hasil uji empiris + tabel
DESCRIPTION
Teori Perdagangan Internasional LeontiefTRANSCRIPT
-
Hasil Uji Empiris: Paradoks Leontief
Uji empiris pertama terhadap keberlakuan atau validitas teori Heckscher-Ohlin dilakukan
oleh Wassily Leontief pada tahun 1951. Dalam penelitiannya, Leontief menggunakan data-data
perdagangan Amerika Serikat untuk tahun 1947. Mengingat pada dasarnya Amerika Serikat
merupakan sebuah negara yang melimpah faktor produksi modalnya, maka Leontief menduga,
atas dasar apa yang dikemukan oleh model Heckscher-Ohlin, bahwa negara ini tentunya akan
mengekspor komoditi-komoditi padat modal dan mengimpor komoditi padat tenaga kerja yang
merupakan faktor produksi langka di negara itu.
Sejak usianya Perang Dunia Kedua sampai sekarang ini, Amerika Serikat merupakan
negara yang lebih makmur dibandingkan dengan hampir semua negara lain di dunia. Pekerja-
pekerja di Amerika Serikat bisa bekerja dengan nisbah modal terhadap tenaga kerja yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pekerja-pekerja di negara lain. Meskipun beberapa negara di Eropa
Barat dan Jepang dewasa ini telah mampu menandingi keperkaasaan ekonomi Amerika, namun
Amerika Serikat masih merupakan negara yang memiliki peringkat tinggi dalam nisbah modal
kerja. Atas dasar kenyataan itu pula, maka sesuai model yang baru kita pelajari wajar saja kalau
kita memperkirakan bahwa Amerika Serikat merupakan pengekspor barang-barang yang padat
modal dan pengimpor barang-barang padat karya. Namun, yang mengejutkan, kenyataanya
tidaklah demikian. Dari penelitian itu Leontief (peraih Hadiah Nobel Bidang Ekonomi di tahun
1973) menemukan bahwa Amerika Serikat itu ternyata banyak sekali mengekspor barang-barang
yang justru kurang padat modal kalau dibandingkan dengan barang-barang yang diimpornya.
Hasil temuan ini, yang tetap menjadi sumber kontroversi selama bertahun-tahun, dikenal sebagai
Paradoks Leontief (Leontief Paradoks). Ini adalah bukti tunggal terbesar yang menggoyahkan
keberlakuan atau kesahihan teori proporsi faktor Heckscher-Ohlin.
Untuk keperluan pengujiannya, Leontief menggunakan tabel Input-Output dari
perekonomian Amerika Serikat untuk mengkalkulasikan jumlah tenaga kerja dan modal dalam
satuan himpunan Perwakilan yang melambangkan ekspor impor Amerika Serikat senilai $1
juta untuk tahun 1947. (catatan: tabel input-uotput adalah sebuah tabel yang memperlihatkan asal
dan tujuan sebuah produk dalam perekonomian. Leontief sendiri memberikan kontribusi penting
bagi perkembangan konsep tabel ini, dan atas jasanya itulah maka ia memenangkan hadiah nobel
untuk ilmu ekonomi pada tahun 1973)
Hal penting lainnya yang perlu dicatat adalah Leontief menggunakan rasio K/L untuk
substitusi impor Amerika Serikat, bukan impornya sendiri. Ada pun yang dimaksud dengan
substitusi impor (impor substitution) itu adalah berbagai komoditi yang diproduksi di dalam
negeri namun juga diimpor dari negara lain (misalnya mobil); pola seperti lazim terjadi
sehubungan dengan berlakunya prinsip spesialisasi yang tidak lengkap dalam produksi.
Leontief terpaksa menggunakan data substitusi impor Amerika Serikat karena data
perdagangan dari negar-negara lain yang mencatat impor actual Amerika Serikat tidak tersedia.
-
Namun itu tidak menjadi masalah karena Leonttief dapat memberi penjelasan yang masuk akal
bahwa sekalipun substitusi impor Amerika Serikat cenderung lebih padat modal ketimbang
impor aktualnya (karena modal merupakan faktor produksi yang relatif murah di Amerika
Serikat bila dibandingkan dengan yang ada diluar negeri), tetap saja substitusi impor itu tidak
bersifat tenaga kerja kalau dibandingkan dengan ekspornya. Seandainya hal tersebut terlihat
dalam analisis empirisnya, maka model Heckscher-Ohlin pun memperoleh bukti empiris yang
kuat. Tentu saja penggunaan data-data Amerika Serikat mengenai substitusi impor, bukanya data
dari negara lain mengenai impor aktual Amerika Serikat, akan menimbulkan sedikit bias dalam
kalkulasi komoditi. Artinya komoditi-komoditi yang sama sekali tidak diproduksikan di dalam
negeri oleh para produsen Amerika Serikat (sehingga tidak termasuk dalam kategori substitusi
impor), seperti kopi dan pisang, tidak akan muncul dalam analisis.
Hasil pengujian Leontief itu sungguh mengejutkan. Ternyata substitusi impor Amerika
Serikat tidak memberikan gambaran seperti apa yang dikemukakan oleh model Heckscher-Ohlin.
Ternyata hanya sekitar 30% subtitusi impor negara itu yang bersifat lebih padat modal
ketimbang ekspornya. Itu berarti Amerika Serikat ternyata cenderung mengekspor komoditi
yang padat tenaga kerja dan mengimpor komoditi yang padat modal. Ini bertentangan atau
merupakan kebalikan dari apa yang telah diprediksikan oleh model Heckscher-Ohlin (menurut
model ini, seharusnya Amerika Serikat mengekspor aneka produk yang padat modal dan
mengimpor komoditi padat tenaga kerja). Paradoks Leontief (silahkan lihat studi kasus) ini
merupakan sumber perdebatan dalam kepustakaan teori perdagangan yang terus berlangsung
hingga saat ini.
Dalam penelitian berikutnya, Leontief yang juga merasa heran atas penemuannya itu
mencoba untuk merasionalisasikan dan meninjau kembali hasil penelitiannya itu. Jadi Leontief
sendiri tidak langsung menolak keberlakuan model Heckscher-Ohlin. Selanjutnya ia mengatakan
bahwa apa yang terungkap tersebut sekedar meerupaka ilusi optik, dan bukan merupakan
kenyataan yang sebenarnya. Sejak tahun 1947 tenaga kerja Amerika Serikat rata-rata memiliki
tingkat produktivitas tiga kali lipat lebih tinggi ketimbang tenaga kerja yang ada di negara-
negara lain. Jika dilihat dari sudut pandang itu, maka seolah-olah Amerika Serikat bisa pula
dipandang sebagai sebuah negara yang melimpah tenaga kerjanya. Betapa tidak, kalau kita
hendak membandingkan jumlah tenaga kerjanya (jika diukur berdasarkan tingkat produktivitas
secara keseluruhan, bukannya sekedar dilihat jumlah manusia pekerjanya) maka kita harus
mengalihkan tiga jumlah pekerja yang ada di Amerika Serikat. Hal yang sama juga harus
dilakukan jika kita ingin membandingkan pengusaan tenaga kerja relatif Amerika Serikat
(keberadaan tenaga kerja itu dibandingkan dengan ketersediaan modal dinegara tersebut).
Dengan demikian, tidaklah aneh apabila ekspor Amerika Serikat nampak padat tenaga kerja bila
dikaitkan dengan substitusi impornya. Namun penjelasan ini ternyata kurang memuaskan, dan
pada akhirnya Leontief sendiri membatalkannya. Lebih lanjut Leontief menyatakan bahwa hasil
analisisnya itu sekedar merupakan suatu penyimpangan dari keberlakuan model Heckscher-
Ohlin. Sepintas lalu penjelasan yang diberikan Leontief atas Paradoks tersebut sesungguhnya
-
masuk akal. Namun mengapa dianggap tidak memuaskan? Karena keunggulan produktivitas
tenaga kerja yang dikemukan oleh Leontief itu tidak cukup besar untuk menjelaskan Paradoks
tersebut, mengingat modal di Amerika Serikat juga memiliki tingkat produktivitas yang jauh
lebih tinggi ketimbang di negara-negara lain. Jadi kalau jumlah pekerja di Amerika Serikat harus
dikalikan dengan kelipatan produktivitasnya, maka faktor produksi modalnya juga harus
diperlakukan demikian. Sedangkan dari hasil perhitungan itu terungkap bahwa Amerika Serikat
tetap merupakan sebuah negara yang lebih banyak memiliki modal ketimbang tenaga kerja.
Artinya, prediksi Heckscher-Ohlin terhadap negara itu seharusnya tetap berlaku.
Paradoks tersebut juga tidak dapat dijelaskan melalui konsep perbedaan selera. Ekonom
lainnya yang mencoba memahami terjadinya paradoks tersebut mengatakan bahwa selera
konsumen Amerika Serikat cenderung mengarah pada komoditi-komoditi yang padat modal
sehingga harga relatifnya menjadi lebih tinggi. Karena itulah Amerika Serikat mendatangkan
komoditi serupa yang harga relatifnya lebih murah dari negara-negara lain dan sebagai
pengimbangnya ia pun mengekspor komoditi-komoditi yang padat tenaga kerja.
Studi Kasus : Persyaratan Modal dan Tenaga Kerja Komoditi Andalan dalam
Perdagangan Amerika Serikat.
Dari tabel dibawah ini kita dapat mengetahui persyaratan atau kebutuhan modal dan
tenaga kerja perjutaan dolar ekspor dan substitusi impor Amerika Serikat, serta rasio
modal/tenaga kerja per tahun atas impornya, dibandinkan dengan rasio-rasio faktor-faktor
produksi yang terkandung dalam komoditi-komoditi ekspornya. Sebagai contoh, dengan
membagi nilai rasio modal/tenaga kerja tahunan yang digunakan dalam analisis Leontief (18.180
dolar) oleh nilai substitusi impor Amerika dalam satuan rasio modal/tenaga kerja tahun (yakni
sebesar 14.010 dolar, berdasarkan data tahun 1947), Leontief menemukan bahwa nilai rasio
kebutuhan modal/tenaga kerja tahunan untuk impor bila dihubungkan dengan ekspornya adalah
1,30. Karena Amerika Serikat merupakan sebuah negara yang melimpah modalnya, sedangkan
substitusi impornya cenderung lebih bersifat padat modal ketimbang ekkspornya, maka jelas kita
mendapati suatu paradoks. Namun jika data yang digunakan kita ambil tahun 1951, maka rasio
K/L untuk impor/ekspor tersebut turun menjadi 1,06.
-
TABEL : Persyaratan atau Kebutuhan Modal dan Tenaga Kerja Per Jutaan
Dolar Ekspor dan Substitusi Impor Amerika Serikat.
Sumber: Leontief (1951); Leontief (1956); dan Baldwin (1971).
Namun sebuah penelitian yang dilakukan oleh Houthakker pada tahun 1957 mengenai
pola-pola konsumsi rumah tangga diberbagai negara mengungkapkan bahwa elastisitas
pendapatan atas permintaan makanan, pakaian, perumahan dan berbagai kategori produk lainnya
kurang lebih sama besarnya diseluruh negara yang menjadi objek penelitiannya. Artinya,
preferensi konsumen terhadap komoditi yang padat modal sama besarnya dengan preferensi
mereka terhadap komoditi padat tenaga kerja. Dengan demikian, penjelasan atas paradoks
Leontief yang didasarkan pada perbedaan selera itu juga tidak bisa diterima.
Penelitian Ekspor Substitusi
Impor
Impor
ekspor
Leontief
(data persyaratan input dari tahun 1947; data
perdagangan tahun 1947)
Padat modal
Padat tenaga kerja (orang per tahun)
Padat modal (per orang per tahun)
Leontief
(data persyaratan input dari tahun 1947; data
perdagangan tahun 1951)
Padat modal
Padat tenaga kerja (jumlah pekerja/ tahun)
Padat modal (per pekerja/tahun)
Padat modal (per pekerja/tahun), kecuali sektor
yang padat sumber daya alam
Baldwin
(data persyaratan input dari tahun 1958; data
perdagangan tahun 1962)
Padat modal
Padat tenaga kerja (jumlah pekerja/tahun)
Padat modal (per pekerja/tahun)
Padat modal (per pekerja/tahun), kecuali sektor
yang padat sumber daya alam
Padat modal (per pekerja/tahun), kecuali sektor
yang padat sumber daya alam, namun modal
manusia dihitung
$2.550.780
182
$14.010
$2.256.800
174
$12.977
$1. 876.000
131
$14.200
$3.091.339
170
$18.180
$2.303.400
168
$13.726
$2.132.000
119
$18.000
1,30
1,06
0,88
1,27
1,04
0.92
-
Lebih jauh lagi, seandainya sektor-sektor industri atau jenis-jenis komoditi yang padat
dengan sumber daya alam kita sisihkan dari perhitungan, maka rasio itu turun lagi menjadi 0,88
(seandainya angka ini yang berlaku, maka paradoks tadi pun lenyap dan tidak perlu dipersoalkan
lagi). Selanjutnya jika kita menggunakan data persyaratan input dan data perdagangan pada
tahun 1962, maka kita akan mendapati rasio K/L untuk impor/ekspor sebesar 1,27 (ini
merupakan hasil penelitian Baldwin). Kemudian jika komoditi-komoditi atau sektor-sektor
industri yang padat sumber daya alam disisihkan dari kalkulasi, maka rasio itu turun menjadi
1,04 dan jika industri atau komoditi yang padat tenaga kerja juga dihilangkan, maka rasio
tersebut kembali turun menjadi 0,92 (sehingga paradoks tadi hilang).
Leontief berusaha secara sungguh-sungguh dalam meninjau kembali penelitiannya
dengan menggunakan data-data tahun 1962 sebagai pijakan untuk membandingkan faktor-faktor
produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang ekspor Amerika Serikat senilai satu
juta dolar dengan nilai yang sama atas berbagai barang yang diimpornya. Dari perhitungan ini,
ternyata paradoks Leontief masih tetap berlaku: komoditi ekspor Amerika Serikat banyak yang
diproduksi dengan nisbah modal-tenaga kerja yang lebih rendah dari pada barang-barang
impornya. Produk Amerika Serikat ternyata memang lebih bersifat padat tenaga kerja terampil
apabila dibandingkan dengan impornya. Amerika juga cenderung mengekspor barang-barang
yang padat teknologi, yang banyak membutuhkan lebih banyaka cucuran keringat ilmuwan
dan teknisi per unit penjualannya. Pengamatan ini sejalan dengan kedudukan Amerika Serikat
sebagai negara yang memiliki ketrampilan yang tinggi, dengan keunggulan komparatif pada
barang-barang yang canggih. Lantas mengapa paradoks Leontief tersebut bisa terjadi? Tidak ada
seorangpun yang dapat memberikan alasan yang tepat.
Penjelasan yang masuk akal bisa jadi adalah sebagai berikut: Amerika Serikat memiliki
keunggulan khusus dalam memproduksi produk-produk baru atau jenis-jenis barang yang dibuat
dengan teknologi inovatif. Produk-produk seperti ini boleh jadi tidak begitu bersifat padat modal
dibandingkan dengan produk-produk yang teknologinya dari waktu ke waktu kian mantap dan
makin banyak dipoles serta disesuaikan untuk teknik-teknik produksi massal. Oleh karena itu,
mungkin dan wajar-wajar saja kalau Amerika Serikat mengekspor barang-barang yang sekilas
seperti barang sederhana, akan tetapi sesungguhnya produk itu harus diproduksi dengan
menggunakan tenaga kerja yang sangat terampil dan digerakkan oleh kelompok wirausaha yang
inovatif, dan disisi lain mengimpor sebagian besar jenis barang yang diproduksi seacara padat
modal.