. Terbuka (luwes), karena siap menerima perubahan-perubahan. Dinamis, karena hukum nasional kita itu harus cepat menerima/mengikuti perubahan-perubahan itu, sambil tetap menja-ga kepribadian kita yang khas Indonesia.” (dalam Artidjo Alkotsar, 1997: 26)

Sayangnya keinginan yang demikian itu tetap berputar dalam kumparan positifisme hukum, mengekor pada perkem-bangan hukum yang mendominasi pemikiran hukum barat. Perkembangan yang dimaksudkan adalah, bahwa hukum yang mulanya dibangun, dijabarkan sesaui dengan tatanan nilai yang bersifat transendental (lex eterna; hukum Tuhan/ kodra-ti), hukum para nabi dengan risalah kitab suci yang dibawanya (lex devina), atau berasal dari hukum alam (lex natura) semata, terus bergeser pada pandangan yang melihat peran manusia begitu dominan dalam merumuskan ketentuan aturan hukum

Bangunan Hukum dan GerakanHukum Progresif di Indonesia

Page 14: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

14Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

konsep lex humana, yang cenderung bersifat legalistik nor-matif. Hal ini juga bisa kita temukan pada bangunan hukum Indonesia saat ini.

Filsafat modern yang dikenal dan sangat mempengaruhi paradigma berpikir Barat adalah Positivisme Logis. Paham ini tidak mengakui metafisika. Mereka hanya mengakui persepsi panca indera sebagai satu-satunya yang “ada”. Kalangan ilmuan Barat mengakui bahwa dengan adanya filsafat Positivisme Lo-gis, Barat sukses mencapai hasil yang gemilang dalam perkem-bangan ilmu pengetahuan (Taufiq Firmanto dalam hukum.kompasiana.com).

Corak bangunan hukum yang demikian ini, jelas menegasi-kan berbagai problem hukum yang bersifat metafisis-spirit-ualis-transendentalis yang banyak meliputi kehidupan pada masyarakat Timur dan Tengah khususnya.

Bangunan hukum yang bercorak positifistik legalistik, je-las sangat jauh untuk bisa menjangkau berbagai problem ke-hidupan manusia. Akhirnya berbagai persoalan hukum yang muncul kepermukaan yang seharusnya lebih tepat dan akurat dilakukan dengan pendekatan non positifisme menjadi bebas, lepas dan sulit untuk dilakukan pembuktian yang bersifat logis dalam pandangan positifistik logis ala Barat. Jangankan pada aspek yang metafisis, problem hukum yang fisik dan beraneka ragam kebutuhan serta peristiwa hukum yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia pun masih banyak yang be-lum dijangkau oleh produk perundang-undangan yang legalis-tik formalistik tersebut.

Menyadari akan keterbatasan hal ini, para sarjana hukum dan lembaga legislatif memberikan ruang gerak kepada apara-tur pemerintah dan penegak hukum untuk melakukan tero-

Page 15: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

15

bosan-terobosan hukum, penemuan-penemuan hukum bah-kan kemerdekaan yang luas kepada para juris untuk berbeda pendapat, pandangan atau tafsiran terhadap kasus-kasus hu-kum yang ditanganinya. Bahkan kebebasan hakim untuk mem-berikan alasan terhadap penjatuhan vonis pada kasus yang dihadapinya telah dilindungi oleh undang-undang kehakiman yang terbaru.

Namun sekali lagi, walaupun ruang tersebut dibuka, tetap saja kendala lain semisal kemampuan intelektual, pengalaman dan latar belakang yang berbeda dari para juris akan sangat mempengaruhi lahir atau munculnya terobosan-terobosan yang diharapkan.

Deskripsi singkat berkenaan dengan bangunan hukum Indonesia sebagaimana tersebut di atas, akan semakin dapat dipahami bila kita memahami pula dengan apa yang di sebut “sistem hukum”. Sudah barang tentu dalam hal ini adalah sis-tem hukum Indonesia

B. Sistem Hukum Indonesia

Sistem berasal dari bahasa Yunani, “systema” yang berarti keseluruhan yang terdiri dari bermacam-macam bagian. Se-cara sederhana sistem diartikan sebagai susunan atau tatanan yang teratur, yang terdiri dari bermacam-macam bagian yang menyatu dan bersinergi untuk kokohnya sesuatu (bangunan). Maka sistem hukum dapat diartikan sebagai suatu tatanan atau susunan dari bagian-bagian tertentu yang membentuk bangu-nan hukum tertentu. Ini berarti dalam satu sistem hukum tidak boleh ada bagian-bagian tertentu yang saling bertentangan, tumpang tindih, ringkih kohesifitas dan lemah kontennya. Bila problem itu ada dalam sebuah sistem, maka seharusnya sistem

Bangunan Hukum dan GerakanHukum Progresif di Indonesia

Page 16: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

16Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

itu sendiri yang yang harus segera menyelesaikan problemnya hingga tidak berlarut-larut yang mengakibatkan bangunan sis-tem itu semakin buruk.

Sebenarnya tidak banyak sistem hukum yang dianut oleh banyak negara di dunia, dan pada masing-masing negara me-miliki kekhususan tersendiri pada sistem hukum yang men-jadi bangunan dan identitas hukum nasionalnya. Di negara kita, pada awalnya bangunan hukumnya tegak atas tiga sistem hukum yang diakomodir menjadi identitas ataupun ciri khas hukum Indonesia. Ketiga sistem tersebut adalah sistem hukum kolonial (Eropa Kontinental), hukum adat dan hukum Islam. Namun dalam perkembangannya ternyata mulai muncul un-sur-unsur sistem hukum anglo saxon dipraktekan dalam ranah hukum Indonesia dengan muatan dan wajah yang semakin je-las dari waktu ke waktu.

1. Sistem Hukum Eropa Kontinental

Sistem ini bermula dari pandangan Imamanuel Kant men-genai negara, “the union of multitude of men under law of justice”. Hukum negara bertujuan melindungi otonomi indi-vidu berupa kebebasan dan hak milik pribadi sebagai dasar yang diperlukan bagi kemerdekaan individu. Pikiran hukum semacam ini berkembang subur di tanah Eropa daratan, dan abad 19 adalah musim semi yang sangat baik bagi perkem-bangan paradigma. Tokoh-tokoh semacam von Savighny, Josep Stahl, dan LA. Hart lahir di abad ini dan memperkokoh hukum yang bersifat liberal dan individualis ini. Merekalah yang men-ciptakan filsafat, asas-asas, doktrin serta prinsip-prinsip hu-kum demi meyelesaikan tugas pokok tersebut. Asas-asas serta doktirn yang diciptakan mereka kemudian dikonstruksikan

Page 17: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

17

dan diterima sebagai sesuatu yang alami. Padahal sesungguhn-ya adalah kemenangan kaum borjuis (Satjipto Rahardjo, 2009: 23) yang sedang berjaya pada masa itu, yang pada mulanya hanya memiliki kekuatan ekonomi namun stagnan dalam uru-san politik termasuk hukum di dalamnya.

Konsep hukum yang demikian itu –lebih dikenal dengan sistem rechtstaat-kemudian tersebar keseluruh penjuru dunia lewat kolonialisasi bangsa-bangsa Eropa terhadap bangsa lain-nya di Afrika, Asia dan Amerika.

Di Jerman, rechtstaat adalah bangunan hukum murni yang tidak berhubungan dengan politik. Hans Kelsen adalah orang yang meletakan landasan teori konsep itu. Ia mengatakan, ne-gara adalah tidak lain suatu bangunan hukum, dan isinya tidak lain adalah tentang hukum positif. Dan pertanyaan yang harus dijawab adalah apa dan bagaimana hukum itu dibentuk. Di-dasarkan pada paham ini maka sasaran utama dan satu-satu-nya diarahkan kepada pengetahuan atau mencari tahu tentang “apa itu hukum”. Dengan demikian, segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan hukum harus dikeluarkan, membebas-kan hukum dari unsur-unsur asing dari hukum (Satjipto Ra-hardjo, 2009: 6-7), seperti moral, ajaran agama, nilai-nilai adat dan segala sesuatu yang spiritual metafisis.

Ciri khusus dari negara dengan sistem hukum Eropa konti-nental adalah; a) adanya perlindungan terhadap hak azazi ma-nusia, b) adanya pemisahan kekuasaan, c) pemerintah harus mendasarkan pada peraturan-peraturan hukum, dan d) ada-nya peradilan administrasi.

Bangunan Hukum dan GerakanHukum Progresif di Indonesia

Page 18: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

18Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

2. Sistem Hukum Adat

Pilar kedua dari bangunan hukum Indonesia adalah sis-tem hukum adat. Sistem hukum adat di Indonesia adalah hasil kristalisasi nilai-nilai asli bangsa Indonesia yg hidup di masyarakat dan dijadikan pedoman bagi seluruh lapisan masyarakat adat untuk menjalankan aktifitas nya, dan diteg-akkan oleh organisasi adat yang mendapatkan mandat. Nilai-nilai yang dijadikan sebagai pedoman yang pada akhirnya menjadi hukum adat itu adalah nilai-nilai atau yang menjadi aspek –kehidupan yang integral dalam hubungan pribadi den-gan masyarakat, antar masyarakat (kelompok), pribadi atau masyarakat dengan alam dan Tuhan. Corak nilai tersebut di-kategorisasikan; a) nilai magis-relegius, b) nilai komunal, c) nilai kontan, dan d) nilai visual (Soleman B. Taneka, 1987: 88-90). Singkatnya, sistem hukum adat mengakomodir seluruh nilai-nilai kultural kehidupan masyarakat adat.

Indonesia sangat kaya akan sistem hukum ini, karena In-donesia adalah negara yang paling banyak di dunia memiliki suku. Dari ratusan suku yang ada, dapat dikatakan masing-masing memiliki sistem hukum adat tersendiri, yang kemudian oleh van Vollenhoven diklasifikasikan dalam 19 hukum adat. Oleh karena hal inilah maka kiranya tidak mungkin setiap kali melakukan pembangunan, pembaharuan hukum mengesamp-ingkan aspek-aspek kehidupan asli (karakter) asli bangsa In-donesia (hukum adat).

Hukum adat bersumber pada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena bersumber pada nilai-nilai kehidupan yang tidak terkodifikasikan, hukum adat memiliki sifat a) elastis dan mudah berubah, mudah me-

Page 19: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

19

nyesuaikan diri dengan perkembangan hidup masyarakatnya, b) tradisionalis, didasarkan pada nilai-nilai yang ditanamkan oleh nenek moyangnya. Dan sistem hukum adat akan tetap ber-tahan hidup tergantung pada kesadaran hukum masyarakat adat tersebut terhadap nilai-nilai hukum dan adat yang diya-kininya.

3. Sistem Hukum Islam

Sangat sedikit sejarahwan yang mengatakan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia sejak pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab atau Utsman bin Affan. Mayoritas diantara mereka, berdasarkan fakta-fakta sejarah menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi. Terlepas dari per-bedaan itu, yang tidak mungkin dipungkiri adalah bahwa Islam sebagai agama yang syamil dan kamil, hanya mengakultur-asikan (mendakwah) sebagian dari sistem ajarannya. Aqidah, syari’ah dan muamalah adalah bagian yang integral dan tidak mungkin dipisah-pisahkan secara parsial dalam dakwah Islam.

Berkenaan dengan hukum Islam, sungguh tidak ada satu ayatpun dalam al-Qur’an maupun satu tekspun dalam al-Had-its yang secara tegas menerangkan hal itu secara epsitimologis. Istilah hukum Islam yang kita kenal saat ini adalah hasil simp-likasi dari term yang bernama syari’ah. Simplikasi terjemahan dan pemahaman seperti itu tidaklah salah, meskipun sebanyak lima kali kata syari’ah disebutkan dalam kitab suci al-Qur’an, namun konotasi lebih jauh dari kata hukum Islam (Jawahir Thantowi, 2002: 7).

Kesimpulan tentang hukum Islam dan syari’ah yang dike-mukakan oleh Thontowi mendapat kejelasan dari dari be-berapa defenisi hukum yang dikemukakan oleh beberapa ahli

Bangunan Hukum dan GerakanHukum Progresif di Indonesia

Page 20: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

20Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

justru berawal dari terjemahan “Islamic Law” dalam khazanah keilmuan hukum Barat. Diantara pengertian itu sebagai beri-kut berikut ini;

Joseph Schacht (1964: 1), seorang orientalis mengartikan hukum Islam sebagai keseluruhan kita Allah yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya. Pengertian yang dikemukakan oleh Schatcht ini lebih mendekati penger-tian syari’ah. Adapun Hasby Asy-Syiddiqie (1993: 44) men-gartikan hukum Islam sebagai koleksi daya upaya fuqaha dalam menerapkan syari’at Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pengertian dari Hasby ini lebih dekat dengan makna fiqh (Mardani, 2009: 270).

Merujuk pada bebepa pengertian hukum dimuka, maka dapat dipahami bahwa sistem hukum Islam adalah seperang-kat aturan hukum yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan syari’at Islam yang terkadung dalam al-Qur’an dan al-Hadits serta hasil ijtihada para fuqaha yang kompeten di bidangnya. Dalam kontek keindonesian, yang dimaksud dengan hukum Islam adalah ketentuan-ketenatuan hukum sebagaimana pengertian dimuka yang dikodifikasikan dalam sistem hukum positif Indonesia.

Pemahaman yang demikian sangat beralasan dari segi his-torisitas pelembagaan hukum Islam dalam masyarakat Indo-nesia sejak awal masa kedatangan Islam ke Nusantara sampai pada saat Orde Refomasi ini. Telah banyak bagian-bagian dari syari’at Islam yang telah menjadi bagian (positifisasi) yang tak terpisahkan dari bangunan dan identitas sistem hukum na-sional. Sebagian contoh kecil yang masih dan sedang berjalan adalah hukum positif bidang zakat, wakaf, perkawinan dan perbankan syari’ah.

Page 21: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

21

Sumber utama dari hukum Islam adalah wahyu (al-Qur’an dan al-Hadits). Keduanya berfungsi sebagai groundnorm yang wajib mengilhami seluruh produk hukum yang menjadi kebu-tuhan bagi setiap pencari keadilan dalam hukum Islam. Teks-teks qath’i wajib dipegang teguh dan tertutup terhadap multi tafsir, namun para fuqaha memberikan peluang lewat ijtihad yang terbuka dalam upaya penegakannya. Dengan demikian, hukum Islam tidak akan terjerumus dalam kubangan hukum yang bersifat lex humana, yang lepas sama sekali dari pancaran hukum yang telah ditetapkan Tuhan dalam kitab suci. Maqasid al-Syari’ah dan maslahah lebih diunggulkan daripada mengi-kuti perkembangan kehidupan dan kebutuhan hidup manusia yang bisa positif dan dapat pula negatif.

Walaupun telah jelas bahwa bangunan hukum Indonesia terdiri dari tiga sistem tersebut, dalam prakteknya yang paling dominan dan paradigma hukum yang dipegangi dengan teguh oleh para penegak hukum, pemerintah dan legislator kita ada-lah merujuk pada sistem rechtstaat model eropa kontinental yang legalistik positifistik. Sebuah sistem yang lebih mement-ingkan bentuk dari pada substansi, lebih memegang teguh prosedur daripada keadilan yang hakiki. Oleh karenanya pen-carian keadilan (searching for justice) bisa menjadi gagal hanya karena persoalan melanggar prosedur. “semua penanganan kasus harus sesuai dengan prosedur yang berlaku”, (Adji Same-kto, 2008: 33-34) demikian ungkapan yang sampai saat ini tetap dipertahankan dalam setiap menangani peristiwa hukum yang terjadi. Maka tidak jarang sebuah peristiwa hukum yang harusnya dapat diselesaikan dengan singkat, dapat memakan waktu yang sangat lama hanya karena persoalan prosedur yang harus ditaati. Bahkan segala bentuk atau upaya lain untuk mencari kebenaran dan keadilan (search for truth and justice) dalam upaya menegakkan keadilan, diluar prosedur hukum

Bangunan Hukum dan GerakanHukum Progresif di Indonesia

Page 22: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

22Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

yang berlaku, dianggap sebagai out of legal thought, bahkan di-anggap sebagai perbuatan illegal, melakukan pelanggaran dan dikenakan hukum dan prosedur hukum yang berlaku.

C. Gerakan Hukum Progresif di Indonesia

1. Sejarah hukum progresif

Wacana, tawaran dan pengajaran hukum progresif sangat menarik saat ini, di tengah degradasi legitimasi terhadap pen-egakan hukum di negeri ini. Dikatakan menarik karena hukum progresif berupaya menggugat keberadaan hukum modern yang dianggap mapan dalam memenuhi kebutuhan manusia dalam berhukum. Hukum progresif mengungkap tabir dan mendedah kegagalan hukum modern yang positivistik, legalis-tik dan linier dalam menjawab berbagai persoalan hukum yang terjadi dalam kehidupan dan kemanusiaan (Satjipto Rahadjo, 2009: v).

Hukum progresif juga menuntut keberanian aparat pene-gak hukum untuk menafsirkan hukum dalam rangka memper-adabkan manusia. Hukum progresif memberi peluang kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam menegakkan keadilan untuk kebahagiaan dirinya. Hukum progresif menuntut pula para hakim mengasah spiritualitasnya sehingga kepekaan hati nuraninya, berani mengadili perkara dengan mendengarkan suara dan putusan hati nuraninya baru kemudian mencari lan-dasan hukum untuk menjadi dasar putusan nuraninya. Hukum progresif juga menuntut para hakim tidak terjebak pada ru-tinitas aturan hukum acara, setiap perkara yang dihadapinya diperiksa dan diputuskan dengan hukuman. Bila perkara yang diperiksanya itu dapat diselesaikan dengan rekonsiliasi men-gapa harus ada hukuman (Satjipto Rahardjo, 2007).

Page 23: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

23

Wacana hukum progresif ini hadir di tengah kegalauan masyarakat Indonesia yang memuncak. Kegalauan itu tidak hanya melanda para pengamat, akademisi dan mahasiswa saja, bahkan rakyat awam sekalipun turut galau terhadap penega-kan hukum di Indonesia. Kegalauan mereka karena melihat fakta di depan mata dan terjadi berulang kali bahkan terus menerus, seperti kelemahan rakyat miskin dan marginal yang selalu dalam posisi lemah ketika harus berhadapan dengan hukum, sementara orang “kaya dan kuat” cenderung lolos dari jeratan hukum.

Sebenarnya telah lama muncul kegalauan itu. Pada tahun 1970, masyarakat sudah disajikan pertunjukan yang bernama “mafia pengadilan”. Di era Orde Baru menyaksikan betapa hu-kum menjadi alat legitimasi perilaku despotik para penguasa dan para kroninya. Harapan sebenarnya hampir muncul pada era reformasi, namun tidak berapa lama kekecewaan pula yang didapatnya. Terutama dengan yang berhubungan dengan kasus korupsi, komersialisas dan commondifaction (Sadjipto Rahardjo, 2007: 3-4).

Setelah dirunut dan dicari apa sebenarnya yang menjadi-kan kondisi hukum (budaya hukum dan sistem penegakkan hukum) kita degradatif adalah kejujuran, integritas, keburukan moralitas, rendahnya akhlak serta tipisnya spiritualitas pada semua lini organ-organ penggerak hukum, bukan pada persoa-lan gaji dan tunjangan kesejahteraan. Sebab gaji dinaikkan dan tunjangan kesejahteraan ditingkatkan, tetap saja kondisi hu-kum di negara belum bergeser kearah yang sesuai dengan ek-spektasi harapan masyarakat Indonesia. Perilaku buruk yang berkembang itu lambat laun menular, merasuki alam bawah sa-dar pikiran masyarakat dan akhirnya dimplementasikan dalam perilaku ketika menghadapi persoalan hukum. “Kalau tidak ko-

Bangunan Hukum dan GerakanHukum Progresif di Indonesia

Page 24: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

24Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

lusi dan suap sana-sini jangan harap keadilan yang diharapkan berpihak pada dirinya”, pikiran semacam ini akhirnya berubah menjadi suatu yang wajar bila “mentok” menghadapi problem hukum.

Melihat kondisi terpuruknya hukum di Indonesia itu, be-gawan hukum dari Universitas Dipenogoro Semarang, Satji-pto Rahardjo, berkontemplasi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis “apa yang salah dengan hukum kita?” dan “apa serta bagaimana jalan untuk mengatasinya?”

Berawal dari pertanyaan kontemplatif itulah, selanjutnya Prof Tjip mengusung gagasan bahwa hukum Indonesia harus progresif. Sebagai seorang professor di bidang hukum tentu-nya, ia mencari landasan teoritik apa atau asumsi apa yang bisa dijadikan langkah awal atau pijakan untuk mengembangkan gagasan besarnya tersebut, serta bagaiman caranya agar ga-gasannya tersebar dan membumi, implementatif dalam dunia hukum yang nyata.

Asumsi dasar yang diajukannya adalah “hukum adalah un-tuk manusia”, bukan sebaliknya. Oleh karenanya hukum bukan untuk dirinya sendiri, sehingga menyingkirkan nilai apapun yang tidak berdimensi hukum. Hukum bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas dan lebih be-sar. Maka setiap kali ada masalah dalam dan dengan hukum, hukumlah yang ditinjau dan diperbaiki serta bukan manusia yang dipaksa-paksa untuk dimasukkan dalam skema hukum.

Dalam pikiran Prof. Tjip, hukum bukanlah institusi yang absolut dan final. Hukum bergantung pada bagaimana manu-sia melihat dan menggunakannya. Manusia yang menjadi pe-nentu atas hukum. Untuk memperkuat asumsi tersebut, Prof Tjip mengatakan;

Page 25: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

25

“memang menghadapkan manusia kepada hukum men-dorong kita melakukan pilihan-pilihan rumit. Tetapi pada hakekatnya teori-teori hukum yang ada berakar pada kedua faktor tersebut. Semakin landasan teori bergeser ke faktor hukum, semakin suatu teori menganggap hukum sebagai sesuatu yang mutlak-otonom dan final. Semakin bergeser ke manusia, semakin teori tersebut ingin mem-berikan ruang pada faktor manusia” (Satjipto Rahardjo, 2009: 5)

Dalam kesempatan yang lain Tjip juga mengatakan;

“…., baik faktor; peranan manusia, maupun masyarakat, ditampilkan kedepan, sehingga hukum lebih tampil seba-gai medan pergulatan dan perjuangan manusia. Hukum dan bekerjanya hukum seyogianya dilihat dalam konteks hukum itu sendiri. Hukum tidak ada untuk diri dan kep-erluannya sendiri, melainkan untuk manusia, khususnya kebahagiaan manusia” (Satjipto Rahardjo, 2007: ix).

Melihat hal ini, sebenarnya Prof Tjip tidak menciptakan te-ori baru yang ia namakan hukum progresif. Ia hanya membelo-kan arah hukum yang selama ini menjadi problem masyarakat Indonesia, kearah yang berbeda dan menjadikan hukum lebih baik dari sebelumnya dalam tataran implementatif. Gagasan hukum ini berasal dari ajaran sosiologis yang dikembangkan oleh filosof Perancis; August Comte (1798-1857), yang ber-pendapat bahwa terdapat kepastian adanya hukum-hukum perkembangan mengatur roh manusia dan segala gejala hidup bersama dan itulah secara mutlak. Satjipto Rahardjo hanya mengintrodusir kembali, dan menyesuaikan dengan karakter keindonesiaan.

Bangunan Hukum dan GerakanHukum Progresif di Indonesia

Page 26: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

26Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

2. Motor gerakan hukum progresif

Prof. Tjip sangat sadar bahwa gagasannya (hukum pro-gresif) bukanlah persoalan baru dalam dunia toeri hukum. Ia hanya menyadarkan bahwa kondisi akut kerusakan sistem (penegakkan) hukum di Indonesia karena terkungkungnya pe-mikiran dan produk legislasi bangsa ini pada pada jenis hukum yang positifistik legalistik sentris. Keadilan hukum hanya di-pahami bila keadilan itu sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dan ketentuan hukum yang tertulis dalam berbagai peraturan perundangan yang berlaku.

Prof Tjip hanya menggali kembali lebih dalam dan men-gangkatnya kepermukan agar terlihat bahwa ada sisi lainnya dari teori hukum dan alat penunjangnya lainnya guna mem-perbaiki berbagai kerusakan pada sistem hukum yang tengah berlaku sekarang. Oleh karenanya, ia sangat gencar menyebar-jan gagasannya dalam berbagai kesempatan, terutama dalam kuliah-kuliah hukumnya yang ia tujukan pada mahasiswanya yang banyak diantaranya adalah para penegak hukum negeri ini. Para jaksa, polisi, hakim, pengacara dan akademisi yang menjadi mahasiswanya dipahamkan dengan benar akan mak-sud gagasan-gagasan pemikiran hukumnya dan mengharap mereka menjadi bagian dari motor penggerak perubahan para-digama berfikir hukum di sektornya masing-masing.

Di samping lewat kuliah-kuliah di ruang kelas, media mas-sa, forum diskusi dan seminar, serta buku adalah ruang bebas baginya untuk terus menuangkan gagasannya itu. Hal yang me-narik gagasannya terhadap sistem penegakkan hukum di neg-eri ini, sorotan tajamnya lebih ditujukan pada peran dan per-ilaku hakim serta ruang peradilan yang sangat sakral.

Page 27: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

27

Betapa tidak nestapa, norma atau kaidah hukum (undang-undang) yang sesungguhnya masih memberikan peluang untuk tidak dipahami secara tekstualis, justru hanya dibunyikan oleh hakim dengan apa adanya saja. Cara pandang hakim terhadap hukum seringkali amat kaku dan normatif-prosedural dalam melakukan konkretisasi hukum. Hakim hanya menangkap apa yang disebut “keadilan hukum” (legal justice), tetapi gagal me-nangkap “keadilan masyarakat” (social justice). Hakim telah meninggalkan pertimbangan hukum yang berkeadilan dalam putusanputusannya. Akibatnya, kinerja pengadilan sering dis-oroti karena sebagian besar dari putusan-putusan pengadilan masih menunjukkan lebih kental “bauformalisme-prosedural” ketimbang kedekatan pada “rasa keadilan warga masyarakat” (D. Adriyanto dalam http://greatandre.blogspot.com).

Melihat hal ini, Satjipto Rahardjo hanya sebagai pemantik starter agar motor utama (hakim) bergerak lebih cepat dan progresif dalam setiap kali melintasi trek hukum di ruang-ru-ang pengadilan.

D. Gerakan Hakim Progresif di Indonesia

Harus diakui bahwa perjuangan Satjipto Rahardjo, agar gagasannya membumi mulai nampak ada sedikit hasil. Hasil yang lebih nyata adalah bahwa gagasan hukum progresifnya masih terus ditebarluaskan oleh para akademisi yang pernah menjadi mahasiswanya. Ajarannya masih terus didengungkan dalam ruang-ruang kuliah, diperbincangkan dalam ruang-ru-ang diskusi. Namun ini tidak cukup, karena persoalan utama dan akut hukum kita adalah dalam tataran implementasi oleh para aparatur penegak hukum di Indonesia.

Bangunan Hukum dan GerakanHukum Progresif di Indonesia

Page 28: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

28Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Hal yang menggembirakan, adalah munculnya komunitas hakim yang mengklaim dirinya adalah hakim-hakim (beral-iran) progresif. Mereka tergabung dalam komunitas yang ber-nama Forum Komunikasi Hakim Progresif Indonesia. Usianya pun masih tergolong muda.

Forum Komunikasi Hakim Progresif Indonesia ini terben-tuk pada tahun 2010. Lilik Mulyadi, penasehat Forum Komuni-kasi Hakim Progresif Indonesia ini mengatakan bahwa forum ini berawal dari diskusi-diskusi yang dilakukan oleh bebera-pa hakim di situs jejaring sosial. Awalnya, ada rencana untuk menggugat dan mendemo presiden dan DPR untuk memper-juangkan kesejahteraan hakim. Rencana ini akhirnya gagal, karena beberapa inisiatornya sempat ‘diperiksa’ oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA).

Meski rencana demonstrasi terhenti, para hakim itu masih melakukan diskusi-diskusi via online melalui situs jejaring so-sial, di inbox Facebook,” Karena dianggap memiliki pemikiran dan tujuan yang sama, yakni menciptakan komunitas hakim yang berpikiran progresif (http//hukumonline.com).

“Keagakseriusan” komunitas ini terlihat dengan sudah adanya logo komunitas dan telah memiliki blog di dunia maya. Namun yang sangat disayangkan adalah ada nama tapi belum ada bentuk, apalagi aksi yang membuat warna dan wajah pen-gadilan di Indonesia berubah. Tentunya dengan lahirnya putu-san-putusan progresif yang dapat dirasakan oleh masyarakat luas. Untuk itu kita masih mau menungggu dan melihat sam-pai dimana mereka dapat memerankan klaimnya sebagai pen-dekar hakim progresih di rimba belantara hukum Indonesia.

kkk

Page 29: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

29

WAJAH DAN INTEGRITAS HAKIM

A. Buruk Rupa Hakim Kita

Salah satu pengertian hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, pelanggaran terhadap peraturan tersebut berakibat diambilnya tindakan hukum.

Klausa “berakibat diambilnya tindakan hukum” menun-jukan pada upaya penegakan hukum, dan upaya penegakan hukum tidak lepas dari peran serta hakim sebagai pemberi putusan atau penilai apakah suatu perbuatan layak dijatuhi hukuman atau tidak dan/atau berapa kadar yang tepat untuk memberikan hukuman pada sutau perbuatan yang melanggar hukum. (Farkhani, 2011: 80)

Berdasar pada pemahaman tersebut, posisi hakim seba-gai salah satu aparatur penegak hukum sangat fundamental dan urgen. Hakim menjadi benteng terakhir bagi penegakkan hukum. Jika para hakim yang menjadi penegak hukum dan keadilan lemah, malas, rusak moralitas dan integritasnya, serta tumpul spiritualitas dan nuraninya, maka hampir dapat dipas-tikan penegakkan hukum sedang meluncur deras menuju ke-hancuran. Padahal hakim adalah penguasa kolektif yang bersi-fat mutlak atas segala putusan-putusannya dalam persidangan. Putusan-putusan yang dibuatnya tidak dapat dipersalahkan apalagi dipidanakan karena landasan-landasan ilmiah hukum

Wajah dan Integritas Hakim

Page 30: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

30Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

dan diktum-diktum peraturan yang dipergunakannya keliru, lemah, absurd bahkan tidak bernuansa hukum sekalipun.

Akhir-akhir ini posisi hakim sedang dalam sorotan tajam, karena banyak kasus yang menjerat hakim, yang memutar balik posisi hakim sebagai pengadil menjadi pesakitan yang diadili, akibat dari para hakim itu sendiri yang “memperda-gangkan” kewenangan yang dimilikinya untuk mendapatkan keuntungan sesaat. Demi keuntungan itu pula mereka tanpa ragu menggadaikan kehormatan dan keluhuran jabatan yang disandang sebagai penegak hukum. Bahkan, di atas itu semua, sadar atau tidak, mereka makin menggerus asa publik terha-dap masa depan penegakan hukum. Kasus suap hakim Syari-fuddin Umar, Muhtadi Asnun, Ibrahim dan Imas Dianasari men-jadi bukti yang cukup untuk mewakili perlaku hakim yang kian memperihatinkan. Perbuatan mereka menyumbang indikasi remunerasi dan perbaikan gaji menjadi gagal guna menggen-jot kinerja dan membentengi integritas para hakim, agar tidak mudah diintervensi oleh kekuasaan uang para “pemilik modal”.

Tidak hanya uang yang merongrong integritas para hakim, moralitas individu yang tidak dibentengi dengan spiritualitas yang tinggi mendorong nafsu syahwat untuk dipenuhi secara ilegal. Kasus seorang hakim Mahkamah Syari’ah di Aceh baru-baru ini menjadi wakil dari rendahnya moral hakim. Belum lagi ancaman terhadap independensi para hakim, kekuasaan poli-tik juga sering menjadikan mereka gamang dalam mengemban kewenangannya dengan teguh. Banyak kasus yang melibatkan para politisi, para pemilik modal dan aparatur pemerintah tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam penetapan hukum dan pemerlakuan dalam sidang-sidangnya.

Lain dari itu, sorotan tajam kembali tertuju pada korp hakim yang mengadili perkara-perkara kecil dengan terdakwa

Page 31: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

31

anggota masyarakat yang miskin baik secara ekonomi, sosial dan politik, terbelakang dan jauh dari paham tentang peneg-akkan hukum di negeri ini, dan dengan putusannya pula yang dirasa mengusik rasa keadilan masyarakat. Para hakim terse-but sekedar membunyikan pasal dari peraturan yang ada dan hanya berkutat pada cara berfikir silogisme dengan alasan legalitas dan kepastian hukum. Pemikiran hukum warisan penjajah benar-benar telah merasuk dalam sumsum dan pe-mikiran para hakim negeri ini. Pemikiran hukum legal formal-ism yang positifistik yang sedang berkembang pada abad awal Belanda menjajah Indonesia sampai menjelang kemerdekaan (3,5 abad) benar-benar diwariskan secara sukses di negeri jajahannya.

Masa yang sangat panjang, dimana awal masa munculnya pemikirian hukum legal formalism pada 1650 M, Belanda mel-aluli VOC-nya dan pemerintahnya telah menancapkan kuku imperalisme beserta tanaman nilai-nilai (norma dan teori) hukum, hingga sampai pada masa akhir kejayaan paham teori ini (awal abad 19) Belanda masih tetap bercokol di bumi In-donesia. Masa tanam dan internalisasi norma dan produk hu-kum kolonial yang positifistik ini jelas telah mengurat akar, dan sangat sulit dihilangkan dalam sejarah perkembangan hukum di Indonesia, maka sebenarnya dapat saja dipahami mengapa hakim-hakim kita mayoritas terkungkung dan nyaman terje-bak dalam lingkaran legal formalisitik yang positifistik, rasion-alistik dan empiristik.

Walaupun demikian, pada zaman yang telah berubah, ke-merdekaan telah lama dihirup bangsa ini, perkembangan ilmu pengetahuan, informasi dan teknologi seharusnya dapat di-manfaatkan oleh para cendikiawan hukum, aparatur penegak hukum dan terkhusus hakim untuk melepaskan diri dari ket-

Wajah dan Integritas Hakim

Page 32: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

32Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

erkungkungan sistem hukum yang telah mengurat akar terse-but. Bila kondisi yang telah berubah tersebut tidak sama sekali merubah mainset hukum hakim, lantas untuk apa hakim men-dapat ruang kebebasan dalam memutuskan perkara dan men-gapa hakim disebut sebagai judge made law?

Akibat dari teori yang melahirkan sistem peradilan yang senafas tersebut melahirkan realitas fakta bahwa hakim-hakim itu begitu cepat, tegas, mantap menyidangkan perkara dan memutuskan hukuman pada para terdakwa dari kalangan masyarakat kaum proletar, membunyikan peraturan perun-dang-undangan dan sedikit berkreasi bila kasus yang dihadap-inya dipublis oleh berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik dan diikuti oleh aksi demonstrasi dari kalangan mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan aksi soli-daritas.

Sementara pada kasus-kasus yang melibatkan politisi, bi-rokrasi, selebriti, penguasa dan pemilik modal, kebenaran dan keadilan hukum mereka perdagangkan. Pisau hukum yang mereka pegang tiba-tiba tumpul dan tak mampu memotong dengan cepat berbagai kejahatan yang dilakukan oleh kaum borjuis tersebut. Palu hukum yang mereka pegang menjadi berat untuk memutuskan mereka bersalah dan mendapatkan balasan setimpal dari akibat kejahatan yang dilakukannya. Ser-ingkali mereka menutup mata dan telinga dari hiruk pikuknya demontrasi yang bahkan diiringi dengan bentrokan antara aparat dan demonstran, mereka tidak mau tahu atas kerugian dari perbuatan jahat yang ditimbulkannya. Mereka mengabai-kan opini ilmuan, pemerhati dan lembaga swadaya masyarakat dengan alasan bahwa hakim hanya mengadili sesuai dengan fakta yang hadir dalam persidangan. Hakim menutup diri pada realitas, fakta sosial yang sebenarnya terjadi di lapangan tem-

Page 33: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

33

pat dimana bekerjanya hukum yang sesungguhnya. Realitas yang seperti ini sesungguhnya mencerminkan betapa para hakim belum optimal dan maksimal serta kesungguhan yang tinggi untuk meraih tujuan hukum yang hakiki, tercapainya keadilan dalam kehidupan masyarakat.

Kinerja hakim yang seperti itu menunjukkan bahwa hakim tidak benar-benar mengemban amanah kekuasaan kehakiman yang dipercayakan kepada mereka. Perannya yang sangat strat-egis dan sentral tidak dilaksanakan secara optimal. Dalam un-dang-undang kekuasaan kehakiman, peran hakim selain mem-berikan kontribusi dalam melaksanakan misi institusinya, juga menjadi kontributor dalam proses pelayanan publik dalam menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran. Di sisi yang lain, juga akan berimplikasi nyata terhadap pemenuhan tanggung jawab kelembagaan kekuasaan kehakiman. Kian berkualitas putusan yang dihasilkannya, maka peran lembaga yudikatif ini akan semakin dirasakan kontribusi dan manfaatnya bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Perjuangan Oliver Wendel Holmes, Hakim Agung Amerika Serikat yang populer itu, yang dengan perannya begitu gigih berupaya membebaskan dunia hukum pada umumnya, dan du-nia peradilan pada khususnya, dari belenggu “formalisme-posi-tivisme”, kiranya layak untuk disimak dan ditiru aspek positifn-ya. Karena dengan perjuangannya, kemudian masyarakat dan terutama pencari keadilan merasakan bahwa produk hukum, termasuk putusan pengadilan dapat lebih dekat dan memihak pada rasa keadilan masyarakat. Hakim tidak lagi memerankan dirinya sekedar “terompet undang-undang”, melainkan men-empatkan posisinya sebagai “living interpretator” dari rasa keadilan masyarakat (Riza Thalib dalam http://www.dilmilti-jakarta.go.id).

Wajah dan Integritas Hakim

Page 34: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

34Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Karena perannya yang sentral dan urgen dalam persidan-gan, hakim tidak bekerja sendiri tetapi dalam bentuk majlis hakim yang terdiri dari tiga, lima atau lebih dalam bilangan ganjil, kecuali pada kasus-kasus tertentu cukup menggunakan hakim tunggal. Filosofi dan maksud dari majlis hakim dalam persidangan adalah agar hakim lebih cermat, teliti, meling-kupi seluruh proses persidangan dengan detail-detailnya dan saling mengisi serta bertukar pendapat pada persoalan yang disidangkan. Pun demikian masih dibantu oleh panitera yang mencatat jalannya persidangan. Maksud lainnya adalah bahwa setiap hakim memiliki kemampuan ilmiah (pandangan) yang berbeda dalam satu kasus yang dihadapi, setiap individunya memiliki kebebasan (kemerdekaan) untuk menyatakan pen-dapatnya dan bebas pula untuk berbeda pendapat dengan ang-gota majilis hakim lainnya.

Penetapan kedudukan hakim yang merdeka dan mandiri dan dijamin dengan undang-undang, sesungguhnya memberi-kan kesempatan yang terbuka dan luas bagi para hakim untuk tidak sekedar menjadi “corong undang-undang”, tetapi lebih dari itu, hakim dapat dengan bebas melakukan interpretasi hu-kum atas teks-teks dan norma hukum yang ada, berkreasi den-gan inovasi-inivasi yang berlandaskan pada pemahaman ilmu hukum yang mendalam, bahkan membuat hukum yang sama sekali baru (judge made law).

Pemikiran terakhir tersebut memang bukan asli berasal dari negara yang menerapkan atau meniru sistem hukum Eropa Kontinental. Walaupun demikian, seiring dengan perkemban-gan kehidupan dan kebutuhan hidup manusia, mempertahan-kan sistem ini secara rigid, ketat dan menutup mata dari reali-tas kehidupan masyarakat, akan berakibat hukum akan selalu tertinggal dan sukar untuk dinamis, mengimbangi kebutuhan

Page 35: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

35

dan perkembangan hidup masyarakat. Hukum akan terasa su-lit menjangkau persoalan-persoalan kekinian dan yang akan datang.

B. Jaminan Kemerdekaan Hakim

Setelah sekian lama dan melihat realitas praktek persidan-gan yang sangat rigid, positifistik dan seringkali mengabaikan rasa keadilan masyarakat, Undang-Undang Kekuasaan Kehaki-man No. 48 Tahun 2009 pada pasal 5 ayat 1 memberikan ket-egasan atau perintah untuk melakukan hal tersebut, “hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan mema-hami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara Republik Indonesia, secara tegas menyatakan bahwa Indone-sia adalah negara hukum, akan tetapi konsep negara hukum model rule of law atau rechtstaat tidak dijelaskan dengan tegas. Ketidaktegasan dalam berpihak pada salah satu bentuk dari bentuk sistem hukum yang diadopsi di banyak negara, men-jadikan ketidakjelasan sistem bagi tata hukum di Indonesia. Bukti ini dapat dilihat ketika awal reformasi banyak pihak me-nyoroti UUD 1945 yang dikatakan oleh Soekarno sebagai revo-lutie groundwet (Konstitusi Revolusi atau Konstitusi Singkat).

Karena sebagai konstitusi yang sangat singkat -baik sing-kat dari sisi penyusunannya maupun singkat dari sisi mater-inya- jelas ada banyak kekurangan. Jimly Asshiddiqie (2005: 7) merangkumnya dalam 8 (delapan) kekurangan, salah satu diantaranya adalah kurangkuatnya kemandirian kekuasaan ke-hakiman. Oleh sebab itu kemudian UUD 1945 diamandemen, diantaranya dalam rangka memperkuat kekuasaan kehakiman

Wajah dan Integritas Hakim

Page 36: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

36Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

yang ditindaklanjuti pula oleh perubahan-perubahan terhadap undang-undang tentang kekuasaan kehakiman yang telah ada.

Tuntutan terhadap persoalan ini penting karena hakim adalah benteng terakhir dari sistem penegakkan hukum di ne-gara ini. Kekuasaan kehakiman diperkuat tidak lain adalah un-tuk agar hakim memerankan fungsi sebagai penegakan hukum sekaligus “pembuat hukum” yang kredibel dan professional. Diantara indikasi bahwa hakim itu bebas berkreasi dan berino-vasi dalam ranah hukum (wilayah kerjanya) adalah lahirnya penemuan-penemuan hukum baru atas kasus yang dihadapin-ya dan indikasi bahwa hakim itu bebas merdeka adalah adanya dissenting opinion (beda pendapat) dalam putusan pengadilan, walaupun harus dipahami bahwa tidak semua putusan harus ada dua hal tersebut.

Khusus berkenaan dengan dissenting opinion, dalam se-jarahnya sudah dikenal dalam peradilan di Indonesia, namun karena sifatnya yang sangat internal (rahasia) maka tidak ban-yak khalayak mengetahui bahwa itu ada. Dalam buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (2010) ditulis bahwa Se-benarnya, dissenting opinion sudah lama dikenal dalam dunia peradilan di Indonesia. Yang belum ada saat itu adalah keharu-san memuatnya dalam putusan. selama ini dissenting opinion dicantumkan dalam sebuah buku yang khusus disediakan dan dikelola ketua pengadilan secara rahasia dalam buku tersebut dicantumkan nama hakim yang berbeda pendapat, kedudu-kannya dalam majelis, nomor perkara, tanggal putusan, penda-pat dan alasannya.

Selain karena sifatnya yang rahasia, Undang-undang No-mor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 182 ayat 6 mengatakan “Pada asasnya putusan dalam

Page 37: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

37

musyawarah majelis merupakan hasil permufakatan bulat ke-cuali jika hal itu setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. putusan diambil dengan suara terbanyak; b. jika ketentuan tersebut huruf a tidak juga dapat diperoleh putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi ter-dakwa.” Selanjutnya, dalam penjelasan pasal tersebut ditegas-kan bahwa hal itu dicatat dalam berita acara sidang majelis yang bersifat rahasia. Kesimpulannya, ketentuan yang selama ini dipegangteguhi oleh hakim itu, maka dissenting opinion yang dilakukan secara terbuka di antara para anggota majelis hakim dianggap sebagai suatu hal yang tabu dan tidak dimung-kinkan.

Pertama kali dissenting opinion memiliki landasan yuridis yang tegas dan memperbolehkan untuk dikemukakan dalam persidangan adalah dengan lahirnya UU No. 4 Tahun 1998 ten-tang Kepailitan. Setelah itu muncul Perma No. 2 Tahun 2000 tentang Hakim Adhoc yang didalamnya memperbolehkan dis-senting opinion cantumkan dalam putusan walaupun dalam bentuk lampiran. Selanjutnya untuk benar-benar mewujud-kan kemerdekaan hakim yang sesungguhnya yang secara tegas menuangkan dissenting opinion adalah UU No. 4 Tahun 2004 yang diperbaharui menjadi UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Baru setelah regulasi yang jelas ini muncul, beberapa kasus dissenting opinion langsung mencuat dipermukaan, yang pertama kasusnya Abudullah Puteh dan yang cukup menarik perhatian adalah kasusnya Akbar Tanjung.

Kasus Abdulllah Puteh (2005), diyakini sebagai kasus dis-senting opinion pertama setelah regulasinya jelas. Kemudian diteliti oleh Sartika Dewi Lestari dengan judul “Penerapan Dis-senting Opinion dalam Proses Pengambilan Putusan Perkara

Wajah dan Integritas Hakim

Page 38: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

38Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Korupsi Pengadaan Helikopter dengan Terdakwa Ir. H. Abdul-lah Puteh oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat”.

Hasil dari penelitiannya adalah terlihat adanya perbedaan pendapat dari dua orang hakim, yaitu hakim ketua dan hakim anggota I pada perkara Abdullah Puteh. Hakim ketua dan Hakim anggota I berpendapat bahwa KPK tidak berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan terhadap perkara korupsi pengadaan helikopter dengan terdakwa Ir. H. Abdul-lah Puteh. Keadaan tersebut disebabkan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Abdullah Puteh terjadi sebelum diundan-gkannya UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu tanggal 27 Desember 2002. Den-gan tidak diperbolehkannya KPK melakukan penyelidikan atau penyidikan terhadap perkara korupsi tersebut, maka berita acara pemeriksaan KPK dianggap tidak sah. Surat dakwaan yang dibuat berdasarkan berita acara pemeriksaan yang tidak sah, berakibat surat dakwaan yang menjadi dasar pemeriksaan persidangan juga dianggap tidak sah. Penahanan terhadap Ab-dullah Puteh juga dianggap tidak sah karena didasarkan kepa-da penyidikan yang tidak sah.

Pendapat dua orang hakim ini kalah, karena tiga hakim lainnya menganggap bahwa Abdullah Puteh bersalah. Berdasar pada asas “demokrasi” yaitu voting jika terdapat perbedaan pendapat yang tidak dapat disatukan, maka tiga orang hakim itulah yang menang dan berhak menjatuhkan vonis kepada ter-dakwa (http://digilib.uns.ac.id).

Kemerdekaan hakim yang dijamin oleh undang-undang pada satu sisi berdampak pada baiknya model pengambilan atau penentuan putusan hakim, pada satu sisi membuka pelu-ang hakim untuk berbuat semaunya. Untuk mengimbangi efek negatif yang muncul, maka dibentuklah Komisi Yudisial yang

Page 39: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

39

bertugas memantau perilaku hakim termasuk didalamnya ter-hadap putusan-putusan yang dikelaurkan oleh hakim. Hara-pannya hakim-hakim busuk sebagaimana disebutkan dimuka tidak banyak terjadi di lingkungan peradilan manapun.

kkk

Wajah dan Integritas Hakim

Page 40: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

40Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Page 41: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

41

WAJAH HAKIM INDONESIA DALAM BEDA PENDAPAT (DISENTING

OPINION) DAN PENEMUAN HUKUM (RECHTSVINDING)

A. Hakim Sebagai Judge Made Law dalam Sistem Hukum Indonesia

Persepsi masyarakat pada umumnya tentang hakim ada-lah orang yang mengadili perkara di lembaga peradilan, ber-pakaian toga hitam dan memiliki tingkat prestise yang baik dalam strata sosial masyarakat pada umumnya. Hakim dipan-dang sebagai orang “suci” karena kedudukannya dan pemaha-mannya terhadap setiap persoalan hukum yang ada. Persepsi masyarakat tentang hakim yang demikian itu tidak salah, akan tetapi memahami secara mendalam tentang hakim sangat penting, terutama bagi para peminat ilmu hukum.

Dalam khazanah kebahasaan Indonesia, kata hakim bu-kanlah bahasa asli dari masyarakat (bahasa) Indonesia. Kata ini adalah serapan dari bahasa Arab. Kata ini dapat dipahami sebagai bagian dari bahasa Indonesia, karena Arab (Islam) adalah agama (budaya) yang pertama kali masuk dan men-gakulturasi dengan berbagai pranata kehidupan dan budaya masyarakat Indonesia, termasuk dalam bahasanya. Berkenaan dengan hal ini, akan sangat membantu bila pengetahuan awal tentang hakim dimengerti terlebih dahulu.

Wajah Hakim Dalam Beda Pendapat danPenemuan Hukum

Page 42: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

42Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Hakim dalam bahasa Arab, berawal dari kata ha-ka-ma, fa’ilnya adalah hakimun yang bermakna aturan, peraturan, kekuasaan atau pemerintah. Secara terminologi, dapat ditemu-kan beberapa pandangan ahli, diantaranya adalah a. Dalam kamus Oxford Leaner’s Pocket Dictionary (1991:

227) , istilah yang sama tentang hakim disebut dengan kata judge, maknanya adalah public officer with outhority to decide cases in a lawcourt, makna lainnya adalah person that decides who has won a competition. Makna yang ketiga adalah person able to give an opinion on the value of some-thing.

b. Kamus Besar Bahasa Indonesia (W.J.S Purwadarminta, 2006: 398) memberikan tiga definisi hakim, yaitu (1) orang yang mengadili perkara (dalam pengadilan atau mahkamah); (2) pengadilan; atau (3) juri penilai. Hakim dapat dimaknai juga sebagai orang yang pandai, budiman dan ahli atau orang yang bijaksana.

c. Kamus Hukum karya JCT Simorangkir, Rudy T Prasetya, dan J.T. Prasetyo secara sederhana mengartikan hakim se-bagai petugas pengadilan yang mengadili perkara.

d. Menurut Bangalore Principle of Judicial Conduct (2002), adalah “any person exercising judicial power, however de-signed”.

Dalam sistem hukum Islam, hakim memiliki padanan kata dan makna dengan qadhi. Lain dari itu, ada istilah mazhalim (Imam al-Mawardi, 2000: 157-158).

Kata hakim secara khusus memiliki dua makna, yaitu; 1) pembuat hukum, yang menetapkan, yang memunculkan dan sumber hukum, 2) yang menemukan hukum, menjelaskan, memperkenalkan, dan yang menyingkap hukum (Totok Juman-

Page 43: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

43

toro dan Samsul Munir Amin, 2005: 76). Sedangkan arti Qadi adalah hakim yang ditunjuk oleh penguasa atau goverment atas dasar keahliannya dalam bidang hukum (Islam). (Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, 2005: 261).

Berdasar pada pengertian hakim tersebut, terang dan nyata bahwa posisi hakim sangat strategis dalam upaya pen-egakan hukum. Hakim adalah benteng terakhir, bila hakim hancur maka tidak ada gunanya segala pranata dan sistem hu-kum walaupun sangat baik. Di tangan hakim tempat keluarnya keadilan, ia ibarat krain yang menyalurkan keadilan dari sum-ber-sumber keadilan terdalam dan tersembunyi dari pandan-gan masyarakat awam. Oleh karenanya hakim bukan corong peraturan perundang-undangan atau sekedar penerap hukum ibarat memainkan puzzle bongkar pasang mainan anak-anak.

Tugas berat ini sangat jelas tertera dalam pembukaan setiap putusan hukum yang dikeluarkannya “demi keadilan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (pasal 2 {1} UU No 49 Th. 2009). Dari frase ini saja sudah dapat dikatakan bahwa hakim adalah wakil Tuhan dalam menetapkan keadilan di dunia. Jadi keadilan yang lebih utama yang harus ditegak-kan bukan hukum (kepastian hukum). Memang sesuai dengan pasal 1 ayat (1) dan pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa kekua-saan kehakiman dan peradilan adalah menegakkan hukum dan keadilan. Tetapi asas kemerdekaan hakim dan kebebasan hakim untuk berbeda pendapat dalam menilai dan memberi putusan pada suatu dakwaan kasus. Disinilah ruang penegak-kan keadilan yang seharusnya menonjol.

Tidak mudah untuk menemukan keadilan, karena persepsi setiap orang terhadap keadilan berbeda. Putusan yang diang-gap hakim sebagai suatu keadilan belum tentu akan terasa adil bagi para pihak yang berperkara ataupun bagi masyarakat.

Wajah Hakim Dalam Beda Pendapat danPenemuan Hukum

Page 44: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

44Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Ditambah lagi dengan tak ada satu kata sepakat untuk devinisi tentang keadilan. Lord Denning yang seorang Hakim Agung Inggris pernah mengatakan bahwa “Justice is not something you can see. It is not temporal but eternal. How does a man know what is justice. It is not the product of his intellect but of his spirit”. J. Djohansjah, mantan Hakim Agung Amerika menyata-kan bahwa “Justice means different things to different people”. Menurut mantan Ketua Mahkamah Agung RI Baqir Manan dalam suatu kesempatan menyatakan, “bahwa keadilan dalam sebuah perkara adalah keadilan bagi para pihak dalam perkara itu, bukan bagi yang lainnya. Tidak pernah ada satu pun kasus/perkara di pengadilan yang sama. Oleh karenanya keadilannya pun akan berbeda dari satu perkara atas perkara yang lain”.

Guna membantu dan mepermudah memaknai keadilan, Rifyal Ka’bah menyebut ada 3 (tiga) bentuk keadilan yang harus diwujudkan oleh hakim: Legal Justice, Moral Justice dan Social Justice. Legal Justice (Keadilan Hukum) adalah keadilan berdasarkan undang-undang yang dapat dilihat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dari putusan hakim pengadilan yang mencerminkan keadilan hukum negara dalam bentuk formal. Moral Justice (Keadilan Moral) tidak lain dari keadilan berdasarkan moralitas. Moralitas adalah standar baik dan buruk. Moralitas berasal dari berbagai sumber, yang ter-penting adalah agama. Social Justice (Keadilan Sosial) seba-gai salah satu dasar negara (sila kelima Pancasila) digambar-kan dalam tiga bentuk keadilan sosial yang meliputi keadilan ekonomi, kesejahteraan rakyat dan keadilan yang diinsafi (dis-adari) oleh mayoritas rakyat yang dapat berkembang.

Tiga jenis keadilan ini bisa saja diterapkan oleh hakim se-cara terpisah, tergantung pada kasus yang dihadapinya, atau menggabungkan (mix) atau bahkan menegasikan salah satu-

Page 45: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

45

nya. Pada persoalan inilah kecerdasan, naluri (insting), nurani dan spiritualitas hakim berperan penting untuk menemukan keadilan. Untuk kepentingan hal inilah kebebasan hakim dija-min oleh konstitusi dan undang-undang, bahkan hakim men-dapatkan jaminan bahwa putusan-putusan hukumnya tidak dapat dipidanakan karenanya.

B. Perilaku Hakim Indonesia

Tahun 1970-an, istilah mafia peradilan sudah menjadi kosa kata baru dalam ranah hukum Indonesia. Ini menunjuk-kan bahwa proses penegakan hukum kita mulai bermasalah terutama dalam ruang litigasi. Bila yang dilabeli mafia ini ada-lah lembaga peradilan maka aktor penting dalam permainan tersebut adalah para hakim. Karena merekalah yang pegang peranan dan kendali utama dalam proses yang berlangsung dilembaganya tempat “mengabdi”.

Zaman orde telah berganti, namun istilah awal itu tidak pernah hilang lagi dalam kamus peradilan Indonesia. Peradi-lan yang sejatinya mandiri dan merdeka, kompeten dan ber-wibawa, tidak berpihak, pengayom hukum penegak kepastian hukum dan keadilan berubah menjadi mesin pencetak uang yang handal. Penggeraknya sudah dapat ditebak, hampir setiap orang dalam organ peradilan terjebak dalam gerak mesin itu, dan tuas penggerak sekaligus pengendalinya adalah hakim.

Statemen dimuka tidak berlebihan dan bukan mengada-ada, lembaga peradilan di Indonesia telah menuai kritik dan ketidakpercayaan masyarakat yang mengandung tuduhan ter-jadinya ketidakadilan (in juctice) putusan, adanya mafia per-adilan kepada seluruh jajaran hakim di semua lini peradilan (dari pengadilan tingkat pertama sampai Mahkamah Agung).

Wajah Hakim Dalam Beda Pendapat danPenemuan Hukum

Page 46: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

46Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Tuduhan tersebut didasarkan pada hasil monitoring be-berapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Indonesia. In-donesian Corruption Watch (ICW) mengungkapkan hasil monitoringnya yang dilakukan pada bulan Juni 2001 di media tentang terungkapnya kasus pro judicial corruption yang di-lakukan oleh pihak-pihak yang berperkara di lembaga peradi-lan, baik pengacara, polisi, jaksa maupun hakim. Transparenci International Indonesia (TII), pada Februari 2009 mengemu-kakan hasil penelitian Indeks Persepsi Suap dan Korupsi yang juga menunjukkan keterlibatan lembaga peradilan (termasuk hakim) dengan indeks dan nominal suap yang lebih tinggi dibandingkan dengan lembaga lainnya (Nunuq Nuswardani, Jurnal Hukum Vol. 4. 16 Oktober 2009; 516)

Sebagai aktor utama lembaga peradilan, posisi dan per-an hakim menjadi sangat penting, terlebih dengan segala ke-wenangan yang dimilikinya. Semua kewenangan hakim di-gerakkan seluruhnya untuk tegaknya hukum dan tercapainya keadilan, tegaknya kebenaran dengan tanpa panda bulu dan keberpihakkan kepada setiap orang yang berperkara. Hakim harus mmapu menjadikan lembaganya menjadi lembaga yang berwibawa, dihormati dan “ditakuti” dalam hal menegakkan keadilan dan kebenaran.

Hadirnya orde reformasi sempat memberikan harapan bagi cerahnya masa depan penegakan hukum, kebebasan be-rekspresi dan transparansi birokrasi. Sebab keluhan-keluhan yang dirasakan pada zaman Orde Baru dicarikan solusi dan dibentuk lembaga-lembaga baru guna mendukung penega-kan hukum. Semua lembaga penegak hukum diawasi oleh se-buah lembaga komisi pengawas. Perilaku hakim diawasi oleh Komisi Yudisial, perilaku jaksa diawasi oleh Komisi Kejaksaan, perilaku Polisi diawasi oleh Komisi Perpolisian Nasional, dan

Page 47: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

47

perilaku advokat diawasi oleh Komisi Pengawas. Dari empat komisi yang memiliki tugas pengawasan sekaligus mereko-mendasikan kepada lembaga berwenang untuk menindak para penengak hukum yang “nakal”.

Lebih dari itu, berdasar atas kekecewaan masyarakat dan ketidakpercayaan terhadap penegakan hukum, terutama dalam hal menindak pelaku-pelaku korupsi. Ketidakpercayaan tersebut jelas terarah pada kinerja kepolisian dalam penye-lidikan maupun penyidikan, kinerja kejaksaan dalam tugasn-ya mewakili kepentingan pemerintah dalam menuntut dan mendakwa, kinerja hakim dalam memvonis. Buntutnya adalah lahirnya lembaga “super body” Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Kekecewaan terhadap penegakan hukum sering pula be-rawal dari sisi lemah atau buruknya proses legislasi di Dewan Perwakilan Rakyat, lembaga yang berwenang membentuk un-dang-undang. Sekali lagi, lubang kekecewaan terhadap persoa-lan ini pun telah dibentuk Mahkamah Konstitusi, yang mem-berikan hak yang sangat luas kepada seluruh rakyat Indonesia untuk me-judicial review setiap undang-undang yang lahir dan dianggap merampas hak-hak rakyat dan tidak berkeadilan.

Dalam hal penegakan hukum, setelah dasawarsa reformasi yang heroik itu, posisi dan kedudukan hakim kembali disorot tajam. Kondisi yang demikian sudah barang tentu karena ban-yak hakim yang bekerja tidak sesuai dengan kompetensi, tidak menjaga wibawanya, dan berani bermain mata dalam penega-kan hukum demi sedikit kenikmatan hidup dunia, memburu harta guna menumpuk kekayaannya. Sebagai bukti bahwa hakim kita sedang menghadapi masalah besar adalah bebera-pa contoh berikut;

Wajah Hakim Dalam Beda Pendapat danPenemuan Hukum

Page 48: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

48Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

1. Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta, Dwi Djanuwanto, meminta disediakan penari telanjang oleh pengacara. Atas tuduhan ini, dia menolak mentah-mentah. “Saya kan di fit-nah, di-dzalimi.”

2. Hakim Mahkamah Syariah Tapak Tuan, Aceh, Dainuri, ber-buat cabul dengan perempuan yang sedang berperkara dalam kasus perceraian, Evi. Dainuri mengakui dirinya pernah bermesraan berkali-kali dengan Evi dengan cara menggosok-gosok punggung Evi di kamar mandi dan ber-pangkuan dalam keadaan telanjang di hotel yang disewa oleh hakim terlapor.

3. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Syarifuddin, ter-tangkap tangan oleh KPK menerima sejumlah uang dari kurator, Puguh Wirawan dengan nilai ribuan dollar AS. Syarifuddin ditangkap KPK di rumahnya 1 Juni lalu sekitar pukul 22.10 WIB. Kasus ini masih berlangsung di Pengadi-lan Tipikor.

4. Hakim Pengadilan Negeri Serui , Endratno Rajamai, mem-eras Dewi Parasita sebanyak 66 kali dengan total nilai Rp 80 juta an. Endratno memeras karena mengetahui Dewi mencintainya. Perasaan itu dimanfaatkan Endratno. Atas kasus ini, pada awal 2010 Endratno diganjar hukuman skorsing dan dimutasi.

5. Hakim adhoc Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Negeri Bandung, Imas Dianasari, tertangkap tangan oleh KPK pada 30 Juni 2011 karena menerima sejumlah uang dari pihak berperkara sebanyak Rp 200 juta. Kasus ini masih berlangsung di Pengadilan Tipikor Bandung.

6. Hakim Pengadilan Negeri Tangerang, Muhtadi Asnun, di-vonis 2 tahun penjara pada 9 Desember 2010 lalu. Asnun

Page 49: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

49

terbukti menyalahi jabatannya sebagai pegawai negeri sipil saat menjabat hakim di Pengadilan Tinggi Tangerang dalam memproses kasus Gayus Tambunan. Muhtadi men-erima sejumlah uang dari Gayus.

7. Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Ja-karta, Ibrahim, dihukum 3 tahun penjara penjara. Hakim Ibrahim dihukum karena menerima imbalan sebesar Rp 300 juta karena berpihak kepada DL Sitorus.

8. Hakim Pengadilan Negeri Bitung, Sulawesi Utara, Ardian-syah Famiahgus Djafar, dipecat karena menjadi calo calon pegawai negeri sipil (CPNS). Dia menerima uang dari Riza Rahmawati sebanyak Rp 90 juta dengan janji bisa menjadi-kan Riza sebagai CPNS di lingkungan MA (http://indone-sianunic.blogspot.com).

9 Kasus yang paling mutakhir adalah tertangkapnya hakim Pengadilan Negeri Bekasi, Puji Wijayanto oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) sedang pesta narkoba di se-buah tempat karaoke bersama teman-temannya dan em-par orang wanita pekerja seks komersial (PSK).

Selain yang tersebut di atas adalah perilaku hakim-hakim ad hock Pengadilan Tipikor di beberapa daerah, seperti Sema-rang, Surabaya, Kalimantan Timur dan beberapa daerah lain-nya, yang sungguh-sungguh berpraktik sebagai mafia peradi-lan. Lihatlah perilaku Kartini Marpaung dan kawan-kawan di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah. Di tangan-tangan mereka para pelaku tindak pidana korupsi banyak yang be-bas dari jeratan hukum. Putusan-putusan bebas yang mereka berikan kepada sujumlah koruptor, bukan murni dari jerih payahnya memeriksa bukti-bukti yang nyata diperadilan dan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat. Putusan-pu-

Wajah Hakim Dalam Beda Pendapat danPenemuan Hukum

Page 50: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

50Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

tusan mereka lebih banyak dipengaruhi oleh suap-suap yang diberikan di belakang meja sidang.

Dan peristiwa yang membuat rasa keadilan hukum dan masyarakat yang semakin tergerus adalah Mahkamah Agung yang diisi oleh para hakim agung yang tidak jauh berbeda den-gan hakim-hakim di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota. Mereka mengabaikan moral justice dan social justice, memberi-kan rekomendasi pada presiden untuk menghapuskan vonis-vonis mati pengedar barang-barang narkotika. Padahal karena narkotika itu ribuan bahkan jutaan warga Indonesia terancam mati perlahan.

Kasus-kasus hakim nakal, mafia hakim sebagaimana terse-but dimuka, memang tidak boleh mengenaralisir bahwa se-luruh hakim di Indonesia berperilaku sama seperti mereka. Masih ada hakim-hakim yang menjaga kehormatan dirinya, kehormatan hukum, kehormatan lembaga peradilan, meneg-akkan hukum dan keadilan dengan nuraninya dan memper-timbangkan moral justice dan social justice. Namun itu tidak banyak dan mereka terutup oleh ulah hakim-hakim yang bejat moralnya, yang lebih menghiasi wajah hakim di Indonesia.

Bandingkan dengan kasus-kasus berikut ini;1. Pencurian sandal yang disidangkan di Pengadilan Negeri

Palu. Tersangka yang masih anak-anak dituntut pidana 5 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum.

2. Kasus pencurian tiga buah biji Kakou oleh nenek Minah di Ajibarang Banyumas. Ia harus menghadapi meja persidan-gan hanya karena biji Kako yang harganya tidak lebih dari 2000 rupiah dipasaran

3. Kasus pencurian semangka oleh Basar dan Kholil di Kedi-ri, Jawa Timur. Dua orang bapak dari keluarga miskin ini

Page 51: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

51

sempat dipenjara, ditahan di rutan kelas II Kediri. Kedu-anya diancam karena pencurian buah semangka 5 tahun penjara. Mereka dikeluarkan dari tahanan karena permo-honan penangguhan penahanan yang diajukan oleh pen-gacara Lembaga Bantuan Hukum dikabulkan oleh hakim dan setelah kasus ini banyak disorot oleh masyarakat

4. Pencurian biji merica seberat setengah ons yang dilakukan oleh kakek Rawi, 66 tahun, di Sinjai Sulewesi Selatan. Ia harus menghadiri setiap persidangan sampai sidang sele-sai sampai pembacaan vonis. Kasus ini juga menyeret Ka-polsek Sinjai karena ada rekayasa penambahan bukti ba-rang curian, yang semual setengah ons menjadi setengah kilogram.

5. Hakim di Mahkamah Agung memvonis nenek Rasminah dengan pidana penjara 4 bulan 10 hari karena mencuri 6 buah piring majikannya.

6. Kasus pencurian sarung oleh Amsirah di Pamekasan Ma-dura. Masjlis hakim Pengadilan Negeri Pamekasan meng-hukumnya 3 bulan 24 hari. Terpidana esok harinya lang-sung bebas kerana sudah menjalani masa tahanan.

7. Pencurian kapuk randu oleh Manisih (40) dan Sri Suratmi (19) di Batang Jawa Tengah. Kerugian yang diakibatkan-nya tidak lebih dari uang seharga dua belas ribu rupiah itu harus menjalani persidangan yang berlarut-larut

8. Kasus penjabretan tas yang berisi uang seribu rupiah oleh seorang anak usia 14 tahun di Denpasar Bali. Anak sekecil itu dan dengan kerugian yang sangat kecil itu harus ber-siap menghadapi persidangan di Pengadilan Negeri Den-pasar Bali.

Wajah Hakim Dalam Beda Pendapat danPenemuan Hukum

Page 52: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

52Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Kasus-kasus yang demikian mencoreng moreng dunia per-adilan di Indonesia. Sekaligus mengindikasikan bahwa hukum sebagai panglima di negara hukum menjadi kurang berarti, karena dalam penerapannya ada indikasi dan bukti nyata dis-kriminasi. Bila pejabat dan aparatur negara yang melanggar hukum dan peraturan perundang-undangan, kecenderungan untuk bebas dari dakwaan terbuka lebar. Namun bila yang mel-akukan pelanggaran adalah rakyat kecil, palu hakim secepat kilat menjatuhkan vonis ibarat peluru kendali yang dijaatuh-kan, tidak berapa lama langsung meledak.

Kasus-kasus yang menimpa rakyat kecil menjadi bukti bahwa hakim-hakim kita lebih berperan sebagai penghukum bukan pengadil. Hakim-hakim kita dalam menjalankan rule of law sangat bersifat mekanistik-prosedural, jauh dari sensiti-fitas keadilan. Dari kasus-kasus tersebut menjadi bukti nyata pula bahwa hakim-hakim Indonesia dalam memeriksa perkara atau kasus selalu mendasarkan pada bukti-bukti formal, se-dangkan bukti formal sangat mungkin direkayasa. Buktinya kasus pencurian merica di Sinjai, bukti yang semula setengah ons menjadi setengah kilogram.

Berbagai persoalan di atas, jangan an sich disikapi hakim dengan argementasi kaku pada tugas dan fungsi hakim yang di-jamin oleh undang-undang, seperti mendasarkan pada, bahwa; 1. Hakim (pengadilan) tidak boleh menolak perkara yang di-

ajukan kepadanya dengan dalih hukumnya tidak jelas atau belum ada hukum yang mengaturnya (pasal 16 KUHAP, pasal 10 ayat 1 UU No. 48 tahun 2009).

2. Segala apa yang diputus oleh hakim adalah (dianggap) be-nar (res judicata proveritate habetur).

Page 53: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

53

Setelah itu mengabaikan kewajiban lainnya yang juga di-perintahkan oleh undang-undang, “hakim dan hakim konstitu-si wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat” (pasal 5 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009).

Memang tegaknya hukum tidak hanya berada di tangan hakim ada, lima faktor untuk menjamin tegaknya hukum (Sar-jono Soekanto, 2002: 3-53);1. Hukumnya, dalam hal ini yang dimaksud adalah peraturan

perundangan. Oleh karena itu, pembentuk undang-un-dang (legislatif), pelaksananya (eksekutif) dan penegakn-ya (yudikatif) harus memahami azas-azas yang berlaku pada undang-undang. Pembuatan undang-undang harus memenuhi syarat filosofis/ideologis, yakni tidak boleh bertentangan dengan ideologi negara, syarat yuridis, un-dang-undang harus memuat ketentuan yang mengatur kewenangan pembuat undang-undang, dan syarat sosiolo-gis, undang-undang yang dibuat harus sesuai dengan ke-butuhan dan kondisi masyarakat dimana undang-undang tersebut akan diberlakukan.

2. Penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang bersinggungan langsung dengan upaya penegakan hukum, berjalannya undang-undang, mencakup law enforcement dan peace maintenance. Aparatur penegak hukum, dalam menjalan-kan tugasnya harus sesuai dengan kewenangan yang di-berikan oleh undang-undang, mengutamakan keadilan dan profesionlisme.

3. Sarana pendukung tegaknya hukum, sarana yang dimak-sudakn diantaranya adalah tersedianya sumber daya ma-nusia yang handal, berkualitas dan memiliki integritas,

Wajah Hakim Dalam Beda Pendapat danPenemuan Hukum

Page 54: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

54Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

peralatan yang memadai, sistem organisasi yang kuat dan berwibawa serta ketersediaan dana yang memadai, untuk keperluan sosialisasi, penyuluhan hukum dan lain seba-gainya.

4. Masyarakat, tidak berarti hukum yang dibuat bila masyarakatnya tidak peduli dengan berbagai peraturan hukum yang ada. Kesadaran masyarakat akan peran pent-ingnya hukum, berusaha mentaatinya dan mengindahkan segala norma hukum yang ada, akan menjadikan hukum berfungsi dengan baik.

5. Kebudayaan, yakni hasil karya, rasa dan cita yang dicipta-kan oleh karsa masyarakat menjadi penyuplai nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan sebagai dasar terbentuknya norma hukum. Budaya masyarakat ini dapat menjadikan sumber penyelaras antara hukum dan perilaku yang men-jadi denyut kehidupan masyarakat.

Dari kelima faktor penentu tegaknya hukum tersebut, hakim dalam kedudukannya sebagai penegak hukum menjadi kunci utama, penentu keberhasilan penegakan hukum. Hakim menjadi satu-satunya organ negara yang memiliki hak untuk menentukan salah dan benarnya tindak tanduk manusia di depan hukum. Oleh karenanya jabatan hakim harus benar-benar diisi oleh orang-orang yang kompeten, kapabel dan me-miliki integritas serta spiritualitas yang mapan. Spiritualitas menjadi unsur penunjang yang tidak boleh ditinggalkan kare-na dengan spiritualitas itu dapat mengasah nurani dan menjadi jalan keluar memohon petunjuk kepada Yang Maha Adil untuk memutuskan perkara yang dihadapinya dengan seadil-adilnya. Semangat keagamaan ini akan membimbing hakim dan mey-akinkan hakim bahwa bila putusan-putusan hukum yang diam-

Page 55: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

55

bilnya bertentangan dengan keadilan, akan mengingatkannya bahwa esok (diakhirat) ada pengadilan yang paling adil yang menjadikan dirinya sebagai terdakwa karena ketidakadilan yang pernah dilakukannya di dunia.

Pelanggaran dan penyelewengan akan kedudukan yang disandang oleh seorang hakim akan berdampak pada citra di-rinya di masyarakat. Apabila citra negatif sudah melekat pada jabatan hakim di mata masyarakat luas, maka kepercayaan rakyat akan tugas dan wewenang dalam memeriksa dan me-mutus perkara di negeri ini akanakan menempati urutan ter-endah dibandingkan dengan penegak hukum lainnya, dan hal ini bisa jadi akan menjadi pemantik yang potensial untuk ter-jadinya eigenrechting, hakim-hakim jalanan dan penerapan hukum rimba (Anang Priyanto pada http//www.word-to-pdf-converter.net)

C. Beda Pendapat (Dissenting Opinion) dan Penemuan Hukum Oleh Hakim

Kemandirian dan kebebasan hakim dijamin oleh Konsti-tusi, UUD 1945 dan selanjutnya diimplementasikan dalam undang-undang, yang terakhir adalah UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Tidak hanya di Indonesia, diseluruh negara kebebasan hakim benar-benar dijamin, bahkan oleh konvensi-konvensi internasional. Diantara konvensi internasional yang menjamin kebebasan dan kemerdekaan hakim adalah;1. Universal Declaration of Human Rights pasal 10

2. Internatinal Convenant of Civil and Political Rights pasal 14

Wajah Hakim Dalam Beda Pendapat danPenemuan Hukum

Page 56: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

56Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

3. Vienna Declaration and Programmefor Action tahun 1993 paragraf 27

4. International Bar Association Code of Minimum Standarts of Judicial Independence tahun 1982 di New Delhi

5. Universal Declaration of the Independence tahun 1983 di Montreal Canada

6. Beijing Statements of Principles of the Independence of Ju-diciary in the Law Asia Region tahun 1995 (Paulus E Lotu-lung, 2003).

Menjadi pertanyaan kita adalah apakah kebebasan dan kemerdekaan hakim itu membuat hakim bebas sebebas-be-basnya atau memiliki batasan-batasan. Menurut Paulus E Lo-tulung (2003), kebebasan dan kemandirian yang dimaksud bukan dalam makna kebebasan mutlak tanpa batasan. Kare-na tidak ada yang memiliki kebebasan mutlak kecuali Tuhan. Kekuasaan kehakiman yang dikatakan independensi itu pada hakekatnya diikat dan dibatasi oleh rambu-rambu tertentu, sehingga dalam konferensi International Commision of Jurists dikatakan “independence does not mean that the judge is enti-tled to act in arbitary manner.”

Hemat penulis, kekuasaan hakim dalam persidangan me-mang sangat luar biasa bebas. Sebab putusan hakim tentang perkara apapun yang dihadapinya tidak dapat dipidanakan, dengan catatan putusan yang diberikannya bebas dari faktor-faktor eksternal non-judicary. Ini artinya putusan yang salah, tidak mendasar, mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat atau tidak, mengabaikan unsur moral, mempertimbangkan nu-rani dan sebagainya, asalkan dalam putusannya diberikan ar-gumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka jadilah sebagai putusan. Bila para pihak yang berperkara

Page 57: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

57

tidak puas terhadap putusannya, maka ada upaya hukum yang dapat dilakukan untuk mendapatkan keadilan agar berpihak padanya.

Kebebasan yang dimaksudkan dalam kekuasaan kehaki-man, termasuk didalamnya bebas pula bagi tiap individu-in-dividu hakim untuk berbeda pendapat dengan anggota hakim lainnya dalam musyawarah majlis hakim pada saat menjatuh-kan putusan. Kemudian diberikan kesempatan untuk mengu-tarakan perbedaan pandangannya itu dalam persidangan.

Kebebasan yang dijamin tersebut dapat dalam bentuk beda pendapat (dissenting opinion) dan penemuan hukum baru (rechtsvinding).

1. Beda pendapat (dissenting opinion)

Beda pendapat atau lebih familiar disebut dissenting opin-ion merupakan persoalan baru dalam ranah peradilan Indone-sia. Istilah ini baru tenar setelah hampir satu windu perjala-nan reformasi, yakni pada kasus-kasus pidana korupsi yang menimpa pejabat negara. Sesungguhnya secara yuridis telah dikenal pada UU No 4 tahun 1998 tentang Kepailitan. Mungkin kalau bukan karena reformasi yang diusung dan dikawal oleh mahasiswa, tidak akan secepat ini tenarnya sistem yang tidak dikenal dalam sistem hukum eropa kontinental masuk dalam sistem peradilan Indonesia.

Pendapat atau opini hukum ini memang pada awalnya han-ya dikenal dalam negara hukum anglo saxon, seperti Amerika dan Inggris. Ia merupakan penjelasan tertulis dari seorang hakim dalam menyelesaikan perkara berdasarkan pada rasion-alitas dan prinsip hukum yang mengarahkan kepada peraturan

Wajah Hakim Dalam Beda Pendapat danPenemuan Hukum

Page 58: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

58Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

yang telah dibuat. Pendapat itu biasanya diterbitkan dengan arahan pengadilan dan hasilnya mengandung pernyataan apa itu hukum dan bagaimana seharusnya hukum itu diinterpre-tasikan. Opini hukum ini dikenal dengan istilah legal opinion.

Dalam legal opinion tersebut terdiri dari beberapa macam istilah dengan epistimologi tersendiri, yakni;

1. Judicial opinion, yakni pernyataan atau pendapat, atau putusan hakim dalam memutuskan perkara, baik per-data maupun pidana.

2. Majority opinion, yaitu pendapat hakim yang disetujui oleh mayoritas hakim yang ada pada suatu lembaga peradilan.

3. Concuring opinion, yaitu pendapat yang dikelurkan oleh pengadilan tinggi kepada pengadilan yang lebih rendah, berupa memo atau catatan.

4. Plurality opinion, yaitu biasanya pendapat di pengadi-lan tingkat banding, dimana tidak ada satupun pen-dapat yang diterima dan didukung oleh mayoritas hakim.

5. Dissenting opinion, yaitu beda pendapat (www.pa-ma-gelang.go.id)

Dissenting opinion secara harfiah berasal dari kata dissent yang berarti berselisih paham, opinion diartikan sebagai pen-dapat, pikiran dan perasaan (Wojowasito dan Purwadarminta, 2001: 45 dan 131). Maka secara sederhana, dissenting opinion adalah perbedaan pendapat, dalam hal ini adalah pendapat di bidang hukum.

Secara istilah, dissenting opinion (beda pendapat) adalah beda pendapat yang diutarakan oleh seorang atau bebera-

Page 59: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

59

pa orang hakim dalam sebuah majlis hakim dalam memutus perkara dan dibacakan dimuka persidangan, sedangkan pen-dapat itu tidak mendapat dukungan mayoritas dari anggota-anggota dalam majlis hakim tersebut.

Walaupun pada mulanya, dissenting opinion adalah bagian dari hukum acara di negara-negara anglo saxon, namun lambat laun diapsi pula oleh negara-negara penganut eropa kontinen-tal, seperti Indonesia, Belanda, Prancis dan negara lainnya.

Di Indonesia, dissenting opinion dikenal pertama kali men-jadi bagian dari hukum acara adalah pada kasus kepailitan den-gan landasan yuridis UU No. 4 tahun 1998. Namun dissenting pinion ini hanya familiar di kalangan pelaku usaha, yang san-gat terbatas. Dissenting opinion mulai marak diperbincangkan pada kasus Akbar Tanjung. Selanjutnya muncul dalam dua un-dang-undang, yakni UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No. 37 tentang Mahkamah Agung.

Setelah lahirnya beberapa undang-undang yang menca-tumkan secara tegas diperbolehkannya hakim berbeda pen-dapat dengan pendapat mayoritas hakim, kemudian dissenting opinion mulai lebih sering muncul, terutama pada kasus-kasus pidana (korupsi).

Dalam perkembangannya dissenting opinion tidak hanya dilakukan oleh para hakim (juris) pada lembaga-lembaga per-adilan, tetapi mulai melebar pada penjurian di luar lembaga-lambaga peradilan. Adapu latar belakang penerapan dissenting opinion di Indonesia berdasarkan pada pemikiran sederhana yang menyatakan bahwa sebuah putusan dapat dikatakan adil bila mana setiap hakim dapat menggunakan haknya untuk mengungkapkan pandangannya secara bebas, terbuka dan ju-

Wajah Hakim Dalam Beda Pendapat danPenemuan Hukum

Page 60: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

60Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

jur dengan pertimbangan hukum, sampai tercapainya satu pu-tusan yang bersifat kolektif.

Pengadopsian dissenting opinion karena diyakini mem-bawa manfaat dan nilai-nilai positif yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengontrol hakim. Diantara nilai-nilai positif yang dapat diambil darinya adalah;

a. Dapat diketahui pendapat hakim yang berbobot, dalam upaya hukum banding dan kasasi akan menjadi pertimbangan pendapat hakim mana dalam majlis tingkat pertama yang sesuai dengan putusan banding atau kasasi.

b. Sebagai indikator untuk menentukan jenjang ka-rir hakim, menjadi standar penentuan pangkat dan jabatan yang selama ini hanya berdasarkan usia dan etos kerja. Kualitas putusan hakim menjadi penilaian kualitas hakim.

c. Sebagai upaya untuk menghindari kecurigaan masyarakat terhadap praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam putusan hakim.

d. Dengan adanya dissenting opinion dapat diketahui apakah putusan hakim itu sesuai dengan aspirasi hu-kum dan keadilan masyarakat atau tidak.

e. Dissenting opinion dapat juga menjadi alat ukur apa-kah peraturan perundangan yang ada (dalam kasus yang dihadapi) cukup responsif atau tidak (www.pa-magelang.go.id)

Dissenting opinion dapat saja lahir di semua level peradilan dan pada semua sidang penjurian. Dissenting Opinion terjadi karena beberapa sebab: interpretasi yang berbeda dari kasus

Page 61: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

61

hukum, penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda, atau penaf-siran yang berbeda dari fakta-fakta. Dalam putusan yang dike-luarkan, hakim dapat menulis “setuju di bagian tertentu dan tidak setuju sebagian tertentu.” Dan dalam dissenting opinion ini juga sangat mungkin muncul pemikiran-pemikiran baru tentang hukum pada kasus yang dihadapi dengan berbagai permasalahan yang melingkupinya, muncul terobosan-tero-bosan hukum dan temuan-temuan hukum serta dapat diguna-kan guna memancing terjadinya perubahan-perubahan pada peraturan tertentu dan dapat saja ditiru oleh hakim yang lain pada kasus yang sejenis. Walaupun memang dissenting opinion tidak mengikat dan berpengaruh apapun pada putusan hakim. Ia merupakan wujud penghargaan terhadap pandangan-pan-dangan hakim yang sangat mungkin berbeda. Mungkin inilah salah satu dari landasan filosofis mengapa sebuah perkara atau kasus disidang oleh hakim dalam bentuk majlis yang berjum-lah ganjil.

2. Penemuan hukum oleh hakim (rechtsvinding)

Hukum yang diciptakan seringkali menyisakan celah-celah yang dapat dipergunakan bagi orang-orang yang tidak bertang-gung jawab untuk melakukan suatu perbuatan yang dapat mer-ugikan orang lain maupun lembaga, baik lembaga privat mau-pun lembaga publik. Pun kita pahami bahwa perkembangan hukum tidak seakseleratif perkembangan kehidupan manusia yang sangat dinamis. Maka sangat dimungkinkan adanya kebi-asaan atau perbuatan baru manusia yang belum dapat diatur oleh hukum yang telah ada. Karena mungkin kebiasaaan atau perbuatan baru manusia ada yang bersifat merugikan pihak lain, maka tidak menutup kemungkinan akan ada pengaduan suatu perkara kepada hakim.

Wajah Hakim Dalam Beda Pendapat danPenemuan Hukum

Page 62: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

62Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Mendasarakan pada produk hukum Hindia Belanda da-hulu, yaitu Algemen Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (AB) yang hingga kini masih berlaku, pada pasal 22 dinyata-kan bahwa; “hakim yang menolak untuk menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa peraturan perundangan yang bersangkutan tidak menyebutkan, tidak jelas atau tidak leng-kap, maka ia dapat dituntut atau dihukum karena menolak mengadili”. Artinya apapun perkara hukum yang diajukan ke-hadapan hakim (pengadilan) maka tidak ada alasan menolak untuk mengadili perkara tersebut. Dengan demikian hakim dituntut untuk menemukan hukum baru berdasarkan keahl-iannya. Selain itu pula, dalam UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 10, hakim wajib menggali, mengi-kuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidp dalam masyarakat. Oleh karena itu dalam pasal 5 dinya-takan “hakim harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, jujur, adil, professional dan berpengalaman di bidang hukum” (Farkhani, 2010)

Penemuan hukum, pada hakekatnya mewujudkan pengem-banan hukum secara ilmiah dan secara praktikal. Penemuan hukum sebagai sebuah reaksi terhadap situasi-situasi prob-lematikal yang dipaparkan orang dalam peristilahan hukum berkenaan dengan dengan pertanyaan-pertanyaan hukum (rechtsvragen), konflik-konflik hukum atau sengketa-sengketa hukum. Penemuan hukum diarahkan pada pemberian jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang hukum dan hal pen-carian penyelesaian-penyelesaian terhadap sengketa-sengketa konkret. Terkait padanya antara lain diajukan pertanyaan-per-tanyaan tentang penjelasan (tafsiran) dan penerapan aturan-aturan hukum, dan pertanyaan-pertanyaan tentang makna dari fakta-fakta yang terhadapnya hukum harus diterapkan. Penemuan hukum berkenaan dengan hal menemukan penyele-

Page 63: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

63

saian-penyelesaian dan jawaban-jawaban berdasarkan kaidah-kaidah hukum.

Penemuan hukum termasuk kegiatan sehari-hari para yuris, dan terjadi pada semua bidang hukum, seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum pemerintahan dan hukum pa-jak. Ia adalah aspek penting dalam ilmu hukum dan praktek hukum. Dalam menjalankan profesinya, seorang ahli hukum pada dasarnya harus membuat keputusan-keputusan hukum, berdasarkan hasil analisanya terhadap fakta-fakta yang diaju-kan sebagai masalah hukum dalam kaitannya dengan kaidah-kaidah hukum positif. Sementara itu, sumber hukum utama yang menjadi acuan dalam proses analisis fakta tersebut adalah peraturan perundangan-undangan. Dalam hal ini yang menja-di masalah, adalah situasi dimana peraturan Undang-undang tersebut belum jelas, belum lengkap atau tidak dapat memban-tu seorang ahli hukum dalam penyelesaian suatu perkara atau masalah hukum. Dalam situasi seperti ini, seorang ahli hukum tidak dapat begitu saja menolak untuk menyelesaikan perkara tersebut. Artinya, seorang ahli hukum harus bertindak atas ini-siatif sendiri untuk menyelesaikan perkara yang bersangkutan. Seorang ahli hukum harus mampu berperan dalam menetap-kan atau menentukan apa yang akan merupakan hukum dan apa yang bukan hukum, walaupun peraturan perundang-un-dangan yang ada tidak dapat membantunya.

Penemuan hukum dibedakan menjadi dua, penemuan dalam arti sempit dan penemuan dalam arti luas.a. Penemuan hukum dalam arti sempit

Ada beberapa sarjana hukum yang memberikan pengertian penemuan hukum dalam arti sempit, diantara-nya;

Wajah Hakim Dalam Beda Pendapat danPenemuan Hukum

Page 64: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

64Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

1. Ahmad Ali menyatkan, “jika peraturannya sudah ada dan sudah jelas, dimana hakim tinggal menerapkan-nya saja. Dalam penerapannya, hakim dianggap mel-akukan penemuan, yaitu penemuan kecocokan antara diktum-diktum hukum dengan peristiwa hukum yang terjadi.

2. Sudikno Mertokusumo menyatakan, “suatu penemuan hukum terutama dilakukan oleh hakim dalam me-meriksa dan memutus suatu perkara.” Penemuan hu-kum oleh hakim terasa lebih berwibawa karena dis-amping hakim adalah ahli hukum, temuan hukumnya juga memiliki kekuatan hukum dan mengikat (paling tidak) para pihak yang berperkara. Kalau temuan hu-kum itu diikuti pula oleh hakim yang lain, temuan itu menjadi jurispudensi sebagai salah satu jenis sumber hukum formil bagi hakim.

b. Penemuan hukum dalam arti luas

Dalam pengertian ini, hakim tidak lagi dipandang se-bagai pencocok antara peraturan hukum yang ada dengan peristiwa dengan peristiwa yang terjadi. Singkatnya hakim tidak sekedar corong undang-undang. Ia sudah masuk dalam tataran memperluas makna suatu ketentuan un-dang-undang yang terbagi atas konstruksi dan interpretasi hukum. Ada beberapa contoh pengetian penemuan hukum dalam arti luas oleh para ahli, diantaranya;1. van Eika Hommes menyebutkan bahwa penemuan hu-

kum dalam arti luas lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petu-gas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa-peristiwa konkrit.

Page 65: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

65

2. Paul Scholten menyatakan bahwa penemuan hukum adalah sesuatu yang lain daripada hanya penerapan peraturan-peraturan pada peristiwanya. Kadang-kadang dan sering terjadi hukum harus benar-benar ditemukan karena sama sekali belum ada peraturan-nya atau dengan cara menginterpretasikannya dengan menggunakan berbagai macam metode.

Walaupun penemuan hukum bisa juga ditemukan oleh ahli hukum selain hakim, tetap saja hakim adalah pemain utamanya karena hakimlah yang selalu menghadapi berbagai peristiwa dan harus memberikan putusan atas peristiwa yang diajukan kepadanya. Hal itu diperkuat dengan asas “ius curia novit”, yak-ni hakim dianggap mengetahui hukum.

Dasar dan alasan pemikiran untuk melakukan penemuan hukum adalah sebagai berikut;

1. Karena peraturannya tidak ada

2. Peraturan ada tetapi kurang jelas sehingga dilakukan interpretasi sedemikian rupa agar dapat menyelesai-kan suatu perkara.

3. Peraturan ada tetapi sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman, kondisi dan kebutuham serta rasa keadilan masyarakat.

Hasil penemuan hukum (rechtsvinding) oleh hakim itu merupakan hukum karena mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum serta dituangkan dalam bentuk putusan. Di samping itu pula hasil penemuan hukum oleh hakim itu meru-pakan sumber hukum. Penemuan hukum itu sendiri lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksana-

Wajah Hakim Dalam Beda Pendapat danPenemuan Hukum

Page 66: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

66Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

kan hukum terhadap peristiwa hukum yang kongkrit. Hal ini merupakan proses kongkretisasi dan individualisasi peraturan hukum yang bersifat umum dengan mengingat peristiwa kong-krit. Atau lebih lanjutnya dapat dikatakan bahwa penemuan hukum adalah proses konkretisasi atau individualisasi peratu-ran hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit (das sein) tertentu.

Dari abstraksi pemikiran yang dikemukakan di atas, ter-dapat beberapa hal atau faktor serta alasan yang melatar be-lakangi perlunya suatu analisis terhadap prosedur penemuan hukum oleh hakim dalam proses penyelesaian perkara teru-tama pada tahap pengambilan keputusan, antara lain sebagai berikut :a. Bahwa kegiatan kehidupan manusia ini sangatlah luas,

tidak terhitung jumlah dan jenisnya, sehingga tidak mung-kin tercakup dalam satu peraturan perundang-undangan dengan tuntas dan jelas. Maka wajarlah kalau tidak ada peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup keseluruhan kegiatan kehidupan manusia, sehingga tak ada peraturan perundang-undangan yang lengkap seleng-kap-lengkapnya dan jelas sejelas-jelasnya. Oleh karena hukumnya tidak lengkap dan tidak jelas maka harus dicari dan ditemukan.

b. Perhatian dan kesadaran akan sifat dan tugas peradilan telah berlangsung lama dan ajaran penemuan hukum, aja-ran penafsiran hukum atau metode yuridis ini dalam abad ke 19 dikenal dengan hermeneutic yuridis (hermeneuti-ka), namun yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan penerapannya.

Page 67: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

67

c. Munculnya suatu gejala umum, yakni kurangnya serta menipisnya rasa kepercayaan sebagian “besar” masyarakat terhadap proses penegakan hukum di Indonesia. Gejala ini hampir dapat didengar dan dilihat, melalui berbagai me-dia yang ada. Menurut hemat peneliti gejala ini lahir tidak lain adalah karena terjadinya suatu ketimpangan dari apa yang seharusnya dilakukan/diharapkan (khususnya dalam proses penegakan hukum) dengan apa yang terjadi dalam kenyataannya.

d. Kaitannya dengan gejala umum di atas, dari mekanisme penyelesaian perkara (kasus) yang ada, tidak jarang hakim selaku penegak hukum menjatuhkan putusan/vonis terha-dap kasus yang tanpa disadari telah melukai rasa keadilan masyarakat disebabkan karena terlalu kaku dalam melihat suatu peraturan (bersifat normative/positivistik) tanpa mempertimbangkan faktor sosiologis yang ada. Salah satu contoh yang masih hangat dimemori kita pada awal bulan yang lalu yakni divonis bebasnya beberapa kasus korupsi (koruptor) kelas kakap yang nyata-nyata telah merugikan Negara.

e. Alasan yang lain yang tentunya sangat terkait dengan kaji-an ini yakni melihat bagaimana seorang hakim melakukan penemuan hukum dalam tugas dan tanggung jawabnya yang sudah menjadi kewajiban melekat pada profesinya serta sejauhmana hal itu dapat mewarnai dalam setiap pu-tusan yang dilahirkan.

Salah satu contoh penemuan hukum yang menjadi presed-en di dalam hukum Indonesia, misalnya dalam kasus sengkon dan karta yang menumbuhkan kembali lembaga Herzeining (peninjauan kembali) dan penafsiran secara meluas (eksten-

Wajah Hakim Dalam Beda Pendapat danPenemuan Hukum

Page 68: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

68Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

sif) di dalam definisi mengenai barang dalam Pasal 378 oleh Bintan Siregar kemudian pada zaman kolonial dengan be-berapa benchmark cases, seperti mendefinisikan ulang unsur-unsur perbuatan melawan hukum melalui kasus pipa ledeng atau mendefinisikan secara luas (ekstensif) pengertian barang dalam delik pencurian, yang mengkualifikasikan listrik sebagai barang pada H.R. 23 Mei 1921, N.J.1921, 564. Dalam konteks hukum nasional ialah putusan yang mengizinkan perubahan status jenis kelamin pasca operasi penggantian kelamin se-bagaimana diputus oleh Pengadilan Jakarta Selatan dan Barat Nomor 546/73.P Tanggal 14 November 1973 dengan pemohon ialah Iwan Robianto Iskandar.

kkk

Page 69: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

69

DISSENTING OPINION DAN RECHTSVINDING DALAM

PUTUSAN HAKIM (Sebuah Contoh Kecil dari Kinerja Hakim di

PN dan PA Kota Salatiga)

Secara yuridis, kebebasan dan kemerdekaan hakim dija-min oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Kebebasan yang di-maksud adalah kebebasan hakim dalam memutuskan perkara lewat pertimbangan hukumnya dan bebas pula dari intervensi pihak lain, termasuk penguasa.

Dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehaki-man, Pasal 14 ayat (3) dan (4) memuat ketentuan bahwa dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan, Bila dalam hal sidang permusyawaratan tidak da-pat dicapai mufakat bulat pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan. Ketentuan Pasal ini mengartikan bahwa dissenting opinion sebagai pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda dari hakim anggota atau ketua majelis.

Dalam UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dissenting opin-ion diatur dalam ketentuan Pasal 30 ayat (3) dan (4) sebagai berikut: Pasal 30 ayat (2) menggariskan, dalam musyawarah pengambilan putusan setiap Hakim Agung wajib menyampai-

Dissenting Opinion dan RechtsvindingDalam Putusan Hakum

Page 70: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

70Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

kan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpi-sahkan dari putusan. Pada ayat (3) ditambahkan, ”dalam hal musyawarah tidak dicapai mufakat bulat, pendapat Hakim Agung yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.

Hakim dalam melakukan dissenting opinion, biasanya dipengaruhi oleh faktor subyektif yang ada pada diri hakim itu sendiri dan faktor obyektifnya. Yang dimaksud dengan faktor subyektif ini adalah; 1. Sikap prilaku yang apriori, adanya sikap hakim yang ber-

landasarkan kepada terdakwa yang diperiksa dan diadili adalah orang yang memang telah bersalah sehingga harus dipidana.

2. Sikap perilaku emosional, hakim yang mempunyai sifat mudah tersinggung akan berbeda dengan sifat seorang hakim yang tidak mudah tersinggung. Putusan seorang hakim yang mudah marah dan pendendam akan berbeda dengan putusan seorang hakim yang sabar.

3. Sikap arrogance power, sikap lain yang mempengaruhi suatu putusan adalah arogansi kekuasaan. Di sini hakim merasa dirinya berkuasa dan pintar, melebihi orang lain (Jaksa, Pembela apalagi Terdakwa).

4. Moral seorang hakim juga berpengaruh, karena bagaiman-apun juga, pribadi hakim diliputi oleh tingkah laku yang didasari oleh moral pribadi hakim tersebut terlebih dalam memeriksa serta memutuskan suatu perkara.

Dan yang dimaksud faktor subyektif adalah;1. Latar belakang budaya, kebudayaan, agama, pendidikan

seorang hakim tentu ikut mempengaruhi suatu putusan

Page 71: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

71

hakim. Meskipun tidak mutlak, tetapi setidak-tidaknya mempengaruhi hakim dalam mengambil suatu keputusan.

2. Profesionalisme, kecerdasan serta profesionalisme se-orang hakim ikut mempengaruhi keputusannya. (Moerad dalam http://blogperadilan.blogspot.com).

Selain dari faktor-faktor tersebut adalah keberanian dalam mengeksekusi, dalam artian hakim berani mengambil ataupun mengutarakan pendapat hukumnya, tanpa harus takut pada rasa “ewuh pakewuh” atau sungkan terhadap anggota hakim lainnya, baik karena menjaga pertemanan ataupun senioritas hakim. Keberanian untuk menghadapi upaya hukum atas putu-sannya ataupun berbagai teror dari akibat putusan yang dikel-uarkannya. Keberanian untuk menghadapi like and dislike dari teman sejawat ataupun dari atasannya termasuk kesiapan un-tuk dipindahtugaskan pada daerah-daerah yang minim kasus ataupu agak terpencil.

Kebebasan lain yang juga dijamin bahkan menjadi salah satu tugas hakim adalah melakukan penggalian hukum yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan hukum, norma yang hidup dalam masyarakat, menimbang rasa keadilan masyarakat dan hal-hal lainnya yang dapat menuntun hakim menemukan hu-kum dan berkeadilan (judge made law).

Bentuk-bentuk rechtsvinding, dapat saja berasal berbagai macam penggunaan model interpretasi hukum, contra legem, terobosan hukum atau murni pertimbangan ilmu pengetahuan hukum dan nurani hakim.

Dissenting opinion ataupun rechtsvinding bukanlah perso-alan sederhana bagi hakim. Hakim harus bersungguh-sungguh (berijtihad) mencurahkan segala pengetahuan hukum, ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya, memperhatikan berbagai nor-

Dissenting Opinion dan RechtsvindingDalam Putusan Hakum

Page 72: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

72Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

ma yang hidup dalam masyarakat, mempertajam nuraninya bahkan memohon bantuan Tuhan dengan melakukan ritual sebelum memutus perkara agar putusannya benar-benar adil bagi para pihak yang berperkara.

Berkenaan dengan penelitian ini, data yang diperoleh tidak begitu banyak bahkan dapat dikatakan minim untuk data yang dibutuhkan dalam penelitian. Padahal rentang (interval) wak-tu penelitian di dua lembaga peradilan di Kota Salatiga cukup panjang, yaitu lima tahun kerja mulai dari Januari 2006 sampai Desember 2011. Tapi bukan berarti bahwa penelitian ini harus berhenti. Justru dalam data yang minim ini dapat digali suatu informasi yang cukup penting bagi perkembangan dunia per-adilan, khususnya di Kota Salatiga. Dari data yang sedikit itu pula dapat diperoleh informasi perkara dalam bobot apa yang biasa masuk ke meja hakim.

Dalam hal beda pendapat hakim dalam putusan perkara atau familiar disebut dengan dissenting opinion, dari dua lem-baga peradilan di Kota Salatiga, Pengadilan Negeri dan Pen-gadilan Agama tidak ditemukan dissenting opinion. Namun ada data dari informan yang cukup menarik (Adi Satrija N, humas PN Salatiga) mengapa tidak ada dissenting opinion dalam rent-ang waktu yang lama. Dari keterangan yang disampaikan oleh humas Pengadilan Negeri dan analisa dari penulis, ada bebera-pa alasan yang dapat diajukan dan ini bukan sebagai apologi, yaitu;1. Wilayah hukum Kota Salatiga tidak terlalu luas dan den-

gan penduduk yang sedikit namun majemuk. Kemajemu-kan yang biasanya menyimpan potensi konflik yang cukup besar, namun emosi masyarakatnya tergolong masyarakat bersumbu panjang. Kondisi ini memang secara kesejara-han, sejak zaman Belanda, Kota Swapraja Salatiga adalah

Page 73: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

73

kota swapraja tempat peristirahatan dimana akulturasi antara pribumi dan pendatang sudah terjadi sejak saat itu. Alasan lainnya, Salatiga bukan basis perlawanan se-jak zaman awal penjajahan maupun zaman memperta-hankan kemerdekaan. Oleh karena itu secara psikologis masyarakat Salatiga lebih permisif terhadap perbedaan sehingga minim konflik.

2. Perkara yang masuk ke meja hakim Pengadilan Negeri Sa-latiga bukanlah perkara-perkara yang rumit yang membu-tuhkan kerja keras (ijtihad) hakim. Oleh karena sangat ja-rang terjadi perbedaan pendapat yang tajam dalam setiap musyawarah hakim. Perbedaan pandangan hanya pada persoalan yang ringan, misalnya dalam hal menentukan berapa lama vonis yang mesti dijatuhkan kepada terdak-wa dan itu sangat mudah diselesaikan dalam musyawa-rah hakim. Selanjutnya ditentukan siapa hakim yang akan membuat putusan dan pertimbangan hukumnya.

3. Hakim cenderung bermain aman, artinya hakim tidak be-rani ambil resiko yang besar yang dapat menimbulkan po-lemik di kalangan masyarakat. Kecenderungan ini biasan-ya karena kekhawatiran dikatakan kurang pengalaman, kurang professional dan mendapatkan teguran “personal conduct” dari atasannya.

Adapun tidak adanya dissenting opinion pada Pengadilan Agama Salatiga, menurut Jaenuri humas PA Salatiga, karena perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Salatiga sebatas pada persoalan perdata Islam (hukum keluarga), itupun did-ominasi perkara cerai atau talak. Karena perkara hukum yang ada hanya yang terkait dengan persoalan tersebut, hakim den-gan sangat mudah menyelesaikannya, tinggal mencocokan

Dissenting Opinion dan RechtsvindingDalam Putusan Hakum

Page 74: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

74Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

perkara itu dengan peraturan perundang-undangan yang telah ada. Dalam persoalan ini musyawarah hakim hanya singkat dan selanjutnya ditunjuk siapa hakim yang membuat putusan. Dan ini persoalan yang sangat mudah, karena hakim tinggal ‘copy-paste’ dari file yang telah ada, hanya mengganti identitas orang yang berperkara.

Sementara sengketa syair’ah yang menjadi kewenangan baru Pengadilan Agama, belum ada satupun yang masuk ke meja hakim Pengadilan Agama Salatiga. Padahal persoalan ini diindikasikan dapat memicu dan memacu kerja keras hakim dalam memutus perkara. Dalam persoalan ini sangat mungkin akan terjadi perdebatan yang cukup alot, dan sangat mungkin terjadinya dissenting opinion dalam putusan hakim.

Dalam hal penemuan hukum (rechtsvinding), baik dalam bentuk terobosan hukum maupun menemukan hukum baru (judge made law) tidak banyak ditemukan di Pengadilan Neg-eri Salatiga.

Pada rentang waktu antara 2006-2011, ada lima terobosan hukum dalam putusan hakim. Lima putusan hukum (terobosan hukum) itu dilakukan oleh tiga orang hakim yang berbeda, na-mun dalam perkara yang sama, yakni permohonan kawin beda agama. Karena ini bentuknya permohonan, maka yang menan-gani permohonan ini, sesuai dengan hukum acara hanya ditan-gani oleh hakim tunggal bukan majlis hakim.

Karena yang menangani permohonan ini adalah hakim tunggal, maka dinamika pengambilan putusan tidak terjadi ka-rena tidak ada musyawarah antar hakim.

Page 75: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

75

Daftar Penetapan yang Bernuansa Terobosan Hukum

No Nama Hakim Nomor Perkara Perkara

1Antonius Widijan-tono, S.H

a. 06/Pdt.P/2010

b. 08/Pdt.P/2010

c. 10/Pdt.P/2010

Kawin Beda agama

Kawin Beda agama

Kawin Beda agama2 RR. Andi Nurvita, S.H 02/Pdt.P/2011 Kawin Beda agama

3FX. Hanung Dwi Wibowo, S.H., M.H

a. 16/Pdt.P/2011

b. 36/Pdt.P/2011

Kawin Beda agama

Kawin Beda agama

Dari lima putusan tersebut berasal dari duduk perkara yang sama, yakni penolakan kawin beda agama oleh catatan sipil, dan agar dapat melangsungkan perkawinan, catatan sipil dapat melakukannya asal telah ada putusan hukum dalam ben-tuk penetapan dari Pengadilan Negeri, dan hal ini memang menjadi salah satu kompetensinya. Para pemohon adalah se-orang laki-laki dan seorang perempuan, yang laki-laki beraga-ma Islam yang perempuan beragama Kristen atau Katolik.

Hal yang menarik dari putusan penetapan ini adalah pertimbangan hukum yang diajukan oleh hakim tunggal itu. Berdasarkan pada nomor perkara (berdasarkan data), hanya hakim Antonius Widijantono yang ditengarai melakukan pen-carian terobosan hukum tersebut (paling tidak pada dimulai tahun 2011), karena ia-lah yang pertama kali melakukannya, sedangkan hakim-hakim yang lain tinggal menyalin pemikiran-nya dan menerapkan pada kasus yang sama dengan identitas pemohon dan saksi yang berbeda.

Dalam hal ini, penulis tidak dapat melakukan interview dengan hakim Antonius, karena ia sudah tidak lagi bertugas di Pengadilan Negeri Salatiga. Bahkan interview ini dapat dike-sampingkan karena dalam menangani perkara ini, hakim An-

Dissenting Opinion dan RechtsvindingDalam Putusan Hakum

Page 76: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

76Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

tonius adalah hakim tunggal dan pemikiran hukumnya dapat dibaca dengan jelas pada salinan penetapan yang ada pada gudang arsip PN Salatiga. Berikut pertimbangan hukum hakim Antonius pada perkara tersebut;1. Bahwa UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak

memuat suatu ketentuan apapun yang menyebutkan se-cara eksplisit bahwa perbedaan agama antara calon suami dan calon istri menjadi larangan (penghalang) perkawinan dan selain itu juga tidak mengatur tentang bagaimana tata cara pelaksanaan perkawinan bagi mereka yang berbeda agama,

2. Bahwa sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 ada per-aturan tentang perkawinan campuran yaitu Regeling op de Gemengde Huwelijken, S. 1898 Nomor: 158 yang disingkat dengan G.H.R namun ketentuan tersebut dewasa ini sudah tidak dapat dipakai karena terdapat perbedaan prinsip maupun falsafah yang amat lebar antara UU No. 1 Tahun 1974 dengan ordonansi tersebut, bahwa dalam G.H.R. perkawinan hanya dipandang dalam hubungan perdata saja, sedangkan UU No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan menurut agamanya masing-mas-ing.

3. Bahwa dengan demikian terjadi kekosongan hukum ten-tang perkawinan beda agama, sedang kenyataan dan ke-butuhan sosial memerlukan untuk segera terpecahkan sehingga masalahnya tidak berlarut-larut yang akan dapat menimbulkan dampak negatif dari segi kehidupan ber-masyarakat yang berupa penyelundupan nilai-nilai sosial maupun agama dan atau hukum psitif, maka sesuai den-gan putusan mahkamah agung Ri No: 1400 K/Pdt/1986, Pengadilan Negeri berpendapat bahwa untuk perkawinan

Page 77: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

77

beda agama haruslah ditemukan dan ditentukan hukumn-ya

4. Bahwa berdasarkan bukti P 1 yaitu surat dari Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Salatiga terung-kap fakta hukum bahwa Pemohon (Suharno) yang beragaa Islam telah mengajukan permohonan untuk melangsung-kan perkawinan dengan Pemohon (Dwi Haryani) yang beragama Kristen kepada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Salatiga, bahwa dari perbuatan Pemohon (Suharno) itu dapat ditafsirkan menurut hukum bahwa Pemohon (Suharno) secara pribadi utuh berke-hendak untuk melangsungkan perkawinan tidak menurut agamanya yaitu Islam dan dengan demikian haruslah di-tafsirkan pula bahwa Pemohon (Suharno) sudah tidak lagi menghiraukan hukum perkawinan agamanya yaitu Islam.

5. Bahwa berdasarkan uraian fakta-fakta hukum tersebut di atas maka Pengadilan Negeri berpendapat bahwa pasal 8 huruf f UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak da-pat dijadikan halangan bagi keberlangsungan perkawinan antara Para Pemohon yang berbeda agama tersebut, se-hingga permohonan Para Pemohon patut dan layak untuk dikabulkan.

Selain kelima point pertimbangan hukum tersebut, sebe-narnya ada beberapa pertimbangan lainnya, namun kelima point itu yang paling penting untuk dicermati.1. Hakim menganggap bahwa dalam perkawinan beda agama

ini ada kekosongan hukum (vacum of law) dengan argu-mentasi bahwa UU No. 1 Tahun 1974 tidak mengatur se-dangkan aturan lama Regeling op de Gemengde Huweli-jken sudah tidak dapat dipakai karena perbedaan falsafah.

Dissenting Opinion dan RechtsvindingDalam Putusan Hakum

Page 78: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

78Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Dalam G.H.R. perkawinan hanya dipandang dalam hubun-gan perdata saja, sedangkan UU No. 1 Tahun 1974, perkaw-inan adalah sah apabila dilaksanakan menurut agamanya masing-masing.

Dari pertimbangan hukum hakim tersebut, jelas bahwa pemikiran hakim sangat terpaku pada persoalan legalistik formalistik dan hakim hanya berpaku pada norma hukum (positif) dan mengindahkan norma-norma lainnya yang hidup dalam masyarakat. Jangankan menggali nilai lain yang hidup dalam masyarakat, hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan di luar undang-undang tidak digubris oleh hakim ini, dalam hal ini Kompilasi Hu-kum Islam.

Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah salah satu produk perundang-undangan yang dikeluarkan melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991. KHI ini sangat jelas dipe-runtukkan bagi orang Islam, sebagai lex spesialis dari UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang diberlaku-kan umum untuk seluruh warga negara (lex generalis). Menurut Daud Ali, bahwa sejak lahirnya undang-undang tersebut maka;

a. Hukum Islam menjadi sumber hukum yang lang-sung tanpa harus melalui hukum adat dalam menilai perkawinan apakah perkawinan sah atau tidak.

b. Hukum Islam sama kedudukannya dengan hukum adat dan hukum barat.

c. Negara Republik Indonesia dapat mengatur suatu masalah sesuai dengan hukum Islam sepanjang peng-aturan itu untuk memenuhi kebutuhan hukum umat Islam (Junaidi, 2009).

Page 79: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

79

Dengan demikian seharusnya hakim juga menengok KHI, walaupun pada mulanya di berlakukan untuk ling-kungan Pengadilan Agama. Dalam KHI pasal 4 disebutkan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Pada pasal 40 huruf c ditegaskan “dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu, seorang wanita yang tidak beragama Islam”.

Melihat pada fakta-fakta ini, seharus hakim tidak men-yatakan adanya kekosongan hukum. Karena yang dimak-sud dengan kekosongan hukum adalah benar-benar tidak ada hukum yang dapat dijadikan landasan pijak untuk menghukumi suatu perbuatan tertentu. Dengan demikian argumentasi hakim dalam hal ini lemah dan terlihat tidak ada keinginan untuk menengok produk perundang-un-dangan lain yang berlaku di Indonesia.

2. Penafsiran penolakan tunduk kepada hukum Islam oleh pemeluknya. Penafsiran hakim ini didasarkan pada si-kap Pemohon (beragama Islam) yang mengajukan per-mohonan perkawinan campuran kepada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Salatiga. Permo-honan yang ditolak tetapi memberikan catatan untuk da-pat memperoleh penetapan hukum dari Pengadilan Neg-eri.

Berdasarkan fakta hukum tersebut, hakim beranggapan dan menafsirkan bahwa Pemohon (laki-laki beragama Islam) dianggap sudah tidak lagi menghiraukan hukum perkawinan agamanya (Islam).

Dissenting Opinion dan RechtsvindingDalam Putusan Hakum

Page 80: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

80Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Bila memandang dari sudut teori penafsiran hukum, pe-nafsiran hukum dilakukan bukan pada sikap subyek hu-kum tetapi pada klausul-klausul hukum yang ada pada teks-teks hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penasiran terhadap sikap subyek hukum, yang karena ke-hendaknya tidak mau tunduk pada aturan hukum agaman-ya dijadikan sebagai landasan untuk mengabulkan sebuah permohonan, sesungguhnya riskan pada prosepek pen-egakan hukum negara (positif). Karena penafsiran hakim yang seperti ini dapat saja dibalik pada kasus lain pada diri orang muslim yang tidak mau tunduk pada hukum negara yang berlaku –dalam istilah fiqh adalah mafhum mukhala-fah. Misalnya, bila ada seorang muslim melakukan tindak pidana perzinahan, akan tetapi tidak mau menundukkan diri pada hukum positif dan mengajukan permohonan ke-pada lembaga peradilan untuk dihukum menurut hukum agamanya, hakim harus mengabulkannya. Karena sikap subyek hukum seperti itu, harus pula ditafsirkaan sebagai sikap tidak lagi menghiraukan hukum negaranya.

Adapun penemuan hukum (rechtsvinding) dengan model apapun tidak atau belum ditemukan pada Pengadilan Agama Salatiga, dengan alasan yang sama persis pada persoalan dis-senting opinion.

kkk

Page 81: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

81

NEGARA HUKUM DAN KEWAJIBAN MEMBERIKAN JAMINAN

PERLINDUNGAN TERHADAP WARGA NEGARANYA

A. Negara Hukum

Istilah negara, mulai muncul pada zaman renaissance di Eropa pada abad 15. Istilah yang saat itu muncul adalah Lo Stato yang berasal dari bahasa Italia dalam buku Il Principe ka-rangan Niccolo Macchiavelli, kemudian menjelma menjadi Le ‘Etat’ dalam bahasa Prancis, The State dalam bahasa Inggris, Der Staat dalam bahasa Jerman dan De Staat dalam bahasa Belanda. Dalam perkembangannya orang mulai banyak mem-pertanyakan apakah sebenarnya negara? Setelah itu muncu-lah berbagai definisi dari negara sebanyak para pemikir yang memberikan definisi tentangnya, diantaranya;1. Plato mendefinisikan negara sebagai suatu sistem pelay-

anan yang mengharuskan setiap warga negara bertang-gung jawab saling mengisi, saling memberi dan menerima, saling menukar jasa, saling memperhatikan kebutuhan sesame warga, dan saling membangun.

2. Menurut J.H.A. Logemann, negara adalah organisasi kekua-saan/kewibawaan.

3. Menurut Aristoteles, negara adalah satu persekutuan hidup politis.

Dissenting Opinion dan RechtsvindingDalam Putusan Hakum

Page 82: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

82Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

4. R. Djokosutono memberikan definisi bahwa negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia-manu-sia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.

5. G. Pringgodigdo, mengartikan negara sebagai suatu organ-isasi kekuasaan atau organisasi kewibawaan yang harus memenuhi persyaratan unsur-unsur tertentu, yaitu harus ada; pemerintahan yang berdaulat, wilayah tertentu dan rakyat yang hidup dengan teratur sehingga merupakan suatu bangsa (Farkhani, 2014: 129).

Negara dan hukum merupakan dua konsep yang kait men-gait antara satu dengan yang lainnya, boleh dikatakan sebagai dua sayap yang saling mengisi eksistensi antara satu dengan yang lainnya. Walaupun dalam sejarah perkembangannya hu-kum lebih dahulu muncul sebelum terbentuknya negara dalam bentuk yang tidak sederhana dan modern. Teori hukum alam, teori historis dan hukum wahyu adalah sebagian dari teori ter-bentuknya hukum yang paling tepat untuk menggambarkan bahwa keberadaan hukum lebih awal eksis dari pada kekua-saan negara.

Dari paradigma awal tersebut, sudah selayaknya apabila hukum menjadi core utama dalam menjalankan roda pemer-intahan sebuah negara. Simplikasinya, negara hukum adalah negara yang menjalankan hukum bahkan negara sendiri harus tunduk oleh hukum. Lebih rinci Sumali (2002: 11) menegaskan bahwa negara hukum secara esensi bermakna bahwa hukum adalah supreme dan kewajiban bagi setiap penyelenggara ne-gara atau pemerintahan untuk tunduk pada hukum (subject to the law), tidak ada kekuasaan di atas hukum (above the law), semuanya di bawah hukum (under the rule of law). Dengan kedudukan ini tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-

Page 83: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

83

wenang (arbitary power) atau atau penyalahgunaan kekuasaan (misuse of power).

Kemudian, bila dirunut sejarah perkembangan negara hu-kum, pemikiran tentang negara hukum adalah sebuah proses dan evolusi sejarah yang sangat panjang. Pada awalnya cita negara hukum dikembangkan oleh Plato dan dilanjutkan oleh Aristoteles. Awal idenya adalah keprihatinan Plato terhadap kesewenang-wenangan para penguasa dalam menjalankan negara dan pemerintahannya dan bahkan ia sendiri hampir-hampir menjadi bagian dari tim tiga puluh yang disebut tyran-noi. Kekecewaan yang menghantuinya tentang para penyeleng-gara negara, menjadi Plato berpikir secara sungguh-sungguh tentang konsep negara yang menurutnya ideal dan dapat di-jalankan dengan tidak melahirkan para penguasa diktator di kemudian hari (J.H. Rapar, 2001).

Bagi Plato negara dan manusia memiliki kesamaan, oleh karena masalah moralitas harus dikedepankan dalam kehidu-pan negara, bahkan harus menjadi yang paling hakiki dalam kehidupan negara itu sendiri. Karena moral menjadi sesuatu yang paling hakiki dalam negara, maka menurut Plato, para penguasa negara dan rakyatnya pun harus berada pada po-sisi menunjung nilai moral dalam bernegara. Dan nilai moral yang paling dikedapankan Plato adalah kebajikan. Kebajikan akan diperoleh bila para penguasa negaranya mengerti betul tentang nilai-nilai kebajikan. Pengertian tersebut hanya akan diperoleh apabila penguasa itu memiliki ilmu yang luas. Untuk menjembatani ketersediaan calon penguasa yang berwawasan luas adalah tersedianya lembaga pendidikan yang memadai.

Kondisi yang demikian mendorong Plato menulis sebuah buku yang diberi judul ‘Politea’. Ide utama dari buku ini berke-naan dengan awal konsep negara hukum adalah bahwa sebuah

Dissenting Opinion dan RechtsvindingDalam Putusan Hakum

Page 84: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

84Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

negara akan menjadi baik apabila pemimpin negara diaman-ahkan kepada para filsuf (sebagai opsi terakhir). Alasan seder-hananya karena filsuf sangat mencintai kebenaran dan kebijak-sanaan, menghargai humanisme dan manusia yang memiliki pengetahuan yang tinggi.

Idenya itu ternyata sulit untuk diejawantahkan, karena sangat sulit untuk mencari manusia yang sempurna dan ting-kat moralitas dan kebijaksanaan yang tinggi, bebas dari hawa nafsu dan kepentingan pribadi. Menyadari akan hal ini, Plato menulis buku keduanya berjudul ‘Politicos’. Ada semacam pe-nurunan idealita dari pemikirannya ini, dalam buku ini Plato berpikir perlu adanya hukum untuk mengatur warga negara, termasuk didalamnya dalah mengatur penguasanya. Kemudian lahir buku yang ketiga, ia beri judul ‘Nomoi’ (the law). Buku ini ia tulis pada usia senja, dengan banyak pengalaman sebelumn-ya ia lebih tegas menyatakan bahwa penyelenggaraan pemer-intah yang baik ialah yang diatur oleh hukum (Romi Libriyanto, 2008: 10-11).

Ide dan praktek negara hukum ini sempat menghilang dan ditinggalkan orang. Ide ini kembali muncul di Barat pada abad XVII. Munculnya kembali ide ini ternyata dilatarbelakangi oleh kondisi kekuasaan negara yang persis sama (absolutisme ne-gara) seperti pada zaman Plato dan Aristoteles ketika untuk pertama kali melontarkan gagasan tentang negara hukum. Pemikiran-pemikiran yang muncul pada abad XVII ini menjadi embrio konsep negara hukum yang berkembang pesat di abad XIX dan mengilhami tokoh semacam Jhon Lock, Montesquieu dan Rousseau (Romi Libriyanto, 2008: 10-11). Jhon Locke dan Montesquieu dapat disimpulkan memiliki ide yang sama den-gan bahasa yang sedikit berbeda, yakni ide tentang pembagian dan keseimbangan antara tiga poros kekuasaan penyelenggara

Page 85: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

85

negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif). Adapun JJ. Rous-seau dengan ide kontrak sosialnya, idenya ini juga menggiring pada pemikiran bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh negara merupakan hasil kontrak (kesepahaman perjanjian) yang ke-daulatannya diamanatkan kepada para penguasa untuk men-jalankan negara atas kesepakatan yang telah dilakukan. Artinya negara dalam kerjanya harus tunduk pada hukum yang dibuat.

Di zaman modern, konsep negara hukum yang paling dikenal adalah rechtsstaat (Jerman) dan rule of law (Inggris). Menurut Jimly Assiddiqie (dalam www.docudesk.com) konsep rechtsstaat dan the rule of law, juga berkaitan dengan konsep nomocracy yang berasal dari perkataan nomos dan cratos. Perkataan nomokrasi itu dapat dibanding-kan dengan demos dan cratos atau kratien dalam demokrasi. Nomos berarti norma, sedangkan cratos adalah kekuasaan. Jadi, yang dibayangkan sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. Kare-na itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide ke-daulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam istilah Inggris yang dikembangkan oleh A.V. Dicey, hal itu dapat dikaitkan dengan prinsip rule of law yang berkembang di Amerika Serikat menjadi jargon the Rule of Law, and not of Man, yang sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu sendiri, bukan orang.

Utamanya gagasan John Locke dianggap sangat pent-ing dan revolusioner, sebab pendapatnya menyatakan bahwa setiap orang berkedudukan sama sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Dianggap penting dan revolusioner karena berposisi bner dengan praktik bahwa raja menduduki posisi lebih mulia daripada manusia lainnya. Asumsi ini terang saja mendorong

Dissenting Opinion dan RechtsvindingDalam Putusan Hakum

Page 86: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

86Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

lahirnya absolutisme raja dan kediktaktorannya yang berlind-ung di balik kedudukannya yang lebih tinggi, sehingga pen-guasaan raja terhadap rakyat dianggap sebagai sesuatu yang telah sesuai dengan kodratnya (Hotma P. Sibuea, 2010: 22). Padahal sesuai dengan kodratnya manusia lahir dengan kebe-basan dan kemerdekaan, melekat padanya hak asasi manusia. Tidak boleh ada suatu kekuatanpun dari manusia lainnya yang secara semena-mena mengangkangi kehidupan mereka, mer-ampas kebebasan dan kemerdekaannya, merendahkannya dari derajat kemanusiaannya, tidak seorang raja ataupun negara. Justru menurut John Locke, negara bertujuan untuk menjaga dan menjamin terlaksananya kebebasan dan hak asasi manu-sia (Azhari, 1995: 25)

Tidak berbeda dengan Locke, Montesquieu juga menen-tang absolutisme kekuasaan raja dan beruapa melindungi hak-hak kemanusiaan manusia. Ajaran trias politica yang berwu-jud pemisahan kekuasaan negara adaah dalam upaya untuk menghilangkan absolutisme para peminpin negara yang pada zamannya berwujud pada praktik kediktaktoran para raja.

Ide, konsepsi Locke dan Montesquieu ditambah dengan teori kedaulatan rakyat Reussou mendorong lahirnya konsep negara hukum. Konsep negara hukum yang dikembangkan di Eropa pada awalnya adalah negara hukum penjaga malam (nachtwachterstaats), dimana negara berfungsi untuk menjaga ketertiban dan ketenteraman, sedangkan urusan perekono-mian dan kesejahteraan rakyat dianggap merupakan urusan pribadi masing-masing. Negara perlu menjaga ketertiban dan keamanan supaya masing-masing individu dapat melakukan aktivitas dengan aman untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Hotma P. Sibuea, 2010: 26).

Page 87: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

87

DI zaman modern, konsep negara hukum yang paling dikenal adalah rechtstaat (Jerman) dan rule of law (Inggris). Menurut Jimly Assiddiqie (dalam www.docudesk.com) kon-sep rechtstaat dan rule of law, juga berkaitan dengan konsep nomocracy yang berasal dari perkataan nomos dan cratos. Perkataan nomocracy dapat dibandingkan dengan demos dan cratos atau cratein dalam demokrasi. Nomos berarti norma, sedangkan cratos adalah kekuasaan. Jadi yang dibayangkan sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan negara adalah norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam istilah Inggris dikembangkan oleh A.V Dicey, hal itu dapat dikaitkan dengan prinsip rule of law yang berkembang di Amerika Serikat menjadi jargon the rule of law, and not man, yang sesungguhnya dianggap sebagai pem-impin adalah hukum itu sendiri, bukan orang.

Negara hukum merupakan terjemahan langsung dari re-chtsstaat dan dipersamakan arti dengan rule of law. Dalam per-debatan akademis, tiga istilah (negara hukum, rechtsstaat dan rule of law), ada yang mempersamakannya dan ada pula yang mebedakannya. Diantara tokoh yang tidak membedakan tiga istilah tersebut adalah M. Yamin, Ismail Sunny, Sudargo Gau-tama, Notohamidjojo, Djokosoetono dan Sumrah. Sedang yang menganggapnya berbeda adalah Phillipus M. Hadjon. Menu-rutnya konsep rechtsstaat dan rule of law juga berbeda, ber-dasar pada latar belakang dan sistem hukum yang menopangn-ya. Konsep rechtsstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme sehingga sifatnya revolusioner, sedangkan the rule of law berkembang secara evolusioner. Konsep rechtsstaat ber-tumpu pada sistem hukum kontinental yang disebut civil law, sedangkan the rule of law bertumpu di atas sistem common law (Azhari, 1995: 30-33).

Dissenting Opinion dan RechtsvindingDalam Putusan Hakum

Page 88: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

88Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Dalam kepustakaan Indonesia, dan pernah tercantum dalam konstitusi UUD 1945 adalah bahwa Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat) sebagaimana tertera secara tegas dalam pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dan yang dimaksud dengan negara hu-kum menurut tafsiran Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR) (2010: 46) –sebagai lembaga pembentuk konstitusi- adalah ne-gara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan. Menurut Widayati (2015: 41) negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjadi keadilan kepada warga negaranya. Peraturan hukum yang ada pada suatu negaradimaksudkan untuk melindungi hak-hak ne-gara dari tindakan penguasa. Begitu pula dalam sebuah negara hukum dibuat peraturan untuk mencegah kekuasaan absolut demi pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia.

Negara hukum tidak hanya memberikan batasan atau pe-tunjuk bagi negara untuk melindungi warga negaranya dari perilaku absolut penguasa, juga melindungi warga negara dari perbuatan dzalim warga negara lainnya. Dalam negara hukum, peran, fungsi dan kedudukan negara terhadap warga negara-nya benar-benar berlandaskan dan dipantau oleh hukum, baik konstitusi negara maupun peraturan perundang-undangan lainnya. 1. Negara Hukum Rechtstaat

Paham negara hukum rechtstaat berkembang di nega-ra-negara Eropa Kontinental bernuansa liberal, individual-istik dan kapitalis. Pelopor negara hukum ini adalah Imma-nuel Kant, kemudian dilanjutkan oleh Paul Laband, Julius Stahl dan Ficthe.

Page 89: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

89

Negara hukum rechtstaat dibentuk dengan maksud mencegah pemerintahan yang sewenang-wenang dan menindas rakyat. Kondisi yang melatarbelakangi kon-sep ini adalah situasi negara-negara di Eropa Barat yang mirip dengan kondisi pemerintahan pada asa Yunani kuno (Widayati, 2015: 45).

Ada 3 (tiga) tipologi negara hukum dalam konsep re-chtstaat;a. Tipe negara hukum liberal, yakni menghendaki agar

semua negara berstatus pasif. Artinya negara harus tunduk pada peraturan-peraturan negara. Penguasa dalam bertindak harus sesuai dengan hukum.

Awal muncul ide ini dipelopori oleh gerakan kaum borjuis (cerdik pandai dan pengusaha kaya) yang ditindas oleh kesewenang-wenangan kaum bang-sawan (politikus) dan gereja. Perlawanan dilakukan hanya untuk doberi kebebasan seluas-luasnya agar kaum borjuis ini bebas mengurusi kepentingannya sendiri tanpa ada campur tangan penguasa, bai kera-jaan maupun gereja. Intinya masalah kesejahteraan dan kemakmuran (ekonomi) diserahkan sepenuhnya kepada mereka dan negara tidak perlu turut campur dalam penyelenggarakaan ekonomi rakyat. Negara hanya boleh menjaga ketertiban dan keamanan, tentu-nya termasuk juga menjaga kepentingan merea dalam menjalankan roda perekonomian..

b. Tipe negara hukum formal, yaitu negara mendapatkan kekuasaannya berdasarkan pada pengesahan peny-erahan kekuasaan secara formal dari rakyat. Segala tindakan penguasa harus berdasarkan pada peratu-

Dissenting Opinion dan RechtsvindingDalam Putusan Hakum

Page 90: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

90Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

ran hukum tertentu, harus berdasar pada ketentuan-ketentuan yang secara rigod tertera dalam undang-undangan.

c. Tipe negara hukum materiil, ini sebagai pengemban-gan negara hukum formal, segala tindakan penguasa harus berdasarkan undang-undang, namun dalam konsep negara hukum materiil, penguasa demi kepent-ingan warga negaranya dapat dibenarkan bertindak menyimpang dari undang-undang (asas oportinitas) (Widayati, 2015).

Untuk mengidentifikasi negara hukum dalam konsep Eropa Kontinental (rechtstaat), konsep awalanya menurut Immanuel Kant memiliki dua ciri penting; yaitu perlind-ungan terhadap hak asasi manusia dan adanya pembagian kekuasaan (Farkhani, 2014: 137). Kemudian JF. Stahl me-lengkapi ciri-cirinya sebagai berikut;

a. Mengakui dan melindungi hak asasi manusia

b. Untuk melindungi hak asasi tersebut maka penyeleng-gara negara harus mendasarkan pada trias politica (pembagian kekuasaan).

c. Dalam menjalankan tugasnya pemerintah berdasar-kan undang-undang

d. Apabila dalam menjalankan tugasnya , pemerintah asih melanggar hak asasi, maka ada pengadilan ad-ministrasi untuk menyelesaikannya (Azhary, 1995: 46).

Page 91: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

91

2. Negara Hukum Rule of Law

Pada negara-negara Anglo Saxon tidak mengenal ne-gara hukum atau rechtstaat, tetapi mengenal atau men-ganut apa yang disebut “the rule of the law”, disebut pula pemerintahan oleh hukum atau goverment of judicary. Konsep negara hukum rule of law terbagi dalam makna sempit dan makna luas sebagaimana berikut;a. Negara hukum dalam arti sempit adalah bahwa ne-

gara berdasar pada prinsip kepatuhan penguasa atau peraturan perundang-undangan yang ada, singkatnya negara hhukum adalah negara yang berdasarkan atas undang-undang.

b. Negara hukum dalam arti luas berarti sebuah pemer-intahan yang ideal berada dalam dimensi hukum yang baik. Negara harus benar-benar berdasarkan konsti-tusi.

Menurut A.V. Dicey, negara hukum harus mempunyai 3 unsur pokok:a. Supermacy of Law

Dalam suatu negara hukum, kedudukan hukum harus pada posisi tertinggi, kekuasaan harus tunduk pada hukum dan bukan sebaliknya hukum tunduk pada kekuasaan. Bila hukum tunduk pada kekuasaan maka kekuasaan akan dengan sangat mudah membatalkan hukum, dengan kata lain hukum hanya akan dijadi-kan alat pembenar kekuasaan. Dalam negara hukum, hukum harus menjadi “tujuan” untuk melindungi kepentingan rakyat.

Dissenting Opinion dan RechtsvindingDalam Putusan Hakum

Page 92: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

92Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

b. Equality Before The Law

Dalam negara hukum, kedudukan penguasa dengan rakyat di mata hukum adalah sama (sederajat), every citizen is subject to the ordinary law (in ordinary court), yang membedakan hanyalah fungsinya, yakni pemer-intah berfungsi mengatur dan rakyat yang diatur. Baik yang mengatur dan yang diatur pedomannya satu, yai-tu undang-undang. Bila tidak ada persamaan hukum, maka orang yang mempunyai kekuasaan akan merasa kebal hukum.

Pada prinsipnya equality before the law adalah tidak ada tempat bagi backing yang salah, melainkan un-dang-undang merupakan backing terhadap yang be-nar.

c. Human Rights

Hak asasi manusia berdasar atas putusan pengadilan. Human rights meliputi 3 (tiga) hal pokok, yaitu;

1. The rights to personal freedom (kemerdekaan pribadi), yaitu hak untuk melakukan sesuatu yang dianggap baik bagi dirinya tanpa merugikan orang lain.

2. The rights to freedom of discussion (kemerdekaan berdiskusi/berpendapat), yaitu hak untuk menge-mukakan pendapat dan mengkritik, dengan ke-tentuan yang bersangkutan juga harus bersedia mendengarkan orang lain dan bersedia menerima kritikan dari orang lain.

3. The rights ti public meeting (kemerdekaan berkumpul/berserikat), kebebasan ini harus di-

Page 93: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

93

batasi pada batas tidak sampai menimbulkan kekacauan dan/atau memprovokasi untuk mel-akukan perbuatan onar atau makar.

Paham Dicey ini merupakan kelanjutan dari ajaran Locke yang berpendapat bahwa manusia sejak lahir sudah mempunyai hak asasi dan tidak seluruh hak asasi diserahkan kepada negara dalam kontrak sosial (Farkhani, 204: 138-140).

3. Negara Hukum Indonesia

Konsep negara hukum Indonesia terinspirasi pula oleh teori-teori tentang negara hukum yang dikemukakan oleh para sarjana sebelumnya. Negara hukum Indonesia atau kensep negara hukum Pancasila mencakup ciri-ciri sebagai berikut;1. Supermasi hukum

Pengakuan normatif tentang supremasi hukum tegas ada dalam pasal 1 UUD 1945. Pengakuan su-premasi hukum ini pun dipahami dan ditaati oleh masyarakat, sehingga bila mana seseorang atau sekelompok orang yang mengangkangi hukum, reaksi masyarakat akan segera terlihat, minimal menampa-kan ketidaksukaan. Supremasi hukum ini semakin nyata karena presiden akan dapat dijatuhi hukuman (impeacment) bila secara nyata melanggar undang-undang. Pada sistem presidensial murni Indonesia, menurut Jimly, konstitusi UUD 1945 dapat dikatakan sebagai “kepala negara”.

Dissenting Opinion dan RechtsvindingDalam Putusan Hakum

Page 94: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

94Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

2. Simmila simmilum atau equality before the law

UUD 1945 juga menjamin hak yang sama pada seluruh warga negaranya di mata hukum, tidak ada pengistimewaan dan tidak bolehh ada diskriminasi orang atau kelompok dalam kedudukannya di mata hukum.

3. Adanya asas legalitas dalam pemberlakuan hukum

Semua negara hukum mempersyaratkan pember-lakuan asas legalitas. Penerapan asas ini untuk meng-hindari kesewenang-wenangan hukum atau pemerin-tah atas nama hukum pada perbuatan warga negara yang sebelumnya tidak diatur oleh hukum menjadi diatur oleh hukum. Asas ini menodrong agar setiap perbuatan warga negara atau pemerintah harus ber-landaskan pada (mengindahkan) hukum yang telah ditetapkan. Keberadaan asas ini diimbangi dengan asas frij emmersen bagi pejabat administrasi negara dalam melaksanakan tugasnya untuk mengeluarkan kebijakan tanpa harus menunggu hadirnya perun-dang-undangan.

4. Pembatasan kekuasaan

Prinsip pembatasan kekuasaan baik secara verti-kal maupun horizontal diterapkan untuk menghindari kesewenang-wenangan penguasa, karena setiap kekuasaan memiliki kecenderungan untuk berbuat se-wenang-wenang dengan kekuasaannya sebagaimana pendapat Lord Acton “power tends to corrupt and ab-solute power corrupt absolutely”. Di Indonesia secara garis besar kekuasaan lembaga-lembaga tinggi ne-

Page 95: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

95

gara diterangkan dalam konstitusi UUD 1945, adanya saling kontrol untuk terciptanya checks and balances.

5. Adanya organisasi pemerintah yang independen

Keberadaan organisasi-organisasi pemerintah yang independen sebagai tambahan untuk mem-perkuat checks and balances. Bank Indonesia, Komusi Pemilihan Umum, Ombudsman, Komnas HAM, Komisi Penyiaran Indonesia dan yang lainnya, yang semula menjadi bagian dari organ eksekutif dilepas menjadi independen, tujuannya tidak lain agar orang-orang tidak menjadi alat pemerintah yang akan mendukung kesewenangannya untuk disalahgunakan untuk kepentingan kekuasaan semata.

6. Peradilan yang bebas dan tidak memihak

Lembaga peradilan yang semacam ini wajib ada dalam negara hukum. Bila lembaga ini menjadi alat bagi penguasa, individu atau kelompok kepentingan tertentu, maka dapat dipastikan hancur semua nilai dan sendi negara hukum. Kekuasaan peradilan harus menjadi kekuasaan yang benar-benar merdeka, bebas dari segala intervensi dari luar, termasuk keterikatan-nya pada teks-teks hukum yang sulit disesuaikan den-gan perubahan dan perkembangan zaman dan kon-teks peristiwa hukum yang terjadi. Hakim harus bebas menggali norma hukum dari mana saja agar tujuan hukum tercapai. Keberpihakan lembaga peradilan hanya boleh berpihak pada ketertiban, keadilan dan kebenaran.

Dissenting Opinion dan RechtsvindingDalam Putusan Hakum

Page 96: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

96Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

7. Adanya pengadilan tata usaha negara

Peradilan Tata Usaha Negara menjadi ciri khas negara hukum bercorak Eropa Kontinental, seperti Indonesia yang “tertular” karena penjajahan Belanda selama 350 tahun. Keberadaan lembaga peradilan ini penting untuk melindungi warga negara dari keputu-san-keputusan para pejabat administrasi negara seba-gai pihak yang berkuasa.

8. Adanya Mahkamah Konstitusi (Peradilan Tata Negara)

Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia lahir setelah amandemen UUD 1945, sebagai sebuah lembaga peradilan khusus yang menangani perkara ketatanegaraan, menafsir konstitusi, judicial review UU atas UUD, sengketa pemilu, sengketa antar lem-baga negara dan memberikan pernyataan (putusan) presiden bersalah atau tidak. Putusannya binding and final, tidak ada upaya hukum lainnya atas ketidakpua-san atau kesalahan putusan. Keberadaan Mahkamah Konstitusi ini diberbagai negara demokrasi dewasa ini makin dianggap penting dan karena itu dapat ditam-bahkan menjadi satu pilar baru negara hukum mod-ern.

9. Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)

Negara hukum wajib melindungi hak-hak asasi manusia, karena hak ini melekat sejak manusia di-lahirkan. Keberadaan negara dengan kekuasaannya tidak boleh mengurangi kebebasan yang ada sejak manusia itu hadir di dunia. Jika dalam satu negara hak asasi manusia terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkan setelahnya

Page 97: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

97

tidak dapat diselesaikan secara adil, maka negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai negara hu-kum dalam arti sesungguhnya.

10. Menjalankan demokrasi

Negara hukum demokratis menjamin keterlibatan seluruh warga negara untuk ikut andil dalam kehidu-pan berbangsa dan bernegara. Keterlibatannya dapat saja dilakukan dengan sistem keterwakilan ataupun secara langsung, misalnya keterlibatan dalam memilih calon wakilnya di parlemen ataupun memilih calon kepala negara danatau kepala pemerintahan. Kedaul-atan rakyat menjadi alat kontrol paling ampuh un-tuk mempertahankan atau meruntuhkan rezim yang berkuasa walaupun pada awalnya rakyat yang memil-ihnya.

11. Berfungsi mewujudkan tujuan negara (welfare state)

Sejak Indonesia merdeka, dalam The Jakarta Cart-er cita-cita mensejahterakan rakyat (welafare state) telah termaktub dan tanpa ada debat. Semuanya meng-inginkan agar negeri ini tumbuh dan berkembang menjadi negeri yang sejahtera kehidupan rakyatnya. Negara hukum dijadikan kendaraan dengan segala pranatanya untuk mencerdaskan dan mensejahtera-kan rakyatnya serta ikut andil dalam ketertiban dunia. Rasanya tidak ada negara yang rela membiarkan bang-sanya dalam keterbelakangan dalam pendidikan dan kesejahteraan umum. Para pemimpinnya berlomba untuk mewujudkan tujuan negara sesuai dengan am-anat konstitusinya, dalam istilah Jimly disebut welfare rechtstaate.

Dissenting Opinion dan RechtsvindingDalam Putusan Hakum

Page 98: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

98Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

12. Transparansi dan kontrol sosial

Transparansi dan kontrol sosial yang terbuka menjadi penguat bagi negara hukum. Keterbukaan dalam mengelola negara dan hal apapun, akan meng-hindarkan pengelola dari godaan untuk melakukan penyimpangan. Mekanisme kontrol sosial dihidup-kan dan diberi ruang untuk setiap warga negara un-tuk andil dalam mengontrol jalannya pemerintahan. Transparansi dan kontrol sosial yang partisipatif akan menambah kewibawaan negara (pemerintah) di mata rakyatnya.

13. Berketuhanan Yang Maha Esa

Ciri ke-13 ini yang tidak ada pada negara-negara hukum dan demokrasi lainnya di dunia. Sejak awal negara ini merdeka, ide kenegaraan kita tidak per-nah lepas dari nilai luhur Ketuhanan Yang Maha Esa. Piagam Jakarta (The Jakarta Carter) yang menjadi ci-kal bakal produk hukum dalam tata hukum Indonesia menceritakan dengan gamblang bahwa kemerdekaan negara Indonesia adalah berkat dan rahmat dari Al-lah Yang Maha Esa, sebagai respon dari perjuangan fisik dan politik seluruh komponen bangsa Indonesia. Baik konsep yang ditawarkan oleh Muhammad Yamin, Soepomo ataupun Soekarno, semuanya mencantm-kan nilai ketuhanan. Ide itu kemudian dirumuskan pertama kali dalam sila pertama Pancasila dalam The Jakarta Carter “Ketuhanan Yang Maha Esa beserta menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”. Kemu-dian dalam perdebatan yang cukup “alot”, tujuh kata terakhir dihapus.

Page 99: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

99

Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari semua ciri dari negara hukum Indonesia. Tidak ada satu prinsip-pun dari 12 prinsip lainnya yang boleh bertentangan den-gan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa.

B. Negara dan Perlindungan Terhadap Warga Negara

Merujuk pada teks Konstitusi UUD 1945, gagasan negara hukum yang demokratis yang memat dengan tegas prinsip-prinsip hak asasi manusia telah menjadi bahan diskusi para pejuang politik negeri ini pada masa Indonesia belum merde-ka. Pembicaraan tentang gagasan ini semakin kencang dan kentara, terutama oleh para anggota BPPUPKI, produknya ada-lah Piagam Jakarta dan UUD 1945. Dalam dua dokumen inilah awal mula norma hak asasi manusia menjadi bagian dari tata kelola berbagai norma dalam peraturan-peraturan hukum di Indonesia.

Menurut Abdul Hakim Garuda, gagasan negara hukum yang demokratis tempat dimana hak asasi manusia (HAM) di-akui, dihormati, dan dilindungi telah dikemukakan oleh para perintis kemerdekaan Republik Indonesia. Tjipto Mangoen-koesoemo dam kawan-kawan hampir satu abad yang lalu telah mengemukakan gagasan Indonesia (Hindia Belanda) berparle-men, berpemerintahan sendiri, dimana hak politik rakyatnya diakui dan dihormati.

Walaupun pada waktu itu, Tjipto Mangoenkoesoemo, Soe-wardi Soeryoningrat masih berbicara dalam konteks hubungan Indonesia (Hindia Belanda) dengan Netherland, namun nam-pak jelas dari para perintis ini mencita-citkan Indonesia yang merdeka, berparlemen dan berpemerintahan sendiri yang pada saatnya lepas dari penjajahan Belanda.

Dissenting Opinion dan RechtsvindingDalam Putusan Hakum

Page 100: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

100Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Menurut pendapat Abdul Hakim Garuda (2010), saat itu cita-cita negara hukum yang demokratis tempat dimana HAM dimajukan dan dilindunggi hidup bersemi dan terus berkem-bang dalam pikiran dan hati para perintis kemerdekaan bang-sa Indonesia. Karena itu bila ada yang berpendapat dan menga-takan bahwa cita negara hukum yang demokratis pertama kali dibahas dalam sidang BPUPKI, dianggapnya sebagai ahistoris dan menyesatkan.

Dari pandangan Abdul Hakim Garuda ini dapat dipahami bahwa sejak lama para pejuang kemerdekaan Indonesia me-mikirkan kemerdekaan bangsa Indonesia sendiri sekaligus bagaimana menjamin hak asasi manusia warga negaranya terjamin. Pada masa setelah kemerdekaan kemudian muncul perdebatan, apakah materi-materi HAM termaktub dalam UUD 1945 universal atau sekedar HAM yang bersifat partikular.

Paling tidak ada tiga pendapat dalam perdebatan ini; yang pertama, pandangan yang didukung oleh Mahfud MD dan Su-tioso menyatakan bahwa dalam UUD 1945 tidak ditemukan se-cara eksplisit istilah HAM, baik dalam Pembukaan, Batang Tu-buh dan Penjelasan. Pandangan kedua, didukung oleh Soedjono Sumobroto, Mawoto, Azhary dan Dahlan Thaib. Secara khusus Dahlan Thaib mengutarakan pendapatnya bahwa dalam UUD 1945 termaktub 15 (lima belas) prinsip hak asasi manusia, yakni; (1) hak untuk menentukan nasib sendiri, (2) hak akan warga negara, (3) hak akan persamaan dan kesamaan di hada-pan hukum, (4) hak untuk bekerja, (5) hak untuk hidup layak, (6) hak untuk berserikat, (7) hak untuk menyakatan pendapat, (8) hak untuk beragama, (9)hak untuk membela negara, (10) hak untuk mendapatkan pengajaran, (11)hak akan kesejahter-aan sosial, (12)hak akan jaminan sosial, (13)hak akan kebe-basan dan kemandirian peradilan, (14) hak mempertahankan

Page 101: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

101

tradisi dan budaya dan (15) hak untuk mempertahankan ba-hasa daerah. Pandangan ketiga, didukung oleh Koentjoro Pur-bopranoto, G.J. Wolhoff dan M. Solly Lubis yang berpendapat bahwa bukannya tidak ada HAM dalam UUD 1945, ada secara garis besar dan mencantumkannya tidak sistematis (Majda El-Mahtaj, 2009: 94-98).

Berkaitan antara negara hukum demokrasi dan HAM dalam konstitusi UUD 1945, yang menjadi obyek penjaminan negara terhadap hak asasi manusia adalah warga negaranya. Warga negara yang dimaksudkan adalah seseorang yang ber-tempat tinggal di suatu tempat yang menjadi bagian dari suatu penduduk berdasarkan kedudukannya sebagai seorang yang berada pada wilayah atau tempat itu sendiri yang menjadi bagian dari unsur negara. Warga negara inilah yang menjadi faktor penentu menejemen, unsur hakiki dan unsurpokok dari suatu negara.

Status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antar warga negara dan negaranya. Oleh karenanya ne-gara wajib memberikan perlindungan maksimal bagi setiap warga negara dimanapun mereka berada.

Walaupun telah disadari bahwa prinsip-prinsip HAM ter-cantum dalam Konstitusi UUD 1945 –Konstitusi UUD 1945 adalah teringkas di dunia. Oleh karenanya muatan-muatan HAM tidak terjabarkan secara rinci. Untuk kepentingan agar HAM warga negara terjamin dan terlindungi oleh negara, maka negara membentuk berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan HAM atau memasukkan unsur HAM pada setiap pemebentukan peraturan perundang-undangan. Lebih dari itu, negara juga meratifikasi berbagai konvensi in-ternasional tentang HAM.

Dissenting Opinion dan RechtsvindingDalam Putusan Hakum

Page 102: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

102Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Indonesia sebagai negara hukum, berkaitan dengan per-lindungan terhadap warga negaranya, selayaknya materi-ma-teri perlindungan terhadap warga negaranya harus terkafer dalam berbagai produk perundang-undangan. Atas kewajiban negara ini, pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono telah membuat 13 (tiga belas) peraturan perun-dang-undangan dan meratifikasi instrumen HAM internasional (Slamet Warta Wardaya dalam Muladi, 2005: 5).

Untuk mendukung kepentingan melakukan perlindungan terhadap warga negara, Pemerintah Indonesia telah membuat UU No. 12 Tahun 2006 dan dirubah dengan UU No. 25 Tahun 2013 tentang Kewarganegaraan yang didalamnya menetapkan asas perlindungan maksimum terhadap warga negaranya. Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh pada tiap warga negara Indonesia dalam keadaan apapun, baik di dalam maupn di luar negeri (Efriar Ruliandi Silalahi, dalam tikusme-rah. com).

kkk

Page 103: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

103

PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

A. Dinamika Institusi Hukum

Harus diakui bahwa aliran hukum positivisme yang berkembang pesat antara abad 16 sampai 19 sangat mempen-garuhi sistem hukum dan sistem peradilan di Indonesia. Kisa-ran abad itulah Indonesia berada dalam permulaan dan akhir penjajahan Indonesia oleh bangsa-bangsa Eropa, mulai dari Portugis, Belanda dan Inggris. Belanda yang terlama selama 350 tahun.

Masa penjajahan yang panjang oleh negara dengan sistem hukum bercorak Eropa Kontinental jelas tegas mewarnai sis-tem hukum Indonesia dari berbagai aspeknya. Hukum adat se-bagai hukum yang asli hidup dalam masyarakat Indonesia dan Hukum Islam yang memberi corak hukum-hukum adat sebe-lum kedatangan penjajah dipersempit peran dan perkemban-gan. Upaya itu sejatinya nyata dengan dikebirinya kekuasaan raja-raja Islam Nusantara, teori receptie dan pembagian sub-yek hukum dalam masa penjajahan Belanda, serta konkordasi hukum Belanda di Hindia Belanda (Indonesia) semakin nyata akan sistem positivisme hukum dalam hukum Indonesia. Par-ahnya, setelah Indonesia merdeka warisan hukum penjajah Belanda belum sepenuhnya hilang dari peraturan perundang-undangan bumi pertiwi. Bahkan itu berada dalam urat nadi sistem hukum, upaya penggantiannya agar lebih berkarakter hukum keindonesiaan belum berhasil.

Praperadilan Dalam Sistem PeradilanPidana di Indonesia

Page 104: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

104Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Atas latar belakang sejarah hukum yang demikian, serta seluruh founding fathers negara ini yang bergelar sarjana hu-kum (master on the rechten) adalah alumni sekolah-sekolah hukum Belanda, maka tidak mengherankan bila tipikal hukum dan para penegak hukumnya sedarah dengan warisan penjajah.

Sungguh kondisi yang demikan telah disadari oleh para pakar hukum belakangan. Berbagai upaya dilakukan untuk pembangunan hukum yang berkeindonesiaan. Sedikit demi sedikit hukum warisan Belanda dikikis, berbagai upaya pem-bangunan hukum dilakukan, pemikiran hukum berkarakter keindonesiaan terus dibangun, living law diakomodasi. Arah kiblat hukum mulai bergeser, tipologi hukum Eropa Kontinen-tal memang masih dominan tetapi tipologi hukum Anglo Saxon mulai diakomodir. Hukum Islam telah lebih dahulu diakomodir namun pasca reformasi lebih massif di berbagai daerah dengan perda-perda bernuansa syari’ah dan terbuka peluang pembel-akuan Syariat Islam walau baru di Nangro Aceh.

Lebih menggembirakan, bersamaan dengan pada akhir abad 20, muncul gerakan hukum progressif yang di pelopori oleh begawan hukum Satjipto Rahardjo. Ide dan gagasan hu-kum progresifnya yang kental beraliran filsafat hukum utilitar-ianisme dan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto Raharjo, 2007), beliau ajarkan kepada para maha-siswanya yang berasal dari berbagai kalangan, tidak hanya para akademisi, para praktisi hukum dan penegak hukum banyak menjadi mahasiswanya. Pemikirannya cukup dapat diterima, hingga muncul perkumpulan hakim progresif dan bahkan or-ganisasi yang secara khusus menebarkan gagasan-gagasannya.

Upaya-upaya yang dilakukan di atas dan berbagai upaya lain yang belum tersebutkan, susungguhnya cita-cita yang ingin dicapai adalah bagaimana keadilan yang menjadi ruh

Page 105: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

105

sekaligus tujuan dari hukum itu sendiri benar-benar terwujud secara hakiki, baik dalam pembentukan hukum, penemuan hu-kum, penciptaan norma hukum dan penegakan hukumnya.

Bila dipandang dari konsep hukum yang dikembangkan oleh Philipppe Nonet dan Philip Selznick (1978), perkemban-gan dan pembangunan hukum di Indonesia sedang berada dalam konsep hukum otonom dan mulai ada sedikit pergera-kan menuju kepada hukum yang responsif. Yang dimaksud dengan hukum responsif dalam hal ini adalah diposisikannya hukum sebagai fasilitator dari respon terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial dan aspirasi-aspirasi sosial. Hukum dimaknai lebih luas, mencakup pengalaman-pengalaman hukum yang beraneka ragam dengan tidak meleburkan konsep hukum ter-hadap konsep kontrol sosial yang lebih luas.

Melihat pada pemaknaan hukum responsif yang demikian tersebut, tersirat jelas bahwa konsep hukum responsif adalah hasil evolusi dari dua konsep sebelumnya, represif dan otonom (A.A.G. Peters dan Koesriani Siswosoebroto, 1990, 164-165). Karena ia merupakan evolusi, maka butuh waktu, dan beragam konsekuensi logis atas berjalannya waktu tersebut. Sehingga wajar dapat dikatakan bahwa dengan argumen sederhana dimuka, Indonesia sedang bergerak menuju hukum yang re-sponsif, walau kadang pada kasus tertentu, Indonesia terkesan sedang bergerak mundur menuju kembali pada hukum yang represif. Beruntungnya sensitifitas kontrol sosial masyarakat Indonesia sudah mulai muncul dan dibantu dengan tata hukum dan tata kelembagaan hukum yang lebih baik dapat mencegah keterpurukan itu.

Pada persoalan ini, Satjipto Rahardjo (2007: 87-88) me-negaskan bahwa kontrol masyarakat yang seperti itu adalah bukti bahwa masyarakat memiliki kekuatan otonom. Kekuatan

Praperadilan Dalam Sistem PeradilanPidana di Indonesia

Page 106: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

106Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

otonom itu bisa membuat masyarakat dapat menata dirinya sendiri walaupun tanpa kehadiran undang-undang. Kekuatan masyarakat yang bersifat otonom itu pada tahap tertentu da-pat bergerak atau digerakkan menjadi kekuatan dahsyat yang dapat menggulingkan kekuasaan yang despotik, otoriter dan ti-ranik. Itulah yang disebut rakyat yang berdaulat atau kedaula-tan rakyat.

Pasca reformasi dan amandemen UUD 1945, konfergensi hukum dan politik, dinamika keduanya selalu muncul dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam upaya menegak-kan cita-cita reformasi muncul beberapa lembaga yang terkait dengan upaya penegakan hukum. Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial adalah dua lembaga negara baru yang mun-cul secara langsung atas amanat hasil amandemen konstitusi tersebut. Komisi Pemberantasan Korupsi muncul tidak lama setelah itu. Mulanya sebagai respon atas berbagai kasus korup-si yang kurang membanggakan progressnya ketika ditangani oleh kejaksaan.

Setelah tiga lembaga baru ini terbentuk, harapan baru di-lambungkan untuk merubah bopeng wajah penegakan hukum di Indonesia. Secara cepat dua, lembaga penegakan hukum (MK dan KPK) dan lembaga pengawas perilaku hakim (KY), ka-rena kinerjanya merebut hati rakyat. Rakyat bangga dengan ca-paian kedua lembaga tersebut. Mahkamah Konstitusi menjel-ma menjadi pemegang kekuasaan yudikatif yang berwibawa. KPK menjelma menjadi lembaga kuat yang bisa menjerat dan memenjarakan para koruptor yang sebelumnya tidak pernah tersentuh oleh kejaksaan.

Lembaga negara yang lahir setelah reformasi dan atas amanat butir-butir reformasi adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga ini dibentuk berdasarkan Undang-

Page 107: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

107

Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tugas KPK adalah melakukan pember-antasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinam-bungan. Sifat kelembagaanya independen. Independen yang dimaksudkan adalah bebas dari kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberan-tasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya. Penjelasan undang-undang menyebutkan peran KPK sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberan-tasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya men-jadi lebih efektif dan efisien. Dalam pelaksanaannya tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proposionalitas. KPK bertang-gung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara ter-buka dan berkala kepada presiden, DPR, dan BPK (http://www.kpk.go.id).

Sekilas menilik sejarahnya, KPK adalah satu-satunya lem-baga negara yang lahir karena amanat reformasi. Satu diktum yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi menjadi point penting dalam amanat reformasi, karena regim yang ditumbangkan lewat gerakan reformasi 1998 itu dituduh korup dan membudayakan tinda-kan korupsi disemua lini penyelenggara negara.

Oleh karenanya, kehadiran KPK disambut dengan gembira dan langsung mendapatkan pendukung dan pembela fanatik terhadap lembaga ini. Terpuruknya legitimasi polisi dan kejak-saan agung dalam penangan kasus korupsi, kewenangan yang sangat besar yang diberikan oleh undang-undang, gebrakan-gebrakan dan prestasi kinerja KPK yang mengagumkan dan

Praperadilan Dalam Sistem PeradilanPidana di Indonesia

Page 108: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

108Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

dukungan rakyat yang totalitas merubah lembaga baru ini menjadi tren dan tumpuan harapan pemberantasan korupsi.

Dukungan, simpati, empati yang loyalitas kecintaan dari rakyat semakin besar tatakala KPK berhasil menjerat dan me-menjarakan orang-orang dengan pangkat dan jabatan tinggi yang pada zaman orde baru tidak pernah tersentuh. Para men-teri, jenderal polisi dan TNI, akademisi bergelar profesor, ang-gota legislatif pusat dan daerah, penguasa-penguasa ekskekutif daerah dan pengusaha-pengusaha hitam banyak yang dijeblo-kan ke penjara oleh KPK karena kasus korupsi dan pengem-balian uang negara yang cukup besar menambah dukungan rakyat semakin besar atas lembaga anti rasuah ini.

KPK terus mendapat dukungan dan menjadi lembagi anti body. Pencapaian tersebut tidak didapat dengan proses instan dan mudah, tetapi melalui proses berdarah-darah. Proses men-jadikan KPK sebagai lembaga bersih dan antibodi sangat pen-jang dan melelahkan. Saat pelaku koruptor dicaci massa dan dijebloskan ke penjara, dua petinggi KPK justeru mendapatkan dukungan massa. Kasus yang menimpa Chandra Hamzah dan Bibit Waluyo justru dinilai sebagai upaya kriminalisasi kepoli-sian terhadap mereka, hingga muncul istilah Cicak VS Buaya. Dukungan terhadap keduanya pun semakin menguat, hingga akhirnya dibebaskan. Saat dukungan terhadap KPK semakin menguat, terhadap kepolisian sebaliknya. Begitu pula, saat rencana pembangunan gedung DPR dicemooh rakyat, KPK justreru mendapatkan dukungan penuh plus sumbangan dana dari masyarakat untuk membangun gedung baru. Belum lagi upaya pemandulan wewenang KPK melalui revisi UU yang pada akhirnya batal (http://nahakunaon.blogspot.com). Kasus yang terbaru, pada saat “perang” antara KPK dengan Polisi jilid II, KPK mendapat dukungan penuh dari rakyat. Pada saat para

Page 109: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

109

penyidik KPK diperkarakan oleh Polisi, TNI bersedia memberi-kan bantuan personil professionalnya untuk menjadi penyidik-penyidik KPK. Walaupun kasus KPK tidak menjadikan Budio-no (mantan meneteri keuangan dan wakil presiden) menjadi tersangka mendapat sorotan tajam, tapi dukungan publik ter-hadap lembaga ini tidak pudar. Dukungan terhadap Abraham Samad dan Bambang Widjoyanto menjadi bukti atas kecintaan rakyat pada lembaga ini.

Menjelang pengangkatan Kapolri baru (Komjend. Budi Gunawan) diawal kepimpimpinan negara di tangan Presiden Joko Widodo, KPK dan Polri kembali bersitegang. Pasalnya calon Kapolri yang diajukan oleh Presiden Joko Widodo ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK. Budi Gunawan tidak terima atas penetapannya sebagai tersangka korupsi, ia mengelak tidak terlibat apapun dalam persoalan korupsi. Budi Gunawan melakukan perlawanan terhadap status yang ditetapkan (tersangka) oleh KPK, mengajukan pra peradilan ke Pengadilan Jakarta Selatan.

Hasilnya, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dibacakan oleh hakim Sarpin Rizaldi menyatakan bahwa guga-tan pra peradilan atas penetapan tersangka Budi Gunawan di terima. Putusan ini berarti menghapuskan penetapan tersang-ka atas Budi Gunawan atas perkara yang dituduh. KPK kalah!

Secepat kilat, putusan hakim Sarpin menjadi trending topic. Berbagai pendapat bermunculan, sebagian memandang bahwa putusan Sarpin kebablasan, meruntuhkan sendi-sendi sistem hukum dan pandangan miring lainnya, sebagian yang lain menyanjung bahwa Sarpin telah melakukan terobosan hukum. Tidak berselang lama, putusan Mahkamah Konstitusi muncul yang menyatakan bahwa penetapan tersangka dapat menjadi obyek pra peradilan.

Praperadilan Dalam Sistem PeradilanPidana di Indonesia

Page 110: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

110Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Ditambah dengan munculnya putusan MK tersebut mun-cul kekhawatiran baru bagi lembaga penegak hukum, yaitu banjirnya gugatan pra peradilan kepada tiga lembaga penega-kan hukum di Indonesia, baik KPK, Kejaksaan dan Kepolisian yang diajukan oleh para tersangka pelanggar hukum.

Kehadiran Mahkamah Konstitusi secara tegas tertera dalam UUD 1945 pasal 24 ayat 2 berbunyi; “kekuasaan kehaki-man dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan per-adilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan mi-liter, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Diktum dalam konstitusi ini dapat di-maknai bahwa pemegang kekuasaan kehakiman (yudicative power) berada dalam dua lembaga yang sederajat kedudukan-nya. Tetepi dilihat dari nama dan wewenang, terkesan bahwa Mahkamah Konstitusi berada di atas Mahkamah Agung.

B. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Praperadilan di Indonesia

Hak untuk mendapatkan perlindungan adalah hak mutlak bagi warga negara dari negaranya, perlindungan dari apapun agar seseorang tersebut merasa nyaman, aman bertempat ting-gal dan menjadi suatu warga negara yang berada pada suatu wilayah atau negara yang dilindungi oleh hukum dan pemer-intah.

Perlindungan yang diberikan pemerintah itu tidak menge-nal status atau kedudukan seseorang dalam strata sosial, poli-tik, ekonomi, dan yang lainnya, yang pasti setiap warga negara harus dan wajib hukumnya berada pada lindungan pemerintah dalam bentuk apapun perlindungan itu. Bahkan perlindungan

Page 111: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

111

itu sampai pada titik dimana seorang warga negara disangka-kan telah melakukan suatu tindak pidana.

Dalam konteks hak asasi manusia, negara menjadi subyek hukum utama, karena negara merupakan entitas utama yang bertanggung jawab melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia, setidaknya untuk waga negaranya masing-masing. Ironisnya, sejarah mencatat pel-anggaran hak asasi manusia biasanya justru dilakukan oleh negara, baik secara langsung melalui tindakan-tindakan yang termasuk pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga negaranya atau warga negara lain, maupun secara tidak langsung melalui kebijakan-kebijakan ekonomi dan politik baik di level nasional maupun internasional yang ber-dampak pada tidak dipenuhinya atau ditiadakannya hak asasi manusia warga negaranya atau warga negara lain (Knut D. Asplund, Suparman Marzuki, Eko Riyadi (Ed.), 2008: 53).

Pada dasarnya setiap manusia memiliki hak asasi untuk hidup bebas, diperlakukan manusiawi, dihargai harkat dan martabatnya sebagai manusia. Tetapi di lain sisi terkadang ada manusia yang secara sadar ataupun tidak sadar melaku-kan perbuatan-perbuatan yang dianggap sebagai pelangga-ran yang telah diatur dalam peraturan perundangan di ne-gara berhukum. Negara hukum yang memiliki tujuan menjaga melindungi seluruh warga negaranya berhak melakukan satu tindakan yang dibenarkan oleh hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh warga negaranya. Walaupun begitu segala tindakan negara (organ) yang merampas hak warga negaranya harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, walaupun sering kali organ negara karena untuk kepentingan tertentu melakukan tindakan kurang cermat atau tidak sesuai dengan ketentuan hukum bahkan pelannggaran terhadap hukum.

Praperadilan Dalam Sistem PeradilanPidana di Indonesia

Page 112: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

112Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Bagi warga negara yang merasa diperlakukan sewenang-wenang oleh organ negara, negara memberikan ruang untuk melakukan pembelaan diri sesuai dengan ketentuan yang ber-laku. Karena para penegak hukum dalam melaksanakan tu-gasnya tidak terlepas dari kemungkinan melakukan tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang ber-laku sehingga terlanggarlah hak-hak asasi warga negara (ter-sangka atau terdakwa) dalam proses peradilan pidana. Salah satu upaya untuk perlindungan hak dalam proses peradilan pi-dana adalah melalui lembaga praperadilan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘pra’ berarti awalan yang bermakna sebelum atau dimuka. Sedangkan praperadi-lan adalah sesuatu mengenai perkara pengadilan atau lembaga hukum bertugas memperbaiki (Badudu dan Zein, 1999: 236). Praperadilan dalam bahasa yang sederhana berarti sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan (Andi Hamzah, 2012: 188). Arti kata secara bahasa ini berbeda dengan pengertian prap-eradilan dalam konsep peraturan perundang-undangan atau praktik yang dilakukan dalam lembaga peradilan.

Dalam Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 butir 10 KU-HAP, praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut acara yang diatur dalam undang-undang ini tentang:1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan

atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasa tersangka;

2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghen-tian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

Page 113: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

113

3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersang-ka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Dari pengertian resmi menurut undang-undang ini, men-unjukan bahwa praperadilan merupakan wewenang (kom-petensi) absolut dari Pengadilan Negeri. Dengan ketentuan tersebut, keberadaan lembaga pra peradilan bukan lembaga tersendiri yang terpisah dari lembaga peradilan, melainkan sebagai sebuah bagian dari proses peradilan atau bagian dari satu sistem peradilan.

Praperadilan pada mulanya menjadi bagian dari pemerik-saan sebelum dimulainya persidangan, biasa disebut sebagai pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan oleh hakim Pen-gadilan Negeri atas permintaan pihak yang merasa haknya terampas oleh tindakan yang dilakukan oleh penegak hukum (polisi dan/atau jaksa).

Untuk memahami lebih jauh tentang praperadilan, menilik sejarah munculnya praperadilan dalam sistem peradilan pi-dana di Indonesia sangat penting dilakukan, dari mulai kapan kemunculannya sampai pada perkembangan mutakhir.

Pada masa pra kemerdekaan diberlakukan dua hukum acara pidana sekaligus di wilayah Indonesia Hindia Belanda. Bagi golongan Eropa berlaku Strafvordering (Rv) dan golon-gan Pribumi berlaku Inland Reglement (IR), yang kemudian diperbarui menjadi Herziene Indische Reglement (HIR) mela-lui Staatsblad No. 44 Tahun 1941. Hukum acara bagi golongan Eropa memiliki susunan hukum acara pidana yang lebih baik dan lebih menghormati hak-hak asasi tersangka/terdakwa. Se-dangkan dalam Inland Reglement maupun Herziene Indische

Praperadilan Dalam Sistem PeradilanPidana di Indonesia

Page 114: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

114Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Reglement (HIR), golongan pribumi kedudukannya sebagai warga negara di negara jajahan (Salman Luthan dkk, 2014: 29).

HIR diberlakukan bagi pribumi yang tinggal di kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Malang dan lain-lain, sedangkan IR diberlakukan bagi daerah-daerah lain-nya. Baik dalam IR maupun HIR tidak dikenal istilah praper-adilan, yang ada untuk urusan pemeriksaan awal adalah hakim komisaris.

Hakim komisaris bekerja aktif, bekerja sebagai bagian dari eksekutif, berbeda dengan hakim biasa yang memeriksa perkara pada sidang-sidang seperti biasanya. Hakim komisaris berperan sebagai pengawas pada tahap pemeriksaan penda-huluan dari serangkaian tahapan proses peradilan pidana. Lembaga ini juga dapat melakukan tindakan eksekutif sep-erti memanggil orang, baik para saksi (Pasal 46) maupun ter-sangka (Pasal 47), mendatangi rumah para saksi maupun ter-sangka (Pasal 56), dan juga memeriksa serta mengadakan penahanan sementara terhadap tersangka (Pasal 62). Tinda-kan hakim komisaris yang termasuk tindakan eksekutif terse-but menunjukan bahwa kedudukannya bersikap aktif dan memiliki tanggung jawab pengawasan yang besar pada tahap pemeriksaan awal (Salman Luthan dkk, 2014: 30).

Hukum-hukum buatan penjajah Belanda semuanya telah establish di seluruh tanah jajahan Indonesia. Tanggal 17 Agus-tus 1945 Indonesia merdeka, masa itu adalah tonggak awal tata hukum Indonesia mulai disusun. Dengan argumentasi untuk menghindari kekosongan hukum (facum of law), dalam konstitusi itu tetap memberikan peluang masih berlakukanya peraturan-peraturan yang pernah berlaku dalam masa jajahan Belanda, yakni melalui Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945.

Page 115: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

115

Berdasarkan ketentuan tersebut, HIR masih berlaku dan bisa dipergunakan sebagai hukum acara pidana di pengadi-lan seluruh Indonesia. Hal ini diperkuat oleh Pasal 6 UU No. 1 Drt/195, yang dimaksudkan untuk mengadakan unifi-kasi dalam bidang hukum acara pidana, yang sebelumnya terdiri dari dua hal, yakni hukum acara pidana bagi Landraad serta hukum acara pidana bagi Raad van Justice. Dualisme hu-kum acara pidana adalah akibat perbedaan antara peradilan bagi golongan Bumi Putra dan bagi golongan Eropa (Salman Luthan dkk, 2014: 31).

Pada akhir tahun 1979 Menteri Kehakiman Mudjono me-wakili Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Acara Pidana ke DPR. Pada masa itu pemerin-tah beranggapan bahwa HIR warisan Belanda sudah tidak rel-evan lagi setelah sekian puluh tahun Indonesia merdeka. Saat itu muncul gerakan penolakan RUU Hukum Acara Pidana dari kalangan LBH/YLBHI, Persatuan Advokat Indonesia (Peradin), akademisi dan kalangan pers. Mereka beranggapan bahwa RUU tersebut amat buruk bahkan lebih buruk dari HIR warisan Be-landa yang akan digantikannya. Rancangan itu dianggap masih saja berorientasi pada kekuasaan dan tidak cukup melindungi hak-hak asasi tersangka ataupun terdakwa yang selama berpu-luh-puluh tahun tidak dilindungi oleh HIR. Kemudian muncul draf-draf RUU tandingan dan sembari terus melakukan per-lawanan terhadap usulan pemerintah. Pemerintah tidak men-gendurkan semangatnya untuk menggati HIR dengan RUU Hu-kum Acara yang dibuatnya, namun menyetujui untuk membuat draf yang baru bersama DPR dengan masukan-masukan baik dari Komite Aksi Pembela Pancasila, Peradin maupun lembaga-lembaga lainnya. Maka RUU Hukum Acara Pidana yang diaju-

Praperadilan Dalam Sistem PeradilanPidana di Indonesia

Page 116: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

116Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

kan ke DPR benar-benar rancangan baru yang dibuat oleh Pan-sus DPR dengan masukan-masukan dari steakholder.

Salah satu konten dan itu merupakan satu terobosan di bi-dang hukum dalam RUU tersebut adalah pengaturan tentang praperadilan untuk menggantikan model hakim komisaris yang diajukan dalam RUU Hukum Acara Pidana versi Pemer-intah. Lembaga ini lahir dari pemikiran untuk mengadakan tindakan pengawasan terhadap aparat penegak hukum agar dalam melaksanankan tugasnya tidak menyalahgunakan we-wenang. Karena pengawasan internal yang selama ini dilaku-kan dirasa kurang cukup sebab bisa saja ada faktor psikologis dan ikatan emosional antara pejabat negara yang bertugas dilembaga tersebut untuk men-judge teman seprofesinya. Un-tuk kepeningan fair prosses due of law dibutuhkan pengawasan silang antara sesama aparat penegak hukum.

RUU Hukum Acara Pidana yang sama sekali baru dan ber-beda dengan RUU versi pemerintah akhirnya disahkan dalam sidang Paripurna DPR dan menjadi Undang-Undang No. 8 Ta-hun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, kemudian Undang-Undang tersebut dikenal dengan sebutan KUHAP (Kitab Un-dang-Undang Hukum Acara Pidana). Pada saat itu, menurut beberapa pakar KUHAP ini dianggap sebagai karya besar bang-sa Indonesia untuk melepaskan diri dari sistem hukum acara warisan penjajah Belanda, HIR dan IR.

Dalam KUHAP buatan asli Indonesia yang mengatur prap-eradilan terinspirasi dari prinsip-prinsip hukum di negara bersistem hukum Anglo Saxon, yaitu hak habeas corpus act. Ha-beas corpus act memberikan hak pada seseorang melalui suatu perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hu-kum pidana formil agar tidak melanggar hukum (illegal) atau tegasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-

Page 117: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

117

benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (Putu-san Mahkamah Agung.go.id).

Praperadilan yang diatur oleh KUHAP, dimulai dari sah atau tidaknya penangkapan dan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dan permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkara-nya tidak diajukan ke pengadilan. Pemikiran para perumus KU-HAP mendasarkan bahwa penangkapan dan penahanan meru-pakan upaya paksa yang dapat dilakukan oleh pejabat penegak hukum. Dan upaya paksa tersebut sangat mungkin melanggar hak asasi warga negara. Pada sistem hukum pidana Indonesia menganut asas presumtion of innocence (pra duga tak bersalah) yang artinya seseorang wajib dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya oleh suatu putusan pengadilan yang terbuka, bebas dan tidak memihak. Asas ini jelas menjunjung dan melindungi hak asasi warga negara serta menjadi asumsi awal bagi para hakim dalam memeriksa perkara.

Aturan tersebut telah lebih dari 4 (empat) dasawarsa ber-jalan tanpa ada riak-riak yang cukup berarti muncul diper-mukaan. Upaya paksa berupa penangkapan dan penahanan yang tidak prosedural dan merampas hak asasi manusia per-nah beberapa kali terjadi, yang cukup mendapatkan perhatian adalah kasus Abu Bakar Ba’asyir dan tersangka kasus teroris. Namun kasus-kasus tersebut tidak sampai pada munculnya kegaduhan hukum, baik dalam wacana hukum maupun praktik hingga muncul satu putusan hukum atas peristiwa itu, disamp-ing tidak adanya perlawanan yang berusaha keluar dari aturan hukum yang telah ada.

Berbeda dengan kasus yang menjerat Komjen Pol. Budi Gunawan, yang ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka korup-

Praperadilan Dalam Sistem PeradilanPidana di Indonesia

Page 118: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

118Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

si. Budi Gunawan melakukan perlawanan hukum atas peneta-pannya sebagai tersangka korupsi, dengan mengajukan guga-tan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pendaftaran gugatan praperadilan Budi Gunawan kemu-dian diproses, walaupun KUHAP sebagai buku induk hukum acara pidana tidak mengatur perihal praperadilan pada kasus penetapan seseorang menjadi tersangka. Biarpun tidak atau belum ada aturannya, hakim, secara normatif tidak boleh me-nolak perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak ada, belum ada hukum yang mengaturnya atau alasan lainnya. Karena berdasar pada undang-undang kekuasaan kehakiman, seorang hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan ke-padanya dalam persidangan. Penolakan hakim terhadap per-soalan perkara yang diajukan padanya justru dinilai sebagai pelanggaran terhadap undang-undang dan dapat dipidanakan.

Hakim Sarpin yang menjadi hakim tunggal pada persi-dangan pra peradilan tentang gugatan status tersangka Budi Gunawan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), dalam putusannya dengan berbagai argumentasi mengabulkan (me-menangkan) gugatan Penggugat dan menyatakan bahwa pen-etapan tersangka pada Penggugat (Budi Gunawan) oleh tergu-gat (KPK) dinyatakan tidak sah dan tersangka bukan termasuk penegak hukum. Argumentasi Hakim Sarpin tertuang dalam putusan perkara nomor 04/Pid/Prap/2015/PN Jkt Sel, den-gan naskah setebal 244 halaman.

Setelah putusan tersebut, dunia hukum Indonesia gempar. Karena baru pertama kali dalam sejarah KPK menetapkan sese-orang menjadi tersangka koruptor bisa lepas dari jerat hukum yang dipasang KPK. Syak wasangka, pro dan kontra bermuncu-lan, diskusi warung jalan, media elektronik, media cetak, me-dia sosial (facebook, twittwer, instagram dll), kajian, penelitian

Page 119: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

119

ilmiah dan bincang-bincang hukum ramai membahas putusan Hakim Sarpin. Bahkan Komisi Yudisial mengadukan Sarpin ke Mahkamah Agung dan merekomendasikan untuk mengeksam-inasi serta mengevaluasi Hakim Sarpin. Ada pula yang mengu-sulkan KPK untuk mengajukan PK (Peninjauan Kembali) terha-dap putusan Pengadilan Negeri tersebut.

Ada sebagian pengamat yang menyatakan bahwa pu-tusan Hakim Sarpin merupakan terobosan atau penemuan hukum baru terkait putusan praperadilan, tetapi pendapat yang lain menyatakan bahwa putusan ini dinilai sebagai pu-tusan yang kontroversial, karena dianggap telah melampaui kewenangan praperadilan yang diatur di dalam Pasal 1 an-gka 10 dan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (UU HAP).

Perdebatan apakah lembaga praperadilan berwenang untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penetapan tersangka akhirnya terjawab sudah, Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 28 April 2015 melalui Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 (Putusan MK) telah memutus diantaranya bahwa lingkup kewenangan praperadilan yang diatur dalam Pasal 77 huruf (a) UU HAP mencakup juga sah atau tidakn-ya penetapan tersangka (halaman 110 Putusan MK). Putusan MK ini artinya telah memperluas kewenangan praperadilan itu sendiri, yang dahulu mencakup sah atau tidaknya penangka-pan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan, saat ini diperluas diantaranya pula mencakup mengenai memeriksa dan memutus sah atau tidaknya pen-etapan status tersangka seseorang (Zaqiu Rahman, 2015).

Pasca putusan MK tersebut beberapa tersangka korup-tor melakukan perlawanan hukum terhadap KPK, diantaranya mantan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin dan Mantan

Praperadilan Dalam Sistem PeradilanPidana di Indonesia

Page 120: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

120Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Dirjen Pajak Hadi Purnomo yang dimenangkan dalam sidang praperadilan dan beberapa kasus lainnya. Atas beberapa kasus tersebut, banyak orang menyimpulkan bahwa peristiwa itu adalah bentuk perlawanan balik dari para koruptor terhadap usaha-usaha pemberantasan korupsi yang selama ini dilaku-kan oleh para penegak hukum, terutama KPK.

C. Fungsi, Tujuan dan Wewenang Praperadilan

Setelah terbitnya Putusam Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 pada tanggal 28 April 2015, penetapan tersangka yang semula tidak menem-patkannya sebagai obyek praperadilan menjadi obyek praper-adilan. Maka secara otomatis Putusan tersebut merubah iklim praperadilan yang sebelumnya adem ayem menjadi hingar bin-gar.

Putusan tersebut menuntut pada pejabat penyidik, baik dari kepolisian, kejaksaan maupun KPK harus lebih profes-sional lagi, lebih cermat, lebih ketat prosedur dan memenuhi betul batas maksimal alat bukti untuk memberikan pada sese-orang status sebagai tersangka suatu tindak pidana.

Semua itu harus ketat dilaksanakan karena sesorang wa-jib dianggap tidak bersalah (presumption of innocence). Se-makin menegaskan bahwa hukum acara pidana tidak lagi memandang tersangka atau terdakwa sebagai obyek hu-kum tetapi sebagai subyek hukum. Hal ini tercermin dengan adanya jaminan perlindungan hak-hak tersangka atau ter-dakwa yang tercantum secara tegas dalam pasal-pasal KU-HAP dan telah sesuai dengan tujuan hukum acara pidana itu sendiri, yaitu mencari kebenaran materiil dalam proses pemeriksaan perkara pidana.

Page 121: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

121

Menjadi jelas bahwa nilai yang ingin dibawa dalam lem-baga praperadilan adalah membantu apa yang menjadi tujuan negara hukum demokratis, menjunjung tinggi dan menjamin harkat dan martabat manusia dan hak asasinya. KUHAP telah mengangkat dan menempatkan tersangka atau terdakwa dalam kedudukan yang berderajat, sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh. “Tersangka atau terdakwa tersebut telah ditempatkan oleh KUHAP dalam posisi his entity and dignity as a human be-ing yang harus diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan”(Yahya Harahap, 2001 : 6).

Selain itu tindakan paksa, mulai dari pemaksaan terhadap seseorang untuk menyandang status hukum sebagai tersangka yang dilakukan oleh para penegak hukum bisa terjadi kese-wenang-wenangan yang berakibat pada runtuhnya harkat dan martabat seseorang yang bisa jadi berimbas pada harkat dan martabat orang-orang yang terdekat dengannya atau bahkan sampai pada keluarga besarnya. Maka keberadaaan lembaga praperadilan untuk checks and balances serta pengawasan horizontal antara penegak hukum.

Seperti yang telah diketahui, demi untuk terlaksananya kepentingan pemeriksaan tindak pidana, maka para pene-gak hukum diberi kewenangan oleh undang-undang untuk untuk melakukan tindakan upaya paksa berupa penangka-pan, penahanan, penyitaan ataupun tindakan lainnya terh-adap tersangka yang diduga keras telah melakukan tindak pidana. Karena tindakan upaya paksa yang dikenakan instansi penegak hukum merupakan pengurangan dan pembatasan ke-merdekaan atas hak asasi manusia, maka tindakan tersebut harus dilakukan secara bertanggung jawab menurut keten-tuan hukum dan undang-undang yang berlaku.

Praperadilan Dalam Sistem PeradilanPidana di Indonesia

Page 122: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

122Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Oleh karenanya, di dalam pedoman pelaksanaan KUHAP, Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.01.PW.07.03 tahun 1982 dinyatakan bahwa penegak hukum merupakan salah satu untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketenteraman dalam masyarakat, baik itu usaha pencegahan maupun meru-pakan pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pel-anggaran hukum, dengan kata lain usaha preventif maupun represif. Sedangkan sifat praperadilan secara khusus akan ber-fungsi sebagai pencegahan terhadap upaya paksa sebelum se-seorang diputus oleh Pengadilan, pencegahan yang dimaksud disini dapat berupa pencegahan terhadap tindakan yang mer-ampas hak kemerdekaan setiap warga negara serta pencega-han terhadap tindakan yang melanggar hak asasi tersangka atau terdakwa, agar segala sesuatunya berjalan atau berlang-sung sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan aturan.

Sekali lagi bahwa wewenang lembaga praperadilan telah diatur secara tegas dalam KUHAP mengenai sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dan permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau terdakwa. Dari berawalnya perlawanan hukum dari Komjen Pol. Budi Gunawan atas penetapan tersangka oleh KPK melalui lembaga praperadilan, dan putusannya menjadikannya terbe-bas dari penetepan tersangka yang dianggap tidak prosedural atau sewenang-wenang, ditambah dengan putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 kewenangan praperadilan menjadi bertambah, termasuk penetapan tersangka. Intinya sekarang bahwa yang dimaksud dengan criminal justice pro-cess dimulai dari penetapan tersangka, proses penangkapan, penggeledahan, penahanan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Page 123: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

123

D. Pra Peradilan; Sebuah Upaya Perlindungan Terhadap Subyek Hukum

Pra peradilan adalah bagian dari sistem peradilan pidana, sedangkan sistem peradilan pidana sangat identik dengan penegakan hukum. Sistem penegakan hukum pada dasarnya merupakan sistem kekuasaan atau kewenangan menegakkan hukum, istilah ini identik pula dengan kekuasaan kehakiman. Dan sistem kekuasaan kehakiman dalam hukum pidana diim-plementasikan dalam 4 (empat) subsistem;1. Kekuasaan penyidikan oleh lembaga penyidik

2. Kekuasaan penentutan oleh lembaga penuntut umum

3. Kekuasaan mengadili/menjatuhkan putusan oleh lembaga peradilan dan

4. Kekuasaan pelaksanaan hukum pidana oleh aparat pelak-sana eksekusi (Barda Nawawi Arif, 2007).

Praperadilan pada dasarnya sebagai betuk perlindungan negara atas hak asasi setiap warga negara untuk tidak diper-lakukan secara sewenang-wenang atas berbagai tindakan yang dilakukan oleh penegak hukum, dalam hal ini adalah apara-tur kepolisian dan kejaksaan pada tindakan hukum yang dis-ebut sebagai upaya paksa. Pada awalnya dan pada kebiasaan yang telah berlangsung lama yang dimaksud upaya paksa yang dilakukan aparatur penegak hukum adalah penangka-pan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan penyadapan. Upaya-upaya paksa itu jelas merupakan perampasan hak atas seseorang yang dilindungi oleh hukum dan bagian dari hak asasi manusia. Disini kepastian hukum sangat ditekankan dan menjadi dasar utama bagi para aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya.

Praperadilan Dalam Sistem PeradilanPidana di Indonesia

Page 124: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

124Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Seperti yang sudah diketahui, demi untuk terlaksananya kepentingan pemeriksaan tindak pidana, undang-undang memberikan kewenangan kepada penyidik dan penuntut umum untuk melakukan tindakan upaya paksa berupa pen-angkapan, penahanan, penyitaan dan sebagainya. Setiap upaya paksa yang dilakukan pejabat penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, pada hakikatnya merupakan

Perlakuan yang bersifat : 1. Tindakan paksa yang dibenarkan undang-undang demi

kepentingan pemeriksaan tindak pidana yang disangka-kan kepada tersangka ;

2. Sebagai tindakan paksa yang dibenarkan hukum dan un-dang-undang, setiap tindakan paksa dengan sendirinya merupakan perampasan kemerdekaan dan kebebasan ser-ta pembatasan terhadap hak asasi (I Gede Yuliarta, 2009).

Sepintas dari penjelasan dimuka bahwa upaya paksa dalam penegakkan hukum harus jelas landasan hukumnya sekaligus jelas pula siapa petugas yang berwenangnya. Di Amerika lembaga praperadilan ini disebut pre trial, sebuah mekanisme tribunal yang disediakan dan jaminan oleh pemer-intah dalam rangka melindungi setiap hak dari warga negera atas kemerdekaannya (penerapan prinsip Habeas Corpus).

Di Indonesia jaminan ketersediaan lembaga ini diako-modir dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KU-HAP) terutama pada pasal 77 – 83. Secara garis besar bahwa yang dimaksud dengan lembaga pra peradilan adalah sebuah mekanisme tribunal guna menguji akan keabsahan atas sega-la tindakan yang dilakukan oleh penyidik dan/atau penuntut umum yang dilakukan secara paksa atas status seseorang di mata hukum. Yang dimaksu pada penjelasan dimuka adalah

Page 125: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

125

tindakan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan (KUHAP pasal 77 huruf a).

Dalam perkembangannya, materi praperadilan tidak ter-batas pada apa yang sudah tertera dalam KUHAP sebagaimana tersebutkan dimuka. Pada kasus penetapan tersangka Kom-jen. Budi Gunawan oleh KPK, KPK di gugat lewat lembaga pra peradilan atas penetapan tersangkanya tersebut. Padahal kita ketahui bahwa KUHAP sama sekali tidak memasukan sebagai materi pra peradilan dan belum ada kasus sebelumnya yang semisal perkara yang dimaksud itu. Namun setelah beberapa bulan kasus tersebut bergulir terbitlah Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2015 yang intinya memberikan penjelasan lebih lan-jut (tafsir) bahwa ketentuan yang terdapat di dalam pasal 77 KUHAP termasuk didalamnya adalah penetapan tersangka.

E. Kebebasan Hakim dalam Pembuatan Putusan

Hakim adalah pejabat yang memimpin persidangan. Ia yang memutuskan hukuman bagi pihak yang dituntut. Hakim harus dihormati di ruang pengadilan dan pelanggaran akan hal ini dapat menyebabkan hukuman. Hakim biasanya mengena-kan baju berwarna hitam. Sedangkan menurut UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur oleh undang-undang (pasal 31). Adapun yang dimaksud dengan kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia (pasal 1).

Hakim disebut sebagai aparatur penegak hukum yang di-beri kedudukan tinggi dan wewenang oleh undang-undang di-

Praperadilan Dalam Sistem PeradilanPidana di Indonesia

Page 126: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

126Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

harapkan memberikan putusan yang seadil-adilnya, memberi kepastian dan manfaat hukum yang tepat untuk setiap kasus yang diajukan padanya.

Agar kedudukan hakim tetap pada pada posisinya yang mulia, berbagai “rekayasa” agar kemuliaan hakim terjaga. Mu-lai dari sitem seleksi calon hakim yang diperbaiki dari waktu ke waktu, ruang sidang dan peraturan dalam ruang sidang yang dikondisikan sedemikian rupa, kesejahteraan hakim diperha-tikan, kemampuan dan professionalitasnya terus ditingkatkan dan perilakunya diawasi.

Namun hakim adalah manusia yang sangat mungkin me-miliki kelemahan, kekurangan dan kesalahan. Pada posisi sep-erti itu ditangkap dengan jeli oleh para perongrong hukum un-tuk menjadikan putusan hakim tidak berdiri di atas kebenaran dan keadilan.

Menurut Soerjono Soekanto (1982: 51) pada diri sese-orang memiliki faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karak-ter dan kepribadiannya, yaitu;1. Raw in put yaitu faktor-faktor individual dan latar bela-

kang kehidupan yang bersangkutan, misalnya pengaruh orang tua,

2. Instrumental in put yaitu faktor-faktor pendidikan formal, misalnya pengaruh sekolah,

3. Environmental in put yaitu faktor-fakor yang berasal dari lingkungan sosialnya secara luas.

Turut menguatkan apa yang disampaikan Soerjono Soe-kanto, Bismar Siregar (1986: 51) mengatakan bahwa “ke-mandirian dan kebebasan hakim sangat bergantung pada prib-adinya dan kemandirian hakim bukan terletak pada jaminan undang-undang tapi iman”.

Page 127: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

127

Kebebasan hakim berarti kemerdekaan hakim atau ke-mandirian hakim untuk menyelenggarakan peradilan yang merdeka guna menegakkan hukum dan keadilan terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah sebagaimana dikehenda-ki oleh Pasal 24 UUD 1945 banyak yang menafsirkan bahwa dalam perkataan merdeka dan terlepas dari ‘pengaruh’ kekua-saan pemerintah itu, terkandung pengertian yang bersifat fungsional dan sekaligus institusional. Tetapi, ada yang hanya membatasi pengertian perkataan itu secara fungsional saja, yaitu bahwa kekuasaan pemerintah tidak boleh melakukan in-tervensi yang bersifat mempengaruhi jalannya proses pengam-bilan keputusan dalam penyelesaian perkara yang dihadapi oleh hakim.

Hal ini berarti kekuasaan kehakiman yang merdeka atau independensi kekuasaan kehakiman, telah diatur secara kon-stitusional dalam UUD 1945. Dari konsep negara hukum sep-erti yang digariskan oleh konstitusi, maka dalam rangka mel-aksanakan Pasal 24 UUD 1945, harus secara tegas melarang kekuasaan pemerintahan negara (eksekutif) untuk membata-si atau mengurangi wewenang kekuasaan kehakiman yang merdeka yang telah dijamin oleh konstitusi tersebut. Dengan demikian kekuasaan kehakiman yang merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, sebagai upaya untuk menja-min dan melindungi kebebasan rakyat dari kemungkinan tin-dakan sewenang-wenang dari pemerintah (https://kgsc.word-press.com/).

Produk kekuasaan kehakiman yang harus nir dari inter-fensi kekuasaan, kepentingan modal atau yang lainnya adalah putusan, penetapan dan akta perdamaian. Terkhusus yang menjadi sorotan dalam penetian ini adalah Putusan.

Praperadilan Dalam Sistem PeradilanPidana di Indonesia

Page 128: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

128Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Dalam hal pembuatan putusan -dan dua bentuk produk yang lain- tanggung jawab Hakim sangat berat disebabkan oleh karena Hakim dalam menjalankan tugas dan kewenangannya harus bertanggung jawab kepada Tuhan (transendental re-sponsibility), diri sendiri (internal responsibility), para pihak yang berperkara dan masyarakat (horizontal responsibility), pengadilan yang lebih tinggi (hierarcy responsibility) dan ilmu pengetahuan hukum (legal studies responsibility). Mengingat beratnya tanggung jawab itu maka adanya profesionalisme dan integritas pribadi belumlah cukup, melainkan hakim juga harus mempunyai iman dan taqwa yang baik, mampu berko-munikasi serta menjaga peran, kewibawaan dan statusnya dih-adapan masyarakat, memiliki kemampuan multiple intelegent, IQ, EQ dan SQ.

Membuat putusan menjadi kerjaan rutin setiap kali me-nangani perkara, namun yang rutin itu wajib bersifat ilmiah. Artinya bahwa setiap produk putusan hakim adalah semacam karya ilmiah yang menuntut keilmiahan pada tiap-tiap lan-dasan pijak hukum dan berbagai argumentasinya. Bedanya dengan karya ilmiah-karya ilmiah produk akademisi adalah produk putusan hakim menjadi hukum (jurisprudensi) yang bisa merampas hak asasi atau melindungi hak asasi. Oleh kare-na sifat tugas hakim yang demikian ini, membawa konsekuensi bahwa hakim harus selalu mendalami perkembangan ilmu hu-kum dan kebutuhan hukum masyarakat. Dengan cara itu, akan memantapkan pertimbangan-pertimbangan sebagai dasar pe-nyusunan putusannya. Dengan cara ini pula hakim dapat ber-peran aktif dalam reformasi hukum yang sedang dituntut oleh masyarakat saat ini.

Page 129: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

129

Terkadang tugasnya menjadi sangat berat, menurut UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 10 hakim “pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bah-wa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.” Pasal ini adalah imperatif bagi hakim untuk kreatif dan inovatif, merumuskan hukum dengan cara interpretasi hukum, terobosan hukum atau penemuan hu-kum yang sama sekali baru yang tidak tercantum dalam ragam peraturan perundangan yang ada sebelumnya.

Walaupun mendapatkan jaminan oleh undang-undang untuk melakukan penemuan hukum tidak banyak hakim mengambil peluang ini untuk kasus-kasus yang dihadapi, apal-agi pada kasus yang tidak atau belum diatur dalam peraturan perundangan. Kontroversi bisa saja muncul, hujatan bisa da-tang, eksaminasi bisa menghadang, dievaluasi menjadi tantan-gan.

Untuk menghindari putusan yang tidak berkualitas, hen-daknya setiap putusan hakim memperhatikan beberapa hal berikut;1. Putusan hakim harus memperhatikan kondisi sosial

masyarakat, terutama yang terkait dengan kasus yang dihadapinya. Dengan adanya penilaian dari masyarakat mengenai output pengadilan berarti telah terjadi persing-gungan antara lembaga peradilan dengan masyarakat di mana lingkungan peradilan itu berada. Implikasi dari pe-nilaian masyarakat terhadap putusan pengadilan tersebut mengandung makna, bahwa pengadilan bukanlah lembaga yang terisolir dari masyarakatnya. Pengadilan tidak boleh memalingkan muka dari rasa keadilan dan nilai-nilai hu-

Praperadilan Dalam Sistem PeradilanPidana di Indonesia

Page 130: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

130Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

kum yang hidup dan berkembang. Para hakim senantiasa dituntut untuk menggali dan memahami hukum yang hidup dalam masyarakatnya (Zudan Arif Fakrulloh dalam http://www.indomedia.com/bernas).

2. Putusan hakim perlu mempertimbangkan kepastian hu-kum, untuk kasus-kasus yang biasa, bisa diputus dengan putusan yang sangat normatif. Tapi perlu diperhatikan putusan yang hanya menitikan kepastian hukum berarti membatasi hukum pada hukum yang tertulis saja. Hukum semacam ini berhadapan dengan kenyataan-kenyataan baru yang mungkin berbeda dengan suasana hukum yang akan diterapkan. Menerapkan secara serampangan hu-kum tersebut demi kepastian hukum dapat berhadapan dengan rasa keadilan baik bagi pencari keadilan maupun masyarakat. Bismar Siregar pernah mengatakan di dunia ini tidak ada yang pasti (termasuk kepastian hukum), pu-tusan hukum berdasar pada nurani dan iman.

3. Putusan hakim harus fungsional, pendekatan hukum yang fungsional pada putusan hakim akan dapat mengukur nor-ma hukum dengan mendasarkan pada efektivitasnya dan bagaimana bekerjanya hukum dalam masyarakat. Hakim yang berpikir fungsional dalam membuat putusan suatu kasus tidak akan semata-mata hanya mendasarkan pada suatu tatanan yang menghendaki status quo, keadilan, ke-bahagian dan kemanfaatan sosial masyarakat akan selalu dikedepankan. Dengan demikian, rumusan undang-un-dang tidak hanya dipahami sebatas bunyi undang-undang. Pasal-pasal yang ada dalam undang-undang tidak hanya dianggap sebagai pasal yang mati akan tetapi dilihat dan dipahami sebagai satu rumusan yang senantiasa dapat

Page 131: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

131

dijabarkan untuk mewujudkan kehendak dari undang-undang itu sendiri. Bahkan apabila hukum dilihat seba-gai suatu sistem yang mempunyai tujuan tertentu, maka rumusan pasal-pasal yang ada haruslah dilihat sebagai wahana untuk mewujudkan tujuan tersebut. Memahami makna yang terkandung dalam peraturan perundangan.

Menurut Cardozo (dalam Bagir Manan, 2008: 5) bahwa dalam hal ada aturan hukum namun terjadi pertentangan antara kepastian hukum dengan keadilan dan kemanfaatan masyarakat, tugas hakim adalah menafsirkan aturan terse-but agar hukum tersebut dapat sesuai dengan keadaan-keadaan baru. Dengan menafsirkan maka dapat diperte-mukan antara kepentingan kepastian (putusan berdasar hukum), dan kepentingan sosial dengan memberi makna baru terhadap hukum yang ada. Dalam kerangka yang leb-ih luas, aktualisasi aturan hukum dilakukan dengan men-emukan hukum (rechtsvinding, legalfinding) yang meliputi menemukan aturan hukum yang tepat, menafsirkan, mel-akukan konstruksi, dan lain sebagainya. Bahkan menggu-nakan bahan-bahan hukum non sistemik, local wisdoms ataupun hukum transendental.

4. Putusan hakim sebagai tanggung jawab ilmiah, sebagaima-na penulis pernah nyatakan dimuka bahwa putusan hakim merupakan karya ilmiah yang wajib dipertanggungjawab-kan, dieksaminasi ataupun dievaluasi. Suatu putusan yang bertanggungjawab adalah putusan yang mempunyai tum-puan-tumpuan konsep yang kuat, dasar hukum yang kuat. Alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan (hukum dan atau non hukum) yang kuat. Orang boleh berbeda terhadap putusan semacam ini, tetapi tidak ada yang da-

Praperadilan Dalam Sistem PeradilanPidana di Indonesia

Page 132: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

132Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

pat menyalahkan karena diputus atas dasar konsep yang kuat. Jadi, harus dibedakan antara pertanggungjawaban dengan rasa puas atau tidak puas terhadap suatu putusan (Bagir Manan, 2008: 5). Wajar dalam setiap putusan pasti ada yang dimenangkan dan dikalahkan, ada yang puas dan tidak puas.

kkk

Page 133: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

133

CONTENT ANALYSIS TERHADAP PUTUSAN PRAPERADILAN

NOMOR: O4/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

A. Pemberantasan Korupsi dan Perlawanan Balik Koruptor

Awal reformasi dan terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi adalah harapan bagi seluruh rakyat Indonesia agar pe-nyelenggara dan penyelenggaraan negara menjadi lebih baik dari masa orde-orde sebelumnya. Para politikus dan pejabat negara turut membuat iklan anti korupsi. Ada pula partai poli-tik yang berani pasang badan akan membubarkan diri bila ang-gotanya hidup dari uang korupsi.

Kinerja KPK dari mulai pendirian sampai detik ini masih mendapat apresiasi dari rakyat. Rakyat berani pasang badan agar lembaga ini tidak dilemahkan atau bahkan dibubarkan. Walaupun rakyat semuanya mengerti bahwa lembaga ini awalnya adalah sebagai shock terapy dan bentuk degradasi ke-percayaan kepada lembaga negara yang bernama kejaksaan, terutama untuk penanganan kasus-kasus korupsi.

Jika masa sebelum adanya KPK banyak kasus korupsi yang tak tersentuh hukum, khususnya yang melibatkan para pen-guasa, namun sejak KPK berdiri sudah banyak kasus-kasus be-sar yang ditangani dan dijatuhi hukuman. Dalam kurun waktu 2004 sampai ddengan Mei 2012, KPK telah berhasil membawa para koruptor kelas kakap ke Pengadilan Tindak Pidana Ko-

Content Analysis Terhadap Putuzan PeradilanNomor: 04/Pid/Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

Page 134: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

134Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

rupsi (Tipikor) dan semuanya diputus bersalah (100% convic-tion rate). Mereka adalah 50 anggota DPR, 6 Menteri/Pejabat Setingkat Menteri, 8 Gubernur, 1 Gubernur Bank Indonesia, 5 Wakil Gubernur, 29 Walikota dan Bupati, 7 Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Yudisial dan Pimpinan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). 4 Hakim, 3 Jaksa di Ke-jaksaan Agung, 4 Duta Besar dan 4 Konsulat Jenderal (termas-uk Mantan Kapolri), Jaksa senior, Penyidik KPK, seratus lebih pejabat pemerintah eselon I &II (Direktur Umum, Sekretaris Jenderal, Deputi, Direktur, dll), 85 CEO pemimpin perusahaan milik negara (BUMN) dan pihak swasta yang terlibat dalam korupsi serta beberapa jenderal aktif dari kepolisian. Data ini akan terus bertambah seiring banyaknya kasus korupsi yang saat ini sedang ditangani/disidangkan di Pengadilan Tipikor baik di Jakarta maupun di daerah (http://kpk.go.id/id/nukpk/id/berita/berita-kpk-kegiatan/290-kpk-lembaga-permanen).

Kemudian hipokrisi muncul dari mulut dan sikap para politisi dan pejabat negara. KPK yang berkinerja baik diserang sedemikian rupa sebelum KPK menjerat mereka. Perlawanan secara politik hukum dan politik peradilan dilakukan agar lang-kah KPK tersendat. Perlawanan yang sekarang nyata dirasakan adalah upaya merevisi UU KPK dengan memangkas kewenan-gan dan membuat sedemikian rupa agar korupsi dengan nilai fantastis saja yang dapat disidik oleh KPK. Dan yang telah dan sedang berjalan ini adalah upaya permohonan praperadilan dari para koruptor atas penetapan status tersangka oleh KPK.

Pertama kali permohonan praperadilan terhadap KPK dia-jukan oleh Budi Gunawan, seorang Komisaris Jenderal Polisi yang ditetapkan sebagai tersangka. Budi Gunawan yang saat itu digadang-gadang sebagai calon Kapolri bahkan telah diaju-kan Presiden ke DPR dan telah melakukan fit and proper test

Page 135: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

135

merasa dirugikan. Apalagi tuduhannya adalah melakukan ko-rupsi yang disangkakan oleh lembaga yang kinerja 100 % tidak pernah meloloskan para tersangka koruptor dari jeratan hu-kum, KPK. Akhirnya Budi Gunawan gagal menjadi kapolri.

Pada beberapa peraturan perundangan, efek dari pen-etapan tersangka tindak pidana berakibat diberhentikannya seorang pejabat negara dari jabatannya sampai berkekuatan hukum tetap. Dalam Pasal 33 Ayat (2) UU 30/2002, disebutkan bahwa:“Dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya”. Lalu, dalam Pasal 10 Ayat (1) PP 3/2003, disebutkan bahwa : “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijadikan tersangka/terdakwa da-pat diberhentikan sementara dari jabatan dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia, sejak dilakukan proses penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap”

Tidak terima dengan penetapan status tersangka, Budi Gunawan melalui beberapa kuasa hukumnya mengajukan per-mohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Padahal mereka semua tahu bahwa dalam KUHAP tidak ada aturannya. Permohanan praperadilan diterima dan putusan-nya membebaskan Budi Gunawan dari penetapan tersangka oleh KPK.

Tidak begitu lama dari “kemenangan” Budi Gunawan atas KPK menginspirasi para tersangka koruptor lainnya beramai-ramai mengajukan praperadilan dan banyak dimenangkan oleh tersangka koruptor.

Setelah Budi Gunawan gagal menjadi Kapolri, menurut penilaian para pegiat anti korusi, serangan balik kepada KPK

Content Analysis Terhadap Putuzan PeradilanNomor: 04/Pid/Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

Page 136: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

136Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

berlanjut yakni ditetapkannya dua komisioner KPK (Abrham Samad dan Bambang Widjojanto) sebagai tersangka untuk masing-masing kasus yang disangkakan pada mereka oleh Kepolisian. Penetapan tersangka tersebut mengharuskan dua komisione KPK tersebut berhenti untuk sementara dari jabatannya masing-masing.

B. Analisis Prosedur Hukum Putusan Nomor: O4/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

Prosedur pengajuan praperadilan ke Pengadilan Negeri tepat sesuai dengan ketentuan KUHAP. KUHAP menunjukkan dengan tegas bahwa praperadilan termasuk kompetensi abso-lut bagi PN. Yang menjadi soal adalah bahwa wewenang prap-eradilan sebagaimana tertera dalam pasal 77 KUHAP tidak me-masukkan atau tidak ada klausul sama sekali yang secara tegas memasukkan penetapan tersangka sebagai obyek.

Peneliti berkeyakinan bahwa tersangka Budi Gunawan dan kuasa hukumnya paham bahwa penetapan tersangka tidak ter-tulis dalam aturan hukum acara pidana sebagai obyek praper-adilan. Dalam sejarah sejak pertama kali praperadilan diber-lakukan pada tahun 1983, belum ada tersangka kasus tindak pidana mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan statusnya sebagai tersangka baik oleh penyidik kepolisian ataupun kejaksaan.

Penulis menduga bahwa awal ide untuk mengajukan prap-eradilan atas kasus Budi Gunawan yang ditetapkan oleh KPK terasa beraroma politik. Aroma politiknya begitu kentara ka-rena selang satu hari sebelum fit and proper test Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri oleh DPR, KPK menetapkannya sebagai tersangka.

Page 137: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

137

Penetapannya sebagai tersangka pelaku tindak pidana korupsi oleh KPK menjadi aral bagi Budi Gunawan menjadi Kapolri. Keberhasilannya lolos dalam fit and proper test oleh DPR sebagai calon tunggal Kapolri menjadi tidak berguna sama sekali. Karena aturan dalam pasal 10 Ayat (1) PP 3/2003, dise-butkan bahwa: “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijadikan tersangka/terdakwa dapat diberhentikan sementara dari jabatan dinas Kepolisian Negara Republik In-donesia, sejak dilakukan proses penyidikan sampai adanya putu-san pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap”.

Aroma politik balas dendam politik juga terlihat pada alasan-alasan bagi Budi Gunawan dalam surat permohonan praeradilan. Yakni bahwa Budi Gunawan sebagai orang yang menghalangi Abraham Samad (komisioner KPK) untuk men-jadi calon wakil presiden pada pemilu 2014. Terlepas dari persoalan yang non hukum tersebut tidak menafikan penila-ian bahwa langkah yang diambil oelh Budi Gunawan dan Kuasa Hukumnya tepat secara prosedural, yakni mengajukannya ke Pengadilan Negeri.

Adapun kedudukan Pengadilan Negeri yang dimintakan mohon untuk memproses praperadilan penetapan status ter-sangka, tidak dapat menghindar untuk menolak satu kasus yang tidak atau belum diatur dalam peraturan perundangan. Hal ini berkesesuaian dengan aturan dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pada pasal 10 ayat (1) yang menyatakan bahwa “pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang dia-jukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Ditam-bah dengan ketentuan pada pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa “hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti,

Content Analysis Terhadap Putuzan PeradilanNomor: 04/Pid/Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

Page 138: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

138Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

Oleh karenanya tepat pula bila hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyelenggarakan sidang praperadilan pada kasus yang dimohonkan oleh Pemohon dan Kuasa Huku-mnya. Permasalahan belum ada hukum yang mengatur tentang perkara tersebut, berdasar pada amanat 2 (dua) pasal terse-but memberikan wewenang kepada hakim untuk menetapkan suatu hukum yang sebelumnya tidak ada, dapat dengan meng-gunakan metode penemuan hukum (rechtsvinding), penafsiran (interpretasi) atau dengan metode lain yang dapat dibenarkan melalui penalaran ilmu hukum atau bahkan out of contect dari ilmu hukum atau mengkombinasikan berbagai metode (mix methode) yang dapat dipertanggungjawabkan.

Untuk kasus permohonan praperadilan penetapan sese-orang sebagai tersangka yang nota bene tidak ada klausul jelas dalam KUHAP, hakim dengan menggunakan asas dalam ilmu hukum; legalitas dan kepastian hukum atau dengan dalil-dalil lain untuk menetapkan bahwa permohonan kasus tersebut tidak ada dasar hukumnya dan kasus dapat dilangsungkan dalam sidang peradilan biasa.

C. Content Analysis dari Perspektif Idealitas Putusan Hakim

Sebelum mengambil putusan perkara, hakim dituntut un-tuk mendalami apa makna dari kebebasan dan kemandirian serta dituntut untuk pula memprediksi akibat putusannya, sehingga diharapkan hakim akan benar menjatuhkan putusan dan seadil-adilnya. Putusan yang benar dan adil adalah putu-san yang mencerminkan tingkat kesadaran.

Page 139: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

139

Hakim yang berkualitas adalah hakim yang menguasai un-dang-undang secara baik dan benar, selanjutnya menggunakan undang-undang itu secara baik dan benar dalam kasus-kasus konkrit. Hakim juga harus mengetahui nilai-nilai (tingkat) ke-sadaran hukum masyarakat sehingga keputusan hakim selalu dilandasi pertimbangn-pertimbangan hukum yang lengkap dan sistematis sehingga orang yang mendengar atau membaca suatu putusan dapan mengetahui jalan pikiran hakim dalam pengambilan keputusan (Subiharta, 1999: 117).

Setelah membaca secara seksama putusan praperadilan O4/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. yang ditandatangani oleh Hakim Sarpin Rizaldi dan Panitera Pengganti Ayu Triana Listiati, yang pada intinya memenangkan permohonan praperadilan Budi Gunawan atas penetapan statusnya sebagai tersangka korup-tor oleh KPK. Kemenangan Budi Gunawan dalam praperadilan itu menjadikan ia terbebas dari penetapan tersangka koruptor oleh KPK.

Putusan tersebut serta merta menimbulkan kegaduhan dalam dunia hukum di Indonesia. Paling tidak terpolarisasi dalam dua kubu, kubu pertama mendukung putusan Hakim Sarpin, Sarpin dipandang menerapkan kebebasan dan ke-mandirian hakim dengan melakukan satu terobosan hukum dan kubu yang menganggap putusannya kontroversial. Untuk tidak terjebak pada kubu-kubuan tentang hal itu, peneliti men-coba menganalisis konten putusan tersebut dengan tolak ukur idealita putusan hakim yang dibahas pada bab sebelumnya dan asas-asas yang berlaku pada hukum pidana terutama asas le-galitas dan kepastian hukum serta logika hukum.

Sebelum melakukan itu, dalam putusan yang memenang-kan Budi Gunawan tersebut, Hakim Sarpin memberikan 5 (lima) pertimbangan sebagai berikut;

Content Analysis Terhadap Putuzan PeradilanNomor: 04/Pid/Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

Page 140: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

140Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

1. Penetapan tersangka merupakan obyek praperadilan

Hakim Sarpin dalam putusannya itu mengetahui bahwa wewenang praperadilan sebagaimana tertera dalam KUHAP Pasal 77 juncto 82 ayat (1) juncto 95 ayat (1) dan (2) KUHAP serta Pasal 1 angka 10 KUHAP tidak disebutkan penetapan ter-sangka termasuk dalam obyek praperadilan. Namun, Sarpin berpendapat, bukan berarti jika tidak disebutkan kemudian bukan wewenang praperadilan.

Argumentasi Sarpin terhadap pendapatnya bahwa peneta-pan tersangka menjadi obyek praperadilan adalah;

a. Mendasarkan pada pendapat ahli Bernard Arief Shi-darta yang menyatakan bahwa penetapan tersangka sebagai hasil dari penyidikan.

b. Penerapan tafsiran “barang” terhadap satu tidak pi-dana.

c. Penafsiran penghaluasan hukum (recht verfeining) dan penafsiran secara luas (extensive intepretatie) dalam hukum pidana materiil tindak pidana subversif pada masa lalu (lihat putusan pada hal 223-225).

2. Penetapan tersangka mengandung unsur pemaksaan

Hakim Sarpin berpandangan bahwa penetapan tersangka termasuk bagian dari bentuk pemaksaan yang dilakukan oleh penyidik.

“bahwa segala tindakan Penyidik dalam proses penyidi-kan dan segala tindakan Penuntut Umum dalam proses penuntutan adalah merupakan tindakan paksa, karena telah menempatkan atau menggunakan label “Pro Justi-cia” pada setiap tindakan” (hal 225 putusan).

Page 141: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

141

3. Komjen Pol. Budi Gunawan bukan penegak hukum dan pejabat negara pada saat melakukan tindak pidana yang disangkakan.

Sarpin menuturkan KPK menyasar Budi Gunawan saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier pada 2003-2006. Menurut Sarpin, jabatan ini hanya administrasi di bawah Dep-uti Sumber Daya Manusia dengan pangkat eselon II. Dengan posisinya yang seperti itu pada saat itu, dengan berbagai ar-gumennya ia menyimpulkan bahwa Budi Gunawan bukan pen-egak hukum dan bukan penyelenggara negara (hal 234-236).

4. KPK tidak bisa menyerahkan bukti penetapan ter-sangka Budi Gunawan.

Karena menurut Hakim Sarpin yang hadir dalam persi-dangan, KPK tidak dapat menghadirkan alat bukti yang men-unjukkan Budi Gunawan sebagai penegak hukum ataupun pe-nyelenggara negara (hal 237-238).

5. Tidak meresahkan masyarakat.

Sarpin menilai kasus yang disangkakan kepada Budi Gunawan tidak berdampak banyak kepada masyarakat. Sebab, status tersangka dikenakan saat Budi Gunawan menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier. Kasus menjadi perhatian publik baru ketika ia jadi calon tunggal Kapolri (hal. 238).

6. Tidak ada kerugian negara

Bahwa hakim Sarpin mendasarkan pada alasan-alasan sebelumnya, terutama terkait dengan hadiah atau pemberian janji tidak berkorelasi dengan hilangnya uang negara sehingga dinilai tidak ada kerugian negara (hal 238-239).

Content Analysis Terhadap Putuzan PeradilanNomor: 04/Pid/Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

Page 142: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

142Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Dari 6 (enam) argumentasi Hakim Sarpin yang men-dorongnya untuk menjatuhkan kemenangan bagi Pemohon. Bahwa argumentasi tersebut dapat dilihat bagaimana sesung-guhnya argumentasi itu dapat dieksaminasi;

Pertama, bahwa penerimaan penetapan tersangka sebagai obyek praperadilan dapat saja diterima sebagai satu terobosan hukum di bidang hukum acara. Tetapi setelah membaca keseluruhan argumnetasi Sarpin, ada hal yang menurut peneliti janggal;

a. Untuk argumentasi bahwa asas legalitas menurut Sarpin hanya berlaku dalam hukum pidana ma-teriil. Pada pada banyak tulisan baik dalam media elektronik (website atau blog) serta buku-buku bahwa dalam hukum acara pidana pun berlaku asas legalitas. Asas legalitas asas yang berlaku umum disemua sistem hukum.

b. Kejanggalan berikutnya adalah dalam metode pe-nafsiran; Sarpin menafsirkan penetapan tersang-ka sebagaimana penafsiran tentang barang/ben-da yang ada dalam tindak pidana. Ini tidak fair. Karena pada argumen sebelumnya ia menyatakan tafsirannya bahwa asas legalitas hanya berlaku pada pidana materiil. Disini terlihat ketidakkon-sistenan Sarpin dalam berargumentasi. Ditambah dengan metode penafsiran ekstensif pada kasus subversif yang pernah berlaku pada zaman orde baru. Pada hal bila melihat klausul pada pasal 77 KUHAP penyebutan tindakan paksa limitatif pada penangkapan, penahanan dan penggeledahan.

Page 143: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

143

Kedua, Pada kemantapan argumentasinya yang menyatakan bahwa dalam penetapan tersangka terdapat upaya paksa dan perampasan hak asasi manusia, pendasa-ran argumentasi Sarpin bukan pada klausul aturan tetapi pada landasan filosofis dan sisi unsur peram-pasan hak asasi manusia. Pandangannya tersebut disandarkan pula pada pendapat saksi ahli Bernard Arief Shidarta sebagaimana diungkap dimuka. Ke-mudian ada beberapa pandangan dari saksi ahli juga yang menyatakan bahwa penetapan tersangka pada saat pembuatan undang-undang berbeda konsek-uensinya bersamaan dengan perkembangan hukum yang ada, kaitannya dengan harkat dan martabat manusia serta ada beberapa peraturan perundangan yang walaupun untuk sementara merampas hak-hak orang yang ditetapkan sebagai tersangka.

Putusan Sarpin yang memasukan penetapan tersang-ka sebagai obyek praperadilan akhirnya mendapat kekuatan hukum setelah Mahkamah Konstitusi me-mutuskan bahwa penetapan tersangka juga sebagai obyek praperadilan yang dipandang didalamnya ada unsur pemaksaan dari penyidik dan perampasan hak asasi. Alasan-alasn dalam putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 yang dibacakan pada tanggal 28 April 2015 secara subtantif memiliki alasan yang sama seba-gaimana yang digunakan oleh Sarpin.

Ketiga, bahwa argumentasi Budi Gunawan bukan penegak hukum dan bukan pula penyelenggara negara adalah alasan yang dapat dikatakan tidak masuk akal, men-gada-ada. Pada argumentasi ini logika hukum Sarpin terlihat kacau.

Content Analysis Terhadap Putuzan PeradilanNomor: 04/Pid/Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

Page 144: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

144Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Telah menjadi pengetahuan umum bahwa lembaga kepolisian adalah penjaga keamanan da ketertiban. Jawahir Thontowi (2002: 256) mengatakan “jati diri polisi sebagai aparat keamanan dan bagian dari penegak hukum”. Polisi sebagai penegak hukum dan aparatur negara tidak terbagi-bagi dalam jabatan-jabatan eselonitas. Jabatan eselonisasi hanya sebagai struktur organisasi dan administrasi. Semua orang yang dalam melaksanakan tugasnya mendapatkan gaji negara dapat dikatakan sebagai penyelenggara negara, tidak terbagi-bagi dalam jabatan-jabatan ter-tentu.

Keempat, KPK dianggap tidak mampu menghadirkan alat buk-ti yang terkait perbuatan yang disangkan, berupa bukti transaksi keuangan, yakni seluruh Laporan Hasil Analisi (LHA) transaksi keuangan antara tahun 2003-2009. Disini yang terjadi adalah perbedaan pemahaman antara Termohon dengan Hakim ten-tang alat bukti. Padahal KPK telah menyerah 22 alat bukti yang dapat dijadikan alat bukti lain yang tidak sama dengan permintaan hakim. Ini menunjukkan bahwa hakim hanya memfokuskan satu alat bukti saja yang belum bisa dihadirkan KPK, sementara alat bukti lainnya tidak dipertimbangkan.

Kelima, Setiap perkara tindak pidana korupsi, pada saat di-lakukan tentu tidak akan timbul keresahan dalam masyarakat, karena sifatnya yang tersembunyi. Tidak mungkin korupsi dilakukan secara terang-terangan, sifat extra ordinary dari kejahatan ini berbeda den-gan kejahatan-kejahatan lainnya, white collar crime, tersembunyi, rapi, sistematis, non-violence. Disinilah

Page 145: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

145

terlihat bahwa hakim tidak memahami secara tepat sifat kejahatan korupsi.

Masalah keresahan muncul, hanya persoalan waktu saja yang kebetulan bersamaan dengan penetapan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri.

Keenam, dalam kejahatan korupsi berupa pemberian hadiah, janji, gratifikasi, dan suap pasti tidak akan ada un-sur kerugian negara. Tetapi perlu diingat bahwa tin-dak pidana korupsi yang tertuang dalam UU Tipikor tidak hanya mensyaratkan adanya kerugian (keuan-gan) negara, termasuk didalamnya penyalahgunaan wewenang, memperkaya diri sendiri atau orang lain. Pemberian hadiah, janji, gratifikasi, dan suap bisa memperkaya diri sendiri. Jadi argumentasi tidak ada kerugian negara pada perkara ini tidak ada rel-evansinya.

Bila dilihat dari idealita putusan hakim sebagiamana ter-cantum dalam pembahasan sebelumnya (bagian akhir bab se-belumnya), maka dapat dinilai bahwa putusan hakim praper-adilan (Sarpin) sebagai berikut;1. Bahwa putusan hakim harus memperhatikan kondisi so-

sial masyarakat kurang diperhatikan oleh Hakim Sarpin. Sebab selama ini korupsi adalah white collar crime yang memiliki dampak kehancuran luar biasa yang bagi pem-bangunan fisik maupun karakter bangsa. Ekspektasi masyarakat agar korupsi mendapatkan penindakan yang extra ordinary dengan hukuman ekstra pula menjadi ter-cederai.

Keputusan Sarpin menjadi pendorong kuat bagi para ter-sangka koruptor lainnya untuk melakukan perlawanan

Content Analysis Terhadap Putuzan PeradilanNomor: 04/Pid/Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

Page 146: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

146Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

kepada para penyidik. Imbas kedepannya akan membuat langkah-langkah penyidik dalam penanganan segala tin-dak pidana, khususnya korupsi akan terhambat dilangkah awal. Kemudian dapat pula merubah image korupsi, bukan lagi sebagai extra ordinary crime.

2. Putusan hakim perlu mempertimbangkan kepastian hu-kum. Dalam kasus ini, hakim Sarpin cukup berani untuk keluar dari apa yang dinamakan kepastian hukum. Kepas-tian hukum sangat identik dengan asas legalitas dimana suatu perbuatan hukum tidak akan dilakukan suatu pros-es penindakan hukum bila tidak ada aturan yang meng-hendakinya. Padahal dalam KUHAP pasal 77 jelas bahwa penetapan tersangka bukan obyek praperadilan. Disini Sarpin mencoba untuk lepas dari kungkungan positifisme hukum, yang menghendaki bahwa hukum harus berdasar pada undang-undang.

Sarpin menggunakan beberapa metode interpretatif dan menggunakan satu sumber hukum formil berupa doktrin sebagai landasan penguat argumentasi putusannya. Tapi sayangnya logika hukum yang dipakai tidak konsisten, ar-gumentasinya terlalu dangkal dan menyederhanakan per-soalan. Oleh karenanya setelah putusan itu jatuh, banyak ahli yang mencemooh apa yang jadi putusannya, mencuri-gai kemerdekaanya sebagai hakim, sampai pada rekomen-dasi untuk memeriksanya oleh otoritas Mahkamah Agung. Putusan Hakim Sarpin menjadi putusan satu-satunya yang kontroversial di tahun 2015 dan menjadi perbincangan ataupun kajian bagi para praktisi dan akademisi.

3. Putusan hakim harus fungsional. Pendekatan hukum yang fungsional pada putusan hakim akan dapat mengukur nor-ma hukum dengan mendasarkan pada efektivitasnya dan

Page 147: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

147

bagaimana bekerjanya hukum dalam masyarakat. Hakim yang berpikir fungsional dalam membuat putusan suatu kasus tidak akan semata-mata hanya mendasarkan pada suatu tatanan yang menghendaki status quo, keadilan, ke-bahagian dan kemanfaatan sosial masyarakat akan selalu dikedepankan.

Faktanya adalah bahwa pasca putusan Sarpin pada kasus ini menjadi kegaduhan di bidang hukum. Masyarakat tidak senang ada koruptor yang dapat lepas dari jeratan hukum (lembaga KPK). Kalaupun itu bukan masuk wewenang KPK seharusnya penyidikan awal KPK bisa digunakan oleh Kejaksaan untuk melanjutkannya, tapi sampai sekarang tidak ada kabar adanya proses lanjutan dari data (alat bukti) hasil penyidikan KPK. Image yang berkembang di masyarakat adalah tidak mungkin kasus Budi Gunawan akan ditindaklanjuti baik oleh Kepolisian maupun oleh Ke-jaksaan.

4. Putusan hakim sebagai tanggung jawab ilmiah. Putusan hakim adalah karya ilmiah hakim. Layaknya karya ilmiah yang dapat dikonsumsi oleh khalayak, maka dalam setiap membuat putusan, hakim harus benar-benar mengguna-kan prinsip-prinsip dasar karya ilmiah; sistematis, logis, dapat diukur dan diuji. Secara umum putusan Hakim Sarpin berkenaan dengan perkara ini sudah dapat dikatakan baik dalam menerapkan prinsip-prinsip karya ilmiah dalam bentuk putusan. Ada beberapa masalah dalam penggunaan logika dapat dijadikan bahan uji bagi putusannya. Tapi say-angnya, putusan hakim bukan karya ilmiah biasa. Putusan hakim adalah hukum yang harus dipatuhi oleh siapapun, apalagi sudah tertutup atau tidak ada lagi upaya hukum yang dapat ditempuh untuk melakukan koreksi ataupun

Content Analysis Terhadap Putuzan PeradilanNomor: 04/Pid/Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

Page 148: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

148Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

perlawanan dari putusan hakim tersebut. Ditambah sete-lah putusan Hakim Sarpin itu muncul putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan penetapan tersangka menjadi obyek praperadilan, dimana putusan MK adalah final and binding.

kkk

Page 149: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

149

DAFTAR PUSTAKA

A.A.G. Peters dan Koesriani Siswosoebroto, Hukum dan Perkem-bangan Sosial Buku Teks Sosiologi Hukum Buku II, Ja-karta,: Pustaka Sinar Harapan, 1990.

A.B. Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indone-sia, 2004.

Abdul Hakim Garuda Nusantara, “Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia”, Makalah dalam Training Hak Asasi Manusia Bagi Pengajar Hukum dan HAM, Makassar, 2010.

Adji Samekto, Justice Not For All; Kritik Terhadap Hukum Mod-ern dalam Perspektif Studi Hukum Kritis, Yogyakarta: Genta Press, 2008.

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana di Indonesia Cet. VI, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Artidjo Alkotsar, Identitas Hukum Nasional, Yogyakarta: UII Press, 1997.

Azhary, Negara Hukum Indonesia-Analisis Yuridis Normatif ten-tang Unsur-unsurnya, Jakarta: UI Press, 1995.

Bagir Manan, Menjadi Hakim Yang Baik, Jakarta: Pusdiklat Teknis Peradilan Balitbang Diklat Kumdil MA-RI, 2008.

Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana Tentang Sis-tem Peradilan Pidana Terpadu, Semarang: BP. Undip Semarang, 2007.

Daftar Pustaka

Page 150: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

150Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Bismar Siregar, Keadilan Hukum dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional, Jakarta: Cv Rajawali, 1986.

Busyro Muqoddas dkk, 1992, Politik Pembangunan Hukum Na-sional, Yogyakarta: UII Press.

Farkhani, Pengantar Ilmu Hukum cet. III, STAIN Salatiga Press, Salatiga, 2014.

Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan, Kebijakan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Jakar-ta: Erlangga, 2010.

Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Nor-matif terj. Raisul Muttaqien, Bandung: Nusa Media, 2008.

Hasby Asy-Syiddiqie, Falsafah Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bin-tang, 1993.

I Gede Yuliarta, “Lembaga Praperadilan dalam Perspektif Kini dan Masa Mendatang dalam Hubungannya dengan Hak Asasi Manusia, Tesis, Semarang: Pascasarjana UN-DIP, 2009.

Imam al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam terj. AH. Al Kattani dan K. Nurdin, Jakarta: Gema Insani Press, 2000:

Jawahir Thontowi, Islam, Politik dan Hukum; Esai-Esai Ilmiah Untuk Pembaharuan, Yogyakarta: Madyan Press, 2002.

J.H. Rapar, Filsafat Politik Plato Aristoteles Augustinus Machi-avelli, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Junaidi, “Positivisasi Hukum Islam dalam Perspektif Pemban-gunan Hukum Nasional Indonesia di Era Reformasi”, Tesis, Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2009.

Page 151: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

151

Knut D. Asplund, Suparman Marzuki, Eko Riyadi (Ed.), Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008.

Majda El-Mahtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indone-sia, Jakarta: Kencana, 2009.

Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Admin-istrasi Pengadilan, Buku II edisi revisi, Jakarta: Reed-box Publisher diterjemahkan oleh Muhammad Iqbal S.Hi., MA, 2010.

Mardani, “Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Na-sional”, dalam Jurnal Hukum No. 2 Vol. 16 April 2009.

MPR RI, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Re-publik Indonesia Tahun 1945 (sesuai dengan urutan Bab, Pasal dan Ayat), Jakarta: Sekertaris Jenderal MPR RI, 2010.

Muladi, Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Bandung: Refika Aditama, 2005.

Romi Libriyanto, Trias Politika dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Malang: Pukap Indonesia, 2008.

Salman Luthan dkk, Praperadilan di Indonesia; Teori, Sejarah dan Praktiknya, Jakarta: ICJR, 2014.

Satjipto Raharjo, Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Kompas, 2007.

_____________, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya, Yogyakarta: Genta Publishing, 2009.

Siti Fatimah, Praktik Judicial Review di Indonesia (Sebuah Pen-gantar), Yogyakarta: Pilar Media, 2005.

Daftar Pustaka

Page 152: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

152Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Soleman B. Taneko, Hukum Adat Suatu Pengantar Awal dan Prediksi Masa Mendatang, Bandung: Ersco, 1987.

Sumali, Reduski Kekuasaan Eksekutif di Bidang Peraturan Peng-ganti Undang-Undang (Perppu), Malang: UMM Press, 2002.

Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi tentang Pribadi dan Masyarakat, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982.

Subiharta, “Kebebasan Hakim dalam Mengambil Keputusan Perkara Pidana di Lingkungan Peradilan Umum”, tesis, Semarang: Universitas Dipenogoro, 1999.

Totok Jumatoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushhul Fikih, TK: Amzah, 2005.

Widayati, Rekonstruksi Kedudukan Ketetapan MPR dalam Sis-tem Ketatanegaraan Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing, 2015.

W.J.S. Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2006.

Yahya Harahap, 2001 : 6

Zaqiu Rahman, “Kewenangan Praperadilan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi”, artikel dalam Jurnal Online Re-chtsvinding diunduh tanggal 23 Oktober 2015.

Zudan Arif Fakrulloh, “Hakim Sosiolog, Hakim Masa Depan”, dalam http://www.indomedia.com/bernas, diakses pada 10 Nopember 2015.

Page 153: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

153

Bahan Internet

www.tikusmerah.com

Riza Thalib dalam http://www.dilmilti-jakarta.go.id.

D. Adriyanto dalam http://greatandre.blogspot.com

http//hukumonline.com

http://nahakunaon.blogspot.com

Putusan Mahkamah Agung.go.id

https://kgsc.wordpress.com/

http://kpk.go.id/id/nukpk/id/berita/berita-kpk-kegiatan/290

Daftar Pustaka

Page 154: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

154Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

BIODATA PENULIS

Farkhani, S.HI., S.H., M.H, lahir di Indramayu, 24 Mei 1976. Pendidikan dasar dan menengahnya diselesaikan di kota kela-hirannya (SD, SMP, SMU Muhammadiyah), pernah nyantri di Pondok Pesantren Islam al-Mukmin Ngruki Sukoharjo. Pen-didikan tingginya di tempuh di kota Surakarta pada Univer-sita Muhammadiyah Surkarta Fakultas Agama Islam Jurusan Syari’ah dan Fakultas Hukum (2003), pada waktu yang sama nyantri di Pondok Hajjah Nuriyah Shabran-UMS (2002). Gelar S2 diraih pada universitas yang sama di bidang ilmu hukum (2009), kini sedang menyelesaikan S3 di universitas yang sama. Aktivitas yang dijalani sekarang sebagai dosen Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga dan Anggota Majlis Hukum dan HAM PW Muhammadiyah Jawa Tengah. Beberapa karya yang pernah diterbitkan adalah; Essensi Ajaran Islam 2 (kontributor): LPID-UMS, Surakarta, 2007, Catatan Pinggir Seorang Guru (editor), STAIN Salatiga Press:, 2007, Pengantar Manajemen Pendidikan (editor), Fairuz Media, Sukoharjo, 2009, Pengantar Ilmu Hu-kum , STAIN Salatiga Press, 2010, Madrasah dan Pelestarian Lingkungan Sumbangan Konseptual dan Strategi Aksi (kon-tributor), STAIN Salatiga Press, 2011, Hukum Pemerintahan Daerah Eksperimentasi Demokratisasi Pasca Refromasi, STAIN Salatiga Press, 2011, Hukum Perjanjian (editor) STAIN Salatiga Press, 2012, Konsep Jihad dan Mujahid Damai (editor, Diktis Kemenag RI, 2012), Studi Keislaman di Pergruan Tinggi, STAIN Salatiga Press, 2013, Pengantar Hukum Adat (Editor), Pustaka Iltizam, 2016 dan Hukum Waris Adat (Editor), Pustaka Iltizam, 2016. Beberapa tulisannya juga telah dimuat di jurnal Ijtihad,

Page 155: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

155

Attarbiyah, dan Inferensi (IAIN Salatiga), Ishraqi (FAI-UMS) dan Profetika (Pasca Sarjana-UMS).

Evi Aryani, S.H., M.H, lahir di Surakarta, 17 Nopember 1971. Pendidikan dasar, menengah dan tingginya diselesaikan di kota kelahirannya. Gelar Sarjana Hukum diperoleh dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 1996 dan gelar Magister Hukum diperoleh pada almamater yang sama pada tahun 2006 dengan konsenterasi hukum bisnis. Sejak tahun 2000 bekerja sebagai dosen tetap Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pernah menjabat sebagai Direk-tur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Islam dan seka-rang sebagai Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga. Pernah melakukan beberapa penelitian yang dibiayai oleh lembaga sendiri dan nasional. Buku yang pernah diterbitkannya Hukum Perjanjian Implementasinya dalam Kontrak Karya, STAIN Salatiga Press, 2012.

Biodata Penulis

Page 156: HUKUM DAN WAJAH HAKIM DALAM DINAMIKA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4397/1/Hukum dan...sampaikan bahwa buku ini adalah penggabungan sedemikian rupa ditambah dengan polesan

156Hukum dan Wajah Hakim

Dalam Dinamika Hukum Acara Peradilan

Catatan: ............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................... ............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ ............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ ............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ ............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ ............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ ............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ ............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ ............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ .................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ..........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................