bab 1 pendahuluan 1. 1. latar...

14
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh mencapai kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1980 dalam Ali & Asrori, 2014: 9). Menurut Juntika & Mubiar (2013 : 30) masa remaja secara umum merupakan suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang semenjak berakhirnya masa kanak-kanak hinga awal masa remaja. Masa peralihan tersebut diperlukan untuk menumbuhkan sikap tanggung jawab saat remaja awal memasuki masa dewasa. Perkembangan remaja dimulai antara usia 12 sampai 21 tahun dengan pembagian, 12-15 tahun: remaja awal, 16- 18 tahun : remaja pertengahan, 19-21 tahun : masa remaja akhir (Monks & Knoers, 2006: 262). Pada masa perkembangan remaja awal memiliki beberapa tahap perkembangan diantaranya seperti emosional, keadaan tidak stabil, mempunyai banyak masalah dan mengalami masa kritis (Musbikin, 2013:7). Keadaan emosional, pada masa remaja awal umumnya mengalami ‘strum and drung’ artinya terdapat ketegangan emosi yang dipertinggi disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam keadaan fisik, tetapi tidak setiap remaja awal mengalami strum and drung dengan hebat. Pada masa remaja terjadi keadaan tidak stabil, seperti mengalami ketegangan, kegembiraan tiba-tiba berganti dengan kesedihan, percaya diri berubah menjadi rasa keraguan diri sendiri, altruism berganti dengan egoisme. Pada tahap perkembangan masa remaja awal, remaja

Upload: truongtuong

Post on 26-Apr-2019

229 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti

tumbuh atau tumbuh mencapai kematangan mental, emosional, sosial dan fisik

(Hurlock, 1980 dalam Ali & Asrori, 2014: 9). Menurut Juntika & Mubiar (2013 :

30) masa remaja secara umum merupakan suatu periode dalam perkembangan

yang dijalani seseorang semenjak berakhirnya masa kanak-kanak hinga awal masa

remaja. Masa peralihan tersebut diperlukan untuk menumbuhkan sikap tanggung

jawab saat remaja awal memasuki masa dewasa. Perkembangan remaja dimulai

antara usia 12 sampai 21 tahun dengan pembagian, 12-15 tahun: remaja awal, 16-

18 tahun : remaja pertengahan, 19-21 tahun : masa remaja akhir (Monks & Knoers,

2006: 262). Pada masa perkembangan remaja awal memiliki beberapa tahap

perkembangan diantaranya seperti emosional, keadaan tidak stabil, mempunyai

banyak masalah dan mengalami masa kritis (Musbikin, 2013:7).

Keadaan emosional, pada masa remaja awal umumnya mengalami ‘strum

and drung’ artinya terdapat ketegangan emosi yang dipertinggi disebabkan oleh

perubahan-perubahan dalam keadaan fisik, tetapi tidak setiap remaja awal

mengalami strum and drung dengan hebat. Pada masa remaja terjadi keadaan tidak

stabil, seperti mengalami ketegangan, kegembiraan tiba-tiba berganti dengan

kesedihan, percaya diri berubah menjadi rasa keraguan diri sendiri, altruism

berganti dengan egoisme. Pada tahap perkembangan masa remaja awal, remaja

2

mempunyai banyak masalah, hal ini timbul dari berbagai aspek, misalnya dari aspek

jasmaniah yakni remaja sudah mulai memikirkan kondisi fisiknya yang

membanding-bandingkan fisiknya dengan orang lain yang tidak sesuai dengan apa

yang diharapkan. Kemudian masalah dengan kebebasannya, yakni remaja awal

yang masih dalam rangka mencari identitas diri menginginkan kebebasan

emosional dari orang tuanya dan orang dewasa lainnya. Remaja awal ingin sekali

diakui eksistensinya dengan berbagai cara, Serta masalah yang berhubungan

dengan interaksi lawan jenis (Musbikin, 2013: 97).

Pada tahap perkembangan remaja awal mengalami masa yang kritis, karena

masa ini ditentukan dari kesiapan remaja dalam menghadapi persoalan-

persoalannya dengan baik atau sebaliknya. Remaja yang sudah menyelesaikan

persoalan-persoalannya umumnya akan lebih berhasil dari pada anak yang

senantiasa dilindungi. Jika, para remaja awal tersebut tidak dapat menyesuaikan

dirinya sendiri maupun dengan masyarakat atau lingkungan sekitarnya, maka akan

terjadi tindakan-tindakan yang tidak patut dilakukan seperti membantah saat

diberitahu orang tua, tidak patuh saat disekolah, dan melakukan tindakan anti susila

(Musbikin, 2013: 7).

Remaja awal juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek

intelektual. Perkembangan intelektual dari cara berpikir remaja ini memungkinkan

remaja awal tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya kedalam masyarakat

dewasa, tapi juga mampu beradaptasi dengan setiap periode perkembangan (Shaw

& Costanzo, 1985 dalam Ali & Asrori, 2014 : 9). Remaja awal merupakan masa

3

peralihan dari anak-anak menuju dewasa dimana pada fase ini remaja mencari jati

diri. Sebetulnya remaja tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak

termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh

untuk masuk kegolongan orang dewasa. Remaja awal masih belum mampu

menguasai secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya (Monks & Knoers, 2006:

259). Perkembangan intelektual yang terus-menerus menyebabkan remaja awal

mampu berpikir secara lebih abstrak, menguji hipotesis, dan mempertimbangkan

apa saja peluang yang ada pada remaja dari pada sekedar melihat apa adanya.

Kemampuan intelektual seperti ini yang membedakan fase remaja awal dari fase-

fase sebelumnya (Shaw & Costanzo, 1985 dalam Ali & Asrori, 2014 : 10).

Pada saat siswa menempuh jenjang sekolah menengah pertama (SMP)

siswa mulai memasuki usia remaja awal. Dalam tahap perkembangannya, siswa

SMP berada pada tahap periode perkembangan yang sangat pesat dari segala aspek,

yaitu perkembangan aspek kognitif, fisik dan psikososial. Pada perkembangan

aspek kognitif, periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu lebih kurang sama

dengan usia siswa SMP yang merupakan period of formal operation. Piaget

mendefinisikan kemampuan atau perkembangan kognitif sebagai hasil dari

hubungan perkembangan otak dan system nervous dan pengalaman-pengalaman

yang membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya (Djiwandono,

2002: 81).

Perubahan fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan masa

remaja, yang berdampak terhadap perubahan psikologis. Pada mulanya, tanda-

4

tanda perubahan fisik dari masa remaja terjadi dalam konteks pubertas. Dalam

konteks ini, kematangan organ-organ seks dan kemampuan reproduktif

bertumbuh dengan cepat yang disebut growth spurth, di mana terjadi terjadi

perubahan diseluruh bagian dimensi badan. Pertumbuhan cepat bagi anak

perempuan terjadi 2 tahun lebih awal dari anak laki-laki. Umumnya anak

perempuan mulai mengalami pertumbuhan pada usia 10,5 tahun dan anak laki-laki

pada usia 12,5 tahun (Hurlock, 1980 : 212).

Berdasarkan aspek psikososial Erikson (1989 dalam Desmita, 2013 : 214)

mendefinisikan salah satu tugas perkembangan selama masa remaja awal adalah

menyelesaikan krisis identitas, sehingga diharapkan terbentuk suatu identitas diri

yang stabil pada akhir masa remaja. Remaja awal yang berhasil mencapai suatu

indentitas diri yang stabil akan memperoleh suatu pandangan yang jelas tentang

dirinya, memahami perbedaan dan persamaannya dengan orang lain, menyadari

kelebihan dan kekurangan dirinya, penuh percaya diri, tanggap terhadap berbagai

situasi, mampu mengambil keputusan penting, mampu mengantisipasi tantangan

masa depan, dan serta mengenal perannya dalam masyarakat.

Perubahan fisik, kognitif serta psikososial yang terjadi dalam pekembangan

remaja awal mempunyai pengaruh besar tehadap relasi orang tua dan remaja.

Perkembangan hubungan remaja awal dengan orang tua harus senantiasa terikat.

Untuk mempertahankan keterikatan yang kuat antara orang tua dan remaja awal,

orang tua harus membiarkan mereka bebas untuk berkembang. Ketika remaja awal

menuntut otonomi, maka orang tua yang bijaksana harus membiarkan remaja

5

berfikir untuk mengambil keputusan yang asuk akal, dan orang tua memberikan

bimbingan untuk mengambil keputusan benar karena pengetahuan anak remaja

awal masih terbatas (Desmita, 2013).

Perkembangan kehidupan sosial remaja awal juga ditandai dengan

meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka sebagaian besar

waktunya dihabiskan untuk berhubungan atau bergaul dengan teman-teman

sebaya mereka. Berbeda dengan masa kanak-kanak, hubungan teman sebaya

remaja aawal lebih didasarkan pada hubungan persahabatan. Menyebutkan fungsi

positif teman sebaya yaitu, memperoleh dorongan emosional dan sosial serta

menjadi lebih independen, meningkatkan harga diri, meningkatkan keterlampilan-

keterlampilan sosial, mengembangkan kemampuan nalar, dan belajar untuk

mengekspresikan perasaan dengan cara yang lebih matang (Santrock, 2007 : 55).

Menurut Santrock (1998, dalam Desmita, 2013 : 22) sejumlah ahli teori lain

menekankan pengaruh negatif dari teman sebaya terhadap perkembangan anak-

anak dan remaja awal. Bagi sebagian remaja awal, ditolak atau diabaikan oleh teman

sebaya menyebabkan munculnya perasaan kesepian atau permusuhan. Disamping

itu, penolakan oleh teman sebaya dihubungkan dengan kesehatan mental dan

perilaku menyimpang. Budaya teman sebaya remaja awal merupakan suatu bentuk

kejahatan yang merusak nilai-nilai dan kontrol orang tua. Remaja awal cenderung

lebih mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh teman sebayanya. Ketika teman

sebayanya berperilaku baik maka remaja awal pun akan berperilaku baik begitu

pula sebaliknya jika teman sebaya berperilaku buruk maka remaja awal akan

6

berperilaku buruk. Peran keluarga dan teman sebaya sangat mempengaruhi

perilaku seorang remaja. Pengaruh tersebut yang akan menimbulkan dampak

positif maupun negatif. Lebih dari itu, teman sebaya dapat memperkenalkan

perilaku-perilaku menyimpang seperti, pengunaan alkohol, obat-obatan narkoba,

kenakalan remaja, perilaku merokok, dan berbagai bentuk perilaku kejahatan (Liao,

2013: 6).

Perilaku merokok adalah suatu perilaku aktivitas membakar rokok dan

kemudian menghisapnya dan mengehembuskannya keluar melalui mulut atau

hidung dan dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap atau dihirup oleh orang-

orang disekitarnya. Pengaruh nikotin dalam merokok dapat membuat seseorang

menjadi pencandu berat atau ketergantungan pada rokok. Seseorang yang tercandu

rokok pada umumnya tidak dapat menahan keinginan untuk tidak merokok tetapi

mereka cenderung sensitif terhadap efek nikotin yang ada pada rokok tersebut

(Levy, 2004: 2). Tidak dapat dipungkiri bahwa rokok mengandung sensai

kenikmatan tersendiri. Hal ini senada dengan pesan yang disampaikan oleh industri

rokok melalui tayangan iklan yang secara gencar ditampilkan diberbagai media

massa, baik cetak maupun elektronik (Satiti, 2009: 19). Selain sensasi kenimatan,

ada beberapa motivasi lain yang diketahui keinginan remaja awal ingin merokok,

sehingga akan berpotensi menimbulkan kecanduan. Beberapa motivasi itu antara

lain : rokok adalah simbol kejantanan, rokok adalah simbol kebebasan, rokok

adalah simbol glamour, menghisap rokok adalah simbol pergaulan, menghisap

rokok adalah simbol persahabatan, menghisap rokok terlihat keren, meghisap

rokok dapat menghilangkan rasa stress dan cemas, menghisap rokok dapat

7

menimbulkan rasa percaya diri, menghisap rokok karena coba-coba, menghisap

rokok karena meniru orang tua dan teman lingkungan sekitar (Satiti, 2009: 20).

Perilaku merokok merupakan salah satu fenomena yang timbul dari

permasalahan faktor lingkungan keluarga dan teman sebaya. Jika orang tua atau

saudaranya merokok maka kemungkinan besar seorang anak akan beresiko

berperilaku merokok. Demikian halnya yang terjadi ketika remaja awal bersama

teman sebaya. Teman sebaya mempunyai peran yang sangat penting bagi remaja,

karena masa tersebut remaja awal mulai memisahkan diri dari orang tua dan mulai

bergabung dengan teman sebayanya. Kebutuhan identitas diri untuk dianggap serta

diterima dilingkungan temannya seringkali membuat remaja awal berbuat apa saja

agar dapat diterima dikelompoknya. Keluarga dan teman sebaya merupakan pihak-

pihak yang pertama kali mengenalkan untuk mencoba merokok, kemudian

berkembang menjadi ketergantungan merokok (Bricker, 2009: 2).

Lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah merupakan faktor yang

sangat berpengaruh terhadap perilaku siswa pada tahap perkembangan tersebut.

Keluarga merupakan lingkungan tumbuh kembang seorang remaja awal yang

kehidupannya akan ditentukan oleh orang-orang yang membina keluarga tersebut

(Melly, 2007: 3). Kepribadian seorang remaja awal lahir dari didikan dari sebuah

keluarga yang didalamnya berisikan ayah dan ibu. Namun kepribadian remaja awal

dapat berubah seiring bertumbuhnya usia dan berkembangnya pola pikir ketika

usia remaja. Saat SMP anak cenderung lebih banyak menghabiskan waktunya

bermain bersama teman sebayanya.

8

Menurut Depkes (2015) Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas),

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi perokok usia 15 tahun keatas

yaitu; 27 % (Susenas 1995); 31,5% (SKRT 2001); 34,4% (Susenas 2004); 34,7%

(Riskesdas 2007) dan 36,3% (Riskesdas 2013). Data Global Youth Tobbaco Survey

2014(GYTS 2014) menyebutkan 20,3% anak sekolah merokok (laki-laki 36%,

perempuan 4,3%), 57,3% anak sekolah usia 13-15 tahun terpapar asap rokok dalam

rumah dan 60% terpapar ditempat umum atau enam dari setiap 10 anak sekolah

usia 13-15 tahun terpapar asap rokok didalam rumah dan ditempat-tempat umum.

Data Global Adult Tobbaco Survey (GATS) 2011 juga menunjukkan prevalensi

perokok di Indonesia sebesar 34,8% dan sebanyak 67% laki-laki di Indonesia

adalah perokok.

Berdasarkan hasil observasi serta wawancara pada hari senin tanggal 25

Januari 2016 yang dilakukan oleh peneliti terhadap siswa dan Bapak Nursalim di

SMP X ditemukan banyak siswa yang merokok saat wawancara dengan beberapa

siswa di SMP X yang menejelaskan bahwa mereka merokok dikarenakan banyak

faktor keinginan dari diri sendiri, lingkungan keluarga dan teman sebaya.

Keinginan yang timbul dari diri siswa tersebut didasari oleh lingkungan yang

menunjang untuk merokok. Seperti seorang ayah yang merokok di lingkungan

rumah dan banyaknya teman dekat yang merokok. Hal tersebut tentunya dapat

meningkatkan keinginan siswa untuk mencoba merokok, bahkan keluarga pun

mengijinkan anaknya juga merokok. Seperti yang diungkapkan oleh siswa di SMP

X :

9

“Pertama kali saya merokok karena melihat ayah saya yang setiap hari merokok dirumah, kemudian saya melihat teman sekolah saya merokok juga dan menimbulkan rasa ingin mencoba. Ketika teman saya menawarkan rokok ternyata rasa rokoknya enak dan sampai sekarang saya merokok lebih dari 6 batang per hari. Saya pertama kali merokok karena ingin mencoba-coba namun tidak diajak teman. Saya merokok karena diajak teman dengan iming-imingin rasanya enak. Saya merokok akibat pingin pada saat ngumpul-ngumpul teman-teman saya merokok semuanya jadi saya ingin merokok juga dan orang tua saya juga tidak marah kalau saya merokok namun dibatasi”.

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian tertarik untuk mengadakan

penelitian dengan judul “Pengaruh Dukungan Keluarga dan Teman Sebaya

terhadap Perilaku Merokok pada Siswa SMP X”

1. 2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka perumusan

masalahnya adalah apakah ada pengaruh dukungan keluarga dan teman sebaya

terhadap perilaku merokok pada siswa SMP X ?

1. 3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini

sebagai berikut :

1. 3. 1. Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

dukungan keluarga dan teman sebaya terhadap perilaku merokok pada

siswa SMP X.

10

1. 3. 2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi dukungan keluarga terhadap perilaku merokok siswa

SMP X.

b. Mengidentifikasi dukungan teman sebaya terhadap perilaku merokok

pada siswa SMP X.

c. Menganalisis pengaruh dukungan keluarga dan teman sebaya terhadap

perilaku merokok pada siswa SMP X.

1. 4. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan latar belakang perumusan masalah dan tujuan penulisan

yang hendak dicapai, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. 4. 1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan terhadap

khasanah keilmuan, Khususnya bidang ilmu keperawatan yang terkait

dengan masalah perkembangan pada remaja.

1. 4. 2. Manfaat praktis

a. Bagi penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui pengaruh dukungan

keluarga dan teman sebaya terhadap perilaku merokok pada siswa SMP X,

11

sehingga dapat menambah wawasan serta pengetahuan penelitian dalam

memecahkan masalah secara ilmiah dan analitik

b. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat bagi institusi

pendidikan untuk bisa dijadikan suatu refrensi dan menambah wawasan

serta pengetahuan tentang pengaruh dukungan keluarga dan teman sebaya

terhadap perilaku merokok pada siswa SMP X.

c. Bagi Penelitian Selanjutnya

Sebagai bahan kajian atau rujukan untuk melakukan penelitian

lebih lanjut secara berkeseinambungan mengenai perilaku merokok

terhadap berbagai faktor-faktor penyebab maupun pendukungnya.

1. 5. Keaslian Penelitian

Peneliti menyatakan bahwa penelitian ini adalah hasil pemikiran asli

peneliti. Sedangkan penelitian yang berhubungan dengan yang dilakukan peneliti

adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Anna Miftahul Jannah (2013), perbedaan mutu

perilaku merokok akibat pengaruh sikap permisif orang tua dan teman sebaya

pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Malang, dengan hasil penelitian menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan

antara perilaku merokok akibat pengaruh sikap permisif orang tua dan teman

12

sebaya. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon menunjukkan didapatkan nilai Z hitung

sebesar 3.245 dengan signifikansi sebesar 0.001. Dari tabel distribusi Z,

didapatkan nilai Z-tabel sebesar 1.96. Nilai Z-hitung lebih besar dari T-Tabel

(3.245 > 1.96) dan signifikansi kurang dari α = 0.05. Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian ini mengkaji tentang

perbedaan mutu perilaku merokok pada mahasiswa sedangkan penelitian yang

penulis lakukan adalah mengkaji pengaruh dukungan keluarga dan teman

sebaya terhadap perilaku merokok pada siswa SMP.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Arina Uswatun Hasanah (2012) yang berjudul

hubungan antara dukungan orang tua, teman sebaya, dan iklan rokok dengan

perilaku merokok pada siswa laki-laki Madrasah Aliyah Negeri 2 Boyolali,

penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan cross sectional.

Penelitian ini menunjukkan hasil terdapat hubungan yang signifikan antara

dukungan orang tua dengan perilaku merokok pada siswa laki-laki Madrasah

Aliyah Negeri 2 Boyolali. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang

penulis lakukan adalah penelitian ini mengkaji tentang hubungan dukungan

orang tua, teman sebaya, dan iklan rokok dengan perilaku merokok sedangkan

pada peneliti penulis tentang pengaruh dukungan keluarga dan teman sebaya

terhadap perilaku merokok.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Doddy Adi Nugroho tahun 2012 tentang

hubungan antara pengetahun tentang efek buruk merokok dengan perilaku

merokok pada pelajar SMP. Penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi kelas VII,

VIII dan IX dengan sampel sebanyak 90 orang, menunjukkan bahwa ada

13

hubungan antara pengetahuan tentang efek buruk merokok dengan perilaku

merokok pada pelajar SMP. Hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil pelajar

dengan tingkat pengetahuan tidak mengerti sebesar 54.4%, perilaku merokok

tinggi sebesar 58.9%. Perbedaan penelitian Doddy Adi dengan penelitian yang

akan dilakukan peneliti terletak pada variable bebas. Variabel bebas yang

digunakan pada penelitian Doddy Adi yaitu pengetahuan, sedangkan variable

bebas yang akan diteliti adalah dukungan keluarga dan teman sebaya.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Stefani Yunita Widodo (2009), Hubungan

antara kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit paru obstruktif (PPOK)

di rumah sakit paru batu. Penelitian ini menunjukkan hasil 77.8% pasien

mempunyai kebiasaan merokok, 46.3% mempunyai kebiasaan merokok dalam

derajat 2, 35.2% merokok jenis kretek bahkan 59.3% telah mempunyai

kebiasaan merokok selama 20 tahun. Hasil uji Chi-square menunjukkan nilai

signifikansi sebesar 0.025 yang berarti antara kebiasaan merokok dan kejadian

penyakit paru obstruktif kronik mempunyai hubungan signifikan (p<0.05).

Perbedaan dari penelitian Stefani dengan penelitian yang akan dilakukan adalah

pada variabel bebas dan terikat, dimana pada penelitian Stefani variabel bebas

yang digunakan adalah kebiasaan merokok dan variabel terikatnya adalah

kejadian penyakit paru obstruktif. Sedangkan pada penelitian yang akan

dilakukan adalah variabel bebas digunakan yaitu dukungan keluarga dan teman

sebaya. Serta variabel terikatnya yaitu perilaku merokok.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Retno Ayu Wulandari (2012), hubungan antara

tingkat stres dengan intensi merokok pada remaja. Penelitian ini menggunakan

14

metode kuantitatif korelasional yang diilakukan pada remaja laki-laki yang

merokok kelas VIII dan IX SMPN 2 Tanjunganom Nganjuk. Hasil penelitian

bahwa menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan sangat signifikan antara

tingkat stres dengan intensi merokok pada remaja dengan koefisien korelasi (r)

= 0.419. Perbedaan dari penelitian Retno Ayu Wulandari dengan penelitian

yang akan dilakukan terdapat pada variabel bebas dan variabel terikat.

Penelitian Retno menggunakan variabel bebas tingkat stress dan variabel

terikat intesi merokok. Sedangkan variabel bebas peneliti adalah dukungan

keluarga dan teman sebaya, dan variabel terikat perilaku merokok remaja.

Kesimpulan dari keaslian penelitian ini adalah selalu terdapat pengaruh

dukungan keluarga dan teman sebaya terhadap perilaku merokok. Setiap penelitian

yang dilakukan memberikan hasil yang dapat memberikan referensi yang

diperlukan untuk penelitian selanjutnya, misalnya penelitian yang dilakukan oleh

Uswatun Hasanah (2012) yang menguji tentang hubungan antara dukungan orang

tua, teman sebaya dan iklan rokok dengan perilaku merokok dan juga penelitian

Anna Miftahul Jannah (2013) yang meneliti perbedaan mutu perilaku merokok

akibat sikap permisif orang tua dan teman sebaya. Penelitian diatas dominan

menjadi informasi tambahan bagi peneliti untuk meneliti lebih lanjut pengaruh

dukungan keluarga dan teman sebaya terhadap perilaku merokokpada siswa di

SMP X.