hubungan kompetensi sosial dengan resiliensi siswa yang...

34
HUBUNGAN KOMPETENSI SOSIAL DENGAN RESILIENSI SISWA YANG MENGALAMI KONFLIK ANTAR KAMPUNG PADA SMP NEGERI 03 SAPARUA Oleh: CHRISELDA AUSTRIN MAITIMU 80 2011 084 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Programa Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Upload: vothu

Post on 30-Apr-2019

229 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

HUBUNGAN KOMPETENSI SOSIAL DENGAN RESILIENSI

SISWA YANG MENGALAMI KONFLIK ANTAR KAMPUNG

PADA SMP NEGERI 03 SAPARUA

Oleh:

CHRISELDA AUSTRIN MAITIMU

80 2011 084

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi

Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana

Psikologi

Programa Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 2: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada
Page 3: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada
Page 4: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada
Page 5: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada
Page 6: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada
Page 7: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

HUBUNGAN KOMPETENSI SOSIAL DENGAN RESILIENSI

SISWA YANG MENGALAMI KONFLIK ANTAR KAMPUNG

PADA SMP NEGERI 03 SAPARUA

Chriselda Austrin Maitimu

Heru Astikasari S Murti

Programa Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 8: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

ABSTRAK

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk

mengetahui signifikansi hubungan antara Kompetensi sosial dengan Resiliensi siswa

yang mengalami konflik antar kampung pada SMP Negeri 03 Saparua. Sebanyak 62

orang diambil sebagai sampel yang dilakukan dengan menggunakan teknik sampel

insidental sampling. Metode penelitian yang dipakai dalam pengumpulan data

dengan metode skala, yaitu skala Kompetensi sosial dengan Resiliensi. Teknik

analisa data yang dipakai adalah teknik korelasi product moment. Dari hasil analisa

data diperoleh koefisien korelasi (r) 0,005 dengan 0,484 (p > 0,05) yang berarti tidak

ada hubungan antara Kompetensi sosial dengan Resiliensi siswa yang mengalami

konflik antar kampung pada SMP Negeri 03 Saparua.

Kata Kunci : Kompetensi sosial, Resiliensi

Page 9: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

ABSTRACT

This research is a correlational study which aimed to determine the

significance of the correlation between social competence with the resilience of

students who experience conflict at SMP Negeri 03 Saparua. There are 62 students

were taken as samples using incidental sampling technique. Research methods used

in the data collection was scale, method using scales of social competence with the

resilience. Data analysis technique used was product moment of correlation

technique. Analysis of data obtained from the coefficient of correlation was (r) 0,005

with 0,484 (p > 0,05), which which means that there is no relationship between.

Keywords : Social competence, Resiliene

Page 10: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

1

PENDAHULUAN

Memasuki masa pasca-konflik sesungguhnya daerah-daerah pasca-konflik di Indonesia

masih menghadapi berbagai tantangan pembangunan perdamaian yang bersumber bukan hanya

dari belum teratasinya masalah-masalah konflik di masa lalu tetapi juga masih rentannya

kondisi perdamaian yang disebabkan belum efektif dan majunya pembangunan perdamaian

karena, masih lemahnya kelembagaan sosial-politik dan penyelenggaraan pemerintahan dalam

mengatasi berbagai potensi konflik terpendam. Membangun kembali masyarakat pasca-konflik

membutuhkan pendekatan dan strategi pembangunan perdamaian pasca-konflik secara khusus,

bukan hanya untuk mencegah agar konflik tidakkembali muncul ke permukaan tetapi juga

untuk mengkonsolidasikan perdamaian menuju tercapainya pembangunan dan perdamaian

berkelanjutan (Trijono, 2009).

Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada bagian timur Indonesia yaitu

Maluku. Konflik yang terjadi di Maluku bukan hanya terjadi antar agama, namun juga terjadi

antar Desa. Konflik antar Desa yang sering terjadi di Maluku biasanya dipicu oleh masalah

sengketa perbatasan wilayah tanah adat, masalah anak muda dan lain sebagainya. Konflik yang

terjadi di Maluku memang masih rentan terjadi karena luka kerusuhan lama belum sepenuhnya

sembuh. Sehingga sejak ditanda tanganinya perjanjian Malino sudah berkali-kali terjadi konflik

di Maluku yang memakan korban jiwa (Manuputty dkk, 2014).

Saparua adalah salah satu pulau yang terletak di Provinsi Maluku.Masyarakat di pulau ini

juga merasakan situasi konflik yang serius ketika terjadi "konflik Maluku".Saat ini pulau

tersebut adalah salah satu pulau yang masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Maluku

Tengah. Saparua terdiri atas 16 negeri (desa) dengan 3 negeri beragama Islam, serta 13 negeri

lainnya mayoritas beragama Kristen (Kolopaking dkk, 2007). Di pulau Saparua sering muncul

konflik antar desa yang bertetangga, salah satunya adalah konflik Desa Haria dan Desa

Page 11: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

2

Porto.Konflik kekerasan yang melibatkan Desa Porto dan Desa Haria belum sepenuhnya

tuntas. Bahkan, konflik kekerasan yang bermula dari saling klaim batas desa dan kepemilikan

air “sumur raja” inisudah terjadi bertahun-tahun lamanya sampai dengan saat ini belum

terselesaikan pangkal penyelesaiannya, sehingga setiap ada permasalahan kecil akan dapat

membuat menjadi masalah besar jika tidak ditangani dengan baik dan cepat serta optimal.

Seringnya terjadi permasalahan kecil seperti perkelahian antar pemuda bisa berujung pada

perkelahian antar kampung yang telah menyebabkan korban jiwa dan materi yang tidak sedikit

sehingga telah membuat para Pejabat Pemerintah, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, Tokoh

Masyarakat, Tokoh Adat, para Raja dan Aparat Keamanan, berbagai upaya perdamaian telah

dilakukan bersama secara optimal, mulai dari tingkat Desa, Kecamatan, dan Kabupaten,

bahkan sampai Provinsi, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan karena masih ada

oknum masyarakat yang sengaja menciptakan instabilitas di kedua Negeri tersebut

(http://www.tni.mil.id/view-49996-seminar-konsep-penyelesaian-konflik-porto-haria.html).

Konflik kekerasan yang terjadi ini tidak hanya melibatkan antar warga akan tetapi sudah

melibatkan antar pelajar dari kedua desa yang mengakibatkan pengaruh yang negatif bagi para

pelajar di sekolah (Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) Mei 2013).

Dalam proses pembelajaran di sekolah tentunya setiap siswa memiliki daya serap yang

berbeda. Tekanan yang terjadi dalam kehidupan merupakan proses yang tidak terkecuali

dialami oleh semua individu, salah satunya adalah tekanan akibat konflik, namun yang

membedakan antara individu yang satu dengan lainnya adalah pada keberhasilan individu yang

dalam beradaptasi dengan tekanan-tekanan yang ada. Bagi individu yang mampu beradaptasi

dengan baik, mereka akan menghasilkan performa-performa positif dalam hidupnya,

sebaliknya bagi individu yang kurang mampu beradaptasi mereka akan tetap berada dalam

kondisi tidak menyenangkan tersebut. Istilah lain yang menggambarkan kualitas pribadi yang

Page 12: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

3

memungkinkan individu dan komunitasnya untuk tumbuh walaupun berada dalam

ketidakberuntungan disebut resiliensi (Connor;2006).

Connor& Davidson 2003 (dalam Ekasari & Bayani 2009) menyebutkan resiliensi

merupakan kualitas seseorang dalam hal kemampuan untuk menghadapi penderitaan.Resiliensi

memiliki sumber-sumber dalam pembentukan resiliensi itu sendiri. Menurut Grotberg (dalam

Desmita 2006) ada tiga sumber dari resiliensi, yaitu I have (aku punya), I am (Aku ini), I can

(Aku dapat), dan ketiga sumber ini mempengaruhi satu sama lain atau bisa dikatakan saling

menopang dalam membentuk resiliensi yang baik. Siswa yang resilien adalah mereka yang

mampu menunjukan performa tinggi dan tetap termotivasi dalam belajar maupun dalm

berkompetensi secara sosial meskipun terdapat berbagai hal yang menekankan dan

menurunkan resiko akan menurunnya performa mereka.

Faktor resiliensi terdiri faktor resiko dan faktor protektif. Dengan adanya faktor resiko,

maka akan timbul apa yang disebut sebagai faktor protektif. Faktor resiko meliputi faktor

prenatal yang berkaitan dengan penanganan kesehatan, dan faktor yang berasal dari lingkungan

seperti kemiskinan,wilayah konflik, bencana alam atau perceraian (Rickel dan Becker, 1997

dalam Berns 2007). Faktor protektif internal meliputi self esteem dan self efficacy. Siswa yang

memiliki resiliensi yang tinggi berkorelasi dengan meningkatnya self efficacy

(keyakinan/ketangguhan diri) sedangkan resiliensi yang rendah juga akan menurunkan self

esteem (harga diri) siswa. Pengetahuan tentang resiliensi bisa menginformasikan intervensi

yang bertujuan untuk meningkatkan hasil yang lebih positif pada siswa karena tercapai

keseimbangan antara resiko dan faktor protektif yang diketahui berimbas pada kesehatan

mental siswa.

Martin dan Marsh (2006) mengatakan bahwa resiliensi meningkatkan kemungkinan anak

untuk sukses disekolah dan berbagai aspek lain dalam hidup mereka meskipun terdapat

Page 13: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

4

rintangan atau kejadian yang tidak menyenangkan. Namun setiap individu memiliki kondisi

yang berbeda untuk mampu bertahan dan pulih dari situasi negatif secara efektif dengan

menghasilkan performa-performa positif dalam hidupnya, salah satunya adalah memiliki

prestasi yang baik di sekolah.

Sekolah merupakan lingkungan di mana anak tidak hanya memperoleh pelajaran

akademik, tetapi merupakan tempat mereka memperoleh pengalaman interaksi sosial dan

emosional dengan orang dewasa dan teman sebayanya, yang memungkinkannya memupuk

harga diri dan mengembangkan kompetensi sosialnya. Pengalaman ini sangat penting untuk

meningkatkan prospek keberhasilannya di kemudian hari dalam membina hubungan sosial,

karir, dan pencapaian cita-cita pribadinya (Paavola, 1995). Weissberg (dalam Goleman, 2000)

berpendapat bahwa individu yang kompeten secara sosial mempunyai pengendalian hati yang

baik, terampil dalam menyelesaikan masalah, mempunyai keterlibatan yang intens dengan

teman sebaya, memiliki efektivitas dan popularitas antar pribadi, terampil dalam mengatasi

masalah antar pribadi, terampil dalam mengatasi kecemasan dan terampil dalam menyelesaikan

konflik.

Menurut Braumind (dalam Rydell, et al.,1997) kompetensi sosial merupakan mood positif

yang menetap, harga diri, physical fitness, tanggung jawab sosial yang mencakup kemampuan

untuk berinteraksi dengan orang lain, perilaku menolong teman sebaya, kematangan moral,

cognitive agency yang mencakup kognisi sosial, orientasi terhadap prestasi, internal locus of

controlyang mencakup sikap egalitarian terhadap orang dewasa, sikap kepemimpinan terhadap

teman sebaya, dan perilaku yang berorientasi pada tujuan. Rydell, et al. (1997) mengemukakan

aspek kompetensi sosial adalah aspek prosocial orientation (perilaku sosial) dan

socialinitiative(inisiatif sosial)

Page 14: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

5

Hasil Penelitian Brooks(2006) mengatakan bahwa sekolah dapat memperkuat resiliensi

dengan mengembangkan kompetensi sosial, karena kompetensi sosial sering dipandang sebagai

faktor pelindung. Banyak kurikulum yang tersedia untuk mengembangkan keterampilan yang

membangun kompetensi sosial terutama dalam memecahkan masalah, pengambilan keputusan,

ketegasan, berkomunikasi secara efektif, mengelola emosi, konflik resolusi, menolak tekanan

teman sebaya, dan mengembangkan hubungan personal.Jadi ada hubungan yang signifikan

antara kompetensi sosial dengan resiliensi. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Destalya

(2013) Terdapat 10 remaja tunanetra (18,18%) yang memiliki kompetensi sosial yang tinggi,

38 orang (69,09%) berada pada kategori sedang dan 7 orang (12,73%) memiliki kompetensi

sosial yang rendah; 3) terdapat 10 remaja tunanetra (18,18%) yang memiliki resiliensi yang

tinggi, 40 orang (69,09%) berada pada kategori sedang dan 8 (12,73%) memiliki resiliensi

yang rendah; 4) Adanya pengaruh yang signifikan antara kompetensi sosial terhadap resiliensi

remaja tunanetra.Remaja tunantera yang memiliki kompetensi sosial dan resiliensi yang tinggi

dikarenakan remaja tunanetra tersebut ketika menghadapi situasi yang sulit tetap menjaga

hubungan yang positif dengan orang lain bahkan mereka mampu untuk terus melihat sisi positif

dari hal yang mereka alami. Sedangkan pada remaja tunantera dengan kompetensi sosial dan

resiliensi yang rendah, mereka cenderung mudah terpengaruh dengan situasi hatinya, sehingga

mereka cenderung menarik diri dari lingkungannya.

Bertolak belakang dari hasil-hasil penelitian sebelumnya menurut Hartuti & Frieda (2009)

dalam penelitiannya mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kompetensi

sosial dengan resiliensi.Kompetensi sosial mencangkup kerjasama komunikasi dan empati

(Benard, 2004).Anak-anak yang memiliki kompetensi sosial akanmembangun hubungan yang

positif dengan orang dewasa dan teman sebaya, membantu ikatan mereka dengan keluarga

mereka, sekolah, dan masyarakat walaupun mereka memiliki resiliensi yang rendah. Selain itu

Page 15: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

6

juga dalam penelitian Cove dkk. (2005) menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara

kompetensi sosial dengan resiliensi, karena anak yang hidup dalam keluarga yang memiliki

pendapatan yang sangat rendah dan mereka hidup dalam masyarakat di mana mereka harus

menghadapi setiap hari dengan bahaya perdagangan narkoba dan kejahatan kekerasan, mereka

tetap bersekolah dan dalam aktivitasnya di sekolah, anak-anak ini memiliki self efficacy dan

kompetensi sosial yang tinggi.

Fenomena yang di dapati penulis pada SMP Negeri 03 Saparua sepertinya

mengindikasikan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara kompetensi sosial dengan

resiliensi.Hal ini berdasarkan pada hasil wawancara oleh Kepala Sekolah dan salah satu guru

pada SMP Negeri 03 (Wawancara dilakukan pada 09 Juli 2014), yang mengatakan bahwa

setiap siswa dari kelas VII sampai kelas IX mempunyai hubungan sosial dilingkungan sekolah

sangat kurang baik akibat konflik yang terjadi antara kedua Negri yang bertetangga yaitu

Negeri Haria dan Negri Porto. Pemerintah Provinsi Maluku dan Dinas Pendidikan perlu

memberikan perhatian yang serius kepada lembaga pendidikan yang ada di daerah ini.

Pasalnya, aktivitas belajar mengajar di daerah ini sangat terganggu pasca konflik yang sering

terjadi dari kedua negri tersebut. Hingga sekolah mengalami kesulitan dalam melakukan proses

belajar mengajar akibat dari konflik yang terjadi. Banyak siswa yang mengalami trauma dan

tidak mau ke sekolah sehingga sekolah semakin mengalami kekurangan siswanya karena

banyak yang tidak masuk lantaran dihantui dengan rasa khawatir dan takut. Selain itu para

siswa mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan guru maupun dengan teman sebaya

meraka. Kesulitan dalam bersosialisasi akanmempengaruhi keterampilan sosial anak, hal ini

dilihat dari kepercayaan diri dan pengendalian diri siswa yang kurang sehingga pada kegiatan

ekstrakulikuler seperti pramuka, olahraga, dan kesenian siswa yang ikut tergolong sangat

sedikit akibat konflik yang terjadi. Dengan demikian hal yang harus dicapai dari bersosialisasi

Page 16: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

7

adalah untuk menciptakan siswa yang kompeten secara sosial.Selain itu berdasarkan hasil

observasi pada beberapa kelas di SMP Negeri 03 Saparua, adanya kesesuaian antara

wawancara dengan kepala sekolah dan realita di lapangan.

Melihat hasil penelitian dan fenomena yang ada, maka penulis ingin melakukan penelitian

lebih lanjut mengenai hubungan antara Kompetensi sosial dengan Resiliensi siswa yang

mengalami konflik antar kampung. Alasan penulis memilih judul ini ialah, karena dalam

penelitian sebelumnya para peneliti hanya meneliti mengenai kompetensi sosial sebagai faktor

pelindung didalam resiliensi, sehingga penulis ingin meneliti secara langsung hubungan antara

kompetensi sosial dengan resiliensi siswa yang mengalami konflik antar kampung. Penulis juga

memilih SMP Negeri 03 Saparua sebagai tempat penelitian, karena dimana SMP ini berada

tepat diantar kedua Negeri yang selalu terjadi Konflik.Selain itu, pertimbangan teknis seperti

akses yang cukup mudah antara penulis dengan pihak sekolah.

Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan sebelumnya maka yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adakah hubungan yang signifikan antara Kompetensi sosial

dengan Resiliensi siswa yang mengalami konflik antar kampung pada SMP Negeri 03 Saparua

?.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Kompetensi sosial dengan

Resiliensi siswa yang mengalami konflik antar kampong pada SMP Negeri 03 Saparua.

TINJAUAN PUSTAKA

Resiliensi

Menurut Connor& Davidson (2003) resiliensi merupakan kualitas seseorang dalam hal

kemampuan untuk menghadapi penderitaan. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh

Commor & Davidson (2003) disebutkan lima aspek tentang resiliensi yang menjelaskan

tentang resiliensi siswa yang mengalami konflik, yaitu:

Page 17: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

8

1. Kompetensi pribadi, standar yang tinggi dan keuletan. Memperlihatkan bahwa seseorang

merasa sebagai orang yang mampu mencapai tujuan dalam situasi kemunduran atau

kegagalan.

2. Percaya pada diri sendiri, memiliki toleransi terhadap afek negatif dan kuat/tegar dalam

menghadapi stres Hal tersebut berhubungan dengan ketenangan , cepat melakukan coping

terhadap stress, berpikir secara hati-hati dan tetap fokus sekalipun sedang dalam

menghadapi masalah.

3. Menerima perubahan secara positif dan dapat membuat hubungan yang aman (secure)

dengan orang lain Hal ini berhubungan dengan kemampuan beradaptasi atau mampu

beradaptasi jika menghadapai perubahan.

4. Kontrol diri dalam mencapai tujuan dan bagaimana meminta atau mendapatkan bantuan

dari orang lain .

5. Pengaruh spiritual, yaitu yakin pada Tuhan atau nasib.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi

Ibeagha dkk, 2004 (dalam Masdianah 2010) mengatakan Seorang anak dapat disebut

sebagai anak yang resilien apabila mereka memenuhi kriteria yang diperlukan.Kriteria pertama

adalah terdapatnya sebuah keadaan yang merupakan ancaman atau sifatnya berbahaya bagi

individu tersebut.Keadaan demikian disebut juga sebagai faktor resiko.Kedua, kualitas

penyesuaian individu terhadap keadaan tersebut sesuai dengan tahap perkembangannya dimana

hal ini juga dikenal sebagai faktor protektif .

Faktor Resiko

Faktor resiko dalam Berns (2007) didefinisikan sebagai keadaan yang membahayakan.

Mash dan Wolfe (2005)mengemukakan definisi serupa mengenai faktor resiko yaitu variabel

yang berkemungkinan memberikan dampak negatif dari kejadian yang dialami individu.

Page 18: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

9

Individu yang berada dalam keadaan beresiko rentan terhadap hasil perkembangan yang negatif

seperti dikeluarkan dari sekolah, penggunaan obat-obatan terlarang, kehamilan di masa remaja

bahkan terlibat dalam kasus bunuh diri. Faktor resiko yang melibatkan siswa dapat

diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu faktor genetik seperti kemunduran mental, faktor

prenatal seperti masalah kesehatan saat berada dalam kandungan, faktor prenatal yang

berkaitan dengan penanganan kesehatan, dan faktor yang berasal dari lingkungan seperti

kemiskinan,wilayah konflik, bencana alam atau perceraian (Rickel dan Becker, 1997 dalam

Berns 2007).

Faktor Protektif

Faktor protektif adalah hal-hal yang membantu individu bertahan dari dampak yang

diakibatkan oleh tekanan yang diterima, membantu mengatasi keadaan tidak menyenangkan

tersebut dan mampu menyesuaikan diri dalam keadaan mengancam tersebut (Ibeaghadkk,

2004).Sejalan dengan definisi tersebut dikatakan pula bahwa faktor protektif adalah keadaan

yang mengurangi dampak dari stres dini dan cenderung memprediksi hasil positif dari keadaan

tidak menyenangkan (Masten dan Coatsworth dalam Papalia, 2004) Faktor protektif berasal

dari dua sumber yaitu internal dan eksternal.Faktor protektif internal meliputi self esteem dan

self efficacy dimana adalah asset atau faktor protektif yang secara konstan muncul dalam

pembahasan mengenai karakteristik siswa yang resilien dan meliputi kompetensi sosial,

kemampuan memecahkan masalah, aktif dalam pembelajaran, otonomi dan kesadaran akan

tujuan dan masa depan. Hal ini sering disebut juga sebagai kekuatan pribadi dan merupakan

manifestasi dari resiliensi itu sendiri.Faktor-faktor ini pasti dimiliki setiap siswa namun dalam

derajat yang berbeda-beda (Chavkin dan Gonzales, 2000).Sementara faktor eksternal adalah

faktor yang mendukung timbulnya resiliensi siswa dari luar diri mereka. Faktor protektif

Page 19: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

10

eksternal dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori besar yaitu keluarga, sekolah dan

lingkungan sehari-hari.

Kompetensi Sosial

Vaughn dan Waters (dalam Sroufe dkk, 1996) Kompetensi sosial adalah kemampuan

anak untuk mengajak maupun merespon teman- temannya dengan perasaan positif, tertarik

untuk berteman dengan teman-temannya serta diperhatikan dengan baik oleh mereka, dapat

memimpin dan juga mengikuti, mempertahankan sikap memberi dan menerima dalam

berinteraksi dengan temannya. Rydell, et al., (1997) mengemukakan aspek kompetensi sosial

adalah

1. Aspek prosocial orientation (perilaku prososial) yang terdiri dari:

a. Kedermawanan (generosity) yaitu, kesediaan untuk memberikan sukarela sebagian

barang miliknya kepada orang yang membutuhkan.

b. Empati (emphaty) yaitu, kemampuan seseorang untuk mengerti tentang perasaan dan

emosi orang lain serta kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang

lain.

c. Memahami orang lain (understanding of others) yaitu, memiliki rasa simpati terhadap

permasalahan yang dihadapi oleh orang lain dan keinginan untuk membantu meskipun

hanya untuk menghibur.

d. Penanganan konflik (conflict handling) yaitu, Usaha manusia untuk meredakan

pertikaian atau konflik yang terjadi. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling

menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara bekerja sama.

e. suka menolong (helpfulness) yaitu, kesediaan untuk menolong orang lain yang sedang

berada dalam kesulitan.

Page 20: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

11

2. Aspek social initiative (inisiatif sosial) yang terdiri dari:

a. Aktif untuk melakukan inisiatif dalam situasi sosial

b. Withdrawal behavior (perilaku menarik diri) dari situasi tertentu.

Dinamika Hubungan Antara Kompetensi Sosial dengan Resiliensi

Linquanti (dalam Howard 1999) memberikan definisi resiliensi sebagai kualitas dalam diri

anak yang walaupun dihadapkan dengan kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan dalam

hidup tidak mengalami kegagalan dalam hal kehidupan akademisnya.Resiliensi sangat penting

pada diri individu. Pada situasi-situasi tertentu saat kemalangan tidak dapat dihindari,

seseorang yang memiliki resiliensi dapat mengatasi berbagai permasalahan kehidupan dengan

cara mereka. Mereka akan mampu mengambil keputusan dalam kondisi yang sulit secara cepat.

Keberadaan resiliensi akan mengubah permasalahan menjadi sebuah tantangan, kegagalan

menjadi kesuksesan, ketidakberdayaan menjadi kekuatan, korban menjadi penyintas, dan

membuat penyintas terus bertumbuh. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa resiliensi

adalah kunci sukses dalam pekerjaan dan kepuasan hidup. Resiliensi akan mempengaruhi

penampilan seseorang di sekolah, di tempat kerja, kesehatan fisik maupun mental, dan kualitas

hubungannya dengan orang lain. ( Reivich, 2002).

Mendukung pernyataan tersebut, Nears (dalam Masdianah, 2010) dalam penelitiannya

juga menyebutkan bahwa anak yang tidak dapat mengatasi tantangan yang ada dengan efektif

akan lebih tidak menyenangi sekolah dan lebih jarang berpartisipasi dalam kegiatan di sekolah.

Ada banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi resiliensi siswa yaitu faktor internal dan

eksternal.Salah satu faktor internal yang dibahas dalam penelitian ini adalah adalah kompetensi

sosial.

Menurut Peterson & Leigh (Gullota dkk, 1990) kompetensi sosial adalah kemampuan,

kecakapan, atau ketrampilan individu dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan dan

Page 21: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

12

memberi pengaruh pada orang lain demi mencapai tujuan dalam konteks sosial tertentu yang

disesuaikan dengan budaya, lingkungan, situasi yang dihadapi serta nilai yang dianut oleh

individu.Kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan dalam kompetensi sosial dapat diperoleh

melalui proses belajar disekolah sebab proses belajar di sekolah tidak hanya berkaitan dengan

perkembangan intelektual saja (kognitif), tetapi juga perkembangan sosial dan emosional

(Atwater, 1992).

Selain itu, mengembangkan kompetensi sosial merupakan salah satau strategi sekolah

untuk memperkuat resiliensi. Kompetensi sosial sering dipandang sebagai faktor aprotective,

karena salah satu cara membangun resiliensi adalah dengan mengembangkan kompetensi sosial

anak disekolah (dalam Brooks 2006). Berbagai literatur tentang resiko danresiliensi

menyebutkan bahwa sekolah merupakan lingkungan kritis bagi siswauntuk mengembangkan

kapasitas untuk keluar dari adversitas, menyesuaikandiri dengan tekanan-tekanan, dan

menghadapi problem-problem, sertamengembangkan berbagai kompetensi sosial, akademik

dan vokasional yangdiperlukan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik (Henderson dan

Millstein dalam Desmita, 2006).Upaya tersebut melengkapi peran sekolah dalam membangun

kompetensi akademik dan berkontribusi untuk mempersiapkan siswa yang berkompeten dan

memiliki prestasi yang baik untuk masa depan (Konsorsium untuk Promosi Sekolah Berbasis

Kompetensi Sosial. 1994). Dengan demikian untuk mengembangkan kompetensi sosial harus

menyediakan konteks lingkungan dan dukungan yang penting untuk pengembangan resiliensi

(Pianta & Walsh, 1998).Ini dapat dilakukan dengan memasukkan keterlibatan orang tua dan

memperkuat keterampilan yang diinginkan anak dalam kegiatan-kegiatan disekolah {Learning

Pertama Alliance.2001).

Dalam penelitian Penelitian Fontana & Cillesen (dalam Denham & Queenan, 2003) juga

mengungkapkan hal yang sama yaitu, bahwa individu yang mempunyai kompetensi sosial yang

Page 22: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

13

tinggi lebih disukai oleh orang tua dan guru-guru di sekolah, mereka pada umumnya mampu

mengatasi masalah dengan baik, mempertahankan hubungan sosialnya dengan teman sebaya

dan mampu mengelola konflik dengan orang lain. Sebaliknya jika individu memiliki

kompetensi sosial yang rendah maka mereka akan sulit mengatasi masalah, hubungan sosial

dengan guru dan teman sebayanya akan rendah dan tidak mampu mengelolah setiap tantangan,

tekanan-tekanan, dan konflik yang terjadi.

Adam (dalam Tentrawati, 1989) juga mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki

kompetensi sosial yang tinggi mampu menghadapi kondisi-kondisi yang penuh dengan

ketegangan dan mampu menarik serta mempertahankan dukungan sosialnya terhadap orang

lain. Ini dapat dikatakan bahwa saat individu mampu mengembangkan kompetensi sosialnya

berati resiliensinya semakin kuat.Hasil Penelitian Brooks (2006) mengatakan bahwa sekolah

dapat memperkuat resiliensi dengan mengembangkan kompetensi sosial, karena kompetensi

sosial sering dipandang sebagai faktor pelindung. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

kompetensi sosial memilikihubungan yang positif dengan resiliensi siswa.

Hipotesis

Berdasarkan tinjauan yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif yang signifikan antara

kompetensi sosial dengan resiliensi siswa yang mengalami konflik antar kampung pada SMP

Negeri 03 Saparua.

Page 23: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

14

METODE PENELITIAN

Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Kompetensi sosial sedangkan Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah adalah Resiliensi siswa yang mengalami konflik antar kampung

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa SMP Negeri 03 Saparuayang

berjumlah 380 siswa. Dimana jumlah siswa kelas VII berjumlah 132 siswa, kelas VIII

berjumlah 128 siswa, dan kelas IX berjumlah 120 siswa

Menurut Sugiyono (2012) sampel merupakan sebagian dari jumlah karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah insidental sampling. Untuk penentuan kelas mana saja yang menjadi sampel, penulis

memberikan hak kepada pihak sekolah untuk menentukannya.

Alat Ukur Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala Kompetensi Sosial dan skala Resiliensi

siswa. Skala kompetensi sosial menggunakan skala SCI (Social CompetenceInventory) yang

disusun oleh Rydell at al., (1997) terdiri atas 2 aspek yaitu, aspek prosocial orientation dan

aspek social initiative.Sedangkan skala resiliensi menggunakan skala CD-RISC (Connor

Davidson ResilienceScale) yang disusun oleh Connor & Davidson (2003) yang terdiri dari 5

aspek, yaitu: kompetensi personal, percaya pada diri sendiri, menerima perubahan secara

positif , kontrol diri, pengaruh spiritual.

Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan sakala pengukuran

psikologi, yang terdiri dari 2 skala, yaitu skala kompetensi sosialdan skala resiliensi.Item dalam

Page 24: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

15

skala-skala tersebut dikelompokkan dalam pernyataan favorable dan unfavorable dengan

menggunakan 4 alternatif jawaban dari skala Likert yang telah dimodifikasi yaitu, Sangat

Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).Keseluruhan data

diperoleh dari skala psikologi yang telah dibagikan kepada subjek.

Analisis Data

Teknik yang digunakan untuk menguji hubungan antara kedua variabel penelitian adalah

korelasi Product Moment dari Pearson. Dalam penelitian ini, analisis data akan dilakukan

dengan bantuan program khusus komputer statistik yaitu SPSS version 17.0 for windows.

HASIL PENELITIAN

Hasil Seleksi Item dan Reliabilitas Alat Ukur

1. Kompetensi Sosial

Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala kompetensi

sosialyang terdiri dari 25 item, diperoleh item yang gugur sebanyak 7 item dengan koefisien

korelasi item totalnya bergerak antara 0,310-0,606.

Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah menggunakan teknik

koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada skala kompetensi

sosialsebesar 0,862.Hal ini berarti skala kompetensi sosial reliabel.

2. Resiliensi

Perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala resiliensi yang terdiri dari 27 item,

diperoleh 23 item yang valid dengan koefisien korelasi item total bergerak antara 0,265-

0,560, dan koefisien Alpha pada skala resiliensi sebesar 0,831 yang artinya skala tersebut

reliabel.

Page 25: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

16

Uji Deskriptif Statistika

1. Variabel Kompetensi Sosial

Tabel Kategorisasi Pengukuran Skala Kompetensi Sosial

No Interval Kategori Mean N Persentase

1 61,2 ≤ x ≤ 72 Sangat

Tinggi

68,18 48 77,41%

2 50,4 ≤ x < 61,2 Tinggi 10 16,13%

3 39,6 ≤ x < 50,4 Sedang 2 3,23%

4 28,8 ≤ x < 39,6 Rendah 2 3,23%

5 18 ≤ x < 28,8 Sangat

Rendah

0 0%

Jumlah 62 100%

SD = 11,557, 829 Min = 300 Max = 69

Keterangan: x = kompetensi social

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa 48 siswa memiliki skor sosial yang

berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 77,41%, 10 siswa memiliki skor

kompetensi sosial yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 16,13%, 2 siswa

memiliki skor kompetensi sosial yang berada pada kategori sedang dengan persentase

3,23%, 2 siswa memiliki skor kompetensi sosial yang berada pada kategori rendah dengan

persentase 3,23%, dan tidak siswa yang memiliki skor kompetensi sosial yang sangat

rendah dengan persentase 0%. Berdasarkan rata-rata sebesar 68,18 dapat dikatakan bahwa

rata-rata kompetensi social siswa berada pada kategori sangat tinggi. Skor yang diperoleh

subjek bergerak dari skor minimum sebesar 30 sampai dengan skor maksimum sebesar 89

dengan standard deviasi 11,557.

Page 26: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

17

2. Variabel Resiliensi

Tabel Kategorisasi Pengukuran Skala Resiliensi

No Interval Kategori Mean N Persentase

1 78,2 ≤ x ≤ 92 Sangat

Tinggi

25 40,32%

2 64,4 ≤ x < 78,2 Tinggi 78,08 35 56,45%

3 50,6 ≤ x < 64,4 Sedang 2 3,23%

4 36,8 ≤ x < 50,6 Rendah 0 0%

5 23 ≤ x < 36,8 Sangat

Rendah

0 0%

Jumlah 62 100%

SD = 7,205 Min = 62 Max = 92

Keterangan: x = Resiliensi

Berdasarkan tabel 4.5 di atas, dapat dilihat bahwa 25 siswa yang memiliki skor

resiliensi yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 40,32%, 35 siswa

memiliki skor resiliensi yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 56,45%, 2

siswa memiliki skor resiliensi yang berada pada kategori sedang dengan persentase 3,23%,

dan tidak ada siswa yang memiliki skor kecurangan akademik yang berada pada kategori

rendah dan sangat rendah dengan persentase 0%. Berdasarkan rata-rata sebesar 78,08, dapat

dikatakan bahwa rata-rata resiliensi berada pada kategori tinggi. Skor yang diperoleh

subjek bergerak dari skor minimum sebesar 62 sampai dengan skor maksimum sebesar 92

dengan standard deviasi 7,205.

Uji Asumsi

Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Uji normalitas

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Page 27: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

18

Uji Normalitas

Pada skala Kompetensi sosial diperoleh hasil skor sebesar 0,666 dengan probabilitas (p)

atau signifikansi sebesar 0,767 (p>0,05). Sedangkan pada skor resiliensi memiliki nilai K-

S-Z sebesar 0,895 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,400.Dengan

demikian kedua variabel memiliki distribusi yang normal.

Uji Linearitas

Hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,1008 dengan signifikansi = 0,493

(p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara kompetensi sosial dengan resiliensi adalah

linear.

Uji Korelasi

Dari perhitungan uji korelasi antara variabel bebas dan terikat, dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel Hasil Uji Korelasi antara Kompetensi Sosial dengan Resiliensi

Correlations

Kompetensi Sosial Resiliensi

Kompetensi Sosial Pearson Correlation 1 .005

Sig. (1-tailed) .484

N 62 62

Resiliensi Pearson Correlation .005 1

Sig. (1-tailed) .484

N 62 62

Hasil koefisien korelasi antara kompetensi sosial dengan resiliensi, sebesar 0,005

dengan signifikansi = 0,484 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara kompetensi sosial dengan resiliensi yang mengalami konflik antar kampung pada

SMP Negeri 03 Saparua.

Page 28: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

19

PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara kompetensi sosial dengan resiliensi

siswa yang mengalami konflik antar kampung pada siswa SMP Negeri 03 Saparua,

didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara kompetensi sosial dengan resiliensi

siswa yang mengalami konflik antar kampung pada siswa SMP Negeri 03 Saparua.

Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara kompetensi

sosial dengan resiliensi siswa yang mengalami konflik antar kampung sebesar 0,484 (p >

0.05). Temuan ini bertolak belakang dengan penelitian Brooks (2006) yang mengatakan

bahwa sekolah dapat memperkuat resiliensi dengan mengembangkan kompetensi sosial,

karena kompetensi sosial sering dipandang sebagai faktor pelindung.

Selain itu, hasil ini juga bertolak belakang dengan penelitian yang mendukung penulis

yaitu penelitian Nisel dan Griebel (2005) yang mengatakan bahwa resiliensi telah

mengidentifikasi faktor-faktor pelindung yang bekerja sebagai penyeimbang salah satunya

adalah kompetensi sosial, yang membantu anak-anak tidak hanya untuk bertahan, tetapi

untuk mencapai keberhasilan dan berkembang lebih lanjut sesuai dengan usia, sehingga

mengubah gangguan biografi menjadi perkembangan. Pada tingkat individu, anak dapat

didukung dengan mengajar dan memperkuat kompetensi yang relevan yang diperlukan

untuk mengatasi ketegangan yang terjadi. Kompetensi sosial adalah cara untuk dapat

memecahkan masalah dan mengembangkan strategi agar dapat menangani konflik secara

konstruktif.

Hal ini sejalan dengan penelitian Hartuti & Frieda (2009) yang mengatakan bahwa

kompetensi sosial yang tinggi oleh anak akan membangun hubungan yang positif dengan

teman sebaya maupun orang dewasa, membantu ikatan mereka dengan keluarga mereka,

sekolah, dam masyarakat walaupun mereka memiliki resiliensi yang rendah.

Page 29: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

20

Menurut Masten & Coatsworth (dalam Kärkkäinen, dkk 2009) kualitas atau kompetensi

seseorang belum tentu menentukan resiliensinya tinggi atau rendah. Dengan kata lain

walaupun kompetensi sosial seseorang itu tinggi tetapi belum tentu dia adalah seorang yang

resilien. Dalam penelitian ini tidak ada hubungan kompetensi sosial dan resiliensi siswa

yang mengalami konflik antar kampung pada SMP Negeri 03 Saparua, hal ini dikarenakan

konflik yang terjadi antara Desa Haria dan Desa Porto ini masih terus berkepanjangan dan

belum menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi konflik tersebut, sehingga walaupun

resiliensi para siswa itu tergolong tinggi namun, saat konflik itu kembali terjadi maka akan

berdampak pada resiliensi para siswa yaitu resiliensi mereka akan kembali menurun. Mereka

akan kembali merasa trauma dan ketakutan sehingga aktifitas belajar para siswa disekolah

akan terganggu. Dengan kata lain, walaupun kompetensi sosial para siswa itu sangat tinggi

akan tetapi tidak berpengaruh terhadap resiliensi selama konflik yang terjadi itu belum

terselesaikan.

Dengan demikian dapat diketahui dengan tidak adanya hubungan antara kompetensi

sosial dengan resiliensi siswa yang mengalami konflik antar kampung, membawa implikasi

terhadap bagaimana semua komponen sekolah mulai dari kepala sekolah, guru-guru, dan

peserta didik untuk ikut aktif mengembangkan resiliensi pada setiap siswa, didukung juga

dengan peran orang tua agar dapat bekerja sama dengan pihak sekolah. Sekalipun

lingkungan di luar sekolah tidak kondusif dikarenakan terjadi konflik antara Desa Haria dan

Desa Porto.

Page 30: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

21

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik

suatu kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel kompetensi sosial dengan

resiliensi siswa yang mengalami konflik antar kampung pada SMP Negeri 03 Saparua.

Saran

Setelah penulis melakukan penelitian dan pengamatan langsung dilapangan serta

melihat hasil penelitian yang ada, maka berikut ini beberapa saran yang penulis ajukan:

1. Bagi sunjek penelitian

Hendaknya para subjek lebih aktif di sekolah, dan belajar secara optimal sehingga akan

mencapai kesuksesan walaupun di lingkungan yang tidak kondusif.

2. Bagi Sekolah

Karakteristik sekolah yang dapat meningkatkan resiliensi siswanya adalah model

komunitas atau lingkungan sekolah yang mendukung, termasuk elemen-elemen yang

secara aktif melindungi anak-anak dari kesulitan. Intinya adalah sekolah bisa

menciptakan suasana yang harmonis agar siswanya merasa tidak ada perbedaan satu

sama lain sehingga siswa dapat mengikuti proses belajar mengajar dengan baik dan

meningkatkan prestasi mereka.

3. Bagi Orang tua

Disarankan kepada para orang tua untuk dapat terus memberikan dukungan bagi anak

agar mereka terus belajar dengan baik dan optimal walaupun di lingkungan tempat

tinggal mereka masih tidak kondusif.

Page 31: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

22

4. Bagi Peneliti selanjutnya

Diharapkan bagi penelitian selanjutnya agar penelitian ini dikembangkan, sehingga

dapat diteliti variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi resiliensi. Dengan

demikian dapat ditemukan dan dibuktikan variabel apa saja yang dapat mempengaruhi

resiliensi.

Page 32: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

23

DAFTARA PUSTAKA

Arwater, E. (1992). Andolesence (3rd

ed). New Jersey: Pretince Hall.

Azwar, S. (2012).Penyusunan skala psikologi.Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Brooks, Jean E. (2006) Strengthening Resilience in Children and Youths: Maximizing

Opportunities through the Schools. Jurnal Children and Schools, Volume 28, Number 2,

April 2006.

Connor, K.M. (2006).Assesment of Resilience inthe Aftermath of Trauma. J. Clin Psychiatry,67

(suppl 2), 46-49.

Cove, E dkk. (2005). Resilient Children: Literature Review and Evidence from the HOPE VI

Panel Study. New York, NY 10017. The Ford Foundation Community and Resource

Development

Denham, S.A., & Queenan, P. (2003).Preschool Emotional Competence. Journal of Child

Development, 74 (1): 238-256.

Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Cetakan kedua. Bandung: Rosda

Destalya.A M.P (2013) Pengaruh Kompetensi Sosial Terhadap Resiliensi Remaja Tunanetra

Bandung. ( Tesis) Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia

Ekasari. A. M.Psi, Bayani. I. S.Psi. (2009). “Attactment pada Ayah dan Penerimaan Peer-Group

dengan Resiliensi”. Jurnal Soul, Vol. 2, No.2, September 2009

Goleman, D. (2000). Kecerdasan emosi untuk mencapai prestasi, terjemahan. Jakarta;

Gramedia Pustaka Utama

Gullota, T. P ., Adams, G.R., & Montemayor, R (Series Volume 3).(1990). Developing social

competency in adolescence.California: Sage Publications, Inc.

Hadi, S. (2004).Metodologi research. Yogyakarta: Andi Ofset.

Hartuti & Frieda M. (2009).Pengaruh Faktor-Faktor Proktektif Internal dan Eksternal Pada

Resiliensi Akademis Siswa Penerima Bantuan Khusus Murid Miskin (BKMM) Di SMA

Negeri Di Depok. Jurnal Psikologi Indonesia2009, Vol VI, No. 2, 107-119, ISSN. 0853-

3098

Kärkkäinen, dkk (2009) Parents' perceptions of their child's resilience and competencies.

Journal of Psychology of Education, 2009. Vol. XXIV. n'3. 405-419

Kolopaking. L. M dkk (2007). Jejaring Sosial Dan Resolusi Konflik Masyarakaat Di Pedesaan

(Kasus di pulau Saparua Provinsi Maluku). Jurnal llmu Pertanian Indonesia, Desember

2007, Vol. 12

Learning First Alliance. (2001). Everj' child learning: Safeand supportive scliooh. Retrieved

June 30,2003, fromhttp://www.learningflrst.org

Page 33: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

24

Martin, A.J., & Marsh, H.W. (2006).Academic resilience and its psychological and educational

correlates: A construct validity approach. Psychology in The School, 43 (3).

Manuputty dkk (2014).Carita Orang Basudara.Kisah-kisah Perdamaian dari Maluku.Jakarta :

Lembaga Antar Iman Maluku (LAIM).

Masdianah, (2010). Hubungan antara resiliensi dengan prestasi belajar anak binaan Yayasan

Smart Ekselensia Indonesia (Skripsi) Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayattulah.

Niesel.R & Griebel.W (2005). Transition Competence And Resiliency In Eucational Institution.

International Journal of Transitions in Childhood, Vol.1, 2005

Paavola, J. C. et al. (1995). Health Services in the Schools: Building Interdisciplinary

Partnerships. Digest. Washington DC: American Psychological Association.

(Online).Tersedia: http://www.ed.gov/databases/ERIC_Digests/ed390019.html. Pellegrini,

A. D. & Glickman, Carl D. (1991). Measuring Kindergartners'

Pianta, R. C, & Walsh. DJ- (1998).Applying theconstruct of resilience in schools: Cautions from

adevelopmental systenis perspective [Electronicversion]. School Psycholog]' Review, 21.

407-41

Pulungan. A. J. S & Tarmidi (2012). Gambaran Resiliensi Siswa SMA Yang Beresiko Putus

Sekolah Di Masyarakat Pesisir. Jurnal Psikologi, Volume.1 Nomor. 2 Desember 2012

Reivich,K. & Shatte, A. 2002. The Resilience Factor. New York: Broadway Books

Rinaldi (2010).Resiliensi Pada Masyarakat Kota Padang Ditinjau Dari Jenis Kelamin.Jurnal

Psikologi Volume 3, No. 2, Juni 2010

Rydell, A.M,. & Hagekull, B., & Bohlin, G. (1997). Measurment of Two Social Competence

Aspect in Middle Childhood. Journal of Development Psychology, 33 (5): 824-833.

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) Mei 2013

Sroufe, L.A., dkk. (1996). Child development. New York : Mc Graww – Hill Inc.

Sugiyono. (2012). Metodologi penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan

R&D. Bandung: Alfabeta

Suryabrata, S. 2005. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tentrawati, R. (1989). Hubungan antara Family Relationship dengan kompetensi Sosial Remaja

pada Siswa-siswa SMA BOPKRI II di Yogyakarta. Skripsi (Tidak Diterbitkan).

Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Trijono, L. (2009). Pembangunan Perdamaian Pasca-Konflik di Indonesia:Kaitan perdamaian,

pembangunan dan demokrasi dalam pengembangan kelembagaan pasca-konflik. Jurnal

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 13, Nomor 1, Juli 2009 (4 - 0)ISSN 1410-4946.

(http://www.tni.mil.id/view-49996-seminar-konsep-penyelesaian-konflik-porto-haria.html).

Page 34: Hubungan Kompetensi Sosial dengan Resiliensi Siswa yang ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9152/2/T1_802011084_Full...Salah satu daerah yang sering terjadi konflik adalah pada

25