homosistein sebagai faktor risiko alheizmer dan demensia

8
1 Untuk Diagnosa Lebih Baik Daftar Isi Homosistein sebagai Faktor Risiko Demensia dan Alzheimer ............................................... 1 Pemeriksaan Biokimia untuk Dugaan Rhabdomyolysis ........................................ 3 PAPP-A dan Kegunaan Kliniknya ...................... 5 [ ISSN 0854-7165 | No. 5/2003 ] LABORATORIUM KLINIK HOMOSISTEIN SEBAGAI FAKTOR RISIKO DEMENSIA DAN ALZHEIMER PENDAHULUAN Penyakit Alzheimer bertanggung jawab atas lebih dari 70 persen dari semua penyebab demensia, oleh karena itu penting untuk mengidentifikasi faktor risiko yang dapat dimodifikasi untuk penyakit ini. Telah diketahui bahwa subyek dengan faktor risiko kardiovaskular dan riwayat stroke memiliki risiko demensia vaskular dan penyakit Alzheimer yang meningkat. Homosistein total plasma telah muncul sebagai suatu faktor risiko vaskular yang utama. Peningkatan kadar homosistein total ada hubungannya dengan peningkatan risiko atherosclerotic sequelae, yang meliputi kematian akibat kardiovaskular, penyakit jantung koroner, aterosklerosis karotid, dan stroke klinik (1). HOMOSISTEIN PADA DEMENSIA DAN ALZHEIMER Penelitian yang dilakukan oleh Mc Ilroy dkk melaporkan bahwa peningkatan kadar homosistein moderat meningkatkan risiko demensia dan stroke secara signifikan. Peningkatan risiko demensia tidak tergantung Apo E, satu-satunya faktor risiko genetik untuk penyakit Alzheimer yang diketahui (3). Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya telah dilaporkan suatu hubungan yang terbalik antara kadar homosistein total plasma dan fungsi kognitif yang diukur secara simultan. Dua studi kontrol kasus menemukan bahwa kadar homosistein plasma lebih tinggi pada orang yang menderita penyakit Alzheimer (1). Seshadri dkk melakukan penelitian yang memberikan bukti bahwa pada orang dengan usia lanjut, peningkatan kadar homosistein dalam plasma berkaitan dengan peningkatan risiko yang signifikan di mana penyakit Alzheimer atau demensia tipe lain akan berkembang selama delapan tahun observasi. Pada penelitian mereka, risiko ini meningkat seiring dengan kadar homosistein plasma, sehingga penelitian ini menjadi penunjang lebih lanjut bagi validitas hubungan ini. Para peneliti mengobservasi bahwa kenaikan kadar homosistein plasma sebesar 5 m mol/L menaikkan risiko penyakit Alzheimer sebesar 40 persen. Besarnya efek ini sama dengan efek homosistein pada penyakit vaskular simtomatik, dan efek ini tidak tergantung pada faktor risiko demensia lain, termasuk genotipe apolipoprotein E dan kadar vitamin B (1,2). Kadar homosistein meningkat seiring dengan usia. Akan tetapi, walaupun pada penelitian ini sudah disesuaikan terhadap usia, kadar homosistein masih merupakan faktor prediksi untuk risiko demensia. Kelemahan studi ini adalah bahwa kadar homosistein diukur pada subyek yang tidak puasa dan kadar vitamin B tidak diukur pada semua subyek (2). Walaupun hubungan antara homosistein plasma dan demensia telah menjadi subyek bagi berbagai penelitian

Upload: kloter1

Post on 13-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ALZHEIMER

TRANSCRIPT

Page 1: Homosistein Sebagai Faktor Risiko Alheizmer Dan Demensia

1

Untuk Diagnosa Lebih Baik

Daftar Isi

Homosistein sebagai Faktor Risiko Demensia dan

Alzheimer ............................................... 1

Pemeriksaan Biokimia untuk Dugaan

Rhabdomyolysis ........................................ 3

PAPP-A dan Kegunaan Kliniknya ...................... 5

[ ISSN 0854-7165 | No. 5/2003 ]

LABORATORIUM KLINIK

HOMOSISTEIN SEBAGAI FAKTOR RISIKODEMENSIA DAN ALZHEIMER

PENDAHULUAN

Penyakit Alzheimer bertanggung jawab atas lebih dari70 persen dari semua penyebab demensia, oleh karenaitu penting untuk mengidentifikasi faktor risiko yangdapat dimodifikasi untuk penyakit ini. Telah diketahuibahwa subyek dengan faktor risiko kardiovaskular danriwayat stroke memiliki risiko demensia vaskular danpenyakit Alzheimer yang meningkat.

Homosistein total plasma telah muncul sebagai suatufaktor risiko vaskular yang utama. Peningkatan kadarhomosistein total ada hubungannya dengan peningkatanrisiko atherosclerotic sequelae, yang meliputi kematianakibat kardiovaskular, penyakit jantung koroner,aterosklerosis karotid, dan stroke klinik (1).

HOMOSISTEIN PADA DEMENSIA DAN ALZHEIMER

Penelitian yang dilakukan oleh Mc Ilroy dkk melaporkanbahwa peningkatan kadar homosistein moderatmeningkatkan risiko demensia dan stroke secarasignifikan. Peningkatan risiko demensia tidak tergantungApo E, satu-satunya faktor risiko genetik untuk penyakitAlzheimer yang diketahui (3).

Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukansebelumnya telah dilaporkan suatu hubungan yangterbalik antara kadar homosistein total plasma dan fungsikognitif yang diukur secara simultan. Dua studi kontrol

kasus menemukan bahwa kadar homosistein plasmalebih tinggi pada orang yang menderita penyakitAlzheimer (1).

Seshadri dkk melakukan penelitian yang memberikanbukti bahwa pada orang dengan usia lanjut, peningkatankadar homosistein dalam plasma berkaitan denganpeningkatan risiko yang signifikan di mana penyakitAlzheimer atau demensia tipe lain akan berkembangselama delapan tahun observasi. Pada penelitianmereka, risiko ini meningkat seiring dengan kadarhomosistein plasma, sehingga penelitian ini menjadipenunjang lebih lanjut bagi validitas hubungan ini. Parapeneliti mengobservasi bahwa kenaikan kadarhomosistein plasma sebesar 5 m mol/L menaikkan risikopenyakit Alzheimer sebesar 40 persen. Besarnya efekini sama dengan efek homosistein pada penyakitvaskular simtomatik, dan efek ini tidak tergantung padafaktor risiko demensia lain, termasuk genotipeapolipoprotein E dan kadar vitamin B (1,2).

Kadar homosistein meningkat seiring dengan usia. Akantetapi, walaupun pada penelitian ini sudah disesuaikanterhadap usia, kadar homosistein masih merupakanfaktor prediksi untuk risiko demensia. Kelemahan studiini adalah bahwa kadar homosistein diukur pada subyekyang tidak puasa dan kadar vitamin B tidak diukur padasemua subyek (2).

Walaupun hubungan antara homosistein plasma dandemensia telah menjadi subyek bagi berbagai penelitian

Page 2: Homosistein Sebagai Faktor Risiko Alheizmer Dan Demensia

2

sebelumnya, tetapi penelitian yang dilakukan olehSeshadri ini merupakan studi prospektif pertama yangmenunjukkan hubungan yang kuat dengan risiko. Selainitu, nilai base-line untuk homosistein dan vitamin Bdiperoleh rata-rata delapan tahun sebelumperkembangan demensia. Hubungan antara kadarhomosistein dengan risiko demensia berikutnya dan tidakadanya hubungan dengan kadar vitamin B menyatakan,tetapi tidak membuktikan, bahwa homosistein dengancara tertentu secara langsung meningkatkanperkembangan penyakit Alzheimer dan demensia lain (2).

HIPERHOMOSISTEINEMIA

Homosistein merupakan produk intermediate padametabolisme asam amino yang mengandung sulfur. Padapertemuan jalur remetilasi dan transsulfurasi,homosistein dapat dikonversikan menjadi metionin dansistein. Penyebab hiperhomosisteinemia diantaranyaadalah kelainan metabolisme inborn error yang jarangyang mengganggu transsulfurasi (defisiensicystathionine b-synthase atau homosistinuria) dankeadaan defisiensi vitamin B yang menggangguremetilasi (defisiensi folat atau vitamin B12). Padadefisiensi folat dan vitamin B12, kadar homosisteinplasma meningkat sebagai akibat langsung daridefisiensi kofaktor yang dibutuhkan untuk reaksi transfersatu karbon (2).

Hiperhomosisteinemia dapat mempercepatperkembangan demensia dengan beberapa cara, sepertimelalui perkembangan mikroangiografi serebral,disfungsi endotel, dan stres oksidatif, seperti halnyapeningkatan neurotoksisitas tergantung peptida b-amiloid dan apoptosis neuronal (2). Metabolithomosistein, seperti asam homosisteat, memiliki efekeksitotoksisitas neuronal dengan menstimulasi reseptorglutamatergic N-methyl-D-aspartate. Efek ini beberapakali lebih kuat daripada glutamat dan menyebabkanpeningkatan Ca2+ intraselular, aktivasi proteinproapoptosis, dan kematian sel (2,3). Selain itu, efekhomosistein pada aterotrombosis dalam pembuluh darahserebral menyebabkan iskemia sistem saraf pusat,hipoksia neuronal, dan injury (2).

Penelitian Seshadri dkk memberikan pandanganmengenai mekanisme penyakit-penyakit yang sangatmembahayakan ini, tetapi mereka juga menyarankansuatu strategi pengobatan yang potensial. Pemberianfolat, vitamin B12 atau betaine pada diet normal akanmenurunkan kadar homosistein dalam plasma padakebanyakan orang. Perlu dipikirkan kemungkinan bahwakonsumsi vitamin-vitamin ini dapat mencegahperkembangan penyakit Alzheimer dan demensia lain.Tetapi, belum ada uji yang prospektif untuk

membuktikan bahwa demensia dapat dicegah denganmenurunkan kadar homosistein dengan suplemen vita-min B. Kemampuan vitamin B untuk menurunkan risikopenyakit serebrosvaskular juga belum terbukti. Studiyang penting ini memberikan landasan bagi penelitianselanjutnya untuk menguji efek folat, vitamin B, danterapi lain yang mungkin pada kelainan-kelainanneurologis yang membahayakan ini (2).

PENUTUP

Hiperhomosisteinemia saat ini dikenal hanya sebagaiindikator kerentanan terhadap penyakit dan terapi yangdapat menurunkan kadar homosistein tidak menjaminmenurunkan kejadian stroke atau demensia.

Nilai pengukuran tergantung pada tipe makanan yangdikonsumsi sebelum pemeriksaan dan pada penanganansampel. Oleh karena itu sebelum melakukanpemeriksaan, pasien diharuskan puasa terlebih dahulu(4).

Faliawati Moeliandari

RUJUKAN :1. Seshadri S, Beiser A, Selhub J, Jacques PF, Rosenberg

IH, D�Agostino RB, et al. Plasma Homocysteine As A RiskFactor For Dementia And Alzheimer�s Disease. N Engl JMed 2002; 346: 476-483.

2. Loscalzo J. Homocysteine and Dementias. N Engl J Med2002; 346: 466-468.

3. McIlroy SP, Dynan KB, Lawson JT, Patterson CC, PassmoreP. Moderately Elevated Plasma Homocysteine,methylenetetrahydrofolate Reductase Genotype, andRisk for Stroke, Vascular Dementia, and Alzheimer Dis-ease in Northern Ireland. Stroke 2002, 33 : 2351-235.

Gambar 1. Mekanisme potensial bagaimana homosisteinmenyebabkan neuronal injury

Page 3: Homosistein Sebagai Faktor Risiko Alheizmer Dan Demensia

3

4. Korczyn AD. Homocysteine, Stroke and Dementia. Stroke2002; 33: 2343-2344.

PEMERIKSAAN BIOKIMIA UNTUK DUGAANRHABDOMYOLYSIS

PENDAHULUAN

Pada saat strategi yang berdasarkan terapi farmakologisjangka panjang dipertimbangkan untuk mengontrolfaktor risiko kardiovaskular seperti hiperkolesterolemia,sangat relevan untuk memperkirakan rasio risiko/manfaat yang efektif dari efikasi obat atau kelompokobat (3).

Beberapa percobaan klinis memberikan bukti konklusifbahwa statin menginduksi regresi aterosklerosisvaskular dan menurunnya morbiditas dan mortalitas padapasien dengan atau tanpa penyakit kardiovaskular. Studi-studi banyak yang meragukan keamanan dantolerabilitas statin. Pada kenyataannya, efek sampingyang biasa yang berhubungan dengan terapi statin relatifjarang dan seringkali bersifat sementara (gejala gas-trointestinal, sakit kepala, rash). Akan tetapi, efeksamping yang jarang tapi relevan secara klinis meliputitoksisitas untuk hati dan otot (3).

Rhabdomyolysis merupakan keadaan umum di mana in-jury terhadap otot skelet menghasilkan kebocorankandungan miosit ke dalam cairan ekstravaskular danjika cukup berat, terjadi pasase myoglobin ke dalamurin dan membuat urin menjadi berwarna coklat (2).

RHABDOMYOLYSIS

Rhabdomyolysis telah didefinisikan bermacam-macam.Definisi yang paling tepat adalah injury terhadap sarco-lemma (membran) sel otot polos yang menghasilkankebocoran komponen selular ke dalam darah atau urine.Istilah rhabdomyolysis dan myoglobinuria seringdipertukarkan (2).

Rhabdomyolysis merupakan sindrom yang reversible tapijika tidak ditangani akan berakibat fatal. Dia dapatdiakibatkan oleh beberapa macam penyakit dangangguan, yang ditemukan bersamaan pada pasienpengguna statin (3).

Table 1. Possible causes of rhabdomyolysis (3)

Traumatic events (vascular injuries, burns, directmuscle trauma)

Alcohol abuseDrug abuse (cocaine, amphetamine, heroin)Genetic abnormalities in carbohydrate and lipid

metabolismHypothyroidismInfectionsMedical therapies (corticosteroids, statins, fibrates,

antidepressants, benzodiazepines, antipsychoticagents, anaesthetics)Low potassium, sodium, phosphateHypothermiaHyperthermia

PERUBAHAN BIOKIMIA PADA RHABDOMYOLYSIS

Pada semua kasus kelemahan otot, elektrolit serum harusdiperiksa bersama dengan creatine kinase (CK). Berbedadengan pada rhabdomyolysis, CK serum dan myoglobinsering ditemukan normal pada pasien dengan myopathy(1).

Sel otot yang rusak akan membocorkan creatine kinaseke dalam plasma. Enzim ini ada dalam beberapa isoform.CK-MM atau CK total digunakan sebagai indeks kerusakanotot skeletal. Kerusakan sel otot juga dapatmembocorkan myoglobin (1).

MYOGLOBIN

Myoglobin dikatabolisme dengan filtrasi glomerulus,absorpsi tubulus ginjal proksimal melalui endositosis danproteolisis. Seperti halnya semua protein dengan beratmolekul rendah, sejumlah kecil dan konstan protein yangdisaring akan diekskresikan (biasanya 0,01-5%), kadarprotein yang signifikan muncul dalam urin hanya padasaat kapasitas tubulus ginjal dilampaui. Pada saat halini terjadi kadar dalam plasma adalah antara 3-15 mg/L. Perturbasi terhadap GFR, absorpsi tubulus ginjal dankecepatan aliran urin yang dapat terjadi padarhabdomyolysis akan merubah nilai ini, disebabkankarena afinitas pengikatan protein yang rendah darimyoglobin dalam plasma (2).

Immunoassay untuk myoglobin dalam serum sudahtersedia, dan dengan modifikasi yang tepat juga dapatdigunakan untuk bahan urin. Myoglobin stabil dalamserum, akan tetapi pH urin harus diatur antara 8,5-9,0sesegera mungkin setelah pengumpulan sampel, jika

Page 4: Homosistein Sebagai Faktor Risiko Alheizmer Dan Demensia

4

tidak akan terjadi kehilangan aktivitas imunologisnya.Kadar normal myoglobin dalam serum biasanya kurangdari 100 mg/L dan dalam urin adalah kurang dari 10 mg/L, tapi pada rhabdomyolysis kadarnya dalam serumdapat mencapai 750 mg/L dan dalam urin dapat mencapai80 mg/L. Myoglobin memberikan warna merah-coklatpada urin pada kadar di atas 300 mg/L atau 1 g/L (2).

PELEPASAN MYOGLOBIN DAN CK SETELAH INJURY

Beberapa penelitian pada manusia telah menemukanadanya pelepasan myoglobin dan CK setelah muscle in-jury. Dalam serum, myoglobin akan terurai dengan waktuparuh 1-3 jam dalam keadaan GFR normal, dan lebihlama apabila GFR berkurang. Serum CK menurun denganwaktu paruh 36 jam. Kedua pemeriksaan dapat berlakusebagai gross indicator untuk besarnya kerusakan otot.Perlu diketahui waktu pengambilan sampel setelah in-jury (2).

PENGUKURAN PROGNOSTIK DALAM RHABDOMYOLYSIS

Pada beberapa studi, serum CK sebaik serum myoglobindalam menentukan derajat muscle injury. Bukti bahwarhabdomyolysis telah terjadi atau sedang terjadiditunjukkan oleh peningkatan CK yang tidak adakaitannya dengan cardiac source (2).

STATIN DAN RHABDOMYOLYSIS

Hydroxymethyl glutaryl coenzyme A reductase inhibitors(statin) memberikan manfaat yang besar untuk individudengan risiko tinggi untuk PJK. Pada beberapa studistatin telah menunjukkan dapat mengurangi kolesteroltotal sebesar 17-29% dan LDL antara 24-61%, yangberhubungan dengan pengurangan kejadian PJK danpenyakit serebrovaskular (4). Obat-obat ini mempunyaiprofil keamanan yang bagus. Meskipun demikian,perbedaan sifat fisikokimia dan farmakokinetik antarastatin dapat memberikan keamanan jangka panjangyang berbeda secara signifikan. Efek samping jangkapanjang yang berhubungan dengan penggunaan statincontohnya adalah hepatotoksisitas dan myopathy (3,4).

Penarikan cerivastatin dari pasaran pada tahun 2001karena kasus rhabdomyolysis berat, menyebabkanadanya perhatian yang besar terhadap keamanan seluruhkelompok statin. Saat ini, semua kasus rhabdomyolysisyang ada hubungannya dengan penggunaan statin telahdilaporkan ke Food and Drug Administration (FDA).Rhabdomyolysis fatal diantara pengguna statin

merupakan kejadian yang jarang, angka yang dilaporkanadalah kurang dari 1 per 1.000.000 pada semua pemakaistatin selain cerivastatin (3).

Keamanan dan tolerabilitas statin yang ada mendukungpenggunaaannya sebagai pengobatan first-line padapasien-pasien dengan risiko tinggi PJK, karena manfaatklinisnya lebih besar dibandingkan dengan risiko my-opathy yang kecil. Meskipun demikian, klinisi haruswaspada terhadap efek samping yang mungkin adahubungannya dengan pengobatan statin, terutama padapasien dengan risiko tinggi PJK dan membutuhkan terapibeberapa obat dalam jangka panjang (3).

Peningkatan Enzim Transaminase, Myopathy danRhabdomyolysisSejauh ini efek samping paling penting yang dilaporkanadalah peningkatan enzim hati dan myopathy.Postmarketing surveillance awal dari beberapa statinmenunjukkan adanya peningkatan transaminase (SGOTdan SGPT lebih besar dari 3x batas atas normal) sampai1%. Kenaikan ini tergantung dari dosis. Kebanyakanabnormalitas hati ini terjadi selama 3 bulan pertamaterapi dan membutuhkan pengobatan (3).

Insidensi myopathy adalah kecil (kurang dari 0,1%) padapasien yang menggunakan statin tanpa pemberianbeberapa obat secara bersamaan, yang meningkatkanrisiko myopathy. Semua obat penurun lipid adahubungannya dengan risiko myopathy yang lebih besar,yang paling banyak buktinya adalah fibrat. Data di UKmenunjukkan bahwa pasien yang menggunakan statinmempunyai risiko relatif untuk myopathy sebesar 7,6dibandingkan dengan populasi umum, sementara fibratmempunyai risiko relatif 43,3 (3).

Myopathy merupakan diagnosis klinis peningkatancreatine phosphokinase lebih dari 10 kali batas atasnormal dan dikarakterisasi oleh mialgia kuat disertaifatigue. Gejala-gejala berkembang ke rhabdomyolysisselama pasien melanjutkan pemakaian obat (3).

PENUTUP

Rhabdomyolysis merupakan sindrom yang reversible tapijika tidak ditangani akan berakibat fatal. Dia dapatdiakibatkan oleh beberapa macam penyakit dangangguan, yang ditemukan bersamaan pada pasienpengguna statin.

Karena hiperkolesterolemia merupakan kondisi kronik,keamanan pemakaian statin jangka panjang menjadipenting. Reaksi yang tak diinginkan yang melibatkanotot skelet merupakan yang paling umum (insidensi yang

Page 5: Homosistein Sebagai Faktor Risiko Alheizmer Dan Demensia

5

dilaporkan 1-7%). Penarikan cerivastatin karena adanyakematian yang disebabkan oleh rhabdomyolysis (25%diantaranya berkaitan dengan terapi kombinasigemfibrozil-cerivastatin) telah menimbulkan perhatianpada miotoksisitas yang dihubungkan dengan statin danterutama dengan kombinasi statin-fibrat.

Beberapa pemeriksaan seperti enzim transaminase(SGOT dan SGPT), creatine kinase (CK) dan myoglobindapat digunakan untuk memantau kemungkinanterjadinya efek samping obat yang dapat menyebabkanrhabdomyolysis.

Marita Kaniawati

Rujukan :1. Gaw A, Cowan RA, O�Reilly DSJ, Stewart MJ, Shepherd

J. An Illustrated Colour Text. Clinical Biochemistry.Churchill Livingstone, London, 1998, p.136-137.

2. Beetham R. Biochemical investigation of suspectedrhabdomyolysis. Ann Clin Biochem 2000; 37 : 581-587.

3. Bolego C, Baetta R, Bellosta S, Corsini A, Paoletti R. Safetyconsiderations for statins. Curr Opin Lipidol 2002 ; 13 :637-644.

4. Evans M, Rees A. The myotoxicity of statins. Curr OpinLipidol 2002 : 13 : 415-420.

PREGNANCY-ASSOCIATED PLASMA PROTEINA (PAPP-A) DAN KEGUNAAN KLINIKNYA

PENDAHULUAN

PAPP-A digambarkan pertama kali oleh Lin dkk padatahun 1974 sebagai komponen serum dengan beratmolekul tinggi yang diperoleh dari individu pada trimesterakhir kehamilan. PAPP-A merupakan metaloglikoproteinmengandung Zn, besar dan dimerik, dengan beratmolekul 800 kDA dan mobilitas elektroforetik a2. Setiapsubunit terdiri dari 1.547 residu asam amino dan padakehamilan dihasilkan dari suatu prekursor yang lebihbesar berasal dari plasenta (1).

Penelitian terbaru tentang PAPP-A pada plak aterosklerosistidak stabil, dengan peningkatan PAPP-A dalam sirkulasi,menyatakan peran baru PAPP-A sebagai penandasindroma koroner akut. Akan tetapi sampai saat ini,kegunaan klinik utama terbatas pada tiga hal :� Sebagai penanda chromosomal aneuploidy� Sebagai indikator untuk kegagalan kehamilan awal dan

komplikasi kehamilan� Sebagai penanda untuk sindroma Cornelia de Lange

(1).

PAPP-A DAN CHROMOSOMAL ANEUPLOIDY

Frekuensi alami abnormalitas kromosomal saatkelahiran, tanpa adanya ujisaring prenatal, diperkirakansekitar 6 per 1000 kelahiran. Yang paling sering terjadiadalah trisomy 21 (Down Syndrome), risikonyameningkat secara dramatis dengan usia kehamilan.Kejadian trimester kedua dari trisomy 21 pada janinadalah 1 dalam 500. Trisomy autosomal lain yang umumtermasuk trisomy 18 (Edwards syndrome) memilikiangka kejadian 1 dalam 6.500 dan trisomy 13 (Patau�ssyndrome) memiliki angka kejadian 1 dalam 12.500 (1).

Sejak awal tahun 1990, ujisaring prenatal, yang asalnyaditujukan untuk deteksi trisomy 21, telah menjadi bagianstandar dari praktek obstetrik, terutama melaluipengukuran penanda biokimia serum maternal pada tri-mester kedua (kehamilan 15-20 minggu). Penanda-penanda ini termasuk kombinasi dari 2 atau 3pemeriksaan berikut : alphafetoprotein (AFP), totalhCG, b-hCG bebas dan estriol tak terkonyugasi. Padakehamilan dengan janin trisomy 21, kadar serum ma-ternal AFP dan estriol tak terkonyugasi cenderung lebihrendah dari normal (median MoM 0,7), sementara kadarb-hCG bebas meningkat 2,2 MoM atau total hCGmeningkat 2,0 MoM (1).

Pada beberapa pusat kesehatan, ujisaring untuk trisomy18 juga dilakukan menggunakan protokol penanda yangsama, dengan kadar serum maternal janin trisomy 18pada semua penanda secara rata-rata lebih rendah darinormal. Secara umum, ujisaring dapat mengidentifikasikurang lebih 60% dari kasus, dengan positif palsu 0,5-1% (1).

Banyak penelitian di masa lalu telah difokuskan padaujisaring dalam kehamilan yang lebih dini (10 sampai14 minggu). Brambati dkk merupakan yang pertamayang menunjukkan bahwa kadar PAPP-A berkurang padakehamilan dengan trisomy 21 (median Mom 0,45) (1).

Serum PAPP-A yang rendah bukan hanya merupakanindikator untuk trisomy 21. Pada kasus trisomy 18 dan13, kadar PAPP-A juga menurun pada trimester pertama.Ketika digunakan bersama dengan b-hCG bebas (ketikakadar menurun sampai sekitar 0,3 MoM) dan nuchaltranslucency/NT (ketika kadar meningkat), algoritmayang cocok dapat mendeteksi 90% kasus trisomy 13 dan18 dengan nilai positif palsu 1%. Kadar PAPP-A juga sangatrendah pada kasus triploidy (1).

Kadar serum PAPP-A tetap rendah sampai trimester keduapada kasus trisomy 18. Saat ini, PAPP-A merupakanpenanda biokimia yang terbaik. Telah dinyatakan bahwaprogram ujisaring dua tahap menggunakan PAPP-Asebagai uji second-line dapat mengidentifikasi 80%kasus trisomy 18, dengan angka positif palsu 0,1% (1).

Page 6: Homosistein Sebagai Faktor Risiko Alheizmer Dan Demensia

6

KOMPLIKASI KEHAMILAN

Pada awal tahun 1980 penggunaan PAPP-A didasarkanpada penemuan bahwa kadar PAPP-A yang rendahdihubungkan dengan kelangsungan hidup janin yangburuk. Hubungan ini ditunjukkan pada program ujisaringprenatal, di mana serum PAPP-A yang rendah tanpaadanya pemeriksaan ultrasound meningkatkankecurigaan kematian janin. Studi-studi juga telahmenunjukkan bahwa serum maternal PAPP-A yang rendahdihubungkan dengan wanita yang keguguran berurutan,menderita hipertensi akibat kehamilan dan mengalamiketerbatasan pertumbuhan (1).

SINDROMA CORNELIA DE LANGE

Sindroma Cornelia de Lange merupakan malformasiperkembangan yang ditandai diantaranya olehketerlambatan perkembangan mental dan pertumbuhan,dan kerusakan jantung kongenital. Kejadiannyadiperkirakan pada 1 dari 40.000 kelahiran dengan risikomuncul kembali 1%. Laporan kasus dari awal tahun 1980menunjukkan kadar PAPP-A yang rendah pada serummaternal yang dikumpulkan antara usia kehamilan 20dan 35 minggu. Akhir-akhir ini, Aitken dkk menganalisis19 kasus dan mampu mengkonfirmasi kadar PAPP-Arendah (nilai tengah MoM 0,21) pada trimester kedua,dan menghasilkan perkiraan keganjilan janin yangterkena berdasarkan kadar PAPP-A (1).

PAPP-A SEBAGAI PENANDA SINDROMA KORONER AKUT

Pasien dengan sindoma koroner akut mempunyai risikountuk komplikasi yang serius dan kematian. Outcome-nya dapat diperbaiki dengan diagnosis yang akurat dancepat, diikuti dengan pengobatan yang tepat (2).

Tes diagnostik untuk myocardial injury meliputitechnetium-99m sestamibi scanning untukmengidentifikasi gangguan pada perfusi miokard, EKGuntuk mengidentifikasi abnormalitas gerakan dindingventrikel kiri, dan pengukuran kadar CKMB, myoglobin,troponin I dan troponin T untuk mengidentifikasi nekrosismiokard. Setiap tes menggambarkan tahapan yangberbeda dari oklusi koroner ke iskemia miokard :kerusakan aliran arteri koroner, disfungsi miokardiskemik, dan akhirnya nekrosis jaringan miokard.Tersedianya penanda dini instabilitas plak yang sensitifdan spesifik, yang kadarnya menjadi meningkat sebelumatau pada saat tidak ditemukannya peningkatan penandainjury sel miokard lain, akan memperbaiki pembuatan

keputusan diagnostik dan terapetik, dan mungkin jugamemperbaiki nilai pemeriksaan-pemeriksaan tradisional(2).

Dihipotesiskan bahwa PAPP-A, yang ditemukan pada priadan wanita, mungkin merupakan penanda seperti yangdisebutkan di atas, dan dapat mengidentifikasi pasiendengan plak aterosklerotik yang tidak stabil. PAPP-Amerupakan molekul proaterosklerotik yang potensial danakhir-akhir ini terbukti merupakan aktivator spesifikuntuk IGF-1, suatu mediator untuk aterosklerosis (2).

Penggunaan terbaru yang potensial untuk pengukuranPAPP-A telah dinyatakan sebagai hasil identifikasi PAPP-A pada plak aterosklerotik dan peningkatan yangbersesuaian dengan kadar PAPP-A dalam sirkulasi. Dalamhal ini, dibutuhkan pemeriksaan dengan sensitivitastinggi. Satu studi yang menggunakan kadar batas 10mIU/L (2.000 kali lebih kecil dibandingkan dengan kadarpada kehamilan 11 minggu), menunjukkan sensitivitasuntuk identifikasi sindrom koroner akut sebesar 89,2%dan spesifisitasnya sebesar 81,3%. Sensitivitasnya 94,1%pada kasus infark miokard dan 85% pada kasus anginatidak stabil (1).

Penelitian PAPP-A yang dilakukan Genis dankawan-kawan (2)Telah diperiksa kadar ekspresi PAPP-A pada delapan plakkoroner yang tidak stabil dan empat plak stabil daridelapan pasien yang meninggal mendadak yangdisebabkan jantung. Juga telah diukur kadar sirkulasiPAPP-A, C-Reactive Protein, dan IGF-I pada 17 pasiendengan infark miokard akut, 20 dengan angina tidakstabil, 19 dengan angina stabil, dan 13 kontrol tanpaaterosklerosis.

Hasil penelitian Genis dkk menunjukkan bahwa PAPP-Abanyak diekspresikan pada sel plak dan matriksekstraselular dari plak tidak stabil yang terkikis dankoyak, tetapi tidak diekspresikan pada plak stabil. KadarPAPP-A yang bersirkulasi secara signifikan lebih tinggipada pasien dengan angina tidak stabil atau infarkmiokard akut daripada pasien dengan angina stabil dankontrol (p<0,001). Nilai batas PAPP-A sebesar 10mIU/Lmengidentifikasi pasien yang memiliki sindroma koronerakut dengan sensitifitas 89,2% dan spesifisitas 81,3%.Kadar PAPP-A berkorelasi dengan kadar C-Reactive Pro-tein dan IGF-1 bebas, tetapi tidak dengan penanda myo-cardial injury (troponin I dan CKMB isoform).

Genis dkk menemukan adanya hubungan antara penyakitkoroner yang tidak stabil dengan kadar PAPP-A. Bukti-bukti histologis mengenai hubungan antara PAPP-A dansindrom koroner akut berasal dari evaluasi plak padapasien yang meninggal tiba-tiba karena penyakitjantung. Dengan menggunakan antibodi monoklonalspesifik ditemukan bahwa PAPP-A diekspresikan dalam

Page 7: Homosistein Sebagai Faktor Risiko Alheizmer Dan Demensia

7

jumlah yang banyak baik pada plak yang koyak atau yangmengalami erosi, dan hanya sedikit ditemukan pada plakyang stabil. Diduga bahwa PAPP-A dihasilkan oleh sel-sel teraktivasi pada plak yang tidak stabil dan dilepaskanke dalam matriks ekstraselular. Apakah PAPP-A dapatmendegradasi matriks ekstraselular, masih belum jelas.Metaloproteinase lain ada hubungannya dengan daerahbahu lesi aterosklerotik yang kaya-makrofag dan secaratidak langsung terlibat dalam koyaknya plak.

Penemuan PAPP-A dalam kadar yang tinggi pada plakaterosklerotik tidak stabil mendorong para penelitiuntuk memperkirakan kadar PAPP-A yang bersirkulasipada pasien dengan sindrom koroner akut. Kadar PAPP-A yang bersirkulasi secara signifikan meningkat padapasien dengan angina tidak stabil dan pasien infarkmiokard. Nilai PAPP-A 10 mIU/L secara akuratmengidentifikasi pasien dengan sindrom koroner akut.

PAPP-A PADA SUBJEK HIPERLIPIDEMIK ASIMTOMATIKDENGAN RISIKO KARDIOVASKULAR TINGGI

Beaudeux dkk menentukan kadar PAPP-A pada priahiperlipidemik asimtomatik (n = 64, usia 51 + 7 th)dengan status lesi dan intima-media thickness padaarteri karotid dievaluasi dengan USG noninvasif dandibandingkan dengan kelompok kontrol normolipidemik(n = 25). Tidak ada perbedaan kadar PAPP-A antarasubjek hiperlipidemik (8,99 + 2,93 mIU/L) dan kontrol(8,03 + 2,75 mIU/L) juga antara subjek hiperlipidemikyang disertai obstruksi luminal pada arteri karotid (9,26+ 2,53 mIU/L) dan yang tidak disertai obstruksi (8,85 +3,29 mIU/L). Sebaliknya, pada pasien dengan plakkarotid ateromatus, ada hubungan positif antara kadarPAPP-A dan CRP (p<0,05). Selain itu, subjek dengan lesiekogenik hiperekoik atau isoekoik mempunyai kadarPAPP-A yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkandengan lesi hipoekoik (10,32 + 2,72 vs 8,27 + 2,18 mIU/L, p<0,05) dan dengan kontrol normolipidemik (p<0,05).Dengan demikian, peningkatan kadar PAPP-A merupakanpenanda potensial untuk derajat ekogenisitas plakaterosklerotik karotid pada pasien hiperlipidemikasimtomatik dengan risiko kardiovaskular tinggi (3).

OPTIMISASI PEMERIKSAAN PAPP-A

Saat ini pemeriksaan menggunakan antibodi monoklonaluntuk PAPP-A sudah tersedia. PAPP-A relatif stabil padasuhu kamar dengan kadar yang tidak berubah setelah 7hari. Beku ulang sampai 5 kali tidak memberi efek padakadar serum. Untuk keperluan ujisaring, serum

merupakan media yang paling baik. Penampungan padatabung EDTA menghasilkan penghilangan kandungan zincpada pusat molekul PAPP-A. Hal ini menyebabkanperubahan konformasional pada protein, membuatnyahampir tidak terlihat pada kebanyakan sistempemeriksaan. Penampungan pada heparin jugamenghasilkan nilai PAPP-A yang lebih rendah (1).

PENUTUP

Nilai klinis untuk PAPP-A terus berkembang seiringdengan tersedianya data baru. Sementara kegunaannyatelah ditetapkan sebagai alat pengukur risiko untukabnormalitas janin telah ditetapkan di Eropa, penemuanterakhir menyatakan bahwa PAPP-A juga dapatmemprediksi kejadian kardiovaskular.

PAPP-A ditemukan pada plak tidak stabil, dan kadar yangbersirkulasi meningkat pada sindroma koroner akut.Peningkatan kadar ini dapat merefleksikanketidakstabilan plak aterosklerosis. PAPP-A merupakankandidat penanda baru untuk angina tidak stabil daninfark miokard akut.

Marita Kaniawati � Faliawati Moeliandari

Keterangan:- Pemeriksaan PAPP-A belum disediakan untuk keperluan

rutin

Rujukan :1. Spencer K. Pregnancy-Associated Plasma Protein-A and

its Clinical Utility. News & Views. Online News Magazine,p. 1-8.

2. Bayes-Genis A, Conover CA, Overgaard MT, Bailey KR,Cristiansen M, Holmes DR, et al. Pregnancy-associatedplasma protein A as a marker of acute coronary syn-dromes. N Engl J Med 2001 ; 345/14 : 1022-1029.

3. Beaudeux JL, Burc L, Imbert-Bismut F, Giral P, BernardM, Bruckert E et al. Serum PAPP-A. A Potential Markerof Echogenic Carotid Atherosclerotic Plaques inAsymptomatic Hyperlipidemic Subjects as HighCardiovascular Risk. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2003; 23 : e7-e10.

Page 8: Homosistein Sebagai Faktor Risiko Alheizmer Dan Demensia

8

Certificate Number: 403247Certified to QMS

Redaksi KehormatanProf. DR. Dr. Marsetio DonosepoetroDrs. Andi WijayaProf. DR. Dr. FX. Budhianto SuhadiDR. Dr. Irwan Setiabudi

Ketua Dewan Redaksi/Penanggung JawabDra. Marita Kaniawati

Anggota Dewan RedaksiDra. Dewi MuliatyDra. Ampi RetnowardaniDra. Lies GantiniFaliawati Moeliandari S.Si

Alamat RedaksiLaboratorium Klinik ProdiaJl. Cisangkuy 2, Bandung 40114Telepon: (022) 7234210 (Hunting)Fax : (022) 7234183e-mail: [email protected]: www.prodia.co.id

Nopember 2003-3500