hasil penelitian dan pembahasan -...
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab I telah dikemukakan tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui peningkatkan kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar
dengan pendekatan konstruktivisme dengan siswa yang belajar secara konvesional
(biasa), untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa
yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme dengan siswa yang belajar secara
konvensional (biasa), dan untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan
penalaran dan komunikasi matematik siswa yang belajar dengan pendekatan
konstruktivisme serta untuk mengetahui keterkaitan antara kemampuan penalaran
dan komunikasi matematik siswa, selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk
mengetahui aktivitas belajar siswa dan sikap siswa terhadap pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme, serta ingin mengetahui tanggapan guru terhadap
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dikaitkan dengan kemampuan
penalaran dan komunikasi matematika siswa.
Selanjutnya dari data responden sebanyak 80 orang siswa dianalisis sesuai
dengan tujuan penelitian ini. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
Microsoft Office Excel 2007, dan SPSS 17.00.
A. Hasil Penelitian
Data hasil penelitian dan pembahasan disajikan secara garis besar seperti
pada Tabel 4.1.
76
Tabel 4.1
Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol
Aspek n Skor Ideal
Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol
Rata- Rata (%)
s N-
Gain
Rata- Rata (%)
s N-
Gain
Kemampuan Penalaran Matematik
Siswa
Tes Awal
40 12 3,23
(26,92%) 1,27
0,63
3,10 (25,83%)
1,15
0,42 Tes
Akhir 40 12
7,70 (64,17%)
1,51 6,85
(57,08%) 1,31
Kemampuan Komunikasi Matematik
Siswa
Tes Awal
40 16 3,13
(26,08%) 1,59
0,45
3,05 (25,42%)
1,52
0,44 Tes
Akhir 40 16
9,08 (75,67%)
1,70 8,80
(73,33%) 1,80
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui, rata-rata skor tes awal kemampuan
penalaran matematik pada kelas eksperimen dan kontrol secara deskriptif tampak
tidak jauh berbeda. Skor rata-rata kemampuan penalaran matematik pada kelas
eksperimen 3,23 dengan Standar Deviasi (s) 1,27, sedangkan skor rata-rata kelas
kontrol 3,10 dengan Standar Deviasi (s) 1,15. Skor rata-rata kelas eksperimen
lebih tinggi daripada kelas kontrol, sedangkan untuk penyebarannya, kemampuan
penalaran kelas eksperimen lebih menyebar daripada kelas kontrol karena Standar
Deviasi kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol.
Pada tabel diatas nampak juga skor tes akhir kemampuan penalaran
matematik kelas eksperimen 7,70, sedangkan skor rata-rata kelas kontrol 6,85.
Standar Kelulusan Minimal belajar siswa pada aspek kemampuan penalaran
matematik kelas eksperimen sebesar 64,17%, lebih baik dari kelas kontrol yaitu
77
57,08%. Selain itu pada Tabel 4.1 nampak juga rata-rata gain ternormalisasi
kemampuan penalaran matematik pada kelas eksperimen dan kontrol berbeda.
Skor rata-rata gain ternormalisasi kemampuan penalaran matematik kelas
eksperimen 0,63, lebih baik daripada kemampuan penalaran matematik kelas
kontrol 0,42.
Untuk aspek kemampuan komunikasi matematik kelas eksperimen dan
kontrol dari Tabel 4.1 di dapat, skor rata-rata tes awal kemampan komunikasi
matematik pada kelas eksperimen sebesar 3,13 dengan Standar Deviasi (s) 1,59
dan kelas kontrol sebesar 3,05 dengan Standar Deviasi (s) 1,52. Skor rata-rata
kemampuan komunikasi matematik kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas
kontrol, dan penyebaran kemampuan komunikasi matematik kelas eksperimen
lebih menyebar daripada kelas kontrol karena Standar Deviasi kelas eksperimen
lebih besar daripada kelas kontrol.
Pada Tabel 4.1 diatas, nampak juga skor tes akhir kemampuan komunikasi
matematik kelas eksperimen 9,08, sedangkan skor rata-rata kelas kontrol 8,80.
Standar Kelulusan Minimal belajar siswa pada aspek kemampuan penalaran
matematik kelas eksperimen sebesar 75,67%, lebih baik dari kelas kontrol yaitu
73,33%. Selain itu pada Tabel 4.1 nampak juga rata-rata gain ternormalisasi
kemampuan komunikasi matematik pada kelas eksperimen dan kontrol berbeda.
Skor rata-rata gain ternormalisasi kemampuan komunikasi matematik kelas
eksperimen 0,45, lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematik kelas
kontrol 0,44.
78
A.1 Kemampuan Penalaran Matematik Siswa
Data yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi skor hasil tes awal, skor
hasil tes akhir dan pengujian hipotesis penelitian pertama pada aspek kemampuan
penalaran matematik siswa.
A.1.1 Kemampuan Awal Siswa
Untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa
dilihat dari hasil tes awal dan tes akhir. Deskripsi tentang kemampuan awal siswa
pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol diperoleh dari hasil tes awal. Berikut
ini deskripsi hasil pengolahan data skor tes awal siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
Hasil pengolahan data tes awal kemampuan penalaran matematik
(lampiran D), diperoleh skor terendah (xmin), skor tertinggi (xmaks), rata-rata dan
Standar Deviasi (s) untuk kelompok eksperimen dan kontrol yang selengkapnya
disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen dan Kontrol
Kelas Kemampuan Penalaran Matematik
xmin xmaks Rata-rata s
Eksperimen 1 6 3,23 1,27
Kontrol 1 5 3,10 1,15
Berikut disajikan pula rata-rata skor tes awal kemampuan penalaran
matematik kelas ekperimen dan kelas kontrol dalam bentuk diagram batang,
seperti Gambar 4.1 berikut.
Gambar 4.1 Rata-rata Skor
Kelas Eksperimen d Dari Tabel 4.
kemampuan penalaran matematik pada kelas eksperimen
deskriptif tampak tidak jauh berbeda. Skor rata
matematik pada kelas eksperimen
sedangkan skor rata-rata kelas kontrol
rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol, sedangkan untuk
penyebarannya, kemampuan penalaran kelas eksperimen
kelas kontrol karena
kontrol.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata
kemampuan penalaran matematik dilakukan analisis statistik pengujian perbedaan
rata-rata, namun terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan
uji statistik Kolmogorov
perhitungan dapat dilihat pada
pada Tabel 4.3.
Penerimaan uji normalitas data didasarkan pada hipotesis berikut:
Rata-rata
rata Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol dengan Skor Ideal 12.
4.2 dan Gambar 4.1 dapat diketahui, rata-rata skor tes awal
kemampuan penalaran matematik pada kelas eksperimen dan kontrol secara
deskriptif tampak tidak jauh berbeda. Skor rata-rata kemampuan penalaran
matematik pada kelas eksperimen 3,23 dengan Standar Deviasi
rata kelas kontrol 3,10 dengan Standar Deviasi
rata kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol, sedangkan untuk
, kemampuan penalaran kelas eksperimen lebih menyebar daripada
kelas kontrol karena Standar Deviasi kelas eksperimen lebih besar daripada kelas
k mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata
kemampuan penalaran matematik dilakukan analisis statistik pengujian perbedaan
, namun terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan
Kolmogorov-Smirnov pada kelas eksperimen dan kontrol. Hasil
perhitungan dapat dilihat pada lampiran D, sedangkan hasil rangkuman disajikan
Penerimaan uji normalitas data didasarkan pada hipotesis berikut:
3
3.05
3.1
3.15
3.2
3.253.23
3.1rata
Eksperimen
Kontrol
79
Kemampuan Penalaran Matematik Siswa an Kontrol dengan Skor Ideal 12.
rata skor tes awal
dan kontrol secara
rata kemampuan penalaran
Standar Deviasi (s) 1,27,
Standar Deviasi (s) 1,15. Skor
rata kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol, sedangkan untuk
lebih menyebar daripada
kelas eksperimen lebih besar daripada kelas
k mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata tes awal
kemampuan penalaran matematik dilakukan analisis statistik pengujian perbedaan
, namun terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan
las eksperimen dan kontrol. Hasil
, sedangkan hasil rangkuman disajikan
Penerimaan uji normalitas data didasarkan pada hipotesis berikut:
80
H0 : data tes awal kemampuan penalaran berdistribusi normal
H1 : data tes awal kemampuan penalaran tidak berdistribusi normal
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi � = 0,05 Ho diterima bila
signifikansi (sig) uji statistik Kolmogorov-Smirnov lebih besar daripada tingkat �
yang digunakan, dan H0 ditolak jika lebih kecil dari �.
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran
Kelas Eksperimen
Kolmogorov-Smirnova
Statistic Df Sig.
Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen
0,179 40 0,002
Dari Tabel 4.3 diketahui bahwa tes awal kemampuan penalaran matematik
memiliki signifikansi (sig) uji statistik Kolmogorov-Smirnov 0,002. Nilai
signifikansi tersebut lebih kecil daripada tingkat � yang digunakan yaitu 0,05,
sehingga hipotesis nol yang menyatakan bahwa data berdistribusi normal untuk
kelas eksperimen di tolak, dengan demikian data tes awal kemampuan penalaran
matematik tidak terdistribusi secara normal. Karena data tes awal kemampuan
penalaran matematik kelas eksperimen tidak berdistribusi secara normal, maka
selanjutnya data dianalisis kembali dengan uji non parametrik dengan
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.
Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran D, sedangkan hasil
rangkuman disajikan pada Tabel 4.4 berikut.
81
Tabel 4.4
Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen
Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematik Kelas
Eksperimen
N 40
Normal Parametersa,,b Mean 3,23
Std. Deviation 1,271
Most Extreme Differences
Absolute 0,179
Positive 0,157
Negative -0,179
Kolmogorov-Smirnov Z 1,132
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,154 a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat Asymp. signifikansi (2-tailed) adalah 0,154
lebih besar pada tingkat � yang digunakan yaitu 0,05 sehingga hipotesis nol yang
menyatakan bahwa distribusi data kemampuan penalaran kelas eksperimen
berdistribusi secara normal diterima.
Selanjutnya disajikan hasil rangkuman skor tes awal kemampuan
penalaran matematik kelas kontrol pada Tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5
Hasi Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran Kelas Kontrol
Kolmogorov-Smirnova
Statistic Df Sig.
Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Kontrol
0,208 40 0,000
Dari Tabel 4.5 terlihat bahwa nilai signifikansi (sig) uji statistik
Kolmogorov-Smirnov 0,000. Nilai signifikansi tersebut tampak lebih kecil dari
82
pada tingkat � yang digunakan yaitu 0,05 sehingga hipotesis nol yang menyatakan
bahwa distribusi data kelas kontrol tidak berdistribusi secara normal.
Karena data tes awal kemampuan penalaran matematik tidak berdistribusi
secara normal, maka digunakan uji non parametrik yaitu Kolmogorov-Smirnov
Hasil rangkuman disajikan pada Tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6
Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Kontrol
Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Kontrol
N 40
Normal Parametersa,,b Mean 3,10
Std. Deviation 1,150
Most Extreme Differences Absolute 0,208
Positive 0,181
Negative -0,208
Kolmogorov-Smirnov Z 1,316
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,063 a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Dari Tabel 4.6 dapat dilihat signifikansi (2-tailed) adalah 0,063 lebih besar
pada tingkat � yang digunakan yaitu 0,05, sehingga hipotesis nol yang
menyatakan bahwa distribusi data kemampuan penalaran kelas kontrol
berdistribusi secara normal, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data tes
awal kemampuan penalaran matematik kelas eksperimen dan kontrol berdistribusi
secara normal.
Selanjutnya dilakukan uji homogenitas tes awal kemampuan penalaran
matematik kelas eksperimen dan kontrol dengan menggunakan uji statistik
Levene, hasil perhitungan selengkapnya disajikan pada lampiran D, sedangkan
83
hasil rangkuman disajikan pada Tabel 4.7 berikut. Untuk penerimaan homogenitas
varians didasarkan pada hipotesis statistik berikut:
H�:σ�� � σ�� (tidak terdapat perbedaan varians)
H�:σ�� σ�� (terdapat perbedaan varians)
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi α = 0,05, Ho diterima bila
signifikansi (sig) uji Levene Statistic lebih besar dari taraf signifikan yang
digunakan, dan H0 ditolak jika lebih kecil dari �.
Tabel 4.7
Hasil Uji Homogenitas Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol
Tes Awal Kemampuan Penalaran
Levene Statistic df1 df2 Sig.
0,792 4 35 0,538
Dari Tabel 4.7 diatas terlihat bahwa signifikansi (sig) uji Levene Statistic
sebesar 0,538. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari taraf signifikan 0,05,
sehingga hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan varians
pasangan kelas eksperimen dan kontrol data dapat diterima. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan nilai tes awal kelas eksperimen dan
kontrol atau dengan kata lain tes awal kemampuan penalaran matematik kelas
eksperimen dan kontrol homogen.
Untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata kedua kelas, maka data
itu dihitung dengan uji related samples tests dengan menggunakan uji Wicoxon.
Hasil perhitungan pengujian perbedaan rerata dua sampel selengkapnya tersaji
84
pada lampiran D, sedangkan hasil rangkuman disajikan pada Tabel 4.8 dan untuk
uji hipotesisnya sebagai berikut:
H0 : tidak ada perbedaan kemampuan tes awal kelas eksperimen dan kontrol.
H1 : ada perbedaan kemampuan tes awal kelas eksperimen dan kontrol.
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi � = 0,05 H0 ditolak bila
Asymp. Signifikansi (2-tailed) lebih kecil daripada tingkat � yang digunakan, dan
H0 diterima jika lebih besar dari �.
Tabel 4.8
Hasil Pengujian Perbedaan Dua Rata-rata Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen dan Kontrol pada Skor Tes Awal
Kelas Kontrol – Kelas Eksperimen
Z -1,812a
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,070 a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Dari Tabel 4.8 terlihat Asymp. Signifikansi (2-tailed) adalah 0,070. Nilai
signifikansi ini lebih besar dari pada tingkat � yang digunakan yaitu 0,05,
sehingga hipotesis nol diterima, ini berarti bahwa kemampuan tes awal kelas
eksperimen dan kelas kontrol relatif sama atau tidak perbedaan yang signifikan
pada kemampuan tes awal kelas eksperimen dan kontrol sebelum diberikan
perlakuan.
A.1.2 Kemampuan Penalaran Siswa setelah Proses Belajar Mengajar
(PBM)
Deskripsi tentang kemampuan penalaran siswa setelah proses belajar
mengajar pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol diperoleh dari hasil tes
akhir. Berikut ini deskripsi yang diperoleh dari hasil pengolahan data skor tes
akhir siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Setelah dilakukan pengolahan data hasil tes akhir kemam
matematik (lampiran D), diperoleh skor terendah
rata dan Standar Deviasi
tersaji pada Tabel 4.9
Statistik Deskriptif Skor Tes Akhir Kemampuan Penalaran
Kelas
Eksperimen
Kontrol
Rata-rata skor
eksperimen dan kelas kontrol dalam bentuk
Gambar 4.2 berikut:
Gambar 4.2 Rata-rata Skor Kelas Eksperimen dan Kontrol dengan Skor Ideal
Ra
ta-r
ata
akhir. Berikut ini deskripsi yang diperoleh dari hasil pengolahan data skor tes
akhir siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Setelah dilakukan pengolahan data hasil tes akhir kemam
ran D), diperoleh skor terendah (xmin), skor tertinggi
Standar Deviasi (s) untuk kelompok eksperimen dan kontrol seperti yang
9 berikut.
Tabel 4.9
Statistik Deskriptif Skor Tes Akhir Kemampuan PenalaranKelas Eksperimen dan Kontrol
Kemampuan Penalaran Matematik
xmin xmaks Rata-rata
4 11 7,70
4 11 6,85
rata skor tes akhir kemampuan penalaran matematik kelas
eksperimen dan kelas kontrol dalam bentuk diagram batang disajikan dalam
rata Skor Tes Akhir Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol dengan Skor Ideal 12.
6.4
6.6
6.8
7
7.2
7.4
7.6
7.87.7
6.85
Ra
ta-r
ata
Eksperimen
Kontrol
85
akhir. Berikut ini deskripsi yang diperoleh dari hasil pengolahan data skor tes
Setelah dilakukan pengolahan data hasil tes akhir kemampuan penalaran
, skor tertinggi (xmaks), rata-
) untuk kelompok eksperimen dan kontrol seperti yang
Statistik Deskriptif Skor Tes Akhir Kemampuan Penalaran
Kemampuan Penalaran Matematik
rata s
1,51
1,31
kemampuan penalaran matematik kelas
diagram batang disajikan dalam
Akhir Kemampuan Penalaran Matematik Siswa 12.
86
Dari Tabel 4.9 dan Gambar 4.2 dapat dilihat, rata-rata skor tes akhir
kemampuan penalaran matematik pada kelas eksperimen dan kontrol berbeda.
Skor rata-rata kemampuan penalaran matematik pada kelas eksperimen adalah
7,70 lebih tinggi daripada skor rata-rata kelas kontrol adalah 6,85. Untuk
penyebaran, kemampuan penalaran matematik kelas eksperimen lebih menyebar
daripada kelas kontrol karena Standar Deviasi kelas eksperimen lebih besar
daripada kelas kontrol.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata tes akhir
kemampuan penalaran matematik dilakukan analisis statistik pengujian perbedaan
rata-rata dua sampel, namun terlebih dahulu dilakukan uji normalitas pada kelas
eksperimen dan kontrol. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran D,
sedangkan hasil rangkuman disajikan pada Tabel 4.10 berikut.
Penerimaan uji normalitas data didasarkan pada hipotesis berikut:
H0 : data tes akhir kemampuan penalaran berdistribusi normal
H1 : data tes akhir kemampuan penalaran tidak berdistribusi normal
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi α = 0,05 Ho diterima bila
signifikansi (sig) uji statistik Kolmogorov-Smirnov lebih besar daripada tingkat �
yang digunakan, dan H0 ditolak jika lebih kecil dari �.
Tabel 4.10
Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen
Kolmogorov-Smirnova
Statistic Df Sig.
Tes Akhir Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen
0,154 40 0,018
87
Dari Tabel 4.10 terlihat bahwa tes akhir kemampuan penalaran matematik
kelas eksperimen memiliki signifikansi (sig) uji Kolmogorov-Smirnov 0,018.
Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari tingkat � yang digunakan 0,05 sehingga
hipotesis nol yang menyatakan bahwa distribusi data tes akhir kemampuan
penalaran matematik kelas eksperimen berdistribusi normal ditolak.
Karena data tes akhir kemampuan penalaran matematik tidak berdistribusi
secara normal, maka digunakan uji non parametrik dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov. Hasil perhitungan selengkapnya disajikan dalam lampiran
D, sedangkan hasil rangkuman disajikan pada Tabel 4.11 berikut.
Tabel 4.11
Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen
Tes Akhir Kemampuan Penalaran Matematik Kelas
Eksperimen
N 40
Normal Parametersa,,b Mean 7,70
Std. Deviation 1,506
Most Extreme Differences Absolute 0,154
Positive 0,121
Negative -0,154
Kolmogorov-Smirnov Z 0,974
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,299 a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Dari Tabel 4.11 diperoleh signifikansi (2-tailed) adalah 0,299. Nilai
signifikansi tersebut lebih besar pada tingkat � yang digunakan. Karena sig output
SPSS lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa distribusi
data kelas eksperimen berdistribusi normal dapat diterima.
88
Selanjutnya, uji normalitas hasil tes akhir kemampuan penalaran
matematik kelas kontrol disajikan pada Tabel 4.12 berikut.
Tabel 4.12
Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Kontrol
Kolmogorov-Smirnova
Statistic Df Sig.
Tes Akhir Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Kontrol
0,204 40 0,000
Dari Tabel 4.12 terlihat bahwa tes akhir kemampuan penalaran matematik
kelas kontrol memiliki signifikansi (sig) uji Kolmogorov-Smirnov 0,000. Nilai
signifikansi tersebut lebih kecil dari tingkat � yang digunakan 0,05 sehingga
hipotesis nol yang menyatakan bahwa distribusi data tes akhir kemampuan
penalaran matematik kelas kontrol berdistribusi normal ditolak. Karena data tes
akhir kemampuan penalaran matematik tidak berdistribusi secara normal, maka
digunakan uji non parametrik yaitu menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil
perhitungan selengkapnya disajikan dalam lampiran D, sedangkan hasil
rangkuman disajikan pada Tabel 4.13 berikut.
Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir Kemampuan Penalaran Matematik
Kelas Kontrol Tes Akhir Kemampuan Penalaran
Matematik Kelas Kontrol
N 40
Normal Parametersa,,b Mean 6,85
Std. Deviation 1,312
Most Extreme Differences Absolute 0,204
Positive 0,204
Negative -0,171
Kolmogorov-Smirnov Z 1,293
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,071 a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
89
Dari Tabel 4.13 dapat dilihat nilai signifikansi (2-tailed) adalah 0,071.
Nilai signifikansi tersebut lebih besar pada tingkat � yang digunakan yaitu 0,05,
sehingga hipotesis nol yang menyatakan bahwa distribusi data kelas eksperimen
berdistribusi normal dapat diterima.
Selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians kelas eksperimen dan
kontrol dengan menggunakan uji Levene. Hasil perhitungan selengkapnya
disajikan dalam lampiran D, hasil rangkuman disajikan pada Tabel 4.14. Untuk
penerimaan homogenitas varians didasarkan pada hipotesis statistik berikut:
H�:σ�� � σ�� (tidak terdapat perbedaan varians)
H�:σ�� σ�� (terdapat perbedaan varians)
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi α = 0,05, Ho diterima bila
signifikansi (sig) uji Levene Statistic lebih besar dari taraf signifikan yang
digunakan, dan H0 ditolak jika lebih kecil dari �.
Tabel 4.14
Hasil Uji Homogenitas Varians Tes Akhir Kemampuan Penalaran Matematik
Tes Akhir Kemampuan Penalaran
Levene Statistic df1 df2 Sig.
0,765 5 33 0,581
Dari Tabel 4.14 terlihat bahwa signifikansi (sig) Levene Statistic sebesar
0,581. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari taraf signifikansi 0,05, sehingga
hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan varians
antarpasangan kelas eksperimen dan kontrol data dapat diterima, dengan demikian
disimpulkan bahwa nilai tes akhir kelas eksperimen dan kontrol homogen.
90
Karena kedua data tes akhir kemampuan penalaran pada kelas eksperimen
dan kontrol berdistribusi normal dan homogen, maka untuk mengetahui
signifikansi perbedaan rata-rata kedua kelas data itu dihitung dengan uji paired-
samples t test. Hasil perhitungan pengujian perbedaan rata-rata dua sampel
selengkapnya tersaji pada lampiran D, sedangkan hasil rangkungan disajikan pada
Tabel 4.15 dan untuk uji hipotesisnya sebagai berikut:
H0 : rata-rata tes akhir kemampuan penalaran matematik pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol tidak berbeda secara signifikan.
H1 : rata-rata tes akhir kemampuan penalaran matematik pada kelas eksperimen
lebih baik daripada kelas kontrol.
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi � = 0,05 H0 ditolak bila
Asymp. Signifikansi (2-tailed) lebih kecil daripada tingkat � yang digunakan, H0
diterima jika lebih besar dari �.
Tabel 4.15
Hasil Pengujian Perbedaan Dua Rata-rata Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol pada Skor Tes Akhir
Paired Differences
t Df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1
Tes Akhir Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen – Tes Akhir Kemampuan Penalaran Kelas Kontrol
0,850 2,082 0,329 0,184 1,516 2,582 39 0,014
91
Dari Tabel 4.15 di dapat output SPPS dengan signifikansi (2-tailied) 0,014,
nilai signifikansi lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05, sehingga hipotesis nol di
tolak. Ini berarti bahwa kemampuan tes akhir siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol berbeda atau dapat juga dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikansi pada kemampuan akhir siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
A.1.3 Pengujian Hipotesis Penelitian Pertama
Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas terhadap data skor tes
akhir, diperoleh informasi bahwa gain ternormalisasi siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol berdistribusi normal dan homogen. Selanjutnya, untuk mengetahui
apakah ada perbedaan skor rata-rata gain ternormalisasi kemampuan penalaran
matematik siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol tersebut cukup signifikan
atau tidak, maka data diuji dengan menggunakan uji perbedaan rata-rata.
Karena data gain ternormalisasi kemampuan penalaran matematik siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi secara normal dan homogen,
maka uji perbedaan dua rata-rata dilakukan dengan menggunakan Paired-Sample t
Test. Uji perbedaan dua rata-rata yang dilakukan merupakan pengujian terhadap
hipotesis pertama pada penelitian ini. Pengujian dilakukan berdasarkan hipotesis
statistik berikut.
H0 : �� ��� ��� � � ���������
H1 : �� ��� ��� � � ���������
H0 : peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar dengan
dengan pendekatan konstruktivisme dan siswa yang belajar dengan
pembelajaran konvensional (biasa) tidak berbeda secara signifikan.
92
H1 : peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar dengan
pendekatan konstruktivisme lebih baik dibandingkan siswa yang belajar
dengan pembelajaran konvensional (biasa).
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi � = 0,05 H0 ditolak bila
Asymp. Signifikansi (2-tailed) lebih kecil daripada tingkat � yang digunakan, dan
H0 diterima jika lebih besar dari �.
Hasil rangkuman disajikan hasil uji perbedaan dua rata-rata skor gain
ternormalisasi kemampuan penalaran matematik siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol pada Tabel 4.16 berikut.
Tabel 4.16
Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol Paired Differences
T Df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Gain Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen – Gain Kemampuan Penalaran Kelas Kontrol
0,21725 0,25166 0,03979 0,13676 0,29774 5,460 39 0,000
Berdasarkan Tabel 4.16 didapat out SPSS dengan signifikansi (2-tailed)
0,000. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari taraf signifikan 0,05, sehingga
hipotesis nol yang menyatakan peningkatan kemampuan penalaran matematik
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol sama ditolak. Ini berarti peningkatan
kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar dengan pendekatan
konstruktivisme lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa
(konvensional). Dengan demiki
konstruktivisme dapat meningkatkan secara signifikan kemampuan penalaran
matematik siswa.
Berikut disajikan rata
ternormalisasi kemampuan penalaran matematik kelas eksperimen da
kontrol seperti Gambar 4.
Gambar 4.3 :
Dari Gambar 4.
eksperimen 3,23, sedangkan kelas kontrol sebesar 3,1 dari hasil perhitungan di
dapat tidak ada perbedaan yang signifikan rata
kelas kontrol.
Rata-rata skor tes akhir kela
tes akhir kelas kontrol sebesar 6,85. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata
dari tes akhir kedua kelas ada perbedaan secara signifikan, setelah dilakukan uji
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Ra
ta-r
ata
konstruktivisme lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa
(konvensional). Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme dapat meningkatkan secara signifikan kemampuan penalaran
Berikut disajikan rata-rata skor tes awal, skor tes akhir dan gain
ternormalisasi kemampuan penalaran matematik kelas eksperimen da
kontrol seperti Gambar 4.3 berikut.
: Rata-rata Skor Tes Awal, Skor Tes Akhir, dan NKemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol dengan Skor Ideal 12.
Dari Gambar 4.3 dapat dilihat, rata-rata skor tes awal pada kelas
eksperimen 3,23, sedangkan kelas kontrol sebesar 3,1 dari hasil perhitungan di
dapat tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata tes awal kelas eksperimen dan
rata skor tes akhir kelas eksperimen sebesar 7,70 dan rata
tes akhir kelas kontrol sebesar 6,85. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata
dari tes akhir kedua kelas ada perbedaan secara signifikan, setelah dilakukan uji
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Tes Awal Tes Akhir Gain
3.23
7.7
0.63
3.1
6.85
0.42
Eksperimen
Kontrol
93
konstruktivisme lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa
an, pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme dapat meningkatkan secara signifikan kemampuan penalaran
rata skor tes awal, skor tes akhir dan gain
ternormalisasi kemampuan penalaran matematik kelas eksperimen dan kelas
rata Skor Tes Awal, Skor Tes Akhir, dan N-Gain Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen dan
rata skor tes awal pada kelas
eksperimen 3,23, sedangkan kelas kontrol sebesar 3,1 dari hasil perhitungan di
rata tes awal kelas eksperimen dan
s eksperimen sebesar 7,70 dan rata-rata skor
tes akhir kelas kontrol sebesar 6,85. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata
dari tes akhir kedua kelas ada perbedaan secara signifikan, setelah dilakukan uji
Eksperimen
94
perbedaan rata-rata yang mana terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas, dari hasil analisis menunjukkan ada perbedaan secara signifikan
rata-rata tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Pada gain ternormalisasi kelas eksperimen sebesar 0,63, sedangkan kelas
kontrol sebesar 0,42. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata gain
ternormalisasi kemampuan penalaran matematik berbeda secara signifikan,
setelah dilakukan uji perbedaan rata-rata menunjukkan perbedaan secara
signifikan gain ternormalisasi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan
Gambar 4.3 tersebut dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai
perbandingan antara tes awal, tes akhir dan gain ternormalisasi kemampuan
penalaran matematik kelas eksperimen dan kelas kontrol mengalami peningkatan,
namun begitu peningkatan kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol.
A.2 Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa
Pada bagian ini data yang diperoleh dari skor hasil tes awal dan skor hasil
tes akhir pada aspek kemampuan komunikasi matematis siswa dan selanjutnya
dilakukan analisis statistik.
A.2.1 Kemampuan Awal Siswa
Hasil tes dari aspek komunikasi matematik siswa berupa tes awal dan tes
akhir. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa
dilihat dari hasil tes awal dan tes akhir.
Pengolahan data dari skor hasil tes awal siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan komunikasi
matematik yang dimiliki siswa. Deskripsi hasil pengolahan skor hasil tes awal
siswa kelas eksperimen dan kontrol d
diperoleh berupa skor terendah (x
Deviasi ( ) untuk kelompok eksperimen dan kontrol yang selengkapnya disajikan
pada Tabel 4.17 berikut.
Statistik Deskri
Kelas
Eksperimen
Kontrol
Rata-rata skor
eksperimen dan kelas kontrol dalam bentuk
Gambar 4.4 berikut.
Gamba 4.4 RataKelas Eksperimen dan Kelas Kontrol dengan Skor Ideal 1
Dari Tabel 4.1
komunikasi matematik pada kelas eksperimen sebesar 3,13 dengan Standar
Deviasi (s) 1,59 dan kelas kontrol sebesar 3,05 dengan Standar Deviasi
Rata
siswa kelas eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada lampiran D, data yang
diperoleh berupa skor terendah (xmin), skor tertinggi (xmaks), rata-
) untuk kelompok eksperimen dan kontrol yang selengkapnya disajikan
berikut.
Tabel 4.17
Statistik Deskriptif Skor Tes Awal Kemampuan KomunikasiKelas Eksperimen dan Kontrol
Kelas Kemampuan Komunikasi Matematik
xmin xmaks Rata-rata
1 8 3,13
1 7 3,05
rata skor tes awal kemampuan komunikasi matematik kelas
eksperimen dan kelas kontrol dalam bentuk diagram batang disajikan dalam
Rata-rata Skor Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol dengan Skor Ideal 1
17 dan Gambar 4.4 dapat dilihat rata-rata tes awal kemampan
komunikasi matematik pada kelas eksperimen sebesar 3,13 dengan Standar
1,59 dan kelas kontrol sebesar 3,05 dengan Standar Deviasi
3
3.02
3.04
3.06
3.08
3.1
3.12
3.143.13
3.05Rata-rata
Eksperimen
Kontrol
95
apat dilihat pada lampiran D, data yang
-rata dan Standar
) untuk kelompok eksperimen dan kontrol yang selengkapnya disajikan
Tes Awal Kemampuan Komunikasi
Kemampuan Komunikasi Matematik
s
1,59
1,52
kemampuan komunikasi matematik kelas
diagram batang disajikan dalam
rata Skor Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol dengan Skor Ideal 16
rata tes awal kemampan
komunikasi matematik pada kelas eksperimen sebesar 3,13 dengan Standar
1,59 dan kelas kontrol sebesar 3,05 dengan Standar Deviasi (s) 1,52.
96
Skor rata-rata kemampuan komunikasi matematik kelas eksperimen lebih
tinggi daripada kelas kontrol, dan penyebaran kemampuan komunikasi matematik
kelas eksperimen lebih menyebar daripada kelas kontrol karena Standar Deviasi
kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata tes awal
kemampuan komunikasi matematik tersebut dilakukan analisis statistik pengujian
perbedaan rata-rata dua sampel, namun terlebih dahulu dilakukan uji normalitas
dengan menggunakan uji statistika Kolmogorov-Smirnov pada kelas eksperimen
dan kontrol.
Hasil perhitungan uji normalitas dapat dilihat pada lampiran D, sedangkan
rangkuman perhitungan selengkapnya pada Tabel 4.18.
Penerimaan uji normalitas data didasarkan pada hipotesis berikut:
H0 : data tes awal kemampuan komunikasi kelas eksperimen berdistribusi normal
H1 : data tes awal kemampuan komunikasi kelas eksperimen tidak berdistribusi
normal
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi � = 0,05 H0 diterima bila
signifikansi (sig) uji statistik Kolmogorov-Smirnov lebih besar daripada tingkat �
yang digunakan, dan H0 ditolak jika lebih kecil dari �.
Tabel 4.18
Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen
Kolmogorov-Smirnova
Statistic Df Sig.
Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen
0,166 40 0,007
97
Dari Tabel 4.18 terlihat bahwa tes awal kemampuan komunikasi
matematik dengan uji Kolmogorov-Smirnov memiliki signifikansi (sig) 0,007.
Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari tingkat � yang digunakan 0,05,
sehingga hipotesis nol yang menyatakan bahwa distribusi data kemampuan
komunikasi kelas eksperimen tidak terdistribusi secara normal.
Karena data tes awal kemampuan komunikasi kelas eksperimen tidak
terdistribusi secara normal, maka dilakukan uji nonparametrik dengan uji
Kolmogorov-Smirnov. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran D, sedangkan rangkuman disajikan pada Tabel 4.19 berikut.
Tabel 4.19
Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen
Tes Awal Kemampuan Komunikasi
Matematik Kelas Eksperimen
N 40
Normal Parametersa,,b Mean 3,13
Std. Deviation 1,588
Most Extreme Differences Absolute 0,166
Positive 0,166
Negative -0,114
Kolmogorov-Smirnov Z 1,049
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,221
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Dari Tabel 4.19 dilihat Asymp. Signifikansi (2-tailed) adalah 0,221 lebih
besar pada tingkat � yang digunakan yaitu 0,05, sehingga hipotesis nol yang
menyatakan bahwa distribusi data kemampuan komunikasi kelas eksperimen
berdistribusi secara normal.
Selanjutnya dilakukan uji normalitas skor tes awal kemampuan
komunikasi matematik kelas kontrol. Hasil perhitungan selengkapnya disajikan
98
pada lampiran D. sedangkan hasil rangkuman tes awal kemampuan komunikasi
matematik kelas kontrol pada Tabel 4.20.
Penerimaan uji normalitas data didasarkan pada hipotesis berikut:
H0 : data tes awal kemampuan komunikasi kelas kontrol berdistribusi normal
H1 : data tes awal kemampuan komunikasi kelas kontrol tidak berdistribusi
normal
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi � = 0,05 Ho diterima bila
signifikansi (sig) uji statistik Kolmogorov-Smirnov lebih besar daripada tingkat �
yang digunakan, dan H0 ditolak jika lebih kecil dari �.
Tabel 4.20
Hasi Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Komunikasi Kelas Kontrol
Kolmogorov-Smirnova
Statistic Df Sig.
Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol
0,163 40 0,009
Dari Tabel 4.20 terlihat bahwa nilai signifikansi (sig) uji statistik
Kolmogorov-Smirnov 0,009. Nilai signifikansi tersebut tampak lebih kecil dari
pada tingkat � yang digunakan yaitu 0,05, sehingga hipotesis nol yang
menyatakan bahwa distribusi data kelas kontrol tidak berdistribusi secara normal.
Karena data tes awal kemampuan komunikasi matematik tidak
berdistribusi secara normal, maka digunakan uji non parametrik yaitu
Kolmogorov-Smirnov Hasil rangkuman disajikan pada Tabel 4.21 berikut.
99
Tabel 4.21
Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol
Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematik
Kelas Kontrol
N 40
Normal Parametersa,,b Mean 3,05
Std. Deviation 1,518
Most Extreme Differences Absolute 0,163
Positive 0,163
Negative -0,112
Kolmogorov-Smirnov Z 1,032
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,237
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Dari Tabel 4.21 dapat dilihat signifikansi (2-tailed) adalah 0,237 lebih
besar pada tingkat � yang digunakan yaitu 0,05, sehingga hipotesis nol yang
menyatakan bahwa distribusi data kemampuan komunikasi kelas kontrol
berdistribusi secara normal, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data tes
awal kemampuan komunikasi matematik kelas eksperimen dan kontrol
berdistribusi secara normal.
Selanjutnya dilakukan uji homogenitas tes awal kemampuan komunikasi
matematik kelas eksperimen dan kontrol dengan menggunakan uji statistik
Levene, hasil perhitungan selengkapnya disajikan pada lampiran D, sedangkan
hasil rangkuman disajikan pada Tabel 4.22. Untuk penerimaan homogenitas
varians didasarkan pada hipotesis statistik berikut:
H�:σ�� � σ�� (tidak terdapat perbedaan varians)
H�:σ�� σ�� (terdapat perbedaan varians)
100
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi α = 0,05, Ho diterima bila
signifikansi (sig) uji Levene Statistic lebih besar dari taraf signifikan yang
digunakan, dan H0 ditolak jika lebih kecil dari �.
Tabel 4.22
Hasil Uji Homogenitas Tes Awal Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2,407 5 33 0,058
Dari Tabel 4.22 diatas terlihat bahwa signifikansi (sig) sebesar 0,058. Nilai
signifikansi tersebut lebih besar dari taraf signifikan 0,05, sehingga hipotesis nol
yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan varians pasangan kelas
eksperimen dan kontrol data dapat diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa nilai tes awal kelas eksperimen dan kontrol homogen.
Untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata kedua kelas, maka data
itu dihitung dengan uji related samples tests dengan menggunakan uji Wicoxon.
Hasil perhitungan pengujian perbedaan rata-rata dua sampel selengkapnya tersaji
pada lampiran D, sedangkan hasil rangkuman disajikan pada Tabel 4.23 dan untuk
uji hipotesisnya sebagai berikut:
H0 : tidak ada perbedaan kemampuan tes awal kelas eksperimen dan kontrol.
H1 : ada perbedaan kemampuan tes awal kelas eksperimen dan kontrol.
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi � = 0,05 H0 ditolak bila
Asymp. Signifikansi (2-tailed) lebih kecil daripada tingkat � yang digunakan, dan
H0 diterima jika lebih besar dari �.
101
Tabel 4.23
Hasil Pengujian Perbedaan Dua Rata-rata Kemampuan Komunikasi Kelas Eksperimen dan Kontrol pada Skor Tes Awal
Tes Awal Kemampuan Komunikasi
Kelas Eksperimen – Tes Awal Kemampuan Komunikasi Kelas Kontrol
Z -0,276a
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,783 a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Dari Tabel 4.23 terlihat Asymp. Signifikansi (2-tailed) adalah 0,783. Nilai
signifikansi ini lebih besar dari pada tingkat � yang digunakan yaitu 0,05,
sehingga hipotesis nol diterima, ini berarti bahwa kemampuan tes awal kelas
eksperimen dan kelas kontrol relatif sama atau tidak perbedaan yang signifikan
pada kemampuan tes awal kelas eksperimen dan kontrol sebelum diberikan
perlakuan.
A.2.2 Kemampuan Komunikasi Siswa setelah Proses Belajar Mengajar
(PBM)
Deskripsi tentang kemampuan komunikasi siswa setelah proses belajar
mengajar pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol diperoleh dari hasil tes
akhir. Berikut ini deskripsi yang diperoleh dari hasil pengolahan data skor tes
akhir siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Setelah dilakukan pengolahan data hasil tes akhir kemampuan komunikasi
matematik (lampiran D), diperoleh skor terendah (xmin), skor tertinggi (xmaks), rata-
rata dan Standar Deviasi (s) untuk kelompok eksperimen dan kontrol seperti yang
tersaji pada Tabel 4.24 berikut.
Statistik Deskriptif
Kelas
Eksperimen
Kontrol
Rata-rata skor
eksperimen dan kelas kontrol dalam bentuk diagram batang disajikan dalam
Gambar 4.5 berikut:
Gambar 4.5 Rata-rata Skor Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol dengan Skor
Dari Tabel 4.
kemampuan komunikasi matematik pada kelas eksperimen dan kontrol berbeda.
Skor rata-rata kemampuan komunikasi matematik pada kelas eksperimen lebih
tinggi daripada skor rata
komunikasi matematik kelas kontrol lebih menyebar daripada kelas eksperimen
karena Standar Deviasi kelas kontrol lebih besar daripada kelas eksperimen.
Tabel 4.24
Statistik Deskriptif Skor Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Kelas Eksperimen dan Kontrol
Kemampuan Komunikasi Matematik
xmin xmaks Rata-rata
5 13 9,08
5 13 8,80
rata skor tes akhir kemampuan komunikasi matematik kelas
eksperimen dan kelas kontrol dalam bentuk diagram batang disajikan dalam
rata Skor Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol dengan Skor
4.24 dan Gambar 4.5 dapat dilihat, rata
kemampuan komunikasi matematik pada kelas eksperimen dan kontrol berbeda.
rata kemampuan komunikasi matematik pada kelas eksperimen lebih
tinggi daripada skor rata-rata kelas kontrol. Untuk penyebaran, kemampuan
komunikasi matematik kelas kontrol lebih menyebar daripada kelas eksperimen
karena Standar Deviasi kelas kontrol lebih besar daripada kelas eksperimen.
8.65
8.7
8.75
8.8
8.85
8.9
8.95
9
9.05
9.19.08
8.8
Ra
ta-r
ata
Eksperimen
Kontrol
102
Skor Tes Akhir Kemampuan Komunikasi
Kemampuan Komunikasi Matematik
rata s
1,70
1,80
kemampuan komunikasi matematik kelas
eksperimen dan kelas kontrol dalam bentuk diagram batang disajikan dalam
Akhir Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol dengan Skor Ideal 16.
dapat dilihat, rata-rata tes akhir
kemampuan komunikasi matematik pada kelas eksperimen dan kontrol berbeda.
rata kemampuan komunikasi matematik pada kelas eksperimen lebih
kelas kontrol. Untuk penyebaran, kemampuan
komunikasi matematik kelas kontrol lebih menyebar daripada kelas eksperimen
karena Standar Deviasi kelas kontrol lebih besar daripada kelas eksperimen.
103
Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata tes akhir
kemampuan komunikasi matematik dilakukan analisis statistik pengujian
perbedaan rata-rata dua sampel, namun terlebih dahulu dilakukan uji normalitas
pada kelas eksperimen dan kontrol. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran
D, sedangkan hasil rangkuman disajikan pada Tabel 4.25.
Penerimaan uji normalitas data didasarkan pada hipotesis berikut:
H0 : data tes akhir kemampuan komunikasi kelas eksperimen berdistribusi
normal.
H1 : data tes akhir kemampuan komunikasi kelas eksperimen tidak berdistribusi
normal.
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi � = 0,05 Ho diterima bila
signifikansi (sig) uji statistik Kolmogorov-Smirnov lebih besar daripada tingkat �
yang digunakan, dan H0 ditolak jika lebih kecil dari �.
Tabel 4.25
Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Kelas Eksperimen
Kolmogorov-Smirnova
Statistic Df Sig.
Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen
0,157 40 0,015
Dari Tabel 4.25 terlihat bahwa tes akhir kemampuan komunikasi
matematik kelas eksperimen dengan uji Kolmogorov-Smirnov memiliki
signifikansi (sig) 0,015. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari tingkat � yang
digunakan 0,05, sehingga hipotesis nol yang menyatakan bahwa distribusi data tes
104
akhir kemampuan komunikasi matematik kelas eksperimen berdistribusi normal
ditolak. Karena data tes akhir kemampuan komunikasi matematik tidak
berdistribusi secara normal, maka digunakan uji non parametrik dengan uji
Kolmogorov-Smirnov.
Hasil perhitungan selengkapnya disajikan dalam lampiran D, sedangkan
hasil rangkuman disajikan pada Tabel 4.26 berikut.
Tabel 4.26
Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen
Tes Akhir Kemampuan Komunikasi
Matematik Kelas Eksperimen
N 40
Normal Parametersa,,b Mean 9,08
Std. Deviation 1,700
Most Extreme Differences Absolute 0,157
Positive 0,118
Negative -0,157
Kolmogorov-Smirnov Z 0,991
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,279
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data. Dari Tabel 4.26 diperoleh signifikansi (2-tailed) adalah 0,279. Nilai
signifikansi tersebut lebih besar pada tingkat � yang digunakan. Karena sig output
SPSS lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa distribusi
data kelas eksperimen berdistribusi normal dapat diterima.
Selanjutnya, dilakukan uji normalitas hasil tes akhir kemampuan
komunikasi matematik kelas kontrol dapat dilihat pada lampiran D, sedangkan
rangkuman selengkapnya disajikan pada Tabel 4.27. Penerimaan uji normalitas
data didasarkan pada hipotesis berikut:
105
H0 : data tes akhir kemampuan komunikasi kelas kontrol berdistribusi normal
H1 : data tes akhir kemampuan komunikasi kelas kontrol tidak berdistribusi
normal
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi � = 0,05 H0 diterima bila
signifikansi (sig) uji statistik Kolmogorov-Smirnov lebih besar daripada tingkat �
yang digunakan, dan H0 diterima jika lebih kecil dari �.
Tabel 4.27
Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol
Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol
0,178 40 0,003
Dari Tabel 4.27 terlihat bahwa tes akhir kemampuan penalaran matematik
kelas kontrol dengan uji Kolmogorov-Smirnov memiliki signifikansi (sig) 0,003.
Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari tingkat � yang digunakan 0,05 sehingga
hipotesis nol yang menyatakan bahwa distribusi data tes akhir kemampuan
komunikasi matematik kelas kontrol berdistribusi normal ditolak.
Karena data tes akhir kemampuan penalaran matematik tidak berdistribusi
secara normal, maka digunakan uji non parametrik yaitu Kolmogorov-Smirnov.
Hasil perhitungan selengkapnya disajikan dalam lampiran D, sedangkan hasil
rangkuman disajikan pada Tabel 4.28 berikut.
106
Tabel 4.28
Hasil Uji Normalitas Skor Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol
Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematik
Kelas Kontrol
N 40
Normal Parametersa,,b Mean 8,80
Std. Deviation 1,800
Most Extreme Differences Absolute 0,178
Positive 0,147
Negative -0,178
Kolmogorov-Smirnov Z 1,128
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,157 a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Dari Tabel 4.28 dapat dilihat nilai signifikansi (2-t) adalah 0,157. Nilai
signifikansi tersebut lebih besar pada tingkat � yang digunakan yaitu 0,05,
sehingga hipotesis nol yang menyatakan bahwa distribusi data kelas eksperimen
berdistribusi normal dapat diterima.
Selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians kelas eksperimen dan
kontrol dengan menggunakan uji Levene. Hasil perhitungan selengkapnya
disajikan dalam lampiran D, hasil rangkuman disajikan pada Tabel 4.29.
Untuk penerimaan homogenitas varians didasarkan pada hipotesis statistik
berikut:
H�:σ�� � σ�� (tidak terdapat perbedaan varians)
H�:σ�� σ�� (terdapat perbedaan varians)
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi α = 0,05, Ho diterima bila
signifikansi (sig) uji Levene Statistic lebih besar dari taraf signifikan yang
digunakan, dan H0 ditolak jika lebih kecil dari �.
107
Tabel 4.29
Hasil Uji Homogenitas Varians Tes Akhir Kemampuan Komunikas Matematik
Tes Akhir
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1,325 5 32 0,279
Dari Tabel 4.29 terlihat bahwa signifikansi (sig) sebesar 0,279. Nilai
signifikansi tersebut lebih besar dari taraf signifikansi 0,05, sehingga hipotesis nol
yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan varians antarpasangan kelas
eksperimen dan kontrol data dapat diterima, dengan demikian disimpulkan bahwa
nilai tes akhir kelas eksperimen dan kontrol homogen.
Karena kedua data tes akhir kemampuan penalaran pada kelas eksperimen
dan kontrol berdistribusi normal dan homogen, maka untuk mengetahui
signifikansi perbedaan rata-rata kedua kelas data itu dihitung dengan uji Paired-
Samples t Test. Hasil perhitungan pengujian perbedaan rata-rata dua sampel
selengkapnya tersaji pada lampiran D, sedangkan hasil rangkungan disajikan pada
Tabel 4.30 dan untuk uji hipotesisnya sebagai berikut:
H0 : rata-rata tes akhir kemampuan komunikasi matematik pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda secara signifikan.
H1 : rata-rata tes akhir kemampuan komunikasi matematik pada kelas
eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi � = 0,05 H0 ditolak bila
Asymp. Signifikansi (2-tailed) lebih kecil daripada tingkat � yang digunakan, dan
H0 diterima jika lebih besar dari �.
108
Tabel 4.30
Hasil Pengujian Perbedaan Dua Rata-rata Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol pada Skor Tes Akhir
Paired Differences
T Df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1
Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Kelas Eksperimen – Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Kelas Kontrol
0,275 2,230 0,353 -0,438 0,988 0,780 39 0,440
Dari Tabel 4.30 di dapat output SPPS dengan signifikansi (2-tailed) 0,440.
Nilai signifikansi lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05, sehingga hipotesis nol
diterima. Ini berarti bahwa kemampuan komunikasi tes akhir siswa kelas
eksperimen dan kontrol tidak berbeda secara signifikan, atau juga dikatakan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kemampuan akhir siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
A.2.3 Pengujian Hipotesis Penelitian Kedua
Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas terhadap data skor tes
akhir, diperoleh informasi bahwa gain ternormalisasi siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol berdistribusi normal dan tidak homogen. Selanjutnya, untuk
mengetahui apakah ada perbedaan skor rata-rata gain ternormalisasi kemampuan
komunikasi matematik siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol tersebut cukup
signifikan atau tidak, maka data diuji dengan menggunakan uji perbedaan rata-
rata.
109
Karena data gain ternormalisasi kemampuan komunikasi matematik siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi secara normal dan tidak
homogen, maka uji perbedaan dua rata-rata dilakukan dengan menggunakan uji
Paired-Samples t Test.
Uji perbedaan dua rata-rata yang dilakukan merupakan pengujian terhadap
hipotesis kedua pada penelitian ini. Pengujian dilakukan berdasarkan hipotesis
statistik berikut.
H0 : �� ��� ��� � � ���������
H1 : �� ��� ��� � � ���������
H0 : peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang belajar dengan
dengan pendekatan konstruktivisme dan siswa yang belajar dengan
pembelajaran konvensional (biasa) tidak berbeda secara signifikan.
H1 : peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang belajar dengan
pendekatan konstruktivisme lebih baik dibandingkan siswa yang belajar
dengan pembelajaran konvensional (biasa).
Kriteria pengujian hipotesis, untuk taraf signifikansi � = 0,05 H0 ditolak bila
Asymp. Signifikansi (2-tailed) lebih kecil daripada tingkat � yang digunakan, dan
H0 diterima jika lebih besar dari �.
Hasil rangkuman disajikan hasil uji perbedaan dua rata-rata skor gain
ternormalisasi kemampuan komunikasi matematik siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol pada Tabel 4.31 berikut.
110
Tabel 4.31
Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1
Gain Kemampuan Komunikasi Kelas Eksperimen – Gain Kemampuan Komunikasi Kelas Kontrol
0,01600 0,18811 0,02974 -0,04416 0,07616 0,538 39 0,594
Berdasarkan Tabel 4.31 didapat out SPSS dengan signifikansi (2-tailed)
0,594. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari taraf signifikan 0,05, sehingga
hipotesis nol yang menyatakan peningkatan kemampuan komunikasi matematik
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda secara signifikan diterima.
Ini berarti peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang belajar
dengan pendekatan konstruktivisme sama saja dengan siswa yang belajar dengan
pembelajaran biasa (konvensional).
Berikut disajikan rata-rata skor tes awal, skor tes akhir dan gain
ternormalisasi kemampuan komunikasi matematik kelas eksperimen dan kelas
kontrol seperti Gambar 4.6 berikut.
Gambar 4.6 : Rata-rata Skor Tes Awal, Skor Tes Akhir, dan N
Komunikasi Matematik Kelas dengan Skor Ideal 16.
Dari Gambar 4.
eksperimen 3,13, sedangkan kelas kontrol sebesar 3,05, dari hasil perhitungan di
dapat tidak ada perbedaan yang signifikan rata
kelas kontrol.
Rata-rata skor tes akhir kelas eksperimen sebesar 9,08 dan rata
tes akhir kelas kontrol sebesar 8,80. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata
dari tes akhir kedua kelas ada perbedaan secara signifikan, s
perbedaan rata-rata yang mana terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas, dari hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan secara
signifikan rata-rata tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Pada gain ternorm
kontrol sebesar 0,44. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata
ternormalisasi kemampuan komunikasi matematik berbeda secara signifikan,
setelah dilakukan uji perbedaan rata
normalitas dan uji homogenitas, dari hasil analisis menunjukkan tidak ada
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ra
ta-r
ata
rata Skor Tes Awal, Skor Tes Akhir, dan N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol dengan Skor Ideal 16.
Dari Gambar 4.6 dapat dilihat, rata-rata skor tes awal pada kelas
eksperimen 3,13, sedangkan kelas kontrol sebesar 3,05, dari hasil perhitungan di
dapat tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata tes awal kelas eksperimen dan
rata skor tes akhir kelas eksperimen sebesar 9,08 dan rata
tes akhir kelas kontrol sebesar 8,80. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata
dari tes akhir kedua kelas ada perbedaan secara signifikan, setelah dilakukan uji
rata yang mana terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas, dari hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan secara
rata tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Pada gain ternormalisasi kelas eksperimen sebesar 0,45, sedangkan kelas
kontrol sebesar 0,44. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata
ternormalisasi kemampuan komunikasi matematik berbeda secara signifikan,
setelah dilakukan uji perbedaan rata-rata yang mana terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas dan uji homogenitas, dari hasil analisis menunjukkan tidak ada
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tes Awal Tes Akhir Gain
3.13
9.08
0.45
3.05
8.8
0.44
Eksperimen
Kontrol
111
Gain Kemampuan Eksperimen dan Kelas Kontrol
rata skor tes awal pada kelas
eksperimen 3,13, sedangkan kelas kontrol sebesar 3,05, dari hasil perhitungan di
wal kelas eksperimen dan
rata skor tes akhir kelas eksperimen sebesar 9,08 dan rata-rata skor
tes akhir kelas kontrol sebesar 8,80. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata
etelah dilakukan uji
rata yang mana terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas, dari hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan secara
alisasi kelas eksperimen sebesar 0,45, sedangkan kelas
kontrol sebesar 0,44. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata gain
ternormalisasi kemampuan komunikasi matematik berbeda secara signifikan,
ih dahulu dilakukan uji
normalitas dan uji homogenitas, dari hasil analisis menunjukkan tidak ada
Eksperimen
112
perbedaan secara signifikan gain ternormalisasi kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
Berdasarkan Gambar 4.6 tersebut memberikan gambaran yang lebih jelas
mengenai perbandingan antara tes awal, tes akhir dan gain ternormalisasi
kemampuan komunikasi matematik kelas eksperimen dan kelas kontrol
mengalami peningkatan, namun begitu peningkatan kelas eksperimen lebih baik
dari kelas kontrol.
A.3 Kualitas Peningkatan Kemampuan Siswa
A.3.1 Kualitas Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
Untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan penalaran matematik
siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme untuk
kelas eksperimen dan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa (konvensional)
untuk kelas kontrol yaitu dengan menghitung gain kedua kelas dengan
menggunakan gain ternormalisasi atau normalized gain yang diformulasikan oleh
Meltzer (2002).
Skor gain ternormalisasi kemampuan penalaran matematik siswa
diperoleh dari selisih skor tes akhir dan skor tes awal dibagi selisih skor ideal dan
skor tes awal.
Berdasarkan perhitungan gain ternormalisasi diperoleh hasil seperti yang
terlihat pada Tabel 4.32 dan Gambar 4.7.
Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran Matematik
Kelas
Eskperimen
Kontrol
Rata-rata gain ternormalisasi kemampuan penalaran matematik kelas
eksperimen dan kontrol dalam
Gambar 4.7 Rata-rata Gain Kemampuan Penalaran Matematik Kelas
Eksperimen dan Kontrol
Dari Tabel 4.3
kemampuan penalaran matematik pada kelas eksperimen dan kontrol berbeda.
Skor rata-rata kemamp
0,63 dengan Standar Deviasi
adalah 0,42 dengan
penalaran kelas eksperimen lebih menyebar daripada kelas kontrol karena
Deviasi kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol.
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
Ra
ta-r
ata
Ga
in T
ern
orm
ali
sasi
Tabel 4.32
Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran MatematikKelas Eskperimen dan Kontrol
Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran Matematik
Rata-rata s
0,63 0,20
0,42 0,15
ain ternormalisasi kemampuan penalaran matematik kelas
eksperimen dan kontrol dalam diagram batang disajikan pada Gambar
rata Gain Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol
32 dan Gambar 4.7 dapat dilihat, rata-rata gain ternormalisasi
kemampuan penalaran matematik pada kelas eksperimen dan kontrol berbeda.
rata kemampuan penalaran matematik pada kelas eksperimen adalah
Standar Deviasi (s) 0,20, sedangkan skor rata-rata kelas kontrol
dengan Standar Deviasi (s) 0,15. Untuk penyebaran, kemampuan
penalaran kelas eksperimen lebih menyebar daripada kelas kontrol karena
kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol.
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7 0.63
0.42
Kemampuan Penalaran Matematik
Eksperimen
Kontrol
113
Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran Matematik
Kategori
Sedang
Sedang
ain ternormalisasi kemampuan penalaran matematik kelas
Gambar 4.7 berikut.
rata Gain Kemampuan Penalaran Matematik Kelas
rata gain ternormalisasi
kemampuan penalaran matematik pada kelas eksperimen dan kontrol berbeda.
uan penalaran matematik pada kelas eksperimen adalah
rata kelas kontrol
Untuk penyebaran, kemampuan
penalaran kelas eksperimen lebih menyebar daripada kelas kontrol karena Standar
Eksperimen
114
Secara rinci peningkatan kemampuan penalaran matematika pada kelas
eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.33.
Tabel 4.33
Rekapitulasi Rata-rata Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol
No. Aspek yang diukur Kelas
Rata-rata Skor Tes
Awal
Rata-rata Skor Tes
Akhir
Gain Kategori
1
Kemampuan memberi-kan penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, sifat, hubungan atau pola yang ada
Eksperimen 1,75 4,32 0,61 Sedang
Kontrol 1,91 4,03 0,52 Sedang
2
Kemampuan menye-lesaikan soal-soal matematik dengan mengikuti argumen-argumen logis
Eksperimen 1,48 3,38 0,42 Sedang
Kontrol 1,20 2,82 0,34 Sedang
Dari Tabel 4.33 dapat dilihat bahwa skor gain dari keempat soal tes
kemampuan penalaran matematik yang diberikan di dapat untuk aspek
kemampuan memberikan penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, sifat,
hubungan atau pola yang baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol berada
pada kategori Sedang, begitu pula untuk aspek kemampuan menyelesaikan soal-
soal matematik dengan mengikuti argumen-argumen logis baik kelas eksperimen
maupun kelas kontrol berada pada kategori Sedang.
Pada Tabel 4.33 juga menunjukkan bahwa rata-rata gain ternormalisasi
kemampuan penalaran matematik kelas eksperimen dan kontrol terlihat berbeda,
walaupun berbeda kemampuan penalaran matematik siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol berada pada kategori Sedang.
115
A.3.2 Kualitas Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan komunikasi
matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme untuk kelas eksperimen dan siswa yang memperoleh
pembelajaran biasa (konvensional) untuk kelas kontrol yaitu dengan menghitung
skor gain kedua kelas dengan menggunakan gain ternormalisasi atau normalized
gain yang diformulasikan oleh Meltzer (2002). Skor gain ternormalisasi
kemampuan komunikasi matematik siswa diperoleh dari selisih skor tes akhir dan
skor tes awal dibagi selisih skor ideal dan skor tes awal.
Berdasarkan perhitungan gain ternormalisasi diperoleh hasil seperti yang
terlihat pada Tabel 4.34 dan Gambar 4.8.
Tabel 4.34
Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eskperimen dan Kontrol
Kelas
Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi Matematik
Rata-rata s
Eskperimen 0,45 0,15
Kontrol 0,44 0,14
Rata-rata skor gain ternormalisasi kemampuan komunikasi matematik
kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam diagram batang disajikan pada Gambar
4.8 berikut.
Gambar 4.8 Rata-rata Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas
Eksperimen dan Kontrol
Dari Tabel 4.3
ternormalisasi kemampuan komunikasi matematik pada kelas eksperimen dan
kontrol berbeda. Skor rata
eksperimen 0,45 dengan Standar Deviasi
kontrol adalah 0,44 d
Untuk penyebaran, kemampuan komunikasi kelas eksperimen lebih
menyebar daripada kelas kontrol karena Standar Deviasi kelas eksperimen lebih
besar daripada kelas kontrol.
matematika pada kelas eksperimen dapat dilihat pada
Rekapitulasi RataMatematik Kelas Eksperimen dan Kontrol
No. Aspek yang diukur
1
Menjelaskan idea atau situasi dari suatu gambar yang diberidengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan (menulis)
0.435
0.44
0.445
0.45
Ra
ta-r
ata
Ga
in T
ern
orm
ali
sasi
rata Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol
4.34 dan Gambar 4.8 dapat dilihat, rata
ternormalisasi kemampuan komunikasi matematik pada kelas eksperimen dan
kontrol berbeda. Skor rata-rata kemampuan penalaran matematik pada kelas
eksperimen 0,45 dengan Standar Deviasi (s) 0,15, sedangkan skor rata
kontrol adalah 0,44 dengan Standar Deviasi (s) 0,14.
Untuk penyebaran, kemampuan komunikasi kelas eksperimen lebih
menyebar daripada kelas kontrol karena Standar Deviasi kelas eksperimen lebih
besar daripada kelas kontrol. Secara rinci peningkatan kemampuan komunikasi
ika pada kelas eksperimen dapat dilihat pada Tabel 4.35.
Tabel 4.35
Rekapitulasi Rata-rata Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen dan Kontrol
Aspek yang diukur Kelas
Rata-rata Skor Tes
Awal
Rata-rata Skor Tes
Akhir
Gai
Menjelaskan idea atau i dari suatu
yang diberikan kata sendiri
dalam bentuk tulisan
Eksperimen 1,05 2,28
Kontrol 0,83 2,13
0.435
0.44
0.445
0.45
0.45
0.44
Kemampuan Komunikasi Matematik
Eksperimen
Kontrol
116
rata Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas
dapat dilihat, rata-rata skor gain
ternormalisasi kemampuan komunikasi matematik pada kelas eksperimen dan
rata kemampuan penalaran matematik pada kelas
0,15, sedangkan skor rata-rata kelas
Untuk penyebaran, kemampuan komunikasi kelas eksperimen lebih
menyebar daripada kelas kontrol karena Standar Deviasi kelas eksperimen lebih
Secara rinci peningkatan kemampuan komunikasi
rata Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi
Gain Kategori
0,42 Sedang
0,41 Sedang
117
Lanjutan Tabel 4.35
No. Aspek yang diukur Kelas
Rata-rata Skor Tes
Awal
Rata-rata Skor Tes
Akhir
Gain Kategori
2
Menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematika secara tulisan dan gambar (menggambar)
Eksperimen 1,03 3,31 0,46 Sedang
Kontrol 1,18 3,28 0,44 Sedang
3
Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika (ekspresi matematika)
Eksperimen 1,05 3,50 0,49 Sedang
Kontrol 1,06 3,40 0,47 Sedang
Dari Tabel 4.35 berdasarkan aspek yang diukur (indikator) dapat dilihat
bahwa besarnya peningkatan dari rata-rata skor gain dari kelima soal tes untuk
aspek menjelaskan idea atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan
kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan (menulis) baik kelas eksperimen maupun
kelas kontrol termasuk pada kategori Sedang, dan untuk aspek menjelaskan idea,
situasi, dan relasi matematika secara tulisan dan gambar (menggambar) baik kelas
eksperimen maupun kelas kontrol termasuk pada kategori Sedang, serta untuk
aspek menyatakan suatu situasi, gambar, diagram atau benda nyata ke dalam
bahasa, simbol, ide, atau model matematika (ekspresi matematika) baik kelas
eksperimen maupun kelas kontrol juga termasuk pada kategori Sedang.
Pada Tabel 4.35 juga menunjukkan bahwa rata-rata gain ternormalisasi
kemampuan komunikasi matematik kelas eksperimen dan kontrol terlihat berbeda,
118
walaupun berbeda namun kemampuan komunikasi matematik siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol berada pada kategori Sedang.
A.4 Pengujian Hipotesis Penelitian Ketiga
Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Terdapat
kaitan antara kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi matematik
siswa”. Untuk mengetahui ada tidaknya kaitan antara kemampuan penalaran dan
komunikasi matematik siswa tersebut digunakan rumus uji korelasi product
moment Pearson. Dari perhitungan SPSS versi 17.00 diperoleh koefisien korelasi
Pearson untuk kemampuan penalaran dan komunikasi matematik setelah
perlakuan pada kelas eksperimen dengan r = 0,149 signifikansi � = 0,05 dan hasil
rangkumannya disajikan pada Tabel 4.36 berikut.
Tabel 4.36
Koefisien Korelasi antara Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa Sesudah Perlakuan pada Kelas Eksperimen
Kemampuan Penalaran
Kemampuan Komunikasi
Kemampuan Penalaran Pearson Correlation 1 0,149
Sig. (2-tailed) 0,358
N 40 40
Kemampuan Komunikasi Pearson Correlation 0,149 1
Sig. (2-tailed) 0,358
N 40 40
Dari Tabel 4.36 interpretasi atas nilai r menunjukkan korelasi antara
kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa setelah perlakuan sangat
tinggi, dengan demikian siswa yang mempunyai skor yang bagus pada tes
119
kemampuan penalaran matematik juga akan mempunyai skor yang bagus pada tes
kemampuan komunikasi matematik, begitu juga sebaliknya.
Namun keoefisien korelasi yang diperoleh tersebut tidaklah menunjukkan
bahwa siswa yang skornya bagus pada tes kemampuan penalaran matematik akan
memperoleh skor yang bagus pula pada tes kemampuan komunikasi matematik.
Untuk melihat keterkaitan yang lebih jelas apakah siswa yang mempunyai skor
yang bagus pada tes kemampuan penalaran matematik akan memperoleh skor
yang bagus juga pada tes kemampuan komunikasi metamatis digunakan assosiasi
kontingensi.
Perhitungan assosiasi kontingensi dibuat kriteria yang digunakan untuk
mengelompokkan data berdasarkan skor tertingginya sebagai berikut.
Baik : skor > 70%
Cukup : 50% � skor � 70%
Kurang : skor < 50%
Dari skor tes akhir kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa
diperoleh:
Untuk kemampuan penalaran matematik dapat dikelompokkan:
Baik : skor > 8
Cukup : 4 � skor � 8
Kurang : < 4
Sedangkan untuk kemampuan komunikasi matematik siswa dapat
dikelompokkan:
120
Baik : skor > 11
Cukup : 8 � skor � 11
Kurang : < 8
Untuk menguji ada tidaknya hubungan antara kedua kemampuan itu dibuat
tabel kontingensi dengan menggunakan rumus uji independensi sebagai berikut:
χ� � � � ��� � � ��
�
�
���
�
��
dengan:
fo = frekuensi observasi
fe = frekuensi harapan
feij = ��!�"��#�
�
Berikut disajikan selengkapnya pengelompokkan skor tes akhir kelas
eksperimen pada Tabel 4.37 berikut.
Tabel 4.37
Pengelompokkan Skor Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik
Kemampuan Penalaran Matematik
Kemampuan Komunikasi Matematik
Jumlah Baik Cukup Kurang
fo fe fo fe fo fe
Baik 2 1,00 18 15,50 0 3,50 20
Cukup 0 0,95 13 14,73 6 3,33 19
Kurang 0 0,05 0 0,78 1 0,18 1
Jumlah 2 31 7 40
121
Tabel 4.37 menunjukkan bahwa pada aspek kemampuan penalaran
matematik terdapat 2 orang dengan kategori baik, pada aspek kemampuan
penalaran dan komunikasi matematik, 13 orang dengan kategori cukup, pada
aspek kemampuan penalaran matematik dan komunikasi matematik dan 1 orang
dalam kategori kurang pada kemampuan penalaran matematik maupun
kemampuan komunikasi matematik.
Dari Tabel 4.37 dapat juga kita lihat terdapat 18 siswa yang mempunyai
kemampuan baik pada kemampuan penalaran matematik dan cukup pada
kemampuan komunikasi matematik, tidak terdapat siswa yang mempunyai
kemampuan baik pada kemampuan penalaran matematik dan kurang pada
kemampuan komunikasi matematik. Tidak terdapat siswa yang termasuk kategori
cukup pada kemampuan penalaran matematik baik pada kemampuan komunikasi
matematik, 6 siswa yang mempunyai kategori cukup pada kemampuan penalaran
matematik dan kurang pada kemampuan komunikasi matematik. Tidak terdapat
siswa yang mempunyai kemampuan kurang pada penalaran matematik dan baik
pada komunikasi. Tidak terdapat siswa yang mempunyai kategori kurang pada
kemampuan penalaran matematik dan cukup pada kemampuan komunikasi
matematik.
Untuk mengetahui assosiasi antara kemampuan penalaran dan komunikasi
matematik dihitung dengan menggunakan rumus χ� (perhitungan selengkapnya
pada lampiran D). dari hasil perhitungan diperoleh χ$��%��� = 12,92. Sedangkan
dari Tabel Chi Kuadrat dengan � = 0,05 dengan dk = 4 diperoleh χ$��%��� �
122
χ�&' �� , maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan (assosiasi) yang
signifikan antara kemampuan penalaran matematik dan komunikasi matematik.
Sejauh mana assosiasi (ketergantungan) antara kedua variabel yang diuji
yaitu kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa dianalisis
menggunakan koefisien kontingensi C. Nilai C yang diperoleh adalah 0,12 dan
Cmaks = 0,82. Perbandingan yang diperoleh adalah C = 0,15Cmaks. Menurut kriteria
tingkat assosiasi berdasarkan koefisien kontingensi nilai C tersebut berada pada
level 0,00 Cmaks < C < 0,20 Cmaks dan assosiasinya digolongkan sangat rendah.
Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat assosiasi antara
kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme Sangat Rendah.
A.5 Hasil Penelitian tentang Sikap Siswa Terhadap Matematik
Sikap siswa terhadap matematik di dapat dengan menggunakan angket
sikap skala Likert yang terdiri dari, sikap siswa terhadap mata pelajaran
matematika, sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme, dan sikap siswa terhadap soal-soal kemampuan penalaran dan
komunikasi matematik.
1. Sikap Siswa Terhadap Mata Pelajaran Matematika
Rangkuman hasil observasi sikap siswa terhadap mata pelajaran
matematika terdapat pada Tabel 4.38 berikut.
123
Tabel 4.38
Sikap Siswa Terhadap Mata Pelajaran Matematika
Sikap Indikator No. Soal
Sifat Pernyataan
Frekuensi dan Skor
SS S TS STS
Terhadap Mata Pelajaran Matematika
Ketertarikan dan perhatian siswa terhadap pelajaran matematika
1 Positif 18 12 10 0
45% 30% 25% 0%
2 Positif 21 14 5 0
53% 35% 13% 0%
3 Positif 13 15 10 2
33% 38% 25% 5%
4 Positif 12 18 8 2
30% 45% 20% 5%
5 Positif 18 16 6 0
45% 40% 15% 0%
6 Negatif 6 4 22 8
15% 10% 55% 20%
7 Negatif 5 18 7 10
13% 45% 18% 25%
Dari Tabel 4.38 dapat dilihat, jawaban siswa untuk pernyataan nomor 1
yang menyatakan bahwa “Saya menyenangi pelajaran matematika” sebanyak 18
orang (45%) sangat setuju, 12 orang (30%) setuju, 10 orang (25%) tidak setuju,
dan tidak ada siswa yang menyatakan sangat tidak setuju. Pernyataan nomor 2
yang menyatakan bahwa “Saya bersungguh-sungguh dalam mengikuti pelajaran
matematika” sebanyak 21 orang (53%) sangat setuju, 14 orang (35%) setuju, 5
orang (13%) tidak setuju, dan tidak ada siswa yang menyatakan sangat tidak
setuju.
Pernyataan nomor 3 yang menyatakan bahwa “Saya senang mengerjakan
soal-soal latihan yang diberikan guru dalam pelajaran matematika” sebanyak 13
124
orang (33%) sangat setuju, 15 orang (38%) setuju, 8 orang (20%) tidak setuju dan
2 orang (5%) sangat tidak setuju. Pernyataan nomor 4 yang menyatakan bahwa
“Saya senang mengerjakan soal-soal latihan Pekerjaan Rumah (PR) yang
diberikan guru” sebanyak 12 orang (38%) sangat setuju, 18 orang (45%) setuju, 8
orang (20%) tidak setuju, dan 2 orang (2%) sangat tidak setuju.
Pernyataan nomor 5 yang menyatakan bahwa “Saya lebih menyenangi
pelajaran matematika dari pada pelajaran lainnya” sebanyak 18 orang (45%)
sangat setuju, 16 orang (40%) setuju, 6 orang (15%) tidak setuju, dan tidak ada
siswa yang menyatakan sangat tidak setuju. Pernyataan nomor 6 yang menyatakan
bahwa “Saya tidak menyukai pelajaran matematika, sehingga saya malas setiap
belajar matematika” sebanyak 6 orang (15%) sangat setuju, 4 orang (10%) setuju,
22 orang (55%) tidak setuju, dan 8 orang (2%) sangat tidak setuju. Pernyataan
nomor 7 yang menyatakan bahwa “Bagi saya belajar matematika sangat susah
karena banyak rumus-rumus yang harus dikuasai” sebanyak 5 orang (13%) sangat
setuju, 18 orang (45%) setuju, 7 orang (18%) tidak setuju dan 10 orang (25%)
sangat tidak setuju.
Berdasarkan ketujuh pernyataan di atas dapat disimpulkan secara umum
adanya sikap positif siswa terhadap pelajaran matematika.
2. Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan
Konstruktivisme
Rangkuman hasil observasi sikap siswa terhadap pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme terdapat pada Tabel 4.39 berikut.
125
Tabel 4.39
Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivisme
Sikap Indikator No. Soal
Sifat Pernyataan
Frekuensi dan Skor
SS S TS STS
Terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivisme
Ketertarikan siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme
8 Positif 8 18 8 6
20% 45% 20% 15%
9 Positif 4 18 10 8
10% 45% 25% 20%
10 Positif 10 24 6 0
25% 60% 15% 0%
11 Positif 10 20 8 2
25% 50% 20% 5%
12 Positif 12 18 10 0
30% 45% 25% 0%
13 Positif 4 10 22 4
10% 25% 55% 10%
14 Negatif 2 8 24 6
5% 20% 60% 15%
Dari Tabel 4.39 dapat dilihat bahwa jawaban siswa untuk pernyataan
nomor 8, yang menyatakan bahwa “Saya menjadi lebih bersemangat belajar
matematika dengan metode atau cara yang disajikan guru” sebanyak 8 orang
(20%) sangat setuju, 18 orang (45%) setuju, 8 orang (20%) tidak setuju, dan 6
orang (15%) sangat tidak setuju. Pernyataan nomor 9 yang menyatakan bahwa
“Saya selalu mengulangi kembali pelajaran matematika setelah pulang dari
sekolah” sebanyak 4 orang (10%) sangat setuju, 18 orang (45%) setuju, 10 orang
(25%) tidak setuju, dan 8 orang (20%) sangat tidak setuju. Pernyataan nomor 10
yang menyatakan bahwa “Metode atau cara yang digunakan guru dalam pelajaran
126
matematika membuat saya dapat mengungkapkan kembali materi pelajaran yang
sudah dipelajari disekolah” sebanyak 15 orang (25%) sangat setuju, 24 orang
(60%) setuju, 6 orang (15%) tidak setuju, dan tidak ada siswa yang menjawab
sangat tidak setuju. Pernyataan nomor 11 yang menyatakan bahwa “Metode atau
cara yang digunakan guru dalam pelajaran matematika membuat saya lebih berani
bertanya apabila tidak memahami materi yang dipelajari” sebanyak 10 orang
(25%) sangat setuju, 20 orang (50%) setuju, 8 orang (20%) tidak setuju dan 2
orang (5%) sangat tidak setuju. Pernyataan nomor 12 yang menyatakan bahwa
“Metode atau cara yang digunakan guru dalam pelajaran matematika membuat
saya lebih bersemangat, antusias dan menambag pengalaman belajar” sebanyak
12 orang (30%) sangat setuju, 18 orang (45%) setuju, 10 orang (25%) tidak setuju
dan tidak siswa yang menjawab pernyataan sangat tidak setuju. Pernyataan nomor
13 yang menyatakan bahwa “Metode atau cara yang digunakan dalam belajar
matematika banyak membutuhkan waktu belajar di kelas” sebanyak 4 orang
(10%) sangat setuju, 10 orang (25%) setuju, 22 orang (55%) tidak setuju, dan 4
orang (10%) sangat tidak setuju. Pernyataan nomor 14 yang menyatakan bahwa
metode atau cara yang digunakan guru dalam pelajaran matematika tidak ada
bedanya dengan cara biasa (konvensional)” sebanyak 2 orang (5%) sangat setuju,
8 orang (20%) setuju, 20 orang (50%) tidak setuju dan 6 orang (25%) sangat tidak
setuju.
Berdasarkan respon siswa terhadap pernyataan nomor 8 sampai dengan 14,
dapat disimpulkan bahwa siswa menunjukkan sikap yang positif terhadap
pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme.
127
3. Sikap Siswa Terhadap Soal-Soal Kemampuan Penalaran dan
Komunikasi Matematik
Rangkuman hasil observasi sikap siswa terhadap soal-soal kemampuan
penalaran dan komunikasi matematik terdapat pada Tabel 4.40 berikut.
Tabel 4.40
Sikap Siswa Terhadap Soal-soal Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik
Sikap Indikator No. Soal
Sifat Pernyataan
Frekuensi dan Skor
SS S TS STS
Terhadap soal-soal kemampuan penalaran dan komunikasi matematik
Kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa setelah mengikuti proses pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme
15 Positif 14 24 2 0
35% 60% 5% 0%
16 Positif 16 18 6 0
40% 45% 15% 0%
17 Positif 12 24 4 0
30% 60% 10% 0%
18 Positif 15 20 5 0
38% 50% 13% 0%
19 Positif 12 18 10 0
30% 45% 25% 0%
20 Positif
10 16 12 2
25% 40% 30% 5%
14 24 2 0
Dari Tabel 4.40 dapat dilihat, jawaban siswa untuk pernyataan nomor 15
yang menyatakan bahwa “Pada saat diskusi, saya selalu menanggapi pendapat dari
teman lain” sebanyak 14 orang (35%) sangat setuju, 24 orang (60%) setuju, 2
orang (5%) tidak setuju dan tidak ada siswa yang menyatakan sangat tidak setuju.
Pernyataan nomor 16 yang menyatakan bahwa “Pada saat diskusi, saya selalu
mengajukan pertanyaan pada teman lain” sebanyak 16 orang (40%) sangat setuju,
128
18 orang (45%) setuju, 6 orang (15%) tidak setuju dan tidak siswa yang
menyatakan sangat tidak setuju. Pernyataan nomor 17 yang menyatakan bahwa
“Saya selalu berusaha mencari informasi dengan bertanya, baik kepada teman,
guru, ataupun dengan membaca buku pelajaran matematika bila setelah beberapa
kali mencoba saya belum menemukan cara menyelesaikan soal-soal atau tugas”
sebanyak 12 orang (30%) sangat setuju, 24 orang (60%) setuju, 6 orang (10%)
tidak setuju dan tidak ada siswa yang menjawab sangat tidak setuju. Peryataan
nomor 18 yang menyatakan bahwa “Metode atau cara yang digunakan guru dalam
pelajaran matematika membuat interaksi siswa menjadi lebih baik” sebanyak 15
orang (38%) sangat setuju, 20 orang (50%) setuju, 5 orang (12%) tidak setuju dan
tidak ada siswa menyatakan sangat tidak setuju. Pernyataan nomor 19 yang
menyatakan bahwa “Dalam mengikuti pembelajaran matematika saya selalu
membaca Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan teliti” sebanyak 12 orang (30%)
sangat setuju, 18 orang (45%) setuju, 10 orang (25%) tidak setuju dan tidak ada
siswa yang menyatakan sangat tidak setuju. Pernyataan nomor 20 yang
menyatakan bahwa “Setelah membaca Lembar Kerja Siswa (LKS) saya
menemukan semua informasi yang berkenaan dengan tugas yang akan dikerjakan”
sebanyak 10 orang (25%) sangat setuju, 16 orang (40%) setuju, 12 orang (30%)
tidak setuju dan 2 orang (5%) sangat tidak setuju.
Berdasarkan jawaban dari siswa untuk nomor 15 sampai dengan 20 secara
umum dapat disimpulkan bahwa siswa memiliki apresiasi positif terhadap soal-
soal berbentuk penalaran dan komunikasi matematik.
129
A.6 Efektivitas Siswa dan Guru dalam Proses Pembelajaran
Aktivitas siswa dalam penelitian ini diperoleh melalui pengamatan yang
observer lakukan ketika berlangsungnya proses pembelajaran. Tabel 4.41
menggambarkan aktivitas siswa selama proses belajar mengajar dengan
pendekatan konstruktivisme berlangsung.
Tabel 4.41
Hasil Observasi Kegiatan Siswa dalam Proses Pembelajaran
No. Aspek Yang Diamati Rata-rata
1. Siswa mengamati informasi apa yang disajikan pada LKS yang berkaitan dengan tugas-tugas yang akan dikerjakan
4,50
2. Siswa mengkonstruk sendiri model-model selama proses pembelajaran berlangsung
4,00
3. Adanya kontribusi siswa dalam mengkonstruksi model selama proses pembelajaran berlangsung
4,00
4.
Terjadinya proses pembelajaran yang interaktif dimana siswa mendiskusikan dan memberikan alasan tentang model dan cara menyelesaikannya, mencapai kesepakatan tentang model yang disajikan
4,50
5. Diakhir pembelajaran siswa dapat menggunakan model formal untuk menyelesaikan soal-soal
4,33
Rata-rata 4,27
Dari Tabel 4.41 hasil observasi tentang kegiatan siswa diperoleh rata-rata
4,27 karakteristik pendekatan konstruktivisme muncul. Adapun karakteristik
mengkonstruksi sendiri model-model selama pembelajaran berlangsung
memperoleh rata-rata 4,00, begitu pula karakteristiik kontribusi siswa dalam
mengkonstruksi model sendiri pada proses pembelajaran berlangsung siswa
memperoleh rata-rata 4,00.
130
Besarnya kontribusi siswa dalam mengkonstruksi model sendiri pada
proses pembelajaran berlangsung dipengaruhi oleh kemampuan pemahaman yang
dimiliki siswa sudah baik, sehingga mempunyai pengaruh positif terhadap
kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa.
Selain dilakukan observasi terhadap aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran, dilakukan pula observasi kegiatan guru dalam proses pembelajaran
berlangsung yang dilakukan oleh guru matematika di tempat penelitian terhadap
peneliti. Hasil rangkuman observasi kegiatan guru dalam proses pembelajaran
disajikan dalam Tabel 4.42 berikut.
Tabel 4.42
Hasil Observasi Kegiatan Guru dalam Proses Pembelajaran
No. Aspek Yang Diamati Rata-rata
1. Guru mampu memotivasi siswa dalam mengkonstruksikan materi yang dipelajari dari LKS
4,50
2. Guru memberikan kesempatan dan mendorong siswa menggunakan model-model sebagai alat bantu untuk menyelesaikan soal-soal yang terdapat dalam LKS
4,17
3.
Guru memberikan pembelajaran yang interaktif, dengan melakukan negosiasi secara eksplisit, dan intervensi (penjelasan, pertanyaan, dan kooperatif), refleksi dan evaluasi
4,17
4.
Guru mampu menerapkan tahapan-tahapan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme (orientasi, elicitasi, restructuring of ideas, application of ideas dan review) dalam proses pembelajaran berlangsung.
4,50
5. Terdapat keterkaitan materi yang diajarkan dengan materi lainnya dalam proses pembelajaran berlangsung
4,50
Rata-rata 4,37
131
Dari Tabel 4.42 dapat dilihat hasil observasi tentang kegiatan guru selama
proses pembelajaran berlangsung diperoleh rata-rata 4.37 karakteristik pendekatan
konstruktivisme yang muncul. Terdapat keterkaitan materi yang diajarkan dengan
materi lain pada kegiatan guru memperoleh rata-rata 4,50. Rata-rata hasil
observasi yang diperoleh tergolong besar, hal ini dipengaruhi oleh kemampuan
peneliti dalam memberikan pembelajaran yang interaktif dan mampu memotivasi
siswa dalam mengkonstruksikan kemampuan siswa, selain daripada itu
dipengaruhi juga oleh sikap kooperatif siswa dalam setiap diskusi.
A.7 Deskripsi Pendapat Guru tentang Pembelajaran dengan Pendekatan
Konstruktivisme
Untuk memperoleh tanggapan/pendapat guru mengenai pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivisme dan keragaman soal-soal yang diteskan,
peneliti membuat daftar pertanyaan. Daftar pertanyaan tersebut digunakan untuk
panduan wawancara kepada tiga orang guru yang ikut sebagai pengamat pada
kegiatan pembelajaran. Berikut ini merupakan hasil rangkuman tanggapan/
pendapat guru.
1. Sebanyak dua orang guru mengatakan belum pernah menggunakan
pembelajaran dengan konstruktivisme dalam kelompok kecil dan seorang
guru pernah menggunakan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme.
Tetapi untuk diskusi kelompok kadang-kadang melaksanakannya pada waktu
pembelajaran, terutama pada tahap penerapan atau latihan soal.
132
2. Kedua guru mengatakan sangat tertarik untuk mengetahui bahkan untuk dapat
menggunakannya dalam pembelajaran. Alasan kedua adalah keaktifan dan
semangat siswa yang mereka Amati selama pembelajaran, yang menurut
mereka berbeda dengan yang biasa terjadi di kelas jika mereka mengajar.
Seorang guru mengatakan pengalamannya pada saat menerapkan
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme aktivitas siswa belum
nampak, tetapi setelah mengamati kembali pada pembelajaran yang dilakukan
peneliti aktivitas siswa lebih nampak dan merasa tertarik untuk menggunakan
kembali pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme.
3. Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme kurang efektif digunakan
pada pembelajaran matematika apabila diberikan pada siswa yang lemah atau
kurang pandai karena akan mengalami kesulitan, tetapi untuk siswa yang
pandai akan berjalan dengan baik. Pada awal pembelajaran siswa akan
memerlukan waktu yang cukup lama untuk memahami setiap perintah yang
diberikan. Agar pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme berjalan
dengan efektif, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu waktu yang
tersedia, persiapan dan kesiapan guru, dan kesiapan siswa itu sendiri. Selain
itu, pembelajaran dengan konstruktivisme akan efisien untuk materi
matematika tertentu, kalaupun dapat diterapkan untuk semua materi
matematika, hal ini dimungkinkan tetapi dituntut kemampuan seorang guru
untuk membuat bahan ajar dan LKS yang dapat dipahami oleh siswa.
4. Untuk menerapkan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme
diperlukan beberapa prasyarat yang harus dimiliki siswa seperti memiliki
133
kemampuan pemahaman yang baik agar saat mengkonstruksikan
pemikirannya dapat berjalan dengan baik dan lancar.
5. Ketiga guru berpendapat, pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme
dapat dilaksanakan, dengan pertimbangan bahwa kondisi siswa pada
umumnya di sekolah ini mempunyai motivasi untuk belajar yang tinggi.
6. Bahan ajar dan LKS pada pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme
ini sangat membantu siswa memahami konsep materi yang diajarkan, dan
sudah sesuai dengan kurikulum. Dari hasil diskusi peneliti dan guru,
menyatakan bahwa selama ini guru jarang menggunakan bahan ajar buatan
sendiri, sebab sebagian besar siswa sudah memiliki buku paket dari sekolah
dan LKS dari penerbit, kemudian waktu membuat bahan ajar membutuhkan
waktu yang cukup lama.
7. Pada dasarnya guru tersebut sudah mengenal bentuk soal-soal kemampuan
penalaran dan komunikasi matematik, dan tingkat kesulitannya masih dalam
katagori sedang, karena siswa menjawab soal tersebut hanya sebagian yang
memberikan alasan. Soal-soal kemampuan penalaran dan komunikasi
matematik menurut mereka sangat membantu siswa untuk dapat berpikir
kritis, karena soal-soal yang diberikan mengajak siswa untuk mampu
mengkonstruksikan kemampuan berpikirnya.
8. Ketiga orang guru berpendapat bahwa soal-soal kemampuan penalaran dan
komunikasi matematik yang diteskan banyak melatih siswa dalam
memberikan alasan-alasan yang konstruktif, sehingga aktivitas siswa dalam
proses belajar dapat berjalan dengan interaktif.
134
B. Pembahasan
Berdasarkan analisis data dihasilkan beberapa temuan beserta
pembahasannya antara lain: peningkatan kemampuan penalaran matematik,
peningkatan kemampuan komunikasi matematik, kaitan kemampuan penalaran
dan komunikasi matematik, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, dan sikap
siswa terhadap matematika.
B.1 Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik
Berdasarkan pengolahan data tes kemampuan penalaran matematik, rata-
rata tes awal kelas eksperimen dan kontrol tidak terdapat perbedaan yang
signifikan. Sedangkan dari gain ternormalisasi peningkatan kemampuan penalaran
matematik kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme lebih baik daripada peningkatan kemampuan penalaran kelas
kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional.
Secara umum, melalui analisis data tentang kemampuan penalaran
matematik siswa mengalami peningkatan secara signifikan setelah pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivisme. Dari gain ternormalisasi kemampuan
penalaran matematik di dapat rata-rata sebesar 0,63 pada kelas eksperimen dan
0,42 pada kelas kontrol. Perbedaan skor gain ternormalisasi tersebut pada kategori
Sedang, begitu juga untuk kelas kontrol termasuk kategori Sedang.
Walaupun secara statistik hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan
yang signifikan dari hasil proses pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme, namun peningkatan tersebut belumlah memuaskan. Dari hasil
penelitian diperoleh kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar dengan
135
pendekatan konstruktivisme mencapai rata-rata 8,80 untuk kelas eksperimen dan
untuk kelas kontrol mencapai rata-rata 6,85.
Secara umum dapat disimpulkan walau hasil yang diperoleh belum
memuaskan tetapi pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme secara
signifikan lebih berhasil meningkatkan kemampuan penalaran matematik siswa
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (biasa), dengan demikian
kesimpulan ini memperkuat temuan Abdurahman (2002) yang dalam
penelitiannya menemukan bahwa kemampuan siswa meningkat berdasarkan
pengujian hipotesis pada taraf keberartian 5% dan efektif untuk menghilangkan
miskonsepsi yang dialami siswa untuk sub kelompok tinggi dan sub kelompok
menengah, sedangkan pada sub kelompok rendah kurang efektif.
Hasil penelitian ini juga memperkuat temuan Rahayu (2006) yang
menemukan bahwa penerapan model pembelajaran konstruktivisme pada siswa
SD berpengaruh lebih baik terhadap hasil belajar siswa.
Bila ditinjau dari kelompok kemampuan matematik siswa (tinggi, sedang
dan rendah) ditemukan rata-rata kelompok tinggi sebesar 9,50 dan 8,50, kemudian
pada kelompok sedang sebesar 7,75 dan 6,75, selanjutnya pada kelompok rendah
sebesar 5,80 dan 5,40.
Secara umum temuan ini menggambarkan bahwa pendekatan
konstruktivisme berpeluang untuk meningkatkan kemampuan penalaran
matematik siswa pada kelompok matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah)
bila diterapkan bagi siswa sekolah menengah pertama.
136
Walaupun temuan diatas belum menunjukkan hasil yang memuaskan,
namun untuk pembelajaran yang baru dikenal siswa, temuan tersebut merupakan
kondisi yang baik. Dikatakan baru dikenal siswa karena sebelumnya siswa belajar
dengan pembelajaran konvensional (biasa). Pembelajaran yang aktivitasnya
terpusat pada guru, dimana pada umumnya siswa belajar dari yang dijelaskan guru
serta meniru cara menyelesaikan soal sesuai dengan langkah-langkah yang sudah
dijelaskan bukan dari eksplorasi siswa sendiri. Guru menjelaskan konsep,
menjelaskan contoh soal, memberikan soal-soal latihan, dan siswa dikatakan
berhasil bila ia mengerjakan sesuai dengan yang dilakukan guru. Hal ini sejalan
dengan pendapat Turmudi (2008) yang menyatakan bahwa siswa dikatakan
sebagai siswa yang sukses bila siswa tersebut berhasil menirukan cara guru
menguraikan materi matematika. Sehingga, jika siswa diberikan soal yang
berbeda dengan soal yang telah dijelaskan oleh guru atau soal dalam kehidupan
sehari-hari, siswa akan mengalami kesukaran karena siswa tidak mampu
menghubungkan dengan konsep sebelumnya, atau siswa belum mampu
menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
Hal ini mengakibatkan pembelajaran siswa tidak bermakna. Seperti yang
diungkapkan Ausubel (Dahar, 1996) dengan belajar bermakna memungkinkan
siswa mampu mengaitkan konsep yang baru dengan konsep yang telah dimiliki
siswa. Selain itu terungkap apabila siswa tidak memiliki konsep yang relevan dan
sesuai dengan konsep yang baru, maka konsep yang baru akan diterima secara
terpisah-pisah sehingga tidak memungkinkan terjadinya proses belajar dalam diri
siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Suryadi (2008) menyatakan pentingnya
137
menciptakan suatu situasi didaktis sehingga terjadi proses belajar dalam diri
siswa, atau lebih dikenal dengan sebutan ADP (Antisipasi Didaktis dan
Pedagogis).
Peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa setelah pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivisme, dikarenakan pada pendekatan
konstruktivisme diharapkan siswa untuk berkontribusi dalam pembelajarannya,
siswa aktif mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri secara bebas sehingga
tercipta model sebagai suatu representasti menuju konsep matematika formal.
B.2 Peningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik
Berdasarkan pengolahan data kemampuan komunikasi matematik, rata-
rata tes awal kelas eksperimen dan kontrol tidak terdapat perbedaan yang
signifikan. Pada gain ternormalisasi peningkatan kemampuan komunikasi kelas
eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme
lebih baik daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematik kelas kontrol
yang memperoleh pembelajaran konvensional (biasa).
Secara umum, melalui analisis data tentang kemampuan komunikasi
matematik siswa mengalami peningkatan secara signifikan setelah pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivisme.
Dari gain ternormalisasi kemampuan komunikasi matematik diperoleh
rata-rata sebesar 0,45 pada kelas eksperimen dan 0,44 pada kelas kontrol.
Perolehan skor gain ternormalisasi tersebut pada kategori Sedang, begitu pula
untuk kelas kontrol juga termasuk kategori Sedang.
138
Walaupun secara statistik hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan
yang signifikan dari hasil proses pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme, namun peningkatan tersebut belumlah memuaskan.
Dari hasil penelitian diperoleh kemampuan komunikasi matematik siswa
yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme mencapai rata-rata sebesar 9,08
pada kelas eksperimen dan untuk kelas kontrol mencapai rata-rata sebesar 8,80.
Hasil tersebut belum memuaskan, hal ini disebabkan waktu penelitian terlalu
singkat sehingga siswa kurang mampu mengkonstruksikan pemikirannya di dalam
pembelajaran, siswa pada kelas eksperimen kurang mampu menjelaskan ide-ide
dalam setiap diskusi, dan siswa pada kelas eksperimen kurang mampu
menyatakan suatu gambar dengan ekspresi matematika. Walaupun hasil yang
diperoleh belum memuaskan, namun pendekatan konstruktivisme secara
signifikan lebih berhasil meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (biasa). Adanya interaksi
berbagai arah saat diskusi, interaksi antar siswa berjalan dengan baik, munculnya
alternatif-alternatif jawaban dari siswa menunjukkan proses komunikasi berjalan
dengan baik, dan kegiatan pemodelan berpeluang dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematik siswa.
Dengan demikian temuan ini memperkuat temuan Rahayu (2007) bahwa
kemampuan komunikasi matematik siswa yang belajar melalui model
pembelajaran kostruktivisme lebih baik daripada kemampuan komunikasi
matematik siswa melalui pembelajaran biasa. Secara rinci, kemampuan
komunikasi matematik siswa yang belajar melalui pendekatan konstruktivisme
139
tergolong kualifikasi cukup, sedangkan kemampuan komunikasi matematik siswa
melalui pembelajaran biasa tergolong kualifikasi kurang.
Secara umum temuan ini menggambarkan bahwa pendekatan
konstruktivisme berpeluang untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematik siswa bila diterapkan bagi siswa sekolah menengah pertama.
B.3 Kualitas Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi
Matematik Siswa yang Belajar dengan Pendekatan Konstruktivisme
Kualitas peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar
dengan pendekatan konstruktivisme dapat dilihat dari skor gain ternormalisasi,
skor gain ternormalisasi untuk aspek kemampuan memberikan penjelasan dengan
menggunakan gambar, fakta, sifat, hubungan atau pola yang ada pada siswa yang
belajar dengan pendekatan konstruktivisme 0,61 dan skor gain ternormalisasi
aspek kemampuan menyelesaikan soal-soal matematik dengan mengikuti
argumen-argumen logis siswa yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme
0,42, kedua skor gain ternormalisasi berada pada interval 0,3<g≤ 0,7. Berdasarkan
kriteria gain ternormalisasi dari Meltzer kedua skor gain itu termasuk pada
kategori Sedang.
Skor gain ternormalisasi secara keseluruhan dari empat soal tes
kemampuan penalaran matematik berdasarkan aspek yang diukur untuk siswa
yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme sebesar 0,63 dan termasuk pada
kategori Sedang, sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas peningkatan
kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar dengan pendekatan
konstruktivisme termasuk pada kategori Sedang.
140
Pada kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang
belajar dengan pendekatan konsruktivisme di dapat skor gain ternormalisasi aspek
kemampuan menjelaskan idea atau situasi dari suatu gambar yang diberikan
dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan (menulis) 0,42, skor gain
ternormalisasi aspek menjelaskan idea, situasi dan relasi matematika secara
tulisan dan gambar (menggambar) 0,46 dan skor gain ternormalisasi untuk aspek
menyatakan suatu situasi, gambar, diagram atau benda nyata ke dalam bahasa
simbol, idea tau model matematika (ekspresi matematika) 0,49. Besarnya skor
gain ternormalisasi dari ketiga aspek itu berada pada interval 0,3 < g ≤ 0,7. Hal ini
berdasarkan kriteria gain ternormalisasi dari Meltzer skor ketiga gain
ternormalisasi itu termasuk pada kategori Sedang.
Berdasarkan perhitungan gain ternormalisasi untuk aspek kemampuan
komunikasi matematik siswa yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme
diperoleh skor gain ternormalisasi untuk kelima soal tes kemampuan komunikasi
matematik siswa sebesar 0,45. Dengan demikian disimpulkan bahwa kualitas
peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang belajar dengan
pendekatan konstruktivisme berada pada kategori Sedang.
Dari pembahasan diatas nampak jelas bahwa skor gain ternormalisasi baik
kemampuan penalaran maupun komunikasi matematik siswa yang belajar dengan
pendekatan konstruktivisme berada pada intervasl 0,3<g≤ 0,7, maka disimpulkan
bahwa kualitas peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik
siswa yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme termasuk pada kategori
Sedang.
141
B.4 Kaitan antara Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik
Siswa Kelas Eksperimen
Dari uji statistik terhadap hipotesis 3, tentang terdapat kaitan antara
kemampuan penalaran matematik dengan kemampuan komunikasi matematika
siswa, dengan menggunakan rumus korelasi product momen Pearson diperoleh
koefisien korelasi sebesar 0,149 dan ternyata besarnya korelasi ini signifikan pada
� = 0,05. Interpretasi nilai r menunjukkan korelasi antara kemampuan penalaran
dan komunikasi matematik siswa pada kelas eksperimen bernilai cukup
signifikan.
Keterkaitan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik yang
dianalisis menggunakan assosiasi kontingensi menggunakan kategori baik, cukup
dan kurang. Dari hasil perhitungan assosiasi juga ditemukan bahwa terdapat
kaitan yang signifikan antara kemampuan penalaran dan komunikasi matematik
siswa pada tingkat signifikansi � = 0,05 dan assosiasi tersebut digolongkan tinggi.
Berdasarkan pembahasan di atas diperoleh fakta bahwa terdapat kaitan yang
signifikan antara kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa. Hal ini
berarti bahwa siswa yang mempunyai prestasi baik dalam kemampuan penalaran
matematik kemungkinan juga akan mempunyai prestasi yang baik pada
kemampuan komunikasi matematik, demikian juga sebaliknya. Sedangkan siswa
yang memperoleh hasil yang kurang pada tes kemampuan penalaran matematik
besar kemungkinan memperoleh hasil yang kurang juga pada tes kemampuan
komunikasi matematiknya, begitu juga sebaliknya.
142
Dengan demikian hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat
kaitan antara kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa dapat
dinyatakan benar.
B.5 Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama proses belajar
mengajar berlangsung, tentang kegiatan siswa diperoleh rata-rata sebesar 4,27
begitu pula hasil observasi tentang kegiatan guru diperoleh rata-rata 4,37. Dari
hasil observasi terlihat keaktifan siswa dalam proses belajarnya. Hal ini karena
pada pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, guru memberi
kesempatan pada siswa untuk menemukan sendiri serta membangun sendiri
pengetahuannya serta mampu mengkonstruksikan pengetahuannya itu dalam
proses pembelajaran.
Menurut Hamalik (Hermita, 2008) pengajaran yang efektif adalah
pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar yang luas kepada siswa,
sehingga membuat motivasi dan rasa ingin tahu siswa menjadi lebih tinggi serta
membuat siswa lebih aktif dan kreatif.
Pada pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme juga menuntut
guru memiliki kreativitas yang tinggi dalam menyajikan tahapan-tahapan
konstruktivisme, sehingga diharapkan siswa dapat mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri, guru berperan sebagai partner, fasilitator, dan mediator.
Secara keseluruhan aktifitas belajar siswa selama proses belajar mengajar
dengan pendekatan konstruktivisme pada kategori baik.
143
B.6 Sikap Siswa terhadap Matematika
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya sikap positif siswa dalam
pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme. Dari hasil analisis
data sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika dapat dilihat dari pernyataan
nomor 1 sebesar 45% sangat setuju dan 30% setuju, atau sebesar 75% bersikap
positif terhadap pelajaran matematik dengan kata lain sebagian besar siswa dalam
penelitian ini menyenangi pelajaran matematika.
Karena sebagian besar siswa menyenangi pelajaran matematika maka ini
berimplikasi positif terhadap penyataan nomor 2 yaitu sebesar 68% bersikap
bersungguh-sungguh dalam mengikuti pelajaran matematika atau sebagian besar
siswa dalam penelitian ini memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar
matematika.
Untuk hasil analisis data sikap siswa terhadap pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme secara umum nampak pada pernyataan nomor 10 dan
12. Pada pernyataan nomor 10 diperoleh sebanyak 85% atau pada umumnya siswa
dapat mengungkapkan kembali materi pelajaran yang sudah dipelajari di sekolah
dan pernyataan nomor 12 diperoleh 75% atau sebagian besar siswa mengatakan
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme menjadi lebih bersemangat,
antusias, dan menambah pengalaman belajar. Hal ini sesuai dengan karakteristik
dari pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme.
Adanya sikap positif dan antusias yang tinggi dalam belajar berpengaruh
terhadap sikap siswa terhadap soal-soal kemampuan penalaran dan komunikasi
matematik siswa. Dari hasil analisis data sikap siswa terhadap soal-soal
144
kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa diwakilkan pada
pernyataan nomor 17 dan 18. Pada pernyataan nomor 17 diperoleh 90% atau pada
umumnya siswa berusaha mencari informasi dalam belajar jika belum
menemukan penyelesaiannya, pernyataan nomor 18 diperoleh 88% atau pada
umumnya siswa paham dengan apa yang dipelajari sehingga interaksi siswa
menjadi lebih baik.
Terjadinya interaksi multi arah serta pembelajaran yang lebih menekankan
kemampuan mengkonstruksikan pemikirannya sendiri mempermudah siswa
dalam memahami konsep matematika dan ini akan berimbas pada sikap positif
siswa pada matematika. Kondisi ini memperkuat pendapat Suryadi (2005) yang
menyatakan bahwa dengan terjadinya interaksi antar siswa akan diperoleh banyak
keuntungan, antara lain sharing pengetahuan dan pendapat, refleksi atas hasil
pemikiran masing-masing, dan akhirnya akan bermuara pada peningkatan
pemahaman untuk masing-masing kelompok. Peningkatan pemahaman siswa
dalam matematik berpengaruh positif terhadap kemampuan penalaran dan
komunikasi, karena semakin siswa memahami masalah matematik akan semakin
mampu menggunakan kemampuan penalaran di dalam menyelesaikan persoalan-
persoalan matematik dan mampu mengkomunikasikan dalam setiap pembelajaran
berlangsung.
Dengan adanya interaksi antar siswa maupun siswa dengan guru untuk
menyampaikan argumennya akan menyebabkan terbentuknya komunikasi lisan
maupun tulisan pada siswa. Kondisi ini memperkuat pendapat Turmudi (2008)
bahwa siswa yang memiliki kesempatan berbicara, menulis, membaca dan
145
mendengar dalam kelas matematika akan memiliki keuntungan ganda, yaitu
mereka berkomunikasi untuk belajar matematika dan mereka belajar bahasa
simbol, komunikasi tertulis, dan komunikasi lisan yang berisi gagasan matematika
yang tidak selalu dikenal sebagai bagian penting dalam pendidikan matematika.
Dengan sikap positif yang telah ada pada diri siswa diharapkan dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika siswa menjadi lebih baik.
B.7 Pendapat Guru tentang Belajar dengan Pendekatan Konstruktivisme
Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara terhadap tiga orang
guru matematika yang mengajar di sekolah yang dijadikan tempat penelitian,
tujuannya untuk mengetahui pendapat guru tentang pembelajaran yang
menggunakan pendekatan konstruktivisme khususnya untuk meningkatkan aspek
kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa pada tingkat Sekolah
Menengah Pertama.
Dari pendapat guru yang diwawancarai diperoleh informasi bahwa
pembelajaran dengan diskusi-diskusi kelompok kecil sering dilakukan, namun
kurang memberikan peluang kepada siswa untuk mampu mengemukakan ide atau
pendapatnya dalam tiap diskusi, hal ini disebabkan guru kurang memberikan
waktu yang lebih agar siswa berinteraksi dalam diskusi kelompok.
Guru merasa tertarik setelah mengetahui langsung bahwa belajar dengan
pendekatan konstruktivisme situasi belajar menjadi lebih aktif, kritis dan
interaktif. Pembelajaran berlangsung banyak arah, guru lebih mudah mengontrol
dan mengobservasi kemampuan individu siswanya, dan aktivitas siswa lebih
nampak dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (biasa).
146
Ada pendapat guru yang mengatakan bahwa pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme akan efektif apabila dilakukan pada siswa yang
memiliki kemampuan diatas rata-rata atau siswa yang pandai, tetapi apabila
dilakukan pada siswa yang kurang pandai tahapan-tahapan pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme tidak dapat berjalan dengan efektif.
Namun demikian agar pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme
dapat berjalan dengan efektif dan efisien diperlukan beberapa prasyarat seperti
memiliki motivasi belajar yang tinggi, memiliki kemampuan pemahaman
matematika siswa yang baik, mampu berkomunikasi dengan lancar, dan mampu
membangun ide-ide yang ada dalam tiap pembelajaran serta mampu memberikan
alasan-alasan yang logis pada saat mengemukakan ide-idenya.
Selain prasyarat diatas, yang perlu diperhatikan oleh guru sebelum
melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme adalah
menyiapkan bahan ajar yang tepat dan membuat Lembar Kerja Siswa (LKS)
untuk mendukung proses pembelajaran. Pembuatan LKS sebaiknya dirancang
oleh guru yang bersangkutan agar tahapan-tahapan dalam pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme lebih nampak dan terakomodir dalam LKS itu,
sehingga tujuan pembelajaran yang telah dituliskan dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dapat tercapai dengan baik.
Selanjutnya guru juga berpendapat bahwa untuk mengukur kemampuan
penalaran dan komunikasi matematik siswa diperlukan juga seperangkat soal-soal
yang mampu mengukur kedua kemampuan itu. Maka, dalam pembuatan soal-soal
evaluasi agar diperhatikan tipe-tipe soalnya. Tipe-tipe soal dalam evaluasi lebih
147
banyak difokuskan untuk siswa dapat berfikir kritis yaitu dengan memberikan
tipe-tipe soal dalam bentuk pertanyaan mengapa, sehingga siswa menjadi terbiasa
berfikir dan melatih kemampuan penalaran menjadi lebih baik lagi.
Dari pendapat guru yang penulis wawancarai disimpulkan bahwa guru
memberikan pendapat dan pandangan yang positif terhadap pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme, pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme
mampu meningkatkan kemampuan penalaran matematik siswa, siswa menjadi
lebih aktif, saling berinteraksi baik dalam kelompok maupun antarkelompok
dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru, dan siswa menjadi lebih
berani dalam mengemukakan ide-idenya dalam setiap pembelajaran.
C. Keterbatasan
Penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain:
1. Perlakuan terhadap subjek penelitian dilakukan dalam waktu ± 1 (satu) bulan,
sehingga pelayanan individu tidak optimal dilaksanakan.
2. Penentuan populasi dalam penelitian tidak dilakukan secara acak, sehingga
proses pembelajaran kurang termotivasi dikarenakan siswa merasa tidak ada
iklim kompetisi dalam belajar dengan siswa satu kelasnya.
3. Media pembelajaran dalam penelitian ini dikembangkan sendiri oleh penulis
dengan dibantu dosen pembimbing, sehingga ada beberapa keahlian yang
masih kurang dikuasai oleh penulis sebagai pengembang media pembelajaran.
4. Subjek sampel hanya dilakukan pada satu sekolah, yaitu SMP Negeri 1
Susukanlebak Kabupaten Cirebon.
148
5. Penelitian hanya dilakukan pada satu kompetensi saja, yaitu garis singgung
lingkaran, lingkaran dalam dan lingkaran luar segitiga. Sedangkan menurut
Bruner (Rusmini, 2007) dengan dalil pengaitnya menyatakan bahwa dalam
matematika setiap konsep itu berkaitan dengan konsep lain. Oleh karena itu
keberhasilan belajar yang ditunjukkan siswa dalam penelitian ini belum
menunjukkan hasil yang maksimal.
6. Indikator penelitian untuk aspek kemampuan penalaran dan komunikasi
matematik tidak diteliti semua, sehingga hasil penelitian belum dapat
digeneralisasikan untuk materi yang ada dalam penelitian ini.