hubungan partisipasi ibu balita di posyandu … · participation in posyandu with knowledge,...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN PARTISIPASI IBU BALITA DI POSYANDU DENGANPENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU GIZI IBU BALITA
SERTA STATUS GIZI BALITA DI KECAMATAN TAMANSARI,KABUPATEN BOGOR
TAGOR SYAPUTRA HALOMOAN
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKATFAKULTAS EKOLOGI MANUSIAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ABSTRACT
Tagor Syaputra Halomoan: Correlation between Mother’s Participation inPosyandu with Knowledge, Attitude, Behavior and Nutritional Status of ChildrenUnder-Five In Tamansari, Bogor. Under Direction of Dadang Sukandar andYayat Heryato.
The objective of this research is to examine correlation between mother’sparticipation in posyandu with knowledge, attitude, behavior and adequacy levelof children under-five nutrition in Tamansari, Bogor. This research is part of theresearch which its title was “a Multi-Approach Intervention to Empower PosyanduNutrition Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas” wasconducted on February 2012 by using a cross sectional study design. 120 peoplebecome sample in this research were selected purposively with sample criteriaare (1)have children under-five (male or female 0-60 month), (2)registered as ausers of posyandu, (3)ready to be interviewed. The data which used are primarydata including characteristic of family and individu sample (big of families, incomeof families, age, education, and job of sample, characteristic of children under-five (gender and age), mother’s participation in posyandu, knowledge, attitude,behavior of nutrition, food consumption of children under-five, and nutritionalstatus of children under-five. Secondary data including general image ofresearch location. The analysis was carried out with Structural Equation Modeling(SEM). Based on the analysis of SEM, mother’s participation has a significanteffect on the level of nutrition knowledge (T-value =-2.59E16). Nutritionknowledge has a significant effect with nutrition attitude (T-value = -3.8323).Nutrition attitude has a significant effect with nutrition behavior (T-value =-3.8323). Nutrition knowledge has a significant effect with nutrition behavior (T-value = -3.8323). Nutrition attitude has a significant effect with nutritional status ofchildren (T-value = -3.8323). Nutrition behavior has a significant effect withnutritional status of children (T-value = -5.1027).
Keywords: Mother’s participation, knowledge, attitude, behavior, nutritionalstatus.
RINGKASAN
Tagor Syaputra Halomoan. Hubungan Partisipasi Ibu Balita di Posyandudengan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Gizi Ibu Balita serta Status Gizi Balitadi Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir.Dadang Sukandar M.Sc dan Yayat Heryatno, SP., MPS.
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah mengkaji hubungan partisipasiibu balita di posyandu dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balitaserta status gizi balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Tujuankhusus dari penelitian ini, yaitu 1) Mengkaji karakteristik sosial ekonomi keluarga,ibu dan balita. 2) Mengkaji partisipasi ibu balita di posyandu. 3) Mengkajipengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita. 4) Mengkaji tingkat kecukupangizi balita. 5) Mengkaji status gizi balita. 6) Menganalisis hubungan antarapartisipasi ibu balita di posyandu, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita,serta status gizi balita.
Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional study. Lokasipenelitian bertempat di Desa Sukajadi, Sukaresmi, Sukaluyu, dan Sukajaya,Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan bagian daripenelitian yang berjudul “a Multi-Approach Intervention to Empower PosyanduNutrition Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas”. Pemilihanlokasi penelitian dilakukan secara purposive yang dilakukan pada bulan Februari2012. Contoh dalam penelitian ini adalah ibu balita yang dipilih secara purposive,dengan kriteria: (1) mempunyai balita (laki-laki atau perempuan berumur 0-60bulan), (2) terdaftar sebagai pengguna Posyandu, (3) bersedia untukdiwawancarai. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 120 ibubalita dan anak balita. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalahdata primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga danindividu contoh (besar keluarga, pendapatan keluarga, umur, pendidikan, danpekerjaan ibu), karakteristik balita ( jenis kelamin dan umur ), partisipasi ibu balitadi posyandu, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita, konsumsi panganbalita, serta status gizi balita. Data sekunder meliputi gambaran umum lokasipenelitian. Pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisisdata menggunakan analisis Structural Equation Modeling (SEM).
Rata-rata jumlah anggota keluarga contoh adalah 5 orang. Rata-ratapendapatan keluarga sebesar Rp.362.081. Sebagian besar umur contoh beradapada kategori dewasa dini (92.5%). Sebagian besar tingkat pendidikan contohberada pada tingkat SMP/sederajat (47.5%). Sebagian besar conoth berprofesisebagai ibu rumah tangga atau tidak bekerja (89.2%). Persentase Jenis kelaminbalita hampir sama antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan, yaitu 50.8%laki-laki dan 49.2% perempuan. Sebagian besar balita berada pada golonganumur 12-23 bulan (32.5%) dan 24-35 bulan (30.8%).
Sebagian besar contoh (60%) memiliki tingkat partisipasi sedang.Sebagian besar contoh (67.5% ) menyatakan rutin mengunjungi Posyandu dalamtiga bulan terakhir. Sebagian besar contoh (58.3%) memiliki motivasi kunjungantingkat sedang ke posyandu. Hampir seluruh contoh (99.2%) memiliki partisipasiyang rendah terhadap pelaksanaan posyandu. Sebanyak 54% contoh memilikipersepsi yang tergolong sedang tentang posyandu.
Persentase terbesar contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizinyadiklasifikasikan ke dalam tingkat sedang (70%). Secara keseluruhan sikap gizi
contoh tergolong sedang (58.3%). Begitu juga perilaku gizi contoh tergolongsedang (64.2%).
Konsumsi energi balita secara keseluruhan rata-rata sebesar 758 kkal.Konsumsi energi ini rata-rata hanya memenuhi 71.5% (defisit tingkat sedang)angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan AKG. Sebanyak 50.8% balita memilikitingkat kecukupan energi defisit tingkat berat. Konsumsi protein balita secarakeseluruhan rata-rata sebesar 17.5 gram. Konsumsi protein ini juga hanyamemenuhi 87.9% (defisit tingkat ringan) angka kecukupan zat gizi yangdianjurkan AKG. Sebanyak 46.7% balita memiliki tingkat kecukupan proteindefisit tingkat berat. Sebanyak 50.8% balita memiliki tingkat kecukupan kalsiumyang tergolong defisit. Sebanyak 52.5% balita memiliki tingkat kecukupanphosphor yang tergolong normal. Sebagian besar balita (65%) memiliki tingkatkecukupan besi yang tergolong defisit. Sebanyak 58.3% balita memiliki tingkatkecukupan vitamin A yang tergolong defisit. Sebagian besar balita (84.2%)memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 yang tergolong normal. Sebagian besarbalita (67.5%) ,mengalami defisit vitamin C.
Sebagian besar balita (86.7%) memiliki status gizi baik menurut BB/U.Sebanyak 50.8% balita yang memiliki status gizi normal menurut TB/U. Sebagianbesar balita (83.3%) memiliki status gizi normal menurut BB/TB.
Berdasarkan hasil analisis SEM, terdapat pengaruh signifikan partisipasicontoh di posyandu terhadap tingkat pengetahuan gizi contoh (T-value=-2.59E16). Tingkat Pengetahuan gizi contoh berpengaruh signifikan terhadapsikap gizi contoh (T-value= -3.8323). Tingkat pengetahuan dan sikap gizi contohberpengaruh signifikan terhadap perilaku gizi contoh (T-value= -3.8323). Sikapdan perilaku gizi contoh berpengaruh signifikan terhadap status gizi balita contoh(T-value= -3.8323).
Perlu adanya upaya untuk meningkatkan motivasi ibu balita untukberpartisipasi lebih di posyandu. Adapun upaya yang dapat dilakukan diantaranya meningkatkan pelayanan posyandu yang memadai baik dari segisarana maupun prasarana. Selain itu, perlu dilakukan program penyuluhan bagimasyarakat agar masyarakat benar-benar memahami pentingnya posyanduserta dapat meningkatkan kesadaran untuk memanfatkan pelayanan posyandudalam upaya perbaikan gizi. Diharapkan juga kepada pemerintah setempat untuklebih memperhatikan kondisi balita di lokasi penelitian. Perlu digalakkanbeberapa program perbaikan gizi anak balita oleh pemerintah setempat gunamemperbaiki kecukupan energi dan zat gizi balita.
HUBUNGAN PARTISIPASI IBU BALITA DI POSYANDU DENGANPENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU GIZI IBU BALITA
SERTA STATUS GIZI BALITA DI KECAMATAN TAMANSARI,KABUPATEN BOGOR
TAGOR SYAPUTRA HALOMOAN
SkripsiSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi padaDepartemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKATFAKULTAS EKOLOGI MANUSIAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul : Hubungan Partisipasi Ibu Balita di Posyandu dengan Pengetahuan,
Sikap, dan Perilaku Gizi Ibu Balita serta Status Gizi Balita di
Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.
Nama : Tagor Syaputra Halomoan
NIM : I14080009
Menyetujui
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc
NIP. 19590725 198609 1 001
Yayat Heryatno, SP, MPS
NIP. 19690112 199601 1 003
Mengetahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi sarjana yang berjudul
“Hubungan Partisipasi Ibu Balita di Posyandu dengan Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Gizi Ibu Balita serta Tingkat Kecukupan Zat Gizi Balita di Kecamatan
Taman Sari, Kabupaten Bogor”. Skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik
tanpa bantuan, doa, semangat, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak.
Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya
kepada:
1. Kedua orang tua penulis, H. Hasyiruddin S.Sos dan Hj. Elvi Fitriani yang
telah memberikan doa, semangat, nasihat, motivasi dan pengorbanan
serta kasih sayang kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir Dadang Sukandar, M.Sc dan Yayat Heryatno, SP, MPS selaku
dosen pembimbing skripsi yang senantiasa sabar dalam memberikan
bimbingan, motivasi, perhatian dan semangat kepada penulis.
3. Dr.Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pemandu dan dosen penguji yang
telah memberikan banyak masukan kepada penulis.
4. Saudara penulis, Fitri Alanri S.Kep, Marissa Novi Rumondang, Imam
Hidayat, Ilham Ramadan, Iqbal Zubair beserta seluruh keluarga besar
penulis yang telah memberikan semangat dan doanya.
5. Mbak Wiwi, mbak Okta, mbak Iin, dan mbak Ryan atas semangat,
bantuan, dan motivasi untuk perjuangan yang luar biasa ini.
6. Rika Ameliana Harahap yang telah memberikan motivasi, semangat,
perhatian, dan doa kepada penulis.
7. Sahabat-sahabat tercinta Rahman Setiawan, Nazhif Gifari, Didik Toro,
Didik Tryascipta, Pratiwi AP, Lina Aminah, Deby NP, Desiani RP, Ayu
Ashari, Hilda Safitri, Guslina, Leman, dan Hariman atas dukungan,
semangat, dan kebersamaannya.
8. Teman-teman seperjuangan GM45 (Onion Skin) beserta seluruh pihak
yang selama ini telah membantu dan mendukung penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
kesalahan dan kekurangan. Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini
bermanfaat, baik bagi penulis sendiri maupun bagi para pembaca.
Bogor, Oktober 2012
Tagor Syaputra Halomoan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dengan nama lengkap Tagor Syaputra Halomoan Nasution
dilahirkan di Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara pada tanggal 5 April 1990
silam. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan H. Hasyiruddin S.Sos
dan Syahrida Harahap. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1996 sampai
dengan tahun 2002 di SD Negeri 15 Padangsidimpuan, Sumatera Barat. Penulis
kemudian melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)
di SMP Negeri 1 Padangsidimpuan, Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2005
Penulis kemudian melanjutkan ke pendidikan menengah umum di Sekolah
Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Padangsidimpuan, Sumatera Utara dan lulus
pada tahun 2008.
Penulis mengawali pendidikan sebagai mahasiswa pada tahun 2008 di
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis di IPB terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (FEMA),
Departemen Gizi Masyarakat, dengan mayor Ilmu Gizi. Selama menjadi
mahasiswa, penulis aktif ikut dalam berbagai organisasi kemahasiswaan antara
lain; (ECOAGRIFARMA) 2010, (HIMAGIZI) 2011, dan omda IMATAPSEL
2008/2012. Penulis juga aktif di beberapa kepanitiaan, antara lain; Open House
tahun 2009, MPKMB tahun 2009, Nutrition Fair tahun 2010, Musyawarah
Nasional (MUNAS) IV ILMAGI tahun 2011, Seminar Gizi Nasional
(SENZATIONAL) tahun 2011, dan lain-lain. Selain itu penulis juga aktif sebagai
asisten praktikum mata kuliah, antara lain; Dasar-dasar Komunikasi, Pendidikan
Gizi, dan Ilmu Bahan Makanan. Penulis juga pernah melakukan Internship
Dietetik (ID) di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi tahun 2012. Penulis juga
aktif sebagai tentor matematika di Primagama Quantum Kids (PQK).
Prestasi yang pernah diraih penulis, yaitu lolos pendanaan Program
Kreatifitas Mahasiswa (PKM) di bidang penelitian dan pemberdayaan masyarakat
pada tahun 2011. Penulis juga mendapatkan beasiswa Charonpokphan pada
tahun 2010/2011. Penulis juga Juara satu Espent (cabang futsal) tahun 2010,
Juara dua Espent (cabang futsal) tahun 2011, Juara satu lomba lari estafet Liga
Gizi Masyarakat (LIGIMA) tahun 2011, Juara dua turnamen futsal Liga Gizi
Masyarakat (LIGIMA) tahun 2011.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................. iDAFTAR TABEL.......................................................................................... iiiDAFTAR GAMBAR...................................................................................... ivDAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vPENDAHULUAN.......................................................................................... 1
Latar Belakang......................................................................................... 1Tujuan...................................................................................................... 3Tujuan Umum .......................................................................................... 3Tujuan Khusus ......................................................................................... 3Hipotesis .................................................................................................. 3Kegunaan................................................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5Posyandu ................................................................................................. 5Besar Keluarga ........................................................................................ 6Pendapatan Keluarga............................................................................... 7Umur ....................................................................................................... 7Pendidikan ............................................................................................... 7Pekerjaan................................................................................................. 8Partisipasi Ibu Balita di Posyandu ............................................................ 8Pengetahuan Gizi Ibu balita ..................................................................... 9Sikap Gizi Ibu Balita ................................................................................ 9Perilaku Gizi Ibu Balita ............................................................................. 9Konsumsi Pangan dan Zat Gizi Balita ...................................................... 10Status Gizi Balita dan Pengukurannya ..................................................... 11
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................ 13METODE PENELITIAN ................................................................................ 15
Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian .................................................... 15Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh.................................................... 15Jenis dan Cara Pengambiilan Data .......................................................... 15Pengolahan dan Analisis Data ................................................................. 16Definisi Operasional ................................................................................. 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 24Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 24Karakteristik Keluarga dan individu balita ................................................. 28
Besar Keluarga.................................................................................. 28Pendapatan Keluarga........................................................................ 28Umur ................................................................................................. 29Pendidikan ........................................................................................ 30Pekerjaan.......................................................................................... 31
Karakteristik Balita ................................................................................... 32Jenis Kelamin.................................................................................... 32Umur ................................................................................................ 32
Partisipasi Ibu Balita di Posyandu ............................................................ 33Frekuensi Kunjungan ke Posyandu ................................................... 34Motivasi Kunjungan ke Posyandu...................................................... 36Pelaksanaan Posyandu..................................................................... 39
ii
Persepsi Tentang Posyandu.............................................................. 42Pengetahuan Gizi Ibu Balita ..................................................................... 46Sikap Gizi Ibu Balita ................................................................................ 48Perilaku Gizi Ibu Balita ............................................................................. 50Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Balita ......................................... 52
Energi................................................................................................ 52Protein............................................................................................... 53Kalsium ............................................................................................. 53Phosfor.............................................................................................. 54Besi ................................................................................................... 54Vitamin A........................................................................................... 54Vitamin B1......................................................................................... 54Vitamin C........................................................................................... 55
Status Gizi balita ...................................................................................... 55Analisis Antar Variabel ............................................................................. 58
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 62Kesimpulan .............................................................................................. 62Saran ....................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 64LAMPIRAN................................................................................................... 67
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Indikator tingkat kemandirian posyandu................................................. 5
2 Angka kecukupan energi (AKE) dan protein (AKP) anak ....................... 11
3 Kategori status gizi berdasarkan BB/U, TB/U, dan BB/TB...................... 12
4 Data primer dan cara pengumpulannya ................................................. 16
5 Pengkategorian variabel penelitian ........................................................ 19
6 Luas tanah dan pola pemanfaatannya ................................................... 25
7 Jumlah penduduk Kecamatan Tamansari menurut jenis kelamin............ 25
8 Jumlah usaha kecil, menengah, dan besar di Kecamatan TamansariTahun 2011............................................................................................. 27
9 Sebaran ibu balita berdasarkan besar keluarga ...................................... 28
10 Sebaran ibu balita berdasarkan pendapatan keluarga ............................ 29
11 Sebaran ibu balita berdasarkan umur ..................................................... 29
12 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pendidikan................................. 30
13 Sebaran ibu balita berdasarkan jenis pekerjaan...................................... 31
14 Sebaran balita berdasarkan jenis kelamin............................................... 32
15 Sebaran balita berdasarkan umur ........................................................... 33
16 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat partisipasi di posyandu .............. 33
17 Sebaran ibu balita berdasarkan kunjungan balita ke Posyandu dalamtiga bulan terakhir.................................................................................... 34
18 Sebaran ibu balita berdasarkan rencana kunjungan ke Posyanduhingga balita berusia lima tahun.............................................................. 35
19 Sebaran ibu balita berdasarkan frekuensi kunjungan ke Posyandu ........ 36
20 Sebaran ibu balita yang langsung mengantarkan anaknya ke Posyandu 36
21 Sebaran ibu balita berdasarkan anggota keluarga yang tidakmendukung ibu balita ke Posyandu......................................................... 37
22 Sebaran ibu balita berdasarkan tiga alasan mengunjungi posyandu....... 38
23 Sebaran ibu balita berdasarkan motivasi kunjungan ke posyandu .......... 39
24 Sebaran ibu balita yang memberikan sumbangan dana ke posyandu..... 39
25 Sebaran ibu balita yang pernah memberikan bantuan PMT ke posyandu 40
26 Sebaran ibu balita yang memiliki KMS untuk anak.................................. 40
27 Sebaran ibu balita berdasarkan pelaksanaan posyandu ......................... 41
28 Sebaran ibu balita mengenai persepsi pentingnya posyandu bagi ibu .... 42
29 Sebaran ibu balita mengenai persepsi pelayanan posyandu................... 42
30 Sebaran ibu balita mengenai persepsi kelengkapan sarana posyandu ... 43
iv
31 Sebaran ibu balita mengenai persepsi kegiatan dalam Posyanduyang masih perlu ditingkatkan pelaksanaannya ...................................... 44
32 Sebaran ibu balita mengenai persepsi tentang kader posyandu ............. 45
33 Sebaran ibu balita berdasarkan persepsi tentang posyandu................... 46
34 Sebaran ibu balita berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaanmengenai pengetahuan gizi ibu balita ..................................................... 47
35 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu balita ........ 48
36 Sebaran ibu balita berdasarkan jawaban mengenai pernyataan sikapgizi ibu balita .......................................................................................... 49
37 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat sikap gizi ................................... 50
38 Sebaran ibu balita berdasarkan jawaban ya mengenai pernyataanperilaku gizi ibu ...................................................................................... 51
39 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat perilaku gizi ............................... 52
40 Sebaran balita berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein ......... 52
41 Sebaran balita berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral ....... 53
42 Rata-rata AKG, konsumsi, dan TKG balita.............................................. 55
43 Sebaran status gizi balita menurut BB/U................................................. 56
44 Sebaran status gizi balita menurut TB/U................................................. 56
45 Sebaran status gizi balita menurut BB/TB............................................... 57
46 Nilai loading factor,standar error, dan T-value untuk semua manifest ..... 61
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran penelitian.................................................................. 14
2 Model Structural Equation Modeling (SEM) penelitian .............................. 20
3 Model Persamaan Struktural (SEM) penelitian......................................... 58
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Kuesioner penelitian ................................................................................. 68
2 Hasil uji statistik ........................................................................................ 75
3 Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Balita .......................................... 79
1
PENDAHULUAN
Latar BelakangKeberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa salah satunya
ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu SDM
yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, dan kesehatan yang prima
disamping penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk menjamin
ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, sangat dibutuhkan asupan
gizi yang seimbang sedini mungkin, yaitu semenjak janin masih dalam
kandungan. Keadaan gizi yang tidak baik pada usia balita akan berlanjut pada
gangguan pertumbuhan dan kecerdasan otak pada anak usia sekolah, gizi
kurang pada usia produktif, dan munculnya penyakit degeneratif. Banyaknya
anak yang berstatus gizi kurang mencerminkan masalah yang besar pada
sumber daya manusia di Indonesia.
Menurut Hardinsyah & Martianto (1988), status gizi merupakan salah satu
petunjuk untuk menilai kualitas sumberdaya manusia, dan perilaku konsumsi
pangan seseorang akan menentukan status gizi orang tersebut. Status gizi yang
baik dapat menghasilkan generasi yang sehat, kuat, dan cerdas. Selain itu,
dengan meningkatnya status gizi, akan meningkatkan produktifitas kerja
sehingga akan meningkatkan kualitas perekonomian bagi masyarakat dan
negara. Balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat
kekurangan gizi atau termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rawan gizi,
sehingga status gizi balita dapat digunakan untuk mencerminkan status gizi
masyarakat (Suhardjo & Riyadi 1990).
Berdasarkan Riskesdas tahun 2007, prevalensi gizi buruk dan kurang di
Provinsi Jawa Barat adalah 15%, sedangkan di Kabupaten Bogor terdapat 3,4%
balita berstatus gizi buruk, 12,5% berstatus gizi kurang, 80,9% berstatus gizi
baik, dan 3,2% berstatus gizi lebih menurut indeks BB/U. Sedangkan menurut
indeks TB/U sebanyak 14,8% balita berstatus gizi sangat pendek, 16,9%
berstatus gizi pendek, dan 68,3% berstatus gizi normal. Prevalensi balita sangat
pendek dan pendek di Jawa Barat adalah 35,4%. Menurut indeks BB/TB,
sebanyak 3,9% balita berstatus gizi sangat kurus, 5,4% balita berstatus gizi
kurus, 81,9% berstatus gizi normal, dan 8,9% balita berstatus gizi gemuk. Secara
umum, prevalensi balita kurus dan sangat kurus di Provinsi Jawa Barat adalah
9%, dan sudah berada di bawah batas kondisi yang di anggap serius (10%).
2
Soekirman (2000) menyatakan bahwa kurang gizi selain terjadi karena
kondisi negara yang sedang krisis, juga timbul karena beberapa lembaga sosial
yang ada di masyarakat kurang berfungsi dengan baik, salah satunya yaitu
posyandu. Posyandu sebagai salah satu Pusat Pemulihan gizi (PPG) memegang
peranan cukup besar dalam kegiatan penanggulangan gizi buruk dan gizi kurang.
Posyandu merupakan pelayanan kesehatan paling dini yang diterima masyarakat
khususnya balita sebelum ke puskesmas atau ke rumah sakit. Posyandu memiliki
posisi strategis sebagai penyedia layanan kesehatan paling dekat dengan
masyarakat, bahkan amat vital dalam meningkatkan pengetahuan serta
kesadaran masyarakat akan arti penting dan urgensinya kesehatan.
Keberadaan posyandu dalam masyarakat memegang peranan penting,
namun masih banyak anggota masyarakat yang belum memanfaatkannya secara
maksimal. Penurunan partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan tersebut
salah satunya dapat dilihat dari pemanfaatan posyandu oleh keluarga yang
mempunyai anak balita, yaitu perbandingan antara jumlah anak balita yang
dibawa ke posyandu dengan jumlah anak balita seluruhnya dalam satu wilayah
kerja posyandu proporsinya masih rendah. Adapun standar pelayanan minimal
untuk D/S adalah 80% (Depkes RI 2005).
Menurut hasil penelitian, cakupan penimbangan ada kaitannya dengan
faktor internal ibu balita seperti : tingkat pendidikan ibu balita, tingkat
pengetahuan ibu balita, umur balita, status gizi balita (Yamroni 2003), di samping
itu juga berkaitan dengan jarak posyandu (Masnuchaddin 1992) serta peran
petugas kesehatan, tokoh masyarakat, kader posyandu (Hutagalung 1992).
Masalah lain yang berkaitan dengan kunjungan di posyandu antara lain dana
operasional dan sarana prasarana untuk menggerakkan kegiatan posyandu,
tingkat pengetahuan kader, dan kemampuan petugas dalam pemantauan
pertumbuhan dan konseling, tingkat pemahaman keluarga dan masyarakat akan
manfaat posyandu serta pelaksanaan pembinaan kader (Profil Kesehatan
Indonesia 2009).
Keberhasilan posyandu sangat dipengaruhi oleh partisipasi masyarakat
(kader Posyandu, pengguna posyandu, dan tokoh masyarakat), peran petugas
Puskesmas dan KB, serta peran sektor lainnya. Partisipasi ibu balita dalam
upaya perbaikan status gizi anak merupakan kunci utama dari keberhasilan
suatu posyandu. Menurut Marjanka et al. (2002), partisipasi ibu di posyandu
sangat mempengaruhi pertumbuhan kesehatan dan status gizi anak. Ibu yang
3
sering membawa anaknya ke posyandu sesuai jadwal yang ditetapkan
mencerminkan bahwa ibu sadar akan kesehatan dan umumnya anak tersebut
lebih sehat yang ditunjukkan dengan status gizi yang baik. Melalui kegiatan di
posyandu, pemantauan oleh ibu terhadap status gizi dan kesehatan anak dapat
dilakukan dengan baik. Ibu juga dapat memanfaatkan posyandu sebagai sumber
informasi untuk meningkatkan pengetahuan dalam hal gizi dan kesehatan.
Mengacu pada pentingnya pelayanan posyandu untuk meningkatkan
status gizi dan kesehatan balita, maka perlu ditinjau kembali bagaimana tingkat
partisipasi ibu balita di posyandu, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizinya, serta
status gizi balita.
TujuanTujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji hubungan partisipasi ibu
balita di posyandu dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita serta
status gizi balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengkaji karakteristik sosial ekonomi keluarga, ibu dan balita.
2. Mengkaji partisipasi ibu balita di posyandu.
3. Mengkaji pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita.
4. Mengkaji tingkat kecukupan gizi balita.
5. Mengkaji status gizi balita.
6. Menganalisis hubungan antara partisipasi ibu balita di posyandu,
pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita, serta status gizi balita.
Hipotesis
1. Partisipasi ibu balita di posyandu berhubungan dengan tingkat pengetahuan
gizi ibu balita, sikap, dan perilaku gizi ibu balita.
2. Pengetahuan gizi ibu balita berhubungan dengan sikap dan perilaku gizi ibu
balita.
3. Sikap dan perilaku gizi ibu balita berhubungan dengan status gizi balita.
4
KegunaanPenelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai hubungan partisipasi ibu balita di posyandu dengan pengetahuan,
sikap, dan perilaku gizi ibu balita serta status gizi balita di Kecamatan Tamansari,
Kabupaten Bogor. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat, khususnya ibu-ibu akan pentingnya membawa balita ke posyandu.
Selain itu, bagi pemerintah dan sektor terkait dapat dijadikan dasar pertimbangan
dalam menyusun kebijakan program, terutama terkait bidang kesehatan demi
meningkatkan partisipasi ibu balita di posyandu, pengetahuan,sikap,dan perilaku
gizi ibu, yang selanjutnya untuk mencapai status gizi baik pada balita.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui
kader-kader yang terlatih dibidang kesehatan menyelenggarakan 5 (lima)
program prioritas secara terpadu pada suatu tempat dan waktu yang telah
ditentukan dengan bantuan pelayanan dari petugas Puskesmas. Sasaran dalam
pelayanan kesehatan di Posyandu adalah bayi (usia kurang dari 1 tahun), anak
balita (usia 1-5 tahun), ibu hamil, ibu menyusui dan wanita PUS (pasangan usia
subur) (Depkes RI 1986).
Secara umum tujuan penyelenggaraan posyandu adalah mempercepat
penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), anak balita dan angka kelahiran;
mempercepat penurunan AKI (Angka Kematian Ibu ), ibu hamil dan ibu nifas;
mempercepat diterimanya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera
(NKKBS); meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan
kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai
kebutuhan; meningkatkan daya jangkau pelayanan kesehatan (Depkes RI 2006).
Program kegiatan yang dilakukan di posyandu, yang sekaligus
masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan antara lain mencakup:
keluarga berencana (KB), kesehatan ibu dan anak, imunisasi, peningkatan gizi
dan penanggulangan diare (Sembiring 2004).
Berdasarkan Depkes RI (2006), posyandu secara umum dapat dibedakan
menjadi 4 (empat) tingkat yaitu, Posyandu Pratama, Posyandu Madya, Posyandu
Purnama, dan Posyandu Mandiri. Secara sederhana indikator untuk tiap
peringkat Posyandu dapat diuraikan sebagai berikut :
Tabel 1 Indikator tingkat kemandirian posyandu
No Indikator Pratama Madya Purnama Mandiri1 Frekuensi Penimbangan < 8 kali = 8 kali = 8 kali = 8 kali2 Rerata Kader Tugas < 5 kali = 5 orang = 5 orang = 5 orang3 Rerata Cakupan D/S < 50% < 50% = 50% = 50%4 Cakupan Kumulatif KIA < 50% < 50% = 50% = 50%5 Cakupan Kumulatif KB < 50% < 50% = 50% = 50%6 Cakupan Kumulatif Imunisasi < 50% < 50% = 50% = 50%7 Program Tambahan (-) (-) (+) (+)8 Cakupan Dana Sehat < 50% < 50% < 50% = 50%
Posyandu Pratama adalah posyandu yang belum mantap, yang ditandai
oleh kegiatan bulanan posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah
kader terbatas, yaitu kurang dari 5 orang. Penyebab tidak terlaksananya kegiatan
6
rutin bulanan posyandu, disamping jumlah kader yang terbatas, dapat pula
karena belum siapnya masyarakat. Posyandu Madya adalah posyandu yang
sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata
jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan
utamanya masih rendah yaitu < 50%. Posyandu Purnama adalah posyandu yang
sudah melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah
kader sebanyak 5 orang atau lebih. Cakupan utamanya > 50% serta mampu
menyelenggarakan program tambahan dan telah memperoleh sumber
pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya
masih terbatas, yaitu kurang dari 50% KK di wilayah kerja posyandu. Posyandu
Mandiri adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8
kali per tahun dengan rata-rata kader sebanyak 5 orang atau lebih. Cakupan dari
kegiatan utamanya > 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan serta
telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola masyarakat
yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja
posyandu.
Menurut Zulkifli (2003), di dalam posyandu dilakukan pelayanan
masyarakat dengan sistem 5 meja, yaitu: pendaftaran, penimbangan, pengisian
KMS, penyuluhan perorangan berdasarkan KMS, dan pelayanan KB dan
Kesehatan. Petugas pada Meja 1 s/d 4 dilaksanakan oleh kader posyandu,
sedangkan Meja V merupakan meja pelayanan paramedis (Bindes, perawat, dan
petugas KB).
Karakteristik KeluargaBesar keluarga
Besar keluarga menurut BKKBN tahun 1998 adalah keseluruhan jumlah
anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga
lainnya yang tinggal bersama. Berdasarkan jumlah anggota keluarga, besar
keluarga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga
sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang). Anak-anak yang sedang
tumbuh dari keluarga miskin adalah yang paling rawan terhadap status gizi
kurang di antara semua anggota keluarga. Anak yang paling kecil biasanya
paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Situasi ini sering terjadi jika besar
keluarga bertambah yang menyebabkan pangan untuk setiap anak berkurang
dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sedang tumbuh
7
memerlukan pangan yang relatif tinggi daripada golongan yang lebih tua
(Suhardjo 1989).
Pendapatan keluargaSumarwan (2002) menyatakan bahwa pendapatan keluarga merupakan
besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga.
Tingkat pendapatan seseorang mempengaruhi partisipasi, karena seseorang
yang pendapatannya tinggi dapat menyumbangkan sebagian pendapatannya
untuk melancarkan kegiatan yang sedang dilakukan. Tingkat pendapatan
keluarga juga dapat menurunkan atau meningkatkan partisipasi sesuai
pertimbangan keuntungan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan (Sunyoto
1991). Apabila pendapatan tinggi, pola konsumsi pangan akan semakin
beragam, serta akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai
gizi tinggi (Soekirman 2000).
Karakteristik Ibu BalitaUmur
Menurut Kotler (2002), salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
persepsi seseorang dalam menerima informasi baru adalah umur. Kelompok
umur dewasa dibedakan menjadi dewasa dini (18-39 tahun), dewasa madya (40-
60 tahun), dan dewasa lanjut (> 60 tahun) (Hurlock 1980). Sunyoto (1991)
mengemukakan bahwa seseorang yang berumur relatif muda cenderung lebih
cepat dalam menerima sesuatu yang baru, sedangkan orang yang termasuk
golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga
diperkirakan sulit menerima hal-hal yang bersifat baru.
PendidikanSalah satu faktor yang menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap
dan memahami pengetahuan gizi yang diperoleh adalah faktor pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam proses tumbuh kembang
anak. Campbel (2002) menyatakan bahwa pendidikan formal sangat penting
karena dapat membentuk pribadi dengan wawasan berpikir yang lebih baik.
Semakin tinggi tingkat pendidikan formal akan semakin luas wawasan
berpikirnya, sehingga akan lebih banyak informasi yang diserap. Pendidikan ibu
merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak, karena tingkat
pendidikan ibu berpengaruh terhadap perawatan kesehatan, hygiene, dan
kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah 2003).
8
Tingkat pendidikan juga mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap
sesuatu hal yang baru. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
semakin mudah baginya untuk menerima hal-hal yang baru yang ada di
sekitarnya serta semakin bagus pula pengetahuan yang dimiliki (Hidayat 2004).
PekerjaanHardinsyah dan Suhardjo (1987) menyatakan bahwa tingkat pendidikan
akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat
pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar.
Menurut Suhardjo (1989), kemampuan individu menyediakan makanan dalam
jumlah yang cukup dan berkualitas dipengaruhi oleh pendapatan dan daya beli
yang dimilikinya. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan secara tidak langsung
melalui pendapatan dapat mempengaruhi kebiasaan makan individu.
Partisipasi Ibu Balita di PosyanduMenurut Hardjono (2000), partisipasi didefenisikan sebagai mengetahui
apa yang dibutuhkan, ikut memikirkan dan merencanakan langkah-langkah yang
akan dikerjakan, ikut berupaya dalam pelaksanaan, ikut menilai keberhasilan
serta ikut menikmati hasil pembangunan. Pada hakekatnya, partisipasi bertitik
pangkal dari sikap dan perilaku.
Melibatkan masyarakat dalam upaya pembangunan khususnya dalam
bidang kesehatan, harus dilakukan atas dasar kemauan masyarakat sendiri.
Apabila rasa tanggung jawab dan rasa memilki tidak ada, masyarakat hanya
akan berperan sebagai objek yang pasif atau sebagai penonton yang pasif.
Madanijah dan Triana (2007) mengelompokkan partisipasi ibu balita di posyandu
menjadi empat kelompok, yaitu dilihat dari kehadiran, keaktifan, penggunaan
Kartu Menuju Sehat (KMS), dan upaya pengembangan Posyandu, seperti
bantuan dana, sarana, tenaga, dan waktu serta pemberian makanan atau PMT.
Kehadiran ibu balita sangat mempengaruhi tingkat partisipasi ibu dalam
kegiatan posyandu. Menurut Kasmita (2000), tingkat partisipasi masyarakat di
suatu wilayah dapat diukur dengan melihat perbandingan antara jumlah anak
balita di daerah posyandu (S) dan jumlah balita yang ditimbang (D) pada setiap
jadwal yang ditentukan. Partisipasi ibu dalam kegiatan posyandu dapat dilihat
dari keaktifan ibu dalam pelaksanaan posyandu di luar dan di dalam jadwal
posyandu, meliputi keikutsertaan ibu dalam penimbangan anaknya ke posyandu
dan keikutsertaan ibu untuk menggerakkan masyarakat agar ikut serta dalam
kegiatan posyandu.
9
Pengetahuan Gizi Ibu BalitaPengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peranan makanan
dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman untuk
dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit, dan cara mengolah makanan
yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana cara hidup
sehat (Notoatmodjo 1993). Menurut Sajogjo et al. (1994), secara tidak langsung
pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi status gizi anak karena dengan
pengetahuannya para ibu dapat mengasuh dan memenuhi kebutuhan zat gizi
anak balita, sehingga keadaan gizinya terjamin. Pengetahuan gizi dapat
diperoleh melalui pendidikan formal di sekolah atau secara tidak langsung
mendapatkannya dengan cara melihat atau mendengar. Seseorang dapat
memperoleh pengetahuan gizi melalui berbagai sumber seperti buku-buku
pustaka, majalah, televisi, radio, surat kabar dan orang lain (suami, teman,
tetangga, ahli gizi, dokter, dan lain-lain) (Khomsan et al. 2009).
Menurut Moehdji (1986), sebagian besar kejadian gizi buruk pada anak
dapat dihindari apabila ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang bagaimana
cara mengolah bahan makanan, cara mengatur menu, dan mengatur makanan
anak. Tetapi pengaruh pengetahuan gizi terhadap konsumsi makanan tidak
selalu linear, artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu rumah tangga
belum tentu konsumsi makanan menjadi baik.
Sikap Gizi Ibu BalitaSikap seseorang terhadap suatu objek selalu berperanan sebagai
perantara antara respon dan objek yang bersangkutan. Respon diklasifikasikan
dalam tiga macam, yaitu respon kognitif (respon perseptual dan pernyataan
mengenai apa yang diyakini), respon afektif (respon syaraf simpatetik dan
pernyataan afeksi), serta respon perilaku atau konatif (respon berupa tindakan
dan pernyataan mengenai perilaku). Masing-masing klasifikasi respon ini
berhubungan dengan ketiga komponen sikapnya. Dengan melihat salah satu
saja di antara ketiga bentuk respon tersebut sikap seseorang sudah dapat
diketahui. Walaupun begitu, deskripsi lengkap mengenai sikap individu tetap
harus diperoleh dengan melihat ketiga macam respon secara lengkap (Azwar
2009).
Perilaku Gizi Ibu BalitaMenurut Notoatmojdo (2010) perilaku adalah suatu kegiatan organism
atau makhluk hidup yang bersangkutan. perilaku terbentuk di dalam diri
10
seseorang dari dua faktor utama, yaitu rangsangan yang merupakan faktor dari
luar diri seseorang (faktor eksternal) seperti lingkungan baik fisik maupun non-
fisik serta respon yang merupakan faktor dalam diri seseorang (faktor internal).
Faktor eksternal yang paling besar peranannya dalam membentuk perilaku
adalah faktor non-fisik berupa sosial budaya dimana seseorang berada.
Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang merespon stimulus dari
luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, dan sebagainya.
Konsumsi Pangan dan Gizi BalitaZat gizi adalah zat atau unsur kimia yang terkandung dalam pangan yang
diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh secara normal. Manusia memerlukan
zat gizi agar dapat hidup dengan sehat dan mempertahankan kesehatannya.
Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus
mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan internal dan eksternal,
pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan, serta untuk aktivitas (Hardinsyah &
Martianto 1992).
Anak balita pada usia 1-3 tahun bersifat konsumen pasif dan usia 3-5
tahun bersifat konsumen aktif. Konsumen pasif artinya pada usia 1-3 tahun
makan yang dikonsumsi tergantung pada apa yang disediakan oleh ibu,
sedangkan konsumen aktif artinya anak dapat memilih makanan yang disukainya
(Supriatin 2004).
Tahap awal dari kekurangan gizi dapat diidentifikasi dengan penilaian
konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang berkurang akan berdampak terhadap
kurangnya zat gizi dalam tubuh. Secara umum terdapat dua kriteria untuk
menentukan kecukupan konsumsi pangan, yaitu konsumsi energi dan protein.
Kebutuhan energi biasanya dipenuhi dari konsumsi pangan pokok, sedangkan
kebutuhan protein dipenuhi dari sejumlah substansi hewan, seperti ikan, daging,
telur, dan susu (Hardinsyah & Martianto 1992).
Angka kecukupan gizi (AKG) dapat digunakan untuk menilai tingkat
kecukupan zat gizi individu. Basis dari AKG adalah kebutuhan (Estimated
Average Requirement). Untuk mengetahui kecukupan gizi anak balita digunakan
AKG tahun 2004, yang disajikan pada tabel 2. Kecukupan zat gizi tersebut
dianjurkan untuk dipenuhi dari konsumsi pangan anak balita setiap harinya.
11
Tabel 2 Angka kecukupan energi (AKE) dan protein (AKP) anak
Golonganusia
Berat badan(kg)
Tinggi badan(cm)
AKE(kkal/kap/hari)
AKP(gr/kap/hari)
0-6 bulan 6 60 550 107-11 bulan 8.5 71 650 161-3 tahun 12 90 1000 254-6 tahun 18 110 1550 397-9 tahun 25 120 1800 45
Sumber: Hardinsyah dan Tambunan (2004)
Status Gizi BalitaStatus gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok
orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan
zat gizi makanan (Riyadi 1995). Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan
dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-
zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang
memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan
kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier 2001).
Komponen penilaian status gizi, meliputi konsumsi pangan, pemeriksaan
biokimia, pemeriksaan klinis dan riwayat kesehatan, pemeriksaan antropometri,
serta data psikososial. Antropometri erat kaitannya dengan status gizi terutama
pada masa pertumbuhan (Jahari 1995 dalam Briawan 2005). Antropometri paling
sesuai digunakan di negara berkembang seperti Indonesia, daripada pengukuran
secara klinis dan biokimia yang mahal dan sulit dilakukan.
Antropometri adalah yang berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Jellife dan
Jellife 1989). Gibson (2005) menyatakan bahwa pengukuran antropometri
digunakan secara luas dalam penelitian status gizi, terutama apabila terjadi
ketidakseimbangan kronis antara intake energi dan protein. Selain itu juga dapat
mendeteksi tingkat masalah gizi yang dialami. Pada anak-anak indeks
antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U),
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur
(TB/U). Indeks antropometri dapat dinyatakan dalam istilah z-score, persentil
atau persen terhadap median dengan menggunakan baku antropometri WHO
2006 (Depkes 2009). Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat
ini karena mudah berubah. Namun, indikator BB/U tidak spesifik karena berat
badan tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja tetapi juga oleh tinggi badan (TB).
Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu dan indikator BB/TB
menggambarkan status gizi saat ini secara sensitif dan spesifik.
12
Tabel 3 Kategori status gizi berdasarkan BB/U, TB/U, dan BB/TB
Indikator Status gizi keteranganBerat badan menurut umur(BB/U)
Gizi burukGizi kurang
Gizi baikGizi lebih
z-score <-3-3 ≤ z-score < -2-2 ≤ z-score ≤ +2
z-score > +2Tinggi badan menurut umur(TB/U)
Sangat pendekPendekNormalTinggi
z-score < -3-3 ≤ z-score < -2-2 ≤ z-score ≤ +2
z-score > +2Berat badan menurut tinggibadan (BB/TB)
Sangat kurusKurus
NormalGemuk
z-score < -3-3 ≤ z-score < -2-2 ≤ z-score ≤ +2
z-score > +2Sumber: Departemen Kesehatan RI (2009)
13
KERANGKA PEMIKIRAN
Balita merupakan generasi penerus bangsa di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, pembangunan kesehatan juga difokuskan pada golongan usia
balita, salah satunya melalui pelayanan dasar gizi dan kesehatan di posyandu.
Keberadaan posyandu diharapkan dapat mempercepat upaya perbaikan status
gizi dalam menurunkan angka kematian balita serta prevalensi gizi kurang dan
gizi buruk. Selain itu, posyandu juga dapat menyediakan informasi mengenai
pentingnya hidup sehat bagi keluarga-keluarga di Indonesia, demi mewujudkan
Indonesia sehat.
Sebagai suatu sistem pelayanan dasar kesehatan yang berasal dari
masyarakat, untuk masyarakat,dan oleh masyarakat, posyandu membutuhkan
dukungan dari masyarakat, salah satunya adalah partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat mempunyai peran penting dalam keberhasilan
pembangunan, termasuk pembangunan kesehatan. Keberhasilan posyandu
dalam menanggulangi berbagai masalah gizi, sangat dipengaruhi partisipasi ibu
balita dalam kegiatan posyandu. Partisipasi ibu balita di posyandu sangat
mempengaruhi pertumbuhan kesehatan dan status gizi anak.
Ibu yang sadar dan tahu betapa pentingnya menjaga pertumbuhan
kesehatan anaknya, akan sering membawa anaknya ke posyandu sesuai dengan
jadwal yang sudah ditetapkan. Partisipasi ibu balita di posyandu sangat
mempengaruhi tingkat pengetahuan,sikap, dan perilaku gizi ibu balita. Hal ini
disebabkan ibu balita di posyandu selalu diberi penyuluhan tentang gizi oleh
kader atau petugas kesehatan. Pengetahuan gizi ibu balita dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu umur, pendidikan, dan pekerjaan ibu. Sementara itu,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat partisipasi ibu balita dalam kegiatan
posyandu adalah karakteristik keluarga, karakteristik balita, akses ke posyandu,
kader posyandu dan tokoh masyarakat. Peningkatan pengetahuan, sikap, dan
perilaku gizi ibu diharapkan dapat memperbaiki tingkat kecukupan konsumsi zat
gizi balita sehingga balita memiliki status gizi yang optimal. Secara ringkas
kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.
14
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Hubungan yang diteliti
: Hubungan yang tidak diteliti
Partisipasi Ibu Balitadi Posyandu
Karakteristik Keluarga
Besar keluarga Pendapatan keluarga Umur ibu Pendidikan ibu Pekerjaan ibu
Karakteristik balita
Umur Jenis kelamin
Kader Posyandu &Tokoh Masyarakat
Akses kePosyandu
Pengetahuan Gizi IbuBalita
Tingkat KecukupanGizi Balita
Status Gizi Balita
Status kesehatan
Sikap Gizi IbuBalita
Perilaku Gizi Ibubalita
15
METODE PENELITIAN
Desain, Waktu, dan TempatPenelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional study. Lokasi
penelitian bertempat di Desa Sukajadi, Sukaresmi, Sukaluyu, dan Sukajaya,
Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari
penelitian yang berjudul “a Multi-Approach Intervention to Empower Posyandu
Nutrition Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas”. Pemilihan
lokasi penelitian dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan bahwa lokasi
tersebut sebagian besar sosial ekonomi penduduknya tergolong menengah ke
bawah, serta terdapat posyandu yang memiliki ibu balita dan balita yang terdaftar
sebagai pengguna posyandu di desa tersebut. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Februari 2012.
Jumlah dan Cara Pemilihan ContohContoh dalam penelitian ini adalah ibu balita yang dipilih secara
purposive, dengan kriteria: (1) mempunyai balita (laki-laki atau perempuan
berumur 0-60 bulan), (2) terdaftar sebagai pengguna Posyandu, (3) bersedia
untuk diwawancarai. Masing-masing desa diambil 30 orang, sehingga secara
keseluruhan jumlah contoh dalam penelitian ini adalah sebanyak 120 ibu balita
dan anak balita. Penentuan jumlah contoh pada masing-masing desa
berdasarkan pertimbangan kemudahan dalam mengkoordinir contoh pada saat
pengambilan data serta sulitnya mencari contoh yang mau berpartisipasi pada
penelitian ini.
Jenis dan Cara Pengambilan DataJenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara
langsung dengan menggunakan kuisioner. Data primer meliputi karakteristik
keluarga dan individu contoh (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan
besar keluarga), karakteristik balita ( jenis kelamin dan umur ), partisipasi ibu
balita di posyandu, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita, konsumsi
pangan balita, serta status gizi balita. Data sekunder diperoleh dari kantor
kecamatan. Data sekunder meliputi gambaran umum lokasi penelitian.
16
Tabel 4 Data primer dan cara pengumpulannya
No Data Variabel Cara pengumpulan data1 Karakteristik sosial
ekonomi keluarga1. Besar keluarga2. pendapatan keluarga3. Umur ibu4. Pendidikan ibu5. Pekerjaan ibu
Wawancaramenggunakan kuesioner
2 Karakteristik individu balita 1. Umur2. Jenis kelamin
Wawancaramenggunakan kuesioner
3 Partisipasi ibu balita diposyandu
1. Frekuensi kunjungan2. Motivasi kunjungan3. Pelaksanaan
posyandu4. Persepsi posyandu
Wawancaramenggunakan kuesioner
4 Pengetahuan, sikap, danperilaku gizi ibu balita
Berupa pertanyaanmengenai pengetahuan,sikap, dan perilaku giziibu balita
Wawancaramenggunakan kuesioner
5 Konsumsi pangan balita Recall konsumsi panganbalita (2x24 jam)
Wawancaramenggunakan kuesioner
6 Status gizi balita Berat badan dan panjangbadan balita
pengukuran antropometribalita
Pengolahan dan Analisis DataPengolahan data
Pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis
data yang dilakukan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 for
windows, Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows versi 16.0
dan Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1.3. Data hasil penelitian dianalisis
secara deskriptif dan statistik inferensia yang sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
Data karakteristik keluarga dan individu contoh meliputi besar keluarga,
pendapatan keluarga, umur contoh, tingkat pendidikan contoh, dan pekerjaan
contoh. Umur dikelompokkan menjadi dewasa dini (18-39 tahun), dewasa madya
(40-60 tahun), dan dewasa lanjut (>60 tahun) (Hurlock 1980). Tingkat pendidikan
formal dikelompokkan berdasarkan data sebaran, yaitu tidak tamat SD,
SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan Tinggi. Jenis
pekerjaan ayah dikelompokkan menjadi petani, pedagang, buruh tani, buruh non-
tani, jasa, dan lain-lain. Sedangkan jenis pekerjaan ibu dikelompokkan menjadi
petani, pedagang, buruh tani, buruh non-tani, jasa, IRT/tidak bekerja. Besar
keluarga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7 orang),
besar (≥ 8 orang) (Hurlock 1993).
17
Pendapatan keluarga diperoleh dengan menjumlahkan pendapatan
seluruh anggota keluarga, baik dari hasil pekerjaan utama, maupun pekerjaan
tambahan selama satu bulan, yang dibagi dengan jumlah anggota keluarga dan
dinyatakan dalam satuan Rp/kapita/bulan. Hasil tersebut kemudian dikategorikan
menjadi dua kategori berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Bogor (BPS
2011), yaitu miskin (<Rp209.777/kapita/bulan) dan tidak miskin
(≥Rp209.777/kapita/bulan).
Data karakteristik balita meliputi umur dan jenis kelamin. Umur balita
dikelompokkan menjadi kelompok umur ≤5 bulan, 6-11 bulan, 12-23 bulan, 24-35
bulan, 36-47 bulan. Jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki dan
perempuan.
Variabel analisis partisipasi ibu balita dikelompokkan ke dalam empat
aspek, yaitu frekuensi kunjungan ke posyandu, motivasi kunjungan ke posyandu,
pelaksanaan posyandu, dan persepsi tentang posyandu. Penilaian partisipasi
ibu balita di posyandu berdasarkan kemampuan ibu balita dalam menjawab
berbagai pertanyaan terkait empat aspek tersebut. Skor partisipasi ibu balita
dihitung berdasarkan persentase terhadap skor maksimal. Selanjutnya partisipasi
ibu balita di posyandu dibagi menjadi tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan
tinggi. Kategori rendah apabila skor yang diperoleh < 60% dari skor maksimal,
kategori sedang apabila skor yang diperoleh antara 60-80% dari skor maksimal,
dan kategori baik apabila skor yang diperoleh > 80% dari skor maksimal
(Khomsan 2000).
Pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita dinilai berdasarkan
kemampuan ibu balita dalam menjawab berbagai pertanyaan tentang gizi.
Penilaian dilakukan dengan cara menjumlahkan skor jawaban dari setiap
pertanyaan dengan kriteria. Penilaian jawaban pengetahuan gizi, yaitu skor
1=benar dan skor 0=salah. Penilaian jawaban sikap gizi, yaitu skor 2=setuju, skor
1=ragu-ragu, dan skor 0=tidak setuju, atau sebaliknya skor 0=setuju, skor
1=ragu-ragu, dan skor 2=tidak setuju tergantung dari pertanyaan yang diajukan.
Penilaian jawaban perilaku gizi ada beberapa model, yaitu skor 1=ya, skor
2=kadang-kadang, skor 0=tidak pernah, atau sebaliknya skor 0=ya, skor
1=kadang-kadang, skor 2=tidak pernah, dan ada juga skor 2=ya, skor 0=tidak.
18
Pemakaian skor tergantung pertanyaan yang diberikan. Kemudian skor
yang diperoleh dibandingkan dengan skor maksimal. Kategori rendah apabila
skor yang diperoleh < 60% dari skor maksimal, kategori sedang apabila skor
yang diperoleh antara 60-80% dari skor maksimal, dan kategori baik apabila skor
yang diperoleh > 80% dari skor maksimal (Khomsan 2000).
Kandungan zat gizi dari suatu jenis pangan dihitung dengan rumus
(Hardinsyah & Briawan 1994):
Keterangan:KGij : jumlah zat gizi idari setiap jenis pangan jBj : berat pangan j (gram)Gij : kandungan zat gizi I dari pangan jBDDj : persen jumlah pangan j yang dapat dimakan
Tingkat konsumsi gizi dapat diperoleh dengan rumus (Hardinsyah &
Briawan 1994):
Keterangan:TKGi : tingkat konsumsi gizi iKi : konsumsi gizi iAKGi : kecukupan gizi i yang dianjurkan
Status gizi balita ditentukan melalui suatu perhitungan statistik dengan
menghitung angka nilai hasil penimbangan dibandingkan dengan angka rata-
rata atau median dan standar deviasi dari suatu angka acuan standar WHO.
Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai Z-skor adalah (Supariasa et al.
2001):
nilai individu subjek – nilai median baku rujukanZ-skor =
nilai simpangan baku rujukan
Adapun ringkasan pengkategorian variabel dan batasan nilai yang akan
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.
KGij= (Bj/100)xGijx(BDDj/100)
TKGi= (Ki/AKGi)x100%)
19
Tabel 5 Pengkategorian variabel penelitian
No Variabel Kategori Batas nilai1 Karakteristik keluarga
Besar keluarga (Hurlock1993)
1. Kecil2. Sedang3. Besar
≤ 4 orang5-7 orang≥ 8 orang
Pendapatan keluarga (BPS2010)
1. Miskin2. Tidak miskin
<Rp209.777/kapita/bulan≥Rp209.777/kapita/bulan
Umur (Hurlock 1980)1. Dewasa dini2. Dewasa Madya3. Dewasa lanjut
18-39 tahun40-60 tahun>60 tahun
Pendidikan
1. Tidak tamat SD2. SD/sederajat3. SMP/sederajat4. SMA/sederajat5. Perguruan Tinggi
-----
Pekerjaan
1. Petani2. Pedagang3. Buruh tani4. Buruh non tani5. Jasa6. Ibu rumah tangga7. lain-lain
-------
2 Karakteristik balita
Jenis kelamin 1. Laki-laki2. Perempuan
--
Umur -
≤5 bulan6-11 bulan
12-23 bulan24-35 bulan36-47 bulan
3 Partisipasi ibu balita diPosyandu (Interval kelas)
1. Rendah2. Sedang3. Tinggi
< 60%60-80%>80%
4Pengetahuan, sikap, danperilaku gizi ibu balita(Khomsan 2000)
1. Kurang2. Sedang3. Baik
< 60%60-80%>80%
5Tingkat konsumsi energi danprotein (Depkes 1996, diacudalam Rahmawati et al. 2001)
1. Defisit tingkat berat2. Defisit tingkat sedang3. Defisit tingkat ringan4. Normal5. Di atas AKG
<70%70-79%80-89%
90-119%≥120%
6 Tingkat konsumsi vitamin danmineral (Gibson 2005)
1. Defisit2. Normal
Tk<77%Tk≥77%
7 Status gizi balita (WHO 2007)1. BB/U
1. Gizi buruk2. Gizi kurang3. Gizi baik4. Gizi lebih
z-score <-3-3 ≤ z-score < -2-2 ≤ z-score ≤ +2
z-score > +2
2. TB/U
1. Sangat pendek2. Pendek3. Normal4. Tinggi
z-score < -3-3 ≤ z-score < -2-2 ≤ z-score ≤ +2
z-score > +2
3. BB/TB
1. Sangat kurus2. Kurus3. Normal4. Gemuk
z-score < -3-3 ≤ z-score < -2-2 ≤ z-score ≤ +2
z-score > +2
20
Analisis dataHubungan antar variabel dianalisis menggunakan analisis Structural
Equation Modeling (SEM). Menurut Wijayanto (2008) model persamaan
struktural (Structural Equation Modeling) adalah teknik analisis multivariate yang
memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks,
baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh
mengenai keseluruhan model.
SEM memiliki dua konstruk yang harus diukur. Variabel yang tidak bisa
diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator sebagai proksi
disebut variabel laten. Sedangkan, indikator-indikator yang dapat diukur dikenal
sebagai variabel manifest. Jika suatu variabel tidak dipengaruhi oleh variabel
lainnya dalam model, maka dalam SEM sering disebut variabel eksogen dimana
setiap variabel eksogen selalu independen. Variabel yang dipengaruhi oleh
variabel lain dalam suatu model penelitian disebut variabel endogen. Berikut
adalah model SEM yang digunakan pada penelitian ini.
ε2
δ1 ε1
λy22
δ2 ζ2 ε4
λx11 λy11 β21 β42
λx21 γ11 λy44
β32
λx31 λy54
λx41 ζ1 β31 β43 ζ4
δ3 ε5
ζ3 λy33
δ4
ε3
Gambar 2 Model Structural Equation Modeling (SEM) penelitian
ξ1 η1 η4
η2
x1
x2
x3
x4
y5
y1
y2
y3
y4
η3
21
Berikut adalah notasi matematik dari model Structural Equation Modeling
(SEM) penelitian.
Model pengukuran:
x1= λx11 ξ1 + δ1
x2= λx21 ξ1 + δ2
x3= λx31 ξ1 + δ3
x4= λx41 ξ1 + δ4
y1= λy11 η1 + ε1
y2= λy22 η2 + ε2
y3= λy33 η3 + ε3
y4= λy44 η4 + ε4
y5= λy54 η4 + ε5
Model struktural:
η1 = γ11 ξ1 + ζ1
η2 = β21 η1 + ζ2
η3 = β31 η1 + β32 η2 + ζ3
η4 = β42 η2 + β43 η3 + ζ4
Keterangan:
Variabel laten eksogen:
ξ1 (KSI1)= partisipasi ibu balita di Posyandu
Variabel laten endogen:
η1 (ETA1) = pengetahuan gizi ibu balita
η2 (ETA2) = sikap gizi ibu balita
η3 (ETA3) = perilaku gizi ibu balita
η4 (ETA4) = status gizi balita
Manifest laten eksogen:
x1 = frekuensi kehadiran ibu balita ke posyandu
x2 = besar keluarga
x3 = pendapatan keluarga
x4 = pekerjaan ibu balita
Manifest laten endogen:
y1 = indikator pengetahuan gizi ibu balita
y2 = indikator sikap gizi ibu balita
y3 = indikator perilaku gizi ibu balita
22
y4 = tingkat kecukupan energi balita
y5 = tingkat kecukupan protein balita
Definisi OperasionalIbu balita adalah ibu yang mempunyai anak balita yang terdafar sebagai peserta
Posyandu.
Anak balita adalah anak yang berusia 0-60 bulan yang tinggal bersama kedua
orang tuanya.
Besar keluarga adalah jumlah/banyaknya orang yang tinggal dalam satu
keluarga dan menjadi tanggungan kepala keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari.
Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan yang diperoleh anggota
keluarga dari pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan dalam bentuk
uang dan dibagi dengan seluruh tanggungan keluarga yang dinyatakan
dalam rupiah perkapita perbulan.
Umur ibu balita adalah lamanya hidup ibu balita dalam tahun yang dihitung
sejak dilahirkan hingga diwawancarai.
Pendidikan ibu balita adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah
ditempuh oleh ibu balita yang dikelompokkan menjadi empat kelompok,
yaitu SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan tinggi.
Pekerjaan ibu balita adalah jenis pekerjaan atau mata pencaharian utama untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang dikelompokkan ke dalam
bekerja dan tidak bekerja.
Partisipasi ibu balita di Posyandu adalah keterlibatan ibu balita di posyandu
pada saat balita seharusnya dibawa ke posyandu, meliputi aspek frekuensi
kunjungan ke posyandu, motivasi kunjungan ke posyandu, pelaksanaan
posyandu, dan persepsi tentang posyandu.
Pengetahuan gizi ibu balita adalah kemampuan ibu balita dalam menjawab
pertanyaan tentang gizi menggunakan kuisioner, kemudian diberi skor dan
dikategorikan menjadi kurang (skor<60%), sedang (60-80%), dan baik
(skor>80%).
Sikap gizi ibu balita adalah kecenderungan ibu balita dalam menyikapi
pernyataan dalam kuisioner tentang gizi yang diukur dengan skor jawaban
dari pernyataan yang diberikan dan dikategorikan menjadi kurang
(skor<60%), sedang(60-80%), dan baik (skor>80%).
23
Perilaku gizi ibu balita adalah perbuatan atau penerapan pola hidup ibu balita
terhadap anak balita sehari-hari yang diukur dengan skor jawaban dari
pernyataan yang diberikan dan dikategorikan menjadi kurang (skor<60%),
sedang (60-80%), dan baik (skor>80%).
Konsumsi pangan dan gizi balita adalah jumlah pangan dan gizi yang dimakan
oleh balita yang diperoleh dengan menggunakan metode food recall
selama 2x24 jam.
Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan jumlah konsumsi energi dan zat
gizi aktual terhadap angka kecukupan energi dan zat gizi rata-rata sehari
yang dianjurkan dan dinyatakan dalam persen.
Status gizi balita adalah keadaan gizi balita yang diukur berdasarkan standar
baku WHO 2005 dengan menggunakan metode antropometri dengan
indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur
(TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi PenelitianKondisi Geografis
Kecamatan Taman Sari merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Bogor yang memiliki luas 2.630.936 Ha. Kecamatan taman sari terdiri dari 8
desa, 25 lingkungan/dusun, 91 RW, 360 RT, dengan jumlah penduduk laki-laki
44.075 jiwa dan perempuan 41.803 jiwa. Secara administrasi Kecamatan Taman
Sari mempunyai batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan
dengan Kec. Ciomas dan Bogor selatan; sebelah barat berbatasan dengan
Gunung Salak; sebelah selatan berbatasan dengan Kec. Tenjolaya dan Kec.
Dramaga; sebelah timur berbatasan dengan Kec. Cijeruk. Kecamatan Taman
Sari beriklim sejuk dengan temperatur suhu rata-rata 25ºC pada siang hari dan
30ºC pada malam hari, dengan ketinggian antara 700 meter di atas permukaan
laut, yang merupakan kawasan berbukit di bawah kaki Gunung Salak.
Berdasarkan karakteristik wilayah dan pola interaksi dan eksternal yang
didukung oleh jaringan infrastruktur pelayanan baik lokal maupun regional,
Kecamatan Taman Sari termasuk ke dalam pembangunan wilayah Kabupaten
Bogor Selatan yang merupakan kawasan penyangga resapan air dan kawasan
hijau dengan mengintensifkan dan melestarikan tanaman tahunan dan
mengadakan gerakan rehabilitasi lahan kritis (penanaman pohon). Sebagai
wilayah pengembangan pertanian dan wisata, Kecamatan Taman sari yang
menonjol produksi pertaniannya adalah padi, jagung, ketela pohon, ketela
rambat, kacang tanah dan sayur-sayuran. Di samping itu juga sebagai sentra
tanaman hias yang pemasarannya telah memasuki pangsa local, regional, dan
mancanegara. Pengembangan lainnya adalah industrI sedang berjumlah 27
buah dengan tenaga kerja 77 orang, kecil 400 buah dengan pekerja 1200 orang,
dan home industry 74 buah dengan pekerja 400 orang. Untuk pengembangan
pariwisata ada Kampung Budaya Sindang Barang, Bumi Perkemahan, Curug
Nangka, dan Wisata Situs yang tersebar di Desa Pasireurih, Sukamantri, dan
tamansari.
25
Tabel 6 Luas tanah dan pola pemanfaatannya
No Pemanfaatan Luas (Ha)1 Pemukiman -2 Sawah 981.943 Darat 237.784 Perkebunan 1610.755 Pertanian -6 Rawa/Situ 35.007 Hutan -8 Lapangan olahraga 8.60
Sumber : Data Monografi Kecamatan Tamansari Tahun 2011
Kondisi DemografisPenduduk Kecamatan Tamansari sampai dengan bulan Desember 2011
berjumlah 85,878 jiwa terdiri dari 44,075 jiwa laki-laki dan 41,803 jiwa
perempuan. Total jumlah penduduk yang ada tersebar di delapan desa yang
terdapat di Kecamatan Tamansari dengan jumlah yang berbeda-beda. Desa
yang paling padat penduduknya adalah Desa Sukamantri, sedangkan jumlah
yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Desa Sukajadi.
Tabel 7 Jumlah penduduk Kecamatan Tamansari menurut jenis kelamin
No Desa Laki-laki Perempuan Total1 Sukamantri 6,857 6,575 13,4322 Sirnagalih 6,505 6,991 12,4963 Pasir Eurih 5,805 5,818 11,2234 Tamansari 5,512 5,308 10,8205 Sukaresmi 5,947 5,517 11,4646 Sukaluyu 4,602 3,910 8,5127 Sukajaya 4,996 5,173 10,1698 Sukajadi 3,851 3,911 7,762
Total 44,075 41,803 85,878
Kondisi Sosial BudayaKecamatan Tamansari dikenal sebagai bagian dari wisata Curug Nangka,
Bumi Perkemahan Sukamantri, Gunung Salak Endah dan Pura. Setiap hari libur
terjadi kemacetan lalu lintas kenderaan, terutama di sekitar wilayah yang dapat
memicu kemacetan sebagai akibat dari tidak disiplinnyapengemudi angkut dan
para pedagang yang sebagian berjualan di badan jalan.
Pada bidang olahraga, Kecamatan Tamansari belum memiliki sarana
olahraga terpadu dan memadai. Dalam bidang kebudayaan ditujukan untuk
melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah serta mempertahankan
jati diri dan nilai-nilai budaya daerahdi tengah-tengah semakin derasnya arus
informasi dan pengaruh negative budaya global. Pengembangan seni dan
budaya Kecamatan Tamansari diselenggarakan secar terintegerasi dengan
pembangunan kepariwisataan. Pada tahun 2010 telah dilakukan berbagai
26
macam kegiatan untuk melestarikan dan mengaktualisasikan seni dan budaya
daerah sebagai upaya mengelola kekayaan dan keragaman budaya serta
mempromosikan, menjalin kemitraan, dan mengembangkan destinasi pariwisata
di Kecamatan Tamansari.
Kondisi EkonomiDenyut nadi perekonomian Kecamatan Tamansari didukung oleh sarana
dan prasarana wilayah yang ada, yang merupakan aspek pendukung utama
dalam pembangunan perkotaan yang secara tidak langsung akan berpengaruh
kepada tingkat perekonomian masyarakat. Sarana prasarana tersebut dalam
pengembangan pembangunan berperan sebagai pengarah pembentukan tata
ruang kota, pemenuhan kebutuhan infrastruktur, pemicu pertumbuhan wilayah
dan pengikat wilayah. Sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan
perkotaan, diantaranya adalah keterbatasan transportasi, pengairan, jaringan
listrik, telekomunikasi, dan pemukiman.
1. Jaringan Transportasi
Jaringan transportasi di Kecamatan Tamansari cukup baik, kondisi jalan
relatif baik, sebagian besar telah beraspal dan seluruh wilayah dapat dilalui oleh
kenderaan beroda empat sepanjang tahun.
2. Jaringan air bersih/irigasi
Pemenuhan air bersih bagi masyarakat Kecamatan Tamansari dan
sebagian warga masyarakat memanfaatkan air bawah tanah berupa sumur gali,
pembuatan jet pump, dan lain-lain. Untuk mandi cuci kakus (MCK) sebagian
besar mempergunakan air bawah tanah.
3. Jaringan listrik
Pelayanan jaringan listrik PLN telah menajngkau seluruh wilayah yang
dimanfaatkan untuk kebutuhan pemukiman, perkantoran, industry, perdagangan,
dan jasa. Khusus untuk penerangan jalan umum (PJU), sebagian besar wilayah
Tamansari telah dilengkapi dengan PJU yang tiap tahun selalu diadakan
penambahan PJU untuk peningkatan sarana umum pelistrikan. Sedangkan untuk
mengimbangi tingginya penggunaan daya listrik PLN oleh masyarakat, maka di
beberapa lokasi pemukiman dan perindustrian memanfaatkan jaringan listrik dari
genset. Prasarana telekomunikasi masyarakat mayoritas dilayani oleh PT.
Telkom dan sebagian dengan sarana Handphone yang dimiliki oleh masyarakat.
Untuk keperluan pos dan giro dilayani langsung oleh kantor Pos dan Giro
Ciomas.
27
4. Perekonomian masyarakat
Berbagai kebijakan dari pemerintah untuk memberdayakan perekonomian
masyarakat telah banyak dilakukan. Di bidang pendidikan program BOS, KBBS
dari provinsi Jawa Barat, pemberdayaan PLS, pemberian beasiswa, dan lain-lain.
Pada bidang kesehatan ada pemberian Askes Gakin, Raksa Desa Kesehatan,
Pemberdayaan Posyandu, penanganan KLB, dan bidang peningkatan
kemampuan day beli penciptaan lapangan kerja baru. Sejalan dengan itu, untuk
mengantisipasi naik turunnya denyut nadi perekonomian di Kecamatan
Tamansari maka pembangunan perekonomian pada setiap bidang pembagunan
penyebarannya diarahkan merata. Perencanaan pembangunan yang ditetapkan
dan upaya pengembangan infrastruktur senantiasa diarahkan bagi pemenuhan
kebutuhan masyarakat perkotaan dengan konsep pengembangan potensi yang
dimilki wilayah. Sebagai ibu balita adanya potensi alam berupa situ-situ tentunya
akan mendukung pula potensi pengembangan wilayah Kecamatan Tamansari di
bidang pariwisata. Potensi alam tersebut adalah Situ Taman di Desa Tamansari
dengan luas 2.4 Ha dan Situ Jadi di desa Sukajadi dengan luas 1.5 Ha.
Berdasarkan pekerjaan, penduduk Kecamatan Tamansari mempunyai
pekerjaan yang beraneka ragam, namun secara garis besar sebagian besar
penduduk adalah bekerja sebagai petani, peternak, pengusaha, wiraswasta,
karyawan swasta, PNS, Polri, dan lainnya.
Tabel 8 Jumlah usaha kecil, menengah, dan besar di Kecamatan TamansariTahun 2011
No Desa Kecil Menengah Besar1 Tamansari 12 58 32 Sukajaya 25 84 -3 Sukamantri 20 56 74 Sirnagalih 8 183 35 Pasir Eurih 10 125 66 Sukaluyu 12 94 -7 Sukajadi 15 60 48 Sukaresmi 20 283 2
Sumber: Seksi Ekbang Kecamatan Tamansari tahun 2011
28
Karakteristik Keluarga dan Individu Ibu balitaBesar Keluarga
Besar keluarga merupakan banyaknya individu yang tinggal bersama
dalam satu atap dan bergantung pada sumber penghidupan yang sama. Anggota
keluarga terdiri atas ayah, ibu, anak, saudara daan anggota keluarga lainnya
yang tinggal dalam satu atap. Menurut Hurlock (1993), besar keluarga
dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), sedang
(5-7 orang), dan besar (≥ 8 orang). Sebaran ibu balita berdasarkan besar
keluarga disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Sebaran ibu balita berdasarkan besar keluarga
Besar keluarga n %kecil (≤4 orang) 71 59.2sedang (5-7 orang) 37 30.8Besar ( ≥8 orang) 12 10.0Total 120 100Rata-rata ± sd 4.9 ± 2.1Minimum – Maksimum 3 – 14
Jumlah anggota keluarga terkecil dalam penelitian ini adalah sebanyak 3
orang, sedangkan jumlah anggota keluarga terbesar adalah sebanyak 14 orang.
Rata-rata jumlah anggota keluarga dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 orang.
Sebanyak 59.2% keluarga ibu balita berada pada kategori keluarga kecil, 30.8%
berada pada kategori keluarga sedang, dan sisanya 10% berada pada kategori
keluarga besar.
Pendapatan KeluargaPendapatan merupakan sumberdaya material bagi seseorang untuk
membiayai kegiatan konsumsinya. Jumlah pendapatan yang diperoleh akan
menggambarkan besarnya daya beli dari seseorang. Daya beli akan
menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang dibeli dan dikonsumsi
seseorang. Pendapatan yang diukur dari seseorang biasanya bukan hanya
pendapatan yang diterima oleh individu, melainkan pendapatan yang diterima
oleh seluruh anggota keluarga (Suwarman 2003). Oleh karena itu, pada
penelitian ini pendapatan keluarga yang dimaksud adalah penjumlahan dari
pendapatan yang diperoleh oleh ayah, ibu, dan keluarga lain dalam satu atap per
bulannya. Sebaran ibu balita berdasarkan pendapatan keluarga disajikan pada
Tabel 10.
29
Tabel 10 Sebaran ibu balita berdasarkan pendapatan keluarga
Pendapatan keluarga (Rp/kap/bln) n %Miskin (<Rp214.338) 26 21.7Tidak miskin (≥214.338) 94 78.3Total 120 100Rata-rata ± sd 362.081 ± 396.887Minimum – Maksimum 64.450 – 4.585.700
Pendapatan keluarga terkecil pada penelitian ini adalah sebesar
Rp.64.450 perkapita/bulan, sedangkan pendapatan keluarga terbesar adalah
sebesar Rp.4.585.700 perkapita/bulan. Rata-rata pendapatan keluarga pada
penelitian ini adalah sebesar Rp.362.081. Keluarga yang termasuk ke dalam
kategori keluarga tidak miskin adalah sebanyak 75.8%, sedangkan keluarga
yang tergolong ke dalam keluarga miskin adalah sebanyak 24.2%. Kategori
tingkat pendapatan keluarga dibuat berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten
Bogor (BPS 2011). Keluarga dikatakan miskin jika pendapatan keluarga kurang
dari Rp.214.338 perkapita/bulan dan dikatakan tidak miskin jika pendapatan
keluarga lebih besar sama dengan Rp.214.338 perkapita/bulan. Tingkat
pendapatan akan mencerminkan kemampuan untuk membeli bahan pangan.
Makin tinggi pendapatan akan semakin tinggi daya beli keluarga terhadap
pangan, sehingga akan membawa pengaruh terhadap beragam dan banyaknya
pangan yang akan dikonsumsi dan akhirnya berdampak positif terhadap status
gizi (Soekirman 2000).
UmurUmur ibu balita dan suami dikelompokkan menjadi dewasa dini (18-39
tahun), dewasa madya (40-60 tahun) dan dewasa lanjut ( ≥ 60 tahun) (Hurlock
1980). Sebaran ibu balita berdasarkan umur disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Sebaran ibu balita berdasarkan umur
Umur Suami Ibu balitan % n %
Dewasa dini (18-39) 104 86.7 111 92.5Dewasa madya (40-60) 16 13.3 9 7.5Total 120 100 120 100Rata-rata ± sd 31.9 ± 8.0 26.6 ± 6.9Minimum – Maksimum 20 – 60 18 – 50
Umur suami terendah pada penelitian ini adalah 20 tahun, sedangkan
umur tertinggi adalah 60 tahun dengan rata-rata 31.9 tahun. Sebagian besar
umur suami berada pada kategori umur dewasa dini (86.7%), dan sisanya
30
berada pada kategori dewasa madya (13.3%). Sementara itu, umur terendah
pada ibu balita adalah 18 tahun, sedangkan umur tertinggi adalah 50 tahun
dengan rata-rata 26.6 tahun. Sebagian besar umur ibu balita berada pada
kategori dewasa dini (92.5%), dan sisanya berada pada kategori dewasa madya
(7.5%).
PendidikanPendidikan merupakan salah satu sarana untuk memperoleh
pengetahuan. Menurut Hardinsyah (2007) semakin tinggi pendidikan seseorang
maka akan memiliki akses yang mudah dalam memperoleh informasi mengenai
gizi sehingga akan memiliki pengetahuan gizi yang tinggi pula. Pada penelitian ini
tingkat pendidikan ibu balita dan suami dibagi ke dalam lima kategori, yaitu tidak
tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan perguruan tinggi.
Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel12.
Tabel 12 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pendidikan
Pendidikan Suami Ibu balitan % n %
Tidak tamat SD 42 35.0 1 0.8SD/sederajat 65 54.2 48 40.0SMP/sederajat 7 5.8 57 47.5SMA/sederajat 2 1.7 12 10.0Perguruan tinggi 4 3.3 2 1.7Total 120 100 120 100
Persentase terbesar tingkat pendidikan suami berada pada tingkat
SD/sederajat (54.2%). Sementara itu, ada sebanyak 35% suami yang tidak tamat
SD. Hal ini diduga berhubungan dengan status sosial ekonomi keluarga.
Keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi cenderung akan diimbangi dengan
tingkat pendidikan yang tinggi pula, sebaliknya keluarga dengan status sosial
ekonomi rendah akan mendapatkan pendidikan yang rendah pula. Hal ini
dikarenakan keterbatasan dana untuk membayar biaya sekolah.
Persentase terbesar tingkat pendidikan ibu balita berada pada tingkat
SMP/sederajat (47.5%). Persentase ibu balita yang tidak tamat SD hanya
sebesar 0.8%, sangat jauh dibawah persentase tidak tamat SD pada suami
(35%). Secara umum, persentase tingkat pendidikan ibu balita lebih baik
dibandingkan tingkat pendidikan suami. Hal ini dapat dilihat pada besarnya
jumlah ibu balita yang jenjang pendidikannya sampai pada tingkat
31
SMP/sederajat, sedangkan tingkat pendidikan suami yang paling tinggi hanya
sampai SD/sederajat saja.
Tingkat pendidikan orang tua sangat berpengaruh pada kehidupan di
dalam keluarga, khususnya tingkat pendidikan ibu yang mempunyai pengaruh
lebih besar. Hal ini dikarenakan ibu mempunyai peran dan tanggung jawab lebih
besar pada pengasuhan dan perawatan anak serta keluarga. Tingkat pendidikan
yang tinggi memudahkan seseorang untuk dapat menerima informasi dan
menerapkannya dalam perilaku dan gaya hidup sehat sehari-hari (Atmarita &
Fallah 2004).
PekerjaanSuhardjo (1989a) menyatakan bahwa jenis pekerjaan yang dimiliki
seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas
makanan, karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang
diterima. Pekerjaan suami dan ibu balita dalam penelitian ini digolongkan ke
dalam tujuh kategori, yaitu petani, pedagang, buruh tani, buruh non-tani, jasa, ibu
rumah tangga, dan lain-lain. Sebaran ibu balita berdasarkan jenis pekerjaan
disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Sebaran ibu balita berdasarkan jenis pekerjaan
Pekerjaan Suami Ibu balitan % n %
Petani 9 7.5 2 1.7Pedagang 9 7.5 7 5.8Buruh tani 14 11.7 1 0.8Buruh non-tani 73 60.8 1 0.8Jasa 9 7.5 2 1.7IRT/ tidak bekerja 0 0.0 107 89.2Lain-lain 6 5 0 0.0Total 120 100 120 100
Persentase terbesar jenis pekerjaan suami pada penelitian ini adalah
sebagai buruh non-tani (60.8%). Pekerjaan buruh non-tani ini dapat juga diartikan
sebagai pengrajin sepatu dan sandal, baik untuk pria dan wanita serta untuk
anak-anak dan dewasa. Selain itu, mereka juga lihai dalam membuat sepatu
sepak bola beserta bolanya. Sementara itu, persentase terkecil jenis pekerjaan
suami dikelompokkan ke dalam kategori lain-lain (5%). Kategori lain-lain ini terdiri
dari pekerjaan sebagai PNS, karyawan swasta, sales, bendahara desa, guru
sekolah,dan guru les.
32
Persentase terbesar jenis pekerjaan ibu balita berada pada kategori ibu
rumah tangga atau tidak bekerja (89.2%). Sementara itu, ibu yang bekerja untuk
mendapatkan penghasilan hanya dalam jumlah yang kecil, yaitu pedagang
(5.8%), petani (1.7%), jasa (1.7%), buruh tani (0.8%), dan buruh non-tani (0.8%).
Peranan ibu rumah tangga dalam usaha perbaikan gizi keluarga
sangatlah penting. Peran ibu di dalam keluarga di antaranya sebagai pengasuh
anak dan pengatur konsumsi pangan anggota keluarga. Menurut Suhardjo
(1989a), ibu yang bekerja tidak lagi memiliki waktu untuk mempersiapkan
makanan bagi keluarga, namun seorang ibu yang turut bekerja akan
meningkatkan pendapatan keluarga.
Karakteristik BalitaJenis kelamin
Salah satu karakteristik balita yang diteliti adalah karakteristik balita
berdasarkan jenis kelamin. Sebaran ibu balita berdasarkan jenis kelamin balita
disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Sebaran balita berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin n %Laki-laki 61 50.8Perempuan 59 49.2Total 120 100.0
Besarnya persentase Jenis kelamin balita pada penelitian ini hampir
sama antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan, meskipun balita yang
berjenis kelamin laki-laki persentasenya sedikit lebih besar daripada balita
berjenis kelamin perempuan, yaitu 50.8% laki-laki dan 49.2% perempuan.
UmurUsia balita merupakan periode paling kritis dalam pertumbuhan dan
perkembangan motorik anak. Pertumbuhan anak secara pesat terutama terjadi
pada masa bayi, yaitu pada tahun pertama kehidupan. Umur balita pada
penelitian ini dibagi ke dalam lima kategori berdasarkan Riskesdas (2010), yaitu
≤5 bulan, 6-11 bulan, 12-23 bulan, 24-35 bulan, 36-47 bulan. Sebaran ibu balita
berdasarkan umur balita disajikan pada Tabel 15.
33
Tabel 15 Sebaran balita berdasarkan umur
Umur n %≤5 bulan 11 9.26-11 bulan 22 18.312-23 bulan 39 32.524-35 bulan 37 30.836-47 bulan 11 9.2Total 120 100.0Rata-rata ± sd 20.1 ± 11.0Minimum – Maksimum 1 – 46
Umur balita terendah pada penelitian ini adalah 1 bulan, sedangkan umur
balita tertinggi adalah 46 bulan dengan rata-rata 20.1 ± 11.0 bulan. Sebagian
besar balita berada pada golongan umur 12-23 bulan (32.5%) dan 24-35 bulan
(30.8%).
Partisipasi Ibu Balita di PosyanduPartisipasi ibu balita di posyandu ditinjau dari empat aspek, yaitu
frekuensi kunjungan ke posyandu, motivasi kunjungan ke posyandu,
pelaksanaan posyandu, dan persepsi tentang posyandu. Tingkat partisipasi ibu
balita di posyandu diukur dari 14 pertanyaan, dengan rincian 3 pertanyaan
mengenai frekuensi kunjungan, 3 pertanyaan mengenai motivasi kunjungan, 5
pertanyaan mengenai pelaksanaan, dan 3 pertanyaan mengenai persepsi
tentang posyandu.
Berdasarkan 14 pertanyaan diperoleh total skor maksimum, yaitu 28.
Pengkategorian tingkat partisipasi ibu balita di posyandu diperoleh dengan
menjumlahkan seluruh skor dari keempat aspek yang diperoleh ibu balita
kemudian dibagi total skor maksimum dikali 100 persen. Partisipasi ibu balita
dikatakan kurang jika skor kurang dari 60%, dikatakan sedang jika skor berada
diantara 60-80%, dan dikatakan baik jika skor di atas 80%. Tingkat partisipasi ibu
balita disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat partisipasi di posyandu
Kategori n %Rendah (<60%) 26 21.7Sedang (60-80%) 63 52.5Tinggi (>80%) 31 25.8Total 120 100.0Skor (rata-rata ± sd) 71.6 ± 14.8
34
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu balita
(52.5%) memiliki tingkat partisipasi sedang. Sementara itu, masih terdapat ibu
balita yang memiliki tingkat partisipasi rendah (21.7%). Kurangnya tingkat
partisipasi ibu balita di posyandu dapat terlihat terutama pada aspek
pelaksanaan posyandu. Hampir seluruh ibu balita memiliki tingkat partisipasi
rendah pada aspek pelaksanaan posyandu. Hal ini menunjukkan masih
minimnya partisipasi ibu balita terhadap kelancaran pelaksanaan program-
program posyandu. Walaupun demikian, masih ada ibu balita yang memiliki
tingkat partisipasi tinggi yang tinggi (25.8%). Hal ini terlihat pada aspek frekuensi
kunjungan ke posyandu, dimana lebih dari setengah jumlah ibu balita memiliki
tingkat partisipasi yang tinggi pada aspek ini. Tingkat partisipasi ibu balita dalam
kegiatan posyandu berhubungan nyata dengan pertumbuhan, kesehatan, dan
status gizi anak (Marjanka et al. 2001).
Frekuensi Kunjungan ke PosyanduKunjungan balita ke posyandu adalah datangnya balita ke posyandu
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, misalnya: penimbangan, imunisasi,
penyuluhan gizi, dan lain sebagainya (Dinkes Prov. Jateng 2007). Frekuensi
kunjungan ke posyandu ditinjau dari kunjungan dalam tiga bulan terakhir. Hal ini
dikarenakan ingatan ibu balita terhadap kunjungan ke posyandu dalam tiga bulan
terakhir masih segar, sehingga meminimalisir tingkat kelupaan ibu balita.
Sebaran ibu balita berdasarkan kunjungan ke posyandu dalam tiga bulan terakhir
disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17 Sebaran ibu balita berdasarkan kunjungan balita ke posyandu dalamtiga bulan terakhir
Frekuensi Kunjungan n %0 kali/bulan 15 12.51 kali/bulan 8 6.72 kali/bulan 16 13.33 kali/bulan 81 67.5Total 120 100.0
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari setengah jumlah
ibu balita (67.5% ) yang dijadikan sampel pada penelitian ini menyatakan rutin
mengunjungi posyandu dalam tiga bulan terakhir. Sementara itu, ada sebanyak
12.5% ibu balita yang sama sekali tidak pernah mengunjungi posyandu dalam
tiga bulan terakhir. Adapun beberapa alasan ibu balita yang tidak rutin
mengunjungi posyandu dalam tiga bulan terakhir dikarenakan anak takut
35
diimunisasi, anak tidak mau, tidak tahu jadwalnya, malu karena anaknya BGM,
ibu dan anak dalam keadaan sakit, ada urusan lain yang lebih penting, serta
jarak rumah dengan posyandu cukup jauh.
Kegiatan tumbuh kembang anak di posyandu memerlukan kehadiran ibu
balita dan anaknya setiap bulan. Hal ini dikarenakan kegiatan tersebut hanya
akan bermakna apabila anak hadir dan ditimbang di posyandu setiap bulan.
Menurut Madanijah dan dan Triana (2007) tingkat kehadiran ibu balita di
posyandu dikategorikan menjadi baik apabila garis grafik berat badan pada KMS
tidak pernah putus (hadir dan ditimbang setiap bulan di posyandu). Dikategorikan
sedang apabila garis grafik pada KMS tersambung minimal dua bulan berturut-
turut, dan dikategorikan kurang apabila garis grafik pada KMS tidak terbentuk
(tidak hadir dan ditimbang di posyandu). Kunjungan ibu balita dan anaknya ke
posyandu sebaiknya rutin dilakukan hingga balita berusia lima tahun. Hal ini
dimaksudkan agar perkembangan anak pada usia tersebut bisa dipantau dengan
baik. Oleh karena itu, perlu diketahui apakah ibu balita akan tetap mengunjungi
posyandu hingga balita berusia lima tahun. Sebaran ibu balita berdasarkan
rencana kunjungan ke posyandu disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Sebaran ibu balita berdasarkan rencana kunjungan ke posyanduhingga balita berusia lima tahun
Jawaban n %Ya 106 88.3Tidak 14 11.7Total 120 100.0
Sebanyak 88.3% ibu balita menyatakan akan mengunjungi posyandu
hingga balita berusia lima tahun. Sementara itu, ada sebanyak 11.7% ibu balita
yang menyatakan tidak akan melakukan kunjungan ke posyandu. Banyak hal
yang menyebabkan ibu balita tidak berencana mengunjungi posyandu hingga
balita berusia lima tahun, diantaranya kesibukan ibu balita, ibu malas ke
posyandu, anak sudah selesai diimunisasi, dan anak tidak mau ke posyandu.
Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat ibu balita yang belum memahami
pentingnya mengunjungi posyandu hingga balita berusia lima tahun. Oleh karena
itu, kader-kader posyandu harus terus berupaya mendorong agar ibu selalu rutin
membawa anaknya ke posyandu. Kunjungan rutin ke posyandu akan
memberikan manfaat lebih besar bagi balita karena dapat mencegah munculnya
masalah gizi kurang.
36
Pengkategorian frekuensi kunjungan ibu balita ke posyandu diukur
dengan tiga pertanyaan. Skor maksimum jika semua pertanyaan dapat dijawab
dengan tepat adalah 7. Dari hasil perhitungan diperoleh skor maksimum 100%
dan skor minimum 0%. Sebaran ibu balita berdasarkan frekuensi kunjungan ke
posyandu disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 Sebaran ibu balita berdasarkan frekuensi kunjungan ke posyandu
Kategori n %Rendah (<60%) 39 32.5Tinggi (>80%) 81 67.5Total 120 100.0Skor (rata-rata ± sd) 75.2 ± 35.9
Sebagian besar ibu balita (67.5%) memiliki frekuensi kunjungan yang
tinggi ke posyandu. Hal ini disebabkan oleh kemauan ibu balita untuk
mengunjungi posyandu hingga balita berusia lima tahun. Sementara itu, ada
sebanyak 32.5% ibu balita yang memiliki frekuensi kunjungan yang rendah ke
posyandu. Hal ini disebabkan oleh banyaknya ibu balita yang tidak mengunjungi
posyandu dalam tiga bulan terakhir kunjungan. Oleh Karena itu, sangat
dibutuhkan dukungan dan dorongan dari pihak keluarga, kader, dan tokoh
masyarakat untuk mengajak ibu balita agar rutin mengunjungiu posyandu setiap
bulannya. Selain itu, motivasi yang besar dari dalam diri ibu balita sangat
dibutuhkan agar rutin mengunjungi posyandu demi kesehatan ibu dan balita.
Motivasi Kunjungan ke PosyanduMenurut Notoadmodjo (2010) motivasi merupakan suatu alasan
seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu
yang dihadapinya. Wujud motivasi ibu balita salah satunya bisa dilihat dari
berupa kemauan untuk mengantarkan langsung anak balita ke posyandu.
Sebaran Ibu balita yang mengantarkan langsung anaknya ke posyandu disajikan
pada Tabel 20.
Tabel 20 Sebaran ibu balita yang langsung mengantarkan anaknya ke posyandu
Jawaban n %Ya 109 90.8Kadang-kadang 7 5.8Tidak 4 3.3Total 120 100.0
37
Sebanyak 90.8% ibu balita menyatakan secara langsung mengantarkan
anaknya ke posyandu. Sementara itu, ada sebanyak 5.8% ibu balita yang
menyatakan hanya kadang-kadang mengantarkan anaknya ke posyandu, serta
ada sebanyak 3.3% ibu balita yang menyatakan tidak pernah mengantarkan
langsung anaknya ke posyandu. Hal ini disebabkan karena ada dua ibu balita
yang baru melahirkan sehingga belum bisa mengantarkan anaknya ke posyandu.
Selain itu, ada dua ibu balita yang menyatakan sibuk, sehingga tidak bisa
mengantarkan anaknya langsung ke posyandu. Sebagai gantinya, anggota
keluarga lain yang mengantarkan anaknya ke posyandu, seperti tante dan kakak
balita itu sendiri.
Posyandu merupakan salah satu sarana layanan masyarakat yang
mudah diakses oleh berbagai lapisan masyarakat. Program-program yang
dijalankan oleh posyandu sangat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya ibu
balita dan anak balita. Selain itu, biayanya juga tidak terlalu mahal, sehingga
sangat cocok untuk dimanfaatkan oleh masyarakat ekonomi menengah ke
bawah. Oleh karena itu, tidak ada alasan lagi bagi ibu balita untuk tidak
mengunjungi posyandu. Namun, pada kenyataannya masih ada anggota
keluarga peserta posyandu yang tidak mendukung ibu dan anak balita untuk
mengunjungi posyandu. Sebaran ibu balita berdasarkan anggota keluarga yang
tidak mendukungnya ke posyandu disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21 Sebaran ibu balita berdasarkan anggota keluarga yang tidakmendukung ibu balita ke posyandu
Anggota keluarga yang tidak mendukung n %Suami 3 2.5Mertua 1 0.8Tidak ada 116 96.7Total 120 100.0
Hampir seluruh ibu balita (96.7%) menyatakan bahwa tidak ada anggota
keluarga yang tidak mendukung ibu balita ke posyandu. Namun, masih ada
beberapa ibu yang tidak mendapatkan dukungan dari anggota keluarganya, yaitu
suami (2.5%) dan mertua (0.8%). Adapun alasan yang membuat anggota
keluarga tidak mendukung ibu balita ke posyandu dikarenakan mereka khawatir
anaknya demam setelah diberi imunisasi di posyandu. Padahal demam
merupakan salah satu reaksi tubuh terhadap imunisasi yang akan meningkatkan
kekebalan tubuh anak. Alasan lainnya adalah pihak keluarga merasa
tersinggung ketika kader menyebut anaknya tergolong BGM. Hal ini
38
menunjukkan masih terdapat keluarga yang belum memahami pentingnya
posyandu dan imunisasi pada anak.
Banyak hal yang dapat memotivasi ibu balita mengunjungi posyandu.
Selain dukungan dari keluarga, alasan ibu balita mengunjungi posyandu adalah
untuk kesehatan ibu balita dan anak. Alasan lainnya secara rinci dijelaskan pada
Tabel 22.
Tabel 22 Sebaran ibu balita berdasarkan tiga alasan mengunjungi posyandu
Alasan n %Agar anak sehat 102 85.0Mendapatkan imunisasi/kapsul vitaminA 54 45.0Agar berat badan anak terpantau 76 63.3Mendapatkan KB gratis 1 0.8Bisa bertemu dengan sesama warga (ibu-ibu lain) 10 8.3Mendapatkan makanan tambahan (PMT) 2 1.7Mendapatkan pengetahuan gizi/kesehatan ibu anak 4 3.3Disuruh kader/RT/RW 4 3.3Agar anak cerdas 2 1.7
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat ketiga alasan kenapa ibu balita
mengunjungi anaknya ke posyandu. Adapun alasan pertama yang paling banyak
diutarakan ibu balita adalah agar anak sehat (85%), alasan kedua agar berat
badan anak terpantau (63.3%), dan alasan ketiga untuk mendapatkan
imunisasi/kapsul vitamin A (45%). Dari ketiga alasan tersebut dapat dilihat bahwa
alasan ibu balita mengunjungi posyandu adalah untuk kesehatan anaknya. Hal
ini bisa dikatakan sudah sesuai dengan tujuan dari posyandu itu sendiri. Namun,
sepertinya ibu balita masih kurang menyadari bahwa salah satu fungsi dari
posyandu itu sendiri adalah untuk mendapatkan pengetahuan gizi. Hal ini terlihat
dari kecilnya persentase ibu balita yang memilih alasan tersebut (3.3%).
Padahal, seperti diketahui pengetahuan gizi yang baik bisa memberikan dampak
jangka panjang dalam perbaikan gizi. Dengan demikian, pengetahuan gizi yang
semakin baik akan menjamin perubahan sikap dan prilaku makan yang semakin
baik juga.
Pengkategorian motivasi ibu balita megunjungi posyandu diukur dengan
tiga pertanyaan. Skor maksimum jika semua pertanyaan dapat dijawab dengan
tepat adalah 9. Dari hasil perhitungan diperoleh skor maksimum 100% dan skor
minimum 44%. Sebaran ibu balita berdasarkan motivasi kunjungan ke posyandu
disajikan pada Tabel 23.
39
Tabel 23 Sebaran ibu balita berdasarkan motivasi kunjungan ke posyandu
Kategori n %Rendah (<60%) 12 10.0Sedang (60-80%) 70 58.3Tinggi (>80%) 38 31.7Total 120 100.0Skor(rata-rata ± sd) 76.9 ± 15.7
Sebagian besar ibu balita (58.3%) memiliki motivasi kunjungan tingkat
sedang ke posyandu. Namun, masih ada ibu balita yang motivasinya masih
rendah dalam hal mengunjungi posyandu (10%). Hal ini terlihat dari masih ada
ibu balita yang tidak ikut mengantarkan anaknya ke posyandu secara langsung.
Persentase ibu ballita dengan motivasi kunjungan yang tinggi cukup besar, yaitu
31.7%. Hal ini dikarenakan cukup banyak ibu balita yang mengetahui manfaat
dari posyandu dengan baik, sehingga mereka termotivasi untuk mendapatkan
pelayanan dari posyandu.
Pelaksanaan PosyanduKegiatan rutin posyandu diselenggarakan dan digerakkan oleh kader
posyandu di bawah bimbingan teknis dari Puskesmas dan sektor terkait. Pada
saat penyelenggaraan posyandu minimal jumlah kader adalah 5 (lima) orang.
Jumlah ini sesuai dengan jumlah langkah yang dilaksanakan oleh posyandu,
yakni mengacu pada sistim 5 meja. Terselenggaranya pelayanan posyandu
melibatkan banyak pihak. penyelenggaraan posyandu memiliki jadwal tetap
setiap bulannya. Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk membantu
penyelenggaraan posyandu. Salah satu caranya adalah dengan memberikan
sumbangan, baik secara material maupun non-material. Sumbangan material
bisa berupa dana yang diberikan langsung kepada pengelola posyandu. Sebaran
ibu yang memberikan sumbangan dana ke posyandu disajikan pada Tabel 24.
Tabel 24 Sebaran ibu balita yang memberikan sumbangan dana ke posyandu
Jawaban n %Ya, setiap bulan 0 0.0Kadang-kadang 22 18.3Tidak pernah 98 81.7Total 120 100.0
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu balita
(81.7%) menyatakan tidak pernah memberikan sumbangan dana ke posyandu.
Sementara itu, hanya sebanyak 18.3 % ibu balita yang kadang-kadang pernah
memberikan sumbangan dana ke posyandu. Hal ini diduga berkaitan dengan
40
tingkat pendapatan keluarga ibu balita yang tidak terlalu tinggi. Sehingga
pendapatan keluarga sepenuhnya difokuskan hanya untuk memenuhi kebutuhan
keluarga saja.
Selain bantuan berupa dana, masyarakat juga bisa memberikan bantuan
dalam bentuk PMT, seperti bubur kacang hijau, biskuit, telur, dan bubur nasi.
Sebaran ibu balita yang pernah memberikan bantuan PMT ke posyandu disajikan
pada Tabel 25.
Tabel 25 Sebaran ibu balita yang pernah memberikan bantuan PMT ke posyandu
Jawaban n %Ya,setiap bulan 1 0.8Kadang-kadang 3 2.5Tidak pernah 116 96.7Total 120 100.0
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa hampir seluruh ibu balita
(96.7%) menyatakan bahwa tidak pernah memberikan bantuan PMT ke
Posyandu. Sementara itu, ada sebesar 0.8% ibu balita yang rutin memberikan
bantuan PMT ke posyandu. Besarnya persentase ibu balita yang tidak pernah
memberikan bantuan PMT ke posyandu diduga karena ibu balita merasa tidak
memiliki kewajiban untuk memberikan bantuan PMT, karena yang berkewajiban
memberikan PMT adalah posyandu.
Salah satu kelengkapan posyandu yang harus dimliki oleh ibu balita
adalah Kartu Menuju Sehat (KMS). Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah alat
sederhana dan murah yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan
pertumbuhan anak (Depkes RI 2000). KMS dibagikan kepada setiap balita yang
berkunjung ke posyandu. Di dalam kartu tersebut terdapat kurva yang
menunjukkan pola pertumbuhan berat badan anak. Selain itu, di dalalm KMS
juga dicantumkan catatan-catatan imunisasi yang telah dilakukan. Oleh karena
itu, KMS balita dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga
untuk memantau tumbuh kembang anak agar tidak terjadi kesalahan atau
ketidakseimbangan pemberian makan pada anak.
Tabel 26 Sebaran ibu balita yang memiliki KMS untuk anak
Memiliki KMS n %Ya, dipegang ibu 76 63.3Ya, dipegang kader 27 22.5Tidak 17 14.2Total 120 100.0
41
Setiap ibu balita seharusnya memiliki KMS untuk anak yang dibagikan
gratis oleh posyandu. Pada kenyataannya ada sebanyak 14.2% ibu balita yang
tidak memiliki KMS untuk anak. Hal ini diduga karena KMS tersebut ada yang
hilang atau rusak sebelum balita berusia lima tahun tanpa ada penggantian
dengan KMS baru. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena ibu balita yang tidak
memiliki KMS untuk anak tidak akan bisa memantau tumbuh kembang anak
dengan baik. Adapun ibu balita yang memiliki KMS ada sebanyak 85.8%.
Namun, tidak semua KMS dipegang oleh ibu balita. Ada sebanyak 63.3% KMS
yang dipegang oleh ibu balita itu sendiri, sedangkan sisanya 22.5% dipegang
oleh kader. Ibu balita yang KMS nya dipegang oleh kader diduga karena ibu
balita malas membawa KMS, ketinggalan di posyandu, dan takut hilang atau
rusak. Hal ini dikhawatirkan akan membuat ibu balita tidak pernah membaca dan
mengetahui informasi-informasi tentang posyandu, pengetahuan gizi dan
kesehatan yang ada pada KMS.
Pengkategorian partisipasi ibu balita berdasarkan pelaksanaan posyandu
diukur dengan lima pertanyaan. Skor maksimum jika semua pertanyaan dapat
dijawab dengan tepat adalah 10. Dari hasil perhitungan diperoleh skor
maksimum 60% dan skor minimum 0%. Sebaran ibu balita berdasarkan
pelaksanaan posyandu disajikan pada Tabel 27.
Tabel 27 Sebaran ibu balita berdasarkan pelaksanaan posyandu
Kategori n %Rendah (<60%) 120 100Sedang (60-80%) 0 0.0Tinggi (>80%) 0 0.0Total 120 100.0Skor (rata-rata ± sd) 24.5 ± 12.3
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh ibu balita (100 %)
memiliki partisipasi yang rendah terhadap pelaksanaan posyandu. Tidak ada
satupun ibu balita yang memiliki partisipasi tinggi dalam hal pelaksanaan
posyandu. Hal ini salah satunya dikarenakan minimnya ibu balita yang
memberikan bantuan, misalnya bantuan berupa dana dan berupa PMT. Menurut
penuturan beberapa kader, bantuan dana dari Dinas Kesehatan setempat ke
posyandu sangat minim, sehingga sangat dibutuhkan keringanan tangan
masyarakat setempat untuk mengalokasikan sedikit pendapatannya demi
kelancaran pelaksanaan posyandu.
42
Persepsi Tentang PosyanduSetiap orang di dalam hidupnya tidak pernah lepas dari berbagai alternatif
tindakan dan aktifitas, karena mereka selalu mengadakan interaksi dengan
individu lain. Dalam melaksanakan atau melakukan tindakan, mereka selalu
mendasarkan pada pertimbangan-pertimbangan akal, pikiran, sikap dan
persepsinya tentang tindakan itu. Menurut Notoadmojdo (2010) persepsi adalah
pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh
dengan menuyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi ibu balita
mengenai pentingnya posyandu disajikan pada Tabel 28.
Tabel 28 Sebaran ibu balita mengenai persepsi pentingnya posyandu bagi ibu
Persepsi n %Tidak penting 0 0Kurang penting 0 0Penting 120 100Total 120 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh ibu balita (100%)
menyatakan betapa pentingnya keberadaan posyandu bagi mereka. Hal ini
menunjukkan bahwa ibu balita bisa merasakan manfaat dari keberadaan
posyandu tersebut. Dengan adanya posyandu, ibu dapat mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan anak setiap bulan.
Salah satu bentuk dari pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama
adalah posyandu. Pelayanan kesehatan dasar di posyandu adalah pelayanan
kesehatan yang mencakup sekurang-kurangnya 5 (lima) kegiatan, yakni
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, gizi, dan
penanggulangan diare (Kementerian Kesehatan RI 2011). Persepsi ibu balita
mengenai pelayanan posyandu disajikan pada Tabel 29.
Tabel 29 Sebaran ibu balita mengenai persepsi pelayanan posyandu
Persepsi n %Kurang 14 11.7Cukup 38 31.7Baik 68 56.7Total 120 100.0
Sebanyak 56.7% ibu balita menyatakan pelayanan posyandu di lokasi
penelitian tergolong baik. Sebanyak 31.7% menyatakan cukup dan 11.7%
menyatakan masih kurang. Persentase ibu balita yang menyatakan baik akan
pelayanan posyandu di lokasi ini jumlahnya memang melebihi setengah dari
43
jumlah ibu balita yang ada pada penelitian ini, namun jumlah tersebut belum bisa
merepresentasikan bahwa pelayanan posyandu tersebut tergolong baik.
Berdasarkan penuturan beberapa ibu balita, pelayanan di posyandu tersebut
masih kurang. Hal ini dikarenakan pelayanan yang diberikan pihak posyandu
belum bisa memberikan pelayanan yang baik sebagaimana mestinya. Misalnya,
PMT yang seharusnya diberikan setiap bulan tidak terealisasi dengan baik,
jumlah kader yang seharusnya berjumlah lima orang tidak dapat diwujudkan,
keterampilan kader yang kurang baik dalam melakukan tugasnya, serta
kurangnya kelengkapan sarana posyandu.
Pelaksanaan dalam kegiatan program posyandu tidak hanya didukung
oleh pelayanan yang baik saja. Demi kelancaran pelaksanaan program maka
posyandu harus memiliki alat dan bahan seperti alat-alat untuk penimbangan dan
pelaksanaan program lainnya. Persepsi ibu balita mengenai kelengkapan sarana
posyandu disajikan pada Tabel 30.
Tabel 30 Sebaran ibu balita mengenai persepsi kelengkapan sarana posyandu
Persepsi n %Kurang lengkap 56 46.7Lengkap 64 53.3Total 120 100.0
Sebanyak 53.3% ibu balita menyatakan bahwa sarana posyandu
tergolong lengkap. Namun, persentase ibu balita yang menyatakan kurang
lengkap hanya sedikit lebih kecil, yaitu sebesar 46.7%. Hal ini menunjukkan
masih banyak ibu balita yang menyatakan sarana posyandu masih kurang
lengkap. Hal ini sejalan dengan pernyataan para kader yang menyatakan bahwa
peralatan yang ada di posyandu masih kurang lengkap. Dari sekian banyak
peralatan yang seharusnya ada di posyandu, hanya beberapa peralatan saja
yang terdapat di posyandu tersebut, seperti timbangan dacin, microtoise, dan
buku catatan. Seharusnya pihak yang bertanggung jawab terhadap kelengkapan
sarana di posyandu adalah Dinas Kesehatan setempat. Ada dugaan
keterbatasan dana untuk pengadaan sarana di posyandu menjadi penyebab dari
kurang memadainya sarana di Posyandu. Kekurangan ini sebaiknya harus
segera dibenahi, sebab hal ini bisa menghambat kinerja posyandu. Dengan
demikian, perlu adanya keterlibatan dan kepedulian masyarakat, pemerintah/
instansi terkait, dan LSM untuk turut serta meningkatkan keberadaan Posyandu.
Masih banyak kegiatan dalam posyandu yang masih belum bisa
dimaksimalkan fungsinya. Hal ini tentu saja akan memberikan dampak terhadap
44
peserta posyandu yang pada dasarnya mengharapkan pelayanan yang
maksimal. Pada Tabel 31 disajikan sebaran ibu balita mengenai kegiatan dalam
posyandu yang masih perlu ditingkatkan pelaksanaannya.
Tabel 31 Sebaran ibu balita mengenai persepsi kegiatan dalam posyandu yangmasih perlu ditingkatkan pelaksanaannya
Kegiatan dalamPosyandu
Ya Tidak Totaln % n % n %
Penyuluhan 109 90.8 11 9.2 120 100.0PMT 111 92.5 9 7.5 120 100.0Penimbangan balita 80 66.7 40 33.3 120 100.0Imunisasi 66 55.0 54 45.0 120 100.0Tablet besi 75 62.5 45 37.5 120 100.0Penyediaan KMS 63 52.5 57 47.5 120 100.0Pelayanan KB 75 62.5 45 37.5 120 100.0Pemeriksaan kehamilan 73 60.8 47 39.2 120 100.0Kapsul vitamin A 68 56.7 52 43.3 120 100.0
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kegiatan yang paling perlu
ditingkatkan pelaksanaannya adalah kegiatan pemberian PMT dan penyuluhan di
posyandu. Lebih dari 90% ibu balita menginginkan perbaikan pelayanan pada
kedua kegiatan ini. Ibu balita menganggap kegiatan pemberian PMT dan
penyuluhan ini belum dapat dilaksanakan dengan baik di posyandu. Adapun hal
yang menjadi kendala dalam pemberian PMT ini dikarenakan keterbatasan dana
dari Dinas Kesehatan setempat. Sementara itu, kualitas kader yang kurang
memenuhi kualfikasi dan keterbatasan media atau materi untuk melakukan
penyuluhan menjadi penyebab dari jarangnya dilakukan penyuluhan. Menurut
Khomsan et al. (2007) penyuluhan gizi merupakan salah satu manfaat yang
paling penting dirasakan oleh ibu balita dan anak balita karena akan memberikan
dampak panjang bagi perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku menuju ke
arah perbaikan konsumsi gizi.
Hal lain yang harus ditingkatkan pelayanannya dalam pelaksanaan
kegiatan program posyandu adalah penimbangan balita. Lebih dari 60% ibu
balita menyatakan ketidakpuasannya terhadap penimbangan balita. Padahal
penimbangan balita merupakan pelayanan rutin dan utama dalam program
posyandu. Dengan demikian, perbaikan pelayanan dalam kegiatan penimbangan
sangat perlu untuk diperhatikan. Pada umumnya, di setiap posyandu hanya
tersedia satu timbangan dengan jumlah peserta posyandu sekitar lima puluh
anak. Oleh karena itu, salah satu cara untuk menanggulangi kekurangan ini
45
adalah dengan menambah jumlah timbangan, sehingga peserta posyandu tidak
perlu mengantri terlalu lama ketika menimbang anaknya.
Secara keseluruhan, lebih dari setengah jumlah ibu balita menginginkan
peningkatan pelayanan dari seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh posyandu.
Imunisasi, pemberian tablet besi dan kapsul vitamin A, pelayanan KB,
pemeriksaan kehamilan, dan penyediaan KMS juga merupakan bagian dari
kegiatan di posyandu yang manfaatnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Dengan demikian, untuk memenuhi keinginan masyarakat akan peningkatan
kualiatas pelayanan di Posyandu, maka pengelola posyandu, puskesmas, Dinas
Kesehatan, dan pihak-pihak lain yang terkait perlu memberikan perhatian lebih
agar masyarakat dapat memperoleh pelayanan gizi dan kesehatan secara
maksimal.
Setiap program dengan sasaran masyarakat khususnya program
posyandu tidak akan berhasil jika masyarakat tidak mengerti tentang pentingnya
posyandu. Oleh sebab itu, sangat diperlukan adanya peran serta dari petugas
kesehatan dalam menunjang keberhasilan program tersebut. Kader adalah
seseorang yang karena kecakapannya atau kemampuannya diangkat, dipilih
atau ditunjuk untuk mengambil peran dalam kegiatan dan pembinaan posyandu,
dan telah mendapat pelatihan tentang KB dan Kesehatan (Depkes RI 1993).
Kader adalah ujung tombak penyelenggaraan posyandu, tanpa mereka
posyandu akan sulit berkembang. Kader yang terampil akan sangat membantu
dalam pelaksanaan kegiatan di dalam dan di luar jadwal kegiatan posyandu.
Selain itu, informasi dan pesan-pesan gizi akan dapat dengan mudah
disampaikan kepada masyarakat. Persepsi ibu balita mengenai kader posyandu
disajikan pada Tabel 32.
Tabel 32 Sebaran ibu balita mengenai persepsi tentang kader posyandu
Variabel Kurang Cukup Baik Totaln % n % n % n %
Keterampilan kader 20 16.7 45 37.5 55 45.8 120 100.0Keaktifan kader 16 13.3 34 28.3 70 58.3 120 100.0Keramahan kader 8 6.7 27 22.5 85 70.8 120 100.0Jumlah kader 32 26.7 66 55.0 22 18.3 120 100.0
Sebanyak 45.8% ibu balita menilai keterampilan kader tergolong baik.
Angka ini menunjukkan lebih dari setengah ibu balita menilai keterampilan kader
masih kurang baik. Hal ini diduga karena masih rendahnya intensitas pelatihan
para kader untuk menunjang performa mereka. Khomsan et al (2007)
46
menyebutkan bahwa kader yang terampil dan dapat menjalankan tugasnya
dengan baik akan sangat berpengaruh terhadap performance posyandu.
Sebagai ujung tombak pelayanan gizi di masyarakat, posyandu dengan kader-
kadernya berperan penting dalam menjaga status gizi anak balita di wilayahnya.
Sementara itu, sebanyak 58.3% ibu balita menilai keaktifan kader
tergolong baik. Persentase terbesar dari ketiga aspek tersebut adalah terletak
pada keramahan kader, yaitu sebanyak 70.8% ibu balita menilai keramahan
kader tergolong baik. Secara keseluruhan ibu balita tentu mengharapkan
performa para kader agar lebih ditingkatkan lagi kualitasnya, agar para kader
bisa melaksanakan tugasnya dengan baik.
Pengkategorian persepsi ibu balita tentang posyandu diukur dengan tiga
pertanyaan. Skor maksimum jika semua pertanyaan dapat dijawab dengan tepat
adalah 5. Dari hasil perhitungan diperoleh skor maksimum 100% dan skor
minimum 40%. Sebaran ibu balita berdasarkan persepsi tentang posyandu
disajikan pada Tabel 33.
Tabel 33 Sebaran ibu balita berdasarkan persepsi tentang posyandu
Kategori n %Rendah (<60%) 12 10.0Sedang (60-80%) 65 54.2Tinggi (>80%) 43 35.8Total 120 100.0Skor (rata-rata ± sd) 79.7±19.4
Sebanyak 54% ibu balita memiliki persepsi yang tergolong sedang
tentang posyandu. Persepsi ini tidak terlepas dari kemampuan posyadu untuk
memberikan pelayanan yang terbaik kepada peserta posyandu. Biasanya,
semakin baik pelayanan yang diberikan oleh posyandu maka semakin baik pula
persepsi yang diberikan. Sebaliknya, kurang maksimalnya pelayanan yang
diberikan oleh posyandu maka persepsi tentang posyandu tersebut juga akan
semakin rendah.
Pengetahuan Gizi Ibu BalitaPengetahuan gizi adalah salah satu faktor untuk memperbaiki kebiasaan
makan, sehingga pada akhirnya dapat berdampak pada perbaikan dan
peningkatan status gizi. Upaya meningkatkan pengetahuan gizi salah satunya
dapat diperoleh melalui penyuluhan di posyandu. Pada penelitian ini, tingkat
pengetahuan gizi ibu balita diukur dari pertanyaan-pertanyaan umum tentang gizi
yang terdiri dari sepuluh pertanyaan. Sebaran ibu balita berdasarkan jawaban
47
yang benar dari setiap pertanyaan mengenai pengetahuan gizi ibu balita
disajikan pada Tabel 34.
Tabel 34 Sebaran ibu balita berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaanmengenai pengetahuan gizi ibu balita
Pengetahuan gizi n %Sayuran sebagai sumber protein 4 3.3Kandungan gizi susu kental manis 65 54.2Zat gizi untuk pertumbuhan 109 90.8Manfaat mengkonsumsi daging 115 95.8Anak berusia 2-3 bulan boleh diberi pisang/papaya 70 58.3Sarapan pagi tidak penting 104 86.7Usia pemberian ASI eksklusif 57 47.5Susu mempunyai kandungan kalsium tinggi 118 98.3Tahu mengandung formalin lebih mudah basi 72 60.0Cara mencuci sayuran yang baik 110 91.7
Berdasarkan pertanyaan yang diberikan kepada ibu balita, ada sebanyak
lima pertanyaan yang mampu dijawab dengan baik oleh ibu balita. Adapun
pertanyaan yang mampu dijawab dengan baik tersebut adalah pertanyaan
mengenai zat gizi untuk pertumbuhan (90.8%), manfaat mengkonsumsi daging
(95.8%), sarapan pagi tidak penting (86.7%), susu mempunyai kandungan
kalsium yang tinggi (98.3%), dan cara mencuci sayuran yang baik (91.7%).
Sisanya ada lima pertanyaan yang masih belum bisa dijawab dengan baik.
Namun dari kelima pertanyaan tersebut, ada dua pertanyaan yang hanya bisa
dijawab oleh kurang dari 50% ibu balita yang diberikan pertanyaan. Pertanyaan
tersebut adalah sayuran sebagai sumber protein (3.3%) dan usia pemberian ASI
eksklusif (47.5%).
Adapun pertanyaan yang paling banyak dijawab benar dari pertanyaan
yang diberikan adalah pertanyaan mengenai susu mempunyai kandungan
kalsium yang tinggi (98.3%). Hal ini diduga karena pengetahuan mengenai susu
mempunyai kandungan kalsium yang tinggi bukan menjadi sesuatu yang awam
lagi bagi seluruh lapisan masyarakat baik di kota maupun di desa, mengingat
sudah semakin banyaknya produsen susu yang mengiklankan produknya di
berbagai media, baik media cetak maupun media elektronik. Sementara itu,
pertanyaan yang paling sedikit dijawab benar adalah pertanyaan mengenai
sayuran sebagai sumber protein (3.3%). Hal ini diduga karena masih rendahnya
sosialisasi mengenai pangan sumber protein di pedesaan. Oleh Karena itu,
setelah mengetahui hal-hal yang belum diketahui oleh ibu balita, maka kegiatan
penyuluhan di posyandu bisa difokuskan pada aspek-aspek tersebut.
48
Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada ibu balita kemudian akan
diberi skor dan diklasifikasikan menjadi kurang, sedang, dan baik.
Pengklasifikasian tingkat pengetahuan gizi ibu balita didasarkan pada Khomsan
(2000) yang membagi tingkat pengetahuan menjadi tiga kelompok, yaitu baik jika
skor lebih dari 80%, sedang jika skor 60-80%, dan kurang jika skor kurang dari
60%. Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pengetahuan gizinya disajikan pada
Tabel 35.
Tabel 35 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu balita
Pengetahuan gizi ibu balita n %Kurang (<60%) 21 17.5Sedang (60-80%) 84 70Baik (>80%) 15 12.5Total 120 100Rata-rata ± sd 68.7 ± 14.7
Persentase terbesar ibu balita berdasarkan tingkat pengetahuan gizinya
diklasifikasikan ke dalam tingkat sedang (70%). Sementara itu, hanya sebesar
12.5% ibu balita memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik. Pesentase ini
bahkan masih lebih kecil jika dibandingkan dengan tingkat pengetahuan gizi ibu
balita pada tingkat kurang (17.5%). Hal ini menunjukkan bahwa masih minimnya
jumlah ibu balita yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Adapun rata-rata
tingkat pengetahuan gizi ibu balita adalah sebesar 68.7%. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat pengetahuan gizi ibu balita pada penelitian ini tergolong ke dalam
tingkat sedang. Banyaknya jumlah ibu balita yang memiliki tingkat pengetahuan
gizi sedang diduga karena tingkat pendidikan ibu balita yang cukup baik, dimana
lebih dari 50% ibu balita mampu menyelesaikan sekolahnya hingga ke tingkat
SMP/sederajat. Persentase ini cukup tinggi mengingat ibu balita hanya tinggal
dan sekolah di pedesaan.
Sikap Gizi Ibu balitaSikap gizi merupakan kecerdasan seseorang untuk menyetujui atau tidak
menyetujui terhadap suatu pernyataan yang diajukan terkait dengan gizi dan
makanan. Sikap gizi seringkali terkait erat dengan pengetahuan gizi. Seseorang
yang berpengetahuan gizi baik cenderung akan memiliki sikap gizi yang baik pula
(Khomsan 2009). Sikap gizi diukur dengan menggunakan kuisioner yang terdiri
dari 10 pernyataan dengan pilihan jawaban setuju, ragu-ragu, dan tidak setuju.
Sebaran ibu balita berdasarkan jawaban mengenai pernyataan sikap gizi
disajikan pada Tabel 36.
49
Tabel 36 Sebaran ibu balita berdasarkan jawaban mengenai pernyataan sikapgizi ibu balita
Pernyataan SetujuRagu-ragu
Tidaksetuju
n % n % n %Saya akan menyediakan sayuran tiap hariuntuk konsumsi keluarga saya 113 94.2 4 3.3 3 2.5
Anak saya lebih baik minum susu bubuk/susucair daripada minum susu kental manis 77 64.2 14 11.7 29 24.2Menyediakan lauk-pauk yang bergizi pentinguntuk anak saya 113 94.2 1 0.8 6 5.0Anak tidak perlu mengonsumsi dagingkarena harganya mahal 45 37.5 17 14.2 58 48.3Anak berusia 2-3 bulan boleh diberi pisangagar tidak rewel 63 52.5 6 5.0 51 42.5Anak harus selalu sarapan pagi agar kuatberaktivitas 118 98.3 2 1.7 0 0.0ASI saja (eksklusif) diberikan pada anaksampai usia 3 bulan 58 48.3 5 4.2 57 47.5Minum susu penting bagi anak untukmemperkuat tulang dan gigi 119 99.2 0 0.0 1 0.8Jajanan ciki-cikian kurang baik bagianak 79 65.8 3 2.5 38 31.7Lalap yang direbus lebih aman daripadalalap mentah 107 89.2 3 2.5 10 8.3
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa ada lima pernyataan
dengan persentase tinggi yang jawabannya sudah sesuai. Hal ini menunjukkan
sikap ibu balita terhadap kelima pernyataan tersebut sudah baik. Sementara itu,
ada tiga pernyataan yang jawabannya masih kurang sesuai. Salah satunya
adalah hanya sebanyak 48.3% yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap
pernyataan anak tidak perlu mengonsumsi daging karena harganya mahal.
Padahal, konsumsi daging itu baik untuk pertumbuhan dan kecerdasan anak.
Bukan semata-mata karena harganya mahal, anak tidak perlu mengkonsumsi
daging. Hal ini sebaiknya harus dipertimbangkan kembali oleh ibu balita, kalau
tidak akan berpengaruh terhadap kecukupan zat gizi anak.
Pernyataan lain yang jawabannya masih kurang sesuai adalah ada
sebanyak 52.5% ibu balita yang setuju terhadap pernyataan anak berusia 2-3
bulan boleh diberi pisang agar tidak rewel. Padahal menurut Roesli (2000) ASI
eksklusif adalah bayi yang hanya diberikan ASI saja, tanpa tambahan cairan lain
seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan
makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim
Artinya, selain ASI, makanan lain tidak boleh dikonsumsi balita, termasuk pisang.
Hal ini menunjukkan masih kurangnya pemahaman ibu balita mengenai
pemberian makanan bayi. Selain itu, ada sebanyak 48.3% ibu balita yang setuju
50
terhadap pernyataan ASI saja (eksklusif) diberikan pada anak sampai usia 3
bulan. Padahal rekomendasi UNICEF dan WHO menetapkan jangka waktu
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan (WHO 1991). Hal ini menunjukkan
masih kurangnya pemahaman ibu balita mengenai durasi pemberian ASI
eksklusif yang baik.
Selanjutnya, dari kesepuluh pernyataan mengenai sikap ibu balita diberi
skor dan dikategorikan ke dalam kurang, sedang dan baik. Sebaran ibu balita
berdasarkan tingkat sikap gizi disajikan pada Tabel 37.
Tabel 37 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat sikap gizi
Kategori n %Kurang (<60%) 9 7.5Sedang (60-80%) 70 58.3Baik (>80%) 41 34.2Total 120 100.0Rata-rata ± sd 76.6 ± 13.6
Berdasarkan tabel di atas, rata-rata skor sikap gizi ibu balita adalah 76.6.
Rata-rata skor ini sedikit lebih baik dibandingkan pengetahuan gizi. Secara
keseluruhan tingkat sikap gizi ibu balita tergolong sedang (58.3%). Hanya
sebesar 34.2% ibu balita yang sikap gizinya baik. Sementara itu, masih ada ibu
balita yang sikap gizinya kurang (7.5%). Hal ini menunjukkan masih perlu
dilakukan peningkatan terhadap sikap gizi ibu balita.
Perilaku Gizi Ibu BalitaMenurut Suhardjo (1996) perilaku gizi adalah tindakan seseorang
mengenai gizi yang telah dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap gizi.
Pada penelitian ini perilaku gizi ibu balita diperoleh dari pernyataan pada
kuisioner yang tidak jauh beda dari pernyataan sikap gizi ibu balita.
Perbedaannya hanya terletak pada perilaku ini pernyataannya di ubah menjadi
pengaplikasian sehari-hari. Perlu untuk diketahui, ada beberapa ibu balita yang
tidak ditanyakan beberapa pernyataan pada kuisioner. Hal ini dikarenakan ada
beberapa pernyataan yang masih belum bisa ditanyakan dikarenakan anaknya
masih bayi. Oleh karena itu, skoring dilakukan dengan cara jumlah ibu yang
menjawab ya dibagi jumlah ibu yang menjawab soal dikali seratus persen.
Sebaran ibu berdasarkan yang menjawab ya mengenai pernyataan perilaku gizi
ibu disajikan pada Tabel 38.
51
Tabel 38 Sebaran ibu balita berdasarkan jawaban ya mengenai pernyataanperilaku gizi ibu
Pernyataan n %Anak saya mengonsumsi sayuran 65 63.7Saya biasa memberi susu kental manis untuk anak saya 61 63.5Saya menyediakan tahu/tempe untuk lauk anak saya 99 99.0Anak saya mengonsumsi daging (sapi/ayam) sebagai lauk-pauk 45 44.1Anak saya ketika berusia 2-3 bulan sudah diberi makan pisang 55 47.8Anak saya biasa sarapan pagi 88 83.8Saya memberikan ASI saja (eksklusif) sampai anak berusia 6bulan 12 10.0Saya membiasakan anak saya minum susu sampai sekarang 65 55.6Anak saya suka jajan ciki-cikian 18 78.3Sayuran untuk anak saya selalu dimasak, bukan disajikan sebagailalap mentah 94 94.9
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa persentase ibu balita
tertinggi menjawab ya adalah pernyataan saya menyediakan tahu/tempe untuk
lauk anak saya (99%). Hal ini diduga harga tahu dan tempe yang terjangkau di
pasaran, sehingga ibu balita tidak kesulitan dalam menyediakan untuk anaknya.
Sementara itu, ada beberapa pernyataan yang persentase menjawab ya nya
sangat kecil. Persentase terkecil adalah pernyataan saya memberikan ASI saja
(eksklusif) sampai anak berusia 6 bulan (10%). Kecilnya persentase ibu balita
yang memberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan diduga karena rendahnya
pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif. Minimnya akses informasi bisa menjadi
salah satu faktornya.
Pernyataan lainnya adalah anak saya mengonsumsi daging (sapi/ayam)
sebagai lauk-pauk (44.1%). Rendahnya konsumsi daging sapi pada anak diduga
karena harga daging sapi yang cukup mahal. Sementara itu, ekonomi keluarga
ibu balita belum dikatakan baik. Sehingga, mereka lebih memilih protein nabati
seperti tahu dan tempe untuk memenuhi kecukupan proteinnya. Persentase
terkecil lainnya adalah anak saya ketika berusia 2-3 bulan sudah diberi makan
pisang (47.8%). Hal ini diduga masih banyaknya ibu balita yang belum
memahami apa itu ASI eksklusif.
Selanjutnya, dari kesepuluh pernyataan mengenai perilaku ibu balita
diberi skor dan dikategorikan ke dalam kurang, sedang dan baik. Sebaran ibu
balita berdasarkan tingkat perilaku gizi disajikan pada Tabel 39.
52
Tabel 39 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat perilaku gizi
Kategori n %Kurang (<60%) 36 30.0Sedang (60-80%) 77 64.2Baik (>80%) 7 5.8Total 120 100Rata-rata ± sd 63 ± 15.8
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata skor perilaku gizi
ibu balita adalah 63. Angka ini lebih kecil dari pengetahuan dan sikap gizi ibu
balita. Secara keseluruhan perilku ibu balita tergolong sedang (64.2%). Namun,
ada sebanyak 30% ibu balita perilaku gizinya tergolong kurang. Hanya sebanyak
5.8% yang perilaku gizinya baik. Hal ini menunjukkan perlu adanya peningkatan
perilaku gizi ibu balita ke arah yang lebih baik karena perilaku gizi ibu balita bisa
berdampak pada status gizi dan kesehatan anak balita.
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Balita
Menurut Sandjaja et al. (2009) kecukupan gizi merupakan suatu
kecukupan rata-rata energi dan zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut
golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh, dan kondisi fisiologi
khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Secara umum faktor
yang mempengaruhi dan perlu dipertimbangkan dalam penetapan kecukupan
gizi makro (AKE dan AKP) adalah umur (yang secara umum mencerminkan
tahap pertumbuhan dan perkembangan), jenis kelamin, ukuran tubuh terutama
berat badan, keadaan fisiologis, dan iklim (WNPG VIII 2004). Di bawah ini
disajikan Sebaran balita berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein.
Tabel 40 Sebaran balita berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein
kategori Energi Proteinn % n %
Defisit tingkat berat 61 50.8 56 46.7Defisit tingkat sedang 18 15.0 12 10.0Defisit tingkat ringan 7 5.8 11 9.2Normal 22 18.3 21 17.5Lebih 12 10.0 20 16.7Total 120 100.0 120 100.0
EnergiSebanyak 50.8% balita memiliki tingkat kecukupan energi defisit tingkat
berat. Hanya sebanyak 18.3% balita yang memiliki tingkat kecukupan energi
yang normal. Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan
53
kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan
energi negatif. Akibatnya, berat badan kurang dari berat badan seharusnya. Bila
terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan. Gejala yang
ditimbulkan adalah kurang perhatian, gelisah , lemah, cengeng, kurang
bersemangat, dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi. Kekurangan
energi dapat menyebabkan marasmus pada anak balita (Almatsier 2001).
Protein
Sebanyak 46.7% balita memiliki tingkat kecukupan protein defisit tingkat
berat. Hanya sebanyak 17.5% yang memiliki tingkat kecukupan protein yang
normal. Menurut Almatsier (2001) protein mempunyai fungsi khas yang tidak
dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel
dan jaringan tubuh. Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial
ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan
kwashiorkor pada anak balita.
Menurut Almatsier (2001) vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang
dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk
oleh tubuh. Sementara itu, mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang
peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel,
jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Sebaran balita
berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral disajikan pada Tabel 36.
Tabel 41 Sebaran balita berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral
Kategori kalsium Phosfor Besi Vit A Vit B1 Vit Cn % n % n % n % n % n %
Defisit 61 50.8 57 47.5 78 65.0 70 58.3 19 15.8 81 67.5Normal 59 49.2 63 52.5 42 35.0 50 41.7 101 84.2 39 32.5Total 120 100 120 100 120 100 120 100 120 100 120 100
KalsiumSebanyak 50.8% balita memiliki tingkat kecukupan kalsium yang
tergolong defisit. Sementara itu, dengan jumlah yang hampir sama yaitu 49.2%
balita memiliki tingkat kecukupan kalsium yang tergolong normal. Kalsium
penting untuk pertumbuhan dan mineralisasi tulang dan gigi. Lebih dari 98%
kalsium tubuh terdapat pada tulang dan gigi. Anak memerlukan kalsium dua
sampai empat kali lebih besar per unit berat badan dibandingkan orang dewasa.
Asupan kalsium yang rendah memperlambat laju pertumbuhan dan mineralisasi
tulang dan gigi. Bahan makanan sumber kalsium utama adalah susu dan hasil
olahannya, yang mempunyai ketersediaan biologis yang tinggi (Arisman 2004).
54
PhosforSebanyak 52.5% balita memiliki tingkat kecukupan phosfor yang
tergolong normal. Namun, cukup banyak juga balita yang tingkat kecukupan
phosfornya tergolong defisit, yaitu sebanyak 47.5%. Phosfor merupakan mineral
kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat tubuh. Phosfor berfungsi
untuk kalsifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorbsi dan
transportasi zat gizi, dan mengatur keseimbangan asam-basa. Kekurangan
phosphor menyebabkan kerusakan tulang. Phosfor terdapat di dalam semua
makanan, terutama makanan kaya protein, seperti daging, ayam, ikan, telur,
susu, kacang-kacangan, dan serealia (Almatsier 2001).
BesiSebagian besar balita (65%) memiliki tingkat kecukupan besi yang
tergolong defisit. Hanya sebanyak 35% balita yang tingkat kecukupan besinya
tergolong normal. Defisiensi besi dapat disebabkan kekurangan asupan besi,
gangguan penterapan, perdarahan hebat, atau kehilangan darah berulang-ulang.
Sumber besi dalam makanan hewani adalah daging, hati, unggas dan ikan;
dalam makanan nabati yaitu kacang-kacangan dan olahannya, sayuran hijau,
dan rumput laut (Arisman 2004).
Vitamin ASebanyak 58.3% balita memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang
tergolong defisit. Jumlah ini lebih besar dibandingkan balita yang tingkat
kecukupan vitamin A nya normal, yaitu sebanyak 41.7%. Kekurangan vitamin A
terutama terdapat pada anak-anak balita. Kekurangan vitamin A dapat
merupakan kekurangan primer akibat kurang konsumsi, atau kekurangan
sekunder karena gangguan penyerapan dan penggunaannya dalam tubuh,
kebutuhan yang meningkat, ataupun karena gangguan pada konversi karoten
menjadi vitamin A. Kekurangan vitamin A banyak terdapat di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia, karena makanan kaya vitamin A pada
umumnya mahal harganya. Sumber vitamin A adalah hati, kuning telur, susu, dan
mentega (Almatsier 2001).
Vitamin B1Sebagian besar balita (84.2%) memiliki tingkat kecukupan vitamin B1
yang tergolong normal. Hanya sebanyak 15.8% balita yang mengalami defisit
vitamin B1. Kekurangan vitamin B1 dapat terjadi karena kurangnya konsumsi,
gangguan absopsi, dan meningkatnya kebutuhan. Kekurangan vitamin B1 terlihat
55
pada masyarakat miskin yang menderita gangguan gizi, pda penyakit kronis dan
anoreksia. Gejala klinik kekurangan vitamin B1 terutama menyangkut sistem
saraf dan jantung yang dalam keadaan berat dinamakan beri-beri, yaitu beri-beri
basah dan beri-beri kering. Sumber utama vitamin B1 dalam makanan adalah
serealia tumbuk/setengah giling (Almatsier 2001).
Vitamin CSebagian besar balita (67.5%) ,mengalami defisit vitamin C. Hanya 32.5%
balita yang kecukupan vitamin C nya normal. Vitamin C berfungsi untuk
meningkatkan sistem imunitas tubuh, penangkal radikal bebas, dan absorbsi zat
besi. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan gusi berdarah, sariawan, nyeri
otot atau gangguan syaraf. Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam
pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nanas,
rambutan, papaya, dan tomat (Almatsier 2001).
Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan zat gizi energi dan protein
disajikan pada Tabel 42.
Tabel 42 Rata-rata AKG, konsumsi, dan TKG balita
Zat gizi AKG Konsumsi TKGEnergi 1093 ± 259.5 758 ± 386.7 71.5 ± 40.5Protein 20.4 ± 4.3 17.5 ± 12.7 87.9 ± 80.3
Konsumsi energi balita secara keseluruhan rata-rata sebesar 758 kkal.
Konsumsi energi ini rata-rata hanya memenuhi 71.5% (defisit tingkat sedang)
angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan AKG. Sementara itu, konsumsi protein
balita secara keseluruhan rata-rata sebesar 17.5 gram. Konsumsi protein ini juga
hanya memenuhi 87.9% (defisit tingkat ringan) angka kecukupan zat gizi yang
dianjurkan AKG. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1988), kekurangan zat gizi,
khususnya energi dan protein pada tahap awal menimbulkan rasa lapar, dalam
jangka waktu tertentu berat badan akan turun. Kekurangan yang berlanjut akan
menyebabkan kekurangan energi dan protein (marasmus, kwashiorkor, atau
marasmus-kwashiorkor). Bila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein
yang mencukupi maka seseorang akhirnya akan mudah terserang penyakit dan
selanjutnya mengakibatkan kematian (Hardinsyah & Martianto 1992).
Status Gizi BalitaMenurut Riyadi (1995) status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh
seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan
(absorbsi), dan penggunaan zat gizi makanan. Status gizi dipengaruhi oleh
56
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi
balita ditentukan dengan menggunakan beberapa indeks yang telah
direkomendasikan oleh WHO, yaitu indeks berat badan menurut umur (BB/U),
indeks tinggi badan menurut umur (TB/U), dan indeks berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB). Hasil pengukuran dengan masing-masing indeks tersebut
selanjutnya ditentukan dengan menggunakan nilai z-score. Status gizi balita
diklasifikasikan berdasarkan baku antropometri WHO tahun 2006. Sebaran
status gizi balita menurut BB/U disajikan pada Tabel 43.
Tabel 43 Sebaran status gizi balita menurut BB/U
BB/U n %Gizi buruk 2 1.7Gizi kurang 10 8.3Gizi baik 104 86.7Gizi lebih 4 3.3Total 120 100.0Z-score (rata-rata ± sd) -0.6 ± 1.3
Indeks berat badan menurut umur lebih mencerminkan status gizi saat ini
karena berat badan menggambarkan massa tubuh yang sensitif terhadap
perubahan yang mendadak. Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan
termasuk air, lemak, tulang, dan otot. Tabel 43 menunjukkan bahwa sebagian
besar balita (86.7%) memiliki status gizi baik menurut BB/U. Terdapat beberapa
balita yang yang tergolong status gizi kurang (8.3%) dan bahkan ada yang
tergolong status gizi buruk (1.7%). Sementara itu, ada sebanyak 3.3% balita
yang berstatus gizi lebih.
Tabel 44 Sebaran status gizi balita menurut TB/U
TB/U n %Sangat pendek 15 12.5Pendek 39 32.5Normal 61 50.8Tinggi 5 4.2Total 120 100.0Z-score (rata-rata ± sd) -1.6 ± 1.8
Indeks tinggi badan menurut umur menggambarkan status gizi masa lalu.
Hal ini disebabkan tinggi badan lebih menggambarkan pertumbuhan skeletal
yang dalam keadaan normal berjalan seiring dengan pertumbuhan umur dan
relatif kurang sensitif terhadap masalah kurang gizi dalam waktu pendek
(Supariasa et al. 2001). Data pada Tabel 44 menunjukkan ada sebanyak 50.8%
57
balita yang memiliki status gizi normal menurut TB/U. Sementara itu ada
sebanyak 32.5% balita yang pendek dan 12.5% yang sangat pendek. Untuk
balita yang memiliki tubuh tinggi hanya sebanyak 4.2%. Menurut Supariasa et al.
(2001), indeks TB/U selain memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga
erat kaitannya dengan status sosial ekonomi keluarga. Banyaknya balita yang
memiliki tubuh yang pendek berbanding lurus dengan tingkat ekonomi keluarga
yang berada pada golongan ekonomi menengah ke bawah.
Tabel 45 Sebaran status gizi balita menurut BB/TB
BB/TB n %Sangat kurus 0 0.0Kurus 3 2.5Normal 100 83.3Gemuk 17 14.2Total 120 100.0Z-score (rata-rata ± sd) 0.5 ± 1.4
Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status
gizi. hal ini dikarenakan BB/TB dapat member gambaran proporsi berat badan
relatif terhadap tinggi badan, sehingga indeks ini dijadikan indikator kekurusan.
Selain itu, ukuran berat badan menurut tinggi badan yang rendah seringkali
menunjukkan kekurangan pangan yang belum lama terjadi (Suhardjo et al.
1985). Menurut soekirman (2000) berat badan berkorelasi linear dengan tinggi
badan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam keadaan normal perkembangan berat
badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan tertentu.
Berdasarkan Tabel 45, sebagian besar balita (83.3%) memiliki status gizi
normal menurut BB/TB. Sementara itu, ada sebanyak 14.2% yang memiliki
badan gemuk. Hanya sebesar 2.5% balita yang memiliki badan kurus. Riyadi
(2001) menyatakan bahwa wasting secara luas digunakan untuk menjelaskan
proses yang mengarah pada terjadinya kehilangan berat badan, sebagai akibat
dari kelaparan akut dan penyakit berat. Berdasarkan kriteria WHO, masalah gizi
dan kesehatan masyarakat tergolong tinggi apabila prevalensi kurus (wasting)
berkisar antara 10-14%. Oleh karena itu, masalah gizi dan kesehatan di lokasi
penelitian masih tergolong rendah.
58
Analisis Hubungan Partisipasi Ibu di Posyandu dengan Pengetahuan,Sikap, dan Perilaku Gizi Ibu serta Status Gizi Balita
Analisis pengaruh antar variabel pada penelitian ini menggunakan alat
analisis Model Persamaan Struktural (SEM) dengan menggunakan software SAS
9.1.3. Penggunaan alat analisis Model Persamaan Struktural (SEM) bertujuan
untuk mendapatkan model yang terbaik dari model yang dihasilkan oleh Model
Persamaan Struktural (SEM) itu sendiri. Model Persamaan Struktural (SEM)
pada penelitian ini menghasilkan sebuah model yang akan memenuhi Goodness
of Fit. Apabila dari indikator yang menilai fit tersebut nilai yang dihasilkan
memenuhi standar Cut-off-value, maka dapat dikatakan indikatornya adalah good
fit, dan bila indikator yang menilai fit tidak memenuhi standar maka bisa saja
indikatornya termasuk pada marginal fit/close fit/poor fit dengan ketentuan
rentang nilai yang semakin jauh dari standar sebenarnya. Adapun model yang
dihasilkan oleh Model Persamaan Struktural (SEM) dapat dilihat pada Gambar 3.
0
1.0126 0
-51.7869
1.0325 1.0000 5.1386
-16.2148 -16.2148
-3.21E-6 -3.21E-6
-51.7869 -13.2664 -83.9629
864301 -3.21E-6 5.2471
-83.9629 1.0168 -3.21E-6 -3.21E-6 1.0000
1.0003 1.1030
1.0000 864301
1.0857
0
Gambar 3 Model Persamaan Struktural (SEM) penelitian.
ξ1 η1 η4
η2
x1
x2
x3
x4
y5
y1
y2
y3
y4
η3
59
Berikut adalah persamaan matematik dari model SEM yang diperoleh.
Model pengukuran:
x1 = -16.2148 ξ1 + 1.0126 ex1
x2 = -51.7869 ξ1 + 1.0325 ex2
x3 = 864301 ξ1 + 1.0003 ex3
x4 = -83.9629 ξ1 + 1.0857ex4
y1 = -0.8329 η1 + 0.5534 ey1
y2 = -2.2485 η1 + 1.0000 ey2
y3 = 864301 η1 + 30352.9 ey3
y4 = -83.9629 η1 + 5.1386 ey4
y5 = 5.2471 η1 + 1.0130 ey5
Model struktural:
η1 = -13.2664 ξ1 + 1.0168 dη1
η2 = -4.09E-6 η1 + 1.0000 dη2
η3 = -3.21E-6 η1 + -3.21E-6 η2 + 1.0000 dη3
η4 = -3.21E-6 η2 + -3.21E-6 η3 + 1.0000 dη4
Berdasarkan model di atas, maka diperoleh Goodness Of Fit (GOF) yang
menentukan model tersebut layak untuk digunakan. Nilai GFI adalah nilai yang
biasa digunakan untuk menentukan Goodness Of Fit (GOF). Nilai GFI berkisar
antara 0 (poor fit) sampai 1 (perfect fit), dan nilai GFI>0.90 merupakan good fit
(kecocokan yang baik), sedangkan 0.80≤GFI≤0.90 disebut sebagai marginal fit.
Pada penelitian ini, GFI yang dihasilkan nilainya sebesar 0.89. Artinya, nilai GFI
tersebut tergolong ke dalam marginal fit dan hampir mendekati nilai good fit. Oleh
karena itu, nilai GFI ini menunjukkan model SEM pada penelitian ini merupakan
model yang cukup baik untuk dianalisis lebih lanjut.
Berdasarkan hasil analisis SEM, partisipasi ibu balita di posyandu
memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat pengetahuan gizi ibu balita
(T-value=-2.59E16). Peningkatan pengetahuan gizi ibu balita di posyandu bisa
dilakukan melalui adanya penyuluhan tentang gizi oleh kader atau petugas
posyandu. namun, tidak menutup kemungkinan informasi yang datang dari luar
juga bisa meningkatkan pengetahuan gizi ibu balita, seperti melalui media
elektronik (TV atau radio) dan media cetak (koran atau majalah).
Peningkatan pengetahuan gizi ibu balita diharapkan dapat meningkatkan
sikap ibu balita. Hasil analisis menunjukkan terdapat pengaruh signifikan
pengetahuan gizi terhadap sikap gizi ibu balita (T-value= -3.8323). Menurut
60
Khomsan (2009), seseorang yang berpengetahuan gizi baik, cenderung akan
memiliki sikap gizi yang baik pula.
Idealnya, jika pengetahuan dan sikap gizi ibu balita sudah baik, biasanya
akan tercermin pada perilaku yang baik pula. Hal ini dapat terlihat pada hasil
analisis yang menunjukkan terdapat pengaruh signifikan sikap gizi terhadap
perilaku gizi ibu balita (T-value= -3.8323).
Selain itu, terdapat juga pengaruh signifikan pengetahuan gizi terhadap
perilaku gizi ibu balita (T-value= -3.8323). Hal ini menunjukkan, perilaku yang
baik tidak harus selalu melalui proses memiliki sikap yang baik, tetapi memiliki
pengetahuan yang baik saja sudah bisa menggambarkan perilaku seseorang.
Pengetahuan akan membuat seseorang mengerti suatu hal dan merubah
kebiasaannya, sehingga meningkatnya pengetahuan akan merubah kebiasaan
seseorang mengenai sesuatu. Jika peningkatan itu terjadi pada pengetahuan
gizi, maka akan terjadi perubahan kebiasaan terkait dengan gizi sehingga
menjadi lebih baik (Notoatmodjo 2005).
Hasil uji lainnya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan sikap
gizi ibu terhadap status gizi balita (T-value=-3.8323). Begitu juga dengan perilaku
gizi, terdapat pengaruh signifikan perilaku gizi ibu terhadap status gizi balita
(T-value=-5.1027). Menurut kerangka UNICEF (1998), status gizi dipengaruhi
oleh dua faktor, faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung dapat
berupa intake konsumsi zat gizi dan kesehatan, sedangkan faktor tidak langsung
bisa berupa persediaan makanan di rumah, perawatan anak dan ibu hamil, dan
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, jika faktor-faktor tersebut dapat
dicerminkan oleh perilaku ibu balita, terutama pada faktor langsung, maka bisa
diperkirakan status gizi anak balita akan baik.
Pada analisis SEM, digunakan indikator-indikator untuk mengukur
variabel laten yang diteliti. Berdasarkan besarnya T-value, maka dapat dilihat
indikator mana yang paling berkontribusi terhadap variabel laten. Hasil analisis
disajikan pada Tabel 46 berikut.
61
Tabel 46 Nilai loading factor,standar error, dan T-value untuk semua manifest
Manifest Loading factor Standar error T-value
Frekuensi kehadiran -16.2148 7.27E-15 -2.23E15
Besar keluarga -51.7869 2.4E-13 -2.16E14
Pendapatan keluarga 864301 2.72E-17 0.0
Pendidikan ibu balita -83.9629 1.89E-12 -4.43E13
10 pertanyaan Pengiz -16.2148 7.27E-15 -2.23E15
10 pertanyaan sikap -51.7869 2.4E-13 -2.16E14
10 pertanyaan perilaku 864301 2.72E-17 0.0
TKE -83.9629 1.89E-12 -4.43E13
TKP 5.2471 8.06E-13 6.507E12
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa indikator frekuensi
kehadiran ibu balita di Posyandu merupakan indikator yang paling baik
digunakan untuk mengukur tingkat partisipasi ibu balita di Posyandu. Hal ini
terlihat dari nilai T-value frekuensi kehadiran adalah yang paling tinggi
dibandingkan indikator lainnya (T-value=-2.23E15). Sementara itu, pertanyaan-
pertanyaan yang digunakan pada kuisioner sudah cukup baik untuk mengukur
tingkat pengetahuan gizi ibu balita dengan T-value=-2.23E15. Begitu juga
dengan pertanyaan mengenai sikap sudah bisa dijadikan alat ukur yang baik
untuk mengukur sikap gizi ibu balita dengan nilai T-value=-2.16E14. Namun,
pertanyaan mengenai perilaku tidak bisa dijadikan alat ukur yang baik. Hal ini
ditunjukkan dari nilai T-value yang di bawah standar (T-value=0.0). Status gizi
bisa diukur dengan baik oleh TKE dan TKP balita. Hal ini ditunjukkan oleh nilai
pada TKE (T-value=-4.43E13) dan TKP (T-value=6.507E12).
62
KESIMPULAN DAN SARAN
KesimpulanSebagian besar keluarga ibu balita tergolong keluarga kecil (4< orang).
Rata-rata pendapatan keluarga keluarga ibu balita sebesar
Rp.362.081/kapita/bulan. Rata-rata umur ibu balita adalah 27 tahun. Sebagian
besar tingkat pendidikan ibu balita adalah SMP/sederajat. Kebanyakan ibu balita
berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Persentase jenis kelamin balita laki-laki
dengan perempuan hampir sama banyaknya. Sebagian besar balita berada pada
golongan umur 12-23 bulan dan 24-35 bulan.
Sebagian besar tingkat partisipasi ibu balita di posyandu tergolong
kategori sedang (60%). Secara umum, tingkat pengetahuan gizi ibu balita
tergolong kategori sedang (70%). Selain itu, sebagian besar ibu balita juga
memiliki sikap gizi yang tergolong kategori sedang (58.3%). Begitu juga dengan
perilaku gizi ibu balita yang sebagian besar tergolong kategori sedang (64.2%).
Secara umum, tingkat kecukupan energi dan protein balita tergolong ke
dalam defisit tingkat berat. Begitu juga dengan zat gizi lainnya hanya tingkat
kecukupan phosfor dan vitamin B1 yang tergolong normal, selain itu zat gizi lain
masih tergolong defisit.
Berdasarkan indeks BB/U, sebagain besar balita tergolong ke dalam gizi
baik (86.7%). Berdasarkan indeks TB/U, sebagian besar balita tergolong normal
(50.8%). Demikian pula berdasarkan indeks BB/TB, sebagian besar balita
tergolong normal (83.3%).
Berdasarkan hasil analisis SEM, terdapat pengaruh signifikan partisipasi
ibu balita di posyandu terhadap tingkat pengetahuan gizi ibu balita. Tingkat
Pengetahuan gizi ibu balita berpengaruh signifikan terhadap sikap gizi ibu balita.
Tingkat pengetahuan dan sikap gizi ibu balita berpengaruh signifikan terhadap
perilaku gizi ibu balita. Sikap dan perilaku gizi ibu balita berpengaruh signifikan
terhadap status gizi balita ibu balita.
SaranBerdasarkan fenomena masih sedikitnya ibu balita yang memiliki
partisipasi tinggi di posyandu, maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan
motivasi ibu balita untuk berpartisipasi lebih di posyandu. Adapun upaya yang
dapat dilakukan di antaranya perlu adanya peningkatan pelayanan posyandu
yang memadai baik dari segi sarana maupun prasarana. Selain itu, perlu
63
dilakukan program penyuluhan bagi masyarakat agar masyarakat benar-benar
memahami pentingnya posyandu serta dapat meningkatkan kesadaran untuk
memanfatkan pelayanan posyandu dalam upaya perbaikan gizi.
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi balita masih tergolong defisit. Oleh
karena itu, sangat diharapkan kepada pemerintah setempat untuk lebih
memperhatikan kondisi balita di lokasi penelitian. Perlu digalakkan beberapa
program perbaikan gizi anak balita oleh pemerintah setempat guna memperbaiki
kecukupan energi dan zat gizi balita.
64
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Atmarita, Fallah TS. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Didalam: Widyakarya Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: Lembaga PenelitianIndonesia.
Azwar S. 2009. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: PustakaPelajar.
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. GerakanKeluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Kabupaten Bogor dalam Angka. BPS. Bogor.
Campbel K. 2002. Family foog environments of children: does sosioeconomicsstatus make a difference. Asia Pasific Journal Clinical Nutrition.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 1986. Posyandu. Jakarta: DepartemenKesehatan Republik Indonesia.
_______. 2006 Pedoman Pengelolaan Posyandu. Jakarta: DepartemenKesehatan Republik Indonesia.
Gibson R. 1993. Nutritional Assesment, A Laboratory Manual. New York: OxfordUniversity.
Gibson. 2005. Principles of Nutritional Assessment. New York: Oxford UniversityPress.
Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hardinsyah, Martianto D. 1988. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein sertaMutu Gizi Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari.
Hardinsyah, Martianto D. 1992. Menaksir Angka Kecukupan Energi dan ProteinSerta Penilaian Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari.
Hardinsyah, Suhardjo. 1987. Ekonomi Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat danSumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hardinsyah, Tambunan V. 2004. Angka kecukupan energi, protein, lemak, danserat makanan. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta: LIPI.
Hardjono. 2000. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat untukhidup sehat [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut PertanianBogor.
65
Hidayat AA. 2004. Pengantar Imu Keperawatan Anak I. Jakarta: DirektoratJenderal Pendidikan Tinggi.
Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan SepanjangRentang Kehidupan. Istiwadaynti, Sudjarwo, penerjemah. Jakarta:Erlangga.
__________. 1993. Perkembangan Anak Jilid Dua. M Tjandrasa, M Zarkasih,penerjemah. Jakarta: Erlangga.
Jahari AB. 1995. Antropometri Sebagai Indikator Gizi. Gizi Indonesia (hlm 8-9).
Jelliefe DB, Patrice J. 1989. Community Nutritional Assessment. New York:Oxford University Press.
Kasmita. 2000. Kinerja posyandu dan status gizi anak balita di kabupatenpariaman provinsi sumatera barat [tesis]. Bogor: Program PascaSarjana, Institut Pertanian Bogor.
Khomsan A, Anwar F, Sukandar D, Riyadi H & Mudjajanto ES. 2009. StudiPeningkatan Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu SertaPerbaikan Gizi Balita. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, FakultasEkologi Manusia, Institut Pertanian Bogor dan Nestle Foundation.
Khomsan A. 2000. Tekik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor. Jurusan GiziMasyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian, InstitutPertanian Bogor.
Kotler P. 2002. Manajemen Pemasaran Jilid ke I. Molan B, penerjemah, Jakarta:Prenhallindo.
Madanijah S, Triana N. 2007. Hubungan antara status gizi masa lalu anak danpartisipasi ibu di Posyandu dengan kejadian tuberculosis pada muridtaman kanak-kanak. Gizi dan Pangan 2 (1): 29-41.
Madanijah S. 2003. Model pendidikan “GI-PSI-SEHAT” bagi ibu serta dampaknyaterhadap perilaku ibu, lingkungan pembelajaran, konsumsi pangan danstatus gizi anak usia dini [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana,Institut Pertanian Bogor.
Marjanka K et al. 2002. Nutritional status and linear growth of indonesians infantsin west java are determined more by prenatal environment than bypostnatal factors. JN The Journal of Nutrition 132: 2202-2207.
Moehdji S. 1986. Pemeliharaan Gizi Bayi dan Anak. Jakarta: Batara.
Notoadmodjo S. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu PerilakuKesehatan. Jakarta: Andi Ofset.
Notoadmodjo S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
[Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Prevalensi status gizi balita menurutprovinsi. Jakarta: Riskesdas.
66
Riyadi H. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Diktat DepartemenGizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, InstitutPertanian Bogor.
Roesli, U. 2000. Mengenal ASI eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya.
Sajogjo, Rusli S, Hartadi SH, Gunardi. 1994. Menuju Gizi Baik yang Merata diPedesaan dan di Kota (5th ed). Yogyakarta: Gadjahmada UniversityPress.
Sembiring N. 2004. Posyandu Sebagai Saran Peran Serta Masyarakat dalamUsaha Peningkatan Kesehatan Masyarakat. Bagian Kependudukan danBiostatistik, FKM-USU, Medan.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen PendidikanNasional.
Suhardjo, Harper LJ, Deaton BJ & Driskel JA. 1985. Pangan, gizi, dan pertanian.Jakarta: UI Press.
Suhardjo, Riyadi H. 1990. Metode Penilaian Status Gizi Masyarakat. Bogor:Ministry of Education-FN IUC. Institut Pertanian Bogor.
Suhardjo. 1989a. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Bogor: Pusat AntarUniversitas Pangan dan Gizi, institut Pertanian Bogor.
_______. 1989b. Sosio Budaya Gizi. Pusat Antar Universitas Pangan dan GiziIPB, Bogor.
Sumarwan U. 2002. Perilaku Konsumsi Teori dan Penerapannya dalamPemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Sunyoto A. 1991. Partisipasi masyarakat sasaran dalam kegiatan posyandu[tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Supariasa et al. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku KedokteranEGC.
WHO. 1991. Indicators for assessing breast-feeding practices. Report from aninformal meeting 1-12 Juni. WHO: Geneva.
WHO. 2007. Growth reference 5-19 years.http://www.who.int/growthref/who2007bmiforage/en/index.html.
Zulkifli. 2003. Posyandu dan kader kesehatan. Usu Digital Library.http://www.library.usu.ac.id [27 Desember 2011].56666
LAMPIRAN
68
Lampiran 1 Kuisioner Penelitian
Saya setuju untuk diwawancara
Tanda tangan responden
Sheet1 : Coverbu
Pengumpulan Data/PD: ___________ 1. Awal 2. Akhir
1. TANGGAL KUNJUNGAN : IB1 ____________________________ 2012
2. PEWAWANCARA : IB2 _______________________
1. Catur Dwi A. 2. Oktarina 3.Iin4. Tagor Syaputra
3. NO. IBU BALITA : IB3 ___________ (No 1-30 dalam 1 desa)
4. NAMA POSYANDU : IB4 __________________
5. NAMA IBU BALITA : IB5 ____________________________
6. NAMA KEPALA KELUARGA : IB6____________________________
7. RT : IB7___________
8. RW : IB8___________
9. DUSUN/KAMPUNG : IB9____________________________
10. DESA : IB10 ______________________
Desa : 1. Sukajadi 2. Sukaresmi 3. Sukaluyu 4. Sukajaya
11. Jam mulai wawancara : IB11____________________________
12. Jam selesai wawancara : IB12____________________________
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKATFAKULTAS EKOLOGI MANUSIAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Intervensi Terpadu Pemberdayaan Program Gizi Posyandu untukMengatasi Masalah Gizi Kurang di Pedesaan(A multi-approach intervention to empower posyandu nutritionprogram to combat malnutrition problem in rural areas)
IIbbuu && BBaalliittaa00--3366 bbuullaann
69
Sheet 2: SosekbuA. SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA
A1 A2 A3 A4 A6 A7 A8 A9 A10 A11
No.Nama
(2)
Posisi dikeluarga
(3)
JenisKelamin
(4)
Umur(5)
Pend.(thn)
(6)
Membaca
(7)
Menulis
(8)
Pekerjaan
(9)
BB(kg)
(10)
TB(cm)
(11)thn
A51
bln
A52
Kode :(3) Posisi di Keluarga 1=suami (ayah), 2=istri (ibu) , 3=anak, 4= saudara lainnya, 5= kakek/nenek, 6=lainnya sebutkan(4) Jenis Kelamin 1=laki-laki, 2=perempuan(5) Umur dalam bulan dan tahun (tidak tahu=777), balita diisi bulannya saja=A52(6) Pendidikan Jumlah tahun pendidikan yang diselesaikan, 00=tidak sekolah, 77=tidak tahu,
88=belum usia sekolah/anak belum sekolah (N/A)(7) Membaca Apakah anggota keluarga tersebut mampu membaca? (Kode: 0=Tidak, 1=Ya, 7=Tidak Tahu, 8=N/A)(8) Menulis Apakah anggota keluarga tersebut mampu menulis? (Kode: 0=Tidak, 1=Ya, 7=Tidak Tahu, 8=N/A)(9) Pekerjaan Kode: 0=Tidak Bekerja, 1=Petani, 2=Pedagang, 3=Buruh tani, 4=Buruh non tani,
5=PNS/ABRI/Polisi, 6=Jasa (tukang ojek, tukang cukur, penjahit, calo, dan sebagainya),7=Ibu rumah tangga (IRT), 8=lainnya, sebutkan, 9=N/A
(10) BB BB = berat badan (dalam kg) diutamakan untuk dan balita (sampel) dan ibu(11) TB TB = tinggi badan (dalam cm) diutamakan untuk balita (sampel)dan ibu
Sheet3 : IncomebuB. PENDAPATAN RUMAH TANGGA
B1 B2 B3 B4 B5 B6
AnggotaKeluarga
Jenis Pekerjaan(non-tani)
Penghasilan1) :Rp per Jumlah Hari Kerja
Hari Minggu Bulan2) Tahun hari/mgg
mgg/bln
bln/thn
1. Suami1.2.3.
2. Istri1.2.3.
3. Anak1.2.3.
4. Agt klg lain1.2.3.
Keterangan : 1) Pilih salah satu (hari, minggu, bulan, tahun)2) Kolom B3 = bulan digunakan untuk merekap kolom sebelumnya dan harus terisi
Catatan: Semua pendapatan dikonversi ke bulan, dalam perhitungan perhatikan Jumlah waktu kerja
70
C. KARAKTERISTIK ANAK BATITA (USIA 0 - 36 BULAN)
Sheet 4:karaknakSosio Demografi Anak Batita
No. Pertanyaan Jawaban
1. Nama anak batita H11:
2. Jenis kelamin batita H12: 1. Laki-laki 2. Perempuan
3. Tanggal Lahir H13:
4. Usia anak batita H14: bulan
5. Berat lahir H16: kg
6. Panjang lahir H17: cm
7. Berat saat ini H18: kg
8. Tinggi badan saat ini H19: cm
Sheet 5: Pegizbu
D. PENGETAHUAN GIZI IBU
No. Pertanyaan B S Variabel SKOR(B=1, S=0)
1. Mengonsumsi sayuran sangat penting karena sayuranumumnya dapat menjadi sumber protein
I1
2. Susu kental manis kandungan gizinya lebih baik daripadasusu bubuk/ susu cair
I2
3 Zat gizi untuk pertumbuhan disebut protein I34. Mengonsumsi daging bermanfaat untuk pertumbuhan anak I45. Anak berusia 2-3 bulan sudah boleh diberi pisang/pepaya I5
6.Sarapan pagi tidak penting, lebih penting makan siang ataumakan malam
I6
7. ASI saja (eksklusif) diberikan pada anak sampai usia 3 bulan I78. Susu mempunyai kandungan kalsium tinggi I89. Tahu yang mengandung formalin akan lebih mudah basi I9
10. Mencuci sayuran dengan air kran yang mengalir lebih baikdaripada di baskom
I10
Sheet 6: SikgizbuE. SIKAP GIZI IBU
No. Pertanyaan Variabel Jawaban SKOR
1. Saya akan menyediakan sayuran tiap hari untukkonsumsi keluarga saya J1
1 = setuju (2)2 = ragu-ragu (1)3 = tidak setuju (0)
2. Anak saya lebih baik minum susu bubuk/ susu cairdaripada minum susu kental manis J2
1 = setuju (2)2 = ragu-ragu (1)3 = tidak setuju (0)
3 Menyediakan lauk-pauk yang bergizi penting untukanak saya J3
1 = setuju (2)2 = ragu-ragu (1)3 = tidak setuju (0)
4. Anak tidak perlu mengonsumsi daging karenaharganya mahal J4
1 = setuju (0)2 = ragu-ragu (1)3 = tidak setuju (2)
5. Anak berusia 2-3 bulan boleh diberi pisang agar tidakrewel J5 1 = setuju (0)
2 = ragu-ragu (1)
71
No. Pertanyaan Variabel Jawaban SKOR
3 = tidak setuju (2)
6. Anak harus selalu sarapan pagi agar kuat beraktivitas J61 = setuju (2)2 = ragu-ragu (1)3 = tidak setuju (0)
7. ASI saja (eksklusif) diberikan pada anak sampai usia 3bulan J7
1 = setuju (0)2 = ragu-ragu (1)3 = tidak setuju (2)
8. Minum susu penting bagi anak untuk memperkuattulang dan gigi J8
1 = setuju (2)2 = ragu-ragu (1)3 = tidak setuju (0)
9. Jajanan ciki-cikian kurang baik bagi anak J91 = setuju (2)2 = ragu-ragu (1)3 = tidak setuju (0)
10. Lalap yang direbus lebih aman daripada lalap mentah J101 = setuju (2)2 = ragu-ragu (1)3 = tidak setuju (0)
Sheet 7: PergizbuF. PERILAKU GIZI IBU
No. Pertanyaan Variabel Jawaban Responden SKOR
1. Anak saya mengonsumsi sayuran K11 = ya (sering) (2)2 = kadang-kadang (jarang) (1)3 = tidak (tidak pernah) (0)4 = N/A
2. Saya biasa memberi susu kental manisuntuk anak saya K2
1 = ya (sering/kadang-kadang) (0)2 = tidak pernah (2)3 = N/A
3 Saya menyediakan tahu/tempe untuk laukanak saya K3
1 = ya (sering/kadang-kadang) (2)2 = tidak pernah (0)3 = N/A
4. Anak saya mengonsumsi daging(sapi/ayam) sebagai lauk-pauk K4
1 = ya (sering/kadang-kadang) (2)2 = jarang (1)3 = tidak pernah (0)4 = N/A
5. Anak saya ketika berusia 2-3 bulan sudahdiberi makan pisang K5
1 = ya (sering/kadang-kadang) (0)2 = tidak pernah (2)3 = N/A
6. Anak saya biasa sarapan pagi K61 = ya (sering) (2)2 = kadang-kadang (jarang) (1)3 = tidak (tidak pernah) (0)4 = N/A
7. Saya memberikan ASI saja (eksklusif)sampai anak berusia 6 bulan K7
1 = ya (2)2 = tidak (0)jika tidak sampai usia berapa?E7L …………………… bulan
8. Saya membiasakan anak saya minum sususampai sekarang K8
1 = ya (sering) (2)2 = kadang-kadang (jarang) (1)3 = tidak (tidak pernah) (0)4 = N/A
9. Anak saya suka jajan ciki-cikian K91 = ya (sering) (0)2 = kadang-kadang (jarang) (1)3 = tidak (tidak pernah) (2)4 = N/A
10. Sayuran untuk anak saya selalu dimasak,bukan disajikan sebagai lalap mentah K10
1 = ya (sering) (2)2 = kadang-kadang (jarang) (1)3 = tidak (tidak pernah) (0)4 = N/A
72
Sheet 8:recallnakG. KONSUMSI PANGAN ANAK (Metode Recall 2 x 24 jam)
G1= 1 (Hari ke-1)G2 G3
No Kode Pangan/bahan URT gr/URT Sisa(URT) Hr/URTsisa
Berat bersih(gr) NoJumlah satuan Jumlah satuan
0 158 Ayam 1 Ptg sdg 50 10 40 01 12 23 34 45 56 67 78 89 9
10 1011 1112 1213 1314 1415 1516 1617 1718 1819 1920 20
G1= 2 (Hari ke-2)G2 G3
No Kode Pangan/bahan URT gr/URT Sisa(URT) gr/URTsisa
Berat bersih(gr) NoJumlah satuan Jumlah satuan
0 158 Ayam 1 Ptg sdg 50 10 40 01 12 23 34 45 56 67 78 89 9
10 1011 1112 1213 1314 1415 1516 1617 1718 1819 1920 20
Keterangan:1. Berikan kode pangan/bahan pada saat editing sesuai kode pangan2. Sebut nama bahan pangan bila pangan tersebut tidak ada dalam DKBM3. Berat bersih = (Hr/URT) - (Hr/URT sisa)
73
Sheet 9:PartisipasiBu
H. PARTISIPASI IBU BATITA DI POSYANDU
H1. FREKUENSI KUNJUNGAN KE POSYANDU
1. Apakah dalam 3 bulan terakhir anak ibu selalu dibawa ke Posyandu? Q1
1. Ya
2. Tidak, alasan Q1AL: 1.lupa 2. tidak perlu 3. sibuk 4.malas 5.lainnya Q1L________________
2. Jika tidak, berapa kali kunjungan ke Posyandu? (dilihat dari data posyandu) Q2 _________kali
3. Apakah ibu akan terus mengikuti posyandu sampai anak ibu berusia 5 tahun? Q3
1.Ya (lanjut no.6) 2.Tidak
4. Apabila tidak, sampai anak usia berapa tahun? Q4 _______________tahun
5. Mengapa Ibu tidak ikut terus di posyandu sampai anak usia 5 tahun? Q5 ____________________________
_______________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________
H2. MOTIVASI KUNJUNGAN KE POSYANDU
6. Apakah ibu secara langsung (tanpa diwakilkan) mengantar anak ke Posyandu? Q6
1. Ya, setiap bulan 2. Kadang-kadang 3. Tidak, sebutkan dengan siapa? Q6L: _____________
7. Adakah anggota keluarga yang tidak mendukung ibu untuk ke posyandu? Q7
1. Ada 2. Tidak (lanjut ke no.9)
8. Siapakah anggota keluarga yang tidak mendukung ibu ke Posyandu?
Q81 1. Suami, alasan Q81AL: ____________________________________________________________
Q82 2. Mertua,alasan Q82AL:____________________________________________________________
Q83 3. Kakek, alasan Q83AL: ____________________________________________________________
Q84 4. Nenek, alasan: Q84AL::____________________________________________________________
Q85 5. Lainnya, sebutkan Q85KL: ________________, alasan Q85AL: ___________________________
9. Mengapa ibu ke Posyandu? (Sebutkan 3 alasan, beri tanda V pada kolom jawaban)
No Alasan Kode Jawaban1. Agar anak sehat Q912. Mendapatkan imunisasi/kapsul vitamin A Q923. Agar berat badan anak terpantau Q934. Mendapatkan KB gratis Q945. Bisa bertemu dengan sesama warga (ibu-ibu lain) Q956. Mendapatkan makanan tambahan (PMT) Q967. Mendapatkan pengetahuan gizi/ kesehatan ibu anak, dll Q978. Disuruh kader/RT/RW Q989. Lainnya, Q99L: ……………………………………………. Q99
H3. PELAKSANAAN POSYANDU
10. Apakah ibu memberikan sumbangan dana kepada posyandu? Q10
1. Ya, setiap bulan:Q10Y: Rp.________________ 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah
74
11. Apakah ibu pernah memberikan bantuan PMT atau makanan ke Posyandu? Q11
1. Ya, setiap bulan 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah
12. Apakah ibu memiliki KMS untuk anak? Q12
1. Ya, dipegang ibu 2. Ya, dipegang kader 3. Tidak
H4. PERSEPSI TENTANG POSYANDU
13. Seberapa penting posyandu bagi ibu? Q17
1. Tidak penting 2. Kurang penting 3. Penting
14. Menurut ibu, bagaimanakah pelayanan posyandu? Q18
1. Kurang 2. Cukup 3. Baik
15. Bagaimanakah tanggapan ibu tentang kelengkapan sarana posyandu? Q19
1. Kurang lengkap, dalam hal apa saja:Q19L:______________________________________________
2. Lengkap
16. Kegiatan apa dalam program posyandu yang masih perlu ditingkatkan pelaksanaannya?
1. Penyuluhan Q201 1. Ya 2.Tidak
2. PMT Q202 1. Ya 2. Tidak
3. Penimbangan balita Q203 1. Ya 2. Tidak
4. Imunisasi Q204 1. Ya 2. Tidak
5. Tablet besi Q205 1. Ya 2. Tidak
6. Penyediaan KMS Q206 1. Ya 2. Tidak
7. Pelayanan KB Q207 1. Ya 2. Tidak
8. Pemeriksaan kehamilan Q208 1. Ya 2. Tidak
9. Kapsul Vitamin A Q209 1. Ya 2. Tidak
17. Bagaimana tanggapan ibu tentang kader posyandu?
1. Keterampilan kader Q211 1. Kurang 2. Cukup 3. Baik
2. Keaktifan kader Q212 1. Kurang 2. Cukup 3. Baik
3. Keramahan kader Q213 1. Kurang 2. Cukup 3. Baik
4. Jumlah kader Q214 1. Kurang 2. Cukup 3. Baik
75
Lampiran 2 Program SASproc calis data=psk cov;
lineqs x1=lamda1 ft + ex1,
x2=lamda2 ft + ex2,
x3=lamda3 ft + ex3,
x4=lamda4 ft + ex4,
fp=lamda ft + dfp,
fs=beta fp + dfs,
fk=beta fp + beta fs + dfk,
fg=beta fs + beta fk + dfg,
y1=lamda1 fp + ey1,
y2=lamda2 fs + ey2,
y3=lamda3 fk + ey3,
y4=lamda4 fg + ey4,
y5=lamda5 fg + ey5;
std ex1=vx1,
ex2=vx2,
ex3=vx3,
ex4=vx4,
ft=v_ft,
dfp=v_dfp,
dfs=v_dfs,
dfk=v_dfk,
dfg=v_dfg,
ey1=v_ey1,
ey2=v_ey2,
ey3=v_ey3,
ey4=v_ey4,
ey5=v_ey5;
cov ey4 ey5=1.22163,
ey3 ex1=0.00987,
ey2 ey4=-0.00883,
ey2 ey3=-0.18637,
ey1 ey2=0.17210,
ex3 ey3=0.19730,
ex4 ey2=0.20843;
run;
76
OutputThe CALIS Procedure
Covariance Structure Analysis: Maximum Likelihood Estimation
Fit Function 0.5198
Goodness of Fit Index (GFI) 0.8947
GFI Adjusted for Degrees of Freedom (AGFI) 0.8025
Root Mean Square Residual (RMR) 873621743
Parsimonious GFI (Mulaik, 1989) 0.5965
Chi-Square 61.8554
Chi-Square DF 24
Pr > Chi-Square <.0001
Independence Model Chi-Square 220.43
Independence Model Chi-Square DF 36
RMSEA Estimate 0.1151
RMSEA 90% Lower Confidence Limit 0.0802
RMSEA 90% Upper Confidence Limit 0.1509
ECVI Estimate 0.9051
ECVI 90% Lower Confidence Limit 0.7378
ECVI 90% Upper Confidence Limit 1.1431
Probability of Close Fit 0.0021
Bentler's Comparative Fit Index 0.7947
Normal Theory Reweighted LS Chi-Square 64.1914
Akaike's Information Criterion 13.8554
Bozdogan's (1987) CAIC -77.0444
Schwarz's Bayesian Criterion -53.0444
McDonald's (1989) Centrality 0.8541
Bentler & Bonett's (1980) Non-normed Index 0.6921
Bentler & Bonett's (1980) NFI 0.7194
77
James, Mulaik, & Brett (1982) Parsimonious NFI 0.4796
Z-Test of Wilson & Hilferty (1931) 3.9524
Bollen (1986) Normed Index Rho1 0.5791
Bollen (1988) Non-normed Index Delta2 0.8073
Hoelter's (1983) Critical N 72
Manifest Variable Equations with Estimates
x1 = -16.2148 * ft + 1.0000 ex1
Std Err 7.27E-15 lamda1
t Value -2.23E15
x2 = -51.7869 * ft + 1.0000 ex2
Std Err 2.4E-13 lamda2
t Value -2.16E14
x3 = 864301 * ft + 1.0000 ex3
Std Err 2.72E-17 lamda3
t Value .
x4 = -83.9629 * ft + 1.0000 ex4
Std Err 1.89E-12 lamda4
t Value -4.43E13
y1 = -16.2148 * fp + 1.0000 ey1
Std Err 7.27E-15 lamda1
t Value -2.23E15
y2 = -51.7869 * fs + 1.0000 ey2
Std Err 2.4E-13 lamda2
t Value -2.16E14
y3 = 864301 * fk + 1.0000 ey3
Std Err 2.72E-17 lamda3
t Value .
y4 = -83.9629 * fg + 1.0000 ey4
Std Err 1.89E-12 lamda4
t Value -4.43E13
y5 = 5.2471 * fg + 1.0000 ey5
Std Err 8.06E-13 lamda5
t Value 6.507E12
78
Latent Variable Equations with Estimates
fp = -13.2664 * ft + 1.0000 dfp
Std Err 5.12E-16 lamda
t Value -2.59E16
fs = -3.21E-6 * fp + 1.0000 dfs
Std Err 8.368E-7 beta
t Value -3.8323
fk = -3.21E-6 * fp + -3.21E-6 * fs + 1.0000 dfk
Std Err 8.368E-7 beta 8.368E-7 beta
t Value -3.8323 -3.8323
fg = -3.21E-6 * fs + -3.21E-6 * fk + 1.0000 dfg
Std Err 8.368E-7 beta 8.368E-7 beta
t Value -3.8323 -3.8323
Keterangan: - ft = ξ1- fp = η1- fs = η2- fk = η3- fg = η4- ex1 = δ1- ex2 = δ2- ex3 = δ3- ex4 = δ4- ey1 = ε1- ey2 = ε2- ey3 = ε3- ey4 = ε4- ey5 = ε5- dfp = ζ1- dfs = ζ2- dfk = ζ3- dfg = ζ4
79
Lampiran 3 Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Balita
Contoh
Energi
(%)
Protein
(%)
Kalsium
(%)
Phosfo
r (%)
Besi
(%)
Vit. A
(%)
Vit. B
(%)
Vit. C
(%)
101 91.7 108.8 87.1 146.4 155.8 68.0 162.9 431.0
102 36.9 32.6 46.9 61.7 41.8 50.3 275.8 34.7
103 30.1 43.1 16.7 49.4 40.1 2.3 72.2 0.0
104 91.8 86.2 79.4 61.3 11.1 180.1 646.8 69.4
105 48.8 78.4 157.7 106.1 104.7 126.2 265.2 54.2
106 79.4 57.9 30.5 61.2 74.8 41.2 191.1 327.4
107 123.4 103.3 125.9 99.3 28.2 188.6 772.2 90.7
108 29.6 36.2 13.9 38.6 39.9 66.8 56.8 10.2
109 76.0 69.7 188.0 73.8 82.7 11.4 117.0 217.3
110 39.9 44.1 67.9 75.1 21.7 98.6 183.1 26.3
111 32.8 45.7 41.8 42.1 43.5 39.5 88.0 22.5
112 36.4 43.9 3.4 48.8 27.3 24.6 106.2 13.7
113 53.4 149.4 208.8 231.5 210.1 3.9 78.4 37.8
114 91.5 95.5 265.2 137.8 155.0 79.6 660.0 38.2
115 82.8 267.5 325.9 289.4 384.6 31.6 104.1 98.5
116 102.6 77.3 147.0 155.7 152.5 120.9 267.0 196.3
117 63.3 85.8 272.7 128.9 174.6 62.1 676.7 166.0
118 38.6 30.3 28.2 15.8 6.7 48.0 293.3 21.6
119 71.9 97.3 34.0 100.0 57.6 55.7 63.6 241.2
120 75.7 84.5 15.1 50.2 69.9 22.4 259.2 158.0
121 82.5 201.7 235.1 305.3 39.5 368.8 232.5 19.7
122 85.0 90.3 85.7 62.7 14.4 208.4 475.0 75.4
123 43.5 51.4 53.0 48.4 10.6 119.4 260.7 46.6
124 31.0 34.1 25.9 42.1 26.8 37.0 62.7 22.6
125 132.7 333.2 463.1 579.7 36.9 311.7 212.3 42.9
126 20.9 29.4 3.0 23.3 18.1 20.5 85.7 1.3
127 87.1 73.7 70.6 59.6 13.1 120.2 540.0 54.0
128 27.2 66.6 29.3 78.1 31.5 7.9 81.6 6.3
129 101.1 131.9 71.4 91.4 163.9 33.7 150.4 226.3
130 44.5 73.1 81.2 128.8 65.7 26.3 54.1 1.1
201 104.5 82.5 105.9 55.4 0.0 180.0 600.0 81.0
202 145.0 203.1 95.3 247.4 144.6 184.4 163.3 431.6
203 104.5 82.5 105.9 55.4 0.0 180.0 600.0 81.0
204 139.3 110.0 141.2 73.8 0.0 240.0 800.0 108.0
80
Contoh
Energi
(%)
Protein
(%)
Kalsium
(%)
Phosfo
r (%)
Besi
(%)
Vit. A
(%)
Vit. B
(%)
Vit. C
(%)
205 104.1 127.3 135.5 176.5 82.0 31.9 78.4 19.8
206 130.5 218.3 104.9 296.4 107.8 84.8 226.1 31.4
207 97.9 114.4 49.4 130.2 115.1 109.4 193.1 65.5
208 49.9 64.7 63.4 62.2 82.2 31.4 153.0 23.8
209 76.2 104.6 73.7 106.2 111.3 277.3 163.7 276.7
210 104.5 82.5 105.9 55.4 0.0 180.0 600.0 81.0
211 20.8 25.7 8.8 14.9 12.9 43.3 25.5 51.1
212 341.1 763.0 1164.0 1393.0 160.8 587.7 423.8 117.0
213 93.6 131.1 343.4 240.3 243.2 18.8 309.2 56.8
214 80.2 131.7 141.4 218.0 64.5 100.1 54.2 15.6
215 55.3 101.4 69.0 130.4 53.9 53.1 77.7 31.8
216 23.9 20.8 142.1 95.0 60.8 26.6 113.5 36.0
218 57.3 56.3 206.2 157.7 64.0 121.1 257.4 77.1
220 121.0 185.5 49.4 222.5 124.1 65.2 128.5 70.0
221 32.1 43.6 37.8 59.3 21.4 39.0 82.3 25.3
222 139.5 145.4 20.4 120.2 80.1 24.4 32.2 17.7
223 25.2 27.3 6.3 18.7 25.4 0.8 5.0 15.1
224 31.1 43.6 37.9 48.4 44.3 51.7 25.6 40.2
225 13.6 22.1 27.4 61.6 38.4 49.2 124.4 21.9
226 34.1 29.1 84.5 19.7 12.9 72.8 202.9 29.0
228 52.9 49.4 89.6 62.2 67.3 7.1 31.0 17.7
229 36.2 30.0 23.9 26.3 5.3 40.0 140.0 18.0
231 49.7 75.0 38.4 83.7 64.5 57.2 195.8 0.6
232 37.0 32.1 208.7 29.2 50.3 22.3 112.5 100.1
233 45.8 44.7 141.1 252.6 55.0 100.7 36.5 137.8
234 40.2 36.6 54.7 36.3 30.3 40.5 107.6 75.6
301 52.9 33.7 173.0 33.6 23.8 36.6 83.8 79.6
302 61.5 66.5 59.0 48.2 20.7 121.3 313.8 48.9
303 53.3 66.2 66.3 70.6 51.4 129.2 237.0 66.8
304 55.7 44.0 56.5 29.5 0.0 96.0 320.0 43.2
305 51.1 52.7 5.6 40.4 59.7 1.1 98.8 7.7
306 101.7 92.4 135.9 62.3 18.5 190.8 511.6 75.0
307 146.8 76.5 46.2 77.7 112.0 107.3 214.5 489.2
308 77.9 98.9 152.2 154.8 76.0 53.5 164.4 120.7
309 124.8 108.6 2830.8 535.3 116.0 127.3 1608.0 77.7
81
Contoh
Energi
(%)
Protein
(%)
Kalsium
(%)
Phosfo
r (%)
Besi
(%)
Vit. A
(%)
Vit. B
(%)
Vit. C
(%)
310 101.0 118.2 114.6 133.1 80.3 170.9 259.0 43.0
311 44.4 64.1 62.2 83.0 51.0 51.1 37.5 7.8
312 46.2 59.6 41.7 47.6 51.9 26.5 101.0 0.0
313 111.1 146.1 256.4 156.1 71.8 261.0 61.4 207.4
314 67.1 72.7 11.9 75.9 86.6 23.1 140.7 0.8
315 39.4 46.0 68.9 50.1 11.0 76.0 127.2 21.0
316 130.6 189.4 66.0 121.3 188.1 117.7 363.9 109.3
317 47.2 47.3 22.4 45.6 23.9 60.1 158.0 24.6
318 35.7 29.3 156.8 56.1 29.1 107.9 76.4 142.4
319 70.9 90.3 86.2 148.4 133.4 20.9 125.4 6.8
320 76.3 95.5 37.5 74.6 45.0 77.1 254.5 26.5
321 27.6 24.9 43.7 19.4 18.3 45.3 214.6 22.0
322 114.2 155.8 62.0 122.4 218.5 95.8 660.8 126.2
323 83.9 86.0 94.2 138.1 87.0 98.5 84.0 118.8
324 92.8 79.2 736.8 98.0 101.1 31.8 4328.7 18.0
325 74.3 113.2 164.4 273.2 157.0 121.1 259.3 76.4
326 71.9 61.3 176.5 102.3 45.6 140.6 430.0 74.9
327 79.5 121.5 68.7 184.6 167.0 166.2 195.4 31.4
328 95.2 127.5 58.6 142.4 140.5 47.5 101.3 156.0
329 74.9 83.1 52.0 82.2 58.9 59.8 105.2 138.8
330 70.1 60.2 91.7 68.5 77.1 3.4 154.8 326.3
401 101.8 75.3 407.1 77.6 72.5 45.0 585.9 21.1
402 64.1 60.0 70.5 70.2 60.2 84.9 221.9 32.9
403 105.8 111.3 106.7 120.9 220.3 23.0
34047.
2 303.3
404 50.6 39.9 133.5 42.6 15.2 77.2 275.0 34.9
405 79.8 107.3 136.1 123.1 146.6 40.2 177.7 40.2
406 87.4 61.3 2149.0 464.3 204.9 50.1 1054.0 39.8
407 75.9 38.7 34.6 30.5 49.7 6.0 28.5 33.6
408 52.4 34.5 149.2 102.1 138.7 0.0 62.5 24.7
409 29.9 27.2 183.4 233.3 15.8 30.1 92.5 19.7
410 94.4 84.0 2926.3 522.4 80.2 77.4 1705.0 57.5
411 58.3 52.9 1131.8 228.9 50.3 56.4 607.8 56.1
412 56.0 71.4 37.7 44.1 52.2 20.1 137.0 14.3
413 73.1 99.3 17.8 110.6 43.8 42.9 128.0 123.7
82
Contoh
Energi
(%)
Protein
(%)
Kalsium
(%)
Phosfo
r (%)
Besi
(%)
Vit. A
(%)
Vit. B
(%)
Vit. C
(%)
414 98.1 81.8 115.3 84.8 18.2 170.6 555.5 82.6
416 70.8 50.7 357.0 25.8 39.1 5.7 1248.5 29.1
417 35.2 35.8 65.1 85.0 38.9 60.0 176.0 39.7
418 37.4 33.7 78.4 59.1 60.5 35.4 102.2 25.4
419 47.2 50.2 17.8 56.1 43.1 42.3 176.9 14.0
420 45.2 44.6 73.9 87.3 37.4 116.0 296.3 62.8
421 139.3 110.0 141.2 73.8 0.0 240.0 800.0 108.0
422 57.4 71.3 32.6 74.9 56.8 135.6 174.5 45.9
424 55.7 138.1 189.1 320.3 24.9 171.1 93.9 78.9
425 72.4 85.5 29.1 104.7 106.6 119.9 131.5 77.5
426 48.4 108.8 12.5 128.3 109.5 7.6 237.4 60.0
427 24.5 69.5 43.6 94.3 46.7 4.4 38.4 0.0
428 55.0 67.7 45.4 47.7 107.3 28.3 227.3 7.2
429 41.0 46.8 152.6 49.0 68.3 5.9 632.5 16.1
430 52.3 73.2 42.1 114.8 79.4 8.9 33.0 8.1
431 51.1 40.3 51.8 27.1 0.0 88.0 293.3 39.6