hoegeng iman santoso

19
Helin Yovina XI IPA 1 Hoegeng Iman Santoso Polisi : Idaman dan Kenyataan Di dalam biografi yang dibuatnya, Hoegeng Iman Santoso menuliskan pengalaman-pengalaman semasa hidupnya kepada para pembaca dengan maksud untuk berbagi pengalaman dan dirujukkan kepada generasi muda terutama kepada kaum taruna di seluruh jajaran kepolisian dan ABRI agar hal-hal positif yang pernah dirasakan dan dilakukan oleh beliau dapat menjadi panutan dan bekal hidup yang bermanfaat bagi semua orang. Di awal biografi ini, pak Hoegeng menceritakan sebuah kota kecil di Jawa Tengah dimana ia dilahirkan , yakni Pekalongan. Beliau dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1921 tepatnya di kampung Pesatean (dulunya adalah perkampungan Arab). Beliau menuliskan bahwa orang-orang Pekalongan biasanya berbicara dengan gaya bahasa Pekalongan yang dianggap orang-orang diluar Pekalongan kasar. Beliau menggambarkan bahwa gaya bahasa Pekalongan itu lebih jujur, terus terang, dan transparan, yang penting adalah rasa keakrabannya, hal tersebut juga dialami sendiri oleh beliau dengan teman-teman sekampungnya dan bahkan dengan Soekarno. Pada dekade 1920 dan 1930-an Pekalongan dikenal dengan Keresidenan Pekalongan, wilayah administrasi pemerintahan Hindia Balanda di Jawa Tengah yang melingkupi 4 kabupaten (Brebes, Tegal, Pemalang, dan Pekalongan). Pada masa itu Keresidenan Pekalongan merupakan daerah

Upload: helin-yovina

Post on 31-Oct-2014

109 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hoegeng Iman Santoso

Helin Yovina

XI IPA 1

Hoegeng Iman Santoso

Polisi : Idaman dan Kenyataan

Di dalam biografi yang dibuatnya, Hoegeng Iman Santoso menuliskan pengalaman-pengalaman semasa

hidupnya kepada para pembaca dengan maksud untuk berbagi pengalaman dan dirujukkan kepada

generasi muda terutama kepada kaum taruna di seluruh jajaran kepolisian dan ABRI agar hal-hal positif

yang pernah dirasakan dan dilakukan oleh beliau dapat menjadi panutan dan bekal hidup yang

bermanfaat bagi semua orang.

Di awal biografi ini, pak Hoegeng menceritakan sebuah kota kecil di Jawa Tengah dimana ia dilahirkan ,

yakni Pekalongan. Beliau dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1921 tepatnya di kampung Pesatean

(dulunya adalah perkampungan Arab). Beliau menuliskan bahwa orang-orang Pekalongan biasanya

berbicara dengan gaya bahasa Pekalongan yang dianggap orang-orang diluar Pekalongan kasar. Beliau

menggambarkan bahwa gaya bahasa Pekalongan itu lebih jujur, terus terang, dan transparan, yang

penting adalah rasa keakrabannya, hal tersebut juga dialami sendiri oleh beliau dengan teman-teman

sekampungnya dan bahkan dengan Soekarno.

Pada dekade 1920 dan 1930-an Pekalongan dikenal dengan Keresidenan Pekalongan, wilayah

administrasi pemerintahan Hindia Balanda di Jawa Tengah yang melingkupi 4 kabupaten (Brebes, Tegal,

Pemalang, dan Pekalongan). Pada masa itu Keresidenan Pekalongan merupakan daerah pesisir yang

cukup terbuka sehingga dapat dijadikan jalur perdagangan laut. Namun kapal-kapal hanya dapat

berlabuh di Tegal saja karena di Pekalongan lautnya dangkal sehingga kapal-kapal hanya bisa berlabuh di

tengah laut. Keresidenan Pekalongan juga merupakan kawasan pertanian tradisional yang menghasilkan

beras, gula. Selain itu juga Pekalongan dikenal dengan batik tulisnya yang bagus dan indah.

Sejak kecil pak Hoegeng dan keluarganya terkadang harus berpindah-pindah rumah dan sekolah

dikarenakan beberapa hal ayahnya tidak sempat memiliki rumah pribadi sehingga harus mengontrak

rumah. Namun karena hal tersebutlah yang membuat pak Hoegeng lebih banyak mengenal orang-orang

dan seluk beluk kota Pekalongan. Di pekalongan itu sendiri terdapat hal yang mencolok mengenai

Page 2: Hoegeng Iman Santoso

keanekaragaman penduduknya, ada yang berasal dari luar jawa bahkan ada juga yang berasal dari luar

Indonesia.

Pak Hoegeng juga menceritakan keluarga besar dan juga beberapa kenalannya di kota Pekalongan.

Ayahnya yang hobi memelihara burung membuatnya juga hobi memelihara binatang seperti orang utan,

buaya dll. Ayahnya merupakan sosok yang baik baginya, ayahnya menghidupi keluarganya dengan

penuh tanggung jawab bahkan juga menghidupi anggota keluarga yang lainnya. Ibunya bertubuh kecil

dan berkulit putih. Ia mahir memainkan sitar dan pak Hoegeng dan anggota keluarga lainnya bernyanyi.

Lalu eyangnya yang bernama eyang Putri, eyang Putri ini adalah orang yang keras kepala dan memiliki

pendirian yang teguh. Ia terlalu percaya dengan hal-hal yang bersifat pamali dsb. Selain itu juga

beberapa kenalan pak Hoegeng antara lain para pejabat penting di Pekalongan. Mereka terkadang

singgah kerumahnya untuk bertamu dengan ayahnya sehingga ia terbiasa bergaul dengan mereka. Dari

kenalan-kenalan ayahnya itulah banyak yang memberikan teladan yang baik bagi pak Soegeng sendiri,

seperti Pak Ating dan Prapto. Pak Prapto sendiri merupakan seorang Ketua Pengadilan Negeri dan Pak

Ating merupakan seorang menak Sumedang dan pernah menjabat sebagai seorang Kepala Jawatan

Kepolisian di Pekalongan dan sebagai Kepala Kepolisian RI. Dan sebenarnya masih banyak lagi kenalan

ayahnya dan keluarganya yang memberikan contoh teladan bagaimana hidup di tengah masyarakat.

Selanjutnya Pak Hoegeng membeberkan perihal masa-masa sekolah dan remajanya. Pada saat

berumur 6 tahun ketika ayahnya bekerja sebagai jaksa di Pemalang, beliau pertama kali masuk sekolah

kelas 1 di HIS. Pada saat pertama kali masuk beliau masih belum berani dan maunya ditunggui oleh

ayahnya terus. Namun saat ia dibujuk oleh Mevrouw Souissa dengan diberikannya sebatang coklat

kepadanya, maka ditaklukkannyalah beliau dan mulai saat itu beliau tidak perlu memerlukan ayahnnya

lagi untuk repot-repot menungguinya dan menjemputnya. Saat naik ke kelas 2, ayahnya dipindah

tugaskan ke Pekalongan dan beliau pun berpindah tempat ke HIS Pekalongan. Masa masa SD merupakan

masa dimana beliau menganggap dirinya nakal. Ia tatkala memancing Pak Otto, gurunya bahasa

Belandanya sehingga ia terkena galito (hadiah unik untuk anak yang nakal dari pak Otto) yaitu, empu jari

tangan Pak Otto ditekan di kepala dan jari-jari lain dikepal lalu diputar. Namun anehnya beliau tidak

takut terkena hukuman galito tersebut.

Pada tahun 1934, Pak Hoegeng melanjutkan sekolahnya di MULO (SMP). Masa ini merupakan masa-

masa remaja yang sulit baginya, susah untuk disiplin karena godaan-godaan dari luar. Ia lebih serang

bermain layang-layang bersama teman-temannya. Alhasil nilai-nilai yang semula bagus di kuartal satu

turun drastis di kuartal dua. Itu semua karena beliau asyik bermain layangan dengan temannya. Tapi

Page 3: Hoegeng Iman Santoso

pada akhirnya beliau dapat lulus dengan nilai yang lumayan yang sebenarnya bisa lebih dari nilai

tersebut jika saja beliau lebih bersungguh-sungguh lagi.

Kesibukan Pak Hoegeng diluar sekolah sendiri adalah mengaji rutin dengan gurunya, pak Kaji.

Sedangkan untuk adik-adik perempuannya mengaji dengan bu Kaji. Dan sayangnya pada saat-saat

tertentu menjelang maghrib, mobil keliling bioskop lewat dan akan diputar sebuah film dan dengan

cepat beliau menanggalkan sarungnya dan meninggalkan pak Kaji. Pak Hoegeng terlahir dari sebuah

keluarga yang menyukai musik. Ayah dan ibunya gemar memainkan alat musik dan tak sedikit alat musik

yang dimiliki oleh keluarganya. Pada saat itu ayahnya mendatangkan guru musik piano namun pada saat

duduk di kelas 4 di HIS, eyangnya membelikannya sebuah biola. Karena sejak kecil beliau sudah terbiasa

dengan berbagai macam alat musik yang dipelajari dan di milikinya maka pada saat beliau berstatus

sebagai pelajar di MULO, beliau dan kawan-kawannya membuat band musik Hawaiian. Mereka

terkadang berlatih di serambi depan rumah dan biasanya tampil jika ada acara di sekolah. Selain

menyanyi beliau pun gemar melukis.

Selain itu beliau juga aktif mengikuti kegiatan-kegiatan club yang didirikan oleh beberapa pelajar

lainnya. Pengalaman yang sangat menarik menurutnya adalah ketika pertama kali ia naik pesawat yang

kebetulan sedang berdemonstrasi di Pekalongan. Karena di Pekalongan tidak ada bandara ataupun

pesawat maka kesempatan itu merupakan kesempatan yang sangat fantastis bagi mereka yang ingin

menaikinya dan untungnya ayahnya dan keluarganya mampu membayar harga yang tidak murah untuk

sekedar menaiki dan merasakan naik sebuah pesawat. Dan selama beberapa hari masyarakat

Pekalongan pun tak henti-hentinya membicarakan tentang pesawat ini.

Setelah lulus dari MULO, Pak Hoegeng melanjutkan sekolahnya ke AMS di Yogyakarta jurusan A II

(SMA). Awalnya ia tinggal bersama Pak Sukendo dan akhirnya ia tinggal bersama Pak Bregas. Pada masa

itu jurusan A menitikberatkan kepada jurusan bahasa sedangkan jurusan B jurusan IPA. Dan A I merujuk

kepada bahasa dan sastra barat dan A II merujuk kepada bahasa dan sastra timur. Karena beliau

menyukai bahasa jadinya ia memilih jurusan A II. Selain menyukai bahasa beliau juga menyukai baseball.

Tatkala beliau juga sengaja membuat rebut di kelas agar dikeluarkan dari kelas dan dapat pergi ke

lapangan dan bermain baseball.

Tinggal di Yogya terkadang beliau bersama teman-temannya naik sepeda dan berkumpul di coffee

house di Malioboro lalu menikmati gudek Yogya di warung kaki lima. Selain itu juga beliau bersama

teman-temannya mencari uang dengan bermain musik Hawaiian. Dan dari hasil bermain tersebut uang

yang didapatkan cukup untuk bermain-main atau sekedar untuk berjalan-jalan. Pada tahun 1940 beliau

Page 4: Hoegeng Iman Santoso

menyelesaikan sekolahnya dan rekan-rekan siswa yang pernah bersekolah di AMS Yogya pun banyak

yang berperan sebagai tokoh-tokoh tertentu di Indonesia.

Setelah itu beliau meneruskan kuliahnya di RHS di Batavia. Pada saat itu perang dunia ke 2 sedang

berkecamuk. Pak Hoegeng sendiri mengaku bahwa beliau tidak terlau tertarik dengan hal-hal yang

berbau politik. Beliau masuk ke RHS karena beliau ingin masuk sekolah komisaris polisi di Sukabumi.

Rupanya menjadi polisi merupakan impian masa kecilnya. Di luar kuliahnya beliau pun aktif mengikuti

kegiatan di luar seperti ikut bergabung dengan perkumpulan mahasiswa extrakulikuler USI. Untuk

memasuki berbagai kegiatan ini ternyata dilakukan perpeloncoan dan termasuk pak Hoegeng

mengalaminya sendiri ketika seniornya mengerjainya. Selain itu beliau juga mengisi waktu senggangnya

dengan berlatih tinju dan dansa Balroom.

Setelah mengenai masa-masa sekolahnya, pak Hoegeng menceritakan masa dimana Jepang datang ke

Indonesia dan menunduduki Indonesia. Masuknya Jepang ke Indonesia merupakan hal yang tidak

diherankan lagi sehingga banyak dibicarakan dalam masyarakat dan didiskusikan oleh para pelajar di

Jakarta. Pak Hoegeng yang pada dasarnya tidak tertarik dengan hal-hal berbau politik mau tidak mau

harus ikut berkecimpung juga dengan hal-hal berpolitik. Karena desakan perang yang semakin

terasa,beliau diwajibkan untuk bergabung ke dalam anggota satuan keamanan kampus yang fungsinya

untuk menghadapai keadaan darurat.

Masuknya Jepang ke Indonesia itu sendiri menyebar luas dengan cepat ke seluruh pelosok Indonesia.

Kabar bahwa Jepang menduduki beberapa daerah di Indonesia tanpa perlawanan dan menaklukan

sekutu mengakibatkan hilangnya orang-orang Belanda yang selama ini menduduki Indonesia. Orang-

orang Belanda semakin lama semakin sedikit ditemui dan konon berhembus kabar burung yang

mengatakan bahwa pejabat-pejabat Belanda ditawan dan ditahan di Glodok. Hal tersebut juga berimbas

terhadap sekolah-sekolah Belanda yang pada akhirnya ditutup. Namun beberapa hari kemudian beliau

dihubungi oleh temannya bahwa sekolah HIS akan dibuka kembali, ketika sesampainya disana mereka

tidak menemui orang-orang Belanda melainkan perwira-perwira Jepang yang kemudian menyuruh para

mahasiswa termasuk beliau memindahkan buku-buku ke museum tepat pada jam 1. Karena perbedaan

jam tangan si perwira dengan jam tangan miliknya maka terjadi kesalahpahaman. Beliau datang

terlambat dan beliau mendapat tempeleng dari perwiranya tersebut. Persitiwa ditempelengnya pak

Hoegeng ini menjadi perbincangan hangat diantara para mahasiswa. Setelah itu para mahasiswa entah

kemana nasibnya diombang-ambingkan. Tidak ada kabar bahwa kuliah akan dibuka kembali.

Kabar bahwa jembatan-jembatan yang diledakan oleh Belanda di Jawa Tengah sudah diperbaiki maka

Pak Hoegeng bersama temannya memutuskan untuk kembali pulang ke Pekalongan. Selama di Jakarta

Page 5: Hoegeng Iman Santoso

mereka menggangur karena tidak ada kepastian mengenai kuliah mereka yang diombang-ambingkan.

Mereka akhirnya naik kereta api dari Gambir menuju Bandung. Dari Bandung mereka naik kereta api lagi

menuju Purwokerto. Di sela-sela perjalanan, beliau melihat banyak sekali persenjataan milik Belanda

yang sudah rusak berserakan, mungkin sengaja dirusak oleh Belanda agar tidak dapat digunakan kembali

oleh Jepang. Sesampainya mereka di Purwokerto beliau dan temannya disambut dengan hangat oleh

kerabatnya. Situasi ditaklukannya Indonesia oleh Jepang membuat beliau cukup sulit untuk melanjutkan

kuliahnya di RIS. Jepang malah dengan gencar-gencarnya meningkatkan kualitas pendidikan di bidang

militer.

Ada sebuah cerita yang lucu menurut beliau ketika beliau sampai di Pekalongan. Jepang dengan segera

membenahi kedudukan Belanda di bidang pemerintahan di Keresidenan Pekalongan. Mereka membagi

dua bagian, sebelah kanan bagi yang merasa orang asli Indonesia dan sebelah kiri bagi yang merasa

dirinya Belanda atau Indo. Dan orang-orang yang duduk di sebelah kiri digiringnya oleh Jepang masuk ke

dalam mobil dan dibawalah mereka masuk ke dalam penjara untuk ditawan.

Setelah itu Pak Hoegeng yang menganggur karena tempat kuliahnya ditutup memutuskan untuk

mengikuti kursus polisi. Awalnya beliau mengira akan dididik untuk menjadi inspektur polisi tetapi

ternyata bahwa kursus tersebut dibuka untuk Hoofd Agent Polisi (2 tingkat dibawah inspektur polisi).

Awalnya beliau merasa ogah-ogahan karena mengetahui tidak akan mendapatkan pangkat inspektur

polisi tetapi pada akhirnya beliau menikmati juga masa masa kursusnya tersebut. Satu hal yang

mengherankan adalah bahwa Jepang mengabaikan pendidikan di universitas namun malah membuka

lebar pendidikan kemiliteran di Indonesia.

Di sana mereka dididik dengan sangat keras dan disiplin. Kesehariannya mereka merangkap tugas

sebagai polisi resmi di luar tempat kursus. Mereka melakukan bermacam kegiatan seperti melacak

penjahat di berbagai tempat. Dan bahkan beliau pernah ditugaskan di sebuah tempat plesiran yang

pada saat itu bertemunyalah beliau dengan alah satu rekan ayahnya.

Setelah itu beliau ditawari oleh Pak Soemarto untuk masuk ke dalam Jawatan Kepolisian Keresidenan

Pekalongan. Beliau harus mengikuti sebuah tes dan berhubung beliau tidak berniat masuk maka beliau

menjawab asal asalan tetapi pada akhirnya beliau terterima masuk. Pendidikan yang beliau tempuh

berlangsung selama setiap hari dengan rutinitas yang sama setiap harinya dengan waktu yang sudah

ditetapkan. Dan di dalam sana beliau mendapatkan banyak sekali pengalaman dengan beberapa

gurunya bahkan menerima 50 tempelengan dari gurunya tersebut. Beliau dan teman-temannya

membayangkan bahwa setelah lulus mereka akan dinaikkan pangkat menjadi inspektur polisi tetapi

nyatanya mereka hanya akan diberi pangkat yang justru tingkatannya lebih rendah dari pangkat mereka

Page 6: Hoegeng Iman Santoso

yang sebelumnya. Hal tersebut sangat mengecewakan terutama bagi beliau sendiri namun tetap

Jepanglah yang berkuasa pada masa itu.

Dibohongi Jepang dua kali merupakan nasib yang sangat mengecewakan namun tidak sebanding

dengan nasib gadis-gadis Indo yang cantik dan malang. Mereka ada yang dijadikan noni-noni oleh Jepang

dan bahkan menjadi pelayan restoran, sungguh nasib yang kurang baik yang harus mereka terima.

Setamatnya Pak Hoegeng dari sekolah polisi tersebut beliau ditugaskan untuk menjaga keamanan di

Semarang. Mereka sudah menjadi polisi beneran tak disangka pangkat mereka terus naik dan naik.

Padahal baru beberapa minggu dicatat sebagai anggota kepolisian namun pangkat sudah naik saja.

Belum sampai 2 tahun mereka dinas sebagai polisi mereka sudah mengalami kenaikan pangkat sebanyak

empat kali. Rupanya hal tersebut merupakan cara Jepang untuk meminta maaf kepada orang-orang

yang mengikuti pendidikan kepolisian sebelumnya dan hal tersebut dianggap beliau sebagai kenangan

yang manis saat itu.

Pada tahun 1972 ketika ia tidak menjabat sebagai kapolri, beliau dengan istrina Merry berkunjung ke

Jepang untuk menghadiri sebuah festival. Disana juga mereka sempatkan untuk melihat masyarakat-

masyarakat Jepang beserta isinya. Dan merupakan suatu kesempatan yang baik bagi beliau adalah ketika

beliau dapat bertemu dengan satu persatu kenalan Jepangnya ketika ia masih bersekolah di Indonesia.

Berkat bantuan salah satu rekannya ia bahkan dapat bertemu dengan guru-guru ketika beliau mengikuti

kursus kepolisian.

Di bab selanjutnya Pak Hoegeng menceritakan pengalamannya ketika Indonesia sedang berada dalam

masa proklamasi dan revolusi Indonesia. Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung

Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Namun sebelumnya beliau tidak mengetahui akan

kabar tersebut dan baru mengetahuinya keesokan hari oleh Pak Soeprapto pada saat briefing. Dengan

tegasnya Pak Soeprapto mengatakan bahwa Jepang sudah kalah perang. Lalu mulailah terjadi pengambil

alihan pasukan Indonesia terhadap Jepang. Mulanya hal tersebut berjalan dengan lancar karena Jepang

sudah kehabisan akal namun terjadi konflik ketika pemuda-pemuda Indonesia bersikeras untuk

mengambil persenjataan milik Jepang. Pihak Jepang pun mempesalahkan pemuda-pemuda Indonesia

namun pada akhirnya pihak Jepanglah yang dipersalahkan. Pada saat itu muncullah pemuda-pemuda

Indonesia yang memiliki semangat revolusi yang tinggi dan tidak puas akan apa yang sudah terjadi.

Minggu-minggu pertama sesudah dibacakannya proklamasi Indonesia, Kantor Kepolisian di Semarang

malah sibuk menerima kritikan dan laporan dari Jepang dan sibuk menghadapi para pejuang yang

berkonsultasi. Pada bulan September 1945 Pak Hoegeng dimandatkan untuk mengantarkan Sayuti Melik

dan Soebandrion kepada Mr Besar di Pekalongan untuk mempelajari situasi revolusi sosial yang terjadi

Page 7: Hoegeng Iman Santoso

di tiga daerah, yakni : Brebes, Tegal, dan Pemalang. Beliau mendapat kronologis cerita dari keluarganya

bahwa di Pasar Ratu terjadi pertempuran pejuan revolusioner dengan Jepang. Mulanya akan dirombak

kependudukan pejabat dalam Keresidenan Pekalongan namun kaum pemberontak tidak dapat

menerima hasil yang sudah ditetapkan mengingat ada beberapa pejabat yang ditetapkan adalah mantan

pejabat pembesar Hindia-Belanda yang dikhawatirkan akan meneruskan dan mengambil penjajahan

Belanda setelah Jepang kalah, maka muncullah beberapa laskar-laskar pemuda Indonesia dengan

semangat mereka terjadilah pertempuran di Pasar Ratu antara pasukan Jepang dan pemuda-pemuda

Indonesia. Mulanya pemuda-pemuda Indonesia lebih banyak dari pasukan Jepang namun pada akhirnya

pemuda-pemuda Indonesia harus gugur ditangan jepang karena senjata yang mereka gunakan hanyalah

sebatas bambu runcing. Pada saat itu Mery (perempuan yang akan menjadi istrinya) dengan berani

meminta kepada ayahnya dr. Soemakno untuk menjadi bagian dalam PMI. Bersama adik dan rekannya

(5 orang) menuju ke Pasar Ratu dan terjun untuk menyelamatkan dan mengobati pemuda-pemuda

Indonesia yang terkapar bergelimpang darah. Untungnya aksi yang mereka lakukan dapat berhasil tanpa

dihalau oleh Jepang. Gagalnya para pemuda untuk mengambil alih di Pekalongan pun akhirnya

diteruskan di tiga daerah yang sudah disebutkan tadi.

Pada bulan Oktober pecahlah pertempuran yang dikenal dengan pertempuran lima hari di Semarang.

Pak Hoegeng yang bertugas di Kantor Pusat Kepolisian di Semarang menjalankan tugasnya yakni

mnegantarkan orang-orang Jepang yang tertusuk bambu runcing ke dalam penjara. Namun naas beliau

mengalami kecelakaan pada saat menaiki sepeda motor. Keesokan harinya beliau memeriksakan diri di

sebuah rumah sakit dan divonis mengalami gegar otak. Oleh dokter beliau disarankan untuk menjalani

perawatan di rumah sakit. Namun beliau merasa tidak tahan di dalam rumah sakit, ia merasa ngeri

ketika ia harus mendengar bunyi infuse ataupun erangan pasien yang berada di sebelahnya. Maka

besoknya beliau memutuskan untuk kabur lewat belakang dan tahu-tahunya beliau bertemu dengan

istri si dokter dan sempat sarapan terlebih dahulu di rumah si dokter. Akhirnya beliau kembali ke

kediamannya di Semarang dan beliau mendapat cerita bahwa pada saat itu Jepang marah karena

banyak pemuda-pemuda dari Jepang dibunuh oleh pasukan Indonesia. Jepang bahkan mencari pemuda-

pemuda Indonesia termasuk mencarinya ke rumah sakit yang sempat ditempatinya. Syukurlah bahwa

beliau diselamatkan oleh Tuhan dan akhirnya beliau meminta cuti untuk pulang ke Pekalongan.

Pulang ke Pekalongan bukan berarti beliau dapat bersantai istirahat, revolusi terus saja berkobar

dimana-mana. Terjadi sebuah revolusi sosial dari kaum komunis dan radikal Islam di Pekalongan. Ayah

dari Pak Hoegeng pun turut menjadi korbannya karena pada saat pemerintah Belanda ayahnya bekerja

di Keresidenan untuk Belanda. Beliau yang terus saja uring-uringan karena tidak ada pekerjaan akhirnya

Page 8: Hoegeng Iman Santoso

ditawari oleh seorang yang bernama Nazir untuk diajaknya bergabung dalam Angkatan Laut di

Yogyakarta. Nazir mengatakan bahwa sayang bagi Pak Hoegeng jika masih saja bergabung dalam

kepolisian yang memang pada saat itu belum terorganisir dengan baik. Nazir mengatakan bahwa

prospek masuk ke dalam Angkatan Laut sangatlah bagus dan karena Pak Hoegeng yang memang bekas

dari Jawatan Polisi maka beliau dapat diterima dan akhirnya beliau keluar dari kepolisiaan. Beliau pergi

ke Yogyakarta dan ikut serta juga mencari orang-orang untuk bergabung masuk ke dalam Angkatan Laut.

Disanalah beliau bertemu dengan Soekanto di sebuah hotel, Soekanto itu sendiri merupakan gurunya

pada saat beliau mengikuti kursus di Sukabumi dulu. Soekanto mengetuk hati beliau karena Soekanto

berkata bahwa apakah beliau masuk ke dalam Angkatan Laut karena malu dengan kondisi kepolisian

yang berantakan. Beliau pun akhirnya mengingat lagi impian masa kecilnya dan beliau pun memutuskan

untuk kembali lagi ke dalam kepolisian.

Di Yogyakarta beliau menginap di sebuah hotel bersama-sama dengan Iskak. Iskak menawari beliau

untuk ikut bermain sandiwara radionya yang bejudul Saija dan Adinda yang mengisahkan Saija yang

merupakan tunangan dari Adinda yang terpaksa merantau ke Batavia karena kerbaunya dirampas oleh

penguasa. Setelah Saija kembali ia mendapati bahwa banyak orang-orang yang mengungsi ke Lampung

termasuk Adinda. Ia pun bernekat untuk menyusul Adinda namun sayang pada saat perjalanan ia tewas.

Awalnya Pak Hoegeng dipaksa-paksa untuk menjadi tokoh Saija namun beliau menolaknya. Tapi pada

suatu ketika beliau bertemu dengan Iskak dan Iskak berkata bahwa Mery perempuan cantik yang pernah

ikut PMI itu yang berperan sebagai Adinda maka akhirnya beliau pun menyanggupi untuk memerankan

Saija. Sandiwara tersebut berlangsung dengan sangat baik dengan latihan yang sudah dipersiapkan

bahkan Soekarno pun mengangkat jempol untuk sandiwara ini. nampaknya kisah percintaan sandiwar

ini berlangsung juga dalam kehidupan sehari-hari antara Mery dan Pak Hoegeng. Beliau akhirnya

melamar Mery dan sah menjadi suami istri.

Seiring berjalannya waktu Mery akhirnya mengandung dengan kondisi sudah 7 bulan usia

kandungannya. Ibu dari Pak Hoegeng pun menyarankan agar Mery dan beliau datang ke Pekalongan.

Sesampainya mereka di Pekalongan mereka melakukan suatu syukuran akan usia kehamilan istrinya

tersebut. Disana mereka pun dapat berkumpul dengan sanak keluarga yang sudah lama tidak bertemu.

Namun tiba-tiba berhembus kabar bahwa di Pekalongan akan terjadi sebuah pertempuran maka semua

keluarga mengungsikan diri dan sayang bahwa peralatan-peralatan termasuk mobil dibakar oleh

ayahnya agar tidak dapat digunakan oleh si pemberontak. Mereka hanya membawa apa yang berguna

bagi mereka. Mereka sekeluarga mengungsi ke Balai Cintraka Mulya namun saat mereka disana mereka

Page 9: Hoegeng Iman Santoso

dirampok dan harta-benda mereka diambil termasuk pakaian mereka hingga akhirnya mereka

menggunakan pakaian dari gorden yang digunting-gunting.

Pasukan NICA berhasil menduduki Pekalongan dan itu berarti Belanda telah melanggar perjanjian

Linggarjati. Beliau diminta oleh seseorang untuk mengumpulkan informasi mengenai NICA. Suatu malam

kakak dari Mery datang berniat untuk menjemput Mery untuk kembali ke Yogya dan melahirkan di sana

namun Mery menolak karena perjalanan dari Pekalongan ke Yogya amatlah berbahaya terutama bagi

dirinya yang hamil tua. Akhirnya Mery melahirkan dibantu oleh seorang kenalan dokter Pak hoegeng

pada malam hari dan lahirnya bayi perempuan yang kemudian dinamai Reni.

Suatu pagi ketika beliau sedang menikamti pagi dengan mengobrol dan makan cemilan tiba-tiba saja

beliau ditangkap oleh pasukan NICA untuk dijadikan tahanan. Beruntungya tempat yang dijadikan

tahannya tersebut sangat mewah mengingat beliau memiliki banyak kenalan Belanda yang respect

dengannya. Rupanya beliau ditangkap untuk diinterogasi kalau-kalau beliau sedang menjalankan

tugasnya untuk membantu kepolisian Indonesia namun akhirnya beliau pun dibebaskan.

Selepasnya beliau dari tahanan beliau disuruh untuk bekerja di Yogya. Beliau memutuskan untuk tida

membawa Mery dan Reni mengingat sangat bahaya bagi mereka. Maka Mery dan Reny sementara

waktu tinggal dulu di garasi rumah ibu Ita. Pak hoegeng dari Pekalongan menuju Yogyakarta dengan

singgah terlebih dahulu ke Batavia. Di Yogya beliau kembali meneruskan kuliahnya sambil merangkap

tugas mnejadi polisi dengan bolak balik Jakarta-Yogya. Pada saat itu beliau hanya bekerja untuk

Soekanto dan Soemarto. Selanjutnya beliau pun ikut serta dalam merampas Kudeta PKI Muso. Laskar-

laskar komunis tersebut sangatlah kejam sekali dengan kejamnya mereka menyiksa pasukan Indonesia,

pasukan tanah airnya sendiri dengan ditahan, disiksa, disiram bensin, dibakar hidup-hidup bahkan

dimasukan ke dalam sumur hidup-hidup.

Di Yogya mertua yang merupakan ayah dari Mery meninggal dunia sehingga Mery harus kembali ke

Yogya. Mau tidak mau Mery pergi ke Yogya bersama Reni dan di tengah perjalanan tasnya dibongkar

dan dibentak-bentak oleh Belanda. Namun untungnya Pak Hoegeng mempunyai anggota polisi yang

akhirnya ikut membantu istrinya tersebut. Di Yogya beliau kembali melaksanakan tugasnya sebagai

polisi bahkan ia mneyamar sebagai pelayan di sebuah restoran Pinokio untuk mencari informasi perihal

Belanda, beliau tidak digaji namun beliau mendapatkan makanan gratis. Mery, istrinya pun ikut bekerja

di dalamnnya untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Pada tanggal 23 Juni, istrinya Mery berulang tahun. Maka beliau berniat mengadakan pesta yang

meriah untuk istrinya itu. Beliau mengundang teman-temannya untuk menghadirinya. Pesta

berlangsung dari jam 9 malam sampai jam 2 pagi. Di dalam pesta tersebut terjadilah keakraban karena

Page 10: Hoegeng Iman Santoso

lama tidak berjumpan dengan teman-temannya itu. Pasukan Belanda yang merupakan kenalannya pun

ikut datang dan mereka pun saling bertukar seragam kerja dengan orang-orang Indonesia yang

kebetulan ada pada pesta tersebut. Setelah selesai teman-temannya pun undur diri terkecuali seorang

temannya, Belanda yang asyik minum minum sampai mabuk. Setelah itu mereka pun beristirahat dan

tiba-tiba datang satuan keamanan yang melakukan penggerebakan di rumahnya. Ternyata mereka

masih memperlakukan orang-orang Indonesia sebagi musuhnya yang harus ditangakp dan ditahan. Dan

yang menjadi korbannya adalah beliau sendiri. Beliau ditahan di Kantor IVG Belanda di Salatiga. Disana

beliau mulai dinterogasi oleh Belanda. Keesokan harinya beliau pun dinterogasi kembali namun mungkin

karena mereka sudah jengkel tidak mendapat informasi yang dibutuhkan maka beliau dibebaskan dan

akan dipulangkan kembali ke Yogya. Rupanya mereka memperhatikan beliau sebawai tawanan politik

dan bukan sebagai tawanan biasa. Dengan sebuh truk akhirnya beliau sampailah ke Yogya dan

melakukan beberapa aktifitas.

Selang beberapa lama beliau menerima sebuah telegram yang menyatakan bahwa ayahnya sedang

sakit keras dan dirawat disebuah rumah sakit di Tegal. Beliau pun berencana untuk pulang ke Tegal.

Sesampainya beliau disana beliau mendapat bahwa ayahnya sedang terbaring dengan kurus dan pucat,

disana beliau pun bertemu dengan istri dan anaknya dan juga keluarganya. Disana ayahnya berpesan

agar beliau pergi ke Bandung mengunjungi adik dari Raden Ajeng Kartini untuk menyampaikan bahwa

ayahnya sedang sakit. Beliau pun menyanggupi hal tersebut dan ketika beliau ingin kembali pulang ke

tegal tepatnya di sebuah kereta beliau bermimpi bahwa ayahnya berkata “Sudah ya Geng, sampai disini

saja”, mimpi yang serupa pun dialami oleh Pak Lik. Dan mereka pun mendapat kabar bahwa ayahnya

telah berpulang dan akan dibawa ke Pemalang.

Pada tanggal 27 Desember 1949 diselenggarakan Penyerahan Kedaulatan kr tangan Republik Indonesi

melalui konferensi Meja bundar dan Indonesia resmia menjadi RIS. Pada saat itu beliau dan kelaurganya

pindah ke Jakarta. Beliau kembali melanjutkan kuliahnya sebagai mahasiswa di Perguruan Tinggi Ilmu

Kepolisian dan juga ia merangkap tugas sebagai polisi. Di Jakarta beliau tidak langsung memasuki kuliah

karena PTIK belum memiliki gedung resmi makan beliau dengan yang lainnya mnecari sebuah gedung

yang tidak terpakai dan mulai kuliah disana. Beliau juga mengikuti rapat dimana beliau ikut serta dalam

pembuatan lambing-lambang kepolisian.

Selang satuh tahun kemudian beliau mendapat kesempatan untuk study tour ke Amerika. Beliau

dengan beberapa kawannya yang terpilih melakukan perjalanan panjang hingga pada akhirnya mereka

sampai di Amerika. Disana mereka pergi ke laboratorium kepolisian di sana yang tertata rapi. Mereka

juga diajari mengenai hal-hal kepolisian dan juga salah satunya untuk mengontrol pasukan komunis.

Page 11: Hoegeng Iman Santoso

Selain itu juga mereka diperkenalkan dengan senjata-senjata dan bahkan mendapat kesempatan untuk

menggunakannya. Setelah itu beliau juga mendapatkan pengalaman pribadi disana. Beberapa minggu

kemudian beliau dan rekannya meninggalkan Amerika dan kembali ke Indonesia.

Kembali ke Indonesia, istrinya tengah hamil tua. Awalnya beliau mengira bahwa beliau akan

mendapatkan bayi perempuan yang sebenarnya yang mereka inginkan adalah baya laki-laki. Tetapi

terjadi kesalahpahaman dan ternyata istrinya melahirkan anak laki-laki. Anak keduanya tersebut diberi

nama Aditya. Mereka semua pun sangat berbahagia terutama Mery dan beliau.

Setelah lulus dari PTIK beliau ditugaskan menjadi jawatan kepolisian di Surabaya. Jabatannya adalah

sebagai wakil kepala direktorat. Namun karena ada sesuatu hal yang menimpa kepala direktorat yang

sebelumnya maka beliau akhirnya diangkat menjadi kepala direktorat kota Surabaya. Selain itu beliau

juga mendaptkan sebuah rumah dinas yang tidak terlalu besar tetapi cukup untuk tinggal bersama istri

dan anak-anaknya. Selama menjadi ketua beliau pun pernah diancam dan dikirimi surat kaleng dari

partai komunis yang mengancamam bahwa beliau akan dibunuh namun pak hoegeng tidak takut sama

sekali bahkan gencar untuk memberantasnya. Selain itu juga beliau menceritakan pengalamannya

bersama soekarno djojonegore selaku bosnya. Beliau menceritakan keadian yang lucu yang terjadi

padanya saat itu dan keluarganya pun cukup akrab dengan keluarga soekarno djojonegoro.

Beliau juga menceritakan pengalamannya ketika dipilih menjadi Kepala Reskrim di Sumatera Utara.

Awalnya beliau mendapatkan sebuah telegram untuk menghadap Jaksa Agung di Jakarta. Beliau dengan

istri dan anaknya segera pergi ke Jakarta. Sesampainya disana ternyata beliau ditugaskan untuk menjadi

Kepala Reskrim di Sumatera Utara untuk menangani kasus smokel (penyelundupan), judi,

pemberontakan, dll. Beliau dipercayakan untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Mulanya beliau

menolak untuk ditugaskan kesana karena ada beberapa alasan seperti dengan latar belakang pendidikan

yang beliau terima adalah hal-hal yang bersifat intelijen lalu beliau mendapat kadar bahwa beliau akan

diikutsertakan kembali dalam study tour di Amerika. Dan alasan yang terkahir menurut beliau adalah

susahnya karier yang akan di dapatnya di sana. Karena Sumatera Utara merupakan wilayah yang cukup

berat untuk kepolisian. Namun pada akhirnya beliau pun tetap harus memenuhi tugasnya tersebut

tepatnya di Medan karena memang sebelumnya hal tersebut telah dibicarakan.

Selain itu beliau menceritakan hubungan pertemanannya dengan Abdul Kadir yang merupakan tokoh

kepercayaan Belanda dalam revolusi kemerdekaan, Abdul Kadir tersebut juga yang menandatangani

perjanjian Renville. Rupa-rupanya Abdul Kadir merupakan om dari beliau. Dari Abdul beliau

mendapatkan informasi banyak mengenai situasi Medan dan terutama mengingatkannya bahwa banyak

sekali pedagang-pedagang Cina yang menyelundupkan barang ataupun korupsi.

Page 12: Hoegeng Iman Santoso

Ketika sesampainya beliau di Medan beliau disambut oleh seorang Cina yang gemuk. Si cina

menyambut mereka dan tugasnya hanya menyalamkan “Selamat Datang” kepada Pak hoegeng dan

keluarganya. Si Cina turut bergembira atas kedatangan beliau dan juga mengatakan bahwa mobil dan

rumah serta perabotan semuanya sudah disediakan. Pak Hoegeng disini mulai berhati-hati akan maksud

yang disampaikan si Cina. Pak Hoegeng hanya berkata bahwa semua perabotan, mobil dll dimasukan ke

dalam rumah jika sudah mendapatkan instruksi dari beliau. Namun nyatanya si Cina tetap memaksa

memasukan perabotan tersebut ke dalam rumah sehingga akhirnya membuat pak Hoegeng marah dan

menyuruhnya kembali mengambil perabotan tersebut. Rupa-rupanya si Cina tersebut adalah tukang

suap dan untungnya pak hoegeng tahu diri dan tetap menjalankan sumpahnya dalam kepolisian.

Di Medan beliau juga menangani kasus-kasus smokel, judi, dll. Ia bahkan mengungkap siapa-siapa saja

yang terlibat bahkan sampai beliau diguna guna oleh ilmu hitam hingga sakit. Namun akhirnya beliau

pun dapat sembuh kembali akibat pengakuan dan pertolongan dari dukun yang disuruh oleh tersangka

tersebut. Di medan beliau dapat menyelesaikan dan menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Suatu

ketika terjadi aksi PRRI di Medan dimana terjad kericuhan, mau tidak mau Pak hoegeng harus segera

turun tangan dalam menyelesaikan kericuhan tersebut dan beliau pun terpaksa mengamankan dirinya.

Beliau pun sempat ditangkap dan menerima tahanan oleh PRRI. Pada akhirnya beliau dan sekeluaga pun

kembali ke Jakarta. Pak Hoegeng juga merasa kasihan dengan istrinya karena nampaknya suasana dan

kondisi di Medan tidak cocok dengan istrinya itu.

Di bab selanjutnya beliau menceritakan pengalamannya ketika beliau keluar masuk barak polisi. Beliau

diangkat sebagai Kepala Jawatan Imigrasi di Indonesia. Bahkan beliau pernah diminta bantuan oleh anak

emas Bung Karno untuk membantunya menyediakan paspor diplomatik. Namun beliau menolak dan

dilain kesempatan beliau menceritakan hal tersebut kepada Bung Karno. Bung Karno yang mengetahui

hal tersebut langsung bertanya kepada anak emasnya dan marah ketika mengetahui hal tersebut. Beliau

juga menyampaikan pengalaman-pengalamannya ketika beliau disupiri oleh Sri Sultan

Hamengkubuwono. Beliau mendapatkan banyak sekali pengalaman-pengalaman dan nasihat dari Sri

Sulatan. Pak Hoegeng juga sempat bertamu dan makan siang bersama Bung Karno.

Pak Hoegeng yang sekarang sudah berkedudukan sebagai menteri juga harus mengahadapi beberapa

desas-desus yang tidak mengenakan dengan salah satu rekannya. Namun akhirnya desas-desus tersebut

dapat berakhir ketika beliau mengklarifikasikan desas-desus tersebut pada rapat. Beliau juga

menceritakan pengalaman-pengalamannya hingga beliau keluar dari menteri.