sebilah pedang mustika

Upload: ajanetp

Post on 03-Jun-2018

279 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    1/236

    Sebilah Pedang Mustika(Hoan Kiam Kie Tjeng)

    Karya : Liang Ie ShenSaduran : OKT

    "Rembulan di langit mengejar sang surya, Nona dibumi mengejar kekasihnya,Sang Surya naik di Timur,Sang Rembulan silam di Barat,Bidadari di istana rembulan sia-sia berduka....Layung sore menabur langit biru,

    Sinar sang Surya menyinari sang Rembulan,Meski sang Surya dapat dikatakan tak berbudi,Tetapi si Gagak Emas tetap mendampingi si Kelinci

    Kumala,Oh, engko,Kenapa kau tak menoleh memandang daku?"I. Berkejar-kejaran.Sang Surya telah menyilam akan tetapi sinar layungnyamasih bertebaran, di saat itu sang angin sore telah bertiupmengantarkan suara nyanyian yang perlahan....nyanyian yangmenggenggam rasa penasaran, rasa kekaguman, bagaikantangisan mengeluh, hingga burung2 yang berterbangan pulangkerimbanya mesti terbang ber-putar2 diatas rimba, tak turunkebawah. Walaupun demikian halus nyanyian itu mengalun,

    nyanyian itu masih tak dapat menahan seekor kuda pilihanyang berlari didalam lembah.Penunggang kuda itu adalah seorang muda dengan baju

    putih yang tampan rupanya, dia bukannya tidak mengetahuiyang dibelakangnya ada si nona remaja, yang mengejar dia,yang bernyanyi untuknya, ia tapinya telah mengeraskanhatinya, ia mengaburkan terus kudanya itu. Setelah suaranyanyian hilang lenyap dan lembah menjadi sunyi kosong,diam segala apa, barulah ia menghela napas dan bersenandung:"Sungai Ek Sui tenang diam, angin barat yang dinginberdesir, si orang agah sekali pergi tak kembali, Mengadu jiwahanya mengandali sebatang pedang panjang tiga kaki, biarpuncintanya sangat tetapi dia menoleh kebelakang, ia tidak cumadapat mensia-siakan si nona belia...."

    Kemudian ia menoleh kebelakang ia tidak melihat seorang juga, Kudanya itu kuda jempolan yang bagaikan dapat'mengejar kilat menguber angin,' maka dengan kaburnya

    barusan, dia telah meninggalkan jauh si nona hingga terpisahdengan beberapa bukit....

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    2/236

    Pemuda itu adalah Tan Hian Ki dan ia tengah menjalankantugas yang berat yang dibebankan kepadanya, ialah untukmembunuh seorang ahli silat kenamaan yang tinggalmendiamkan diri, bersembunyi di gunung Holan San. Maka itu

    jangankan ia memangnya tak berniat menyintakan si nona,

    taruh kata ia menyintainya dengan sangat, didalam saatnyaseperti ini, tidak dapat ia terhalang oleh nyanyian itu.Memang nyanyian itu telah dapat menggoncang hatisanubarinya, dilain pihak si nona telah terpisah dengan

    beberapa lapis gunung, dari itu nona itu tak dapat mendengarhelaan napas dan senandungnya itu dan tak dapat melihat jugaair yang mengembang pada kedua matanya....Matahari telah berturun, angin berhawa dingin, maka sangmagrib datang makin lama makin suram, Tan Hian Kiemengangkat kepalanya, memandang kearah depan, Disanasamar2 terlihatlah puncak dari gunung Holan-san itu, Tanpa

    merasa hatinya menjadi tegang sendirinya, Segera iamembiluki kudanya, dengan mengayunkan cambuknya, iamalarikannya ke barat.Sekeluarnya dari mulut lembah, pemuda ini mulai mendakidijalan pegunungan yang ber-liku2, Ia sekarang berada dalamragu-ragu, Kudanya memang kuda jempolan, tetapi ia beradadijalan pegunungan yang sesukar itu, pula didepan ada seorangmusuh yang lihay sekali, walaupun ia tidak jeri, apabila ia

    menunda perjalanan untuk melewatkan sang malam disitu, ia bisa mendapat kesulitan dari si nona....Bagaimana kalau nona itu dapat menyandak ia dankarenanya ia menjadi kena terlibat? Tengah ia bersangsi itu,

    bimbang hati, tiba2 kupingnya mendengar suara tindakan kakidari seekor kuda, yang datangnya dari arah depan, Hanyasekejap saja, kuda itu sudah tiba didepannya, hampir sajakedua binatang saling tabrak, atau mendadak saja

    penunggangnya telah berlompat turun, tangannya diulur untukmencegah tabrakan itu.Kudanya si anak muda berjingkrak berdiri serayamemperdengarkan ringkikan yang keras, tetapi dia tidak dapatmaju terus, maka itu si anak muda sendiripun mesti berlompatturun, Sekarang dapatlah ia melihat dihadapannya seorangmuda dengan alis yang kereng dan mata yang besar yangwajahnya bermuran durja, dingin seperti tak ada perasaannya,sedang disaat magrib seperti itu, cuaca remang2, dianampaknya seram....Hanya sedetik Tan Hian Ki tercengang, lantas iamengangkat kedua tangannya, untuk memberi hormat:"Saudara Siangkoan, sungguh beruntung, sungguh beruntunguntuk pertemuan kita ini!" katanya.

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    3/236

    Anak muda itu mengasi dengar suara dingin: "Hm!Memang, sungguh beruntung pertemuan kita ini!" berkata dia,tawar. "Mana Un Lan?""Dia berada dibelakang," menyahut Hian Ki. "Jikalau kaumelintasi gunung itu, mungkin kau dapat bertemu dengannya."

    Dengan tangannya, ia menunjuk.Terbangun sepasang alisnya anak muda itu, wajahnyanampak terlebih muram: "Jadi dia menyusul kau?" tanyanya.Parasnya Hian Ki menjadi bersemu merah: "Jangan

    bergurau, saudara Siangkoan."Tetapi sianak muda, yang dipanggil 'saudara Siangkoan' itu,menjadi gusar: "Siapa bergurau denganmu?" bentaknya "Akucuma hendak menanya kau, kau menginginkan dia atau tidak?""Eh, saudara Siangkoan, kau bicara apakah?" tanya Hian Kikeras, "Terhadap enci Un Lan itu belum pernah aku memikiryang tidak2!""Jikalau demikian adanya, kau cuma mempermainkan dia,kau memincuknya, lalu sekarang kau men-sia2kannya?"Parasnya Hian Ki berubah: "Saudara Siangkoan, kau

    pandang aku orang macam apa?" dia kata nyaring. "TerhadapUn Lan aku cuma memandang sebagai saudara, maka manadapat kau membilangnya tentang mempermainkan danmemincuknya?"Pemuda itu tertawa dingin: "Jadi, menurut kau, Un Lanadalah yang memincukmu?" katanya.Hian Ki mengerutkan kening, yang benar memang Un Lanyang 'melibat' padanya, Akan tetapi, mana dapat iamengatakannya terus terang? Tidakkah itu akan merusak nama

    baiknya anak dara itu?Pemuda itu, pemuda she Siangkoan, bernama Thian Ya,maju dua tindak: "Tan Hian Ki, kau kembalilah!" katanya

    bengis.

    "Kau menghendaki apa?" Hian Ki tanya."Kau menghaturkan maaf terhadap Un Lan, lalu kau

    bersumpah bahwa serlanjutnya kau tidak akan men-sia2kanlagi padanya!" berkata Thian Ya tetap bengis, "Hendak akumengawasi kau bersumpah itu, aku melarang kaumenyangkalnya!"Bengis suaranya pemuda itu akan tetapi akhirnya bernadasedih, seperti juga ia tengah memohon terhadap Hian Ki yangmulanya ia perlakukan hebat sekali.Hian Ki mundur dua tindak: "Saudara Siangkoan, akumengerti maksudmu, aku tahu hatimu." ia berkata, "Kaumenyintai enci Un Lan, mengapa kau menyimpannya itudidalam hati saja?"

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    4/236

    "Tidak salah!" menjawab Thian Ya: "Dialah orang satu2nyayang aku sangat menyintainya, maka itu tidak nanti akumembuatnya dia berduka, tidak nanti aku membiarkannya kaumen-sia2kan padanya!""Saudara Siangkoan, kau tidak mengetahui hatiku!" kata

    Hian ki: "Dengan setulusnya aku berdoa supaya kamu berduamenjadi pasangan yang berbahagia! kenapa kau bercuriga? kaumembuatnya aku jadi menyesal."Hian Ki telah membeberkan hatinya itu, akan tetapi ThianYa beradat tinggi, ia menerimanya secara keliru. Iamenganggap bahwa ia justeru dipermainkan. Ia menduga HianKi adalah sipemenang dalam perebutan asmara ini. Tentusekali, inilah diluar dugaan pemuda she Tan itu.

    Wajah Thian Ya kembali menjadi muram, kedua matanyadibuka lebar: "Tan Hian Ki, jangan banyak omomg pula!" iamembentak: "Kau hendak kembali atau tidak?"Hian Ki melihat kelangit, melihat cuaca, hatinya cemas:"Kau tidak mengerti, saudaraku aku tidak bisa membilang apa2lagi," katanya: "Tetapi aku ada punya urusan yang sangat

    penting, aku minta sukalah kau membagi jalan padaku...."Kata-kata itu belum habis diucapkannya, atau "Sret!" makaThian Ya telah menarik keluar sepasang gaetannya: "Aku

    justeru tidak hendak melepaskan padamu, lelaki tidak berbudi!" bentaknya.Bukan main mendongkolnya Hian Ki: "Apa sangkutannyaaku denganmu, aku berbudi atau tidak?" pikirnya. Tapi tengahia berpikir itu, didepan mukanya telah berkelebat gaetan orang,yang bersinar kuning bagaikan emas."Masih kau tidak hendak menghunus pedangmu?" Thian Ya

    berseru."Saudara Thian Ya, sabar," berkata Hian Ki berkelit,"Dengar dulu aku.""Kau hendak ngaco apa lagi?" kata Thian Ya dengan dingin."Kau masih hendak banyak omong pula?""Kalau saudara pasti hendak memberikan pelajaran padaku,tidak berani aku menolaknya," berkata Hian Ki sabar, sedanghatinya panas dan berduka, "Hanya benar2 hari ini akumempunyai urusan yang sangat penting. Begini saja, selangsepuluh hari nanti aku datang pula kemari untuk menerima

    pengajaranmu itu. Umpama kata pada hari yang aku janjikan

    itu aku tidak muncul, bukanlah aku salah janji, hanya terangaku telah kena orang bunuh. Dengan begitu tak usahlah saudaramenjadi mencapaikan tangan lagi."Thian Ya melengak, Tapi hanya sejenak: "Kau tidakmempunyai tempo, apakah kau sangka aku sempat

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    5/236

    menantikanmu?" katanya keras."Lekas geraki tanganmu, disini kita memastikan menangatau kalah, supaya Un Lan tidak lagi berduka!"Sambil mengucap demikian, Thian Ya menggeraki keduatangannya, menyambar dari kiri dan kanan.

    Dengan terpaksa Hian Ki mencabut pedangnya. Maka jugagaetan dan pedang bentrok keras sekali, sampai pedangnyaHian Ki hampir terlepas terbang dari cekalannya.Siangkoan Thian Ya tertawa lebar menyaksikan pedangorang mental: "Un Lan memuji ilmu silat pedangmu sampaidilangit lapis ke-33, tidak tahunya cuma sebegini saja!' katanyamengejek.Hian Ki mendongkol berbareng geli dihati, "Kau hendakmelampiaskan hatimu, baiklah aku mengalah," pikirnya.Setelah berpikir begitu, anak muda itu membalas menikam.Ia memikir untuk mencari ketika untuk meninggalkan

    lawannya itu. Diluar dugaannya, gaetan Thian Ya dapat jugadigunakan sebagai pedang, ia dilawan secara hebat. Sebabsetelah hasilnya yang pertama, Thian Ya mendesak,serangannya ber-tubi2, Dia hendak mencegah orangmengangkat kaki.

    Cuaca sementara itu semakin suram, tanda sang sore lagimendatangi, ketuka itu ada terdengar tindakan kaki kuda.Hian Ki menduga kepada Un Lan, si nona yang tadi

    bernyanyi dan menyusul padanya, Maka ia berpikir: "Meskiaku lekas menyingkir, apabila dia keburu tiba disini, sulitnanti.... "Karena itu, kalau tadi ia melayani hanya untuk membeladiri, sekarang ia membalas menyerang secara sungguh2.Thian Ya lantas saja menjadi terkejut, Inilah ia tidakmengira: "Pantas adik Un menyintai bocah busuk ini, benar2dia lihay!" katanya dalam hati.Tentu sekali ia tidak mau mengalah, ia pun berkelahi denganlebih hebat. Sementara itu tindakan kaki kuda mendatangisemakin dekat.Hian Ki membalik tangannya, ia menyerang dengan hebat,Dengan jurusnya ini, ia membuatnya gaetan Thian Ya terdesakkesamping."Kau masih tidak suka membuka jalan?" katanya perlahantetapi membentak.Dalam cuaca remang2 itu, disana terlihat kabur mendatangiseekor kuda, lalu penunggangnya seorang nona, berserumenanya: "Hian Ki, kau bertempur dengan siapa? Ah! Apa?kau, Thian Ya? Hayo, kamu berhentilah!"Siangkoan Thian Ya menyahuti: "Bocah ini tidak sudimenemui kau, nanti aku bekuk dia untuk diserahkan padamu!"

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    6/236

    Hian Ki mendesak pula tetapi orang didepannya tidak maumundur, Ia menjadi berpikir: "Kalau aku melukai ia didepanUn Lan, mungkin jodoh mereka tidak bakal tertangkap.... Tengah orang berpikir itu, sepasang gaetannya Thian Yamenyambar hebat, lalu dua2nya terlempar terpental, tetapisebagai pembalasan untuk itu, sebelah tangannya orang sheSiangkoan itu melayang kedada Hian Ki hingga dia inimenjerit tertahan, tubuhnya mental setombak lebih.Hian Ki tidak menyangka, setelah pedangnya terlepas,Siangkoan Thian Ya bakal meneruskan menyerang dengantangan kosong, ia sampai tak waspada.Thian Ya tercengang untuk hasil serangannya itu, Un Lan,yang sudah lantas tiba, berseru: "Thian Ya! Kau bikin apa?kenapa kau menurunkan tangan berat? Lekas, lekas kaumengasi dia bangun!"Thian Ya mencoba menenangkan dirinya, habis itu ia

    bertindak menghampiri Hian Ki, hanya segera ia kecele,Mendadak ia melihat satu tubuh mencelat naik keatas kuda,lalu dengan sekali tepuk kempolannya, binatang itu berlompatuntuk lari kabur, Ia terkejut, Untuk mencegah sia-sia belaka,Sekali pun ekor kuda, tak dapat ia mencekalnya, Ia heransekali, setelah roboh, pemuda itu masih dapat melompat naikatas kudanya, Hanya sekarang Hian Ki tidak duduk tegakdiatas kudanya itu, dia mendekam seraya memeluki erat2 leher

    binatang tunggangan itu.Kuda itu kuda terdidik berlari pesat sekali, hingga dilain saatdia telah menyelinap disebuah tikungan.

    "Minggir!" Un Lan berseru selagi Thian Ya menjublakmengawasi kaburnya lawannya itu, sambil memperdengarkansuaranya itu, si noana pun mencambuk kearah pemuda sheSiangkoan itu.Bukan main mendongkol, menyesal, malu dan cemburunyaThian Ya, Ia bertindak untuk si nona, sekarang si nonamembentak dan mencambuk padanya, Sedetik itu ingin iamenyambar si nona untuk menjewer kupingna, buat dilain saatmemelukinya sambil menangis, Tapi semua itu telah lewat,Hanya diluar kehendaknya, ia pun naik keatas kudanya, untukmenyusul si nona....Un Lan mengaburkan kudanya dalam cuaca remang2, tempoia menikung, kudanya melanggar sebuah tanggul batu, tidaktempo lagi, ia kena dibikin terpental.Justeru Siangkoan Thian Ya tiba, ia kaget sekali, ia lantas

    berlompat untuk menyambar, guna menolongi si noana.Un Lan tidak roboh terbanting, selagi terlempar, iamelompat jumpalitan hingga ia dapat berdiri dengan kedua

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    7/236

    kakinya, hanya ia berdiri tepat didepannya sianak muda."Hm!" bersuara si nona, "Kau baik sekali!" Lantas iamenolak tubuh orang, Hanya berbareng dengan itu iaterperanjat, Ia mendapatkan tangan Thian Ya berlepotan darah,sebab tadi selagi menyerang dada Hian Ki, tangan itu

    membentur pedang lawannya, yang menyerempet ke lengan.Un Lan terperanjat hingga ia tercengang, Ia memandang pemuda itu, yang terus menyenderkan tubuh disebuah batu,wajahnya sangat bersedih, Ia lantas menghela napas.

    "Ah, orang dewasa semacammu masih mengucurkan airmata," katanya perlahan, "Apakah kau tidak malu? Mari kasihaku lihat lukamu!"Memang juga, saking menyesal, Thian Ya berlinang airmatanya, Nona itu merobek ujung baju, dengan itu dengan perlahan2ia membalut lukanya sianak muda.Thian Ya memutar tangannya, untuk menolak, ia merasakantangannya hilang, Ia tidak sanggup bertahan, ketika si noanamengusap lengannya, maka saking malu, iqa berpaling kearahlain, didalam hatinya ia mencaci dirinya...."Beruntung lukanya tidak mengenai tulang," berkata si nonamenghela napas."Umpama kata aku matipun tidak ada halangannya!"

    berkata sianak muda, tawar."Ah!" berkata si nona, "Mengapa kamu mengadu jiwauntukku?"Dengan tiba2 Thian Ya menoleh: "Adik Lan," katanya

    perlahan, "mengapa kau tak ketahui hatiku? Aku, aku....ah, aku berbuat itu untuk kebaikan kamu....Seranganku barusanmemang bukannya enteng tetapi mengingat tenaga dalamnyaHian Ki sempurna, tidaklah itu bakal mengambil jiwanya, Asaluntuk kebaikanmu, tubuhku hancur leburpun tidak apa...."Un Lan menghela napas: "Masih kau mengatakan demikian,Memang tanganmu tidak membinasakan dia, tetapi karenalikanya itu, cara bagaimana dia dapat meloloskan diri daritangan orang lain?"

    Siangkoan Thia Ya kaget: "Apa kau bilang?" tanyanyacepat."Dia hendak membinasakan satu orang, Orang itu sudahmelenyapkan diri dari dunia kangouw 20 tahun lamanya,Selama 20 tahun itu, dia telah mengangkat namanya hinggamenjadi tersohor, Setelah berselang 20 tahun, bisa dimengertiyang sekarang ini ilmu silatnya bertambah dahsyat!"Thian Ya melengak, Sekarang ingatlah ia akan kata2nyaHian Ki tadi, Hian Ki meminta tempo sepuluh hari, andaikatadia tidak muncul pastilah sudah bahwa dia telah dibinasakan

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    8/236

    orang."Siapakah orang itu?" ia tanya tanpa merasa."Apakah kau pernah dengar nama In Bu Yang?" si nona

    balik menanya."Apa?" menegasi Thian Ya, kaget, "Dialah In Bu Yang?"

    Paras pemuda ini menjadi berubah, Un Lan heran:"Kenalkah kau dengannya?""Pada 20 tahun itu, aku adalah bocah umur tiga tahun."menyahut Thian Ya, maka itu, mana aku kenal dia? Coba

    bilang, mengapa Hian Ki hendak membunuh In Bu Yang?""Panjang untuk menutur itu," sahut si nona."Sekarang ini tahun Hong Bu ke berapa?""Tahun ini tahun ke-13, Kenapa kau tidak tahu?"

    "Pasti aku mengetahuinya, Hanya sekarang ini adaserombongan orang yang masih tidak sudi menggunakannya!""Pastilah mereka itu bekas orang2nya Thio Su Seng dan TanYu Liang.""Benar, Walaupun kita terlahir belakangan tetapi kita pernahmendengar ceritanya orang tua dan saudara bahwa dulu hari ituadalah orang itu yang bergulat hebat dengan Kaisar Hong Bumemperebutkan kerajaan, Mereka itu sama2 memakai namakerajaan sendiri2, ialah yang satu Tay Ciu, kerajaan Ciu yangagung.""Habis, apakah hubungannya itu dengan percobaannya HianKi sekarang untuk membunuh In Bu Yang?""Dulu hari itu Thia Su Seng telah mendapat bantuannya

    beberapa orang gagah kaum rimba persilatan, tahukah kau?" sinona tanya."Ya," menyahut sianak muda, "Pertama2 Pheng Hwesioyang bernama Eng Giok, Katanya dia, dalam hal tenaga dalam,tak ada tandingannya.""Memang, Habis, siapa lagi?""Yang kedua yaitu Cio Thian Tok, Katanya dia ini dengansepasang tangan besinya pernah menjagoi diseluruh negara.""Masih ada lagi?""Orang gagah dijaman dahulu itu, mana aku dapatmengingat semuanya?" menyahut Thian Ya, yang tapinya

    matanya bersinar, seperti ia memikir sesuatu, tetapi iamencegah sendiri untuk menyebutnya."Yang ketiga itu ialah In Bu Yang ini!" menambahkan sinona.Ia memandang sianak muda, tetapi anak muda ini tidakmengutarakan sesuatu sikap, nampaknya ia sudah tahu, tapisengaja ia menghendaki si nona yang menyebutkannya."Pada 20 tahun yang lalu itu Thio Su Seng telah bertempur

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    9/236

    sama Kaisar Hong Bu disungai Tiangkang, dia kalah dan kenaditawan, di itu hari juga dia tenggelam mati disungai itu, akantetapi orang2 bawahannya yang dapat lolos bukan sedikit

    jumlahnya, bahkan puteranya yang terbakar telah dapatditolongi Cio Thian Tok itu. Selama 10 tahun yang belakangan

    ini, orang2 bawahannya Thio Su Seng itu pada hidup sembunyidan menyendiri, dengan diam2 mereka berusaha untuk bangun pula. Tentang asal-usulnya Hian Ki, belum pernah diamemberitahukannya kepadaku, tetapi aku tahu dialah turunandari salah seorang bawahannya Thio Su Seng itu.""Jikalau demikian adanya, sudah selayaknya Hian Kimemanggil paman kepada In Bu Yang, Kenapa dia hendakmembinasakan In Bu Yang itu?""Kabarnya itu disebabkan In Bu Yang sudah mendurhakaikepada tuannya untuk mendapatkan pangkat tinggi, maka ituHian Ki mendapat tugas dari yang lain2nya untuk

    membinasakan dia, bahkan tak dapat tidak, dia mestimembunuhnya. Hanya mengenai penjelasannya, aku tidakmendapat tahu."

    Siangkoan Thian Ya tertawa terbahak: "Jikalau benardemikian halnya, apabila In Bu Yang sampai terbinasaterbunuh, dia pasti mati tak puas!" katanya."Mengapa begitu eh?" bertanya si nona."Isteri pertama dari In Bu Yang itu justeru telah terbinasadalam peperangan disungai Tiangkang itu. Maka kenapa dia

    bisa berbalik menunjang kaisar yang sekarang ini?""Kenapa kau ketahui itu?""Sebab isteri yang kedua dari In Bu Yang itu ialah bibiguruku....""Bagaimana? Kau jadinya murid dari Butong Pay?" tanya sinona heran, "Kenapa tak pernah kau memberitahukannya?Bahkan belum pernah aku menyaksikan kau menjalankan ilmusilat Butong Pay itu?"Didalam cuaca samar2 malam itu, kedua matanyaSiangkoan Thian Ya bersinar tajam, bibirnya pun telah

    bergerak akan tetapi dia tidak mengatakan sesuatu.Isteri kedua dari In Bu Yang itu, dengan siapa Bu Yangmenikah, setelah kebinasaannya isterinya yang pertama adalah

    puterinya Bouw Tok It yang menjadi Ciangbunjin, ahli warisyang memegang pimpinan partai Butong Pay, yang semasahidupnya dikenal sebagai ahli silat pedang nomor satu.Memang benar Siangkoan Thian Ya memanggil dia sukouw(bibi guru), karena mana, Bouw Tok It itu ialah kakek gurunya(sucouw). Hanya selama beberapa tahun Un Lan mengenalThian Ya, pemuda ini belum pernah mengasih lihat ilmu silat

    pedangnya, ilmu silat pedang Butong Pay itu, baru sekarang

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    10/236

    secara tiba2 dia menyebutnya. Maka mau atau tidak, si noanamenjadi heran.Siangkoan Thian Ya pun terbenam dalam ke-ragu2an,

    beberapa kali dia hendak membuka mulutnya, tetapi senantiasagagal. Hanya berselang sekian lama, barulah sambil tertawamenyeringai ia berkata juga: "Aku baru mempelajari kulit atau

    bulunya ilmu silat pedang Butong Pay itu, maka itu cara bagaimana aku berani petentang petenteng dimuka orang banyak? Tidakkah dengan begitu aku akan dapat membuatmalu rumah perguruanku itu?"Un Lan cerdas sekali, walaupun orang mengatakandemikian, ia dapat melihat pemuda didepannya ini niscayamempunyai kesulitan yang tak dapat dia jelaskan. Maka

    berpikirlah ia: "Biasanya Siangkoan Thian Ya belum pernahtak memberitahukan aku segala apa, kenapa sekarang, didalamurusan ini, dia hendak menutupinya? Adakah urusan itudemikian besar hingga mesti dirahasiakan?"

    Nona ini merasa heran, dari itu meskipun ia tidakmenanyakannya pula, herannya itu menjadi ber-tambah2.Sang malam merayap terus, sebentar lagi muncullah siPuteri Malam."Hian Ki terluka parah, diwaktu malam sunyi begini dia

    berada ditanah pegunungan ini, siapakah yang nanti menolongdia?" berkata si noana menghela napas.Dimana cahaya rembulan menyinari wajah mereka, Un Lanheran menampak muka Thian Ya pucat mendadak, sedangkedua matanya dipentang lebar2, pada kedua mata itu bagaikanhendak mengalir air mata darah....

    Tanpa merasa, nona ini menggigil sendirinya: "Aku tidakmenyesalkan kau, aku hanya berkuatir untuk Hian Ki," katanyamenjelaskan, suaranya perlahan.Siangkoan Thian Ya tidak menyahuti si noana, sebaliknyadia bertanya: "Barusan kau berkata Hian Ki hendak membunuhIn Bu Yang, tahukah kau In Bu Yang itu berada dimana?""Katanya dia berada digunung Holan-san didepan ini,"menyahut si nona.Baru si nona berkata atau Siangkoan Thian Ya sudah

    berlompat berjingkrak: "Adik Lan, jangan kuatir!" serunya,"Jikalau aku tidak dapat mencari Hian Ki, untuk se-lama2nyatak nanti aku kembali!"Hanya sejenak itu dia sudah ber-lari2 mendaki gunung,gesitnya bagaikan seekor kera, hingga dilain saat lenyaplahtubuhnya diantara pepohonan yang gelap, juga dengan sangmalamnya.Hendak Un Lan menyusul, akan tetapi ia telah terlambat.

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    11/236

    Sang Puteri Malam bersinar cemerlang, akan tetapi tanah pegunungan itu sunyi senyap, maka itu berada sendirian,UnLan menjadi kesepian.Hian Ki sudah pergi, Thian Ya juga, tinggallah ia seorangdiri. Bukankah kudanya pun telah terbinasa? Maka itu, gunung

    itu dengan lembahnya yang diam, bukankah menakutkan?Dengan samar2 Un Lan masih dapat melihat tapak kakikudanya Hian Ki.

    "Hian Ki, Hian Ki, kau dimanakah?" ia menanya, matanyamendelong mengawasi tapak kuda itu, kau tunggu aku....Ia ketahui kuda Hian Ki kuda pilihan hanya tak tahu ia kudaitu sudah kabur kemana, tetapi walaupun demikian, ia lantasmembuka tindakannya, untuk mengikuti tapak kuda itu,mengikuti tanpa harapan....Hian Ki sendiri telah tiba di suatu tempat yang ia tidakmenyangkanya sama sekali. Ia terluka bukannya enteng, tetapiia kabur bersama kudanya itu, selagi dibawa lari binatang itu,ia merasakan dadanya sesak dan kepalanya nyeri sekali, makasebentar kemudian, gelaplah pikirannya, lenyap kesadarannya,sebagai gantinya timbullah hayalnya. Ia menjadi ingat saatgurunya menyuguhkan ia arak untuk memberi selamat jalan

    padanya, kupingnya seperti mendengar nyanyiannya nona UnLan, si nona yang seperti terus mengintil dibelakangnya."Tidak, aku tidak boleh mati, tidak boleh mati!" kemudiania kata dalam hatinya.Se-konyong2, ia mendengar suara kuda meringkik keras,lalu tubuhnya seperti terlempar, jauh berlaksa tombak didalamawan, terlempar turun kejurang yang dalam sekali, ataumendadak ia merasakan hawa yang dingin luar biasa.Kiranya kudanya telah tersandung dan ia terdampar kedalam

    jurang, Dalam keadaan tak sadar itu Hian Ki merasakan tanganyang halus dari satu nona mengurut-urut dadanya. Adakah dianona Un Lan? Tak tahulah ia! Ingin ia membuka matanya,untuk melihat tegas, tetapi tak dapat, matanya itu tak sudimengikuti keinginannya. Ia merasa dalam hawa yang sangatdingin itu, hatinya menjadi hangat, ia merasa sangat nyaman,maka tak lama kemudian, pulaslah ia dengan nyenyaknya.

    II. KITAB ILMU PEDANGEntah berapa lama sudah lewat, mendadak Hian Ki sepertimendusin dari mimpinya yang buruk dan hebat, dia sepertidibawa terbang kudanya berlaksa li, dia bertempur dahsyatdigunung belukar dimalam hari, lalu ia ingat kejadian atasdirinya, Ia menggeraki tubuhnya, untuk berbalik."Ha, aku berada dimana?" tanyanya seorang diri, "ManaSiangkoan Thian Ya? Mana Un Lan? Mana kudaku? Eh,

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    12/236

    tempat ini tempat apakah?"Ia terbenam dalam keheranan, matanya mengawasi kearah

    jendela, disana terasa angin halus mendesir masuk, hidungnyamembaui bau yang harum halus, hatinya menjadi lapang.Karena ia merasakan nyaman itu, tiba2 ia berbangkit untuk

    duduk."Hei, mengapa aku telah kembali kerumahku?" ia berseruseorang diri tanpa ia merasa.Inilah sungguh diluar dugaan. Ia me-ngucak2 keduamatanya, ia pun menggigit jari tangannya sendiri. Bukan, ia

    bukan tengah bermimpi! Ia ingat baik sekali bahwa ia telah tibadigunung Holan-san, dikaki gunung, yang terpisah darirumahnya ribuan li. Mustahilkah ia telah ketiduran hinggaseratus hari? Bahwa tengah pulas orang sudah mengangkatnya,menggotong ia pulang kerumahnya? Atau, mustahillah didalamdunia ini ada dewa, yang telah menggunakan ilmunya

    membikin ciut bumi, hingga dari kaki gunung Holan-san, iatelah dibawa pulang kekampung halamannya di Sucoan Utara?

    Tidak, itulah tak dapat terjadi! Toh ia bukannya lagi bermimpi!, Jendela didepannya itu menghadap ke Selatan, jendela itu tertutup dengan kaca, diluar jendela berbayang pohon bwee. Semua itu, berikut lemari buku didalam kamarnyaini....ia ingat, adalah kamar tulisnya sendiri.... .Ketika itu terdengar tindakan kaki diluar kamar, tidak ayallagi, pemuda ini bergerak untuk turun dari pembaringan."Ibu!" ia memanggil keras.Tiba-tiba terdengarlah suara tertawa geli, lalu tertampakseorang nona menyingkap layar bertindak masuk. Dialahseorang nona dengan alis lengkung bagaikan bulan sisir,mulutnya kecil mungil seperti buah engtho, dan disorotmatahari pagi itu, mukanya yang potongan telur bersemu daducemerlang, hingga jelaslah kecantikan dan kesegarannya.Hanya pada wajah itu nampak roman ke-kanak2kan.Heran Hian Ki hingga ia berdiri tercengang."Bagus!" terdengar si nona membuka mulutnya,memperdengarkan suara yang halus. "Kau telah dapat turundari pembaringan! Bagaimana? Apakah kau kangen akanrumahmu?"Kembali Hian Ki tercengang. "Ah, jadinya ini bukanrumahku?" pikirnya heran.

    Nona itu menghampiri dengan tindakan perlahan sekali,hingga terasa hawa mulutnya yang harum wangi, Ia tertawa

    pula ketika ia berkata lagi: "Aku lihat kau mem-bawa2 pedang,kau menunggang seekor kuda jempolan, tetapi kiranya kaulah

    seorang bocah gede, sebab begitu kau sadar kau memangil

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    13/236

    ibu!"Hian Ki heran, ia tak mengambil hati kata2 itu. "Aku mohon

    bertanya, nona apakah she-mu yang mulia?" tanyanya,"Kenapa aku dapat datang kemari?"Si nona kembali tertawa: "Aku justeru hendak

    menanyakannya kepadamu!" sahutnya, "Kenapa orang telahmelukai kau begini hebat? Coba aku tidak menyimpan pelmustajab Siauwyang-Siauwhoan-tan, aku kuatir kau bakalmesti merawat sedikitnya setengah tahun.""Terima kasih, nona, terima kasih! Aku mohon bertanya,tempat ini tempat apakah?""Inilah rumahku. Adakah kau mencelanya buruk?"Hian Ki mementang lebar kedua matanya, Ia mengawasikesekitarnya. Ditembok ada tergantung sebuah pigura yangmelukiskan panorama diwaktu malam dimusim rontok disungaiTiangkang, disana nampak si Puteri Malam tergantung diatas

    sungai, disungai sendiri terlihat empat atau lima buah kapal perang. Kota pun seperti berlatarkan belakang sungai itu,kotanya besar dan angker. Di atasnya itu ada seruas syair yangmemuji keindahan sungai Tiangkang itu.Disamping pigura itu pula ada tergantung sebatang pedang,mungkin pedang mustika, sebab romannya luar biasa.Itulah dua rupa benda yang tak ada didalam kamarnyasendiri. Maka sekali lagi ia memandang sekelilingan.

    Perlengkapan kamar ini ada bagiannya yang tak samadengan kamarnya, hanya itu jendela kaca, pula luarnya jendeladimana ada pohon bwee.Bagaimana mirip! Nona itu tertawa mengawasi orang yang

    berdiam bingung seperti si tolol. "Kenapa?" tanyanya."Kamar ini indah, mengapa dibuatnya jendela itu?" Sianakmuda bertanya.Biasanya dulu2, sebuah rumah besar berjendela kecil, dandipakaikan kaca keluaran Pakkhia, dan itu jarang terlihatkecuali di Kanglam.

    Nona itu heran orang menanyakan jendela, Tapi iatersenyum manis: "Itulah perlengkapan yang dibuat ayahku,"sahutnya.Sambil berpegangan pada tembok, Hian Ki menghampiri

    jendela itu, perlahan tindakannya. Ketika itu diluar jendela, bunga bwee tengah mekar, baunya harum. Tanpa merasa, HianKi berkata perlahan:"Membuka jendela menyambut matahari pagi,menggulung layar mencium bau harum,dimana telah berada pekarangan penuh dengan bungabwee,

    sudah seharusnya diadakannya jendela ini...."

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    14/236

    Mendengar itu, si nona melengak. "Ah," serunya perlahan,"nyatalah kegemaranmu sama dengan kegemaranayahku. Ayah pun mengatakannya, lebih banyak jendeladibuka, supaya sinar matahari tembus kedalam, hingga harum

    bunga memenuhi kamar, itu membuatnya pikiran orang

    nyaman dan terbuka."Hian Ki pun heran. "Tapi itulah bukan kegemaranku belaka,itulah.... " katanya."Bagaimana?" si nona memotong."Kamarmu ini tak beda banyak dengan kamarku,"menerangkan sianak muda, "Hanya kamarku itu adalah ibukuyang mengaturnya."Kelihatan nona itu sangat ketarik hati dan kagum. "Kaumempunyai ibu seperti ibumu itu, sungguh kau beruntung!"Hian Ki dan ibunya memang sangat saling menyayangi,maka itu senang ia mendengar pujian si nona. "Juga ilmusilatku ada ajarannya ibuku itu." katanya tersenyum."Hanya sayang ibuku sendiri, selama sepuluh tahun, iaselalu menyekap diri didalam kamar," berkata si nona tanpadiminta, "Didalam satu tahun, cuma beberapa hari saja iamendapat lihat matahari....""Oh, kiranya peebo berada dirumah," kata Hian Ki, agakterperanjat, "Aku masih belum menemuinya....""Kesehatan ibuku buruk, seluruh tahun ia berdiam sajamerawat dirinya didalamm kamar," berkata pula si nona,"sekalipun pintu depan, tak suka ia pergi melintasinya, makaitu jangan dikata pula untuk menemui tetamu."Hian Ki melihat kening orang dikerutkan, ia menyesaldengan kata2nya itu. Maka Syukurlah untuknya, sejenakkemudian kembali si nona dapat tersenyum.

    "Kiranya ilmu silatmu ada ajarannya ibumu," katanya,"Bagaimana dengan ayahmu?"Wajahnya Hian Ki menjadi guram. "Ayahku telah menutupmata sebelum aku dilahirkan," sahutnya berduka."Ah!" berseru si nona tertahan, terus ia berdiam.Hian Ki tak dapat melenyapkan keheranannya. "Aku TanHian Ki," katanya memperkenalkan diri, "Boleh aku menanyashe yang mulia dari nona? Adakah ayah nona dirumah?"Ditanya begitu, sebaliknya si nona tertawa. "Aku tidakmengharap balasan budimu, mengapakah kau menanya takhabis-habisnya?" tanyanya, manis.Parasnya Hian Ki menjadi merah, ia likat. Memang anehakan menanyakan she atau namanya, seorang nona yang barudikenal. Ia menanya saking hatinya tertarik sangat oleh gerakgerik nona itu. Tidak disangka, ia ketemu batunya....

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    15/236

    Nona itu mengangkat kepalanya melihat matahari. "Kautelah tidur nyenyak satu malam, sekarang tentulah kau lapar,"katanya kemudian, "Kau tunggu sebentar."Ia tertawa, terus ia menyingkap layar untuk bertindak pergi,Hanya tiba diambang pintu, ia berpaling. "Baiklah aku beritahu

    padamu, aku she In," katanya perlahan.Hati Hian Ki tercekat. "She In," katanya didalam hatinya itu,"Mustahilkah?...."

    Tapi segera ia mengubah pikirannya, Ia berpikir pula:"Dikolong langit ini tidak sedikit orang she In, tidak nantiterjadi peristiwa sangat kebetulan seperti ini...."Sendirinya ia menghibur diri, tetapi tetap ia masgul, tidaktenang pikirannya. Ia lalu mencoba mengerak-geraki tangandan kakinya, Senang hatinya. Ia dapat bergerak denganmerdeka."Pukulannya Siangkoan Thian Ya berat, tetapi obatnya sinona begini mujarab," pikirnya pula, "Mungkin dia darikeluarga ilmu persilatan."Ia mengangkat kepalanya, memandang ketembok, Terlihatitu pedang yang luar biasa, tak kuat ia menahan kehendakhatinya, ia mengulurkan tangannya untuk mengambil turunsenjata itu. Iapun menghunusnya, maka tampaklah sinar

    pedang dalam mana samar-samar terbenam cahaya kehijau2an.Itulah benar suatu pedang yang istimewa.Hian Ki adalah seorang ahli untuk alat-alat senjata, Makatercengganglah dia. "Nona ini sangat mempercayai aku,"

    pikirnya pula, "Enak saja ia menggantung pedangnya disini,tidak kuatir ia nanti aku mencurinya."Ia menunduk, akan mengawasi seksama pedang itu,Digagang pedang ada ukiran dua huruf kuno yang luar biasa,terlihat mana, anak muda ini lantas merasa ia bagaikanterbenam didalam kabut....Huruf kuno itu adalah yang dinamakan huruf modelCiongteng, huruf semacam itu ia pernah melihatnya dalamkumpulan kitab syair kakek luarnya. Adalah ibunya yang

    membacakan, mengajari ia, maka tahulah ia sekarang, pedangini ialah pedang Kungo-kiam, benar2 sebuah benda kuno.Kakek luar dari Hian Ki tidak mempunyai anak laki2, maka

    juga semenjak dilahirkannya, Hian Ki dipandang sebagaianaknya, untuk menurunkan she keluarga, dari itu ia memakaishe ibunya yaitu she Tan. Kakek luarnya itu bernama TengHong, seorang penyair kenamaan diakhir kerajaan Goan(Mongolia), tetapi berbareng pun pandai silat, hinggakarenanya dia dijuluki Bulim Siangcoat, artinya seorang RimbaPersilatan yang sempurna, bunbu-coancay (pandai surat dan

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    16/236

    silat). Didalam sebuah syairnya pun pernah ia melukiskantentang pedang ini. Karena syair itu, pedang ini seperti juga adamilik kakeknya itu, hal mana pernah ia menanyakan ibunya,apakah ibu pernah melihat Kungo-kiam, pedang itu, hanya

    jawaban dari sang ibu adalah menyimpang, seperti disengaja,

    sedang waktu itu, wajah ibu itu agaknya berduka. Soal inimembuatnya Hian Ki sangat tidak mengerti, sia2 belaka iamemikirkannya, siapa sangka disini justeru ia menemukanKungo-kiam.Adakah pedang ini pedang kakeknya itu atau keluarga Inmendapatnya dari lain orang? Keras Hian Ki memikirkannya.Ia tidak memperoleh jawaban sampai ia mendengar tindakankaki mendatangi. Lekas sekali ia menggantunkannya kembali

    pedang itu ditempatnya.Segera terlihat si nona muncul dengan penampan dikeduatangan, diatas itu ada bubur yang asapnya masih me-ngepul2

    serta dua rupa sayurnya."Kau baru saja sembuh, mari makan bubur!" berkata sinona, manis. "Eh, kau tengah memikirkan apakah?"

    Ia heran melihat orang seperti tercengang, maka iamengikuti pandangan mata sianak muda, Maka tahulah ia apasebabnya itu.Tiba-tiba saja ia tertawa riang. "Ah, kiranya kau penuju

    pedangku!" katanya.Merah muka dan kupingnya Hian Ki. "aku lihat pedang ituluar biasa," ia mengaku, perlahan."Bagaimana ?""Agaknya itulah sebilah pedang kuno....""Benar, Menurut ayahku, inilah pedang pembuatannya AuwYa Cu dijaman Cian Kok, jaman Perang Antar Negara,Sungguh matamu tajam!""Adakah pedang ini pedang turunan keluargamu, nona?"Si nona tertawa pula dengan manis. "Itulah seharusnya!"sahutnya, "kalau tidak, masakah pedang ini digantung disini?Itulah mustikanya ayahku, biasanya tidak pernah iamengijinkannya lain orang untuk merabahnya saja. Barulah

    pada suatu hari dari bulan yang baru silam, hari ulang tahunkuyang ke-18, ia mewariskannya padaku."Habis mengucap, paras si nona merah sendiri, Ia menyesalsendirinya, hingga ia menjadi jengah karenanya, sebab ia telahkelepasan memberitahukan usianya tanpa diminta!"Jikalau begitu, nona pastilah seorang ahli silat," kata HianKi tanpa memperdulikan si nona.

    "Apakah artinya ahli?" menyahut si nona, kembali ia dapattertawa sekarang, "Ayahku mengatakan aku belum dapat

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    17/236

    mewariskan tiga bagian saja."Mendapatkan orang demikian polos, hatinya Hian Kimenjadi besar. "Nona terlalu sungkan," katanya, "Sudikah nonamembuka kedua mataku?""Kau melebihi aku sepuluh kali lipat, cara bagaimana aku

    berani membuat diri malu didepanmu?" katanya tertawa.Hian Ki memperlihatkan roman heran. "Kapannya kau pernah meliaht aku bersilat?" tanyanya."Kau terluka parah, bukankah? Tapi kau dapat sembuhhanya dalam sehari semalam. Memang harus dibilang pilSiauwyang-siauwhoan-tan mujarab sekali, akan tetapi apabilaitu tak dibantu oleh tenaga dalam yang mahir, yang telah adadasarnya, tak nanti kesembuhannya begini cepat. Menurut

    pandanganku, kepandaian kau sudah tak beda jauh dari padakepandaian ayahku. Sayang ayah tengah melancong, jikalautidak, pastilah kau dapat berunding dengannya."

    "Walaupun benar aku tidak berjodoh bertemu dengan ayahnona, dengan mendengar katamu saja, tahulah aku bahwaayahmu itu seorang ahli silat, Karena itu aku minta sukalah kaumemberi petunjuk padaku."

    Nona itu tertawa. "Aku belum berpengalaman," ia mengaku,"aku cuma tahu ayahku sendiri yang mengerti ilmu silat danmemujinya, Sungguh aku akan membuatnya kaumentertawainya. Aku tidak dapat menyuguhkan masakan yangenak untukmu, baiklah aku memainkan sejurus ilmu pedang

    padamu, hanya aku harap sudilah kau nanti, memberi petunjuk padaku...."Hian Ki girang sekali. "Nona, sangat girang aku akanmendapat menyaksikan kepandaian kau!" ujarnya."Ah, kau pandai sekali bicara!" kata si nona, yang terustertawa.Setelah itu ia menurunkan pedangnya, ia menghunusnya,atau dilain saat ia sudah mulai bersilat. Tidak saja sinar pedang

    ber-kilau2, tubuh si nona pun ber-gerak2 dengan lincahmenuruti gerak tangannya, kelihatannya ia menikam ataumembabat secara wajar, tetapi sebenarnya tikaman dan babatanyang dahsyat. Bahkan sejenak kemudian, tubuh nona itu

    bergerak pesat dan cepat sekali, buka lagi lincah hanya sangatgesit, cahaya pedangnya pun berkelebatan kesegala penjuru.Diam-diam Hian Ki menyedot hawa dingin. Orangmengatakannya ilmu pedangnya sudah mahir, tetapi kalau iadiadu dengan nona ini, mungkin ia belum dapatmenandinginya.Meski juga usianya masih sangat muda, Hian Ki mengenal

    baik ilmu silatnya pelbagai partai persilatan, hanyakepandaiannya nona cantik dan manis ini, tak tahu ia

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    18/236

    bersumber dari partai mana. Nampaknya itu mirip dengan ilmusilat Butong Pay, akan tetapi kelicahannya melebihi dari apayang pernah ia saksikan.Se-konyong2 sambil bersilat itu, si nona bernyanyi:"Udara kosong penuh dengan asap, jauh di empat penjuru,

    tahun apakah itu? Di sana, dari langit yang biru, jatuhlahbintang yang panjang! di langit itu terlihat pohon-pohon darimega. Nona-nona manis di dalam Istana Emas, di sana pula

    sisa-siasa istana raja jago. Panah yang ampuh menembusangin, memanah mata, cipratan airnya pedang membasahkanbunga, Sang suasana membuatnya sepasang burung wanyohmemperdengarkan suaranya. Di lorong maka daun-daun

    pohon membuatnya suara dari musim rontok. Di dalamkeraton, raja Gouw tenggelam dalam mabuk araknya, dantelaga Tay ouw menyebabkan tetamu yang berpesiar menjadikantuk. Seorang diri memancing ikan di lembah Seng-Seng,menegur gelombang tak dijawab, Rambut indah bagaikan

    gunung hijau, air dalam, ranggon tinggi menjulang udara. Mengantar sang gagak terbang pulang di waktu matahariturun. Ber-ulang2 meminta arak, mendaki panggung musik dimana musim rontok dan sang mega ada berserta."Hian Ki berdiam mendengar nyanyian itu diantara bayangan

    pedang, Ia teringat kepada Raja Gouw dijaman Cian Kok, yangmabuk arak hingga lupa daratan. Atau adakah itu dimaksudkanCu Goan Ciang yang memperebutkan negara terhadap Thio SuSeng yang mengangkat diri menjadi raja di Souwciu? Tapi,kapan ia memandang pigura yang tergantung ditembok yangmelukiskan rembulan dimusim rontok disungai Tiangkang,maka mulutnya yang telah dibuka dirapatkan pula, batal ia

    berbicara.Sampai disitu, berhentilah si nona bersilat. Ia tertawa dan

    bertanya, bagaimana dengan nyanyiannya itu, yang menjadisyairnya Gouw Bun Eng dari negara Song Selatan.Ditanya begitu, mukanya Hian Ki bersemu merah. Sedikitsekali ia membaca kitab syair, ia sampai tak ingat akan penyairyang kenamaan itu."Nona ini me-nyebut2 syair tua tetapi suasana dari itu miripdengan suasana jaman sekarang, adakah karena ia sengaja atau

    bukan menyebutkannya itu? Kalau ia sengaja menanya aku, benar2 ia cerdas sekali...." demikian pikirnya, Maka iamencoba mengendalikan diri untuk tidak mengutarakansesuatu.Si nona lagi-lagi tertawa. "Aku telah membawakan buburuntukmu, aku pun sudah bersilat, tetapi kau, sumpit pun kautidak menyentuhnya satu kali juga!" katanya.

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    19/236

    Ditegur begitu, Hian Ki tertawa. "Hebat ilmu silatmu nona,hingga aku lupa segala apa!' ia memuji. Ia lantas mendudukikepala, untuk memegang sumpitnya, Ia mulai bersantap, iamerasakan santapan cara propinsi Sucoan, sederhana tetapilezat. Maka heranlah dia, Gunung Holan-san ini jauh di

    Lenghee, terpisahnya dari Sucoan beberapa ribu li, mengapasekarang disini ia dapat makan masakan Sucoan itu? Dan yangterlebih aneh lagi, itulah dua rupa sayur yang ia gemarisemenjak ia masih kecil, Mau atau tidak, ia menjadi menjublak

    pula."Bagaimana, eh?" si nona tanya, tertawa, "Apakahmasakannya tidak enak?"Hian Ki menyumpit pula, ia menggayam. "Enak sekali!"serunya, "Inilah masakan seperti masakan ibuku!"Wajah si nona menjadi merah. "Inilah masakanku sendiri,"

    berkata ia, "Mengapa kau menjadi ingat ibumu? Hayolah

    dahar, buburnya nanti keburu dingin!"Bubur itu wangi, masakannya daging campur sayur yanglezat, maka terbangunlah napsu daharnya, maka ia menghajarhabislah tiga mangkok bubur!

    Si nona memandangi orang bersantap. "Telah lama kaurebah diselokan gunung, sekarang kau baru sembuh, baiklahkau minum secawan arak untuk menghidupkan darahmu,"katanya pula.Dan dari poci arak yang berukiran, ia menuangi araknya, iamenyodorkan itu pada sianak muda didepannya.Hian Ki tidak pandai minum arak, tetapi ia teguk itu hinggahabis. "Arak begini sedap, kalau karenanya orang mati karenamabuk, dia mati rela!" katanya tertawa.

    Nona itu menutup mulutnya sendiri untuk mencegahtertawanya, Hian Ki menjadi heran sekali, ia pun lalumerasakan apa-apa yang luar biasa."Kau....kau....eh, apakah artinya ini?" katanya tak lancar,sebab ia segera merasakan lemas seluruh tubuhnya, ia menjadiingin tidur saja, beberapa kali ia menguap, ia merasakanlidahnya pun rada kaku....

    Nona itu mengulur tangannya, ia mendorong dengan perlahan, tetapi sianak muda...."Bruk!"Ddan robohlah dia keatas pembaringannya, ia agaknya kagettetapi kedua matanya terus meram tertutup, lapat2 iamendengar tindakan kaki berlalu meninggalkan kamarnya itu,samar2 ia mendengar si nona tertawa dan berkata: "Kau pikirterlalu banyak, maka itu kau tidurlah biar nyenyak!.... "Hian Ki benar2 tidur pulas dan baru sadar sesudah mahgrib,Ia masih dalam keadaan samar2. Ia melihat sang rembulan

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    20/236

    diatas pohon bunga bwee, ia mendapatkan asap dupa melayang2didalam kamarnya itu. Dimeja kecil dikepala

    pembaringan ada tersedia sebuah teko-an teh yang teh-nyamasih panas. Ia heran, karena ia masih tetap dikamarnya yangluar biasa itu, Ia mencoba bernapas, ia tidak merasakan sesuatuyang menghalanginya, ia bahkan merasa lebih segar dari padasiang tadi. Tiba-tiba saja ia dapat mengerti, maka bersyukurlahia terhadap si nona."Siapa nyana nona ini pun mengerti ilmu pertabiban,"katanya dalam hati, "Ia melihat aku berpikir banyak, ia kuatirkesehatanku tak pulih seperti sediakala, ia memberikan akuarak obat, obat yang mujarab sekali.... Ah, akulah yang keliru,tadinya aku menyangka ia meracuni aku....Tengah pemuda ini berpikir itu, ia dapat mendengartindakan kaki diluar kamar. Lantas saja ia menduga kepada sinona, maka hendak ia lekas berbangkit untuk menyambut, ataumendadak ia merandak. Ia mendapat kenyataan tindakan itu

    bukannya dari seseorang. Dengan cepat ia mengintai dari jendela.Disana ia melihat bayangan dari dua tubuh yang besar.Segera juga ia mendengar suara tertawa dari satu orang, yangterus ber-kata2: "Saudara Bu Yang, tempatmu ini benar2 miripdengan tempat dewa, pantas kau kerasan tinggal disini belasantahun, tak pernah kau turun gunung, Sebaliknya aku, masihmuncang mancing saja diantara angin dan debu, dibandingkandengan kau, aku seperti ketinggalan jauh beberapa li!"Orang itu bicara dengan perlahan, tetapi dikupingnya HianKi terdengarnya bagaikan guntur menggelegar, karena satudiantara mereka itu adalah In Bu Yang, orang yang ia satroni

    untuk dibunuhnya. Tidakkah dia dipanggil 'Saudara Bu Yang'?Maka teranglah sudah, rumah ini rumah In Bu Yang si musuh!Lalu ia mendengar suara jawaban, suara seperti dari seorangtua;"Selama belasan tahun ini, aku tidak memperoleh kemajuansatu dim juga, maka itu cara bagaimana aku dapatdibandingkan dengan kau, saudara, yang telah membantumenunjang seorang raja yang bijaksana, hingga kau

    berulangkali mendirikan jasa besar?"Hian Ki berpikir keras, Tahulah ia sekarang, In Bu Yang ini

    benar telah mendurhakai kepada junjungannya yang lama, bukankah dia bersahabat erat dengan orangnya pemerintah?Hanya belum tahu ia , siapa itu yang seorang lagi.Sementara itu terlihat sinarnya api diluar jendela, sebabitulah si nona yang muncul dengan sebuah lentera ditangannya."Ayah baru pulang!" sambutnya.

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    21/236

    "Ya, aku pulang lambat sekali," menyahut sang ayah."Inilah paman Lo, Tayjin Lo Kim Hong yang sekarangmenjadi Kimi-wi Congcihui, Komandan utama dari pasukan

    pengawal Sri Baginda Raja."Si nona agaknya tak mengerti apa itu Kimi-wi pasukan

    pengawal raja, ia cuma memberi hormat secara wajar saja,Sebaliknya Hian Ki, kembali ia berpikir keras, Ia kenal Lo KimHong ini, sebab dialah jago kelas satu dibawahan Cu GoanCiang, Selama peperangan disungai Tiangkang, Lo Kim Honginilah yang dapat membekuk Thio Su Seng, Karena jasa ini

    yang besar, sekarang ia menanjak kedudukan komandan utamadari Kimi-wi, sebuah pasukan yang tugasnya teristimewa,membekuk segala musuh negara, Maka sesaat itu bergolaklahdarahnya, ia bergusar berbareng cemas hati, bukankah ia

    berada diantara musuhnya dan musuh yang tangguh pula?Ketika pertama kali Hian Ki menerima tugas untukmembinasakan In Bu Yang, ia sudah ketahui Bu Yang sangatlihay, maka itu tidak pernah ia memikir untuk pulang hidup,setelah menyaksikan ilmu pedangnya anak dara orang, iasemakin menginsafi mala petaka yang mengancam dirinya,Bukankah telah terbukti, ilmu kepandaiannya Bu Yang ada

    berlipat ganda melebihi ia? Bahkan sekarang In Bu Yang berada bersama seorang jago kelas satu dari istana kaisar.Disamping segala itu, yang membuat Hian Ki sangat

    bergelisah ialah itu kenyataan Bu Yang adalah ayah si nonacantik manis, yang lemah lembut itu, yang telah menolong

    jiwanya, Dapatkah ia turun tangan terhadap ayahnya nona itu?"Siapa itu dikamar tulis?" tiba2 Hian Ki mendengar

    pertanyaannya Bu Yang, selagi ia bagaikan melamun, Ia berjingkrak, tangannya diulur kebantal kepalanya dibawahmana ia menyimpan pedangnya."Dialah seorang pemuda yang mendapat luka parah."demikian ia mendengar jawaban si nona."Dia terjatuh kedalam selokan, tidak ada orang yangmenolonginya, maka itu anakmu telah membawanya pulang.""Orang muda macam apakah dia itu?" terdengar pula BuYang, "kenapa dia terluka?"

    "Dia telas pulas satu hari satu malam, baru saja diamendusin, maka itu anakmu belum sempat menanyakanketerangannya," si nona menjawab pula."Ah, So So, kau membuat berabeh dirimu!" menyesali siayah.Baru sekarang Hian Ki ketahui bahwa nama si nona adalahSo So."Satu nama yang bagus sekali!" pujinya dalam hati.

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    22/236

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    23/236

    dia telah sembuh, dari itu, dia cuma tidur seharian sudahmendusin.Hian Ki terbenam dalam kebimbangan, Baikkah malam ituia bokong In Bu Yang, untuk membinasakan padana, atau iaharus mengangkat kaki, menyingkir secara diam2? Ia berpikir

    tanpa ada keputusannya, ia terus beragu-ragu."Bagaimana dengan ibumu selama beberapa hari ini?"kemudian terdengar In Bu Yang menanya pula."Ibu bilang makan obatpun sama saja," menyahut sang anak,"Pada dua hari yang pertama, ia telah minum setengahmangkok, habis itu melarang aku memasaknya pula, Ayah,mengapa penyakit ibu tak sembuh2?""Apakah enso kurang sehat?" Lo Kim Hong menyelak."Ia sakit tetapi bukanna sakit berat, ia melainkan seringmerasakan kepalanya pusing, hingga ia tidak suka ber-jalan2,Eh, So So, pergi kau bilangi ibumu, besok akuakan menjenguk

    dia."Hian Ki ada seorang anak berbakti kepada ibunya,mendengar perkataannya Bu Yang itu, ia merasa tertusuksendirinya."Aneh sekali!" pikirnya, "Isterinya sakit, suaminya pulang,tetapi kenapa suami ini tidak lantas melihat isterinya itu?Bukankah tidak pantas? Menurut kabar isterinya In Bu Yang

    ini adalah puterinya Bouw Tok It ahli waris dari Butong pay,dan pada belasan tahun yang lalu, sebelum orang ketahui BuYang berkhianat kepada tuannya yang lama, merekalah suamiisteri yang setimpal yang mendapat pujian umum, kenapasekarang ia ada begini tawar terhadap isterinya itu? Dan aneh

    pula Nyonya In itu, Benar ia sakit dan tak suka jalan2, tetapisakitnya itu tidak menyebabkan ia tak dapat bangun dari

    pembaringannya, kenapa sekarang suaminya pulang ia tidakkeluar menyambut?"Terdengar suara menyahut perlahan dari So So, yang lantas

    bertindak pergi dengan per-lahan2, dilain pihak, dikaca jendelaterlihat lewatnya satu bayangan orang, Sebat sekali, Hian Ki

    ber-pura2 tidur pulas, matanya dirapatkan hanya untukmengintai terus.Dikaca jendela sekarang terlihat wajah cantik dari So So,Malam sunyi, rembulan bercahaya indah, pohon bungan bwee

    berbayang miring, dan dikaca jendela itu si cantik mengintaikedalam, kepada orang yang tengah tidur. . . .Bagaimana indah pemandangan itu, walau pelukiskenamaan, belum tentu dia dapat melukiskannya. . .Si nona terdengar tertawanya yang perlahan;"Bocah yang baik, kau tidurlah biar nyenyak," katanya,

    perlahan juga, "Kau sangat memikirkan rumahmu, baiklah

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    24/236

    dalam mimpimu kau bertemu dengan ibumu itu, Aku jugahendak pergi pada ibuku."Hian Ki tertawa didalam hati, karena ia dipanggil 'bocahyang baik,' tetapi hatinya goncang, ketika ia mendengar

    tindakan kaki orang sudah jauh, hampir ia mau berteriakmemanggilnya.Kata2nya In Bu Yang membuat pemuda ini seperti sadar."Saudara Lo, bukannya kau berdiam dikota raja untukmengicipi kebahagiaanmu, sekarang kau datang menjengukaku, mungkinkah Sri Baginda menugaskan kau sesuatu yang

    penting?"Demikian suara si tuan rumah."Saudara mengenal sifat junjungan kita, baiklah akumemberikan keterangan," menjawab Lo Kim Hong, "SriBaginda mengangkat saudara dengan Thio Su Seng, sayangThio Su Seng itu tidak sudi menakluk terhadapnya, Diataslangit tidak ada dua matahari, maka itu, rakyat pun tidak layakmempunyai dua raja, karena ini dengan sangat terpaksa SriBaginda menghadiahkan kematian kepadanya, Itulah kejadiansangat terpaksa, Tapi sekarang terbukti, banyak orang

    bawahannya yang tidak puas, Negara aman sentosa, Baginda juga sudah memerintah tiga belas tahun lamanya, meski begitu,mereka itu masih bergerak terus, mereka asyik menantikanketika untuk turun tangan, Bukankah perbuatan mereka itu

    perbuatan tidak mengenal selatan ?""Memang! Untuk satu keluarga atau satu she, orangmemperebutkan negara, itu cuma mencelakai rakyat jelata,Apakah perlunya itu? Aku menginsafi itu, maka juga akumenyingkir kemari, seperti si harimau tua rela mati digunung

    belukar!""Memang benar!" Hian Ki mengulangi didalam hatinya,"Untuk satu keluarga atau satu she, orang memperebutkan

    negara, itu cuma mencelakai rakyat jelata, Apakah perlunyaitu?"Kata2 itu belum pernah Hian Ki mendengar orangmengucapkannya, baru sekarang ia mendengar dari mulutnyaIn Bu Yang ini, Kata2nya In Bu Yang ini memang beralasan,Maka berpikir pulalah ia: "Asal In Bu Yang benar rela matidigunung belukar ini sebagai si harimau tua, nah, perlu apa akumembunuhnya?"Diluar kamar itu terdengar tertawanya Lo Kim Hong sikomandan Kimi-wi."Kau seorang sadar, saudara , aku kagum terhadapmu,"katanya, "Tetapi mereka itu menentang Sri Baginda, sebelumancaman bencana itu disingkirkan, mana hati kita menjadi

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    25/236

    tenang? Saudara lihay ilmu silatnya, mengingat itu pepatah,'Macan tutul mati meninggalkan kulit, orang matimeninggalkan nama', maka kalau saudara menanti hari akhirmudigunung ini, apakah itu tidak sayang?""Sebutan lihay ilmu silatnya, itulah saudara sendiri yang

    berhak menerimanya," berkata In Bu Yang, "Aku sendiri, manaaku sanggup? Sri Baginda telah memperoleh bantuan saudara, perlu apa lagi aku sitolol dan bodoh?"Lo Kim Hong bergelak;"Saudara, keliru kata2mu ini, kau memandang terlalu asingterhadapku, Karena kota raja tidak ada lain orang lagi, terpaksaaku menerima pangkatku ini, tetapi ini pun untuk sementarawaktu, Sebenarnya aku menantikan saudara turun gunung,untuk nanti menyerahkannya padamu."

    "Saudara Lo, kau membuat aku malu sendiri, Apakah yangaku dapat lakukan?""Orang2 bawajannya Thio Su Seng itu, dalam sepuluh, yangsembilan ada sahabat2 saudara, maka itu Sri Baginda memikiruntuk saudara, yang pergi memberi nasihat kepada mereka,agar mereka suka datang menghamba.""Umpama kata mereka tidak sudi menyerah?"Kim Hong kembali tertawa;"Saudara seorang sadar, tak usah aku menjelaskannya lagi!Andaikata saudara masih memberati sahabat2 lama, dankarenanya tak dapat menurunkan tangan sendiri, cukup asalkau memberitahukan aku alamat mereka, Jasa ini tetap ada jasasaudara."Hati Hian Ki terkesiap."Sudah banyak tahun aku hidup menyembunyikan diridigunung ini, mengenai mereka itu aku tak jelas lagi, Sekarang

    begini saja, Saudara memberi tempo tiga bulan padaku,Selewatnya tiga bulan itu, saudara datang berkunjung pulakerumahku ini, itu waktu nanti aku memberikan jawaban padasaudara."Kata2 itu dapat diartikan, selama tiga bulan ia bakalmendapat tahu sepak terjangnya orang Thio Su Seng itu, lalu

    jasanya itu hendak ditukar dengan semacam pangkat tinggi danmulia, Hian Ki menjadi mendongkol dan gusar sekali,Pikirnya:"Kau tidak menyetujui satu keluarga atau shememperebutkan negara, karena itu bolehlah kau menempatkandirimu diluar garis itu masih bagus untukmu, Tapi kalau kau

    menyelidiki mereka dan kemudian membuka rahasia, bukankah itu berarti mencelakai banyak orang gagah?"Terdengar pula Lo Kim Hong tertawa lebar;"Baiklah, selewatnya tiga bulan, aku bakal datang pula

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    26/236

    kemari!" katanya, "Disini aku tidak dapat berdiam lama, dariitu ijinkanlah aku mengundurkan diri."In Bu Yang tidak menahan tamunya itu, yang ia antarhingga diluar, Tidak lama ia sudah kembali, sambil memegangicabang bungan bwee, ia bersenandung: "Peperangan itu

    mendatangkan penasaran, cuma merusak bunga ini" Darisuaranya itu, nyata hatinya sangat terpengaru mala petaka peperangan.Hian Ki melengak, tidak dapat menangkap hati orang. Tidakantara lama terdengarlah daun pintu dibuka, tertolak darisebelah luar, lalu terdengar tindakan kaki mendatangi, Hian Kiheran hingga ia menanya dirinya sendiri, "Eh, mengapa LoKim Hong balik kembali?" Ia mengangkat kepalanya, untukmengintai keluar jendela, Sebentar saja, ia melihat sesosoktubuh manusia, Untuk kagetnya, ia sampai tak mempercayaimatanya sendiri.

    Yang datang itu ialah Siangkoan Thian Ya!Juga In Bu Yang agaknya heran, Tapi dianya seorang jagoyang berpengalaman, Ia melirik kepada tamunya yang tidakdiundang itu, sikapnya tenang, bahkan tawar."Siapakah kau tuan?" tanyanya, "Kenapa tengah malamseperti ini tuan datang kemari?"

    "Aku Siangkoan Thian Ya," menyahut anak muda itu,suaranya dalam, "Bouw It Siok menitahkan aku datang kemarimenanyakan kesehatan Loocianpwee,"Bu Yang nampaknya terperanjat, sampai air mukanya

    berubah."Kau masih begini muda, tuan, mengapa kau belajar

    berdusta?" tegurnya, dingin. "Bukankah Bouw It Siok itu telahmeninggal dunia pada bulan delapan yang baru lewat?"Bouw It Siok itu keponakan satu2nya dari Bouw Tok It,dialah yang menggantikan Tok It, pamannya, menjadiCiangbunjin dari Butong Pay,Hian Ki heran mendengar perkataan Thian Ya itu."Kiranya Thian Ya benar2 murid Butong Pay? Kenapatadi2nya ia tidak pernah menyebutnya? Dan In Bu Yang ini,lihay kupingnya, Dia berdiam didalam gunung ini, tapi diaketahui segala apa, Aku sendiri tidak tahu yang Bouw It Sioksudah menutup mata,""Benar," menyahut Thian Ya, tetap dingin, Oleh karenaguruku itu telah meninggal dunia, maka beranilah akumenerima pesannya yang berupa titah untuk datang kemari,Apakahsukouw (bibi guru), masih sehat walafiat? Bolehkah akudiperkenankan menghunjuk hormat kepadanya?"Thian Ya memanggil sukouw, kepada isterinya Bu Yang itu.

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    27/236

    "Isteriku itu telah putus hubungannya dengan dunia luar," berkata Bu Yang sambil tertawa dingin, "maka tak usahlah kau

    mencapaikan diri untuk menemuinya, Laginya jikalau keluargaBouw itu ada mempunyai urusan, kenapa Bouw It Siok tidakdatang sendiri, disaat ia belum menutup mata?"Juga Thian Ya tertawa dingin."In Loocianpwee," katanya, "kau tahu tetapi sengaja kaumenanyakannya! Guruku almarhum itu, karena mengingatkecintaan kakak dan adik, tak ingin ia datang sendiri untukmeminta pulang kitab ilmu pedangnya, Kitab itu adalah kitabmilik Butong Pay, karenanya apakah dapat orang luar yangmenyimpannya? Loocianpwee telah meminjam itu lamanya 20tahun,aku pikir pastilah kau telah hapal se-mua2nya.""Hm!" Bu Yang memperdengarkan ejekannya, "Jadi pesanBouw It Siok itu menugaskan kau menjadi Ciangbunjin?""Thian Ya seorang bodoh, karena dia menerima bidi,kecintaan gurunya, dia tidak dapat menampik," jawab anakmuda, "Setelah mendapatkan kitab silat pedang itu, baru akuakan kembali ke Butong Pay, untuk menerima tugasku itu.""Hm!" kembali Bu Yang, mengejaek, "Kecuali kau, adasiapa lagi yang mengetahui kitab pedang itu beradaditanganku?""Aku sendiri mengetahui itu, baru pada tiga bulan yangsilam, setelah aku menerima pesan guruku, Karenamemandang muka saudaranya, guru menyimpan urusan ini,selama hampir 20 tahun, Bukankah itu telah cukup sebagaitanda, bahwa ia menghargai kau, Loocianpwee?"Bu Yang tetap dengan sikapnya yang dingin, Ia tertawa;

    "Meskipun kitab itu kitabnya keluarga Bouw, tetapi itu bukan miliknya Butong Pay," ia bilang, "Kau tahu sendiri, jugagurumu belum pernah melihat kitab itu!""Itulah benar," Thian Ya mengakui, "Kitab itu kakek guruyang membuatnya, setelah ia mendapatkan kitabnya Tat MoCouwsu, lalu ia menciptakan sendiri ilmu silatnya itu, Kakekguruku adalah orang Butong Pay, maka itu, ilmu silat pedangitu digabung dengan ilmu silat pedang Butong Pay itu, adalahmaksudnya kakek guru untuk mewariskan ilmu silat pedangitu, kepada murid2 Butong Pay.""Apakah kau pernah dengar sendiri kata2nya kakek gurumuitu?" tanya Bu Yang terus tertawa dingin."In Loocianpwee," berkata Thian Ya, menyahuti, kaulahseorang kenamaan dalam Rimba Persilatan, mengapa kaumengeluarkan kata2mu ini, yang merupakan sangkalan?Mustahilkah benar2 segala apa sudah mati dan menjadi tidakada saksi atau buktinya?"

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    28/236

    Muka Bu Yang menjadi merah."Jikalau kau membawa surat wasiat dari mertuaku untukmeminta kitab itu, mungkin aku memberikannya," kata dia,keras, "Kitab itu milik keluarga Bouw, dan mertuaku itu tidak

    punya anak laki2, maka sekali It Siok masih hidup, tidak dapat

    dia datang untuk memperebutkannya,"Siangkoan Thian Ya tertawa ter-bahak2."Kiranya beginilah In Bu Yang, yang pada 20 tahun yanglampau, namanya menggetarkan dunia!"

    In Bu Yang menjadi gusar."Sekalipun gurumu yang datang kemari, tidak nanti dia

    berani berlaku kurang ajar begini!" katanya sengit, tertawanyadingin, "kau sendiri makhluk apa. maka kau berani berlakukurang ajar didepanku?"Thian Ya tidak takut."Memang aku telah memikir, bahwa aku tidak bakal pulangdengan masih bernyawa!" katanya, "Hanya aku khawatir, apa

    bila kabar kematianku telah tersiar luas, maka Ti Wan Tiangloodari Butong San, pastilah akan membuka dan membaca suratwasiatku, hingga itu waktu semua orang Butong Pay, akanmendapat tahu duduknya hal yang sebenarnya, MungkinButong Pay sendiri tak dapat membuatnya kau jeri, tetapi

    putusan yang maha adil dari kaum rimba persilatan, pastilah InLoocianpwee tak dapat menerimanya."Bu Yang terkesiap, tetapi ia tidak suka mengalah kepadaanak muda itu, tak sudi ia memparlihatkan kelemahannya."Hm!" serunya, "Seumurku, aku siorang she In tidak pernahdipengaruhi orang lain! Jikalau aku tidak melihat usiamu yangmasih begini muda, hungga kemajuan dan masa depanmuharus disayangi, pastilah sudah aku membinasakan dirimu!Hm, benar2kah kau menghendaki kitab ilmu pedang itu?"Kata2 itu menggabung sikap keras dan lunak, Hian Kimenduga Thian Ya bakal tetap berkepala batu, Siapa tahu, iamenduga keliru, Mendadak pemuda itu mengubah lagusuaranya.

    "Memang sejak lama aku mengetahui kau ber-cita2menjagoi dikolong langit ini," demikian katanya,"kau inginmenjadi ahli silat pedang nomor satu! Maka itu mana kau sudimengembalikan kitab pedang itu!"Kata2 ini tajam dan telak mengenai jantungnya In Bu Yang."Kau telah mengetahui, habis perlu apa kau datang jugakemari?" tegurnya."Jikalau tetap kau tidak sudi mengembalikan kitab pedangitu, baiklah," berkata Thian Ya, keras tetapi sabar, "tetapidisamping itu kau mesti mengembalikan satu orang padaku!

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    29/236

    Seberlalunya aku dari sini, aku tidak akan omongkan pulatentang kitab ilmu pedang itu kepada lain orang."Mendengar itu, Bu Yang menjadi heran sekali, Ia benar2tidak menduga Thian Ya, suka menukar kitab dengan satuorang, bahkan dia bersedia mengorbankan kedudukan

    Ciangbunjin, ketua partai Butong Pay, Siapakah orang itu yangdia sangat menyayanginya? Ia berpikir, lalu wajahnya berubah."Hm!" katanya, matanya dipentang lebar, Ia tidak lagi

    bergusar seperti tadi, tetapi ia tetap angker."Kau bilang," katanya dingin, "siapakah orang itu? jikalaukau omong kurang ajar sedikit saja, kau bakal mampusdibawah telapak tanganku ini!"Bu Yang mempunyai semacam penyakit dihati, ialahkecurigaannya, Ia mau menerka, mungkinkah keluarga Bouwhendak mengirim wakil, untuk mengajak pulang isterinya?Atau, mungkinkah pemuda ini menaruh hati kepada puterinya,

    agar puteri itu dapat ditukar dengan kitab pedang itu? Samasekali ia tidak menyangka, bahwa kecurigaannya, terkaannyaitu, salah semua.Siangkoan Thian Ya mundur satu tindak, karenaancamannya tuan rumah yang bengis dan lihay itu, tetapi iatidak jeri, ia tetap berlaku tenang."Aku minta kau menyerahkan pulang Tan Hian Ki padaku!"demikian ia berkata, itulah syaratnya menukar kitab pedangdengan manusia.In Bu Yang menjadi sangat heran."Apa?" tanyanya, "Siapa itu Tan Hian Ki ?""Jangan kau berlagak pilon!" kata Thian Ya keras,"KUdanya Tan Hian Ki itu, masih ada diluar rumahmu ini!Umpama kata benar dia memusuhi kau, tetapi orang dengankedudukan sebagai kau, adakah kau puas hatimi, untukmembinasakan seseorang yang sedang terluka parah?"Bu Yang bertambah heran, Hanya sejenak, ia bagaikansadar."Bukankah Tan Hian Ki itu orang yang telah ditolong SoSo?" terka-nya, "Sampai sekarang ini pemuda yang tidurdikamar tulisku itu, masih belum aku ketahui she dan namanya,kenapa dia hendak memusuhi aku?""Bagaimana?" Siangkoan Thian Ya mendesak, "Sebuahkitab kaum Rimba Persilatan, ditukar dengan satu orang, kautoh tidak rugi, bukan?"

    Kedua matanya Bu Yang membelalak, sinarnya menyaputajam bagaikan kilat, Ia memandang tajam pemuda didepannyaitu."Tan Hian Ki itu orang macam apa?" dia menanya, "Kenapa

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    30/236

    kau sudi mengorbankan kitab pedang, dan kedudukan ketuaButong Pay, hanya dengan meminta aku melepaskan dia?"Siangkoan Thian Ya tidak menduga sama sekali, bahwa InBu Yang belum mengetahui hal-nya Hian Ki itu, maka itu,mendengar pertanyaan orang, dialah yang balik melengak, Ia

    heran, kenapa jago ini belum mengetahui hal ihwalnya HianKi, Dengan menatap mata orang yang bengis itu, ia berkata;"Hian Ki itu telah terluka parah olehku! Kalau atas dirinyaterjadi sesuatu yang tak terduga, atau karena lukanya tak dapatia menempur kau, hingga dia terbinasa ditanganmu, apa kataaku terhadap kaum Rimba Persilatan?"Hian Ki dikamar tulis dapat mendengar semua pembicaraanitu, Ia terharu untuk sikapnya Thian Ya itu, Bu Yangsebaliknya menjadi semakin gelap, Tapi dia tertawa bergelak;"Aku siorang she In, baru pertama kali ini, selama hidupkumendengar kejadian aneh seperti ini, Benarkah ada orang yang

    suka mengorbankan, kedudukan ketua partainya cuma karenauntuk memohon untuk musuhnya? Ha ha! Mendengar kau, bolehlah dianggap bahwakau adalah seorang ksatria!""Tidak berani aku menerima pujian ini!" menjawab ThianYa, tanpa memperdulikan ejekan orang.

    "Didalam hal ini, aku tidak lain hendak melepaskankedudukanku sebagai Ciangbunjin, aku juga bersedia akanmengorbankan jiwaku!""Bagus!" In Bu Yang menerima, menantang,"Nah, kau serahkanlah jiwamu!" Dengan mendadak saja dua

    jari tangannya, jago itu menyambar kemukanya sianak muda.Siangkoan Thian Ya kaget tak terkira, Inilah benar2 ia tidakduga, Tidak ada waktu lagi untuk menangkis atau berkelit,maka dengan bersedia kedua biji matanya dikorek keluar, iamembarengi dengan satu kepalannya kearah jago itu.Kedua pihak berdiri sejarak dua tindak, turut pantas,matanya Thian Ya mesti kena ditusuk dan dikorek, sebaliknya,In Bu Yang juga mesti kena dihajar hebat, akan tetapikesudahannya adalah diluar dugaan, Matanya Thian Yaselamat, tak kurang suatu apa, dan tubuhnya In Bu Yangseperti menghilang dari hadapan sianak muda, kepalan siapayang menghajar sebuah pohon bwee dibelakang Bu Yang,hingga diantara satu suara nyaring, pohon itu patah duacabangnya, daunnya rontok bagaikan hujan, Thian Yamelengak karenanya, atau mendadak ia mendengar darisampingnya;"Benar, kau benarlah mewarisi ilmu silat Butong Pay!Sekarang mari coba satu kali lagi!"Masih belum tetap hatinya Thian Ya, tatkala ia merasakan,

    jari tangan yang dingin meraba pipinya, Tidak ayal lagi ia

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    31/236

    menolak dengan kedua tangannya, dengan gerakannya'Duanaga menindak melingkar', Karena ia mengerahkan seluruhtenaganya, tangkisan ini berat sedikitnya seratus kati, hanya ia

    heran, ketika tangannya itu mengenai sasarannya, ia tidakmenghajar barang yang keras, hanya sesuatu yang kosong,Sebab dengan cara sederhana saja Bu Yang dapatmenghindarkannya, Tentu sekali kembali ia menjadi kaget,maka segera juga ia bertindak mundur, tetapi ia kalah cepat,

    jalan darahnya ciang-bun-hiat di-iganya telah kena tertotok,maka,'Bruk!' robohlah ia terguling ditanah!Pertempuran itu tidak lolos dari matanya Tan Hian Ki,Sekarang dapatlah ia membuktikan tidak saja ilmumeringankan tubuh dari Bu Yang sudah mencapai puncakkemahiran, serta ilmu pedangnya menakjubkan, juga totokan

    jarnya luar biasa, yaitu totokan Itci-sian.. (totokan sebuah jaritangan), Ia menyedot hawa dingin, saking kagum dan terkesiaphatinya. "Aku tidak menyangka sama sekali, bahwa malam iniadalah malam terakhir, untuk hidupku dalam dunia ini. . ."katanya didalam hati, Ia lantas menjemput pedangnya untukmembuka pintu, guna menerjang In Bu Yang, Biar bagaimana,ia mesti membantu Siangkoan Thian Ya, yang sudah berkorbanuntuknya, Ia tahu ia kalah lihay, tetapi ia tak menghiraukannyalagi, Malu ia, andaikata ia mesti mengangkat kaki,meninggalkan Thian Ya ditangan musuhnya, Hanya, belumlagi ia membuka pintu, ia telah mendengar pula tindakan kakiorang, disana muncul So So nona cantik manis puterinya jagoshe In itu."Ayah, ada kejadian apakah?" menanya si nona, suaranyamerdu, Si nona bertanya tanpa menanti, ia sudah datang dekatkepada ayahnya itu."Tidak ada apa2," menyahut sang ayah tenang, "Ada satumaling cilik, lancang masuk kemari, dan aku membekuknya."So So tertawa geli.

    "Ah, benarkah ada maling cilik, yang berani lancangmemasuki rumah kita?" katanya, "Dia benar2 tak tahumampus!"Segera si nona sampai kepada ayahnya itu, Apabila ia sudahmelihat si 'maling cilik', ia heran bukan main, Itulah seorang

    pemuda bukan dengan roman sembarang, meski betul ia telahditotok roboh, hingga tak dapat berkutik, tetapi sinar matanyatajam dan berpengaruh, sinar itu menandakan kegusaran yangtak mengenal takut, Orang cemacam itu tak selayaknyamenjadi maling.Selagi si nona ter-heran2 ketika matanya bentrok denganmata ayahnya, begitu juga ayahnya memperlihatkan wajah

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    32/236

    aneh sekali, Dan lantas ia mendengar ayahnya itu menanya padanya;"So So, apakah itu ditanganmu?"

    Nona In ini memegang dua potong baju pria, yang satu bajuluar, yang lainnya baju dalam, itulah bajunya Hian Ki, yang ia

    buka dan kemudian diganti, karena baju itu berlepotan darah, iatelah mencucinya, sesudah kering hendak ia membawanyakekamar sipemuda, tetapi karena ia mendengar suara apa2, iasegera datang kepada ayahnya, dan melupakan barang yang ia

    bawa2 itu, Lantas saja mukanya menjadi merah, lekas2 iamenunduk."Inilah kepunyaan orang itu. . ." katanya sangat perlahan."Kepunyaannya Tan Hian Ki?" sang ayah menegaskan.

    "Eh, ayah, mengapa kau ketahui namanya dia itu?" si nona balik bertanya, heran, "Apakah dia pernah bertemudenganmu?"In Bu Yang tidak menjawab, hanya dengan suara seram ia

    berkata;"Kau bangunkan bocah itu, kau suruh dia keluar menemuiaku!"Kedua matanya So So mengeluarkan air, mulutnya yangmungil bergerak."Mustahilkah orang yang anakmu tolongi itu seorang

    jahat?" katanya, "Kenapa ayah menjadi begini? Kalau ada bicara, tidakkah itu dapat ditunggu sampai besok?. . ."Tetapi, baru si nona mengucapkan kata2nya itu, 'Blak!' daun

    pintu telah menjeblak terpentang, disana muncul Tan Hian Kidengan pedang ditangan."Tak usah mencapaikan diri untuk memanggilku, disinilahTan Hian Ki!" katanya, suaranya lancar, terang dan jelas.Malam itu malam tanggal 17 bulan pertama, rembulan

    bercahaya indah, dan terang bagaikan kaca rata, maka itu dapatIn Bu Yang memandang dengan jelas, wajah dan potongantubuh sianak muda yang bernyali besar itu, Tanpa terasa iaterkesiap."Rasanya pernah aku melihat dia ini, entah dimana. . . ."

    pikirnya, Sudah lama ia tidak pernah merantau, jarang ia bertemu orang, tidak heran tak ingatlah ia akan pemuda she

    Tan ini, Yang pasti ia sekarang ia menghadapinya, bersamaseorang anak muda lain yang tak kenal takut."Ayah, kau tanyalah dia secara baik2," berkata So So halus,

    jangan ayah membuatnya jadi kaget, dia baru sembuh darisakitnya. . . .""Anak So, kau minggir," berkata In Bu Yang, "Jangan kau

    banyak mulut!"

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    33/236

    Belum pernah So So menghadapi perlakuan demikian kasardari ayahnya itu, ia merasa tertusuk, ia penasaran sekali, akantetapi ia menghampiri sebuah pohon bwee, untuk disitumenyenderkan tubuhnya, hampir ia menangis karenanya."Eh, bocah, nyalimu sangat besar!" terdengar suara keren

    dari In Bu Yang, "Siapakah yang telah mengirim kau kemari?""Itulah sejumlah sahabat2mu atau sekalian pamanku."menjawab Hian Ki dengan berani, "Merekalah yangmenitahkan aku datang kemari!"Kedua matanya In Bu Yang menyapu anak mudadidepannya itu."Jikalau begitu, ayahmu pastilah bekas rekanku," ia berkata,"Apakah namanya ayahmu itu? Dia berpangkat apakahdibawahnya Thio Su Seng?"So So heran dan terkejut, Heran ia mengapa ayahnya segeramendapat tahu asal-usulnya pemuda ini, Ia tidak

    menginsyafinya, yang baju dalam dari Hian Ki itu, adatersulam tanda burung garuda jantan, Dulu hari itu, semua

    siwi(pahlawan) yang mendampingi Thio Su Seng, rata2memakai pertandaan itu.Hian Ki pun terkehut, hingga ia tercengang, Dan lantas iamundur setindak, tangannya mencekal keras gagang

    pedangnya, Karena rahasianya telah dibongkar Bu Yang, iasemakin bulat tekadnya untuk menempur jago itu, Hanya iaheran, nada suaranya orang itu, bukan seperti nadanya orangyang bermusuhan, Meski begitu, pertanyaan orangmembuatnya tertegun.Hian Ki ingat belum pernah ibunya bicara dari hal ayahnya,ia cuma tahu ayahnya itu pernah membantu Thio Su Sengmemperebutkan negara, dan dalam pertempuran paling

    belakang disungai Tiangkang, ayahnya itu telah menemuiajalnya, Perihal pangkat ayahnya itu, tentang segala sepakterjangnya, sedikit juga ia tak mengetahuinya, Pula belum

    pernah ia menanyakan kepada ibunya, sebab ia kuatir ibunyamenjadi bersusah hati karenanya.In Bu Yang menjadi sangat bercuriga, Ia maju satu tindak."Bocah, lekas bicara!" katanya angker, "Bicara terus terang!Dengan memandang bekas rekanku, suka aku mengampuni

    jiwamu!"Tapi Hian Ki tidak takut, ia bahkan menjadi gusar."Mana kau mempunyai rasa cinta kepada rekanmu!" ia

    berkata dengan keras, "Untukmu baiklah kau menanti lagi tiga bulan, waktu itu bolehlah kau berangkat kekota raja untukmenerima hadiah!"Mukanya In Bu Yang bermuram durja.

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    34/236

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    35/236

    jawab Hian Ki ketus, "Aku cuma mau tanya kau, kau sukamelepaskannya atau tidak?"In Bu Yang tertawa dingin.

    "Urusan lain orang, kaupun tak perlu mencampurinya!" iamembaliki, Kedua matanya terpentang lebar, cahayanya tajam

    penuh sinar membunuh.So So sudah lantas mencelat maju."Ayah!" teriaknya tajam.Sementara itu Hian Ki, segera merasakan sambaran angindari pukulan tangan kearah punggungnya, Ia berbalik dengangesit, seraya menghunus pedangnya, untuk membabat, tetapiyang ia babat itu hanyalah tempat kosong, bukan tanganlawannya, Dilain pihak ia melihat, ditangan Bu Yang telahtercekal sebatang pedang, tangannya sendiri sudah tidakmemegang senjata, Tengah ia tercengang, ia merasakantangannya dijejalkan sesuatu, hingga ia menjadi heran dankaget, Tapi ia sadar dengan cepat, untuk mendengar suaranya

    jago she In itu;"Telah aku kembalikan pedangmu! Apakah kau masih tidakhendak turun tangan? So So, lekas kau mundur!"Dengan mengibaskan tangannya, Bu Yang membuat anakgadisnya itu terhuyung setombak jauhnya, Nona itu berdiritercengang, Belum pernah ia menyaksikan ayahnya beginigusar.Hian Ki benar2 keturunan jago, nyalinya besar, Ia tahu BuYang sangat lihay, pedangnya telah dirampas, tapi ia masihtidak merasa jeri, Cuma sejenak ia berdiam, segera ia mulaidengan serangannya, Ia menggunakan jurus 'Menaiki nagamemancing burung hong', pedangnya mencari tenggorokanlawan, setelah mana ia menyabet pulang pergi ke-kedua

    pundak.

    In Bu Yang mengibaskan kedua tangan bajunya, tubuhnyaturut bergerak pula, maka bebaslah ia dari ancaman bahaya itu.Hian Ki terkejut, mendapatkan ia menyerang tempatkosong, dam dilain pihak ia mendengar suara angin dibelakang

    batok kepalanya, dan mendengar juga pertanyaan ini;"Siapa yang ajarkan kau ilmu pedang ini?"Pemuda itu mengertak gigi, Tidak sudi ia melayani bicara,Dengan tangan kirinya mengimbangi pedangnya, menyerang

    pula kebawah, lalu menyontek keatas, kapan serangan itu tidakmemberikan hasil, ia menyerang pula ber-tubi2, Dengan salingsusul ia menggunakan tipu2 silat 'Garuda Emas MementangSayap, Ayam Galak Merebut Gabah, Kera PutihBergelantungan Dicabang, dan Kuda Liar Melompati Selokan',Serangannya nitu bagaikan gelombang sungai Tiangkang yang

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    36/236

    saling tindih, semuanya menuju keanggota tubuh yang berbahaya.Memangnya, ilmu pedang Hian Ki ini sangat beragam,Sebelum usianya tiga belas tahun, ia dididik oleh ibunya,setelah itu, ia dididik lebih jauh bergantian oleh beberapa

    pamannya, encek dan empek, semuanya rekan2 ayahnya,Pembantu2nya Thio Su Seng itu, semua adalah ahli2 silat yanglihay, masing2 dengan kepandaian sendiri2 yang istimewa,maka juga ilmu silat Hian Ki ini aneh kelihatannya, luar biasasekali.In Bu Yang mengibaskan lengan bajunya ber-ulang2,dengan begitu ia berhasil membuyarkan semua serangan mautitu, meski begitu, ia tetap heran, hingga didalam hatinyamemendam berbagai pertanyaan.

    "Eh, ilmu silatmu jauh lebih lihay, dari pada itu bocah sheSiangkoan, kenapa kau sebaliknya kena dilukai hebatolehnya?" ia bertanya, Ia seperti lupa bahwa ia lagi bertempur.Hian Ki tidak mengambil pusing, ia terus saja denganserangannya yang tak hentinya, Ia sudah nekat dan penasaran,ia melupakan segala apa, Ia telah keluarkan segenapkepandaiannya, dan kegesitannya."Ilmu pedang Ngokim Kiamhoat, ilmu pedang CengyangKiamhoat," Bu Yang mengoceh sambil saban2 iamembebaskan diri, "Ah, inilah ilmu silat Khongtong Pay!Sayang belum mahir! Dan ini jurus Naga Sakti KehilanganEkor, tabasannya rada lambat. . ."Biar bagaimana, Hian Ki pun heran, Orang dapat mengenalsetiap jurusnya itu, Mau atau tidak, hatinya gentar juga.Pertempuran berlanjut hingga 35 jurus, habis mana In BuYang tertawa dingin."Kiranya ilmu silatmu ini adalah buah ajaran sekaliansahabat2ku!" katanya, "Pantaslah kau dikirim mereka itu!Pheng Hweeshio sudah mati, Cio Thian Tok lenyap tidakketahuan tak ada bayangannya, tak ada bekasnya, makameskipun semua gurumu itu, bergabung menjadi satumemusuhi aku, aku tidak jeri sedikitpun juga! Ilmu silat

    pedangmu ini, jikalau itu dihadapkan kepada pemuda2sepantaranmu, memang sudah luar biasa hebatnya, tetapi biladiadu denganku sayang sekali, kau masih jauh sekalidibelakang!"

    So So bingung bukan main, Ia telah menyaksikan itu pertempuran aneh, Ayahnya berkelahi sambil ngoceh saja,nada suaranya itu semakin hebat, Ia jadi sangat berkhawatir."Ayah!" katanya kemudian, suaranya tajam, "Ayah, kau

    biasa menyayangi orang pandai, dengan memandang ilmu silat

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    37/236

    pedangnya dia ini, kau ampunilah dia. . .""Hm!' ada jawabannya si ayah, "Orang2 semacam dia inisenantiasa mengarah aku, jikalau hari ini aku beri ampun

    padanya, maka nanti lagi sepuluh tahun, setelah dia tumbuhsayap yang panjang, belum tentu dia suka mengampuni aku!"

    Habis mengucap, mendadak tangannya jago ini melayangkemuka Hian Ki, Justeru itu waktu, tubuh anak gadisnya punmelesat, lompat kedepannya untuk menghadang dimuka sianakmuda, Anak dara inipun sambil menyerukan;"Ayah, ilmu silatmu tak ada tandingannya dikolong langitini, kiranya kau masih jeri lagi sepuluh tahun kau bakal tidakdapat menandingi dia ini. . ."Hian Ki sudah merasakan sambaran angin, akan tetapilenyap secara mendadak, Ia segera mendengar suara nyaringdari In Bu Yang;"Kali ini aku beri ampun padamu! Lagi sepuluh tahun, kau

    datang lagi padaku, untuk bertanding kembali, untukmemastikan siapa jantan siapa betina! Jikalau kau tidak tahudiri, belum lagi kepandaianmu sempurna, kau cari mampusmusendiri!"Kaget Hian Ki mendengar suara itu, tetapi lebih kaget pulaia, ketika ia merasakan tubuhnya dicekal orang, tanpa ia

    merasa, lalu diangkat tinggi2 dan diputar, Masih ia mendengarseruan orang;"Pergilah kau!" dan segera tubuhnya itu dilemparkan, Makadilain saat, ia merasakan dirinya seperti me-layang diantaramega dan kabut, hingga rasanya bumi berputar, ia terus taksadarkan dirnya. . . .Lama rasanya sudah lewat, baru dengan per-lahan2 sianakmuda sadarkan diri, Ia sudah lantas membuka kedua matanya,Yang paling dulu dirasakan ialah bau yang harum menyeranghidungnya."So So! So So!" segera ia me-mangil2, Ia tidak mendapat

    jawaban, sebaliknya, ia merasakan bahwa ia rebah lagidisebuah tempat yang dingin dan keras, Iapun merasakantubuhnya nyeri seluruhnya, nyeri ke-tulang2, ke-pelbagaitubuh, Jadinya ia bukan berqada dirumah keluarga In,

    bukannya sedang rebah diatas pembaringan yang indah danempuk, Ia menjadi terkejut sendiri, Ia membuka matanyalebar2, Lantas ia mendengar satu suara yang halus merdu, yangdidahului suara tertawa yang empuk;"Apa itu So So, kau tengah bermimpi siapa, ha?"Dan itulah Un Lan, si nona she Siauw. Baru sekarang HianKi mendapat tahu , bahwa dirinya berada didalam sebuah goa,Ia menjadi sangat heran."Kenapa kau ketahui akau berada dirumah orang she In

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    38/236

    itu?" tanyanya."Aku tiba disini, karena aku mengikuti tapak kaki kudamu,"menyahut si nona, "Kebetulan sekali aku mendapatkan kau

    dilemparkan keluar tembok pekarangan, Oh, kiranya itu rumahkeluarga In? Kalau begitu, si tua bangka itu mestinya In BuYang! Sungguh nyalimu besar, kau membuat aku kagetsetengah mati,! Kau telah bertempur dengannya?"Hian Ki merebahkan diri pula, ia sangat lesu, lenyap pulakegembiraannya, Ia menghela napas dan mengangguk dengan

    perlahan, Ia menyesali kepandaiannya yang belum sempurna,Selama ia belajar silat dibawah bimbingan sekalian paman2nyaitu selama 10 tahun lebih, semua orang memuji dia, sebagai

    pemuda yang ber-pengharapan, siapa tahu kali ini, begitumenempur In Bu Yang, begitu ia dirobohkan, ia tak berdayasama sekali, Maka ia meresa sangat malu, dan menyesal.Tetapi nona Un Lan tertawa dengan riang sekali, wajahramai dengan senyuman. . ."Sebenarnya kau hebat sekali!" berkata ia memuji, "Kautelah terhajar Siangkoan Thian Ya, bahkan kau terluka, tapikau dapat melayani In Bu Yang! Eh, jangan bergerak, jangan,meskipun kau tidak terbanting hebat, kau toh mendapat lukadiluar, darahmu belum buyar dan berjalan lancar, Mari aku

    pijati!""Muka Hian Ki menjadi merah, Ia singkirkan tangan sinona."Tidak usah," katanya menampik.Jika Un Lan tidak menyebutkan lukanya sipemuda, tidakapa, tetapi karena disebut itu, Hian Ki segera teringat kepadaSo So, Nona In itu telah menolongi dia dengan pil mujarabkepunyaan ayahnya, nona itu juga sudah memasaki ia buburyang wangi, dan sayur yang lezat, yang menjadi kesukaannya,

    Ia pun menghargai kejujuran nona itu, yang membiarkan ia berdiam seorang diri, didalam kamar dimana ada tergantungsebuah pedang mestika yang tak ternilai dan langka.Segala gerak-gerik So So itu meninggalkan kesan yangsangat mendalam, semua sangat menarik hatinya, jugasikapnya si nona itu, waktu menghadapi ayahnya yang bengisitu, Maka itu, semakin Un Lan bersikap manis dan telatenterhadapnya, semakin terbayang semua kebaikannya So So, takdapat ia melupakan itu, Dimatanya, So So adalah bagaikan

    bunga bwee didalam lembah, sederhana keharumannya,melebihi bunga tho atau lie yang indah mentereng.Un Lan heran menyaksikan sikap orang tawar."Kau memikirkan apa, eh?" ia menanya.Hian Ki mencoba menenangkan diri.

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    39/236

    "Aku lagi memikirkan Siangkoan Thian Ya," sahutnya,menghindar kesoal lain, Ia nampaknya berduka.Un Lan menghela napas."Kamu berdua benar2 sepasang musuh aneh," katanya,"Begitu bertemu muka, kalian berkelahi, tapi begitu berpisah,

    kalian saling memikirkan, Memang, Siangkoan Thian Ya jugatengah mencarimu.""Aku telah bertemu dengannya," Hian Ki memberitahukan.Un Lan heran."Dimana?" Un Lan bertanya.

    "Dirumahnya In Bu Yang, Ya, baru sekarang akumengetahuinya, ia adalah satu pemuda yang jujur dan jantan!"Hian Ki menuturkan segala apa yang terjadi dirumah Bu Yangitu.Un Lan tertawa, seraya menutupi mulutnya."Sayang, Thian Ya tidak dapat mendengar pujianmu ini!"katanya, "Lebih sayang lagi kau bukannya seorang nonaremaja!"Hian Ki heran, sungguh2 ia memandang si nona."Benar!' katanya. "Coba aku seorang nona, niscaya akumenyintai dia!" Ia melirik tajam parasnya nona yangdihadapannya itu, Tapi Un Lan menunduk, kelihatannya iatidak senang."Kau terlalu!" katanya, "Lain orang terhadap kau. . .terhadapkau. . .kau, kau sebaliknya. . ." Dan ia tidak meneruskankata2nya, karena si pemuda telah memutuskannya."Dengan sebenarnya aku lagi memikirkan Thian Ya," HianKi menjelaskan, "Oleh karena aku, dia terjatuh kedalamtangannya In Bu Yang, maka itu mana bisa aku berkatitenang?""Tetapi In Bu Yang yang demikian lihay," berkata si nona,Umpama kita bekerja sama dan dengan nekad melawan dia,kita masih tidak dapat mengalahkannya, Maka itu beiknya kau

    bersabar, kau beristirahat, lalu kau pergi ke Butong-san untukmenyampaikan warta, Biarlah itu segala imam dari Butong-sanyang melayani In Bu Yang, kau sendiri janganlah menempuh

    bahaya dengan seorang diri, pergi untuk mencobamembinasakan dia. . ."Hian Ki menghela napas, Ia tetap memikirkan Thian Ya."Thian Ya sangat menyintai kau, mustahilkah hatimu tidaktertarik sedikitpun juga?" pikirnya, yang ia maksudkan nonashe Siauw ini.Un Lan berdiam sekian lama, mengawasi orang menjublaksaja."Apakah kau lapar?" dia menanya, halus, selang sesaat,

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    40/236

    "Nanti aku menangkap dua ekor kelinci untukmu."Hian Ki menggeraki tubuhnya, untuk bangun berdiri, ia punhendak mengatakan, bahwa tubuhnya sudah sehat, namun sinona cepat sekali sudah keluar dari goa itu, Ia berpikir sejenak,lalu ia membiarkannya.

    Goa itu terdiri dari dua potong batu besar yang bergabungmenjadi satu, dari dalam goa, dapat memandang keluar, orangdapat melihat si Puteri Malam dengan cahayanya yang gilanggemilang,Sebab, waktu itu adalah malam yang ke dua bagi

    pemuda ini.Hanya berdiam sebentar, Hian Ki bangun berdiri, Iamencoba menggerakkan tubuhnya, tangan dan kakinya, setelahitu ia bertindak keluar, Ia berjalan dengan perlahan, lalumenyenderkan tubuhnya dilamping batu, matanya memandangkedepan, kegunung dimana terlihat beberapa rumah, Ia lantasseperti mendengar nyanyiannya So So, nyanyian yang

    menggiurkan hati, Ia berkhayal, seperti si nona tengah menggapai2terhadapnya, memanggil ia datang. . . .

    Sendirian pemuda ini menghela napas, panjang sekali. . . ."Sayang ia adalah anak gadisnya In Bu Yang," ia berpikir

    pula, ia melamun, "Ah, buat apa aku memikirkannya lagi?Sebegitu jauh ilmu silatku belum sempurna, mana dapat akumenginjak pula rumahnya? Ah, apakah benar aku harusmenunggu dulu, sampai sepuluh tahun lagi, baru aku dapat

    bertemu pula dengannya?. . ."Dalam keadaan hati bergejolak itu, bimbang pemuda ini,hingga ia memikirnya juga, sekalipun lagi sepuluh tahun,masih belum tentu ia dapat mengalahkan orang she In yangdemikian lihay itu, Maka akhirnya ia menjadi sangat masgul,

    pikirannya buntu.Tapi, adakah dia pun memikirkan aku?" tiba2 ia ingat,"Jikalau benar dia memikirkan aku, berani aku menyediakan

    jiwaku untuk dapat menemui dia pula!"Ia lantas teringat kepada syair Oey Tiong Cek:"Malam begini dengan bintang-bintangnya bukan malamkemarinnya,Siapakah berdiri di tengah malam antara angin dan embun?"Hian Ki menyender terus, Kecuali So So terpeta dalamotaknya, ia tidak memikirkan lainnya, Malam itu angin dinginsejuk, ia berdiam saja seperti tanpa merasa, Lama ia berdiamsecara begitu, sampai tiba2 ia dibuat sadar oleh suara nyanyiantinggi, jauh dipuncak gunung, terbawa sang angin."Pulang habis perang seratus kali,arak masih hangat,

    Es menerjang rambut dipelipisan mendatangkan

  • 8/12/2019 Sebilah Pedang Mustika

    41/236

    rasa dingin, Mengingat peperangan tahun lalu itu,Sesungguhnya itu men-sia2kan hati si bunga bwee. . ."Hian Ki terkejut, karena ia mengenali suaranya In Bu Yang,Tinggi dan dalam nadanya nyanyian itu, Pula aneh, sudah jauh

    malam, Bu Yang masih belum tidur, Maka ia men-duga2,mungkin Bu Yang pun tengah memikirkan sesuatu.Pemuada ini mengangkat pula kepalanya, memandangkearah puncak tadi, Tiba2 ia melihat berkelebatnya satu

    bayangan orang, yang menghilang kearah selatan, lenyapdalam sekejap, Ia menjadi heran, hingga ia menjublak pula."Sekarang sudah tengah malam, apakah perlunya In BuYang turun gunung?" ia tanya dirinya sendiri, Ia mendugakepada jago she In itu, Tanpa terasa ia bertindak, menujukerumahnya So So itu, Sekarang, sebagai gantinya nyanyian,telinganya menangkap suara tetabuhan khim, Dari atas puncak,

    suara itu turun terbawa angin, lalu terdengar pula suaranyanyian."Itulah So So tengah bernyanyi," pikirnya, "Angin malamtelah membawa nyanyian itu kemari, dapat aku mendengarnyadengan nyata." Ia memasang kupingnya, So So bernyanyi:"Kuda putih yang bagus, makan rumput di ladangku,

    Mengikat dia, Menambat dia, Untuk melewati sang hari ini, Dan orang itu, itu orang, Dia pernah bersiar bersama. . . Kuda putih yang bagus, Kembali dia kedalam lembah, Dia mengenyam rumput hijau, Dan itu orang, Cantik bagaikumala,

    Jangan lupa membagi aku warta, Janganlah kaumenjauhkan hatiku!"

    III. Satu lawan TigaSuara khim itu, nyanyian itu pula, itulah menandakan So Somemi