hubungan kemampuan metakognitif dan …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · drs....

52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN LINGKUNGAN BELAJAR RUMAH SAKIT DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA MAHASISWA (AKADEMI KEPERAWATAN LUMAJANG) T E S I S Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan Oleh: Achlish Abdillah NIM: S540809201 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: ngokiet

Post on 07-Jun-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN LINGKUNGAN

BELAJAR RUMAH SAKIT DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA MAHASISWA

(AKADEMI KEPERAWATAN LUMAJANG)

T E S I S

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan

Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan

Oleh:

Achlish Abdillah

NIM: S540809201

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya peneliti :

Nama : ACHLISH ABDILLAH

NIM : S 540809201

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul HUBUNGAN KEMAMPUAN

METAKOGNITIF DAN LINGKUNGAN BELAJAR RUMAH SAKIT DENGAN

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA

MAHASISWA AKADEMI KEPERAWATAN LUMAJANG adalah betul-betul karya

sendiri. Hal-hal yang bukan karya peneliti sendiri dalam tesis tersebut telah diberi citasi dan

ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan peneliti ini tidak benar, maka peneliti bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang telah diperoleh dari tesis

tersebut.

Surakarta, Mei 2011

Yang membuat pernyataan

Achlish Abdillah

Page 3: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas

karunia-Nya tesis ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat Magister Kedokteran Keluarga.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan tesis

ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat

teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih kepada yang

terhormat :

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS selaku Rektor Universitas Sebelas Maret yang telah memberi

kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pascasarjana di Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas

Maret

3. Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr, M.Kes., MM, PAK selaku Ketua Program Studi Magister

Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan kesempatan

kepada peneliti untuk menempuh pendidikan Pascasarjana.

4. Prof. Dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, Ph.D selaku Pembimbing I yang telah memberikan

banyak bimbingan dan pengarahan.

5. DR.Nunuk Suryani, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah memberikan banyak

bimbingan dan pengarahan.

6. Nurul Hayati,S.Kep.,Ners.,MPd selaku Direktur Akper Lumajang.

7. Dr. Triworo Setyowati selaku Direktur RS Dr. Haryoto Lumajang.

8. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Page 4: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

Tidak lupa penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada isteri tercinta

Yulistiana, Amd. Keb., S. Pd dan anak-anakku tersayang Laili Izzaturrohmah dan Ahmad

Irsyadul Ibad yang dengan penuh pengertian dan memberi dorongan, semangat dan motivasi

serta diiringi doa yang tulus dan ikhlas sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

sempurna. Ketidak sempurnaan ini semata-mata karena keterbatasan pada diri penulis.

Namun penulis berharap mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak

khususnya perkembangan ilmu pengetahuan dan Ilmu Kedokteran Keluarga.

Surakarta, Meil 2011

Penulis

Page 5: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL…………………………………………….……….............. i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING…….……………………............ ii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………………… iv

KATA PENGANTAR…………………………………………………………… v

DAFTAR ISI……………………………………………………………..... ........ vii

DAFTAR TABEL ………………………………………………………………. ix

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………............. x

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………. xi

ABSTRAK.........…………………………………………………................ …… xii

ABSTRACT………………………………………………………………………. xiii

BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………......... . ...... 1

A. Latar Belakang Masalah..………………………………….............. 1

B. Rumusan Masalah…………………………..…………................... 4

C. Tujuan Penelitian…………………………………………............... 4

D. Manfaat Penelitian………………………………………................ 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS … ……………………. 6

A. Kajian teori

1. Kemampuan Metakognitif………………………....................... 6

2. Konsep Lingkungan Belajar…………………………................ 10

3. Konsep Kemampuan Pemecahan Masalah Asuhan Keperawatan 14

4. Konsep Asuhan Keperawatan..................................................... 15

B. Penelitian Yang Relevan................................................................. 20

Page 6: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

C. Kerangka Berfikir........................................................................... 23

D. Hipotesis....................................................................................... 24

BAB III METODE PENELITIAN…………………………….................... 25

A. Jenis Penelitian…………………………………………............. 25

B. Lokasi Penelitian………………………………………............... 25

C. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………............ 25

D. Kerangka Penelitian……………………………………............. 26

E. Identifikasi Variabel Penelitian…………………………….......... 27

F. Definisi Operasional Variabel………………………………........ 27

G. Instrumen Penilitian..….........………………………...................... 29

H. Teknik Pengumpulan Data...........……………………………...... 30

I. Tes Validitas dan Reliabilitas……………………………........ .. 30

J. Analisis Data ...............…………………………………….......... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………………. 32

A. Hasil Penelitian ………………………………………………… 32

B. Pembahasan ……………………………………………………. 37

C. Keterbatasan Penelitian ………………………………………….. 44

BAB V PENUTUP ………………………………………………………… 47

A. Kesimpulan ……………………………………………………. 47

B. Implikasi ………………………………………………………. 48

C. Saran …………………………………………………………… 48

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 50

LAMPIRAN..................................................................................................... 53

Page 7: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Distribusi berdasar variabel penelitian ...................................................... 32

Tabel 4.2 Distribusi responden berdasarkan karakteristik ......................................... 33

Tabel 4.3 Distribusi pemecahan masalah berdasarkan nilai asuhan keperawatan...... 33

Tabel 4.4 Hasil analisis regresi linier ganda tentang hubungan kemampuan

metakognitif dan lingkungan belajar dengan kemampuan pemecahan

masalah asuhan keperawatan …………………………………………… 36

Page 8: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir………………………………...................... 23

Gambar 3.1 Kerangka penelitian…………………………………………… 26

Gambar 4.1 Hubungan antara kemampuan metakognitif dan pemecahan

masalah asuhan keperawatan ……………………………….. 34

Gambar 4.2 Hubungan antara lingkungan belajar rumah sakit dan pemecahan

masalah asuhan keperawatan ……………………………….. 35

Page 9: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Jadwal Penelitian

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian Kemampuan Metakognitif

Lampiran 3 Kuesioner Penelitian Lingkungan Belajar.Rumah Sakit

Lampiran 4 Panduan Indikator Penilaian Asuhan Keperawatan

Lampiran 5 Panduan kuesioner asli Dundee Ready Education Environment

Measure (DREEM)

Lampiran 6 Kuesioner Penelitian Kemampuan Metakognitif diadopsi dari penelitian

Poncorini

Lampiran 7 Formulir persetujuan Responden

Lampiran 8 Data uji kuesioner dan hasil

Lampiran 9 Data hasil penelitian

Lampiran 10 Hasil analisis data dengan SPSS versi 17

Page 10: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

ABSTRAK

ACHLISH ABDILLAH, NIM: S-540809201. JUDUL: HUBUNGAN KEMAMPUAN

METAKOGNITIF DAN LINGKUNGAN BELAJAR RUMAH SAKIT DENGAN

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA

MAHASISWA (Akademi Keperawatan Lumajang) Tesis: Program Studi Magister

Kedokteran Keluarga, Program Pasca Sarjana. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.

Metakognisi adalah pengetahuan seseorang terhadap proses berfikirnya sendiri,

kemampuan metakognisi peserta didik berpusat perencanaan, pemecahan masalah dan

evaluasi. Lingkungan belajar rumah sakit adalah lingkungan belajar tempat praktik bagi

mahasiswa keperawatan pada situasi nyata untuk menumbuhkan ketrampilan intelektual,

teknik, dan interpersonal. Tujuan dari tesis ini adalah mempelajari hubungan kemampuan

metakognisi dan lingkungan belajar di Rumah Sakit dengan kemampuan pemecahan masalah

asuhan keperawatan pada mahasiswa Akademi Keperawatan Lumajang.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional

study. Sampel berjumlah 45 mahasiswa keperawatan, yang diambil dengan teknik

randomisasi sampel. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner Metacognitive

Awereness Of Reading Strategies Inventory (MARSI) dan kuesioner lingkungan belajar

menurut Dundee (DREEM) masing-masing telah diuji validitas dan realibilitas (konsistensi

internal) dengan: item total corelation dan alpha Cronbach serta kemampuan pemecahan

masalah diukur dari nilai ASKEP dengan skala kontinum. Kemudian data penelitian

dianalisis dengan model regresi linier ganda.

Hasil analisis menunjukkan ada hubungan positif statistik yang signifikan antara kemampuan

metakognitif dan pemecahan masalah asuhan keperawatan (b = 0.3; CI 95% 0.2 hingga

0.4). Demikian pula ada hubungan positif yang signifikan antara lingkungan belajar rumah

sakit dan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan (b = 0.4; CI 95% 0.2

hingga 0.7)

Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan positif kemampuan metakognitif dan

lingkungan belajar dengan kemampuan pemecahan masalah. Rekomendasi penelitian ini

metakognitif dan lingkungan belajar sangat tepat diterapkan dalam pembelajaran

pemecahan masalah di lingkungan pembelajaran klinik.

Kata kunci: metakognitif, lingkungan belajar rumah sakit dan pemecahan masalah

Page 11: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

ABSTRACT

ACHLISH ABDILLAH, NIM: S-540809201. TITTLE: THE RELATIONSHIP BETWEEN

METACOGNITIVE ABILITY AND LEARNING AREA WITH THE PROBLEM

SOLVING ABILITY OF NURSERY STUDENTS (NURSERY ACADEMIC

LUMAJANG.Thesis: Masters Program in Family Medicine. Post Graduate Program Of

Sebelas Maret University Of Surakarta. 2011.

Metacognition is the person’s ability to understand the way of his/ her own thinking process.

This ability takes the center on the planning, problem solving, and evaluation. Hospital

learning area is the place where the nursery students do their practical to speed up their

intellectual skill, techniques, interpersonal. This thesis is conducted to examine the

relationship between metacognitive ability and learning environment with the problem

solving ability towards nurseries’ students (Nursery Academic Lumajang).

The study was conducted by using analytically observational in the basis of the use of cross

sectional study approximation. The study has taken 45 nursery students randomly as the

sample. The instruments used for this study were Metacognitive Awereness of Reading

Strategies Inventory (MARSI) questionnaire and learning area questionnaire according to

Dundee (DREEM) which each of its questionnaires have been examined in the term of

validity and reliability (internal consistency) based on the correlation item-total and alpha

Cronbach and also the problem solving ability is measured by using ASKEP scores in the

continuum scale. Then, it was analyzed using double linier regression model.

The analysis result investigated that there is a significantly positive statistic correlation

between metacognitive ability and the problem solving of nursery education (β = 0.3; CI 95%

0.2 to 0.4). There is also a significant correlation between hospital learning area and problem

solving of nursery education (β = 0.4; CI 95% 0.2 to 0.7).

Based on the study above concludes that there is a correlation between metacognitive ability

and hospital learning area with the problem solving ability towards nursery education at

nursery students. This study recommends that the metacognitive and learning area is very

appropriate method to be applied in problem solving learning at clinic learning area.

Keywords: metacognitive, hospital learning area, and problem solving.

Page 12: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta adanya pergeseran

pada sistem pelayanan kesehatan menuntut perkembangan keperawatan sebagai suatu profesi.

Selain itu disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan masyarakat akan tuntutan layanan

asuhan keperawatan.

Keperawatan sebagai profesi maka kurikulum pendidikan tinggi keperawatan disusun

berdasarkan kerangka konsep pendidikan yang kokoh yang mencakup: penguasaan IPTEK

Keperawatan, menyelesaikan masalah secara ilmiah, sikap, tingkah laku dan kemampuan

profesional, belajar sendiri dan mandiri serta belajar di masyarakat.

Harapannya pendidikan dan proses belajar mengajar keperawatan dapat disusun dan

dikembangkan secara terarah sehingga mampu menumbuhkan ketrampilan profesional yang

mencakup intelektual, ketrampilan teknik dan ketrampilan interpersonal yang diperlukan

untuk melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan kepada klien (Nursalam, 2003).

Salah satu fungsi pokok perguruan tinggi yaitu fungsi pendidikan, yaitu institusi

pendidikan tinggi keperawatan harus dapat menyelenggarakan proses pembelajaran

keperawatan melalui sistem belajar aktif dan mandiri.

Untuk mewujudkan proses pembelajaran keperawatan yang aktif dan mandiri maka

pengalaman belajar harus bisa dirancang untuk mencapai kemampuan akademis dan

profesional dalam bidang keperawatan, oleh karena itu dibutuhkan suatu lingkungan belajar

yang bisa menumbuhkan motivasi untuk belajar.

Page 13: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

2

Menurut Hamid (1997) fasilitas pelayanan kesehatan dapat digunakan sebagai sumber

pendidikan yang cukup kondusif untuk proses pembelajaran peserta didik Quin dalam

Nursalam (2003) mengidentifikasi salah satu teori belajar yang bisa diterapkan pada

pendidikan keperawatan yaitu teori kognitif yang menekankan pada ketrampilan intelektual

dan berfikir dengan harapan teridentifikasinya masalah kesehatan terutama terkait masalah

keperawatan.

Untuk menjamin kemampuan problem solving menurut O’Neill dan Brown dalam

Usman Mulbar (2008) menyatakan bahwa metakognisi sebagai proses dimana seseorang

berfikir tentang berfikir dalam rangka membangun strategi untuk memecahkan masalah.

Sedangkan Flavel (1976) metakognisi adalah pengetahuan seseorang terhadap proses

berfikirnya sendiri. Dengan metakognisi peserta didik dapat membangun strategi baru dalam

belajar karena proses metakognisi berpusat pada perencanaan, pemecahan masalah dan

evaluasi.

Menurut Imel (2002) beberapa komponen dalam metakognisi yaitu self assesment

dan self management. Selain itu disebutkan komponen yang lain dalam metakognisi yaitu:

metamemori, metakomprehensi, dan regulasi diri sendiri (Pordue University, 2005)

Program profesi merupakan suatu proses sosialisasi peserta didik dalam mendapatkan

pengalaman nyata untuk mencapai kemampuan ketrampilan profesional: intelektual, sikap

dan teknis dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien. Hasil akhir yang diharapkan

mahasiswa dari program profesi adalah memiliki kemampuan profesional salah satunya dapat

melaksanakan asuhan keperawatan dari masalah yang sederhana sampai yang kompleks

secara tuntas melalui pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan

keperawatan, implementasi dan evaluasi (Nursalam, 2003).

Tentunya pelaksanaan asuhan keperawatan bisa dilaksanakan selama mahasiswa

praktik di fasilitas pelayanan kesehatan sehingga dibutuhkan lingkungan belajar tempat

Page 14: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

praktik. Tempat praktik adalah suatu institusi di masyarakat dimana peserta didik berpraktik

pada situasi yang nyata melalui penumbuhan dan pembinaan ketrampilan intelektual, teknik

dan interpersonal (Nursalam, 2003).

Lingkungan sebagai sumber belajar menurut Gagne sebagaimana dikutip Dalhar

(1991) belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana suatu organisme berubah

perilakunya sebagai akibat pengalaman yang diperolehnya. Tentunya tempat praktik seperti

fasilitas pelayanan kesehatan juga bagian sumber belajar khususnya bagi mahasiswa

keperawatan yang sedang praktik profesi.

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka dikatakan metakognisi memiliki

peranan penting dalam mengatur dan mengontrol proses-proses kognitif seseorang dalam

belajar dan berfikir terutama dalam kemampuan pemecahan masalah khususnya dalam

pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa diploma keperawatan ketika

praktik di rumah sakit serta lingkungan belajar apakah dapat digunakan dalam pemecahan

masalah keperawatan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Adakah hubungan kemampuan metakognisi dengan kemampuan pemecahan

masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan ?

2. Adakah hubungan lingkungan belajar seperti rumah sakit dengan kemampuan

pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan ?

3. Jika ada, seberapa besar kekuatan kemampuan metakognisi, lingkungan belajar

dengan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa

keperawatan ?

Page 15: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mempelajari hubungan kemampuan metakognisi dan lingkungan belajar dengan

kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan.

2. Tujuan khusus

a. Mempelajari hubungan kemampuan metakognisi dengan kemampuan

pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan.

b. Mempelajari hubungan lingkungan belajar rumah sakit dengan kemampuan pemecahan

masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan.

c. Meneliti kekuatan hubungan kemampuan metakognisi dan lingkungan belajar rumah

sakit dengan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa

keperawatan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat praktis

a. Tingkat kemampuan metakognisi yang dimiliki mahasiswa dapat digunakan

dalam kemampuan pemecahan masalah pada pemberian asuhan keperawatan.

b. Lingkungan belajar di rumah sakit yang ideal dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah pada pemberian asuhan keperawatan.

c. Kemampuan metakognisi yang selaras dengan lingkungan belajar di rumah sakit dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada pemberian

asuhan keperawatan.

2. Manfaat teori

a. Tingkat kemampuan metakognisi seseorang dapat digunakan dalam

pemecahan masalah.

b. Lingkungan belajar yang ideal mempunyai kekuatan dalam kemampuan

pemecahan masalah.

Page 16: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Kemampuan Metakognitif

a. Definisi

Metakognisi merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell dalam

Livingston (1997), metakognisi yaitu pengetahuan seseorang terhadap proses berfikirnya

sendiri. Sedangkan menurut Wellman dikutip oleh Usman Mulbar (2008) metakognisi

sebagai bentuk kognisi, atau suatu proses berfikir tingkat dua atau lebih yang melibatkan

pengendalian terhadap aktivitas kognitif. Karena itu metakognisi dapat dikatakan sebagai

berfikir seseorang tentang berfikirnya sendiri atau kognisi seseorang tentang kognisinya

sendiri.

Selain itu metakognisi melibatkan pengetahuan dan kesadaran seseorang tentang

aktivitas kognitifnya sendiri atau segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas

kognitifnya (Livingston, 1997; Shoenfeld, 1992; Sukarna, 2005). Dengan demikian aktivitas

kognitif seseorang seperti perencanaan, monitoring, dan mengevaluasi penyelesaian suatu

tugas tertentu merupakan metakognisi secara alami (Livingston, 1997). Sedangkan menurut

O’Neil dan Brown dalam Usman Mulbar (2008) menyatakan bahwa metakognisi sebagai

proses dimana seseorang berfikir tentang berfikir dalam rangka membangun strategi untuk

memecahkan masalah.

b. Komponen dalam metakognisi

Menurut Imel (2002) ada dua komponen dalam metakognisi yaitu:

1) Self assessment yaitu pengetahuan itu sendiri

Page 17: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

2) Self management yaitu pengaturan metakognitif

Self assessment meliputi pengetahuan tentang koresponden kognitif untuk

mempelajari tentang apa yang berhubungan dengan pelajar itu sendiri, strategi, kondisi yang

mengikuti strategi. Sedangkan self management adalah aspek pengendalian dalam

pembelajaran antara lain pengaturan untuk mengetahui tentang cara mahasiswa

merencanakan, mengimplementasikan strategi, mengawasi, membetulkan kesalahan-

kesalahan pemahaman dan mengevaluasi kegiatan belajar mereka.

Baker et al. dikutip Nur (2000) mengemukakan bahwa metakognisi memiliki dua

komponen, yaitu (a) pengetahuan tentang kognisi, dan (b) mekanisme pengendalian diri dan

monitoring kognitif. Sedangkan Flavel (Livingston,1997) mengemukakan bahwa metakognisi

meliputi dua komponen yaitu (a) pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge), dan

(b) pengalaman atau regulasi metakognisi (metacognitive experiences or regulation).

Kedua komponen metakognisi yaitu pengetahuan metakognitif dan regulasi

metakognitif, masing-masing memiliki sub komponen sebagaimana disebutkan berikut ini

(OLRC News, 2004):

1) Pengetahuan tentang kognisi

Tediri dari sub kemampuan sebagai berikut:

a) Declarative knowledge yaitu pengetahuan tentang dirinya sebagai pebelajar serta

strategi, ketrampilan, dan sumber-sumber belajar yang dibutuhkannya untuk

keperluan belajar.

b) Procedural knowledge yaitu pengetahuan tentang bagaimana menggunakan apa saja

yang yang telah diketahui dalam declarative knowledge tersebut dalam aktivitas

belajarnya.

c) Conditional knowledge adalah pengetahuan tentang bilamana menggunakan suatu

prosedur, ketrampilan, atau strategi dan bilamana hal-hal tersebut tidak digunakan,

Page 18: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

mengapa suatu prosedur berlangsung dan dalam kondisi bagaimana berlangsungnya,

dan mengapa suatu prosedur lebih baik dari prosedur-prosedur yang lain.

2) Regulasi metakognisi

Terdiri dari sub kemampuan sebagai beriku:

a) Planning adalah kemampuan merencanakan aktivitas belajarnya.

b) Information management strategies adalah kemampuan strategi mengelola

informasi berkenaan dengan proses belajar yang dilakukan.

d) Comprehension monitoring yaitu kemampuan dalam memonitor proses belajarnya dan

hal-hal yang berhubungan dengan proses tersebut.

e) Debugging adalah kemampuan strategi-startegi yang digunakan untuk

membetulkan tindakan-tindakan yang salah dalam belajar.

f) Evaluation adalah kemampuan mengevaluasi keefektifan strategi belajarnya, apakah ia

akan mengubah strateginya, menyerah pada keadaan, atau mengakhiri kegiatan

tersebut.

c. Peranan metakognisi terhadap keberhasilan belajar

Sebagaimana dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa metakognisi pada

dasarnya adalah kemampuan belajar bagaimana harusnya belajar dilakukan yang didalamnya

dipertimbangkan dan dilakukan aktivitas sebagai berikut (Taccasu Project, 2008):

1) Mengembangkan suatu rencana kegiatan belajar.

2) Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan berkenaan dengan kegiatan belajar.

3) Menyusun suatu program belajar untuk konsep, ketrampilan, dan ide-ide yang

baru.

4) Mengidentifikasi dan menggunakan pengalamannya sehari-hari sebagai

sumber belajar.

5) Memanfaatkan teknologi modern sebagai sumber belajar.

Page 19: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

6) Memimpin dan berperan serta dalam diskusi dan pemecahan masalah

kelompok.

7) Belajar dari dan mengambil manfaat pengalaman orang-orang tertentu yang

telah berhasil dalam bidang tertentu.

8) Memahami faktor-faktor pendukung keberhasilan belajarnya.

d. Pengembangan metakognisi peserta didik dalam pembelajaran

Strategi yang dapat dilakukan guru atau dosen dalam mengembangkan metakognisi

peserta didik melalui kegiatan belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut:

1) Membantu peserta didik dalam mengembangkan strategi belajar dengan cara:

a) Mendorong pembelajar untuk memonitor proses pebelajar dan berfikirnya.

b) Membimbing pembelajar dalam mengembangkan strategi belajar yang efektif.

c) Meminta pembelajar untuk membuat prediksi tentang informasi yang akan muncul

atau disajikan berikutnya berdasarkan apa yang mereka telah baca atau dipelajari.

d) Membimbing pembelajar untuk mengembangkan kebiasaan bertanya.

e) Menunjukkan kepada pembelajar bagaimana teknik mentransfer pengetahuan, sikap-

sikap, nilai-nilai, ketrampilan-ketrampilan dari situasi ke situasi yang lain.

2) Membimbing pembelajar dalam mengembangkan kebiasaan peserta didik yang baik

melalui:

a) Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri.

b) Mengembangkan kebiasaan untuk berfikir positif.

c) Mengembangkan kebiasaan untuk berfikir secara hirarkhis.

d) Mengembangkan kebiasaan untuk bertanya.

2. Konsep lingkungan belajar

a. Definisi

Page 20: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Definisi lingkungan dikutip oleh Hendriani (2010) adalah segala sesuatu yang ada di

sekitar (di dalam atau di luar) organisme yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah

laku organisme. Lingkungan tertentu mempunyai fenomena, keunikan, dan batas-batas

sendiri. Pengenalan dari fenomena, keunikan dan batas-batas ini akan memberi rasa aman

dan tentram pada mahasiswa. Dengan bertambahnya pengetahuan tentang berbagai keadaan,

tempat, serta peranannya secara keseluruhan dalam suatu lingkungan, akan membuat

mahasiswa memperoleh kecakapan dan kesanggupan baru dalam menghadapi dunia nyata.

Banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar diantaranya kurikulum, dosen,

sesama mahasiswa, lingkungan dan media (sumber) belajar. Sumber belajar mengemukakan

bahwa dengan penggunaan yang tepat sumber belajar dapat meningkatkan pemahaman siswa

dan mempercepat seluruh proses latihan. Lingkungan dapat digunakan sebagai sumber

belajar.

Relevansi penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar dikemukakan oleh Driver

dalam Nirwana (1996), bahwa reaksi siswa cukup baik terhadap lingkungan belajar yang

terbuka. Partisipasi siswa melalui pembelajaran menggunakan lingkungan sebagai sumber

belajar lebih aktif dibandingkan pembelajaran biasa. Pendapat ini didukung oleh Balding dkk,

dalam Nirwana (1996) yang mengemukakan bahwa cara mengajar menggunakan lingkungan

sebagai sumber belajar adalah dengan memanfaatkan bahan, alat, serta fenomena yang ada di

lingkungan.

Harapan proses belajar mengajar keperawatan dapat disusun dan dikembangkan

secara terarah menumbuhkan ketrampilan profesional yaitu kontekstual, ketrampilan teknikal,

serta ketrampilan interpersonal (Nursalam, 2003), sehingga diperlukan pengalaman belajar

mahasiswa yang membuka motivasi untuk belajar. Menurut hasil penelitian Hettie (2005)

menyimpulkan bahwa lingkungan belajar dapat memperkuat pencapaian belajar, kepuasan

dan kesuksesan belajar dikarenakan lingkungan belajar akan secara teratur memberi umpan

Page 21: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

balik bagi mahasiswa melalui pengalaman belajarnya. Ini diperkuat oleh Abraham et al.

(2008) yaitu menyatakan mahasiswa dapat merasa menerima dengan lingkungan belajar

yang positif, namun juga dikatakan area problem dari lingkungan pembelajaran pada sekolah

keperawatan yang memungkinkan kita untuk mengadopsi pengukuran-pengukuran demi

perbaikan dalam pembelajaran.

Menurut Hamid (1997) dikutip Nursalam (2003) fasilitas pelayanan seperti RS dapat

digunakan sebagai sumber pendidikan yang cukup kondusif. Dengan demikian rumah sakit

dapat dijadikan sebagai salah satu lingkungan belajar untuk mencapai pengalaman belajar

klinik/ lapangan.

b. Konsep pengalaman belajar klinik

Pengalaman belajar klinik (PBK) adalah suatu proses transformasi mahasiswa untuk

menjadi seorang perawat profesional, yang memberi kesempatan beradaptasi pada perannya

sebagai perawat profesional dalam melaksanakan praktik keperawatan profesional di tatanan

nyata pelayanan kesehatan klinik untuk: melaksanakan asuhan keperawatan yang benar,

menerapkan pendekatan proses keperawatan, menampilkan sikap/ tingkah laku profesional

serta menerapkan ketrampilan profesional (Nursalam, 2003).

c. Lingkungan belajar tempat praktik

Tempat praktik sebagai bagian lingkungan belajar bagi mahasiswa keperawatan

mengandung arti yaitu suatu institusi di masyarakat dimana peserta didik berpraktik pada

situasi nyata melalui penumbuhan dan pembinaan ketrampilan intelektual, teknik, dan

interpersonal.

d. Komponen tatanan tempat praktik

Menurut Nursalam (2003) komponen yang harus ada pada tempat praktik yaitu:

1) Kesempatan kontak dengan klien.

2) Tujuan praktik.

3) Bimbingan yang kompeten.

4) Praktik ketrampilan.

Page 22: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

5) Dorongan untuk berfikir kritis (problem based learning).

6) Kesempatan mentransfer pengetahuan.

7) Kesempatan mengintegrasikan pengetahuan.

8) Penggunaan konsep tim.

e. Pengembangan lingkungan belajar

Untuk pengembangan lingkungan belajar yang ideal seperti tempat praktik bagi

mahasiswa keperawatan antara lain:

1) Pelayanan diagnostik, pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi.

2) Jumlah kasus klien memadai.

3) Fasilitas cukup untuk pembelajaran.

4) Memiliki perpustakaan cukup.

5) Situasi pendukung yang kondusif: idea baru, proses keperawatan, standar kualitas

keperawatan, evaluasi kinerja, program pengembangan.

6) Sistem manajemen pelayanan keperawatan yang baik.

7) Kegiatan penelitian.

8) Tenaga terpilih sebagai fasilitator.

9) Sistem pencatatan dan pelaporan memadai.

10) Sistem ketenagaan yang ada efisien (Nursalam, 2003).

3. Konsep kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan

a. Konsep pemecahan masalah

1) Definisi

Pemecahan adalah upaya untuk menyelesaikan, mengatasi serta definisi masalah

adalah persoalan, sesuatu yang harus diselesaikan (Fajri dalam kamus Lengkap Bahasa

Indonesia).

Page 23: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

2) Hubungan pemecahan masalah dalam asuhan keperawatan

Konsep keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat

profesional dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia (biologis, psikologis, sosial dan

spiritual): dapat ditujukan kepada individu, keluarga atau masyarakat dalam rentang

sehat. Dengan demikian paradigma dalam konsep keperawatan memandang bahwa

pelayanan keperawatan yang diberikan pada klien dalam bentuk pemberian asuhan

keperawatan adalah dalam keadaan tidak mampu, tidak mau dan tidak tahu dalam proses

pemenuhan kebutuhan dasar yang harus segera diatasi melalui pendekatan langkah-

langkah proses keperawatan.

Melalui pendekatan asuhan keperawatan, diharapkan mahasiswa dapat

menerapkan ketrampilan profesional yaitu kontekstual, ketrampilan teknik, dan

ketrampilan interpersonal. Hal ini dibenarkan oleh Quin dikutip Nursalam (2003)

mengidentifikasikan salah satu teori belajar yang bisa diterapkan pada pendidikan

keperawatan adalah teori kognitif yang menekankan pada ketrampilan intelektual dan

berfikir. Selain itu hasil penelitian Pamungkasari (2007) menunjukkan ada pengaruh

signifikan kemampuan metakognitif terhadap kemampuan pemecahan masalah yaitu

makin tinggi kemampuan metakognitif makin tinggi pula kemampuan pemecahan

masalah. Berdasarkan kaitan diatas di dalam pemberian asuhan keperawatan di dalamnya

juga mahasiswa dituntut untuk memberikan bantuan pemecahan masalah khususnya

masalah kesehatan klien yaitu masalah yang terkait pemenuhan kebutuhan dasar manusia

teori Henderson dalam (Kozier, 1997). Dengan demikian melalui asuhan keperawatan diharapkan mahasiswa dapat

menjamin kemampuan problem solving atau pemecahan masalah keperawatan klien

dengan mengacu pada kebutuhan dasar sesuai 14 kebutuhan menurut teori Henderson.

Page 24: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

4. Konsep asuhan keperawatan

a. Falsafah keperawatan.

Merupakan pandangan dasar tentang hakekat manusia dan esensi keperawatan

yang menjadikan kerangka dasar dalam praktek keperawatan. Hakekat manusia yang

dimaksud di sini adalah manusia sebagai makhluk biologis, psikologis, sosial dan

spiritual, sedangkan esensinya adalah falsafah keperawatan yang meliputi: pertama,

memandang bahwa pasien sebagai manusia yang utuh (holistik) yang harus dipenuhi

segala kebutuhannya baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang

diberikan secara komprehensif dan tidak bisa dilakukan secara sepihak atau sebagian dari

kebutuhannya; kedua, bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan harus secara lansung

dengan memperhatikan aspek kemanusiaan; ketiga, setiap orang berhak mendapatkan

perawatan tanpa memandang perbedaan suku, kepercayaan, status sosial, agama dan

ekonomi; keempat, pelayanan keperawatan tersebut merupakan bagian integral dari sistem

pelayanan kesehatan mengingat perawat bekerja dalam lingkup tim kesehatan bukan

sendiri-sendri; dan kelima, pasien adalah mitra yang selalu aktif dalam pelayanan

kesehatan, bukan seorang penerima jasa yang pasif.

b. Paradigma keperawatan

Banyak ahli yang membahas pengertian paradigma seperti Stevens (1999) yang

mendefinisikan paradigma sebagai pandangan fundamental tentang persoalan dalam suatu

cabang ilmu pengetahuan. Hidayat (2004) mengartikan paradigma sebagai suatu

perangkat bantuan yang memiliki nilai tinggi dan sangat menentukan bagi penggunanya

untuk dapat memiliki pola dan cara pandang dasar khas dalam melihat, memikirkan,

memberi makna, menyikapi dan memilih tindakan mengenai suatu kenyataan atau

fenomena kehidupan manusia.

Page 25: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Keperawatan sebagai ilmu juga memiliki paradigma sendiri dan sampai saat ini

paradigma keperawatan masih berdasarkan empat komponen yang diantaranya manusia,

keperawatan, kesehatan dalam rentang sehat-sakit dan lingkungan. Sebagai disiplin ilmu,

keperawatan akan selalu berkembang untuk mencapai profesi yang mandiri seiring

dengan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan sehingga paradigma keperawatan

akan terus berkembang.

c. Konsep Keperawatan

Komponen yang kedua dalam paradigma keperawatan, ini adalah konsep

keperawatan. Konsep keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat

profesional dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia (biologis, psikologis, sosial dan

spiritual): dapat ditujukan kepada individu, keluarga atau masyarakat dalam rentang

sehat. Dengan demikian paradigma dalam konsep keperawatan memandang bahwa

pelayanan keperawatan yang diberikan pada klien dalam bentuk pemberian asuhan

keperawatan adalah dalam keadaan tidak mampu, tidak mau dan tidak tahu dalam proses

pemenuhan kebutuhan dasar. Bentuk asuhan keperawatan menurut Kozier (1997) berupa

antara lain:

Pertama, bentuk asuhan keperawatan pada manusia sebagai klien yang memiliki

ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar ini dapat diberikan melalui pelayanan

keperawatan untuk meningkatkan atau memulihkan kemampuan dalam memenuhi

kebutuhan dasarnya khususnya kebutuhan fisiologis.

Kedua, bentuk asuhan keperawatan pada manusia sebagai klien yang memiliki

ketidakmauan dalam memenuhi kebutuhan dasar ini dapat diberikan melalui pelayanan

keperawatan yang bersifat bantuan dalam pemberian motivasi pada klien yang

mempunyai penurunan dalam kemauan sehingga diharapkan terjadi motivasi yang kuat

untuk membangkitkan semangat hidup agar terjadi peningkatan. Pada proses pemenuhan

Page 26: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

kebutuhan dasar tindakan ini pada umumnya merupakan terapi psikologis yang dimiliki

perawat dalam mengatasi masalah klien.

Ketiga, bentuk asuhan keperawatan pada manusia sebagai klien yang memiliki

ketidaktahuan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia ini dapat diberikan melalui

pelayanan keperawatan yang bersifat pemberian pengetahuan, yang berupa pendidikan

kesehatan (health educator) yang dapat dilakukan pada individu, keluarga atau

masyarakat mempunyai pengetahuan yang rendah dalam tugas (masalah) perawatan

kesehatan sehingga diharapkan dapat terjadi perubahan peningkatan kebutuhan dasar.

d. Teori kebutuhan dasar manusia Henderson

Teori keperawatan Virginia Henderson mencakup seluruh kebutuhan dasar seorang

manusia. Henderson (1964) mendefinisikan keperawatan sebagai: membantu individu yang

sakit dan yang sehat dalam melaksanakan aktivitas yang memiliki kontribusi terhadap

kesehatan dan penyembuhannya di mana individu tersebut akan mampu mengerjakannya

tanpa bantuan bila ia memiliki kekuatan kemauan, dan pengetahuan yang dibutuhkan serta

hal ini dilakukan dengan cara membantu mendapatkan kembali kemandiriannya secepat

mungkin.

Kebutuhan berikut ini, seringkali disebut 14 kebutuhan dasar Henderson, memberikan

kerangka kerja dalam melakukan asuhan keperawatan:

1) Bernapas secara normal.

2) Makan dan minum cukup.

3) Eliminasi.

4) Bergerak dan mempertahankan posisi yang dikehendaki.

5) Istirahat dan tidur.

6) Memilih cara berpakaian, berpakaian dan melepas pakaian.

7) Mempertahankan temperatur tubuh dalam rentang normal.

Page 27: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

8) Menjaga tubuh tetap bersih dan rapat.

9) Menghindari bahaya dari lingkungan.

10) Berkomunikasi dengan orang lain.

11) Beribadah menurut keyakinan.

12) Bekerja yang menjanjikan prestasi.

13) Bermain dan berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi.

14) Belajar, menggali atau memuaskan rasa keingintahuan yang mengacu pada

perkembangan dan kesehatan normal.

e. Standar praktik keperawatan

Perawat sebagai suatu profesi tentunya memiliki standar praktik keperawatan demi

memenuhi kebutuhan dasar klien, ada delapan standar praktik keperawatan (DPP PPNI,

1996)

Standar 1, pengumpulan data tentang status kesehatan klien/ pasien yang dilakukan secara

sistematik dan berkesinambungan. Data diperoleh melalui suatu rangkaian proses pengkajian

pada klien.

Standar 2, diagnosa keperawatan yang dirumuskan berdasarkan data status kesehatan klien.

Standar 3, rencana asuhan keperawatan yang meliputi tujuan yang dibuat berdasarkan

diagnosa keperawatan.

Standar 4, rencana asuhan keperawatan meliputi prioritas dan pendekatan tindakan

keperawatan yang ditetapkan untuk mencapai tujuan yang disusun berdasarkan diagnosa

keperawatan.

Standar 5, tindakan keperawatan memberi kesempatan klien/ pasien untuk berpartisipasi

dalam peningkatan, pemeliharaan, dan peningkatan kesehatan.

Standar 6, tindakan keperawatan membantu klien/ pasien untuk mengoptimalkan

kemampuannya untuk hidup sehat.

Page 28: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Standar 7, ada tidaknya kemajuan dalam pencapaian tujuan ditentukan oleh klien dan

perawat.

Standar 8, catatan dokumentasi asuhan keperawatan.

f. Langkah-langkah proses asuhan keperawatan

Menurut Carpenito (1998) ada lima langkah dalam proses asuhan keperawatan yaitu

pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun rencana asuhan keparawatan,

implementasi tindakan keperawatan, serta melakukan evaluasi terhadap hasil asuhan

keperawatan.

B. Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian menyebutkan bahwa kesadaran pebelajar secara metakognitif adalah

lebih strategis dan memberi hasil yang lebih baik dari pada pebelajar yang tidak mempunyai

kesadaran metakognisi. Dukungan metakognisi yang kuat tersebut adalah pengetahuan dan

pengaturan metakognisi itu sendiri. Dengan demikian ada hubungan yang kuat antara

kemampuan metakognisi dengan kemandirian siswa dalam belajar sesuai hasil penelitian

Imel (2002). Pada penelitian lain oleh Pamungkasari (2007) menunjukkan ada pengaruh

signifikan kemampuan metakognitif terhadap kemampuan pemecahan masalah.

Selain itu relevansi penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar dikemukakan oleh

Driver dalam Nirwana (1996) bahwa reaksi siswa cukup baik terhadap lingkungan belajar

yang terbuka. Partisipasi siswa melalui pembelajaran menggunakan lingkungan sebagai

sumber belajar lebih aktif dibandingkan pembelajaran biasa. Pendapat ini didukung oleh

Balding dkk, dikutip Nirwana (1996) yang mengemukakan bahwa cara mengajar

menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar adalah dengan memanfaatkan bahan, alat,

Page 29: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

serta fenomena yang ada di lingkungan. Serta hasil penelitian Abraham et al. (2008) yaitu

menyatakan mahasiswa dapat merasa menerima dengan lingkungan belajar yang positif.

Terkait kaitan diatas ada harapan proses belajar mengajar keperawatan dapat disusun

dan dikembangkan secara terarah yang dapat menumbuhkan ketrampilan profesional yaitu

kontekstual, ketrampilan teknik, serta ketrampilan interpersonal (Nursalam, 2003), melalui

pengalaman belajar klinik (PBK) adalah suatu proses transformasi mahasiswa untuk menjadi

seorang perawat profesional, yang memberi kesempatan beradaptasi pada perannya sebagai

perawat profesional dalam melaksanakan praktik keperawatan profesional di tatanan nyata

pelayanan kesehatan klinik untuk: melaksanakan asuhan keperawatan yang benar,

menerapkan pendekatan proses keperawatan, menampilkan sikap/ tingkah laku profesional

serta menerapkan ketrampilan profesional (Nursalam, 2003).

C. Kerangka Berfikir

Kemampuan belajar bagaimana belajar, kemampuan metakognitif terdiri dari

kemampuan pengetahuan metakognisi itu sendiri serta kontrol proses atau sebagai regulasi

metakognisi yang didalamnya akan membantu dalam proses pemecahan masalah asuhan

keperawatan.

Selain itu apabila didukung oleh lingkungan belajar seperti lingkungan di klinik/

rumah sakit yang disusun dan dikembangkan secara terarah yang dapat menumbuhkan

ketrampilan profesional yaitu kontekstual, ketrampilan teknik, serta ketrampilan

interpersonal sehingga menjadikan lingkungan belajar menjadi lebih ideal, dengan demikian

akan terwujud suatu kemampuan pemecahan masalah dalam pelaksanaan asuhan

keperawatan seperti yang terlihat pada Gambar 2.1 Kerangka berfikir di bawah ini.

Pengetahuan metakognisi

Page 30: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Kemampuan

Pemecahan

Masalah

Askep

1. Declarative knowledge 2. Prosedural knowledge 3. Conditional know

Kemampuan metakognitif

Regulasi metakognisi

1..Planning 2.Information 3.Comprehension 4.Debugging 5.Evaluatioin Lingkungan belajar

Lingkungan belajar praktik RS Lingkungan belajar ideal

1. Jadwal praktek tepat waktu 2. Suasana nyaman saat praktik 3. Kesempatan mengembang- Kan keterampilan perorangan 4. Nyaman untuk belajar sosial 5. Suasana nyaman selama bimbingan 6. Berkonsenterasi baik selama Praktik Lingkungan belajar belum 7. Kenyamanan ruangan akan ideal

mengurangi stres 8. Suasana ruangan memotivasi pembelajar 9. Bisa bertanya selama praktik

Keterangan :

: diteliti : tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka berfikir

Page 31: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

D. Hipotesis

Hipotesa yang dapat disampaikan terkait pemikiran diatas adalah

Ada hubungan antara kemampuan metakognisi dan lingkungan belajar rumah sakit dengan

kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan.

Page 32: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik yang menggunakan

rancangan cross sectional study (studi potong lintang).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa keperawatan di Akademi keperawatan

Lumajang pada bulan Nopember-April 2011 dengan lokasi di Lingkungan Rumah sakit Dr.

Haryoto Lumajang yang tersebar di empat ruangan yaitu R. IGD, R. Interne, R. Bedah, R.

Maternitas.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah keseluruhan mahasiswa yang ada di

lokasi penelitian. Sedangkan populasi sumber adalah mahasiswa Akademi Keperawatan

Lumajang yang sedang melaksanakan praktik klinik keperawatan di RS. Dr. Haryoto

Lumajang. Jumlah mahasiswa yang menjadi populasi penelitian adalah 100 orang, sedang

jumlah sampel pada penelitian menggunakan simple random sampling sebanyak 45

responden.

Desain sampel menggunakan probabilitas dengan simple random sampling. Adapun

kriteria restriksi dalam penelitian ini sebagai berikut:

Page 33: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

1. Kriteria Inklusi:

a. Mahasiswa TK III.

b. berada di lokasi penelitian.

c. bersedia menjadi subyek penelitian.

Jumlah sampel tersebut dibagi pada empat lokasi ruangan dimana terdapat mahasiswa

prakatik klinik keperawatan dengan jumlah antara 11-12 responden.

D. Kerangka Penelitian

Gambar 3.1. Kerangka penelitian

Populasi Sasaran: seluruh mahasiswa keperawatan

Populasi Sumber: mahasiswa Akper Lumajang

Yang sedang praktik klinik keperawatan

Simple random sampling

Sampel 45 mahasiswa pada empat lokasi ruang yang

terpilih

Dilakukan pengukuran variabel dengan instrumen

kuesioner dengan skala likert

Analisis data menggunakan model regresi linier ganda

Kesimpulan

Page 34: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Kemampuan metakognitif

Lingkungan belajar rumah sakit

2. Variabel terikat : Kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan

F. Definisi Operasional Variabel

1. Kemampuan metakognitif

Kemampuan metakognitif yang terdiri tiga komponen metakognitif yang diukur,

yaitu (1) strategi umum, (2) strategi pemecahan masalah, dan (3) strategi pendukung. diukur

dengan menggunakan kuesioner Metacognitive Awareness Of Reading Strategies Inventory

(MARSI) yang telah dialih bahasakan dan dimodifikasi oleh Poncorini (2006). Jumlah butir

soal secara keseluruhan sebanyak 30 butir, kemudian dilakukan uji reliabilitas korelasi item-

total dengan hasil ada 11 butir pertanyaan dengan nilai < 0.2 yang harus dibuang yaitu butir

pernyataan nomer 6,7,8,14, 16, 17, 21, 23, 24, 29 dan 30, nilai alpha cronbach > 0.6 sehingga

hanya 19 butir yang bisa dipakai dalam penelitian ini dengan dengan strategi umum

sebanyak 8 butir, strategi pemecahan masalah sebanyak 4 butir dan strategi pendukung 7

butir.

Alat pengukuran dengan kuesioner.

Skala pengukuran: katagorikal.

2. Lingkungan belajar

Lingkungan belajar adalah kondisi serta situasi lingkungan pembelajaran yang diukur

dengan kuesioner metode pengukuran kesiapan lingkungan pendidikan Dundee (DREEM)

Page 35: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

(Roff et al., 1997) terdiri atas 50 pernyataan yang terdiri lima subkelas yaitu persepsi proses

pembelajaran ada 12 butir pernyataan, persepsi organisasi pembelajaran ada 11 butir

pernyataan, persepsi akademik ada 8 butir pernyataan, persepsi lingkungan pembelajaran ada

12 butir pernyataan serta persepsi lingkungan sosial ada 7 butir pernyataan. Sedangkan

penelitian ini menggunakan persepsi lingkungan pembelajaran dengan 12 butir pernyataan,

memakai skala likert dan setiap pernyataan dinilai: 4 untuk Sangat Setuju (SS), 3 untuk

Setuju (S), 2 untuk ragu-ragu (R), 1 untuk Tidak Setuju (TS) dan 0 untuk Sangat Tidak Setuju

(STS). Berdasarkan hasil uji reliabilitas korelasi item-total ada 3 butir perntanyaan dengan

nilai < 0.2 yaitu butir nomer 1,3 dan 8 dan, nilai alpha cronbach > 0.6 sehingga hanya ada 9

butir pernyataan yang dipakai dalam penelitian ini.

Alat pengukuran dengan kuesioner.

Skala pengukuran: katagorikal.

3. Kemampuan pemecahan masalah melalui asuhan keperawatan

Kemampuan pemecahan masalah meliputi bagaimana kemampuan pengkajian,

merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun rencana tindakan perawatan, implementasi

tindakan keperawatan serta kemampuan evaluasi hasil tindakan keperawatan.

Alat pengukuran menggunakan data hasil nilai asuhan keperawatan (ASKEP)

mahasiswa praktik klinik keperawatan.

Skala pengukuran: kontinu.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner terdiri

dari beberapa kelompok pertanyaan yang meliputi:

1. Identitas responden

Page 36: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Data yang diambil berupa nama, umur, jenis kelamin.

2. Instrumen metakognitif, lingkungan belajar, disusun dalam bentuk kuesioner.

3. Kemampuan pemecahan masalah diperoleh dari data rekapitulasi nilai asuhan

keperawatan.

H. Teknik Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer diperoleh melalui kuesioner yang berisikan pernyataan dan pertanyaan

yang telah disusun sesuai dengan tujuan penelitian. Data ini langsung diperoleh dari hasil

penelitian dengan melalui kuesioner dengan skala likert yaitu untuk mengukur kemampuan

metakognitif dengan menggunakan kuesioner Metacognitive Awareness Of Reading

Strategies Inventory (MARSI) yang telah dialih bahasakan dan dimodifikasi oleh Poncorini

(2006) dan data untuk mengukur lingkungan belajar yang diadopsi dari metode pengukuran

kesiapan lingkungan pendidikan Dundee (DREEM) (Roff et al.,1997) terdiri atas 9

pernyataan.

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan

diperoleh dari data rekapitulasi nilai mahasiswa selama pelaksanaan asuhan keperawatan.

I. Tes Validitas dan Reliabilitas

Dalam penelitian ini uji reliabilitas dengan menggunakan SPSS yaitu Alpha Cronbach

untuk menguji item-item kuesioner yang disebut konsistensi internal.

Page 37: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

J. Analisis Data

Data kontinu karakteristik sampel dideskripsikan dalam mean, SD, minimum,

maksimum. Data kategorikal karakteristik sampel dideskripsikan dalam frekuensi dan persen.

Hubungan antara kemampuan metakognitif, lingkungan belajar dengan kemampuan

pemecahan masalah dianalisis dengan model regresi linier ganda:

Y = a + b1X1 + b2X2

Y = kemampuan pemecahan masalah

X1 = Kemampuan metakognitif

X2 = Lingkungan belajar

b1 = koefisien regresi untuk metakognitif yaitu hubungan kemampuan

metakognitif dengan kemampuan pemecahan masalah

b2 = koefisien regresi untuk lingkungan belajar yaitu hubungan

lingkungan belajar dengan kemampuan pemecahan masalah

a = konstanta

Page 38: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Bab ini akan menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal bulan

Nopember – April 2011 pada mahasiswa Akademi Keperawatan Lumajang yang sedang

praktik klinik keperawatan dengan jumlah responden 45 mahasiswa menggunakan teknik

randomisasi sampel.

1. Gambaran Karakteristik Demografi Subyek Penelitian Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Penelitian Variabel Mean SD Minimum Maksimum Kemampuan 61.9 8.5 42 78 Metakognitif Lingkungan 26.0 3.5 18 35 Belajar RS Kemampuan 72.2 4.2 62.6 80.0 Pemecahan masalah Dari table 4.1 dapat diketahui bahwa rata-rata kemampuan metakognitif, lingkungan belajar

RS berturut-turut 61.9; 26.0 Sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah asuhan

keperawatan adalah 72.2

Page 39: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Usia n Prosentase (%) 19 1 2.2 20-21 36 80.0 22-23 8 17.8 N = 45 100.0 Jenis kelamin Laki 19 42.2 Perempuan 26 57.8 N = 45 100.0 Dari table 4.2. dapat diketahui prosentase usia 19, 20-21, 22-23 berturut-turut 2.2 Persen,

80.0 persen dan 17.8 persen, sedangkan jenis kelamin laki-laki 42.2 persen dan perempuan

sebesar 57.8 persen.

Tabel 4.3. Distribusi Pemecahan Masalah Berdasarkan Nilai Asuhan Keperawatan

No. Variabel n Mean SD Minimum Maksimum

1. Pengkajian 45 71.6 4.6 52.0 79.0

2. Diagnosa keperawatan 45 72.1 4.3 60.0 79.0

3. Rencana 45 72.6 4.0 63.0 80.0

4. Implementasi 45 72.2 4.8 62.0 82.0

5. Evaluasi 45 72.7 4.5 63.0 81.0

6. Pemecahan Masalah 45 72.2 4.2 62.6 80.0

Page 40: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa rata-rata tahapan pemecahan masalah

ASKEP mulai pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,

implementasi keperawatan, evaluasi berturut-turut 71.6; 72.1; 72.6; 72.2; 72.7

Sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan adalah

72.2

Garis regresi dengan rentang positif pada hubungan kemampuan

metakognitif dan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan

digambarkan dengan diagram sebar dan regresi seperti pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hubungan antara kemampuan metakognisi dan pemecahan masalah

Page 41: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Sedangkan garis regresi dengan rentang positif pada hubungan lingkungan belajar RS

dan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan digambarkan dengan diagram

sebar dan garis regresi seperti Gambar 4.2.

2.

3. Hubungan antara kemampuan metakognitif dan kemampuan pemecahan masalah

asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan dijelaskan dalam hasil analisis

regresi pada table 4.3.

Analisis yang digunakan untuk menghubungkan variabel satu dengan variabel lainnya

adalah analisis regresi linier ganda dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS

(versi 17.0). Data yang akan dianalisis selengkapnya pada lampiran 10 sedangkan hasil

analisis dapat dilihat pada lampiran 11.

Di bawah ini merupakan tabel hasil analisis regresi linier ganda tentang hubungan

kemampuan metakognitif dan lingkungan belajar rumah sakit dengan kemampuan

pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan Lumajang yang dapat

dilihat pada table 4.4. dibawah ini.

Gambar 4.2 Hubungan antara lingkungan belajar RS dan pemecahan masalah

Page 42: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Tabel 4.4. Hasil analisis regresi linier ganda tentang hubungan kemampuan metakognitif dan lingkungan belajar RS dengan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan Variabel Confidence Interval (CI)

Independen Koefisien Nilai p Batas Batas regresi (b) bawah atas Kemampuan metakognitif 0.3 <0.001 0.2 0.4 Lingkungan belajar 0.4 0.002 0.2 0.7

Konstanta 45.1 <0.001 38.6 51.5 N observasi = 45 Adjusted R Square = 62.2 % P = < 0.001

Interpretasi atas hasil analisis linier ganda diatas adalah bahwa kemampuan

metakognitif memiliki hubungan positif dengan kemampuan pemecahan masalah asuhan

keperawatan pada mahasiswa keperawatan. Kenaikan 1 skor kemampuan metakognitif

mahasiwa akan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan sebesar

0.3 skor dengan rentang antara 0.2 sampai 0.4 (b = 0.3, CI 95 % 0.2 sampai 0.4)

Selain itu bahwa lingkungan belajar memiliki hubungan positif dengan

kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan.

Kenaikan 1 skor lingkungan belajar RS akan meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah asuhan keperawatan sebesar 0.4 skor dengan rentang skor antara 0.2 sampai 0.7 (b

= 0.4, CI 95 % 0.2 sampai 0.7)

Konstanta regresi sebesar 45,1 menyatakan bahwa jika variabel kemampuan

metakognitif dan lingkungan belajar RS yang sebelumnya dianggap nol, maka rata-rata

skor kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan adalah 45,1

Page 43: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Sedangkan ditinjau dari nilai Adjusted R square pada persamaan regresi yang

bernilai 62.2 %. Artinya kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan diperoleh

dari variabel kemampuan metakognitif dan lingkungan belajar RS, sedangkan sisanya

yaitu 37.8 % dipengaruhi oleh variabel faktor lain.

B. Pembahasan

1. Hubungan kemampuan metakognitif dan kemampuan pemecahan masalah asuhan

keperawatan.

Hasil analisis regresi linier ganda hubungan kemampuan metakognitif dan

kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan menunjukkan setiap kenaikan 1 skor

kemampuan metakognitif akan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah sebesar 0.3

Hasil ini mendukung penelitian Imel (2002) yang menyebutkan bahwa kesadaran

pebelajar secara metakognitif adalah lebih strategis dan memberi hasil yang lebih baik dari

pada pebelajar yang tidak mempunyai kesadaran metakognisi. Dukungan metakognisi yang

kuat tersebut adalah pengetahuan dan pengaturan metakognisi itu sendiri, dengan

demikian ada hubungan kuat antara kemampuan metakognisi dengan kemandirian siswa

dalam belajar.

Pada temuan penelitian Pamungkasari (2007) menunjukkan makin tinggi

kemampuan metakognitif seseorang maka makin tinggi juga kemampuan pemecahan

masalah.

Selain itu hasil penelitian ini sejalan pendapat Toccasu Project (2008) mengatakan

bahwa metakognitif pada dasarnya adalah kemampuan belajar bagaimana seharusnya belajar

dengan mempertimbangkan salah satunya berperan serta dalam pemecahan suatu masalah.

Page 44: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Pada penelitian ini fokus pemecahan masalah didasarkan pada pemberian pelayanan

asuhan keperawatan ketika mahasiswa melakukan praktik klinik keperawatan sesuai dengan

konsep keperawatan menurut Kozier (1997) bahwa pelayanan keperawatan yang

diberikan kepada klien dalam bentuk asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah klien

sesuai dengan 14 kebutuhan dasar manusia (Hendersen,1964).

Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Hsu LL (2010) yang

menyimpulkan bahwa kemampuan keterampilan metakognitif pada mahasiswa

keperawatan di Taiwan dapat berkembang baik di kelas maupun di tempat praktik klinik

keperawatan. Hal ini juga sejalan hasil penelitian Kuiper (2005) yang mengatakan

penggunaan metode pembelajaran self regulation di lingkungan praktik dapat merangsang

aktivitas metakognitif terutama pengalaman klinik dan ketrampilan berfikir kritis dalam

pemecahan masalah keperawatan.

Di dalam praktik pemberian pelayanan asuhan keperawatan menurut Nursalam

(2003) hasil akhir yang diharapkan mahasiswa praktik profesi adalah memiliki kemampuan

professional salah satunya dapat melaksanakan asuhan keperawatan dari masalah yang

sederhana sampai yang kompleks secara tuntas melalui tahapan pengkajian, merumuskan

diagnose keperawatan (masalah keperawatan), merencanakan tindakan keperawatan,

melakukan implementasi (pelaksanaan) tindakan keperawatan dan terakhir tahapan

evaluasi terhadap apa yang sudah dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana

keberhasilan masalah keperawatan dapat diatasi (problem solving). Pernyataan di atas juga

mendukung hasil penelitian Pesut (1992) yang mengatakan bahwa kemampuan ketrampilan

metakognitif berpengaruh pada pembelajaran di klinik terutama dalam menemukan masalah

keperawatan karena kemampuan keterampilan metakognitif dapat digunakan untuk tahapan

observasi, analisis, perencanaan dan evaluasi proses keperawatan.

Page 45: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Bila mahasiswa memiliki dasar kemampuan metakognitif yang cukup diharapkan

mahasiswa akan mampu melakukan kegiatan asuhan keperawatan mulai tahap pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan, implementasi tindakan keperawatan serta

evaluasi dengan berhasil.

Hal itu dapat dijelaskan menurut Flavel (Livingston,1997) bahwa metakognisi

memiliki dua macam yaitu pertama pengetahuan metakognisi itu sendiri dan kedua regulasi

metakognisi. Selain itu menurut (OLRC News, 2004) masing-masing kedua metakognisi

terbagi beberapa sub kemampuan metakognisi antara lain: pengetahuan tentang metakognisi

terdiri declarative knowledge yaitu pengetahuan tentang dirinya sebagai pebelajar serta

strategi, ketrampilan dan sumber belajar yang dibutuhkan. Yang kedua procedural knowledge

yaitu pengetahuan bagaimana menggunakan apa saja yang telah diketahui dalam declarative

knowledge dalam aktivitas belajarnya serta conditional knowledge yaitu pengetahuan

bilamana menggunakan suatu prosedur, ketrampilan atau strategi dan bilamana hal-hal

tersebut tidak digunakan, dan mengapa suatu prosedur lebih baik dari prosedur-prosedur yang

lain.

Untuk regulasi metakognisi terdiri sub kemampuan planning atau perencanaan,

information management strategies yaitu kemampuan strategi mengelola informasi

berkenaan dengan proses belajar, comprehension monitoring yaitu kemampuan dalam

memonitor proses belajarnya, debugging yaitu kemampuan strategi yang digunakan untuk

membetulkan tindakan yang salah dalam belajar, serta sub komponen evaluation yaitu

kemampuan mengevaluasi keefektifan strategi belajarnya apakah ia akan mengubah

strateginya, menyerah atau mengakhiri kegiatan tersebut.

Sehingga dalam perencanaan pelaksanaan pemecahan masalah asuhan keperawatan

ada keterkaitan kemampuan metakognitif karena masing-masing sub kemampuan dari

metakognisi menjadi dasar dalam proses pemberian asuhan keperawatan.

Page 46: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Pada tahap pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, kegiatan ini adalah

upaya melakukan pengkajian secara komprehensif data dari klien sehingga pada akhirnya

dapat ditemukan masalah keperawatan yang muncul pada klien sesuai dengan 14

kebutuhan dasar manusia menurut Henderson (1964).

Untuk mencapai keberhasilan tahap pengkajian dan rumusan diagnosa keperawatan

kemampuan metakognitif yang dimiliki akan menggunakan landasan sub komampuan

declarative knowledge, procedural knowledge, conditional knowledge yaitu mahasiswa akan

menggunakan strategi serta menggunakan prosedur, ketrampilan yang tepat untuk menggali

data klien dengan harapan bisa merumuskan masalah keperawatan klien.

Pada tahap perencanaan dan tahap implementasi keperawatan, untuk memperoleh

keberhasilan tahap-tahap ini diharapkan menggunakan subkemampuan regulasi

metakognitif jenis planning, information management, comprehension monitoring dan

debugging. Pada tahap-tahap ini dibutuhkan kemampuan suatu perencanaan yang dapat

diterapkan untuk mengatasi masalah klien sehingga bila mahasiswa memiliki kemampuan

perencanaan, pengelolaan informasi data pengkajian atau analisis data, kemampuan

memonitir perkembangan data klien serta kemampuan memilih strategi tindakan

keperawatan yang tepat maka akan menunjang keberhasilan pada pemecahan masalah

klien.

Sedangkan pada tahap evaluasi yaitu diharapkan mahasiswa mampu melakukan

proses evaluasi sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Untuk menunjang keberhasilan

proses tahapan evaluasi maka dibutuhkan kemampuan metakognitif yang berlandasan

evaluation karena mahasiswa akan berfikir strategi yang paling tepat tindakan untuk

mengatasi masalah klien atau pemecahan masalah klien berdasarkan data perkembangan

klien.

Page 47: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

2. Hubungan lingkungan belajar rumah sakit dan kemampuan pemecahan masalah

asuhan keperawatan.

Hasil analisis regresi terhadap hubungan antara lingkungan belajar rumah sakit dan

kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan menunjukkan bahwa setiap 1 skor

lingkungan belajar rumah sakit akan meningkatkan skor kemampuan pemecahan masalah

asuhan keperawatan sebesar 0.4

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Hattie (2005) yang menyimpulkan bahwa

lingkungan belajar dapat memperkuat pencapaian belajar, kepuasan dan kesuksesan

belajar dikarenakan lingkungan belajar akan secara teratur memberi umpan balik bagi

mahasiwa melalui pengalaman belajarnya.

Selain itu hasil penelitian lain oleh Abraham et al. (2008) menyatakan bahwa

mahasiwa dapat merasa menerima dengan lingkungan belajar yang positif, namun juga

dikatakan area masalah dari lingkungan pembelajaran pada sekolah keperawatan yang

memungkinkan kita untuk mengadopsi pengukuran-pengukuran demi perbaikan dalam

pembelajaran.

Berdasarkan kaitan diatas maka perlu adanya lingkungan belajar yang mendorong

motivasi mahasiwa untuk belajar. Menurut Nursalam (2003 harapan proses belajar

mengajar keperawatan dapat disusun dan dikembangkan secara terarah yang dapat

menumbuhkan ketrampilan professional yaitu kontekstual, ketrampilan teknis, serta

ketrampilan interpersonal.

Selanjutnya menurut Hamid dikutip Nursalam (2003) fasilitas pelayanan rumah sakit

dapat digunakan sebagai sumber pendidikan yang cukup kondusif sehingga lingkungan

belajar seperti rumah sakit dapat dijadikan sebagai salah satu lingkungan belajar untuk

mencapai pengalaman belajar di klinik.

Page 48: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Untuk menunjang lingkungan belajar di rumah sakit agar dapat kondusif ada

beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sehingga menjadikan lingkungan belajar rumah

sakit menjadi ideal menurut Nursalam (2003) antara lain: tersedia pelayanan memadai,

jumlah kasus memadai, fasilitas cukup untuk pembelajaran, memiliki perpustakaan, situasi

pendukung yang kondusif, sistem manajemen pelayanan keperawatan, ada kegiatan

penelitian, ada tenaga terpilih sebagai fasilitator, ada sistem pencatatan dan pelaporan

memadai serta sistem ketenagaan yang ada efisien.

Apabila lingkungan belajar di rumah sakit bisa memenuhi persyaratan diatas

diharapkan lingkungan belajar di rumah sakit tersebut akan meningkatkan motivasi belajar

mahasiswa.

Pada akhirnya mahasiswa yang menjalani praktik klinik keperawatan terutama

dalam memberikan asuhan keperawatan keberhasilan kemampuan pemecahan masalah

asuhan keperawatan tergantung juga kondisi lingkungan belajar di rumah sakit misalnya

keberadaan kasus penyakit, pelayanan, fasilitas sarana pendukung, jumlah tenaga perawat,

termasuk jumlah tenaga CI (clinical instructor), harus seimbang dengan jumlah mahasiswa.

Semua itu bagian faktor lingkungan yang dapat ditingkatkan untuk meningkatkan proses

pembelajaran di klinik keperawatan. Ini mendukung penelitian McBrien (2006) yang

mengatakan tidak diragukan bila jumlah pebelajar meningkat, jumlah staf terbatas dan

kekurangan pembimbing klinik keperawatan sehingga harus ada upaya analisis strategi yang

dilakukan untuk meningkatkan pembelajaran di klinik keperawatan.

Sehingga setiap saat lingkungan belajar di rumah sakit harus sering diperbarui sejalan

dengan hasil penelitian Abraham et al. (2008) masih ditemukan permasalahan dari

lingkungan pembelajaran pada sekolah keperawatan yang memungkinkan kita untuk

mengadopsi pengukuran-pengukuran demi perbaikan dalam proses pembelajaran.

Page 49: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

3. Keterbatasan Penelitian

Peneliti dalam menerapkan penelitian ini sudah berupaya semaksimal mungkin

dengan harapan agar hasil yang diperoleh benar-benar valid dan bisa

dipertanggungjawabkan kebenarannya. Berbagai upaya peneliti telah lakukan untuk

mendapatkan hasil maksimal, minimal menghindari terjadinya bias.

Penyeleksian sampel dilakukan dengan ketat dengan cara memilih teknik sampling

yang sesuai dengan menggunakan randomisasi sampel serta penentuan kriteria inklusi

sedimikian rupa untuk mencegah terjadinya bias hasil akibat pengaruh dari karakteristik

yang dimiliki oleh masing-masing sampel.

Peneliti kembali melakukan uji homogenitas sampel untuk kembali memastikan

bahwa hasil yang diperoleh memang benar-benar dari hasil penelitian, bukan karena

perbedaan karakteristik responden. Selain itu untuk menghindari terjadinya perbedaan

persepsi dari isi kuesioner yang ada, peneliti mendampingi responden selama pengisian

instrumen kuesioner sampai selesai , serta untuk menjaga bias hasil kemampuan pemecahan

masalah asuhan keperawatan peneliti sudah melakukan pendampingan sambil melakukan

observasi selama mahasiswa melakukan proses pemberian asuhan keperawatan pada klien

dengan melihat tata cara penilaian asuhan keperawatan seperti pada lampiran 4 tentang

format penilaian Askep.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sehingga berpengaruh pada hasil

penelitian antara lain:

1. Alat ukur

Salah satu alat ukur pemecahan masalah pada penelitan ini adalah nilai

asuhan keperawatan yang dinilai dengan melihat daftar masing-masing isi tahapan

Askep yang terkadang berbenturan dengan fasilitas atau sarana pendukung

Page 50: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

lingkungan belajar di rumah sakit belum sepenuhnya ada sehingga memungkinkan

nilai tidak dapat dicapai secara maksimal.

2. Sampel

Jumlah sampel pada penelitian ini relatif kecil yaitu 45 responden.

Terbatasnya jumlah sampel ini bisa berpengaruh pada akurasi hasil penelitian dan

kemampuannya untuk digeneralisasi pada populasi yang besar.

3. Isi kuesioner

Butir pernyataaan kemampuan metakognitif dan lingkungan belajar ada

beberapa butir pernyataan yang dihilangkan berdasarkan hasil uji reliabilitas sehingga

mempengaruhi validitas isi.

Page 51: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan terdapat hubungan yang secara statistik signifikan

antara kemampuan metakognitif dan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan

pada mahasiswa keperawatan, semakin tinggi kemampuan metakognitif pebelajar,

semakin tinggi pula kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan (b = 0.3, CI 95

% 0.2 sampai 0.4)

Terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara lingkungan belajar dan

kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan, semakin ideal atau baik lingkungan

belajar,semakin tinggi pula kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan pada

mahasiswa keperawatan (b = 0.4, CI 95 % 0.2 sampai 0.7)

B. Implikasi

1. Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah bahwa tingkat kemampuan metakognisi

seseorang dapat digunakan dalam pemecahan masalah asuhan keperawatan.

2. Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah bahwa lingkungan belajar di rumah sakit dapat

digunakan dalam pemecahan masalah asuhan keperawatan.

3. Implikasi kebijakan dari penelitian ini bagi institusi di Akademi Keperawatan Lumajang

adalah perlu diimplementasikan teknik pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan

metakognitif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

Page 52: HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

4. Kemampuan metakognitif dan lingkungan belajar rumah sakit yang ideal akan

meningkatkan kemampuan dalam pemecahan masalah asuhan keperawatan pada klien.

C. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kemampuan pemecahan

masalah asuhan keperawatan dengan variabel-variabel lain seperti motivasi, tingkat

emosional pebelajar, metode pembelajaran, karakteristik ruangan.

2. Institusi rumah sakit khususnya ruang tempat praktik perlu dikelola tidak hanya sekedar

sebagai tempat praktik tetapi sekaligus menjadikan sebagai lingkungan belajar yang ideal

bagi proses pembelajaran klinik keperawatan.