hubungan bilaterla indonesia-australia

6
Outline Skripsi “HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-AUSTRALIA DALAM PENANGANAN KASUS MANUSIA PERAHU” Oleh: Dinda Dwi Budi Lestari 115120401111013 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Upload: dinda-cahbudy

Post on 08-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Outline skripsi

TRANSCRIPT

Outline SkripsiHUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-AUSTRALIA DALAM PENANGANAN KASUS MANUSIA PERAHU

Oleh:Dinda Dwi Budi Lestari115120401111013

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONALFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS BRAWIJAYA2015

JUDUL: HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-AUSTRALIA DALAM PENANGANAN KASUS MANUSIA PERAHUTEORI : KERJASAMA INTERNASIONAL (Kj. Holsti), Konsep Hubungan Bilateral

Australia merupakan salah satu negara penandatangan Konvensi Pengungsi 1951 dan / atau Protokol 1967 yang berupaya memberikan perlindungan Internasional bagi para pengungsi. Australia sebagai negara yang memiliki pull factor menarik perhatian para imigran untuk mendatangi negara tersebut guna mendapatkan perlindungan dalam kehidupan yang aman dengan tingkat kesejahteraan yang terjamin. Selain itu para imigran juga percaya bahwa di Australia mereka dapat lebih mudah mendapatkan status pengungsi yang tidak mereka dapatkan dengan mudah di negara lain. Hal inilah yang membuat mereka berusaha datang ke Australia dengan berbagai cara. Para pencari suaka berupaya untuk datang Australia dengan menggunakan kapal kayu secara ilegal sebagai manusia perahu (bout people).Pada tahun 2001 diketahui bahwa 80% dari pencari suaka yang telah mengalami naturalisasi menjadi warga negara Australia ternyata adalah imigran ekonomi. Kurangnya pilihan migrasi membuat banyak migran ilegal, yang ternyata bukan pengungsi, melainkan menipu dengan status sebagai pencari suaka karena ini merupakan satu-satunya cara yang memungkinkan mereka dapat diterima di negara lain. Ratusan migran ekonomi masuk ke negara Australia dengan cara tersebut hingga tahun 2002, sebelum Australia pada akhirnya bersikap keras terhadap pencari suaka ke negaranya.Pemerintah Australia merasa kewalahan menghadapi serbuan pencari suaka yang sebagian besar berasal dari negara Asia dan Afrika di pantai utaranya. Sampai akhirnya PM Abbot mengeluarkan berbagai kebijakan menolak imigran yang hendak masuk ke negaranya. Berbagai program penghentian para pencari suaka pun dilakukan oleh Australia dianataranya yaitu dengan dilakukan penggiringan kembali para imigran itu dengan kapal militer Angkatan Laut (AL) Australia ke perairan Indonesia. Namun, kebijakan ini ditentang Pemerintah Indonesia. Indonesia merupakan negara tetangga Australia yang terletak di antara benua Asia dan Australia. . Indonesia menjadi mitra strategis menangkal banjir imigran[footnoteRef:1]. [1: http://iorg.merdeka.com/dunia/selain-tsunami-australia-rutin-beri-bantuan-ri-untuk-5-sektor-ini/menangkal-pencari-suaka.html]

Pemerintah Indonesia menganggap bahwa kebijakan Negeri Kanguru itu dipastikan merugikan Indonesia, sebab pemerintah harus menanggung para imigran selama transit. Tidak hanya itu, tindakat antisipatif yang dilakukan oleh pihak angkatan laut Australia yang berpatroli di perbatasan untuk mencegat perahu para pencari suaka, menukar kapal kayu mereka dengan sekoci yang lebih canggih, kemudian mendorong kembali mereka ke perairan Indonesia, ini telah menimbulkan pelanggaran wilayah. Pihak angkatan laut Australia mengakui telah 6 kali menerobos wilayah kedaulatan indonesia. Semua negara sangat sensitif terhadap masalah kedaulatan wilayahnya sehingga pemerintah indonesia mengecam keras pelanggaran tersebut.Selain itu, menurut menteri luar negeri Indonesia Marty Natalegawa, selain melanggar hukum dan prinsip kemanusiaan, kebijakan Pemerintah Australia juga melanggar konvensi perlindungan pengungsi atau UNHCR Refugee Convention tahun 1951. Belakangan ini hubungan bilateral Indonesia Australia berada pada tahap terendah, perubahan hubungan yang awalnya harmonis ini terjadi setelah PM Australia melaksanakan kebijakan pragmatis terkait para pencari suaka ke negaranya. Maka dari itu untuk mengatasi masalah ini kedua negara sebaiknya melakukan tanggung jawab sesuai dengan kemampuannya dalam sebuah kerjasama kemitraan yang setara dalam sebuah MOU. Sebagaimana yang telah desepakati dalam Bali Procces di tahun 2002, kerjasama antar negara-negara asal, transit dan tujuan untuk menghentikan migrasi ilegal. Dalam hal ini kemitraan berdasarkan kesetaraan harus menjadi dasar hukum hubungan antar negara. Hanya atas daras kesetaraan, negara-negara yang terlibat dalam hubungan itu akan saling menghormati kedaulatan masing-masing. Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis ingin mengetahui bagaimana hubungan Indonesia-Australia dalam upaya penanganan kasus manusia perahu.Dalam mengkaji sebuah hubungan kerjasama bilateral antara Indonesia-Autralia dalam upaya penangan kasus manusia perahu, maka diperlukan seperangkat konsep dan teori yang tepat sebagai analisis. Untuk menganalisis kasus ini maka salah satu teori yang digunakan yaitu teori Kerjasama Internasional. Kerjasama dapat diadakan dalam berbagai bentuk mulai kerangka kerjasama multilateral maupun kerjasama bilateral. Hubungan bilateral sebagai suatu konsep dalam hubungan internasional memiliki makna yang lebih kompleks yang berkaitan dengan dinamika hubungan internasional itu sendiri. Konsep hubungan bilateral ini digunakan untuk memperkokoh kerjasama antar dua negara dengan menggunakan pengaruhnya hingga mencapai tujuan nasionalnya.