hipnotik sedatif
DESCRIPTION
benzodiazepin (diazepam, lorazepam),, barbiturat (fenobarbital)TRANSCRIPT
MAKALAH FARMAKOLOGI MOLEKULER
RESEPTOR TERKAIT KANAL ION
OBAT HIPNOTIK SEDATIF
Disusun Oleh :
Rizki Amalia Husada (G1F014059)
Katarina (G1F014061)
Siti Sarah CH (G1F014063)
Kelompok 10
Kelas A
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
2
A. PENGANTAR OBAT
Obat-obat hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu
mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas
moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah
substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat
memberikan onset serta mempertahankan tidur (Nelson, 2006).
Secara klinis obat-obatan sedatif-hipnotik digunakan sebagai obat-obatan
yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut
dan kronik, tindakan anestesia, penatalaksanaan kejang, serta insomnia. Obat-
obatan sedatif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:
1. Benzodiazepin
2. Barbiturat
3. Golongan obat nonbarbiturat – nonbenzodiazepin
(Nelson, 2006)
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat
(SSP) yang relatif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan
tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat (kecuali benzodiazepin)
yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati, bergantung
kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedatif menekan aktivitas, menurunkan
respons terhadap merangsangan emosi dan menenangkan. Obat hipnotik
menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur
yang menyerupai tidur fisiologis (Anonim, 1995).
Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif khususnya golongan
benzodiazepin, tetapi selain itu juga berdaya anxiolitis, antikonvulsif, dan
relaksasi otot. Kerja anxiolitis (menghalau rasa takut dan kegelisahan) tidak
tergantung dari daya sedatif, bahkan transquilizer (anxiolitik) yang ideal
hendaknya berefek sedatif seringan mungkin (Craig, 2007).
Pada hakikatnya, semua senyawa benzodiazepin memiliki empat daya
kerja tersebut di atas, yakni khasiat anxiolitis, sedatif-hipnotis, antikonvulsif dan
daya relaksasi otot. Setiap efek ini dapat berbeda-beda kekuatannya pada
setiap derivat, yang juga memperlihatkan perbedaan jelas mengenai kecepatan
resorpsi dan eliminasinya (Craig, 2007).
3
Reseptor GABAA
Gambar 1. Tempat ikatan pada reseptor GABAA
GABA (gamma amino butyric acid) merupakan neurotransmitter inhibitor,
utama di sistem saraf pusat mamalia dan terdapat pada hampir 40% saraf.
Peran GABA sebagai neurotransmitter inhibitor didukung fakta bahwa
banyak penyakit saraf yang disebabkan karena adanya degenerasi saraf
GABAergik, contohnya: epilepsi, gangguan tidur, tardive dyskinesia, dan
lain-lain. GABA disintesis dari glutamat dengan bantuan enzim asam
glutamat dekarboksilase. GABA disintesis pada ujung saraf presinaptik dan
disimpan di dalam vesikel sebelum dilepaskan. Sekali dilepaskan, GABA
berdifusi menyeberangi celah sinaptik dan akan mengalami sedikitnya tiga
peristiwa. Pertama, GABA dapat berinteraksi dengan reseptornya
menimbulkan aksi penghambatan fungsi CNS. Kedua, GABA akan
mengalami degradasi oleh enzim GABA-transminase. Ketiga, GABA akan
diambil kembali (re-uptake) ke dalam ujung presinaptik atau ke dalam sel
glial dalam bentuk GABA dengan bantuan transporter GABA. Beberapa
obat antiepilepsi bekerja dengan meningkatkan pelepasan GABA (misalnya
gabapentin), menghambat kerja transporter GABA (yaitu tiagabin), atau
menghambat kerja GABA-transminase (yaitu vigabatrin), sedangkan pada
pasca sinaptik, GABA bekerja pada reseptornya, yaitu reseptor GABA
(Ikawati, 2014).
Patofisiologi epilepsi
Mekanisme terjadinya epilepsi ditandai dengan ketidakseimbangan
antara neurotransmiter eksitatori dan inhibitori). Defisiensi neurotransmiter
inhibitori seperti Gamma Amino Butyric Acid (GABA) atau peningkatan
neurotransmiter eksitatori seperti glutamat menyebabkan aktivitas neuron
tidak normal. Neurotransmiter eksitatori (aktivitas pemicu kejang) yaitu,
glutamat, aspartat, asetil kolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas
kortikotripin, purin, peptida, sitokin dan hormon steroid. Neurotransmiter
inhibitori (aktivitas menghambat neuron) yaitu, dopamin dan Gamma Amino
4
Butyric Acid (GABA). Aktivitas glutamat pada reseptornya (AMPA) dan
(NMDA) dapat memicu pembukaan kanal Na+ yang diikuti oleh pembukaan
kanal Ca2+, sehingga ion-ion Na+ dan Ca2+ banyak masuk ke intrasel.
Akibatnya, terjadi pengurangan perbedaan polaritas pada membran sel
atau yang disebut juga dengan depolarisasi. Depolarisasi ini penting dalam
penerusan potensial aksi sepanjang sel syaraf. Depolarisasi
berkepanjangan akibat peningkatan glutamat pada pasien epilepsi
menyebabkan terjadinya potensial aksi yang terus menerus dan memicu
aktivitas sel-sel saraf (Ridyan, 2012).
B. MEKANISME KERJA GOLONGAN OBAT
Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi
sekaligus, yaitu anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui
medula spinalis, dan amnesia retrograde. Keunggulan benzodiazepin dari
barbiturat yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan
yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan
tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Dalam masa perioperative,
midazolam telah menggantikan penggunaan diazepam. Selain itu,
benzodiazepin memiliki antagonis khusus yaitu flumazenil (Stoelting &
Hillier, 2006).
Gambar 2. Struktur kimia benzodiazepin
Obat golongan benzodiazepin terbagi menjadi 3 jenis berdasarkan waktu
durasinya, yaitu :
• Aksi lama (durasi 50 menit) : diazepam
• Aksi sedang (durasi 40 menit) : lorazepam
• Aksi pendek (durasi 15-30 menit) : midazolam (Kareem, 2013).
5
Tabel 1. Onset, waktu paruh dan indikasi obat golongan benzodiazepin (Behnen, 2014).
Gambar 3. Mekanisme kerja obat golongan benzodiazepin dengan meningkatkan
pembukaan kanal ion Cl- (Prof Ashton, 2002).
Efek farmakologi benzodiazepin merupakan akibat aksi gamma-
aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak. Saat
impuls saraf datang menuju presinaptik memicu masuknya ion Ca sehingga
vesikel yang berisi neurotransmitter GABA menepi ke membran sel plasma
sehingga terjadi eksositosis. Pada saat benzodiazepin dan GABA menempel
bersamaan pada reseptornya masing-masing, memicu perubahan konformasi
dari kanal ion Cl sehingga pembukaan kanal ion Cl semakin besar dan
menyebabkan semakin banyak pula ion Cl yang masuk. Akibat yang terjadi
6
yaitu hiperpolarisasi sehingga terjadi penghambatan potensial aksi yang
menghasilkan efek antikonvulsan, relaksasi otot skeletal, sedasi dan ansiolisis.
(Stoelting & Hillier, 2006).
Gambar 4. Perubahan konformasi menyebabkan meningkatnya pembukaan kanal
ion Cl- karena benzodiazepin (Neal, 2012).
Contoh obat golongan benzodiazepin:
a) Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepin yang
sangat larut lemak dan memiliki durasi kerja
Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9. Injeksi
secara IV atau IM akan menyebabkan nyeri
(Stoelting & Hillier, 2006).
b) Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan
oxazepam, hanya berbeda pada adanya klorida
ekstra pada posisi orto 5-phenyl moiety. Lorazepam
lebih kuat dalam sedasi dan amnesia dibanding
midazolam dan diazepam sedangkan efek
sampingnya sama (Stoelting & Hillier, 2006).
Penggunaan benzodiazepin yang lama tidak akan mengganggu tekanan darah,
denyut jantung, ritme jantung dan ventilasi. Namun penggunaannya sebaiknya hati-
hati pada pasien dengan penyakit paru kronis (Stoelting & Hillier, 2006).
7
Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah
digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik
dan sedatif. Namun sekarang kecuali untuk
beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturat
telah banyak digantikan dengan benzodiazepin
yang lebih aman, pengecualian fenobarbital,
yang memiliki anti konvulsi yang masih banyak
digunakan (Nelson, 2006).
Obat golongan barbiturat terbagi menjadi 4 jenis berdasarkan waktu durasinya,
yaitu :
• Aksi lama (durasi 6 jam) : fenobarbital, mephobarbital
• Aksi sedang (durasi 3-5 jam) : amobarbital
• Aksi pendek (durasi 2 jam) : pentobarbital, sekobarbital
• Aksi ultrapendek (durasi 30 menit) : thiopental (Kareem, 2013).
Mekanisme kerja barbiturat searah dengan benzodiazepin yaitu bekerja
terhadap kanal Cl tetapi dengan cara memperpanjang durasi pembentukan
kanal Cl. Efek yang ditimbulkan pun searah dengan benzodiazepin yaitu
relaksasi otot skeletal, antikonvulsi, sedasi dan ansiolisis (Tjay, 2007).
Barbiturat merupakan depresan yang lebih hebat daripada benzodiazepin
karena pada dosis yang lebih tinggi berbiturat meningkatkan konduktansi Cl-
secara langsung dan menurunkan sensitivitas membran pascasinaps meuron
terhadap transmitor eksitasi (Neal, 2012).
Dahulu barbiturat banyak digunakan, tetapi saat ini penggunaannya
terbatas untuk efek hipnotik dan ansiolitiknya karena barbiturat mudah
menyebabkan ketergantungan psikologis dan fisik, menginduksi enzim
mikrosomal dan overdosis yang relatif kecil bisa menjadi fatal. Sebaliknya
overdosis benzodiazepin yang besar bisa terjadi tanpa efek jangka panjang
yang serius. Barbiturat (misalnya tiopental) tetap penting dalam anestesia dan
tetap digunakan sebagai antikonvulsan (misalnya fenobarbital) (Neal, 2012).
8
Contoh obat golongan barbiturat :
a) Fenobarbital
Fenobarbital asam 5,5 fenil – etil barbiturat merupakan senyawa organik
pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi, kerjanya
membatasi perjalanan aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang
rangsang. Fenobarbital masih merupakan obat antikonvulsi pilihan karena
masih efektif dapat diatasi dengan pemberian stimulasi sentral tanpa
mengurangi efek antikonvulsinya (Sulistia G. G., 2009).
Efek samping dari fenobarbital yaitu residu sedasi, rasa kantuk, lesu,
vertigo, mual, muntah, dan sakit kepala (Anonim, 2015).
b) Pentobarbital
Efek samping dari pentobarbital yaitu terdapat residu sedasi, rasa
kantuk, lesu, vertigo, mual, muntah, dan sakit kepala (Anonim, 2015).
Tabel 2. Nama obat, bentuk sediaan dan dosis hipnotik sedatif (Anonim, 1995).
9
C. DISKUSI
Oki Lia Saputri (G1F014001): Mengapa digunakan diazepam untuk bius
saat ke dokter gigi ?
Jawab: Karena diazepam merupakan salah satu golongan benzodiazepin
yang memiliki efek ansiolitik yaitu anti cemas. Kebanyakan pasien yang
datang ke dokter gigi memiliki perasaan cemas dan khawatir saat
pemeriksaan gigi. Maka dari itu untuk solusinya dapat diberikan diazepam
dalam dosis yang kecil.
Bagaimana mekanisme benzodiazepin dan barbiturat sebagai hipnotik
sedatif ?
Jawab: GABA lepas dari ujung saraf berikatan dengan reseptor GABA
membuka kanal Cl Cl masuk hiperpolarisasi penghambatan
transmisi saraf depresi SSP.
D. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Pentobarbital Side Effects. www.drugs.com/sfx/pentobarbital-
side-effects.html Diakses tanggal 16 Oktober 2015.
Anonim. 2015. Phenobarbital Side Effects. www.drugs.com/sfx/phenobarbital-
side-effects.html Diakses tanggal 16 Oktober 2015.
Anonim. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
Behnen, Erin M, PharmD, BPCS. 2014. Multiple Benzo Prescription.
www.practicalpainmanagement.com/treatments/pharmacological/non-
opioids/ask-epert-multiple-benzo-prescriptions Diakses tanggal 16
Oktober 2015.
Craig, R.Craig and Robert E.Stitzel. 2007. Modern Pharmacology With Clinical
Application 6th Ed. Virginia: Lippincott Williams & Wilkin.
Gunawan, Sulistia G. 2009 Farmakologi dan Terapi Edisi VI. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Ikawati, Zullies. 2014. Farmakologi Molekuler. Yogyakarta: UGM Press.
Kareem, Salman. 2013. Anxiolytics and Hyppnotics.
http://www.slideshare.net/drsalmankareem/anxiolytics-and-
hypnotics?related=2 Diakses tgl 3 Oktober 2015.
Neal, Michael J. 2012. Medical Pharmacology at a Glance. UK: John Wiley &
Sons Publishing.
10
Nelson, M.H. 2006. Sedative Hypnotic Drugs.
www.pharmacy.wingate.edu/faculty/mnelson/PDF/Sedative_Hypnotics.pdf
Diakses tanggal 16 Oktober 2015.
Pfizer. 2013. Sedative & Hypnotics.
http://www.slideshare.net/Sanzux/sedatives-hypnotics?related=1 Diakses
tgl 3 Oktober 2015.
Proffesor Ashton, Heather. 2002. Benzodiazepines: How They Work and How
to Withdraw. http://www.benzo.org.uk/manual/bzcha01.htm Diakses
tanggal 10 Oktober 2015.
Ridyan, Dobi. 2012. http://www.artikelkedokteran.com/728/epilepsi-gejala-
mekanismeterapi.html Diakses tanggal 15 Oktober 2015.
Saaed, Hiwa K. 2013. Sedative Hypnootic Drugs Lecture.
http://www.slideshare.net/Pharmacologist/sedative-hypnotic-drugs-
28745972 Diakses tanggal 15 Oktober 2015.
Stoelting, R.K, Hillier SC. 2006. Opioid Agonists and Antagonists. In:
Pharmacology & Physiology in Anestetic Practice 4th Edition. Philadelphia:
Lipincott William & Wilkins.
Tjay, Tan Hoan. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media Kompetindo.
E. LAMPIRAN PAPER
Dalam halaman terpisah.