hubungan jumlah koloni bakteri patogen udara...

175
HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA DALAM RUANG DAN FAKTOR DEMOGRAFI TERHADAP KEJADIAN GEJALA FISIK SICK BUILDING SYNDROME (SBS) PADA RESPONDEN PENELITIAN DI GEDUNG X TAHUN 2013 SKRIPSI Oleh: Morrys Antoniusman 109101000040 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1425 H / 2013

Upload: hahuong

Post on 07-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA DALAM

RUANG DAN FAKTOR DEMOGRAFI TERHADAP KEJADIAN GEJALA

FISIK SICK BUILDING SYNDROME (SBS) PADA RESPONDEN

PENELITIAN DI GEDUNG X TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh:

Morrys Antoniusman

109101000040

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1425 H / 2013

Page 2: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin
Page 3: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

ii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI

KESEHATAN MASYARAKAT

MORRYS ANTONIUSMAN, NIM : 109101000040

Hubungan Jumlah Koloni Bakteri Patogen Udara Dalam Ruang dan Faktor

Demografi terhadap Kejadian Gejala Fisik Sick Building Syndrome (SBS) pada

Responden Penelitian di Gedung X Tahun 2013

(xxii+ 126 halaman, 16 tabel, 3 bagan, 3 diagram, 4 lampiran)

ABSTRAK

Buruknya kualitas udara dalam ruang akibat keberadaan pencemar biologi

yaitu bakteri ditengarai menjadi salah satu penyebab kejadian SBS. Kondisi gejala

fisik SBS yang terjadi dalam ruangan bersifat akut dan mengganggu penghuni dalam

ruangan khususnya karyawan yang dapat menurunkan produktivitas kerja dan

penurunan konsentrasi kerja.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan keluhan SBS pada responden penelitian di gedung X tahun 2013, yang terdiri

dari variabel jumlah koloni bakteri patogen udara, jenis kelamin, umur, status gizi,

kebiasaan merokok, dan sensitivitas terhadap asap rokok. Penelitian ini menggunakan

desain cross sectional yang dilakukan pada bulan November-Desember 2013.

Kemudian digunakan penarikan sampel secara accidental sampling lalu untuk melihat

adanya pengaruh variabel, digunakan analisis multivariat.

Berdasarkan hasil análisis yang telah dilakukan, didapatkan sebesar 43,5% (20

orang) mengalami keluhan SBS, kemudian didapatkan faktor yang paling

berpengaruh terhadap SBS adalah Jenis Kelamin (PR = 9,124) maka keluhan gejala

fisik SBS dapat diperkirakan dengan variabel jenis kelamin.

Oleh karena itu, responden penelitian dengan jenis kelamin perempuan

dianjurkan untuk bebas dari paparan AC yang berlebih, dekat dengan fasilitas dalam

bangunan yang mengeluarkan polutan, dan jauh dari asap rokok di dalam gedung atau

ruang kerja. Pada penelitian selanjutnya diharapkan mengikutsertakan variabel-

variabel lain yang diduga berhubungan dengan keluhan SBS yang tidak diteliti pada

penelitian ini, dan melakukan penelitian dengan menggunakan cara lain dalam

mengukur SBS, sehingga diharapkan dapat diperoleh perbandingan gambaran

keluhan SBS.

Kata kunci : Sick Building Syndrome, Responden Penelitian Gedung X.

Daftar bacaan : 45 (1987-2011)

Page 4: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

iii

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

MORRYS ANTONIUSMAN, NIM : 109101000040

The Relationship of Pathogenic Bacteria Colonies of Indoor Air and

Demographic Factors with The Incidence of Physical Symptoms of Sick Building

Syndrome upon Research Respondents of X Building Year 2013

(xxii+ 126 pages, 16 tables, 3 charts, 3 diagram, 4 attachments)

ABSTRACT

Poor indoor air quality due to the presence of biological contaminants like

bacteria is being suspected as one of the cause that affect the occurrence of SBS.

Physical symptoms of Sick Building Syndrome that occur indoors are acute and

disturbing to the occupants of the room, especially employees which will lead to a

decreasing of work productivity and concentration level.

The aim of this study was to determine factors assosiated with the symptoms

of Sick Building Syndrome upon research respondents of X building, which consisted

of a variable number of airborne pathogenic bacteria colonies, sex, age, nutritional

status, smoking habits, and cigarette fumes sensitivity. This study used a cross

sectional design and conducted in November-December 2013. Samples were

collected using accidental sampling, which then followed by multivariate analysis in

order to see the influence of those variables.

Based on the analysis results, approximately 43,5% (20 people) had

complained of SBS. Afterward, the most influential of all SBS related factors was

obtained, which was sex or gender factor (PR = 9.124). Thus, complaints of physical

symptoms of SBS can be estimated with this variable.

Therefore, female respondents of X building are advised to limit their activity

in the area that may have been exposed to a prolonged run time of air conditioners,

pollutants that being emitted from some building facilities, and cigarette fumes that

circulated in the building or work space. For further research is expected to include

other variables that were related to the complaints of SBS that has not been examined

in this study, and conduct research using other ways of measuring the SBS also

needed, in the aim of obtaining a comparison pictures of SBS complaints.

Keyword : Sick Building Syndrome, Research Respondents of X Building

Reading list : 45 (1987-2011)

Page 5: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin
Page 6: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin
Page 7: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

vi

DAFTAR RIWAYAT PENULIS

Nama : Morrys Antoniusman

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 12 Mei 1991

Alamat : Jl.H.Bantong, Perumahan Lembah Ciliwung No.60,

Desa Pasir Gunung Selatan , Depok-Jawa Barat

Agama : Islam

Golongan Darah : AB

No.Telp : 08811390768

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan

1996 - 1997 TK Kartika Chandra XII

1997 - 2003 SDN 06 Petang Kalisari Jaktim

2003 - 2006 SMPN 179 Jakarta

2006 - 2009 SMAN 98 Jakarta

2009 - 2014 S-1 Peminatan Kesehatan Lingkungan

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 8: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan

Maha Penyayang, yang telah memberi kekuatan kepada penulis, sehingga penulis

dapat menyelesaikan Skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa penulis curahkan

kepada Rosul tercinta, Nabi Muhammad saw yang telah membawa kebenaran yaitu

Islam dan telah menjadi suri tauladan bagi umatnya.

Skripsi ini disusun dalam rangka sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama penyusunan Skripsi ini, penulis selalu mendapat motivasi, bantuan dan

dukungan selama melaksanakan penyusunan Skripsi ini. Penulis sangat berterima

kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan Skripsi

ini, diantaranya.

Dibalik rasa syukur,dalam penulisan Skrispi ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih dengan tulus atas bimbingan serta dukungan kepada:

1. Orang tua yang membesarkan dan membimbing serta selalu memberikan doa,

semangat dan motivasi untuk semua kelancaran dalam menempuh semua jejang

pendidikan penulis sampai saat ini.

2. Beloved sister and brother, Jeshy Antoniusman, Gonzales Antoniusman dan

Jhonny Antoniusman, yang telah rela mengalah dalam segala hal demi kelancaran

perkuliahan penulis.

Page 9: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

viii

3. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. selaku dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

4. Ibu Ir. Febrianti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Bapak Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes. selaku ketua Peminatan Kesehatan

Lingkungan. Terima kasih atas semua nasihat, saran, dan motivasinya terhadap

penulis.

6. Ibu Ela Laelasari, SKm, M.Kkes, selaku dosen pembimbing skripsi I.

7. Ibu Dewi Utami Ultari, SKM, M.Kes, Ph.D, Selaku dosen pembimbing II.

8. Ibu Catur Rosidati, S.KM, Bapak dr. Gatot Sudiro Hendarto, Sp.P , dan Ibu

Hoirunissa, Ph.D selaku penguji skripsi.

9. Ibu Yulianti S.Si, M.Biomed selaku kepala Pusat Laboratorium Terpadu UIN, Bu

Dewi selaku Kepala Laboratorium Mikrobiologi FKIK UIN, dan Ka Novi selaku

laboran Laboratorium Mikrobiologi FKIK UIN.

10. Bapak Zulkifli Rangkuti selaku dosen peminatan Kesehatan Lingkungan. Terima

kasih atas semua kesempatan untuk mengenal dunia industri yang sebenarnya.

11. Seluruh staf Gedung X yang telah menerima dan membantu penulis selama

penelitian berlangsung dan Bapak Andre selaku yang bertanggung jawab atas

penelitian penulis di Gedung X. Terima kasih banyak atas bantuannya.

12. Bapak Deni yang telah menemani penulis saat turun lapangan sehingga penulis

dapatkan kemudahan dalam pengambilan data. Terimakasih untuk segala

bantuannya.

Page 10: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

ix

13. Sahabat-sahabat Kesmas 2009 khususnya KL’09 (Nita, Ratna, Dilla, Fauziah,

Ersa, Rudi, Agung, Morrys, Rahmi, Risma, Fauziah, Maya, Cita, Reni, Aan, Nisa,

Tary, Yudi, dan Udin), Kimia’09 serta ENVIHSA UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

14. Teman-teman di organisasi IPPA Edelweis 98, khususnya angkatan XIX; Ame,

Alm. Indra, Iki, Ardo, Kipay, Frendy, Retno, Onny, Lina dan semuanya.

Terimakasih atas segala support dan bantuannya selama ini. Kita saudara untuk

selamanya.

15. Keluarga dari saudara seperjuangan Teguh Arifianto. Pakde, Bukde, Okoy, Mas

Kelik, dan Mas Fendi. Terima kasih telah banyak membantu dan menemani

penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

16. Teman-teman naik gunung RAMPASER yang sering duduk dan saling bertukar

pikiran Cako, Mbek, Jono, Tile, Anis, Babel, Nunu, dan Noeng, dan lain-lain.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat

keterbatasan waktu, pengetahuan, dan lain-lain. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan untuk masa yang

akan datang. Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi referensi yang berguna dan

bermanfaat untuk kita semua.

Jakarta, 30 April 2014

Penulis

Page 11: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

x

DAFTAR ISI

HALAMAN

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. i

ABSTRAK ............................................................................................................ ii

ABSTRACT ........................................................................................................... iii

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. iv

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... v

RIWAYAT PENULIS .......................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv

DAFTAR BAGAN ................................................................................................ xvi

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xix

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ............................................................................. 6

1.3. Pertanyaan Penelitian .......................................................................... 7

1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8

1.4.1. Tujuan Umum ......................................................................... 8

Page 12: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

xi

1.4.2. Tujuan Khusus ......................................................................... 8

1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................... 9

1.5.1. Bagi Peneliti ............................................................................ 9

1.5.2. Bagi Institusi Akademik .......................................................... 9

1.5.3. Bagi Pengelola Gedung ........................................................... 9

1.6. Ruang Lingkup .................................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Sick Building Syndrome (SBS) .......................................... 11

2.1.1. Gejala-Gejala SBS ................................................................... 12

2.1.2. Penyebab Kejadian SBS .......................................................... 15

2.1.3. Pencegahan SBS ...................................................................... 16

2.1.4. Pencemaran Udara ................................................................... 17

2.2. Kualitas Udara dalam Ruang ............................................................... 19

2.2.1. Kualitas Fisik ........................................................................... 21

2.2.2. Kualitas Kimia ......................................................................... 25

2.2.3. Kualitas Mikrobiologi ............................................................. 29

2.2.3.1. Bakteri ....................................................................... 30

2.3. Morfologi Bakteri ................................................................................ 41

2.4. Konstruksi Bangunan .......................................................................... 47

2.5. Kondisi Fisik Ruangan ........................................................................ 47

2.5.1. Sistem HV AC ......................................................................... 47

2.5.2. Kebersihan Ruang ................................................................... 50

2.6. Faktor Karakteristik Individu .............................................................. 51

2.6.1. Jenis Kelamin .......................................................................... 51

2.6.2. Usia .......................................................................................... 51

2.6.3. Status Gizi ............................................................................... 52

Page 13: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

xii

2.6.4. Kebiasaan Merokok ................................................................. 53

2.6.5. Sensitifitas Karyawan Terhadap Asap Rokok ......................... 54

2.7. Baku Mutu Kualitas Udara dalam Ruang Kerja Perkantoran ............. 55

2.8. Kerangka Teori .................................................................................... 58

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOSESIS

3.1. Kerangka Konsep ................................................................................ 59

3.2. Definisi Operasional ............................................................................ 61

3.3. Hipotesis .............................................................................................. 65

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian .................................................................................... 66

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 66

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian .......................................................... 66

4.3.1. Rancangan Sampel .................................................................. 68

4.3.1.1. Perhitungan Jumlah Sampel ...................................... 68

4.3.1.2. Teknik Sampling ....................................................... 69

4.3.1.3. Penentuan Kasus Gejala Fisik SBS.............................70

4.4. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 71

4.4.1. Sumber Data ............................................................................ 71

4.4.2. Instrumen Penelitian ................................................................ 72

4.5. Pengolahan Data .................................................................................. 78

4.5.1. Pengkodean ............................................................................. 78

4.5.2. Pengeditan Data ....................................................................... 79

4.5.3. Pembuatan Struktur Data dan File ........................................... 80

4.5.4. Pemasukan Data ...................................................................... 80

Page 14: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

xiii

4.5.5. Pembersihan Data .................................................................... 80

4.6. Analisis Data ....................................................................................... 80

4.6.1. Analisis Univariat .................................................................... 80

4.6.2. Analisis Bivariat ...................................................................... 81

4.6.3. Analisis Multivariat ................................................................. 81

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Gedung X................................................................ 82

5.2. Analisa Univariat ................................................................................. 83

5.2.1. Gambaran Gejala Fisik SBS .................................................... 83

5.2.1.1. Penentuan Kasus Sick Building Syndrome ................ 92

5.2.2. Gambaran Jumlah Koloni Bakteri Patogen Udara dalam Gedung

X .............................................................................................. 93

5.2.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ........................ 95

5.3. Analisa Bivariat ................................................................................... 97

5.3.1. Hubungan Antara Jumlah Bakteri Patogen Udara dalam Ruang

Kerja dengan Gejala Fisik SBS ............................................... 98

5.3.2. Hubungan Antara Karaktristik Responden dengan Gejala Fisik

SBS .......................................................................................... 99

5.3.2.1. Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Gejala Fisik

SBS ............................................................................ 100

5.3.2.2. Hubungan Antara Umur dengan Gejala Fisik SBS ... 100

5.3.2.3. Hubungan Antara Status Gizi dengan Gejala Fisik

SBS ............................................................................ 101

5.3.2.4. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dalam Ruang

dan Sensitivitas terhadap Asap Rokok dengan Gejala

Fisik SBS ................................................................... 101

Page 15: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

xiv

5.4. Analisa Multivariat .............................................................................. 103

BAB VI PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 107

6.2. Gejala Fisik SBS pada Responden di Gedung X Tahun 2013 ............ 108

6.3. Hubungan Antara Jumlah Koloni Bakteri Patogen di Udara dalam Ruang

Kerja dengan Gejala Fisik SBS ............................................................ 111

6.4. Faktor Demografi ................................................................................ 112

6.4.1. Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Gejala Fisik SBS .... 113

6.4.2. Hubungan Antara Umur dengan Gejala Fisik SBS .................. 114

6.4.3. Hubungan Antara Status Gizi dengan Gejala Fisik SBS.......... 115

6.4.4. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dalam Ruang dengan

Gejala Fisik SBS ...................................................................... 116

6.4.5. Hubungan Sensitivitas terhadap Asap Rokok dengan Gejala Fisik

SBS .......................................................................................... 118

6.5. Faktor yang Paling Dominan dengan Keluhan Gejala Fisik SBS ....... 120

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan .............................................................................................. 125

7.2. Saran .................................................................................................... 126

7.2.1. Manajemen Gedung ................................................................ 126

7.2.2. Pengembangan Ilmu Pengetahuan .......................................... 127

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I. Analisis Statistik

Lampiran II. Kuisioner

Lampiran III. Dokumentasi

Lampiran IV. Surat Perizinan

Page 17: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

xvi

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1. Kerangka Teori .................................................................................... 58

Bagan 3.1. Kerangka Konsep ................................................................................. 59

Bagan 4.1. Langkah-Langkah Penentuan Responden ............................................ 68

Page 18: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tabel Indeks Masa Tubuh ................................................................... 52

Tabel 2.2. Jenis Debu dan Konsentrasi Maksimal ............................................... 56

Tabel 2.3. Parameter Gas Pencemar ..................................................................... 57

Tabel 3.1. Definisi Operasional ............................................................................ 61

Tabel 5.1. Gejala-Gejala Fisik terhadap Gejala SBS yang Ada Berdasarkan Jumlah

Responden yang Mengeluhkan Gejala Fisik SBS ................................ 84

Tabel 5.2. Gejala-Gejala Fisik terhadap Gejala SBS yang Ada Berdasarkan Lantai

dan Perusahaan Tempat Responden Bekerja ....................................... 86

Tabel 5.3. Gejala-Gejala Fisik terhadap Gejala SBS yang Ada Berdasarkan

Perusahaan Responden ........................................................................ 87

Tabel 5.4. Gejala Fisik yang Dirasakan Responden Selama 1 Bulan Saat Bekerja

di Dalam Gedung ................................................................................. 89

Tabel 5.5. Gejala yang Dirasakan Responden Selama 1 Bulan Terakhir ............. 90

Tabel 5.6. Frekuensi Responden yang Masih Merasakan Gejala-gejala SBS Setelah

Keluar Gedung, Ketika Berlibur/Cuti, dan Waktu Dimana Gejala-gejala

SBS Dirasakan Karyawan .................................................................... 91

Tabel 5.7. Kapabilitas (Kemampuan/Kualitas) Responden yang Berkurang dan

Responden yang Meninggalkan Pekerjaan Dalam Satu Bulan Terakhir

Karena Gejala-Gejala Fisik SBS .......................................................... 91

Tabel 5.8. Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Gejala Fisik SBS ........... 92

Tabel 5.9. Gambaran Jumlah Koloni Bakteri Patogen Udara ............................... 94

Page 19: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

xviii

Tabel 5.10.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Karyawan

Sesuai Jenis Kelamin Karyawan ........................................................ 95

Tabel 5.10.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Karyawan

Sesuai Kebiasaan Merokok dalam Ruangan ..................................... 96

Tabel 5.10.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Karyawan

Sesuai Umur dalam Ruangan ............................................................. 96

Tabel 5.10.4. Gambaran Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Karyawan

Sesuai Status Gizi dalam Ruangan .................................................... 97

Tabel 5.11. Hubungan Antara Jumlah Koloni Bakteri Patogen di Udara Dalam Ruang

Kerja Dengan Gejala Fisik SBS .......................................................... 98

Tabel 5.12. Hubungan Antara Karakteristik Responden (Jenis Kelamin, Status Gizi,

Kebiasaan Merokok, dan Sensitivitas terhadap Asap Rokok) dengan

Gejala Fisik SBS .................................................................................. 99

Tabel 5.13. Hasil Analisis Bivariat antara Jumlah Koloni Bakteri Patogen, Jenis

Kelamin, Umur, Status Gizi, Kebiasaan Merokok dan Sensitivitas

terhadap Asap Rokok dengan SBS ...................................................... 104

Tabel 5.14. Hasil Analisis Multivariat Pembuatan Model Variabel Independen dengan

Keluhan SBS ....................................................................................... 105

Tabel 5.15. Hasil Akhir Analisis Permodelan Independen .................................... 106

Tabel. 5.16. Hasil Akhir Multivariat dengan Gejala SBS ...................................... 104

Page 20: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bentuk-Bentuk Bakteri Basil ....................................................... 45

Gambar 2.2. Bentuk-Bentuk Bakteri Kokus ..................................................... 46

Gambar 2.3. Bentuk-Bentuk Bakteri Spiral ...................................................... 46

Page 21: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udara bersih merupakan hak dasar seluruh masyarakat yang tidak hanya untuk

pemenuhan kebutuhan vital untuk bernapas akan tetapi juga udara yang memenuhi

syarat kesehatan berpijak pada kebutuhan masyarakat akan udara bersih sehat ini,

program pengendalian pencemaran udara menjadi salah satu dari sepuluh program

unggulan dalam pembangunan kesehatan Indonesia 2010 (Esi, 2010).

Bangunan gedung bertingkat merupakan sarana yang vital sebagai tempat

melakukan segala aktivitas baik untuk sebagai kantor, pusat perbelanjaan, dan

sebagainya. Oleh karena itu, gedung bertingkat yang ada saat inipun dibuat semakin

modern dengan berbagai fasilitas yang lengkap demi menunjang pesatnya laju

pertumbuhan pembangunan. Berbagai kelengkapan fasilitas yang ada terkadang

dibuat tanpa mengindahkan kesehatan dan kenyamanan para pekerja yang ada di

dalamnya. Studi tentang pengukuran kualitas udara di dalam gedung dan sarana

tranportasi telah menunjukan bahwa konsentrasi pencemar udara dalam ruangan

cenderung lebih tinggi dibandingkan di luar ruangan. Udara di dalam ruangan terdiri

dari campuran yang kompleks (NRC, 1991; Spengler dan Sexton, 1983; Samet dan

Spengler, 2003; Gold, 1992).

Page 22: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

2

Ruangan merupakan suatu tempat aktifitas manusia, hampir 90% waktu yang

dihabiskan manusia di dalam ruangan, jauh lebih lama dibandingkan di udara terbuka.

Beberapa penelitian telah menunjukan di mana udara dalam ruangan sering kali lebih

kotor atau lebih tinggi zat pencemarnya dibandingkan udara di luar (Codey, 2004).

Menurut US. EPA (1995), udara dalam ruangan 5 kali lebih kotor daripada di luar

ruangan.

Suatu lingkungan kerja dengan kualitas udara dalam ruangan yang tidak terawat

dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang akan berdampak pada menurunnya

produktivitas dan meningkatkan absen kerja serta peningkatan biaya perawatan

kesehatan bagi perusahaan (Splenger et al., 2004; Brightman dan Moss, 2004).

Menurut Badan Kependudukan Nasional (BAKNAS) pada tahun 2001, di seluruh

dunia diperkirakan 2,7 juta jiwa meninggal diakibatkan indoor pollution atau polusi

udara di dalam ruangan.

Kualitas udara dalam ruang selain dipengaruhi oleh keberadaan agen abiotik

juga dipengaruhi oleh agen biotik seperti partikel debu, dan mikroorganisme

termasuk di dalamnya bakteri, jamur, virus dan lain –lain (Salo, et al 2006 dalam Esi,

2010). Keberadaan mikroorganisme dalam ruangan umumnya dalam bentuk spora

jamur terdapat pada tempat-tempat seperti sistem ventilasi, karpet yang bisa

menimbulkan kesakitan pada beberapa orang yaitu menyebabkan alergi. Selain itu

kelembaban sebagai pemicu tumbuhnya bakteri dan jamur juga berhubungan secara

Page 23: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

3

signifikan terhadap kejadian alergi pada anak-anak usia prasekolah (Bornehag, 2005

dalam Esi, 2010).

Berbagai keluhan dan gejala yang timbul saat seseorang berada di dalam

gedung dan kondisinya membaik setelah keluar dari gedung, kemungkinan karena

menderita Sick Bulding Syndrome (SBS). Kasus SBS tidak menunjukan gejala yang

khas dan secara obyektif tidak dapat diukur. Gejalanya berupa sakit kepala, lesu,

iritasi mata maupun kulit serta berbagai masalah pernapasan. Keluhan lain yang

sering dijumpai adalah batuk kering, migrain, sakit kepala, mata memerah, kembung

pada bagian perut dan lain sebagainya. Gejala tersebut sulit dicari penyebab yang

nyata dan akan dihubungkan dengan SBS apabila terdapat riwayat tinggal di gedung

dengan kualitas ruangan yang buruk (Anies, 2004).

Empat faktor utama yang mempengaruhi SBS adalah faktor fisik seperti suhu,

kelembaban, ventilasi, pencahayaan dan ergonomik. Faktor kimia seperti merokok

dalam ruangan, gas-gas CO2, CO, NO2 dan SO2, bau. Faktor biologi ialah bakteri

dan jamur. Faktor psikologis seperti kondisi kejiwaan (stres, hubungan antara atasan

dan rekan kerja dan kesiapan bekerja/pribadi) (European Concerted Action, 1989 dan

Utomo, 1995).

SBS yaitu kumpulan gejala yang disebabkan oleh buruknya kualitas udara

ruangan. Gejala-gejala tersebut seperti pilek, hidung tersumbat, bersin-bersin, rongga

mulut sakit, rongga mulut kering, badan panas dingin, mual, tidak nafsu makan, lesu,

Page 24: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

4

kelelahan, pegal-pegal anggota tubuh dan kulit gatal. Penilaian Indoor Air Quality

(IAQ) pada beberapa perkantoran menggunakan pendingin ruangan (AC) di

Hongkong (Ooi, 1998) menyebutkan bahwa kontribusi terbesar yang menyebabkan

ketidaknyamanan adalah Total Volatile Organic Compounds (TVOC), Indoor

airbone fungi count diidentifikasi terdapat pada beberapa ruang publik pada

penelitian di Taiwan yaitu dari beberapa jenis bakteri Staphylococcus spp.,

Micrococcus spp., Corynebacterium spp., dan Aspergillus spp (Li, 2009). Meskipun

dari jumlah koloni yang berhasil ditemukan masih berada di bawah ambang batas,

akan tetapi keberadaan jenis bakteri dan jamur di udara ini perlu diwaspadai untuk

mengantisipasi kejadian SBS.

Bakteri patogen yang menjadi salah satu faktor penyebab gejala SBS sering

menyebabkan rinitis alergi dan asma bronkial. Mikroorganisme bermacam tipe

bakteri patogen dapat mengkontaminasi sistem pendingin atau pemanas udara sentral

dan dapat menyebabkan pneumonitis hipersensitivitas dan humidifier fever.

Pneumonitis hipersentivitas menyebabkan inflamasi di alveoli dan bronkiolus akibat

dari respons imun terhadap organisme tersebut. Pajanan dalam waktu lama dapat

menyebabkan fibrosis paru. Humidifier fever menyebabkan gejala demam, nyeri

sendi dan nyeri otot. Sering terjadi pada musim dingin dan hilang ketika orang

tersebut tidak terpajan organisme tersebut kembali (Lyles et al., 1991).

Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia/Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Indonesia (IAKMI/KFMUI) melakukan penelitian terhadap 350

Page 25: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

5

karyawan dari 18 perusahaan di wilayah DKI Jakarta selama Juli-Desember 2008.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, 50% karyawan yang bekerja di dalam gedung

perkantoran mengalami SBS (Guntoro, 2008).

Beberapa penelitian tentang SBS menunjukan bahwa faktor demografi seperti

umur, jenis kelamin, status gizi serta gaya hidup berpengaruh terhadap kejadian SBS.

Penelitian yang dilakukan oleh NIOSH tahun 1980 menyatakan bahwa umur

berhubungan dengan peningkatan kejadian SBS karena umur berkaitan dengan daya

tahan tubuh. Semakin tua umur seseorang maka semakin menurun pula daya tahan

tubuhnya (NIOSH, 1989). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan Esi Lisyastuti

tahun 2010 menyatakan bahwa jenis kelamin wanita memiliki resiko lebih besar

dibanding pria. Sebanyak 70% dari jumlah karyawan wanita mengalami SBS (Esi,

2010).

Gedung X merupakan gedung perkantoran bertingkat yang didesain dengan

jendela tertutup dan ventilasi buatan (air conditioning) yang menyebabkan gangguan

sirkulasi udara dan tidak sehatnya udara dalam gedung. Halaman gedung yang

digunakan sebagai tempat parkir kendaraan bermotor dapat dikatakan relatif dekat

dengan sumber polusi udara luar gedung.

Menurut Heimlich (2008), pada bangunan yang tertutup udara tidak dapat

bergerak secara bebas dan polutan dapat terakumulasi di dalam ruangan. Kondisi

tersebut dapat memicu kuman dan zat kimia beracun yang ada dalam gedung untuk

Page 26: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

6

bereaksi, sehingga kualitas udara dalam ruangan menjadi buruk dan dapat

menimbulkan kejadian SBS.

Untuk itu, pada penelitian ini peneliti bermaksud untuk meneliti hubungan

antara jumlah koloni mikroorganisme di udara dalam ruangan dan faktor demografi

dengan kejadian SBS pada responden penelitian di Gedung X tahun 2013.

1.2 Perumusan Masalah

Kualitas udara dalam ruangan dipengaruhi antara lain kondisi bangunan,

elemen interior, fasilitas pendingin ruangan, pencemar kimia dan pencemar biologi.

Buruknya kualitas udara dalam ruang akibat keberadaan pencemar biologi yaitu

bakteri yang ditengarai menjadi salah satu sebab kejadian SBS. Kondisi kesakitan

akibat mikroba udara dalam ruangan bersifat akut akan tetapi bisa mengganggu

penghuni dalam ruangan khususnya responden penelitian.

Parameter untuk mengukur kualitas udara dalam ruangan adalah parameter fisik

(debu/partikulat), kimia (zat-zat beracun yang terdapat dalam ruangan gedung), dan

biologi (jamur dan bakteri). Dari ketiga parameter di atas, faktor biologi yang berupa

kontaminasi mikroba di udara berdasarkan penelitian NIOSH dan EPA

mempengaruhi 5% pencemaran udara dalam ruangan (NIOSH, 1997).

Gedung X menggunakan pendingin ruangan Air Conditioner (AC) Central yang

rawan menjadi faktor penyebarluasan bakteri udara dalam ruang. Selain itu belum

pernah dilakukan pengukuran kualitas bakteriologis udara dalam ruangan di gedung

Page 27: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

7

tersebut dan gedung X tidak memiliki data mengenai kejadian gejala fisik SBS

menjadi alasan untuk melakukan penelitian tentang faktor mikrobiologi dikaitkan

dengan kejadian gejala fisik SBS.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Berapa jumlah koloni bakteri patogen udara dalam ruangan kerja responeden

penelitian di gedung X

2. Bagaimana distribusi frekuensi faktor demografi responden penelitian di

gedung X, yaitu jenis kelamin responden, umur, status gizi, kebiasaan

merokok, dan sesnitivitas responden terhadap asap rokok.

3. Bagaimana distribusi frekuensi kejadian gejala fisik SBS pada responden

penelitian di gedung X.

4. Bagaimana hubungan jumlah koloni bakteri patogen udara dalam ruangan

dengan gejala fisik SBS pada responden penelitian di gedung X

5. Bagaimana hubungan faktor demografi responden penelitian dengan

kejadian gejala fisik SBS pada responden penelitian di gedung X yaitu jenis

kelamin responden, umur, status gizi, kebiasaan merokokdalam ruang, dan

sensitivitas terhadap asap rokok.

6. Faktor apakah yang paling dominan hubungannya dengan kejadian gejala

fisik SBS pada responden penelitian di gedung X.

Page 28: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

8

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan jumlah koloni bakteri patogen udara dalam ruang

dan faktor demografi terhadap kejadian gejala fisik SBS pada responden

penelitian di gedung X tahun 2013.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui berapa jumlah koloni bakteri patogen udara dalam ruangan

kerja responden penelitian di gedung X

2. Mengetahui distribusi frekuensi faktor demografi responden penelitian

di gedung X, yaitu jenis kelamin responden penelitian, umur, status gizi,

kebiasaan merokok, dan sensitivitas responden terhadap asap rokok

3. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian gejala fisik SBS pada

responden penelitian gedung X

4. Mengetahui hubungan jumlah koloni bakteri patogen udara dalam

ruangan dengan gejala fisik SBS pada pekerja di gedung X

5. Mengetahui hubungan faktor demografi responden penelitian dengan

kejadian gejala fisik SBS pada responden penelitian gedung X, yaitu

jenis kelamin responden penelitian, umur, status gizi, kebiasaan

merokok dalam ruang, dan sensitivitas terhadap asap rokok.

6. Mengetahui faktor yang paling dominan hubungannya dengan kejadian

gejala fisik SBS pada responden penelitian di gedung X.

Page 29: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

9

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Peneliti mampu melakukan pengukuran parameter biologi untuk

menentukan kualitas udara dalam suatu ruangan gedung perkantoran dan

menghubungkannya dengan gejala-gejala fisik SBS pada responden di dalam

gedung.

1.5.2 Bagi Institusi Akademik

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keilmuan Kesehatan Lingkungan

khususnya dalam topik pengaruh kualitas udara dalam ruangan terhadap kejadian

gejala fisik SBS.

1.5.3 Bagi Pengelola Gedung

Memberikan gambaran gejala fisik SBS pada responden penelitian di

gedung X dalam meningkatkan mekanisme mengkaji dan melakukan evaluasi

untuk perbaikan berkelanjutan dalam perencanaan pengelolaan program

perbaikan lingkungan bekerja khususnya kualitas udara dalam ruang.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan pada responden penelitian di gedung X. Desain

penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional. Dari ketiga parameter kualitas

udara dalam ruangan (parameter fisika, kimia, biologi) peneliti mengkhususkan pada

Page 30: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

10

parameter biologi yaitu pengukuran jumlah koloni bakteri patogen dengan

pengambilan sampel satu gedung dan hasilnya dibandingkan dengan standar baku

mutu yang berlaku secara nasional menurut Kepmenkes No.1405 tahun 2002, dan

dihubungkan dengan gejala fisik SBS pada responden penelitian di gedung tersebut.

Sebagai pendukung, peneliti menggunakan data primer, yaitu hasil pengukuran

jumlah koloni bakteri pada titik pengambilan sampel, wawancara dengan pihak

teknisi gedung mengenai yang karakteristik gedung, sistem ventilasi digunakan dan

frekuensi pembersihannya, serta kuesioner yang disebarkan ke responden penelitian.

Selain itu, peneliti juga mengumpulkan data sekunder yang berupa data hasil

observasi dan denah gedung.

Page 31: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sick Building Syndrome (SBS)

SBS adalah sekumpulan gejala yang dialami oleh penghuni gedung atau

bangunan, yang dihubungkan dengan waktu yang dihabiskan di dalam gedung, tetapi

tidak terdapat penyakit atau penyebab khusus yang dapat diidentifikasi. SBS adalah

keadaan yang menyatakan bahwa gedung-gedung industri, perkantoran, perdagangan,

dan rumah tinggal memberikan dampak penyakit dan merupakan kumpulan gejala

yang dialami oleh pekerja dalam gedung perkantoran berhubungan dengan lamanya

berada di dalam gedung serta kualitas udara (Heimlich, 2008). Environmental

Protection Agency (EPA) tahun 1991 mengatakan sindrom ini timbul berkaitan

dengan waktu yang dihabiskan seseorang dalam sebuah bangunan, namun gejalanya

tidak spesifik dan penyebabnya tidak bisa diidentifikasi. SBS adalah suatu kondisi

yang berhubungan dengan keluhan ketidaknyamanan seperti pusing, mual, dermatitis,

iritasi saluran tenggorokan, hidung, mata dan saluran pernapasan, batuk, sulit

konsentrasi, mual terhadap bau-bau, sakit/pegal otot-otot dan letih (Nasri, dkk, 1998).

SBS mulai diperkenalkan di era tahun 1980-an. Istilah SBS dikenal juga dengan

High Building Syndrome (HBS) atau Nonspecific Building-Related Symptoms (BRS).

Dari penelitian yang dilakukan oleh NIOSH pada tahun 1978-1988, SBS dapat

ditemukan pada gedung perkantoran ataupun pada gedung-gedung biasa dengan

karakteristik kualitas udara yang buruk. SBS identik dengan sindrom gedung tinggi

Page 32: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

12

(High Building Syndrome) karena kejadiannya terjadi pada gedung-gedung pencakar

langit. Namun NIOSH melalui kajian-kajiannya pada rentang waktu tersebut

menemukan fakta bahwa kejadian SBS dialami juga oleh gedung perkantoran non

pencakar langit yang karakteristik kualitas udara ruangannya buruk (NIOSH, 1989.,

Perry & Gee, IL., 1995).

2.1.1 Gejala-gejala SBS

Berbagai keluhan dan gejala yang timbul pada saat seseorang berada di

dalam gedung dan kondisi membaik setelah tidak berada di dalam gedung besar

kemungkinan karena menderita SBS. Kasus-kasus SBS memang tidak

menunjukan gejala-gejala yang khas dan secara objektif tidak dapat diukur.

Keluhan dan tanda berupa sakit kepala, lesu, iritasi mata maupun kulit serta

berbagai problem pernapasan, seringkali sulit diperoleh penyebab yang nyata dan

kadang-kadang dihubungkan dengan SBS apabila terdapat riwayat tinggal di

gedung dengan kualitas ruangan yang buruk (Anies, 2004).

Pada umumnya gejala dan gangguan SBS berupa penyakit yang tidak

spesifik, tetapi menunjukan standar tertentu, misalnya beberapa kali seseorang

dalam jangka waktu tertentu menderita gangguan saluran pernafasan. Keluhan itu

hanya dirasakan pada saat bekerja di gedung dan menghilang secara wajar pada

akhir minggu atau hari libur. Keluhan tersebut lebih sering dan lebih bermasalah

pada individu yang mengalami perasaan stress, kurang diperhatikan dan kurang

mampu dalam mengubah situasi pekerjaannya (EPA, 1998).

Page 33: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

13

EPA (1991) membagi keluhan SBS antara lain sakit kepala, iritasi mata,

iritasi hidung, iritasi tenggorokan, batuk kering, kulit kering atau iritasi kulit,

kepala pusing, sukar berkonsentrasi, cepat lelah atau letih dan sensitif terhadap

bau dengan gejala yang tidak dikenali dan kebanyakan keluhan akan hilang

setelah meninggalkan gedung.

Menurut Aditama (2002), membagi keluhan atau gejala dalam tujuh

kategori sebagai berikut:

1. Iritasi selaput lendir, seperti iritasi mata, pedih, merah dan berair

2. Iritasi hidung, seperti iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, bersin, batuk

kering

3. Gangguan neurotoksik (gangguan saraf/gangguan kesehatan secara umum),

seperti sakit kepala, lemah, capai, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi

4. Gangguan paru dan pernafasan, seperti batuk, nafas bunyi, sesak nafas, rasa

berat di dada

5. Gangguan kulit, seperti kulit kering, kulit gatal

6. Gangguan saluran cerna, seperti diare

7. Gangguan lain-lain, seperti gangguan perilaku, gangguan saluran saluran

kering, dll.

Indikator SBS yang dikutip dari EPA Indoor Air Facts No. 4 (1991):

a. Pekerja dalam gedung mengeluhkan gejala-gejala ketidaknyamanan akut

seperti sakit kepala, iritasi mata, hidung, tenggorokan, batuk kering, kulit

kering atau gatal, pusing dan mual, kesulitan berkonsentrasi, lelah dan bau

Page 34: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

14

b. Penyebab dari gejala-gejala tidak diketahui

c. Kebanyakan pekerja sembuh setelah meninggalkan gedung

SBS merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh buruknya kualitas

udara dalam ruangan, yang terjadi minimal satu gejala dirasakan oleh 30%

responden di dalam gedung (WHO, 2005).

Gejala-gejala tersebut sesuai kriteria WHO terdiri dari:

- Iritasi mata, flu tenggorokan

- Kekeringan membran mukosa/bibir

- Kulit kering, merah dan gatal-gatal

- Sakit kepala dan mental fatigue

Seseorang dikatakan terkena gejala SBS apabila menderita 2/3 dari

sekumpulan gejala seperti lesu, hidung tersumbat, kerongkongan kering, sakit

kepala, kulit gatal-gatal, mata pedih, mata kering, mata tegang, pilek, pegal

pegal, sakit leher/punggung dalam waktu bersamaan. Seseorang disebut terkena

SBS apabila terdapat lebih dari 20%-50% responden mempunyai keluhan

tersebut di atas. Akan tetapi apabila hanya 2-3 orang, maka kejadian tersebut

hanya diindikasikan flu biasa (Aditama, 1991). Menurut Brinke (1995) orang

dikatakan terkena gejala SBS apabila memiliki satu atau lebih gejala yang

sedikitnya satu kali dialami dalam satu minggu. Seseorang dikatakan terjangkit

SBS apabila gejala muncul lebih dari dua kali per minggu selama jam kerja dan

pulih setelah meninggalkan gedung (Finnegan dalam Isyana Dewi, 2005).

Page 35: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

15

Faktor-faktor pada kondisi ruangan yang potensial menjadi penyebab

timbulnya SBS antara lain penurunan kualitas udara dalam ruang, kepadatan

manusia, bahan material ruangan, dekorasi interior, sistem ventilasi dan

pernapasan, keberadaan jamur dan bakteri, gas berbahaya dan radiasi (Godish,

1989. Moseley, 1990. Roe FJC, 1994).

Salah satu keluhan yang biasanya muncul adalah kulit kering, khususnya

terjadi pada pekerja perempuan. Keluhan ini dapat dimasukkan ke dalam gejala

SBS apabila pekerja merasa sembuh setelah libur atau tidak masuk gedung dalam

jangka waktu yang lama. Penyebab kekringan pada kulit biasanya adalah udara

kering yang panas atau AC yang berlebihan sehingga menyebabkan beberapa

macam dermatitis/penyakit kulit. Selain kekeringan, iritasi atau kulit keriput pun

dapat terjadi dikarenakan pajanan/kontaminasi dari bahan-bahan tertentu. Selain

itu, SBS juga dapat memperburuk penyakit dan masalah kesehatan yang telah

ada, seperti sinusitis dan eczema, tetapi kedua penyakit tersebut tidak

dimasukkan dalam gejala-gejala SBS yang umum terjadi (Burroughts, 2004).

2.1.2 Penyebab Kejadian SBS

Kualitas udara, ventilasi, pencahayaan serta penggunaan bahan kimia di

dalam gedung merupakan penyebab yang sangat potensial bagi timbulnya SBS

(Burge, 1987). Kondisi semakin buruk jika gedung yang bersangkutan

menggunakan AC yang tidak terawat dengan baik (Apter et al., 1994).

European Concerted Action (1989) membagi ke dalam 4 faktor utama

penyebab SBS yaitu;

Page 36: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

16

a. Faktor fisik meliputi suhu, kelembaban, ventilasi, pencahayaan, kebisingan,

dan getaran, ion-ion dan debu (partikel atau serta).

b. Faktor kimia meliputi merokok dalam ruangan, formaldehid, volatile organic

compounds, bioaerosol, gas-gas seperti CO, NO2, O3, SO2 dan bau

c. Faktor biologi meliputi keberadaan jamur dan bakteri di udara dalam ruang.

d. Faktor psikologis meliputi stress dan beban kerja.

2.1.3 Pencegahan SBS

Pencegahan SBS harus dimulai sejak perencanaan sebuah gedung,

penggunaan bahan bangunan mulai pondasi bangunan, dinding, lantai, penyekat

ruangan, bahan, perekat (lem) dan cat dinding yang dipergunakan, tata letak

peralatan yang mengisi ruangan sampai operasional peralatan tersebut perlu

kewaspadaan dalam penggunaan bahan bangunan, terutama yang berasal dari

hasil tambang, termasuk asbes. Dianjurkan agar gedung didesain berdinding tipis

serta memiliki ventilasi yang baik. Pengurangan konsentrasi sejumlah gas,

partikel dan mikoorganisme di dalam ruangan, dapat dilakukan dengan

pemberian tekanan yang cukup besar di dalam ruangan. Peningkatan sirkulasi

udara seringkali mejadi upaya yang sangat efektif untuk mengurangi polusi di

dalam ruangan (Anies, 2004).

Bahan-bahan kimia tertentu yang merupakan polutan yang sumbernya

berada dalam ruangan seperti bahan perekat, bahan pembersih, pestisida dan lain

sebagainya sebaiknya diletakkan di dalam ruangan khusus yang berventilasi atau

ruang kerja. Untuk ruangan yang menggunakan karpet untuk pelapis dinding atau

Page 37: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

17

lantai secara rutin harus dibersihkan dengan penyedot debu apabila dianggap

perlu dalam jangka waktu tertentu dilakukan pencucian, demikian juga untuk

pembersihan AC harus secara rutin dibersihkan (Anies, 2004). Hindari pula

menyalakan AC secara terus menerus. AC perlu dimatikan supaya kuman tidak

berkembang biak di tempat lembab. Ketika AC mati, jendela-jendela perlu

dibuka lebar-lebar agar sinar matahari masuk ke dalam ruangan, karena panas

matahari akan membunuh sebagian besar kuman (Hidayat, 2005).

Tata letak peralatan elektronik memegang peranan penting. Tata letak

terkait dengan jarak pajanan peralatan yang menghasilkan radiasi elektromagetik

tidak hanya dipandang dari segi ergonomik, tetapi juga kemungkinan dapat

menimbulkan SBS (Anies, 2004).

2.1.4 Pencemaran Udara

Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia,

atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan

manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau

merusak properti. Definisi lain dari pencemaran udara adalah peristiwa

pemasukan dan/atau penambahan senyawa, bahan, atau energi ke dalam

lingkungan udara akibat kegiatan alam dan manusia sehingga temperatur dan

karakeristik udara tidak sesuai lagi untuk tujuan pemanfaatan yang paling baik.

Atau dengan singkatan dapat dikatakan bahwa nilai lingkungan udara tersebut

telah menurun (Hutagalung, 2008).

Page 38: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

18

Bedasarkan Peraturan Pemerintah RI No.40 tahun 1999 mengenai

Pengendalian Pencemaran Udara, yang dimaksud dengan pencemaran udara

adalah masuknya atau dimaksudnya zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam

udara ambient oleh kegiatan manusia sehingga mutu udara ambient turun sampai

ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambient tidak memenuhi fungsinya.

a. Sumber Pencemar Udara

Industri dianggap sebagai sumber pencemar karena aktivitas industri

merupakan kegiatan yang sangat tampak dalam pembebasan berbagai

senyawa kimia ke lingkungan. Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai

pencemar udara apabila konsentrasi gas tersebut melebihi tingkat

konsentrasi normal dan dapat berasal dari sumber lain sperti gunung api,

rawa-rawa, kebakaran hutan, dan nitrifikasi dan denitrifikasi biologi serta

berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic sources) seperti

pengangkutan, transportasi, kegiatan rumah tangga, industri, pembangkitan

daya yang menggunakan bahan bakar fosil, pembakaran sampah,

pembakaran sisa pertanian, pembakaran hutan, dan pembakaran bahan

bakar (Hutagalung, 2008).

Pengelompokan ini sesuai dengan klasifikasi sumber pencemar udara

yang ditetapkan oleh WHO tahun 2005, yaitu:

1. Sumber berupa titik (point sources) yang berasal dari sumber

individual menetap dan dibatasi oleh luas wilayah kurang dari 1x1 km2

termasuk di dalamnya industri dan rumah tangga;

Page 39: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

19

2. Garis (lines sources) adalah sumber pencemaran udara yang berasal

dari kendaraan bermotor dan kereta;

3. Area (area sources) adalah sumber pencemaran yang berasal dari

sumber titik tetap maupun sumber garis.

Pencemar udara dilepaskan sebagai polutan primer, maupun polutan

sekunder yang terbentuk akibat reaksi yang terjadi di udara. Polutan primer

adalah polutan yang dilepaskan ke udara dari sumbernya seperti cerobong

pabrik atau kenalpot kendaraan bermotor, yang termasuk polutan primer

adalah sulfur dioksida, oksida nitrogen, karbon monoksida, senyawa

volatile organik, partikel karbon dan nonkarbon. Polutan sekunder

terbentuk di udara akibat reaksi dari polutan primer, yang dapat melibatkan

unsur alami di alam yaitu oksigen dan air. Yang termasuk polutan skunder

adalah ozon, oksida nitrogen dan bahan partikel sekunder (WHO, 2005).

Berdasarkan tempat karakteristik pencemaran udara dibedakan

menjadi pencemaran udara di luar ruangan dan di dalam ruangan.

Pencemaran udara di dalam ruangan dapat terjadi di dalam rumah, sekolah

maupun tempat kerja (Sudrajat, 2005).

2.2 Kualitas Udara Dalam Ruang

Kualitas udara dalam ruangan adalah istilah yang mengacu pada kualitas udara

di dalam dan di sekitar bangunan dan struktur, terutama yang berkaitan dengan

kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan. Kualitas udara dalam ruang dapat

Page 40: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

20

dipengaruhi oleh gas (karbon monoksida, radon, senyawa organik yang mudah

menguap), partikulat, kontaminan mikroba (jamur, bakteri) atau massa atau energi

stressor yang dapat menimbulkan kondisi yang merugikan kesehatan. Penggunaan

ventilasi untuk mencairkan kontaminan merupakan metode utama untuk

meningkatkan kualitas udara dalam ruangan gedung (EPA, 1998).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas udara dalam ruang adalah aktivitas

penghuni ruangan, material bangunan, furnitur dan peralatan yang ada di dalam

ruang, kontaminasi pencemar dari luar ruang, pengaruh musim, suhu dan kelembaban

udara dalam ruang serta ventilasi (Hardin dan Tinlley, 2003).

Sedangkan menurut US-EPA (1995) ada empat elemen yang berpengaruh

dalam indoor air quality yaitu:

1. Sumber yang merupakan asal dari dalam, luar atau dari sistem operasional mesin

yang berada dalam ruangan

2. Heating Ventilation and Air Conditioning System (HVAC)

3. Media yaitu berupa udara

4. Pekerja yang berada dalam ruangan tersebut mempunyai riwayat pernapasan atau

alergi.

Dalam Indoor Air Quality Handbook (Spengler, et al 2000), SBS dapat

dipengaruhi oleh multifaktor dan saling berkaitan. Faktor-faktor tersebut meliputi:

1. Suhu dan kelembaban

2. Konsentrasi partikulat

3. Konsentrasi VOC

Page 41: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

21

4. Konsentrasi gas (NO2, CO2,CO, dll)

5. Jumlah mikroorganisme (jamur dan bakteri).

2.2.1 Kualitas Fisik

a. Suhu Udara

Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja karena tubuh

manusia menghasilkan panas yang digunakan untuk metabolisme basal dan

muskeler. Suhu udara ruang kerja yang terlalu dingin dapat menimbulkan

gangguan bekerja bagi karyawan, yaitu gangguan konsentrasi di mana

karyawan tidak bekerja dengan tenang karena berusaha untuk

menghilangkan rasa dingin (Prasasti, dkk, 2005). Namun dari semua energi

yang dihasilkan tubuh hanya 20% saja yang dipergunakan dan sisanya akan

dibuang ke lingkungan. Menurut Standar Baku Mutu sesuai Kepmenkes

No.261, suhu yang dianggap nyaman untuk suasana bekerja adalah 18-26

oC.

Kualitas udara dalam ruang tidak hanya dipengaruhi oleh adanya

pencemaran tetapi juga dipengaruhi oleh adanya udara panas. Udara yang

panas dapat menurunkan kualitas udara dalam ruang dan mempengaruhi

kenyamanan manusia yang tinggal atau bekerja dalam ruang tersebut

(Pudjiastuti, dkk, 1998).

Peningkatan suhu di atas 230 C dengan gejala SBS juga merupakan

penemuan yang konsisten. Terdapat hubungan antara peningkatan

temperatur, overcrowding, dan ventilasi yang tidak memadai dengan gejala

Page 42: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

22

SBS pada studi Burge tahun 2004, tetapi kompleksitas ini dapat

menyebabkan hubungan suhu dengan SBS menjadi rumit untuk ditarik

sebagai faktor penyebab.

Suma’mur (1997) menyatakan bahwa suhu dingin dapat mengurangi

efisiensi dengan timbulnya keluhan kaku ataupun kurangnya koordinasi

otot sedangkan kondisi udara yang panas dapat menurunkan prestasi kerja,

kualitas udara dalam ruangan dan mempengaruhi kenikmatan manusia

yang tinggal atau bekerja dalam ruangan tersebut.

Menurut Walton (1991), suhu berperan penting dalam metabolisme

tubuh, konsumsi oksigen dan tekanan darah. Lennihan dan Fletter (1989),

mengemukakan bahwa suhu rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan

akan meningkatkan kehilangan panas tubuh dan tubuh akan berusaha

menyeimbangkan dengan suhu lingkungan melalui proses evaporasi.

Kehilangan panas tubuh ini akan menurunkan vitalitas tubuh dan

merupakan predisposisi untuk terkena infeksi terutama infeksi saluran

napas oleh agen yang menular.

Pada lingkungan yang ada di dalam ruangan, sekitar 25% dari panas

tubuh diemisikan oleh transpirasi. Sebagai temperatur udara ambien dan

meningkatnya aktifitas metabolisme, transpirasi ditandai dengan tingginya

kelembaban relatif, sehingga menghasilkan panas yang tidak nyaman.

Dengan kata lain udara kering pada temperatur rendah sampai dengan

Page 43: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

23

normal membuat kehilangan transpirasi dan mengakibatkan dehidrasi

(Pudjiastuti, 1998).

b. Kelembaban Udara

Air bukan merupakan polutan, namun uap air merupakan pelarut

berbagai polutan dan dapat mempengaruhi konsentrasi polutan di udara.

Uap air dapat menumbuhkan dan mempertahankan mikroorganisme di

udara dan juga dapat melepaskan senyawa-senyawa volatile yang berasal

dari bahan bangunan seperti formaldehid, amonia dan senyawa lain yang

mudah menguap, sehingga kelembaban yang tinggi melarutkan senyawa

kimia lain lalu menjadi uap dan akan terpajan pada pekerja (Fardiaz, 1992).

Ruang yang lembab dan dinding yang basah akan sangat tidak nyaman dan

mengganggu kesehatan manusia (Pudjiastuti, dkk, 1998).

Kelembaban dan suhu yang ekstrim juga menjadi media pertumbuhan

beberapa jenis bakteri dan jamur. Sebagai contoh jamur dapat tumbuh

dalam suasana anaerob dengan kelembaban udara lebih dari 65%

(Suma’mur, 1997).

Kelembaban udara adalah prosentase jumlah kandungan air dalam

udara (Depkes RI, 2002). Kelembaban terdiri dari 2 jenis, yaitu:

1) Kelembaban absolut, yaitu berat uap air per unit volume udara;

2) Kelembaban nisbi (relatif), yaitu banyaknya uap air dalam udara pada

suatu temperatur tersebut.

Page 44: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

24

Secara umum penilaian kelembaban dalam ruang dengan

menggunakan hygrometer. Menurut indikator pengawasan perumahan,

kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan dalam ruang kerja

adalah 40-60% dan kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat

kesehatan adalah <40% atau >60% (Depkes RI, 2002).

Kelembaban yang relatif tinggi antara 25%-75% langsung

mempengaruhi tingkat spora jamur, dan terjadi pula peningkatan

pertumbuhan pada permukaan penyerapan air (Pudjiastuti, dkk, 1998).

Kelembaban yang relatif rendah yaitu kurang dari 20% dapat menyebabkan

kekeringan selaput lendir membran, sedangkan yang tinggi akan

meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme (Prasasti, dkk, 2005).

Kelembaban udara dalam ruangan sangat tergantung pada suhu udara

luar. Kelembaban udara yang sesuai standar kualitas udara dalam ruangan

tidak terbukti menunjukkan hubungan SBS (Burge, 2004). Terdapat banyak

faktor yang menentukan kelembaban baik atau buruk. Baik humidifiers,

maupun dehumidifiers ternyata dapat juga menjadi potensi masalah, yaitu

air yang terbuang dapat menjadi stagnant sehingga dapat menjadi

penyebab peningkatan gejala SBS. Pada banyak gedung, chillers terdapat

di roof top sehingga perawatannya menjadi sulit (Burge, 2004).

Kelembaban udara yang relatif rendah yaitu kurang dari 20% dapat

menyebabkan kekeringan selaput lendir membran, sedangkan kelembaban

yang tinggi akan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme. Standar

Page 45: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

25

Baku Mutu kelembaban udara menurut Kepmenkes No. 261 adalah 40-

60% (Mukono, 2005).

2.2.2 Kualitas Kimia

a. Konsentrasi Partikulat

Partikel debu dalam emisi gas buang terdiri dari bermacam-macam

komponen. Bukan hanya berbentuk padatan tapi juga berbentuk cairan

yang mengendap dalam partikel debu. Pada proses pembakaran debu

terbentuk dari pemecahan unsur hidrokarbon dan proses oksidasi

setelahnya. Dalam debu tersebut terkandung debu sendiri dan beberapa

kandungan metal oksida. Dalam proses ekspansi selanjutnya di atmosfir,

kandungan metal dan debu tersebut membentuk partikulat. Beberapa unsur

kandungan partikulat adalah karbon, SOF (Soluble Organic Fraction),

debu, SO4, dan H2O. Sebagian benda partikulat keluar dari cerobong pabrik

sebagai asap hitam tebal, tetapi yang paling berbahaya adalah butiran-

butiran halus sehingga dapat menembus bagian terdalam paru-paru.

Diketahui juga bahwa di beberapa kota besar di dunia perubahan menjadi

partikel sulfat di atmosfir banyak disebabkan karena proses oksida oleh

molekul sulfur. (Bapedal, 2002).

Particulate Matter (PM) terdiri dari berbagai jenis komponen

termasuk diantaranya nitrat, ammonia, karbon, air, debu mineral, dan

garam. PM terdiri dari campuran kompleks antara padatan dan cairan baik

organik maupun anorganik. PM berefek negatif terhadap lebih banyak

Page 46: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

26

orang dibandingkan polutan lainnya. Partikulat dikategorikan berdasarkan

ukuran diameter aerodinamisnya. Pembagian tersebut diantaranya adalah

PM10 (Partikulat dengan diameter aerodinamis <10 μm) dan PM 2,5

(Partikulat dengan diameter aerodinamis <2,5 μm). PM 2,5 memiliki

bahaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan PM 10. Hal ini disebabkan

karena PM 2,5 dapat berpenetrasi dan memberikan efek sampai dengan

daerah bhronkiolus pada paru-paru.

Paparan terhadap partikulat berkontribusi terhadap peningkatan

resiko terkena peningkatan resiko terkena penyakit kardiovaskular dan

pernafasan, bahkan berkontribusi terhadap peningkatan resiko kanker paru.

Kadar PM 10 dalam ruangan berdasarkan OSHA PEL-TWA ( Occupational

Safety and Health Administration; Permissible Exposure Limit-Total Weight

Average) dan ACGIH TLV-TWA (American Conference of Governmental

Industrial Hygienists; Threshold Limit Values – Total Weight Average) berturut-

turut adalah 0,15 mg/m³ dan 0,10 mg/m³. Di Indonesia khususnya di

Jakarta Per Gub DKI Jaya No 54/2008 mensyaratkan kadar PM 10

maksimal dalam ruangan sebesar 90 μg/m³. Sedangkan EPA (1997)

menetapkan batasan PM 2,5 15 μg/m³.

b. Volatile Organic Compound (VOC)

Kehadiran pencemar organik mungkin merupakan konstituen terbesar

dari aerosol yang ada di dalam ruang. Dikarenakan jumlah spesies bahan

kimia hadir di udara dalam ruang, dan kesulitan di dalam identifikasi dan

Page 47: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

27

kuantifikasi dari kimia organik yang tercampur, maka kontaminasi

senyawa organik (VOC) di dalam ruangan belum dapat diketahui dengan

baik sampai saat ini. Menurut Bortoli dari senyawa-senyawa yang telah

dilakukan studi, senyawa paling banyak teridentifikas meliputi toluene,

xylene dan apinene. (Pudjiastuti, 1998).

Beberapa senyawa organik volatile yang ditemukan di dalam ruangan

telah menunjukkan adanya hubungan dengan sejumlah gejala penyakit.

Beberapa gejala penyakit yang ada di dalam ruang yang banyak dijumpai

yaitu sakit kepala, iritasi mata dan selaput lendir, iritasi sistem pernapasan,

drowsiness (mulut kering), fatigue (kelelahan), malaise umum.

c. Konsentrasi Gas (NO2, CO2, CO, dll)

1. Nitrogen Oksida (NO2)

Gas ini adalah kontributor utama smog dan deposisi asam. NO2

bereaksi dengan senyawa organik volatile membentuk ozon dan oksida

lainnya. Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas NO2

adalah paru-paru. Paru-paru terkontaminasi oleh gas NO2 akan

membengkak sehingga penderita sulit bernapas dan mengakibatkan

kematian. Pengaruhnya terhadap kesehatan yaitu terganggunya sistem

pernafasan, bila kondisinya kronis dapat berpotensi terjadi bronkhitis serta

akan terjadi penimbunan NO2 dan dapat merupakan sumber karsinogenik

(Sunu, 2001).

Page 48: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

28

2. Karbon Dioksida (CO2)

Karbon dioksida (CO2) dalam gedung bisa diemisikan dari

pembakaran mesin-mesin seperti genset, namun demikian mayoritas CO2

diemisikan oleh para penghuni gedung. Umumnya konsentrasi CO2 dalam

gedung adalah antara 350-2500 ppm. Treshold Limit Value-Time Weighted

Average (TLV-TWA) CO2 yang diperkenankan adalah sampai 1000 ppm.

Di Indonesia khususnya DKI Jakarta Per Gub DKI Jaya no. 54 tahun 2008

dapat dijadikan sebagai acuan dengan kadar maksimal CO2 yang

diperkenankan dalam ruangan sebesar 0,1%. Berdasarkan studi BASE

konsentrasi CO2 di udara dalam ruangan secara statistik memiliki

hubungan positif dengan kejadian SBS. 70% bangunan dengan ventilasi

mekanik dan menggunakan airconditioner dalam studi menunjukkan

hubungan yang signifikan antara CO2 dan SBS. (EPA, 2002).

3. Karbon Monoksida (CO)

Karbon Monoksida (CO), komponen ini mempunyai berat sebesar

96,5% dari berat air dan tidak dapat larut dalam air. CO yang terdapat di

alam terbentuk dari satu proses sebagai berikut pembakaran tidak sempurna

terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon, reaksi antara

karbon dioksida dan komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi.

Pada suhu tinggi karbon dioksida terurai menjadi karbon monoksida dan

atom O (Wardhana, 2004). CO dapat menyebabkan masalah pencemaran

udara dalam ruang pada ruang-ruang tertutup seperti garasi, tempat parkir

Page 49: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

29

bawah tanah, terowongan dengan ventilasi yang buruk, bahkan mobil yang

berada di tengah lalu lintas. CO dalam gedung bisa didapatkan dari

pembakaran tidak sempurna seperti genset dan asap rokok, selain juga dari

kontaminan luar yang masuk malalui sistem ventilasi. Karena CO

merupakan gas yang tidak berbau dan memiliki afinitas lebih tinggi

terhadap hemoglobin (Hb) dibandingkan oksigen. Dengan demikian

apabila terhirup, CO akan menggantikan oksigen Hb, sehingga dapat

mengakibatkan suplai oksigen dalam tubuh berkurang. Hal tersebut dapat

mengakibatkan pengurangan kemampuan kerja sampai dengan kematian.

Kadar CO dalam ruangan berdasarkan ASHRAE, OHSA PEL-TWA dan

ACGIH TLV-TWA berturut turut adalah 9 ppm, 50 ppm, dan 25 ppm. Di

Indonesia Kep. Men Kes. No 1405/2002 dan Per. Gub DKI Jaya No

54/2008 berturut-turut mensyaratkan kadar CO maksimal dalam ruangan

sebesar 25 ppm dan 8 ppm untuk pengukuran 8 jam.

4. Ozon (O3)

Menurut Burkin et.al (2000) dalam Seganda (2010), sumber utama

ozon dari kegiatan manusia dalam ruangan berasal dari mesin fotokopi,

pembersih udara elektrostatis, dan udara luar. Ozon dapat menyebabkan

iritasi pada mata dan bersifat toksik terhadap saluran pernafasan, paparan

ozon secara akut mengakibatkan sakit kepala, kelelahan dan batuk. Kadar

O3 dalam ACGIH TLV-TWA berturut-turut adalah 0,05 ppm (untuk jerka

keras), 0,08 ppm (untuk kerja moderat) dan 0,10 ppm (untuk kerja ringan).

Page 50: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

30

2.2.3 Kualitas Mikrobiologi

Mikroorganisme dapat muncul dalam waktu dan tempat yang berbeda.

Pada penyebaran lewat udara, mikroorganisme harus mempunyai habitat tumbuh

dan berkembang biak (Brown, 2006). Seringkali mikroorganisme ditemukan

tumbuh pada air yang menggenang atau permukaan interior yang basah. Selain

itu mikoorganisme juga dijumpai pada sistem ventilasi atau karpet yang

terkontaminasi (Flannigan, 1992). Standar parameter bilogi udara dalam ruangan

mengacu pada Kepmenker No.1405 Tahun 2002, yaitu 700 koloni/m3.

Mikroorganisme dapat berasal dari lingkungan luar seperti serbuk sari,

jamur dan spora, dapat pula berasal dari dalam ruang seperti serangga, jamur,

kutu binatang peliharaan dan bakteri. Mikroorganisme dapat menyebabkan alergi

pernapasan seperti infeksi pernapasan dan asma. Mikroorganisme tersebar

bersama-sama dengan aerosol yang ada di udara dikenal dengan istilah

bioaerosol. Kebanyakan dari bioaerosol adalah non patogen dan hanya dirasakan

oleh orang-orang yang sensitif. Setiap mikroorganisme dengan dapat menulari

hanya pada keadaan panas tertentu (Pudjiastuti, dkk, 1998).

Walaupun kebanyakan ruangan yang tercemar merupakan akibat dari

sumber-sumber di luar ruangan, situasi ruangan dapat menjadi tercemar berat

oleh unsur biologi. Ruangan yang dibangun dengan adanya bioaerasi dapat

mengakibatkan dua proses utama yaitu; material akan mengalir dan menumpuk

dalam ruangan dan pertumbuhan nyata pada interior (Pudjiastuti, 1998).

Page 51: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

31

2.2.3.1 Bakteri

Bakteri merupakan mahluk hidup yang kasat mata, dan dapat juga

menyebabkan berbagai gangguan kesehatan serta efek deteriorasi bagi

gedung apabila tumbuh dan berkembang biak pada lingkungan indoor

(Sephen 2006, Setzenbach 1998). Gangguan kesehatan yang muncul dapat

bervariasi tergantung dari jenis dan rute pajanan. Bakteri dalam gedung

datang dari sumber luar (misalnya dari kerusakan tangga, endapan kotoran,

dan sebagainya) serta dapat memberikan pengaruh bagi manusia seperti

saat bernapas, batuk, bersin. Selain itu, bakteri juga didapati pada sistem

cooling towers (seperti Legionella), bahan bangunan dan furniture,

wallpaper, dan karpet lantai (Stephen, Bates 2000). Di dalam gedung,

bakteri tumbuh dalam standingwater tempat water spray dan kondensasi

AC.

Bakteri masuk melalui udara dalam suatu ruangan, khususnya yang

menggunakan sitem Air Conditioning (AC). Sistem AC menyediakan

lingkungan yang hangat dan basah bagi bakteri untuk berkembang biak.

Selain itu, kondensasi atau penggunaan water spray juga akan menujang

pertumbuhan bakteri dan menyediakan lingkungan yang lembab (Indoor

Air Quality Handbook). Pekerja dalam ruangan tersebut akan terpajan oleh

bakteri melalui aktifitas yang dilakukan secara langsung seperti bernapas

dan bersin. Organisme ini masuk ke udara yang dibawa oleh sistem AC

dalam ruangan tersebut. Sistem AC menyediakan kondisi yang hangat dan

Page 52: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

32

panas bagi bakteri yang digunakan untuk berkembang biak. Sebagai bagian

dari proses conditioning, udara yang lembab juga menjadi faktor pemicu

bagi tumbuhnya bakteri (Indoor Air Quality in Australia a Strategy for

Action).

Banyak bekteri, yang sebagian besar sebagai penyebab penyakit pada

manusia, berasal dari reservoir di luar lingkungan yang sangat terkenal

adalah legionella (Pudjiastuti, dkk, 1998). Legionella yang sering

ditemukan pada sitem AC biasanya berasal dari timbunan semprotan pada

cooling towers, terutama jika sistem AC tersebut kurang perawatan atau

baru dinyalakan setelah beberapa waktu tidak dipakai. Bakteri ini akan

memasuki ruangan apabila sistem AC berada dekat dengan cooling towers.

A. Bakteri Patogen (Todar, 2008)

Bakteri patogen adalah jenis-jenis bakteri yang menjadi biang

penyakit pada makhluk hidup. Bakteri patogen ini bekerja dengan

cara menginfeksi organisme dan sebagai akibatnya, muncul gejala-

gejala abnormal yang kita kenali sebagai tanda-tanda penyakit.

Sebagian dari bakteri patogen ini tidak terasa di tubuh, namun tak

jarang pula yang menyebabkan penyakit serius semacam HIV,

SARS, Flu Burung dan masih banyak lagi lainnya.

Dalam kajian ilmu biologi, dikenal kecenderungan karakteristik

organisme yang sangat patogen sajalah yang bisa menyebabkan

penyakit pada makhluk hidup. Sementara selebihnya tidak

Page 53: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

33

mengakibatkan apa-apa. Bakteri yang jarang menyebabkan pemyakit

tersebut dikenal dengan istilah patogen oportunis, yakni jenis bakteri

yang tidak menyebabkan atau menimbulkan penyakit pada makhluk

hidup dengan kompetensi umun atau daya tahan tubuh yang baik.

Sebaliknya, jenis bakteri ini bisa memicu penyakit bagi mereka yang

memiliki kekebalan tubuh yang rendah. Jadi bisa disumpulkan bahwa

bakteri patogen oportunis ini mengambil kesempatan dari

menurunnya sistem pertahanan di dalam tubuh sang inang yang

diinfeksi.

Mekanisme Bakteri Patogen

Invasi host oleh patogen dapat dibantu oleh produksi zat

ekstraselular bakteri yang bertindak melawan tuan rumah dengan

memecah pertahanan primer atau sekunder dari tubuh. Mikrobiologi

medis disebut sebagai invasins. Kebanyakan invasins adalah protein

(enzim) yang bertindak secara lokal untuk merusak sel inang dan/atau

memiliki efek langsung memfasilitasi pertumbuhan dan penyebaran

patogen. Kerusakan host sebagai akibat dari kegiatan invasif ini dapat

menjadi bagian dari patologi penyakit menular.

Spreading factor adalah istilah deskriptif untuk keluarga

bakteri yang mempengaruhi sifat matriks jaringan antar sel, sehingga

meningkatkan penyebaran patogen.

Page 54: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

34

Hialuronidase adalah faktor penyebaran asli. Hal ini dihasilkan oleh

streptococci dan clostridia.

Kolagenase diproduksi oleh Clostridiumperfringens dan

Clostridiumhistolyticum. Itu merusak kolagen,dan kerangka otot.

Neuraminidase yang dihasilkan oleh patogen usus seperti

Vibriocholerae dan Shigella dysentriae. Ini mendegradasi asam

neuraminic (asam sialic), sebuah antar sel dari jaringan sel-sel epitel

mukosa usus.

Streptokinase dan staphylokinase diproduksi oleh streptokokus dan

staphylococci. Enzim kinase mengkonversi plaminogen menjadi

plasmin aktif yang mencerna fibrin dan mencegah pembekuan darah.

Ketiadaan fibrin dalam menyebarkan lesi bakteri memungkinkan

difusi yang lebih cepat dan infeksi.

Enzim-enzim ini biasanya bekerja pada membran sel hewan

membentuk pori yang mengakibatkan lisis sel, atau dengan serangan

enzimatik pada fosfolipid, yang membuat tidak stabilnya membran.

Mereka disebut sebagai lecithinases atau phospholipases, dan jika

mereka melisiskan sel darah merah maka mereka disebut hemolysins.

Leukocidins, diproduksi oleh staphylococcus dan streptolysin

diproduksi oleh streptokokus khusus melisiskan fagosit dan granular

mereka. Kedua enzim ini juga dianggap exotoxins bakteri.

Page 55: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

35

Phospholipases, Clostridium perfringens diproduksi oleh (yaitu,

alpha toksin), menghidrolisis fosfolipid dalam membran sel dengan

menghilangkan kelompok kepala kutub.

Lecithinases, juga diproduksi oleh Clostridium perfringens,

menghancurkan lesitin (fosfatidilkolin) di membran sel.

Sifat Hemolysin pada bakteri adalah melisiskan atau

melarutkan sel-sel darah merah. Hemolysins diproduksi oleh strain

bakteri, termasuk staphylococci dan streptokokus. Bakteri Hemolysin

disaring dan yang mengelompok di sekitar koloni bakteri pada

medium kultur yang mengandung sel-sel darah merah. Hemolysins

muncul untuk membantu kekuatan invasif bakteri.

Hemolysins, terutama yang diproduksi oleh staphylococci

(yaitu, alpha toksin), streptokokus (yaitu, streptolysin) dan berbagai

clostridia, mungkin akan membentuk saluran protein atau

phospholipases atau lecithinases yang menghancurkan sel darah

merah dan sel-sel lain (misalnya, fagosit) oleh lisis.

Bakteri Hemolisin dapat dipisahkan oleh berbagai jenis bakteri

seperti Staphylococcus aureus, Escherichia coli atau

Parahemolyticus Vibrio di antara patogen lain. Kita bisa melihat pada

bakteri Staphylococcus aureus untuk mempelajari lebih tepatnya

pembentukan pori-pori ini. Staphylococcus aureus adalah patogen

Page 56: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

36

yang menyebabkan banyak penyakit infeksi seperti pneumonia dan

sepsis.

Beberapa bakteri patogen yang menginfeksi saluran urogenital

seperti:

1. Klebsiella

Klebsiaella pnewniniae kadang-kadang menyebabkan infeksi

saluran kemih dan baktermia dengan lesi fokal pada pasien yang

lemah.

2. Enterobacter Aerogenes

Menyerang saluran kemih menyebabkan infeksi nosokomial.

3. Proteus

Bakteri ini menyebabkan infeksi saluran kemih atau kelainan

bernanah seperti asbes, infeksi luka, infeksi telingan atau saluran

napas.

Beberapa bakteri patogen yang menginfeksi saluran pernapasan

seperti:

1. Pseudomonas Aeroginosa

Batang gram negatif 0,5-1,0 x 3,0-4,0 um. Mempunyai flagel

polar kadang-kadang 2-3 flagel. Bakteri ini menyebabkan infeksi

Page 57: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

37

pada saluran pernapasan bagian bawah, saluran kemih, mata, dan

lain-lain

P. Aeroginosa bersifat patogen bila masuk ke daerah yang

fungsi pertahanannya abnormal, mislanya selaput mukosa, kulit

telinga dan menimbulkan penyakit sistemik.

2. Streptococcus pneumoniae

Streptococcus pneumoniae adalah sel gram positif berbentuk

bulattelur seperti bola,secara khas terdapat berpasangan atau rentai

pendek. Bakteri ini penghuni normal pada saluran pernapasan bagian

atas manusia dan dapat menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis,

bronkhitis, bakteremia, meningitis, dan proses infeksi lainnya.

Penularan penyakit ini dapat melalui berbagai cara, antara lain:

ihalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar,

aliran darah, dari infeksi di organ tubuh yang lain.

Migrasi(perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-

paru. Dapat menular pula melalui percikan air ludah.

3. Corybaterium diphtheriae

Corybaterium diphtheriae merupakan makhluk anaerobik

fakultatif dan gram positif, ditandai dengan tidak berkapsul, tidak

berspora, dan tidak bergerak.

Corybaterium diphtheriae terdapat dalam saluran pernapasan,

dalam luka-luka, pada kulit orang terinfeksi, atau orang normal yang

Page 58: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

38

membawa bakteri. Bakteri disebarkan melalui doplet atau kontak

langsung dengan individu yang peka. Bakteri kemudian tumbuh pada

selaput mukosa atau kulit yang lecet, dan bakteri mulai mebghasilkan

toksin.

Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk

penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi

oleh bakteri ini.

Beberapa bakteri patogen yang menginfeksi saluran pencernaan

yaitu:

1. Shigella sp.

Pendek, gram negatif, tunggal, tidak bergerak, tidak

membentuk spora, aerobik atau anaerobik fakultatif.

Patogenesis Shigella sp.

Shigella mempenetrasi intraseluler epitel usus besar, terjadi

perbanyakan bakteri, mengasilkan edoktoksin yang mempunyai

kegiatan biologis, S.Dysenteriae menghasilkan eksotoksin yang

mempunyai sifat neotoksik dan enterotoksik.

Infeksi Shigella sp. dapat diperoleh dari makanan yang sudah

terkontaminasi, walaupun makanan itu terlihat normal. Air juga dapat

menjadi salah satu hal yang terkontaminasi dengan bakteri ini.

Page 59: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

39

2. Salmonella sp.

Ciri-ciri bakteri Salmonella sp. adalah berupa bakteri gram

negatif, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, memiliki flagela

bertipe peritrikus, dan anaerobik fakultatif. Masuk ke tubuh orang

melalui makanan atau minuman yang tercemar bakteri ini. Akibat

yang ditimbulkan adalah peradangan pada saluran pencernanaan

sampei rusaknya dinding usus.

Patogenesis Salmonella sp.

- Menghasilkan toksin LT.

- Invasi ke sel mukosa usus halus

- Tanpa berproliferasi dan tidak mengahansurkan sel epitel

- Bakteri ini langsung masuk ke lamina propia yang kemudian

menyebabkan infiltrasi sel-sel radang.

3. Vibrio colerae

Ciri-ciri bakteri ini adalah bakteri gram negatif, batang lurus

dan agak lengkung, terdapat tunggal dan dalam rantai berpilin, tidak

berkapsul, tidak membentuk spora, bergerak dengan flagella bertipe

tunggal polar, anaerobik fakultatif. Bakteri ini menyebabkan penyakit

kolera yang menginfeksi saluran usus, bakteri ini masuk ke dalam

tubuh seseorang melalui makanan atau minuman yang

terkontaminasi. Bakteri tersebut mengeluarkan enterotoksin

Page 60: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

40

(racunnya) pada saluran usus sehingga terjadilah diare disertai

muntah yang akut.

4. Clostridium botulinum

Bakteri ini sering menimbulkan keracunan makanan, hal ini

karena bakteri tersebut tumbuh dalam makanan dan menghasilkan

toxin yang berbahaya bagi manusia. Gejala penyakitnya berupa

tenggorokan terasa kering, penglihatan menjadi kabur,gangguan

akomodasi, gangguan suara, kelumpuhan otot, gangguan jantung.

Pencegahan dengan menjaga kebersihan makanan dan memasaknya

sampai matang.

Beberapa bakteri patogen yang menginfeksi kulit seperti:

1. Clostridium tetani

Penyakit yang ditimbulkan adalah tetanus, dengan infeksi

melalui berbagai cara, yaitu: luka tusuk, patah tulang terbuka, luka

bakar, pembedahan, penyuntikan, gigitan binatang, aborsi,

melahirkan atau luka pemotongan umbilicus. Gejalanya berupa kaku

dan kram pada otot sekitar luka, hypereflexi pada tendon extremitas

yang dekat dengan luka, kaku pada leher, rahang, dan muka, dan

gangguan menelan.

2. Bacillus anthracis

Page 61: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

41

Merupakan bakteri penyebab penyakit antrax, yang biasanya

menyerang hewan ternak. Namun pada perkembangannya penyakit

tersebut dapat menular ke manusia melalui luka, inhalasi dan juga

makanan.

3. Staphylococcus aureus

Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi bernanah dan asbes,

infeksi pada folikel rambut dan kelenjar keringat, bisul, infeksi pada

luka, meningitis, endokarditis, pneumonia, pyelonephritis,

osteomyelitis. Pencegahan dilakukan dengan meningkatkan daya

tahan tubuh, kebersihan pribadi, dan sanitasi lingkungan.

4. Mycobacterium leprae

Merupakan bakteri penyebab penyakit lepra, dengan gejala

pertama berupa penebalan pada kulit yang berubah warna, berupa

bercak keputih-putihan, hilang perasaannya. Bakteri ini dapat pula

menyerang mata, paru-paru, ginjal, dan sebagainya. Pencegahannya

dilakukan dengan mencegah kontak langsung dengan penderita dan

meningkatkan daya tahan tubuh.

Bakteri patogen memiliki salah satu sifat yang mengindikasikan

bahwa bakteri itu benar-benar patogen yaitu dengan cara analisis

bakteri hemolisis.

Page 62: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

42

2.3 Morfologi Bakteri

Bakteri adalah kelompok terbanyak dari organisme hidup. Mereka sangatlah

kecil dan kebanyakan adalah uniseluler dengan struktur sel yang relatif sederhana

tanpa nukleus, cytoskeleton, dan organel lain seperti mitokondria dan kloroplas

(Pelczar, et al 2008).

a. Ciri-ciri bakteri

Berikut ini merupakan ciri-ciri bakteri dilihat dari susunan dan struksturnya

(Pelczar, et al 2008):

1) Dinding sel tersusun atas mukopolisakarida dan peptidoglikan.

Peptidoglikan terdiri atas polimer besar yang terbuat dari N-asetil

glukosamin dan N-asetil muramat, yang saling berikatan silang dengan

ikatan kovalen. Berdasarkan pewarnaan gram, bakteri dapat dibedakan

menjadi bakteri gram positif dengan bakteri gram negatif.

2) Sel bakteri dapat mensekresikan lendir ke permukaan dinding selnya.

Lendir yang terakumulasi di permukaan terluar dinding sel akan

membentuk kapsul. Kapsul ini berfungsi untuk mempertahankan diri

dari kondisi lingkungan yang buruk. Bakteri yang berkapsul lebih sering

menimbulkan penyakit dibandingkan dengan bakteri yang tidak

berkapsul.

3) Membran sitoplasma meliputi 8-10% dari bobot kering sel dan tersusun

atas fosfolipida dan protein. Fungsi utama membran sitoplasma adalah

sebagai alat transpor elektron dan proton yang dibebaskan pada waktu

Page 63: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

43

oksidasi bahan makanan dan sebagai alat pengatur pengangkutan

senyawa yang memasuki dan meninggalkan sel.

4) Sitoplasma dikelilingi oleh membran sitoplasma, dan tersusun atas 80%

air, asam nukleat, protein, karbohidrat, lemak, dan ion anorganik serta

kromatofora. Di dalam sitoplasma terdapat ribosom-ribosom kecil.

Selain itu terdapat RNA dan DNA. Terdapat pula DNA tertentu yang

diselubungi protein sehingga membentuk genofor sirkuler.

5) Pada kondisi yang tidak menguntungkan bakteri dapat membentuk

endospora yang berfungsi melindungi bakteri dari panas dan gangguan

alam.

6) Bakteri ada yang bergerak dengan flagela dan ada yang bergerak tanpa

flagela. Bakteri tanpa flagela bergerak dengan cara berguling. Setiap sel

bakteri memiliki jumlah flagela yang berbeda. Berdasarkan jumlah dan

letak flagela, bakteri dibedakan menjadi 4, yaitu:

- Bakteri monotrik, yaitu bakteri yang mempunyai satu flagela pada

salah satu ujung selnya.

- Bakteri amfitrik, yaitu bakteri yang pada kedua ujung selnya

mempunyai satu flagela.

- Bakteri lofotrik, yaitu bakteri yang pada salah satu ujung selnya

memiliki seberkas flagela.

Page 64: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

44

- Bakteri peritrik, yaitu bakteri yang pada seluruh tubuhnya terdapat

flagela.

b. Bentuk-Bentuk Bakteri

Dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi lensa okuler

mikrometer dan objektif mikrometer, ukuran bakteri dapat diketahui. Ukuran

bakteri dinyatakan dalam satuan mikron. Panjang bakteri umumnya berkisar

0,1 – 0,2 mikron.

Bentuk bakteri sangat barvariasi, tetapi secara umum ada 3 tipe, yaitu:

1) Bentuk batang/silindris (basil)

2) Bentuk bulat (kokus)

3) Bentuk spiral (spirilium).

Variasi bentuk bakteri atau koloni bakteri dipengaruhi oleh arah

pembelahan, umur, dan syarat pertumbuhan tertentu, misalnya makanan,

suhu, dan keadaan yang tidak menguntungkan bagi bakteri.

1) Bentuk batang (silindris)

Bakteri bentuk batang (basil) dibedakan atas bentuk-bentuk sebagai

berikut.

a) Basil tunggal, berupa batang tunggal

b) Diplobasil, berbentuk batang bergandengan dua-dua

c) Streptobasil, berupa batang bergandengan seperti rantai.

Page 65: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

45

Gambar 2.1. Bentuk-bentuk Bakteri Basil

2) Bentuk bulat

Bakteri berbentuk bulat (kokus = sferis/tidak bulat betul) dibagi

menjadi bentul-bentuk sebagai berikut:

a) Monokokus; berbentuk bulat satu-satu

b) Diplokokus; bentuknya bulat bergandengan dua-dua

c) Streptokokus; memiliki bentuk bulat bergandengan seperti rantai,

sebagai hasil pembelahan sel ke satu atau dua arah dalam satu garis

d) Tetrakokus; berbentuk bulat terdiri dari 4 sel yang tersusun dalam

bentuk bujur sangkar sebagai hasil pembelahan sel ke dua arah.

e) Sarkina; bentuknya bulat, terdiri dari 8 sel yang sersusun dalam

bentuk kubus sebagai hasil pembelahan sel ke tiga arah.

f) Stafilokokus; berbentuk bulat tersusun seperti kelompok buah

anggur sebagai hasil pembelahan sel ke segala arah.

Page 66: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

46

Gambar 2.2. Bentuk-bentuk Bakteri Kokus

3) Bentuk spiral

Bakteri berbentuk spiral dibagi menjadi:

a) Koma (vibrio); berbentuk lengkung kurang dari setengah lingkaran.

b) Spiral; berupa lengkung lebih dari setengah lingkaran.

c) Spiroseta; berupa spiral yang halus dan lentur.

Gambar 2.3. Bentuk-bentuk Bakteri Spiral

Page 67: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

47

2.4 Konstruksi bangunan

Udara dalam ruangan yang tertutup dapat tercemar oleh beberapa polutan yang

berasal dari luar gedung, dalam gedung, dari komponen atau konstruksi gedung,

maupun dari aktivitas penghuni gedung tersebut (EPA, 1991).

Adapun sumber pencemar yang berasal dari komponen atau konstruksi

bangunan seperti plafon, dinding, dan lantai mengandung senyawa kimia (asbes) dan

dapat mengahasilkan partikulat yang membahayakan bagi kesehatan (Bi Nardi,

2003). Komponen dan konstruksi bangunan, seperti:

1) Ruangan yang mengeluarkan debu fiber karena permukaan yang dilapisi

(penggunaan karpet, tirai dan bahan tekstil lainnya), peralatan interior yang

sudah tua atau rusak, bahan yang mengandung asbestos dapat memicu terjadinya

gejala SBS

2) Bahan kimia yang terdapat pada setiap kontruksi bahan bagunan atau peralatan

interior mengandung senyawa organik dan VOCs.

2.5 Kondisi Fisik Ruangan

2.5.1 Sistem HV AC

Sistem HV AC (Heating, ventilating, and Air Conditioning) merupakan

sistem alat yang bekerja unutk menghangatkan, mendinginkan, menyirkulasikan

udara pada suatu bangunan, yang terdiri dari boiler atau furnace, cooling tower,

chilling, air handling unit (AHU), exhaust fan, ductwork, steam, filter, fans (air

Page 68: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

48

supply), make up-ai, (room exhaust), dampers, room air diffuser, dan return air

grills. Komponen sistem HV AC pada umumnya terdiri dari:

Pemasukan udara dari luar ruangan

Pencampuran air plenum dengan kontrol udara outdoor

Penyaringan udara

Gulungan pendingin.

Berdasarkan Building Code of Australia (2005) serta EPA (1991), suatu

desain dan sistem HV AC berfungsi untuk:

a. Memenuhi kebutuhan thermal comfort

Sistem HV AC berfungsi untuk memenuhi kenyamanan pengguna gedung.

Tingkat pemenuhan kebutuhan thermal comfort ini akan tergantung pada

kemerataan suhu pada ruangan, panas raidasi, suhu, serta kelembaban. Selain itu,

pemenuhan kebutuhan kenyamanan teknis pada pengguna ruangan ini juga

tergantung pada tingkat usia pengguna gedung, aktivitas yang dilakukan dalam

ruangan, serta fungsi tubuh (fisiologi) dari masing-masing individu.

b. Mengisolasi serta memindahkan bau serta kontaminan

Teknik dilusi merupakan salah satu teknik yang digunakan, yaitu dengan

pengenceran udara yang terkontaminasi dengan udara dari luar ruangan. Dilusi

dapat efektif bila terdapat aliran suplai udara konsisten dan cukup untuk

bercampuran dengan udara dalam ruangan. Selain itu, teknik selanjutnya adalah

dengan memperhatikan tekanan udara antar ruangan, dengan menyesuaikan

Page 69: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

49

suplai udara dengan jumlah udara tiap ruang. Jika terdapat ruangan yang lebih

banyak tersuplai udara daripada udara yang dibuang, maka ruangan tersebut

bertekanan positif, dan sebaliknya.

Fasilitas HV AC dalam suatu gedung dapat berbeda, tergantung dari

beberapa faktor seperti umur gedung, iklim, jenis bangunan, anggaran dana

perusahaan, perencanaan, pemilik, dan arsitektur gedung, dan modifikasi

tertentu. Operator sistem dan manajer fasilitas adalah faktor penting yang

menentukan kualitas udara dalam ruangan agar terpelihara dengan baik. Sistem

HV AC membutuhkan pemeliharaan yang tepat untuk memberikan kondisi yang

nyaman bagi penghuni suatu ruangan. Sistem HV AC harus dievaluasi terlebih

dahulu sebelum melakukan renovasi pada gedung (Anonymous, 2009).

Beberapa elemen parawatan sistem HV AC yang dapat meningkatkan

kualitas udara dalam ruang adalah:

1) Mengganti filter (disamping dapat menghalangi dan mengurangi aliran

udara, filter yang kotor juga dapat menjadi sumber bau dan mikroorganisme)

2) Memeriksa instalasi dan filter secara berkala

3) Membersihkan cooling coil dan komponen HV AC lainnya

4) Memeriksa operasi fan dan operasi dampers yang dapat mempengaruhi

aliran udara.

Page 70: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

50

Selain itu, EPA (1991) juga merekomendasikan maintainance sebagai

berikut:

1) Penggunaan desain sistem ventilasi yang memadai dengan jumlah pekerja

dan jumlah perelatan dalam gedung

2) Sediaan udara dari luar ruangan

3) Kualitas udara luar, karena polutan seperti karbon monoksida, spora fungi,

bakteri dan debu dapat mempengaruhi kondisi udara dalam ruangan

4) Perencanaan tempat

5) Pengendalian jalur pajanan polutan lain.

2.5.2 Kebersihan Ruang

Gejala SBS bisa timbul dari ketidaknyamanan lingkungan bekerja. Salah

satu masalah lingkungan yang sering muncul di tempat kerja atau perkantoran

adalah masalah kebersihan. Masalah kebersihan didalam area perkantoran yang

dapat menimbulkan gejala SBS seperti (EPA, 1991):

a. Kegiatan housekeeping seperti penggunaan bahan pembersih, emisi dari

gudang penyimpanan bahan kimia atau sampah, penggunaan pengharum

ruangan, proses vacuuming.

b. Kegiatan maintainance seperti kurangnya pemeliharaan coolingtower

menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme dalam uap air, debu, atau kotoran

di udara, VOCs dari penggunaan perekat dan cat, residu pestisida dari

kegiatan pengendalian hama, emisi dari gudang penyimpanan.

Page 71: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

51

2.6 Faktor Karakteristik Individu

2.6.1 Jenis Kelamin

Wanita memiliki kemungkinan lebih tinggi dan sensitif terhadap kejadian

SBS (Brasche, 2001). Jenis kelamin wanita terbukti lebih beresiko terkena SBS

dibandingkan dengan laki-lai (Winarni, 2003).

Swedish Office Illnes Project (Sundell, 1994) menyatakan bahwa wanita

memiliki risiko mengalami gejala SBS lebih besar yaitu 35% dibandingkan

dengan laki-laki yang hanya 21%. Biasanya wanita lebih mudah lelah dan lebih

berisiko dibanding pria. Hal tersebut dikarenakan ukuran tubuh dan kekuatan otot

tenaga kerja wanita relatif kurang dibanding pria, secara biologis wanita

mengalami siklus haid, kehamilan dan menopause, dan secara sosial, kultural,

yaitu akibat kedudukan sebagai ibu dalam rumah tangga dan tradisi sebagai

pencerminan kebudayaan (Suma’mur PK, 1996).

2.6.2 Usia

Karakteristik pekerja yang berhubungan dengan SBS salah satunya adalah

umur. Pemaparan pada suatu zat yang bersifat toksik akan menimbulkan dampak

yang lebih serius pada mereka yang berusia tua daripada yang berusia lebih muda

dengan kata lain udara yang buruk lebih mudah mempengaruhi kekebalan orang

usia tua (Frank C.Lu, 1995). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh NIOSH

tahun 1980 menyatakan bahwa umur berhubungan dengan peningkatan kejadian

SBS karena umur berkaitan dengan daya tahan tubuh. Semakin tua umur

seseorang maka semakin menurun pula daya tahan tubuhnya (Apte et al, 2005).

Page 72: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

52

Penelitan lain menyebutkan bahwa SBS lebih banyak terjadi pada wanita

dibandingkan laki-laki, dan sensitivitas pada gejala SBS terjadi pada dewasa

muda (younger adults) usia antara 30-50 (NIOSH, 1991).

2.6.3 Status Gizi

Status gizi yang digambarkan dengan kekurangan dan kelebihan gizi pada

orang dewasa (lebih dari 18 tahun), pola konsumsi makanan, gaya hidup aktifitas

dan faktor lingkungan yang tidak bersahabat dapat memberikan kontribusi

terhadap kejadian SBS. Defisiensi gizi secara umum diduga menjadi awal

terjadinya degenerasi sistem imunitas tubuh (Alisyahbana, 1985). Salah satu

parameter pengukuran status gizi adalah dengan menggunakan Indeks Masaa

Tubuh (IMT), yang unutk masyarakat Indonesia menurut PUGS (2002)

dirumuskan sebagai berikut:

IMT =

Kategori IMT untuk Indonesia menurut Depkes (2002) ditampilkan dalam

tabel 2.3 berikut;

Tabel 2.1.

Tabel Indeks Massa Tubuh

Kriteria Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat tinggi

Kekurangan berat badan tingkat rendah

<17.0

17,0 – 18,4

Page 73: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

53

Tabel 2.1.

Tabel Indeks Massa Tubuh (Lanjutan)

Kriteria Kategori IMT

Normal 18,5 – 25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat rendah

(overwight)

Kelebihan berat badan tingkat tinggi

(obesitas)

25,1 – 27,0

>27,0

Sumber: PUGS Depkes, 2002

2.6.4 Kebiasaan Merokok

Asap rokok merupakan campuran yang kompleks senyawa kimia dan

partikel di udara, seperti CO, nitrogenoksida, CO2, hidrogen sianida, dan

formaldehyde. Produk samping dari penetralan asap rokok tetap mengandung

zat-zat yang beracun dan bersifat karsinogenik yang dapat membahayakan

pengguna gedung (Nardi, 2003; Pudjiastuti, 1998).

Sebagai pencemar dalam ruang asap rokok merupakan bahan pencemar

yang biasanya mempunyai kuantitas paling banyak dibandingkan dengan bahan

pencemar lain. Hal ini disebabkan oleh besarnya aktifitas merokok didalam

ruangan yang sering dilakukan oleh para pekerja yang mempunyai kebiasaan

merokok. Asap rokok yang dikeluarkan dari seorang perokok pada umumnya

terdiri dari bahan pencemar berupa karbon monoksida dan partikulat. Dalam

Page 74: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

54

jumlah tertentu asap rokok ini sangat mengganggu kesehatan, seperti mata pedih,

timbul gejala batuk, pernafasan terganggu, dan sebagainya (Pudjiastuti, dkk,

1998).

2.6.5 Sensitifitas Responden Penelitian terhadap Asap Rokok

Perokok pasif lebih sensitif terhadap karbon monoksida yaitu pada saat

konsentrasi karbon monoksida 30 ppm di udara, maka gejala SBS sudah terjadi

yaitu pusing. Sebaliknya perokok aktif, baru akan merasakan gejala SBS apabila

konsentrasi karbon monoksida di udara 50-250 ppm (EPA, 1991).

Konsentrasi asap rokok yang ada di udara turut mempengaruhi keadaan

emosional para pekerja yang berada di sekitar perokok aktif, sehingga gejala

psikososial juga turut dirasakan oleh perokok pasif. Pengendalian asap rokok

pada udara dalam ruang adalah dengan kebijakan larangan merokok di dalam

ruang dan penyediaan smoking area tersendiri di luar (BiNardi, 2003).

Perokok pasif yang berada pada ruangan yang sama dengan perokok aktif

akan memiliki gejala yang sama pada orang yang bekerja dengan lingkungan

yang bebas dari asap rokok (Burge, 2004). Salah satu penelitian pernah

membuktikan penurunan gejala setelah merokok dilarang di area kerja, tetapi

penelitian lain tidak berhasil menunjukan efek merokok dengan gejala-gejala

tersebut (Burge, 2004).

WHO (2000) mendefinisikan bahwa merokok aktif adalah aktifitas

meghisap rokok secara rutin minimal satu batang sehari.

Page 75: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

55

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan pada 77 orang dewasa yang

sensitif Environmental Tobacco Smoke Sensitive (ETS-S) dan yang non-sensitif

ETS (ETS-NS) dengan pemaparan asap tembakau (konsentrasi CO 45 ppm)

selama 15 menit dalam ruangan. Diketahui bahwa 34% (22 dari 77) melaporkan

adanya gejala satu atau lebih gejala rhinitis (hidung tersumbat, pilek dan bersin)

yang dirasakan responden ETS-S. Responden ETS-S melaporkan signifikan

(p<0,01) meningkat dalam hidung tersumbat, sakit kepala, nyeri dada atau sesak,

dan batuk setelah paparan asap tembakau. Gejala pilek lebih besar dan lebih lama

pada subyek ETS-S dibandingkan dengan subyek ETS-NS . Signifikan (p<0,01)

meningkat dalam persepsi bau dan iritasi mata, iritasi hidung, dan tenggorokan

terjadi pada kedua kelompok studi, tetapi subyek ETS-S dilaporkan secara lebih

signifikan pada gejala iritasi hidung dan tenggorokan (Rebecca et al, 1991).

2.7 Baku Mutu Kualitas Udara dalam Ruang Kerja Perkantoran

Baku mutu kualitas udara dalam ruang berdasarkan Keputusan Menteri

Kesehatan No.1405/Menkes/SK/XI/2002, menyatakan bahwa persyaratan kesehatan

lingkungan kerja perkantoran sebagai berikut:

a. Suhu dan Kelembaban

- Suhu: 18 - 28oC

- Kelembaban : 40% – 60%

Page 76: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

56

b. Debu

Kandungan debu maksimal udara di dalam ruangan dalam pengukuran rata-rata

8 jam sebagai berikut:

Tabel 2.2.

Jenis Debu dan Konsentrasi Maksimal

No Jenis Debu Konsentrasi maksimal

1. Debu Total 0,15 mg/m3

2. Asbes bebas 5 serat/ml udara dengan panjang serat 5µ

Sumber: Menkes, 2002

c. Pertukaran Udara

Pertukaran udara: 0,283 m3/menit/orang dengan laju ventilasi: 0,15 – 0,25

m/detik. Untuk ruangan kerja yang tidak menggunakan pendingin memilki lubang

ventilasi minimal 15% dari luas tanah dengan menerapkan sistim ventilasi silang.

d. Bahan Pencemar

Kandungan gas pencemar dalam ruang kerja, dalam rata-rata pengukuran 8 jam

sebagai berikut:

Page 77: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

57

Tabel 2.3.

Parameter Gas Pencemar

T

Sumber: Menkes, 2002

e. Mikrobiologi

- Angka kuman kurang dari 700 koloni/m3 udara

- Bebas kuman patogen

f. Pencahayaan di Ruangan

Persyaratan: Intensitas cahaya di ruang kerja minimal 100 lux.

2.8 Penentuan Besar Sampel Responden

Perhitungan besar sample menggunakan perangkat lunak yang diadaptasi dari

buku “Adequacy of Sample Size in Health Studies” diterbitkan oleh John Wiley &

Sons, WHO, 1990. Perangkat lunak ini dikembangkan oleh KC Lun, Peter YW

Chiam dan Chuah Aaron dari W.H.O. Pusat Kolaborasi untuk Kesehatan Informatika

dan Informatika Kedokteran Program National University Singapura.

No

. Parameter

Konsentrasi maksimum

mg/m3 Ppm

1. Asam Sulfida (H2S) 1 -

2. Amonia (NH3) 17 25

3. Karbon monoksida (CO) 29 25

4. Nitrogen dioksida (NO2) 5,60 3,0

5. Sulfur dioksida (SO2) 5,2 2

Page 78: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

58

2.9 Kerangka Teori

Pada kerangka teori ini dapat dijelaskan bahwa pada penelitian ini akan

dijabarkan gabungan beberapa teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

gejala fisik SBS, dalam hal ini yang akan dijelaskan yaitu kaitannya dengan

Indoor Air Quality (IAQ) pada gedung X. Dalam Indoor Air Quality Handbook

(Spengler, et al 2000) dituliskan bahwa gejala SBS dapat dipengaruhi oleh

multifaktor dan saling berkaitan yang dapat dijelaskan melalui bagan berikut:

Bagan 2.1.

Kerangka Teori

Sumber: Indoor Air Quality Handbook

(Spengler, et al 2000)

Konstruksi

bangunan

- Ventilasi

- Jenis

dinding

- Jenis plafon

- Jenis lantai

Kualitas udara

indoor

- Suhu dan

kelembaban

- Konsentrasi

partikulat

- Konsentrasi

VOC

- Konsentrasi gas

(NO2, CO2,CO,

dll)

- Jumlah

mikroorganisme

(jamur dan

bakteri)

Karakteristik

individu

- Jenis kelamin

- Usia

- Gaya hidup

(kebiasaan

hidup)

- Status gizi

- Riwayat alergi

- Riwayat

penyakit

(asma,

COPD)

Kondisi fisik

ruangan

- Jenis

penerangan

- Furnitur dan

peralatan lain

- AC

- Kebersihan

ruang

Pekerja

SBS

Page 79: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

59

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Bagan 3.1.

Kerangka Konsep

Kerangka konsep di atas menunjukan konsep yang akan diteliti dalam

penelitian ini. Gejala fisik SBS berhubungan dengan jumlah koloni bakteri udara

dalam ruang dan faktor demografi, dimana variabel seperti umur, jenis kelamin,

status gizi, kebiasaan merokok, dan senstivitas terhadap asap rokok berhubungan

langsung dengan kejadian gejala fisik SBS pada responden penelitian. Faktor fisik

dan kimia sebagai salah satu faktor penyebab SBS tidak diteliti karena selain menjadi

keterbatasan penelitian dalam hal ketiadaan instrumen pengambilan sampel,

Jumlah koloni bakteri

patogen udara dalam

ruang

Faktor demografi:

- Jenis kelamin

- Umur

- Status gizi

- Kebiasaan merokok

- Sensitivitas terhadap

asap rokok

Gejala fisik

Sick

Building

Syndrome

Page 80: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

60

penelitian ini bermaksud konsen dalam satu parameter lingkungan yaitu parameter

biologi (bakteri) dengan hubungannya terhadap SBS pada responden penelitian.

Beberapa faktor fisik seperti suhu dan kelembapan ditemukan homogen pada saat

observasi sebelumnya serta saat pengambilan sampel bakteri udara di dalam setiap

ruang responden di masing-masing perusahaan, inilah yang menjadi alasan bahwa

faktor fisik menjadi parameter yang tidak dapat dianalisis secara statistik karna akan

menimbulkan bias dalam pengolahan data dan kemungkinan parameter fisik ini

menjadi tidak representatif dalam mencari hubungannya terhadap kejadian gejala

fisik SBS yang terjadi di gedung X. Kemudian faktor kondisi bangunan tidak diteliti

karena dalam observasi yang dilakukan dengan pihak kontraktor serta pengelola

gedung dalam observasi sebelumnya ditemukan bahwa kondisi bangunan yaitu

kontruksi bangunan dan kondisi fisik ruangan yang ada pada saat peneltian dilakukan

masih relatif baru dan sudah memakai bahan yang tidak berbahaya bagi kesehatan.

Page 81: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1.

Definisi Operasional

No

.

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1 Gejala fisik

Sick

Building

Syndrome

Gejala-gejala fisik yang disebabkan

oleh kualitas udara dalam ruangan, yang

terjadi minimal satu gejala dirasakan

oleh 30% dari total responden

penelitian.

Gejala-gejala tersebut sesuai kriteria

WHO terdiri dari:

- Iritasi mata, flu tenggorokan

- Kekeringan membran mukosa/bibir

- Kulit kering, merah dan gatal-gatal

- Sakit kepala dan mental fatigue

- Batuk, sesak nafas (mengik)

- Mual, pusing dan hipertensivitas

tidak spesifik

Wawancara Kuesioner 0 = kriteria gejala fisik

SBS tidak ditemukan

1 = kriteria gejala fisik

SBSditemukan

Ordinal

61

Page 82: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

Kemudian gejala tersebut dinyatakan

SBS apabila sudah tidak dirasakan oleh

respoden ketika keluar atau

meninggalkan gedung (EPA,1991;

WHO, 1984).

2 Bakteri

Patogen

Jumlah bakteri patogen yang melayang-

layang di udara ruang yang akan

ditentukan angka kumannya atau jumlah

koloni dengan menggunakan metode

sampling impingment lalu dikulturkan

pada media Blood Agar Plate (BAP).

Satuan jumlah koloni adalah koloni/m3

dalam udara.

Dari jumlah koloni bakteri yang

terbentuk, kemudian diidentifikasi

golongan bakteri patogen atau tidak

(Kumala, 2006; Depkes, 2002)

Pengukuran

langsung

Liquid

Impinger

0= Baik (<700

koloni/m3) atau

bakteri patogen tidak

ditemukan

1= Buruk (≥700

koloni/m3) atau

bakteri patogen

ditemukan

Kepmenkes RI No.

1405/

MENKES/SK/XI/200

2

Ordinal

3 Umur Jumlah tahun sejak responden lahir

hingga penelitian berlangsung, kriteria

dibawah atau diatas nilai mean. skala

Wawancara Kuesioner 1= <30 tahun

2 = >30 tahun

Nominal 62

Page 83: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

nominal dengan 2 kategori, yaitu:

0. Dibawah umur rata-rata

1. Sama/diatas umur rata-rata

(Wirastini, 1998)

4 Jenis

Kelamin

Status seksual responden penelitian

yang dapat diketahui melalui

pengamatan penampilan fisik

Observasi Kuesioner 0= laki-laki

1= perempuan

Ordinal

5 Kebiasaan

Merokok

Kebiasaan responden merokok di ruang

kerja, minimal merokok 1 batang

dalam 1 hari dan sudah melakukannya

saat penelitian berlangsung. (WHO,

2000).

Wawancara Kuesioner 0= Tidak Merokok di

dalam ruang

1= Merokok di dalam

ruang

Ordinal

6 Status Gizi Derajat gizi responden yang diukur

dengan menggunakan parameter Indeks

Masa Tubuh (IMT) dengan acuan bila

IMT melebihi atau kurang dari 18,0-

25,0 maka status gizi responden

dianggap tidak normal (PUGS, 2002).

Pengukuran

Langsung

Microtoise

dan

Timbangan

badan

0= IMT 18,0 – 25,0

1= IMT <18,5 atau

>25,0

Ordinal

63

Page 84: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

7 Sensitivitas

terhadap

asap rokok

Laporan gejala-gejala fisik SBS yang

terjadi pada responden yang dirasa

disebabkan oleh keberadaan paparan

buangan asap rokok di ruang kerja saat

penelitian berlangsung.

0. Tidak ada pengaruh dari asap rokok

(tidak sensitif)

1. Ada pengaruh (sensitif)

Wawancara Kuesioner 0 = Tidak sensitif

1 = Sensitif

Ordinal

64

Page 85: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

65

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan jumlah koloni bakteri patogen udara dalam ruang dengan kejadian

gejala fisik SBS pada responden penelitian di gedung X tahun 2013

2. Ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian gejala fisik SBS pada responden

penelitian di gedung X tahun 2013

3. Ada hubungan umur dengan kejadian gejala fisik SBS pada responden penelitian

di gedung X tahun 2013

4. Ada hubungan status gizi dengan kejadian gejala fisik SBS pada responden

penelitian di gedung X tahun 2013

5. Ada hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian gejala fisik SBS pada

responden penelitian di gedung X tahun 2013

6. Ada hubungan sensitivitas terhadap asap rokok dengan kejadian gejala fisik SBS

pada responden penelitian di gedung X tahun 2013

7. Ada faktor yang paling dominan hubungannya dengan kejadian gejala fisik SBS

pada responden penelitian di gedung X tahun 2013

Page 86: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

66

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Desain yang digunakan adalah cross sectional, yang mengamati jumlah koloni

mikroorganisme dalam ruang sebagai variabel independen dan kejadian gejala fisik

SBS sebagai variabel dependen, dimana variabel tersebut diukur pada saat

bersamaan. Desain ini bisa dipakai untuk studi faktor resiko. Secara umum desain ini

merujuk pada penelitian yang terikat dengan dimensi waktu, pengukuran dilakukan

hanya satu kali (Ghazali, 2006).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Gedung X di delapan prusahaan yang tersebar di lima

dari sepuluh lantai yang telah ditentukan pihak pengelola gedung X. Pengambilan

sampel dan data kuesioner dilaksanakan pada bulan Desember 2013 selama 1 bulan.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah karyawan di gedung X. Respondenl penelitian adalah

karyawan yang bekerja di delapan perusahaan pada lima lantai yang sudah ditentukan

sebelumnya oleh pihak pengelola gedung. Penentuan responden menggunakan teknik

accidental sampling yaitu mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau

Page 87: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

67

tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian (Notoatmodjo, 2010),

kriteria teknik sampling yaitu sebagai berikut :

1) Kriteria inklusi

Adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi

yang dapat diambil sebagai responden yang meliputi:

a) seroang karyawan yang tidak sedang dalam keadaan sakit saat memasuki

ruang kerjanya saat penelitian berlangsung

b) seseorang yang tidak mempunyai riwayat alergi dan astma saat penelitian

berlangsung

2) Kriteria eksklusi

Adalah ciri- ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel

yang meliputi :

a) seseorang yang sedang dalam keadaan sakit saat memasuki ruang kerjanya

saat penelitian berlangsung

b) seseroang yang memiliki riwayat alergi dan astma

Page 88: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

68

4.3.1 Rancangan Sampel

4.3.1.1 Perhitungan Jumlah Sampel

Jumlah besar sampel minimal dalam penelitian dihitung dengan

rumus besar sampel menurut Lemeshow (1991) dengan menggunakan

rumus uji hipotesis beda dua proporsi, yaitu :

Keterangan :

n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan

P1 : Proporsi responden yang berumur > 40 tahun dan

mengalami SBS 75% (Esi Lisyastuti, 2010)

P2 : Proporsi responden yang berumur ≤ 40 tahun dan

mengalami SBS 39,4% (Esi Lisyastuti, 2010)

P : Rata-rata proporsi

Z1-α/2 : Derajat kemaknaan α pada dua sisi (two tail) yaitu

sebesar 5%=1,96

Z1-β : Kekuatan uji 1-β yaitu sebesar 80%=0,84

Jumlah sampel = 30

30 = (%) non SBS x n’

n’= 30 / (%) non SBS

n’= 30 / 65% non SBS (Najmi, 2011 )

n’= 46 sampel

Page 89: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

69

Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka responden yang

dibutuhkan sebanyak 46 responden.

4.3.1.2 Teknik Sampling

Pemilihan sampel tersebut diambil dengan menggunakan rancangan

non-random sampling yaitu dengan teknik accidental. Penyampelan

accidental adalah non probabilitas sampling teknik dimana subyek dipilih

karena aksesibilitas kenyamanan dan keterbatasan pengambilan sampel

bagi peneliti. Dalam semua bentuk penelitian, akan sangat ideal untuk

menguji seluruh populasi namun dalam banyak kasus populasi terlalu besar

sehingga mustahil untuk menyertakan setiap individu. Cara metode

pengambilan responden ini adalah dengan memilih siapa yang kebetulan

ada/dijumpai. Keuntungannya ialah murah, mudah dan cepat

(Notoatmodjo, 2010).

Dalam hal ini pengelola gedung X membatasi pengambilan data

responden karena hanya beberapa perusahaan yang bersedia untuk

dijadikan objek pada penelitian ini. Responden penelitian diambil di 5

lantai dari 10 lantai yang ada di gedung X. Kemudian dari 5 lantai tersebut

didapat sejumlah perusahaan disetiap lantainya yang telah ditentukan pula

oleh pengelola gedung X itu sendiri. Ada 8 perusahaan yang akhirnya

masuk ke dalam penentuan responden. Kemudian dari 8 perusahaan

tersebut didapat responden yang dijumpai saat penelitian dan masuk

Page 90: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

70

kriteria inklusi dan eksklusi yang telah dijelaskan sebelumnya. Penentuan

responden pada penelitian ini dapat dilihat pada bagan 4.1:

Bagan 4.1. Langkah-langkah Penentuan Sampel

4.3.1. 3 Penentuan Kasus Gejala Fisik SBS pada Responden di Gedung X

Penentuan kasus gejala fisik SBS pada penelitisan ini melalui 3

tahapan penyeleksian yaitu:

1. Penyeleksian pertama: karyawan yang merasa sehat sebelum memasuki

ruang kerja dan tidak memiliki riwayat alergi dan astma masuk ke dalam

kriteria responden (46 karyawan).

2. Penyeleksian Kedua: seluruh responden yang telah terpilih pada

penyeleksian awal diberikan 17 pertanyaan tentang keluhan-keluhan SBS

yang terjadi pada saat responden tersebut mulai bekerja di dalam ruang.

Setelah didapat semua data tentang keluhan-keluhan yang terjadi dari

Gedung X

2 perusahaaan

Lantai 2 (8

perusahaan)

Lantai 5 (8

perusahaan)

Lantai 6

(4 perusahaan)

Lantai 8

(5 perusahaan)

Lantai 10

(4 perusahaan)

8

responden

19

responden

6

responden

8

responden

5

responden

2 perusahaaan

1 perusahaaan

2 perusahaaan

1 perusahaaan

Page 91: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

71

semua responden kemudian masing-masing keluhan tersebut dianalisis

dengan mempersentasekan jumlah keluhan tersebut dengan jumlah

responden yang ada (46 responden). Jika persentase salah satu keluhan

yang ada melebihi 30% dari total responden maka responden yang

mengalami keluhan tersebut dikatakan suspect (diduga) SBS.

3. Penyeleksian Ketiga: dari jumlah responden yang mengalami keluha-

keluhan dengan presentase melebihi 30% diseleksi lagi dengan melihat

data dari pertayaan tentang apakah gejala yang dirasakan tersebut

menghilang atau tidak ketika responden keluar atau pulang meninggalkan

gedung. Jika gejala yang dirasakan responden tersebut menghilang ketika

keluar atau pulang meninggalkan gedung maka responden tersebut

dikatakan mengalami gejala fisik SBS begitupun sebaliknya.

4.4 Metode Pengumpulan Data

4.4.1 Sumber Data

Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder dan primer.

1. Data sekunder adalah data yang diambil dari observasi peneliti dengan

pengelola gedung tentang gambaran umum gedung tersebut.

2. Data primer adalah pengumpulan data secara langsung. Data yang

dikumpulkan secara primer meliputi pengukuran suhu dan

kelembaban, wawancara responden dan analisis sampel mikrobiologi

udara.

Page 92: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

72

4.4.2 Instrumen Penelitian

1. Uji Pemeriksaan Bakteri Udara

Skenario pengukuran dan pengambilan sampel udara sebagai

berikut:

1) Metode pengambilsan sampel menggunakan metode aktif yaitu

impingment sampling. Lalu sampel dikulturkan dengan metode

spread plate.

2) Paralel dengan pengambilan sampel udara akan dilakukan

pengukuran suhu dan kelembaban, dengan menentukan x titik

sampling secara proporsional. Titik sampling ditentukan dengan

metode episentrum yaitu titik sampling terletak tepat di tengah

jumlah populasi dalam 1 ruang.

3) Pengambilan data karakteristik karyawan yang berada dalam

ruangan menggunakan metode wawancara atau kuesioner.

Pada pengambilan sampel dan pengukurannya dapat dilakukan

dengan berberapa metode sebagai berikut:

a. Metode Pengambilan Sampel Udara

Spread Plate Methode

a) Persiapan

- Periksa battery melalui indikator highrate (tingkat akhir)

20 Lpm (liter/menit) apabila indikator kisaran naik turun 2

Lpm perlu diganti battery

Page 93: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

73

- Isi impinger dengan larutan fisiologis NaCl 0,9% sebanyak

10 ml.

- Tutup tabung impinger dengan rapat jangan sampai

terdapat gelembung.

- Sterilisasi tabung impinger yang sudah berisi reagen

penyerap dengan sterilisasi basah pada suhu 121oC, selama

15 menit

- Tempatkan impinger pada badan alat.

b) Pelaksanaan

- Impinger yang telah berisi larutan fisiologis NaCl 0,9%

dihubungkan dengan flowmeter

- Hidupkan alat dan atur flowmeter 20 lpm.

- Baca dan catat flowmeter pada skala indikator.

- Lakukan pengambilan sampel selama 50-60 menit, sesuai

dengan kondisi kebersihan ruang.

- Matikan alat dan lepaskan impinger dari badan alat.

- Masukkan sampel dalam cool box dan dikirim ke

laboratorium.

Pembuatan medium Blood Agar Plate (BPA) sebagai

medium bagi sampel

Alat-alat :

Page 94: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

74

1. Erlenmeyer 250 ml 1 buah

2. Gelas ukur 100 ml

3. Batang pengaduk

4. Spirtus, kassa, aluminium foil

5. Spatula

6. Kertas Timbang

7. Spuit

8. Plate 32 buah

9. Autoklave

10. gunting

Bahan-bahan :

1. Air aquadest 200 ml

2. Agar nutrient 13,5 gram

3. Darah 10-20 ml

4. Alkohol 96%

5. Kapas

6. Kassa

7. Karet

8. Neraca

Agar Nutrient = 28 g/L

1 Plate = 20 ml

24 Plate = 24 X 20 = 480 ml

Page 95: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

75

MCA yang ditimbang = X 28 g/L = 13,5 g/ 480 ml

Langkah kerja pembuatan:

1. Preparasi alat dan bahan yang akan digunakan

2. Dibuat bundel penutup Erlenmeyer

3. Ditimbang agar nutruient sebanyak 13,5 gram

4. Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 1000 ml,

ditambahkan aquadest 780 ml

5. Dipanaskan sambil diaduk semua agar larut

6. Diangkat Erlenmeyer, mulut Erlenmeyer ditutup

dengan bundel, kertas dan diikat karet.

7. Dimasukkan ke dalam autoclave, 121oC selama 15

menit

8. Diangkat dari autoclave, didinginkan dalam incubator

sampai suhu 40-50 oC.

9. Dimasukkan darah secara aseptic ke dalam

Erlenmeyer, digoyang sampai homogen

10. Dituangkan ke dalam cawan petri steril secara aseptic

11. Dibungkus kertas, dan diberi identitas nama media dan

tanggal pembuatan

Pembacaan hasil untuk memastikan keberadaan

koloni bakteri (gram positif/negatif) pada hasil kultur

(spread plate) adalah dengan cara:

Page 96: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

76

c) Metode analisis

1. Pembiakan Bakteri

A. Alat dan bahan

- Cawan petri steril (pteridish)

- Gelas ukur

- Pipet volume (micro pippet)

- Vortex

- Lampu bunsen

- 1 ml cairan pengumpul

- Aquadest steril

- Medium petri BAP (Blood Agar Plate)

- Kapas

- Inkubator

- Kertas yellow page

B. Cara kerja

- Siapkan 4 petridish steril.

- Tuangkan sampel ke dalam 3 petridis steril

masing-masing 1 ml lalu sebarkan pada media

dengan metode spread plate (sebar) menggunakan

batang L.

Page 97: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

77

- Pada petridis ke 4 digunakan sebagai kontrol

(tanpa sampel).

- Diamkan petridish yang berisi sampel sampai

membeku. Kemudian masukan kedalam inkubator

pada suhu 37oC selama + 24 - 48 jam dengan

posisi petridis terbalik.

- Koloni yang tumbuh dihitung pada Coloni

Counter.

d) Perhitungan

R (koloni/ml) =

JK = R x V x 1000/m3

Q x t

Keterangan :

JK = Jumlah Total Koloni

R = Jumlah koloni rata-rata

V = larutan fisiologis (ml)

Q = Debit aliran udara (L/menit)

t = Lamanya waktu pengambilan sampel (menit)

a-c = Jumlah kuman di petridis a,b,dan c

e = Jumlah kuman pada petridis d (kontrol)

Page 98: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

78

2. Alat ukur berat badan

Digunakan untuk mengatur berat badan responden, dengan

sistem injak. Alat menggunakan skala 0-180 dengan satuan kilogram

(kg). Alat ukur berat badan pada saat sebelum pengukuran harus selalu

berada pada skala 0 (kalibrasi).

3. Alat ukur tinggi badan

Menggunakan alat ukur tinggi badan microtoise. Skala alat ukur

ini sampai dengan 200 cm, dengan ketelitian 0,1 cm

Pembacaan hasil ukur pada posisi tegak lurus dengan mata (sudut

pandang mata dan skala microtoise harus sudut 900)

4. Kuesioner

Alat ukur yang digunakan untuk memperoleh karakteristik

individu responden dan terjadinya keluhan atau gejala SBS.

4.5 Pengolahan Data

Data-data yang ada diproses dari awal penelitian hingga akhir penelitian

sehingga terdiri dari beberapa tahapan pengolahan data yaitu:

4.5.1 Pengkodean

Pengkodean dilakukan dengan memberikan kode pada setiap jawaban dari

responden dan dari setiap variabel yang mengacu standar untuk mempermudah

dalam pengolahan data:

Page 99: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

79

Variabel gejala fisik SBS [0] Kriteria gejala fisik SBS tidak ditemukan

[1] Kriteria gejala fisik SBS ditemukan

Variabel Jumlah [0] Baik dan bakteri patogen tidak ditemukan

koloni bakteri patogen [1] Buruk dan bakteri patogen ditemukan

Variabel Umur [0] Dibawah 30 tahun

[1] Diatas 30 tahun

Variabel jenis kelamin [0] Laki-laki

[1] Perempuan

Kebiasaan merokok [0] Tidak merokok

dalam ruang kerja [1] Merokok

Sensitivitas terhadap [0] Tidak sensitif

asap rokok [1] Sensitif

4.5.2 Pengeditan data

Pengeditan dilakukan dengan memeriksa kelengkapan data yang telah

dikumpulkan dengan cara menjumlah serta menghubungkan (mengkorelasikan).

Yang dimaksud dengan menjumlah adalah menghitung banyaknya lembar daftar

kuesioner yang telah diisi untuk mengetahui apakah sudah sesuai dengan jumlah

yang telah ditentukan. Sedangkan yang dimaksud dengan korelasi adalah proses

Page 100: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

80

membenarkan atau menyelesaikan apabila terdapat hal-hal yang salah atau tidak

jelas dalam pengisian kuesioner.

4.5.3 Pembuatan struktur data dan file

Struktur data dikembangkan sesuai dengan data analisis yang yang

dilakukan dan jenis perangkat lunak yang digunakan.

4.5.4 Pemasukan data

Pemasukan ke dalam program yang digunakan. Pada tahap ini data

dimasukkan ke dalam komputer dan diperiksa dengan menggunakan program

komputer.

4.5.5 Pembersihan data

Pembersihan data merupakan proses terakhir dalam pengolahan data. Pada

proses ini dilakukan koreksi terhadap kesalahan yang kemungkinan masih terjadi

pada saat data entry.

4.6 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji laboratorium dan uji statistik

dengan menggunakan program komputer. Analisis data terdiri dari:

4.6.1 Analisis Univariat

Untuk melihat distribusi frekuensi dari tiap-tiap variabel, baik gejala SBS

yang terjadi dan parameter kualitas udara dalam ruang.

Page 101: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

81

4.6.2 Analisis Bivariat

Analisis data bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi. Dalam penelitian ini variabel kualitas

mikrobiologi udara yaitu jumlah koloni bakteri patogen, jenis kelamin, umur,

status gizi, kebiasaan merokok, dan sensitivitas terhadap asap rokok dengan

variabel gejala fisik SBS dianalisis dengan menggunakan uji tes chi square pada

derajat kepercayaan 95% untuk mengetahui hubungan parameter bakteri patgen

udara dalam ruang dan faktor demografi dengan gejala-gejala fisik SBS pada

responden di Gedung X.

4.6.3 Analisis Multivariat

Analisis multivariat digunakan untuk melihat hubungan beberapa variabel

independen yaitu jumlah koloni bakteri patogen, jenis kelamin, umur, status gizi,

kebiasaan merokok, dan sensitivitas terhadap asap rokok dengan variabel

dependen yaitu kejadian gejala fisik SBS, sehingga diketahui variabel mana yang

dominan pengaruhnya terhadap variabel dependen.

Page 102: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

82

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Gedung X

Gedung X merupakan gedung perkantoran di lokasi yang strategis, menempati

salah satu lokasi di kawasan pekantoran modern, Perusahaan X selaku perusahaan

yang bergerak di bidang jasa penyedia gedung perkantoran membangun proyek

gedung perkantoran berlantai 10 ini dengan tujuan menawarkan akses yang mudah

dan strategis bagi para customer-nya. Luas lahan yang ditempati oleh Gedung X

kurang lebih 2 ha, luas bangunan memiliki luas ± 1000 m2. Bangunan gedung terdiri

dari dari 10 lantai yang terdiri dari basement, ground floor, lantai 1 sampai lantai 10.

Jumlah karyawan yang menempati gedung X seluruhnya sekitar 693 orang dan

sisanya merupakan karyawan dari bagian pengelola Gedung X. Gedung X ini

beroperasi dari senin hingga jum’at sejak pukul 08.00-17.00. Sistem pendingin

ruangan yang digunakan sebagian besar menggunakan sistem AC sentral kecuali pada

area basement.

Ruangan yang diteliti meliputi 8 perusahaan yang terdapat di 10 lantai.

Terdapat sekitar 61 perusahaan yang menempati gedung ini. Lantai dua terbagi

menjadi 8 perusahaan dengan jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 8 orang

diambil dari 2 perusahaan. Lantai lima terbagi menjadi 8 perusahaan dengan jumlah

responden pada penelitian ini sebanyak 19 orang diambil dari 2 perusahaan. Lantai

enam terbagi menjadi 4 perusahaan dengan jumlah responden pada penelitian ini

Page 103: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

83

sebanyak 6 orang diambil dari 1 perusahaan. Lantai delapan terbagi menjadi 5

perusahaan dengan jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 8 orang diambil

dari 2 perusahaan. Lantai sepuluh terbagi menjadi 4 perusahaan dengan jumlah

responden pada penelitian sebanyak 5 orang diambil dari 1 perusahaan.

5.2 Analisa Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini meliputi analisa deskriptif data gambaran

kejadian gejala fisik SBS. Kemudian variabel jumlah koloni bakteri patogen udara

dan karakteristik responden seperti jenis kelamin, umur, status gizi, kebiasaan

merokok dalam ruang, dan sensitifitas terhadap asap rokok.

5.2.1 Gambaran gejala fisik SBS

Pada penelitian kali ini, data mengenai keluhan-keluhan SBS di gedung X

atau ruangan yang dihuni responden dikumpulkan untuk melihat adanya gejala

dari sindrom ini. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk megetahui

apakah penghuni Gedung X tersebut mengalami kejadian gejala SBS atau tidak,

terlebih dahulu dilakukan penyeleksian terhadap keadaan kesehatan responden

penelitian tersebut. Jika responden penelitian tersebut saat sebelum memasuki

ruangan sudah mengeluhkan gejala-gejala sedang sakit dan memiliki riwayat

alergi dan astma, maka responden penelitian tersebut tidak akan dimasukkan ke

dalam sampel penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengurangi bias terhadap

gejala-gejala SBS yang timbul setelah memasuki ruangan. Kemudian, 10-15

menit setelah memasuki ruangan, responden penelitian yang sesuai dengan

Page 104: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

84

kriteria sampel pada ruangan tersebut akan diwawancara mengenai gejala-gejala

SBS, jika salah satu gejala tersebut dirasakan sedikitnya 30% dari jumlah

responden pada peneltian ini maka responden tersebut dinyatakan diduga

(suspect) SBS. Kemudian kriteria SBS tersebut ditegakkan dengan persyaratan

apabila responden yang merasakan gejala dengan presentase melebihi 30%

tersebut menghilang ketika sudah keluar atau pulang meninggalkan kantor, maka

responden tersebut dikatakan termasuk dalam kriteria responden dengan gejala

SBS. Begitu seterusnya dilakukan pada semua ruangan yang ada dalam gedung

tersebut. Kemudian dari 5 lantai yaitu lantai 2, lantai 5, lantai 6, lantai 8, dan

lantai 10 dan terdapat 8 perusahaan yang menempati lantai-lantai tersebut yang

menunjukkan adanya gejala fisik lebih dari 30%. Hasil jenis dan banyaknya

gejala fisik SBS responden penelitian yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Gejala-gejala fisik SBS yang ada Berdasarkan Jumlah

Responden yang Mengeluhkan Gejala fisik SBS di Gedung X Tahun 2013

No. Keluhan/Gejala fisik yang ada Jumlah (n) Persentase (%)

1 Iritasi mata 4 8,7

2 Iritasi hidung 4 8,7

3 Iritasi tenggorokan 2 4,3

4 Rasa kekeringan pada bibir 17 37,0*

5 Kulit kering 19 41,3*

6 kulit gatal-gatal 1 2,2

7 Merah-merah pada kulit 0 0,0

8 Sakit kepala 6 13

9 Sulit berkonsentrasi 2 4,3

10 Rasa lelah 15 32,6*

11 Batuk-batuk 4 8,7

Page 105: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

85

Tabel 5.1

Gejala-Gejala fisik terhadap Gejala SBS yang ada Berdasarkan Jumlah

Responden yang Mengeluhkan Gejala fisik SBS di Gedung X Tahun 2013

(Lanjutan)

No. Keluhan/Gejala fisik yang ada Jumlah (n) Persentase (%)

12 Pilek 9 19,6

13 Sakit telinga 2 4,3

14 Radang tenggorokan 3 6,5

15 Serak pada tenggorokan 7 15,2

16 Sesak nafas 1 2,2

17 Mual dan pusing-pusing 2 4,3

Ket: *) suspect SBS , >30% dari total responden

Berdasarkan tabel 5.1 mengindikasi bahwa keluhan gejala fisik SBS yang

ada bervariasi. Hasil keluhan secara keseluruhan responden yang didapatkan

menunjukkan bahwa gejala fisik SBS yang paling banyak dikeluhkan adalah

kulit kering sebanyak 19 responden (41,3%), kemudian rasa kekeringan pada

bibir sebanyak 17 responden (37,0%), rasa lelah sebanyak 15 responden (32,0%).

Sedangkan gejala fisik yang paling sedikit dirasakan adalah pilek sebanyak 9

responden (19,6), serak pada tenggorokan sebanyak 7 responden (15,2%), sakit

kepala sebanyak 6 responden (13%), batuk-batuk sebanyak 4 responden (8,7%),

iritasi mata sebanyak 4 responden (8,7%), iritasi hidung hanya sekitar 4

responden (8,7%),. Lalu sulit berkonsentrasi, radang tenggorokan sebanyak 3

responden (6,5%), dan iritasi tenggorokan, sulit berkonsentrasi, sakit telinga,

mual serta pusing-pusing sebanyak 2 responden (4,3%). Kulit gatal-gatal dan

sesak nafas masing-masing sebanyak 1 responden (2,2%), dan yang terakhir

merah-merah pada kulit tidak dirasakan satu pun responden (0,0%).

Page 106: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

86

Tabel 5.2

Persentase Gejala SBS Berdasarkan Lantai dan Perusahaan Tempat

Responden Bekerja di Gedung X Tahun 2013

Lokasi Gejala fisik SBS

TOTAL SBS Non SBS

Lantai 2 Perusahaan 1 1 3 4

25% 75% 100%

Perusahaan 2 1 3 4

25% 75% 100%

Lantai 5 Perusahaan 3 4 6 10

40% 60% 100%

Perusahaan 4 7 2 9

78% 22% 100%

Lantai 6 Perusahaan 5 2 4 6

33% 67% 100%

Lantai 8 Perusahaan 6 3 1 4

75% 25% 100%

Perusahaan 7 1 3 4

25% 75% 100%

Lantai 10 Perusahaan 8 1 4 5

20% 80% 100%

Dari tabel 5.2 didapatkan bahwa gejala fisik SBS terbanyak terjadi di lantai

5 yaitu Perusahaan 4 dengan 7 kasus SBS (78%) dari 9 responden, lalu di lantai 5

yaitu Perusahaan 3 sebanyak 4 kasus SBS (40%) dari 10 responden, di lantai 8

terdapat Perusahaan 6 dengan 3 kasus dari 4 responden (75%), di lantai 6

Perusahaan 5 sebanyak 2 kasus dari 6 responden (33%), lalu dilantai 1 terdapat

Perusahaan 1, Perusahaan 2 dan dilantai 8 Perusahaan 7 yang masing-masing

terdapat 1 kasus dari 4 responden (25%), kemudian yang terakhir di lantai 10

Perusahaan 8 dengan 1 kasus dari 5 responden (20%) yang ada.

Page 107: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

87

Tabel 5.3

Persentase Gejala-gejala Fisik SBS Berdasarkan Perusahaan Responden di

Gedung X Tahun 2013

No

.

Keluhan/Gejala

fisik yang ada

Perusaha

an 1

Perusaha

an 2

Perusah

aan 3

Perusaha

an 4

Perusaha

an 5

Perusaha

an 6

Perusa

haan 7

Peru

saha

an 8

Total

1 Iritasi mata 0 0 0 1 2 1 0 0 4

0% 0% 0% 25% 50% 25% 0% 0% 100% 2 Iritasi hidung 0 0 0 4 0 0 0 0 4

0% 0% 0% 100% 0% 0% 0% 0% 100% 3 Iritasi

tenggorokan 0 1 0 1 0 0 0 0 2

0% 50% 0% 50% 0% 0% 0% 0% 100% 4 Rasa

kekeringan

pada bibir

1 1 1 6 4 3 1 0 17

6% 6% 6% 35% 24% 18% 6% 0% 100% 5 Kulit kering 1 1 4 6 4 2 1 0 19

5% 5% 21% 32% 21% 11% 5% 0% 100% 6 Kulit gatal-

gatal 0 0 0 0 0 1 0 0 1

0% 0% 0% 0% 0% 100% 0% 0% 100% 7 Merah-merah

pada kulit 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 8 Sakit kepala 1 0 1 3 0 1 0 0 6

17% 0% 17% 50% 0% 17% 0% 0% 100% 9 Sulit

berkonsentrasi 1 0 1 0 0 0 0 0 2

50% 0% 50% 0% 0% 0% 0% 0% 100% 10 Rasa lelah 1 0 4 6 1 2 1 0 15

7% 0% 27% 40% 7% 13% 7% 0% 100% 11 Batuk-batuk 0 0 1 3 0 0 0 0 4

0% 0% 25% 75% 0% 0% 0% 0% 100% 12 Pilek 1 0 2 4 1 1 0 0 9

11% 0% 22% 44% 11% 11% 0% 0% 100% 13 Sakit telinga 0 1 0 1 0 0 0 0 2

0% 50% 0% 50% 0% 0% 0% 0% 100% 14 Radang

tenggorokan 0 1 0 2 0 0 0 0 3

0% 33% 0% 67% 0% 0% 0% 0% 100% 15 Serak pada

tenggorokan 0 1 1 3 2 0 0 0 7

0% 14% 14% 43% 29% 0% 0% 0% 100%

Page 108: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

88

Tabel 5.3

Persentase Gejala-gejala Fisik SBS Berdasarkan Perusahaan Responden di

Gedung X Tahun 2013 (Lanjutan)

No

.

Keluhan/Gejala

fisik yang ada

Perusaha

an 1

Perusaha

an 2

Perusah

aan 3

Perusaha

an 4

Perusaha

an 5

Perusaha

an 6

Perusa

haan 7

Peru

saha

an 8

Total

16

Sesak nafas

0

1

0

0

0

0

0 1

0% 100% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 100% 17 Mual dan

pusing-pusing 0 0 0 2 0 0 0 0 2

0% 0% 0% 100% 0% 0% 0% 0% 100%

Berdasarkan tabel 5.3 mengindikasi bahwa keluhan gejala fisik SBS yang

ada bervariasi di kedelapan perusahaan. Hasil yang didapatkan menunjukkan

bahwa gejala SBS paling banyak dikeluhkan responden adalah kulit kering, yang

paling banyak dirasakan di Perusahaan 4 yaitu sebanyak 6 responden (32,0%).

Kemudian gejala SBS seperti rasa kekeringan pada bibir sebanyak 6 responden

(35,0%) yang paling banyak terdapat pada juga di Perusahaan 4. Kemudian rasa

lelah sebanyak 6 responden (40,0%) juga paling banyak dialami di Perusahaan 4.

Kemudian pilek dirasakan paling banyak juga di Perusahaan 4 yakni sebanyak 4

responden (44,0%), Sakit kepala sebanyak 4 responden (40,0%), serak pada

tenggorokan sebanyak 3 responden (43,0%) yang juga banyak dirasakan di

Perusahaan 4.

Page 109: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

89

Tabel 5.4

Gejala fisik SBS yang Dirasakan Responden Selama 1 Bulan Terakhir

Saat Bekerja di Dalam Gedung X 2013

N

o

Keluhan/Gejala

fisik yang ada

Frekuensi Gejala fisik SBS yang Dirasakan

Responden Saat di Dalam Gedung Selama 1 Bulan

1-3 kali

terjadi

1-3 kali

terjadi

dalam

sepekan

setiap

hari/hampir

setiap hari

Total

1 Iritasi mata,

hidung,

tenggorokan

6 3 1 10

60% 30% 10% 2 Rasa kekeringan

bibir 3 10 4 17

18% 59% 24% 3 Kulit kering,

gatal, merah-

merah

6 10 4 20

30% 50% 20% 4 Lelah dan sulit,

berkonsentrasi 9 7 1 17

52% 41% 7% 5 Infeksi

pernafasan dan

batuk-batuk

5 9 1 15

33% 60% 7% 6 Serak dan sesak

nafas 3 5 3 8

38% 63% 0% 7 Mual dan

pusing-pusing

0 2 0 0

0% 100% 0%

Dari tabel 5.4 terlihat bahwa frekuensi gejala-gejala yang timbul dalam

satu bulan terakhir di Gedung X ini terjadi bervariasi. Didapat frekuensi

terbanyak gejala yang dirasakan 1-3 kali terjadi dalam sebulan adalah sakit

kepala, lelah, sulit, berkonsentrasi sebanyak 9 responden (69,0%), dan frekuensi

terbanyak gejala yang dirasakan 1-3 terjadi dalam sepekan adalah kumpulan

gejala kulit kering, gatal, merah-merah sebanyak 10 responden (50%) dan rasa

kekeringan bibir yang juga sebanyak 10 responden (59%) , serta frekuensi

Page 110: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

90

terbanyak yang dirasakan setiap hari atau hampir setiap hari adalah gejala rasa

kekeringan bibir sebanyak 4 responden (24%) dan kumpulan gejala kulit kering,

gatal, merah-merah sebanyak 4 responden (20%).

Tabel 5.5

Frekuensi Gejala SBS yang Dirasakan Responden Berdasarkan Hari

Selama 1 BulanTerakhir di Gedung X 2013

No. Keluhan/Gejala fisik yang ada

Gejala yang dirasakan

responden selama sebulan

terakhir dalam hari

Hari/Bulan %

1 Iritasi mata, hidung,

tenggorokan 67 14%

2 Rasa kekeringan bibir 109 22%

3 Kulit kering, gatal, merah-

merah 118 24%

4 Sakit kepala, lelah, sulit,

berkonsentrasi 84 17%

5 Infeksi pernafasan dan batuk-

batuk 48 10%

6 Serak dan sesak nafas 30 6%

7 Mual dan pusing-pusing 36 7%

Total 472 100

Dari tabel 5.5 didapat bahwa gejala yang tersering dirasakan responden

penelitian dalam satu bulan terakhir dihitung dalam hari adalah kumpulan gejala

kulit kering, gatal, merah-merah sebanyak 188 hari (24%) Disusul gejala

kekeringan pada bibir sebanyak 109 hari (22%). Kemudian gejala kumpulan

gejala sakit kepala, lelah, sulit berkonsentrasi sebanyak 84 hari (17%) dari total

hari semua gejala.

Page 111: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

91

Tabel 5.6

Frekuensi Responden yang Masih Merasakan Gejala-Gejala SBS Setelah

Keluar Gedung, Ketika Berlibur/Cuti, dan Waktu Dimana Gejala-Gejala

SBS Dirasakan Responden Penelitian di Gedung X Tahun 2013

Kondisi Responden

Masih

merasakan

n (%)

Sudah Tidak

merasakan

n (%)

Total

n (%)

Responden yang masih merasakan

gejala-gejala SBS setelah keluar

dari gedung tempat bekerja

12

(37,5%)

20

(62,5%)

32

(100%)

Dari tabel 5.6 didapat bahwa frekuensi responden yang masih merasakan

gejala-gejala SBS setelah keluar dari Gedung X yaitu sebanyak 12 responden

(37,5%) masih merasakan sehingga 12 responden ini tidak termasuk sebagai

responden yang mengalami gejala SBS, dan sebanyak 20 responden (62,5%) sudah

tidak merasakan gejala-gejala SBS setelah keluar dari gedung, 20 responden inilah

yang masuk ke dalam kriteria responden dengan gejala SBS.

Tabel 5.7

Kapabilitas (Kemampuan/Kualitas) Responden yang Berkurang dan

Responden yang Meninggalkan Pekerjaan Dalam Satu Bulan Terakhir

Karena Gejala-Gejala Fisik SBS

Hari/

Bulan

Rata-Rata/

Responden

frekuensi kapabilitas

(kemampuan/kualitas) responden

berkurang dalam satu bulan karena gejala-

gejala SBS

62 3,1

frekuensi responden yang meninggalkan

pekerjaan atau tidak masuk kerja dalam

satu bulan karena gejala-gejala SBS

21 1,05

Dari tabel 5.7 dilihat bahwa frekuensi kapabilitas (kemampuan/kualitas)

bekerja responden yang berkurang dalam satu bulan sebanyak 62 hari dengan

Page 112: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

92

rata-rata 3,1 hari. Lalu fekuensi responden yang meninggalkan pekerjaan atau

tidak masuk kerja karena gejala-gejala SBS yang dirasakan yaitu sebanyak 21

hari dengan rata-rata 1,05 hari.

5.2.1.1 Penentuan Kasus SBS

A. Jumlah Kasus Umum

Pada penelitian ini, dikatakan SBS apabila pekerja merasakan

gejala yang memenuhi kriteria kasus dan salah satu gejala tersebut

dialami oleh 30% dari kasus yang ditemukan saat pengambilan data

primer (kuesioner), dan gejala tersebut hanya dialami saat responden

berada di dalam gedung kantor dan hilang saat berada di luar kantor

atau di rumah. Kemudian dilakukan pengelompokan gangguan

kesehatan terhadap keluhan gejala fisik SBS yang paling banyak

dikeluhkan responden yaitu adalah kulit kering, rasa kekeringan

pada bibir, dan rasa lelah. Sehingga responden yang merasakan ke

tiga gejala tersebut masuk ke dalam kriteria kasus SBS. Berikut

adalah distribusi dan frekuensi kasus keluhan gejala fisik SBS pada

responden dapat dilihat pada tabel 5.8.

Tabel 5.8

Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Gejala Fisik SBS

Pada Responden Penelitian di Gedung X Tahun 2013

SBS Jumlah (n) %

Tidak Mengalami Gejala 26 56,5

Mengalami gejala 20 43,5

Total 100

Page 113: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

93

Dari tabel 5.8 Dapat terlihat bahwa terdapat 20 responden

(43,5%) mengalami SBS sedangkan 26 responden (56,5%) tidak

mengalami kasus SBS. Angka responden yang mengalami Kasus

gejala SBS ini terbilang tinggi karena jumlah responden yang

mengalami SBS hampir dua kali lebih banyak dibandingkan dengan

jumlah responden yang tidak mengalami SBS.

5.2.2 Gambaran Jumlah Koloni Bakteri Patogen Udara dalam Gedung X

Gambaran jumlah koloni bakter patogen udara dalam Gedung X tahun

2013.

Tabel 5.9

Gambaran Jumlah Koloni Bakteri Patogen Udara dalam Gedung X Tahun

2013

Sampel Perusahaan

(Lantai) Cawan Jumlah

Bakteri

Cawan

Control

Total

koloni/m3

Bakteri

Hemolisis Keterangan Α Β

1 Perusahaan

1

(Lt.2)

1

2

3

122

31

21

3 610

koloni

- - BAIK

(tidak lebih dari

700koloni/m3 dan tidak

terdapat bakteri patogen

hemolitik)

2 Perusahaan

2

(Lt.2)

1

2

3

51

60

73

7 683

koloni

- 3 BURUK (tidak lebih dari 700

koloni/m3, Namun masih

terdapat bakteri patogen

hemolitik)

3 Perusahaan

3

(Lt.5)

1

2

3

64

71

53

5 676

koloni

- - BAIK (tidak lebih dari

700koloni/m3dan tidak

terdapat bakteri patogen

hemolitik)

Page 114: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

94

Tabel 5.9

Gambaran Jumlah Koloni Bakteri Patogen Udara dalam Gedung X Tahun 2013

(Lanjutan)

Sampel Perusahaan

(Lantai) Cawan Jumlah

Bakteri

Cawan

Control

Total

koloni/m3

Bakteri

Hemolisis Keterangan

A B

4 Perusahaan

4

(Lt.5)

1

2

3

211

237

376

4 2786

koloni

- 1 BURUK (lebih dari 700 koloni/m

3

dan terdapat bakteri

patogen hemolitik)

5 Perusahaan

5

(Lt.6)

1

2

3

276

252

331

3 2893

koloni

- 7 BAIK

(lebih dari 700

koloni/m3, dan terdapat

bakteri patogen

hemolitik)

6 Perusahaan

6

(Lt.8)

1

2

3

53

62

96

2 723

koloni

1 1 BURUK (lebih dari 700 koloni/m

3

dan terdapat bakteri

patogen hemolitik)

7 Perusahaan

7

(Lt.8)

1

2

3

171

189

224

4 1986

koloni

- 1 BURUK (lebih 700 koloni/m

3 dan

terdapat bakteri patogen

hemolitik)

8 Perusahaan

8

(Lt.10)

1

2

3

148

0

0

6 573

koloni

- - BAIK (tidak melebihi 700

koloni/m3 dan tidak

terdapat bakteri patogen

hemolitik)

Dari tabel 5.9 Pada hasil pengujian kualitas mikrobiologi udara pada ruang

kerja diperoleh hasil bahwa dari 5 perusahaan dari 8 perusahaan yang diuji

kualitas mikrobiologi udaranya diketahui melampaui Nilai Ambang Batas (NAB)

yang telah ditentukan oleh Kepmenkes No.1405/Menkes/SK/XI/2002 dimana

tercantum bahwa jumlah koloni bakteri dalam suatu ruangan kerja tidak boleh

melebihi 700 koloni/m3 udara dan tidak boleh ada bakteri patogen. Lima

perusahaan yang tersebut tadi telah melebihi NAB yang telah ditentukan dengan

Page 115: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

95

jumlah koloni bakteri yang paling banyak terdapat pada Perusahaan 5 (2893

koloni/m3 dan 7 bakteri patogen hemolitik beta), lalu disusul Perusahaan 4 (2786

koloni/m3 dan 1 bakteri patogen hemolitik beta). Perusahaan yang memenuhi

persyaratan atau ketentuan Depkes RI adalah Perusahaan 8 (576 koloni/m3),

Perusahaan 1 (610 koloni/m3), dan Perusahaan 3 (676 koloni/m

3) pada ruang

kerjanya. Namun perusahaan dengan jumlah koloni dibawah 700 koloni/m3

seperti Perusahaan 2 masih dikatakan belum memenuhi persyaratan Depkes RI

dikarenakan masih terdapat bakteri patogen hemolitik beta pada sampel yang

diambil pada ruang kerja perusahaan tersebut.

5.2.3 Distibusi Frekuensi Karakteristik Responden

Gambaran distribusi karakteristik pekerja pada responden penelitian di

Gedung X tahun 2013.

Tabel 5.10.1

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden

Penelitian Sesuai Jenis Kelamin Responden Penelitian di Gedung X Tahun

2013

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)

Laki-laki 25 54,3

Perempuan 21 45,7

Total 46 100

Dilihat dari tabel 5.10.1 jumlah total responden dalam penelitian ini

sebanyak 46 responden. Distribusi frekuensi jenis kelamin responden dapat

dilihat dari tabel 5.12.1 bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki yaitu 25

orang (54, 3%) dan perempuan sebanyak 21 orang (45, 7%).

Page 116: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

96

Tabel 5.10.2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden

Penelitian Sesuai Kebiasaan Merokok dalam Ruangan Responden

Penelitian di Gedung X Tahun 2013

Variabel Kategori Jumlah (n) Persentase (%)

Kebiasaan Merokok dalam

ruang kerja

Tidak Terbiasa 37 80,4

Terbiasa 9 19,6

Total 46 100

Sensitivitas terhadap Asap

Rokok

Tidak Sensitif 19 41,3

Sensitif 27 58,7

Total 46 100

Dilhat dari tabel 5.10.2 didapatkan distribusi frekuensi merokok dalam

ruangan responden dapat dilihat bahwa sebanyak 37 responden (80, 4%) tidak

merokok, dan sebanyak 9 responden (19, 6%) merokok. Kemudian distribusi

frekuensi responden yang tidak sensitif terhadap asap rokok dalam ruang dapat

dilihat sebanyak 19 responden (41,3%), dan sebanyak 27 responden (58,7%)

sensitif.

Tabel 5.10.3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden

Penelitian Sesuai Umur dalam Ruangan Responden Penelitian di Gedung X

Tahun 2013

Kelompok Umur

(tahun)

Jumlah (n) Persentase (%)

<30 29 63

>30 17 37

Berdasarkan tabel 5.10.3 diketahui gambaran disribusi kelompok umur

responden penelitian <30 tahun sebesar 63% sedangkan kelompok umur

responden penelitian >30 tahun sebesar 37%.

Page 117: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

97

Tabel 5.10.4

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden

Penelitian Sesuai Status Gizi dalam Ruangan Responden Penelitian di

Gedung X Tahun 2013

Status Gizi Jumlah (n) Persentase (%) Mean SD Min-Max

Tidak Normal 12 26,1 21,96 3,894 16-39

Normal 34 73,9

Total 46 100

Berdasarkan tabel 5.10.4 didapatkan pula gambaran disribusi status gizi

responden penelitian ditempat kerja yang tidak normal sebanyak 12 responden

(26,1%), dan yang normal sebanyak 34 responden (73, 9%) dengan rata-rata IMT

responden penelitian ditempat kerja adalah 21,95 dengan standar deviasi 3,89.

IMT responden penelitian ditempat ruangan terrendah adalah 16, 04 dan tertinggi

adalah 39,06.

5.3 Analisa Bivariat

Analisis Bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen. dalam penelitian ini menggunakan uji chi-square, Mann

Whitney dan uji T-test. Uji chi-square dilakukan untuk mencari hubungan antara

variabel Jumlah Koloni Bakteri Patogen, Jenis Kelamin, Umur, Status Gizi,

Kebiasaan merokok dalam ruangan dengan variabel gejala fisik SBS.

Page 118: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

98

5.3.1 Hubungan Antara Jumlah Bakteri Patogen Udara dalam Ruang Kerja

dengan Gejala Fisik SBS

Tabel 5.11

Hubungan Antara Jumlah Koloni Bakteri Patogen di Udara Dalam Ruang

Kerja Dengan Gejala Fisik SBS pada Responden Penelitian Gedung X

Tahun 2013

Jumlah

Bakteri

Patogen

Udara

Gejala Fisik SBS

Tidak Ya Total P

value

PR 95% CI

N % N % N %

Baik 13 65 7 35 20 100 0,473 1,300

Buruk 13 50 13 50 26 100 0,788-2,146

Berdasarkan tabel 5.11 dapat diketahui bahwa responden yang bekerja pada

ruangan dengan jumlah koloni bakteri udara yang buruk sebagian besar

mengalami gejala fisik SBS yaitu sebanyak 13 orang (50%). Sedangkan

responden yang bekerja pada ruangan dengan jumlah koloni bakteri udara yang

baik sebagian besar tidak mengalami gejala fisik SBS yaitu sebanyak 13 orang

(65%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diketahui jumlah koloni bakteri

udara tidak memiliki hubungan yang bermakna (P value>0,05) dengan gejala

fisik SBS, P value = 0,473.

Page 119: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

99

5.3.2 Hubungan antara Karakteristik Responden Penelitian (Jenis Kelamin,

Umur, Status Gizi, Kebiasaan Merokok, dan Sensitivitas terhadap

Asap Rokok) dengan Gejala fisik Sick Building Sydrome pada

Responden Penelitian di Gedung X tahun 2013

Hubungan antara karakteristik pekerja berdasarkan (Jenis Kelamin, Umur,

Status Gizi, Kebiasaan Merokok, dan Sensitivitas terhadap Asap Rokok) dengan

gejala fisik SBS pada responden penelitian Gedung X tahun 2013 dapat dilihat

pada tabel 5.12

Tabel 5.12

Hubungan antara karakteristik responden (Jenis Kelamin, Status Gizi,

Kebiasaan Merokok, dan Sensitivitas terhadap Asap Rokok) dengan gejala

fisik Sick Building Sydrome pada responden penelitian Gedung X tahun

2013

Karakteristik

responden penelitian Kategori

Gejala Fisik SBS

Tidak Ya Total P

value

PR 95%

CI

N % N % N %

Jenis Kelamin

Laki-laki 20 80 5 20 25 100 0,001 2,800

Perempuan 6 28,6 15 71,4 21 100

1,385-

5,662

Umur

<30 Tahun 14 48,3 15 51,7 29 100 0,244 0,684

>30 Tahun 12 70,6 5 29,4 17 100 0,421-

1,112

Status Gizi

Normal 20 58,8 14 41,2 34 100 0,848 1,176

Tidak

Normal 6 50,0 6 50,0 12 100

0,625-

2,213

Kebiasaan Merokok

Tidak

terbiasa 18 50,0 18 50,0 36 100 0,150 0,625

Terbiasa 8 80,0 2 20,0 10 100

0,398-

0,980

Sensitivitas terhadap

Asap Rokok

Tidak

Sensitif 15 78,9 4 21,1 19 100 0,023 1,938

Sensitif 11 40,7 16 59,3 27 100 1,163-

3,229

Page 120: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

100

5.3.2.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Gejala Fisik SBS

pada Responden Penelitian di Gedung X Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui bahwa responden yang

memiliki jenis kelamin perempuan sebagian besar mengalami gejala fisik

SBS yaitu sebanyak 15 responden (71,4%). Sedangkan pada responden

yang memiliki jenis kelamin laki-laki sebagian besar tidak mengalami

gejala fisik SBS yaitu sebanyak 20 orang (80.0%). Sehingga berdasarkan

hasil uji statistik chi-square diketahui jenis kelamin responden penelitian

memiliki hubungan yang bermakna (P value <0,05) dengan gejala fisik

SBS, P value = 0,001. Analisis keeratan hubungan dua variabel diperoleh

PR = 2,800 (95% CI 1,385-5,662) artinya responden yang memiliki jenis

kelamin perempuan berpeluang 2,800 kali untuk mengalami gejala fisik

SBS dibandingkan dengan responden laki-laki.

5.3.2.2 Hubungan Antara Umur dengan Gejala Fisik SBS pada

Responden Penelitian di Gedung X Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.12 didapatkan rata-rata umur responden

penelitian adalah 29.67 atau 30 tahun. Dan lalu diketahui bahwa responden

yang memiliki umur di atas 30 tahun sebagian besar mengalami gejala fisik

SBS yaitu sebanyak 5 responden (29,4%). Sedangkan pada responden yang

umur dibawah 30 tahun sebagian besar tidak mengalami gejala fisik SBS

yaitu sebanyak 14 orang (48,3%). Sehingga berdasarkan hasil uji statistik

Page 121: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

101

chi-square diketahui umur responden penelitian tidak memiliki hubungan

yang bermakna (P value>0,05) dengan gejala fisik SBS, P value = 0,244.

Analisis keeratan hubungan dua variabel diperoleh PR = 0,684 (95% CI

0,421-1,112).

5.3.2.3 Hubungan Antara Status Gizi dengan Gejala Fisik SBS pada

Responden Penelitian Gedung X Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui bahwa responden yang

memiliki status gizi tidak normal sebagian besar mengalami gejala fisik

SBS yaitu sebanyak 6 orang (50,0%).Sedangkan responden yang memiliki

status gizi normal sebagian besar tidak mengalami gejala fisik SBS yaitu

sebanyak 14 orang (41,2%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square

diketahui status gizi responden penelitian tidak memiliki hubungan yang

bermakna (P value>0,05) dengan gejala fisik SBS, P value = 0,848.

Analisis keeratan hubungan dua variabel diperoleh PR = 1,176 (95% CI

0,625-2,213).

5.3.2.4 Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dalam Ruang dan

Sensitivitas terhadap Asap Rokok dengan Gejala Fisik SBS

pada Responden Penelitian di Gedung X Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui bahwa responden yang

memiliki kebiasaan merokok dalam ruangan dan mengalami keluhan SBS

Page 122: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

102

yaitu sebanyak 2 orang (20,0%). Sedangkan responden yang tidak memiliki

kebiasaan merokok dalam ruang kerja dan tidak mengalami keluhan SBS

yaitu sebanyak 18 orang (50,0%). berdasarkan hasil uji statistik chi-square

diketahui kondisi merokok responden penelitian tidak memiliki hubungan

yang bermakna (P value>0,05) dengan keluhan SBS, P value = 0,150.

Analisis keeratan hubungan dua variabel diperoleh PR = 0,023 (95% CI

1,163-3,229).

Mungkin saja hal ini terjadi karena tingkat SBS pada responden

penelitian yang tidak merokok cukup tinggi yaitu sebanyak 36 responden

(78,3%) sebab dibandingkan dengan perokok aktif, perokok sensitif jauh

lebih peka terhadap efek dari asap rokok yang ada disekitarnya.

Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui bahwa responden yang

memiliki sesitivitas terhadap asap rokok dan mengalami keluhan SBS yaitu

sebanyak 16 orang (59,3%) dan tidak ada perokok aktif yang memiliki

sensitivitas terhadap asap rokok ini. Sedangkan responden yang tidak

memiliki sensitivitas terhadap asap rokok dan tidak mengalami keluhan

SBS yaitu sebanyak 15 orang (78,9%). berdasarkan hasil uji statistik chi-

square diketahui kondisi sensitivitas responden penelitian terhadap asap

rokok memiliki hubungan yang bermakna (P value<0,05) dengan keluhan

SBS, P value = 0,023. Analisis keeratan hubungan dua variabel diperoleh

PR = 1,938 (95% CI 1,163-3,229) artinya responden yang sensitivitas

terhadap asap rokok perempuan berpeluang 1,938 kali untuk mengalami

Page 123: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

103

gejala fisik SBS dibandingkan dengan yang tidak memiliki sensitivitas

terhadap asap rokok.

5.4 Analisa Multivariat

Analisis Multivariat dilakukan untuk melihat variabel independen mana yang

paling berpengaruh terhadap terjadinya keluhan Sick Building Sydrome. Tahapan

yang dilakukan dalam analisis multivariat meliputi pemilihan kandidat multivariat,

pembuatan model dan analisis interaksi.

A. Pemilihan variabel sebagai kandidat analisis multivariat

Adapun untuk pemilihan variabel kandidat, variabel-variabel independen

yang ada terlebih dahulu dilakukan analisis bivariat dengan variabel dependen

yaitu Sick Building Sydrome. Setelah melalui analisis bivariat, variabel dengan

nilai P value <0,25 dan mempunyai kemaknaan secara substansi dapat dijadikan

kandidat yang akan dimasukkan ke dalam model multivariat. Namun dalam hal

ini semua variabel dianggap mempunyai kemaknaan secara substansi sehingga

semua dianggap sebagai kandidat untuk dianalisis. Hasil analisis bivariat antara

variabel independen dengan variabel dependen dapat dilihat pada tabel 5.13.

Page 124: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

104

Tabel 5.13

Hasil Analisis Bivariat antara Jumlah Koloni Bakteri Patogen, Jenis

Kelamin, Umur, Status gizi, Kebiasaan Merokok dan Sensitivitas terhadap

Asap Rokok dengan SBS pada Responden Penelitian Gedung X Tahun 2013

No. Variabel P value

1 Jumlah Koloni Bakteri Patogen 0,473

2 Jenis Kelamin 0,001

3 Umur 0,244

4 Status Gizi 0,848

5 Kebiasaan Merokok dalam ruang 0,150

6 Sentivitas Terhadap Rokok 0,023

B. Pembuatan model

Analisis multivariat dengan faktor prediksi dilakukan untuk mendapatkan

model yang terbaik dalam menentukan determinan keluhan SBS. Dengan

pemodelan ini semua variabel kandidat dicobakan secara bersama-sama. Model

terbaik akan dipertimbangkan pada nilai P value <0,1. Pemilihan model dilakukan

secara hirarki dengan cara semua variabel independen yang menjadi kandidat

yang memenuhi syarat dimasukkan ke dalam model, kemudian variabel P value

>0,1 dikeluarkan dari model satu-persatu. Secara keseluruhan hasil pembuatan

model faktor penentu dapat dilihat pada tabel 5.14.

Page 125: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

105

Tabel 5.14

Hasil Analisis Multivariat Pembuatan Model Variabel Independen dengan

Keluhan SBS pada Responden Penelitian Gedung X Tahun 2013

Dari hasil analisis data yang ditunjukkan tabel 5.14 diketahui bahwa enam

variabel yang dianalisis, terdapat dua variabel yang masuk ke dalam permodelan

akhir uji regresi. Tabel 5.14 menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin dan

sensivitas terhadap asap rokok pada responden penelitian mempunyai P value (P

wald) <0,1. hal tersebut menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin dan

sensivitas terhadap asap rokok merupakan variabel yang mempunyai hubungan

secara signifikan dengan keluhan SBS. Sedangkan untuk variabel lainnya

dikeluarkan karena mempunyai P value (P wald) >0,1. Hasil analisis multivariat

untuk variabel jenis kelamin dan sensivitas terhadap asap rokok setelah variabel

jumlah koloni bakteri patogen, kebiasaan merokok, status gizi, dan umur

dikeluarkan dapat dilihat pada tabel 5.15.

No. Variabel Model 1 Model2 Model 3 Model 4 Model 5

1 Jumlah Koloni Bakteri Patogen 0,442 0,470 0,441 - -

2 Jenis Kelamin 0,014 0,10 0,006 0,003 0,003

3 Umur 0,310 0,274 0,318 0,223 -

4 Status Gizi 0,566 0,506 - - -

5 Kebiasaan Merokok 0,778 - - - -

6 Sensitivitas Terhadap Asap Rokok 0,055 0,041 0,048 0,059 0,044

Page 126: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

106

Tabel 5.15

Hasil Akhir Permodelan Variabel Independen dengan Gejala Fisik SBS

Responden Penelitian Gedung X Tahun 2013

No. Variabel B P wald Exp(B) 95% CI

1 Jenis Kelamin 2,211 0,003 9,124 2,153-38,656

2 Sensitivitas terhadap asap

rokok 1,565 0,044 4,782 1,044-21,893

Hasil tabel 5.15 diperoleh bahwa nilai PR jenis kelamin 9,124, artinya

responden penelitian berjenis kelamin perempuan berpeluang untuk mengalami

keluhan SBS sebesar 9,124 kali dibandingkan dengan responden penelitian

berkjenis kelamin laki-laki. Kemudian hasil analisis diperoleh bahwa pada nilai

PR sensitivitas terhadap asap rokok 4,782, artinya pada responden penelitian

yang memiliki sensitivitas terhadap asap rokok, akan mengalami keluhan SBS

sebesar 4,782 kali dibandingkan pada responden penelitian yang tidak sensitif

terhadap asap rokok.

Kemudian setelah didapat nilai PR dari kedua variabel terakhir yang masuk

permodelan diambilah kesimpulan bahwa variabel jenis kelamin menjadi faktor

yang paling dominan hubungannya dengan kejadian gejala fisik SBS yang

terjadi dengan nilai PR yang lebih besar dari variabel sensitivitas terhadap asap

rokok.

Page 127: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

107

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang bertujuan untuk

mencari hubungan antara jumlah koloni bakteri patogen udara dalam ruang dan faktor

demografi dengan kejadian gejala fisik SBS pada responden penelitian dengan

melakukan pengukuran sesaat. Namun baik variabel faktor risiko maupun variabel

efek dinilai bersamaan. Faktor-faktor risiko serta efek diukur menurut keadaan atau

statusnya pada waktu observasi, jadi tidak ada tindak lanjut atau follow up.

Pada studi ini masih ditemukan beberapa keterbatasan dan kekurangan,

meliputi:

Sulitnya menentukan sebab dan akibat karena pengambilan data risiko dan efek

dilakukan pada saat bersamaan, akibatnya tidak mungkin ditentukan mana

penyebab dan mana akibat.

Timbulnya gejala SBS pada responden penelitian hanya berdasarkan persepsi,

kemampuan mengingat dan kerjasama responden tanpa ditunjang dengan

pemeriksaan klinik atau laboratorium dan dibatasi hanya pada ada atau tidak

adanya gejala selama periode waktu penelitian.

Penentuan responden dibatasi oleh pihak pengelola gedung terkait masalah

perizinan, karena hal tersebut peneliti tidak dapat mempresentasikan secara

keseluruhan kejadian gejala fisik SBS di Gedung X

Page 128: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

108

Secara teori terdapat beberapa variabel seperti kualitas kimia dan fisik udara yang

mungkin berhubungan dengan keluhan SBS, namun variabel tersebut tidak diteliti

karena keterbatasan waktu dan biaya. Oleh karena itu, penelitian ini hanya

dibatasi pada faktor mikrobiologi udara (bakteri patogen) dan karakteristik

responden (jenis kelamin, umur, status gizi, kebiasaan merokok dalam ruang, dan

sensitivitas responden terhadap asap rokok)

Pengukuran jumlah koloni bakteri patogen dalam ruang kerja tidak diukur secara

terus menerus pada periode tertentu dan tidak dilakukan pengulangan dalam

periode pengukuran. Fluktuasi data dan kecenderungan kualitas mikrobiologi

udara dalam ruangan tidak bisa ditentukan secara tepat.

Alat yang digunakan dalam pengukuran kecepatan udara tidak terlalu sensitif

terhadap udara yang ada, sehingga dikhawatirkan hal ini dapat mempengaruhi

hasil pengukuran yang ada.

6.2 Gejala Fisik SBS pada Responden Penelitian di Gedung X Tahun 2013

SBS merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh buruknya kualitas

udara dalam ruangan, yang terjadi minimal satu gejala dirasakan oleh 30% dari total

responden di dalam gedung (WHO, 2005). Kemudian penentuan gejala fisik SBS

ditopang juga oleh Indikator SBS yang dikutip dari EPA Indoor Air Facts No. 4

(1991):

a. Responden penelitian dalam gedung mengeluhkan gejala-gejala

ketidaknyamanan akut seperti sakit kepala, iritasi mata, hidung, tenggorokan,

Page 129: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

109

batuk kering, kulit kering atau gatal, pusing dan mual, kesulitan berkonsentrasi,

lelah dan bau

b. Penyebab dari gejala-gejala tidak diketahui

c. Kebanyakan responden penelitian sembuh setelah meninggalkan gedung

Berdasarkan hasil penelitian ternyata keluhan terhadap kasus gejala fisik SBS

terlihat bahwa 20 responden (43,5%) mengalami gejala fisik SBS dan 26 responden

(43,5%) tidak mengalami kasus gejala fisik SBS. Angka tersebut merupakan angka

yang cukup tinggi dalam kasus ini karena hampir setengah dari jumlah total

responden mengalami gejala fisik SBS. Berdasarkan jumlah yang ada, sebaiknya

keluhan yang ada ini sangat perlu diwaspadai untuk kemudian dilakukan penanganan

dan pencegahan terhadap keluhan yang ada, agar keluhan yang ada dapat dikurangi

dan tidak bertambah banyak di kemudian hari.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa gejala fisik SBS yang paling

banyak dikeluhkan adalah kulit kering sebanyak 19 responden (41,3%), kemudian

rasa kekeringan pada bibir sebanyak 17 responden (37,0%), rasa lelah sebanyak 15

responden (32,0%). Sedangkan gejala fisik yang paling sedikit dirasakan adalah pilek

sebanyak 9 responden (19,6), serak pada tenggorokan sebanyak 7 responden (15,2%),

sakit kepala sebanyak 6 responden (13%), batuk-batuk sebanyak 4 responden (8,7%),

iritasi mata sebanyak 4 responden (8,7%), iritasi hidung hanya sekitar 4 responden

(8,7%). Lalu sulit berkonsentrasi, radang tenggorokan sebanyak 3 responden (6,5%),

dan iritasi tenggorokan, sulit berkonsentrasi, sakit telinga, mual serta pusing-pusing

Page 130: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

110

sebanyak 2 responden (4,3%). Kulit gatal-gatal dan sesak nafas masing-masing

sebanyak 1 responden (2,2%), dan yang terakhir merah-merah pada kulit tidak

dirasakan satupun responden (0,0%).

Hal di atas sejalan dengan pendapat Bobic et al., 2009, Eriksson dan Stenberg

2006 dalam Wahab 2010 bahwa gejala-gejala SBS dikelompokkan dalam beberapa

kategori gejala fisik antara lain: Pertama, iritasi membran mukosa ditandai dengan

gejala seperti iritasi mata, iritasi tenggorokan, iritasi bibir, batuk, kulit kering, mata

kering, hidung atau tenggorokan kering. Kedua, Efek neurotoksik ditandai dengan

sakit kepala, kelelahan, sulit berkonsentrasi, pingsan. Ketiga gejala pernapasan

ditandai dengan sulit bernapas, batuk, bersin, nyeri dada, dada seperti tertekan.

Keempat, gejala kulit seperti kemerahan, kering dan ruam. Terakhir, perubahan

sensor kimia seperti meningkatnya persepsi abnormal dengan gangguan penglihatan.

Kemudian didapat bahwa frekuensi gejala-gejala yang timbul dalam satu bulan

terakhir di gedung X ini terjadi bervariasi. Didapat frekuensi terbanyak gejala yang

dirasakan 1-3 kali terjadi dalam sebulan adalah sakit kepala, lelah, sulit,

berkonsentrasi sebanyak 9 responden (69,0%), dan frekuensi terbanyak gejala yang

dirasakan 1-3 terjadi dalam sepekan adalah kumpulan gejala kulit kering, gatal,

merah-merah sebanyak 10 responden (50%) dan rasa kekeringan bibir yang juga

sebanyak 10 responden (59%) , serta frekuensi terbanyak yang dirasakan setiap hari

atau hampir setiap hari adalah gejala rasa kekeringan bibir sebanyak 4 responden

(24%) dan kumpulan gejala kulit kering, gatal, merah-merah sebanyak 4 responden

(20%).

Page 131: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

111

6.3 Hubungan Antara Jumlah Koloni Bakteri Patogen di Udara Dalam Ruang

Kerja Dengan Gejala Fisik SBS pada Responden Penelitian di Gedung X

Tahun 2013

Hasil uji statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah koloni

bakteri patogen udara dalam ruangan dengan kejadian gejala fisik SBS. Persentase

terbesar responden mengalami gejala fisik SBS terjadi pada ruangan dengan jumlah

koloni bakteri tidak normal atau tidak sesuai Nilai Ambang Batas (NAB) yang

ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI yaitu 700 koloni bakteri/m3. Namun

persentase kejadian gejala fisik SBS ini juga dinilai tinggi terjadi pada ruangan yang

telah sesuai dengan NAB bakteri udara dalam ruang. Penyebab tingginya persentase

responden yang mengalami SBS justru pada ruangan dengan jumlah koloni bakteri

normal, diduga karena ditemukannya jamur khas yang biasa ditemukan di ruangan

dan merupakan pemicu kejadian SBS. Apabila mengacu pada ECC (Soto, 2009),

keberadaan mikroorganisme udara dalam ruangan dalam jumlah ambang normal yaitu

<50 cfu/m3 (bakteri) dan 25 cfu/m

3 (jamur) patut diwaspadai karena potensial

menyebabkan gejala SBS.

Hasil penelitian Sulistiowati (2001) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

bermakna antara jumlah koloni mikroorganisme di dalam udara ruangan. Burge

dalam Lunau (1990) menyebutkan bahwa keberadaan bakteri dan jamur menunjukkan

tidak ada korelasi bermakna dengan terjadinya gejala SBS. Penelitian ini

menyebutkan bahwa korelasi bermakna terjadi pada kemampuan mikroorganisme

yang ditemukan di udara dalam memproduksi toksin.

Page 132: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

112

Penelitian lain juga menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara jumlah koloni mikroorganisme khususnya jamur terhadap kejadian SBS pada

lingkungan kerja non-industri (Kolstad, 2000). Penelitian Marmot (2006)

menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara jumlah koloni mikroorganisme

dalam udara ruang dengan kejadian SBS. Marmot mengambil kesimpulan dari

penelitiannya bahwa kondisi fisik lingkungan kerja tidak terlalu penting dibandingkan

faktor psikososial pekerja yaitu beban kerja.

Penelitian Prasasti (2004) menyatakan bahwa jumlah koloni jamur di udara

mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri udara

terhadap kejadian SBS di ruang kerja. Prasasti juga menyebutkan bahwa jamur

berpengaruh terhadap gejala SBS berupa iritasi hidung dengan risiko sebesar 16,463

kali pada ruangan dengan jumlah koloni jamur yang bertambah banyak. Sedangkan

untuk bakteri, disebutkan bahwa terdapat risiko 1,008 kali berupa gangguan mual

apabila terdapat pertambahan jumlah kuman di dalam ruangan.

6.4 Faktor Demografi

Dari hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, dari empat variabel

faktor demografi (jenis kelamin, umur, status gizi, kebiasaan merokok, dan

sensitifitas terhadap asap rokok) yang diteliti, yang terbukti memiliki hubungan yang

signifikan dengan kejadian gejala SBS adalah variabel jenis kelamin. Sedangkan

variabel lainnya tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian gejala

fisik SBS.

Page 133: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

113

6.4.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Gejala fisik SBS pada

Responden Penelitian di Gedung X Tahun 2013

Hasil uji statistik menemukan hubungan antara jenis kelamin responden

penelitian dengan gejala SBS. Persentase terbesar menunjukkan responden

perempuan mengalami SBS (71,4%). Jenis kelamin perempuan akan

menyebabkan kejadian SBS sebesar 2,8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan

responden yang berjenis kelamin laki-laki. Hasil ini sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Brasche (2001) dan Margaretha W, dkk (2003), dengan uji

korelasi berganda bahwa perempuan lebih banyak mengalami SBS dibandingkan

laki-laki.

Pada penelitian Sobari (1997) memperlihatkan hal yang sama bahwa kaum

wanita memiliki hubungan yang signifikan dengan SBS. Pada penelitiannya

didapat nilai PR=1,57, hal ini berarti kaum wanita mempunyai kecendurungan

1,57 kali lebih besar untuk mengalami SBS dibanding kaum pria.

Hal tersebut disebabkan karena wanita lebih rentan terhadap perubahan

udara, beban kerja, dan tanggung jawab dalam rumah tangga sehingga membuat

tingkat stress yang ada menjadi lebih tinggi (Apte et al., 1997). Selain itu,

penelitian yang dilakukan oleh Burge pada tahun 2003 membuktikan bahwa jenis

kelamin merupakan faktor risiko terjadinya kumpulan gejala SBS pada gedung.

Siklus menstruasi bulanan merupakan salah satu faktor penyebab perempuan

mudah terkena anemia. Beberapa gejala hampir menyerupai SBS yaitu lelah, tidak

mampu berkonsentrasi, kurang selera makan, pusing, sesak nafas, mudah

Page 134: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

114

kesemutan, merasa mual-mual dan jantung berdebar-debar. Perempuan yang

bekerja mempunyai beban ganda selain bekerja di tempat kerja, juga mengerjakan

pekerjaan rumah tangga seperti mengasuh anak, mencuci, menyapu dan lain

sebagainya, dari menunjukan bahwa perempuan selalu melakukan pekerjaan

rumah tangga sebelum berangkat bekerja (Rosa, 2008).

Menurut Winarti (2003), hal ini dapat terjadi karena wanita merupakan

perokok pasif (lebih berisiko terpajan dengan asap rokok), kondisi fisik wanita

lebih lemah dibandingkan dengan pria, marital statusnya, jabatan kerja yang

rendah, psikologikal kerja yang kurang baik karena wanita lebih sensitif

dibandingkan dengan pria.

6.4.2 Hubungan Antara Umur dengan Gejala Fisik SBS pada Responden

Penelitian di Gedung X Tahun 2013

Pada penelitian ini, faktor umur tidak mempunyai pengaruh yang signifikan

dengan kejadian gejala SBS (p= 0,244). Kelompok umur responden di atas 30

tahun yang mengalami gejala fisik SBS sebanyak 29,4% kemudian kelompok

umur responden di bawah 30 tahun yang mempunyai gejala fisik SBS sebanyak

51,7%.

Hal ini sejalan dengan penelitian Duniantri (2009) bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara kejadian SBS dengan umur responden penelitian

pada kategori kelompok umur di bawah 29 tahun dan di atas 29 tahun dengan

Page 135: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

115

nilai p= 0,849. Didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Winarti (2003)

bahwa umur bukan merupakan pemicu keluhan SBS.

Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara kelompok umur dengan

kejadian gejala fisik SBS. Hal ini mungkin disebabkan karenan responden di

gedung X pada kelompok umur di bawah 30 tahun sebesar 63% lebih banyak

dibandingkan kelompok umur di atas 30 tahun sebesar 37%.

Menurut hasil penelitian Ruth (2009) bahwa ada hubungan yang signifikan

antara umur responden penelitian dengan kejadian SBS. Dari hasil analisis,

diperoleh nilai PR=3,208 artinya responden penelitian berumur 21-30 tahun

mempunyai risiko 3,208 kali lebih besar mengalami SBS dibandingkan responden

penelitian yang berumur 31-40 tahun. Menurut Hedge dan Mendell, usia yang

lebih muda ikut berperan dalam menimbulkan gejala dan keluhan SBS (Anies,

2004). Sedangkan seharusnya menurut teori bahwa kelompok umur yang lebih

tua memiliki resiko mengalami gejala SBS karena pemaparan zat toksik akan

menimbulkan dampak yang serius pada mereka yang berusia tua daripada

kelompok umur yang lebih muda.

6.4.3 Hubungan Antara Status Gizi dengan Gejala Fisik SBS pada

Responden Penelitian di Gedung X Tahun 2013

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara status gizi responden penelitian dengan kejadian gejala fisik SBS.

Page 136: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

116

Persentase terbesar menunjukkan status yang tidak normal, mengalami SBS

(50,0%).

Kemudian pada peneltian Lisyastuti (2010) didapat bahwa nilai p=0,64 dan

OR=0,8 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara gejala fisik SBS

dengan status gizi responden penelitian dan status gizi yang tidak normal

mempunyai risiko 0,8 kali lebih besar untuk mengalami SBS dibanding responden

penelitian berstatus gizi normal.

Fenomena ini erat kaitannya dengan tercukupinya kebutuhan tubuh akan gizi

seimbang yang akan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap kondisi lingkungan

yang tidak kondusif. Dalam kondisi normal manusia memiliki proteksi diri

terhadap infeksi dari bakterial yaitu melalui sistem imunitas tubuh. Kemampuan

merawat dan menjaga kontinuitas sistem imun ini akan mengurangi resiko infeksi

yang ditimbulkan oleh bakteri. Rendahnya sistem imun tubuh erat kaitannya

dengan status gizi. Tubuh manusia memerlukan diet seimbang yang menyediakan

cukup nutrisi, mineral dan vitamin untuk fungsi dan efektivitas sistem imun

(Chandra, 2004 dalam Lisyastuti, 2010). Sistem imun individu dipengaruhi antara

lain oleh status hormon, umur dan status gizi (Hedlund, 1995).

6.4.4 Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dalam Ruang dengan Gejala

Fisik SBS pada Responden Penelitian di Gedung X Tahun 2013

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara kebiasaan merokok responden di dalam ruang dengan kejadian gejala fisik

Page 137: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

117

SBS. Persentase terbesar menunjukkan responden berstatus merokok di dalam

ruang, mengalami SBS (20,0%). Sebagai pencemar dalam ruang asap rokok

merupakan bahan pencemar yang biasanya mempunyai kuantitas paling banyak

dibandingkan dengan bahan pencemar lain. Terdapat sebanyak 10 (21,7 %)

responden memiliki kebiasaan merokok dalam ruang. Aktivitas merokok di dalam

ruangan yang sering dilakukan oleh mereka yang mempunyai kebiasaan merokok.

Bahkan beberapa responden kedapatan sedang merokok di depan meja kerja saat

penelitian berlangsung.

Pada penelitian ini tidak terlihat adanya perbedaan yang signifikan antara

perilaku merokok dalam ruangan dengan kejadian SBS. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan Winarti, Basuki, dan Hamid (2003),

bahwa faktor kebiasaan merokok tidak terbukti berkaitan dengan gejala fisik SBS

(nyeri kepala).

Hasil yang sama pada penelitian Oktora (2008) didapat hasil yang sama

bahwa tidak ada perbedaan kejadian SBS antara pegawai yang mempunyai

kebiasaan merokok dengan pegawai yang tidak memiliki kebiasaan merokok

dengan nilai p=0,327.

Secara teori perilaku merokok dalam ruang merupakan salah satu faktor risiko

SBS. Tingginya persentase penderita SBS dari kalangan non-perokok pada

penelitian ini sebabkan karena jumlah responden yang non-perokok jauh lebih

tinggi. Selain itu, adanya asap rokok akan lebih dirasakan dampaknya pada

kalangan non-perokok (perokok pasif) karena sensitivitasnya lebih tinggi.

Page 138: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

118

6.4.5 Hubungan Antara Sensitivitas terhadap Asap Rokok dengan Gejala

Fisik SBS pada Responden Penelitian Gedung X Tahun 2013

Dari hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang bermakna antara

sensitivitas responden penelitian terhadap asap rokok dalam ruang kerja dengan

kejadian gejala fisik SBS. Persentase terbesar menunjukkan responden yang

memiliki sensitivitas terhadap asap rokok di dalam ruang, mengalami SBS

(59,3%). Kemudian, berdasarkan hasil penelitian multivariat didapatkan bahwa

sensifitas terhadap asap rokok akan berpeluang untuk menyebabkan terjadinya

keluhan SBS pada responden penelitian adalah sebesar 4,782 kali pada responden

yang memiliki sensitivitas terhadap asap rokok, setelah dikontrol oleh variabel

jenis kelamin.

Asap rokok yang dikeluarkan oleh seorang perokok pada umumnya terdiri

dari bahan pencemar berupa karbon monoksida dan partikulat. Bagi perokok pasif

hal ini juga merupakan bahaya yang selalu mengancam. Dalam jumlah tertentu

asap rokok ini sangat mengganggu bagi kesehatan, seperti: mata pedih, timbul

gejala batuk, pernafasan terganggu, dan sebagainya (Pudjiastuti, 1998).

Perokok pasif lebih sensitif terhadap karbon monoksida yaitu pada saat

konsentrasi karbon monoksida 30 ppm di udara, maka gejala SBS sudah terjadi

yaitu pusing. Sebaliknya perokok aktif, baru akan merasakan gejala SBS apabila

konsentrasi karbon monoksida di udara 50-250 ppm (NIOSH, 1991).

Menurut United States Environment Protection Agency (EPA) faktor dari

asap rokok menimbulkan efek rhinitis/faringitis, hidung tersumbat, batuk terus-

Page 139: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

119

menerus, iritasi konjungtiva, sakit kepala, mengi/sesak nafas (konstraksi bronkus),

dan eksaserbasi kondisi pernafasan kronis. Efek ini terjadi pada orang dewasa

yang kesehariannya terpapar oleh asap rokok di tempat aktivitas kerjanya (EPA,

1991).

ETS (Environmental Tobacco Smoke) bersifat dinamis. ETS merupakan

campuran kompleks ribuan senyawa kimia, menyebabkan berbagai iritasi, dan

ETS juga menyebabkan beberapa gejala akut khas SBS, seperti iritasi mata,

hidung, dan tenggorokan (Sundell et al., 1994). Berdasarkan studi Swedish

dipertengahan tahun 1990 ditemukan adanya peningkatan gejala-gejala SBS

dengan Environmental Tobacco Smoke (ETS).

Pada penelitian Mizoue (1998) yang dilakukan pada 1281 karyawan dengan

profesi bervariasi di kota-kota negara Jepang menunjukkan bahwa paparan ETS

merupakan penentu utama dari SBS pada populasi kerja dengan prevalensi

perokok yang tinggi dan beberapa tempat kerja dengan larangan merokok. Hal ini

konsisten dengan penelitian Eisner et al., (1998) bahwa berkurangnya gejala

iritasi sensorik pada responden yang berprofesi sebagai bartender setelah dibuat

perlakuan pelarangan perokok di bar. Hal ini menunjukan bahwa pelarangan

merokok di ruang kerja dapat menurunkan prevalensi gejala SBS. Diperkuat

dengan pernyataan dari American Journal of Epidemology (2001) bahwa tempat

kerja yang memiliki aturan ketat tentang merokok dapat mengurangi tingkat

resiko terjadinya gejala SBS.

Page 140: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

120

Hasil penelitian eksperimen Rebecca (1991) terkait responden yang sensitif

ETS (ETS-S) dan non sensitif ETS (ETS-NS) dengan total 77 responden untuk

perlakuan pemaparan asap tembakau konsentrasi CO 45 ppm selama 15 menit

dalam ruangan. Dihasilkan bahwa adanya gejala rhinitis (hidung tersumbat, pilek

dan bersin) pada 34% responden sensitif ETS. Terjadi peningkatan gejala SBS

(hidung tersumbat, sakit kepala, nyeri dada atau sesak, dan batuk) yang signifikan

(p<0,01) setelah paparan asap tembakau. Gejala pilek lebih besar dan lebih lama

pada subyek ETS-S dibandingkan dengan subyek ETS-NS. Adanya peningkatan

yang signifikan (p <0,01) pada persepsi bau dan gejala iritasi mata, iritasi hidung

dan tenggorokan terjadi pada kedua kelompok studi. Sedangkan untuk gejala

iritasi hidung dan tenggorokan pada subyek ETS-S dilaporkan lebih signifikan.

6.5 Faktor yang Paling Dominan dengan Keluhan Gejala Fisik SBS pada

Responden Penelitian di Gedung X Tahun 2013

Dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari 7

variabel yang diduga berhubungan dengan keluhan SBS, terdapat 2 variabel yang

berhubungan yaitu jenis kelamin responden dan sensitivitas terhadap asap rokok.

Kemudian dilakukan uji regresi logistik berganda dengan memasukkan tidak hanya

variabel yang memiliki p value < 0.25 akan tetapi semua variabel penelitian

diikutsertakan karena dianggap mempunyai kemaknaan secara substansi. Lalu dari 7

variabel pada pengujian tersebut didapatkan hasil akhir dengan p value <0,1 yaitu

jenis kelamin dan sensitivitas terhadap asap rokok.

Page 141: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

121

Selanjutnya dari kedua variabel tersebut yaitu jenis kelamin dan sensitifitas

terhadap asap rokok ditentukan variabel mana yang paling dominan hubungannya

dengan kejadian gejala fisik SBS di gedung X tahun 2013. Hal tersebut dapat

ditentukan dengan melihat nilai OR yang ada pada kedua variabel permodelan

terakhir.

Kemudian setelah didapat nilai OR dari kedua variabel terakhir yang masuk

permodelan diambilah kesimpulan bahwa variabel jenis kelamin menjadi faktor yang

paling dominan hubungannya dengan kejadian gejala fisik SBS dengan nilai OR yang

lebih besar (OR 9,124) dari variabel sensitivitas terhadap asap rokok (OR 4,782).

Jenis kelamin dan sensitivitas terhadap asap rokok memang terdapat kaitan baik

itu secara langsung dan tidak langsung. faktor yang menjadi penyebab adanya

keluhan SBS adalah jika pada responden berjenis kelamin perempuan dapat berkaitan

dengan keluhan yang dirasakan pada responden yang memiliki sensitivitas terhadap

rokok, hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi dalam timbulkan keluhan

yang dirasakan. Sehingga dalam hal ini antara variabel jenis kelamin dan saling

terkait.

Asap rokok merupakan sumber pencemar ruangan yang potensial. Asap rokok

terdiri dari berbagai zat kimia sangat kompleks; yaitu bahan-bahan hasil pembakaran

yang tidak sempurna, pestisida yang digunakan pada waktu penanaman tembakau,

bahan pengawet, perekat, dan kertas rokok. Secara umum bahan-bahan tersebut

dibedakan atas: Nikotin, Tar, CO, Nox, dan gas lainnya.

Page 142: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

122

Bahaya asap rokok tidak saja menganggu kesehatan perokok tetapi juga orang-

orang bukan perokok/perokok pasif yang menghisap rokok secara tidak sengaja atau

bahkan yang tidak dikehendakinya. Perokok pasif mempunyai resiko yang lebih besar

dibandingkan dengan perokok aktif (Manoppo, A., 1987, KSPKLH, 1993 dalam

Wirastini, 1998). Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan asap rokok adalah

penyakit-penyakit sistem pernafasan, sistem sirkulasi darah, luka lambung, kanker

pada bibir, lidah dan kandung kemih.

Pada penelitian ini semua responden berjenis kelamin perempuan yang menjadi

model dalam penelitian ini merupakan non-perokok yang sebagian besar mengaku

merupakan perokok pasif di lingkungan kerjanya. Lalu terdapat juga bahwa 15 dari

21 responden (71,4%) wanita yang sensitif terhadap asap rokok.

Pada pembahasan sebelumnya bagi orang yang sensitif terhadap asap rokok

dilingkungan kerjanya akan menimbulkan efek-efek yang merugikan kesehatan dan

yang merupakan gejala fisik dari SBS seperi pilek, hidung tersumbat, sakit kepala,

nyeri dada atau sesak, dan batuk (Rebecca et al, 1991). Kemudian menurut Winarti

(2003), keluhan SBS sering terjadi pada wanita karena wanita merupakan perokok

pasif (lebih berisiko terpajan dengan asap rokok), kondisi fisik wanita lebih lemah

dibandingkan dengan pria, marital statusnya, jabatan kerja yang rendah, psikologikal

kerja yang kurang baik karena wanita lebih sensitif dibandingkan dengan pria.

Wanita memiliki kemungkinan lebih tinggi dan sensitif terhadap kejadian SBS

(Brasche, 2001). Hal ini juga serupa dengan penelitian Winarni (2003) yang diketahui

Page 143: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

123

bahwa jenis kelamin wanita terbukti lebih beresiko terkena SBS dibandingkan dengan

laki-laki.

Swedish Office Illnes Project (Sundell, 1994) menyatakan bahwa wanita

memiliki risiko mengalami gejala SBS lebih besar yaitu 35% dibandingkan dengan

laki-laki yang hanya 21%. Biasanya wanita lebih mudah lelah dan lebih berisiko

dibanding pria. Hal tersebut dikarenakan ukuran tubuh dan kekuatan otot tenaga kerja

wanita relatif kurang dibanding pria, secara biologis wanita mengalami siklus haid,

kehamilan dan menopause, dan secara sosial, kultural, yaitu akibat kedudukan

sebagai ibu dalam rumah tangga dan tradisi sebagai pencerminan kebudayaan

(Suma’mur PK, 1996).

Perempuan telah terbukti lebih sering menderita SBS daripada laki-laki yang

menurut Norbäck (2009) kemungkinan akibat lingkungan kantor, tugas kerja dan

kepribadian yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dan pula karena beban kerja

perempuan di rumah lebih tinggi. Lalu menurut Glas, Stenberg, dkk (2008) dalam

penelitiannya menemukan bahwa perempuan lebih rentan terhadap gejala tertentu

seperti penyakit pernapasan dan masalah kulit. Bell (1998) juga menunjukkan dalam

penelitiannya bahwa perempuan lebih rentan terhadap SBS karena rasio

estrogen/progesteron yang lebih tinggi. Dalam penelitiannya mereka menyatakan

bahwa tingkat estrogen/progesteron memainkan peran penting dalam sensitisasi saraf

akibat kontak yang terlalu lama dan berulang-ulang terhadap rangsangan luar seperti

obat-obatan, bahan kimia dan lainnya sebagai stresor kesehatan. Hal ini dapat

mempengaruhi otak dan menyebabkan kerusakan saraf yang juga dapat

Page 144: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

124

mempengaruhi baik sistem endokrin dan fungsi kekebalan tubuh serta juga dapat

mempengaruhi psikis penderita SBS.

Page 145: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

125

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Hasil penelitian tentang SBS seperti yang sudah diuraikan pada Bab Hasil dan

Pembahasan , disimpulkan sebagai berikut :

1. Jumlah koloni bakteri patogen udara dalam ruang di gedung X yang melebihi

ambang batas yang ditentukan oleh Departemen Kesehatan RI adalah perusahaan

5 (2893 koloni/m3 dan 7 bakteri patogen hemolitik beta), perusahaan 4 (2786

koloni/m3 dan 1 bakteri patogen hemolitik beta), perusahaan 7 (1986 koloni/m3

dan 1 bakteri patogen hemolitik beta), perusahaan 6 (723 koloni/m3 dan 1 bakteri

patogen hemolitik beta dan 1 hemolitik alpha), dan perusahaan 2 (683 koloni/m3

dan 3 bakteri patogen hemolitik beta).

2. Responden dalam penelitian ini sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (54,3%),

berumur rata-rata 30 tahun dengan umur yang paling muda 17 tahun dan yang

paling tua 50 tahun. Sebagian besar responden berstatus gizi normal (73,9%) dan

tidak memiliki kebiasaan merokok (80,4%) namun memiliki sensitivitas terhadap

asap rokok (58,7%).

3. Persentase kejadian gejala fisik SBS pada responden penelitian di gedung X tahun

2013 sebesar 43,5%.

Page 146: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

126

4. Tidak ada hubungan bermakna antara jumlah koloni bakteri patogen di udara pada

ruangan kerja terhadap kejadian gejala fisik SBS pada responden penelitian di

gedung X secara analisis statistik.

5. Tidak ada hubungan bermakna antara umur, status gizi, dan kebiasaan merokok

dalam ruang terhadap kejadian SBS pada responden penelitian di Gedung X.

Sedangkan variabel jenis kelamin dan sensitivitas terhadap asap rokok

menunjukkan hubungan yang bermakna terhadap kejadian SBS yaitu responden

yang berjenis kelamin perempuan berisiko 2,8 kali dan bagi responden yang

sensitif terhadap asap rokok 1,9 kali untuk mengalami gejala fisik SBS ini.

6. Variabel yang paling dominan hubungannya terhadap kejadian gejala fisik SBS

pada penelitian di gedung X tahun 2013 ini adalah variabel jenis kelamin.

7.2 Saran

7.2.1 Manajemen Gedung

1. Persepsi kenyamanan bekerja terkait suhu dan kelembapan di setiap ruangan

mungkin berbeda antara pekerja satu dan lainnya. Dalam hal ini manajemen

pengelola gedung X hendaknya perlu mempertimbangkan apakah HVAC

sentral masih perlu digunakan atau menggantinya dengan HVAC lokal yang

sifatnya lebih dinamis dan dapat diatur sesuai selera kenyamanan masing-

masing pekerja.

Page 147: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

127

2. Kebijakan pengelola gedung tentang aturan merokok di dalam gedung perlu

diperketat lagi atau dengan menyediakan ruang khusus merokok pada setiap

lantai untuk mencegah keberadaan asap rokok di dalam ruang kerja.

3. Peningkatan pemeliharaan AC baik sentral maupun lokal. AC sentral

walaupun direkomendasikan sebagai pendingin ruangan yang efisien dan

sehat, harus diperhatikan rutinitas pemeliharaannya.

7.2.2 Pengembangan Ilmu Pengetahuan

1. Penelitian lebih lanjut tentang hubungan kualitas mikrobiologi udara dalam

ruangan dengan jumlah titik pengambilan sampel yang lebih banyak, dengan

pengambilan sampel diulang secara periodik misalnya dalam seminggu 3 kali

atau sehari 3 kali.

2. Penentuan responden sebaiknya diambil dari seluruh populasi yang berada di

dalam gedung untuk mengetahui gejala SBS secara luas lagi.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui faktor-faktor

mikrobilogi lain seperti koloni jamur, spora dan kapang

4. Menggunakan desain penelitian yang lain, misalnya case control untuk

mengetahui sebab akibat dari gejala fisik SBS ini.

5. Melihat faktor demografi lainnya seperti persepsi individu khususnya pada

perilaku sosial, gaya hidup, beban kerja dan impresi atasan terhadap bawahan

(psikososial) untuk penelitian lebih lanjut.

Page 148: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

DAFTAR PUSTAKA

Anies, 2004, Problem Kesehatan Masyarakat dari Sick Building Syndrome, Jurnal

Kedokteran Yarsi, Jakarta

Alisyahbana, 1995. Kurang Infeksi dn infeksi aspek kesehatan gizi anak

balita.Yayasan Obor Indonesia.

Apter A, Bracker M, Hogson J, Sidman and Leung WY, 1994, Epidemiology of the

Sick Building Syndrome, J Allergy Clin Immunol.

Bell I, Baldwin C, Russek L, Schwartz G, Hardin E. Early life stres, negative paternal

relationships, and chemical intolerance in middle aged women: support for a

neural sensitization model. J Womens Health 1998;7(9):1135-49.

Brasche, S., Bullinger M., Moefeld, M.,Geghardt H.J., Bischof, W. (2001). Why do

women suffer from SBS more often than men? Subjective higher sensitifity

versus objective causes. Indoor Air (4).

Burge S, Hedge A, Wilson S, Bass JH, RobertsonA, 1987, Sick building syndrome:a

study of 4373 office workers,Ann Occup Hygo no.31, pp 493-504.

Burroughs, et al. 2005. Managing Indoor Air Quality Third Edition. Fairmont Press,

Inc. P:29-49.

Codey, Richard J, 2004, Indoor Air Quality, Public Employes Occupational

Safetyand Health Program, New Jersey.

Page 149: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

Depkes RI, 2002, Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor

1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

Perkantoran dan Industri, Jakarta.

Eisner MD, Smith AK, Blanc PD.1998. Bartenders‟ respiratory health after

establishment of smoke-free bars and taverns. JAMA 1998;280:1909–14.

EPA 1998. An Office Building Occupational‟s Guide to Indoor Air Quality.

www.epa.gov/iaq/pubs/occupgd.html. Office of Air and Radiation (OAR),

Indoor Environmental Division (6609J) Washington, DC 20460

European Concerted Action; Indoor Air Quality Its Impact on Man, 1998, Sick

Building Syndrome, Cost Project 613.

Engvall, K. 2003. A sociological approach to indoor environmental in dwellings risk

factors for sick building syndrome (SBS) and discomfort, Acta Universitatis

Upsaliensis Uppsala.

Engvall, K., Hulth M., Corner, R., Lampa. 2009. A new multiple regresion model to

identify multi-family houses with a high prevalence of sick building symptoms

“SBS” within the healthy sustainable house study in Stockholm (3H). Int Arch

Occup Environ Health. 83;85-94.

Fardiaz, Srikandi, 1992, Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Page 150: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

Flannigan, B (1992) Indoor microbiological pollutans-sources, species,

characterisation an evaluation State of the Art in SBS pp. 73-98.

Glas B, Stenberg B, Stenlund H, Sunesson AL. A novel approach to evaluation of

absorbents for sampling indoor volatile organic compounds associated with

symptom reports. J Environ Monit 2008;10:1297-1303.

Glas B. Methodological aspects of unspecific building related symptoms research. J

Environ Monit 2008;12:128- 36.

Godish, T. (1992). Sick buildings: definitions, diagnosis and mitigation. CRC Press

Florida.

Guntoro, Heru. 2008. Sick Building Syndrome Penyakit Bisa Bersumber dari Kantor.

IAKMI

Hardin, Tim dan Steve Tinlley, 2003, School Indoor Air Quality Best Management

Practice Manual, Washington Departement of Helath.

Heimlich JE. Environmental Health Center. Sick building syndrome. [Online]. 2008

[cited 2001 Jan 26]; Available from URL:

http://www.nsc.org/ehc/indoor/sbs.htm.

Hutagalung, Michael, 2008, Teknologi Pengolahan Limbah Gas, Dari:

http://www.majarikanayakan.com/author/michaeljubel/

Page 151: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

Idham, Muhammad, 2001, Manajemen Kualitas Udara dalam Gedung Bertingkat,

Hiperkes, Jakarta

Isyana Dewi (2005). Gambaran hubungan faktor fisik dan psikososial dengan SBS

pada karyawan pusat administrasi Universitas Indonesia.

Laila, Nur Najmi. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Sick

Building Syndrome (SBS) Pada Pegawai Di Gedung Rektorat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2011. FKIK UIN Jakarta. Tangerang

Lisyastuti, Esi, 2010. Jumlah Koloni mikroorganisme Udara Dalam Ruang Dan

Hubungannya Dengan Kejadian Sick Building Syndrome (SBS) Pada Pekerja

B2TKS BPPT Di Kawasan Puspitek Serpong. FKM UI. Depok.

Lyles BW, Greve KW, Baure RM, Ware MR, Schramke CJ, Crouch J, et al. Sick

Building Syndrome. Southern Med J 1991;84(1):67-78.

Moseley, C. (1990). Indoor air quality problem; A proactive approach for new or

removated buildings. Jurnal of Env. Vol 53, No.3.

Mukono, dkk. 2005. Pengaruh kulitas udara dalam ruangan ber-AC terhadap

gangguan kesehatan.jurnal kesehatan lingkungan vol.1, No.2 Januari 2005.

Nardi,Bi Salvatore R. 2003. The occupational: It‟s Evaluation, Control, and

Managing Second Edition. AIHA Press.

Page 152: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

Nasri, M Sjahrul, Fatma Lestari, Doni Hikmat, 1998, Internal dan Pengendalian

Teknis Kualitas Udara Lingkungan Kerja Gedung Bertingkat, Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.

National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). (1989) Indoor air

quality. Ohio. Selected References

National Institute for Occuppational Safety and Health (NIOSH), 1997, NIOSH

Facts: Indoor environmental quality (IEQ) Dari:

www.cdc.gov/niosh/ieqfs.html.

Norbäck D. An update on sick building syndrome. J Allergy & Clin Immunol 2009;

9(1):55-9.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Noviana, Wirastini. 1998. Hubungan Kualitas Udara Dalam Ruang Dengan „Sick

Building Syndrome‟ Pada Pekerja Wanita Di Pertokoan Mal Blok-M Jakarta.

FKM UI. Depok

Ooi Pi, Goh KT, Phoon MH, Foo SC, Yap HM. 1998. Epidemiology of Sick Building

Syndrome and Its Associated Risk Factors in Singapore. Occup. Environ

Medicine 1998; 55; 188-193.

Page 153: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

Prasasti, Corie Indria, 2005, Pengaruh Kualitas Udara Dalam Ruangan Ber AC

Terhadap Gangguan Kesehatan, Jurnal Kesehatan Lingkungan, NO.2,

Jakarta.

Pelczar. M.J & E.C.S Chan. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit Universitas

Indonesia, Jakarta, 1989 (morfologi).

Pelczar, Michael J dan E.C.S Chan. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-

Press.

Pudjiastuti, L., Rendra, S., Santosa, H.R. (1998) Kualitas udara dalam ruang.

Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Rahman, Abdur, dkk, 2004, Analisis Kualitas Lingkungan, Laboratorium Kesehatan

Lingkungan, FKMUI, Depok.

Rebecca Bascom, Thomas Kulle, Anne Kagey-Sobotka, and David Proud. 1991.

Upper Respiratory Tract Environmental Tobacco Smoke Sensitivity. American

Review of Respiratory Disease, Vol. 143, No. 6 (1991), pp. 1304-1311.

Jaya, Rosa. 2008. Kualitas Udara dalam Ruangan dan Faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap kejadian sick building syndrome (SBS) di gedung

DEPKES RI Jakarta. FKM UI. Depok.

Spengler, et al. 2000. Indoor Air Quality Handbook, Mc Graw-Hill Companies, Inc,

United States of America.

Page 154: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

Spengler, Samet. 2003. Indoor Environmental and Health: Moving Into the 21st

Century. Reviewing the evidence series. American Journal of Public Health

Vol. 93, No.9. September 2003.

http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fegi?artid=1740708&blobtype=

pdf. 7 Februari 2013 11:00.

Sudrajat, Agung, 2005, Pencemaran Udara Suatu Pendahuluan, Inovasi

Vol.5/XVII/Nopember 2005.

Suma’mur P.K, 1996. Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. CV Gunung Agung,

Jakarta.

Sundell, J., Lindvall, T., Stenberg, B. and Wall, S. (1994).Sick Building Syndrome

(SBS) in Office Workers and Facial Skin Symptoms among VDT-Workers in

Relation to Building and Room Characteristics: Two Case-Referent Studies,

Indoor Air. Departement of Dermatology, University of Umea, Sweden.

Tjandra Yoga Aditima dan Tri Hastuti, 2002. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja.

Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

US-EPA, 1995, The Inside Story: A Guide to Indoor Air Quality, EPA Document

#402-K-93-007.

Page 155: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

Utomo Hendrawati, 1994, Suatu Analisis Hubungan Antara Kuman Legionella

Pneumophobia Dengan Sick Buiding Syndrome di Gedung PT. Indosat

Jakarta 1994, (Tesis), Program Pascasarjana FKUI, Jakarta.

Wahab, Sabah A. Abdul. 2011. Sick building Syndrome in public Buildings and

Workplaces. London-New York; Springer.

Winarti. 2003. Air Movement, Gender and Risk of Sick Building Syndrome

Headhache Among Employes in a Jakarta Office. Med. J. Indones. Vol 12,

No.3, July-September.

WHO, 2000. Guidelines for controlling and monitoring the Tobacco epidemic

WHO, 2005, Air Guidelines for Particulate Matter, Ozone, Nitrogen Dioxide and

Sufur Dioxide Update Global 2005: Summary Of Risk Assesment. WHO

Regional Office For Europe, Copenhagen, Denmark.

Page 156: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

Lampiran 1

Univariat

Frequencies Statistics

salah satu

riwayat keluhan sbs

jumlah koloni bakteri udara

per m3

sexperbedaan jeniskelamin

secara biologis

pengelompokan jumlah tahun

hidup berdasarkan

rata-rata

standard dari Depkes (PUGS)

status merokok saat di

wawancara

orang yang memiliki

kepekaan tersendiri terhadap

asap rokok

N Valid 46 46 46 46 46 46 46

Missing 0 0 0 0 0 0 0

Frequency Table

salah satu riwayat keluhan sbs

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak ada keluhan 26 56.5 56.5 56.5

ada keluhan 20 43.5 43.5 100.0

Total 46 100.0 100.0

jumlah koloni bakteri udara per m3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sesuai NAB 20 43.5 43.5 43.5

melebihi NAB 26 56.5 56.5 100.0

Total 46 100.0 100.0

Page 157: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

Sex perbedaan jenis kelamin secara biologis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 25 54.3 54.3 54.3

perempuan 21 45.7 45.7 100.0

Total 46 100.0 100.0

pengelompokan jumlah tahun hidup berdasarkan rata-rata

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Mean SD Min-Max

Valid <30 tahun

29 63.0 63.0 63.0 29.67 9.194 17-50

>30 tahun

17 37.0 37.0 100.0

Total 46 100.0 100.0

derajat gizi seseorang diukur dengan IMT

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Mean SD Min-Max

Valid Normal (IMT 18,5-25) 30 65.2 65.2 65.2 21,96 3,894 16-39

Tidak Normal (IMT <18,5 atau >25,0)

16 34.8 34.8 100.0

Total 46 100.0 100.0

status merokoksaatdi wawancara

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak merokok 36 78.3 78.3 78.3

Ya 10 21.7 21.7 100.0

Total 46 100.0 100.0

orang yang memiliki kepekaan tersendiri terhadap asap rokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sensitif 19 41.3 41.3 41.3

sensitif 27 58.7 58.7 100.0

Total 46 100.0 100.0

Page 158: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

Analisis Bivariat 1. Hubungan antara jumlah koloni bakteri patogen udara dengan gejala fisik SBS

jumlah koloni bakteri udara per m3 * sbs Crosstabulation

sbs

Total bukanSBS sbs

jumlah koloni bakteri udara per m3

kurang NAB Count 13 7 20

% within jumlah koloni bakteri udara per m3

65.0% 35.0% 100.0%

melebihi NAB Count 13 13 26

% within jumlah koloni bakteri udara per m3

50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 26 20 46

% within jumlah koloni bakteri udara per m3

56.5% 43.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.035a 1 .309

Continuity Correctionb .515 1 .473

Likelihood Ratio 1.043 1 .307

Fisher's Exact Test .377 .237

Linear-by-Linear Association 1.012 1 .314

N of Valid Casesb 46

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,70.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for jumlah koloni bakteri udara per m3 (kurang NAB / melebihi NAB)

1.857 .560 6.154

For cohort sbs = bukanSBS 1.300 .788 2.146

For cohort sbs = sbs .700 .344 1.424

N of Valid Cases 46

Page 159: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

2. Hubungan antara jenis kelamin responden dengan gejala fisik SBS

sexperbedaan jeniskelamin secara biologis * sbs Crosstabulation

sbs

Total bukanSBS sbs

sexperbedaan jeniskelamin secara biologis

laki-laki Count 20 5 25

% within sexperbedaan jeniskelamin secara biologis

80.0% 20.0% 100.0%

perempuan Count 6 15 21

% within sexperbedaan jeniskelamin secara biologis

28.6% 71.4% 100.0%

Total Count 26 20 46

% within sexperbedaan jeniskelamin secara biologis

56.5% 43.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 12.284a 1 .000

Continuity Correctionb 10.280 1 .001

Likelihood Ratio 12.837 1 .000

Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear Association 12.016 1 .001

N of Valid Casesb 46

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,13.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for sexperbedaan jeniskelamin secara biologis (laki-laki / perempuan)

10.000 2.560 39.064

For cohort sbs = bukanSBS 2.800 1.385 5.662

For cohort sbs = sbs .280 .122 .642

N of Valid Cases 46

Page 160: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

3. Hubungan antara umur responden dengan gejala fisik SBS

pengelompokan jumlah tahun hidup berdasarkan rata-rata * sbs Crosstabulation

sbs

Total bukanSBS sbs

pengelompokan jumlah tahun hidup berdasarkan rata-rata

<30 Count 14 15 29

% within pengelompokan jumlah tahun hidup berdasarkan rata-rata

48.3% 51.7% 100.0%

>30 Count 12 5 17

% within pengelompokan jumlah tahun hidup berdasarkan rata-rata

70.6% 29.4% 100.0%

Total Count 26 20 46

% within pengelompokan jumlah tahun hidup berdasarkan rata-rata

56.5% 43.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2.171a 1 .141

Continuity Correctionb 1.358 1 .244

Likelihood Ratio 2.220 1 .136

Fisher's Exact Test .219 .122

Linear-by-Linear Association 2.124 1 .145

N of Valid Casesb 46

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,39.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for pengelompokan jumlah tahun hidup berdasarkan rata-rata (<30 / >30)

.389 .109 1.388

For cohort sbs = bukanSBS .684 .421 1.112

For cohort sbs = sbs 1.759 .778 3.977

N of Valid Cases 46

Page 161: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

4. Hubungan antara status gizi responden dengan gejala fisik SBS

standard dari Depkes (PUGS) * sbs Crosstabulation

sbs

Total bukanSBS sbs

standard dari Depkes (PUGS) IMT (18,5-25,0) Count 20 14 34

% within standard dari Depkes (PUGS)

58.8% 41.2% 100.0%

IMT (<18,5 atau >25,0) Count 6 6 12

% within standard dari Depkes (PUGS)

50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 26 20 46

% within standard dari Depkes (PUGS)

56.5% 43.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .281a 1 .596

Continuity Correctionb .037 1 .848

Likelihood Ratio .280 1 .597

Fisher's Exact Test .738 .422

Linear-by-Linear Association .275 1 .600

N of Valid Casesb 46

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,22.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for standard dari Depkes (PUGS) (IMT (18,5-25,0) / IMT (<18,5 atau >25,0))

1.429 .381 5.357

For cohort sbs = bukanSBS 1.176 .625 2.213

For cohort sbs = sbs .824 .411 1.648

N of Valid Cases 46

Page 162: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

5. Hubungan antara kebiasaan merokok dalam ruang kerja dengan gejala fisik SBS

status merokoksaatdi wawancara * sbs Crosstabulation

sbs

Total bukanSBS sbs

status merokoksaatdi wawancara

tidak merokok Count 18 18 36

% within status merokoksaatdi wawancara

50.0% 50.0% 100.0%

ya Count 8 2 10

% within status merokoksaatdi wawancara

80.0% 20.0% 100.0%

Total Count 26 20 46

% within status merokoksaatdi wawancara

56.5% 43.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2.866a 1 .090

Continuity Correctionb 1.775 1 .183

Likelihood Ratio 3.070 1 .080

Fisher's Exact Test .150 .089

Linear-by-Linear Association 2.804 1 .094

N of Valid Casesb 46

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,35.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for status merokoksaatdi wawancara (tidak merokok / ya)

.250 .047 1.344

For cohort sbs = bukanSBS .625 .398 .980

For cohort sbs = sbs 2.500 .694 9.009

N of Valid Cases 46

Page 163: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

6. Hubungan antara sensitivitas responden terhadap rokok dengan gejala fisik SBS

orang yang memiliki kepekaan tersendiri terhadap asap rokok * sbs Crosstabulation

sbs

Total bukanSBS sbs

orang yang memiliki kepekaan tersendiri terhadap asap rokok

tidak sensitif Count 15 4 19

% within orang yang memiliki kepekaan tersendiri terhadap asap rokok

78.9% 21.1% 100.0%

sensitif Count 11 16 27

% within orang yang memiliki kepekaan tersendiri terhadap asap rokok

40.7% 59.3% 100.0%

Total Count 26 20 46

% within orang yang memiliki kepekaan tersendiri terhadap asap rokok

56.5% 43.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 6.624a 1 .010

Continuity Correctionb 5.161 1 .023

Likelihood Ratio 6.929 1 .008

Fisher's Exact Test .016 .011

Linear-by-Linear Association 6.480 1 .011

N of Valid Casesb 46

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,26.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for orang yang memiliki kepekaan tersendiri terhadap asap rokok (tidak sensitif / sensitif)

5.455 1.423 20.910

For cohort sbs = bukanSBS 1.938 1.163 3.229

For cohort sbs = sbs .355 .141 .896

N of Valid Cases 46

Page 164: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

Multivariat Tabel 5.15

Hasil analisis bivariat antara Jumlah koloni bakteri patogen, Jenis Kelamin, Umur, Status

gizi, Kebiasaan merokok dan Sensitifitas terhadap asap rokok dengan Sick Building

Sydrome pada responden penelitian di gedung X tahun 2013

No. Variabel P value

1 Jumlah Koloni Bakteri Patogen 0,473

2 Jenis Kelamin 0,001

3 Umur 0,244

4 Status Gizi 0,848

5 Kebiasaan Merokok dalam ruang 0,150

6 Sentifitas Terhadap Rokok 0,023

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95,0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Bakteri .667 .869 .590 1 .442 1.949 .355 10.699

Jnskelmin 1.995 .810 6.075 1 .014 7.356 1.505 35.954

Umurmean -.918 .904 1.032 1 .310 .399 .068 2.347

Imtkat .567 .986 .330 1 .566 1.763 .255 12.183

kebiasaanrkok -.304 1.077 .080 1 .778 .738 .089 6.093

sesntifrokok 1.736 .904 3.684 1 .055 5.673 .964 33.378

Constant -6.217 3.356 3.431 1 .064 .002

Step 2a Bakteri .601 .831 .522 1 .470 1.823 .357 9.303

Jnskelmin 2.048 .792 6.688 1 .010 7.753 1.642 36.609

Umurmean -.969 .886 1.196 1 .274 .379 .067 2.156

Imtkat .634 .954 .442 1 .506 1.886 .291 12.244

sesntifrokok 1.796 .881 4.161 1 .041 6.027 1.073 33.865

Constant -6.677 2.949 5.127 1 .024 .001

Step 3a Bakteri .639 .829 .594 1 .441 1.894 .373 9.614

Jnskelmin 2.157 .780 7.639 1 .006 8.643 1.873 39.896

Umurmean -.838 .839 .998 1 .318 .432 .083 2.241

sesntifrokok 1.685 .852 3.910 1 .048 5.390 1.015 28.625

Constant -6.090 2.778 4.806 1 .028 .002

Step 4a Jnskelmin 2.300 .767 8.996 1 .003 9.979 2.219 44.869

Umurmean -.998 .819 1.487 1 .223 .368 .074 1.834

sesntifrokok 1.509 .799 3.561 1 .059 4.520 .943 21.657

Constant -4.815 2.062 5.451 1 .020 .008

Step 5a Jnskelmin 2.211 .737 9.007 1 .003 9.124 2.153 38.656

sesntifrokok 1.565 .776 4.064 1 .044 4.782 1.044 21.893

Constant -6.096 1.828 11.118 1 .001 .002

a. Variable(s) entered on step 1: bakteri, jnskelmin, umurmean, imtkat, kebiasaanrkok, sesntifrokok.

Page 165: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin
Page 166: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

Lampiran 2 LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Saya Morrys Antoniusman, mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat, peminatan Kesehatan Lingkungan bermaksud akan melakukan penelitian mengenai ”HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA DALAM RUANG DAN FAKTOR DEMOGRAFI TERHADAP KEJADIAN GEJALA FISIK SICK BUILDING SYNDROME (SBS) PADA RESPONDEN PENELITIAN DI GEDUNG X TAHUN 2013”. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Pada Penelitian ini peneliti akan bertanya mengenai karakteristik pegawai dan keluhan SickBuilding Syndrome pada pegawai. Kuesioner ini berisikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat diisi selama 3-5 menit. Responden diharapkan menjawab setiap pertanyaan dengan sejujur-jujurnya. Setiap jawaban Anda akan dijaga kerahasiaannya dari siapapun dan tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap kinerja Anda, kemudian kuesioner akan disimpan oleh peneliti. Partisipasi responden bersifat sukarela, responden dapat menolak untuk menjawab atau tidak melanjutkan wawancara. Untuk itu Saya mohon kiranya Bapak/Ibu dapat meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner ini.

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih yang mendalam untuk kesediaan Anda menjadi responden pada penelitian ini. Semoga bantuan dan kerjasama Anda menjadi amal ibadah yang bernilai di sisi-Nya.

FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS SETELAH PENJELASAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Alamat : No Telepon/HP : Bersedia secara sukarela untuk menjadi subyek penelitian dengan judul ” HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA DALAM RUANG DAN FAKTOR DEMOGRAFI TERHADAP KEJADIAN GEJALA FISIK SICK BUILDING SYNDROME (SBS) PADA RESPONDEN PENELITIAN DI GEDUNG X TAHUN 2013”. Telah mendengarkan penjelasanmengenai kegiatan yang akan dilakukan dan sadar akan manfaat dan adanya risiko yang mungkin terjadidalam penelitian ini. Saya akan memberikan informasi yang benar sejauh yang saya ketahui dan sayaingat.

Demikian peryataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari pihak manapun.

Jakarta, .... ................... 2013 Peneliti Yang membuat pernyataan Morrys Antoniusman (.............................................) Tanda tangan dan nama terang

Page 167: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA DALAM RUANG DAN FAKTOR DEMOGRAFI TERHADAP KEJADIAN GEJALA FISIK SICK BUILDING SYNDROME (SBS) PADA RESPONDEN PENELITIAN DI

GEDUNG X TAHUN 2013

Nomor Responden Lokasi: Lantai ..... Ruang ........

A. Data Demografi (Diisi responden) Diisi oleh peneliti

A1. Nama ....................

A2. Jenis Kelamin .................. 1. Laki-laki 2. Perempuan

[ ] A2

A3. Umur ................. [ ] A3

A4. Data Status Gizi Tinggi Badan (..........) cm Berat Badan (...........) kg

[ ] A4

A5. Pekerjaan A5.1 Posisi pekerjaan .................. A5.2 Departemen .................... A5.3 Perusahaan ....................

[ ] A5.1 [ ] A5.2 [ ] A5.3

B. Kebiasaan Merokok (Diisi responden) Diisi oleh peneliti

B1.Apakah Anda memiliki kebiasaan merokok di dalam gedung tempat Anda bekerja?

1. Ya 2. Tidak, kepertanyaan C1

[ ] B1

B2.Berapa batang rokok yang Anda habiskan dalam satu hari? 1. > 1 batang 2. 1 batang

[ ] B2

B3. Apakah Anda sudah merokok di dalam ruang kerja hari ini? 1. Ya 2. Tidak

[ ] B3

Page 168: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

C. Gejala Sick Building Syndrome (SBS) (Diisi responden) Diisi oleh peneliti

C1. Apakah pada saat sebelum pergi bekerja Anda dalam kondisi yang sehat?

1. Ya 2. Tidak

[ ] C1

C2. Apakah Anda mempunyai riwayat alergi dan atau penyakit astma 1. Ya 2. tidak

[ ] C2

C3. Apakah Anda mengalami keluhan-keluhan di bawah ini saat Anda mulai bekerja di dalam ruangan gedung ini?

Ya (1)

Tidak (2)

C3.1Iritasi mata [ ] C3.1

C3.2 Iritasi hidung [ ] C3.2

C3.3 Iritasi tenggorokan [ ] C3.3

C3.4Rasa kekeringan pada bibir [ ] C3.4

C3.5 Kulit kering [ ] C3.5

C3.6kulit gatal-gatal [ ] C3.6

C3.7 Merah-merah pada kulit [ ] C3.7

C3.8Sakit kepala [ ] C3.8

C3.9 Sulit berkonsentrasi [ ] C3.9

C3.10 Rasa lelah [ ] C3.10

C3.11 Batuk-batuk [ ] C3.11

C3.12 Pilek [ ] C3.12

C3.13 Sakit telinga [ ] C3.13

C3.14 Radang tenggorokan [ ] C3.14

C3.15 Serak pada tenggorokan [ ] C3.15

C3.16 Sesak nafas [ ] C3.16

C3.17Mual dan pusing-pusing [ ] C3.17

C4. Apakah keluhan tersebut masih dirasakan setelah Anda pulang dari kantor/keluar dari gedung tempat Anda bekerja?

1. Ya 2. Tidak

[ ] C4

CATATAN: Jika tidak ada satupun gejala yang dirasakan, Berhenti Mewancarai dan Ucapkan Terima Kasih, Jika ada satu atau gejala yang dirasakan lanjut pada pertanyaan berikutnya.

Page 169: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

D. Frekuensi keluhan-keluhan SBS (Diisi responden)

D1. Selama 1 bulan terakhir, Anda berada di tempat kerja, seberapa seringkah Anda mengalami gejala di bawah ini saat berada di dalam gedung?

Kondisi

Tidak pernah dialami

(1)

1-3 kali

terjadi (2)

1-3 kali terjadi dalam sepekan

(3)

Setiap hari/hampir setiap hari

(4)

D1.1 Iritasi mata, hidung, tenggorokan

D1.2 Rasa kekeringan bibir

D1.3 Kulit kering, gatal, merah-merah

D1.4 Sakit kepala, lelah, sulit berkonsentrasi

D1.5 Infeksi pernafasan dan batuk-batuk

D1.6 Serak dan sesak nafas

D1.7 Mual dan pusing-pusing

D1.8 Hipersensitivitas yang tidak spesifik

E. Sensitivitas terhadap asap rokok Diisi oleh peneliti

E1. Apakah ada orang lain di ruang kerja Anda yang merokok?

1. Ya 2. Tidak

[ ] E1

E2. Apakah Anda sensitif terhadap asap rokok? 1. Ya 2. Tidak

[ ] E2

E3. Apakah keluhan-keluhan yang anda alami dipengaruhi keberadaan asap rokok di ruangan Kerja Anda? 1. Ya 2. Tidak

[ ] E3

Sumber: Sick Building Syndrome in Public Buildings and Workplaces (Abdul Sabah, 2011), WHO tahun 1984, dan EPA tahun 1991

------------------- TERIMAKASIH SUDAH BERPARTISIPASI -------------------

Page 170: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin
Page 171: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin

Lampiran 3

DOKUMENTASI PENGUMPULAN DATA

Gedung X

Pengambilan Sampel Bakteri Udara di Gedung X

Analisis Perhitungan Bakteri di Laboratorium Mikrobiologi UIN Jakarta

Page 172: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin
Page 173: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin
Page 174: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin
Page 175: HUBUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI PATOGEN UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25615/1/MORRYS... · fisik SBS dapat diperkirakan denga n variabel jenis kelamin