hidrokortison suppo

31
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pada dasarnya farmasi merupakan sistem pengetahuan yang mengupayakan dan menyelenggarakan jasa kesehatan dengan melibatkan dirinya dalam mendalami, memperluas, menghasilkan dan mengembangkan pengetahuan tentang obat dalam arti yang seluas-luasnya serta efek dan pengaruh obat terhadap manusia dan hewan. Pengetahuan ilmu farmasi jangkauannya sangat luas, namun dari semua cabang ilmu profesi kefarmasian bertujuan untuk menciptakan racikan obat yang rasional, baik, dan cocok bagi masyarakat untuk digunakan atau dikonsumsi, yang memberikan efek teraupetik. Dimana dasar untuk mempelajari cara peracikan obat ini di temukan dalam salah satu mata kuliah wajib di lingkungan farmasi yaitu teknologi sediaan padat . Teknologi sediaan padat merupakan mata kuliah lanjutan dari farmasetika dasar yang merupakan ilmu dasar peracikan obat yang mempelajari segala sesuatu mengenai seni peracikan serta perhitungan dosis obat untuk menghasilkan sediaan obat yang baik dan rasional. Sediaan yang di pelajari dalam mata kuliah ini diantaranya sediaan serbuk, suspense, emulsi, sirup, kapsul, salep dan suppositoria. Bentuk-bentuk sediaan tersebut memiliki fungsi dan kegunaannya masing-masing sesuai dengan kebutuhan obat yang digunakan. Salah satu bentuk sediaan jarang dijumpai di pasaran yaitu sediaan suppositoria. Namun kebanyakan orang lebih memilih obat yang dikonsumsi dengan penggunaan secara oral karna difikir lebih aman, dibandingkan sediaan suppositoria. Secara umum suppositoria merupakan sediaan padat yang digunakan melalui dubur, vagina dan uretra, yang dapat melunak, melarut dan meleleh pada suhu tubuh. Selain itu sediaan ini terdiri dari berbagai bentuk, basis (bahan dasar) dan bobot yang disesuaikan dengan penggunaannya.

Upload: ocamanda

Post on 25-Sep-2015

238 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

suppo

TRANSCRIPT

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Pada dasarnya farmasi merupakan sistem pengetahuan yang

    mengupayakan dan menyelenggarakan jasa kesehatan dengan melibatkan

    dirinya dalam mendalami, memperluas, menghasilkan dan

    mengembangkan pengetahuan tentang obat dalam arti yang seluas-luasnya

    serta efek dan pengaruh obat terhadap manusia dan hewan. Pengetahuan ilmu

    farmasi jangkauannya sangat luas, namun dari semua cabang ilmu profesi

    kefarmasian bertujuan untuk menciptakan racikan obat yang rasional, baik, dan

    cocok bagi masyarakat untuk digunakan atau dikonsumsi, yang memberikan

    efek teraupetik.

    Dimana dasar untuk mempelajari cara peracikan obat ini di temukan

    dalam salah satu mata kuliah wajib di lingkungan farmasi yaitu teknologi

    sediaan padat . Teknologi sediaan padat merupakan mata kuliah lanjutan dari

    farmasetika dasar yang merupakan ilmu dasar peracikan obat yang

    mempelajari segala sesuatu mengenai seni peracikan serta perhitungan dosis

    obat untuk menghasilkan sediaan obat yang baik dan rasional. Sediaan yang di

    pelajari dalam mata kuliah ini diantaranya sediaan serbuk, suspense, emulsi,

    sirup, kapsul, salep dan suppositoria. Bentuk-bentuk sediaan tersebut memiliki

    fungsi dan kegunaannya masing-masing sesuai dengan kebutuhan obat yang

    digunakan. Salah satu bentuk sediaan jarang dijumpai di pasaran yaitu sediaan

    suppositoria. Namun kebanyakan orang lebih memilih obat yang dikonsumsi

    dengan penggunaan secara oral karna difikir lebih aman, dibandingkan sediaan

    suppositoria.

    Secara umum suppositoria merupakan sediaan padat yang digunakan

    melalui dubur, vagina dan uretra, yang dapat melunak, melarut dan

    meleleh pada suhu tubuh. Selain itu sediaan ini terdiri dari berbagai bentuk,

    basis (bahan dasar) dan bobot yang disesuaikan dengan penggunaannya.

  • Penggunaan sediaan suppositoria memiliki beberapa kelebihan daripada

    obat peroral diantaranya yaitu dapat menghindari terjadinya iritasi pada

    lambung karena sediaan tidak melalui organ pencernaan. Berdasarkan

    keuntungan ini, sebagai seorang farmasis sangatlah penting

    mempelajari pembuatan/peracikan sediaan suppositoria dengan menggunakan

    bahan dasar yang sesuai, sehingga dapat meyakinkan masyarakat bahwa

    sediaan suppositoria sangatlah baik dan aman untuk digunakan.

    I.2 Maksud dan Tujuan

    I.2.1 Maksud Percobaan

    Untuk mengetahui dan memahami tujuan penggunaan supositoria serta

    evaluasinya khususnya supositoria rektal.

    I.2.2 Tujuan Percobaan

    1. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui pemilihan basis yang

    sesuai dalam pembuatan sediaan supositoria.

    2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui keuntungan

    penggunaan sediaan supositoria dibandingkan sediaan oral.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1 Teori Umum

    II.1.1 Definisi Suppositoriaitoria

    Suppositoriaitoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur,

    berbentuk torpedo, dapat melunak, melarut atau meleleh pada suhu tubuh

    (Anief, 1997). Suppositoriaitoria adalah sediaan padat yang digunakan

    melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau

    meleleh pada suhu tubuh. (Farmakope Indonesia Edisi III, 1979).

    Suppositoriaitoria adalah sediaan padat, melunak, melumer dan larut pada

    suhu tubuh, digunakan dengan cara menyisipkan ke dalam rektum,

    berbentuk sesuai dengan maksud penggunaannya, umumnya berbentuk

    torpedo (Formularium Nasional, 1978).

    Jadi, suppositoriaitoria dapat didefinisikan sebagai suatu sediaan padat

    yang berbentuk torpedo yang biasanya digunakan melalui rectum dan

    dapat juga melalui lubang di area tubuh, sediaan ini ditujukan pada pasien

    yang mudah muntah, tidak sadar atau butuh penanganan cepat.

    II.1.2 Macam-macam Suppositoriaitoria

    a. Suppositoriaitoria untuk rectum (rektal)

    Suppositoriaitoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari

    tangan. Biasanya suppositoriaitoria rektum panjangnya 32 mm (1,5

    inchi), dan berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Bentuk

    suppositoriaitoria rektum antara lain bentuk peluru, torpedo atau jari-

    jari kecil, tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan basis yang

    digunakan. Beratnya menurut USP sebesar 2 g untuk yang

    menggunakan basis oleum cacao (Ansel, 2005).

    b. Suppositoriaitoria untuk vagina (vaginal)

    Suppositoriaitoria untuk vagina disebut juga pessarium biasanya

    berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai kompendik resmi

    beratnya 5 g, apabila basisnya oleum cacao

  • c. Suppositoriaitoria untuk saluran urin (uretra)

    Suppositoriaitoria untuk untuk saluran urin juuga disebut bougie,

    bentuknya rampiung seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan

    kesaluran urin pria atau wanita. Suppositoriaitoria saluran urin pria

    bergaris tengah 3-6 mm dengan panjang 140 mm, walaupun ukuran

    ini masih bervariasi satu dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari

    oleum cacao beratnya 4 g. Suppositoriaitoria untuk saluran urin

    wanita panjang dan beratnya dari ukuran untuk pria, panjang 70

    mm dan beratnya 2 g, ini pun bila oleum cacao sebagai basisnya.

    d. Suppositoriaitoia untuk hidung dan telinga

    Suppositoriaitoia untuk hidung dan telinga yang disebut juga kerucut

    telinga, keduanya berbentuk sama dengan suppositoriaitoria saluran

    urin hanya ukuran panjangnya lebih kecil, biasanya 32 mm.

    Suppositoriaitoria telinga umumnya diolah dengan suatu basis gelatin

    yang mengandung gliserin. Seperti dinyatakan sebelumnya,

    suppositoriaitoria untuk obat hidung dan telinga sekarang jarang

    digunakan.

    II.1.3 Tujuan Penggunaan Supositoria

    1. Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan

    penyakit infeksi lainnya. Suppositoriaitoria juga dapat digunakan untuk

    tujuan sistemik karena dapat diserap oleh membrane mukosa dalam

    rectum. Hal ini dilakukan terutama bila penggunaan obat per oral tidak

    memungkinkan seperti pada pasien yang mudah muntah atau pingsan.

    2. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih

    cepat karena obat diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke

    dalam sirkulasi pembuluh darah.

    3. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran

    gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati

    (Syamsuni, 2005).

    II.1.4 Keuntungan dan Kerugian Supositoria

    II.1.4.1 Keuntungan Supositoria:

  • a. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.

    b. Dapat menghindari keruskan obat oleh enzim pencernaan dan

    asam lambung.

    c. Obat dapat masuk langsung kedalam saluran darah sehingga

    obat dapat berefek lebih cepat daripada penggunaan obat

    peroral.

    d. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.

    II.1.4.2 Kerugian Supositoria

    a. Pemakaiannya tidak menyenangkan.

    b. Tidak dapat disimpan pada suhu ruang.

    II.1.4.3 Persyaratan Supositoria

    Sediaan supositoria memiliki persyaratan sebagai berikut:

    1. Supositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada

    suhu tubuh atau melarut (persyaratan kerja obat).

    2. Pembebasan dan responsi obat yang baik.

    3. Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa

    ketengikan, pewarnaan, penegerasan, kemantapan bentuk,

    daya patah yang baik, dan stabilitas yang memadai dari bahan

    obat).

    4. Daya serap terhadap cairan lipofil dan hidrofil.

    II.1. 5 Basis supositoria

    Sediaan supositoria ketika dimasukkan dalam lubang tubuh akan

    melebur, melarut dan terdispersi. Dalam hal ini, basis supositoria

    memainkan peranan penting. Maka dari itu basis supositoria harus

    memenuhi syarat utama, yaitu basis harus selalu padat dalam suhu ruangan

    dan akan melebur maupun melunak dengan mudah pada suhu tubuh

    sehingga zat aktif atau obat yang dikandungnya dapat melarut dan

    didispersikan merata kemudian menghasilkan efek terapi lokal maupun

    sistemik. Basis supositoria yang ideal juga harus mempunyai beberapa

    sifat seperti berikut:

  • 1. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.

    2. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat.

    3. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna dan

    bau serta pemisahan obat.

    4. Kadar air mencukupi.

    5. Untuk basis lemak, maka bilangan asam, bilangan iodium dan

    bilangan penyabunan harus diketahui jelas.

    II.1.5.1 Persayaratan Basis Suppositoriaitoria

    1. Secara fisiologi netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus,

    hal ini dapat disebabkan oleh massa yang tidak fisiologis ataupun

    tengik, terlalu keras, juga oleh kasarnya bahan obat yang diracik).

    2. Secara kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat).

    3. Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil).

    4. Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (pembekuan

    dapat berlangsung cepat dalam cetakan, kontraksibilitas baik,

    mencegah pendinginan mendaak dalam cetakan).

    5. Interval yang rendah antara titik lebur mengalir denagn titik lebur

    jernih (ini dikarenakan untuk kemantapan bentuk dan daya

    penyimpanan, khususnya pada suhu tinggi sehingga tetap stabil).

    II.1.5.2 Macam-macam Basis Suppositoriaitoria

    1. Basis berlemak, contohnya: oleum cacao.

    2. Basis lain, pembentuk emulsi dalam minyak: campuran tween

    dengan gliserin laurat.

    3. Basis yang bercampur atau larut dalam air, contohnya: gliserin-

    gelatin, PEG (polietien glikol).

    2.1.5.3 Bahan Dasar Supositoria

    1. Bahan dasar berlemak: oleum cacao

    Lemak coklat merupakan trigliserida berwarna kekuninagan,

    memiliki bau yang khas dan bersifat polimorf (mempunyai banyak

    bentuk krital). Jika dipanaskan pada suhu sektiras 30C akan mulai

    mencair dan biasanya meleleh sekitar 34-35C, sedangkan dibawah

  • 30C berupa massa semipadat. Jika suhu pemanasannya tinggi, lemak

    coklat akan mencair sempurna seperti minyak dan akan kehilangan

    semua inti kristal menstabil.

    Keuntungan oleum cacao:

    a. Dapat melebur pada suhu tubuh.

    b. Dapat memadat pada suhu kamar.

    Kerugian oleum cacao:

    a. Tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi (cairan

    pengeluaran).

    b. Titik leburnya tidak menentu, kadang naik dan kadang turun

    apabila ditambahkan dengan bahan tertentu.

    c. Meleleh pada udara yang panas.

    2. PEG (Polietilenglikol)

    PEG merupakan etilenglikol terpolimerisasi dengan bobot

    molekul antara 300-6000. Dipasaran terdapat PEG 400 (carbowax

    400). PEG 1000 (carbowax 1000), PEG 1500 (carbowax 1500), PEG

    4000 (carbowax 4000), dan PEG 6000 (carbowax 6000). PEG di

    bawah 1000 berbentuk cair, sedangkan di atas 1000 berbentuk padat

    lunak seperti malam. Formula PEG yang dipakai sebagai berikut:

    1. Bahan dasar tidak berair: PEG 4000 4% (25%) dan PEG 1000

    96% (75%).

    2. Bahan dasar berair: PEG 1540 30%, PEG 6000 50% dan

    aqua+obat 20%. Titik lebur PEG antara 35-63C, tidak meleleh

    pada suhu tubuh tetapi larut dalam cairan sekresi tubuh.

    Keuntungan menggunakan PEG sebagai basis supositoria, antara

    lain:

    1. Tidak mengiritasi atau merangsang.

    2. Tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, jika dibandingkan

    dengan oleum cacao.

    3. Tetap kontak dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh

    pada suhu tubuh.

  • Kerugian jika digunakan sebagai basis supositoria, antara lain:

    1. Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan,

    sehingga timbul rasa yang menyengat. Hal ini dapat diatasi

    dengan cara mencelupkan supositoria ke dalam air dahulu

    sebelum digunakan.

    2. Dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat

    pelepasan obat.

    Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan

    bahan dasar, lalu dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan

    supositoria dengan bahan dasar lemak coklat.

    II.1. 6 Faktor-faktor yang mempengaruhi Absobsi Obat per Rektal

    Rektum mengandung sedikit cairan dengan PH 7,2 dan kapasitas

    dapar rendah. Epitel rektum sifatnya berlipoid (berlemak) maka

    diutamakan permeabel terhadap obat yang tidak terionisasi (obat yang

    mudah larut lemak).

    II.1.7 Nilai Tukar

    Nilai tukar adalah nilai yang digunakan untuk mengurangi kadar zat

    aktif. Tujuan dari pengurangan zat aktif adalah meminimalisir over dosis

    yang ditimbulkan. Karena zat aktif yang tertera pada literature merupakan

    kadar zat aktif yang digunakan secara oral, maka pada penggunaan untuk

    rectal kadar zat aktif harus dikurangi. Hal ini berkaitan dengan proses

    farmakokinetik di dalam tubuh. Untuk obat-obat oral prosesnya melalui

    ADME sedangkan untuk obat-obat lokal (suppo) prosesnya tidak melalui

    ADME melainkan langsung diserap oleh permukaan mukosa

    rectal, kemudian masuk ke pembuluh darah selanjutnya masuk ke dalam

    sirkulasi darah. Oleh karena itu, jika zat aktif masih menggunakan dosis

    oral, maka dikhawatirkan terjadi over dosis pada pasien.

    Pada pembuatan supositoria menggunakan cetakan, volume

    supositoria harus tetap.Tetapi, bobotnya beragam tergantung pada jumlah

  • dan bobot jenis yang dapat diabaikan, misalnya ekstrak belladonea dan

    garam alkaloid.

    Nilai tukar dimaksudkan untuk mengetahui bobot minyak cokelat

    yang mempunyai volume yang sama dengan 1g obat. Berikut adalah tabel

    nilai tukar.

    Nama Obat Nilai tukar ol cacao per 1g

    Acidum boricum 0.65

    Garam alkaloid 0.7

    Bismuth subgallas 0.37

    Ichtammolum 0.72

    Tanninum 0.68

    Aethylis aminobenzoas 0.68

    Aminoplhylinum 0.86

    Bismuth subnitras 0.20

    Sulfonamidum 0.60

    Zinci oxydum 0.25

    Dalam praktik, nilai tukar beberapa obat adalah 0.7 kecuali untuk

    garam Bismuth dan Zincy Oxydum. Untuk larutan nilai tukarnya dianggap

    satu. Bila supositoria mengandung obat atau zat padat yang banyak,

    pengisian pada cetakan berkurang dan jika dipenuhi dengan campuran

    massa, akan diperoleh jumlah obat yang melebihi dosis. Oleh sebab itu,

    untuk membuat supositoria yang sesuai dapat dilakukan dengan cara

    menggunakan perhitungan nilai tukar.

    II.1.8 Uji Bahan Aktif

    1. Titik lebur

    Titik lebur adalah suhu di mana zat yang kita uji pertama kali

    melebur atau meleleh seluruhnya yang ditunjukan pada saat fase padat

    cepat hilang. Dalam analisa farmasi titik lebur untuk menetapkan

    karakteristik senyawa dan identifikasi adanya pengotor. Untuk uji titik

    lebur di butuhkan alat pengukuran titik lebur yaitu, Melting Point

  • Apparatus (MPA) alat ini digunakan untuk melihat atau mengukur

    besarnya titik lebur suatu zat.

    2. Bobot jenis

    Bobot jenis adalah perbandingan bobot jenis udara pada suhu

    2oC terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bobot jenis

    suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot jenis

    dengan bobot air dalam piknometer. Lalu dinyatakan lain dalam

    monografi keduanya ditetapkan pada suhu 25oC (FI IV hal 1302).

    Bobot jenis dapat digunakan untuk:

    Mengetahui kepekaan suatu zat

    Mengetahui kemurniaan suatu zat

    Mengetahui jenis zat

    Piknometer untuk menentukan bobot jenis zat padat dan zat cair. Zat

    padat berbeda dengan zat cair, zat padat memiliki pori dan rongga

    sehingga berat jenis tidak dapat terdefinisi dengan jelas. Berat jenis

    sejati merupakan berat jenis yang dihitung tanpa pori atau rongga

    ruang. Sedangkan berat jenis nyata merupakan berat jenis yang di

    hitung sekaligus dengan porinya sehingga nyata < sejati.

    II.1.9 Metode Pembuatan

    Pembuatan supositoria secara umum yaitu bahan dasar supositoria

    yang digunakan dipilih agar meleleh pada suhu tubuh atau dapat larut

    dalam bahan dasar, jika perlu dipanaskan. Jika obat sukar larut dalam

    bahan dasar, harus dibuat serbuk halus. setelah campuran obat dan bahan

    dasar meleleh atau mencair, tuangkan ke dalam cetakan supositoria

    kemudian didinginkan. Tujuan dibuat serbuk halus untuk membantu

    homogenitas zat aktif dengan bahan dasar.

    Cetakan suppositoriaitoria terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau

    logam lainnya, namun ada juga yang terbuat dari plastik. Cetakan ini

    mudah dibuka secara longitudinal untuk mengeluarkan supositoria. Untuk

    mengatasi massa yang hilang karena melekat pada cetakan, supositoria

    harus dibuat berlebih (10%), dan sebelum digunakan cetakan harus

  • dibasahi lebih dahulu dengan parafin cair atau minyak lemak, atau spiritus

    sapotanus (Soft Soap Liniment) agar sediaan tidak melekat pada cetakan.

    Namun, spiritus sapotanus tidak boleh digunakan untuk supositoria yang

    mengandung garam logam karena akan bereaksi dengan sabunnya dan

    sebagai pengganti digunakan oleum recini dalam etanol. Khusus

    supositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween bahan pelicin cetakan

    tidak diperlukan, karena bahan dasar tersebut dapat mengerut sehingga

    mudah dilepas dari cetakan pada proses pendinginan.

    Metode pembuatan supositoria dibagi menjadi 3 yaitu:

    a. Dengan tangan

    Yaitu dengan cara menggulung basis suppositoriaitoria yang telah

    dicampur homogen dan mengandung zat aktif, menjadi bentuk yang

    dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan-

    bahan aktif dengan menggunakan mortir dan stamper, sampai

    diperoleh massa akhir yang homogen dan mudah dibentuk. Kemudian

    massa digulung menjadi suatu batang silinder dengan garis tengah dan

    panjang yang dikehendaki. Amilum atau talk dapat mencegah

    pelekatan pada tangan. Batang silinder dipotong dan salah satu

    ujungnya diruncingkan.

    b. Dengan mencetak kompresi

    Hal ini dilakukan dengan mengempa parutan massa dingin menjadi

    suatu bentuk yang dikehendaki. Suatu roda tangan berputar menekan

    suatu piston pada massa suppositoriaitoria yang diisikan dalam

    silinder, sehingga massa terdorong kedalam cetakan.

    c. Dengan mencetak tuang

    Pertama-tama bahan basis dilelehkan, sebaiknya diatas penangas air

    atau penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang

    berlebihan, kemudian bahan-bahan aktif diemulsikan atau

    disuspensikan kedalamnya. Akhirnya massa dituang kedalam cetakan

    logam yang telah didinginkan, yang umumnya dilapisi krom atau

    nikel.

  • II.1.10 Pengemasan Supositoria

    a. Supositoria gliserin dan supositoria gelatin gliserin umumnya

    dikemas dalam wadah gelas ditutup rapat supaya mencegah

    perubahan kelembapan dalam isi supositoria.

    b. Supositoria yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya

    dibungkus terpisah-pisah atau dipisahkan satu sama lain pada celah-

    celah dalam kotak untuk mencegah perekatan.

    c. Supositoria dengan kandungan obat yang sedikit lebih pekat biasnya

    dibungkus satu per satu dalam bahan tidak tembus cahaya seperti

    lembaran metal (alumunium foil).

    II.1.11 Evaluasi Sediaan

    Pengujian sediaan supositoria yang dilakukan sebagai berikut:

    1. Uji homogenitas

    Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif

    dapat tercampur rata dengan bahan dasar suppo atau tidak, jika tidak

    dapat tercampur maka akan mempengaruhi proses absorbsi dalam

    tubuh. Obat yang terlepas akan memberikan terapi yang berbeda.

    Cara menguji homogenitas yaitu dengan cara mengambil 3 titik

    bagian suppo (atas-tengah-bawah atau kanan-tengah-kiri) masing-

    masing bagian diletakkan pada kaca objek kemudian diamati

    dibawah mikroskop, cara selanjutnya dengan menguji kadarnya

    dapat dilakukan dengan cara titrasi.

    2. Bentuk

    Bentuk suppositoriaitoria juga perlu diperhatikan karena jika dari

    bentuknya tidak seperti sediaan suppositoriaitoria pada umunya,

    maka seseorang yang tidak tahu akan mengira bahwa sediaan

    tersebut bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung

    karena akan memberikan keyakinan pada pasien bahwa sediaa

    tersebut adalah suppositoriaitoria. Selain itu, suppositoriaitoria

    merupakan sediaan padat yang mempunyai bentuk torpedo.

  • 3. Uji waktu hancur

    Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama

    sediaan tersebut dapat hancur dalam tubuh. Cara uji waktu hancur

    dengan dimasukkan dalam air yang di set sama dengan suhu tubuh

    manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG 1000

    waktu hancurnya 15 menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3

    menit. Jika melebihi syarat diatas maka sediaan tersebut belum

    memenuhi syarat untuk digunakan dalam tubuh. Mengapa

    menggunakan media air? Dikarenakan sebagian besar tubuh manusia

    mengandung cairan.

    4. Keseragaman bobot

    Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap

    sediaan sudah sama atau belum, jika belum maka perlu dicatat.

    Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap kemurnian suatu

    sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur. Caranya

    dengan ditimbang saksama 10 suppositoriaitoria, satu persatu

    kemudian dihitung berat rata-ratanya. Dari hasilpenetapan kadar,

    yang diperoleh dalam masing-masing monografi, hitung jumlah zat

    aktif dari masing-masing 10 suppositoriaitoria dengan anggapan zat

    aktif terdistribusi homogen. Jika terdapat sediaan yang beratnya

    melebihi rata-rata maka suppositoriaitoria tersebut tidak memenuhi

    syarat dalam keseragaman bobot. Karena keseragaman bobot

    dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam

    masing-masing suppositoriaitoria tersebut sama dan dapat

    memberikan efek terapi yang sama pula.

    5. Uji titik lebur

    Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang

    dibutuhkan sediaan supositoria yang dibuat melebur dalam tubuh.

    Dilakukan dengan cara menyiapkan air dengan suhu 37C.

    Kemudian dimasukkan supositoria ke dalam air dan diamati waktu

  • leburnya. Untuk basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya

    adalah 3 menit, sedangkan untuk PEG 1000 adalah 15 menit.

    6. Kerapuhan

    Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras

    yang menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat

    digunakan uji elastisitas. Supositoria dipotong horizontal. Kemudian

    ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian yang melebar,

    dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar,

    kemudian diberi beban seberat 20 N (lebih kurang 2 kg) dengan cara

    menggerakkan jari atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung.

    7. Volume Distribusi

    Volume distribusi (Vd) merupakan parameter untuk untuk

    menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar

    plasma atau serum. Volume distribusi ini hanyalah perhitungan

    volume sementara yang menggambarkan luasnya distribusi obat

    dalam tubuh.

    Tubuh dianggap sebagai 1 kompartemen yang terduru dari plasma

    atau serum, dan Vd adalah jumlah obat dalam tubuh dibagi dengan

    kadarnya dalam plasma atau serum.

    II.2. Rancangan Formula

    Formula asli

    Hidrokortison Suppositoria

    Rancangan Formula

    Tiap 3 gram suppositoria mengandung :

    Hidrokortison 10 mg

    -Tokoferol 0,05 %

    Cera Flava 5 %

    Oleum cacao Q.s

  • Master formula

    Nama produk : Rekor Ruppo

    Jumlah produk : 6 Suppositoria

    No. Registrasi : DKL 14 00600353 A3

    PT. Medikal

    Farma

    Rekor Suppo

    Tanggal

    Formula Tanggal Produksi

    Dibuat Oleh:

    Kelompok II

    Disetujui

    Oleh:

    Kode Bahan Nama Bahan Fungsi Bahan Per Dosis Per Batch

    HDR Hidrokortison Anti Hemorhoid 10 Mg 60 Mg

    ALP-T Tokoferol Anti Oksidan 1,5 Mg 9 Mg

    CFL Cera Flava Penstabil 150 Mg 900 Mg

    OLC Oleum Cacao Basis 2838,5 Mg 17,31 Mg

    II.3. Alasan Penambahan

    II.3.1. Alasan formulasi

    Suppositoria merupakan sediaan padat yang digunakan melalui

    rektal, vagina dan uretra. Suppositoria rektal umumnya digunakan

    dengan basis melunak pada suhu tubuh. sedangkan, untuk suppositoria

    vagina dibuat dengan basis yang larut atau terdisintegrasi dalam cairan

    tubuh (Arsul, 96).

    II.3.2. Alasan Penambahan Zat Tambahan

    1. Oleum cacao

    Merupakan basis suppositoria yang paling banyak digunakan

    (Lachman, 1168).

    Oleum cacao meleleh antara suhu 30C-36C dan merupakan

    basis suppositoria yang ideal, yang dapat padat pada suhu

    kamar biasa (Ansel, 582).

    Oleum cacao lebih lama digunakan sebagai basis

    suppositoria, bersifat netral secara kimia dan fisiologis serta

    banyak digunakan mengingat daerah leburnya 31C -34C

    pada suhu kamar (Voight, 283-284).

  • 2. -Tokoferol

    antioksidan ini digunakan untuk mencegah oksidasi bagian

    sel yang penting atau untuk mencegah terbentuknya hasil

    oksidasi yang khusus misalnya pengoksidasi minyak lemak

    tak jenuh. Mekanisme kerjanya mencegah tidak terjadinya

    gas dan minyak asam yang dimiliki (Lachman, 66).

    Antioksidan ini inkompatibilitas dengan bahan pengawet

    (Scoville, 513).

    3. Cera Flava

    Bahan-bahan seperti fenol dan kloralhidrat cenderung

    menurunkan titik lebur dari Oleum cacao sewaktu bercampur

    dengan bahan tersebut. Jika titik lebur sedemikian rupa maka

    tidak mungkin lagi dijadikan suppositoria yang padat.

    Dengan menggunakan Oleum cacao sebagai basis tunggal.

    Maka, bahan penggerus seperti lilin asetil ester ( 20 %) atau

    malam tawon ( 4 %) dapat dilebur dengan Oleum cacao

    untuk mengurangi pengaruh pelunakan dari bahan yang

    ditambahkan (Ansel, 583).

    Obat-obat seperti minyak menguap, kresol, fenol dan

    kloraldehid sangat menurunkan titik lebur minyak coklat,

    untuk memperbaiki kondisi ini biasanya, digunakan malam

    dan spermasetik (Lachman, 1170).

    II.4. Uraian Bahan

    1. Hidrokortison (FI III, 290)

    Nama resmi : Hydrocortisonum

    Nama lain : Hidrokortison

    RM / BM : C21H30O5 / 362,46

    Pemerian : Serbuk hablur ; putih atau hampir putih ; tidak

    berbau.

    Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air dalam eter P ; dan

    dalam aseton P ; sukar larut dalam kloroform P.

  • Stabilitas : Meleleh pada suhu 215C.

    Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap, dan terlindung dari

    cahaya.

    Khasiat : Anti radang, antipruritus, antihemorhoid.

    Konsentrasi : 0,3 %

    2. Oleum cacao (FI III, 453)

    Nama resmi : Oleum cacao

    Nama lain : Lemak coklat

    RM / BM : C23H32O6 / 404,5

    Pemerian : Lemak padat, putih kekuningan ; bau khas

    amoniak, rasa khas lemak ; agak rapuh.

    Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95 %) P ; mudah larut

    dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter

    minyak tanah P.

    Stabilitas : Pelebur pada suhu 31C-34C.

    Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

    Khasiat : Basis suppositoria (basis lemak).

    Konsentrasi : 99,7 %

    3. -Tokoferol (Dirjen POM, 606)

    Nama resmi : Tocopherum

    Nama lain : d--Tokopherol, natural alpha tocopherol.

    RM / BM : C29H50O2 / 430,7

    Pemerian : Tidak berbau atau sedikit berbau, tidak berasa

    atau sedikit berasa.

    Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam larutan

    alkali, larut dalam etanol, dalam eter P, dan

    dalam minyak nabati.

    Stabilitas : Akan teroksidasi secara perlahan dengan molekul

    udara.

    Penyimpanan : Dalam ruangan tertutup rapat dan terlindung dari

    cahaya.

  • Khasiat : Antioksidan.

    Konsentrasi : 0,05 %

    4. Cera flava (FI III, 140)

    Nama resmi : Cera flava

    Nama lain : Malam kuning

    RM / BM :

    Pemerian : Zat padat, coklat kekuningan, bau enak, menjadi

    elastik jika hangat dan bekas patahan buram dan

    berbutir.

    Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam

    etanol (95 %) P, larut dalam kloroform P, dalam

    ester P hangat, dalam minyak atsiri,

    Stabilitas : Stbail jika disimpan dalam wadah te.rtutup rapat

    Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

    Khasiat : Penstabil titik lebur.

    Konsentrasi : 4-6 % , namun yang digunakan dalam formula ini

    5 %.

  • BAB III

    METODE KERJA

    III.1. Alat

    1. Alu

    2. Batang pengaduk

    3. Cawan porselin

    4. Cetakan suppositoriaitoria

    5. Kaca arloji

    6. Lemari pendingin

    7. Lumpang

    8. Neraca analitik

    9. Sendok tanduk

    10. Sudip

    11. Waterbath

    12. Tisu

    III.2. Bahan

    1. Air

    2. Alkohol 70 %

    3. Cera flava

    4. Hidrokortison

    5. kertas perkamen

    6. Oleum cacao

    7. PEG 1000

    8. -Tokoferol

    III.3. Perhitungan Bahan

    - Hidrokortison = 10 mg

    - Cera Flava = 5 %

    =

    = 0,15 g

    = 0,15 g x 6 = 0,9 g

  • - Oleum Cacao (Nilai tukar)

    6 suppo @ 3 gram

    10 mg zat aktif

    Nilai tukar hidrokortison = 0,7

    Zat aktif yang digunakan = 0,01 g x 6

    = 0,06 g

    Bobot suppo = 10 %+ 3 g = 3,1 g

    = 3,1 x 6 = 18,6 g

    Nilai tukar = 0,7 x 0,06 = 0,042 g

    - Berat Oleum Cacao = 18,6 (0,042+0,9)

    = 17,658 g

    - -Tokoferol =

    = 8,829 mg

    X =

    = 0,131 mL

    III.4. Cara Kerja

    1. Disiapkan alat dan bahan.

    2. Dibersihkan alat dengan alkohol 70 %.

    3. Diti ban bahan hidrokortison -Tokoferol 9 mg, Cera flava

    900 mg, Oleum cacao 17,031 mg.

    4. Dilebur Cera flava diatas penangas air pada suhu 60C-64C.

    5. Dimasukkan Oleum cacao pada leburan Cera flava, namun,

    sebelumnya diturunkan terlebih dahulu suhu pada penganas air

    menjadi 31C-34C.

    6. Ditambahkan zat aktif hidrokortison dan diaduk hingga homogen.

    7. Diteteskan -Tokoferol pada adonan lalu diaduk hingga homogen.

    8. Diolesi cetakan suppositoriaitoria dengan menggunakan P.E.G agar

    suppositoriaitoria tidak melekat pada cetakan saat pendinginan.

    9. Diaduk massa suppositoriaitoria secara konstan dan dituang kedalam

    cetakan melalui dinding cetakan secara kontinyu untuk menghindari

  • masuknya udara yang menyebabkan terbentuknya alur-alur pada

    suppositoriaitoria dingin. Lalu diratakan dengans udip.

    10. Didinginkan sekitar 15 menit sebelum suppositoriaitoria dimasukkan

    dalam lemari pendingin.

    11. Dimasukkan suppositoriaitoria dalam lemari pendingin.

    12. Setelah beberapa menit, dikeluarkan suppositoriaitoria dari dalam

    lemari pendingin, dikeluarkan dari cetakan lalu dikemas dalam

    aluminium foil.

    13. Diberi etiket dan brosur.

    14. Disimpan pada suhu dingin.

  • BAB IV

    PEMBAHASAN

    Pada praktikum kali ini, dibuat suppositoriaitoria rektal yang berbobot 3

    gram dengan zat aktif hidrokortison. Berdasarkan literatur, suppositoriaitoria

    dengan penggunaan rektal biasanya digunakan untuk obat-obat yang berkhasiat

    antihemeroid dan hidrokortison sendiri memiliki khasiat sebagai antihemeroid

    atau sebagai obat wasir. Suppositoriaitoria ini dibuat menggunakan metode

    pencetakan tuang, metode ini dipilih karena lebih efektif dan efisien digunakan

    dalam pembuatan suppositoriaitoria skala lab. Sedangkan basis yang digunakan

    yaitu oleum kakao. Oleum kakao merupakan trigliserida berwarna kekuninagan,

    memiliki bau yang khas dan bersifat polimorf (mempunyai banyak bentuk krital).

    Jika dipanaskan pada suhu sektiar 30C akan mulai mencair dan biasanya meleleh

    sekitar 34-35C, sedangkan dibawah 30C berupa massa semi padat. Jika suhu

    pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencair sempurna seperti minyak dan

    akan kehilangan semua inti kristal menstabil.

    Keuntungan oleum cacao adalah dapat melebur pada suhu tubuh dan dapat

    memadat pada suhu kamar. Sedangkan kerugian oleum cacao adalah tidak dapat

    bercampur dengan cairan sekresi (cairan pengeluaran), titik leburnya tidak

    menentu, kadang naik dan kadang turun apabila ditambahkan dengan bahan

    tertentu. Serta meleleh pada udara yang panas.

    Pertama kali yang dilakukan dalam praktikum ini adalah penimbangan

    bahan. Setelah semua bahan ditimbang sesuai dengan perhitungan bahan. Bahan-

    bahan yang digunakan dalam pembuatan suppositoriaitoria ini antara lain

    hidrokortison sebagai zat aktif, oleum cacao sebagai basis, cera alba sebagai

    bahan pestabil, dimana bahan-bahan seperti fenol dan kloralhidrat termasuk

    hidrokortison cenderung dapat menurunkan titik lebur dari oleum cacao padda

    saat pencampuran dengan bahan tersebut. Selain cera alba, bahan yang digunakan

    adalah -tocopherol, penggunaan -tocopherol ini adalah sebagai antioksidan dari

    oleum cacao karena oleum cacao sendiri mudah teroksidasi yang mengakibatkan

    munculnya bau tengik yang kurang enak.

  • Untuk peleburan, oleum cacao dan cera alba tidak dilebur secara bersamaan

    atau pada suhu yang sama. Hal ini disebabkan karena titik lebur dari kedua bahan

    berbeda, cera alba dilebur terlebih dahulu pada suhu sekitar 62-64 , Setelah

    terlebur suhu diturunkan menjadi 30-34 kemudian ditambahkan oleum cacao.

    Hal ini dikarenakan oleum cacao dapat menunjukkan polimorfisme dari bentuk

    kristalnya akibat pemanasan tinggi. Oleum kakao mudah tengik, sebaiknya

    penyimpanan dalam wadah atau tempat yang sejuk, kering dan terlindung dari

    cahaya. Selanjutnya suppositoriaitoria didinginkan dalam lemari es selama 2

    jam. Hal ini bertujuan supaya suppositoriaitoria menjadi beku. Setelah 2 jam,

    diperoleh suppositoriaitoria padat, kemudian suppositoria dikeluarkan dari

    cetakan dan diuji keseragaman bobot.

    Dari hasil praktikum tidak ada satu suppositoriaitoria yang memenuhi

    syarat, salah satunya ketidakseragaman bobot. Hal ini disebabkan karena dalam

    proses pencetakan, dilakukan secara manual. Proses penuangan bahan seharusnya

    dilakukan pada saat suppo masih dalam keadaan cair dan pada suhu maksimal,

    sehingga volume suppositoria dapat terkontrol. Sedangakan pada saat praktikum,

    penuangan bahan dilakukan pada suhu yang tidak stabil sehingga diperoleh

    volume supositoria yang tidak beraturan.

    Bentuk suppositoria juga kurang sempurna, ada yang tinggi dan ada yang

    pendek. Hal ini disebabkan karena bahan yang sedikit dan tidak meratanya saat

    penuangan bahan ke cetakan suppositoria. Sehingga mengakibatkan suppositoria

    yang diperoleh tidak memenuhi syarat keseragaman bobot. Pada praktikum kali

    ini tidak dilakukan uji kekerasan suppositoria, dikarenakan tidak adanya alat uji

    kekerasan. Sehingga uji yang dilakukan hanya uji keseragaman bobot.

    Setelah dilakukan evaluasi terhadap suppositoria, maka suppositoria yang

    telah jadi dibungkus dengan alumunim foil agar tidak tembus cahaya dan

    sebaiknya dikemas dalam wadah tertutup rapat untuk mencegah perubahan

    kelembapan dalam isi suppositoriaitoria dan sangat baik bila disimpan pada suhu

    dibawah 25 C.

  • BAB V

    PENUTUP

    V.1 Kesimpulan

    Berdasarkan tujuan dan pratikum yang telah dilaksanakan dapat

    disimpulkan bahwa:

    1. Pemilihan basis yang tepat untuk supositoria harus disesuaikan dengan

    zat aktif dari supositoria itu sendiri, yang apabila zat aktif dari supositoria

    sukar larut dalam air maka digunakan basis yang memiliki kelarutan

    yang baik dalam air seperti PEG, sedangkan apabila supositoria

    memiliki zat aktif yang larut dalam air digunakan basis yang

    kelarutannya sedikit dalam air seperti oleum cacao.

    2. Salah satu keunggulan sediaan supositoria adalah dapat menghindari

    terjadinya iritasi pada lambung karena sediaan supositoria tidak melewati

    organ pencernaan.

    V.2 Saran

    Sebaiknya pada saat praktikum, praktikan diharapkan bisa

    mengetahui bagaimana cara menggunakan alat yang baik dan benar, agar

    dapat meminimalisir berbagai kesalahan yang mungkin saja terjadi pada saat

    praktikum berlangsung.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Anief, Moh. 1997. Formulasi Obat Topika Dengan Dasar Penyakit Kulit. Cetakan

    Pertama.Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University

    Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta. UI

    Press

    Depkes RI. 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua. Jakarta : Departemen

    Kesehatan RI

    Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan

    Republik Indonesia.

    Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan

    Republik Indonesia.

    Lachman, L.L. 1994. Teori dan praktek farmasi industri Edisi II. UI Press:

    Jakarta.

    Sulistia, G. 1995. Farmakologoi dan Terapi Edisi V. UI Press: Jakarta.

    Sutono, T. 1990. Data Obat di Indonesia Edisi 7. PT. Grafidian Jaya: Jakarta.

    Sweetman, G.S.C. 2005. Martindale the Extra Pharmacopeia 34th Edition.

    Pharmaceutical Press: London.

    Syamsuni. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Buku

    Kedokteran

    Tjay, T.H, dkk. 2008. Obat-obat Penting Edisi 6. PT. Elex Media Komputindo:

    Jakarta.

    Voigt, R. 1996. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. UGM Press: Yogyakarta.

  • LAMPIRAN

    1. Skema Kerja

    - Ditimbang Cera flava - ditimbang zat aktif - dikeluarkan

    0,30 g, dan oleum cacao Hidrokortison 0,42 g isi dari

    5,48 g. - digerus zat aktif hingga tempat kapsu

    - Dilebur cera flava di atas halus dengan lumpang nya

    Penangas air pada suhu 62- dan alu - diukur se-

    640 C, setlah dilebur di- banyak 8

    Turunkan suhu penangas tetes

    Air hingga 32-34640 C,

    - Ditambahkan Oleum

    Caco dan dilebur sampai

    Homogeny.

    - Ditambahkan zat aktif hidrokortison ke dalam leburan Cera

    Flava dan Oleum cacao dan diaduk hingga homogen, diatas

    penangas air

    - Diteteskan Tocopherol sebanyak 8 tetes ke dalam leburan

    - Diaduk hingga homogeny,

    - Dituangkan hasil leburan ke dalam cetakan yang telah diolesi

    dengan paraffin cair agar mudah dikeluarkan dari cetakan,

    - Didinginkan, dan dimasukkan dalam lemari pendingin pada

    suhu 5-8 0 C,

    - Setelah beku suppo dikeluarkan dari cetakan ,

    - Dilalukkan uji evaluasi hingga memenuhi syarat,

    - Dibungkus dengan aluminium foil, dan di masukkan ke

    dalam kemasan sertadiberi etiket dan brosur.

    Hidrokortison Cera Flava +

    Oleum cacao

    - Tocopherol

    Rekor Suppo

  • 2. Foto-Foto

    Alat dan bahan

    Ketonazole Alpha tokoferol

    Cera Alba Oleum cacao

    Neraca analitik

  • Cara Kerja

    Dibersihkan alat dan bahan

    dengan alkohol 70 %

    Ditimbang semua bahan

    dengan neraca analitik

    Dileburkan cera alba di atas

    penangas air

    Dimasukkan oleum cacao diaduk

    hingga lebur dan homogen

    Digerus zat aktif hingga

    halus

    Dimasukkan zat aktif ke

    dalam leburan

  • Dimasukkan alpha tocoferol

    8 tetes

    Dimasukkan ke dalam

    cetakan dan didinginkan

  • 3. Etiket

    REKOR SUPOSITORIA

    Komposisi :

    Tiap 3 gram supositoria mengandung :

    Hidrokortison 10 mg

    Zat tambahan Q.s

    Indikasi :

    REKOR SUPO digunakan untuk meringankan gejala-gejala hemoroid internal dan

    pruritis pada anus.

    Kontraindikasi :

    Pada penderita yang peka atau sensitif terhadap zat aktif tubercular, jamur dan virus

    seperti herpes simpleks, paccini dan paricheria.

    Efek samping :

    Reaksi-reaksi sensitifitas seperti rasa panas saat penggunaan

    Dosis :

    Pagi dan malam (sebelum tidur)

    Aturan pakai :

    Buka bungkus REKOR SUPO dan masukkan 1 supositoria kedalam liang dubur pada

    pagi hari dan pada waktu hendak tidur malam, untuk selama 3-6 jam per hari atau sampai

    peradangan hilang. Tidak digunakan pada anak-anak.

    Peringatan dan perhatian :

    Hati-hati terhadap efek absorbsi sistemik dan kandungan steroid obat ini terutama pada

    penggunaan pertama berlebihan atau jangka panjang, karena tidak dianjurkan pemakaian

    lebih dari 7 hari. Hati-hati penggunaan pada wanita hamil.

    Penyimpanan :

    Pada wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, pada suhu kamar.

    No. Registrasi : DKL 14 006003 53 A2

    No. Bacth : E4 006003

    Diproduksi oleh :

    PT. Medikal Farma

    Gorontalo-Indonesia

  • 4. Brosur

    REKOR SUPOSITORIA

    Komposisi :

    Tiap 3 gram supositoria mengandung :

    Hidrokortison 10 mg

    Zat tambahan Q.s

    Indikasi :

    REKOR SUPO digunakan untuk meringankan gejala-gejala hemoroid internal dan pruritis

    pada anus.

    Farmakologi:

    Cara atau mekanisme kerja sesunggunhnya belum diketahui. Kortikosteroid secara teoritis

    dapat mengurangi selmesenkim, sekresi dari histamin dan struktur fibrolasis dan hal ini pada

    akhirnya akan meningkatkan resistensi terhadap fibrolastis.

    Kontraindikasi :

    Pada penderita yang peka atau sensitif terhadap zat aktif tubercular, jamur dan virus seperti

    herpes simpleks, paccini dan paricheria.

    Efek samping :

    Reaksi-reaksi sensitifitas seperti rasa panas saat penggunaan.

    Dosis :

    Pagi dan malam (sebelum tidur).

    Aturan pakai :

    Buka bungkus REKOR SUPO dan masukkan 1 supositoria kedalam liang dubur pada pagi

    hari dan pada waktu hendak tidur malam, untuk selama 3-6 jam per hari atau sampai

    peradangan hilang. Tidak digunakan pada anak-anak.

    Peringatan dan perhatian :

    Hati-hati terhadap efek absorbsi sistemik dan kandungan steroid obat ini terutama pada

    penggunaan pertama berlebihan atau jangka panjang, karena tidak dianjurkan pemakaian lebih

    dari 7 hari. Hati-hati penggunaan pada wanita hamil.

    Penyimpanan :

    Pada wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, pada suhu kamar.

    No. Registrasi : DKL 14 006003 53 A2

    No. Bacth : E4 006003

    Diproduksi oleh :

    PT. Medikal Farma

    Gorontalo-Indonesia