hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur … · 4.1 distribusi frekuensi responden...

76
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR PENDERITA ASMA DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh : Sri Satiti Budayani NIM : ST 13068 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015

Upload: lamduong

Post on 02-Mar-2019

437 views

Category:

Documents


42 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITASTIDUR PENDERITA ASMA DI RSUD KABUPATEN

KARANGANYAR

SKRIPSIUntuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh :

Sri Satiti BudayaniNIM : ST 13068

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATANSTIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA2015

Page 2: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3
Page 3: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :

Nama : Sri Satiti Budayani

NIM : ST.13068

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis saya yang berjudul “Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan

Kualitas Tidur Pada Penderita Asma di RSUD Kabupaten Karanganyar”,

Peneliitan ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar

akademik (Sarjana), baik di STIKES Kusuma Husada Surakarta, maupun

diperguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,

tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim

Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau

dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis secara jelas dicantumkan

sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan

dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, dan apabila dikemudian hari

terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang diperoleh

karena karya ini, serta sanksi lainnya dengan sesuai dengan norma yang

berlaku di perguruan tinggi ini.

Surakarta, Agustus 2015

Yang membuat pernyataan

SRI SATITI BUDAYANINIM. ST. 13068

iii

Page 4: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT,

karena atas rahmat dan hidayahNya yang telah memberikan kemudahan kepada

penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “HUBUNGAN TINGKAT

KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR PENDERITA ASMA DI RSUD

KABUPATEN KARANGANYAR” laporan ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keperawatan Stikes Kusuma

Husada Surakarta.

Penulis menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak tidak banyak yang

bisa penilis lakukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih atas semua bantuan dan

dukungannya selama pelaksanaan dan penyusunan laporan skripsi ini kepada :

1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku ketua STIKES Kusuma Husada Surakarta.

2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns., M.Kep selaku ketua Prodi S1 Keperawatan

STIKES Kusuma Husada Surakarta sekaligus penguji yang telah menyediakan

waktu memberikan bimbingan dan arahan.

3. S Dwi Sulisetyawati, S.Kep.,Ns., M.Kep selaku pembimbing utama yang telah

menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan.

4. Galih Priambodo, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku pembimbing pendamping yang

telah menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan selama

proses pengajuan judul sampai dengan selesainya pembuatan skripsi ini.

Page 5: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

5. dr. G. Maryadi selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Karanganyar yang telah memberikan ijin tempat penelitian.

6. Semua Responden yang telah bersedia meluangkan waktu memberikan bantuan

kepada penulis.

7. Seluruh civitas Akademi Prodi S1 Keperawatan STIKES Kusuma Husada

Surakarta yang telah memberikan pelayanan yang baik kepada penulis.

8. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam

menyelesaikan Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal

ini mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki.

Oleh sebab itu atas kekurangan tersebut dengan senang hati penulis menerima

saran – saran kritikan yang sifatnya membangun.

Akhir kata segala kesalahan dan kekurangan penulis mohon maaf yang

sebesar – besarnya dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Surakarta, 05 Agustus 2015

Penulis

Sri Satiti Budhayani

v

Page 6: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x

ABSTRAK ......................................................................................................... xi

ABSTRACT........................................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1.Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

1.2.Rumusan Masalah ...................................................................... 4

1.3.Tujuan Penelitian ....................................................................... 5

1.4.Manfaat Penelitian ..................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 7

2.1. Tinjauan Teori ........................................................................... 7

2.2. Keaslian Penelitian .................................................................... 36

2.3. Kerangka Teori .......................................................................... 38

2.4. Kerangka Konsep ...................................................................... 38

2.5. Hipotesis Penelitian ................................................................... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 40

vi

Page 7: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................ 40

3.2. Populasi dan Sampel ................................................................. 40

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 41

3.4. Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ............. 41

3.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ............................ 42

3.6. Teknik Pengolahan Data ........................................................... 44

3.7. Analisa Data ............................................................................... 45

3.8. Etika Penelitian ......................................................................... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN ...................................................................... 47

4.1. Karakteristik Umum Responden ................................................ 47

4.2. Analisa Univariat ....................................................................... 48

4.3. Analisa Bivariat ........................................................................ 49

BAB V PEMBAHASAN .............................................................................. 51

5.1. Karakteristik Umum Responden .............................................. 51

5.2. Tingkat Kecemasan Pasien Asma.............................................. 53

5.3. Kualitas Tidur Pasien Asma ..................................................... 56

5.4. Hubungan Tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada

pasien Asma di RSUD Kabupaten Karanganyar ....................... 58

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 60

6.1. Kesimpulan ............................................................................... 60

6.2. Saran ......................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii

Page 8: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Hal

2.1 Keaslian Penelitian 36

3.1 Definisi Operasional 42

4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47

4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin 47

4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Pendidikan 48

4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status

Perkawinan 48

4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pasien Asma

Di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar 49

4.6 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Pasien Asma

Di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar 49

4.7 Analisa Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan

Kualitas Tidur Pada Pasien Asma di Rumah Sakit

Umum Daerah Karanganyar 49

viii

Page 9: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Hal

2.1 Kerangka Teori 38

2.2 Kerangka Konsep 38

ix

Page 10: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan

Lampiran

1. Lembar Permohonan Menjadi Responden

2. Lembar Persetujuan Sebagai Responden

3. Lembar Kuisioner Kecemasan

4. Cara Penilaian Tingkat Kecemasan

5. Lembar Kuisioner Kualitas Tidur

6. Surat Ijin Studi Pendahuluan dan Balasan

7. Cara Penilaian Kualitas Tidur

8. Jadwal Penelitian

9. Surat Ijin Penelitian dan Balasan

10. Lembar Konsultasi

11. Tabulasi Data

12. Hasil Penelitian

x

Page 11: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATANSTIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2015

Sri Satiti Budayani

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDURPADA PENDERITA ASMA DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR

ABSTRAK

Kecemasan dapat terjadi akibat suatu kelainan medis salah satunya adalahasma bronkhial. Pada keadaan sakit dan dirawat dirumah sakit atau fasilitaskesehatan lainnya sering kali terjadi dua hal yang berlawanan, disatu sisi individuyang sakit mengalami peningkatan kebutuhan tidur. Sementara disisi yang lainpola tidur seseorang yang masuk dan dirawat dirumah sakit dapat dengan mudahberubah atau mengalami gangguan pola tidur sebagai akibat kecemasan yangkondisi sakitnya atau rutinitas rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas tidur penderitaasma di RSUD Kabupaten Karanganyar.

Jenis penelitian ini yang digunakan adalah penelitian kuantitatif noneksperimental dengan metode korelasional dengan menggunakan pendekatancross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah semua penderita asma yangrawat inap di RSUD Karanganyar pada bulan Pebruari - April 2015. Carapengambilan sample dilakukan secara total sampling, didapatkan 38 responden,Data yang didapatkan kemudian diolah menggunakan analisis korelasi RankSpearman.

Sebagian besar tingkat kecemasan pada seluruh responden adalah normalsebanyak 63,2% dan 31,6% seluruh responden dengan kualitas tidur buruk. Hasilanalisis terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan dengankualitas tidur dengan p value 0,000 dengan koefesien korelasi 0,889 sehinggahubungan tersebut sangat kuat.

Kata Kunci : kecemasan, kualitas tidur, asmaDaftar Pustaka : 26 (2005 – 2012)

xi

Page 12: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCEKUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA

2015

Correlation between Anxiety Level and Sleep Quality ofthe Asthma Patientsat Local General Hospital of Karanganyar

ABSTRACT

Anxiety is caused by medical disorders.One of them is bronchial asthma.Occasionally, there are two opposite sides when an individual is sick and treatedat a hospital or at other medical facilities. On the one hand, there is animprovement of the individual’s sleep need. On the other hand, there is a disorderof patient’s sleep pattern due tothe anxiety. It may be triggered by the sickcondition of the patients or the atmosphere of the hospital. The objective of theresearch is to investigate the correlation between the anxiety level and the sleepquality of Asthma patients at Local General Hospital of Karanganyar.

The research used the non-experimental quantitative correlation methodwith the cross sectional approach. Its population was all of the asthma inpatientsat Local General Hospital of Karanganyar from February to April 2015. Thesamples of research were 38 respondents. They were taken by using the totalsampling technique. The data were analyzed by using the Spearman’s RankCorrelation Test.

The result show that most of the respondents (63.6%) had a normalanxiety and most of the respondents (31.6%) had a poor sleep quality 31.6%.Thus,there was a significant strong correlation between the anxiety level and the sleepquality ofthe Asthma patients as indicated by the p-value = 0.00 with thecorrelation coefficient of 0.889.

Keywords: Anxiety, sleep quality, asthmaReferences: 24 (2005 – 2011)

xii

Page 13: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Asma adalah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran nafas

sangat mudah bereaksi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan

manifestasi berupa serangan asma. Adapun manifestasi klinis yang

ditimbulkan antara lain mengi/wheezing, sesak nafas, dada terasa tertekan

atau sesak, batuk, pilek, nyeri dada, nadi meningkat, retraksi otot dada, nafas

cuping hidung, takipnea, kelelahan, lemah, anoreksia, sianosis dan gelisah

(GINA, 2006).

Diagnosa masalah keperawatan yang muncul pada pasien asma salah

satunya adalah ansietas atau kecemasan (NANDA, 2009). Pada beberapa

individu, stres atau gangguanemosi dapat menjadi pencetus serangan asma

dan bisamemperberat serangan asma yang sudah ada. Stresdapat

mengantarkan seseorang pada tingkatkecemasan sehingga memicu

dilepaskannya histamindan leukotrien, yang menyebabkan

penyempitansaluran napas dimana ditandai dengan sakittenggorokan dan

sesak napas, yang pada gilirannyabisa memicu serangan asma

(Sudhita,2005).

Cemas merupakan hal yang sering terjadi dalam hidup manusia.

Cemas juga dapat menjadi beban berat yang menyebabkan kehidupan

individu tersebut selalu dibawah bayang-bayang kecemasan yang

berkepanjangan dan menganggap rasa cemas sebagai ketegangan mental

Page 14: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

2

yang disertai dengan gangguan tubuh yang menyebabkan rasa tidak waspada

terhadap ancaman, kecemasan berhubungan dengan stress fisiologis maupun

psikologis. Artinya, cemas terjadi ketika seseorang terancam baik fisik

maupun psikologis(Asmadi,2008).

Pada keadaan sakit dan dirawat dirumah sakit atau fasilitas kesehatan

lainnya sering kali terjadi dua hal yang berlawanan, disatu sisi individu yang

sakit mengalami peningkatan kebutuhan tidur. Sementara disisi yang lain

pola tidur seseorang yang masuk dan dirawat dirumah sakit dapat dengan

mudah berubah atau mengalami gangguan pola tidur sebagai akibat

kecemasan yang kondisi sakitnya atau rutinitas rumah

sakit(Potter&Perry,2010).

Tidur yang tidak adekuat dan kualitas tidur buruk dapat

mengakibatkan gangguan keseimbangan fisiologi dan psikologi. Dampak

fisiologi meliputi penurunan aktivitas sehari-hari, rasa lelah, lemah, daya

tahan tubuh menurun dan ketidakstabilan tanda-tanda vital. Dampak

psikologis meliputidepresi, cemas dan tidak konsentrasi (Potter & Perry,

2010).Kurang tidur dapat mempengaruhi konsentrasi dan merusak

kemampuan untuk melakukan kegiatan yang melibatkan memori, belajar,

pertimbangan logis, dan penghitungan matematis. Gangguan tidur dapat

mengakibatkan kemerosotan mutu hidup. Misalnya, gangguan tidur dapat

menyebabkan kelelahan pada siang hari dan mempengaruhi status

fungsional dan mutu hidup (Nancy W, 2006).

Page 15: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

3

Kurang tidur dapat mengakibatkan dampak negatif. Saat kita terjaga,

kita menyimpan suatu keadaan yang disebut ‘sleep debt’ yang dapat diganti

hanya melalui tidur. Hal ini diatur oleh suatu mekanisme dalam tubuh yang

disebut sebagai “sleep homeostat”, yang mengatur keinginan kita untuk

tidur. Jika jumlah ‘sleep debt’ besar, maka “sleep homeostat” akan

memberitahukan pada kita bahwa kita perlu tidur lebih banyak (Robotham,

2011).

Kurang tidur yang berkepanjangan dapat mengganggu kesehatan

fisik dan psikis. Dari segi fisik, kurang tidur akan menyebabkan muka pucat,

mata sembab, badan lemas, dan daya tahan tubuh menurun sehingga mudah

terserang penyakit. Sedangkan dari segi psikis, kurang tidur akan

menyebabkan timbulnya perubahan suasana kejiwaan, sehingga penderita

akan menjadi lesu, lamban menghadapi rangsangan, dan sulit

berkonsentrasi(Endang, 2007).

Setiap tahun diperkirakan sekitar20%-50% orang dewasa

melaporkan adanyagangguan tidur dan sekitar 17% mengalamigangguan

tidur yang serius. Prevalensigangguan tidur pada penderita penyakit cukup

tinggi yaitusekitar 67 %. Walaupun demikian, hanya satudari delapan kasus

yang menyatakan bahwagangguan tidurnya telah didiagnosis olehdokter

(Amir, 2007).

Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur,

salah satu diantaranya adalah kecemasan (Chayatin & Mubarak, 2007).

Kecemasan sering kali mengganggu tidur. Seseorang yang pikirannya

Page 16: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

4

dipenuhi dengan masalah pribadi dan merasa sulit untuk rileks saat akan

memulai tidur. Kecemasan meningkatkan kadar norepinefrin dalam darah

melalui stimulasi sistem saraf simpatis. Perubahan kimia ini menyebabkan

kurangnya waktu tidur tahap IV NREM dan tidur REM serta lebih banyak

perubahan dalam tahap tidur lain dan lebih sering terbangun (Kozier et.al.

2010).

Berdasarkan data di Catatan Medis Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Karanganyar, data penderita asma pada tahun 2013 adalah 172

penderita, sedangkan pada tahun 2014 adalah 196 penderita. Sedangkan

pada bulan November tahun 2014 terdapat 18 pasien asma. Dari hasil

studipendahuluan peneliti menemukan bahwasebagian besar penderita asma

cenderung memiliki masalahgangguan kecemasan. Mereka merasa cemas

dengan keadaan yang mereka alami.Mereka mengeluhkan cemas dan takut

pada saat terjadi serangan asma, sehingga dengan kondisi itu kualitas tidur

penderita asma tidak terpenuhi secara optimal.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas

tidur pada penderita asma di RSUD Kabupaten Karanganyar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan

masalah penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara tingkat

Page 17: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

5

kecemasan dengan kualitas tidur penderita asma di RSUD Kabupaten

Karanganyar ?”

Page 18: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

6

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum :

Menganalisis hubungan antara tingkat kecemasan dengan

kualitas tidur penderita asma

1.3.2 Tujuan Khusus :

1. Mengidentifikasi karakteristik responden

2. Mengetahui gambaran tingkat kecemasan penderita asma

3. Mengetahui gambaran kualitas tidur penderita asma

4. Menganalisis hubungan antara tingkat kecemasan dengan

kualitas tidur penderita asma

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini peneliti harapkan dapat memberikan manfaat

kepada semua pihak, meliputi :

1.4.1 Bagi Rumah Sakit

Sebagai informasi bagi institusi pelayanan kesehatan tentang

kecemasan pada pasien asma yang mempengaruhi pola tidur.

Melalui penelitian ini peneliti berharap dapat memperoleh informasi

tentang klien danselanjutnya berdasarkan informasi tersebut dapat

pula dikembangkan bentuk pelayanan kesehatan dan meningkatkan

mutu serta standar asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan

istirahat dan tidur pada pasien asma.

Page 19: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

7

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan pembelajaran

khususnya yang terkait denganpengembangan konsep asuhan

keperawatan untuk memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur klien.

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar

pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara

tingkat kecemasan dengan kualitas tidur penderita asma.

1.4.4 Bagi Peneliti

Manfaat bagi peneliti adalah memperoleh pengetahuan dan

wawasan mengenaihubungan antara tingkat kecemasan dengan

kualitas tidur penderita asma.

Page 20: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah gangguan alam sadar (effectife) yang

ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang

mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam

menilai realitas(Reality Testing Ability/RTA), masi baik,

kepribadian masih tetap utuh(tidak mengalami keretakan

kepribadian/splitting of personality),perilaku dapat terganggu

tapi masih dalam batas normal(Hawari,2006).

Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai

ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum

dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya

rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya

tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau

disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Rochman, 2010).

Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fitri Fauziah &

Julianti Widuri,2007) kecemasan adalah respon terhadap situasi

tertentu yang mengancam,dan merupakan hal yang normal

terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru

7

Page 21: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

9

atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan

identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat

dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang

sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang

dalam kehidupannya.

Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pendapat

diatas bahwa kecemasan adalah rasa takut atau khawatir pada

situasi tertentu yang sangat mengancam yang dapat

menyebabkan kegelisahan karena adanya ketidakpastian dimasa

mendatang serta ketakutan bahwa sesuatu yang buruk akan

terjadi.

2. Tingkat Kecemasan

Semua orang pasti mengalami kecemasan pada derajat

tertentu, Peplau mengidentifikasi 4 tingkatan kecemasan yaitu:

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ini berhubungan dengan kehidupan

sehari-hari. Kecemasan dapat memotivasi belajar

menghasilkan pertumbuhan serta kreatifitas. Tanda dan gejala

antara lain: persepsi dan perhatian meningkat, waspada, sadar

akan stimulus internal dan eksternal, mampu mengatasi

masalah secara efektif serta terjadi kemampuan belajar.

Perubahan fisiologi ditandai dengan gelisah, sulit tidur,

hipersensitif terhadap suara, tanda vital dan pupil normal.

Page 22: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

10

b. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang

memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan

yang lain, sehingga individu mengalami perhatian yang

selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

Respon fisiologi : sering nafas pendek, nadi dan tekanan

darah naik, mulut kering, gelisah, konstipasi. Sedangkan

respon kognitif yaitu lahan persepsi menyempit, rangsangan

luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi

perhatiaannya

c. Kecemasan Berat

Kecemasan berat sangat mempengaruhi persepsi

individu, individu cenderung untuk memusatkan pada sesuatu

yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berfikir tentang hal

lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi

ketegangan. Tanda dan gejala dari kecemasan berat yaitu:

persepsinya sangat kurang, berfokus pada hal yang detail,

rentang perhatian sangat terbatas, tidak dapat berkonsentrasi

atau menyelesaikan masalah, serta tidak dapat belajar secara

efektif. Pada tingkatan ini individu mengalami sakit kepala,

pusing, mual, gemetar, insomnia, palpitasi, takikardi,

hiperventilasi, sering buang air kecil maupun besar, dan

Page 23: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

11

diare. Secara emosi individu mengalami ketakutan serta

seluruh perhatian terfokus pada dirinya.

d. Panik

Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan

dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Karena mengalami

kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak

dapat melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.

Panik menyebabkan peningkatan aktivitas motorik,

menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain,

persepsi yang menyimpang, kehilangan pemikiran yang

rasional. Kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan

jika berlangsung lama dapat terjadi kelelahan yang sangat

bahkan kematian. Tanda dan gejala dari tingkat panik yaitu

tidak dapat fokus pada suatu kejadian(Ratih,2012).

3. Faktor yang mempengaruhi kecemasan

Faktor–faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah

Rufaidah (2009):

a. Faktor fisik

Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental

individu sehingga memudahkan timbulnya kecemasan.

b. Trauma atau konflik

Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada

kondisi individu, dalam arti bahwa pengalaman-pengalaman

Page 24: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

12

emosional atau konflik mental yang terjadi pada individu

akan memudahkan timbulnya gejala-gejala kecemasan.

c. Lingkungan awal yang tidak baik.

Lingkungan adalah faktor-faktor utama yang dapat

mempengaruhi kecemasan individu, jika faktor tersebut

kurang baik maka akan menghalangi pembentukan

kepribadian sehingga muncul gejala-gejala kecemasan.

Cara hidup orang di masyarakat juga sangat

mempengaruhi pada timbulnya ansietas. Individu yang

mempunyai cara hidup sangat teratur dan mempunyai.

Falsafah hidup yang jelas maka pada umumnya lebih sukar

mengalami ansietas. Budaya seseorang juga dapat menjadi

pemicu terjadinya ansietas. Hasil survey yang dilakukan oleh

Mudjadid,dkk tahun 2006 di lima wilayah pada masyarakat

DKI Jakarta didapatkan data bahwa tingginya angka ansietas

disebabkan oleh perubahan gaya hidup serta kultur dan

budaya yang mengikuti perkembangan kota. Namun

demikian, faktor predisposisi di atas tidak cukup kuat

menyebabkan sesorang mengalami ansietas apabila tidak

disertai faktor presipitasi (pencetus) (Ghufron, 2012).

4. Pengukuran Tingkat Kecemasan

Untuk mengukur tingkat kecemasan, peneliti

menggunakan kuesioner dengan metode Zung – Self Rating

Page 25: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

13

Anxiety Scale. Zung – Self Rating Anxiety Scale (SAS)

merupakan instrumen untuk mengukur tingkat kecemasan.

Penilaian berdasarkan skala Likert dari 1-4, dimana skor 4

menggambarkan hal negatif dengan penilaian : sangat jarang (1),

kadang kadang (2), sering (3), selalu (4). Dengan menggunakan

kuesioner yang terdiri dari 20 pertanyaan, yang terdiri dari 5

gejala untuk sikap dan 15 pertanyaan untuk gejala somatis.

Tingkat kecemasan di kategorikan menjadi empat, yaitu :

Normal, jika hasil penilaian dari kuisioner didapatkan nilai 25-

44, Cemas ringan, jika hasil penilaian dari kuisioner didapatkan

nilai 45-59, Cemas berat, jika hasil penilaian dari kuisioner

didapatkan nilai 60-74, Cemas ekstrim, jika hasil penilaian dari

kuisioner didapatkan nilai 75-80 (Nursalam, 2012).

2.1.2 Tidur

1. Definisi Tidur

Tidur merupakan keadaan tidak sadar yang relatif lebih

responsif terhadap rangsangan internal. Perbedaan tidur dengan

keadaan tidak sadar lainnya adalah pada keadaan tidur siklusnya

dapat diprediksi dan kurang respons terhadap rangsangan

eksternal. Otak berangsur-angsur menjadi kurang responsif

terhadap rangsang visual, auditori dan rangsangan lingkungan

lainnya. Tidur dianggap sebagai keadaan pasif yang dimulai dari

input sensoric walaupun mekanisme inisiasi aktif juga

Page 26: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

14

mempengaruhi keadaan tidur. Faktor homeostatik (faktor S)

maupun faktor sirkadian (faktor C) juga berinteraksi untuk

menentukan waktu dan kualitas tidur(Susanne,2009).

Tidur merupakan aktifitas yang merupakan susunan saraf

pusat, saraf perifer, endokrin, kardiovasakuler, respirasi, dan

muskuloskletal (Tarwoto W, 2006).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur

Faktor– faktor yang mempengaruhi tidur antara lain

adalah(Alimul, 2006):

a. Penyakit

Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang.

Banyak penyakit yang memperbesar kebutuhan tidur,

misalnya : penyakit yang disebabkan oleh infeksi (infeksi

limfa) akan memerlukan lebih banyak waktu tidur untuk

mengatasi keletihan. Banyak juga keadaan sakit yang

menjadikan pasien kurang tidur, bahkan tidak bisa tidur

(Widodo, 2009).

b. Latihan dan Kelelahan

Keletihan akibat akivitas yang tinggi dapat

memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan

energi yang telah dikeluarkan. Hal ini terlihat pada seseorang

yang telah melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan.

Maka, orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur

Page 27: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

15

karena tahap tidur gelombang lambatnya

diperpendek(Widodo, 2009).

c. Stres Psikologis

Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat

ketegangan jiwa. Hal tersebut terlihat ketika seseorang yang

memiliki masalah psikologis mengalami kegelisahan

sehingga sulit untuk tidur (dr Harry, 2009).

d. Obat

Obat juga dapat mempengaruhi proses tidur, beberapa

jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis

golongan obat diuretic menyebabkan seseorang menjadi

isomnia, anti depresan dapat menekan REM, kafein dapat

meningkatkan syaraf simpatis yang menyebabkan kesulitan

untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada

timbulnya insomnia, dan golongan narkotik dapat menekan

REM sehingga mudah mengantuk(Ria Lina, 2005).

e. Nutrisi

Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat

mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi dapat

mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya

trytophan yang merupakan asam amino dari protein yang

dicerna. Demikian juga sebaliknya, kebutuhan gizi yang

Page 28: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

16

kurang juga dapat mempengaruhi proses tidur, bahkan

terkadang sulit untuk tidur.

f. Lingkungan

Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi

seseorang juga dapat mempercepat terjadinya proses tidur.

g. Motivasi

Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan

seseorang untuk tidur, yang dapat mempengaruhi proses

tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk menahan tidak tidur

dapat menimbulkan gangguan proses tidur (dr Brandon

peters, 2006).

3. Kualitastidur

Kualitas tidur adalah suatu keadaan dimana tidur yang

dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran

ketika terbangun. Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif seperti

durasi tidur, latensi tidur, serta aspek subjektif seperti tidur dalam

dan istirahat (Khasanah & Hidayati, 2012).

Menurut Hidayat dalam Khasanah & Hidayati (2012),

kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukan

tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam

tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibedakan menjadi

tanda fisik dan tanda psikologis.

Page 29: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

17

Tanda – tanda fisik akibat kekurangan tidur antara lain :

ekspresi wajah (area gelap disekitar mata, bengkak di kelopak mata,

konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang

berlebihan, tidak mampu berkonsentrasi, terlihat tanda – tanda

keletihan. Sedangkan tanda – tanda psikologis antara lain : menarik

diri, apatis, merasa tidak enak badan, malas, daya ingat menurun,

bingung, halusinasi, ilusi penglihatan dan kemampuan mengambil

keputusan menurun.

Kualitas tidur dapat diukur menggunakan Pittsburg Quality

of Sleep Index (PSQI). Alat ini merupakan alat untuk menilai

kualitas tidur. Alat ini terdiri dari 19 poin pertanyaan yang berada di

dalam 7 kompenen nilai dan 5 pertanyaan untuk teman sekamar. 19

pertanyaan itu mengkaji secara luas faktor yang berhubungan

dengan tidur seperti durasi tidur, latensi tidur, dan masalah tidur.

Setiap komponen skor memiliki rentang nilai 0-3. Ketujuh

komponen dijumlahkan sehingga terdapat skor 0-21, dimana skor

lebih tinggi dari 5 menandakan kualitas tidur yang buruk (Nancy

W, 2006).

4. Tahapan Tidur

Tahapan tidur terdapat tidur tenang atau nonREM (non

rapid eye movement) dan tidur aktif atau REM, dengan penjelasan

sebagai berikut :

Page 30: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

18

a. Tidur NonREM

Tidur nonREM terdiri dari 4 tahap, dimana setiap

tahapnya mempunyai ciri tersendiri. Pada tidur tahap I terjadi

bila merasakan ngantuk dan mulai tertidur. Jika telepon

berbunyi atau ada sesuatu sampai terbangun, sering kali tidak

merasakan bahwa sebenarnya kita telah tertidur. Gelombang

listrik otak memperlihatkan ‘gelombang alfa’ dengan

penurunan voltase. Tahap I ini berlangsung 30 detik sampai 5

menit pertama dari siklus tidur.

Tidur tahap II, seluruh tubuh kita seperti berada pada

tahap tidur yang lebih dalam. Tidur masih mudah dibangunkan,

meskipun kita benar-benar berada dalam keadaan tidur. Periode

tahap II berlangsung dari 10 sampai 40 menit. Kadang-kadang

selama tahap tidur II seseorang dapat terbangun karena

sentakan tiba-tiba dari ekstremitas tubuhnya. Ini normal,

kejadian sentakan ini, sebagai akibat masuknya tahapan REM.

Tahap III dan IV. Tahap ini merupakan tahap tidur

nyenyak. Pada tahap III, Orang yang tertidur cukup pulas,

rileks sekali karena tonus otot lenyap sama. Tahap IV

mempunyai karakter : tanpa mimpi dan sulit dibangunkan, dan

orang akan binggung bila terbangun langsung dari tahap ini,

dan memerlukan waktu beberapa menit untuk meresponnya.

Pada tahap ini, diproduksi hormone pertumbuhan guna

memulihkan tubuh, memperbaiki sel, membangun otot dan

Page 31: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

19

jaringan pendukung. Perasaan enak dan segar setelah tidur

nyenyak, setidaktidaknya disebabkan karena hormon

pertumbuhan bekerja baik.

Tahapan NonREM mempunyai karakter sebagai

berikut : NonREM Tahap I kedaan ini masih dapat merespons

cahaya, berlangsung beberapa menit, aktivitas fisik menurun,

tanda vital dan metabolisme menurun, bila terbangun terasa

sedang mimpi. NonREM Tahap II tubuh mulai relaksasi otot,

berlangsung 10 – 20 menit, fungsi tubuh berlangsung lambat,

dapat dibangunkan dengan mudah. NonREM Tahap III adalah

awal dari keadaan tidur nyenyak, sulit di bangunkan, relaksasi

otot menyeluruh, tekanan darah menurun, berlangsung 15 – 30

menit. NonREM Tahap IV sudah terdapat tidur nyenyak, sulit

untuk di bangunkan, untuk restorasi dan istirahat, tonus otot

menurun, sekresi lambung menurun, gerak bola mata cepat

(Tarwoto & Wartonah, 2006).

b. Tidur REM

Tahap tidur REM sangat berbeda dari tidur nonREM.

Tidur REM adalah tahapan tidur yang sangat aktif. Pola nafas

dan denyut jantung tak teratur dan tidak terjadi pembentukan

keringat. Kadang-kadang timbul twitching pada tangan, kaki,

atau muka, dan pada laki-laki dapat timbul ereksi pada periode

tidur REM. Walaupun ada aktivitas demikian orang masih tidur

lelap dan sulit untuk dibangunkan. Sebagian besar anggota

Page 32: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

20

gerak tetap lemah dan rileks. Tahap tidur ini diduga berperan

dalam memulihkan pikiran, menjernihkan rasa kuatir dan daya

ingat dan mempertahankan fungsi sel-sel otak.

Siklus tidur pada orang dewasa biasanya terjadi setiap

90 menit. Pada 90 menit pertama seluruh tahapan tidurnya

adalah NonREM. Setelah 90 menit, akan muncul periode tidur

REM, yang kemudian kembali ke tahap tidur NonREM. Setelah

itu hampir setiap 90 menit tahap tidur REM terjadi. Pada tahap

awal tidur, periode REM sangat singkat, berlangsung hanya

beberapa menit. Bila terjadi gangguan tidur, periode REM akan

muncul lebih awal pada malam itu, setelah kira-kira 30-40

menit. Orang itu akan mendapatkan tidur tahap IIIdanIV lebih

banyak. Selama tidur, tahapan tidur akan berpindah-pindah dari

satu tahap ke tahapan yang lain, tanpa harus menuruti aturan

yang biasanya terjadi. Artinya suatu malam, mungkin saja tidak

ada tahap III atau IV. Tapi malam lainnya seluruh tahapan tidur

akan didapatkannya.

Karakteristik tidur REM meliputi : mata cepat tertutup

dan terbuka, kejang otot kecil, otot besar imobilisasi,

pernapasan tidak teratur, kadang dengan apnea, nadi cepat dan

ireguler, tekanan darah meningkat atau fluktuasi, sekresi gaster

meningkat, metabolisme meningkat, temperatur tubuh naik,

siklus tidur : sulit di bangunkan (Alimul, 2006).

Page 33: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

21

5. Pola Tidur Normal

a. Bayi

Pada bayi baru lahir membutuhkan tidur selama 14-18

jam sehari, pernapasan teratur, gerak tubuh 50% adalah tahap

REM dan terbagi dalam 7 periode. Dan pada bayi tidur

selama 12-14 jam sehari, sekitar 20-30% tidur REM, tidur

lebih lama pada malam hari dan punya pola terbangun

sebentar (Asmadi, 2008).

b. Todler

Kebutuhan tidur pada Todler menurun menjadi 10-12

jam/hari, tahap REM 20-25%. Tidur siang dapat hilang pada

usia 3 tahun karena sering terbangun pada malam hari yang

menyebabkan mereka tidak ingin tidur pada malam hari

(Asmadi, 2008).

c. Preschooler

Memerlukan waktu tidur 11-12 jam pada malam hari,

tahap REM 20%. Bisa jadi anak usia 4-5 mengalami kurang

istirahat dan mudah sakit jika kebutuhan tidurnya kurang

terpenuhi (Asmadi, 2008).

d. Usia sekolah

Tidurantara 8-12 jam pada malam hari tanpa tidur

siang, tahap REM berkurang sekitar 20%. Anak usia 8 tahun

Page 34: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

22

membutuhkan waktu kurang lebih 10 jam setiap malam

(Asmadi, 2008).

e. Adolensia

Tidur 8-10 jam pada malam hari untuk mencegah

kelemahan dan kerentanan terhadap infeksi, tahap REM 20%.

Pada remaja laki-laki mengalami Noctural Emission

(orgasme dan mengeluarkan cairan semen pada tidur malam

hari) yang biasa kita kenal dengan mimpi basah (Potter,

2005).

f. Dewasa muda

Pada masa ini umumnya mereka sangat aktif

membutuhkan waktu tidur 7-8 jam/hari, tahap REM 20%.

Dewasa muda yang sehat membutuhkan cukup tidur untuk

berpartisipasi dalam kesibukan aktifitas karena jarang sekali

mereka tidur siang (Asmadi, 2008).

g. Dewasa Akhir

Kebutuhan akan tidur kurang dari 6 jam/hari, tahap

REM 20-25% dan tidur tahap IV mengalami penurunan

(Asmadi, 2008)

2.1.3 Asma Bronkhial

1. Pengertian Asma

Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas

dimana banyak sel berperan terutama sel mast, esonofil, limfosit

Page 35: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

23

T macropag, neutropil dan sel epitel (Hariadi, 2010). Asma

merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat

di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang

berhubungan dengan dengan peningkatan kepekaan saluran

napas sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing),

sesak napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest

tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama pada malam

atau dini hari (GINA, 2006). Menurut National Heart Lung and

Blood Institute (NHLBI, 2007), pada individu yang rentan,

gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan

menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari saluran

pernapasan yang bervariasi derajatnya.

2. Patofisiologi

Asma merupakan obstruksi jalan napas yang reversibel.

Obstruksi tersebut dapat disebabkan oleh faktor berikut, seperti

penyempitan jalan napas; pembengkakan membran pada bronki;

pengisian bronki dengan mucus kental. Beberapa penderita

mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan

mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast

dalam paru yang menyebabkan pelepasan sel-sel mast, seperti

histamin dan prostaglandin. Pelepasan ini mempengaruhi otot

polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakan

Page 36: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

24

membran mukosa, pembentukan mukus berlebihan (Smeltzer &

Bare, 2006).

Penderita asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung

saraf pada jalan napas dirangsang oleh beberapa faktor, seperti

udara dingin, emosi, olahraga, merokok, polusi dan infeksi

sehingga jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.

Peningkatan asetilkolin ini secara langsung bisa menimbulkan

bronkokonstriksi. Penderita dapat mempunyai toleransi rendah

terhadap respon parasimpatis (Smeltzer & Bare, 2006).

3. Klasifikasi Asma

a. Berdasarkan berat ringan gejala

Asma dapat dibagi dalam 3 tahap menurut berat

ringannya gejala, yaitu asma intermitten, asma persisten

ringan, asma persisten sedang, dan asma persisten berat

(Tabrani , 2010).

b. Berdasarkan serangan asma

Klasifikasi ini mencerminkan berbagai kelainan

patologi yang menyebabkan gangguan aliran udara serta

mempunyai dampak terhadap pengobatan. Serangan asma

ringan timbul kadang-kadang, tidak terdapat atau ada

hiperreaktivitas bronkus yang ringan. Serangan asma

persisten timbul sering dan terdapat hiperreaktivitas bronkus.

Penderita asma berat mempunyai saluran pernafasan yang

Page 37: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

25

sensitif, berisiko tinggi untuk mengalami eksaserbasi tiba-tiba

yang berat dan mengancam jiwa (Maj Kedokteran Indonesia,

2008).

Asma diklasifikasikan berdasarkan etiologi, derajat

penyakit asma, serta pola obstruksi aliran udara di saluran

napas. Walaupun berbagai usaha telah dilakukan, klasifikasi

berdasarkan etiologi sulit digunakan karena terdapat kesulitan

dalam penentuan etiologi spesifik dari sekitar pasien (GINA,

2006).

Derajat penyakit asama ditentukan berdasarkan

gabungan penilaian gambaran klinis, jumlah penggunaan

agonis β2 untuk mengatasi gejala, dan pemeriksaan fungsi

paru pada evaluasi awal pasien. Pembagian derajat penyakit

asma menurut GINA adalah sebagai berikut :

1) Intermitten

Gejala kurang dari 1 kali/minggu. Serangan

singkat. Gejala nokturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan (≤ 2

kali). FEV1≥80% predicted atau PEF ≥ 80% nilai terbaik

individu. Variabilitas PEF atau FEV1 < 20%.

2) Persistenringan

Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1

kali/hari. Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur.

Gejala nokturnal >2 kali/bulan. FEV1≥80% predicted

Page 38: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

26

atau PEF ≥ 80% nilai terbaik individu. Variabilitas PEF

atau FEV1 20-30%.

3) Persisten sedang

Gejala terjadi setiap hari. Serangan dapat

mengganggu aktivitas dan tidur. Gejala nokturnal > 1 kali

dalam seminggu. Menggunakan agonis β2 kerja pendek

setiap hari. FEV1 60-80% predicted atau PEF 60-80%

nilai terbaik individu. Variabilitas PEF atau FEV1 > 30%.

4) Persisten berat

Gejala terjadi setiap hari. Serangan sering terjadi.

Gejala asma nokturnal sering terjadi. FEV1 ≤ predicted

atau PEF ≤ 60% nilai terbaik individu. Variabilitas PEF

atau FEV1 > 30%.

4. Tanda dan Gejala

Kejadian utama pada serangan asma adalah obstruksi

jalan napas secara luas yang merupakan kombinasi dari spasme

otot polos bronkus, edema mukosa karena sumbatan mukus.

Tanda serangan asma yang dapat kita ketahui adalah napas cepat,

merasa cemas dan ketakutan, tak sanggup bicara lebih dari 1-2

kata setiap kali tarik napas, dada dan leher tampak mencekung

bila tarik napas, bersin-bersin, hidung mampat atau hidung

ngocor, gatal-gatal tenggorokan, susah tidur, turunnya toleransi

tubuh terhadap aktivitas (Hadibroto, 2010).

Page 39: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

27

Tiga gejala (Trias Asma) yang sering muncul pada asma

adalah sesak napas, napas bunyi/ wheezing, batuk-batuk terutama

malam hari. Tingkat keparahan serangan asma tergantung pada

tingkat obstruksi saluran napas, kadar saturasi oksigen,

pembawaan pola napas, perubahan status mental, dan bagaimana

tanggapan penderita terhadap status pernapasannya (Smeltzer &

Bare, 2006).

5. FaktorResiko Asma

Beberapa faktor resiko timbulnya asma bronkial telah

diketahuisecara pasti, antara lain: riwayat keluarga, tingkat sosial

ekonomi rendah,etnis, daerah perkotaan, letak geografi tempat

tinggal, memelihara anjingatau kucing dalam rumah, terpapar

asap rokok.Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua

kelompokbesar, factor

resikoyangberhubungandenganterjadinyaatauberkembangnya

asma dan faktor resiko yang berhubungan denganterjadinya

eksaserbasi atau serangan asma yang disebut trigger faktor

ataufaktor pencetus (GINA,2006). Adapun faktor resiko pencetus

asmabronkial antara lain:

a. Asap Rokok

Asap rokok dapat menyebabkan asma, baik pada

perokok itu sendiri maupun orang-orang yang terkena asap

rokok. Suatu penelitian di Finlandia menunjukkan bahwa

Page 40: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

28

orang dewasa yang terkena asap rokok berpeluang menderita

asma dua kali lipat dibandingkan orang yang tidak terkena

asap rokok (Jaakkola et al, 2001). Studi lain menunjukkan

bahwa seseorang penderita asma yang terkena asap rokok

selama satu jam, maka akan mengalami sekitar 20%

kerusakan fungsi paru. Pada anak-anak, asap rokok akan

memberikan efek lebih parah dibandingkan orang dewasa, ini

disebabkan lebar saluran pernafasan anak lebih sempit,

sehingga jumlah nafas anak akan lebih cepat dari orang

dewasa. Akibatnya, jumlah asap rokok yang masuk ke dalam

saluran pernapasan menjadi lebih banyak dibanding berat

badannya. Selain itu, karena sistem pertahanan tubuh yang

belum berkembang, munculnya gejala asma pada anak-anak

jauh lebih cepat dibanding orang dewasa (Ramaiah, 2006).

Hasil analisis 4.000 orang anak berumur 0-5 tahun

menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya merokok

10 batang perhari, menyebabkan peningkatan jumlah kasus

asma serta mempercepat munculnya gejala asma pada anak-

anaknya. Begitu juga anak yang kembali dari rumah sakit

setelah perawatan asma akut, penyembuhan akan terganggu

karena orang tua yang merokok (Basyir 2005). Efek asap

rokok ini tidak hanya memberikan efek negatif pada anak-

anak yang telah lahir, tapi juga pada janin yang masih ada di

Page 41: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

29

dalam rahim. Karena itu, di negara maju seperti Jepang,

diseluruh rumah sakit bersalin tidak tersedia tempat yang bisa

merokok. Ini karena mereka benar-benar mengerti akan

bahaya rokok tersebut. Bayi yang akan dilahirkan dari

seorang ibu yang merokok selama dalam masa kehamilan

akan lebih sering mengalami penyakit saluran pernafasan

termasuk asma bronkial pada masa anak-anak (Ramaiah,

2006). Pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan

dalam rumah yang menghasilkan campuran gas yang

komplek dan partikel-partikel berbahaya. Lebih dari 4500

jenis kontaminan telah dideteksi dalam tembakau,

diantaranya hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida,

karbon dioksida, nitrit oksida, nikotin, dan akrolein.

(GINA,2006).

Secara umum tipe perokok di bagi menjadi beberapa

kategori yakni tipe perokok yang berhubungan dengan udara

atau asap yang dihirup, tipe perokok berdasarkan jumlah

rokok yang dikonsumsi dalam 1 hari, dan tipe perokok yang

dipengaruhi oleh perasaan diri.

Berdasarkan udara atau asap yang dihirup, perokok

dikategorikan menjadi: Perokok pasif yakni mereka yang

tidak merokok, tetapi berada di sekeliling perokok dan

menghirup asap rokok yang dihembuskan oleh perokok.

Page 42: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

30

Perokok aktif, yakni mereka yang menghisap rokok secara

langsung (www.kppk.com). Adapun berdasarkan jumlah

rokok yang dikonsumsi, tipe perokok dikategorikan menjadi ;

Perokok sangat berat, adalah jika mengkonsumsi rokok lebih

dari 31 batang perhari, Perokok berat yakni mereka yang

merokok sekitar 21-30 batang perhari, Perokok sedang adalah

perokok yang menghabiskan rokok 11-21 batang perhari, dan

Perokok ringan yang merokok sekitar 10 batang/hari (Basyir

2005).

b. Tungau Debu Rumah

Tungau debu adalah penyebab paling umum diseluruh

dunia. Alergi tungau lebih sering terjadi di kota dan Negara

berkembang. Hal ini terjadi karena rumah modern dan

penggunaan teknik insulasi memuningkankan tungau hidup

lebih baik (Elek Media, 2007). Asma bronkial dikaitkan oleh

masuknya suatu alergen misalnya tungau debu. Tungau debu

akan mengeluarkan feses yang dilapisi protein pada setiap

butir partikelnya. Yang menyebabkan reaksi alergi bagi

penderita asma apabila masuk ke dalam saluran nafas.

Ketika tungau ini mati, tubuhnya yang membusuk

bercampur dengan debu rumah tangga (Elek Media, 2007).

Tungau debu rumah memiliki ukuran 0,1 – 0,3 mm dan lebar

0,2 mm biasanya terdapat di tempat-tempat atau benda-benda

Page 43: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

31

yang banyak mengandung debu (Vitahealth, 2006). Misalnya

debu yang berasal dari karpet dan jok kursi, terutama yang

berbulu tebal dan lama tidak dibersihkan, juga dari tumpukan

koran,buku, pakaian lama (Elek Media, 2007).

c. Jenis Kelamin dan usia

Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih

banyak dibandingkan dengan anak

perempuan(Sundaru,2006). Perbedaan jenis kelamin pada

insidensi penyakit asma bervariasi, tergantung usia dan

perbedaan karakter biologi. Insidensi penyakit asma pada

anak laki-laki usia 2-5 tahun ternyata 2 kali lebih sering

dibandingkan anak perempuan sedangkan pada usia 14 tahun

risiko asma anak laki- laki 4 kali lebih sering. Kunjungan ke

rumah sakit 3 kali lebih sering dibanding anak perempuan

pada usia tersebut, tetapi pada usia 20 tahun kekerapan asma

pada laki-laki merupakan kebalikan dari insiden ini (Yunus,

2006).

Peningkatan resiko pada anak laki-laki disebabkan

semakin sempitnya saluran pernapasan, perubahan pada pita

suara, dan mungkin terjadi peningkatan IgE pada laki-laki

yang cenderung membatasi respon bernapas (Sundaru, 2006)

Didukung lagi oleh adanya hipotesis dari observasi yang

menunjukkan tidak ada perbedaan ratio diameter saluran

Page 44: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

32

pernafasam laki laki dan perempuan setelah berumur 10

tahun, kemungkinan disebabkan perubahan ukuran rongga

dada yang terjadi pada masa puber laki-laki dan tidak pada

perempuan. Predisposisi perempuan yang mengalami asma

lebih tinggi pada laki-laki mulai ketika masa puber, sehingga

prevalensi asma pada anak yang semula laki-laki lebih tinggi

dari pada perempuan mengalami perubahan dimana nilai

prevalensi pada perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki

(GINA, 2006).

d. Binatang Peliharaan

Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing,

kucing, hamster,burung dapat menjadi sumber alergen

inhalan. Sumber penyebab asmaadalah alergen protein yang

ditemukan pada bulu binatang di bagian mukadan ekskresi.

Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar3-

4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga menyebabkan

seranganasma, terutama dari burung dan hewan menyusui

karena bulu akan rontokdan terbang mengikuti udara

(Wibisono, 2010).

e. Jenis Makanan

Alergi makanan seringkali tidak terdiagnosis sebagai

salah satu pencetus asma meskipun penelitian membuktikan

alergi makanan sebagai pencetus bronkokontriksi pada 2% -

Page 45: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

33

5% anak dengan asma (Ramaiah, 2006). Meskipun hubungan

antara sensitivitas terhadap makanan tertentu dan

perkembangan asma masih diperdebatkan, tetapi bayi dan

anak-anak yang sensitif terhadap makanan tertentu atau

menderita enteropathy atau colitis karena alergi makanan

tertentu akan cenderung menderita asma (GINA, 2006).

Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu

sapi, ikan laut, kacang, berbagai buah-buahan seperti tomat,

strawberry, mangga, durian berperan menjadi pencetus

seranga asma (Gershwin,2006). Makanan produk industri

dengan pewarna buatan (misal: tartazine), pengawet

(metabisulfit), vetsin (monosodium glutamat-MSG) juga bisa

memicu serangan asma. Makanan yang terutama sering

mengakibatkan reaksi yang fatal adalah kacang, ikan laut dan

telor (Gershwin,2006). Penelitian di Arab Saudi

membandingkan makanan pengidap asma dengan tidak asma.

Anak Arab Saudi yang tinggal di daerah perkotaan banyak

menunjukkan gejala nafas berbunyi atau mengi. Anak-anak

ini sering bersantap di gerai-gerai makanan cepat saji dan

secara signifikan kurang mendapatkan asupan makanan

tradisional, termasuk sayuran, susu, makanan yang kaya

serat, vitamin dan mineral (Sundaru, 2006).

Page 46: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

34

f. Perabot Rumah Tangga

Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan

pencemar biologis (virus, bakteri, jamur), formadehyde,

volatile organic coumpounds (VOC), combustion products

(CO1, NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap rokok dan

asap dapur. Sumber polutan VOC berasal dari semprotan

serangga, cat, pembersih, kosmetik, Hairspray, deodorant,

pewangi ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan

aerosol sebagai propelan dan pengencer (solvent) seperti

thinner. Sumber formaldehid dalam ruangan adalah bahan

bangunan, insulasi, furnitur, karpet (Ramaiah, 2006). Paparan

polutan formaldehid dapat mengakibatkan terjadinya iritasi

pada mata dan saluran pernapasan bagian atas. Partikel debu,

khususnya respilable dust disamping menyebabkan ketidak

nyamanan juga dapat menyebabkan reaksi peradangan paru.

g. Perubahan Cuaca

Kondisi cuaca seperti temperatur dingin, tingginya

kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik

yang dapat membuat asma menjadi lebih parah berhubungan

dengan badai dan meningkatnya konsentrasi partikel

alergenik (Ramaiah, 2006). Dimana partikel tersebut dapat

menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara.

Perubahan tekanan atmosfer dan suhu memperburuk asma

Page 47: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

35

sesak nafas dan pengeluaran lendir yang berlebihan. Ini

umum terjadi ketika kelembaban tinggi, hujan, badai selama

musim dingin. Udara yang kering dan dingin menyebabkan

sesak di saluran pernafasan (Ramaiah, 2006). Asma

berhubungan dengan iklim, Kota besar seperti Auckland,

Brisbane, Hongkong dan New Orleans yang mempunyai suhu

panas >24oC dan rata rata curah hujan tahunan >100cm,

mempunyai prevalensi asma yang tinggi. RS Cipto

menunjukkan penderita dengan perubahan udara

kemungkinan akan mengalami asma 31.83 x lebih besar dari

penderita tanpa perubahan cuaca. Hal ini diperkuat dengan

penelitian di Amerika seikat yang membuktikan bahwa ada

hubungan antara kunjungan asma dengan cuaca dingin dan

kering pada musim semi.

h. Riwayat Penyakit Keluarga

Genetik merupakan faktor pendukung timbulnya

asma. Bakat alergi merupakan hal yang diturunkan, meskipun

belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.

Bakat alergi ini membuat penderita sangat mudah terkena

penyakit asma bronkial jika terpapar factor pencetus.

Penderita biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga

menderita penyakit alergi (Hariadi, 2010). Apabila kedua

orang tua memiliki riwayat penyakit asma maka hampir 50%

Page 48: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

36

dari anak-anaknya memiliki kecenderungan asma, sedangkan

jika hanya salah satu orang tuanya yang menderita asma

maka kecenderungannya hanya 35%.

Lebih kurang 25% penderita penyakit asma, keluarga

dekatnya juga menderita asma, meskipun asmanya tidak aktif

lagi, diantara keluarga penderita asma 2/3 memperlihatkan

test alergi positif(Sundaru, 2006). Resiko orang tua dengan

asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga kali lipat

lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai

dengan salah satu riwayat atopi. Predisposisi keluarga untuk

mendapatkan penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu

orangtua yang terkena mempunyai risiko menderita asma

25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orang

tua asmatisk. Asma tidak selalu ada pada kembar monozigot,

tingkat stabilitas bronkokontriksi pada olahraga ada pada

kembar identik, tetapi tidak pada kembar dizigot (Sundaru,

2006). Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan

asma dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma,

terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau debu rumah

(Wibisono, 2010).

Page 49: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

37

2.2 Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengetahuan peneliti, belum pernah dilakukan

penelitian yang serupa atau sama dengan penelitian yang dilakukan peneliti

yaitu tentang Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur

Penderita Asma Di RSUD Kabupaten Karanganyar. Penelitian lain yang

berkaitan dengan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur yaitu:

Tabel 2.1. Keaslian PenelitianNama

PenelitiJudul Peneliti

MetodePenelitian

Hasil Penelitian

WahyuWiyono

Hubungan AntaraTingkatKecemasanDenganKecenderunganInsomnia PadaLansia Di PantiWredha DharmaBhakti Surakarta2009

Penelitian IniMerupakanPenelitianMetodeKorelasional,DenganPendekatanSurvey Cross-Sectional

Adanya Hubungan YangSignifikan AntaraKecemasan LansiaDengan KecenderunganInsomniaPenelitian IniMenyimpulkan AdanyaFaktor faktorYang MempengaruhiTerjadinya GangguanTidur Lansia YakniBerupa Proses Penuaan(26,32%), GangguanMental Meliputi CemasDan Depresi (36,84%),Gangguan Medis(52,63%)Gangguan AkibatZat (15,79%), Dan FaktorEksternal BerupaLingkungan (57,89%).

UmmamiVanesaIndri

Hubungan AntaraNyeri, KecemasanDan LingkunganDengan KualitasTidur Pada PasienPost OperasiApendisitis 2014

Penelitian IniMerupakanPenelitianKuantitatifMenggunakanDesainDeskriptifKorelasi DenganPendekatan

Dari Analisa UnivariatDidapatkan HasilPenelitian BerdasarkanKualitas Tidur Responden,Diketahui MayoritasResponden MemilikiKualitas Tidur BurukYaitu Sebanyak 37Responden (68,5%),

Page 50: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

38

Cross Sectional Tingkat Nyeri BeratSebanyak 38 Responden(70,4%), Dengan TingkatKecemasan Sedang YaituSebanyak 36 Responden(66,7%), SedangkanMayoritas RespondenMerasa Lingkungan SaatTidur Tidak NyamanYaitu Sebanyak 29Responden (53,7%). DariAnalisa Bivariat DenganMenggunakan Uji StatistikChi Square DidapatkanHasil Penelitian YangMenunjukkan BahwaTerdapat Hubungan YangBermakna Antara NyeriDan Kecemasan DenganKualitas Tidur PadaPasien Post OperasiApendisitis (P Value =0.000 Dan 0.000) YangBerarti (P<Α) Dan TidakAda Hubungan YangBermakna AntaraLingkungan DenganKualitas Tidur PadaPasien Post OperasiApendisitis (Pvalue =0,828) Yang Berarti(P>Α).

Page 51: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

39

2.3 Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Sumber : Potter & Perry,2010

2.4 KerangkaKonsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Pasien Asma Tingkat kecemasan

Faktor-faktor yangmempengaruhi tidur :1. Penyakit

2. Latihan dan Kelelahan

3. Stres Psikologis

4. Obat

5. Nutrisi

6. Lingkungan

9. Motivasi

Kualitas Tidur

1. Ringan2. Sedang3. Berat4. panik

Tingkat Kecemasan :1. Ringan2. Sedang3. Berat4. Panik

Kualitas Tidur1. Baik2. Buruk

Page 52: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

40

2.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis Penelitian adalah jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan

dalam bentuk pertanyaan (Sugiyono, 2009).

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu :

1. Ho = tidak terdapat hubungan antara tingkat kecemasan dengan

kualitas tidur pada pasien Ashma.

2. Ha = terdapat hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas

tidur pada pasien Ashma.

Page 53: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

41

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif yaitu berbentuk angka-angka

hasil perhitungan atau pengukuran. Penelitian kuantitatif adalah pendekatan

penelitian yang banyak dituntut menguakan angka, mulai dari pengumpulan

data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan

hasilnya.Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif

korelasional yaitu rancangan yang menggambarkan hubungan antara dua

variable atau lebih (Arikunto, 2006)

3.2 Populasi dan Sampel

Populasiadalah keseluruhan subjekpenelitian(Arikunto, 2006).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien asma yang mondok di

RSUD Karanganyar.Dengan kriteria inklusi : pasien asma dewasa dan

bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi : pasien asma anak dan pasien

asma yang disertai penyakit lainnya. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah Teknik Total Sampling. Yaitu teknik

penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai

responden atau sampel. (Sugiyono, 2009). Dengan demikian peneliti

mengambil sampel dari seluruh pasien asma yang menginap di RSUD

Kabupaten Karanganyar pada bulan Februari sampai April 2015.

40

Page 54: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

42

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat Penelitian Di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar

dimula dari Bulan Februari – April 2015.

3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran

1. Variabel penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang

berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Jadi yang dimaksud dengan variabel

penelitian dalam penelitian ini adalah segala sesuatu sebagai objek

penelitian yang ditetapkan dan dipelajari sehingga memperoleh

informasi untuk menarik kesimpulan. Variabel penelitian dalam

penelitian kuantitatif dapat dibedakan menjadi dua macam,

yaitu(Sugiyono, 2009):

1. Variabel bebas (independen variable)

Variabel bebas, merupakan variabel yang mempengaruhi

atau menjadisebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent

(terikat). Variabelbebas (X) pada penelitian ini adalah kecemasan

pada pasien Ashma.

2. Variabel terikat (dependent variable)

Variabel terikat, merupakan variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadiakibat adanya variabel bebas. Variabel terikat (Y) pada

penelitian iniadalah kualitas tidur pada pasien asma.

Page 55: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

43

2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Variabel Skala Alat ukur Kriteria1 Kecemasan Kecemasan

adalah kondisijiwa yang penuhdengan ketakutandan kekhawatirandan ketakutanakan apa yangmungkin terjadi,baik berkaitandenganpermasalahanyang terbatasmaupun hal-halyang aneh.

Ordinal Kuesioner a. Ringan : 20-44b. Sedang : 45-59c. Berat :

60-74d. Panik : 75-80

2 Kualitas Tidur Kualitas tiduradalah kemampuansetiap orang untukmempertahankankeadaan tidur danuntuk mendapatkantahap tidur REMdan NREM yangpantas

Ordinal Kuesioner a. Kualitas TidurBaik ≤ 5

b. Kualitas TidurBuruk > 5

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah

angket/kuesioner.

Terdapat dua jenis kuesioner yang diberikan kepada responden, yaitu :

1. Untuk mengukur kualitas tidur instrumen yang digunakan adalah

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI merupakan instrumen yang

efektif digunakan untuk mengukur kualitas dan pola tidur pada orang

Page 56: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

44

dewasa. Untuk ketujuh komponennya. Penilaian jawaban berdasarkan

skala Likert dari 0-3,dimana skor 3 menggambarkan hal negatif.

Pengkategorian kualitas tidur terbagi menjadi dua kelompok, yaitu

kualitas tidur baik dan kualitas tidur buruk. Rentang jumlah skor PSQI

adalah 0 s.d 21 dari ketujuh komponennya. Kualitas tidur dikatakan baik

apabila jumlah skor penilaian ≤ 5, sedangkan kualitas tidur dikatakan

buruk apabila jumlah skor penilaian > 5.

2. Untuk mengukur tingkat kecemasan, peneliti menggunakan kuesioner

dengan metode Zung – Self Rating Anxiety Scale. Zung – Self Rating

Anxiety Scale (SAS) merupakan instrumen untuk mengukur tingkat

kecemasan. Penilaian berdasarkan skala Likert dari 1-4, dimana skor 4

menggambarkan hal negatif dengan penilaian : sangat jarang (1), kadang

kadang (2), sering (3), selalu (4).Cara pengisian kuesioner adalah dengan

memberikan jawaban dengan tanda ceklis (√) sesuai dengan hasil yang

diinginkan. Sebelum angket dibagikan, peneliti terlebih dahulu

menjelaskan tujuan dari penelitian ini dan juga meminta kesediaan

responden. Setelah angket diisi oleh responden, kemudian angket

dikumpulkan dan dicek kelengkapannya oleh peneliti untuk diolah dan

dianalisis.

Pada penelitian ini peneliti tidak melakukan uji validitas karena

kuesioneryang digunakan diadopsi dari kuesioner baku yaitu Pittsburgh

Sleep Quality Index (PSQI) untuk kualitas tidur, memiliki konsistensi

internal dan koefisien reliabilitas (alpha cronbach) sebesar 0,83 dan

Page 57: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

45

Zung – Self Rating Anxiety Scale (SAS) untuk tingkat kecemasan

memiliki konsistensi internal (alpha cronbach 0,85) dan koefesien

reliabilitas total 0,79(Nursalam, 2012).

Penggunaan instrumen penelitian tersebut pernah dilakukan oleh

Dewi Komalasari dengan Judul Hubungan Antara Tingkat Kecemasan

dengan Kualitas Tidur pada Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas

Jatinangor, Kabupaten Sumedang dengan hasil uji alpha cronbach 0,83

untuk PSQI dan 0,85 untuk instrumen SAS.

3.6 Tekhnik Pengolahan Data

Proses pengolahan data penelitian menggunakanlangkah-langkah

diantaranya (Setiadi, 2007).

1. Editing

Peneliti mengumpulkan dan memeriksa kembali pembenaran

yang telah diperoleh dari responden. Kegiatan yang dilakukan pada

tahap ini adalah menjumlah dan melakukan korelasi.

2. Coding

Untuk mempermudah dalam pengolahan data dan proses

selanjutnya melalui tindakan mengklasifikasikan data dengan

memberikan kode setiap kuesioner.

3. Scoring

Peneliti memberikan skor untuk tiap-tiap pertanyaan nilai 1

untuk jawaban benar dan nilai 0 untuk jawaban salah.

Page 58: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

46

4. Tabulating

Tabulasi adalah pengorganisasian data sedemikain rupa agar

dengan mudah dapat dijumlahkan, disusun dan ditata untuk disajikan

dan dianalisis. Dimana peneliti memasukkan data yang telah terkumpul

ke dalam tabel distribusi frekuensi.

3.7 Analisa Data

1. AnalisisUnivariat

Analisa data ini dilakukan terhadap tiap variabel dari penelitian

dan pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan

presentasi dari tiap variabel (Notoatmodjo,2005). Adapun variabel yang

dianalisisadalah tingkat kecemasan dan kualitas tidur pada pasien asma.

2. AnalisisBivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap kedua

variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Yaitu untuk

mengetahui hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas tidur

penderita asma di RSUD Kabupaten Karanganyar. Analisa bivariat

dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabeldependen dan

independen. Teknik analisa yang dilakukan yaitu denganUji Spearman’s

Rho. Analisa ini bertujuan untuk mengujiperbedaan proporsi dua atau

lebih kelompok sampel, sehingga diketahuiada atau tidaknya hubungan

yang bermakna secara statistik.

Page 59: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

47

Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95% dengan α

5%sehingga jika nilai P (p value) < 0,05 berarti terdapat hubungan

bermakna(signifikan) antara variabel yang diteliti. Jika nilai P > 0,05

berarti tidakada hubungan bermakna antara variabel yang diteliti

(Notoatmodjo, 2005).

3.8 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada

instansi tempat penelitian dalam hal ini Rumah Sakit Umum Daerah

Karanganyar setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan penelitian

dengan menekankan masalah etika yang meliputi :

1. Informed Concent

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan

diteliti yang memenuhi criteria inklusi dan disertai judul penelitian, bila

responden menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati

hak-hak responden.

2. Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan

nama responden, tetapi lembaran tersebut diberikan kode.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti. Hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil peneliti.

Page 60: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

48

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Umum Responden

Data dari penelitian ini dikumpulkan dari 38 responden dengan

menggunakan lembar kuesioner. Diskripsi data penelitian tingkat

kecemasan dan kualitas tidur pada pasien asma adalah sebagai berikut:

4.1.1.Umur Responden

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Umur

Umur Frekuensi (f) Persentase (%)

32-42th43-53th

2018

53%47%

Jumlah 38 100%

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 38 responden yang

diteliti, 53% berusia antara 32-42 tahun

4.1.2.Jenis Kelamin

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)

Laki-lakiPerempuan

2513

66%34%

Jumlah 38 100%

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa 66% responden

berjenis kelamin laki-laki.

47

Page 61: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

49

4.1.3.Pendidikan

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Frekuensi (f) Persentase (%)

SDSMPSMAPerguruan Tinggi

114212

3%37%55%5%

Jumlah 38 100%

Hasil observasi responden juga menunjukkan 55%

berpendidikan Sekolah Menengah Atas dan 37% berpendidikan

terakhir Sekolah Menengah Pertama

4.1.4.Status Perkawinan

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan StatusPerkawinan

Status Frekuensi (f) Persentase (%)

MenikahBelum Menikah

371

97%3%

Jumlah 38 100%

Dari tabel diatas dapat dilihat status responden tentang

pernikahan 97% status sudah menikah

4.2. Analisa Univariat

4.2.1. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pasien Asma

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pasien Asma DiRumah Sakit Umum Daerah Karanganyar

No Kategori Frekuensi (f) Presentase(%)1 Ringan 24 63%2 Sedang 14 27%3 Berat 0 0%

Jumlah 38 100%

Page 62: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

50

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 38 responden yang

diteliti, ternyata sebagian besar dari responden dalam penelitian ini yaitu

sebanyak 24 orang (63%) termasuk kepada tingkat kecemasan normal.

4.2.2. Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Pasien Asma

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Pasien Asma DiRumah Sakit Umum Daerah Karanganyar

No Kategori Frekuensi(f) Persentase(%)1 Baik 26 68%2 Buruk 12 32%

Jumlah 38 100%

Tabel diatas menunjukkan frekuensi kualitas tidur responden 68%

dengan kualitas tidur baik, sedangkan 32% mempunyai kualitas tidur

buruk.

4.3. Analisa Bivariat

Tabel 4.7 Analisa Hubungan Antara Tingkat Kecemasan DenganKualitasTidur Pada Pasien Asma Di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar

TingkatKecemasan

Kualitas Tidur

Baik Buruk TotalCoeffisientCorelation

P value

f % F % f %

0,889 0,000

Ringan 24 100% 0 0% 24 63,2%Sedang 2 14,3% 12 85,7% 14 36,8%Berat 0% 0% 0 0% 0 0%Panik 0% 0% 0 0% 0 0%Total 26 68,4% 12 31,6% 38 100%

Dari tabel diatas diketahui bahwa 38 responden yang dilakukan

penelitian 24 responden (63%) mempunyai tingkat kecemasan ringan

dengan kualitas tidur baik. Sedangkan terdapat 2 responden (14%) terjadi

Page 63: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

51

kecemasan sedang dengan kualitas tidur baik dan 12 responden (85%)

mempunyai kecemasan sedang dengan kualitas tidur buruk.

Besarnya nilai tingkat keeratan hubungan antara tingkat

kecemasan dengan kualitas tidur yaitu sebesar 0,889, hal ini menunjukkan

adanya hubungan yang sangat kuat antara tingkat kecemasan dengan

kualitas tidur.

Pada penelitian ini untuk mendapatkan hasil analisa hubungan

penulis menggunakan Spearman’s rho, hal ini sangat tepat dikarenakan

data yang diambil bersifat data ordinal baik data pada variabel independen

maupun data pada variabel dependen.Dari hasil analisa data diketahui

bahwa p-value (0,00) < taraf kekeliruan (α=0,05). Sehingga dengan

demikian dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang berarti

atau bermakna antara tingkat kecemasan dengan kualitas tidur. Taraf

signifikansi dari hasil analisa adalah 0,00 menunjukkan bahwa hasil yang

didapatkan untuk mengetahui hubungan tingkat kecemasan dengan

kualitas tidur sangat signifikan.

Page 64: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

52

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Umum Responden

5.1.1. Usia

Berdasarkan peneliti yang didapatkan kemarin kebanyakan

responden usia 32-42 tahun. Hal ini disebabkan karena usia

menjadi salah faktor yang mempengaruhi tidur dan kebutuhan tidur

seseorang. Kebutuhan tidur berkurang sesuai bertambahnya

usiaKebutuhan tidur berkurang sesuai dengan pertambhanan usia.

Kebutuhan tidur anak-anak berbeda dengan kebutuhan tidur

dewasa. Kebutuhan tidur dewasa juga akan berbeda dengan

kebutuhan tidur lansia(Pemi, 2009)

Seseorang yang mempunyai umur lebih muda ternyata

lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada

seseorang yang lebih tua, tetapi ada juga yang berpendapat

sebaliknya (Varcoralis,2000).

5.1.2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin yang peneliti temukan paling banyak laki-

laki. Jenis kelamin sangat berhubungan dengan gaya hidup.

Dimana gaya hidup perokok cenderung mengalami kesulitan untuk

tidur.

51

Page 65: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

53

Penelitian yang dilakukan Lexcen & Hicks (1993, dalam

Maas 2011), Jenis kelamin sangat berhubungan dengan gaya hidup.

Dimana gaya hidup perokok lebih cenderung melaporkan beberapa

keluhan kesulitan untuk tertidur, keluhan terhadap perasaan

mengantuk disiang hari. Dalam penelitian itu juga ditemukan

pasien yang megalami ketergantungan alkohol juga

memperlihatkan penurunan dalam tidur tahap 4 atau gelombang

tidur yang lambat.

Potter & Perry (2005), menyatakan bahwa makan besar,

berat dan berbumbu pada makan malam yang biasa dilakukan

wanita dapat menyebabkan kesulitan dalam proses pencernaan. Hal

ini dapat mengganggu tidur.

Kecenderungan terjadi kecemasan pada responden adalah

laki-laki. Hal ini bisa disebabkan karena kondisi hospitalisasi

pertama kali dialami dan kecenderungan untuk memikirkan kondisi

sebagai penanggung jawab keluarga yang ditinggalkan saat sakit

5.1.3. Pendidikan

Dari data responden, banyaknya pendidikan responden

adalah SMA. Tingkat pendidikan yang rendah pada seseorang akan

menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan,

tingkat pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh

terhadap kemampuan berpikir, semakin tinggi tingkat pendidikan

akan semakin mudah berpikir secara rasional dan menangkap

Page 66: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

54

informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah yang baru

(Stuart, 2006).

5.1.4. Status Perkawinan

Dari hasil yang didapatkan kemarin, status perkawinan

responden banyak sudah menikah. Hal ini disebabkan karena

terbebaninya kebutuhan hidup dan memikirkan keluarga. Individu

yang memiliki teman akrab dan dukungan emosional yang

memadai akan mengurangi depresi bila berhadapan dengan stress

(Samiun, 2006 dalam Aziza, 2011)

5.2. Tingkat Kecemasan Pasien Asma

Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada suatu yang akan

terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan

yang tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati, 2005). Cemas adalah

suatu situasi yang dirasakan oleh individu mengenai ketidaknyamanan

perasaan karena aktifitas system nervus otonomi pada respon ancaman non

spesifik, biasanya tidak jelas penyebabnya atau tidak dikenal sumbernya.

Berdasarkan tingkat kecemasan responden sebagian besar pasien

mengalami kecemasan dalam kategori normal sebanyak 24 orang (63%),

dan 14 orang (37%) mengalami kecemasan ringan. Hal ini menunjukkan

bahwa para pasien yang dirawat inap di Ruang Perawatan Penyakit Dalam

RSUD Karanganyar mengalami kecemasan ringan, hal ini disebabkan

Page 67: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

55

suasana ruang perawatan yang terlalu ramai karena batas tempat tidur pasien

tidak ada sekatnya, selain itu juga karena memikirkan prognosis penyakit,

memikirkan biaya yang akan dihabiskan, dan bertemu dengan kondisi

lingkungan yang baru, hal tersebut yang dialami responden ketika menjalani

rawat inap. Kecemasan merupakan perasaan yang tidak jelas, keprihatinan

dan kekhawatiran akan penyakit yang sedang dialami saat ini.

Kecemasan adalah respon individu terhadap suatu keadaan yang

tidak menyenangkan atau mengurangi rasa nyaman (Capernito, 2010).

Sesuai hasil yang saya dapatkan kemarin di rumah sakit banyak pasien yang

mengeluh tidurnya terganggu karena pasien lain yang sedang kesakitan.

Selain itu pasien tersebut sebelum sakit biasaya saat tidur terbiasa

mematikan lampu, sedangkan di rumah sakit penerangan atau lampu masih

menyala, salah satu respon yang muncul dari kecemasan adalah gangguan

pola tidur pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit atau pusat

pelayanan kesehatan lainnya sehingga mempengaruhi proses penyembuhan

dan pemulihan dari kondisi sakit, yang selanjutnya dapat memperpanjang

hari dirawat.

Menurut Savitri Ramaiah (2003) ada beberapa faktor yang

menunujukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu lingkungan atau sekitar

tempat tinggal mempengaruhi cara berfikirindividu tentang diri sendiri

maupun orang lain. Hal ini disebabkan karenaadanya pengalaman yang

tidak menyenangkan pada individu dengankeluarga, sahabat, ataupun

dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebutmerasa tidak aman terhadap

Page 68: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

56

lingkungannya.Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu

menemukan jalankeluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan

personal ini, terutamajika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam

jangka waktu yangsangat lama.Pikiran dan tubuh senantiasa saling

berinteraksi dan dapat menyebabkantimbulnya kecemasan. Hal ini terlihat

dalam kondisi seperti misalnyakehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih

dari suatu penyakit. Selamaditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-

perubahan perasaan lazim muncul,dan ini dapat menyebabkan timbulnya

kecemasan.

Kecemasan mempengaruhi gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi

saraf akan terlihat gejala-gejala yang akan ditimbulkan diantaranya tidak

dapattidur, jantung berdebar-debar, keluar keringat berlebih, sering mual,

gemetar,muka merah, dan sukar bernafas (Detiana, 2010). Pada kebanyakan

responden hal tersebut sangat mengganggu karena dari awal responden

masuk rumah sakit responden sudah mengalami gangguan pernafasan,

sehingga kondisi yang tidak mendukung bisa memperlambat atau malah

kemungkinan bisa memperparah penyakit yang dideritanya.

Hal ini mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Fahmi 2015

yang melakukan penelitian tentang tingkat kecemasan dan depresi yang

terjadi pada penderita geographic tongue ( penyakit kelainan lidah) dimana

hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara tingkat kecemasan dan depresi terhadap prevalensi

Page 69: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

57

geographic tongue. Sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu penyakit bisa

menimbulkan tingkat kecemasan terhadap pasien yang menderita.

5.3. Kualitas tidur pasien asma

Hasil dari analisa data menunjukkan kualitas tidur responden 26

orang (68%) menunjukkan kualitas tidur baik. Sedangkan 12 responden

(32%) menunjukkan kualitas tidur buruk.

Tidur adalah suatu proses yang sangat penting bagi manusia, karena

dalam tidur terjadi proses pemulihan. Proses ini bermanfaat mengembalikan

kondisi seseorang pada keadaan semula, dengan begitu tubuh yang tadinya

mengalami kelelahan akan menjadi segar kembali (Dawson D, 2005).

Terdapat berbagai jenis gangguan tidur yang dapat menurunkan kualitas

tidur seseorang, yaitu antara lain somnambulisme, night terror, insomnia,

mudah tertidur (hypersomnia), parasomnia, narkolepsi, sleep walking,

obstructive sleep apnea/hypopnea syndrome (OSASH).

Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar (unconciuusness) tetapi

dapat dibangunkan dengan perangsangan sensori yang sesuai (Martini,

2001). Tidur sebagai perubahan keadaan kesadaran yang terjadi secara

terus-menerus dan berulang untuk menyimpan energi dan kesehatan (Potter

& Perry, 2005).

Berdasarkan kejadian perubahan pola tidur menunjukkan bahwa

sebagian responden merupakan pasien yang memiliki perubahan pola tidur

pada saat menjalani rawat inap di Ruang Perawatan Umum RSUD

Page 70: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

58

Karanganyar. Sesuai hasil yang peneliti dapatkan kemaren banyak pasien

yang mengeluh tidurnya terganggu karena suasana lingkungan rumah sakit

yang terlalu ramai dan kondisi pasien sebelahnya mengerang kesakitan.

Kebutuhan untuk istirahat dan tidur adalah penting bagi kualitas hidup

semua orang dikarenakan pada kondisi mereka yang sedang sakit

membutuhkan istirahat yang cukup dalam pemulihannya. Namun demikian,

tiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda dalam jumlah tidur

(Quantity of Sleep) dan kualitasnya (Quality of Sleep) (Potter & Perry,

2005)

Dinyatakan bahwa tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok

manusia yang memiliki fungsi perbaikan dan homeostatic (mengembalikan

keseimbangan fungsi-fungsi normal tubuh) serta penting juga dalam

pengaturan suhu dan cadangan energi normal terlebih bagi seseorang yang

sedang berada pada kondisi sakit. Sebenarnya tidur tidak sekedar

mengistirahatkan tubuh, tapi juga mengistirahatan otak, khususnya sereberal

korteks, yakni bagian otak terpenting atau fungsi mental tertinggi yang

digunakan untuk mengingat, memvisualkan serta membayangkan, menilai

dan memberikan alasan sesuatu, disini dengan istirahatnya otak diharapkan

proses penyembuhan pasien semakin baik (Craven & Hirnle, 2000)

Page 71: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

59

5.4. Hubungan Tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada pasien Asma

di RSUD Kabupaten Karanganyar

Berdasarkan pengujian statistik dengan uji Spearman’s rho,

dinyatakan ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan dengan

kualitas tidur pada pasien asma yang dirawat inap yang ditunjukan dengan

nilai p Value sebesar 0,00 atau kurang dari 0,05, pada taraf signifikan 95%

sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat

kecemasan dan kualitas tidur pada pasien asma yang dirawat inap terbukti

atau diterima. Keeratan hubungan antara kecemasan dan kualitas tidur bisa

ditunjukkan dengan nilai koefisien kontingensi dengan nilai 0,889 yang

berarti hubungan itu sangat kuat.

Secara keseluruhan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para

pasien di RSUD Karanganyar memiliki kecemasan yang ringan dan

mengalami perubahan kualitas tidur. Hal ini berarti bahwa kecemasan

seorang pasien akan mempengaruhi kualitas tidurnya, pada keadaan sakit

dan dirawat di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya sering

kali terjadi dua hal yang berlawanan, disatu sisi individu yang sakit

mengalami peningkatan kebutuhan tidur (Taylor, 2001). Sementara disisi

yang lain kualitas tidur seseorang yang masuk dan dirawat di rumah sakit

dapat dengan mudah berubah atau mengalami gangguan pola tidur sebagai

akibat kecemasan yang kondisi sakitnya atau rutinitas rumah sakit.

Terjadinya gangguan pola tidur pada klien yang dirawat inap di rumah sakit

atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dapat disebabkan oleh dampak

Page 72: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

60

lingkungan rumah sakit serta kecemasan yang diakibatkan proses penyakit

yang dialaminya yang biasanya ditandai dengan bertambahnya jumlah

waktu bangun, sering terbangun dan berkurangnya tidur REM serta jam

tidur (Potter & Perry, 2005).

Page 73: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

61

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebagian besar responden berusia antara 32-42 tahun dan berjenis

kelamin laki-laki, berpendidikan rata-rata SMA dan sudah menikah.

2. Tingkat kecemasan responden paling banyak memiliki kecemasan ringan

sebanyak 24 responden (73%).

3. Sebanyak 12 pasien (32%) mengalami kejadian perubahan kualitas tidur

buruk dan 26 pasien (68%) tidak mengalami kejadian perubahan kualitas

tidur.

4. Hasil analisa menunjukkan terdapat hubungan yang sangat kuat antara

tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada pasien asma yang dirawat

inap di RSUD Karanganyar dengan nilai koefisien korelasi mencapai

0,889dengan signifikansi (p value) 0,000

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan

beberapa hal sebagai berikut :

1. Disarankan bagi pihak rumah sakit untuk bisa menciptakan lingkungan

yang nyaman terutama memberi batasan skat atau korden di ruang pasien

60

Page 74: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

62

dan memberi batasan waktu kunjung pasien agar pasien tidurnya tidak

terganggu.

2. Bagi Institusi Pendidikan diharapkan bisa menggunakan referensi hasil

penelitian ini untuk bisa digunakan sebagai pedoman dalam melakukan

perawatan pasien asma.

3. Bagi peneliti lain yang melakukan penelitian serupa diharapkan

menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak sehingga bisa didapatkan

gambaran yang lebih baik dari hasil analisa penelitiannya.

4. Bagi Peneliti dapat mengetahui secara nyata tentang hasil penelitian yang

menunjukkan adanya hubungan antara kecemasan dengan kualitas tidur

pada pasien asma.

Page 75: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

63

DAFTAR PUSTAKA

Alimul H, Aziz.2006, Pengantar Kebutuhan Dsara Manusia. Jakarta: SalembaMedika.

Arikunto,S.2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta.RinekaCipta

Asmadi.2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.Jakarta. SalembaMedika

Azizah, Lilik.M. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu

Carpenito, L.J. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8, alih bahasaEster M, EGC, Jakarta

Depkes R.I (2009).Pedoman pengendalian penyakit asma.

Djojodibroto, Darmanto. (2009). Respirologi (Respiratory Medicine). PenerbitBuku Kedokteran EGC. Jakarta.

GINA (Global Initiative for Asthma).(2006),. Pocket Guide for AsthmaManagement and Prevension In Children.

Ghufron M. Nur dan Wati S, Rini.2012,Cara Tepat Menghilangkan KecemasanAnda.Yogyakarta:Galang Press

Hawari,D.2008. Manajemen Stress, Cemas, dan Depresi.Jakarta.FKUI

Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma. Jakarta: Penerbit PT GramediaPustaka Utama

Kozier, Barbara. 2008. Fundamentals of Nursing: concepts, process, andpractice.New Jersey: Berman Audrey

Lestari, Pemi L (2009). Riset. Perbedaan kualitas tidur pekerja shif saatmenjalani shift pagi dengan shift malam pada PT. Kobame Propertindo.Universitas Indonesia.

Maas, L. Meridean. 2011. Asuhan Keperawatan Geriatrik : Diagnosis NANDA,Kriteria hasil NOC, & Intervensi NIC. Jakarta : EGC

Maulida. 2011. Test Reliabilitas dan Validitas Indeks Kualitas Tidur DariPittsburg (PSQI) Versi Bahasa Indonesia Pada Lansia [Thesis].Yogyakarta:Universitas Gajah Mada

Page 76: HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR … · 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 47 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 47 4.3

64

Notoatmodjo,S.2010.Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta.Rineka Cipta

Ni Komang Ratih, 2012.Hubungan Tingkat Kecemasan Terhadap Koping SiswaSMUN 16 Dalam Menghadapi Ujian Nasional, Skripsi SarjanaKeperawatan, (Depok: Perpustakaan UI)

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses danPraktik. Jakarta : EGC.

Potter & Perry.(2010).Fundamental of Nursing.Mosby.st.Louis

Ramaiah, Savitri. 2006. Asma Mengetahui Penyebab Gejala dan CaraPenanggulangannya. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer

Sundaru H, Sukamto. (2006) Asma Bronkial , Departemen Ilmu Penyakit DalamFakulas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Suzanne M, Steven G. Normal Sleep, Sleep Physiology, and Sleep Deprivation.[Cited 2009Dec 20]

Said Az-zahroni, Musfir.(2005). Konseling Terapi.Jakarta: Gema Insani

Tim MGBK. Bahan Dasar Untuk Pelayanan Konseling Pada Satuan PendidikanMenengahJilid I .( jakarta: PT.Grasindo, 2010)

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :EGC.