hubungan antara kecerdasan adversity dengan … · 2017. 3. 4. · hubungan antara kecerdasan...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN ADVERSITY DENGAN
KECEMASAN MENGHADAPI PENSIUN PADA PEGAWAI
NEGERI SIPIL GOLONGAN IV DI SALATIGA
Oleh
THOMAS WIDHI NUGROHO
802012018
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN ADVERSITY DENGAN
KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN PADA PEGAWAI
NEGERI SIPIL GOLONGAN IV DI SALATIGA
Thomas Widhi Nugroho
Enjang Wahyuningrum
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
i
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan adversity
dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada pegawai negeri sipil golongan IV di
Salatiga. Subjek penelitian ini adalah pegawai negeri sipil golongan IV yang akan
pensiun pada tahun 2017-2018 di Salatiga yang berjumlah 40 orang. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.
Penelitian ini menggunakan skala adversity response profile (ARP) dari Stoltz dan skala
kecemasan menghadapi pensiun yang disusun berdasarkan aspek-aspek kecemasan dari
Zung. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis korelasi Product Moment
Pearson. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan
antara kecerdasan adversity dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada pegawai
negeri sipil golongan IV di Salatiga, dengan (r= -0,148) dan nilai signifikansi sebesar
0,180 (p>0,05).
Kata kunci: kecerdasan adversity, kecemasan menghadapi pensiun, pegawai
negeri sipil.
ii
Abstract
The purpose of this study was to determine the relationship between adversity
intelligence with anxiety facing retirement in the civil service class IV in Salatiga. This
research subject is class IV civil servants who will retire in the year 2017-2018 in
Salatiga which numbered 40 people. The sampling technique in this study using
purposive sampling technique. This study uses a scale of adversity response profile
(ARP) of Stoltz and the retirement anxiety scale which is based on the anxiety aspect of
Zung. Data analysis technique used is the Pearson Product Moment Correlation
analysis. The results showed no significant relationship between intelligence adversity
with anxiety facing retirement in the civil service class IV in Salatiga, with (r = -0.148)
and a significance value of 0.180 (p> 0.05).
Keywords: adversity intelligence, anxiety pensions, civil servant
1
1
PENDAHULUAN
PNS atau pegawai negeri sipil adalah orang-orang yang bekerja untuk pemerintah
negara Indonesia yang telah memenuhi syarat, diangkat dan telah ditetapkan sesuai
perundang-undangan, bukan mliter dan secara khusus tidak termasuk mereka yang
menjadi pegawai dari aparatur perekonomian negara seperti BUMN atau BUMD
(Zainun, 1990). Menurut Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 35
Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan Pola Karir Pegawai Negeri Sipil, bahwa
pangkat golongan pada PNS terbagi menjadi beberapa tingkat, yaitu: 1. Juru:
merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan I/a hingga I/d dengan sebutan
secara berjenjang: Juru Muda (I/a), Juru Muda Tingkat I (I/b), Juru (I/c), dan Juru
Tingkat I (I/d). 2. Pengatur: merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan II/a
hingga II/d dengan sebutan secara berjenjang: Pengatur Muda (II/a), Pengatur Muda
Tingkat I (II/b), Pengatur (II/c), dan Pegatur Tingkat I (II/d). 3. Penata: merupakan
jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan III/a hingga III/d dengan sebutan secara
berjenjang: Penata Muda (III/a), Penata Muda Tingkat I (III/b), Penata (III/a), dan
Penata Tingkat I (III/d). 4. Pembina merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS
Golongan IV/a hingga IV/e dengan sebutan secara berjenjang: Pembina (IV/a), Pembina
Tingkat I (IV/b), Pembina Utama Muda (IV/c), Pembina Utama Madya (IV/d) dan
Pembina Utama (IV/e).
Semua Pegawai Negeri Sipil atau PNS pada dasarnya sudah pasti mengalami
pensiun, tidak terkecuali PNS yang ada di Kota Salatiga khususnya golongan IV.
Menurut hasil wawancara dengan 4 PNS yang mempunyai golongan IV di Salatiga pada
tanggal 16 April 2016, pada umumnya mereka merasa cemas akan masa depannya
setelah pensiun. Mereka merasa bingung terhadap rencana setelah pensiun, khawatir
2
2
terhadap masa depan pendidikan anak-anaknya, khawatir dengan pendapatan yang
kurang mencukupi kebutuhan keluarga, merasa tidak diakui dalam lingkungan
masyarakat karena dianggap sudah memasuki usia lanjut, merasa kosong
karenatugasnya telah berhenti sementara secara fisik masih cukup mampu bekerja.
Mereka merasa bingung karena tidak memiliki pekerjaan atau usaha sampingan untuk
tetap memperoleh penghasilan. PNS dengan golongan IV ketika masih aktif bekerja
akan mendapatkan gaji yang besar dan tunjangan. Berbeda dengan kondisi mereka
setelah pensiun, mereka hanya akan mendapatkan gaji pensiun dan tidak menerima
tunjangan. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan pada PNS golongan IV
yang akan mengalami pensiun. Kecemasan dalam menghadapi pensiun ini juga dapat
berdampak negatif seperti menurunnya semangat kerja, merasa frustasi dengan beban
hidup karena merasa akan pensiun, dan merasa tidak percaya diri.
Pensiun merupakan masa ketika seseorang diberhentikan dari pekerjaannya
sesuai dengan batas usia pensiun yang telah ditetapkan dalam aturan pensiun yaitu usia
56 tahun sedangkan untuk pengajar saat sampai usia 60 tahun. Menurut Hurlock (2006)
usia 56-60 tahun adalah termasuk dalam kategori usia lanjut.
Di tahap ini sebenarnya seseorang masih cukup produktif namun kenyataannya
mereka harus tetap memasuki masa pensiun. Oleh karena itu, masa pensiun dianggap
sebagai ancaman terhadap kehidupan seseorang di masa yang akan datang sehingga
dapat menimbulkan kecemasan. Begitu pula dengan PNS yang akan menghadapi masa
pensiun tidak jarang akan mengalami kecemasan. Maramis (1995) menyatakan bahwa
kecemasan adalah suatu ketegangan, rasa tidak aman, kekhawatiran, yang timbul karena
dirasakan akan mengalami kejadian yang tidak menyenangkan.
3
3
Kecemasan menghadapi pensiun dapat diartikan suatu keadaan atau perasaan
tidak menyenangkan yang timbul pada individu karena khawatir, bingung, tidak pasti
akan masa depannya, dan belum siap menerima kenyataan akan memasuki masa
pensiun dengan segala akibatnya baik secara psikologis maupun secara fisiologis (Zung,
1971). Menurut Briil dan Hayes (1981) kecemasan menghadapi masa pensiun adalah
perasaan khawatir, takut, dan prihatin akan hilangnya identitas sosial, penghasilan,
karier, interaksi sosial, dan perasaan berarti pada diri individu. Kecemasan merupakan
keadaan atau kondisi emosi yang tidak menyenangkan yang dicirikan dengan perasaan
tegang, keadaan dan kekhawatiran kerena tergiatnya atau terbangkitnya sistem syaraf
otonom. Husada (1991) mengatakan kecemasan disebabkan tekanan dari dalam diri
seseorang yang merasa takut akan terjadinya sesuatu hal yang tidak layak, dan ini
berhubungan dengan harga dirinya, individu yang mengalami kecemasan hanya
mengenai konflik secara samar-samar dan hanya menyadari suatu keadaan yang
menakutkan.
Menurut Titaningsih (2010), salah satu determinan yang diasumsikan berperan
terhadap kecemasan adalah kecerdasan adversity. Artinya jika seseorang memiliki
kecerdasan adversity maka angka kecemasan dapat ditekan. Stoltz (2000) berpendapat
bahwa di antara banyak kekuatan yang dimiliki oleh individu, salah satunya adalah
seberapa jauh individu mampu bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan individu
untuk mengatasi kesulitan. Untuk mencapai kesuksesan dalam hidup, diantaranya
ditentukan oleh tinggi rendahnya kecerdasan adversity yang dimiliki oleh setiap orang.
Kecerdasan adversity sebagai bentuk respon individu terhadap kesulitan dan
pengendalian terhadap respon yang konsisten tidak terlepas dari bagaimana individu
menyikapi situasi yang menekan dalam kehidupannya (Stoltz, 2000). Menurut Stoltz
4
4
(2000) kecerdasan adversity adalah kecerdasan seseorang untuk mengambil keputusan
dalam bertindak sehingga ia mampu bertahan dan berusaha mengatasi kesulitan,
kemudian akan mendorongnya untuk berusaha mencapai keberhasilan di masa yang
akan datang. Stoltz (2000) menambahkan, kecerdasan adversity adalah kemampuan
untuk mengubah hambatan menjadi suatu peluang keberhasilan mencapai tujuan.
Kemampuan ini diperlukan karena menyangkut keyakinan diri setiap individu dalam
menghadapi masalah atau kesulitan.
Kecerdasan adversity memiliki aspek-aspek yang dapat memberikan gambaran
mengenai ketangguhan individu dalam menghadapi hambatan atau kegagalan dan dapat
memprediksi apakah ia tetap terkendali dalam menghadapi situasi atau keadaan yang
sulit (Pranandari, 2008). Secara garis besar konsep kecerdasan adversity terdapat
beberapa manfaat yang dapat diperoleh, kecerdasan adversity merupakan indikasi atau
petunjuk tentang seberapa tabah seseorang dalam menghadapi sebuah kemalangan.
Kecerdasan adversity memperkirakan tentang seberapa besar kapabilitas seseorang
dalam menghadapi setiap kesulitan hidup dan ketidakmampuannya dalam menghadapi
kesulitan. Kecerdasan adversity memperkirakan siapa yang dapat melampaui harapan,
kinerja, serta potensinya, dan siapa yang tidak. Kecerdasan adversity dapat
memperkirakan siapa yang putus asa dalam menghadapi kesulitan dan siapa yang akan
bertahan (Stoltz, 2000).
Stoltz (2000) mengatakan bahwa individu yang memiliki kemampuan untuk
bertahan dan terus berjuang dengan gigih ketika dihadapkan pada suatu problematika
hidup, penuh motivasi, antusiasme, dorongan, ambisi, semangat, serta kegigihan yang
tinggi, dipandang sebagai figur yang memiliki kecerdasan adversity yang tinggi,
sedangkan individu yang mudah menyerah, pasrah begitu saja pada takdir, pesimistik
5
5
dan memiliki kecenderungan untuk senantiasa bersikap negatif, dapat dikatakan sebagai
individu yang memiliki tingkat kecerdasan adversity yang rendah.
6
6
TINJAUAN PUSTAKA
Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun
Kecemasan menghadapi pensiun dapat diartikan suatu keadaan atau perasaan
tidak menyenangkan yang timbul pada individu karena khawatir, bingung, tidak pasti
akan masa depannya, dan belum siap menerima kenyataan akan memasuki masa
pensiun dengan segala akibatnya baik secara psikologis maupun secara fisiologis (Zung,
1971). Menurut Briil dan Hayes (1981) kecemasan menghadapi masa pensiun adalah
perasaan khawatir, takut, dan prihatin akan hilangnya identitas sosial, penghasilan,
karier, interaksi sosial, dan perasaan berarti pada diri individu. Menurut Schaie dan
Willis (1991) kecemasan menghadapi pensiun adalah gambaran negatif tentang masa
pensiun, seperti tidak dapat bertemu dengan teman-teman, banyak waktu luang yang
terbuang, dana pensiun dan tabungan tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga
sehingga seseorang akan merasa tertekan dengan keadaan tersebut. Dari pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi pensiun adalah perasaan
seseorang yang takut, khawatir, bingung dalam menghadapi pensiun karena merasa
belum siap akan masa depannya, hilangnya status sosial dalam masyarakat, dana
pensiun atau tabungan tidak dapat mencukupi kebutuhan setelah pensiun, dan segala
bentuk akibatnya baik secara fisiologis maupun psikologis.
Menurut Zung (1971) kecemasan memiliki dua aspek, yaitu:
a. Psikologis, artinya kecemasan yang berwujud gejala kejiwaan seperti tegang,
bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi dan perasaan tidak menentu atau
gelisah.
b. Fisiologis, artinya kecemasan sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala
fisik, terutama pada fungsi sistem saraf pusat, misalnya: tidak dapat tidur,
7
7
jantung berdebar-debar, keluar keringat dingin berlebihan, sering gemetar dan
perut mual.
Pradono & Esterlita (2010) membagi penyebab kecemasan menghadapi masa
pensiun kedalam beberapa faktor, sebagai berikut:
a. Faktor Fisik
kekuatan dan daya ingat yang semakin menurun membuat individu merasa
dirinya tidak dibutuhkan lagi sehingga timbul kecemasan.
b. Faktor Sosial
tidak adanya dukungan dari masyarakat perihal penghargaan terhadap kerjanya
membuat individu merasa tidak berguna.
c. Faktor Ekonomi
Berkurangnya penghasilan pokok dan tambahan yang biasanya diperoleh
dianggap sebagai beban sehingga muncul reaksi kecemasan pada individu
tersebut.
Kecerdasan Adversity
Konsep kecerdasan adversity dikemukakan pertama kali oleh Stoltz (2000)
dengan istilah adversity quotient (AQ). Menurut Stoltz (2000) adversity quotient
merupakan teori sekaligus ukuran bermakna dan merupakan seperangkat instrumen
yang telah diasah untuk membantu seseorang supaya tetap gigih dalam menghadapi
berbagai tantangan. Penggunaan kata quotient mengarah kepada hasil pengukuran yang
sudah dikelompokkan menurut suatu norma-norma psikodiagnostik. Sehingga lebih
tepat kemudian digunakan istilah adversity intelligence (kecerdasan adversity) untuk
menunjuk konsep adversity. Dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adversity menurut
Stoltz (2000) adalah kecerdasan seseorang untuk mengambil keputusan dalam bertindak
8
8
sehingga ia mampu bertahan dan berusaha mengatasi kesulitan, kemudian akan
mendorongnya untuk berusaha mencapai keberhasilan di masa yang akan datang.
Menurut Stoltz (2000), kecerdasan adversity terdiri dari empat dimensi, yaitu:
a. Control (C). Dimensi ini ditunjukan untuk mengetahui seberapa banyak kendali
yang dapat individu rasakan terhadap suatu peristiwa yang menimbulkan
kesulitan. Hal yang terpenting dari dimensi ini adalah sejauh mana individu
dapat merasakan bahwa kendali tersebut berperan dalam peristiwa yang
menimbulkan kesulitan seperti mampu mengendalikan situasi tertentu dan
sebagainya.
b. Origin dan Ownership (O2). Dimensi ini mempertanyakan siapa atau apa yang
menimbulkan kesulitan (origin) dans ejauh mana individu menganggap dirinya
mempengaruhi sebagai penyebab dan asal-usul kesulitan seperti penyesalan,
pengalaman dans ebagainya (ownership).
c. Reach (R). Dimensi ini mengajukan pertanyaan sejauh mana kesulitan yang
dihadapi akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan individu seperti
hambatan akibat panik, hambatan akibat malas, dan sebagainya.
d. Endurance (E). Dimensi ini dapat diartikan ketahanan yaitu dimensi yang
mempertanyakan dua hal yang berkaitan yaitu berapa lamakah kesulitan akan
berlangsung dan berapa lamakah penyebab kesulitan itu akan berlangsung.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Wahyuni, n.d) dalam
penelitiannya menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara Adversity
Quotient dengan Kecemasan Menghadapi Masa Depan.Hal tersebut juga didukung
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Titaningsih, 2010) dalam penelitiannya yang
9
9
mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara Kecerdasan Adversity
dengan Kecemasan Menghadapi Dunia Kerja. Selain itu penelitian lain yang dilakukan
oleh (Lutviandi, 2009) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
Kecerdasan Adversity dengan Kecemasan menghadapi ujian nasional (UNAS). Maka
dari hasil penelitian diatas, peneliti ingin meneliti apakah terdapat hubungan antara
Kecerdasan Adversity dengan Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun pada PNS
Golongan IV di Salatiga?
Hipotesis: Ada hubungan negatif antara Kecerdasan Adversity dengan
Kecemasan Menghadapi Pensiun pada Pegawai Negeri Sipil Golongan IV di Salatiga.
Semakin tinggi tingkat kecerdasan adversity, semakin rendah tingkat kecemasan
menghadapi pensiun.
10
10
METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil golongan IV di
Salatiga yang akan menghadapi pensiun yang berjumlah 49 orang. Berdasarkan
populasi Pegawai Negeri Sipil golongan IV di Salatiga yang akan menghadapi pensiun,
maka penulis mengambil sampel dalam penelitian ini berjumlah 40 orang yang
disesuaikan dengan pertimbangan waktu dan sumber daya yang ada serta telah
memenuhi syarat pengambilan sampel dari populasi terkecil yaitu 30 (Azwar, 2004).
Alat Ukur Penelitian
a. Skala kecerdasan adversity
Kecerdasan adversity diukur dengan menggunakan skala Adversity Response
Profie (ARP) yang telah diujicobakan pada responden di lebih dari 51 negara dan
menunjukkan sifatnya yang universal dan mudah diaplikasikan di berbagai budaya.
Dalam studi yang diselenggarakan oleh ahli psikometri independen yang telah dilatih di
Educational Testing Service (ETS) di Amerika Serikat, ARP menunjukkan reliabilitas
yang tinggi. Reliabilitas yang diukur dengan alpha cronbach menunjukkan skor 0,91
yang berarti sangat reliabel digunakan dalam pengukuran kecerdasan adversity. Dalam
analisis formal terhadap hasil-hasil skala ARP mengungkapkan bahwa instrumennya
merupakan tolok ukur yang valid untuk mengukur bagaimana orang merespon
kesulitan. Melalui tes ulangan dan tes lanjutan, ARP menunjukkan hasil yang sangat
konsisten. Skala ARP ini disusun berdasarkan aspek-aspek kecerdasan adversity
menurut Stoltz (2000), yaitu: a) Control b) Origin c) Ownership d) Reach dan e)
Endurance.
11
11
b. Skala kecemasan menghadapi masa pensiun
Skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan menghadapi masa
pensiun menggunakan Zung anxiety self-assessment scale yang dirancang oleh Zung
(1971) yang telah diadaptasi oleh Yulia (2015). Skala kecemasan menghadapi masa
pensiun ini berjumlah 20 item yang terdiri dari 13 item favorable dan 7 item
unfavorable. Selanjutnya alat ukur yang digunakan diuji kembali dengan uji daya
diskriminasi item dan reabilitas. Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan
reabilitas skala kecemasan menghadapi pensiun diperoleh hasil 13 item yang dinyatakan
valid yang berarti terdapat 7 item yang gugur. Daya diskriminasi item dengan koefisien
korelasi item totalnya bergerak antara (0,821-0,959). Maka skala kecemasan
menghadapi pensiun ini tergologong reliabel. Skala kecemasan pensiun ini disusun
berdasarkan aspek-aspek kecemasan menghadapi pensiun menurut Zung (1971), yaitu:
a) psikologis dan b) fisiologis.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan adalah purposive sampling dengan melihat karakteristik
tertentu, yaitu :
1. Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai golongan IV.
2. Pegawai Negeri Sipil yang akan menghadapi masa pensiun di tahun 2017-2018.
Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian akan diolah menggunakan
bantuan program komputer SPSS Statistics 16.0for windows.
Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan adalah korelasi Product Moment dari Pearson.
Keseluruhan analisis data pada penelitian ini dikerjakan dengan analisis data komputer
SPSS for Window versi 16.0.
12
12
HASIL PENELITIAN
A. Uji asumsi
Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang digunakan untuk mengetahui
ada atau tidaknya korelasi antara kecerdasan adversity dengan kecemasan menghadapi
masa pensiun pada PNS golongan IV di Salatiga. Namun, sebelum dilakukan uji
korelasi, peneliti harus melakukan uji asumsi terlebih dahulu untuk menentukan jenis
statistik parametrik atau non parametrik yang akan digunakan untuk uji korelasi.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov yang menunjukkan
skala kecemasan menghadapi pensiun (K-S-Z = 0,625, nilai sig. 0,829
(p>0,05) menunjukkan data-data normal dan skala kecerdasan adversity(K-
S-Z = 0,561, nilai sig.0,911 (p>0,05) menunjukkan data-data berdistribusi
normal.
2. Uji Linearitas
Dari hasil uji linearitas menunjukkan tidak adanya hubungan linear antara
kecerdasan adversity dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada
pegawai negeri sipil golongan IV di Salatiga diperoleh nilai sign sebesar
0,046 (p>0,05) yang menunjukkan tidak ada hubungan linear.
13
13
B. Analisa Deskriptif
Tabel 1
Statistik Deskriptif Skala KecerdasanAdversity dengan Kecemasan Menghadapi
Masa PensiunPada Pegawai Negeri Sipil Golongan IV di Salatiga
NO. Skala N Min Max M SD
1.
Kecerdasan
Adversity 40
92 178 126,35 16,45
2. Kecemasan pensiun 28 51 67,75 7,82
Tabel 1 merupakan statitik deskriptif dari skor partisipan untuk setiap variabel.
Peneliti kemudian membagi skor skala kecerdasan adversity menjadi 5 kategori mulai
dari “nilai 1” hingga “nilai 5” dan skor skala kecemasan menghadapi pensiun menjadi 4
kategori mulai dari “tidak pernah” hingga “sangat sering”. Interval skor untuk setiap
kategori ditentukan dengan menggunakan rumus interval dalam Hadi (2000).
14
14
Tabel 2
Kriteria Skor Kecerdasan Adversity
No
.
Interval Kategori Frekuensi Presentase Mean SD
1. 168 ≤ x≤ 200
Sangat
Tinggi
1 2,5 %
126,35 16,45
2. 136 ≤ x< 168 Tinggi 8 20 %
3. 104 ≤ x< 136 Sedang 28 70 %
4. 72 ≤ x< 104 Rendah 3 7,5 %
5. 40 ≤ x< 72
Sangat
Rendah
0 0%
Jumlah 40 100 %
x = skor Kecerdasan Adversity
Berdasarkan tabel kategorisasi pengukuran skala kecerdasan adversity diatas
dapat dilihat bahwa 1 subjek memiliki skor kecerdasan adversity yang berada pada
kategori sangat tinggi dengan persentase 2,5 %, 8 subjek yang memiliki skor
kecerdasan adversity yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 20%, 28
subjek yang memiliki skor kecerdasan adversity yang berada pada kategori sedang
dengan persentase 70%, 3 subjek yang memiliki skor kecerdasan adversity yang
berada pada kategori sedang dengan persentase 7,5%. Berdasarkan rata-rata sebesar
126,35 dapat dikatakan bahwa rata-rata kecerdasan adversity berada pada kategori
sedang dengan standard deviasi 16,45.
15
15
Tabel 3
Kriteria Skor Kecemaasan Menghadapi Masa Pensiun
No.
Interval Kategori Frekuensi Presentase
Mean
SD
1. 42,25 ≤ x≤ 52
Sangat
Tinggi
23 57,5%
65,75 7,82
2. 32,5 ≤ x< 42,25 Tinggi 16 40 %
3. 22,75 ≤ x< 32,5 Rendah 1 2,5 %
4. 13≤ x< 22,75
Sangat
Rendah
0 0%
Jumlah 40 100 %
x = skor kecemasan menghadapi pensiun
Berdasarkan tabel kategorisasi pengukuran skala kecemasan menghadapi
pensiun diatas dapat dilihat bahwa 23 subjek yang memiliki skor kecemasan
menghadapi pensiun yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase
57,5%, 16 subjek memiliki skor kecemasan menghadapi pensiun yang berada pada
kategori tinggi dengan persentase 40%, 1 subjek memiliki skor kecemasan
menghadapi pensiun yang berada pada kategori rendah dengan presentase 2,5%.
Berdasarkan rata-rata sebesar 65,75 dapat dikatakan bahwa rata-rata kecemasan
menghadapi pensiun berada pada kategori sangat tingi dengan standard deviasi 6,7.
Tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kecerdasan adversity pada
kategori tinggi, sedangkan rata-rata kecemasan menghadapi pensiun partisipan
berada pada kategori sangat tinggi.
16
16
Uji Korelasi
Berdasarkan uji asumsi yang telah dilakukan, diketahui bahwa data yang
diperoleh berdistribusi normal dan variabel-variabel penelitian linear, dengan
menggunakan uji product moment dari Pearson.
Tabel 4
Hasil Uji Korelasi antara Kecerdasan Adversity dengan Kecemasan Pensiun
Aq kecemasan
Aq Pearson
Correlation
1 .148
Sig. (1-tailed) .180
N 40 40
kecemasan Pearson
Correlation
.148 1
Sig. (1-tailed) .180
N 40 40
Hasil dari uji korelasi menunjukkan tidak adanya korelasi antara kecerdasan
adversity dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada pegawai negeri sipil
golongan IV di Salatiga, r = 0,148 dengan nilai sign sebesar 0,180 (p>0,05). Hal ini
berarti hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan negatif antara kecerdasan
adversity dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada pegawai negeri sipil
golongan IV di Salatiga tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
peneliti.
17
17
PEMBAHASAN
Hasil uji korelasi pada penelitian ini menunjukkan skor (r= 0,148) dengan
signifikansi sebesar 0,180 (p>0,05), yang berarti tidak ada korelasi antara kecerdasan
adversity dan kecemasan pada PNS gologan IV yang menghadapi masa pensiun. Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lutviandi (2009),
yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Adversity Quotient
dengan Kecemasan menghadapi ujian nasional (UNAS). Di sisi lain hasil penemuan
dari penelitian ini mendukung penelitian (Wahyuni, n.d) dalam penelitiannya yang
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara Adversity Quotient dengan
Kecemasan Menghadapi Masa Depan. Hal tersebut juga didukung dengan penelitian
yang dilakukan oleh (Titaningsih, 2010) dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara Kecerdasan Adversity dengan Kecemasan
Menghadapi Dunia Kerja.
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa kecerdasan adversity ada dalam
kategori sedang dengan rata-rata sebesar 126,5. Sedangkan kecemasan menghadapi
pensiun berada pada kategori sangat tinggi dengan rata-rata 65,75. Menurut Stoltz
(2000) kecerdasan adversity yang tergolong pada kategori sedang berarti bahwa subjek
lumayan baik dalam menempuh liku-liku hidup sepanjang segala sesuatunya berjalan
lancar. Namun subjek mungkin mengalami penderitaan yang tidak perlu akibat
kemunduran-kemunduran yang lebih besar, atau mungkin menjadi kecil hati dengan
menumpuknya beban frustasi dan tantangan-tantangan hidup. Dari penjelasan diatas
dapat diartikan bahwa individu yang memiliki kecerdasan adversity sedang masih dapat
mengalami kecemasan yang dikarenakan tantangan-tantangan hidup salah satunya
18
18
adalah tantangan dalam menghadapi masa pensiun. Hal ini dapat membuat individu
mengalami kecemasan mengenai kehidupannya setelah pensiun.
Newman dan Newman (1999) mengatakan bahwa bagi beberapa orang, pensiun
merupakan beban yang tidak diharapkan. Mereka merasa pesimis dan merasa tidak
berguna karena kehilangan pekerjaan. Pensiun lebih dimaknai sebagai suatu kehilangan
daripada suatu kesempatan baru atau kebebasan. Pandangan seseorang mengenai
pensiun menurut Unger dan Crawford (1992) ada dua, yakni pandangan positif dan
negatif. Seseorang yang memiliki pandangan positif memaknai pensiun sebagai suatu
kebebasan setelah sekian tahun bekerja, kesempatan yang cukup baik untuk bepergian
atau berlibur, melakukan hobi, dan memanfaatkan waktu luang. Sebaliknya, seseorang
yang memiliki pandangan negatif memaknai pensiun sebagai keadaan yang
membosankan, penarikan diri, dan kemungkinan besar munculnya perasaan tidak
berguna. Pandangan negatif seperti ini yang dapat menimbulkan emosi-emosi negatif
sehingga akan mengarahkan seseorang pada kecemasan menghadapi masa pensiun.
Selain itu karakteristik PNS dimungkinkan bisa memicu timbulnya kecemasan.
Karakteristik PNS menurut Daryanto (2007) PNS memiliki karakteristik kerja seperti
bekerja sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh aturan, kerja rutin, cenderung
menunggu perintah dari atasan, hidupnya terjamin sampai tua karena akan mendapatkan
uang pensiun, status sosial tinggi di masyarakat, dan resiko di PHK kecil. Walaupun
sudah mendapatkan uang pensiun tetapi uang pensiun tidak sebesar gaji yang mereka
dapatkan sewaktu masih bekerja. Selain itu, dulu mereka memiliki jabatan, pekerjaan,
dan status. Saat pensiun mereka sudah tidak memilikinya lagi. Davidoff (1991)
mengungkapkan bahwa orang yang mengalami kecemasan ini biasanya mempunyai
penilaian yang kurang baik terhadap dirinya, mempunyai kecerdasan emosi yang rendah
19
19
dan kurang percaya diri. Menurut Beck (2011) seseorang yang memiliki kecerdasan
emosi yang baik, akan lebih mampu mengatur emosinya sehingga dapat meminimalisasi
atau bahkan menghindari perasaan cemas dalam menghadapi masa pensiun.
20
20
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas tentang hubungan antara
kecerdasan adversity dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada PNS golongan
IV di Salatiga, maka dapat disimpulkan :
1. Tidak ada hubungan antara kecerdasan adversity dengan kecemasan menghadapi
masa pensiun pada PNS golongan IV di Salatiga.
2. Rerata PNS golongan IV yang akan menghadapi pensiun memiliki tingkat
kecerdasan adversity pada kategori sedang dan kecemasan menghadapi pensiun
pada kategori sangat tinggi.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan hal-
hal sebagai berikut:
1. Bagi PNS yang akan menghadapi pensiun
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi mengenai hubungan
antara kecerdasan adversity dengan kecemasan menghadapi masa pensiun,
sehingga dapat membantu subjek yang mengalami kecemasan menghadapi
pensiun yang berorientasi pada peningkatan kecerdasan adversity sebagai
salah satu komponen untuk mengurangi kecemasan terhadap kemungkinan
buruk yang akan terjadi di masa depan setelah pensiun.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian berdasarkan
perbedaan pangkat atau golongan PNS yang akan menghadapi pensiun agar
dapat diketahui perbedaan tingkat kecemasan pada setiap golongan.
21
21
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2004). Penyusunan skala psikologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Beck, J. (2011). Cognitive Behavior Therapy Basic and Beyond. Second Edition.
The Guilford Press. New York. London.
Brill, P.L & Hayes, J.P. (1981). Taming Your Turmoil: Managing the
Transtition of Adult Life. Eagle Wood Cliffs: Pretice-Hall, Inc.
Daryanto. (2007). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Davidoff, L.L. (1991). Psikologi Suatu Pengantar Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Dewi, A.K. (2012). Hubungan Antara Kecerdasan Emosi denganKecemasan
Menghadapi Masa Pensiun pada Pegawai Negeri Sipil. Skripsi. Program
Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Hurlock, E.B. (2006). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Husada. (1991). Gangguan Kecemasan. Semarang: Fakultas Kedokteran UNDIP.
Lutviandi, E.M. (2009). Hubungan Adversity Quotient dengan Kecemasan
Menghadapi Ujian Nasional (UNAS). Skripsi. Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.
Maramis, W. F. (1995). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Universitas
Airlangga
Newman, B.M & Newman, P.R. (1999). Development Trought Life A
Psycologycal Approach. Revised Edition. Illiois: The Dorsey Press.
Pradono & Esterlita. (2010). Hubungan antara penyesuaian diri dengan
kecemasan dalam menghadapi masa pensiun pada pegawai negeri sipil di
propinsi daerah istimewa Yogyakarta. Naskah publikasi. Fakultas
Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Pranandari, K. (2008). Kecerdasan Adversitas Ditinjau Dari Pengatasan Masalah
Berbasis Permasalahan Dan Emosi Pada Orang Tua Tunggal Wanita.
Jurnal Psikologi Vol. 1, No. 2, (121-128).
Saleh, N. (2013). Pengertian Kecemasan Menurut Para Ahli. Retired November
26, 2013. Fromhttp:
http//nuraminsaleh.blogspot.com/2013/01/pengertian-kecemasan-
menurut-para-ahli.html.
Schaie, W.K. & Willis, S.L. (1991). Adult Development and Aging. 3rd ed. New
York: Harper Collins Publisher.
22
22
Stoltz, P.G. (2000). Turning obstacles into opportunities. Jakarta: Grasindo.
Titaningsih, A. (2010). Hubungan antara Kecerdasan Adversity dengan
Kecemasan Menghadapi Dunia Kerja. Skripsi. Fakultas Psikologi
Universitas Muhamadiyah Surakarta. Hal 1-9.
Unger, R & Crawford, M. (1992). Women and Gender A Ferminist Psychology.
New York: McGraw-Hill, Inc
Wahyuni, E.S. (n.d). Hubungan Adversity Quotient dengan Kecemasan
Menghadapi Masa Depan pada Remaja Jalanan yang Tinggal di
Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Wonorejo Surabaya. Skripsi.
Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Surabaya. Hal 1-7.
Zainun, B. (1990). Administrasi dan Manajemen Kepegawaian Pemerintah
Negara Indonesia.Jakarta: Haji Masagung, hal 3.
Zung, W.W.K. (1971). A rating instrument for anxiety disorder. Psychosomatics,
12(6), 371-379.