hubungan lingkungan kerja fisik dengan...

199
HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN KELELAHAN KERJA PADA KOLEKTOR GERBANG TOL CILILITAN PT JASA MARGA CABANG CAWANG TOMANG CENGKARENG TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Disusun Oleh: OFIN ANDINA PERMATA SARI NIM: 1112101000028 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2016 M

Upload: dinhnhi

Post on 20-Jun-2019

277 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN KELELAHAN

KERJA PADA KOLEKTOR GERBANG TOL CILILITAN PT JASA

MARGA CABANG CAWANG TOMANG CENGKARENG TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Disusun Oleh:

OFIN ANDINA PERMATA SARI

NIM: 1112101000028

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2016 M

Page 2: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

i

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul

HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN KELELAHAN

KERJA PADA KOLEKTOR GERBANG TOL CILILITAN PT JASA

MARGA CABANG CAWANG TOMANG CENGKARENG TAHUN 2016

Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh:

Ofin Andina Permata Sari

NIM. 1112101000028

Jakarta, Desember 2016

Mengetahui

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2016 M

Page 3: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

ii

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, Desember 2016

Penguji I

Siti Rahmah Hidayatullah Lubis, S.KM, M.KKK

Penguji II

Dr. Ela Laelasari, S.KM, M.Kes

NIP. 19721002 200604 2 001

Penguji III

Ir. Rulyenzi Rasyid, M.KKK

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2016 M

Page 4: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

iii

LEMBAR PERNYATAAN PLAGIASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) Kesehatan Masyarakat di

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Desember 2016

Page 5: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

iv

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Skripsi, Desember 2016

OFIN ANDINA PERMATA SARI, NIM : 1112101000028

Hubungan Lingkungan Kerja Fisik Dengan Kelelahan Kerja Pada Kolektor

Gerbang Tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng

Tahun 2016

xviii + 156 halaman, 15 tabel, 8 gambar, 4 bagan, 6 lampiran

ABSTRAK

Kelelahan kerja merupakan kondisi dimana seseorang sudah tidak mampu

lagi melakukan aktivitas kerjanya. Kelelahan kerja dapat terjadi karena adanya

pengaruh dari lingkungan kerja yang tidak menunjang. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui hubungan antara lingkungan kerja fisik (kebisingan,

pencahayaan, suhu & kelembaban, dan shift kerja) dengan kelelahan kerja pada

kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang

Cengkareng Tahun 2016.

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan

pendekatan cross sectional. Populasi berjumlah 93 pekerja dengan sampel

sebanyak 42 pekerja (menggunakan teknik random sampling). Instrumen yang

digunakan adalah kuesioner subjective self ratting test dan pengukuran

menggunakan sound level meter, digital lux meter, dan thermohygrometer.

Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat (menggunakan uji t-

independent dan chi-square dengan α = 0,05).

Hasil dari penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara kebisingan

(p = 0.182), pencahayaan (p = 0.491), kelembaban (p = 0.144) dan shift kerja (p =

0.115) dengan kelelahan kerja (p > 0.05). Sedangkan pada variabel suhu (p =

0.036) terdapat hubungan dengan kelelahan kerja pada kolektor gerbang tol

Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng (p < 0.05).

Saran yang diberikan kepada karyawan yaitu diharapkan setiap karyawan

yang merasakan kelelahan kerja untuk segera melakukan istirahat untuk

pemulihan, diharapkan karyawan selalu menggunakan alat pelindung diri yang

telah diberikan dan diharapkan karyawan dapat mengenali penyebab timbulnya

kelelahan kerja. Untuk perusahaan yaitu diperlukannya pengendalian bahaya

lingkungan kerja baik pada management maupun pada karyawan, dan diharapkan

perusahaan melakukan pemberian tanaman pada setiap ruang kerja kolektor untuk

penyerapan CO2 yang dihasilkan kendaraan melintas yang dapat membahayakan

karyawan.

Kata Kunci : Kelelahan Kerja, Lingkungan Kerja (Kebisingan, Pencahayaan,

Suhu & Kelembaban, dan Shift Kerja), Kolektor Gerbang Tol

Daftar bacaan : 89 (1969-2016)

Page 6: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

v

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

MAJOR OF OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY

Undergraduated Thesis, Desember 2016

OFIN ANDINA PERMATA SARI, NIM : 1112101000028

Relations Between the Physical Work Environment with Fatigue on the

Collector of Cililitan Toll Gate PT Jasa Marga Branch Cawang Tomang

Cengkareng Year 2016

xviii + 156 pages, 15 tables, 8 pictures, 4 bagans, 6 attachments

ABSTRACT

Fatigue is a condition where a person is no longer able to perform their

work activities. Fatigue may occur due to the influence of the working

environment is not supportive. The purpose of this study was to investigate the

relations between physical work environment (noise, lighting, temperature and

humidity, and work shift) with fatigue on the collector of Cililitan toll gate PT

Jasa Marga Branch Cawang Tomang Cengkareng year 2016.

This type of research was observational analytic research with cross

sectional approach. Population of the research was 93 workers with 42 workers

as the sample (used random sampling technique). The instrument used was a

questionnaire subjective self ratting test and sound level meter, digital lux meter,

thermohygrometer. Data analysis was performed by used univariate and bivariate

(used test t-independent and chi-square with α = 0.05).

The result of this study was there was a not relationship between the noise

(p=0.182), lighting (p=0.491), humidity (0.144) and work shift (p=0.115) with

work fatigue (p > 0.05). While, in temperature (0.036) variable there is

correlation with fatigue at the collector of Cililitan toll gate PT Jasa Marga

Branch Cawang Tomang Cengkareng (p < 0.05).

A suggestion to the workers was they should expected of every workers

who feels fatigue to immediately make a break for recovery, workers always use

personal protective equipment that has been given and it is expected that worker

can identify the causes of fatigue. For companies that need for control of hazards

in the working environment both management and worker, and the company is

expected to undertake the provision of crops in each workspace collector for the

absorption of the CO2 produced by passing vehicles that may endanger

employees.

Keyword : Fatigue, Physical Work Environment (Noise, Lighting,

Temperature & Humidity, and Work Shift) Collector of Toll Gate

Bibliography : 89 (1969-2016)

Page 7: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS PERSONAL

Nama : Ofin Andina Permata Sari

Tempat Lahir : Bogor

Tanggal Lahir : 24 Mei 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Perumahan Graha Nirwana Blok B5, Cileungsi-Kabupaten

Bogor

No. Handphone : 081297711220 (WA/ Line: ofinandina)

Email : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

1999-2000 : TK Cerdas Umat Bojonggede

2000-2006 : SD Negeri 06 Bojonggede

2006-2009 : SMP Negeri 2 Cibinong

2009-2012 : SMA Negeri 2 Bogor

2012-2016 : Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Program Studi

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

PENGALAMAN ORGANISASI

2004-2005

2004-2005

2005-2006

2006-2007

2007-2008

2009-2010

2011-2012

2013-2014

Ketua Ekstrakulikuler Pramuka SDN 06 Bojonggede

Ketua Ekstrakulikuner Pasukan Pengibar Bendera SDN 06

Bojonggede

Ketua Ekstrakulkuler Dokter Kecil SDN 06 Bojonggede

Anggota PMR SMP Negeri 2 Cibinong

Sekretaris PMR SMP Negeri 2 Cibinong

Anggota PMR SMA Negeri 2 Bogor

Wakil Ketua PMR SMA Negeri 2 Bogor

Bendahara Departemen Finance Forum Studi K3 Kesehatan

Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 8: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

vii

2014-2015

2015-sekarang

Anggota Departemen Kesenian dan Olahraga Badan Eksekutif

Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

Ketua Departemen Kesenian dan Olahraga Badan Eksekutif

Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

Ketua Club Futsal Putri Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anggota Departemen Public Relations Forum Studi K3

Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ketua Departemen Kesenian dan Olahraga Himpunan

Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

Ketua Komisi Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Komisi

Pemilihan Umum (KPU) Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PELATIHAN

Peserta Orientasi Akademik dan Kebangsaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2012

Peserta Seminar Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Safety Riding

dengan Tema “Safety Riding: Aku dan Ojek Online Peduli Keselamatan”

tahun 2015

Training SMK3 Based on OHSAS 18001 dan PP No. 50 Tahun 2012 oleh

Synergy Solusi

Workshop “Ergonomics In The Work Place” oleh PJK3 Fairuz Artha

Sejahtera Tahun 2014

Workshop “Safety In The Process Industries” oleh PJK3 Fairuz Artha

Sejahtera Tahun 2014

Workshop “Risk Management and Lost Control” oleh PJK3 Fairuz Artha

Sejahtera Tahun 2015

Workshop “Ventilation Of Industries” oleh PJK3 Fairuz Artha Sejahtera

Tahun 2015

Page 9: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Alhamdulillah, puji dan syukur saya ucapkan kepada Illahi Rabbi yang selalu

memberikan kenikmatan tak terhingga kepada kita semua. Atas segala kekuatan

dan rahmat- Nya, saya berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul

"HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN KELELAHAN

KERJA PADA KOLEKTOR GERBANG TOL CILILITAN PT JASA

MARGA CABANG CAWANG TOMANG CENGKARENG TAHUN 2016".

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat Jurusan Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang

telah menuntun umatnya dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang

seperti saat ini.

Penulisan skripsi ini semata-mata bukan murni hasil usaha penulis sendiri

melainkan banyak pihak yang telah memberikan bantuan. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-

dalamnya kepada :

1. Orang tua tercinta Bapak Ditung Nirnoto dan Ibu Nurma Sari, serta keluarga

tercinta terima kasih untuk semua dukungan dan doanya yang tidak pernah

henti.

2. Ibu Catur Rosidati, SKM., MKM. selaku dosen pembimbing I dan Ibu

Izzatu Millah, SKM, MKKK Sebagai pembimbing II yang selalu

memberikan bimbingan yang berharga dan saran-saran yang mendidik.

3. Ibu dr. Iting Shofwati ST., MKKK selaku dosen penanggung jawab

peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang memberikan saran serta

ilmu yang luas terkait dunia kerja. Terima kasih ibu atas waktu dan saran-

sarannya atas nasihat dalam penelitian.

4. Kak Nur Najmi, SKM, MKKK selaku laboran peminatan keselamatan dan

kesehatan kerja yang sangat membantu dan mendampingi selama sebelum

dan selama penelitian berlangsung. Ibu Imah selaku administrasi Program

Studi yang telah membantu penulis dalam kelancaran proses administrasi.

5. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku ketua program studi dan Ibu Dewi Utami

Iriani, Ph.D selaku sekretaris program studi Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan kesempatan serta toleransinya kepada penulis dan para dosen

Kesehatan Masyarakat atas semua ilmu yang telah diajarkan.

6. Dosen Penguji yaitu Ibu Siti Rahmah H. L, MKKK., Ibu Dr. Ela Laelasari,

M.Kes., dan Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK. Yang telah menguji dan

memberikan saran serta bimbingan unutuk melengkapi skripsi ini.

Page 10: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

ix

7. Departement HRD, Bapak Engkos, Departement Kepala Bagian Tol

Cililitan, Kepala shift tol Cililitan, Departemen Paramedic dan seluruh

karyawan kolektor gerbang tol Cililitan yang berperan penting dalam

membantu pelaksanaan penelitian, baik dalam hal perizinan maupun

pengukuran.

8. Kak Rois Solichin dan Elsya Ristia yang telah membantu dalam masa turun

lapangan, terimakasih banyak atas waktunya yang digunakan dan waktu

berdiskusinya.

9. Abdul Fattah Muzakkir yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi

selama penulis menjalankan penelitian dan penyusunan skripsi.

10. Tantri Permadani, Ukhty, Elsya Ristia, Annisa Sayyidatul Ulfah, Putri

Ayuni S, Astrid Karolina, Cory Selviana dan Mursalina yang sudah

mengijinkan penulis untuk singgah beberapa waktu dikosan kalian.

11. Sahabat-sahabat penulis atas nama Elsya Ristia, Bestie (Karina, Adel, Anita,

Ditta, Aldi, Zahra), Muthia Ulfa, Eyang Tirta Corp (Devi, April, Ois, Elys,

Aul, Tita, Richki, Aditya, Aziola, Tito, Ogi, Dika), Cibengers (Astrid, Cesil,

Rico, Agin, Nova, Cory, Silmi, Widy, Tsabit, Nizar, Tyo, Lale), Ika Nur

Syafitryani, yang mendukung untuk terus semangat dalam penyusunan

skripsi ini.

12. Teman peminatan K3, Kesehatan Masyarakat 2012 UIN Jakarta,

BEMJ/HMPS Kesehatan Masyarakat, Club Futsal Putri Kesmas, KPU UIN

Jakarta 2015, KPPS FKIK 2015, Pejuang Bimbingan Bu Catur yang tidak

dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, dengan doa dan harapan bahwa

segala kebaikan yang mereka berikan dapat bermanfaat bagi penulis. Penulis

menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih terdapat berbagai

kekurangan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik

dan saran yang membangun agar kelak dapat menjadi lebih baik. Semoga skripi

ini dapat memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu Kesehatan dan

Keselamatan Kerja dan bermanfaat bagi seluruh pembacanya, Aamiin.

Terimakasih.

Jakarta, Desember 2016

Ofin Andina Permata Sari

Page 11: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

x

DAFTAR ISI

PERNYATAAN PERSETUJUAN ..................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN ..............................................................................iii

ABSTRAK ......................................................................................................... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... vi

KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv

DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xviii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 9

1.3 Pertanyaan Penelitian ....................................................................... 10

1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 11

1.4.1 Tujuan Umum .................................................................................. 11

1.4.2 Tujuan Khusus.................................................................................. 11

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 12

1.5.1 Manfaat Bagi Perusahaan ................................................................. 12

1.5.2 Manfaat Bagi Fakultas ...................................................................... 13

1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti ....................................................................... 13

1.6 Ruang Lingkup Penelitian................................................................. 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 15

Page 12: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

xi

2.1 Kelelahan Kerja ................................................................................ 15

2.2.1 Definisi Kelelahan Kerja .................................................................. 15

2.2.2 Jenis Kelelahan Kerja ....................................................................... 17

2.2.3 Gejala Kelelahan Kerja ..................................................................... 19

2.2.4 Mekanisme Kelelahan ...................................................................... 19

2.2.7 Metode Pengukuran Kelelahan Kerja ................................................ 24

2.2 Faktor Lingkungan Kerja Fisik Yang Mempengaruhi Kelelahan Kerja

......................................................................................................... 26

2.2.1 Kebisingan ....................................................................................... 28

2.2.2 Pencahayaaan ................................................................................... 34

2.2.3 Iklim Kerja ....................................................................................... 41

2.2.4 Sirkulasi Udara ................................................................................. 49

2.2.5 Suhu dan Kelembaban Udara ............................................................ 49

2.2.6 Getaran Mekanis............................................................................... 54

2.2.7 Bau-Bauan ........................................................................................ 55

2.2.8 Warna ............................................................................................... 55

2.3 Shift Kerja ........................................................................................ 56

2.4 Kerangka Teori ................................................................................. 63

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS ..................................................................................................... 65

3.1 Kerangka Konsep ............................................................................. 65

3.2 Definisi Operasional ......................................................................... 67

3.3 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 69

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 71

4.1 Desain Penelitian .............................................................................. 71

4.2 Lokasi dan Waktu ............................................................................. 71

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................ 72

4.4 Pengumpulan Data............................................................................ 75

4.4.1 Data Primer ...................................................................................... 75

4.4.2 Data Sekunder .................................................................................. 76

4.5 Uji Validitas dan Reabilitas .............................................................. 76

Page 13: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

xii

4.6 Instrumen Penelitian ......................................................................... 78

4.7 Pengolahan Data ............................................................................... 87

4.8 Analisis Data .................................................................................... 89

BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................ 92

5.1 Gambaran Lokasi Penelitian ............................................................. 92

5.1.1 PT Jasa Marga (Persero) Tbk ............................................................ 92

5.1.2 Visi dan Misi PT Jasa Marga ............................................................ 93

5.1.3 Aktifitas Usaha PT Jasa Marga ......................................................... 93

5.1.4 PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng ...................... 95

5.1.5 Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja..... 98

5.2 Hasil Analisis Univariat .................................................................. 100

5.2.1 Gambaran Kelelahan Kerja Pada Karyawan Kolektor Gerbang Tol .. 100

5.2.2 Gambaran Lingkungan Kerja Fisik (Kebisingan, Pencahayaan, Suhu

Ruangan dan Kelembaban, dan Shift Kerja) Pada Karyawan Kolektor

Gerbang Tol ................................................................................... 101

5.3 Hasil Analisis Bivariat .................................................................... 103

5.3.1 Hubungan Antara Kebisingan Dengan Kelelahan Kerja Pada Kolektor

Gerbang Tol ................................................................................... 104

5.3.2 Hubungan Antara Pencahayaan Dengan Kelelahan Kerja Pada

Kolektor Gerbang Tol ..................................................................... 105

5.3.3 Hubungan Antara Suhu Ruangan dan Kelembaban Dengan Kelelahan

Kerja Pada Kolektor Gerbang Tol ................................................... 106

5.3.4 Hubungan Antara Shift Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Kolektor

Gerbang Tol ................................................................................... 108

BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................. 110

6.1 Keterbatasan Penelitian................................................................... 110

6.2 Gambaran Kelelahan Kerja Pada Karyawan Kolektor Gerbang Tol. 111

6.3 Faktor Lingkungan Kerja Fisik (Kebisingan, Pencahayaan, Suhu

Ruangan dan Kelembaban Udara, dan Shift Kerja) Pada Karyawan

Kolektor Gerbang Tol ..................................................................... 118

6.3.1 Kebisingan ..................................................................................... 118

6.3.2 Pencahayaan ................................................................................... 124

6.3.3 Suhu Ruangan dan Kelembaban Udara ........................................... 130

Page 14: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

xiii

6.3.4 Shift Kerja ...................................................................................... 137

BAB VII PENUTUP ...................................................................................... 145

7.1 Simpulan ........................................................................................ 145

7.2 Saran .............................................................................................. 146

7.2.1 Saran Bagi Perusahaan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang

Cengkareng Gerbang Tol Cililitan .................................................. 146

7.2.2 Saran Bagi Karyawan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang

Cengkareng Gerbang Tol Cililitan .................................................. 149

7.2.3 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya ........................................................ 150

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 151

LAMPIRAN ................................................................................................... 157

Page 15: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intensitas Kebisingan yang Diperbolehkan Berdasarkan Waktu

Pemaparan dalam Satu Hari .............................................................. 30

Tabel 2.2 Kondisi Suara/Bunyi dengan Batas Dengar Tertinggi ....................... 33

Tabel 2.3 Standar Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja .............................. 40

Tabel 2.4 NAB Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) yang

Diperkenankan ................................................................................. 43

Tabel 2.5 Perkiraan Beban Kerja Menurut Kebutuhan Energi........................... 45

Tabel 3.1 Definisi Operasional ......................................................................... 68

Tabel 5.1 Distribusi Kelelahan Kerja (Subjective Self Ratting Test) Pada

Kolektor Gerbang Tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Tomang Cengkareng Tahun 2016 ................................................... 100

Tabel 5.2 Distribusi Intensitas Kebisingan Pada Kolektor Gerbang Tol Cililitan

PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016 . 101

Tabel 5.3 Distribusi Intensitas Pencahayaan, Suhu Ruangan dan Kelembaban

Udara, dan Shift Kerja Pada Kolektor Gerbang Tol Cililitan PT Jasa

Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016 .............. 102

Tabel 5.4 Hasil Uji Normalitas Data............................................................... 104

Tabel 5.5 Gambaran Kelelahan Kerja Berdasarkan Intensitas Kebisingan Pada

Kolektor Gerbang Tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Tomang Cengkareng Tahun 2016 ................................................... 105

Tabel 5.6 Gambaran Kelelahan Kerja Berdasarkan Intensitas Pencahayaan Pada

Kolektor Gerbang Tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Tomang Cengkareng Tahun 2016 ................................................... 106

Tabel 5.7 Gambaran Kelelahan Kerja Berdasarkan Suhu Ruangan Pada Kolektor

Gerbang Tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang

Cengkareng Tahun 2016 ................................................................. 107

Tabel 5.8 Gambaran Kelelahan Kerja Berdasarkan Kelembaban Udara Pada

Kolektor Gerbang Tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Tomang Cengkareng Tahun 2016 ................................................... 108

Page 16: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

xv

Tabel 5.9 Gambaran Kelelahan Kerja Berdasarkan Shift Kerja Pada Kolektor

Gerbang Tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang

Cengkareng Tahun 2016 ................................................................. 109

Page 17: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penentuan titik pengukuran pencahayaan umum dengan luas kurang

dari 10m2 ...................................................................................... 38

Gambar 2.2 Penentuan titik pengukuran pencahayaan umum dengan luas antara

10m2 sampai 100m2 ...................................................................... 38

Gambar 2.3 Penentuan titik pengukuran pencahayaan umum dengan luas>dari

100m2 ........................................................................................... 39

Gambar 4.1 Sound Level Meter Krisbow .......................................................... 81

Gambar 4.2 Digital Luxmeter DL 204 ............................................................... 84

Gambar 4.3 Denah Ruang Kerja Kolektor Gerbang Tol .................................... 85

Gambar 4.4 Thermohygrometer ........................................................................ 87

Gambar 5.1 Peta Wilayah Jaringan Jalan Tol Jakarta dan Sekitarnya ................. 95

Page 18: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

xvii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ................................................................................ 65

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ............................................................................. 67

Bagan 5.1 Pertumbuhan Volume Lalu Lintas Kendaraan Ruas Dalam Kota

Cabang Cawang Tomang Cengkareng Rata-Rata Per Hari/kr ............ 96

Bagan 5.2 Pertumbuhan Volume Lalu Lintas Kendaraan Ruas Prof. Dr. Ir.

Sedyatmo Cabang Cawang Tomang Cengkareng Rata-Rata Per Hari/kr

......................................................................................................... 98

Page 19: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER KELELAHAN KERJA DAN OBSERVASI

LAMPIRAN 2 LEMBAAR PENGUKURAN KEBISINGAN,

PENCAHAYAAN, SUHU & KELEMBABAN

LAMPIRAN 3 HASIL PENGUKURAN PENELITIAN LINGKUNGAN

KERJA

LAMPIRAN 4 HASIL OUTPUT ANALISIS DATA

LAMPIRAN 5 SURAT-SURAT PENELITIAN

LAMPIRAN 6 DOKUMENTASI

Page 20: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tingginya arus globalisasi akan banyak mempengaruhi berbagai sektor

dan salah satunya adalah sektor perusahaan pengembang jalan tol.

Peningkatan pengguna fasilitas jalan tol ini tentunya menuntut banyak kinerja

positif dari berbagai sumber daya yang ada yaitu kolektor gerbang tol.

Kolektor gerbang tol merupakan karyawan yang berperan penting dan

memiliki beban kerja dalam pengoperasian jalan tol karena membutuhkan

konsentrasi kerja yang non stop selama menjalankan pekerjaannya karena lalu

lintas kendaraan di jalan tol selalu ramai terutama pada jam-jam tertentu

sehingga tidak memungkinkan penjaga tol untuk beristirahat.

Frekuensi pertumbuhan volume kendaraan roda empat mengalami

penaikan sebesar 9% per tahun, sedangkan penambahan panjang jalan

dilakukan hanya sebesar 0,01% per tahun, kondisi ini menjadi pemicu

terjadinya masalah kemacetan lalu lintas (Sunito, 2010). Selain itu jumlah

volume kendaraan roda empat di gerbang tol Cililitan setiap harinya pada

seluruh shift yaitu kurang lebih mencapai 23.109/hari. Gerbang tol Cililitan

merupakan gerbang tol yang berada pada jalur cabang Cawang Tomang

Cengkareng. Cabang tersebut adalah cabang yang memiliki jalur sepanjang

37.85 Km dan dapat dinyatakan bahwa cabang CTC adalah jalur terpanjang

kedua setelah Jagorawi serta mendapati aktivitas volume kendaraan tertinggi

dibanding Jagorawi dan 4 jalur Jabodetabek lainnya.

Page 21: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

2

Pada survei di USA, kelelahan merupakan problem yang besar.

Ditemukan sebanyak 24% dari seluruh orang dewasa yang datang ke

poliklinik menderita kelelahan kronis. Data yang hampir sama terlihat dalam

komunitas yang dilaksanakan oleh Kendel di Inggris yang menyebutkan

bahwa 25% wanita dan 20% pria selalu mengeluh lelah (Setyawati, 1994).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementrian Tenaga Kerja Jepang

terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di negara

tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa ditemukan

65% pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28%

mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh stress berat

dan merasa tersisihkan (Hidayat, 2003).

Miranti (2008) mengutarakan hasil penelitian yang dilakukan pada

salah satu perusahaan di Indonesia khususnya pada bagian produksi

mengatakan rata-rata pekerja mengalami kelelahan dengan mengalami gejala

sakit di kepala, nyeri di punggung, pening dan kekakuan di bahu.

Berdasarkan beberapa definisi menurut Grandjean (1995), Suma’mur

(2009), Tarwaka (2010) dan Nurmianto (2003) disimpulkan kelelahan akan

menunjukkan keadaan yang berbeda-beda pada setiap individu, namun dari

semua keadaan kelelahan akan berakibat pada pengurangan kapasitas kerja

baik motivasi kerja maupun produktivitas kerja, ketahanan tubuh dan

melemahnya kekuatan fisik maupun psikis yang dapat menggannggu

kesiagaan, ketelitian serta mempengaruhi kesehatan. Gejala yang dialami bagi

yang merasakan kelelahan kerja yaitu berupa gangguan kesehatan seperti

perasaan lesu, menguap, mengantuk, pusing, sulit berpikir, kurang

Page 22: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

3

berkonsenterasi, kurang waspada, persepsi yang buruk dan lambat, kaku dan

canggung dalam gerakan, gairah bekerja kurang, tidak seimbang dalam

berdiri, tremor pada anggota badan, tidak dapat mengontrol sikap, dan

menurunnya kinerja jasmani dan rohani (Kroemer dan Grandjean, 1997;

Tarwaka, 2013).

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan kelelahan kerja, menurut

Setyawati (2010), faktor penyebab kelelahan antara lain faktor individu, faktor

pekerjaan, faktor lingkungan dan faktor psikologis. Suasana kerja yang tidak

ditunjang dengan kondisi lingkungan yang sehat, nyaman dan selamat akan

memicu terjadinya kelelahan kerja. Menurut McCunney (1988), tenaga kerja

akan dapat dan mampu bekerja, efisien dan produktif apabila lingkungan

tempat kerja nyaman. Sebaliknya kondisi lingkungan kerja yang tidak nyaman

dapat menyebabkan kelelahan tenaga kerja sehingga produktivitas tenaga

kerja menurun. Setyawati (1994) menyatakan bahwa kelelahan yang

disebabkan oleh faktor lingkungan fisik di tempat kerja antara lain oleh suhu,

pencahayaan dan kebisingan. Menurut Nurmianto (2003) terdapat beberapa

faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan dalam beraktifitas, salah

satunya adalah kualitas lingkungan kerja fisik yang diantaranya terdiri atas

intensitas penerangan, suhu dan kelembaban udara, dan tingkat kebisingan.

Masalah lingkungan kerja disini dapat diartikan tingkat kebisingan,

tingkat pencahayaan ruang kerja, dan iklim kerja tempat kerja (Budiono, dkk,

2003). Pada jenis pekerjaan seperti karyawan kolektor gerbang tol dituntut

untuk selalu memiliki motivasi dan tenaga kerja yang optimal pada saat

bekerja terutama pada saat volume kendaraan yang sedang tinggi.

Page 23: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

4

Tingginya volume kendaraan dijalan tol akan menimbulkan kebisingan

yang lebih tinggi pula selaras dengan teori Suma’mur (2009), mengatakan

bahwa kebisingan dapat mempengaruhi faal tubuh seperti gangguan pada saraf

otonom yang ditandai dengan bertambahnya metabolisme, bertambahnya

tegangan otot sehingga mempercepat kelelahan.

Karyawan gerbang tol sangat membutuhkan pencahayaan yang cukup

karena pekerjaan yang dilakukan membutuhkan ketelitian yang tinggi untuk

melakukan transaksi pembayaran tol layaknya aktivitas administrasi.

Pencahayaan yang baik adalah pencahayaan yang memungkinkan seseorang

tenaga kerja melihat pekerjaannya dengan teliti, cepat, dan upaya tidak perlu

serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang nikmat dan

menyenangkan (Suma’mur, 1996).

Idealistina (1991) menyatakan bahwa suhu nyaman diperlukan

manusia untuk mengoptimalkan produktifitas kerja. Pada keadaan lingkungan

yang panas atau dingin akan mempengaruhi kinerja aktivitas karyawan

kolektor gerbang tol dengan atau tidaknya dilengkapi pedingin ruangan setiap

ruangan akan mempengaruhi suhu yang diterima oleh karyawan karena

jendela ruangan terbuka untuk melakukan transaksi. Efisiensi kerja sangat di

pengaruhi oleh cuaca kerja dalam daerah nikmat kerja, jadi tidak dingin dan

kepanasan (Suma’mur, 2009). Bagi orang Indonesia suhu ruangan perkantoran

ditempat kerja dirasakan nyaman antara 18° C - 28 °C (Kepmekes RI. No.

1405/Menkes/SK/XI, 2002).

Terdapat beberapa penelitian terkait pengaruh lingkungan kerja fisik

terhadap kelelahan kerja diantaranya menunjukkan bahwa kebisingan

Page 24: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

5

memiliki hubungan dengan kelelahan kerja salah satunya penelitian menurut

Sari (2010), berdasarkan uji Chi-Square untuk menguji pengaruh intensitas

kebisingan dengan kelelahan kerja diperoleh pvalue 0,001 (p ≤ 0,01) berarti

ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja secara sangat

signifikan pada tenaga kerja bagian screening CV. Mekar Sari Wonosari

Klaten. Sedangkan pada penelitian Septiana, dkk (2013) tentang kelelahan

kerja yang dipengaruhi pencahayaan pada operator scarfing didapatkan hasil

berupa hubungan pencahayaan dengan kelelahan kerja mendapat nilai korelasi

pearson sebesar 0.15>α (0.05) artinya kelelahan kerja operator scarfing sangat

dipengaruhi oleh pencahayaan.

Kelelahan kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja juga dapat

dipengaruhi dengan intensitas shift kerja. Menurut Grandjean (1995), secara

alamiah manusia dilahirkan untuk menjadi makhluk siang hari, artinya mereka

bangun pada siang hari dan tidur atau beristirahat pada malam hari. Kehidupan

seperti itu mengikuti suatu pola jam biologik yang disebut dengan circadian

rhythm yang berdaur selama 24 jam. Lamanya waktu yang dipergunakan

untuk tidur di siang hari relatif kecil dari yang seharusnya, mengakibatkan

mengantuk. Hal ini disebabkan gangguan suasana siang hari seperti

kebisingan, suhu, dan keadaan terang (Suma’mur, 1993). Berdasarkan

penelitian sebelumnya bahwa adanya hubungan antara kelelahan kerja dengan

shift kerja. Pada penelitian Basri (2014) menunjukkan bahwa berdasarkan uji

statistik Chi-Square, diketahui terdapat hubungan yang kuat antara shift kerja

malam dengan tingkat kelelahan operator produksi di PT Pertamina Eksplorasi

dan Produksi (EP) Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu tahun 2014.

Page 25: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

6

Adapun berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada

bulan Agustus dari 6 karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga

(Persero) Tbk, diketahui bahwa 3 karyawan mengalami kelelahan berat pada

shift siang, 1 karyawan mengalami kelelahan berat pada shift malam dan telah

merasakan kelelahan secara terus menerus pada 3-4 jam pertama dari awal

tugas pertukaran shift, sedangkan karyawan mengalami kelelahan ringan yaitu

2 karyawan pada shift malam. Hal ini disebabkan karena rutinitas kegiatan

masyarakat dalam menggunakan jalan tol dilihat dari meningkatnya volume

kendaraan lebih banyak saat shift siang dan sore yaitu 8.296 kendaraan,

dibandingkan dengan shift malam yaitu 3.641 kendaraan, selain itu juga

disebabkan oleh jenis pekerjaan yang tingkat beban kerjanya berbeda-beda

dalam pekerjaan ini tergolong beban kerja sedang. Pekerja juga merasakan

beberapa gejala seperti sakit kepala, sulit berkomunikasi, ketenangan bekerja

terganggu, konsentrasi terganggu, mengantuk, dan tingkat kewaspadaan

terganggu. gejala tersebut dirasakan karena adanya dukungan dari kondisi

lingkungan kerja kebisingan, pencahayaan dan suhu kelembaban.

Untuk studi pendahuluan hasil pengukuran pada kolektor gerbang tol

Cililitan 2 pada shift siang dan malam didapatkan hasil pengukuran intensitas

kebisingan di 3 gerbang tol Cililitan 2 pada durasi kerja 8 jam yang diterima

pekerja mencapai 78-87 dB, jika dibandingkan dengan Permenakertrans No.

13 Tahun 2011 bahwa standar NAB kebisingan ditempat kerja yang telah

ditetapkan adalah 85 dB. Selanjutnya, hasil pengukuran pencahayaan pada

ruang kerja kolektor gerbang tol Cililitan 2 didapatkan hasil yang bervariasi

setiap gerbang dan keadaan cuaca yang berubah-ubah saat pengukuran yaitu

Page 26: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

7

didapatkan hasil berkisar 39.36 – 96.16 lux yang bila dibandingkan dengan

NAB pada Kepmenkes RI No. 1405 Tahun 2002 yaitu 300 lux untuk standar

ruangan administrasi dengan pekerjaan rutin maka pencahayaan yang

didapatkan pekerja dibawah standar. Terdapat hasil ukur suhu yaitu 21.73-

31.16 ˚C dan kelembaban udara yaitu 66.86%-80.55% pada ruang kerja

karyawan kolektor gerbang tol dan dibandingkan dengan Keputusan Menteri

Kesehatan RI. No. 1405/MENKES/SK/XI (2002) sebaiknya ruang kerja

perkantoran memiliki suhu 18-28˚C dan kelembaban 40%-60% maka

dinyatakan bahwa hasil ukur berada diatas standar yang telah ditentukan.

Selain itu, kondisi lingkungan kerja seperti sirkulasi udara yang ada

diruang kerja sudah baik karena adanya ventilasi udara untuk perputaran udara

baik udara yang masuk maupun udara yang keluar, tidak adanya sumber

getaran dalam melakukan pekerjaan dan untuk bau-bauan dan warna pada

ruang kerja tidak pernah ada bau-bauan menyengat ataupun warna cat yang

mengganggu pekerja saat melakukan aktivitas pekerjaan.

Untuk kondisi lingkungan kerja secara langsung seperti sarana maupun

prasarana di ruang kerja semua dikategorikan dalam kondisi yang baik karena

meja kerja yang digunakan tidak membuat para pekerja kesulitan dalam

menggunakannya baik pada luas meja, permukaan meja maupun warna meja

tidak mengganggu. Sedangkan, pada kursi kerja yang ada juga memudahkan

para pekerja dalam mengatur tinggi rendah kursi, kursi kerja yang ada

memiliki sandaran untuk pekerja duduk dalam posisi tegak dan dapat

meregangkan otot punggung, kursi kerja juga tidak menyulitkan pekerja

bergerak bebas pada lengannya serta bagi para pekerja kursi yang digunakan

Page 27: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

8

sudah tergolong nyaman. Ruang kerja yang hanya berukuran 2 x 2 meter

tersebut membuat pekerja memiliki keterbatasan gerak dan hanya cukup untuk

disinggahi 2-3 orang demi kenyamanan ruang kerja, dalam hal ini kondisi

ruang kerja dan sarana prasarananya masih tergolong baik dan tidak

mengganggu pekerja dalam melakukan aktivitas kerjanya dalam kata lain

sarana dan prasarana yang disediakan tidak menunggu pekerja untuk dapat

beradaptasi melainkan disediakan untuk memudahkan para pekerja kolektor

gerbang tol, pernyataan diatas tersebut berdasarkan penilaian observasi

(Quible, 2001; Gie, 2000; dan Nurmianto, 2003).

Hal tersebut juga dikemukakan oleh Notoatmodjo (2007) yang

menyatakan bahwa apabila antara sarana, prasarana atau peralatan kerja

dengan pekerja sudah cocok, maka kelelahan dapat dicegah sehingga proses

kerja akan lebih efisien dan berdampak pada produktivitas tinggi. Studi

pendahuluan yang dilakukan telah menggambarkan baik pada faktor

lingkungan langsung maupun tidak langsung yang telah mengganggu

kenyamanan pekerja kolektor gerbang tol yaitu kelelahan kerja terjadi akibat

faktor lingkungan tidak langsung melainkan adanya pajanan seperti

kebisingan, pencahayaan dan suhu kelembaban ruang kerja.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Hubungan Lingkungan Kerja Fisik Dengan Kelelahan Kerja

Pada Kolektor Gerbang Tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang

Cengkareng Tahun 2016.

Page 28: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

9

1.2. Rumusan Masalah

PT Jasa Marga (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang berperan

sebagai pengembang sekaligus operator jalan tol yang beroperasi selama 24

jam untuk melayani masyarakat, dengan pertumbuhan volume kendaraan yang

terus meningkat setiap harinya menuntut kolektor gerbang tol untuk kerja

ekstra dan merasakan kelelahan saat bekerja.

Berdasarkan studi pendahuluan bulan Agustus pada kolektor gerbang

tol Cililitan 2 didapatkan hasil pengukuran intensitas kebisingan yang diterima

pekerja bervariasi mencapai diatas NAB yang telah ditetapkan yaitu 85 dB,

pengukuran pencahayaan pada ruang kerja didapatkan hasil yang bervariasi

yaitu dibawah standar yang ditetapkan yaitu 300 lux untuk jenis pekerjaan

administrasi rutin, sedangkan pengukuran suhu dan kelembaban didapatkan

hasil melebihi standar yang diperkenankan yaitu sebesar 18-28 ˚C untuk suhu

dan 40%-60% untuk kelembaban. Hasil pengukuran kelelahan menggunakan

kuesioner Subjective Self Ratting Test dari 6 karyawan kolektor gerbang tol

Cililitan, diketahui bahwa 4 karyawan kelelahan berat, dan 2 karyawan

kelelahan ringan. Selain itu perbedaan tingkatan kelelahan kerja antar shift

siang dan malam yaitu pekerja shift siang lebih lelah dibanding dengan pekerja

shift malam.

Untuk itu perlu dilakukannya penelitian terkait hubungan lingkungan

kerja fisik dengan kelelahan kerja dan mempertimbangkan shift kerja di PT

Jasa Marga.

Page 29: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

10

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran tingkat kelelahan kerja pada kolektor gerbang tol

Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-Tomang-Cengkareng Tahun

2016?

2. Bagaimana gambaran tingkat kebisingan di tempat kerja pada kolektor

gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-Tomang-Cengkareng

Tahun 2016?

3. Bagaimana gambaran tingkat pencahayaan di tempat kerja pada kolektor

gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-Tomang-Cengkareng

Tahun 2016?

4. Bagaimana gambaran suhu dan kelembaban ruangan di tempat kerja pada

kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-Tomang-

Cengkareng Tahun 2016?

5. Bagaimana gambaran sistem shift pada kolektor gerbang tol Cililitan PT

Jasa Marga Cabang Cawang-Tomang-Cengkareng Tahun 2016?

6. Apakah ada hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja pada kolektor

gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-Tomang-Cengkareng

Tahun 2016?

7. Apakah ada hubungan pencahayaan dengan kelelahan kerja pada kolektor

gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-Tomang-Cengkareng

Tahun 2016?

Page 30: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

11

8. Apakah ada hubungan suhu dan kelembaban ruangan dengan kelelahan

kerja pada kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-

Tomang-Cengkareng Tahun 2016?

9. Apakah ada hubungan shift kerja dengan kelelahan kerja pada kolektor

gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-Tomang-Cengkareng

Tahun 2016?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan

kerja pada kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-

Tomang-Cengkareng Tahun 2016.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran tingkat kelelahan kerja di tempat kerja pada

kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-

Tomang-Cengkareng Tahun 2016.

2. Diketahuinya gambaran tingkat kebisingan di tempat kerja pada

kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-

Tomang-Cengkareng Tahun 2016.

3. Diketahuinya gambaran tingkat pencahayaan di tempat kerja pada

kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-

Tomang-Cengkareng Tahun 2016.

Page 31: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

12

4. Diketahuinya gambaran suhu dan kelembaban ruangan di tempat kerja

pada kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-

Tomang-Cengkareng Tahun 2016.

5. Diketahuinya gambaran sistem shift pada kolektor gerbang tol Cililitan

PT Jasa Marga Cabang Cawang-Tomang-Cengkareng Tahun 2016.

6. Diketahuinya hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja pada

kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-

Tomang-Cengkareng Tahun 2016.

7. Diketahuinya hubungan pencahayaan dengan kelelahan kerja pada

kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-

Tomang-Cengkareng Tahun 2016.

8. Diketahuinya hubungan suhu dan kelembaban ruangan dengan

kelelahan kerja pada kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga

Cabang Cawang-Tomang-Cengkareng Tahun 2016.

9. Diketahuinya hubungan shift kerja dengan kelelahan kerja pada

kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-

Tomang-Cengkareng Tahun 2016?

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Bagi Perusahaan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi

perusahaan sehingga perusahaan dapat membuat suatu program atau

kebijakan terkait dengan upaya pencegahan terjadinya kelelahan kerja

Page 32: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

13

pada pekerja. Selain itu dapat meningkatkan kinerja (produktifitas) dan

efisiensi pekerjaan, meningkatkan moral dan kepuasan pekerja sehingga

mengurangi angka kecelakaan, kesakitan, hilangnya hari kerja,

menurunkan turn over rate serta absenteeism (loss time), menghindari

terjadinya kehilangan tenaga kerja yang terampil dan skilled,

membangun komitmen untuk selalu bersama-sama memperhatikan

keselamatan dan kesehatan kerja.

1.5.2 Manfaat Bagi Fakultas

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan

dapat dijadikan referensi dibidang keselamatan dan kesehatan kerja bagi

civitas akademika.

1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan tentang perbedaan tingkat

kelelahan kerja tenaga kerja berdasarkan sistem shift pagi, siang dan

malam, dan mengetahui hubungan kelelahan dengan lingkungan kerja

serta sebagai penerapan ilmu yang telah didapat selama dibangku

perkuliahan.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lingkungan kerja

fisik (kebisingan, pencahayaan dan suhu kelembaban) dengan kelelahan kerja

pada kolektor gerbang tol. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan

menggunakan desain cross sectional dan pengambilan sampel dengan

menggunakan simple random sampling yang dilakukan pada bulan Oktober

Page 33: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

14

2016 dengan lokasi PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng di

gerbang tol Cililitan.

Populasi penelitian adalah kolektor gerbang tol Cililitan I dan II

berjumlah 93 karyawan pada 7 gardu yang bekerja pada shift pagi, siang dan

malam dan untuk sampel yang diambil adalah 42 karyawan. Data yang

diperoleh adalah data sekunder yang di dapat dari perusahaan dan data primer

yang didapat dengan menggunakan instrumen penelitian yaitu wawancara

dengan menggunakan kuesioner alat ukur tingkat kelelahan kerja yaitu

Subjective Self Rating Test (SSRT) dari Industrial Fatigue Research Comitte

Japan (IFRC Jepang), selanjutnya pengukuran dengan menggunakan Sound

Level Meter untuk kebisingan, Lux Meter untuk pencahayaan dan

Thermohygrometer untuk suhu dan kelembaban ruangan. Analisis univariat

dilakukan untuk mengetahui frekuensi dan distribusi dari variabel yang

diteliti. Analisis bivariat (Uji T-Independent) dan (Uji Chi-Square) digunakan

untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel

dependen.

Page 34: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelelahan Kerja

2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja

Kelelahan mengandung 3 pengertian yaitu terdapatnya penurunan

hasil kerja secara fisiologik, adanya perasaan lelah dan merasa bosan

bekerja. Semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja. Lelah

bagi setiap orang akan mempunyai arti tersendiri dan bersifat subjektif.

Lelah merupakan suatu perasaan. Kelelahan kerja adalah aneka keadaan

yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang dapat

disebabkan oleh:

a. Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual)

b. Kelelahan fisik umum

c. Kelelahan syaraf

d. Kelelahan oleh lingkungan yang monoton

e. Kelelahan oleh lingkungan kronis terus-menerus sebagai faktor secara

menetap (Suma’mur, 2009).

Kelelahan bagi setiap orang memiliki arti tersendiri dan bersifat

subjektif. Lelah adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi

dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Kelelahan kerja

dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Menurut Nurmianto (2003),

kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan

kerja.

Page 35: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

16

Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya

kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot secara statis pun (static

muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan

mengakibatkan RSI (Repetition Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang,

tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat

berulang (repetitive). Selain itu karakteristik kelelahan akan meningkat

dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan

menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan

istirahat yang cukup.

Kelelahan berbeda dengan kejemuan, sekalipun kejemuan adalah

suatu faktor dari kelelahan (Suma’mur, 1999). Menurut Tarwaka, dkk

(2004) kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar terhindar

dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah

pemulihan setelah istirahat. Kelelahan kerja adalah suatu kondisi yang

disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja (Budiono,

2003). Jadi dapat disimpulkan bahwa kelelahan kerja bisa menyebabkan

penurunan kinerja yang dapat berakibat pada peningkatan kesalahan kerja,

gangguan kesehatan pekerja dan kecelakaan kerja.

Menurut Suma’mur (1996) terdapat empat kelompok sebab

kelelahan yaitu: keadaan monoton, beban pekerjaan baik fisik maupun

mental, keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan

kebisingan, keadaan kejiwaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran atau

konflik, penyakit atau perasaan sakit.

Page 36: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

17

2.1.2 Jenis Kelelahan Kerja

Kelelahan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu

berdasarkan proses dan waktu terjadinya kelelahan.

a. Berdasarkan proses, meliputi:

1. Kelelahan otot (muscular fatigue)

Kelelahan otot menurut Suma’mur (1999) adalah suatu

keadaan yang terjadi setelah kontraksi otot yang kuat dan lama ,

dimana otot tidak mampu lagi berkontraksi dalam jangka waktu

tertentu. Kelelahan otot menunjuk pada suatu proses yang

mendekati definisi fisiologik yang sebenarnya yaitu berkurangnya

respons terhadap stimulasi yang sama. Kelelahan otot secara umum

dapat dinilai berdasarkan persentase penurunan kekuatan otot,

waktu pemulihan kelelahan otot, serta waktu yang diperlukan

sampai terjadi kelelahan.

Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya

tekanan melalui fisik untuk suatu waktu tertentu disebut kelelahan

otot secara fisiologis, dan gejala yang ditunjukkan tidak hanya

berupa berkurangnya tekanan fisik namun juga pada makin

rendahnya gerakan (Budiono. 2003).

2. Kelelahan Umum

Pendapat Grandjean (1995) dalam Tarwaka, dkk (2004),

biasanya kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan

untuk bekerja, yang sebabnya adalah pekerjaan yang monoton,

intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-

Page 37: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

18

sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi. Secara umum

gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai

perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif biasanya

terjadi pada akhir jam kerja, apabila beban kerja melebihi 30-40%

dari tenaga aerobik. Pengaruh-pengaruh ini seperti berkumpul

didalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah (Suma’mur,

2009). Menurut Budiono (2003), gejala umum kelelahan adalah

suatu perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua

aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya

gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik

secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa

mengantuk.

b. Berdasar waktu terjadi kelelahan, meliputi:

1. Kelelahan akut, yaitu disebabkan oleh kerja suatu organ atau

seluruh organ tubuh secara berlebihan dan datangnya secara tiba-

tiba.

2. Kelelahan kronis merupakan kelelahan yang terjadi sepanjang hari

dalam jangka waktu yang lama dan kadang-kadang terjadi sebelum

melakukan pekerjaan, seperti perasaan “kebencian” yang

bersumber dari terganggunya emosi. Selain itu timbulnya keluhan

psikosomatis seperti meningkatnya ketidakstabilan jiwa, kelesuan

umum, meningkatnya sejumlah penyakit fisik seperti sakit kepala,

perasaan pusing, sulit tidur, masalah pencernaan, detak jantung

yang tidak normal, dan lain-lain (Budiono, 2003).

Page 38: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

19

2.1.3 Gejala Kelelahan Kerja

Menurut Gilmer (1966) dan Cameron (1973), ada beberapa gejala

akibat kelelahan kerja antara lain:

a. Menurun kesiagaan dan perhatian.

b. Penurunan dan hambatan persepsi.

c. Cara berpikir atau perbuatan anti sosial.

d. Tidak cocok dengan lingkungan.

e. Depresi, kurang tenaga, dan kehilangan inisiatif.

f. Gejala umum (sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung,

kehilangan nafsu makan, gangguan pencemaan, kecemasan, perubahan

tingkah laku, kegelisahan, dan kesukaran tidur).

Jika menderita lelah berat secara terus menerus maka akan

mengakibatkan kelelahan kronis dengan gejala lelah sebelum bekerja. Jika

terus berlanjut dan menimbulkan sakit kepala, pusing, mual dan

sebagainya maka kelelahan itu dinamakan lelah klinis yang akan

mengakibatkan malas bekerja (Sedarmayanti, 2009).

2.1.4 Mekanisme Kelelahan

Proses metabolisme tubuh ketika melakukan aktivitas yang lebih

berat membuat tubuh tidak bisa lagi hanya mengandalkan pasokan oksigen

tapi juga proses biokimia. Proses biokimia ini menghasilkan asam laktat

yang kemudian memasuki aliran darah. Penumpukan asam laktat ini akan

membuat tubuh merasa lelah. Proses biokimia yang terjadi antara

kelelahan otot dan kelelahan umum sangat berbeda.

Page 39: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

20

a. Mekanisme Kelelahan Otot Dengan Proses Biokimia

Ketika sebuah otot berkontraksi, dibutuhkan energi untuk

melakukan kontraksi itu. Energi yang dibutuhkan berasal dari sumber

kimia. Dalam hal ini ATP diubah menjadi ADP, sehingga secara

demikian dibebaskan energi untuk kontraksi otot. Setelah energi tadi

terpakai, maka tenaga yang telah dipakai tadi akan diganti dengan

cadangan tenaga yang diperoleh dari perubahan glikogen dalam otot

menjadi asam laktat. Pada peristiwa ini dibebaskan energi, yang

kemudian digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP lagi. 1/5 dari

asam laktat akan dibakar secara aerob untuk menghasilkan energi yang

akan digunakan untuk mengubah sisa dari asam laktat (4/5 bagian

lainnya) menjadi glikogen otot lagi. Proses glikogen diubah menjadi

asam laktat terjadi dalam keadaan anaerob. Peristiwa ini dikenal juga

dengan sebutan proses Embden-Meyerhoff. Faktor- Faktor Penyebab

Kelelahan Otot:

1.) Penumpukan asam laktat

Terjadinya kelelahan otot yang disebabkan oleh

penumpukan asam laktat telah lama dicurigai. Penumpukan asam

laktat pada intramuscular dengan menurunnya puncak tegangan

(ukuran dari kelelahan apabila rasio asam laktat pada otot merah

dan otot putih meningkat, puncak tegangan otot menurun. Jadi bisa

diartikan bahwa besarnya kelelahan pada serabut-serabut otot putih

berhubungan dengan besarnya kemampuan mereka untuk

membentuk asam laktat. Pendapat bahwa penumpukan asam laktat

Page 40: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

21

menyertai didalam proses kelelahan selanjutnya diperkuat oleh

fakta dimana dua mekanisme secara fisiologi yang karenanya asam

laktat menghalang-halangi fungsi otot. Kedua mekanisme tersebut

tergantung kepada efek asam laktat pada pH intra selular atau

konsentrasi ion hydrogen (H). Dengan meningkatnya asam laktat,

konsentrasi H meningkat, dan pH menurun. Di pihak lain,

peningkatan konsentrasi ion H menghalangi proses rangkaian

eksitasi, oleh menurunnya sejumlah Ca yang dikeluarkan dari

reticulum sarkoplasma dan gangguan kapasitas mengikattroponin.

Peningkatan konsentrasi ion H juga menghambat kegiatan

fosfofruktokinase, enzim kunci yang terlibat di dalamanaerobic

glikolisis. Demikian lambatnya hambatan glikolisis, mengurangi

penyediaan ATP untuk energi.

2.) Pengosongan penyimpanan ATP dan PC

Karena ATP merupakan sumber energi secara langsung

untuk kontraksi otot, dan PC dipergunakan untuk Resintesa ATP

secepatnya, pengosongan Fosfagen intraseluler mengakibatkan

kelelahan. Bahwa kelelahan tidak berasal dari rendahnya fosfagen

didalam otot . Penelitian terhadap otot katak yang dipotong pada

otrot sartoriusnya. Sebagai contoh, telah diingatkan bahwa selama

kegiatan kontraksi, konsentrasi ATP didaerah miofibril mungkin

lebih berkurang daripadadalam otot keseluruhan. Oleh karena itu,

ATP menjadi terbatas didalam mekanisme kontraktil, walaupun

hanya terjadi penurunan yang moderat dari jumlah total ATP

Page 41: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

22

didalam otot. Kemungkinan yang lain adalah bahwa hasil energi

didalam pemecahan ATP lebih sedikit dari jumlah ATP yang

tersedia didalam batas-batas untuk kontreaksi otot. Alasan dari

penurunan ini mungkin dihubungkan dengan peningkatan

konsentrasi ion H dalam jumlah kecil sampai besar

didalamintraseluler, dan merupakan penyebab utama dari

penumpukan asam laktat.

3.) Pengosongan Simpanan Glikogen Otot

Seperti halnya dengan asam laktat dan kelelahan ,

hubungan sebab akibat antara pengosongan glikogen ototdan

kelelahan otot tidak dapat ditentukan dengan tegas . Faktor-faktor

lain yang berhubungan dengan kelelahan selama periode latihan

yang lama. Rendahnya tingkatan/level glukosa darah,

menyebabkan pengosongan cadangan glikogen hati. Kelelahan otot

lokal disebabkan karena pengosongan cadangan glikogen otot.

b. Mekanisme Kelelahan Umum Dengan Proses Biokimia

Kelelahan umum dapat berhubungan erat dengan gula darah.

Selain itu lelah dapat menjadi salah satu gejala bagi suatu penyakit

karena menurunnya kadar gula darah seseorang, yang dikenal dengan

hipoglikemia. Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang

mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula

darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh.

Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi

untuk sel-sel tubuh.

Page 42: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

23

Tingkat gula darah diatur melalui umpan balik negatif untuk

mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Level glukosa di

dalam darah diatur oleh pankreas. Bila konsentrasi glukosa menurun,

karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, pankreas

melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di lever

(hati). Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa

(glikogenolisis). Glukosa dilepaskan ke dalam aliran darah, hingga

meningkatkan level gula darah. Apabila level gula darah meningkat,

hormon yang lain dilepaskan dari butir-butir sel yang terdapat di dalam

pankreas. Hormon ini, yang disebut insulin, menyebabkan hati

mengubah lebih banyak glukosa menjadi glikogen. Proses ini disebut

glikogenosis, yang mengurangi level gula darah.

Umumnya seseorang yang sedang mengalami capek atau lelah

akan mengantuk. Mengantuk disebabkan oleh menurunnya suplai

oksigen pada otak. Hal ini disebabkan karena penurunan insulin yang

menyebabkan tingginya kadar glukosa dalam darah. Tingginya kadar

glukosa dalam darah (hiperglikemia) akan mengakibatkan viskositas

darah meningkat. Peningkatan viskositas (kekentalan)darah akan

menyebabkan penurunan volume plasma. Penurunan volume plasma

ini juga berarti bahwa volume darah yang dipompa oleh jantung

menurun. Hal ini berdampak pada kurangnya transpor darah ke otak

sehingga otak tidak mendapatkan cukup oksigen. Hal inilah yang

menyebabkan timbulnya rasa kantuk. Faktor Penyebab Kelelahan

umum (general fatigue): Tidak cukup tidur, Kekurangan energi,

Page 43: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

24

Anemia, Depresi, Kebanyakan kafein, Penyakit jantung, Diabetes,

Dehidrasi.

2.1.5 Metode Pengukuran Kelelahan Kerja

Menurut Tarwaka, dkk (2004) untuk mengetahui kelelahan seperti

ini dapat diukur dengan menggunakan :

a. Waktu reaksi (Psychomotor test)

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan

reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan

pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari

pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau

dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala

lampu dan denting suara serta sentuhan kulit atau goyangan badan

sebagai stimuli. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan

petunjuk adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot.

b. Uji mental (Bourdon Wiersma test)

Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan

yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan

menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test, merupakan salah

satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan

konstansi. Hasil test akan menunjukkan bahwa semakin lelah

seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konsentrasi akan

semakin rendah atau sebaliknya. Namun demikian Bourdon Wiersma

tes lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau

pekerjaan yang lebih bersifat mental.

Page 44: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

25

c. Uji hilangnya kelipan (Flicker Fusion Test)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk

melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang

waktu yang diperlukan untuk jarak antara 2 kelipan. Uji kelipan dapat

digunakan untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan

kewaspadaan tenaga kerja.

d. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah

proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi

yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor

yang harus dipertimbangkan seperti; target produksi; faktor sosial; dan

perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan

produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat

menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah

merupakan kausal faktor.

e. Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjective Self Rating Test of

Fatigue)

Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research

Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat

mengukur tingkat kelelahan subjektif. Sinclair (1992) menjelaskan

beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengukuran subjektif.

Metode antara lain: ranking methods, rating methods, questionnaire

methods,interview dan checklists. Gejala atau perasaan atau tanda yang

ada hubunganya dengan kelelahan adalah:

Page 45: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

26

1. Perasaan berat dikepala

2. Menjadi lelah diseluruh badan

3. Kaki merasa berat

4. Menguap

5. Merasa kacau pikiran

6. Mengantuk

7. Merasa berat pada mata

8. Kaku dan canggung dalam

gerakan

9. Tidak seimbang dalam berdiri

10. Mau berbaring

11. Merasa susah berfikir

12. Lelah bicara

13. Gugup

14. Tidak dapat berkonsentrasi

15. Tidak dapat memfokuskan

perhatian terhadap sesuatu

16. Cenderung untuk lupa

17. Kurang kepercayaan diri

18. Cemas terhadap sesuatu

19. Tidak dapat mengontrol sikap

20. Tidak dapat tekun dalam melakukan

pekerjaan

21. Sakit kepala

22. Kekakuan dibahu

23. Merasa nyeri dipunggung

24. Merasa pernafasan tertekan

25. Merasa haus

26. Suara serak

27. Pusing

28. Spasme kelopak mata

29. Tremor pada anggota badan

30. Merasa kurang sehat.

Gejala perasaan atau tanda 1-10 menunjukan melemahnya

kegiatan, 11-20 menunjukan melemahnya motivasi, dan 20-30

menunjukan kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang

melelahkan (Tarwaka, 2004).

2.2 Faktor Lingkungan Kerja Fisik Yang Mempengaruhi Kelelahan Kerja

Menurut Sedarmayanti (2009) lingkungan adalah agregat dari seluruh

kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan

suatu organisasi. Kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila

manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan

nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka

waktu yang lama lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang

Page 46: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

27

baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak

mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Secara umum

lingkungan dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a. Lingkungan Fisik

Lingkungan yang terdapat disekitar manusia, lingkungan fisik contohnya:

cuaca, musim, keadaan geografis, dan struktur geologi dan lain-lain.

b. Lingkungan Non Fisik

Lingkungan non fisik adalah lingkungan yang muncul sebagai akibat

adanya interaksi antara manusia, misalnya: sosial budaya, norma, adat

istiadat, dan lain-lain.

Ditempat kerja lingkungan fisik merupakan arti semua keadaan yang

terdapat disekitar tempat kerja, akan mempengaruhi pekerja baik secara

langsung maupun tidak langsung. Lingkungan kerja merupakan keseluruh alat

perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang

bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai

perseorangan maupun sebagai kelompok (Sedarmayanti, 2009). Lingkungan

fisik dapat dibagi menjadi dua kategori antara lain:

a. Lingkungan yang berhubungan langsung dengan pekerja, misalnya: pusat

kerja, kursi, meja, alat kerja dan lainnya.

b. Lingkungan perantara disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi

kondisi manusia, misalnya: temperature atau tekanan panas, kelembaban,

sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak

sedap, warna dan lain-lain (Sedarmayanti, 2009).

Page 47: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

28

Lingkungan fisik kerja merupakan faktor eksternal dari penyebab

kelelahan kerja yang terdapat disekitar tempat kerja meliputi temperature atau

tekanan panas, kelembaban udara, sirkulasi udaram pencahayaan, kebisingan,

getaran mekanik, bau-bauan, warna, dan lain-lain. Dalam hal ini akan

berpengaruh signifikan terhadap hasil kerja manusia (Wignjosoebroto, 2003).

Dengan kata lain kondisi fisik di lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi

kelelahan kerja, meliputi:

2.2.1 Kebisingan

Bunyi didengar sebagai rangsangan pada telinga oleh getaran-

getaran melalui media elastis, dan manakala bunyi-bunyi tersebut tidak

dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan. Terdapat dua hal yang

menentukkan kualitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan intensitasnya.

Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau disebut hertz

(Hz) dan intensitas atau arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan

dalam decibel (dB) (Suma’mur, 1996).

Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki

(unwanted/undesired sound). Spooner mendefinisikan bising sebagai suara

yang tidak mempunyai kualitas musik. Nilai Ambang Batas (NAB) di

Indonesia kebisingan adalah 85 decibel (Permenakertrans No. 13, 2011).

Jika lamanya shift lebih dari 8 jam kerja, maka tingkat kebisingan yang

harus diturunkan. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki

yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang

pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran

(Permenakertans No.13, 2011). Selain itu, kebisingan merupakan suara

Page 48: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

29

atau bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga karena dalam jangka

panjang dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran,

dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan kebisingan yang serius

dapat menyebabkan kematian (Sedarmayanti, 2009).

Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah mengurangi

kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi, mengurangi

konsentrasi (Budiono, dkk, 2003), sehingga muncul sejumlah keluhan

yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas.

Kebisingan yang tidak terkendalikan dengan baik, juga dapat

menimbulkan efek lain yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan

kerja (Suma’mur,1996).

Selain itu, tenaga kerja yang terpapar kebisingan dapat

menyebabkan kelelahan kerja karena denyut nadinya akan naik, tekanan

darah naik, dan mempersempit pembuluh darah yang akan menggangu

komunikasi serta menganggu konsentrasi dan kemampuan berpikir pekerja

sehingga menyebabkan kelelahan kerja (Suma’mur, 1996; Syukri, 1996;

Soeripto, 1996). Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa

kebisingan memiliki hubungan dengan kelelahan kerja salah satunya

penelitian menurut Sari (2010), berdasarkan uji Chi-Square untuk menguji

pengaruh intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja diperoleh p value

0,001 (p ≤ 0,01) berarti ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap

kelelahan kerja secara sangat signifikan pada tenaga kerja bagian

screening CV. Mekar Sari Wonosari Klaten.

Page 49: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

30

NAB yang diperbolehkan untuk kebisingan selama 8 jam bekerja

adalah sebesar 85 dBA. Namun, untuk kebisingan lebih dari 140 dBA tidak

diperbolehkan terpajan walaupun sesaat. Berikut ini NAB yang

diperbolehkan berdasarkan waktu pemaparan yang diperbolehkan:

Tabel 2.1

Intensitas Kebisingan yang Diperbolehkan Berdasarkan Waktu

Pemaparan dalam Satu Hari

Waktu Pemaparan dalam Satu Hari Intensitas Kebisingan

(dBA)

8

Jam

85

4 88

2 91

1 94

30

Menit

97

15 100

7.5 103

3.75 106

1.88 109

0.94 112

28.12

Detik

115

14.06 118

7.03 121

3.52 124

1.76 127

0.88 130

0.44 133

0.22 136

0.11 139

Sumber: Permenakertrans No. 13, 2011

Tingkat kebisingan yang berlebihan memberikan dampak negatif

pada tenaga kerja. Pengaruh utama bising adalah kerusakan pada indera

pendengar, yang dapat menyebabkan tuli progresif dan lama kelamaan

menyebabkan tuli yang bersifat menetap bila terus berada di ruang bising

tersebut. Efek kebisingan pada daya kerja adalah timbulnya gangguan

Page 50: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

31

komunikasi serta gangguan konsentrasi sehingga dapat menyebabkan

kelelahan (Suma’mur, 1994).

Hasil penelitian Soeripto (1996) yang menyatakan bahwa tenaga

kerja yang terpapar kebisingan akan menyebabkan kelelahan. Terpapar

kebisingan yang berlebihan berdampak negatif pada tenaga kerja. Tenaga

kerja yang terpapar kebisingan denyut nadinya akan naik, tekanan darah

naik, dan mempersempit pembuluh darah sehingga cepat merasa lelah.

Syukri (1996) menyatakan kebisingan menggangu konsentrasi,

komunikasi, dan kemampuan berpikir.

Menurut Suma’mur (1996) dan Buchari (2007), kebisingan dibagi

dalam 5 jenis yaitu :

1. Kebisingan continue dengan spektrum frekuensi yang luas (steady

state, wide band noise), misalnya : mesin-mesin, kipas angin, dapur

pijar.

2. Kebisingan continue dengan spektrum frekuensi yang sempit (steady

state, narrow band noise), misalnya gergaji sirkuler, katup gas.

3. Kebisingan terputus–putus (intermittent), misalnya suara lalu lintas,

suara pesawat terbang.

4. Kebisingan impulsive berulang, misalnya mesin tempa, pandai besi.

5. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise),misalnya : ledakan,

pukulan, tembakan bedil, meriam.

Sumber-sumber bising pada dasarnya ada 2 macam yang dilihat

dari bentuk sumber suara, yaitu sumber bising titik/bola/lingkaran, dan

sumber bising garis. Kebisingan yang diakibatkan lalu lintas adalah

Page 51: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

32

kebisingan garis (Suroto, 2010). Bunyi yang ditimbulkan oleh lalu lintas

adalah bunyi yang tidak konstan tingkat suaranya. Tingkat gangguan

kebisingan yang berasal dari bunyi lalu lintas dipengaruhi oleh tingkat

suaranya, seberapa sering terjadi dalam satu satuan waktu, serta frekuensi

bunyi yang dihasilkannya (Magrab, 1982). Kebisingan lalu lintas berasal

dari suara yang dihasilkan dari kendaraan bermotor, terutama dari mesin

kendaraan, knalpot, serta akibat interaksi antara roda dengan jalan.

Kendaraan berat (truk, bus) dan mobil penumpang merupakan sumber

kebisingan utama di jalan raya. Berikut perbedaan sumber bising titik

dengan sumber bising garis:

a. Sumber kebisingan titik atau sumber statis; kebisingan ini dihasilkan

dari benda tidak bergerak. Suara yang dihasilkan pada sumber ini

berbentuk titik-titik dan akan menyebar melalui udara dengan

kecepatan suara 340 meter/detik dengan pola penyebaran berbentuk

lingkaran dengan sumber kebisingan sebagai pusatnya.

Contoh : Mobil sedang berhenti dengan mesin hidup.

b. Sumber kebisingan garis atau sumber dinamis; yaitu kebisingan yang

dihasilkan oleh sumber bergerak atau alat transportasi. Suara yang

dihasilkan dari sumber ini akan menyebar melalui udara dengan pola

yang berbentuk selinder yang memanjang dengan sumber kebisingan

sebagi sumber utama.

Contoh : Suara lalu lintas, kerta api, pesawat udara dll.

Page 52: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

33

Sumber-sumber kebisingan menurut Prasetio (1992) dapat bersumber dari:

a. Bising interior yaitu sumber bising yang bersumber dari manusia, alat-

alat rumah tangga, atau mesin-mesin gedung.

b. Bising outdoor yaitu sumber bising yang berasal dari lalu lintas,

transportasi, industri, alat-alat mekanis yang terlihat dalam gedung,

tempat-tempat pembangunan gedung, perbaikan jalan, kegiatan

olahraga dan lain-lain di luar ruangan atau gedung.

Pada sumber lain menyatakan bahwa terdapat kondisi suara

atau bunyi yang dapat diterima oleh suatu jenis pekerjaan sampai

dengan batas dengar tertinggi sesuai dengan kondisi lingkungannya

sebagai berikut:

Tabel 2.2

Kondisi Suara/Bunyi dengan Batas Dengar Tertinggi

Batas Dengar Tertinggi Desibel (dB) Kondisi Suara/Bunyi

Menulikan

120

110

100

Halilintar

Meriam

Mesin Uap

Sangat Hiruk Pikuk 90

70

Jalan hiruk pikuk

Perusahaan sangat gaduh

Pluit Polisi

Kuat 70

60

Kantor gaduh

Jalan pada umumnya

Radio

Perusahaan

Sedang 50

40

Kantor pada umumnya

Percakapan kuat dan Radio

perlahan

Tenang 30

20

Rumah tenang

Kantor pribadi

Percakapan

Sangat Tenang 10

0

Suara daun-daun

Berbisik dan batas terendah

Sumber: Wignjosoebroto, 2003.

Page 53: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

34

Instrumen pengukuran kebisingan ini menggunakan pencatatan

otomatis yang ada pada alat sound level meter serta dengan pencatatan

manual tiap menit dengan cara melihat angka-angka yang ditampilkan oleh

sound level meter. Alat ini digunakan untuk mengukur intensitas

kebisingan antara 30-130 dBA dan dari frekuensi 20Hz-20.000Hz. Alat ini

memiliki bentuk yang didesain secara dinamis dan dapat meminimalisir

gangguan terhadap medan suara yang sedang dilakukan pengukuran. Alat

ini dilengkapi dengan layar grafis, yang dapat memerlihatkan hasil

pengukuran kebisingan dengan lebih besar, sehingga memungkinkan

pengukuran seketika dengan mudah. Data yang didapat dari hasil

pengukuran dapat disimpan pada kartu memori Secure Digital untuk

selanjutnya dilakukan proses posting dan analisis. SLM merupakan alat

yang digunakan untuk mengukur kebisingan di tempat kerja.

2.2.2 Pencahayaaan

Intensitas pencahayaan di tempat kerja dimaksudkan untuk

menberikan pencahayaan kepada benda-benda yang merupakan objek

kerja, peralatan atau mesin dan proses produksi serta lingkungan kerja.

Untuk itu diperlukan intensitas pencahayaan yang optimal. Selain

menerangi objek kerja, pencahayaan juga diharapkan cukup memadai

menerangi keadaan sekelilingnya (SNI 16-7062, 2004).

Pencahayaan ditempat kerja merupakan salah satu sumber cahaya

yang menerangi benda-benda ditempat kerja. Pencahayaan yang baik

adalah pencahayaan yang memungkinkan tenaga kerja melihat pekerjaan

dengan teliti, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu serta membantu

Page 54: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

35

menciptakan lingkungan kerja yang nikmat dan menyenangkan (Herry dan

Eram, 2005). Pencahayaan yang tidak didesain dengan baik akan

menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama bekerja.

Pengaruh dari pencahayaan yang kurang memenuhi syarat akan

mengakibatkan kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan efisiensi

kerja, kelelahan mental, keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala

disekitar mata, kerusakan indra mata. Selanjutnya pengaruh kelelahan

pada mata tersebut akan bermuara pada penurunan performansi kerja

(Abidin dan Widagdo, 2009).

Akibat dari mata yang melelahkan menjadi sebab kelelahan mental

pada pekerja. Gejalanya meliputi sakit kepala, penurunan kemampuan

intelektual, daya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Lebih dari itu,

apabila pekerja mencoba mendekatkan matanya terhadap objek untuk

memperbesar ukuran benda, maka akomodasi lebih dipaksa, dan mungkin

terjadi pengelihatan rangkap atau kabur.

Pencegahan dari terjadinya kelelahan mental oleh upaya mata yang

berlebihan, perlu diusahakan sebagai berikut:

a. Perbaikan kontras: cara ini termudah dan sederhana serta dilakukan

dengan memilih latar pengelihatan yang tepat.

b. Meninggikan pencahayaan: biasanya pencahayaan harus sekurang-

kurangnya dua kali dibesarkan. Dalam berbagai hal, masih perlu

dipakai lampu-lampu didaerah kerja untuk lebih memudahkan

pengelihatan.

Page 55: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

36

c. Pemindahan tenaga kerja dengan visual yang lebih baik setingi-

tingginya.

Kerja malam harus dikerjakan oleh tenaga kerja berusia muda,

yang apabila usianya bertambah dapat dipindahkan kepada pekerjaan yang

kurang diperlukan ketelitian (Suma’mur, 1996). Pencahayaan tempat kerja

yang memadai (Good Lighting), baik alami atau buatan, memegang

peranan penting dalam upaya meningkatkan kesehatan, keselamatan dan

produktivitas tenaga kerja. Baik tidaknya pencahayaan disuatu tempat

selain ditentukan oleh kuantitas atau tingkat iluminansi yang

menyebabkan objek dan sekitarnya terlihat dengan jelas, tetapi juga oleh

kulitas dari pencahayaan tersebut yang diantaranya menyangkut arah

penyebaran atau distribusi cahaya, tipe dan tingkat kesilauan. Demikian

pula dengan dekorasi tempat kerja khususnya pada warna-warna dinding,

lagit-langit, peralatan kerja dan lain-lain ikut menentukan tingkat

pencahayaan ditempat kerja (Siswanto, 1991).

Siswanto (1991) menyatakan bahwa pencahayaan terbagi atas

buatan dan alami, sedangkan pencahayaan buatan yang digunakan dalam

perusahaan ataupun perkantoran dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu:

a. Pencahayaan Umum

Pencahayaan yang diharapkan dapat menerangi seluruh ruangan secara

merata. Pencahayaan harus menghasilkan iluminansi yang merata pada

bidang kerja, dimana bidang kerja ini biasanya terletak pada ketinggian

30-36 inci diatas lantai. Iluminansi maksimum dan minimum pada titik

Page 56: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

37

ukur hendaknya tidak lebih atau kurang 1/6 kali pencahayaan rata-rata

suatu ruang kerja.

b. Pencahayaan Lokal

Tipe pencahayaan ini diperlukan apabila intensitas pencahayaan yang

merata tidak diperlukan untuk semua tempat kerja, tetapi hanya tempat

tertentu yang membutuhkan tingkat pencahayaan yang lebih dari

daerah sekitarnya, maka lampu tambahan dapat dipenuhi.

c. Pencahayaan Tambahan

Sistem pencahayaan yang diperlukan khususnya untuk pekerjaan yang

membutuhkan ketelitian yang tinggi atau membedakan benda halus

atau untuk memeriksa keadaan suatu mesin. Kerugian dari sistem

pencahayaan ini adalah menyebabkan kesilauan. Untuk mengatasi

maka sistem pencahayaan perlu dikoordinasikan dengan sistem

pencahayaan umum.

Menurut SNI 16-7062-2004, untuk menentukan titik pengukuran

jarak tertentu dapat dibedakan berdasarkan luas ruangan sebagai

berikut :

1.) Luas ruangan kurang dari 10 meter² : titik potong horizontal

panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap satu meter.

Contoh daerah pengukuran intensitas pencahayaan umum untuk

luas ruangan kurang dari 10 meter² seperti Gambar 2.1 berikut ini.

Page 57: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

38

1m 1m 1m 1m

1 meter

1 meter

1 meter

Gambar 2.1 Penentuan titik pengukuran pencahayaan umum dengan

luas kurang dari 10m2

Sumber: SNI. 2004.

2.) Luas ruangan antara 10m2

sampai 100m2 : titik potong garis horizontal

panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3 meter. Contoh

daerah pengukuran intensitas pencahayaan umum untuk luas ruangan

antara 10m2

sampai 100m2

seperti pada Gambar 2.2 berikut ini.

3m 3m 3m 3m

3 meter

3 meter

3 meter

Gambar 2.2 Penentuan titik pengukuran pencahayaan umum dengan

luas antara 10m2 sampai 100m2

Sumber: SNI. 2004.

3.) Luas ruangan lebih dari 100 meter² : titik potong horizontal panjang

dan lebar ruangan adalah pada jarak 6 meter. Contoh daerah

pengukuran intensitas pencahayaan umum untuk luas ruangan lebih

dari 100 meter² seperti Gambar 2.3 berikut ini.

Page 58: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

39

6m 6m 6m 6m

6 meter

6 meter

6 meter

Gambar 2.3 Penentuan titik pengukuran pencahayaan umum dengan

luas>dari 100m2

Sumber:SNI. 2004.

Alat yang digunakan saat pengukuran pencahayaan adalah Lux

Meter LX-204. Digital Lux Meter adalah merupakan alat yang dapat

digunakan untuk mengukur kuat atau lemahnya cahaya yang terdapat pada

suatu ruangan atau tempat tertentu. Berbagai jenis cahaya yang masuk

pada lux meter baik itu cahaya alami ataupun buatan akan mendapatkan

respon yang berbeda dari sensor. Berbagai warna yang diukur akan

menghasilkan suhu warna yang berbeda dan panjang gelombang yang

berbeda pula. Sensor pada alat menangkap cahaya. Energi cahaya yang

menyinari sel foto diteruskan oleh sel foto menjadi energi arus listrik.

Hasil dari pengukuran yang dilakukan akan ditampilkan pada layar panel.

Pembacaan hasil yang ditampilkan oleh layar panel adalah kombinasi dari

efek panjang gelombang yang ditangkap oleh sensor. Apabila kita telah

mengetahui intensitas cahaya pada suatu ruangan, kita dapat menentukan

lampu yang tepat untuk dipasang pada setiap ruangan. Sehingga,

dihasilkan tingkat pencahayaan yang sesuai standar, agar tingkat

Page 59: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

40

pencahayaan ruangan sesuai dengan fungsi ruangan. Fungsi ruangan yang

dimaksud adalah jenis aktifitas yang dilakukan di dalam ruangan tersebut.

Biasanya alat ini banyak digunakan pada arsitektur, penelitian, fotografi,

dan lain-lain.

Setelah nanti dilakukan pengukuran, evaluasi pencahayaan harus

dilakukan untuk menentukan tingkatan cahaya yang diterima telah

termasuk ke dalam standar tingkat pencahayaan minimal. Dalam

Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405 tahun 2002 tentang persyaratan

kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri, intensitas cahaya di

ruang kerja, dijelaskan dalam tabel 2.3 Tingkat Pencahayaan Lingkungan

Kerja sebagai berikut:

Tabel 2.3

Standar Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja

Jenis Kegiatan

Tingkat

Pencahayaan

Minimal (Lux)

Keterangan

Pekerjaan kasar dan

tidak terus – menerus 100

Ruang penyimpanan & ruang

peralatan/instalasi yang memerlukan

pekerjaan yang kontinyu

Pekerjaan kasar dan

terus – menerus 200

Pekerjaan dengan mesin dan perakitan

kasar

Pekerjaan rutin

300

Ruang administrasi, ruang kontrol,

pekerjaan mesin &

perakitan/penyusun

Pekerjaan agak halus

500

Pembuatan gambar atau bekerja

dengan mesin kantor, pekerjaan

pemeriksaan atau pekerjaan dengan

mesin

Pekerjaan halus

1000

Pemilihan warna, pemrosesan tekstil,

pekerjaan mesin halus & perakitan

halus

Pekerjaan amat halus 1500

Tidak

menimbulkan

bayangan

Mengukir dengan tangan, pemeriksaan

pekerjaan mesin dan perakitan yang

sangat halus

Pekerjaan terinci 3000 Pemeriksaan pekerjaan, perakitan

Page 60: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

41

Jenis Kegiatan

Tingkat

Pencahayaan

Minimal (Lux)

Keterangan

Tidak

menimbulkan

bayangan

sangat halus

Sumber: Kepmenke RI. No. 1405/Menkes/SK/XI/02

2.2.3 Iklim Kerja

Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban,

kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran

panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya, yang

dimaksudkan dalam peraturan ini adalah iklim kerja panas

(Permenakertans No.13, 2011). Tekanan panas merupakan salah satu

faktor fisik yang terdapat dilingkungan kerja, disebabkan oleh dua

kemungkinan : aliran udara dalam ruang kerja yang kurang baik atau

sistem ventilasi yang kurang sempurna; adanya sumber panas yang ada di

lingkungan kerja, misalnya mesin uap, mesin diesel, mesin pengecor dan

lain-lain (Budiono, 2003).

Suhu dingin mengurangi effisiensi dengan keluhan kaku atau

kurangnya koordinasi otot. Suhu panas berakibat menurunnya prestasi

kerja pikir, mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan

waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak,

mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan

untuk dirangsang (Suma’mur, 1996).

Pekerja akan dapat dan mampu bekerja dengan sebaik-baiknya

apabila kondisi lingkungan kerja yang nyaman dan terdapat temperatur

yang hampir sama antara metabolisme tubuh dan lingkungan sekitarnya

Page 61: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

42

(Soewito, 1985). Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa

produktivias kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada

temperatur sekitar 24°-27 °C (Wignjosoebroto, 2003). Dalam keadaan

normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur yang berbeda.

Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal,

dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan

diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk

menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia

masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan

temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20 % untuk kondisi panas dan 35 %

untuk kondisi dingin dari keadaan normal tubuh. (Hardi, 2006).

Syukri (1996) menyatakan bahwa lingkungan fisik kerja yang

terlalu panas mengakibatkan tenaga kerja cepat lelah karena kehilangan

cairan dan garam. Bila produksi panas tidak seimbang dengan panas yang

dikeluarkan tubuh, akan menghasilkan kondisi kerja yang tidak nyaman.

Suhu tempat kerja yang melebihi 30 °C akan mempercepat kelelahan

tenaga kerja (Suma’mur, 1994). Menurut Grandjean, bahwa kondisi

lingkungan kerja yang panas akan dapat menyebabkan rasa letih dan

kantuk, selain itu mengalami kelelahan panas atau heat exhaustion dapat

mengurangi kestabilan dan meningkatkan jumlah angka kesalahan kerja

(Tarwaka, dkk, 2004). Nilai Ambang Batas untuk cuaca (iklim) kerja

menurut Suma’mur (1996) adalah 21° C- 30° C suhu basah. Iklim kerja

yang tidak tepat dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan

mengakibatkan kelelahan, yang pada akhirnya akan menurunkan

Page 62: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

43

produktifitas kerja. Berdasarkan hasil penelitian Sulistioningsih (2013) di

bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto

Indonesia Mojokerto diperoleh bahwa suhu tertinggi yaitu 30° C dan suhu

terendah yaitu 26° C. Dari hasil statistik diperoleh bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara suhu ekstrim dengan kelelahan kerja. Hal

ini dapat dilihat dari nilai P = 0,006 yang lebih kecil dari 0.05.

Ada 2 (dua) jenis rumus perhitungan Indeks Suhu Basah dan Bola

(ISBB) menurut Permenakertrans No. 13 (2011), yaitu:

a. Rumus untuk pengukuran dengan memperhitungkan radiasi sinar

matahari, yaitu tempat kerja diluar ruangan yang terkena radiasi sinar

matahari secara langsung:

ISSB = 0.7 Suhu Basah Alami + 0.2 Suhu Bola + 0.1 Suhu Kering

b. Rumus untuk pengukuran tempat kerja di dalam atau diluar ruangan

tanpa pengaruh radiasi sinar matahari:

ISBB = 0.7 Suhu Basah Alami + 0.3 Suhu Bola

Dari hasil pengukuran ISBB tersebut selanjutnya disesuaikan

dengan beban kerja yang diterima oleh pekerja, kemudian dilanjutkan

pengaturan waktu kerja-waktu istirahat yang tetap dapat bekerja dengan

aman dan sehat. Berikut ini NAB iklim kerja ISBB yang diperkenankan:

Tabel 2.4

NAB Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) yang Diperkenankan

Pengaturan Waktu Kerja Setiap

Jam

ISBB (°C) Beban Kerja

Ringan Sedang Berat

75% - 100% 31.0 28.0 -

50% - 75% 31.0 29.0 27.5

25% - 50% 32.0 30.0 29.0

0% - 25% 32.2 31.1 30.5

Sumber: Permenakertrans No. 13, 2011

Page 63: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

44

Pengukuran tekanan panas dengan Quest Thermal Environmental Monitor,

perlu mempertimbangkan beban kerja sesuai dengan klasifikasi beban kerja

menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2011 dan mengukur

waktu kerja tenaga kerja:

a. Beban Kerja

Beban kerja adalah suatu perbedaan antara kapasitas atau kemampuan

pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi. Beban kerja

merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas-tugas

lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja, keterampilan

perilaku dan persepsi dari pekerja (Tarwaka, 2013). Setiap tenaga kerja

memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja.

Apabila beban kerja lebih besar daripada kemampuan tubuh maka akan terjadi

rasa tidak nyaman, kelelahan, kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit dan

produktivitas menurun (Santoso, 2004). Berdasarkan hasil penelitian dari

Ihsan dan Rachmatiah (2015) pada pekerja di bagian Divisi Stamping PT.X

bahwa terdapat hasil analisis statistik diperoleh adanya hubungan antara

kelelahan kerja dengan beban kerja (p=0,000) di Divisi Stamping PT.X

Permenakertrans No 13 (2011) mengelompokkan beban kerja menjadi

beban kerja ringan, sedang dan berat. Penetapan beban kerja tersebut sampai

saat ini selalu dikaitkan dengan konsumsi energi atau jumlah kalori yang

dikeluarkan pekerja. Perhitungan beban kerja dapat dilanjutkan untuk dihitung

dengan memperhatikan aktivitas kerja sebagai berikut:

Page 64: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

45

1. Pengamatan pada setiap aktivitas tenaga kerja (kategori jenis pekerjaan

dan posisi badan), sekurang-kurangnya 4 jam kerja dalam satu hari kerja

dan diambil rerata setiap jam.

2. Hitung dan catat waktu aktivitas tenaga kerja menggunakan stopwatch.

3. Beban kerja setiap aktivitas kerja tenaga kerja dinilai dengan

menggunakan tabel perkiraan beban kerja menurut kebutuhan energi

sebagai berikut:

Tabel 2.5

Perkiraan Beban Kerja Menurut Kebutuhan Energi

No Pekerjaan

Posisi Badan

1 2 3 4

Duduk

(0,3)

Berdiri

(0,6)

Berjalan

(3,0)

Berjalan

Mendaki

(3,8)

1

Pekerjaan dengan tangan

Kategori I (contoh: menulis, merajut)

(0,30)

Kategori II (contoh: menyetrika)

(0,70)

Kategori III (contoh: mengetik)

(1,10)

0,60

1,00

1,40

0,90

1,30

1,70

3,30

3,70

4,10

4,10

4,50

4,90

2

Pekerjaan dengan satu tangan

Kategori I (contoh: menyapu lantai)

(0,90)

Kategori II (contoh: menggergaji)

(1,60)

Kategori III (contoh: memukul palu)

(2,30)

1,20

1,90

2,60

1,50

2,20

2,90

3,90

4,60

5,30

4,70

5,40

6,10

3

Pekerjaan dengan dua lengan

Kategori I (contoh: menambal logam,

mengemas barang dalam dus)

(1,25)

Kategori II (contoh: memompa,

menempa besi) (2,25)

Kategori III (contoh: mendorong kereta

bermuatan) (3,25)

1,55

2,55

3,55

1,85

2,85

3,85

4,25

5,25

6,25

5,05

6,05

7,05

Page 65: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

46

No Pekerjaan

Posisi Badan

1 2 3 4

Duduk

(0,3)

Berdiri

(0,6)

Berjalan

(3,0)

Berjalan

Mendaki

(3,8)

4

Pekerjaan dengan menggunakan

gerakan tangan

Kategori I (contoh: pekerjaan

administrasi)

(3,75)

Kategori II (contoh: membersihkan

karpet, mengepel) (8,75)

Kategori III (contoh: menggali lobang,

menebang pohon) (13,75)

4,05

9,05

14,05

4,35

9,35

14,35

6,75

11,75

16,75

7,55

12,55

17,55

Keterangan:

Aktivitas Kerja = Kategori pekerjaan + posisi badan

Contoh: Kategori 1.1 (pekerjaan dengan tangan pada posisi badan duduk, maka aktivitas

kerja= (0,3) + (0,3) = 0,6

Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) 7269:2009

4. Hitung rerata beban kerja berdasarkan tingkat kebutuhan kalori menurut

pengeluaran energi dengan menggunakan rumus dengan langkah sebagai

berikut:

5. Klasifikasikan beban kerja sesuai standar sebagi berikut:

a.) Beban kerja ringan membutuhkan kalori <200 Kkal/jam

b.) Beban kerja sedang membutuhkan kalori >200-350 Kkal/jam

c.) Beban kerja berat membutuhkan kalori >350-500 Kkal/jam

Rata-rata Beban Kerja: ((BK1 x T1) + …(BKn x Tn) / (T1 +…Tn)) x 60 kkal per jam

Metabolisme Basal untuk laki-laki = berat badan dalam kg x 1 kkal per jam

Metabolisme Basal untuk perempuan = berat badan dalam kg x 0.9 kkal per jam

Total Beban Kerja = Rata-rata BK + MB

Page 66: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

47

b. Jam Kerja

Seorang pekerja bekerja maksimal 40 jam per minggu atau 8 jam

sehari. Setelah 4 jam kerja seorang pekerja akan merasa cepat lelah karena

pengaruh lingkungan kerja yang tidak nyaman (Budiono, dkk, 2003). Waktu

kerja bagi seorang pekerja menentukan efisiensi dan produktivitasnya.

Lamanya seorang pekerja bekerja sehari di Indonesia telah ditetapkan yaitu 8

jam dan sisanya untuk istirahat, kehidupan dalam berkeluarga dan masyarakat,

tidur dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan

tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat

penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan,

penyakit dan kecelakaan kerja (Suma’mur, 1996 dan Tarwaka, dkk, 2004).

c. Pengukuran Iklim Kerja

Pengukuran dari suatu panas ambien yang merupakan faktor dalam

mempengaruhi kecepatan udara dan kelembaban relatif untuk

mengestimasikan risiko pekerja terpapar penyakit kelelahan kerja. Alat yang

digunakan untuk pengukuran ini adalah Quest Thermal Environmental

Monitor yaitu, alat untuk mengukur temperatur lingkungan seperti suhu bola

basah, bola kering, termometer globe yang digunakan untuk menilai heat

stress pada tubuh manusia. Alat Ini menggunakan metode yang mudah

diterima untuk pengukuran efek suhu, kelembaban,dan aliran udara pada

subjek manusia.

d. Dalam pengukuran temperatur lingkungan, diperhatikan:

1. Sampel/titik pengukuran

Page 67: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

48

Untuk menentukan apakah suatu area atau lokasi kerja merupakan titik

pengukuran temperatur lingkungan, maka beberapa hal yang harus

diperhatikan adalah:

a.) Pada area yang dijadikan titik sampling diduga secara kualitatif atau

penilaian secara profesional (professional judgment) mengindikasikan

adanya kemungkinan terjadinya tekanan panas karena adanya sumber

panas atau terpajan panas.

b.) Adanya keluhan subjektif yang terkait dengan kondisi panas di tempat

kerja.

c.) Pada area tersebut terdapat pekerja yang melaksanakan pekerjaan dan

berpotensi mengalami tekanan panas

2. Lama pengukuran

Berdasarkan SNI- 16-7061-2004 tentang Pengukuran iklim kerja

(panas) dengan parameter indeks suhu basah dan bola tidak dijelaskan

berapa pengukuran dilakukan pada setiap titik pengukuran. SNI-16-7061-

2004 hanya menyatakan bahwa pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali

selama 8 jam kerja, yaitu pada awal shift, tengah shift, dan di akhir shift.

Menurut OSHA Technical Manual lama pengukuran indeks WBGT dapat

dilakukan secara kontinyu (selama 8 jam kerja) atau hanya pada waktu-

waktu paparan tertentu. Pengukuran seharusnya dilakukan dengan periode

waktu minimal 60 menit. Sedangkan untuk pajanan yang terputus-putus

minimal selama 120 menit.

Page 68: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

49

2.2.4 Sirkulasi Udara

Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup

untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme.

Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara

tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan

yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar

adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan

penghasil oksigen yang dibutuhkan oleh manusia. Dengan cukupnya

oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara

psikologis akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan

memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar

selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat

lelah setelah bekerja (Sedarmayanti, 2009).

2.2.5 Suhu dan Kelembaban Udara

Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja karena

tubuh manusia menghasilkan panas yang digunakan untuk metabolisme

basal dan maskuler. Namun dari semua energi yang dihasilkan tubuh

hanya 20% saja yang dipergunakan dan sisanya akan dibuang ke

lingkungan. Pada suhu udara yang panas dan lembab, makin tinggi

kecepatan aliran udara malah akan makin membebani tenaga kerja. Pada

tempat kerja dengan suhu udara yang panas maka akan menyebabkan

proses pemerasan keringat. Beberapa hal buruk berkaitan dengan kondisi

demikian dapat dialami oleh tenaga kerja. Suhu panas dapat mengurangi

kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan

Page 69: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

50

keputusan., mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi

syaraf perasa dan motoris. Sedangkan suhu dingin mengurangi efisiensi

dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. (Suma’mur, 1996).

Suhu dingin mengurangi effisiensi dengan keluhan kaku atau

kurangnya koordinasi otot. Suhu panas berakibat menurunnya prestasi

kerja pikir, mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan

waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak,

mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan

untuk dirangsang (Suma’mur, 1996).

Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai

temperatur yang berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk

mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang

sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang

terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut

ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan

dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak

lebih dari 20 % untuk kondisi panas dan 35 % untuk kondisi dingin dari

keadaan normal tubuh. (Hardi, 2006).

Suhu tempat kerja yang melebihi 28 °C akan mempercepat

kelelahan tenaga kerja begitupun sebaliknya suhu tempat kerja yang

kurang dari 18°C akan mempercepat kelelahan tenaga kerja karena suhu

terlalu dingin dan metabolime tubuh lebih lambat mengeluarkan keringat

(Suma’mur, 1994).

Page 70: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

51

Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara,

biasa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau

dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama antara

temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari

udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat

menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan

temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan

pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena sistem

penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena

makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan

tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antar panas

tubuh dengan suhu disekitarnya (Sedarmayanti, 2009).

Besaran yang sering dipakai untuk menyatakan kelembaban udara

adalah kelembaban nisbi yang diukur dengan psikometer atau hygrometer.

Kelembaban nisbi berubah sesuai tempat dan waktu. Pada siang hari

kelembaban nisbi berangsur-angsur turun kemudian pada sore hari sampai

menjelang pagi bertambah besar. Menurut Peraturan Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor 1405 Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri menyatakan bahwa

standar minimal suhu ruangan dan kelembaban ruangan perkantoran

adalah 18-28 ˚C dan 40%-60%.

Kelembaban yang relatif rendah yaitu kurang dari 20% dapat

menyebabkan kekeringan selaput lendir membran, sedangkan kelembaban

yang tinggi akan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme (Mukono,

Page 71: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

52

2005). Apabila suhu lingkungan tinggi (lebih tinggi daripada suhu tubuh

normal), maka akan menyebabkan terjadinya peningkatan suhu tubuh

karena tubuh menerima panas dari lingkungan. Sedangkan hal yang

sebaliknya terjadi, yaitu bila suhu lingkungan rendah (lebih rendah

daripada suhu tubuh normal), maka panas tubuh akan keluar melalui

evaporasi dan ekspirasi sehingga tubuh dapat mengalami kehilangan panas

(Hendra, 2009).

Daerah musim panas/tropis, untuk kondisi ruang yang tidak

memakai AC suhu udara di dalam ruang direkomendasikan antara 20˚C

sampai dengan 27˚C, sedangkan untuk ruang yang memakai AC adalah

24˚C. Kelembaban nisbi yang nyaman pada daerah tropis atau musim

panas adalah antara 40% sampai dengan 60% (Grandjean, 1995).

Pada kejadian ini suhu dapat berkaitan dengan status hidrasi

seseorang. Penurunan asupan cairan dapat terjadi pada pekerja yang

bekerja terus menerus tanpa disadari bahwa mereka kehilangan cairan

tubuh. Kehilangan cairan yang tidak diimbangi dengan kehilangan

elektrolit dalam jumlah proporsional, terutama natrium dapat

mengakibatkan dehidrasi (Triyana, 2012).

Kebiasaan minum air yang baik dapat mencegah terjadinya

dehidrasi tubuh setelah terpapar panas dalam kurun waktu tertentu.

Kebiasaan minum air yang tidak dilakukan dalam kurun waktu yang sering

tetap memungkinkan terjadinya dehidrasi, meskipun jumlahnya cukup.

Secara fisiologis, manusia sudah dibekali dengan respon untuk

memasukkan cairan kedalam tubuh. Respon haus merupakan reflex yang

Page 72: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

53

secara otomatis menjadi perintah kepada tubuh memasukkan cairan

(Apriyani, 2014).

Pekerja yang mengonsumsi cairan dalam jumlah cukup atau sesuai

dengan kebutuhan tubuh maka akan memiliki status hidrasi baik,

sedangkan pekerja yang asupan cairannya tidak memenuhi kebutuhan

dapat mengalami dehidrasi (Lawrence, 2007; Shirreffs, 2003). Dehidrasi

adalah kehilangan cairan tubuh yang berlebih karena penggantian cairan

yang tidak cukup akibat asupan cairan yang tidak memenuhi kebutuhan

tubuh ataupun karena peningkatan pengeluaran cairan baik melalui urin,

keringat, dan proses pernapasan (Tarwaka, dkk, 2004; Hardinsyah, 2009;

Lawrence, 2007; Clap, dkk, 2002).

Saat suhu lingkungan meningkat, maka suhu tubuh akan

meningkat, kelenjar hipotalamus akan mengaktifkan mekanisme regulasi

panas tubuh dengan memberikan reaksi untuk memelihara panas yang

konstan dengan menyeimbangkan panas yang diterima dari luar tubuh

dengan kehilangan panas dari dalam tubuh melalui proses penguapan yaitu

pernapasan dan keringat (Suma’mur, 2009; Tarwaka, dkk, 2004;

Hardinsyah, 2009).

Penguapan terbanyak terjadi Dehidrasi pada pekerja dapat

menurunkan kemampuan kognitif seperti penurunan konsentrasi dan daya

ingat sesaat, mempengaruhi suasana hati dan semangat kerja, serta

menurunkan kapasitas kerja fisik akibat kelelahan, lemas, atau pusing

(Budi, dkk, 2011; Robert, dkk, 2007; Graham, 2008). Hal tersebut dapat

Page 73: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

54

menurunkan produktivitas kerja, meningkatkan risiko kecelakaan kerja

dan ketidakhadiran karena sakit (Suma’mur, 2009).

2.2.6 Getaran Mekanis

Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat

mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan

dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada

umumnya sangat mengganggu tubuh karena ketidak teraturannya, baik

tidak teratur dalam intensitas maupun frekuensinya. Gangguan terbesar

terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekuensi alat mini

beresonansi dengan frekuensi dari getaran mekanis. Secara umum getaran

mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal :

a. Konsentrasi bekerja

b. Datangnya kelelahan

c. Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap :

mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain-lain

(Sedarmayanti, 2009).

Selain itu menurut Permenakertrans No. 13 Tahun 2011, getaran

adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik

dari kedudukan seimbang. Getaran dapat dibedakan menjadi Whole Body

Vibration (WBV) dan Hand Arm Vibration (HAV). WBV atau yang

dikenal getaran pada seluruh tubuh dapat menyebabkan kelelahan pada

pekerja yang mana hal ini disebabkan adanya kenaaikan denyut jantung,

penarikan oksigen dan kecepatan pernapasan meningkat.

Page 74: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

55

2.2.7 Bau-Bauan

Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai

pencemaran, karena dapat mengganggu konsentrasi bekerja, dan bau-

bauan yang terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan

penciuman. Pemakaian “air condition” yang tepat merupakan salah satu

cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang

mengganggu di sekitar tempat kerja (Sedarmayanti, 2009).

2.2.8 Warna

Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan

dengan sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat

dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena

warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh

warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain,

karena dalam sifat warna dapat merangsang perasaan dan emosional

manusia. Memberikan pewarnaan yang lembut pada ruangan kerja akan

mempengaruhi semangat dan kegairahan kerja para karyawannya. Dalam

lingkungan kerjas harus diperhatikan tentang masalah warna sebab warna

mempengaruhi jiwa seseorang yang ada disekitarnya. Menata warna di

tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik-baiknya.

Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan

dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh

besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang

menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena dalam sifat warna

Page 75: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

56

dapat merangsang perasaan manusia (Sedarmayanti, 2009). Keuntungan

penggunaan warna yang baik adalah:

1.) Memungkinkan kantor menjadi tampak menyenangkan dan menarik

pemandangan.

2.) Mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap produktivitas karyawan.

2.3 Shift Kerja

Waktu Kerja Normal menurut Keputusan Menteri Tenaga kerja dan

Transmigrasi, No. Kep.102/MEN/VI/2004. Untuk 6 hari kerja: Waktu Kerja 7

jam/hari (hari ke1-5), 5 jam/hari (hari ke-6) , 40 jam/minggu. Untuk 5 hari

kerja : Waktu Kerja 8 jam/hari, 40 jam/minggu. Hal tersebut menuntut

perusahaan atau industri yang beroperasi 24 jam untuk memberlakukan sistem

shift pada pekerja yang melakukan pekerjaannya agar tidak melebihi waktu

kerja yang telah ditentukan untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja

para pekerjanya.

2.3.1 Kinerja Karyawan Terhadap Shift Kerja

Bekerja secara shift berbeda dengan bekerja hari normal. Bekerja

dalam waktu 24 jam akan menyebabkan suatu kelelahan kerja yang dapat

menyebabkan performansi kerja para karyawan tersebut menurun. Waktu

efektif untuk bekerja adalah sekitar 8jam selama 5 atau 6 hari dalam

seminggu. Waktu kerja yang lama tersebut maka pihak manajemen

memberikan sistem shift dalam bekerja. Pengaturan shift kerja baru

merupakan rekomendasi perbaikan yang meliputi perubahan dalam

panjangnya rotasi. Pengaturan shift dilakukan dengan merotasi sejumlah

karyawan yang terbagi ke dalam kelompok atau group. Pengaturan sistem

Page 76: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

57

shift kerja baru meningkatkan performance kerja karyawan dan

mengurangi tingkat keluhan karyawan. Perputaran shift kerja

meningkatkan rasa tanggung jawab dan kerja sama sebagai suatu team

kerja. Perputaran shift kerja mengurangi keluhan karyawan terhadap

kelelahan yang di alami karena kodisi lingkungan kerja yang monoton.

Setiap karyawan di berikan kelonggaran waktu untuk keperluan yang

bersifat pribadi dan untuk melepaskan lelah. Jumlah dari waktu longgar

untuk kebutuhan karyawan yang diperlukan akan bervariasi tergantung

pada individu karyawan. Sedangkan kelonggaran dari waktu untuk

melepaskan lelah (Fatigue Allowance) tergantung pada individu karyawan

dan atas kesepakatan dengan atasan. Karakteristik kelelahan kerja akan

meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan sedangkan

menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan

istirahat yang cukup (Fajarwati, dkk, 2011)

2.3.2 Keadaan Biologis Kebiasaan Tubuh Terhadap Shift Kerja

Pengaturan sistem shift (kerja bergilir) harus dilakukan dengan

cermat dan tepat dalam arti lain harus diupayakan agar terjadi interaksi

yang seimbang antara tuntutan tugas, lingkungan kerja, dan kemampuan

pekerja sehingga terjadinya overstress dapat dihindari. Untuk mengurangi

keluhan karyawan tersebut maka pihak manajemen mengadakan sistem

shift pada karyawan. Karyawan yang bekerja pada shift pagi akan bekerja

optimal karena pada siang hari seluruh bagian tubuh akan aktif bekerja dan

pada saat itu juga terjadi peningkatan denyut nadi dan tekanan darah

mendorong adanya peningkatan aktivitas ini, sedangkan karyawan yang

Page 77: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

58

bekerja pada malam akan cepat merasa lelah karena pada saat itu terjadi

penurunan fungsi tubuh sehingga akan menimbulkan rasa kantuk. Sistem

shift ini merupakan faktor yang berpengaruh terhadap performance

karyawan. Menjadi dasar dalam pengaturan sistem shift yang dapat

meminimalkan keluhan (Fajarwati, dkk, 2011). Namun pada kondisi yang

ada keadaan biologis tubuh dengan mengadaptasi shift pada pekerjaan

membuat tubuh menerjemahkan kondisi pekerjaan yang berbeda-beda.

Karakteristik pekerjaan yang berbeda-beda akan mempengaruhi kebiasaan

tubuh menerima aktivitas kerja yang dilakukan baik dalam keadaan sedang

meningkat maupun dalam keadaan sedang menurun.

Menurut Kromer dan Grandjean (1997) waktu kerja dapat

dibedakan dalam waktu kerja shift dan non shift. Kerja shift (bergilir) akan

mengganggu irama sirkadian tubuh. Gangguan ini akan berakibat

terjadinya gangguan tidur pada pekerja shift malam. Dalam keadaan yang

terjadi secara terus-menerus tanpa disertai perbaikan kondisi yang

memadai akan berakibat terjadinya kelelahan kronis.

2.3.3 Cara Mengendalikan Shift Kerja Berdasarkan Karakteristik dan

Kriteria Shift

1. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk manajemen kerja shift

adalah sebagai berikut :

a. Pengurangan jam kerja pada shift malam tanpa mengurangi benefit

lainnya jika memungkinkan.

b. Pengurangan pekerja pada shift malam untuk mengurangi jumlah

hari kerja pekerja shift malam.

Page 78: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

59

c. Lamanya kerja shift tidak melebihi 8 jam.

d. Tiap shift siang atau malam sebaiknya diikuti dengan paling sedikit

24 jam libur dan tiap shift malam dengan paling sedikit 2 hari libur,

sehingga pekerja dapat mengatur kebiasaaan tidur mereka.

e. Melakukan interaksi sosial dengan teman kerja.

f. Jika memungkinkan menyediakan musik yang tidak monoton

selama bekerja shift malam sangat berguna.

2. Ada lima kriteria dalam mendesain suatu shift kerja, antara lain:

a. Ada jarak, setidaknya 11 jam antara permulaan dua shift yang

berurutan

b. Sebaiknya tidak bekerja selama tujuh hari berturut-turut (seharusnya 5

hari kerja, 2 hari libur)

c. Usahakan memberikan waktu libur di akhir pekan (sebaiknya 2 hari)

d. Rotasi shift mengikuti rotasi matahari

e. Jadwal yang dibuat sebaiknya sederhana dan mudah diingat.

2.3.4 Perputaran dan Rekomendasi Shift Kerja

1. Merancang perputaran shift perlu dilakukan beberapa pertimbangan,

ada hal-hal yang harus diperhatikan dan diingat menurut Suma’mur

(1999), yaitu:

a. Desain jadwal

Mengoptimalkan desain perlu dipertimbangkan untuk benar-benar

efektif sesuai dengan kebutuhan pekerja dan beban kerja. Penggunaan

shift tetap dengan baik, 8-jam atau 10-jam akan memunculkan

kebutuhan jumlah pekerja.

Page 79: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

60

b. Panjang periode rotasi

Panjang periode rotasi akan mempengaruhi keseimbangan karyawan

akan beban kerja yang ada. Rotasi perubahan dua hingga tiga hari

dapat mengurangi gangguan ritme tubuh dan memungkingkan

cyrchardian ritme untuk menyesuaikan diri. Cyrchardian ritme

merupakan pengaturan berbagai macam fungsi tubuh dalam sehari

yang meliputi pengaturan dalam tidur, bekerja dan semua proses

otonomi vegetativ yang meliputi metabolime, temperatur tubuh, detak

jantung, denyut nadi, tekanan darah dan pelepasan hormone (Kromer

dan Grandjean, 1997).

c. Arah rotasi

Disarankan agar menggunakan arah rotasi maju yaitu dari sore ke

malam, karena cyrchardian ritme dapat menyesuaikan lebih baik

dengan rotasi maju.

d. Panjang istirahat antar shift

Waktu istirahat yang baik minimal 24 jam setelah shift malam. Jika

shift malam berturut-turut sebaiknya ada waktu pemenuhan istirahat

yang cukup sebelumnya.

e. On-off work

Pola kerja on-off akan menggambarkan jam efektif kerja dan jumlah

jam tidak kerja.

2. Teori Grandjean (1986) yang menyebutkan bahwa ada beberapa saran

yang harus diperhatikan dalam penyusunan jadwal shift kerja, yaitu :

a. Pekerja shift idealnya berumur 25-50 tahun

Page 80: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

61

b. Pekerja yang mempunyai masalah perut dan usus, serta emosi yang

tidak stabil disarankan untuk tidak ditempatkan di shift malam

c. Pekerja yang tempat tinggal dan tempat kerja mempunyai jarak yang

jauh atau berada di lingkungan yang ramai sebaiknya tidak

ditempatkan pada shift.

d. Sistem shift dengan 3 rotasi yang menggunakan waktu ganti pada

pukul 6-14-22 lebih baik diganti pada pukul 7-15-23 atau 8-16-24

e. Rotasi pendek lebih baik daripada rotasi panjang dan disarankan untuk

menghindari kerja malam secara terus menerus

f. Pola rotasi kerja yang baik adalah 2-2-2 (metropolitan pola) atau 2-2-3

(continental pola).

g. Kerja malam 3 hari secara berturut-turut seharusnya diikuti istirahat

paling sedikit 24 jam.

h. Perancangan shift perlu mempertimbangkan waktu libur 2 hari

berurutan baik pada akhir pekan maupun sebagai ganti akhir pekan.

i. Perencanaa shift dsarankan memenuhi satu kali istirahat yang cukup

untuk makan.

3. Menurut Suma’mur (1999), shift kerja merupakan pola waktu kerja yang

diberikan pada tenaga kerja untuk mengerjakan sesuatu oleh perusahaan

dan biasanya dibagi atas kerja pagi, siang, malam. Sistem shift kerja ada 2

macam yaitu:

Page 81: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

62

a. Shift Permanen

Tenaga kerja bekerja pada shift yang tetap setiap harinya.

Tenaga kerja yang bekerja pada shift malam yang tetap adalah orang-

orang yang bersedia bekerja pada malam hari dan tidur pada siang hari.

b. Shift Rotasi

Tenaga kerja bekerja terus-menerus ditempatkan pada shift

yang tetap. Shift rotasi adalah shift paling mengganggu terhadap irama

circadian dibanging dengan shift permanen bila berlangsung dalam

jangka waktu panjang. Pergantian shift yang normal 8 jam/shift. Shift

kerja dilaksanakan 24 jam termasuk hari minggu dan hari libur yang

memerlukan 4 regu kerja. Regu kerja tersebut dikenal dengan regu

kerja terus menerus yaitu 3x8.

Berdasarkan beberapa penelitian di Indonesia bahwa terdapat

perbedaan tingkat kelelahan kerja pada shift pagi, siang dan malam dan

dinyatakan bahwa adanya hubungan antara kelelahan kerja dengan shift kerja.

Menurut penelitian Suciningtias, Tarwaka, Suwaji (2013) menunjukan tingkat

kelelahan kerja shift pagi mengalami kelelahan ringan sebanyak 33,33%, dan

mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 66,67%. Sedangkan shift kerja

malam mengalami kelelahan sedang 26,67%, dan 73,33% mengalami

kelelahan kerja berat. Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan tingkat

kelelahan kerja yang signifikan yaitu (p=0.003<0.05) antara shift pagi dengan

shift malam, dimana shift malam lebih melelahkan dari pada shift pagi.

Sedangkan, pada penelitian Basri (2014) menunjukkan bahwa berdasarkan uji

statistik Chi-Square, diketahui terdapat hubungan yang kuat antara shift kerja

Page 82: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

63

malam dengan tingkat kelelahan operator produksi di PT Pertamina Eksplorasi

dan Produksi (EP) Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu tahun 2014.

2.4 Kerangka Teori

Suatu perusahaan didalam kegiatan pencapaian tujuannya, karyawan

merupakan sumber utama dalam menjalankan perusahaan faktor modal,

produksi, peralatan tidak dapat digunakan secara efektif dan efisien jika tidak

dijalankan oleh manusia (karyawan). Seorang karyawan tidak dapat bekerja

secara maksimal apabila keselamatan dan kesehatan kerjanya tidak terjamin,

oleh karena itu para karyawan dan perusahaan perlu memperhatikan kondisi

fisik dan mental melalui pelakasanaan program keselamatan dan kesehatan

kerja. Dalam hal ini karyawan sering merasakan kelelahan kerja pada saat

aktivitas kerja berlangsung secara terus-menerus dan melakukan pergerakan

berulang-ulang yang membuat pekerja merasakan kelelahan kerja dan

didukung oleh lingkungan kerja fisik yang membuat karyawan tidak nyaman

serta tidak menyenangkan.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa kelelahan kerja dipengaruhi

oleh lingkungan kerja. Setyawati (1994) menyatakan bahwa kelelahan yang

disebabkan oleh faktor lingkungan fisik di tempat kerja antara lain oleh suhu,

pencahayaan dan kebisingan. Menurut Budiono (2003) dan Sedarmayanti

(2009) guna mengurangi dan menghilangkan kelelahan kerja perlu

memperhatikan faktor lingkungan fisik untuk menunjang suasana kerja yang

menyenangkan, diantaranya dalam hal: kebisingan, temperature atau tekanan

panas, dan pencahayaan. Kroemer dan Grandjean (1997), Tarwaka (2013) dan

Suma’mur (1999) menyebutkan penyebab kelelahan kerja antara lain faktor

Page 83: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

64

lingkungan seperti intensitas kebisingan, instensitas pencahayaan, dan iklim

kerja (tekanan panas) dengan mempertimbangkan beban kerja, jam kerja.

Lingkungan fisik kerja merupakan faktor eksternal dari penyebab kelelahan

kerja yang terdapat disekitar tempat kerja meliputi iklim kerja atau tekanan

panas, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran

mekanis, bau-bauan, warna, dan lain-lain. Dalam hal ini akan berpengaruh

signifikan terhadap hasil kerja manusia (Wignjosoebroto, 2003, Sedarmayanti,

2009). Mengacu pada teori tersebut dan disesuaikan dengan tujuan penelitian

maka kerangka teori dalam penelitian ini yaitu:

Page 84: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

65

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Setyawati (1994), Budiono (2003), Sedarmayanti (2009), Tarwaka

(2013), Suma’mur (1999), Kroemer dan Grandjean (1997), (Wignjosoebroto,

2003).

Intensitas Kebisingan

Iklim Kerja

Kelelahan Kerja

Intensitas Pencahayaan

Shift Kerja

Sirkulasi Udara

Getaran Mekanik

Suhu dan Kelembaban Udara

Warna

Bau-bauan

Page 85: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

65

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hubungan lingkungan kerja

dengan kelelahan kerja pada karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa

Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016. Kerangka konsep

ini mengacu kepada teori dari beberapa sumber yang menyebutkan bahwa

kelelahan kerja dipengaruhi oleh lingkungan kerja. Setyawati (1994), Kroemer

dan Grandjean (1997), Tarwaka (2013), Suma’mur (1999), Budiono (2003)

dan Sedarmayanti (2009) menyebutkan penyebab kelelahan kerja antara lain

faktor lingkungan fisik idak langsung seperti intensitas kebisingan, instensitas

pencahayaan, suhu & kelembaban dan shift kerja, guna mengurangi dan

menghilangkan kelelahan kerja perlu memperhatikan faktor lingkungan untuk

menunjang suasana kerja yang menyenangkan.

Terdapat beberapa variabel lingkungan kerja yang tidak diteliti

berdasarkan acuan kerangka teori diantaranya:

1. Variabel iklim kerja, tidak diteliti karena berdasarkan studi pendahuluan

bahwa iklim kerja yang didapati oleh karyawan tidak melebihi NAB dan

hasilnya homogen dibawah NAB, tidak terdapatnya sumber panas yang

sangat menggangu dan kondisi lingkunganya sudah dimodifikasi dengan

disamaratakannya penggunaan AC atau pendingin ruangan pada setiap

ruang kerja kolektor gerbang tol.

Page 86: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

66

2. Variabel sirkulasi udara, tidak diteliti karena berdasarkan studi

pendahuluan ruang kerja karyawan kolektor gerbang tol memiliki sirkulasi

udara yang cukup baik dan ruangan tersebut memiliki ventilasi udara

untuk perputaran udara baik udara yang masuk maupun udara yang keluar.

3. Variabel getaran mekanis, tidak diteliti karena berdasarkan studi

pendahuluan pada pekerjaan karyawan kolektor gerbang tol tidak

ditemukannya sumber getaran yang berarti di lingkungan kerja yang

memapar baik dari aktivitas kerja yang dikerjakan maupun dari mesin

yang digunakan.

4. Variabel bau-bauan, tidak diteliti karena berdasarkan wawancara bahwa

karyawan kolektor gerbang tol tidak pernah mengeluh akan bau-bauan

yang ada disebabkan ventilasi udara yang dimiliki baik.

5. Variabel warna, tidak diteliti karena berdasarkan wawancara bahwa ruang

kerja memiliki pewarnaan yang tidak mengganggu pandangan serta

aktivitas pekerja.

Untuk kondisi sarana maupun prasarana di ruang kerja, dalam hal ini

kondisi ruang kerja dan sarana prasarananya masih tergolong baik dan

tidak mengganggu pekerja dalam melakukan aktivitas kerjanya dalam kata

lain sarana dan prasarana yang disediakan tidak menunggu pekerja untuk

dapat beradaptasi melainkan disediakan untuk memudahkan para pekerja

kolektor gerbang tol. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Notoatmodjo

(2007) yang menyatakan bahwa apabila antara sarana, prasarana atau

peralatan kerja dengan pekerja sudah cocok, maka kelelahan dapat dicegah

Page 87: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

67

sehingga proses kerja akan lebih efisien dan berdampak pada produktivitas

tinggi.

Berdasarkan kerangka teori yang telah dipaparkan, kerangka konsep

dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen yaitu kelelahan kerja pada

karyawan kolektor gerbang tol dan variabel independen yaitu instensitas

kebisingan, intensitas pencahayaan, suhu & kelembaban, dan shift kerja. Maka

kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai berikut:

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoatmodjo, 2010). Definisi operasional variabel dependen dan

independen dalam penelitian ini sebagai berikut:

Intensitas Kebisingan

Suhu dan Kelembaban

Kelelahan Kerja Intensitas Pencahayaan

Shift Kerja

Page 88: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

68

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Variabel Dependen

1. Kelelahan

Kerja

Keadaan

melemahnya

kekuatan fisik tubuh,

motivasi dan kegiatan

karyawan kolektor

gerbang tol yang

dilihat dari adanya

penurunan kesiagaan,

ketelitian, penurunan

kapasitas kerja serta

ketahan tubuh.

Kuesioner Kuesioner

Kelelahan

SSRT

(Subjective

Self Rating

Test)

dari

IFRC

(Industial

Fatigue

Research

Committee)

1. >60

(Kelelahan

Berat)

2. ≤60

(Kelelahan

Ringan)

(Research

Committee On

Industial Fatigue,

1969)

Ordinal

Variabel Independen

1. Intensitas

Kebisingan

Intensitas suara yang

tidak dikehendaki

bersumber dari

aktivitas kendaraan

yang melelaui

gerbang tol yang

dapat menimbulkan

gangguan kesehatan

pada pekerja.

Sound Level

Meter

(SLM)

Pengukuran dBA

(Permenakertrans

No 13, 2011)

Rasio

2. Intensitas

Pencahayaan

Jumlah penyinaran

pada ruang kerja

karyawan kolektor

gerbang tol yang

diperlukan untuk

melaksanakan

kegiatan secara

efektif.

Digital Lux

Meter

Pengukuran 1. < 300 Lux

(Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi)

2. ≥ 300 Lux

(Pencahayaan

Terpenuhi)

(Kepmenkes RI.

No.

1405/Menkes/SK/

XI/2002)

Ordinal

3. Suhu Ruangan

dan

Kelembaban

Udara

Suhu ruangan dan

kandungan uap air

dalam ruangan pada

ruang kerja karyawan

kolektor gerbang tol

yang sesuai untuk

melaksanakan

kegiatan secara

efektif.

Thermohygr

ometer

Pengukuran 1. < 18 atau > 28

˚C (Suhu

Tidak Sesuai)

2. 18-28 ˚C

(Suhu Sesuai)

Ordinal

1. < 40% atau >

60%

(Kelembaban

Page 89: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

69

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Tidak Sesuai)

2. 40% -60%

(Kelembaban

Sesuai)

(Kepmenkes RI.

No.

1405/Menkes/SK

/XI/2002)

4. Shift Kerja Pola kerja yang

diberikan pada tenaga

kerja untuk

mengerjakan sesuatu

oleh perusahaan dan

dibagi atas kerja pagi,

siang dan malam.

Wawancara Kuesioner 1 Shift Pagi:

Pukul 05.00-

13.00 WIB

2 Shift Siang:

Pukul 13.00-

20.00

3 Shift Malam:

Pukul 20.00-

05.00 WIB

(Keputusan

Menteri Tenaga

kerja dan

Transmigrasi,

No.

Kep.102/MEN/V

I/2004)

Ordinal

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan dugaan sementara yang dibuat oleh peneliti

terkait dengan penelitian ini. Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara kebisingan dengan kelelahan kerja pada kolektor

gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-Tomang-Cengkareng

Tahun 2016.

2. Ada hubungan antara pencahayaan dengan kelelahan kerja pada kolektor

gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang-Tomang-Cengkareng

Tahun 2016.

Page 90: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

70

3. Ada hubungan antara suhu ruangan dan kelembaban udara dengan

kelelahan kerja pada kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang

Cawang-Tomang-Cengkareng Tahun 2016.

4. Ada hubungan antara shift kerja dengan kelelahan kerja pada kolektor

gerbang tol Cililitan PT Jasa Merga Cabang Cawang-Tomang-Cengkareng

Tahun 2016

Page 91: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

71

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan

metode analitik dengan desain penelitian cross sectional, karena penelitian ini

bertujuan untuk menganalisa hubungan masing-masing variabel yang diteliti

yaitu variabel independen lingkungan kerja dan variabel dependen kelelahan

kerja. Pengambilan data pada penelitian ini langsung dilakukan di lapangan

dan dalam satu kali pengamatan atau yang akan diamati pada waktu (periode)

yang sama.

4.2 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan pada PT Jasa Marga Cabang Cawang-

Tomang-Cengkareng gerbang tol Cililitan pada bulan Oktober 2016. Peneliti

melaksanakan turun lapangan untuk melakukan pengukuran pada Rabu, 19

Oktober 2016 s/d Sabtu, 22 Oktober 2016 pada pukul 07.00-24.00 WIB. Pada

saat dilakukan pengukuran bulan tersebut termasuk musim hujan namun pada

saat peneliti melakukan pengukuran pada minggu tersebut tidak turun hujan

setiap hari. Kondisi cuaca pada saat pagi dan siang hari cerah dan terdapat

cahaya matahari yang terik. Peneliti memilih lokasi tersebut dikarenakan

gerbang tol Cililitan merupakan gerbang tol yang memiliki frekuensi volume

kendaraan paling tinggi diantara Cabang Cawang Tomang Cengkareng serta 4

jalur Jabodetabek lainnya dan Cabang tersebut merupakan rute terpanjang

Page 92: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

72

kedua di jalur Jabodetabek. Spesifikasi lokasi penelitian bertempat di PT Jasa

Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng Plaza Tol Cililitan Besar Jakarta.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang

akan dilakukan (Hastono & Sabari, 2001). Populasi penelitian adalah

karyawan kolektor gerbang tol PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang

Cawang-Tomang-Cengkareng pada gerbang tol Cililitan. Total populasi

karyawan kolektor gerbang tol Cililitan I dan II dari 7 gerbang tol

sebanyak 93 karyawan.

b. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya diukur

(Hastono & Sabari, 2001). Sampel dalam penelitian ini yaitu karyawan

kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang

Cengkareng. Untuk pengambilan sampel peneliti menggunakan teknik

simple random sampling, dan peneliti menggunakan rumus jumlah sampel

uji hipotesis beda dua proprosi karena sesuai dengan tujuan penelitian

yaitu untuk menguji hipotesis. Rumus besar sampel dan uji hipotesis beda

dua proprosi adalah sebagai berikut (Lemeshow, dkk, 1990):

Keterangan:

n = Besar sampel minimum yang dibutuhkan oleh peneliti

= Nilai Z dari derajat kepercayaan 95% (1,96) dengan α =

5%

Page 93: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

73

= Nilai Z dari kekuatan uji 80% (0,84)

= Rata-rata proporsi pada populasi

P1 = Proporsi pada kategori terpapar tekanan panas yang

mengalami kelelahan kerja

P2 = Proporsi pada kategori tidak terpapar tekanan panas

mengalami kelelahan kerja

Penentuan besar sampel minimal dilihat berdasarkan

perhitungan besar sampel pada tiap-tiap variabel yang diteliti.

Perhitungan besar sampel menggunakan nilai P1 dan P2 dari hasil

penelitian sebelumnya. Setelah melakukan perbandingan sampel P1

dan P2 dengan penelitian sebelumnya, didapatkan hasil bahwa P1 =

0.762 dan P2 = 0.273 maka N = 16 karyawan. Berdasarkan hasil

perhitungan sampel, jumlah yang akan diambil adalah 16 orang

karyawan (P1: Proporsi pada kategori terpapar suhu panas yang

mengalami kelelahan kerja dan P2: Proporsi pada kategori tidak

terpapar suhu panas mengalami kelelahan kerja pada α = 5% dan B =

80%). Dari hasil tersebut, kemudian dilakukan perhitungan sampel

minimal dengan menggunakan perbandingan dari hasil penelitian

Umyati (2010) yaitu prevalensi dari responden yang tidak mengalami

kelelahan kerja sebesar 46% adalah:

N′ = N

ˉˉˉˉˉ

P

Keterangan:

N′ = Sampel minimum

N = Hasil perhitungan sampel dengan rumus uji hipotesis dua

proporsi

P = Proporsi responden tidak lelah

N′ = 16

ˉˉˉˉˉ

Page 94: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

74

46%

N′ = 35 karyawan

Namun, untuk menghindari adanya drop out atau missing data

dari jawaban karyawan dan agar memenuhi 1:10 setiap variabel maka

peneliti membulatkan jumlah sampel penelitian yaitu sampel minimal

menjadi 40 karyawan.

Peneliti menentukan responden berdasarkan teknik simple

random sampling, pada teknik tersebut digunakan dengan membuat

frame sampling yang diambil dari jadwal shift kerja yaitu shift pagi,

siang dan malam kolektor gerbang tol Cililitan dan memilih sampel

dengan cara undian dengan menuliskan nomor absen semua pekerja

sesuai shift yang ada pada secarik kertas dan menggulung kertas

tersebut kemudian memasukannya dalam sebuah kotak dan mengocok

gulungan kertas tersebut. Setelah dikocok, gulungan kertas akan

diambil satu persatu sampai pada gulungan kertas yang ke empat

puluh. Berdasarkan pembagian antar shift masing-masing 14 orang

yang dilakukan pengocokkan agar sampel terbagi secara merata maka

terdapat 42 karyawan yang menjadi responden.

Adapun sampel yang akan dipilih oleh peneliti mempunyai

persamaan dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi

a. Pekerja adalah karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa

Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng.

b. Pekerja adalah karyawan tetap dengan masa kerja lebih dari 15

tahun.

Page 95: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

75

c. Pekerja adalah karyawan yang memiliki umur lebih dari 30

tahun.

d. Pekerja adalah karyawan utama yang sedang bekerja pada shift

pagi, siang dan malam.

2. Kriteria Eksklusi

a. Tidak bersedia menjadi objek penelitian atau sample penelitian.

b. Pekerja merupakan karyawan outsourcing.

c. Pekerja adalah karyawan pengganti shift.

4.4 Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder.

4.4.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung untuk

mendapatkan data yang dibutuhkan dengan cara wawancara menggunakan

lembaran kuesioner, pengamatan atau observasional, dan pengukuran

langsung kepada karyawan kolektor gerbang tol. Data yang diperoleh dari

wawancara menggunakan lembar kuesioner diantaranya data diri

karyawan dan 30 pertanyaan terkait kelelahan kerja. Selain itu, data yang

diperoleh dari pengamatan atau observasional dan pengukuran langsung

lingkungan kerja antara lain intensitas kebisingan, intensitas pencahayaan,

dan tekanan panas yang memperhatikan beban kerja dan jam kerja.

Pengukuran dilakukan berdasarkan shift kerja yang terbagi atas shift pagi,

siang dan malam.

Page 96: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

76

4.4.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari data perusahaan

seperti populasi pekerja dan profil perusahaan.

4.5 Uji Validitas dan Reabilitas

Pengujian validitas dan reabilitas dilakukan kepada subjek yang

memiliki karakteristik pola pikir, karakteristik umur dan pekerjaan hampir

sama dengan populasi karyawan kolektor gerbang tol dan pada penelitian ini

tidak dilakukannya uji validitas dan reabilitas melainkan menggunakan nilai

uji validitas dan reabilitas penelitian sebelumnya.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran untuk melihat seberapa besar tingkat

ketepatan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2011). Pengujian

validitas dilakukan untuk mengetahui item kuesioner yang valid maupun

tidak valid yang berpengaruh pada dapat atau tidaknya item kuesioner

tersebut digunakan dalam penelitian. Pengujian validitas dapat dilakukan

dengan melakukan perhitungan dengan rumus korelasi Product Moment

kemudian membandingkan antara nilai korelasi atau r hitung dari variabel

penelitian dengan r tabel. Jika r hitung > r tabel maka Ho ditolak, berarti

variabel valid. Namun, jika r hitung < r tabel maka Ho gagal ditolak,

berarti variabel tidak valid. Item kuesioner yang tidak valid dapat

ditanggulangi dengan melakukan modifikasi item untuk memperjelas

makna pada item kuesioner atau membuang item jika item kuesioner tidak

penting.

Page 97: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

77

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Zuhriyah (2007) pada

karyawan bagian penjahitan perusahaan konveksi, terkait kuesioner

Subjective Self Rating Test (SSRT) dari Insdutrial Fatigue Research

Comitte Japan untuk mengukur kelelahan kerja didapatkan hasil uji

validitas sebagai berikut; perhitungan uji validitas dan uji reabilitas

menggunakan tingkat signifikan (α) = 5% dengan 30 orang responden,

maka nilai koefisien korelasi (r tabel) sebesar 0.361 sehingga hasil

perhitungan harus lebih besar. Untuk menguji validitas maka

menggunakan rumus Pearson Product Moment:

Keterangan:

r hitung = koefisien validitas item yang dicari

n = jumlah responden

x = skor yang diperoleh subjek dalam setiap item

y = skor total keseluruhan

Maka berdasarkan perhitungan pada rumus r hitung, didapatkan

hasil r = 0.584 dan terlihat bahwa r hitung semua indikator dalam

kuesioner pada responden sudah valid karena r hitung (0.584) > r tabel

(0.361).

2. Uji Reabilitas

Uji reabilitas dilakukan setelah item kuesioner sudah valid.

Menurut Arifin (2012) uji reabilitas dilakukan untuk melihat sejauh mana

hasil suatu pengukuran dapat terlihat konsisten bila dilakukan berulang

Page 98: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

78

kali dalam suatu instrumen. Pengujian reabilitas dapat dilakukan

menggunakan rumus statistik cronbach alpha keseluruhan dengan

membandingkan nilai r tabel dengan nilai r hasil (nilai alpha). Apabila r

alpha > r tabel maka kuesioner tersebut dinyatakan reliable. Berdasarkan

penelitian sebelumnya bahwa kuesioner Subjective Self Rating Test

(SSRT) dari Insdutrial Fatigue Research Comitte Japan untuk mengukur

kelelahan kerja telah diketahui nilai reliabelnya adalah 0.816.

Keterangan:

r = reabilitas

n = jumlah item pertanyaan yang diuji

σx² = varians skor tiap item

σy² = varians total

Dari perhitungan rumus reabilitas maka didapat hasil nilai

cronbach’s alpha pada tabel reability statistik sebesar 0.816, artinya secara

keseluruhan indikator pada kuesioner responden sudah reliabel karena

nilai 0.816 lebih besar dari nilai standar yaitu 0.6.

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk memperoleh /

mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini

menggunakan instrumen penelitian yaitu wawancara dan kuesioner dengan

menggunakan kuesioner alat ukur tingkat kelelahan kerja yaitu Subjective Self

Rating Test (SSRT) dari Industrial Fatigue Research Comitte Japan (IFRC

Jepang).

Page 99: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

79

Selain itu untuk melakukan pengukuran terhadap lingkungan kerja

maka digunakan alat ukur Sound Level Meter (SLM) untuk kebisingan,

Digital Lux Meter untuk pencahayaan dan Thermohygrometer untuk suhu dan

kelembaban dan pengukuran dilakukan berdasarkan sistem shift pagi, siang

dan malam.

1. Kuesioner Kelelahan Kerja

Peneliti juga mewawancara responden menggunakan metode

pengukuran kelelahan secara subjektif atau Subjective Self Ratting Test

(SSRT) yang diadopsi dari Industrial Fatigue Research Committee of

Japanese Association Industrial Health (IFRC Jepang). Kuesioner yang

digunakan untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif dan pengukuran

secara objektif yaitu observasi untuk mendukung pengukuran subjektif

dapat dilihat pada saat wawancara. Kuesioner pengujian kelelahan

subjektif ini telah terpublikasi dan menilai kelelahan secara umum,

mencakup 30 gejala kelelahan yang terbagi atas 3 kelompok yang dialami

pekerja yaitu pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi dan pelemahan

secara fisik. Peneliti melakukan pengukuran kelelahan kerja pada saat

karyawan melakukan pekerjaan tanpa mengganggu kondisi pekerjaan

karyawan, hal tersebut dilakukan agar karyawan telah melakukan

pekerjaannya dan diduga kelelahan yang dirasakan karena telah

melakukan pekerjaan dan belum melakukan recovery atau pemulihan dari

rasa lelah yang dirasakan. Berikut rincian gejala dari kelelahan:

1. Perasaan berat dikepala

2. Menjadi lelah diseluruh badan

3. Kaki merasa berat

16. Cenderung untuk lupa

17. Kurang kepercayaan diri

18. Cemas terhadap sesuatu

Page 100: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

80

4. Menguap

5. Merasa kacau pikiran

6. Mengantuk

7. Merasa berat pada mata

8. Kaku dan canggung dalam

gerakan

9. Tidak seimbang dalam berdiri

10. Mau berbaring

11. Merasa susah berfikir

12. Lelah bicara

13. Gugup

14. Tidak dapat berkonsentrasi

15. Tidak dapat memfokuskan

perhatian terhadap sesuatu

19. Tidak dapat mengontrol sikap

20. Tidak dapat tekun dalam

melakukan pekerjaan

21. Sakit kepala

22. Kekakuan dibahu

23. Merasa nyeri dipunggung

24. Merasa pernafasan tertekan

25. Merasa haus

26. Suara serak

27. Pusing

28. Spasme kelopak mata

29. Tremor pada anggota badan

30. Merasa kurang sehat.

Jawaban untuk kuesioner IFRC tersebut terbagi menjadi 4 kategori,

yaitu Sangat Sering (SS) dengan diberi nilai 4, Sering (S) dengan diberi

nilai 3, Kadang-Kadang (K) dengan diberi nilai 2, dan Tidak Pernah (TP)

dengan diberi nilai 1. Dalam menentukan kategori golongan kelelahan,

jawaban tiap pertanyaan dijumlahkan kemudian disesuaikan dengan

kategori tertentu. Kategori diberikan antara lain:

Nilai < 60 = Kelelahan Ringan

Nilai > 60 = Kelelahan Berat

Pengukuran dengan metode ini bersifat subjektif sesuai dengan

masing-masing responden maka sangat bergantung dari jawaban

responden yang diteliti.

2. Sound Level Meter

Pengukuran intensitas kebisingan dilakukan selama 4 hari pada

shift pagi pukul 07.00-12.00 WIB, pada shift siang pukul 15.00-20.00

Page 101: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

81

WIB dan pada shift malam pukul 21.00-24.00 WIB. Pengukuran dilakukan

pada 2 tempat yaitu gerbang tol Cililitan 1 dan gerbang tol Cililitan 2.

Pengukuran intensitas kebisingan pada karyawan gerbang tol dilakukan

satu kali selama 15 menit, pada shift pagi, siang, dan malam dengan

menggunakan alat Sound Level Meter jenis Krisbow Multi Function

Environment Meter. Luas dari ruang kerja karyawan gerbang tol rata-rata

kurang dari 10 m², maka pengukuran dilakukan pada 1 titik pada setiap

ruangan yaitu pada jendela dekat pekerja melakukan interaksi dengan

pengguna tol. Hal tersebut bertujuan dapat menggambarkan keadaan

lingkungan dan kondisi kebisingan yang sebenarnya diterima pekerja

karena ingin diketahui kebisingan yang mempengaruhi pekerja saat

melakukan aktivitas.

Gambar 4.1 Sound Level Meter Krisbow

Metode pengukuran intensitas kebisingan di tempat kerja dapat

dilihat pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 7231 tahun 2009. Peneliti

melakukan pengukuran dengan memperhatikan selang waktu yang

mewakili 24 jam maka terdapat 7 waktu pengukuran yang dapat dipilih

pada shift pagi, siang dan malam yaitu: diambil pada jam 07.00 mewakili

jam 06.00 – 09.00, diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00 – 11.00,

Page 102: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

82

diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00 – 17.00, diambil pada jam

20.00 mewakili jam 17.00 – 22.00 , diambil pada jam 23.00 mewakili jam

22.00 – 24.00, diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 – 03.00,

diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 – 06.00, namun peneliti hanya

menggunakan 5 selang waktu karena perusahaan hanya mengijinkan

peneliti melakukan pengukuran hingga pukul 24.00 WIB. Hal tersebut

dilakukan peneliti untuk mengakumulasikan waktu tingkat aktivitas yang

mewakili selama 24 jam.

Peneliti melakukan pengukuran kebisingan yang terpapar pada

karyawan dengan menentukan titik terdekat dengan karyawan yaitu tepat

disamping kanan belakang telinga karyawan dan sangat dekat dengan

sumber bising yaitu kendaraan bermotor. Saat dilakukannya pengukuran,

aktifitas kendaraan sedang tinggi dan kadang sedang lowong serta kondisi

cuaca saat pengukuran cerah serta hujan pada saat sore hari. Selanjutnya

terdapat beberapa langkah yang dilakukan peneliti saat memulai

pengukuran yaitu memasang baterai pada tempatnya, ditekan tombol

power pada alat (ditekan dan ditahan tombol On/Off selama 1 detik untuk

dinyalakan dan alat pengukur akan merespon dengan menampilkan layar

untuk memulai), dicek garis tanda pada monitor untuk mengetahui baterai

dalam keadaan baik atau tidak.

Selanjutnya dilakukan setup pada instrument mengubah sesuai

dengan keperluan, dengan menekan tombol select lalu pilih bentuk

pengukuran menggunakan Hi untuk mengukur intensitas kebisingan

dengan range 65-130 dB dan atur pengukuran penyaringan dengan

Page 103: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

83

memilih A yang mendekati pada ukuran frekuensi pendengaran manusia.

Peneliti melakukan pengukuran selama 15 menit karena kebisingan

tergolong jenis kebisingan sumber bergerak atau kebisingan terputus-putus

(intermittent). Peneliti memposisikan mikrofon alat ukur setinggi posisi

telinga manusia yang ada di tempat kerja. Hindari terjadinya refleksi bunyi

dari tubuh atau penghalang sumber bunyi. Diarahkan mikrofon alat ukur

dengan sumber bunyi sesuai dengan karakteristik mikrofon (mikrofon

tegak lurus dengan sumber bunyi, 70° sampai 80° dari sumber bunyi).

Maka dicatat hasil pengukuran intensitas kebisingan pada lembar

pengukuran data sampling.

3. Digital Lux Meter

Pengukuran intensitas penerangan dilakukan selama 4 hari pada

shift pagi pukul 07.00-13.00 WIB, pada shift siang pukul 14.00-19.00 WIB

dan pada shift malam pukul 21.00-24.00 WIB. Pengukuran dilakukan pada

2 tempat yaitu gerbang tol Cililitan 1 dan gerbang tol Cililitan 2.

Pengukuran intensitas pencahayaan yang dilakukan pada karyawan

gerbang tol yaitu termasuk dalam kategori pengukuran pencahayaan

setempat dengan ketetuan pegukuran pada objek kerja, berupa meja kerja

maupun peralatan dengan menggunakan alat Digital Luxmeter DL 204.

Objek berupa meja kerja, maka pengukuran dapat dilakukan di atas meja

yang ada. Pengukuran intensitas pencahayaan dilakukan satu kali selama 5

menit (didapat nilai angka yang stabil), tepatnya pada shift pagi, siang dan

malam. Luas dari ruang kerja karyawan gerbang tol rata-rata kurang dari

10 m², maka pengukuran dilakukan pada setiap 1×1 m. Hal tersebut

Page 104: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

84

bertujuan dapat menggambarkan keadaan lingkungan dan kondisi yang

sebenarnya karena ingin diketahui pencahayaan yang mempengaruhi

pekerja saat melakukan aktivitas. Peneliti melakukan pengukuran pada

kondisi ruangan sesuai kenyamanan bekerja karyawan tanpa

menambahkan atau mengurangi kenyamanan tersebut. Pada saat

pengukuran berlangsung sumber pencahayaan alami yaitu cahaya matahari

membantu karyawan dalam melakukan pekerjaannya dan hal tersebut

berlaku pada shift pagi dan siang serta kondisi cuaca saat pengukuran tidak

hujan dan tidak mendung untuk shift pagi dan siang sedangkan untuk shift

malam tidak ada pencahayaan tambahan selain pencahayaan ruangan yang

ada.

Gambar 4.2 Digital Luxmeter DL 204

Peneliti melakukan pengukuran pencahayaan pada ruangan kerja

karyawan dengan menentukan titik yaitu satu titik pengukuran karena

pencahayaan yang digunakan adalah pencahayaan lokal. Metode

pengukuran intensitas pencahayaan berdasarkan SNI 16-7062 tahun 2004

dengan menggunakan luxmeter. Sebelum melakukan pengukuran peneliti

menyiapkan denah yang telah dibuat sebelumnya agar mempermudah saat

pengukuran. Luas ruangan gerbang tol 2 x 2 meter adalah 4 m² < 10 m².

Maka denah ruang kerja:

Page 105: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

85

2 x 2 meter

(Titik pengukuran pencahayaan)

Gambar 4.3 Denah Ruang Kerja Kolektor Gerbang Tol

Selanjutnya, peneliti menyiapkan alat lux meter, pastikan alat lux

meter berfungsi dengan baik. Dicek kelengkapan alat seperti baterai,

pastikan terdapat baterai cadangan yang disiapkan. Kemudian dipasang

baterai pada tempatnya dan ditekan tombol power ON/OFF, maka alat

akan menunjukkan angka 0.00, artinya alat sudah dapat digunakan.

Selanjutnya peneliti membuka penutup sensor cahaya, meletakkan sensor

cahaya di tempat yang akan dilakukan pengukuran pencahayaan tepatnya

pada posisi pekerja melakukan pekerjaannya. Banyaknya titik pengukuran

juga dapat ditentukan sesuai luas ruangan.

Peneliti menggunakan range yang dijadikan standar pengukuran

adalah 300 lux untuk standar ruang kerja administrasi. Menekan tombol

Lux/Fc untuk merubah satuan pengukuran dalam Lux atau Fc. Pada saat

awal pengukuran display tidak menunjukkan tanda “OL” yang muncul, hal

tersebut mengindikasikan cahaya yang terdapat dilokasi pengukuran tidak

Overload, maka lanjutkan untuk tetap pengukuran tanpa mengganti range

yang ada. Diletakkan alat di tempat ruangan kerja sesuai posisi pekerja

dengan tinggi kurang lebih 100 cm atau 1 meter dari lantai. Peneliti

Pekerja

Page 106: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

86

mengarahkan sensor cahaya pada permukaan daerah yang akan diukur

kuat atau frekuensi pencahayaannya.

Lalu ditunggu hingga angka di display stabil, setelah stabil dibaca

angka yang tertera pada layar panel. Peneliti melakukan hal tersebut

sebanyak 3 kali pada setiap titik dan mencari rata-rata dari intensitas

pencahayaan yang ada. Ditekan tombol D/H untuk menghentikan angka

saat pengukuran, fungsi dari tombol tersebut sebagai tombol stop atau

pause. Dilakukan hal tersebut sebanyak 3 kali pada setiap titik. Jika sudah

selesai pengukuran, tutup kembali sensor cahaya. Matikan alat dengan

menekan tombol ON/OFF.

4. Thermohygrometer

Pengukuran suhu ruangan dan kelembaban udara dilakukan selama

4 hari pada shift pagi pukul 07.00-13.00 WIB, pada shift siang pukul

14.00-19.00 WIB dan pada shift malam pukul 21.00-24.00 WIB.

Pengukuran dilakukan pada 2 tempat yaitu gerbang tol Cililitan 1 dan

gerbang tol Cililitan 2. Pengukuran suhu ruangan dan kelembaban udara

dilakukan dengan menggunakan metode pembacaan langsung dan

menggunakan alat Thermohygrometer. Kondisi ruang kerja saat

pengukuran setiap shift berbeda-beda, terdapat beberapa pendingin

ruangan yang dinyalakan sangat dingin dibawah 18˚C dan beberapa

dinyalakan pada tingkatan normal 24-26 ˚C serta beberapa pendingin

ruangan tidak berfungsi dengan baik. Sedangkan kondisi cuaca saat

pengukuran tidak turun hujan dan kadang mendung di sore hari. Peneliti

menempatkan alat ukur dengan jarak 1 meter dari karyawan agar suhu

Page 107: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

87

yang diterima karyawan dapat tergambar. Alat tersebut diletakkan tepat

diatas meja kerja karyawan tanpa mengganggu pekerjaan karyawan.

Gambar 4.4 Thermohygrometer

Thermohygrometer terdiri dari dua pengukuran yaitu pengukuran

kelembaban relatif (RH) dan suhu ruangan. Peneliti menempatkan alat

tersebut di tempat yang akan diukur suhu dan kelembabannya selama 10

menit waktu adaptasi dan pengukuran dilakukan hingga angka pada layar

alat menunjukkan angka stabil. Selanjutnya untuk ruangan yang diukur

terdapat pekerja, pada hal tersebut karyawan kolektor duduk maka

tempatkan alat setinggi 0,6 m. Peneliti menyalakan alat ukur dan

dilakukan pengukuran lalu dibaca angka suhu dan kelembaban yang

didapat pada alat thermohygrometer. Dicatat dan disimpulkan.

4.7 Pengolahan Data

Seluruh data yang terkumpul akan diolah secara statistik. Pengolahan data

terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum dilakukannya uji,

analisis, dan interpretasi. Tahap-tahap tersebut sebagai berikut:

1. Editing

Editing merupakan kegiatan peneliti menyuting data yang telah

terkumpul dengan cara memeriksa isian kuesioner. Hal ini dilakukan

peneliti guna memeriksa kelengkapan, kesinambungan, dan keseragaman

Page 108: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

88

data sehingga data yang meragukan dan tidak lengkap dapat dilengkapi

kembali kepada responden.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan peneliti mengklasifikasikan data dan

memberi kode pada jawaban responden yang ada untuk mempermudah

dalam proses pengelompokkan dan pengolahan dengan komputer untuk

melakukan analisa data. Coding dilakukan peneliti baik pada variabel

dependen maupun variabel independen. Pada penelitian ini data yang di

coding sebagai berikut:

a. Kelelahan Kerja a. ≥ 60 (Kelelahan

Berat)

b. < 60 (Kelelahan

Ringan)

[1]

[2]

b. Intensitas

Pencahayaan

a. < 300 Lux

(Pencahayaan Tidak

Terpenuhi)

b. ≥ 300 Lux

(Pencahayaan

Terpenuhi)

[1]

[2]

c. Suhu dan

Kelembaban

a. < 18˚C atau > 28˚C

Suhu Tidak Sesuai

dan <40% atau

>60% Kelembaban

Tidak Sesuai

b. 18˚C-28˚C Suhu

Sesuai dan 40%-60%

Kelembaban Sesuai

[1]

[2]

d. Shift Kerja a. Shift Pagi: Pukul [1]

Page 109: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

89

05.00-13.00 WIB

b. Shift Siang: Pukul

13.00-20.00

c. Shift Malam: Pukul

20.00-05.00 WIB

[2]

[3]

3. Entry

Peneliti memasukan data yang telah dikode tersebut kedalam program

komputer untuk selanjutnya akan diolah menggunakan aplikasi program

data statistik dan dianalisis.

4. Cleaning

Cleaning merupakan kegiatan peneliti melakukan pengecekan kembali

data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada

yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan

dianalisis. Cara yang sering dilakukan adalah dengan melihat distribusi

frekuensi dari variabel-variabel dan menilai kelogisannya. Tahapan

cleaning data terdiri dari mengetahui missing data, mengetahui variasi

data, dan mengetahui konsistensi data.

4.8 Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis Univariat yaitu analisis yang digunakan untuk

memperoleh gambaran distribusi masing-masing variabel kelelahan kerja

pada karyawan gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Tomang Cengkareng dan variabel lingkungan kerja (kebisingan,

pencahayaan dan suhu & kelembaban) serta shift kerja pada karyawan

gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng.

Page 110: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

90

b. Analisi bivariat

Analisis Bivariat yaitu analisis yang dilakukan setelah memperoleh

data. Pada penelitian ini analisis yang digunakan secara kuantitatif analitik

yaitu menggunakan uji T-Independent Test dan uji Chi-Square (X2) untuk

memperoleh hubungan antara variabel dependen dengan variabel

independen. Untuk mencari hubungan antara variabel independen

kebisingan dengan variabel dependen kelelahan kerja menggunakan uji T-

Independent Test, karena variabel tersebut merupakan variabel numerik.

Setelah dilakukan uji normalitas data maka dapat ditentukan uji t-

independent yang digunakan, jika data berdistribusi dengan normal maka

digunakan uji T-Test dan untuk data yang berdistribusi tidak normal maka

digunakan uji Non-Parametric. Sedangkan uji chi-square dilakukan untuk

mengetahui hubungan antara data kategorik variabael independen

pencahayaan, suhu ruangan dan kelembaban udara, dan shift kerja dengan

data ketegorik variabel dependen kelelahan kerja pada karyawan gerbang

tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng. Adakah

hubungan yang bermakna kuat antara variabel dependen dengan variabel

independen. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji

statistik T-Independent dan Chi-Square Test dengan menggunakan

program statistik, dengan tingkat signifikan 5%, maka interpretasi hasil

sebagai berikut:

1. Jika p value < 0.05 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan.

2. Jika p value > 0.01 tetapi < 0.05 maka hasil uji dinyatakan

signifikan.

Page 111: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

91

3. Jika p value > 0.05 maka uji dinyatakan tidak signifikan

(Riwikdikdo, 2008).

Page 112: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

92

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Lokasi Penelitian

5.1.1 PT Jasa Marga (Persero) Tbk

Jasa Marga berdiri dengan nama PT Jasa Marga (Indonesia

Highway Corporation) berdasarkan Akta No. 1 pada tanggal 1 Maret 1978,

kemudian berubah menjadi PT Jasa Marga (Persero) berdasarkan Akta

Nomor 187 pada tanggal 19 Mei 1981 di hadapan notaris Kartini Muljadi,

SH. Pendirian Jasa Marga telah sesuai dengan Undang-undang No. 9

Tahun 1969, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara

menjadi Undang-undang, Peraturan Pemerintah No.12 Tahun 1969 tentang

Perusahaan Jasa Marga (Persero) dan Peraturan Pemerintah No.4 Tahun

1978 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia dalam

Pendirian Perusahaan Jasa Marga (Persero) di bidang Pengelolaan,

Pemeliharaan dan Pengadaan Jaringan Jalan Tol serta Surat Keputusan

Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 90/KMK 06/1978 tanggal

27 Februari 1978 tentang Penetapan Modal Perusahaan Perseroan PT Jasa

Marga (Persero) di bidang jalan tol (www.jasamarga.com, 2016).

Untuk mendukung gerak pertumbuhan ekonomi, Indonesia

membutuhkan jaringan jalan yang handal. Melalui Peraturan Pemerintah

No. 04 Tahun 1978, pada tanggal 01 Maret 1978 Pemerintah mendirikan

serta sarana kelengkapannya agar jalan tol dapat berfungsi sebagai

Page 113: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

93

jalan bebas hambatan yang memberikan manfaat lebih tinggi daripada

jalan umum bukan tol (www.jasamarga.com, 2016).

5.1.2 Visi dan Misi PT Jasa Marga

a. Visi 2017: Menjadi Perusahaan Pengembang dan Operator Jalan Tol

Terkemuka di Indonesia .

b. Visi 2022: Menjadi Salah Satu Perusahaan Terkemuka di Indonesia.

c. Misi

1. Mewujudkan Percepatan Pembangunan Jalan Tol.

2. Menyediakan Jalan Tol yang Efisien dan Andal.

3. Meningkatkan kelancaran Distribusi Barang dan Jasa.

5.1.3 Aktifitas Usaha PT Jasa Marga

Bidang usaha Jasa Marga adalah membangun dan menyediakan

jasa pelayanan jalan tol. Untuk itu Jasa Marga melakukan aktifitas usaha

sebagai berikut:

a. Melakukan investasi dengan membangun jalan tol baru.

b. Mengoperasikan dan memelihara jalan tol.

c. Mengembangkan usaha lain, seperti tempat istirahat, iklan, jaringan

serat optik dan lain-lain, untuk meningkatkan pelayanan kepada

pemakai jalan dan meningkatkan hasil usaha perusahaan.

d. Mengembangkan usaha lain dalam koridor jalan tol.

e. Saat ini Jasa Marga mengelola dan mengoperasikan 13 hak

pengusahaan (konsesi) jalan tol melalui sembilan kantor cabang dan

satu anak perusahaan yaitu :

1. Jalan tol Jagorawi

Page 114: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

94

2. Jalan Tol Jakarta-Tangerang

3. Jalan Tol Jakarta- Cikampek

4. Jalan Tol Dalam Kota Jakarta

5. Jalan Tol Prof. Dr.Ir. Sedyatmo

6. Jalan Tol Serpong-Pondok Aren (dioperasikan oleh JLJ)

7. Jalan Tol Cikampek -Purwakarta-Cileunyi

8. Jalan Tol Padalarang –Cileunyi

9. Jalan Tol Palimanan-Kanci

10. Jalan Tol Semarang

11. Jalan Tol Surabaya Gempol

12. Jalan Tol Belawan-Medan-Tanjung Morawa

13. Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (dioperasikan oleh JLJ)

Page 115: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

95

Gambar 5.1 Peta Wilayah Jaringan Jalan Tol Jakarta dan Sekitarnya

Sumber: (www.jasamarga.com, 2016)

5.1.4 PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng

Jalan Tol Dalam Kota atau Jakarta Intra Urban Tollways, mulai

dioperasikan oleh Jasa Marga secara bertahap semenjak tahun 1987,

melalui ruas Cawang-Semanggi. Jalan Tol ini dibangun seiring dengan

Page 116: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

96

pertumbuhan Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis, dimana

mobilitas orang dan barang makin meningkat pula.

Jalan Tol sepanjang ini menghubungkan wilayah Timur Jakarta

yaitu Cawang hingga wilayah Barat Kota Jakarta hingga Pluit. Jalan Tol

sepanjang 23,55 Km ini saat ini terintegrasi dengan 4 (empat ) jalan tol

yang menuju ke berbagai wilayah yaitu, Jalan Tol Jagorawi, Jalan Tol

Jakarta-Cikampek, Jalan Tol Tangerang-Merak, Serta Jalan Tol Prof Dr.

Ir. Sedyatmo.

Sementara itu pada tahun 1996 saat selesainya pembangunan ruas

Grogol-Pluit, Jalan tol ini menjadi sebuah lingkaran yang tak berujung

bersamaan bersama ruas Cawang-Tanjung Priuk-Pluit yang dioperasikan

oleh PT Citra Marga Nushapala Persada. Dengan demikian jalan tol ini

menjadi salah satu infrastruktur penting Nasional dan menjadi urat nadi

trasportasi yang penting menghubungkan dari wilayah Tangerang menuju

Cikampek serta kota-kota lain di Pantai Utara Jawa (Pantura). Sehingga

Jalan tol ini yang memiliki 3 x 2 jalur ini kerap dipadati oleh lalu lintas

pada jam-jam tertentu.

Bagan 5.1 Pertumbuhan Volume Lalu Lintas Kendaraan Ruas Dalam

Kota Cabang Cawang Tomang Cengkareng Rata-Rata Per Hari/kr

Sumber: (www.jasamarga.com, 2016)

Page 117: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

97

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa pertumbuhan volume lalu

lintas kendaraan ruas dalam kota setiap tahunnya meningkat dengan rata-

rata per harinya mencapai 568.863/hari pada tahun 2013. Hal tersebut

menunjukkan bahwa ruas tol dalam kota termasuk aktivitas pengguna jalan

tol yang padat.

Selain itu, terdapat jalan tol yang dibangun untuk melengkapi

pembangunan Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng. Jalan

tol sepanjang 14,30 km mulai dioperasikan pada tahun 1987.

Keistimewaan Jalan tol ini adalah diterapkannya kontruksi Cakar Ayam

sebagai pondasi Jalan. Teknologi ini ditemukan oleh Prof. Dr.Ir. Sedyatmo

yang kemudian namanya diabadikan sebagai nama jalan tol ini. Saat ini

jalan tol Sedyatmo telah mengalami penambahan lajur elevated di kiri dan

kanan jalan utama, hal ini untuk menghindari risiko banjir yang kerap

merendam badan jalan tol yang disebabkan perkembangan wilayah sekitar

jalan tol tersebut. Jalan Tol Prof.Dr.Ir. Sedyatmo saat ini selain

tersambung dengan jalan tol Dalam Kota, juga tersambung dengan jalan

tol JORR W1 Ke dua ruas jalan tol ini diopersikan oleh Jasa Marga

Cabang Cawang-Tomang-Cengkareng Pertumbuhan Volume Lalu Lintas.

Page 118: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

98

Bagan 5.2 Pertumbuhan Volume Lalu Lintas Kendaraan Ruas Prof.

Dr. Ir. Sedyatmo Cabang Cawang Tomang Cengkareng Rata-Rata

Per Hari/kr

Sumber: (www.jasamarga.com, 2016)

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa pertumbuhan volume lalu

lintas kendaraan ruas Prof. Dr. Ir. Sedyatmo mengalami peningkatan

dengan rata-rata per harinya mencapai 204.338/hari pada tahun 2013.

5.1.5 Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Bagi Perseroan, sumber daya manusia adalah aset yang sangat

berharga yang harus terus dijaga dan diberdayakan. Pemberdayaan dan

perhatian yang tinggi terhadap SDM Perseroan dilakukan dengan

menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan menyehatkan

dengan menerapkan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang

tinggi pada setiap level operasional Perseroan.

Didalam penerapan program K3, Perseroan secara rutin melakukan

inspeksi terhadap faktor-faktor atau hazards yang berpotensi

menyebabkan cedera,sakit atau kecelakan, mengidentifikasi

ketidakfungsian peralatan, memonitor kondisi lingkungan yang berpotensi

Page 119: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

99

menimbulkan masalah K3, serta tindakan-tindakan yang tidak sesuai

dengan Standard Operating Procedure (SOP).

Selain hal-hal preventif diatas, Unit K3 Perseroan juga secara

periodik melakukan analisis keselamatan kerja untuk meninjau ulang

metode dan mengidentifikasi praktek pekerjaan yang tidak selamat yang

selanjutnya dilakukan suatu tindakan korektif.

Dalam Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen Perseroan. Perseroan

telah melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pembentukan Organisasi Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan

Kerja

b. Sertifikasi OHSAS 18001:2008 dan Sertifikasi SMK3

c. Kebijakan Mutu

1. Mengusahakan jasa pelayanan yang bermutu tinggi untuk

memenuhi kelancaran, keamanan dan kenyamanan pelanggan.

2. Mendorong seluruh karyawan untuk selalu meningkatkan

keterampilan dan keahlian serta selalu bertanggung jawab dan

tertib dalam menjalankan tugas melayani pelanggan.

3. Terus menerus menyempurnakan sistem dan lingkungan kerja ke

arah yang lebih efektif dan efisien untuk mendukung tercapainya

mutu pelayanan.

Page 120: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

100

5.2 Hasil Analisis Univariat

5.2.1 Gambaran Kelelahan Kerja Pada Karyawan Kolektor Gerbang Tol

Pada penelitian ini kelelahan kerja merupakan dampak dari

ketidakmampuan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Biasanya

kelelahan kerja bersumber dari aktivitas pekerja yang dilakukan dan

kemudian dapat menghilang setelah dilakukan pemulihan dengan

mengistirahatkan individu. Kelelahan kerja yang diukur menggunakan

kuesioner Subjective Self Ratting Test (SSRT) dari Industrial Fatigue

Research Committee (IFRC) sebagai indikator kelelahan kerja. Adapun

hasil penelitian tentang gambaran kelelahan kerja berdasarkan kuesioner

Subjective Self Rating Test pada pekerja gerbang tol dapat dilihat pada

tabel 5.1.

Tabel 5.1

Distribusi Kelelahan Kerja (Subjective Self Ratting Test) Pada

Kolektor Gerbang Tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Tomang Cengkareng Tahun 2016

Variabel Kategori n %

Kelelahan

Kerja

Kelelahan Berat 28 66.7

Kelelahan Ringan 14 33.3

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa distribusi kelelahan kerja

dari 42 orang karyawan kolektor gerbang tol yang mengalami kategori

kelelahan berat dengan jumlah yaitu 28 (66.7%) karyawan, dengan

demikian kelelahan kerja yang dirasakan karyawan kolektor gerbang tol

paling banyak dialami karyawan pada kategori kelelahan berat.

Page 121: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

101

5.2.2 Gambaran Lingkungan Kerja Fisik (Kebisingan, Pencahayaan, Suhu

Ruangan dan Kelembaban, dan Shift Kerja) Pada Karyawan

Kolektor Gerbang Tol

Data tingkat kebisingan di tempat kerja diperoleh dari hasil

pengukuran dengan menggunakan Sound Level Meter. Pengukuran tingkat

kebisingan dilakukan pada setiap titik gardu tol yaitu setiap ruang kerja

kolektor gerbang tol. Kemudian, data tingkat pencahayaan di tempat kerja

diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan Digital Lux Meter.

Pengukuran tingkat pencahayaan dilakukan pada satu titik setiap ruang

kerja kolektor gerbang tol dimana tiap titik pengukuran dilakukan sampai

angka pada display lux meter stabil. Selanjutnya data suhu ruangan dan

kelembaban udara di tempat kerja diperoleh dari hasil pengukuran

menggunakan Hygrometer. Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan

pada setiap titik ruang kerja sampai mendapatkan angka pada display

stabil. Semua pengukuran dilakukan pada satu titik setiap ruang kerja

namun tidak mengganggu proses kerja.

Hasil penelitian mengenai gambaran hasil pengukuran tingkat

kebisingan di tempat kerja pada karyawan kolektor gerbang tol dapat

dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2

Distribusi Intensitas Kebisingan Pada Kolektor Gerbang Tol Cililitan

PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016

Variabel Mean 95% CI SD Min-Max

Intensitas

Kebisingan 80.35 – 82.53 3.48 75.30-88.70

Berdasarkan hasil pengukuran pada tabel 5.2 diketahui bahwa

karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Page 122: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

102

Tomang Cengkareng didapatkan mean 95% CI intensitas kebisingan

ditempat kerja sebesar 80.35 – 82.53 dBA dengan Standar Deviasi (SD)

3.48. Intensitas kebisingan terendah sebesar 75.30 dBA dan intensitas

kebisingan tertinggi sebesar 88.70 dBA.

Selanjutnya hasil penelitian mengenai gambaran hasil pengukuran

intensitas pencahayaan, suhu ruangan dan kelembaban udara, dan shift

kerja di tempat kerja pada karyawan kolektor gerbang tol dapat dilihat

pada tabel 5.3.

Tabel 5.3

Distribusi Intensitas Pencahayaan, Suhu Ruangan dan Kelembaban

Udara, dan Shift Kerja Pada Kolektor Gerbang Tol Cililitan PT Jasa

Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016

Variabel Kategori N %

Intensitas

Pencahayaan

Pencahyaan Tidak Terpenuhi (<300 Lux) 30 71.4

Pencahayaan Terpenuhi (≥300 Lux) 12 28.6

Suhu

Ruangan

Suhu Ruangan Tidak Sesuai (>18˚C atau

>28˚C) 14 33.3

Suhu Ruangan Sesuai (18-28 ˚C) 28 66.7

Kelembaban

Udara

Kelembaban Tidak Sesuai (> atau < 40%-60%) 26 61.9

Kelembaban Sesuai (40%-60%) 16 38.1

Shift Kerja

Shift Pagi 14 33.3

Shift Siang 14 33.3

Shift Malam 14 33.3

Berdasarkan hasil pengukuran pada tabel 5.3 diketahui bahwa

karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Tomang Cengkareng dari 42 orang karyawan kolektor gerbang tol yang

pencahayaannya tidak terpenuhi yaitu sebanyak 30 (71.4%) karyawan.

Variabel suhu ruangan pada tabel 5.3 diketahui bahwa karyawan

kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang

Page 123: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

103

Cengkareng dari 42 orang karyawan kolektor gerbang tol yang suhu

ruangannya tidak sesuai yaitu sebanyak 14 (33.3%) karyawan.

Variabel kelembaban udara pada tabel 5.3 diketahui bahwa

karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Tomang Cengkareng dari 42 orang karyawan kolektor gerbang tol yang

kelembaban udaranya tidak sesuai yaitu sebanyak 26 (61.9%) karyawan.

Untuk variabel sistem shift kerja pada tabel 5.3 diketahui bahwa

karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Tomang Cengkareng dari 42 orang karyawan kolektor gerbang tol didapat

masing-masing 14 karyawan pada shift pagi, siang dan malam.

5.3 Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Dalam penelitian ini menggunakan uji

t-independent test dan uji chi-square. Uji t-independent test dilakukan untuk

mencari hubungan antara variabel kebisingan dengan kelelahan kerja,

sedangkan uji chi-square dilakukan untuk mencari hubungan antara variabel

pencahayaan, suhu ruangan dan kelembaban udara, dan shift kerja dengan

kelelahan kerja, dengan derajat kemaknaan pvalue < 0.05 berarti ada

hubungan yang sangat signifikan secara statistik, apabila pvalue > 0.01 tetapi

< 0.05 berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik dan pvalue > 0.05

berarti tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik.

5.3.1 Uji Normalitas Data

Sebelum dilakukan analisis, dilakukan uji normalitas untuk

mengetahui apakah variabel yang diteliti memiliki distribusi normal atau

Page 124: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

104

tidak. Uji normalitas ini menggunakan Shapiro Wilk Test karena pada

penelitian ini memiliki sampel kecil (kurang dari 50) yaitu 42 karyawan

kolektor gerbang tol. Variabel tersebut dikatakan normal jika p-value ≥

0,05. Dari hasil analisis, jika data hasil penelitian tersebut berdistribusi

normal maka menggunakan uji statistik T-Independent Test sedangkan jika

data hasil penelitian tidak berdistribusi normal maka menggunakan uji

statistik Non-Parametric yaitu uji Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney

adalah uji statistik Non-Parametric untuk menguji perbedaan atau

hubungan antara dua sampel yang independen yang mewakili dua populasi

atau dua kelompok. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 5.4

dibawah ini.

Tabel 5.4

Hasil Uji Normalitas Data

Variabel Pvalue

Kebisingan 0.002

Berdasarkan hasil statistik tersebut, dapat dilihat bahwa variabel

kebisingan berdistribusi tidak normal dengan p-value sebesar 0.002,

(<0.05) maka menggunakan uji Non-Parametric.

5.3.2 Hubungan Antara Kebisingan Dengan Kelelahan Kerja Pada

Kolektor Gerbang Tol

Hubungan intensitas kebisingan di tempat kerja terhadap kelelahan

kerja pada kolektor gerbang tol dapat dilihat pada tabel 5.5 dibawah ini:

Page 125: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

105

Tabel 5.5

Gambaran Kelelahan Kerja Berdasarkan Intensitas Kebisingan Pada

Kolektor Gerbang Tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Tomang Cengkareng Tahun 2016

Variabel N Mean Pvalue

Kelelahan Berat 28 81.44 0.182

Kelelahan Ringan 14 81.44

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa rata-rata kebisingan pada

karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Tomang Cengkareng yang mengalami kelelahan berat adalah 81.44 pada

28 karyawan sedangkan pada karyawan yang mengalami kelelahan ringan

memiliki rata-rata kebisingan adalah 81.44 pada 14 karyawan. Hasil

analisis menggunakan uji statistik Mann-Whitney pada variabel kebisingan

diketahui bahwa diperoleh nilai p-value sebesar 0,182, menunjukkan

bahwa variabel kebisingan memiliki pvalue > dari 0.05 (α = 5%) maka

dinyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebisingan

dengan kelelahan kerja pada karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT

Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016.

5.3.3 Hubungan Antara Pencahayaan Dengan Kelelahan Kerja Pada

Kolektor Gerbang Tol

Hubungan instensitas pencahayaan di tempat kerja terhadap

kelelahan kerja pada kolektor gerbang tol dapat dilihat pada tabel 5.6

dibawah ini:

Page 126: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

106

Tabel 5.6

Gambaran Kelelahan Kerja Berdasarkan Intensitas Pencahayaan

Pada Kolektor Gerbang Tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang

Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016

Variabel

Kelelahan Kerja

Total Pvalue Kelelahan

Berat

Kelelahan

Ringan

Pencahayaan

Tidak Terpenuhi 21 70.0% 9 30.0% 30 100%

0.491 Pencahayaan

Terpenuhi 7 58.3% 5 41.7% 12 100%

Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa ruang kerja karyawan

kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang

Cengkareng dari 42 orang karyawan kolektor gerbang tol yang

pencahayaannya tidak terpenuhi mengalami kelelahan berat terdapat 21

(70.0%) karyawan sedangkan karyawan yang pencahayaannya terpenuhi

mengalami kelelahan berat terdapat 7 (58.3%) karyawan. Hasil analisis

menggunakan uji statistik chi-square pada variabel pencahayaan diketahui

bahwa diperoleh nilai p-value sebesar 0,491, menunjukkan bahwa variabel

pencahayaan memiliki pvalue > dari 0.05 (α = 5%) maka dinyatakan tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara pencahayaan dengan kelelahan

kerja pada karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang

Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016.

5.3.4 Hubungan Antara Suhu Ruangan dan Kelembaban Dengan

Kelelahan Kerja Pada Kolektor Gerbang Tol

Hubungan suhu ruangan di tempat kerja terhadap kelelahan kerja

pada kolektor gerbang tol dapat dilihat pada tabel 5.7 dibawah ini:

Page 127: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

107

Tabel 5.7

Gambaran Kelelahan Kerja Berdasarkan Suhu Ruangan Pada

Kolektor Gerbang Tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Tomang Cengkareng Tahun 2016

Variabel

Kelelahan Kerja

Total Pvalue Kelelahan

Berat

Kelelahan

Ringan

Suhu Ruangan

Tidak Sesuai 6 42.9% 8 57.1% 14 100%

0.036 Suhu Ruangan

Sesuai 22 78.6% 6 21.4% 28 100%

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa karyawan kolektor gerbang

tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng dari 42

orang karyawan kolektor gerbang tol yang suhu ruangannya tidak sesuai

mengalami kelelahan berat terdapat 6 (42.9%) karyawan sedangkan

karyawan yang suhu ruangannya sesuai mengalami kelelahan berat

terdapat 22 (78.6%) karyawan. Hasil analisis menggunakan uji statistik

chi-square pada variabel suhu ruangan diketahui bahwa diperoleh nilai p-

value sebesar 0,036, menunjukkan bahwa variabel suhu ruangan memiliki

pvalue < dari 0.05 (α = 5%) maka dinyatakan terdapat hubungan yang

signifikan antara suhu rungan dengan kelelahan kerja pada karyawan

kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang

Cengkareng Tahun 2016.

Hubungan kelembaban udara di tempat kerja terhadap kelelahan

kerja pada kolektor gerbang tol dapat dilihat pada tabel 5.8 dibawah ini:

Page 128: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

108

Tabel 5.8

Gambaran Kelelahan Kerja Berdasarkan Kelembaban Udara Pada

Kolektor Gerbang Tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Tomang Cengkareng Tahun 2016

Variabel

Kelelahan Kerja

Total Pvalue Kelelahan

Berat

Kelelahan

Ringan

Kelembaban

Tidak Sesuai 20 76.9% 6 23.1% 26 100.0%

0.144 Kelembaban

Sesuai 8 50.0% 8 50.0% 16 100.0%

Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa karyawan kolektor gerbang

tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng dari 42

orang karyawan kolektor gerbang tol yang kelembaban udaranya tidak

sesuai mengalami kelelahan berat terdapat 20 (76.9%) karyawan

sedangkan karyawan yang kelembaban udaranya sesuai mengalami

kelelahan berat terdapat 8 (50.0%) karyawan. Hasil analisis menggunakan

uji statistik chi-square pada variabel kelembaban udara diketahui bahwa

diperoleh nilai p-value sebesar 0,144, menunjukkan bahwa variabel

kelembaban udara memiliki pvalue > dari 0.05 (α = 5%) maka dinyatakan

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban udara dengan

kelelahan kerja pada karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa

Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016.

5.3.5 Hubungan Antara Shift Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada

Kolektor Gerbang Tol

Hubungan shift kerja di tempat kerja terhadap kelelahan kerja pada

kolektor gerbang tol dapat dilihat pada tabel 5.9 dibawah ini:

Page 129: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

109

Tabel 5.9

Gambaran Kelelahan Kerja Berdasarkan Shift Kerja Pada Kolektor

Gerbang Tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang

Cengkareng Tahun 2016

Variabel

Kelelahan Kerja

Total Pvalue Kelelahan

Berat

Kelelahan

Ringan

Shift Pagi 9 64.3% 5 35.7% 14 100.0%

0.115 Shift Siang 7 50.0% 7 50.0% 14 100.0%

Shift Malam 12 85.7% 2 33.3% 14 100.0%

Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa karyawan kolektor gerbang

tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng dari 42

orang karyawan kolektor gerbang tol dengan shift pagi yang mengalami

kelelahan berat terdapat 9 (64.9%) karyawan, sedangkan pada karyawan

dengan shift siang yang mengalami kelelahan berat terdapat 7 (50.0%)

karyawan dan pada karyawan dengan shift malam yang mengalami

kelelahan berat terdapat 12 (85.7%) karyawan. Hasil analisis

menggunakan uji statistik chi-square pada variabel shift diketahui bahwa

diperoleh nilai p-value sebesar 0,115, menunjukkan bahwa variabel shift

memiliki pvalue > dari 0.05 (α = 5%) maka dinyatakan tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara shift kerja dengan kelelahan kerja pada

karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Tomang Cengkareng Tahun 2016.

Page 130: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

110

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menyadari terdapat keterbatasan dan

kelemahan penelitian. Dengan keterbatasan ini, diharapkan dapat dilakukan

perbaikan untuk penelitian yang akan datang. Keterbatasan dan kelemahan

penelitian ini sebagai berikut:

1. Alat yang digunakan tidak dapat menyimpan otomatis sehingga perlu

dicatat secara manual masing-maisng alat, ada yang perlu dicatat setiap 5

detik sekali yaitu pengukuran kebisingan hal tersebut dapat mempengaruhi

pencatatan hasil akhir pengukuran, selain itu tidak diketahuinya grafik

peningkatan atau penurunan intensitas pengukurannya.

2. Pengukuran pada pencahayaan tidak memperhatikan aspek kondisi fisik

pencahayaan (Lampu) sehingga memungkinkan mempengaruhi hasil

pengukuran.

3. Ruang kerja kolektor gerbang tol yang sempit, membuat peneliti memiliki

sedikit ruang untuk menempatkan alat ukur lingkungan kerja dan sedikit

ruang untuk bergerak contohnya alat pengukuran kebisingan yang

diletakkan dibelakang telinga karyawan tidak tepat disamping telinga

karyawan karena dapat menggangu aktivitas karyawan.

Page 131: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

111

6.2 Gambaran Kelelahan Kerja Pada Karyawan Kolektor Gerbang Tol

Kelelahan merupakan keadaan yang berbeda-beda pada setiap

individu, namun dari semua keadaan kelelahan akan berakibat pada

pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Secara teori keadaan lelah

meliputi aspek fisiologis maupun aspek psikologis dan bersifat subjektif

dimana ditandai dengan penurunan kinerja fisik, perasaan lelah, penurunan

motivasi, dan penurunan produktivitas kerja yang akan mempengaruhi

kesehatan pekerja. Kelelahan merupakan keadaan melemahnya kekuatan fisik

maupun psikis seseorang yang dapat mengganggu kesiagaan, ketelitian,

penurunan kapasitas ketahanan tubuh dan akan mempengaruhi kesehatan

seseorang (Grandjean, 1995; Suma’mur, 2009; Budiono, dkk, 2003; dan

Tarwaka, 2010).

Maka kelelahan dapat diartikan dimana keadaan seseorang sudah tidak

mampu melakukan suatu aktivitas karena merasa pekerjaan yang dilakukan

adalah suatu beban yang harus dipulihkan. Kelelahan kerja dapat menurunkan

konsentrasi kerja dan kesalahan dalam melakukan pekerjaan karena dari itu

perlu adanya pemulihan baik pemulihan psikis maupun fisik pada pekerja,

apabila tidak segera dilakukan pemulihan akan mengakibatkan penurunan

produktivitas. Penurunan produktivitas kerja dapat menghambat perusahaan

dalam menggerakkan aktivitasnya karena pekerja yang menjadi penggerak

tidak dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.

Pada penelitian ini, kelelahan kerja diukur menggunakan Kuesioner

Subjective Self Ratting Test (SSRT) yang diadopsi dari Industrial Fatigue

Research Committee of Japanese Association Industrial Health (IFRC

Page 132: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

112

Jepang). Kuesioner SSRT dari IFRC adalah kuesioner khusus digunakan

untuk menilai perasaan kelelahan subjektif secara umum. Pengukuran dengan

metode ini bersifat subjektif sesuai dengan masing-masing responden maka

sangat bergantung dari jawaban responden yang diteliti.

Berdasarkan hasil pengukuran kelelahan kerja secara subjektif pada 42

karyawan kolektor gerbang tol menggunakan kuesioner SSRT, diperoleh hasil

bahwa karyawan kolektor gerbang tol paling banyak merasakan kelelahan

pada kategori kelelahan berat. Kelelahan berat yang dirasakan oleh karyawan

disebabkan karena beban kerja karyawan tergolong beban kerja sedang dengan

melakukan pekerjaan secara konstan dan berulang melakukan transaksi pada

pengguna tol yang kadang aktivitas pengguna tol meningkat dengan cepat dan

menurun juga dengan sendirinya dan selain itu juga didukung oleh lingkungan

kerja yang menjadi pajanan karyawan kolektor gerbang tol.

Pada kolektor gerbang tol yang mengalami kelelahan ringan dalam

penelitian ini, bisa dianggap mereka bekerja dalam keadaan yang normal,

seperti yang terdapat pada teori yang dikemukakan oleh Tarwaka (2004) yaitu

kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar terhindar dari

kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah

istirahat sehingga pada pengumpul tol yang mengalami kelelahan tingkat

ringan belum diperlukan adanya tindakan perbaikan karena dapat diatasi

dengan melakukan istirahat sejenak. Pernyataan tersebut sesuai dengan

Tarwaka (2013) yang menyatakan bahwa kelelahan adalah suatu mekanisme

perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi

pemulihan setelah istirahat. Sehingga tingkatan kelelahan yang mulai perlu

Page 133: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

113

dilakukan tindakan perbaikan lebih lanjut adalah pengumpul tol yang

mengalami kelelahan berat. Jika menderita lelah berat secara terus menerus

maka akan mengakibatkan kelelahan kronis dengan gejala lelah sebelum

bekerja. Jika terus berlanjut dan menimbulkan sakit kepala, pusing, mual dan

sebagainya maka kelelahan itu dinamakan lelah klinis yang akan

mengakibatkan malas bekerja (Sedarmayanti, 2009).

Namun kelelahan kerja yang normal atau ringan dapat dikaitkan

dengan beban kerja dan waktu istirahat. Kelelahan kerja juga terkait dengan

waktu istirahat. Waktu istirahat yang cukup dapat memberikan pemulihan

(recovery) dan penyegaran kembali bagi tenaga kerja. Sedangkan, secara teori

waktu istirahat berfungsi untuk memberikan pemulihan, yaitu memberikan

kesempatan kepada otot untuk merubah asam laktat yang terakumulasi

menjadi glikogen dengan pasokan oksigen yang memadai, jika hal itu

dihubungkan dengan kelelahan kerja fisiologis. Jika dihubungkan dengan

kelelahan kerja psikologis, waktu pemulihan memberikan perasaan nyaman

dan relaksasi bagi otak untuk menurunkan kebosanan (kelelahan) dan akhirnya

mendorong tenaga kerja untuk mempertahankan kinerja mendekati output

yang maksimum (Morgeson dan Garza, 2013).

Jika dianalisis berdasarkan pengelompokkan gejala kelelahan kerja di

kuesioner SSRT menggambarkan bahwa karyawan kolektor gerbang tol paling

banyak mengalami pelemahan fisik dengan presentase 45.2% sedangkan

pelemahan kegiatan dengan presentase 38.1% dan pelemahan motivasi 16.7%,

berdasarkan presentase tersebut menunjukkan karyawan membutuhkan bentuk

Page 134: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

114

penanggulangan dan pencegahan yang berbeda beda berdasarkan jenis

pelemahannya.

Dalam gejala pelemahan kegiatan yang dirasakan karyawan sebagian

besar ingin segera menyelesaikan pekerjaan dan melakukan istirahat

melakukan peregangan seperti berbaring, tidur, dan menenangkan pikiran.

Fasilitas ruangan istirahat telah disediakan oleh perusahaan untuk tujuan dapat

membantu karyawan melakukan pemulihan setelah bekerja.

Sedangkan dalam gejala pelemahan motivasi karyawan sebagian besar

merasa kecemasan sangat sering dalam melakukan pekerjaan karena

ditakutkan ada kesalahan dalam bekerja seperti salah menghitung uang

kembalian, salah memberikan uang, kekurangan uang transaksi dan adanya

pengguna yang tidak bayar transaksi. Hal tersebut dirasakan karena tanggung

jawab karyawan sangat besar dalam melakukan pekerjaannya, segala macam

aktivitas dipantau oleh kepala shift dibagian kantor menggunakan CCTV dan

karyawan memiliki kekhawatiran akan aktivitas kerjanya karena kadang

kecenderungan untuk lupa yang terjadi pada pekerjaan kerap terjadi. Namun

karyawan memiliki motivasi yang cukup tinggi untuk mendedikasikan

pekerjaannya dengan selalu meningkatkan produktivitasnya dan hal tersebut

akan meenguntungkan untuk perusahaan karena keuntungan pada perusahaan

juga akan meningkat.

Untuk gejala pelemahan fisik yang dirasakan karyawan sebagian besar

karyawan mengeluh sering merasa haus dan nyeri dibagian bahu karena harus

terus menerus melakukan transaksi pada jam kerjanya. Pekerjaan yang

dilakukan secara terus menerus dan dapat dikatakan konstan atau tetap

Page 135: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

115

gerakannya membuat karyawan merasakan kelelahan akan fisik yang

melakukan gerakkan berulang tersebut.

Hal ini menujukkan bahwa dari 3 pelemahan tersebut karyawan

membutuhkan beberapa penanggulangan dan pencegahan yang diantaranya

telah dilakukan perusahaan seperti sudah diberikannya fasilitas berupa ruang

istirahat dengan dilengkapi matras, televisi, dan lainnya untuk menanggulangi

pelemahan kegiatannya namun tanpa disadari perusahaan perlu memberikan

inovasi baru berupa inovasi kegiatan dalam transaksi agar karyawan tidak

merasakan kejenuhan akan kegiatan yang monoton setiap melakukan aktivitas

pekerjaannya. Pernyataan tersebut didukukng oleh pernyataan Suma’mur

(1996) terdapat empat kelompok sebab kelelahan yaitu: keadaan monoton,

beban pekerjaan baik fisik maupun mental, keadaan lingkungan seperti cuaca

kerja, penerangan dan kebisingan, keadaan kejiwaan seperti tanggung jawab,

kekhawatiran atau konflik, penyakit atau perasaan sakit. Selain itu perusahaan

juga perlu memberikan motivasi lebih kepada karyawan dapat dilakukan

dengan mennyediakan rewards untuk karyawan yang mendedikasikan

pekerjaannya dengan baik secara berlaka atau dapat juga dilakukan promosi

jabatan kepada karyawan yang memiliki karir pekerjaan yang selalu

meningkat produktivitasnya. Sedangkan hal lainnya dalam menanggapi

pelemahan fisik perusahan dapat melakukan inovasi baru untuk selalu

mengingatkan karyawan melakukan senam peregangan pada tubuhnya saat

merasakan kelelahan fisik.

Kelelahan kerja kategori kelelahan berat yang timbul dirasakan

karyawan merupakan hasil dari adanya berbagai penyebab kelelahan salah

Page 136: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

116

satunya berasal dari lingkungan. Berdasarkan waktu terjadinya kelelahan yang

dirasakan karyawan kolektor gerbang tol termasuk kelelahan kronis karena

sebagian karyawan telah merasakan kelelahan sebelum melakukan pekerjaan

atau diawal melakukan pekerjaan dan pernyataan tersebut didukung oleh teori

Budiono (2003) yaitu kelelahan kronis merupakan kelelahan yang terjadi

sepanjang hari dalam jangka waktu yang lama dan kadang-kadang terjadi

sebelum melakukan pekerjaan.

Penyebab kelelahan tersebut juga didapati oleh lingkungan kerja

karyawan kolekor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Tomang Cengkareng Tahun 2016 dimana kelelahan yang dirasakan karyawan

berasal dari lingkungan kerja yaitu meliputi kebisingan, pencahayaaan, suhu

ruangan dan kelemababan udara dan shift kerja. Kelelahan kerja merupakan

suatu pola yang timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada

pekerja, dimana pekerja tidak sanggup lagi untuk melakukan pekerjaan

(Sedarmayanti, 2009).

Oleh karena itu diperlukan tindakan untuk mencegah terjadinya

kelelahan kerja. Diperlukannya upaya untuk menghilangkan atau mengurangi

penyebab-penyebab kelelahan kerja yaitu dengan cara memberikan

pelatihan/informasi secara lebih mendalam mengenai kelelahan, penyebab

kelelahan, dampak dan cara menanggulangi kelelahan akibat kerja untuk

karyawan. Selain itu diperlukan adanya pengendalian bahaya di lingkungan

kerja seperti pengendalian kebisingan, pencahayaan, suhu ruangan dan

kelemababan udara, shift kerja agar karyawan menyadari dan dapat

meminimalkan kondisi kelelahan dalam bekerja sehingga tidak terjadi

Page 137: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

117

penurunan produktivitas kerjadalam melakukan pekerjaan. Perlunya

mengurangi tingkat kelelahan dengan menghindari sikap kerja yang statis dan

merubahnya menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi atau dinamis, sehingga

sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal keseluruh anggota tubuh.

Kelelahan disebabkan oleh banyak faktor, yang terpenting adalah

bagaimana menangani setiap kelelahan yang muncul agar tidak menjadi

kronis. Agar dapat menangani kelelahan dengan tepat, maka harus diketahui

apa penyebab dari kelelahan tersebut (Tarwaka, 2004). Untuk mencegah

terjadinya kelelahan kerja, berdasarkan teori yang dikemukaan Lerman et al

(2012), ILO (1998), Budiono (2003) dan Sedarmayanti (2009) bahwa untuk

menghilangkan atau mengurangi penyebab-penyebab kelelahan yaitu dengan

cara menyeimbangkan antara beban kerja dengan jumlah pekerja sehingga

tidak ada pekerja yang mendapat beban kerja melebihi kapasitas kerja yan

sanggup dikerjakan, mengatur jam kerja dengan waktu istirahat yang cukup

dan bergantian pekerjaan saat merasa sudah tidak nyaman, dan mengendalikan

bahaya ditempat kerja dengan cara mendesain tempat kerja yang aman dan

sehat, adanya masa–masa libur dan rekreasi, penggunaan warna yang lembut,

dekorasi, dan musik di tempat kerja, merubah metoda kerja menjadi lebih

efisien dan efektif, menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman

dan nyaman terutama disebabkan oleh faktor fisik, kimia, dan psikologi serta

penerapan ergonomi, memperhatikan faktor lingkungan guna menunjang

suasana kerja yang menyenangkan, diantaranya dalam hal: kebisingan

temperature atau tekanan panas, sirkulasi udara, pencahayaan, dekorasi dan

tata warna, latihan fisik membantu kelancaran fungsi organ tubuh agar dapat

Page 138: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

118

melakukan pekerjaan lebih kuat, cekatan dan efisien., penyediaan sarana dan

fasilitas tempat istirahat yang nyaman, ruang makan, dan kantin.

6.3 Faktor Lingkungan Kerja Fisik (Kebisingan, Pencahayaan, Suhu

Ruangan dan Kelembaban Udara, dan Shift Kerja) Pada Karyawan

Kolektor Gerbang Tol

6.3.1 Kebisingan

Terpapar kebisingan dapat menyebabkan kelelahan kerja karena

denyut nadinya akan naik, tekanan darah naik, dan mempersempit

pembuluh darah yang akan menggangu komunikasi serta menganggu

konsentrasi dan kemampuan berpikir pekerja sehingga menyebabkan

kelelahan kerja (Suma’mur, 1996; Syukri, 1996; Soeripto, 1996).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa intensitas

kebisingan tidak terdapat hubungan yang signifikan terhadap terjadinya

kelelahan kerja pada karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa

Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016. Hal tersebut

menggambarkan bahwa karyawan kolektor gerbang tol yang mengalami

kelelahan kerja bukan sepenuhnya disebabkan oleh paparan kebisingan.

Berdasarkan hasil observasi tempat kerja, kebisingan yang terdapat

di tempat kerja berasal dari knalpot kendaraan pengguna jalan tol terutama

pengguna jalan tol yang menggunakan kendaraan besar seperti truk atau

bis dan pengguna jalan tol yang menggunakan knalpot racing. Selain itu,

sumber kebisingan didapat dari sumber lain yaitu audio musik diruang

kerja masing-masing kolektor gerbang tol, sebagian dari kolektor gerbang

tol menyalakan audio musik hingga volume tinggi dengan tujuan untuk

Page 139: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

119

menghibur diri sendiri namun tidak dipungkiri suara audio tersebut

menjadi salah satu pajanan sumber kebisingan di tempat kerja. Menurut

Munandar (2008) benar adannya apabila musik diperdengarkan dalam

suatu lingkungan kerja akan dapat menimbulkan suasana gembira dan

mengurangi kelelahan kerja serta musik dalam bekerja memiliki pengaruh

yang baik pada pekerjaan-pekerjaan yang sederhana, rutin dan monoton,

sedangkan pada pekerjaan yang lebih majemuk dan memerlukan

konsentrasi yang tinggi pada pekerjaan pengaruhnya dapat menjadi sangat

negatif. Musik dapat menjadi suara yang bising dan mengganggu.

Asumsinya semakin tinggi kebisingan disuatu tempat kerja, maka

seseorang akan semakin sulit untuk berkonsentrasi dan pikiran mudah

stress sehingga dapat memicu munculnya kelelahan. Namun, hasil yang

didapatkan penelitian ini tidak sesuai (tidak berhubungan) dengan asumsi

dan teori yang dikemukakan oleh beberapa sumber seperti Tarwaka

(2004) menyatakan bahwa beberapa akibat pemaparan kebisingan salah

satunya adalah kelelahan. Selain itu pendapat tersebut diperkuat dengan

pernyataan Suma’mur (2009) bahwa kebisingan akan mempengaruhi faal

tubuh seperti gangguan pada saraf otonom yang ditandai dengan

bertambahnya metabolisme, bertambahnya tegangan otot sehingga

mempercepat kelelahan. Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah

mengganggu komunikasi, mengurangi konsentrasi (Budiono, dkk, 2003),

sehingga muncul sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan

keengganan untuk melakukan aktivitas. Kebisingan yang tidak

Page 140: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

120

terkendalikan dengan baik, juga dapat menimbulkan efek lain yang salah

satunya berupa meningkatnya kelelahan kerja (Suma’mur,1996).

Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang

bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada

tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Suara keras,

berlebihan atau berkepanjangan dapat merusak jaringan saraf sensitif di

telinga, menyebabkan kehilangan pendengaran sementara atau permanen.

Hal ini sering diabaikan sebagai masalah kesehatan, tapi itu adalah salah

satu bahaya fisik utama (ILO, 2013)

Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa kebisingan

memiliki hubungan dengan kelelahan kerja dan mendukung teori diatas

salah satunya penelitian menurut Sari (2010) terdapat pengaruh intensitas

kebisingan terhadap kelelahan kerja secara sangat signifikan pada tenaga

kerja bagian screening CV. Mekar Sari Wonosari Klaten. Selain itu hasil

penelitian kelelahan yang menyebutkan terdapat hubungan yang signifikan

antara kebisingan dengan perasaan kelelahan kerja pada tenaga kerja

(Yusri, 2006). Pada penelitian Marif (2013) menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara kebisingan dengan kelelahan pada

pekerja pembuatan menara tambat leper pantai di proyek Banyu Urip PT

Rekayasa Industri Tahun 2013. Berdasarkan 3 penelitian sebelumnya

terkait intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja dapat diambil

kesimpulan bahwa penelitian tersebut tidak sejalan atau tidak sesuai

karena subjek penelitian dengan lingkungan kerja juga yang berbeda pada

penelitian ini. Pada penelitian ini pekerjaan kolektor gerbang tol termasuk

Page 141: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

121

pekerjaan rutin layaknya ruang administrasi dengan pajanan kebisingan

yang terputus-putus (intermittent), namun untuk pekerjaan pada subjek

penelitian Sari (2010) merupakan subjek yang berhubungan langsung

dengan mesin yang berproses selama 24 jam maka dari itu sumber

kebisingan yang didapatkan konstan dari mesin, sedangkan menurut 2

penelitian lainnya menunjukkan subjek yang bekerja di lapangan outdoor

dan berhubungan dengan mesin mendapatkan sumber kebisingan yang

konstan serta intensitas yang didapat akan berbeda pula sesuai dengan

mesin masing-masing.

Sedangkan penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya

yang menyatakan bahwa kebisingan tidak berhubungan dengan kelelahan

antara lain penelitian menurut Dirgayudha (2014) didapatkan hasil yang

menunjukkan tingkat kebisingan di tempat kerja tidak berpengaruh

terhadap terjadinya kelelahan kerja pada pembuat tahu di wilayah

Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2014. Selain itu menurut

penelitian Umyati (2010) menyatakan bahwa hasil penelitiannya tidak

terdapat hubungan antara kebisingan dengan kelelahan kerja, karena nilai

kebisingan yang ada masih tergolong aman. Menurut penelitian Faiz

(2014) berdasarkan uji statistik dihasilkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara kebisingan dengan kelelahan kerja pada pekerja operator

SPBU Kecamatan Ciputat Tahun 2014. Dari ketiga sumber penelitian

sebelumnya menggambarkan bahwa pekerja yang bekerja dilapangan baik

pada sumber kebisingan yang didapatkan dari mesin maupun dari

Page 142: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

122

lingkungan outdoor tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan

kelelahan kerja.

Berdasarkan 3 penelitian sebelumnya tersebut sesuai dengan

penelitian ini yang hasilnya tidak terdapat hubungan yang signifikan

karena sumber kebisingan yang didapatkan adalah kebisingan intermittent

atau kebisingan terputus-putus yang didapatkan dari kendaraan bermotor

pernyataan tersebut diperkuat oleh teori Suma’mur (1996) dan Buchari

(2007) dan kebisingan yang ada tergolong ke dalam jenis sumber

kebisingan garis atau sumber dinamis pernyataan tersebut diperkuat oleh

Suroto (2010) yang menyatakan kebisingan yang diakibatkan lalu lintas

adalah kebisingan garis. Tingkat gangguan kebisingan yang berasal dari

bunyi lalu lintas dipengaruhi oleh tingkat suaranya, seberapa sering terjadi

dalam satu satuan waktu, serta frekuensi bunyi yang dihasilkannya

(Magrab, 1982).

Intensitas kebisingan yang tidak memiliki hubungan signifikan

dengan kelelahan kerja dapat terjadi karena sebagian besar kolektor

gerbang tol terpapar kebisingan berkisar 81-83 dB. Dimana paparan

kebisingan tersebut termasuk paparan kebisingan dibawah NAB. Kondisi

tempat kerja yang dilalui oleh aktivitas kendaraan besar maupun kecil

sebagai sumber bising membuat hasil pengukuran yang bervariasi

sehingga intensitas kebisingan yang diterima masih cenderung normal,

hanya saja terdapat perbedaan pada kendaraan yang tergolong besar seperti

bus dan truk pada gerbang tol Cililitan 2 akan memiliki intensitas

kebisingan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kendaraan yang

Page 143: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

123

tergolong kecil seperti mobil pribadi. Hal ini yang memungkinkan bahwa

kebisingan di gerbang tol Cililitan tidak ada hubungan dengan kelelahan

yang dialami oleh karyawan kolektor gerbang tol.

Paparan kebisingan dibawah NAB juga dapat menyebabkan

terjadinya kelelahan karena adanya rasa tidak nyaman dalam menerima

paparan kebisingan ditempat kerja. Hal ini berkaitan dengan sensitifitas

masing-masing kolektor gerbang tol dan lamanya paparan kebisingan di

tempat kerja. Namun, tidak bisa dipungkiri juga kolektor gerbang tol

sangat membutuhkan konsentrasi khusus karena harus berhadapan

langsung dengan pengguna jalan tol, sementara kebisingan dapat

mengganggu kolektor gerbang tol yang membutuhkan perhatian dan

konsentrasi secara terus-menerus. Maka dari itu dalam paparan kebisingan

yang diterima oleh karyawan juga perlu dikendalikan sehingga tidak

dikemudian hari menjadi diatas standar NAB yang telah ditentukan.

Analisis ini diperkuat oleh beberapa teori yang menyatakan bahwa

pekerja yang terpapar kebisingan untuk jangka waktu yang panjang dapat

menghasilkan perasaan tidak nyaman dan peningkatan kelelahan kerja

(Lerman et al, 2012). Semakin lama seorang pekerja bekerja maka

semakin lama pula pekerja terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh

lingkungan kerja tersebut (Budiono, dkk, 2003). Sebagaimana disebutkan

dalam Permenakertrans No 13 Tahun 2011 dimana semakin tinggi

kebisingan semakin sedikit waktu kerja yang diperlukan pada tempat kerja

tersebut. Dari hasil penelitian dan hasil pengukuran kebisingan diatas,

paparan kebisingan yang diterima karyawan kolektor gerbang tol dan lama

Page 144: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

124

kerja telah sesuai dengan waktu kerja yang telah ditetapkan oleh standar

yang ada yaitu intensitas kebisingan ≤85 dBA diperbolehkan selama 8

jam/hari kerja.

Walaupun dalam penelitian ini intesitas kebisingan di tempat kerja

tidak memiliki hubungan terhadap terjadinya kelelahan kerja, namun perlu

adanya pencegahan paparan kebisingan yang dapat mempengaruhi kinerja

dan produktivitas karyawan kolektor gerbang tol seperti pengendalian

kebisingan dengan tidak menyalakan audio terlalu tinggi volumenya,

membuat ruang kerja menyerap kebisingan dengan menambahkan

peredam seperti busa atau karet penyerap suara. Adapun upaya perusahaan

dalam mengurangi kebisingan yaitu dengan melakukan pengecekkan

secara berkala terhadap pajanan bising yang ada. Selain itun perusahaan

telah memberikan alat pelindung telinga berupa ear plug untuk mereduksi

kebisingan yang diterima oleh karyawan, namun berdasarkan observasi

masih terdapat karyawan yang tidak menggunakan alat pelindung telinga

yang disediakan. Ear plug yang telah diberikan kepada karyawan

sebaiknya juga diberikan pengawasan intensif terhadap penggunaan Alat

Pelindung Telinga tersebut dan perlu adanya sanksi bagi yang tidak

menggunakan agar menurunkan angka keterpaparan kebisingan terhadap

karyawan kolektor gerbang tol.

6.3.2 Pencahayaan

Pencahayaan merupakan salah satu sumber terjadinya kelelahan

kerja yang terdapat di lingkungan kerja. tingkat pencahayaan yang terlalu

rendah dan menyilaukan dapat memicu terjadinya ketegangan otot mata,

Page 145: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

125

kelelahan mata, sakit kepala, kerusakan pengelihatan, ketegangan dan

frustasi. Tingkat pencahayaan yang kurang baik membuat pekerja lebih

sulit dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga akan menghabiskan

lebih banyak waktu.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 42 karyawan

kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang

Cengkareng yang pencahayaannya tidak terpenuhi dan mengalami

kelelahan berat lebih banyak dibandingkan dengan karyawan yang

pencahayaannya terpenuhi mengalami kelelahan berat dan intensitas

pencahayaan tidak terdapat hubungan yang signifikan terhadap terjadinya

kelelahan kerja pada karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa

Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016. Hal tersebut

menggambarkan bahwa karyawan kolektor gerbang tol yang

pencahayaannya tidak terpenuhi dengan yang pencahayaannya terpenuhi

memiliki risiko besar untuk terjadinya kelelahan kerja karena sebagian

besar ruang kerja karyawan pencahayaannya tidak terpenuhi.

Berdasarkan observasi, para karyawan yang sedang bekerja, maka

dilakukan pengukuran pencahayaan di ruang kerja masing-masing

sehingga setiap pekerja memiliki pencahayaan yang berbeda-beda sesuai

dengan pencahayaan yang tersedia diruang kerjanya masing-masing dan

sesuai dengan kondisi cuaca saat pengukuran berlangsung. Kondisi cuaca

saat pengukuran bervariasi seperti adanya cahaya alami dari matahari pada

siang hari, keadaan mendung saat akan turun hujan, keadaan saat turun

hujan maupun keadaan gelap saat malam hari. Sumber pencahayaan yang

Page 146: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

126

ada didapatkan dari sumber alami yaitu matahari yang didapat langsung

dari kaca depan ruang kerja dan juga sumber buatan yaitu lampu yang

didapat dalam ruang kerja. Pencahayaan yang ada diruang kerja

menggunakan pencahayaan lokal atau pencahayaan yang diperlukan untuk

ruang kerja tersebut saja. Terdapat beberapa karyawan pada pagi dan siang

hari tidak menyalakan lampu karena merasa sudah cukup dengan

pencahayaan alami yang didapat dari matahari bahkan pada kondisi saat

mendung pun karyawan masih merasa cukup dengan pencahayaan alami

namun perasaan cukup tersebut tidak sesuai dengan hasil pengukuran yang

ada.

Menurut SNI 16-7062 (2004) intensitas pencahayaan di tempat

kerja dimaksudkan untuk memberikan pencahayaan kepada benda-benda

yang merupakan objek kerja, peralatan atau mesin dan proses produksi

serta lingkungan kerja. Untuk itu diperlukan intensitas pencahayaan yang

optimal. Selain menerangi objek kerja, pencahayaan juga diharapkan

cukup memadai menerangi keadaan sekelilingnya. Pengaruh dari

pencahayaan yang kurang memenuhi syarat akan mengakibatkan kelelahan

mata sehingga berkurangnya daya dan efisiensi kerja, kelelahan mental,

keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala disekitar mata, kerusakan

indra mata. Selanjutnya pengaruh kelelahan pada mata tersebut akan

bermuara pada penurunan performansi kerja (Abidin dan Widagdo, 2009).

Dampak dari pencahayaan yang tidak memadai itu adalah

kelelahan pada mata, namun itu pun bersifat reversible. Maksudnya, jika

mata mengalami kelelahan, maka dengan melakukan istirahat yang

Page 147: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

127

cukup/beristirahat sepulang kerja maka pagi harinya mata akan pulih

kembali (Departemen Kesehatan, 2008).

Penerangan di setiap tempat kerja harus memenuhi syarat untuk

melakukan pekerjaan. Penerangan yang sesuai sangat penting untuk

peningkatan kualitas dan produktivitas karyawan. Sebagai contoh,

pekerjaan perakitan benda kecil membutuhkan tingkat penerangan lebih

tinggi, misalnya mengemas kotak. Pada suatu studi menunjukkan bahwa

perbaikan penerangan, hasilnya terlihat langsung dalam peningkatan

produktivitas dan pengurangan kesalahan. Bila penerangan kurang sesuai,

para pekerja terpaksa membungkuk dan mencoba untuk memfokuskan

penglihatan mereka, sehingga tidak nyaman dan dapat menyebabkan

masalah pada punggung dan mata pada jangka panjang dan dapat

memperlambat pekerjaan mereka (ILO, 2013).

Pernyataan teori diatas tidak sesuai dengan penelitian ini karena

hasil penelitian ini menyatakan bahwa intesitas pencahayaan yang ada

pada karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang

Cawang Tomang Cengkareng tidak ada hubungan yang signifikan

terhadap kelelahan kerja, hal ini dengan demikian pencahayaan ditempat

kerja ini tidak sesuai juga dengan standar Keputusan Menteri Kesehatan

RI. No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu 300 Lux untuk pekerjaan rutin

dan ruang administrasi.

Teori tersebut sesuai dengan hasil penelitian Septiana, dkk (2013)

tentang kelelahan kerja yang dipengaruhi pencahayaan pada operator

scarfing didapatkan hasil berupa terdapat hubungan pencahayaan dengan

Page 148: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

128

kelelahan kerja. Hal tersebut dapat terjadi karena subjek penelitian tersebut

mendapatkan intensitas pencahayaan unum tidak sebanding dengan subjek

penelitian ini yang mendapatkan intensitas pencahayaannya yaitu

pencahayaan lokal hanya diperuntukan ruang kerja kolektor gerbang tol

dan diperuntukan untuk 1 pekerja.

Dalam penelitian ini, intensitas pencahayaan di tempat kerja juga

tidak memiliki hubungan dengan kelelahan kerja. Hal ini dapat disebabkan

oleh adanya kemungkinan karyawan kolektor gerbang tol sudah terbiasa

dan berpengalaman melakukan pekerjaannya baik dengan maupun tanpa

tingkat pencahayaan yang ideal (300 lux). Hal ini berkaitan dengan

lamanya karyawan telah bekerja sehingga membuat karyawan cekatan dan

sigap serta sudah terbiasa beradaptasi dengan jenis pekerjaan seperti itu

dalam pekerjaannya yang terbilang selalu melakukan pergerakkan

transaksi dengan pengguna jalan tol.

Pengalaman yang dimiliki karyawan kolektor gerbang tol sehingga

membuat karyawan mampu bekerja secara efisien menggunakan besarnya

tenaga sehingga kelelahan kerja tidak terjadi akibat tingkat pencahayaan

yang tidak terpenuhi di ruang kerja gerbang tol. Analisa ini didukung oleh

teori yang mengatakan bahwa masa kerja dapat mempengaruhi pekerja

baik pengaruh positif maupun negatif. Adapun pengaruh positif yang

berhubungan dengan analisa tersebut yaitu bila semakin lama seorang

pekerja bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya

(Budiono, dkk, 2003).

Page 149: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

129

Karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang

Cawang Tomang Cengkareng sebagian besar menerima pencahyaan yang

tidak terpenuhi dan tidak dalam tingkatan yang normal sesuai NAB.

Kondisi tempat kerja yang mendapati pencahayaan hanya bersumber dari

pencahayaan alami itupun tidak secara langsung karena terhalang oleh

kaca dan atap ruang kerja gerbang tol dan bersumber dari pencahayaan

lampu yang hanya berjumlah satu tepat diatas karyawan dan hanya

berintensitas dengan mean 139 Lux membuat karyawan kolektor gerbang

tol mendapatkan pencahayaan yang tidak seharusnya. Selain itu kondisi

fisik pencahayaan seperti debu pada lampu dan posisi pengukuran

pencahayaan juga dapat mempengaruhi hasil pengukuran intensitas

pencahayaan yang diterima karyawan, namun posisi pengukuran saat turun

lapangan disesuaikan dengan posisi kerja karyawan serta tepat didekat

mata karyawan agar tidak menimbulkan bayangan dan mengganggu hasil

pengukuran.

Walaupun dalam penelitian ini intesitas pencahayaan di tempat

kerja tidak memiliki hubungan terhadap terjadinya kelelahan kerja, namun

perlu adanya pencegahan pencahayaan yang kurang yang dapat

mempengaruhi kinerja dan produktivitas karyawan kolektor gerbang tol

seperti pengendalian dengan memberikan pencahayaan local dengan baik

dan cukup untuk karyawan dalam melakukan aktivitas atau memberikan

pencahayaan tambahan di meja kerja jika diperlukan.

Page 150: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

130

6.3.3 Suhu Ruangan dan Kelembaban Udara

Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1405/Menkes/SK/XI/2002

menjelaskan standar NAB yang diperkenankan untuk ruang perkantoran

adalah 18-28 ˚C untuk suhu ruangan dan 40% - 60% untuk kelembaban

udara.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 42 karyawan

kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang

Cengkareng pada ruang kerja karyawan yang suhu ruangannya tidak sesuai

dan mengalami kelelahan berat lebih sedikit dibandingkan dengan

karyawan yang suhu ruangannya sesuai mengalamai kelelahan berat dan

suhu ruangan terdapat hubungan yang signifikan terhadap terjadinya

kelelahan kerja pada karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa

Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016.

Sedangkan untuk kelembaban udara didapatkan bahwa dari 42

karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Tomang Cengkareng pada ruang kerja diketahui bahwa kelembaban yang

tidak sesuai dan mengalami kelelahan berat lebih banyak dibandingkan

dengan kelelembaban udara yang sesuai mengalami kelelahan berat dan

kelembaban udara tidak terdapat hubungan yang signifikan terhadap

terjadinya kelelahan kerja pada karyawan kolektor gerbang tol Cililitan

PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016. Hasil

tersebut menggambarkan bahwa suhu dan kelembaban pada ruang kerja

karyawan berdistribusi hampir sama rata.

Page 151: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

131

Berdasarkan observasi para karyawan yang sedang bekerja, maka

dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban ditempat kerja sehingga

setiap karyawan memiliki suhu dan kelembaban ditempat kerja yang

berbeda-beda. Suhu dan kelembaban yang ada diruang kerja kolektor

gerbang tol didapatkan dari sumber dingin maupun panas walaupun tidak

terlalu signifikan perbedaannya. Untuk sumber dingin didapatkan dari

pendingin ruangan yang terkadang sangat dingin dan terkadang tidak

berfungsi, sedangkan untuk sumber panas didapatkan dari udara panas

knalpot kendaraan yang melintas gerbang tol.

Kedua suhu tersebut memiliki indikasi untuk membuat karyawan

gerbang tol merasakan ketidaknyamanan pada saat bekerja maka dari itu

dari hasil pengukuran suhu dan kelembaban dikombinasikankan kedalam

parameter Indeks Kenyamanan Bekerja dalam Soemarko (2016) yang

didapatkan hasil dari 42 karyawan yang merasakan ruang kerja dalam

kategori nyaman sebanyak 11 (26.2%) karyawan, sedangkan karyawan

yang merasakan ruang kerja dalam kategori sedikit tidak nyaman sebanyak

15 (35.7%) karyawan dan karyawan yang merasakan ruang kerja dalam

kategori sangat tidak nyaman sebanyak 16 (38.1%) karyawan. Hal tersebut

menggambarkan bahwa sebagian besar karyawan merasakan ruang kerja

untuk melakukan aktivitas kerjanya masih dalam kategori kurang nyaman

maka dari itu perlunya penanganan dari pihak perusahaan karena akan

berefek pada kesehatan para karyawan.

Suhu dingin mengurangi effisiensi dengan keluhan kaku atau

kurangnya koordinasi otot. Suhu panas berakibat menurunnya prestasi

Page 152: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

132

kerja pikir, mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan

waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak,

mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan

untuk dirangsang (Suma’mur, 1996).

Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai

temperatur yang berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk

mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang

sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang

terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut

ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan

dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak

lebih dari 20 % untuk kondisi panas dan 35 % untuk kondisi dingin dari

keadaan normal tubuh (Hardi, 2006). Dalam penelitian ini karyawan

kolektor gerbang tol selalu berusaha mempertahankan keadaan

kenyamanan suhu ruang kerjanya, kemampuan karyawan dalam

menyesuaikan diri terhadap suhu yang ada sudah terlihat dengan usaha

karyawan dalam mengatur tingkat kenyamanannya dalam bekerja dengan

mengatur pendingin ruangan yang sesekali terlalu dingin atau tidak

berfungsi.

Asumsinya adalah semakin tidak nyaman suhu di lingkungan

tempat kerja maka akan semakin besar peluang terjadinya kelelahan

karena kolektor gerbang tol akan mudah merasakan haus, dehidrasi, dan

perasaan tidak nyaman. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat

Grandjean (1995), bahwa kondisi lingkungan kerja yang panas akan dapat

Page 153: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

133

menyebabkan rasa letih dan kantuk, selain itu mengalami kelelahan panas

atau heat exhaustion dapat mengurangi kestabilan dan meningkatkan

jumlah angka kesalahan kerja. Suhu nyaman untuk orang Indonesia adalah

antara 24–26°C, suhu yang terlalu dingin dapat mengurangi efisiensi

dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot, sedangkan untuk

suhu panas dapat mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi,

dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak,

mengganggu koordinasi syaraf dan motoris, serta memudahkan emosi

untuk dirangsang (Suma’mur, 2009).

Pada lokasi tempat bekerja kolektor gerbang tol sebenarnya sudah

di desain sedemikian rupa nyaman dengan menambahkan pendingin

ruangan di dalam masing-masing gardu, lalu memberikan atap yang cukup

luas agar matahari tidak langsung masuk dan mengenai kolektor gerbang

tol, namun faktor-faktor lain seperti jika pendingin ruangan di dalam gardu

rusak dan panas yang bersumber dari knalpot kendaraan juga dapat

mempengaruhi kondisi suhu ruang kerja. Komplain tentang

ketidaknyamanan suhu udara dalam ruang kerja sering terjadi pada

penghuni gedung-gedung perkantoran. Masalah kualitas udara dalam

ruangan tersebut biasanya disebabkan karena, kelembaban dan gerakan

udara di luar batas yang dianjurkan (Tarwaka, 2004).

Pernyataan teori dan asumsi tersebut sesuai dengan hasil penelitian

ini yang menyatakan bahwa suhu ruangan kerja kolektor gerbang tol

memiliki hubungan yang signifikan terhadap terjadinya kelelahan kerja,

dan didukung dengan penelitian sebelumnya yaitu oleh Karima (2014)

Page 154: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

134

yang menyatakan suhu ruangan berhubungan secara signifikan dengan

stress kerja dan kelelahan kerja.

Menurut Suma’mur (1996), pada suhu udara yang panas dan

lembab, makin tinggi kecepatan aliran udara malah akan makin

membebani tenaga kerja. Pada tempat kerja dengan suhu udara yang

panas maka akan menyebabkan proses pemerasan keringat. Beberapa hal

buruk berkaitan dengan kondisi demeikian dapat dialami oleh tenaga kerja,

salah satunya kelelahan kerja. Pekerja yang mengalami kondisi demikian,

sulit untuk mampu bereproduksi tinggi. Akibat kelelahan kerja tersebut,

para pekerja menjadi kurang bergairah kerja, daya tanggap dan rasa

tanggung jawab menjadi rendah, sehingga seringkali kurang

memperhatikan kualitas produk kerjanya.

Pada kejadian ini suhu dapat berkaitan dengan status hidrasi

seseorang. Penurunan asupan cairan dapat terjadi pada pekerja yang

bekerja terus menerus tanpa disadari bahwa mereka kehilangan cairan

tubuh. Kehilangan cairan yang tidak diimbangi dengan kehilangan

elektrolit dalam jumlah proporsional, terutama natrium dapat

mengakibatkan dehidrasi (Triyana, 2012).

Pekerja yang mengonsumsi cairan dalam jumlah cukup atau sesuai

dengan kebutuhan tubuh maka akan memiliki status hidrasi baik, sedangkan

pekerja yang asupan cairannya tidak memenuhi kebutuhan dapat mengalami

dehidrasi (Lawrence, 2007; Shirreffs, 2003). Pada hal ini karyawan kolektor

gerbang tol memiliki keterbatasan dalam mengkonsumsi air, selain air

yang dibawa oleh karyawan dengan botol minuman pribadinya karyawan

Page 155: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

135

perlu memesan kepada officeboy yang ada dan harus menunggu beberapa

menit untuk mengkonsumsi air tersebut dan masalah lainnya adalah

karyawan kolektor gerbang tol memiliki keterbatasan waktu ketika ingin

pergi ke toilet sehingga ada kemungkinan beberapa karyawan harus

menahan untuk membuang air kecil. Maka dari pernyataan diatas dapat

disimpulkan bahwa karyawan kolektor gerbang tol memiliki status hidrasi

yang kurang baik namun untuk mengetahui tingkat hidrasi yang dimiliki

karyawan butuh pengukuran lebih lanjut pada pengukuran status hidrasi

masing-masing karyawan.

Saat suhu lingkungan meningkat, maka suhu tubuh akan meningkat,

maka tubuh akan terjadi proses penguapan yaitu pernapasan dan keringat

(Suma’mur, 2009; Tarwaka, dkk, 2004; Hardinsyah, 2009). Penguapan

terbanyak memicu dehidrasi pada pekerja dapat menurunkan konsentrasi dan

daya ingat sesaat, mempengaruhi suasana hati dan semangat kerja, serta

menurunkan kapasitas kerja fisik akibat kelelahan, lemas, atau pusing (Budi,

dkk, 2011; Robert, dkk, 2007; Graham, 2008).

Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan pekerja yaitu yang dapat

dikategorikan nyaman baik nyaman secara subjektif maupun secara

kuantitatif atau pengukuran. Kenyamanan terdiri dari kenyamanan psikis

dan kenyamanan fisik. Kenyamanan psikis terkait dengan kenyamanan

kejiwaan yang terukur secara subjektif. Sedang kenyamanan fisik dapat

terukur secara objektif (kuantitatif) yang meliputi kenyamanan spasial,

visual, audial dan termal. Kenyamanan termal merupakan salah satu unsur

kenyamanan yang sangat penting karena menyangkut kondisi ruangan

yang nyaman (Nasrullah, dkk, 2015).

Page 156: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

136

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa suhu dan kelembaban

ruang kerja dapat menjadi salah satu faktor lingkungan yang dapat

mempengaruhi tingkat kelelahan yang terjadi pada kolektor gerbang tol.

Pihak perusahaan sebaiknya melakukan pengecekan secara berkala

terhadap pendingin ruangan yang ada di setiap gardu tol sehingga apabila

ada yang mengalami gangguan bisa langsung dilakukan perbaikan dan

tidak berdampak pada rasa kurang nyaman yang dirasakan oleh para

kolektor gerbang tol. Pendingin ruangan memiliki efek yang cukup besar

untuk mengurangi suhu yang tidak nyaman yang terutama bersumber dari

knalpot kendaraan.

Selain itu, perusahaan juga dapat melakukan pengendalian jika

suhu dan kelembaban ruang kerja sudah tidak sesuai yaitu sebagai berikut;

1) Mengurangi temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan

melalui ventilasi pengenceran (dilution ventilation) atau pendinginan

secara mekanis (mechanical cooling). Cara ini telah terbukti secara

dramatis dapat menghemat biaya dan meningkatkan kenyamanan, 2)

Meningkatkan pergerakan udara. Peningkatan pergerakan udara melalui

fans dimaksudkan untuk memperluas pendinginan evaporasi (to enhance

evaporate cooling), tetapi tidak boleh melebihi 2 m/det. Sehingga perlu

dipertimbangkan bahwa menambah pergerakan udara pada temperatur

yang tinggi (> 40˚C) dapat berakibat kepada peningkatan tekanan panas

(Tarwaka 2004). Selain itu, perlu adanya penanaman tumbuhan karena

dengan adanya tumbuhan dapat menyerap CO2 yang ada diudara. Dengan

adanya tumbuh-tumbuhan di lingkungan kerja akan dapat menurunkan

Page 157: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

137

suhu di lingkungan tersebut sehingga lingkungan tempat kerja akan lebih

sejuk.

6.3.4 Shift Kerja

Bagi seorang pekerja, shift kerja berarti pada lokasi kerja yang

sama, baik teratur pada saat yang sama (shift kerja kontinyu) atau shift

kerja yang berlainan (shift kerja rotasi). Shift kerja berbeda dengan hari

kerja biasa, dimana pada hari kerja biasa pekerjaan dikerjakan secara

teratur pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya, sedangkan shift

kerja dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24

jam/hari. Alasan lain dari shift kerja adalah kebutuhan sosial akan

pelayanan.

Waktu Kerja Normal menurut Keputusan Menteri Tenaga kerja

dan Transmigrasi, No. Kep.102/MEN/VI/2004. Untuk 6 hari kerja: Waktu

Kerja 7 jam/hari (hari ke1-5), 5 jam/hari (hari ke-6) , 40 jam/minggu.

Untuk 5 hari kerja : Waktu Kerja 8 jam/hari, 40 jam/minggu. Hal tersebut

menuntut perusahaan atau industri yang beroperasi 24 jam untuk

memberlakukan sistem shift pada pekerja yang melakukan pekerjaannya

agar tidak melebihi waktu kerja yang telah ditentukan untuk menjaga

keselamatan dan kesehatan kerja para pekerjanya.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 42 karyawan

kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang

Cengkareng jika dijumlahkan pada shift pagi-siang yang mengalami

kelelahan berat lebih banyak dibandingkan dengan shift malam yang

mengalami kelelahan berat dan untuk shift kerja tidak terdapat hubungan

Page 158: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

138

yang signifikan terhadap kelelahan kerja pada karyawan kolektor gerbang

tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun

2016. Hasil tersebut menunjukkan bahwa shift kerja memiliki

kemungkinan mempengaruhi kelelahan kerja. Sedangkan dari hasil

observasi hal tersebut terjadi disebabkan karena pertumbuhan aktivitas

kendaraan yang sering meningkat dengan cepat pada shift pagi dan siang

sedangkan pada shift malam jarang dilalui kendaraan untuk melintas.

Untuk shift malam sendiri memiliki waktu istirahat lebih 2 jam

dibandingkan shift lain yang diberikan untuk tidur.

Asumsinya, semakin tinggi frekuensi kendaraan yang melintas

maka semakin merasakan kelelahan kerja pada karyawan shift tersebut.

Namun, hasil yang didapatkan penelitian ini tidak sesuai (tidak

berhubungan) dengan teori yang dikemukakan bahwa perputaran shift

kerja mengurangi keluhan karyawan terhadap kelelahan yang di alami

karena kodisi lingkungan kerja yang monoton. Perputaran shift kerja

meningkatkan rasa tanggung jawab dan kerja sama sebagai suatu team

kerja. Setiap karyawan di berikan kelonggaran waktu untuk keperluan

yang bersifat pribadi dan untuk melepaskan lelah. Jumlah dari waktu

longgar untuk kebutuhan karyawan yang diperlukan akan bervariasi

tergantung pada individu karyawan. Sedangkan kelonggaran dari waktu

untuk melepaskan lelah (Fatigue Allowance) tergantung pada individu

karyawan dan atas kesepakatan dengan atasan. Karakteristik kelelahan

kerja akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan

Page 159: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

139

sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan

memberikan istirahat yang cukup (Fajarwati, dkk, 2011)

Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa shift kerja

memiliki hubungan dengan kelelahan kerja dan mendukung teori diatas

salah satunya penelitian Susetyo, dkk (2012) tingkat ketelitian shift siang

lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja shift pagi yang dapat diartikan

bahwa shift pagi lebih lelah dibandingkan shift siang. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin tinggi nilai rerata ketelitian maka semakin rendah rerata

kesalahan kerja yang dilakukan, karena shift siang sebelum melakukan

aktivitas pekerjaanya ada aktivitas yang sudah dilakukan diluar pekerjaan

seperti melakukan pekerjaan rumah terlebih dahulu sehingga membantu

tubuh untuk menanggapi pergerakkan yang dilakukan berbanding terbalik

dengan shift pagi yang belum melakukan aktivitas apapun diawal hari dan

harus melakukan pekerjaanya sejak awal hari. Menurut penelitian Basri

(2014) menunjukkan bahwa berdasarkan uji statistik Chi-Square, diketahui

terdapat hubungan yang kuat antara shift kerja malam dengan tingkat

kelelahan operator produksi di PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP)

Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu tahun 2014.

Kerja shift merupakan pilihan dalam cara pengorganisasian kerja

yang tercipta karena adanya keinginan untuk memaksimalkan

produktivitas kerja sebagai pemenuhan tuntutan pengguna. Pada saat ini

sistem kerja shift sudah diaplikasikan secara luas pada berbagai sector baik

industri manufaktur maupun industri jasa. Keadaan ini selain memberikan

keuntungan dari segi ekonomi, social akan tetapi dapat juga berdampak

Page 160: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

140

negative sehingga perlu perhatian. Dampak kerja yang sering dihubungkan

dengan kerja shift adalah kelelahan umum yang bila berkepanjangan dapat

mengakibatkan kelelahan kronis. Kelelahan pada pekerja dapat

menurunkan kinerja, serta merupakan suatu kondisi yang dapat berakibat

meningkatkan risiko terhadap penyakit (Susetyo, dkk, 2012).

Dalam penelitian ini, sistem shift kerja di tempat kerja tidak

memiliki hubungan yang signifikan dengan kelelahan kerja. Hal ini dapat

terjadi karena kolektor gerbang tol menjalani shift kerja yang sudah

bervariasi dan tidak monoton serta sesuai dengan teori Grandjean (1986)

yaitu sistem shift rotasi pendek lebih baik dibanding rotasi panjang,

dengan rotasi pagi-siang malam dan dengan durasi perputaran pada pukul

05.00-13.00 wib untuk shift pagi, pukul 13.00-20.00 untuk shift siang, dan

pukul 20.00-05.00 pada shift malam.

Pada penyusunan jadwal shift kerja tidak bisa mengabaikan aspek-

aspek yang mempengaruhinya. Teori Grandjean (1986) yang menyebutkan

bahwa ada beberapa saran yang harus diperhatikan dalam penyusunan

jadwal shift kerja, yaitu; pekerja shift idealnya berumur 25-50 tahun,

pekerja yang mempunyai masalah perut dan usus, serta emosi yang tidak

stabil disarankan untuk tidak ditempatkan di shift malam, pekerja yang

tempat tinggal dan tempat kerja mempunyai jarak yang jauh atau berada di

lingkungan yang ramai sebaiknya tidak ditempatkan pada shift, sistem shift

dengan 3 rotasi yang menggunakan waktu ganti pada pukul 6-14-22 lebih

baik diganti pada pukul 7-15-23 atau 8-16-24, rotasi pendek lebih baik

daripada rotasi panjang dan disarankan untuk menghindari kerja malam

Page 161: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

141

secara terus menerus, pola rotasi kerja yang baik adalah 2-2-2

(metropolitan pola) atau 2-2-3 (continental pola), kerja malam 3 hari

secara berturut-turut seharusnya diikuti istirahat paling sedikit 24 jam,

perancangan shift perlu mempertimbangkan waktu libur 2 hari berurutan

baik pada akhir pekan maupun sebagai ganti akhir pekan, prencanaan shift

disarankan memenuhi satu kali istirahat yang cukup untuk makan.

Hal tersebut menyatakan bahwa sistem shift di PT Jasa Marga

Cabang Cawang Tomang Cengkareng sudah dinyatakan baik dan sesuai

dengan teori yang ada dan sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga kerja

dan Transmigrasi, No. Kep.102/MEN/VI/2004 bahwa sisttem shift

diberlakukan sesuai rotasi dan jam kerja yang tepat. Namun, tidak bisa

dipungkiri juga kolektor gerbang tol sangat membutuhkan istirahat setelah

melakukan pekerjaan sesuai shift masing-masing hal ini ditunjukkan pada

karyawan kolektor gerbang tol yang melakukan peregangan dan berbaring

setelah bekerja ataupun saat waktu istirahat. Maka dari itu diperlukannya

ruang khusus untuk beristirahat bagi karyawan kolektor gerbang tol untuk

melakukan pemulihan kembali setelah melakukan pekerjaan sesuai shift

masing-masing. Perusahaan sudah memberikan ruang khusus istirahat dan

ruang kantin bagi karyawan yang merasa kelelahan dan segera ingin

melakukan pemulihan. Dalam hal ini perusahaan sudah dikatakan baik dan

antisipasi meminimalkan kemungkinan kelelahan akibat shift kerja yang

diberlakukan.

Analisis ini diperkuat oleh beberapa teori yang menyatakan bahwa

penyebab keluhan karyawan terhadap sistem shift kerja yang ada bukan

Page 162: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

142

karena kelelahan saat bekerja melainkan sebagai berikut; 1) pekerja

merasa tidak punya cukup waktu untuk bermasyarakat, 2) pekerja

merasakan ada kerikatan dengan keggiatan social dilingkungannya, 3)

tidak punya cukup waktu untuk berkumpul dengan keluarga, khususnya

anak, istri atau suami, 4) merasa stress karena tidak bisa mengahadiri acara

yang sangat penting dimasyarakat (Susetyo, dkk, 2012). Selain itu ada

pernyataan lain oleh Febrina (2011) yang menyatakan bahwa penyebab

kelelahan kerja antara lain: pengaturan shift yang terlalu panjang dan tidak

tepat, intensitas dan durasi suatu pekerjaan dilaksanakan yang terlalu

tinggi, disain pekerjaan tidak tepat, lingkungan kerja yang tidak nyaman,

cara kerja yang tidak efektif (ergonomis), dan adanya stres.

Karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang

Cawang Tomang Cengkareng sebagian besar mengalami kelelahan berat

pada shift risiko (pagi-siang) hal ini masih dalam tingkatan normal karena

sesuai dengan hasil observasi bahwa tingkat frekuensi kendaraan yang

meningkat pada shift pagi-siang dan pada shift tersebut merupakan jam

kerja manusia melakukan aktivitasnya dibandingkan pada shift malam

merupakan bukan jam kerja seharusnya dan membutuhkan waktu adaptasi

terlebih dahulu agar bisa menyesuaikan pola yang ada. Pernyataan tersebut

didukung oleh teori Menurut Schultz (1982) shift kerja malam lebih

berpengaruh negatif terhadap kondisi pekerja dibanding shift pagi, karena

pola siklus hidup manusia pada malam hari umumnya digunakan untuk

istirahat. Namun karena bekerja pada shift malam maka tubuh dipaksa

untuk mengikutinya. Hal ini relatif cenderung mengakibatkan terjadinya

Page 163: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

143

kesalahan kerja, kecelakaan dan absentism. Pulat (1992) mengatakan

bahwa dampak shift kerja malam terutama gangguan irama tubuh yang

menyebabkan penurunan kewaspadaan, gangguan fisiologis dan psikologis

berupa kurang konsentrasi, nafsu makan menurun, penyakit jantung,

tekanan darah, stress dan gangguan gastrointestinal yang dapat

meningkatkan resiko terjadi kecelakaan kerja.

Pelaksanaan shift kerja yang tidak baik menimbulkan kelelahan

kerja yang harus dikendalikan sebaik mungkin mengingat kelelahan dapat

menimbulkan kecelakaan kerja. Sebagian besar kecelakaan kerja ada

kaitannya dengan kelelahan kerja, sehingga pengusaha harus

mengupayakan pengendalian kelelahan kerja. bersama pekerja secara

berkesinambungan. Pada shift malam, yang memilki waktu istirahat paling

sedikit pada malam hari sehingga sebagai kompensasinya pekerja harus

istirahat pada pagi dan siang hari yang tentunya akan mengganggu pola

aktivitas tubuh, meskipun circadian ritmenya berbeda-beda. Kelelahan ini

dapat menyebabkan kesulitan konsentrasi dalam bekerja, meningkatkan

resiko kesalahan (human error), berdampak kepada kualitas kerja dan

kecepatan kerja, dan akhirnya kecelakaan kerja.

Walaupun dalam penelitian ini shift kerja tidak memiliki hubungan

terhadap terjadinya kelelahan kerja, namun perlu adanya pencegahan

dengan melakukan pengaturan shift kerja sebagai berikut (Suma’mur,

1999):

a. Pengurangan jam kerja pada shift malam tanpa mengurangi benefit

lainnya jika memungkinkan.

Page 164: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

144

b. Pengurangan pekerja pada shift malam untuk mengurangi jumlah hari

kerja pekerja shift malam.

c. Melakukan interaksi sosial dengan teman kerja.

d. Rotasi shift mengikuti rotasi matahari

e. Jadwal yang dibuat sebaiknya sederhana dan mudah diingat.

Page 165: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

145

BAB VII

PENUTUP

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik

simpulan sebagai berikut:

1. Kelelahan kerja yang terjadi pada karyawan kolektor gerbang tol Cililitan

PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016

diketahui bahwa karyawan yang mengalamai kelelahan berat lebih banyak

dari kelelahan ringan dengan jumlah 28 (66.7%) karyawan kolektor

gerbang tol.

2. Kebisingan yang diterima oleh karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT

Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016 memiliki

mean 95% CI yaitu 80.35 – 82.53 dBA.

3. Sebagian besar karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga

Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016 mendapatkan

pencahayaan yang tidak terpenuhi dengan presentase 71.4% yaitu 30

karyawan.

4. Sebagian besar karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga

Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016 pada ruang kerja

mendapatkan suhu ruangan yang sesuai dengan presentase 66.7% yaitu 28

karyawan.

5. Sebagian besar karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga

Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun 2016 pada ruang kerja

Page 166: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

146

mendapatkan kelembaban yang tidak sesuai dengan presentase 61.9%

yaitu 26 karyawan.

6. Karyawan kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang

Tomang Cengkareng Tahun 2016 masing-masing 14 karyawan pada shift

pagi, siang dan malam.

7. Tidak ada hubungan antara kebisingan, pencahayaan, kelembabann udara

dan shift kerja dengan kelelahan kerja pada karyawan kolektor gerbang tol

Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang Cengkareng Tahun

2016.

8. Ada hubungan antara suhu ruangan dengan kelelahan kerja pada karyawan

kolektor gerbang tol Cililitan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang

Cengkareng Tahun 2016.

7.2 Saran

Saran yang dapat diberikan terkait dengan hasil penelitian ini antara lain:

7.2.1 Saran Bagi Perusahaan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang

Cengkareng Gerbang Tol Cililitan

Pada penelitian ini menjukkan bahwa lingkungan kerja yang ada di

tempat kerja tersebut termasuk kedalam kategori perlu adanya

pengendalian, baik pengendalian dari management maupun dari pekerja

sebagai berikut;

a. Pengadaan sosialisasi, edukasi serta pelatihan untuk karyawan terkait

pajanan lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi keselamatan

kesehatan para karyawan dan cara menanggulangi pajanan tersebut

sebagai contoh sosialisasi cara mengatasi kelelahan seperti senam

Page 167: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

147

peregangan, pelatihan cara penggunaan Alat Pelindung Telinga jenis

ear plug pada saat bekerja.

b. Pengendalian intensitas kebisingan: 1.) Pengadaan penanaman pohon

mahoni, pohon flamboyan, pohon cemara laut, pohon sawo, pohon

kaliandra. 2.) Penambahan material pada dinding dan lantai ruang kerja

berupa lantai lapis plywood (material kayu atau keramik dengan

permukaan kasar), atau dinding lapis plywood dan atau plafond dengan

busa polyurethane sebagai upaya menyerap bunyi dan menjadi

peredam kebisingan untuk mereduksi kebisingan, pada dasarnya

permukaan licin yang dapat memantulkan bunyi. 3.) Meningkatkan

pengawasan secara intensif terhadap pemakaian ear plug alat

pelindung telinga pada karyawan dan memberikan sanksi bagi yang

tidak menggunakannya saat bekerja.

c. Pengendalian intensitas pencahayaan: 1.) Pemeliharaan dan

pembersihan kondisi fisik lampu. 2.) Modifikasi penerangan dengan

cara menaikkan atau menurunkan letak lampu didasarkan pada objek

kerja, merubah posisi lampu, menambah jumlah lampu, mengganti

jenis lampu yang lebih sesuai seperti mengganti lampu bola/pijar

menjadi lampu TL, mengganti tudung atau pelindung lampu,

mengganti warna lampu yang digunakan. 3.) Modifikasi ruang kerja

seperti pewarnaan ulang pada dinding ruangan dengan warna yang

cerah intensitas pencahayaan yang dihasilkan lebih efektif. 4.)

Penggunaan lampu LED karena memancarkan cahaya lewat aliran

listrik yang relatif tidak menghasilkan banyak panas, lampu LED

Page 168: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

148

terasa dingin dipakai karena tidak menambah panas ruangan seperti

lampu pijar. Pengendalian dilakukan agar kelelahan kerja yang terjadi

akibat pencahayaan dapat dikurangi karena berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 pencahayaan yang

sesuai yaitu 300 Lux.

d. Pengendalian suhu ruangan dan kelembaban udara: 1.) Diperlukan

pengecekkan secara berkala pada pendingin ruangan yang mungkin

terlalu dingin atau tidak berfungsi sehingga membuat suhu dan

kelembaban diruang kerja tidak sesuai dan tidak nyaman untuk

karyawan serta melakukan perawatan terhadap pendingin ruangan agar

udara yang teralirkan adalah udara yang bersih dan sehat. 2.)

Penyediaan air minum pada ruang kerja agar memudahkan karyawan

untuk segera mengganti cairan yang hilang tanpa harus menunggu

petugas kebersihan mengambilkan. 3.) Menyediakan atau

menambahkan ventilasi setempat guna mengendalikan dengan

menghisap udara panas yang ada sehingga ruang kerja tidak pengap

dan selalu ada pertukaran udara yang masuk maupun keluar. 4.)

Pengadaan tanaman pada ruang kerja atau area kerja untuk

menyegarkan udara oksigen baik untuk suhu dan kelembaban ruang

kerja para karyawan dan berguna untuk penyerapan CO² yang

bersumber dari knalpot kendaraan yang melintas. 5.) Menganjurkan

untuk karyawan selalu meningkatkan konsumsi makanan yang bergizi

tinggi untuk meningkatkan ketahan tubuh dalam menghadapi suhu dan

kelembaban yang berubah-ubah.

Page 169: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

149

e. Pengendalian shift kerja yaitu perlunya dilakukan evaluasi sistem shift

rotasi pendek untuk mengetahui keluhan karyawan terhadap sistem

yang ada dengan cara pengadaan penilaian pada absensi, penilaian

pada prestasi kinerja karyawan, penilaian pada tingkat kesalahan kerja

dan tingkat keluhan.

7.2.2 Saran Bagi Karyawan PT Jasa Marga Cabang Cawang Tomang

Cengkareng Gerbang Tol Cililitan

a. Diharapkan untuk para karyawan yang telah merasakan kelelahan baik

kelelahan yang berat maupun ringan disarankan untuk segera

melakukan istirahat untuk melakukan pemulihan. Kegiatan yang bisa

dilakukan saat beristirahat sejenak seperti berinteraksi sosial sesama

karyawan kolektor gerbang tol lainnya atau mengkonsumsi minum dan

melakukan peregangan baik perengan ringan maupun berbaring.

b. Diharapkan untuk para karyawan selalu menggunakan alat pelindung

diri yang telah diberikan oleh pihak perusahaan karena alat pelindung

diri dapat membantu mereduksi bahaya lingkungan kerja yang terpapar

saat bekerja.

c. Diharapkan untuk para karyawan tidak menggunakan audio musik

sangat keras karena dapat mengganggu konsentrasi dan pendengaran

karyawan baik dalam waktu dekat maupun dalam waktu panjang.

d. Diharapkan karyawan untuk dapat mengenali penyebab timbulnya

kelelahan dan menghentikan pekerjaan sesaat untuk menghindari

kejadian yang tidak diinginkan seperti kecelakaan kerja.

Page 170: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

150

7.2.3 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Diharapkan melakukan penelitian dengan menggunakan cara

pengukuran lain dalam mengukur kelelahan kerja sehingga dapat

diperoleh perbandingan gambaran kejadian kelelahan kerja.

b. Diharapkan melakukan penelitian dengan mengikutsertakan variabel

lain yang diduga berhubungan dengan kelelahan kerja yang tidak

diteliti pada penelitian ini, misalnya faktor individu, faktor pekerjaan,

faktor psikis dan lain lain.

c. Diharapkan melakukan penelitian mendalam terkait variabel yang

tidak berhubungan pada penelitian ini seperti kebisingan

pertimbangkan tingkat volume kendaraan dan kecepatan kendaraan,

pencahayaan pertimbangkan jenis pencahayaan dan sistem shift kerja.

Page 171: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

151

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zaenal dan Widagdo, Suharyo. 2009. Studi Literatur Tentang Lingkungan

Kerja Fisik Perkantoran.Yogyakarta. Jurnal. Seminar Nasional V Sdm

Teknologi Nuklir ISSN 1978-0176

Apriyani, Annisa, Tarwaka dan Darnoto, Sri. 2014. Pengaruh Iklim Kerja

Terhadap Dehidrasi pada Karyawan Unit Workshop PT. Indo Acidatama

Tbk, Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar. Surakarta. Artikel Penelitian.

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Arikunto, S. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Basri, Sarina, dkk. 2014. Hubungan Shift Kerja Dengan Tingkat Kelelahan

Operator Produksi Di PT Pertamina Eksplorasi Dan Produksi (EP)

Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu Tahun 2014. Jurnal. Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Wiralodra.

Buchari. 2007. Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program. USU

Repository.

Budi Iman S, Hardinsyah, Parlindungan Siregar, Sudung O. Pardede. 2011. Air

Bagi Kesehatan. Jakarta: Centra Communications

Budiono, dkk. 2003. Kelelahan (Fatigue) Pada Tenaga Kerja. Bunga Rampai

Hiperkes dan Keselamatan Kerja Edisi Ke-2. Semarang: Universitas

Diponegoro.

Clap AJ, Bishop PA, Smith JF, Lloyd LK, Wright KE. 2002. A Review of Fluid

Replacement for Workers in Hot Jobs. AIHA Journal.

Departemen Kesehatan. 2008. Pencahayaan Salah Perburuk Penglihatan.

http://www.klikdokter.com/article/detail/401.html. Diakses pada tanggal

15 Desember 2016.

Dirgayudha, Dio. 2014. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kelelahan

Kerja Pada Pembuat Tahu Di Wilayah Kecamatan Ciputat Dan Ciputat

Timur Tahun 2014. Jakarta. Skripsi. Repository Universitas Islam Negeri

Jakarta.

Faiz, Nurli. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja

Pada Pekerja Bagian Operator SPBU Di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.

Jakarta. Skripsi. Repository Universitas Islam Negeri Jakarta.

Fajarwati, Ferisia D., Hidayat, Rachmad dan Agustuna, Fitri. 2011. Pengaturan

Sistem Shift Kerja Untuk Meningkatkan Performance Serta Mengurangi

Keluhan Karyawan. Universitas Trunojoyo Madura. Jurnal Teknologi

Technoscientia, ISSN: 1979-8415, Vol. 4 No. 1 Agustus 2011

Gie, The Liang. 2000. Administrasi Perkantoran. Yokyakarta : Liberty

Page 172: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

152

Graham P Bates, John Schneider. 2008. Hydration Status and Physiological

Workload of UAE Construction Workers: A Prospective Longitudinal

Observational Study. Journal of Occupational Medicine and Toxicology.

Grandjean. E. 1986. Fitting The Task To The Man; An Ergonomic Aproach.

Taylor and Francis, Londen and Philadelphia.

Grandjean E. 1995. Fitting the Task to the Man, 4th ed. A Text Book of

Occupational Ergonomic. Taylor & Francis Inc. London. New York.

Philadelphia.

Hardi, Ikram. 2006. Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Keluhan

Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja di Bagian Produksi PT. Sermani

Steel Makassar Tahun 2006. Makassar. Skripsi. Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Hasanudin Makasar.

Hardinsyah, Dodik Briawan, et al. 2009. Studi Kebiasaan Minum dan Status

Hidrasi pada Remaja dan Dewasa di Wilayah Ekologi yang Berbeda.

Bogor. Bogor. Jurnal. Perhimpunan Peminat Gizi dan Pangan Indonesia

(Persagi), Departemen Gizi Masyarakat Fema IPB Bogor, Danone Aqua

Indonesia.

Hastono dan Sabari, 2001. Analisis Data. Jakarta: FKM UI.

Herry dan Eram T. P. 2005. Panduan Praktikum Laboratorium Kesehatan dan

Kesehatan Kerja. Semarang: UPT UNNES Press.

Hendra. 2009. Tekanan Panas dan Metode Pengukurannya di Tempat Kerja.

Makalah dipresentasikan pada Semiloka Keterampilan Pengukuran

Bahaya Fisik dan Kimia di Tempat Kerja. Jakarta (online).

Hidayat. 2003. Bahaya Laten Kelelahan Kerja. Jakarta: Harian Rakyat.

Idealistina, F. 1991. Model Termoregulasi Tubuh untuk Penentuan Besaran Kesan

Thermal Terbaik dalam kaitannya dengan Kinerja Manusia. Bandung.

Thesis Doktor. Institut Teknologi Bandung.

Ihsan, Taufiq dan Rachmatiah, Indah. 2015. Hubungan Antara Bahaya Fisik

Lingkungan Kerja Dan Beban Kerja Dengan Tingkat Kelelahan Pada

Pekerja Di Divisi Stamping PT. X Indonesia. Sumatera. Jurnal Teknik

Lingkungan. Universitas Andalas.

International Labour Organization. 1998. Encyclopedia of Occupational Health

and Safety 4th edition Vol. 1-2-4. Ritcher Peter. Geneva. Switzerland.

International Labour Organization. 2013. Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di

Indonesia 2013 Memperkuat Peran Pekerja Layak dalam Kesetaraan

Pertumbuhan. Jakarta. Kantor ILO untuk Indonesia.

Karima, Asri. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stress Kerja Pada

Pekerja Di PT. X Tahun 2014. Jakarta. Skripsi. Repository Universitas

Islam Negeri Jakarta.

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.

Page 173: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

153

Keputusan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi, No. Kep.102/MEN/VI/2004

Kroemer KHE, Grandjean E. 1997. Fitting The Task To The Human: A Textbook

Of Occupational Ergonomics. 5th ed. Routledge: Taylor & Francis.

Lawrence E. Armstrong. 2007. Assessing Hydration Status: The Elusive Gold

Standard. America. Journal Of The American College of Nutrition.

Lemeshow,S., Hosmer, D. W., Klar, J., Lwanga, S.K., dan WH. 1990. Adequacy

Of Sample Size in Health Studie. New York. John Wiley & Sons.

Lerman, E. Steven et al. 2012. Fatigue Risk Management in The Workplace.

Washington DC: American College of Occupational and Environmental

Medicine.

Magrab, E.D. 1982. Environmental Noise Control. McGraw-Hill, Inc. New York.

Marif, Amalia. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Pada

Pekerja Pembuatan Pipa Dan Menara Tambat Lepas Pantai (EPC3) Di

Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri, Serang-baten Tahun 2013.

Jakarta. Skripsi. Repository Universitas Islam Negeri Jakarta.

Morgeson FP, Garza AS, Champion MA. 2013. Work design in handbook of

psychology. 2nd ed. New Jersey: John Wiley & Sons Inc.

Mukono H.J. 2005. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan

Saluran Pernapasan. Surabaya. Airlangga University Press.

Munandar, Ashar Sunyoto. 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI

Press

Nasrullah, dkk. 2015. Temperatur dan Kelembaban Relatif Udara Outdoor.

Makassar. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Ilmu dan Seni Kesehatan Masyarakat. Jakarta:

Rineka Cipta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Nurmianto, E. 2003. Ergonomi : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Kedua.

Guna Widya : Surabaya

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011

Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia

di Tempat Kerja.

Prasetio, L., Setiawan, S., dan Hien, T. K. 1992. Mengerti Fisika Gelombang.

Yogyakarta: Penerbit ANDI Offset.

Pulat, BM. 1992. Fundamental Of Industrial Ergonomics. Hall International

Englewood Cliffs, New Jersey, USA

PT Jasa Marga (Persero) Tbk. 2016. Diakses pada 10 Oktober 2016 link

www.jasamarga.com.

Quible, Zane K. 2001. Manajemen Administrasi Perkantoran Modern. Ed.7:

Prentice hall

Riwidikdo, H., 2008. Statistik Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press.

Page 174: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

154

Research Committee on Industrial Fatigue. 1969. Fatigue Scale by Research

Committee on Industrial Fatigue of japan Society For Occupational

Health. Japan Society For Occupational Health, Tokyo, (in Japanese)

Robert W. Kenefick, Michael N. Sawka. 2007. Review: Hydration at The Work

Site. America. Journal of The American College of Nutrition.

Santoso, Gempur. 2004. Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Jakarta:

Prestasi Pustaka.

Sari, Ratih Perwita. 2010. Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Kelelahan

Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Screening CV. Mekar Sari Wonosari

Klaten. Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Maret.

Schultz, DP. 1982. Psychology and Industry Today. An Introduction to Industrial

and Organizational Psychology, Third Edition. Macmillan Publishing Inc.

New York.

Sedarmayanti. 2009. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar

Maju.

Septiana, Tri Asih, dkk. 2013. Pengaruh Tingkat Pencahayaan Terhadap

Kelelahan Operator Pada Simulasi Scarfing dengan Reaction Time.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa . Jurnal Teknik Industri, Vol.1, No.2,

Juni 2013, pp.152-156 ISSN 2302-495X

Setyawati, Lientje. 1994. Kelelahan Kerja Kronis., Kajian terhadap Perasaan

Kelelahan Kerja, Penyusunan Alat Ukur. Serta Hubungannya dengan

Waktu Reaksi dan Produktivitas Kerja, Disertasi, Program Pascasarjana,

UGM. Yogyakarta.

Setyawati, L. 2010. Selintas Tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta: Lakassidaya.

Shirreffs. 2003. Markers of Hydration Status. European Journal of Clinical

Nutrition.

Sinclair, M.A. 1992. Subjective Assessment. Dalam: Wilson, J.R & Corlett, E.N.

eds. Evaluation of Human Work; A Practical Ergonomics Methodology.

Taylor dan Francis Great Britain

Siswanto, A. 1991. Ergonomi. Surabaya. Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja

Jawa Timur. Departemen Tenaga Kerja.

Soeripto. 1996. Teknologi Pengendalian Intensitas Kebisingan. Majalah Hiperkes

dan Keselamatan Kerja, Pusat Hiperkes dan Keselamatan Kerja Depnaker

RI, Jakarta.

Soewito. 1985. Dampak Bising terhadap Pendengaran. Naskah Ilmiah Panitia

Penyusunan Pedoman. Petunjuk Pengawasan tentang Pencahayaan,

Kebisingan, dan Kelembaban, Jakarta. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Soemarko, Dewi. 2016. Bagaimana Mencegah Gangguan Fungsi Ginjal Akibat

Pajanan Panas Di Lingkungan Kerja. Komite Independen KK-PAK BPJS

Ketenagakerjaan

Page 175: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

155

Susetyo, Joko, dkk. 2012. Pengaruh Shift Kerja Terhadap Kelelahan Karyawan

Dengan Metode Bourdon Wiersma dan 30 Items Of Rating

Scale.Yogyakarta. Jurnal Teknologi, Volume 5 Nomor 1, Hal 32-39.

Standar Nasional Indonesia 7269:2009. Penilaian Beban Kerja Berdasarkan

Tingkat Kebutuhan Kalori Menurut Pengeluaran Energi. Jakarta

Standar Nasional Indonesia 16-7062-2004. Pengukuran Intensitas Pencahayaan

di Tempat Kerja. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Standar Nasional Indonesia SNI 16-7061-2004. Pengukuran Iklim Kerja (Panas)

dengan Parameter Indeks Suhu Basah dan Bola. Jakarta.

Standar Nasional Indonesia SNI 7231-2009. Metoda Pengukuran Intensitas

Kebisingan di Tempat Kerja. Jakarta.

Suciningtias, Tawarka, Suwaji. 2013. Komparasi Shift Kerja Pagi Dengan Shift

Kerja Malam Terhadap Kelelahan Di Bagian Wrapping “Candy”

Pt.Deltomed Laboratories Wonogiri. Surakarta. Alumni Prodi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Sulistionigsih, Lilis. 2013. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan

Kerja Pada Tenaga Kerja Di Bagian Food Production 1 (FP1) / Masako

Packing (Sebuah Studi Di Pabrik Pt. Ajinomoto Indonesia Mojokerto).

Mojokerto. Jurnal. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Majapahit Mojokerto.

Vol 5. No.1

Suroto, W. 2010. Dampak Kebisingan Lalu Lintas Terhadap Pemukiman Kota

(Kasus Kota Surakarta). Jurnal of Rulan and Development. Volume 1, No.

1.

Suma’mur. 1993. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta. CV

Haji Masagung.

Suma’mur PK. 1994. Hiperkes Keselamatan Kerja dan Ergonomi. Jakarta.

Dharma Bakti Muara Agung.

Suma’mur. 1996. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta. PT. Toko

Gunung Agung.

Suma’mur. 1999. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakata. CV Haji

Masagung.

Suma’mur P.K. 2009. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja Edisi 1. Jakarta.

Sagung Seto.

Sunito. 2010. Frekuensi Volume Kendaraan.

Syukri, Sahab. 1996. Efek Lingkungan Kerja Panas. Majalah Hygiene Perusahaan

dan Keselamatan Kerja, Vol. XXX No. 1: 29–30.

Tarwaka, Solichul, B, Lilik S. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan

Kerja, dan Produktivitas. Edisi Ke-1. Surakarta: UNIBA Press.

Tarwaka. 2010. Ergonomi Industri: Dasar–Dasar Pengetahuan Ergonomi Dan

Aplikasi Di Tempat Kerja. Surakarta-Indonesia. Harapan Press.

Page 176: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

156

Tarwaka. 2013. Ergonomi Industri, Dasar-dasar Pengetahuan dan Aplikasi di

Tempat Kerja. Edisi Ke-1. Surakarta. Harapan Press

Triyana, Yani Firda. 2012. Teknik Prosedural Keperawatan. Yogyakarta. D-

Medika

Umyati. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja pada

Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh

Tangerang Tahun 2009. Jakarta. Skripsi. Repository Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Jakarta.

Wignjosoebroto, Sritomo. 2003. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Teknik

Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Surabaya. PT. Guna

Widya.

Yusri. 2006. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kelelahan

Karyawan Produksi Kulkas di PT. LG Electronics Indonesia Tahun 2006.

Jakarta. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Zuhriyah, Firtria. 2007. Hubungan Antara Kesesakan Dengan Kelelahan Akibat

Kerja Pada Karyawan Bagian Penjahitan Perusahaan Konveksi Pt

Mondrian Klaten Jawa Tengah. Semarang. Skripsi. Universitas

Diponegoro.

Page 177: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

157

LAMPIRAN

Page 178: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

158

LAMPIRAN 1 KUESIONER KELELAHAN KERJA

FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS MENJADI RESPONDEN

WAWANCARA

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

1. Nama :………………………………....

2. No. HP/Telepon : ………………………………....

3. Berat Badan : ……………………………... Kg

4. Shift & Istirahat : ……………… & ……………..

Bersedia secara sukarela untuk menjadi responden penelitian dengan judul

“HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN KELELAHAN

KERJA PADA KOLEKTOR GERBANG TOL CILILITAN PT JASA

MARGA CABANG CAWANG-TOMANG-CENGKARENG TAHUN 2016”.

Saya akan memberikan informasi yang benar sesuai dengan yang saya rasakan

dan alami. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan

dari pihak manapun.

Jakarta, 2016

Tanda Tangan Peneliti Responden/Yang Membuat

Peryataan

(……………..………………) (Tanda Tangan dan Nama Lengkap)

Page 179: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

159

No. Responden: …….

LEMBAR KUESIONER KELELAHAN KERJA

No.

Pertanyaan

Jawaban

SS S K TP

5.1.6 Pelemahan Kegiatan

1. Berat di bagian kepala 4 3 2 1

2. Lelah pada seluruh badan 4 3 2 1

3. Kaki terasa berat 4 3 2 1

4. Menguap 4 3 2 1

5. Pikiran terasa kacau 4 3 2 1

6. Apakah bapak/ibu merasa mengantuk? 4 3 2 1

7. Apakah bapak/ibu merasakan ada beban pada mata? 4 3 2 1

8. Apakah bapak/ibu merasa kaku atau canggung dalam

bergerak?

4 3 2 1

9. Apakah bapak/ibu merasa sempoyongan ketika berdiri? 4 3 2 1

10. Apakah ada perasaan ingin berbaring? 4 3 2 1

5.1.7 Pelemahan Motivasi

11. Apakah bapak/ibu merasa susah berfikir? 4 3 2 1

12. Apakah bapak/ibu merasa malas untuk bicara? 4 3 2 1

13. Apakah perasaan bapak/ibu menjadi gugup? 4 3 2 1

14. Apakah bapak/ibu tidak bisa berkonsentrasi? 4 3 2 1

15. Apakah bapak/ibu tidak bisa memusatkan perhatian

terhadap sesuatu?

4 3 2 1

16. Apakah bapak/ibu punya kecenderungan untuk lupa? 4 3 2 1

17. Apakah bapak/ibu merasa kurang percaya diri? 4 3 2 1

18 Apakah bapak/ibu merasa cemas terhadap sesuatu? 4 3 2 1

19. Apakah bapak/ibu merasa tidak dapat mengontrol sikap? 4 3 2 1

20. Apakah bapak/ibu merasa tidak dapat tekun dalam 4 3 2 1

Page 180: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

160

pekerjaan?

5.1.8 Kelelahan Fisik

21. Apakah bapak/ibu merasa sakit kepala? 4 3 2 1

22. Apakah bapak/ibu merasa kaku di bagian bahu? 4 3 2 1

23. Apakah bapak/ibu merasakan nyeri di punggung? 4 3 2 1

24. Apakah nafas bapak/ibu merasa tertekan / sesak? 4 3 2 1

25. Apakah bapak/ibu merasa haus? 4 3 2 1

26. Apakah suara bapak/ibu terasa serak? 4 3 2 1

27. Apakah bapak/ibu merasa pening? 4 3 2 1

28. Apakah kelopak mata bapak/ibu terasa kejang? 4 3 2 1

29. Apakah anggota badan bapak/ibu merasa gemetar/tremor? 4 3 2 1

30. Apakah bapak/ibu merasa kurang sehat? 4 3 2 1

Page 181: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

161

LAMPIRAN 2 LEMBAR PENGUKURAN PENCAHAYAAN,

KEBISINGAN, SUHU & KELEMBABAN

HASIL PENGUKURAN PENCAHAYAAN PENELITIAN

“HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN KELELAHAN

KERJA PADA KOLEKTOR GERBANG TOL CILILITAN PT JASA

MARGA CABANG CAWANG-TOMANG-CENGKARENG TAHUN 2016”

NO. NAMA

RESPONDEN

PENGUKURAN

I

PENGUKURAN

II

PENGUKURAN

III ∑

Page 182: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

162

HASIL PENGUKURAN KEBISINGAN PENELITIAN

“HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN KELELAHAN

KERJA PADA KOLEKTOR GERBANG TOL CILILITAN PT JASA

MARGA CABANG CAWANG-TOMANG-CENGKARENG TAHUN 2016”

No.

Responden:

Nama :……………………………………..

No. Tlfn :……………………………………..

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Page 183: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

163

HASIL PENGUKURAN SUHU RUANGAN DAN KELEMBABAN

RELATIF (RH)

“HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN KELELAHAN

KERJA PADA KOLEKTOR GERBANG TOL CILILITAN PT JASA

MARGA CABANG CAWANG-TOMANG-CENGKARENG TAHUN 2016”

No. Nama Responden Pengukuran “TA”

(Suhu Ruangan)

Pengukuran “RH”

(Kelembaban Relatif)

Page 184: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

164

LAMPIRAN 3 HASIL PENGUKURAN PENELITIAN LINGKUNGAN KERJA FISIK

No

.

Kelelahan

Kerja

Kategori

Kelelahan

Kerja

Pencahayaan Kategori

Pencahayaan Kebisingan

Kategori

Kebisingan

Shift

Kerja Suhu

Kategori

Suhu Kelembaban

Kategori

Kelembaban

1 61.0 Kelelahan

Berat 320.6

Pencahayaan

Terpenuhi 78.5

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Pagi 29.4

Suhu

Ruangan

Tidak

Sesuai

54.2 Kelembaban

Sesuai

2 60.0 Kelelahan

Ringan 313.6

Pencahayaan

Terpenuhi 87.9

Kebisingan

Melebihi

NAB

Shift

Pagi 30.6

Suhu

Ruangan

Tidak

Sesuai

53.1 Kelembaban

Sesuai

3 62.0 Kelelahan

Berat 328.6

Pencahayaan

Terpenuhi 79.2

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Pagi 28.8

Suhu

Ruangan

Tidak

Sesuai

57.0 Kelembaban

Sesuai

4 48.0 Kelelahan

Ringan 310.8

Pencahayaan

Terpenuhi 82.0

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Pagi 29.6

Suhu

Ruangan

Tidak

Sesuai

54.3 Kelembaban

Sesuai

5 52.0 Kelelahan

Ringan 363.3

Pencahayaan

Terpenuhi 85.1

Kebisingan

Melebihi

NAB

Shift

Pagi 28.7

Suhu

Ruangan

Tidak

Sesuai

59.6 Kelembaban

Sesuai

6 60.0 Kelelahan

Ringan 319.7

Pencahayaan

Terpenuhi 79.5

Kebisingan

Tidak

Melebihi

Shift

Pagi 27.5

Suhu

Ruangan

Sesuai

66.8

Kelembaban

Tidak

Sesuai

Page 185: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

165

No

.

Kelelahan

Kerja

Kategori

Kelelahan

Kerja

Pencahayaan Kategori

Pencahayaan Kebisingan

Kategori

Kebisingan

Shift

Kerja Suhu

Kategori

Suhu Kelembaban

Kategori

Kelembaban

NAB

7 52.0 Kelelahan

Ringan 317.6

Pencahayaan

Terpenuhi 86.5

Kebisingan

Melebihi

NAB

Shift

Pagi 29.7

Suhu

Ruangan

Tidak

Sesuai

60.0 Kelembaban

Sesuai

8 52.0 Kelelahan

Ringan 65.5

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

79.09

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Siang 29.7

Suhu

Ruangan

Tidak

Sesuai

60.0 Kelembaban

Sesuai

9 46.0 Kelelahan

Ringan 77.5

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

79.0

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Siang 29.9

Suhu

Ruangan

Tidak

Sesuai

54.0 Kelembaban

Sesuai

10 40.0 Kelelahan

Ringan 59.0

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

80.43

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Siang 28.9

Suhu

Ruangan

Tidak

Sesuai

57.9 Kelembaban

Sesuai

11 46.0 Kelelahan

Ringan 86.3

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

86.3

Kebisingan

Melebihi

NAB

Shift

Siang 28.0

Suhu

Ruangan

Sesuai

67.3

Kelembaban

Tidak

Sesuai

12 50.0 Kelelahan

Ringan 55.9

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

79.7

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Siang 27.6

Suhu

Ruangan

Sesuai

56.0 Kelembaban

Sesuai

13 53.0 Kelelahan 51.4 Pencahayaan 86.0 Kebisingan Shift 28.7 Suhu 64.8 Kelembaban

Page 186: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

166

No

.

Kelelahan

Kerja

Kategori

Kelelahan

Kerja

Pencahayaan Kategori

Pencahayaan Kebisingan

Kategori

Kebisingan

Shift

Kerja Suhu

Kategori

Suhu Kelembaban

Kategori

Kelembaban

Ringan Tidak

Terpenuhi

Melebihi

NAB

Siang Ruangan

Tidak

Sesuai

Tidak

Sesuai

14 45.0 Kelelahan

Ringan 53.2

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

80.3

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Siang 24.2

Suhu

Ruangan

Sesuai

72.0

Kelembaban

Tidak

Sesuai

15 66.0 Kelelahan

Berat 52.5

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

81.2

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Siang 25.5

Suhu

Ruangan

Sesuai

77.3

Kelembaban

Tidak

Sesuai

16 91.0 Kelelahan

Berat 46.9

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

78.9

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Malam 24.7

Suhu

Ruangan

Sesuai

68.5

Kelembaban

Tidak

Sesuai

17 59.0 Kelelahan

Ringan 63.3

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

79.2

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Malam 24.9

Suhu

Ruangan

Sesuai

71.2

Kelembaban

Tidak

Sesuai

18 66.0 Kelelahan

Berat 51.6

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

78.7

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Malam 25.3

Suhu

Ruangan

Sesuai

72.0

Kelembaban

Tidak

Sesuai

19 57.0 Kelelahan

Ringan 56.0

Pencahayaan

Tidak 80.3

Kebisingan

Tidak

Shift

Malam 25.3

Suhu

Ruangan 71.7

Kelembaban

Tidak

Page 187: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

167

No

.

Kelelahan

Kerja

Kategori

Kelelahan

Kerja

Pencahayaan Kategori

Pencahayaan Kebisingan

Kategori

Kebisingan

Shift

Kerja Suhu

Kategori

Suhu Kelembaban

Kategori

Kelembaban

Terpenuhi Melebihi

NAB

Sesuai Sesuai

20 65.0 Kelelahan

Berat 63.0

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

75.3

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Malam 25.4

Suhu

Ruangan

Sesuai

65.8

Kelembaban

Tidak

Sesuai

21 63.0 Kelelahan

Berat 83.9

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

77.1

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Malam 22.3

Suhu

Ruangan

Sesuai

68.3

Kelembaban

Tidak

Sesuai

22 81.0 Kelelahan

Berat 66.9

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

78.3

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Malam 22.7

Suhu

Ruangan

Sesuai

60.0 Kelembaban

Sesuai

23 80.0 Kelelahan

Berat 193.2

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

79.1

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Pagi 28.6

Suhu

Ruangan

Tidak

Sesuai

59.5 Kelembaban

Sesuai

24 88.0 Kelelahan

Berat 348.9

Pencahayaan

Terpenuhi 88.7

Kebisingan

Melebihi

NAB

Shift

Pagi 26.1

Suhu

Ruangan

Sesuai

67.9

Kelembaban

Tidak

Sesuai

25 70.0 Kelelahan

Berat 87.8

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

79.8

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Pagi 25.6

Suhu

Ruangan

Sesuai

66.1

Kelembaban

Tidak

Sesuai

Page 188: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

168

No

.

Kelelahan

Kerja

Kategori

Kelelahan

Kerja

Pencahayaan Kategori

Pencahayaan Kebisingan

Kategori

Kebisingan

Shift

Kerja Suhu

Kategori

Suhu Kelembaban

Kategori

Kelembaban

26 69.0 Kelelahan

Berat 60.6

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

85.5

Kebisingan

Melebihi

NAB

Shift

Pagi 24.9

Suhu

Ruangan

Sesuai

73.9

Kelembaban

Tidak

Sesuai

27 67.0 Kelelahan

Berat 56.8

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

76.9

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Siang 25.1

Suhu

Ruangan

Sesuai

70.1

Kelembaban

Tidak

Sesuai

28 70.0 Kelelahan

Berat 329.2

Pencahayaan

Terpenuhi 77.7

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Siang 24.7

Suhu

Ruangan

Sesuai

59.9 Kelembaban

Sesuai

29 73.0 Kelelahan

Berat 40.4

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

85.8

Kebisingan

Melebihi

NAB

Shift

Siang 23.9

Suhu

Ruangan

Sesuai

67.5

Kelembaban

Tidak

Sesuai

30 79.0 Kelelahan

Berat 60.0

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

79.7

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Siang 22.7

Suhu

Ruangan

Sesuai

73.1

Kelembaban

Tidak

Sesuai

31 84.0 Kelelahan

Berat 56.5

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

85.7

Kebisingan

Melebihi

NAB

Shift

Siang 22.6

Suhu

Ruangan

Sesuai

66.9

Kelembaban

Tidak

Sesuai

32 92.0 Kelelahan

Berat 64.0

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

86.6

Kebisingan

Melebihi

NAB

Shift

Siang 24.5

Suhu

Ruangan

Sesuai

79.2

Kelembaban

Tidak

Sesuai

33 63.0 Kelelahan 63.2 Pencahayaan 80.9 Kebisingan Shift 20.9 Suhu 69.4 Kelembaban

Page 189: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

169

No

.

Kelelahan

Kerja

Kategori

Kelelahan

Kerja

Pencahayaan Kategori

Pencahayaan Kebisingan

Kategori

Kebisingan

Shift

Kerja Suhu

Kategori

Suhu Kelembaban

Kategori

Kelembaban

Berat Tidak

Terpenuhi

Tidak

Melebihi

NAB

Malam Ruangan

Sesuai

Tidak

Sesuai

34 64.0 Kelelahan

Berat 51.5

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

82.4

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Malam 22.4

Suhu

Ruangan

Sesuai

70.7

Kelembaban

Tidak

Sesuai

35 72.0 Kelelahan

Berat 345.6

Pencahayaan

Terpenuhi 78.7

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Pagi 28.7

Suhu

Ruangan

Tidak

Sesuai

59.2 Kelembaban

Sesuai

36 94.0 Kelelahan

Berat 301.1

Pencahayaan

Terpenuhi 87.3

Kebisingan

Melebihi

NAB

Shift

Pagi 29.5

Suhu

Ruangan

Tidak

Sesuai

60.0 Kelembaban

Sesuai

37 73.0 Kelelahan

Berat 328.6

Pencahayaan

Terpenuhi 80.9

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Pagi 30.1

Suhu

Ruangan

Tidak

Sesuai

51.1 Kelembaban

Sesuai

38 81.0 Kelelahan

Berat 51.1

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

85.3

Kebisingan

Melebihi

NAB

Shift

Malam 22.5

Suhu

Ruangan

Sesuai

67.7

Kelembaban

Tidak

Sesuai

39 80.0 Kelelahan

Berat 52.4

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

81.4

Kebisingan

Tidak

Melebihi

Shift

Malam 22.7

Suhu

Ruangan

Sesuai

73.0

Kelembaban

Tidak

Sesuai

Page 190: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

170

No

.

Kelelahan

Kerja

Kategori

Kelelahan

Kerja

Pencahayaan Kategori

Pencahayaan Kebisingan

Kategori

Kebisingan

Shift

Kerja Suhu

Kategori

Suhu Kelembaban

Kategori

Kelembaban

NAB

40 72.0 Kelelahan

Berat 48.1

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

82.2

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Malam 23.0

Suhu

Ruangan

Sesuai

77.8

Kelembaban

Tidak

Sesuai

41 85.0 Kelelahan

Berat 39.4

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

78.5

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Malam 24.7

Suhu

Ruangan

Sesuai

78.5

Kelembaban

Tidak

Sesuai

42 72.0 Kelelahan

Berat 55.8

Pencahayaan

Tidak

Terpenuhi

79.1

Kebisingan

Tidak

Melebihi

NAB

Shift

Malam 22.9

Suhu

Ruangan

Sesuai

64.7

Kelembaban

Tidak

Sesuai

Page 191: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

171

LAMPIRAN 4 HASIL OUTPUT ANALISIS DATA

1. DISTRIBUSI KELELAHAN KERJA

Frequency Table

KatkelelahanKerja2

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid Kelelahan Berat 28 66.7 66.7 66.7

Kelelahan

Ringan 14 33.3 33.3 100.0

Total 42 100.0 100.0

2. DISTRIBUSI KEBISINGAN, PENCAHAYAAN, SUHU RUANGAN,

KELEMBABAN UDARA DAN SHIFT KERJA

Frequencies

Statistiks

Kebisingan Pencahayaan SuhuRuangan Kelembaban

N Valid 42 42 42 42

Missing 0 0 0 0

Mean 81.4457 139.0786 26.0357 65.4286

Std. Error of Mean .53785 18.97575 .43019 1.16071

Median 80.3000 63.2500 25.3500 66.8500

Std. Deviation 3.48568 122.97688 2.78794 7.52224

Minimum 75.30 39.40 20.90 51.10

Maximum 88.70 363.30 30.60 79.20

KatPencahayaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Pencahayaan Tidak

Terpenuhi 30 71.4 71.4 71.4

Pencahayaan Terpenuhi 12 28.6 28.6 100.0

Total 42 100.0 100.0

Page 192: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

172

KatSuhuRuangan2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Suhu Ruangan Tidak Sesuai 14 33.3 33.3 33.3

Suhu Ruangan Sesuai 28 66.7 66.7 100.0

Total 42 100.0 100.0

KatKelembaban

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Kelembaban Tidak Sesuai 26 61.9 61.9 61.9

Kelembaban Sesuai 16 38.1 38.1 100.0

Total 42 100.0 100.0

Shift

Frequency

P

ercent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Shift Pagi 14 33.3 33.3 33.3

Shift Siang 14 33.3 33.3 66.7

Shift Malam 14 33.3 33.3 100.0

Total 42 100.0 100.0

3. UJI NORMALITAS DATA VARIABEL NUMERIK (KEBISINGAN)

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kebisingan 42 100.0% 0 .0% 42 100.0%

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistik df Sig. Statistik df Sig.

Kebisingan .162 42 .007 .908 42 .002

a. Lilliefors Significance Correction

Page 193: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

173

4. HUBUNGAN KELELAHAN DENGAN KEBISINGAN

Mann-Whitney Test

Ranks

KatkelelahanKerj

a2 N Mean Rank Sum of Ranks

Kebisingan Kelelahan Berat 28 19.71 552.00

Kelelahan

Ringan 14 25.07 351.00

Total 42

Test Statistiks

Kebisingan

Mann-Whitney U 146.000

Wilcoxon W 552.000

Z -1.334

Asymp. Sig. (2-tailed) .182

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .189

a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable:

KatkelelahanKerja2

5. HUBUNGAN KELELAHAN DENGAN PENCAHAYAAN

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

KatPencahayaan *

KatkelelahanKerja2 42 100.0% 0 .0% 42 100.0%

Page 194: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

174

KatPencahayaan * KatkelelahanKerja2 Crosstabulation

KatkelelahanKerja2

Total Kelelahan Berat Kelelahan Ringan

KatPencahayaan Pencahayaan Tidak

Terpenuhi

Count 21 9 30

% within KatPencahayaan 70.0% 30.0% 100.0%

Pencahayaan Terpenuhi Count 7 5 12

% within KatPencahayaan 58.3% 41.7% 100.0%

Total Count 28 14 42

% within KatPencahayaan 66.7% 33.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .525a 1 .469

Continuity Correctionb .131 1 .717

Likelihood Ratio .515 1 .473

Fisher's Exact Test .491 .353

Linear-by-Linear Association .512 1 .474

N of Valid Casesb 42

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.00.

b. Computed only for a 2x2 table

6. HUBUNGAN KELELAHAN DENGAN SUHU RUANGAN

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

KatSuhuRuangan2 *

KatkelelahanKerja2 42 100.0% 0 .0% 42 100.0%

Page 195: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

175

KatSuhuRuangan2 * KatkelelahanKerja2 Crosstabulation

KatkelelahanKerja2

Total Kelelahan Berat Kelelahan Ringan

KatSuhuRuangan2 Suhu Ruangan Tidak Sesuai Count 6 8 14

% within KatSuhuRuangan2 42.9% 57.1% 100.0%

Suhu Ruangan Sesuai Count 22 6 28

% within KatSuhuRuangan2 78.6% 21.4% 100.0%

Total Count 28 14 42

% within KatSuhuRuangan2 66.7% 33.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 5.357a 1 .021

Continuity Correctionb 3.871 1 .049

Likelihood Ratio 5.249 1 .022

Fisher's Exact Test .036 .026

Linear-by-Linear Association 5.230 1 .022

N of Valid Casesb 42

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.67.

b. Computed only for a 2x2 table

7. HUBUNGAN KELELAHAN DENGAN KELEMBABAN

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

KatKelembaban *

KatkelelahanKerja2 42 100.0% 0 .0% 42 100.0%

Page 196: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

176

8. HUBUNGAN KELELAHAN DENGAN SHIFT

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Shift * KatkelelahanKerja2 42 100.0% 0 .0% 42 100.0%

KatKelembaban * KatkelelahanKerja2 Crosstabulation

KatkelelahanKerja2

Total Kelelahan Berat Kelelahan Ringan

KatKelembaban Kelembaban Tidak Sesuai Count 20 6 26

% within KatKelembaban 76.9% 23.1% 100.0%

Kelembaban Sesuai Count 8 8 16

% within KatKelembaban 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 28 14 42

% within KatKelembaban 66.7% 33.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 3.231a 1 .072

Continuity Correctionb 2.133 1 .144

Likelihood Ratio 3.196 1 .074

Fisher's Exact Test .098 .073

Linear-by-Linear Association 3.154 1 .076

N of Valid Casesb 42

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.33.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 197: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

177

Shift * KatkelelahanKerja2 Crosstabulation

KatkelelahanKerja2

Total Kelelahan Berat Kelelahan Ringan

Shift Shift Pagi Count 9 5 14

% within Shift 64.3% 35.7% 100.0%

Shift Siang Count 7 7 14

% within Shift 50.0% 50.0% 100.0%

Shift Malam Count 12 2 14

% within Shift 85.7% 14.3% 100.0%

Total Count 28 14 42

% within Shift 66.7% 33.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 4.071a 2 .131

Likelihood Ratio 4.327 2 .115

Linear-by-Linear Association 1.412 1 .235

N of Valid Cases 42

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected

count is 4.67.

Page 198: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

178

LAMPIRAN 5 SURAT-SURAT PENELITIAN

LAMPIRAN 6 DOKUMENTASI

Pengukuran iklim kerja dengan WBGT Pengukuran Kebisingan dengan SLM

Pengukuran Suhu dan Kelembaban Pengukuran Pencahayaan

dengan Thermohygrometer dengan Lux Meter

Page 199: HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA FISIK DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34324/1/OFIN ANDINA... · hubungan lingkungan kerja fisik dengan kelelahan kerja pada

179

Keadaan saat tidak padat kendaraan yang melintas

Keadaan saat padat kendaraan yang melintas