hub antara tingkat konsumsi enrgi lansia
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN
PROTEIN DENGAN STATUS GIZI PADA LANSIA DI PANTI
WREDA PUCANG GADING SEMARANG
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Nanik Sumiyati
6450401036
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
2007
ii
Abstrak
Nanik Sumiyati. 2007 Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Dengan Status Gizi Pada Lansia Di Panti Wreda Pucang Gading Semarang. Skripsi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Pembimbing I Drs. Herry Koesyanto, M.S., Pembimbing II: dr. Yuni Wijayanti.
Kata Kunci: Tingkat Konsumsi Energi dan Protein , Status Gizi Pada Lansia
Permasalahan dalam penelitian ini adalah Apakah ada hubungan antara tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi pada lansia di Panti Wreda Pucang Gading Semarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi pada lansia di Panti Wreda Pucang Gading Semarang.
Jenis dari penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan metode pendekatan crosssectional. populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal di Panti Wreda Pucang Gading Semarang sejumlah 54 orang dengan menggunakan tehnik purposive sampling yaitu sampel diambil dan ditentukan dengan pertimbangan peneliti. Instrumen yang digunakan kuesioner, mikrotoa, timbangan badan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji statistik Kendall Tau dengan derajat kemaknaan (0,05).
Hasil penelitian diperoleh bahwa ada hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi (p=0,00), tingkat konsumsi protein dengan status gizi (p=0,00).
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah bagi panti dapat menyusun menu dan menyediakan makanan yang bervariasi dan kandungan zat gizi yang seimbang sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi, bagi dinas kesehatan diharapkan dapat melakukan monitoring terhadap tingkat konsumsi zat gizi dan status gizi secara berkala, bagi lansia diharapkan agar lansia makan sesering mungkin dengan porsi kecil dan olahraga secara teratur agar dapat mempertahankan berat badan secara optimal.
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
1. Jadikanlah Sabar dan Shalat Sebagai Penolongmu, Sesungguhnya Allah
Beserta orang-orang yang sabar (Al Quran Surat Al Baqoroh ayat 153).
2. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Al Quran Surat Alam
Nasyroh ayat 6).
PERSEMBAHAN
Skripsi ini Aku Persembahkan Kepada :
1.Ayah ( Alm ) tercinta Semoga Tenang di Sisi-Nya.
2.Ibu tercinta atas doa dan kasih sayangmu.
3.Mas Nono, Mas Aryo, Mbak Wiwi, Mbak Kartini.
4.Almamaterku IKM FIK UNNES.
iv
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya. Berkat
rahmat dan karuniaNya dan partisipasi dari berbagai pihak yang telah banyak
membantu baik moril maupun spiritual sehingga skripsi dengan judul
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN
DENGAN STATUS GIZI PADA LANSIA DI PANTI WREDA PUCANG
GADING SEMARANG dapat terselesaikan. Dengan kerendahan hati saya
menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1.Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Bapak Drs. Sutardji M.S., atas ijin
penelitian.
2.Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Ibu dr. Oktia Woro KH. M.kes.
3.Pembimbing I Bapak Drs. Herry Koesyanto M.S. atas bimbingan dan
arahannya dalam penyusunan skripsi ini.
4.Pembimbing II Ibu dr. Yuni Wijayanti atas bimbingan dan arahannya dalam
penyusunan skripsi ini.
5.Kepala Panti Wreda Pucang Gading Semarang Bapak Moch. Badrun SH yang
telah memberikan ijin dan waktu untuk penelitian.
6.Ayahku tercinta hanya ini yang dapat aku persembahkan tanpa dampinganmu
selama ini semoga tenang di sisi-Nya dan diampuni dosa-dosanya.
7.Ibuku tercinta terima kasih atas doa kesabaranmu serta kasih sayangmu selama
ini sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
8.Mas Nono terima kasih atas doanya serta bantuan dalam membiayai selama ini
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
v
9.Mas Aryo terima kasih atas doanya serta bantuanmu dalam membiayai selama
ini sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
10.Mbak Kartini terima kasih atas doanya motivasi dan semangat sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
11.Mbak Wiwi terima kasih doanya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
12.Keluarga besarku (Mbah Putri, Om ,dan Bulik ) terima kasih atas doanya
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Semoga amal baik dari semua pihak mendapat pahala yang berlipat ganda
dari Allah SWT. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang, Maret 2007
Penyusun
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
ABSTRAK ................................................................................................. ii
ABSTRAC.................................................................................................. iii
PENGESAHAN......................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN............................................................ v
KATA PENGANTAR............................................................................... vi
DAFTAR ISI.............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
1.5 Keaslian Penelitian ............................................................................ 5
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori.................................................................................... 8
2.2 Kerangka Teori ................................................................................... 27
vii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep................................................................................. 28
3.2 Hipotesis............................................................................................... 28
3.3 Definisi Operasional............................................................................. 28
3.4 Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................................... 29
3.5 Populasi dan Sampel ............................................................................ 30
3.6 Instrumen Penelitian ............................................................................ 31
3.7 Tehnik Pengambilan Data .................................................................... 31
3.8 Tehnik Analisis Data............................................................................ 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .................................................................................... 34
4.2 Pembahasan.......................................................................................... 37
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan .............................................................................................. 39
5.2 Saran.................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 40
LAMPIRAN............................................................................................... 41
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Keaslian Penelitian........................................................................ 5
Tabel 2. Kategori Ambang batas IMT ........................................................ 22
Tabel 3. Disstribusi Jenis Kelamin.............................................................. 34
Tabel 4. Distribusi Tingkat Konsumsi Energi............................................. 35
Tabel 5. Distribusi Tingkat Konsumsi Protein............................................ 35
Tabel 6. Distribusi Tingkat status Gizi ...................................................... 36
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Teori.......................................................................... 27
Gambar 2. Kerangka Konsep ..................................................................... 28
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner................................................................................ 41
Lampiran 2. Rekap Hasil Penelitian............................................................ 44
Lampiran 3. Status Gizi Lansia................................................................... 46
Lampiran 4. Hasil Reccall 24 jam .............................................................. 47
Lampiran 5. Statistik Penelitian .................................................................. 49
Lampiran 6. Crosstabs Tingkat Konsumsi Energi Dengan Status Gizi..... 51
Lampiran 7. Crosstabs Tingkat Konsumsi Protein Dengan Status Gizi..... 52
Lampiran 8. Permohonan ijin Penelitian .................................................... 53
Lampiran 9. SK Pembimbing...................................................................... 54
Lampiran 10. SK Ujian ............................................................................... 55
Lampiran 11. Dokumentasi ........................................................................ 56
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan terutama di bidang kesehatan secara tidak
langsung telah menurunkan angka kesakitan dan kematian penduduk serta
meningkatkan usia harapan hidup Indonesia di tahun 2000 yaitu sekitar 64,5
tahun. menurut UU no. 13 tahun 1998 meskipun tidak sekaligus hal ini berarti
peningkatan mutu kehidupan akan menimbulkan perubahan struktur penduduk
dan sekaligus menambah jumlah penduduk berusia lanjut (Arisman, 2004: 76).
Kesehatan dan gizi merupakan hak asasi manusia dan merupakan faktor
yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Dengan pesatnya
perkembangan IPTEK yang meliputi berbagai bidang termasuk kesehatan telah
dirumuskan paradigma sehat di mana perencanaan dan pelaksanaannya
pembangunan di semua sektor agar mempertimbangkan dampak positif dan
dampak negatif pada status kesehatan individu, keluarga dan masyarakat. Untuk
mewujudkan paradigma sehat tersebut telah ditetapkan Visi dan Misi Indonesia
sehat 2010. Seiring kemajuan tingkat perawatan kesehatan dan penurunan jumlah
kelahiran, jumlah penduduk usia lanjut juga semakin meningkat. Berdasarkan dari
data Badan Pusat Statistik jumlah populasi usia lanjut di Indonesia yaitu
sejumlah 14.439.967 orang atau 7,18 % . Bahwa jumlah usia lanjut di Indonesia
semakin bertambah akan membawa pengaruh besar di dalam pengelolaan
masalah kesehatannya dan kesejahteraannya.(Republika,2005)
Saat ini angka kesakitan akibat penyakit degeneratif meningkat jumlahnya di
samping masih ada kasus penyakit infeksi dan kekurangan gizi lebih kurang dari
2
74% usia lanjut menderita penyakit kronis. Adapun lima utama penyakit yang
banyak diderita adalah anemia (50%), ISPA (12,2%), kanker (12,2%), tbc (11,5%)
dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). Masalah gizi yang sering diderita di
usia lanjut adalah kurang gizi, kondisi kurang gizi tanpa disadari karena gejala
yang muncul hampir tak terlihat sampai usia lanjut tersebut telah jatuh dalam
kondisi gizi buruk (Depkes,2003).
Usia senja merupakan fase kehidupan yang dilalui oleh setiap individu.
Kondisi kesehatan pada tahap ini sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas
asupan gizi. Gizi yang baik akan berperan dalam upaya penurunan prosentase
timbulnya penyakit dan angka kematian di usia lanjut. Di lain pihak kemunduran
biologis, adaptasi mental yang menyertai proses penuaan seringkali menjadi
hambatan bagi para usia lanjut. Masalah fisiologis seperti terjadi gangguan
pencernaan penurunan sensitivitas indera perasa dan penciuman, malabsorpsi
nutrisi serta beberapa kemunduran fisik lainya dapat menyebabkan rendahnya
asupan zat gizi (Emma Wirakusumah, 2002).
Bertambahnya usia bukan menjadi penghalang untuk mendapatkan asupan
zat gizi yang cukup dan berkualitas. Pertambahan usia akan menimbulkan
beberapa perubahan baik secara fisik maupun mental. Perubahan ini akan
mempengaruhi kondisi seseorang dari aspek psikologis, fisiologis dan sosial
ekonomi sebagian besar kebutuhan zat gizi para lansia mengalami penurunan.
Adapun wujud perhatian tersebut adalah dengan pendirian Panti Wreda. Salah
satunya yaitu Panti Wreda Pucang Gading yang merupakan unit pelaksana teknis
Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi Jawa Tengah yang memberikan pelayanan
kesejahteraan sosial pada lansia yang meliputi pemenuhan kebutuhan hidup secara
3
biologis, psikologis, social, dan spiritual. Sehingga merasa dapat menikmati hari
tuanya dengan diliputi rasa tenang, tenteram, dan bahagia serta mendekatkan diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Salah satu upaya untuk mempertahankan status gizi lansia tetap baik
adalah Panti Wreda perlu mempertahankan dan meningkatkan konsumsi zat gizi
agar tetap dengan proses penyelenggaraan makanannya. Dalam rangka
pelaksanaan upaya ini tentunya panti mempunyai cara pengaturan dan
penyelenggaran makanan yang sesuai dengan kemampuan dan keadaan masing-
masing lansia. Peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian apakah ada
hubungan antara tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi pada
lansia di Panti Wreda Pucang Gading Semarang. Alasan peneliti mengadakan
penelitian di sini karena selama ini belum pernah diadakan penelitian dan tidak
pernah diadakan pengukuran secara berkala pada lansia yang ada di Panti tersebut.
I.2 Permasalahan
Adapun permasalahan dalam penelitian adalah Apakah ada hubungan
antara tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi pada lansia di Panti
Wreda Pucang Gading Semarang ?
I.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi pada lansia di Panti Wreda
Pucang Gading Semarang.
4
I.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Institusi Panti Wreda
1. Panti dapat mengetahui konsumsi energi dan konsumsi protein yang
disajikan setiap hari.
2. Panti dapat mengetahui status gizi lansia.
3. Panti dapat mengetahui hubungan antara konsumsi energi dan protein
dengan status gizi pada lansia.
4. Panti dapat menyelenggarakan makanan yang cukup dan seimbang sesuai
dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan serta dapat lebih
meningkatkan status gizi secara berkala.
1.4.2 Bagi Pemerintah
Bagi Pemerintah Khususnya Dinas Kesehatan dan Dinas Kesejahteraan
Sosial dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam rangka menentukan kebijakan
dalam langkah-langkah yang berkaitan dengan penanggulangan masalah gizi dan
upaya perbaikan gizi di Panti Wreda.
1.4.3 Bagi Peneliti
Dapat menelaah sejauh mana teori yang diperoleh dan penerapan dalam
masyarakat.
5
1.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1
Keaslian penelitian No Judul
Penelitian
Nama
Penelitian
Tahun
dan
Tempat
Penelitian
Rancangan
Penelitian
Variabel
Penelitian
Hasil
Penelitian
1
Hubungan
tingkat
asupan gizi
(energi,
protein,
lemak,
natrium)
dan status
gizi dengan
tekanan
darah lansia
(studi kasus
di Panti
Sosial
Tresna
Wreda
Bisma
Upakara
kab.
Pemalang)
Tahun 2001
Studi
preferensi
Arlinda
Widiawati
2001
Pemalang
Explanatory
research
dengan
metode
cross
sectional
Variable
bebas:
tingkat
asupan
gizi
(energi,
protein,
lemak,
natrium)
dan status
gizi
Variabel
terikat:
tekanan
darah
lansia
Tidak ada
hubungan
antara
asupan
gizi
dengan
tekanan
darah
6
2
dan
hubungan
tingkat
konsumsi
energi
dengan
status gizi
lanjut usia
di Panti
Sosial
Tresna
Wreda
Pucang
gading
Kotamdya
Semarang
Eva Yanti
Tawas
1998
Semarang
Penjelasan
metode
survai cross
sectional
Variabel
terikat:
studi
preferensi
terhadap
mutu
hidangan,
tingkat
konsumsi
energi
variabel
bebas:
status
gizi
Ada
hubungan
antara
konsumsi
energi
dengan
status
gizi, tidak
ada
hubungan
antara
prefensi
penghuni
terhadap
mutu
hidangan
dengan
tingkat
konsumsi
energi
Hal-hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya:
1. Dalam penelitian Arlinda Widiawati hubungan tingkat asupan gizi (energi,
protein, lemak, natrium dan status gizi) dengan tekanan darah lansia.
Variabel bebas tingkat asupan gizi (energi, protein, lemak, natrium), variabel
terikatnya tekanan darah.
7
2. Dalam penelitian Eva Yanti Tawas adalah studi preferensi dan hubungan
tingkat konsumsi energi dengan status gizi lansia. Variabel terikat studi
preferensi mutu hidangan, tingkat konsumsi energi dan variabel bebasnya
status gizi.
3. Dalam penelitian ini hubungan antara tingkat konsumsi energi dan protein
dengan status gizi pada lansia. Variabel bebas tingkat konsumsi energi dan
protein dan variabel terikatnya status gizi.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
1.6.1 Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Panti Wreda Pucang Gading Semarang.
1.6.2 Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2006.
1.6.3 Ruang Lingkup Materi
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan
Masyarakat tentang Gizi.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Gizi
GIZI adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara nomal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan pertumbuhan dan fungsi normal dari organ serta
menghasilkan energi (I Dewa Nyoman Supariasa , 2001 : 17).
Makanan bergizi adalah makanan yang mengandung zat yang diperlukan
tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, air. Tujuan makanan secara
umum menurut ilmu kesehatan adalah untuk memperoleh energi serta
memperbaiki sel tubuh yang rusak, mengatur metabolisme tubuh dan
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. Di mana setiap
makanan memiliki kandungan zat yang berbeda baik mutu dan jumlahnya, zat
makanan yang berperan inilah disebut gizi.
Setiap makhluk hidup membutuhkan zat yang berasal dari makanan yang
mereka konsumsi untuk pertumbuhan, berkembang serta mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Makanan bergizi adalah makanan yang mengandung
zat yang diperlukan oleh tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
mineral, dan air. Secara klasik kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan
tubuh yaitu untuk menyediakan energi pembangun dan memelihara jaringan
tubuh serta proses kehidupan dalam tubuh.
9
Menurut Sunita Almatsier (2001: 8), dikatakan bahwa makanan sehari-
hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang
dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh yaitu terdiri dari karbohidrat, lemak,
vitamin, mineral dan air. Adapun fungsi zat makanan adalah sebagai sumber
energi atau tenaga, menyokong pertumbuhan badan, memelihara jaringan tubuh
mengganti yang rusak, mengatur metabolisme dan mengatur keseimbangan,
pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit.
Kesehatan pada manula dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia,
jenis kelamin, aktivitas atau kegiatan fisik dan mental, postur tubuh,
pekerjaan, iklim atau suhu udara, kondisi fisik dan lingkungan. Klasifikasi zat
gizi menurut Achmad Djaeni (2000:17) adalah karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, mineral.
Adapun Fungsi Zat Gizi adalah sebagai berikut:
1. Memberi Energi
Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak,
protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasuilkan energi yang diperlukan tubuh
untuk melakukan aktivitas. Ketiga zat gizi tersebut terdapat dalam jumlah paling
banyak dalam bahan pangan. Ketiga zat gizi ini termasuk ikatan organik yang
mengandung karbon yang dapat dibakar. Dalam fungsi sebagai sumber energi
ketiga zat ini dinamakan zat pembakar.
2. Pertumbuhan dan Pemeliharaan Jaringan Tubuh
Protein, mineral, dan air diperlukan untuk membentuk sel-sel baru,
memelihara, dan mengganti sel-sel yang rusak. Dalam fungsi ini ketiga zat gizi
tersebut dinamakan zat pembangun.
10
3. Mengatur Proses Tubuh
Protein, mineral, air, dan vitamin diperlukan untuk mengatur proses tubuh.
Protein mengatur keseimbangan air dalam sel dan membentuk antibodi sebagai
penangkal organisme infektif. Mineral dan vitamin diperlukan sebagai pengatur
dalam proses oksidasi, fungsi normal saraf dan otot. Air diperlukan untuk
melarutkan bahan-bahan di dalam tubuh, seperti di dalam darah, cairan,
pencernaan, jaringan, dan lain-lain. Dalam fungsi mengatur proses tubuh, keempat
zat gizi dinamakan zat pengatur.
2.1.2 Kecukupan Energi dan Protein
Energi diartikan dengan suatu kapasitas untuk melakukan pekerjaan.
Di mana jumlah energi yang dibutuhkan seseorang tergantung pada usia, jenis
kelamin, berat badan, dan bentuk tubuh (Elly Nurachmah, 2001: 36). Adapun
sumber energi diperoleh dari masukan protein, karbohidrat, lemak, serta bahan
yang tersimpan dalam tubuh khususnya cadangan energi dalam tubuh manusia
dapat ditimbulkan karena adanya pembakaran karbohidrat dan protein dengan
demikian agar manusia tercukupi energinya diperlukan zat makanan yang cukup
dalam tubuh.
Untuk menilai tingkat konsumsi makanan (energi dan zat gizi) diperlukan
suatu standar kecukupan yang dianjurkan atau Recommended Dientary Allowan
(RDA).
Angka kecukupan gizi diperoleh dari perbandingan berat badan asli
individu dengan berat badan standar menurut umur. Hasil perbandingan tersebut
dikalikan dengan AKG standar. AKG individu yang diperoleh ini kemudian
dicari prosentasenya.
11
2.1.3 Tingkat Konsumsi Energi
Untuk menjaga kelangsungan hidup dan menjalankan kegiatan hidupnya.
setiap manusia membutuhkan energi perhari yang disesuaikan dengan berat badan
dan tingkat aktivitas dalam tingkat normal pria lansia membutuhkan sekitar
35 kkal/kg berat badan/hari. Wanita membutuhkan sekitar 32-34 kkal/kg berat
badan/hari. Menurut Wiess dalam buku Emma Wirakusumah kecukupan energi
lansia berkurang setelah mencapai usia 50 tahun.
2.1.4 Tingkat Konsumsi Protein
Protein adalah fondasi sel pada manusia. Protein merupakan zat
pembangun jaringan, membentuk stuktur tubuh, pertumbuhan, transportasi
oksigen, membentuk sistem kekebalan tubuh. sumber protein yang baik yaitu
berasal dari protein hewani dan nabati. Angka kecukupan protein pada lansia
adalah 0,8. Perhitungan tingkat konsumsi protein dengan recall 24 jam kemudian
akan distandarkan dengan umur, berat badan, dan jenis kelamin. Sehingga dapat
dihitung angka kecukupan protein dan akhirnya dapat ditentukan tingkat
konsumsi protein.
2.1.5 Akibat Gangguan Gizi Terhadap Fungsi Tubuh
2.1.5.1 Akibat Gizi Kurang Pada Proses Fungsi Tubuh
Menurut Sunita Almatsier (2001: 11-12) akibat gizi kurang pada proses
fungsi tubuh tergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang. Kekurangan gizi
secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan
gangguan pada proses-proses:
(1) Pertumbuhan
12
Protein digunakan sebagai zat pembakar, sehingga otot-otot menjadi
lembek dan rambut mudah rontok. Orang yang berasal dari tingkat sosial ekonomi
menengah keatas rata-rata lebih tinggi daripada yang berasal dari keadaan sosial
ekonomi rendah.
(2) Produksi Tenaga
Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan seseorang tenaga
untuk bergerak, bekerja, dan melakukan aktivitas. Orang menjadi malas, merasa
lemah, dan produktivitas kerja menurun.
(3) Pertahanan Tubuh
Daya tahan tubuh terhadap tekanan atau stres menurun. sistem imunitas
dan antibodi berkurang, sehingga mudah terserang infeksi, seperti pilek, batuk,
dan diare.
(4) Struktur dan Fungsi Otak
Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan
mental, dengan demikian kemampuan berfikir menurun. Otak mencapai bentuk
maksimal pada usia dua tahun. kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya
fungsi otak secara permanen.
(5) Perilaku
Baik pada anak-anak maupun orang dewasa yang kurang gizi
menunjukkan perilaku tidak tenang. Mereka mudah tersinggung, apatis, cengeng.
2.1.6 Lansia
Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas. Di Indonesia
M. Alwi Dahlan menyatakan bahwa orang dinyatakan lansia jika mereka
13
telah berumur di atas 60 tahun. Jika mengacu pada usia pensiun, lansia ialah
mereka yang telah berusia 56 tahun.
2.1.6.1 Keadaan Kesehatan Lansia
Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam
penilaian kebutuhan zat gizi. Ada lansia yang tergolong sehat dan ada lansia
mengidap penyakit kronis. Disamping itu sebagian lansia masih mampu mengurus
diri sendiri. Sementara sebagian lain masih sangat tergantung pada belas kasihan
orang lain. Kebutuhan zat gizi mereka tergolong aktif biasanya berbeda dengan
orang dewasa sehat. Penuaan tidak begitu berpengaruh terhadap kesehatan
mereka.
2.1.6.2 Perubahan Fisiologis Akibat Penuaan
Usia tua hampir selalu datang bersamaan dengan kesengsaraan fisik,
psikis, kekuatan, ketahanan dan kelenturan otot rangka. Akibatnya kepala dan
leher terfleksi ke depan sementara ruas tulang belakang mengalami
pembengkokan (kifosis) panggul dan lutut juga terfleksi sedikit keadaan tersebut
menyebabkan postur tubuh terganggu.
2.1.6.3 Kemunduran dan Kelemahan Lansia
1. Pergerakan dan kesetabilan terganggu
2. Intelektual terganggu (dementia)
3. Isolasi diri (depresi)
4. Inkontinensia dan impotensia
5. Defisiensi imunologis
6. Infeksi konstipasi dan malnutrisi
7. Lantrogenesis dan insomnia
14
8. Kemunduran penglihatan, pendengaran, dan pengecapan, pembauan,
komunikasi dan integritas
9. Kemunduran proses penyembuhan.
2.1.6.4 Adanya Perubahan Pada Saluran Pencernaan
2.1.6.4.1 Rongga Mulut
Bagian dalam rongga mulut yang lazim terpengaruh adalah gigi, gusi
dan ludah mudah tanggalnya gigi bukan hanya disebabkan oleh ketuaan
tetapi juga dikondisikan oleh pemeliharaan yang tidak baik, ketidakbersihan
mulut menyebabkan gigi dan gusi kerap terinfeksi selain itu sekresi air ludah
berkurang sampai kira-kira 75% sehingga mengakibatkan rongga mulut dan
berkemungkinan menurunkan cita rasa.
2.1.6.4.2 Esofagus
Penuaan esofagus berupa pengerasan sfringfar bagian bawah sehingga
sekarang mengendur (relaksasi) dan mengakibatkan esofagus melebar
(presbysofagus). Keadaan ini memperlambat pengosongan esofagus dan tidak
jarang berlanjut sebagai hernianhiatal. Gangguan menelan biasanya
berpangkal pada daerah presofagus tepatnya di daerah osofaring penyebabnya
tersembunyi dalam sistem saraf sentral atau akibat gangguan neuromuskoler
seperti jumlah ganglion yang menyusut sementara lapisan otot polos menebal
dengan manometer akan tampak tanda perlambatan pengosongan esofagus.
2.1.6.4.3 Lambung
Lapisan lambung menipis diatas usia 60 tahun sekresi HCL dan Pepsin
berkurang, dampaknya vitamin B12 dan zat besi menurun.
15
2.1.6.4.4 Usus
Berat total usus halus diatas usia 40 tahun berkurang meskipun
penyerapan zat gizi pada umumnya masih dalam batas normal, kecuali
kalsium (di atas usia 60 tahun) dan zat besi.
2.1.6.5 Perubahan Pada Sistem Endokrin
Terjadi perubahan dalam kecepatan dan jumlah sekresi respon terhadap
stimulasi struktur kelenjar endokrin. Talbert (1977) menemukan bahwa pada
usia di atas 60 tahun sekresi testosteron akan menurun. Goldfer (1979)
menyatakan bahwa produksi estrogen dan progesterone pada usia di atas
juga menurun.
2.1.6.6 Perubahan Pada Sistem Pernafasan
Diameter anteroposterior paru membesar sehingga menimbulkan barrel
chast pengapuran tulang rawan menyebabkan kelenturan tulang iga berkurang.
Di samping itu osteoporosis yang progretif dan kifosis menyebabkan gangguan
kelenturan (fleksibilitas) paru yang selanjutnya menurunkan kapasitas vital sakur
paru membesar sementara dindingnya menipis untuk kemudian bersatu sama
lain membentuk sakur baru yang lebih besar. Semua perubahan ini berujung
pada penurunan fungsi paru tampak emfisme pada klise foto roentgen.
2.1.6.7 Perubahan Pada Sistem Kardiovaskuler
Perubahan yang terkait dengan ketuaan sulit dibedakan dengan
perubahan yang diakibatkan oleh penyakit. Pembesaran pada bilik kiri
jantung disertai oleh fibrosis dan sklerosis. Di endokardium kutub mitral
mengecil (fibrosis) dan klasifikasi jumlah jaringan ikat meningkat sehingga
efisiensi fungsi pemompaan jantung berkurang. Pembuluh darah besar,
16
terutama aorta menebal dan menjadi fibrosis pengerasan ini selain mengurangi
aliran darah efisienan baroreseptor tertanam pada dinding aorta, arteri,
pulmonis sinus karotikus dan pembuluh darah di daerah dada, mengurangi
kemampuan tubuh untuk mengatur tekanan darah. Itulah sebabnya para lansia
cenderung menderita hipotensi postural curah jantung menyusut sebesar 50%
pada usia 80 tahun sementara tekanan sistolik dan diastolik cenderung
meningkat.
2.1.7 Masalah gizi pada lansia
Pada lansia terdapat dua masalah gizi yaitu gizi lebih dan gizi kurang
2.1.7.1 Gizi Lebih
Prevalensi obesitas menunjukan peningkatan sesuai dengan pertambahan
usia. Pada umumnya berat badan laki-laki mencapai puncak pada usia 5-55 tahun.
Pada wanita antara usia 55-60 tingkat metabolisme basal dan pengeluaran untuk
aktivitas fisik menurun saat memasuki usia dewasa. Akan tetapi asupan kalori
tidak diimbangi sehingga berat badan meningkat.
2.1.7.2 Gizi Kurang
Penurunan asupan kalori biasanya sejalan dengan penurunan tingkat
metabolisme susutnya masa tubuh serta menurunnya penggunaan energi untuk
aktivitas fisik. Hampir 20% lansia mengkonsumsi 1000 kalori sehari kekurangan
protein kalori umum ditemukan pada lansia.
2.1.8 Kebutuhan Gizi Pada Lansia
Pangan sebagai sumber energi pada makhluk hidup pada umumnya dan
khususnya kebiasaan pola makan yang kurang teratur bisa membuat golongan
17
lansia yang sudah berumur lebih setengah abad tidak bisa menikmati kehidupan
yang penuh aktivitas dan merasa sehat, karena hanya dengan olahraga yang teratur
dan asupan gizi yang baik maka lansia mampu mempertahankan daya tahan
tubuhnya secara optimal. Adalah sebuah persepsi yang salah bahwa kaum lansia
tidak perlu memperhatikan asupan zat gizinya. Dengan alasan mereka sudah tidak
lagi terjadi pertumbuhan dan perkembangan tubuh dalam masa tuanya. Memang
benar lansia tidak membutuhkannya justru mereka sangat membutuhkan untuk
mengganti sel-sel tubuh yang rusak serta menjaga kestabilan daya tahan tubuhnya
(Margatan Arcole, 1996:81-82).
Adapun kebutuhan zat gizi lansia adalah sebagai berikut:
2.1.8.1 Karbohidrat
Lansia sebaiknya mengkonsumsi tepung gandum, tepung beras dan bahan
pangan pokok sehari-hari yaitu beras, ketan, sagu, dan ubi. Dewasa ini banyak
penyakit yang diderita karena kekurangan serat.
2.1.8.2 Lemak
Lemak merupakan sumber energi sehingga seseorang mengkonsumsi
lemak dalam takaran yang berlebihan. Sedangkan aktivitas menurun maka
kegemukan akan menyerang. Sebaiknya asupan lemak dibatasi yaitu 20-25 % dari
total kalori.
2.1.8.3 Protein
Tubuh sangat memerlukan protein atau zat putih telur sebagai zat
pembentuk atau pembangun. Golongan lansia membutuhkan protein guna
mengganti jaringan-jaringan yang rusak sehingga kebutuhan protein lansia tidak
18
jauh berbeda dengan orang dewasa. Pada lansia sebaiknya mengkonsumsi protein
hewani (susu, telur, daging, dan ikan). Mengingat lansia banyak terjadi kerusakan
sel-sel tubuh . Asupan protein yang dianjurkan sekitar 15- 20% dari total kalori.
2.1.8.4 Vitamin.
Vitamin digunakan untuk menjaga kestabilan daya tahan tubuh lansia
adapun jenisnya adalah vitamin A untuk kesehatan mata, kulit dan melawan
infeksi tubuh. Minyak ikan, hati, telur, dan susu merupakan sumber vitamin A.
Serta bahan pangan nabati, seperti wortel, bayam, buah-buahan ,Vitamin D untuk
penguat tulang, vitamin E untuk kesehatan organ hati, memperlebar pembuluh
kapiler, melancarkan aliran darah serta memperkuat dan meningkatkan daya tahan
otot. Vitamin B1 berperan dalam mendatangkan energi, mencegah kelelahan,
menjaga syaraf telinga, memacu pertumbuhan. Vitamin B2 berperan sebagai
koenzim dalam katabolisme. Vitamin C berperan melawan infeksi dan
menanggulangi flu.
2.1.8.5 Mineral
Mineral sangat dibutuhkan lansia untuk menjaga daya tahan tubuhnya.
Jenis dari mineral adalah kalsium untuk menjaga kesehatan gigi dan tulang.
Kalium untuk pengaturan stabilitas kalium dalam darah
2.1.8.6 Air
Lansia sebaiknya mengkonsumsi air sebanyak 3-5 liter untuk
meningkatkan fungsi ginjal dalam mengekskresikan sisa-sisa proses metabolisme.
19
2.1.9 Status Gizi
Status Gizi diartikan sebagai keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
dan penggunaan zat gizi (Sunita Almatsier 2001: 1). Menurut I Dewa Nyoman
Supariasa (2001: 18), status gizi adalah sebagai ekskresi dari keadaan
keseimbangan atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.
Selanjutnya Suhardjo (1996: 55), status gizi adalah keadaan kesehatan
individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kesehatan fisik dan
energi zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang
dampak fisiknya diukur dengan antropometri.
Status gizi dihubungkan dengan sel tubuh dan pergantian atas zat
makanan proses yang berkenaan dengan pertumbuhan dan pemeliharaan
serta perbaikan dan pembentukan seluruh kehidupan bagian tubuh akan
menghasilkan status gizi yang tinggi dan rendah. Gizi merupakan bagian
penting bagi kesehatan dan kesejahteraan yang cukup gizinya apabila
mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang
optimal dan pemeliharaan energi. Status gizi adalah gambaran tentang
keadaan gizi seseorang sebagian dimakan dan yang dibutuhkan oleh tubuh
sehingga dapat menggambarkan seseorang tersebut dalam kondisi gizi baik
gizi kurang atau gemuk. Untuk mengetahui penilaian status gizi dapat
diketahui dengan penilaian status gizi secara langsung dan status gizi secara
tidak langsung. Secara langsung dengan antropometri, klinis, biokimia, klinis.
Secara tidak langsung survai konsumsi makanan, statistik vital, faktor ekologi.
20
Di sini untuk mengetahui status gizi dapat digunakan dengan antropometri
dan survai konsumsi makanan.
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia ditinjau dari sudut
pandang gizi maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari tingkat umur dan tingkat
gizi (I Dewa Nyoman Supariasa, 2001: 36). Antropometri digunakan untuk
melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi, ketidakseimbangan ini
dapat dilihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti
otot dan jumlah air di dalam tubuh.
Survai konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara
tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Pengumpulan konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi
berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, individu. Survai ini dapat
mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi. Metode pengukurannya
dengan metode recall 24 jam yang dilakukan selama 4 hari berturut-turut.
2.1.9.1 Keuntungan dan kelemahan dari pengukuran TB/ BB
2.1.9.2 Keuntungan
1) Tidak memerlukan data umur
2) Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, kurus).
21
2.1.9.3 Kelemahan pengukuran TB/ BB
1) Tidak dapat memberikan gambaran apakah pendek, cukup tinggi atau
kelebihan tinggi badan, menurut umur karena faktor umur tidak
dipertimbangkan
2) Mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran tinggi
3) Membutuhkan dua macam alat ukur
4) Pengukuran relatif lama
5) Membutuhkan dua orang untuk melakukannya
6) Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran terutama bila
dilakukan kelompok non profesional.
2.1.10 Penentuan Status Gizi
Berdasarkan dari laporan FAO/WHO/UNU tahun 1985. Batasan berat
badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai body mass index BMI.
Di Indonesia istilah BMI diterjemahkan dengan Index Mass Tubuh (IMT). IMT
merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya
yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Maka
mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai
usia harapan hidup lebih panjang (I Dewa Nyoman Supariasa dkk, 2002:60).
Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun .
IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Cara menghitung IMT menggunakan rumus berikut ini:
IMT = (m)Badan Tinggi (m)Badan Tinggi
(kg)Badan Barat ×
22
Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 2
Tabel kategori ambang batas IMT
Kategori IMT
Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0 Kurus
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,5
Normal 18,5 - 25,0
Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,0 - 27,0 Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0
Sumber: I Dewa Nyoman Supariasa, ( 2002: 61 )
2.1.10.1 Faktor-faktor yang terkait dengan kebutuhan gizi pada lansia
1) Aktivitas Fisik
Pada umunya para lansia akan mengalami penurunan aktivitas fisik. Salah
satunya faktor penyebabnya adalah pertambahan usia yang dapat menyebabkan
terjadi kemunduran biologis kondisi ini setidaknya akan membatasi aktivitas
yang menuntut ketangkasan fisik penurunan aktivitas fisik pada lansia. Harus
dimbangi dengan penurunan asupan kalori. hal ini untuk mencegah terjadinya
obesitas jika pasokan kalori tidak diimbangi dengan penggunaan kalori akan
mengakibatkan keseimbangan kalori positif (kelebihan kalori) sehingga akan
meningkatkan risiko terjadi serangan beberapa penyakit degeneratif.
2) Kemunduran Biologis
Memasuki usia senja seseorang akan mengalami beberapa perubahan baik
secara fisik maupun biologis. Misal tanggal gigi, kulit keriput, penglihatan
berkurang, keropos tulang, rambut beruban, pikun dan depresi, sensitif indera
berkurang, metabolisme basal tubuh berkurang, dan kurang lancarnya proses
23
pencernaan dan penyerapan dan penggunaan zat gizi di dalam tubuh. Oleh karena
itu asupan gizi pada lansia harus disesuaikan dengan perubahan organ-organ
tubuh lansia sehingga dapat mencapai kesehatan gizi lansia yang optimal.
3) Pengobatan
Kadang-kadang bertambahnya usia identik dengan ketergantungan obat.
Pada dasarnya pengobatan dapat memperbaiki kondisi kesehatan dan
meningkatkan kualitas hidup tetapi di lain pihak pengobatan pun dapat
mempengaruhi asupan kebutuhan gizi lansia. Efek ini timbul karena obat-obat
tertentu dapat mempengaruhi proses penyerapan zat gizi tidak jarang lansia harus
mengkonsumsi obat-obat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu harus
berkonsultasi dengan dokter ahli mengenai waktu yang tepat untuk
mengkonsumsi obat-obat sehingga penggunaan obat-obat lebih efektif dan tidak
mengganggu proses penyerapan zat gizi.
4) Depresi dan Kondisi Mental
Depresi hampir dialami oleh 12-14% populasi lansia. perubahan
lingkungan sosial kondisi yang terisolasi, kesediaan, dan berkurang aktivitas
menjadikan para lansia mengalami rasa frustasi dan berkurang bersemangat
akibatnya selera makan terganggu dan pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadi
penurunan berat badan dengan demikian kondisi mental yang tidak sehat secara
tidak langsung dapat meniru terjadi status gizi buruk.
5) Penyakit
Meningkatnya usia menyebabkan seseorang menjadi rentan terhadap
serangan penyakit sering menyebabkan keadaan gizi yang buruk. Bahwa penyakit
24
yang diderita seseorang dapat berpengaruh terhadap ketersediaan dan kebutuhan
zat gizi didalam tubuhnya.
2.1.10.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada lansia
1) Usia
Bertambahnya usia seseorang juga akan mempengaruhi asupan
makanannya. Pertambahan usia akan disertai dengan penurunan fungsi dan
metabolisme organ tubuh serta komposisi tubuh. Gejala menurunnya fungsi organ
tubuh sering baru tampak setelah seseorang mencapai usia lanjut. Perubahan
tersebut menyebabkan kebutuhan gizi dan jumlah asupan makanan berkurang.
2) Jenis kelamin
Secara prinsip kebutuhan gizi setiap individu berbeda-beda hal ini
tergantung pada kondisi kesehatan, berat badan, dan tinggi rendahnya tingkat
aktivitas seseorang. Di samping itu angka kecukupan gizi untuk pria dan wanita
berbeda karena adanya perbedaan dalam ukuran komposisi tubuh.
3) Pengetahuan gizi
Berbagai upaya perbaikan gizi dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
pengetahuan gizinya. Sehingga diharapkan mereka akan mengetahui dan merubah
perilaku mereka di bidang gizi. Yaitu dengan perbaikan gizi keluarga tingkat
pengetahuan mereka akan mempengaruhi mereka dalam sikap dan perilakunya
dalam memilih makan selanjutnya akan mempengaruhi asupan makanan sehari-
hari.
25
4) Aktivitas fisik
Pada umumnya lansia akan mengalami kemunduran dalam aktivitas
fisiknya. Kemunduran ini disebabkan oleh hal-hal yang kompleks dan faktor
fisiologis memegang peranan penting yaitu kekuatan kontraksi otot, koordinasi
gerak otot yang merupakan susunan saraf pusat, fungsi kardiovaskuler respirasi
yang harus memenuhi kebutuhan otot yang terkait dengan kebutuhan oksigen dan
nutrisi juga fungsi ginjal dalam mengeluarkan sisa metabolisme dari darah, fungsi
hormon dalam mengatur proses metabolisme serta efektivitas susunan bufer dalam
darah. Penurunan aktivitas lansia harus diimbangi dengan penurunan kalori jika
pasokan kalori tidak diimbangi dengan penggunaan kalori maka akan
mengakibatkan keseimbangan kalori tidak seimbang.
5) Perubahan fisiologis
Perubahan fisiologis pada lansia yang akan mempengaruhi gizinya adalah
penurunan BMR, gangguan gigi geligi, penurunan sekresi HCL, penurunan fungsi
hati, antrofi mukosa dan otot usus, penurunan sekresi usus, perubahan
metabolisme glukosa, penurunan fungsional ginjal, perubahan tulang.
6) Keadaan psikologis
Datangnya usia lanjut merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari
dalam kehidupan manusia. Harapan mencapai usia panjang merupakan
pengharapan manusia pada umumnya. Faktor psikologis yang mempengaruhi gizi
pada lansia adalah perubahan pola makan, depresi, kesepian, kebingungan,
demensia dan mereka beranggapan sudah tidak berharga lagi.
26
7) Penyakit pada lansia
Meningkatnya usia menyebabkan seseorang rentan terhadap penyakit
tertentu sehingga menyebabkan keadaan gizi menjadi buruk antara lain diabetes
mellitus, hipertensi, penyakit yang diderita seseorang akan berpengaruh terhadap
ketersediaan kebutuhan zat gizi di dalam tubuhnya.
8) Sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi seperti penurunan pendapatan masa pensiun,
perubahan ukuran keluarga, perubahan lingkungan sosial, keterbatasan fasilitas
untuk menyiapkan dan menyimpan makanan akan menyebabkan seseorang rawan
gizi.
9) Tingkat penerimaan menu
Berkurangnya daya kecap makanan terasa tidak enak sehingga lansia
hanya makan sedikit. Kadang lansia merasakan makan kurang sempurna karena
citarasa makanpun kurang lezat sehingga lansia menjadi makan lunak yang bisa
menyebabkan menu makan tidak seimbang.
27
2.2 Kerangka Teori
Konsumsi energi dan protein Karbohidrat dan protein
Kurus Normal Gemuk
Usia Jenis Kelamin Pengetahuan Gizi Aktivitas Fisik Perubahan Fisiologi Keadaan Psikologis Sosial Ekonomi Tingkat Penerimaan Menu Penyakit pada Lansia
Status Gizi
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
3.2 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ada Hubungan Antara
Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Dengan Status Gizi Pada Lansia. Di Panti
Wreda Pucang Gading Semarang.
3.3 Definisi Operasional
3.3.1 Tingkat Konsumsi Energi dan Protein adalah Jumlah energi total yang
dikonsumsi oleh setiap orang setiap harinya. Dibandingkan dengan
kecukupan energi yang dianjurkan. Sedangkan tingkat konsumsi protein
adalah jumlah protein total yang dikonsumsi oleh setiap orang setiap
harinya dibandingkan dengan angka kecukupan protein yang dianjurkan ( I
Dewa Nyoman Supariasa,dkk,2001:113).
Variabel disini diukur dengan recall 24 jam .
Skala: ordinal
Variabel Bebas Variabel Terikat
Konsumsi Energi Konsumsi Protein
Status Gizi
Pengetahuan Gizi Penerimaan Menu Sosial Ekonomi
29
3.3.2 Status Gizi adalah Ekskresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu
(I Dewa Nyoman Supariasa, dkk, 2001:18). Status gizi ini dikategorikan
dalam tingkat kurus, normal, gemuk.
Variabel dengan pengukuran tinggi badan dan berat badan.
Skala : ordinal
3.3.3 Lansia adalah Mereka yang telah berusia 60 tahun keatas (Irwanto,
2002:5). Pemerintah Indonesia menentukan lansia adalah mereka yang
telah berusia 60 tahun ke atas (Suparto,2000:11).
Skala : ordinal
3.3.4 Panti adalah Rumah, Tempat (kediaman) (Poerwadarminta, 2002:710).
Skala : ordinal
3.3.5 Wreda adalah Tua, Lanjut usia (Poerwadarminta,2002:1151).
Skala : ordinal
3.4 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan metode
pendekatan cross sectional yaitu mencari hubungan suatu keadaan lain dalam satu
populasi serta variabel terikat dan bebas diukur dalam waktu bersamaan (Soekidjo
Notoatmodjo, 2002:26).
30
3.5 Populasi dan Sampel
3.5.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan objek penelitian atau
objek yang diteliti (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:79). Populasi dalam penelitian
ini adalah semua lansia yang berusia tahun di Panti Wreda Pucang Gading
Semarang yang berjumlah 115 orang.
3.5.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo Notoatmodjo,
2002:79).
Sampel ditentukan berdasarkan pada jumlah populasi yang diteliti dan
kemampuan peneliti dalam hal pendanaan, tenaga dan waktu. Sampel dalam
penelitian ini ditentukan dengan menggunakan purposive sampling sampel yang
ditentukan dengan pertimbangan peneliti yaitu dengan menetapkan kriteria inklusi
antara lain: lansia dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, tidak dalam keadaan
sakit, Kriteria eksklusi: lansia sakit yang tidak mau dijadikan responden. Menurut
Soekidjo (2002:92) dalam penentuan besar sampel. Sampel dipilih jika populasi
kecil atau lebih kecil dari 10.000 maka digunakan rumus sbb:
( )21 dNNn
+=
keterangan:
N = Besar populasi
n = Besar sampel
d = Tingkat kepercayaan
Dari Rumus diatas diperoleh sampel sejumlah 54 orang sebagai sampel.
31
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur
fenomena dan maupun sosial yang diamati (Sugiyono,2002:84). Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Formulir recall 24 jam selama 4 hari
2) Timbangan injak (bathroomscale) dengan ketelitian 0,5 kg
3) Mikrotoa alat pengukur tinggi badan
4) Kuesioner.
3.7 Tehnik Pengambilan Data
3.7.1 Data Primer
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi responden tentang pengetahuan gizi dan penerimaan menu
1) Pengukuran Antropometri
Pengukuran antropometri adalah penilaian status gizi dengan melakukan
penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan terhadap sampel.
2) Pengukuran Status Gizi
Pengukuran status gizi berdasarkan perhitungan IMT dengan BB/TB.
3.7.2 Data Skunder
1) Observasi
Observasi disebut juga dengan pengamatan dalam penelitian ini observasi
saat pengukuran tinggi badan dan berat badan.
32
2) Dokumentasi
Dalam penelitian ini peneliti mengkaji dokumen yang terkait dengan profil
panti wreda, nama, umur, tanggal lahir.
3.8 Tehnik Analisis Data
3.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian ini
berupa distribusi dan prosentase pada setiap variabel yaitu meliputi jenis kelamin,
status gizi, tingkat konsumsi energi dan tingkat konsumsi protein.
3.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat untuk mencari hubungan dengan membuktikan hipotesis
dalam penelitian ini dengan menggunakan uji Kendall Tau dengan bantuan SPSS
karena skala variabel ordinal dan ordinal.
( )2
1−−
= ∑ ∑NN
BAZ
3.8.3 Tehnik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian dianalisis data yang
terkumpul akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer
meliputi.
1) Editing
Sebelum diolah data diteliti apabila ada kesalahan diteliti lagi dan dibetulkan
apabila masih ada kesalahan.
33
2) Coding
Data yang sudah dikumpulkan berupa angka, kalimat pendek data tersebut
diberi kode untuk memudahkan dalam mengelompokan data
3) Entry
Data yang sudah dikode kemudian dimasukkan dalam program komputer
untuk diolah
4) Tabulasi
Data disajikan dalam model tabel agar mudah membaca.
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di Panti Wreda Pucang Gading
Semarang didapatkan hasil sebagai berikut.
4.1.1 Deskriftif Data
4.1.1.1 Jenis Kelamin
Dari 54 responden yang diteliti terdapat 24 responden (44,4%) berjenis
kelamin laki-laki dan selebihnya 30 responden (55,6%) berjenis kelamin
perempuan.
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden
No. Jenis kelamin Frekuensi Prosentase (%)
1. Laki-laki 24 44,4
2. Perempuan 30 55,6
Jumlah 54 100
4.1.1.2 Tingkat Konsumsi Energi
Dari 54 responden yang diteliti terdapat 14 responden (25,9%) dalam
kategori baik, selebihnya 11 responden (20,4%) sedang, 3 responden (5,6%)
kurang dan 26 responden (48,1%) tingkat konsumsi energi defisit.
35
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Energi Responden No. Tingkat konsumsi energi Frekuensi Prosentase (%)
1. Baik 14 25,9
2. Sedang 11 20,4
3. Kurang 3 5,6
4. Defisit 26 48,1
Jumlah 54 100
4.1.1.3 Tingkat Konsumsi Protein
Dari 54 responden yang diteliti terdapat 48 responden (88,9%)
mempunyai tingkat konsumsi protein baik. Selebihnya 6 responden (11,8%)
dalam kategori sedang.
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Protein Responden No Tingkat konsumsi protein Frekuensi Prosentase (%)
1 Baik 48 88,9
2 Sedang 6 11,1
Jumlah 54 100
4.1.1.4 Status Gizi
Dari 54 responden yang diteliti terdapat 13 responden (24,1%)
mempunyai berat badan kurus tingkat berat, 4 responden (7,4%) kurus tingkat
ringan, 29 responden (53,7%) normal selebihnya 3 responden (5,6%) gemuk
tingkat ringan dan 5 responden (9,3%) gemuk tingkat berat.
36
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Status Gizi Responden No. Status gizi Frekuensi Prosentase (%)
1. Kurus tingkat berat 13 24,1
2. Kurus tingkat ringan 4 7,4
3. Normal 29 53,7
4. Gemuk tingkat ringan 3 5,6
5. Gemuk tingkat berat 5 9,3
Jumlah 54 100
4.1.2 Analisis Data
4.1.2.1 Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dengan Status Gizi
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan status
gizi dengan menggunakan uji Kendall Tau. Dari hasil penelitian 54 responden di
Panti Wreda Pucang Gading Semarang terdapat 14 responden (25,9%) tingkat
konsumsi energi baik, 11 responden (20,4|%) tingkat konsumsi energi sedang,
selebihnya 3 responden (5,6%) tingkat konsumsi energi kurang dan 26 responden
(48,1%) tingkat konsumsi energi defisit. Sedangkan dari hasil penelitian 54
responden bahwa responden denga status gizi kurus tingkat berat sebesar 13
responden (24,1%), kurus tingkat berat 4 responden (7,4%). Selebihnya 29
responden (53,7%) normal 3 responden (5,6%) gemuk tingkat ringan dan 5
responden (9,3%) gemuk tingkat berat.
Berdasarkan dari hasil analisis korelasi Kendall Tau dengan r=0,557
dengan p=0,000< 0,05 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara tingkat
37
konsumsi energi dengan status gizi pada lansia di Panti Wreda Pucang Gading
Semarang sebesar 5,57%.
4.1.2.2 Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Gizi
Untuk mengetahui hubungan tingkat konsumsi protein dengan status gizi
dengan menggunakan uji korelasi Kendall Tau. Dari hasil penelitian 54 responden
di Panti Wreda Pucang Gading Semarang terdapat 48 responden (88,9%) tingkat
konsumsi energi baik, selebihnya 6 responden (11,1%) tingkat konsumsi sedang.
Sedangkan dari hasil penelitian 54 responden dengan status gizi kurus tingkat
berat sebesar 13 responden (24,1%), kurus tingkat ringan sebesar 4 responden
(7,4%), selebihnya 29 responden (53,7%) normal 3 responden (5,6%) gemuk
tingkat ringan dan 5 responden (9,3%) gemuk tingkat berat.
Berdasarkan dari hasil analisis korelasi kendall tau dengan r=0,491 dengan
p=0,000<0,05 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi
protein dengan status gizi pada lansia di Panti Wreda Pucang Gading Semarang
sebesar 4,91%.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi dengan Status Gizi Pada
Lansia Di Panti Wreda Pucang Gading Semarang.
Dari hasil korelasi Kendall Tau dapat diketahui bahwa ada hubungan yang
signifikan antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan nilai r= 0,557, dan nilai p= 0,000 (p< 0,05).
Dari hasil penelitian tersebut di atas menunjukkan tingkat konsumsi energi
memiliki pengaruh terhadap status gizinya. Hubungan yang diperoleh merupakan
38
hubungan searah yang artinya semakin baik tingkat konsumsi energi maka akan
semakin baik pula status gizinya. Hal ini sesuai dengan teori bahwa tingkat
konsumsi energi pada waktu dewasa jumlah kalori yang dibutuhkan semakin
menurun karena tingkat aktivitas juga menurun. Sementara itu asupan kalori
cenderung berlebihan, sedangkan aktifitas fisik mengalami penurunan akibatnya
kondisi ini dapat memicu terjadinya peningkatan berat badan atau kegemukan
sehingga berat badan melebihi normal.
4.2.2 Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Gizi Pada
Lansia Di Panti Wreda Pucang Gading Semarang.
Dari hasil analisis korelasi Kendall Tau dapat diketahui bahwa ada
hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi . Hal
ini ditunjukkan dengan nilai r= 0,491 dan nilai p= 0,000 (p<0,05).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan searah yang artinya
semakin baik tingkat konsumsi protein maka semakin baik pula status gizi lansia
tersebut. Hal ini sesuai dengan teori bahwa lansia membutuhkan protein untuk
mengganti jaringan-jaringan yang rusak atau aus. Jika konsumsi protein yang
diperoleh dari makanan itu mencukupi maka akan diperoleh status gizi yang baik.
39
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1) Ada hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi dengan Status Gizi Pada
Lansia di Panti Wreda Pucang Gading Semarang. Yaitu hubungan yang
searah dengan tanda Positif (+) sebesar 5,57%.
2) Ada Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Gizi Pada
Lansia di Panti Wreda Pucang Gading Semarang. Yaitu hubungan yang
searah dengan tanda Positif (+) sebesar 4,91%.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Institusi Panti Wreda
Disarankan agar lebih berupaya memperhatikan menu dan menyediakan
menu makanan yang bervariasi dengan kandungan gizi yang seimbang
sehingga kebutuhan zat gizi energi dan protein dapat terpenuhi.
5.2.2 Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas
Diharapkan selalu melaksanakan monitoring terhadap tingkat konsumsi zat
gizi dan status gizi secara berkala.
5.2.3 Bagi Lansia
Diharapkan agar lansia makan sesering mungkin dengan porsi kecil dan
olahraga secara teratur agar dapat mempertahankan berat badan secara
optimal.
40
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Hidup. Jakarta: EGC. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rhineka Cipta. Ahmad, Djaeni Sediaoetama. 2000. Ilmu Gizi Jilid 1. Jakarta: Dian Rakyat. Depkes RI. 2003. Pedoman Tata Laksana Gizi Usia Lanjut Untuk Tenaga
Kesehatan. Direktorat Gizi Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat.
Emma Wirakusumah. 2000. Tetap Bugar di Usia Lanjut. Jakarta: Trubus
Agriwidya. ___________. 2002. Menu Sehat Untuk Lanjut Usia . Jakarta: Puspa Swara. Elly Nurachmah. 2001. Nutrisi Dalam Keperawatan. Jakarta: CV Agung Seto. I Dewa Nyoman Supariasa. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Irwanto. 2002. Psikologi Umum. Jakarta: Total Grafika. Margatan Arcole. 1996. Kiat Hidup Sehat Bagi Usia Lanjut. Solo: CV Aneka. Oktia Woro. 2006. Pedoman Penyusunan Skripsi Mahasiswa. Jurusan Ilmu
Kesehatan Masyarakat: Semarang. Poerwadarminta. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional: Balai Pustaka. Sunita, Almatsier. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama . Soekidjo, Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rhineka Cipta . Sugiyono. 2002. Statistik Penelitian. Bandung: AlfaBeta. Suhardjo . 1996. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara. ________. 2005. Republika. http://www.co.id/suplemen/cetak.Detail./sp/mid.
22 Nopember 2005.