hasil penelitian dan pembahasan -...

25
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Umbu Rara Meha Waingapu yang terletak di jalan Adam Malik No. 54 Kelurahan Kambajawa, Kecamatan Kota Waingapu, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Rumah Sakit Umum Daerah Umbu Rara Meha mulai dioperasionalkan pada tanggal 19 Desember 1983 dengan luas bangunan 4.637m 2 dan luas tanah 41.000m 2 . Rumah Sakit ini adalah rumah sakit tipe D+ dengan kapasitas tempat tidur 121 buah dan memiliki fasilitas pelayanan yaitu satu unit ruangan perawatan rawat jalan (poli umum, poli bedah, poli anak, poli gigi dan mulut, poli kebidanan dan KB, poli mata), satu unit instalasi medik central (instalasi gawat darurat, instalasi bedah sentral, instalasi ICU) dan instalasi penunjang medis (Instalasi Farmasi, Instalasi Laboratorium, Instalasi Gizi, Instalasi Radiologi, Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit, Instalasi Rehabilitasi Medik, Instalasi Pemulasara-an Jenasah, Instalasi Dokter Jaga, Instalasi Ruangan Oksigen, Gudang Farmasi). Rumah Sakit Umum Daerah Umbu Rara Meha memiliki ruang rawat inap berjumlah 7 ruangan yaitu

Upload: builien

Post on 06-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum

Daerah Umbu Rara Meha Waingapu yang terletak di jalan

Adam Malik No. 54 Kelurahan Kambajawa, Kecamatan Kota

Waingapu, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Rumah Sakit

Umum Daerah Umbu Rara Meha mulai dioperasionalkan

pada tanggal 19 Desember 1983 dengan luas bangunan

4.637m2 dan luas tanah 41.000m2. Rumah Sakit ini adalah

rumah sakit tipe D+ dengan kapasitas tempat tidur 121 buah

dan memiliki fasilitas pelayanan yaitu satu unit ruangan

perawatan rawat jalan (poli umum, poli bedah, poli anak, poli

gigi dan mulut, poli kebidanan dan KB, poli mata), satu unit

instalasi medik central (instalasi gawat darurat, instalasi

bedah sentral, instalasi ICU) dan instalasi penunjang medis

(Instalasi Farmasi, Instalasi Laboratorium, Instalasi Gizi,

Instalasi Radiologi, Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah

Sakit, Instalasi Rehabilitasi Medik, Instalasi Pemulasara-an

Jenasah, Instalasi Dokter Jaga, Instalasi Ruangan Oksigen,

Gudang Farmasi). Rumah Sakit Umum Daerah Umbu Rara

Meha memiliki ruang rawat inap berjumlah 7 ruangan yaitu

Page 2: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

Ruangan Dahlia untuk penyakit dalam, Ruangan Anggrek

untuk pasien anak, Ruangan Bogenvile untuk semua pasien

bedah, Ruangan Kemuning untuk kebidanan, ICU untuk

pasien emergency, Ruangan VIP dan Utama (RSUD Umbu

Rara Meha Waingapu, 2013).

Dari 7 ruangan Instalasi Rawat Inap, peneliti

melakukan penelitian di satu ruangan yaitu ruangan

Bogenvile. Ruangan Bogenvile merupakan tempat

perawatan bagi pasien pre dan pasca bedah termasuk

pasien post apendiktomi. Ruangan Bogenvile memiliki 12

orang perawat dengan kapasitas 20 tempat tidur. Sebagian

besar pasiennya menggunakan Jaminan Kesehatan

Masyarakat (JAMKESMAS). Saat penelitian berlangsung

peneliti melihat ruang ini memiliki satu buah set sterilisator,

pinset 3 buah, gunting kassa 2 buah, gunting plester 2 buah,

bengkok 1 buah dan korentang 2 buah. Jumlah pasien di

ruang Bogenvile rata-rata 20 pasien tiap bulannya dengan

14 orang tenaga kesehatan yaitu 1 orang dokter umum, 12

orang perawat termasuk kepala ruangan Bogenvile dan

pegawai administrasi. Perawat yang berpendidikan S1 1

orang, D3 5 orang, SPK 6 orang.

Rumah Sakit ini memiliki tenaga paramedis dan

tenaga medis Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tenaga para

Page 3: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

medis sebanyak 198 orang yaitu S1 Keperawatan 8 orang,

D3 Keperawatan 69 orang, SPK 35 orang, D3 Kebidanan 8

orang, Perawat Gigi 2 orang, dan D4 Keperawatan

sebanyak 4 orang. Tenaga medis yang terdiri dari dokter

ahli bedah 1 orang, dokter ahli obgyn 1 orang, dokter umum

9 orang, dan apoteker 4 orang.

4.2. Karakteristik Responden

Penelitian tentang gambaran pelaksanaan

perawatan luka post apendiktomi di ruang rawat inap

Bogenvile RSUD Umbu Rara Meha Waingapu telah

dilakukan pada tanggal 2 Juli 2013 sampai dengan 19

Agustus 2013 terhadap 12 orang responden perawat.

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin,

usia, tingkat pendidikan dan masa kerja selengkapnya

disajikan dalam tabel 1.

Page 4: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan masa kerja (n:12)

Karakteristik Responden

Frekuensi Prosentase

Jenis Kelamin : Pria Wanita Usia : 20-30 Tahun 31-40 Tahun Tingkat Pendidikan : SPK/C D3 S1 Masa Kerja : < 5 Tahun >5 Tahun

2 10 3 9 6 5 1 2 10

16,7 83,3 25 75 50 41,7 8,3 16,7 83,3

Sumber : Data Sekunder, 2013

Tabel 1, menunjukkan mayoritas responden berjenis

kelamin perempuan (83,3%). 75% responden berada pada

rentang usia antara 31-40 tahun. Tingkat pendidikan

responden didominasi oleh lulusan SPK/C (50%) dan

sebagian besar (83,3%) responden bekerja selama lebih

dari 5 tahun.

4.3. Gambaran Pelaksanaan Perawatan Luka Post

Apendiktomi di Ruang Rawat Inap Bogenvile RSUD

Umbu Rara Meha Waingapu

Observasi tindakan perawatan luka apendiktomi

dilakukan sebanyak tiga kali untuk setiap responden.

Ditemukan setiap pasien post apendiktomi yang tidak

Page 5: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

mengalami infeksi mendapat perawatan luka sebanyak dua

kali selama dirawat di rumah sakit. Tetapi bagi pasien yang

mengalami komplikasi atau infeksi akan dirawat lebih dari

tiga atau empat hari dan mendapat perawatan luka lebih

dari dua kali.

A. Tahap Prainteraksi

Pada tahap ini, perawat sebelum melakukan

tindakan perawatan luka apendiktomi, terlebih dahulu

melihat catatan perawatan pasien kemudian mencuci

tangan, dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan

seperti set alat steril, sarung tangan steril, pinset

anatomis, pinset chirurgis, kassa steril, kapas lidi,

alkohol 70%, NaCl 0,9%, povidone iodine/betadin,

gunting plester, bengkok, perlak, sarung tangan bersih,

kapas alkohol, dan obat luka sesuai advis dokter. Hasil

pengamatan disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Tahap Prainteraksi (n:12)

Kriteria Frekuensi Prosentase Baik (76-100) 3 25 Cukup (56-75) 9 75 Kurang (< 56) 0 0

Jumlah 12 100 Sumber : Data Sekunder, 2013

Berdasarkan tabel 2, tidak ada responden yang masuk

dalam kategori kurang pada fase prainteraksi.

Page 6: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

Sesuai data pada lembar check list, dari 36 tindakan

pada tahap prainteraksi perawatan luka apendiktomi,

terdapat 28 prosedur tidak membawa sarung tangan

steril dikarenakan sarung tangan steril di ruangan

maupun di apotik rumah sakit tidak tersedia (sering

kehabisan stok). Prosedur tidak menyiapkan bengkok

sebanyak 16 kali, dikarenakan keterbatasan jumlah

bengkok yaitu hanya satu buah, artinya saat melakukan

perawatan luka bengkok masih dipakai oleh perawat lain

untuk melakukan perawatan luka apendiktomi pada

pasien.

B. Tahap Orientasi

Pada tahap ini perawat memberikan salam dan

memanggil nama pasien dengan namanya kemudian

menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan yang akan

dilakukan untuk mendapat persetujuan pasien. Hasil

pengamatan disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Tahap Orientasi

Kriteria Frekuensi Prosentase Baik (76-100) 4 33,3 Cukup (56-75) 5 41,7 Kurang (< 56) 3 25

Jumlah 12 100 Sumber : Data Sekunder, 2013

Page 7: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

Tabel 3, menunjukkan hanya 1/3 dari keseluruhan

responden yang mengorientasikan tindakan secara baik

kepada pasien.

Berdasarkan data dari lembar observasi, dari 36 kali

observasi, 5 tindakan (13,9%) di antaranya tidak

memberikan salam dan memanggil klien dengan

namanya. Prosedur tindakan tidak menjelaskan tujuan,

cara dan waktu sebanyak 16 tindakan (44,4%).

C. Tahap Kerja

Pada tahap ini sebelum perawat melakukan

tindakan perawatan luka apendiktomi, terlebih dahulu

perawat cuci tangan kemudian menjaga privasi pasien

selama tindakan dilakukan, mengatur posisi pasien agar

luka terlihat jelas dan mudah untuk dilakukan tindakan

perawatan luka post apendiktomi dan berikan perlak di

bawah luka pasien kemudian membuka plester dan

balutan dengan menggunakan sarung tangan bersih,

pinset, dan kapas alkohol kemudian memasukkan

balutan kotor ke dalam bengkok. Selanjutnya melakukan

pengkajian terhadap kondisi luka jahitan kemudian

membuka alat-alat steril dengan tetap mempertahankan

supaya tidak terkontaminasi. Dilanjutkan menuangkan

larutan NaCl, memakai sarung tangan steril,

Page 8: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

membersihkan daerah di sekitar luka jahitan sesuai

dengan prinsip pembersihan luka dengan pinset dan

kapas yang sudah dibasahi NaCl, menutup luka dengan

kassa steril menggunakan pinset steril, melepas sarung

tangan, fiksasi kassa dengan plester, kemudian

merapikan pasien ke posisi semula. Hasil pengamatan

tahap kerja disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Tahap Kerja (n:12)

Kriteria Frekuensi Prosentase Baik (76-100) 0 0 Cukup (56-75) 11 91,7 Kurang (< 56) 1 8,3

Jumlah 12 100 Sumber : Data Sekunder, 2013

Berdasarkan tabel 4, pada tahap kerja tidak seorangpun

dari responden masuk dalam kategori baik, sementara

jumlah terbanyak terdapat pada kategori cukup yaitu

sebanyak 11 responden (91,7%) disusul oleh kategori

kurang sebanyak 1 orang (8,3%).

Berdasarkan data pada lembar hasil observasi, tindakan

yang sama sekali tidak pernah dilakukan oleh semua

responden selama 36 kali observasi adalah prosedur

memberi kesempatan kepada klien untuk bertanya

sebelum tindakan dimulai. 19 tindakan (52,8%) tidak

menjaga privasi klien saat melakukan perawatan luka

post apendiktomi. 10 tindakan (27,8%) tidak mencuci

Page 9: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

tangan sebelum melakukan tindakan perawatan.

Tindakan memasang perlak saat melakukan perawatan

luka sebanyak 0% artinya tidak dilakukan sama sekali

oleh responden. Dan tindakan tidak menggunakan

sarung tangan steril sebanyak 29 tindakan (80,5%).

D. Tahap Terminasi

Pada tahap ini perawat mengembalikan posisi

pasien seperti semula/merapikan, mengevaluasi

perasaan pasien setelah dilakukan tindakan perawatan

luka, menyampaikan rencana tindak lanjut, mengakhiri

kegiatan dan merapikan kembali peralatan yang telah

dipakai, kemudian mencuci tangan. Pada tabel 5 tersaji

hasil tahapan terminasi.

Tabel 5. Tahap Terminasi (n:12)

Kriteria Frekuensi Prosentase Baik (76-100) 9 75 Cukup (56-75) 2 16,7 Kurang (< 56) 1 8,3

Jumlah 12 100 Sumber : Data Sekunder, 2013

Tabel 5, menunjukkan bahwa mayoritas responden

berada dalam kriteria baik yaitu sebanyak 9 responden

(75%) dari seluruh jumlah responden yang diteliti.

E. Tahap Dokumentasi

Pada tahap ini perawat mendokumentasikan

tindakan yang telah dilakukan sebagai langkah tanggung

Page 10: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

jawab dengan mencatat waktu dilakukan

tindakan/perawatan luka apendiktomi dan kondisi luka

operasi apendiktomi, serta menulis nama terang dan

tanda tangan perawat di dalam buku catatan asuhan

keperawatan. Hasil observasi disajikan pada tabel 6.

Tabel 6. Tahap Dokumentasi (n:12)

Kriteria Frekuensi Prosentase Baik (76-100) 1 8,3 Cukup (56-75) 3 25 Kurang (< 56) 8 66,7

Jumlah 12 100 Sumber : Data Sekunder, 2013

Tabel 6 menunjukkan bahwa mayoritas responden

berada dalam kategori kurang (66,7%) dan hanya

terdapat 1 orang (8,3%) yang masuk dalam kategori

baik.

Berdasarkan data dari lembar hasil observasi, cukup

banyak tindakan menulis nama terang dan tanda tangan

petugas kesehatan di dalam buku catatan asuhan

keperawatan yang tidak dilakukan responden yaitu

sebanyak 34 tindakan (94,4%).

F. Perawatan Luka Apendiktomi

Berikut adalah distribusi gambaran pelaksanaan

perawatan luka post apendiktomi oleh seluruh perawat di

ruang Bogenvile Rumah Sakit Umum Daerah Umbu

Page 11: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

Rara Meha Waingapu. Hasil penelitian selengkapnya

disajikan dalam tabel 7.

Perawatan luka dimulai dari tahap prainteraksi,

orientasi, kerja, terminasi, sampai dokumentasi. Dari 36

tindakan perawatan luka yang diobservasi didapatkan

hasil dalam tabel 7.

Tabel 7. Perawatan Luka Apendiktomi (n:12)

Kriteria Frekuensi Prosentase Baik (76-100) 1 8,3 Cukup (56-75) 10 83,4 Kurang (< 56) 1 8,3

Jumlah 12 100

Sumber : Data Sekunder, 2013

Tabel di atas menunjukkan bahwa yang masuk dalam

kategori cukup memiliki jumlah terbanyak yaitu 10 orang

(83,4%) dan jumlah responden yang masuk dalam kategori

baik dan kurang memiliki angka yang sama yaitu masing-

masing sebanyak 1 orang (8,3%).

4.4. Pembahasan

4.4.1. Karakteristik Responden

a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Jumlah perawat di ruang Bogenvile RSUD

Umbu Rara Meha Waingapu yang berjenis kelamin

Page 12: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

laki-laki yaitu 2 orang (16,7%) dan perempuan yaitu 10

orang (83,3%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat

Muchlas (2004) yang menyatakan bahwa proporsi

perempuan dalam personel keperawatan jauh lebih

besar dibandingkan dengan laki-laki.

Aryani (2008) mengatakan bahwa tidak ada

batas ideal perbandingan antara perawat laki-laki dan

perempuan. Namun dalam manajemen keperawatan

mengenai pengaturan jadwal dinas, dianjurkan dalam

satu shift ada perawat laki-laki dan perempuan,

sehingga apabila melakukan tindakan yang bersifat

privacy bisa dilakukan oleh perawat yang sama jenis

kelaminnya misalnya personal higiyene, eliminasi,

perekaman EKG, pemasangan asesoris bed side

monitor dan lain-lain.

b. Karakteristik responden berdasarkan usia

Secara fisiologis pertumbuhan dan

perkembangan seseorang dapat digambarkan dengan

pertumbuhan umur. Dengan peningkatan umur

diharapkan terjadi pertumbuhan kemampuan motorik

sesuai dengan tumbuh kembangnya, yang identik

Page 13: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

dengan idealisme tinggi, semangat tinggi dan tenaga

yang prima (Monks, 2000).

Pada usia-usia yang relatif tua, meskipun

sudah memiliki pengalaman kerja yang lebih banyak,

namun kondisi fisik yang menurun mengakibatkan

penurunan produktivitas (Adisetiawan, 2010). Hal ini

sesuai dengan keadaan di ruangan Bogenvile, perawat

yang paling dominan di ruangan adalah perawat yang

umurnya di atas 30 tahun dan dari hasil penelitian

didapatkan bahwa hampir seluruh responden dari

jumlah perawat mengalami penurunan motivasi kerja.

c. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa tingkat pendidikan perawat di ruang Bogenvile

RSUD Umbu Rara Meha Waingapu mayoritas lulusan

SPK/C (Sekolah Penjenang Keperawatan) yang mana

setara dengan pendidikan SMA (Sekolah Menengah

Atas) yaitu sebesar 50%, diploma tiga sebesar 41,7%

dan hanya 8,3% yang berpendidikan sarjana

keperawatan.

Menurut Saragih (2010) dalam jurnalnya

yang berjudul hubungan karakteristik perawat dengan

tingkat kepatuhan perawat melakukan cuci tangan di

Page 14: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

Rumah Sakit Columbia Asia Medan yang mengatakan

bahwa pada saat ini dasar penataan pendidikan

perawat adalah menuju tatanan profesionalisme dan

globalisasi. Profesionalisme menuntut perawat harus

menyelesaikan pendidikan akademik dan profesi

sebagaimana profesi lain yang berkembang.

Rendahnya pendidikan perawat dapat menjadi

rendahnya pelayanan keperawatan dan daya saing

perawat tersebut dengan perawat asing.

Untuk itu dituntut kesadaran dari perawat

RSUD Umbu Rara Meha Waingapu untuk memikirkan

tindak lanjut pendididikannya agar eksistensi mereka

dalam pelayanan keperawatan di era globalisasi saat

ini dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Manajemen

rumah sakit juga diharapkan memberikan perhatian

dan dukungan bagi perawat-perawat yang ingin

meningkatkan taraf pendidikannya.

d. Karakteristik responden berdasarkan masa kerja

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa mayoritas perawat ruang Bogenvile RSUD

Umbu Rara Meha Waingapu mempunyai masa kerja

lebih dari lima tahun (83,3%).

Page 15: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

Menurut Balai Pustaka Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan (1991) masa kerja (lama

kerja) adalah merupakan pengalaman individu yang

akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan

jabatan. Kreitner dan Kinichi (2004) dalam bukunya

yang berjudul Organizational Behavior menyatakan

bahwa masa kerja yang lama akan cenderung

membuat seseorang betah dalam sebuah organisasi

hal ini disebabkan karena telah beradaptasi dengan

lingkungan yang cukup lama sehingga akan merasa

nyaman dalam pekerjaannya. Semakin lama

seseorang bekerja maka tingkat prestasi akan semakin

tinggi, prestasi yang tinggi didapat dari perilaku yang

baik. Kondisi ini apabila dikaitkan dengan pendapat

Kreitner dan Kinichi di atas terdapat kesenjangan.

Berdasarkan hasil observasi peneliti terhadap

seluruh responden perawat ada beberapa faktor yang

berpengaruh pada pelaksanaan perawatan luka post

apendiktomi belum dapat dikategorikan baik, antara

lain yaitu SOP perawatan luka apendiktomi yang

masih memilki banyak kekurangan, fasilitas

penunjang/alat perawatan luka apendiktomi yang

kurang memadai dan pendidikan perawat pelaksana

Page 16: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

kebanyakan lulusan SPK/C. Jadi, masa kerja yang

lama belum tentu akan menyebabkan tingkat prestasi

semakin tinggi.

4.4.2. Pelaksanaan Perawatan Luka Apendiktomi di RSUD

Umbu Rara Meha Waingapu

Peneliti telah melakukan observasi pada 12 orang

responden perawat, masing-masing sebanyak 3 kali

sehingga jumlah observasi total yaitu sebanyak 36 kali.

Gambaran pelaksanaan perawatan luka

apendiktomi, dapat dilihat dari hasil penelitian pada tabel 7

dari 12 responden di Ruang Bogenvile didapatkan pada

tahap terminasi dalam kriteria baik sebanyak 75%,

sedangkan pada tahap prainteraksi, orientasi, dan tahap

kerja masuk dalam kriteria cukup dengan proporsi masing-

masing 75%, 41,7%, 91,7%. Pada tahap dokumentasi

pelaksanaan perawatan luka pada pasien post apendiktomi

dalam kriteria kurang dengan proporsi 66,7%. Hal ini

disebabkan oleh SOP perawatan luka apendiktomi RSUD

Umbu Rara Meha Waingapu yang masih memiliki banyak

kekurangan. Pada saat peneliti melakukan observasi,

ditemukan terdapat banyak kesenjangan dalam

Page 17: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

pelaksanaan SOP tersebut. Setelah peneliti melihat dan

membandingkan SOP RSUD Umbu Rara Meha Waingapu

dengan SOP Prodi Keperawatan Waingapu, terdapat

banyak kekurangan pada SOP RSUD Umbu Rara Meha

Waingapu seperti : tidak ada tindakan mencuci tangan

sebelum melakukan tindakan perawatan luka, tidak ada

persiapan sarung tangan bersih, perlak, menjaga privasi

klien dan mencuci tangan setelah melakukan tindakan.

Prodi Keperawatan Waingapu adalah satu-satunya institusi

sekolah diploma tiga keperawatan yang ada di Waingapu

dan memiliki hubungan kerjasama dengan RSUD Umbu

Rara Meha Waingapu. Alasan peneliti menggunakan SOP

Prodi Keperawatan Waingapu sebagai SOP pembanding

adalah untuk lebih meminimalkan perbedaan-perbedaan

yang ada dengan perbandingan SOP di lain tempat, terlebih

pula karena kedua instansi tersebut memiliki hubungan

kerjasama secara formal.

Perry dan Potter (2005) mengatakan Standar

Operasional Prosedur merupakan tatacara atau tahapan

yang dibakukan dan harus dilalui untuk menyelesaikan

suatu proses kerja tertentu. Berdasarkan teori tersebut,

pelaksanaan suatu tugas diperlukan gambaran langkah-

langkah kerja (sistem, mekanisme dan tata kerja internal)

Page 18: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

yang tentunya memuat tentang proses dan prosedur suatu

kegiatan yang bersifat efektif dan efisien berdasarkan suatu

standar yang sudah baku untuk mencapai tujuan. Dengan

adanya SOP diharapkan pekerjaan dapat terlaksana dengan

baik, tepat waktu dan dapat dipertanggungjawabkan.

Sebaliknya, jika tata laksana rumah sakit tidak sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan, akan mengakibatkan

kerugian yang besar pada pasien, pengunjung, bahkan

pihak rumah sakit.

Atas persetujuan dari Kepala Bidang Keperawatan

RSUD Umbu Rara Meha Waingapu peneliti menggunakan

SOP Prodi Keperawatan Waingapu sebagai lembar

observasi dalam melakukan penelitian. Hal ini menjadi salah

satu faktor sehingga gambaran pelaksanaan perawatan luka

pada pasien post apendiktomi sebagian besar masuk dalam

kriteria cukup. Jadi menurut peneliti, RSUD Umbu Rara

Meha Waingapu perlu meninjau kembali SOP yang

digunakan khususnya SOP perawatan luka pasien post

apendiktomi dan menyesuaikan dengan SOP Standar

Propinsi serta perlu juga mengadakan pelatihan untuk

meningkatkan kualitas pelaksanaan tindakan keperawatan

tersebut.

Page 19: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

Disamping itu hal ini dipengaruhi juga oleh fasilitas

penunjang yang kurang memadai. Kelengkapan fasilitas

dalam suatu instansi sangat mendukung berjalannya intansi

tersebut. Menurut Depkes RI (2001) bahwa untuk dapat

terlaksananya pelayanan yang sesuai dengan standar

tentunya harus didukung dengan pengetahuan, kemampuan

dan ketrampilan yang memadai dari Sumber Daya Manusia

(SDM) yang ada. Disamping itu pula ditunjang dengan

fasilitas dan sarana rumah sakit yang memadai sehingga

pelayanan menjadi berkualitas dan berdampak besar

terhadap citra pelayanan rumah sakit yang pada akhirnya

dapat memuaskan masyarakat.

Fasilitas alat perawatan luka apendiktomi di RSUD

Umbu Rara Meha Waingapu khususnya di ruang Bogenvile

yang terbatas, misalnya satu set alat untuk beberapa

pasien, dapat dipastikan segi aseptiknya dilanggar,

ketersediaan bengkok masih terbatas (1 unit), ketersediaan

handscoon steril di ruangan yang masih terbatas (sering

kehabisan stok), sehingga dalam melakukan perawatan luka

perawat sering kali hanya menggunakan handsoon bersih

dan oleh karena keterbatasan set steril perawat melakukan

perawatan luka secara bergantian tanpa melakukan

sterilisasi ulang.

Page 20: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

Hal lain yang menjadi faktor penyebab gambaran

pelaksanaan perawatan luka pada pasien post apendiktomi

di ruang bogenvile RSUD Umbu Rara Meha Waingapu

belum dapat dikategorikan baik yaitu karena tingkat

pengetahuan responden yang masih kurang. Menurut

Notoatmodjo (2003), faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu tingkat

pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun orang lain,

lingkungan dan media masa. Berdasarkan teori tersebut,

jelas bahwa tingkat pendidikan seseorang merupakan salah

satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap pengetahuan

yang dimilikinya. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa

kebanyakan dari responden adalah lulusan SPK/C yaitu

50%.

Menurut Azwar S, (2000) pengetahuan dapat

menumbuhkan sikap positif tentang sesuatu sehingga dapat

melahirkan minat dan kesadaran seseorang untuk

melakukan sesuatu (mengubah perilaku). Kurangnya

pengetahuan responden hal ini dikarenakan dalam

melaksanakan perawatan luka pada pasien post

apendiktomi ada beberapa tindakan keperawatan yang

sebenarnya dapat dimodifikasi oleh responden apabila

terbatasnya fasilitas di ruang bogenvile. Sebagai contoh,

Page 21: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

karena keterbatasan bengkok, ketika melakukan perawatan

luka apendiktomi sering kali responden harus menunggu

yang sebenarnya masih dapat dimodifikasi, seperti dapat

digantikan dengan plabot infus bekas, kesadaran akan

pentingnya mencuci tangan sebelum melakukan tindakan

perawatan luka oleh responden masih sangat minim

sehingga sebagian besar tidak melakukan tindakan cuci

tangan sebelum melakukan tindakan bahkan setelah

tindakan perawatan luka pada satu pasien apendiktomi tidak

lagi mencuci tangan tetapi langsung melakukan perawatan

luka selanjutnya.

Kurangnya kesadaran responden akan pentingnya

perawatan luka apendiktomi yang sesuai standar telah

berlangsung lama, sehingga sulit untuk mengubah perilaku

seperti itu dalam waktu singkat. Hal ini pula yang

mengakibatkan gambaran pelaksanaan perawatan luka

pada pasien post apendiktomi masuk dalam kriteria yang

cukup. Niat dari diri sendiri, bukti ilmiah, proses belajar

mengajar dan fasilitas yang memadai diharapkan mampu

memperbaikinya.

Hal tersebut juga sama dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Nurkusuma (2009) yaitu tentang faktor yang

berpengaruh terhadap kejadian Meticillin-Resistant

Page 22: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

Staphylococcus aureus (MRSA) pada kasus infeksi luka

pasca operasi, dimana hasil dari penelitiannya mengatakan

bahwa 17 prosedur tidak memakai sarung tangan, 10

prosedur di antaranya disertai keadaan sarung tangan steril

di ruangan tidak tersedia. Teknik ganti balut yang tidak

standar sebanyak 25 prosedur, 10 prosedur di antaranya

disertai dengan kondisi petugas yang tergesa-gesa. Selain

keterbatasan fasilitas rumah sakit, didapatkan pula data

tingkat kesadaran yang rendah dan ketidaktahuan tentang

prosedur ganti balut yang standar. Petugas yang tidak

mencuci tangannya disebabkan karena kurangnya

kesadaran akan arti pentingnya cuci tangan (80%), namun

dapat juga karena handscrub alcohol habis (20%).

Hasil penelitian Mukhadiono (2011) dalam Jurnal

Keperawatan Soedirman, volume 6 No.1 tentang pengaruh

prosedur dan fasilitas pelayanan terhadap kualitas

pelayanan peserta program JAMKESMAS di puskesmas 1

Cilongok, yakni berdasarkan hasil analisis korelasi majemuk

dapat diketahui bahwa koefesien korelasi (R) antara

prosedur pelayanan dan fasilitas pelayanan dengan kualitas

pelayanan menunjukkan angka sebesar 0,740. Jadi ada

korelasi positif sebesar 0,740 antara prosedur pelayanan

dan fasilitas pelayanan dengan kualitas pelayanan. Hal

Page 23: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

demikian berarti, semakin baik prosedur pelayanan dan

fasilitas pelayanan maka akan semakin baik pula kualitas

pelayanan.

Ratminto dan Winarsih (2005) menyatakan bahwa

Pemerintah melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara (Kep MENPAN) Nomor 63 Tahun 2003,

dan disempurnakan melalui Kep MENPAN NOMOR 63

Tahun 2004, memberikan ukuran kualitas pelayanan bagi

organisasi publik dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat. Ukuran ini merupakan hal wajib yang harus

dipenuhi oleh organisasi publik dalam pelaksanaan

pelayanannya. Ukuran kualitas pelayanan adalah

1) Prosedur pelayanan, 2) Waktu penyelesaian, 3) Biaya

Pelayanan, 4) Produk pelayanan, 5) Sarana dan prasarana,

6) Kompetensi petugas pemberi pelayanan. Dengan

demikian jelas bahwa prosedur pelayanan merupakan salah

satu ukuran penting dalam menentukan kualitas pelayanan.

Pengaruh fasilitas pelayanan terhadap kualitas

pelayanan perawatan luka apendiktomi sesuai dengan

pendapat yang disampaikan oleh Moenir (2001) mengenai

fungsi-fungsi dari fasilitas kerja. Dikatakan oleh Moenir

bahwa fungsi-fungsi dari fasilitas kerja adalah :

1) Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan,

Page 24: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

2) Meningkatkan produktivitas, baik barang atau jasa;

3) Kualitas produk yang lebih baik/terjamin;

4) Ketepatan susunan dan stabilitas ukuran terjamin;

5) Lebih mudah/sederhana dalam gerak para pelakunya;

6) Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang

berkepentingan;

7) Menimbulkan rasa puas pada orang-orang yang

berkepentingan sehingga dapat mengurangi sifat

emosional mereka.

Jadi jelas bahwa fasilitas pelayanan sangat penting

artinya dalam rangka mewujudkan pelayanan publik yang

berkualitas. Fasilitas pelayanan yang lengkap dan memadai

merupakan kondisi yang harus diwujudkan agar pelayanan

yang disajikan mampu mencapai kualitas yang tinggi.

Sebaliknya, dengan keterbatasan fasilitas pelayanan maka

proses pelayanan akan sulit dilakukan secara optimal

sehingga akan sulit pula diharapkan terwujud kualitas

pelayanan yang tinggi.

Keselamatan pasien (patient safety) dalam hal ini

tindakan perawatan luka post apendiktomi adalah suatu

sitem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih

aman. Sistem ini perlu diperhatikan untuk mencegah

terjadinya cedera pada pasien yang disebabkan oleh

Page 25: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5325/5/T1_462009087_BAB IV.pdf · Tenaga medis yang terdiri dari dokter ahli bedah 1 orang,

kesalahan tindakan yang dilakukan oleh perawat terkait

dengan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien

(KKP-RS, 2005). Peninjauan kembali terhadap SOP yang

digunakan secara periodik dan selalu mengevaluasi setiap

tindakan perawatan luka post apendiktomi merupakan salah

satu bentuk cara untuk mengimplementasikan standar

keselamatan pasien.