hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan …

16
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENERAPAN MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN KANKER OLEH PERAWAT DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS Desti Ermawati Putri 1 , Lestari Sukmarini 2 1. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia 2. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Nyeri kanker merupakan gejala utama yang paling sering dikeluhkan oleh pasien kanker yang sedang menjalani hospitalisasi, sehingga memerlukan manajemen nyeri yang dilakukan secara tepat oleh tenaga kesehatan terutama perawat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker oleh perawat di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan melibatkan 76 perawat yang ditentukan dengan menggunakan teknik total sampling. Hasil penelitian menunjukkan 48.68% perawat sudah memiliki tingkat pengetahuan dan sikap yang baik serta 60.5% perawat sudah menerapkan dengan baik manajemen nyeri pada pasien kanker di rumah sakit tersebut. Namun, dari hasil uji Chi Square didapatkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat dengan penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker (p= 0.85, α= 0.05). Penelitian ini memberikan implikasi sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya, terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan sikap perawat terkait manajemen nyeri kanker. Kata kunci: Manajemen nyeri kanker, penerapan, pengetahuan, perawat, Rumah Sakit Kanker Dharmais, sikap The Relationship between Knowledge and Attitudes with the Implementation of Cancer Pain Management among Nurses in Dharmais Cancer Hospital Abstract Cancer pain is the most articulated grievances by undergoing hospitalization cancer patients, so they require pain management by health workers properly, especially nurses. This research aims to identify the relationship between knowledge and attitudes with the implementation of cancer pain management among nurses in Dharmais Cancer Hospital. This research used cross sectional design by involving 76 nurses who had been chosen by total technical sampling. The result showed that 48.68% of nurse had good level of knowledge and attitude, and 60.5% of nurses implemented cancer pain management well. However, the Chi Square test result revealed that there was no relation between level of knowledge and attitude with the implementation of cancer pain management (p= 0.85, a= 0.05). This research showed implication as starting data for the next research, especially which related to the influencing factors of knowledge and attitude of nurse towards cancer pain management. Keywords: Cancer pain management, implementation, knowledge, nurse, Dharmais Cancer Hospital, attitude Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN …

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENERAPAN MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN KANKER OLEH PERAWAT DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS

Desti Ermawati Putri1, Lestari Sukmarini2

1. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia 2. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Nyeri kanker merupakan gejala utama yang paling sering dikeluhkan oleh pasien kanker yang sedang menjalani hospitalisasi, sehingga memerlukan manajemen nyeri yang dilakukan secara tepat oleh tenaga kesehatan terutama perawat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker oleh perawat di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan melibatkan 76 perawat yang ditentukan dengan menggunakan teknik total sampling. Hasil penelitian menunjukkan 48.68% perawat sudah memiliki tingkat pengetahuan dan sikap yang baik serta 60.5% perawat sudah menerapkan dengan baik manajemen nyeri pada pasien kanker di rumah sakit tersebut. Namun, dari hasil uji Chi Square didapatkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat dengan penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker (p= 0.85, α= 0.05). Penelitian ini memberikan implikasi sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya, terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan sikap perawat terkait manajemen nyeri kanker. Kata kunci: Manajemen nyeri kanker, penerapan, pengetahuan, perawat, Rumah Sakit Kanker Dharmais, sikap

The Relationship between Knowledge and Attitudes with the Implementation of Cancer Pain Management among Nurses in Dharmais Cancer Hospital

Abstract

Cancer pain is the most articulated grievances by undergoing hospitalization cancer patients, so they require pain management by health workers properly, especially nurses. This research aims to identify the relationship between knowledge and attitudes with the implementation of cancer pain management among nurses in Dharmais Cancer Hospital. This research used cross sectional design by involving 76 nurses who had been chosen by total technical sampling. The result showed that 48.68% of nurse had good level of knowledge and attitude, and 60.5% of nurses implemented cancer pain management well. However, the Chi Square test result revealed that there was no relation between level of knowledge and attitude with the implementation of cancer pain management (p= 0.85, a= 0.05). This research showed implication as starting data for the next research, especially which related to the influencing factors of knowledge and attitude of nurse towards cancer pain management. Keywords: Cancer pain management, implementation, knowledge, nurse, Dharmais Cancer Hospital, attitude

Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.

Page 2: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN …

Pendahuluan Nyeri kanker merupakan gejala utama yang paling sering dikeluhkan oleh pasien kanker yang

sedang menjalani hospitalisasi dan persentasenya dilaporkan mencapai 90% (Bishop, 2005).

Pasien kanker yang mengalami gejala nyeri sering dihadapkan pada permasalahan tidak tepatnya

manajemen nyeri yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Penanganan nyeri yang dilakukan secara

tidak tepat dapat menyebabkan pasien merasakan nyeri yang berlangsung secara terus menerus.

Hal tersebut dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup pasien (Zimmerman et al., 1996;

Miaskowski dan Lee, 1999 dalam Panteli & Patistea, 2007). Selain berdampak pada penurunan

kualitas hidup pasien, nyeri yang berlangsung secara terus menerus juga dapat menyebabkan

komplikasi yang dapat memperburuk kondisi penyakit bahkan kematian dan menambah biaya

perawatan (Furrow, 2002 dalam Bishop, 2005).

Manajemen nyeri kanker didefinisikan sebagai tindakan pengelolaan yang dilakukan secara

menyeluruh untuk mengatasi nyeri kanker, bersifat kompleks, membutuhkan pengkajian secara

terus menerus serta kewaspadaan dari tenaga kesehatan (Meguire & Sheidler, 1997 dalam

Bishop, 2005). Kurangnya pengetahuan dan sikap yang tidak tepat terhadap manajemen nyeri

kanker telah diakui sebagai hambatan utama dalam penerapan manajemen nyeri oleh petugas

kesehatan di USA (U.S. Department of Health and Human Service, 1994 dalam Lai et al., 2003).

Penelitian terhadap pengetahuan dan sikap perawat onkologi terhadap manajemen nyeri kanker

telah dilakukan di beberapa negara. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bernardi et

al. (2007) menunjukkan bahwa masih tidak adekuatnya pengetahuan perawat onkologi di Italia

mengenai manajemen nyeri kanker. Penelitian dengan topik yang sama juga dilakukan oleh

Yildirim, Cicek, dan Uyar (2008) yang menunjukkan hasil bahwa perawat yang bekerja di unit

onkologi dan hematologi di Turki masih belum memiliki sikap dan pengetahuan yang adekuat

terhadap manajemen nyeri kanker.

Perawat sebagai bagian dalam tim pelayanan kesehatan memiliki peranan penting dalam

memberikan perawatan secara holistik termasuk dalam penerapan manajemen nyeri. Perawat

mempunyai waktu lebih banyak dalam merawat pasien dengan keluhan nyeri kanker

dibandingkan tenaga kesehatan lainnya. Perawat juga melakukan berbagai intervensi terkait

pengkajian nyeri dan upaya penghilangan nyeri pasien (Ger et al., 2004). Selain itu, menurut

Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.

Page 3: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN …

Yates et al. (2002) sebanyak 34,5% pasien kanker lebih memilih untuk melaporkan rasa nyerinya

kepada perawat dibanding ke tenaga kesehatan lainnya. Dengan demikian, perawat lebih

memiliki kesempatan untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas penerapan manajemen

nyeri kanker.

Efektivitas manajemen nyeri merupakan salah satu indikator dalam mengukur keberhasilan

proses perawatan di sebuah rumah sakit. Peningkatan efektivitas manajemen nyeri khususnya

nyeri kanker merupakan hal yang sangat krusial dilakukan oleh perawat sebagai bagian dalam

upaya peningkatan mutu asuhan keperawatan yang diberikan. Adapun faktor yang mempengaruhi

efektivitas manajemen nyeri pada pasien kanker adalah tingkat pengetahuan dan sikap perawat

terhadap manajemen nyeri kanker yang disertai dengan penerapannya.

Manajemen nyeri yang dilakukan secara tepat dapat meningkatkan standar kualitas rumah sakit

serta pasien dapat memperoleh pelayanan yang maksimal untuk mengatasi rasa nyerinya. Untuk

itu, evaluasi terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan penerapan manajemen nyeri pada pasien

kanker oleh perawat dapat menjadi acuan bagi institusi rumah sakit untuk terus meningkatkan

kualitas pelayanan keperawatannya. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan penerapan manajemen nyeri pada

pasien kanker oleh perawat khususnya yang bekerja di Rumah Sakit Kanker Dharmais.

Tinjauan Teoritis Menurut International Association for the Study of Pain (IASP) tahun 1994, nyeri dapat

digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang

berkaitan dengan kerusakan jaringan baik bersifat aktual maupun potensial atau dijelaskan

berdasarkan kerusakan tersebut (Price & Wilson, 2006). Nyeri kanker memiliki beberapa

karakteristik yang membedakannya dengan nyeri kronis nonkanker, antara lain intensitas bersifat

tidak tetap, durasinya dapat bertahan lama hingga lebih dari tiga bulan, lokasi dan kualitasnya

sering berubah-ubah sejalan dengan proses penyakit dan pengobatannya (Strong & Bennett,

2002). Pasien kanker akan mengalami nyeri nosiseptif (nyeri akut) atau nyeri neuropatik (nyeri

kronis) maupun keduanya. Kedua jenis nyeri ini diaktivasi oleh mekanisme yang berbeda

sehingga dapat terjadi secara bersamaan walaupun pada lokasi yang berbeda.

Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.

Page 4: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN …

Tujuan dari manajemen nyeri kanker lebih difokuskan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien

yaitu dengan menurunkan intensitas nyeri dan gejala lainnya secara tepat (Gallagher, 2002). Hal

ini dapat dicapai melalui pengkajian nyeri, pemberian intervensi farmakologi dan intervensi

nonfarmakologi yang dilakukan oleh perawat. Salah satu prinsip paling dasar dalam melakukan

pengkajian nyeri adalah perawat perlu menyadari bahwa nyeri bersifat subjektif, sehingga hanya

pasien yang dapat merasakan nyeri tersebut. Oleh sebab itu, laporan nyeri pasien (self report of

pain) merupakan indikator tunggal yang paling reliabel dalam mengkaji intensitas nyeri pasien

(Otto, 2001). Secara garis besar pengkajian perawat terhadap nyeri dikategorikan menjadi dua

yaitu pengkajian secara kualitatif dan pengkajian secara kuantitatif. Pengkajian secara kualitatif

yaitu dengan melakukan observasi perilaku, penampilan, serta deskripsi pasien terhadap sensasi

dan pengaruh nyeri secara individu. Sedangkan pengkajian secara kuantitatif meliputi deskripsi

pasien akan intensitas nyeri dan permintaan analgesik tambahan. Dalton dan McNaull

merekomendasikan penggunaan skala universal (misalnya 0-10) agar pasien tidak kebingungan

ketika ditanya mengenai intensitas nyeri oleh perawat yang berbeda (Otto, 2001).

Terkait dengan intervensi farmakologi, WHO telah mengembangkan pendekatan tiga langkah

“analgesic ladder” dalam pemilihan obat untuk mengobati nyeri kanker. Selain itu, WHO juga

telah merumuskan beberapa prinsip dalam penanggulangan nyeri kanker, yaitu obat-obat oral

harus diberikan secara oral sebisa mungkin, analgesik diberikan secara teratur, efek samping

harus diantisipasi dan diterapi secara agresif, serta pengobatan dengan plasebo bukanlah terapi

yang dianjurkan (Lukman & Harjanto, 2007). Adapun terkait intervensi nonfarmakologi,

intervensi ini hampir selalu efektif untuk dilakukan ketika level nyeri masih rendah, namun dapat

juga dijadikan sebagai penunjang proses medikasi ketika nyeri memasuki level sedang. Tindakan

ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu noninvasive mechanical intervention atau metode fisik,

teknik invasif, dan behavioral intervention atau metode kognitif. Metode fisik terdiri dari

berbagai metode, diantaranya terapi dingin atau panas, Transcutaneus Electrical Nerve

Stimulation (TENS), dan massage. Teknik invasif terdiri dari akupuntur/akupresure dan nerve

blocks. Sedangkan metode kognitif terdiri dari relaksasi, distraksi, imagery, musik, humor, doa,

terapi bermain, hipnosis, dan biofeedback.

Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.

Page 5: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN …

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif korelatif dengan desain cross sectional.

Sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik total sampling, dengan jumlah sampel

76 perawat klinik kanker yang bekerja di ruang rawat inap, ruang rawat intensif, serta poliklinik

paliatif Rumah Sakit Kanker Dharmais yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai

subjek penelitian.

Etika penelitian merupakan prosedur penelitian dengan tanggung jawab professional, legal, dan

sosial bagi subjek penelitian (Polit & Hungler, 2006). Secara umum prinsip etik yang menjadi

dasar dalam proses pengumpulan data pada penelitian ini, yaitu informed consent yang di

dalamnya sudah mencakup self determination (penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan

khususnya terkait tujuan dan kegiatan penelitian), privacy (penjelasan terkait dengan hak

responden untuk tidak memberikan informasi), dan fair treatment (perlakuan yang sama dalam

hal seleksi responden, pengisian kuesioner sampai dengan proses pengambilan data selesai

dilakukan). Selain itu, prinsip etik yang digunakan dalam penelitian ini adalah anonymity

(kerahasiaan identitas responden),   beneficence (memperhatikan manfaat dan kerugian yang

ditimbulkan), dan confidentiality (menjamin kerahasiaan informasi).

Prosedur pengumpulan data menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai

karakteristik responden, tingkat pengetahuan dan sikap perawat, serta penerapan manajemen

nyeri pada pasien kanker. Pertanyaan mengenai karakteristik responden terdiri dari usia, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja sebagai perawat, masa kerja sebagai perawat

klinik kanker di RSKD, dan pengalaman mengikuti pelatihan manajemen nyeri/perawatan

paliatif. Sedangkan tingkat pengetahuan dan sikap perawat diukur dengan menggunakan

modifikasi dari Nurses’ Knowledge and Attitudes Survey Regarding Pain (NKASRP) yang

dikembangkan oleh Betty Ferrell dan Margo McCaffery. Konten yang terdapat dalam NKASRP

dikembangkan berdasarkan standar manajemen nyeri dari American Pain Society (APS), World

Health Organization (WHO) dan Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR). Selain

itu, NKASRP memiliki angka konsistensi internal dalam versi Bahasa Inggris sebesar 0,7 dan uji

reliabilitasnya 0,8 (Ferrell, McGuire, & Donovan, 1993 dalam Yildirim, Cicek, & Uyar, 2008).

Skor tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap manajemen nyeri kanker diperoleh dengan

Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.

Page 6: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN …

menjumlahkan semua nilai dari jawaban benar (skor penilaian antara 0-39). Jumlah ini kemudian

dikalkulasikan dalam bentuk persentase dengan cara membagi jumlah jawaban benar dengan

jumlah soal (39), dilanjutkan dengan mengalikan hasilnya dengan 100%. Selanjutnya, didapatkan

nilai mean (48.04%) yang digunakan untuk mengkategorikan tingkat pengetahuan dan sikap

menjadi kategori baik (skor ≥ 48.04) atau tidak baik (skor < 48.04).

Adapun penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker diketahui melalui modifikasi pertanyaan

yang bersumber pada Pain Assessment and Management Clinical Practice Guideline Table dari

Oncology Nursing Society tahun 2008. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menggunakan skala likert

yaitu selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah sebagai pilihan jawaban. Untuk pertanyaan

positif, selalu bernilai 4, sering bernilai 3, kadang-kadang bernilai 2, dan tidak pernah bernilai 1.

Adapun untuk pertanyaan negatif diberikan penilaian yang sebaliknya. Skor penerapan diperoleh

dengan menjumlahkan seluruh nilai dari setiap soal. Selanjutnya, mean dari skor yang diperoleh

yaitu 51.99, digunakan untuk mengkategorikan penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker

menjadi kategori baik (skor ≥ 51.99) atau tidak baik (skor < 51.99).

Data diolah dengan menggunakan program komputer dan melalui empat tahap, yaitu editing,

coding, processing, dan cleaning. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat serta analisis

bivariat dengan uji Chi-Square (data kategorik dihubungkan dengan data kategorik) untuk

memperoleh hubungan tingkat pengetahuan dan sikap perawat dengan penerapan manajemen

nyeri pada pasien kanker.

Hasil Penelitian Penyajian hasil penelitian ini menampilkan distribusi karakterisitik responden, variabel penelitian

baik independen maupun dependen, dan menyajikan hubungan antara tingkat pengetahuan dan

sikap perawat dengan penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker. Tabel 1 menunjukkan

distribusi karakteristik responden, tabel 2 menunjukkan distribusi responden berdasarkan tingkat

pengetahuan dan sikap terhadap manajemen nyeri kanker, tabel 3 menunjukkan distribusi

responden berdasarkan penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker, dan tabel 4

menunjukkan hasil analisis hubungan antara kedua variabel tersebut.

Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.

Page 7: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN …

Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Tingkat Pendidikan Pengalaman kerja sebagai Perawat, Masa Kerja sebagai Perawat Klinik Kanker, dan Pengalaman Mengikuti Pelatihan

Manajemen Nyeri atau Perawatan Paliatif di RSKD, Bulan April - Mei, 2013 (n=76)

Karakteristik Responden Frekuensi (n=76)

Persentase (100%)

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan

7

69

9.2

90.8 Usia ≥ 41 tahun < 41 tahun

11 65

14.5 85.5

Tingkat pendidikan DIII Keperawatan S-1 Keperawatan & Ners

59 17

77.6 22.4

Pengalaman kerja sebagai perawat (tahun) 5 6-10 11-20 >21

6

26 39 5

7.9

34.2 51.3 6.6

Masa kerja sebagai perawat klinik kanker di RSKD (tahun) 5 6-10 11-20

>21

7

35 33 1

9.2

46.1 43.4 1.3

Pengalaman mengikuti pelatihan manajemen nyeri / perawatan paliatif

Tidak pernah Pernah 1 kali Pernah 2-3 kali Pernah > 4 kali

44 22 9 1

57.9 28.9 11.8 1.3

Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Perawat terhadap Manajemen Nyeri Kanker di RSKD Bulan April - Mei, 2013 (n=76)

Tingkat pengetahuan dan

sikap perawat Frekuensi

(n=76) Persentase

(100%) Baik 37 48.68 Tidak baik 39 51.32

Tabel 3. Distribusi Responden berdasarkan Penerapan Manajemen Nyeri pada Pasien Kanker di RSKD Bulan April - Mei, 2013 (n=76)

Penerapan manajemen

nyeri kanker Frekuensi

(n=76) Persentase

(100%) Baik 46 60.5 Tidak baik 30 39.5

Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.

Page 8: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN …

Tabel 4. Hasil Analisis Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Perawat dengan Penerapan Manajemen Nyeri pada Pasien Kanker di RSKD

Bulan April - Mei, 2013 (n=76)

Tingkat Pengetahuan dan

Sikap Perawat

Penerapan Manajemen Nyeri pada Pasien Kanker Total Odds Ratio

(OR) (95% CI)

P value Baik Tidak Baik

n % n % n % Baik 22 59.5 15 40.5 37 100 1.09 0.85 Tidak Baik 24 61.5 15 38.5 39 100 0.44-2.74

Jumlah 46 60.5 30 39.5 76 100

Dari hasil analisis pada tabel 4, terdapat 22 perawat (59.5%) yang sudah memiliki pengetahuan

dan sikap yang baik serta telah menerapkan dengan baik manajemen nyeri pada pasien kanker.

Sedangkan pada kategori perawat dengan pengetahuan dan sikap yang tidak baik, terdapat 24

orang yang telah menerapkan dengan baik manajemen nyeri pada pasien kanker. Dari hasil uji

Chi-Square diperoleh p value = 0.85 sehingga p value > α (0.05). Kesimpulan hasil analisis

tersebut adalah tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat dengan

penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker.

Pembahasan

Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dan sikap perawat

klinik kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais terhadap manajemen nyeri kanker yang telah

direkomendasikan oleh WHO masih jauh dari optimal. Hal tersebut dibuktikan dengan 51.32%

perawat memiliki tingkat pengetahuan dan sikap yang tidak baik terhadap manajemen nyeri

kanker.   Ferrell and McCaffery sebagai pengembang Nurses' Knowledge and Attitude Survey

(NKAS), telah melakukan survei di lima negara di empat benua terkait tingkat pengetahuan

perawat terhadap manajemen nyeri kanker. Penelitian tersebut dilakukan tahun 1992-1993 dan

hasil penelitiannya dipublikasikan pada tahun 1995. Negara-negara tersebut antara lain Australia,

Jepang, Kanada, Spanyol, dan USA. Perbandingan rata-rata skor yang didapatkan oleh para perawat di setiap negara tersebut dengan

rata-rata skor perawat di RSKD menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dan sikap perawat di

RSKD masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tersebut, kecuali dengan

Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.

Page 9: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN …

negara Turki. Adanya perbedaan tersebut, mungkin disebabkan perawat di negara seperti Kanada,

USA, Australia, Italia, Jepang, Taiwan, dan Spanyol sudah lebih lama mengenal dan

mempraktikan perawatan paliatif dimana manajemen nyeri termasuk didalamnya, sehingga

cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi mengenai manajemen nyeri kanker

dibandingkan dengan perawat di Indonesia dan Turki.

Selain itu, faktor lain yang menjadi penyebab mengapa tingkat pengetahuan perawat di Indonesia

terhadap manajemen nyeri kanker masih lebih rendah adalah masih minimnya hasil penelitian

terkait manajemen nyeri kanker di Indonesia. Di benua Eropa penanganan nyeri khususnya nyeri

pada pasien kanker sudah menjadi fokus perhatian para ahli untuk diteliti. Hal ini dilandasi oleh

pemahaman mereka tentang besarnya dampak nyeri bagi pasien kanker. Oleh sebab itu, para ahli

disana terus berusaha meneliti hal-hal yang dapat menjadi penghambat tidak adekuatnya

manajemen nyeri yang diterima oleh pasien kanker. Salah satunya berkaitan dengan kemampuan

yang dimiliki oleh tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat. Manfaat dari adanya hasil

penelitian terhadap manajemen nyeri kanker adalah dapat menjadi bahan evaluasi sekaligus

masukan bagi pihak-pihak terkait untuk memperbaiki sekaligus meningkatkan kualitas

manajemen nyeri pada pasien kanker.

Analisis lebih lanjut terhadap masih belum optimalnya tingkat pengetahuan dan sikap perawat

terhadap manajemen nyeri kanker, antara lain masih kurang tepatnya pembagian area peminatan

keahlian perawat yang bekerja di RSKD. Pemilihan terhadap salah satu area peminatan tentunya

akan mempengaruhi keahlian yang dimiliki oleh setiap perawat dalam bekerja merawat pasien

kanker. Namun, dengan termasuknya paliatif sebagai bagian dari area peminatan keahlian dapat

menyebabkan tidak semua perawat klinik kanker di RSKD memiliki pengetahuan dan

keterampilan di bidang paliatif. Padahal keahlian di bidang paliatif seharusnya dimiliki oleh

semua perawat yang bekerja di rumah sakit ini. Hal ini disebabkan Rumah Sakit Kanker

Dharmais merupakan rumah sakit khusus kanker nasional, sehingga perawatan paliatif menjadi

perawatan utama yang dibutuhkan oleh pasien kanker. Dengan tidak meratanya keahlian dibidang

perawatan paliatif, tentunya juga akan berdampak terhadap pengetahuan dan sikap yang dimiliki

oleh para perawat tersebut dalam hal manajemen nyeri kanker.

Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.

Page 10: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN …

Faktor selanjutnya yang berpengaruh terhadap masih belum optimalnya tingkat pengetahuan dan

sikap perawat terhadap manajemen nyeri kanker di RSKD adalah pengaruh tenaga kesehatan

lainnya misalnya dokter. Melalui kegiatan diskusi akan sangat dimungkinkan terjadi transfer of

knowledge antara dokter dan perawat. Oleh sebab itu, belum optimalnya tingkat pengetahuan

perawat mengenai manajemen nyeri mungkin disebabkan kurang optimalnya transfer of

knowledge diantara dokter dan perawat. Dengan demikian, pengetahuan dokter terhadap nyeri

mungkin menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan perawat.

Hasil penelitian terkait pengetahuan dan sikap perawat terhadap pengkajian nyeri dalam

manajemen nyeri kanker menunjukkan bahwa perawat belum memiliki pengetahuan yang baik

serta sikap yang tepat dalam menangani pasien dengan keluhan nyeri. Menurut McCaffery dan

Ferrel (1997), komponen utama dari efektivitas manajemen nyeri adalah ketika seorang perawat

dapat memiliki pengetahuan yang adekuat mengenai nyeri serta memiliki sikap yang tepat ketika

mengkaji pasien. Laporan nyeri pasien (self report of pain) merupakan indikator tunggal yang

paling reliabel dalam mengkaji intensitas nyeri pasien. Adapun tingkah laku dan tanda-tanda vital

tidak boleh digunakan sebagai pengganti laporan nyeri pasien.

Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa perawat tidak selalu menerima laporan nyeri

yang dikeluhkan oleh pasien (Bowman,1994 dalam Horbury, Henderson, & Bromley, 2005).

Hasil pengkajian perawat berkaitan dengan intensitas nyeri pasien sering kali lebih rendah

dibandingkan dengan keluhan nyeri yang dilaporkan oleh pasien (Drayer, Henderson, &

Reidenberg, 1999 dalam Horbury et al., 2005). McCaffery dan Ferrel (1995) mengungkapkan

bahwa tanda-tanda secara nonverbal (ekspresi) jelas mempengaruhi penilaian perawat terhadap

intensitas nyeri pasien (Horbury et al., 2005). Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi perawat dalam menerima dan mencatat laporan nyeri pasien adalah tingkah

laku pasien (pasien menunjukkan ekspresi meringis/grimace dan lemah), mengalami peningkatan

tanda-tanda vital, usia (lansia), dan gaya hidup (pasien memiliki gaya hidup tradisional)

(Mcaffery & Ferrell, 1997).

Selain itu, hasil penelitian ini menunjukkan masih kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh

perawat dalam bidang farmakologi, khususnya berhubungan dengan medikasi, teknik

penanggulangan nyeri kanker menurut WHO atau disebut juga "WHO Pain Ladder", efek

Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.

Page 11: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN …

samping penggunaan opioid, dan aplikasi intervensi farmakologi dalam skenario klinik.

Penyebab tidak adekuatnya pengetahuan dan sikap perawat klinik kanker berhubungan dengan

medikasi dan penyetaraan dosis analgesik dimungkinkan terjadi akibat perawat kurang

mengembangkan critical thinking dalam bekerja merawat pasien. Mcaffery dan Ferrell (1995)

mengungkapkan bahwa keputusan perawat dalam mengatur dosis obat nyeri pasien sangat

dipengaruhi oleh asumsi perawat ketika melakukan pengkajian nyeri pasien.

Padahal menurut Mcaffery dan Ferrell (1997), ketika pilihan dosis opioid sebelumnya sudah

dianggap aman, namun tidak efektif bagi upaya pengobatan nyeri pasien, maka dosisnya perlu

ditingkatkan 25%-50%. Namun diberbagai kondisi pasien, sekitar 50% atau lebih perawat tidak

menaikkan dosis opioid ketika dosis sebelumnya sudah dianggap aman walaupun tidak efektif

dalam menghilangkan nyeri pasien. Hal tersebut mengakibatkan pasien akan mendapatkan

analgesik dengan jumlah yang tidak mencukupi untuk menghilangkan rasa nyerinya. Selain itu,

ketakutan perawat akan terjadinya adiksi sebagai efek samping dari peningkatan dosis opioid

dapat menjadi alasan mengapa perawat tidak meningkatkan dosis opioid. Padahal dalam dunia

medis peningkatan dosis opioid untuk mengobati nyeri, tidak menunjukkan kontribusi terhadap

peningkatan risiko adiksi (Joranson et al., 2002 dalam Broekmans, 2004).

McCaffery et al. (1990) menyatakan bahwa hasil penelitian telah menunjukkan bahwa pada

pasien kanker kemungkinan terjadinya adiksi sebagai efek samping dari opioid kurang dari 1%

(Yildirim et al., 2008). Ketakutan terhadap terjadinya adiksi seringkali terjadi pada petugas

kesehatan, pasien, dan keluarga. Hal ini disebabkan ketidaktahuan akan perbedaan makna adiksi,

ketergantungan dan toleransi. Efektivitas manajemen nyeri kanker dapat terlaksana dengan baik

apabila petugas kesehatan, pasien, dan keluarga mampu menghilangkan ketakutan mereka yang

bersifat irasional terhadap efek samping dari pengobatan dengan analgesik opioid. Adapun terkait

dengan pengetahuan dan sikap perawat klinik kanker terhadap peran intervensi non farmakologi

dalam manajemen nyeri kanker, hasilnya masih belum optimal dimana perawat masih belum

mengetahui jika intervensi nonfarmakologi dapat menjadi pendukung intervensi farmakologi.

Padahal penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya melaporkan bahwa hampir 90% pasien

yang menggunakan intervensi non farmakologi sebagai pendukung medikasi analgesik

Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.

Page 12: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN …

menunjukkan perkembangan yang positif. (Fernandez & Turk, 1989; Montgomery, Duhamel, &

Redd, 2000 dalam Kwekkeboom et al., 2008).

Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan manajemen nyeri pada pasien

kanker yang dilakukan oleh perawat di RSKD sudah baik. Dalam bidang manajemen prosedur

invasif, manajemen efek samping opioid, serta pendokumentasian asuhan keperawatan, perawat

di RSKD sudah menerapkannya dengan baik. Namun, penerapan dalam bidang pengkajian nyeri,

intervensi farmakologi dan nonfarmakologi, peningkatan kualitas manajemen nyeri kanker, serta

pendidikan kesehatan menunjukkan masih belum baik.

Terdapat beberapa faktor yang mendukung sudah baiknya penerapan manajemen nyeri pada

pasien kanker yang dilakukan oleh perawat. Pengalaman klinik berhubungan dengan manajemen

nyeri kanker akan lebih banyak didapatkan ketika berpraktik di rumah sakit khusus kanker seperti

Rumah Sakit Kanker Dharmais. Dengan didukung semakin lama masa kerja perawat di rumah

sakit tersebut, tentunya akan semakin menambah kesempatan bagi perawat untuk memiliki

keterpaparan dengan masalah klinik yang berhubungan dengan nyeri kanker. Dengan demikian,

semakin lama dan banyaknya pengalaman klinik yang dimiliki oleh perawat akan muncul

pembiasaan dan peningkatan ketrampilan klinik yang berhubungan dengan manajemen nyeri

kanker.

Faktor lain yang dapat mendukung hal ini adalah, sebagai rumah sakit rujukan nasional, tentunya

RSKD memiliki standar mutu pelayanan yang tinggi. Salah satunya adalah terkait dengan upaya

untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas kepada pasien kanker. Oleh sebab itu,

perawat perlu memiliki pengetahuan dan ketrampilan klinik yang baik agar dapat memberikan

asuhan keperawatan yang berkualitas. Selain itu, adanya evaluasi kinerja dan pemberian motivasi

dari kepala ruangan yang dilakukan secara rutin dapat memacu semangat perawat pelaksana

dalam upaya meningkatkan ketrampilan kliniknya khususnya yang berkaitan dengan manajemen

nyeri kanker. Hal tersebut akan berdampak positif terhadap semakin baiknya penerapan

manajemen nyeri kanker yang dilakukan oleh perawat.

Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.

Page 13: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN …

Terdapat beberapa faktor yang mendukung perawat untuk tetap dapat menerapkan manajemen

nyeri pada pasien kanker dengan baik meskipun tidak memiliki pengetahuan dan sikap yang baik.

Perawat berusaha untuk dapat mengikuti budaya kerja yang berlaku di rumah sakit yaitu

memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas kepada pasien. Oleh sebab itu, mereka

cenderung akan berusaha mencontoh cara rekannya yang sudah memiliki tingkat pengetahuan

dan sikap yang baik dalam melaksanakan manajemen nyeri pada pasien kanker. Fenomena

seperti ini juga terjadi di Sri Lanka, dimana perawat junior akan berusaha meniru perawat senior

dan belajar dari cara mereka dalam melakukan manajemen nyeri kanker. Cara seperti ini tidak

dapat mendukung perawat untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih, serta mereka cenderung

akan melakukan praktik keperawatan sesuai dengan pola kebiasaan yang dicontohkan oleh senior

mereka tanpa mengembangkan kemampuan berpikir kritis (De Silva, 2008).

Selain itu, pengalaman klinik yang berhubungan dengan manajemen nyeri kanker akan lebih

banyak didapatkan ketika berpraktik di rumah sakit khusus kanker seperti Rumah Sakit Kanker

Dharmais. Dengan didukung semakin lama masa kerja perawat di rumah sakit tersebut, tentunya

akan semakin menambah kesempatan bagi perawat untuk memiliki keterpaparan dengan masalah

klinik yang berhubungan dengan nyeri kanker. Dengan demikian, semakin lama dan banyaknya

pengalaman klinik yang dimiliki oleh perawat akan muncul pembiasaan dan peningkatan

ketrampilan klinik yang berhubungan dengan manajemen nyeri kanker.

Namun, hal tersebut tidak diikuti dengan peningkatan motivasi untuk meningkatkan pengetahuan

dibidang manajemen nyeri. Menurut Bernardi et al. (2007), kurang tepatnya perawat dalam

melakukan evaluasi diri terhadap pengetahuan mereka dalam bidang manajemen nyeri, ternyata

berdampak pada kurangnya motivasi atau usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan mengubah

keyakinan mereka yang tidak tepat. Oleh sebab itu, perawat tidak berusaha mengembangkan

kemampuan berpikir kritisnya ketika memberikan asuhan keperawatan terkait dengan manajemen

nyeri.

Hal ini diperburuk dengan masih minimnya peluang perawat untuk mengikuti kegiatan pelatihan

manajemen nyeri/perawatan paliatif di RSKD. Ini dibuktikan dengan masih banyaknya perawat

yang belum pernah mengikuti pelatihan walaupun sudah memiliki masa kerja yang cukup lama di

Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.

Page 14: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN …

RSKD. Padahal dengan seringnya mengikuti pelatihan perawat dapat meningkatkan pengetahuan

dan ketrampilan klinik terkait manajemen nyeri kanker.

Selain itu, Informasi mengenai manajemen nyeri selalu bertambah dan berubah di setiap waktu,

sehingga perawat perlu terus memperbarui dan meningkatkan pengetahuannya mengenai

manajemen nyeri. Namun, kurangnya motivasi telah menyebabkan perawat tidak berusaha

memperbarui dan meningkatkan pengetahuan mereka mengenai manajemen nyeri. Padahal

informasi tersebut dapat diperoleh melalui berbagai sumber seperti literatur, jurnal terbaru,

diskusi dengan tenaga kesehatan lainnya seperti dokter dan apoteker, ataupun diskusi dengan

rekan sesama perawat dan kepala tim/ruangan.

Kesimpulan Sebagian besar perawat berjenis kelamin perempuan, berusia < 41 tahun, dan memiliki tingkat

pendidikan DIII Keperawatan. Lebih banyak perawat yang memiliki pengalaman kerja sebagai

perawat selama 11-20 tahun dan memiliki masa kerja sebagai perawat klinik kanker di RSKD

selama 6-10 tahun. Selain itu, lebih banyak responden yang tidak pernah mengikuti pelatihan

manajemen nyeri/perawatan paliatif. Tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap

manajemen nyeri kanker tidak baik, namun penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker

sudah baik. Selain itu, tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat dengan

penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker.

Saran Sebaiknya dilakukan pembahasan ulang terhadap kebijakan masuknya paliatif sebagai area

peminatan/kekhususan keahlian bagi perawat di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Hal ini

disebabkan nyeri merupakan keluhan utama pasien kanker sehingga kemampuan/keahlian dalam

bidang paliatif seharusnya menjadi keahlian utama yang dimiliki oleh semua perawat klinik

kanker. Untuk mendukung upaya peningkatan kualitas SDM staf perawat perlu adanya evaluasi

terhadap kemampuan critical thinking atau pemikiran klinis perawat dalam membuat keputusan

klinik sebagai upaya untuk mendukung peningkatan kualitas manajemen nyeri di RSKD. Selain

itu, sebaiknya dilakukan kegiatan penyegaran untuk perawat sebagai upaya menguatkan atau

Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.

Page 15: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN …

meningkatkan kemampuan kognitif perawat. Peningkatan motivasi untuk meningkatkan

pengetahuan dalam bidang manajemen nyeri kanker melalui berbagai literatur, baik buku teks

keperawatan maupun jurnal terbaru terkait manajemen nyeri atau dengan mengikuti kegiatan

ilmiah terkait manajemen nyeri kanker perlu untuk dilakukan. Selanjutnya, perlunya optimalisasi

transfer of knowledge yang didukung dengan pengembangan kemampuan critical thinking atau

pemikiran klinis perawat melalui kegiatan diskusi baik dengan dokter, kepala tim, ataupun

dengan rekan sesama perawat. Penelitian terkait tingkat kepuasan pasien terhadap manajemen

nyeri yang dilakukan oleh perawat serta hambatan dalam manajemen nyeri kanker baik yang

berasal dari tenaga kesehatan maupun pasien, dapat menjadi topik penelitian selanjutnya.

Daftar Referensi Bernardi, M., Catania, G., Lambert, A., Tridello, G & Luzzani, M. (2007). Knowledge and

attitudes about cancer pain management: A national survey of Italian oncology nurses. European Journal of Oncology Nursing, 11, 272-279.

Bishop, D. L. (2005). Nursing knowledge and attitudes regarding the pain management of cancer patients. USA: The Florida State University.

Broekmans, S., Vanderschueren, S., Morliona, B., Kumara, A., Eversa, G. (2004). Nurses’ attitudes toward pain treatment withopioids: a survey in a Belgian university hospital. International Journal of Nursing Studies, 41, 183-189.

De Silva, B. S. S. (2008). An ethnography study of nurses’ cancer pain management in Sri Lanka. Australia: Faculty of Health Sciences Australian Catholic University.

Gallagher, R. (2002). Cancer pain. In Jovey, R. D. (Ed.). Managing pain: The canadian healthcare professional’s reference (pp. 129-135). Canada: Healthcare & Financial Publishing, Rogers Media.

Ger, L. P. et al. (2004). Effect of continuing education program on nurses’ practices of cancer pain assessment and their acceptance of patients’ pain reports. Journal of Pain and Symptom Management, 27, 61-71.

Horbury, C., Henderson, A., Bromley, B. (2005). Influences of patient behavior on clinical nurses’ pain assessment: Implications for continuing education. The Journal Continuing Education in Nursing, 36, 18-24.

Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.

Page 16: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN …

Kwekkeboom, K. L., Bumpus, M., Wanta, B., & Serlin, R. C. (2008). Oncology nurses’ use of nondrug pain interventions in practice. Journal of Pain and Symptom Management, 35, 83-94.

Lai, Y. H. et al. (2003). Are nurse prepared to manage cancer pain? a national survey of nurses’ knowledge about pain control in Taiwan. Journal of Pain and Symptom Management, 26, 1016-1025.

Lukman, G. & Harjanto, E. (2007). Tata laksana farmakologis nyeri kanker. .Indonesian Journal of Cancer, 3, 121-123.

McCaffery, M. & Ferrell, B. R. (1995). Nurses’ knowledge about cancer pain: A survey of five countries. Journal of Pain and Symptom Management, 10, 356-369.

-------------------. (1997). Nurses’ knowledge of pain assessment and management: How much progress have we made?. Journal of Pain and Symptom Management, 14, 175-188.

Otto, S. E. (2001). Oncology nursing (4th Ed.). St Louis: Mosby.

Panteli, V., & Patistea, E. (2007). Assessing patients’ satisfaction and intensity of pain as outcomes in the management of cancer-related pain. European Journal of Oncology Nursing, 11, 424-433.

Polit, D.F & Hungler, B. P. (2006). Essential of nursing research: Methods appraisal and utilization sixth edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

Price, S.A. & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (Edisi 6). (Brahm U. Pendit, et al., Penerjemah). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Strong, J., & Bennett, S. (2002). Cancer pain. In Strong, J. et al (Ed.). Pain: A textbook for therapists (pp. 411-423). London: Harcourt Publishers Limited.

Yates, P. M. et al. (2002). Barriers to effective cancer pain management: A survey of hospitalized cancer patients in Australia. Journal of Pain and Symptom Management, 23, 393-405.

Yildirim, Y. K., Cicek, F., & Uyar, M. (2008). Knowledge and attitudes of Turkish oncology nurses about cancer pain management. Pain Management Nursing, 9, 17-25.

Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.