hubungan antara produksi dan ... - repository.ipb.ac.id · hubungan antara produksi dan kualitas...

64
HUBUNGAN ANTARA PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI PERAH DENGAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (STUDI KASUS DI PONDOK RANGGON, JAKARTA TIMUR) SKRIPSI NAWANGWULAN DEWAYANI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Upload: duongdung

Post on 13-Mar-2019

243 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

HUBUNGAN ANTARA PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI

PERAH DENGAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

(STUDI KASUS DI PONDOK RANGGON,

JAKARTA TIMUR)

SKRIPSI

NAWANGWULAN DEWAYANI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

i

RINGKASAN

NAWANGWULAN DEWAYANI. D14080208. 2012. Hubungan antara Produksi

dan Kualitas Susu Sapi Perah dengan Faktor yang Mempengaruhi (Studi Kasus

di Pondok Ranggon, Jakarta Timur). Skripsi. Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Bagus P Purwanto, M.Agr.Sc

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Afton Atabany, M.Si

Ternak sapi perah merupakan salah satu jenis ternak ruminansia besar yang

banyak diusahakan dan dipelihara oleh para petani dan peternak di Indonesia, tidak

hanya dipelihara di pedesaan bahkan kawasan perkotaan tidak luput dari usaha ini.

Sentra peternakan sapi perah di Jakarta terletak di Pondok Ranggon, Jakarta Timur.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan produksi dan kualitas susu

berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada peternakan sapi perah di

Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Jumlah sapi laktasi yang digunakan dalam

penelitian sebanyak 134 ekor. Rancangan dan analisis data menggunakan analisis

regresi eksponensial berganda dengan persamaan sebagai berikut: Yi =

a.X1b1

.X2b2

.X3b3

.X4b4

.X5b5

dimana Yi menunjukkan produksi dan kualitas susu (lemak,

laktosa, protein, dan SNF); a menunjukkan intersep; X1 pemberian hijauan; X2

konsentrat; X3 ampas tahu; X4 ampas tempe; X5 pemberian dedak; dan b

menunjukkan koefisien korelasi untuk setiap X. Parameter yang diukur ialah keadaan

lingkungan, pemberian pakan, kondisi ternak, produksi susu, dan kualitas susu yang

dihasilkan.

Peternak memberikan pakan sapi dengan hasil sampingan industri pangan,

seperti ampas tahu, dedak padi, dan ampas tempe. Rataan pemberian hijauan,

konsentrat, ampas tahu, ampas tempe, dan dedak masing-masing sebesar 20,85±4,27;

0,67±0,73; 28,94±7,62; 2,26±4,51; dan 0,01±0,09 kg/ekor/hari. Produksi susu yang

dihasilkan di Pondok Ranggon sebesar 9,28±3,22 kg/ekor/hari. Kualitas susu yaitu

lemak, laktosa, protein, bahan kering tanpa lemak, dan berat jenis masing-masing

sebesar 4,44%; 4,20%; 3,91%; 8,83%; dan 1,032 g/ml. Kesimpulan menunjukkan

produksi dan kualitas susu di Pondok Ranggon dipengaruhi oleh suhu dan

kelembaban kandang,manajemen pemeliharaan, serta kondisi fisiologis sapi. Sapi

berproduksi maksimal saat berumur 2,5 tahun, periode laktasi pertama, bulan laktasi

kedua, sapi yang berbobot badan besar, serta sapi yang tidak dalam keadaan bunting.

Kata-kata kunci : sapi perah, Pondok Ranggon, susu.

ii

ABSTRACT

The relationship between quality of dairy milk cow and production with factors

influenced (Case Study in Pondok Ranggon, East Jakarta).

Dewayani, N., B. P. Purwanto, and A. Atabany

Dairy cows are the large ruminants that mostly kept by Indonesian dairy farmers.

The dairy farms of Indonesia located not only in the villages, but also in the urban

areas, such as Pondok Ranggon in East Jakarta. Recent study was done to observe

effect of technical factors on milk production and quality of dairy farms in Pondok

Ranggon in East Jakarta. The parameters were environmental conditions, feeding

patterns, animal conditions, lactation performance, and milk quality. The data were

analyzed using multiple regression analysis. To overcome less of roughage supply,

farmers used agro-industry by products such as tofu waste, soybean waste, and rice

bran. The averages of roughage, concentrate, tofu waste, soybean waste and rice bran

that offered to the animals were 20,85±4,27; 0,67±0,73; 28,94±7,62; 2,26±4,51; and

0,01±0,09 kg/h/d, respectively. Under this feeding regime, the average milk

produced was 9,28±3,22 kg/h/d. The averages of fat, lactose, protein, solid non fat,

density of milk quality were 4,44%; 4,20%; 3,91%; 8,83%; and 1,032 g/ml. The

relationship of milk production(Y) on roughage (X1), concentrate (X2), tofu waste

(X3), soybean waste (X4) and rice bran (X5) was Y1=2,672X10,256

X20,014

X30,018

X4-

0,008 X5

-0,055. The influenced of age, number of lactation, lactation days, pregnancy

and body weight on milk production and quality were also confirmed. It was

concluded that maximum milk production in Pondok Ranggon was produced by the

cows at 2,5 years age, in the first lactation, at the second months of lactation, from

heavier cows, or in the non pregnant cows.

keywords : dairy cow, Pondok Ranggon, milk.

HUBUNGAN ANTARA PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI

PERAH DENGAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

(STUDI KASUS DI PONDOK RANGGON,

JAKARTA TIMUR)

NAWANGWULAN DEWAYANI

D14080208

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Judul : Hubungan antara Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah

dengan Faktor yang Mempengaruhi (Studi Kasus di Pondok

Ranggon, Jakarta Timur)

Nama : Nawangwulan Dewayani

NIM : D14080208

Menyetujui,

Mengetahui,

Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof.Dr.Ir. Cece Sumantri, M.Agr,Sc)

NIP: 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian: 10 Juli 2012 Tanggal Lulus:

Pembimbing Utama,

(Dr. Ir. Bagus P Purwanto, M.Agr)

NIP: 19600503 198503 1 003

Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Afton Atabany, M.Si)

NIP: 19640521 199512 1 002

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Desember 1989 di Jakarta. Penulis

merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis anak dari pasangan Ayahanda

Agus Dewa Irianto dan Ibunda Eliek Ekowati.

Pendidikan kanak-kanak diselesaikan di TK Angkasa 6 Halim, Jakarta Timur

pada tahun 1996, dilanjutkan dengan pendidikan dasar di SD Angkasa 4 Halim,

Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2002. Penulis menyelesaikan Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama pada tahun 2005 di SLTP 81 Lubang Buaya, Jakarta Timur dan

melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA 67 Halim, Jakarta Timur dan lulus

pada tahun 2008.

Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB)

pada tahun 2008. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi

dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor angkatan

2008 (45). Selama mengikuti pendidikan penulis aktif menjadi bendahara kelas TPB.

Penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan kegiatan Kampus, selain itu penulis juga

aktif mengikuti beberapa seminar yang diadakan di Kampus.

vi

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan limpahan rahmat, nikmat, dan karuniaNya atas terselesaikannya skripsi

ini yang berjudul “Hubungan antara Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah

dengan Faktor yang Mempengaruhi (Studi Kasus di Pondok Ranggon, Jakarta

Timur)” dibawah bimbingan Dr. Ir. Bagus P Purwanto, M.Agr. dan Dr. Ir. Afton

Atabany, M.Si. Tujuan penyusunan skripsi ini ialah untuk memberikan gambaran

peternakan sapi perah di Jakarta khususnya kawasan peternakan Pondok Ranggon

dan mengetahui hubungan produksi dan kualitas susu berdasarkan faktor-faktor yang

mempengaruhinya pada peternakan sapi perah di Pondok Ranggon, Jakarta Timur.

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Peternakan,

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini menjadi lebih baik.

Penulis juga berharap agar skripsi ini dapat memberikan informasi dalam dunia

peternakan Indonesia dan bermanfaat bagi Penulis khususnya dan pembaca pada

umumnya.

Bogor, Juli 2012

Penulis

vii

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN …......……………………………………………………... i

ABSTRACT …..…………………………………………………………. ii

LEMBAR PERNYATAAN …..…………………………………………. iii

LEMBAR PENGESAHAN …..………………………………………….. iv

RIWAYAT HIDUP ..…………………………………………………….. v

KATA PENGANTAR ………..………………………………………….. vi

DAFTAR ISI …..………………………………………………………… vii

DAFTAR TABEL …..…………………………………………………… ix

DAFTAR GAMBAR ……..……………………………………………… x

DAFTAR LAMPIRAN ……..…………………………………………… xi

PENDAHULUAN ……..………………………………………………… 1

Latar Belakang ……..……………………………………………. 1

Tujuan ……..…………………………………………………….. 2

TINJAUAN PUSTAKA …..……………………………………………... 3

Sapi Perah ………........…………………………………………... 3

Sapi Friesian Holstein (FH) ………………….............…………... 3

Produktivitas Sapi Perah ……..…………………………………... 3

Kualitas Susu .......………………………………………………... 4

Pemberian Pakan Sapi Perah ...…..………………………………. 6

Hijauan …...…………………………………..................... 8

Konsentrat Komersial ……..……………..................……. 8

Ampas Tahu ..............…………………………………….. 9

MATERI DAN METODE ………..……………………………………… 10

Lokasi dan Waktu ……..…………………………………………. 10

Materi ……..……………………………………………………… 10

Prosedur …..……………………………………………………… 10

Pengumpulan Data ..………..…………………………….. 10

Pemberian Pakan ....………………………………………. 10

Produksi Susu .................………………….…………….... 10

Pengujian Alkohol .............................................................. 11

Pengambilan Sampel Susu .................................................. 11

Pengujian Kualitas Susu ..................................................... 11

Pendugaan Bobot Badan ..................................................... 11

Pengukuran Suhu Lingkungan ............................................ 11

Rancangan dan Analisis Data .......……………............................. 12

viii

HASIL DAN PEMBAHASAN ………......……………………………… 13

Keadaan Lokasi Penelitian …….....………………………………. 13

Keadaan Ternak dan Kepemilikannya ...........……………………. 15

Tingkat Pendidikan dan Tenaga Kerja ………..…………………. 17

Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Perah …………..……………… 18

Pembersihan Ternak dan Kandang .....…………………… 19

Perkawinan Ternak ……......…………………………… 19

Pencegahan dan Pengobatan Penyakit ................................ 20

Pemberian Pakan ................................................................ 20

Produksi Susu ................................................................................. 24

Umur Kebuntingan ............................................................. 25

Masa Laktasi ....................................................................... 27

Bobot Sapi .......................................................................... 28

Umur Sapi ........................................................................... 29

Kualitas Susu .................................................................................. 30

Hubungan Pakan dengan Produksi dan Kualitas Susu ................... 33

KESIMPULAN DAN SARAN …………..……………………………… 36

Kesimpulan ………..……………………………………………... 36

Saran ………..……………………………………………………. 36

UCAPAN TERIMA KASIH ………..…………....……………………… 37

DAFTAR PUSTAKA ……..……………………………………………... 39

LAMPIRAN ……..………………………………………………………. 42

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kebutuhan Bahan Kering Sapi Laktasi ........................................... 7

2. Kebutuhan TDN dan PK Sapi Laktasi ............................................. 7

3. Suhu dan Kelembaban Kandang di Pondok Ranggon …................. 14

4. Jumlah Kepemilikan Sapi FH di Pondok Ranggon .............…...…. 16

5. Pendidikan Peternak di Pondok Ranggon ...............................…… 17

6. Tenaga Kerja di Pondok Ranggon ............................................…... 18

7. Analisa Proksimat Sampel Pakan yang digunakan Peternak di

Pondok Ranggon ............................................................................. 21

8. Pemberian Pakan dan Kebutuhan Sapi Laktasi di Pondok Ranggon

................................................................................................. 22

9. Produksi Susu Setiap Peternak di Pondok Ranggon ....................... 25

10. Rataan Kualitas Susu Pemerahan Pagi dan Siang Hari di Pondok

Ranggon ............................................................................………... 30

11. Hubungan Produksi dan Kualitas Susu di Peternakan Pondok

Ranggon .......................................................................................... 34

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Laktasi untuk Mengetahui Gambaran Produksi,

Persentase lemak, dan Persentase Protein Susu .......................... 5

2. Rataan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Kebuntingan di

Pondok Ranggon ......................................................................... 26

3. Rataan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Bulan Laktasi di

Pondok Ranggon ...................................................….…………. 27

4. Rataan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Periode Laktasi

di Pondok Ranggon .........…………............................................ 27

5. Rataan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Bobot Badan di

Pondok Ranggon ......................................................................... 28

6. Rataan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Umur Sapi di

Pondok Ranggon ......................................................................... 29

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner Penelitian ..................................................................... 43

2. Peta Daerah Pondok Ranggon ...................................................... 47

3. Hasil Analisis Ragam Produksi Susu dan Pemberian Pakan ....... 47

4. Hasil Analisis Ragam Lemak Susu dan Pemberian Pakan .......... 47

5. Hasil Analisis Ragam Laktosa Susu dan Pemberian Pakan ......... 48

6. Hasil Analisis Ragam Protein Susu dan Pemberian Pakan .......... 48

7. Hasil Analisis Ragam SNF Susu dan Pemberian Pakan .............. 48

8. Perhitungan Kebutuhan Sapi .................................................... 49

9. Uji-T Produksi Susu Berdasarkan Kebuntingan .......................... 51

10. Perhitungan Total Digestible Nutrients (TDN) Pakan ................. 52

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak sapi perah merupakan salah satu ternak ruminansia besar yang banyak

diusahakan dan dipelihara oleh para petani dan peternak di Indonesia, tidak hanya

dipelihara di pedesaan bahkan kawasan perkotaan tidak luput dari usaha ini. Ternak

sapi perah mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan karena peternakan

sapi perah termasuk usaha yang berkelanjutan, sehingga produksi susu yang

dihasilkan dapat dipertahankan sampai waktu tertentu atau selama masa hidupnya.

Sapi perah laktasi memerlukan pasokan nutrisi yang memadai dari segi

kualitas maupun kuantitas untuk memenuhi tiga hal pokok, yaitu: mencukupi

kebutuhan hidup pokok, perkembangan janin, serta memproduksi susu. Produksi

susu sangat dipengaruhi oleh faktor internal (genetik) serta faktor eksternal (pakan

dan lingkungan ternak). Komposisi kimia susu lebih ditentukan oleh faktor genetik,

misalnya sapi perah FH umumnya menghasilkan susu dengan kandungan lemak

lebih rendah bila dibandingkan sapi Jersey, meskipun sebagian juga ditentukan oleh

faktor eksternal (Palladino et al., 2010).

Sentra peternakan sapi perah di daerah Jakarta Timur terletak di kelurahan

Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur. Pemerintah

Propinsi DKI Jakarta telah menetapkan daerah tersebut sebagai kawasan relokasi

sapi perah sejak tahun 1992 melalui SK Gubernur No 300 tahun 1986. Usaha ternak

sapi perah didaerah tersebut dilakukan secara perorangan maupun kelompok dan

telah berlangsung secara turun-temurun dibawah bimbingan Dinas Peternakan DKI

Jakarta.

Peternakan sapi perah di Pondok Ranggon memiliki potensi untuk

dikembangkan, mengingat tingginya permintaan dan harga jual susu segar di DKI

Jakarta. Tingkat produksi susu di DKI Jakarta masih tergolong rendah, yaitu sekitar

5-10 liter/ekor/hari. Rendahnya produksi susu di DKI Jakarta diduga dipengaruhi

oleh beberapa faktor baik itu eksternal maupun internal, oleh karena itu perlu adanya

usaha untuk mengevaluasi dan memperbaiki aspek teknis pemeliharaan sapi perah di

DKI Jakarta agar dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas susu yang

dihasilkan oleh sapi-sapi yang dipelihara khususnya di wilayah Pondok Ranggon.

2

Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan produksi dan kualitas

susu berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada peternakan sapi perah di

Pondok Ranggon, Jakarta Timur.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Perah

Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu

yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa

anak. Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan cara perbaikan mutu genetik

melalui seleksi terhadap sapi-sapi yang memiliki produksi tinggi. Penilaian terhadap

seekor sapi perah pada dasarnya dilakukan dengan memperhatikan lima kriteria

penting, yaitu : bangsa, asal usul ternak, kesehatan, penampilan fisik, dan catatan

produksi, apabila catatan reproduksi dan asal usul ternak belum diketahui maka

seleksi didasarkan penampilan fisik secara umum (Diggins et al., 1984).

Sifat-sifat fisik secara eksterior pada bagian tertentu yang dimiliki sapi perah

menentukan tipe perahnya. Tipe perah yang baik akan menjamin kapasitas produksi

yang dihasilkan. Bentuk dan ukuran tubuh serta kondisi ambing perlu diperhatikan

didalam seleksi sapi perah. Sapi perah produksi tinggi mempunyai kapasitas tubuh

panjang dan dalam untuk mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang banyak sehingga

menghasilkan susu yang tinggi (Diggins et al., 1984).

Sapi Friesian Holstein (FH)

Sapi perah FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu

hitam dengan bercak-bercak putih pada umumnya, namun juga ada yang berwarna

coklat ataupun merah dengan bercak putih, bulu ujung ekor berwarna putih, bagian

bawah dari kaki berwarna putih, dan tanduk pendek serta menjurus kedepan (Makin,

2011). Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya paling tinggi dengan kadar

lemak susu yang rendah dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi perah lainnya

didaerah tropis maupun subtropis. Bobot badan ideal sapi FH betina dewasa adalah

682 kg dan jantan dewasa 1000 kg. Sapi FH dapat digunakan sebagai sapi pedaging

karena pertumbuhan cepat, selain itu lemak daging anak sapi berwarna putih,

sehingga baik untuk produksi daging anak sapi/veal (Sudono et al., 2003).

Produktivitas Sapi Perah

Kegiatan budidaya sapi perah ditujukan terutama untuk mencapai produksi

susu dalam volume yang tinggi, sehingga prioritas perbaikan genetik dalam kegiatan

seleksi sapi perah biasanya ditekankan pada produksi susu. Produksi susu sendiri

4

merupakan hasil resultan antara faktor genetik dengan lingkungan, selain karena

perbedaan genetik, variasi produksi susu antara sapi betina dipengaruhi juga oleh

kondisi lingkungan serta interaksi antara keduanya (Anggraeni, 2003).

Pada umumnya produktivitas sapi FH di Indonesia adalah rendah, dimana

produksi susu rata-rata 10 liter/ekor/hari atau kurang lebih 3.050 kg/laktasi. Produksi

susu yang rendah ini disebabkan mutu ternak rendah ataupun makanan yang

diberikan baik kualitas maupun kuantitasnya kurang baik (Sudono et al., 2003).

Widjaja (1998) menambahkan bahwa produksi susu sapi perah paling tinggi lebih

dari 16 liter/ekor/hari, tinggi 13-16 liter/ekor/hari, sedang 10-12,9 liter/ekor/hari, dan

rendah kurang dari 10 liter/ekor/hari.

Rataan puncak produksi susu untuk sapi dara 3,15-6,3 kg lebih tinggi dari

rataan produksi susu harian. Pada laktasi kedua dan selanjutnya produksi susu dapat

mencapai 6,75-13,5 lebih tinggi dari rataan produksi harian. Puncak produksi dapat

dicapai antara 5-10 minggu setelah beranak, setelah puncak produksi tercapai

umumnya terjadi penurunan rataan produksi susu dapat mencapai 10-15%. Pada

akhir laktasi penurunan dapat terjadi sekitar 12-20%. Laju penurunan dapat ditekan

dengan cara memberikan pakan dan pengelolaan yang baik (Despal et al., 2008).

Kualitas Susu

Susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih yang

diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak

dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun

kecuali pendinginan. Susu segar harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar aman

dikonsumsi dan digunakan untuk proses pengolahan selanjutnya. Persyaratan

tersebut ialah kadar berat jenis minimal 1,027, kadar lemak minimal 3,0%, Solid Non

Fat (SNF) minimal 7,8%, kadar protein minimal 2,8% (Badan Standarisasi Nasional,

2011). Komposisi susu sangat beragam tergantung pada beberapa faktor, untuk sapi

FH kandungan persentase air, protein, lemak, laktosa, abu, dan BK masing-masing

sebesar 88,01%; 3,15%; 3,45%; 4,65%; 0,68%; dan 11,57% (Sudono et al., 2003).

Kandungan terbesar susu adalah air dan lemak. Lemak susu mengandung

vitamin yang hanya larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E dan K (Hasim dan

Martindah, 2012). Kadar lemak susu mulai menurun setelah satu sampai dua bulan

masa laktasi. Masa laktasi dua sampai tiga bulan kadar lemak susu mulai konstan,

5

kemudian naik sedikit (Sudono et al., 2003). Kurva tersebut dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Kurva Laktasi untuk Mengetahui Gambaran Produksi, Persentase lemak,

dan Persentase Protein Susu.

Sumber: Sudono et al. (2003).

Susu mengandung berbagai macam tipe protein, yang dapat dikelompokkan

menjadi dua macam, yaitu kasein (80%) dan laktoglobulin (20%). Rasa manis susu

karena adanya laktosa berkontribusi sekitar 40% kalori dari susu penuh (whole milk).

Laktosa terdiri atas dua macam gula sederhana yaitu glukosa dan galaktosa. Secara

alami laktosa hanya terdapat pada susu (Hasim dan Martindah, 2012).

Bangsa sapi yang berbeda akan menghasilkan komposisi susu yang berbeda,

misalnya sapi perah FH menghasilkan susu dengan kandungan lemak lebih rendah

apabila dibandingkan sapi Jersey (Palladino et al., 2010). Faktor-faktor lain yang

mempengaruhi komposisi susu ialah keragaman akibat musim, hal ini terutama

terjadi pada daerah beriklim subtropis dimana kandungan lemak akan menurun pada

akhir musim semi dan akan meningkat menjelang musim dingin. Perbedaan tersebut

biasanya dihubungkan dengan adanya perubahan pakan ternak dari biji-bijian pada

musim dingin menjadi rumput-rumputan pada musim semi (Muchtadi, 2009).

Faktor lainnya ialah umur sapi. Umur sapi berpengaruh kecil sekali terhadap

komposisi susu. Selama jangka waktu 10 tahun, rata-rata kandungan lemak susu

menurun sekitar 0,2%. Penyakit juga dapat mempengaruhi komposisi susu. Penyakit

pada sapi dapat mengacaukan keseimbangan komponen-komponen di dalam susu,

6

hal tersebut menyebabkan terjadi kenaikan kadar lemak dan garam-garam mineral

serta penurunan kadar laktosa (Muchtadi, 2009).

Pakan berpengaruh terhadap komposisi susu. Kurangnya pemberian pakan

akan mengurangi produksi susu. Keragaman cukup besar yang terjadi dalam

kandungan protein dan karbohidrat dalam pakan tidak akan banyak mempengaruhi

komposisi susu, akan tetapi pakan yang banyak mengandung lemak atau pakan

tersebut secara sengaja dicampuri lemak atau minyak, pengaruhnya akan terlihat

jelas kadar dan komposisi lemak susu. Komposisi susu dapat dipengaruhi oleh

faktor-faktor dari luar, misalnya pemalsuan dengan cara menambahkan air atau

bahan lain, kegiatan mikroba, kurangnya homogenisasi dalam pengambilan sampel,

dan lain lain (Muchtadi, 2009).

Pemberian Pakan Sapi Perah

Peningkatan produksi susu dapat dilakukan melalui peningkatan kemampuan

berproduksi susu dari sapi-sapi perah induk dengan cara perbaikan pakan dan

tatalaksana. Kemampuan berproduksi susu sapi perah yang dipelihara para peternak

masih memberi peluang untuk ditingkatkan terutama melalui perbaikan pakan.

Penelitian yang telah dilakukan di daerah Pangalengan, Kertasari, dan Lembang

menunjukkan bahwa suplementasi pakan konsentrat sebanyak 2 kg/ekor/hari

berakibat terhadap peningkatan kemampuan berproduksi susu rata-rata harian

masing-masing adalah 1,7 liter/ekor/hari; 2,42 liter/ekor/hari, dan 2,31 liter/ekor/hari

(Siregar, 2000).

Tujuan utama pemberian pakan pada sapi perah adalah menyediakan ransum

yang ekonomis, tetapi dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok, kebuntingan, dan

produksi susu bagi induk, serta kebutuhan untuk pertumbuhan bagi ternak muda.

Produksi optimal dapat tercapai dengan cara menyediakan cukup pakan, baik kualitas

maupun kuantitasnya, serta terpenuhinya kecukupan gizi sesuai dengan kebutuhan

ternak, tidak kekurangan maupun kelebihan (Santosa et al., 2009). Kebutuhan

nutrien sapi laktasi ditunjukkan pada Tabel 1 dan 2.

7

Tabel 1. Kebutuhan Bahan Kering Sapi Laktasi

Bobot

Badan

(Kg)

Produksi Susu (Kg) Kebutuhan Hidup Pokok (Kg)

5 10 15 20 TDN PK

300 2,25 2,70 3,15 3,60 2,54 0,294

350 2,20 2,60 3,00 3,40 2,85 0,330

400 2,10 2,50 2,90 3,30 3,15 0,365

450 2,00 2,40 2,80 3,20 3,44 0,399

500 1,90 2,30 2,70 3,10 3,72 0,432

Sumber: Sutardi (1981).

Tabel 2. Kebutuhan TDN dan PK Sapi Laktasi

Kebutuhan Produksi

(Kg 4% FCM)

Produksi (Kg 4% FCM)

5 10 15 20 25

TDN 1,63 3,26 4,89 6,52 8,15

PK 0,435 0,870 1,30 1,74 2,18

Keterangan : 4% FCM = (0,4 x produksi)+(0,15 x % lemak x produksi).

TDN = Total Digestible Nutrient

PK = Protein Kasar

Sumber : Sutardi (1981).

Nutrien diperlukan untuk hidup pokok dan berbagai produksi. Faktor yang

harus diperhatikan adalah jumlah pakan yang diberikan, semakin banyak jumlah

pakan yang dikonsumsi setiap hari, akan memberikan kesempatan untuk

menghasilkan produksi tinggi. Semakin tinggi bobot hidup sapi, maka kapasitas fisik

lambung dan saluran pencernaan juga bertambah besar yang mengakibatkan

konsumsi bahan kering juga semakin meningkat. Bobot hidup itu sendiri akan

mempengaruhi kebutuhan nutrisi untuk hidup pokok, kebutuhan tersebut dipenuhi

dari pemberian pakan (Parakkasi, 1995).

Pemberian pakan pada sapi yang sedang berproduksi atau sedang laktasi

harus memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi susu, jika jumlah dan mutu

yang diberikan kurang, maka hasil produksi susu tidak akan maksimal. Pemberian

konsentrat agar lebih praktis dianjurkan 50% dari produksi susu, sedangkan hijauan

pemberiannya 10% dari bobot badan. Pemberian pakan hijauan yang berlebihan

dapat menyebabkan peningkatan serat kasar sehingga pakan sulit dicerna, sebaliknya

8

kurangnya pemberian konsentrat akan menyebabkan kekurangan konsumsi protein

yang dapat menurunkan kinerja reproduksi sapi induk (Sudono et al., 2003).

Hijauan

Pada umumnya pakan hijauan atau pakan berserat yang diberikan pada sapi

perah terdiri dari tiga kategori, yaitu : 1) rumput introduksi berkualitas menengah; 2)

rumput lapangan berkualitas rendah sampai menengah, yang diambil dari pinggiran

jalan dan lahan-lahan; dan 3) hasil ikutan pertanian yang berkualitas rendah (Santosa

et al., 2009). Bargo et al. (2003) menambahkan bahwa hijauan kaya akan serat. Serat

yang tinggi dalam pakan sapi akan meningkatkan persentase lemak lebih tinggi

dibandingkan dengan pemberian konsentrat. Semakin tinggi kandungan serat kasar

didalam suatu bahan pakan atau ransum maka kecernaannya semakin menurun

sehingga efisiensi penggunaan ransum akan ditentukan oleh kandungan zat makanan,

terutama kandungan serat kasar yang terdapat didalamnya (Dhalika et al., 2003).

Kandungan nutrisi rumput alam lahan darat (campuran) ialah BK 24,4%; abu 14,5%;

PK 8,2%; LK 1,4%; SK 31,7%; BETN 44,2%; TDN 56,2%; Ca 0,36%; dan P 0,23%

(Sutardi,1981).

Konsentrat Komersial

Konsentrat merupakan pakan tambahan utama pada sapi perah. Kualitas

bahan pakan konsentrat lebih baik dibandingkan dengan bahan pakan hijauan, namun

kualitasnya sangat variatif tergantung pada jenis bahan baku, musim, dan tempat asal

sumber konsentrat tersebut. Konsentrat harus memenuhi standar baku, untuk sapi

perah laktasi diperlukan kandungan air maksimal 14%, TDN minimal 70%, protein

minimal 16%, lemak maksimal 7%, abu maksimal 10%, Ca 0,8-1%, dan P 0,6-0,8%.

Kualitas konsentrat sangat tinggi yaitu lebih dari 75% TDN dengan kandungan

protein lebih dari 16%, sebaliknya kualitas rendah dengan kandungan TDN kurang

dari 55% dan kandungan protein kurang dari 13% (Santosa et al., 2009).

Pemberian konsentrat sebanyak 4 kg/ekor/hari dengan kandungan 60% dan

75% TDN menunjukkan bahwa sapi yang mengkonsumsi pakan berkualitas lebih

baik akan menerima 2,7 kg TDN, dan yang mengkonsumsi bahan berkualitas rendah

akan menerima 2,2 kg TDN. Perbedaan tersebut akan menghasilkan perbedaan

dalam produksi susu sekitar satu liter (Santosa et al., 2009). Perimbangan yang

9

mengarah kepada persentase konsentrat yang lebih besar akan berakibat tercapainya

produksi susu yang tinggi, namun kadar lemaknya akan menurun. Kandungan zat-zat

makanan dalam konsentrat lebih tinggi dibandingkan hijauan, oleh karena itu

pemberian konsentrat yang lebih tinggi pada pakan sapi perah laktasi akan

menghasilkan kemampuan berproduksi susu yang lebih tinggi (Siregar, 2000).

Ampas Tahu

Ampas tahu merupakan limbah dalam bentuk padatan pasta dari bubur

kedelai yang diperas untuk diambil sarinya pada proses pembuatan tahu. Ampas tahu

yang dihasilkan bervariasi tergantung dari proses pembuatannya. Ampas tahu pada

pembuatan tahu menggunakan prinsip ekstraksi protein kedelai yang dikumpulkan

dan terbentuknya padatan protein (Herlambang, 2002).

Duljaman (1989) menyatakan ampas tahu mempunyai palatabilitas yang

tinggi. Pemberian ampas tahu segar dalam ransum sapi perah dapat meningkatkan

konsumsi pakan, namun ampas tahu mengandung protein yang sulit didegradasi

dalam rumen. Ampas tahu telah mengalami koagulasi dan denaturasi akibat

pemanasan pada proses pembuatan tahu, sehingga protein ampas tahu sulit diubah

menjadi ammonia. Hal ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan mikroba

rumen menjadi lebih pesat. Kandungan nutrisi ampas tahu basah ialah BK 14,6%;

abu 5,1%; PK 30,3%; LK 9,9%; SK 22,2%; BETN 32,5%; TDN 77,9% (Sutardi,

1981).

10

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Komplek Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon,

Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Pengujian kualitas susu dilakukan di

Laboratorium Ternak Perah, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian berlangsung pada bulan Januari-Maret 2012.

Materi

Sapi yang digunakan dalam penelitian sebanyak 134 ekor sapi perah Friesian

Holstein laktasi yang berasal dari peternak di Pondok Ranggon. Peralatan yang

digunakan dalam penelitian ialah alat tulis, timbangan gantung, thermos es, lembar

wawancara, gelas ukur, tabung reaksi, thermometer wet and dry, tali raffia, corong,

pengaduk, plastik sampel susu, botol film, milkcotester, pita ukur, dan kamera.

Bahan yang digunakan ialah alkohol 70% sebanyak satu liter, formalin 37%

sebanyak 100 ml, dan sampel susu sebanyak 268 sampel masing-masing sekitar 25

ml.

Prosedur

Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dengan cara melakukan pengukuran,

pengamatan, dan wawancara langsung dengan peternak. Peubah yang diukur ialah

pemberian pakan, produksi susu, pendugaan bobot badan, pengujian kualitas susu,

dan pengukuran suhu lingkungan.

Pemberian Pakan

Pemberian pakan ditimbang berdasarkan jenis pakan (hijauan, konsentrat, dan

bahan pakan lainnya). Timbangan yang digunakan dalam penelitian ialah timbangan

gantung dengan kapasitas 50 kg. Pemberian pakan diukur disetiap peternakan pada

hari yang berbeda per sampel sapi laktasi dengan satuan kg/ekor/hari.

Produksi Susu

Produksi susu diukur berdasarkan jumlah susu hasil pemerahan pagi hari dan

siang hari. Pengukuran produksi susu dilakukan dengan menggunakan timbangan

11

gantung. Pengukuran produksi susu dilakukan per ekor sapi laktasi pada peternakan

yang berbeda, dihari yang berbeda, dan dinyatakan dengan satuan kg/ekor/hari.

Pengujian Alkohol

Sampel susu pemerahan pagi diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke

dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan alkohol 70% sebanyak 5 ml, kemudian

dihomogenkan secara perlahan. Susu tersebut diamati apakah terdapat butir-butir,

apabila terdapat butiran maka sapi dinyatakan positif rusak dan dapat diduga sapi

tersebut menderita mastitis khususnya mastitis subklinis.

Pengambilan Sampel Susu

Susu hasil pemerahan masing masing diambil sampel sekitar 25 ml. Sampel

tersebut dimasukkan kedalam wadah yang telah diberi identitas, lalu diteteskan 1-2

tetes larutan Formalin 37%, kemudian dibekukan selama 2-3 hari. Sampel susu

tersebut dimasukkan kedalam termos es agar tetep beku saat menuju Laboratorium

Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB untuk diuji kualitas susu.

Pengujian Kualitas Susu

Sampel susu dianalisis di Laboratorium Ternak Perah, Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor. Sampel susu diuji dengan mengunakan alat milkcotester.

Parameter yang diuji ialah kadar lemak, protein, berat jenis, SNF, dan laktosa.

Pendugaan Bobot Badan

Pendugaan bobot badan diukur dengan mengukur lingkar dada sapi.

Pengukuran yang dilakukan ialah lingkar dada diukur dengan pita ukur, kemudian

dikonversi kedalam bobot badan. Pengukuran tersebut menggunakan rumus Schoorl

(Sudono, 2003) yaitu :

BB = (LD+22)2

100

Keterangan : BB = Bobot badan (kg).

LD = Lingkar dada (cm).

Pengukuran Suhu Lingkungan

Pengukuran suhu dan kelembaban lingkungan dilakukan menggunakan

termometer wet and dry. Pengukuran dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari pada

setiap peternakan yang berbeda dan dihari yang berbeda.

12

Rancangan dan Analisis Data

Hasil penelitian berupa data pemberian pakan, kualitas susu, dan produksi

susu dianalisis menggunakan regresi eksponensial berganda. Analisis regresi

eksponensial berganda (Hasan, 2008), dengan persamaan sebagai berikut:

Yi = a.X1b1

.X2b2

.X3b3

.X4b4

.X5b5

keterangan :

Yi = Produksi susu (Y1) ( kg/ekor/hari), lemak susu (Y2) (g/ekor/hari), laktosa

susu (Y3) (g/ekor/hari), protein susu (Y4) (g/ekor/hari), bahan kering

tanpa lemak susu (Y5) (g/ekor/hari).

a = Intersep.

X1 = Hijauan (kg/ekor/hari).

X2 = Konsentrat (kg/ekor/hari).

X3 = Ampas tahu (kg/ekor/hari).

X4 = Ampas tempe (kg/ekor/hari).

X5 = Dedak (kg/ekor/hari).

b1, b2, b3, b4, b5 = Koefisien korelasi untuk hijauan, konsentrat, ampas tahu, ampas tempe,

dan dedak.

Perbandingan antara umur kebuntingan dengan produksi susu dianalisis dengan uji-T

menggunakan program Minitab.

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Lokasi Penelitian

Kawasan peternakan sapi perah seluas 11 ha dari 30 ha yang telah disediakan

oleh pemerintah sesuai dengan SK Gubernur no 300 tahun 1986 berada di Kelurahan

Pondok Ranggon, Kecamatan Jakarta Timur. Kelurahan Pondok Ranggon termasuk

dataran rendah dengan ketinggian 15 m diatas permukaan laut. Keadaan permukaan

tanah di Pondok Ranggon bergelombang dengan curah hujan rata-rata per tahun

antara 1000-2000 mm/tahun (Anggraeni, 2010). Temperatur dan kelembaban udara

harian berkisar antara 24-35 oC dan 65-91% (Tabel 3).

Kawasan peternakan Pondok Ranggon berbatasan langsung dengan jalan

Munjul Raya Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur (sebelah utara), perikanan ikan

arwana dan perkemahan pramuka Cibubur (sebelah barat), Kabupaten Bekasi, Jawa

Barat (sebelah selatan), dan Tempat Pemakaman Umum (sebelah timur) (Lampiran

2). Peternak di Pondok Ranggon merupakan peternak yang berternak secara turun-

temurun dimana sebelumnya mereka sudah melakukan kegiatan berternak secara

tradisional di daerah Kuningan, Jakarta Selatan. Peternak di daerah ini telah memiliki

struktur organisasi yang bernama Kelompok Tani Ternak Swadaya Pondok Ranggon

yang didirikan sejak tahun 1993.

Temperatur lingkungan berkaitan erat dengan kelembaban yang memberikan

efek yang sama terhadap produksi susu. Daerah Jakarta seperti Pondok Ranggon

dengan suhu lingkungan dan kelembaban yang tinggi akan memberikan efek stres

ganda bagi sapi perah FH. Temperatur dan kelembaban yang tinggi sangat tidak

nyaman bagi sapi perah. Kondisi nyaman tersebut apabila dipelihara pada suhu

lingkungan 15-22 oC dengan kelembaban 60-70% (Nurdin, 2011). Suhu di Pondok

Ranggon pada pagi hari sekitar 25,08 oC, disiang hari meningkat hingga 30,79

oC,

dan disore hari suhu kembali menurun sekitar 29,38 oC. Kelembaban udara

berbanding terbalik dengan suhu dimana pada pagi hari kelembaban tinggi sekitar

91%, disiang hari kelembaban menurun sekitar 74,58%, dan disore hari kelembaban

kembali meningkat sekitar 81,08%. Suhu dan kelembaban kandang di Pondok

Ranggon ditunjukkan pada Tabel 3.

14

Tabel 3. Suhu dan Kelembaban Kandang di Pondok Ranggon

No Peternak Suhu (

oC) Kelembaban (%)

Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

1 H Mas`ud Salam 24 33 28 91 70 91

2 H. M. Amin 27 24 29 91 83 91

3 H. Abdul Somad 26 31 30 91 83 83

4 H. Hasan Basri 25 35 31 91 59 70

5 H. M. Zein 23 30 27 91 83 91

6 H. Hamdani 25 32 29 91 70 83

7 Bahroji 26 29 28 91 91 75

8 H. Masri Salam 24 26 25 91 83 91

9 Fahrurozi 24 29 29 91 83 83

10 Komarudin 25 20 30 91 83 83

11 H. Nurudin 26 32 29 91 83 83

12 H. Hasanudin 25 33 29 91 70 83

13 H. Romli 24 35 31 91 53 70

14 Ahmad Maulana 24 32 31 91 64 64

15 H. Zaenudin 27 31 28 91 76 83

16 Sriyatno 25 34 31 91 70 70

17 H. Abdurohim 24 30 30 91 69 76

18 Ma`mun Ali 24 35 31 91 65 76

19 KFA 26 31 27 91 76 91

20 H. M. Zaini 26 33 31 91 64 76

21 Rochmani 26 30 31 91 83 83

22 Royati 26 30 31 91 83 83

23 Abdan Syakur 26 33 27 91 70 91

24 Hj. Fatimah 24 31 32 91 76 76

Rataan 25,08 30,79 29,38 91 74,58 81,08

Keterangan: Pagi (05.30) WIB, siang (13.00) WIB, dan sore (17.00) WIB.

Salah satu efek dari suhu panas pada sapi perah FH adalah tekanan pada

aktivitas kelenjar tiroid yang kemudian menghasilkan laju metabolisme basal yang

tinggi. Perubahan tersebut akan menyebabkan ternak mempertahankan suhu

tubuhnya terhadap lingkungan panas dengan cara mengurangi produksi panasnya

15

melalui penguapan panas dari tubuh. Sapi akan terengah-engah, mengurangi

konsumsi pakan, dan meningkatkan konsumsi air minum. Pada temperatur dibawah

nyaman, efisiensi pakan akan menurun karena ternak lebih banyak makan untuk

mempertahankan temperatur tubuh yang normal, sebaliknya pada temperatur diatas

nyaman, ternak akan menurunkan tingkat konsumsinya guna mengurangi temperatur

tubuh. Semua hal tersebut akan menurunkan produktivitas dan efisiensi penggunaan

pakan. pada kondisi lingkungan yang panas konsumsi BK ransum akan turun sekitar

8-12% untuk mengurangi peningkatan panas dari metabolic process, hal ini

menyebabkan produksi susu berkurang 20-30% (Despal et al., 2008).

Keadaan Ternak dan Kepemilikannnya

Bangsa sapi perah yang dipelihara oleh peternak di Pondok Ranggon ialah

sapi Friesian Holstein (FH) dan persilangannya. Sapi perah FH berasal dari Belanda

dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu hitam dengan bercak-bercak putih pada

umumnya, namun juga ada yang berwarna coklat ataupun merah dengan bercak

putih, bulu ujung ekor berwarna putih, bagian bawah dari kaki berwarna putih atau

hitam, dan tanduk pendek serta menjurus kedepan (Makin, 2011).

Kepemilikan sapi laktasi di Pondok Ranggon sangat bervariasi yaitu berkisar

2 hingga lebih dari 152 ekor. Persentase kepemilikan sapi laktasi sebesar 70,37%,

dan sapi yang sedang kering sebesar 8,39%. Keadaan tersebut menunjukkan usaha

ternak sapi perah yang dikelola peternak di Pondok Ranggon dapat dikatakan sudah

optimum seperti yang dinyatakan Makin (2011) bahwa peternakan sapi perah akan

optimum apabila sapi laktasi sekitar 70%.

Kepemilikan sapi pedet jantan dan betina hanya sebesar 2,53% dan 2,37%.

Sex ratio yang efisien menurut Nurdin (2011) sebesar 1:1. Sex ratio di Pondok

Ranggon dapat dikatakan cukup efisien, namun persentase kepemilikan pedet masih

rendah. Hal tersebut kemungkinan karena terbatasnya lahan untuk membesarkan

pedet membuat peternak menjual sapi pedetnya. Pedet jantan dijual oleh peternak

dengan alasan sapi jantan tidak bernilai ekonomis untuk dipelihara, sedangkan untuk

pedet betina oleh peternak tidak dijual dan dipelihara hingga dewasa untuk

regenerasi sapi laktasi yang sudah tidak berproduksi, sehingga selalu terjaga produksi

susu yang dihasilkan. Sapi yang dipelihara oleh peternak tidak hanya sapi FH,

melainkan juga sapi Peranakan Ongole (PO) sebanyak 18 ekor dan sapi Simental

16

sebanyak 11 ekor. Peternak memelihara sapi jenis tersebut sebagai tabungan yang

sewaktu-waktu dapat dijual, terutama pada Hari Raya Idul Adha. Kepemilikan sapi

FH di Pondok Ranggon dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Kepemilikan Sapi FH di Pondok Ranggon

No Nama Peternak

Jumlah Sapi (Ekor) Jumlah

(Ekor) Laktasi Kering Pejantan Dara Pedet

Jantan

Pedet

Betina

1 H Mas`ud Salam 2 1 5 0 0 0 8

2 H. Muhamad

Amin 45 6 1 3 2 4

61

3 H. Abdul Somad 32 3 0 3 7 1 46

4 H. Hasan Basri 90 11 20 40 7 8 176

5 H. M. Zein 5 1 0 3 1 1 11

6 H. Hamdani 29 4 4 7 2 5 51

7 Bahroji 20 3 1 4 6 5 39

8 H. Masri Salam 5 0 0 0 0 0 5

9 Fahrurozi 20 1 2 0 0 0 23

10 Komarudin 13 0 0 4 2 1 20

11 H. Nurudin 152 10 21 8 6 7 204

12 H. Hasanudin 21 3 0 3 4 6 37

13 H. Romli 14 4 1 8 6 3 36

14 Ahmad Maulana 10 0 3 2 3 1 19

15 H. Zaenudin 26 2 0 2 5 3 38

16 Sriyatno 12 6 1 2 2 5 28

17 H. Abdurohim 8 2 0 2 4 1 17

18 Ma`mun Ali 15 1 1 2 3 3 25

19 KFA 31 3 5 9 5 9 62

20 H. M. Zaini 14 1 2 4 1 4 26

21 Rochmani 26 2 9 5 13 3 58

22 Royati 2 2 1 0 1 0 6

23 Abdan Syakur 31 1 3 6 8 10 59

24 Hj. Fatimah 23 10 6 11 5 7 62

Jumlah 646 77 86 128 93 87 1.117

Jumlah (ST) 646 77 86 64 23,25 21,75 918

Persentase (%) 70,37 8,39 9,37 6,97 2,53 2,37 100

17

Jumlah kepemilikan sapi dara sebagai pengganti (replacement stock) sebesar

6,97% dan kepemilikan sapi dara hanya berkisar 8,85% dari jumlah sapi dewasa.

Jumlah tersebut lebih kecil apabila dibandingkan menurut Nurdin (2011) yang

menyatakan bahwa pada suatu peternakan sapi perah sering terjadi adanya

pengeluaran (culling) sapi perah induk setiap tahunnya mencapai 25%, oleh karena

itu jumlah sapi dara yang akan dijadikan sebagai induk pengganti (replacement

stock) seharusnya lebih dari persentase sapi yang diculling. Keadaan tersebut diduga

disebabkan karena adanya kecenderungan peternak di Pondok Ranggon untuk

membeli sapi yang sudah berproduksi dan diperoleh dari daerah Boyolali dengan

sistem tukar tambah maupun membeli secara kontan.

Kepemilikan pejantan FH di Pondok Ranggon sebesar 9,37% yang terdiri atas

86 ekor pejantan. Pejantan tersebut dapat mengawini betina dengan populasi

sebanyak 787 ekor yang diperoleh dari penjumlahan sapi laktasi, sapi kering, dan

sapi dara (Tabel 3). Hal tersebut didapatkan rataan bahwa seekor pejantan dapat

mengawini sapi betina sembilan sampai sepuluh ekor. Nugroho (2008)

menambahkan bahwa seekor pejantan dapat mengawini secara alami sebanyak 50-60

ekor betina dalam setahun dan sampai berumur 12 tahun.

Tingkat Pendidikan dan Tenaga Kerja

Secara umum tingkat pendidikan peternak di Pondok Ranggon sangat

mempengaruhi tingkat pengetahuan dan keterampilan peternak dalam mengelola

usaha ternaknya. Tingkat pendidikan para peternak di kawasan peternakan Pondok

Ranggon dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pendidikan Peternak di Pondok Ranggon

No Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 SD/ Sederajat 6 25,00

2 SMP/Sederajat 1 4,17

3 SMA/ Sederajat 12 50,00

4 Akademi D1-D3 1 4,17

5 Strata 1 (S1) 4 16,66

Jumlah 24 100,00

18

Tingkat pendidikan peternak sapi perah di Pondok Ranggon lebih dari 70%

peternak berpendidikan minimal Sekolah Menegah Atas (SMA). Peternak yang

tingkat pendidikannya lebih tinggi akan cenderung meningkatkan usaha ternaknya

sehingga taraf kehidupannya menjadi lebih baik dibandingkan dengan peternak yang

berpendidikan lebih rendah.

Keberadaan peternakan sapi perah di Pondok Ranggon berdampak pada

penyerapan tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh peternak di kawasan

Pondok Ranggon dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Tenaga Kerja di Pondok Ranggon

No Tenaga Kerja (Orang) Peternak Persentase (%)

1 1 – 5 18 75,00

2 6 -10 5 20,83

3 11 – 15 0 0

4 16 – 20 1 4,17

Jumlah 24 100,00

Peternakan sapi perah menggunakan tenaga kerja sepanjang tahun karena

usaha tersebut menuntut ketekunan dari para pekerja dan pekerjaannya harus

dilakukan secara rutin setiap hari. Tenaga kerja di Pondok Ranggon meliputi pemilik

ternak itu sendiri, anggota keluarga, pekerja kandang, pencari rumput, pengolah susu,

dan tenaga pengirim susu. Sebanyak 75% peternak memiliki tenaga kerja 1-5 orang,

sisanya 20,83% peternak yang memiliki tenaga kerja 6-10 orang, dan 4,17% peternak

yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 16-20 orang.

Jumlah ternak di Pondok Ranggon sebanyak 918 ST (Tabel 4) dengan jumlah

pekerja sekitar 93 orang dari 24 peternak, maka seorang tenaga kerja dapat

menangani sekitar 7-8 ekor per hari. Menurut Makin (2011) untuk efisiensi

penggunaan tenaga kerja sebaiknya 5-7 ekor sapi dewasa cukup ditangani oleh

seorang tenaga kerja, semakin banyak sapi yang dipelihara dalam suatu peternakan

makin efisien tenaga yang dibutuhkan.

Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Perah

Kunci keberhasilan dalam pemeliharaan sapi perah terletak pada pengetahuan

dan pengertian terhadap ternak yang dipelihara. Tata laksana pemeliharaan sapi

19

perah di Pondok Ranggon merupakan segala aspek pemeliharaan yang dilakukan

sehari-hari seperti membersihkan ternak dan kandang, pemberian pakan dan air

minum, cara perkawinan yang teratur, dan pencegahan serta pengobatan terhadap

penyakit.

Pembersihan Ternak dan Kandang

Peternak di Pondok Ranggon membersihkan lantai kandang dua kali sehari,

namun untuk membersihkan langit-langit kandang sangat jarang dilakukan, terlihat

dari banyaknya debu yang terdapat dilangit-langit. Sapi dimandikan dua kali sehari,

badan sapi dibersihkan dan disikat agar sapi terlihat lebih bersih. Tujuan dari

membersihkan badan sapi agar susu yang dihasilkan bersih dari kotoran maupun

rambut yang rontok.

Perkawinan Ternak

Periode birahi sapi perah rata-rata 21 hari, tetapi terdapat sapi yang memiliki

periode birahi 17-26 hari. Lama masa birahi berlangsung 6-36 jam, dengan rata-rata

18 jam (Sudono et al., 2003). Pengetahuan peternak mengenai birahi cukup baik,

apabila terlihat tanda-tanda birahi seperti keluar cairan lendir dari vagina, vulva

menjadi merah, bengkak, dan hangat, serta sapi terlihat gelisah maka peternak segera

mengawinkan sapinya.

Cara perkawinan yang dilakukan peternak di Pondok Ranggon ialah kawin IB

dan kawin alami. Bibit IB yang digunakan oleh peternak di Pondok Ranggon berasal

dari Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Balai Besar Pembibitan Ternak

Unggul Sapi Perah (BBPTU) Baturraden, dan Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB)

Singosari. Peternak mengawinkan sapinya secara alami dengan alasan biaya IB yang

cukup mahal yaitu sekitar Rp 50.000,00/IB, apabila mengawinkan sapi secara alami

petenak cukup mengeluarkan pejantan FH yang dimiliki dari kandang, ataupun

meminjam pejantan FH dari peternak lain. Kegagalan inseminasi umumnya karena

kelalaian peternak dalam mendeteksi birahi, inseminator sedang libur atau tidak

bertugas. Peternak mengawinkan sapi secara alami dapat terjadi karena petugas

inseminator sedang tidak ditempat.

20

Pencegahan dan Pengobatan Penyakit

Penyakit yang sering dijumpai dan merupakan masalah utama tata laksana

pemeliharaan sapi perah karena dapat menurunkan produksi susu dalam jumlah

besar ialah penyakit mastitis. Sebagian besar penyakit mastitis disebabkan oleh

masuknya bakteri patogen melalui lubang puting dalam ambing dan menimbulkan

peradangan (Nurdin, 2011). Muchtadi (2009) menambahkan bahwa faktor penyakit

dapat mempengaruhi komposisi susu. Penyakit pada sapi dapat mengacaukan

keseimbangan komponen-komponen didalam susu, terjadi kenaikan kadar lemak dan

garam-garam mineral, serta penurunan kadar laktosa.

Pengetahuan peternak tentang penyakit sudah cukup baik, apabila terlihat

tanda-tanda sapi sakit seperti kurang nafsu makan, produksi menurun, suhu badan

sapi meningkat, sapi terlihat lemah dan lesu maka peternak berusaha mengobati

penyakitnya dengan cara tradisional. Peternak memanggil dokter hewan untuk

mengobati sapi apabila penyakit yang terjadi cukup parah. Beberapa peternak

menyediakan obat-obatan bagi sapinya. Biaya pengobatan cukup mahal maka

sebagian dari peternak belajar untuk menyuntik sendiri hewan yang sakit, dengan

dosis sesuai yang dianjurkan.

Pencegahan penyakit yang dilakukan oleh peternak hanya dengan menjaga

kebersihan kandang setiap harinya. Program vaksinasi penyakit seperti anthrax,

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Tuberkulosis (TBC), dan lain-lain dilakukan oleh

Dinas Peternakan DKI Jakarta. Dinas Peternakan sering mengontrol keadaan sapi

secara rutin yaitu 2-5 kali dalam setahun.

Pemberian Pakan

Keberhasilan usaha sapi perah tidak hanya ditentukan oleh pemasaran, tetapi

faktor lainnya misalnya ketersediaan pakan yang memadai untuk menghasilkan

produksi optimal. Tujuan utama pemberian pakan pada sapi perah adalah

menyediakan ransum yang ekonomis, tetapi dapat memenuhi kebutuhan hidup

pokok, kebuntingan, dan produksi susu bagi induk, serta kebutuhan untuk

pertumbuhan bagi ternak muda (Santosa et al., 2009). Hasil analisa sampel pakan di

Pondok Ranggon dapat dilihat pada Tabel 7.

21

Tabel 7. Analisa Proksimat Sampel Pakan yang digunakan Peternak di Pondok

Ranggon

Bahan Pakan

Kandungan Pakan (%)

BK Abu Protein Lemak Serat Beta-N TDN

Rumput Lahan

Darat1 24,4 14,5 8,20 1,44 31,7 44,2 56,2

Konsentrat

Komersial2 79,74 19,93 12,96 5,50 31,74 29,87 41,93

Ampas Tahu2

11,03 7,07 18,40 4,08 47,78 22,67 56,22

Ampas Tempe2

22,24 5,08 21,72 7,01 27,02 39,16 67,15

Dedak Padi1

89,2 16,9 8,36 3,97 28,9 41,9 50

Sumber: 1 = Sutardi (1981).

2= hasil analisis di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, IPB.

Pakan hijauan yang umumnya diberikan peternak ialah rumput lapang.

Rumput lapang diperoleh dari daerah Cibubur, Cipayung, Ciracas, Munjul,

Kranggan, Cikeas, dan daerah sekitar kawasan peternakan Pondok Ranggon.

Beberapa peternak memiliki lahan kebun rumput gajah yang mereka tanam sendiri.

Rumput gajah digunakan hanya pada saat-saat tertentu saja, seperti pada hari raya

Idul Fitri karena banyak pekerja kandang yang pulang kampung. Pakan konsentrat

berasal dari KOPERDA dan ada juga peternak yang meramu sendiri pakan

konsentratnya. Pakan ampas tahu dan ampas tempe berasal dari daerah Setu,

Kranggan, Ciracas, Pasar Rebo, Kalisari, dan Bekasi.

Keterbatasan hijauan membuat peternak memberikan pakan sapi dengan hasil

sampingan industri pangan, seperti ampas tahu, dedak padi, dan ampas tempe. Pakan

ampas tahu dan ampas tempe berasal dari daerah Setu, Kranggan, Ciracas, Pasar

Rebo, Kalisari, Bekasi, dan daerah lainnya di sekitar kawasan tersebut. Sebagian

besar peternak lebih banyak memberikan ampas tahu dengan rataan 28,94±7,62

kg/ekor/hari dibandingkan dengan pemberian hijauan dengan rataan 20,85±4,27

kg/ekor/hari. Konsentrat diberikan sangat sedikit dengan rataan 0,67±0,73

kg/ekor/hari. Ampas tempe dan dedak hanya diberikan sebesar 2,26±4,51

kg/ekor/hari dan 0,01±0,09 kg/ekor/hari. Pemberian pakan di Pondok Ranggon dapat

dilihat pada Tabel 8.

22

Tabel 8. Pemberian Pakan dan Kebutuhan Sapi Laktasi di Pondok Ranggon

Bahan Pakan

Pemberian

Segar BK PK TDN

................................(Kg/ekor/hari)................................

Rumput Lahan Darat 20,85±4,27 5,09 0,42 2,86

Konsentrat Komersial 0,67±0,73 0,53 0,07 0,22

Ampas Tahu 28,94±7,62 3,19 0,59 1,79

Ampas Tempe 2,26±4,51 0,50 0,11 0,34

Dedak 0,01±0,09 0,009 0,0008 0,0045

Jumlah Pemberian - 9,32 1,19 5,21

Kebutuhan Hidup Pokok - 9,22 0,36 3,08

Kebutuhan Produksi

(4% FCM) - - 0,86 3,22

Jumlah Kebutuhan - 9,22 1,22 6,30

Keterangan :BK = Bahan kering.

PK = Protein kasar.

TDN = Total Digestible Nutrient.

4% FCM = (0,4 x produksi)+(0,15 x % lemak x produksi).

Pemberian PK dan TDN pakan oleh peternak sebesar 1,19 dan 5,21

kg/ekor/hari. Pemberian tersebut hanya melebihi dari kebutuhan hidup pokok dengan

nilai PK dan TDN yang dihitung menurut Sutardi (1981) yaitu sebesar 0,36 dan 3,08

kg/ekor/hari, namun untuk kebutuhan hidup pokok dan berproduksi secara maksimal

belum dapat terpenuhi karena pemberian PK dan TDN pakan di Pondok Ranggon

hanya sebesar 1,19 dan 5,21 kg/ekor/hari sedangkan kebutuhan yang diperlukan

sebesar 1,22 dan 6,3 kg/ekor/hari.

Pemberian BK pakan di Pondok Ranggon sebesar 9,32 kg/ekor/hari.

Kebutuhan BK dapat dihitung berdasarkan rataan produksi susu 9,28 kg/ekor/hari

dan bobot badan 387,90 kg menurut Sutardi (1981) yaitu sebesar 9,22 kg/ekor/hari

(Lampiran 8). Despal et al. (2008) peningkatan ransum akan meminimalisasi

penurunan produksi susu akibat temperatur yang panas dengan upaya menurunkan

rasio hijauan : konsentrat. Rasio pemberian hijauan dan konsentrat dalam bahan

kering di Pondok Ranggon adalah 53,73:46,27. Pada musim kemarau peternak

kesulitan mendapatkan hijauan sehingga sebagai gantinya peternak memberikan

konsentrat dalam jumlah lebih banyak.

23

Konsumsi BK sapi FH di Pondok Ranggon sebesar 2,40% yang didapatkan

dari pembagian antara pemberian BK pakan dengan rataan bobot badan sapi.

Konsumsi BK pakan tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan pendapat Despal

et al. (2008) menyatakan bahwa sapi yang berproduksi tinggi dapat mengkonsumsi

BK pakan 3,6-4% bobot hidupnya. Kebutuhan ternak untuk hidup pokok telah

terpenuhi dan sisanya digunakan untuk produksi susu, namun selisih antara

pemberian BK pakan dengan kebutuhan BK pakan sangat sedikit. Keadaan tersebut

perlu dilakukan perbaikan tata laksana pemberian pakan agar dapat meningkatkan

produksi susu.

Perbaikan tata laksana yang paling memungkinkan adalah tata laksana

pemberian pakan berupa frekuensi pemberiannya. Peternak sapi perah di Indonesia

memberikan pakan kepada sapi perah umumnya hanya dua kali dalam sehari.

Peternak di Pondok Ranggon memberikan pakan ternaknya dua kali sehari, namun

ada satu peternak yang memberikan pakan ampas tahu dan konsentrat sebanyak tiga

kali sehari. Peternak yang memberikan pakan tiga kali tersebut memberikan pakan

ampas tahu dan konsentrat pagi, siang, dan sore hari, sedangkan untuk pemberian

pakan hijauan hanya pagi dan sore hari. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

peternak yang memberikan pakan sebanyak tiga kali sehari mampu berproduksi lebih

banyak dengan rataan produksi sebesar 10,82±3,15 kg/ekor/hari dibandingkan

dengan peternak yang memberikan pakan dua kali sehari dengan rataan produksinya

sebesar 9,21±3,22 kg/ekor/hari. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian di daerah

Sumedang oleh Siregar (2001), yang menunjukkan peningkatan produksi dari 12,7

l/ekor/hari menjadi 15,7 l/ekor/hari dengan frekuensi pemberian pakan tiga kali

dalam sehari yang berdampak besar terhadap peningkatan kemampuan berproduksi

susu sapi perah.

Menurut Sudono et al. (2003) sapi perah setiap harinya membutuhkan air

minum sebanyak empat liter untuk setiap satu liter susu yang dihasilkan. Jumlah

tersebut tergantung pada produksi susu yang dihasilkan, suhu lingkungan, dan jenis

pakan yang diberikan. Pemberian air minum di Pondok Ranggon pada umumnya

dicampurkan langsung saat pemberian pakan ampas tahu, ampas tempe, dan

konsentrat. Peternak tidak memberi air minum secara ad libitum, namun ada

beberapa peternak yang memberikan air minum secara ad libitum. Pemberian air

24

minum dengan cara dicampur dengan konsentrat dan pakan lainnya memiliki

kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya ialah dapat mengurangi pakan yang

tercecer, sehingga pakan tersebut dapat sepenuhnya dikonsumsi ternak. Kelemahan

dari pemberian minum tersebut ialah dapat menurunkan kecernaan bahan kering

konsentrat dan pakan lainnya didalam rumen, selain itu akan mengurangi produksi

air liur akibatnya pH rumen menurun dan dapat merugikan kehidupan bakteri

selulotik yang mencerna serat kasar terutama selulosa menjadi asam asetat

(Sutardi,1980).

Produksi Susu

Produksi susu di kawasan Pondok Ranggon masih sedikit dengan rata-rata

produksi sekitar 9,28±3,22 kg/ekor/hari, namun produksi tersebut lebih tinggi dan

terjadi peningkatan dari hasil penelitian Putra (2004) dimana produksi susu di

Pondok Ranggon sebesar 8,43±2,99 kg/ekor/hari. Peningkatan tersebut diduga

karena adanya perbaikan dari manajemen pemeliharaan sebelumnya. Produksi susu

yang lebih tinggi terletak di daerah Cikole menurut Anggraeni et al. (2008) sebesar

17,3 kg/ekor/hari dan produksi susu di Baturraden menurut Atabany et al. (2011)

sebesar 16,03 kg/ekor/hari.

Produksi susu terbanyak di Pondok Ranggon sebesar 12,04 kg/ekor/hari, dan

tersedikit sebesar 5,45 kg/ekor/hari. Produksi susu yang dihasilkan berbeda-beda

tergantung dari manajemen pemeliharaan ternak tersebut. Peternakan sapi perah di

Pondok Ranggon perlu mendapat perhatian dan dapat menjadi potensi untuk

dikembangkan menjadi lebih baik agar dapat meningkatkan produksi susu sehingga

mendatangkan keuntungan bagi peternak. Faktor-faktor yang mempengaruhi

produksi susu sapi perah diantaranya umur kebuntingan, masa laktasi, besar sapi,

umur sapi, dan pemberian pakan (Sudono et al., 2003). Produksi Susu di Pondok

Ranggon ditunjukkan pada Tabel 9.

25

Tabel 9. Produksi Susu Setiap Peternak di Pondok Ranggon

No Nama Peternak Sampel Sapi (ekor) Total Produksi Rataan Produksi

1 H Mas`ud Salam 2 13,24 6,62

2 H. Muhamad Amin 6 66,48 11,08

3 H. Abdul Somad 6 39,54 6,59

4 H. Hasan Basri 11 95,48 8,68

5 H. M. Zein 3 34,35 11,45

6 H. Hamdani 5 32,95 6,59

7 Bahroji 6 49,56 8,26

8 H. Masri Salam 5 32.2 6,44

9 Fahrurozi 6 46,5 7,75

10 Komarudin 4 40,72 10,18

11 H. Nurudin 14 112,56 8,04

12 H. Hasanudin 6 72,42 12,07

13 H. Romli 4 45 11,25

14 Ahmad Maulana 4 42,88 10,72

15 H. Zaenudin 6 61,5 10,25

16 Sriyatno 5 62,05 12,41

17 H. Abdurohim 4 27,36 6,84

18 Ma`mun Ali 6 50,82 8,47

19 KFA 6 75,66 12,61

20 H. M. Zaini 5 54,45 10,89

21 Rochmani 6 72,24 12,04

22 Royati 2 14,26 7,13

23 Abdan Syakur 6 64,92 10,82

24 Hj. Fatimah 6 32,7 5,45

Jumlah 134 1239,84 222,63

Umur Kebuntingan

Sapi yang telah dikawinkan dan mengalami kebuntingan dapat menyebabkan

penurunan produksi susu dibandingkan sapi yang tidak bunting. Produksi susu yang

dihasilkan dari sapi yang tidak bunting sebesar 9,93 kg/ekor/hari, sedangkan rataan

produksi sapi yang bunting sebesar 7,08 kg/ekor/hari. Data penelitian menunjukkan

26

dari 134 ekor sapi yang digunakan, terdapat 30 ekor sapi yang sedang bunting.

Sebanyak lima ekor sapi bunting dua bulan dengan rataan produksi sebesar 7,37

kg/ekor/hari, delapan ekor bunting tiga bulan sebesar 6,79 kg/ekor/hari, 11 ekor sapi

bunting empat bulan sebesar 6,95 kg/ekor/hari, tiga ekor sapi bunting lima bulan

sebesar 7,34 kg/ekor/hari, dan tiga ekor sapi bunting enam bulan dengan rataan

produksi sebesar 6,97 kg/ekor/hari. Perubahan produksi selama kebuntingan dapat

dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Rataan Produksi Susu Sapi Perah berdasarkan Kebuntingan di Pondok

Ranggon.

Data kebuntingan diuji dengan uji-T menunjukkan bahwa sapi yang tidak

bunting memiliki produksi yang berbeda lebih tinggi dengan kebuntingan dua dan

tiga bulan (P0,01<Pvalue<P0,05), sangat berbeda lebih tinggi dengan kebuntingan

empat bulan (P<0,01). Tidak menunjukkan perbedaan pada bunting lima dan enam

bulan (P>0,05). Terjadi perbedaan pada sapi bunting dua, tiga, dan empat bulan

dengan sapi yang tidak bunting diduga karena pada sapi yang bunting membutuhkan

nutrisi dan pakan yang lebih baik daripada pakan sapi yang tidak bunting, selain itu

pakan yang seharusnya untuk berproduksi pada sapi yang bunting digunakan juga

untuk perkembangan fetus. Tolihere (1981) menambahkan bahwa penurunan

produksi disebabkan sapi yang sedang bunting membutuhkan lebih banyak pakan

daripada sapi yang tidak bunting untuk mempertahankan aktivitas reproduksinya.

Tidak terdapat perbedaan antara sapi bunting lima dan enam bulan diduga sampel

sapi yang digunakan berasal dari peternak yang memberikan pakan yang lebih baik

27

dibandingkan dengan peternak lain, sehingga sapi masih dapat berproduksi lebih

tinggi dibandingkan sapi bunting dua, tiga, dan empat bulan, selain itu kemungkinan

sapi bunting lima dan enam bulan jumlahnya sangat sedikit dibandingkan yang tidak

bunting dan bunting dua, tiga, dan empat bulan.

Masa Laktasi

Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni antara saat

beranak dan masa kering. Perubahan produksi susu selama masa laktasi di Pondok

Ranggon dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.

Gambar 3. Rataan Produksi Susu Sapi Perah berdasarkan Bulan Laktasi di Pondok

Ranggon.

Gambar 4. Rataan Produksi Susu Sapi Perah berdasarkan Periode Laktasi di Pondok

Ranggon.

28

Gambar 3 menunjukkan produksi susu tertinggi pada bulan laktasi kedua

yaitu sebesar 13,62 kg/ekor/hari dan terendah terjadi pada bulan laktasi kesepuluh

sebesar 6,29 kg/ekor/hari. Penurunan produksi disebabkan karena fase produksi itu

sendiri secara alami akan mengalami penurunan dengan adanya penambahan bulan

laktasi. Produksi susu juga dipengaruhi oleh periode laktasi. Gambar 4 menunjukkan

penurunan produksi dengan pertambahan periode laktasi. Produksi susu pada periode

laktasi pertama lebih banyak dibandingkan dengan periode laktasi selanjutnya. Hasil

tersebut sesuai dengan pendapat Anggraeni (2007) bahwa sapi dengan periode laktasi

lebih awal umumnya mempunyai produksi susu relatif lebih banyak dibandingkan

periode laktasi berikutnya. Produksi susu tertinggi pada periode laktasi pertama

diduga karena kelenjar ambing yang masih baik pada umur muda dan pada laktasi

pertama merupakan kondisi tubuh terbaik, sedangkan sapi pada laktasi selanjutnya

kondisi tubuh sudah menurun.

Bobot Sapi

Bobot tubuh sapi secara tidak langsung dapat mempengaruhi produksi susu.

Perubahan bobot badan terhadap produksi dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Rataan Produksi Susu Sapi Perah berdasarkan Bobot Badan di Pondok

Ranggon.

29

Sapi dengan rataan bobot badan kurang dari 350 kg hanya berproduksi

sebesar 7,45 kg/ekor/hari, sapi yang berbobot badan 351-400 kg berproduksi 9,18

kg/ekor/hari, sapi dengan bobot badan 401-450 kg berproduksi sebanyak 9,91

kg/ekor/hari, dan produksi tertinggi sebesar 11,24 kg/ekor/hari dihasilkan oleh sapi

yang berbobot lebih dari 450 kg. Bobot badan sapi semakin berat akan menghasilkan

susu yang lebih banyak daripada sapi yang berbobot badan ringan. Hal ini

disebabkan sapi yang bobot badannya lebih berat akan makan lebih banyak, dan

metabolisme tubuh yang dihasilkan lebih tinggi, sehingga dapat menghasilkan susu

lebih banyak. Parakkasi (1995) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot hidup sapi,

maka kapasitas fisik lambung dan saluran pencernaan juga bertambah besar yang

mengakibatkan konsumsi bahan kering juga semakin meningkat. Zanton dan

Heinrichs (2005) menambahkan bahwa sapi perah yang mengalami pertumbuhan

terhambat dengan pertambahan bobot badan kurang dari 0,6 kg/hari pada masa

sebelum dan sesudah puber sampai kawin pertama akan menghasilkan produksi susu

yang lebih sedikit pada laktasi selanjutnya.

Umur Sapi

Umur sapi dapat mempengaruhi produksi susu yang dihasilkan. Perubahan

umur terhadap produksi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Rataan Produksi Susu Sapi Perah berdasarkan Umur Sapi di Pondok

Ranggon.

Sapi di Pondok Ranggon berproduksi maksimal sebesar 12,29 kg/ekor/hari

saat berumur 2,5 tahun dan mengalami penurunan hingga produksi menjadi 6,73

30

kg/ekor/hari saat sapi berumur tujuh tahun. Keadaan tersebut tidak sesuai dengan

Blakely dan Bade (1991) yang menyatakan bahwa sapi akan mencapai produksi

maksimum saat berumur 6-8 tahun pada laktasi keempat sampai keenam. Produksi

maksimum di Pondok Ranggon terjadi pada umur 2,5 tahun diduga karena pada

umur muda kondisi tubuh terbaik dimana kelenjar ambing dapat berfungsi secara

maksimal, selain itu dari data pengelompokan didapatkan sapi yang berumur 2,5

tahun sebagian besar berada pada bulan laktasi awal yaitu laktasi 1-3 bulan, dan

sebagian besar dari sapi pada umur tersebut tidak dalam keadaan bunting, sehingga

produksi yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan umur lainnya.

Kualitas Susu

Sudono et al. (2003) menyatakan persentase susunan susu yang dihasilkan

oleh sapi FH meliputi protein, lemak, dan laktosa berkisar antara 3,15%; 3,45%; dan

4,65%. Persentase komposisi susu dari beberapa sampel pemerahan sapi FH di

Pondok Ranggon didapatkan nilai rataan lemak, laktosa, protein, SNF, dan berat

jenis susu masing-masing sebesar 4,44%; 4,20%; 3,91%, 8,83%; dan 1,032 g/ml

(Tabel 10).

Tabel 10. Rataan Kualitas Susu Pemerahan Pagi dan Siang Hari di Pondok Ranggon

Parameter SNI 01-

3141.1-2011

Pemerahan Sodiqin (2012)*

Pagi Siang Pagi Sore

Lemak (%) >3,0 4,16±0,94 4,72±1,09 4,34 4,59

Laktosa (%) - 4,16±0,38 4,23±0,37 3,84 3,92

Protein (%) >2,8 3,87±0,36 3,95±0,35 3,59 3,67

SNF (%) >7,8 8,78±0,77 8,87±0,77 8,12 8,28

Bj (g/ml) >1,027 1,031±0,0 1,032±0,02 1,028 1,028

Keterangan: * = Hasil penelitian Sodiqin (2012).

Bj = Berat jenis.

SNF = Solid Non Fat / bahan kering tanpa lemak.

Pemberian pakan baik kuantitas maupun kualitas berpengaruh terhadap

kualitas susu yang dihasilkan. Nutrisi pakan yang baik akan berakibat terhadap

produksi susu rata-rata harian, kandungan lemak, protein, laktosa, bahan kering tanpa

lemak (SNF), dan berat jenis susu. Data yang didapatkan dari salah satu peternak

yang meramu konsentratnya dengan kualitas pakan yang lebih baik dengan frekuensi

31

pemberian pakan tiga kali sehari menunjukkan rataan kandungan lemak, laktosa,

protein, SNF, dan berat jenis susu masing-masing sebesar 4,84%; 4,50%; 4,20%;

9,43%; dan 1,032 g/ml dibandingkan dengan peternak yang memberikan pakannya

dengan kuantitas dan kualitas yang lebih rendah yang menunjukkan rataan

kandungan lemak, laktosa, protein, SNF, dan berat jenis susu masing-masing sebesar

4,78%; 4,37%; 4,08%; 9,21%; dan 1,032 g/ml.

Kualitas susu dapat dipengaruhi oleh waktu pemerahan. Pada umumnya sapi

yang dipelihara peternak di Pondok Ranggon diperah dua kali sehari yaitu pagi dan

siang hari. Kadar lemak, laktosa, protein, SNF, dan berat jenis susu yang diperah

pada siang hari lebih tinggi dibandingkan dengan pagi hari. Hasil tersebut sejalan

dengan hasil penelitian Sodiqin (2012) yang menunjukkan terjadi kenaikan kadar

lemak, protein, SNF, dan berat jenis susu yang diperah pada sore hari lebih tinggi

dibandingkan susu yang diperah pagi hari.

Rataan kadar lemak pagi dan siang hari berbeda hasilnya. Hasil pemerahan

pagi lebih rendah dibandingkan pemerahan siang hari. Kadar lemak pemerahan pagi

sebesar 4,16±0,94% dan kadar lemak siang 4,72±1,09%. Hasil tersebut memenuhi

syarat mutu susu segar Badan Standarisasi Indonesia (2011) yaitu kadar lemak

minimum 3,0%. Kadar lemak yang berbeda pada pemerahan pagi dan siang hari

disebabkan karena interval pemerahan yang tidak sama. Pada interval pemerahan

yang lebih lama (pagi hari) kandungan lemak lebih rendah dibandingkan dengan

interval yang lebih pendek (siang hari), selain itu kadar lemak susu tergantung

jumlah produksi susu yang dihasilkan oleh setiap ekor sapi. Data penelitian

menunjukkan rataan produksi susu di pagi hari sebesar 5,84±2,08 kg/ekor/hari dan di

siang hari produksi sebesar 3,44±1,27 kg/ekor/hari. Hal tersebut akan mengakibatkan

susu pada pemerahan siang lebih kental karena produksi susu lebih sedikit, sehingga

konsentrasi zat padat seperti lemak dan protein akan lebih tinggi. Tingginya

konsentrasi padatan berupa lemak, protein, dan SNF susu pada pemerahan sore hari

berakibat terhadap peningkatan nilai berat jenis susu (Usmiati dan Widaningrum,

2005).

Kadar laktosa susu di kawasan peternakan Pondok Ranggon pada pemerahan

pagi hari yaitu 4,16±0,38% dan hasil pemerahan pada siang hari sebesar

4,23±0,37%. Secara alami laktosa hanya terdapat pada air susu. Laktosa merupakan

32

karbohidrat yang terdapat didalam air susu. Laktosa terbentuk dari dua komponen

gula yaitu glukosa dan galaktosa. Bahan dasar pembentukan laktosa susu yaitu

glukosa. Jumlah laktosa dalam susu dapat menentukan kemanisan rasa susu (Sodiqin,

2012).

Rataan kadar protein susu hasil pemerahan pagi dan siang hari juga

menunjukkan perubahan. Pada pemerahan pagi hari kadar protein mencapai

3,87±0,36% dan siang hari sebesar 3,95±0,35%. Seperti telah disebutkan sebelumnya

dimana produksi susu di pagi hari sebesar 5,84±2,08 kg/ekor/hari dan di siang hari

produksi sebesar 3,44±1,27 kg/ekor/hari, akibatnya susu pada pemerahan siang lebih

kental karena produksi susu lebih sedikit, sehingga konsentrasi zat padat seperti

protein akan lebih tinggi. Kadar protein susu di Pondok Ranggon telah memenuhi

syarat mutu susu segar Badan Standarisasi Indonesia (2011) yaitu minimum kadar

protein susu sebesar 2,8%.

Bahan kering tanpa lemak merupakan ukuran penting dalam susu karena

mengandung protein, vitamin, dan mineral. Bahan kering susu yang tinggi maka

kandungan nutrient lainnya dalam susu seperti laktosa, protein, mineral, dan vitamin

juga tinggi. Kadar bahan kering tanpa lemak atau SNF yang dihasilkan pada

pemerahan pagi sebesar 8,78±0,77% dan pemerahan siang hari sebesar 8,87±0,77%.

Hasil tersebut memenuhi syarat mutu susu segar Badan Standarisasi Indonesia

(2011) yaitu minimum kadar SNF susu sebesar 7,8%.

Berat jenis susu pada pemerahan pagi dan siang hari menunjukkan

perubahan. Berat jenis hasil pengujian pagi hari sebesar 1,031±0,0 g/ml dan siang

hari 1,032±0,02 g/ml. Keadaan tersebut sesuai dengan Usmiati dan Widaningrum

(2005) yang sebelumnya disebutkan bahwa tingginya konsentrasi padatan berupa

lemak, protein, dan SNF susu pada pemerahan sore hari berakibat terhadap

peningkatan nilai berat jenis susu. Hasil tersebut memenuhi syarat mutu susu segar

Badan Standarisasi Indonesia (2011) yaitu minimum kadar berat jenis susu sebesar

1,027 g/ml. Menurut Sodiqin (2012) berat jenis susu dapat menunjukkan jumlah

bahan kering tanpa lemak, apabila berat jenis susu tinggi maka kandungan jumlah

bahan kering tanpa lemak semakin banyak. Pemberian konsentrat berpengaruh

terhadap berat jenis susu, semakin tinggi nilai gizi konsentrat maka berat jenis susu

akan semakin tinggi.

33

Hubungan Pakan dengan Produksi dan Kualitas Susu

Pemberian pakan memiliki hubungan dengan produksi dan kualitas susu.

Hubungan tersebut dapat berupa hubungan negatif maupun positif. Hasil analisis

regresi eksponensial berganda menunjukkan hubungan antara produksi susu (Y1)

dengan pemberian pakan hijauan (X1), konsentrat (X2), ampas tahu (X3), ampas

tempe (X4), dan dedak (X5). Model hubungan tersebut memiliki persamaan sebagai

berikut: Y1=2,672X10,256

X20,014

X30,018

X4-0,008

X5-0,055

. Hal ini menunjukkan setiap

kenaikan satu satuan pemberian hijauan, konsentrat, dan ampas tahu akan terjadi

kenaikan produksi susu sebesar 0,11; 0,44; dan 0,04 satuan, namun produksi susu

akan terjadi penurunan sebesar 0,3 dan 2,75 setiap kenaikan satu satuan pemberian

ampas tempe dan dedak.

Hubungan antara lemak susu (Y2) dengan pemberian pakan memiliki

persamaan Y2=174,525X10,161

X20,013

X30,029

X4-0,008

X5-0,029

. Hal ini menunjukkan setiap

kenaikan satu satuan pemberian hijauan, konsentrat, dan ampas tahu akan terjadi

kenaikan lemak susu sebesar 2,94; 17,02; dan 2,37 satuan, namun sebaliknya lemak

susu akan terjadi penurunan sebesar 12,81 dan 67,23 setiap kenaikan satu satuan

pemberian ampas tempe dan dedak. Hubungan lainnya antara laktosa susu (Y3) dan

pemberian pakan memiliki persamaan Y3=153,395X10,161

X20,010

X30,024

X4-0,009

X5-0,045

.

Persamaan tersebut menunjukkan setiap kenaikan satu satuan pemberian hijauan,

konsentrat, dan ampas tahu akan terjadi kenaikan laktosa susu sebesar 2,87; 12,83;

dan 1,97 satuan, namun sebaliknya laktosa susu akan terjadi penurunan sebesar 14,07

dan 96,85 setiap kenaikan satu satuan pemberian ampas tempe dan dedak.

Hubungan antara protein susu (Y4) dan pemberian pakan memiliki persamaan

Y4=144,437X10,160

X20,010

X30,024

X4-0,009

X5-0,044

. Hal ini menunjukkan setiap kenaikan

satu satuan pemberian hijauan, konsentrat, dan ampas tahu akan terjadi kenaikan

protein susu sebesar 2,66; 11,96; dan 1,84 satuan, namun sebaliknya protein susu

akan terjadi penurunan sebesar 13,11 dan 88,57 setiap kenaikan satu satuan

pemberian ampas tempe dan dedak. Hubungan selanjutnya ialah hubungan antara

SNF susu (Y5) dan pemberian pakan yang memiliki persamaan

Y5=326,041X10,160

X20,011

X30,023

X4-0,009

X5-0,045

. Persamaan tersebut menunjukkan

setiap kenaikan satu satuan pemberian hijauan, konsentrat, dan ampas tahu akan

terjadi kenaikan SNF susu sebesar 6,01; 29,73; dan 4,00 satuan, namun sebaliknya

34

SNF susu akan terjadi penurunan sebesar 29,63 dan 203,98 setiap kenaikan satu

satuan pemberian ampas tempe dan dedak. Hubungan antara pemberian pakan

dengan produksi dan kualitas susu dapat ditunjukkan pada Tabel 11.

Tabel 11. Hubungan Produksi dan Kualitas Susu di Peternakan Pondok Ranggon

Perhitungan

Variabel

Produksi

Susu (Y1)

Lemak Susu

(Y2)

Laktosa

Susu (Y3)

Protein

Susu (Y4)

SNF Susu

(Y5)

(kg/ekor/

hari) ..............................(g/ekor/hari)...............................

Rataan 9,28±3,22 392,32±124

,91

384,09±125

,31

358,01±116

,43

810,23±268

,71

Rataan

Dugaan 8,79±0,97 374,48±38,

40

366,02±35,

58

341,26±33,

00

770,92±75,

50

Standar

eror (%) 5,28 4,55 4,70 4,68 4,85

Dugaan

X1+1 8,90±0,97 377,42±38,

38

368,89±35,

52

343,92±33,

01

776,93±75,

41

Dugaan

X2+1 9,23±0,87 391,50±33,

45

378,85±32,

64

353,22±30,

31

800,65±68,

20

Dugaan

X3+1 8,83±0,90 376,85±32,

37

367,99±30,

81

343,10±28,

61

774,92±66,

08

Dugaan

X4+1 8,49±0,84 361,67±33,

08

351,95±29,

27

328,15±27,

19

741,29±62,

29

Dugaan

X5+1 6,04±0,63

307,25±30,

98

269,17±24,

81

252,69±23,

26

566,94±52,

76 Keterangan:

a = dugaan produksi susu dihitung dari persamaan (Y1=2,672X10,256

X20,014

X30,018

X4-0,008

X5-0,055

).

b = dugaan lemak susu dihitung dari persamaan (Y2=174,525X10,161

X20,013

X30,029

X4-0,008

X5-0,029

).

c = dugaan laktosa susu dihitung dari persamaan (Y3=153,395X10,161

X20,010

X30,024

X4-0,009

X5-0,045

).

d = dugaan protein susu dihitung dari persamaan (Y4=144,437X10,160

X20,010

X30,024

X4-0,009

X5-0,044

).

e = dugaan SNF susu dihitung dari persamaan (Y5=326,041X10,160

X20,011

X30,023

X4-0,009

X5-0,045

).

Persamaan yang didapatkan dari produksi, lemak, laktosa, protein, dan SNF

susu memiliki hubungan yang negatif dengan pemberian pakan ampas tempe dan

dedak. Hubungan negatif tersebut diduga karena kandungan nutrisi dari ampas tempe

dan dedak yang cukup rendah dan pemberian pakan tersebut diberikan dalam jumlah

yang sedikit. Pemberian BK ampas tempe dan dedak hanya sebesar 0,50 dan 0,009

35

kg/ekor/hari, PK ampas tempe dan dedak sebesar 0,11 dan 0,0008 kg/ekor/hari, dan

TDN ampas tempe dan dedak hanya sebesar 0,34 dan 0,0045 kg/ekor/hari.

Persentase standar eror antara produksi, lemak, laktosa, protein, dan SNF

susu dengan rataan dugaan yang dihitung dengan persamaan regresi eksponensial

berganda masing-masing sebesar 5,28%; 4,55%; 4,70%; 4,68%; dan 4,85%. Hal

tersebut menandakan selisih antara keduanya cukup rendah, maka keakuratan

hasilnya cukup tinggi, oleh sebab itu persamaan tersebut layak untuk digunakan

dalam menentukan produksi dan kualitas susu berdasarkan pemberian pakan dilihat

dari nilai standar erornya yang kecil.

36

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Secara umum dapat disimpulkan Kelompok Tani Ternak Swadaya Pondok

Ranggon dalam menjalankan usaha beternaknya masih bersifat turun-temurun dan

tradisional. Produksi susu di Peternakan Pondok Ranggon, Jakarta Timur masih

tergolong sedikit yaitu berkisar 9,28±3,22 kg/ekor/hari. Kualitas susu yang

dihasilkan dengan kandungan lemak, laktosa, protein, SNF, dan berat jenis susu

masing-masing sebesar 4,44%; 4,20%; 3,91%; 8,83%; dan 1,032 g/ml. Produksi dan

kualitas susu di Pondok Ranggon dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban kandang,

manajemen pemeliharaan, serta kondisi fisiologis sapi misalnya bangsa sapi, umur,

masa laktasi, umur kebuntingan, dan bobot badan.

SARAN

1. Perbaikan manajemen pakan dan pemberian air minum lebih baik agar produksi

dan kualitas susu dapat ditingkatkan.

2. Disarankan kepada peternak agar melakukan pencatatan produksi dan recording

untuk mengetahui performa produksi, keadaan sapi, dan silsilah sapi.

3. Perbaikan manajemen pemerahan terutama pemerahan pada siang hari.

4. Perbaikan penanganan terhadap susu segar, segera dilakukan penanganan setelah

susu diperah, terutama pada pemerahan siang hari karena suhu cenderung tinggi

sehingga akan sangat mudah merusak kualitas dari susu yang dihasilkan.

37

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan

limpahan rahmat, nikmat, dan karuniaNya hingga terselesaikannya skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing Dr.Ir.

Bagus P Purwanto., M.Agr dan Dr.Ir. Afton Atabany., M.Si yang telah membimbing

Penulis dengan penuh kesabaran. Terima kasih Penulis ucapkan kepada Ahmad

Yani, S.T.P., M.Si dan Dr. Despal, S.Pt., M.Sc.Agr selaku dosen penguji sidang,

Dr.Ir. Sri Darwati., M.Si selaku dosen panitia sidang, serta M Sriduresta, S.Pt., M.Sc

selaku panitia dan dosen penguji seminar atas masukan dan kritikan yang

membangun. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf yang

telah mengajar dan membantu dari awal hingga akhir perkuliahan. Terima kasih

Penulis ucapkan kepada Bapak Sukma dan Bapak Dedy selaku teknisi di

Laboratorium Ternak Perah IPB yang telah membantu dengan penuh kesabaran saat

pengujian susu.

Penulis mengucapkan terima kasih atas doa, kasih sayang, perhatian, serta

dukungan yang telah dicurahkan kepada kedua orangtua, kedua adik Maria Jessica

dan Hanibal Al Giffari demi keberhasilan Penulis. Kepada seluruh keluarga besar

yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu terima kasih atas doa dan

dukungannya. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dunia maupun akhirat.

Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada Bapak Falahin selaku Ketua

Kelompok Tani Ternak Swadaya Pondok Ranggon atas izin penelitian, Ibu H.

Wahyunah dan keluarga atas tempat tinggalnya. Kepada seluruh peternak yang tidak

dapat disebutkan satu per satu diucapkan terima kasih atas kesempatan yang telah

diberikan dan berbagi pengalamannya. Terima kasih Penulis ucapkan kepada Abdan

Syakur yang mendengarkan keluh kesah dan memberikan informasi selama

penelitian. Kepada seluruh pegawai kandang diucapkan terima kasih karena sudah

membantu.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Fadly Alfian yang memberi

semangat dan bantuan. Kepada sahabat Friska Harum Sari, Diani Nofesa, Dyah

Lestari, Darifta Darmawati, Nur Laili Indasari, Hesti Indri Purwaty, dan Delvita

Yuniza terima kasih atas semangat dan keceriaannya. Kepada seluruh mahasiswa

IPTP 45 terima kasih atas kebersamaan dan kekompakannya selama menjalani masa

38

kuliah. Terima Kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik

langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan dengan pahala

yang berlipat ganda di dunia maupun di akhirat. Amin.

Bogor, Juli 2012

Penulis

39

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, A., Y. Fitriyani, A. Atabany, & I. Komala. 2008. Penampilan produksi

susu dan reproduksi sapi Friesian Holstein di Balai Pengembangan

Pembibitan Ternak Sapi Perah Cikole, Lembang. Seminar Nasional

Teknologi Peternakan dan Veteriner. 137-145.

Anggraeni, A. 2007. Pengaruh umur, musim dan tahun beranak terhadap produksi

susu sapi Friesian Holstein pada pemeliharaan intensif dan semi-intensif di

Kabupaten Banyumas. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan

Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor: 156-166.

Anggraeni, A. 2003. Keragaan produksi susu sapi perah: kajian pada faktor

koreksi pengaruh lingkungan internal. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen

Pertanian, Bogor. Wartazoa 13 (1) : 1-9.

Anggraeni, L. 2010. Evaluasi usaha sapi perah dalam aspek financial berdasarkan

skala usaha yang berbeda (studi kasus pada kelompok tani ternak sapi perah

swadaya Pondok Ranggon di Jakarta Timur). Skripsi. Fakultas Peternakan.

Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.

Atabany, A., B. P. Purwanto., T. Toharmat, & A. Anggareni. 2011. Hubungan masa

kosong dengan produktivitas pada sapi perah Friesian Holstein di Baturraden,

Indonesia. Med. Pet. Agustus. 77-82.

Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 01-3141-2011. Definisi Susu Segar. Dewan

Standarisasi Nasional, Jakarta.

Blakely, J. & D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Bargo, F., L. D. Muller., E. S. Kolver, & J.E. Delahoy. 2003. Production and

digestion of supplemented dairy cows on pasture, J. Dairy Sci. 86:1–42.

Despal., N. Sigit., Suryahadi., D. E. Amirroenas., A.S. Tjakradidjaja., I. G. Permana,

& T. Toharmat. 2008. Nutrisi Ternak Perah. Departemen Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Dhalika, T., B. Ayuningsih., & A, Budiman. 2005. Efisiensi penggunaan ransum

lengkap (complete ration) dengan sumber hijauan daun pucuk tebu

(Saccharum officinarum) pada sapi Fries Holland jantan muda. J. Ilmiah Ilmu

Peternakan vol VIII. No 2.

Diggins, R. V., C. E. Bundy, & V. W. Christensien. 1984. Dairy Productiom 5th

ed.

Printice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

40

Duljaman, M. 1989. Pengaruh suplementasi ampas tahu dalam pakan hijauan

terhadap mutu karkas dan daging domba jantan. Tesis. Fakultas Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Googlemaps. 2012. Peternakan sapi perah Pondok Ranggon.

http://maps.google.co.id/maps?hl=id&tab=wl [26 May 2012].

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo., A. D. Tillman. 1997. Tabel-tabel dari Komposisi

Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. Fakultas Peternakan. Universitas

Gajah Mada, Yogyakarta.

Hasan, M, I. 2008. Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Bumi

Aksara, Jakarta.

Hasim & E. Martindah. 2012. Perbandingan susu sapi dengan susu kedelai : tinjauan

kandungan dan biokimia absorbsi. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen

Pertanian, Bogor. Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju

Perdagangan Bebas 2020: 272-278.

Herlambang, A. 2002. Pengaruh pemakaian biofilter struktur sarang tawon pada

pengolahan limbah organik sistem kombinasi anaerobik dan aerobik (studi

kasus: limbah tahu dan tempe). Disertasi. Program Pascasarjana. Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Makin, M. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Penerbit Graha Ilmu,

Yogyakarta.

Muchtadi, D. 2009. Prinsip Teknologi Pangan Sumber Protein. Penerbit Alfabeta,

Bandung.

Nugroho, C. P. 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia. Direktorat Jenderal Manajemen

Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Nurdin, E. 2011. Manajemen Sapi Perah. Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.

Palladino, R. A., F. Buckely., R. Prendiville., J. J. Murphy., J. Callan, & D. A.

Kenny. 2010. A comparison between Holstein-Friesian and Jersey dairy cows

and their F1 hybrid on milk fatty acid composition under grazing conditions,

J. Dairy Sci. 93: 2176–2184.

Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit

Universitas Indonesia, Jakarta.

Putra, A. R. 2004. Kondisi teknis peternakan sapi perah rakyat di Kelurahan Pondok

Ranggon, Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Skripsi. Program Studi

Teknologi Produksi Ternak. Departemen Ilmu Produksi Ternak. Fakultas

Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Santosa, K. A., K. Diwyanto, & T. Toharmat. 2009. Profil Usaha Peternakan Sapi

Perah di Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Press, Jakarta.

41

Siregar, S. B. 2001. Peningkatan kemampuan berproduksi susu sapi perah laktasi

melalui perbaikan pakan dan frekuensi pemberiannya. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertani-

an, Departemen Pertanian, Bogor. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 6 (2):

76-82.

Siregar, S. B. 2000. Aspek ekonomis suplementasi pakan konsentrat pada sapi perah

laktasi. Med. Pet. 23 (1): 25-30.

Sodiqin, M. 2012. Produksi susu dan pemberian pakan sapi perah di kawasan usaha

peternakan sapi perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Skripsi.

Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sudono, A., R. F. Rosdiana, & B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara

Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu

Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Makanan Ternak.

Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Toelihere, M. R. 1981. Ilmu Kemajiran Pada Ternak Sapi. Fakultas Kedokteran

Veteriner. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Usmiati, S. & Widaningrum. 2005. Mutu susu sapi dari peternak anggota Koperasi

Susu Sarwamukti pada pemerahan pagi dan sore hari: studi kasus tahun

2004. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. 323-327.

Widjaja, K. 1998. Analisis Pengambilan Keputusan Usaha Produksi Peternakan.

Pusat Inkubator Agribisnis dan Agroindustri Lembaga Pengabdian Kepada

Masyarakat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Zanton, G. I. & A. J. Heinrichs. 2005. Meta-analysis to assess effect of prepubertal

average daily gain of Holstein heifers on first lactation production. J. Dairy

Sci. 88: 3860–3867.

LAMPIRAN

43

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian

A. Identitas Peternak

Nama :……………...........................…………………………

Alamat :……………………...........................…………………

Tempat, Tanggal Lahir :………………………...........................………………

Umur :……………………………...........................…………

Pengalaman Beternak :…………………………...........................……………

Pendidikan : ......................................................................................

Jumlah Anggota Keluarga :……………………...........................…………………

Jumlah Pegawai :……………………...........................…………………

Tanggal Kunjungan :.......................................................................................

B. Pemilikan Ternak

Jenis Sapi Jumlah (ekor) Status Kepemilikan

Laktasi

Kering

Dara

Pedet Jantan

Pedet Betina

Jantan

C. Identitas Sapi Laktasi

No Sapi Bobot Badan

(cm LD)

Umur Periode Laktasi Bulan Laktasi Bunting

(Ya/Tidak)

44

D. Reproduksi Ternak

1. Bangsa sapi yang dipelihara

a. FH murni b. Peranakan FH c. Persilangan d. Lain-

lain

2. Cara seleksi

a. Produksi susu b. Silsilah c. Bentuk luar

3. Cara kawin

a. IB b. Alam dengan pejantan unggul c. Alam dengan

pejantan tidak unggul

4. Pengetahuan birahi

a. Paham b. Kurang paham c. Tidak paham

5. Pengetahuan birahi menurut peternak:

a...........................................................................................................................

b...........................................................................................................................

c...........................................................................................................................

d...........................................................................................................................

e...........................................................................................................................

6. Umur beranak Pertama

a. 2,5 tahun b. 3 tahun c. Lebih dari 3 tahun

7. Saat dikawinkan setelah beranak

a. 60 hari b. 60-90 hari c. Lebih dari 90 hari

8. Calving interval

a. 1 tahun b. 1-1,5 tahun c. Lebih dari 1,5 tahun

E. Pengelolaan

1. Membersihkan sapi

a. Tiap hari b. Kadang-kadang c. Jarang

2. Membersihkan kandang

a. Dua kali sehari b. Satu kali sehari c. Jarang

3. Penanganan pasca panen........................................................................................

4. Pengeringan sapi laktasi

45

a. 2 bulan sebelum beranak b. 1,5 bulan sebelum beranak c. kurang

dari 1 bulan sebelum beranak

5. Pencatatan usaha

a. Ada dan baik b. Ada dan tidak baik c. Tidak ada

F. Kesehatan Hewan

1. Pengetahuan Penyakit dengan ciri-ciri:

a...........................................................................................................................

b...........................................................................................................................

c...........................................................................................................................

d...........................................................................................................................

e...........................................................................................................................

2. Pencegahan penyakit /vaksinasi

a. Teratur b. Tidak teratur c. Tidak pernah

3. Apakah anda mempunyai obat-obatan apabila sapi sakit?.....................................

Jika iya obat apa yang disediakan?.......................................................................

4. Pengobatan penyakit

a. Dilakukan dengan benar, menggunakan jasa tenaga keswan (dokter hewan)

b. Dilakukan kurang benar, dilakukan oleh peternak sendiri

c. Tidak dilakukan

G. Manajemen Pemberian Pakan

1. Berapa kali anda memberi makan sapi peliharaan anda?

a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali d. Lainnya………….............…..

2. Waktu pemberian pakan?

Hijauan :……………………………………….......................................

Konsentrat :……………………………………….......................................

3. Pakan mana yang anda berikan terlebih dahulu hijauan/konsentrat?

…………………………………………………………….................................

4. Jenis konsentrat apa yang anda diberikan?.........................................................

5. Berasal darimana konsentrat yang anda gunakan?.............................................

6. Apakah ada bahan tambahan konsentrat yang anda gunakan?

apabila iya, dengan apa ?....................................................................................

46

7. Berapa Jumlah Konsentrat yang diberikan pada sapi laktasi?……kg/ekor/hari

8. Jenis Hijauan apa yang anda berikan?................................................................

9. Berasal darimana hujauan yang anda gunakan?.................................................

10. Bagaimana cara anda memberikan hijauan pada ternak anda?

a. Utuh b. dicacah c. lainnya…………………….............................

11. Berapa jumlah hijauan yang anda berikan pada sapi laktasi?

……kg/ekor/hari

12. Selain pakan utama, apakah anda memberikan suplemen?................................

Jika iya berapa takaran dan waktu pemberiannya?.............................................

13. Bagaimana pemberian air minum?.....................................................................

H. Produksi dan Kualitas Susu

1. Berapa banyak produksi susu yang dihasilkan?..............liter/ekor/hari

2. Apakah produksi susu selama ini sudah mendatangkan keuntungan bagi anda?

a. Sudah b. belum c. lainnya………………

3. Menurut anda, apakah kualitas susu yang dihasilkan sudah baik?

……………………………………………………………………………..........

4. Menurut anda, faktor apa saja yang mempengaruhi produksi dan kualitas

susu?

…………………………………………………………………………………..

5. Berapa harga susu per liter saat ini?

…………………………………………………………………………………..

6. Apakah menurut anda harga tersebut sudah sesuai?............................................

47

Lampiran 2. Peta Daerah Pondok Ranggon

Sumber: googlemaps (2012).

Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Produksi Susu dan Pemberian Pakan

SK DB JK KT Fhit F0,05 F0,01

Regresi 1 1,86 1,86 16,91 2,22 3,03

Galat 133 14,74 0,11

Total 134 16,60

Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam Lemak Susu dan Pemberian Pakan

SK DB JK KT Fhit F0,05 F0,01

Regresi 1 1,07 1,07 10,7 2,22 3,03

Galat 133 13,66 0,10

Total 134 14,73

48

Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Laktosa Susu dan Pemberian Pakan

SK DB JK KT Fhit F0,05 F0,01

Regresi 1 1,52 1,52 15,2 2,22 3,03

Galat 133 13,50 0,10

Total 134 15,02

Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Protein Susu dan Pemberian Pakan

SK DB JK KT Fhit F0,05 F0,01

Regresi 1 1,52 1,52 15,51 2,22 3,03

Galat 133 13,05 0,098

Total 134 14,57

Lampiran 7. Hasil Analisis Ragam SNF Susu dan Pemberian Pakan

SK DB JK KT Fhit F0,05 F0,01

Regresi 1 1,55 1,55 15,50 2,22 3,03

Galat 133 13,55 0,10

Total 134 15,10

49

Lampiran 8. Perhitungan Kebutuhan Sapi

Kebutuhan Perhitungan

Kebutuhan Bahan Kering =

=

-3,79 = 50X1-110

X1 = 2,12

=

=

-3,79 = 50X2-125

X2 = 2,42

=

=

1,284 = 5X-10,6

X = 2,3768%

Kebutuhan BK =

= 9,220 kg

Kebutuhan (TDN) Hidup Pokok =

=

11,37 = 50X-142,5

X = 3,08

Kebutuhan TDN = 3,08 kg

Kebutuhan (PK) Hidup Pokok =

=

1,3265 = 50X-16,5

X = 0,36

Kebutuhan PK = 0,36 kg

50

Kebutuhan Perhitungan

Kebutuhan (TDN) Produksi 4% FCM 4% FCM= (0,4 x produksi)+(0,15 x %

lemak x produksi)

= (0,4x9,28)+(0,15x4,44x9,28)

= 9,89

=

=

7,97 = 5X-8,15

X = 3,22

Kebutuhan TDN = 3,22 Kg

Kebutuhan (PK) Produksi 4% FCM 4% FCM= (0,4 x produksi)+(0,15 x %

lemak x produksi)

= (0,4x9,28)+(0,15x4,44x9,28)

= 9,89

=

=

2,127 = 5X-2,175

X = 0,86

Kebutuhan PK = 0,86 Kg Sumber: Sutardi (1981).

51

Lampiran 9. Uji-T Produksi Susu berdasarkan Kebuntingan

Keadaan Sapi Hasil Pengujian

Sapi Tidak Bunting dan Bunting

Dua Bulan

Bunting02 N Mean StDev SE Mean

1 104 9.93 3.23 0.32

2 5 7.37 1.52 0.68

Difference = mu (1) - mu (2)

Estimate for difference: 2.563

95% CI for difference: (0.639, 4.487)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value

= 3.42 P-Value = 0.019 DF = 5

Sapi Tidak Bunting dan Bunting

Tiga Bulan

Bunting03 N Mean StDev SE Mean

1 104 9.93 3.23 0.32

2 8 6.79 2.71 0.96

Difference = mu (1) - mu (2)

Estimate for difference: 3.15

95% CI for difference: (0.82, 5.47)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value

= 3.12 P-Value = 0.014 DF = 8

Sapi Tidak Bunting dan Bunting

Empat Bulan

Bunting04 N Mean StDev SE Mean

1 104 9.93 3.23 0.32

2 11 6.95 1.58 0.48

Difference = mu (1) - mu (2)

Estimate for difference: 2.986

95% CI for difference: (1.791, 4.181)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value

= 5.21 P-Value = 0.000 DF =20

Sapi Tidak Bunting dan Bunting

Lima Bulan

Bunting05 N Mean StDev SE Mean

1 104 9.93 3.23 0.32

2 3 7.34 3.05 1.8

Difference = mu (1) - mu (2)

Estimate for difference: 2.59

95% CI for difference: (-5.11, 10.29)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value

= 1.45 P-Value = 0.284 DF = 2

Sapi Tidak Bunting dan Bunting

Enam Bulan

Bunting06 N Mean StDev SE Mean

1 104 9.93 3.23 0.32

2 3 6.97 1.28 0.74

Difference = mu (1) - mu (2)

Estimate for difference: 2.963

95% CI for difference: (-0.500, 6.426)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value

= 3.68 P-Value = 0.066 DF = 2

52

Lampiran 10. Perhitungan Total Digestible Nutrient (TDN) Pakan

Pakan Kelas

Pakan Perhitungan

Konsentrat

5 %TDN = -133,726-0,254(SK)+19,593(LK)+2,784

(BETN)+2,315(PK)+0,028(SK2)-0,341

(LK2)-0,008(SK)(BETN)-0,215(LK)

(BETN)-0,193(LK)(PK)+0,004(LK2)(PK)

%TDN = -133,726-0,254(31,74)+19,593(5,50)

+2,784(29,87)+2,315(12,96)+0,028

(31,742)-0,341(5,50

2)-0,008(31,74)

(29,87)-0,215(5,50)(29,87)-0,193(5,50)

(12,96)+0,004(5,502)(12,96)

= 41,93

Ampas Tahu

5 %TDN = -133,726-0,254(SK)+19,593(LK)+2,784

(BETN)+2,315(PK)+0,028(SK2)-0,341

(LK2)-0,008(SK)(BETN)-0,215(LK)

(BETN)-0,193(LK)(PK)+0,004(LK2)(PK)

%TDN = -133,726-0,254(47,78)+19,593(4,08)

+2,784(22,67)+2,315(18,40)+0,028

(47,782)-0,341(4,08

2)-0,008(47,78)

(22,67)-0,215(4,08)(22,67)-0,193(4,08)

(18,40)+0,004(4,082)(18,40)

= 56,22

Ampas Tempe

5 %TDN = -133,726-0,254(SK)+19,593(LK)+2,784

(BETN)+2,315(PK)+0,028(SK2)-0,341

(LK2)-0,008(SK)(BETN)-0,215(LK)

(BETN)-0,193(LK)(PK)+0,004(LK2)(PK)

%TDN = -133,726-0,254(27,02)+19,593(7,01)

+2,784(39,16)+2,315(21,72)+0,028

(27,022)-0,341(7,01

2)-0,008(27,02)

(39,16)-0,215(7,01)(39,16)-0,193(7,01)

(21,72)+0,004(7,012)(21,72)

= 67,15

Sumber: Hartadi et al. (1997).