hukum dan ham

19
TUGAS MATA KULIAH HUKUM DAN HAM RINGKASAN DAN TANGGAPAN HAK ASASI MANUSIA DALAM TRANSISI POLITIK GERSOM REFANDY KADANG

Upload: gersom-refandy-kadang

Post on 04-Oct-2015

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Buku Satya Arinanto

TRANSCRIPT

TUGAS MATA KULIAH HUKUM DAN HAM

RINGKASAN DAN TANGGAPAN

HAK ASASI MANUSIA DALAM TRANSISI POLITIK

GERSOM REFANDY KADANGNPM: 120626424

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA2015BAB II: Hak Asasi Manusia Dalam Transisi Politik

RINGKASANA. Hak Asasi Manusia

1. Pemilihan Istilah Human Rights dalam Universal Declaration of Human Rights

Istilah hak asasi manusia (HAM) merupakan istilah yang menggantikan istilah natural rights (hak-hak alam). Di dalam natural rights tersebut terdapat adanya frasa the rights of Man yang dianggap tidak mencakup hak-hak wanita. Istilah HAM kemudian dikemukakan oleh Eleanor Roosevekt dalam rancangan Universal Declaration of Human Rights.2. Asal-Usul Historis Konsepsi HAM

Hal ini dapat ditelusuri hingga ke masa Yunani dan Romawi, dimana HAM memiliki jaitan erat dengan suatu pendapat bahwa kekuatan kerja yang universal mencakup semua ciptaan dan tingkah laku manusia, oleh karenanya harus dinilai berdasarkan kepada dan sejalan dengan hukum alam. Hukum Romawi memungkinan adanya eksistensi alam. Berdasarkan ius gentium (hukum bangsa-bangsa atau hukum internasional), beberapa hak yang bersifat universal berkembang melebihi hak-hak warga negara, misalnya doktrin hukum menyatakan bahwa alamlah, bukan negara, yang menjamin semua manusia baik ia merupakan warga negara atau bukan.3. Kaitan dengan Teori tentang Negara dan HukumJJ von Schmid berpendapat bahwa pemikiran tentang negara dan hukum tidak mendahului pembentukan dan pertumbuhan peradaban-peradaban, tetapi merupakan gejala sosial yang menampakkan diri setelah berabad-abad. Contoh nyatanya, warga negara diizinkan mengularkan pendapat tentang negara dan hukum secara kritis.Hal ini dimulai pada bangsa Yunani yang memiliki kesadaran nasional untuk menjadikan bangsa Yunan sebagai kesatuan akibat peperangan dan perpecahan yang terjadi. Dalam masa Yunani, terdapat tiga karya Plato yang berhubungan dengan masalah kenegaraan. Antara lain Politea (The Republic), Politicos (The Statesman), dan Nomoi (The Law).4. Doktrin Hukum Alam dan Pemikiran Liberal Mengenai Hak Asasi ManusiaPada masa-masa ini doktrin-doktrin hukum alam diajarkan menekankan pada faktor kewajiban sebagaimana dipisahkan dari faktor hak. Doktrin-doktrin ini mengakui legitimasi perbudakan yang meniadakan ide-ide utama dari HAM, yaitu tentang kebebasan dan kesamaan. Ide-ide yang sebelumnya dipahami sebagai natural rights mengalami perubahan sejalan dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam keyakinan dan praktek dalam masyarakat. Terkait dengan tujuan negara agar menjadi baik, Plato berpendapat perlunya memasukan eksistensi hukum untuk mengatur kehidupan warga negara dan penyelenggaraan pemerintah yang baik ialah yang diatur oleh hukum5. Pengaruh Pemikiran Thomas Aquinas dan Beberapa Pemikiran Lain

Pemikiran Thomas Aquinas, dan beberapa dokumen HAM yang ada, memberikan kesaksian tentang meningkatknya pandangan masyarakat bahwa manusia diberkati dengan hak-hak yang kekal dan tidak dapat dicabut oleh siapapun, yang tidak terlepaskan ketika manusia terkontrak untuk memasuki masyarakat dari suatu negara yang primitive dan tidak pernah dikurangi oleh tuntutan yang berkaitan dengan hak-hak ketuhanan dari raja. Hal ini merujuk pada metode spekulasi filosfis yang berlaku dalam aliran-aliran Barat pada masa itu, suatu metode yang berlaku dalam logika Aristoteles dan yang memanfaatkan dialektika dalam penyelidikan penyelidiknya.

6. Pengaruh Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Keberhasilan IntelektualIlmu pengetahuan dan keberhasilan intelektual pada abad ke-17, secara keseluruhan mendukung sutau hukum alam dan tatanan yang universal. John Locke menguraikan pendapat bahwa hak-hak tertentu, yang harus diteggakan, dengan jelas mengenai individu-individu sebagai manusia, karena mereka eksis dalam keadaan alami sebelum manusia memasuki masyarakat, yang mengemuka diantara hak-hak tersebut ialah hak hidup, hak kemerdekaan (bebas dari kesewenangan-wenangan), dan hak milik.

7. Pengaruh Pemikiran John Locke dalam Beberapa Dokumen HAM

Pemikiran John Locke berpengaruh terhadap pembentukan dokumen HAM, salah satunya Bill of Rights. Hal ini kemudian menjadi dasar pemikiran bagi timbulnya gelombang agitasi evolusioner yang mempengaruhi Barat. Thomas Jefferson Marquis mengadopsi pemikiran dari John Locke terkait hak-hak manusia sejak dilahirkan yang memiliki kebebasan dan kesamaan dalam hak-haknya tersebut, termasuk kebebasan mengemukakan pendapat, kebebasan berserikat,kebebasan beragama, dan kebebasan dari penahanan dan pengurungan yang sewenang-wenang.

8. Ide-Ide HAM dan Absolutisme PolitikIde-ide HAM digunakan untuk tujuan melawan adanya absolutisme politik yang terjadi. Absolutisme politik ini terjadi karena adanya kegagalan para penguasa untuk menghormati prinsip-prinsip kebebasan dan persamaan yang merupakan prinsip dasar setiap manusia.

9. Generasi-Generasi HAMTradisi-tradisi HAM merupakan salah satu produk dari masanya, hal ini mereflesikan proses kelanjutan sejarah dan perubahan-perubahan yang membantu untuk memberikan substansi dan bentuk. Karel Vasak membagi 3 generasi HAM, antara lain:

a. Generasi Pertama, ialah yang tergolong dalam hak-hak sipil dan politik. Hak ini lebih menghargai ketiadaan intervensi pemerintah dalam pencarian martabat manusia. Yang termasuk ke dalam hak ini dirumuskan pada Pasal 2-21 UDHR.

b. Generasi Kedua, ialah yang tergolong dalam hak-hak ekonomi, sosial, budaya, yang berakar secara utama pada tradisi sosialis. Yang termasuk dalam hak ini dirumuskan pada Pasal 22-27 UDHR.c. Generasi Ketiga, ialah yang mencakup hak-hak solidaritas yang merupakan rekonseptualisasi dari kedua generasi HAM. Hak ini termasuk ke dalam pasal Pasal 28 UDHR yang mencakup 6 hak sekaligus, yaitu the right to political, the right to economic and social development, the right to practicipate in and benefit from the common heritage of mankind, the right to peace, the right to a healthy and balanced environment, the right to humanitarian disaster relief.10. Universal Declaration of Human ResponsibilityAtau Deklarasi Universal tentang Tanggung Jawab Manusia dibentuk untuk melengkapi Universal Declaration of Human Rights, dimana hak diimbangi oleh tanggungjawab dan kewajiban. Konsep kewajiban manusia ini berfungsi sebagai penyeimbang antara konsep-konsep mengenai kebebasan dan tanggung jawab, yang bergantung satu sama lainnya.

11. Cairo Declaration of Human Rights in IslamTergolong ke dalam salah satu instrument HAM di tingkat Regional. Deklarasi ini ditetapkan dalam forum The Nineteenth Islamic Conference of Foreign Minister yang diselenggarakan di Kairo, dengan menentapkan hal sebagai berikut:

1. Keenly aware of the place of mankind in Islam as vicegerent of Allah on Earth.2. Recognizing the important of issuing a document on human rights in Islam that will serve as a guide for member states in all aspect of life.

3. Having examined that the stages through which the preparation of this draft document has, so far, passed and the relevant report of the secretary general.

4. Having examined the Report of the Meeting of the Commitee of Legal Experts held in Tehran from 26 to 28 December 1989.

12. Universalisme vs Relativisme BudayaTeori HAM cenderung untuk berlaku diantara dua spektrum yaitu, pertama yang berdasarkan pada teori hukum alam pada salah satu ujung salah satu spectrum, dan kedua yang berlandaskan pada teori relativisme budaya.

Menurut kalangan relativis budaya, tidak ada suatu HAM yang bersifat universal dan teori hukum alam mengabaikan dasar masyarakat dari identitas individu sebagai manusia, karena manusia selalu menjadi produk dari beberapa lingkungan sosial dan budaya yang senantiasa berubah. Oelh karena itu HAM berlaku bagi semua orang pada segala waktu dan tempat akan dapat dibenarkan jika manusia mengalami keadaan desosialisasi dan dekulturisasi.Menurut Jack Donelly, kelompok relativis budaya terbagi menjadi tiga, yaitu (1) Radical cultural relativism yang menyatakan bahwa culture is the sole sourcce of the validity of a moral right or rule yang dihadapkan pada radical universalism yang menyatakan culture is irrelevant to the validity of moral rights and rules, which are universally valid; (2) Strong cultural relativism, yang menyatakan bahwa culture is the principal source of the validity of a moral right or rule; (3) Weak cultural relativism yang menyatakan bahwa culture may be an important source of the validity of a moral right or rule.

Dengan demikian, relativisme budaya ini merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah. Hal terpenting yang harus diupayakan dalam hal ini adalah bagaimana untuk merekonsiliasikan perbedaan-perbedaan antara universalisme dan relativisme budaya.

PEMBAHASANDalam Buku yang berjudul Hak Asasi Manusia Dalam Transisi Politik tersebut telah dijelaskan mengenai perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM) dari masa pembentukan dan terciptanya HAM sampai dengan transisi politik atau gejolak-gejolak yang terjadi pada masa perkembangannya. HAM sudah ditemukan sejak jaman Yunani dan Romawi yang muncul dari pengaruh pemikiran-pemikiran filsuf pada masa itu. Konsepsi HAM pada masa itu sangat dipengaruhi adanya konsepsi yang melekat erat pada masa itu yaitu mengenai hukum alam.

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan nilai standar minimal yang harus dipenuhi oleh manusia dalam menunjang kehidupan dan perkembangan hidupnya. Dimana Instrumen HAM International maupun nasional yang merupakan standar yang dimiliki secara universal. HAM tidak lagi dipandang sekedar sebagai wujud paham kebebasan dan penghormatan hak-hak individu. Hak asasi manusia lebih dipahami secara humanistik sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat martabat kemanusiaan.

Semua orang memiliki hak untuk menjalankan kehidupan dan apa yang dikendakinya selama tidak melanggar norma dan tata nilai dalam masyarakat. Hak asasi ini sangat wajib untuk dihormati, dijunjung tinggi serta dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah. Setiap orang sebagai harkat dan martabat manusia yang sama antara satu orang dengan lainnya yang benar-benar wajib untuk dilindungi dan tidak ada pembeda hak antara orang satu dengan yang lainnya. HAM secara universal merupakan hak dasar yang dimiliki oleh seseorang sejak lahir sampai ia meninggal dunia sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

HAM dianggap bermuara dari hak-hak alam (natural rights) yang mencakup hak dasar manusia yang melekat secara alamiah pada saat manusia itu hidup tanpa memperhatikan hak-hak yang harus diperolehnya secara perjuangan dalam mempertahankan kehidupannya. Pada natural rights ini dikenal dengan istilah The Right Of Man, yang kemudian menimbulkan suatu pemahaman bahwa hak asasi hanya berlaku kepada kaum pria dan tidak kepada kaum wanita.

Gagasan mengenai hukum alam tersebut dikemukakan oleh Thomas Aquinas yang menyatakan asal muasal hukum pada dasarnya bersumber dari 2 tempat yaitu wahyu dan akal budi manusia. Hukum yang berasal dari wahyu ilahi disebut dengan ius divinum positivum, sementara yang berasal dari akal budi manusia terdiri dari beberapa macam, yang diantaranya adalah ius naturale (hukum alam), ius gentium (hukum bangsa-bangsa atau hukum internasional), dan ius positivism humanum (hukum positif manusiawi).

Universal Declaration of Human Rights merupakan sebuah tonggak sejarah berdirinya HAM yang baru. HAM juga diyakini sebagai produk yang terlahir dari masa ke masa, yang kemudian terbagi menjadi 3 generasi. Pengelompokkan generasi HAM tersebut dilakukan supaya memudahkan dalam membagi perkembangan HAM dalam perkembangan hak-hak dasar apa saja yang dilindungi terkait dengan adanya transisi politik dunia yang sedang terjadi pada masa itu.

Pada masa tersebut, terjadi pertentangan antara universalisme dan kaum relativis budaya. Pertentangan tersebut muncul diakibatkan karena adanya Cairo Declaration of Human Rights in Islam. Universalisme yang dimaksudkan adanya mengenai adanya penyatuan faham mengenai HAM melalui Universal Declaration of Human Right sehingga pengaturan HAM menurut budaya Barat hanya boleh diatur dalam Universal Declaration of Human Right. Sedangkan menurut pengamat Islam, dengan munculnya Cairo Declaration of Human Rights in Islam sama sekali tidak menentang tiang-tiang dasar yang terdapat dalam Universal Declaration of Human Rights. HAM dalam perspektif Islam menunjukkan adanya pemikiran baruyang bersifat alternative tentang HAM. Pemikiran ini tidak memandang lagi dimonopoli oleh pemahaman yang seragam dan kaku di seluruh dunia, sebagaimana yang diharapkan oleh Universal Declaration of Human Rights, tetapi lebih dijiwai oleh semangat baru yang khas dan membumi dalam penerapannya. Alternatif baru itu datang dari Islam. Dalam pandangan Islam, HAM adalah sesuatu yang dibangun dan dipercaya oleh umatnya.

Kelompok relativisme hak asasi manusia cenderung menerima dan bahkan menganjurkan realitas sosial di suatu masyarakat untuk menerapkan hak asasi manusia. Selain itu, perspektif ini juga menerima produk perundang-undangan di suatu negara untuk menerapkan hak asasi manusia karena hukum nasional selalu berkaitan dengan nilai-nilai yang berkembang di masyarakatnya. Sedangkan penganut universalisme cenderung menerapkan teori positivisme dimana sebuah hukum diperlukan untuk mengatur kehidupan sosial masyarakat. Paham ini berusaha menihilkan realitas sosial didalam masyarakat karena tujuan hukum memang diperlukan untuk memperbaiki kondisi sosial masyarakat tersebut. Perspektif ini tentu memerlukan sebuah infrastruktur hukum yang sangat kuat dan saling terkait.

Terkait dengan HAM yang menyangkut tentang hak-hak setiap masyarakatnya, terdapat suatu hukum yang mengatur ada kekuasaan yang otoriter berkuasa dan mengontrol penuh masyarakatnya, sehingga masyarakat pada negara tersebut menginginkan suatu perubahan ke arah yang lebih baik. Otoriter dan totaliter adalah suatu ideologi negara yang kekuasaan tertingginya dipegang oleh militer sehingga menimbulkan pemerintahan diktator. Perubahan situasi politik ke arah otoriter biasanya dilakukan dengan cara pemberontakan oleh pihak militer. Namun, hal tersebut tidak terlepas dari kekuasaan orang sipil yang menggerakkan atau bisa disebut sebagai otak dari pergerakan itu.

Rezim Otoriter dan Perubahannya ini mengindikasikan bahwa ada suatu hukum yang mengatur dimana jika ada kekuasaan yang otoriter berkuasa maka masyarakat pada negara tersebut menginginkan suatu perubahan ke arah yang lebih baik. Pada masa perubahan dari rezim otoriter ke rezim demokrasi disebut transisi politik. Negara-negara yang tadinya otoriter, kemudian berubah menjadi demokrasi dikarenakan oleh kejenuhan masyarakatnya yang tertindas akibat adanya pemerintahan dictator tersebut.

Seluruh permasalahan yang ditimbulkan dalam hal ini adalah tidak terlepas dari kaitannya dengan HAM. Penyelesaian permasalahan ini didasari atas hukum yang berlaku pada zaman rezim itu berkuasa dan hukum yang baru dibuat pada masa transisi tersebut berlangsung.

Pada masa transisi politik ini, muncul suatu konsep penengah yang lain dari aturan hukum transisional adalah hukum internasional. Hukum internasional menempatkan institusi-institusi dan proses-proses yang melampaui hukum dan politik domestik. Dalam periode perubahan politik, hukum internasionallah yang menawarkan suatu konstruksi alternatif dari hukum yang ada, walaupun terdapat suatu perubahan politik yang substansial, tetap berlangsung kekal. Hukum Internasional juga berperan untuk mengurangi dilema dari aturan hukum yang dilontarkan oleh keadilan pengganti dalam waktu transisi dan untuk menjustifikasi legalitas berkaitan dengan perdebatan mengenai prinsip retroaktif.

Terjadinya perubahan sifat dari totaliter ke demokrasi bagaimanapun juga meninggalkan pengalaman yang hampir sama yaitu pelanggaran-pelanggaran HAM yang ditinggalkan oleh rezim otoriter yang telah diganti. Namun, demikian rezim-rezim otoritarian yang ada disuatu negara tidak dapat disamakan dengan rezim otoritarian dinegara lainnya, begitu pula pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi sepeninggal rezim-rezim otoritarian tersebut.

Tetapi secara umum, dapat dikatakan bahwa jelas tidak ada negara yang di wilayahnya tidak pernah terjadi pelanggaran HAM. Hanya saja, pelanggaran tersebut tidak dapat disamakan dengan negara lainnya. Namun, hal positif dari adanya pelanggaran HAM tersebut adalah memicu adanya upaya untuk menyadarkan masyarakat dan melakukan koreksi atas terjadinya pelanggaran HAM tersebut.

Transisi politik HAM yang berkembang kepada kasus-kasus terkait dengan pelanggaran HAM. Kasus pembunuhan Steven Biko merupakan sebuah contoh dalam titik transisi politik HAM yang terjadi. Adanya perbedaan pandangan HAM dilihat dari pandangan inward looking dan outward looking ini juga menjadi sebuah sorotan karena adanya permohonan amnesti dari pelaku pembunuhan Biko. Outward looking adalah semua ketentuan dan badan internasional bersifat mengikat (binding) dan harus dilaksanakan sedangkan inward looking adalah keputusan-keputusan internasional memang perlu dihormati dan dilaksanakan, sebab konsep kedaulatan negara.

Selain pembunuhan Steven Biko, terdapat banyak kasus lain yang terjadi diberbagai negara. Munculnya berbagai macam rezim di negara-negara tersebut menimbulkan sebuah dampak yang cukup besar. Di negara Amerika Latini, dengan munculnya rezim-rezim politik tersebut secara langsung pasti akan muncul bentuk protes dari masyarakat. Protes dan gejolak masyarakat tersebut kemudian menjadi hal yang digunakan sebagai titik perkembangan HAM. Sedangkan masa transisi potilik di negara-negara non-Amerika Latin ini, seperti di Chile, Yunani, dan Spanyol. perubahaan sudah dimulai sejak masa pemerintahan bangsa Yunani dan Romawi. Transisi politik di negara Yunani dan Romawi itulah yang kemudian memunculkan pemikiran-pemikiran para filsuf yang kemudian berkembang sehingga dapat memunculkan konsep HAM.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perkembangan HAM dari masa ke masa, yang telah ditemukan sejak jaman Yunani dan Romawi ini, sangat dipengaruhi dengan adanya transisi politik yang terjadi di dalam suatu pemerintahan bangsa tertentu. Dimana dari adanya transisi politik tersebut memunculkan adanya pemikiran-pemikiran untuk dapat memperjuangkan setiap HAM dan melindungi HAM untuk setiap individu atau masyarakat di dalam suatu Negara.

Pranoto Iskandar. Hukum HAM Internasional: Sebuah Pengantar Kontekstual. Jakarta: The Institute for Migrant Rights (IMR) Press. Hlm.84

Sudjana. Hak Asasi Manusia, (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2003),hlm.ix-x

Satya Arinanto.Hak Azasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia.Cet. 3. Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2008

Ibid., hlm.146

Ibid., hlm.211

Saafroedin Bahar. Hak Asasi Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996. hlm.50