hubungan shalat terhadap kesiapan · pdf filestatus : belum menikah alamat : jalan kh mansyur...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN SHALAT TERHADAP KESIAPAN MENGHADAPI KEMATIAN PADA LANSIA DI WILAYAH KELURAHAN GONDRONG
KECAMATAN CIPONDOH KOTA TANGERANG
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh :
SRI WAHYUNINGSIH 109104000002
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/ 2014 M
i
ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP
Nama : Sri Wahyuningsih
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 15 September 1991
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jalan KH Mansyur RT 003/05 NO 47 Kelurahan
Gondrong Kecamatan Cipondoh- Kota tangerang-
15140
Telepon : 085697279965
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. TK IZZUL MUNIR (1995-1996)
2. MI JAMIATUL GULAMI (1997-2003)
3. SLTP BINA INSANI (2003-2006)
4. SMA YP-KARYA (2006-2009)
Pengalaman Seminar
1. Seminar “Hilangnya Ayat dalam Undang-Undang Anti Rokok” pada tahun
2009
2. Seminar “ Cultural Approach In Holistic Nursing Care In Globalization
Era” pada tahun 2009.
v
3. Seminar “Mencegah Osteopenia Di Masa Muda Sebagai Investigasi
Kesehatan Tulang Jangka Panjang” pada tahun 2009
4. Workshop “Uji Kompetensi Profesi Keperawatan” pada tahun 2012
5. Seminar Nasional “Melody For Heart and Brain Health” pada tahun 2012
6. Seminar Nasional “ Uji Kompetensi Nasional Perawat : Meningkatkan
Peran dan Mutu Profesi Keperawatan Dalam Menghadapi Tantangan
Global” pada tahun 2012
vi
vii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Februari 2014
Sri Wahyuningsih, NIM: 109104000002
Hubungan Shalat Terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang
xix + 83 halaman + 16 tabel + 2 bagan + 6 lampiran
ABSTRAK
Lanjut usia merupakan tahap akhir perkembangan manusia dan periode penutupan kehidupan seseorang, beberapa tugas perkembangan yang harus diselesaikan dengan baik diantaranya yaitu mempersiapkan dan menerima kematiannya sendiri. Dalam hal ini shalat yang dilakukan dengan khusyu’ dapat menimbulkan rasa takut kepada Allah SWT, sehingga seseorang akan shalat seakan akan melakukan shalat yang terakhir (karena meninggal). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada 76 lansia yang berusia 60 keatas. Pengumpulan data menggunakan kuesioner shalat dan kuesioner kesiapan menghadapi kematian. Hasil uji statistik menggunakan uji korelasi Product Moment. Berdasarkan analisa data diperoleh r = 0,008 dengan p value = 0,0948 sehingga Ha tidak diterima. Hasil penelitian secara umum menunjukkan tidak ada hubungan antara shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Untuk kesempurnaan hasil pada penelitian ini dapat dilakukan penelitian kembali dengan metode yang berbeda dengan pendekatan metode seperti eksperimen ataupun kualitatif.
Kata kunci : shalat, kesiapan menghadapi kematian, lansia
Daftar Bacaan : 83 (1982-2014)
viii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Undergraduates Thesis, Februari 2014
Sri Wahyuningsih, NIM: 109104000002
Relationship Between Prayer to Readiness in Facing Death In Elderly in
Gondrong Cipondoh Tangerang City
xix + 83 pages + 16 tables + 2 charts + 6 appendices
ABSTRACT
Advanced age is the final stage of human development and closing the period a person's life. some developmental tasks that must be completed with either of them is to prepare and accept her own death. In this case the prayer is done with humility can cause fear to God, so that someone will pray as if prayer will do the latter (since deceased). This study aimed to determine the relationship of prayer to the readiness to face death in the elderly in Gondrong Cipondoh Tangerang. The study was cross-sectional quantitative approach carried out on 76 elderly aged 60 and above. Data collection using questionnaires and questionnaires prayer readiness to face death The results of the statistical test using product moment correlation test. Based on the analysis of data obtained r = 0,008 with p value = 0.0948 so that Ha is not acceptable. Results of the study generally showed no association between prayer to the readiness to face death in the elderly in Gondrong Cipondoh Tangerang. For perfection results in this study can be conducted research back by different methods such as experimental approaches or qualitative methods.
Keywords : prayer , readiness in facing death , elderly
Reference : 83 (1982-2014)
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Hubungan Shalat Terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian Pada
Lansia Di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota
Tangerang” yang disusun dan diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Keperawatan.
Selama proses pendidikan dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak
menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih dan
penghargaan sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada yang terhormat :
1. Prof. DR (hc). Dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. Selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
2. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep, MKM Selaku Ketua Program Studi
IImu Keperawatan (PSIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Ita Yuanita, S.Kp, M,Kep selaku pembimbing I yang telah membimbing
dan memberikan banyak masukan dan saran dalam penulisan skripsi
penelitian ini.
4. Ibu Ns. Eni Nur’aini Agustini, S. Kep, MSc Selaku Sekretaris Program Studi
IImu Keperawatan (PSIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus dosen
pembimbing II yang telah membimbing dan banyak memberi saran demi
terselesaikannya penulisan skripsi ini.
5. Ibu Ernawati , S.Kp, M,Kep selaku pembimbing akademik.
x
6. Seluruh dosen PSIK yang telah memberikan ilmunya dan segala
pengalamannya yang tak ternilai sehingga dapat menjadi pembelajaran bagi
kami selaku mahasiswa.
7. Seluruh staff bidang akademik FKIK dan PSIK yang telah membantu
kelancaran hal-hal administratif
8. Kedua Orang Tua saya tercinta yang selalu memberi kasih sayang,
dukungan, do’a dan semangat serta tak pernah lelah mencurahkan semua
kasih sayang dan memberikan dukungan secara moril dan materil yang tak
terhingga kepada penulis selama proses menyelesaikan penelitian ini.
9. Sahabat-sahabatku angkatan 2009 (Desi, Nining, Iqbal, Rusmanto, Ummi,
Inggar, Riyani, Siska, Ami, Widya, Dewi) yang telah berjuang bersama
dalam perkuliahan dan penyusunan skripsi di Ilmu Keperawatan.
Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua
kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT dan semua
kesalahan diampuni oleh Allah. Amin.
Jakarta, Februari 2014
Penulis
xi
LEMBAR PERSEMBAHAN
Pandanganku tertuju di kejauhan sana .. Dengan senyum yang sudah tak asing lagi bagiku
Merekalah orang yang sangat aku hargai dan ku hormati Yang aku cintai dan aku sayangi
Merekalah MAMAH dan BAPAK ku
Seiring dengan langkahku … terlintas dibenakku atas apa yang telah mëreka lakukan pada hidupku selama ini
Mamah …yang telah mengandungku selama 9 bulan Mamah yang sedang memperjuangkan hidup dan matinya untukku
Bapak … yang telah mendidikku… Bapak yang rela kerja banting tulang untuk membahagiakanku
Apakah yang dapat aku lakukan untuk membalas mereka ?? Sering aku tutup telinga tak mau dengar nasehat mereka…
Sering aku melawan mereka karena kenakalanku Sering aku marah kepada mereka jika tidak mengabulkan keinginanku
Tapi apakah mereka memiliki rasa dendam terhadapku ?? TIDAK.. TIDAK sama sekali…
Mereka dapat tulus memaafkan kekhilafanku, Mereka tetap menyayangiku di setiap hembusan nafas mereka… Bahkan mereka tetap menyebut namaku di setiap doa-doa mereka
Hingga aku menjadi seperti sekarang ini
BAPAK,, MAMAH.., Yang aku berikan sampai hari ini tidak akan cukup… membalas apa yang BAPAK dan MAMAH berikan…
Terima kasih PAK…. Terima kasih MAH…..
Aku sayang BAPAK dan MAMAH hingga akhir hayatku… TERIMA KASIH….
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL HAL
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ v
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
ABSTRACT .................................................................................................... viii
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................ ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xv
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
C. Pertanyaan Penelitian ........................................................................... 5
D. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
1. Tujuan Umum ............................................................................... 5
2. Tujuan Khusus............................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
1. Bagi Pendidikan Keperawatan dan Ilmu Keperawatan ................. 6
2. Bagi Peneliti .................................................................................. 6
3. Bagi Penelitian Selanjutnya .......................................................... 6
F. Ruang Lingkup ..................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 8
A. Lanjut Usia ........................................................................................... 8
1. Definisi Lanjut Usia ...................................................................... 8
2. Perubahan-Perubahan Pada Lanjut Usia ....................................... 9
A. Masalah Kesehatan Fisik........................................................ 9
B. Masalah Psikososial Lansia.................................................... 10
C. Tugas Perkembangan Lansia.................................................. 11
B. Koping
1. Konsep Mekanisme Koping .......................................................... 12
2. Gaya Koping Positif ...................................................................... 13
3. Gaya Koping Negatif .................................................................... 13
4. Hasil Mekanisme Koping dan penanganannya ............................. 14
C. SHALAT
1. Definisi Shalat ............................................................................... 15
2. Keutamaan dan Manfaat Shalat..................................................... 16
3. Waktu pelaksanaan dan tata cara shalat ........................................ 17
4. Syarat-syarat shalat ....................................................................... 20
5. Rukun shalat .................................................................................. 21
6. Sunnah shalat................................................................................. 21
7. Sunnah-sunnah muakad................................................................. 22
8. Hal-hal yang membatalkan shalat ................................................. 22
9. Definisi dan perintah untuk shalat khusyu .................................... 23
10. Langkah-langkah mencapai shalat khusyu .................................... 25
11. Shalat ditinjau dari aspek psikologis dan kesehatan ..................... 26
12. Kecemasan menghadapi kematian ................................................ 33
13. Kesiapan kematian secara psikis ................................................... 35
14. Kesiapan kematian secara spiritual ............................................... 35
D. Kerangka Teori..................................................................................... 39
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ....... 40
A. Kerangka Konsep ................................................................................. 40
B. Hipotesis ............................................................................................... 40
C. Definisi Operasional............................................................................. 41
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 43
A. Desain Penelitian .................................................................................. 43
B. Populasi dan Sampel ............................................................................ 43
C. Teknik Pengambilan Sampel................................................................ 44
D. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 47
E. Instrumen Penelitian............................................................................. 47
F. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrument ....................................... 50
G. Tahapan Penelitian ............................................................................... 54
H. Pengolahan Data................................................................................... 56
I. Teknik Analisa Data ............................................................................. 57
J. Etika Penelitian .................................................................................... 59
BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 61
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ................................................... 61
B. Karakteristik Responden ...................................................................... 62
C. Analisa Univariat ................................................................................. 63
D. Analisa Bivariat .................................................................................... 65
BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................... 68
A. Distribusi Frekuensi Karakteristik Lanjut Usia di Wilayah Kelurahan
Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tanggerang ............................. 68
B. Hubungan Shalat Terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian pada Lanjut
usia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota
Tanggerang ........................................................................................... 81
C. Keterbatasan Peneliti ............................................................................ 80
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 82
A. Kesimpulan .......................................................................................... 82
B. Saran ..................................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR BAGAN
2.1 Kerangka Teori............................................................................................. 39
3.1 Kerangka Konsep ......................................................................................... 40
DAFTAR TABEL
3.1 Kerangka Konsep .................................................................................... 40
4.1 Pertanyaan Kuisoner Shalat .................................................................... 48
4.2 Skor Skala Likert Shalat.......................................................................... 49
4.3 Pertanyaan Kuisoner Kesiapan Menghadapi Kematian .......................... 49
4.4 Skor Skala Likert Kesiapan Menghadapi Kematian ............................... 50
4.5 Hasil Pertanyaan Validitas Shalat ........................................................... 51
4.6 Hasil Pertanyaan Validitas Kesiapan Menghadapi Kematian ................. 52
4.7 Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Nilai r............................... 57
5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Lansia di Wilayah KelurahanGondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang ................................................... 61
5.2 Distribusi Skor Shalat Pada Lansia Di Wilayah Kelurahan Gondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang ................................................... 62
5.3 Distribusi Skor Pada Masing-masing Aspek Shalat Pada Lansia di Wilayah
Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang ................ 62
5.4 Distribusi Skor Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah
Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang ................ 63
5.5 Distribusi Skor Pada Masing-masing Aspek Kesiapan Menghadapi
Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan
Cipondoh Kota Tangerang ...................................................................... 63
5.6 Analisa Hubungan Shalat Terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian Pada
Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota
Tangerang ................................................................................................ 64
5.7 Analisa Hubungan Masing-Masing Aspek Shalat Terhadap Masing-
Masing Aspek Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah
Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang ................ 65
5.8 Analisa Hubungan Masing-Masing Aspek Shalat Terhadap Masing-
Masing Aspek Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah
Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang ................ 66
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Data Demografi
Lampiran 2 Kuesioner Shalat
Lampiran 3 Kuesioner Kesiapan Menghadapi Kematian
Lampiran 4 Lembar Informed Consent
Lampiran 5 Lembar Surat Izin Penelitian
Lampiran 6 Lampiran Hasil SPSS
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan suatu bangsa seringkali dilihat dari usia harapan hidup
penduduknya. Pertumbuhan penduduk lansia di Indonesia tercatat sebagai
yang paling pesat di dunia dalam kurun waktu tahun 1990-2025 (Darmojo,
2009). Diseluruh dunia jumlah lansia saat ini diperkirakan ada 500 juta orang
dengan usia rata-rata 60 tahun (Nugroho, 2008). Indonesia berada peringkat
keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat untuk pertumbuhan
penduduk lansianya dan usia harapan hidup lanjut usia pada tahun 2010 rata-
rata 72 tahun bahkan ada yang mencapai 80 tahun dengan pertumbuhan
penduduk lansia mencapai 23,992 jiwa dan tahun 2020 diperkirakan
mengalami peningkatan sebesar 28,882 jiwa (Direktur Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Kementrian Sosial dalam Direktorat Jendral Rehabilitasi Sosial,
2013).
Tahap usia lanjut seseorang akan mengalami banyak perubahan di
dalam kehidupannya. Perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat seperti
perubahan pada fisik, kesehatan, kemampuan motorik, kemampuan mental,
minat, lingkungan sosial, status dan masih banyak lagi perubahan yang lain
(Santoso, 2009). Salah satu perubahan yang tampak terlihat adalah perubahan
fisik. Keadaan fisik yang semakin melemah dan tidak berdaya, menyebabkan
lanjut usia bergantung pada orang lain khususnya keluarga (Hurlock, 1993).
Kondisi kelemahan dan penurunan kemampuan tersebut menjadi
masalah yang serius yang dapat mengakibatkan kecemasan pada lanjut usia.
2
Di sisi lain seringkali lanjut usia memandang penurunan dan kelemahan
kemampuan fisik sebagai suatu bencana, karena kematian itu sangat dekat dan
siap untuk menjemput mereka (Hurlock, 1993). Maryam (2008) menyatakan
bahwa jika lansia gagal menyesuaikan kondisi fisiknya yang semakin
menurun, maka lansia akan menganggap kematian sebagai suatu ancaman
yang dapat menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran. Tidak jarang perasaan
takut dan khawatir yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala-gejala pada
lansia yang lebih umum disebut gejala kecemasan. Hal ini dibuktikan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2010) bahwa lansia yang mengalami
kecemasan menjelang kematian di pengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
internal yang terdiri dari isolasi, depresi, adanya hukuman neraka dan
kesepian sedangkan dan eksternal yang terdiri dari sosial yang buruk, cacat
fisik dan kematian orang terdekat serta rasa ketergantungan dengan orang lain.
Faktor yang mempengaruhi seberapa baik seseorang mengatasi
perasaan cemasnya atau memahami bahwa ia akan menghadapi kematian
adalah filosofi atau kepercayaan religius (spiritual keagamaan), serta
kemampuannya mengatasi masalah (Santrock, 2002). Hal ini dibuktikan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Adelina (2005) menunjukkan bahwa
ada hubungan positif antara kecerdasan ruhaniah dengan kesiapan menghadapi
kematian pada lansia. Semakin tinggi kecerdasan ruhaniah maka semakin
tinggi tingkat kesiapan menghadapi kematian pada lansia, sebaliknya semakin
rendah kecerdasan ruhaniah maka akan semakin rendah pula tingkat kesiapan
menghadapi kematian pada lansia.
3
Dan Allah SWT berfirman :
كل نفس ذائقة الموت ثم إلینا ترجعون
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada
Kami kamu dikembalikan “ (QS. Al-Ankabut: 97). Berdasarkan firman Allah
SWT maka sudah jelas pada hakikatnya kematian adalah suatu hal yang pasti
datangnya (Shihab, 2002). Individu yang mengetahui dan yakin bahwa
kematian adalah nyata dan tidak ada tempat untuk lari akan menerimanya
sebagai sesuatu yang nyata tanpa rasa takut (Najati, 2001).
Agama selalu dikaitkan dengan ketenangan, karena di dalamnya
diajarkan tentang tuntunan hidup (Hawari, 1997). Kehidupan yang saat ini
dijalani, juga diterangkan tentang datangnya kematian dan apa yang terjadi
sesudahnya, karena itu ajaran agama dapat membuat seseorang memiliki
pandangan yang lebih positif terhadap hidup dan mati (Hidayat , 2007). Tidak
heran jika usaha untuk merefleksikan kecemasan menjelang kematian dengan
melakukan aktivitas-aktivitas keagamaan. Shalat merupakan salah satu ibadah
ritual keagamaan umat muslim yang wajib dilaksanakan sebagai wujud rasa
syukur dan keimanan kita kepada Allah SWT. Dengan shalat hati menjadi
tentram dan jiwa menjadi tenang, tidak gelisah, takut atau khawatir. Salah satu
hikmah shalat yaitu sebagai penenang jiwa bagi orang yang resah dan gelisah
yang dapat menimbulkan ketenangan hati dan ketentraman batin (Sholikhin,
2009). Shalat juga merupakan proses yang menuntut konsentrasi, dalam
bahasa arab hal itu disebut dengan khusyu’. Kekhusyu’an dalam shalat bila
diteliti omengandung unsur meditasi. Sebagaimana dengan meditasi, shalat
mempunyai pengaruh psikologis. Apabila meditasi dapat mengurangi
4
kecemasan maka shalat yang dilakukan dengan khusyu’ dan ikhlas dapat
mengurangi kecemasan dan memberikan ketenangan (Ahsin, 2010). Hal ini
dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wibisono (2006) bahwa
shalat dapat mengurangi kecemasan. Wijaya dan Safitri (2008) juga
menyatakan bahwa cara yang dilakukan lansia mengatasi kecemasan dalam
menghadapi kematian adalah dengan rutin mengikuti pengajian dan shalat
berjamaah.
Hasil studi literatur peneliti, menemukan kontroversi dari beberapa
penelitian sebelumnya. Dari hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bawah
spiritual berpengaruh besar terhadap persepsi lansia dalam menghadapi
kematian (Adelina, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh (Nelson et al, 2002
dalam Singh & Nizamie, 2003) menemukan hubungan negatif yang kuat
antara spiritual well-being skala dan HDRS (Hamilton Depression Ratting
Scale) yang digunakan untuk mengukur keadaan seseorang ketika menghadapi
kematian. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara
spiritual keagamaan dengan kesiapan menghadapi kematian.
Islam sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk
Indonesia dan penganut islam bukan saja besar, melainkan juga merupakan
mayoritas mutlak, dalam hal ini salah satu ibadah wajib umat muslim adalah
dengan menunaikan shalat (Qodir, 2010). Serta shalat sebagai pedoman
kegiatan keagamaan pada umat muslim (Elzaky, 2011). Dan dari perbedaan
hasil penelitian tersebut menjadi latar belakang peneliti untuk melakukan
penelitian terhadap lansia muslim di Indonesia dalam menghadapi kematian
dan peneliti tertarik untuk mengambil judul “ Hubungan Shalat Terhadap
5
Kesiapan Lansia Menghadapi Kematian di Wilayah Kelurahan Gondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang”.
B. Rumusan Masalah
Kondisi penurunan secara fisik, psikologi dan sosial pada lansia dan
kurangnya pemahaman tentang konsep dan penerimaannya terhadap penuaan
menjadikan hal tersebut menjadi kecamasan bagi lansia (Hurlock, 1993 &
Maryam, 2008) dan Semakin meningkatnya jumlah populasi lansia di
Indonesia dan secara fisiologis keilmuwan shalat merupakan ibadah yang
istimewa dalam agama islam (Hasan, 2006), serta shalat juga mengurangi
kecemasan yang lebih nyata dan lebih besar (Ayyub, 2008), dan shalat yang
dilakukan dengan khusyu’ dan ikhlas dapat mengurangi kecemasan dan
ketenangan (Ahsin, 2010). Sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian
yang terkait dengan shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian Maka
pertanyaan penelitian adalah “Adakah Hubungan Shalat Terhadap Kesiapan
Menghadapi Kematian Pada Lansia”?
C. Pertanyaan Penelitian
Apakah ada hubungan antara shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian
pada lansia ?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan Shalat
Terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia Di Wilayah
Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang”.
6
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kekhusyu’an shalat lansia di Wilayah Kelurahan
Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang .
2. Untuk mengetahui gambaran kesiapan kematian pada lansia di
Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota
Tangerang.
3. Untuk mengetahui hubungan shalat terhadap kesiapan menghadapi
kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan
Cipondoh Kota Tangerang.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pendidikan Keperawatan dan Ilmu Keperawatan
Meskipun hasil penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan,
namun secara teori menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan
khusyu’ dapat menimbulkan rasa takut kepada Allah SWT, sehingga
seseorang akan shalat seakan-akan seperti melakukan shalat yang terakhir
(karena meninggal). Teori-teori yang ada dalam penelitian ini dapat
memberikan referensi dalam memberikan perawatan pada pasien yang
memasuki tahap usia lanjut dengan pendekatan spiritual (shalat)
2. Bagi peneliti
Peneliti mendapatkan pengetahuan tentang lanjut usia dan bagaimana
kesiapan lanjut usia menghadapi kematian dengan pendekatan shalat.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya juga disarankan untuk meneliti faktor lain
tentang kesiapan menghadapi kematian pada lansia seperti faktor
7
keluarga, sosial dan perbedaan jenis kelamin. Dalam penelitian
sebaiknya subjek yang digunakan memiliki jumlah responden yang
homogen.
b. Peneliti selanjutnya juga disarankan untuk melakukan penelitian
yang sama tetapi dengan menggunakan metode yang berbeda
seperti experiment atau meneliti tentang perbedaan kesiapan
menghadapi kematian pada individu yang berbeda jenis kelamin.
c. Peneliti selanjutnya dapat pula meneliti tentang perbandingan
kesiapan menghadapi kematian pada responden yang berbeda
agama dengan metode observasi dan wawancara mendalam atau
kualitatif
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini adalah kuantitatif menggunakan desain correlation study
dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
hubungan antara variabel shalat dengan variabel kesiapan menghadapi
kematian. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner shalat
dan kuesioner kesiapan menghadapi kematian. `Responden dalam penelitian ini
adalah lanjut usia yang berusia 60 tahun keatas. Penelitian ini dilakukan pada
bulan November 2013 di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh
Kota Tangerang.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lanjut Usia
a. Definisi Lanjut Usia
Penuaan adalah proses alamiah dan berkesinambungan yang
mengalami perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh
hingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara
keseluruhan (Fatmah, 2010).
World Health Organization (WHO) membagi empat tahap batasan
umur lansia yaitu :
a. Usia Pertengahan (middle age) 46-59 tahun
b. Lanjut Usia (elderly) 60-74 tahun
c. Tua (old) 75-90 tahun dan
d. Usia sangat tua (Very old) yaitu usia diatas 90 tahun (Efendi, 2009).
Sedangkan menurut UU pasal 1 ayat 2,3,4 UU No.13 tahun 1998
tentang kesehatan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun. Berbeda dengan Depkes RI 2003
(dalam Maryam, 2008) membagi klasifikasi lansia ada lima yaitu sebagai
berikut ;
a. Pralansia (prasenilis) seorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia adalah seorang yang berusia 60 tahun keatas
c. Lansia resiko tinggi adalah seorang yang berusia 70 tahun atau lebih/
seorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
9
d. Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
e. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak mampu lagi bekerja
dan bergantung pada orang lain
2. Perubahan-Perubahan Pada Lanjut Usia
a. Masalah Kesehatan Fisik
Secara individu pengaruh proses menua dapat menimbulkan
berbagai masalah baik secara fisik, biologis, mental dan sosial.
Semakin lanjut usia seseorang, maka kemampuan fisiknya akan
semakin menurun (Tamher, 2009). Salah satu perubahan tersebut
ialah terjadinya degeneratif kulit, tulang, jantung, pembuluh darah,
paru-paru, saraf, dan jaringan tubuh lainnya. Pada proses penuaan,
lanjut usia mengalami perubahan postur tubuh, rambut yang menjadi
putih juga menandai penuaan. Penuaan juga mengubah sistem saraf
yang menyebabkan atropi pada otak dan spinal cord (Maryam, 2008)
Alat-alat indra perseptual juga mengalami penuaan sejalan
dengan usia yang semakin menua serta terjadi penurunan daya tahan
tubuh (Santoso & Ismail, 2009). Darmojo (2009) menyatakan bahwa
mejadi tua bukanlah suatu penyakit atau sakit, tetapi suatu proses
perubahan dimana kepekaan bertambah atau batas kemampuan
beradaptasi menjadi berkurang yang sering dikenal dengan Geriatric
Giant, dimana lansia mengalami 13 i yaitu; imobilisasi, instabilitas
(mudah jatuh), intelektual terganggu (demensia), isolasi (depresi),
inkontinensia, impotensi, imunodefisiensi, mudah infeksi, impaksi
10
(konstipasi), iatrogenesis, insomnia, impairment of (gangguan pada)
penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, komunikasi,
integritas kulit, dan inaniation (malnutrisi).
b. Masalah Psikososial Lansia
Pada umumnya seseorang yang memasuki lanjut usia akan
mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Dengan
adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan kepribadian
lansia (Sutarto & Cokro, 2005).
Kegagalan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap
berbagai perubahan atau kehilangan akan menjadi pencetus depresi
bagi lanjut usia. Kurang berfungsinya sistem pendukung seperti
keluarga, lingkungan dan teman dapat mempermudah timbulnya
depresi. Masalah sosial yang dihadapi pada masa tua biasanya lebih
rumit. Untuk memperbaiki situasi sosial pada lanjut usia, lansia perlu
didorong agar terlibat dalam kegiatan yang menyenangkan dan
berguna. Dalam hal ini Dukungan keluarga sangat penting untuk
memberikan motivasi dan dukungan moril bagi lansia, sehingga
lansia merasa masih dibutuhkan dan peranannya tidak hilang
meskipun sudah usia lanjut (Santoso & Ismail, 2009)
c. Tugas Perkembangan Lansia
Tugas perkembangan menurut Erickson (1986) pada lansia
ialah kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri
terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses
11
tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Adapun tugas
perkembangan lansia menurut Maryam (2008) adalah sebagai
berikut :
1) Mempersiapkan diri untuk kondisi pensiun
2) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
3) Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya
4) Mempersiapkan kehidupan baru.
5) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/ masyarakat
Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian
pasangannya Teori perkembangan Erickson (1986) menekankan
pentingnya mempelajari apa yang dialami oleh lanjut usia pada saat
muda hingga masa tua. Berbagai peristiwa dan pengalaman-
pengalaman yang telah dilalui dan dihadapi oleh seseorang di masa
lalu akan sangat berpengaruh pada kehidupan masa sekarang.
(Santoso, 2010) menyatakan bahwa beberapa hal atau keadaan yang
terjadi dan dialami oleh seseorang akan membawa orang tersebut
sampai pada suatu tahap keberhasilan atau kegagalan dalam
melaksanakan tugas perkembangannya. Hal ini berarti pula bahwa
apa yang dialami oleh lanjut usia di masa sekarang merupakan
pengaruh dari keberhasilan ataupun kegagalan dalam melewati setiap
fase perkembangan sebelumnya.
12
B. Koping
1. Konsep Mekanisme Koping
Koping adalah mekanisme pertahanan individu untuk mengatasi
perubahan atau situasi yang mengancam dan dapat beradaptasi dengan
perubahan dan situasi tersebut (Nasir dan Muhith, 2011).
Koping merupakan kemampuan yang dimiliki oleh individu.
Apabila mekanisme koping gagal direspon oleh individu maka
ketidakmampuan tersebut dapat menjadi penyebab utama terjadinya
prilaku yang patologis atau menyakiti diri sendiri. (Nasir dan Muhith,
2011; Asmadi 2008).
Mekanisme koping akan menjadi lebih efektif bila didukung oleh
kekuatan lain dan keyakinan individu, mekanisme koping yang efektif
memiliki peranan yang central terhadap ketahanan tubuh terhadap
gangguan maupun serangan penyakit baik bersifat fisik, psikis, sosial
dan spiritual. (Nursalam dan Kurniawati, 2007). Nasir dan Muhith
(2011) menyatakan bahwa mekanisme koping atau gaya koping
seseorang dalam merespon suatu perubahan yang dihadapi dibagi
menjadi 2 yaitu koping positif dan koping negatif.
2. Gaya koping positif
a. Problem Solving
Koping yang berfokus pada pemecahan dan mengatasi masalah agar
tidak menimbulkan efek yang buruk dan stress yang berkepanjangan.
13
b. Utilizing Sosial Support
Tindak lanjut penyelesaian masalah dengan bantuan atau dukungan
dari orang-orang terdekat termasuk keluarga, dalam hal ini manusia
sebagai makhluk sosial yang mampu memberikan bantuan dalam
bentuk saran ataupun masukan. Maka diharapkan upaya untuk
penyelesaian masalah akan semakin efektif
c. Looking For Silver Lining
Diharapkan manusia dapat menerima kenyataan atas segala
permasalahan yang dihadapi dan mampu mengambil hikmah dari
setiap permasalahan dan selalu berfikir positif.
3. Gaya Koping Negatif
a. Avoidance
Bentuk pelarian masalah dengan hal-hal negatif seperti pemakain
obat-obatan terlarang. Bentuk penyelasaian masalah seperti ini hanya
untuk menunda masalah bukan menyelesaikan masalah.
b. Self-blame
Penyalahan pada diri sendiri akibat masalah yang diderita pada
dirinya sendiri sehingga akan berdampak pada aktualisasi diri dan
penarikan sosial.
c. Wishfull thinking
Penyesalan dan bentuk kesedihan yang berkepanjangan akibat
kegagalan yang dialami dan penentuan standart yang tinggi. Hal ini
merupakan bentuk dari berduka yang disfungsional dan akan
14
berujung pada gangguan kejiwaan. (Nasir dan Muhith, 2011; Asmadi
2008).
4. Hasil Mekanisme Koping dan Penanganannya
Pada waktu kesehatan yang memburuk, lansia cenderung
berkonsentrasi pada masalah kematian (Hurlock, 1993) dan menurunnya
kondisi fisik, lansia mengalami kecemasan akan datangnya kematian
(Keane, 1989). Pemikiran tentang kematian merupakan bagian yang
penting pada tahap akhir kehidupan pada setiap individu. Hal ini kadang
menyebabkan lansia takut menjalani masa usia lanjutnya (Santrock,
2002). Pada usia tua, kematian seseorang dianggap wajar dibicarakan,
dengan pemikiran dan pembicaraan mengenai kematian yang meningkat
pada usia lanjut hal ini mungkin dapat membantu usia lanjut untuk
menerima kematian (Santrock, 2002). Dengan melakukan kegiatan
menyenangkan yang masih mampu dilakukan lansia akan mendapatkan
kepuasan dimasa tuanya dan mencapai kebahagiaan di masa tua atau
lebih sering disebut dengan optimum aging (Singgih, 2004).
Ketika lansia cemas dan stress memikirkan tentang kematiannya
maka koping lansia dalam mekanisme cemas dan stress sangat diperlukan
(Nasir dan Muhith, 2011), dimana dalam hal ini stress perlu dikaitkan
dengan koping (Asmadi, 2008).
Ketika mekanisme koping tidak dapat menghilangkan ansietas
seseorang maka pemberian obat-obatan yang dapat memblok serotonin,
tanpa mempengaruhi norepinefrin atau dopamin. Oleh karena itu,
sekarang ini diyakini bahwa mekanisme obat-obatan ini dapat
15
meringankan depresi. Obat-obatan tersebut antara lain venlafaksin,
bupropion, mirtazapin dan lain-lain (Stringer, 2006)
C. Shalat
1. Definisi Shalat
Shalat berasal dari bahasa Arab Shallla-Yushalli-Shalaatan yang
mengandung makna doa. Kata Shalli berarti berdoalah, sedangkan
shalaataka berarti doamu (Al-Jaziri, 2010) Seperti dijelaskan dalam
firman Allah SWT :
وصل علیم إن صلوتك سكن لھم واهللا سمیع علیھم
“Dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.” (At-Taubah: 103).
Shalat menurut ahli fikih adalah perkataan dan perbuatan yang
diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam yang mengandung
unsur ibadah permohonan (Al-Qahthani, 2010). Shalat merupakan
ibadah istimewa yang disyariatkan kepada umat Rasulullah SAW. Hal
itu karena perintah shalat diterima langsung oleh Rasulullah SAW dari
Allah SWT (Ayanih, 2010). Di dalam Al-Qur’an dijelaskan mengenai
kewajiban shalat.
”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan (yang hak)
selain Aku maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk
mengingat Aku.” (QS. Thaha:14).
16
Firman Allah SWT :
“Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari
perbuatan-perbuatan keji dan mungkar (QS. Al-Ankabut:45).”
Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian dan firman diatas
bahwa shalat merupakan ibadah yang meliputi kata-kata dan
perbuatan sesuai dengan syarat tertentu yang diawali dengan takbir
dan diakhiri dengan salam (Ayanih, 2010). Dari ayat dan hadist diatas
maka sudah jelas pentingnya shalat bagi umat islam, meskipun dalam
keadaan takut, bahaya, sakit, ataupun perjalanan jauh shalat haruslah
dilaksanakan, hukum shalat adalah fardhu ain (Al-Jaziri, 2010).
2. Keutamaan dan Manfaat Shalat
Shalat dipandang sebagai tiang agama oleh sebab itu keutamaan
shalat diterangkan dalam sebuah hadist “ Barang siapa yang menjaga
shalatnya, maka Allah SWT akan memuliakannya dengan lima
perkara yaitu :
a. Allah SWT akan mengangkat kesempitan hidupnya
b. Allah SWT menyelamatkan dari azab kubur
c. Allah SWT memberikan catatan amalnya melalui tangan
kanannya
d. Ia akan melintasi shiratul mustaqin secepat kilat
e. Ia akan masuk surga tanpa hisab (dalam Tebba, 2008).
Dalam ajaran islam ibadah shalat mempunyai kedudukan yang
tertinggi dibandingkan ibadah-ibadah lainnya. shalat merupakan tiang
17
agama islam. Islam tidak dapat tegak kecuali dengan shalat (Zurinal
dan Aminuddin, 2008). Hal ini dijelaskan Rasulullah SAW, dalam
hadist “Pokok urusan adalah islam, sedang tiangnya adalah shalat,
dan puncaknya adalah berjuang di jalan Allah SWT (fi sabilillah)”
(HR.Muslim dalam Zurinal dan Aminuddin, 2008).
Selain shalat sebagai tiang agama dan shalat merupakan salah
satu rukun islam yang paling pokok karena islam tidak dapat tegak
kecuali dengan shalat (Tebba, 2008). Oleh karena itu Rasulullah SAW
memerintahkan para sahabat untuk menjaga shalatnya dan
memperingatkan bahaya kekafiran dan kemurtadan yang timbul dari
kelalaian dalam menengakkan shalat (Sulaiman, 2007).
3. Waktu Pelaksanaan dan Tata Cara Shalat
Sulaiman (2007) bahwa shalat adalah fardhu ‘ain artinya shalat
wajib yang dikerjakan oleh setiap muslim yang sudah baligh dan
berakal, seperti shalat wajib lima waktu sehari semalam yaitu shalat
zuhur, ashar, isya, magrib, subuh dan dikerjakan pada waktu-waktu
yang telah ditentukan. Sebagaimana firman Allah SWT
Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya
atas orang-orang yang beriman (An-Nisa: 103).
Berdasarkan sabda dan praktik Rasulullah SAW sebagai
berikut:
a. Shalat Subuh.Waktunya mulai terbit fajar sampai terbit matahari.
Sabda Rasulullah SAW, “Waktu shalat shubuh dari terbit fajar
18
selama belum terbit matahari.” (H.R. Muslim) (dalam Tebba,
2008).
b. Shalat Zhuhur. Waktunya setelah matahari condong dari
pertengahan langit. Sedangkan akhir waktunya adalah apabila
bayang-bayang benda telah sama dengan panjangnya. Sabda
Rasulullah Saw: “Waktu zhuhur apabalia tergelincir matahari ke
sebelah barat, selama belum datang waktu ashar.” (H.R. Muslim)
(dalam Tebba, 2008).
c. Shalat Ashar.Waktunya mulai bayang-bayang suatu benda telah
sedikit lebih panjang atau sampai terbenam matahari. Rasulullah
SAW bersabda: “Waktu ashar sebelum terbenam matahari.”
(H.R. Muslim) (dalam Tebba, 2008).
d. Shalat Maghrib.Waktunya seperti sabda Rasulullah SAW :
“Waktu maghrib sebelum hilang mega merah (sfayaq).” (H.R.
Muslim) (Tebba, 2008).
e. Shalat Isya. Waktunya sehabis waktu maghrib hingga sepertiga
malam terakhir (dalam Tebba, 2008).
Secara umum, shalat adalah gerakan-gerakan yang dilakukan
sesuai dengan tuntunan yang telah dicontohkan Rasulullah SAW
seperti yang sudah disebutkan dalam hadist sebelumnya, dan shalat
merupakan gerakan-gerakan yang melibatkan berbagai tubuh.
Pemahaman tentang tata laksana gerakan shalat adalah menurut
Zurinal dan Aminuddin (2008) :
19
a. Berdiri tegak menghadap kiblat
Gerakan berdiri ketika sholat dan yang terpenting adalah
mengkonsentrasikan hati dan pikiran untuk melaksanakan shalat
(tidak memikirkan dan membayangkan hal-hal lain selain shalat)
b. Berniat dalam hati untuk melaksanakan shalat
c. Menggangkat kedua tangan (Takbiratul Ihram)
Imam Bukhari berpendapat bahwa shalat yang benar adalah
mengangkat kedua tangan terlebih dahulu kemudian takbir
(mengucapkan Allahu Akbar), mengangkat tangan adalah
mengagungkan Allah SWT, sedangkan takbir adalah menegaskan
keagungan Allah SWT.
d. Setelah takbir, kedua tangan diturunkan dan diletakkan di bawah
dada sambil membaca surat iftitah dan dilanjutkan dengan
membaca surat al-fatihah dan beberapa ayat surat yang
dikehendaki
e. Setelah selesai membaca surat Al-fatihah dan surat lain yang
dikehendaki, mengucapkan takbir sambil mengangkat tangan
seperti pada takbiratul ihram lalu rukuk’ dengan tuma’ninah
f. Setelah itu bangkit dari rukuk’ untuk itidal sambil mengangkat
kedua tangan seperti waktu melakukan takbiratul ihram.
g. Setelah membaca do’a i’tidal mengucapkan takbir kemudian
sujud dan tuma’ninah.
h. Kemudian bangkit dari sujud sambil membaca takbir lalu duduk
diantara dua sujud dengan tuma’ninah.
20
i. Setelah membaca doa duduk diantara dua sujud dilanjutkan
dengan sujud kedua dengan cara dan bacaan yang sama dengan
sujud yag pertama
j. Kemudian bangkit dari sujud dilanjutkan dengan rakaat
selanjutnya, hingga sampai pada rakaat terakhir
k. Lalu salam dengan menengok kanan terlebih dahulu lalu
menengok ke kiri.
4. Syarat- syarat Shalat
Syarat sah shalat
a. Badan, pakaian dan tempat shalat harus suci dari najis
b. Suci dari hadast yaitu hadast kecil dan besar seperti sabda
Rasulullah SAW “Allah SWT tidak menerima shalat seseorang
diantara kamu apabila ia berhadast sehingga ia berwudhu (HR
Bukhari dan Muslim)
c. Menutup aurat, adapun aurat laki-laki sekurang-kurangnya antara
pusat sampai lutut, sedangkan aurat perempuan adalah seluruh
badan kecuali muka dan telapak tangan.
d. Mengetahui waktu shalat dan berakhir waktu shalat
e. Menghadap kiblat (dalam Sulaiman, 2007)
Syarat wajib shalat
a. Islam
b. Baligh
c. Suci dari hadast kecil dan besar
d. Berakal
21
e. Dalam keadaaan sadar melihat atau mendengar
f. Jaga (tidak dalam kondisi tidur, hilang kesadaran atau mabuk)
(dalam Sulaiman, 2007)
5. Rukun Shalat
a. Niat
b. Berdiri (bagi orang yang lemah tidak diharuskan)
c. Takbiratu Ihram (membaca “Allahu Akbar”)
d. Membaca surat Al-Fatihah
e. Rukuk serta tuma’ninah
f. I’tidal serta tuma’ninah
g. Sujud dua kali serta tuma’ninah
h. Duduk diantara dua sujud serat tuma’ninah
i. Duduk akhir atau duduk tawarruk (yaitu duduk dengan telapak
kaki kanan dalam posisi terbalik, sedangkan kaki kiri dimasukkan
ke bawah kaki kanan)
j. Membaca tasyahud akhir
k. Memberi salam
l. Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
m. Menertibkan rukun (dalam Sulaiman, 2007)
6. Sunnah shalat
a. Mengangkat tangan pada waktu takbiratul ihram
b. Mengangkat tangan ketika rukuk
c. Meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri atau bersedekap
d. Membaca do’a iftitah
22
e. Melihat kearah tempat sujud
f. Membaca bacaan “amin” ketika setelah membaca surat Al-
Fatihah
g. Membaca surat atau ayat-ayat Al-Qur’an setelah membaca surat
Al-Fatihah.
h. Membaca “Auzubillah” sebelum membaca “Bismillah”
i. Membaca takbir sewaktu berpindah dari satu gerakan kepada
gerakan lainnya
j. Menyamaratakan kepala dengan pinggul pada saat ruku’
k. Mendengarkan bacaan imam
l. Dzikir dan do’a setelah salam (dalam Zurinal dan Aminuddin,
2008)
7. Sunnah-sunnah Muakad Shalat
a. Membaca tasyahud pertama sesudah sujud dari rakaat yang kedua
sebelum berdiri pada rakaat ketiga
b. Qunut sesudah I’tidal (dalam Sulaiman, 2007)
8. Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat
a. Meninggalkan salah satu rukun dengan sengaja
b. Meninggalkan salah satu syarat shalat dengan sengaja
c. Sengaja berbicara
d. Banyak bergerak
e. Makan atau minum (dalam Sulaiman, 2007)
23
9. Definisi dan perintah untuk mengerjakan shalat dengan khusyu’
Secara bahasa, kata khusyu' (خش���وع) berasal dari kata khasya'a
tenang dan at-tadzallul (الس�������كون) yang artinya adalah as-sukun (خش����ع)
menunduk karena merasa hina (Mujieb, 2009). Secara (الت���������ذلل)
harfiah khusyu’ berarti tunduk dan menundukkan pandangan.
Sedangkan khusyu’ dalam shalat ialah tunduk hati dan segala anggota
badan tenang karena Allah SWT (Tebba, 2008). Dan khusyu’ bisa
juga diartikan dengan tunduk, seperti frman Allah SWT
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu)
orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya”. (QS. Al-Mukminun: 23).
Seperti sabda Rasulullah SAW yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah
bahwa : Dan hadist lainnya mengatakan : “ Kalau hati seseorang itu
khusyuk, maka khusyuk pula segala anggota badannya.” (HR. Hakim
dan Tarmizi) (Agustini, 2007).
Ketenangan hati adalah pokok kesehatan ruhani atau jiwa dan
jasmani. Sedangkan ragu dan gelisah adalah pangkal segala penyakit.
Kalau hati telah ditumbuhi penyakit dan tidak segera diobati dengan
iman, yaitu iman yang menimbulkan zikir dan menimbulkan
ketenangan jiwa, maka celakalah yang akan menimpa orang itu.
Dengan shalat yang khusyu’ rasa takut menjadi hilang, dan
memelihara shalat dengan baik adalah untuk kepentingan jiwa agar
umat muslim yang menjalankannya benar-benar merasakan hubungan
dengan Allah SWT (Noor, 2009). Adapun khusyu’ dalam shalat telah
24
dijelaskan di dalam Al-Qur’an dimana khusyu’ dalam shalat
tergantung pada tiga arti khusyu’ menurut (Tebba, 2008) :
a. Khusyu’ padangan sebagaimana firman Allah SWT “ Sambil
menundukkan pandangan-pandangan mereka keluar dari
kuburan seakan-akan mereka belalang yang berterbangan.” (QS
Al-Qamar: 7)
b. Khusyu’ di dalam hati terdapat dalam firman Allah SWT
“Belumlah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman,
untuk tunduk hati mereka mengingat Allah SWT dan kepada
kebenaran yang telah turun (kepada mereka).” (QS Al- Hadid:
16).
c. Khusyu’ suara sebagaimana disebut dalam firman Allah SWT
“Pada hati itu manusia mengikuti (menuju kepada suara)
penyeru dengan tidak berbelok-belok; dan merendahlah semua
suara kepada Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar
kecuali bisikan saja.” (QS ThaHa: 108). Dan dianjurkan
mengeluarkan suara dalam bacaan shalat walaupun sekedar
berbisik.
Pengertian khusyu’ menurut (Al-Jaziri, 2010) yang dijelaskan oleh
pendapat empat mahzab yaitu :
a. Hanafi
Definisi khusyu’ dalam mahzab Hanafi tidak ditemukan,
hanya disebutkan bahwa untuk mendapatkan khusyu’ orang yang
shalat harus mengarahkan pandangannya ke tempat sujud.
25
b. Maliki
Menurut mahzab Maliki khusyu’ pada dasarnya wajib.
Adapun menghadirkan dalam hati saat shalat, bahwa perintah
Allah SWT sedang dipatuhi dengan melaksanakan shalat,
hukumnya sunnah.
c. Syafi’I
Khusyu dan mengikuti bacaan (tadabbur) adalah sunnah
dalam shalat. Untuk lebih membantu mendapatkan khusyu
hendaklah memasuki shalat dengan bergairah dan mengosongkan
pikiran dari urusan dunia.
d. Hambali
Mahzab Hambali menganggap khusyu’ sebagai salah satu
dari sekian banyak sunnah dalam shalat.
10. Langkah-langkah Mencapai Shalat Khusyu’
Shalat yang telah memenuhi langkah-langkah khusyu’ secara
lahiriah ini belum tentu berhasil meraih tingkat kekhusyu’an dalam
shalat. Akan tetapi, setidaknya-tidaknya ia telah mengupayakan secara
kongkrit untuk mencapai hal tersebut. Sebab sikap khusyu’ adalah
persoalan batin yang tidak dapat dirasakan oleh orang lain.
Sebaliknya, seseorang dengan sengaja mengabaikan langkah-langkah
tertentu yang diajarkan Rasulullah SAW untuk mencapai tingkat
khusyu’ sudah tentu ia tidak akan mendapatkan kekhusyu’an (Sholeh,
2008). Sebab itu, kita perlu mengusahakan secara maksimal langkah-
langkah lahiriah yang dituntun Rasulullah SAW agar kita berhasil
26
meraih kehusyu’an dalam shalat. Dalam hal ini Al-Munajjid (2009)
menyebutkan ada beberapa cara mencapai shalat dengan
khusyu’antara lain :
a. Mempersiapkan diri untuk shalat dengan baik. Persiapan ini bisa
dilakukan dengan beberapa langkah seperti menyempurnakan
wudhu, menjawab azzan, memakai pakaian yang bersih dan indah
b. Menutup aurat dengan sempurna
c. Bersikap tenang sewaktu shalat
d. Mengingat kematian sewaktu shalat sabda Rasulullah SAW “
Ingatlah kematian dalam shalatmu karena apabila seseorang
mengingat kematian sewaktu shalat ia akan berusaha untuk
memperbaiki shalatnya” (HR Muslim) (dalam Al-Munajjid,
2009)
e. Menjauhkan segala sesuatu yang dapat menghilangkan
kosentrasi shalat, baik yang ada diarah kiblat, tempat sujud,
maupun pakaian (HR Muslim) (dalam Al-Munajjid, 2009)
11. Shalat ditinjau dari aspek psikologis dan Kesehatan
a. Aspek Psikologis Shalat
Aspek shalat dan penjelasan shalat telah dijelaskan dalam
paragraf sebelumya. Dalam psikologi shalat dapat berfungsi
sebagai terapi, hal ini disebabkan dalam shalat terdapat nilai
transdental, psikologis, fisiologis dan sosial (Ardani, 2008).
Selain itu shalat merupakan proses yang menuntut konsentrasi
dalam bahasa arab hal itu disebut dengan khusyu’. Seseorang
27
yang menjalankan shalat dengan khusyu’ dapat menimbulkan rasa
takut kepada Allah SWT, dimana rasa takut itu diartikan dengan
kondisi spiritual yang sangat penting untuk menyiapkan diri
dalam menghadapi kematian dan kehidupan akhirat agar nanti
memperoleh kematian yang husnul khatimah (Ahsin, 2010).
Kekhusyuan dalam shalat bila diteliti mengandung unsur
meditasi. (Van den Berg & Muller, dalam Psycological Research
oh the Effect of the Trancendental Meditation Technique on a
Number of Personality Variables 1977 dalam Ahsin, 2010)
mengungkapkan bahwa subjek yang melakukan teknik
transcendental meditation menunjukkan :
1) Peningkatan harga diri
2) Kekuatan ego (ego strength)
3) Kepuasan (satisfaction)
4) Aktualisasi diri (self actualization)Percaya diri pada orang
lain (trust in other)
5) Peningkatan gambaran diri (self image) (Ahsin, 2010)
Hal-hal berikut ditinjau dari aspek psikologis. Sebagaimana
dengan meditasi, shalat mempunyai pengaruh psikologis. Apabila
meditasi dapat mengurangi kecemasan maka shalat yang
dilakukan dengan khusyu’ dan ikhlas dapat mengurangi
kecemasan dan memberikan ketenangan (Najati, 2001). Shalat
merupakan suatu aktivitas jiwa (soul) termasuk dalam kajian ilmu
psikologi transpersonal, karena shalat adalah proses perjalanan
28
spiritual yang penuh makna yang dilakukan seorang manusia
untuk menemui Tuhan Semesta Alam (Haryanto, 2003).
Shalat adalah salah satu cara ibadah yang berkaitan dengan
meditasi transendental, yaitu mengarahkan jiwa kepada Tuhan
Sang Pencipta, seperti halnya dalam melakukan hubungan
langsung antar hamba dengan Tuhannya. Ketika shalat, jiwa
seseorang akan bergerak menuju kepada Allah SWT. Bentuk
perjalanan kejiwaan dalam shalat ini oleh para ahli psikologi
disebut sebagai proses untuk memasuki kesadaran psikologi
transpersonal. Setiap pelaku meditasi membutuhkan objek di
dalam mengarahkan pikiran atau jiwanya. (G.Cremers, 1986).
Dengan demikian, jiwa menjadi pengendali atas dirinya. Allah
SWT berfirman “Setan pun tidak mampu menjangkau keadaan
jiwa yang berserah diri kepada Allah SWT Sesungguhnya setan
itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang beriman dan
bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaan setan
hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin
dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah
SWT. (An Nahl: 100).
Pada saat shalat, otak kiri telah bekerja sesuai dengan
fungsinya yaitu menghitung, mengatur raka'at, dan membaca
secara verbal setiap kalimat yang telah dipola serta mengulang-
ulangnya. Selama ini kita shalat hanya selalu menggunakan tata
aturan otak kiri, sementara aktivitas otak kanan dibiarkan karena
29
telah berprinsip: "Yang penting sudah memenuhi syarat sahnya
shalat". Padahal Rasulullah SAW telah memperingatkan, bahwa
di dalam shalat atau ibadah apa pun kesadaran spiritual (otak
kanan) harus diaktifkan, yaitu merasakan kehadiran Allah SWT
dihadapan kita (ihsan). Hasilnya tentu akan sangat berbeda kalau
dibandingkan dengan ibadah yang dilakukan hanya memenuhi
syarat rukunnya saja. Pengguna otak kanan akan memahami
dengan emosinya, bagaimana Allah SWT hadir menyambut dan
memberikan jawaban-jawaban atas permohonannya, serta mampu
merasakan rahmat dan ketenangan yang mengalir secara langsung
ke dalam hatinya. semuanya timbul dari aktivitas otak kanan yang
bersifat intuitif (Widdowson, 2002).
Bila pikiran dan cara berfikir sudah seimbang, tubuh dan jiwa
akan mengikuti kehendak pikiran. Ini adalah sinergi yang
diharapkan dapat menampilkan kualitas shalat kita secara optimal.
Seperti sabda Rasulullah SAW “Sesungguhnya segala perbuatan
itu disertai niat. Dan seseorang diganjar sesuai dengan niatnya”.
(HR Bukhari Muslim) (G.Cremers, 1986).
Banyak orang mengira, bahwa jumlah bacaan dalam setiap
gerakan shalat dijadikan sebagai ukuran waktu selesainya sikap
berdiri, duduk, rukuk, maupun sujud. Padahal bacaan itu bukanlah
sebuah aba-aba dalam shalat kita. Setiap bacaan yang diulang-
ulang merupakan aspek meditasi, autoterapi, autosugesti, berdoa,
mencari inspirasi, penyembuhan, menunggu intuisi atau petunjuk,
30
bahkan untuk menemukan sebuah ketenangan yang dalam
(Haryanto, 2003). Akibatnya bisa jadi lamanya berdiri mencapai
lima menit, duduknya lima menit, sujudnya sepuluh menit,
sehingga lamanya shalat bisa mencapai lebih dari setengah jam.
Apalagi shalat bukan hanya sebagai terapi mental tetapi juga
untuk terapi fisik agar bisa kendor dan rileks. Tentunya tidak
mungkin dilakukan dengan terburu-buru, karena aspek meditatif
dalarn shalat tidak akan ditemukan (Ahsin, 2010)
Hasil penelitian Alvan Goldstein, ditemukan adanya zat
endorphin dalam otak manusia yaitu zat yang memberikan efek
menenangkan yang disebut endogegonius morphin, bahwa
kelenjar endorfina dan enkafalina yang dihasilkan oleh kelenjar
pituitrin di otak ternyata mempunyai efek yang mirip dengan
opiat (candu) yang memiliki fungsi menimbulkan kenilkmatan
(pleasure principle), sehingga disebut opiat endogen. Apabila
seseorang dengan sengaja memasukkan zat morfin ke dalam
tubuhnya maka akan terjadi penghentian produksi endorphin.
shalat yang benar atau melakukan dzikir yang memang banyak
memberikan dampak ketenangan (Akbar, 2007).
Shalat yang dilakukan mengandung ketenangan dan rileks
akan menghasilkan energi tambahan. Pada pengguna narkoba,
apabila dilakukan penghentian morphin dari luar secara tiba-tiba,
orang akan menggalami sakau (ketagihan yang menyiksa dan
gelisah) karena otak tidak lagi memproduksi zat tersebut. Untuk
31
mengembalikan produksi endorphin di dalam otak bisa dilakukan
dengan meditasi dalam tubuhnya, sehingga tubuh terasa fresh.
Itulah sebabnya mengapa Rasulullah SAW begitu yakin bahwa
shalat merupakan jalan yang ampuh untuk mengubahkan perilaku
manusia, yang tidak baik menjadi berakhlak mulia (Bagir, 2008).
Sebagaimana Allah SWT menegaskan dalam kitab AI Qur'an
"Sesungguhnya shalat memiliki kekuatan mengubahkan perilaku
manusia dari perbuatan keji dan mungkar (Al Ankabut: 29)
b. Aspek Medis Shalat
Elzaky (2011) menjelaskan dalam bukunya. Shalat bila
ditinjau dari aspek kesehatan menunjukkan efek yang penting
bagi tubuh diantaranya adalah perubahan-perubahan hormon yang
terjadi di dalam tubuh. Kesesuaian waktu shalat lima waktu
sejalan dengan terjadinya perubahan-perubahan biologis dalam
tubuh manusia. Hal ini karena tubuh kita sudah memiliki waktu
siklus pergantian dan sistem yang tetap. Dalam hal ini penjelasan
mengenai efek shalat lima waktu terhadap tubuh dan terjadinya
perubahan-perubahan biologis dalam tubuh pada waktu-waktu
pergantian shalat lima waktu ialah hormon kortison berfungsi
untuk melahirkan energi bagi tubuh dan akan bertambah pesat
jumlahnya pada jam 6-9 pagi dimana hal ini erat kaitannya
dengan shalat subuh pada waktu-waktu seperti itulah waktunya
untuk bekerja dan mencari rezeki seperti yang diriwayatkan
dalam hadist “ Ya Allah SWT berkahilah umatKU di pagi hari
32
mereka (HR Tarmizi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dalam
Elzaky, 2011) pada waktu pagi itu pula gas ozon berperan
terhadap fungsi organ saraf dan menggiatkan aktivitas berpikir
pada otak dimana hal tersebut dapat memacu pula hormon
kortison dan menurunkan fungsi hormon melatonin melalui
kelenjar pineal saat itulah aktivitas biologis tubuh mencapai
puncaknya, dan dimulailah peningkatan aktivitas sistem saraf
simpatis yang menjadi perangsang produksi hormon-hormon
pemicu energi, merangsang kecepatan detak jantung, menaikkan
tekanan darah, menambah suplai darah ke otak serta
meningkatkan respon otak, konsentrasi, koordinasi otak dengan
otot penggerak. Peristiwa yang dialami tubuh manusia di waktu
tengah hari :
1) Meningkatnya kadar hormon testosteron hingga mencapai
puncaknya
2) Meningkatnya hormon adrenalin
3) Meningkatnya aktivitas jantung
4) Meningkatnya aktivitas jatung atau tingginya tekanan darah
karena adanya hormon katekolamin
Dalam hal ini shalat ashar memiliki peran dalam
mempersiapkan tubuh dan jantung menghadapi aktivitas baru.
Disinilah terbukti bahwa rahasia dari firman Allah SWT untuk
memperhatikan dan menjaga shalat ashar seperti dalam firman
Allah SWT “Periharalah segala shalat (Mu) dan (periharalah)
33
shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah SWT (dalam shalatmu)
dengan khusyu’ (Al-Baqarah ; 238). Para ulama tafsir sepakat
bahwa shalat wusthaa adalah shalat ashar. Pada waktu ashar
hormon adrenalin mengalami peningkatan dan dengan
menunaikan shalat ashar berarti kita sedang melakukan aktivitas
jantung secara bertahap dan untuk mengurangi kelelahan jantung.
Di waktu shalat magrib terjadi penurunan hormon kortison dan
produksi hormon melatonin yang merangsang tubuh untuk
beristirahat dan tidur akan meningkat, shalat magrib juga
dikatakan sebagai terminal transisi bagi perubahan kondisi tubuh.
Waktu shalat isya merupakan terminal akhir perjalan aktivitas
tubuh manusia. Hal ini disertai meningkatnya jumlah hormon
melatonin. Oleh sebab itu disunnahkan untuk melambatkan shalat
isya seperti diriwayatkan sebuah hadist. “Akhirkanlah shalat ini,
karena kalian telah dimuliakan melebihi umat yang lain dengan
sebab shalat ini. Dan tidak ada satu umat pun yang pernah
mengerjakannya sebelum kalian” (HR Mu’adz dalam Elzaky,
2011) perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu isya dan
sesudahnya :
1) Aktifnya sistem saraf parasimpatis
2) Menurunnya kecepatan detak jantung dan suhu tubuh
3) Menurunnya produksi hormon kortizon
4) Aktifnya sistem kekebalan tubuh
5) Meningkatnya produksi hormon melatonin.
34
C. Kematian
1. Kecemasan Menghadapi Kematian
Erikcson (1986) menjelaskan bahwa proses kehidupan seseorang
sebelumnya juga menentukan bagaimana seseorang akan bereaksi
terhadap ancaman yang dihadapinya di masa sekarang dan nanti.
Pandangan umum mengenai kondisi fisik lansia yang semakin melemah
dan perubahan lainnya membuat lansia mengganggap masa usia lanjut
tidak menyenangkan, selain itu sejalan dengan menurunnya kondisi fisik
lansia mengalami kecemasan akan datangnya kematian (Hurlock, 1993).
Kecemasan menghadapi kematian pada dasarnya tidak mengetahui
hakikat maut, dan menduga kematian mengakibatkan rasa sakit. Atau
dikarenakan masih berat untuk meninggalkan orang-orang yang dikasihi
dan menghadapi siksa kubur (Shihab, 2002).
Berdasarkan hal-hal tersebut padangan lansia tentang konsep hidup
dan mati memegang peranan penting dalam kesiapan lanjut usia
menghadapi kematian dan kesiapan tersebut dapat mempengaruhi
pencapaian optimum aging (Erickson, 1986). Hal ini dibuktikan dengan
penelitian Fry (2003) dalam penelitiannya tentang “perceived self-
efficacy domains as predictors of fear of the unknown and fear of dying
among older adults” menyatakan bahwa semakin kuat efifasi menguasai
diri maka semakin rendah tingkat kecemasan menjelang kematian.
Pandangan lansia tentang konsep hidup dan mati memegang peranan
penting dalam kesiapan lansia untuk menghadapi kematian. Kesiapan
menghadapi kematian berarti keadaan lansia yang telah siap untuk
35
menghadapi kematian, menerima akan datangnya kematian (Papalia,
2002), melakukan hal-hal yang diperlukan untuk menghadapi kematian
sehingga tidak ada penyesalan saat kematian itu datang (Backer, 1982).
Hal-hal yang demikian itu dipengaruhi oleh sudut pandang dan sikap
lansia terhadap kematian, pandangan agama serta kepercayaan kepada
takdir Allah Swt akan mempengaruhi lansia dalam memandang dan
bersikap terhadap kematian (Shihab, 2002).
Dari beberapa hal yang telah dikemukakan diatas bahwa kecemasan
lansia menghadapi kematian adalah :
a. Kematian menimbulkan rasa sakit (Hidayat, 2007)
b. Masih berat meninggalkan orang-orang yang dicintai (Shihab, 2002)
c. Takut menghadapi siksa kubur (Hidayat, 2007)
d. Tidak mengetahui hakikat maut (Shihab, 2002)
e. Tidak mengetahui kemana ia akan pergi setelah meninggal nanti
(Hidayat, 2007)
f. Tidak tahu apa yang terjadi setelah meninggal nanti (Hidayat, 2007)
D. Kesiapan menghadapi kematian
1. Kesiapan menghadapi kematian secara psikis yaitu :
a. Menerima dirinya yang berbeda dari masa sebelumnya (Hurlock,
1993)
b. Mengatasi rasa cemas maupun takutnya pada kematian dan sadar
bahwa kematian pasti akan datang (Backer, 1982)
c. Memiliki pandangan dan sikap positif terhadap kematian (Shihab,
2002)
36
d. Menerima kematian sebagai suatu hal yang nyata (Najati, 2001)
e. Memaknai hidup dengan nilai-nilai positif (Hidayat, 2007)
2. Kesiapan Menghadapi Kematian secara spiritual yaitu :
a. Banyak mengingat kematian
Rasulullah SAW bersabda” Bahwasanya hati manusia dapat
berkarat sebagaimana berkaratnya besi” para sahabat bertanya “
Lalu bagaimana cara menanggulanginya ya Rasul. Lalu Rasulullah
SAW bersabda “Dengan membaca Al-Qur’an dan mengingat mati
(HR Tirmidzi dan Abu Daud) ( dalam Islah, 2006).
b. Mengurus jenazah
Jika ada saudara kita yang meninggal alangkah baiknya jika
kita ikut serta mengurus jenazahnya, sejak memandikan,
mengafani, menyalayat, sampai menguburkannya. Hal ini sangat
efektif sebagai sarana penyadaran diri bahwa kita suatu saat dan
pasti akan seperti jenazah tersebut. tentang shalat jenzah Rasulullah
SAW bersabda “ Keutamaan shalat jenazah tidaklah tertandingi
walaupun oleh tumpukan bukti uhud (HR Jamaah) (dalam Islah,
2006).
c. Sering melaksanakan shalat gaib dan jenazah
Hal ini sangat membantu seseorang untuk selalu mengingat
bahwa suatu saat kelak semua hamba Allah SWT termasuk dirinya
pasti akan di shalatkan orang lain sehingga mendorongnya untuk
melakukan amal kebaikan.
37
d. Menjeguk orang sakit
Menjeguk orang sakit adalah menjadi hak setiap orang muslim
keadaan sakit menandakan bahwa tubuh manusia itu pada
hakikatnya sangat lemah di bandingkan kemaha perkasaan Allah
SWT. Dengan menjeguk orang sakit kita akan menyadari bahwa
kita ada yang memiliki dan sekaligus akan memupuk serta mengikat
tali persaudaraan. Selain itu menjenguk orang sakit selalu
mengingatkan kita untuk menjaga kesehatan, selalu mengingat
Allah SWT dan menggunakan kesehatan itu untuk mengabdi
sepenuhnya kepada Allah SWT mempersiapkan diri untuk
menghadapnya.
e. Ziarah kubur
Ziarah kubur sangat berguna untuk mengingatkan kita bahwa
manusia yang hidup dipastikan akan menjadi penghuni kubur
mendiami alam barzah dan bahwa kuburan itu secara langsung
merupakan batas antara hidup dan mati. Setiap saat kita dituntut
untuk bersiap-siap untuk menjadi penghuninya. Oleh karenanya
tidak ada alasan sedikit pun untuk takut menghadapi kematian.
f. Sering berdzikir
Berdzikir atau mengingat Allah SWT membantu manusia untuk
selalu mengetahui perintah dan larangan Allah SWT. Seringnya
berdzikir menjadi pertanda bahwa orang yang melaksanakannya
akan dijamin oleh Allah SWT masuk surga. Daya dan kekuatan
zikir serta do’a hakikatnya memancar dengan dasyat kelak di hari
38
akhir yang harus kita alami setelah melalui perjalanan menembus
pintu kematian. Dalam hal ini memperbanyak istigfar sangat
dianjurkan
g. Hidup mulia
Tidak ada jalan lain untuk mati dalam keadaaan husnul khatimah
kecuali dengan hidup mullia. Mulia akhlak dan moralitasnya, mulia
cara keberagamannya, mulia dalam pengabdiannya kepada Allah
SWT, dan mulia dalam artian takwa dalam segala sisi kehidupanya.
Hidup mulia ini sebenarnya cukup sederhana, yakni dengan
melaksanakan perintah dan menjauhi semua larangannya
h. Berbakti kepada kedua orang tua membuat hati orang tua ridha dan
ikhlas.
i. Melaksanakan tujuh sunnah harian Rasulullah SAW yaitu shalat
tahajud setiap malam, shalat dhuha setiap pagi, selalu menjaga
wudhu, besedekah secara konsisten dan continue, beristigfar, shalat
jamaah di masjid terutama subuh dan isya dan membaca Al-Qur’an
E. Kerangka Teori
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan
modifikasi dari Hidayat (2007), Shihab (2002), Hurlock (1993), (Backer,
1982), Najati (2001), tentang kesiapan menghadapi kematian secara husnul
khatimah, Elzaky (2011) tentang shalat sebagai meditasi, Darmojo (2009)
tentang perubahan kesehatan pada lansia serta Nasir dan Muhith (2011)
tentang mekanisme koping.
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka konsep diatas, peneliti ingin mengetahui
apakah ada hubungan antara shalat terhadap kesiapan menghadapi
kematian pada lansia atau justru tidak ada hubungan antara shalat terhadap
kesiapan menghadapi kematian pada lansia.
B. Hipotesis
Adapun hipotesis yang muncul dalam penelitian ini adalah :
Ada hubungan antara shalat dengan kesiapan menghadapi kematian
pada lansia di Wiilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota
Tangerang.
Kesiapan Menghadapi
Kematian pada lansia Shalat
C. Definisi Operasional
No Variabel Defini Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
1. Variabel
Independent :
Shalat
Berkonsentrasi pada
setiap ucapan dan
gerakannya, sehingga
hati dan pikiran akan
menimbulkan rasa takut
dan penuh rasa pasrah
kepada Allah SWT
meliputi frekuensi,
ketentuan dan
kekhusyuan shalat.
Menghitung skor dari
pertanyaan shalat dengan
menggunakan skala
Likert
Untuk pernyataan positif
(favourable)
Selalu = 4
Sering = 3
Jarang = 2
Tidak pernah = 1
Kuesioner Semakin tiggi
skor semakin
khusyu shalat
2. Variabel Keadaan menerima Menghitung skor dari Kuesioner Semakin
Dependent:
Kesiapan
menghadapi
kematian
kematian dengan
realistis serta siap secara
psikis dan spiritual.
pertanyaan shalat dengan
menggunakan skala
Likert
Untuk pernyataan positif
(favourable)
Sangat Setuju = 4
Setuju = 3
Tidak Setuju = 2
Sangat Tidak Setuju = 1
tinggi skor
semakin siap
menghadapi
kematian
43
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan desain
correlation study dengan pendekatan cross-sectional. correlation study yaitu
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen (Notoatmodjo, 2006). Rancangan
cross-sectional adalah merupakan rancangan penelitian dimana variabel yang
termasuk faktor resiko dan variabel-variabel lainnya diobservasi dan diukur
hanya satu kali pada satu waktu (Nursalam, 2008).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek yang memenuhi kriteria yang
ditetapkan oleh peneliti (Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini
adalah lansia yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan
Cipondoh Kota Tangerang yang berjumlah 200 orang.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi, yang diambil dengan
menggunakan teknik tertentu (Sugiyono, 2012). Sampel dalam penelitian
ini adalah bagian dari populasi lansia yang berusia diatas 60 tahun yang
ada di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota
Tangerang yang berjumlah 76 orang. Penentuan sampel dalam penelitian
ini menggunakan kriteria inklusi untuk mengurangi bias dari hasil
penelitian. Kriteria inklusi adalah kriteri sampel atau populasi yang
44
memudahkan peneliti dalam melakukan pengambilan data sampel
(Nursalam, 2008). Sampel dalam penelitian ini diambil secara
Proportional Sampling atau sampel berimbang.
Kriteria Inklusi
a. Lansia pria dan wanita yang berusia 60-90 tahun
b. Lansia yang masih memiliki pendengaran yang baik
c. Lansia yang beragama islam
d. Lansia yang bersedia menjadi responden
e. Lansia yang kooperatif
f. Lansia yang tinggal bersama keluarga, anak ataupun cucu
Kriteria Eksklusi
a. Lansia yang menderita penyakit terminal
b. Lansia yang menderita gangguan pendengaran
c. Lansia yang tinggal sendiri atau lansia pasangan suami istri yang
tinggal hanya berdua saja
d. Lansia pikun
C. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
pengambilan data dengan cara Proportional Sampling. Proportional
Sampling adalah cara menentukan anggota sampel dengan mengambil wakil-
wakil dari tiap-tiap kelompok yang ada dalam populasi yang jumlahnya
disesuaikan dengan jumlah anggota subjek yang ada di dalam masing-masing
kelompok tersebut (Hidayat, 2008).
Pengambilan resp
seluruh lansia yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan
Cipondoh Kota Tangerang yang terdiri dari 6 RW. Peneliti melakukan
pendataan jumlah responden lansia sesuai dengan kriteria inklusi penelitian
kepada masing-masing RW yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang, setelah didapatkan jumlah responden
dari masing-masing RW selanjutnya peneliti melakukan penghitungan untuk
pembagian responden yang ada pada masing
Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Penentuan besar
sampel dihitung berdasarkan Hipotesis beda dua proporsi (Dahlan, 2010),
dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
N = Jumlah sampel
= 1.96 (Derajat kepercayaan
alfa
= 0.84
P₁ = 0.5 (Proporsi berdasarkan titik aman)
P₂ = 1-P2 = 1
P 1- P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna 0.3
P1 = P2 + 0.3 = 0.5 + 0.3 = 0.8
Q1 = 1 – 0.8 = 0.2
P = populasi total = (P1 + P2) / 2 = (0.8 + 0.5) / 2 = 0.65
Pengambilan responden dalam penelitian ini dengan cara mendata
seluruh lansia yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan
Cipondoh Kota Tangerang yang terdiri dari 6 RW. Peneliti melakukan
pendataan jumlah responden lansia sesuai dengan kriteria inklusi penelitian
masing RW yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang, setelah didapatkan jumlah responden
masing RW selanjutnya peneliti melakukan penghitungan untuk
pembagian responden yang ada pada masing-masing RW d
Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Penentuan besar
sampel dihitung berdasarkan Hipotesis beda dua proporsi (Dahlan, 2010),
dengan rumus sebagai berikut:
= Jumlah sampel yang dibutuhkan
= 1.96 (Derajat kepercayaan 95% CI/Confidence Interval
alfa (α) sebesar 5%)
= 0.84
= 0.5 (Proporsi berdasarkan titik aman)
P2 = 1 – 0.5 = 0.5
selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna 0.3
= P2 + 0.3 = 0.5 + 0.3 = 0.8
0.8 = 0.2
= populasi total = (P1 + P2) / 2 = (0.8 + 0.5) / 2 = 0.65
45
onden dalam penelitian ini dengan cara mendata
seluruh lansia yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan
Cipondoh Kota Tangerang yang terdiri dari 6 RW. Peneliti melakukan
pendataan jumlah responden lansia sesuai dengan kriteria inklusi penelitian
masing RW yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang, setelah didapatkan jumlah responden
masing RW selanjutnya peneliti melakukan penghitungan untuk
masing RW di Wilayah
Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Penentuan besar
sampel dihitung berdasarkan Hipotesis beda dua proporsi (Dahlan, 2010),
Confidence Interval dengan
selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna 0.3
= populasi total = (P1 + P2) / 2 = (0.8 + 0.5) / 2 = 0.65
Q = 1 – 0.65 = 0.35
n=
Untuk mengetahui adanya hubungan shalat terhadap kesiapan lansia
menghadapi kematian maka jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 76
responden. Berikut ini teknik perhitungan
jumlah sampel yang dibutuhkan (Machfoedz, 2008).
Berdasarkan perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa sampel yang
diambil berdasarkan proporsi jumlah
0.65 = 0.35
= ��,��√�.�,��� √�,� � �,�� �,� � �,� �
�
(�,���,�)�
n= 38,4 = 38 x 2 = 76
Untuk mengetahui adanya hubungan shalat terhadap kesiapan lansia
menghadapi kematian maka jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 76
responden. Berikut ini teknik perhitungan Proposional Sampling
jumlah sampel yang dibutuhkan (Machfoedz, 2008).
RW 1 =33 x 76
200= 13 orang
RW 2 =33x 76
200= 13 orang
RW 3 =38x 76
200= 14 orang
RW 4 =15 x 76
200= 6 orang
RW 5 =62 x 76
200= 24 orang
RW 6 =15 x 76
200= 6 orang
Berdasarkan perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa sampel yang
diambil berdasarkan proporsi jumlah lansia yang ada di Wilayah Kelurahan
46
��
Untuk mengetahui adanya hubungan shalat terhadap kesiapan lansia
menghadapi kematian maka jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 76
Proposional Sampling berdasarkan
Berdasarkan perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa sampel yang
lansia yang ada di Wilayah Kelurahan
47
Gondrong berjumlah 76 orang, yang terdiri dari RW 1 13 orang, RW 2 13
orang, RW 3 14 orang, RW 4 6 orang, RW 5 24 orang dan RW 6 6 orang.
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan
Cipondoh Kota Tangerang
2. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013
Alasan peneliti mengambil di Wilayah Kelurahan Gondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang karena di wilayah tersebut belum
pernah dilakukan penelitian terkait dengan shalat terhadap kesiapan
menghadapi kematian pada lansia. Selain itu para lansia di daerah tersebut
masih banyak yang melakukan kegiatan spiritual lainnya seperti pengajian.
Dan kemudahan peneliti untuk mendapatkan izin melakukan penelitian di
Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang.
E. Instrument Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Isi
kuesioner dalam penelitian ini mewakili variabel dependent (shalat) dan
independent (kesiapan menghadapi kematian) yang akan diberikan kepada
lansia yang berusia diatas 60 tahun. Pembuatan kuesioner ini bertujuan untuk
mengetahui adakah hubungan shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian
pada lansia (Umar, 2011). Kuesioner dalam penelitian ini dibuat sendiri oleh
peneliti dengan mencantumkan setiap pertanyaan mengandung pertanyaan
positif atau favorable, hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan lansia
dalam mengisi kuesioner ini dengan tidak memberikannya pertanyaan negatif
48
atau unfavorable yang akan membuat lansia bingung dalam mengisi
kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari 3 kuesioner diantaranya
adalah :
1. Kuesioner Demografi
Kuesioner demografi untuk mengetahui karakteristik lansia yang
terdiri indentitas diri (Kode data diri, usia, jenis kelamin), pendidikan.
2. Kuesioner Shalat
Kuesioner shalat dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kekhusyuan shalat responden (lansia) dengan menggunakan penjumlahan
skor dari kuesioner yang diisi. Kuesioner ini di buat sendiri oleh peneliti
yang dimodifikasi dari beberapa teori. Kuesioner ini terdiri dari 19
pertanyaan. dalam kuesioner ini terdapat skala Likert yang bersifat
favorable.
Tabel 4.1 Pertanyaan Kuesioner Shalat
Indikator Favorable Jumlah
Frekuensi shalat 1, 2, 3 3
Ketentuan shalat 4, 5, 6, 7,
8, 9, 10, 11
8
Kekhusyuan shalat 12, 13, 14, 15
16, 17, 18, 19
8
Jumlah 19
Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
yang dialami oleh masyarakat (Hidayat, 2008). Skala Likert yang
digunakan menggunakan skor. Skala Likert yang digunakan untuk
mengukur kuesioner ini dengan cara :
49
Tabel 4.2 Skor Skala Likert Shalat
Pernyataan Nilai
Selalu 4
Sering 3
Jarang 2
Tidak Pernah 1
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai terendah kuesioner
shalat adalah tujuh (7) dan nilai tertinggi adalah dua puluh delapan (28).
Adapun skala ukur yang digunakan dalam variable ini adalah skala
numerik.
3. Kuesioner kesiapan menghadapi kematian
Kuesioner kesiapan kematian dalam penelitian ini menggunakan
penjumlahan skor dari kuesioner yang diisi. Kuesioner ini di buat sendiri
oleh peneliti yang dimodifikasi dari beberapa teori. Kuesioner ini terdiri
dari 14 pertanyaan, dalam kuesioner ini terdapat skala Likert yang bersifat
favorable.
Tabel 4.3 Pertanyaan Kuesioner Kesiapan Menghadapi Kematian
Variabel Indikator favorable Jumlah
Kesiapan
menghadapi
kematian
Psikis 1,2,5
6,7,8
6
Spiritual 3,10,11,4
9,12,13,14
8
Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi yang
dialami oleh masyarakat (Hidayat, 2008). Skala Likert yang digunakan
menggunakan skor. Skala Likert yang digunakan untuk mengukur
kuesioner ini dengan cara :
50
Tabel 4.4 Skor Skala Likert Kesiapan Menghadapi Kematian
Pernyataan Nilai
Selalu 4
Sering 3
Kadang 2
Tidak Pernah 1
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai tertinggi kuesioner
kesiapan menghadapi kematian adalah lima puluh dua (52) dan nilai
terendah adalah tiga belas (13). Adapun skala ukur yang digunakan dalam
variabel ini adalah skala numerik.
F. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument
Penelitian dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka informasi
yang menyangkut validitas dan reabilitas alat ukur harus disampaikan dan
diukur (Umar, 2011). Uji penelitian ini akan dilakukan di Wilayah Kelurahan
Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang pada bulan Oktober -
November 2013. Validitas dilakukan sebanyak 2 kali dalam penelitian ini.
pada hasil uji validitas yang pertama tidak valid dikarenakan Alpha Cronbach
kurang dari 0,60 dengan nilai Alpha Cronbach sebesar 0,53 hal ini mungkin
dikarenakan pada saat uji validitas peneliti membacakan isi kuesioner kepada
lansia untuk mengisinya, jadi hasil yang didapatkan menjadi bias. Lalu
dilakukan kembali uji validitas yang kedua dengan hasil Alpha Cronbach
lebih dari 0,60. Teknik uji validitas yang kedua berbeda pada uji validitas
yang pertama, pada uji validitas yang kedua peneliti mencari lansia untuk
mengisi kuesioner, tetapi peneliti menanyakan terlebih dahulu apakah lansia
51
dapat membaca dan menulis, jika lansia tidak dapat membaca dan menulis
maka peneliti meminta kepada lansia agar anggota keluarga lansia dapat
membacakan kuesioner kepada lansia.
Validitas adalah pernyataan alat ukur (kuesioner) sejauh mana dapat
mengukur yang ingin diukur atau sejauh mana hasil penelitian mencerminkan
keadaan yang sebenarnya. Uji validitas menggunakan korelasi Product
Moment dari Pearson. Suatu instrument dikatakan valid atau sahih apabila
korelasi tiap butiran memiliki nilai positif dan nilai t hitung > t tabel (Hidayat,
2008).
Reliabilitas adalah derajat ketepatan atau ketelitian yang ditunjukkan oleh
instrument pengukuran atau kuisoner. Pengukuran reliabilitas menggunakan
bantuan software komputer dengan rumus Alpha Cronbach. Suatu variabel
dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach > 0,70 (Umar,
2011).
a. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Shalat
Jumlah pertanyaan dalam kuesioner shalat sebanyak 19 pertanyaan.
Berikut distribusi pertanyaan kuesioner shalat :
Tabel 4.5 Hasil Pertanyaaan Validitas Shalat
Indikator Uji Validitas 1 Uji Validitas 2 Pada Saat Penelitian
Frekuensi shalat 1, 2, 3 1, 2, 3 1, 2, 3
Ketentuan shalat 4, 5, 6, 7,
8, 9, 10, 11
4, 5, 6, 7,
8, 9, 10, 11
4, 5, 6, 7,
8, 9, 10, 11
Kekhusyukan 12, 13, 14, 15
16, 17, 18, 19
12, 13, 14, 15
16, 17, 18, 19
12, 13, 14, 15
16, 17, 18, 19
Total 3 19 7
52
Dari hasil uji kuesioner shalat pada uji validitas 1 dinyatakan tidak
valid karena nilai Alpha Cronbach > 0,60 yakni sebesar 0,539, sedangkan
pada uji validitas yang 2 dinyatakan valid karena nilai Alpha Cronbach >
0,70 yakni sebesar 0,843. Dari hasil uji validitas dan reliabilitas dapat
dinyatakan valid dan reliabel karena nilai Alpha Cronbach 0,60 (Hidayat,
2008). Sedangkan pada saat penelitian didapatkan nilai Alpha Cronbach
0,605. Dari hasil uji validitas dan reliabilitas pada dapat dinyatakan valid
dan reliabel karena nilai Alpha Cronbach 0,60 (Hidayat, 2008).
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berati
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama
dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2006). Pada
pertanyaan yang diberi tanda tebal (bold) adalah pertanyaan yang valid.
b. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kesiapan Menghadapi Kematian
Jumlah pertanyaan dalam kuesioner kesiapan menghadapi
kematian sebanyak 14 pertanyaan. Berikut distribusi pertanyaan
kuesioner kesiapan menghadapi kematian :
Tabel 4.6
Hasil Pertanyaaan Validitas Kesiapan Menghadapi Kematian
Indikator Uji Validitas 1 Uji Validitas 2 Pada Saat Penelitian
Psikis 1, 2, 5
6, 7, 8
1, 2, 5
6, 7, 8
1, 2, 5
6, 7, 8
Spiritual 3, 4, 10, 11
9, 12, 13, 14
3, 4, 10, 11
9, 12, 13, 14
3, 4, 10, 11
9, 12, 13, 14
Total 4 14 13
53
Dari hasil uji kuesioner kesiapan menghadapi kematian pada uji
validitas 1 dinyatakan tidak valid karena nilai Alpha Cronbach < 0,60
yakni sebesar 0,567 sedangkan pada uji validitas yang 2 dinyatakan valid
karena nilai Alpha Cronbach > 0,60 yakni sebesar 0,877. Dari hasil uji
validitas dan reliabilitas dapat dinyatakan valid dan reliabel karena nilai
Alpha Cronbach 0,60 (Hidayat, 2008). Sedangkan pada saat penelitian
didapatkan nilai Alpha Cronbach 0,732. Dari hasil uji validitas dan
reliabilitas dapat dinyatakan valid dan reliabel karena nilai Alpha
Cronbach 0,60 (Hidayat, 2008). Reliabilitas adalah indeks yang
menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau
dapat diandalkan. Hal ini berati menunjukkan sejauh mana hasil
pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau
lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang
sama (Notoatmodjo, 2006). Pada pertanyaan yang diberi tanda tebal
(bold) adalah pertanyaan yang valid.
Shalat dalam penelitian ini terdiri dari beberapa aspek yaitu
diantara adalah frekuensi shalat, ketentuan shalat dan kekhusyuan shalat.
dan hasil dari penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan antara
shalat dengan kesiapan menghadapi kematian. Meskipun aspek yang
dimasukkan kedalam penelitian ini sudah dapat mewakili dari ketentuan
dan syarat-syarat shalat tetapi dari jumlah pertanyaan yang mencakup
tentang shalat hanya beberapa pertanyaan yang valid dari kuesioner yang
dipakai dalam penelitian ini. dari jumlah pertnyaan kuesioner yang valid
dalam aspek frekuensi shalat hanya 2 pertanyaan kuesioner yang valid,
54
untuk aspek ketentuan shalat 3 pertanyaan kuesioner yang valid dan
aspek kekhusyuan shalat 2 pertanyaan kuesioner yang valid, dari hasil
jumlah kuesioner yang valid hanya sedikit yang dapat mewakili tentang
aspek yang ingin diukur dalam penelitian sehingga hasil yang didapatkan
tidak bisa mengukur apa yang ingin diukur. Tetapi pada aspek kesiapan
menghadapi kematian dibagi menjadi dua item pertanyaan yaitu aspek
psikis dan aspek spiritual, dari hasil pertanyaan jumlah kuesioner yang
valid masih lebih bagus daripada shalat yakni hanya satu yang tidak valid
yaitu pada aspek spiritual. Faktor lain yang mempengaruhi hasil dari
penelitian ini juga dapat disebabkan tidak variatifnya jawaban yang
diberikan responden dalam pengisian kuesioner dalam penelitian ini.
G. Tahapan Penelitian
Pengambilan data dalam penelitian ini adalah mengenai shalat terhadap
kesiapan menghadapi kematian pada lansia. Penelitian ini mengambil data
dengan cara:
1. Proposal penelitian mendapakan persetujuan dari pembimbing skripsi
dilanjutkan dengan mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada
institusi pendidikan sebagai landasan permohonan mengadakan
penelitian di Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota
Tangerang yang dipilih sebagai tempat pelaksanaan penelitian.
2. Peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner sebanyak 2 kali
karena uji validitas dan reabilitas pertama yang dilakukan di daerah
Paninggilan tidak valid, sehingga peneliti melakukan uji validitas dan
reabilitas kedua di tempat yang berbeda, peneliti menyebarkan kuesioner
55
kepada keluarga lansia yang dibacakan oleh keluarga apabila lansia
tersebut tidak dapat membaca dan menulis. Setelah semua kuesioner
selesai peneliti melakukan pengolahan data untuk dilakukan uji validitas
dan reabilitas dari setiap butir pertanyaan.
3. Setelah mendapatkan surat izin dari institusi pendidikan peneliti
mengajukan izin terlebih dahulu kepada kepala Kelurahan Gondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang.
4. Lalu peneliti melakukan pendataan kepada calon responden dengan
menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian.
5. Pengambilan responden dalam penelitian ini dengan cara mendata
seluruh lansia yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan
Cipondoh Kota Tangerang yang terdiri dari 6 RW yang akan diambil
sebagai responden. Peneliti melakukan pendataan jumlah responden
lansia yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian kepada masing-
masing RW yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan
Cipondoh Kota Tangerang, setelah didapatkan jumlah responden dari
masing-masing RW selanjutnya peneliti melakukan penghitungan untuk
pembagian responden yang ada pada masing-masing RW di Wilayah
Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang dengan
menggunakan rumus.
6. Peneliti memberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk
ditandatangani oleh calon responden apabila setuju menjadi subjek
penelitian.
56
7. Peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang cara pengisian
kuesioner dan memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya
kepada peneliti apabila ada yang tidak jelas dengan kuesioner.
8. Apabila ada responden yang tidak dapat membaca dan menulis dalam
pengisian kuesioner, peneliti akan meminta bantuan kepada keluarga
untuk membantu membacakan kuesioner untuk responden. Hal ini
dilakukan peneliti pada saat uji validitas yang kedua, pada saat uji
validitas yang pertama peneliti tidak meminta bantuan kepada keluarga
pasien, hanya peneliti saja yang membacakan kuesioner kepada
responden apabila responden tidak bisa membaca dan menulis. Tapi pada
saat akan turun lapangan peneliti memakai teknik yang pertama pada saat
uji validitas pertama yakni peneliti yang membacakan kuesioner kepada
responden apabila responden tidak bisa membaca dan menulis.
9. Peneliti memberikan waktu kepada responden untuk mengisi kuesioner.
10. Responden menyerahkan kembali kuesioner yang telah diisi responden
kepada peneliti.
11. Setelah lembar kuesioner dipastikan terisi lengkap, kemudian dilakukan
pengolahan data menggunakan program komputer.
H. Pengolahan Data
Dalam proses pengolahan data, peneliti menggunakan langkah-
langkah pengolahan data menurut Hidayat (2008) diantaranya:
57
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data atau
formulir kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan.Editing dapat
dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setalah data terkumpul.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap
data yang terdiri atasa kategori.Pemberian kode ini sangat penting bila
pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.Biasanya dalam
pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code
book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari
suatu variabel.
3. Entry data
Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan
ke dalam master table atau data base computer, kemudian membuat distribusi
frekuensi sederhana.
I. Teknik Analisis Data
1. Analisis univariat
Analisis univariat menggambarkan data yang dikumpulkan untuk satu
variabel, yaitu shalat terhadap kesiapan kematian pada lansia. Bentuknya
berbagai macam seperti distribusi frekuensi, tendensi sentral seperti rata-
rata dan ukuran penyebaran dari variabel seperti standar deviasi ataupun
melihat gambaran histogram dari variabel tersebut (Umar, 2002).
58
2. Analisis bivariat
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
dependen dan independen yaitu hubungan antara shalat terhadap
kesiapan lansia menghadapi kematian. Teknik analisa yang dilakukan
yaitu dengan analisa uji Korelasi Spearman yang digunakan untuk
mengetahui derajat hubungan variabel independen dan variabel dependen
dengan menggunakan data interval (Hidayat, 2008).
Berdasarkan hasil uji normalitas terhadap skor shalat didapatkan
nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov (N= > 50) sebesar 0,000 yang
berarti bahwa distribusi data tidak normal. Sehingga analisa bivariat yang
digunakan yaitu uji Korelasi Spearman. Derajat kepercayaan yang
digunakan adalah 95 % dengan α 5%. Kekuatan hubungan dari kedua
variabel tersebut ditentukan dengan mengetahui nilai dari kekuatan
korelasinya (nilai r) (Dahlan, 2010), sebagai berikut :
Tabel 4.7 Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Nilai r
No Parameter Nilai Interpretasi
1
Kekuatan korelasi (r)
0,00-0,199 Sangat lemah
2 0,20-0,399 Lemah
3 0,40-0,599 Sedang
4 0,60-0,799 Kuat
5 0,80-1,000 Sangat kuat
Untuk menetapkan apakah ada hubungan antara variabel independen
dan variabel dependen maka menggunakan p value yang dibandingkan
dengan tingkat kesalahan (alpha) yang digunakan yaitu 5% atau 0,05.
Apabila p value < 0,05 Ho ditolak dan Ha diterima maka hipotesis
terbukti, yang berarti ada hubungan antara variabel independen dan
59
dependen. Sedangkan bila p value > 0.05 Ho diterima Ha (hipotesis
penelitian) ditolak maka hipotesis ditolak yang berarti tidak ada
hubungan antara variabel independen dan dependen.
F. Etika Penelitian
Penelitian ini menggunakan subjek manusia, maka peneliti harus mengacu
kepada norma-norma atau standart-standart moral pribadi dan hubungannya
dengan orang lain agar dapat terjamin, bahwa tidak seorang pun yang
dirugikan dalam penelitian. Masalah etika penelitian keperawatan sangat
penting karena penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan
manusia. Masalah etika yang harus diperhatikan dalam proses penelitian
adalah sebagai berikut (Hidayat, 2008):
1. Lembar persetujuan (Informed consent)
Lembar persetujuan ini di berikan kepada responden yang akan
diteliti untuk ketersediaannya menjadi responden penelitian. Persetujuan
dari responden merupakan hak dari responden yang sebelumnya sudah
diberitahunkan oleh peneliti mengenai tujuan penelitian, prosedur
pelaksanaan, manfaat penelitian, dan kerahasiaan responden.Lembar
persetujuan ini ditandantangani oleh responden yang bersedia menjadi
responden penelitian.
2. Tanpa nama (Anonymity)
Penelitian ini tidak akan mencantumkan nama responden pada
lembar pengumpulan data yang di isi oleh responden, tetapi menuliskan
kode pada lembar pengumpulan data yang di berikan kepada responden.
60
3. Kerahasiaan (Confidentially)
Kerahasiaan responden akan di jamin oleh peneliti, baik sebuah
informasimaupun masalah-masalah lainnya yang diberikan oleh
responden.
61
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Wilayah Kelurahan Gondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Di Wilayah ini terdiri dari 6 RW yang
ada di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang
ini, di sini masih banyak tempat-tempat kegiatan spiritual (pengajian) yang
banyak di dominasi oleh para lansia yang menjadi pesertanya, tempat
kegiatan spiritual (pengajian) yang ada di Wilayah Kelurahan Gondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang di setiap RW bisa mencapai 2 sampai
3 tempat kegiatan spiritual (pengajian) dan di dominasi tempat pengajian
untuk para wanita sedangkan untuk laki-laki biasa diadakan 2 sampai 4 kali
dalam sebulan.
Selain kegiatan spiritual (pengajian), ada pula posbindu yang ada di
Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang
meskipun saat ini hanya di RW 6 saja yang baru berdiri posbindu dan hanya
mencakup para lansia yang ada di Wilayah RW 6 saja.
B. Karakteristik Responden
Karakteristik responden di bawah ini adalah karakteristik sampel
penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin dan pendidikan. Berikut adalah
kategori responden penelitian, antara lain :
62
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 28 36,8
Perempuan 48 63,2
Umur
60-70 Tahun 61 80,3
70-80 Tahun
>90 Tahun
12
3
15,8
3,9
Pendidikan
Tidak Sekolah 62 81,6
SD 12 15,8
SMP 2 2,6
SMA
Perguruan Tinggi
0
0
0
0
Jenis kelamin perempuan memperoleh jumlah tertinggi yaitu sebesar 48
responden (63,2%). Umur lansia yang berusia 60-70 tahun memperoleh
jumlah tertinggi yaitu sebesar (80,3%). Sedangkan pendidikan kategori yang
tidak bersekolah memperoleh jumlah tertinggi yaitu (81,6%).
63
C. Analisa Univariat
Data univariat ini berkaitan dengan variabel independen tentang shalat dan
variabel dependen adalah kesiapan menghadapi kematian yang masing-
masing akan digambarkan secara berturut-turut.
Tabel 5.2 Distribusi Skor Shalat Pada Lansia Di Wilayah Kelurahan Gondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang Variabel Mean ± SD Min-Max
Shalat 27,25 ± 1,498 7-28
Tabel 5.2 Menunjukkan bahwa nilai rata-rata skor shalat dari total
responden di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota
Tangerang yaitu 27,25. Variasi nilai skor shalat sebesar 1,498. Sedangkan
sebaran nilai skor shalat terendah adalah sebesar 7 dan tertinggi sebesar 28.
Tabel 5.3 Distribusi Skor Pada Masing-masing Aspek Shalat Pada Lansia di
Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang
Variabel Mean ± SD Min-Max
Frekuensi Shalat 7,89 ± 4,19 2-8
Ketentuan Shalat 11,53 ± 8,56 3-12
Kekhusyuan Shalat 7,83 ± 5,51 2-8
Tabel 5.3 Menunjukkan bahwa nilai rata-rata skor dari masing-masing
aspek shalat pada frekuensi shalat sebesar 7,89 dan variasi nilai 4,19 dengan
jumlah skor terendah 2 dan tertinggi 8. Sedangkan nilai rata-rata pada aspek
ketentuan shalat sebesar 11,53 dan variasi nilai 8,56 dengan nilai terendah 3
64
dan tertinggi 12, dan nilai rata-rata pada aspek kekhusyuan shalat 7,83 dan
variasi nilai skor sebesar 5,51 dengan nilai terendah 2 dan tertinggi 8.
Tabel 5.4 Distribusi Skor Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota
Tangerang Variabel Mean ± SD Min-Max
Kesiapan Menghadapi Kematian 47,63 ± 3,306 13-52
Tabel 5.4 Menunjukkan bahwa nilai rata-rata skor kesiapan menghadapi
kematian pada lansia dari total responden di Wilayah Kelurahan Gondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang yaitu 47,63. Variasi nilai skor kesiapan
menghadapi kematian sebesar 3,306. Sedangkan sebaran nilai skor kesiapan
menghadapi kematian terendah adalah sebesar 13 dan tertinggi sebesar 52.
Tabel 5.5
Distribusi Skor Pada Masing-masing Aspek Kesiapan Menghadapi
Kematian Pada LansiaDi Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan
Cipondoh
Kota Tangerang
Variabel Median ± SD Min-Max
Psikis
Spiritual
23,49 ± 1,742
24,34 ± 2,206
6-24
2-7
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari aspek psikis sebesar
23,49 dan nilai variasi 1,742 dengan nilai terendah 6 dan tertinggi 24,
sedangkan pada aspek spiritual sebesar 24,34 dan nilai variasi sebesar 2,206
dengan nilai terendah 2 dan nilai tertinggi 7.
65
D. Analisa Bivariat
Berdasarkan kerangka konsep, maka analisis bivariat akan menguji
hubungan antara variabel independen dan dependen. Variabel independen
adalah shalat. sedangkan variabel dependen adalah kesiapan menghadapi
kematian.
Tabel 5.6 Analisa Hubungan Shalat Terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh
Kota Tangerang Variabel Jumlah (n) Korelasi (r) P-value
Shalat dengan Kesiapan
Menghadapi Kematian
76 0,008 0,948
Analisa hubungan antara shalat terhadap Kesiapan Menghadapi
Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan
Cipondoh Kota Tangerang menggunakan uji korelasi Product Moment. Hasil
penelitian didapatkan koefisien korelasi (r) antara shalat terhadap kesiapan
menghadapi Kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang (r) 0,008 dengan nilai (p) 0,948. Hal
ini menggambarkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara shalat
terhadap kesiapan menghadapi kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan
Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang.
66
Tabel 5.7 Analisa Hubungan Masing-Masing Aspek Shalat Terhadap Masing-
masing Aspek Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang
Variabel Jumlah (n) Korelasi (r) P-value
Kesiapan Menghadapi Kematian
(Psikis)
frekuensi Shalat 76 1 0,896
Ketentuan Shalat 76 0,353 0,111
Kekhusyuan Shalat 76 0,260 0,524
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak adan hubungan yang
signifikan antara aspek frekuensi shalat, ketentuan shalat dan kekhusyukan
dengan kesiapan menghadapi kematian (psikis) dengan nilai P-value lebih
dari 0,05 (p ≥0,05), yaitu sebesar 1 untuk frekuensi shalat menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi shalat
dengan kesiapan menghadapi kematian (psikis) dengan nilai P-value sebesar
0,896, dan untuk ketentuan shalat sebesar 0,353 menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara ketentuan shalat dengan kesiapan
menghadapi kematian (psikis) dengan nilai P-value sebesar 0,111 dan
kekhusyukan shalat dengan nilai koefisien korelasi 0,260 menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kekhusyuan shalat
dengan kesiapan menghadapi kematian (psikis) dengan nilai P-value sebesar
0,524 pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh
Kota Tangerang.
67
Tabel 5.8 Analisa Hubungan Masing-Masing Aspek Shalat Terhadap Masing-
masing Aspek Kesiapan Menghadapi Kematian Pada Lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang
Variabel Jumlah (n) Korelasi (r) P-value
Kesiapan Menghadapi Kematian
(Spiritual)
frekuensi Shalat 76 1 0,073
Ketentuan Shalat 76 0,353 0,835
Kekhusyuan Shalat 76 0,260 0,025
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak adan hubungan yang
signifikan antara aspek frekuensi shalat, ketentuan shalat dan kekhusyukan
dengan kesiapan menghadapi kematian (spiritual) dengan nilai P-value lebih
dari 0,05 (p ≥0,05), yaitu sebesar 1 untuk frekuensi shalat menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi shalat
dengan kesiapan menghadapi kematian (spiritual) dengan nilai P-value
sebesar 0,073, dan untuk ketentuan shalat sebesar 0,353 menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ketentuan shalat dengan
kesiapan menghadapi kematian (spiritual) dengan nilai P-value sebesar 0,835
dan kekhusyukan shalat dengan nilai koefisien korelasi 0,260 menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kekhusyuan shalat
dengan kesiapan menghadapi kematian (spiritual) dengan nilai P-value
sebesar 0,025 pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan
Cipondoh Kota Tangerang.
68
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada bab pembahasan ini akan diuraikan makna hasil penelitian yang
dilakukan tentang analisis shalat dengan kesiapan menghadapi kematian pada
lansia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 di Wilayah
Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang dengan pengumpulan
data menggunakan kuesioner yang dilakukan oleh peneliti kepada 76 responden.
Dalam bab pembahasan ini akan diuraikan perbandingan antara hasil penelitian
dengan konsep teoritis dan penelitian sebelumnya. Dan akan dijelaskan tentang
keterbatasan penelitian yang telah dilaksanakan.
A. Gambaran Karakteristik Lanjut usia di Wilayah Kelurahan Gondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang
Gambaran demografi usia dari 76 responden yang diambil dalam
penelitian ini sebagian besar adalah usia 60-70 tahun sebanyak 61 responden
(80,3%), usia 70-80 tahun sebanyak 12 responden (15,8%) dan usia >90
tahun sebanyak 3 responden (3,9%). Departemen Kesehatan (2014)
menjelaskan bahwa penduduk Lanjut usia pada dua tahun terakhir mengalami
peningkatan yang signifikan pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia
sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009.
Dan usia harapan hidup perempuan lebih panjang dibandingkan laki-laki,
maka jumlah penduduk lanjut usia perempuan lebih banyak dibandingkan
laki-laki (11,29 juta jiwa berbanding 9,26 juta jiwa).
69
Dalam teorinya Corr et.al (2008) mengatakan bahwa usia merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap kematian.
Teori Corr tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Panjaitan
(2013) pada subjek penelitian yang beragama Kristen yang menyatakan
bahwa usia lanjut usia tidak berhubungan dengan sikap terhadap kematian.
Meskipun dalam penelitian ini adalah responden yang beragama muslim.
Usia yang semakin tua dan keadaan fungsi tubuh yang menurun
mengakibatkan kekuatan fisik lansia menjadi lemah. Bagi beberap lanjut usia
yang berhasil menikmati kehidupan di masa tuanya dengan bahagia dan
ikhlas hati, fungsi-fungsi fisik yang mengalami penurunan tidak begitu
dirasakan sebagai hambatan dalam beraktivitas, namun disisi lain dapat juga
terjadi bahwa kelemahan fisik dan mental ini justru dapat menimbulkan suatu
perasaan keterasingkan, tak berguna dan keputusasaan pada lanjut usia yang
kurang dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan di masa tuanya (Maryam,
2008).
Perubahan fisik lansia yang terjadi akibat proses penuaan adalah
mencakup penerimaan terhadap kematian. Apabila lansia gagal dalam proses
kondisinya yang semakin melemah maka lansia akan mengalami kecemasan
dalam menghadapi kematian (Tamher & Nurkasiani, 2009). Hidayat (2007)
menyatakan bahwa ketakutan akan kematian timbul karena tidak adanya
perspektif ketidakmampuan menempatkan kematian kedalam suatu kerangka
makna dan nilai yang lebih luas, selain itu gagal dalam memahami dan
menghargai hidup.
70
Hawari (1997) menyatakan bahwa kematian sangat menakutkan
dikarenakan manusia terlalu memanjakan dirinya dengan kenikmatan dunia,
sehingga ketika memasuki hari tua berarti sama saja memasuki fase
penyesalan sedangkan kematian adalah puncak kekalahan dan penderitaan.
Selain itu ketidaktahuan apa yang terjadi setelah mati juga membuat manusia
takut menghadapi kematian.
Berdasarkan jenis kelamin responden lanjut usia di Wilayah
Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang, proporsi jenis
kelamin perempuan jauh lebih besar daripada laki-laki dengan jumlah lansia
perempuan sebanyak 48 orang (63,2%) dan jumlah lansia laki-laki sebanyak
28 orang (36,8%).
Menurut Departemen Kesehatan (2014) jumlah penduduk lanjut usia
berdasarkan jenis kelamin lebih banyak jumlahnya pada lanjut usia
perempuan 11,29 juta jiwa dibandingkan dengan jumlah lanjut usia laki-laki
9,26 juta jiwa. Hal ini tidak terlepas dari usia harapan hidup lanjut usia
perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi psikologi lansia sehingga akan berdampak pada bentuk
adaptasi yang digunakan (Tamher & Nurkasiani, 2009). Hal ini sejalan
dengan beberapa penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, dimana
penelitian yang dilakukan oleh Pollak (dalam Wong et.al, 1994) menyatakan
bahwa wanita mempunyai tingkat kematian yang lebih tinggi dari pada pria.
Wong et.al (1994) juga memprediksi bahwa wanita mempunyai skor yang
71
lebih tinggi pada dimensi ketakutan terhadap kematian dan penerimaan
terhadap kematian.
Dalam menghadapi kematian, masing-masing individu memiliki
tingkat kecemasan yang berbeda-beda. Hal ini mungkin saja disebabkan oleh
karakteristik tertentu yang membedakan antara pria dan wanita. Menurut
Indriyawati & Zulkaida (2006) wanita dinilai sensitif dan memiliki jiwa yang
lemah serta tidak menyukai kondisi emosi yang tidak menyenangkan.
Sedangkan pria memiliki sifat agresif dan selalu berfikir logis. Berdasarkan
karakter antara pria dan wanita, maka dapat diasumsikan bahwa wanita
memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan pria. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kendall (2006) menunjukkan
adanya perbedaan tingkat kecemasan antara lansia pria dan wanita terhadap
aspek kehidupannya. Lansia wanita memiliki tingkat kecemasan yang lebih
tinggi terhadap seluruh aspek kehidupannya daripada lansia pria. Indriyawati
& Zulkaida (2006) menyatakan bahwa lansia wanita yang bersuami memiliki
tingkat kecemasan yang lebih tinggi dari pada lansia wanita yang berstatus
janda dalam hal kecemasan menghadapi kematian.
Dilihat dari aspek pendidikan, jenjang pendidikan responden dalam
penelitian ini yang tidak bersekolah atau tidak mentamatkan sekolahnya
sebanyak 62 orang (81,6%). Pendidikan dasar SD sebanyak 12 orang (15,8%)
dan pendidikan SMP sebanyak 2 orang (2,6%). Dari hasil penelitian ini
sebagaian besar lanjut usia tidak bersekolah atau tidak mentamatkan
pendidikannya.
72
Rendahnya tingkat pendidikan lanjut usia dan tingginya lanjut usia
yang tidak bersekolah disebabkan karena belum ada sarana dan prasarana
yang mendukung serta pendidikan yang masih terbatas pada masa itu.
Kondisi ini berbeda dizaman sekarang dimana pendidikan sudah jauh lebih
baik (Departemen Kesehatan, 2014).
Pendidikan juga berpengaruh terhadap pandangan lansia tentang
kematian. Kastenbaum, Kuiken dan Madison (dalam Bishop,1994)
pengetahuan tentang kematian cukup membantu seseorang untuk lebih
realsitis menjelang kematian. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
semakin banyak pengalaman hidup yang dilaluinya, sehingga akan lebih siap
dalam menghadapi masalah yang terjadi. Penelitian yang dilakukan oleh
Anggraeny (2009) menemukan korelasi yang negatif antara tingkat
pendidikan dan kecemasan terhadap kematian. Dibandingkan individu
berpendidikan tinggi, individu dengan pendidikan rendah mengekspresikan
pandangan yang lebih negatif terhadap kematian. Hasil ini diperkuat oleh
Hawari (1997) yang menyatakan bahwa rendahnya tingkat pendidikan
membuat individu cenderung memandang kematian sebagai hal yang negatif,
yang diperkirakan akan datang cepat dan diasosiakan dengan adanya
pederitaan.
B. Hubungan Shalat Terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian Pada
Lanjut Usia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh
Kota Tangerang
Hasil penelitian telah menunjukkan nilai rata-rata skor shalat lansia di
wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang adalah
73
27,25 dengan variasi nilai skor shalat 1,498. Skor shalat terendah adalah 7
dan tertinggi adalah 28. Penilaian ini didapatkan dari hasil penghitungan skor
pada 3 aspek yang diteliti meliputi frekuensi shalat, ketentuan shalat dan
kekhusyukan shalat.
Hasil uji statistik antara shalat dengan kesiapan menghadapi kematian
pada lansia diperoleh P value 0,0948. Dengan demikian hipotesis pada
penelitian ini tidak ada hubungan, artinya tidak ada hubungan yang bermakna
antara shalat dengan kesiapan menghadapi kematian pada lansia di Wilayah
Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang.
Selain itu, diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 1. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara shalat dengan kesiapan
menghadapi kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang.
Indikator-indikator variabel kesiapan menghadapi kematian yang diuji
dalam penelitian ini adalah secara psikis dan spiritual saja. Hasil analisa data
menunjukkan bahwa umumnya kesiapan menghadapi kematian pada
responden “negatif”. Analisa statistik menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara shalat terhadap kesiapan menghadapi
kematian pada lansia.
Kesiapan menghadapi kematian pada lansia dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang tidak diteliti pada penelitian ini diantaranya faktor keluarga,
pendidikan, teman sebaya, sosial ekonomi dan media masa (Wong, et.al
1994). Dan salah satu faktor yang di sudah diteliti oleh Pamungkas (2008)
menemukan bahwa ada hubungan religiusitas dan dukungan sosial dengan
74
kecemasan lansia menghadapi tutup usia dengan nilai R2 sebesar 0,175 yang
artinya masih terdapat 82,5% variabel lain yang mempengaruhi kecemasan
lansia tutup usia.
Selain faktor-faktor diatas yang mempengaruhi kesiapan menghadapi
kematian pada lansia, dalam wawancara yang dilakukan peneliti pada saat
melakukan pengambilan data dalam wawancara tersebut para lansia
mengungkapkan bahwa ketidaksiapan lansia dipengaruhi oleh perasaan
bahwa lansia telah melakukan banyak dosa dan belum cukup banyak
melakukan penebusan dosa dan cara lansia memandang kematian secara
negatif menyebabkan timbulnya ketidaksiapan menghadapi kematian
sehingga mereka kadang mengalami kegelisahan dalam menjalani kegiatan
sehari-hari.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dimana responden dalam
penelitian ini didominasi oleh lansia yang tidak sekolah ataupun tidak lulus
sekolah sebesar 81,6% hal ini mempengaruhi hasil penelitian. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anggraeny
(2009) yang menyatakan bahwa rendahnya tingkat pendidikan membuat
individu cenderung memandang kematian sebagai hal yang negatif, yang
diperkirakan akan datang cepat dan diasosiakan dengan adanya pederitaan.
Perasaan banyak dosa dan belum cukup banyak melakukan amal
kebaikan adalah salah satu pikiran yang selalu ada dibenak lansia, dimana hal
tersebut menjadi faktor ketidaksiapan menghadapi kematian pada lansia.
Akibatnya jika ketakutan manusia terhadap kematian akan membuat pikiran
dan nalurinya akan melakukan penghindaran yang dianggap membahayakan,
75
dalam hal ini lansia akan menghindar apabila berbicara dengan kematian
(Santrock, 2002). Dalam islam menghindari kematian tidak dianjurkan, hal
ini sesuai dengan Hadist Anas (dalam Samarqandi, 1993) bahwa Rasulullah
SAW bersabda “Barang siapa yang senang untuk berjumpa dengan Allah
SWT maka Allah SWT akan senang berjumpa dengannya, dan barang siapa
yang enggan berjumpa dengan Allah SWT maka Allah SWT pun akan enggan
berjumpa dengannya. Yang dimaksud dengan “senang” menurut Samarqandi
(1993) disini yaitu ketika orang mukmin akan dicabut nyawanya maka ia
mendapartkan berita gembira dengan keridhaan dan surga Allah SWT
sehingga ia merasa lebih senang mati dari pada hidup didunia. Menurut
Wong, et.al (1994) menghindari kematian yang dilakukan seseorang adalah
cara untuk menurunkan tingkat kecemasan akan kematian yang akan
dialaminya, dan ini merupakan mekanisme pertahanan yang membuat
kematian menjauh dari kesadarannya.
Dukungan sosial juga berpengaruh dalam kesiapan menghadapi
kematian pada lansia, tetapi hal ini tidak diteliti oleh peneliti. Penurunan fisik
pada lanjut usia juga mempengaruhi psikologi dan sosial pada lanjut usia,
perubahan sosial yang terjadi pada lansia dapat menyebabkan penurunan
peran sosial lanjut usia, dan dapat menjadikan lanjut usia lebih tergantung
kepada orang lain ataupun keluarga (Santrock, 2002). Dimana hal ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wijaya & Safitri (2008) yang
menyatakan bahwa lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha
mempunyai kecemasan yang rendah terhadap persepsi kematian yaitu sebesar
15,9% sisanya 84,1% dipengaruhi oleh faktor lain.
76
Ketika lanjut usia yang sudah ditinggal lebih dulu oleh pasangannya
dan takut akan perubahan fisiknya akan mempengaruhi psikologis pada lanjut
usia, ia tidak ingin sendiri, takut sendiri atau terisolasi lanjut usia ingin
keluarga atau teman-teman berada didekatnya dan ingin orang-orang
disekitarnya dapat merasakan ketakutannya (Darmojo, 2009). Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Erlangga (2007) yang menemukan
bahwa lanjut usia yang tinggal di panti jompo adalah orang-orang yang cemas
dalam menjelang kematian karena jauh dari dukungan keluarga. Dan dalam
hal ini salah satu faktor kesiapan menghadapi kematian pada lansia
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak diteliti pada penelitian ini
diantaranya faktor keluarga, pendidikan, teman sebaya, sosial ekonomi dan
media masa (Wong, et.al 1994).
Kualitas kepuasan hidup juga salah satu faktor kesiapan lansia
menghadapi kematian (Papalia, 2002). Kepuasan hidup yang didapatkan pada
lanjut usia adalah mereka yang dapat beradaptasi terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi baik perubahan fisik maupun mental untuk dapat
mencapai kepuasan hidup. Jika para lanjut usia tidak dapat mencapai
kepuasan hidup maka hal ini dapat mempengaruhi mereka dalam
melaksanakan fungsi sosial serta berperan aktif dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara (Menkokesra, 2013). Hal ini tidak terlepas dari
lanjut usia memandang tentang konsep hidup dan mati (Hawari, 1997) dan
pandangan tersebut juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan lanjut usia,
dimana Anggraeny (2009) menyatakan bahwa rendahnya tingkat pendidikan
membuat individu cenderung memandang kematian sebagai hal yang negatif,
77
yang diperkirakan akan datang cepat dan diasosiakan dengan adanya
pederitaan.
Status kesehatan tidak diteliti dalam penelitian ini karena untuk
menentukan status kesehatan seseorang diperlukan pemeriksaan lengkap
secara medis. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dezutter (2013)
didapatkan bahwa status kesehatan berhubungan dengan sikap terhadap
kematian pada dimensi penerimaan kematian dengan nilai p=0,03 (p<0,05)
sementara pada dimensi lain tidak berhubungan.
Dengan beribadah khususnya shalat setiap individu akan memperoleh
kedamaian ruhani yang akan meningkatkan kemampuan coping
mechanismnya. Kedamaian dan suasana psikis amat berharga sebagai modal
untuk selalu tangguh menghadapi setiap ancaman dan tekanan (Sanusi, 2010).
Tidak semua shalat bisa menghadirkan ketentraman bagi jiwa yang
melaksanakannya. Tetapi kualitas yang ada dalam ibadah shalat mampu
menghadirkan ketentraman dan kebahagiaan asalkan dilakukan dengan baik
kebahagiaan asalkan dilakukan dengan baik dan memperhatikan standart
yang ditetapkan agama (Sanusi, 2010).
Tebba (2006) menyatakan bahwa seseorang yang menjalankan shalat
dengan khusyu dapat menimbulkan rasa takut kepada allah swt, dimana rasa
takut itu diartikan dengan kondisi spiritual yang sangat penting untuk
menyiapkan diri dalam menghadapi kematian dan kehidupan akhirat agar
nanti memperoleh kematian yang husnul khatimah (Tebba, 2006). Dari anas
RA ia berkata Rasulullah SAW Bersabda “Ingatlah kematian ketika sedang
melakukan shalat, karena jika seseorang mengingat kematian ketika shalat,
78
niscaya dia akan selalu melakukan shalat dengan baik. Lakukanlah shalat
seperti orang yang tidak menyangka bahwa dia akan melakukan shalat yang
lain (karena meninggal) dan jauhilah segala alasan yang menghalanginya
(HR muslim dalam Ayanih, 2010).
Shalat dalam penelitian ini terdiri dari beberapa aspek yaitu diantara
adalah frekuensi shalat, ketentuan shalat dan kekhusyuan shalat. dan hasil
dari penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan antara shalat dengan
kesiapan menghadapi kematian. Meskipun aspek yang dimasukkan kedalam
penelitian ini sudah dapat mewakili dari ketentuan dan syarat-syarat shalat
tetapi dari jumlah pertanyaan yang mencakup tentang shalat hanya beberapa
pertanyaan yang valid dari kuesioner yang dipakai dalam penelitian ini. dari
jumlah pertnyaan kuesioner yang valid dalam aspek frekuensi shalat hanya 2
pertanyaan kuesioner yang valid, untuk aspek ketentuan shalat 3 pertanyaan
kuesioner yang valid dan aspek kekhusyuan shalat 2 pertanyaan kuesioner
yang valid, dari hasil jumlah kuesioner yang valid hanya sedikit yang dapat
mewakili tentang aspek yang ingin diukur dalam penelitian sehingga hasil
yang didapatkan tidak bisa mengukur apa yang ingin diukur. Tetapi pada
aspek kesiapan menghadapi kematian dibagi menjadi dua item pertanyaan
yaitu aspek psikis dan aspek spiritual, dari hasil pertanyaan jumlah kuesioner
yang valid masih lebih bagus daripada shalat yakni hanya satu yang tidak
valid yaitu pada aspek spiritual. Faktor lain yang mempengaruhi hasil dari
penelitian ini juga dapat disebabkan tidak variatifnya jawaban yang diberikan
responden dalam pengisian kuesioner dalam penelitian ini, hal ini juga tidak
terlepas dari faktor banyak lansia yang tidak dapat membaca dan menulis hal
79
ini dapat dilihat dari jumlah responden yang tidak sekolah ataupun tidak
tamat sekolah mencapai 81,6% dalam penelitian ini sehingga peneliti
membantu membacakan responden untuk mengisi kuesioner sehingga hasil
yang didapatkan tidak sesuai apa yang ingin diukur dalam penelitian ini.
Aspek yang terdapat dalam kesiapan menghadapi kematian yang diteliti
dalam penelitian ini diantaranya adalah :
a. Menerima dirinya yang berbeda dari masa sebelumnya (Hurlock, 1993)
b. Mengatasi rasa cemas maupun takutnya pada kematian dan sadar bahwa
kematian pasti akan datang (Backer, 1982)
c. Memiliki pandangan dan sikap positif terhadap kematian (Shihab,
2002)
d. Menerima kematian sebagai suatu hal yang nyata (Najati, 2001)
e. Memaknai hidup dengan nilai-nilai positif (Hidayat, 2007)
f. Kematian mengakibatkan rasa sakit (Hidayat, 2007)
g. Masih berat meninggalkan orang-orang yang dicintai (Hidayat, 2007)
h. Takut menghadapi siksa kubur (Hidayat, 2007)
i. Tidak mengetahui kemana ia akan pergi setelah meninggal nanti
(Hidayat, 2007)
j. Tidak tahu apa yang terjadi setelah meninggal nanti (Hidayat, 2007)
Meskipun begitu aspek yang diteliti tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap kesiapan menghadapi kematian. Hal ini dapat dikarenakan banyak
faktor yang tidak diikutsertakan oleh peneliti diantaranya adalah faktor
keluarga, pendidikan, teman sebaya, sosial ekonomi dan media masa (Wong,
et.al 1994) dan kualitas hidup lansia. Meskipun kuesioner yang dibuat
80
peneliti menggunakan beberapa teori kesiapan menghadapi kematian tetapi
hasil yang didapat belum mengukur aspek yang seharusnya diukur. Hal ini
kemungkinan dikarenakan oleh instrumen yang dibuat kurang mengukur
aspek yang sebenarnya harus di ukur. Dan faktor lain yang mempengaruhi
kesiapan menghadapi kematian selain aspek psikis dan spiritual yang sudah
dijelaskan di paragraf sebelumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kegagalan dalam membuat kuesioner menurut Bailey (1987) adalah seagai
berikut :
a. Responden merasa terganggu dengan adanya informasi yang dirasa
menyerang dirinya atau kepentingannya, misalnya takut dirilis di media
massa.
b. Responden merasa takut akan ‘kebodohannya’ dalam menjawab
pertanyaan ini.
c. Responden mengatakan tidak ada waktu untuk menjawabnya, atau
merasa itu bukan bidang minatnya
Dari faktor-faktor yang disebutkan diatas, memang didapatkan kendala
dalam penyebaran kuesioner peneltian ini. Salah satunya adalah banyak
responden yang enggan dan takut dalam mengisi kuesioner dengan alasan
yang telah di jelaskan oleh Bailey (1987), selain itu belum adanya kuesioner
tetap mengenai penelitian tentang shalat dengan pendekatan penelitian secara
kuantitatif menyebabkan hasil instrument untuk mengukur variabel
independent dan dependen tidak terukur. Kuesioner dalam penelitian ini
hanya di konstruk dari definisi dan pengertian tentang materi yang akan
dijadikan bahan penelitian, setelah peneliti membuat kuesioner dari konstruk
81
materi tersebut dengan membuat instrument penelitian yang memuat
pertanyaan positif untuk masing-masing instrument penelitian (Muljono &
Djaali, 2007). Dimana instrument penelitian ini terdiri dari 2 kuesioner yaitu
kuesioner shalat dan kuesioner kesiapan menghadapi kematian.
C. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti masih menemukan keterbatasan peneliti,
diantaranya yaitu:
1. Alat ukur tentang shalat belum pernah diteliti secara kualitatif sehingga
penelitian yang dilakukan secara kuantitatif belum dapat memberikan
hasil penilitian yang ingin diukur.
2. Banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi kesiapan menghadapi
kematian, tetapi faktor-faktor tersebut tidak diikutsertakan oleh peneliti
seperti dukungan keluarga, sosial, kualitas kepuasan hidup sehingga
hasil yang didapatkan tidak maksimal ataupun sesuai.
3. Peneliti mengobservasi variabel independen dan dependen secara
bersamaan (pada periode yang sama) dan tidak dapat digunakan untuk
memantau perubahan yang terjadi dalam berjalannya waktu sehingga
rawan terhadap bias.
4. Tidak variatifnya jawaban kuesioner dikarenakan kuesioner dibacakan
oleh peneliti
82
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan data yang diperoleh di
Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang Tahun
2013 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Karakteristik lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan
Cipondoh Kota Tangerang sebagian besar adalah Berjenis Kelamin
perempuan sebanyak 48 responden (63,2%), Usia 60-70 tahun sebanyak
61 responden (80,3%) dan riwayat pendidikan Sekolah Dasar (SD)
sebanyak 62 orang (81,6%).
2. Nilai rata-rata skor shalat lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang adalah 27,25 dari jumlah skor
maksimal 28.
3. Nilai rata-rata skor kesiapan menghadapi kematian pada lansia di
Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang
adalah 47,63 dari jumlah skor maksimal 52.
4. Tidak Ada hubungan yang bermakna antara shalat dengan kesiapan
menghadapi kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang dengan nilai p value = 0,0948
serta memiliki hubungan negatif dengan nilai r sebesar 0,008 artinya
tidak ada hubungan antara shalat terhadap kesiapan menghadapi
kematian pada lansia di Wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan
Cipondoh Kota Tangerang.
83
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diajukan antara lain:
4. Bagi Pendidikan Keperawatan dan Ilmu Keperawatan
Meskipun hasil penelitian tidak berhubungan namun secara teori
menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusyu dapat
menimbulkan rasa takut kepada Allah SWT, sehingga seseorang akan
shalat seakan-akan seperti melakukan shalat yang terakhir (karena
meninggal). Dalam hal ini dapat memberikan referensi dalam
memberikan perawatan pada pasien yang memasuki tahap usia lanjut
dalam pendekatan spiritual.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya juga disarankan untuk meneliti faktor lain tentang
kesiapan menghadapi kematian pada lansia seperti faktor keluarga,
sosial dan perbedaan jenis kelamin. Dalam penelitian sebaiknya
subjek yang digunakan memiliki jumlah responden yang homogen.
b. Peneliti selanjutnya juga disarankan untuk melakukan penelitian yang
sama tetapi dengan menggunakan metode yang berbeda seperti
experiment atau kualitatif dan dapat pula meneliti tentang perbedaan
kesiapan menghadapi kematian pada individu yang berbeda jenis
kelamin.
c. Peneliti selanjutnya dapat pula meneliti tentang perbandingan
kesiapan menghadapi kematian pada responden yang berbeda agama
dengan metode observasi dan wawancara mendalam atau kualitatif
DAFTAR PUSTAKA
Adelina, Della. Hubungan Kecerdasan Ruhaniah dengan Kesiapan Menghadapi Kematian. Skripsi. Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala. 2005
Agustini. Terapi Shalat Tahajud. Jakarta: Mizan Publika. 2007
Ahsin, W. Alhafidz. Fikih Kesehatan. Jakarta: Amzah. 2010
Akbar, Muhammad Jihad. Mukjizat ibadah fajar. Jakarta: ALIFBATA. 2007
Al-Jaziri, Abdurrahman. Kitab Shalat Fikih Empat Mahzab. Jakarta: Penerbit Mizan. 2010
Al-Qahthani, said. Panduan Shalat sunnah & shalat Khusus. Jakarta: Almahira. 2010
Al-munajjid, Syaik Muhammad. 33 Faktor yang Membuahkan Kekhusyu’an dalam Shalat: Jakarta: Mizan. 2009
Anggraeny, Sivya. Faktor-faktor Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Di Panti Jompo Kelurahan Kalirejo Kecamatan Lawang. Skripsi. Malang. Fakultas Psikologi Universitas Malang. 2009
Ardani, Tristiadi Ardi. Psikiatri Islam. Malang: Uin Malang Press. 2008
Asmadi. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika. 2008
Ayanih, Ummi. Dahsyatnya Shalat dan Doa Ibu. Jakarta : Raih Asa Sukses. 2010
Ayyub, Hasan Muhammad. Menyiapkan Diri Menggapai Ridha Ilahi. Jakarta: Dar as-Salam, kairo. 2008
Bagir, Haidar. Buat Apa Shalat. Jakarta. Mizan. 2008
Backer. Death And Dying Individuals And Institution. Canada: John Wiley and Sons Inc. 1982
Bailey, J.E. Integrated Production Control Systems : Management Analysis Design. John Wiley & Sons, Inc: New York 1987 Bishop, G.D. Health Psychology Integrating Mind and Body Needham Heights.
Allyn and Bacon. 1994
Corr, Nabe & Corr. Death & Dying, Life & Living. USA: WoodsWorth. 2008
Dahlan, Sofiyudin. Teknik Pengambilan Sampel. EGC. 2010
Darmojo, Boedhi. Geriatrik; Ilmi Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit. 2009
Dezutter, and other. Role Religion in Attitude Death: Distinguishing between religious belief and style of processing religious content. Diunduh dari:
http://ideas.repec.org/p/ner/leuven/urnhd/123456789-120468.html. diakses pada
bulan Desember 2013
Djaali & Mujono, Pudji. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Gunung Mulia. 2007 Efendi, Ferry. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik Dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2009
Elzaky, Jamal. Buku Induk Mukjizat Kesehatan Ibadah. Kairo: Syuruq. 2011
Erickson. Vital Involvement in Old Age. New York: W.W. Norton. 1986
Erlangga, Sarvatra Wari. Subjective Well-Being Pada Lansia Penghuni Panti Jompo. Jurnal Psikologi. Jakarta. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. 2007
Fatmah. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2010
Fry. Perceived Self-Efficacy Domains as Predictors of Fear of The Unknown and Fear of Dying Among Older Adults Psychology and Aging 18, 474-486. 2003
G.Cremers. Memperkenalkan Psikologi Analitis- Pendekatan terhadap Ketaksadaran. Jakarta: Gramedia. 1986
Hasan, Aliah B. Purwakania. Psikologi Perkembangan: Menyingkap Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran Hingga Pasca Kematian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2006
Haryanto, Sentot. Psikologi Shalat. Jakarta: Mitra Pustaka. 2003
Hawari, D. Al-Qur’an : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa. 1997
Hidayat, Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. 2008
Hidayat, Komarudin. Psikologi Kematian. Jakarta: Penerbit Hikmah. 2007
http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=1686. Gerakan Sayangi dan Lindungi Orang Tua. diakses tanggal 12 april 2013
http://menkokesra.go.id diakses tanggal 19 Desember 2013
Hurlock, E.B. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih Bahasa : Istiwidayanti, Soedjarwo. Jakarta: Erlangga (edisi kelima). 1993
Indriyawati, Uni & Zulkaida, Anita. Gambaran Perbedaan Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Manula Yang Masih Memiliki Pasangan Dengan Manula yang Sudah Janda. Skripsi. Depok. Fakultas Psikologi. Universitas Gunadarma. 2006
Islah, Gusmian. Doa Menghadapi Kematian Cara Indah Meraih Husnul Khatimah. Jakarta: Mizan. 2006
Keane, R. Essensial of Clinical Geriatric. Singapura: Mc Graw-Hill. 1989
Kendall, P.C. Anxiety State Situation. Journal of Contulting and Clinical Psycology. 2006
Machfoedz, Ircham. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Fitramaya. 2008
Maryam, Siti et al. Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta: Salemba medika. 2008
Mujieb, Abdul. Ensiklopedia Tasawuf Imam Ghazali: Mudah Memahami dan Menjalankan Kehidupan Spiritual. Jakarta: Mizan Publika. 2009
Nasir, Abdul & Muhith, Abdul. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa, Penghantar dan Teori. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. 2011
Najati, Muhammad ustman. Psikologi dalam Tinjauan hadist nabi. Jakarta: Mizan. 2001
Noor, Syamsuddin. Mengungkap Rahasia Shalat Para Nabi. Jakarta : PT Wahyu Media. 2009
Nugroho, Adi. Konsep Pengembangan Sistem Basis Data. Bandung: Penerbit Informatika. 2008
Nursalam dan Kurniawati Ninuk Dian. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi. Jakarta: Salemba Medika. 2007
Nursalam. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2008
Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta. 2006
Pamungkas, Aris dkk. Hubungan Religius dan Dukungan Sosial Dengan Kecemasan Menghadapi Tutup Usia Pada Lanjut Usia Kelurahan Jebres Surakarta. Skripsi. Surakarta. Fakultas Psikologi Universitas Sebelas Maret. 2008
Panjaitan,MD. Pengaruh Religiusitas terhadap Sikap Terhadap Kematian pada Lanjut Usia. Di unduh dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/19289. diakses pada Desember 2013
Papalia. Adult Development And Aging. Singapura: Mc Graw-Hill. 2002
Qodir, Zuly. Muhammadiyah Studies: Reorientasi Gerakan dan Pemikiran Memasuki Abad Kedua. Yogyakarta: Penerbit kanisius. 2010
Samarqandi, Tan Bihul Ghalim. Peringatan Bagi Orang-orang Yang Lupa. Semarang: PT Karya Toha Putra. 1993
Santrock, W. John. Life-Scan Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga. 2002
Santoso, Dedy. Kecemasan Menjelang Kematian Pada Lanjut Usia. Tesis. Semarang. Universitas Katolik Soegijapranata. 2010
Santoso, Hanna & Ismail, Ardas. Memahami Krisis Lanjut Usia. Jakarta: Gunung Mulia. 2009
Sanusi, M. Kedasyatan Shalat Bagi Kesehatan Manusia. Yogyakarta: Diva Press. 2010
Singgih D. Gunarsa. Dari Anak Sampai Usia Lanjut. Jakarta: Penerbit Lentera. 2004
Shihab, Quraisy. Menjemput Maut Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT. Jakarta: Lentera Hati. 2002
Sholeh, Muhammad. Kiat Shalat Khusyu’. Jakarta: Gema Insani. 2008
Sholikhin, Muhammad. The Power Of Sabar. Solo: Salatiga Serangkai. 2009
Singh, A & Nizamie. Kematian dan Sekarat Kesehatan Mental Review diakses dari http://www.psyplexus.com diakses pada april 2013
Stringer, Janet L. Konsep Dasar Farmakologi Panduan Untuk Mahasiswa. Jakarta: EGC. 2006
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Jakarta: ALFABETA. 2012
Sulaiman, Rasjid. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Agensindo. 2007
Sutarto, J. Tito & Cokro, C. Ismul. Pensiun Bukan Akhir Segalanya. Jakarta: Penerbit Lentera. 2005
Tamher dan Nurkasiani. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2009
Tebba, Sudirman. Nikmatnya Shalat Yang Khusyuk. Tangerang : Pustaka IrVan. 2008
______________ Nikmatnya Shalat Jamaah. Tangerang : Pustaka IrVan. 2008
______________ Nikmatnya Shalat. Tangerang : Pustaka IrVan. 2008
______________ Kiat Sukses Menuju Maut. Tangerang:pustaka irvan. 2006
Umar, Husein. Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT Raja Grafindo. 2011
____________ Metode Riset Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2002
Wibisono, Arif. Hubungan Shalat Dengan Kecemasan. Surakarta: Studia Press. 2006
Widdowson Rosalind. Meditasi. Jakarta: Inovasi. 2002
Wijaya, Fredy Setya & Safitri, Rani Merli. Persepsi Terhadap Kematian dan Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia. Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana. 2008
Wong, et al. Death Attitude Profile-Revised: A Multidimensional Measure of Attitudes Toward Death. In R.A. Neimeyer (ED) Death Anxiety Hand Book. Research Instrumentation and Aplication. Washington DC: Raylor and Francis. 1994
www. depkes.go.id./download/Buletin Lansia.Pdf diakses pada Januari 2014
Zurinal Z dan Aminuddin. Fiqih Ibadah. Jakarta: Lembaga Penelitian Islam Negri Syarif Hidayatullah. 2008
FORM
ULIR
KUESI
NO. RESPONDEN :
NAMA PEWAWANCARA :
TANGGAL WAWANCARA :
I. BAGIAN A : DATA DEMOGRAFI RESPONDEN
1. Umur Bapak/Ibu saat ini
Tuliskan :
.
2. Jenis kelamin
( ) Laki-laki
( ) Perempuan
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
3. Pendidikan terakhir
a. Tidak Sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. Perguruan Tinggi
Lampiran 1
BAGIAN B : KUESIONER SHALAT
Berilah tanda checklist ( √ ) pada pertanyaan yang tersedia di bawah ini
yang mewakili keadaan Bapak/Ibu.
S : SELALU
SR : SERING
J : JARANG
TP : TIDAK PERNAH
NO. PERTANYAAN S SR J TP
1. Saya melakukan shalat wajib setiap hari
2. Saya melaksanakan shalat 5 waktu
3. Saya shalat tanpa disuruh dari orang lain (Unvalid)
4. Sebelum shalat saya berwudhu (Unvalid)
5. Saya shalat menghadap kiblat (Unvalid)
6. Sebelum shalat saya membersihkan hadast kecil dan besar
(Unvalid)
7. Ketika shalat saya memakai pakaian yang bersih
8. Saya tidak lupa dengan hitungan rakaat shalat
9. Selama shalat saya tidak banyak gerak yang dapat
membatalkan shalat (Unvalid)
10. Saya menyempatkan berdzikir seusai shalat
11. Saya melakukan shalat tepat waktu (Unvalid)
12. Saya shalat dengan kesadaran penuh (tidak dalam keadaan
Lampiran 2
tidur atau mabuk) (Unvalid)
13. Saya bersikap tenang sewaktu shalat
14. Selama shalat saya tidak memikirkan hal-hal diluar shalat
(Unvalid)
15. Saya memahami bacaan shalat yang say abaca (Unvalid)
16. Saya merasa ketika shalat saya seperti dekat dengan Allah
SWT
17. Ketika saya shalat saya hanya melihat ke sujud/sajadah saja
(Unvalid)
18. Ketika shalat saya membaca bacaan shalat dengan suara
pelan/didalam hati (Unvalid)
19. Ketika shalat saya memakai pakaian yang menutup aurat
(Unvalid)
BAGIAN C : KUESIONER KESIAPAN MENGHADAPI KEMATIAN
Berilah tanda checklist ( √ ) pada pertanyaan yang tersedia di bawah ini yang
mewakili keadaan Bapak/Ibu.
ST : SANGAT SETUJU
S : SETUJU
TS : TIDAK SETUJU
STS : SANGAT TIDAK SETUJU
NO. PERTANYAAN ST S TS STS
1. Saya merasa kesehatahan saya tidak lebih baik seperti yang dulu
(muda)
2. Saya yakin setiap manusia pasti akan mengalami kematian
3. Saya tidak khawatir dengan keluarga saya ketika saya meninggal
nanti karena Allah SWT akan menjaga keluarga saya
4. Saya yakin kematian tidak menyakitkan
5. Saya tahu hidup itu hanya sementara
6. Saya menerima kematian saya sebagai takdir Allah SWT
7. Saya tahu manusia hidup di dunia hanya untuk ibadah kepada
Allah SWT
8. Untuk mempersiapkan kematian, saya tidak pernah
meninggalkan ibadah
9. Saya menjadi tenang ketika mengingat kematian karena saya
merasa masuk syurga
10. Saya merasa kehidupan akhirat lebih baik dari kehidupan dunia
11. Saya merasa kehidupan akhirat lebih membahagiakan
Lampiran 3
12. Saya tidak akan takut akan siksa kubur (Unvalid)
13. Saya tahu setelah meninggal saya ada di akhirat
14. Saya tahu apa yang terjadi setelah meninggal nanti
Lampiran 4
Kode
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN RESPONDEN
HUBUNGAN SHALAT TERHADAP KESIAPAN MENGHADAPI
KEMATIAN PADA LANSIA DI WILAYAH KELURAHAN GONDRONG
KECAMATAN CIPONDOH KOTA TANGERANG
Assalamualaikum. WR. WB
Perkenalkan nama saya Sri Wahyuningsih (109104000002). Saya
mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan sedang
melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir untuk
menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep).
Dalam lampiran ini terdapat beberapa pernyataan yang berhubungan dengan
penelitian. Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan dengan segala kerendahan
hati agar kiranya Bapak/Ibu bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi
kuesioner yang telah disediakan secara sukarela tanpa paksaan dari siapapun.
Apabila Bapak/Ibu bersedia saya akan membagikan kuesioner yang harus di isi
dengan sejujur-jujurnya dan apa adanya sesuai dengan yang dipertanyakan.
Sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik untuk penelitian ini.
Kerahasiaan jawaban dan identitas Bapak/Ibu akan dijaga dan hanya diketahui oleh
peneliti.
Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan keikutsertaan Bapak/Ibu dalam
pengisian kuesioner ini.
Apakah Bapak/Ibu bersedia?
YA / TIDAK
Setelah mendapat informasi tentang penelitian ini, saya menyetujui untuk ikut
serta dalam penelitian. Saya menyadari bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian
ini dilakukan secara sukarela dan tanpa dipungut bayaran
Tertanda
(Responden)
Lampiran 6
HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS
SHALAT
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.843 20
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Shalat
67.7333 33.995 .433 .835
Shalat 67.5667 35.909 .192 .845
Shalat 67.5333 36.809 .082 .847
Shalat 67.5333 34.809 .565 .833
Shalat 67.4667 36.189 .327 .840
Shalat 67.4000 37.490 -.019 .846
Shalat 67.9333 32.064 .550 .829
Shalat 67.7000 32.907 .682 .825
Shalat 68.2333 30.806 .660 .822
Shalat 68.1000 30.852 .690 .821
Shalat 67.7667 33.771 .460 .834
Shalat 68.0333 33.137 .469 .833
Shalat 67.5667 34.806 .523 .834
Shalat 68.0333 33.344 .485 .833
Shalat 68.4333 30.875 .607 .826
Shalat 68.4667 30.878 .561 .829
Shalat 67.7333 36.478 .069 .852
Shalat 67.6000 35.421 .301 .840
Shalat 67.6000 36.179 .216 .843
Shalat 67.5333 35.430 .423 .837
KESIAPAN MENGHADAPI KEMATIAN
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.877 14
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Kematian 39.8333 53.592 .199 .881
Kematian 39.7667 51.978 .446 .874
Kematian 40.4667 45.016 .794 .855
Kematian 40.6333 45.137 .684 .861
Kematian 39.7333 51.651 .511 .873
Kematian 39.8667 50.395 .648 .868
Kematian 40.0333 48.861 .695 .864
Kematian 40.0000 49.034 .745 .864
Kematian 40.7000 45.459 .643 .863
Kematian 40.5000 47.293 .642 .864
Kematian 40.4333 46.185 .638 .864
Kematian 40.9667 44.309 .600 .867
Kematian 40.6667 49.540 .304 .884
Kematian 41.0333 45.275 .488 .877
HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS PENELITIAN
Distribusi Karakteristik Responden
Statistics
umur responden sex pendidikan sholat kematian
N Valid 76 76 76 76 76
Missing 0 0 0 0 0
Mean 1.24 .63 .21 98.21 90.74
Median 1.00 1.00 .00 99.00 92.00
Mode 1 1 0 100 93a
Std. Deviation .513 .486 .471 2.531 5.914
Variance .263 .236 .222 6.408 34.970
Skewness 2.127 -.557 2.201 -1.864 -1.069
Std. Error of Skewness .276 .276 .276 .276 .276
Kurtosis 3.812 -1.737 4.305 3.598 .959
Std. Error of Kurtosis .545 .545 .545 .545 .545
Minimum 1 0 0 89 73
Maximum 3 1 2 100 100
Percentiles 25 1.00 .00 .00 97.00 88.00
50 1.00 1.00 .00 99.00 92.00
75 1.00 1.00 .00 100.00 95.00
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
Umur Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
60-70
61
80.3
80.3
80.3
70-90 12 15.8 15.8 96.1
>90 3 3.9 3.9 100.0
Total 76 100.0 100.0
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
Pria
28
36.8
36.8
36.8
Wanita 48 63.2 63.2 100.0
Total 76 100.0 100.0
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
SD
62
81.6
81.6
81.6
SMP 12 15.8 15.8 97.4
SMA 2 2.6 2.6 100.0
Total 76 100.0 100.0
Kuesioner Shalat
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 76 100.0
Excludeda 0 .0
Total 76 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.605 .659 7
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
q1 23.28 2.043 .379 .581
q2 23.33 1.664 .587 .494
q7 23.28 2.016 .268 .589
q8 23.51 1.746 .187 .630
q10 23.43 1.262 .491 .496
q13 23.28 2.016 .268 .589
q16 23.39 1.549 .344 .564
Kuesioner Kesiapan Menghadapi Kematian
Uji Validitas dan Reliabilitas
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 76 100.0
Excludeda 0 .0
Total 76 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Q1 43.74 9.796 .462 .710
Q2 43.71 9.728 .666 .702
Q3 43.93 9.662 .311 .721
Q4 44.36 9.832 .080 .773
Q5 43.75 9.523 .648 .697
Q6 43.74 9.583 .654 .698
Q7 43.78 9.269 .635 .692
Q8 43.79 9.288 .604 .694
Q9 44.05 9.517 .255 .731
Q10 44.28 9.323 .357 .716
Q11 44.26 9.183 .396 .711
Q13 44.07 9.582 .252 .731
Q14 44.13 9.476 .263 .730
Uji Reliabilitas
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.732 13
UJI DISTRIBUSI DATA DAN KORELASI
Uji Distribusi Data
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
Shalat .336 76 .000
Kesiapan Menghadapi Kematian .189 76 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Hubungan Shalat Terhadap Kesiapan Menghadapi Kematian
Correlations
Kekhusuan
Shalat
Kesiapan Menghadapi
Kematian
Spearman's rho Shalat Correlation Coefficient 1.000 .008
Sig. (2-tailed) . .948
N 76 76
Kesiapan Menghadapi Kematian
Correlation Coefficient .008 1.000
Sig. (2-tailed) .948 .
N 76 76
Hasil Uji Pada Masing-Masing Aspek Shalat dan Aspek Kesiapan Menghadapi Kematian
Correlations
Frekuensi Shalat Ketentuan Shalat
Kekhusyuan
Shalat
Kesiapan
Menghadapi
Kematian Secara
Psikis
Spearman's rho Frekuensi Shalat Correlation Coefficient 1.000 .353** .260
* -.015
Sig. (2-tailed) . .002 .024 .896
N 76 76 76 76
Ketentuan Shalat Correlation Coefficient .353** 1.000 .362
** -.184
Sig. (2-tailed) .002 . .001 .111
N 76 76 76 76
Kekhusyuan Shalat Correlation Coefficient .260* .362
** 1.000 -.074
Sig. (2-tailed) .024 .001 . .524
N 76 76 76 76
Kesiapan Menghadapi
Kematian Secara Psikis
Correlation Coefficient -.015 -.184 -.074 1.000
Sig. (2-tailed) .896 .111 .524 .
N 76 76 76 76
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
Frekuensi Shalat Ketentuan Shalat
Kekhusyuan
Shalat
Kesiapan
Menghadapi
Kematian Secara
Spiritual
Spearman's rho Frekuensi Shalat Correlation Coefficient 1.000 .353** .260
* .207
Sig. (2-tailed) . .002 .024 .073
N 76 76 76 76
Ketentuan Shalat Correlation Coefficient .353** 1.000 .362
** -.024
Sig. (2-tailed) .002 . .001 .835
N 76 76 76 76
Kekhusyuan Shalat Correlation Coefficient .260* .362
** 1.000 .257
*
Sig. (2-tailed) .024 .001 . .025
N 76 76 76 76
Kesiapan Menghadapi
Kematian Secara Spiritual
Correlation Coefficient .207 -.024 .257* 1.000
Sig. (2-tailed) .073 .835 .025 .
N 76 76 76 76
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Statistics
psikis
menghadapi
kematian
spiritual
menghadapi
kematian
N Valid 76 76
Missing 0 0
Mean 23.29 24.34
Median 24.00 24.00
Mode 24 26
Std. Deviation 1.742 2.206
Variance 3.035 4.868
Skewness -2.449 -.288
Std. Error of Skewness .276 .276
Kurtosis 4.650 -.824
Std. Error of Kurtosis .545 .545
Minimum 18 20
Maximum 24 28
Sum 1770 1850
Percentiles 10 20.00 21.00
20 24.00 22.00
25 24.00 23.00
30 24.00 23.00
40 24.00 24.00
50 24.00 24.00
60 24.00 25.20
70 24.00 26.00
75 24.00 26.00
80 24.00 26.00
90 24.00 27.00
Statistics
frekuensi shalat ketentuan shalat
kekhusyuan
shalat
N Valid 76 76 76
Missing 0 0 0
Mean 7.89 11.53 7.83
Median 8.00 12.00 8.00
Mode 8 12 8
Std. Deviation .419 .856 .551
Variance .175 .733 .304
Skewness -4.054 -2.180 -3.513
Std. Error of Skewness .276 .276 .276
Kurtosis 15.627 4.869 12.469
Std. Error of Kurtosis .545 .545 .545
Minimum 6 8 5
Maximum 8 12 8
Sum 600 876 595
Percentiles 10 8.00 10.70 7.00
20 8.00 11.00 8.00
25 8.00 11.00 8.00
30 8.00 11.00 8.00
40 8.00 12.00 8.00
50 8.00 12.00 8.00
60 8.00 12.00 8.00
70 8.00 12.00 8.00
75 8.00 12.00 8.00
80 8.00 12.00 8.00
90 8.00 12.00 8.00
Statistics
Shalat
Kesiapan
Menghadapi
Kematian
N Valid 76 76
Missing 0 0
Mean 27.25 47.63
Median 28.00 48.00
Mode 28 50
Std. Deviation 1.498 3.306
Variance 2.243 10.929
Minimum 20 39
Maximum 28 52
Sum 2071 3620
Percentiles 10 26.00 42.70
20 27.00 45.00
25 27.00 46.00
30 27.00 47.00
40 28.00 48.00
50 28.00 48.00
60 28.00 49.00
70 28.00 50.00
75 28.00 50.00
80 28.00 50.00
90 28.00 51.00