hidatidiform mole in university of florin teaching hospital

19
Hidatidiform Mole in University Of Ilorin Teaching Hospital: An 8 Years Review International Journal Of Tropical Medicine 2012 University Of Ilorin Teaching Hospital , Ilorin, Nigeria Presented by: Rini widowati S.Ked 10700045

Upload: widowati-rinnie

Post on 12-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

jurnal reading mola hidatidosa

TRANSCRIPT

Hidatidiform Mole in University Of Ilorin Teaching Hospital: An 8 Years Review

International Journal Of Tropical Medicine 2012University Of Ilorin Teaching Hospital , Ilorin, Nigeria

Presented by: Rini widowati S.Ked

10700045

Mola hidatidosa merupakan neoplasma jinak yang

berasal dari jaringan thropoblas, merupakan kehamilan abnormal dengan karakteristik seperti kehamilan anggur yang multipel pada uterus ( Markusen dan O quinn, 2003).

Mola hidatidosa merupakan tumor yang akut dan cepat berkembang dan penegakan diagnosa dengan USG serta hormon cepat terdeteksi.

Pada penelitian ini berdasarkan penelitian sebelumnya epidemiologi dan management pada pasien Mola hidatidosa di UITH selama 8 tahun sejak januari 1993 sampai desember 2000.

Pendahuluan

Jenis penelitian Retrospektive dengan kasus pada

Januari 1999 sampai 31 Desember 2006 di University of Ilorin Teaching Hospital Ilorin (UITH), Nigeria.

Kasus diidentifikasi dari medical records pasien dengan diagnosis patologi mola hidatidosa dengan total 72 kasus lengkap dengan tes HCG.

Kriteria diagnosis: 1. Gejala klinis dan pemeriksaan fisik2. HCG test dan USG Uterus3. Progresivitas menjadi choriocarsinoma ( gejala klinis, metastase dan hasil curetase PA, dan tingginya kadar HCG).

Metode penelitian

Pasien di follow up maximal 2 tahun post

evakuasi. Pada 2 minggu pertama di evaluasi perdarahan, batuk dan batuk darah. Pemeriksaan sekunder vagina , sub involuntary uterus dan regresi dari kista techa lutein serta kadar HCG.

Setelah itu dievaluasi tiap 1 bulan selama 1 tahun, dan tiap 3 bulan untuk tahun kedua. Kadar HCG tetap selama 6 bulan berturut-turut.

Metode penelitian

Usia Jumlah pasien Pecentase

15-19 9 12.5

20-24 12 16.7

25-29 24 33.3

30-34 18 25.0

35-39 6 8.3

≥40 3 4.2

Total 72 100.0

Hasil dan diskusi 1999-2006

17.223 pasien 1;239

Tabel 1. Distribusi usia pasien dengan mola hidatidosa di UITH

Menurut penelitian Djamhoer dan beberapa

ahli setuju bahwa risiko terjadinya mola hidatidosa lebih tinggi pada usia <20 tahun dan >35 tahun, paling berisiko usia >40 tahun (Howie, 1995; Jacob dkk.,1982)

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Jacob dkk.,1982; Zvandasara,1994; Bucley,1984; Hanson,1982; Akinkugbe,1996).

Parietas Jumlah pasien Persentase

0 10 13.9

1 15 20.8

2 13 18.1

3 18 25.0

4 9 12.5

≥5 7 10.0

Total 72 100.0

Hasil dan diskusi Tabel 2 Distribusi Parietas pada pasien pasien

dengan mola hidatidosa di UITH

Status pendidikan Jumlah pasien Persentase

Tidak sekolah atau hanya sampai SD

42 58.3

SMP-SMA 27 37.5

Universitas 3 4.2

Total 72 100.0

Pekerjaan Suami

Profesional, pegawai pemerintahan, politisi dan bisnisman

0 0

Kelas menengah birokrasi, politisi, artis skill dan dapat melakukan pekerjaan

21 29.2

Tanpa keahlian 51 70.8

Total 72 100.0

Hasil dan diskusi Tabel 3 Status Pendidikan Pasien dan Pekerjaan

suami

Golongan sosial ekonomi rendah dan malnutrisi

banyak didapatkan pada populasi dengan risiko tinggi mola hidatidosa, namun banyak opini setuju bahwa hal ini bukan merupakan faktor risiko mola hidatidiosa ( Hanson, 1982).

Golongan sosial ekonomi rendah bukan merupakan penemuan universal dan tidak mendukung beberapa penelitian ( Jacob dkk,1982). Namun menurut penelitian bukley 1984 beberapa penelitian tingginya parietas mempunyai implikasi pada etiologi mola hidatidosa.

Mola hidatidosa

Perdarahan pervagiam

63 pasien 87.51 %

Perdarahan + nyeri perut

30 pasien 41.7%

Vesicle pervagianam,

hiperemesis dll

Bermacam gejala

Periode amenore

(minggu)Jumlah pasien Persentase

<10 6 8.3

11-19 45 62.5

20-29 9 12.5

30-39 6 8.3

>40 2 2.8

Tidak pasti 4 5.6

total 72 100.0

Tabel 4 Gestasi Pada Pasien Mola Hidatidosa

Perdarahan pervaginam 63 pasien 87.51 %. Sejalan dengan penelitian (Agboola dan Abudu,1984; Jacob dkk,1982; Zvandasara,1994).

Mola hidatidiosa merupakan penyebab perdarahan pervaginam ketiga setelah aborsi dan kehamilan etopik ( Chong dan Koh,1999).

Pasien dengan keluhan perdarahan pada kehamilan muda sebainya dilakukan pemeriksaan USG untuk penegakan diagnosis (Jacob dkk,1982; Bucley, 1984).

Akuransi USG dalam diagnosis Mola hidatidiosa tergantung pada operator, pada center yang bagus 98% ( Stone dan Bayshawe, 1979). Dd: missed aborsi dan mioma uteri.

Kadar HCG urin tetap tidak dapat digunakan

untuk mola hidatidiosa walaupun kadarnya tinggi.

Pemeriksaan serum HCG menggunakan Radioimuno-assay dapat digunakan untuk diagnosis dan follow-up pasien dengan mola hidatidosa dan choriocarsinoma. Selain itu foto thorax, DL, profil koagulasi.

Mola

hidatidosa

Suction curet 80.6% 20 mgg amenore

13 pasien (18.1%) Induksi oksitosin Suction curet

5 pasien (6,9 %) Sepsis2 pasien (2,8%)Perforasi uterine saat

kuret

Terapi

komplikasi

Follow Up 14 pasien (19,5%) 4-5 bulan

16 pasien (22,2%) 2 tahun

13 pasien (18.1%) 3 bulan

3 pasien (18,8%) recurent 2 pasien (12,5%)

choriocarsinoma6 pasien

( 37,5%) hamil

5 pasien keluar dari klinik

Vacuum aspirasi (98,7%)

Pilihan terapi mola hidatidosa pada penelitian ini 98.7% dengan vacum aspirasi. Bertujuan untuk evakuasi cepat mola hidatidosa dan berhubungan dengan risiko rendah penggunaan kemoterapi untuk keganasan ( Zvandasara, 1994).

Penggunaan prostaglandin atau oxytocin tidak diperlukan untuk induksi vacum aspirasi. Peningkatan risiko persisten tropoblastic, perdarahan dan sequele malignant telah dilaporkan pada metode evakuasi primer ( Marcusen dan Ooquinn,2003; Akinkugbe,1996; Agboola,1998).

Metode evakuasi uterus lainnya yang digunakan induksi synocinon drip, induksi laminaria tent, dilatasi dan curetase dan histerektomi.

Mola hidatidosa merupakan precursor choriocarsinoma (40-80%) ( Zvandasara, 1995).

Risiko choriocarsinoma 1000 kali lebih tinggi dari pada kehamilan normal. Pada kasus ini 12,5% kasus menjadi choriocarsinoma.

Pada penelitian ini, banyak pasien yang tidak menggunakan kontrasepsi oleh karena data tidak komplit.

Pasien seharusnya diberikan edukasi untuk mencegah kehamilan sampai HCG level normal selama 6 bulan untuk evakuasi kehamilan mola dan 1 tahun chemoterapi untukk gestasional tropoblastic tumor ( Akinkugbe,1996; Adeleye, 1994).

Kontrasepsi oral efektif untuk mencegah kehamilan. Walaupun penggunaan kombinasi pil oral sebelum kadar HCG menjadi tidak terdeteksi berhubungan dengan terlambatnya penurunan titre HCG dan meningkatkan risiko malignant squele ( Gerulath dkk, 2002).

Prognosis mola hidatidosa baik, terutama pada pasien yang rutin follow up dan terapi serial HCG (Sebire dkk, 2003)

98% wanita yang belum hamil mengikuti consepsi mola tidak akan menjadi mola hidatidosa dan kehamilanya tidak meningkatkan risiko komplikasi obstetri lainnya ( Sebire dkk, 2003).

Pasien diharapkan berpengetahuan untuk kontrasepsi awal setelah remisi. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, standart protokol, dan mengembangkan center nasional tropoblastic.

Simpulan

TERIMAKASIH