beban kerja fisik vs beban kerja mental

45
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari. Adanya masa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh berat tubuh, memungkinkan manusia untuk dapat menggerakkan tubuh dan melakukan pekerjaan. Pekerjaan di satu pihak memiliki arti penting bagi kemajuan dan peningkatan prestasi, sehingga dapat mencapai kehidupan yang produktif sebagai salah satu tujuan hidup. Di pihak lain dengan bekerja berarti tubuh akan menerima beban dari luar tubuhnya. Dengan kata lain bahwa tiap pekerja merupakan beban bagi yang bersangkutan beban tersebut dapat berupa beban fisik maupun beban mental. Dari sudut pandang ergonomi setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Menurut Suma’mur (1984) bahwa kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu dengan yang lainnya dan sangat tergantung dari tingkat ketrampilan, kesegaran jasmani, keadaan Linda Vitriany R0012054 1

Upload: linda-livia-agzhata

Post on 26-Oct-2015

1.415 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan

sehari-hari. Adanya masa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh berat

tubuh, memungkinkan manusia untuk dapat menggerakkan tubuh dan

melakukan pekerjaan. Pekerjaan di satu pihak memiliki arti penting bagi

kemajuan dan peningkatan prestasi, sehingga dapat mencapai kehidupan yang

produktif sebagai salah satu tujuan hidup. Di pihak lain dengan bekerja

berarti tubuh akan menerima beban dari luar tubuhnya. Dengan kata lain

bahwa tiap pekerja merupakan beban bagi yang bersangkutan beban tersebut

dapat berupa beban fisik maupun beban mental.

Dari sudut pandang ergonomi setiap beban kerja yang diterima oleh

seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik,

kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban

tersebut. Menurut Suma’mur (1984) bahwa kemampuan kerja seorang tenaga

kerja berbeda dari satu dengan yang lainnya dan sangat tergantung dari

tingkat ketrampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia, dan

ukuran tubuh dari pekerja yang bersangkutan.

Upaya perusahaan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

menyebabkan perubahan beban kerja yang berdampak terhadap produktivitas

tenaga kerja yang ada (Juniarto, 2011). Perubahan dapat diartikan dari bentuk

lama menjadi bentuk baru, atau dari konsep yang kaku menjadi konsep yang

dinamis, dengan tujuan untuk menghasilkan keluaran (output) yang lebih baik

dari sebelumnya (Edison, 2009:85). Jika perubahan itu mengarah menjadi

lebih baik maka akan berdampak pada produktifitas tenaga kerja sehingga

kesejahteraan dan kemakmuran pekerja dapat dicapai. Namun apabila beban

kerja tersebut tidak mengalami perubahan atau bahkan mengalami

keterpurukan akan berakibat pada kelelahan atau bahkan stress akibat kerja.

Linda Vitriany R0012054 1

Page 2: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

Saat bekerja pastinya kita menggunakan otot kita untuk melakukan

pekerjaan tersebut dan menggunakan otak kita untuk memerintahkan kerja

anggota gerak kita sehingga terjadilah relasi yang baik antara kerja otot

dengan kerja otak kita, kerja otot akan menghasilkan output berupa beban

kerja fisik sedangkan kerja otak akan menghasilkan output berupa beban

kerja mental. Dalam makalah ini akan dibahas lebih mendetail lagi mengenai

beban kerja fisik vs beban kerja mental.

B. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan beban kerja ?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi beban kerja ?

3. Jelaskan mengenai beban kerja fisik dan beban kerja mental !

4. Metode apa saja yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran

beban kerja fisik dan beban kerja mental ?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian tentang beban kerja serta kasus-kasus yang

berhubungan dengan beban kerja

2. Dapat menyebutkan serta menjelaskan faktor-faktor yang

mempengaruhi beban kerja

3. Mampu menjelaskan mengenai beban kerja fisik dan beban kerja

mental

4. Mengetahui metode yang dapat digunakan untuk melakukan

pengukuran beban kerja fisik dan beban kerja mental

Linda Vitriany R0012054 2

Page 3: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Beban Kerja

Menurut Permendagri No. 12/2008, beban kerja adalah besaran pekerjaan

yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil

kali antara volume kerja dan norma waktu (Utomo, 2008). Menpan

(dalam, Dhania 2010:2) mendefinisikan beban kerja sebagai sekumpulan atau

sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau

pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan Philips

(2000:315) mendefinisikan beban kerja sebagai reaksi tubuh manusia ketika

melakukan pekerjaan eksternal. Meshkati (dalam Widyanti dkk, 2010:1)

mendefinisikan beban kerja (wokload) sebagai perbedaan antara kemampuan

pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi. Mengingat kerja

manusia bersifat mental dan fisik, maka masing-masing mempunyai tingkat

pembebanan yang berbeda-beda. Jika kemampuan pekerja lebih tinggi

daripada tuntutan pekerjaan, akan muncul perasaan bosan dan overstress.

Namun sebaliknya, jika kemampuan pekerja lebih rendah daripada tuntutan

pekerjaan, maka akan muncul kelelahan yang lebih atau understress.

Pendapat lain datang dari Hart & Staveland (1988) menyatakan bahwa beban

kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas,

lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja, keterampilan,

perilaku dan persepsi dari pekerja.

Pengukuran beban kerja diartikan sebagai suatu teknik untuk mendapatkan

informasi tentang efisiensi dan efektivitas kerja suatu unit organisasi, atau

pemegang jabatan yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan

teknik analisis jabatan, teknik analisis beban kerja atau teknik manajemen

lainnya. Lebih lanjut dikemukakan pula, bahwa pengukuran beban kerja

merupakan salah satu teknik manajemen untuk mendapatkan informasi

jabatan, melalui proses penelitian dan pengkajian yang dilakukan secara

Linda Vitriany R0012054 3

Page 4: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

analisis agar dapat digunakan sebagai alas untuk menyempurnakan aparatur

baik di bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia

(Menpan, 1997, dalam. Utomo, 2008).

Banyak definisi dari beban kerja namun pada intinya beban kerja itu

muncul dari interaksi antara tuntutan dari dalam tubuh untuk memenuhi

permintaan dari lingkungan luar tubuh. Oleh karena itu perlu diupayakan

tingkat intensitas pembebanan yang optimum diantara kedua batas yang

ekstrim tadi dan tentunya berbeda antara individu satu dengan individu yang

lainnya. Pekerjaan seperti operator yang bertugas memantau panel kontrol

pada suatu ruangan otomatisasi, termasuk pekerjaan yang mempunyai kadar

intensitas pembebanan fisik yang rendah, dengan intensitas pembebanan

mental yang tinggi. Sebaliknya pada pekerjaan angkat angkut secara manual

membutuhkan intensitas pembebanan fisik yang tinggi dengan intensitas

pembebanan mental yang rendah. Bagaimanapun juga bukanlah hal yang

bijaksana jika hanya mempertimbangkan beban kerja dari satu aspek saja,

selama faktor yang lain mempunyai inter-relasi pada cara-cara yang komplek.

Pada umumnya tingkat intensitas pembebanan kerja optimum akan dapat

dicapai, apabila tidak ada tekanan dan ketegangan yang berlebihan baik

secara fisik maupun mental. Yang dimaksud tekanan disini adalah yang

berkenaan dengan beberapa aspek dari aktivitas manusia, tugas-tugas,

organisasi, dan dari lingkungannya yang terjadi akibat adanya reaksi individu

pekerja karena tidak mendapatkan keinginan yang sesuai. Sedangkan

ketegangan adalah konsekuensi logis yang harus diterima oleh individu yang

bersangkutan sebagai akibat dari tekanan yang diterima.

B. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Beban Kerja

Beban kerja tidak muncul dengan sendirinya namun dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Menurut Rodahl (1989), adiputra (1998), dan Manuaba

(2000) bahwa secara umum hubungan antara beban kerja dan kapasitas kerja

dipengaruhi oleh beberapa faktor :

1) Faktor eksternal

Linda Vitriany R0012054 4

Page 5: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

beban kerja oleh karena faktor eksternal adalah beban kerja yang

berasal dari luar tubuh pekerja. Yang termasuk beban kerja faktor

eksternal adalah tugas (task), organisasi dan lingkungan kerja. Ketiga

aspek ini disebut stresor.

a. Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti stasiun

kerja, tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi

kerja, sikap kerja, cara angkat-angkut, beban yang diangkat-

diangkut, alat bantu kerja, alur kerja, sarana informasi termasuk

displai dan control. Sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental

seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan,

pelatihan atau pendidikan yang diperoleh, tanggung jawab

pekerjaan.

b. Organisasi kerja seperti masa waktu kerja, waktu istirahat,

kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur

organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.

c. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik (suhu, udara

ambien, kelembaban udara, cepat rambat udara, suhu radiasi,

intensitas penerangan, kebisingan, tekanan udara, dan vibrasi

mekanis), lingkungan kimiawi (debu, gas buang, uap logam,

fume dalam udara), lingkungan kerja biologis (bakteri, virus,

parasit, jamur, serangga), dan lingkungan kerja psikologis yang

berkaitan dengan kejiwaan tenaga kerja seperti relasi antar

sesama pekerja atau dengan atasan, penempatan kerja, atau

interaksi antara pekerja dengan lingkungan sosialnya.

2) Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat dari

reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut strain, berat

ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif.

Penilaian secara objektif yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis,

penilaian objektif ini tidak dapat dibuat-buat atau direkayasa sebab

penilaian ini diukur dari keadaan fisiologis pekerja seperti denyut nadi

Linda Vitriany R0012054 5

Page 6: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

sedangkan penilaian secara subjektif dapat dilakukan melalui

perubahan reaksi psikologis dan perubahan perilaku. Faktor internal

meliputi faktor somatis (Jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status

gizi, kondisi kesehatan), faktor psikis (motivasi, persepsi,

kepercayaan. keinginan dan kepuasan).

Selanjutnya Hart & Staveland (1988) menjelaskan bahwa 3 faktor utama

yang menentukan beban kerja adalah tuntutan tugas (task demand) contohnya

seorang pekerja baru dengan pekerja yang sudah memiliki keahlian secara

jelas akan memiliki tingkat perbedaan pengalaman terhadap beban kerja pada

saat melakukan pekerjaan yang sama. Pengembangan ketrampilan akan

menghasilkan baik dari segi nilai ekonomi mapun otomatisasi ‘motor

program’ sehingga tidak memerlukan upaya yang berlebihan atau tidak

menjadikan beban tambahan. Kedua usaha atau tenaga (effort), dalam suasana

peningkatan tuntutan tugas secara otomatis akan mengalami penurunan

tenaga. Dan yang terakhir yaitu perfomansi, pengukuran perfomansi ini dapat

dilakukan dengan pengumpulan data matrik beban kerja setiap individunya.

C. Dampak Beban Kerja

Beban kerja yang terlalu berlebihan menimbulkan kelelahan baik fisik

maupun mental dan reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan

pencernaan, dan mudah marah. Sedangkan beban kerja yang terlalu sedikit

dimana pekerjaan yang terjadi karena pengurangan gerak akan menimbulkan

kebosanan dan rasa monoton yang disebut dengan kelelahan psikis

(boredom), yaitu suatu keadaan yang kompleks yang ditandai oleh

menurunnya penggiatan pusat syaraf yang disertai dengan munculnya

perasaan-perasaan kelelahan, keletihan, kelesuan dan berkurangnya

kewaspadaan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau

pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada

pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja (Manuaba, 2000,

dalam Prihatini, 2007).

Linda Vitriany R0012054 6

Page 7: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

BAB III

PEMBAHASAN

A. Beban Kerja Fisik

Beban kerja fisik didefinisikan sebagai reaksi manusia untuk

pekerjaan fisik eksternal artinya beban kerja fisik memerlukan energi fisik

dari otot manusia yang akan berfungsi sebagai sumber tenaga. Beban kerja

fisik tergolong kedalam beban kerja eksternal yaitu beban kerja yang

berasal dari pekerjaan yang sedang dilakukan (Arianti & Dewantari,

2011:103). Ketika pekerjaan eksternal adalah kerja fisik, reaksi tubuh yang

terdiri dari penyesuaian fisiologis dan adaptasi diperlukan. Fisiologi secara

umum mempelajari bagaimana fisik manusia dapat menjalankan fungsinya

dengan baik (Purwaningsih, 2007:8).

Kerja fisik disebut juga manual operation dimana perfomansi kerja

sepenuhnya akan tergantung pada upaya manusia yang berperan sebagai

sumber tenaga maupun pengendali kerja. Di samping itu kerja fisik dapat

dikonotasikan dengan kerja berat, kerja otot, atau kerja kasar, karena

aktivitas kerja fisik tersebut memerlukan usaha fisik manusia yang kuat

selama periode kerja berlangsung. Selama kerja fisik berlangsung, maka

konsumsi energi merupakan faktor utama yang dijadikan tolok ukur

penentu berat/ringannya suatu pekerjaan.

Secara garis besar, kegiatan-kegiatan manusia dapat digolongkan

menjadi kerja fisik dan kerja mental. Pemisahan ini tidak dapat dilakukan

secara sempurna, karena terdapatnya hubungan yang erat antar satu dengan

lainnya. Kerja fisik akan mengakibatkan perubahan fungsi pada alat-alat

tubuh, yang dapat dideteksi melalui :

1. Konsumsi oksigen

2. Denyut jantung

3. Peredaran udara dalam paru-paru

4. Temperatur tubuh khususnya suhu rektal

Linda Vitriany R0012054 7

Page 8: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

5. Konsentrasi asam laktat dalam darah

6. Komposisi kimia dalam darah dan jumlah air seni

7. Tingkat penguapan melalui keringat

Kerja fisik akan mengeluarkan energi yang berhubungan erat

dengan konsumsi energi. Menurut Astrand dan Rodahl (1977) bahwa

penilaian kerja fisik dapat dilakukan dengan metode secara objektif, yaitu

metode penilaian langsung dan tidak langsung. Metode pengukuran

langsung yaitu dengan mengukur energi yang dikeluarkan (energy

expenditure) melalui asupan oksigen selama bekerja. Meskipun metode

dengan menggunakan asupan oksigen lebih akurat, namun hanya dapat

mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang

cukup mahal. Sedangkan untuk metode tidak langsung adalah dengan

menghitung kecepatan denyut jantung. Dapat diilustrasikan pada gambar

berikut hubungan antara kecepatan denyut jantung dengan aktivitas fungsi

faal manusia.

Tingkat intensitas beban kerja fisik yang terlampau tinggi

memungkinkan pemakaian energi yang berlebihan (Simanjuntak,

2010:80). Pemakaian energi yang berlebihan harus diimbangi dengan

penggunaan waktu untuk beristirahat, waktu istirahat dapat dikatakan

sebagai kompensasi dari pekerjaan fisik yang telah dilakukan. Dalam suatu

keadaan tertentu, karyawan tidak mempunyai waktu istirahat yang cukup

sehingga karyawan mengalami kelelahaan yang kronis (Master Modul

APK2 Universitas Gunadarma, 2005:4). beban kerja fisik dapat dilihat dari

Linda Vitriany R0012054 8

Page 9: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

2 sisi, yakni sisi fisiologis dan biomekanika. Sisi fisiologis melihat

kapasitas kerja manusia dari sisi fisiologi tubuh (faal tubuh), meliputi

denyut jantung, pernapasan, dll. Sedangkan biomekanika lebih melihat

kepada aspek terkait proses mekanik yang terjadi pada tubuh, seperti

kekuatan otot, dan sebagainya.

Pengukuran Kerja Dengan Metode Fisiologi

Pada kerja fisik ini manusia akan menghasilkan perubahan dalam

konsumsi oksigen, heart rate, temperatur tubuh dan perubahan senyawa

kimia dalam tubuh. Kerja fisik ini dikelompokkan oleh Davis dan Miller

menjadi tiga kelompok besar, sebagai berikut :

a. Kerja total seluruh tubuh, yang mempergunakan sebagian besar

otot biasanya melibatkan dua pertiga atau tiga perempat otot tubuh.

b. Kerja sebagian otot, yang membutuhkan lebih sedikit energy

expenditure karena otot yang digunakan lebih sedikit.

c. Kerja otot statis, otot yang digunakan untuk menghasilkan gaya

konstrasi otot (Master Modul APK2 Universitas Gunadarma,

2005:1-2).

Tiffin mengemukakan kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui

pengaruh pekerjaan terhadap manusia dalam suatu sistem kerja, yaitu :

a. Kriteria Faali meliputi kecepatan denyut jantung, konsumsi

Oksigen, Tekanan darah, Tingkat penguapan, Temperatur tubuh,

komposisi kimiawi dalam darah dan air seni. Kriteria ini digunakan

untuk mengetahui perubahan fungsi alat-alat tubuh.

b. Kriteria Kejiwaan meliputi pengujian tingkat kejiwaan pekerja,

seperti tingkat kejenuhan, emosi, motivasi, sikap dan lain-lain.

Kriteria kejiwaan digunakan untuk mengetahui perubahan kejiwaan

yang timbul selama bekerja.

c. Kriteria Hasil Kerja meliputi hasil kerja yang diperoleh dari

pekerja. Kriteria ini digunakan untuk mengetahui pengaruh seluruh

Linda Vitriany R0012054 9

Page 10: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

kondisi kerja dengan melihat hasil kerja yang diperoleh dari

pekerja tersebut.

Lebih lanjut Christensen (1991) dan Grandjean (1993) menjelaskan

bahwa salah satu pendekatan untuk mengetahui berat ringannya beban

kerja adalah dengan menghitung nadi kerja, konsumsi oksigen, kapasitas

ventilasi paru-paru dan suhu inti tubuh. Kemudian Christensen (1991)

menambahkan kategori berat ringannya beban kerja didasarkan pada

metabolisme, respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung. Berikut akan

dijabarkan beberapa pendekatan tersebut.

1. Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Metabolisme

Laju metabolisme dapat dihitung menggunakan rumus 3 komponen

utama yaitu metabolisme basal, metabolisme aktivitas dan metabolisme

pencernaan dengan rumus sebagai berikut :

a. Laju Metabolisme Basal. Digunakan untuk mempertahankan suhu

tubuh, fungsi-fungsi tubuh, dan peredaran darah. Dapat dihitung

dengan rumus :

Dimana Metabolisme berdasakan jenis kelamin (1,28 W/kg berat

badan untuk laki-laki dan 1,16 W/kg berat badan untuk wanita).

b. Laju Metabolisme Aktivitas. Digunakan untuk aktivitas atau

melakukan pekerjaan sehari-hari yang memerlukan energi yang

dibutuhkan tubuh. Mulai dari kebutuhan kalori terendah yaitu tidur

sampai yang paling tinggi 15,80 Kilo kalori/jam/kg Berat badan

yaitu jalan naik tangga.

c. Laju Metabolisme Pencernaan. Dengan rumus :

2. Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Jumlah Kebutuhan Kalori

Linda Vitriany R0012054 10

Metabolisme Total = M. Basal + M. Activity + M. Pencernaan

Metabolisme Basal (W) = M. Jenis Kelamin + Berat Badan

Metabolisme Pencernaan = 0,1 ( M. Basal + M. Aktivitas )

Page 11: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

Semakin berat pekerjaan yang dilakukan maka akan semakin besar

pula energi yang dikeluarkan. Berdasarkan hal tersebut maka besarnya

jumlah kebutuhan kalori dapat digunakan sebagai petunjuk untuk

menentukan berat ringannya beban kerja. Menteri Tenaga Kerja melalui

Keputusan Nomor 51 (1999) menetapkan kategori beban kerja menurut

kebutuhan kalori sebagai berikut :

Beban kerja ringan : 100 - 200 Kilo kalori/jam

Beban kerja sedang : >200 - 350 Kilo kalori/jam

Beban kerja berat : >350 - 500 Kilo kalori/jam

Setiap kebutuhan 1 L oksigen akan memberikan 4,8 kilo kalori

(Suma’mur, 1982). Menurut Grandjean (1993) bahwa kebutuhan kalori

seorang pekerja selama 24 jam ditentukan oleh tiga hal :

1. Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal. Keterangan

kebutuhan seorang laki-laki dewasa memerlukan kalori untuk

metabolisme basal ± 100 kilo joule (23,87 kilo kalori) per 24

jam per kg BB. Sedangkan wanita dewasa memerlukan kalori

untuk metabolisme basal ± 98 kilo joule (23,39 kilo kalori) per

24 jam per kg BB.

2. Kebutuhan kalori untuk kerja. Kebutuhaan kalori untuk kerja

sangat ditentukan oleh jenis aktivitas kerja yang dilakukan atau

berat ringannya pekerjaan.

3. Kebutuhan kalori untuk pencernaan dan aktivitas-aktivitas

lain diluar jam kerja. Rata-rata kebutuhan kalori untuk

aktivitas diluar kerja adalah ± 2400 kilo joule (573 kilo kalori)

untuk laki-laki dewasa dan sebesar 2000 – 2400 kilo joule (425

– 477 kilo kalori) per hari untuk wanita dewasa.

Penentuan kategori beban kerja fisik berdasarkan kebutuhan

oksigen melalui penaksiran kebutuhan kalori belum dapat

menggambarkan beban sebenarnya yang diterima oleh seorang pekerja

sebab masih banyak faktor yang mempengaruhi kebutuhan kalori

Linda Vitriany R0012054 11

Page 12: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

seperti lingkungan tempat kerja, cara dan sikap kerja, stasiun kerja,

jenis pekerjaan, jenis kelamin, usia, dan aktivitas fisik. Pekerja kantor

membutuhkan sekitar 2.500 kalori sehari. Atlet mungkin lebih dari

3.500 kalori. Pasien kencing manis di bawah 2.000 kalori, tergantung

berat badan idealnya.

3. Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Sistem Kardiovaskuler

Pengukuran denyut nadi selama bekerja merupakan suatu metode

untuk menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat

digunakan untuk menghitung denyut nadi adalah telemetri dengan

menggunakan rangsangan ElectroCardio Graph (ECG). Apabila

peralatan tersebut tidak tersedia, maka dapat dicatat secara manual

memakai stopwatch dengan metode 10 denyut (Kilbon, 1992). Dengan

metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut:

Denyut nadi(denyut /menit )= 10 denyutwaktu perhitun gan

×60

Selain metode 10 denyut tersebut, dapat juga dilakukan

perhitungan denyut nadi dengan metode 15 detik atau 30 detik.

Keuntungan dari metode 10 denyut ini adalah mudah, cepat, sangkil,

murah karena tidak memerlukan peralatan yang mahal, hasilnya cukup

reliabel, tidak terlalu mengganggu proses kerja, dan tidak menyakiti

orang yang diperiksa. Kepekaan denyut nadi terhadap perubahan

pembebanan yang diterima tubuh cukup tinggi. Denyut nadi akan

segera berubah seirama dengan perubahan pembebanan, baik yang

berasal dari pembebanan mekanik, fisik maupun kimiawi (Kurniawan,

1995).

Grandjean (1993) juga menjelaskan bahwa konsumsi energi sendiri

tidak cukup untuk mengestimasi beban kerja fisik. Beban kerja fisik

tidak hanya ditentukan oleh jumlah kJ yang dikonsumsi, tetapi juga

ditentukan oleh jumlah otot yang terlibat dan beban statis yang diterima

serta tekanan panas dari lingkungan kerjanya yang dapat meningkatkan

Linda Vitriany R0012054 12

Page 13: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

denyut nadi. Berdasarkan hal tersebut maka denyut nadi lebih mudah

dan dapat untuk menghitung indek beban kerja. Astrand & Rodahl

(1997); Rodahl (1989) menyatakan bahwa denyut nadi mempunyai

hubungan linier yang tinggi dengan asupan oksigen pada waktu kerja.

Dan salah satu cara yang sederhana untuk menghitung denyut nadi

adalah dengan merasakan denyutan pada arteri radialis di pergelangan

tangan.

Denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri

dari beberapa jenis yang didefinisikan oleh Grandjean (1993) :

1. Denyut nadi istirahat adalah rerata denyut nadi sebelum

pekerjaan dimulai.

2. Denyut nadi kerja adalah rerata denyut nadi selama bekerja.

3. Nadi kerja adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan

denyut nadi kerja.

Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting

dalam peningkatan cardiac output dari istirahat sampai kerja

maksimum. Manuaba & Vanwonterghem (1996) menentukan

klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang

dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban

kardiovaskular (cardiovascular load = % CVL ) yang dihitung dengan

rumus sebagai berikut :

%CVL=100× ( Denyut Nadi Kerja−Denyut Nadi Istirahat )Denyut Nadi Maksimum−Denyut Nadi Istirahat

Denyut nadi maksimum = 220 – umur (Astrand and Rodahl,

1977) Dari hasil perhitungan % CVL tersebut kemudian dibandingkan

dengan klasifikasi sebagai berikut

X ≤30 % = tidak terjadi kelelahan

30 < X ≤ 60 % = diperlukan perbaikan

60 < X ≤ 80 % = kerja dalam waktu singkat

Linda Vitriany R0012054 13

Page 14: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

80 < X ≤ 100 % = diperlukan tindakan segera

X > 100 % = tidak diperbolehkan beraktivitas

Kilbon (1992) mengusulkan bahwa cardiovasculair strain dapat

diestimasi dengan menggunakan denyut nadi pemulihan (heart rate

recovery) atau yang dikenal dengan metode ‘Brouha’. Keuntungan dari

metode ini sama sekali tidak mengganggu atau menghentikan

pekerjaan, karena pengukuran dilakukan tepat setelah subjek berhenti

bekerja. Denyut nadi pemulihan (P) dihitung pada akhir 30 detik pada

menit pertama, ke dua, dan ke tiga dikalikan 2 dengan satuan

denyut/menit. P1,2,3 adalah rerata dari ketiga nilai tersebut dan

dihubungkan dengan total cardiac cost dengan ketentuan sebagai

berikut :

1. Jika P1 – P3 10, P1, P2 dan P3 seluruhnya < 90, nadi pemulihan

normal

2. Jika rerata P1 yang tercatat 110, dan P1 – P3 10, maka beban

kerja tidak berlebihan (not excessive)

3. Jika P1 – P3 < 10 dan jika P3 > 90, perlu redesain pekerjaan.

Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolut denyut

nadi pada ketergantungan pekerjaan, tingkat kebugaran, dan pemaparan

panas lingkungan. Redesain pada point 3 diatas dapat berupa variabel

tunggal maupun variabel keseluruhan dari variabel bebas (tugas,

organisasi kerja, dan lingkungan kerja) yang menyebabkan beban kerja

tambahan.

B. Beban Kerja Mental

Selain beban kerja fisik, beban kerja yang bersifat mental harus

pula dinilai. Namun demikian penilaian beban kerja mental tidaklah

semudah menilai beban kerja fisik. Pekerjaan yang bersifat mental sulit

diukur melalui perubahan fungsi faal tubuh. Secara fisiologis, aktivitas

mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang ringan sehingga

kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih rendah. Padahal secara

Linda Vitriany R0012054 14

Page 15: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

moral dan tanggung jawab, aktivitas mental jelas lebih berat dibandingkan

dengan aktivitas fisik, karena lebih melibatkan kerja otak (white-collar)

dari pada kerja otot (Blue-collar).

Definisi beban kerja mental menurut Henry R.Jex (1988) adalah

beban kerja yang merupakan selisih antara tuntutan beban kerja dari suatu

tugas dengan kapasitas maksimum beban mental seseorang dalam kondisi

termotivasi. Beban kerja mental adalah sebuah indikator tentang jumlah

perhatian atau tuntutan mental yang dibutuhkan untuk menyelesaikan

sebuah pekerjaan. (Purwaningsih & Sugianto, 2007:30). Beban kerja

mental seseorang dalam menangani suatu pekerjaan dipengaruhi oleh:

Jenis aktivitas dan situasi kerjanya

Waktu respon dan waktu penyelesaian yang tersedia

Faktor individu seperti tingkat motivasi, keahlian,

kelelahan/kejenuhan

Toleransi performansi yang diizinkan.

Dewasa ini aktivitas mental lebih banyak didominasi oleh pekerja-

pekerja kantor, supervisor dan pimpinan sebagai pengambil keputusan

dengan tanggung jawab yang lebih besar. Menurut Grandjean (1993)

setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan unsur persepsi, interpretasi

dan proses mental dari suatu informasi yang diterima oleh organ sensor

untuk diambil suatu keputusan atau proses mengingat informasi yang

lampau. Yang menjadi masalah pada manusia adalah kemampuan untuk

memanggil kembali atau mengingat informasi yang disimpan. Proses

mengingat kembali ini sebagian besar menjadi masalah bagi orang tua.

Seperti kita tahu bahwa orang tua kebanyakan mengalami penurunan daya

ingat.

Dengan demikian penilaian beban kerja mental lebih tepat

menggunakan penilaian terhadap tingkat ketelitian, kecepatan maupun

konstansi kerja. Sedangkan jenis pekerjaan yang lebih memerlukan

kesiapsiagaan tinggi seperti petugas air traffic controllers di Bandara

Linda Vitriany R0012054 15

Page 16: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

udara adalah sangat berhubungan dengan pekerjaan mental yang

memerlukan konsentrasi tinggi. Semakin lama orang berkonsentrasi maka

akan semakin berkurang tingkat kesiapsiagaannya. Maka uji yang lebih

tepat untuk menilai kesiapsiagaan tinggi adalah tes ‘ waktu reaksi’.

Dimana waktu reaksi sering dapat digunakan sebagai cara untuk menilai

kemampuan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan mental.

Beban kerja yang timbul dari aktivitas mental di lingkungan kerja

antara lain disebabkan oleh :

keharusan untuk tetap dalam kondisi kewaspadaan tinggi dalam

waktu lama

kebutuhan untuk mengambil keputusan yang melibatkan tanggung

jawab besar

menurunnya konsentrasi akibat aktivitas yang monoton

kurangnya kontak dengan orang lain, terutama untuk tempat kerja

yang terisolasi dengan orang lain.

Pengukuran Beban Mental

Beban kerja mental dapat diklasifikasikan atas dasar metode

pengukuran obyektif dan metode pengukuran subyektif. Pengukuran

secara obyektif dapat dilakukan dengan beberapa anggota tubuh antara

lain melalui pengukuran denyut jantung, kedipan mata, dan ketegangan

otot. Sedangkan dalam pengukuran beban kerja mental secara subyektif

didasarkan pada persepsi para pekerja (Simanjuntak, 2010:78).

Pengukuran beban kerja mental secara subjektif merupakan teknik

pengukuran yang paling banyak digunakan karena mempunyai tingkat

validitas yang tinggi dan bersifat langsung dibandingkan dengan

pengukuran lain. Pengukuran beban kerja mental secara subjektif

memiliki tujuan yaitu untuk menentukan skala pengukuran terbaik

berdasarkan perhitungan eksperimental, menentukan perbedaan skala

untuk jenis pekerjaan dan mengidentifikasi faktor beban kerja yang

Linda Vitriany R0012054 16

Page 17: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

berhubungan secara langsung dengan beban kerja mental (Pheasant

S.,1991).

Beban kerja mental berpengaruh terhadap konsentrasi dan

perhatian yang dibutuhkan karyawan untuk mengerjakan suatu tugas.

Dengan kata lain, apabila beban kerja mental rendah maka konsentrasi

dan perhatian yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu tugas akan

minimal jumlahnya. Hal tersebut disebabkan oleh kompleksitas tugas dan

jumlah informasi yang harus diproses rendah, sehingga karyawan dapat

melakukan tugas tersebut dengan baik (Purwaningsih & Sugianto,

2007:30).

Menurut Purwaningsih & Sugianto (2007:30) beban kerja mental

dapat dibagi menjadi 3 level yaitu:

1. Sangat sedikit usaha mental atau konsentrasi secara sadar yang

dibutuhkan. Aktivitas hampir bersifat otomatis dan membutuhkan

sedikit perhatian atau bahkan tidak membutuhkan perhatian sama

sekali.

2. Usaha mental atau konsentrasi sadar dengan jumlah sedang.

Kompleksitas aktivitas adalah sedang, dimana hal ini disebabkan

oleh ketidak tentuan, kesulitan untuk melakukan prediksi atau

kurang familiar. Disini dibutuhkan banyak perhatian.

3. Dibutuhkan banyak usaha mental dan konsentrasi. Aktivitas yang

sangat kompleks membutuhkan perhatian total.

Dalam psikologi kerja dibahas masalah-masalah yang berkaitan

dengan kejiwaan yang dijumpai pada tempat kerja yaitu yang

menyangkut dengan faktor-faktor diri, sedangkan yang termasuk dalam

faktor diri antara lain attitude, jenis kelamin, usia, sifat atau kepribadian,

sistem nilai, karakteristik fisik, motivasi, minat, pendidikan dan

pengalaman. Masalah faktor diri dikaji didalam ergonomi karena pada

setiap orang memiliki faktor diri yang khas oleh karenanya mempunyai

“bawaan” yang khas pula untuk dipergunakan dalam bekerja. Ketidak

cocokan dalam suatu pekerjaan akan dapat menyebabkan timbulnya

Linda Vitriany R0012054 17

Page 18: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

stress atau frustasi, yang pada akhirnya akan menyebabkan rendahnya

produktifitas, dan rendahnya mutu hasil kerja, serta tinggi tingkat

kecelakan kerja.

Secara umum, Meshkati, Hancock, dan Rahimi mengekompokkan

metode pengukuran beban kerja mental menjadi 3 kategori yaitu metode

pengukuran beban kerja mental secara subjektif (Subjective Workload

Measurement), pengukuran secara fisiologis atau biomekanis

(Physiological and Biomechanical method), dan metode pengukuran

berdasarkan perfomansi (perfomance-based).

1. Pengukuran Beban Kerja Mental Secara Objektif atau

Fisiologis/Biomekans

Yaitu suatu pengukuran beban kerja di mana sumber data yang

diolah adalah data-data kuantitatif. Yang termasuk ke dalam

pengukuran beban kerja mental ini diantaranya:

a) Metode pengukuran aktivitas otak dengan menggunakan

signal (Event Related Potential - ERPs) : P300

b) Pengukuran denyut jantung pada aktivitas yang bervariasi

(Heart Rate Variability - HRV)

c) Pengukuran denyut jantung. Pengukuran ini digunakan

untuk mengukur beban kerja dinamis seseorang sebagai

manifestasi gerakan otot. Metode ini biasanya

dikombinasikan dengan perekaman gambar video, untuk

kegiatan motion study.

d) Pengukuran cairan dalam tubuh. Pengukuran ini

digunakan untuk mengetahui kadar asam laktat dan

beberapa indikasi lainnya yang bisa menunjukkan kondisi

dari beban kerja seseorang yang melakukan suatu aktivitas.

e) Pengukuran waktu kedipan mata. Durasi kedipan mata

dapat menunjukkan tingkat beban kerja yang dialami oleh

seseorang. Orang yang mengalami kerja berat dan lelah

biasanya durasi kedipan matanya akan lama, sedangkan

Linda Vitriany R0012054 18

Page 19: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

untuk orang yang bekerja ringan (tidak terbebani mental

maupun psikisnya), durasi kedipan matanya relatif cepat.

f) Pola gerakan bola mata. Umumnya gerakan bola mata

yang berirama akan menimbulkan beban kerja yang optimal

dibandingkan dengan gerakan bola mata yang tidak

beraturan.

g) Pengukuran dengan metode lainnya

Alat ukur Flicker

Alat ini dapat menunjukkan perbedaan performansi

mata manusia, melalui perbedaan nilai flicker dari tiap

individu. Perbedaan nilai flicker ini umumnya sangat

dipengaruhi oleh berat/ringannya pekerjaan, khususnya

yang berhubungan dengan kerja mata.

Ukuran performansi kerja operator. Ukuran-ukuran ini

antara lain adalah:

* Jumlah kesalahan (error)

* Perubahan laju hasil kerja (work rate).

2. Pengukuran Beban Kerja Mental Secara Subjektif

Yaitu pengukuran beban kerja di mana sumber data yang diolah

adalah data yang bersifat kualitatif. Pengukuran ini merupakan

salah satu pendekatan psikologi dengan cara membuat skala

psikometri untuk mengukur beban kerja mental. Cara membuat

skala tersebut dapat dilakukan baik secara langsung (terjadi secara

spontan) maupun tidak langsung (berasal dari respon eksperimen).

Metode pengukuran yang digunakan adalah dengan memilih

faktor-faktor beban kerja mental yang berpengaruh dan

memberikan rating subjektif. Tahapan Pengukuran Beban Kerja

Mental Secara Subjektif :

Menentukan faktor-faktor beban kerja mental pekerjaan

yang diamati.

Linda Vitriany R0012054 19

Page 20: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

Menentukan range dan nilai interval.

Memilih bagian faktor beban kerja yang signifikan untuk

tugas-tugas-tugas yang spesifik.

Menentukan kesalahan subjektif yang diperhitungkan

berpengaruh dalam memperkirakan dan mempelajari beban

kerja.

Tujuan Pengukuran Beban Kerja Mental Secara Subjektif :

Menentukan skala terbaik berdasarkan perhitungan

eksperimental dalam percobaan.

Menentukan perbedaan skala untuk jenis pekerjaan yang

berbeda.

Mengidentifikasi faktor beban kerja mental yang secara

signifikan berhubungan berdasarkan penelitian empiris dan

subjektif dengan menggunakan rating beban kerja sampel

populasi tertentu.

Metode Pengukuran Beban Kerja Mental Secara Subjektif :

NASA-TLX

Dikembangkan oleh NASA Ames Research Center. NASA-

Task Load Index adalah prosedur rating mutidimensional,

yang membagi beban kerja (workload) atas dasar rata-rata

pembebanan 6 subskala yaitu:

a) Mental demands

b) Physical demands

c) Temporal demands

d) Own performance

e) Effort

f) Frustation

Skor akhir beban mental NASA-TLX diperoleh dengan

mengalikan bobot dengan rating setiap dimensi, kemudian

dijumlahkan dan dibagi 15.

Linda Vitriany R0012054 20

interaksi antara subjek dengan pekerjaannya (task).

orang yang dinilai/diukur (object assessment).

Page 21: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

Harper Qoorper Rating (HQR)

Yaitu suatu alat pengukuran beban kerja dalam hal ini untuk

analisis handling quality dari perangkat terbang di dalam

cockpit yang terdiri dari 10 angka rating dengan masing-

masing keterangannya yang berurutan mulai dari kondisi

yang terburuk hingga kondisi yang paling baik, serta

kemungkinan-kemungkinan langkah antisipasinya. Rating ini

dipakai oleh pilot evaluator untuk menilai kualitas kerja dari

perangkat yang diuji di dalam kokpit pesawat terbang.

Task Difficulty Scale

Dikembangkan dan dipakai oleh AIRBUS Co. Perancis untuk

menguji beban kerja statik di dalam rangka program

sertifikasi pesawat-pesawat yang baru dikembangkannya.

Prinsip kerjanya hampir sama dengan prinsip kerja HQR

tetapi lebih menekankan kepada bagaimana cara menilai

tingkat kesulitan dari pengoperasian instrumen-instrumen

kontrol di dalam kokpit.

Metode dengan menggunakan penilaian diri secara instan

(Instantaneous Self Assessment - ISA)

Metode dengan menggunakan skala beban kerja yang

dikembangkan oleh The Defence Research Agency (DRA

Workload Scale - DRAWS)

Metode penilaian terhadap tingkat ketelitian, kecepatan

maupun konstansi kerja dengan “Bourdon Wierma Test ”.

Subjective Workload Assessment Technique (SWAT)

Dikembangkan oleh Harry G. Armstrong, Aerospace Medical

Research Laboratory Wright-Patterson Air Force Base, Ohio,

USA untuk menjawab pertanyaan bagaimana cara mengukur

beban kerja dalam lingkungan yang sebenarnya (real world

environment). 3 tahapan pekerjaan di dalam penggunaan

model SWAT :

Linda Vitriany R0012054 21

Page 22: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

a) Scale Development

Subjek (orang) diminta untuk melakukan pengurutan

kartu sebanyak 27 kartu kombinasi dari urutan beban

kerja terendah sampai beban kerja tertinggi menurut

persepsi masing-masing subjek.

b) Event Scoring

Di sini subjek (orang) ditanyakan SWAT rating-nya

dari masing-masing task, kemudian SWAT rating

tersebut dihitung dengan menggunakan SWAT program

di dalam komputer untuk mengetahui workload score

dari masing-masing kombinasinya.

c) Setiap rating dari ketiga dimensi diubah kedalam skor

nomor antara 0 s/d 100 dengan menggunakan skala

interval yang dikembangkan pada langkah pertama.

Menurut SWAT model, performansi kerja manusia terdiri

dari 3 dimensi ukuran beban kerja yaitu:

a. Time Load (T), terdiri dari tiga kategori rating yaitu :

time load rendah (1), time load menengah (2), dan time

load tinggi (3).

b. Mental Effort Load, yang terdiri dari tiga kategori

rating yaitu: mental effort rendah (1), mental effort

menengah (2), dan mental effort tinggi (3).

c. Psychological Stress Load, yang terdiri dari tiga

kategori rating yaitu : psychological stress rendah (1),

psychological stress menengah (2), dan psychological

stress tinggi (3).

Pengukuran dengan metode swat

Pengukuran beban kerja dengan metode SWAT dapat

digunakan pada:

a. Dunia penerbangan

Linda Vitriany R0012054 22

Page 23: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

b. Sektor industri, seperti pada pabrik-pabrik tekstil,

pabrik-pabrik (perakitan) kendaraan bermotor, dan

pabrik-apbrik (perusahaan) yang memerlukan tingkat

kecermatan yang tinggi

c. Sektor perhubungan, seperti untuk meneliti tingkat

beban kerja bagi para pengemudi bus jarak jauh atau

para masinis kereta api.

Cara Pelaksanaan Pengukuran Metode Swat

1. Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan

pengukuran kepada subjek (orang) yang akan diteliti.

2. Memberikan kartu SWAT sebanyak 27 kartu yang

harus diurutkan oleh subjek menurut urutan kartu yang

menyatakan kombinasi workload yang terendah hingga

tertinggi menurut persepsi ataupun intuisi dari tiap

subjek.

3. Melakukan pencatatan urutan kartu yang dibuat oleh

subjek, kemudian di‘download’ di computer-program

SWAT sehingga didapatkan nilai dari SWAT score

untuk tiap subjek.

4. Berdasarkan nilai-nilai SWAT tersebut, komputer

mengkonversikan performansi kerja dari subjek tersebut

dengan nilai kombinasi dari beban kerjanya (workload),

yang terdiri dari :

Time Load (T) : rendah (1), menengah (2), dan

tinggi (3).

Mental Effort Load (E) : rendah (1), menengah (2),

dan tinggi (3).

Psychological Stress Load (S) : rendah (1),

menengah (2), dan tinggi (3).

Bila nilai konversi dari SWAT scale terhadap SWAT

rating berada < 40, maka performansi kerja subjek

Linda Vitriany R0012054 23

Page 24: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

tersebut berada pada level optimal. Bila SWAT rating-

nya berada antara 40-100, maka beban kerjanya

(workload) tinggi, artinya subjek pada saat itu tidak bisa

diberikan jenis pekerjaan tambahan lain.

5. Meng-assess pekerjaan kepada subjek, kemudian

ditanyakan apakah pekerjaan yang sedang dilakukan

pada saat tersebut beban kerjanya (kombinasi dari Time

Load, Mental Effort, da Stress Load) dikategorikan

sebagai pekerjaan dengan beban kerja rendah (1),

menengah (2), atau tinggi (3) menurut yang

bersangkutan.

6. Ulangi kembali langkah 4 untuk melihat apakah

pekerjaan tersebut termasuk ke dalam kategori beban

kerja rendah atau beban kerja tinggi, sehingga dapat

diantisipasi langkah selanjutnya.

3. Pengukuran Beban Kerja Mental Berdasarkan Perfomansi

(Perfomance-Based Measures), meliputi :

1) Metode pengukuran tugas primer, yang diukur meliputi :

a. Waktu reaksi, waktu antara terjadinya rangsangan atau

stimuli dan respon yang diberikan oleh responden.

b. Akurasi, sering diekspresikan dalam bentuk (%) atau

proporsi kesalahan.

2) Metode pengukuran tugas sekunder, yang diukur

meliputi :

a. Produksi interval. Responden diminta untuk

mengetuk pada rate ketukan tertentu.jika beban kerja

meningkat maka interval antara ketukan akan

meningkat

b. Estimasi waktu. Responden diminta untuk

mengestimasi berapa banyak waktu yang telah berlalu.

Linda Vitriany R0012054 24

Page 25: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Beban kerja merupakan beban yang dialami oleh tenaga kerja

sebagai akibat pekerjaan yang dilakukannya atau interaksi antara job

demand (tuntutan tugas) dan work capacity (kapasitas kerja) dengan gaya

penyeimbang ergonomi, jika suatu saat antara job demand (tuntutan

tugas) dan work capacity (kapasitas kerja) terjadi ketidak seimbangan

maka akan berdampak jika tuntutan tugas yang berlebihan adalah

overstress seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, dan mudah marah,

dan jika tuntutan tugas yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang terjadi

karena pengurangan gerak akan menimbulkan kebosanan dan rasa

monoton (understress).

Apabila keseimbangan tersebut terwujud maka akan meningkatkan

produktifitas dan efisiensi tenaga kerja, beban kerja juga merupakan salah

satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keselamatan dan kesehatan

para pekerja. Dimana beban kerja dipengaruhi oleh faktor eksternal

berupa tugas, organisasi, lingkungan kerja dan faktor internal meliputi

faktor somatik dan faktor psikis, sehingga beban kerja dapat digolongkan

menjadi 2 jenis yaitu beban kerja fisik dan beban kerja mental.

Tabel berikut menjelaskan tentang Beban Kerja Fisik VS Beban

Kerja Mental.

Beban Kerja Fisik Beban Kerja Mental

Beban kerja eksternal Beban kerja internal

Melibatkan kerja otot (Blue-collar)

sebagai sumber tenaga

Melibatkan kerja otak (white-collar)

Mengakibatkan perubahan fungsi

faal tubuh

Mengakibatkan gangguan kejiwaan,

stress, kelelahan, kebosanan.

Dampak berupa kecelakaan kerja, Dampaknya bersifat kronis seperti

Linda Vitriany R0012054 25

Page 26: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

cacat, meninggal dkk yang bersifat

akut.

penyakit akibat kerja.

Kebutuhan kalori menjadi faktor

utama

Kebutuhan kalori rendah

Dipengaruhi : tuntutan tugas,

organisasi kerja, dan lingkungan

kerja.

Dipengaruhi : jenis aktivitas dan

situasi kerjanya, waktu respon dan

waktu penyelesaian yang tersedia,

faktor individu (motivasi, keahlian,

kelelahan/kejenuhan), Toleransi

performansi yang diizinkan.

Penilaian terhadap konsumsi

oksigen, denyut jantung , peredaran

udara dalam paru-paru , temperatur

tubuh khususnya suhu rektal,

konsentrasi asam laktat dalam

darah, komposisi kimia dalam

darah dan jumlah air seni , tingkat

penguapan melalui keringat

Penilaian difokuskan terhadap

tingkat ketelitian, kecepatan

maupun konstansi kerja.

Dilihat dari 2 sisi, yakni sisi

fisiologis (kapasitas kerja manusia

dari sisi faal tubuh, meliputi denyut

jantung, pernapasan) dan

biomekanika (melihat kepada

aspek terkait proses mekanik yang

terjadi pada tubuh, seperti

kekuatan otot, dan sebagainya)

Melibatkan unsur persepsi,

interpretasi dan proses mental dari

suatu informasi yang diterima oleh

organ sensor untuk diambil suatu

keputusan atau proses mengingat

informasi yang lampau.

Metode pengukuran beban kerja

fisik dapat didasarkan pada

metabolisme, jumlah kebutuhan

kalori, dan sistem kardiovaskuler.

Metode pengukuran beban kerja

mental dibagi menjadi 3 kategori

yaitu metode pengukuran beban

kerja mental secara subjektif

(Subjective Workload

Linda Vitriany R0012054 26

Page 27: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

Measurement), pengukuran secara

fisiologis atau biomekanis

(Physiological and Biomechanical

method), dan metode pengukuran

berdasarkan perfomansi

(perfomance-based).

Pengukuran beban kerja fisik

berdasarkan sistem kardiovaskuler

atau denyut nadi merupakan metode

yang paling banyak digunakan

karena mudah, cepat, sangkil,

murah tidak memerlukan peralatan

yang mahal, hasilnya cukup

reliabel, tidak terlalu mengganggu

proses kerja, dan tidak menyakiti

orang yang diperiksa.

Pengukuran beban kerja mental

secara subjektif merupakan teknik

pengukuran yang paling banyak

digunakan karena mempunyai

tingkat validitas yang tinggi dan

bersifat langsung dibandingkan

dengan pengukuran lain.

B. Saran

Sebaiknya setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus sesuai

atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif

maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut, jadi tercipta

kolerasi yang baik antara beban kerja yang ditanggung dengan

kapasitas/kemampuan dalam melakukan pekerjaan tersebut. Secara garis

besar, kegiatan-kegiatan manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik

dan kerja mental namun pemisahan ini tidak dapat dilakukan secara

sempurna, karena terdapatnya hubungan yang erat antar satu dengan

lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran terhadap beban kerja

fisik dan mental agar dapat selalu direview dan dievaluasi, semata-mata

untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

Daftar pustaka

Linda Vitriany R0012054 27

Page 28: Beban Kerja Fisik vs Beban Kerja Mental

Tarwaka, PGDip.Sc.,M.Erg.2010.Ergonomi Industri Dasar-Dasar

Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan

Press Solo, pp : 105-146

Hilma Raimona Zadry.pengukuran beban kerja psikologis.pdf.

http://www.google.com/53_60_risma.pdf (3 Juni 2013)

Modul Biomekanika Praktikum Genap.Analisis pengukuran beban kerja

fisik dengan metode fisiologi.pdf.http://www.google.com.fisiologi.pdf (5

Juni 2013)

Jurnal Kesehatan Masyarakat FKM Undip. Pengaruh beban kerja fisik dan

mental terhadap stres kerja pada perawat di instalasi gawat darurat (igd)

rsud cianjur.pdf.http://www.google.com.phpap.pdf (3 Juni 2013)

Anindya Irawati. Pengaruh beban kerja terhadap produktivitas Karyawan sentra

kredit konsumen (skk) tahun 2012.pdf.http://www.google.com.jurnal.pdf.

com (3 Juni 2013)

Risma Adelina Simanjutak. Analisis pengaruh shift kerja terhadap beban

kerja mental dengan metode subjective workload assessment technique

(swat).http://www.google.com.risma.pdf (3 Juni 2013)

Linda Vitriany R0012054 28