hesti oktavia (k6410031) - digilib.uns.ac.id filepada landasan yang kokoh dan kuat. landasan...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan
1. Pendidikan
a. Pengertian Kurikulum Pendidikan
adalah proses pengembangan dan latihan yang mencakup aspek pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skill) dan kepribadian (character), terutama dilakukan
dalam suatu bentuk formula kegiatan pendidikan mencakup proses dalam
menghasilkan dan transfer ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh individu atau
organisasi belajar (dalam Nanang Fatah, 2004: 14).
Fungsi pendidikan adalah menyiapkan manusia muda yang berkualitas,
menyiapkan tenaga kerja dan menyiapkan warga negara yang baik (Dwi Siswoyo,
dkk. 2007: 83).
Tujuan pendidikan nasional berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
Berdasarkan pengertian, fungsi dan tujuan pendidikan di atas, pendidikan
dapat diartikan sebagai proses penyiapan manusia untuk berkembang dan berlatih
menjadi manusia berkualitas yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan
kepribadian untuk menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berpengetahuan, berketerampilan, cakap,
kreatif, mandiri, dan bertanggungjawab untuk menjadi tenaga kerja dan warga
yang baik.
Kurikulum adalah suatu cara utama untuk mengurutkan isi dan tujuan
pembelajaran di sekolah, yang harus diperhatikan guru dan peserta didik selama
kegiatan mengajar dan belajar (Walker & Soltis, 2003: 5).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Berdasarkan definisi yang diberikan Ross (2000: 9),
-kegiatan yang dirancang dalam kerangka organisasi untuk mengembangkan intelektual, kepribadian, kecerdasan sosial dan keterampilan fisik peserta didik. Kurikulum tidak hanya meliputi program formal pelajaran, tetapi juga program informal yang disebut kegiatan ekstrakurikuler serta semua kegiatan sekolah yang menghasilkan 'etos', seperti kualitas hubungan atau relasi, perhatian pada kesetaraan kesempatan, nilai-nilai yang dicontohkan sekolah dalam cara menetapkan tugas dan cara tugas ini diorganisir dan
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang
sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya
peranan kurikulum dalam pendidikan, maka dalam penyusunannya harus mengacu
pada landasan yang kokoh dan kuat. Landasan pengembangan kurikulum tidak
hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum (makro) atau kurikulum tertulis
yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan tetapi juga harus dipahami
dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum (mikro) yaitu
para pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lainnya yang terkait
dengan tugas-tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan
instrumen dalam melakukan pembinaan terhadap implementasi kurikulum di
setiap jenis dan jenjang pendidikan. Dengan posisinya yang penting tersebut,
maka penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara
sembarangan, akan tetapi harus didasarkan pada berbagai pertimbangan, atau
landasan agar dapat dijadikan dasar pijakan dalam menyelenggarakan proses
pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi tercapainya tujuan pendidikan dan
pembelajaran secara lebih efisien dan efektif.
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat
penting, sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung
yang tidak menggunakan landasan atau fundasi yang kuat, maka ketika diterpa
angin atau terjadi goncangan, bangunan gedung tersebut akan mudah rubuh dan
rusak. Demikian pula halnya dengan kurikulum, apabila tidak memiliki dasar
pijakan yang kuat, maka kurikulum tersebut akan mudah terombang-ambing dan
yang akan dipertaruhkan adalah manusia (peserta didik) yang dihasilkan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
pendidikan itu sendiri. Hornby c.s dalam
(Redja Mudyahardjo, 2001:8) mengemukakan definisi landasan
sebagai berikut:
underlying principles as the foundations of religious belief; the basis or starting
Jadi menurut Hornby landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan
yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari, contohnya seperti
landasan kepercayaan agama, dasar atau titik tolak. Dengan demikian landasan
pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, suatu asumsi,
atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan
kurikulum.
Robert S. Zais (1976:23) mengemukakan empat landasan pengembangan
Philosophy and the nature of knowledge, society and culture,
the individual, dan . Dengan berpedoman pada empat landasan
tersebut, maka dibuat model yang disebut an eclectic model of the curriculum and
its foundation.
Kurikulum sebagai suatu sistem terdiri atas empat komponen, yaitu:
komponen tujuan (aims, goals, objectives), isi/materi (contents), proses
pembelajaran (learning activities), dan komponen evaluasi (evaluations). Agar
setiap komponen bisa menjalankan fungsinya secara tepat dan bersinergi, maka
perlu ditopang oleh sejumlah landasan (foundations), yaitu landasan filosofis
sebagai landasan utama, masyarakat dan kebudayaan, individu (peserta didik), dan
teori-teori belajar. Tyler (1988) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya
dengan beberapa aspek yang melandasi suatu kurikulum (school purposes), yaitu:
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup
suatu bangsa, maka kurikulum yang dikembangkan juga harus mencerminkan
falsafah atau pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu,
terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara
dengan filsafat negara yang dianutnya. Sebagai contoh pada waktu Bangsa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Indonesia dijajah oleh Belanda, maka kurikulum yang dianut pada masa itu sangat
berorientasi pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat negara
kita dijajah Jepang, maka orientasi kurikulumnya disesuaikan dengan kepentingan
dan sistem nilai yang dianut oleh negara Matahari Terbit tersebut. Setelah
Indonesia mencapai kemerdekaannya yang secara bulat dan utuh menggunakan
Pancasila sebagai dasar dan falsafah hidup dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan dengan nilai-nilai
Pancasila itu sendiri. Perumusan tujuan pendidikan, penyusunan program
pendidikan, pemilihan dan penggunaan pendekatan atau strategi pendidikan,
peranan yang harus dilakukan pendidik/peserta didik senantiasa harus sesuai
dengan falsafah hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.
Paradigma baru yang harus dikembangkan di dunia pendidikan saat ini
adalah paradigma pendidikan yang mampu menempatkan pendidikan sebagai
media transformasi budaya disamping sebagai media transformasi pengetahuan.
Alternatif yang ditawarkan adalah pendidikan berwawasan multikulturalisme
(pendidikan multikultural).
Paradigma pendidikan multikultural tersebut bermuara pada terciptanya
sikap peserta didik yang mau menghargai, menghormati perbedaan etnis, agama
dan budaya dalam masyarakat. Kemudian juga, pendidikan multikultural
memberi penyadaran pada peserta didik bahwa perbedaan suku, agama dan
budaya serta lainnya tidak menjadi penghalang bagi peserta didik untuk bersatu
dan bekerjasama. Dengan perbedaan yang bermuatan solidaritas nasional
(national solidarity) justru menjadi pendorong untuk berlomba dalam kebaikan
bagi kehidupan bersama. Pengalaman lalu pada masa sentralisme kekuasaan
pemerintah Orde Baru tidak perlu terulang kembali, dengan pemaksaan
monokulturalisme yang nyaris seragam telah memunculkan reaksi balik
masyarakat. Langkah kebijakan ini bukan tanpa membawa implikasi negatif
terhadap upaya rekonstruksi kebudayaan nasional yang multikultural.
Di Indonesia pendidikan berwawasan multikulturalisme tergolong masih
baru, namun jika dipandang sebagai sebuah pendekatan maka pendidikan
berwawasan multikultural sangat sesuai bagi masyarakat Indonesia yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
heterogin, terlebih pada masa pelaksanaan otonomi dan desentralisasi yang sudah
dimulai sejak tahun 1999/2000, dan hingga saat ini pelaksanaannya belum
mencapai harapan semua pihak. Pelaksanaan otonomi daerah tersebut secara
langsung atau pun tidak, memberi dampak bagi dunia pendidikan untuk
menciptakan otonomi pendidikan. Dengan demikian pendidikan multikultural
yang ditawarkan ini sejalan dengan pengembangan demokrasi yang berjalan
seiring dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Akan tetapi, jika
kebijakan otonomi daerah tidak dilaksanakan dengan hati hati, kebijakan ini
justru akan menggiring kita ke arah perpecahan bangsa atau disintegrasi bangsa.
Monokulturalisme di dunia pendidikan kita masih nampak sekali jika
ditilik dari beberapa segi pendidikan. Misalnya, mulai dari kurikulum, materi
pelajaran, hingga metode pembelajaran di kelas sama. Lengkap dengan
penyelenggaraan pendidikan yang etatisme dan diperkuat dengan sistem birokrasi
yang ketat. Semua peraturan perundang-undangan dan keputusan yang dibuat
pusat berlaku untuk semua daerah.
b. Pendidikan Berbasis Kompetensi
Pendidikan berbasis kompetensi adalah pendidikan yang menekankan pada
kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan.
Kompetensi lulusan suatu jenjang pendidikan, sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional, mencakup komponen pengetahuan, keterampilan, kecakapan,
kemandirian, kreatifitas, kesehatan, ahklak, ketaqwaan dan kewarganegaraan.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 pasal 1 ayat 1
mengemukakan bahwa;
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara Definisi pendidikan tersebut menjelaskan bahwa pendidikan adalah proses
memanusiakan manusia melalui proses pembelajaran dalam bentuk aktualiasasi
potensi peserta didik menjadi kemampuan atau kompetensi. Kemampuan yang
harus mereka miliki yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
1) Kekuatan spiritual keagamaan atau atau nilai-nilai keagamaan yang tergambar
dalam kemampuan pengendalian diri dan pembentukan kepribadian yang
dapat diamalkan dalam bentuk akhlak mulia, sebagai suatu aktualisasi potensi
emosional (EQ).
2) Kompetensi akademik sebagai aktualisasi potensi intelektuannya (IQ)
3) Kompetesni motorik yang dikembangkan dari potensi motorik yang
dikembangkan dari potensi indrawi atau potensi fisik.
Konsep Pendidikan berbasis kompetensi ini juga dijelaskan dalam Bab II
pasal 3 bahwa;
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
Hall dan Jones (1976: 29) menjelaskan mengenai kompetensi adalah
ampilan suatu kemampuan tertentu secara
bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat
untuk bersaing di tingkat global, karena persaingan yang terjadi adalah pada
kemampuan sumber daya manusia. Oleh karena. itu, penerapan pendidikan
berbasis kompetensi diharapkan akan menghasilkan lulusan yang mampu
berkompetisi di tingkat global.
Paradigma pendidikan berbasis kompetensi menurut Wilson (2001);
mencakup kurikulum, paedagogik, dan penilaian yang menekankan pada standar
atau hasil. Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada peserta didik
melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan
menggunakan paedagogik yang mencakup strategi atau metode megajar. Tingkat
keberhasilan belajar yang dicapai peserta didik dapat dilihat pada hasil belajar
yang mencakup ujian, tugas-tugas, dan pengamatan.
Implikasi penerapan pendidikan berbasis kompetensi adalah perlunya
pengembangan silabus dan sistem penilaian yang menjadikan peserta didik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
mampu mendemonstrasikan keterampilan sesuai dengan standar yang ditetapkan
dengan mengintegrasikan life skill. Silabus adalah acuan untuk merencanakan dan
melaksanakan program pembelajaran, sedangkan sistem penilaian mencakup
indikator dan instrumen penilaiannya yang meliputi jenis taguhan, bentuk
instrumen, dan contoh instrumen. Jenis taguhan adalah sebagai bentuk ulangan
dan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta didik, sedangkan bentuk
instrumen terkait dengan jawaban yang harus dikerjakan oleh peserta didik, baik
dalam bentuk tes maupun nontes.
c. Pendidikan Berbasis Multikultural
Pendidikan Multikultural berarti mempelajari tentang berbagai (multi)
warisan dan tradisi budaya. Namun jika budaya didefinsikan sebagai desain
kelompok sosial untuk bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya,
maka satu tujuan pendidikan multikul
berbagai kelompok sosial dan desain yang berbeda untuk hidup dalam masyarakat
Pendidikan Multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaan (set of
beliefs) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya
dan etnis dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi,
kesempatan pendidikan dari individu, kelompok, maupun negara.
Multicultural education is an idea, an educational reform movement, and a process whose major goal is to change the structure of educational institutions so that male and female students, exceptional students, and students who are members of diverse racial, ethnic, and cultural groups will have an equal chance to achieve academically in school (Banks, 1993:1) Choirul Mahfud (2005:25) menjelaskan mengenai pendidikan
multikultural adalah sebagai berikut, pendidikan berwawasan multikultural dapat
diartikan suatu pendidikan yang mengapresiasi keragaman budaya sebagai realitas
berwawasan multikultural tujuannya adalah untuk mengeksplorasi perbedaan
sebagai keniscayaan, dan menciptakan budaya akademik yang toleran dan
inklusif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Relevansi pendidikan berwawasan multikultural teradopsi dan
termodifikasi ke dalam konsep dasar pendidikan seperti tertuang dalam UU. No.
20 Tahun 2003 merumuskan: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kemudian
dalam rumusan pengertian pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan
berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945 yang berakar pada nilai-
nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan jaman.
Kurikulum dalam pendidikan multikultural bukan hanya sebagai Cource
Out of Line, melainkan mencakup seluruh pengalaman yang diberikan pada anak
dalam proses pendidikannya oleh guru. Hal ini sesuai dengan ungkapan Ronald
C. Doll yang menjelaskan bahwa kurikulum sudah tidak lagi hanya bermakna
sebagai rangkaian bahan yang akan dipelajari serta urutan pelajaran yang akan
dipelajari siswa, tapi seluruh pengalaman yang ditawarkan pada anak-anak peserta
didik di bawah arahan dan bimbingan sekolah. Pengalaman yang diperoleh siswa
dari program-program yang ditawarkan sekolah amat variatif, tidak sebatas hanya
pembelajaran di dalam kelas, tapi juga lapangan tempat mereka bermain di
sekolah , kantin, dan bahkan bis sekolah. Semua itu memberikan kontribusi
pengembangan siswa, yang mempengaruhi perubahan-perubahan pada mereka.
Kurikulum pendidikan multikultural adalah kurikulum yang berisi tentang
materi-materi yang dapat menghadirkan lebih dari satu perspektif tentang suatu
fenomena kultural. Untuk menghadirkan keragaman perspektif dalam kurikulum
ini, menurut James A. Bank sebagaimana dikutip Zoran Minderovic (2004: 2)
dapat dilakukan dengan 4 (empat) tahapan, yaitu: tahap kontribusi (contribution
level), penambahan (additive level), perubahan (transformative level), dan aksi
sosial (social action level). Bila pada tahap kontribusi, kurikulum memfokuskan
pada kebudayaan minoritas tertentu, maka pada tahap penambahan, kurikulum
memperkenalkan konsep dan tema-tema baru -misalnya tema-tema yang terkait
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
dengan multikulturalisme- dengan tanpa mengubah struktur kurikulum yang
esensial. Selanjutnya, bila pada tahap perubahan, kurikulum memfasilitasi para
siswa untuk melihat berbagai isu dan peristiwa dari perspektif budaya minoritas,
maka pada tahap aksi sosial, kurikulum mengajak para siswa untuk memecahkan
problem sosial yang disebabkan oleh persepsi budaya dalam satu dimensi.
Kurikulum pendidikan multikultural, fokus diarahkan pada dua
pendekatan, yaitu:
a. kurikulum sebagai silabus (curriculum as a body of knowledge to be
transmitted),
b. kurikulum sebagai proses (curriculum as process)
Kurikulum s
pernyataan atau daftar pokok-pokok bahasan, bahan ajar, dan sejumlah mata
pelajaran yang akan dijadikan sebagai bahan dalam proses pembelajaran.
2002: 3)
Kurikulum dimaknai sebagai kumpulan pengetahuan yang berbentuk mata
pelajaran menurut pengertian diatas. Sedangkan pendidikan yang menjadikan
kurikulum sebagai silabus, merupakan proses penyampaian sejumlah mata
pelajaran kepada siswa dengan metode tertentu.
Sekolah atau guru dalam memberikan pendidikan multikultural, perlu
menelaah secara kritis tentang materi dan bahan ajar yang akan disampaikan
dalam proses pembelajaran, agar tidak terjadi berbagai macam bias. Dalam kaitan
ini, Sadker sebagaimana dikutip Donna M. Gollnick & Philip C. Chinn (1983:
299-300) mencatat adanya 6 (enam) macam bias dalam buku teks yang digunakan
dalam pembelajaran. Keenam macam bias tersebut adalah: (a) bias yang tidak
kelihatan (invisibility), (b) pemberian label (stereotyping), (c) selektivitas dan
ketidakseimbangan (selectivity and inbalance), (d) tidak mengacu realitas
(unreality), (e) pembagian dan isolasi (fragmentation and isolation), dan (f)
bahasa (language).
d. Definisi Konseptual
Pendidikan berbasis kompetensi adalah pendidikan yang menekankan pada
kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Kompetensi lulusan suatu jenjang pendidikan, sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional, mencakup komponen pengetahuan, keterampilan, kecakapan,
kemandirian, kreatifitas, kesehatan, ahklak, ketaqwaan dan kewarganegaraan.
Sedangkan pendidikan multikultural adalah pendidikan interkultural yang
menekankan peningkatan pemahaman dan toleransi individu-individu yang
berasal dari kelompok minoritas terhadap budaya mainstream yang dominan, yang
pada akhirnya menyebabkan orang-orang dari kelompok minoritas terintegrasi ke
dalam masyarakat mainstream. Pendidikan multikultural sebenarnya merupakan
sikap "peduli" dan mau mengerti (difference), atau "politics of recognition" politik
pengakuan terhadap orang-orang dari kelompok minoritas.
e. Definisi Operasional
Pendidikan berbasis kompetensi mencakup kurikulum, paedagogik, dan
penilaian yang menekankan pada standar atau hasil. Kurikulum bersisi bahan ajar
yang diberikan kepada peserta didik melalui proses pembelajaran. Proses
pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan paedagogik yang mencakup
strategi atau metode mengajar. Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai peserta
didik dapat dilihat pada hasil belajar yang mencakup ujian, tugas-tugas, dan
pengamatan. Sehingga indikator dalam pendidikan berbasis kompetensi ini
adalah:
1) Kurikulum
a) Bahan ajar
b) Proses pembelajaran
2) Paedagogik
a) Strategi
b) Metode mengajar
3) Penilaian
a) Tugas-tugas
b) Pengamatan
Sedangkan kurikulum pendidikan multikultural disini adalah kurikulum
yang berisi tentang materi-materi yang dapat menghadirkan lebih dari satu
perspektif tentang suatu fenomena kultural. Untuk menghadirkan keragaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
perspektif dalam kurikulum ini dapat dilakukan dengan 4 (empat) tahapan yang
dijadikan indikator, yaitu:
1) tahap kontribusi (contribution level)
2) penambahan (additive level)
3) perubahan (transformative level)
4) aksi sosial (social action level).
2. Kesadaran Multikultural
a. Pengertian Kesadaran
insyaf; merasa; tahu dan mengerti. Jadi, kesadaran adalah keinsyafan atau merasa
mengerti atau memahami segala sesuatu. Berbicara mengenai masalah kesadaran
berarti tidak akan terlepas dari masalah psikis. Adapun yang dimaksud psikis ini
adalah totalitas segala peristiwa kejiwaan baik yang disadari maupun yang tidak
disadari. Kehidupan kejiwaan manusia itu terdiri dari dua bagian yaitu alam sadar
dan tidak sadar. Kedua alam tersebut tidak hanya saling mengisi akan tetapi
saling berhubungan secara konvensatoris. Fungsi kedua alam tersebut adalah
untuk penyesuaian. Alam sadar berfungsi untuk penyesuaian terhadap dunia luar,
sedangkan alam tidak sadar berfungsi untuk penyesuaian terhadap dunia dalam
atau diri sendiri.
Kesadaran mempunyai dua komponen yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa
yang masing-masing mempunyai peranan penting dalam orientasi terhadap
dunianya. Adapun yang dimaksud dengan fungsi jiwa menurut Jung adalah
s kejiwaan yang secara teori tidak berubah dalam lingkungan yang
berbeda. Sedangkan sikap jiwa merupakan arah daripada energi psikis yang
.(Wirawan, 1993:185)
Arah energi psikis ini dapat keluar atau ke dalam, demikian pula dengan
arah orientasi manusia terhadap dirinya dapat keluar ataupun kedalam. Manusia
dalam kehidupannya dapat bertindak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat ataupun sebaliknya. Manusia yang dapat bertindak sesuai dengan
norrma-norma yang berlaku dapat dikatakan memiliki kesadaran moral, yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
adanya keinsyafan dalam diri manusia bahwa sebagai anggota masyarakat dapat
melakukan kewajibannya. Berkaitan dengan hal tersebut Zubair (1995:51)
mengatakan :
Kesadaran moral merupakan faktor penting untuk memungkinkan tindakan manusia selalu bermoral, berperilaku susila, lagi pula tindakannya akan sesuai dengan norma yang berlaku. Kesadaran moral didasarkan atas nilai-nilai yang benar-benar esensial dan fundamental. Perilaku manusia yang berdasarkan atas kesadaran moral, perilakunya selalu direalisasikan sebagaimana yang seharusnya,kapan saja dan di mana saja. Orang yang memiliki kesadaran moral yang tinggi akan selalu bertindak
sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat dalam keadaan apapun
dan kapanpun. Dengan kata lain, norma-norma tersebut telah terinternalisasi
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak orang tersebut.
Kesadaran moral merupakan pangkal otonomi manusia yang timbul dari
hati sanubari. Oleh karena itu tidak ada yang dapat secara mutlak mewajibkan
suatu hal kepada manusia kecuali atas dasar kesadarannya, sehingga kewajiban
tersebut dapat dilaksanakan secara sungguh-sungguh serta penuh tanggung jawab.
Suseno (1975:26) mengatakan bahwa :
Kesadaran moral itu begitu tegas, orang yang mengalaminya bagaikan suatu suara yang dibicarakan dalam dirinya dalam bahasa sehari-hari kesadaran akan kewajiban itu disebut suara batin. Jadi suara batin adalah suatu keinsyafan bahwa kewajiban itu di dalam batin melakukan sesuatu dan tidak melakukan sesuatu. Kesadaran moral yang timbul dan ada dalam diri manusia itu harus
diyakini serta menjadi tatanan moral yang dapat dilaksanakan. Agar kehidupan
manusia itu terjamin, maka setiap manusia harus memiliki kewajiban moral dalam
kewajiban yang mengikat batin seseorang dan terlepas dari pendapat teman,
kesadaran moral terdapat tiga unsur pokok, yaitu:
1) Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral itu ada dan terjadi di dalam setiap sanubari manusia, siapapun, di manapun dan kapanpun.
2) Rasional, kesadaran moral dapat dikatakan rasional karena berlaku umum, lagi pula terbuka bagi pembenaran atau penyangkalan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Dinyatakan pula sebagai hal objektif yang dapat diuniversalkan, artinya dapat disetujui, berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi sejenis.
3) Kebebasan, atas kesadaran moralnya seseorang bebas untuk menaatinya. (Zubair, 1995:54)
Berbicara mengenai kesadaran akan selalu berkaitan dengan manusia
sebagai individu dan anggota masyarakat. Dengan kesadaran yang dimiliki oleh
setiap individu, maka ia dapat mengendalikan diri atau menyesuaikan diri pada
setiap kesempatan serta dapat menempatkan dirinya sebagai individu dan anggota
masyarakat. Sebagai individu ia akan mengetahui dan memperhatikan dirinya
sendiri, sedangkan sebagai anggota masyarakat, ia akan mengadakan kontak
dengan orang lain sehingga timbul interaksi diantara mereka.
Kesadaran dapat pula diartikan sebagai sikap/perilaku mengetahui atau
mengerti dan taat pada adat istiadat serta kebiasaan hidup dalam masyarakat.
Selanjutnya Widjaya (1986:14) mengatakan bahwa ada dua sifat kesadaran, yaitu:
1) Kesadaran bersifat statis, yaitu sesuai dengan peraturan perundangundangan berupa ketentuan-ketentuan dalam masyarakat.
2) Kesadaran bersifat dinamis yang menitikberatkan pada kesadaran yang timbul dari dalam diri manusia yang timbul dari kesadaran moral, keinsyafan dari dalam diri sendiri yang merupakan sikap batin yang tumbuh dari rasa tanggung jawab.
Konsekuensi logis dari sebuah kesadaran tidak hanya tergantung pada
kelengkapan perundang-undangan saja melainkan juga dikaitkan dengan
kesadaran pribadi terhadap moral, etika dan lingkungan. Apabila setiap manusia
memiliki kesadaran moral, maka masyarakat akan tertib dan aman. Kesadaran
seseorang akan tampak terlihat dari sikap dan tingkah lakunya sebagai akibat
adanya motivasi untuk bertindak.
Kesadaran memiliki beberapa tingkatan yang menunjukkan derajat
seseorang. Tingkatan-tingkatan kesadaran menurut N. Y Bull antara lain :
1) Kesadaran yang bersifat anomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan yang tidak jelas dasar dan alasannya atau orientasinya. Ini yang paling rendah dan sangat labil
2) Kesadaran yang bersifat heteronomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan yang berlandaskan dasar/ orientasi/ motivasi yang beraneka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
ragam atau berganti-ganti. Inipun kurang mantap karena mudah berubah oleh keadaan oleh suasana
3) Kesadaran yang bersifat sosio-nomous, kesadaran atau kepatuhan yang berorientasikan pada kiprah umum atau khalayak ramai.
4) Kesadaran yang bersifat autosnomous, adalah terbaik karena didasari oleh konsep atau landasan yang ada dalam diri sendiri. (Djahiri, 1985:24)
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kesadaran adalah suatu proses kesiapan diri untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu, menanggapi hal tertentu dengan didasari atas pengertian,
pemahaman, penghayatan dan pertimbangan-pertimbangan nalar dan moral
dengan disertai kebebasan sehingga ia dapat mempertanggungjawabkannya secara
sadar.
b. Pengertian Kesadaran Multikultural
keseluruhan hal yang kompleks termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat istiadat, dan kemampuan serta kebiasaan yang lain yang diperoleh
Definisi multikulturalisme menurut C. W. Waston mengemukakan bahwa,
perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan
. (H. A. Dandri Hasyim dan Yadi Hartono,
2008:23)
Multikultural lebih menitik beratkan pada mengakui perbedaan dan
kesederajatan dalam kebudayaan. Sedangkan secara etimologis istilah
multikulturalisme (multikulturalism) berasal dari kata multi (banyak), kultur
(budaya), isme (pandangan-faham) atau faham budaya plural dan sebagai
lawannya adalah monokulturalisme atau faham budaya tunggal. Secara hakiki
dari istilah tersebut mengandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup
dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing. Setiap individu
merasa dihargai sekaligus merasa bertanggungjawab untuk hidup bersama
komunitasnya. Pengingkaran suatu masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
(politics of recognition) merupakan akar dari segala ketimpangan dalam berbagai
bidang kehidupan.
Parsudi Suparlan
wahana atau setara pengertian ideologi/faham, fungsinya untuk meningkatkan
:76)
Multikulturalisme sebagai sebuah alat atau ideologi, merupakan pengertian
kebudayaan yang terkandung di dalam istilah multikulturalisme, sehingga harus
dilihat dari perspektif fungsi bagi kehidupan manusia. Yang penting di sini
bagaimana kebudayaan dapat bekerja melalui pranata-pranata sosial. Sebagai
sebuah ideologi multikulturalisme terserap ke dalam berbagai interaksi yang ada
dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan, mencakup kehidupan sosial,
kehidupan ekonomi, kebudayaan dan politik.
untuk melihat keanekaragaman budaya sebagai realitas fundamental dalam
:76)
Kearifan akan segera muncul jika seseorang membuka diri untuk
menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural sebagai kemestian
hidup yang kodrati, baik dalam kehidupan dirinya sendiri yang multidimensional
maupun dalam kehidupan masyarakat yang lebih kompleks. Akhirnya muncul
kesadaran bahwa keanekaragaman dalam realitas dinamik, keniscayaan yang tidak
bisa ditolak, diingkari, apalagi dimusnahkan.
Ngaiun Naim dan Achmad Sauqi (2008:126) mengemukakan bahwa,
kebangsaan dapat mengakui keberagaman, perbedaan, dan kemajemukan budaya,
Pendapat lain menurut Calhoun, Light, & Keller menjelaskan tentang
Multikulturalism is an approach tolife in a pluralistic society
which calls for finding ways for people tounderstand and interact with one
another that do not depend on their samenessbut rather on respect for their
(Hermana Soemantrie, 2011: 35). Yang berarti, multikulturalisme
adalah suatu pendekatan untuk kehidupan dalam suatu masyarakat pluralistik,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
yang menuntut untuk menemukan cara-cara bagi orang-orang untuk memahami
dan berhubungan dengan yang lainnya yang tidak tergantung kepada persamaan
mereka, tetapi lebih pada penghargaan dari perbedaan mereka.
pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu
Lubis, 2006:174)
Bikhu Parekh (2001:97), menjelaskan bahwa :
Istilah multikulturalisme mengandung tiga komponen, yakni terkait dengan kebudayaan, konsep ini merujuk kepada pluralitas kebudayaan, dan cara tertentu untuk merespons pluralitas itu. Oleh karena itu, multikulturalisme bukanlah doktrin politik pragmatik melainkan sebagai cara pandang kehidupan manusia. Kymlicka (2002: 13-49) mengenai konsep multikultural, ia menjelaskan
bahwa multikultural adalah tentang bagaimana sekelompok orang dari beragam
ras, etnik minoritas, atau agama yang menganggap diri mereka berbeda dengan
orang lain yang mereka temui dalam kehidupan sehari-hari, atau sama artinya
mereka berbeda dengan kelompok mayoritas dalam suatu masyarakat bisa
bertahan atau survive dalam lingkungannya. Selain itu, ia mengungkap bahwa
secara ideologis, konsep multikultural terdiri atas seperangkat gagasan atau ide
yang relatif mempunyai koherensi dengan gagasan yang membentuk sebuah
mosaik kebudayaan. Sehingga multikultural dapat dikatakan sangat
mempengaruhi terciptanya satu budaya dalam kehidupan masyarakat yang
multikultur.
Perbedaan latar belakang kebudayaan mendeskripsikan bahwa bangsa
Indonesia tidak bisa terhindar dari keberagaman, karena dalam keberagaman itu
tidak bisa terlepas dari munculnya identitas ganda (multiple identities). Identitas
ganda itu terbentuk melalui keunikan dan kompleksitas akibat interseksi dari ras,
etnik, kelas sosial, gender, bahasa, agama, orientasi seksual, hingga kemampuan
personal.
Wujud multikultural di Indonesia di antaranya adalah tersebarnya berbagai
macam suku bangsa di Indonesia. Van Vollenhoven mengklasifikasikan berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
suku bangsa Indonesia didasarkan pada sistem lingkaran hukum adat yang dibuat
hingga terbagi dalam 19 daerah sebagai berikut:
Aceh, Gayo-Alas dan Batak (termasuk Nias dan Batu), Minangkabau (termasuk Mentawai), Sumatera Selatan (termasuk Enggano), Melayu, Bangka dan Biliton, Kalimantan, Minahasa (termasuk Sangir-Talaud), Gorontalo, Toraja, Sulawesi Selatan, Ternate, Ambon Maluku (termasuk Kepulauan Barat Daya), Irian, Timor, Bali dan Lombok, Jawa Tengah dan Jawa Timur, Surakarta dan Yogyakarta, serta Jawa Barat. (Koentjaraningrat, 1996: 193-194) Pengklasifikasian juga dilakukan oleh Hidayat (2005:71), ia
mengemukakan bahwa :
Indonesia terdiri dari kurang lebih 400 suku bangsa, yang salah satunya didasarkan pada perbedaan bahasa yang dipergunakan. Wujud multikultural lainnya adalah mengenai agama dan aliran kepercayaan di Indonesia. Menurut Ensiklopedi Wikipedia Indonesia, disebutkan bahwa dari sekitar 238 juta penduduk Indonesia, mayoritas adalah Muslim yaitu sebanyak 88%, Kristen Protestan 5%, Katholik 3%, Hindu 2%, Budha 1%, sisanya beragama Kong Hu Chu, Yahudi, Tao, dan agama lain serta berbagai aliran kepercayaan. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata juga mencatat sebanyak 245 lebih aliran kepercayaan di Indonesia. Dari jumlah ini sebagian berafiliasi dengan agama yang berlaku di Indonesia. Mengkaji tentang gambaran yang lebih luas mengenai multikultural
peneliti mengutip dari pendapat ahli ciri khas atau karakteristik dari masyarakat
multikultural. Adapun karakteristik masyarakat multikultural menurut Pierre L.
van de Berghe mengemukakan bahwa masyarakat multikultural mempunyai
beberapa karakteristik yang khas, sebagai berikut:
1) masyarakat terbagi dalam segmentasi dalam bentuk kelompok-kelompok latar budaya subbudaya yang berbeda,
2) memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer, kurang adanya kemauan untuk mengembangkan consensus antaranggota masyarakatnya tentang nilai-nilai sosial yang fundamental,
3) kurangnya kesadaran mengembankan consensus relative sering menumbuhkan konflik antarkelompok subbudaya tersebut,
4) konflik bisa dihindari dan integrasi sosial dapat terjadi, tetapi dengan jalan secara relative menggunakan paksaan ditambah adanya ketergantungan satu sama lain dalam bidang ekonomi,
5) adanya dominasi politik kelompok satu atas kelompok yang lain. (Andrik Purwasito 2003:301)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Kesimpulan dari berbagai pendapat diatas adalah multikultural
menjelaskan tentang kehadiran dan daya tahan sekelompok orang dari beragam
ras dan etnik minoritas yang mendefinisikan diri mereka secara berbeda dengan
orang lain yang mereka temui dalam kehidupan sehari-hari dan dapat mengakui
keberagaman, perbedaan, dan kemajemukan budaya, baik ras, suku, etnis dan
agama.
Kesadaran multikultural merupakan :
kesadaran dari setiap individu ataupun kelompok, baik yang didasari atas kesamaan agama, etnis, dan budaya untuk menghargai keberadaan individu ataupun kelompok yang lain. Ini merupakan kondisi ideal suatu masyarakat plural sebagaimana dinyatakan oleh para pemikir multikulturalisme gelombang pertama, yaitu (1) kebutuhan terhadap pengakuan (the need of recognition) dan (2) legitimasi keragaman budaya atau pluralisme budaya (Tilaar, 2004:83). Kesadaran multikulturalisme adalah kesadaran yang menuntut seseorang
untuk selalu berprilaku humanis, pluralis, dan demokrasi. (Fajar, 2005: 88).
Sehingga kesadaran multikultural dapat dijelaskan bahwa kesadaran
tersebut berasal dari masing-masing budaya lokal untuk saling mengakui dan
menghormati keanekaragaman budaya yang dibalut semangat kerukunan dan
perdamaian, atau dengan kata lain suatu kesadaran yang diarahkan kepada
identitas nasional, integrasi nasional, dan kesadaran menempatkan agama untuk
kesatuan bangsa. Dengan demikian, kesatuan Indonesia dapat ditegakkan sejalan
dengan teks ideal Bhinneka Tunggal Ika.
c. Definisi Konseptual
Kesadaran multikultural adalah suatu proses kesiapan diri untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu, menanggapi hal tertentu dengan
didasari atas pengertian, pemahaman, penghayatan dan pertimbangan-
pertimbangan nalar dan moral dengan disertai kebebasan sehingga ia dapat
mempertanggungjawabkannya secara sadar untuk bersedia menerima adanya
kesederajatan diantara keragaman budaya, kebiasaan yang lain yang diperoleh
manusia baik secara individual maupun secara kebudayaan dapat mengakui
keberagaman, perbedaan, dan kemajemukan budaya, baik ras, suku, etnis dan
agama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
d. Definisi Operasional
Dari definisi konseptual yang telah dijabarkan sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa definisi operasional kesadaran multikultural siswa
merupakan sikap dan perilaku yang ditunjukkan secara wajar oleh
seseorang (manusia) secara umum, sebagai bentuk kesadaran pada adanya
pemahaman terhadap perbedaan, yang didasarkan karena adanya
keberagaman etnis, ras, agama dan menghargainya tanpa harus ada unsur
paksaan. Indikatornya adalah sebagai berikut:
1) Pemahaman mengenai multikultural
a) Memahami budaya bangsa sendiri
b) Memahami keanekaragaman
2) Sikap terhadap multikutural
a) Menghargai keberagaman bahasa
b) Membangun sensitivitas gender
c) Meningkatkan kepedulian sosial
d) Apresiasi terhadap nilai-nilai kebudayaan
3. Teori yang mengaitkan variabel penelitian
Sekolah merupakan instansi yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat
transfer ilmu pengetahuan, akan tetapi juga merupakan tempat penanaman nilai-
nilai pendidikan termasuk nilai-nilai multikultural. Lembaga pendidikan manapun
mengharapkan peserta didiknya tidak hanya mampu mencapai prestasi yang
bersifat akademik semata melainkan juga kematangan mental dan perilaku.
Setiap sekolah dalam prakteknya memiliki kebijakan dan cara yang
berbeda dalam mengimplementasikan cita-cita tertinggi. Sekolah Menengah Atas
(SMA) Negeri 3 Sukoharjo merupakan sekolah berbasis umum yang berdiri
dibawah naungan Diknas. SMA Negeri 3 Sukoharjo memiliki cita-cita agar out
put (keluaran) dari SMA Negeri 3 Sukoharjo mampu melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi serta mampu mengadakan hubungan timbal balik
dengan lingkungan social, budaya dan alam sekitarnya. Jika melihat cita-cita yang
dimiliki oleh SMA Negeri 3 Sukoharjo, didalamnya terkandung cita-cita luhur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
yang tidak hanya menjunjung bidang keilmuan (termaktub dalam kata-kata
nilai-nilai kemanusiaan yang didalamnya tidak terlepas dari nilai-nilai moral
(Mudyahardjo, 2001:25).
SMA Negeri 3 Sukoharjo untuk mewujudkan cita-citanya membuat
kurikulum yang mengacu kepada cita-cita SMA Negeri 3 Sukoharjo. Dalam
mewujudkan cita-cita di bidang keilmuan, SMA Negeri 3 Sukoharjo membuat
kurikulum pendidikan khusus yaitu penjurusan. Penjurusan ini menjadi bekal
dasar untuk melanjutkan pada tingkat pendidikan selanjutnya yaitu perguruan
tinggi. Sedangkan untuk mewujudkan cita-cita yang kedua yakni skill dalam
berhubungan dengan sekitar, SMA Negeri 3 Sukoharjo membuat kurikulum mata
pelajaran umum yang memuat mengenai nilai-nilai kemanusiaan. Diantara mata
pelajaran tersebut adalah pelajaran Agama, PPKN, pendidikan budi pekerti dan
lainnya, dimana mata pelajaran umum ini mengandung nilai-nilai multikultural.
SMA Assalaam Sukoharjo merupakan sekolah yang setara dengan SMA
umum dengan peran dan fungsi yang sama, akan tetapi memiliki basis yang
berbeda. SMA Assalaam Sukoharjo merupakan sekolah berbasis Agama Islam
dan berada dalam naungan Departemen Agama (Depag). SMA Assalaam
Sukoharjo memiliki cita-cita dapat menghasilkan lulusan yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah, berakhlaq mulia, mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan demokratis,
menguasai dasar-dasar ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi (Masykur, 2006:45).
Perbedaan cita-cita antara SMA Assalaam Sukoharjo dan SMA Negeri 3
Sukoharjo cukup mencolok, cita-cita SMA Assalaam Sukoharjo lebih
menekankan kepada akhlak mulia dan keimanan kepada Allah sehingga bentuk
kurikulum juga berbeda. Dalam implementasinya Kurikulum SMA Assalaam
Sukoharjo terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan umum dan pendidikan agama.
Pendidikan umum sama dengan kurikulum SMA, dengan memiliki program
penjurusan yaitu program IPA, IPS, dan bahasa. Sedangkan pendidikan agama
teraplikasi dalam mata pelajaran agama dengan lebih spesifik dan terbagi lagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
menjadi beberapa mata pelajaran bahkan terdapat program khusus keagamaan
yang didalamnya lebih banyak memuat mata pelajaran agama.
Perbedaan penggunaan kurikulum dalam suatu pendidikan akan
mempengaruhi hasil pendidikan itu sendiri.
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita ketahui bahwa pendidikan mempersiapkan generasi muda untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi memberi bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Anak-anak berasal dari masyarakat mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristiknya dan kekayaan budayanya, menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan . (Sukmadinata, 2002:58)
4. Penelitian yang Relevan
Berkaitan dengan kesadaran multikultural siswa, penelitian yang dilakukan
oleh:
1. Tri Rahayu Budi Lestari, 2010, Perbedaan
Kesadaran Menyekolahkan Anak Ditinjau Dari Status Sosial Ekonomi Dan
Pendidikan Orang Tua Di Pulisen, Boyolali .
Dalam penelitian ini mengemukakan bahwa: (1) Tidak terdapat perbedaan
kesadaran menyekolahkan anak ditinjau dari status social ekonomi orang tua
Tidak terdapat perbedaan kesadaran menyekolahkan anak ditinjau dari
yaitu 0,500 > 0,05. (3) Tidak terdapat perbedaan kesadaran menyekolahkan
anak ditinjau dari status sosial ekonomi dan pendidikan orang tua di Pulisen,
Boyolali, yang ditunjukka
2. Dwi Setya, 2012, Pengaruh Pemahaman
Mengenai Persamaan Kedudukan Warga Negara Terhadap Sikap
Multikultural (Studi Pada Siswa Kelas Sma Assalaam di Sukoharjo Tahun
Ajaran 2011/2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Dalam penelitian ini mengemukakan bahwa : Ada pengaruh yang signifikan
antara pemahaman mengenai persamaan kedudukan warga negara terhadap
sikap multikultural. Hal ini didasarkan atas hasil analisis data yaitu hasil
thitung= 2,28 dantelah dikonsultasikan dengan t tabel = 1,684 atau 2,28 > 1,684
dengan demikian hipotesis yang penulis ajukan tersebut diterima.
B. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan bagian dari penelitian yang menggambarkan
alur pikiran penulis secara menyeluruh dan sistematis dalam memberikan
penjelasan yang didasarkan pada penelitian. Kerangka berpikir dalam penelitian
ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 1 : Skema Kerangka Berpikir
Dari gambar tersebut maka dapat dijabarkan bahwa perbedaan jenis
pendidikan dapat mempengaruhi kesadaran multikultural siswa. Hal ini
disebabkan karena beberapa faktor antara lain lingkungan sekolah, kurikulum
sekolah dan pribadi warga sekolah yang berbeda. Semakin positif lingkungan
sekolah, kurikulum sekolah dan pribadi warga sekolah maka semakin tinggi pula
kesadaran multikultural siswa, terutama kesadaran multikultural siswa yang
bersekolah di SMA berbasis multikultural.
Jenis kurikulum
Kurikulum 2013
Kurikulum KTSP
Kesadaran multikultural siswa
Lingkungan sekolah, Kurikulum,
Pribadi warga sekolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
C. Hipotesis
Hipotesis yang peneliti rumuskan berdasarkan kerangka berpikir diatas,
serta berdasarkan teori yang ada, adalah sebagai berikut : Ada perbedaan yang
signifikan kesadaran multikultural siswa yang bersekolah di SMA Assalam dan
SMA Negeri 3 Sukoharjo, sebagaimana dijelaskan dalam teori bahwa perbedaan
penggunaan kurikulum dalam suatu pendidikan akan mempengaruhi hasil
pendidikan itu sendiri. Sukmadinata (2002:58) menjelaskan, Kurikulum dapat
dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan,
kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan . Penjelasan dari
perbedaan kurikulum disini, dikarenakan SMA Assalam dalam kurikulumnya
lebih menekankan kepada akhlak mulia dan keimanan kepada Allah dan dalam
implementasinya Kurikulum SMA Assalaam Sukoharjo terbagi menjadi dua,
yaitu pendidikan umum dan pendidikan agama, sedangkan di SMA Negeri 3
Sukoharjo hanya pendidikan umum saja.