home

2
wHome » Bahasa » Ciri Kebahasaan Teks Cerpen CIRI KEBAHASAAN TEKS CERPEN Moh Hari Rusli 08:13 Add Comment Bahasa Bahasa dalam karya sastra tidak bisa lepas dari stilistik atau gaya. Gaya dihubungkan dengan pemakaian bahasa dalam karya sastra. Gaya bahasa merupakan bahasa indah yang berfungsi untuk meningkatkan efek menarik bagi pembaca. Penggunaan gaya bahasa dapat mengubah dan menimbulkan makna tertentu. Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata dalam berbicara dan menulis yang bertujuan untuk meyakinkan atau mempengaruhi pembaca. Gorys Keraf membagi gaya bahasa menjadi empat kelompok, yaitu a. Gaya bahasa Perbandingan ( seperti metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis,dll.) b. Gaya bahasa Pertentangan ( seperti hiperbola, litotes, ironi, satire, paradoks, klimaks, antiklimaks) c. Gaya bahasa Pertautan ( seperti metonimia, sinekdoke, alusio, eufemisme, elips,dll) d. Gaya bahasa Perulangan (seperti aliterasi, asonansi, antarklasis, anafora, simploke, dll) Aspek kebahasaan yang membangun teks cerpen meliputi: a. Kosakata, Pemilihan diksi yang benar dan sesuai menjadi penting sebagai tolak ukur kualitas cerpen yang dihasilkan, serta menambah keserasian antara bahasa dan kosakata yang dipakai dengan pokok isi cerpen yang ingin disampaikan kepada pembaca. b. Gaya bahasa, Aspek ini berfungsi untuk meningkatkan efek makna dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal lain tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Penggunaan gaya bahasa ini akan menimbulkan makna konotasi. c. Kalimat deskriptif yang menggambarkan suasana dalam cerita. Salah satu ciri linguistik yang membangun teks cerita pendek adalah penggunaan kalimat yang berfungsi melukiskan/mengambarkan keadaan dan peristiwa. d. Bahasa tidak baku dan tidak formal. Penulis menggunakan bahasa yang tidak formal karena cerita pendek mengisahkan kehidupan sehari-hari. Bahasa tidak formal membuat cerita pendek terasa lebih nyata. Perhatikan penggalan cerpen “Pengemis dan Shalawat Badar” karya Ahmad Thohari berikut !

Upload: aan-dwi-masruroh

Post on 16-Feb-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

urine sop

TRANSCRIPT

Page 1: Home

wHome » Bahasa » Ciri Kebahasaan Teks CerpenCIRI KEBAHASAAN TEKS CERPEN

Moh Hari Rusli 08:13 Add Comment Bahasa 

Bahasa dalam karya sastra tidak bisa lepas dari stilistik atau gaya. Gaya dihubungkan dengan pemakaian bahasa dalam karya sastra. Gaya bahasa merupakan bahasa indah yang berfungsi untuk meningkatkan efek menarik bagi pembaca. Penggunaan gaya bahasa dapat mengubah dan menimbulkan makna tertentu. Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata dalam berbicara dan menulis yang bertujuan untuk meyakinkan atau mempengaruhi pembaca.Gorys Keraf membagi gaya bahasa menjadi empat kelompok, yaitu a. Gaya bahasa Perbandingan ( seperti metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis,dll.)b. Gaya bahasa Pertentangan ( seperti hiperbola, litotes, ironi, satire, paradoks, klimaks, antiklimaks) c. Gaya bahasa Pertautan ( seperti metonimia, sinekdoke, alusio, eufemisme, elips,dll)d. Gaya bahasa Perulangan (seperti aliterasi, asonansi, antarklasis, anafora, simploke, dll)

Aspek kebahasaan yang membangun teks cerpen meliputi:a. Kosakata,Pemilihan diksi yang benar dan sesuai menjadi penting sebagai tolak ukur kualitas cerpen yang dihasilkan, serta menambah keserasian antara bahasa dan kosakata yang dipakai dengan pokok isi cerpen yang ingin disampaikan kepada pembaca.b. Gaya bahasa, Aspek ini berfungsi untuk meningkatkan efek makna dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal lain tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Penggunaan gaya bahasa ini akan menimbulkan makna konotasi.c. Kalimat deskriptif yang menggambarkan suasana dalam cerita.Salah satu ciri linguistik yang membangun teks cerita pendek adalah penggunaan kalimat yang berfungsi melukiskan/mengambarkan keadaan dan peristiwa.d. Bahasa tidak baku dan tidak formal.Penulis menggunakan bahasa yang tidak formal karena cerita pendek mengisahkan kehidupan sehari-hari. Bahasa tidak formal membuat cerita pendek terasa lebih nyata.

Perhatikan penggalan cerpen “Pengemis dan Shalawat Badar” karya Ahmad Thohari berikut !Bus yang aku tumpangi masuk terminal Cirebon ketika matahari hampir mencapai pucuk langit. Terik matahari ditambah dengan panasnya mesin disel tua memanggang bus itu bersama isinya. Untung bus tak begitu penuh sehingga sesama penumpang tak perlu bersinggungan badan.Namun dari sebelah kiriku bertiup bau keringat melalui udara yang dialirkan dengan kipas koran. Dari belakang terus-menerus mengepul asap rokok dari mulut seorang lelaki setengah mengantuk.Begitu bus berhenti, puluhan pedagang asongan menyerbu masuk. Bahkan beberapa di antara mereka sudah membajing loncat ketika bus masih berada di mulut terminal. Bus menjadi pasar yang sangat hiruk-pikuk. Celakanya, mesin bus tidak dimatikan dan sopir melompat turun begitu saja. Dan para pedagang asongan itu menawarkan dagangan dengan suara melengking agar bisa mengatasi derum mesin. Mereka menyodor-nyodorkan dagangan, bila perlu sampai dekat sekali ke

Page 2: Home

mata para penumpang. Kemudian mereka mengeluh ketika mendapati tak seorang pun mau berbelanja. Seorang di antara mereka malah mengutuk dengan mengatakan para penumpang adalah manusia-manusia kikir, atau manusia-manusia yang tak punya duit.Suasana sungguh gerah, sangat bising dan para penumpang tak berdaya melawan keadaan yang sangat menyiksa itu. Dalam keadaan seperti itu, harapan para penumpang hanya satu; hendaknya sopir cepat datang dan bus segera bergerak kembali untuk meneruskan perjalanan ke Jakarta. Namun laki-laki yang menjadi tumpuan harapan itu kelihatan sibuk dengan kesenangannya sendiri. Sopir itu enak-enak bergurau dengan seorang perempuan penjual buah.Sementara para penumpang lain kelihatan sangat gelisah dan jengkel, aku mencoba bersikap lain. Perjalanan semacam ini sudah puluhan kali aku alami. Dari pengalaman seperti itu aku mengerti bahwa ketidaknyamanan dalam perjalanan tak perlu dikeluhkan karena sama sekali tidak mengatasi keadaan. Supaya jiwa dan raga tidak tersiksa, aku selalu mencoba berdamai dengan keadaan. Maka kubaca semuanya dengan tenang: Sopir yang tak acuh terhadap nasib para penumpang itu, tukang-tukang asongan yang sangat berisik itu, dan lelaki yang setengah mengantuk sambil mengepulkan asap di belakangku itu.