hipokrit atau munafik.docx
TRANSCRIPT
1. Hipokrit atau Munafik
Hipokrit atau munafik ini muncul pada karakter manusia Indonesia sejak masa feodal dan kolonial. Manusia Indonesia sering berpura-pura, lain di muka, lain di belakang. Sistem feodal dan kolonial di masa lampau menekan rakyat dan menindas segala inisiatif rakyat.Sehingga langsung atau tidak langsung, memaksa manusia Indonesia menyembunyikan apa sebenarnya yang dirasakannya, dipikirkannya, dan dikehendakinya. Semua itu disembunyikan karena takut akan mendapatkan ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya.
2. Segan dan Enggan Bertanggung jawab
Kalimat ”Bukan Saya” sering kali terlontar dari mulut manusia Indonesia. Ini menurutMochtar Lubis merupakan bukti nyata rasa segan dan enggan bertanggung jawab memang ada dalam diri manusia Indonesia. Misalnya, jika terjadi suatu kesalahan atau kegagalan pada suatu lembaga. Maka atasan akan berkata ”Bukan Saya” lalu menggeser kesalahan ke bawahannya. Begitu seterusnya hingga jabatan terbawah. Ketika sampai pada bawahan tetap saja kata ”bukan saya” padaatasan akan berganti menjadi ”Saya hanya melaksanakan perintah dari atasan!”
3. Berjiwa Feodal
Feodalisme ini ditandai dengan penguasa sangat tidak suka mendengar kritik. Sedangkanyang lain menjadi segan untuk melontarkan kritik. Manusia yang berada di kalangan atas mengharapkan agar manusia yang di bawahnya mengabdi kepadanya dengan segala bentuk.Begitu pula dengan bawahan, mereka dengan jiwa feodalnya bersedia untuk mengabdi pada yang lebih ’di atas’ tadi. Karena prinsipnya “Asal Bapak Senang”, yang penting selamat dan cari aman.
4. Percaya Takhayul
Jika di zaman dahulu manusia percaya gunung, pohon, keris memiliki kekuatan gaib.Begitu pula dengan manusia Indonesia masa sekarang. Sampai sekarangmanusia Indonesia yang modern pun, baik itu yang telah bersekolah dan berpendidikanmodern sekalipun masih terus juga membuat jimat, mantra atau lambang-lambang.Manusia Indonesia sangat cenderung percaya menara, semboyan atau lambang yangdibuatnya sendiri. Misalnya, Pancasila. Manusia Indonsia tidak peduli apakah telahmelaksanakan dengan baik dan benar atau belum Pancasila itu. Mereka tetap saja dengan penuh keyakinan bahwa setelah mengucapkannya maka masyarakat Pancasila itu telahtercipta.
5. Berjiwa Artistik
Dari keenam ciri manusia yang dikemukakan Mochtar Lubis hanya ciri inilah yangmerupakan ciri positif. Suatu ciri yang menarik dan mempesonakan dan merupakan sumber dan tumpuan hari depan manusia Indonesia. Manusia Indonesia hidup dengan perasaansensualnya yang kemudian membuat daya artistik berkembang lalu tertuang dalam segalarupa ciptaan artistik. Tapi sifat artistik itu ada kelemahannya, yakni manusia Indonesiacenderung memakai perasaannya dalam berpikir dan bertindak sehingga hal itu bisamenghambat perkembangan hidupnya.
6. Berwatak lemah atau kurang kuat
Manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis mau mengubah keyakinannya agar dapat ”Bertahan”. Kegoyahan watak serupa ini merupakan akibat dari ciri manusia feodal. Diamerupakan segi lain dari
sikap ABS, ciri ini termasuk ke dalam upaya untuk menyenangkanatasan dan menyelamatkan diri. Sikap menyenangkan hati antara kedua belah pihak (yang berkuasa dan yang dikuasai) itu merupakan suatu kegoyahan watak.
Terlepas dari benar atau salah apa yang dikemukakan Mochtar Lubis, paling tidak dapatmenjadi referensi dan introspeksi. Jikalau ciri-ciri negatif tersebut memang ada dan dapatmengganggu atau pembangunan dan pertumbuhan negeri, maka harus cepat diminimalisir bahkan disingkirkan. Karena inti suatu negara bukanlah sistem, namun pembuat dan pelaksana sistemlah yang merupakan faktor penting. Semua manusia di dalamnya, yaknimanusia Indonesia
Secara teori karakter dan prinsip hidup masyarakat Indonesia yang> > cenderung malas, malu untuk berusaha, dan mudah menyerah (Muchtar Lubis,> > 1989). Hal ini bertolak belakang dengan prinsip hidup dan karakter> > masyarakat Tionghoa, yang memiliki semangat untuk maju dan berkembang,> > sikap tidak mudah menyerah dan tidak malu untuk mencoba. Ditambah sikap> > disiplin, konsisten, dan integritas menjadi modal utama keberhasilan etnis> > Tionghoa. Konsekuensinya, etnis Tionghoa dapat bertahan dan berkembang> > dimanapun mereka berada.
Potrem buram bangsa ini seolah sudah melekat mendarah daging. Seperti sulit untuk mendapatkan optimisme ketika rasa pesimisme menjalar secara massif ke dalam setiap elemen masyarakat. Sedikit saja isu dilancarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab secara mudah banga ini mudah diprovokasi. Rajutan bangsa ini sangat mudah dikoyak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Citra manusia Indonesia yang ditampilkan secara tidak langsung sudah dibenarkan oleh sikap bangsa ini yang cenderung hipokrit, tidak mau bertanggung jawab dan tipifikasi lainnya yang disampaikan oleh Lubis. Bangsa ini membutuhkan pemimpin minim bicara tapi kaya kinerja. Pemimpin yang dapat bergerak cepat dan tepat. Tentu saja kita tidak mau tipologi yang disampaikan Lubis memang adalah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri dan memang benar adanya. Akan tetapi kondisi yang disampaikan Lubis seolah-olah masih nyata terlihat beberapa waktu ini, citra manusia yang korup, tidak mengindahkan norma, penuh kekerasan. Sebuah potret yang seharusnya tidak ada dalam wajah manusia indonesia.
Jika kita secara cermat menyaksikan peristiwa kekinian tentu apa yang disampaikan oleh Lubis seolah-olah mendapatkan pembenaran. Dapat disaksikan saat ini permasalaham-permasalahan banyak melanda, seperti beberapa kasus korupsi yang banyak menimpa mulai dari level bawah sampai level atas, minimnya contoh yang baik dari para pemimpin, rendahnya ikatan kebangsaan, rendahnya daya saing Indonesia di kancah dunia, hukum yang mudah dipermainkan dan berpihak kepada penguasa, rakyat yang belum tersejahterakan dan permasalahan-permasalahan lainnya. Negara ini telah menjauh dari kondisi ideal yang menjadi tujuan bersama. Padahal secara lantang pembukaaan UUD 1945 menyatakan tujuan negara Indonesia mulai dari melindungi, mensejahterakan, mencerdaskan, menjaga ketertiban dunia dengan berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Apa yang secara jelas termaktub di dalam pembukaan UUD 1945 seolah hanya menjadi sebuah tulisan yang hanya dibacakan ketika upacara setiap hari senin atau upacara kemerdekaan tanpa dijadikan pedoman setiap kalangan untuk dilaksanakan secara maksimal.
Ciri-Ciri Manusia menurut Mochtar Lubis
Ciri Utama :1. Hipokrit2. Segan dan Enggan Bertanggung Jawab3. Berjiwa Feodal4. Percaya Tahayul5. Berjjiwa Artistik6. Berwatak Lemah atau Kurang Kuat
Ciri Tambahan :1. Kecendrungan Boros2. Tidak Suka Bekerja Keras Kecuali Terpaksa3. Mememntingkan Status4. Kurang Sabar dan Suka Menggerutu5. Cepat Cemburu dan Dengki Terhadap Orang Lain6. Gambang Senang dan Bangga7. Berjiwa Plagiat8. Memiliki Kasih Sayang yang Tinggi9. Berhati Lembut dan Suka Damai10. Berjiwa Humoris yang Tinggi
Tanggapan mengenai Ciri-Ciri Manusia menurut Mochtar Lubis :
1. Hipokrit (Munafik)
Ciri manusia Indonesia yang pertama menurut Mochtar Lubis adalah munafik atau
hipokrit. Dalam ciri yang pertama ini dijelaskan bahwa kemunafikan merupakan sifat
manusia Indonesia sebagai contoh, Pidato-pidato tentang kebajikan dan kebijaksanaan
ada dimana-mana, diucapkan dan didengarkan, namun korupsi masih saja merajalela.
Kemunafikan pada manusia Indonesia ternyata pada masa sekarang sudah merambak
pada berbagai macam aspek, banyak sekali kalau kita perhatikan mulut-mulut manis yang
mengumbar janji, mengatakan yang kebalikan dari apa yang akan dilaksanakan, topeng-
topeng kepalsuan, bagai penebar kebaikan pada tampak luar yang berhati busuk dan
berwatak yang buruk didalamnya. Cenderung masih dapat teramati. Meskipun hal ini
hanya terdapat pada individu-individu ataupun kelompok manusia Indonesia. Tidak
secara mayoritas, tetapi patut dijadikan sebuah intropeksi. Penulis mengambil contoh
sikap hipokrit ini dengan tingkah laku wakil rakyat di negara ini. Cenderung terdapat
perbedaan mutlak antara sikap mereka yang pada saat melakukan kampanye sebelum
terpilih dan ketika mereka terpilih. Mereka cenderung lebih senang berprilaku hedonisme
dengan menuntut beragam fasilitas mewah ketika rakyat yang seharusnya mereka
wakilkan hanya tertidur dengan selimut kumal di atas emperan toko. Mereka sibuk beradu
argumentasi saat melakukan perancangan RUU yang seharusnya untuk kesejahteraan
rakyat, tetapi dengan hasil yang nihil atau bahkan tidak produktif RUU tersebut hanyalah
menjadi lemparan wacana untuk meraup pencitraan. Sikap ini memang tidak dimiliki oleh
semua wakil rakyat kita. Masih banyak wakil rakyat yang peduli dan tidak mau ‘main
mata’ dengan menipu rakyat. Tetapi, apakah sebagian kecil dari mereka mampu bertahan
dengan keadaan terasing akibat keadaan? Penulis pikir, mungkin waktu saja yang bisa
menjawab. Sama seperti milik Mochtar Lubis semua ini hanyalah stereotip (gambaran)
tentang keadaan manusia Indonesia yang tergeneralisasi. benarkah atau tidak benarkah
semua hanyalah tuduhan tapi beralasan. Yang jelas dalam masyarakat kita sekarang masih
ada juga mereka-mereka yang tidak bersifat munafik, mereka yang tidak hipokrisi dan
masih ada mereka yang baik secara luar dan dalam.
2. Segan dan Enggan Bertanggungjawab
Lalu pada ciri yang kedua adalah enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, kata
“bukan saya” merupakan suatu kata penyelamat dalam menghadapi sesuatu yang tidak
baik atau berakibat buruk. Lepas dari tanggung jawab dengan mengatakan “saya hanya
melaksanakan tugas dari atasan” merupakan pembelaan paling ampuh dari suatu
kesalahan yang dilakukan. Kata-kata galau dan curahan hati dikeluarkan sebagai ‘air mata
buaya’ agar mendapat belas kasihan dari orang dengan harapan kesalahan tersebut
dimaafkan dan mereka bebas dari tanggung jawab. Kita bisa melihat bagaimana
ketegasan sang pemimpin negara ini, ia lebih senang lepas tangan dengan memberikan
komentar-komentar pepesan kosong dengan wajah yang dibuat melankolis agar
dikasihani. dalam Manusia Indonesia, Mochtar Lubis menyebutkan korupsi yang ada di
Pertamina sebagai contoh nyata, dimana pada saat itu ratusan juta dollar uang negara
dikorupsi, belum lagi pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan oleh jajaran
Pertamina mulai dari Presiden Direktur hingga ke lapisan bawah, namun tidak
seorangpun yang dituntut. Kalau dilihat berarti kebobrokan dalam tubuh Pertamina sudah
berlangsung sekian lama, sampai beberapa waktu lalu semua terbongkar, walau belum
tuntas. 30 tahun lebih berarti memang Pertamina menjalankan semua praktek kotornya.
Selain itu manusia Indonesia jika menerima sesuatu yang bersifat mengangangkat
derajatnya seperti penghargaan dan pujian maka akan langsung diterima, walau mungkin
salah sasaran dalam pemberiannya. Manusia Indonesia menurut yang digambarkan oleh
Mochtar Lubis tidak akan sungkan-sungkan untuk tampil kedepan menerima bintang,
tepuk tangan, surat pujian, piagam penghargaan, dan sebagainya. Dari ciri yang kedua ini
memang sudah sangat menyedihkan apa yang terjadi pada masa tahun 1977 kebelakang
tersebut. namun jika penulis samakan dengan masa tahun 2009, sepertinya kenyataan ini
masih tidak berubah. Lihat saja para pelaku korupsi yang saling salah-menyalahkan, tidak
mau mengaku dan melemparkan tanggung jawab kepada pihak-pihak lain, sampai
akhirnya diketahui bahwa korupsi yang terjadi berjalan secara “Berjamaah”, begitulah
kiranya ditulis dalam beberapa koran.
3. Berjiwa Feodal
Ciri yang ketiga adalah jiwa Feodal yang masih tertanam subur dalam diri Manusia
Indonesia. Sikap ini secara jelas tergambar dari bagaimana sikap manusia Indonesia yang
cenderung selalu mengharapkan penghormatan dari bawahannya. Dikatakan bahwa nilai-
nilai Feodalisme merupakan warisan dari negara-negara kerajaan yang ada pada jaman
dahulu di nusantara, lalu diambil alih oleh para penjajah, terjadi revolusi kemerdekaan
yang sebenarnya bertujuan untuk menghilangkan feodalisme yang ada pada diri manusia
Indonesia. Sikap-sikap feodal ini bersifat destruktif dikarenakan seorang bawahan akan
menganggap mereka yang lebih tinggi dari mereka adalah benar dalam setiap
tindakannya, ketidak bolehan dalam menyangkal walau itu salah sekalipun merupakan
salah satu keburukan dari feodalisme, selain itu juga menghancurkan harkat dan martabat
manusia sebagai manusia yang sama derajatnya dengan manusia lain. seperti yang ada
dalam jaman sekarang dimana seorang bawahan dikatakan tidak sopan jika menegur
atasan karena alasan yang benar, merupakan suatu bentuk dari feodalisme, tidak
didengarnya suara mereka yang ada dibawah sebagai suara manusia juga merupakan
bentuk nyata dari feodalisme yang terjadi pada manusia Indonesia. Lihatlah bagaimana
seorang anak, istri, atau keponakan dari seorang pejabat dapat dengan mudahnya
melewati setiap hambatan dan halangan. Mereka bisa saja diterima menjadi seorang
pegawai atau diangkat menjadi seorang pembesar di sebuah instansi pemerintahan tanpa
harus memperhatikan kualitas yang dimiliki. Sementara mereka yang benar-benar pantas
mendapatkan pekerjaan tersebut, malah dimarginalkan dan dianggap tidak mampu untuk
mendapatkannya. Hanya saja kerajaan yang dimaksud sudah bukan raja lagi sebagai
pemimpin namun raja-raja tersebut sudah diganti namanya menjadi presiden, menteri,
jenderal, presiden direktur dan lainnya. Nyata sekali bahwa feodalisme menghambat
proses perkembangan manusia dikarenakan tidak sampainnya kritik terhadap pemimpin
dikarenakan 2 hal yaitu bawahan yang segan dalam melakukannya dan pemimpin yang
tidak mau mendengar suara dari bawah.
4. Percaya Tahayul
Ciri keempat adalah Manusia Indonesia masih percaya takhayul. Sikap ini selalu muncul
dan menjadi nilai tersendiri dalam kehidupan manusia Indonesia. Penulis menemukan
bahwa dimanapun manusia Indonesia itu lahir dan besar. Nilai-nilai mistis dan tahayul
selalu menyertai pertumbuhannya. Sebut saja, di tempat kelahiran penulis di daerah
Sumatera Selatan. Masyarakat di sana lebih senang tidur semalam suntuk di daerah-
daerah yang dianggap keramat dan mendatangkan rizki daripada membanting tulang
bekerja di ladang. Masyarakat disana juga percaya bahwa di dalam kehidupan ada
larangan atau tindakan pamali yang dapat mendatangkan balak atau musibah ketika
pantangan tersebut dilanggar. Hal-hal seperti memotong kuku di malam hari, duduk di
bawah pintu, atau bersiul di malam hari dianggap perbuatan yang diharamkan untuk
dilakukan. Tidak hanya sampai disana. Penulis juga menemukan, adanya keanehan dalam
prilaku manusia Indonesia yang lebih percaya ramalan seorang dukun atau pawang
daripada mendengarkan penjelasan ilmiah dari seorang dokter mengenai wabah penyakit
pagebluk yang menyerang desa. Manusia Indonesia memang unik, mereka sekolah tinggi-
tinggi bahkan sampai keluar negeri tetapi di dalam saku celana atau ikat pinggang milik
mereka terselip gulungan jimat pelindung dari marabahaya. Menurut hemat penulis,
sudah seharusnya sikap ini diminimalisir atau bahkan dirasionalkan. Kepercayaan
terhadap benda-benda yang dianggap bertuah, semisal keris dan sebagainya patutlah kita
kritisi bersama. Dalam pendekatan sosiologis, penulis menemukan bahwa nilai-nilai
mistis dan kepercayaan manusia Indonesia terhadap tahayul tidak bisa dipisahkan dari
budaya masyarakat setempat. Kebudayaan yang membentuk karakter manusia Indonesia
yang memiliki nilai-nilai kepercayaan terhadap tahayul. Mengambil contoh mengenai
keberadaan Nyai Roro Kidul, yang ada di wilayah di sekitar Pantai Selatan, Pulau Jawa.
sepertinya sudah berlangsung lama semua ini, tak perlu dipertanyakan lagi tentang apa
yang terjadi pada masa 1977 kebelakang tersebut. coba saja lihat keadaan sekarang, siaran
tv menampilkan segala macam sihir, kuntilanak, jailangkung, pocong, genderuwo, dan
aksi dukun-men-dukun. Belum lagi ditambah film-film bioskop yang menampilkan segala
macam judul berbau setan dan makhluk halus, dan film-film layar lebar tersebut dibuat
atas dasar adanya permintaan pasar terhadap jenis film misteri horor. Yang terbaru dari
takhayul ini adalah kisah dukun-dukun cilik yang dapat menyembuhkan sembarang
penyakit, mereka kedapatan pasien sampai puluhan ribu orang dalam sehari. Sungguh
mengejutkan memang dalam keadaan dunia yang sudah modern dan dikuasai oleh iptek
seperti ini masih ada mereka yang mengharapkan keajaiban yang tidak mungkin
dijelaskan oleh rasio. Kepercayaan terhadap segala macam keramat-keramat juga masih
ada di Indonesia, dan para pelakunya juga sebagian adalah manusia-manusia berijazah
yang dikatakan berpendidikan itu. Namun dalam tanggapannya penulis setuju dengan
Sarlito Wirawan, yang mengatakan dalam taggapan terhadap ceramah Mochtar Lubis,
bahwa mengenai mitos dan mistik bukanlah monopoli manusia Indonesia semata,
melainkan suatu sifat hakiki manusiawi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan akan rasa
aman (security need). Selama manusia masih belum bisa mengatasi bahaya-bahaya dan
ancaman-ancaman dengan dengan kemapuan dan ilmu penghetahuannya sendiri, selama
itu manusia masih akan mencari pelindung terhadap mitos dan mistik. Dalam hal manusia
Indonesia Sarlito Wirawan mengatakan bahwa gejala mitos dan mistik ini lebih banyak
terdapat di kalangan “angkatan tua”. Dikarenakan mereka tidak menerima pendidikan
yang layak, namun karena jasa-jasanya pada masa revolusi maka mereka harus mengisi
kedudukan penting dalam pemerintahan. Dengan sendirinya kemampuan dan ilmu yang
mereka milik belumlah cukup untuk memegang jabatan itu dan mereka masih merasa
kurang “secure” dalam memegang jabatan mereka itu, maka larilah mereka kepada
praktek-praktek perdukunan dan mistik. Dikalangan angkatan yang lebih muda seperti
para sarjana atau mahasiswa, terlihat bahwa praktek-praktek mistik sudah jauh berkurang,
meskipun belum dapat dikatakan sudah hilang sama sekali. Sarlito Wirawan yakin dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dinegara kita, maka mitos dan mistik pun akan makin
berkurang, demikianlah apa yang dikatakan oleh Sarlito Wirawan dalam tanggapannya
terhadap manusia Indonesia ala Mochtar Lubis. Tapi sepertinya pernyataan dari Sarlito
Wirawan tampaknya meleset, kenyataannya di Indonesia hal mistik malah semkin
merebak dari hari-ke-hari, hal ini ditunjukkan dengan munculnya klinik-klinik “spiritual
healing” (yang bagi penulis hal ini merupakan suat modernisasi dari praktek perdukunan
dengan menggunakan bahasa inggris dengan nama “spritual healing”). Ditambah lagi
ilmu psikologi kini memiliki mazhabnya yang keempat yaitu psikologi transpersonal yang
didalamnya membahas dimensi sprirtual manusia termasuk hal-hal mistik. Namun dalam
satu sisi memang benar kegemaran terhadap mistisme ini bukanlah sekedar monopoli dari
manusia Indonesia saja melainkan juga pada masyarakat barat dengan film-film berbau
exorcism, vampir, dracula, zombi, sihir-sihir seperti Harry Potter dan lain sebagainya.
Nampaknya mungkin semua manusia sudah mulai tidak rasional lagi, dan menikmati hal
tersebut, yang dimungkinkan terjadi karena semakin sedikitnya rasa aman yang dapat
dimiliki pada jaman sekarang ini pada sebagian masyarakat yng mengakibatkan
mengambil jalan irasional untuk mendapatkan kebutuhannya akan rasa aman tersebut.
5. Berjiwa Artistik
Ciri kelima dari manusia Indonesia adalah artistik, berjiwa seni, hal ini memang sudah
dapat terlihat dari kayanya budaya daerah yang ada di Indonesia yang dalam tiap-tiap
daerahnya memiliki keseniannya masing-masing. Manusia Indonesia hidup dengan
menghargai keindahan. Ini sudah jadi watak dan karakteristik dari manusia Indonesia. Hal
ini dapat kita lihat dan amati dari bagaimana karya-karya yang dihasilkan oleh manusia
Indonesia. Ia hidup dari naluri dengan mencintai unsur-unsur estetika alam yang
dikembangkan oleh perasaan manusia Indonesia. Mereka sudah terkenal sejak berabad-
abad silam dengan hasil karya yang luar biasa. Terlihat dari bagaimana banyaknya
penemuan artefak dan prasasti yang menggambarkan keagungan dan keluhuran budaya
kesenian. Manusia Indonesia, sudah mulai belajar untuk mengekspresikan keindahan
sejak masa prasejarah. Ditemukannya berbagai macam patung, lukisan, tembikar, dan
tulisan di atas daun lontar merupakan bukti nyata mengenai sikap manusia Indonesia
dalam mengekpresikan keindahan dalam sebuah benda atau objek tertentu. Kesenian
merupakan hasil dari kebudayaan, dengan demikian maka masyarakat Indonesia memang
memiliki jiwa berkarya dan mencintai keindahan. Belum lagi ditemukan peninggalan-
peninggalan bangunan kuno, seperti candi-candi yang menakjubkan, menandakan bahwa
manusia Indonesia memiliki peradabannya sendiri. bahkan dimasa sekarang ini musik
Indonesia dikabarkan telah “menjajah” negeri tetangganya Malaysia, dengan adanya
suatu bentuk pemboikotan terhadap radio swasta di Malaysia, dikarenakan lebih sering
memutar lagu artis dari Indonesia dibandingkan lagu dari artis lokalnya sendiri. selain itu
banyak juga hasil karya asli anak bangsa yang sudah diekspor keluar negeri dan
kebanyakan dari hal itu adalah karya-karya kesenian. Jadi kalau masalah seni bangsa ini
tidak perlu takut, selama masih ada generasi penerus yang mau mempertahankannya
maka kesenian tradisional ini akan selalu terjaga kelestariannya. Manusia Indonesia
menurut penulis adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk membangkitkan nilai-
nilai seni dari hasil karya yang dihasilkannya. Tetapi, sayangnya manusia Indonesia
belum mampu secara maksimal untuk lebih menjaga dan menghargai karya seni tersebut.
Melihat dari bagaimana banyaknya pembajakan terhadap berbagai macam hasil karya
mereka. Manusia Indonesia, memang bisa menghargai seni, tetapi hanya sedikit sekali
dari mereka yang mampu untuk mempertahankan hasil karyanya sebagai karya agung
yang dapat diakui hak-haknya.
6. Berwatak Lemah atau Kurang Kuat
Ciri yang keenam adalah memiliki watak dan karakter yang lemah. Tidak kuatnya
manusia Indonesia dalam mempertahankan atau memperjuangkan keyakinannya
merupakan bahasan yang menjadi inti ciri keenam manusia Indonesia. Ini terdapat pada
kecenderungan manusia Indonesia untuk berubah-ubah keyakinannya terhadap
pandangan hidupnya. Manusia Indonesia, cenderung memiliki watak yang goyah dan
ikut-ikutan terhadap kaum mayoritas. Sifat ini akan cenderung muncul ketika manusia
Indonesia berada pada pengaruh orang yang dianggap kuat dan dituahkan dalam
lingkungan hidupnya. Manusia Indonesia, terkadang bersikap plin-plan terhadap
keputusan yang harus mereka ambil dalam sebuah keadaan. Mereka lebih senang,
mendengarkan dan mengikuti arus. Sehingga berkesan konservatif pada keadaan.
Memang dalam pengamatan penulis, tidak semua manusia Indonesia berlaku demikian.
Tetapi umumnya sifat ini masih dapat kita temukan sampai pada masa sekarang. Mochtar
Lubis mengatakan hal ini ditandai dengan adanya pelacuran-pelacuran Intelektual dalam
banyak bidang. Pelacuran intelektual sebagai contohnya adalah manipulasi hasil yang
ditujukan agar dapat mempertahankan suatu penguasa lain, seperti seseorang ahli pangan
mengatakan bahwa tidak berbahaya menggunakan suatu produk dari produsen tertentu,
padahal produk yang dijual mengandung zat yang berbahaya bagi pengkonsumsi, namun
karena sudah diberikan upah, maka ahli tersebut menutupi kenyataan dan mengatakan
bahwa tidak ada yang salah pada produk tersebut, sehingga dikatakan sebagai pelacuran
intelektual. Yang terjadi kini dalam pemerintahan adalah dengan adanya kebijakan-
kebijakan yang bersifat menyengsarakan rakyat, para ahli yang bersangkutan pada
bidangnya masing-masing tidak melakukan apa-apa walaupun tahu pada kenyatannya
bahwa kebijakan yang ada itu salah, sehingga para ahli itu dapat dikatakan sebagai
pelacur intelek. Tidak kuatnya seseorang dalam mempertahankan kebenaran akan
membawa keburukan bagi masyarakat luas, dikerenakan tanpa kebenaran maka yang
terjadi adalah pembolak-balikkan yang menuju pada ketidak jelasan, sehingga yang
terjadi adalah bergesernya nilai-nilai dalam masyarakat kearah yang negatif.
Keenam ciri ini memang berkesan menjelek-jelekkan bangsa sendiri, namun dengan ini
semua diharapkan tidak menjadi suatu bentuk kebencian terhadap bangsa sendiri,
melainkan sebagai cermin dalam bertindak. Walau semua penjabaran Mochtar Lubis
adalah subjektif dan tidak mewakili, namun sepertinya kalau dipikirkan ada kebenaran
dalam pengamatan yang telah ia lakukan. Menurut ST Sularto (dalam Kompas) pernah
ketika tahun 1982 Mochtar Lubis diminta merefleksikan kembali ”manusia Indonesia”,
dengan tegas ia mengatakan tidak ada perubahan. Makin parah. Andaikan permintaan itu
disampaikan kembali, di saat Mochtar Lubis sudah tiada (meninggal 2 Juli 2004), niscaya
ia menangis di alam baka. Bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang kerdil, bukan bangsa
yang lemah, namun bangsa yang belum menunjukkan taringnya kepada dunia.
Diharapkan pada masa yang akan datang manusia Indonesia menjadi bangsa yang besar,
yang berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan bangsa-bangsa lain, walau
sekarang sudah demikian adanya namun rasanya masih ada sebagian dari manusia-
manusia Indonesia yang tidak merasakan hal yang sama.
Meskipun keenam sifat yang dijelaskan oleh Mochtar Lubis tersebut seakan terlalu umum
dan universal. Beliau juga menambahkan ciri-ciri manusia Indonesia yang lebih
bervariasi dari keenam sifat tersebut. Ciri tersebut antara lain tidak hemat, tidak mau
bekerja keras kecuali dipaksa, kurang sabar, memiliki sifat cemburu dan dengki terhadap
keberhasilan sesamanya. Tetapi, dibalik semua sifat negatif tersebut. Mochtar juga
menambahkan bahwa manusia Indonesia juga memiliki sisi positif, seperti ramah, saling
toleransi satu sama lain, memiliki rasa humor yang tinggi, mau belajar, serta memiliki
solidaritas antar sesamanya.
Sumber Bahan :
http://sosbud.kompasiana.com/2010/03/05/ciri-manusia-indonesia-versi-mochtar-lubis-
86557.html
http://metalingua.wordpress.com/tag/manusia-indonesia/
http://superkoran.info/?p=1826
http://bujangpolitik.blogspot.com/2012/01/cerminan-manusia-indonesia-dalam.html