hubungan antara self-efficacy pengambilan keputusan...

24
1 PENDAHULUAN Pekerjaan merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia dewasa, dimanapun dan kapanpun mereka berada. Seseorang akan susah dan gelisah jika tidak memiliki pekerjaan yang jelas, apalagi jika sampai menganggur atau tidak bekerja. Demikian pula banyak orang yang mengalami stress dan frustasi dalam hidup ini dikarenakan masalah dalam pekerjaan. Menurut Herr dan Cramer (dalam Isaacson, 1985) pekerjaan memiliki peranan yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan ekonomis, sosial dan psikologis. Secara ekonomi orang yang bekerja akan memperoleh penghasilan atau uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara sosial orang yang bekerja akan lebih dihargai dibandingkan dengan orang yang menganggur. Hal ini menyebabkan mereka yang bekerja akan memiliki status sosial yang lebih tinggi di masyarakat dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja. Sedangkan secara psikologis orang yang bekerja memiliki harga diri dan kompetensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja, Herr dan Cramer (dalam Isaacson, 1985). Bekerja akan meningkatkan harga diri seseorang karena ia merasakan bahwa kegiatan yang dilakukannya akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain sedangkan orang yang tidak bekerja merasa tidak dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain dan berdampak pada harga diri orang itu yang menjadi rendah (Myers, Little & Robinson,1953). Menurut Seligman (1994) pekerjaan yang dilakukan seseorang merupakan bagian dari perkembangan karir. Perluasan konsep karir dalam beberapa hal direfleksikan dalam teori perkembangan karir sejak awal tahun 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep perkembangan karir yang mencakup dasar kehidupan sosial melalui

Upload: dobao

Post on 18-Sep-2018

233 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

1

PENDAHULUAN

Pekerjaan merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan

manusia dewasa, dimanapun dan kapanpun mereka berada. Seseorang akan

susah dan gelisah jika tidak memiliki pekerjaan yang jelas, apalagi jika

sampai menganggur atau tidak bekerja. Demikian pula banyak orang yang

mengalami stress dan frustasi dalam hidup ini dikarenakan masalah dalam

pekerjaan. Menurut Herr dan Cramer (dalam Isaacson, 1985) pekerjaan

memiliki peranan yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan hidup

manusia, terutama kebutuhan ekonomis, sosial dan psikologis. Secara

ekonomi orang yang bekerja akan memperoleh penghasilan atau uang untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara sosial orang yang bekerja akan lebih

dihargai dibandingkan dengan orang yang menganggur. Hal ini

menyebabkan mereka yang bekerja akan memiliki status sosial yang lebih

tinggi di masyarakat dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja.

Sedangkan secara psikologis orang yang bekerja memiliki harga diri dan

kompetensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak

bekerja, Herr dan Cramer (dalam Isaacson, 1985). Bekerja akan

meningkatkan harga diri seseorang karena ia merasakan bahwa kegiatan

yang dilakukannya akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang

lain sedangkan orang yang tidak bekerja merasa tidak dapat menghasilkan

sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain dan berdampak pada harga diri

orang itu yang menjadi rendah (Myers, Little & Robinson,1953).

Menurut Seligman (1994) pekerjaan yang dilakukan seseorang

merupakan bagian dari perkembangan karir. Perluasan konsep karir dalam

beberapa hal direfleksikan dalam teori perkembangan karir sejak awal tahun

1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

perkembangan karir yang mencakup dasar kehidupan sosial melalui

Page 2: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

2

tingkatan kehidupan dan kematangan karir yang meliputi pemahaman peran

kehidupan sehari-hari dan peran pekerjaan (Punch, 2008). Super (1980)

dalam teorinya yaitu life span, life space theory of career development, yang

telah ada lebih dari 60 tahun menjelaskan bahwa tahap perkembangan karir

berjalan seiring dengan tahap perkembangan manusia (Punch,2008).

Tahapan dimulai sejak lahir hingga memasuki usia lanjut, yaitu mulai dari

tahap pertumbuhan (growth), eksplorasi (exploration), penetapan

(establishment), pemeliharaan (maintenance) dan terakhir tahap pelepasan

(disengagement) (Punch, 2008).

Tahapan hidup eksplorasi, secara umum didefinisikan sebagai

kejadian antara usia 14 dan 24, di mana anak muda akan menghadapi tugas

pengembangan untuk menterjemahkan konsep kejuruan pribadi mereka ke

dalam suatu identitas kejuruan (Punch, 2008). Super menyampaikan bahwa

tingkat eksplorasi dapat dipisahkan menjadi tiga tugas: kristalisasi,

spesifikasi, dan implementasi. Kristalisasi mencakup suatu eksplorasi yang

luas dari pengerahan pribadi terhadap unifikasi persepsi pribadi ke dalam

konsep kejuruan pribadi, dan suatu eksplorasi yang luas terhadap masyarakat

dan dunia kerja. Eksplorasi ini, dikombinasikan dengan pengembangan

perilaku, kepercayaan dan kompetensi, mengarahkan pada pembentukan

pilihan tentatif dan kesiapan yang lebih baik dalam pengambilan keputusan.

Tugas berikutnya adalah menspesifikasi suatu pilihan pekerjaan. Spesifikasi

melibatkan eksplorasi yang mendalam dan pengujian realita dengan tujuan

mempersempit tujuan karir umum menuju satu tujuan khusus. Tugas akhir

dari tahapan eksplorasi adalah implementasi atau aktualisasi, di mana

individu merencanakan dan melakukan aksi untuk mengimplementasikan

pilihan mereka (Punch, 2008).

Page 3: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

3

Menurut Super ( dalam Brown & Associates, 2002), pada setiap

tahap perkembangan karir, seseorang dituntut untuk menyelesaikan berbagai

tugas perkembangannya. Seseorang yang mampu menyelesaikan tugas pada

setiap tahap perkembangan karirnya akan membawanya pada kesuksesan

dalam perjalanan karirnya. Salah satu tugas perkembangan karir yang cukup

menentukan keberhasilan seseorang dalam kehidupan karir adalah

kematangan karir dan kemampuannya dalam membuat keputusan mengenai

pilihan karir yang diinginkannya, ini semua terjadi pada tahap eksplorasi.

Super (dalam Punch, 2008) menjelaskan bahwa kematangan karir

menjadi sangat penting ketika seseorang memasuki tahapan eksplorasi, yaitu

pada rentang usia antara 14 hingga 24 tahun. Inti dari tahapan eksplorasi

yaitu kristalisasi, spesifikasi dan implementasi pilihan pekerjaan yang umum

terjadi dalam usia pra-dewasa dan usia muda yaitu kesiapan dan kemampuan

individu untuk menyelesaikan tugas pengembangan yang dibutuhkan. Dari

ketiga subtahap tersebut, subtahap yang cukup penting dalam pengambilan

keputusan dalam pendidikan maupun pekerjaan berada pada tahap

kristalisasi, yaitu pada jenjang sekolah menengah, SMA atau SMK. Hurlock

(1993) menambahkan bahwa remaja yang berada pada jenjang sekolah

menengah memiliki tugas perkembangan yang sangat penting karena mereka

harus bisa mencapai kemandirian secara ekonomi. Kemandirian secara

ekonomi menurut Hurlock (1993) hanya bisa dicapai dengan kesiapan dalam

memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri memasuki dunia kerja.

Pendapat dari Super (1996) maupun Hurlock (1993) menunjukkan

bahwa siswa sekolah menengah baik siswa SMA maupun SMK berada pada

tahapan yang paling penting untuk memiliki kematangan karir. Namun fakta

yang terjadi penulis melihat bahwa masih banyak anak-anak yang berusia 14

hingga 18 tahun khususnya siswa SMK belum memiliki kematangan karir

Page 4: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

4

yang baik dalam merencanakan bahkan memilih karirnya di masa yang akan

datang. Menurut berita resmi statistik dari Badan Pusat Statistik, 5 Mei 2011

disebutkan bahwa pada Februari 2011, tingkat pengangguran terbuka

menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan mencapai 8,1 juta orang dan

pengangguran terbuka untuk tingkat pendidikan Sekolah Menengah

Kejuruan sebesar 10 %. Sedangkan, menurut berita resmi statistik dari Badan

Pusat Statistik, 7 November 2011 diterangkan bahwa pada bulan Agustus

2011 tingkat pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang

ditamatkan mencapai 7,7 juta orang dan pengangguran terbuka untuk tingkat

pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 10, 43 %. Tingginya angka

pengangguran dan tidak terisinya lowongan kerja dikarenakan tidak

terpenuhinya tuntutan kualifikasi yang dipersyaratkan oleh dunia kerja

(http:/www.bps.go.id, 5 Mei 2011) . Rendahnya kualitas tenaga kerja yang

tersedia hal tersebut terjadi dimungkinkan karena siswa belum memiliki

kematangan karir untuk memasuki dunia kerja. Penulis mengamati bahwa

keberadaan SMK dalam menyiapkan tenaga kerja masih disangsikan oleh

masyarakat karena lulusan SMK belum dapat sepenuhnya memenuhi

tuntutan lapangan kerja sesuai dengan spesialisasinya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yosafat (2009) terhadap 230

siswa kelas XII yang berada di Malang menunjukkan 62,2 % siswa tidak

yakin dengan pilihan karirnya dan 71,11 % siswa memiliki kematangan karir

yang rendah. Penulis juga melakukan wawancara kepada beberapa siswa

SMK tentang rencana setelah mereka lulus, dan sebagian siswa menjawab

dengan “tidak tahu, bingung harus melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi

dulu, itupun masih belum tentu bisa langsung bekerja, susah ya cari kerja

sekarang”. Bahkan berdasarkan hasil wawancara dengan guru SMK Sahid

Surakarta diperoleh hasil bahwa sekitar 60% siswa SMK tingkat akhir masih

Page 5: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

5

bingung untuk memutuskan akan bekerja dan menggeluti pekerjaan seperti

apa setelah lulus nanti. Berdasarkan hasil yang disebutkan di atas,

menunjukkan bahwa ketidaksiapan siswa mengambil keputusan dalam

bidang karir dan rendahnya kematangan karir siswa, sehingga ini menjadi

suatu hal yang sangat penting untuk dapat diteliti.

Super (1995) memperkenalkan konsep kematangan kejuruan, yang

saat ini dikenal sebagai kematangan karir, 50 tahun yang lalu (Punch, 2008).

Gagasan kematangan karir melibatkan kesiapan dari seorang individu untuk

membuat keputusan karir yang terinformasi dan tepat dengan usia. Super dan

koleganya mendeskripsikan sisi alamiah psikososial dari gagasan tersebut:

Dari suatu pandangan sosial atau bermasyarakat, kematangan karir secara

operasional dapat didefinisikan dengan membandingkan tugas

perkembangan yang akan dilakukan sesuai yang diharapkan berdasarkan usia

kronologis individu. Dari sudut pandang psikologis, kematangan karir secara

operasional dapat didefinisikan dengan membandingkan sumber daya

individu, baik kognitif maupun afektif, untuk menangani tugas yang ada saat

ini dengan sumber daya yang dibutuhkan untuk menguasai tugas tersebut

(Super et al., 1996 hal. 124-125). Super dan Crites (1957) mengatakan

bahwa kematangan karir meliputi pengetahuan akan diri, pengetahuan

tentang pekerjaan, kemampuan memilih suatu pekerjaan, dan kemampuan

untuk merencanakan langkah-langkah menuju karir yang diharapkan (Creed

& Patton, 2004).

Lokan, (1984); Paton dan Creed (2001) menjelaskan faktor-faktor apa

saja yang mempengaruhi kematangan karir siswa, yaitu a) work salience, b)

work experience, c) career indecision, d) ras atau budaya, e) self-esteem, f)

usia, g) jenis kelamin, h) status sosial ekonomi, i) bahan pengajaran, j) self-

efficacy pengambilan keputusan karir. Taylor dan Popma (1990) melakukan

Page 6: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

6

penelitian mengenai Self-efficacy pengambilan keputusan karir dan

mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara self-

efficacy pengambilan keputusan dengan kematangan karir karena hasil

penelitian yang dilakukan ternyata perbedaan gender subjek sangat

mempengaruhi kedua variable tersebut, namun Luzzo (1993) memberikan

hipotesis bahwa semakin tinggi self-efficacy pengambilan keputusan karir

siswa maka semakin tinggi juga kematangan karirnya dan kemudian di

lakukan penelitian yang menghasilkan konsistensi reliabilitas sebesar .93

alpha cronbach.

Konsep self-efficacy pengambilan keputusan karir berasal dari teori

sosial kognitif Bandura. Bandura (1995) mendefinisikan self-efficacy sebagai

persepsi seseorang mengenai kemampuannya untuk sukses dalam memenuhi

tugas atau perilaku tertentu (Luzzo, 1996). Self-efficacy tidak dapat berdiri

sendiri melainkan harus dikaitkan dengan keyakinan terhadap suatu domain

perilaku tertentu, sehingga pada hal ini dikaitkan dengan pengambilan

keputusan (Hacket, 1995). Taylor dan Betz (1983) mendefinisikan self-

efficacy pengambilan keputusan karir sebagai keyakinan seseorang akan

kemampuannya dalam membuat keputusan dalam bidang karir.

Berikut ini penulis mengemukakan hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa self-efficacy pengambilan keputusan karir merupakan

variabel yang memiliki peran yang cukup besar bagi siswa dalam

menentukan karir yang sedang dijalaninya. Menurut Lent dan Hackett

(dalam Watson, Brand, Stead & Ellis, 2001), siswa yang memiliki self-

efficacy pengambilan keputusan karir akan menunjukkan kesiapannya dalam

memasuki tugas dan perilaku karir. Peterson (2005) menemukan bahwa self-

efficacy pengambilan keputusan karir akan berhubungan dengan keteguhan

dalam dunia akademis dan menghindarkannya dari tindakan drop out.

Page 7: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

7

Berdasarkan penjelasan diatas penulis melihat bahwa pentingnya menguji

variabel self-efficacy pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir

siswa SMK, karena self-efficacy pengambilan keputusan karir mempunyai

peranan yang cukup besar bagi perkembangan pendidikan dan karir

khususnya bagi siswa SMK.

Dewasa ini pembangunan khususnya di bidang industri akan berjalan

lancar apabila tersedia sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu manusia

yang terdidik, terampil, memiliki keahlian dan berdisiplin di segala bidang

kejuruan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu

penekanan dari tujuan pendidikan, seperti yang tertuang dalam Undang

Undang No. 20 Tahun 2003 tentang tujuan Pendidikan Nasional Bab II Pasal

3 tujuan utama sekolah, yaitu membantu peserta didik untuk menemukan,

mengembangkan, dan membangun kemampuan yang akan membuat siswa

memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas-tugas individu dan sosialnya

pada saat ini dan pada masa yang akan datang (Utami & Hudania, 2013).

Kesimpulan yang dapat diambil bahwa jalur pendidikan merupakan tulang

punggung pengembangan SDM yang dimulai dari tingkat dasar sampai

perguruan tinggi.

Sekolah Menengah Kejuruan atau yang lebih dikenal dengan

singkatan SMK merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang

menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah

sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau

lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.

Dalam peraturan pemerintah no. 29 tahun 1990 tentang Pendidikan

Menengah Kejuruan pasal 3 ayat 2 “sekolah menengah kejuruan

mengutamakan persiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta

mengembangkan sikap professional”. Dalam Utami dan Hudaniah (2013)

Page 8: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

8

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan yang

bertujuan memberikan bekal dan kecakapan khusus dan mempersiapkan

siswa memasuki dunia kerja. Menurut Utami dan Hudaniah (2013) SMK

memiliki tujuan untuk 1) mempersiapkan siswa untuk memasuki lapangan

kerja serta mengembangkan sikap profesional, 2) menyiapkan siswa agar

mampu memilih karir, dan 3) menyiapkan tenaga kerja tingkat menengah

dan mengisi dunia usaha. Siswa yang belajar di sekolah menengah kejuruan

mempunyai penekanan ilmu tertentu seperti contoh ada sekolah menengah

kejuruan yang khusus mempelajari ilmu teknik (STM), ada yang

mengkhususkan pada ilmu pertanian (Sekolah Menengah Farming) dan lain

sebagainya. Melihat pemahaman tentang sekolah menengah kejuruan diatas,

ini menunjukkan bahwa hasil akhir dari Sekolah Menengah Kejuruan selalu

berorientasi pada pekerjaan, lulusan yang siap untuk bekerja dengan sikap

profesional sebagai bekal dalam mengaplikasikan keahliannya pada lapangan

pekerjaan tertentu. Akan tetapi, persaingan untuk memasuki dunia kerja

tidaklah mudah. Banyak sekali persaingan yang harus dihadapi oleh lulusan

SMK, sehingga ketika siswa SMK memiliki self-efficacy pengambilan

keputusan karir yang baik maka siswa dapat memiliki kematangan karir yang

baik juga untuk meningkatkan kualitas dirinya sebagai tenaga kerja nantinya.

Hal ini sejalan dengan hipotesis yang diberikan oleh Luzzo (1993)

bahwa semakin tinggi self-efficacy pengambilan keputusan karir siswa maka

semakin tinggi juga kematangan karirnya, namun penelitian yang dilakukan

oleh Zulkaida (2007) menjelaskan bahwa self-efficacy pengambilan

keputusan karir memiliki hubungan yang negatif dengan kematangan karir,

terkecuali variabel self-efficacy pengambilan keputusan karir dianalisis

bersama-sama dengan locus of control. Oleh karena itu, dalam penelitian ini

penulis akan menguji hubungan antara self-efficacy pengambilan keputusan

Page 9: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

9

karir dengan kematangan karir siswa SMK, karena penulis melihat bahwa di

Indonesia belum banyak yang melakukan penelitian ini, dan jika sudah ada

pun penulis menguji kembali dengan tempat dan subjek penelitian yang

berbeda terhadap kedua variabel ini sehingga diharapkan penulis

mendapatkan hasil dari hubungan antara self-efficacy pengambilan keputusan

karir dengan kematangan karir yang akan membuktikan hasil baik negatif

maupun positif terhadap penelitian terdahulu.

TINJAUAN PUSTAKA

Kematangan Karir

Konsep kematangan karir (career maturity) dipergunakan untuk

menggambarkan proses di mana individu membuat keputusan karir

yang sesuai dengan usia dan tahapan perkembangan dan kemampuan

untuk berubah dan melakukan transisi secara berhasil melalui tugas-

tugas setiap tahap perkembangan. Sementara Savickas (1999) lebih

jelas lagi menjelaskan bahwa kematangan karir merupakan konsep

yang mengacu pada kesiapan individu untuk mendapatkan informasi,

membuat keputusan karir yang sesuai dengan usia perkembangannya,

dan kemampuan mengatasi tugas-tugas perkembangan karir (Punch,

2008). penulis mengambil pengertian tentang kematangan karir yaitu

konsep yang mengacu pada kesiapan individu untuk mendapatkan

informasi, membuat keputusan karir yang sesuai dengan usia

perkembangannya yang dalam penelitian ini berfokus kepada

pendidikan siswa, dan kemampuan mengatasi tugas-tugas

perkembangan karir baik kognitif maupun afektif. Sumber daya

afektif dan kognitif diperlukan untuk menguasai tugas yang

berhubungan dengan karir pada usia kronologisnya. Kognitif

Page 10: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

10

mengacu kompetensi dalam memilih karir sedangkan afektif

mengacu pada sikap yang menuju pada proses seseorang menentukan

karirnya yang sesuai dengan usia kronologisnya.

Super (dalam Creed & Patton, 2004) mengukur kematangan karir

dalam Career Development Inventory (CDI) yang mencakup empat

dimensi yaitu dua dimensi kognitif dan dua dimensi afektif, antara lain:

a. Perencanaan karir

Bertanya tentang sejauh mana siswa berpikir dan merencanakan

tentang kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan karier

b. Eksplorasi karir

Mengukur kemauan dan kemampuan untuk menemukan dan

menggunakan sumber daya yang baik untuk perencanaan karir.

Di dalam skala ini mencakup keinginan untuk menggunakan

sumber daya seperti orang tua, keluarga lainnya, teman-teman,

para guru, para konselor, buku-buku dan film-film.

c. Pengambilan keputusan

Mengukur kemampuan dalam menerapkan prinsip-prinsip

pengambilan keputusan dan metode proses pemilihan karir

d. Informasi dunia kerja

Mengukur pengetahuan terhadap tugas-tugas perkembangan yang

penting, seperti menyelidiki minat-minat dan kemampuan-

kemampuan mereka dalam pendidikan yang sesuai dengan

rencana karir pekerjaan di masa depan.

Page 11: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

11

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kematangan Karir Paton dan

Creed (2001) melakukan penelitian terhadap kematangan karir yang telah

memasuki dekade kelima sejak diperkenalkannya konstruk ini. Mereka

menjelaskan 10 faktor yang mempengaruhi kematangan karir. Penjelasan

mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kematangan karir

adalah sebagai berikut:

a. Usia

Kematangan karir seseorang akan meningkat seiring dengan

pertambahan usia. Pengaruh kelas dan tingkat pendidikan

terhadap kematangan karir juga menunjukkan hal yang sama

yaitu semakin tinggi kelas dan tingkat pendidikan maka semakin

tinggi kematangan karirnya.

b. Jenis kelamin

Pengaruh jenis kelamin terhadap kematangan karir masih

sering terjadi perbedaan, belum didapatkan gambaran hasil

penelitian yang seragam.

c. Status ekonomi sosial.

Walaupun status sosial ekonomi secara teori mempunyai

pengaruh yang cukup penting terhadap perilaku karir, namun

banyak penelitian menemukan bahwa hubungan antara

kematangan karir dan status sosial ekonomi tidak terlalu besar

atau bahkan tidak signifikan.

d. Bahan pengajaran.

Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan

pengajaran yang diberikan siswa akan sangat berpengaruh pada

kematangan karir. Terutama bahan pengajaran yang berkaitan

dengan dunia karir atau dunia kerja. Siswa yang mendapat bahan

Page 12: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

12

pengajaran tentang karir secara spesifik akan memiliki skor

kematangan karir lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang

mendapat bahan pengajaran tentang karir yang terlalu umum.

e. Perbedaan ras dan budaya

Penelitian menunjukkan bahwa perbedaan budaya turut

berpengaruh pada kematangan karirnya. Faktor status sosial

ekonomi berinteraksi dengan faktor perbedaan budaya dalam

memprediksi kematangan karir seseorang.

f. Work salience

Peran penting pekerjaan dalam kehidupan seseorang

berpengaruh secara signifikan terhadap kematangan karir

seseorang. Ketika seseorang menilai bahwa pekerjaannya

memiliki peran penting yang cukup tinggi maka akan

meningkatkan kematangan karirnya.

g. Career indecision

Kebimbangan karir menjadi faktor yang cukup berpengaruh

bagi kematangan karir seseorang. Kebimbangan karir yang tinggi

akan menyebabkan kematangan karir seseorang menjadi

menurun.

h. Work experience

Pengalaman bekerja seseorang turut berpengaruh terhadap

kematangan karirnya. Semakin banyak pengalaman bekerja

seseorang maka kematangan karirnya semakin meningkat.

i. Self-efficacy pengambilan keputusan karir

semakin tinggi self-efficacy pengambilan keputusan karir

siswa maka semakin tinggi juga kematangan karirnya.

Page 13: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

13

j. Self-esteem

Seseorang yang memiliki self-esteem yang tinggi akan

memiliki kematangan karir yang tinggi juga.

Self-Efficacy Pengambilan Keputusan Karir

Bandura (1995) mendefinisikan Self-efficacy sebagai persepsi

seseorang mengenai kemampuannya untuk sukses dalam memenuhi

tugas atau perilaku tertentu (Luzzo, 1996). Self-efficacy tidak dapat

berdiri sendiri melainkan harus dikaitkan dengan keyakinan terhadap

suatu domain perilaku tertentu. Konsep self-efficacy pengambilan

keputusan karir berasal dari teori self-efficacy Bandura. Self-efficacy

pengambilan keputusan karir merujuk pada tingkat keyakinan

individu bahwa dirinya akan sukses dalam menyelesaikan tugas yang

diperlukan saat pengambilan keputusan mengenai karir pekerjaannya

(Taylor & Betz, 1983). Penulis mendefinisikan self-efficacy

pengambilan keputusan karir sebagai kepercayaan terhadap

kemampuan bahwa dirinya akan sukses dalam menyelesaikan tugas

yang diperlukan saat pengambilan keputusan mengenai karir

pekerjaannya.

Teori mengenai self-efficacy pengambilan keputusan karir

dilandasi dari teori yang dibuat oleh Crites dan kemudian disempurnakan

oleh Taylor dan Betz (dalam Betz & Hackett, 2006). Lima domain dalam

pengukuran self-efficacy pengambilan keputusan karir tersebut adalah:

a. Self-appraisal (penilaian diri)

Kemampuan seseorang tersebut dalam menilai kekuatan dan

kelemahan yang ada dalam dirinya untuk mencapai kepuasan

dalam karir

Page 14: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

14

b. Occupational information (mengumpulkan informasi tentang

pekerjaan)

Sejauh mana pengetahuan seseorang tentang dunia kerja dan

berbagai tugas yang ada dalam suatu pekerjaan. Pengetahuan

dalam dunia kerja meliputi juga pengetahuan mengenai tren

dunia kerja, sikap maupun kesempatan kerja

c. Goal selection (penentuan tujuan)

Kemampuan seseorang dalam membuat pilihan pekerjaan

yang paling sesuai dan terbaik bagi dirinya.

d. Planning (perencanaan)

Dalam membuat perencanaan seseorang memahami benar dan

bisa membuat serangkaian tahapan perencanaan dalam memasuki

suatu pekerjaan tertentu.

e. Problem solving (penyelesaian masalah)

Seseorang harus memiliki kemampuan dan keterampilan

dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan proses

pengambilan keputusan karir yang dalam hal ini adalah

pekerjaan.

Menurut Lent dan Hackett (dalam Watson, Brand, Stead &

Ellis, 2001) siswa yang memiliki self-efficacy pengambilan keputusan

karir akan menunjukkan kesiapannya dalam memasuki tugas dan

perilaku karir. Peterson (2005) menemukan bahwa self-efficacy

pengambilan keputusan karir akan berhubungan dengan keteguhan

dalam dunia akademis dan menghindarkannya dari tindakan drop out.

Page 15: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

15

METODE

Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa SMK Sahid

Surakarta yang berjumlah 475 siswa. Dimana jumlah siswa yang sesuai

dengan kompetensi keahlian dari kelas X sampai kelas XII yaitu kelas X

berjumlah 125 siswa, kelas XI berjumlah 167 siswa dan kelas XII

berjumlah 183 siswa.

Teknik sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

insidental sampling yang merupakan teknik penentuan sampel

berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan atau

insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila

dipandang orang yang kebetulan ditemuin itu cocok sebagai sumber data

(Sugiyono, 2012). Dari 4 bidang kompetensi keahlian yang ada di SMK

Sahid Surakarta, penulis mengambil sampel sebanyak 100 siswa dari ke-4

bidang kompetensi keahlian.

Alat Ukur Penelitian

Skala pengukuran self-efficacy pengambilan keputusan karir dalam

penelitian ini mengacu pada alat ukur yang dikembangkan oleh Taylor

dan Betz (dalam Betz & Hackett, 2006) yang kemudian dimodifikasi oleh

peneliti dan memiliki lima dimensi self-efficacy pengambilan keputusan

karir yaitu Self-appraisal (penilaian diri), Occupational information

(mengumpulkan informasi tentang pekerjaan), Goal selection (penentuan

tujuan), Planning (perencanaan), Problem solving (penyelesaian

masalah). Skala tersebut bernama Career Decision-Making Self-Efficacy

(CDMSE) yang tersusun dari 31 aitem pertanyaan dalam bentuk skala

Likert.

Page 16: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

16

Skala kematangan karir yang diacu dalam penelitian ini adalah skala

yang disusun oleh Creed dan Patton (2004) dan kemudian dimodifikasi

oleh peneliti. Skala tersebut dikenal dengan nama Career Development

Inventory (CDI) yang tersusun sebanyak 27 item pertanyaan dalam

bentuk skala Likert. Skala psikologi Career Development Inventory (CDI)

memiliki 4 aspek didalamnya, yakni Perencanaan karir, Eksplorasi karir,

Pengambilan keputusan, Informasi dunia kerja.

Reliabilitas Dan Validitas Skala Self-Efficacy pegambilan

Keputusan Karir

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.917 30

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

CDMSE 86 43 115 90.70 11.946

Valid N (listwise) 86

Reliabilitas dan Validitas Skala Kematangan Karir

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.875 22

Page 17: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

17

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

CDI 86 38 88 67.06 8.606

Valid N (listwise) 86

Metode Pengumpulan Data

Pada tanggal 12 Maret 2014, pukul 09.00 WIB dilaksanakan

penelitian. Peneliti telah menyiapkan 110 skala psikologi yang akan

digunakan dengan rincian 100 untuk digunakan dalam penelitian, dan 10

sebagai cadangan apabila ada kesalahan dalam prosedur pengisian, namun

skala psikologi yang terpakai hanya 86 saja dikarenakan banyak siswa

dari masing-masing bidang keahlian banyak yang tidak masuk pada hari

itu. Sesuai dengan rancangan penelitian, dalam pemilihan subjek peneliti

menggunakan teknik insidental sampling yang merupakan teknik

penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara

kebetulan atau insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan

sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemuin itu cocok

sebagai sumber data (Sugiyono, 2012).

Pengisian skala psikologi dilakukan pada pukul 09.30 WIB dengan

terlebih dahulu peneliti memperkenalkan diri dan memberikan penjelasan

mengenai maksud dan tujuan peneliti melakukan penelitian kepada para

siswa dan meminta partisipasi siswa untuk berperan serta dalam penelitian

ini dengan mengisi skala yang disebarkan kepada mereka. Selama

pengisian skala, siswa diperkenankan bertanya jika ada materi yang

terdapat di dalam skala dianggap sulit dipahami atau tidak jelas. Selama

pengisian skala, peneliti berada di dalam kelas untuk memberikan

penjelasan jika terdapat persoalan yang tidak dimengerti siswa. Setelah

Page 18: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

18

pengisian skala selesai, skala langsung diberikan kepada peneliti dan

peneliti langsung mengecek skala yang telah diisi oleh siswa. Selama

pelaksanaan penelitian, responden dapat bekerjasama dengan baik dan

cenderung menjawab setiap pernyataan dengan baik. Kemudian dari skala

psikologi yang disebar, semuanya kembali dan semuanya itu bisa dipakai

dalam penelitian ini. Kemudian peneliti memberikan ucapan terima kasih

kepada pihak sekolah. Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian

akan diolah menggunakan bantuan program komputer SPSS 17.0 for

windows.

Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan bentuk studi korelasional dengan metode

analisis korelasi bivariat untuk melihat hubungan antara self-efficacy

pengambilan keputusan karir dan kematangan karir . Analisis data

dilakukan dengan menggunakan program bantu SPSS 17.0 dengan teknik

korelasi Pearson’s Product moment.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan uji normalitas dengan bantuan program SPSS, maka

didapatkan nilai signifikasi kematangan karir sebesar p = 0,227 (p>0,05).

Hal tersebut menunjukan bahwa sebaran data untuk kematangan karir

memiliki sebaran data yang berdistribusi normal. Sedangkan untuk nilai

signifikasi kematangan karir, setelah dilakukan uji normalitas dengan

bantuan SPSS, maka didapatkan hasil sebesar p = 0,150 (p>0,05). Karena

nilai signifikasi yang didapat baik kematangan karir dan self-efficacy

pengambilan keputusan karir lebih besar dari 0,05 (p>0,05), maka dapat

disimpulkan data yang ada baik kematangan karir dan self-efficacy

Page 19: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

19

pengambilan keputusan karir memiliki sebaran data yang berdistribusi

normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat dalam tabel berikut:

Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

CDMSE CDI

N 86 86

Normal Parametersa Mean 90.70 67.06

Std. Deviation 11.946 8.606

Most Extreme Differences Absolute .123 .112

Positive .054 .068

Negative -.123 -.112

Kolmogorov-Smirnov Z 1.137 1.043

Asymp. Sig. (2-tailed) .150 .227

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukan

bahwa hubungan self-efficacy pengambilan keputusan karir dan

kematangan karir adalah linear, karena memiliki nilai signifikasi

untuk linearitas sebesar 0,000 (p < 0,05). Dari hasil uji linearitas

diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,2333 dengan sig.= 0,003 (p<0,05) yang

menunjukkan hubungan antara self-efficacy pengambilan keputusan

karir dengan kematangan karir adalah linear. Hasil uji linearitas dapat

dilihat dalam tabel berikut:

Page 20: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

20

Hasil Uji Linearitas

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

CDI *

CDMSE

Between

Groups

(Combined) 5229.318 36 145.259 6.681 .000

Linearity 3453.662 1 3453.662 158.842 .000

Deviation from

Linearity 1775.655 35 50.733 2.333 .003

Within Groups 1065.392 49 21.743

Total 6294.709 85

Dari hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara

self-efficacy pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir

sebesar 0,741 dengan sig. = 0,000 (p < 0.05) yang berarti ada hubungan

yang positif signifikan antara self-efficacy pengambilan keputusan karir

dengan kematangan karir siswa. Dengan begitu self-efficacy pengambilan

keputusan karir sangat dipengaruhi oleh kematangan karir siswa.

Hasil Uji Korelasi antara Self-efficacy Pengambilan

Keputusan Karir dengan Kematangan Karir

Correlations

CDMSE CDI

CDMSE Pearson Correlation 1 .741**

Sig. (2-tailed) .000

N 86 86

CDI Pearson Correlation .741** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 86 86

Page 21: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

21

Pembahasan

Dari hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara

self-efficacy pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir

sebesar 0,741 dengan sig. = 0,000 (p < 0.05) yang berarti ada hubungan

yang positif signifikan antara self-efficacy pengambilan keputusan karir

dengan kematangan karir siswa. Dengan begitu self-efficacy pengambilan

keputusan karir sangat dipengaruhi oleh kematangan karir siswa.

Stitt-Gohdes (1997) mengatakan bahwa jika individu yakin terhadap

kemampuan-kemampuannya dalam mengambil keputusan tentang karir

dimasa depan, maka mereka akan mencoba untuk melakukan sesuatu,

mempunyai harapan terhadap hasil perilaku tersebut dan berperilaku

dengan cara-cara yang diarahkan untuk membantu pencapaian tujuan-

tujuannya. Bandura (1994) mengungkapkan bahwa self-efficacy

membantu munculnya minat dan ketertarikan akan aktivitas tertentu.

Begitu juga ketika seorang siswa memiliki self-efficacy pengambilan

keputusan karir maka mereka akan memiliki minat dan usaha untuk

mengerjakan tugas-tugasnya saat ini khususnya dalam dunia pendidikan.

Punch (2008) mengatakan bahwa individu yang mempunyai self-efficacy

yang tinggi terhadap kemampuannya dalam mengambil keputusan untuk

karirnya akan mencoba melakukan langkah-langkah yang mengarah

pada tujuan-tujuan karir dimasa depan dan mempunyai harapan yang

tinggi terhadap karirnya tersebut.

Dari uraian diatas, penulis dapat mengatakan bahwa semakin tinggi

self-efficacy pengambilan keputusan karir yang ada pada diri siswa,

maka tinggi pula kemampuan siswa dalam menghadapi tugas

perkembangannya saat ini yang dikenal dengan kematangan karir. Hal

tersebut dikarenakan para siswa-siswi sudah memiliki keyakinan dalam

Page 22: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

22

dirinya dalam untuk mengambil keputusan karir dimasa depan meskipun

mereka masih duduk dikelas X.

Hal ini terlihat dari hasil kajian penelitian di atas, bahwa self-efficacy

pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir memiliki

hubungan yang positif signifikan. Berdasarkan hasil analisis deskriptif

dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa self-efficacy pengambilan

keputusan karir sebesar 61,63% yang berada pada kategori tinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar siswa-siswi SMK Sahid Surakarta

sudah yakin akan kemampuannya untuk mengambil keputusan karir di

masa depan. Pada kematangan karir siswa SMK Sahid Surakarta sebesar

66,279% yang berada pada kategori tinggi. Hal tersebut menunjukkan

bahwa sebagian besar siswa-siswi SMK Sahid Surakarta sudah matang

terhadap karirnya saat ini.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara self-efficacy

pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir pada siswa SMK

Sahid Surakarta, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Koefisien korelasi antara self-efficacy pengambilan keputusan

karir dengan kematangan karir pada siswa SMK Sahid Surakarta

adalah 0,741 dengan sig. = 0,000 (p < 0.05). Nilai signifikansi yang

lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima.

Ini berarti ada hubungan positif yang signifikansi antara self-efficacy

pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir pada siswa

SMK Sahid Surakarta.

2. Besarnya sumbangan efektif self-efficacy pengambilan keputusan

karir sebesar 55%. Hal ini menunjukkan bahwa self-efficacy

Page 23: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

23

pengambilan keputusan karir merupakan salah satu faktor yang besar

pengaruhnya terhadap kematangan karir.

3. Sebagian besar subjek (61,63%) self-efficacy pengambilan

keputusan karir berada pada kategori tinggi dan sebagian besar subjek

(66,279%) memiliki kematangan karir berada pada kategori tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, N. E. (2007). Career self efficacy: Exemplary recent research and

emerging directions. Journal of Career Assesment, 15, 403.

Betz, N., & Hackett, G. (2006). Career self efficacy theory: Back to the

future. Journal of Career Assesment, 14, 3.

Brown, D., & Associates. (2002). Career choice & Development (4th ed).

San Fransisco: Jossey-Bass A Willey Company.

Brown, D., & Associates. (2002). Career choice & Development (3rd

ed).

San Fransisco: Jossey-Bass, Inc.

Creed, P. A., & Patton, W. (2003). Predicting two components of career

marturity in school based adolescent. Journal of Career development, 29,

4, 277.

Hurlock, E. B., (1993) Development psychology a life span approach (5th

ed). New York: Mc Graw-Hill, Inc.

Luzzo, D. A. (1992). Ethnic group and social class differences in college

student career development. The Career Development Quarterly, 41, 161-

173.

Luzzo, D. A. (1996). A psychometric evaluation of the career decision

making self. Journal of Counseling and Development, 7, 3, 276.

Page 24: Hubungan antara Self-Efficacy Pengambilan Keputusan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9006/3/T1_802010093_Full... · 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep

24

Patton, W. A., & Creed, P. A. (2001). Development issues in career

marturity and career decision status. The career development quarterly, 49

(4),336.

Patton, W. A., & Lokan, J. (2001). Perspective on Donald Super’s construct

of career marturity. International Journal for Educational and Vocational

Guidance, 1.

Patton, W. A., & McMahon, M. (2001). Career development program:

preparation for life long career decision making. Retrieved from

http://www.bookos.org/books (original work published 2001).

Peterson, N., & Gonzales, R. C. (2005). The role of work in people live’s:

Applied career counseling and vocational psychology (2nd

ed). USA:

Thomson learning.

Punch, R. (2008). Career development of deaf and hard of hearing

adolescent: Career decision-making, career maturity and perceived

career barriers. Australia: UDM

Seligman, L. (1994). Development career counseling and assement 2nd ed.

California Thousand Oaks : Sage

Sugiyono. (2012). Metodologi penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif,

kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Taylor, K. M., & Betz, N. E. (1983). Application of self efficacy theory to

the understanding and treatment of career indecision. Journal of

Vocational Behavior, 22, 63, 8.

Watson, M. B., Brand, H. J., Stead, G. B., Ellis, R. R. (2001). Confirmatory

factor anlysis of the career decision-making self-efficacy scale among

south Africa university student. Journal of industrial psychology, 27(1),

43-46.