hei adik kecil

15
*** Love is... when I find my way home to you... *** “Hei adik kecil, apa yang kau lakukan disini?” Anak laki-laki berseragam SMP menghampiri seorang gadis kecil yang sedang duduk sambil memeluk lutut di pojok taman. Dari isakan samar yang dapat anak laki-laki itu tangkap, ia bisa menyimpulkan bahwa gadis kecil itu sedang menangis. Hari sudah gelap saat itu, dan si anak laki-laki merasa tidak tega ketika melihat gadis kecil sepertinya duduk seorang diri di sisi taman yang sepi. Si gadis kecil mengangkat kepalanya dan menampakkan wajahnya yang sembab. Matanya bengkak dan ujung hidungnya memerah. Dia menatap wajah orang yang baru saja menegurnya sekilas sebelum kemudian kembali menenggelamkan wajahnya lebih lekat pada lipatan lengannya. “Kau tersesat?” Tebak anak laki-laki itu. Tidak ada jawaban kecuali isakan yang sekarang terdengar tertahan. “Dimana rumahmu? Biar kuantar kau pulang.” “Aku takut.” Suara gadis itu terdengar lirih dan mencicit. “Jangan khawatir, aku bukan orang jahat. Aku akan mengantarmu pulang.” Anak laki-laki itu membantu si gadis kecil untuk bangkit. Gadis kecil itu meringis, dan anak laki-laki itu baru sadar bahwa ternyata ada darah yang mengalir di sekitar lutut gadis itu. “Kau terluka...” Gadis itu mengangguk. “Appa akan marah.” Ucapnya lemah. “Jadi karena itu kau berdiam disini dan tidak pulang?” Gadis kecil itu mengangguk lagi. “Aku takut, hiks. Aku tidak mau pulang.” Anak laki-laki itu berlutut agar wajahnya sejajar dengan gadis kecil itu. “Kau harus pulang. Orang tuamu pasti sedang mengkhawatirkanmu. Aku akan mengantarmu dan menjelaskan agar Appamu tidak marah.” Anak laki-laki itu tersenyum manis. Dan itu membuat si gadis kecil itu percaya begitu saja. Perlahan gadis itu mengangguk pertanda setuju.

Upload: arsykeiway

Post on 21-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

cc

TRANSCRIPT

***Love is... when I find my way home to you...

***

Hei adik kecil, apa yang kau lakukan disini? Anak laki-laki berseragam SMP menghampiri seorang gadis kecil yang sedang duduk sambil memeluk lutut di pojok taman. Dari isakan samar yang dapat anak laki-laki itu tangkap, ia bisa menyimpulkan bahwa gadis kecil itu sedang menangis. Hari sudah gelap saat itu, dan si anak laki-laki merasa tidak tega ketika melihat gadis kecil sepertinya duduk seorang diri di sisi taman yang sepi.Si gadis kecil mengangkat kepalanya dan menampakkan wajahnya yang sembab. Matanya bengkak dan ujung hidungnya memerah. Dia menatap wajah orang yang baru saja menegurnya sekilas sebelum kemudian kembali menenggelamkan wajahnya lebih lekat pada lipatan lengannya.Kau tersesat? Tebak anak laki-laki itu.Tidak ada jawaban kecuali isakan yang sekarang terdengar tertahan.Dimana rumahmu? Biar kuantar kau pulang.Aku takut. Suara gadis itu terdengar lirih dan mencicit.Jangan khawatir, aku bukan orang jahat. Aku akan mengantarmu pulang.Anak laki-laki itu membantu si gadis kecil untuk bangkit. Gadis kecil itu meringis, dan anak laki-laki itu baru sadar bahwa ternyata ada darah yang mengalir di sekitar lutut gadis itu.Kau terluka...Gadis itu mengangguk. Appa akan marah. Ucapnya lemah.Jadi karena itu kau berdiam disini dan tidak pulang?Gadis kecil itu mengangguk lagi. Aku takut, hiks. Aku tidak mau pulang.Anak laki-laki itu berlutut agar wajahnya sejajar dengan gadis kecil itu. Kau harus pulang. Orang tuamu pasti sedang mengkhawatirkanmu. Aku akan mengantarmu dan menjelaskan agar Appamu tidak marah. Anak laki-laki itu tersenyum manis. Dan itu membuat si gadis kecil itu percaya begitu saja. Perlahan gadis itu mengangguk pertanda setuju.Ayo, naiklah. Gadis kecil itu ragu-ragu menaiki punggung anak laki-laki asing itu. Ini pertama kalinya ia percaya dengan orang asing. Padahal biasanya ia adalah anak yang sangat tertutup dan jarang bicara, bahkan pada teman-temannya yang telah lama ia kenal.Kenapa kakimu bisa terluka?Jatuh. Gadis itu menjawab pendek.Kenapa bisa jatuh?Me...mereka mengejarku dan melemparku dengan batu. Lalu aku berlari dan.... jatuh.Mereka?Anak-anak di taman itu.Kenapa mereka melakukan itu padamu?Gadis itu terdiam. Sesaat kemudian ia bergumam khawatir, Appa akan marah, apa yang harus aku lakukan?Kenapa kau begitu khawatir? Aku akan menjelaskannya. Bukan salahmu, jadi aku yakin Ayahmu tidak akan marah.Bukan begitu. Akhir-akhir ini Ibu dan Ayah sering bertengkar. Ibu jadi sering menangis dan Ayah sering memarahiku meski aku tidak berbuat kesalahan.Kening anak laki-laki itu berkerut samar. Mengapa ada seorang Ayah yang berlaku seperti itu?Hening kemudian menemani mereka melanjutkan jalan. Hingga akhirnya anak laki-laki itu bertanya, Ngomong-ngomong, siapa namamu?Eh? Gadis itu sedikit terkejut.Nama. Kau punya nama kan?Aku? Emm, aku... namaku Soo Jung, Jung Soo Jung.Jung Soo Jung

***

Kim Yoo Jung. Ne... Aku mengangkat kepala saat namaku disebut oleh wali kelasku yang sedang melakukan apel pagi di depan kelas.Untuk beberapa detik, semua mata yang ada di ruangan ini tertuju padaku, membuatku risih dan buru-buru kembali menunduk, membiarkan rambutku tergerai menutupi wajah untuk menghalau pandangan mereka yang terasa begitu tajam. Nama berikutnya disebut. Aku menghela napas lega karena akhirnya mereka tidak lagi memandangiku. Aku mencengkram pensil yang kupegang erat-erat. Aku ingin lari, tapi aku tahu aku tidak akan bisa pergi. Aku ingin lenyap dari tempat ini tapi aku juga tahu bahwa aku takkan pernah bisa menghindar. Mereka ada dimana-mana. Di sekolah, disekitar rumah, di bus, dimana saja. Bisakah aku kembali ke kamarku? Ke tempat aku bisa bersembunyi dari orang-orang ini?Mulai hari ini, akan ada guru baru yang menggantikan Ahn Seonsangnim yang sedang tugas keluar kota. Meskipun ia hanya guru pengganti sementara, kalian tetap harus menghormatinya. Jangan bertingkah dan belajarlah dengan baik, mengerti?Ne... Semua murid menjawab serempak meski sebagian besar bersikap tidak acuh, sibuk dengan urusan masing-masing dan menganggap pengumuman dari wali kelas itu hanyalah angin lalu.Baiklah kalau begitu. Ketua kelas, tolong arahkan teman-temanmu untuk membersihkan kelas. Kalian tidak lupa kan jadwal pagi hari ini? Choi Jong Hyun si ketua kelas mengangguk sedangkan murid lainnya menjawab dengan desahan kecewa. Sementara aku hanya diam seperti biasa. Seperti seharusnya.Wali kelas kami berdecak. Jangan mengeluh. Apel sore nanti aku akan menghukum murid yang tidak ikut membersihkan, arrachi? Ancam wali kelas kami sebelum akhirnya menyuruh ketua kelas memberikan aba-aba penutup dan ia pun meninggalkan kelas.Sepeninggal wali kelas, beberapa dari kami mulai bergerak mengambil peralatan membersihkan dan mulai bekerja. Meski begitu, ada sekelompok murid yang malah sibuk bergosip di bagian belakang kelas. Mereka adalah gank populer di kelas kami. Cho Hyunmi dan kawan-kawannya. Mereka memang selalu bertindak sesukanya, memanfaatkan kedudukan Ibu Cho Hyunmi sebagai kepala sekolah untuk mengancam.Aku dengar dari ibuku, guru pengganti itu adalah mahasiswa dari Seoul! Seru Cho Hyunmi heboh.Jeongmalyo?Jadi maksudmu, sekolah kita merekrut guru yang sebenarnya masih mahasiswa? Eiii, itu tidak mungkin!Ya! Kalian meragukanku? Cho Hyunmi mendelik, tidak terima.Ah, aku tidak bermaksud begitu. Salah satu temannya yang tadi menyangkal ucapan Hyunmi memasang wajah bersalah, takut ketua gank nya itu marah.Kata ibuku, dia adalah mahasiswa yang sangat berprestasi makanya sekolah kita merekrutnya. Supaya nanti saat ia lulus, ia bisa langsung mengajar disini.Chakkaman. Kalau dia masih mahasiswa, kenapa dia mau jauh-jauh mengajar disini dan meninggalkan kuliahnya di Seoul?Cho Hyunmi terlihat berpikir. Entahlah, yang kudengar dia sudah di semester terakhir, jadi sekarang sedang sibuk penelitian dan tidak punya terlalu banyak urusan di kampusnya, jadi mungkin tidak apa. Ah, mungkin dia mengajar disini juga untuk penelitiannya.Ya! Ya! Kalian dengar apa yang dikatakan Seo Seongsaengnim barusan kan? Aku akan mencatat nama kalian jika tidak ikut membersihkan dan kalian akan dapat hukuman. Ancam Choi Jonghyun, ketua kelas kami. Cho Hyunmi dan teman-temannya mendesis tidak suka tapi pada akhirnya tetap mengambil sapu meski terlihat ogah-ogahan.Aku memunguti sampah yang dikumpulkan teman-temanku dan memilahnya dan memasukkan ke tempat sampah yang sesuai. Saat Cho Hyunmi lewat, ia entah sengaja atau tidak, menyenggol tempat sampah dengan kakinya membuat sampah-sampah itu kembali berserakan di lantai.Ya...! Casik! (anak haram) Kau sengaja menaruh tempat sampah ini di jalanku, huh? Mau mengotori sepatuku, ya? Ucap Hyunmi marah. Suaranya yang cukup keras membuat seisi kelas menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah kami.Aku bergetar mendengar panggilan itu. Meski setiap hari dipanggil seperti itu, rasanya tetap menyakitkan. Ma... maaf... Kataku terbata sambil memunguti sampah-sampah itu lagi.BukCho Hyunmi menendang tempat sampah itu lagi, membuatnya terpental beberapa meter dari kami.Cho Hyunmi! Bentak Jonghyun. Tapi Hyunmi mengabaikannya. Sepertinya hari ini memang bukan hari keberuntunganku, gadis ini dari awal memang sering mempermainkanku untuk bersenang-senang. Mungkin wajah takutku adalah hiburan yang sangat lucu untuknya.Bagaimana ini casik? sepatuku kotor... Ucapnya lalu menarikku berdiri. Dicengkramnya daguku erat.Hentikan Cho Hyunmi... Geram Jonghyun. Tapi toh pemuda itu tidak bergerak. Dia terlalu takut dengan kekuasaan yang dimiliki Hyunmi. Murid yang lain pun begitu. Meski alasan sebenarnya adalah bagi mereka aku ini memang menjijikkan dan pantas diperlakukan seperti ini dan melihatku di bully adalah tontonan yang menarik.A... aku.... aku akan membersihkannya. Kataku bergetar. Wajahku masih tertunduk.Apa? Hyunmi tertawa. Menurutmu, aku akan membiarkan anak haram sepertimu menyentuh sepatu mahalku?Hyunmi menarik rambutku kasar. Cih... beraninya ka Keumanhae! Suara berat yang cukup keras itu bukan berasal dari Choi Jonghyun. Tapi dari seorang pemuda berkemaja putih yang baru saja memasuki kelas. Semua mata menoleh ke arahnya termasuk aku dan Cho Hyunmi.Cho Hyunmi melepaskan cengkramannya lalu terlihat kikuk. Meski begitu, nada bicaranya yang sinis masih ia pertahankan saat ia bertanya pada orang itu. Siapa kau?Pemuda itu meletakkan tumpukan buku di atas meja guru. Aku Lee Chan Hee, guru pengganti untuk pelajaran sastra. Apa kau tidak bisa membedakan mana rambut sapu dan rambut temanmu sendiri... Pemuda itu menghentikan kalimatnya dan melirik namateg milik Cho Hyunmi. Cho Hyunmi?Hyunmi melepaskan rambutku lalu menghembuskan napas geram.Waktu untuk membersihkan kelas sudah habis. Aku akan memberikan waktu tambahan lima menit untuk kalian membereskan ini, sebelum kita memulai pelajaran. Semua murid bergegas menyelesaikan pekerjaan masing-masing. Aku memunguti sampah-sampah yang berserakan karena ulah Cho Hyunmi. Dan anehnya, Cho Hyunmi membantuku. Walaupun yah, dia masih saja terlihat tidak suka saat matanya menangkap gerak-gerikku.

***

Daebak! Guru sastra yang baru itu tampan sekali!Kau dengar dialegnya? Dia benar-benar dari Seoul!Setelah pelajaran sastara selesai, seisi kelas langsung heboh membicarakan guru baru itu. Dan yang paling bersemangat tentu saja, murid-murid perempuan yang tergabung dalam gang Cho Hyunmi.Sial. Guru baru itu sekarang pasti berpikir yang tidak-tidak tentangku. Gumam Cho Hyunmi terdengar kesal.Kau tidak marah padanya? Tanya salah satu temannya.Ya! Apa kau tidak lihat bagaimana tampannya guru itu? Bagaimana mungkin Hyunmi bisa marah padanya? Timpal yang lainnya.Aish, ini semua gara-gara si casik itu, guru baru itu pasti tidak suka padaku. Hyunmi berdiri lalu menghampiriku.Casik. Panggilnya. Aku mengangkat kepaku.Ya, Cho Hyunmi. Namanya Kim Yoo Jung, bukan casik,apa matamu buta? Jonghyun menunjuk nametage di seragamku. Jonghyun memang selalu membelaku tiap kali Hyunmi atau anak-anak yang lain berlaku semena-mena kepadaku. Di sekolah ini, dia juga satu-satunya teman yang memanggilku tanpa embel-embel casik.Tidak usah ikut campur, Choi Jonghyun. Kau lupa kalau ibuku bisa mencabut beasiswamu kapan saja? Ancam Hyunmi. Jonghyun, walaupun geram, akhirnya memilih utuk diam. Aku memberi tanda padanya untuk pergi. Aku hanya tidak ingin Jonghyu mendapat masalah karenaku.Kurasa kau perlu bertemu dengan Lee Seongsangnim sekarang juga. Kata HyunmiLee Seongsangnim? Tanyaku bingung.Guru baru itu. Temui dia dan jelaskan padanya kalau tadi kita hanya main-main. Kau mengerti maksudku kan?Aku terdiam sebentar lalu mengangguk. Cho Hyunmi ingin aku membersihkan namanya.Bagus. Katanya. Aku mengambil buku dari dalam tasku, namun itu membuat Cho Hyunmi malah terlihat geram. Apa kau tidak mengerti apa yang dimaksud dengan sekarang juga, casik?Oh, ah... maaf. Kataku lalu bergegas melaksanakan perintahnya.

***

Aku berdiri kaku di depan ruang guru. Karena sekarang jam makan siang, tidak banyak guru yang berada di ruangan ini. Hanya ada Lee Seongsangnim seorang yang terlihat sibuk memeriksa beberapa map. Sebenarnya ini lebih baik, karena aku tidak suka masuk ke tempat ramai dan lalu semua orang akan melihatku dan mulai berbisik-bisik tentang aku. Tentang status sosialku yang selama ini menjadi pergunjingan orang di seluruh kota. Semua orang mengenalku, di kota kecil kami yang masih memegang teguh adat isitiadat ini, tidak ada yang tidak mengenalku, Kim Yoo Jung, casik, anak haram hasil dari hubungan perselingkuhan. Chogi... Ucapku kikuk saat sudah berada di sekitar meja Lee Seongsangnim. Guru baru yang katanya masih seorang mahasiswa itu mengangkat kepalanya dan memandangku heran.Ya, ada perlu apa?Ne, keuge seongsangnim... untuk kejadian tadi pagi..Ah, kau gadis yang tadi di bully itu kan?Ya. Eh, maksudku bukan, tidak. Aku sama sekali tidak di bully, yang tadi itu hanya kesalahpahaman. Aku dan Cho Hyunmi hanya sedang bercanda.Bercanda? Lee Seongsangnim tertawa kecil lalu menggeleng.Ne, kami.... Eum, sedang latihan drama. Ucapku bohong. Lee Seongsangnim sekarang tertawa lebih keras. Oke, oke. Aku percaya. Tapi kenapa kau harus melaporkannya padaku?Ani. Aku hanya tidak ingin Seongsangnim salah paham pada Cho Hyunmi.Oh, begitu. Keurae... keurae.Terimakasih Seongsangnim. Aku membungkukkan badan sebelum membalik badan untuk kembali ke kelas.Oh ya, ngomong-ngomong akting kalian yang tadi itu bagus sekali.Ucapnya terdengar mengejek. Aku menggigit bibir lalu cepat-cepat keluar dari ruangan itu.

***

Bel tanda pelajaran terakhir telah selesai berbunyi nyaring. Guru matematika yang mengajar di depan kelas mengakhiri pelajarannya. Kami mulai membereskan bangku dan merapikan barang-barang kami untuk bersiap pulang sebelum wali kelas kami datang untuk apel sore. Seo Seongsaengnim bilang, hari ini tidak ada apel sore jadi kita bisa langsung pulang. Pengumuman dari Choi Jonghyun membuat murid-murid di kelasku bersorak dan segera berhamburan keluar kelas. Aku menunggu mereka semua keluar terlebih dahulu untuk menghindar dari desakan dan masalah. Karena jika aku ada disana dan terjadi sesuatu, mereka semua akan menyalahkanku.Jonghyun menghampiriku. Hei, ingin pulang bersama? Ajaknya. Aku menggeleng. Tidak terimakasih.Ya sudah kalau begitu, sampai jumpa besok. Jonghyun berlalu meninggalkanku seorang diri di depan kelas.Setelah semua orang pergi, barulah aku meninggalkan kelas. Koridor saat itu masih ramai, senior dari kelas tiga masih tetap berada di sekolah untuk mengikuti kelas malam. Aku berjalan pelan menyusuri koridor, takut menabrak, takut menyentuh, takut melakukan apa pun yang bisa menjadi kesalahan dan membuat mereka kembali menyalahkanku.Dua orang murid laki-laki berkejaran di koridor memperebutkan ponsel. Salah satu dari mereka mencoba menghindar dari yang lainnya dan berlari tidak tentu arah. Karena takut menabrak, aku memilih berhenti berjalan dan menepi untuk membiarkan mereka lewat. Namun salah satu dari mereka justru terpeleset saat berada di dekatku. Ia terjatuh dan ponselnya terlempar.Semua orang yang melihat kejadian ini pasti tahu bahwa tidak ada kesalahan yang kuperbuat. Namun karena aku adalah casik, anak haram yang memang selalu disalahkan, semua orang yang melihat kejadian itu lalu melemparkan pandangan menuduh kepadaku.YA! KALAU JALAN HATI-HATI! Anak laki-laki yang tadi terjatuh bangkit dan mendorong bahuku hingga terbentur ke tembok.Maaf... Ucapku menunduk.Cih, ah... matamu pasti sibuk menggoda murid laki-laki sampai-sampai kau tidak melihat jalan ya? Apa itu yang ibumu ajarkan padamu? Dasar anak haram! Perempuan murahan!Aku menunduk untuk menyembunyikan air mataku yang menggenang. Saat anak laki-laki itu melepas bahuku, aku dengan segera berlari meninggalkan tempat itu. Anak-anak yang lain menyorakiku. Berteriak Huuuu Saat aku melintasi mereka.Tuhan, sampai kapan aku harus hidup seperti ini? Hidup di neraka ini?Di sisi lain. Lee Seongsangnim melihat kejadian itu. Dia menghela napas lalu berkata. Kau menjalani hidup yang sulit.

***

Hal yang sama juga terjadi saat aku sampai di rumah. Tetangga yang berkumpul menatapku aneh saat aku berjalan melewati mereka. Aku hanya bisa menundukkan kepalaku dan berjalan cepat melewati mereka.Ah kau sudah pulang? Tanya ibu saat aku masuk ke dalam rumah tanpa memberi salam. Aku tidak membalas sapaannya dan segera masuk ke dalam kamar dan menghentakkan pintu. Selama bertahun-tahun aku hidup seperti ini. Sejak Ibu dan Ayah berpisah hingga sekarang, setiap hari aku hanya bisa terus tertekan karena cibiran-cibiran itu yang tidak ada habisnya. Berkali-kali aku meminta Ibu supaya pindah dari kota ini. Namun Ibu tidak pernah mengabulkannya. Apa aku harus terus hidup seperti ini hingga aku mati?Aku rindu ayah. Aku rindu masa-masa dimana Ayah masih menyayangiku dan melindungiku dari setiap teman yang menggangguku. Terlepas dari apakah ia Ayah kandungku atau bukan, aku tetap menyayanginya. Tapi mengapa ia harus berubah? Apakah hubungan darah itu terlalu penting? Apakah ia terlalu kecewa hingga ia harus membuangku?Aku menangis sambil memeluk lutut. Setiap hari, hanya ini saja yang selalu kulakukan. Tapi kenapa rasa sakitnya tidak pernah berkurang? Aku mendengar ibu mengetuk pintu kamarku, dari suaranya yang serak aku tahu dia juga sedang menangis. Yoo Jung-ah, mereka mengganggumu lagi?Maafkan Ibu, nak. Maafkan Ibu...Aku terisak semakin dalam. Harusnya aku tidak boleh membuat Ibuku menangis lagi.

***

Tidak seperti murid-murid lainnya yang menghabiskan waktu istirahatnya di kantin atau di kelas untuk sekedar bermain, aku lebih senang menghabiskan waktu di perpustakaan. Duduk di meja pojok yang sepi dan membaca buku anatomi hewan-hewan laut. Aku menyukai biru, juga laut. Dan meskipun aku tidak terlalu bagus dalam akademik, aku mempunyai mimpi untuk menjadi dokter. Dokter hewan lebih tepatnya.Seperti hari ini, aku kembali duduk di bangku yang sama sambil membaca buku yang membahas tentang anatomi tubuh kura-kura. Mungkin aku terlalu serius sampai-sampai aku tidak sadar seseorang telah duduk di sampingku. Barulah saat ia menyapaku, Hai.Ya Tuhan! Aku berjengit kaget. Orang-orang di perpustakaan menatapku karena terganggu, namun sesaat kemudian mereka kembali melanjutkan aktifitasnya.Seongsangnim... Ucapku berbisik kepada Lee Seongsangnim yang tersenyum geli melihat tingkahku yang berlebihan.Apa kau sebegitu kagetnya?N...ne.. Kataku gugup. Tanganku mencengkram ujung halaman buku yang kubaca.Kau sedang ada tugas biologi, ya?Tanyanya, merujuk pada buku yang kubaca.Aku menggeleng. T..tidak.Apa kau memang selalu gagap saat berbicara?Eh?Ah, tidak lupakan.Aku diam. Lalu melanjutkan membaca. Aku melirik Lee Seongsangnim yang duduk di sebelahku sambil mengetik di laptop. Sepertinya dia sedang membuat laporan. Layar komputernya menampilakan tabel-tabel data yang tidak terlalu kupahami.Kau penasaran dengan apa yang ku kerjakan? Tanyanya, jarinya masih sibuk mengetik dan mengklik sana-sini.Eh?Matamu.Ah, maaf. Aku tidak bermaksud mengintip apa yang Anda kerjakan. Aku buru-buru bangkit dan mengambil buku baru. Kali ini buku anatomi lumba-lumba.Kau ingin jadi dokter hewan ya? Tanya tepat sasaran.Aku menunduk malu dan meletakkan kembali buku itu tempatnya, tidak jadi membaca. Animnida. Aku hanya melihat-lihat saja. Kilahku.Tidak apa-apa kau punya cita-cita yang tinggi. Sini kulihat tanganmu. Lee Seongsangnim meraih tanganku dan meneliti telapaknya. Ayo kita lihat... Katanya pura-pura berpikir.Ah, dimasa depan kau akan menjadi dokter hewan yang hebat dan terkenal. Ucapnya sambil tersenyum. Aku buru-buru menarik tanganku dan pamit pergi sambil membungkuk.Sebelum aku keluar dari perpustakaan, ku dengar lagi ia berkata. Belajarlah yang baik. Kau akan meraih cita-citamu jika kau berusaha! Ramalanku selalu benar, percayalah.Aku melanjutkan langkahku keluar dari perpustakaan setelah itu. Saat sampai di kelas, kudengar Hyunmi dan teman-temannya lagi-lagi sedang berbicara tentang Lee Seongsangnim.Woah, Lee Seongsangnim, semakin hari terlihat semakin tampan, benarkan?Benar! Benar! Kau lihat bagaimana cara berpakaiannya? Dia sangat keren!Tanpa sadar, bibirku tersenyum samar mendengar itu semua. Dalam hati, hatiku membenarkan kata-kata mereka

***

Jam pelajaran terakhir hari itu adalah pelajaran sastra yang akhir-akhir ini menjadi pelajaran favorit di kelasku. Meski tidak terlalu menyukai sastra, aku senang tiap kali Lee Seongsangnim masuk dan mengajar. Bukan karena dia tampan dan berasal dari Seoul seperti alasan kebanyakan temanku menyukainya, tapi karena dia selalu berlaku baik padaku.Baiklah. Hari ini, kita akan membahas tentang puisi. Kalian tentu sudah sering mendapatkan materi ini kan? Kalian sudah mendapatkannya saat SMP dan juga di semester pertama. Tapi kali ini, kita akan membahasnya lebih dalam. Lee Seongsangnim mengambil spidol dan menuliskan judul materi kami di papan tulis.Seisi kelas memerhatikan dengan hikmat. Ini berbeda sekali jika kami sedang belajar matematika dimana hanya murid-murid berkacamata saja yang memerhatikan sedangkan yang lainnya lebih banyak sibuk dengan urusan masing-masing seperti bermain ponsel, mencoret-coret buku, bahkan ada yang tidur.Oke, sekarang buka buku latihan kalian, di halaman 78. Suara helai-helai kertas yang terbuka menguasai hening di kelas kami.Kalian sudah melihatnya? Disana ada contoh puisi berjudul Bunga yang ditulis oleh Kim Bo Kyung. Nah, sekarang aku ingin meminta salah satu dari kalian untuk ke depan dan membacakannya. Lee Seongsaengnim menyebarkan penglihatannya ke seluruh kelas. Cho Hyunmi dan beberapa murid lainnya mengangkat tangan. Mungkin, itu salah satu usaha mereka untuk terlihat baik di hadapan Lee Seongsangnim.Namun, hal yang tidak kusangka-sangka malah terjadi. Mata Lee Seongsangnim tiba-tiba berhenti padaku, dia tersenyum lalu menyebut namaku, Kim Yoo Jung. Maju ke depan. Katanya membuat seisi kelas terkejut dan diam.Badanku kaku. Terutama saat menyadari tatapan Cho Hyunmi yang dingin dan tidak suka tertuju padaku.Ayo, calon dokter hewan, maju ke depan. Perintah Lee Seongsaengnim lagi.Aku patah-patah berdiri dan berjalan ke depan sambil membawa buku.Bacakan puisinya.Aku menelan ludahku yang terasa seperti batu yang menyangkut di tenggorokan. Kutatap seisi kelas yang balas menatapku dengan jijik. Tatapan ini lagi...Seongsangnim, akuBacakan puisinya.TapiBacalah... Aku menyerah dan kembali menatap teman-teman sekelasku. Jonghyun menaikkan jempolnya untuk menyemangatiku, namun yang lainnya masih saja menatapku dengan remeh.Satu menit, dan tidak ada satupun kata yang mampu aku ucapkan.YA! Casik! Kau mau kami menunggu berapa lama lagi, hah? Cho Hyunmi menggerutu sebal.Aku menunduk.Kau membuang-buang waktu! Murid yang lain ikut berteriak. Dan entah siapa yang memulai, gumpalan-gumpalan kertas itu mulai di lempar ke arahku.Dasar anak haram!Turun saja!Kau tidak pantas memasang wajahmu di depan sana!Aku semakin menunduk. Hentikan! Kudengar teriakan Lee Seongsangnim yang mencoba menghentikan mereka. Namun aku tidak tahan lagi, air mataku jatuh sudah. Aku berlari keluar kelas. Menuju kemana saja tempat untukku bersembunyi. Tempat dimana suara-suara itu tidak lagi bisa kudengar. Mereka jahat. Apa yang pernah kulakukan pada mereka hingga mereka begitu kejam? Apakah menjadi anak dari hubungan perselingkuhan adalah keinginanku? Apa aku yang memilih untuk lahir seperti ini?Aku terus berlari hingga akhirnya sampai di atap sekolah.Jatuh terududuk lalu menangis dengan keras di sana.

***

Kudengar langkah kaki menuju ke arahku. Saat aku menoleh, aku mendapati Lee Seongsangnim berjalan ke arahku sambil membawa dua kaleng minuman dingin rasa apel. Entah ini hanyalah kebetulan, tapi itu adalah minuman kesukaanku.Dia memberikan satu untukku lantas ikut menatap kota kecil kami dengan pendangan menyesal. Maaf. Kataku. Aku keluar dari kelas begitu saja tadi.Tidak, aku yang salah. Harusnya aku tidak memaksamu membaca puisi itu.Aku menunduk. Sekarang, Seongsangnim sudah tahu.Apa?Tentang aku. Aku ini sampah yang tidak diinginkan orang-orang.Lee Seongsangnim mengerutkan keningnya. Kau mengira aku sama seperti mereka? Tanyanya. Ada nada tidak terima yang bisa kudengar dari ucapannya.Aku mengangkat bahu.Seongsangnim boleh membenciku sama seperti mereka. Aku tidak akan menyalahkanmu. Ucapku lalu beranjak pergi.Namun kata-kata yang keluar dari bibirnya kemudian membuat langkahku terhenti. Tidak Jung, aku berbeda. Aku tidak melihatmu seperti itu, bagiku kau selalu sama. Aku tidak menilaimu dari latar belakang keluargamu, harusnya kau tahu itu.

Hatiku mendesir mendengar panggilan itu... Jung?

***

TBC