hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan …eprints.ums.ac.id/37623/10/02. naskah...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN
OTORITER DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN
Naskah Publikasi
Disusun Oleh:
EVID MAFTUKHAH
F 100 080 197
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
ii
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN OTORITER
DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN
Naskah Publikasi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Derajat Sarjana S-1 Psikologi
Diajukan oleh :
EVID MAFTUKHAH
F 100 080 197
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
i
02
v
ABSTRAKSI
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN
OTORITER DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN
Evid Maftukhah
Mohammad Amir
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Di era global saat ini, sumber daya manusia yang berkompeten dan berkualitas
sangat dibutuhkan, baik itu untuk perusahaan maupun instansi lain yang ingin
meningkatkan kinerja dan hasil dari perusahaan. Akan tetapi ada hal yang perlu
diingat, bahwa tidak selamanya perusahaan akan berjalan dengan baik dengan kondisi
karyawan yang serba terbatas, banyaknya faktor penghalang salah satunya yakni
intensi turnover karyawan. Intensi turnover mengakibatkan perusahaan merugi
karena banyaknya anggaran untuk rekruitmen serta memulai dari awal bagi pekerja
baru, sehingga adaptasipun perlu waktu lama. Penelitian ini bertujuan untuk: 1)
mengetahui hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan intensi
turnover karyawan; 2) mengetahui seberapa besar peranan persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter terhadap intensi turnover karyawan; 3) mengetahui tingkat
persepsi terhadap kepemimpinan otoriter; 4) mengetahui tingkat intensi turnover
karyawan. Hipotesis yang diajukan “Ada hubungan positif antara persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter dengan intensi turnover karyawan”.
Subjek penelitian adalah 40 karyawan Toko Tekstil Mac Mohan yang memiliki
pengalaman di atas 3 tahun. Alat pengumpulan data menggunakan skala persepsi
terhadap kepemimpinan otoriter dan skala intensi turnover karyawan. Metode analisis
data menggunakan teknik korelasi product moment.
Hasil analisis korelasi product moment diperoleh koefisien korelasi
r sebesar 0,552; p = 0,000 (p < 0,01) berarti ada hubungan positif sangat signifikan
antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan intensi turnover. Sumbangan
persepsi terhadap kepemimpinan otoriter terhadap intensi turnover sebesar 30,5%.
Persepsi terhadap kepemimpinan otoriter subjek penelitian tergolong sedang. Intensi
turnover subjek penelitian tergolong rendah.
Kata kunci : persepsi terhadap kepemimpinan otoriter, intensi turnover,
Mac Mohan Surakarta.
1
PENGANTAR
Tingkat turnover karyawan
masih menjadi pembahasan yang
paling intens dan penting saat ini
bahkan dimasa yang akan datang,
karena perusahaan tidak akan
berkembang tanpa adanya karyawan,
apalagi karyawan tersebut memiliki
trade recored yang baik. Karyawan
sebagai tenaga ahli dalam bidang
produksi perusahaan dan dapat
menghasilkan produk yang perusahaan
inginkan. Upaya mengatasi segala
macam permasalahan yang
menyangkut masalah ketenagakerjaan
tersebut, harus dapat dicari suatu jalan
yang terbaik bagi keduanya yaitu bagi
perusahaan dan para karyawan, sebab
apabila masalah ketenagakerjaan ini
berlarut-larut, tidak adil dan tidak
terselesaikan, maka akan
menyebabkan karyawan tidak taat
pada peraturan perusahaan, misalnya
ogah-ogahan dalam bekerja, mangkir
atau membolos kerja, tidak
bertanggung jawab atas pekerjaannya,
kurang bisa bekerjasama bahkan
keluar dari pekerjaan tersebut.
Terlebih jika kepindahan kerja
karyawan terjadi dalam lini menengah,
kerugian yang ditanggung perusahaan
akan semakin membengkak. Apabila
karyawan mulai berpikir untuk pindah
kerja, maka mereka akan sibuk untuk
mencari kesempatan kerja di luar dan
secara aktif akan mencarinya, dan jika
mereka memperoleh kesempatan yang
lebih baik mereka akan pindah kerja.
Namun jika kesempatan itu tidak
tersedia atau yang tidak tersedia tidak
lebih baik daripada yang
sekarang/kurang menarik, maka secara
emosional dan mental mereka akan
keluar dari perusahaan. Yaitu dengan
datang terlambat, membolos, kurang
antusias atau kurang memiliki
keinginan untuk berusaha dengan baik.
(Russ dan McNeily dalam
Panggabean, 2004).
Pentingnya peran dari seorang
pemimpin dalam sebuah perusahaan
menjadi fokus yang menarik untuk
diteliti dan tingkat intensi turnover
sebagai bukti peran pimpinan yang
dirasa kurang memihak terhadap
karyawan. Banyak yang menyatakan
kepemimpinan merupakan suatu unsur
kunci dalam perjalanan perusahaan
atau organisasi dan karyawan sebagai
alat penunjang dari keberhasilan
perusahaan. Sehingga perlu adanya
pimpinan yang berjiwa pemimpin,
dalam hal ini seorang pemimpin
memiliki sifat-sifat standar dari
pemimpin.
Di era global saat ini, sumber
daya manusia yang berkompeten dan
berkualitas sangat dibutuhkan, baik itu
untuk perusahaan maupun instansi lain
yang ingin meningkatkan kinerja dan
hasil dari perusahaan. Akan tetapi ada
hal yang perlu diingat, bahwa tidak
selamanya perusahaan akan berjalan
dengan baik dengan kondisi karyawan
yang serba terbatas, banyaknya faktor
penghalang salah satunya yakni intensi
turnover karyawan. Turnover menurut
Novliadi (2007) adalah keluar atau
berpindahnya karyawan dari
perusahaan baik secara sukarela
maupun terpaksa dan disertai
pemberian imbalan. Intensi turnover
pada karyawan dapat diakibatkan dari
berbagai faktor, diantaranya ketidak
puasan karyawan akan kepemimpinan,
2
pembayaran yang diterima dan internal
perusahaan itu sendiri.
Faktor penghalang kinerja
perusahaan yang muncul dari tingkat
intensi turnover karyawan, terjadi pada
obyek penelitian saat ini. Adanya
intensi turnover pada karyawan Mac
Mohan menjadikan bahan evaluasi
bagi manajemen dalam mengelola
perusahaan untuk keluar dari
permasalahan tersebut. Adanya intensi
turnover yang selama ini terjadi,
mengakibatkan perusahaan merugi
karena banyaknya anggaran untuk
rekruitmen serta memulai dari awal
bagi pekerja baru, sehingga
adaptasipun perlu waktu lama. Adapun
setiap harinya pelanggan banyak yang
tidak terlayani, karena minimnya
karyawan yang bekerja, hal tersebut
mengakibatkan konsumen kurang
merasa puas dengan pelayanan yang
ada.
Kepemimpinan otoriter dari
seorang pemimpin dapat berdampak
positif bagi perusahaan atau bahkan
dapat menjadi blunder dari apa yang
telah diperbuat oleh pimpinan.
Sehingga dari sikap dan gaya
kepemimpinannya, pemimpin yang
otoriter dapat merusak sistem kerja
perusahaan. Setiap pimpinan akan
melakukan suatu untuk mendapatkan
mimpinya, akan tetapi tidak harus
dengan gaya kepemimpinan otoriter.
Sikap karyawan yang akan keluar dari
tempat kerja merupakan bentuk
kekecewaan terhadap manajemen atau
pimpinan perusahaan. Sebaliknya
dengan gaya kepemimpinan yang
dapat merangkul seluruh karyawannya
dan mengayomi dapat meningkatkan
kinerja karyawan serta merasa nyaman
dalam kerjanya.
Menurut Ramadhyaz (2012)
menyebutkan ada 10 alasan karyawan
mengundurkan diri, yaitu: Merasa tak
dihargai, kompensasi yang tak cukup,
merasa waktu libur tak cukup,
perubahan manajemen, mesin dan alat
Kantor yang ketinggalan jaman, target
yang tak realistis, kurang dukungan
manajemen, mencari tantangan baru,
suasana kerja yang tak nyaman, dan
mencari jalan lain untuk sukses.
Alasan merasa tak dihargai, target
yang realistis, dukungan manajemen,
dan kerja yang tak nyaman ialah
bentuk-bentuk ketidak puasan
karyawan akan kepemimpinan
perusahaan.
Menurut Choi, Lee, Wan Ismail
and Ahmad Jusoh (2012) dalam
penelitiannya menyebutkan ada
hubungan antara gaya kepemimpinan
dengan turnover karyawan, akan tetapi
hal tersebut tidaklah signifikan.
Artinya terdapat hubungan antara gaya
kepemimpinan dengan turnover
karyawan, akan tetapi tidaklah kuat.
Uraian di atas dapat diketahui
bahwa persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter mempunyai
hubungan dan pengaruh terhadap
intensi turnover karyawan. Adanya
hubungan antara persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter dengan intensi
turnover karyawan telah dinyatakan
dalam penelitian terdahulu, yang
menyebutkan bahwa terdapat
hubungan antara gaya kepemimpinan
dengan turnover karyawan, akan tetapi
hal tersebut tidaklah signifikan.
Sehingga perusahaan dan pimpinan
harus dapat menggunakan jabatannya
3
secara baik, supaya bawahan atau
karyawan dan atasan dapat hidup
berdampingan.Penelitian ini
hipotesisnya adalah “Ada hubungan
positif antara persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter dengan intensi
turnover karyawan”. Artinya, adanya
peningkatan persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter mengakibatkan
semakin tingginya tingkat intensi
turnover pada karyawan. Sebaliknya
jika terdapat kecenderungan
penurunan persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter maka akan
diikuti penurunan tingkat intensi
turnover pada karyawan.
METODE PENELITIAN Variabel - variabel penelitian
yang akan diteliti dalam penelitian ini
adalah Intensi Turnover Karyawan
sebagai variabel tergantung dan
persepsi terhadap Kepemimpinan
Otoriter sebagai variabel bebas.
Populasi yang diambil dalam
penelitian ini adalah populasi dari
karyawan Mac Mohan Beteng Trade
Center(BTC) Surakarta, dimana data-
data maupun identitas karyawan telah
tercatat pada manajemen perusahaan.
Pengambilan sampel menggunakan
purposive sample sebanyak 40
karyawan. Alat ukur yang digunakan
yaitu skala persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter dan skala
intensi turnover. Metode analisa data
menggunakan teknik korelasi product
moment dengan bantuan program
SPSS for windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis korelasi product
moment diperoleh koefisien korelasi
r sebesar 0,552; p = 0,000 (p < 0,01)
berarti ada hubungan positif sangat
signifikan antara persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter dengan intensi
turnover. Semakin tinggi persepsi
terhadap kepemimpinan otoriter maka
semakin tinggi pula intensi turnover,
dan sebaliknya semakin rendah
persepsi terhadap kepemimpinan
otoriter maka semakin rendah intensi
turnover karyawan. Hasil penelitian
ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Lewin (Jewell &
Siegall 1998) karakteristik pemimpin
yang otoriter antara lain adalah
didominasi yang sangat kuat, bawahan
tidak memiliki hak memprotes
kebijakan pimpinan, dalam
pengambilan keputusan tidak
melakukan negosiasi dengan berbagai
pihak di luar satuan kerja yang
bersangkutan. Komunikasi berjalan
satu arah ke bawah, pemimpin atau
atasan cenderung menjadi pribadi
dalam pujian dan kecaman terhadap
kerja setiap anggota dan mengambil
jarak dari partisipasi kelompok aktif
kecuali bila menunjukkan keahliannya.
Selain itu pemimpin yang otoriter
dalam pemberian petunjuk
menekankan pada penyelesaian tugas
ataupun kesempurnaan tugas dengan
cara memotivasi orang-orang melalui
rasa takut dan hukuman sebaliknya
jarang memberikan penghargaan atau
hadiah, sehingga dapat dikatakan jika
kepemimpinan dipegang oleh orang
yang mempunyai sikap otoriter tinggi,
semuanya mutlak ada ditangan atasan
atau pimpinan perusahaan. Artinya
bawahan tidak dimintai pendapat atau
gagasan terhadap keputusan yang
diambil oleh pimpinan meskipun
4
keputusan tersebut menyangkut
kepentingan bawahan,
Menurut Kartono (1998) tipe
pemimpin otoriter ditandai dengan
ciri-ciri sikap pemimpin yang kaku
dan keras dalam menerapkan
peraturan-peraturan maupun disiplin,
bersikap memaksa dengan selalu
menuntut kepatuhan karyawan, agar
bertingkah laku seperti yang
dikehendaki oleh pemimpin. Berbagai
sikap pemimpin menurut apa yang
dinggap terbaik oleh mereka sendiri,
diantaranya adalah dengan hukuman
dan sikap acuh tak acuh, sikap ini
dapat menimbulkan ketegangan dan
ketidaknyamanan, sehingga
memungkinkan kericuhan di dalam
perusahaan dan menyebabkan
karyawan tidak betah bekerja di
perusahaan.
Nawawi (2003) menjelaskan
bahwa gaya kepemimpinan otoriter
adalah perilaku kepemimpinan atau
gaya kepemimpinan dalam
mengimplementasikan fungsi-fungsi
kepemimpinan sangat besar
pengaruhnya dan bersifat sangat
menentukan dalam mengefektifkan
organisasi untuk mencapai tujuannya.
Sehubungan dengan itu apabila
perilaku kepemimpinan ditampilkan
dalam bentuk tindakan tegas, keras,
sepihak, tertutup pada kritik dan saran,
mengancam setiap pelanggaran atau
kesalahan anggota organisasi dangan
sanksi/hukuman yang berat, tidak
mengikutsertakan dan tidak
memperbolehkan bawahan
berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan dan tidak
mentoleransi terjadinya
penyimpangan.
Pola kepemimpinan otoriter
selalu memusatkan kekuasaan dan
keputusan pada diri sendiri dan
mendominasi dalam pengambilan
kebijakan dengan tidak
memperhatikan kondisi karyawan
menyebabkan perilaku karyawan
menjadi kurang terkontrol. Hal ini
dapat menyebabkan karyawan kurang
dapat mengelola perilaku kerja yang
dimiliki, sehingga karyawan justru
cenderung menerapkan sifat
perfeksionis yang maladaptif, yaitu
berusaha mencapai kesempurnaan
dalam pelaksanaan tugas-tugas
pekerjaan hanya untuk memenuhi
tuntutan dari sang pemimpin tanpa
mempertimbangkan kemampuan dan
kekurangan yang dimiliki. Billwoods
(dalam Dale,2001) mengungkapkan
bahwa pemimpin otoriter adalah
pemimpin yang membuat keputusan
sendiri karena kekuasan terpusatkan
dalam diri satu orang. Dengan
tanggung jawab yang penuh dan
ketatnya pengawasan maka setiap
keputusan dipaksakan dengan
menggunakan imbalan dan
kekhawatiran akan dihukum. Jika ada
komunikasi bersifat turun ke bawah.
Bawahan akan merasa takut dan tidak
pasti apabila wewenang dan kekuasaan
pemimpin otoriter menjadi menekan.
Rivai (2003) menambahkan gaya
kepemimpinan otoriter yaitu pemimpin
yang bertindak sebagai pemain
tunggal. Kedudukan dan tugas
karyawan semata-mata hanya sebagai
pelaksana keputusan perintah bahkan
kehendak pemimpin. Kemampuan
bawahan dianggap tidak mampu
berbuat sesuatu tanpa diperintah
karena ia merasa dirinya lebih unggul
5
dibandingkan dengan bawahannya.
Senada dengan pendapat di atas Terry
(Kartono, 1998) mengemukakan tipe
pemimpin otokratis pada intinya
mendasarkan diri pada kekuasaan atau
paksaan yang selalu harus dipatuhi,
dirinya selalu mau berperan sebagai
“pemain tunggal” pada “one man
show” dan selalu merajai situasi.
Karyawan yang menilai
kepemimpinan secara negatif maka
akan merasa tertekan terus menerus
atau stress yang berlarut-larut yang
akan membawa kondisi karyawan
menderita kelelahan baik fisik dan
mental kondisi semacam ini jika ini
tidak dapat diatasi maka karyawan
merasa tidak betah lagi bekerja di
perusahaan, sehingga terjadilah intensi
turnover.
Sumbangan efektif
menunjukkan seberapa besar peran
atau kontribusi variabel bebas terhadap
variabel tergantung. Sumbangan
persepsi terhadap kepemimpinan
otoriter terhadap intensi turnover
sebesar 30,5% (rsquare=0,305), sehingga
masih terdapat 69,5% faktor lain yang
mempengaruhi intensi turnover diluar
variabel persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter : misalnya
kondisi ruang kerja, upah,
keterampilan kerja, dan supervisi.
Berdasarkan hasil perhitungan
kategorisasi diketahui persepsi
terhadap kepemimpinan otoriter
subjek penelitian tergolong sedang
ditunjukkan oleh rerata empirik (RE)
sebesar 97,53 dan rerata hipotetik
(RH) sebesar 102,5 Dari 40 subjek
penelitian terdapat 10 subjek (25%)
memiliki persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter tinggi, terdapat
15 subjek (37,5%) memiliki persepsi
terhadap kepemimpinan otoriter
sedang, dan terdapat 15 subjek
(37,5%) memiliki persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter rendah.
Intensi turnover subjek
penelitian tergolong rendah
ditunjukkan oleh rerata empirik (RE)
sebesar 61,25 dan rerata hipotetik
sebesar =70. Hasil analisis perhitungan
kategorisasi diketahui dari 40 subjek
penelitian terdapat 1 subjek (2,5%)
memiliki intensi turnover tinggi,
terdapat 23 subjek (57,5%) memiliki
intensi turnover sedang, 14 subjek
(35%) memiliki intensi turnover
rendah, dan terdapat 2 subjek (5%)
memiliki intensi turnover sangat
rendah.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data
penelitian, maka diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Ada hubungan positif sangat
signifikan antara persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter dengan intensi
turnover. Semakin tinggi persepsi
terhadap kepemimpinan otoriter maka
semakin tinggi pula intensi turnover,
begitu pula sebaliknya .
2. Sumbangan persepsi
terhadap kepemimpinan otoriter
terhadap intensi turnover sebesar
30,5%
3. Persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter subjek
penelitian tergolong sedang.
4. Intensi turnover subjek
penelitian tergolong rendah.
6
1. Bagi Pimpinan Mac Mohan
Surakarta Berdasarkan hasil penelitian
diketahui persepsi terhadap
kepemimpinan otoriter tergolong
sedang, dari hasil ini maka pimpinan
diharapkan menurunkan kondisi
tersebut dengan berusaha menerapkan
model kepemimpinan yang mampu
mendorong karyawan untuk berperan
aktif dalam memberikan ide, gagasan
atau pendapat, memberikan dukungan
dan motivasi, memberi gaji insentif
dan fasilitas kerja yang memadai,
serta menciptakan suasana yang aman
dan nyaman dalam bekerja, sehingga
karyawan akan merasa betah bekerja
di tempat tersebut. Secara operasional
hal tersebut dapat dilakukan dengan
cara :
a. Mengajak atau melibatkan bawahan
untuk ikut berdisuksi ketika akan
mengambil atau memutuskan
kebijakan-kebijakan perusahaan.
b. Tidak memberikan sanksi atau
hukuman pada bawahan yang
melakukan kesalahan sebelum
benar-benar mengetahui
alasannya.
c. Mengajak bawahan dan
keluarganya piknik atau rekreasi
untuk menjalani keakraban dan
keharmonisan antara bawahan
dengan pimpinan.
2. Bagi karyawan Mac Mohan
Surakarta Diharapkan mempertahankan
intensi turnover yang sudah tergolong
rendah dengan cara memiliki persepsi
yang positif terhadap model
kepemimpinan yang diterapkan
diperusahaan. Untuk menghindari
munculnya intensi turnover maka
karyawan perlu memiliki keinginan
kuat untuk tetap mempertahankan
keanggotaan dalam perusahaan dengan
menyeimbangkan tugas dan tanggung
jawab kerja dengan kemampuan yang
dimiliki, berusaha disiplin dan selalu
semangat dalam bekerja, menjalin
hubungan yang harmonis dengan
pimpinan dan rekan kerja serta
berusaha memberikan yang terbaik
bagi perusahaan. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara :
a. Disiplin dan taat dengan peraturan
yang ditetapkan perusahaan dan
bekerja sesuai dengan SOP yang
ada di perusahaan.
b. Tidak melakukan kesalahan yang
dapat menyebabkan pelayanan
kepada pelanggan menjadi
terganggu.
c. Bersedia menerima sanksi atau
hukuman jika melakukan
kesalahan secara sengaja.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan lebih meningkatkan
kualitas penelitian lebih lanjut
khususnya yang berkaitan dengan
hubungan antara persepsi terhadap
gaya kepemimpinan otoriter
dengan intensi turnover, misalnya
membandingkan intensi turnover
antara jenis kelamin laki-laki
dengan perempuan, atapun
menambah variabel-variabel lain
yang belum diteliti, seperti kondisi
7
ruang kerja, upah, keterampilan
kerja, dan supervisi.
Daftar Pustaka
Agung, Anak KSA, dan Kusdewi
Yanti. 2012. Pengaruh
Kepemimpinan Dan Budaya
Perusahaan Terhadap Turnover
Karyawan Pada PT. Planet
Selancar Mandiri, Badung Bali.
Jurnal Manajemen & Akuntansi
STIE Triatma Mulya. Vol 18,No.
2 Edisi Desember 2012, page 154-
167.
Nawawi, H, 2003, Kepemimpinan
yang Efektif, Yogyakarta, Gadjah
Mada University.
Kartono, K. 1998. Pemimpin dan
Kepemimpinan. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Dale T, A. 2001. Kepemimpinan (Seri
Ilmu dan Seni Manajemen Bisnis).
Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Choi Sang Long, Lee Yean Thean,
Wan Khairuzzaman Wan Ismail &
Ahmad Jusoh. (2012).
“Leadership Styles and
Employees’ Turnover Intention:
Exploratory Study of Academic
Staff in a Malaysian College”.
World Applied Sciences Journal,
2012. 19 (4): 575-581.
Jewel, L.N, & Siegel Marc.
(1998). Psikologi
Industri/Organisasi Modern.
Penerjemah: A. Hadyana
Pudjaatmaka dan Maetasari.
Jakarta: Penerbit Archan.
Locke, A.E. 1997. Esensi
Kepemimpinan, Empat Kunci
Untuk Memimpin dengan
Keberhasilan (Terjemahan :
Aris Ananda). Jakarta: Mitra
Utama.
Novliadi, Ferry. 2007. “Intensi
Trunover Karyawan Ditinjau dari
Budaya Perusahaan dan Kepuasan
Kerja”. Skripsi. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Ramadhyaz, Peppy. (2013). “10
Alasan Karyawan Mengundurkan
Diri”.
http://plasadana.com/detail.php?id
=3359. Diakses pada jam 08:03
tanggal 03 April 2014.