hasil dan pembahasan penyebaran desa idt iv... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk,...

39
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT Berdasarkan data yang diperoleh dari Bappeda Kabupaten Bogor, terdapat 80 desa yang tergolong pada desa tertinggal berdasarkan kriteria indeks desa tertinggal (IDT) dari Badan Pusat Statistik (BPS). Jika dilihat berdasarkan wilayah pembangunannya, di Kabupaten Bogor wilayah barat terdapat 36 desa tertinggal, di wilayah tengah terdapat 31 desa dan 13 desa lainnya berada di wilayah timur seperti yang terlihat dalam Gambar 4. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan kriteria dari BPS, wilayah barat relatif lebih tertinggal dibandingkan di wilayah tengah dan timur. Ketertinggalan wilayah barat tersebut disebabkan karena rendahnya nilai wilayah ini dari beberapa variabel penilaian yang digunakan, antara lain jalan utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan penduduk per km 2 , persentase rumah tangga listrik, persentase rumah tangga yang mempunyai TV, persentase rumahtangga pertanian, persentase rumahtangga yang memiliki kendaraan bermotor serta aksesibilitas baik terhadap puskesmas, pasar permanen maupun pertokoan. Jika dikaitkan dengan densitas jalan yang ada, desa-desa ini berada di wilayah yang memiliki densitas jalan yang rendah (0.64%) dan berada pada bentuk lahan (landform) yang datar, terutama di wilayah barat tengah, hingga bergelombang dan berbukit. Berdasarkan data penggunaan lahan di Kabupaten Bogor seperti yang terdapat pada Tabel 5, terlihat bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah barat masih tertumpu pada sektor pertanian dan perkebunan, dengan kepadatan penduduk rata-rata yang relatif rendah (< 500 per km 2 ) di beberapa kecamatan. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya desa yang masuk dalam katagori IDT di wilayah barat. Selain itu, ketersediaan berbagai sarana dan fasilitas pelayanan umum yang relatif rendah, seperti sarana pendidikan (rata-rata jumlah SMA 0.35 per desa), fasilitas tenaga dan sarana kesehatan, juga sangat mempengaruhi masuknya desa-desa di wilayah barat menjadi desa IDT.

Upload: trinhnhan

Post on 15-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyebaran Desa IDT

Berdasarkan data yang diperoleh dari Bappeda Kabupaten Bogor, terdapat

80 desa yang tergolong pada desa tertinggal berdasarkan kriteria indeks desa

tertinggal (IDT) dari Badan Pusat Statistik (BPS). Jika dilihat berdasarkan

wilayah pembangunannya, di Kabupaten Bogor wilayah barat terdapat 36 desa

tertinggal, di wilayah tengah terdapat 31 desa dan 13 desa lainnya berada di

wilayah timur seperti yang terlihat dalam Gambar 4. Hal ini menunjukkan bahwa

berdasarkan kriteria dari BPS, wilayah barat relatif lebih tertinggal dibandingkan

di wilayah tengah dan timur.

Ketertinggalan wilayah barat tersebut disebabkan karena rendahnya nilai

wilayah ini dari beberapa variabel penilaian yang digunakan, antara lain jalan

utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas

kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan penduduk per km2,

persentase rumah tangga listrik, persentase rumah tangga yang mempunyai TV,

persentase rumahtangga pertanian, persentase rumahtangga yang memiliki

kendaraan bermotor serta aksesibilitas baik terhadap puskesmas, pasar permanen

maupun pertokoan. Jika dikaitkan dengan densitas jalan yang ada, desa-desa ini

berada di wilayah yang memiliki densitas jalan yang rendah (0.64%) dan berada

pada bentuk lahan (landform) yang datar, terutama di wilayah barat tengah,

hingga bergelombang dan berbukit.

Berdasarkan data penggunaan lahan di Kabupaten Bogor seperti yang

terdapat pada Tabel 5, terlihat bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah

barat masih tertumpu pada sektor pertanian dan perkebunan, dengan kepadatan

penduduk rata-rata yang relatif rendah (< 500 per km2) di beberapa kecamatan.

Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya desa yang masuk

dalam katagori IDT di wilayah barat. Selain itu, ketersediaan berbagai sarana dan

fasilitas pelayanan umum yang relatif rendah, seperti sarana pendidikan (rata-rata

jumlah SMA 0.35 per desa), fasilitas tenaga dan sarana kesehatan, juga sangat

mempengaruhi masuknya desa-desa di wilayah barat menjadi desa IDT.

Page 2: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

54

Selain dari variabel di atas, adanya hutan baik di wilayah barat terutama

hutan lindung yang ada di wilayah barat bagian selatan serta di wilayah timur

diduga turut menyebabkan wilayah ini menjadi tertinggal. Adanya kawasan hutan

di suatu wilayah tentu memberikan beberapa konsekuensi, yaitu pertama, wilayah

ini tentunya mempunyai kepadatan penduduk yang relatif lebih rendah dibanding

wilayah lainnya sehingga relatif tidak memerlukan sarana dan prasarana yang

banyak. Kedua, sebagai kawasan hutan, aksesibilitas yang tersedia relatif lebih

terbatas. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk melindungi kawasan hutan dari

kerusakan yang disebabkan oleh perambahan. Dengan rendahnya aksesibilitas

maka tingkat interaksi masyarakat yang ada di wilayah tersebut juga relatif lebih

terbatas sehingga perkembangan wilayah tersebut relatif lebih lambat dibanding

daerah yang tingkat interaksinya lebih tinggi. Ketiga, kawasan hutan umumnya

lebih ditujukan sebagai kawasan konservasi, terutama di daerah-daerah yang

mempunyai tingkat kelerengan yang tinggi sehingga upaya budidaya masyarakat

di daerah tersebut menjadi lebih terbatas.

Hasil Analisis Skalogram

Hasil analisis skalogram akan menentukan struktur pusat pelayanan

menurut hirarki wilayah. Penentuan hirarki didasarkan atas tingkat perkembangan

dan kapasitas pelayanan yang dapat disediakan oleh suatu wilayah. Tingkat

hirarki ini penting dalam penentuan kapasitas suatu wilayah, apakah suatu wilayah

merupakan pusat/inti atau hinterland.

Perkembangan pembangunan yang berbeda antara satu daerah dengan

daerah lainnya akan berdampak pada adanya struktur hirarki pada wilayah-

wilayah tersebut yang dicerminkan dari adanya pusat-pusat pelayanan di suatu

wilayah. Wilayah yang mempunyai kepadatan penduduk yang relatif tinggi dan

yang relatif lebih maju akan membutuhkan berbagai sarana dan prasarana serta

pelayanan sosial ekonomi yang lebih dari wilayah dengan kepadatan penduduk

yang lebih rendah dan yang relatif belum maju. Contohnya dalam hal prasarana

pendidik dan kesehatan serta sarana dan prasarana transportasi.

Page 3: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

55

660000

660000

680000 700000 720000 740000

740000

9240

000 9240000

9260

000 9260000

9280

000 9280000

9300

000 9300000

9320

000 9320000

7 0 7 14 Km

Peta Penyebaran Desa IDTBerdasarkan Wilayah Pemerintahan

N

EW

S

Sumber :- Peta Topografi skala 1 : 25.000- Pemda Kabupaten Bogor

Program Studi Perencanaan WilayahSekolah Pasca Sarjana IPB

2006

Batas Kecamatan

Batas Wilayah Pemerintahan

Desa-desa IDT di Wilayah Barat

Desa-desa IDT di Wilayah Tengah

Desa-desa IDT di Wilayah Timur

Keterangan :

Gambar 4 Peta penyebaran desa IDT menurut wilayah pembangunan

Page 4: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

56

Tingkat perkembangan desa-desa di Kabupaten Bogor ditentukan dengan

metode skalogram yang dimodifikasi dan dicerminkan oleh nilai Indeks

Perkembangan Desa (IPD). Semakin tinggi nilai IPD, umumnya akan semakin

tinggi pula kapasitas pelayanan suatu desa dan tingkat perkembangannya. Dari

hasil perhitungan skalogram, diperoleh kisaran nilai IPD antara 2.30 hingga

177.78 yang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Nilai IPD tertinggi

177.78 diperoleh oleh Desa Pabuaran di Kecamatan Cibinong dan nilai IPD

terendahl diperoleh oleh Desa Tangkil di Citerureup.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis skalogram untuk menentukan

hirarki wilayah menurut jumlah dan jenis fasilitas pelayanan atau infrastruktur,

diperoleh hasil kelompok sebagai berikut :

a. Wilayah yang termasuk pada hirarki I merupakan desa-desa yang mempunyai

tingkat perkembangan yang paling tinggi dengan jumlah sebanyak 24 desa

(5.65% dari seluruh desa di Kabupaten Bogor) yang tercakup dalam 12

kecamatan, yaitu Cibinong (tujuh desa), Megamendung (satu desa),

Bojonggede (dua desa), Cileungsi (dua desa), Citeureup (tiga desa), Gunung

Putri (tiga desa), Jonggol, Dramaga, Leuwiliang, Sukaraja, Parung, Cariu

masing-masing satu desa. Desa-desa dalam tingkat hirarki ini mempunyai

nilai IPD antara 64.40 – 177.78. Desa-desa ini umumnya mempunyai tingkat

ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum yang lebih

tinggi dan lebih memadai dibandingkan desa-desa dengan hirarki yang lebih

rendah. Adapun sarana dan prasarana yang lebih terutama dalam hal sarana

pendidikan, sarana kesehatan (termasuk tenaga kesehatan) dan aksesibilitas

terhadap pusat pemerintahan. Ciri-ciri lain yang menonjol dari wilayah desa-

desa hirarki I ini adalah mempunyai landform yang relatif datar dan

merupakan daerah urban dengan kepadatan penduduk yang relatif tinggi serta

tidak lagi mengandalkan pada sektor pertanian.

b. Wilayah yang termasuk pada hirarki II yang merupakan wilayah desa-desa

dengan tingkat perkembangan yang sedang dengan jumlah 188 desa (44.24%

dari selueuh desa di Kabupaten Bogor) yang tercakup dalam 34 kecamatan,

yaitu Babakan Madang (empat desa), Bojonggede (sebelas desa), Caringin

(enam desa), Cariu (satu desa), Ciampea (sebelas desa), Ciawi (sembilan

Page 5: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

57

desa), Cibinong (lima desa), Cibungbulang (satu desa), Cigudeg (empat desa),

Cijeruk (enam desa), Cileungsi (enam desa), Ciomas (enam desa). Cisarua

(sembilan desa), Ciseeng (enam desa), Citeureup (delapan desa), Dramaga

(empat desa), Gunung Puteri (enam desa), Gunung Sindur (lima desa), Jasinga

(dua desa), Jonggol (empat desa), Kemang (delapan desa), Klapanunggal

(empat desa), Leuwiliang (sepuluh desa), Megamendung (empat desa),

Nanggung (dua desa), Pamijahan (tujuh desa), Parung (lima desa), Parung

Panjang (lima desa), Rancabunngur (tiga desa), Rumpin (sembilan desa),

Sukamakmur (dua desa), Sukaraja (tujuh desa), Taman Sari (empat desa), dan

Tenjo (empat desa). Desa-desa yang termasuk dalam tingkat hirarki ini

mempunyai IPD antara 24.67 – 60.24. Ciri-ciri dari wilayah desa-desa ini

adalah mempunyai ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan

yang relatif lebih rendah dari hirarki I, berada di dekat desa-desa yang

berhirarki I, dan masih mengandalkan pada sektor pertanian.

c. Wilayah yang termasuk pada hirarki III merupakan wilayah dengan tingkat

perkembangan yang paling rendah dengan jumlah sebanyak 213 desa (50.12%

dari seluruh desa di Kabupaten Bogor) yang tercakup dalam 34 kecamatan

yaitu Babakan Madang (lima desa), Bojonggede (tiga desa), Caringin (enam

desa), Cariu (18 desa), Ciampea (delapan desa), Ciawi (empat desa),

Cibungbulang (14 desa), Cigudeg (sebelas desa), Cijeruk (12 desa), Cileungsi

(empat desa), Ciomas (lima desa). Cisarua (satu desa), Ciseeng (empat desa),

Citeureup (tiga desa), Dramaga (lima desa), Gunung Puteri (satu desa),

Gunung Sindur (lima desa), Jasinga (15 desa), Jonggol (delapan desa),

Kemang (satu desa), Klapanunggal (lima desa), Leuwiliang (delapan desa),

Megamendung (enam desa), Nanggung (delapan desa), Pamijahan (delapan

desa), Parung (tiga desa), Parung Panjang (enam desa), Rancabunngur (tiga

desa), Rumpin (empat desa), Sukajaya (tujuh desa), Sukamakmur (delapan

desa), Sukaraja (lima desa), Taman Sari (empat desa), dan Tenjo (tiga desa).

Desa-desa yang termasuk pada tingkat hirarki ini mempunyai IPD antara 2.30

– 24.64. Adapun ciri-ciri yang menonjol dari desa-desa ini adalah

ketersediaan sarana yang relatif kurang dibandingkan desa-desa pada hirarki

yang lebih tinggi, mempunyai akses terhadap pusat yang jauh lebih sulit,

Page 6: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

58

berada pada daerah dengan tingkat kelerengan yang lebih tinggi dan berada

dekat dengan kawasan hutan.

Cariu

Cigudeg

Sukajaya

JonggolJasinga

Nanggung

Tenjo

Rumpin

Sukamakmur

CiawiCisarua

Leuwiliang

Cileungsi

Pamijahan

Ciampea

CijerukCaringin

Citeureup

Gunung Putri

Ciseeng

Parungpanjang

Babakan Madang

KlapanunggalCibinongBojonggede

Sukaraja

Tamansari Megamendung

Parung

Kemang

Cibungbulang

Gunung Sindur

Dramaga

Ciomas

660000

660000

680000

680000

700000

700000

720000

720000

740000

740000

9240

000 9240000

9260

000 9260000

9280

000 9280000

9300

000 9300000

7 0 7 14 Km

Peta Penyebaran Desa Berhirarki IMenurut Kecamatan

N

EW

S

Sumber :- Peta Topografi skala 1 : 25.000- Pemda Kabupaten Bogor

Program Studi Perencanaan WilayahSekolah Pasca Sarjana IPB

2006

Batas Kecamatan

Keterangan :

Kec. Bojonggede

Kec. Cariu

Kec. Cibinong

Kec. Cileungsi

Kec. Citeureup

Kec. Dramaga

Kec. Gunung Putri

Kec. Jonggol

Kec. Leuwiliang

Kec. Megamendung

Kec. Parung

Kec. Sukaraja

Gambar 5 Penyebaran Desa Berhirarki I Menurut Kecamatan

Page 7: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

59

Berdasarkan hasil pengelompokkan di atas terlihat bahwa sebagian besar

(50.12%) desa-desa yang ada di Kabupaten Bogor berada di hirarki III dan

44.24% berada di hirarki II. Hanya 5.65% yang berada di Hirarki I. Hal ini

menunjukkan struktur hirarki yang jelas di Kabupaten Bogor dan penyebaran

fasilitas yang ada cenderung memusat di pusat-pusat pertumbuhan yang ada di

sekitar Kecamatan Cibinong, yang masuk pada wilayah tengah dari Kabupaten

Bogor terus ke arah timur (menuju Kecamatan Cileungsi dan Gunung Putri)

sedangkan di daerah-daerah lain ketersediaan fasilitas ini relatif masih kurang.

Jika dilihat sebaran dari hirarki I maka terlihat bahwa pusat hirarki terletak

di tengah utara, yaitu di Kecamatan Cibinong. Hal ini dapat dimengerti karena

Cibinong merupakan ibukota dari Kabupaten Bogor dimana sebagai pusat

pemerintahan biasanya diikuti dengan berkumpulnya berbagai fasilitas dan

pelayanan sosial. Lokasi yang terletak pada poros Bogor-Jakarta juga turut

mempercepat perkembangan wilayah ini. Selain itu, wilayah timur laut

Kabupaten Bogor juga merupakan lokasi industri yang menandakan wilayah ini

mempunyai infrastruktur yang relatif lebih baik daripada wilayah-wilayah lainnya.

Selain itu, adanya aksesibilitas jalan yang baik, dengan adanya jalan tol, juga

sangat menunjang perkembangan wilayah ini.

Untuk wilayah Kabupaten Bogor bagian barat, daerah yang mempunyai

hirarki I hanya terdapat di Kecamatan Leuwiliang. Hal ini menunjukkan bahwa

Kecamatan Leuwiliang merupakan pusat pelayanan bagi wilayah barat Kabupaten

Bogor dan sudah lebih berkembang dibandingkan daerah-daerah lain di wilayah

ini sedangkan kecamatan-kecamatan lainnya belum berkembang dengan baik.

Hal ini disebabkan dari faktor lokasi yang relatif lebih dekat dengan pusat

pertumbuhan seperti Kota Bogor dan mempunyai aksesibilitas yang lebih baik

dibanding wilayah lain dimana Kecamatan Leuwiliang ini dilalui oleh jalur

lalulintas dari arah Bogor menuju Kabupaten Pandeglang. Hal ini selain

menunjukkan masih kurangnya penyediaan sarana pelayanan sosial secara umum

di Kabupaten Bogor bagian barat juga menunjukkan adanya disparitas

perkembangan wilayah dimana wilayah tengah dan timur dari Kabupaten Bogor

mempunyai perkembangan yang lebih baik dibandingkan wilayah barat. Hal ini

dapat dilihat dari penggunaan lahan yang ada seperti pada Tabel 10 berikut.

Page 8: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

60

Tabel 10 Persen penggunaan lahan berdasarkan wilayah pembangunan

Persen (%) Berdasarkan Wilayah Pembangunan Jenis Penggunaan Lahan

Barat Tengah Timur Belukar 3.09 0.59 1.03 Hutan 19.28 5.49 16.34 Tegalan/Ladang 18.08 11.37 9.54 Sawah 20.98 20.00 20.18 Pemukiman 6.64 21.57 8.64 Kebun/Perkebunan 1.05 2.65 4.37 Rumput/Tanah Terbuka 6.45 8.36 17.68 Luas Wilayah (hektar) 129 790 86 051 82 183 Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 1 041 2 370 934

Sumber : Peta Landuse, diolah kembali.

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa wilayah terbangun di Kabupaten

Bogor bagian tengah relatif lebih besar dibandingkan daerah lain dan di wilayah

barat, tingginya persentasi belukar memperlihatkan masih banyaknya lahan-lahan

yang belum termanfaatkan dengan optimal. Selain itu adanya kawasan lindung di

sebelah barat daya dan tengah yang merupakan hutan lindung menyebabkan

kawasan tersebut relatif menjadi lebih sulit untuk dikembangkan.

Pada wilayah tengah, persen wilayah terbangun yang ditunjukkan dari

persentasi penggunaan lahan untuk pemukiman menunjukkan bahwa wilayah

tersebut relatif lebih berkembang karena untuk membangun suatu kawasan

pemukiman tentu membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai baik berupa

sarana jalan, jaringan listrik, telepon ataupun air bersih serta mempunyai

aksesibilitas yang baik terhadap sarana-sarana pelayanan sosial seperti sarana

pendidikan, kesehatan ataupun pemerintahan. Perkembangan wilayah ini juga

ditunjang oleh adanya jalur transportasi utama antara Bogor – Jakarta baik melalui

kendaraan maupun kereta api yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan kawasan

perumahan di wilayah ini.

Dari Tabel 10 di atas juga terlihat bahwa walaupun wilayah tengah

mempunyai persentase penggunaan lahan untuk pemukiman yang paling tinggi

tetapi juga mempunyai persentase penggunaan lahan untuk tegalan/ladang serta

Page 9: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

61

kebun/perkebunan yang juga relatif tinggi. Kedua jenis penggunaan lahan ini

terutama berada di sebelah barat daya dan timur dari wilayah ini.

Untuk wilayah Kabupaten Bogor bagian Timur, daerah yang mempunyai

hirarki I terdapat di beberapa kecamatan, yaitu Cariu, Jonggol, Cileungsi dan

Gunung Putri. Ini menunjukkan bahwa di wilayah timur, perkembangan wilayah

sudah lebih maju dengan infrastruktur yang lebih baik. Hal ini ditunjang dengan

arahan pengembangan industri yang cenderung lebih mengarah ke wilayah timur.

Selain itu, adanya jalur alternatif dari Jakarta menuju Bandung melalui Jonggol

dan Cariu menjadikan daerah ini mempunyai tingkat interaksi yang relatif lebih

tinggi.

Jika dilihat dari Gambar 1, sebagian besar dari Kabupaten Bogor wilayah

barat ini mempunyai tingkat densitas jalan yang rendah. Hal ini membawa

dampak yang kurang baik dalam perkembangan wilayah karena aksesibilitas ini

sangat penting untuk adanya interaksi antara satu wilayah dengan wilayah lain.

Jika aksesibilitas masih relatif rendah maka interaksi wilayah akan relatif rendah

sehingga perkembangan wilayah tersebut akan cenderung lebih lambat

dibandingkan dengan wilayah yang mempunyai interaksi antar wilayah yang lebih

tinggi.

Berdasarkan hasil ovelay peta densitas jalan dengan wilayah berhirarki III

seperti pada Gambar 6, terlihat bahwa rendahnya aksesibilitas yang ditunjukkan

oleh tingkat densitas jalan yang rendah ternyata sangat berpengaruh terhadap

penyediaan infrastruktur wilayah. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa

sebagian besar desa-desa yang berada pada hirarki III (135 desa atau 63.4%)

berada di wilayah dengan densitas jalan yang rendah (kurang dari 22.54 meter per

hektar) dan 66 desa (31%) berada pada wilayah dengan densitas jalan sedang

(antara 22.54 – 47.04 meter per hektar). Hal ini menunjukkan bahwa untuk

mengembangkan suatu wilayah, ketersediaan prasarana transportasi mempunyai

peranan yang penting.

Lain halnya dengan desa-desa yang berhirarki I dimana hanya (37.5%)

saja dari dari desa-desa tersebut yang berada pada densitas jalan yang tinggi,

seperti yang terlihat pada Gambar 7. Hal ini diduga bahwa perkembangan daerah-

Page 10: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

62

daerah tersebut lebih didukung oleh faktor lokasinya terhadap pusat-pusat

pertumbuhan atau pada simpul-simpul pertumbuhan.

daerah tersebut lebih didukung oleh faktor lokasinya terhadap pusat-pusat

pertumbuhan atau pada simpul-simpul pertumbuhan.

660000

660000

680000

680000

700000

700000

720000

720000

740000

740000

9240

000 9240000

9260

000 9260000

9280

000 9280000

9300

000 9300000

9320

000 9320000

7 0 7 14 Km

Peta Overlay Desa Berhirarki IIIDengan Densitas Jalan

N

EW

S

Sumber :- Peta Topografi skala 1 : 25.000- Pemda Kabupaten Bogor

Program Studi Perencanaan WilayahSekolah Pasca Sarjana IPB

2006

Densitas Jalan Rendah

Densitas jalan sedang

Desa-desa berhirarki III

Keterangan :

62

660000

660000

680000

680000

700000

700000

720000 740000

720000 740000

9240

000 9240000

9260

000 9260000

9280

000 9280000

9300

000 9300000

9320

000 9320000

7 0 7 14 Km

Peta Overlay Desa Berhirarki IIIDengan Densitas Jalan

Keterangan :

Desa-desa berhirarki III

Densitas Jalan Rendah

N

EW

S

Sumber :- Peta Topografi skala 1 : 25.000- Pemda Kabupaten Bogor

Program Studi Perencanaan WilayahSekolah Pasca Sarjana IPB

2006

Densitas jalan sedang

Gambar 6 Peta Overlay Densitas Jalan dengan Desa berhirarki III

Page 11: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

63

Secara lokasi, letak kecamatan yang mempunyai desa-desa yang berhirarki

I memang sesuai dengan pusat-pusat pertumbuhan di masing-masing wilayah

pembangunan, yaitu Leuwiliang di wilayah barat, Cibinong di wilayah tengah dan

Cileungsi di wilayah timur.

Cariu

Cigudeg

Sukajaya

JonggolJasinga

Nanggung

Tenjo

Rumpin

Sukamakmur

CiawiCisarua

Leuwiliang

Cileungsi

Pamijahan

Ciampea

CijerukCaringin

Citeureup

Gunung Putri

Ciseeng

Parungpanjang

Babakan Madang

KlapanunggalCibinong

Bojonggede

Sukaraja

Tamansari Megamendung

Parung

Kemang

Cibungbulang

Gunung Sindur

Dramaga

Ciomas

660000

660000

680000

680000

700000

700000

720000

720000

740000

740000

9240

000 9240000

9260

000 9260000

9280

000 9280000

9300

000 9300000

9320

000 9320000

7 0 7 14 Km

Peta Overlay Desa Berhirarki IDengan Densitas Jalan

N

EW

S

Sumber :- Peta Topografi skala 1 : 25.000- Pemda Kabupaten Bogor

Program Studi Perencanaan WilayahSekolah Pasca Sarjana IPB

2006

Densitas Jalan Tinggi

Desa-desa Berhirarki I

Batas Kecamatan

Keterangan :

Gambar 7 Peta Hasil Overlay Wilayah Hirarki I dengan Densitas Jalan

Desa-desa yang berhirarki II, sebanyak 110 desa (58,5%) berada di

wilayah tengah, 55 desa (29.3%) berada di wilayah barat dan 23 desa (12.2%)

Page 12: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

64

berada di wilayah timur. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran fasilitas

pelayanan sosial di wilayah tengah sudah jauh lebih merata sedangkan di wilayah

lainnya relatif masih kurang baik. Penyebaran desa-desa berhirarki II dapat

dilihat pada Gambar 8.

660000

660000

680000

680000

700000

700000

720000

720000

740000

740000

9240

000 9240000

9260

000 9260000

9280

000 9280000

9300

000 9300000

9320

000 9320000

7 0 7 14 Km

Peta Penyebaran Desa Berhirarki IIMenurut Wilayah Pemerintahan

N

EW

S

Sumber :- Peta Topografi skala 1 : 25.000- Pemda Kabupaten Bogor

Program Studi Perencanaan WilayahSekolah Pasca Sarjana IPB

2006

Batas Wilayah Pemerintahan

Desa-desa Berhirarki II di Wilayah Barat

Desa- desa Berhirarki II di Wilayah Tengah

Desa-desa Berhirarki II di Wilayah Timur

Keterangan :

Gambar 8 Peta Penyebaran Desa Berhiraraki II menurut Wilayah pembangunan

Page 13: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

65

Penyebaran desa-desa berhirarki II yang lebih banyak di wilayah tengah

menunjukkan bahwa secara umum, fasilitas pelayanan yang ada di wilayah ini

sudah lebih merata. Ini disebabkan adanya kemudahan akses terhadap pusat-pusat

pertumbuhan baik terhadap Jakarta melalui jalan tol, jalan nasional maupun jalan

kereta maupun terhadap Kota Bogor. Keadaan ini telah menyebabkan banyak

daerah di wilayah ini menjadi satelit, baik bagi Jakarta, Kota Bogor maupun

Cibinong sendiri.

Keterkaitan Antar Variabel

Untuk mengetahui keterkaitan antar variabel maka dilakukan analisa

korelasi antar variabel. Hasil analisa korelasi ini selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 7.

Berdasarkan hasil analisa korelasi, variabel Keluarga Pertanian (KP)

paling banyak berkorelasi dengan variabel lainnya. Variabel ini berkorelasi

positif dengan variabel Jumlah SD, Jumlah Masjid, Jarak ke Jakarta, Jarak ke

Bogor, Hutan dan Lereng 8-25%. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

jumlah keluarga pertanian semakin banyak pula jumlah masjid yang ada.

Keluarga pertanian cenderung berada di wilayah-wilayah rural yang relatif lebih

jauh dari pusat kota (Jakarta dan Bogor) atau di sekitar hutan dan berada di

wilayah dengan tingkat kelerengan 8 – 25%. Variabel ini berkorelasi negatif

dengan Tingkat Kepadatan Penduduk, PAD per Kapita, Sarana Perbelanjaan,

Lembaga Keuangan, Sarana Komunikasi, Sarana Kesehatan, Sarana Pendidikan

(jumlah SMP, SMA, jumlah siswa SD, SMP dan SMA, jumlah guru SD, SMP dan

SMA), Sarana transportasi (roda dua, roda empat dan densitas jalan), jarak

terhadap ibukota kecamatan yang membahawi, jarak terhadap ibukota Kabupaten

yang membawahi dan jarak terhadap ibukota kabupaten lain yang terdekat,

kawasan bukan hutan dan wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8%. Hasil ini

menunjukkan bahwa keluarga pertanian cenderung berada di wilayah dengan

tingkat kepadatan penduduk yang relatif rendah, mempunyai PAD per kapita yang

relatif rendah, mempunyai sarana perbelanjaan, sarana komunikasi dan lembaga

keuangan yang lebih sedikit, jumlah sarana pendidikan menengah yang lebih

sedikit, sarana transportasi yang lebih terbatas dan tingkat densitas jalan yang

rendah.

Page 14: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

66

Variabel kepadatan penduduk berkorelasi positif dengan sarana

perbelanjaan, lembaga keuangan, sarana komunikasi, jumlah SMA, jumlah siswa

SMA, jumlah guru SMA dan SMA, jumlah masjid, jumlah sarana dan prasarana

transportasi (roda dua, roda empat dan densitas jalan), kawasan bukan hutan,

wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8% dan densitas sungai. Hasil ini

menunjukkan bahwa semakin padat suatu wilayah akan membutuhkan sarana atau

fasilitas pelayanan sosial yang semakin banyak, baik sarana perbelanjaan,

lembaga keuangan maupun sarana komunikasi, sarana pendidikan tingkat

menengah, sarana ibadah, sarana dan prasarana trnasportasi, berada di areal yang

relatif datar dan mempunyai sungai yang mengalir di kawasan tersebut. Variabel

ini mempunyai korelasi negatif dengan variabel jumlah SD, jarak ke Bogor, luas

hutan lindung dan hutan lainnya, wilayah dengan tingkat kelerengan 8 – 25% dan

diatas 25%. Hasil ini menunjukkan bahwa pada wilayah dengan tingkat

kepadatan penduduk yang tinggi maka akan semakin rendah jumlah sekolah dasar,

semakin jauh jaraknya dari pusat (Bogor), semakin sedikit jumlah hutan yang ada

dan bentuk wilayahnya akan relatif semakin datar.

Variabel angkatan kerja kerja berkorelasi positif dengan variabel tenaga

kesehatan, jumlah siswa SD dan luas hutan. Variabel PAD per kapita berkorelasi

positif dengan variabel sarana komunikasi, densitas jalan dan luas hutan lindung

serta berkorelasi negatif dengan variabel wilayah dengan tingkat kelerengan 0 –

8%.

Variabel Sarana Perbelanjaan mempunyai korelasi positif dengan variabel

lembaga keuangan, sarana komunikasi, sarana kesehatan, sarana pendidikan

(jumlah SMP, SMA, jumlah siswa SD, SMA, jumlah guru SD, SMA), sarana

transportasi, jarak ke ibukota kabupaten yang membawahi, luas kawasan bukan

hutan dan persen luas wilayah dengan kelerengan 0 – 8%. Hasil ini menunjukkan

bahwa keberadaan sarana perbelanjaan sangat terkait dengan adanya lembaga

keuangan dan juga sarana komunikasi, sarana kesehatan, sarana pendidikan,

sarana transportasi, jarak terhadap ibukota kabupaten yang membawahi dan

bentuk wilayah yang relatif datar. Variabel ini berkorelasi negatif dengan variabel

jarak ke Jakarta, jarak ke Bogor dan kelerengan 8 – 25%.

Page 15: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

67

Variabel sarana komunikasi berkorelasi positif dengan variabel sarana

kesehatan, sarana pendidikan, sarana transportasi, jarak terhadap ibukota

kecamatan dan ibukota kabupaten yang membawahi, luas kawasan bukan hutan,

wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8 % dan densitas sungai. Hasil ini

menunjukkan bahwa sarana komunikasi merupakan cerminan ketersediaan sarana

pelayanan sosial di suatu wilayah. Semakin tinggi ketersediaan sarana

komunikasi akan seiring dengan semakin banyaknya ketersediaan sarana

kesehatan, pendidikan dan transportasi. Variabel ini berkorelasi negatif dengan

variabel jumlah SD, jarak ke jakarta, jarak ke bogor, luas hutan, persen luas

wilayah dengan kelerengan 25% atau lebih dan persen luas wilayah dengan

kelerengan 8 – 25%.

Variabel tenaga kesehatan berkorelasi positif dengan sarana kesehatan,

sarana pendidikan, jarak terhadap ibukota kecamatan yang membawahi dan jarak

ke Jakarta. Hasil ini menunjukkan bahwa keberadaan tenaga kesehatan sangat

terkait dengan keberadaan sarana kesehatan, sarana pendidikan dan relatif dekat

dengan ibukota kecamatan dan lebih terkonsentrasi di wilayah yang lebih dekat

dengan Jakarta.

Variabel sarana kesehatan berkorelasi positif dengan variabel jumlah SMP,

jumlah siswa SD dan SMP, jumlah guru SD dan SMP dan berkorelasi negatif

dengan jumlah masjid.

Variabel jumlah SD berkorelasi positif dengan jumlah SMP, jumlah siswa

SD, jumlah guru SD, jarak ke Jakarta, jarak ke Bogor, luasan hutan lindung atau

hutan lain, persen luas wilayah dengan kelerengan 8 – 25%. Variabel ini

berkorelasi negatif dengan densitas jalan dan bukan kawasan hutan.

Variabel jumlah SMP berkorelasi positif dengan jumlah SMA, jumlah

siswa SD, SMP dan SMA, jumlah guru SD, SMP dan SMA, jarak terhadap

ibukota kabupaten yang membawahi dan persen luas wilayah dengan kelerengan 0

– 8%. Variabel ini berkorelasi negatif dengan variabel jarak ke Jakarta, luas

kawasan hutan lindung dan persen luas wilayah dengan kelerengan 8 – 25%.

Variabel jumlah SMA berkorelasi positif dengan variabel jumlah siswa SD

dan SMA, jumlah guru SD, SMP dan SMA, sarana transportasi roda dua, jarak

terhadap ibukota kecamatan yang membawahi, kawasan bukan hutan dan persen

Page 16: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

68

luas wilayah dengan kelerengan 0 – 8%. Variabel ini berkorelasi negatif dengan

variabel jarak ke Jakarta, luas kawasan hutan dan persen luas wilayah dengan

kelerengan 8 – 25%.

Variabel roda dua berkorelasi positif dengan variabel jumlah kendaraan

roda empat, jarak terhadap ibukota kecamatan yang membawahi, kawasan bukan

hutan dan persen luas wilayah dengan kelerengan 0 – 8%. Variabel ini

berkorelasi negatif dengan variabel jarak ke Jakarta, jarak ke Bogor, kawasan

hutan, persen luas wilayah dengan kelerengan 8 – 25% dan densitas sungai. Hasil

ini menunjukkan bahwa jumlah kendaraan roda dua lebih banyak berada dekat

dengan ibukota kecamatan dan di daerah bukan hutan yang relatif datar.

Variabel kendaraan roda empat berkorelasi positif dengan variabel jarak

terhadap ibukota kecamatan yang membawahi dan jarak terhadap ibukota

kabupaten yang membawahi dan densitas jalan. Variabel ini berkorelasi negatif

dengan variabel jarak ke Jakarta dan jarak ke Bogor. Hasil ini menunjukkan

bahwa ketersediaan prasarana transportasi sangat menentukan keberadaan

kendaraan roda empat dan cenderung terkonsentrasi di ibukota kecamatan atau

kabupaten.

Hasil Analisa Komponen Utama

Dalam melakukan analisis komponen utama (PCA), dilakukan beberapa

kali analisis untuk menghasilkan nilai akar ciri (eigenvalues) yang baik. Dalam

penelitian ini, setelah dilakukan beberapa kali analisa, maka untuk menghasilkan

nilai akar ciri yang baik jumlah variabel yang ada dikurangi (dengan

penggabungan beberapa variabel) sehingga dari 71 variabel direduksi menjadi 27

variabel (selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5). Hasil analisis komponen

utama terhadap 27 variabel awal ini menghasilkan komponen utama sebanyak

sepuluh faktor yang sudah saling ortogonal. Melalui analisis ini, variabel asal

dikelompokkan ke dalam faktor-faktor baru berdasarkan nilai factor loading-nya.

Nilai kumulatif eigenvalue atau akar ciri dari faktor baru yang dihasilkan

adalah 70.09% seperti yang tertera pada tabel di bawah, yang artinya nilai total

keragaman yang dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang baru adalah 70,09%.

Nilai ini sudah memenuhi syarat proporsi keragaman yang dapat dijelaskan.

Page 17: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

69

Tabel 12 memperlihatkan nilai factor loading dari variabel asal terhadap

komponen-komponen utamanya. Nilai factor loading dianggap sebagai peubah

penciri komponen utamanya adalah pada nilai lebih dari 70% sehingga apabila

suatu variabel asal memiliki nilai factor loading lebih dari 70% maka variabel itu

termasuk ke dalam faktor tersebut.

Tabel 11 Eigenvalue komponen-komponen utama

Eigenvalue % Total Cumulative Cumulative Faktor variance Eigenvalue % 1 5.116133 18.94864 5.11613 18.94864 2 2.980967 11.04062 8.0971 29.98926 3 2.08284 7.71422 10.17994 37.70348 4 1.882338 6.97162 12.06228 44.6751 5 1.432006 5.30372 13.49428 49.97883 6 1.306886 4.84032 14.80117 54.81915 7 1.24334 4.60496 16.04451 59.42411 8 1.084358 4.01614 17.12887 63.44025 9 1.008992 3.73701 18.13786 67.17726

10 1.006349 3.72722 19.14421 70.90448

Berdasarkan hasil analisa komponen utama, masing-masing faktor yang

diperoleh adalah sebagai berikut :

Faktor 1 terdiri dari empat variabel asal, yaitu luas kawasan hutan, persen luas

wilayah dengan kelerengan 25% atau lebih, persen luas wilayah dengan

kelerengan 8 – 25% dan persen luas wilayah dengan kelerengan 0 – 8%.

Faktor 1 ini dapat dikategorikan sebagai faktor tingkat kelerengan

rendah. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 1 adalah

sebesar 18.95%.

Faktor 2 terdiri dari lima variabel asal, yaitu jumlah SMP, jumlah SMA, jumlah

siswa SMP, jumlah guru SMP dan jumlah guru SMA. Berdasarkan hasil

analisa, faktor 2 dapat dikategorikan sebagai penciri fasilitas pendidikan

tingkat menengah. Nilai keragaman yang dapat dijelaskan oleh faktor 2

adalah sebesar 11.04%

Faktor 3 terdiri dari dua variabel asal, yaitu kepadatan penduduk dan jarak dari

Kota Bogor. Faktor 3 ini dapat dikategorikan sebagai daerah dengan

kepadatan yang tinggi dan berlokasi yang relatif lebih jauh dari Kota

Bogor. Korelasi kependudukan yang positif dan jarak dari kota Bogor

Page 18: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

70

yang negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi kependudukannya

maka akan semakin mendekati Kota Bogor. Nilai keragaman data yang

dapat dijelaskan oleh faktor 2 adalah sebesar 7.71%.

Tabel 12 Factor Loading dari hasil Factor Analysis

Faktor Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

KP -0.06 -0.16 -0.57 -0.41 0.21 -0.21 -0.11 -0.06 0.02 0.21 Kpdtn 0.25 0.06 0.76 0.02 -0.18 0.07 0.03 0.01 -0.13 0.05 Angker -0.06 0.01 -0.13 0.03 -0.13 0.06 -0.15 -0.01 0.77 -0.03 PADK -0.08 0.01 0.12 0.07 -0.01 -0.04 0.25 0.68 0.25 -0.22 Kom 0.08 0.24 0.55 0.44 -0.14 0.17 0.02 0.06 -0.06 -0.12 Tkes -0.03 0.07 0.06 0.21 0.06 0.02 -0.77 0.02 0.20 0.08 SD -0.08 0.03 -0.60 0.29 0.03 0.12 -0.01 0.15 -0.16 0.31 SMP 0.07 0.71 0.06 0.16 0.09 0.12 0.21 0.05 0.12 0.29 SMA 0.07 0.72 -0.01 -0.05 -0.14 0.06 0.16 0.01 -0.19 0.06 SSD 0.01 0.05 -0.12 0.87 0.00 -0.04 -0.16 -0.04 0.10 0.01 SSMP 0.02 0.80 0.16 0.13 0.07 -0.12 -0.11 -0.02 0.21 -0.02 SSMA 0.10 0.67 -0.08 0.03 -0.17 0.05 -0.26 -0.11 -0.36 -0.32 GSD 0.09 0.20 0.00 0.85 -0.04 0.05 -0.02 0.00 -0.02 0.05 GSMP 0.04 0.80 0.17 0.17 0.08 -0.08 -0.04 -0.01 0.26 0.02 GSMA 0.10 0.77 -0.09 0.09 -0.20 0.11 -0.19 -0.10 -0.25 -0.27 R2 0.06 0.01 0.15 0.07 -0.85 -0.02 0.04 -0.03 0.12 0.04 R4 0.00 0.06 0.11 0.00 -0.82 0.06 0.03 0.06 0.00 -0.05 jrk2 0.05 0.05 0.20 0.09 -0.10 0.79 0.03 -0.09 0.06 -0.06 jrk3 0.09 -0.02 0.05 -0.03 0.04 0.81 -0.02 0.04 -0.01 0.05 Denjl 0.07 0.00 0.23 -0.01 0.00 0.01 0.11 0.07 0.03 -0.74 jjkt -0.36 -0.10 0.07 -0.21 0.16 -0.23 -0.42 0.32 -0.26 0.28 jbgr -0.12 -0.01 -0.71 0.15 0.01 -0.14 0.13 0.02 0.06 0.05 hl -0.05 -0.07 -0.14 -0.05 -0.04 0.01 -0.22 0.72 -0.17 0.09 htn -0.78 -0.03 -0.19 -0.07 0.03 -0.07 0.01 -0.14 0.07 0.16 lrg25 -0.77 0.00 0.01 0.06 -0.03 -0.04 0.13 -0.03 0.02 0.16 lrg8 -0.76 -0.15 -0.20 -0.10 0.06 -0.04 -0.18 0.22 0.00 -0.18 lrg0 0.91 0.12 0.16 0.06 -0.04 0.04 0.10 -0.17 0.00 0.09 Expl.Var 2.91 3.53 2.46 2.17 1.66 1.52 1.22 1.25 1.22 1.21 Prp.Totl 0.11 0.13 0.09 0.08 0.06 0.06 0.05 0.05 0.05 0.04

Sumber : Hasil Analisa

Faktor 4 terdiri dari dua variabel asal, yaitu jumlah siswa SD dan rasio guru SD

terhadap murid. Faktor 4 dapat dikategorikan sebagai penciri pendidikan

tingkat dasar. Korelasi yang positif menunjukkan bahwa semakin

banyak murid SD yang bersekolah akan meningkatkan rasio jumlah guru

terhadap murid. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor

4 adalah sebesar 6.97%.

Page 19: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

71

Faktor 5 terdiri dari dua variabel asal, yaitu jumlah kendaraan roda dua dan roda

empat. Faktor 5 dikategorikan sebagai penciri dari ketersediaan sarana

transportasi. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 5

adalah sebesar 5.30%.

Faktor 6 terdiri dari dua variabel asal, yaitu invers jarak terhadap ibukota

kabupaten yang membawahi dan invers jarak terhadap ibukota

kabupaten lain yang terdekat Korelasi antara komponen utama dengan

variabel asal menunjukkan nilai yang positif. Nilai keragaman data yang

dapat dijelaskan oleh faktor 6 adalah sebesar 4.84%.

Faktor 7 terdiri dari satu variabel asal, yaitu rasio tenaga kesehatan per jumlah

penduduk. Variabel tenaga kesehatan ini merupakan gabungan dari

jumlah dokter, bidan dan dukun bayi. Faktor 7 ini dikategorikan sebagai

penciri tenaga kesehatan. Korelasi yang positif menunjukkan bahwa

wilayah yang lebih maju cenderung akan memiliki tenaga kesehatan

yang lebih banyak. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh

faktor 7 adalah sebesar 4.60%.

Faktor 8 terdiri dari satu variabel asal, yaitu luas hutan lindung per luas desa.

Faktor 7 ini dikategorikan sebagai penciri ketersediaan kawasan lindung.

Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 8 adalah sebesar

4.02%.

Faktor 9 terdiri dari satu variabel asal, yaitu rasio angkatan kerja terhadap jumlah

penduduk. Faktor 9 ini dikategorikan sebagai penciri penduduk di usia

produktif. Korelasi yang positif menunjukkan bahwa wilayah yang lebih

maju cenderung akan mempunyai jumlah angkatan kerja yang lebih

tinggi. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 9 adalah

sebesar 3.74%.

Faktor 10 terdiri dari satu variabel asal, yaitu rasio panjang jalan terhadap luas

wilayah. Faktor 10 ini dikategorikan sebagai penciri aksesibilitas.

Korelasinya menunjukkan nilai yang negatif dan nilai keragaman data

yang dapat dijelaskan oleh faktor 10 adalah sebesar 3.73%.

Page 20: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

72

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Perkembangan Desa

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

perkembangan desa yang dicirikan oleh Indeks Perkembangan Desa (IPD) maka

dilakukan analisis regresi berganda metode Forward Stepwise yang diawali

dengan analisis komponen utama (PCA). Hasil PCA berupa nilai-nilai pada tabel

faktor skor inilah yang selanjutnya digunakan untuk analisis regresi berganda.

Analisis regresi berganda bertujuan untuk menentukan model persamaan

yang menjelaskan hubungan antara IPD sebagai variabel tujuan (dependent

variable) dengan faktor-faktor yang (diduga) mempengaruhi tingkat

perkembangan sebagai variabel penjelas (independent variable). Variabel-

variabel penduganya adalah variabel-variabel baru hasil PCA atau faktor, yaitu :

1) landuse dan luas wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8% (F1)

2) fasilitas pendidikan tingkat menengah (F2)

3) kepadatan penduduk dan aksesibilitas (F3)

4) pendidikan tingkat dasar (F4)

5) sarana transportasi (F5)

6) invers jarak terhadap pusat (F6)

7) tenaga kesehatan (F7)

8) hutan lindung (F8)

9) tenaga kerja (F9)

10) aksesibilitas (F10)

Hasil analisis regresi berganda dengan metode forward stepwise

menunjukkan bahwa dari sepuluh variabel penduga, hanya tujuh variabel saja

yang berpengaruh nyata terhadap variabel tujuan/respon (IPD) pada taraf nyata α

sebesar 0.1. Variabel-variabel tersebut adalah F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8 dan

F10 (Tabel 11). Variabel-variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap respon

karena mempunyai nilai p-level yang lebih kecil dari taraf nyata α. Sedangkan

variabel F9 tidak berpengaruh nyata karena mempunyai nilai p-level yang lebih

besar dari taraf nyata α. Hasil selengkapnya dari analisa regresi berganda ini

disajikan pada Lampiran 8.

Page 21: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

73

Tabel 13 Komponen Utama yang Mempengaruhi IPD

Variabel Koefisien p-level Intercept 29.20 F1= landuse dan luas wilayah dengan tingkat

kelerengan 0 – 8% 2.55 0.00 F2 = sarana pendidikan tingkat menengah 7.02 0.00 F3 = kepadatan penduduk dan aksesibilitas 6.51 0.00 F4 = pendidikan tingkat dasar 5.35 0.00 F5 = sarana transportasi 5.17 0.00 F6 = invers jarak terhadap pusat 4.30 0.00 F7 = tenaga kesehatan 2.09 0.00 F8 = hutan lindung - 1.14 0.061 F10 = aksesibilitas - 1.19 0.051 Sumber : Hasil Analisis

Nilai R2 (R-square) dari persamaan tersebut adalah 0.5424 yang artinya

bahwa model persamaan tersebut mampu menjelaskan keragaman data sebesar

54.24%. Persamaan yang dihasilkan dari analisis regresi berganda dengan metode

Forward Stepwise (dengan nilai α = 0,1) adalah sebagai berikut :

Y = 29.20 + 2.55F1 + 7.02F2 + 6.51F3 + 5.35F4 + 5.17F5 + 4.30F6 + 2.09F7

– 1.14F8 – 1.19F10

dimana : Y = Indeks Perkembangan Desa (IPD)

F1 = landuse dan luas wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8%

F2 = Fasilitas pendidikan tingkat menengah

F3 = Kepadatan penduduk dan aksesibilitas

F4 = Pendidikan tingkat dasar

F5 = Sarana transportasi

F6 = Invers jarak terhadap pusat

F7 = Tenaga kesehatan

F8 = Hutan lindung

F10 = Aksesibilitas

Berdasarkan hasil analisis di atas terlihat bahwa faktor yang paling

berpengaruh terhadap indeks perkembangan desa adalah pendidikan tingkat

menengah, diikuti oleh kependudukan, pendidikan tingkat dasar dan yang paling

kecil pengaruhnya adalah tenaga kesehatan.

Page 22: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

74

Besarnya pengaruh variabel-variabel penduga terhadap respon dapat

diinterpretasikan berdasarkan koefisisen regresi yang dimilikinya. Model

persamaan hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien F1,

F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8, dan F10 merupakan faktor-faktor yang diduga besar

dalam mempengaruhi IPD. Dalam hal ini, faktor-faktor yang mempengaruhi

respon secara searah (positif) adalah faktor F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7 yang

berarti peningkatan nilai IPD dipengaruhi oleh peningkatan nilai F1, F2, F3, F4,

F5, F6, dan/atau F7; dan sebaliknya. Sedangkan untuk faktor F8 dan F10

mempunyai koefisien yang berlawanan arah (negatif) yang berarti bahwa

peningkatan nilai IPD dipengaruhi oleh semakin kecilnya nilai F8 dan F10.

∗ Landuse dan luas wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8% (F1)

Variabel Landuse dan luas wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8%

mempengaruhi IPD secara searah karena memiliki nilai koefisien positif. Hal ini

mengindikasikan bahwa desa-desa yang lebih berkembang berada pada tingkat

kelerengan yang rendah (daerah yang datar).

Desa-desa yang mempunyai tingkat kelerengan yang rendah akan lebih

mudah dalam penyediaan berbagai fasilitas sarana dan prasarana, baik prasarana

transportasi maupun penyediaan area untuk produksi, tempat tinggal serta

berbagai sarana lainnya sehingga akan lebih mudah berkembang.

∗ Fasilitas pendidikan tingkat menengah (F2)

Variabel fasilitas pendidikan tingkat menengah mempunyai korelasi

positif yang berarti bahwa peningkatan nilai IPD searah dengan peningkatan

ketersediaan saran pendidikan tingkat menengah (SMP dan SMA atau sederajat)

baik dalam bangunannya maupun tenaga pengajarnya. Variabel ini juga

mempunyai nilai koefisien yang paling besar yang berarti mempunyai pengaruh

yang paling besar dalam meningkatkan nilai IPD. Hal ini berarti bahwa desa-desa

yang lebih berkembang mempunyai ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan

tingkat menengah yang lebih baik atau dengan kata lain, desa-desa yang lebih

berkembang mempunyai kualitas sumberdaya manusia yang lebih baik yang

ditunjang oleh ketersediaan sarana dan sarana pendidikan untuk tingkat menengah

yang memadai.

Page 23: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

75

∗ Kepadatan penduduk dan aksesibilitas (F3)

Variabel kepadatan penduduk dan aksesibilitas mempunyai nilai koefisien

yang positif yang berarti bahwa desa-desa dengan tingkat kepadatan penduduk

yang tinggi akan mempunyai indeks perkembangan yang lebih tinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa penduduk lebih banyak terkonsentrasi di daerah yang lebih

berkembang (pusat) daripada di daerah hinterland.

Adanya korelasi positif antara variabel kependudukan dengan IPD dapat

disebabkan oleh ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan untuk

penduduk yang lebih baik di pusat serta aksesibilitas terhadap pusat yang kurang

baik dari wilayah hinterland sehingga penduduk merasa lebih baik untuk tinggal

di pusat dibandingkan di daerah hinterland.

∗ Pendidikan Tingkat Dasar (F4)

Variabel pendidikan tingkat dasar mempunyai nilai koefisien yang positif.

Hal ini berarti bahwa desa-desa dengan tingkat perkembangan yang tinggi

mempunyai sarana dan prasrana pendidikan tingkat dasar yang lebih baik.

Perkembangan suatu wilayah yang baik akan sangat memperhatikan juga sarana

pendidikan tingkat dasar karena disadari bahwa semakin baik pendidikan di

tingkat dasar akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan

selanjutnya dan pada akhirnya akan mampu meningkatkan kualitas sumberdaya

manusia.

∗ Sarana Transportasi (F5)

Variabel sarana transportasi mempunyai nilai koefisien yang positif yang

berarti bahwa desa-desa yang mempunyai tingkat perkembangan yang tinggi akan

mempunyai sarana transportasi yang lebih memadai, baik kendaraan roda dua

maupun roda empat. Akan tetapi hasil ini berlawanan dengan hasil factor loading

dan merupakan satu anomali yang dapat disebabkan faktor yang belum dapat

dijelaskan.

Keberadaan sarana transportasi memang sangat mendukung dalam

perkembangan suatu wilayah karena fungsinya dalam mendukung interaksi antar

wilayah. Semakin tinggi tingkat perkembangan suatu wilayah maka kebutuhan

akan sarana transportasi untuk interaksi dengan wilayah lain juga akan semakin

tinggi.

Page 24: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

76

∗ Invers Jarak Terhadap Pusat (F6)

Variabel invers jarak terhadap pusat mempunyai nilai koefisien yang

positif yang artinya bahwa desa-desa dengan tingkat perkembangan yang tinggi

berada lebih dekat kepada inti/pusat pemerintahan. Hal ini jelas terlihat dari

penyebaran desa-desa yang berhirarki I yang memang terletak lebih dekat kepada

pusat pemerintahan (dalam hal ini ibukota kabupaten).

Kondisi tersebut juga menandakan bahwa secara spasial, kedekatan

terhadap pusat ternyata membawa pengaruh yang besar dalam mendukung

perkembangan suatu desa, disamping perlu juga didukung oleh berbagai sarana

dan prasarana lainnya.

∗ Tenaga Kesehatan (F7)

Variabel tenaga kesehatan mempunyai nilai koefisien yang positif yang

artinya bahwa desa-desa dengan tingkat perkembangan yang tinggi mempunyai

ketersediaan tenaga kesehatan (mencakup dokter, bidan dan tenga kesehatan

lainnya).

Tingkat perkembangan desa yang tinggi dicirikan oleh kebutuhan

masyarakat akan berbagai sarana dan fasilitas pelayanan, termasuk pelayanan

kesehatan. Semakin tinggi tingkat perkembangan suatu desa maka akan semakin

meningkat pula kebutuhan akan pelayanan kesehatan, karena itu maka tenaga

kesehatan lebih banyak dijumpai di wilayah yang mempunyai tingkat

perkembangan yang lebih tinggi.

∗ Hutan Lindung (F8)

Variabel hutan lindung mempunyai nilai koefisien yang negatif. Hal ini

berarti bahwa desa-desa yang mempunyai tingkat perkembangan yang tinggi

cenderung tidak mempunyai areal hutan lindung atau berada di areal hutan

lindung..

Keberadaan suatu kawasan lindung (termasuk hutan lindung) di suatu

wilayah akan berdampak pada keterbatasan dalam mengembangakan wilayah

tersebut karena pada dasarnya kawasan lindung memang merupakan kawasan

dengan fungsi konservasi bukan kawasan untuk budidaya. Karena itu maka

perkembangan wilayah dengan persentase areal kawasan lindung yang tinggi

Page 25: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

77

memang akan berakibat pada tingkat perkembangan wilayah yang lebih rendah

dibandingkan wilayah lain yang tidak mempunyai kawasan lindung.

∗ Aksesibilitas (F10)

Variabel aksesibilitas mempunyai nilai koefisien yang negatif. Hal ini

berarti bahwa semakin tinggi tingkat aksesibilitas (dalam hal ini densitas jalan)

akan menurunkan nilai indeks pembangunan desa. Hal ini disebabkan oleh nilai

yang digunakan dalam faktor aksesibilitas ini merupakan nilai rasio panjang jalan

terhadap luas wilayah.

Tingkat aksesibilitas suatu wilayah merupakan salah satu faktor penting

dalam pembangunan wilayah dan merupakan salah satu penciri tingkat

perkembangan wilayah. Wilayah dengan aksesibilitas yang baik akan mempunyai

beberapa kelebihan, yaitu lebih mudah dalam melakukan interaksi dengan wilayah

lain yang ada di sekitarnya maupun di dalam wilayah itu sendiri, lebih mudah

dalam melakukan pembangunan berbagai fasilitas pelayanan serta dapat

mendorong timbulnya berbagai aktivitas ekonomi lainnya melalui distribusi

barang dan jasa yang lebih baik.

Tipologi Desa-desa di Kabupaten Bogor

Untuk menentukan tipologi desa-desa yang ada di Kabupaten Bogor,

dilakukan dengan melakukan analisis gerombol (clustering analysis) terhadap

seluruh desa di Kabupaten Bogor. Tipologi wilayah ini bertujuan untuk

menggabungkan beberapa unit wilayah ke dalam kelas yang sama berdasarkan

persamaan karakteristiknya.

Teknik analisis yang digunakan dalam menentukan tipologi wilayah

dimulai dengan melakukan standardisasi data (dari 35 variabel) lalu dilakukan

analisis gerombol dengan membagi desa-desa di Kabupaten Bogor menjadi tiga

gerombol (cluster) dan terakhir dilakukan analisis diskriminan. Hasil analisis

gerombol selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.

Dari hasil penggerombolan terhadap variabel-variabel yang diukur, dapat

dilihat pola perbedaan karakteristik antara tiga kelompok desa yang terlihat pada

Page 26: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

78

Gambar 10 yang merupakan grafik nilai tengah dari setiap variabel untuk masing-

masing kelompok desa.

Klaster satu merupakan wilayah yang relatif maju yang dicirikan oleh

mempunyai persen keluarga pertanian yang rendah dan tingkat kepadatan

penduduk yang paling tinggi, keberadaan sarana perbelanjaan, sarana komunikasi

serta tenaga kesehatan dan sarana kesehatan yang tinggi. Tingkat pendidikan

penduduknya juga relatif tinggi dengan ketersediaan sarana dan tenaga pendidikan

yang paling banyak. Dengan aksesibilitas yang baik, sarana transportasi juga

relatif lebih banyak tersedia. Klaster ini merupakan daerah-daerah yang relatif

dekat dengan pusat-pusat pemerintahan dan lebih dekat dengan Jakarta ataupun

Kota Bogor. Klaster ini merupakan wilayah dimana lahan-lahan pertanian yang

relatif telah banyak mengalami perubahan fungsi lahan menjadi penggunaan lain,

terutama untuk menyediakan lahan pemukiman. Bentuk lahannya relatif datar dan

bukan merupakan kawasan hutan. Jumlah desa yang termasuk pada klaster ini

sebanyak 86 desa.

Plot of Means for Each Cluster

Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3PADK Tkes SMA GSD R2 jrk3 jbgr lrg25

Variables

-2.5

-2.0

-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Gambar 9 Hasil clustering variabel-variabel yang diukur

Page 27: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

79

Klaster dua merupakan wilayah yang relatif masih berkembang yang

dicirikan oleh persentase keluarga pertanian yang masih tinggi, tingkat kepadatan

penduduk yang sudah mulai tinggi akan tetapi cenderung tidak pada usia produktif

(<15 atau >55 tahun), potensi desa cenderung rendah yang ditunjukkan oleh PAD

per kapita yang rendah. Klaster ini cenderung merupakan wilayah sub urban yang

relatif tidak terlalu jauh dari pusat-pusat pemerintahan, memiliki aksesibilitas

yang sedang dan memiliki bentuk lahan yang relatif datar hingga bergelombang.

Tingkat pendidikan penduduk masih relatif rendah, terutama rasio siswa SD yang

bersekolah yang paling rendah. Jumlah desa yang termasuk dalam klaster ini

sebanyak 239 desa.

Klaster tiga merupakan wilayah yang paling tertinggal yang dicirikan oleh

keberadaan keluarga pertanian yang paling tinggi, tingkat kepadatan penduduk

yang paling rendah, ketersediaan sarana perbelanjaan, sarana komunikasi dan

lembaga-lembaga keuangan yang masih kurang. Fasilitas pendidikan juga masih

relatif rendah, terutama ketersediaan guru pengajar yang paling rendah. Wilayah

ini adalah yang berada paling jauh dari Jakarta dan Kota Bogor dengan bentuk

lahan yang didominasi oleh perbukitan dan berada di sekitar kawasan hutan atau

hutan lindung. Jumlah desa yang termasuk dalam klaster ini sebanyak 100 desa.

Jika dilihat dari pola penyebaran klaster-klaster tersebut, klaster satu

sebagian besar berada di sekitar tengah utara yang termasuk Kecamatan Cibinong,

Bojonggede dan Gunung Putri. Ketiga kecamatan ini memang merupakan pusat

pertumbuhan dan memang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang paling

tinggi (Cibinong dan Bojonggede). Sebagian lainnya, yaitu sebanyak 14 desa

berada di bagian tengah selatan yang merupakan poros Bogor Bandung melalui

Puncak atau Sukabumi. Daerah ini merupakan daerah tujuan wisata utama bagi

warga Bogor dan Jakarta sehingga mempunyai ketersediaan sarana dan prasarana

yang relatif cukup, baik aksesibilitas maupun sarana lainnya.

Klaster tiga cenderung berada di wilayah selatan dan terbentang dari Barat

hingga ke timur. Daerah ini memang mempunyai bentuk lahan yang mempunyai

luas lahan dengan tingkat kelerengan tinggi yang relatif tinggi dan merupakan

kawasan hutan atau kawasan lindung. Sedangkan klaster dua cenderung

menyebar dan merata di setiap wilayah pembangunan.

Page 28: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

80

660000

660000

680000

680000

700000

700000

720000

720000

740000

740000

9240

000 9240000

9260

000 9260000

9280

000 9280000

9300

000 9300000

9320

000 9320000

7 0 7 14 KmPeta Penyebaran Setiap Klaster

N

EW

S

Sumber :- Peta Topografi skala 1 : 25.000- Pemda Kabupaten Bogor

Program Studi Perencanaan WilayahSekolah Pasca Sarjana IPB

2006

Klaster 1 (Wilayah Paling Maju)

Klaster 2 (Wilayah Sedang Berkembang)

Klaster 3 (Wilayah Tertinggal)

Keterangan:

Gambar 10 Pola penyebaran setiap klaster

Page 29: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

81

Hasil Analisis Diskriminan

Analisis fungsi diskriminan merupakan analisis lanjutan setelah dilakukan

pengelompokkan. Analisis ini berfungsi untuk memilih faktor-faktor yang paling

mencirikan tipologi wilayah yang didapat dari hasil analisis kelompok atau

dengan kata lain, faktor-faktor mana saja yang menjadi penciri atau yang paling

berpengaruh terhadap masing-masing tipologi tersebut.

Dalam analisis fungsi diskriminan ini, data yang digunakan adalah data

dari variabel asalnya akan tetapi untuk menjaga agar matriks yang terbentuk tidak

menjadi ill-condition, maka dilakukan pengurangan variabel menjadi hanya 32

variabel. Sedangkan yang menjadi dasar pengelompokkan tidak hanya hasil

analisis gerombol tapi juga hasil dari analisis skalogram. Hal ini untuk melihat

perbedaan dasar pengelompokkan yang dilakukan oleh kedua metode

pengelompokkan tersebut.

Tabel. 14 Hasil Dugaan Klasifikasi Kelompok Berdasarkan Klaster dan Hirarki

% Ketepatan Hasil G_1:1 G_2:2 G_3:3 Klaster Klasifikasi p=.20235 p=.56235 p=.23529

1 90.698 78 7 1 2 99.163 1 237 1 3 95.000 0 5 95

Total 96.471 79 249 97 G_1:1 G_2:2 G_3:3 Hirarki p=.05647 p=.44235 p=.50118

I 75.000 18 6 0 II 64.894 10 122 56 III 85.446 0 31 182

Total 75.765 28 159 238 Sumber : Hasil Analisa

Hasil di atas memperlihatkan bahwa ketepatan pengelompokan yang

dilakukan pada analisis klaster mencapai 96.47%. Ketidaktepatan yang paling

banyak terjadi justru pada klaster 1. Hal ini mungkin disebabkan karena secara

fisik, ada daerah-daerah yang mirip dengan klaster 1 akan tetapi secara fasilitas

belum mencerminkan sebagai klaster 1. Demikian juga untuk klaster 3, ada

delapan desa yang sebenarnya bisa masuk ke dalam klaster 2, akan tetapi mungkin

secara fisik lebih mirip dengan klaster 3.

Page 30: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

82

Untuk pengelompokkan berdasarkan hasil analisis skalogram, ketepatan

pengelompokkan adalah 75.76% dimana ketidaktepatan paling banyak terjadi

pada hirarki II. Dalam hal ini, ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu turun ke

hirarki III atau malah naik ke hirarki I. Jika turun ke hirarki III, hal ini mungkin

disebabkan karena adanya pengaruh dari faktor fisik yang lebih mirip dengan

hirarki III. Jika sebaliknya, secara kuantitas, ketersediaan sarana dan fasilitas

pelayanan lebih mirip dengan hirarki I.

Dari Tabel 11 di atas juga terlihat bahwa antara metode analisis klaster

dengan analisis skalogram terdapat perbedaan yang mencolok dalam melakukan

penglompokkan desa-desa di Kabupaten Bogor. Analisis klaster menghasilkan

anggota kelompok yang lebih banyak di klaster dua (sedang), tetapi analisis

skalogram lebih banyak menghasilkan anggota di hirarki III (rendah). Hal ini

dapat dimaklumi karena pada analisa klaster, yang menjadi dasar dalam

melakukan pengelompokkan adalah perbedaan nilai tengah dari masing-masing

variabel pada setiap desa sedangkan pada analisis skalogram, pengelompokkan

dilakukan dengan membagi nilai indeks perkembangan desa berdasarkan nilai

median dan standar deviasinya.

Untuk jumlah grup/kelompok yang lebih dari tiga, analisis fungsi

diskriminan juga dapat menduga fungsi diskriminan untuk membedakan antara

grup/kelompok petama dengan kombinasi grup/kelompok kedua dan ketiga. Hal

ini dilakukan dengan analisis kanonikal yang akan menghasilkan fungsi

diskriminan yang jumlahnya sama dengan jumlah grup/kelompok dikurangi satu..

Untuk pembagian kelompok berdasarkan hasil clustering, hasil selengkapnya dari

analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 12, sedangkan untuk pembagian

kelompok berdasarkan hasil skalogram, hasil selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 13.

Page 31: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

83

Tabel 15 Koefisien Hasil Standardisasi untuk Pembeda Antar Grup/Kelompok

Klaster Akar 1 Akar 2

lrg8 -0.675 0.449Htn -0.506 0.353GSMA 0.350 0.446Kom 0.144 0.218lrg25 -0.367 0.164jrk1 0.110 0.260GSMP 0.104 0.283KP -0.141 -0.207hl -0.197 0.210GSD 0.327 0.115SMA 0.175 0.162jjkt -0.161 -0.154Denjl 0.052 0.239Skes 0.003 0.192jrk2 0.043 0.283Lkeu 0.165 0.148PADK -0.159 -0.031Kpdtn 0.086 0.325Jbgr -0.025 0.170Tkes 0.039 0.119Sgi -0.132 -0.087R2 -0.101 -0.100SSMA -0.171 -0.043SSD -0.132 0.008jrk3 -0.027 -0.123SD -0.037 0.111Angker -0.033 0.089Eigenvalue 4.985 1.877Cum.Prop 0.727 1.000

Keterangan : dicetak tebal adalah variabel yang menjadi pembeda nyata

Tabel 16 Tes Chi-Square untuk masing-masing akar

Eigen- Canonical Wilks' value R Lambda

Chi-Sqr. df p-level

0 4.985 0.913 0.058 1164.004 54 0 1 1.877 0.808 0.348 432.176 26 0

Berdasarkan fungsi diskriminan seperti yang terlihat pada Tabel 15 di atas,

variabel yang membedakan pengelompokkan berdasarkan klaster adalah rasio luas

wilayah dengan lereng 8 – 25%, kawasan hutan, rasio guru SMA terhadap murid,

rasio luas wilayah dengan lereng >25% dan rasio guru SD terhadap murid.

Fungsi diskriminan ini ditandai oleh koefisien yang negatif untuk variabel

rasio luas wilayah dengan lereng 8 – 25%, kawasan hutan, dan rasio luas wilayah

Page 32: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

84

dengan lereng >25% sedangkan untuk variabel rasio guru SMA terhadap murid

dan rasio guru SD terhadap murid bertanda positif. Hal ini berarti bahwa semakin

luas wilayah dengan lereng 8 – 25%, semakin luas kawasan hutan dan semakin

luas wilayah dengan lereng > 25% serta semakin rendah rasio guru SMA terhadap

murid dan rasio guru SD terhadap murid maka akan semakin tidak mirip desa-

desa yang ada dengan desa-desa pada klaster satu.

Tabel 17 Koefisien Hasil Standardisasi untuk Pembeda Antar Grup/Kelompok

Hirarki Root 1 Root 2

Kom 0.344 0.215jrk1 0.311 0.311SMP 0.232 -0.380Jjkt -0.398 0.001KP -0.232 0.239Lkeu 0.235 -0.081PADK -0.170 -0.300SMA 0.133 -0.410Jbgr 0.021 0.489R4 0.093 0.303jrk3 -0.024 -0.417jrk2 0.110 0.328SSMA 0.147 0.267Kpdtn 0.256 0.262lrg8 0.196 0.191Angker 0.104 -0.103GSD 0.116 -0.018Sarbelj 0.109 -0.020Eigenval 1.295 0.207Cum.Prop 0.862 1.000

Keterangan : dicetak tebal adalah variabel yang menjadi pembeda nyata

Tabel 18 Tes Chi-Square untuk masing-masing akar

Eigen- Canonicl Wilks' value R Lambda

Chi-Sqr. df p-level

0 1.295 0.751 0.361 421.487 36 0 1 0.207 0.414 0.828 77.936 17 0

Berdasarkan fungsi diskriminan seperti yang terlihat pada Tabel 17 di atas,

variabel yang membedakan pengelompokkan berdasarkan hirarki adalah sarana

komunikasi, jarak terhadap ibukota kecamatan, jumlah SMP, jarak ke Jakarta,

persen keluarga pertanian, jumlah lembaga keuangan dan kepadatan penduduk.

Fungsi diskriminan ini ditandai dengan nilai koefisien yang negatif untuk

variabel jarak ke Jakarta dan persen keluarga pertanian dan nilai koefisien yang

Page 33: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

85

positif untuk variabel sarana komunikasi, jarak terhadap ibukota kecamatan,

jumlah SMP, jumlah lembaga keuangan, dan kepadatan penduduk Hal ini berarti

bahwa semakin jauh jaraknya ke Jakarta dan semakin tinggi persen keluarga

pertanian serta semakin sedikit sarana komunikasi, semakin jauh jaraknya

terhadap ibukota kecamatan, semakin sedikit jumlah SMP, lembaga keuangan dan

semakin rendah kedatan penduduknya akan semakin sedikit kemiripannya desa-

desa yang ada dengan desa-desa pada hirarki I.

Jika dilakukan overlay antara hasil skalogram dengan hasil clustering

seperti yang terlihat pada Gambar 11 maka akan didapatkan bahwa seluruh desa

yang berada pada hirarki I juga berada pada klaster 1. Hal ini berarti bahwa desa-

desa berhirarki I memang merupakan desa-desa yang paling maju dengan

karakteristik fisik yang juga mendukung perkembangan wilayahnya, seperti

terletak pada daerah dengan tingkat kelerengan yang rendah sampai sedang (0 –

25%) dan pada kawaasan bukan hutan atau relatif jauh dari kawasan hutan.

Sedangkan overlay antara desa-desa berhiraki III dengan klaster 3 diperoleh 70

desa yang benar-benar merupakan desa yang tertinggal (34 desa di barat, 15 desa

di tengah dan 21 desa di timur). Desa-desa ini selain yang paling minim sarana

dan fasilitas pelayanan sosialnya juga mempunyai karakter fisik yang kurang

mendukung untuk perkembangan wilayah, seperti rasio daerah dengan tingkat

kelerengan tinggi yang lebih besar atau juga berada di kawasan hutan atau di

sekitar kawasan hutan. Adapun nama-nama desa tersebut selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran 10.

Hasil Analisis Korelasi Kanonikal

Korelasi kanonik digunakan untuk mengukur hubungan antara satu set

variabel tujuan/respon yang dapat menduga perbedaan antara desa-desa yang lebih

berkembang dengan set variabel yang menjadi variabel penjelasnya. Dalam

analisis ini, yang menjadi set variabel tujuan adalah pendapatan asli daerah per

kapita, sarana komunikasi, densitas jalan, rumahtangga yang berlangganan listrik

PLN, rasio rumah permanen, rumahtangga yang memiliki televisi, rasio keluarga

Page 34: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

86

sejahtera dan indeks perkembangan desa. Sedangkan variabel penjelasnya

berjumlah 31 variabel.

660000

660000

680000

680000

700000

700000

720000

720000

740000

740000

9240

000 9240000

9260

000 9260000

9280

000 9280000

9300

000 9300000

9320

000 9320000

7 0 7 14 Km

Peta Overlay Desa Berhirarki III dengan Desa pada Klaster 3

N

EW

S

Sumber :- Peta Topografi skala 1 : 25.000- Pemda Kabupaten Bogor

Program Studi Perencanaan WilayahSekolah Pasca Sarjana IPB

2006

Batas Wilaah Pemerintahan

Desa-desa di Wilayah Barat

Desa-desa di Wilayah Tengah

Desa-desa di Wilayah Timur

Keterangan :

Gambar 11 Hasil overlay desa-desa berhirarki III dengan desa-desa pada klaster 3

Page 35: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

87

Berdasarkan hasil analisa korelasi kanonik, terlihat bahwa antara set

variabel tujuan dengan set variabel penjelas mempunyai koefisien korelasi yang

cukup tinggi (nilai R = 0.85323) dan sangat signifikan (p-level = 0.00001).

Sedangkan dari fungsi kanonik yang terbentuk (selengkapnya pada Tabel 16),

terlihat bahwa tingkat perkembangan desa yang lebih tinggi dipengaruhi oleh

setidaknya tujuh variabel, yaitu persen keluarga pertanian, tingkat kepadatan

penduduk, sarana lembaga keuangan, jarak terhadap ibukota kabupaten yang

membawahi, rasio guru SD terhadap murid, rasio guru SMA terhadap murid, dan

jarak terhadap ibukota kecamatan.

Tabel 19 Pembobot kanonik pada masing-masing fungsi kanonik (FC)

FC I FC II FC III R = 0.853 R = 0.603 R = 0.528 p = 0.000 p = 0.000 p = 0.000

Set Variabel Tujuan PADK 0.137 0.045 -0.115 Kom 0.841 0.324 -0.395 Denjl 0.229 -0.004 0.282 rpln 0.470 0.339 0.297 ruper 0.429 0.478 0.346 rtv 0.566 0.333 0.617 kesej 0.400 -0.263 0.029 Indeks 0.888 -0.392 0.048

Set Variabel Penjelas KP -0.808 -0.078 0.043 Kpdtn 0.659 0.069 0.348 Angker 0.041 -0.007 0.079 Sarbelj 0.341 0.060 0.046 Lkeu 0.513 -0.065 -0.242 Tkes 0.025 0.178 -0.191 Skes 0.277 0.112 -0.259 SD -0.300 -0.278 -0.321 SMP 0.368 -0.184 -0.070 SMA 0.379 -0.212 0.015 SSD 0.235 -0.009 -0.427 SSMP 0.343 -0.136 -0.195 SSMA 0.353 -0.268 -0.165 GSD 0.414 0.011 -0.263 GSMP 0.388 -0.156 -0.143 GSMA 0.405 -0.290 -0.111 Mas -0.095 0.370 0.265 R2 0.346 -0.176 0.290 R4 0.344 -0.063 0.100 jrk1 0.403 -0.370 -0.096 jrk2 0.452 0.079 0.066

Page 36: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

88

Tabel 19 Lanjutan

FC I FC II FC III R = 0.853 R = 0.603 R = 0.528 p = 0.000 p = 0.000 p = 0.000 Set Variabel Penjelas jrk3 0.179 -0.081 0.150 Jjkt -0.338 0.428 -0.108 Jbgr -0.372 -0.464 -0.514 Hl -0.119 -0.058 -0.118 Htn -0.310 -0.057 -0.107 Bhtn 0.355 0.120 0.069 lrg25 -0.132 -0.060 -0.126 lrg8 -0.348 -0.115 -0.195 lrg0 0.336 0.117 0.208 Sgi 0.048 0.399 -0.019

Ketarangan : Dicetak tebal adalah yang paling berpengaruh

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam menentukan tipologi

wilayah desa-desa di Kabupaten Bogor, diperoleh karakteristik tipologi tiap

wilayah seperti yang tercantum dalam Tabel 20 di bawah ini.

Tabel 20 Karakteristik Tipologi Wilayah Desa-desa di Kabupaten Bogor Tipologi Wilayah Karakteristik Kesimpulan

Tipologi Wilayah

I

∗ Jika dilihat dari sumberdaya alam dan fisik lahannya, wilayah ini termasuk datar, dengan aktivitas budidaya padi yang cenderung rendah, sedangkan aktivitas budidaya tanaman semusim dan perkebunan cenderung sedang. Rasio luas hutan paling rendah. Perubahan penggunaan telah banyak terjadi untuk mendukung perluasan pemukiman. Aktivitas ekonominya telah mulai bergeser ke sektor non pertanian.

∗ Jika dilihat dari sumberdaya buatan, rasio infrastruktur dasar penunjang pendidikan (SD, SMP dan SMA), sarana dan tenaga kesehatan, perekonomian (perbankan dan sarana belanja) dan prasarana transportasi (densitas jalan) yang paling tinggi. Ketersediaan sarana transportasi juga yang paling tinggi dibandingkan desa-desa di klaster lain.

∗ Jika dilihat dari sumberdaya manusia, tingkat pendidikan paling tinggi yang ditandai dengan rasio siswa per 1000 penduduk yang paling tinggi. Kepadatan penduduk per km2 juga paling tinggi. Rasio keluarga yang berusaha di bidang pertanian paling rendah yang berarti telah banyak keluarga yang mengandalkan hidupnya di luar bidang pertanian, seperti di bidang industri dan jasa.

Wilayah terbangun dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan infrstruktur serta sumberdaya manusia yang baik. Telah banyak terjadi perubahan penggunaan lahan dan mata pencaharian penduduk cenderung beralih ke sektor industri dan jasa.

Tipologi Wilayah

II

∗ Jika dilihat dari sumberdaya alam dan fisik lahannya, wilayah ini termasuk yang agak bergelombang, dengan aktivitas budidaya padi yang lebih tinggi, sedangkan aktivitas budidaya tanaman semusim dan perkebunan cenderung tinggi. Rasio luas hutan sedang.

Wilayah pertanian tanaman pangan dengan tingkat kepadatan sedang dan sumberdaya manusia sedang.

Page 37: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

89

Tabel 20 Lanjutan Tipologi Wilayah Karakteristik Kesimpulan

Tipologi Wilayah

II

∗ Jika dilihat dari sumberdaya buatan, rasio infrastruktur dasar penunjang pendidikan (SD, SMP, SMA), raso sarana perekonomian, dan rasio sarana komunikasi cenderung sedang. Tetapi untuk rasio sarana dan tenaga kesehatan dan pendapatan asli desa per kapita adalah yang paling rendah. Rasio sarana dan prasarana transportasi juga sedang.

∗ Jika dilihat dari sumberdaya manusia, rasio siswa SD adalah yang paling rendah tetapi untuk rasio siswa SMP dan SMA adalah sedang. Kepadatan penduduk dan persen keluarga pertanian cenderung sedang

Tipologi Wilayah

III

∗ Jika dilihat dari sumberdaya alam dan fisk lahan, wilayah ini termasuk wilayah yang paling bergelombang yang ditandai dengan tingginya rasio luas lahan dengan tingkat kelerengan tinggi. Aktivitas ekonominya mengandalkan pada pertanian tanaman padi tadah hujan dan perkebunan atau kehutanan. Wilayah ini lebih berfungsi sebagai wilayah konservasi bagi wilayah-wilayah lain di sekitarnya.

∗ Jika dilihat dari sumberdaya buatan, rasio infrastruktur dasar penunjang pendidikan (SD, SMP, SMA), rasio sarana dan prasarana transportasi, rasio sarana komunikasi, dan rasio sarana perekonomian paling rendah.

∗ Jika dilihat dari sumberdaya manusia, tingkat kepadatan penduduk adalah paling rendah. Persen keluarga pertanian paling tinggi, rasio siswa per 1000 penduduk cenderung paling rendah.

Wilayah dengan fungsi utama konservasi tanah dan air dengan kepadatan penduduk paling rendah. Kapsitas infrastruktur yang rendah dengan mata pencaharian utama perkebunan.

Arahan Pengembangan Desa-desa di Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang berbatasan

langsung dengan wilayah metropolitan Jakarta. Sebagai wilayah yang berbatasan

langsung, tentunya ada pengaruh dari wilayah metropolitan ini terhadap

perkembangan pembangunan desa-desa di Kabupaten Bogor. Areal yang cukup

luas menyebabkan adanya variasi baik dalam hal fisik lahan maupun sosial

ekonomi yang cukup besar antara desa-desa di Kabupaten Bogor.

Dalam merencanakan pembangunan suatu wilayah, terlebih dahulu harus

disusun kebijakan dasar pembangunan yang bertujuan untuk memberi gambaran

tentang pola perkembangan yang akan ditempuh. Untuk itu maka perlu

mengetahui potensi daerah, kondisi sosial ekonomi, infrastruktur, permasalahan

dan berbagai faktor lain yang mempengaruhi.

Page 38: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

90

Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan, untuk desa-desa tertinggal yang

ada di Kabupaten Bogor hasil ovelay seperti pada Gambar 11, secara umum

merupakan kawasan konservasi yang terbentang mulai dari barat hingga ke timur

di selatan Kabupaten Bogor . Hal ini menjadikan wilayah tersebut menjadi sangat

terbatas untuk dikembangkan. Akan tetapi jika memang akan dikembangkan

sebaiknya dilakukan dengan budidaya tanaman kehutanan/perkayuan atau

tanaman buah-buahan pada zona-zona pemanfaatan yang telah ditentukan. Ini

dilakukan sebagai upaya untuk tidak merubah secara drastis fungsi kawasan

terebut dan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya bencana yang mungkin

timbul akibat adanya perubahan fungsi kawasan. Salah satunya adalah Desa

Bojong Murni di Kecamatan Ciawi yang mempunyai kepadatan penduduk yang

tinggi (6.400 jiwa/km2) dengan persen luas wilayah yang bekelerengan lebih dari

25% seluas 42,3%, dapat menjadi potensi bencana jika tidak dilakukan penataan

ruang yang mengakomodasikan kondisi yang seperti itu. Pada daerah-daerah

yang seperti ini, pengembangan wilayah harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk

wilayah barat dan timur, banyak lahan yang dapat dikembangkan dengan merubah

penggunaan lahan dari belukar menjadi penggunaan lain seperti areal pertanian

tanaman pangan atau perkebunan yang ditanami dengan tanaman yang bernilai

ekonomis tinggi. Kondisi fisiknya yang sebagian besar bergelombang,

menjadikan wilayah ini kurang cocok untuk pengembangan areal pertanian lahan

basah (sawah) walaupun mempunyai potensi sumber air (sungai) yang memadai.

Selain dari sumberdaya alamnya, untuk mendukung upaya pengembangan

wilayah/desa juga perlu peningkatan kualitas sumberdaya manusia, antara lain

dengan meningkatkan jumlah sarana dan prasarana pendidikan, baik berupa

bangunan sekolah maupun tenaga pengajarnya, serta sarana dan prasarana

kesehatan. Partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan juga perlu

ditingkatkan agar rasio jumlah siswa yang bersekolah juga semakin meningkat.

Demikian juga dengan infrastruktur, khususnya rasio jaringan jalan yang masih

rendah perlu ditingkatkan untuk mempertinggi interaksi antara desa-desa yang

tertinggal dengan desa-desa yang lebih maju. Hal ini bertujuan agar ada aliran

keuntungan dari desa-desa yang berhirarki lebih tingi ke desa sekitarnya yang

berhirarki lebih rendah.

Page 39: HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT IV... · utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan

91

Hasil analisa skalogram menunjukkan bahwa desa-desa dengan hirarki

tinggi (hirarki I) umumnya memiliki kapasitas pelayanan yang lebih baik yang

ditandai oleh ketersediaan fasilitas pelayanan umum yang lebih tinggi dan

mempunyai tingkat perkembangan yang lebih maju. Untuk itu maka desa-desa

yang berhirarki tinggi ini dapat dijadikan sebagai pusat/inti kawasan dengan desa-

desa yang berhirarki lebih rendah menjadi hinterlandnya. Selain itu, dengan

ketersediaan fasilitas pelayanan yang baik ditambah dengan sumberdaya menusia

yang baik, wilayah desa-desa berhirarki I ini dapat dikembangkan menjadi

wilayah industri dan jasa, khususnya industri dan jasa yang berkaitan sektor

pertanian agar tidak terlepas dari wilayah hinterlandnya.