hobibaca.com - jilid 16 - pedang hati suci - chin yung

14
HobiBaca.Com Menu Home Electronic Quran Buku Tamu Download Info Admin Fasilitas Komentar 2006-12-07, 11:48:32 Khusus untuk Artikel, kita sudah menambahkan fasilitas untuk kirim komentar. Semoga dengan ini akan ada feedback buat kami dan juga menambah informasi lainnya bagi para pembaca. Terima Kasih Lainnya ... Partner Pengunjung Online : 4 Users Hari ini : 130 Users 29996 Sejak tanggal : 25 September 2006 Isi Cerita Silat Cina > Chin Yung > Pedang Hati Suci > Karya : Chin Yung Penerjemah : - Pengirim : Admin Tanggal : 2006-10-10, 12:36:44 Pedang Hati Suci Jilid 16 "Aha, baru dibitjarakan, tahu2 orang jang hendak menolongnja sudah tiba!" tiba2 Hiat-to Lotjo berseru sambil tertawa. Tik Hun mendjadi girang malah, tjepat ia tanja: "Dimana?" "Sekarang masih djauh, paling sedikit ada lima li dari sini," sahut Hiat-to Lotjo. "Hehe, banjak djuga djumlahnja, ehm, seluruhnja ada 17 penunggang kuda." Waktu Tik Hun mendengarkan dengan tjermat, benar djuga sajup2 didjalan pegunungan disebelah tenggara sana ada suara derapan kuda, tjuma djaraknja masih sangat djauh, maka suara derapan itu terkadang terdengar dan terkadang lenjap, untuk membade berapa djumlah orangnja sudah tentu sangat sulit, tapi sedikit mendengarkan sadja Hiat-to Lotjo sudah lantas tahu dengan pasti djumlahnja ada

Upload: jarjitupinipinjarjit

Post on 13-Apr-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

buku cerita

TRANSCRIPT

Page 1: Hobibaca.com - Jilid 16 - Pedang Hati Suci - Chin Yung

HobiBaca.Com Menu

HomeElectronic QuranBuku TamuDownload

Info Admin

Fasilitas Komentar

2006-12-07, 11:48:32Khusus untuk Artikel, kita sudah menambahkan fasilitas untuk kirim komentar. Semoga dengan ini akan ada feedback buat kami dan juga menambah informasi lainnya bagi para pembaca. Terima Kasih

Lainnya ...

Partner

Pengunjung

Online : 4 UsersHari ini : 130 Users

29996

Sejak tanggal :25 September 2006

Isi

Cerita Silat Cina > Chin Yung > Pedang Hati Suci >

Karya : Chin YungPenerjemah : -Pengirim : AdminTanggal : 2006-10-10, 12:36:44

Pedang Hati Suci

Jilid 16

"Aha, baru dibitjarakan, tahu2 orang jang hendak menolongnja sudah tiba!" tiba2 Hiat-to Lotjo berseru sambil tertawa.

Tik Hun mendjadi girang malah, tjepat ia tanja: "Dimana?"

"Sekarang masih djauh, paling sedikit ada lima li dari sini," sahut Hiat-to Lotjo. "Hehe, banjak djuga djumlahnja, ehm, seluruhnja ada 17 penunggang kuda."

Waktu Tik Hun mendengarkan dengan tjermat, benar djuga sajup2 didjalan pegunungan disebelah tenggara sana ada suara derapan kuda, tjuma djaraknja masih sangat djauh, maka suara derapan itu terkadang terdengar dan terkadang lenjap, untuk membade berapa djumlah orangnja sudah tentu sangat sulit, tapi sedikit mendengarkan sadja Hiat-to Lotjo sudah lantas tahu dengan pasti djumlahnja ada

Page 2: Hobibaca.com - Jilid 16 - Pedang Hati Suci - Chin Yung

17 orang, sungguh daja pendengarannja jang tadjam itu sangat mengedjutkan orang.

Kemudian Hiat-to Lotjo berkata pula: "Tulang kakimu baru sadja dibubuhi obat, dalam waktu tiga djam engkau tidak boleh sembarangan bergerak, kalau tidak, untuk selamanja kau akan mendjadi pintjang. Didaerah sini aku tidak pernah mendengar ada djago2 jang berkepandaian tinggi, meskipun mereka berdjumlah 17 orang, biarlah nanti kubunuh semua sadja."

Sesungguhnja Tik Hun tidak ingin Hwesio djahat itu terlalu banjak mentjelakai djago2 silat jang baik dikalangan Bu-lim, maka tjepat ia berkata: "Kita sembunji disini sadja tanpa bersuara, mereka tentu takkan mampu menemukan kita. Djumlah musuh terlalu banjak, sebaliknja kita tjuma berdua, maka sebaiknja Su.....Sutjo berlaku hati2 sadja."

Hiat-to Lotjo mendjadi senang, katanja: "Ehm, setan tjilik berhati luhur, dapat memperhatikan keselamatan kakek-gurumu. Hehe, Sutjo sangat suka padamu."

Habis berkata, sekali ia mengagap kebagian pinggang, tahu2 sebatang Bian-to (golok badja jang tipis dan lemas) terpegang ditangannja, batang golok itu tampak bergemetar terus mirip ular hidup. Dibawah sinar bulan mata golok itu kelihatan berwarna merah padam, lapat2 bersemu warna darah dan sangat menjeramkan.

Tanpa merasa Tik Hun bergidik, tanjanja dengan gemetar: "Apakah........apakah inilah jang disebut Hiat-to (golok berdarah)?"

"Ja," sahut Hiat-to Lotjo."Golok pusaka ini setiap malam bulan purnama mesti diberi sesadjen kepala manusia, kalau tidak, tadjamnja akan berkurang dan tidak menguntungkan sipemiliknja. Lihatlah malam ini bulan lagi purnama, kebetulan ada 17 orang menghantarkan kepala mereka sendiri untuk sesadjen golokku. Wahai, golok-pusaka, malam ini engkau pasti akan kenjang makan darah manusia, lebih kenjang daripada apa jang pernah kau rasakan."

Dilain pihak, diam2 Tjui Sing sedang bergirang demi mendengar suara derapan kuda jang ramai itu semakin mendekat, tapi sesudah mendengar utjapan Hiat-to Lotjo jang sangat sombong itu se-akan2 setiap orang jang datang itu sudah pasti akan terbunuh olehnja. Hal ini meski membuatnja ragu2, tapi diam2 iapun berpikir: "Apakah ajahku sendiri ikut datang? Dan apakah Piauko djuga datang kemari?"

Selang tak lama pula, dibawah sinar bulan jang terang itu, tertampaklah dari djalan lereng bukit sana sebarisan penunggang kuda sedang mendatangi dengan tjepat. Waktu Tik Hun tjoba menghitungnja, benar djuga, tidak lebih dan tak kurang, djumlahnja memang tepat adalah 17 orang.

"Engkau tentu adalah murid baru si Po-siang, bukan?Siapakah namamu?" tanja Hiat-to Lotjo.

"Tik Hun!"

"Tik Hun? Ehm, bagus, bagus! Djika engkau menurut pada Sutjo, tentu setiap wanita aju dan gadis tjantik didunia ini dapat kau peroleh dengan mudah!"

Susul menjusul ke-17 penunggang kuda itu tertampak mengeprak kuda dengan tjepat,

Page 3: Hobibaca.com - Jilid 16 - Pedang Hati Suci - Chin Yung

setiba didekat tebing situ, penunggang2 kuda itu lantas membiluk kedjalan dibawah tebing itu, ternjata tiada terpikir oleh mereka untuk menjelidiki keadaan diatas tebing.

"Aku berada disini, aku berada disini!" segera Tjui Sing berteriak2.

Mendengar itu, seketika ke-17 orang itu memberhentikan kuda mereka dan memutar kembali.

"Piaumoay! Dimanakah engkau, Piaumoay?" segera seorang laki2 balas berseru. Itulah suaranja Ong Siau-hong.

Dan selagi Tjui Sing hendak berteriak pula, mendadak Hiat-to Lotjo mendjulur djarinja dan menjelentik sekali, sebutir batu ketjil terus menjambar kearah sigadis dan tepat mengenai pula Ah-hiat hingga Tjui Sing tidak dapat bersuara lagi.

Sementara itu ke-17 orang itu sudah melompat turun semua dari binatang tunggangan mereka dan sedang berunding dengan suara pelahan2.

Mendadak Hiat-to Lotjo pegang bahu Tik Hun terus mengangkatnja tinggi2 keatas sambil berseru: "Inilah Hiat-to Lotjo. Tjiangbundjin angkatan keempat dari Hiat-to-bun Bit Tjong di Tibet bersama murid angkatan keenam Tik Hun berada disini!" ~ Menjusul ia berdjongkok dan mentjengkeram pula leher badju Tjui Sing serta diangkatnja keatas djuga sambil berteriak: "Lihatlah ini, anak perawannja Tjui Tay kini sudah mendjadi gundik ke-18 daripada tjutju muridku Tik Hun. Siapakah diantara kalian ada jang kepingin minum arak bahagianja, silakan lekas madju kemari! Ahahahahaha!"

Ia sengadja hendak pamerkan betapa tinggi Lwekangnja, maka suara ketawanja itu dibikin pandjang hingga antero lembah pegunungan itu se-akan2 terguntjang oleh suaranja jang berkumandang djauh itu.

Keruan ke-17 orang itu saling pandang dengan terperandjat sekali.

Namun demikian, bagi Ong Siau-hong, oleh karena sang Piaumoay berada dibawah tjengkeraman paderi djahat dan tampaknja sedikitpun tidak mampu melawan, malahan mendengar pula teriakan paderi tua itu tadi jang mengatakan sang Piaumoay sudah mendjadi gundik ke-18 dari tjutju muridnja jang bernama Tik Hun, ia mendjadi tambah kuatir djangan2 sang Piaumoay telah dinodai, saking gusar dan kuatirnja, sekali menggereng, terus sadja ia mendahului menjerbu keatas tebing dengan pedang terhunus.

Segera pula ke-16 orang jang lain ikut menerdjang keatas sambil ber-teriak2: "Bunuh dulu Hiat-to-ok-tjeng itu!" ~ "Basmilah penjakit orang Kangouw ini!" ~ "Ja, paderi tjabul seperti itu djangan sekali2 diberi hak hidup!"

Menghadapi keadaan demikian, Tik Hun mendjadi serbasalah. Orang2 itu telah sangka dirinja sebagai Hwesio djahat dari Hiat-to-bun, biar bagaimanapun rasanja sulit untuk membela diri dan memberi pendjelasan. Paling baik dalam pertarungan nanti mereka dapat membunuh Hiat-to Lotjo dan nona Tjui Sing dapat diselamatkan. Tetapi kalau Hiat-to Lotjo terbinasa, tentu dirinja djuga susah lolos dibawah sendjata orang2 itu. Begitulah Tik Hun mendjadi bingung dan serba sulit, sebentar berharap kaum pendekar Tionggoan itu bisa menang, lain saat mengharapkan Hiat-to Lotjo jang menang pula.

Page 4: Hobibaca.com - Jilid 16 - Pedang Hati Suci - Chin Yung

Sebaliknja Hiat-to Lotjo bersikap sangat tenang, djumlah musuh jang sangat banjak itu dianggapnja urusan sepele sadja. Kedua tangannja masih terus mendjindjing Tik Hun dan Tjui Sing sambil mulutnja menggigit Hiat-to hingga semakin menambah tjoraknja jang seram dan menakutkan.

Setelah para pendekar Tionggoan itu kira2 tinggal berpuluh meter hampir mendekat, pelahan2 Hiat-to Lotjo meletakkan Tik Hun ketanah, ia taruh dengan hati2 sekali supaja tidak mengganggu tulang kaki "tjutju-murid" jang patah itu. Dan sesudah rombongan lawan tingggal belasan meter djauhnja, barulah ia letakan pula Tjui Sing disampingnja Tik Hun. Goloknja masih tetap tergigit dimulut, kedua tangannja lantas bertolak pinggang, lengan badjunja ber-kibar2 tertiup angin malam jang kentjang.

"Piaumoay! Baik2kah engkau?" segera Ong Siau-hong berseru dari djauh.

Sudah tentu Tjui Sing djuga bermaksud menjahut, tapi apa daja, ia tak dapat bersuara. Tjuma kedatangan sang Piauko jang semakin dekat itu dapat diikutinja dengan djelas. Ia lihat air muka sang Piauko jang tampan itu mengandung rasa penuh kuatir dan sedang berlari mendatangi. Sungguh girang Tjui Sing tak terkatakan, alangkah terima kasih dan tjintanja kepada sang Piauko itu, kalau dapat ia ingin segera menubruk kedalam pelukan pemuda itu untuk menangis serta mengadukan penderitaan dan penghinaan apa jang telah dialaminja selama beberapa djam ini.

Sementara itu Ong Siau-hong lagi tjelingukan kian kemari, perhatiannja melulu ditjurahkan untuk mentjari Piaumoay seorang, karena itu langkahnja mendjadi agak lambat, maka diantara para pendekar itu sudah ada 7-8 orang melampauinja kedepan.

Dibawah sinar bulan purnama, sikap Hiat-to Lotjo jang gagah berwibawa dengan berdiri sambil menggigit golok itu membuat para pendekar serentak berhenti ketika lima-enam meter berada didepan paderi tua itu.

Setelah kedua pihak saling pandang sedjenak, mendadak terdengar suara bentakan, dua laki2 berbareng terus menerdjang keatas. Jang satu bersendjatakan Kim-pian (rujung emas) dan jang lain bersendjatakan Siang-to (sepasang golok). Mereka adalah dua saudara seperguruan dari keluarga Hek di Soasay Tay-tong-hu jang terkenal. Walaupun sesama perguruan, tapi sendjata mereka berlainan, jang memakai Kim-pian bertenaga sangat besar, sebaliknja jang bersendjata Siangto sangat lintjah dan gesit.

Kira2 beberapa meter mereka menjerbu madju, karena langkah pemakai Siang-to itu lebih gesit dan tjepat, segera ia mengisar kebelakang Hiat-to Lotjo, dengan demikian mereka lantas menggentjet paderi itu dari muka dan belakang sambil mem-bentak2.

Tapi sedikit Hiat-to Lotjo mengegos, batjokan Siang-to lawan sudah terhindar. Setelah berkelit pula beberapa kali dari serangan lawan sambil goloknja tetap tergigit dimulut, suatu ketika, se-konjong2 dengan tangan kiri ia memegang garan goloknja jang tipis dan lemas itu, sekali ia mengajun, kontan kepala lawan jang memakai Kim-pian itu terpapas separoh.

Habis membunuh seorang, segera paderi tua itu menggigit goloknja dengan mulut.

Page 5: Hobibaca.com - Jilid 16 - Pedang Hati Suci - Chin Yung

Keruan lawan jang memakai Siang-to itu terperandjat dan berduka pula, ia mendjadi nekat djuga, ia putar sepasang goloknja sekentjang kitiran dan merangsang madju.

Tapi Hiat-to Lotjo dengan seenaknja dapat menjusur kian kemari dibawah sinar golok lawan itu. Se-konjong2 ia memegang goloknja lagi, sekali ini dengan tangan kanan, dan sekali tabas, tahu2 lawan telah terbatjok mati.

Serentak para pendekar mendjerit takut dan mundur kebelakang. Tertampak paderi tua itu menggigit golok jang berlumuran darah, mulutnja berlepotan darah pula, sikapnja beringas menjeramkan.

Walaupun djeri, namun para pendekar itu sudah bertekad sehidup-semati, maka betapa pun mereka pantang lari. Dengan mem-bentak2, kembali ada empat orang menerdjang madju lagi terbagi dari empat djurusan.

Mendadak Hiat-to Lotjo lari kearah barat. Dengan sendirinja keempat lawannja serentak mengedjar, begitu pula pendekar2 jang lainpun ikut mengudak sambil mem-bentak2.

Hanja dalam beberapa meter djauhnja, tertampaklah tjepat dan lambat keempat pengedjar itu, jang dua dapat mendahului didepan dan dua orang lainnja ketinggalan dibelakang.

Rupanja itulah jang diinginkan Hiat-to Lotjo, mendadak ia berhenti lari kedepan, sebaliknja terus menjerbu kembali. Dimana sinar merah berkelebat, tahu2 kedua lawan didepan itu sudah terbinasa dibawah goloknja. Dan sedikit tertegun kedua orang jang menjusul dari belakang itu, tahu2 leher mereka djuga sudah berkenalan dengan golok sipaderi tua, tanpa ampun lagi kepala mereka berpisah dengan tuannja.

Dengan merebah ditengah semak2 rumput, Tik Hun dapat menjaksikan hanja dalam sekedjap sadja Hiat-to Lotjo sudah berhasil membinasakan enam lawannja, betapa hebat ilmu silatnja dan betapa ganas tjaranja, sungguh susah untuk dibajangkan. Sekilas terpikir olehnja: "Djika tjara demikian dia membunuh musuh, sisa ke-11 orang lagi mungkin hanja sekedjap sadja sudah akan bersih terbinasa olehnja."

Tiba2 terdengar suara teriakan seorang: "Piaumoay, Piaumoay! Dimanakah engkau?" ~ Itulah suaranja Kim-tong-kiam Ong Siau-hong, sipedang djedjaka emas, satu diantara Leng-kiam-siang-hiap.

Tjui Sing sendiri berdjuluk Gin-koh-kiam atau sipedang dara perak. Ia sedang menggeletak disamping Tik Hun, karena Ah-hiat, jaitu Hiat-to pembisu, telah ditutuk oleh Hiat-to Lotjo, maka ia takdapat bersuara, hanja didalam hati sadja ia ber-teriak2: "Piauko, aku berada disini!"

Dilain pihak Ong Siau-hong masih terus mentjari sang Piaumoay dengan menjingkap semak2 rumput jang lebat itu. Tiba2 angin meniup hingga udjung badju Tjui Sing tersiur keatas, hal mana segera dapat dilihat oleh Siau-hong, dengan girang pemuda itu berseru; "Inilah dia, disini!" ~ Segera iapun menubruk madju untuk merangkul bangun Tjui Sing.

Saking girangnja sampai Tjui Sing meneteskan air mata hampir2 ia djatuh pingsan didalam pelukan sang kekasih.

"Piaumoay, Piaumoay! Aku telah ketemukan engkau!" demikian seru Siau-hong kegirangan sambil memeluk se-kentjang2nja.

Page 6: Hobibaca.com - Jilid 16 - Pedang Hati Suci - Chin Yung

Dalam keadaan begitu, segala tata-tertib dan sopan-santun antara kedua orang jang berlainan djenis itu sudah dilupakan oleh pemuda itu.

"Piaumoay, bagaimana kau, tidak apa2 bukan?" demikian Siau-hong menanja pula.

Dan sudah tentu Tjui Sing tak dapat mendjawab. Siau-hong mendjadi tjuriga, tjepat ia letakkan sigadis ketanah. Tapi baru kaki Tjui Sing berdiri, tubuhnja terus mendojong roboh kebelakang. Dan baru sekarang Siau-hong tahu apa jang terdjadi atas diri sang Piaumoay, iapun seorang jang mahir Tiam-hiat, segera ia memidjit beberapa kali dibagian pinggang dan bahu untuk membuka Hiat-to jang tertutuk itu.

"Piauko-piauko!" segera Tjui Sing berteriak terharu sesudah merdeka kembali.

Dalam pada itu Tik Hun menginsafi keadaan berbahaja bagi dirinja ketika Ong Siau-hong mendekat kesitu. Dikala pemuda itu asjik membuka Hiat-to sang Piaumoay, diam2 Tik Hun Tik merangkak pergi.

Namun Tjui Sing adalah satu gadis jang sangat tjermat, begitu mendengar ada suara semak rumput berkeresakan, segera teringat olehnja hinaan jang diterimanja dari Tik Hun, terus sadja ia menuding kearah Tik Hun dan berseru kepada sang Piauko: "Itu dia, lekas bunuh paderi djahat itu!"

Mendengar itu, tanpa pikir lagi Siau Hong terus lolos pedangnja pula, setjepat kilat ia menusuk kearah Tik Hun.

Untunglah Tik Hun sebelumnja sudah tahu gelagat bakal tjelaka. Demi mendengar teriakan Tjui Sing itu, maka sebelum pedang orang tiba, dengan tjepat ia terus menggulingkan diri kedepan. Dan ternjata disisi situ adalah tanah tandjakan jang miring, maka seperti tong gentong sadja ia menggelindingkan diri kebawah.

Dalam pada itu Ong Siau-hong telah menjusulkan tusukan kedua kalinja dengan tjepat dan tampaknja sudah hampir mengenai Tik Hun, se-konjong2 terdengar "trang" sekali, tangannja terasa kesemutan, tusukannja telah tertangkis oleh berkelebatnja sinar merah kemilau.

Tapi ilmu silat Siau-hong memang lebih tinggi daripada Tjui Sing, kalau tjuma sekali gebrak sadja masih belum dapat menundukannja. Dalam segala kerepotannja itu, tanpa pikir lagi ia terus putar pedangnja sedemikian kentjangnja hingga berwudjut sebuah bola sinar putih untuk melindungi tubuh sendiri. Maka terdengarlah serentetan suara gemerintjing beradunja pedang dan golok, hanja sekedjap sadja sudah lebih 20-30 kali kedua sendjata saling berbenturan.

Kiranja ilmu pedang Siau-hong itu sudah hampir memperoleh seluruh kepandaian sang guru, jaitu Tjui Tay, ajahnja Tjui Sing. Ilmu pedang jang dimainkan itu disebut "Khong-djiok-khay-peng" (burung merak pentang sajap), gaja ilmu pedang itu seluruhnja ada sembilan rupa permainan pedang itu sudah dilatihnja dengan sangat masak, dalam keadaan djiwanja terantjam bahaja oleh serangan golok musuh jang tjepat luar biasa itu, ia tidak dapat memikirkan apakah mesti menangkisnja dengan satu djurus demi satu djurus, tapi ia terus memainkan "Khong-djiok-khay-peng" dengan sendirinja. Dan lantaran itu, meski Hiat-to Lotjo ber-ulang2 melantjarkan serangan sampai 36 kali dan semakin lama semakin tjepat namun toh seluruhnja kena ditangkis oleh Siau-hong.

Page 7: Hobibaca.com - Jilid 16 - Pedang Hati Suci - Chin Yung

Semua orang sampai terkesima menjaksikan pertarungan sengit dan tjepat itu. Sementara itu diantara 17 orang pengedjar itu sudah ada tiga orang pula jang terbinasa dibawah golok berdarah sipaderi tua, sisanja termasuk Tjui Sing tinggal sembilan orang sadja. Diam2 mereka menahan napas mengikuti pertempuran jang berlangsung itu, pikir mereka: "Betapapun Leng-kiam-siang-hiap memang tidak bernama kosong, hanja dia sendiri jang mampu menangkis serangan kilat dari golok paderi djahat itu."

Padahal bila Hiat-to Lotjo mengendorkan serangannja, menjusul saling gebrak lagi setjara biasa, dalam belasan djurus sadja tentu djiwa Ong Siau-hong akan melajang dibawah golok berdarah Hiat-to Lotjo itu. Untunglah seketika itu sipaderi tua tidak memikirkan kemungkinan itu, ia masih terus merangsak dan menjerang setjepat kilat dan setjara ber-tubi2.

Sebenarnja ada maksud para pendekar lain hendak ikut menerdjang madju untuk membantu mampuskan paderi tua jang djahat itu, tapi karena pertarungan kedua orang itu dilakukan dengan terlalu tjepat hingga tiada tempat luang jang dapat mereka masuki.

Sudah tentu diantara semua orang itu jang paling memperhatikan keselamatan Siau-hong adalah Tjui Sing. Meski kaki-tangannja masih terasa lemas dan linu, tapi iapun tidak berani menunggu terlalu lama, segera ia djemput sebatang pedang dari tangan sesatu majat jang menggeletak ditanah itu, terus sadja ia ikut menjerbu madju untuk membantu sang Piauko.

Sigadis sudah biasa bekerdja sama dengan sang Piauko dalam menghadapi musuh, tjara bertempurnja mendjadi tidak tjanggung2 segera Ong Siau-hong menahan semua serangan Hiat-to Lotjo dan Tjui Sing jang melakukan serangan dengan mati2an.

Hiat-to Lotjo mulai gopoh karena sudah puluhan djurus masih takdapat membereskan Ong Siau-hong. Mendadak ia menggerang sekali, sambil tangan kanan tetap memainkan goloknja, tangan kiri terus dipakai untuk merebut pedang pemuda itu.

Siau-hong terkedjut, segera ia putar pedangnja lebih kentjang, harapannja dapatlah memapas beberapa djari tangan musuh jang berani tjoba2 merebut sendjatanja itu. Tak terduga tangan paderi tua ini seperti tidak takut kepada tadjamnja pedang, tangan itu mendjentik atau menjampok dengan tjepat hingga ada lebih dari separoh dari tipu serangan Siau-hong kena dipatahkan. Dan sebab itu keadaan Siau-hong dan Tjui Sing mendjadi berbahaja.

Gelagat tidak menguntungkan itu segera dapat dilihat oleh salah seorang pendekar tua diantaranja, ia insaf bila sebentar Leng-kiam-siang-hiap sampai terbinasa dibawah golok musuh, maka sisa kawan2nja djuga tiada seorangpun jang dapat lolos dengan hidup.

Maka ia lantas berseru: "Hajo, kawan2, marilah kita menerdjang madju semua! Biarlah kita melabrak paderi tjabul itu dengan mati2an."

Dan pada saat itulah, tiba2 dari djurusan barat-laut sana terdengar suara teriakan seseorang jang ditarik pandjang: "Lok-hoa-liu-tjui!"

Menjusul arah barat-daya djuga ada suara sahutan seorang lain: "Lok-hoaaaaa-liu-

Page 8: Hobibaca.com - Jilid 16 - Pedang Hati Suci - Chin Yung

tjui!" ~ Bahkan belum lenjap suara itu, kembali dari arah barat ada suara seorang lagi jang bergema diangkasa: "Lok-hoa-liuuuuu-tjui?"

Begitulah suara ketiga orang itu berkumandang datang dari tiga djurusan pula, suara mereka ada jang keras melantang, ada jang njaring melengking, tapi semuanja bertenaga dalam jang sangat kuat.

Hiat-to Lotjo terkesiap demi mendengar suara teriakan ketiga orang itu, pikirnja: "Darimanakah muntjulnja tiga tokoh kosen seperti itu? Dari suaranja sadja mungkin ilmu silat mereka masing2 tidak berada dibawahku. Pabila mereka bertiga mengerubut madju sekaligus, pasti aku akan susah melawan mereka."

Begitulah sambil memikirkan tjara menghadapi musuh, gerak serangannja sedikitpun tidak mendjadi kendor.

Se-konjong2 dari arah selatan lagi2 ada suara seruan seorang "Lok-hoa-liu-tjuiiiiii!"

Kalau tadi suara ketiga orang itu menarik pandjang seruan mereka mulai dari Lok-hoa-liu, maka orang keempat ini menarik pandjang huruf keempat "tjui" hingga njaring dan berkumandang sampai djauh.

Dalam pada itu Tjui Sing mendjadi girang, segera iapun berteriak2: "Ajah, ajah! Lekas tolong, ajah!"

Segera salah seorang pendekar itupun ada jang berseru girang: "Itulah dia Kanglam-su-lo telah datang semua, Lok-hoa-liu-tjui! Haha.............." ~ Tapi baru dia mulai tertawa, se-konjong2 darah muntjrat dari dadanja, golok Hiat-to Lotjo telah mampir didadanja hingga seketika ia terbinasa.

Mendengar bahwa keempat orang jang datang lagi itu ternjata adalah ajahnja Tjui Sing, tiba2 Hiat-to Lotjo ingat sesuatu: "Aku pernah mendengar tjerita muridku si Sian-yong, katanja didalam Bulim didaerah Tionggoan, tokoh jang paling lihay selain Ting Tian masih terdapat pula apa jang disebut Pak-su-koay dan Lam-su-lo (empat tokoh aneh diutara dan empat kakek sakti diselatan). Pak-su-koay itu katanja berdjuluk ´Hong-hou-in-liong´(angin, harimau, mega, naga), dan Lam-su-lo katanja berdjuluk ´Lok-hoa-liu-tjui (gugur bunga air mengalir alias kotjar-katjir). Waktu mendengar tjerita itu, aku tjuma mengedjeknja dengan mendengus, kupikir kalau mereka berdjuluk ´Lok-hoa-liu-tjui´, masakah mereka memiliki kepandaian jang berarti? Tapi kini dari suara seruan mereka jang sahut-menjahut ini, njata mereka memang bukan tokoh sembarangan."

Selagi paderi tua itu memikir, tiba2 terdengar pula suara keempat orang itu serentak bergema diangkasa, teriakan "Lok-hoa-liu-tjui" itu berkumandang datang dari empat djurusan jang begitu keras hingga lembah pegunungan itu se-akan2 terguntjang.

Dari suara itu Hiat-to Lotjo tahu djarak keempat orang masih tjukup djauh, paling tidak masih 5-6 li djauhnja. Tapi bila dia mesti membunuh habis sisa kesembilan lawan jang masih terus mengerubut dengan nekat itu, dan sementara itu keempat tokoh mengepung tiba, tentu susahlah untuk meloloskan diri.

Tiba2 ia bersuit, lalu berteriak keras2: "Lok-hoa-liu-tjui, biar kulabrak kalian

Page 9: Hobibaca.com - Jilid 16 - Pedang Hati Suci - Chin Yung

hingga kotjar-katjir!"

Berbareng itu djarinja terus menjelentik, "tjreng", pedang ditangan Tjui Sing sampai mentjelat keudara oleh selentikan itu.

"Tik Hun, siapkan kuda, kita tinggal pergi sadja!" seru Hiat-to Lotjo tiba2.

Tik Hun tidak mendjawab karena merasa serba sulit, djikalau lari bersama paderi tua itu, mungkin dirinja akan semakin mendalam kedjeblos kedalam lumpur hingga tidak dapat menarik diri lagi. Tapi kalau tinggal disitu, bukan mustahil segera akan ditjintjang mendjadi baso oleh orang banjak, tidak mungkin dia diberi kesempatan untuk bitjara dan membela diri.

Dalam pada itu terdengar Hiat-to Lotjo telah mendesak pula: "Tjutju murid, lekas tuntun kuda kesini!"

Dan segera Tik Hun dapat mengambil keputusan: "Paling penting sekarang jalah menjelamatkan djiwa dahulu, apakah orang lain akan salah paham atau tidak, biarlah itu urusan belakang?"

Maka waktu untuk ketiga kalinja Hiat-to Lotjo mendesak pula, segera ia menjahut sekali, lalu mendjemput sebatang tumbak sekedar dipakai tongkat, dengan berintjang-intjuk ia terus ketempat kuda.

"Tjelaka, paderi djahat itu akan lari, biar aku mentjegat dia!" seru seorang gendut jang bersendjata toja. Segera iapun tarik tojanja serta memburu kearah Tik Hun.

"Hehe, kau hendak mentjegat dia, biar aku mentjegat kau!" demikian Hiat-to Lotjo mendjengek, berbareng goloknja berkelebat, sebelum sigendut sempat berkelit, tahu2 orangnja berikut tojanja sudah tertabas kutung mendjadi empat potong.

Melihat kawannja mati setjara mengenaskan, semua orang sama mendjerit ngeri. Memang tudjuan Hiat-to Lotjo jalah untuk menggertak mundur pengerojok itu, maka pada saat lawan2 itu tertegun sedjenak, tanpa ajal lagi ia mengulur tangan hingga pinggang Tjui Sing kena dirangkulnja, segera ia berlari kearah Tik Hun jang sementara itu sudah menjiapkan kuda tunggangannja.

"Lepaskan aku, lepaskan aku, Hwesio djahanam!" demikian Tjui Sing ber-teriak2, berbareng kepalannja terus menghantam serabutan kepunggung Hiat-to Lotjo.

Biarpun ilmu pedang sigadis tidak lemah, tapi kepalan jang dihudjankan kepunggung musuh itu ternjata tiada bertenaga, apa lagi kulit-daging Hiat-to Lotjo tjukup kasap dan tebal, beberapa kali gebukan itu hampir2 tidak terasa olehnja, bahkan paderi tua itu melangkah dengan sangat tjepat, hanja beberapa kali lompatan sadja ia sudah berada disamping Tik Hun.

Saat itu Ong Siau-hong masih terus putar pedangnja dengan mati2an, ia masih terus melontarkan djurus2 "Khong-djiok-khay-peng" jang mirip burung merak beraksi itu. Ketika sang Piaumoay kembali ditjulik musuh lagi, dengan kalap ia lantas memburu sambil tetap memutar pedangnja tanpa berhenti, tjuma permainannja sudah katjau tak keruan.

Sesudah mendekat, lebih dulu Hiat-to Lotjo menaikan Tik Hun keatas kuda kuning, lalu menaruh Tjui Sing didepan pemuda itu sambil memberi pesan dengan pelahan: "Orang2 jang berteriak seperti setan meringkik itu adalah musuh2 tangguh jang tidak

Page 10: Hobibaca.com - Jilid 16 - Pedang Hati Suci - Chin Yung

sembarangan. Anak dara ini adalah barang sandera (djaminan), jangan sampai dia melarikan diri."

Sembari berkata ia terus mentjemplak keatas kuda putih dan dikeprak kearah timur dengan diikut oleh Tik Hun dengan kuda kuning.

Dalam pada itu suara teriakan "Lok-hoa-liu-tjui" itu semakin mendekat, terkadang suara itu tuma seorang sadja, tempo2 dua orang, tapi sering djuga tiga-empat orang berseru berbareng.

"Piauko, Piauko! Ajah, ajah! Lekas tolong aku!" demikian Tjui Sing djuga ber-teriak2 ketakutan. Tapi djelas dilihatnja sang Piauko makin djauh ketinggalan dibelakang kuda.

Kedua ekor kuda kuning dan putih milik Leng-kiam-siang-hiap itu memangnja adalah kuda2 pilihan jang susah didapat. Biasanja mereka sangat bangga atas binatang tunggangan mereka itu. Siapa duga sekarang sendjata makan tuan, kuda2 itu berbalik diperalat oleh musuh untuk melarikan Tjui Sing. Sudah tentu binatang2 itu tidak kenal kawan atau lawan, mereka hanja menurut perintah sipenunggang sadja, semakin dikeprak, semakin kentjang larinja, dan Ong Siau-hong djuga ketinggalan semakin djauh.

Walaupun takdapat menjusul musuh, namun Siau-hong tidak putus asa, ia masih memburu terus sambil ber-teriak2 dari djauh: "Piaumoay! Piaumoay!"

Begitulah jang satu berteriak "Piauko" dan jang lain berseru "Piaumoay", suara mereka sedih memilukan, bagi pendengaran Tik Hun, rasanja mendjadi tidak tega, beberapa kali ia hendak mendorong Tjui Sing kebawah kuda biar berkumpul kembali dengan kekasihnja. Tapi selalu teringat olehnja pesan Hiat-to Lotjo jang mengatakan musuh jang datang itu sangat tangguh, anak dara ini adalah barang sandera dan harus didjaganja djangan sampai lari. Maka ia mendjadi ragu2, bila Tjui Sing dilepaskan tentu Hiat-to Lotjo akan gusar, paderi jang djahat luar biasa itu, bukan mustahil akan membunuh dirinja bagai menjembelih seekor ajam sadja. Apalagi bila sampai disusul oleh ajah Tjui Sing berempat djago tangguh itu, besar kemungkinan dirinja djuga akan terbunuh setjara sia2 tanpa berdosa.

Seketika Tik Hun mendjadi bingung apa jang harus dilakukannja, ia dengar suara teriakan Tjui Sing sudah mulai serak. Mendadak hati Tik Hun terharu: "Ai, betapa tjinta-kasih antara mereka itu, tapi dengan paksa telah dipisahkan orang. Aku sendiri bukankah djuga demikian dengan Djik-sumoay? Mestinja kami dapat hidup aman tenteram berduaan, tapi ada pihak ketiga jang telah menghantjurkan tjita2 kami. Namun ....namun, bilakah Djik-sumoay pernah memperhatikan diriku seperti nona Tjui ini terhadap Piaukonja itu?"

Berpikir sampai disini Tik Hun mendjadi berduka, katanja didalam hati: "Bolehlah kau kembali sadja!" ~ dan sekali mendorong Tjui Sing didorongnja kebawah kuda.

Tak terduga meski Hiat-to Lotjo berdjalan didepan, namun setiap saat ia memperhatikan gerak-gerik kuda dibelakangnja. Ketika suara teriakan Tjui Sing mendadak berhenti, menjusul terdengar suara kaget sigadis dan suara djatuhnja ketanah, ia mengira Tik Hun jang patah kaki itu tidak kuat menahan terperosotnja Tjui Sing ketanah, maka tjepat ia memutar balik kudanja.

Page 11: Hobibaca.com - Jilid 16 - Pedang Hati Suci - Chin Yung

Dilain pihak, begitu tubuh Tjui Sing djatuh ketanah, tjepat ia sudah melompat bangun pula, segera iapun angkat langkah seribu berlari kearah Ong Siau-hong.

Djarak kedua muda-mudi tatkala itu kira2 ada seratusan meter, jang satu berlari dari sini, jang lain memapak dari sana, jang satu berteriak: "Piauko!" dan jang lain berseru; "Piaumoay!" ~ Djarak mereka semakin dekat, rasa girang mereka tak terkatakan dan rasa kuatir merekapun susah dilukiskan.

"Hehe, biarlah mereka gembira dulu!" demikian djengek Hiat-to Lotjo. Ia sengadja menahan kudanja, ia membiarkan kedua muda-mudi semakin mendekat satu-sama-lain, waktu djarak mereka tinggal 20-30 meter djauhnja, mendadak ia kempit kudanja kentjang2 sambil bersuit, setjepat angin ia membedal kuda putih itu kebelakang Tjui Sing.

Keruan Tik Hun ikut kuatir bagi sigadis, dalam hati ia ber-teriak2: "Lekas lari, tjepat sedikit, lekas!"

Begitu pula beberapa pendekar jagn tidak terbunuh tadi ketika melihat Hiat-to Lotjo menggeprak kudanja kembali sambil mulut menggigit golok berdarahnja, merekapun ber-teriak2 kuatir: "Tjepat lari, lekas!"

Tjui Sing mendengar suara derapan kuda dari belakang semakin mendekat, tapi lari mereka djuga semakin tjepat dan djarak kedua muda-mudi itupun semakin dekat. Saking napsu dan gugupnja ingin lekas2 mentjapai sang kekasih, sampai dadanja se-akan2 meledak dan dengkulnja terasa lemas, setiap saat pasti dia akan terbanting roboh. Tapi sedapat mungkin ia masih bertahan sekuatnja

Lambat laun ia merasa hawa napas kuda putih seperti sudah menjembur sampai dipunggungnja, terdengar Hiat-to Lotjo sedang berkata dengan tertawa iblis: "Hehe, masakah kau dapat lolos?"

Dengan mati2an Tjui Sing angkat langkahnja selebar mungkin sambil mengulur kedua tangannja kedepan, namun sang Piauko masih dua-tiga meter djauhnja, sedangkan tangan kiri Hiat-to Lotjo sudah terasa merangsang keatas kepalanja.

Sekali Tjui Sing mendjerit dan selagi hendak menangis, tiba2 terdengarlah suara seruan seorang jang penuh welas-asih serta sangat dikenalnja: "Djangan takut, Sing-dji, ajah datang untuk menolong kau!"

Mendengar suara itu tak-lain-tak-bukan adalah sang ajah ~ Tjui Tay ~ jang telah datang, dalam girangnja semangat Tjui Sing tiba2 terbangkit, entah darimana datangnja kekuatan, se-konjong2 kakinja meledjit sekuatnja kedepan hingga lebih satu meter djauhnja, meski saat itu lengan atas sigadis sudah terdjamah oleh tangan Hiat-to Lotjo, tapi achirnja gadis itu dapat terlepas djuga.

Ketika Ong Siau-hong sekuatnja melompat madju djuga, tangan kiri kedua muda-mudi itu sudah dapat saling memegang. Tjepat tangan kanan Siau-hong memutar pedangnja pula, pikirnja: "Alhamdulillah, sjukur Suhu dapat tiba tepat pada waktunja untuk menolong, maka sekarang tidak perlu takut kepada iblis paderi djahat itu lagi."

Page 12: Hobibaca.com - Jilid 16 - Pedang Hati Suci - Chin Yung

Sebaliknja Hiat-to Lotjo ter-kekeh2 edjek melihat pemuda itu berani main kaju padanja lagi, tiba2 goloknja menjabat kedepan.

Melihat berkelebatnja sinar merah, tjepat Ong Siau-hong ajun pedangnja menangkis. Diluar dugaan, tiba2 golok bersinar merah darah itu dapat melengkung kebawah hingga mirip tali jang lemas udjung golok terus memotong kedjari tangannja. Bila Ong Siau-hong tidak lepaskan pedangnja, pasti tangannja jang akan terkutung.

Didalam seribu kerepotannja itu, perubahan gerakan pemuda itupun sangat tjepat, ia kerahkan tenaga pada tangannja, pedang terus ditimpukan kearah musuh.

Tapi sekali djari kiri Hiat-to Lotjo mendjentik, kontan pedang itu terpental dan menjambar kearah seorang kakek jang sedang berlari setjepat terbang dari arah barat sana. Menjusul golok ditangan kanan paderi itu terus mengulur kedepan pula mengantjam muka Ong Siau-hong.

Untuk mendojongkan tubuhnja kebelakang guna menghindar serangan itu, terpaksa Siau-hong harus melepaskan tangan jang memegang tangan Tjui Sing itu. Dan kesempatan itu tidak di-sia2kan Hiat-to Lotjo, sekali tangannja merangkul, kembali Tjui Sing tertawan olehnja terus ditaruh diatas pelana kudanja. Bahkan paderi itu tidak memutar kudanja dengan segera, tapi malah keprak kuda mentjongklang kedepan, menerdjang kearah rombongan djago2 silat Tionggoan tadi.

Melihat musuh menerdjang dengan kudanja, pendekar2 Tiongoan jang menghadang ditengah djalan itu terpaksa melompat minggir sambil ber-teriak2. Sedangkan Hiat-to Lotjo lantas memutar kudanja, mengitar kembali kearah Tik Hun sambil mulutnja mengeluarkan suara gerangan aneh.

Namun sebelum dia mendekat dengan Tik Hun, se-konjong2 sesosok bajangan kelabu berkelebat, sinar pedang jang gemerdep menjilaukan mata karena tertimpa tjahaja sinar bulan, tahu2 menjambar kearah dadanja. Tanpa pikir lagi Hiat-to Lotjo ajun goloknja menjampok, "trang", golok membentur pedang hingga tjekalannja terasa kesemutan. "Hebat benar tenaga dalamnja!" diam2 paderi tua itu membatin.

Dan pada saat itulah kembali dari sebelah kanan sebatang pedang djuga menusuk kearahnja. Gaja serangan pedang ini datangnja sangat aneh, udjung pedang tampak gemerdep hingga berwudjut beberapa lingkaran2 besar dan ketjil, hingga seketika tidak djelas kemana tusukan pedang itu hendak diteruskan.

Kembali Hiat-to Lotjo terkedjut: "Ah, kiranja tokoh ahli Thay-kek-kiam djuga datang!"

Segera ia himpun tenaga ketangan kanan, iapun ajun goloknja hingga berupa beberapa lingkaran, begitu lingkaran2 golok dan pedang beradu, terdengarlah "trang-trang-trang" beberapa kali disertai muntjratnja lelatu api.

Cerita Silat Cina > Chin Yung > Pedang Hati Suci >

Buku

Page 13: Hobibaca.com - Jilid 16 - Pedang Hati Suci - Chin Yung

Politik

Cerita Silat Cina

Chin YungGan KLKho Ping HooKhu LungTjan ID

Cerita Silat Lokal

A. Merdeka PermanaBastian TitoKho Ping HooSH. Mintarja

Novel

Misteri

Pengetahuan

BudayaIlmuwanInternetPengusaha Luar Negeri

Artikel

AA GymAyah - BundaBiografiBisnisCintaEkonomiHumorIptekHarun YahyaIslamiKarirKehidupanKeluargaKesehatanKomputerMakananPemerintahanPemudaPertanianPolitikPropertiPsikologiTransportasiWanita

Page 14: Hobibaca.com - Jilid 16 - Pedang Hati Suci - Chin Yung

Copyright © 2006, hobibaca.com, All right reserved.