hubungan efikasi diri dengan kepatuhan minum obat ...repository.unjaya.ac.id/2283/2/alit artha...

52
HUBUNGAN EFIKASI DIRI DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU RESPIRA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta ALIT ARTHA SUTRISNA 3210099 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2017

Upload: others

Post on 27-Oct-2019

44 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

HUBUNGAN EFIKASI DIRI DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH

SAKIT PARU RESPIRA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani

Yogyakarta

ALIT ARTHA SUTRISNA

3210099

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDERAL ACHMAD YANI

YOGYAKARTA

2017

iv

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: ” Hubungan

Efikasi Diri Dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru Di

Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta”

Skripsi ini telah dapat diselesaikan, atas bimbingan,arahan,dan bantuan

berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan pada

kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih dengan

setulus-tulusnya kepada:

1. Kuswanto Hardjo, dr. M.Kes selaku Ketua Stikes Jenderal Achmad Yani

Yogyakarta.

2. Tetra Saktika Adinugraha, M.Kep., Ns.Sp.Kep., MB selaku Ketua

Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani

Yogyakarta.

3. Muhamat Nofiyanto, M.Kep selaku Dosen Penguji dalam terselesaikannya

skripsi ini.

4. Miftafu Darussalam, S. Kep., Ns., M.Kep., Sp. Kep.MB selaku Dosen

Pembimbing I yang selalu memberikan waktunya untuk memberikan

bimbingan dan arahan sehingga penulis mampu menyelesaiakan skripsi

ini.

5. Arif Adi setiawan, S. Kep., Ns., M.Kep Dosen Pembimbing II yang selalu

memberikan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan sehingga

penulis mampu menyelesaiakan skripsi ini.

6. Kedua orang tua yang selalu mendukung dan memotivasi terselesaikannya

skripsi ini.

7. Teman teman seperjuangan yang terus memberikan semangat, dan yang

tidak bisa disebutkan satu per satu.

v

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya,

sebagai imbalan atas segala amal kebaikan dan bantuannya. Akhirnya besar

harapan penulis semoga karya tulis ini berguna bagi semua.

Yogyakarta, September 2017

Alit Artha Sutrisna

xi

HUBUNGAN EFIKASI DIRI DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT KHUSUS

PARU RESPIRA YOGYAKARTA

Alit Artha Sutrisna1, Miftafu Darussalam2, Arif Adi Setiawan3

INTISARI

Latar Belakang: Tingginya kasus tuberkulosis paru disebabkan ketidakpatuhan terhadap program pengobatan maupun pengobatan yang tidak adekuat. Rendahnya angka capaian pengobatan yang salah satunya diakibatkan putus obat menyebabkan pengobatan memakan waktu yang lebih lama. Efikasi diri yang rendah berakibat pada kegagalan dalam pengobatan. Diperlukan efikasi diri yang tinggi untuk mencapai pengobatan yang optimal. Keberhasilan pengobatan TB paru dipengaruhi oleh kepatuhan minum obat penderita TB paru dalam menjalani pengobatan. Tujuan: Diketahuinya hubungan efikasi diri dengan kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta. Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan pendekatan deskriptif analitik, rancangan penelitian retrospektif. Subyek penelitian ini sebanyak 39 responden. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan analisis deskriptif dan uji kendall tau pada analisis inferensial. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian diperoleh persentase responden yang memiliki efikasi diri kategori tinggi sebanyak 25 responden (64,1%), 14 responden kategori sedang (35,9%). Persentase sebanyak 23 responden tidak patuh (59%), 16 responden patuh (41%). Keeratan hubungan efikasi diri dengan kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis paru sebesar 0,407 termasuk dalam keeratan cukup. Kesimpulan: Ada hubungan efikasi diri dengan kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta. Kata Kunci: Efikasi diri, kepatuhan minum obat, penderita tuberkulosis paru

1Mahasiswa S1 Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2Dosen S1 Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 3Dosen S1 Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

xii

CORRELATION OF SELF EFFICACY WITH MEDICATION ADHERENCE OF PATIENTS WITH TUBERCULOSIS IN LUNG

PULMONARY HOSPITAL RESPIRA YOGYAKARTA

Alit Artha Sutrisna1, Miftafu Darussalam2, Arif Adi Setiawan3

ABSTRACT

Background: The high number of pulmonary tuberculosis cases is due to non-adherence to inadequate treatment and treatment programs. The low rate of treatment achievement, one of which is caused by drug drops cause treatment takes longer. Low self efficacy results in failure in treatment. High self-efficacy is required to achieve optimal treatment. The success of pulmonary tuberculosis treatment is influenced by the adherence of taking medication to pulmonary tuberculosis patients in treatment. Objective: To know correlation of self efficacy with adherence of taking medication of patients with tuberculosis at Lung Pulmonary Hospital Respira Yogyakarta. Methods: This research is quantitative research, with descriptive analytic approach, retrospective research design. The subjects of this study were 39 respondents. Methods of data collection using questionnaires. Data analysis using descriptive analysis and kendall tau test on inferential analysis. Result: Based on the result of the research, it is found that the percentage of respondents who have high self efficacy are 25 respondents (64.1%), 14 medium category respondents (35,9%). Percentage of 23 respondents did not obey (59%), 16 respondents obedient (41%). The closeness of self efficacy correlation to the adherence of taking medication to patients with pulmonary tuberculosis of 0.407 is included in enough closeness. Conclusion: There is an association of self efficacy with medication adherence of taking to patients with pulmonary tuberculosis at Lung Pulmonary Hospital Respira Yogyakarta. Keywords: Self efficacy, medication adherence, pulmonary tuberculosis patients ________________________________________ 1Student S1 of Nursing Stikes General Achmad Yani Yogyakarta 2Lecture S1 of Nursing Stikes General Achmad Yani Yogyakarta 3Lecture S1 of Nursing Stikes General Achmad Yani Yogyakarta

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iii KATA PENGANTAR .......................................................................................... v DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x INTISARI .............................................................................................................. xi ABSTRACT .......................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 8 C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 8

1. Tujuan Umum ............................................................................... 8 2. Tujuan Khusus .............................................................................. 8

D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 8 1. Manfaat Teori ................................................................................ 8 2. Manfaat Praktis ............................................................................. 8

E. Keaslian Penelitian .................................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 12

A. Studi Pustaka ............................................................................................. 12 1. Tuberkulosis Paru .......................................................................... 12

a. Definisi .............................................................................. 12 b. Cara Penularan .................................................................. 12 c. Riwayat Terjadinya Tuberkulosis Paru ............................. 13 d. Pencegahan Tuberkulosis Paru .......................................... 15 e. Klasifikasi Tuberkulosis Paru ........................................... 16 f. Pengobatan Tuberkulosis Paru .......................................... 18 g. Pengobatan Tuberkulosis .................................................. 19 h. Pengawas Minum Obat ..................................................... 23 i. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keteraturan

Minum Obat ...................................................................... 24 j. Tingkat Kepatuhan Pengobatan Tuberkulosis ................... 25

2. Efikas Diri ..................................................................................... 27 a. Definisi .............................................................................. 27 b. Pengharapan Efikasi Diri ................................................... 28 c. Sumber-sumber Efikasi Diri .............................................. 28 d. Dimensi Efikasi Diri .......................................................... 30 e. Proses Pembentukan Efikasi Diri ...................................... 31 f. Manfaat Keyakinan Rasa Efikasi Diri ............................... 33

vii

g. Perkembangan Efikasi Diri Selama Masa Kehidupan ....... 34 h. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri ................ 36

3. Kepatuhan ...................................................................................... 38 a. Definisi .............................................................................. 38 b. Tingkat Kepatuhan ............................................................ 38 c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan..........38 d. Cara mengurangi ketidakpatuhan ...................................... 41 e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan ................. 42

B. Kerangka Teori .......................................................................................... 45 C. Kerangka Konsep ...................................................................................... 47 D. Hipotesis .................................................................................................... 47

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 48

A. Desain Penelitian ....................................................................................... 48 B. Lokasi Dan Waktu Penelitian .................................................................... 48 C. Populasi Dan Sampel Penelitian ............................................................... 48 D. Variabel Penelitian .................................................................................... 50 E. Definisi Operasional .................................................................................. 51 F. Instrumen Dan Metode Pengumpulan Data .............................................. 52 G. Validitas Dan Realibilitas .......................................................................... 55 H. Metode Pengolahan Dan Analisa Data ...................................................... 56 I. Etika Penelitian ......................................................................................... 58 J. Pelaksanaan Penelitian .............................................................................. 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 62

A. Gambaran Lokasi Penelitian ..................................................................... 62 B. Hasil Penelitian ......................................................................................... 63 C. Pembahasan ............................................................................................... 66 D. Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 72

A. Kesimpulan ............................................................................................... 72 B. Saran .......................................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional............................................................................. 50 Tabel 3.2 Persebaran Item Efikasi Diri Penderita Tuberkulosis Paru ................. 52 Tabel 4.1 Karakteristik Responden...................................................................... 64 Tabel 4.2 Efikasi Diri Penderita Tuberkulosis Paru............................................. 64 Tabel 4.3 Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru......................... 65 Tabel 4.4 Tabulasi Silang Keeratan Hubungan Efikasi Diri Dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru........................................................... 66

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Diagram pengharapan efikasi............................................................... 27 Gambar 2 Kerangka teori penelitian..................................................................... 45 Gambar 3 Kerangka konsep penelitian................................................................. 46

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Time Schedule Lampiran 2 Surat Permohonan Menjadi Responden Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 4 Kuesioner Lampiran 5 Kuesioner Data Demografi Responden Lampiran 6 Kuesioner Efikasi Diri Penderita Tuberkulosis Paru Lampiran 7 Kuesioner Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru Lampiran 8 Surat Keterangan Persetujuan Etik Penelitian Lampiran 9 Surat permohonan Izin Penelitian Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta Lampiran 10 Surat Izin Penelitian Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta Lampiran 11 Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi menular langsung

yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberulosis. Kuman Mycobacterium

Tuberculosis masuk melaui saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan luka

terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara yaitu

melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman/basil yang berasal dari orang

yang terinfeksi. Sampai tahun 2015, 9,6 juta jiwa terjangkit penyakit

Tuberkulosis dan 2-3 juta penduduk di dunia terinfeksi dan meninggal akibat

penyakit tersebut. Pada tahun 1993, World Health Organization (WHO)

mencanangkan Tuberkulosis sebagai global emergency, dikarenakan sebagian

besar negara di dunia penyakit ini tidak terkendali disebabkan banyaknya

penderita yang tidak berhasil disembuhkan terutama penderita menular (Basil

Tahan Asam) positif.

Berdasarkan data WHO pada bulan maret 2009 dalam global TB control

report menunjukkan bahwa, prevalensi TB paru dunia pada tahun 2008 sekitar

5 – 7 juta kasus, baik kasus baru ataupun kasus rilaps. Prevalensi tersebut 2,7

juta diantaranya adalah BTA positif baru dan 2,1 juta kasus BTA negatif baru

(WHO, 2009). Indonesia menempati urutan ketiga sedunia tahun 2009 dalam

hal jumlah penderita TB paru. Berdasarkan Data WHO 2005 menyatakan

jumlah penderita Tuberkulosis paru di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di

posisi tiga di dunia setelah India dan Cina. Laporan WHO pada tahun 2009,

mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita

TB sebesar 429 ribu orang dan masuk dalam milestone atau pencapaian kinerja

1 tahun Kementerian Kesehatan. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus

insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan

Indonesia (WHO Global Tuberculosis Control, 2010).

2

Global Report WHO 2010 didapat data jumlah seluruh kasus TB paru

tahun 2009 sebanyak 294.731 kasus, dimana 169.213 adalah kasus TB baru

BTA positif, 108.616 adalah kasus TB BTA negatif, 11.215 adalah kasus TB

Paru, 3.709 adalah kasus TB Kambuh, dan 1978 adalah kasus pengobatan

ulang diluar kasus kambuh. Sementara itu, untuk keberhasilan pengobatan dari

tahun 2003 sampai tahun 2008 (dalam %), tahun 2003 (87%), tahun 2004

(90%), tahun 2005 sampai 2008 semuanya sama (91%) (Rahayu, 2011).

Dalam laporan Tuberkulosis Global 2014 yang dirilis oleh WHO

disebutkan, insidensi di indonesia pada angka 460.000 kasus baru per tahun.

Namun, di laporan serupa tahun 2015, angka tersebus sudah direvis

berdasarkan survei sejak 2013, yakni naik menjadi 1 juta kasus baru per tahun.

Persentase jumlah kasus di Indonesia pun menjadi 10 persen terhadap seluruh

kasus di dunia sehngga menjadi negara dengan kasus terbanyak kedua bersama

Cina. India menempati urutan pertama dengan persentase kasus 23 persen

terhadap yang ada di seluruh dunia.

Penanggulangan di Indonesia dalam memecahkan masalah ini, yakni

dengan melakukan pembagian obat anti tuberkulosis (OAT) secara cuma-cuma

hanya saja terdapat beberapa masalah yang dijumpai seperti kesulitan

penemuan penderita TB paru BTA (+), drop out pengobatan dan

ketidakteraturan berobat. Apabila masalah-masalah ini tidak teratasi, maka

penderita tersebut akan terus menjadi sumber penularan (Perkumpulan

Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia, 2012). Sedangkan panduan pengobatan

TB dari WHO menyatakan bahwa untuk pengobatan efektif dan terapuetik

dibutuhkan waktu selama 6 bulan (dengan syarat tertentu) dimana tidak

diperbolehkan ada kelalaian saat menjalani pengobatan tersebut (WHO, 2013).

Berdasarkan data dari Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat

Indonesia (BIMKMI) (2009), angka capaian Indonesia dalam Pemberian obat

ialah sebesar 91%, namun angka temuan kasus baru sekitar 71%, maka pada

tahun 2012 angka capaian pengobatan menurun menjadi 87% dengan temuan

kasus baru 40,47% (Departemen Kesehatan,2013). Ini menandakan bahwa

Indonesia bisa melakukan pengobatan namun masih kurang terhadap

3

controlling. Salah satu tantangan dalam pengobatan ini ialah kurang patuhnya

penderita dalam minum obat itu sendiri akibatnya angka Multi Drug Resistance

akan semakin tinggi (BIMKMI, 2012).

Angka capaian pengobatan yang lengkap dan sembuh di Indonesia masih

rendah yaitu sebesar 6,6%, sedangkan di Banten yang merupakan provinsi

yang membawahi cakupan populasi peneliti sebesar 6,1% (Kemenkes RI,

2011). Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa hampir setengahnya dari

responden patuh (37,3%) menjalani pengobatan TB baik fase intensif maupun

fase lanjutan, sedangkan sebagian besar responden (62,7%) tidak patuh

menjalani pengobatan TB (Nursiswati, 2013). Sejalan dengan Drug resistant

survey (DRS) TB yang dilakukan di Propinsi Jawa Tengah tahun 2006

menunjukkan bahwa estimasi TB Multi Drug Resistance (MDR) diantara kasus

TB Baru sebesar 1,8% dan pada kasus pengobatan ulang sebesar 17,1%.

Hasil sementara DRS yang sedang berjalan di Provinsi Jawa Timur juga

menunjukkan hasil yang mendekati. Pengobatan yang tidak teratur atau

kelalaian dalam mengkonsumsi obat, pemakaian OAT yang tidak atau kurang

tepat, maupun pengobatan yang terputus dapat mengakibatkan resistensi

bakteri terhadap obat. Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang

tidak lengkap dimasa lalu pun, juga diduga telah menimbulkan kekebalan

ganda kuman TB terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) atau Multi Drug

Resistance(MDR). Hal ini yang harus dicegah dan ditanggulangi di Indonesia.

Besarnya masalah resistensi terhadap obat TB dan permasalahan multidrug-

resistant tuberculosis tuberculosis (MDR-TB) hingga saat ini masih tercatat

pada level tertinggi. Fakta tersebut mengacu pada laporan terbaru dari World

Health Organization (WHO) yang menampilkan temuan tersebut berdasarkan

survey mengenai resistensi terhadap obat TB. Demikian seperti dikuti dari situs

resmi badan kesehatan dunia tersebut. Laporan Anti-Tuberculosis Drug

Resistance in the World, didasarkan pada informasi yang dikumpulkan antara

tahun 2002-2006 pada 90.000 penderita TB di 81 negara. Laporan tersebut juga

menemukan bahwa extensively drug-resistant tuberculosis (XDR-TB), salah

satu yang hampir tidak dapat diobati dari penyakit saluran pernapasan, telah

4

tercatat di 45 negara. TB MDR adalah kasus TB yang sudah resisten terhadap 2

komponen obat utama TB lini pertama yaitu Rifampicin dan Isoniazid,

sedangkan TB XDR adalah kasus TB yang sudah resisten MDR ditambah

resisten terhadap 1 atau lebih obat TB lini kedua. Pengobatan TB MDR

menggunakan obat TB lini kedua yang penggunaannya diawasi oleh WHO

dengan ketat selama 18-24 bulan. Estimasi jumlah penderita TB MDR kasus

baru dan pengobatan ulang adalah 6100 (WHO, 2010). Indonesia menempati

urutan ke 16 diantara 22 negara yang mempunyai beban tinggi untuk MDR TB,

sedikitnya sudah ada ditemukan 8 kasus TB XDR di Indonesia (WHO, 2010).

Komplikasi tuberkulosis yang serius dan meluas saat ini adalah

berkembanganya basil tuberkulosis yang resisten terhadap berbagai kombinasi

obat yang dapat menyebabkan keparahan bahkan tuberkulosis ekstra paru

seperti efusi pleura, TB perikarditis, pneumotorax, TB meningitis, TB

spodilitis, TB pencernaan, dan TB saluran kemih (Mbata, 2013). Sehingga

siapapun yang terpajan dengan galur basil ini, juga dapat menderita TB resisten

multi-obat, yang dalam beberapa tahun dapat mengakibatkan morbiditas

bahkan kematian. Jika sudah demikian, akan memerlukan terapi yang lebih

banyak dan mahal dengan kecenderungan mengalami kegagalan (Corwin,

2008). Resistensi terhadap obat dikarenakan perilaku penderita yang tidak

patuh saat pengobatan. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut ialah

adanya dukungan dari lingkungan termasuk sosial dan tenaga kesehatan

sebagai penyampai informasi kepada penderita (WHO, 2008). Perawat sebagai

tenaga kesehatan amat berperan saat menjelaskan pada klien tentang

pentingnya berobat secara teratur sesuai dengan jadwal sampai sembuh. Selain

usaha pencegahan dan menemukan penderita secara aktif-pun seharusnya juga

perlu lebih ditingkatkan dalam rangka memutuskan rantai penularan (Muttaqin,

2007).

Berdasarkan data dari Dinas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2015,

pada tahun 2012 di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, prevalensi penyakit

TBC adalah 76,89%. Angka ini meningkat dari tahun 2011 (65,65%).

Peningkatan prevalensi tersebut terjadi akibat adanya 1351 kasus baru TBC

5

yang ditemukan pada tahun 2012. Prevalensi penyakit TBC di DIY paling

banyak terdapat di Kabupaten Gunung Kidul (64/100.000 penduduk) dan Kota

Yogyakarta (63/100.000 penduduk). Sedangkan prevalensi terendah terdapat di

kabupaten Kulon Progo (25/100.000 penduduk). Secara keseluruhan,

prevalensi penyakit TBC di DIY adalah 43 per 100.000 penduduk.

Pada tahun 2012, angka kesembuhan penyakit TBC masih berkisar

84,07%, sebelumnya pada tahun 2011 berkisar 81,31%. Tahun 2014 angka

kesembuhan telah mencapai 86,48%, target nasional (85%). Angka ini

dipengaruhi oleh 5,8% penderita TBC drop out, 1,9% penderita gagal

pengobatan (tetap positif), 3,6% penderita pindah pengobaan, dan 4,7%

penderita meninggal dunia. Penemuan kasus TB Paru BTA Positif pada tahun

2013 adalah sebesar 243 kasus, sedangkan proporsi kasus baru adalah 62,43%

laki-laki dan 37,86% perempuan. Untuk jumlah seluruh kasus pada tahun 2013

adalah 437 kasus dengan proporsi 65,90/100.000 penduduk jenis kelamin laki-

laki dan 42/100.000 penduduk jenis kelamin perempuan.

Berdasarkan studi pendahulun yang dilakukan di Rumah Sakit khusus

Paru Respira Yogyakarta diperoleh data sebagai berikut: pada tahun 2017

(Januari – September) ditemukan 43 pasien TB Paru. Dengan proporsi TB

Positif 39,53%, TB Negatif 55,81%. Sedangkan penderita laki laki sebesar

53,48% dan perempuan 46,51%. Penemuan kasus baru tahun 2017 terdapat 83

kasus dengan 68,67% BTA Positif, 20,48% BTA Negatif. Sedangkan tingkat

kesembuhan pasien yang menjalani perawatan sebesar 16,27%, menjalani

pengobatan 74,41%, sisanya dirujuk ketempat lain.

Menurut Kleinman (Kelly, 2003) meskipun para ahli kesehatan dapat

melihat tuberkulosis sebagai masalah kesehatan masyarakat yang dapat

disembuhkan secara efisien dalam waktu 2 sampai 6 bulan dengan obat, tetapi

penderita tetap mengalami tekanan batin. Bagi mereka, tuberkulosis paru

adalah penyakit yang memalukan, membuat mereka diisolasi dan dikucilkan,

karena stigma dicap sebagai transmitter penyakit. Hal tersebut yang menjadi

alasan atau penyebab seseorang yang mengidap penyakit tuberkulosis paru

menjadi merasa kurang memiliki makna hidup yang baik. Tingginya angka

6

kejadian tuberkulosis paru di dunia disebabkan antara lain ketidakpatuhan

terhadap program pengobatan maupun pengobatan yang tidak adekuat.

Peningkatan jumlah penderita tuberkulosis paru ini disebabkan oleh berbagai

faktor antara lain kurangnya tingkat kepatuhan berobat, timbulnya resistensi

ganda, kurangnya daya tahan tubuh terhadap mikrobakteria, dan berkurangnya

daya bakterisid obat yang ada, dan krisis ekonomi (Ana, 2012).

Dalam hal ini perlu dilakukan evaluasi tentang kepatuhan penggunaan obat

agar keberhasilan terapi dapat tercapai dengan baik. Sejauh ini terapi

tuberkulosis masih mengalami banyak permasalahan dalam pengobatan, karena

terapi pengobatannya membutuhkan waktu yang lama minimal 6 bulan. Hal ini

menyebabkan kurangnya tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat yang

bisa mempengaruhi pada keberhasilan terapi (Depkes, 2006).

Penanganan terhadap tingginya prevalansi TB tersebut harus dilakukan

untuk mengendalikan penyakit TB Paru, salah satunya dengan pengobatan.

Pengobatan penyakit TB dapat dilakukan selama enam sampai sembilan

bulan dan diberikan dalam dua tahap yakni tahap awal dan tahap lanjutan

(Kementrian Kesehatan RI, 2010).

Program pemberantasan Tuberkulosis Paru, telah dilaksanakan sejak tahun

2005 dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang

direkomendasikan oleh WHO. Strategi DOTS mengandung lima komponen,

yaitu: 1) komitmen politis para pengambil keputusan untuk menjalankan

program TB nasional, 2) diagnosis TB dengan pemeriksaan BTA mikoskopik,

3) pengobatan dengan obat anti TB yang diawasi langsung oleh pengawas

menelan obat (PMO), 4) ketersediaan obat, 5) pencatatan dan pelaporan hasil

kinerja program TB (Depkes RI, 2006). Walaupun strategi DOTS telah terbukti

sangat efektif untuk pengendalian TB, tetapi beban pnyakit TB di masyarakat

masih sangat tinggi (Kemenkes, 2011). Keberhasilan pengobatan TB salah

satunya dipengaruhi oleh faktor kepatuhan penderita TB dalam menjalani

pengobatan.

Untuk mencapai kesembuhan sangat penting bagi penderita TB Paru

memiliki pengetahuan tentang penyakitnya (Aditama & Aris, 2013).

7

Pengetahuan tersebut dalam hal keteraturan, kelengkapan dan kepatuhan

dalam minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Sebaliknya, jika pengobatan

tidak teratur dan kombinasi OAT yang tidak lengkap akan menimbulkan

kegagalan pengobatan sehingga mengakibatkan Mycobacterium Tuberculosis

menjadi kebal dan menimbulkan terjadinya kasus MDR (Multidrug

Resistence) TB serta akan menjadi sumber penularan untuk orang lain

(Anugerah, 2007). Selain itu, untuk mencapai kesembuhan, penderita juga

harus memiliki efikasi diri yang tinggi. Efikasi diri penderita yang rendah

akan berakibat pada kegagalan pengobatan. Efikasi diri merupakan

keyakinan individu dalam mengelolah perilaku-perilaku tertentu untuk

mencapai kesembuhan. Keyakinan diri penderita untuk sembuh dicapai

salah satunya dari kognitif atau pengetahuan yang diberikan oleh petugas

kesehatan melalui konseling (Hendiani, Sakti & Widiyanti, 2013).

Ketidakpatuhan minum obat ini merupakan masalah yang serius karena

dapat mengakibatkan kuman menjadi resisten, relaps, dan juga meningkatkan

morbiditas dan mortalitas. Ketidakpatuhan dalam pengobatan juga memberikan

risiko penularan terhadap komunitas dan bedampak pada gagalnya

pemberantasn TB secara global (Volmink J et.al, 2012). Selain itu, faktor

pengetahuan juga mempengaruhi kepatuhan dalam pengobatan. Pengetahuan

penderita yang sangat rendah dapat menentukan ketidakpatuhan penderita

mnum obat karena kurangnya informasi yang diberikan oleh petugas kesehatan

terkait penyakit TB paru, cara pengobatan, bahaya akibat tidak teratur minum

obat dan pencegahannya (Erawatyningsih, 2009).

Dari studi pendahuluan yang dilakukan, peneliti memandang perlu

dilakukan suatu penelitian untuk mengkaji permasalahan kepatuhan dalam

terapi pengobatan minum obat pada penderita tuberkulosis yang merupakan

penentu angka kesembuhan. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Khusus Paru

respira Yogyakarta yang merupakan salah satu Unit Pelayanan Kesehatan

(UPK) yang menjadi pusat pelayanan penyakit paru-paru termasuk penyakit

TB khususnya di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

8

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan efikasi

diri dengan kepatuhan minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru di Rumah

Sakit Paru Respira Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan efikasi diri dengan

kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru

Respira Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui efikasi diri penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru

Respira Yogyakarta.

b. Diketahui kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis paru di Rumah

Sakit Paru Respira Yogyakarta.

c. Diketahui keeratan hubungan efikasi diri dengan kepatuhan minum obat

penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teori

Memberikan informasi tentang efikasi diri dan kepatuhan dalam minum obat

penderita Tb paru dalam meningkatkan kepatuhan agar proses pengobatan

jangka panjang bisa tercapai serta angka kesembuhan dapat optimal.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pasien penderita tuberkulosis sebagai gambaran tentang pentingnya

kepatuhan minum obat dalam program pengobatan jangka waktu panjang

untuk mencapai kesembuhan.

b. Bagi keluarga diharapkan dengan dukungan yang posistif dapat

meningkatkan kepatuhan dalam minum obat sehingga tujuan dalam

pengobatan dapat tercapai.

c. Bagi pihak medis khususnya di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta hasil

penelitian ini dapat dijadikan informasi yang objektif mengenai hubungan

efikasi diri dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru.

9

d. Bagi peneliti berikutnya, supaya dapat digunakan sebagai data dasar dalam

melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan efikasi diri dan

kepatuhan dalam minum obat penderita tuberkulosis paru dengan desain dan

metode penelitian yang berbeda.

E. Keaslian Penelitian

1. Yulianto & Mutmainah (2013), Pengaruh Kepatuhan Penggunaan Obat Pada

Pasien Tuberkulosis Terhadap Keberhasilan Terapi Di Balai Besar Kesehatan

Paru Masyarakat Di Surakarta Tahun 2013. Penelitian ini bertujuan untugk

mengetahui pengaruh kepatuhan terhadap keberhasilan terapi. Penelitian ini

termasuk penelitian observasional (non eksperimental). Jenis penelitian ini

analitik cross sectional yang bersifat retrospektif. Pengambilan data ini

menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel yang diteliti

sebanyak 100 pasien. Hasil dari penelitian ditemukan laki-laki sebesar 57%

dan perempuan 43%, sedangkan dilihat dari segi usia pada usia >51 tahun yang

paling banyak mengalami tuberkulosis yaitu sebesar 38%. Hasil analisis

kepatuhan ditemukan 94% patuh menjalani pengobatan, sedangkan

keberhasilan dicapai sebesar 81% pasien. Dari hasil penelitian ditemukan Ratio

Prevalency (RP) > 1 hal ini menunjukan bahwa kepatuhan penggunaan obat

memberikan kontribusi untuk tercapainya keberhasilan terapi.

Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini yaitu variabel terikat, jenis

penelitian sedangkan perbedaannya adalah tempat penelitian, sampel, dan

teknik sampling.

2. Fauziah & Endang (2012), Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Perilaku

Mencari Pengobatan Pada Penderita Kanker Payudara Di RSUD Ibnu Sina

Gresik. Penelitian ini dilakukan pada penderita kanker payudara stadium I-II di

RSUD Ibnu Sina Gresik. sejumlah 91 orang. Alat pengumpulan data berupa

kuisioner efikasi diri dan kuisioner perilaku mencari pengobatan yang disusun

oleh peneliti. Reliabiltas alat ukur efikasi diri ialah 0.883, sementara reliabiltas

alat ukur perilaku mencari pengobatan ialah 0.942. Analisis data dilakukan

dengan teknik statistik spearman's rho, dengan bantuan program komputer.

Dari hasil data penelitian analisa menggunakan korelasi spearman's rho

10

memiliki taraf signifansi ρ = 0.116, taraf signifikansi yang > 0.05 menunjukan

bahwa hipotesis kerja dalam penelitian ini ditolak (Ho diterima, Ha ditolak),

yaitu tidak ada hubungan antara efikasi diri dengan perilaku mencari

pengobatan pada penderita kanker payudara di RSUD Ibnu Sina Gresik. Tidak

adanya hubungan antara efikasi diri dengan perilaku mencari pengobatan

hanya berlaku pada populasi penelitian, yaitu penderita kanker payudara di

RSUD Ibnu Sina Gresik.

Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah variabel bebas.

Perbedaanya adalah teknik sampling, analisa data, dan tempat penelitian.

3. Fitria (2011), Hubungan Antara Efikasi Diri Dan Dukungan Sosial Dengan

Kebermaknaan Hidup Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Balai Pengobatan

Penyakit Paru-Paru (BP4) Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara efikasi diri dan dukungan sosial dengan

kebermaknaan hidup pada penderita tuberkulosis paru yang sedang menjalani

pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru. Subjek dalam penelitian

ini adalah penderita tuberkulosis paru yang menjalani pengobatan secara rutin

di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Yogyakarta yang berjumlah 53

Orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala

Kebermaknaan Hidup, Skala Efikasi Diri dan Skala Dukungan Sosial. Analisis

dengan metode statistik analisis regresi berganda dengan menggunakan

bantuan komputer. Hasil menunjukkan : (1) ada hubungan yang sangat

signifikan antara efikasi diri dan dukungan sosial dengan kebermaknaan hidup

dengan R = 0,702 dengan p = 0,000 (p<0,01), (2) ada hubungan positif yang

sangat signifikan antara efikasi diri terhadap kebermaknaan hidup dengan nilai

r = 0606 dan p = 0,000 (p<0,01), (3) ada hubungan positif yang signifikan

antara dukungan sosial terhadap kebermaknaan hidup dengan nilai r= 0,310

dan p=0,025 (p<0,05).

Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah variabel bebas,

tempat penelitian. Perbedaan penelitian ini adalah teknik analisa data, metode

penelitian dan hasil penelitian.

11

4. Cintia (2015), Hubungan Efikasi Diri Dengan Kepatuhan Pengelolaan Diabetes

Melitus Tipe 2 Di Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Penelitian ini

bertujuan untk mengetahui efikasi diri dengan kepatuhan pengelolaan diabetes

melitus tipe 2 di Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Penelitian dilakukan

pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Rsup Dr. Soeradji Tirtongoro klaten

yang berjumlah 70 responden. Penelii menggunakan 2 instrumen untuk

mengukur efikasi diri dan instrumen untuk mengukur kepatuhan pengelolaan

DM tipe 2 dengan pendekatan analitik korelasional dengan rancangan

penelitian cross sectional. Hasil menunjukan ada hubungan efikasi diri dengan

kepatuha pasien DM tipe 2 dengan nilai korelasi 0,360 (lemah) dan nilai

signifikansi (p hitung) sebesar 0,001 yang berarti P - value < α 0,05).

Persamaan penelitian ini adalah variabel bebas, variabel terikat. Perbedaanya

adalah teknik analisa data, dan tempat penelitian.

62

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dari

hasil analisa data seperti langkah-langkah yang diuraikan di bab sebelumnya.

Data yang akan di análisis dalam penelitian ini akan menjelaskan tentang

hubungan efikasi diri dengan kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis

paru di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta.

A. Gambaran Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Paru Respira adalah salah satu Rumah Sakit yang menjadi

pusat pelayanan paru dan pernapasan untuk wilayah DIY dan Jawa Tengah.

Rumah Sakit ini terletak di Jalan Panembahan Senopati nomor 4 Palbapang

Bantul. Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta tidak hanya melaksanakan

upaya kesehatan perorangan, tetapi juga berorientasi bagi kesehatan

masyarakat baik secara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Rumah

Sakit ini memberikan pelayanan kesehatan diantaranya rawat inap dan rawat

jalan. Adapun pelayanan yang terdiri dari Poli Paru, Poli Penyakit Dalam, poli

Umum, dan pojok DOTS.

Alur pelayanan pasien TB paru dimulai saat pasien datang dan menuju

bagian pendaftaran serta langsung mengambil nomor antrian. Pasien yang telah

memiliki nomor antrian akan menunggu untuk dipanggil ke ruang triase untuk

di anamnesis. Pasien selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan oleh dokter

diruang Poli Paru, dan selanjutnya akan ke ruang pojok DOTS. Di ruang Pojok

DOTS ini, pasien disarankan untuk pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan

laboratorium yaitu pemeriksaan dahak. Jika sudah terinfeksi TB paru, pasien

dan keluarga akan diberikan penyuluhan tentang penyakit TB paru, pencegahan

dan pengobatannya di ruang Pojok DOTS. Berdasarkan wawancara dengan

salah satu perawat yang berada di ruang Pojok DOTS, salah satu pelayanan

yang diberikan untuk pasien TB paru yaitu penyuluhan terkait tentang TB paru,

pencegahannya dan pengambilan obat. Selain itu, pasien juga diberikan buku

saku tentang TB paru terkait pengertian TB paru, epidemiologi, cara penularan,

penyebaran bakteri TB, berisiko tinggi terkena TB, penularan kuman TB,

63

gejala, pengobatan, cara mendiagnosa, cara minum obat, cara pencegahan dan

PMO (pengawas minum obat) sebagai tambahan informasi bacaan di rumah.

Petugas juga memotivasi pasien untuk meningkatkan kepatuhan dalam minum

obat secara teratur dan tingkat kesembuhan pasien optimal agar tidak terjadi

drop out dalam pengobatan.

B. Hasil Penelitian

Hasil penelitian diuraikan dalam dua bagian, yaitu analisis deskriptif yang

akan memaparkan data distribusi frekuensi efikasi diri dan kepatuhan minum

Obat Penderita Tuberkulosis Paru. Pengukuran frekuensi efikasi diri dan

kepatuhan minum Obat dengan alat ukur kuisoner. Hasil pengukuran dilihat

dari skala ordinal dengan analisis menggunakan kendall tau. Berikut ini hasil

penelitian tentang analisis deskriptif dan analisis inferensial.

1. Analisis Deskriptif

a. Karakteristik Respoden

Karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, dan lama pengobatan dapat dilihat pada tabel berikut :

Berdasarkan tabel 4.1 hasil penelitian tentang karakteristik responden

berdasarkan umur menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur

18-40 tahun sebanyak 21 responden (53,8%), berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan bahwa sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak

25 responden (64,1%). Karakteristik berdasarkan pendidikan paling

banyak menunjukkan bahwa sebagian besar berpendidikan SMP dan SMA

masing-masing sebanyak 14 responden (35,9%), berdasarkan pekerjaan

paling banyak menunjukkan bahwa sebagian besar bekerja berjumlah 27

responden (69,2%).

64

Tabel 4.1 Karakteristik Responden di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta (N:39)

Karakteristik responden Frekuensi Persentase %

Umur 18-40 tahun 21 53.8 41-59 tahun 15 38.5 >=60 tahun 3 7.7 Total 39 100.0 Jenis Kelamin Laki-laki 25 64.1 Perempuan 14 35.9 Total 39 100.0 Pendidikan Tidak sekolah 1 2.6 SD 7 17.9 SMP 14 35.9 SMA 14 35.9 PT 3 7.7 Total 39 100.0 Pekerjaan Tidak bekerja 12 30.8 Bekerja 27 69.2 Total 39 100.0 Lama pengobatan Belum lama (6-8 bulan) 37 94.9 Lama (>=8 bulan) 2 5.1 Total 39 100.0

(Sumber : Primer, 2017)

b. Efikasi diri penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru Respira

Yogyakarta

Hasil penelitian efikasi diri penderita tuberkulosis paru di Rumah

Sakit Paru Respira Yogyakarta dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Efikasi diri penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta

Efikasi diri Frekuensi Persentase (%)

Tinggi 25 64,1 Sedang 14 35,9 Total 39 100

(Sumber : Primer, 2017)

65

Pada tabel 4.2 dapat dilihat Efikasi diri pasien penderita tuberkolosis

paru paling banyak kategori tinggi sebanyak 25 responden (64,1%).

c. Kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru

Respira Yogyakarta

Hasil penelitian kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis paru di

Rumah Sakit Khusus Paru Respira Yogyakarta dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 4.3 Kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta

Perilaku Frekuensi Persentase (%)

Patuh 16 41 Tidak Patuh 23 59 Total 39 100

(Sumber : Primer, 2017) Pada tabel 4.3 dapat dilihat kepatuhan minum obat penderita

tuberkulosis paru paling banyak tidak patuh sebanyak 23 responden

(59%).

2. Analisis Inferensial

a. Keeratan hubungan efikasi diri dengan kepatuhan minum obat penderita

tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta.

Keeratan hubungan efikasi diri dengan kepatuhan minum obat

penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta di

analisis menggunakan analisi kendall tau. Dibawah ini tabulasi silang

hubungan efikasi diri dengan kepatuhan minum obat penderita

tuberkulosis paru.

Berdasarkan table 4.4 dapat dilihat bahwa paling banyak responden

dengan efikasi diri tinggi memiliki kecenderungan patuh dalam minum

obat dengan responden berjumlah 14 (35,9%) responden. Berdasarkan

hasil penelitian ini diperoleh harga koefisien hubungan efikasi diri dengan

kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru

Respira Yogyakarta p-value 0,012 dengan tingkat keeratan sebesar 0,407

termasuk dalam keeratan cukup.

66

Tabel 4.4 Tabulasi Silang Keeratan Hubungan Efikasi Diri Dengan

Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru di Rumah Sakit Paru

Respira Yogyakarta.

Efikasi Diri

Penderita Tuberkulosis Paru

Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru

Total Kendal

Tau P-Value

Correlation Coefficient Patuh Tidak patuh

F % F % F %

Tinggi 14 35,9 11 28,2 25 64,1 0,012 0,407 Sedang 2 5,1 12 30,8 14 35,9 Total 16 41 23 59 39 100

(Sumber: Sekunder, 2017)

C. Pembahasan

1. Efikasi diri penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru Respira

Yogyakarta.

Berdasarkan data hasil penelitian dapat diketahui jumlah sampel yang

dianalisis dalam penelitian ini adalah 39 responden yang efikasi diri pasien

penderita tuberkolosis paru paling banyak kategori tinggi sebanyak 25

responden (64,1%). Efikasi diri mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir,

merasa, memotivasi diri sendiri dan bertindak dalam penelitian ini didapatkan

efikasi diri tinggi artinya banyak responden telah mampu mengatasi tantangan

dan hambatan. Seperti dalam teori menurut Istiqomah (2014), efikasi diri yang

tinggi akan menggiring individu untuk mengatasi tantangan dan hambatan

dalam mencapai tujuan. Hal itu juga didukung dalam teori Bandura (1994),

efikasi diri terbentuk melelui empat proses, yaitu: kognitif, motivasional,

afektif, dan seleki yang berlangsung sepanjang kehidupan.

Hasil penelitian ini menunjukkan efikasi diri yang tinggi, hal ini

dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin responden. Berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan bahwa sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 25

responden (64,1%), sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 14

responden (35,9%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Mystakido, et

al. (2010) laki-laki memiliki efikasi diri yang lebih tinggi daripada perempuan.

67

Berdasarkan usia menunjukkan bahwa sebagian besar usia 18-40 tahun

sebanyak 21 responden (53,8%) dikarenakan individu yang lebih tua mampu

dalam mengatasi rintangan dalam kehidupan dibandingan individu yang lebih

muda. Untuk tingkat pendidikan, SMA memiliki 14 responden sebesar

(35,9%). Individu yang memiliki jenjang pendidkan yang lebih tinggi biasanya

memiliki efikasi diri yang lebih tinggi, karena pada dasarnya mereka lebih

banyak belajar dan lebih banyak menerima pendidikan formal selain itu dengan

pendidikan yang lebih tinggi akan lebih banyak mendapatkan kesempatan

belajar dalam mengatasi persoalan yang terjadi dalam proses kehidupannya.Hal

ini sesuai dengan teori Bandura (1997), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi efikasi diri antara lain usia, jenis kelamin dan tingkat

pendidikan.

Efikasi diri yang tinggi ditunjukkan dalam hasil kuisoner pada butir soal

nomor 1 yang berbunyi “Saya yakin mampu memecahkan masalah yang saya

hadapi”; terdapat 27 orang menjawab sangat setuju. Sehingga dapat

disimpulkan sebagian besar responden merasa mampu memecahkan masalah

yang dihadapi.

Pada butir 11 yang berbunyi “Saya tetap bersemangat karena setiap

masalah pasti ada jalan keluar” sebagian besar responden sebanyak 23 orang

menjawab sangat setuju sisanya menjawab setuju. Hal ini menunjukkan bahwa

responden memiliki efikasi diri yang tinggi. Pada butir nomor 13 yang

berbunyi “Saya yakin dengan berobat teratur penyakit TB cepat sembuh”

sebanyak 29 orang menyatakan sangat setuju dan sisanya menjawab setuju.

Hal ini menunjukkan bahwa responden sudah mengetahui bagaimana

memecahkan masalah dari penyakit yang dideritanya tersebut.

Hal tersebut sejalan dengan teori Bandura (1994) efikasi diri terbentuk

melalui empat proses, yaitu: kognitif, motivasional, afektif, dan seleksi yang

berlangsung sepanjang kehidupan. Jadi Semakin kuat efikasi diri seseorang

maka semakin tinggi seseorang untuk berkomitmen mencapai tujuan yang

ditentukannya.

68

2. Kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru

Respira Yogyakarta.

Hasil penelitian pada kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis paru

paling banyak tidak patuh sebanyak 23 responden (59%). Hasil penelitian ini

menunjukkan ketidakpatuhan responden untuk minum obat hal ini dapat terjadi

karena faktor kurangnya pengetahuan. Latar belakang sebagian responden

masih menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan yang dimiliki responden.

Menurut teori Niven (2002), faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan

yaitu kurangnya pengetahuan. Hal ini dikuatkan dalam penelitian Gopi et al.

(2007) didapatkan faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan adalah

tidak sekolah sebanyak 39% yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan

mengenai pentingnya terapi dibawah pengawasan. Dikuatkan pula oleh

penelitian Zhou, et al. (2012) dalam penelitiannya juga mendapatkan bahwa

pasien yang tidak patuh tidak mengetahui TB sebelum didiagnosa (P=0.05) dan

tidak mendapatkan edukasi TB terkait kesehatan sebelum terapi (p=0.01).

Faktor yang lain mempengaruhi kepatuhan adalah pendidikan, Semakin

tinggi tingkat pendidikan, maka seseorang akan mudah menerima hal-hal baru

dan mudah menyesuaikan dengan yang baru tesebut (Notoatmodjo, 2012).

Pada hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden didapatkan masih

terdapat 14 responden berpendidikan SMP (35,9%), 7 responden berpendidikan

SD (17,9%), dan 1 orang responden tidak bersekolah (2,6%). Untuk jenis

kelamin laki laki dengan 25 responden sebesar (64,1%) dan jenis kelamin

perempuan 14 responden sebesar (35,9%). Dari 25 responden berusia 18-40

tahun sebesar (53,8%), 15 responden usia 41-59 sebanyak (38,5%), dan 3

responden dengan usia >=60 tahun sebesar (7,7%). Penelitian yang dilakukan

oleh Mkopi et al. (2012) menunjukkan bahwa jenis kelamin dan usia

berhubungan dengan kepatuhan terapi. Pasien permpuan lebih patuh 2 kali

dibandingkan dengan pasien laki-laki (OR=2,04;95% CI:1.23-3,02; p=0.003).

Anyaike et al. (2013) dalam penelitiannya mendapatkan ada hubungan

signifikan antara jenis kelamin dan terapi (p=0.001).

69

Jadi tingkat kepatuhan seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain usia, pendidikan, jenis kelamin, pengetahuan,, dukungan sosial, dan

motivasi seseorang.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden tidak memiliki

kepatuhan dalam minum obat. Hal ini dapat dilihat pada hasil kuisoner pada

butir 1 berbunyi “Apakah anda terkadang lupa untuk minum obat ? “ seluruh

responden menjawab iya, sehingga dapat disimpulkan seluruh responden

pernah mengalami kejadian lupa minum obat.

Pada butir 4 yang berbunyi “Apakah anda lupa membawa obat saat dalam

perjalanan?” sebanyak 33 orang menyatakan lupa dalam membawa obat saat

perjalanan.

Hasil penelitian ini tidak sama dengan penelitian Yulianto & Mutmainah

(2013), Pengaruh Kepatuhan Penggunaan Obat Pada Pasien Tuberkulosis

Terhadap Keberhasilan Terapi Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Di

Surakarta Tahun 2013 menunjukkan bahwa Hasil analisis kepatuhan ditemukan

94% patuh menjalani pengobatan, sedangkan keberhasilan dicapai sebesar 81%

pasien. Dari hasil penelitian ditemukan Ratio Prevalency (RP) > 1 hal ini

menunjukan bahwa kepatuhan penggunaan obat memberikan kontribusi untuk

tercapainya keberhasilan terapi.

3. Keeratan hubungan efikasi diri dengan kepatuhan minum obat penderita

tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta.

Hasil penelitian menyatakan bahwa paling banyak responden dengan

efikasi diri tinggi memiliki kecenderungan patuh dalam minum obat dengan

responden berjumlah 14 (35,9%) responden. Hal ini sesuai bahwa kepatuhan

pasien berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pengobatan. Hasil terapi

pengobatan tersebut tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya

keyakinan dari pasien itu sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan terapi,

serta dapat menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan dan pada akhirnya

akan berakibat fatal.

Terapi pengobatan yang aman dan efektif akan terjadi apabila pasien

diberi informasi pengobatan yang cukup tentang obat-obat dan penggunannya.

70

Efikasi diri merupakan penilaian diri apakah seseorang dapat melakukan

tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak mengerjakan

sesuai dengan apa yang disyaratkan. Artinya jika pasien mempunyai keyakinan

keras untuk merubah pola hidup atau mematuhi pengobatan tuberkulosis,

semua akan berhasil tergantung apa yang ada pada apa yang diinginkannya.

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh harga koefisien hubungan

efikasi diri dengan kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis paru di

Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta dengan nilai p-value sebesar 0,012

(<0,05) dan tingkat keeratan sebesar 0,407 termasuk dalam keeratan cukup.

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan efikasi diri

dengan kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit

Khusus Paru Respira Yogyakarta. Dalam melakukan pada penderita

tuberkulosis, pasien harus memiliki efikasi diri yang tinggi, sehingga pasien

akan mempunyai pola pikir dan sikap untuk mematuhi tindakan pengobatan

yang baik dan benar. Menurut teori Bandura (1997), tinggi rendahnya efikasi

diri seseorang dalam tiap tugas sangat bervariasi karena adanya beberapa faktor

yang mempengaruhi, antara lain jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan

seeorang. Hasil penelitian ditemukan terdapat 11 responden yang memiliki

efikasi diri namun kepatuhannya minum obat pada kategori tidak patuh. Dilihat

dari karakteristik responden sebagian besar yang memiliki efikasi diri namun

tidak patuh dalam minum obat adalah responden dengan karakteristik bekerja

dan responden dengan pendidikan SMP. Responden yang bekerja memiliki

akses pelayanan kesehatan yang kurang akibatnya kepatuhan juga rendah, hal

ini diperkuat oleh teori Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan

menurut Niven (2002) salah satunya kurangnya akses pada pelayanan

kesehatan. Selain itu pendidikan juga akan mempengaruhi kepatuhan

responden , dikuatkan oleh teori niven pasien terkadang tidak mengerti secara

penuh mengenai regimen pengobatan atau alasan durasi pengobatan TB yang

panjang. Kurangnya pengetahuan dapat menyebabkan ketidak mampuan dan

kurangya motivasi untuk memenuhi regimen. Pada penelitian yang dilakukan

oleh Gopi et al. (2007) didapatkan faktor yang berhubungan dengan

71

ketidakpatuhan adalah tidak sekolah sebanyak 39% yang disebabkan oleh

kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya terapi dibawah pengawasan.

Sejalan dengan penelitian oleh Bello & Itiola (2010) yang menemukan ada

pengaruh positif dari konseling terhadap kepatuhan pengobatan pasien. Lebih

lanjut dengan mengunakan uji hi square didapatkan bahwa edukasi

berhubungan signifikan dengan kepatuhan (p=0.001). Hasil penelitian ini

sesuai dengan penelitian yang dimiliki Cintia (2015), Hubungan Efikasi Diri

Dengan Kepatuhan Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUP Dr. Soeradji

Tirtonegoro Klaten Hasil menunjukan ada hubungan efikasi diri dengan

kepatuha pasien DM tipe 2 dengan nilai korelasi 0,360 (lemah) dan nilai

signifikansi (p hitung) sebesar 0,001 yang berarti P - value < α 0,05.

D. Keterbatasan penelitian

Pada saat pengambilan data peneliti tidak mengendalikan peran pengawas

minum obat (PMO) dan untuk faktor usia, jenis kelamin, pekerjaan,

pendidikan, lama pengobatan bisa dikendalikan.

72

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Efikasi diri penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru Respira

Yogyakarta paling banyak kategori tinggi sebanyak 25 responden (64,1%).

2. Kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru

Respira Yogyakarta paling banyak tidak patuh sebanyak 23 responden

(59%).

3. Ada hubungan efikasi diri dengan kepatuhan minum obat penderita

tuberkulosis paru dengan nilai p-value sebesar 0,012 < 0,05 dan keeratan

hubungan efikasi diri dengan kepatuhan minum obat penderita

tuberkulosis paru di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta dengan nilai

sebesar 0,407 termasuk dalam keeratan cukup.

B. Saran

1. Bagi pasien penderita tuberkulosis

Penderita TB paru diharapkan dapat lebih memanfaatkan sumber-

sumber dukungan baik dari keluarga, masyarakat,dan Rumah Sakit agar

patuh untuk minum obat dan meningkatkan angka kesembuhan yang

optimal.

2. Bagi keluarga

Untuk mendukung penderita TB, hal yang dapat keluarga lakukan

antara lain adalah menemani penderita TB untuk berobat, serta

mengingatkan penderita untuk minum obat. Diharapkan bila keluarga

dapat menerima penderita TB maka stigma masyarakat pada penderita TB

juga dapat berkurang.

3. Bagi pihak medis khususnya di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta

Bagi Rumah Sakit diharapkan dapat meningkatkan pelayanan sebagai

salah satu faktor dalam kepatuhan minum obat yang akan membuat

penderita TB patuh dalam pengobatan. Selain itu diharapkan dapat

73

memberikan konsultasi tentang penyakit TB, penyuluhan cara penularan

TB, bahaya TB, serta melakukan kunjungan ke rumah agar penderita TB

mendapatkan dukungan yang lebih dari tenaga kesehatan.

4. Bagi peneliti berikutnya

Diharapkan bagi peneliti berikutnya perlu dilakukan penelitian tentang

peran pengawas minum obat (PMO) yang mendukung kepatuhan minum

obat dan memperbanyak responden yang akan diteliti, agar hasil yang

diharapkan dapat tergambarkan lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, H. P., & Aris, A. (2013). Hubungan Pengetahuan dan Motivasi Pasien TBC

(Tuberkulosis) dengan Kepatuhan Berobat Pasien TBC yang Berobat di UPT Puskesmas Mantup Kabupaten Lamongan. Surya Vol.02, No.XV, Agustus 2013

Ana, S. (2012). Evaluasi Kepatuhan Penggunaan Obat Pada Pasien Tuberkulosis Rawat Jalan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta 2012. Skripsi, Fakultas Farmasi: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Anugerah, D. (2007). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Penderita TB Paru dengan Kepatuhan Minum Obat di Wilayah Kerja Puskesmas Jatibarang Kecamatan Jatibarang Kabupaten Indramayu (Doctoral dissertation, Diponegoro University).

Anyaike, C., Musa, O.I., Babatunde, O.A., Bolarinwa, O.A., Durowade, K.A., & Ajayi, O.S. (2013). Adherence to tuberculosis therapy in Unilorin Teaching Hospital, Ilorin, North-Central Nigeria. International Journal of Science, Environment and Technology, 2(6), 1441.

Arikunto. (2006). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktek. Edisi revisi 5. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. (2006). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

. (2007). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

. (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bandura, A. (1994). Self efficacy. (http://www.des.emory.edu/mfp/B anEncy.html. diakses pada 1 Juli 2016).

.(1997). Self-efficacy:The exercise of control, (http://www.des.emory.edu/mfp/ef fbook5.html. diakses pada 2 juli 2016.)

Bello, S.I & Itiola, O.A. (2010). Drug Adherence Amongst Tuberculosis Patient In The University Of Ilorin Teaching Hospital, Ilorin, Nigeria. African Journal of Pharmacy and Pharmacology, 4(3), 109-114.

Beneson A, S, 1990, Control of Communicable Disease in Man. American Public Health Assosiation, Vol. 15, p. 330-39, Washington DC.

Bentsen, et al. (2010) Self-efficacy as a predictor of improvement in health status and overall quality of life in pulmonary rehabilitation--an exploratory study. Patient Educations. 81 (1):5-13.(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20356, Diperoleh tanggal 14 Agustus 2016).

Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (BIMKMI) vol. 1 No 1 Oktober 2012. diakses dari bimkmi.bimkes.org tanggal 28 Agustus 2016.

Budi, H. (2008). Hubungan Senam Asma dengan kualitas hidup pasien asma di RSPAD Gatot Subroto Jakarta Tahun 2008, Jakarta, Tesis

Cahyani, Cintia Rola (2015). Hubungan Efikasi Diri Dengan Kepatuhan Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rsup Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, hal 55-77.

Corwin, E.J. (2008). Buku Saku Patofisiologi Ed. 3. Jakarta: EGC.

Curry, F.J. (2007). National Tuberculosis Center: Tuberculosis Infection Control: A Practical Manual for Preventing TB, [inclusive page numbers]. Diakses dari (https://www.ndhealth.gov/Disease/TB/Documents/Infection%20Control.pdf) pada tanggal 4 Agustus 2016.

Danim, Sudarwan. (2003). Riset Keperawatan Sejarah & Metodologi. Jakarta: EGC.

Depkes, RI. (2006). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.

.(2007). Profil Kesehatan Indonesia. (http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1060-jika-tidak-dikendalikan-26- juta-orang-di-dunia-menderita-kanker-.html).Diakses pada 25 Februari 2016.

.(2008). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. Jakarta: Depkes RI; 2008.p.172.

.(2013). diakses dari http://www.depkes.go.id/downloads/KUNKER%20MARET%202013/RE%20Banten. pada tanggal 14 Agustus 2016.

Desi. (2014). Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Tuberkulosis Di Wilayah Ciputat. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Erawatyningsih, E., Purwanta, Subekti, H. (2009). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru. Berita Kedoteran Masyarakat, 25(3):117-124.

Fauziah, & Endang. (2012). Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Perilaku Mencari Pengobatan pada Penderita Kanker Payudara di RSUD Ibnu Sina Gresik. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Fakultas Psikologi Airlangga.

Fitria. (2011). Hubungan Antara Efikasi Diri Dan Dukungan Sosial Dengan Kebermaknaan Hidup Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

Gopi, P.G., Vasantha, M., Muniyandi, M., Chandrasekaran, V., Balasubramanian, R., Narayana, P.R. (2007). Risk Factors For Non-Adherence To Directly Observed Treatment (DOT) In A Rural Tuberculosis Unit, South India. India Journal of Tuberculosis, (54), 6.

Hidayat, A. Azis Alimul. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta. Salemba Medika.

Hendiani, N., Sakti, H., & Widiyanti, C. G. (2013).Hubungan Antara Persepsi Dukungan Keluarga Sebagai Pengawas Minum Obat dan Efikasi Diri Penderita Tuberkulosis di BKPM Semarang. Jurnal Psikologi Undip, 12(1), 1-10.

Istiqomah. (2014). Hubungan Religiusitas dan Self Efficacy Terhadap Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Cipinang Jakarta. Jurnal Psikologi, 4 (2), 165 –188.

Journal of Plos Medicine. (2007). 4(7): e238. Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17676945. tanggal 27 November 2013.

Jurnal Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) vol.1 Maret (2012) diakses dari Download PPTI-Jurnal-Maret-2012.pdf tanggal 13 Agustus 2016

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Strategi Nasional Penanggulangan TB. Kemenkes RI: Jakarata.

Maryam, R.S. dkk., (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba Medika: Jakarta

Mbata dan Iroezindu. (2013). Complications of Tuberculosis. Pioneer Medical Journal Vol. 3, No. 5, January - June, 2013. Diakses pada tanggal 12 Juli 2016 darihttps://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0CD8QFjAD&url=https%3A%2F%2Fwww.iconcep

tpress.com%2Fdownload%2Fpaper%2F13030321070582.pdf&ei=sVXBU9LmJ5K1uATzroAg&usg=AFQjCNFXnbXcM4Yhr303fC1OTNnWqIasog&sig2=H3qkMcORiQH4huKyDfNoHw&bvm=bv.70810081,d.c2E

Muttaqin, Arif. (2007). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Mystakidou, K., Tsilikia., Parpa., Gougut., Theodoriakis., Vlahos. (2010). Self Efficacy Beliefs and Level of anxiety in Advance Cancer Patient. European Journal of Cancer Care, 19, 205-211.

Nezenaga, Z.S., Gacho, M., & Tafere, T.E. (2013). Patient Satisfaction On Tuberculosis Treatment Service And Adherence To Treatment In Public Health Facilities Of Sidama Zone, South Ethiopia. BMC Health Service Research, 13, 110.

Niven Neil, 2002. Perlaku Kesehatan, Dalam : Psilokogi Kesehatan. Edisi ke-2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 183-199.

Notoatmodjo, S. (2012). Promosi kesehatan: Teori dan aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Dalam Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta.: Salemba Medika.

Nursiswati. (2013). Gambaran Kepatuhan Pasien TBC Dalam Menjalani Pengobatan Obat Anti Tuberkulosis Di Tiga Puskesmas, Kabupaten Sumedang. Unpad, diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id/archives/79185/tanggal 26 Juli 2016.

Pálsdóttir , Ágústa. (2008). Information behaviour, health self-efficacy beliefs and health behaviour in Icelanders' everyday life. IReykjavík, Iceland; University of Iceland,. 13, p. 1. Oddi v/Sturlugötu: Department of Library and Information Science.

Public Health Agency of Canada. (2010). Tuberculosis (TB) and Tobacco Smoking (http://www.phac-aspc.gc.ca/tbpc-latb/fa-fi/tbtobacco-tabag-eng.php). diakses pada tanggal 25 Agustus 2016.

Rahayu. (2011). Strategi Nasional Pengendalian TB Di Indonesia 2010-2014. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan 2011.

Riwidikdo, Handoko. (2012). Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sahat P Manalu, Helper. (2010). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 9 No 4, Desember 2010 : 1340 –1346. diakses pada tanggal 20 Juni 2016 dari bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/jek/article/download/1598/pdf.

Sastroasmoro, S. & Ismael, S. (2010). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 3. Jakarta: Agung Seto.

Solarte, J.C.M., & Barona, R.C. (2008). Factor Predictive Of Adherence To Tuberculosis Treatment, Valle de Cauca, Colombia. International Journal of Tuberculosis Lung Dissease, 12 (5): 520-526.

Sudigdo Sastroasmoro, Sofyan Ismael. (2007). Dasar – dasar Metodologi penelitian klinis. Jakarta: Bina Aksara.

Sulaiman. (2009). Hubungan Antara Efikasi Diri Dan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup Penderita Tuberkulosis Paru di RSUD Cut Meutia Aceh Utara. Tesis: Program Magister Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Sugiyono. (2009). Statistika Untuk Penelitian. Edisi 5. Bandung: Alfabeta

Swarjana, I Ketut. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.

Tomey, A.M & Alligood,.M.R (2006). Nursing Theories and their work. 6th ed. USA: Mosby Elsevier.

Widoyono. (2008). Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga.

World Health Organization. (2005). In D. K. Indonesia, Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.

. (2010). Dalam: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta World Health Organization. Treatment of Tuberculosis: Guidelines For National Programs. 3rd ed. Geneva: WHO; 2003.p.1-15.

. (2013). diakses dari www.who.int/research/en/tanggal 27 Agustus 2016

. (2013). Countdown to 2015 Global Tuberculosis Report 2013 Supplement report of Global TB Control. diakses pada 27 Agustus 2016.

Yulianto & Mutmainah. (2013). Pengaruh Kepatuhan Penggunaan Obat Pada Pasien Tuberkulosis Terhadap Keberhasilan Terapi Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat di Surakarta 2013. In Skripsi, Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Volmink J et.al. 2012. Patient Education And Counsellig For Promoting Adherence To Treatment For Tuberculosis (review). Avaiable from (http:www.thecochranelbrary.com).download on 06 Januari 2016.

Zhou, C., Chu, J., Liu, J., Gai Tobe, R., Gen, H., et al.(2012). Adherence To Tuberculosis Treatment Among Migrant Pulmonary Tuberculosis Patients In Shandong, China: A Quantitative Survey Study. PLoS ONE, 7(12), e52334.

Lampiran 4

KUESIONER PENELITIAN

No. Responden :.......................

Kode responden :.......................

Petunjuk Pengisian:

1. Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian yaitu karakteristik responden, kuesioner

tentang efikasi diri, dan kuesioner kepatuhan minum obat.

2. Mohon kesediannya Bapak/Ibu/Saudara untuk mengisi kuesioner tersebut

sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, dengan cara memberikan tanda cek list

(√) pada jawaban yang telah disediakan.

3. Silahkan mengisi pertanyaan pada tempat yang disediakan, khusus untuk

pertanyaan pilihan harap diisi dengan cara memberi tanda pada jawaban yang

telah disediakan.

4. Semua pertanyaan/pernyataan sedapat mungkin diisi secara jujur dan lengkap.

5. Bila ada pertanyaan/pernyataan yang kurang dipahami, mintalah petunjuk

langsung kepada peneliti atau asisten peneliti.

6. Atas partisispasi responden kami mengucapkan banyak terima kasih.

Lampiran 5

A. Kuesioner Data Demografi Responden

1. Umur :

(18-40 tahun)

(41-59 tahun)

(≥60 tahun)

2. Jenis kelamin :

Laki-laki

Perempuan

3. Tingkat pendidikan :

Tidak sekolah

SD

SMP

SMA

PT

4. Pekerjaan :

Tidak bekerja

Bekerja

5. Lama pengobatan TB :

Belum lama(6-8 bulan) Lama(≥8 bulan)

Lampiran 6

B. Kuesioner Efikasi Diri Penderita Tuberkulosis Paru

Pernyataan berikut ini tentang beberapa situasi yang dapat mempengaruhi

kegiatan kehidupan sehari-hari. Tentukan seberapa yakin Bapak/Ibu/Saudara tetap

mampu mengatasi kesulitan bernafas pada beberapa situasi di bawah ini. Berikan

tanda cek list (√) pada salah satu kolom jawaban yang telah disediakan sesuai

kondisi anda, dengan keterangan sebagai berikut:

Sangat Sesuai (SY) : Apabila anda Sangat mampu mengatasi

sesuai situasi tersebut

Sesuai (S) : Apabila anda mampu mengatasi sesuai

situasi tersebut

Tidak Sesuai (TS) : Apabila anda Tidak mampu mengatasi

sesuai situasi tersebut

Sangat Tidak Sesuai (STS) : Apabila anda Sangat Tidak mampu

mengatasi sesuai situasi tersebut

No Pernyataan SS S TS STS

1 Saya yakin mampu memecahkan masalah yang saya hadapi

2 Saya mampu bersikap tenang dalam menghadapi situasi yang tidak menyenangkan

3 Saya tidak tergantung pada orang lain dalam melakukan pekerjaan

4 Saya mampu menyelesaikan setiap masalah yang terjadi

5 Saya mampu menghadapi setiap masalah yang ada

6 Saya berusaha menyelesaikan masalah yang saya hadapi

7 Saya dapat mengendalikan masalah yang datang bertubi-tubi

8 Saya lebih senang menghindari masalah, agar tidak mengalami ketegangan

9 Saya enggan memulai sesuatu

10 Saya merasa tidak berdaya menghadapi masalah yang sulit

11 Saya tetap bersemangat karena setiap masalah pasti ada jalan keluar

12 Saya berobat secara teratur dan mengikuti petunjuk dokter

13 Saya yakin dengan berobat teratur penyakit TB cepat sembuh

14 Saya sangat yakin penyakit TB paru akan sembuh

15 Saya kurang percaya diri berada di lingkungan masyarakat

16 Saya menerima perubahan yang terjadi dengan lapang dada

17 Orang lain pasti tidak menginginkan dan membutuhkan saya lagi

18 Saya minum obat jika perlu saja

19 Hari hari saya lalui penuh optimis

20 Keyakinan akan sembuh membuat saya rajin berobat

21 Saya yakin setiap penyakit ada obatnya

22 Saya selalu minum obat sesuai dosis dan tepat waktu

23 Saya tetap tabah dengan penderitaan ini karena tidak ada orang yang ingin sakit

24 Saya mudah tersinggung bila ada orang yang mengomentari saya

25 Jika menghadapi masalah saya merasa putus asa

Lampiran 7

C. Kuesioner Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru

PETUNJUK PENGISIAN

Mohon diisi dengan memberikan tanda checklist (√) pada pertanyaan yang sesuai dengan persepsi yang anda miliki. Dengan pilihan Ya dan Tidak

No. Item Pernyataan Ya Tidak

1. Apakah anda terkadang lupa untuk minum obat ? 2. Pernahkah anda tidak minum obat karena alasan lupa? 3. Apakah anda pernah berhenti minum obat dan tidak

memberitahu dokter anda?

4. Apakah anda lupa membawa obat saat dalam

perjalanan?

5. Apakah kemarin anda minum obat dengan lengkap? 6. Apakah anda pernah berhenti minum obat saat tidak

ada gejala

7. Apakah anda pernah kesal dengan rencana pengobatan

anda yang lama?

8. Apakah anda sering lupa untuk minm obat? 9. Pernahkah anda tidak datang untuk memeriksakan

dahak ulang ke Puskesmas/Rumah Sakit pada waktu

yang telah di tentukan?

10. Pernahkah anda tidak datang untuk mengambil obat ke

Puskesmas/Rumah Sakit pada waktu yang telah di

tentukan?