http

Upload: ahyar

Post on 14-Jul-2015

69 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

http://biologi.blogsome.com/2011/12/03/ada-mikroba-di-udara/ Oleh Mustahib, S.Pd.Si. December 3, 2011 Mungkinkah di udara terdapat bakteri, virus, spora jamur dan sebangsanya? Maka jawabannya ya! Bahkan banyak. Artikel berikut akan membahasa tentang mikroba yang mungkin ada di udara yang tiap hari kita hirup. Atmosfer tersusun atas 2 lapisan utama yaitu troposfer dan stratosfer. Troposfer tersusun atas lapisan laminar, lapisan turbulen, lapisan friksi luar, dan lapisan konveksi. Atmosfer mengandung partikel-partikel yang disebut sebagai aerosol, salah satu komponen aerosol yaitu bioaerosol yang terdiri antara lain mikroba dan pollen (Sofa, 2008). Sebenarnya tidak benar-benar ada organisme yang hidup di udara, karena organisme tidak dapat hidup dan terapung begitu saja di udara. Flora mikroorganisme udara terdiri atas organisme yang terdapat sementara mengapung di udara atau terbawa serta pada partikel debu. Setiap kegiatan manusia agaknya menimbulkan bakteri di udara. Batuk dan bersin menimbulkan aerosol biologi (yaitu kumpulan partikel udara). Kebanyakan partikel dalam aerosol biologi terlalu besar untuk mencapai paru-paru, karena partikel-partikel ini tersaring pada daerah pernapasan atas. Sebaliknya, partikel-partikel yang sangat kecil mungkin mencapai tapak-tapak infektif yang berpotensi. Jadi, walaupun udara tidak mendukung kehidupan mikroorganisme, kehadirannya hampir selalu dapat ditunjukkan dalam cuplikan udara (Volk & Wheeler, 1989). Mikroba di udara bersifat sementara dan beragam. Udara bukanlah suatu medium tempat mikroorganisme tumbuh, tetapimerupakan pembawa bahan partikulat debu dan tetesan cairan, yang kesemuanya ini mungkin dimuati mikroba. Untuk mengetahui atau memperkirakan secara akurat berapa jauh pengotoran udara sangat sukar karena memang sulit untuk menghitung organisme dalam suatu volume udara. Namun ada satu teknik kualitatif sederhana, menurut Volk & Wheeler (1989) yaitu mendedahkan cawan hara atau medium di udara untuk beberapa saat. Selama waktu pendedahan ini, beberapa bakteri di udara akan menetap pada cawan yang terdedah. Semakin banyak bakteri maka bakteri yang menetap pada cawan semakin banyak. Kemudian cawan tersebut diinkubasi selama 24 jam hingga 48 jam maka akan tampak kolonikoloni bakteri, khamir dan jamur yang mampu tumbuh pada medium yang digunakan. Jumlah dan macam mikroorganisme dalam suatu volume udara bervariasi sesuai dengan lokasi, kondisi cuaca dan jumlah orang yang ada. Daerah yang berdebu hampir selalu mempunyai populasi mikroorganisme atmosfer yang tinggi. Sebaliknya hujan, salju atau hujan es akan cenderung mengurangi jumlah organisme di udara dengan membasuh partikel yang lebih berat dan mengendapkan debu. Jumlah mikroorganisme menurun secara menyolok di atas samudera, dan jumlah ini semakin berkurang pada ketinggian (altitude) yang tinggi (Volk & Wheeler, 1989). Menurut Irianto (2002), jumlah mikroorganisme yang mencemari udara juga ditentukan oleh sumber pencemaran di dalam lingkungan, misalnya dari saluran pernapasan manusia yang disemprotkan melalui batuk dan bersin, dan partikel-partikel debu, yang terkandung dalam tetes-tetes cairan berukuran besar dan tersuspensikan, dan dalam inti tetesan yang terbentuk bila titik-titik cairan berukuran kecil menguap. Organisme yang memasuki udara dapat terangkut sejauh beberapa meter atau beberapa kilometer; sebagian segera mati dalam beberapa detik, sedangkan yang lain dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan

lebih lama lagi. Nasib akhir mikroorganisme yang berasal dari udara diatur oleh seperangkat rumit keadaan di sekelilingnya (termasuk keadaan atmosfer, kelembaban, cahaya matahari dan suhu), ukuran partikel yang membawa mikroorganisme itu, serta ciri-ciri mikroorganismenya terutama kerentanannya terhadap keadaan fisik di atmosfer. Kandungan mikroba di dalam udara Meskipun tidak ada mikroorganisme yang mempunyai habitat asli udara, tetapi udara di sekeliling kita sampai beberapa kilometer di atas permukaan bumi mengandung berbagai macam jenis mikroba dalam jumlah yang beragam. a. Udara di dalam ruangan Tingkat pencemaran udara di dalam ruangan oleh mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti laju ventilasi, padatnya orang, dan sifat serta taraf kegiatan orang-orang yang menempati ruangan tersebut. Mikroorganisme dapat terhembuskan dalam bentuk percikan dari hidung dan mulut misalnya selama bersin, batuk dan bahkan saat bercakap-cakap. Titik-titik air yang terhembuskan dari saluran penapasan mempunyai ukuran yang beragam dari mikrometer sampai milimeter. Titik-titik air yang ukurannya jatuh dalam kisaran mikrometer yang rendah tinggal di udara sampai beberapa lama, tetapi yang berukuran besar segera jatuh ke lantai atau permukaan benda lain. Debu dari permukaan ini kadang-kadang akan berada dalam udara selama berlangsungnya kegiatan dalam ruangan tersebut. b. Udara di luar atmosfer Permukaan bumi, yaitu daratan dan lautan merupakan sumber dari sebagian besar mikroorganisme yang ada dalam atmosfer. Angin menimbulkan debu dari tanah, kemudian partikel-partikel debu tersebut akan membawa mikroorganisme yang menghuni tanah. Sejumlah besar air dalam bentuk titik-titik air memasuki atmosfer dari permukaan laut, teluk, dan kumpulan air alamiah lainnya. Di samping itu, ada banyak fasilitas pengolahan industri, pertanian, baik lokal maupun regional mempunyai potensi menghasilkan aerosol berisikan mikroorganisme. Beberapa contoh antara lain, Penyiraman air irigasi tanaman pertanian atau daerah hutan dengan limbah air. Pelaksanaan penebahan air skala besar. Saringan tricling-bed di pabrik-pabrik pembersih air. Rumah pemotongan hewan dan peleburan minyak. Alga, protozoa, khamir, kapang, dan bakteri telah diisolasi dari udara dekat permukaan bumi. Contoh mengenai jasad-jasad renik yang dijumpai di atmosfer kota diperlihatkan pada tabel berikut:

Contoh udara tersebut diambil dari daerah perindustrian selama jangka waktu beberapa bulan. Bagian terbanyak dari mikroba yang berasal dari udara adalah spora kapang, terutama dari genus Aspergillus. Di antara tipe-tipe bakteri yang ditemukan ada bakteri pembentuk spora dan bukan pembentuk spora, basilus Gram positif, kokus Gram positif, dan basilus Gram negatif. Komposisi udara Komposisi baku udara yang kita hisap setiap saat, sudah diketahui sejak lama. Walaupun begitu, seiring dengan semakin kompleksnya masalah pencemaran udara, maka komposisi tersebut banyak yang berubah, khususnya karena dalam udara banyak komponen-komponen baru ataupun asing yang masuk. Dari data-data yang sudah ada, komposisi baku udara tersebut tersusun oleh komponenkomponen kimia antara lain, Nitrogen, Oksigen, Argon, CO2, Neon, Helium, metan, Kripton, NOksida, Hidrogen dan Xenon. Akan tetapi selain komponen-komponen kimia tersebut masih terdapat juga komponen lain yang bersifat hidup, yang pada umumnya berbentuk mikroba (Suriawiria, 1985). Kelompok kehidupan di udara Kelompok mikroba yang paling banyak berkeliaran di udara bebas adalah bakteri, jamur (termasuk di dalamnya ragi) dan juga mikroalge. Kehadiran jasad hidup tersebut di udara, ada yang dalam bentuk vegetatif (tubuh jasad) ataupun dalam bentuk generatif (umumnya spora). Menurut Suriawiria (1985), pencegahan kehadiran mikroba baik secara fisik ataupun kimia yang dapat dilakukan, yaitu: Secara fisik dengan penggunaan sinar-sinar bergelombang pendek (umumnya sinar UV) sebelum dan sesudah tempat dipergunakan, ataupun dengan carapenyaringan udara yang dialirkan ke dalam tempat atau ruangan tersebut. Secara kimia dengan penggunaan senyawa-senyawa yang bersifat membunuh mikroba, baik dalam bentuk larutan alkohol (55-75%), larutan sublimat, larutan AMC (HgCl2 yang diasamkan), dan sebagainya.

Kelompok mikroba yang paling banyak ditemukan sebagai jasad hidup yang tidak diharapkan kehadirannya melalui udara, umumnya disebut jasad kontaminan (hal ini mengingat apabila suatu benda/substrat yang ditumbuhinya dinyatakan sebagai substrat yang terkontaminasi). Adapun kelompok mikroba yang termasuk dalam jasad kontaminan antara lain adalah: 1. Bakteri: Bacillus, Staphylococcus, Pseudomonas, Sarcina dan sebagainya. 2. Jamur: Aspergillus, Mucor, Rhizopus, Penicillium, Trichoderma, dan sebagainya. 3. Ragi: Candida, Saccharomyces, Paecylomyces, dan sebagainya. Banyak jenis dari jamur kontaminan udara yang bersifat termofilik, yaitu jamur yang tahan pada pemanasan tinggi di atas 800C, misal selama suatu benda/substrat sedang disterilkan. Ketahanan ini umumnya kalau mereka sedang berada di dalam stadia/ fase spora. Ini terbukti bahwa walaupun suatu substrat/media sudah disterilkan, tetapi di dalamnya setelah melewati waktu tertentu kemudian tumbuh dan berkembang pula bakteri ataupun jamur tanpa diharapkan sebelumnya (Suryawiria, 1985). Ruangan tempat pembedahan di rumah-rumah sakit sangat dihindari sekali kehadiran mikroba kontaminannya. Karenanya ruangan tersbut akan di jaga kebersihannya sebelum dipergunakan untuk keperluan operasi secara menyeluruh (Suryawiria, 1985) . diambil dari: iqbali.com

http://www.infodiknas.com/091pengaruh-kualitas-udara-dalam-ruangan-ber-%E2%80%93acterhadap-gangguan-kesehatan/ Diposting oleh rulam Tanggal: 5 October 2011 | Kategori: Makalah Kesehatan | 0 views |

Corie Indria Prasasti, J. Mukono, Sudarmaji (Dosen di Bagian Kesehatan Lingkungan FKM UNAIR). PENDAHULUAN Penggunaan Air Conditioner (AC) sebagai alternatif untuk mengganti ventilasi alami dapat meningkatkan kenyamanan dan produktivitas kerja, namun AC yang jarang dibersihkan akan menjadi tempat nyaman bagi mikroorganisme untuk berbiak. Kondisi tersebut mengakibatkan kualitas udara dalam ruangan menurun dan dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan yang disebut sebagai Sick Building Syndrome (SBS) atau Tight Building Syndrome (TBS). Banyaknya aktivitas di gedung meningkatkan jumlah polutan dalam ruangan. Kenyataan ini menyebabkan risiko terpaparnya polutan dalam ruangan terhadap manusia semakin tinggi, namun hal ini masih jarang diketahui oleh masyarakat. Pada dasarnya desain AC yang dipakai untuk mengatur suhu ruangan secara kontinu dapat mengeluarkan bahan polutan. Kadar gasgas SO2, CO2, dan O2 di dalam ruangan tidak dipengaruhi oleh keberadaan AC. Bahan partikulat dapat dikurangi secara signifikan oleh AC dengan filter yang efektif. Kadar pollen di dalam ruangan dapat berkurang secara signifikan dengan adanya AC. Jumlah bakteri dan spora di gedung dengan AC kemungkinan akan lebih sedikit daripada gedung tanpa AC, walaupun sampai saat ini hal tersebut masih diperdebatkan. Hasil pemeriksaan The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH), menyebutkan ada 5 sumber pencemaran di dalam ruangan yaitu (Aditama, 2002):

1. Pencemaran dari alat-alat di dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, bahan-bahan pembersih ruangan. 2. Pencemaran di luar gedung meliputi masuknya ga s buangan kendaraan bermotor, gas dari cerobong asap atau dapur yang terletak di dekat gedung, dimana kesemuanya dapat terjadi akibat penempatan lokasi lubang udara yang tidak tepat. 3. Pencemaran akibat bahan bangunan meliputi pencemaran formaldehid, lem, asbes, fibreglass dan bahan-bahan lain yang merupakan komponen pembentuk gedung tersebut. 4. Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa dan produk mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin beserta seluruh sist emnya. 5. Gangguan ventilasi udara berupa kurangnya udara segar yang masuk, serta buruknya distribusi udara dan kurangnya perawatan sistem ventilasi udara. Kualitas udara di dalam ruangan mempengaruhi kenyamanan lingkungan ruang kerja. Kualitas udara y ang buruk akan membawa dampak negatif terhadap pekerja/karyawan berupa keluhan gangguan kesehatan. Dampak pencemaran udara dalam ruangan terhadap tubuh terutama pada daerah tubuh atau organ tubuh yang kontak langsung dengan udara meliputi organ sebagai berikut: 1. Iritasi selaput lendir: Iritasi mata, mata pedih, mata merah, mata berair 2. Iritasi hidung, bersin, gatal: Iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, batuk kering 3. Gangguan neurotoksik: Sakit kepala, lemah/capai, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi 4. Gangguan paru dan pernafasan: Batuk, nafas berbunyi/mengi, sesak nafas, rasa berat di dada 5. Gangguan kulit: Kulit kering, kulit gatal 6. Gangguan saluran cerna: Diare/mencret 7. Lain-lain: Gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, sulit belajar. Keluhan tersebut biasanya tidak terlalu parah dan tidak menimbulkan kecacatan tetap, tetapi jelas terasa amat mengganggu, tidak menyenangkan dan bahkan mengakibatkan menurunnya produktivitas kerja para pekerja. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengaruh kualitas udara di ruangan ber -AC terhadap gangguan kesehatan, yang dapat diperinci sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Bagaimana kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan ber AC? Bagaimana kualitas fisik udara (suhu dan kelembaban) dalam ruangan ber-AC? Apakah macam keluhan penyakit yang dirasakan karyawan di ruangan ber-AC? Apakah ada pengaruh antara kualitas udara di ruangan ber-AC terhadap gangguan kesehatan?

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan dan gangguan paparan di ruangan kerja ber-AC pada gedung bertingkat dengan gangguan kesehatan. Tujuan khususnya antara lain: mengidentifikasi kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan ber-AC, mengidentifikasi kualitas fisik udara dalam ruangan ber-AC, mengidentif ikasi macam keluhan yang dirasakan karyawan di dalam ruangan ber-AC, mengidentifikasi pengaruh antara gangguan paparan di ruangan ber -AC terhadap gangguan kesehatan.

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode observasional dengan rancang bangun cross-sectional. Penelitian ini dilaksanakan dengan cara wawancara, observasi, dan pengukuran yang meliputi suhu, kelembaban, kecepatan aliran udara, dan jumlah total koloni per m 3 udara (kuman, jamur, dan bakteri). Jumlah populasi adalah 94 karyawan dan jumlah sampel yang diambil dengan cara purposive sampling technique sebanyak 89 orang. Data yang telah diambil kemudian dianalisis secara deskriptif dengan tabulasi dan secara analitik menggunakan regresi logistik ( = 0.05). HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian PT. Infomedia Nusantara merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa, dimana salah satu perwakilannya berada di Surabaya dan berlokasi di jalan Kusumabangsa 10 -12. Cantor perwakilan PT. Infomedia Nusantara di Suraba ya terdiri dari 2 lantai yang didesain dengan jendela tertutup dan ventilasi buatan ( air conditioning) yang menyebabkan gangguan sirkulasi udara dan tidak sehatnya udara dalam gedung. Lokasi kantor yang terletak di tepi jalan raya serta halaman gedung yan g digunakan sebagai tempat parkir kendaraan bermotor dapat dikatakan relatif dekat dengan sumber polusi udara luar gedung. Polusi udara di luar gedung dapat menjadi sumber polusi udara dalam gedung. Produk-produk pembakaran dari kendaraan dan sumber lain yang berasal dari luar gedung dapat masuk ke dalam gedung melalui inlet sistem heating, ventilation, and air conditioning (HVAC) suatu gedung. Hal ini didukung oleh laporan The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) 1984 yang menyatakan bahwa sebesar 50 % penyebab pencemaran udara adalah ventilasi yang tidak adekuat, 11 % sumber polusi udara dalam ruangan berasal dari kontaminan-kontaminan luar ruangan (Godish, 1989). Karakteristik Karyawan Karyawan PT. Infomedia Nusantara berjumlah 89 orang yang terdiri dari laki-laki sebesar 64,04% dan perempuan sebesar 36,96% dengan umur terbanyak berada pada umur 25 -29 tahun sebesar 39,32 % dan lebih dari 35 tahun sebesar 35,96%. Pendidikan terakhir yang telah ditempuh sebagian besar karyawan ad alah S-1 sebesar 73,03%. Masa Kerja dan Lama Tinggal di Ruangan ber AC Karyawan yang bekerja kurang dari lima tahun sebesar 78,65 % dan sisanya (21,35 %) telah bekerja selama lebih dari 5 tahun. Lama tinggal dalam ruangan ber -AC rata-rata tiap harinya Sangay bervariasi yaitu antara 6-8 jam sebesar 67,42 %, antara 2-5 jam sebesar 31,46 % sedangkan sisanya 1,12 % berada di ruangan ber AC selama kurang dari 2 jam. Kualitas udara dalam ruangan ber -AC sangat ditentukan oleh sistem sirkulasi dan aktivitas yang dilaksanakan. Pencemaran udara dalam ruangan dapat terjadi karena berbagai aktivitas seperti merokok, penggunaaan alat atau bahan pembersih ruangan, mesin fotokopi yang menghasilkan asap dan debu dalam ruangan. Seseorang yang terpapar dengan polutan ters ebut dalam waktu yang lama akan mengalami keluhan yang lebih besar dibandingkan dengan yang terpapar kurang dari 2 jam/hari. Sumber Pencemar Udara Ruangan

Dari 89 karyawan, yang merasakan gangguan akibat asap sebesar 31,46 % dan karyawan yang merasakan gangguan akibat bau-bauan yang tidak sedap yaitu sebesar 69,66 %. Gangguan akibat asap yang dirasakan karyawan berasal dari asap rokok, sedangkan gangguan bau yang dirasakan karyawan berasal dari bau tempat sampah yang berasal dari kantin, bau minyak wangi dan pengharum ruangan yang terlalu menyengat. Aditama (2002), menyatakan bahwa pencemaran udara dapat berasal dari dalam gedung dengan sumber pencemaran diantaranya : aktivitas dalam ruangan, frekuensi keluar masuk ruangan yang tinggi sehingga memungkinkan masuknya polutan dari luar kedalam ruangan, penggunaan pengharum ruangan, asap rokok, penggunaan pestisida dan pembersih ruangan, mesin fotokopi, sirkulasi udara yang kurang lancer, suhu dan kelembaban udara yang tidak nyaman. Gangguan Kesehatan Karyawan Lima gangguan kesehatan tertinggi yang dirasakan karyawan berdasarkan data yang diperoleh menurut frekuensi dan waktu terjadinya gangguan adalah sebagai berikut: 1. Gangguan kesehatan berupa mata gatal sebanyak 66 karyawan. Gangguan yang terjadi berdasarkan fre kuensinya adalah 45 karyawan menyatakan kadang-kadang sedangkan 21 karyawan menyatakan jarang. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya adalah siang hari sebanyak 32 karyawan, pagi hari sebanyak 21 karyawan, sedangkan sore hari sebanyak 13 karyawan. 2. Gangguan kesehatan berupa kulit kering sebanyak 64 karyawan. Gangguan yang terjadi berdasarkan frekuensinya adalah 28 karyawan mengatakan sering, 25 karyawan mengatakan kadang kadang dan 11 karyawan mengatakan jarang. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya adalah se panjang hari kerja sebanyak 23 karyawan, sore hari dan pagi hari masing -masing sebanyak 20 karyawan, sedangkan pagi hari sebanyak 1 karyawan. 3. Gangguan kesehatan berupa sakit kepala sebanyak 59 karyawan.

Gangguan yang terjadi berdasarkan frekuensinya adalah 29 karyawan menyatakan kadang-kadang, 28 karyawan menyatakan jarang, dan 2 karyawan menyatakan sering. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya adalah siang hari sebanyak 28 karyawan, sore hari sebanyak 15 karyawan, pagi hari 14 karyawan, dan sepanjang hari kerja sebanyak 2 karyawan. 4. Gangguan kesehatan berupa mata pedih sebanyak 52 karyawan. Gangguan yang terjadi berdasarkan frekuensinya adalah 27 karyawan mengatakan kadang-kadang, 13 karyawan mengatakan sering, dan 12 karyawan mengatakan jarang. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya adalah sore hari sebanyak 15 karyawan, pagi hari dan sepanjang hari kerja masing -masing sebanyak 12 karyawan, sedangkan siang hari sebanyak 13 karyawan. 5. Gangguan kesehatan berupa bersin sebanyak 51 karyawan. Gangguan yang terjadi berdasarkan frekuensinya adalah 25 karyawan mengatakan kadangkadang, 19 karyawan mengatakan jarang, dan 7 karyawan mengatakan sering. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya adalah siang hari sebanyak 19 karyawan, pagi hari sebanyak 14 karyawan, sore hari s ebanyak 10 karyawan, dan sepanjang hari kerja sebanyak 8 karyawan. Gangguan kesehatan yang paling sedikit dirasakan karyawan adalah mual sebanyak 19 karyawan dengan frekuensi terjadinya gangguan adalah 15 karyawan menyatakan jarang dan 4 karyawan menyatakan kadang-kadang. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya siang hari sebanyak 9 karyawan, sore hari sebanyak 6 karyawan, dan pagi hari sebanyak 4 karyawan. Kualitas Udara dalam Ruangan Kualitas Fisik Udara Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja karena tubuh manusia menghasilkan panas yang digunakan untuk metabolisme basal dan muskuler. Namun dari semua energi yang dihasilkan tubuh hanya 20 % saja yang dipergunakan dan sisanya akan dibuang ke lingkungan. Jika dibandingkan dengan Standar Baku Mutu sesuai Kep. Men. Kesehatan No 261 bahwa suhu yang dianggap nyaman untuk suasana bekerja 18 26 C maka suhu ruangan pada lantai I dan lantai II masih berada pada standar. Suhu udara ruang kerja yang terlalu dingin dapat menimbulkan gangguan kerja bagi karyawan, salah satunya gangguan konsentrasi dimana

pegawai tidak dapat bekerja dengan tenang karena berusaha untuk menghilangkan rasa dingin tersebut. Kelembaban udara yang relatif rendah yaitu kurang dari 20 % dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran, sedangkan kelembaban tinggi akan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme. Hasil pengukuran kelembaban relatif pada lantai I adalah 64 68,5 % sedangkan pada lantai II adalah 73 80 %. Jika dibandingkan dengan Standar Baku Mutu sesuai Kep. Me n. Kesehatan No 261 dimana kelembaban yang ideal berkisar 40-60 %, maka hasil pengukuran kelembaban pada 2 (dua) lantai tersebut berada di atas standar yang berarti potensial sebagai tempat pertumbuhan mikroorganisme. Hasil pengukuran kecepatan aliran udar a pada lantai I berkisar antara 0,04 0,07 m/det sedangkan pada lantai II berkisar antara 0,15 0,35 m/det. Menurut Standard Baku Mutu Kep. Men. Kesehatan No 261 kecepatan aliran udara berkisar antara 0,15 0,25 m/det. Arismunandar dan Saito (1991) menyatakan bahwa kecepatan aliran udara < 0,1 m/det atau lebih rendah menjadikan ruangan tidak nyaman karena tidak ada pergerakan udara sebaliknya bila kecepatan udara terlalu tinggi akan menyebabkan cold draft atau kebisingan di dalam ruangan. Kualitas Mikrobiologi Udara Bioaerosol adalah partikel debu yang terdiri atas makhluk hidup atau sisa yang berasal dari makhluk hidup. Makhluk hidup terutama adalah jamur dan bakteri. Penyebaran bakteri, jamur, dan virus pada umumnya terjadi melalui sistem ventilas i. Sumber bioaerosol ada 2 yakni yang berasal dari luar ruangan dan dari perkembangbiakan dalam ruangan atau dari manusia, terutama bila kondisi terlalu berdesakan (crowded). Pengaruh kesehatan yang ditimbulkan oleh bioaerosol ini terutama 3 macam, yaitu infeksi, alergi, dan iritasi. Kontaminasi bioaerosol pada sumber air sistem ventilasi ( humidifier) yang terdistribusi keseluruh ruangan dapat menyebabkan reaksi yang berbagai ragam seperti demam, pilek, sesak nafas dan nyeri otot dan tulang (Tan Malaka, 1998). Total koloni kuman pada lantai I adalah 1675 CFU/m3 udara sedangkan lantai II adalah 1387,5 CFU/m 3 udara. Jika dibandingkan dengan Standar Baku Mutu Kep.MenKesehatan RI No : 261 /MENKES/SK/II/1998 dimana angka kuman adalah kurang dari 700 koloni/m3 udara, maka kedua ruangan berada di atas standar. Hasil pengukuran total koloni bakteri pada lantai I (6,87 CFU/menit) lebih tinggi dibandingkan lantai II (3,21 CFU/menit) dan sebagian besar berjenis gram negatif batang. Hasil pengukuran total koloni jamur pada lantai II adalah 1,94 CFU/menit dan pada lantai II adalah 0,87 CFU/menit. Jika dibandingkan dengan standar NH&MRC dimana total koloni jamur adalah 150 CFU/m3 udara, maka kedua ruangan tersebut masih berada di bawah standar. Pada usap AC ditemukan gram positif batang dan gram negatif batang. Pencemar yang bersifat biologis terdiri atas berbagai jenis mikroba patogen, antara lain jamur, metazoa, bakteri, maupun virus. Penyakit yang disebabkannya seringkali diklasifikasikan sebagai penyakit yang menyebar lewat udara (air-borne diseases) (Soemirat, 2002). Pengaruh Kualitas Fisik dan Kualitas Mikrobiologi terhadap Gangguan Kesehatan Hasil perhitungan dengan menggunakan uji statistik regresi logistik terlihat bahwa ada dua variabel yang signifikan terhadap terjadinya gangguan kesehatan, yaitu:

1. Jamur berpengaruh terhadap terjadinya gangguan kesehatan berupa iritasi hidung, artinya semakin banyak jumlah koloni jamur dalam ruangan mempunyai resiko 16,463 kali lebih besar untuk dapat terjadinya iritasi hidung. 2. Kuman berpengaruh terhadap terjadinya gangguan kesehatan berupa mual, artinya semakin banyak jumlah koloni kuman dalam ruangan mempunyai resiko 1,008 kali lebih besar untuk dapat terjadinya mual. Variabel lainnya yang tidak signifikan, belum tentu tidak memberikan pengaruh terhadap gangguan kesehatan yang timbul. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : banyaknya faktor yang berpotensi mempengaruhi kualitas udara lingkungan kerja, gangguan kesehatan yang terjadi tidak bersifat spesifik dan dapat merupakan gejala-gejala dari penyakit lain, penyebab terjadinya gangguan kesehatan tersebut dipengaruhi banyak faktor lain. Tan Malaka (1998) menyatakan bahwa intensitas pengaruh berbagai faktor yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja tergantung lokasi dan proses yang ada. Walaupun tidak semua dominan, namun faktor faktor tersebut selalu ada dalam lingkungan kerja. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap kualitas fisik udara, kualitas mikrobiologi udara dan gangguan kesehatan yang dirasakan karyawan di dalam ruangan ber AC, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. PT. Infomedia Nusantara Surabaya memiliki karyawan sebanyak 94 orang. Masa kerja sebagian besar karyawan (78,65 %) kurang dari lima tahun dan rata-rata lama tinggal dalam ruangan ber AC setiap harinya 6-8 jam. 2. Sumber pencemar udara ruangan yang dirasakan oleh karyawan berupa asap dan baubauan yang tidak sedap. Sumber pencemar asap tersebut berasal dari asap rokok, sedangkan sumber pencemar bau-bauan berasal dari bau sampah dari kantin, bau minyak wangi dan pengharum ruangan yang terlalu menyengat. 3. Gangguan kesehatan yang dirasakan karyawan berurutan dari yang terbanyak adalah iritasi kulit (75,28 %), iritasi mata (74,36 %), iritasi hidung (73,03 %), gangguan saraf (66,29 %), gangguan saluran pernafasan (46,07 %), mual (21,35 %). 4. Kelembaban udara dan kecepatan aliran udara di lokasi penelitian melebihi Standar Baku Mutu Kep.Men.Kesehatan RI No : 261/MENKES/SK/II/1998, sedangkan untuk suhu udara ruangan masih berada pada suhu nyaman kerja yang berarti tidak melebihi Standar Baku Mutu Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 261 /MENKES/SK/II/1998. 5. Jumlah total koloni kuman di lokasi penelitian melebihi Standar Baku Mutu Kep.Men.Kesehatan RI No : 261 /MENKES/SK/II/1998. Sedangkan jumlah total koloni jamur di lokasi penelitian masih berada di bawah standar NH dan MRC. 10. Dari hasil perhitungan regresi logistik diperoleh variabel yang berpengaruh (p = 0.048) terhadap gangguan kesehatan berupa iritasi hidung adalah jamur dan variabel yang berpengaruh (p =0.020) terhadap gangguan kesehatan berupa mual adalah kuman, sedangkan variabel yang lain tidak berpengaruh (p > 0.05) terhadap gangguan kesehatan.

Fermentasi http://id.wikipedia.org/wiki/Fermentasi Halaman ini terakhir diubah pada 11.37, 21 November 2011. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari

Fermentasi sedang berlangsung. Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi yang mengasilkan asam laktat sebagai produk sampingannya. Akumulasi asam laktat inilah yang berperan dalam menyebabkan rasa kelelahan pada otot. Daftar isi [sembunyikan]y

y y y y

1 Sejarah o 1.1 1. Fermentasi alkohol o 1.2 2. Fermentasi asam laktat o 1.3 3 Fermentasi asam cuka 2 Reaksi 3 Sumber energi dalam kondisi anaerobik 4 Fermentasi makanan 5 Lihat pula

[sunting] Sejarah

Ahli Kimia Perancis, Louis Pasteur adalah seorang zymologist pertama ketika di tahun 1857 mengkaitkan ragi dengan fermentasi. Ia mendefinisikan fermentasi sebagai "respirasi (pernafasan) tanpa udara". Pasteur melakukan penelitian secara hati-hati dan menyimpulkan, "Saya berpendapat bahwa fermentasi alkohol tidak terjadi tanpa adanya organisasi, pertumbuhan dan multiplikasi sel-sel secara simultan..... Jika ditanya, bagaimana proses kimia hingga mengakibatkan dekomposisi dari gula tersebut... Saya benar-benar tidak tahu". Ahli kimia Jerman, Eduard Buchner, pemenang Nobel Kimia tahun 1907, berhasil menjelaskan bahwa fermentasi sebenarnya diakibatkan oleh sekeresi dari ragi yang ia sebut sebagai zymase. Penelitian yang dilakukan ilmuan Carlsberg (sebuah perusahaan bir) di Denmark semakin meningkatkan pengetahuan tentang ragi dan brewing (cara pembuatan bir). Ilmuan Carlsberg tersebut dianggap sebagai pendorong dari berkembangnya biologi molekular. Fermentasi ada tiga, yaitu : [sunting] 1. Fermentasi alkohol Fermentasi alkohol merupakan suatu reaksi pengubahan glukosa menjadi etanol (etil alkohol) dan karbondioksida. Organisme yang berperan yaitu Saccharomyces cerevisiae (ragi) untuk pembuatan tape, roti atau minuman keras. Reaksi Kimia: C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP

[sunting] 2. Fermentasi asam laktat Fermentasi asam laktat adalah respirasi yang terjadi pada sel hewan atau manusia, ketika kebutuhan oksigen tidak tercukupi akibat bekerja terlalu berat Di dalam sel otot asam laktat dapat menyebabkan gejala kram dan kelelahan. Laktat yang terakumulasi sebagai produk limbah dapat menyebabkan otot letih dan nyeri, namun secara perlahan diangkut oleh darah ke hati untuk diubah kembali menjadi piruvat. [sunting] 3 Fermentasi asam cuka Merupakan suatu contoh fermentasi yang berlangsung dalam keadaan aerob. fermentasi ini dilakukan oleh bakteri asam cuka (acetobacter aceti) dengan substrat etanol. Energi yang dihasilkan 5 kali lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh fermentasi alkohol secara anaerob. [sunting] Reaksi Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.

Persamaan Reaksi Kimia C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)

Dijabarkan sebagai Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) (ATP) Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi

Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan. [sunting] Sumber energi dalam kondisi anaerobik Fermentasi diperkirakan menjadi cara untuk menghasilkan energi pada organisme purba sebelum oksigen berada pada konsentrasi tinggi di atmosfer seperti saat ini, sehingga fermentasi merupakan bentuk purba dari produksi energi sel. Produk fermentasi mengandung energi kimia yang tidak teroksidasi penuh tetapi tidak dapat mengalami metabolisme lebih jauh tanpa oksigen atau akseptor elektron lainnya (yang lebih highly-oxidized) sehingga cenderung dianggap produk sampah (buangan). Konsekwensinya adalah bahwa produksi ATP dari fermentasi menjadi kurang effisien dibandingkan oxidative phosphorylation, di mana pirufat teroksidasi penuh menjadi karbon dioksida. Fermentasi menghasilkan dua molekul ATP per molekul glukosa bila dibandingkan dengan 36 ATP yang dihasilkan respirasi aerobik. "Glikolisis aerobik" adalah metode yang dilakukan oleh sel otot untuk memproduksi energi intensitas rendah selama periode di mana oksigen berlimpah. Pada keadaan rendah oksigen, makhluk bertulang belakang (vertebrata) menggunakan "glikolisis anaerobik" yang lebih cepat tetapi kurang effisisen untuk menghasilkan ATP. Kecepatan menghasilkan ATP-nya 100 kali lebih cepat daripada oxidative phosphorylation. Walaupun fermentasi sangat membantu dalam waktu pendek dan intensitas tinggi untuk bekerja, ia tidak dapat bertahan dalam jangka waktu lama pada organisme aerobik yang kompleks. Sebagai contoh, pada manusia, fermentasi asam laktat hanya mampu menyediakan energi selama 30 detik hingga 2 menit. Tahap akhir dari fermentasi adalah konversi piruvat ke produk fermentasi akhir. Tahap ini tidak menghasilkan energi tetapi sangat penting bagi sel anaerobik karena tahap ini meregenerasi nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+), yang diperlukan untuk glikolisis. Ia diperlukan untuk fungsi sel normal karena glikolisis merupakan satu-satunya sumber ATP dalam kondisi anaerobik. [sunting] Fermentasi makanan Pembuatan tempe dan tape (baik tape ketan maupun tape singkong atau peuyeum) adalah proses fermentasi yang sangat dikenal di Indonesia. Proses fermentasi menghasilkan senyawasenyawa yang sangat berguna, mulai dari makanan sampai obat-obatan. Proses fermentasi pada makanan yang sering dilakukan adalah proses pembuatan tape, tempe, yoghurt, dan tahu.

http://tutorjunior.blogspot.com/2009/10/laporanbioteknologi-membuat-tempe.html Friday, October 16, 2009Laporan Bioteknologi - Membuat TempeBAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis global melanda seluruh dunia dewasa ini. Masyarakat semakin kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, salah satunya adalah kebutuhan akan nutrisi. Sehingga sangat dibutuhkan makanan yang murah namun kaya akan nutrisi. Salah satunya adalah tempe. Melalui karya ini, kami mencoba mempublikasikan manfaat dan cara membuat tempe sebagai solusi dari masalah tersebut. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa itu tempe? 1.2.2 Bagaimana cara membuatnya? 1.2.3 Apa saja manfaat mengkonsumsi tempe? 1.3 Tujuan 1.3.1 Untuk mengetahui apa itu tempe 1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana tempe dibuat 1.3.3 Untuk mengetahui manfaatnya sehingga tertarik mengkonsumsi tempe 1.4 Manfaat 1.4.1 Mengetahui apa itu tempe 1.4.2 Mengetahui bagaimana membuat tempe dan dapat mempraktekkannya 1.4.3 Mengetahui manfaat mengkonsumsi tempe 1.4.4 Sadar akan pentingnya mengkonsumsi tempe 1.4.5 Tidak gengsi lagi mengkonsumsi tempe BAB II Tinjauan Pustaka Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut. Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin) sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai. Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan

segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering. Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai. Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin pengupas, penggiling, dan cetakan. Kandungan Gizi Tempe No Komponen Kadar (%) 1 Protein 35-45 2 Lemak 18-32 3 Karbohidrat 12-30 4 Air 7 Perbandingan Antara Kadar Protein Kedelai Dengan Beberapa Bahan Makanan Lain No Bahan Makanan Kadar Protein(%) Pembuatan tempe secara 1 Tempe 35-45 tradisional biasanya 2 Susu skim kering 36 menggunakan tepung 3 Kacang hijau 22 tempe yang dikeringkan 4 Daging 19 di bawah sinar matahari. 5 Ikan segar 17 Sekarang pembuatan 6 Telur ayam 13 tempe ada juga yang 7 Jagung 9,2 menggunakan ragi 8 Beras 6,8 tempe, Inokulum rhizopus sp. yang berwarna putih kapas. Tempe adalah makanan hasil fermentasi antara kedelai dengan jamur Rhizopus oligosporus. Ragi ini pula yang membuat rasa tempe dari berbagai daerah berbeda. Contohnya di Solo jamurnya adalah R. oryzae dan R. stolonifer, di Jakarta Mucor javanicus, Trichosporum pullulans dan Fusarium sp.. Sepotong tempe mengandung berbagai unsur bermanfaat, seperti karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin, enzim, daidzein, genisten, serta komponen antibakteri bermanfaat untuk kesehatan. Rasanya yang lezat, harganya murah dan mudah didapat. Tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia) oleh karena itu tempe adalah makanan untuk semua umur. Tempe sering dijumpai di rumah maupun di warung-warung, sebagai lauk dan pelengkap hidangan ternyata tempe memiliki kandungan dan nilai cerna yang lebih baik dibandingkan dengan kedelai. Pada tempe terjadi peningkatan nilai gizi kurang lebih 2 kali lipat setelah kedelai difermentasi menjadi tempe, seperti kadar vitamin B2, vitamin B12, niasin, dan asam pantorenat. Bahkan hasil analisis, gizi tempe menunjukkan kandungan niasin sebesar 1.13 mg/100 gram berat tempe yang dapat dimakan.Karena kadar niasin pada kedelai hanya berkisar 0,58 mg, tempe, dapat dikonsumsi dalam tiga bentuk utama.

BAB III Metode Penelitian Metode penelitian yang kami gunakan adalah a) Studi pustaka Melalui internet dan buku-buku. b) Praktek membuat tempe. Dengan alat dan bahan sebagai berikut BAHAN 1) Kedelai 10 kg 2) Ragi tempe 20 gram (10 lempeng) 3) Air secukupnya ALAT 1) Tampah besar 2) Ember 3) Keranjang 4) Rak bambu 5) Cetakan 6) Pengaduk kayu 7) Dandang 8) Karung goni 9) Tungku atau kompor 10) Daun pisang atau plastik

BAB IV Pembahasan

4.1 Membuat Tempe Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses pengolahan tempe agar diperoleh hasil yang baik ialah: 1) Kedelai harus dipilih yang baik (tidak busuk) dan tidak kotor; 2) Air harus jernih, tidak berbau dan tidak mengandung kuman penyakit; 3) Cara pengerjaannya harus bersih; 4) Bibit tempe (ragi tempe) harus dipilih yang masih aktif (bila diremas membentuk butiran halus atau tidak menggumpal). BAHAN 1) Kedelai 10 kg 2) Ragi tempe 20 gram (10 lempeng) 3) Air secukupnya ALAT 1) Tampah besar 2) Ember 3) Keranjang 4) Rak bambu 5) Cetakan 6) Pengaduk kayu 7) Dandang 8) Karung goni 9) Tungku atau kompor 10) Daun pisang atau plastik CARA PEMBUATAN 1) Bersihkan kedelai kemudian rendam satu malam supaya kulitnya mudah lepas; 2) Kupas kulit arinya dengan cara diinjak-injak. Bila ada, dapat menggunakan mesin pengupas kedelai; 3) Setelah dikupas dan dicuci bersih, kukus dalam dandang selama 1 jam. Kemudian angkaat dan dinginkan dalam tampah besar; 4) Setelah dingin, dicampur dengan ragi tempe sebanyak 20 gram; 5) Masukkan campuran tersebut dalam cetakan yang dialasi plastik atau dibungkus dengan daun pisang. Daun atau plastik dilubangi agar jamur tempe mendapat udara dan dapat tumbuh dengan baik; 6) Tumpuk cetakan dan tutup dengan karung goni supaya menjadi hangat. Setelah 1 malam jamur mulai tumbuh dan keluar panas; 7) Ambil cetakan-cetakan tersebut dan letakkan diatas rak, berjajar satu lapis dan biarkan selama 1 malam; 8) Keluarkan tempe dari cetakannya. Catatan: 1) Ruangan untuk membuat tempe harus bersih dan tidak harus terbuat dari tembok. Ruangan untuk pemeraman diberi jendela, agar udara dapat diatur dengan membuka atau menutup jendela tersebut. Di waktu musim hujan ruangan ini perlu diberi lampu agar suhu ruangan tidak terlalu dingin.

2) Tempe mudah busuk setelah disimpan 2 hari dalam keadaan terbungkus, oleh karena itu perlu diawetkan secara kering dengan cara sebagai berikut : a) Iris tempe dengan ketebalan mm, b) keringkan dalam oven pada suhu 75OC selama 55 menit. Dengan cara pengawetan seperti ini produk tempe awetan yang dihasilkan tahan disimpan selama 3 sampai 5 minggu. 3) Kandungan protein dan lemak tempe kedelai, masing-masing sebesar 22,5% dan 18%. Kebutuhan protein sebesar 55g/hari dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi tempe sebanyak 244,44 gram.

DIAGRAM ALUR PEMBUATAN TEMPE

4.2 Cara Konsumsi Tempe Tempe umumnya dikonsumsi dalam bentuk keripik, bacem, atau dimasak bersama campuran sayur. Kedua berbentuk tepung. Ini dapat dimanfaatkan sebagai kandungan pangan yang berguna untuk meningkatkan kadar gizi dan serat, sebagai pengawet alami dan untuk menanggulangi diare pada anak-anak. Ketiga, tempe juga dapat diolah sebagai konsentrat protein, isolat protein, peptida, serta komponen biokatif lainnya. Cara terbaik untuk mengoptimalkan khasiat tempe bagi tubuh kita adalah dengan mengonsumsinya setiap hari dalam jumlah yang cukup berarti. Agar tak mengalami kebosanan, varisi penggunaan tempe dalam berbagai resep masakan perlu dilakukan. Supaya khasiat zat-zat bermanfaat itu tak banyak terbuang dalam proses pemasakan, tempe sebaiknya diamsak dengan menu seperti sup, semur, atau bacem. Cara-cara itu lebih sedikit mengurangi khasiat tempe, ketimbang digoreng. ternyata besar yang manfat tempe untuk tubuh kita.

4.3 Ragi Tempe Laru (ragi) tempe adalah bibit yang digunakan untuk pembuatan tempe. a. Bahan 1) Beras 300 gram 2) Tepung tempe 3 gram 3) Tepung beras yang telah disangrai 1 kg b. Alat 1) Kukusan 2) Tampah (nyiru) 3) Pengaduk kayu 4) Lembaran plastik 5) Alat penumbuk 6) Ayakan 7) Alat penggorengan (wajan) 8) Kantong plastik

c. Cara Pembuatan 1) Cuci beras sampai bersih, kemudian masak sampai menjadi nasi dan dinginkan; 2) Pada nasi tersebut taburkan tepung tempe kemudian aduk sampai rata; 3) Letakkan di atas tampah yang bersih. Tutup atasnya dengan lembaran plastik atau daun pisang; 4) Simpan dalam ruangan tempat pemeraman (peragian) sampai seluruh nasi ditumbuhi jamur yang berwarna hitam; 5) Jemur nasi yang telah ditumbuhi jamur (kapang) atau jamur sampai kering; 6) Tumbuk sampai halus, kemudian ayak. Bagian yang telah halus adalah ragi tempe; 7) Campurkan ragi ini dengan tepung beras yang telah disangarai (+ 10 gram ragi untik 50~100 gram tepung beras); 8) Simpan dalam kantong-kantong plastik. Catatan: Tutup plastik atau daun pisang sewaktu-waktu perlu dibuka untuk pertukaran udara dan untk menguapkan air (embun) yang menempel pada plastik atau daun pisang agar tidak menetes lagi pada bahan. Kadar air yang tinggi akan mempercepat pembusukan. Supaya pertukaran udara baik, tutup plastik atau daun pisang diberi lubang-lubang atau bisa diganti dengan tutup yang baru. 4.4 Manfaat Tempe 1) Sumber Nutrisi a. Protein Setiap 100 gram tempe segar dapat menyumbangkan 10,9 gram protein bagi tubuh konsumennya. Itu berarti lebih dari 25% kebutuhan protein yang dianjurkan per hari bagi orang dewasa. Keunggulan tempe adalah sekitar 56% dari jumlah protein yang dikonsumsi dapat dimanfaatkan tubuh. Nitrogen terlarutnya meningkat 0,5 - 2,5% dan jumlah asam amino bebasnya setelah fermentasi meningkat 1 - 85 kali lipat dari kadarnya pada kedelai mentah. b. Enzim Tempe juga mengeluarkan enzim protease yang diperlukan dalam proses metabolisme protein menjadi asam amino di dalam pencernaan. c. Lemak Kadar lemak tempe cukup tinggi. Dalam 100 gram tempe segar terdapat 8,8 gram lemak, dan 19,7 gram lemak pada tempe kering. Keunikannya, tempe juga mengeluarkan enzim lipase yang akan memecah lemak itu menjadi asam lemak. Kadarnya yang terbesar adalah asam lemak esensial linolenat (omega 3 dan omega 6), selain linoleat dan oleat (omega 9). d. Vitamin Tempe merupakan sumber vitamin yang baik, khususnya tiamin, riboflavin, asam folat, vitamin B6 (piridoksin), dan vitamin B12. Selain itu, tempe adalah sumber beberapa mineral penting sperti kalsium, fosfor, zat besi dan seng. e. Mineral Zat besi pada tempe ternyata juga lebih mudah diserap tubuh dibanding pangan nabati lainnya. Sementara mineral kalsiumnya berfungsi ganda, yaitu mencegah osteoporosis dan menurunkan kolesterol darah. 2) Membuat Awet Muda Menurut Henry Chang dalam bukunya Longevity Through the Organic Lifestyle (1999), tempe merupakan makanan awet muda karena mempunyai kriteria:

1. Dapat meningkatkan daya tahan dan kebugaran tubuh konsumennya. 2. Dapat menghambat atau menunda munculnya penyakit degeneratif. 3. Dapat mengurangi berbagai penyakit terkait gizi 4. Dapat memperpanjang harapan hidup konsumennya 5. Merupakan makanan tanpa efek samping (selain kenyang) 3) Mencegah Berbagai Penyakit 1. Diet. Bagi mereka yang diet rendah kalori, tempe merupakan makanan yang cocok, yaitu hanya 157 kalori per 100 gram. Padahal beberapa makanan lain nilainya di atas 350 kalori. 2. Diabetes Hidangan yang sesuai bagi penderita diabetes karena gula yang rendah 3. Serangan Jantung dan Stroke Berbagai hasil penelitian terakhir menunjukkan, konsumsi tempe yang teratur setiap hari dapat menurunkan kolesterol darah. Senyawa protein, asam lemak PUFA, serat, niasin dan kalsium, terutama aktif menurunkan kolesterol jahat dalam darah. Sehingga penyumbatan pembuluh darah oleh plaque kolesterol dan pengerasan pembuluhnya dapat dicegah. Penyumbatan dan pengerasan ini sering disebut aterosklerosis yang menyebabkan penyakit jantung, hipertensi, dan stroke. Di dalam tempe juga terdapat senyawa yang akan menghambat aktivitas HMG-CoA reduktase, enzim yang berperan dalam pembentukan kolesterol. Dengan menghambat aktivitas enzim ini, maka tahap awal sintesa kolesterol dapat dicegah. 4. Osteoporosis Tempe juga dapat membantu kecukupan kalsium tubuh dan mengurangi risiko osteoporosis yang banyak dialami oleh orang lanjut usia. 5. Diare Merangsang antibodi e-coli diare. Tempe, menurut Mohamad Harli, sarjana Gizi Masyarakat dan Sumber Daya IPB, juga merangsang fungsi kekebalan tubuh terhadap E-coli, yakni bakteri penyebab diare yang banyak diderita balita dan anak-anak. Penyebabnya adalah sanitasi lingkungan dan higiene makanan yang mereka konsumsi masih kurang. Protein yang terdapat dalam tempe sangat tinggi, mudah dicerna sehingga baik untuk mengatasi diare. 6. Kanker Senyawa tempe yang diduga memiliki aktivitas antipenyakit degeneratif seperti kanker antara lain vitamin E, karotenoid, superoksida desmutase, dan isoflavon. Vitamin E dan korotenoid tempe adalah antioksidan onenzimatik dan lipotik, yang mampu memberikan satu ion hodrogen kepada radikal bebas. Sehingga radikal bebas tersebut stabil dan tidak ganas lagi. Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan phytoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat, payudara dan penuaan (aging).Antioksidan ini disentesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus leteus dan Coreyne bacterium. 7. Anemia Penyakit anemia ini dapat menyerang wanita yang malas makan, karena takut gemuk, sehingga persediaan dan produksi sel-sel darah merah dalam tubuh yang menurun., tempe juga dapat berperan sebagai pemasok mineral, vitamin B12 (yang terdapat pada pangan hewani), dan zat besi yang sangat dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah. 8. Infeksi Anti infeksi. Hasil survey menunjukkan bahwa tempe mengandung senyawa anti bakteri yang diproduksi oleh karang tempe (R. Oligosporus) merupakan antibiotika yang bermanfaat

meminimalkan kejadian infeksi. 4.5 Tempe Go-Internasional Belanda merupakan negara di mana tempe sangatlah terkenal. Pada tahun 1895 pakar mikrobiologi Belanda, yang juga ahli kimia, Prinsen Geerlings melakukan upaya pertama dalam pengenalan terhadap jamur tempe. Di Belanda-lah pabrik-pabrik tempe pertama muncul di bumi Eropa, dan dirintis oleh para pendatang asal Indonesia. Kini tempe menjadi salah satu bahan makanan yang mulai digemari di Amerika, Eropa dan negara-negara maju lain. Ketertarikan terhadap tempe yang semakin meningkat ini dipicu di antaranya oleh kandungan gizi tempe yang sangat berkhasiat bagi kesehatan, kecenderungan hidup sehat di kalangan masyarakat di negara maju serta gaya hidup vegetarian. Pada tahun 1984 sudah tercatat 18 perusahaan tempe di Eropa, 53 di Amerika, dan 8 di Jepang. Di beberapa negara lain, seperti Republik Rakyat Tiongkok, India, Taiwan, Sri Lanka, Kanada, Australia, Amerika Latin, dan Afrika, tempe sudah mulai dikenal di kalangan terbatas. 4.6 Fakta Menarik Tentang Tempe (1) Hak Paten Tempe Dikuasai Asing http://kompas.com/wartakota/0002/15/08.htm Tempe yang merupakan makanan asli Indonesia, ternyata hak patennya dimiliki negara lain. Antara lain, Amerika Serikat telah memiliki 35 hak paten yang berhubungan dengan tempe dan Jepang lima buah, sedangkan Indonesia hanya dua. Itu pun baru tahap pendaftaran belum memiliki nomor paten. Hal tersebut disampaikan oleh Tien R. Muchtadi, guru besar Teknik Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor dalam seminar "Masa Depan Industri Tempe Menghadapi Millenium Ketiga" di gedung BPPT, Senin (14/2). Bahkan kemungkinan makanan mendoan atau tempe yang diberi tepung dan digoreng yang suka berada di pinggir jalan pun sudah dipatenkan oleh negara Paman Sam. "Dalam salah satu paten disebutkan tempe yang dicelup dengan tepung lalu digoreng. Saya takut, itu mendoan atau gorengan tempe yang dijual di pinggir jalan. Kalau itu benar, bisa-bisa kalau sudah perjanjian perdagangan bebas, para tukang gorengan harus bayar, dan itu mahal," tambah Tien. (2) Mukjizat Tempe untuk Kesejahteraan http://kompas.com/wartakota/0002/15/08.htm Tempe yang dihasilkan melalui proses peragian kapang Rhizopus (R oligisporus, R arrhizus, R stolonifer) juga bisa meningkatkan kadar mineral tubuh, mengandung asam amino, asam lemak, dan berbagai vitamin. Itu mencakup asam amino bebas, asam lemak tak jenuh rantai panjang, vitamin B-12, D, dan E, sterol, serta antioksidan. Keistimewaan tempe yang dikenali sejak pertengahan 1980-an itu, sebenarnya sudah membuat masyarakat di berbagai negara seperti Belanda, Amerika, Jepang, juga Malaysia dan Singapura, mengonsumsi tempe sebagai makanan diet. Beberapa jenis bakteri yang tidak sengaja terbawa dalam proses fermentasi, ternyata memroduksi vitamin B. Semua itu membuat mutu gizi tempe diukur dari padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, dan skor protein, jauh lebih tinggi dibanding bahan bakunya. Ini pula yang memicu banyak ahli pangan meneliti tempe. Ada dari Singapura, Jepang, Jerman, Belanda, Amerika, Australia. Untunglah di Indonesia pun banyak ahli yang memilih bergulat di bidang tempe seperti Dr Mary Astuti dari UGM, Prof Dr Darwin Karyadi dari Dewan Riset Nasional, para peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan

Gizi, dan Dr Sapuan yang memprakarsai berdirinya Yayasan Tempe Indonesia. (3) Tempe Sumbangan Jawa untuk Dunia http://kompas.com/kompas%2Dcetak/millenium/data2000/temp39.htm Selera Jawa memang cocok dengan tempe. Pertama, makanan Jawa pada umumnya dimakan dalam kondisi suhu ruangan (room temperature) yang bagi Orang Barat, Cina, dan lain lain akan dikatakan dingin. Masakan hewani dingin pada umumnya kurang enak demikian juga tahu, karena rasanya bisa seperti karet. Sedangkan tempe, dingin atau panas tidak menjadi persoalan (4) Tempe Capai Generasi III di Jerman http://kompas.com/kompas%2Dcetak/9904/13/iptek/temp09.htm Berbagai hasil penelitian mengenai tempe ternyata dimanfaatkan dengan baik di luar negeri, terutama di Jepang dan Jerman. Bahkan di Jerman pengembangan tempe sudah mencapai generasi ketiga berupa isolasi senyawa-senyawa berguna yang dikandung oleh tempe. Karena itu, Indonesia harus berupaya keras mengembangkan makanan rakyat ini agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan jadi produk lokal yang go international. Demikian benang merah percakapan dengan Ketua Yayasan Tempe Indonesia Dr Sapuan dan Ketua II Dr Ir Mary Astuti, pada peringatan ulang tahun keempat Yayasan Tempe Indonesia, di Jakarta, Senin (12/4). Acara sederhana yang dihadiri Menpangan dan Hortikultura AM Saefuddin itu juga memperkenalkan tempe lamtoro. Menurut Mary, Jepang saat ini sudah maju sekali dalam pengembangan tempe. Di kawasan Okayama sudah dikembangkan miso tempe, semacam tauco yang menjadi bumbu masakan Jepang. Jepang yang sempat dilanda E. coli 157H57 pada tahun 1996 dan menewaskan banyak anak-anak, memang kemudian mencari alternatif makanan setelah diketahui E. coli 157H57 itu berasal dari daging dan sayur mentah. Tempe menjadi pilihan karena kadar proteinnya tinggi. Sementara di Jerman, tempe yang sudah diketahui mengandung superoksida dismutase-bisa mencegah penuaan dini dan penyakit-penyakit degeneratif-kini diteliti untuk diisolasi senyawanya. Di Indonesia, menurut Sapuan, sebenarnya juga sudah diupayakan pemanfaatan tempe dalam industri, seperti yang sudah dijalin dalam kerja sama dengan PT Sari Husada selama ini. Namun krisis ekonomi yang membuat harga bahan baku meningkat, membuat produk susu tempe instan dihentikan. Oleh karena itu, Mary dan Sapuan mengimbau para penentu kebijakan untuk lebih memanfaatkan tempe generasi I dulu berupa makanan dari tempe yang diolah dan dikemas dengan modern. "Kalau di Singapore Airlines dan KLM bisa menyediakan menu tempe, mengapa Garuda tidak?" kata Mary. Tempe yang bertekstur lembut dan berserat tinggi, bisa mengatasi diare. Tempe juga mengandung antioksidan yang bisa mencegah kanker dan menurunkan kolesterol darah.

BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan Tempe dapat dibuat dengan mudah oleh siapa saja. Tempe pun kaya akan nutrisi dan banyak manfaatnya. 5.2 Saran 5.2.1 Cobalah untuk membuat tempe, karena dapat menambah skill kewirausahaan.

5.2.2 5.2.3

Konsumsilah tempe karena sangat banyak manfaatnya Gunakan tempe sebagai alternatif makanan yang murah dan kaya nutrisihttp://mukono.blog.unair.ac.id/2010/02/11/pengaruh-kualitas-udara-dalam-ruangan-ber-

ac-terhadap-gangguan-kesehatan/ Posted by: mukono in Uncategorized Add comments Abstract: The use of air conditioning as an alternative to replac e natural ventilation may improve comfort and work productivity. However air conditioning that is not well maintained may become a good media for microbial growth. This condition may result in decreased indoor air quality and induce health impairment known as Sick Building Syndrome. The objectives of this study were to analyze the effects of physical and microbiological qualities on health impairment. This study was carried out in an air conditioned, two -story building of PT.Infomedia Nusantara in Surabaya. This was an observational study with cross -sectional approach. This study was carried out by means of interview, observation and measurements including air temperature, relative humidity, air velocity and the number of colony forming units in a cubic meter of air (germs, fungi, and bacteria). The number of population was 94 employees and the number of samples taken was 89 employees using purposive sampling technique. Data collected were analyzed either descriptively (tabulation) and analytically using logis tic regression test ( = 0.05). The results of this study showed that air temperatures measured were still within the recommended temperature range, while relative humidity, air velocity and total germs colonies measured in two locations had exceeded the recommended standards . The total colonies of fungi were 0,87 (first floor) and 1,94 (second floor), and total colonies of bacterial were 6,87 (first floor) and 3,21 (second floor) respectively.Complaints experienced by employees were skin irritation (75,28 %), eye irritatio n (74,16 %), nasal irritation (73,03 %), neurological dissorder (66,29 %), sore throat (46,07 %), and nausea (21,35 %) respectively. Fungus had significant influence (p = 0.048) on nasal irritation, nausea were significantly affected (p = 0.020) by germs whereas the other variables did not influence (p > 0.05) on health problems. It is suggested that the company provide training on indoor air quality (SBS/BRI) to all employees and conduct environmental monitoring as well as performing either preplacement or periodic medical examination. The air conditioning available should be checked and maintained at regular intervals, manager and employees should always participate in keeping the work place clean.

PENDAHULUAN Penggunaan Air Conditioner (AC) sebagai alternatif untuk mengganti ventilasi alami dapat meningkatkan kenyamanan dan produktivitas kerja, namun AC yang jarang dibersihkan akan menjadi tempat nyaman bagi mik roorganisme untuk berbiak. Kondisi tersebut mengakibatkan kualitas udara dalam ruangan menurun dan dapat menimbulkan

berbagai gangguan kesehatan yang disebut sebagai Sick Building Syndrome (SBS) atau Tight Building Syndrome (TBS). Banyaknya aktivitas di gedung me ningkatkan jumlah polutan dalam ruangan. Kenyataan ini menyebabkan risiko terpaparnya polutan dalam ruangan terhadap manusia semakin tinggi, namun hal ini masih jarang diketahui oleh masyarakat. Pada dasarnya desain AC yang dipakai untuk mengatur suhu ruangan secara kontinu dapat mengeluarkan bahan polutan. Kadar gas-gas SO2, CO2, dan O2 di dalam ruangan tidak dipengaruhi oleh keberadaan AC. Bahan partikulat dapat dikurangi secara signifikan oleh AC dengan filter yang efektif. Kadar pollen di dalam ruangan dapat berkurang secara signifikan dengan adanya AC. Jumlah bakteri dan spora di gedung dengan AC kemungkinan akan lebih sedikit daripada gedung tanpa AC, walaupun sampai saat ini hal tersebut masih diperdebatkan. Hasil pemeriksaan The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH), menyebutkan ada 5 sumber pencemaran di dalam ruangan yaitu (Aditama, 2002): a. Pencemaran dari alat -alat di dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, bahan-bahan pembersih ruangan. b. Pencemaran di luar gedung meliputi masuknya ga s buangan kendaraan bermotor, gas dari cerobong asap atau dapur yang terletak di dekat gedung, dimana kesemuanya dapat terjadi akibat penempatan lokasi lubang udara yang tidak tepat. c. Pencemaran akibat bahan bangunan meliputi pencemaran formaldehid, lem, as bes, fibreglass dan bahan -bahan lain yang merupakan komponen pembentuk gedung tersebut. d. Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa dan produk mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin beserta seluruh sist emnya. e. Gangguan ventilasi udara berupa kurangnya udara segar yang masuk, serta buruknya distribusi udara dan kurangnya perawatan sistem ventilasi udara. Kualitas udara di dalam ruangan mempengaruhi kenyamanan lingkungan ruang kerja. Kualitas udara y ang buruk akan membawa dampak negatif terhadap pekerja /karyawan berupa keluhan gangguan kesehatan. Dampak pencemaran udara dalam ruangan terhadap tubuh terutama pada daerah tubuh atau organ tubuh yang kontak langsung dengan udara meliputi organ sebagai berikut : 1. Iritasi selaput lendir: Iritasi mata, mata pedih, mata merah, mata berair 2. Iritasi hidung, bersin, gatal: Iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, batuk kering 3. Gangguan neurotoksik: Sakit kepala, lemah/capai, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi 4. Gangguan paru dan pernafasan: Batuk, nafas berbunyi/mengi, sesak nafas, rasa berat di dada 5. Gangguan kulit: Kulit kering, kulit gatal 6. Gangguan saluran cerna: Diare/mencret 7. Lain-lain: Gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, sulit belajar Keluhan tersebut bias anya tidak terlalu parah dan tidak menimbulkan kecacatan tetap, tetapi jelas terasa amat mengganggu, tidak menyenangkan dan bahkan mengakibatkan menurunnya produktivitas kerja para pekerja. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengaruh kualitas udara di ruangan ber -AC terhadap gangguan kesehatan, yang dapat diperinci sebagai berikut: 1. Bagaimana kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan ber - AC? 2. Bagaimana kualitas fisik udara (suhu dan kelembaban) dalam ruangan ber-AC?

3. Apakah macam keluhan penyakit yang dirasakan karyawan di ruangan ber-AC? 4. Apakah ada pengaruh antara kualitas udara di ruangan ber - AC terhadap gangguan kesehatan?

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan dan gan gguan paparan di ruangan kerja ber -AC pada gedung bertingkat dengan gangguan kesehatan. Tujuan khususnya antara lain: mengidentifikasi kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan ber -AC, mengidentifikasi kualitas fisik udara dalam ruangan ber AC, mengidentif ikasi macam keluhan yang dirasakan karyawan di dalam ruangan ber -AC, mengidentifikasi pengaruh antara gangguan paparan di ruangan ber -AC terhadap gangguan kesehatan.

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode observasional dengan rancang bangun crosssectional. Penelitian ini dilaksanakan dengan cara wawancara, observasi, dan pengukuran yang meliputi suhu, kelembaban, kecepatan aliran udara, dan jumlah total koloni per m 3 udara (kuman, jamur, dan bakteri). Jumlah populasi adalah 94 karyawan dan jumlah sampel yang diambil dengan cara purposive sampling technique sebanyak 89 orang. Data yang telah diambil kemudian dianalisis secara deskriptif dengan tabulasi dan secara analitik menggunakan regresi logistik ( = 0.05). HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian PT. Infomedia Nusantara merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa, dimana salah satu perwakilannya berada di Surabaya dan berlokasi di jalan Kusumabangsa 10 -12. Kantor perwakilan PT. Infomedia Nusantara di Suraba ya terdiri dari 2 lantai yang didesain dengan jendela tertutup dan ventilasi buatan ( air conditioning) yang menyebabkan gangguan sirkulasi udara dan tidak sehatnya udara dalam gedung. Lokasi kantor yang terletak di tepi jalan raya serta halaman gedung yan g digunakan sebagai tempat parkir kendaraan bermotor dapat dikatakan relatif dekat dengan sumber polusi udara luar gedung. Polusi udara di luar gedung dapat menjadi sumber polusi udara dalam gedung. Produk-produk pembakaran dari kendaraan dan sumber lain yang berasal dari luar gedung dapat masuk ke dalam gedung melalui inlet sistem heating, ventilation, and air conditioning (HVAC) suatu gedung. Hal ini didukung oleh laporan The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) 1984 yang menyata kan bahwa sebesar 50 % penyebab pencemaran udara adalah ventilasi yang tidak adekuat, 11 % sumber polusi udara dalam ruangan berasal dari kontaminan-kontaminan luar ruangan (Godish, 1989). Karakteristik Karyawan Karyawan PT. Infomedia Nusantara berjumlah 89 orang yang terdiri dari laki-laki sebesar 64,04% dan perempuan sebesar 36,96% dengan umur terbanyak berada pada umur 25 -

29 tahun sebesar 39,32 % dan lebih dari 35 tahun sebesar 35,96%. Pendidikan terakhir yang telah ditempuh sebagian besar karyawan ad alah S-1 sebesar 73,03%. Masa Kerja dan Lama Tinggal di Ruangan ber -AC Karyawan yang bekerja kurang dari lima tahun sebesar 78,65 % dan sisanya (21,35 %) telah bekerja selama lebih dari 5 tahun. Lama tinggal dalam ruangan ber -AC rata-rata tiap harinya s angat bervariasi yaitu antara 6 -8 jam sebesar 67,42 %, antara 2 -5 jam sebesar 31,46 % sedangkan sisanya 1,12 % berada di ruangan ber - AC selama kurang dari 2 jam. Kualitas udara dalam ruangan ber -AC sangat ditentukan oleh sistem sirkulasi dan aktivitas yan g dilaksanakan. Pencemaran udara dalam ruangan dapat terjadi karena berbagai aktivitas seperti merokok, penggunaaan alat atau bahan pembersih ruangan, mesin fotokopi yang menghasilkan asap dan debu dalam ruangan. Seseorang yang terpapar dengan polutan ters ebut dalam waktu yang lama akan mengalami keluhan yang lebih besar dibandingkan dengan yang terpapar kurang dari 2 jam/hari. Sumber Pencemar Udara Ruangan Dari 89 karyawan, yang merasakan gangguan akibat asap sebesar 31,46 % dan karyawan yang merasakan gangguan akibat bau -bauan yang tidak sedap yaitu sebesar 69,66 %. Gangguan akibat asap yang dirasakan karyawan berasal dari asap rokok, sedangkan gangguan bau yang dirasakan karyawan berasal dari bau tempat sampah yang berasal dari kantin, bau minyak wangi dan pengharum ruangan yang terlalu menyengat. Aditama (2002), menyatakan bahwa pencemaran udara dapat berasal dari dalam gedung dengan sumber pencemaran diantaranya : aktivitas dalam ruangan, frekuensi keluar masuk ruangan yang tinggi sehingga memungkinkan masu knya polutan dari luar kedalam ruangan, penggunaan pengharum ruangan, asap rokok, penggunaan pestisida dan pembersih ruangan, mesin fotokopi, sirkulasi udara yang kurang lancer, suhu dan kelembaban udara yang tidak nyaman. Gangguan Kesehatan Karyawan Lima gangguan kesehatan tertinggi yang dirasakan karyawan berdasarkan data yang diperoleh menurut frekuensi dan waktu terjadinya gangguan adalah sebagai berikut: 1. Gangguan kesehatan berupa mata gatal sebanyak 66 karyawan. Gangguan yang terjadi berdasarkan fre kuensinya adalah 45 karyawan menyatakan kadang -kadang sedangkan 21 karyawan menyatakan jarang. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya adalah siang hari sebanyak 32 karyawan, pagi hari sebanyak 21 karyawan, sedangkan sore hari sebanyak 13 karyawan. 2. Gangguan kesehatan berupa kulit kering sebanyak 64 karyawan. Gangguan yang terjadi berdasarkan frekuensinya adalah 28 karyawan mengatakan sering, 25 karyawan mengatakan kadang - kadang dan 11 karyawan mengatakan jarang. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya adalah se panjang hari kerja sebanyak 23 karyawan, sore hari dan pagi hari masing -masing sebanyak 20 karyawan, sedangkan pagi hari sebanyak 1 karyawan. 3. Gangguan kesehatan berupa sakit kepala sebanyak 59 karyawan. Gangguan yang terjadi berdasarkan frekuensinya adalah 29

karyawan menyatakan kadang -kadang, 28 karyawan menyatakan jarang, dan 2 karyawan menyatakan sering. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya adalah siang hari sebanyak 28 karyawan, sore hari sebanyak 15 karyawan, pagi hari 14 karyawan, dan sepanjang hari kerja sebanyak 2 karyawan. 4. Gangguan kesehatan berupa mata pedih sebanyak 52 karyawan. Gangguan yang terjadi berdasarkan frekuensinya adalah 27 karyawan mengatakan kadang -kadang, 13 karyawan mengatakan sering, dan 12 karyawan mengatakan jarang. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya adalah sore hari sebanyak 15 karyawan, pagi hari dan sepanjang hari kerja masing -masing sebanyak 12 karyawan, sedangkan siang hari sebanyak 13 karyawan. 5. Gangguan kesehatan berupa bersin sebanyak 51 karyawan. Gangguan yang terjadi berdasarkan frekuensinya adalah 25 karyawan mengatakan kadang -kadang, 19 karyawan mengatakan jarang, dan 7 karyawan mengatakan sering. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya adalah siang hari sebanyak 19 karyawan, pagi hari sebanyak 14 karyawan, sore hari s ebanyak 10 karyawan, dan sepanjang hari kerja sebanyak 8 karyawan. Gangguan kesehatan yang paling sedikit dirasakan karyawan adalah mual sebanyak 19 karyawan dengan frekuensi terjadinya gangguan adalah 15 karyawan menyatakan jarang dan 4 karyawan menyatakan kadang-kadang. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya siang hari sebanyak 9 karyawan, sore hari sebanyak 6 karyawan, dan pagi hari sebanyak 4 karyawan. Kualitas Udara dalam Ruangan Kualitas Fisik Udara Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja karena tubuh manusia menghasilkan panas yang digunakan untuk metabolisme basal dan muskuler. Namun dari semua energi yang dihasilkan tubuh hanya 20 % saja yang dipergunakan dan sisanya akan dibuang ke lingkungan. Jika dibandingkan dengan Standar Baku Mutu sesuai Kep. Men. Kesehatan No 261 bahwa suhu yang dianggap nyaman untuk suasana bekerja 18 - 26 C maka suhu ruangan pada lantai I dan lantai II masih berada pada standar. Suhu udara ruang kerja yang terlalu dingin dapat menimbulkan gangguan kerja bagi karyawan, salah satunya gangguan konsentrasi dimana pegawai tidak dapat bekerja dengan tenang karena berusaha untuk menghilangkan rasa dingin tersebut. Kelembaban udara yang relatif rendah yaitu kurang dari 20 % dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir me mbran, sedangkan kelembaban tinggi akan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme. Hasil pengukuran kelembaban relatif pada lantai I adalah 64 - 68,5 % sedangkan pada lantai II adalah 73 - 80 %. Jika dibandingkan dengan Standar Baku Mutu sesuai Kep. Me n. Kesehatan No 261 dimana kelembaban yang ideal berkisar 40 -60 %, maka hasil pengukuran kelembaban pada 2 (dua) lantai tersebut berada di atas standar yang berarti potensial sebagai tempat pertumbuhan mikroorganisme. Hasil pengukuran kecepatan aliran udar a pada lantai I berkisar antara 0,04 - 0,07 m/det sedangkan pada lantai II berkisar antara 0,15 - 0,35 m/det. Menurut Standard Baku Mutu Kep. Men. Kesehatan No 261 kecepatan aliran udara berkisar antara 0,15 - 0,25 m/det. Arismunandar dan Saito (1991) m enyatakan bahwa kecepatan aliran udara < 0,1 m/det atau lebih rendah menjadikan ruangan tidak nyaman karena tidak ada pergerakan udara sebaliknya bila kecepatan udara terlalu tinggi akan menyebabkan cold draft atau kebisingan di dalam ruangan.

Kualitas Mikrobiologi Udara Bioaerosol adalah partikel debu yang terdiri atas makhluk hidup atau sisa yang berasal dari makhluk hidup. Makhluk hidup terutama adalah jamur dan bakteri. Penyebaran bakteri, jamur, dan virus pada umumnya terjadi melalui sistem ventilas i. Sumber bioaerosol ada 2 yakni yang berasal dari luar ruangan dan dari perkembangbiakan dalam ruangan atau dari manusia, terutama bila kondisi terlalu berdesakan (crowded). Pengaruh kesehatan yang ditimbulkan oleh bioaerosol ini terutama 3 macam, yaitu i nfeksi, alergi, dan iritasi.. Kontaminasi bioaerosol pada sumber air sistem ventilasi ( humidifier) yang terdistribusi keseluruh ruangan dapat menyebabkan reaksi yang berbagai ragam seperti demam, pilek, sesak nafas dan nyeri otot dan tulang (Tan Malaka, 19 98). Total koloni kuman pada lantai I adalah 1675 CFU/m 3 udara sedangkan lantai II adalah 1387,5 CFU/m 3 udara. Jika dibandingkan dengan Standar Baku Mutu Kep.MenKesehatan RI No : 261 /MENKES/SK/II/1998 dimana angka kuman adalah kurang dari 700 koloni/m 3 udara, maka kedua ruangan berada di atas standar. Hasil pengukuran total koloni bakteri pada lantai I (6,87 CFU/menit) lebih tinggi dibandingkan lantai II (3,21 CFU/menit) dan sebagian besar berjenis gram negatif batang. Hasil pengukuran total koloni jamur pada lantai II adalah 1,94 CFU/menit dan pada lantai II adalah 0,87 CFU/menit. Jika dibandingkan dengan standar NH&MRC dimana total koloni jamur adalah 150 CFU/m 3 udara, maka kedua ruangan tersebut masih berada di bawah standar. Pada usap AC ditemukan gram positif batang dan gram negatif batang. Pencemar yang bersifat biologis terdiri atas berbagai jenis mikroba patogen, antara lain jamur, metazoa, bakteri, maupun virus. Penyakit yang disebabkannya seringkali diklasifikasikan sebagai penyakit yang menyebar lewat udara (air-borne diseases) (Soemirat, 2002). Pengaruh Kualitas Fisik dan Kualitas Mikrobiologi terhadap Gangguan Kesehatan Hasil perhitungan dengan menggunakan uji statistik regresi logistik terlihat bahwa ada dua variabel yang signifikan terhadap terjadinya gangguan kesehatan, yaitu: 1. Jamur berpengaruh terhadap terjadinya gangguan kesehatan berupa iritasi hidung, artinya semakin banyak jumlah koloni jamur dalam ruangan mempunyai resiko 16,463 kali lebih besar untuk dapat terjadinya iritasi hi dung. 2. Kuman berpengaruh terhadap terjadinya gangguan kesehatan berupa mual, artinya semakin banyak jumlah koloni kuman dalam ruangan mempunyai resiko 1,008 kali lebih besar untuk dapat terjadinya mual. Variabel lainnya yang tidak signifikan , belum tentu tidak memberikan pengaruh terhadap gangguan kesehatan yang timbul. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : banyaknya faktor yang berpotensi mempengaruhi kualitas udara lingkungan kerja, gangguan kesehatan yang terjadi tidak bersifat spesifik dan dapat merupakan gejala-gejala dari penyakit lain, penyebab terjadinya gangguan kesehatan tersebut dipengaruhi banyak faktor lain. Tan Malaka (1998) menyatakan bahwa intensitas pengaruh berbagai faktor yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja tergantung lokasi dan proses yang ada. Walaupun tidak semua dominan, namun faktor - faktor tersebut selalu ada dalam lingkungan kerja. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap kualitas fisik udara, kualitas mikrobiologi udara dan gangguan kesehatan yang dirasakan karyawan di dalam ruangan ber -AC, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. PT. Infomedia Nusantara Surabaya memiliki karyawan sebanyak

94 orang. Masa kerja sebagian besar karyawan (78,65 %) kurang dari lima tahun dan rata-rata lama tinggal dalam ruangan ber -AC setiap harinya 6-8 jam. 2. Sumber pencemar udara ruangan yang dirasakan oleh karyawan berupa asap dan bau bauan yang tidak sedap. Sumber pencemar asap tersebut berasal dari asap rokok, sedangkan sumber pencemar bau-bauan berasal dari bau sampah dari kantin, bau minyak wangi dan pengharum ruangan yang terlalu menyengat. 3. Gangguan kesehatan yang dirasakan karyawan berurutan dari yang terbanyak adalah iritasi kulit (75,28 %), iritasi mata (74,36 %), iritasi hidung (73,03 %), gangguan saraf (66,29 %), gangguan saluran pernafasan (46,07 %), mual (21,35 %). 4. Kelembaban udara dan kecepatan aliran udara di lokasi penelitian melebihi Standar Baku Mutu Kep.Men.Kesehatan RI No : 261/ MENKES/SK/II/1998, sedangkan untuk suhu udara ruangan masih berada pada suhu nyaman kerja yang berarti tidak melebihi Standar Baku Mutu Keputusan Menteri Kesehatan RI N o: 261 /MENKES/SK/II/1998. 5. Jumlah total koloni kuman di lokasi penelitian melebihi Standar Baku Mutu Kep.Men.Kesehatan RI No : 261 /MENKES/SK/II/1998. Sedangkan jumlah total koloni jamur di lokasi penelitian masih berada di bawah standar NH dan MRC. 6. Dari hasil perhitungan regresi logistik diperoleh variabel yang berpengaruh (p = 0.048) terhadap gangguan kesehatan berupa iritasi hidung adalah jamur dan variabel yang berpengaruh (p = 0.020) terhadap gangguan kesehatan berupa mual adalah kuman, sedangkan variabel yang lain tidak berpengaruh (p > 0.05) terhadap gangguan kesehatan. Saran 1. Memberdayakan seluruh manajer dan pekerja/karyawan untuk meningkatkan kebersihan lingkungan kerja melalui penataan ruangan kerja, penataan arsip dan berkas dalam lemari sesudah bekerja, dan kebersihan peralatan kerja termasuk budaya membersihkan ruangan setiap hari dan perangkat AC secara berkala. 2. Pemeriksaan kualitas udara dalam ruangan secara berkala sesuai parameter kualitas udara (kualitas fisik, kimia , dan mikrobiologi) agar tercipta lingkungan kerja yang sehat. 3. Monitoring kesehatan dengan pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk mengetahui sejak dini gangguan ke sehatan yang terjadi 4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang jenis mikroorganisme patogen yang ada di ruangan mengingat jumlah koloni kuman yang melebihi standar baku mutu dan banyaknya karyawan yang mengalami gangguan kesehatan, sehingga dapat ditetap kan standar baku mutu kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan. 5. Lebih ditingkatkan kualitas perawatan AC mengingat masih banyaknya gangguan kesehatan yang dialami karyawan. 6. Disediakan ruangan khusus untuk karyawan yang merokok dilengkapi dengan Local Exhaust Ventilation.

http://pencemaran-udara-1991.blogspot.com/2011/10/pengaruh-kualitas-udara-dalamruangan.html

Jumat, 28 Oktober 2011PENGARUH KUALITAS UDARA DALAM RUANGAN BER -AC TERHADAP GANGGUAN KESEHATANPenggunaan Air Conditioner (AC) sebagai alternatif untuk mengganti ventilasi alami dapat meningkatkan kenyamanan dan produktivitas kerja, namun AC yang jarang dibersihkan akan menjadi tempat nyaman bagi mikroorganisme untuk berbiak. Kondisi tersebut mengakibatkan kualitas udara dalam ruangan menurun dan dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan yang disebut sebagai Sick Building Syndrome (SBS) atau Tight Building Syndrome (TBS). Banyaknya aktivitas di gedung meningkatkan jumlah polutan dalam ruangan. Kenyataan ini menyebabkan risiko terpaparnya polutan dalam ruangan terhadap manusia semakin tinggi, namun hal ini masih jarang diketahui oleh masyarakat. Pada dasarnya desain AC yang dipakai untuk mengatur suhu ruangan secara kontinu dapat mengeluarkan bahan polutan. Kadar gas-gas SO2, CO2, dan O2 di dalam ruangan tidak dipengaruhi oleh keberadaan AC. Bahan partikulat dapat dikurangi secara signifikan oleh AC dengan filter yang efektif. Kadar pollen di dalam ruangan dapat berkurang secara signifikan dengan adanya AC. Jumlah bakteri dan spora di gedung dengan AC kemungkinan akan lebih sedikit daripada gedung tanpa AC, walaupun sampai saat ini hal tersebut masih diperdebatkan. Hasil pemeriksaan The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH), menyebutkan ada 5 sumber pencemaran di dalam ruangan yaitu (Aditama, 2002): a. Pencemaran dari alat-alat di dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, bahan-bahan pembersih ruangan. b. Pencemaran di luar gedung meliputi masuknya ga s buangan kendaraan bermotor, gas dari cerobong asap atau dapur yang terletak di dekat gedung, dimana kesemuanya dapat terjadi akibat penempatan lokasi lubang udara yang tidak tepat. c. Pencemaran akibat bahan bangunan meliputi pencemaran formaldehid, lem, asbes, fibreglass dan bahan-bahan lain yang merupakan komponen pembentuk gedung tersebut. d. Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa dan produk mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin beserta seluruh sistemnya. e. Gangguan ventilasi udara berupa kurangnya udara segar yang masuk, serta buruknya distribusi udara dan kurangnya perawatan sistem ventilasi udara. Kualitas udara di dalam ruangan mempengaruhi kenyamanan lingkungan ruang kerja. Kualitas udara y ang buruk akan membawa dampak negatif terhadap pekerja/karyawan berupa keluhan gangguan kesehatan. Dampak pencemaran udara dalam ruangan terhadap tubuh terutama pada daerah tubuh atau organ tubuh yang kontak langsung dengan udara meliputi organ sebagai berikut : 1.Iritasi selaput lendir: Iritasi mata, mata pedih, mata merah, mata berair 2.Iritasi hidung, bersin, gatal: Iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, batuk kering 3.Gangguan neurotoksik: Sakit kepala, lemah/capai, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi 4.Gangguan paru dan pernafasan: Batuk, nafas berbunyi/mengi, sesak nafas, rasa berat di dada 5.Gangguan kulit: Kulit kering, kulit gatal

6.Gangguan saluran cerna: Diare/mencret 7. Lain-lain: Gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, sulit belajar Keluhan tersebut biasanya tidak terlalu parah dan tidak menimbulkan kecacatan tetap, tetapi jelas terasa amat mengganggu, tidak menyenangkan dan bahkan mengakibatkan menurunnya produktivitas kerja para pekerja. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengaruh kualitas udara di ruangan ber -AC terhadap gangguan kesehatan, yang dapat diperinci sebagai berikut: 1. Bagaimana kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan ber - AC? 2. Bagaimana kualitas fisik udara (suhu dan kelembaban) dalam ruangan ber-AC? 3. Apakah macam keluhan penyakit yang dirasakan karyawan di ruangan ber-AC? 4. Apakah ada pengaruh antara kualitas udara di ruangan ber - AC terhadap gangguan kesehatan? Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan dan gan gguan paparan di ruangan kerja ber-AC pada gedung bertingkat dengan gangguan kesehatan. Tujuan khususnya antara lain: mengidentifikasi kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan ber -AC, mengidentifikasi kualitas fisik udara dalam ruangan ber-AC, mengidentifikasi macam keluhan yang dirasakan karyawan di dalam ruangan ber -AC, mengidentifikasi pengaruh antara gangguan paparan di ruangan ber -AC terhadap gangguan kesehatan. Diposkan oleh sugiarti di 23:01