hifema et causa trauma tumpul blok 23
DESCRIPTION
Hifema et causa Trauma TumpulTRANSCRIPT
Hifema et causa Trauma TumpulVenia
102013415Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510No. Telp (021) 5694-2061
E-mail : [email protected]
Pendahuluan
Mata mempunyai sistem pelindung yang baik seperti rongga orbita, kelopak, dan
jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip. Namun, mata
masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma mata yang disebabkan oleh benda
tumpul merupakan peritiwa yang sering terjadi. Untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan
perlu diadakan pemeriksaan yang cermat, yang terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan.
Trauma dapat menyebabkan kerusakan pada bola mata yang dapat mengakibatkan
terganggunya fungsi penglihatan.
Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata depan dapat
terjadi akibat trauma tumpul pada mata yang merobek iris atau badan siliar. Darah yang
terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah
yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan. Bila pasien
duduk hifema akan terlihat terkumpul di bawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi
seluruh ruang bilik mata depan. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Pasien akan
mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme. Oleh karena itu memerlukan
perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan
mengakibatkan kebutaan
1
Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat
dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap
orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai
aloanamnesis. Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang
merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya
sendiri. Oleh karena sebagian besar anak belum dapat memberikan keterangan secara lengkap
dan jelas, maka dalam bidang kesehatan anak aloanamnesis menduduki tempat yang jauh
lebih penting dari pada autanamnesis.1
Dalam keadaan tertentu anamnesis merupakan cara yang tercepat dan satu-satunya
kunci menuju diagnosis, baik dari kasus-kasus dengan latarbelakang faktor biomedis,
psikososial, maupun keduanya. 1
Yang perlu dilakukan pada anamnesis: 1
Identitas Pasien
Keluhan Utama
Riwayat Penyakit
Penanganan yang sudah pernah dilakukan sebelumnya
Riwayat Penyakit dahulu
Riwayat Penyakit Keluarga
Pada saat anamnesis kasus trauma mata ditanyakan waktu kejadian, proses terjadi
trauma dan benda yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah datangnya benda yang
mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah atau dari arah lain dan
bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata dan bahan tersebut, apakah terbuat dari kayu,
besi atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari satu jam maka perlu ditanyakan ketajaman
penglihatan atau nyeri pada mata karena berhubungan dengan peningkatan tekanan intra
okuler akibat perdarahan sekunder.2
Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah , dan apakah pernah
mendapatkan pertolongan sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan mata
sebelum terjadi trauma, apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan apakah
pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan tersebut, ambliopia,
2
penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembukaan darah atau penggunaan antikoagulan
sistemik seperti aspirin atau warfarin.2
Pemeriksaan
Pemeriksaan Tanda Vital
Nadi
Tekanan darah
Pernafasan
Suhu
Keadaan Umum
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Inspeksi dapat dibagi menjadi inspeksi umum dan inspeksi khusus. Pada inspeksi
umum pemeriksa melihat perubahan yang terjadi secara umum, sehingga dapat diperoleh
kesan keadaan umum pasien. Pada inspeksi lokal, dilihat perubahan-perubahan lokal sampai
yang sekecil-kecilnya. Untuk bahan pembanding perlu dilihat pada keadaan sisi lainnya. 1
Pada pemeriksaan inspeksi kasus trauma mata, yang perlu dilihat adalah adanya
pembengkakkan pada kelopak mata akibat dari terkena trauma ataupun perdarahan.1
Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan
mata luar, hal ini penting karena mungkin saja pada riwayat trauma tumpul akan ditemukan
kelainan berupa trauma tembus seperti ekmosis, laserasi kelopak mata, proptosis, enoftalmus,
fraktur yang disertai dengan gangguan pada gerakan mata.1
Kadang-kadang kita menemukan kelainan berupa defek epitel, edema kornea dan imbibisi
kornea bila hifema sudah terjadi lebih dari 5 hari. Ditemukan darah didalam bilik mata
depan.1,3
Palpasi
Yaitu pemeriksaan dengan meraba, menggunakan telapak tangan dan memanfaatkan
alat peraba yang terdapat pada telapak dan jari tangan. Dengan palpasi dapat ditentukan
bentuk, besar, tepi, permukaan serta konsistensi organ. Pada kasus Hifema akibat trauma
tumpul, perlu ditanyakan apakah pasien merasakan nyeri local di tempat-tempat tertentu.
3
Pada pemeriksaan untuk pengukuran tekanan intraokuler cara palpasi, sering digunakan cara
termometer digital.1,3
Tonometer digital adalah cara yang paling buruk dalam penilaian terhadap tekanan
bola mata oleh karena bersifat subjektif. Dasar pemeriksaannya adalah dengan merasakan
reaksi kelenturan bola mata (balotement) pada saat melakukan penekanan bergantian dengan
kedua jari tangan, lalu membandingkan tahanan kedua bola mata terhadap tekanan jari.
Tekanan bola mata dengan cara digital dinyatakan dengan nilai N+1, N+2, N+3, dan
sebaliknya N-1 sampai seterusnya.1,3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen; visus
dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.3
Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler,
glaukoma.3
Pemulasan Fluorescen : Hanya epitel kornea yg rusak yang bersifat menyerap
fluorescen. Caranya tetes irigasi pada mata, penilaian : + warna hijau (kerusakan
epitel kornea) Indikasi tes fluorescen :3
a. Adanya gejala trias (fotofobi, lakrimasi, dan blefarospasme).
b. Riwayat trauma mata
c. Mata merah
d. Ada kekeruhan kornea
Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.
SlitLamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal
contact, aqueous flare, dan synechia posterior.
Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.
Tes provokatif: digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO normal
atau meningkat ringan.3
Ultrasonografi (USG): dilakukan untuk mengetahui adanya ablasio retina,
gangguan badan kaca, bengkak bola mata
Diagnosis
Working Diagnosa
Hifema OD
4
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu
daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata)
yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata
telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan
penglihatan.3
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk hifema akan terlihat
terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata
depan.3
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terihat iridoplegia dan iridodialisis.
Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme.3,4
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:3,4
Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan
pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior
bola mata.
Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata).
Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh
darah pecah
Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile
xanthogranuloma).
Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:3,4
Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Hifema dibagi menjadi beberapa grade menurut Sheppard berdasarkan tampilan klinisnya:3,4
Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)
Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)
Grade III : darah mengisi hampir total COA (14%)
Grade IV : darah memenuhi seluruh COA (8%)
5
Differential Diagnosis
Endoftalmitis OD
Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, akibat infeksi setelah
trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Berbentuk radang supuratif di dalam rongga
mata dan struktur didalamnya. Peradangan supuratif didalam bola mata akan memberikan
abses di dalam badan kaca. Penyebab endoftalmitis supuratif adalah kuman dan jamur yang
masuk bersama trauma tembus (eksogen) atau sistemik melalui peredaran darah (endogen).5
Endoftalmitis endogen terjadi akibat penyebaran bakteri, jamur, atau parasit dari
fokus infeksi didalam tubuh. Bakteri yang sering stafilokok, streptokok, pneumokok,
pseudomonas, bacilus species. Jamur yang sering aktinomises, aspergillus, phitomikosis
sporothrix dan kokidioides. Biasanya masa inkubasi lambat kadang-kadang sampai 14 hari
setelah infeksi dengan gejala mata merah dan sakit. Sedangkan endoftalmitis eksogen dapat
terjadi akibat trauma tembus atau infeksi sekumder pada tindakan pembedahan yang
membuka bola mata.5
Gejala klinis berupa rasa sakit yang sangat, kelopak merah dan bengkak, kelopak
sukar dibuka, konjungtiva kemotik dan merah, kornea keruh, bilik mata depan keruh yang
kadang-kadang disertai hipopion.5
Uveitis anterior OD
Uveitis anterior adalah peradangan mengenai iris dan jaringan badan siliar
(iridosiklitis) biasanya unilateral dengan onset akut. Penyebab uveitis anterior akut dibedakan
dalam bentuk nongranulomatosa dan granulomatosa akut-kronis. Nongranulomatosa akut
disertai rasa nyeri, fotofovia, penglihatan buram keratik presisipitat kecil, pupil mengecil,
sering terjadi kekambuhan. Penyebabnya dapat oleh trauma, diare kronis, penyakit Reiter,
herpes simpleks, sindrom Bechet, sindrom Posner Schlosman, pascabedah, infeksi
adenovirus, parotitis, influenza, dan klamidia. Non-granulomatosa kronis dapat disebabkan
artritis reumatoid dan heterokromik iridosiklitis. Granulomatosa akut tidak nyeri, fotofobia
ringan, buram, keratik presipitat besar (mutton fat) benjolan Koeppe (penimbunan sel pada
tepi pupil atau benjolan Busacca (penimbunan sel pada permukaan iris), terjadi akibat
sarkoiditis, sifilis, tuberkulosis, virus, jamur (histoplasmosis), atau parasit (toksoplasmosis).5
6
Gejala klinis dengan uveitis akut anterior akut mata sakit, merah, fotofobia,
penglihatan turun ringan dengan mata berair, dan mata merah. Keluhan sukar melihat dekat
pada pasien uveitis akibat ikut meradangnya otot-otot akomodasi.5
Pada yang akut dapat terbentuk hipopion dibilik mata depan, sedangkan yang kronis
terlihat edema makula dan kadang katarak.5
Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, hifema terbagi menjadi tiga yakni:6
1. Hifema traumatik
2. Hifema iatrogenik
3. Hifema spontan
Hifema traumatik merupakan jenis yang tersering, yang merupakan hifema akibat
terjadinya trauma pada bola mata. Trauma yang terjadi pada umumnya disebabkan oleh
benda tumpul, misalnya bola, batu, projektil, mainan anak-anak, pelor mainan, paint ball,
maupun tinju.6 Trauma tumpul yang menghantam bagian depan mata misalnya,
mengakibatkan terjadinya perubahan bola mata berupa kompresi diameter anteroposterior
serta ekspansi bidang ekuatorial. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan intraokular secara transien yang mengakibatkan terjadinaya penekanan pada struktur
pembuluh darah di uvea (iris dan badan silier). Pembuluh darah yang mengalami gaya regang
dan tekan ini akan mengalami ruptur dan melepaskan isinya ke bilik mata depan (camera
oculi anterior).7
Hifema iatrogenik adalah hifema yang timbul dan merupakan komplikasi dari proses
medis, seperti proses pembedahan. Hifema jenis ini dapat terjadi intraoperatif maupun
postoperatif. Pada umumnya manipulasi yang melibatkan struktur kaya pembuluh darah
dapat mengakibatkan hifema iatrogenik.7
Hifema spontan sering dikacaukan dengan hifema trauma. Perlunya anamnesis
tentang adanya riwayat trauma pada mata dapat membedakan kedua jenis hifema. Hifema
spontan adalah perdarahan bilik mata depan akibat adanya proses neovaskularisasi,
neoplasma, maupun adanya gangguan hematologi.7
1. Neovaskularisasi, seperti pada diabetes melitus, iskemi, maupun sikatriks. Pada
kondisi ini, adanya kelainan pada segmen posterior mata (seperti retina yang
7
mengalami iskemi, maupun diabetik retinopati) akan mengeluarkan faktor tumbuh
vaskular yang oleh lapisan kaya pembuluh darah (seperti iris dan badan silier) dapat
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi). Pembuluh
darah yang baru pada umumnya bersifat rapuh dan tidak kokoh, mudah mengalami
ruptur maupun kebocoran. Kondis ini meningkatkan kerentanan terjadinya perdarahan
bilik mata depan.7
2. Neoplasma, seperti retinoblastoma dan melanoma maligna pada umumnya juga
melibatkan neovaskularisasi3 seperti yang telah dijelaskan pada poin pertama.
3. Hematologi, seperti leukemia, hemofilia, penyakit Von Willebrand yang mana
terjadinya ketidakseimbangan antara faktor pembekuan dan faktor anti-pembekuan.
Dengan demikian terjadi proses kecenderungan berdarah.
4. Penggunaan obat-obatan yang mengganggu sistem hematologi, seperti aspirin dan
warfarin.7
Epidemiologi
Sebagian besar hifema yang terjadi di masyarakat merupakan hifema grade I,
predisposisi pada laki-laki (sekitar 75%), serta insidens tertinggi pada usia sekolah. 40%
hifema yang terjadi terjadi perlekatan dengan stroma iris, sedangkan 10% mengalami
perlekatan dengan endotel kornea.8
Patogenesis
Trauma merupakan penyebab tersering dari hifema. Oleh karena itu hifema sering
terutama pada pasien yang berusia muda. Benda asing dengan kecepatan tinggi akan
menembus seluruh lapisan sclera atau kornea serta jaringan lain dalam bulbus okuli sampai
ke segmen posterior kemudian bersarang didalamnya bahkan dapat mengenai os orbita.
Dalam hal ini akan ditemukan suatu luka terbuka dan biasanya terjadi prolaps (lepasnya) iris,
lensa, ataupun corpus vitreus. Perdarahan intraokular dapat terjadi apabila trauma mengenai
jaringan uvea, berupa hifema.4
Trauma tumpul pada kornea atau limbus dapat menimbulkan tekanan yang sangat
tinggi, dan dalam waktu yang singkat di dalam bola mata terjadi penyebaran tekanan ke
cairan badan kaca dan jaringan sklera yang tidak elastis sehingga terjadi perenggangan-
perenggangan dan robekan pada kornea, sklera sudut iridokornea, badan siliar yang dapat
menimbulkan perdarahan. Perdarahan sekunder dapat terjadi oleh karena resorbsi dari
8
pembekuan darah terjadi cepat, sehingga pembuluh darah tidak mendapat waktu yang cukup
untuk meregenerasi kembali, dan menimbulkan perdarahan lagi.4
Perdarahan dapat terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan primer atau
perdarahan terjadi 5-7 hari setelah trauma yang disebut perdarahan sekunder. Hifema
sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka
sehingga mempunyai prognosis yang lebih buruk. Perdarahan spontan dapat terjadi
pada mata dengan rubeosis iridis, tumor pada iris, retinoblastoma dan kelainan darah yang
mungkin diakibatkan karena terjadi suatu kelemahan dinding-dinding pembuluh darah . Pada
proses penyembuhan, hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel darah
merah melalui sudut bilik mata depan atau kanal scelemn dan permukaan depan iris.
Penyerapan melalui dataran depan iris dipercepat oleh enzim proteolitik yang dapat
berlebihan di dataran depan iris.4
Sebagian darah dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat hemosiderin
berlebihan di dalam bilik mata depan, dapat terjadi penimbunan pigmen ini ke dalam lapis
kornea. Penimbunan ini menimbulkan kekeruhan kornea terutama di bagian sentral sehingga
terjadi perubahan warna kornea menjadi coklat yang disebut imbibisi kornea.4
Sementara itu darah dalam bilik mata depan tidak sepenuhnya berbahaya, namun bila
jumlahnya memadai maka dapat menghambat aliran humor aquos ke dalam trabekula,
sehingga dapat menimbulkan glaukoma sekunder.2,3,4
Gejala Klinis
Pandangan mata kabur
Penglihatan sangat menurun
Kadang – kadang terlihat iridoplegia & iridodialisis
Pasien mengeluh sakit atau nyeri
Nyeri disertai dengan efipora & blefarospasme
Pembengkakan dan perubahan warna pada palpebra
Retina menjadi edema & terjadi perubahan pigmen
Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan
Pupil tetap dilatasi (midriasis)
Tidak bereaksi terhadap cahaya beberapa minggu setelah trauma.
Pewarnaan darah (blood staining) pada kornea
9
Kenaikan TIO (glukoma sekunder )
Sukar melihat dekat
Silau akibat gangguan masuknya sinar pada pupil
Anisokor pupil
Penglihatan ganda (iridodialisis).4
Penatalaksanaan
Walaupun perawatan penderita Traumatic Hifema ini masih banyak diperdebatkan, namun
pada dasarnya adalah :9
1. Menghentikan perdarahan.
2. Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3. Mengeliminasi darah dari bilik depan boIa mata dengan mempercepat absorbsi:
4. Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
5. Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.9
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatic
hyphaema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu :9
(A) Perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan
(B) Perawatan yang disertai dengan tindakan operasi
Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi
1. Tirah baring sempurna ( bed rest total):
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepaIa di-angkat
(diberi aIas bantal) kurang dari 60°, Hal ini akan mengurangi tekanan darah
pada pembuluh darah iris serta memudahkan pemeriksa mengevaluasi jumlah
perdarahannya.10,11
2. Bebat mata.
Mengenai pemakian bebat mata, menggunakan bebat mata pada mata yang
terkena trauma saja, untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. Akan
tetapi dikatakan bahwa pemakaian bebat pada kedua mata akan menyebabkan
penderita gelisah, cemas dan merasa tak enak, dengan akibat penderita.
(matanya) tidak istirahat.11
3. Pemakaian obat-obatan:
10
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatic hifema tidaklah
mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat
absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas
digunakan obat-obatan seperti :9,11
(a) Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun
parenteraI, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan,
Misalnya : Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit
C.10,12
(b) Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan
midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai
keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri: Miotika memang akan
mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan midriatika
akan mengistirahatkan perdarahan.
(c) Ocular Hypotensive Drug
Semua sarjana menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox)
secara oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan
tekanan intraokuler: Bahkan ada yg menganjurkan juga pemakaian
intravena urea, manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan
intraokuler, walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin.
(d) Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi
komplikasi iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan
antibiotika. pemberian prednison 40mg/hari secara oral segera setelah
terjadinya traumatic hyphaema guna mengurangi perdarahan sekunder.
(e) Obat-obat lain
Sedativa diberikan bilamana penderita gelisah. Diberikan analgetika
bilamana timbul rasa nyeri. . Aspirin dan antiinflamasi nonsteroid
harus dihindari.2,4,9
Perawatan Operasi
Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan :
11
Glaukoma sekunder yang tidak berkurang/menghilang dengan pengobatan
konservatif
Kemungkinan timbulnya hemosiderosis cornea dan tidak ada pengurangan
dari tingginya hyphaema dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5 hari
Tindakan operasi setelah hari kedua bila ditemukan hyphaema, dengan tinggi perdarahannya
3/4 bilik depan bola mata. Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah atau
nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut: dibuat insisi kornea 2 mm
dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila
dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar.
Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam
fisiologik. Biasanya luka insisi kornea pada parasentensis tidak perlu dijahit.6,3
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatic hifema adalah perdarahan
sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis, selain komplikasi dari traumanya sendiri
berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan iridodialysis. Besarnya komplikasi juga
sangat tergantung pada tingginya hyphaema.6
1. Perdarahan sekunder.
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ketiga sampai keenam. Sedangkan
insidensinya sangat bervariasi, antara 10-40 persen. Perdarahan sekunder ini timbul
karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan
primernya.
2. Glaukoma sekunder.
Timbulnya glaukoma sekunder pada traumatic hyphaema disebabkan oleh
tersumbatnya trabecular meshwork oleh butir-butir/gumpalan darah. Residensinya 20
persen. Glaukoma sekunder ini terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu
reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata. Glaukoma
onset lambat dapat timbul setelah beberapa bulan atau tahun, terutama bila terdapat
penyempitan sudut bilik mata depan lebih dari satu kuadran. Pada sejumlah kasus
yang jarang, bercak darah di kornea menghilang secara perlahan- lahan dalam jangka
waktu hingga satu tahun.
12
3. Hemosiderosis cornea.
Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai
kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu
permanen, tapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (dua
tahun). Insidensinya 1-10 persen.
4. Lain-lain
Hifema pada anak sebaiknya dipikirkan leukemia dan retinoblastoma. Selain itu Zat
Besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan
dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.3
Pencegahan
Trauma kecelakaan pada mata dapat dicegah dengan menggunakan peralatan
pelindung mata seperti googles. Walaupun trauma mata akibat pembedahan jarang terjadi,
pencegahan dengan asetazolamid intravena dan manitol perlu dilakukan apabila terjadi
peningkatan TIO atau pasien dengan anastesi umum. Hal ini diharapkan bisa mencegah
hifema intra dan post-operatif. Untuk menghindari pendarahan ulang/sekunder, perlu
diberikan pengobatan antifibrinolitik dan steroid sistemik pada kasus-kasus tertentu.
Prognosis
Dikatakan bahwa prognosis hifema bergantung pada jumlah darah di dalam bilik
mata depan. Bila darah sedikit di dalam bila mata depan, maka darah ini akan hilang dan
jernih dengan sempurna. Sedangkan bila darah lebih dari setengah tingginya bilik mata
depan, maka prognosis buruk yang akan disertai dengan beberapa penyulit. Hifema yang
penuh di dalam bilik mata depan akan memberikan prognosis lebih buruk di bandingkan
dengan hifema yang hanya sebagian bilik mata.1,6,7
Pada hifema akibat trauma bila terjadi kemunduran tajam penglihatan dapat
dipikirkan kemungkinan adanya kerusakan langsung pada mata akibat trauma tersebut,
seperti luksasi lensa, ablasi retina dan edema makula. Hifema sekunder yang terjadi pada hari
ke 5-7 sesudah trauma, biasanya lebih masif dibanding dengan hifema primer dan dapat
memberikan rasa sakit sekali.6
13
Dapat terjadi keadaan yang disebut emoftalmitis atau peradangan intraocular akibat
adanya darah yang penuh didalam bola mata. Dapat juga terjadi siderosis akibat hemoglobin
atau siderin tersebar dan diikat oleh jaringan mata.3 Prognosa dari hifema sangat bergantung
pada:
Tingginya hifema
Ada/tidaknya komplikasi dari perdarahan/traumanya
Cara perawatan
Keadaan dari penderitanya sendiri
Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka
diagnosis kerja dapat ditegakkan bahwa laki-laki berusia 20 tahun menderita hifema OD et
causa trauma tumpul.
Daftar Pustaka
1. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisik pada anak. Edisi II.
Jakarta: CV Sagung Seto. 2003.
2. James B, Chew C, Bron A. Trauma. Dalam: Lecture notes oftamologi. Edisi IX.
Jakarta: Erlangga. 2005. hal. 176-85.
3. Ilyas S. Hifema. Dalam: Ilmu penyakit mata. Edisi III. Jakarta: FKUI. 2010.
4. Ilyas S. Hifema. Dalam: Kedaruratan dalam ilmu penyakit mata. Cetakan Ke-3.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005.
5. Ilyas S, Yulianti SR. Hifema. Dalam: Ilmu penyakit mata. Edisi V. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI. 2015.
6. Sheppard JD. Hyphema. [Internet]. Updated: 2011 Mar 19, Cited: 2016 Mar 19.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview.
7. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophtalmology. A systematic approach. Seventh
edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011.
8. Crouch JR ER, Crouch ER. Trauma: ruptures and bleeding. In: Tasman W, Jaeger E
Duane’s ophtalmology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2006.
9. Soeroso A. Perdarahan bilik depan bola mata akibat rudapaksa (traumatic hyphaema).
Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSU
Mangkubumen Surakarta. 2014.
14
10. Rudolph AM. Buku ajar pediatri Rudolph. 20th Ed. Vol. 3. Jakarta: Penerbit EGC.
2007. hal. 2332.
11. Hyphema (bleeding in eye). Diunduh dari
http://www.emedicinehealth.com/hyphemableedingineye/articleem.htm 19 Maret
2016.
15