hubungan flexible flat foot terhadap nyeri kaki …repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream...
TRANSCRIPT
-
HUBUNGAN FLEXIBLE FLAT FOOT TERHADAP NYERI KAKI
PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FK UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
Memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
Oleh
MUHAMMAD FARID AKBAR
NIM: 11141030000087
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/ 2020 M
-
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 23 Januari 2020
M. Farid Akbar
-
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
HUBUNGAN FLEXIBLE FLAT FOOT TERHADAP NYERI KAKI PADA
MAHASISWA PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FK UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked)
Oleh
Muhammad Farid Akbar
NIM: 11141030000087
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/ 2020 M
Pembimbing I
dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad, M. Kes
NIP 196409091996031001
Pembimbing II
dr. Nurmila Sari, M. Kes
NIP 197205302005012007
-
iv
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN FLEXIBLE FLAT FOOT TERHADAP NYERI KAKI
PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FK UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA yang diajukan oleh M. Farid Akbar (NIM 1114103000087), telah
diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran pada 23 Januari 2020. Laporan penelitian ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi
Kedokteran.
Ciputat, 23 Januari 2020
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad, M. Kes
NIP 196409091996031001
PIMPINAN FAKULTAS
Pembimbing I
dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad, M. Kes
NIP 196409091996031001
Pembimbing II
dr. Nurmila Sari, M.Kes NIP 198503152011012010
Penguji I
DR.dr.Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR
NIP 196207201990031002
Penguji II
DR.dr.Mukhtar Ikhsan, Sp.P(K), MARS
NIP 195404061981111001
Dekan Fakultas Kedokteran
dr. Hari Hendarto, Sp.PD-KEMD, Ph.D, FINASIM
NIP 19651123 200312 1 003
Ketua Program Studi Kedokteran
DR.dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT
NIP 19780507 200501 1 005
-
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tulisan in dengan judul “Hubungan Flexible Flat Foot terhadap Nyeri Kaki pada
Mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta”. Tak lupa juga Sholawat dan salam penulis panjatkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyebarkan cahaya Islam sehingga
penulis dapat merasakan nikmat Islam yang Rahmatan lil ‘Alamin.
Selain itu, tulisan ini dapat terselesaikan berkat peran berbagai pihak yang
secara terus-menerus memberikan motivasi, kritik, dan saran. Terdapat banyak hal
yang berkaitan dengan penelitian maupun diluar penelitian yang penulis dapat
pelajari selama pengerjaan penelitian ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada:
1. Dr. Hari Hendarto, Sp.PD-KEMD, Ph.D, FINASIM selaku Dekan Fakultas
Kedokteran serta dr.Flori Ratna Sari, Ph.D dan DR.Endah Wulandari, S.Si,
M.Biomed selaku Wakil Dekan Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan dukungan dan motivasi baik itu
secara langsung maupun tidak langsung selama proses penulisan ini. .
2. DR.dr.Achmad Zaki, M.Epid., Sp.OT dan dr.Marita Fadhilah, Ph.D selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran serta
seluruh Dosen Program Studi Kedokteran yang selalu memberikan bimbingan
mulai dari arahan hingga teladan yang baik selama penulis menjalani masa
pendidikan di Program Studi Kedokteran FK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad, M. Kes selaku dosen pembimbing penelitian yang
selalu terbuka pintu rumahnya untuk penulis melakukan konsultasi penulisan
dan membimbing serta memberikan banyak sekali nasihat yang sangat
berharga bagi penulis untuk digunakan dalam kehidupan.
-
vi
4. dr. Nurmila Sari, M.Kes selaku dosen pembimbing penelitian yang selalu
memberikan bimbingan dan motivasi supaya tulisan ini segera terselesaikan
dengan cepat dan dengan hasil yang baik.
5. dr. Riva Auda, Sp.A, M.Kes selaku dosen pembimbing yang terlebih dahulu
berpulang ke Rahmatullah, penulis mendo‟akan semoga Allah memberikan
MaghfirohNya dan menerima segala kebaikan serta amal ibadah yang telah
beliau lakukan semasa hidup di dunia.
6. dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp. OT yang telah memberikan pelatihan
pemeriksaan flat foot dan memberikan bimbingan serta motivasi untuk terus
maju dalam menjalani kehidupan.
7. DR.dr.Syarief Hasan Luthfie, Sp.KFR dan DR.dr.Mukhtar Ikhsan, Sp.P(K),
MARS selaku penguji ujian skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya
untuk menguji tulisan ini serta memberikan banyak kritik dan saran kepada
penulis supaya kedepannya menjadi lebih baik.
8. Mama, Papa, dan Mbak Anis yang senantiasa menemani dimanapun berada,
dan yang tak kenal lelah mengajarkan prinsip-prinsip kehidupan, memberikan
teladan yang baik serta nasehat yang berharga untuk menjalani kehidupan
dunia yang fana ini dan kehidupan akhirat yang abadi.
9. Sahabat “Ahay” yang selalu ada untuk penulis, Muhammad Ade Wijaya,
Jamaluddin Lukman, Maskur Fahmi Adi Baskoro, Pandu Nur Akbar,
Asmardin Novriansyah, Maulana Hafiez Rambe, dan Azhardin Maralaut.
10. Witha Novialy Barnas dan Putri Rahmah Ajizah serta teman-teman
seperjuangan CAROTIS 2014 yang bersama-sama melewati proses untuk
menjadi dokter muslim sesuai dengan yang dicita-citakan oleh para founding
fathers FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
11. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Khususnya Komisariat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (KOMFAKDIK) Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat dan Lembaga Kesehatan Mahasiswa
Islam (LKMI) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dimanapun berada.
12. Staff, Office Boy, dan Satpam FK UIN yang secara tidak langsung membantu
kelancaran penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.
-
vii
Demikian yang dapat penulis sampaikan, sekali lagi penulis ucapkan
terimakasih kepada berbagai pihak yang terlibat dalam penyelesaian tulisan ini.
Semoga tulisan ini menjadi langkah yang baik bagi penulis untuk berkarya dan
memberikan manfa‟at yang sebesar-besarnya untuk Agama, Bangsa, dan Negara.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ciputat, 23 Januari 2020
Muhammad Farid Akbar
-
viii
ABSTRAK
M.Farid Akbar. Program Studi Kedokteran. Hubungan Flexible flat foot
terhadap Nyeri Kaki pada Mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2020.
Latar Belakang: Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang
digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Flat foot adalah suatu kondisi kaki
yang menetap atau berkembang setelah maturitas tulang dan ditandai dengan
turunnya sebagian atau penuh dari lengkung longitudinal bagian medial. Gejala
flexible flat foot hampir tidak menimbulkan permasalahan pada anak-anak. Jika
keadaan ini menetap hingga usia dewasa muda, kemungkinan akan menimbulkan
gejala seperti rasa sakit yang ringan pada kaki bagian bawah. Jumlah referensi mengenai prevalensi orang dengan flexible flat foot dan orang yang mengalami
keluhan nyeri masih terbatas. Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah
potong lintang pada subjek yang berjumlah 168 orang mahasiswa (laki-laki dan
perempuan) program studi kedokteran fakultas kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dilakukan pengamatan dan jack test untuk menilai flexible
flat foot serta pengisian kuesioner untuk menilai nyeri kaki. Hasil: prevalensi
flexible flat foot adalah 19,6%, dan prevalensi nyeri kaki adalah 24,4%, sedangkan
uji Chi-square didapatkan nilai p>0,05. Kesimpulan: pada penelitian ini tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara flexible flat foot dengan nyeri kaki.
Kata Kunci: nyeri kaki, flexible flat foot, mahasiswa kedokteran
-
ix
ABSTRACT
M.Farid Akbar. Medical Study Program. The Relationship of Flexible Flat
Foot to Foot Pain in Students of Medical Study Program at Medical Faculty
of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2020.
Background: Pain is An unpleasant sensory and emotional experience associated
with actual or potential tissue damage, or described in terms of such damage. Flat
Foot is a Foot condition that persist or develops after bone maturity and is
characterized by a partial or full fall from the medial longitudinal arch. Symptoms
of Flexible Flat Foot almost doesn‟t cause problems in children. If this condition
persist until young adulthood, it is likely to cause symptoms such as mild pain in
the lower leg. The number of references regarding the prevalence of people with
flexible flat foot and those who experience pain complaints is still limited
Methods: The Research design used was cross sectional study on a subject of 168
students (male and female) in the medical study program at the medical faculty of
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Observation and jact tes were carried out to
assess Flexible Flat Foot and filling out Qestionnaires to assess Foot Pain. Result:
prevalence flexible flat foot 19,6%, and prevalence foot pain 24,4%, while the
Chi-square tes obtained p value >0,05. Conclusion: At this study haven‟t relate
significantly between flexible flat foot with foot pain.
Keywords: foot pain, flexible flat foot, medical student
-
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL................................................................................................ xiv
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3
1.4.1 Bagi Peneliti ........................................................................................... 3
1.4.2. Bagi Institusi ......................................................................................... 3
1.4.3. Bagi Masyarakat .................................................................................. 3
BAB II .................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4
2.1 Landasan Teori ....................................................................................... 4
2.1.1 Definisi umum.................................................................................. 4
2.1.2 Anatomi ............................................................................................ 4
2.1.3 Bentuk Kaki ................................................................................... 16
2.1.4 Flat foot/ pes planus ....................................................................... 16
2.1.5 Nyeri ............................................................................................... 23
-
xi
2.1.6 Biomekanik .................................................................................... 30
2.1.7 Biomekanik Arkus Longitudinal ................................................. 35
2.1.8 Integrasi Dokter Muslim & Bioetik ............................................. 38
2.2 Kerangka Teori ..................................................................................... 41
2.3 Kerangka Konsep ................................................................................. 42
2.4 Definisi Operasional ............................................................................. 43
BAB III ................................................................................................................. 44
METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 44
3.1. Jenis dan Desain Penelitian ................................................................. 44
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 44
3.2.1 Lokasi ................................................................................................... 44
3.2.2 Waktu Penelitian................................................................................. 44
3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................ 44
3.3.1 Populasi ................................................................................................ 44
3.3.2 Sampel .................................................................................................. 45
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ............................................................. 46
3.3.4 Kriteria Inklusi ................................................................................... 47
3.3.5 Kriteria Eksklusi ................................................................................. 47
3.4. Cara Kerja Penelitian .......................................................................... 47
3.4.1 Persiapan Penelitian ........................................................................... 47
3.4.2 Identifikasi Subjek Penelitian ............................................................ 47
3.4.3 Randomisasi Sampel ........................................................................... 47
3.4.4 Informed Consent ................................................................................ 48
3.4.5 Pengambilan Data ............................................................................... 48
3.4.6 Alur Kerja Penelitian ......................................................................... 49
3.5. Manajemen Data .................................................................................. 49
3.5.1 Pengumpulan Data ............................................................................. 49
3.5.2 Pengolahan Data ................................................................................. 50
3.5.3 Analisis Data ........................................................................................ 50
3.5.4 Penyajian Data .................................................................................... 51
3.6. Etika Penelitian ..................................................................................... 51
-
xii
BAB IV ................................................................................................................. 52
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 52
4.1 HASIL .................................................................................................... 52
Tabel 4.1 Distribusi subjek penelitian berdasarkan Jenis Kelamin....................... 52
Tabel 4.2 Distribusi Flexible flat foot ................................................................... 52
Tabel 4.3 Distribusi Nyeri kaki ............................................................................. 53
Tabel 4.4 Distribusi Flexible flat foot berdasarkan Jenis kelamin ........................ 53
Tabel 4.5 Distribusi Nyeri kaki berdasarkan Jenis Kelamin ................................. 54
Tabel 4.6 Hubungan Flexible flat foot terhadap Nyeri kaki.................................. 54
4.2 PEMBAHASAN .................................................................................... 54
4.3 KETERBATASAN PENELITIAN ..................................................... 56
BAB V ................................................................................................................... 57
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 57
4.1 SIMPULAN ........................................................................................... 57
4.2 SARAN .................................................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 58
LAMPIRAN ......................................................................................................... 62
LAMPIRAN 1 .................................................................................................. 62
LAMPIRAN 2 .................................................................................................. 63
LAMPIRAN 3 .................................................................................................. 65
LAMPIRAN 4 .................................................................................................. 68
LAMPIRAN 5 .................................................................................................. 73
LAMPIRAN 6 .................................................................................................. 75
-
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Tulang Ekstremitas Bawah ………………..……….……..5
Gambar 2.2 Anatomi Tulang Femur ……………………..……………………. ..6
Gambar 2.3 Anatomi Tulang Tibia dan Fibula……………………………….... ..8
Gambar 2.4 Anatomi Tulang Kaki....………………………….…...……………13
Gambar 2.5 Analisis Sidik Tapak Kaki….....…………………....……………....20
Gambar 2.6 Skala Pengukuran Angka………………………...……………..…..27
Gambar 2.7 Skala Analog Visual……………………….………………….…….27
Gambar 2.8 Permukaan yang menahan beban utama..…………………….…….30
Gambar 2.9 Fase-fase Gaya Berjalan…...……………....………………….…….31
Gambar 2.10 Gaya Reaksi Tanah di bawah kaki saat berjalan……………...…...33
Gambar 2.11 Rerata dan standard deviasi untuk jalur pusat tekanan selama
berjalan normal pada berbagai macam kondisi kaki ………………...…………..34
Gambar 2.12 Pola Distribusi Tekanan selama berjalan lambat dan cepat, berlari,
dan pendaratan dari lompatan …...………………………………………………35
Gambar 2.13 Lengkung Kaki Longitudinal..…..……………….………………..36
Gambar 2.14 Elemen Kompresi Bantalan Beban pada Sistem Berbagi Muatan
Lengkung Longitudinal …………………………………..…….………………..37
-
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi subjek penelitian berdasarkan Jenis Kelamin……...………52
Tabel 4.2 Distribusi Flexible flat foot…………………………...……………….52
Tabel 4.3 Distribusi Nyeri kaki...…………………………………...…………....53
Tabel 4.4 Distribusi Flexible flat foot berdasarkan Jenis kelamin…………...…..53
Tabel 4.5 Distribusi Nyeri kaki berdasarkan Jenis Kelamin……..………………54
Tabel 4.6 Hubungan Flexible flat foot terhadap Nyeri kaki………...……………54
-
xv
DAFTAR SINGKATAN
FFF : Flexible Flat Foot
FK : Fakultas Kedokteran
UIN : Universitas Islam Negeri
OR : Odds ratio
PTTD : Posterior Tibial Tendon Dysfunction
-
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis Univariat………………………..…………………………62
Lampiran 2 Analisis Bivariat……………………………………………………63
Lampiran 3 Lembar Informed consent ...………………………………………..65
Lampiran 4 Lembar Kuesioner Nyeri kaki..….....…………………….…..…......68
Lampiran 5 Foto Pemeriksaan Flexible flat foot ………………………………..73
Lampiran 6 Riwayat Peneliti ……………………………………………………75
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Nyeri merupakan salah satu keluhan yang sering dirasakan manusia.
Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri adalah
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan
jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk
kerusakan tersebut. Berdasarkan lokasinya, keluhan nyeri pada ekstremitas bawah
memiliki prevalensi yang tertinggi. Pada satu bulan terakhir, diperkirakan sekitar
40% pada wanita dan 30% pada pria yang mengalami keluhan nyeri
muskuloskeletal non-minor.1,2
Akan tetapi, faktor penyebab yang diketahui saat
ini relatif sedikit diantaranya pertambahan usia, jenis kelamin terutama
perempuan, obesitas dan penyakit kronik seperti osteoarthritis dan diabetes.3
Untuk lokasi yang lebih spesifik seperti nyeri kaki terdapat angka yang bervariasi
sebanyak 13-36% pada usia 20-44 tahun.4 Namun, faktor resiko potensial yang
diduga sebagai penyebab nyeri pada kaki adalah kelainan bentuk dan fungsi pada
kaki, karena variasi bentuk kerangka pada kaki dapat mengubah kebiasaan
berjalan dan menyebabkan beban berlebih yang ditopang oleh struktur tulang dan
jaringan lunak.5
Berdasarkan pada kontur arkus longitudinalis medial, bentuk kaki di
kategorikan menjadi 3 yaitu arkus normal (rectus), arkus rendah (planus), atau
arkus tinggi (cavus). Pes planus/ flat foot merupakan kelainan bentuk telapak
kaki yang paling sering terjadi pada bayi dan anak – anak, serta sekitar 15%
terjadi pada dewasa.6 Prevalensi pes planus di Indonesia adalah 10,2%.
7 Pada
populasi umum, kasus pes planus paling banyak adalah tipe fleksibel. Sedangkan,
kurang dari 1% adalah tipe rigid. Prevalensi flexible flat foot di Indonesia adalah
10,2%. flexible flatfoot pada bayi atau anak-anak jarang menyebabkan nyeri atau
disabilitas. Tetapi pada beberapa pasien yang mengalami flexible flat foot dapat
juga mengalami nyeri di telapak kaki dan kaki bagian bawah.8
-
2
Namun, referensi mengenai bentuk telapak kaki sebagai salah satu faktor
penyebab keluhan nyeri pada ekstremitas bawah masih sedikit jumlahnya, dan
masih diperdebatkan, serta masih digunakan secara terbatas untuk mengevaluasi
populasi khusus (contoh: atlet, militer).9 Saat ini, referensi mengenai prevalensi
orang dengan pes planus dan orang yang mengalami keluhan nyeri masih terbatas.
Oleh karena itu, diperlukan adanya penelitian tentang hubungan flexible flat foot
terhadap nyeri kaki.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka muncul sebuah pertanyaan
sebagai berikut:
Apakah terdapat hubungan flexible flat foot terhadap nyeri kaki pada
mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan flexible
flat foot terhadap nyeri kaki pada mahasiswa Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui prevalensi flexible flat foot pada mahasiswa Program
Studi Kedokteran dan Profesi Dokter UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Mengetahui prevalensi nyeri kaki pada mahasiswa Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Mengetahui hubungan flexible flat foot terhadap nyeri kaki pada
mahasiswa Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
-
3
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
1. Sebagai sarana dalam mengembangkan minat dan melatih
kemampuan dalam membuat penelitian seperti yang tercantum
dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi.
2. Sebagai prasyarat kelulusan studi S1 dan mendapat gelar Sarjana
Kedokteran dari Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.4.2. Bagi Institusi
1. Menambah kepustakaan Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Mengetahui prevalensi flexible flat foot pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Menambah referensi di bidang kesehatan khususnya
muskuloskeletal mengenai hubungan flexible flat foot terhadap
nyeri kaki.
1.4.3. Bagi Masyarakat
1. Mengetahui informasi mengenai seberapa besar hubungan flexible
flat foot terhadap nyeri kaki.
2. Menambah kepekaan terhadap kondisi tubuh seperti kondisi bentuk
kaki ataupun nyeri kaki.
-
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Definisi umum
Foot (kaki) menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah
anggota badan yang menopang tubuh dan dipakai untuk berjalan (dari
pangkal paha ke bawah).10
Menurut kamus kedokteran adalah bagian
distal tungkai bawah yang diatasnya individu berdiri dan berjalan; pada
manusia, terdiri dari tarsus, metatarsus, phalanges dan jaringan yang
menyelubunginya.11
Pes Planus/ flat foot adalah suatu kondisi dimana berkurang atau
hilangnya lengkung kaki bagian tengah yang menyebabkan seluruh
permukaan telapak kaki menyentuh tanah.12
Foot Pain dalam bahasa Indonesia memiliki arti nyeri kaki. Secara
bahasa, nyeri adalah berasa sakit (seperti ditusuk-tusuk jarum atau
seperti dijepit pada bagian tubuh).10
2.1.2 Anatomi
Pada ekstremitas inferior terbagi menjadi region Glutealis,
Femoralis, Cruralis, dan Pedis berdasarkan sendi-sendi utama, komponen
tulang, dan penanda-penanda superfisial:12,13
Regio Glutealis/ Pinggul
Terletak posterolateral dan di antara crista iliaca dengan lipatan
kulit bokong (gluteal fold) yang menandai batas bawah kedua pinggul.
Tulang utama pada regio glutealis adalah tulang pelvicum.
Regio Femoralis/ Paha
Bagian anterior, terletak di antara ligamentum inguinale dan sendi
genus-sendi coxae terletak di inferior dari 1/3 tengah ligamentum
inguinale. dan bagian posterior, terletak di antara lipatan pinggul dan
genus. Tulang pada regio femoralis adalah tulang paha/ femur.
-
5
Regio Cruralis/ Tungkai Bawah
Terletak di antara sendi genus dan talocruralis. Tulang-tulang pada
region cruralis adalah tulang tibia dan fibula.
Regio Pedis/ Kaki
Terletak di distal dari sendi talocruralis, tulang-tulang pada pedis
adalah Tulang tarsi, metatarsi, dan digitorum/ phalanges.
Gambar 2-1 Anatomi Tulang Ekstremitas bawah13
-
6
Gambar 2-2 Anatomi Tulang Femur13
2.1.2.1 Regio Femoralis/ Paha
Merupakan daerah ekstremitas inferior yang berada diantara pelvis
dan sendi genu.12,13
Tulang
Tulang yang menopang regio femoralis adalah femur. Sebagian
besar muskulus besar pada regio femoralis berinsertio pada ujung-ujung
proximal kedua tulang region cruralis (tibia dan fibula), dan melakukan
flexi dan extensi cruris pada sendi genus. Ujung distal femur
menyediakan origo bagi muskulus gastrocnimeus, yang dominan pada
regio cruralis dan melakukan plantarflexi pedis.
Musculi
Musculi regio femoralis tersusun dalam tiga kompartemen (anterior,
medialis, dan posterior) dipisahkan oleh septum intermusculare.
-
7
- Kompartemen anterior
Terdiri dari musculus Sartorius, dan musculus quadriceps femoris
(rectus femoris, vastus lateralis, vastus medialis, dan vastus
intermedius). Seluruhnya dipersarafi oleh nervus femoralis.
- Kompartemen medialis
Terdiri dari enam musculus (gracilis, pectineus, adductor longus,
adductor brevis, adductor magnus, dan obturator externus)
- Kompartemen posterior
Terdiri dari tiga musculus (biceps femoris, semitendinosus, dan
semimembranosus) secara bersamaan diketahui sebagai kelompok
hamstring.
Persarafan
Terdapat tiga nervus utama pada regio femoralis, masing-masing
berkaitan dengan salah satu dari tiga kompartemen. Nervus femoralis
berkaitan dengan kompartemen regio femoralis, nervus obturatorius
berkaitan dengan kompartemen medialis regio femoralis dan nervus
ischiadicus berkaitan dengan kompartemen posterior regio femoralis.
Patella (tempurung lutut)
Merupakan tulang sesamoidea yang terbesar (suatu tulang yang
terbentuk di dalam tendo musculus) pada tubuh dan terbentuk di dalam
tendo musculus quadriceps femoris ketika melintas di anterior dari
sendi genus untuk berinsertio pada tibia. Patella berbentuk segitiga.
Sendi genu
Merupakan sendi synovialis terbesar pada tubuh manusia. Rincian
gerak sendi genu adalah kompleks, namun pada dasarnya sendi genus
merupakan sendi ginglymus/ engsel yang berfungsi terutama flexi dan
extensi. Sendi genus terdiri dari:
- Persendian di antara femur dan tibia, yang menopang berat tubuh, dan
-
8
- Persendian di antara patella dan femur, yang memungkinkan tarikan
musculus quadriceps femoris ke anterior melalui genus menuju tibia
tanpa melelahkan tendo.
2.1.2.2 Regio Cruralis/ Tungkai bawah
Merupakan bagian ekstremitas inferior yang terletak di
antara sendi genus dan sendi talo cruralis.12,13
Tulang
Tulang regio cruralis adalah fibula di bagian lateral dan tibia di
bagian media. Tibia merupakan tulang regio cruralis yang menopang
berat tubuh dan dengan demikian berukuran jauh lebih besar
dibandingkan fibula. Regio cruralis terbagi ke dalam kompartemen-
kompartemen anterior (extensor), posterior (flexor), dan lateralis (fibular)
oleh sebuah membrane interossea cruris, dan dua septum intermusculare
cruris (yang berjalan di antara fibula dan fascia profundus yang
mengelilingi extremitas.
Gambar 2-3 Anatomi Tulang Tibia dan Fibula13
-
9
Musculi pada kompartemen anterior regio cruralis melakukan
dorsoflexi regio talocruralis, extensi digiti pedis, dan inversi pedis.
Musculi pada kompartemen posterior melakukan plantarflexi regio
talocruralis, flexi digiti pedis, dan inversi pedis. Musculi pada
kompartemen lateralis melakukan eversi pedis. Nervi dan pembuluh-
pembuluh darah utama menyuplai atau berjalan melalui setiap
kompartemen.
Musculi
Musculi regio femoralis tersusun dalam tiga kompartemen
(posterior, lateral, dan anterior).
- Kompartemen posterior
Tersusun atas dua kelompok, superficialis dan profundus, serta
dipisahkan oleh fascia profundus. Secara umum, musculi ini bekerja
untuk plantarflexi dan inversi pedis dan flexi digiti pedis. Seluruhnya
dipersarafi oleh nervus tibialis.
Kelompok superficialis terdiri dari tiga musculus yaitu
gastrocnimeus, plantaris, dan soleus.
Kelompok profundus terdiri dari empat musculus yaitu popliteus,
flexor hallucis longus, flexor digitorum longus, dan tibialis posterior
- Kompartemen lateral
Terdiri dari dua musculus yaitu fibularis longus dan fibularis
brevis. Keduanya untuk eversi pedis dan dipersarafi oleh nervus fibularis
superficialis, yang merupakan cabang nervus fibularis communis.
- Kompartemen anterior
Terdiri dari empat musculus yaitu tibialis anterior, extensor hallucis
longus, extensor digitorum longus, dan fibularis tertius/ peroneus tertius.
Bersama-sama musculi tersebut melakukan dorsiflexi pedis pada sendi
talocruralis, extensi digiti pedis, dan inversi pedis. Seluruhnya dipersarafi
oleh nervus fibularis profundus, yang merupakan cabang nervus fibularis
communis.
-
10
Sendi
o Sendi Tibiofibular
Secara anatomis, bagian superior dan inferior sendi terpisah dari
ankle tetapi berperan memberikan gerakan asesori untuk menghasilkan
gerakan yang lebih luas pada ankle. Tibiofibular superior joint adalah
sendi sinovial plane joint dibentuk oleh caput fibula & facet pada bagian
posterolateral dari tepi condylus tibia. Tibiofibular inferior joint adalah
sindesmosis dgn jaringan fibrous antara tibia & fibula. Tibiofibular
inferior joint ditopang oleh ligamen interosseous tibiofibular serta
ligamen tibiofibular anterior dan posterior. Gerak yg dihasilkan adalah
gerak slide. Pada saat dorsifleksi dan plantarfleksi ankle terjadi sedikit
gerakan asesori dari fibula : Pada saat plantarfleksi ankle, malleolus
lateral (fibula) akan berotasi ke medial dan tertarik kearah inferior serta
kedua malleoli saling mendekati. Pada sendi superior, caput fibula akan
slide kearah inferior. Pada saat dorsifleksi ankle, malleolus lateral akan
berotasi ke lateral dan tertarik kearah superior serta kedua malleoli saling
membuka. Pada sendi supe-rior, caput fibula akan slide kearah superior.
Pada saat supinasi kaki, caput fibula akan slide ke distal dan posterior
(external rotasi). Pada saat pronasi kaki caput fibula akan slide ke
proksimal dan anterior (internal rotasi).
o Sendi Ankle
Ankle joint termasuk sendi sinovial hinge joint, dibentuk oleh
malleolus tibia dan fibula serta talus à membentuk tenon and mortise
joint. Diperkuat oleh ligamen deltoideum dan liga-men collateral lateral
Pada sisi medial ankle joint diperkuat oleh 5 ikatan ligamen yang kuat, 4
ligamen yang menghubungkan malleolus medial tibia dengan tulang
tarsal bagian posterior, calcaneus, talus dan navicular.
Tibiofibular inferior joint ditopang oleh liga-men interosseous
tibiofibular serta ligamen tibiofibular anterior dan posterior. Gerak yg
dihasilkan adalah gerak slide. Pada saat dorsifleksi dan plantarfleksi
ankle terjadi sedikit gerakan asesori dari fibula :
-
11
– Pada saat plantarfleksi ankle, malleolus lateral (fibula) akan
berotasi ke medial dan tertarik kearah inferior serta kedua malleoli
saling mendekati. Pada sendi superior, caput fibula akan slide kearah
inferior
– Pada saat dorsifleksi ankle, malleolus lateral akan berotasi ke
lateral dan tertarik kearah superior serta kedua malleoli saling
membuka. Pada sendi supe-rior, caput fibula akan slide kearah
superior.
– Pada saat supinasi kaki, caput fibula akan slide ke distal dan
posterior (external rotasi). Pada saat pro-nasi kaki caput fibula akan
slide ke proksimal dan anterior (internal rotasi)
Keempat ligamen tersebut secara kolektif dikenal sebagai ligamen
deltoid, terdiri atas ligamen calcaneotibial, talotibial anterior,
tibionavicular, dan talotibial posterior. Ligamen kelima dikenal sebagai
ligamen spring (ligamen plantar calcaneonavicular) yang memberikan
hubungan horisontal antara os navicular & proyeksi sustentaculum tali
pada bagian medial calcaneus. Pada sisi lateral ankle joint diperkuat oleh
3 ligamen yang secara kolektif dinamakan ligamen collateral lateral,
anterior, dan posterior. Ligamen lateral lebih lemah daripada ligamen
medial, dan ligamen talofibular anterior paling lemah diantara semua
ligamen ankle. Permukaan yang konkaf adalah mortise, yang dibentuk
oleh malleolus tibia dan fibula dan permukaan yang konveks adalah
talus, yang berbentuk kerucut dan melebar kearah anterior de-ngan apex
mengarah ke medial. Karena bentuk talus tersebut, maka ketika dor-
sifleksi kaki talus juga akan abduksi dan sedikit eversi, dan ketika
plantarfleksi kaki talus juga akan adduksi dan sedikit inversi disekitar
axis oblique.
2.1.2.3 Regio Pes/ Pedis
Merupakan daerah ekstremitas inferior pada bagian distal dari
sendi talocruralis. Pedis dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya:12,13
-
12
a) Fore foot (kaki depan), terdiri dari: os metatarsal dan os
phalangeal pada bagian Anterior.
b) Mid foot (kaki tengah), terdiri dari: os naviculare, os
cuboideum, dan os cuneidorme pada bagian Medial.
c) Hind foot (kaki belakang), terdiri dari: os talus dan os
calcaneus pada bagian Posterior.
Tulang
Tulang rangka kaki terdiri dari 7 tarsalia, 5 metatarsalia, dan 14
phalanges. Terdapat tiga kelompok tulang pada pedis:
Tujuh tulang tarsalia, membentuk kerangka tulang pada regio
talocruralis.
Lima tulang metatarsalia, merupakan tulang pada metatarsus.
Empat belas tulang phalanges, merupakan tulang pada digiti pedis
(tiap digitus pedis memiliki tiga phalanges, kecuali hallux, yang
memiliki dua phalanges.
Sendi
Bagian tarsalia terdapat beberapa sendi yang dapat melakukan
inversi dan eversi, yaitu articulatio subtalaris (talocalcanea) dan
articulatio tarsi transversa (articulatio talonavicularis dan
calcaneocuboidea) dan sendi lainnya yang relatif lebih kecil dan disatukan
oleh ligamentum serta mengalami sedikit pergerarakan, yaitu articulatio
intercurneiformis dan articulatio intermetatarsal dan tarsometatarsal.
Bagian phalanges terdapat sendi yang dapat melakukan fleksi dan
ekstensi pada articulatio metatarsophalagealis dan interphalangealis.
Ligamentum Utama pada Kaki:
Ligamentum calcaneonaviculare plantare (spring ligament)
Ligamentum Plantare longum
Ligamentum Calcaneocuboideum
-
13
Gambar 2-4 Anatomi Tulang Kaki13
Macam – macam sendi:
- Sendi talocruralis
Merupakan tipe synovialis dan melibatkan talus pedis dan
tibia dan fibula pada regio cruralis. Sendi talocruralis
memungkinkan terjadinya gerakan engsel dorsoflexi dan plantar
flexi pedis terhadap regio cruralis. Ujung distal fibula tertambat
kuat pada ujung distal tibia yang lebih besar oleh ligament yang
kuat. Bersama fibula dan tibia membentuk suatu gabungan rongga
sendi yang dalam sebagai tempat bagi perluasan corpus tali bagian
atas. Sendi talocruralis distabilkan oleh ligamentum mediale
(deltoideum) dan ligamentum laterale.
-
14
- Sendi intertarsales, sendi subtalaris, dan sendi tarsi transversa
(talocalcaneonavicularis, calcaneocuboidea)
Sejumlah sendi synovialis di antara masing-masing tulang
tarsale terutama bekerja untuk inversi, eversi, supinasi, dan
pronasi pedis.
Pronasi dan supinasi memungkinkan pedis
mempertahankan kontak normal dengan tanah apabila berdiri
pada permukaan yang tidak beraturan.
- Sendi tarsometatarsales
Terletak di antara tulang metatarsi dan tulang tarsi di
dekatnya merupakan sendi pelana dan memungkinkan gerak
menggeser yang terbatas. Sendi ini juga ikut serta dalam gerak
pronasi dan supinasi.
- Sendi metatarsophalangeales
Merupakan sendi synovialis yang berbentuk elips di antara
caput metatarsale yang bulat dan basis phalangis yang sesuai pada
phalanx proksimalis dari digiti. Sendi ini memungkinkan terjadinya
gerak ekstensi dan fleksi, dan gerak abduksi, adduksi, rotasi dan
circumduksi yang terbatas.
- Sendi interphalanges pedis
Merupakan ginglymus/ sendi engsel yang memungkinkan
terjadinya gerak fleksi dan ekstensi.
Arcus Pedis
Tulang-tulang pedis tidak berada pada suatu bidang
horizontalis. Sebaliknya, tulang-tulang tersebut membentuk arcus
longitudinalis dan transversus relatif terhadap tanah, yang
menyerap dan mendistribusikan gaya yang berjalan turun dari
tubuh selama berdiri tegak dan bergerak pada berbagai permukaan
yang berbeda.12,13
-
15
o Arcus Pedis Longitudinalis
Terbentuk antara ujung posterior calcaneus dan caput
metatarsale. Arcus tertinggi berada pada sisi medial yang
membentuk bagian medial arcus longitudinalis dan paling
rendah pada sisi lateral yang membentuk sisi lateralnya.
o Arcus Pedis Transversus
Arcus tertinggi berada pada bidang coronalis yang
memotong capur tali dan menghilang di dekat caput
metatarsal, dan tulang-tulang tersebut disatukan oleh
ligamentum metatarsale transversum profundum.
Ligamenta dan musculi yang mempertahankan bentuk arcus pedis:
Ligamenta yang mempertahankan bentuk arcus meliputi
calcaneonaviculare plantare (spring ligament),
calcaneocuboideum plantare (ligamentum plantare brevis),
ligamentum plantare longum, dan aponeurosis plantaris.
Musculi yang menyediakan penyangga dinamis bagi arcus
selama berjalan meliputi tibialis anterior dan posterior, dan
fibularis longus.
Faktor pasif yang membentuk dan mempertahankan arcus pedis,
antara lain:
- Bentuk tulang-tulang yang menyatu (terutama arcus
tranversus)
- Empat lapisan berturut-turut jaringan fibrosa yang menjadi tali
busur arcus longitudinalis (dari superficial ke profunda):
o Aponeurosis plantaris
o Ligamentum plantare longum
o Ligamentum calcaneocuboideum plantare
o Ligamentum calcaneonaviculare plantare
-
16
Topangan dinamik yang terlibat dalam mempertahankan arcus
pedis, antara lain:
Aksi bracing aktif (refleksif) otot intrinsik kaki (arkus
longitudinalis)
Kontraksi aktif dan tonik otot dengan tendo panjang yang
meluas kedalam kaki:
o M. Flexor hallucis dan digitorum longus untuk arcus
longitudinalis.
o M. Fibularis longus dan M. Tibialis posterior untuk arcus
transversus.
2.1.3 Bentuk Kaki
Berdasarkan pada kontur arkus longitudinalis medial, bentuk kaki
di kategorikan menjadi 3 yaitu:
1. Arkus normal (rectus),
2. Arkus rendah (planus), atau
3. Arkus tinggi (cavus).
2.1.4 Flat foot/ pes planus
2.1.3.1 Definisi dan Epidemiologi
Flat foot didefinisikan sebagai suatu kondisi kaki yang menetap
atau berkembang setelah maturitas tulang dan ditandai dengan turunnya
sebagian atau penuh dari lengkung longitudinal bagian medial.14
Kelainan
bentuk pada ekstremitas bawah sangat sering terjadi pada anak. Hal ini
merupakan suatu gambaran yang fisiologis atau normal pada anak-anak
yang berusia kurang dari 2 tahun dan disebabkan oleh pembentukan
bantalan lemak subkutan yang tebal pada telapak kaki bagian medial.
Seiring bertambahnya usia anak, bantalan lemak akan hilang, dan terlihat
arcus longitudalis medial yang normal.8
Sebagian besar anak-anak mengalami perkembangan bentuk arcus
longitudinal seiring bertambahnya usia. Prevalensi pada usia 3-6 tahun
-
17
adalah 44%, kemudian berkurang menjadi 16% pada anak usia 6-10
tahun.15,16
Pada populasi dewasa usia 18-25 tahun sebanyak 11,25% yang
mengalami flat foot.17
Di Indonesia terdapat 10,2% yang mengalami flat
foot.7 Flat foot telah dilaporkan sebagai resiko cedera akibat aktivitas yang
berlebihan pada orang-orang yang memiliki tingkat aktivitas yang tinggi,
termasuk atlet dan tentara.18,19
Ditemukan adanya hubungan flat foot
sebagai faktor resiko cedera akibat aktivitas yang berlebihan terutama
stress fracture.18,20
2.1.4.2 Klasifikasi
Menurut Harris RT dan Beath T, flat foot di klasifikasikan menjadi
3 sub tipe21
, yaitu :
- Rigid flat foot,
- Flexible flat foot, dan
- Flexible flat foot with short tendo-achilles.
Sekitar dua pertiga kasus flat foot akan bersifat flexible. Flexible
flat foot (dengan atau tanpa short tendo-achilles), ditandai dengan bentuk
lengkungan kaki yang mendatar ketika menyokong tubuh (weightbearing)
seperti saat berdiri dan bentuk lengkungan kaki yang normal ketika tidak
menyokong tubuh (non-weightbearing) seperti pada saat berjinjit.22
Rigid
Flat foot, ditandai dengan lengkungan yang turun pada keadaan
weightbearing dan non-weightbearing dan menurunkan atau tidak adanya
gerakan dari rear foot dan mid foot. bisa disertai dengan gejala atau tanpa
gejala.
2.1.4.3 Etiologi
Terdapat berbagai macam etiologi terjadinya flat foot, diantaranya
sebagai berikut:14,23
a. Kongenital, yaitu kelainan yang terjadi sejak lahir.
b. Ruptur tendon tibialis posterior.
c. Post trauma.
-
18
d. Kelebihan aktivitas pada otot kaki.
e. Obesitas.
f. Penyakit neuropatik.
g. Penyakit neuromuskular.
h. Penyakit inflamasi.
Berikut ini merupakan riwayat yang dapat ditemukan secara
signifikan pada orang dewasa yang mengalami flat foot, yaitu:
- Usia (waktu terjadinya kelainan)
- Riwayat keluarga
- Kondisi yang berkaitan (Seperti Rheumatoid Arthritis)
- Derajat Aktivitas/ Pekerjaan
- Riwayat trauma
- Riwayat pengobatan
- Keluhan selain pada kaki (Nyeri Lutut, Panggul, atau Tulang
Belakang)
2.1.4.4 Manifestasi Klinik
Gejala flexible flat foot hampir tidak menimbulkan permasalahan
pada anak-anak. Jika keadaan ini menetap hingga usia dewasa muda,
kemungkinan akan menimbulkan gejala seperti rasa sakit yang ringan pada
kaki bagian bawah. Gejala ini terjadi akibat adanya kontraksi dari tendo
Achilles yang membatasi pergerakan dorsofleksi secara penuh pada
pergelangan kaki, kemudian penyebaran tekanan pada bagian mid foot,
dan menyebabkan kerusakan pada persendian tarsal dan menimbulkan rasa
nyeri pada pergelangan kaki dan lengkungan dibagian medial.23
Gejala yang mungkin terjadi pada orang yang mengalami flexible
flat foot, diantaranya:23
a. Nyeri di bagian kaki dan pergelangan kaki.
b. Rasa sakit di sepanjang tulang kering.
c. Nyeri atau kelelahan pada betis.
-
19
d. Nyeri punggung, pinggul, atau lutut.
e. Ketidakstabilan.
f. Keterbatasan fungsional yang berat.
Evaluasi yang dapat dilakukan untuk menemukan tanda klinis:
- Penampilan fisik saat weightbearing dan non-weightbearing
- Area of tenderness
- ROM rigid vs Flexible
- Manuver klinis
- Tes otot secara manual
- Pola bentuk alas kaki
- Manifestasi selain pada kaki (seperti genu-valgum)
2.1.4.5 Diagnosis
Informasi diperoleh dari evaluasi awal dan uji diagnostic yang
dikorelasikan menjadi diagnosis. Berikut ini differential diagnosis dari flat
foot: flexible flat foot (PTTD dan Non-PTTD); tarsal coalition; arthritic,
post-traumatic atau iatrogenic deformity; charcot foot; dan neuromuscular
flatfoot.24
Pemeriksaan Visual
Pemeriksaan secara umum dan pola berjalan, kemudian
pemeriksaan spesifik pada kaki dan ankle. Dimulai dengan evaluasi dari
gerakan dorsofleksi dan plantarfleksi ankle (dengan ekstensi dan fleksi
lutut) dan range of motion pada rear foot, mid foot dan forefoot.8
Pemeriksaan lain dapat dilakukan dengan cara melihat bentuk
arcus longitudinal bagian medial. Bentuk arcus terlihat jelas saat
weightbearing. Namun, cara ini sulit untuk membedakan derajat keparahan
dari flat foot. untuk membedakan jenis flat foot yang tipe flexible dan tipe
rigid dapat dilakukan metode Jack Test. Jack Test dilakukan dengan cara
meminta responden berjinjit dan melihat terbentuknya lengkungan atau
tidak pada arcus longitudinal bagian medial. Baik ketika posisi
weightbearing ataupun non-weight bearing. Hasilnya Jack test positif, bila
-
20
tidak terdapat lengkungan yang terbentuk maka hal ini menandakan flat
foot tipe rigid. Sedangkan jack test negatif, bila terdapat lengkungan yang
terbentuk maka hal ini menandakan flat foot tipe flexible.22
Pemeriksaan Antropometri
Pendekatan antropometri untuk mengidentifikasi bentuk kaki
merupakan pengukuran secara langsung pada permukaan atau tonjolan
tulang untuk menggambarkan lokasi dan posisi dari struktur yang berbeda
pada kaki, termasuk arcus longitudinal bagian medial. Beberapa penilaian
yang digunakan pada pendekatan ini adalah ketinggian lengkungan, sudut
arcus longitudinal, sudut rear foot, navicular drop dan navicular drift.
Untuk mengukur ketinggian lengkungan dapat menggunakan The
Arch Height Index (AHI) yang dilakukan dengan cara mengukur tinggi
arcus yang terbentuk menggunakan alat handled calipers. Penghitungan
dilakukan dengan cara membagi tinggi punggung kaki (dorsum pedis)
dengan panjang kaki (jarak dari tumit ke pangkal/ proksimal os metatarsal
pertama).25
Gambar 2-5 Analisis Sidik Tapak Kaki,6 a)Arch index A-kaki depan,
B-kaki tengah, C-kaki belakang, L- panjang kaki,, Arch index= B/A+B+C;
b)Chippaux-Smirak index= B/A x 100%;
c)Stahelli Arch index= B/C x 100%
Foot print
Pemeriksaan ini merupakan yang paling popular untuk
menganalisis dan menilai arcus longitudinalis bagian medial. Terdapat tiga
pengukuran yang paling sering digunakan untuk diagnosil klinis, yakni
The Arch Index, Chippaux-Smirak Index, dan Staheli Arch Index.8
-
21
Arch index menghitung rasio dari area sepertiga tengah hingga area
ujung jari kaki yang tercetak. Rasio antara Lebar kaki pada area arcus dan
area tumit dinamakan Staheli arch index. Rasio lebar maksimum pada
metatarsal dengan lebar minimal pada arcus dikenal sebagai Chippaux-
Smirak index.8,26
Imaging studies
Pilihan pemeriksaan secara pencitraan gambar termasuk radiografi
(weightbearing), computer tomography (CT) dan Magnetic resonance
imaging (MRI) dan bone scan.27
Pemeriksaan radiografi untuk flexible flat
foot tidak digunakan untuk diagnosis, tetapi untuk membantu dalam
penilaian keluhan nyeri yang tidak khas, kelenturan yang menurun, dan
rencana terapi pembedahan. Umumnya pemeriksaan ini dilakukan saat
posisi weigthbearing dengan gambaran anteroposterior (AP) dan lateral.
Hasil yang didapat cukup untuk mengevaluasi flexible flat foot. untuk
menngevaluasi flat foot tipe rigid dan/ atau dengan keluhan nyeri seperti
tarsal coalition dan accessory navicular bone.28,29
Pemeriksaan ini
merupakan standard baku emas (gold standard) untuk menentukan derajat
keparahan pada flat foot. Staheli menyarankan pemeriksaan sinar-X hanya
sesuai untuk menentukan etiologi dari flat foot tipe rigid.30
Pemeriksaan dengan MRI atau CT scan terindikasi digunakan
ketika ada keterbatasan gerak sendi di area subtalar atau midfoot, dan
gambaran foto polos radiografi hasilnya negatif terjadinya penggabungan
(ex: tarsal coalition), karena beberapa penggabungan disertai dengan serat
atau tulang rawan; karena keadaan seperti itu tidak terlihat pada gambaran
foto polos radiografi.28
Penggunaan CT scan merupakan standar baku emas (gold
standard) dalam mendiagnosis terjadinya penggabungan (ex: tarsal
coalition), karena tidak hanya menunjukkan jenis penggabungannya
adalah osseus atau non-osseseus. Tetapi juga semua jenis penggabungan
dan penyakit sendi degenerative yang sekunder. Penggunaan MRI
digunakan ketika ada rencana terapi pembedahan. MRI juga dapat
-
22
digunakan untuk membedakan penyebab flat foot akibat kelainan pada
tendon tibialis atau peroneal.8,28
2.1.4.6 Tatalaksana
Tatalaksana yang diberikan pada penderita flatfoot disesuaikan
dengan derajat keparahan dan penyebab keluhannya. Apabila tidak
menimbulkan nyeri persisten dan atau disertai keluhan lain, maka mungkin
tidak akan diperlukan tatalaksana. Terdapat 2 macam tatalaksana pada
flatfoot, yaitu:
a. Terapi tanpa pembedahan
Terapi ini diberikan tanpa adanya intervensi operasi/ bedah.
Berikut ini macam-macam terapinya:
1. Penggunaan alat khusus (orthotic) yang disisipkan pada alas
kaki (sepatu) yang bertujuan untuk menstabilkan fungsi kaki
saat berjalan.
2. Latihan peregangan (stretching exescises) yang dilakukan
bersama fisioterapis. Latihan ini bertujuan untuk memperkuat
otot-otot kaki.
3. Mengatur aktivitas yang dapat memperberat keluhan. Seperti
mengkurangi aktivitas yang berat.
4. Menjaga berat badan. Jika dalam kondisi berat badan yang
berlebihan (obesitas), maka perlu dilakukan penurunan berat
badan.
5. Mengkonsumsi obat-obatan. Seperti obat-obatan yang berguna
untuk mengkurangi nyeri dan peradangan pada kaki.
Terapi ini akan membantu dalam meminimalisir keluhan,
tetapi tidak akan membantu dalam mengubah bentuk lengkungan
pada arcus longitudinalis yang datar. Apabila terapi ini tidak dapat
mengkurangi keluhan, maka perlu dirujuk ke dokter spesialis
ortopaedi dan traumatology untuk dipertimbangkan terapi lainnya,
yakni terapi bedah.
-
23
b. Terapi bedah
Terapi ini umumnya dilakukan pada pasien dewasa yang
mengalami flatfoot tipe rigid dengan keluhan nyeri yang persisten.
2.1.5 Nyeri
2.1.4.1 Definisi
Menurut International Association for the Study of Pain
(IASP) mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik
aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk
kerusakan tersebut.31
Hal ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan,
sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi
(transien, intermitten, persisten) dan penyebaran (superfisial atau
dalam, terlokalisir atau difus). Nyeri juga memiliki komponen
kognitif dan emosional, yang digambarkan dalam suatu bentuk
penderitaan. Dan juga berkaitan dengan dengan refleks menghindar
dan perubahan output otonom.
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multiple
yaitu nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi
sentral, eksitabilitas ektopik, reorganisir structural, dan penurunan
inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif
nyeri terdapat empat proses tersendiri, yaitu transduksi, transmisi,
modulasi, dan persepsi.
2.1.4.2 Klasifikasi Nyeri
Berdasarkan sumber nyeri, maka nyeri dibagi menjadi :
a. Nyeri somatik luar
Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan
subkutan dan membrane mukosa. Nyeri biasanya dirasakan
seperti terbakar, jatam dan terlokalisasi.
-
24
b. Nyeri somatik dalam
Nyeri tumpul dan tidak terlokalisasi dengan baik akibat
rangsangan pada otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat.
c. Nyeri viseral
Nyeri karena perangsangan organ visceral atau membrane
yang menutupinya (pleura parietalis, pericardium, peritoneum).
Nyeri tipe ini dibagi lagi menjadi nyeri visceral terlokalisasi,
nyeri parietal terlokalisasi, nyeri alih viseral dan nyeri alih
parietal.
Berdasarkan jenisnya nyeri juga dapat diklasifikasikan menjadi:32
a. Nyeri nosiseptif
Karena kerusakan jaringan baik somatik maupun viseral.
Stimulasi nosiseptor baik secara langsung maupun tidak langsung
akan mengakibatkan pengeluaran mediator inflamasi dari jaringan,
sel imun dan ujung saraf sensoris dan simpatik.
b. Nyeri neurogenik
Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau
disfungsi primer pada sitem saraf perifer. Hal ini disebabkan oleh
cedera pada jalur serat saraf perifer, infiltrasi sel kanker pada
serabut saraf, dan terpotongnya saraf perifer. Sensasi yang
dirasakan adalah rasa panas dan seperti ditusuk-tusuk dan kadang
disertai hilangnya rasa atau adanya rasa tidak enak pada perabaan.
c. Nyeri psikogenik
Nyeri ini berhubungan dengan adanya gangguan jiwa
misalnya cemas dan depresi. Nyeri akan hilang ketika kondisi
kejiwaan pasien membaik.
2.1.4.3 Mekanisme Perjalanan Nyeri
Sistem saraf memiliki salah satu fungsi yaitu
menyampaikan informasi tentang ancaman kerusakan tubuh. saraf
-
25
yang meiliki fungsi tersebut dinamakan nociception. Hal yang
disampaikan termasuk informasi perifer dari reseptor khusus pada
jaringan (nociceptors) kepada struktur sentral pada otak.
Terdapat 4 proses yang mengikuti suatu proses nosisepsi
yaitu:33
1. Transduksi
Merupakan perubahan stimulus nyeri (noxious stimuli) menjadi
aktifitas listrik pada ujung saraf sensoris. Zat-zat algesik akan
mengaktifkan atau mensensitisasi reseptor-reseptor nyeri.
Contoh zat algesik seperti prostaglandin, serotonin, bradikinin,
leukotriene, potassium, substansi P, histamine dan lain-lain.
Serat-serat saraf sensorik (saraf A delta dan C) akan meneruskan
sensorik nyeri dari perifer menuju sentral ke susunan saraf
pusat. Interaksi antara zat algesik dengan reseptor nyeri
menyebabkan terbentuknya impuls nyeri.
2. Transmisi
Merupakan proses perambatan impuls nyeri melalui saraf
sensori sebagai lanjutan proses transduksi. Impuls nyeri akan
diteruskan menuju sentral (sel neuron kornu dorsalis di medulla
spinalis). Pada nyeri akut, sebagian impuls nyeri akan diteruskan
langsung oleh serat afferent A delta dan C menuju sel-sel neuron
yang berada di kornu antero-lateral dan sebagian lagi menuju
sel-sel neuron yang berada di kornu anterior medulla spinalis.
3. Modulasi
Merupakan interaksi antara zat analgesic endogen (seperti
Endorfin, Noradrenalin, serotonin/5HT) dengan input nyeri yang
masuk ke kornu posterior. Impuls nyeri yang diteruskan oleh
serat saraf (A delta dan C) menuju sel-sel neuron nosisepsi (di
kornu dorsalis medulla spinalis) diteruskan ke sentral sebagian
melalui traktus spinotalamikus dan sebagian melalui traktus
spinoretikularis. Pada daerah ini (pintu masuk kornu posterior)
-
26
akan terjadi interaksi antara impuls dengan system inhibisi
(inhibisi endogen maupun eksogen). Bila impuls yang masuk
lebih dominan maka akan menimbulkan pikiran nyeri.
Sedangkan, bila system inhibisi yang lebih kuat maka tidak akan
menimbulkan pikiran nyeri. Inilah yang menyebabkan persepsi
nyeri yang berbeda-beda pada setiap orang (subjektif).
4. Persepsi
Merupakan pikiran/ perasaan nyeri yang dihasilkan dari proses
interpretasi dan persepsi berdasarkan impuls yang diterima oleh
korteks serebri setelah melewati berbagai proses yang kompleks
(transduksi, transmisi, dan modulasi).
2.1.4.4 Penilaian Nyeri
Penilaian nyeri diperlukan untuk menentukan terapi.
Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk menilai intensitas
nyeri, diantaranya sebagai berikut ini:31,32
1. Verbal Rating Scale (VRS)
Dalam mendeskripsikan nyeri yang dirasakan, metode ini
menggunakan suatu word list. kemudian pasien diminta untuk
memilih kata-kata atau kalimat yang sesuai dengan
karakteristik nyeri yang dirasakan.
Berikut ini kategori penilaian pada metode ini:
- Tidak nyeri (none)
- Nyeri ringan (mild)
- Nyeri sedang (moderate)
- Nyeri berat (severe)
- Nyeri sangat berat (very severe)
2. Numerical Rating Scale (NRS)
Dalam mendeskripsikan nyeri yang dirasakan, metode ini
menggunakan angka-angka berdasarkan intensitas nyeri.
-
27
Menggunakan angka 1-10 dengan deskripsi “0” sebagai tidak
ada nyeri, sedangkan “10” sebagai nyeri yang hebat.
Gambar 2-6 Skala Pengukuran Angka33
3. Visual Analogue Scale (VAS)
Merupakan metode yang paling sering digunakan. Dalam
mendeskripsikan nyeri yang dirasakan, metode ini
menggunakan garis sepanjang 10 cm yang menggambarkan
keadaan tidak nyeri sampai nyeri yang sangat hebat. Kemudian
pasien diminta untuk menandai angka pada garis sesuai dengan
nyeri yang dirasakan.
Gambar 2-7 Skala Analog Visual33
4. McGill Pain Questionnaire (MPQ)
Dalam mendeskripsikan nyeri yang dirasakan, metode ini
menggunakan chekck list. Menggambarkan nyeri dari berbagai
aspek antara lain sensorik, afektif dan kognitif. Intensitas nyeri
digambarkan dengan ranking dari “0” sampai “3”.
-
28
5. The Faces Pain Scale
Dalam mendeskripsikan nyeri yang dirasakan, metode ini
digunakan dengan cara melihat mimic wajah pasien dan
biasanya untuk menilai intensitas nyeri pada anak-anak.
2.1.4.5 Diagnosis
Nyeri merupakan suatu keluhan. Maka untuk mendiagnosis
nyeri sejalan dengan mencari penyebab terjadinya nyeri. Diawali
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan psikologis, dan
pemeriksaan penunjang (pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
radiologi dan lain-lain). Sehingga dengan menanggulangi penyebab
maka akan meredakan atau menghilangkan keluhan nyerinya.
Pemeriksaan harus dilakukan dengan seksama baik itu sebelum
menjalani pengobatan atau setelahnya.
a) Anamnesis
Informasi mengenai kualitas nyeri yang dialami meliputi onset,
durasi dan variasi diperlukan untuk mengetahui penyebab nyeri.
Lokasi dan luasan daerah yang mengalami nyeri serta intensitas
dari nyeri perlu ditanyakan untuk menentukan derajat nyeri. Perlu
ditanyakan juga mengenai riwayat penuakit sebelumnya, riwayat
pengobatan, dan riwayat alergi obat.
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menguraikan penyebab
terjadinya nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan
tanda vital (vital sign), Pemeriksaan glasgow come scale (GCS),
serta pemeriksaan khusus neurologi.
Pemeriksaan tanda vital bertujuan untuk menentukan keterkaitan
nyeri dengan stimulus simpatik seperti takikardi, hiperventilasi dan
hipertensi. Sedangkan pemeriksaan Glasgow come scale bertujuan
untuk mengetahui adanya proses patologi di intracranial.
-
29
Sedangkan pemeriksaan khusus neurologi perlu dilakukan apabila
adanya dugaan terjadinya gangguan sensorik seperti hipoastesia,
hiperastesia, hiperpatia dan alodinia yang terjadi pada lokasi nyeri
sehingga hal ini menggambarkan kemungkinan terjadinya nyeri
neurogenic.
c) Pemeriksaan psikologis
Faktor kejiwaan cukup berperan penting dalam manifestasi
nyeri yang juga bersifat subyektif, maka pemeriksaan ini perlu
dilakukan untuk menilai peranan dari faktor kejiwaan yang
mempengaruhi keluhan nyeri. Penilaian dapat dilakukan
menggunakan test yang berupa The Minnesota Multiphasic
Personality Inventory (MMPI). Informasi mengenai kondisi
psikologis pasien akan memudahkan dalam pemilihan jenis
pengobatan yang tepat.
d) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan melalui pencitraan gambar (seperti
foto polos, CT scan, MRI, atau bone scan).
2.1.4.6 Tatalaksana
Pengobatan nyeri bisa dilakukan dengan strategi sederhana yaitu
nilai nyeri, atasi nyeri dengan obat dan teknik yang sudah ada, kemudian
setelah terapi dilakukan penilaian kembali dan bersiap modifikasi
pengobatan jika diperlukan.
Setelah diagnosis ditetapkan, maka rencana pengobatan harus
disusun. Terdapat berbagai macam modalitas pengobatan nyeri yang
tersedia dan dapat digolongkan sebagai berikut ini:
a. Modalitas Fisik
Latihan fisik, Pijatan, vibrasi, stimulasi kutan (TENS), tusuk jarum,
perbaikan posisi, immobilisasi, dan mengubah pola hidup.
-
30
b. Modalitas Kognitif-Behavioral
Relaksasi, distraksi kognitif, mendidik pasien, dan pendekatan
spiritual.
c. Modalitas Invasif
d. Modalitas Psikoterapi
e. Modalitas Farmakoterapi
2.1.6 Biomekanik
Kaki merupakan penghubung yang dinamis yang bersentuhan
langsung dan biasa terjadi tumbukan dengan tanah. Sehingga harus
memiliki kemampuan peredam kejut (shock absorber) yang sangat baik
dan mampu menyesuaikan dengan perubahan medan dan dorongan tubuh
kedepan selama terjadinya gerakan. Terdapatnya lengkungan kaki
memungkinkan terjadinya hal ini. Ketika weight-bearing, beban tubuh
didistibusikan pada kaki terutama pada tiga titik beban, yaitu dasar tulang
calcaneus hingga metatarsal bagian distal (heads of metatarsal) pertama
dan kelima.34
Gambar 2-8 Permukaan yang menahan beban utama34
Tubuh membutuhkan kaki yang fleksibel untuk menyesuaikan
dengan keadaan lingkungan, kaki yang semi-kaku yang bisa berfungsi
sebagai pegas dan lengan tuas untuk mendorong selama terjadinya
gerakan, dan kaki yang kaku berfungsi untuk membawa beban tubuh
-
31
dalam keadaan stabil. Biomekanika yang dinamis pada kaki yang
memungkinkan kinerja semua ini berhasil bisa dimengerti ketika dipelajari
sehubungan dengan biomekanik ekstremitas bawah selama berjalan.
Siklus gaya berjalan (gait cycle) menyediakan kerangka acuan
standar untuk berbagai keadaan yang terjadi selama berjalan. Siklus ini
terdiri dari dua fase:34,35
1) Fase berdiri/ Stance phase (ketika kaki bersentuhan dengan
permukaan tanah)
2) Fase mengayun/ Swing phase (ketika kaki tidak bersentuhan
dengan permukaan tanah)
Pembagian siklus ini, 60% stance phase dan 40% swing phase.
Terdapat lima keadaan yang terjadi selama stance phase: heel-strike (HS),
foot flat (FF), mid-stance (MS), heel rise (HR), dan toe-off (TO). Terdapat
tiga tugas yang dilakukan selama siklus ini, yaitu (1) penerimaan beban,
(2) dukungan satu kaki, dan (3) kemajuan kaki. Penerimaan beban dimulai
ketika kaki mulai menyentuh tanah dan beban tubuh bergeser ke kaki (heel
strike). Kemudian dukungan satu kaki terjadi saat kaki lainnya mulai fase
mengayun sehingga terjadi kemajuan kaki.
Gambar 2-9 Fase-fase Gaya Berjalan34
-
32
Pada siklus gaya berjalan, terdapat 2 periode dari dukungan ganda
(double support) dan 2 periode dukungan tunggal (single support). Dua
periode dukungan ganda terjadi saat kaki mulai menyentuh tanah (heel
strike) dan kaki lainnya mulai meninggalkan tanah (toe-off). Setiap periode
pada dukungan ganda membutuhkan 10% waktu dari total waktu siklus
gaya berjalan selama kecepatan rata-rata berjalan. Ketika meningkatkan
kecepatan berjalan maka akan mempersingkat fase kedua kaki menyentuh
tanah. Sebaliknya, ketika berjalan lambat maka akan menghabiskan
banyak waktu dengan dukungan ganda. Periode tanpa dukungan (non-
support) terjadi ketika kedua kaki tidak menyentuh tanah. Contohnya
ketika melakukan aktivitas lari. Periode dukungan tunggal terjadi saat kaki
menyentuh tanah dan kaki lainnya memulai fase mengayun. Setiap periode
dukungan tunggal membutuhkan 40% waktu dari total waktu siklus gaya
berjalan.
Force-plate studies. Ground Reaction Force (GRF) merupakan
salah satu variabel yang sering digunakan untuk mengukur biomekanika
kaki. GRF menunjukkan besaran dan arah pemusatan secara langsung
yang diterapkan pada kaki selama bergerak. Karena kaki merupakan
bagian pertama dari tubuh yang menyentuh tanah selama berjalan dan
mampu mempertahankan stabilitas. Besarnya GRF vertikal sekitar 1,1
hingga 1,3 kali dari berat tubuh bergantung pada kecepatan berjalan.
Penggunaan alas kaki mampu menurunkan angka GRF. Pembebanan cepat
yang terjadi ketika kaki menyentuh tanah dapat menjadi faktor penyebab
degenerasi sendi.35
Plat gaya (force plate) memberikan pengukuran distribusi beban
secara cepat. Pengukuran ini disebut center of pressure (COP) dan
mengidentifikasi pusat geometri pada distribusi gaya yang diterapkan.
Jalur COP dibuat dengan perencanaan seketika interval waktu regular
selama fase berdiri (stance phase).
-
33
Gambar 2-10 Gaya Reaksi Tanah di bawah kaki selama berjalan:
(A) Grafik klasik GRF vertical selama fase berdiri dari siklus gaya
berjalan (BW = beban tubuh; 1 = heel-strike; 2 = foot flat; 3 = midstance;
4 =toe-off); (B) jejak dari pusat tekanan35
Studi distribusi tekanan. Keterbatasan sistem plat gaya dalam
menganalisis gerak kaki karena informasi gaya tidak spesifik pada lokasi
anatomi kaki. Misalnya, rekaman kekuatan mungkin terjadi dibawah
kedua kaki bagian depan dan belakang terjadi secara bersamaan sehingga
COP bisa terjadi di beberapa titik tengah yang mungkin sebenarnya tidak
bermuatan. Perangkat distribusi tekanan menyediakan lokasi tekanan yang
spesifik yang terjadi dibawah kaki yang bergerak. Meskipun terdapat
banyak variabilitas individu yang ada dalam tekanan kaki selama berjalan,
lokasi yang biasanya terjadi tekanan puncak adalah di bawah tumit. Studi
tentang distribusi tekanan menunjukkan semua metatarsal bagian distal
(heads of metatarsal) memiliki muatan selama fase berjalan (stance phase)
-
34
dari siklus gaya berjalan (gait cycle). Ketika kecepatan meningkat maka
tekanan akan meningkat dan bergeser ke tengah. Jari kaki memiliki
kontribusi lebih terhadap peningkatan kecepatan berjalan. Berjalan tanpa
alas kaki mengubah kedua variabel kinetik dan kinematik ketika
dibandingkan dengan berjalan menggunakan alas kaki.35
Gambar 2-11 Rerata dan standard deviasi untuk jalur pusat tekanan
selama berjalan normal pada berbagai macam kondisi kaki: tidak beralas
kaki dan menggunakan alas kaki yang kaku, alas kaki yang empuk, dan
sepatu hak tinggi.35
Karakteristik struktural dari kaki, seperti bentuk lengkung kaki
juga mempengaruhi distribusi tekanan. Kaki yang memiliki lengkung yang
lebih tinggi dan kaku cenderung memusatkan tekanan dibawah tumit dan
kaki depan, dengan tekanan minimal di bawah kaki tengah. Tidak adanya
tekanan di bawah kaki tengan juga ditunjukkan ketika meningkatnya
kecepatan gerak. Kaki yang memiliki lengkung datar dan fleksibel
(flexible flat foot) menunjukkan lebih banyak tekanan yang menyebar
termasuk area di bawah kaki tengah. The classic Morton's foot structure,
ketika kepala metatarsal (head of metatarsal) kedua yang lebih distal
daripada kepala metatarsal pertama mempengaruhi distribusi tekanan.
Tekanan pada kepala metatarsal (head of metatarsal) kedua secara
siginifikan lebih tinggi pada subjek dengan kaki Morton daripada subjek
selain kaki Morton. Hal ini menunjukkan bahwa individu dengan struktur
-
35
kaki Morton mungkin lebih rentan terhadap masalah tekanan pada
metatarsal kedua daripada individu dengan struktur kaki lainnya. Studi
distribusi tekanan juga berguna untuk mengidentifikasi bidang tekanan
yang terpusat yang dapat menyebabkan ulkus akibat tekanan pada individu
yang memiliki kaki yang tidak sensitif.35
Gambar 2-12 Pola Distribusi Tekanan selama berjalan lambat dan cepat,
berlari, dan pendaratan dari lompatan dibawah lengkung tinggi (a) dan
lengkung datar (b) kaki. Kaki yang lengkung datar menunjukkan tekanan
lebih menyebar di bawah regio kaki tengah.35
2.1.7 Biomekanik Arkus Longitudinal
Sebuah sistem yang berfungsi untuk membagi beban “load-sharing
system” yang terdiri daari sistem elektrik/ neurologi dan sistem mekanik.
Sistem ini tersusun atas berbagai komponen dengan cara kerja saling
mendukung, bila salah satu komponen bermasalah akan didukung oleh
komponen lainnya sehingga sistem ini tetap berjalan. Bila semua
komponen berjalan dengan baik maka beban akan didistribusikan ke setiap
komponen sesuai dengan porsinya. Namun, ketika ada komponen yang
mengalami masalah maka beban yang diterima komponen lain akan
bertambah atau distribusi beban menjadi tidak sesuai kemampuan
komponen tersebut.
-
36
Gambar 2-13 Lengkung Kaki Longitudinal36
Analoginya adalah ketika ada beban (pekerjaan) yang biasa
dikerjakan bersama dan sesuai dengan kemampuan masing-masing
anggota menjadi tidak sesuai ketika ada anggota yang berhalangan
mengerjakannya maka untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan
cara anggota lain yang mengerjakan tugas tersebut (beban bertambah).
Contoh lainnya seperti peredam kejut (shock absorber) yang digunakan
pada kendaraan memiliki kemampuan penyesuaian dalam membagi beban.
Kemampuan penyesuaian untuk membagi beban inilah yang dilakukan
oleh sistem syaraf yang kemudian dikerjakan oleh otot dan tendon.37,38
Terdapat faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi sistem
ini. Faktor eksternal berupa gaya yang ditimbulkan oleh reaksi pijakan
pada bagian depan dan belakang telapak kaki membuat arkus longitudinal
menjadi datar. Untuk angka perubahannya sesuai dengan aktivitas yang
dilakukan. Faktor internal, disebabkan oleh gaya yang ditimbulkan tulang
tibial pada talus dorsal dan tekanan tendon Achilles pada calcaneus
posterior.
-
37
Gambar 2-14 Elemen Kompresi Bantalan Beban pada Sistem Berbagi
Muatan Lengkung Longitudinal.36
Elemen-elemen pengangkut beban (load-bearing) pada arkus
longitudinal terdiri dari 2 elemen utama36
, yaitu:
1) Elemen pengangkut beban tekanan kompresi, seperti tulang-tulang dan
kartilago; dan
2) Elemen pengangkut beban tekanan tension, seperti fascia plantaris,
ligamen-ligamen plantaris dan otot plantaris intrinsic dan ekstrinsik
pada kaki.
Cara kerja sistem berbagi beban (load-sharing) arkus longitudinal.
Arkus longitudinal memiliki berbagai fungsi saat melakukan aktivitas.
Bentuk arkus akan mendatar untuk mengurangi dampak gaya vertical yang
diterima dan telapak kaki akan mengubah bentuknya ketika bertemu
permukaan yang tidak rata. Arkus longitudinal mampu menahan
perubahan bentuk secara merata ketika aktivitas yang propulsif jadi gaya
-
38
dari otot gastrocnimeus dan soleus dipindahkan menuju telapak kaki depan
dengan efisiensi mekanik yang maksimal. Sistem syaraf pusat
mengendalikan kekakuan arkus longitudinal dengan pemakaian sensor
pengamatan secara terus-menerus dari sistem syaraf tepi dan kemudian
mesin output mengirim ke otot-otot intrinsik dan ekstrinsik pada arkus
longitudinal dalam rangka mengoptimalkan fungsi penahan beban pada
kaki, ekstremitas bawah dan keseluruhan tubuh.36
2.1.8 Integrasi Dokter Muslim & Bioetik
Kemampuan berjalan merupakan karunia yang diberikan Allah
SWT kepada hamba-Nya. Karunia tersebut sebaiknya digunakan untuk
melakukan kegiatan yang sesuai dengan ketetapan yang telah ditentukan.
Allah berfirman dalam Q.S. Al-Hajj [22]: ayat 46, yang isinya sebagai
berikut:39
Artinya : “Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati
(akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar?
Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di
dalam dada.”
Tafsirnya adalah Orang-orang musyrik Mekah yang mendustakan
ayat-ayat Allah, dan mengingkari seruan Nabi Muhammad saw sebenarnya
mereka sering melakukan perjalanan antara Mekah dan Syiria, serta ke
negeri-negeri yang berada di sekitar Jazirah Arab. Mereka membawa
barang dagangan dalam perjalanan melihat bekas-bekas reruntuhan negeri
umat-umat yang dahulu telah dihancurkan Allah, seperti bekas-bekas
negeri kaum 'Ad dan kaum samud, bekas reruntuhan negeri kaum Lut dan
kaum Syu'aib dan sebagainya. Orang-orang musyrik Mekah telah pula
mendengar kisah tragis kaum yang durhaka itu. Apakah semua peristiwa
dan kejadian itu tidak mereka pikirkan dan renungkan bahwa tindakan
mereka mengingkari seruan Muhammad dan menyiksa para sahabat itu
-
39
sama dengan tindakan-tindakan umat-umat dahulu terhadap para rasul
yang diutus kepada mereka? Jika tindakan itu sama, tentu akibatnya akan
sama pula, yaitu mereka akan memperoleh malapetaka dan azab yang
keras dari Allah. Allah Mahakuasa melakukan segala yang dikehendaki-
Nya, tidak seorang pun yang sanggup menghalanginya. Melihat sikap
orang-orang musyrik Mekah yang demikian, ternyata mata mereka
tidaklah buta, karena mereka dapat melihat bekas-bekas reruntuhan negeri
kaum yang durhaka itu, tetapi sebenarnya hati merekalah yang telah buta,
telah tertutup untuk menerima kebenaran. Yang menutup hati mereka itu
ialah pengaruh adat kebiasaan dan kepercayaan mereka dari nenek moyang
mereka dahulu. Oleh karena itu mereka merasa dengki kepada Nabi
Muhammad saw dan para sahabatnya, sehingga mereka tidak dapat lagi
memikirkan dan merenungkan segala macam peristiwa duka yang telah
terjadi dan menimpa umat-umat terdahulu.39
Setiap Muslim apabila sedang berjalan untuk sesuatu urusan
diharuskan menjaga adab berjalan. Dalam sebuah hadis dari Anas bin
Malik dikisahkan Rasulullah SAW telah memberi contoh berjalan yang
baik.
„‟Sesungguhnya Rasulullah SAW berjalan dengan tegar.‟‟
(HR Muslim).
Ketika berjalan, Nabi Muhammad SAW mengangkat kedua
kakinya tinggi-tinggi karena beliau berjalan dengan tegap. Seakan-akan
berjalan dengan bertumpu pada pangkal telapak kakinya. Rasulullah
berjalan dengan tegap, tak loyo dan tak sperti berjalan orang sakit dan
wanita. Berikut tata krama berjalan berdasarkan kitab al Akhlak lil
Banat karya Syaikh Umar Bin Ahmad Baradja:40,41
1. Mendahulukan kaki kiri ketika keluar rumah
Ketika melangkah keluar rumah mendahulukan kaki kiri dan berdo‟a:
-
40
2. Hendaknya berjalan dengan tenang
Ketika berjalan harus tenang dan tidak terburu-buru juga tidak terlalu
lamban. Nabi Muhammad bersabda, “Langkah yang terlalu cepat
menghilangkan wibawa seorang mukmin”. Terkecuali jika dikarenakan
adanya kebutuhan yang mendesak.
3. Berjalan dengan menggunakan sepasang sandal
Rasulullah SAW bersabda, ‘’Apabila salah seorang dari kalian memakai
sandal, maka hendaknya memulai dari yang kanan. Apabila ia
melepasnya, maka mulailah dari yang kiri. Pakailah kedua-duanya atau
lepaskanlah kedua-duanya.’’
4. Tidak banyak menoleh dan bergerak yang tidak pantas
Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nur ayat 30 yang artinya:
”Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ’Hendaklah mereka
menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian
itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat.’”.
5. Hendaknya mengucap salam dan berjabat tangan ketika saling bertemu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah dua orang
muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni
(dosa-dosa) mereka berdua sebelum mereka berpisah.“
6. Berjalanlah di arah kanan
7. Tidak berkacak pinggang ketika berjalan
Allah SWT berfirman dalam QS. Lukman Ayat 18 yang artinya: „‟ Dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri.‟‟
8. Mendahulukan kaki kanan ketika masuk rumah
Ketika melangkah masuk rumah mendahulukan kaki kanan dan berdo‟a:
-
41
2.2 Kerangka Teori
Kondisi kaki datar
(flat foot)
Weight bearing
Flexible flat foot
Rigid flat foot
Penyebab:
Kongenital
Ruptur tendon tibialis posterior
Post trauma
Kelebihan aktivitas pada kaki
Obesitas
Distribusi beban
tidak merata
Terdapat bagian tubuh yang
menanggung beban berlebih
Impuls masuk lebih dominan
Impuls nyeri ditransmisikan
dari perifer menuju sentral
Mensensitisasi reseptor nyeri
Terjadi trauma
Persepsi nyeri
-
42
2.3 Kerangka Konsep
Flexible Flat foot
Nyeri kaki
Pemeriksaan inspeksi
dan metode Jack test
Arkus longitudinal medial
Penyebab:
Kongenital
Ruptur tendon
tibialis
posterior
Post trauma
Kelebihan
aktivitas pada
kaki
Obesitas
: Yang diteliti
: Variabel Bebas
: Variabel Terikat
Mendatar Melengkung
Kuesioner
-
43
2.4 Definisi Operasional
Hasi
l U
ku
r
posi
tif
atau
neg
atif
ya
atau
tid
ak
Sk
ala
nom
inal
nom
inal
Cara u
ku
r
pem
erik
saan
fi
sik
den
gan
in
spek
si.
mel
ihat
ad
a at
au
tidak
ad
a
lengkungan
kak
i
yan
g
terb
entu
k.
ket
ika
ber
dir
i
atau
pun
ber
jinji
t.
(met
ode
jack
tes
t)
subje
k
dim
inta
men
gis
i kues
ioner
yan
g
tela
h
dib
erik
an.
men
anyak
an
kel
uh
an n
yer
i yan
g
dir
asak
an
mel
alui
per
tanyaa
n
yan
g
terc
antu
m
di
kues
ioner
Ala
t U
ku
r
Indra
: M
ata
Kues
ioner
(Foot
Hea
lth
Sta
tus
Ques
tionnair
e)
Pen
gu
ku
r
pen
elit
i
pen
elit
i
Defi
nis
i
Fle
xible
fla
t fo
ot
adal
ah
suat
u k
ondis
i kak
i yan
g
men
etap
at
au
ber
kem
ban
g
sete
lah
mat
uri
tas
tula
ng
dan
dit
andai
den
gan
turu
nnya
sebag
ian a
tau
pen
uh
dar
i le
ngkung
longit
udin
al
bag
ian
med
ial.
le
ngkungan
norm
al
akan
te
rben
tuk
ket
ika
tidak
m
enah
an
beb
an t
ub
uh.
Nyer
i ad
alah
pen
gal
aman
senso
rik
dan