hubungan antara harga diri dan empati dengan …repository.radenintan.ac.id/10624/1/skripsi...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN EMPATI DENGAN
PERILAKU ALTRUISME PADA REMAJA
Skripsi
Diajukan Untuk melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Disusun oleh :
GABRILA DWI MARETA
NPM. 1431080145
Program Studi : Psikologi Islam
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1441 H / 2020 M
i
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN EMPATI DENGAN
PERILAKU ALTRUISME PADA REMAJA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Oleh:
GABRILA DWI MARETA
1431080145
Program Studi : Psikologi Islam
Pembimbing 1 : Dr. Suhandi, M.Ag
Pembimbing 2 : Intan Islamia, M.Sc
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTANLAMPUNG
1441/2020 M
ii
ABSTRAK
Hubungan Antara Harga Diri dan Empati dengan Perilaku Altruisme
Pada Remaja
Oleh
Gabrila Dwi Mareta
1431080145
Perilaku Altruisme merupakan tindakan seseorang yang berupa bantuan
kepada orang lain secara sukarela dan menyampingkan kepentingan pribadi demi
kesejahteraan orang lain. Seorang remaja yang mempunyai perilaku altruisme
yang baik dipengaruhi oleh harga diri dan empati yang tinggi.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri
dan empati dengan perilaku altruisme pada remaja di Fakultas Ushuludin dan
Studi Agama UIN Raden Intan Lampung. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kuantitatif dengan subjek penelitian mahasiswa sebanyak 101
mahasiswa yang diambil dengan menggunakan teknik proportional random
sampling. Alat ukur yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini
adalah menggunakan skala harga diri yang terdiri dari 37 aitem (α 0,864), skala
empati yang terdiri dari 20 aitem (α 0,791) dan skala altruisme terdiri dari 50
aitem (α 0,919).
Hipotesis dalam penelitian ini adanya hubungan antara harga diri dan empati
dengan perilaku altruisme pada remaja. Teknik pengumpulan data skala harga
diri, skala empati, dan skala altruisme. Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis regresi berganda yang dibantu dengan SPSS 21.0 for
windows.
Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan
antara harga diri dan empati dengan perilaku altruisme. Harga diri diperoleh nilai
p=0,000, adanya hubungan signifikan antara harga diri dengan altruisme. Empati
diperoleh nilai p=0,000, adanya hubungan antara empati dengan perilaku
altruisme. Sedangkan sumbangan efektif (SE) diketahui bahwa harga diri
memberikan sumbangan efektif (SE) sebesar 19,16% dan empati memberikan
sumbangan efektif (SE) sebesar 39,22% dari 58,38% kontribusi pengaruh yang
diberikan kedua variabel tersebut kepada perilaku altruisme pada remaja.
Kata kunci: Perilaku Altruisme, Harga Diri dan Empati
vi
MOTTO
إن الل ثم والعدوان واتقوا الل وتعاونوا علي البر والتقوى ول تعاونوا علي ال
شديد العقاب
Artinya ”Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan
taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya.” (Al-
Maidah ayat 2)
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirrobbil’alamin segala puji dan Syukur penulis haturkan atas
kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya Skripsi ini dapat
terselesaikan. Secerca karya kecilku ini kupersembahkan kepada :
1. Kedua orang tuaku tercinta, Ibu Tuti Indra Rini dan Ayah Maytrisza
Atyoso, S.T yang tidak berhenti mengirimkan doa terbaik di setiap
sujudnya, mencurahkan kasih sayang serta selalu mendukung dan setia
menemani setiap langkahku untuk menggapai cita-cita.
2. Saudara-saudariku tercinta, Kakakku Eka Ari Sundari, Gatrin Shara
Charita, Adikku GitaRisza Novinka Setyo Rini, Adikku Imam Malik dan
Tersayang Zalika Humaira yang selalu mendukung dan memberikan
motivasi agar aku tidak pantang menyerah dan selalu semangat dalam
menggapai keberhasilanku.
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Gabrila Dwi Mareta dilahirkan di Tanjung karang,
Bandar Lampung pada tanggal 05 Maret 1996. Penulis merupakan anak Ke-tiga
dari Lima bersaudara pasangan dari bapak Maytrisza Atyoso, S.T dan Ibu Tuti
Indra Rini. Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 05 Penengahan, Kedaton
Bandar Lampung. diselesaikan pada tahun 2008, kemudian Sekolah Menengah
Pertama di SMP Bina Mulya Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2011,
Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 15 Bandar Lampung diselesaikan pada
tahun 2014.
Pada tahun 2014 penulis diterima sebagai mahasiswi Fakultas Ushuluddin
dan Studi Agama Jurusan Psikologi Islam Universitas Islam Negri Raden Intan
Lampung.
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohiim
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Harga Diri dan
Empati Dengan Perilaku Altruisme Pada Remaja”.
Peneliti menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari
bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak secara moril maupun
materil. Ucapan terima kasih setulusnya peneliti sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Moh. Mukri.,M.Ag selaku Rektor UIN Raden Intan
Lampung.
2. Bapak Dr. Afif Anshori, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN Raden Intan Lampung.
3. Bapak Dr. Sudarman, M.Ag selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah memberikan bimbingan dan arahan terkait perkuliahan dari semester
awal sampai semester akhir.
4. Bapak Abdul Qohar, M.Si selaku Ketua Prodi Psikologi Islam Fakultas
Ushuluddin dan Studi Agama UIN Raden Intan Lampung.
5. Bapak Dr. Suhandi, M.Ag selaku Pembimbing I dan Ibu Intan Islamia,
M.Sc selaku Pembimbing II yang selalu meluangkan waktunya untuk
membimbing, memberi nasehat, doa serta kepercayaan dalam penulisan
skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Program Studi Psikologi Islam yang telah memberikan
ilmu dan mangajarkan banyak hal yang bermanfaat, serta seluruh
x
karyawan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama yang telah membantu
proses administrasi dalam penelitian ini.
7. Sahabatku tersayang Monica Afrilla, S.Psi, Riska Widyawati, S.Psi, Esi
Alfiani, S.Psi, Amaliyah Nafli, S.Psi, Yunia Purnamasari Putri, S.Psi dan
Hasanul Riski S.Psi, Ilham Kurniawan S.Psi, Gigih Saputra, Yuda
Erlangga yang selalu membersamai sejak awal kuliah sampai pada saat ini
serta tidak pernah berhenti mengingatkanku dalam kebaikan.
8. Sahabatku dirumah Puput Noviasari dan Iic Yulista, S.Pd yang selalu
betanya kapan wisuda.
9. Khairuddin Aziz yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan
suport terbaiknya dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Seluruh teman-teman psikologi angkatan 2014 yang telah membantu dan
belajar bersama selama kuliah, serta telah memberikan kenangan indah
yang tak terlupakan kepada peneliti.
Akhir kata, peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, atas bantuan dan dukungan
kepada peneliti selama studi hingga penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT
memberikan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan yang telah diberikan.
Aamiin.
Bandar Lampung, 04 Maret 2020
Peneliti,
Gabrila Dwi Mareta
NPM. 143108014
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................i
ABSTRAK .........................................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN..........................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................iv
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN .................................................v
MOTTO .............................................................................................................vi
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................vii
RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................xi
DAFTAR TABEL..............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 7
C. manfaat Penelitian ............................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PerilakuAltruisme ........................................................................................... 9
1. Pengertian perilaku Altruisme................................................................... 9
2. Aspek-Aspek Altruisme ............................................................................ 11
3. Faktor-faktor ............................................................................................. 12
4. Cara Membentuk Perilaku Altruisme........................................................ 16
5. Tahap-tahap perilaku Altruisme ................................................................ 16
B. HargaDiri......................................................................................................... 16
1. Pengertian harga diri ................................................................................. 16
2. Aspek-aspek Harga Diri ............................................................................ 19
xii
3. Faktor-faktor Yang Mempemgaruhi Harga Diri ....................................... 20
4. Karakteristik Orang Dengan Harga Diri tinggi ......................................... 22
C. Empati ............................................................................................................. 23
1. Pengertian Empati ....................................................................................... 23
2. aspek-aspek Empati ..................................................................................... 25
3. Faktor-faktor Eampati ................................................................................. 26
4. ciri-ciri Atau Karakteristik Empati.............................................................. 27
D. Hubungan Antara Empati Dengan Perilaku Altruisme ................................... 29
E. Kerangka Pikir ................................................................................................ 33
F. Hipotesis Penelitian ......................................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN
A.Identifikasi Variabel .......................................................................................... 35
1. Identifikasi Variabel .................................................................................. 35
B. definisi Operasional .......................................................................................... 35
1.Perilaku Altruisme ...................................................................................... 35
2. Harga Diri .................................................................................................. 35
3. Empati ........................................................................................................ 36
C. Subjek Penelitian .............................................................................................. 36
1. Populasi ...................................................................................................... 37
2. Sampel ........................................................................................................ 38
D. Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 39
E. Validitas dan Reabilitas Alat Pengumpulan Data ............................................. 39
1. Validitas Alat Ukur ................................................................................... 40
2. Uji Reabilitas Alat Ukur........................................................................... 40
a. Skala Altruisme ................................................................................. 42
b. Skala Harga Diri ............................................................................... 43
c. Skala Empati ..................................................................................... 43
F. Metode Analisis Data ........................................................................................ 44
xiii
BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Orientasi Kancah dan Persiapan................................................................ 47
1. Orientasi Kancah ................................................................................. 47
2. Persiapan Penelitian ............................................................................ 51
3. Pelaksanaan TryOut ............................................................................ 54
4. Uji Validitas dan Reabelitas ................................................................ 55
5. Penyusunan Skala Untuk Penelitian.................................................... 57
B. Pelaksanaan Penelitian .............................................................................. 58
1. Penentuan Subjek Penelitian ............................................................... 58
2. Pelaksanaan Pengumpulan Data ......................................................... 59
3. Skoring ................................................................................................ 59
C. Analisis Data Penelitian ............................................................................ 60
1. Deskripsi Statistik Masing-masing Variabel Penelitian ...................... 60
2. Katagorisasi Skor Variabel Penelitian ................................................ 61
3. Uji Asumsi .......................................................................................... 63
a. Uji Normalitas ............................................................................... 63
b. Uji Linieritas ................................................................................. 64
4. Uji Hipotesis........................................................................................ 65
5. Pengujian Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif Masing-
masing Variabel .................................................................................. 67
D. Pembahasan ............................................................................................... 68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 76
B. Saran .......................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Populasi Penelitian Mahasiswa Ushuluddin dan Studi Agama UIN
Raden Intan Lampung ............................................................................... 38
Tabel 2. Skor dari Jawaban Likert. ......................................................................... 41
Tabel 3. Blue Print Skala Altruisme ....................................................................... 42
Tabel 4. Blue Print Skala Harga Diri ...................................................................... 43
Tabel 5. Blue Print Skala Empati............................................................................ 44
Tabel 6. Rancangan Skala Altruisme Sebelum Try Out ............................................... 51
Tabel 7. Rancangan Skala Harga Diri Sebelum Try Out ........................................ 52
Tabel 8. Rancangan Skala Empati Sebelum Try Out .............................................. 53
Tabel 9. Aitem skala perilaku altruisme yang Valid dan Gugur ............................. 55
Tabel 10. Aitem skala Harga Diri yang Valid dan Gugur....................................... 56
Tabel 11. Aitem skala Empati yang Valid dan yang Gugur ................................... 57
Tabel 12. Sebaran Item Skala Harga Diri untuk Penelitian ................................... 58
Tabel 13. Sebaran Aitem Empati untuk Penelitian ................................................. 59
Tabel 14. Sebaran Aitem Atruisme untuk Penelitian .............................................. 59
Tabel 15. Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ................................................... 60
Tabel 16. Kategorisasi Harga Diri .......................................................................... 61
Tabel 17. Kategorisasi Empati ................................................................................ 62
Tabel 18. Kategorisasi Altruisme ............................................................................ 63
Tabel 19 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Normalitas Sebaran .......................... 64
Tabel 20 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Linieritas .......................................... 65
Tabel 21 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Hipotesis .......................................... 66
Tabel 22 Model Summary ....................................................................................... 66
Tabel 23 Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif ............................................ 67
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Uji Coba Harga Diri, Empati, dan Altruisme
Lampiran 2. Tabulasi Skala Uji Coba Harga Diri, Empati, dan Altruisme
Lampiran 3. Validitas dan Reliabilitas Harga Diri, Empati, dan Altruisme
Lampiran 4. Skala Harga Diri, Empati, dan Altruisme
Lampiran 5. Tabulasi Harga Diri, Empati, dan Altruisme
Lampiran 6. Uji Normalitas & Uji Linieritas
Lampiran 7. Hasil Analisis Regresi Variabel Penelitian (Uji Hipotesis)
Lampiran 8. Surat Perizinan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang Masalah
Remaja dalam istilah bahasa inggris yaitu adolescence yang berasal dari
Bahasa latin adolescare yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”
dalam perekembangan menuju dewasa (Monks, 2001). Menurut Piaget (Hurlock,
1999) secara psikologis masa remaja merupakan usia dimana individu berintegrasi
dengan masyarakatnya. Sementara masa remaja menurut Soetjiningsih (2004)
merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang
dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antarausia 11 atau 12 tahun
sampai dengan 20 tahun yaitu menjelang masa dewasa muda. Sedangkan menurut
Hurlock (1999) masa remaja yaitu masa peralihan darianak-anak menuju dewasa
yang mencakup kematangan mental, emosional, sosialdan fisik.
Hurlock (1999) membagi masa remaja menjadi dua bagian, yaitu masa
remaja awal dan masa remaja akhir, awal masa remaja berlangsung kira-kira dari
usia 13-16 tahun, dan akhir masa remaja yaitu bermula dari usia 17-18 tahun, yaitu
usia yang dianggap sudah matang dalam hukum. Menurut Monks (2001) batasan
usia remaja adalah antara usia 12 tahun hingga usia 21 tahun. Monks membagi
menjadi tiga fase yaitu fase remaja dalam rentang usia 12-15 tahun, fase remaja
madya dalam rentang usia 15-18 tahun, fase remaja akhir yaitu 18-21 tahun. Masa
remaja merupakan masa yang tumpang tindih dengan masa pubertas, dimana
remaja mengalami ketidakstabilan sebagai dampak dari perubahan-perubahan
biologis yang dialaminya (Hurlock, 1999).
1
2
Masa remaja adalah masa dimana menunjukkan perkembangan yang pesat
pada kemampuan kognitifnya, Piaget (dalam Ali & Asrori, 2012) mengatakan
bahwa pada masa remaja sudah berada pada tahap operasional formal dan sudah
mampu berpikir abstrak, logis, rasional, serta mampu memecahkan persoalan
persoalan yang bersifat hipotetis. Sejalan dengan perkembangan kognitif pada
waktu yang sama remaja juga mengalami perkembangan moral. Kohlberg (dalam
Papalia, dkk 2009) menyatakan remaja berada pada tingkat penalaran moral
konvensional yaitu suatu tingkatan dimana remaja mulai mematuhi aturan sosial,
menginternalisasi standar dari figur otoritas, berusaha menyenangkan orang lain,
dan mempertahankan aturan sosial.
Salah satu tugas perkembangan remaja yang diungkapkan oleh Havighurst
(dalam Agustiani, 2009) menuntut individu untuk dapat mencapai tingkah laku
sosial yang bertanggung jawab. Individu remaja diharapkan untuk belajar
berpartisipasi sebagai individu dewasa yang bertanggung jawab dalam kehidupan
masyarakat dan mampu menjunjung nilai-nilai masyarakat dalam bertingkah laku.
Pada masa awal, remaja masih belum mampu untuk mengatasi masalahnya
sendiri, namun pada usia enam belasan remaja sudah mulai menunjukkan
kemandirian, khususnya secara emosional (Sarwono, 2006).
Dalam berinteraksi dengan orang lain tentunya individu tidak lepas dari
perbuatan tolong menolong disebut oleh Taylor sebagai perilaku altruisme dimana
sipenolong memberikan bantuan pada orang lain tanpa mengharapkan keuntungan
(Baron & Byne, 2005).
3
David O. Sears (1991) mengartikan altruisme lebih jelas lagi yaitu sebagai
tindakan yang dilakukan sesorang atau kelompok orang untuk menolong orang
lain tanpa mengharap imbalan apapun. Perilaku altruisme akan meningkatkan
kesadaran pada diri si penolong (Sarwono, 2002). Individu dengan kesadaran
sosial yang tinggi dan rasa kemanuasiaan yang besar akan lebih mementingkan
kepentingan orang lain, dan karenanya mereka akan menolong tanpa memikirkan
kepentingan sendiri dan pertolongan yang diberikan pun cenderung ikhlas dan
tanpa pamrih. Hal ini dilakukan dengan tulus dan ikhlas karena dapat memberikan
kepuasan dan kesenangan psikologis tersendiri bagi si penolong.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Levin, Martinez, Brase, dan
Soerenson, 1994) menemukan bahwa dalam hal membantu orang asing yang
kesulitan, besarnya kota ikut berpengaruh. Orang asing lebih banyak
kemungkinan untuk ditolong di kota kecil dari pada di kota besar. Tampaknya ada
sesuatu di kota kecil yang mendorong orang mau membantu, dan sebaliknya ada
sesuatu di kota besar yang mengurangi kesediaan orang untuk membantu. Secara
kebetulan, studi menunjukan bahwa ukuran kota di mana orang tinggal tidak
terkait dengan tindakan membantu yang berpengaruh adalah setting lingkungan
dimana kebutuhan itu muncul (Sears, 2009).
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Andromeda dan Prihatini (2014)
tentang hubungan empati dengan perilaku altruisme diperoleh data koefisien
korelasi (rxy) sebesar 0,584 dengan signifikasi p=0,000 (p≤0,01). Ada hubungan
positif yang signifikan antara empati dengan perilaku altruisme pada karang
taruna desa pakang, yang berarti hipotesis diterima. Sumbangan efektif empati
4
34,1%, hal ini berarti terdapat 65.9% variabel-variabel lain yang dapat
mempengaruhi perilaku altruisme. Variabel perilaku altruisme mempunyai rerata
empirik (RE) sebesar 81,89 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 62,5 yang berarti
perilaku altruisme pada subjek tergolong tinggi. Variabel empati diketahui rerata
empirik (RE) sebesar 75,89 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 62,5 yang berarti
tergolong tinggi.
Fenomena kurangnya altruisme mahasiswa zaman sekarang pada
kenyataannya tidak sesuai dengan teori yang seharusnya. Hal ini terjadi rendahnya
perilaku tolong menolong seseorang. Berdasarkan hasil pengamatan ada beberapa
mahasiswa yang menandakan perilaku tolong menolong yang rendah contohnya
seperti ada dosen wanita yang kesusahan mengeluarkan motor tetapi mahasiswa
yang ada disekitarnya tidak peduli, ada mahasiswa yang mendapat informasi dari
dosennya tetapi sengaja tidak memberitahu temannya. Hal tersebut sering terjadi
diantara mahasiswa karena ada alasan yang menurutnya bukan urusannya sendiri.
Penelitin lain yang dilakukan oleh fitria (2016), menunjukan bahwa
adanya hubungan yang signifikan antara Harga Diri terhadap Perilaku Altruisme
Siswa Kelas XI MAN Sumberoto Donomulyo, dengan nilai (r) 0,322 dengan
signifikasi (p) 0,001. Maka hal tersebut menunjukan ada hubungan positif antara
harga diri terhadap perilaku altruisme. Sebaliknya makin rendah harga diri, maka
makin rendah pula perilaku altruisme. Dalam hal ini adanya hubunganya namun
dalam tingkat rendah.
Tolong menolong merupakan kecenderungan alamiah kita sebagai
manusia. Manusia mempunyai kebutuhan dasar untuk meminta dan memberikan
5
Pertolongan pada orang lain. Perilaku tolong-menolong sangat disukai dan
dianjurkan. Pada umumnya masyarakat di belahan dunia mana pun sangat
menyukai orang-orang yang memiliki kepribadian dermawan, suka menolong,
solidaritas, dan mau berkorban untuk orang lain. Sebaliknya orang yang
bersifatkikir, egois atau individualis, sangat tidak disukai oleh orang lain. Dalam
agama Islam, perilaku menolong merupakan perilaku yang sangat dianjurkan dan
dihargai oleh para penganutnya (Rahman, 2013).
Islam mengajarkan agar setiap manusia mempunyai hubungan yang baik
dengan Allah dan mempunyai hubungan yang baik dengan sesama (makhluk
Allah). Dalam islam kita mengenal perbuatan yang akan “dilihat” oleh Allah
adalah perbuatan yang dilakukan secara ikhlas dan tidak menjauh dari ajaran
syariat. Begitupun halnya dengan pemberian pertolongan harus diniatkan semata-
mata memperoleh ridho Allah, bukan didasarkan pada tujuan-tujuan jangka
pendek, seperti mengharap sesuatu dari yang ditolong (Taufik, 2012).
Berkaitan dengan pemahaman diri pada remaja, remaja tidak hanya
mencoba mendefinisikan mengenai diri mereka kepada teman atau orang yang
dikasihi melainkan mereka juga melakukan evaluasi terhadap pemahaman dirinya
yaitu harga diri. Harga diri yaitu suatu dimensi evaluatif global mengenai diri,
disebut juga sebagai martabat diri atau citra diri (Santrock, 2007). Remaja dengan
harga diri tinggi lebih memiliki inisiatif, meskipun demikian, hal ini dapat
memberikan dampak positif atau negatif Baumeister dkk, (2003), (Santrock,
2007). Remaja yang memiliki harga diri tinggi rentan untuk memperlihatkan
perilaku altruisme maupu antisosial (Santrock, 2007).
6
Proses timbal balik dan pertukaran merupakan bagian dari altruisme
(Santrock, 2003). Timbal balik dapat dAitemukan pada seluruh manusia di muka
bumi ini. Timbal balik mendorong remaja melakukan hal yang ingin orang lain
juga melakukannya terhadap dirinya. Perasaan bersalah muncul bila remaja tidak
memberikan balasan. Perasaan marah akan muncul bila orang lain yang tidak
memberikan balasan. Tidak semua altruisme pada remaja dimotivasi oleh timbal
balik dan pertukaran, tetapi interaksi dan hubungan antara dirinya sendiri dengan
orang lain membantu individu memahami sifat dasar altruisme. Kondisi yang
biasanya melibatkan altruisme oleh remaja adalah emosi empati atau simpati
terhadap orang lain yang membutuhkan atau adanya hubungan yang dekat antarasi
pemberi dan si penerima Clark dkk, (Santrock, 2003).
Sikap tolong menolong pada remaja salah satunya dipengaruhi oleh
empati, dengan adanya empati remaja diharapkan mampu memunculkan perilaku
altruisme dalam dirinya. Taufik (2012) mendefinisikan empati merupakan suatu
aktivitas untuk memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain,
serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh yang bersangkutan (observer,
perceiver) terhadap kondisi yang sedang dialami orang lain tanpa yang
bersangkutan kehilangan kontrol dirinya. Hal ini mengakibatkan remaja menjadi
makhluk yang individual.
Hal ini dapat dilihat dari situasi sehari-hari yang dialami, seperti saat
seseorang membutuhkan bantuan orang lain sebagian akan langsung membantu
orang yang membutuhkan bantuan tanpa memikirkan diri sendiri lalu sebagian
7
orang tidak akan berbuat apa-apa meskipun orang tersebut mampu untuk
membantu.
Berdasarkan uraian-uraian diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini
adalah “Apakah ada Hubungan Antara Harga Diri dan Empati dengan Perilaku
Altruisme pada Remaja?”
B. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan antara Harga Diri dan Empati dengan
Perilaku Altruisme pada Remaja.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis:
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bergun untuk menyambung
referensi pemikiran ilmu pengetahuan psikologi, khususnya psikologi
sosial.
2. Manfaat praktis:
a. Bagi Remaja, penelitian ini diharapkan dapat membantu remaja
terutama mahasiswa yang telah berada pada fase remaja agar lebih
mampu dalam mengelola perilaku Altruismenya dengan cara
mempunyai Harga diri yang positif akan membuat dirinya merasa
kehadirannya dapat berguna bagi orang lain dan memiliki empati yang
tinggi, termotivasi untuk membuat kesan yang baik bagi lingkungan.
b. Bagi Perguruan Tinggi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
acuan untuk diberikan kepada mahasiswa perguruan tinggi UIN Raden
Intan Lampung mengenai pentingnya perilaku altruisme.
8
c. Bagi Peneliti Selanjutnya, jika peneliti selanjutnya yang tertarik
meneliti dan mengkaji mengenai hubungan antara harga diri dan
empati dengan perilaku Altruisme pada remaja, maka penelitian ini
dapat memberikan kontribusi sebagai bahan referensi terhadap
penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Altruisme
1. Pengertian Perilaku Altruisme
Menurut istilah Altruisme berasal dari kata autrui yang merupakan bahasa
Spanyol yang mempunyai arti orang lain. Sedangkan dalam bahasa Latin
altruisme berasal dari kata alter yang berarti yang lain atau lain (Agustin, 2010).
Dalam bahasa Inggris altruisme disebut altruism yang berarti mementingkan
kepentingan orang lain. Lebih jelasnya lagi dalam kamus ilmiah menerangkan
bahwa istilah altruisme mempunyai arti suatu pandangan yang menekankan
kewajiban manusia memberikan pengabdian, rasa cinta, dan tolong-menolong
terhadap sesama atau orang lain (Bagus, 2005).
Auguste Comte, merupakan orang yang pertamakali menggunakan istilah
Altruisme. Dalam penjabarannya mengenai altruisme, Auguste Comte membagi
sifat altruisme menjadi dua, yaitu perilaku menolong yang altruis dengan perilaku
menolong yang egois. Menurutnya dalam memberikan pertolongan, manusia
memiliki motif (dorongan), yaitu altruis dan egois. Kedua dorongan tersebut
sama-sama ditujukan untuk memberikan pertolongan. Perilaku menolong yang
egois tujuannya justru memberi manfaat untuk diri sipenolong atau dia mengambil
manfaat dari orang yang ditolong. Sedangkan perilaku menolong altruis yaitu
perilaku menolong yang ditujukan semata-mata untuk kebaikan orang yang
ditolong (Desmita, 2009).
9
10
Sama halnya dengan David (1991) mengartikan altruisme lebih jelas lagi
yaitu sebagai tindakan yang dilakukan sesorang atau kelompok orang untuk
menolong orang lain tanpa mengharap imbalan apapun, kecuali telah memberikan
suatu kebaikan (Fuad, 2008). Menurut pandangan Myers (2012) memaparkan
bahwa altruisme adalah lawan dari egoisme. Altruisme merupakan motif untuk
meningkatkan kesejahteraan orang lain tanpa sadar untuk kepentingan pribadi
seseorang. Orang yang altruistis peduli dan mau membantu meskipun jika tidak
ada keuntungan yang ditawarkan atau tidak ada harapan ia akan mendapatkan
kembali sesuatu.
Pada sebuah artikel berjudul Altruisme dan Filantropis Borrong,
(Baron&Byrne, 2005), altruism diartikan sebagai kewajiban yang ditujukan pada
kebaikan orang lain. Suatu tindakan altruistic adalah tindakan kasih yang dalam
bahasa Yunani disebut agape. Agape adalah tindakan mengasihi atau
memperlakukan sesama dengan baik untuk tujuan kebaikan orang itu dan tanpa
dirasuki oleh kepentingan orang yang mengasihi. Istilah altruisme kadang-kadang
digunakan secara bergantian dengan tingkah laku prososial, altruisme yang
sesungguhnya adalah kepedulian yang tidak mementingkan diri sendiri melainkan
untuk kebaikan orang lain.
Menurut Baron dan Byrne (2015), altruisme merupakan bentuk khusus
dalam penyesuaian perilaku yang ditujukan demi kepentingan orang lain, biasanya
merugikan diri sendiri dan biasanya termotivasi oleh hasrat untuk meningkatkan
kesejahteraan orang lain agar lebih baik tanpa mengharapkan penghargaan.
Menurut Staub (pratiwi, 2009) perilaku menolong, menyumbang, bekerjasama,
11
peduli pada orang lain, berbagi dan memberi fasilitas bagi kesejahteraan orang
lain merupakan beberapa macam perilaku altruisme.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa altruisme
adalah suatu tindakan sukarela untuk membantu orang lain baik melalui fisik,
materi atau psikologis yang diberikan secara murni, tulus tanpa mengharapkan
imbalan apapun untuk dirinya yang didasari motif untuk meningkatkan
kesejahteraan dan keselamatan orang lain.
2. Aspek- aspek sikap altruisme
Aspek-aspek altruisme menurut Cohen (Nashori, 2008) menyatakan
bahwa dalam altruisme terdiri dari tiga hal yaitu:
a. Empati adalah kemampuan untuk merasakan perasaan yang dialami oleh
orang lain. Goleman (1997) menjelaskan bahwa dalam sikap empati yang
terus menerus akan melibatkan pertimbangan-pertimbangan moral.
Seseorang yang memiliki empati yang tinggi maka dirinya akan lebih
mudah untuk ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain.
b. Keinginan memberi adalah maksud hati untuk memenuhi kebutuhan orang
lain.
c. Sukarela adalah apa yang diberikan itu semata-mata untuk orang lail, tidak
ada keinginan untuk memperoleh imbalan.
Leeds (Nashori, 2008) mengemukakan ada tidak indikator yang
menjadi ciri-ciri altruime yaitu:
a. Tindakan tersebut bukan untuk kepentingan diri sendiri.
b. Tindakan tersebut dilakukan secara sukarela.
12
c. Tindakan tersebut menghasilkan kebaikan karena menolong sesuai
dengan kebutuhan.
Menurut penelitian Sappington dan Baker (Sarwono, 2002) yang memiliki
perngaruh untuk berperilaku menolong, bagaimana kepercayaan atau keyakinan
orang yang bersangkutan tentang pentingnya menolong yang lemah seperti yang
diajarkan agama.
Berdasarkan uraian dari ciri-ciri altrruisme diatas maka dapat disimpulkan
bahwa aspek-aspek perilaaku altruisme antara lain adalah empati, memberi karena
untuk memenuhi kebutuhan oranglain, sukarela, bukan untuk kepentingan diri
sendiri, menolong karena sesuai dengan kebutuhan dan keyakinan pentingnya
menolong.
3. Faktor-faktor Altruisme
Beberapa penelitian psikologi sosial melihat bahwa pemberian bantuan
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
a. Kehadiran orang lain
Menurut Sarwono (1999), adanya orang lain yang berada di tempat
kejadian merupakan faktor utama yang berpengaruh pada perilaku menolong
atau tidak menolong. Latane dan Darley (1970) menyatakan bahwa adanya
penonton dalam jumlah banyak memungkinkan tidak adanya usaha untuk
memberikan pertolongan. Semakin banyak orang lain, potensi keinginan orang
untuk menolong semakin kecil. (Latena dan Nida, 1981) orang-orang yang
menyaksikan suatu kejadian seperti peristiwa pembunuhan, kecelakaan,
perampokan dan peristiwa peristiwa lainnya mungkin menduga bahwa sudah
13
ada orang lain yang menghubungi pihak berwajib sehingga kurang
mempunyai tanggung jawab pribadi untuk turun tangan. Mengapa kehadiran
orang lain memang terkadang menghambat usaha untuk menolong.
b. Kondisi lingkungan
Keadaan fisik juga mempengaruhi orang untuk memberi bantuan.
Sejumlah penelitian membuktikan pengaruh kondisi lingkungan seperti cuaca,
ukuran kota, dan derajat kebisingan terhadap pemberian bantuan. Efek cuaca
terhadap pemberian bantuan diteliti dalam dua penelitian lapangan yang
dilakukan oleh Cunningham (1979). Dalam penelitian pertama, para pejalan
kaki dihampiri diluar rumah dan diminta untuk membantu peneliti dengan
mengisi kuisioner. Orang lebih cenderung membantu bila hari cerah dan bila
suhu udara relative menyenangkan relative hangat di musim dingin dan
relative sejuk di musim panas.
Penelitian kedua yang mengamati bahwa para pelanggan memberi tip yang
lebih banyak bila hari cukup cerah. Menurut Ahmed (1979),bahwa orang lebih
cenderung menolong pengendara motor yang mogok dalam cuaca cerah
daripada dalam cuaca mendung dalam siang hari. Faktor lingkungan lainnya
yang dapat mempengaruhi tindakan menolong adalah kebisingan. Methews
dan canon (Sears dkk, 1985), bahwa suara bising yang keras menyebabkan
orang lain mengabaikan orang lain di sekitarnya dan memotivasi mereka
untuk meninggalkan situasi tersebut secepatnya sehingga menciptakan
penonton yang tidak begitu suka menolong.
14
c. Tekanan waktu
Menyatakan bahwa orang kadang berada dalam keadaan tergesagesa untuk
menolong. Orang yang sibuk cenderung untuk tidak menolong sedangkan
orang yang santai lebih besar kemungkinannya untuk memberikan
pertolongan pada yang memerlukannya. Bukti nyata efek ini berasal dari
eksperimen yang dilakukan oleh Darley dan Botson (1973) dimana
dAitemukan 10% subyek yang diberikan tekanan waktu memberikan bantuan
dan 63% subyek yang tidak diberikan tekanan waktu dapat memberikan
pertolongan. Dari hasil tersebut peneliti menyatakan bahwa tekanan waktu
menyebabkan seseorang dapat mengabaikan kebutuhan korban sehingga
tindakan pertolongan tidak terjadi.
d. Faktor kepribadian
Tampaknya ciri kepribadian tertentu mendorong orang untuk memberikan
pertolongan dalam beberapa jenis situasi yang lain. Satow (Sears dkk, 1985),
mengamati bahwa orang yang mempunyai tingkat kebutuhan tinggi untuk
diterima secara sosial lebih cenderung untuk menyumbangkan uang bagi
kepentingan amal dari pada orang yang mempunyai tingkat yang rendah untuk
diterima secara sosial, tetapi hanya bila orang menyaksikannya.
e. Suasana hati
Secara kasar, kondisi suasana hati yang baik akan meningkatkan peluang
terjadinya tingkah laku menolong orang lain atau dalam kata lain yaitu
altruisme, sedangkan kondisi suasana hati yang tidak baik akan menghambat
pertolongan.
15
4. Cara Membentuk Perilaku Altruistik
Perilaku altruistik tidak dapat muncul dengan sendirinya tetapi ada beberapa
hal yang menyebabkan berperilaku demikian. Hal-hal yang menyebabkan individu
berperilaku demikian menurut Pribanto (Agustin, 1999), cara membentuk perilaku
altruistik ada tiga, yaitu :
a. Pendekatan dengan Pengukuhan (Reinforcement)
Pendekatan dengan pengukuhan reinforcement adalah hukuman dan
hadiah. Pemberian hukuman akan menghambat timbulnya Perilaku
membantu.
b. Peniruan (Modelling)
Perilaku memberi bantuan dapat meningkat, jika seseorang mengamati
bahwa modelnya memperoleh reward (pujian, hadiah, status sosial yang baik,
dan lain-lain) karena telah berbuat baik kepada orang lain.
c. Mengajarkan Perilaku Altruistik
Mengajarkan Perilaku altruistik akan lebih efektif kalau dikatakan bahwa
Perilaku tersebut merupakan kriteria internal dari kualitas moral individual.
Maksudnya, moral individu dinilai dari kreteria internalnya antara lain
Perilaku altruistiknya. Sedangkan penggunaan kreteria eksternal kurang
efektif, karena individu akan memberi bentuan kalau ada keuntungan-
keuntungan atau hadiah dari orang lain.
5. Tahap-tahap Perilaku Altruisme
Menurut Latene dan Darley (Sarlito, 1999), ada lima tahap dalam Perilaku
Altruistik, yaitu :
16
a. Perhatian Pada Suatu Kejadian
Individu membantu orang lain karena adanya rasa kasih sayang, pengabdian,
kesetiaan yang diberikan tanpa ada kegiatan untuk memperoleh imbalan
darinya maupun orang lain.
b. Interpretasi
Pemberian pendapat atau kesan apakah kamu suatu pertolongan dibutuhkan
atau tidak.
c. Tanggung Jawab
Berkewajiban menanggung segala sesuatu untuk menolong pada suatu
peristiwa atau kejadian yang dAitemui.
d. Keputusan untuk Bertindak
Keputusan yang diberikan dalam memberikan petolongan pada orang lain,
pertolongan tersebut akan diterima atau ditolak.
e. Kesungguhan untuk Bertindak
Keyakinan bertindak tersebut benar-benar akan menolong atau benar-benar
tidak melakukan tindakan untuk menolong.
B. Harga Diri
1. Pengertian Harga Diri
Menurut Santrock (1999) harga diri merupakan evaluasi individu terhadap
dirinya sendiri secara positif atau negatif. Evaluasi ini memperlihatkan
bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan
dan keberhasilan yang diperolehnya. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan
mereka terhadap keberadaan dan keberartian dirinya. Individu yang memiliki
17
harga diri positif akan menerima dan menghargai dirinya sendiri apa adanya.
Menurut James (dalam Baron dan Byrne, 2004) harga diri adalah evaluasi yang
dibuat oleh individu. Sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dalam rentang
dimensi positif dan negatif. Harga diri sebagai evaluasi yang dibuat oleh individu
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, yang mengekspresikan suatu
sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat dimana individu itu
meyakinkan diri sendiri bahwa dia mampu, penting, berhasil, dan berharga.
Dengan kata lain harga diri merupakan suatu penilaian pribadi terhadap perasaan
berharga yang diekspresikan di dalam sikap-sikap yang dipegang oleh individu
tersebut. Coopersmith (dalam Dariyo dan Ling, 2002). Menurut Tambunan
(2001) harga diri mengandung arti suatu penilaian individu terhadap diri
diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat bersikap negatif dan positif.
Berbeda dengan pendapat Santrock, James dan tambunan, Klass dan
Hodge dalam Nuryoto dan Tjahjaningsih (1994), mengemukakan bahwa harga
diri adalah evaluasi yang dibuat dan dipertahankan oleh individu, yang diperoleh
dari hasil interaksi individu dengan lingkungan, serta penerimaan, penghargaan
dan perlakukan orang lain terhadap individu tersebut. Harga diri dapat juga
diartikan sebagai dimensi evaluatif yang menyeluruh dari dirinya (Santrock,
2003). Sedangkan menurut Branden (2001) harga diri adalah apa yang individu
pikirkan dan rasakan tentang dirinya, bukan apa yang dipikirkan dan dirasakan
oleh orang lain tentang siapa dirinya sebenarnya. Berdasarkan uraian di atas maka
dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap dirinya
sendiri baik secara positif maupun negatif.
18
Komponen-komponen Harga Diri Felker dalam Churaisin (2004)
mengemukakan bahwa komponen harga diri terdiri dari:
a. Perasaan diterima (Felling Of Belonging)
Perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok
dan dirinya diterima seperti dihargai oleh anggota kelompoknya. Kelompok ini
dapat berupa keluarga kelompok teman sebaya, atau kelompok apapun. Individu
akan memiliki penilaian yang positif tentang dirinya apabila individu tersebut
merasa diterima dan menjadi bagian dalam kelompoknya. Namun individu akan
memiliki penilaian negatif tentang dirinya bila mengalami perasaan tidak
diterima, misalnya perasaan seseorang pada saat menjadi anggota kelompok suatu
kelompok tertentu.
b. Perasaan Mampu (Felling Of Competence )
Perasaan dan keyakinan individu akan kemampuan yang ada pada dirinya
sendiri dalam mencapai suatu hasil yang diharapkan, misalnya perasaan
seseorang pada saat mengalami keberhasilan atau kegagalan.
c. Perasaan Berharga (Felling Of Worth)
Perasaan dimana individu merasa dirinya berharga atau tidak, dimana
perasaan ini banyak dipengaruhi oleh pengalaman yang lalu. Perasaan yang
dimiliki individu yang sering kali ditampilkan dan berasal dari pernyataan-
pernyataan yang sifatnya pribadi seperti pintar, sopan, baik dan lain sebagainya.
19
2. Aspek-aspek Harga Diri
Coopersmith (dalam Ragil, 2011), membagi harga diri menjadi empat aspek,
yaitu :
a. Kekuasaan (Power)
Merupakan kemampuan untuk mengatur dan mengontrol serta mendapat
pengakuan tingkah laku tersebut dari orang lain. Ditandai dengan pengakuan dan
penghormatan yang diterima dari orang lain dan adanya kualitas dari pendapat
yang diutarakan oleh individu yang nantinya mendapat pengakuan dari orang lain.
b. Keberartian (Significance)
Adanya kepedulian, penilaiandan afeksi yang diterima individu dari orang
lain yang menunjukan penerimaan dan popularitas individu dari lingkungan
sosial. Ditandai dengan adanya kehangatan, respon yang baik dari lingkunganya.
Adanya ketertarikan, kehangatan, respon yang baik dari lingkungan, adanya
ketertarikan lingkungan terhadap individu dan lingkungan menerima individu
tersebut apa adanya.
c. Kebijakan (Virtue)
Merupakan ketaan dalam mengikuti standart moral, etika dan agama.
Ditandai dengan menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan baik secara
moral, etika dan agama. Seseorang yang menanti peraturan moral, etika dan
agama dianggap sikap positif terhadap diri yang artinya seseorang tersebut telah
mengembangkan harga diri yang positif pada diri sendiri.
20
d. Kemampuan (Competence)
Menunjuk pada adanya performa yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan
mencapai prestasi (Need for Acievement) dimana level dan tugas-tugas tersebut
tergantung pada variasi usia seseorang. Harga diri pada masa remaja meningkat
menjadi lebih tinggi bila remaja tahu tugas-tugas apa yang penting untuk
mencapai tujuannya, dan karena mereka telah melakukan tugas-tugasnya tersebut
atau tugas lain yang serupa. Para peneliti juga menemukan harga diri remaja dapat
meningkat pada saat menghadapi masalah dan kemampuan menyelesaikannya.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri menurut Wirawan dan
Widyastuti (Rombe, 1997) adalah faktor fisik, psikologis, lingkungan, tingkat
intelegensi, status sosial ekonomi, ras, dan kebangsaan. Sebagaimana yang telah
disebutkan di atas, maka akan dijelaskan lebih lanjut, yaitu :
a. Faktor Fisik
Seperti ciri fisik dan penampilan wajah manusia. Misalnya, beberapa
orang cenderung memiliki harga diri yang tinggi apabila memiliki wajah yang
menarik.
b. Faktor Psikologis
Seperti kepuasan kerja, persahabatan, kehidupan romantis. Misalnya,
seorang laki-laki memperlakukan pasangannya dengan sangat romantis, maka
akan meningkatkan harga dirinya.
c. Faktor Lingkungan Sosial
Seperti orang tua dan teman sebaya. Misalnya, kalau orang tua mampu
menerima kemampuan anaknya sebagaimana yang ada, maka anak menerima
21
dirinya sendiri. Tetapi, kalau orang tua menuntut lebih tinggi dari apa yang
ada pada diri anak sehingga mereka tidak menerima sebagaimana adanya.
Semakin dewasa seseorang, maka semakin banyak pula orang-orang di
lingkungan sosialnya yang mempengaruhi pembentukan harga dirinya.
d. Faktor Tingkat Intelegensi
Semakin tinggi tingkat intelegensi seseorang, maka semakin tinggi pula
harga dirinya dan jelas bahwa tingkat intelegensinya ternyata mempengaruhi
harga diri seseorang dan terlihat adanya hubungan positif diantara keduanya.
e. Faktor Status Sosial Ekonomi
Secara umum seseorang yang berasal dari status sosial ekonomi rendah
memiliki harga diri yang lebih rendah daripada yang berasal dari keluarga
dengan status sosial ekonomi tinggi.
f. Faktor Ras dan Kebangsaan
Seseorang yang berkulit hitam dan bersekolah disekolah-sekolah orang
yang berkulit putih memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada orang-orang
Australia, India, dan Irlandia.
g. Faktor Urutan Keluarga
Anak tunggal cenderung memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada
anak-anak yang memiliki saudara sekandung. Selain itu anak laki-laki sulung
yang memiliki adik kandung perempuan cenderung memiliki harga diri yang
lebih tinggi.
22
4. Karakteristik Orang Dengan Harga Diri Tinggi
Orang yang memiliki tingkat harga diri yang tinggi biasanya memiliki
pemahaman yang jelas tentang kualitas personalnya. Mereka menggangap diri
mereka baik, punya tujuan yang tepat,memiliki umpan balik dengan cara yang
memperkaya wawasan dan menikmati pengalaman positif (Wood, Heimpel, dan
Micela, 2003), serta bisa mengatasi situasi sulit. Misalnya, ketika orang yang
memiliki harga diri tinggi mendapatkan kabar ditolak orang lain, maka orang ini
mungkin merespon dengan meningkatkan diri sendiri tentang kualitas positif yang
dimilikinya (Sommer & Baumeister, 2002). Orang yang punya harga diri tinggi
mengingat pengalaman sehari-harinya dengan cara lebih positif-sebuah bias
memori yang mungkin makin memperkuat harga dirinya sendiri (Cristensen,
Wood, & Barret, 2003) (Sears, 2009).
Sebaliknya, orang yang menilai dirinya negatif secara relatif tidak sehat,
cemas, tertekan, dan pesimis, tentang masa depannya dan mudah atau cenderung
gagal. Orang yang harga dirinya rendah memiliki suatu mengalah diri (Self-
Defeating) yang dapat memperangkap diri mereka sendiri kedalam suatu
lingkaran setan. Biasanya karena mengharapkan kegagalan, mereka menjadi
cemas, menunjukan usaha-usaha yang sedikit/kecil dan menghilangkan tantangan-
tantangan penting dalam kehidupan mereka. Kemudian ketika mereka gagal
melakukannya, orang yang harga dirinya rendah menyalahkan diri sendiri, pada
gilirannya hal ini mengarahkan mereka untuk merasa lebih tidak kompeten lagi
Brehm & Kassin (1993), (Dayakisni & Hudaniah, 2009).
23
C. Empati
1. Pengertian Empati
Empati berasal dari kata empatheia yang berarti ikut merasakan. Istilah ini
pada awalnya digunakan para teoretikus estetika untuk kemampuan pengalaman
subyektif orang lain. Kemudian pada tahun 1920-an, seorang ahli psikologi
Amerika E.B.Tiechener, untuk pertama kalinya menggunakan istilah “mimikri
motor” untuk istilah empati. Istilah Tichener yang dikutip dalam Golleman
menyatakan bahwa empati berasal dari peniruan secara fisik atas beban orang
lain, yang kemudian menimbulkan perasaan serupa dalam diri seseorang.
Menurut (Batson, 2008) dengan empati yaitu pengalaman menempatkan
diri pada keadaan emosi orang lain seolah-olah mengalaminya sendiri. Empati
inilah yang menurut Batson akan mendorong orang untuk melakukan
pertolongan altruistis. Untuk menguji pandangan altruistik dari Perilaku
menolong.
Empati menurut (Patton, 2002), memposisikan diri pada tempat orang lain
memang tidak mudah, namun perlu jika anda memiliki rasa kasih kepada
orang lain, memahami orang lain, memperhatikan mereka, itu berarti bahwa kita
membutuhkan waktu untuk mendekatkan sebagai hal yang dapat mempererat
ikatan persahabatan dan menunjukkan kesediaan. Chaplin (1986) mendefinisikan
bahwa empati adalah pemroyeksian perasaan sendiri pada suatu kejadian, satu
obyek alamiah atau karya estetis dan Realisasi pengertian terhadap kebutuhan dan
penderitaan pribadi orang lain.
24
Empati berarti munculnya kerelaan diri untuk menjelajah dunia orang lain.
Kita seolah-olah meninggalkan diri sendiri untuk menjadi orang lain. Kita
berusaha menarik simpati orang lain dengan harapan kita mampu
meluluhkan hatinya. Orang yang sukses adalah ketika ia mampu menebarkan
empati-empati kepada orang lain secara apik tanpa merendahkan diri sendiri dan
tanpa mengorbankan orang lain. Empati bukan sifat “menjilat” tetapi kepiawaian
seseorang dalam membaca dan menyesuaikan diri dengan orang lain. Empati
berarti munculnya kesadaran untuk selalu menghargai oranglain.
Bahasa sehari-hari, sering diketemukan istilah simpati dan empati,
perbedaan antara keduanya terletak pada intensitasnya. Jika kita sekedar mencoba
mengetahui persoalan orang lain, maka kita tengah bersimpati, tetapi jika
memahaminya lebih jauh menurut cara pandang dia, maka kita dapat dikatakan
sedang berempati Baro & Byrne menulis ”ketika anda hanya menyodori masalah
orang lain, anda mungkin merasakan simpati ketika anda mencoba memahami
pengalaman subyektif orang itu, maka disitulah timbul empati”. Maka dapat
dikatakan bahwa jika memahami seseorang secara obyektif berarti simpati,
sedangkan jika memahami seseorang secara subyektif berarti imbul empati.
Titchner (Goleman, 2003) menyatakan bahwa empati berasal dari
semacam peniruan secarafisik atas beban orang lain, yang kemudian
menimbulkan perasaan serupa dalam diri seseorang. Menurut Johnson (Sari&
Eliza,2003) empati adalah kecenderungan untuk memahami kondisi atau
keadaan pikiran orang lain. Seseorang yang berempati digambarkan sebagai
25
individu yang toleran, ramah, mampu mengendalikan diri, dan bersifat
humanistik.
Taufik (2012) mendefinisikan empati merupakan suatu aktivitas untuk
memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain, serta apa yang
dipikirkan dan dirasakan oleh yang bersangkutan (Observer, perceiver) terhadap
kondisi yang sedang dialami orang lain tanpa yang bersangkutan kehilangan
kontrol dirinya.
Menurut Gunarsa (2000) empati dianggap sebagai salah satu carayang
efektif dalam usaha mengenali, memahami, dan mengevaluasi orang lain. Dan
hasil akhir yang terbaik dari empati adalah munculnya perilaku menolong,
Warneken& Tomasello (Taufik, 2012).
Berdasarkan beberapa uraian diatasdapat disimpulkan bahwa empati
adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat memahami
perasaan dan pikiran orang lain tanpa harus melibatkan secara nyata dalam
perasaan dan pikiran orang tersebut. Artinya, situasi tersebut lebih jelas dirasakan
sebagai situasi orang lain daripada situasi sendiri. Seseorang tidak mengalami
suatu peristiwa yang saat itu dialami dan dirasakan oleh orang lain, tapi
diharapkan mampu untuk memahami peristiwa tersebut jika dilihat dari sudut
pandang orang lain.
2. Aspek-aspek Empati
Davis, Sari& Eliza (2003) menjelaskan aspek-aspek empati, antaralain:
a. Perspective tacking (Pengambilan Perspektif), merupakan kecenderungan
Individu untuk mengambil alih secara spontan sudut pandang orang lain.
26
Pentingnya kemampuan dalam perspective taking untuk perilaku yang
non-egosentrik, yaitu perilaku yang tidak berorientasi pada kepentingan
diri sendiri, tetapi perilaku yang berorientasi pada kepentingan orang lain.
b. Fantasy (Imajinasi), merupakan kecenderungan seseorang untuk
mengubah diri kedalam perasaan dan tindakan karakter-karakter khayalan
yang terdapat pada buku-buku, layarkaca, bioskop, maupun dalam
permainan-permainan
c. Empathic concer (Perhatian Empatik), merupakan orientasi seseorang
terhadap orang lain berupa simpati, kasihan, dan peduli terhadap orang lain
yang mengalami kesulitan. Aspek ini berhubungan secara positif dengan
reaksi emosional dan perilaku menolong pada orang lain.
d. Personal distress (Distress Pribadi), merupakan orientasi seseorang
terhadap dirinya sendiri yang berupa perasaan cemas dan gelisah pada
situasi interpersonal.
3. Faktor-faktor Empati
Faktor-faktor yang mempengaruhi empati menurut Hoffman (2000) yaitu:
a. Sosialisasi, Dengan adanya sosialisasi memungkinkan seseorang dapat
mengalami sejumlah emosi, mengarahkan seseorang untuk melihat
keadaan orang lain dan berpikir tentang oranglain.
b. Mood and feeling, Situasi perasaan seseorang ketika berinteraksi dengan
lingkungannya akan mempengaruhi cara seseorang dalam memberikan
respon terhadap perasaan dan perilaku oranglain.
27
c. Situasi dan tempat, padasituasi tertentu seseorang dapat berempati lebih
baik dibandingkan dengan situasi yang lain.
d. Proses belajar dan identifikasi, apa yang telah dipelajari anak dirumah
atau pada situasi tertentu diharapkan anak dapat menerapkannya pada lain
waktu yang lebih luas.
e. Komunikasi dan bahasa, pengungkapan empati dipengaruhi oleh
komunikasi (bahasa) yang digunakan seseorang. Perbedaan bahasa dan
ketidak pahaman tentang komunikasi akan menjadi hambatan pada proses
empati.
f. Pengasuhan, lingkungan yang berempati dari suatu keluarga sangat
membantu anak dalam menumbuhkan empati dalam dirinya.
4. Ciri-ciri atau Karakteristik Empati
Empati menekankan pentingnya mengindra perasaan orang lain sebagai
dasar untuk membangun hubungan sosial yang sehat. Bila Self Awareness
terfokus pada pengenalan emosi sendiri, dalam empati perhatiannya dialihkan
kepada pengenalan emosi orang lain. Semakin seseorang mengetahui emosi
sendiri, semakin ia terampil membaca emosi orang lain. Dengan demikian empati
dapat dipahami sebagai kemampuan mengindera perasaan dariperspektif orang
lain.
Menurut Golleman ada empat kemampuan empati yang dimiliki oleh para
Start Performer adalah :
28
a. Memahami orang lain, yaitu mengindera perasaan-perasaan dan
perspektif orang lain, serta menunjukkan minat-minat aktif terhadap
kepentingan-kepentingan mereka.
b. Mengembangkan orang lain, yaitu mengindera kebutuhan orang lain
untuk perkembangan dan meningkatkan kemampuan mereka.
c. Memanfaatkan keragaman, yaitu menumbuhkan kesempatan
kesempatan melalui keragaman pada banyak orang.
d. Kesadaran politik, yaitu membaca kecenderungan sosial politik yang
seimbang.
Golleman mengemukakan 3 ciri-ciri kemampuan empati yang harus
dimiliki sebagai bahan dari kecerdasan emosional antara lain :
a. Mendengarkan bicara orang lain dengan baik, artinya individu mampu
memberi perhatian dan menjadi pendengar yang baik dari segala
permasalahan yang diungkapkan orang lain kepadanya.
b. Menerima sudut pandang orang lain, artinya individu mampu
memandang permasalahan dari titik pandang orang lain sehingga akan
menimbulkan toleransi dan kemampuan menerima perbedaan.
c. Peka terhadap perasaan orang lain, artinya individu mampu membaca
perasaan orang lain dari isyarat verbal dan non verbal, seperti nada
bicara, ekspresi wajah, gerak-gerik, dan bahasa tubuh yang lain.
Inti empati adalah mendengarkan dengan telinga yang tertata dengan baik
dan tepat. Mendengarkan dengan baik yang diperlukan secara mutlak demi
keberhasilan suatu aktifitas. Orang yang tidak dapat mendengarkan adalah orang
29
yang acuh tak acuh dan tak peduli, yang pada gilirannya membuat orang lain
enggan berkomunikasi lagi. Dan orang yang tampaknya mudah diajak bicara
adalah orang yang bersedia mendengar lebih banyak. Mendengarkan dengan baik
dan mendalam sama artinya dengan memperhatikan lebih daripada yang
dikatakan, yakni dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, atau mengulang-
ulang dengan kata-kata sendiri apapun yang kita dengar guna memastikan bahwa
kita mengerti, ini disebut dengan mendengar “aktif”.
Tanda bahwa kita benar-benar mendengarkan orang lain dengan baik
adalah menanggapinya dengan tepat berkomunikasi lagi. Dan orang yang
tampaknya mudah diajak bicara adalah orang yang bersedia mendengar lebih
banyak. Mendengarkan dengan baik dan mendalam sama artinya dengan
memperhatikan lebih daripada yang dikatakan, yakni dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, atau mengulang-ulang dengan kata-kata sendiri apapun
yang kita dengar guna memastikan bahwa kita mengerti, ini disebut dengan
mendengar “aktif”. Tanda bahwa kita benar-benar mendengarkan orang lain
dengan baik adalah menanggapinya dengan tepat.
D. Hubungan Antara Harga Diri dan Empati Dengan Perilaku Altruisme
pada Remaja.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Satria Andromeda dengan
judul Hubungan Antara Empati dengan Perilaku Altruisme pada Karang Taruna
desa Pakang oleh Satria Andromeda di Fakultas psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2014. Adanya hubungan positif yang sangat signifikan
antara empati dengan perilaku altruisme pada karang taruna desa Pakang.
30
Semakin tinggi empati maka semakin tinggi perilaku altruisme, sebaliknya
semakin rendah empati maka semakin rendah perilaku altruisme. Nilai koefisien
korelasi (rxy) sebesar 0,584 ; Signifikansi p = 0,000 (p ≤ 0,0). Sumbangan efektif
empati 34,1%. Hal ini berarti masih terdapat 65,9% variabel-variabel lain yang
dapat mempengaruhi kecenderungan perilaku altruisme selain empati.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh fitri nuri afifah yang berjudul
Hubungan Harga Diri Terhadap Perilaku Altruisme pada Remaja kelas XII
diMadrasah Aliyah Negri Sumberejo Donomulyo Kabupaten Malang diFakultas
Psikologi, Universitas Islam Negri Malik Ibrahim Malang, 2016. Berdasarkan
hasil analisis korelasi yang menghasilkan besar korelasi antara harga diri dan
perilaku altruisme adalah (r) 0,322 dengan signifikasi (p)0,001. Maka hal tersebut
menunjukan ada hubungan positif antara harga diri terhadap perilaku altruisme.
Sebaliknya makin rendah harga diri, maka makin rendah pula perilaku altruisme.
Dalam hal ini adalah adanya hubungan namun dalam tingkat rendah.
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Niken Lupitasari dan Nailul
Fauziah. Yang berjudul Hubungan Antara Harga Diri dengan Kendererungan
Perilaku Prososial pada Remaja Panti Asuhan diSemarang di Fakultas Psikologi,
Universitas Diponogoro, 2017. Berdasarkan uji normalitas diperoleh nilai
Kolmogorov-Smirnov .621 dengan signifikansi p=.836 (p >.05). Hasil tersebut
menunjukan bahwa residual memiliki distribusi normal. Uji linieritas hubungan
antara variabel harga diri dengan kecenderungan perilaku prososial mendapatkan
hasil F = 36,120 dengan signifikansi .000 (p < .005). Hal ini menunjukan bahwa
hasil penelitian ini signifikan. Nilai koefisien korelasi yang positif menunjukan
31
bahwa hubungan kedua variabel memiliki arah yang positif. Semakin tinggi harga
diri, maka semakin tinggi pula kecenderungan perilaku prososial pada remaja
panti asuhan.
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Agustin Pujianti yang berjudul
Kontribusi Empati Terhadap Perilaku Altruisme pada Siswa Siswi SMA Negri 1
Setu Bekasi di Fakultas Psikologi, Universitas Guna Darma. Dari hasil penelitian
diketahui bahwa terdapat kontribusi empati secara signifikan terhadap altruisme
pada siswa siswi sebesar 50,4 %. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa empati
berpengaruh terhadap altruisme.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Seno Sumarsongko yang
berjudul Hubungan Harga Diri dengan Perilaku Prososial pada Satpam PT
Danrilis Surakarta di Fakultas Psikologi, Universitas Surakarta, 2015.
Berdasarkan hasil analisisa statistic dengan teknik analisa product moment dari
Sperman’s rho nilai r=0,374 dengan signifikansi p=0,000 (p<0,01). Hal ini
menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara harga diri
dengan perilaku prososial. Artinya harga diri mempengaruhi perilaku prososial.
Hasil tersebut menunjukkan semakin tinggi harga diri maka semakin tinggi
perilaku prososial, begitu sebaliknya semakin rendah harga diri maka semakin
rendah perilaku prososial karyawan.
Searsdkk (1994) mendefinisikan altruisme adalah tindakan sukarela yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa
mengharapkan imbalan apapun (kecuali mungkin perasaan telah melakukan
kebaikan). Altruisme adalah minat yang tidak mementingkan diri sendiri untuk
32
menolong orang lain (Santrock, 2003). maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
altruisme adalah tindakan seseorang yang berupa bantuan kepada orang lain
secara suka rela dan menyampingkan kepentingan pribadi demi kesejahteraan
orang lain.
Berkaitan dengan pemahaman diri pada remaja, remaja tidak hanya
mencoba mendefinisikan mengenai diri mereka kepada teman atau orang yang
dikasihi melainkan mereka juga melakukan evaluasi terhadap pemahaman dirinya
yaitu harga diri. Harga diri yaitu suatu dimensi evaluatif global mengenai diri,
disebut juga sebagai martabat diri atau citra diri (Santrock, 2007). Remaja dengan
harga diri tinggi lebih memiliki inisiatif, meskipun demikian, hal ini dapat
memberikan dampak positif atau negatif Baumeister dkk (2003), Santrock, 2007).
Remaja yang memiliki harga diri tinggi rentan untuk memperlihatkan perilaku
altruisme maupun anti sosial (Santrock, 2007).
Dalam pengelolaan harga diri yang baik, remaja dapat mempengaruhi
altruisme yang baik. Karena ketika seseorang dapat mengelola harga diri yang
baik maka hal tersebut dapat menimbulkan altruisme tanpa memikirkan
kepentingan pribadi. Namun pengelolaan harga diri yang buruk, remaja hanya
memikirkan pribadinya saja tanpa mementingkan orang lain.
Selain itu, empati juga mempengaruhi individu dalam menolong seseorang
yang tertimpa musibah. Dengan adanya empati mahasiswa diharapkan mampu
memunculkan perilaku altruisme dalam dirinya.
33
E. Kerangka Pikir
Kepedulian mahasiswa/remaja terhadap orang lain dan lingkungan
disekitar semakin menurun. Salah satu perilaku yang kurang dimiliki
mahasiswa/remaja adalah perilaku altruisme. Dengan adanya empati
mahasiswa/remaja diharapkan mampu memunculkan perilaku altruisme dalam
dirinya. Perilaku altruisme pada remaja khususnya pada mahasiswa/remaja di era
globalisai saat ini mengalami banyak penurunan. Salah satu penyebabnya yaitu
lunturnya sikap empati dikalangan remaja. Penggunaan teknologi canggih, mesin,
elektronik, komputer, beban pekerjaan, tugas sekolah dan fokusnya di bangku
perkuliahan membuat remaja saat ini cenderung membuat remaja fokus pada
kepentingannya sendiri dan cenderung mengabaikan perilaku altruisme terhadap
orang lain.
kepedulian mahasiswa/remaja terhadap orang lain dan lingkungan
disekitar semakin menurun. Salah satu yang kurang dimiliki mahasiswa/remaja
adalah harga diri yang baik. Tetapi dengan adanya empati mahasiswa/remaja
diharapkan mampu memunculkan perilaku altruisme dalam dirinya.
Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka pikir dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
Harga Diri
Empati
Altruisme
34
Gambar 1. Skema Hubungan antara Harga Diri dan Empati dengan
Perilaku Altruisme pada Remaja.
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Terdapat hubungan antara Harga Diri dan Empati dengan perilaku Atruisme pada
Remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, N.P. 2016, Hubungan Harga Diri Terhadap Perilaku Altruisme pada
Remaja kelas XII DiMadrasah Aliyah Negri Sumberejo Donomulyo
Kabupaten Malang. Skripsi. Malang, Indonesia.
Agustiani, H. 2009. Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya
dengan Konsep diri dan Penyesuaian diri Pada Remaja. Bandung: PT
Refika Editama.
Andromeda, S. 2014, Hubungan Antara Empati dengan Perilaku Altruisme pada
Karang Taruna Desa Pakang. Skripsi. Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia.
Arikunto, S. 2010. Metodelogi penelitian. Yogyakarta: Bina Aksara.
Asia, N. 2007. Hubungan Antara Harga diri dan Asertivitas dan Perilaku dengan
Perilaku Prososial. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi
UMS.
Astuti P. 2008. Prilaku Altruisme : Tiga Cara Menimbulkan Perilaku Altruisme.
Jakarta : PT Grasindo.
Azwar, S. 2007. Sikap Manusia, Teori, dan Pengukurannya, Edisi ke2.
Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 1998. Metode Penelitian. Edisi Pertama. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Offset.
Baron, R & Donn B. 1997. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Baron, R.A. & Byene, D. 2005. Psikologi Sosial(10 nd. Ed), Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Bartal, D, Bagozzi, R. P. & Moore, D. J. 2000. Public Service Advertisements:
Emotions and Emphaty Guiede Prosocial Behavior. Journal of Marketing,
vol. 58. 56-70. January 1994.
Bauman, D. (dkk). 1981. “Altruisme as Hedonism: Helping and Self-Gratification
as Equivalen Responses”. Journal of Personality and Social Psychology,
Vol 40 (6)
Chaplin. 2011. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Frans, B.M. 2008. Putting the Altruism Back into Altruism: The Evolution of
Empath. Annu Rev.Psychol.59:279-300.
Golleman, D. 1997. Terjemahan Emotional Intelligene. Jakarta: Gramedia
Pustaka.
Gunarsa, S.D. 1989. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Gusti, A.Y., & Margaretha P.M. 2010. Perilaku Prososial Ditinjau dari Empati
dan Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi. Vol. 9 No. 3 Desember, Hal. 56-
78.
Hadi, S. 2001. Statistik jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset.
Hoffman, M. 2000. Empathy andmoral development: Implicationsfor caring and
justice. New York: Cambridge University Press.
Hurlock. 2002. Terjemahan Psikologi Perkembangan. Erlangga.
Karsidi, R. 2005. Sosiologi Pendidikan. Surakarta: LPP UNS & UNS Press.
Knys, P. 1986. Problem Yang DiHadapi Muda Mudi, Yogyakarta: Kanius.
Kurnia, R. 2014. Efektivitas Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Role Playing
Untuk Meningkatkan Kemampuan Empati Peserta Didik. Skripsi.
Universitas Indonesia.
Lupitasari, F. 2017, Hubungan Antara Harga diri dengan Kecenderungan
Perilaku Prososialpada Remaja Panti Asuhan diSemarang. Skripsi.
Semarang, Indonesia.
Margono. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Moeleong, Lexy.J. 2005. Metode penelitian. Bandung: Remaja Rosda karya.
Myers, D.G. 2000. Social Psychology. Michigan Hopecollege. Michigan.
Mappiere, A. 1982. Sikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Monks, F. J. knoers, A. M. J. & Haditono, S. R. 2004. Terjemahan Psikologi
Perkembangan.
Nashori, F. 2008. Psikologi Sosial Islam. Bandung. PT Refika Aditama.
Nuryoto, S. 2009. Kumpulan review jurnal emosi dan perkembangan: Universitas
Gajah Mada.
Notoatmojo, S. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Patton, P. 2002. EQ Pengembangan Sukses. Asas Moral KehidupanManusia. PT
Rineka Cipta: Bandung.
Papilia, dkk. 2013. Human Development. Edisi 10. Jakarta: Salemba Humanika
Periantalo, J. 2015. Penyusunan Skala Psikologi: Asyik, Mudah & Bermanfaat.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Pujiyanti, A. Kontribusi Empati Terhadap Perilaku Altruisme pada Siswa Siwi
SMA Negri 1 setu Bekasi, Bekasi: Indonesia.
Ragil N.A. 2011. Hubungan Kecanduan Game Online dengan Self Esteem
Remaja Gamers diKecamatan Lowok Waru. Skripsi. Program Studi S1 UIN
Maliki Malang.
Tambunan, R. 2001. Harga Diri Remaja. www.manado.tribunews.com
Sarlito, W.S dan Eko AM. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Santrock, J.W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Alih Bahasa: Shinto B
& SherlyS. Jakarta: Erlangga.
Saraswati, W. 2012. Altruisme, Menolong Tanpa pamrih. www.wordpress.com.
Sarwono, S.W. 1999, Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sears, D, O. et, 1991. Psikologi Sosial Edisi ke lima Jilid Dua. Jakata: Erlangga.
Sears, D, O. Et, Al 2009. Psikologi Sosial. Jakarta. Kencana.
Sears, D.O. Freedman, Jonathan L., & Peplau, L. A. 1994. Psikologi Sosial jilid 2.
Alih Bahasa: Michael Adryanto. Jakarta: Erlangga.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sumarsongko, S. 2015. Hubungan Hrga Diri dengan Perilaku Prsosial pada
Satpam PT. Danrilis Surakarta. Surakarta: Indonesia.
Taufik. 2012. Empati: pendekatan psikologi sosial. Jakarta: Raja Grafindo.
Wardhati, L.T., & Faturochman. 2006. Psikologi Pemaafan. diakses 6 April 2013